107
RANCANGAN PUSH BACK 3 BULAN DI FRONT SUWOTA SITE TANJUNGBULI PT ANEKA TAMBANG UBP NIKEL MALUKU UTARA KABUPATEN HALMAHERA TIMUR PROVINSI MALUKU UTARA SKRIPSI Oleh RECKY FERNANDO L. TOBING NPM : 112090122 PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2014

Skrip Si

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Skrip Si

RANCANGAN PUSH BACK 3 BULAN DI FRONT SUWOTA

SITE TANJUNGBULI PT ANEKA TAMBANG UBP NIKEL

MALUKU UTARA KABUPATEN HALMAHERA TIMUR

PROVINSI MALUKU UTARA

SKRIPSI

Oleh

RECKY FERNANDO L. TOBING

NPM : 112090122

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

2014

Page 2: Skrip Si

RANCANGAN PUSH BACK 3 BULAN DI FRONT SUWOTA

SITE TANJUNGBULI PT ANEKA TAMBANG UBP NIKEL

MALUKU UTARA KABUPATEN HALMAHERA TIMUR

PROVINSI MALUKU UTARA

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Oleh

RECKY FERNANDO L. TOBING

NPM : 112090122

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

2014

Page 3: Skrip Si
Page 4: Skrip Si

Kupersembahkan untuk :

· Bapak, Mama, Kakak, Theresa Tonanga dan keluarga besar Lumban

Tobing yang selalu memberikan doa dan semangat untukku

· Kawan-kawan tambang UPN Yogyakarta

”VIVA TAMBANG”

“akan senantiasa ku pikul salib Mu”

Yakobus 1 : 22

“tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja;

sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri”

Page 5: Skrip Si

v

RINGKASAN

PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk, merupakan perusahaan nasional yang

bergerak dalam bisnis pertambangan, salah satunya adalah unit bisnis

pertambangan bijih Nikel yang terletak di Desa Buli, Kecamatan Maba Selatan,

Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara dengan IUP seluas 39.040

ha. Sistem penambangan yang diterapkan di daerah Tanjungbuli oleh PT. Aneka

Tambang (Persero) Tbk. menggunakan sistem tambang terbuka (surface mining)

dengan metode open cast sehingga membutuhkan rancangan push back

penambangan. Perancangan push back dibuat pada front Suwota site Tanjungbuli

PT. Aneka Tambang UBP Nikel Maluku Utara. Rancangan push back yang

dirancang selama ini di front Suwota bersifat jangka panjang selama 1 tahun,

sehingga perlu dilakukan perancangan jangka pendek yang akan dibagi perbulan

selama 3 bulan.

Berdasarkan permodelan endapan bijih Nikelnya, diketahui cadangan bijih

Nikel tertambang di front Suwota selama 3 bulan adalah sebesar 1.546.246 ton

dengan waste yang ikut terbongkar sebesar 626.499 ton dengan target

produksinya adalah sebesar 450.000 ton per bulan. Hasil rancangan push back

penambangan pada bulan pertama, jumlah bijih Nikel yang tertambang 533.249

ton dengan waste yang ikut terbongkar 233.625 ton. Selanjutnya pada bulan kedua

bijih Nikel yang tertambang direncanakan sebesar 513.249 ton dengan waste

246.249 ton dan pada bulan ketiga bijih Nikel yang akan terbongkar sebanyak

499.748 ton dengan waste 146.625 ton.

Kebutuhan alat muat dan alat angkut pada bulan pertama untuk pengangkutan

bijih Nikel menuju stockyard diperlukan 23 unit articulated dump truck dengan

excavator 3 unit, dan untuk bulan kedua pengangkutan bijih menuju stockyard

diperlukan 22 unit articulated dump truck dan excavator 3 unit. Sedangkan bulan

ketiga diperlukan articulated dump truck 22 unit dengan excavator 3 unit. Untuk

pengangkutan waste menuju lokasi penimbunan waste (wastedump) pada bulan

pertama diperlukan 1 unit articulated dump truck dan 1 unit excavator dan untuk

bulan kedua diperlukan 1 unit juga untuk articulated dump truck dan 1 unit

excavator, sedangkan untuk bulan ketiga juga diperlukan 1 unit articulated dump

truck dan 1 unit excavator.

Page 6: Skrip Si

vi

ABSTACT

A mine planning design for mining in Tanjungbuli is a long term design, so

it is necessary to simplify the entire volume in the overall pit into pit mining units

are smaller, so making it easier to handle. Therefore, it is necessary to design a

push back for the next 3 months with reference to the principle of conservation of

mineral and utilization of minerals to be effectively and efficiently, and look at

the deficiencies previously. This can be achieved if the preparation of the plans in

accordance with the rules of good mining pratice.

Keywords : push back, good mining pratice

Page 7: Skrip Si

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penyusunan Skripsi dengan judul “Rancangan Push back 3 Bulan Di

Front Suwota Site Tanjung Buli PT. Aneka Tambang, Tbk UBP Nikel Maluku

Utara, Kab. Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara”, dapat diselesaikan

dengan baik. Penyusunan Skripsi didasarkan pada data dan informasi hasil

penelitian dilapangan selama kurang lebih 1 bulan, yaitu tanggal 22 April 2013

sampai dengan 1 Juni 2013.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. I Gede Gunawan, ST, Unit Head PT. Aneka Tambang UBPN Maluku Utara.

2. Krisna Adi Purnama, ST selaku pembimbing lapangan.

3. Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti K., M.Sc., Rektor Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Yogyakarta.

4. Dr. Ir. S. Koesnaryo, MSc, IPM, Dekan Fakultas Teknologi Mineral

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.

5. Ir. Anton Sudiyanto, MT, Ketua Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas

Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.

6. Dr. Ir. Eddy Winarno, S.Si, MT, selaku Dosen Pembimbing I Skripsi.

7. Ir. Suyono MS, selaku Dosen Pembimbing II Skripsi.

Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, dan

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang pertambangan.

Yogyakarta, Januari 2014

Penulis,

Recky Fernando L. Tobing

Page 8: Skrip Si

viii

DAFTAR ISI

halaman

RINGKASAN ........................................................................................... v

ABSTRACK ............................................................................................. vi

KATA PENGANTAR ............................................................................... vii

DAFTAR ISI ............................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. x

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii

BAB

I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

1.2. Tujuan Penelitian ........................................................................ 1

1.3. Perumusan Masalah ................................................................... 1

1.4. Batasan Masalah ......................................................................... 2

1.5. Metode Penelitian ...................................................................... 2

1.6. Hasil Penelitian ........................................................................... 3

1.7. Manfaat Penelitian ...................................................................... 3

II. TINJAUAN UMUM ........................................................................ 4

2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah ................................................ 4

2.2. Kondisi Iklim dan Curah Hujan ................................................ 5

2.3. Keadaan Topografi Daerah Penelitian ........................................ 6

2.4. Geologi Daerah Penelitian .......................................................... 6

2.5. Genesa Endapan Nikel Laterit .................................................. 9

III. DASAR TEORI ............................................................................... 12

3.1. Desain Push Back ....................................................................... 12

3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penentuan Push Back ............ 14

3.3. Metode Penambangan................................................................. 16

3.4. Geometri Jenjang ........................................................................ 16

3.5. Produksi Alat Muat dan Alat Angkut ....................................... 19

3.6. Jalan Angkut Tambang .............................................................. 20

IV. RANCANGAN PUSH BACK PENAMBANGAN ........................... 30 48

4.1. Kondisi Daerah Penelitian ......................................................... 30 31

4.2. Permodelan Geologi Endapan Nikel ......................................... 31

4.3. Perancangan push back 3 bulan ................................................. 34

Page 9: Skrip Si

ix

halaman

4.4. Rancangan Dimensi dan Konstruksi Jalan Angkut .................. 39

4.5. Kebutuhan Alat Muat dan Alat Angkut untuk Bijih ................. 40

4.6. Kebutuhan Alat Muat dan Alat Angkut untuk Waste ............... 41

V. PEMBAHASAN ............................................................................... 43

5.1. Pengaruh perubahan losses terhadap rancangan push back ....... 43

5.2. Pengaruh peningkatan cut of grade terhadap rancangan ........... 46

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 50 58

6.1. Kesimpulan ............................................................................... 50

6.2. Saran .......................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 52

LAMPIRAN ............................................................................................... 53

Page 10: Skrip Si

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

2.1. Peta Lokasi Daerah Penelitian ........................................................... 5

2.2. Peta Geologi Daerah Penelitian ....................................................... 8

2.3. Foto Tipikal Bijih Nikel Laterit Di Daerah Penelitian ...................... 11

3.1. Tahapan Bukaan Tambang .............................................................. 13

3.2. Perancangan Kemajuan Tambang .................................................... 14

3.3. Sumberdaya Hipotetik Untuk Studi Awal Penentuan Rancangan .... 14

3.4. Bentuk Rancangan Push back Sumberdaya Hipotetik ...................... 15

3.5. Bagian-bagian Jenjang ...................................................................... 17

3.6. Working Bench dan Safety Bench ..................................................... 18

3.7. Catch Bench .................................................................................... 18

3.8. Overall Slope Angle .......................................................................... 19

3.9. Penampang Melintang Rancangan Lebar Jalan Angkut Dua Jalur .. 21

3.10. Lebar Jalan Pada Tikungan ................................................................ 22

3.11. Dimensi Safety Berm ........................................................................ 23

3.12. Radius Tikungan Truk ...................................................................... 24

3.13. Road Cross Slope .............................................................................. 26

3.14. Kemiringan Jalan Angkut ................................................................. 27

3.15. Struktur Lapisan Jalan ..................................................................... 27

4.1. Distribusi Kadar Bijih Nikel Di Daerah Penelitian .......................... 33

4.2. SE Isometrik view Distribusi kadar pada elevasi 241 mdpl .............. 34 36

4.3. Geometri Lereng ............................................................................... 35

5.1. Pengaruh penurunan losses terhadap rancangan push back ............. 46

5.2. Distribusi kadar bijih Nikel ≥ 1,5 % di daerah penelitian ................ 48

5.3. Distribusi kadar bijih Nikel ≥ 1,8 % di daerah penelitian ................ 48

5.4. Sayatan Rona Akhir Penambangan bijih Nikel COG 1,5 % ............ 49

5.5. Sayatan Rona Akhir Penambangan bijih Nikel COG 1,8 % ............ 49

Page 11: Skrip Si

xi

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

3.1 Radius Tikungan Minimum .............................................................. 24

3.2 Rekomendasi Nilai Superelevasi ...................................................... 25

3.3 Kurva Perkerasan untuk Menentukan Tebal Jalan dengan CBR ...... 28

4.1. Data Collar ...................................................................................... 31

4.2. Data Survey ...................................................................................... 32

4.3. Data Assay ...................................................................................... 33

4.4. Cadangan Terbukti 3 Bulan ............................................................. 34

4.5. Target Tonase pada PT. Aneka Tambang dengan losses 10% ......... 39

5.1. Target Tonase pada PT. Aneka Tambang dengan losses 8% ........... 45

5.2. Pengaruh perubahan cut of grade terhadap rancangan push back ... 47

Page 12: Skrip Si

xii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN halaman

A. DATA CURAH HUJAN ..................................................................... 54

B. PETA TOPOGRAFI FRONT SUWOTA ........................................... 55

C. PEHITUNGAN GEOMETRI JALAN ANGKUT .............................. 56

D. SPESIFIKASI ALAT MUAT DAN ALAT ANGKUT ....................... 62

E. PENENTUAN WAKTU EDAR ALAT MUAT DAN ANGKUT ..... 71

F. PENENTUAN EFISIENSI KERJA .................................................... 72

G. PENENTUAN FILL FACTOR DAN SWELL FACTOR .................... 75

H. PENENTUAN FAKTOR PRODUKTIFITAS ALAT MEKANIS .... 76

I. PERHITUNGAN ALAT DARI FRONT KE STOCKYARD .............. 78

J. PERHITUNGAN ALAT DARI FRONT KE WASTEDUMP ............. 81

K. PERHITUNGAN KEHILANGAN TONASE ................................... 84

L. PETA RANCANGAN PUSH BACK PERBULAN ........................... 86

M. PETA SAYATAN JALAN ANGKUT 3 BULAN ............................. 87

N. PETA RONA WASTEDUMP 3 BULAN ........................................... 88

Page 13: Skrip Si

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk, merupakan perusahaan nasional yang

bergerak dalam bisnis pertambangan. Salah satu unit bisnis pertambangannya

adalah unit bisnis pertambangan bijih Nikel yang terletak di Desa Buli,

Kecamatan Maba Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara

dengan IUP seluas 39.040 ha.

Sistem penambangan yang diterapkan di daerah Tanjungbuli oleh PT.

Aneka Tambang (Persero) Tbk. menggunakan sistem tambang terbuka (surface

mining) dengan metode open cast sehingga membutuhkan rancangan push back

penambangan. Rancangan penambangan yang dirancang selama ini di daerah

Tanjungbuli bersifat jangka panjang selama 1 tahun, sehingga perlu dilakukan

perancangan penambangan jangka pendek untuk setiap bulannya. Rancangan push

back penambangan difokuskan pada front Suwota dengan target produksi bijih

Nikel sebesar 450.000 ton perbulan dan dilakukan perancangan selama 3 bulan,

terhitung dari tanggal 1 Mei 2013.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah membuat rancangan push back penambangan

bijih Nikel selama 3 bulan di front Suwota site Tanjungbuli dengan target

produksi front Suwota 450.000 ton/bulan dan persen kehilangan (losses) yang

terjadi sebesar 10 %.

1.3. Perumusan Masalah

Pembuatan rancangan desain tambang dilakukan agar pelaksanaan kegiatan

penambangan dapat berjalan efektif dan efisien. Rancangan penambangan pada

awalnya dibuat jangka panjang ( long term ) selama 1 tahun. Dari desain jangka

panjang itulah kemudian dirancang push back setiap bulannya. Desain push back

penambangan akan menjadi acuan pelaksanaan penambangan bijih Nikel. Dari

Page 14: Skrip Si

2

desain tersebut didapatkan tahapan penambangan yang sesuai dengan

penjadwalan produksi yang telah ditentukan.

1.4. Batasan Masalah

Batasan–batasan yang digunakan dalam melakukan rancangan

penambangan adalah :

1. Penelitian dilakukan hanya di front Suwota site Tanjungbuli dengan target

produksi 450.000 ton/bulan.

