122
5/19/2018 SkripSi-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/skrip-si-5617e939a601d 1/122  KAJIAN TEKNIS PENGARUH PENGEBORAN MIRING PADA PELEDAKAN LAPISAN TANAH PENUTUP TERHADAP PRODUKTIVITAS ALAT MUAT SHOVEL  LIEBHERR 9350 DI COLLAR 2 -3 PT. SAPTAINDRA SEJATI TUTUPAN KALIMANTAN SELATAN SKRIPSI Oleh HERI WIRATMOKO NIM. 112 04 0173 JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2011

Skrip Si

Embed Size (px)

DESCRIPTION

no

Citation preview

  • KAJIAN TEKNIS PENGARUH PENGEBORAN MIRING PADA

    PELEDAKAN LAPISAN TANAH PENUTUP TERHADAP

    PRODUKTIVITAS ALAT MUAT SHOVEL LIEBHERR

    9350 DI COLLAR 2 -3 PT. SAPTAINDRA SEJATI

    TUTUPAN KALIMANTAN SELATAN

    SKRIPSI

    Oleh

    HERI WIRATMOKO

    NIM. 112 04 0173

    JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

    UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

    YOGYAKARTA

    2011

  • KAJIAN TEKNIS PENGARUH PENGEBORAN MIRING PADA

    PELEDAKAN LAPISAN TANAH PENUTUP TERHADAP

    PRODUKTIVITAS ALAT MUAT SHOVEL LIEBHERR

    9350 DI COLLAR 2 -3 PT. SAPTAINDRA SEJATI

    TUTUPAN KALIMANTAN SELATAN

    SKRIPSI

    Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta

    Oleh

    HERI WIRATMOKO

    NIM. 112 04 0173

    JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

    UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

    YOGYAKARTA

    2011

  • KAJIAN TEKNIS PENGARUH PENGEBORAN MIRING PADA

    PELEDAKAN LAPISAN TANAH PENUTUP TERHADAP

    PRODUKTIVITAS ALAT MUAT SHOVEL LIEBHERR

    9350 DI COLLAR 2 -3 PT. SAPTAINDRA SEJATI

    TUTUPAN KALIMANTAN SELATAN

    SKRIPSI

    Oleh HERI WIRATMOKO

    NIM. 112 04 0173

    Disetujui Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral

    Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta

    Tanggal : ...........................

    Pembimbing I Pembimbing II

    ( Ir. Sudarsono, MT ) ( Dra. Indun Titisariwati, MT )

  • v

    RINGKASAN

    Pada tahun 2010 PT. Saptaindra Sejati job site PT. Adaro ditargetkan untuk melakukan pembongkaran overburden sebesar 75.244.836 bcm/tahun, 85% dari kegiatan tersebut atau sekitar 63.958.110 bcm/tahun dilakukan dengan menggunakan kegiatan pemboran dan peledakan. Pada daerah penelitian yaitu di Collar 2 sampai Collar 3 terdapat kemiringan jenjang yang landai (40o) dikarenakan daerah tersebut merupakan dinding akhir (Final Wall) dari pit tersebut. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan PT. SIS, daerah tersebut masih ekonomis untuk ditambang lagi dan dilakukan perluasan pit. Karena telah ditemukan kembali seam batubara pada jarak 100 meter dari jenjang akhir. Maka dilakukan kembali pengupasan lapisan tanah penutup agar dapat melakukan kegiatan produksi pada seam batubara yang baru.

    Pada kenyataan dilapangan pada daerah collar 2 sampai collar 3 sering dijumpai material hasil peledakan yang tidak ikut terbongkar pada bagian toe yang biasanya disebut candi. Dimana untuk kegiatan pemuatan pada bagian toe, alat muat sering kesulitan untuk loading pada daerah tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan pada lokasi peledakan yaitu pada daerah collar, ada material yang tidak terkena energi peledakan sehingga tidak terbongkar. Sehingga dengan penggunaan lubang miring dapat membantu memberaikan batuan tersebut. Yang kemudian akan dianalisa pengaruhnya terhadap produksi alat muat.

    Dari pengamatan dilapangan, untuk daerah collar dengan geometri peledakan lubang tegak yang diterapkan saat ini yaitu, burden baris pertama sebesar 3m, burden baris kedua sampai dengan baris seterusnya 8m, spacing 9m, stemming 4,2m, subdrilling 0,5m, powder charge 4,3m, kedalaman lubang ledak 8,5m, dengan powder factor rata-rata sebesar 0,27 kg/bcm. Dengan pemboran lubang miring pada baris pertama dimana burden sebesar 3m, baris kedua sebesar 5m, dan baris ketiga sampai dengan seterusnya 8m, hal ini dimaksudkan agar nilai dari burden tetap (8m). Spasing, stemming, subdrilling, powder charge dan kedalaman lubang sama, powder factor rata-rata sebesar 0,30 kg/bcm.

    Dari hasil pengamatan dilapangan, untuk hasil peledakan bor miring pada daerah collar berhasil mengurangi tonjolan pada daerah toe. Peningkatan produksi karena lebih banyak material yang dapat terbongkar dibandingkan dengan material yang tertinggal. Pada peledakan lubang tegak terjadi peningkatan produktifitas alat muat Shovel, dimana produktifitas Shovel SH01A saat melakukan aktifitas pemuatan hasil peledakan geometri lubang tegak sebesar 450,18 bcm/jam dan untuk pemuatan hasil peledakan geometri lubang miring sebesar 552,04 bcm/jam. Produktifitas SH02A saat pemuatan hasil peledakan lubang tegak sebesar 411,43 bcm/jam dan untuk pemuatan hasil peledakan lubang miring sebesar 585,47. Terjadi kenaikan recovery sebesar 13,55% dari hasil peledakan lubang miring pada daerah collar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peledakan lubang miring pada daerah collar dapat meningkatkan produktifitas alat muat dibandingkan dengan peledakan lubang tegak untuk daerah collar.

  • KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya-lah

    akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan lancar.

    Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

    Teknik dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. Skripsi ini

    disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT. Saptaindra Sejati job site

    PT. ADARO Kalimantan Selatan dari tanggal 14 Maret sampai dengan 24 Juni 2010.

    Atas segala bantuan, bimbingan, dukungan serta saran-saran dalam

    penyusunan skripsi ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

    1. Andri Wijaya Kusuma, Pembimbing lapangan PT. Saptaindra Sejati job site

    PT. Adaro Indonesia Kalimantan Selatan

    2. Prof. Dr. H. Didit Welly Udjianto, MS, Rektor Universitas Pembangunan

    Nasional Veteran Yogyakarta.

    3. Dr. Ir.S Koesnaryo, M.Sc , Dekan Fakultas Teknologi Mineral

    4. Ir. Anton Sudiyanto , MT, Ketua Jurusan Teknik Pertambangan.

    5. Ir. Sudarsono, MT, Pembimbing I.

    6. Dra. Indun Titisariwati, MT, Pembimbing II.

    7. Kedua orang tua yang banyak memberikan dorongan, bimbingan dan doa.

    8. Dosen dan rekan-rekan mahasiswa Jurusan Teknik Pertambangan Universitas

    Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, terima kasih atas dukungan

    dan sarannya.

    Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi perusahaan dan pemerhati

    pertambangan.

    Yogyakarta,

    Penulis,

    Heri Wiratmoko

  • viii

    DAFTAR ISI

    Halaman RINGKASAN .................................................................................................. ....... v

    KATA PENGANTAR ................................................................................. ........... vi

    DAFTAR ISI ............................................................................................... .......... viii

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ........... x

    DAFTAR TABEL .................................................................................... ............ xii

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. ........... xiii

    BAB Halaman I PENDAHULUAN ............................................................................ ............ 1

    1.1. Latar Belakang .............................................................................. ......... 1 1.2. Tujuan Penelitian ........................................................................... ......... 2 1.3. Metode Pelitian ............................................................................. .. 2 1.4. Batasan Masalah ....................................................................... .. 3 1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................. . 3

    II TINJAUAN UMUM ................................................................................... . 4

    2.1. Keadaan Geografi ................................................................................ . 4 2.2. Keadaan Geologi .................................................................................. . 6 2.3. Cadangan Batubara dan Produksi Batubara ...................................... .. 10 2.4. Kegiatan Penambangan ..................................................................... . 12

    III DASAR TEORI .......................................................................................... . 18

    3.1. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Peledakan .................. . 19 3.2. Pola pemboran. ....................................................................................... .25 3.3. Pola Peledakan .................................................................................... . 30 3.4. Geometri Peledakan ............................................................................ . 32 3.5. Produksi Alat Muat ............................................................................ . 37 IV PEMBORAN DAN PELEDAKAN YANG DILAKSANAKAN ............. . 40 4.1. Pemboran ........................................................................................... . 40 4.2. Peledakan ........................................................................................... . 46 4.3. Pengamatan Kegiatan Pemuatan Dilapangan .................................... . 52 V PEMBAHASAN ....................................................................................... . 54 5.1. Persiapan Lokasi Pemboran ................................................................. . 54 5.2. Pemboran ............................................................................................... .55 5.3. peledakan ............................................................................................... .57

  • ix

    BAB Halaman 5.4. Produksi ................................................................................................. .60 5.5. Recovery Peledakan ............................................................................... .62 VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. . 63 6.1. Kesimpulan ......................................................................................... . 63 6.2. Saran .................................................................................................. .. 63 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... . 64

    LAMPIRAN .................................................................................................... .. 65

  • x

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    2.1. Peta Kesampaian Daerah .............................................................................. . 5

    2.2. Stratigrafi Cekungan Barito .......................................................................... . 9

    2.3. Stratigrafi Lokal Daerah Tutupan .............................................................. . 10

    2.4. Pengupasan Tanah Pucuk .......................................................................... . 13

    2.5. Pemboran ................................................................................................... . 14

    2.6. Peledakan .................................................................................................... . 15

    2.7. Disposal Area ............................................................................................... .15

    2.8. Penggalian dan Pengangkutan di Pit .......................................................... . 16

    2.9. Pemuatan Batubara di ROM ....................................................................... . 17

    2.10. Pengangkutan Batubara dari ROM ke Crushing Plant di Kelanis............ . 17

    3.1. Pembentukan Lereng Akhir pada Kegiatan Penambangan ......................... . 19

    3.2. Mekanisme Pecahnya Batuan ................................................................... . 20

    3.3. Arah Pemboran .......................................................................................... . 25

    3.4. Pola Bujur Sangkar.. ..................................................................................... .26

    3.4. Pola Persegi Panjang .................................................................................. . 26

    3.5. Pola Zigzag Bujur Sangkar ........................................................................ . 26

    3.6. Pola Zigzag Persegi Panjang ....................................................................... . 27

    3.7. Pengaruh Energi Peledakan pada Pola Pemboran ...................................... . 27

    3.8. Ketidakteraturan Tata Letak....................................................................... . 28

    3.9. Penyimpangan Arah dan Sudut Pemboran ................................................. . 29

    3.10. Kedalaman dan Kebersihan Lubang Bor ................................................ . 30

    3.12. Peledakan Tunda Antar Baris ................................................................... . 31

    3.13. Peledakan Tunda antar Beberapa Lubang ................................................. . 32

    3.14. Peledakan Tunda Antar Lubang ................................................................ . 32

    3.15. Pengaruh Burden bagi Hasil Peledakan ..................................................... . 34

    3.16. Pengaruh Diameter Lubang Tembak bagi Tinggi Stemming ................... . 36

    4.1. Alat Bor Drilltech D 50 KS ........................................................................ . 41

  • xi

    Gambar Halaman

    4.2. Alat Bor D 245 S.......... ............................................................................... . 42

    4.3 Alat Bor Reedrill SKF Infinity Series .......................................................... . 43

    4.4. Pemboran Tegak .......................................................................................... . 44

    4.5. Pemboran Miring ......................................................................................... . 44

    4.6. Material yang Tertinggal Dilapangan ............................................................. .45

    4.7. Pola Peledakan Box Cut .................................................................................. .49

    4.8. Pola Peledakan Echelon Cut ........................................................................... .49

    4.9. Pengisian Emulsi pada Lubang Tembak ......................................................... .50

    4.10.Fragmentasi Hasil Peledakan Dilapangan....................................................... .50

