Upload
rizky-bayu-ajie
View
5
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jjjj
Citation preview
1
SKENARIO 7
BAB DARAH
Seorang wanita hamil 7 bulan usia 35 tahun dating ke klinik dr. Dara dengan
keluhan BAB berdarah.
Anamnesis :
Sering BAB berdarah, sulit BAB, nyeri dan jika BAB harus mengedan.
Pemeriksaan Fisik:
TB 165, BB 95 kg
TD 120/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 37,8C
Thorax : tak
Anus :
Inspeksi : tidak tampak benjolan
Anuscopy : Tampak pada jam 1 dan jam 5
RT : darah (-) pada sarung tangan. Benjolan (+)
2
STEP 1
-
STEP 2
1. Apa saja diagnosis dan diagnosis banding ?
2. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan ?
3. Apa saja faktor resiko ?
4. Bagaimana patofisiologi ?
5. Bagaimana tatalaksana ?
STEP 3
1. Diagnosis nya adalah hemorrhoid dan diagnosis bandingnya adalah :
a. Karsinoma kolorektal
b. Prokitis
c. Abses pada perianal
d. Prolaps Rekti
2. Hemorrhoid dibagi menjadi dua yaitu hemorrhoid interna dan hemorrhoid
eksterna. Hemorrhoid eksternal terletak pada distal dari dentate line dan
ditutupi oleh anoderm. Thrombosis dari hemorrhoid eksternal dapat
menyebabkan nyeri yang signifikan. Pengobatan daripada hemorhoid
eksternal dan skin tags hanya diindikasikan untuk meredakan gejala.
Hemorrhoid internal terletak pada proksimal dentate line dan ditutupi oleh
mukosa anorectal insensate. Hemorrhoid internal dapat prolaps atau
berdarah, tetapi jarang terasa nyeri kecuali apabila terdapat thrombosis
dan nekrosis. Hemorrhoid internal digolongkan menurut luasnya prolaps:
Hemorrhoid derajat pertama – penonjolan ke dalam kanal anal.
Hemorrhoid derajat kedua – prolaps melalui anus tetapi berkurang secara
spontan
3
Hemorrhoid derajat tiga – prolaps melalui kanal anal dan membutuhkan
reduksi secara manual
Hemorrhoid derajat empat – prolaps tetapi tidak dapat direduksi dan
memiliki risiko untuk strangulasi
3.Faktor Resiko
a. Peningkatan tekanan intraabdomen
b. Tidak makan makanan berserat
c. Usia > 50 tahun
d. Hamil massa kehamilan dan pengaruh hormonal
e. Genetik
f. Obesitas
g. Konstipasi
4. Patofisiologi hemorrhoid :
a. Diet rendah serat menyebabkan kotoran yang berukuran kecil, yang
menyebabkan straining selama defekasi. Tekanan yang meningkat
menyebabkan timbulnya hemorrhoid, kemungkinan karena adanya
keterlibatan venous return.
b. Kehamilan dan tekanan tinggi yang abnormal dari muskulus sphincter
internal dapat juga menyebabkan masalah hemorrhoidal,
kemungkinan disebabkan mekanisme yang sama. Penurunan venous
return diperkirakan menjadi penyebabnya.
c. Duduk di toilet yang terlalu lama (contoh ketika membaca) dipercaya
menyebabkan masalah venous return yang relatif pada area perianal
(efek tourniquet), menyebabkan hemorrhoid yang membesar.
d. Penuaan menyebabkan kelemahan dari struktur penunjang, yang
memfasilitasi prolaps. Kelemahan dari jaringan penunjang ini muncul
paling awal pada dekade kehidupan ketiga.
e. Straining dan konstipasi sudah lama dipikirkan sebagai penyebab
dalam formasi dari hemorrhoid. Ini dapat benar atau salah. Pasien
yang menderita hemorrhoid memiliki tonus istirahat kanal yang lebih
4
tinggi daripada normal. Tonus istirahat ini menurun setelah
hemorrhoidektomi daripada sebelum prosedurnya. Perubahan ini pada
tonus istirahat adalah mekanisme aksi dari dilatasi Lord, prosedur
operasi untuk keluhan anorektal yang paling dipergunakan di Inggris.
5. Tatalaksana hemorrhoid adalah secara medik dan non medic
STEP 4
1. Diagnosis dari skenario adalah hemorrhoid karena berdasarkan
anamnesis yang didapatkan bahwa pasien BAB berdarah dan sulit
BAB dan dirasakan nyeri dan pada saat BAB mengedan. Dan dari
faktor resiko nya yaitu kehamilan akan meningkatkan kejadian
hemorrhoid ini karena terjadi peningkatan tekanan intraabdominal.
Sedangkan diagnosis bandingnya adalah :
a. Prokitis adalah peradangan pada lapisan mukosa rectum, gejala
yang timbul adalah perdarahan yang tidak nyeri atau pengeluaran
lender dari rectum. Gejala tergantung dari penyebabnya dan yang
paling umum adalah dorongan terus untuk buang air besar, rectum
terasa penuh atau bisa mengalami sembelit. Etiologinya adalah
agen penyebab infeksi seperti jamur, virus, dan bakteri.
b. Karsinoma kolorektal adalah karsinoma yang berkembang pada
kolon atau rectum. Tanda dan gejala yang mungkin timbul adalah
penderita mengalami perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya
darah pada feses baik itu darah segar maupun yang berwarna
hitam kemudian terjadi diare, konstipasi atau merasa bahwa isi
perut tidak benar-benar kosong saat BAB, feses yang lebih kecil
dari biasanya. Penderita mengeluhkan tidak nyaman pada perut
atau nyeri, terjadi penurunan berat badan yang tidak diketahui
sebabnya, mual dan muntah, rasa letih dan lesu.
c. Abses perianal adalah infeksi terlokalisasi dengan pengumpulan
nanah pada daerah anorektal. Gejala yang biasa timbul adalah
merasakan nyeri yang memburuk sesaat sebelum defekasi yang
5
membaik setelah defekasi tetapi pasien tetap tidak merasa nyaman.
Rasa nyeri diperburuk oleh pergerakan dan pada saat duduk.
Abses perianal mudah diraba pada batas anus dengan kulit
perianal, sebaliknya abses anorektal terletak lebih dalam dapat
diraba melewati dinding rectum atau lebih. Tetapi pada
pemeriksaan fisik biasanya ditemukan abses yang berisi pus
dibandingkan hemorrhoid dan karsinoma kolorektal tidak
ditemukan pus dan pada saat pemeriksaan biasanya ditemukan
demam juga adanya peningkatan leukositosis.
d. Prolaps Recti
Anamnesa.
Nyeri/rasa tidak enak saat defekasi, panggul terasa penuh, selalu
ingin defekasi, kadang juga sulit, sekresi lendir dan darah banyak,
kadang diare berkepanjangan, massa keluar dari anus, adanya
sulkus antara rektum dan anus, inkontinensia alvi.
Pemeriksaan Fisik.
Penonjolan rektum dgn lipatan mukosa konsentrik, massa dapat
direposisi, inkarserasi atau strangulasi, ulkus mukosa dengan
perdarahan, tampak posisi anus normal (tidak eversi). Colok dubur
pinggir anus beralur, tonus sfingter lemah.
Pemeriksaan Penunjang.
o Laboratorium. Tidak ada gambaran laboratorium yang spesifik
pada prolaps rekti. Kadang peningkatan kadar leukosit, penurunan
hemoglobin.
o Barium Enema. Evaluasi kolon untuk menyingkirkan kelainan
primer pada kolon yang dapat menyebabkan prolaps.
o Video Defecography ( Colonic Transit Study ). Untuk
menentukan prolap internal atau prolap mukosa (parsial/
intusussepsi) bila tidak ada keluhan atau gejala yang jelas.
6
Material/kontras radiopaque/barium dimasukkan ke dalam rectum,
perhatikan keluarnya kontras saat defekasi.
o Test Manometri. Menilai beratnya kerusakan fungsi otot-otot
sfingter ani. Sering ditemukan penurunan tekanan sfingter ani
internus dan tidak adanya kemampuan reflek penahan dari
anorektal. Test ini masih diperdebatkan dan beberapa ahli tidak
merekomendasikan test ini.
o Test Sitz Marker. Test ini digunakan untuk meyakini patensi
kolon yang berguna dalam menentukan apakah diperlukan
tindakan reseksi kolon.
o Rigid Proctosigmoidoscopy. Untuk menemukan adanya ulkus
rectum yang soliter, yang terjadi hampr 10-25%. Jika ditemukan
ulkus tunggal atau multiple pada dinding anterior rectum, daerah
ini sebaiknya diangkat dan sering menimbulkan perdarahan.
2. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
Anamnesis
Gejala hemorrhoidal dibagi menurut sumbernya yaitu eksternal dan
internal. Hemorrhoid internal yang patologik biasanya menyebabkan
perdarahan merah segar per rektum, mucus discharge, dan apabila
sangat besar, rektal terasa penuh dan tidak nyaman. Hemorrhoid
interna tidak dapat menyebabkan nyeri cutaneous, karena terletak di
atas linea dentate dan tidak diinervasi oleh saraf cutaneous. Walaupun
begitu, hemorrhoid interna dapat berdarah, prolaps, dan karena
deposisi dari irritant pada kulit perianal yang sensitif, menyebabkan
gatal dan iritasi pada perianal. Hemorrhoid internal dapat
menyebabkan nyeri pada perianal karena prolaps dan menyebabkan
spasme dari kompleks spinchter disekitar hemorrhoid. Spasme ini
menyebabkan discomfort ketika hemorrhoid prolaps terekspos.