2. Cut of grade yang digunakan adalah sebesar 1,5 % dengan losses 10 %.

3. Alat mekanis yang digunakan adalah alat mekanis dengan spesifikasi yang

sudah ditentukan oleh perusahaan.

4. Analisis yang dilakukan dibatasi oleh lingkup teknis dan tidak

mempertimbangkan segi ekonomi serta lingkungan.

1.5. Metode Penelitian

Metode penelitian yang gunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Studi literatur.

Literatur yang dibutuhkan adalah buku-buku tentang rancangan push back

penambangan bijih dengan metode tambang terbuka. Buku yang dimaksud adalah

Open Pit Mine & Design, Perencanaan Tambang, Pemindahan Tanah Mekanis,

serta Penaksiran Cadangan dan Eksporasi Tambang.

2. Pengambilan data sekunder.

a. Data curah hujan wilayah Buli yang diperoleh dari PT. Aneka Tambang

Maluku Utara.

b. Stratigrafi dan geologi regional daerah penelitian diperoleh dari divisi ekplorasi

dan perencanaan tambang PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk.

c. Peta dasar, peta topografi, peta geologi daerah penelitian dari divisi eksplorasi

dan perencanaan tambang PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk.

3. Pengamatan di lapangan.

Berdasarkan kondisi morfologi, kondisi jalan tambang, ketersediaan alat di

daerah penelitian sehingga memberikan gambaran tentang rancangan push back

yang akan dibuat.

4. Rancangan push back penambangan bijih Nikel.

Page 15: Skrip Si

3

Data yang diperlukan dalam pembuatan rancangan penambangan meliputi :

a. Data geologi meliputi permodelan, singkapan dan lithologi batuan.

b. Analisis terhadap data yang diambil tersebut di atas diantaranya :

1) Analisis geologi dan lithologi.

2) Analisis topografi.

Rancangan penambangan menggunakan program Surpac 6.1.2 (lisensi oleh

PT. Aneka Tambang, Tbk.), dan dilakukan perhitungan menggunakan program

Surpac 6.1.2 dan Microsoft Excel 2007 untuk memperoleh nilai volume dan

perkiraan waktu yang akan digunakan untuk penambangan dalam jangka waktu

tertentu yang hasilnya berupa peta, desain penambangan dan tabel atau rangkaian

perhitungan pada penyelesaian dalam suatu proses tertentu.

1.6. Hasil Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan

penelitian yaitu :

1. Mengevaluasi cadangan bijih Nikel tertambang selama 3 bulan di front

Suwota site Tanjungbuli.

2. Rancangan push back 3 bulan dengan target produksi 450.000 ton/bulan untuk

front Suwota.

1.7. Manfaat Penelitian

Hasil dari rancangan penambangan akan memberikan beberapa manfaat,

antara lain :

1. Memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan penambangan.

2. Memberikan rekomendasi rancangan push back di front Suwota 3 bulan.

Page 16: Skrip Si

4

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah

Lokasi dari daerah penambangan bijih Nikel laterit di daerah Tanjungbuli

secara administratif terletak di daerah Desa Buli, Kecamatan Maba Selatan,

Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara. Secara astronomis site

Tanjungbuli terletak antara 128º 15’ - 128º 21’ bujur Timur (BT) sampai dengan

00º 45’ - 01º 00’ lintang Utara (LU).

Untuk mencapai lokasi penambangan tersebut dapat ditempuh melalui rute

sebagai berikut :

1. Jakarta – Manado – Ternate.

Perjalanan pada rute ini menggunakan pesawat udara dengan waktu tempuh

kurang lebih 4 jam.

2. Ternate – Buli.

Dapat ditempuh melalui jalur darat, laut dan udara. Jalur darat (Sofifi-Buli)

dapat ditempuh dalam waktu sekitar 6 jam dengan kondisi jalan masih belum

baik menggunakan kendaraan roda empat setelah menyebrang dari Ternate ke

Sofifi selama 25 menit melalui jalur laut menggunakan kapal feri. Jalur laut

dapat ditempuh dengan menggunakan kapal dengan waktu 24 jam. Jalur

udara menggunakan pesawat jenis Cassa 212 atau Wings air di tempuh

sekitar 30 menit.

3. Buli – Tanjungbuli.

Perjalanan dapat ditempuh dengan menggunakan jalur darat dengan waktu

tempuh kurang lebih 45 menit, bergantung akan infrastruktur jalan yang saat

ini sudah teraspal dengan baik.

Page 17: Skrip Si

5

Sumber : PT. Aneka Tambang, Tbk, 2010

Gambar 2.1

Peta Lokasi Daerah Penelitian

2.2. Kondisi Iklim dan Curah Hujan

Seperti daerah di Indonesia pada umumnya daerah Tanjungbuli beriklim

tropis, sehingga mengalami dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.

Berdasarkan data curah hujan dari tahun 2004-2012 curah hujan rata-rata tertinggi

pada bulan November yaitu 787,2 mm pertahun sedangkan rata-rata curah hujan

terendah yaitu pada bulan Agustus yaitu 464,5 mm pertahun.

Temperatur udara berkisar antara 22-34 ºC dengan kelembaban udara 75 –

90 %, kecepatan angin perjam maksimal 17 knot dengan tinggi gelobang laut

maksimal 2 meter. Hal ini terjadi pada waktu angin bertiup dari arah barat kearah

timur12).

LOKASI

Page 18: Skrip Si

6

2.3. Keadaan Topografi Daerah Penelitian

Ciri khas yang menonjol pada daerah Tanjungbuli adalah topografi yang

berbukit dengan kemiringan lereng yang tidak terlalu curam (lihat Lampiran B).

Hutannya sangat lebat dan di pinggir pantai ditumbuhi pohon bakau dan sebagian

ditanami pohon kelapa sebagai mata pencaharian masyarakat sekitar lokasi

penambangan. Hutan pada bagian bukit tidak lebat sebagai ciri khas endapan

Nikel laterit pada umumnya.

Daerah perbukitan merupakan daerah penambangan dengan ketinggian

sekitar 300-600 mdpl. Pada tiap daerah perbukitan terlihat adanya punggung

utama yang kemudian bercabang antara bukit tersebut dibatasi oleh lembah dan

lereng dengan kedalaman yang bervariasi.

Topografi landai yang berada di tengah-tengah Tanjungbuli semakin curam

ke arah pantai, yang merupakan singkapan dari batuan ultrabasa yang ada di

Halmahera Timur. Daerah perbukitan di daerah Tanjungbuli merupakan daerah

lateritisasi yang baik, terakumulasi pada lereng-lereng dekat pantai dengan batuan

yang terlapukkan secara bervariasi dari kuat sampai terlapukkan lemah.

2.4. Geologi Daerah Penelitian

1. Geologi Regional Pulau Halmahera.

Berdasarkan peta geologi pulau Halmahera, Maluku Utara ( lihat Gambar

2.2), pulau Halmahera terbagi menjadi 3 (tiga) zona utama, yaitu :

a. Mendala fisiografi Halmahera Timur

Mendala Halmahera Timur meliputi lengan Timur Laut, lengan Tenggara,

dan beberapa pulau kecil di sebelah Timur Pulau Halmahera. Morfologi pada

mendala ini dicirikan oleh pegunungan berlereng terjal dengan torehan sungai

yang dalam, serta sebagian mempunyai morfologi tipe karst. Morfologi

pegunungan berlereng terjal merupakan cerminan batuan keras, jenis batuan

penyusun pegunungan ini adalah batuan ultrabasa. Morfologi karst terdapat pada

daerah batugamping dengan perbukitan yang relatif rendah dan lereng yang

landai, yang merupakan cerminan dari batuan sedimen.

Page 19: Skrip Si

7

b. Mendala fisiografi Halmahera Barat

Mendala Halmahera Barat meliputi bagian Utara dan lengan Selatan

Halmahera. Morfologi pada mendala ini meliputi perbukitan yang tersusun atas

batuan sedimen serta morfologi karst. Daerah karst terletak pada daerah

batugamping berumur Neogen, dengan dan di beberapa tempat terdapat morfologi

kasar yang merupakan cerminan batuan gunung api berumur Oligo-Miosen.

c. Mendala busur kepulauan gunung api kuarter

Mendala ini meliputi pulau-pulau kecil di sebelah Barat Pulau Halmahera.

Deretan pulau-pulau kecil ini membentuk suatu busur kepulauan gunung api

Kuarter, sebagian besar pulaunya berbentuk kerucut gunung api yang masih aktif.

Pulau Halmahera terletak di antara Pulau Sulawesi dan Papua, pada pusat

lempeng mikro yang sangat rumit dan berada pada batas pertemuan tiga lempeng

(Australia, Eurasia, dan Pasifik). Halmahera memiliki sejarah tektonik yang mirip

dengan Sulawesi, terlihat dari bentuknya yang menyerupai huruf “K”. Geologi

lengan Timur dan Barat Halmahera sangat berbeda bukan hanya secara tektonik

tetapi juga evolusi formasi geologinya. Lengan Timur Halmahera memiliki batuan

ultrabasa sebagai batuan dasar dan batuan sedimen di atasnya, terdiri dari Formasi

Dodoga dan Formasi Dorosagu yang berumur Eosen. Setelah ada jeda waktu

sedimentasi sejak Eosen Akhir hingga Oligosen Awal, terjadi aktivitas vulkanik

yang menghasilkan material vulkanik. Selama Kala Kuarter Halmahera Timur

mengalami pengangkatan dan erosi.

Page 20: Skrip Si

8

Sumber : PT. Aneka Tambang Tbk unit geomine, 2010

Gambar 2.2

Peta Geologi daerah penelitian

2. Geologi Lokal Daerah Penelitian.

Secara garis besar struktur geologi daerah penambangan endapan bijih

Nikel laterit Tanjungbuli terletak dalam circum pasivic orogenic belt. Batuan

dasar dari lingkungan jalur ini terdiri dari batuan pratersier.

Secara keseluruhan daerah penelitian Tanjungbuli ditempati oleh satuan

batuan ultrabasa dengan susunan: Mineral Serpentinit, Olivin dan Piroksen

berbutir sedang sampai kasar, pada susunan mineral tersebut diperkirakan

terkandung unsur Nikel, silikat Besi, dan Magnesium. Akibat adanya dekomposisi

mekanik maupun kimia pada batuan ultrabasa tersebut terjadi pelapukan dan

km

Lengan Timurlaut

Lengan Selatan

Lengan Tenggara

Page 21: Skrip Si

9

membentuk lapisan laterit yang mengandung Nikel. Lapisan laterit yang terdapat

di Tanjungbuli mempunyai ketebalan yang bervariasi. Lereng yang relatif terjal

cenderung mempunyai lapisan laterit yang menipis. Di Tanjungbuli ini terdapat

singkapan batuan segar ultrabasa, yang terdiri dari bongkahan-bongkahan batuan

ultrabasa dan lapisan laterit.

Secara geologi adanya endapan Nikel secara geologi terjadi akibat

pelapukan batuan ultrabasa membentuk lapisan laterit yang menghasilkan residual

serta pengkayaan Nikel yang tidak mudah larut dan membentuk endapan Nikel

dan Magnesium (MgO) dalam bentuk mineral Garneirit (Ni, Mg)3Si2O5(OH)4

pada lapisan Saprolit terbentuk pula mineral Hematit (Fe2O3) pada lapisan

Limonit. Singkapan batuan ultrabasa umumnya telah mengalami pelapukan

berwarna kuning kecoklatan berbentuk hitam atau abu-abu putih dengan warna

kehijauan pada bagian tepi atau pinggir. Tampak pula batuan ultrabasa pada

daerah penelitian ini telah mengalami proses serpentinisasi yang cukup kuat.

Selain oleh keadaan morfologi, pembentukan endapan bijih Nikel laterit sangat

banyak pula terpengaruh oleh tektonik setempat. Pelapukan batuan pada

hakekanya dipermudah karena adanya bagian yang lemah seperti rekahan,

retakan, sesar dan sebagainya. Pada pengamatan di lapangan terlihat bahwa

banyak rekahan-rekahan kecil yang umumnya telah terisi oleh mineral-mineral

sekunder (Silika dan Magnetit).

2.5. Genesa Endapan Nikel Laterit.

Bijih Nikel laterit merupakan hasil pelapukan batuan ultrabasa Peridotit

yang terdapat di atas permukaan bumi. Proses pelapukan terjadi karena pergantian

musim panas dan dingin yang silih berganti, sehingga batuan menjadi pecah-

pecah dan mengalami pelapukan. Ion-ion yang mempunyai berat jenis kecil

dihanyutkan oleh air, angin atau media lain ke dataran yang lebih rendah. Pada

umumnya bijih Nikel laterit mengandung unsur Besi, Kobalt dan Khromium.

Proses pelapukan dimulai pada batuan Peridotit. Batuan ini banyak

mengandung Olivin, Magnesium silikat dan Besi silikat yang pada umumnya

mengandung 0,30 % Nikel. Batuan Peridotit sangat mudah terpengaruh oleh

Page 22: Skrip Si

10

pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya Co2 berasal dari udara luar dan tumbuh-

tumbuhan akan menghancurkan Olivin. Penguraian Olivin, Magnesium, Nikel dan

Silika ke dalam larutan cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel-

partikel yang submikroskopik. Didalam larutan, Besi akan bersenyawa dengan

oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan

menghilangkan air dengan membentuk mineral-mineral seperti karat, yaitu

Geothit FeO(OH)2, Hematit (Fe2O3) dan Kobalt dalam jumlah kecil. Jadi Besi

oksida akan mengendap dekat dengan permukaan tanah. Sedang Magnesium,

Nikel silika tertinggal didalam larutan selama air masih asam. Tetapi jika

dinetralisir karena adanya reaksi dengan batuan dan tanah, maka zat-zat tersebut

akan cenderung mengendap sebagai hydrosilikat.

Nikel mempunyai sifat kurang kelarutannya dibandingkan Magnesium.

Perbandingan antara Nikel dengan Magnesium didalam endapan lebih besar dari

larutan, karena ada sedikit Magnesium yang terbawa oleh air tanah. Kadang-

kadang Olivin di dalam batuan diubah menjadi serpentin sebelun tersingkap di

permukaan. Serpentin terurai ke dalam komponen-komponennya bersama-sama

dengan terurainya Olivin.

