37
Benign Prostat Hyperplasia (BPH) Yoshevine Lorisika G 102012524 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat I. Pendahuluan A.Latar Belakang Penampilan penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan pada dewasa muda, karena penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses menua, yaitu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan tehadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Dewasa lanjut atau lebih dikenal dengan istilah lansia adalah periode dimana seseorang telah mencapai usia diatas 45 tahun. Pada periode ini masalah seksual masih mendatangkan pandangan bias terutama pada wanita yang 1

Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Benign Prostat hiperplasia blok 20

Citation preview

Page 1: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

Benign Prostat Hyperplasia (BPH)

Yoshevine Lorisika G

102012524

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen

Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat

I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Penampilan penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan pada

dewasa muda, karena penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-

kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses menua, yaitu proses

menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki

diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya,

sehingga tidak dapat bertahan tehadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki

kerusakan yang diderita. Dewasa lanjut atau lebih dikenal dengan istilah lansia

adalah periode dimana seseorang telah mencapai usia  diatas 45 tahun. Pada

periode ini masalah seksual masih mendatangkan pandangan bias terutama pada

wanita yang menikah, termasuk didalamnya aspek sosio-ekonomi. Pada pria

lansia masalah terbesar adalah masalah psikis dan jasmani, sedangkan pada

wanita lansia  lebih didominasi oleh perasaan usia tua atau merasa tua. Masalah

reproduksi, jelas sangat berpengaruh pada usia lanjut baik pada pria maupun

wanita. Gangguan reproduksi yang terjadi pada lansia sangat beragam, salah

satunya yang akan dibahas dalam makalah ini adalah gangguan system

reproduksi pada lansia pria.

Prostat merupakan organ penting sistem reproduksi pada pada laki-laki. Posisi

prostat terletak pada bagian  perut bawah, yaitu di bawah kandung kemih dan

1

Page 2: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

mengelilingi saluran kemih. Prostat berfungsi untuk memproduksi enzim air

mani dan melarutkan sperma yang dihasilkan oleh testis yang terletak di dalam

kantung zakar agar sperma tetap sehat. Hipertrofi prostat jinak (benign prostatic

hyperthropy; BPH) merupakan kondisi yang belum diketahui penyebabnya,

ditandai oleh meningktnya ukuran zona dalam (kelenjar periuretra) dari kelenjar

prostat.1

II. Pembahasan

Skenario 6 :

Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan sering

BAK, terutama malam hari. Setiap setelah selesai BAK, pasien selalu merasa

tidak terlampias dan pancaran urinnya lemah. Keluhan ini sudah dirasakan

selama 6 bulan terakhir dan dirasa semakin memberat.

Rumusan Masalah

Seorang laki-laki 60 tahun mengeluh sering BAK, terutama malam hari dan

merasa tidak terlampias serta pancaran urin lemah.

Anamnesis

Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan

memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat

penyakit pasien. 2

Hal yang perlu ditanyakan dokter pada saat anamnesis antara lain: keluhan

utama, riwayat pribadi, riwayat sosial, riwayat penyakit, riwayat keluarga, pada

riwayat penyakit sekarang dapat menanyakan mengenai:2

Anamnesis dilakukan untuk menggali keluhan utama serta gejala BPH. Di

samping itu ditanya juga riwayat kesehatan pada umumnya seperti riwayat

pembedahan, riwayat penyakit saraf, penyakit metabolik seperti diabetes melitus,

2

Page 3: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

dan riwayat pemakaian obat-obatan. Pada kasus BPH, hal-hal yang perlu

ditanyakan antara lain :2

Bagaimana perasaan setelah buang air kecil? Lampias atau tidak lampias

(vesika urinaria tidak kosong setelah miksi)

Seberapa sering dalam sehari buang air kecil? Sering / tidaknya miksi

Bagaimana pancuran air kemih waktu berkemih? Terdapat arus kemih yang

berhenti saat miksi / tidak?

Bagaimana arus buang air kecil lancar, setetes-setetes? (lemah saat miksi /

tidak)

Dapatkah menahan buang air kecil? Tidak dapat menahan miksi / dapat

Apakah terjadi kesulitan saat memulai buang air kecil / tidak?

Apakah sering buang air kecil pada waktu malam hari atau terbangun pada

malam hari (Nokturia)?

Pemeriksaan Fisik

Hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan pemeriksaan tekanan darah,

nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin

akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok -

septik.