    4.11.MMU 7451 ...................................................................................................... .51

    4.12.Inhole Delay 500ms dan Spartan Booster ....................................................... .52

    5.1. Design Pemboran Miring ................................................................................ .56

    5.2. Peledakan Bor Tegak pada Daerah Collar ...................................................... .57

    5.3. Peledakan Bor Miring pada Daerah Collar..................................................... .58

    5.4. Konfigurasi Waktu Tunda pada Pola Peledakan Echelon .............................. .59

    5.5. Lokasi Hasil Peledakan Lubang Miring ......................................................... .60

  • xii

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    2.1. Data Curah Hujan Tahun 2002 - 2009 ............................................................ . 5

    2.2. Cadangan Batubara PT. Adaro indonesia ..................................................... . 11

    2.3. Jumlah Produksi Batubara PT. Adaro Indonesia .......................................... . 12

    4.1. Data Geometri Peledakan untuk Kondisi Normal......................................... . 47

    4.2. Data Geometri Peledakan untuk Pemboran Tegak pada Daerah Penelitian . 47

    4.3. Data Geometri Peledakan untuk Pemboran Miring ...................................... . 48

    5.1. Data Geometri Peledakan Lubang Tegak ..................................................... . 58

    5.2. Data Geometri Peledakan Lubang Miring Pada Row-1 ................................ . 58

  • xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    A. KESEDIAAN WAKTU KERJA DAN SASARAN PRODUKSI ................. . 65

    B. SPESIFIKASI PERALATAN PEMBORAN DAN ALAT MUAT ............... . 67

    C. PRODUKSI ALAT BOR ............................................................................... . 76

    D. PERHITUNGAN GEOMETRI PELEDAKAN ............................................. . 84

    E. HASIL PENGAMATAN DAN FRAGMENTASI ....................................... . 90

    F. PERHITUNGAN JUMLAH BAHAN PELEDAK ....................................... . 95

    G. WAKTU EDAR ALAT MUAT DAN PRODUKTIVITAS ALAT MUAT . 103

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    PT Saptaindra Sejati adalah salah satu kontraktor PT Adaro Indonesia yang

    merupakan salah satu perusahaan batubara yang terdapat di Kalimantan Selatan.

    Sistem penambangan yang diterapkan oleh PT. Adaro Indonesia adalah sistem

    tambang terbuka (Surface Mining) dengan metode " Strip mine " yang kegiatan

    penambangannya meliputi : pembukaan lokasi tambang dan pembersihan lahan,

    pengupasan lapisan penutup, penggalian dan pengangkutan batubara.

    Metode " Strip mine " dilakukan karena wilayah tambang Tutupan

    mempunyai kemiringan seam batubara antara 300 - 500. Salah satu kegiatan

    penambangannya adalah pengupasan lapisan penutup dengan cara pemboran dan

    peledakan. Kegiatan pemboran yang dilakukan saat ini menggunakan dua unit alat

    bor Drilltech D 50 KS, dua unit alat bor Drilltech D 245 S dan dua unit Reedrill SKF

    Infinity Series dengan jenis mata bor yang digunakan adalah button bit berdiameter

    7 7/8 inch. Sedangkan bahan peledak yang digunakan adalah Emulsi.

    1.1. Latar Belakang

    Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh PT. Saptaindra Sejati (SIS) dalam

    memproduksi adalah dengan kegiatan pemboran dan peledakan. Peledakan yang

    dilakukan pada tanah lapisan penutup, berfungsi untuk memberaikan material

    kompak. Lapisan penutup di PT. SIS terdiri dari batupasir.

    Pada daerah penelitian yaitu di Collar 2 sampai Collar 3 terdapat kemiringan

    jenjang yang landai (40o) dikarenakan daerah collar merupakan dinding akhir (Final

    Wall) dari pit tersebut. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan PT. SIS,

    daerah tersebut masih ekonomis untuk ditambang lagi dan dilakukan perluasan pit.

    Karena telah ditemukan kembali seam batubara pada jarak 100 meter dari jenjang

    akhir. Maka dilakukan kembali pengupasan lapisan tanah penutup agar dapat

    melakukan kegiatan produksi pada seam batubara yang baru.

  • 2

    PT. SIS sebelumnya melakukan peledakan dengan pemboran tegak pada

    daerah collar. Namun masih terdapat material yang keras pada bagian bottom

    burden. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukanlah pemboran miring pada row-1

    (pertama) yang hanya dilakukan diawal kegiatan pemboran dan peledakan di daerah

    Final Wall. Kemudian akan dianalisa pengaruhnya terhadap produktifitas alat muat

    yang digunakan.

    1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

    1. Mengurangi terbentuknya tonjolan pada toe (candi)

    2. Mengetahui pengaruh peledakan dengan pemboran miring terhadap

    produktivitas alat muat.

    1.3. Metode Penelitian Metode penelitian berdasarkan hasil kegiatan selama penelitian di PT.SIS

    yaitu :

    1.3.1. Studi literature Dengan mengumpulkan data-data yang ada kaitannya dengan kegiatan peledakan

    maupun hasil pengamatan selama dilapangan.

    1.3.2. Pengumpulan data Data yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam

    penulisan ini dikumpulkan dengan cara :

    1. Pengambilan data primer (pengamatan lapangan), dilakukan dengan

    cara mengamati secara langsung kegiatan pemboran dan peledakan

    dilapangan. Data tersebut antara lain:

    a. Pengukuran kemiringan jenjang

    b. Metode pemboran dan peledakan

    c. Bahan peledak yang digunakan

    d. Produksi pemboran dan peledakan

    e. Hasil pemboran dan peledakan

    f. Cycletime alat muat

  • 3

    2. Pengambilan data sekunder :

    a. Data dari kegiatan harian Drill and Blast Department

    b. Data produksi bulanan dari MCR (Monitoring Control Room)

    1.3.3. Interview (Wawancara) Metode ini dilakukan dengan cara tanya jawab kepada operator dilapangan dan

    Group Leader yang menangani kegiatan peledakan pada PT.SIS beserta staf dan

    kontraktornya.

    1.4. Batasan Masalah

    Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

    1. Lokasi penelitian terletak pada daerah Low Wall yaitu Collar 2 Collar 3 pada

    area tambang terbuka Tutupan.

    2. Pembahasan dan pemecahan masalah dibatasi pada penggunaan teknik

    pemboran dengan kemiringan sebagai upaya meningkatkan produktifitas alat

    muat Power Shovel pada saat loading di daerah Collar 2-3.

    3. Penelitian hanya membahas mengenai geometri pemboran dan peledakan serta

    digging time alat muat sebagai parameter pengaruh peledakan.

    4. Kegiatan peledakan pada daerah penelitian dibatasi sampai dengan 10 meter dari

    seam batubara.

    1.5. Manfaat Penelitian

    1. Sebagai bahan studi perbandingan bagi penelitian yang ada kaitannya dengan

    permasalahan pemboran dan peledakan.

    2. Sebagai bahan masukan untuk melakukan perencanaan kegiatan pemboran dan

    peledakan selanjutnya yang sesuai dengan kondisi dilapangan.

  • 4

    BAB II

    TINJAUAN UMUM

    2.1. Keadaan Geografi2)

    2.1.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah

    Lokasi PKP2B Eksplorasi & Eksploitasi PT. Adaro Indonesia terletak di

    daerah administratif Kalimantan Selatan yang berada di Kabupaten Tabalong

    (Kecamatan Muara harus, Murung Pudak, Upau, Tanta dan Kelua), kabupaten

    Balangan (Paringin, Lampihong, Awayan dan Batumandi). Dari Banjarmasin,

    ibukota provinsi Kalimanatan Selatan tambang PT Adaro tutupan (Gambar 2.1)

    dipisahkan oleh jarak sepanjang 220 km yang biasanya ditempuh selama 4 - 5 jam

    dan 15 km dari kota Tanjung dengan jalan beraspal. Untuk daerah pengolahan,

    pemasaran atau pengapalan batubara terletak di Desa Kelanis kecamatan Dusun

    Hilir/Mangkatip dan Desa Rangga ilung, Kecamatan Jenamas serta Pasar Panas,

    Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah.

    Daerah penambangan batubara PT.Adaro Indonesia merupakan daerah yang

    termasuk dalam wilayah kuasa pertambangan Eksploitasi DU. 182/Kal-Sel.

    Daerah operational PT. Adaro Indonesia secara geografis berada pada:

    1153330 sampai dengan 1153610 Bujur Timur

    2730 sampai dengan 22530 Lintang Selatan.

    Areal PKP2B PT. Adaro Indonesia meliputi empat lokasi endapan cadangan

    yaitu daerah Paringin, Tutupan, Wara dan Warukin. Operasi penambangan batubara

    tambang Paringin dimulai beroperasi bulan September 1991, sedangkan tambang

    Tutupan mulai beroperasi bulan Desember 1996. Sedangkan tambang Wara pernah

    dilakukan penambangan tetapi karena tidak dianggap ekonomis, maka penambangan

    di Wara dihentikan, sedangkan di Warukin walaupun memiliki cadangan yang

    banyak, tetapi batubaranya adalah batubara muda dan terletak di perkampungan

    penduduk.

  • 5

    Sumber : Departemen Business and Development PT. Adaro Indonesia, 1988

    Gambar 2.1. Peta Kesampaian Daerah

    2.1.2. Kondisi Iklim dan Cuaca

    Daerah tambang Tutupan memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata 28 - 35. Di wilayah tambang tutupan curah hujan bulanan maksimum 668.5 mm pada bulan Desember dan curah hujan bulanan minimum mencapai 7 mm pada bulan Agustus. Curah hujan tertinggi terjadi pada setiap bulan Desember Maret setiap tahunnya, sedangkan curah hujan terendah terdapat pada bulan Juni Agustus setiap tahunnya.

    Tabel 2.1. Data Curah Hujan Tahun 2002-2009

    Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des

    2002 209.5 256.5 226.0 241.5 146.0 116.5 41.0 92.5 111.0 180.0 240.5 157.5

    2003 488.5 390.5 456.5 316.5 187.5 158.5 52.5 25.0 45.0 46.5 244.0 392.5

    2004 249.5 322.0 513.5 332.0 141.0 101.0 63.0 134.0 112.5 135.0 442.0 370.0

    2005 614.0 372.5 461.5 228.0 268.0 174.0 163.0 7.0 81.0 18.0 417.0 668.5

    2006 528.0 301.0 600.5 374.0 376.3 275.0 200.5 63.0 126.5 298.0 474.8 586.8

    2007 276.5 389.0 486.0 373.7 277.7 384.9 98.5 105.0 122.5 61.5 176.8 -

    2008 439.0 434.6 167.8 258.4 206.1 274.2 99.1 57.2 53.3 227.1 324.5 142.5

    2009 220.1 138.3 373.2 321.9 72.5 68.4 177.1 125.1 75.0 154.4 350.0 434.4

  • 6

    2.1.3. Flora dan Fauna

    Keadaan flora disekitar wilayah PT. Adaro Indonesia hampir sama dengan

    daerah lain di Indonesia. Flora yang mendominasi di daerah ini adalah seperti pohon

    karet, rumput ilalang, pohon bambu, cemara, dan lain-lain , yang dapat tumbuh

    dengan subur sesuai dengan keadaan iklim tropis. Keadaan fauna yang mendominasi

    pada daerah ini adalah binatang ternak sapi, ayam, kambing, monyet, dll. Selain itu

    masih terdapat juga adanya hewan rusa walaupun jarang.