Adanya erosi air tanah asam dan erosi di permukaan bumi, akan

mengendapakan bijih Nikel. Zat-zat tersebut dibawa ke tempat yang dalam,

selanjutnya diendapkan lebih dalam lagi sehingga terjadi pengayaan pada bijih

Nikel. Kandungan Nikel pada zat terendapkan akan semakin bertambah banyak

dan selama itu Magnesium tersebar pada aliran air tanah. Dalam hal ini proses

pengayaan bersifat kumulatif.

Proses pengkayaan dimulai dari suatu batuan yang mengandung 0,25%

Nikel, sehingga akan menghasilkan 1,50 % bijih Nikel dan terus bertambah

hingga bisa mencapai kadar 3,0 %. Keadaan ini merupakan suatu kadar yang

sudah dapat ditambang. Waktu yang diperlukan untuk proses pengayaan tersebut

mungkin dalam beberapa ribu atau bahkan jutaan tahun.

Pada lokasi penelitian, bijih Nikel dibagi dalam 2 zona, yaitu zona limonit

dan zona saprolit (lihat Gambar 2.3). Zona limonit merupakan hasil dari

pelapukan dari batuan beku ultrabasa dimana komposisi besi yang tinggi

Page 23: Skrip Si

11

terakumulasi dizona ini. Zona saprolit merupakan zona pengayaan unsur Ni. Pada

zona inilah dilakukan penambangan karena pada zona ini unsur Ni terakumulasi

dan menghasilkan kadar Ni yang layak untuk ditambang.

Gambar 2.3

Foto tipikal bijih Nikel di daerah penelitian (tampak samping)

Bijih Nikel pada endapan laterit yang mempunyai kadar paling tinggi

terdapat dengan dasar zone pelapukan dan diendapkan pada retakan-retakan

dibagian atas dari lapisan dasar (bedrock). Perlu ditambahkan bahwa endapan

Nikel laterit terletak pada lapisan bumi yang kaya akan Besi. Pembagian yang

sempurna dari Besi dan Nikel ke dalam zone-zone yang berbeda, tidak pernah

ada. Pengayaan Besi dan Nikel terjadi melalui pemindahan Magnesium dan silika.

Besi dalam material ini paling banyak berbentuk mineral ferri oksoda yang pada

umumnya membentuk gumpalan (disebut Limonit), sehingga endapan Nikel dapat

ditunjukkan dengan adanya jenis Limonit tersebut. Hal ini berlawanan dengan

endapan Nikel yang bersifat silikat (kadang-kadang disebut sebagai bijih

Serpentin) pemisahan Nikel dari Besi lebih baik.

Zona Saprolit

Zona Limonit

Page 24: Skrip Si

12

BAB III

DASAR TEORI

Rancangan push back penambangan yang dimaksudkan sebagai bagian dari

proses perancangan tambang yang terkait dengan masalah pencapaian target

produksi. Rancangan push back penambangan merupakan salah satu faktor

penting dalam suatu kegiatan penambangan, terutama untuk memberikan

informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan rencana kemajuan tambang pada

suatu periode waktu tertentu. Selain memberikan gambaran mengenai rencana

kemajuan tambang, perancangan push back penambangan juga menjadi pedoman

pelaksanaan suatu kegiatan penambangan.

3.1. Desain Push Back

Push back merupakan bentuk-bentuk penambangan (mineable geometris)

yang menunjukkan bagaimana suatu pit akan ditambang dari titik awal masuk

hingga bentuk akhir pit. Tujuan dari push back adalah untuk menyederhanakan

seluruh volume yang ada dalam overall pit ke dalam unit-unit pit penambangan

yang lebih kecil. Dengan demikian, problem perancangan tambang tiga dimensi

yang amat kompleks ini dapat disederhanakan.

Unit perancangan ini, di tahap awal berusaha untuk mengaitkan hubungan

antara geometri penambangan dengan geometri distribusi bijih. Dengan

mempelajari tingkat distribusi bijih dan topografi, dalam banyak kasus, maka

akan sampai pada suatu strategi pengembangan pit secara logis dalam jangka

waktu yang relatif singkat. Rancangan push back penambangan yang baik

merupakan kunci terhadap suksesnya kegiatan penambangan.

Tahapan–tahapan penambangan yang dirancang secara baik akan

memberikan akses ke semua daerah kerja dan menyediakan ruang kerja yang

cukup untuk operasi peralatan yang efisien. Dalam merancang tahapan

penambangan, parameter waktu harus diperhitungkan, karena waktu merupakan

parameter yang sangat berpengaruh dalam suatu penjadwalan tambang untuk

Page 25: Skrip Si

13

mengoptimalkan target produksi. Kegiatan penambangan semestinya disusun

menurut urutan penambangannya, dimulai dari yang memiliki keuntungan rata-

rata tertinggi (APR). Lalu semakin kebawah akan memiliki APR semakin rendah.

APR merupakan average profit ratio atau keuntungan rata-rata yang didapat dari

pemasukan dibagi semua biaya untuk pembongkaran (lihat Gambar 3.1). Dengan

APR yang tinggi maka, IPR (incremental profit ratio) akan semakin bertambah,

IPR merupakan peningkatan keuntungan dalam kegiatan penambangan.

Sumber : Hustrulid, W. & Kuchta, M., 1995

Gambar 3.1

Tahapan Bukaan Tambang

Pada tahap perancangan, awalnya diusahakan untuk mengkaitkan hubungan

antara geometri penambangan dengan geometri per bijih. Dengan mempelajari

penyebaran bijih dan topografi maka akan diperoleh suatu cara untuk membuat

strategi pengembangan pit secara logis dalam waktu yang relatif singkat.

Tahapan-tahapan penambangan yang dirancang secara baik akan memberikan

akses kesemua daerah kerja dan menyediakan ruang kerja yang cukup untuk

operasi peralatan kerja tambang secara efisien. Salah satunya adalah dalam

Keterangan :

A, B, C, D, E, F dan G merupakan push back

Page 26: Skrip Si

14

pembuatan awal jenjang sampai akhir penambangan, sehingga dapat diketahui

kemajuan penambangannya (lihat Gambar 3.2).

Sumber : Hustrulid, W. & Kuchta, M., 1995

Gambar 3.2

Perancangan Kemajuan Tambang

3.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penentuan Push Back

1. Kondisi Bahan Galian.

Bentuk bahan galian akan mempengaruhi proses penentuan push back.

Rancangan push back untuk bahan galian yang datar atau relatif datar akan

berbeda dengan yang berbentuk singkapan termasuk dalam hal ini mempengaruhi

penentuan geometri lerengnya (lihat Gambar 3.3).

Sumber : Hustrulid, W. & Kuchta, M., 1995

Gambar 3.3

Sumberdaya Hipotetik untuk Studi awal penentuan rancangan Push Back

New Level

at Pit Rim

New Bench at Bottom

12

34

5

12345

Current Crest

Future Crest

Plan View Cross Section

Push Back Schematic

Push Back

Page 27: Skrip Si

15

Rock type 1 merupakan tanah penutup yang harus dibongkar, dan rock type

2 merupakan waste yang akan terambil apabila kegiatan penambangan dilakukan.

Dalam perancangan akan dapat diketahui volume dari rock type 1 dan rock type 2

yang akan terbongkar setelah perancangan push back dilakukan (Gambar 3.4).

Sumber : Hustrulid, W. & Kuchta, M., 1995

Gambar 3.4

Bentuk rancangan Push Back Sumberdaya Hipotetik

2. Ultimate Pit Slope.

Termasuk dalam faktor pertimbangan teknis yaitu kemiringan / batas luar

tambang yang tetap stabil dan menguntungkan. Dengan demikian, akan

berhubungan dengan geometri lereng yang direncanakan. Hal ini berarti

menentukan besar cadangan bijih yang akan ditambang (tonase dan kualitas bijih)

yang akan memaksimalkan nilai bersih total dari bijih tersebut.

Ultimate pit slope ini juga berpengaruh pada eksplorasi lanjut, tahap

evaluasi dan tahap persiapannya didasarkan pada :

a. BESR ( Break Even Stripping Ratio ) yang diperbolehkan.

b. Sifat fisik dan mekanik batuan.

c. Struktur geologi ( sesar, kekar, bidang geser ).

d. Air tanah, unsur kimia batuan dan waktu yang dibutuhkan.

3. Nisbah Pengupasan (Stripping Ratio).

Untuk penambangan bijih, nisbah pengupasan adalah perbandingan antara

volume tanah penutup yang harus harus dipindahkan terhadap satu ton bijih yang

ditambang. Hasil suatu perancangan pit akan menentukan jumlah tonase bahan

Keterangan :

A, B, C, D, E, F dan G merupakan push back

Page 28: Skrip Si

16

galian dan volume tanah penutup yang berada di pit tersebut. Perbandingan antara

tanah penutup dan bahan galian tersebut akan memberikan nisbah pengupasan

rata–rata suatu open pit.

3.3. Metode Penambangan

Metode penambangan secara terbuka untuk bijih terdiri dari beberapa

metode penambangan. Penentuan metode penambangan tersebut akan dipengaruhi

oleh kondisi topografi lokasi penambangan, kondisi bijih serta ketebalan

overburden 7). Beberapa metode tambang terbuka bijih, antara lain :

1. Open pit/open mine.

Merupakan penambangan yang dilakukan dengan permukaan yang relatif

datar menuju ke arah bawah dimana bijih tersebut berada.

2. Open cast/open cut.

Merupakan penambangan bijih yang dilakukan pada suatu lereng bukit.

Pada umumnya metode ini diterapkan apabila bijih yang akan ditambang

berbentuk bukit atau bijih terletak pada suatu daerah pegunungan, misalnya pada

tambang bijih Nikel di Halmahera Timur, Maluku Utara.

3.4. Geometri Jenjang

Perancangan jenjang meliputi panjang, lebar, dan tinggi jenjang. Tinggi

jenjang berhubungan dengan kemampuan alat gali/muat, yaitu pada ketinggian

berapa alat dapat bekerja efektif. Lebar jenjang berhubungan dengan penentuan

ukuran minimal dimana alat dapat beroperasi dengan baik. Panjang jenjang

berguna dalam penghitungan produksi sebab produksi merupakan hasil perkalian

antara panjang, lebar, dan tinggi jenjang.

Geometri jenjang (tinggi, lebar dan kemiringan) bergantung pada peralatan

yang digunakan, yang digali dan kondisi kerja. Tinggi jenjang yang sesuai

dengan ukuran excavator menjamin keselamatan dan efisiensi kerja yang tinggi,

dimana peralatan dapat bekerja secara optimal dan dapat memindahkan material

sesuai dengan kemampuannya.

Dalam operasi di pit, pengontrolan sudut lereng biasanya dilakukan dengan

menandai lokasi pucuk jenjang (crest) yang diinginkan menggunakan bendera

Page 29: Skrip Si

17

kecil. Operator excavator akan menggali sampai mangkuknya diposisi bendera

tersebut. Komponen dasar pada pit adalah jenjang (lihat Gambar 3.5). Bagian

jenjang adalah :

T

BW

a

C

BH

Keterangan :

BW : Lebar jenjang

BH : Tinggi jenjang

C : Pucuk jenjang

T : Dasar/lantai jenjang

a : Sudut jenjang

Sumber : Hustrulid, W. & Kuchta, M., 1995

Gambar 3.5

Bagian-Bagian Jenjang

1. Crest dan Toe.

Crest adalah pucuk atau ujung suatu jenjang, sedangkan toe adalah dasar

atau pangkal suatu jenjang. Sudut yang dibentuk garis yang menghubungkan crest

dan toe terhadap bidang vertikal disebut face angel.

2. Jenjang kerja (working bench).

Jenjang kerja adalah jenjang dimana sebagian proses penambangan

berlangsung seperti penggalian dan pemuatan berlangsung. Jenjang kerja biasanya

berukuran lebih besar dari jenjang biasa. Hal ini bertujuan agar alat yang

beroperasi dapat bebas bermanuver (lihat Gambar 3.6).

Page 30: Skrip Si

18

WB

Keterangan :

WB : Jenjang kerja

SB : Jenjang pengamanSB

: Cut ( galian yang diambil )

Sumber : Hustrulid, W. & Kuchta, M., 1995

Gambar 3.6

Working Bench dan Safety Bench

3. Jenjang penangkap (catch bench).

Jenjang penangkap (lihat Gambar 3.7) merupakan jenjang yang di buat

untuk menangkap material yang longsor. Jenjang ini biasanya dibuat pada dasar

jenjang yang batuannya relatif lapuk atau kurang kompak. Fungsi dari catch

bench ini untuk melindungi aktifitas yang ada pada working bench maupun pada

jalan tambang (ramp).

Sumber : Hustrulid, W. & Kuchta, M., 1995

Gambar 3.7

Catch Bench

4. Overall slope angle.

Merupakan sudut kemiringan dari keseluruhan jenjang yang dibuat pada

front penambangan, baik itu catch bench, jalan tambang, safety bench maupun

working bench yang ada pada permukaan jenjang. Kemiringan ini diukur dari

Keterangan :

CB : catch bench

C : cut (material yang lepas) C

B

C

Page 31: Skrip Si

19

crest paling atas sampai dengan toe paling akhir dari front penambangan (lihat

Gambar 3.8).

Sumber : Hustrulid, W. & Kuchta, M., 1995

Gambar 3.8

Overall Slope Angle

Overall slope angle pada suatu rancangan kegiatan sangat dipengaruhi oleh

kondisi tanah dan juga batuan yang ada disekitar lokasi penambangan. Selain itu

juga dipengaruhi oleh beberapa ukuran jenjang yang ada.

3.5. Produksi Alat Muat dan Alat Angkut

Besarnya produksi dari alat muat dan alat angkut didapat dengan

mengalikan kapasitas mangkuk (bucket), jumlah trip per jam dan faktor koreksi.

Faktor Koreksi terdiri dari faktor pengisian (fill factor), faktor pengembangan

material (swell factor) dan Efisiensi Kerja.

Sehingga perhitungan rumus produksi alat muat adalah sebagai berikut :

Qtm = CTm

60x Cb x Ff x Ek x MA ............................................... (3.1)

Keterangan :

Qtm = Produksi alat muat (BCM/jam).

Ctm = Waktu edar alat muat (menit).