Untuk menegakkan diagnosa pada pasien, maka tenaga medis harus melakukan

pemeriksaan fisik seperti inspeksi, palpasi, perkusi, serta auskultasi. Untuk

pemeriksaan khusus pada pasien bph dapat dilakukan pemeriksaan rectal toucher

atau colok dubur.2

Rectal toucher (colok dubur)

Rectal Toucher merupakan pemeriksaan yang wajib dilakukan pada pasien

dengan gangguan saluran kemih bagian bawah. Pemeriksaan colok dubur dapat

memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo

3

Page 4: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada di dalam

rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :2

Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

Adakah asimetris

Adakah nodul pada prostate (merupakan tanda dari adanya keganasan)

Apakah batas atas dapat diraba

Sulcus medianus prostate

Pembesaran kelenjar prostat lobus lateral pada pemeriksaan colok dubur, simetris

dan keseluruhannya elastis. Lobus median berbatasan dengan vesica urinaria dan

tidak teraba membesar pada pemeriksaan ini. Pada pemeriksaan ini, prostat harus

dipalpasi dengan teliti terhadap kemungkinan adanya nodul atau pengerasan yang

mengindikasikan pada adanya suatu karsinoma.2

Gambar 1. Pemeriksaan Rectal Toucher.2

Secara umum, pemeriksaan colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan

konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri

simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada carcinoma prostat,

konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak

simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi. Pada penderita

retensi urin akut, benjolan yang teraba di atas rongga pelvis akan terasa sangat

nyeri pada waktu palpasi. Pada karsinoma prostat, prostat teraba keras atau teraba

benjolan yang konsistensinya lebih keras dari sekitarnya. Dengan colok dubur

dapat pula teraba batu prostat apabila teraba krepitasi. 2

4

Page 5: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi

sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher

dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :

a). Derajat I = beratnya ± 20 gram.

b). Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.

c). Derajat III = beratnya > 40 gram.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula

digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.3

- Pemeriksaan urin lengkap dan kultur :

Bertujuan untuk menyingkirkan adanya infeksi atau hematuria dan pengukuran

kadar serum ureum kreatinin untuk menilai fungsi ginjal dari pasien. Insufisiensi

ginjal dapat ditemukan pada 10% pasien dengan prostatism dan memerlukan

pemeriksaan radiologi saluran kemih bagian atas. Pasien dengan insufisiensi

ginjal mempunyai risiko yang tinggi mengalami komplikasi post-operasi setelah

pembedahan BPH. Kadar PSA serum biasanya dapat dilakukan, namun sebagian

besar ahli memasukkan pemeriksaan PSA ke dalam pemeriksaan awal,

dibandingkan dengan pemeriksaan RT saja.3

- PSA

PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya

keganasan. Disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specifik tetapi

bukan kanker specifik. Serum PSA dapat dipakai untuk mengetahui perjalanan

penyakit dari BPH. Apabila kadar PSA tinggi berarti :3

(a) Pertumbuhan volume prostat lebih cepat,

5

Page 6: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

(b) Keluhan akibat BPH atau laju pancaran urin lebih buruk,

(c) Lebih mudah terjadinya retensi urine akut.

Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar

PSA, makin tinggi kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan prostat. Laju

pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA 0,2-1,3 ng/dl

laju adalah 0,7 mL/tahun, sedangkan pada kadar PSA 1,4-3,2 ng/dl sebesar 2,1

mL/tahun, dan kadar PSA 3,3-9,9 ng/dl adalah 3,3 mL/tahun.18 Kadar PSA di

dalam serum dapat mengalami peningkatan pada keradangan, setelah manipulasi

pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi,

keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Rentang kadar PSA yang dianggap

normal berdasarkan usia adalah:

40-49 tahun : 0-2,5 ng/ml

50-59 tahun :0-3,5 ng/ml

60-69 tahun :0-4,5 ng/ml

70-79 tahun : 0-6,5 ng/ml

Pemeriksaan Uroflowmetri

Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif

pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :

Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif.

Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.

Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstruktif.

Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik

BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.

6

Page 7: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan

besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat

dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik.

IVP (Pyelografi Intravena) : Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal

dan adanya hidronefrosis.

Pemeriksaan Panendoskop : Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.

Diagnosis Kerja

Prostat merupakan organ penting sistem reproduksi pada pada laki-laki. Posisi

prostat terletak pada bagian  perut bawah, yaitu di bawah kandung kemih dan

mengelilingi saluran kemih. Prostat berfungsi untuk memproduksi enzim air

mani dan melarutkan sperma yang dihasilkan oleh testis yang terletak di dalam

kantung zakar agar sperma tetap sehat.

