Upload
astrid-avidita
View
252
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
SASARAN BELAJAR
1) ANATOMI PULMO DAN FISIOLOGI PERNAFASAN
2) EFUSI PLEURA
3) TUBERCULOSIS PARU
4) DIAGNOSIS BANDING: BRONKIEKTASIS DAN CA PARU
5) SINDROM MEIGS
1. ANATOMI PULMO DAN FISIOLOGI PERNAFASAN
ANATOMI PULMO
(1). PLEURA
- Pleura merupakan lapisan yang meliputi pulmo
- Pleura terdiri atas 2 bagian:
a. Pleura parietal: melekat pada dinding thorax. Meliputi
dinding thorax, permukaan thoracal diaphragma, lateral mediastinum,
pangkal leher. Pleura parietal peka terhadap nyeri, suhu, raba dan tekanan.
b. Pleura visceral: meliputi seluruh permukaan luar paru dan
meluas ke dalam fissura interlobaris. Berhubungan dengan pleura
parietalis di hilus pulmonalis. Pleura visceral peka terhadaptarikan namun
tidak peka terhadap rangsang nyeri dan raba.
- Diantara pleura visceralis dan parietalis ada celah yang disebut sebagai
rongga pleura atau cavum pleura. Pada cavum ini terdapat celah yang akan
menghilang pada pemeriksaan radiologis jika terjadi efusi pleura yaitu
recessus costodiaphragmaticus dan recessus costomediastinalis.
- Persarafan : pleura parietal (cabang interkosta, nervus frenikus) pleura
visceralis (persarafan otonom).
- Pendarahan : pleura parietal (sirkulasi sistemik) pleura visceralis
(sirkulasi pulmonal)
(2). PULMO
- Pulmo dexter memiliki 3 lobus yang masing-masing dipisahkan oleh
fissura obliqua dan fissura horizontalis. Sedangkan pulmo sinister memiliki 2
lobus yang dipisahkan oleh fissura obliqua. Masing masing pulmo memiliki
10 segmenta bronkopulmonalis.
- Paru memiliki bagian-bagian :
a. Apex pulmonis, tumpul
menonjol ke atas ke dalam leher
sekitar 1 inchi di atas klavikula.
b. Basis pulmonis, yang
konkaf tempat terdapat diafragma.
c. fascies costalis, konveks
disebabkan oleh dinding thorak yang
konkaf.
d. fascies mediastinalis, konkaf yang merupakan cetakan
perikardium dan struktur mediastinum lainnya.
Pulmo dexter Pulmo sinister
Lobus superior 1. segmentum
apicale
2. segmentum
posterius
3. segmentum
anterius
Lobus superior 1. segmentu
m apicoposterius
2. segmentu
m anterius
3. segmentu
m lingulare superius
4. segmentu
m lingulare inferius
5. segmentu
m superius
Lobus media 4. segmentum
laterale
5. segmentum
mediale
Lobus inferior 6. segmentum
superius
7. segmentum basale
mediale
8. segmentum basale
9. segmentum basale
laterale
10. segmentum basale
posterius
Lobus inferior 6. segm
entum basale mediale
7. segm
entum basale anterius
8. segm
entum basale laterale
9. segm
entum basale posterius,
basal
10. poste
ro-basal
- Vascularisasi
a. bronchi, jaringan ikat paru, pleura visceralis divascularisasi oleh a
bronchilalis.
b. v bronchiales v pulmonales v azygos & v hemiazygos
c. aa pulmonales alveoli vv pulmonales (4) atrium sinister
- Innervasi
Plexus pulmonalis yang memberi persarafan parasimpatis dari n vagus dan
simpatis.
FISIOLOGI
Inspirasi terjadi bila ada impuls dari medulla oblongata yang disalurkan
melalui saraf spinalis ke otot penafasan yaitu otot diafragma dan otot /muskulus
interkostalis. Otot diafragma yang mendapat rangsang berkontraksi menjadi datar.