Cb = Kapasitas bucket alat muat (LCM).

Ff = Fill factor (%)

Eff = Efisiensi kerja alat (%)

MA = Mechanical Availability

Upper most

crest

Lower most

crest

α

Keterangan :

α = overall slope

angle

Page 32: Skrip Si

20

Sedangkan besarnya produksi untuk alat angkut adalah:

Qta = CTa

60x Cb x Ff x Ek x MA ................................................... (3.2)

Keterangan :

Qta = Produksi alat angkut (bcm/jam).

Cta = Waktu edar alat angkut (menit).

Cb = Kapasitas bak alat angut, (ton)

Ff = Fill factor, (%)

Eff = Efisiensi kerja alat (%)

MA = Mechanical Availability

3.6. Jalan Angkut Tambang

Jalan tambang adalah jalan angkut yang terletak dilokasi penambangan yang

menghubungkan antara lokasi penggalian (loading point) dengan lokasi

penimbunan (waste dump area) maupun lokasi penimbunan bijih (stockpile) dan

merupakan salah satu sarana penting dalam kelangsungan operasi penambangan

terutama dalam pergerakan alat-alat mekanis berupa alat muat dan alat angkut.

Dengan memfungsikan jalan tambang sebagai jalan angkut utama, maka kondisi

jalan tambang perlu diperhatikan demi kelancaran kegiatan penambangan

khususnya pengangkutan.

Kinerja alat muat dan alat angkut tergantung dari kondisi topografi. Lebar

jalan tergantung pada lebar alat angkut. Umumnya lebar jalan yang aman adalah 4

(empat) kali lebar dump truck. Berdasarkan dimensi tersebut memungkinkan

untuk lalu lintas dua arah, ruangan untuk truk yang akan menyusul, selokan

penyaliran, dan tanggul pengaman. Desain ini dapat memberikan fleksibilitas

yang lebih besar dalam perancangan dan memudahkan dalam akses ke jenjang-

jenjang penambangan. Kemiringan maksimum yang masih praktis atau masih

dapat ditoleransi dengan kemiringan jalan (grade) 10% 11).

1. Geometri Jalan Angkut.

Geometri jalan angkut yang memenuhi syarat adalah bentuk dan ukuran dari

jalan angkut tersebut sesuai dengan alat angkut yang digunakan dan kondisi

Page 33: Skrip Si

21

medan yang ada sehingga menjamin serta menunjang segi keamanan dan

keselamatan operasi pengangkutan.

1. Lebar jalan angkut.

Lebar jalan angkut dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

1). Lebar Pada Jalan Lurus.

Penentuan lebar jalan angkut minimum untuk jalan lurus didasarkan pada

Rule of Thumb yang dikemukakan Aashto Manual Rural High-way Design adalah:

Lmin = n . Wt + ( n + 1 ) (0,5 . Wt) ................................................................ (3.3)

Keterangan :

Lmin = Lebar jalan angkut minimum (m).

n = Jumlah jalur.

Wt = Lebar alat angkut total (m).

Perumusan diatas hanya digunakan untuk lebar jalan dua jalur (n), nilai 0,5

artinya adalah lebar terbesar dari alat angkut yang digunakan dari ukuran aman

masing masing kendaraan di tepi kiri-kanan jalan (lihat Gambar 3.9).

Sumber : Yanto Indonesianto (2010)

Gambar 3.9

Penampang Melintang Rancangan Lebar Jalan Angkut Dua Jalur

2). Lebar Pada Jalan Tikungan.

Lebar jalan angkut pada tikungan selalu lebih besar dari pada lebar pada

jalan lurus. Untuk jalur ganda (lihat Gambar 3.10), lebar minimum pada tikungan

dihitung berdasarkan pada:

a). Lebar jejak ban alat angkut.

b). Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan

belakang pada saat membelok.

c). Jarak antara alat angkut pada saat bersimpangan.

Page 34: Skrip Si

22

d). Jarak alat angkut dengan tepi jalan.

Lebar jalan angkut pada tikungan dapat dihitung menggunakan rumus:

W = n (U + Fa + Fb + Z) + C ............................................................. (3.4)

C = Z = ½ (U + Fa + Fb) .................................................................... (3.5)

Keterangan :

W = Lebar jalan angkut pada tikungan (m).

N = Jumlah jalur.

U = Jarak jejak roda alat angkut (m).

Fa = Lebar juntai depan (m).

Fb = Lebar juntai belakang (m).

C = Jarak antara dua alat angkut yang akan bersimpangan (m).

Z = Jarak sisi luar alat angkut ke tepi jalan (m).

Sumber : Yanto Indonesianto (2010)

Gambar 3.10

Lebar Jalan pada Tikungan

2. Safety Berm.

Safety berm atau pagar pengaman berfungsi untuk menjaga alat angkut agar

tetap berada pada jalurnya sehingga kecelakaan akibat keteledoran pengemudi

dapat dikurangi (lihat Gambar 3.11). Material yang digunakan untuk pembuatan

berm umumnya adalah batuan hasil peremukan dan pasir.

Page 35: Skrip Si

23

Sumber : Yanto Indonesianto, 2010

Gambar 3.11

Dimensi Safety Berm

Dimensi safety berm (lihat Gambar 3.11) didasarkan pada “rule of thumb”

dimana nilai tinggi berm (B) dengan material pembentuk adalah material lepas

adalah sama dengan tinggi ban dump truck, maka nilai A adalah 2 x 1,5 tinggi

berm.

3. Radius Tikungan.

Jari-jari tikungan berhubungan langsung dengan bentuk dan kontruksi alat

angkut yang digunakan. Untuk itu dalam keperluan perancangan jalan angkut,

diperhitungkan alat angkut yang terbesar yang akan melewati jalan angkut

tersebut. Dalam penerapannya jari-jari tikungan yang dijalani oleh roda depan dan

roda belakang membentuk sudut sama dengan besarnya penyimpangan roda.

Jari-jari tikungan minimum umumnya digunakan untuk menentukan

besarnya area manufer dipermukaan kerja dan dapat ditentukan dengan persamaan

:

R = Wb / sin ................................................................................. (3.6)

2 x 1,5 B

Page 36: Skrip Si

24

R

Wb

Sumber : Yanto Indonesianto, 2010

Gambar 3.12

Radius Tikungan Truk

Keterangan :

R = Jari-jari lintasan roda depan, m

Wb = Jarak sumbu roda depan dan belakang, m.

= Sudut penyimpangan roda depan.

Untuk menentukan jari-jari tikungan minimum pada jalan angkut besarnya

tergantung pada berat alat angkut yang akan melewati jalan angkut tersebut.

Semakin berat alat angkut yang digunakan maka jari-jari tikungan yang

dibutuhkan oleh alat angkut tersebut untuk membelok semakin besar. Pada Tabel

3.1 terdapat nilai radius tikungan minimum 4).

Tabel 3.1

Radius Tikungan Minimum

Klasifikasi

Berat Kendaraan

Berat Kendaraan

(lbs)

Radius Tikungan Minimum

(ft)

1 < 100.000 19

2 100-200.000 24

3 200-400.000 31

4 >400.000 39

Sumber : Yanto Indonesianto (2010)

4. Kemiringan jalan

1). Kemiringan Jalan pada Tikungan (Superelevasi)

Page 37: Skrip Si

25

Superelevasi merupakan kemiringan jalan pada tikungan yang terbentuk

oleh batas antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam karena perbedaan

ketinggian. Tujuan dibuat superelevasi pada daerah tikungan jalan angkut yaitu

untuk menghindari atau mencegah kendaraan tergelincir keluar jalan atau

terguling.

Secara matematis kemiringan tikungan jalan merupakan perbandingan

antara tinggi jalan dengan lebar jalan. Untuk menentukan besarnya kemiringan

tikungan jalan dihitung berdasarkan kecepatan rata-rata kendaraan dengan

koefisien friksinya. Kecepatan kendaraan pada saat melintas jalan belokan sangat

berpengaruh dalam penentuan nilai superelevasi, karena jika kecepatan kendaraan

tidak sesuai dapat mengakibatkan kendaraan tergelincir keluar badan jalan.

Perhitungan nilai superelevasi bisa juga dilakukan dengan pendekatan pada teori

Kaufman & Ault (1977) dengan menggunakan rekomendasi nilai superelevasi

berdasarkan nilai radius tikungan dan kecepatan kendaraan (lihat Tabel 3.2).

Tabel 3.2

Rekomendasi Nilai Superelevasi

Sumber : Yanto Indonesianto, 2010

Besarnya nilai dari superelevasi dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut :

𝑒 + 𝑓 =𝑉2

127 𝑥 𝑅 ................................................................................. (3.7)

Keterangan :

e = Superelevasi, meter / meter

f = koefisien gesek melintang

V = Kecepatan truck, 25 km/jam (rencana kecepatan maksimal)

R = jari-jari tikungan, meter

Radius Kecepatan kendaraan (km/hr)

Lingkaran (m) 24 32 40 48 >56

15 4%

30 4% 4%

45 4% 4% 5%

75 4% 4% 4% 6%

90 4% 4% 4% 5% 6%

180 4% 4% 4% 4% 5%

300 4% 4% 4% 4% 4%

Page 38: Skrip Si

26

2). Kemiringan Badan Jalan.

Untuk mengatasi tergenangnya air pada badan jalan, maka badan jalan

dibuat miring lebih rendah kearah luar, sehingga badan jalan tetap kering tanpa

ada genangan air (lihat Gambar 3.13). Nilai kemiringan badan jalan atau yang

disebut cross slope tersebut adalah ¼ sampai ½ inch per feet lebar jalan.

𝛼 = 14⁄ − 1

2⁄ 𝑖𝑛𝑐ℎ 𝑝𝑒𝑟 𝑓𝑒𝑒𝑡 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛

Sumber : Yanto Indonesianto, 2010

Gambar 3.13

Road Cross Slope

3). Kemiringan Jalan pada Tanjakan.

Kemiringan (grade) jalan angkut merupakan salah satu faktor penting yang

harus diamati secara detail dalam suatu kajian terhadap kondisi jalan tambang

karena akan mempengaruhi kinerja alat angkut yang melaluinya. Kemiringan jalan

angkut (lihat Gambar 3.14) biasanya dinyatakan dalam persen (%). Kemiringan (A)

1% berarti jalan tersebut naik atau turun 1 m pada jarak mendatar sejauh 100 m.

Kemiringan (grade) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

𝐺𝑟𝑎𝑑𝑒 = 𝐴𝑟𝑐 𝑇𝑔 ∆ℎ

∆𝑥

Keterangan :

h = beda tinggi antara dua titik yang diukur (m)

x = jarak datar antara dua titik yang diukur (m)

Secara umum kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik

oleh alat angkut besarnya kurang dari 10%. Namun untuk jalan naik maupun turun

pada daerah perbukitan, lebih aman menggunakan kemiringan jalan maksimum

sebesar 8% atau 4,5°.

....................................................................... (3.8)

Page 39: Skrip Si

27

Sumber : Yanto Indonesianto, 2010

Gambar 3.14

Kemiringan Jalan Angkut

4). Kontruksi Jalan Angkut.

Umumnya konstruksi jalan terdapat empat lapisan (lihat Gambar 3.15), yaitu

Sub-grade (pondasi), Sub-base, Base, dan permukaan (wearing surface)

Sumber : Hustrulid, W. & Kuchta, M., 1995

Gambar 3.15

Struktur Lapisan Jalan

Sub-grade, adalah lapisan pondasi. Lapisan ini harus mampu menyangga

semua beban yang ada di atasnya, tetapi umumnya untuk lapisan ini digunakan

batuan atau tanah yang dipadatkan.

Sub-base, lapisan ini terletak antara base dan sub-grade. Lapisan ini pada

umumnya memiliki material penyusun yang sama dengan lapisan base.

Base, lapisan ini umumnya tersusun dari material yang sangat stabil dan

kompak. Tujuannya adalah untuk mendistribusikan gaya yang ditimbulkan oleh

beban muatan di atasnya. Sehingga tidak menyebabkan perpindahan atau

perubahan secara drastis pada lapisan di bawahnya.

Page 40: Skrip Si

28

Wearing surface, lapisan ini menyediakan tarikan, mengurangi tahanan

tarik, melindungi lapisan di bawahnya dari pengikisan air permukaan dan

meneruskan gaya tekan ke lapisan pondasi. Lapisan ini dapat diaspal atau

disemen, tetapi yang umumnya dipakai adalah batuan hasil peremukan.

Kekuatan jalan angkut ditentukan oleh daya dukung jalan dan beban

kendaraan terhadap permukaan jalan. Kekuatan jalan angkut dapat diupayakan

agar mampu mengatasi beban kendaraan dengan cara perkerasan. Permukaan

jalan harus dapat menahan gesekan roda kendaraan, pengaruh air dan hujan

sehingga jalan tidak mudah rusak 4).

Adapun cara pengukuran daya dukung lapisan sub grade dapat dilakukan

dengan pengujian California Bearing Ratio (CBR) pada tabel 3.3 Hasil dari harga

CBR berupa ketebalan total lapisan perkerasan, jumlah lapisan perkerasan di atas

sub grade.

Tabel 3.3

Kurva Perkerasan Lentur untuk Menentukan Tebal Perkerasan Jalan Dengan

Harga CBR Material

Namun sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu berat beban yang akan

dilewati di jalan. Distribusi beban pada roda dipengaruhi oleh beberapa faktor

Page 41: Skrip Si

29

antara lain Jumlah ban, ukuran ban, tekanan ban, serta berat total kendaraan.

Beban pada roda untuk setiap kendaraan dapat diketahui berdasarkan spesifikasi

dari pabrik pembuatnya. Sedangkan untuk menghitung luas bidang kontak (contac

area) dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Contact Area (in2) = )(

)( 9,0

psiBanDalamTekanan

lbRodaPadaPembebananBerat ................ (3.9)

Setelah luas bidang kontak (contact area) antara roda kendaraan dengan

permukaan jalan diketahui, maka besarnya beban dari kendaraan yang diterima

oleh permukaan jalan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Beban pada permukaan jalan (psi) = )in(

)( 2AreaContact

lbRodaTiapPadaBeban........... (3.10)

Page 42: Skrip Si

30

BAB IV

RANCANGAN PENAMBANGAN BIJIH NIKEL

Rancangan push back merupakan faktor penting dalam suatu kegiatan

penambangan, terutama untuk memberikan informasi mengenai hal-hal terkait

dengan rencana kemajuan tambang pada suatu periode waktu tertentu. Metode

push back dapat diterapkan pada kegiatan penambangan bijih Nikel di PT. Aneka

Tambang UBPN Maluku Utara, karena karakteristik bijih Nikel di daerah

penelitian yang merupakan endapan laterit dan didukung dengan kondisi endapan

bijihnya yang relatif mendatar dan menyebar sehingga cukup menggunakan alat

mekanis untuk melakukan penggaliannya.