Hipertrofi prostat jinak (benign prostatic hyperthropy; BPH) merupakan kondisi

yang belum diketahui penyebabnya, pembesaran pada kelenjar prostat, ditandai

dengan meningkatnya ukuran kelenjar periuretra yang disebabkan karena

hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat yang biasanya terjadi pada pria

berusia lebih dari 50 tahun.

Daerah yang sering terkena adalah lobus lateral bagian tengah dan lobus medial.

Berat prostat bisa mencapai 60-100 gram (normal 20 gram). Pernah juga

dilaporkan pembesaran prostat yang beratnya melebihi 200 gram. Secara

mikroskopik gambaran yang terlihat tergantung pada unsur yang berproliferasi.

Bila kelenjar yang banyak berproliferasi maka akan tampak penambahan jumlah

kelenjar dan sering terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh epitel silindris atau

kubis dan pada beberapa tempat membentuk papila-papila ke dalam lumen.

Membrana basalis masih utuh. 4,5

Stadium BPH

7

Page 8: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

Stadium I :

Ada obstruksi, tetapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai

habis.

Stadium II :

• Ada retensio urine, tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine

walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kurang lebih 50-150- cc

• Ada rasa tidak enak pada saat buang air kecil /disuria

• Nokturia

Stadium III :

Setiap buang air kecil urine selalu tersisa 150 cc atau lebih

Stadium IV :

Retensio urine total, buli-buli penuh, pasien kesakitan, urine menetes secara

periodic (over flow incontinentia)

Diffrential Diagnosis

Ca Prostat

Merupakan suatu keganasan pada prostat yang paling banyak pada pria. Angka

kejadiannya meningkat seiring dengan usia pasien. Sebagian besar etiologinya

belum diketahui pasti, riwayat keluarga, paparan radiasi dan polutan lingkungan

mungkin berperan dalam penyakit ini. Sejumlah sel tumor pada prostat antara

lain :6

Adenokarsinoma yang paling banyak ditemukan, timbul pada epitel asinar

pada daerah perifer kelenjar.

Subtipe jarang (< 2%) adalah karsinoma sel transisional timbul pada epitel

suktus. Sarkoma stroma: limfoma dan karsinoma sel kecil.

Manifestasi Klinis

8

Page 9: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

Ca prostat awalnya asimtomatik dan mungkin terdeteksi secara klinis hanya

dengan ditemukan massa yang teraba pada pemeriksaan colok dubur. Tumor

biasanya tumbuh di daerah perifer sehingga menimbulkan gejala obstruksi lebih

lambat kecuali sekunder karena BPH. Banyak pasien yang menderita penyakit ini

dan belum terdiagnosis dan timbul gejala yang berhubungan seperti: gejala

konstitutusi (seperti penuranan berat badan dan anemia), nyeri tulang,

limfadenopati atau komplikasi neurologis. 6

Pemeriksaan Penunjang, Pendekatan Klinis dan Terapi

Tujuan pemeriksaan penunjang untuk menentukan tumor ini bermetatasis atau

tidak. Apabila penyakit ini hanya terbatas pada prostat, dilakukan terapi lokal

menggunakan radioterapi atau prostatektomi radikal tepat digunakan. Karena

dapat mengurangi komplikasi lokal dan lebih baik dilakukan daripada menunggu

perkembangan penyakit. 6

Pemeriksaan penunjang antara lain : 6

Ultrasonografi transrektal untuk mengidentifikasi lesi kecil di perifer dengan

biopsi sextant.

Reseksi prostat transuretral (TURP) apabila terdapat prostatismus.

Tes PSA apabila kadarnya > 10 IU mengindikasikan kemungkinan penyakit

ini ada metatasis.

Fosfatase Asam Basa

CT scan Abdomen dan Pelvis untuk menemukan nodus.

MRI pelvis untuk menemukan tumor dan derajat ekstensi lokal.

Foto toraks dan Isotope bone scan untuk mendeteksi adanya metatasis.

Skrining terhadap ca prostat masih kontroversi. Penggunaan analisis kadar PSA

serum yang digabungkan dengan colok dubur cukup efektif dalam mendeteksi

penyakit ini. Terapi pada Ca prostat antara lain : 6

Karsinoma prostat awal : pembedahan, radioterapi, dan menunggu

perkembangan penyakit.

9

Page 10: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

Pembedahan dianjurkan pada tumor yang berdiferensiasi buruk yang terbatas

pada prostat, walaupun belum pernah diujikan terhadap radioterapi dengan uji

klinis acak.