Discomfort otot ini dapat diatasi dengan reduksi.
7
Hemorrhoid internal dapat pula menyebabkan nyeri akut ketika mengalami
inkarserasi dan strangulasi. Sekali lagi, nyeri ini berkaitan dengan spasme
kompleks spinchter. Strangulasi dengan nekrosis dapat menyebabkan discomfort
yang lebih lagi. Ketika kejadian katastrofik ini muncul, spasme dari spinchter
sering menyebabkan thrombosis eksternal concomitant. Thrombosis eksternal
menyebabkan nyeri cutaneous. Gejala yang tiba-tiba ini disebut sebagai krisis
akut hemorrhoidal. Dan biasanya memerlukan pengobatan secara mendadak.
Hemorrhoid internal paling sering menyebabkan perdarahan yang tidak nyeri
dengan pergerakan usus. Epitel yang menutupinya dirusak oleh pergerakan usus,
perdarahan dari vena yang terdapat dibawahnya. Dengan spasme dari tekanan
yang bertambah pada kompleks spinchter, vena hemorrhoidal interna dapat
bocor. Hemorrhoid internal dapat mendeposit mukus ke jaringan dengan prolaps.
Mukus ini dengan isi dari kotoran mikroskopik dapat menyebabkan dermatitis
yang terlokalisir, yang disebut pruritus ani.
Inspeksi secara visual dapat memperlihatkan perineum yang terlihat normal,
edema dekat hemorrhoid yang terlibat, hemorrhoid yang prolaps, atau
hemorrhoid yang edema, gangren, inkarserasi. Perineum dapat termaserasi karena
mucus discharge yang kronik, menyebabkan kelembapan, dan iritasi lokal.
Anuskopi dapat memperlihatkan vaskuler jaringan yang terdilatasi secara kronik,
rapuh, dapat digerakkan, dan metaplasia squamous.
Hemorrhoid eksternal dapat menyebabkan gejala dengan 2 jalan. Pertama,
thrombosis akut dari vena hemorrhoidal eksterna yang berkaitan dapat muncul.
Thrombosis akut biasanya dikaitkan dengan kejadian spesifik, seperti straining
dengan konstipasi, diare, atau perubahan pada diet. Kejadian ini akut dan sangat
nyeri. Nyeri dihasilkan oleh distensi rapid dari kulit yang diinervasi dari clot dan
edema sekitarnya. Nyeri ini biasanya memuncak dalam 48-72 jam dan
berlangsung sekitar 7-14 hari dan mereda dengan resolusi dari thrombosis.
Dengan resolusi ini, anoderm yang teregang ini ada sebagai kelebihan kulit atau
8
skin tags. Thrombosis eksternal kadang mengikis kulit diatasnya dan
menyebabkan perdarahan.
Hemorrhoid eksternal yang thrombosed secara akut berwarna ungu kehitaman,
edema, massa subcutaneous perianal yang lunak. Biasanya thrombus ini
menyebabkan iskemia dan nekrosis dari kulit diatasnya, menyebabkan
perdarahan. Rekurensi muncul sekitar 40-50%, di tempat yang sama (karena
adanya kerusakan vena yang terdapat di sana). Dengan menyingkirkan bekuan
darah dan meninggalkan vena yang sudah lemah pada tempatnya daripada eksisi
dari vena yang terlibat dengan bekuan, akan menpredisposisi pasien untuk
rekurensi. Hemorrhoid eksternal dapat juga menyebabkan masalah pada higiene,
dengan kulit yang berlebih setelah thrombosis akut diatasi. Vena hemorrhoidal
eksternal ditemukan dibawah kulit perianal tentunya tidak dapat menyebabkan
masalah higiene; walaupun, kelebihan kulit pada area perianal dapat menghambat
pembersihan secara mekanik.
Pemeriksaan Penunjang
Perdarahan kronis pada hemorrhoid internal jarang menyebabkan anemia.
Walaupun begitu, sampai setiap sumber lain dari kehilangan darah ditegakkan,
anemia tidak boleh dikaitkan dengan hemorrhoid tanpa peduli umur pasien.
Enema barium atau colonoscopy penting untuk menegakkan keganasan dan
inflammatory bowel disease. Defecography membantu pada pasien yang
defekasinya terhambat dan dicurigai prolaps rectal.
Pemeriksaan Fisik:
TB 165, BB 95 kg
TD 120/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
9
Suhu : 37,8C
Thorax : tak
Anus :
Inspeksi : tidak tampak benjolan
Anuscopy : Tampak pada jam 1 dan jam 5
RT : darah (-) pada sarung tangan. Benjolan (+)
3. Faktor Resiko
a. Peningkatan tekanan intraabdomen
b. Tidak makan makanan berserat
c. Usia > 50 tahun
d. Hamil massa kehamilan dan pengaruh hormonal
e. Genetik
f. Obesitas
g. Konstipasi
4. Istilah hemorrhoid biasa dikaitkan dengan gejala yang disebabkan
oleh hemorrhoid. Hemorrhoid dapat ditemukan pada individu yang
sehat. Malah, kolom hemorrhoidal ini terdapat di utero. Apabila
bantalan vaskular ini menghasilkan gejala, dikatakan sebagai
hemorrhoid. Umumnya hemorrrhoid menyebabkan gejala ketika
membesar, meradang, mengalami thrombosis, atau prolaps.
Banyak pengarang menyetujui bahwa diet rendah serat menyebabkan
kotoran yang berukuran kecil, yang menyebabkan straining selama
defekasi. Tekanan yang meningkat menyebabkan timbulnya
hemorrhoid, kemungkinan karena adanya keterlibatan venous return.
Kehamilan dan tekanan tinggi yang abnormal dari muskulus sphincter
internal dapat juga menyebabkan masalah hemorrhoidal,
10
kemungkinan disebabkan mekanisme yang sama. Penurunan venous
return diperkirakan menjadi penyebabnya. Duduk di toiler yang terlalu
lama (contoh ketika membaca) dipercaya menyebabkan masalah
venous return yang relatif pada area perianal (efek tourniquet),
menyebabkan hemorrhoid yang membesar. Penuaan menyebabkan
kelemahan dari struktur penunjang, yang memfasilitasi prolaps.
Kelemahan dari jaringan penunjang ini muncul paling awal pada
dekade kehidupan ketiga.
Straining dan konstipasi sudah lama dipikirkan sebagai penyebab
dalam formasi dari hemorrhoid. Ini dapat benar atau salah. Pasien
yang menderita hemorrhoid memiliki tonus istirahat kanal yang lebih
tinggi daripada normal. Tonus istirahat ini menurun setelah
hemorrhoidektomi daripada sebelum prosedurnya. Perubahan ini pada
tonus istirahat adalah mekanisme aksi dari dilatasi Lord, prosedur
operasi untuk keluhan anorektal yang paling dipergunakan di Inggris.
Kehamilan secara jelas mempredisposisi wanita untuk gejala
hemorrhoid, walaupun etiologinya tidak diketahui. Kebanyakan
pasien tetap tidak bergejala sampai melahirkan. Hubungan antara
kehamilan dan hemorrhoid dihubungkan pada perubahan hormonal
atau penekanan langsung. Hipertensi portal sering disebut sebagai
konjungsi dengan hemorrhoid. Gejala hemorrhoidal tidak muncul
lebih sering pada pasien dengan hipertensi portal daripada pasien yang
tidak memiliki hipertensi portal. Perdarahan masif dari hemorrhoid
pada pasien ini tiidak biasa terjadi. Perdarahan sering dipersulit oleh
koagulopati. Apabila ditemukan perdarahan, jahitan ligasi langsung
dari kolum yang bersinggungan disarankan.
Varises anorektal sering terjadi pada pasien dengan hipertensi portal.
Varises muncul pada midrectum, pada perhubungan antara sistem
portal dan pertengahan dan inferior dari vena rektal. Varises lenih
11
sering muncul pada pasien nonsirosis, dan jarang berdarah.
Pengobatan biasanya langsung ditujukan pada prtal hipertensi yang
mendasarinya. Kontrol darurat dari perdarahan dapat dilakukan
jahitan ligasi. Shunt portosistemik dan and transjugular intrahepatic
portosystemic shunts (TIPS) telah digunakan untuk mengontrol
hipertensi dan perdarahan.
Terapi medik
5. Terapi medik diberikan pada penderita hemorroid derajat 1 atau 2.
a. Manipulasi diit dan mengatur kebiasaan.
b. Diit tinggi serat,bila perlu diberikan supplemen serat,atau obat
yang memperlunak feses(bulk forming cathartic).
c. Menghindarkan mengedan berlama-lama pada saat defekasi.
d. Menghindarkan diare karena akan menimbulkan iritasi mukosa
yang mungkin menimbulkan ekaserbasi penyakit.
e. Obat antiinflammasi seperti steroid topikal jangka pendek dapat
diberikan untuk mengurangi udem jaringan karena inflammasi.
Antiinflammasi ini biasanya digabungkan dengan anestesi lokal,
vasokonstriktor, lubricant, emollient dan zat pembersih perianal.
Obat-obat ini tidak akan berpengaruh terhadap hemorroidnya
sendiri, tetapi akan mengurangi inflammasi, rasa nyeri/tidak enak
dan rasa gatal. Penggunaan steroid ini bermanfaat pada saat
ekaserbasi akut dari hemorroid karena bekerja sebagai
antiinflammasi,antipruritus dan vasokonstriktor. Walaupun
demikian pemakaian jangka panjang malah menjadi tidak baik
karena menimbulkan atrofi kulit perianal yang merupakan
predisposisi terjadinya infeksi. Demikian pula obat yang
mengandung anestesi lokal perlu diberikan secara hati-hati karena
sering menimbulkan reaksi buruk terhadap kulit/mukosa.
f. Sitz bath ( bagian anus direndam di waskom/ember dengan air
hangat + permanganas kalikus) sangat bermanfaat karena ada efek
membersihkan perianal.