Begitu pula dengan muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah menerima
rangsangan kemudian berkontraksi dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan
demikian jarak antara sternum (taju pedang) dan kosta makin datar dan rongga dada
meluas dan tekanan udara dalam rongga dada menjadi kecil dan udara dari luar masuk
ke rongga dada
Ekspirasi terjadi ketika otot pernafasan mengendor/ dilatasi (otot diafragma
menjadi cekung, otot interkostalis miring lagi) dan rongga dada mengecil dan tekanan
udara menjadi tinggi sehingga udara terdorong keluar. Sehingga proses respirasi atau
inspirasi dan ekspirasi terjadi karena perbedaan tekanan antara rongga pleura /rongga
dada dan pulmo
Aktifitas respirasi pada tubuh manusia terdiri dari :
1. Ventilasi yaitu gerakan pernafasan yang menukar udara
dalam alveoli dengan udara luar
2. Difusi yaitu Gerakan O² dan Co² antara udara didalam
alveolus dan darah didalam kapiler sekitar alveolus. Kecepatan difusi dipengaruhi
oleh ketebalan membrane pernafasan, luas permukaan membrane pernafasan,
koefisien difusi, perbedaan tekanan
3. Transportasi yaitu Pengangkutan O² dan Co² oleh
darah
4. Metabolisme Jaringan yaitu Pertukaran O² dan Co²
antara antara darah dan jaringan
Selain dipengaruhi oleh saraf yaitu medulla oblongata dan korteks cerebri,
gerakan pernafasan juga dipengaruhi secara kimia oleh CO2 (karbondioksida). Pada
saat terjadi peningkatan CO2 dan penurun PH darah, akan terjadi rangsangan ke
korteks cerebri yang akan menggerakkan otot pernafasan.
Berdasarkan difusi yang terjadi pernafasan terdiri dari:
- Pernafasan external : difusi O2 & CO2 melalui membran antara kapiler alveolus
- Pernafasan Internal : Proses transfer O2 & CO2 antara kapiler – kapiler dan sel
tubuh
2. EFUSI PLEURA
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan berlebih dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang
terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi
sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya
friksi.
Cairan pleura yang normal memiliki ciri-ciri :
- Jernih
- Ph 7.60-7,64
- Kandungan proteinnya < 2 % (1-2 g/dl)
- Kandungan eritrositnya <1000 /mm3
- Kandungan glukosanya mirip dengan plasma
- Kadar Laktat dehidrogenase (LDH) <50 % plasma
- Konsentrasi Na,K, dan Ca mirip dengan cairan interstitial
Penggolongan efusi pleura
Cairan pada efusi pleura dapat digolongkan menjadi transudat dan eksudat. Untuk
membedakan transudat dan eksudat digunakan kriteria Light, dimana cairan efusi
dikatakan transudat jika memenuhi dua dari tiga kriteria:
1. Rasio kadar protein cairan efusi pleura/kadar protein serum < 0,5
2. Rasio kadar LDH cairan efusi pleura/kadar LDH serum < 0,6 3.
3. Kadar LDH cairan efusi pleura <2/3 batas atas nilai normal kadar LDH serum.
Jika angka tersebut terlampaui, efusi pleura termasuk jenis eksudat. Akan
tetapi, penggunaan kriteria Light masih dapat menyesatkan, misalnya transudat
dikatakan eksudat. Untuk hal ini, harus diperiksa perbedaan kandungan albumin pada
serum dengan kadungan albumin pada cairan pleura. Jika perbedaannya melebihi 1,2
gram per 100 ml, cairan pleura termasuk transudat. Sehingga efusi pleura dapat
dikatakan transudat jika kadar proteinnya <3gram/100 ml, dan berat jenisnya <1,016,
sedangkan efusi pleura dikatakan eksudat jika kadar proteinnya >3 gram/100 ml, dan
berat jenisnya >1,016.