Radioterapi radikal

Brakiterapi menggunakan paladium radioaktif atau benih iodium yang

ditanamkan pada prostat digunakan pada pasien tumor derajat rendah.

Hormon Adrogen. Terapi ini baik sebelum radioterapi untuk mengukur

ukuran prostat sehingga mengurangi volume radioterapi dan toksiksitasnya. Efek

samping terapi ini flushing, kelemahan, impotensi dan hilangnya libido.

Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Adalah infeksi akibat terbentuknya koloni kuman yang ada di saluran kemih

yang terjadi secara asending dan hematogen.7

Anamnesis

ISK bawah : frekuensi meningkat, disuria terminal, polakisuria, nyeri

suprapubik.

ISK atas : nyeri pinggang, demam mengigil, mual, muntah dan hematuria.

Pemeriksaan fisik

Suhu febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok kostovertebra.

Pemeriksaan Penunjang

Urinalisis, kultur urin dan resistensi kuman, tes fungsi ginjal, gula darah, BNO-

IVP, dan USG ginjal.

Laboratorium

Leukositosis, leukosituria, kultur urin (+); bakteriuria > 105/ml urin.

Infeksi saluran kemih (ISK) terbagi menjadi dua tipe, antara lain;

ISK tipe sederhana (Uncomplicated type), jarang menyebabkan insufisiensi

ginjal kronik (IGK) walaupun sering mengalami ISK berulang. ISK ini terjadi

pada perempuan yang tidak hamil dan tidak terdapat disfungsi struktural ataupun

fungsional ginjal.

10

Page 11: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

ISK berkomplikasi (Complicated type), berhubungan dengan refluks

vesikoureter sejak lahir yang sering menyebabkan insufisiensi ginjal kronik

(IGK) yang berakhir dengan gagal ginjal terminal (GGT). ISK ini berlokasi pada

vesika urinaria biasanya terjadi pada anak-anak, laki-laki dan ibu hamil.

ISK ditandakan dengan hasil bakteriuria 105 bermakna diagnostik pada biakan

urin. Bakteriuria bermakna tanpa disertai dengan gambaran klinis disebut

bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria). Sedangkan bakteriuria bermakna

disertai dengan gambaran klinis disebut bakteriuria simtomatik. Pada beberapa

kasus, ditemukan pasien dengan gambaran klinis tanpa disertai dengan

bakteriuria bermakna. Banyak faktor yang dapat mengakibatkan negatif palsu

terhadap pasien ISK yaitu pasien telah mendapatkan terapi antimikroba, terapi

diuretik, minum banyak, waktu pengambilan sample urin tidak tepat serta

peranan bakteriofag.7

Urolithiasis

Adalah penyakit adanya batu pada saluran traktus urinarius mencakup ginjal,

ureter, vesika urinaria. Diagnosa ditegakkan lewat:5,6

1. Dari riwayat penyakit batu, jenis kelamin, usia, pekerjaan, hubungan keadaan

penyakit, infeksi dan penggunaan obat-obatan. Riwayat keluarga yang dengan

batu saluran kemih, pencegahan, pengobatan yang telah dilakukan, cara

pengmabilan batu, analisis jenis batu, dan letak batu.

2. Dari gambaran batu lewat pemeriksaan penunjang

3. Dari investigasi biokimia urine

Anamnesis

Terdapat nyeri kolik ginjal dan saluran kemih, pinggang pegal, gejala infeksi

saluran kemih, hematuria dan riwayat keluarga.6

Pemeriksaan Fisik

11

Page 12: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

Terdapat nyeri ketok sudut kostoveterba, nyeri tekan perut bagian bawah dan ada

tanda balotemen.8

Nyeri akibat batu saluran kemih dapat dijelaskan melalui 2 mekanisme: 8

1. Dilatasi sistem sumbatan dengan peregangan reseptor sakit

2. Iritasi lokal dinding ureter atau dinding pelvis ginjal disertai edema dan

pelepasan faktor sakit

Nyeri kolik terkadang dapat menjalar hingga ke arah kemaluan akibat pergerakan

dari batu di saluran kemih seiring aliran urine.

Pemeriksaan Penunjang

Ultrasonografi menunjukkan ukuran, bentuk, dan posisi batu.

Pemeriksaan ini diperlukan pada perempuan hamil dan pasien yang alergi

kontras radiologi. Dapat diketahui adanya batu radioluscent dan dilatasi sitem

kolektikus. Keterbatasan pemeriksaan ini adalah kesulitan untuk menunjukkan

batu ureter, dan tidak dapat membedakan batu kalsifikasi dan batu radioluscent.