    2.2. Keadaan Geologi2)

    2.2.1. Morfologi

    Keadaan topografi di daerah tambang Tutupan adalah mendatar dari

    ketinggian 30 meter diatas muka laut dan kondisi berawa sedangkan daerah

    perbukitannya setinggi 200 meter dan di aliri banyak sungai-sungai kecil. Pada

    daerah yang lebih rendah dipenuhi oleh sawah masyarakat, perkebunan karet dan

    padang rumput. Sedangkan daerah perbukitannya dipenuhi dengan hutan.

    2.2.2. Stratigrafi

    Wilayah kuasa pertambangan PT Adaro Indonesia secara regional termasuk

    dalam cekungan kutai, Cekungan Kutai ini, dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

    Cekungan Barito yang terdapat di sebelah barat Pegunungan Meratus dan Cekungan

    Pasir yang terdapat di sebelah Timur Pegunungan Meratus. Secara khusus wilayah

    kerja penambangan PT Adaro Indonesia terletak pada Cekungan Barito yang terletak

    di terletak di tepi bagian timur Sub-cekungan Barito di dekat Pegunungan Meratus.

    Subcekungan Barito merupakan bagian selatan cekungan Kutai yang berupa suatu

    cekungan luas dan meliputi Kalimantan bagian Selatan dan Timur selama zaman

    Tersier. Cekungan Barito, terdiri dari empat formasi yang berumur eosin sampai

    plesitosen. Adapun urut-urutan stratigrafi formasi cekungan Barito berdasarkan

    waktu terbentuknya adalah :

  • 7

    2.2.2.1. Formasi Tanjung Formasi paling tua yang ada di daerah penambangan, berumur Eosen,

    yang diendapkan pada lingkungan paralis hingga neritik yang ketebalannya 900-

    1100 meter, terdiri dari perselingan batu pasir kwarsa, batu lempung dan batu

    lanau sisipan batubara. Bersisipan juga batu gamping dan ditemukan

    konglomerat. Formasi ini diendapkan pada lingkungan paralik hingga neritik

    dengan ketebalan sekitar 900 meter. Hubungannya tidak selaras dengan batu pra-

    tersier.

    2.2.2.2. Formasi Berai Formasi ini diendapkan pada lingkungan lagon hingga neritik tengah

    dengan ketebalan hingga 107-1300 meter. Berumur oligosen bawah sampai

    miosen awal, hubungannya selaras dengan formasi Tanjung yang terletak

    dibawahnya. Formasi ini terdiri dari pengendapan laut dangkal di bagian bawah,

    batu gamping dan napal di bagian atas.

    2.2.2.3. Formasi Warukin Yang diendapkan pada lingkungan neritik dalam hingga deltaic dengan

    ketebalan 1000-2400 meter, dan merupakan formasi paling produktif, berumur

    mioesen tengah sampai plestosen bawah. Pada formasi ini ada tiga lapisan paling

    dominan, yaitu :

    1. Batu lempung dengan ketebalan 100 meter

    2. Batu lumpur dan batu pasir dengan ketebalan 600-900 meter, dengan bagian

    atas terdapat deposit batubara sepanjang 10 meter.

    3. Lapisan batubara dengan tebal cadangan 20-50 meter, yang pada bagian

    bawah lapisannya terdiri dari pelapisan pasir dan batupasir yang tidak

    kompak dan lapisan bagian atasnya yang berupa lempung dan batu lempung

    dengan ketebalan 150-850 meter. Formasi warukin ini hubungannya selaras

    dengan formasi Berai yang ada dibawahnya.

    2.2.2.4. Formasi Dohor Formasi ini diendapkan pada lingkungan litoral hingga supralitoral, yang

    berumur miosen sampai plioplistosen dengan ketebalan 450-840 meter. Formasi

    ini letaknya tidak selaras dengan ketiga formasi dibawahnya dan tidak selaras

  • 8

    dengan endapan alluvial yang ada diatasnya. Formasi ini adalah perselingan

    batuan konglomerat dan batupasir yang tidak kompak, diformasi ini juga

    ditemukan batu lempung lunak, lignit dan limonit.

    Formasi yang mengandung endapan batubara pada PT Adaro Indonesia

    adalah formasi Tanjung dan Warukin. Adapun stratigrafi cekungan Barito tersusun

    atas perselingan batupasir, batubara dan batu lempung (gambar 2.2).

    2.2.3. Geologi Daerah

    Secara garis besar lokasi kontrak kerja PT. Adaro terletak pada formasi

    warukin yang banyak mengandung endapan batubara yang diselingi oleh batu

    lempung dan batupasir. Tambang batubara PT. Adaro Indonesia terdapat pada tiga

    blok yang terpisah yaitu : blok Tutupan ( gambar 2.3 ), Wara dan Paringin. Blok

    tutupan mengandung tiga lapisan batubara utama (major seam) yaitu T100, T200,

    T300, serta beberapa lapisan minor yaitu pada T100 adalah A, B, C, D pada T200

    adalah E, F dan pada T300 adalah G, H. Batubara pada blok Tutupan memiliki

    ketebalan sampai 50 meter dengan kemiringan berkisar antara 30 sampai 50.

    Dalam blok Paringin ada satu lapisan utama P500 dan terdapat juga lapisan minor.

    Pada blok Paringin ketebalan batubara mencapai 38 meter, dengan kemiringan

    berkisar antara 10 sampai 25. Blok Wara memiliki tiga lapisan batubara utama

    yaitu W100, W200, dan W300 dengan kemiringan lapisan 10 sampai 35 dan

    ketebalan batubara adalah 12 sampai 14 meter.

    2.2.4. Struktur Geologi

    Bukit Tutupan dengan panjang sekitar 20 km tersebar dari timur laut ke barat daya.

    Bukit ini dibentuk oleh adanya pergerakan dua struktur sesar yang berdekatan satu

    dengan lainnya. Salah satu struktur sesar itu adalah struktur sesar Dahai tersebar

    sepanjang bagian barat kaki bukit Tutupan, yang awalnya ada di Desa Buliak di

    selatan dan terus berlanjut sampai timur laut diluar areal kontrak PT. Adaro

    Indonesia. Sesar ini diintepretasikan seperti terletak pada batas antara formasi Dahor

    di sebelah barat dan formasi Warukin di timur. Formasi Warukin terdorong diatas

    Formasi Dahor, adapun sesar lain adalah Tanah abang-Tutupan Timur mendorong

  • 9

    sesar yang keluar sepanjang timur kaki bukit. Sesar tersebut meluas sepanjang

    selatan Dahai sampai ke lapangan minyak timur laut Tepian timur.Kejadian sesar-

    sesar ini telah dibuktikan lewat data seismic dan pengeboran pada sumur minyak.

    Tanah Abang-Tutupan Timur merupakan salah satu struktur antiklin yang saat ini

    masih ada dan terletak di bagian barat kaki bukit Tutupan.

    STRATIGRAFI CEKUNGAN BARITO(ADARO RESOURCES REPORT, 1999)

    UMUR STRATIGRAFI LITOLOGIKOLOMSTRATIGRAFITEBAL

    (m)

    KUARTER

    PLIOSEN

    ATAS

    ALLUVIUM

    FORMASI DAHOR

    ATAS

    TENGAH

    FORMASI

    WARUKIN

    TENGAH

    BAWAH

    ANGGOTA

    BATUBARA

    ANGGOTA

    PASIR

    ATAS

    ANGGOTA

    PASIRBAWAH

    ANGGOTA

    LEMPUNG

    ANGGOTA

    MARLATAS

    ANGGOTA

    BATUGAMPING

    ANGGOTA

    MARLBAWAH

    ATAS

    BAWAH

    BASEMENT PRATERSIER

    EOSENFORMASI

    TANJUNG

    OLIGOSEN

    FORMASI

    BERAI

    BAWAH

    MIOSEN

    Deposit sungai dan rawa

    Batuan klastik, konglomerat, batupasir,batulanau dan batulempung.

    Seam batubara berketebalan 30 - 40 m,interbedded dari batulempung calcareousdan pasir halus.

    Lapisan tebal dari sangat halus hinggakasar, batulanau, batulempung danbeberapa seam batubara, konglomeratsebagai dasar.

    Interkalasi dan pasir halus, batulanau,batulempung dan beberapa seambatubara tipis.

    Serpih, kadang-kadang calcareous,pasir halus dan marl.

    Marl, lempung, lanau dan interbeddeddari lapisan batugamping tipis, berisipita-pita batubara.

    Batugamping kristalin, interbeddedlapisan tipis marl.

    Marl, batugamping, serpih, lanau danbeberapa interbedded seam batubara.

    Interkalasi dari serpih dan pasir denganbeberapa seam batubara tipis.

    Serpih, pasir dan konglomerat

    Serpih, kuarsit dan batuan beku

    900

    250

    600

    225

    450

    600

    500

    850

    lebih dari840

    FASIES

    UPPERDELTAPLAIN

    LOWERDELTAPLAIN

    DELTAFRONT

    PRODELTA

    DELTA FRONT

    MARINE

    LOWERDELTAPLAIN

    LOWERDELTAPLAIN

    PRODELTA

    PRODELTA

    PRATERSIER

    Sumber : Departemen Geologi PT. Adaro Indonesia

    Gambar 2.2 Stratigrafi Cekungan Barito

  • 10

    Sumber : Departemen Geologi PT. Adaro Indonesia

    Gambar 2.3. Stratigrafi Lokal Daerah Tutupan

    2.3. Cadangan Batubara dan Produksi Batubara

    Cadangan adalah bahan galian yang dapat di tambang secara ekonomis dari

    suatu sumberdaya yang telah di ketahui. Menurut Mc Kelvey (1976), Cadangan

    Batubara dapat di bedakan menjadi empat, yaitu Cadangan Terukur (Measured

    reserve), cadangan terindikasi (indicated reserve), cadangan tereka (inferred reserve)

  • 11

    dan cadangan terduga (hypothetical reserve). Hal utama yang membedakan jenis

    cadangan batubara di atas hanya terletak pada derajat keyakinan geologis dan

    ekonomis cadangan tersebut untuk ditambang.

    Kegiatan eksplorasi telah menemukan cadangan batubara dalam jumlah yang

    sangat besar (lebih dari satu milyar ton) yang terdapat di tiga daerah, yaitu: Paringin,

    Wara dan Tutupan. Batubara disini didapat dalam Formasi Warukin yang berumur

    Miosen Atas. Jumlah cadangan di tiga tempat tersebut.