Perancangan push back dibuat pada front Suwota site Tanjungbuli PT.

Aneka Tambang UBP Nikel Maluku Utara dan dibuat selama 3 bulan dengan

target produksi sebesar 450.000 ton/bulan. Secara umum data yang diperlukan

untuk melakukan perancangan adalah berupa data topografi terakhir, permodelan

endapan bijih Nikel, rekomendasi geoteknik, dan cut of grade terendah yang

dipakai, yaitu dengan kandungan Ni ≥ 1,5 %.

4.1. Kondisi Daerah Penelitian

Setiap area penambangan tentunya mempunyai kondisi yang berbeda-beda

dan kondisi ini akan mempengaruhi cara penambangan suatu bijih Nikel laterit,

karena itu penting sekali adanya data mengenai kondisi daerah penambangan.

Penentuan teknik pengambilan bijih Nikel laterit bergantung pada kondisi

topografi, kondisi geologi, kondisi iklim, dan sebagainya. Berikut adalah kondisi

daerah penelitian :

1. Keadaan topografi dan morfologi.

Berdasarkan elevasi dan kemiringan, maka bentuk lahan di wilayah studi

yang dijumpai adalah perbukitan dengan vegetasi semak belukar dan hutan

sekunder dengan kemiringan lereng yang sedikit curam. Berdasarkan keadaan

topografi, kontur tertinggi di front Suwota adalah 300 mdpl, dan kontur terendah 2

Page 43: Skrip Si

31

mdpl. Dalam perancangan push back penambangannya, diperlukan data topografi

terakhir tertanggal 1 Mei 2013 (lihat Lampiran B) sebagai acuan perancangan

kemajuan penambangan dan perhitungan volume cadangan bijih yang terbongkar.

2. Kondisi bijih Nikel Laterit.

Secara umum kondisi bijih Nikel di daerah penelitian relatif datar dan

menyebar. Kondisi bijih Nikel di lokasi penelitian terdiri dari lapisan tanah

penutup pada lapisan paling atas, lalu lapisan Limonit yang memiliki kandungan

Fe yang besar, kemudian di bawahnya lagi ada lapisan Saprolit yang mana pada

lapisan ini lah dilakukan penambangan dan lapisan terakhir adalah lapisan batuan

dasar (bedrock) yaitu batuan yang umumnya batuan asal dari bijih Nikel laterit

dan sudah tidak mengandung mineral yang ekonomis.

4.2. Permodelan Geologi Bijih Nikel

Permodelan dilakukan dengan memproyeksikan data pemboran yaitu data

pemboran collar, data pemboran survey dan data pemboran assay. Dalam

permodelan lapisan bijih Nikel cut of grade terendah yang dipakai adalah dengan

kandungan Ni ≥ 1,5 % dengan kedalaman pemboran 25 meter. Permodelan

endapan bijih Nikel memerlukan data hasil pemboran yaitu :

1. Data Collar.

Data collar meliputi : nama titik bor, koordinat titik bor (x, y, z), kedalaman

titik bor, elevasi titik bor. Data collar berguna untuk memberikan informasi

tentang lokasi titik-titik bor, sehingga dapat digambarkan pada lokasi penelitian

(lihat tabel 4.1).

Tabel 4.1

Data Collar

No Hole_id X Y Z Max depth

1 11_11G 421249.5 92950.28 254 13

2 11_12G 421250.28 92974.51 240.424 11

3 11_1G 421250.57 92699.98 281.28 19

4 11_2G 421250.26 92724.11 289.734 25

5 11_3G 421250.45 92749.39 294 15

6 11_4G 421250.31 92774.86 291.401 21

Page 44: Skrip Si

32

No Hole_id X Y Z Max depth

7 11_5G 421250.32 92800.12 285.711 17

8 11_6G 421249.5 92950.28 254 13

2. Data survey.

Data survey meliputi : nama titik bor, kedalaman, azimuth pemboran dan dip

pemboran. Data survey berguna untuk mengetahui kondisi pengeboran, apakah

pengeboran itu vertikal atau horizontal sesuai dengan azimut dan dip yang

dimasukkan (lihat tabel 4.2).

Tabel 4.2

Data Survey

No Hole_id Azimuth Depth dip

1 1_10B 0 8 -90

2 1_10E 0 25 -90

3 1_10F 0 14 -90

4 1_10I 0 21 -90

5 1_11B 0 22 -90

6 1_11E 0 25 -90

7 1_11F 0 13 -90

8 1_10B 0 8 -90

3. Data assay.

Data asay merupakan data hasil analisis kadar bijih dari hasil uji

laboratorium terhadap coring bijih Nikel. Data ini terdiri dari : nama titik bor,

batas kedalaman lapisan atas (depth from), batas kedalaman lapisan bawah (depth

to), kadar Ni, kadar CaO, kadar MgO, kadar Co, kadar Fe, kadar SiO2 dan nama

lithology. Data assay sendiri berguna untuk melakukan permodelan bijih

Nikelnya, agar dapat dibuat permodelan yang sesuai dengan cut of grade yang

sudah ditentukan (lihat tabel 4.3).

Lanjutan tabel 4.1

Page 45: Skrip Si

33

Tabel 4.3

Data Pemboran Assay

No Hole_id Depth

form

Depth

to Ni CaO MgO Co Fe SiO2 Lithologi

1 11_10G 0 1 2.45 0.3 23.02 0.07 17.12 34.9 SAP

2 11_10G 1 2 1.69 0.22 32.95 0.02 10.95 41.91 SAP

3 11_10G 2 3 2.18 0.25 31.91 0.02 8.32 44.71 SAP

4 11_10G 3 4 2.19 0.13 38.03 0.01 7.26 44.15 SAP

5 11_10G 4 5 2.02 0.12 36.67 0.02 9.9 39.29 SAP

6 11_10G 5 6 2.24 0.11 35.87 0.02 9.89 41.47 SAP

7 11_10G 6 7 1.7 0.14 38.22 0.02 8.41 41.59 SAP

8 11_10G 7 8 0.79 0.24 44.1 0.01 5.77 41.82 WS/BR

Dari ketiga data pemboran maka akan didapatkan permodelan geologi yang

bertujuan untuk mendapatkan bentuk dari bijih Nikel sehingga dapat dilakukan

perancangan suatu lubang bukan penambangannya.

Gambar 4.1

Distribusi kadar Nikel di daerah penelitian pada elevasi 241 mdpl (tampak atas)

Keterangan :

Waste

Page 46: Skrip Si

34

Gambar 4.2

SE Isometrik view Distribusi Kadar pada elevasi 241 mdpl

4. Cadangan bijih Nikel.

Berdasarkan data geologi, bijih Nikel di daerah penelitian merupakan

endapan bijih Nikel laterit yang memiliki kadar bervariasi. COG yang diterapkan

oleh PT. Aneka Tambang adalah kandungan Ni ≥ 1.5%, maka total cadangan

terbukti bijih Nikel selama 3 bulan dengan target produksi sebesar 450.000

ton/bulan adalah sejumlah 1.546.246 ton. Dan total waste yang ikut terbongkar

selama 3 bulan adalah 626.499 ton.

Tabel 4.4

Cadangan terbukti 3 bulan

Bulan Cut Of

Grade

Total ore

(ton)

Total waste

(ton)

Kadar Ni

rata-rata

1 1,5 % 533.249 233.625 1,66 %

2 1,5 % 513.249 246.249 1,73 %

3 1,5 % 499.748 146.625 1,80 %

total 1.546.246 626.499

4.3. Perancangan Push Back 3 bulan

Perancangan push back selama 3 bulan disimulasikan menggunakan

software surpac 6.1, dengan data topografi dan data pemboran sebagai masukan

data awal.

Keterangan :

Page 47: Skrip Si

35

1. Tahapan rancangan push back dilakukan dengan cara :

a. Input data topografi terbaru.

Data topografi terbaru yang dimaksudkan disini berupa peta topografi front

Suwota 1 Mei 2013 (lihat Lampiran B).

b. Permodelan bijih Nikel.

Permodelan bijih Nikel menggunakan data log bor hasil eksplorasi dari tim

Geomine PT. Aneka Tambang, Tbk.

c. Penentuan batas akhir pit (pit limit).

Berdasarkan data penyebaran bijih Nikel maka kegiatan penambangan

dilakukan pada daerah-daerah yang potensial. Untuk memudahkan

perancangannya maka push back dibagi dalam beberapa level elevasi.

2. Rekomendasi Geoteknik dalam penentuan dimensi jenjang penambangan

bijih Nikel.

Secara umum dimensi jenjang yang direncanakan adalah sebagai berikut :

a. Tinggi jenjang 4 meter sesuai dengan kajian geoteknik yang telah dilakukan

sebelumnya dan dengan kemiringan lereng jenjang 60º.

b. Lebar jenjang ditetapkan 2 meter.

c. Tinggi safety berm 1 meter.

Gambar 4.2

Geometri Jenjang Penambangan bijih Nikel

Page 48: Skrip Si

36

3. Rancangan Push back 3 bulan.

Dalam perancangan push back selama 3 bulan, adapun faktor yang harus

dipertimbangakan agar produksi tetap sesuai dengan yang telah ditetapkan adalah

seberapa besar tonase yang akan hilang dikarenakan kegiatan penambangan

berlangsung. Pada kegiatan penambangan di PT. Aneka Tambang, Tbk UBPN

Maluku Utara Site Tanjungbuli persen kehilangan (losses) yang terjadi adalah

sebesar 10 % sehingga perolehan tambangnya (mining recovery) hanya sebesar

90%, ini berdasarkan pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan.

Adapun kegiatan penambangan di PT. Aneka Tambang, Tbk UBPN Maluku

Utara Site Tanjungbuli dimulai dari kegiatan pembongkaran bijih menggunakan

Excavator EC460BLC kemudian diangkut menggunakan articulated dump truck

A40F yang mana pada kegiatan di front kerja ini kehilangan terjadi sebesar 2%

dari bijih yang terbongkar, kemudian bijih diangkut menuju stockyard untuk

proses pengeringan dan penumpukan sebelum masuk ke grizzly dan pada saat di

stockyard dan di grizzly terjadi kehilangan sebesar masing-masing 2% lagi.

Setelah dari grizzly, ukuran yang sudah dibawah -25 cm akan dibawa langsung

menuju stockpile akhir, namun ukuran yang masih +25 cm harus dimasukkan ke

peremuk dulu lalu dimasukkan ke grizzly lagi. Lalu setelah itu akan langsung

dikapalkan dimana pada saat di stockpile akhir dan dipengapalan terjadi

kehilangan lagi sebesar 2%.Dengan adanya persen kehilangan sebesar 10 % ini

dan supaya produksi perbulannya sebesar 450.000 ton bijih Nikel tetap dapat

terjual kepada pembeli maka produksi perbulannya harus menjadi 500.000 ton

perbulan (perhitungan lihat Lampiran K).

a. Rancangan Push back bulan pertama.

Tonase bijih Nikel yang akan dibongkar pada bulan pertama adalah sebesar

533.249 ton dan kegiatan penambangan dimulai dari ketinggian 241 mdpl sampai

pada 220 mdpl. Pada kegiatan penambangan bulan pertama ada 6 jenjang untuk

mencapai ke ketinggian 220 mdpl sehingga terbentuk sudut overall jenjangnya

sebesar 43º dengan panjang jalan angkut 205 meter dan luas bukaan tambangnya

adalah 7,4 Ha. Tanah pengotor (waste) yang ikut terambil di bulan pertama

sebanyak 233.625 ton, sehingga didapat striping ratio pada bulan pertama adalah

0,43 : 1 (lihat Lampiran L).

Page 49: Skrip Si

37

Pada bulan pertama, saat pembongkaran terjadi kehilangan sebesar 2 %

sehingga volume pada saat di front kerja menjadi 453.631 LCM. Kemudian bijih

diangkut menuju stockyard dan di stockyard akan ada kehilangan lagi sebesar 2%,

sehingga volume yang akan sampai di stockyard adalah sebesar 444.559 LCM.

Selanjutnya dari stockyard akan dibawa lagi ke grizzly untuk dipisahkan antara

bijih yang memiliki ukuran -25 cm dan +25 cm, dimana bijih yang masih

berukuran +25 cm harus diperkecil lagi ukurannya di alat peremuk. Di grizzly

terjadi kehilangan lagi sebesar 2% juga, sehingga volume yang akan sampai di

grizzly menjadi 435.668 LCM lalu dari grizzly dibawa lagi ke stockpile akhir

dimana disini bijih akan sudah siap untuk diangkut kekapal. Di stockpile

kehilangan 2% lagi, sehingga volumenya akan menjadi 426.955 LCM, kemudian

dari stockpile langsung diangkut menuju kapal dan volumenya akan menjadi

418.416 LCM atau bila dijadikan tonase sebesar 482.015 ton dengan losses

sebesar 2% juga. Maka akan tercapai produksi terjual yang telah ditentukan, yaitu

sebesar 450.000 ton perbulannya yang harus dijual perusahaan dan sisanya akan

dimasukkan untuk penjualan di bulan selanjutnya.

b. Rancangan Push back bulan kedua.

Tonase bijih Nikel yang akan dibongkar pada bulan kedua adalah sebesar

513.249 ton dan kegiatan penambangan dimulai dari ketinggian 220 mdpl sampai

pada 208 mdpl. Pada kegiatan penambangan bulan kedua ini ada 4 jenjang untuk

mencapai ke ketinggian 208 mdpl sehingga terbentuk sudut overall jenjangnya

sebesar 45º dengan panjang jalan angkut 127 meter dan luas bukaan tambangnya

adalah 9 Ha. Waste yang ikut terambil di bulan kedua sebanyak 246.249 ton,

sehingga didapat striping ratio pada bulan kedua adalah 0,47 : 1 (lihat Lampiran

L).