Foto abdomen biasa menunjukkan bentuk, ukuran, dan posisi batu.

Keunggulan dari pemeriksaan ini adalah dapat membedakan kalsifikasi batu,

yaitu densitas tinggi seperti kalsium oksalat dan kalsium fosfat, dan densitas

rendah seperti struvit, cistin, dan campuran keduanya. Indikasi dilakukan dengan

uji kualitatif sistin pada pasien muda. Keterbatasan pemeriksaan ini adalah tidak

dapat menentukan batu radioluscent, batu kecil, dan batu yang tertutup struktur

tulang. Pemeriksaan ini juga tidak dapat membedakan batu dalam ginjal dan batu

luar ginjal.

Urogram merupakan deteksi batu radioluscent sebagai defek pengisian dalam

(filling). Urogram dapat menunjukkan lokasi batu pada sistem kolektikus serta

dapat menunjukkan kelainan anatomis.

12

Page 13: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

Patofisiologi BPH

BPH berawal dari zona transisi yang mengalami proses hiperplasia akibat

peningkatan jumlah sel. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan adanya pola

pertumbuhan nodular yang tersusun oleh stroma dan epitel. Stroma disusun oleh

jaringan kolagen dan otot polos.9

Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika

dan daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat

detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok

yang disebut trabekulasi. Mukosa dapat menerobos keluar di antara serat

detrusor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula, sedangkan yang besar

disebut divertikulum. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot

dinding. Apabila keadaan berlanjut, detrusor menjadi lelah dan akhirnya

mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga

terjadi retensi urin.

Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda

obstruksi saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi,

miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa

belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan hipersensitivitas otot

detrusor yang berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan,

dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan

cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-

putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat

miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih

sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. 10

Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada

akhir miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih dan timbul rasa

tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan

terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Produksi urin

13

Page 14: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

yang terus terjadi, pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin

sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi

lebih tinggi dibanding tekanan sfingter dan obstruksi akan terjadi inkontinensia

paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,

hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi

infeksi. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam

kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan

hematuria.

Obstruksi akibat BPH dapat dibagi menjadi obstruksi mekanik dan dinamik. Saat

terjadi pembesaran prostat, obstruksi mekanik mungkin merupakan akibat adanya

penekanan ke lumen uretra atau leher vesika urinaria, yang menyebabkan

tahanan pelepasan kandung kemih yang lebih tinggi. Sebelum adanya pembagian

zona prostat, ahli urologi sering membagi prostat menjadi 3 lobus yaitu lobus

median dan 2 lobus lateral. Ukuran prostat pada pemeriksaan rectal touche (RT)

kurang begitu berhubungan dengan keluhan yang dirasakan pasien. 11

Komponen dinamik dari obstruksi prostat menjelaskan sifat dari keluhan yang

dirasakan pasien. Stroma prostat, terdiri dari otot polos dan kolagen, yang kaya

dengan persarafan adrenergik. Penggunaan penghambat -adrenergik

menurunkan tonus dari uretra pars prostatika, yang menurunkan tahanan pada

kandung kemih.

Epidemologi

Di Indonesia BPH merupakan urutan kedua setelah batu saluran kemih dan

diperkirakan ditemukan pada 50% pria berusia diatas 50 tahun dengan angka

harapan hidup rata-rata di Indonesia yang sudah mencapai 65 tahun dan

diperkirakan bahwa lebih kurang 5% pria Indonesia sudah berumur 60 tahun atau

lebih. Kalau dihitung dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 200 juta

lebih, kira-kira 100 juta terdiri dari pria, dan yang berumur 60 tahun atau lebih

14

Page 15: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

kira-kira 5 juta, sehingga diperkirakan ada 2,5 juta laki-laki Indonesia yang

menderita BPH. 7

Gejala Klinis

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai

Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

1. Gejala Obstruktif yaitu :

a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan

mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan

waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya

tekanan dalam uretra prostatika.

b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena

ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika

sampai berakhirnya miksi.

c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.

d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor

memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

2. Gejala Iritasi yaitu :

a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada

malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.