12
g. Obat flebotonik seperti Daflon atau preparat rutacea dapat
meningkatkan tonus vena sehingga mengurangi kongesti. Daflon
merupakan obat yang dapat meningkatkan dan memperlama efek
noradrenalin pada pembuluh darah. Penelitian double blind
placebocontrolled dari Daflon ternyata memberikan manfaat untuk
terapi hemorroid baik pada keadaan non akut maupun pada saat
ekaserbasi akut. Dosis pada saat akut yaitu 3 x 1000 mg selama 4
hari dilanjutkan 2 x 1000 mg selama 3 hari. Ternyata pengobatan
dengan cara tersebut lebih baik dari plasebo. Penelitian lain pada
hemorroid non akut dengan dosis 2 x 500 mg selama 2 bulan
hasilnya kelompok yang diobati lebih baik dari plasebo. Obat ini
dikatakan aman bahkan pada wanita hamil sekalipun.
Terapi dengan cara "minimal invasive"
Terapi dengan cara ini dlakukan terhadap penderita yang tidak berhasil
dengan cara medik atau penderita yang belum mau dilakukan operasi.
Paling optimal cara ini dilakukan pada penderita hemorroid derajat 2 atau
a. Skleroterapi: Cara ini sudah sangat lama digunakan. Sklerosant
(morhuat,etoksisklerol dsb) disuntikkan para varises sehingga
terjadi inflammasi dan sklerosis lapisan submukosa. Cara ini
bermanfaat untuk mengatasi hemorroid kecil yang sedang
berdarah.
b. Rubber band ligation: dengan memakai aplikator khusus,
hemorroid dihisap kemudian rubber band dilepaskan dan
hemorroid terikat. Keadaan ini akan menimbulkan nekrosis lokal
dan terjadi fibrosis serta fiksasi mukosa pada lapisan otot.
c. Dilatasi anus prosedur sangat simpel bisa dengan lokal anestesi
atau neuroleptik.
d. Bedah krio: sebagian dari mukosa anus dibekukan dengan
nitrogen cair,dalam beberapa hari terjadi nekrosis, kemudian
sklerosis dan fiksasi mukosa pada lapisan otot.
13
e. Foto koagulasi infra merah, Elektrokoagulasi, Diatermi bipolar:
prinsip dari cara-cara ini hampir sama yaitu nekrosis lokal karena
panas,terjadi nekrosis, fibrosis/sklerosis dan fiksasi mukosa pada
jaringan otot dibawahnya.
Terapi bedah.
Terapi bedah dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya :
Whitehead, Milligan-Morgan atau Parks.
Pemilihan modalitas terapi, yaitu :
a. Hemorroid derajat 1 : Terapi medik. Bila kurang baik diganti
dengan cara minimal invasive.
b. Hemorroid derajat 2 : Terapi dengan cara minimal invasive. Bila
pasen tidak mau dapat dicoba terapi medik. Bila gagal dengan
minimal invasive ganti dengan operasi.
c. Hemorriod derajat 3 : Terapi dengan minimal invasive atau
operasi
d. Hemorroid derajat 4 : Operasi
14
Step 5 (LO)
1. Jelaskan Patofisiologi dari hemoroid.
2. Jelaskan tatalaksana hemoroid.
3. Jelaskan tentang ca colorectal.
4. Jelaskan tentang proktitis.
5. Jelaskan tentang abses perianal
6. Jelaskan tentang prolaps rektum.
15
Step 7
1. Patofisiologi hemoroid
Secara patofisiologis, penyakit hemoroid terjadi akibat degenerasi jaringan
oenunjang bantalan anus sehingga terjadi desensi, bendungan, edema, iskemi
dan inflamasi non-infeksi. kondisi ini menyebabkan perubahan hemodinamik
lokal, terbukanya arteri-venous shunt yang menyebabkan bendungan vena
lebih lanjut. Beberapa faktor yang diduga turut berperan pada terjadinya
hemoroid adalah:
1) Obstruksi Vena
Mekanisme dasar terjadinya hemoroid adalah pembendungan dan
hipertrofi bantalan anus yang disebabkan oleh:
Kegagalan pengosongan vena bantalan anus secara cepat saat defekasi
Bantalan anus yang terlalu mobile
Terperangkapnya bantalan anus oleh sfingter anus yang ketat.
Pembendungan dapat terjadi karena dorongan masa feses yang keras
terhadap vena melalui dinding rektum, serta proses mengedan yang
menyebabkan terjepitnya vena intramuskular kanalis anus.
2) Prolaps bantalan anus
Bantalan anus yang kaya akan pembuluh darah dan jaringan lunak
dipertahankan oleh ligamentum Parks/ligamentum Treitz dan lapisan
muskularis submukosa. Bantalan vaskular ini menempel secara longgar
pada lapisan otot-otot sirkular, sehingga saat defekasi (dimana terjadi
relaksasi sfingter ani interna) terjadi rotasi ke arah luar dari bantalan anus
tersebut.
Pengaruh endokrin, usia dan konstipasi menyebabkan gangguan pada
eversi dan rotasi ini. Mengedan yang lama akan mendorong bantalan
vaskular untuk prolaps dan berada di luar sfingter ani interna. Jika tidak
segera kembali akan berakibat terjepit dan terbendung.
16
3) Faktor vaskular
Faktor vaskular dan perubahan hemodinamik mikrosirkulasi melibatkan
perubahan sirkulasi vena dan arteriol. Jaringan mikrosirkulasi meliputi
arterio-venous shunt yang dipengaruhi oleh stimulasi hormona dan
neurofisiologik. Makanan yang terlalu berbumbu atau pedas akan
mengubah fungsi vasomotor usus dan pelvis, dengan akibat terjadinya
perubahan yang berarti dan tiba-tiba pada aliran darah arteri hemoroidalis
superiordisertai spasme spingter prekapiler. Akibatnya terjadi peningkatan
tekanam dan dilatasi pembuluh darah pleksus vena hemoroidalis. Proses
tersebut akhirnya mengakibatkan perdarahan, proktitis dan penonjolan
hemoroid. Terjadi pula hiperpermeabilitas kapiler, ekstravasasi eritrosit
dan gangguan hemorologik. Proses inflamasi non infeksi dan trombosis
juga terjadi akibat stasis vena secara mekanik karena prolaps dan
konstipasi.
4) Faktor Keturunan
Faktor keturunan merupakan predisposisi penyakit hemoroid
dihubungkan dengan kebiasaan keluarga dalam hal diet dan buang air
besar sesuai lingkungan adat istiadat setempat.
5) Diet dan Geografis
Diet tinggi serat, defekasi dengan cara jongkok, tidak adanya pengaturan
dalam hal waktu dan tempat defekasi dianggap sebagai penyebab
rendahnya angka kejadian hemoroid.
6) Kebiasaan defekasi
Umumnya penderita hemoroid mempunyai kebiasaan duduk yang lama di
toilet dan merasa terobsesi untuk defekasi secara reguler dengan merasa
bahwa defekasi harus benar-benar mengeluarkan seluruh kotoran. Hal ini
menimbulkan hambatan pada aliran darah balik perianal, efek torniquet,
yang pada akhirnya akan menyebabkan pembesaran hemoroid.
7) Kehamilan
Kehamilan merupakan salah satu faktor pencetus hemoroid karena:
17
Faktor hormonal saat kehamilan akan mengurangi sokongan otot-
otot dari bantakan anus
Terjadi peningkatan sirkulasi vaskuler di daerah pelvis
Sering terjadi konstipasi
Dapat terjadi kerusakan kanalis anus saat melahirkan
8) Mengejan dan faktor konstipasi
Berbagai alaporan menyatakan bahwa pasien dengan penyakit hemoroid
memiliki tonus kanalis anus pada saat istirahat lebih tingi dibandingkan
dengan orang normal.
2. Tatalaksana hemoroid
Penatalaksanaan hemoroid tergantung pada macam dan derajat hemoroidnya.
1. Hemoroid Eksterna
Hemoroid eksterna atau skin tags biasanya tetap asimptomatik sampai
terjadi trombosis (hematom perianal). Kadang pasien mengeluh pruritus,
yang sebagian besarnya dapat diterapi dengan perbaikan higiene anus dan
krim kortikosteroid.
Hemoroid eksterna yang mengalami trombosis tampak sebagai benjolan
yang nyeri pada anal verge. Jika pasien membaik dan hanya mengeluh
nyeri ringan, pemberian analgesik, sitz baths, dan pelunak feses. Tetapi jika
pasien mengeluh nyeri yang parah, maka eksisi di bawah anestesi lokal
dianjurkan. Pengobatan secara bedah menawarkan penyembuhan yang
cepat, efektif dan memerlukan waku hanya beberapa menit dan segera
menghilangkan gejala.
Penatalaksanaan secara bedah yaitu pasien berbaring dengan posisi
menghadap ke lateral dan lutut di lipat (posisi seems), dasar hematom
diinfiltrasi dengan anestetik lokal. Bagian atas bokong didorong untuk
memaparkan trombosis hemoroid. Kulit dipotong berbentuk elips
18
menggunakan gunting iris dan forsep diseksi; hal ini dengan segera
memperlihatkan bekuan darah hitam yang khas di dalam hemoroid yang
dapat dikeluarkan dengan tekanan atau diangkat keluar dengan forsep. Pada
umumnya hanya ada sedikit perdarahan yang dapat dikontrol dengan
pemakaian pembalut gamgee (pembalut bedah dengan selapis tipis kapas
penyerap diantara dua lapis kasa penyerap) steril. Pasien dianjurkan untuk
mencucinya dengan larutan garam 2 kali sehari sampai sembuh sempurna.