Pada bulan kedua, kehilangan yang terjadi masih sama seperti pada bulan

pertama, maka pada saat pembongkaran volumenya menjadi 436.617 LCM di

front kerja, kemudian sesampainya di stockyard menjadi 427.885 LCM lalu dari

stockyard masuk ke grizzly dan volumenya berkurang lagi menjadi 419.328 LCM.

Selanjutnya dari grizzly dibawa ke stockpile dan ditumpuk dulu disana dan

volumenya menjadi 410.942 LCM. Kegiatan terakhir dilakukan pengangkutan

menuju kapal. Dengan losses yang sama, maka volume yang diangkut menuju

Page 50: Skrip Si

38

kapal menjadi 402.724 LCM atau 463.938 ton dan akan ditambahkan dari sisa

bulan sebelumnya, lalu dijual lagi sebanyak 450.000 ton.

c. Rancangan Push back bulan ketiga.

Tonase bijih Nikel yang akan dibongkar pada bulan ketiga adalah sebesar

499.748 ton dan kegiatan penambangan dimulai dari ketinggian 208 mdpl sampai

pada 196 mdpl. Pada kegiatan penambangan bulan ketiga ini ada 3 jenjang untuk

mencapai ke ketinggian 196 mdpl sehingga terbentuk sudut overall jenjangnya

sebesar 46º dengan panjang jalan angkut 133 meter dan luas bukaan tambangnya

adalah 10,9 Ha. Waste yang ikut terambil di bulan ketiga sebanyak 146.625 ton,

sehingga didapat striping ratio pada bulan ketiga adalah 0,29 : 1 (lihat Lampiran

L).

Pada bulan ketiga ini cadangannya dirancang sedikit karena akan diambil dari

sisa produksi bulan 1 dan bulan 2. kehilangan yang terjadi masih sama seperti

pada bulan pertama dan kedua, maka pada saat pembongkaran volumenya

menjadi 425.132 LCM di front kerja, kemudian sesampainya di stockyard menjadi

416.630 LCM lalu dari stockyard masuk ke grizzly dan volumenya berkurang lagi

menjadi 408.296 LCM. Selanjutnya dari grizzly dibawa ke stockpile dan

ditumpuk dulu disana dan volumenya menjadi 400.130 LCM. Pada kegiatan

terakhir yaitu pengangkutan menuju kapal, volumenya menjadi 392.127 LCM

atau 451.730 ton. Kemudian dijual lagi sebanyak 450.000 ton.

Page 51: Skrip Si

31

Tabel 4.5

Target Tonase pada PT. Aneka Tambang, Tbk. dengan Losses 10%

Bulan

Cadangan

yang

terbongkar

(ton)

Losses ton (10%)

Produksi

(ton)

Target jual

(ton) Sisa (ton) Front kerja

(2%)

Stockyard

(2%)

Grizzly

(2%)

Stockpile

(2%)

Kapal

(2%)

1 533.249 522.582 512.131 501.889 491.852 482.015 482.015 450.000 32.015

2 513.249 502.982 492.923 483.065 473.405 463.938 463.938 450.000 45.953

3 499.748 489.752 479.957 470.359 460.953 451.734 451.734 450.000 47.687

39

Page 52: Skrip Si

40

4. Rancangan wastedump 3 bulan.

Proses penimbunan tanah pengotor (waste) dilakukan dengan membentuk

jenjang yang mengarah ke atas (terraced dump) (lihat lampiran N) dan total waste

yang terbongkar 3 bulan sebanyak 626.499 ton. Adapun dimensi jenjang

berdasarkan rekomendasi geoteknik pada wastedump adalah sebagai berikut :

a. Tinggi jenjang 4 m.

b. Lebar jenjang 2 m.

c. Kemiringan jenjang 45º.

4.4 Rancangan Dimensi dan Konstruksi Jalan Angkut

Penentuan geometri jalan angkut sangat penting dalam kelancaran kegiatan

operasi pengangkutan. Penentuan geometri jalan angkut berdasarkan tipe alat

yang akan digunakan yaitu bentuk alat, dimensi alat, dan spesifikasi alat. Jalan

tambang disiapkan untuk dua lajur pengangkutan menggunakan articulated dump

truck pengangkut ore dan waste. Faktor yang mempengaruhi geometri dari jalan

angkut tambang adalah lebar jalan, jari-jari tikungan, dan kemiringan jalan.

Dimensi jalan yang digunakan adalah sebagai berikut (lihat Lampiran C):

1. Lebar minimum jalan angkut :

a. Jalan lurus untuk articulated dump truck Volvo A40F = 15 m

b. Jalan tikungan untuk articulated dump truck Volvo A40F = 18 m

2. Jari – jari jalan tikungan minimal = 20 m

3. Superelevasi = 0,0377 m/m

4. Kemiringan melintang jalan (cross slope) = 23 cm

Untuk bulan pertama, panjang jalan angkut sesuai rancangan adalah

sepanjang 205 meter dengan 1 tikungan dan dengan kemiringan jalan tertinggi

sebesar 9,334 %. Dan untuk bulan selanjutnya atau bulan kedua ditambah jalan

angkut menuju ke elevasi yang lebih rendah lagi sepanjang 126,87 meter dengan

kemiringan jalan angkutnya (grade) maksimum sebesar 9,87 %, untuk bulan

kedua, jalan relatif lurus, sedangkan pada bulan ketiga ditambah lagi jalan ke

elevasi lebih rendah lagi sepanjang 133.465 meter dengan grade maksimum

jalannya sebesar 9,71 % dan untuk bulan ketiga jalan angkut juga relatif masih

lurus (lihat Lampiran M).

Konstruksi jalan angkut, yaitu lapisan permukaan (surface wearing), lapisan

Page 53: Skrip Si

41

atas (base), dan lapisan pondasi bawah (sub-base). Untuk mengetahui tebal

minimum setiap lapisan mengacu pada curva Califormia Bearing Ratio (CBR),

sehingga menghasilkan tebal minimum sesuai dengan jenis material yang

digunakan untuk perkerasan jalan. Pada lapisan pemukaan (surface wearing)

menggunakan material hasil peremukan hard Saprolit dengan nilai CBR 100

sehingga diperoleh tebal minimum lapisan ini adalah 3 inci, lapisan pondasi atas

(base) menggunakan material batu kerikil dengan ukuran seragam dengan nilai

CBR 80 diperoleh tebal minimum 4 inci, dan lapisan pondasi bawah (sub-base)

menggunakan Limonit ukuran kasar dicampur dengan kerikil dengan nilai CBR

50 dan diperoleh tebal minimum lapisannya adalah 6 inci (lihat lampiran C).

4.5 Kebutuhan Alat Muat dan Alat Angkut untuk Pengangkutan Bijih

menuju stockyard

Besarnya produksi alat muat dan alat angkut dihitung secara teoritis dimana

produksi Excavator EC460BLC sebesar 223,4 BCM/jam sedangkan alat angkut

yang digunakan adalah Articulated Dump Truck Volvo A40F dengan produksi

28,4 BCM/jam. Perhitungan alat muat dan alat angkut hanya dibatasi dari

pembongkaran cadangan sampai pada stockyard saja, sehingga dari stockyard

menuju pengapalan tidak dibahas disini. Berdasarkan pada produksi tabel 4.5

diatas maka pada bulan pertama untuk pengangkutan bijih Nikel menuju

stockyard diperlukan 23 unit Articulated Dump Truck dengan Excavator 3 unit,

dan untuk bulan kedua pengangkutan bijih menuju stockyard diperlukan 22 unit

Articulated Dump Truck dan Excavator 3 unit. Sedangkan bulan ketiga diperlukan

Articulated Dump Truck 22 unit dengan Excavator 3 unit (lihat Lampiran I).

4.6 Kebutuhan Alat Muat dan Alat Angkut untuk Pengangkutan waste

menuju wastedump

Pengangkutan waste menuju wastedump masih menggunakan alat muat dan

alat angkut yang sama pada pengangkuta bijih. Pada bulan pertama dengan waste

yang ikut terbongkar sebanyak 233.625 ton diperlukan 1 unit Articulated Dump

Truck Volvo A40F dengan 1 unit Excavator EC460BLC, dan bulan kedua

diperlukan 1 unit juga untuk articulated dump truck dan excavatornya dengan

waste yang ikut terbongkar sebanyak 246.249 ton, berikut juga pada bulan ketiga

Page 54: Skrip Si

42

yang mana waste yang terbongkar semakin sedikit yaitu 146.625 ton sehingga

cukup diperlukan kombinasi 1 unit Articulated Dump Truck Volvo A40F dan 1

unit Excavator EC460BLC (lihat Lampiran J).

Page 55: Skrip Si

43

BAB V

PEMBAHASAN

Rancangan push back merupakan tahap awal dari penambangan yang

sangat penting peranannya. Rancangan push back yang baik dalam suatu kegiatan

penambangan harus memperhatikan tahapan kelanjutan dari kegiatan yang akan

dilakukan, baik dalam rancangan jangka panjang maupun rancangan jangka

pendek. Pada pembahasan disini akan dibahas tentang rancangan jangka pendek

yaitu pengaruh dari perubahan losses yang ada terhadap rancangan push back

serta pengaruh peningkatan cut of grade terhadap rancangan push backnya ditiap

bulannya.

Rancangan push back mengacu pada losses dan cut of grade yang telah

ditentukan perusahaan. Losses yang dimaksud disini adalah adanya kehilangan

dari tonase bijih Nikel yang ditambang dikarenakan kegiatan penambangan dan

pengolahan. Kegiatan penambangan disini berupa kegiatan pembongkaran,

pemuatan serta pengangkutan dan pengolahan berupa pemisahan ukuran serta

peremukan.

5.1 Pengaruh Perubahan Losses Terhadap Rancangan Push Back

Pada perancanga Push back, yang harus diperhatikan adalah besar dari

losses yang terjadi pada saat kegiatan penambangan nantinya berlangsung. Losses

disini dimaksudkan adalah kehilangan tonase dari bijih Nikel yang terjadi karena

adanya kegiatan pembongkaran, pemuatan, dan pengangkutan bijih. Nantinya

losses akan berpengaruh pada tonase cadangan yang akan dibongkar dan nantinya

cadangan yang akan dibongkar akan berpengaruh pada rancangan push back.

Losses yang terjadi pada perusahaan adalah 10%, ini berdasarkan pada

penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Pada bulan pertama cadangan yang

dibongkar adalah sebesar 533.249 ton, dan setelah adanya losses sebesar 10%,

maka cadangan yang sampai pada penjualan adalah sebesar 536.246 ton dan target

produksi bulan pertama sudah terpenuhi. Berikut juga bulan kedua, ada 513.249

Page 56: Skrip Si

44

ton yang terbongkar cadangannya, namun yang sampai pada produksi akhir

sebesar 491.051 ton, dan bulan ketiga ada 499.748 ton dan yang sampai pada

penjualan 451.730 ton bijih Nikel.

Rancangan push back penambangan dengan losses 10% dimulai dari

elevasi 241 mdpl sampai 220 mdpl pada bulan pertama. Bulan kedua dilanjutkan

dari 220 mdpl sampai 108 mdpl dan pada bulan ketiga dari 208 mdpl sampai 196

mdpl. Losses akan berpengaruh pada rancangan push backnya, apabila losses

diperkecil, maka cadangan yang dibongkar akan semakin kecil tiap bulannya,

karena yang akan hilang juga diperkecil. Berikut juga sebaliknya, apabila losses

semakin besar, maka cadangan yang harus dibongkar akan bertambah besar

seiring dengan bertambah banyaknya bijih Nikel yang akan hilang pada saat

kegiatan penambangan berlangsung. Dalam hal ini, losses akan diturunkan

menjadi 8%.

Dengan diturunkannya losses menjadi 8%, maka produksi perbulannya

akan menjadi 489.130 ton/bulan. Berdasarkan rancangan push back, untuk

memenuhi produksi tersebut maka pada bulan pertama kegiatan penambangan

dimulai dari elevasi 241 mdpl sampai pada 222 mdpl dengan tonase yang

terbongkar adalah sebesar 498.130 ton. Selanjutnya, pada bulan kedua kegiatan

penambangan dimulai dari elevasi 222 mdpl sampai pada elevasi 210 dengan

tonase yang terbongkar sebesar 488.195 ton. Sedangkan untuk bulan ketiga,

penambangan dimulai dari elevasi 210 mdpl sampai pada 199 mdpl dan tonase

yang terbongkar sebesar 479.098 ton.

Page 57: Skrip Si

45

Tabel 5.1

Target Tonase pada PT. Aneka Tambang, Tbk dengan Losses 8%

Bulan

Cadangan

yang

terbongkar

(ton)

Losses Ton (8%)

Produksi

(ton)

Target jual

(ton) Sisa (ton) Front kerja

(1%)

Stockyard

(1%)

Grizzly

(2%)

Stockpile

(2%)

Kapal

(2%)

1 498.130 493.148 488.217 478.453 468.884 459.507 459.507 450.000 9.507

2 488.195 483.312 478.479 468.911 459.533 450.343 450.343 450.000 9.850

3 479.098 474.307 469.569 460.174 450.969 441.950 441.950 450.000 1.800

45

Page 58: Skrip Si

46

Gambar 5.1

Pengaruh penurunan losses terhadap rancangan push back

Dari gambar 5.1, dapat dilihat bila losses diturunkan menjadi 8 %, maka

pada bulan pertama, kegiatan penambangan akan berakhir pada elevasi 222 mdpl,

dan pada bulan kedua akan berakhir pada elevasi 210 mdpl. Sedangkan pada

bulan ketiga kegiatan penambangan akan diakhiri pada elevasi 199 mdpl.

Sehingga rancangan push back akan mengalami perubahan apabila losses

diturunkan. Apabila losses semakin kecil, maka elevasi penambangan akan

semakin tinggi, begitu juga sebaliknya bila losses besar maka kegiatan

penambangan akan mencapai pada elevasi yang dalam.

5.2 Pengaruh Peningkatan Cut Of Grade Terhadap Rancangan Push Back

Salah satu faktor yang harus dipertimbangkan pada kegiatan penambangan

bijih adalah cut of grade. Cut of grade merupakan kadar terendah yang masih

ekonomis untuk ditambang, sehingga nantinya akan sangat berpengaruh pada segi

ekonomis serta dalam konservasi sumberdaya mineral terutama bijih Nikel.