c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

15

Page 16: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

Gejala dan tanda ini diberi skoring untuk menentukan berat keluhan klinik. Pada

waktu miksi penderita hampir selalu mengedan, sehingga lama kelamaan akan

menyebabkan hernia atau hermoroid. Karena selalu terdapat sisa urin dapat

terbentuk batu endapan dalam kandung kemih.5,6

Adanya batu saluran kemih menambah keluhan iritasi dan menimbulkan

hematuria. Hematuria bisa juga terjadi karena ruptur dari vena-vena yang

berdilatasi pada leher vesika uninaria. Selain itu, batu tersebut bisa menyebabkan

sistitis dan bila terjadi refluk dapat terjadi pyelonefritis. Kadang-kadang tanpa

sebab yang diketahui penderita sama sekali tidak dapat miksi sehingga harus

dikeluarkan dengan kateter.5,6

Dengan pemeriksaan colok dubur, dapat memberi kesan keadaan tonus spingter

anus, kelainan yang berada di mukosa rektum dan pembengkakan dalam rektum

dan prostat. Pada pemeriksaan ini harus diperhatikan konsistensi prostat (pada

hiperplasia prostat konsistensinya kenyal) apakah simetris, adakah nodul pada

prostat, apakah batas atas teraba. Apabila batas atas masih bisa diraba biasanya

diperkirakan berat prostat kurang dan 60 gram. Tentu saja penentuan berat

prostat dengan cara ini tidak akurat. Sebaliknya colok dubur cukup baik untuk

mengetahui adanya keganasan prostat. Pada karsinoma prostat, prostat teraba

keras atau teraba benjolan yang konsistensinya lebih keras dari sekitarnya atau

letaknya asimetris dengan bagian yang lebih keras.5,6

Retensi urin dapat teriadi dengan kelenjar yang dirasakan normal pada

pemeniksaan colok dubur, sebaliknya kelenjar yang dirasakan membesar bisa

tidak menimbulkan gejala obstruksi saluran keluar vesika urinaria. Derajat berat

obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah penderita

miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat

keluar dengan kateterisasi. Volume sisa urin setelah miksi normal pada pria

dewasa sekitar 35 ml. Sisa urin dapat juga diketahui dengan ultrasonografi

kandung kemih setelah miksi, sisa urin lebih dari 100 ml, biasanya dianggap

16

Page 17: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hiperplasia prostat.5,6

Etiologi

Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron

estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron

menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Berdasarkan angka autopsi

perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40

tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan

patologik anatomik. Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan,

efek perubahan juga terjadi secara perlahan.11

Etiologi dari BPH belum dimengerti sepenuhnya, tetapi kemungkinan multifaktor

dan hormonal. Prostat tersusun oleh bagian stroma dan epitel, dan masing-

masing maupun keduanya, dapat menjadi nodul hiperplastik dan keluhan-keluhan

yang berhubungan dengan BPH. 7

Beberapa penelitian menemukan adanya bukti bahwa BPH diatur oleh sistem

endokrin. Penelitian lanjutan menunjukkan adanya korelasi positif antara kadar

testosteron dan estrogen bebas dengan volume dari BPH. Hubungan antara

pertambahan usia dengan BPH mungkin akibat dari peningkatan kadar estrogen

yang merangsang reseptor androgen, yang selanjutnya meningkatkan sensitivitas

kelenjar prostat terhadap testosteron bebas. Ada beberapa teori yang menjelaskan

penyebab terjadinya hipertrofi prostat ini, yaitu: 7

Teori dehidrotestosteron (DHT)

Bahwa aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron

dalam sel prostat menjadi faktor risiko terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel

yang dapat menyebabkan inkripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya

sintesis protein. Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-a-reduktase.

Teori Hormon

Estrogen berperan pada inisiasi dan maintenance pada prostat manusia.

Faktor interaksi stroma dan epitel

Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth Factor. Basic Fibroblast Growth Factor

17

Page 18: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

(β-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang

lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. β-FGF dapat

dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.

Teori kebangkitan kembali

Reinduksi dari kemampuan mesenkim sinus urogenital utuk berprolferasi

membentuk jaringan prostat.

Tatalaksana

Penatalaksanaan medikamentosa

Mekanisme dan efek samping terapi antiandrogenik untuk BPH

Obat Mekanisme Efek samping

Ablasi androgen

Agonis GnRH

(nafarelin,

leuproid,

buserelin,

goserelin)

Menghambat sekresi

LH hipofisis,

menurunkan T dan

DHT. Mengurangi

volume prostat sebesar

35%.

Penurunan libido,

impotensi.

Antiandrogen

sejati

(flutamid,

bikalutamid)

Inhibisi reseptor

androgen.

Nyeri tekan pada

payudara, insiden

impotensi tidak terlalu

bermakna.