Selain itu pasien dianjurkan kontrol untuk meyakinkan bahwa daerah
tersebut mengalami granulasi tanpa “roofing-over”, yang dapat merupakan
sumber masalah kekambuhan. Jika terlihat adanya proses “roofing” ini
maka dengan menekankan jari dengan hati-hati pada daerah tersebut akan
dapat meratakan jaringan granulasi dan memungkinkan terjadinya
penyembuhan normal.
2. Hemoroid Interna
Pengobatan hemoroid interna tergantung dari derajat hemoroidnya.
Hemoroid derajat I dan II
Kebanyakan pasien hemoroid derajat I dan II dapat ditolong dengan
tindakan lokal yang sederhana disertai nasehat tentang makan. Makanan
sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi, misalnya sayuran dan buah-
buahan. Bioflavonoid yang terdapat dalam varietas buah jeruk (citrus fruit),
berry, cherry, anggur, pepaya, melon kantalop (cantaloupe melon), prem
(plums) dan tomat, substansi tersebut diterapkan untuk penyembuhan
kerapuhan pembuluh darah kapiler (capilarity fragility), varises, dan
hemoroid. Makanan berserat tinggi ini membuat gumpalan isi usus menjadi
besar namun lunak, sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi
keharusan mengedan secara berlebihan.
Bila pengobatan di atas tidak memberi perbaikan, dicoba dengan sclerosing
therapy. Cara ini masih merupakan metode yang disukai oleh sebagian
besar ahli bedah Inggris, larutan yang dipakai dan teknik pemakaiannya
telah sedikit berubah selama 100 tahun terakhir dan masih tetap
19
memberikan hasil yang baik. Sclerosing therapy yaitu penyuntikan 5%
penol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa di dalam
jaringan areola yang longgar di bawah hemoroid interna dengan tujuan
menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik dan
meninggalkan parut. Fenol diinjeksikan secara perlahan-lahan sampai
warna keputihan terlihat, jumlah fenol yang diinjeksikan bervariasi dari 1
sampai 5 ml, kadang-kadang bahkan lebih jika mukosa sangat longgar.
Penyuntikan dilakukan di sebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum
yang panjang melalui anoskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat
yang tepat maka tidak ada nyeri. Injeksi yang diberikan di bawah cincin
anorektal akan sangat sakit sekali.
Bila krioprob tersedia, pengobatan krioterapi yang memuaskan dari
hemoroid derajat I dan II dapat diperoleh. Krioprob dikenakan ke hemoroid
dan dibiarkan 2 menit untuk membekukan. Krioprob oksigen nitrat
mempunyai kelebihan tambahan yaitu alat ini melekat pada jaringan,
sehingga tarikan lembut dapat dipakai untuk mencegah pembekuan jaringan
yang lebih dalam. Probe selanjutnya harus dipanaskan kembali sebelum alat
ini dapat dipisahkan dari hemoroid. Pengobatan ini ditoleransi dengan baik,
beberapa pasien mengalami rasa sakit yang bersifat tumpul selama dan
segera setelah pembekuan.
Foto-koagulasi infra-merah adalah salah satu cara yang paling sederhana,
paling aman dan paling cepat. Alat ini relatif baru dan sederhana, terdiri
dari lampu halogen bervoltase rendah dengan reflektor logam emas dan
batang kwarsa keras yang menjalarkan radiasi infra-merah ke ujung yang
berlapis teflon. Denyut 1,5 detik radiasi infra-merah menghasilkan nekrosis
yang jelas sedalam 3 mm dan seluas 3 mm. Tiga daerah koagulasi
terpisah diperlukan pada dasar masing-masing hemoroid untuk
mendapatkan hasil yang optimum.
20
Leicester dan Nicholls secara prospektif membandingkan koagulasi infra-
merah dengan skleroterapi dan ligasi pita karet. Mereka menyimpulkan
bahwa skleroterapi dan foto koagulasi adalah sama efektif untuk hemoroid
non prolapsus, tetapi koagulasi ditoleransi dengan lebih baik. Pada
hemoroid yang prolapsus, diperlukan terapi infra-merah multiple dan
hasilnya tidak sebaik yang didapatkan dengan ligasi pita karet.
Elektrokoagulasi jarang digunakan tetapi dapat diterapkan untuk hemoroid
derajat I, II bahkan III. Arus diaplikasikan langsung ke dasar tiap hemoroid,
menyebabkan destruksi jaringan. Semua hemoroid dapat diterapi dalam
satu sesion, tetapi harus berhati-hati untuk menghindari cedera melingkar.
Tidak diperlukan anestesia. Arus langsung dan bipolar keduanya adalah
efektif pada 80% pasien yang diterapi. Tetapi, diatermi bipolar ditoleransi
lebih baik karena waktu untuk menyebabkan destruksi jaringan adalah
kurang dari 1 menit, dibandingkan dengan 8,5 menit untuk terapi arus
searah.
Pengobatan dengan Sfingterotomi Internal Lateral. Penelitian manometrik
telah menunjukkan sfingter internal yang “overaktif” pada sampai 80%
pasien hemoroid. Hal ini terjadi pada laki-laki muda yang mengeluh
perdarahan saat defekasi daripada prolapsus.
Schouten dan Vroonhoven melaporkan angka keberhasilan 75% pada
pasien dengan hemoroid dan peningkatan tekanan sfingter. Hasil terbaik
didapatkan pada pasien dengan hemoroid derajat I dan II.
Pengobatan dengan ligasi gelang karet (Ligasi pita neopren). Hemoroid
yang besar atau yang prolaps dapat ditangani dengan ligasi gelang karet
menurut Barron. Dengan bantuan anoskop, mukosa di atas hemoroid yang
menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap ke dalam tabung ligator khusus.
Gelang karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara rapat di
sekeliling mukosa pleksus hemoroidalis tersebut. Nekrosis karena iskemia
21
terjadi dalam beberapa hari. Mukosa bersama karet akan lepas sendiri.
Fibrosis dan parut akan terjadi pada pangkal hemoroid, sedangkan ligasi
berikutnya dilakukan dalam jarak waktu 2 sampai 4 minggu. Penyulit
utama dari ligasi ini adlaah timbulnya nyeri karena terkenanya garis
mukokutan dan karena infeksi. Perdarahan dapat terjadi pada waktu
hemoroid mengalami nekrosis, biasanya setelah 7-10 hari. Perdarahan
sekunder terjadi pada 1% pasien dan perdarahan dapat hebat.
Dilatasi anus yaitu pengobatan untuk hemoroid yang telah dikenal pada
jaman Yunani kuno, dilakukan pada abad pertengahan, dan baru-baru ini
dihidupkan kembali oleh Peter Lord. Biasanya dilakukan dibawah anestetik
umum, namun dapat dilakukan dibawah infiltrasi lokal atau anestesia
kaudal. Pasien muda dengan banyak spasme anus dan hemoroid yang
berkaitan dengan fisura ani tampaknya banyak mendapat bantuan dari cara
ini, kontraindikasi pada orang tua dan orang dengan kanalis analis yang
lemah, terutama yang pencernaanya buruk, dengan risiko inkontinensia
feses permanen.
Hemoroid Derajat III dan IV
Pengobatan dengan krioterapi pada derajat III dilakukan jika diputuskan
tidak perlu dilakukan hemoroidektomi.
Pengobatan dengan criyosurgery (bedah beku) dilakukan pada hemoroid
yang menonjol, dibekukan dengan CO2 atau NO2 sehingga mengalami
nekrosis dan akhirnya fibrosis. Tidak dipakai secara luas karena mukosa
yang dibekukan (nekrosis) sukar ditentukan luasnya. Hemoroidektomi
dilakukan pada pasien yang mengalami hemoroid yang menahun dan
mengalami prolapsus besar (derajat III dan IV).
Ada 3 prinsip dalam melakukan hemoroidektomi yaitu pengangkatan
pleksus dan mukosa, pengangkatan pleksus tanpa mukosa, dan
pengangkatan mukosa tanpa pleksus.
22
Teknik pengangkatan dapat dilakukan menurut 2 metode :
Metode Langen-beck : yaitu dengan cara menjepit radier hemoroid interna,
mengadakan jahitan jelujur klem dengan catgut crhomic No. 00,
mengadakan eksisi di atas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jahitan
jelujur di bawah klem diikat, diikuti usaha kontinuitas mukosa. Cara ini
banyak dilakukan karena mudah dan tidak mengandung risiko
pembentukan jaringan parut sirkuler yang biasa menimbulkan stenosis.
Metode whitehead : yaitu mengupas seluruh v. hemoroidalis dengan
membebaskan mukosa dari sub mukosa dan mengadakan reseksi sirkuler
terhadap mukosa daerah itu, sambil mengusahakan kontinuitas mukosa
kembali.
Metode stapled : yaitu dengan cara mengupas mukosa rektum. Metode ini
lebih unggul dan lebih banyak dipakai karena perdarahannya dan nyeri post
operasinya berkurang dibandingkan dengan metode yang lain. Dalam
melakukan operasi diperlukan narkose yang dalam karena sfingter ani harus
benar-benar lumpuh.