ETIOLOGI
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti
pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediastinum, sindroma meig
(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia,
virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura,
karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia
80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit
neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh
beberapa keadaan :
meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung)
menurunnya tekanan osmotik koloid plasma (misalnya
hipoproteinemia)
meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya infeksi bakteri)
berkurangnya absorbsi limfatik (misalnya pada kanker yang
mengakibatkan obstruksi saluran limfatik)
MANIFESTASI KLINIS
1. Batuk
2. Dispnea bervariasi
3. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
4. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.
6. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
7. Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi.
8. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
9. Fremitus fokal dan raba berkurang.
10. Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma bronkogenik,
bronkiektasis, abses dan TB paru.
PATOFISIOLOGI
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
anamnesis
(1). Sesak: apakah sesak saat istirahat? Aktivitas ringan? Aktivitas berat? Sejak
kapan?
(2). Batuk: batuk kering atau berdahak? Jika berdahak sputumnya seperti apa?
Sejak kapan? Muncul saat musim hujan atau terpapar debu?
(3). Hemoptisis: berapa kali sehari? Bercak-bercak atau muntah berwarna kopi
(hematemesis)?
(4). RPD: pernah sakit yang sama? Riwayat asma? Pernah berobat 6 bulan (TB
paru)? Merokok? Berapa banyak dan sejak kapan?
(5). Lingkungan: banyak terpapar asbes? Debu? Pekerjaannya apa? Memelihara
hewan?
Pemeriksaan fisik
- Pasien tampak sakit ringan/ berat?
- Adakah distres pernafasan? Sesak saat istirahat?
- Adakah jari tabuh? Apa pasien kurus, sianosis, anemik, ikterus?
- Gerak dada asimetris? Deviasi trakea? Pleural friction?
- Perkusi: pekak pada basis paru dengan posisi pasien berdiri atau duduk
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada)
Pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik bila cairan lebih
300ml. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
2. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4. Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan
posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak),
berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa
mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
5. Analisa cairan pleura
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan
asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi
(glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk
sel-sel malignan, dan pH.
6. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
7. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul.
TATALAKSANA
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta
dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung
kongestif, pneumonia, sirosis).
- Toracosentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan
specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan dispneu.
- Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa
hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein
dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi
dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system
drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan
pengembangan paru.
- Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam
ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan
lebih lanjut.
- Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding
dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretik.
3. TUBERCULOSIS PARU
DEFINISI
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobacterium
tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi
terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer,
2000).
ETIOLOGI
Agen infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang aerobik
tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra
violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um. Yang tergolong kuman
mycobakterium tuberkulosis kompleks adalah:
- Mycobakterium tuberculosis
- Varian asian
- Varian african I
- Varian asfrican II
- Mycobakterium bovis
KLASIFIKASI
Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
- Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru
dengan batuk TB berat.
- Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum
BTA positf.
- Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang
tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
- Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas
terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara
klinik.
1. Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
- Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:
- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,
suara nafas melemah yang disertai sesak.
- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya,
pada muara ini akan keluar cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,
adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
- Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan
napas.
- Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
- Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
- Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif
penyakit
- Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
- Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm
atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti
menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik
sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan
oleh mikobakterium yang berbeda.
- Anemia bila penyakit berjalan menahun
- Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
- LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali
normal pada tahap penyembuhan.
- GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
- Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel
raksasa menunjukkan nekrosis.
- Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi;
contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat
ditemukan pada TB paru kronis luas.
b. Radiologi
- Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi
sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat
termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih
berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak
pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
- Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronchus atau kerusakan paru karena TB.
- Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan
pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio
lusen dipinggir paru atau pleura).
c. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu:
kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi
parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural.
PENCEGAHAN
- Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak
masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
- Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai
tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan.
- Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
- Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
- Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan
kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan
hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar
matahari pagi masuk ke dalam rumah.
- Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan
dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol
atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta
menenangkan pikiran.
PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi
Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis , yaitu sebagai
berikut:
- Aktivitas bakterisid
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh
(metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur dengan
kecepataan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada
pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan
pengobatan).