    Tabel 2.2 Cadangan Batubara PT Adaro Indonesia

    Daerah

    Terukur (Juta Ton)

    Terindikasi (Juta Ton)

    Tereka (Juta Ton)

    Paringin

    Tutupan

    Wara

    50

    570

    160

    12

    20

    260

    15

    50

    310

    Jumlah 780 292 375

    Sumber : Statistik PT. Adaro Indonesia, Tahun 2008

    Cadangan daerah Tutupan, Wara dan Paringin cukup besar, tetapi

    masingmasing daerah mempunyai kualitas yang berbeda, sehingga pemasarannya

    akan berbeda pula (lihat Tabel 2.2). PT.Adaro Indonesia memulai kegiatan eksplorasi

    pada tahun 1982. Studi kelayakan dibuat pada tahun 1988, dan pada tahun 1990

    kegiatan konstruksi tambang dimulai, Produksi pendahuluan envirocoal dimulai pada

    tahun 1991 sebanyak 248 ribu ton. Adapun jumlah batubara yang telah diproduksi

    oleh PT Adaro Indonesia dari tahun 2000 sampai tahun 2009 dapat dilihat pada tabel

    2.3 Sejalan dengan peningkatan produksi, kegiatan eksplorasi terus dilakukan untuk

    mengetahui cadangan batubara yang layak tambang. Saat ini produksi, kegiatan

    eksplorasi terus dilakukan untuk mengetahui cadangan batubara yang layak tambang.

    Saat ini produksi tambang batubara PT Adaro Indonesia sekitar 90 % berasal dari

    tambang Tutupan. Secara keseluruhan cadangan batubara PT. Adaro Indonesia untuk

    tambang terbuka sampai kedalaman 250 meter diperkirakan mencapai dua milyar

    ton.

  • 12

    Tabel 2.3 Jumlah Produksi Batubara PT Adaro Indonesia

    Tahun Coal (Juta Ton)

    2000 15.481.193

    2001 17.707.965

    2002 20.804.230

    2003 22.523.247

    2004 24.330.581

    2005 26.686.197

    2006 34.368.053

    2007 36.037.866

    2008 38.078.667

    2009 36.617.558

    Sumber : Statistik PT. Adaro Indonesia, Tahun 2009

    2.4. Kegiatan Penambangan

    Penambangan batubara PT. Adaro Indonesia menggunakan metoda tambang

    terbuka yang dilakukan oleh lima kontraktor penambangan yaitu PT Pama Persada

    Nusantara, Bukit Makmur, PT. Rahman Abadi Jaya, PT. Saptaindra Sejati dan PT.

    Ranting Mutiara Insani dengan menggunakan alat muat gali dan alat angkut. Adapun

    urutan kegiatan penambangan yang dilakukan antara lain :

    1. Pembukaan lokasi penambangan dan pembersihan lahan

    2. Pengupasan tanah pucuk

    3. Pengupasan tanah penutup

    4. Penimbunan tanah penutup ke disposal

    5. Pengupasan dan pengangkutan batubara

    6. Pengangkutan batubara dari ROM ke Crushing Plant

    7. Pengolahan batubara

    8. Pengapalan

  • 13

    2.4.1. Pembukaan Lokasi Penambangan dan Pembersihan Lahan (Land

    Clearing )

    Pembukaan lahan adalah tahap awal kegiatan penambangan, dengan

    membersihkan lahan dari semak-semak dan pohon-pohon. Pembersihan lahan

    dilakukan dengan menggunakan alat mekanis (bulldozer). Pembersihan lahan

    dilakukan secara bertahap dengan luas tertentu sesuai dengan kemajuan

    penambangan yang telah direncanakan.

    2.4.2. Pengupasan Tanah Pucuk ( Pre Stripping Top Soil )

    Setelah pembukaan dan pembersihan lahan, kegiatan selanjutnya adalah

    pengupasan lapisan tanah pucuk/top soil yang sangat kaya akan unsur hara. Biasanya

    ketebalan tanah pucuk adalah 10 sampai 30 cm. Tanah pucuk tersebut dipisahkan

    dari tanah penutup yang bersifat subur dan dan disimpan untuk keperluan reklamasi

    di kemudian hari. Pengupasan lapisan tanah pucuk memerlukan alat mekanis yaitu

    bulldozer, backhoe dan power shovel sebagai alat gali (gambar 2.5).

    Gambar 2.4 Pengupasan Tanah Pucuk2)

    2.4.3. Pengupasan Lapisan Tanah Penutup ( Over Burden )

    Pengupasan tanah penutup harus sesuai dengan design yang sudah

    direncanakan oleh perusahaan, biasanya pengupasan tanah penutup dibuat jenjang

    per jenjang dengan tinggi rata-rata 12 meter, lebar 5 meter, dengan kemiringan untuk

    low wall 40 atau mengikuti kemiringan batubara, sedangkan untuk high wall

  • 14

    biasanya lebih curam yaitu antara 50 sampai 60. Pengupasan tanah penutup

    dilakukan dengan tiga cara, yaitu :

    1. Direct-Digging

    Pengupasan tanah penutup dapat dilakukan dengan penggalian langsung oleh

    shovel atau backhoe. Penggalian langsung ini hanya untuk material tanah

    penutup yang sangat lunak sampai lunak.

    2. Riping dan Dozing

    Pengupasan tanah penutup dilakukan dengan ripper untuk menggali hingga

    tanah terbongkar dan dozzer untuk mendorong tanah penutup yang relatif

    lunak untuk kemudian diangkut oleh dump truck.

    3. Drilling dan Blasting

    Apabila kedua cara di atas sudah tidak efektif untuk membongkar maka

    batuan tersebut harus dibongkar dengan menggunakan cara peledakan.

    Sebelum kegiatan peledakan dilakukan, maka diperlukan kegiatan

    penyediaan lubang ledak yang dalam hal ini dilakukan dengan cara pemboran

    (lihat gambar 2.5 dan 2.6).

    Gambar 2.5 Pemboran (Drilling)2)

  • 15

    Gambar 2.6 Peledakan (Blasting)2)

    2.4.4. Penimbunan Tanah Penutup Ke Disposal

    Setelah tanah penutup dikupas maka perlu suatu tempat untuk lokasi

    penumpukan dan penyimpanan tanah penutup tersebut (disposal ) dari lokasi

    penambangan (pit). Pengangkutan dari pit ke area disposal digunakan dump truck

    yang besarnya disesuaikan dengan volume lapisan tanah penutup. Alat yang

    digunakan untuk pengangkutan yaitu Komatsu HD 785, HD 1500, HITACHI EH

    1700 dan Caterpillar 785C(Dump Truck).

    Untuk design lokasi penimbunan ini diatur oleh PT. Adaro dengan

    mempertimbangkan daerah yang sudah dibebaskan (lihat gambar 2.7).

    Gambar 2.7 Disposal Area2)

  • 16

    2.4.5. Pengupasan dan Pengangkutan Batubara

    Batubara dikupas setelah lapisan tanah penutup diatasnya diambil untuk

    mendapatkan batubara yang bersih dari pengotor dan batubara halus, maka lapisan

    batubara biasanya disisakan sekitar 30 cm dengan menggunakan alat gali ukuran

    kecil (PC 200/PC 300) untuk mencegah kontaminasi cara ini disebut cleaning

    batubara. Penggalian batubara biasanya dengan menggunakan alat, yaitu big fleet PC

    3000, Hit EX 2500, Lieb 994, O&K RH 120E. Jarak pengangkutan dari pit ke ROM

    rata-rata 2 km. Alat yang digunakan untuk pengangkutan yaitu HD 785, HD 1500,

    dan HITACHI EH 1700 (gambar 2.8).

    Gambar 2.8 Penggalian dan Pengangkutan Batubara di Pit

    (Digging and Hauling Coal on Pit)2)

    2.4.6. Pengangkutan Batubara dari ROM ke Crushing Plant

    Dari ROM batubara tambang Tutupan diangkut ke crushing plant di Kelanis

    menggunakan Trailer yang biasanya membawa 2 vessel, dengan kapasitas satu vessel

    rata-rata 40 ton sampai 60 ton menggunakan haul road sejauh 76 km. Selain

    menggunakan trailer, pengangkutan batubara ini dapat juga menggunakan dump

    truck tronton roda 10 (gambar 2.9 dan 2.10).

  • 17

    Gambar 2.9 Pemuatan Batubara di ROM (Run Of Mine)2)

    Gambar 2.10 Pengangkutan Batubara Dari ROM ke Crushing Plant di Kelanis

    (Hauling Coal from ROM to Coal Handling Process, Kelanis)2)

  • 18

    BAB III

    DASAR TEORI

    Salah satu metode pembongkaran pada batuan adalah metode pemboran dan

    peledakan. Metode pemboran dan peledakan bertujuan untuk membongkar batuan

    dari keadaan aslinya ke dalam ukuran ukuran tertentu, guna memenuhi target

    produksi dan memperlancar proses pemuatan dan pengangkutan.

    Salah satu indikator untuk menentukan keberhasilan suatu kegiatan pemboran

    dan peledakan adalah tingkat fragmentasi batuan yang dihasilkan dari kegiatan

    pemboran dan peledakan tersebut. Diharapkan ukuran fragmentasi batuan yang

    dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pada kegiatan penambangan selanjutnya.

    Suatu operasi peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada kegiatan

    penambangan apabila (Koesnaryo, 2001):

    Target produksi terpenuhi (dinyatakan dalam ton/hari atau ton/bulan). Penggunaan bahan peledak efisien yang dinyatakan dalam jumlah batuan

    yang berhasil dibongkar per kilogram bahan peledak (disebut powder factor).

    Diperoleh fragmentasi batuan berukuran merata dengan sedikit bongkah (kurang dari 15 % dari jumlah batuan yang terbongkar per peledakan).

    Diperoleh dinding batuan yang stabil dan rata (tidak ada overbreak, overhang, retakan-retakan).

    Aman Dampak terhadap lingkungan (flyrock, getaran, kebisingan, gas beracun,

    debu) minimal.

    Untuk memenuhi kriteria-kriteria di atas, diperlukan kontrol dan pengawasan

    terhadap teknis pemboran guna mempersiapkan lubang ledak dalam suatu operasi

    peledakan.

    Pada lapisan penutup dilakukan dua macam peledakan, yaitu peledakan untuk

    produksi dan peledakan untuk jenjang akhir. Peledakan produksi bertujuan untuk

    membongkar lapisan penutup yang berada di atas lapisan batubara sebanyak

  • 19

    mungkin. Peledakan untuk jenjang akhir lebih diperhatikan, karena peledakan ini

    bertujuan untuk membuat suatu jenjang (lereng akhir) yang relatif aman dan stabil.

    Pada gambar 3.1. dapat dilihat lereng akhir yang terbentuk. Lereng akhir

    tersebut merupakan batas dari suatu pit. Pada batas tersebut secara teknis kegiatan

    penambangan masih dapat dilakukan dan dari segi ekonomis masih menguntungkan.

    Gambar 3.1.

    Pembentukan lereng akhir pada kegiatan penambangan

    3.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Peledakan

    Kegiatan peledakan dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor rancangan yang

    tidak dapat dikendalikan dan faktor rancangan yang dapat dikendalikan.

    3.1.1. Faktor Rancangan yang Tidak Dapat Dikendalikan

    Adalah faktor - faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh kemampuan

    manusia, hal ini disebabkan karena prosesnya terjadi secara alamiah. Yang termasuk

    faktor faktor ini adalah karakteristik massa batuan, struktur geologi, pengaruh air,

    dan kondisi cuaca.