Hemorroidektomi Stappler
Tehnik operasi terbaru untuk hemoroid / wasir. Tindakan operasi ini adalah
tindakan yang amat minimal invasif. Dan dari penelitian yang dilakukan,
setelah operasi memakai tehnik ini rasa nyeri nya amat sangat sedikit serta
masa rawat inap nya lebih pendek dibandingkan tehnik operasi yang
konvensional. Meskipun banyak faktor juga yang mempengaruhi tapi
secara garis besar tehnik operasi ini lebih baik dibandingkan tehnik operasi
terdahulu dengan catatan hanya untuk kasus yang betul-betul
direkomendasikan untuk memakai tehnik ini. Sisa jaringan yang di eksisi
akan tetap berada seanatomis mungkin, artinya tidak banyak jaringan sehat
yang ikut rusak.
23
Metode Hemorrhidektomi Stappler
1. Memasukkan anal dilator/obdurator sirkular.
Anal dilator/obdurator sirkular dimasukkan melalui analis kanalis untuk
mendorong hemoroid yang prolapse kembali naik ke atas / ke tempat
semula.
2. Mempersiapkan jahitan
Hemoroid internal diposisikan ke tempat semula dan jahitan dipersiapkan
di mukosa rektal atau submukosa kira – kira sekitar 4 – 6 cm dari dentate
line.
24
3. Memasukkan stapler sirkular
Stapler dimasukkan, jahitan kemudian disimpul.
Casing stapler didekatkan kepala stapler dengan memutar tombol adaptor
pada pangkal stapler
25
4. Menutup dan menarik stappler
Proses Stapling ini kemudian menutup dengan semurna, dinding kanalis
analis direkatkan.
5. Reposisi Mukosa dan Hemoroid
Akhir dari proses Stapling. Mengembalikan hemoroid internal yang
prolapse ke posisi anatomis semula.
26
3. Karsinoma Kolorektal
Karsinoma kolorektal atau kolorektal (KKR) didefinisikan sebagai
keganasan yang terjadi pada usus besar, yang merupakan bagian dari sistem
pencernaan. Sebagian besar kasus kanker kolorektal dimulai dalam bentuk
stadium pre-kanker, berupa tonjolan kecil dan jinak yang disebut
adenomatous polyp. Polyp ini tumbuh menuju ke lumen colon, berbentuk
seperti jamur (mushroom-shaped). Stadium pre-kanker juga dapat berupa
pertumbuhan sel yang datar, disebut nonpolypoid lesion.
Karsinoma ini dapat mengacu pada karsinoma kolon maupun karsinoma
rektum tergantung dari letak asal keganasan tersebut. Karsinoma ini
menduduki peringkat ketiga dari jenis karsinomatersering di dunia dan
merupakan penyebab kematian akibat keganasan tertinggi kedua di dunia.
Terdapat tiga tipe KKR yaitu familial sekitar 20% ,sporadik sekitar 70%, dan
herediter/Hereditary Non-Polyposis Colorectal Cancer(HNPCC) sekitar
10%.
Risiko terjadinya KKR mulai meningkat setelah umur 40 tahun dan
meningkat tajam pada umur 50 sampai 55 tahun, risiko meningkat dua kali
lipat setiap dekade berikutnya. Namun, saat ini mulai terjadi pergeseran usia,
banyak KKR ditemukan pada usia yang lebih muda
Gambaran Histopatologi KKR
Berbagai macam pemeriksaan dapat dilakukan dalam upaya mendiagnosis
suatu keganasan. Sampai saat ini pemeriksaan sitologi dan histopatologi
merupakan standar dalam penentuan diagnosis keganasan. Pemeriksaan PA
dilakukan dengan pengambilan sampel sel atau jaringan kemudian diperiksa
dibawah mikroskop untuk memeriksa keadaan histopatologinya. Selain
sebagai penentu diagnosis keganasan, gambaran histopatologi juga
berpengaruh besar dalam penentuan prognosis serta adanya
rekurensi.Beberapa hal yang dinilai dalam pemeriksaan histopatologi antara
lain jenis dan derajat diferensiasi.
27
Jenis KKR
Jenis KKR ini mempengaruhi ganas tidaknya KKR, hal tersebut secara tidak
langsung juga dapat mempengaruhi prognosis KKR.
1) Adenokarsinoma
Lebih dari 95% KKR diketahui adalah tipe adenokarsinoma. Karsinoma
ini dimulai dari sel yang memiliki glandula yang dapat mensekresi mucus
untuk melubrikasi bagian dalam kolon dan rektum. Hampir seluruh jenis
KKR yang ditemukan adalah jenis ini, namun terdapat pula tipe yang
lebih jarang ditemui
Gamabaran histopatologi terlihat sel-sel tumor dengan sitoplasma
eosinofilik dengan inti berbentuk bulat lonjong sedikit pleiomorfik dan
hiperkromatik. Sebagian sel tumor tersebar difus(panah merah) tanpa
aktivitas sekresi musin. Sebagian membentuk asinus yang mengandung
musin berupa masa homogeny biru kemerahan(panah biru). Kelompok sel
tumor dipisahkan oleh jaringan ikat fibrous yang mengandung limfosit.
2) Karsinoid tumor
Tumor ini terbentuk dari sel Kulchitsky yang memproduksi hormon
spesifik pada dinding usus yaitu 5-hidroksitriptamin. Karsinoid tumor
sering ditemukan pada rektum dan apendiks. Biasanya asimptomatik,
yang kadang-kadang akibat metastasisnya member gejala Sindroma
Karsinoid yaitu kulit memerah, luka pada kulit dan wajah, diare, kesulitan
napas,dan detak jantung cepat. Tumor mempunyai gambaran khas berupa
kelompok-kelompok sel tumor dengan sel yang berbentuk
polyhedral,serba sama, dengan inti bulat lonjong,yang sebagian
menunjukkan kromatin yang berlipat-lipat.
3) Gastrointestinal stromal tumor(GISTs)
Tumor ini terbentuk dari sel spesifik pada dinding colon disebut intestinal
cells of Cajal. Beberapa adalah benign(noncancerous) dan lainnya adalah
28
malignan(cancerous). Tumor ini ditemukan dimana saja di traktus
digestivus, namun tidak sering pada kolon. Patologis mendeskripsikan
tipe GISTs ini sebagai spindle,epitheloid, dan campuran. Sekitar 70%
GISTs merupakan tipe spindle(sel yang panjang dan tipis), 20%
merupakan tipe epitheloid, dan 10% merupakan tipe campuran.
Derajat diferensiasi Karsinoma/Grading
Derajat diferensiasi menyatakan seberapa banyak kemiripan sel karsinoma
ini dengan sel jaringan asalnya yang normal, baik dalam hal morfologi atau
pun fungsi. Sedangkan grading merupakan penilaian terhadap seberapa besar
perkembangan (diferensiasi) dari tumor atau neoplasma, jumlah mitosis di
dalam tumor, serta derajat perbedaan antara sel karsinoma dan sel normal.
Grading (disimbolkan G) membagi diferensiasi sel karsinoma sebagai
berikut:
GX: Tumor tidak dapat diidentifikasi. (cannot be identified)
G1: Sel-sel yang baik dibedakan. (well differentiated)
G2: Sel-sel yang cukup dibedakan. (moderately differentiated)
G3: sel diferensiasi buruk. (poorly differentiated)
G4: Sel-sel yang dibedakan. (undifferentiated)
Poorly differentiated dihubungkan dengan adanya mutasi genetik namun hal
tersebut belum diketahui pasti. Sekitar 20% KKR adalah poorly
differentiated, dan memiliki prognosis yang buruk.Grade histologi secara
signifikan mempengaruhi tingkat survival disamping stadium. Pasien dengan
well differentiated karsinoma (grade 1 dan 2) mempunyai 5-year survival
rates yang lebih baik dibandingkan dengan poorly differentiated karsinoma
(grade 3 dan 4).
Stadium KKR
29
Stadium karsinoma merupakan hal yang esensial dalam menentukan
penanganan maupun prognosis. Banyak pendapat pembagian stadium,
tergantung pada aspek yang dinilai. Pembagian stadium KKR yang lazim
digunakan adalah pembagian stadium TNM, Pembagian stadium menurut
Dukes, dan Pembagian stadium menurut WHO.
Dukes membedakannya menjadi 5 derajat , yaitu :3
1) Derajat I : tumor sangat menyerupai adenoma dengan tanda-tanda adanya
proliferasi aktif epitel, tapi dapat dikenali sebagai malignansi karena
adanya infiltrasi ke lapisan muskularis mukosa.
2) Derajat II : tumor dengan sel-sel karsinoma yang ramai berkelompok
tetapi tetap terbatas dalam bentuk yang cukup rata pada satu atau 2 lapisan
lebih dalam di sekitar ruang glandula. Umum terlihat adanya nukleus yang
berwarna dan bentuk-bentuk mitosis yang tidak teratur.
3) Derajat III : Sel-sel lebih sedikit berdiferensiasi dan diatur dalam suatu
cincin yang tidak rata, seringkali 2 atau 3 baris lebih dalam di sekitar
ruang glomerular. Gambaran mitosis tidak sebanyak pada derajat II.
4) Derajat IV : Sel-sel tumor makin anaplastik dan tidak membentuk struktur
glandular sama sekali tetapi meliputi satu per satu jaringan atau dalam
kelompok atau kolom kecil yang tidak teratur.
5) Tumor Koloid (atau mukoid) mempunyai sistim pengelompokan sendiri
dan juga bervariasi tergantung pada derajat diferensiasinya.