Pada PT. Aneka Tambang, Tbk. cut of grade yang ditetapkan adalah

dengan kandungan Ni sebesar 1,5 %, dibawah itu akan dinyatakan sebagai waste

atau tanah pengotor yang akan ditimbun di wastedump. Berdasarkan cut of grade

1,5 %, rancangan push back pada bulan pertama terbongkar bijih Nikel sebanyak

533.249 ton, pada bulan kedua sebanyak 513.249 ton dan pada bulan ketiga

180

190

200

210

220

230

1 2 3

Ele

vasi

Akh

ir (

md

pl)

rancangan push back (bulan)

Pengaruh penurunan losses terhadap rancangan push back

Losses 10%

Losses 8%

Page 59: Skrip Si

47

499.748 ton. Rancangan push back akan sangat dipengaruhi oleh cut of grade.

Sebelum melakukan perancangan push back harus ditentukan terlebih dahulu cut

of grade dari bijih Nikel, agar bijih Nikel yang terbongkar dapat dimanfaatkan

dengan benar.

Rancangan push back akan berubah apabila adanya perubahan cut of grade

dari perusahaan. Apabila cut of grade dinaikkan menjadi 1,8 % maka kegiatan

penambangan pada bulan pertama akan dimulai dari elevasi 241 mdpl sampai

pada 225 mdpl dengan tonase bijih Nikel yang terambil sebesar 504.348 ton, dan

pada bulan kedua kegiatan penambangan dimulai dari elevasi 225 mdpl sampai

pada 213 mdpl dengan tonase bijih Nikel yang terbongkar sebanyak 485.547 ton.

Sedangkan pada bulan ketiga, kegiatan penambangan berdasarkan rancangan push

back dimulai dari elevasi 213 mdpl sampai pada 201 mdpl dengan tonase bijih

Nikel yang terambil sebanyak 469.230 ton. Apabila cut of grade dinaikkan

menjadi 1,8 %, maka elevasi penambangan akan menjadi semakin tinggi

dibandingkan dengan cut of grade 1,5 % (lihat Tabel 5.2).

Tabel 5.2

Pengaruh perubahan cut of grade terhadap rancangan push back

Bulan Cut of Grade 1,5% Cut of Grade 1,8%

Elevasi (mdpl) Tonase (ton) Elevasi (mdpl) Tonase (ton)

1 241 – 220 533.249 241 – 225 504.348

2 220 – 208 513.249 225 - 210 485.547

3 208 - 196 499.748 210 - 200 469.230

Total 1.546.246 1.459.125

Page 60: Skrip Si

48

Gambar 5.2

Distribusi kadar bijih Nikel COG 1,5 % di daerah penelitian pada elevasi 241

mdpl (tampak atas)

Gambar 5.3

Distribusi kadar bijih Nikel COG 1,8 % di daerah penelitian pada elevasi 241

mdpl (tampak atas)

Keterangan :

Keterangan :

Page 61: Skrip Si

45

Gambar 5.4

Sayatan Rona Akhir Penambangan bijih Nikel dengan COG 1,5 %

Gambar 5.5

Sayatan Rona Akhir Penambangan bijih Nikel dengan COG 1,8 %

49

Page 62: Skrip Si

50

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pengolahan data dalam perancangan

push back 3 bulan pada front Suwota site Tanjungbuli, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada bulan pertama dengan losses sebesar 10%, produksi bijih Nikel yang

terbongkar adalah sebesar 533.249 ton dan waste yang ikut terambil sebanyak

233.625 ton. Bulan pertama kegiatan penambangan dimulai dari elevasi 241

mdpl sampai elevasi 220 mdpl dengan overall slope anglenya sebesar 43º.

Jalan angkut pada bulan pertama sepanjang 205 meter dan luas bukaan

tambangnya adalah 7,4 Ha.

2. Pada bulan kedua dengan losses 10%, produksi bijih Nikel adalah sebesar

513.249 ton dengan waste yang ikut terambil sebanyak 246.249 ton. Bulan

kedua, kegiatan penambangan dimulai dari elevasi 220 mdpl sampai ke 208

mdpl dengan overall slope angle sebesar 45º. Jalan angkut pada bulan kedua

bertambah sepanjang 127 meter dan luas bukaan tambangnya 9 Ha.

3. Pada bulan ketiga dengan losses 10%, produksi bijih Nikelnya sebesar

499.748 ton dengan waste yang ikut terambil 146.625 ton. Bulan ketiga,

kegiatan penambangan dimulai dari elevasi 208 mdpl sampai 196 mdpl

dengan overall slope angle 46º. Jalan angkut pada bulan ketiga bertambah

sepanjang 133 meter dan luas bukaannya 10,9 Ha.

4. Untuk kebutuhan alat muat dan alat angkutnya pada bulan pertama untuk

pengangkutan bijih Nikel menuju stockyard diperlukan 23 unit Articulated

Dump Truck dengan Excavator 3 unit, dan untuk bulan kedua pengangkutan

bijih menuju stockyard diperlukan 22 unit Articulated Dump Truck dan

Excavator 3 unit. Sedangkan bulan ketiga diperlukan Articulated Dump Truck

22 unit dengan Excavator 3 unit.

5. Semakin kecil losses yang terjadi, maka elevasi penambangannya akan

Page 63: Skrip Si

51

semakin tinggi, begitu juga sebaliknya bila losses besar, maka kegiatan

penambangan akan mencapai pada elevasi yang dalam.

6. Semakin bertambahnya cut of grade maka elevasi penambangannya juga akan

semakin tinggi.

6.2. Saran

1. Kecakapan operator alat muat dan alat angkut perlu ditingkatkan supaya

losses bisa dikurangi.

2. Perlu penelitian lebih lanjut tentang perhitungan jumlah alat muat dan alat

angkut dari stockyard menuju pengapalan.

Page 64: Skrip Si

52

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul Rauf, 1998, Penaksiran Cadangan, Jurusan Teknik Tambang

Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta, Hal. 32.

2. Abdul Rauf, 1999, Eksplorasi Tambang, Jurusan Teknik Tambang Fakultas

Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta, Hal. 11-19.

3. Anthony M. Evans, 1995, Introduction to Mineral Exploration, Blackwell

Science Ltd, Osney Mead Oxford, London, P. 90-108.

4. Hustrulid, W. & Kuchta, M., 1998, Open Pit Mine Planning and Design :

Vol. 1-Fundamentals, AA Balkema Publisher, Rotterdam Brookfield

,Netherland, P. 252-622.

5. Howard L. Hartman., 1987, Introductory Mining Engineering, John Wiley &

Sons, New York, P. 177-210.

6. Hugh Exton McKinstry, 1948, Mining Geology, Prentice-Hall, Inc., Tokyo,

Japan, P. 65-70.

7. Partanto Prodjosumerio, 1989, Tambang Terbuka, Jurusan Teknik

Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta.

8. Raj K. Singhal, 1995, Mine Planning and Equipment Selection, AA Balkema

Publisher, Rotterdam Brookfield, Netherland, P. 39-80.

9. Waterman Sulistyana, 2010, Perencanaan Tambang, Anugerah Print,

Danguran, Klaten, Hal. 47-66.

10. W. W.Stanley, 1949, Mine Plant Design, McGraw-Hill Book Company, New

York, P. 101-300.

11. Yanto Indonesianto, 2011, Pemindahan Tanah Mekanis, Awan Poetih,

Condong Catur, Yogyakarta, Hal. 100-107.

12. , 2002, Laporan Analisis Dampak Lingkungan Kegiatan

Penambangan dan Rencana Pengembangan Bijih Nikel pada Kuasa

Pertambangan, PT. Aneka Tambang.

13. , 2012, Studi Geoteknik dan Hidrogeologi Penambangan Bijih

Nikel, PT. Aneka Tambang.

Page 65: Skrip Si

LAMPIRAN

Page 66: Skrip Si

LAMPIRAN A

DATA CURAH HUJAN DI DAERAH PENELITIAN

Tabel A.1

Data Curah Hujan Rata-Rata Pertahun Periode Tahun 2004-2012

sumber : PT. Aneka Tambang, Tbk. unit operation

TAHUN

RATA-RATA CURAH HUJAN PERTAHUN (mm/hari)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des

2004 41 113 37 56 67 41 61 6 88 80,3 43,5 79

2005 42 64 24,5 15 75 37,8 19 23,5 38 50 42 72,5

2006 51 56 37,5 23,3 67 63 42,1 6,7 25,5 4,5 8,6 67,5

2007 51 39 46,2 26 70,5 62,5 14,8 78.7 30,5 58 96,3 74

2008 73 52 28 59,4 31,2 63 96,5 79,5 49 86 105,5 93,5

2009 59,5 48,4 107 49,5 28,5 42,7 30,8 99,1 96,4 131,4 18,4 72,4

2010 133 131,1 93,6 86,1 55,4 77,2 45 86 97 122 134,4 69

2011 76 139 123,6 105 88,2 124 73,4 112,7 89 129 174,5 65

2012 77,3 51,4 50,5 79 74 55,5 183 51 97,8 32,9 164 134,2

Total 603,8 693,9 547,9 499,3 556,8 556,7 565,6 464,5 611,2 694,1 787,2 727,1

Total Curah Hujan 2004 - 2012 7302,1

54

Page 67: Skrip Si

55

LAMPIRAN B

PETA TOPOGRAFI AWAL FRONT SUWOTA DAN

PETA TOPOGRAFI FRONT SUWOTA 1 MEI 2013

Page 68: Skrip Si
Page 69: Skrip Si
Page 70: Skrip Si

56

LAMPIRAN C

PERHITUNGAN GEOMETRI JALAN ANGKUT

Penentuan lebar jalan angkut sangat penting dalam kelancaran dan

keberhasilan kegiatan pengangkutan bijih Nikel. Pembuatan lebar jalan angkut

dibuat dua jalur untuk lalu lintas dua arah, sebab keadaan lalu lintas tidak begitu

padat.

A. Lebar Jalan Angkut Minimum pada Jalan Lurus.

Berdasarkan spesifikasi alat angkut (lihat lampiran D) Articulated Dump

Truck A40F mempunyai lebar 3,433 m, maka lebar jalan angkut minimum untuk

dua jalur adalah :

Lmin = n . Wt + (n + 1) (0,5 x Wt), m

= (2 x 3,433) + (2 + 1) (0,5 x 3,433)

= 6,9 + 5,2

= 12,1 m

≈ 12 m

B. Lebar Jalan Angkut Minimum pada Tikungan.

Berdasarkan spesifikasi teknis alat angkut (Lampiran D) dan pengamatan

untuk kerja alat di lapangan, maka diperoleh data sebagai berikut :

1. Jarak antara poros depan dan belakang = 6,404 m.

2. Jarak antara poros depan dengan bagian depan = 1,716 m.

3. Jarak antara poros belakang dengan bagian belakang = 1,716 m.

4. Jarak antara jejak roda = 2,636 m.

Besarnya sudut penyimpangan adalah :

= 45o

Bila penyimpangan roda depan saat membelok membentuk sudut sekitar

xxxo, maka lebar jalan angkut minimum pada tikungan untuk dua jalur adalah :

Fa = jarak as depan dengan bagian depan x sin

= 1,716 x sin 45o

Page 71: Skrip Si

57

= 1,213 m

Fb = jarak as belakang dengan bagian belakang x sin

= 1,716 x sin 45o

= 1,213 m

Z = 0,5 (U + Fa + Fb)

= ½ (2,636 + 1,213 + 1,213)

= 2,531 m

Jadi lebar jalan angkut minimum pada tikungan adalah :

Wmin = 2 (U + Fa + Fb + Z) + C,m

= 2 (2,636 + 1,213 + 1,213 + 2,531) m + 2,531 m

= 17,717 m

= 18 m

C. Jari Jari Tikungan.

Kemampuan alat angkut berjalan untuk melewati tikungan kecepatannya

terbatas, maka dalam pembuatan tikungan harus memperhatikan besarnya jari –

jari jalan tikungan, kecepatan laju truck dan superelevasi jalan tikungan. Dalam

pembuatan jalan menikung, jari – jari tikungan harus dibuat lebih besar dari jari –

jari lintasan alat angkut atau minimal sama. Jari – jari tikungan jalan angkut juga

harus memenuhi keselamatan kerja di tambang atau memenuhi faktor keamanan

yaitu jarak pandang bagi pengemudi di tikungan, baik horizontal maupun vertikal

terhadap kedudukan suatu penghalang pada jalan tersebut yang diukur dari mata

pengemudi.

Kecepatan Articulated Dump Truck pada saat tidak bermuatan adalah 25

km/jam sehingga berlaku f = - 0,00065 V + 0,192 dan untuk kecepatan ADT yang

bermuatan adalah sebesar 50 km/jam sehingga berlaku juga f = - 0,00065 V +

0,192. Besarnya jari – jari tikungan minimum pada jalan dapat dihitung sebagai

berikut:

V = Kecepatan ADT, 25 km/jam.

R = jari-jari tikungan, m.

e = superelevasi, mm/m.

Page 72: Skrip Si

58

f = koefisien gesek melintang, untuk kecepatan 25 km/jam.

f = - 0,00065 .V + 0,192

= - 0,00065 (25) + 0,192

= 0,20825

𝑅 =252

127 (0,04 +0,20825 )

= 19,8 meter = 20 m

Jadi jari – jari tikungan minimal yang harus dibuat dan mampu dilalui oleh alat

angkut adalah sebesar 20 meter.

D. Kemiringan Melintang (Cross Slope).

Nilai yang umum dari kemiringan melintang yang direkomendasikan adalah

sebesar 20 sampai 40 mm/m jarak bagian tepi jalan ke bagian tengah/pusat jalan.

Didalam rancangan ini menggunakan kemiringan melintang 30 mm/m atau 3%.

Berdasarkan spesifikasi jenis alat angkut yang digunakan :

1. Alat angkut Articulated dump truck volvo A40F.

a = ½ x lebar jalan

= ½ x 15 m

= 7,5 m

Jadi b = 7,5 x 30 mm/m

= 225 mm

= 22,5 cm = 23 cm

Jadi beda tinggi antara poros jalan dengan tepi jalan terluar pada jalan tambang

(ramp) adalah 23 cm.