- Aktivitas sterilisasi
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat
(metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka
kekambuhan setelah pengobatan dihentikan.
Pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu macam obat saja.
Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi. Untuk
mencegah terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis dilskukan dengan
memakai perpaduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat
bakterisid. Dengan memakai perpaduan obat ini, kemungkinan resistensi awal
dapat diabaikan karena jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat
atau lebih serta pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH
Adapun jenis obat yang dipakai adalah sebagai berikut :
- Obat Primer - Obat Sekunder
1. Isoniazid (H) 1. Ekonamid
2. Rifampisin (R) 2. Protionamid
3. Pirazinamid (Z) 3. Sikloserin
4. Streptomisin (S) 4. Kanamisin
5. Etambutol (E) 5. PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)
6. Tiasetazon
7. Viomisin
8. Kapreomisin
Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu :
1. Tahap INTENSIF
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi negatif
(konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif
sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
2. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis
obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Tahap lanjutan penting
untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
Paduan obat kategori 1 :
Tahap Lama (H) / day R day Z day F day
Jumlah Hari XMinum
Obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 60
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 54
Paduan Obat kategori 2 :
Tahap Lama
(H)@300
Mg
R@450
mg
Z@500
mg
E@
250
Mg
E@500
mg Strep.Injeksi
JumlahHari
X
Minum Obat
Intensif
2
bulan1
bulan 11 11 33 33 – 0,5 % 6030
Lanjutan 5 bulan 2 1 3 2 - 66
Paduan Obat kategori 3 :
Tahap Lama H @ 300 mg R@450mg P@500mg Hari X Minum Obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 60
Lanjutan3 x
week 4 bulan 2 1 1 54
OAT sisipan (HRZE)
Tahap Lama
H@300
mg
R@450
mg
Z@500
mg
E day
@250mg Minum obat XHari
Intensif(dosis
harian) 1 bulan 1 1 3 3 30
4. DIAGNOSIS BANDING
Bronkiektasis Ca paru
Definisikelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus ( Soeparman & Sarwono, 1990)
Bahan karsinogenik, polusi udara, genetik
Etiologi 1. Infeksi
2. Kelainan heriditer atau kelainan kongenital
3. Faktor mekanis yang mempermudah timbulnya infeksi
4. Riwayat pneumoni sebagai komplikasi campak, batuk rejan, atau penyakit menular lainnya semasa kanak-kanak.
1. merokok2. merokok pasif3. radon gas4. kecenderungan
keluarga5. penyakit paru
(COPD)6. riwayat kanker
paru sebelumnya7. polusi8. kekurangan
vitamin C & A
Tanda dan Gejala
1. Batuk menahun, sputum banyak terutama pagi hari, setelah berbaring.
2. Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau tidak ada gejala sama sekali ( Bronkiektasis ringan )
3. Batuk terus menerus, sputum banyak + 200 – 300 cc, disertai demam, anoreksia, BB, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan, kadang dyspneu, sianosis, sputum sering mengandung bercak darah,dan batuk darah.
4. Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.
1. Gejala awal: stridor lokal
dan dispnea ringan yang
mungkin disebabkan oleh
obstruksi pada bronkus.
2. Gejala umum.
- Batuk : akibat
iritasi massa tumor.
- Hemoptisis :
tumor mengalami ulserasi.
- Anoreksia, lelah,
berkurangnya berat badan.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium.
- Pemeriksaan sputum: pada infeksi volume sputum meningkat, purulen & mengandung >> leukosit dan bakteri. Sputum berbau busuk infeksi kuman anaerob.
- Pemeriksaan darah tepi: leukositosis menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan
1. Foto
thorax posterior – anterior
(PA) dan leteral serta
Tomografi dada.
2. Bronkhogr
afi.
3. Laboratori
um: Sitologi (sputum, pleural,
anemia menunjukkan infeksi menahun.