Inhibitor 5 alfa-

reduktase

(finasterid,

dutasterid)

Menurunkan DHT,

tidak terjadi perubahan

pada T atau LH.

Mengurangi volume

prostat sebesar 20%.

Insiden impotensi dan

penurunan libido 3-

4%.

Mekanisme kerja

campuran

Progestin

(megestrol asenat

Menghambat sekresi

LH hipofisis,

menurunkan T dan

DHT dengan derajat

Berkurangnya libido,

impotensi, intoleransi

panas.

18

Page 19: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

medrogeston) bervariasi, inhibisi

reseptor androgen.

Blokade reseptor alfa untuk BPH

Obat Mekanisme dan tempat

kerja

Efek samping

Fenoksibenzamin Blokade alfa1, alfa2, dan

pascasinaps

Hipotensi

Prazosin,

terazosin,

doksazosin,

alfuzosin

Blokade alfa1,

pascasinaps

Hipotensi

Tamsulosin Alfa1a, pascasinaps Hipotensi

Penanganan pada kasus BPH biasanya dilakukan sesuai dengan derajat dari

penyakitnya :

- Derajat 1, biasanya belum memerlukan tindakan bedah dan hanya diberikan

pengobatan konservatif misalnya dengan obat-obatan penghambat adrenoreseptor

seperti prazosin atau fazosin

- Derajat 2, ini merupakan suatu indikasi untuk dilakukannya pembedahan.

Biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra, TUR (transurethral

resection). Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas sekitar 8%. Kadang derajat

2 bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.

- Derajat 3, reseksi endoskopik harus dilakukan oleh ahli bedah yang cukup

berpengalaman, pada derajat ini bisa dilakukan pembedahan terbuka.

- Derajat 4, tindakan pertama yang harus segera dilakukan adalah

membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter. Setelah

itu biasanya dilakukan terapi definitif dengan TUR atau pembedahan terbuka.

Penatalaksanaan Non-medika Mentosa

19

Page 20: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi,

diantaranya sebagai berikut :9

Retensi urine karena BPO

Infeksi saluran kemih berulang karena obstruksi prostat

Hematuria makroskopik

Batu buli-buli karena obstruksi prostat

Gagal ginjal yang disebabkan obstruksi prostat, dan

Divertikulum buli buli yang cukup besar karena obstruksi

Transurethral resection of the prostate (TURP)

95% prostatektomi sederhana dapat dilakukan secara endoskopi. Sebagian

besar prosedur ini menggunakan teknik anestesi spinal dan memerlukan 1-2 hari

perawatan di rumah sakit. Skor keluhan dan perbaikan laju aliran urine lebih baik

dibandingkan terapi lain yang bersifat minimal invasive. Risiko TURP meliputi

ejakulasi retrograd (75%), impotensi (5-10%), dan inkontinensia (<1%). TURP

lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka dan

memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapat

memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran urine hingga

100%.6,9

Komplikasi operasi antara lain perdarahan, striktur uretra, atau kontraktur pada

leher kandung kemih, perforasi dari kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan pada

kondisi berat terjadi sindroma TUR yang disebabkan oleh keadaan hipervolemik

dan hipernatremia akibat absorbsi cairan irigasi yang bersifat hipotonis. Risiko

terjadinya sindroma TUR meningkat pada reseksi yang lebih dari 90 menit.

Penatalaksanaan meliputi diuresis dan pada kondisi berat diberikan larutan

hipertonis.6,9

Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)

20

Page 21: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

Pria dengan keluhan sedang sampai berat dan ukuran prostat yang kecil sering

didapatkan adanya hyperplasia komisura posterior (terangkatnya leher kandung

kemih). Pasien tersebut biasanya lebih baik dilakukan insisi prostat.

Prosedur TUIP lebih cepat dan morbiditasnya lebih rendah dibandingkan TURP.

Teknik TUIP meliputi insisi dengan pisau Collin pada posisi jam 5 dan 7. Insisi

dimulai di arah distal menuju orifisium ureter dan meluas ke arah

verumontanum. 6,9

Prostatektomi Terbuka Sederhana

Ketika ukuran prostat terlalu besar untuk direseksi secara endoskopi,

enukleasi terbuka dapat dilakukan. Kelenjar prostat yang lebih dari 100 g

biasanya merupakan indikasi enukleasi terbuka. Prostatektomi terbuka juga

dilakukan pada pasien dengan disertai divertikulum atau batu buli atau jika posisi

litotomi tidak mungkin dilakukan. 9

Terapi Minimal Invasif

Transurethral needle ablation of the prostate (TUNA)