  • 20

    Gambar 3.2

    Mekanisme Pecahnya Batuan5)

    3.1.1.1. Karakteristik Massa Batuan Dalam kegiatan pemboran dan peledakan, karakteristik massa batuan

    yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan fragmentasi batuan yaitu

    kekerasan batuan, kekuatan batuan, elastisitas batuan, abrasivitas batuan, dan

    kecepatan perambatan gelombang pada batuan, serta kuat tekan dan kuat tarik

    batuan yang akan diledakkan.

    Semakin tinggi tingkat kekerasan batuan, maka akan semakin sukar

    batuan tersebut untuk dihancurkan demikian juga dengan batuan yang memiliki

    kerapatan tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin berat massa suatu batuan,

    maka bahan peledak yang dibutuhkan untuk membongkar atau menghancurkan

    batuan tersebut akan lebih banyak. Elastisitas batuan adalah sifat yang dimiliki

    batuan untuk kembali ke bentuk atau keadaan semula setelah gaya yang diberikan

    Padatahappertamaterjadipenghancuranbatuandisekitarlubangledakdanditeruskannyaenergiledakan

    BidangBebas

    Energiledakan menghancurkanbatuandisekitarlubangledakEnergiledakanditeruskankesegalaarah

    Retakandisekitarlubangledak

    Pada tahap kedua energi ledakan yang bergerak sampai bidang bebas menghancurkan batuan pada dinding jenjang tersebut

    BidangBebas

    Pecahnyabatuanpadadindingjenjangdiakibatkan

    BidangBebas

    Lubangledak

    Batas bidang

    Pada tahap terakhir, energiledakanyangdipantulkanolehbidang bebas pada tahapsebelumnya,dan ekspansi gas

  • 21

    kepada batuan tersebut dihilangkan. Secara umum batuan memiliki sifat Elastis

    Fragile yaitu batuan dapat dihancurkan apabila mengalami regangan yang

    melewati batas elastisitasnya. Abrasivitas batuan merupakan suatu parameter

    batuan yang mempengaruhi keausan (umur) dari mata bor yang digunakan untuk

    melakukan pemboran pada suatu batuan. Abrasivitas batuan tergantung kepada

    mineral penyusun batuan. Semakin keras mineral penyusun batuan maka tingkat

    abrasivitasnya akan semakin tinggi pula.

    Kecepatan perambatan gelombang pada setiap batuan berbeda. Batuan

    yang keras mempunyai kecepatan rambat gelombang yang tinggi, secara teoritis

    batuan yang memiliki kecepatan rambat gelombang yang tinggi akan hancur

    apabila diledakkan dengan menggunakan bahan peledak yang memiliki kekuatan

    yang tinggi

    Sifat kuat tekan dan kuat tarik batuan juga digunakan dalam

    penggolongan terhadap mudah atau tidaknya batuan untuk dibongkar. Batuan

    akan hancur atau lepas dari batuan induknya apabila bahan peledak yang

    digunakan memiliki tegangan tarik yang lebih besar daripada kuat tarik batuan itu

    sendiri.

    3.1.1.2. Struktur Geologi Struktur geologi yang berpengaruh pada kegiatan peledakan adalah

    struktur rekahan (kekar) dan struktur perlapisan batuan. Kekar merupakan

    rekahan rekahan dalam batuan yang terjadi karena tekanan atau tarikan yang

    disebabkan oleh gaya gaya yang bekerja dalam kerak bumi atau pengurangan

    bahkan kehilangan tekanan dimana pergeseran dianggap sama sekali tidak ada.

    Dengan adanya struktur rekahan ini maka energi gelombang tekan dari bahan

    peledak akan mengalami penurunan yang disebabkan adanya gas-gas hasil reaksi

    peledakan yang menerobos melalui rekahan, sehingga mengakibatkan penurunan

    daya tekan terhadap batuan yang akan diledakkan. Penurunan daya tekan ini akan

    berdampak terhadap batuan yang diledakkan sehingga bisa mengakibatkan

    terjadinya bongkah pada batuan hasil peledakan bahkan batuan hanya mengalami

    keretakan. Berkaitan dengan struktur kekar ini penentuan arah peledakan

    menurut R.L. Ash (1963) adalah:

  • 22

    1. Pada batuan sedimen bidang kekar berpotongan satu dengan yang lain, sudut

    horizontal yang dibentuk oleh bidang kekar vertikal biasanya membentuk

    sudut tumpul dan pada bagian lain akan membentuk sudut lancip.

    2. Fragmentasi yang dihasilkan umumnya mengikuti bentuk perpotongan bidang

    kekar. Apabila peledakan diarahkan pada sudut runcing akan menghasilkan

    pecahan melebihi batas (over break) dan retakan-retakan pada jenjang.

    Peledakan selanjutnya menghasilkan bongkah, getaran tanah (ground

    vibration), ledakan udara (air blast) dan batu terbang (fly rock). Untuk

    menghindari hal tersebut peledakan diarahkan keluar dari sudut tumpul.

    3. Jika dijumpai kemiringan kekar horizontal atau miring maka lubang ledak

    miring akan memberikan keuntungan karena energi peledakan berfungsi

    secara efisien. Jika kemiringan vertikal fragmentasi lebih seragam dapat

    dicapai bila peledakan dilakukan sejajar dengan kemiringan kekar.

    Struktur perlapisan batuan juga mempengaruhi hasil peledakan. Apabila

    lubang ledak yang dibuat berlawanan dengan arah perlapisan, maka akan

    menghasilkan fragmentasi yang lebih seragam dan kestabilan lereng yang lebih

    baik bila dibandingkan dengan lubang ledak yang dibuat searah dengan bidang

    perlapisan. Secara teoritis, bila lubang ledak arahnya berlawanan dengan arah

    kemiringan bidang pelapisan, maka pada posisi demikian kemungkinan

    terjadinya backbreak akan sedikit, lantai jenjang tidak rata, tetapi fragmentasi

    hasil peledakan akan seragam dan arah lemparan batuan tidak terlalu jauh.

    Sedang jika arah lubang ledak searah dengan arah kemiringan bidang perlapisan,

    maka kemungkinan yang terjadi adalah timbul backbreak lebih besar, lantai

    jenjang rata, fragmentasi batuan tidak seragam dan batu akan terlempar jauh serta

    kemungkinan terhadap terjadinya longsoran akan lebih besar .

    3.1.1.3. Pengaruh Air Kandungan air dalam jumlah yang cukup banyak dapat mempengaruhi

    stabilitas kimia bahan peledak yang sudah diisikan kedalam lubang ledak.

    Kerusakan sebagian isian bahan peledak dapat mengurangi kecepatan reaksi

    bahan peledak sehingga akan mengurangi energi peledakan, atau bahkan isian

    akan gagal meledak (missfire). Untuk mengatasi pengaruh air, digunakan bahan

  • 23

    peledak yang mempunyai ketahanan terhadap air. Contoh bahan peledak yang

    tahan terhadap pengaruh air adalah Powergel. Powergel mempunyai komposisi

    Amonium nitrate, Fuel oil, Parafin oil, Chemical gassing, Microballons,

    Emulsifier. Powergel mampu bertahan didalam lubang ledak berair selama 21

    hari dengan syarat batuan unreaktif. Apabila lubang ledak berada pada batuan

    yang reaktif maka powergel hanya mampu bertahan 12 jam (load and shoot).

    3.1.1.4. Kondisi cuaca Kondisi cuaca mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kegiatan

    peledakan, terutama untuk kondisi hujan. Dengan kondisi hujan maka akan

    sering terjadi petir, yang akan membahayakan proses peledakan, terutama untuk

    peledakan yang menggunakan metode listrik.

    3.2.2. Faktor Rancangan yang Dapat Dikendalikan

    Adalah faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia

    dalam merancang suatu peledakan untuk memperoleh hasil peledakan yang

    diharapkan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah :

    3.2.2.1. Diameter Lubang Ledak Di dalam menentukan diameter lubang ledak berdasarkan dari volume

    massa batuan yang akan dibongkar, tinggi jenjang, tingkat fragmentasi yang

    diinginkan, mesin bor yang digunakan, dan kapasitas alat muat yang akan

    dipergunakan untuk kegiatan pemuatan material hasil peledakan. Penentuan

    diameter lubang ledak akan berpengaruh terhadap penentuan panjang burden.

    3.2.2.2. Kedalaman Lubang Ledak Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tinggi jenjang yang

    diterapkan. Untuk mendapatkan lantai jenjang yang rata maka hendaknya

    kedalaman lubang ledak harus lebih besar dari tinggi jenjang, yang mana

    kelebihan daripada kedalaman ini disebut subdrilling.

    3.2.2.3. Kemiringan lubang ledak Kemiringan pemboran secara teoritis ada dua, yaitu pemboran tegak dan

    pemboran miring. Menurut Mc Gregor K. (1967), kemiringan lubang ledak

  • 24

    antara 10 20 dari bidang vertikal yang biasanya digunakan pada tambang

    terbuka telah memberikan hasil yang baik.

    Adapun arah pemboran dalam membuat lubang bor pada sistem jenjang

    ada dua macam, yaitu :

    1. Pemboran dengan lubang ledak miring

    a. Keuntungan dari lubang ledak miring adalah :

    - Dinding jenjang dan lantai jenjang yang dihasilkan relative lebih rata.

    - Mengurangi terjadinya pecah berlebihan pada batas baris lubang ledak

    bagian belakang (back break).

    - Fragmentasi dari hasil tumpukan hasil peledakan yang dihasilkan lebih

    baik, karena ukuran burden sepanjang lubang yang dihasilkan relatif

    lebih rata.

    - Powder faktor lebih rendah, ketika gelombang kejut yang dipantulkan

    untuk menghancurkan batuan pada lantai jenjang lebih efisien.

    b. Kerugian dari lubang ledak miring adalah :

    - Kesulitan dalam penempatan sudut kemiringan yang sama antar lubang

    ledak serta dibutuhkan lebih banyak ketelitian dalam pembuatan lubang

    ledak, sehingga membutuhkan pengawasan yang ketat.

    - Mengalami kesulitan dalam pengisian bahan peledak.

    2. Pemboran dengan lubang ledak tegak

    a. Keuntungan dari lubang ledak tegak adalah :

    - Pemboran dapat dilakukan dengan lebih baik dan akurat.

    - Kelurusan lubang bor yang seragam dapat terkontrol, karena merupakan

    faktor yang penting dalam mengurangi biaya pemboran dan peledakan.

    - Perbedaan burden dan spacing sesuai desain pada bagian bawah lubang

    dapat terkontrol (tidak mengalami perubahan).

    b. Kerugian dari lubang ledak tegak adalah :

    - kemungkinan timbulnya tonjolan pada lantai jenjang (toe) besar.

    - Pada bagian atas jenjang kurang bagus karena ada back break.

    - Fragmentasi kurang dan pada bagian lantai dasar daya ledak tidak biasa

    sepenuhnya tersalurkan.

  • 25

    - Kemungkinan terdapat boulder pada bagian atas.

    Gambar 3.11

    Arah pemboran10)

    3.2.2.4. Pola Pemboran Dalam penambangan suatu bahan galian yang keras dan kompak,

    pemberaiannya dilakukan dengan cara pemboran dan peledakan. Keberhasilan

    salah satunya terletak pada ketersediaan bidang bebas (free face) yang

    mencukupi.

    Minimal dua bidang bebas (free face) yang harus ada pada peledakan.

    Peledakan dengan hanya ada satu bidang bebas (free face), disebut crater

    blasting, akan menghasilkan kawah dengan lemparan fragmentasi ke atas dan

    tidak terkontrol. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, dibuat 2 bidang

    bebas, yaitu :

    a. Dinding bidang bebas, dan

    b. Puncak jenjang (top bench).