- Pemeriksaan urin: proteinuria bermakna amiloidosis, Ig normal kadang atau
2. Pemeriksaan EKG: kasus lanjut komplikasi korpulmonal/ tanda pendorongan jantung.
3. Spirometri: kasus berat volume ekspirasi paksa 1 menit kapasitas vital, biasanya disertai insufisiensi pernafasan
4. Pemeriksaan Radiologi: corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakan kabur, gambaran sarang tawon serta gambaran kistik dan air fluid level.
5. Pemeriksaan bronkografi
atau nodus limfe),
Pemeriksaan fungsi paru dan
GDA, Tes kulit, jumlah
absolute limfosit.
4. Histopatol
ogi: Bronkoskopi, Biopsi
Trans Torakal (TTB),
Torakoskopi, Mediastinosopi,
Torakotomi (Bila prosedur
non invasif dan invasif
sebelumnya gagal)
5. Pencitraan:
CT-Scanning, MRI,
Tatalaksana- Pemberian antibiotik dengan
spekrum luas ( Ampisillin, Kotrimoksasol, atau amoksisilin ) selama 5- 7 hari pemberian
- Drainage postural dan fisioterapi pernafasan
- Pada saat drainage diberikan bronkodilator, hidrasi serta nebulizer.
1. Non bedah: Radioterapi, obat – obatan (CAMP, Paclitaxel, Docetaxel, Gemcitabine), kemoterapi, terapi biologi, terapi gen
2. Pembedahan.
- Toraktomi
eksplorasi.
- Pneumonektomi
pengangkatan paru).
- Lobektomi
(pengangkatan lobus paru).
- Resesi segmental.
- Resesi baji.
- Dekortikasi.
- Radiasi
5. SINDROM MEIGS
Sindrom Meigs merupakan gejala yang terdiri dari tumor ovarium benigna dengan
ascites dan efusi pleura yang menghilang setelah reaksi tumor. Tumor ovarium pada
Sindrom Meigs adalah jenis fibroma.
PATOFISIOLOGI
a. Cairan ascites
Di duga bahwa iritasi dari peritonium dari tumor ovarium yang keras dan solid
menstimulasi produksi cairan peritoneum. Namun ascites hanya terdapat pada
tumor dengan diameter >10 cm dengan komponen myxoid sampai struma.
Mekanisme lain yang diajukan adalah tekanan langsung pada aliran limfe atau
vena, stimulasi hormonal, dan torsi tumor. Terjadinya ascites dapat juga
disebabklan oleh pelepasan mediator-mediator (seperti activated complements
histamine fibrin degradation products) dari tumor, menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler.
b. Efusi pleura
Teori dari Efskind dan Terade dkk mengatakan bahwa cairan ascites berpindah
melalui transdiaphragmatic lympathic channels. Besarnya efusi pleura sebanding
dengan jumlahnya ascites. Cairan ascites dan efusi pleura pada Meigs Sindrom
dapat berupa transudat atau eksudat. Meigs melakukan elektroforesis pada
beberapa kasus dan menemukan bahwa pada dasarnya cairan pleura dan cairan
ascites mempunyai sifat yang sama.
c. Fibroma Ovarium
Semua tumor ovarium yang padat adalah neoplasma tetapi tidak semua ganas
meskipun semuanya mempunyai potensi maligna. Frekwensi fibroma ovarium 5
% dari semua neoplasma ovarium dan paling sering ditemukan pada penderita
dalam masa menopause dan sesudahnya. Gambaran klinik tumor dapat mencapai
diameter 2-30 cm, dan beratnya dapat mencapai 20 kg dengan 90 % unilateral.
Permukaan tidak rata, konsistensi keras, warna merah jambu keabu-abuan.
GEJALA KLINIK
Pasien dengan Meigs Sindrom mempunyai keluarga dengan riwayat kanker ovarium.
- Keluhan utama tidak jelas dan terjadi sepanjang waktu.