Termasuk dalam teknik minimal invasif yang biasa digunakan pada pasien yang

gagal dengan pengobatan medikamentosa, pasien yang tidak tertarik pada

pengobatan medikamentosa, atau tidak bersedia untuk tindakan TURP. Teknik

ini menggunakan kateter uretra yang didesain khusus dengan jarum yang

menghantarkan gelombang radio yang panas sampai mencapai 100oC di

ujungnya sehingga dapat menyebabkan kematian jaringan prostat.9

Pasien dengan gejala sumbatan dan pembesaran prostat kurang dari 60 gram

adalah pasien yang ideal untuk tindakan TUNA ini. Kelebihan teknik TUNA

dibanding dengan TURP antara lain pasien hanya perlu diberi anestesi lokal.

Selain itu angka kekambuhan dan kematian TUNA lebih rendah dari TURP.9

Prognosis

21

Page 22: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

Prognosis BPH tidak selalu sama dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu

walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun, BPH yang tidak segera

ditanggulangi memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi

kanker prostat.9

Pencegahan

Sekarang ini sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu

mengatasi pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang

kandungan utamanya saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto

menghasilkan sejenis minyak, yang bersama-sama dengan hormon androgen

dapat menghambat kerja enzim 5-alpha reduktase, yang berperan dalam proses

pengubahan hormon testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab BPH).

Hasilnya, kelenjar prostat tidak bertambah besar.

Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat antara lain :

1. Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah

pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat

berkembang menjadi kanker prostat.

2. Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak

terlalu berat.

3. Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan

pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal.

4. L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran

rangsangan ke susunan syaraf pusat.

5. Zinc, bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas sperma.

Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi akibat hipertrofi prostat jinak adalah :

1. Perdarahan (Gross hematuria).

2. Pembentukan bekuan

22

Page 23: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

3. Obstruksi kateter

4. Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.

5. Batu buli-buli

6. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi saat miksi.

7. Insufisiensi ginjal

10. Infeksi saluran kemih berulang

11. Inkontinensia (akibat sumbatan total urin sehingga isi vesika urinaria terlalu

penuh.

12. Sistitis

13. Pielonefritis.

Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior

menyebabkan ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir

kedalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi

mungkin dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik

melalui vas deference dan ke dalam epidedemis. Bagi pasien yang tak mau

kehilangan aktifitas seksualnya, implant prostetik penis mungkin digunakan

untuk membuat penis menjadi kaku guna keperluan hubungan seksual.

Kesimpulan

Hiperplasia prostat jinak (benign prostatic hyperplasia) adalah pembesaran

kelenjar periurethral yang mendesak jaringan prostat keperifer dan menjadi

simpai bedah (pseudokapsul). BPH merupakan kelainan kedua tersering yang

dijumpai pada lebih dari 50% pria berusia diatas 60 tahun.

Daftar Pustaka

1. Purnomo B. Dasar-dasar urologi. Jakarta: CV.Infomedika; 2006.h.200-214.

2. Dacre, Jane. Buku saku keterampilan klinis. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2005.h.80-101.

23

Page 24: Skenario 6 PBL Blok 20 Yoshevine Lorisika

3. McConnell JD. Guidelines for diagnosis and management of BPH. Diunduh

dari: http://www.urohealth.org/bph/specialist/future/chp43.asp .[ 26 Oktober

2014]

4. Davey P. At a glance medicine. Rahmalia A, Novianty C, alih bahasa. Safitri

A, editor. Kanker Prostat. Jakarta: Erlangga; 2005. h.342-45.

5. Sabiston, David C. Hipertrofi prostat benigna, buku ajar bedah. Jilid 2.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.h.251-8.

6. Jong WD, Sjamsuhidayat R. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2005.h.782-6.

7. Birowo P, Rahardjo D. Pembesaran prostat jinak. Jurnal kedokteran & farmasi

medika. 2002. No 7 tahun ke XXVIII.

8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S, Setiati S. Ilmu penyakit

dalam UI. Ed. 5, jilid 2. Jakarta: Interna publishing, 2009. h.1008-12.

9. Roehrborn CG, Bartsch G, Kirby R et al. Guidelines for the diagnosis and

treatment of benign prostatic hyperplasia: a comparative, international review.

2001. Urology 58: 642-650.

10. Sjamsuhidajat R, Jong W D. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2005. h.783.

11. Robbins,Cotran,Kumar, Dasar Patologi Penyakit,Saluran kemih, edisi 7,

Penerbit Buku Kedokteran ECG, 2003.h. 563-97.

24