Dukes (1946) memodifikasi sistimnya menjadi 4 kategori, yaitu :
1) Derajat keganasan rendah (sama dengan derajat I sebelumnya)
2) Derajat keganasan sedang (sama dengan derajat II sebelumnya)
3) Derajat keganasan tinggi (sama dengan derajat III dan IV sebelumnya)
4) Karsinoma Koloid
30
Stadium yang dini (Dukes A, atau Dukes B) ditemukan pada pasien dengan
usia diatas 70 tahun. Terlebih lagi, pasien dengan usia yang lebih muda
memiliki penyakit yang lebih agresif dan lebih sering ditemukan pada
stadium yang lanjut
Lokasi KKR
Mengenai lokasi KKR sendiri, dari letaknya paling sering terdapat pada
kolon rektosigmoid yaitu sekitar 70-75%. Keluhan pasien KKR tergantung
pada besar dan lokasi dari tumor. KKR yang terletak di kolon kanan (kolon
asenden), lebih sering menimbulkan gejala lemah karena anemia yang berat,
serta lebih jarang menimbulkan obstruksi. Hal tersebut dikarenakan diameter
lumen kolon asenden lebih lebar dibandingkan kolon kiri (kolon desenden).
Sedangkan KKR pada kolon kiri, akan lebih cepet menimbulkan gejala
obstruksi, penderita juga mengalami nyeri perut yang hebat serta seringkali
disertai tinja yang berdarah. KKR dapat diklasifikasikan pula berdasarkan
bagian kolon, yaitu sekum, kolon asendens,kolon transversum,kolon
desendens,kolon sigmoid,dan rektum.
Prognosis KKR
Prognosis menjadi suatu yang penting bagi seorang pasien KKR. Ketika
seorang dokter menentukan suatu prognosis, maka akan sangat berhati-hati
mempertimbangkan seluruh faktor yang akan mempengaruhi penyakit
pasien, penanganan serta memprediksi apa yang mungkin terjadi. Penentuan
prognosis didasarkan pada penelitian terdahulu dengan melihat dari berbagai
aspek yang mempengaruhi. Banyak hal yang mempengaruhi prognosis KKR,
selain dari sisi penyakit dapat dilihat pula dari aspek klinis pasien beberapa
hal yang penting sehubungan dengan penyakinya adalah lokasi, jenis, serta
stadium KKR. Selain itu dari aspek klinis, beberapa hal yang mempengaruhi
prognosis antara lain usia, kesehatan umum, dan respon terhadap terapi
Survival rates mengindikasikan persentase orang-orang dengan tipe dan
stadium tertentu dari karsinoma dimana dapat bertahan dalam beberapa
periode waktu sejak penyakitnya terdiagnosis. Seringkali, statistik mengacu
pada 5-years survival rates, dimana merupakan persentase orang-orang yang
31
dapat hidup dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis baik dengan beberapa
tanda dan gejala karsinoma, bebas dari penyakitnya, atau menjalani
perawatan. Survival rates tidak dapat digunakan untuk memprediksi apa
yang akan terjadi pada pasien dan tidak ada dua pasien yang sama, terapi dan
respon terhadap terapi sangat bervariasi.
Kesehatan umum pasien dapat dipengaruhi langsung oleh usia pasien, namun
hal ini tidak selalu menentukan. Untuk menentukan kesehatan umum pasien,
harus dilakukan penilaian umum yang meliputi fisik pasien, sikap, mobilitas,
dan beberapa parameter fisik(misalnya tinggi badan,berat badan, dan tanda
vital). Respon terhadap terapi juga merupakan faktor yang cukup
berpengaruh terhadap prognosis KKR. Hal ini berhubungan dengan resistensi
pasien terhadap terapi. Pasien yang resisten terhadap kemoterapi memiliki
kecenderungan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien
yang tidak resisten terhadap kemoterapi.
4. Proktitis
Proktitis adalah peradangan pada lapisan rektum (mukosa rektum).
Pada proktitis ulserativa, ulkus (luka) muncul pada lapisan rektum yang
meradang. Hal ini bisa mengenai rektum bagian bawah selebar 2,5-10
cm. Beberapa kasus sudah memberikan respon terhadap pengobatan; yang
lainnya menetap atau kambuh dan membutuhkan pengobatan jangka
panjang. Beberapa kasus akhirnya berkembang menjadi kolitis ulserativa.
Proktitis memiliki beberapa penyebab :
1. Penyakit Crohn atau kolitis ulserativa
2. Penyakit menular seksual (gonore, sifilis, infeksi Chlamydia
trachomatis, herpes simpleks, infeksi sitomegalovirus), terutama pada
laki-laki homoseksual.
3. Bakteri spesifik seperti Salmonella
32
4. Penggunaan antibiotik tertentu yang merusak bakteri usus normal dan
memungkinkan bakteri lainnya tumbuh
5. Terapi penyinaran pada rektum atau di sekitar rektum.
Orang-orang dengan gangguan sistem kekebalan memiliki resiko tinggi
terhadap terjadinya proktitis, terutama pada infeksi yang disebabkan oleh virus
herpes simpleks atau sitomegalovirus.
Patogenesis
Berbagai faktor yang dapat menyebabkan proktitis diantaranya disebabkan
oleh virus atau bakteri yang menyebabkan respon imun dalam memfagositosis
dan membasmi benda asing yang masuk sehingga dapat menyebabkan terus
berlangsungnya peradangan dalam dinding rektum. Pada permulaan penyakit,
timbul edema dan kongesti mukosa. Edema mengakibatkan keapuhan hebat
sehingga dapat terjad perdarahan akibat trauma ringan, seperti gesekan ringan
pada permukaan. Pada penyakit kronis dapat menimbulkan terowongan dalam
mukosa. Mukosa kemudian terkelupas dan mnyisakan daerah tidakbermukosa
(tukak). Tukak mula-mula tersebar dan dangkal tetapi pada stadium yang lebih
lanjut, permukaan mukosa yang hilang dapat menjadi luas sehingga
mengakibatkan hilangnya jaringan, protein dan darah dalm jumlah banyak.
Sel-sel mukosa rektum rusak sehingga terjadi iritasi rektum dan kerusakan
saraf di rektum. Kerusakan saraf di rektum dapat menimbulkan spasme
sfingter otot anal dan rasa ingin defekasi yang mendesak dan tidak dapat
dikontrol.
Manifestasi Klinis
Proktitis terutama menyebabkan perdarahan yang tidak nyeri atau pengeluaran
lendir dari rektum. Jika penyebabnya gonore, herpes simpleks atau
sitomegalovirus, anus dan rektum akan terasa sangat nyeri. Gejala proktitis
berbeda, tergantung penyebabnya. Gejala yang paling umum adalah bahwa
adanya dorongan terus untuk buang air besar, rektum terasa “penuh” atu bisa
mengalami sembelit (tidak memiliki gerakan usus). gejala ringanya seperti
nyeri di daerah anus dan iritasi ringan rektum. Gejala yang lebih serius dapat
33
terjadi, seperti nanah dan darah pada cairan disertai spasme dan rasa sakit saat
buang air besar. Jika perdarahan berat, maka akan menyebabkan anemia.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan dengan proktoskop atau
sigmoidoskop dan hasil pemeriksaan dari contoh jaringan lapisan
rektum. Pemeriksaan laboratorium bisa menemukan jenis kuman, jamur atau
virus yang menjadi penyebabnya. Pemeriksaan radiolohgi dengan
menggunakan kolonoskop atau barium enema dapat membantu penegakan
diagnosis.
Pengobatan
Antibiotik merupakan pengobatan terbaik untuk proktitis yang disebabkan
oleh infeksi kuman spesifik. Antibiotik yang digunakan seperti Metronidazole,
Vancomycin , Ciprofloxacin ,Ceftriaxone, Doxycycline, PenicillinG. Bila
penyebabnya adalah terapi penyinaran atau tidak diketahui, bisa diberikan
kortikosteroid (misalnya Dexamethasone, Prednisolone, Prednisone ).
Keduanya dapat diberikan sebagai enema (cairan yang dimasukkan ke dalam
usus/usus besar) atau sebagai suppositoria (obat yang dimasukkan melalui
dubur). Kortison diberikan dalam bentuk busa yang dimasukan dengan
bantuan alat khusus. Sulfasalazine , Mesalamine digunakan untuk mengurangi
peradangan yang terjadi akibat proktitis , bisa diberikan per-oral (melalui
mulut) dalam waktu bersamaan. Bila pengobatan tersebut tidak mengurangi
proses peradangan, bisa diberikan kortikosteroid per-oral (melalui mulut).
5. Abses Perianal
Abses perianal atau abses anorektal merupakan infeksi yang terlokalisasi
dengan pengumpulan nanah pada daerah anorektal, dimana terjadinya
peradangan diruang pararektum akibat infeksi kuman usus.
34
Etiologi
Abses anorektal sebagian besar timbul dari obstruksi kriptaanal dan bisa juga
disebabkan oleh infeksi melalui hubungan seksual. Infeksi dan stasis dari
kelenjar dan sekresi menghasilkan supurasi dan pembentukan abses dalam
kelenjar anal. Biasanya, abses terbentuk awal-awal dalam ruang intersfingterik
dan kemudian keruang potensial yang berdekatan. Organisme umum yang
terlibat dalam pembentukan abses termasuk Eschericia coli, Stafilococus,
Streptococus, Enterococus dan spesies Bacteroides. Faktor Resiko terjadinya
abses perianal yaitu kolitis, Inflamatory bowel disease, diabetes, pelvic
inflamatory diseae, divertikulitis, anal sex, dan obat seperti prednison.
Patofisiologi
Kebanyakan abses anorektal bersifat sekunder terhadap proses supuratif yang
dimulai pada kelenjar anal. Teori ini menunjukan bahwa obstruksi dari saluran
kelenjar tersebut oleh tinja, corpus alineum atau trauma akan mengkasilkan
stasis dan infeksi sekunder yang terletak di ruang intersfinterik. Dari sini
proses infeksi dapat menyebar secara distal sepanjang otot longitudinal dan
kemudian muncul di subkutis sebagai abses perianal.