    Selanjutnya terdapat tiga pola pemboran ya mungkin dibuat teratur, yaitu :

    1. Pola bujursangkar (square patterm), yaitu jarak burden dan spasi yang

    sama (gambar 3.3).

  • 26

    Gambar 3.3

    Pola bujur sangkar

    2. Pola persegipanjang (rectangular patterm), yaitu jarak

    spasi dalam satu baris lebih besar dibandingkan dengan burden (gambar

    3.4).

    Gambar 3.4

    Pola persegi panjang

    3. Pola zigzag (staggered patterm), yaitu antar lubang bor dibuat zigzag yang

    berasal dari pola bujursangkar maupun pola persegipanjang (gambar 3.5

    dan 3.6).

    Gambar 3.5

    Pola zigzag bujur sangkar

    2m

    2m

    2m

    1m

    2m

    2m

  • 27

    Gambar 3.6

    Pola zigzag persegi panjang

    Menurut hasil penelitian di lapangan pada jenis batuan kompak, menunjukan

    bahwa hasil produktivitas dan fragmentasi peledakan dengan menggunakan pola

    pemboran selang-seling lebih baik dari pada pola pemboran sejajar, hal ini

    disebabkan energi yang dihasilkan pada pemboran selang-seling lebih optimal dalam

    mendistribusikan energi peledakan yang bekerja dalam batuan (Gambar 3.7).

    Gambar 3.7

    Pengaruh energi ledakan pada pola pemboran

    3m

    1m

    BidangBebas

    BidangBebas

    Areatidakterkenaenergipeledakan

    PARALELPATTERN

    STAGGEREDPATTERN

    Areapengaruhenergipeledakan

    LubangledakArea pengaruh energi peledakan

    Areatidakterkenaenergipeledakan

    Lubangledak

  • 28

    Baik buruknya hasil peledakan akan sangat ditentukan oleh mutu lubang bor :

    1. Keteraturan tata letak lubang bor.

    Tujuan pemboran adalah untuk meletakkan bahan peledak pada posisi

    yang sudah direncanakan. Setiap batuan akan memberikan reaksi yang

    berbeda terhadap peledakan. Reaksi ini bervariasi sangat luas dan

    dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, perlapisan, struktur geologi

    dan lain-lain yang selalu berubah dari titik ke titik.

    Tidaklah mungkin untuk menyusun suatu pola peledakan yang dapat

    mengakomodasi semua variasi itu. Untuk itu, didalam prakteknya, lubang-

    lubang bor dirancang dengan pola yang teratur, sehingga bahan peledak dapat

    terdistribusi secara merata dan dengan demikian setiap kolom bahan peledak

    akan mempunyai beban yang sama (lihat gambar 3.8}.

    Gambar 3.8

    Ketidakteraturan tata letak

    2. Penyimpangan arah dan sudut pemboran

    Hal ini perlu dicermati terutama dalam pemboran miring, pada

    pemboran miring maka posisi alat bor akan sangat menentukan. Walaupun

    tata letak lubang bor dipermukaan sudah sempurna, namun bila posisi alat bor

    tidak benar-benar sejajar dengan posisi alat bor pada lubang sebelumnya

    =lubangborsetelahdibor

    =rancanganlubangbor

  • 29

    maka dasar lubang bor akan menjadi tidak teratur. Hal yang sama akan

    dihasilkan bila sudut kemiringan batang bor juga tidak sama.

    Penyimpangan arah dan sudut pemboran dipengaruhi oleh :

    a. Struktur batuan

    b. Keteguhan batang bor

    c. Kesalahan collaring (awal pemboran)

    d. Kesalahan posisi alat bor

    Gambar 3.9

    Penyimpangan arah dan sudut pemboran

    3. Kedalaman dan kebersihan lubang bor

    Lantai (permukaan) bor biasanya tidak rata dan datar sehingga

    kedalaman lubang bor juga tidak akan seluruhnya sama. Untuk itu area

    yang akan di bor sebaiknya akan disurvey dulu agar kedalaman masing-

    masing lubang bor dapat ditentukan. Setelah dilakukan pemboran material

    bisa masuk kedalam lubang yang mengakibatkan kedangkalan lubang bor

    (lihat gambar 3.10).

  • 30

    Gambar 3.10 Kedalaman dan kebersihan lubang bor

    3.2.2.5. Pola Peledakan Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang-lubang

    bor dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya ataupun antar

    lubang bor yang satu dengan lubang bor yang lainnya.

    Pola peledakan ini ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan serta

    arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut :

    1. Box cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan

    membentuk kotak.

    2. Corner cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salah satu

    sudut dari bidang bebasnya.

    3. V cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan

    membentuk huruf V.

    Berdasarkan urutan waktu peledakan, pola peledakan diklasifikasikan

    sebagai berikut :

    1. Pola peledakan serentak, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan secara

    serentak untuk semua lubang ledak.

    2. Pola peledakan berurutan, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan

    dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris yang lainnya.

    Secara umum pola peledakan menunjukan urutan atau sekuensial ledakan

    dari sejumlah lubang ledak. Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu

    ledakan diantara lubang-lubang ledak yang disebut dengan waktu tunda atau

    Permukaantidakrata(datar)

    Materialmasuk(pengotor)

    8,5m8,5m

  • 31

    delay time. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu

    tunda (delay time) pada sistem peledakan antara lain adalah:

    1. Mengurangi getaran

    2. Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock)

    3. Mengurangi getaran dan suara

    4. Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan

    5. Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan

    Apabila pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang ledak diledakkan

    sekaligus. Maka akan terjadinya sebaliknya yang merugikan, yaitu peledakan

    yang mengganggu lingkungan dan hasilnya tidak efektif dan tidak efisien.

    Mengingat area peledakan pada tambang terbuka (quarry) cukup luas.

    Maka peranan pola peledakan menjadi penting jangan sampai urutan

    peledakannya tidak logis. Urutan peledakan tidak logis biasa disebabkan oleh :

    1. penentuan waktu terlalu dekat

    2. penentuan urutan ledakannya yang salah

    3. dimensi geometri peledakan tidak tepat

    4. bahan peledaknya kurang atau tidak sesuai dengan perhitungan.

    Terdapat beberapa kemungkinan sebagai acuan dasar penentuan pola

    peledakan pada tambang terbuka, yaitu sebagai berikut :

    a. Peledakan tunda antar baris (gambar 3.12).

    Gambar 3.12

    Peledakan tunda antar baris

    1 1 1 1

    2 2 2 2

    3 3 3

  • 32

    b. Peledakan tunda antar beberapa lubang (gambar 3.13).

    Gambar 3.13

    Peledakan tunda antar beberapa lubang

    c. Peledakan tunda antar lubang (gambar 3.14).

    Gambar 3.14 Peledakan tunda antar lubang

    3.3 Geometri Peledakan

    Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang

    diinginkan, maka perlu suatu perencanaan peledakan dengan memperhatikan

    besaran-besaran geometri peledakan. Dan salah satunya dengan menggunakan teori

    coba-coba atau yang sering disebut dengan Geometri Peledakan Rules of Thumb

    (Dyno Nobel). Dasar dari penggunaan Teori Rules of Thumb adalah dari percobaan

    para praktisi di lapangan maupun dari produsen bahan peledak yang tujuannya ingin

    mempermudah dalam menentukan geometri peledakan karena geometri yang selama

    ini digunakan seperti R.L. Ash (1963) dan C.J. Konya (1972) menyajikan batasan

    range/konstanta untuk menentukan dan menghitung geometri peledakan, terutama

    9 6 3 1

    10 7 4 2

    11 8 5

    IP

    4 3 2 1

    5 4 3 2

    6 5 4

    IP

  • 33

    menentukan ukuran burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan

    setempat dan jenis bahan peledak., sehingga para praktisi dilapangan mencetuskan

    pendesainan geometri Rules of Thumb yang penggunaannya lebih simpel dan

    disesuaikan dengan kondisi lapangan.

    3.3.1 Diameter Lubang Ledak / Blast Hole Diametre Ukuran diameter lubang tembak merupakan faktor yang penting dalam

    merancang suatu peledakan, karena akan mempengaruhi dalam penentuan jarak

    burden dan jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap lubangnya. Untuk

    diameter lubang tembak yang kecil, maka energi yang dihasilkan akan kecil.

    Sehingga jarak antar lubang bor dan jarak ke bidang bebas haruslah kecil juga,

    dengan maksud agar energi ledakan cukup kuat untuk menghancurkan batuan. Begitu

    pula sebaliknya.Pemilihan diameter lubang ledak di didalam teori Rules of Thumb

    dipengaruhi oleh besarnya tinggi jenjang / bench height . Namun dalam

    pengamatan saya kali ini pemilihan diameter lubang ledaknya berdasarkan laju

    produksi yang direncanakan. Karena makin besar diameter lubang akan diperoleh

    laju produksi yang besar pula dengan persyaratan alat bor dan kondisi lapangan yang

    baik. Berikut adalah formula dari teori Rules of Thumb dalam penentuan

    diameter lubang ledak :

    Blast Hole Diametre (mm) 15 x Bench Height (m)...(3.1)

    3.3.2. Burden

    Burden dapat didefinisikan sebagai jarak dari lubang bor terhadap bidang

    bebas (free face) yang terdekat pada saat terjadi peledakan. Peledakan dengan jumlah

    baris (row) yang banyak, true burden tergantung penggunaan bentuk pola peledakan

    yang digunakan delay detonator dari tiap-tiap baris delay yang berdekatan akan

    menghasilkan free face yang baru. Burden juga berpengaruh pada fragmentasi dan

    efek peledakan (gambar 3.15)

    Burden merupakan variabel yang sangat penting dan kritis dalam mendesain

    peledakan. Dengan jenis bahan peledak yang dipakai dan jenis batuan yang dihadapi,

    terdapat jarak maksimum burden agar hasil ledakan menjadi baik.

  • 34

    Jarak burden sangat erat hubungannya dengan besar kecilnya lubang bor yang

    digunakan, secara garis besar jarak burden optimum adalah:

    Burden = (25 40) x Blast Hole Diameter.............................................(3.2)

    3.3.3. Spacing

    Spacing adalah jarak antara lubang tembak dalam satu baris (row). Spacing

    merupakan fungsi daripada burden dan dihitung setelah burden ditetapkan terlebih

    dahulu. Spacing yang lebih kecil dari ketentuan akan menyebabkan ukuran batuan

    hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika spacing lebih besar dari ketentuan akan

    menyebabkan banyak terjadi bongkah (boulder) dan tonjolan (stump) diantara dua

    lubang ledak setelah peledakan. Pada Geometri Rules of Thumb menerapkan

    peledakan dengan pola equilateral (segitiga sama sisi) dan beruntun tiap lubang

    ledak dalam baris yang sama.

    Spacing = 1,15 x Burden.(3.3)

    3.3.4. Subdrilling

    Subdrilling adalah tambahan kedalaman daripada lubang bor dibawah

    rencana lantai jenjang. Subdrilling perlu untuk menghindari problem tonjolan pada

    Gambar 3.15 Pengaruh burden bagi hasil peledakan3)

    Burdenterlalubesar B>40lubangbor

    Burdenterlalukecil B

  • 35

    lantai (toe), karena dibagian ini adalah tempat yang paling sukar diledakkan. Dengan

    demikian, gelombang ledak yang ditimbulkan pada lantai dasar jenjang yang akan

    bekerja secara maksimum.