- Kelelahan
Napas yang pendek
- Peningkatan lingkar perut
- Penurunan berat badan
- Batuk yang tidak produktif
- Bengkak (Udem)
- Amenorea pada wanita premenopause
- Menstruasi yang tidak teratur
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda positif seperti :
- Tanda vital : Takipneu, takikardi
- Paru-paru : pada perkusi terdengar hamper hilang (tumpul), menurunnya taktil
fremitus, penurunan vocal resonance, penurunan bunyi pernapasan, menunjukkan
dugaan efusi pleura. Efusi pleura sebagian besar didapatkan pada paru kanan,
tetapi dapat juga ditemukan pada paru kiri.
- Abdomen : Pada pemeriksaan didapatkan massa yang kecil ataupun besar pada
pelvis, atau massa tidak dapat dirasakan. Ditemukan ascites, dengan shifting
dullness dan atau fluid thrill.
- Pelvis : ditemukan adanya massa (besarnya, lokalisasi, permukaan,
konsistensi, mobil/immobil)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
- Anemia pada pasien dengan Meigs Sindrom merupakan anemia
defisiensi besi. Anemia dapat dikoreksi dengan transfusi darah emergensi
selama pasien menjalani operasi untuk Meigs Sindrom. Anemia post operasi
dapat diatasi dengan suplemen zat besi.
- Protrombin Time diperiksa sebelum operasi. Jika meningkat,
menjadi tanda adanya koagulopati.
- Tumor marker CA-125 dapat meningkat pada pasien Meigs
Sindrom, tetapi derajat peningkatannya tidak sebanding dengan keganasannya.
b. Radiologi
- Gambaran foto toraks menunjukkan adanya efusi pleura
- USG abdomen dan pelvis menunjukkan adanya massa pada ovarium disertai
ascites
- CT scan abdomen dan pelvis :
1) CT scan mengkonfirmasikan adanya ascites dan ovarian, uterus, tuba
fallopi, atau broad ligament mass
2) Tidak ditemukan adanya tanda-tanda metastase jauh.
c. Tes lain
- Tes Papanicolau normal
TERAPI
1) Perawatan Medis
Perawatan pada pasien Meigs Sindrom dimaksudkan untuk mengurangi gejala
dari ascites dan efusi pleura dengan cara parasintesis dan torakosintesis.
2) Tindakan Bedah
- Laparatomi eksplorasi dengan staging operasi adalah pilihan utama
- Pada wanita usia produktif dilakukan salpingoophorektomi
unilateral
- Pada wanita post menopause dilakukan salpingoopheroktomi
bilateral dengan histeroktomi total
- Pada gadis prepubertas dilakukan reseksi iris pada ovarium dan
unilateral salpingoopheroktomi
- Dibutuhkan perawatan yang baik setelah semua tindakan operasi
tersebut dan kekambuhan jarang terjadi
PROGNOSIS
Harapan hidup pada pasien dengan Meigs Sindrom mencerminkan seluruh populasi
setelah operasi. Pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya.
DAFTAR PUSTAKA
- Snell, Ricard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran edisi
6. Jakarta: EGC.
- Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta:
EGC.
- Sudoyo, Aru W dkk. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta:
EGC.
- Patrick Davey. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: EGC.
- Ward, Jeremy PT dkk. 2008. At a Glance Respirasi Ed 2. Jakarta: EMS.
- Meigs Syndrome : Article by Klaus-Dieter Lessnau : Article Last Updated :
Oct 9, 2008.
- Prawirohardjo, Sarwono dkk. 1991. Tumor-tumor jinak pada alat genitalia
dalam Ilmu Kandungan. Cetakan ke V Bagian Kebidanan dan Kandungan.
Jakarta: FKUI.
- Meigs Syndrome : Joe Vincent Meigs : www.whonamedit.com : last update :
April 12,2007.
- Mansjoer, Arif ,dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II. Jakarta:
Fakultas Kedokteran UI Media Aescullapius.
- Price, Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit , Edisi 6.Jakarta:EGC