Manifestasi klinik
Secara umum, abses anorektal memiliki gejala dan tanda seperti pasien bisa
merasakan nyeri yang tumpul, berdenyut yang memburuk sesaat sebelum
defekasi yang membaik setelah defekasi tetapi pasien tetap tidak merasa
nyaman. Rasa nyeri diperburuk oleh pergerakan dan pada saat duduk. Abses
perianal mudah diraba pada batas anus dengan kulit perianal, sebaliknya abses
anorektal yang terletak lebih dalam dapat diraba melewati dinding rektum.
Abses dibawah kulit bisa membengkak, merah, panas, lembut dan akhirny
berfluktuasi.
Penegakkan diagnosis
Dapat ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda yang dikeluhkan oleh pasien.
Pemeriksaan colok dubur dibawah anastesi dapat membantu dalam kasus
tertentu. Penggunaan visualisasi endoskopik adalah cara terbaik untuk
35
mengevaluasi kasus yang kompleks abses perianal dan fistula. Dengan teknik
endoskopik, tingkat dan konfigurasi dari abses dan fistula dapat jelas
divisualisasikan.
Tatalaksana
Kebanyakan abses perianal dapat didrainase dibawah anestesi lokal di klinik,
atau unit gawat darurat. Insisi dilakukan sampai ke bagian subkutan pada
bagian yang paling menonjol dari abses. “dog ear” yang timbul setelah insisi
dipotong untuk mencegah penutupan pada hari berikutnya. Komplikasi yang
sering ditimbulkan yaitu fistula anorektal.
6. Prolaps Rektum
Prolaps rektum adalah keluarnya mukosa maupun seluruh tebal dindingrektum
melewati anus. Apabila yang keluar tersebut terdiri dari semua lapisan dinding
rektum, prolaps ini disebut prosidensia.
Etiologi
Beberapa faktor yang diperkirakan sebagai faktor pencetus prolaps rektum,
antara lain peningkatan tekanan intraabdomen, gangguan pada dasar pelvis,
infeksi, dan pengaruh struktur anatomi, sertakelainan neurologis. Kausa
prolaps rektum pada orang dewasa pada umumnya akibat kurangnya daya
tahan jaringan penunjang rektum yang terdiri dari mesenterium dorsal, lipatan
peritonium, berbagai fasia dan muskulus levator rektum. Bagian puborektum
dari muskulus levator melebarkan rektum sehingga rektum dan
anusmembentuk sudut tajam.
Insiden prolaps rektum pada pria lebih rendah daripada wanita
denganperbandingan 1:6. Dimana kejadian pada wanita terdiri dari 80-90%
dari total kasus. Pasien dengan prolaps rektum mengeluhkan adanya massa
yang menonjol melalui anus. Awalnya, massa menonjol dari anus setelah
buang air besar dan biasanya tertarik kembali ketika pasien berdiri.
Penatalaksanaan prolaps rektum dilakukan dengan medikamentosa dan
36
pembedahan. Namun hanya pembedahan yang merupakan terapi definitif
padaprolaps rektum. Berdasarkan pendekatan pembedahan yang dilakukan,
terapi bedahpada prolaps rektum dapat dibagi menjadi dua, yaitu prosedur per
abdominal danprosedur per perineum.
Anatomi
Anatomi Kanalis ani berasal dari invaginasi ektoderm, sedang rektum berasal
darientoderm. Karena perbedaan asal ini, maka terdapat perbedaan pula pada
epitelpelapisnya, vaskularisasinya, inervasi, dan drainase limfatiknya. Lumen
rektum dilapisi mukosa granduler usus sedangkan kanalis ani dilapisiepitel
skuamosa stratifikatum lanjutan kulit luar. Daerah batas antara rektum
dankanalis ani disebut Anorectal Junction ditandai oleh linea pectinea/linea
dentata yangterdiri dari sel-sel transisional. Dari linea ini ke arah rektum ada
kolumna rektalis (Morgagni), dengan diantaranya terdapat sinus rektalis yang
berakhir di kaudal sebagai vulva rektalis. Setinggi linea dentata ini ada crypta
dan muara anal. Pada kanalis ani kira-kira 4 cm yang dibedakan menjadi
anatomical anal canalmulai anal verge sampai ke linea dentata dan surgical
anal canal untuk kepentingan klinis yang dimulai dari analverge samai cincin
anorektal yang merupakan batas paling bawah dari otot puborektalis yang
dapat diraba pada waktu pemeriksaan rektaltouche. Dasar panggul dibentuk
oleh otot levator ani yang dibentuk oleh otot-ototpubococcygeus, ileococygeus
dan puborektalis. Otot-otot yang berfungsi mengatur mekanisme kontinensia
adalah muskulus puborektalis, sfingter ani eksternus (ototlurik), dan sfingter
ani internus (otot polos). Batas antara sfingter ani eksternus dan internus
disebut garis Hilton.
Otot yang memegang peranan terpenting dalam mengatur kontinensia adalah
otot-otot puborektalis. Bila m.puborektalis tersebut terputus, dapat
mengakibatkan terjadinya inkontinensia. Muskulus puborektalis yang
merupakan bagian m.levator ani membentukjerat yang melingkari rektum
sehingga berfungsi sebagai penyangga. Rektum jugaditopang oleh fascia
pelvis parietalis (fascia Waldeyer), ligamentum laterale kanandan kiri yang
ditembus oleh arteri atau vena hemorrhoidales media
37
danmesorektum.Ligamentum dan mesorektum memfiksasi rektum ke
permukaan anteriorsakrum. Batas-batas kanalis ani, ke kranial berbatasan
dengan rektum disebut cincinanorektal, ke kaudal dengan permukaan kulit
disebut garis anorektal, ke lateral dengan fossa ischiorectalis, ke posterior
dengan os koksigeus, ke anterior pada laki-laki dengan sentral perineum,
bulbus uretra dan batas posterior diafragma urogenital(ligamentum
triangulare). Sedang pada wanita korpus perineal, diafragmaurogenitalis dan
bagian paling bawah dari dinding vagina posterior. Cincin anorektal dibentuk
oleh m.puborektalis yang merupakan bagian serabut m.levator ani
mengelilingi bagian bawah anus bersama m.sfingter ani eksterna Vaskularisasi
kanal anal berasal dari arteri hemorrhoidalis superior cabangdari arteri
mesenterika inferior, arteri hemorrhoidalis media cabang dari arteri
iliacaeksterna, dan arteri hemorrhoidalis inferior cabang dari arteri pudenda.
Aliran vena di atas anorektal junction melalui sistem porta sedangkan
kanalisani langsung ke vena cava inferior. Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf
somatiksehingga sangat sensitif terhadap rasa sakit, sedangkan rektum diatur
oleh sarafsimpatis dari pleksus mesenterika inferior dan nervus presakralis
(hipogastrika) yangberasal dari L2,3,4 dan parasimpatis dari S2,3,4.
Epidemiologi Insiden prolaps rektum pada pria lebih rendah daripada wanita
denganperbandingan 1: 6. Dimana kejadian pada wanita terdiri dari 80-90%
dari total kasus. Berbeda dari wanita, kejadian prolaps rektum pada pria tidak
meningkat seiring dengan usia dan tetap konstan sepanjang hidup. Meskipun
dapat terjadi pada segala usia, insiden puncak diamati pada usia dekade
keempat dan ketujuh kehidupan. Pada anak-anak biasanya terjadi pada usia
dibawah 3 tahun, dengan puncak insidens pada tahun pertama kehidupan. Pada
populasi anak kejadian prolaps rektum merata antara laki-laki dan perempuan.
Beberapa faktor yang diperkirakan berperan sebagai etiologi terjadinya
prolaps rektum antara lain:
1. Peningkatan tekanan intra abdomen seperti yang terjadi pada kostipasi,
diare, BPH, PPOK, pertusis;
2. Gangguan pada dasar pelvis;
38
3. Infeksi parasit seperti amubiasis, scistosomiasis;
4. Struktur anatomi, seperti kelemahan otot penyangga rektum, redundan
rektosigmoid
5. Kelainan neurologis akibat trauma pelvis, sindrom cauda ekuina, tumor
spinal, multipel sklerosis.
Patofisiologi
Patofisiologi prolaps rektum tidak sepenuhnya dipahami. Namun terdapat dua
teori utama yang menjadi dasar mekanisme terjadinya prolaps rektum.
1. Teori pertama mengatakan bahwa prolaps rektum merupakan pergeseran
hernia akibat defek pada fasia panggul.
2. Teori kedua menyatakan bahwa prolaps rektum dimulai sebagai intususepsi
internal yang melingkar dari rektum mulai 6-8 cm proksimal ambanganal.
Seiring dengan waktu peregangan ini berkembang menjadi prolaps dari
seluruh tebal dinding rektum, meskipun tahap ini tidak selalu dilampaui oleh
setiap pasien.
Patofisiologi dan etiologi prolaps mukosa kemungkinan besar berbeda dengan
prolaps seluruh tebal dinding rektum dan intususepsi internal. Prolaps mukosa
terjadi ketika jaringan ikat pada mukosa dubur melonggar dan tertarik,
sehingga memungkinkan jaringan prolaps melalui anus. Hal ini sering terjadi
sebagai kelanjutan dari penyakit hemoroid yang lama dan mengalami hal
serupa. Seringkali, prolaps dimulai dengan prolaps internal dinding rektum
anteriordan berkembang menjadi prolaps seluruh tebal dinding rektum.