    Subdrilling = (3 15) x Blast Hole Diameter.........................................(3.4)

    3.3.5. Stemming

    Stemming adalah panjang isian lubang ledak yang tidak diisi dengan bahan

    peledak tapi diisi dengan material seperti tanah liat atau material hasil pemboran

    (cutting), dimana stemming berfungsi untuk mengurung gas yang timbul sehingga

    air blast dan flyrock dapat terkontrol. Untuk bahan stemming batuan hasil dari

    crushing jauh lebih baik daripada cutting rock (material bekas pemboran). Namun

    dalam hal ini panjang stemming juga dapat mempengaruhi fragmentasi batuan hasil

    peledakan. Dimana stemming yang terlalu panjang dapat mengakibatkan

    terbentuknya bongkah apabila energi ledakan tidak mampu untuk menghancurkan

    batuan di sekitar stemming tersebut, dan stemming yang terlalu pendek bisa

    mengakibatkan terjadinya batuan terbang dan pecahnya batuan menjadi lebih kecil

    (gambar 3.16).

    Panjang pendeknya stemming juga akan mempengaruhi hasil dari peledakan,

    jika stemming terlalu panjang, maka :

    a. Ground vibration tinggi (getar tinggi)

    b. Lemparan kurang

    c. Fragmentasi area jelek

    d. Suara kurang

    Jika stemming terlalu pendek :

    a.Fragmentasi diarea bawah jelek

    b.Terdapat toe di floor (tonjolan di floor)

    c.Terjadi flying rock (batu terbang)

    d.Suara keras (noise) or (airblast)

    Stemming 20 x Blast Hole Diametre or (0,7 1,2) x Burden.(3.5)

  • 36

    3.3.6. Bench Height/Tinggi Jenjang

    Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri peledakan

    kainnya dan ditentukan terlebih dahulu atau terkadang ditentukan kemudian setelah

    parameter atau aspek-aspek lainnya diketahui. Tinggi jenjang maksimum biasanya

    dipengaruhi oleh kemampuan alat bor dan ukuran mangkok serta tinggi jangkauan

    alat muat.

    Umumnya peledakan pada tambang terbuka dengan diameter lubang besar,

    tinggi jenjang berkisar antara 10 -15 m. pertimbangan lain yang harus diperhatikan

    adalah kestabilan jenjang jangan sampai runtuh, baik karena daya dukungnya lemah

    atau akibat getaran peledakan. Dapat disimpulkan bahwa dengan jenjang yang

    pendek memerlukan diameter lubang bor yang kecil, sementara untuk diameter

    lubang bor yang besar dapat diterapkan pada jenjang yang lebih tinggi.

    Bench Height Blast Hole Diametre / 15...(3.6)

    3.3.7. Blast Hole Depth / Kedalaman Lubang Ledak

    Kedalaman lubang ledak sangat berhubungan erat dengan ketinggian jenjang,

    burden dan arah pemboran. Kedalaman lubang tembak merupakan penjumlahan dari

    besarkecil

    Stemming panjang

    Stemming

    pendek

    Gambar 3.16.

    Pengaruh diameter lubang tembak bagi tinggi stemming

  • 37

    besarnya stemming dan panjang kolom isian bahan peledak. Kedalaman lubang ledak

    biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat muat) dan

    pertimbangan geoteknik.

    Blast Hole Depth = Bench Height + Subdrilling(3.7)

    3.3.8. Charge Length / Panjang Kolom Isian Bahan Peladak

    Bagian dari lubang tembak yang berisikan bahan peledak dan juga primer.

    Dalam perhitungan besarnya kolom isian bahan peledak menggunakan rumus

    sebagai berikut :

    Charge Length = 20 x Blast Hole Diametre.(3.8)

    3.3.9. Powder Factor (PF) Powder factor adalah perbandingan antara jumlah bahan peledak dengan

    berat batuan yang diledakkan. Adapun rumus perhitungannya sebagai berikut:

    PF = 0.5 1 Kg per Square Meter of Face...(3.9)

    3.4 Produksi Alat Muat

    Produksi alat muat dapat dilihat dari kemampuan alat tersebut dalam

    penggunaannya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi produksi alat muat

    adalah waktu edar, efesiensi kerja, faktor pengisian (fill factor) dan metode

    pemuatan.

    3.4.1. Waktu Edar Waktu edar adalah waktu yang diperlukan oleh alat mekanis untuk

    menyelesaikan sekali putaran kerja. Semakin kecil waktu edar alat, maka semakin

    tinggi produktifitasnya.

    a. Waktu edar alat muat di lapangan pada umumnya terdiri dari :

    Waktu untuk mengisi/menggali (t1) Waktu untuk berputar dengan muatannya (t2) Waktu untuk menumpahkan muatan (t3)

  • 38

    Waktu untuk berputar muatan kosong (t4) Jadi total waktu edar (Ct) : t1 + t2 + t3 + t4 (menit)

    3.4.2. Metode Pemuatan

    Untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan sasaran produksi maka metode

    pemuatan juga harus diperhatikan. Dengan alat muat Hydraulic Shovel pola

    pemuatan mengikuti kemajuan penambangan dengan cara pembongkaran dan

    peledakan. Berdasarkan kemajuan jenjang ada tiga metode yang dilakukan oleh alat

    muat dan alat angkut, yaitu :

    a. Frontal Cut

    Yaitu alat muat didepan jenjang dan menggali ke permuka kerja (lurus) lalu

    kesamping. Pada pola pemuatan ini alat muat melayani lebih dulu alat angkut

    sebelah kirinya kemudian setelah penuh dilanjutkan pada alat angkut sebelah

    kanannya. Swing angel bervariasi antara 100 1100 namun untuk operasi

    lebih efisien menggunakan swing angel 600.

    b. Drive By Cut

    Alat muat bergerak memotong dan sejajar muka penggalian. Cara ini lebih

    efisien untuk alat muat dan alat angkut, walaupun swing angel-nya lebih

    besar dari frontal cut, karena alat angkut secara berurutan dimuati oleh alat

    muat

    c. Parallel Cut

    Pola peledakan ini dilakukan dengan posisi alat angkut beerada disamping

    alat muat. Alat angkut mendekati alat muat dari belakang kemudian mengatur

    posisi agar membelakangi alat muat. Setelah sampai di samping alat muat,

    kemudian diberi muatan dan kembali.

    3.4.3. Efisiensi Kerja

    Efisiensi kerja adalah penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan, atau

    merupakan perbandingan antara waktu yang dipakai untuk bekerja dengan waktu

    yang tersedia. Beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian terhadap efisiensi

    kerja, antara lain :

  • 39

    a. Waktu kerja penambangan

    Waktu kerja penambangan adalah jumlah waktu kerja yang digunakan untuk

    melakukan kegiatan penambangan, meliputi kegiatan penggalian, pemuatan,

    dan pengangkutan. Efisiensi kerja akan semakin besar apabila banyaknya

    waktu kerja penambangan semakin mendekati jumlah waktu yang tersedia.

    b. Hambatan yang terjadi

    Jika jumlah jam kerja dapat dimanfaatkan secara efektif, maka diharapkan

    sasaran produksi kegiatan pemuatan dan pengangkutan dapat terpenuhi.

    Namun kenyataannya dilapangan sering terjadi beberapa hambatan sehingga

    mengurangi jam kerja efektif alat.

    c. Banyaknya curah hujan

    Turunnya hujan akan berpengaruh terhadap volume produksi dari kegiatan

    kerja dilapangan, terutama apabila seringkali terjadi dengan curah hujan yang

    besar. Maka dari itu perlu sekali diperhatikan besar kecilnya curah hujan dan

    hari hujan rata-rata yang pernah terjadi, untuk dianalisa bagaimana pengaruh

    hujan tersebut terhadap waktu kerja maupun volume yang dihasilkan.

  • 40

    BAB IV

    PEMBORAN DAN PELEDAKAN YANG DI LAKSANAKAN

    Tujuan utama kegiatan pemboran dan peledakan PT. Adaro Indonesia adalah

    untuk membongkar lapisan tanah penutup (overburden), sehingga target produksi

    pembongkaran overburden sebesar 75.244.836 bcm/tahun dapat tercapai.

    Dalam memilih rancangan suatu peledakan agar tujuan dari kegiatan

    pemboran dan peledakan tercapai, perlu ditinjau karakteristik massa batuan dan

    peledakan yang selama ini diterapkan.

    4.1 Pemboran

    4.1.1 Alat Bor

    Pemboran merupakan salah satu kegiatan penting yang dilakukan sebelum

    pengisian bahan peledak dan pembuatan rangkaian peledakan pada daerah yang akan

    diledakkan. Pemboran ini bertujuan untuk membuat lubang ledak.

    Alat bor yang digunakan dalam kegiatan pemboran ada enam unit bor yang

    terdiri dari :

    1. Dua unit bor merk Drilltech D 50 KS (Lampiran B) dengan panjang batang

    bor 8 m, dan mata bor yang digunakan adalah Button Bit dengan diameter 7

    7/8 inch. Alat bor tersebut dilengkapi dengan kompressor dengan kapasitas

    udara sebesar 1.050 cfm (29,7 m3/mt) mampu menghasilkan tekanan 100 psi

    (6,9 bar) dengan putaran 1800 rpm (Gambar 4.1.).

    2. Dua unit bor merk Drilltech D 245 S (Lampiran B) dengan panjang batang

    bor 8 m, dan mata bor yang digunakan adalah Buttton Bit dengan diameter 7

    7/8 inch. Alat bor tersebut dilengkapi dengan kompressor berkapasitas udara

    sebesar 900 cfm (25,5 m3/mt) mampu menghasilkan tekanan 100 psi (6,9 bar)

    (Gambar 4.2.).

  • 41

    Gambar 4.1.

    Alat bor Drilltech D 50 KS

    3. Dua unit bor merk Reedrill SKF Infinity Series (Lampiran B) dengan panjang

    batang bor 11,5 m, dan mata bor yang digunakan adalah Buttton Bit dengan

    diameter 7 7/8 inch. Alat bor tersebut dilengkapi dengan kompressor dengan

    kapasitas udara sebesar 1.050 cfm (29,7 m3/mt) mampu menghasilkan

    tekanan 125 psi (8,6 bar) dengan putaran 0 - 220 rpm (gambar 4.3).

    4.1.2 Arah dan Pola Pemboran Arah pemboran yang diterapkan saat ini adalah arah pemboran tegak pada

    row-1 dengan kedalaman 8,5 m. (Gambar 4.4).

  • 42

    Gambar 4.2

    Alat Bor Drilltech D 245 S

    Pada kondisi seperti ini, energi dari peledakan tidak sampai pada bagian

    bawah dari jenjang sehingga mengakibatkan pada daerah tersebut tidak terbongkar

    sehingga menyulitkan proses loading alat muat. Untuk kondisi saat ini dimana

    digunakan burden baris pertama 3m dan pemboran tegak, menyebabkan terbentuk

    tonjolan pada toe.

  • 43

    Gambar 4.3. Alat Bor Reedrill SKF Infinity Series

    Menurut Mc Gregor K bahwa salah satu keuntungan menggunakan

    pemboran miring dapat mengurangi terbentuknya tonjolan (stump) sehingga

    dilakukanlah pemboran miring untuk burden baris pertama dengan freeface yang

    optimal diperoleh sebesar 3m (asumsi dari 1/2 burden). Dilanjutkan dengan burden

    selanjutnya pada baris kedua dengan jarak 5m sehingga diperoleh true burden

    dilapangan (lihat gambar 4.5). Sehingga untuk baris ketiga dan selanjutnya

    digunakan burden kondisi normal yaitu 8m (Lampiran D).

  • 44

    Gambar 4.4.

    Pemboran Tegak

    Gambar 4.5.

    Pemboran Miring Pada Row-1

    Namun pada kondisi di daerah collar akan mengakibatkan adanya material

    yang tidak terberai karena tidak berada dalam jangkauan daya ledak, sehingga

    nantinya akan mempengaruhi produktifitas alat muat saat melakukan kegiatan

    pemuatan pada daerah tersebut (gambar 4.6). Dengan adanya pemboran miring yang

    nantinya akan disesuaikan dengan kemiringan slope, diharapkan material yang tidak

    ikut terberai dapat dengan mudah di muat oleh alat muat. Sehingga dapat dikurangi

    waktu edar alat muat pada daerah tersebut sehigga dapat meningkatkan produktifitas

    Freeface

    9,53m

    8m3m

    8,5mFreeface

    8m

    8,5m

    500

    Potensiterbentukcandi12,53m

    8m

    8,5m8,5m

    200

    8,5m

    500

    3m

    8m

    5m

  • 45

    alat muat. Nantinya cukup dengan mengguakan alat muat Hydraulic Shovel untuk

    memuat candi tersebut tanpa harus menggunakan Hydraulic Excavator (Back Hoe).

    Gambar 4.6.

    Material Yang Tertinggal Dilapangan

    4.1.3 Kecepatan pemboran

    Adalah suatu nilai yang menunjukkan besarnya waktu yang dibutuhkan oleh

    alat bor untuk membuat lubang - lubang bor dalam suatu pola pemboran dengan

    kedalaman tertentu.

    Untuk mengetahui kecepatan pemboran pada alat bor, maka harus diketahui

    waktu yang dibutuhkan oleh alat bor untuk membuat keseluruhan lubang tembak

    dalam setiap kegiatan peledakannya. Waktu total yang diperoleh kemudian dibagi

    sesuai dengan jumlah lubang tembak, waktu rata rata inilah yang dianggap sebagai

    kecepatan pemboran (Vt).

    Dari hasil pengamatan dilapangan untuk alat bor Reedrill SKF Infinity Series

    DM100-001A didapatkan kecepatan pemboran untuk lubang miring sebesar 1,26

    m/menit dengan waktu edar 7,12 menit, dan untuk lubang tegak sebesar 1,82

    m/menit dengan waktu edar 4,65 menit (Lampiran C).

  • 46

    4.1.4 Effisiensi pemboran

    Effisiensi pemboran merupakan perbandingan antara waktu kerja produktif

    dari alat bor dengan waktu kerja yang tersedia setiap harinya dan dinyatakan dalam

    bentuk persentase. Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh effisiensi kerja alat

    bor sebesar 80,25 % (Lampiran C).

    4.1.5 Volume setara

    Volume setara adalah suatu bilangan yang menyatakan volume tertentu

    batuan yang berhasil diledakkan pada setiap satuan panjangnya. Dan dinyatakan

    dalam m/m, atau dalam Cuft/ft.

    Dari pengamatan pada daerah collar 2-3 di lapangan dan kemudian dilakukan

    perhitungan, didapatkan nilai volume setara untuk kondisi saat ini sebesar 67 m3/m.

    4.1.6 Produksi pemboran

    Produksi pemboran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kecepatan,

    pemboran, volume setara dan effisiensi pemboran.

    Berdasarkan hasil pengamatan pada daerah collar dan perhitungan di

    lapangan pada alat Reedrill SKF Infinity Series DM100-001A maka didapat nilai

    produksi pemboran untuk pemboran tegak sebesar 5871,4 bcm/jam (Lampiran C).

    4.2. Peledakan

    4.2.1 Geometri peledakan

    Geometri peledakan merupakan suatu rancangan yang diterapkan pada suatu peledakan yang meliputi burden, spacings, stemming, subdrilling, powder charge, tinggi jenjang dan kedalaman lubang tembak. Data geometri peledakan dapat dilihat pada tabel 4.1.

    4.2.2. Pola peledakan dan Waktu tunda

    Terdapat 2 (dua) pola peledakan yang digunakan yaitu : a. Box cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan. (Gambar

    4.7.). b. Corner cut (echelon cut), yaitu pola peledakan yang arah runtuhan

    batuannya ke salah satu sudut dari bidang bebasnya (Gambar 4.8.).

  • 47

    Tabel 4.1.

    Data Geometri Peledakan Untuk Kondisi Normal

    No Geometri Peledakan Kondisi Saat ini

    1 Burden 8 meter

    2 Spasi 9 meter

    3 Stemming 4,2 meter

    4 Subdrilling 0,5 meter

    5 Powder Charge 4,3 meter

    6 Kedalaman lubang Bor 8,5 meter

    7 Kemiringan lubang 00

    Tabel 4.2 .

    Data Geometri Peledakan Untuk Pemboran Tegak Pada Daerah Penelitian

    No Geometri Peledakan Kondisi di lapangan

    1 Burden :

    Ff 1

    1 2

    2 3 (dst)

    3 meter

    8 meter

    8 meter

    2 Spasi 9 meter

    3 Stemming 4,2 meter

    4 Subdrilling 0,5 meter

    5 Powder Charge 4,3 meter

    6 Kedalaman lubang Bor 8,5 meter

    7 Kemiringan lubang 00

    Metode peledakan yang diterapkan pada tambang Tutupan PT. SIS Job Site

    PT. Adaro Indonesia adalah metode non electric (nonel). Sedangkan pola peledakan

    yang diterapkan adalah pola peledakan beruntun per lubang (hole by hole) dengan

    waktu tunda 25 ms dan 109 ms, dengan inhole delay 500 ms.

    System penyalaan menggunakan metode nonel, proses penyalaan awal tetap

    menggunakan Blasting Machine yang meledakkan detonator pada Initiation Point.

  • 48

    Tabel 4.3. Data Geometri Peledakan Untuk Pemboran Miring

    No

    Geometri Peledakan Kondisi di lapangan

    1 Burden :

    Ff 1

    1 2

    2 3 (dst)

    3 meter

    5 meter

    8 meter

    2 Spasi 9 meter

    3 Stemming 4,2 meter

    4 Subdrilling 0,5 meter

    5 Powder Charge 4,3 meter

    6 Kedalaman lubang Bor 8,5 meter

    7 Kemiringan lubang 200

    4.2.3 Pemakaian bahan peledak

    Bahan peledak yang digunakan adalah Emulsi Trojan 4070 dengan

    perbandingan berat 30 % Ammonium Nitrat dan 70 % Emulsion. Dengan bahan

    penguat ledak Spartan 400 booster. Pengisian bahan peledak pada kegiatan

    peledakan pada PT. SIS menggunakan dua unit Mobile Mixing Unit (Gambar 4.9.).

    Dengan diameter lubang ledak sebesar 200,025 mm maka untuk setiap meter lubang

    ledak pada kondisi saat ini dan geometri pemboran miring memerlukan bahan

    peledak sebanyak 36,1 kg/m (Lampiran F).

    4.2.4 Arah peledakan Kegiatan peledakan pada PT. Adaro Indonesia sudah cukup teratur, Pemilihan

    arah yang dilakukan di didasarkan pada :

    1. Posisi jalan tambang yang ada,

    2. Posisi Sump.

    3. Ada tidaknya kegiatan pemuatan batubara disekitar lokasi peledakan.

    4. Metode pemuatan material hasil peledakan.

  • 49

    Gambar 4.7. Pola Peledakan Box Cut

    Gambar 4.8. Pola Peledakan Echelon Cut

    4.2.5 Powder factor Powder factor adalah banyaknya bahan peledak yang diisikan kedalam

    lubang tembak untuk menghancurkan sejumlah volume batuan tertentu. Pada kondisi

    pemboran tegak didapatkan nilai powder factor sebesar 0,27 kg/bcm (Lampiran F).

    4.2.6 Peralatan dan Perlengkapan Peledakan 4.2.6.1 Peralatan

    Peralatan peledakan (blasting equipment) adalah alat-alat yang diperlukan

    untuk menguji dan menyalakan rangkaian peledakan, sehingga alat tersebut dapat

    dipakai berulang-ulang. Berikut adalah contoh dari peralatan pada kegiatan

    peledakan:

    Ket:

    TLD25ms

    TLD109ms

    LiL

    BM

    Ket:

    TLD25ms

    TLD109ms

    LiL

    BM

  • 50

    a. Blasting Machine, yang digunakan untuk memberi inisiasi awal.

    b. Mobile Mixing Unit, yang digunakan untuk mengisi emulsi/powergel ke lubang

    tembak (Gambar 4.11.).

    Gambar 4.9. Pengisian Emulsi pada Lubang Tembak

    Gambar 4.10. Fragmentasi Hasil Peledakan Dilapangan

  • 51

    Gambar 4.11.

    MMU 7451

    4.2.6.2 Perlengkapan Perlengkapan peledakan (blasting accessories atau blasting supplies) adalah

    material yang diperlukan untuk membuat rangkaian peledakan sehingga isian bahan

    peledak dapat dinyalakan. Perlengkapan peledakan hanya dapat dipakai sekali saja.

    Perlengkapan peledakan:

    a. Bahan peledak utama adalah Emulsi , dengan kecepatan detonasi 6300 m/s dan

    bobot isi sebesar 1,15 gr/cm3.

    b. Bahan penguat peledakan adalah Booster (Gambar 4.12.).

    c. Surface delay detonator dengan waktu tunda 25 ms dan 109 ms.

    d. Inhole delay dengan waktu tunda 500 ms (Gambar 4.12.).

    e. Kabel penghubung (lead in line), yang digunakan untuk merangkai detonator

    listrik dan dihubungkan ke Blasting Machine.

  • 52

    f.

    Gambar 4.12.

    Inhole Delay 500 ms dan Spartan Booster

    4.3 Pengamatan Kegiatan Pemuatan Dilapangan Dari pengamatan dilapangan, alat muat yang digunakan pada kegiatan

    pemuatan material hasil peledakan pada daerah freeface adalah Hydraulic Shovel

    Liebherr 9350. Pengamatan pemuatan dilapangan didasarkan terhadap waktu edar,

    waktu edar alat meliputi waktu menggali material (digging time), waktu mengangkat

    dan memutar bucket saat bermuatan (lift & swing time), waktu menumpahkan

    material (dumping time), waktu untuk memutar bucket untuk mulai menggali saat

    tidak berisi (swing empty time).

    Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dilapangan, untuk lokasi daerah

    collar 2-3 peledakan lubang miring dengan jumlah lubang ledak sebanyak 266

    lubang dengan geometri dilapangan (tabel 4.3.) pada tanggal 24 April 2010,

    diperoleh waktu edar rata-rata pemuatan untuk alat muat Shovel Liebherr 9350

    memuat truk jungkit Komatsu HD 785 sebanyak 3 kali curah sebesar 88,2 detik

    dengan waktu yang dibutuhkan untuk menggali material sebesar 34,5 detik, waktu

    untuk mengangkat dan memutar bucket saat berisi 20,7 detik, waktu untuk

    menumpah material 11,97 detik dan waktu untuk memutar bucket kosong kembali

    untuk menggali sebesar 20,7 detik.

  • 53

    Sedangkan kegiatan pemuatan untuk daerah collar dengan hasil peledakan

    geometri peledakan lubang tegak diperoleh waktu edar rata-rata pemuatan untuk alat

    muat Shovel Liebherr 9350 pada tanggal 10 April