Gejala dan tanda
Gejala dan tanda Pasien dengan prolaps rektum mengeluhkan adanya massa
yang menonjol melalui anus. Awalnya, massa menonjol dari anus setelah
buang air besar dan biasanya tertarik kembali ketika pasien berdiri. Seiring
proses penyakit berlangsung, massa menonjol lebih sering, terutama ketika
mengedan dan manuver Valsava seperti bersin atau batuk. Akhirnya, prolaps
39
terjadi saat melakukan kegiatan rutin sehari-hari seperti berjalan dan dapat
berkembang menjadi prolaps kontinu.
Seiring perkembangan penyakit, rektum tidak lagi tertarik spontan, dan pasien
mungkin harus secara manual mengembalikannya. Kondisi ini kemudian dapat
berkembang ke titik di mana prolaps terjadi segera setelah dikembalikan ke
posisinya dan prolaps kontinu. Terkadang rektum menjadi terjepit dan pasien
tidak dapat mengembalikan rektum. Keluhan nyeri bervariasi. Sepuluh sampai
25% dari pasien juga mengalami prolaps rahim atau kandung kemih, dan 35%
mungkin mengalami sistokel terkait. Konstipasi terjadi pada 15-65% kasus.
Dapat juga terjadi perdarahan rektum. Selain massa menonjol dari anus, pasien
sering melaporkan buang air besar yang tidak dapat ditahan (inkontinensia
alvi) pada sekitar 28-88% pasien. Inkontinensia terjadi karena dua alasan.
Pertama, anus melebar dan membentang oleh rektum menonjol, mengganggu
fungsi sfingter anal. Kedua, mukosa rektum yang berhubungan dengan
lingkungan dan terus-menerus mengeluarkan lendir, sehingga membuat pasien
merasa basah dan inkontinensia. Mengetahui riwayat inkontinensia,
konstipasi, atau keduanya penting karena berperan dalam menentukan
prosedur bedah yang tepat.
Penegakan diagnosis
Pemeriksaan fisik Tanda-tanda fisik
Penonjolan mukosa rektum. Penebalan konsentris cincin mukosa Terlihat
adanya sulkus antara lubang anus dan rektum Ulkus rektum soliter (10-25%)
Penurunan tonus sfingter anal Prolaps rektum adalah diagnosis klinis dan hrus
ditegakkan saat pasien datang berobat. Pasien diminta untuk duduk di toilet
ataupun berbaring miring dan mengedan, lalu periksa adanya prolasp rektum.
Jika tidak prolaps hanya dengan mengedan, pemberian enema fosfat biasanya
menimbulkan prolaps. Pada anak-anak, gliserin supositoria dapat digunakan
sebagai pengganti. Massa yang menonjol harus menunjukkan cincin
konsentris dari mukosa. Dalam kasus prolaps kecil, kadang-kadang sulit untuk
membedakan antara prolaps mukosa dan prolaps seluruh tebal mukosa.
40
Prolaps mukosa biasanya menunjukkan lipatan radial bukan berupa cincin
konsentris. Jika keduanya tidak dapat dibedakan secara klinis, pemeriksaan
dapat dibantu dengan defecogram dalam membedakan ini 2 kondisi.
Defecogram adalah tidak diperlukan pada prolaps rektum yang jelas.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan prolaps rektum bersifat tidak
spesifik dan bermanfaat jika pasien memiliki preferensi usia dan komorbiditas.
Tidak ada pemeriksaan lab khusus yang membantu dalam evaluasi prolaps
rektum itu sendiri. Pertimbangkan pemeriksaan feses dan kultur agen
infeksius, khususnya pada pasien anak. Pemeriksaan imaging:
1. Barium Enema dan Kolonoskopi
Sebelum memulai pengobatan bedah prolaps rektum, penting untuk
mengevaluasi seluruh usus besar untuk mengecualikan setiap lesi kolon
lainnya yang harus ditangani secara simultan. Kehadiran lesi tersebut dapat
mempengaruhi pilihan prosedur yang akan dilakukan. Evaluasi usus besar
dapat dicapai dengan cara kolonoskopi atau enema barium. Barium enema
adalah indikator yang lebih baik dari redundansi dari usus besar.
2. Video Defekografi Defecography
Video digunakan untuk membantu prolaps dokumen internal atau untuk
membedakan prolaps rektum dari prolaps mukosa jika tidak jelas secara klinis.
Hal ini tidak diperlukan untuk prolaps full-thickness dubur secara klinis
41
didiagnosis. Defecography dapat mengungkapkan intususepsi dari usus
proksimal atau obstruksi panggul. Radiopak materi (biasanya pasta barium)
yang ditanamkan ke dalam rektum, dan pasien diminta untuk buang air besar
di toilet radiolusen. Spot film dan rekaman video yang dibuat dan dapat
digunakan untuk menentukan apakah intussuscepts rektum pada buang air
besar.
3. Rigid Proctosigmoidoscopy
Proctosigmoidoscopy kaku harus dilakukan untuk menilai rektum untuk lesi
tambahan, terutama ulkus rektal soliter. Borok hadir di sekitar 10-25% dari
pasien dengan prolaps baik internal maupun full-thickness. Jika ulserasi hadir,
daerah muncul sebagai ulkus tunggal atau sebagai borok beberapa di dinding
rektum anterior. Tepi sering menumpuk, dan daerah dapat berdarah. Biopsi
harus dilakukan untuk memastikan diagnosis dan untuk mengecualikan
patologi lainnya. Ulkus rektal soliter biasanya dapat diidentifikasi oleh ahli
patologi yang berpengalaman. Rektum prolaps mungkin ulserasi mukosa
tetapi sebaliknya histologis normal.
Tes lainnya Anal-rektal manometri kadang-kadang digunakan untuk
mengevaluasi otot sfingter anal. Di hampir semua pasien, hasil menunjukkan
penurunan tekanan beristirahat di sfingter internal dan tidak adanya refleks
penghambatan anorektal. Arti penting dari hasil ini tidak jelas, dan
kebanyakan ahli bedah tidak menggunakan tes ini. Penelitian penanda Sitz
kadang-kadang digunakan untuk mengukur perjalanan kolon pada pasien
dengan konstipasi dan prolaps rektum untuk membantu menentukan
kebutuhan untuk reseksi kolon.
42
Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Meskipun tidak ada pengobatan medikamentosa untuk prolaps rektum, prolaps
internal dapat diterapi terlebih dahulu dengan agen bulking, pelunak tinja, dan
supositoria atau enema.
2 Non-medikamentosa
Pada permulaan, saat prolaps masih kecil, penderita diberi diet berserat untuk
memperlancar defekasi. Kadang dianjurkan latihan otot dasar panggul. Pasien
diinstruksikan untuk merangsang buang air besar di pagi hari dan menghindari
dorongan untuk buang air saat sisa hari karena rasa penuh yang mereka
rasakan sebenarnya adalah intususepsi rektum proksimal ke arah distal
rektum. Dengan waktu, dorongan untuk buang air besar akan berkurang begitu
juga dengan intususepsi.
3. Pembedahan Bila prolaps semakin besar dan makin sukar untuk melakukan
reposisi, akibat adanya udem, sehinga makin besar dan sama sekali tidak dapat
dimasukkan lagi karena rangsangan dan bendungan mukus serta keluarnya
darah. Dimana sfingter ani menjadi longgar dan hipotonik sehingga terjadi
inkontinensia alvi, penanganan prolaps rektum dilakukan melalui
pembedahan. Kontraindikasi terhadap koreksi bedah prolaps rektum
didasarkan pada komorbiditas pasien dan kemampuannya untuk mentoleransi
pembedahan.
Terdapat dua jenis operasi untuk prolaps rektum: abdominal dan perineum.
Prosedur abdominal memiliki tingkat kekambuhan lebih rendah dan menjaga
kapasitas penyimpanan rektum tetapi mempunyai risiko lebih dan memiliki
insiden konstipasiyang lebih tinggi pasca operasi. Prosedur perineum tidak
berisiko terjadinya anastomosis namun mengurangi rektum, sehingga
kapasitas penyimpanan rektum, namun memiliki angka kekambuhan lebih
tinggi. Prosedur abdominal umumnyalebih disukai dalam pasien aktif yang
berisiko rendah yaitu usia di bawah 50 dan pada mereka yang memerlukan
43
prosedur abdomial lain secara bersamaan. Pembedahan mana yang terbaik
masih menjadi kontroversi karena masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing.
Pendekatan laparoskopi untuk memperbaiki prolaps rektum telah menjadi
semakin populer. Pendekatan ini telah mengintensifkan kontroversi karena
terdapat penurunan angka morbiditas dari untuk prolaps rektum pada kandidat
yang tepat. Hasil jangka panjang dari pendekatan laparoskopi masih diteliti.
Inkarserasi prolaps rektum jarang terjadi. Terlepas dari jenis prosedur yang
direncanakan, persiapan usus penuh mekanik dan antibiotik harus dilakukan
sebelum operasi. Antibiotik intravena (IV) harus selalu diberikan sebelum
operasi jika suatu bahan asing akan ditanamkan, administrasi pasca operasi
antibiotik juga dapat dipertimbangkan.
44
DAFTAR PUSTAKA
Mustofa S, Kurniawaty E. 2012. Manajemen Gangguan Saluran Cerna.
Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit,
edisi ke-6. Jakarta: EGC.
Rani A et al. 2011. Buku Ajar Gastroenterologi, edisi ke-1. PPIPD:
InternaPublishing
Sjamsuhidajat R et al. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi ke-3. Jakarta: EGC.