E. Superelevasi.

Besarnya nilai dari superelevasi dapat dihitung sebagai berikut :

𝑒 + 𝑓 =𝑉2

127 𝑥 𝑅

𝑒 + 0,20825 =252

127 𝑥 20

Page 73: Skrip Si

59

𝑒 + 0,20825 =625

2540

𝑒 + 0,20825 = 0,246

𝑒 = 0,246 − 0,20825

𝑒 = 0,03775 m/m

Jadi untuk beda tinggi antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam

pada tikungan sebagai berikut :

1. Nilai superelevasi = 0,03775 m/m

2. Lebar jalan pada tikungan = 18 m

3. Beda tinggi = 0,03775 m/m x 18 m

= 0,6795 = 0,7 m

Jadi beda tinggi yang harus dibuat pada tikungan adalah 0,7 m.

F. Konstruksi jalan angkut.

1. Perhitungan luas bidang kontak.

Berat truk (bermuatan) : 39.000 kg (85.980,3 lb)

Jumlah Ban : 6 buah ( 2 buah depan, 4 buah belakang)

Tekanan Ban : 100 psi

Distibusi Beban : 33% untuk ban depan dan 67% untuk ban belakang

dengan dua pasang ban ( dual rear tire)

a. Untuk ban depan.

Distribusi beban pada tiap roda depan (LT)

= 33%𝑥85.980,3 𝑙𝑏

2= 14.186,75 𝑙𝑏

Maka, luas bidang kontak (in2)

= 0,9xbeban pada roda

tekanan udara pada ban=

0,9 x 14.186,75 lb

100 psi = 127,68 in2

Sehingga jari-jari bidang kontak (r) yang dianggap berbentuk lingkaran adalah πr2

127,68 in2 → r 6,37 in

b. Untuk ban belakang.

Distribusi beban pada tiap roda belakang (LT)

= 67% 𝑥 85.980,3 𝑙𝑏

2= 28.803,4 𝑙𝑏

Page 74: Skrip Si

60

Maka luas bidang kontak (in2)

= 0,9𝑥𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑟𝑜𝑑𝑎

𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑎𝑛=

0,9 𝑥 28.803,4 𝑙𝑏

100 𝑝𝑠𝑖 = 259,2306 in2

Sehingga jari-jari bidang kontak (r) yang dianggap berbentuk lingkaran adalah πr2

259,2306 in → r 9,08 in

2. Perhitungan Equivalen Terhadap Beban Roda Tunggal (Le).

Menghitung tebal lapisan jalan angkut, digunakan asumsi :

“Besarnya beban roda (LT) yang dipakai adalah ban belakang yang memiliki dua

pasang roda, dimana beban terbesar yang diterima badan jalan yaitu pada jarak

antar garis tengah dua ban”. Sehingga beban yang dipakai adalah distribusi beban

pada roda belakang yaitu sebesar 28.803,4 lb.

a. Penentuan tebal lapisan jalan angkut menggunakan kurva CBR (california

bearing ratio).

Tebal lapisan jalan angkut ditentukan dengan cara menentukan terlebih

dahulu jenis material yang digunakan untuk setiap lapisan jalan angkut.

Penentuan jenis material ini, biasanya berdasarkan ketersedian material pada

lokasi penambangan.

Maka material yang dipilih adalah :

1) Material untuk sub-grade.

Jenis material : Batuan dasar (bedrock/fresh rock) ( lapisan asli topografi

daerah penelitian).

2) Material untuk sub-base.

Jenis material : Lapisan Limonit ukuran kasar dicampur dengan kerikil.

3) Material untuk base.

Jenis material : Batu kerikil dengan ukuran yang seragam.

4) Material untuk wearing surface.

Jenis material : Batuan Saprolit yang telah dilakukan peremukan.

Material-material tersebut diatas kemudian kita tarik garis horizontal pada

grafik CBR (Gambar C.1) dari perpotongan dengan besarnya beban yang

ditimbulkan oleh kendaraan tersebut sehingga didapat ketebalan lapisan

Page 75: Skrip Si

61

perkerasan. Dari cara diatas maka didapat tebal lapisan untuk 6 in untuk sub-base

, 4 in untuk base dan 3 in untuk weering surface.

Gambar C.1

Kurva California Bearing Ratio

Page 76: Skrip Si

62

LAMPIRAN D

SPESIFIKASI ALAT MUAT DAN ALAT ANGKUT

A. SPESIFIKASI TEKNIS DARI EXCAVATOR HYDRAULIC VOLVO

EC460BLC

Gambar D.1

Excavator Hydraulic EC460BLC

Page 77: Skrip Si

63

Tabel D.1

Dimensi Teknis Excavator Hydraulic Volvo EC460BLC

Tabel D.2

Mekanisme Swing Excavator Hydraulic Volvo EC460BLC

Page 78: Skrip Si

64

Tabel D.3

Spesifikasi Mesin dan Operasional Excavator Hydraulic Volvo EC460BLC

Page 79: Skrip Si

65

Tabel D.4

Spesifikasi Teknis dari Bucket Excavator Hydraulic Volvo EC460BLC

Page 80: Skrip Si

66

B. SPESIFIKASI TEKNIS DARI ARTICULATED DUMP TRUCK VOLVO

A40F

Gambar D.2

Articulated Dump Truck Volvo A40F

Page 81: Skrip Si

67

Tabel D.5

Dimensi Body Articulated Dump Truck Volvo A40F

Keyword mm

A 11.263

A1 5.476

A2 6.404

B 5.821

C 3.621

C1 3.597

C2 1.772

D 3.101

D1 2.942

E 1.277

F 4.518

G 1.940

H 1.706

I 495

J 3.154

K 2.457

L 844

M 7.287

N 8.967

N1 4.307

O 3.374

O** 3.497

P 3.074

Q 2.730

R 635

R1 722

S 2.653

T 3.462

Page 82: Skrip Si

68

Keyword mm

U 3.565

V 2.636

V* 2.709

W 3.433

W* 3.570

X 571

X1 658

X2 807

Y 2.636

Y* 2.709

Z 3.433

Z* 3.570

a1 23,3º

a2 70º

a3 45º

Tabel D.6

Dimensi Teknis Articulated Dump Truck Volvo A40F

Lanjutan tabel D.5

Page 83: Skrip Si

69

Tabel D.7

Spesifikasi Teknis dari Mesin dan Operasinal Articulated Dump Truck Volvo

A40F

Page 84: Skrip Si

70

Tabel D.8

Spesifikasi Teknis dari Bak Articulated Dump Truck Volvo A40F

Page 85: Skrip Si

71

LAMPIRAN E

PENENTUAN WAKTU EDAR ALAT MUAT DAN

ALAT ANGKUT

Sebelum menentukan jumlah alat muat dan alat angkut yang akan

dioperasikan pada kegiatan penambangan 3 bulan kedepan di front Suwota,

terlebih dahulu ditentukan waktu edar dari alat muat dan alat angkut tersebut.

Penentuan waktu edar dari alat muat dan alat angkut ditentukan dengan cara

melakukan pengambilan data pada kegiatan penambangan dari front terdekat ke

front Suwota. Kemudian data waktu edar alat muat dan alat angkut yang diambil

dari front terdekat ke front Suwota tersebut akan dipergunakan untuk menghitung

jumlah alat pada front Suwota selama 3 bulan sesuai dengan rancangan yang telah

dibuat.

Waktu edar alat muat dan alat angkut yang sudah ditentukan tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Waktu edar alat muat = 0,38 menit/trip

2. Waktu edar alat angkut bijih Nikel = 25,5 menit/trip

3. Waktu edar alat angkut waste = 2,1 menit/trip

Waktu edar alat angkut untuk pengangkutan bijih Nikel dimulai dari pada saat

pembongkaran cadangan di front penambangan sampai pada pengangkutan

menuju stockyard lalu kemudian kembali lagi ke front, sedangkan waktu edar alat

muat dimulai dari waktu penggalian bijih, waktu swing bijih, waktu

menumpahkan bijih, lalu waktu swing dalam keadaan kosong.

Page 86: Skrip Si

72

LAMPIRAN F

PENENTUAN EFESIENSI KERJA

Efesiensi kerja adalah penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan atau

merupakan perbandingan antara waktu kerja yang dipakai untuk bekerja (waktu

kerja efektif) dengan waktu kerja yang tersedia. Penentuan efesiensi kerja

berdasarkan pengambilan data pada front lain yang sudah beroperasi dan yang

terdekat dengan front Suwota. Data efesiensi kerja ini nantinya akan

dipergunakan untuk menghitung jumlah alat pada front Suwota sesuai

dengan rancangan yang sudah dibuat. Adapun data yang diambil

adalah sebagai berikut :

Tabel F.1

Jumlah Waktu Kerja Shift 1 (Siang)

HARI

KERJA WAKTU KERJA

JUMLAH

WAKTU KETERANGAN

SENIN 06.30-12.00 13.00-18.30 11 Kerja Normal

SELASA 06.30-12.00 13.00-18.30 11 Kerja Normal

RABU 06.30-12.00 13.00-18.30 11 Kerja Normal

KAMIS 06.30-12.00 13.00-18.30 11 Kerja Normal

JUMAT 06.30-12.00 13.00-18.30 11 Kerja Normal

SABTU 06.30-12.00 13.00-18.30 11 Kerja Normal

MINGGU 06.30-12.00 13.00-22.30 15 Over Shift

Jumlah Waktu Kerja 1 (satu) minggu 81

sumber : PT. Aneka Tambang, Tbk, unit operasi

Page 87: Skrip Si

73

Tabel F.2

Jumlah Waktu Kerja Shift 2 (Malam)

HARI

KERJA WAKTU KERJA

JUMLAH

WAKTU KETERANGAN

SENIN 18.30-00.00 01.00-06.30 11 Kerja Normal

SELASA 18.30-00.00 01.00-06.30 11 Kerja Normal

RABU 18.30-00.00 01.00-06.30 11 Kerja Normal

KAMIS 18.30-00.00 01.00-06.30 11 Kerja Normal

JUMAT 18.30-00.00 01.00-06.30 11 Kerja Normal

SABTU 18.30-00.00 01.00-06.30 11 Kerja Normal

MINGGU - -

Over Shift

Jumlah Waktu Kerja 1 (satu) minggu 66

Dari Tabel diatas jumlah waktu kerja normal rata-rata yaitu sebesar 22

jam/hari, namun pada hari minggu waktu kerja hanya 15 jam/hari. Sehingga dapat

diambil rata-rata sebagai berikut :

Wt per hari = hari

jamjam

7

)6681( = 21 jam/hari

Wt per shift = harishift

harijam

/2

/21 = 10,5 jam/shift = 630 menit/shift

sumber : PT. Aneka Tambang, Tbk, unit operasi

Page 88: Skrip Si

74

Tabel F.3

Perhitungan Jam Kerja Tersedia Tanpa Waktu Tunggu

HAMBATAN KERJA

JUMLAH

WAKTU

(menit)

A. Waktu yang tersedia (Wt) 630

B. Hambatan yang tidak dapat dihindari

Perjalanan man haul ke front 10

Safety Talk/ Briefing Awal Shift 10

Gangguan Cuaca 60

Jumlah waktu hambat, Whtd (menit) 80

C. Hambatan yang dapat dihindari

Cek alat dan Keperluan Operator 15

Check Point dan makan awal shift 20

Jumlah waktu hambat, Whd (menit) 35

Waktu kerja efektif, Wke (menit) 515

Waktu kerja efektif, Wke (jam) 8,6

Kemudian untuk waktu kerja efektif didapat dari data sekunder perusahaan

yang sebelumnya sudah dilakukan penelitian pada front yang sama. Waktu kerja

efektif pada front ini adalah 8,6 jam. Sehingga dapat diketahui efesiensi kerjanya

sebagai berikut :

Effesiensi kerja = (Wke/Wt) x 100 %

= (8,6 /10,5) x 100 %

= 82,53 %

sumber : PT. Aneka Tambang, Tbk, unit operasi

Page 89: Skrip Si

75

LAMPIRAN G

PENENTUAN FAKTOR PENGISIAN DAN FAKTOR

PENGEMBANGAN

Faktor pengisian (fill factor) merupakan perbandingan anatara kapasitas

nyata dengan kapasitas baku yang dinyatakan dalam persen. Tinggi rendahnya

faktor pengisian suatu alat tergantung dari sifat-sifat material yang akan dibongkar

dan keahlian operator. Faktor pengisian ada 2, yaitu faktor pengisian dari

articulated dump truck sebagai alat angkut dan faktor pengisian dari excavator

sebagai alat muat yang akan dioperasikan pada front Suwota.

Faktor pengembangan (swell factor) adalah pengembangan volume

material setelah mengalami proses penggalian dari tempat aslinya. Pengembangan

volume suatu material perlu diketahui karena yang diperhitungkan pada

penggalian selalu didasarkan pada material insitu, sedangkan, material yang

ditangani (dimuat untuk diangkut) adalah material yang telah mengalami

pengembangan volume (loose).

Faktor pengisian dan faktor pengembangan ditentukan berdasarkan front

lain yang telah beroperasi dan yang terdekat dengan front Suwota. Faktor

pengisian dan faktor pengembangan ini nantinya juga akan dipergunakan sebagai

data untuk menghitung jumlah alat pada front Suwota. Adapun data-data tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Faktor pengisian excavator = 104 %

2. Faktor pengisian articulated dump truck = 80,82 %

3. Faktor pengembangan bijih Nikel = 0,72

Page 90: Skrip Si

76

LAMPIRAN H

PENENTUAN FAKTOR PRODUKTIFITAS ALAT MUAT DAN

ALAT ANGKUT

Data produktifitas dari alat muat dan alat angkut, yaitu MA (Mechanical

Availability), PA (Physical Availability), UA (Used Of Availability), EU

(Effective Utilization) didapat dari perusahaan sebagai data sekunder. Data

sekunder ini diambil dari front lain yang sudah beroperasi sebelumnya dan yang

terdekat dengan front Suwota sebagai acuan untuk perhitungan jumlah alat pada

front Suwota sesuai dengan rancangan yang sudah dibuat. Data-data tersebut

adalah sebagai berikut :

Tabel H.1

Nilai Faktor Produktivitas Excavator

sumber : PT. Aneka Tambang, Tbk. unit operasi

Page 91: Skrip Si

77

Tabel H.2

Nilai Faktor Produktivitas Articulated Dump Truck

sumber : PT. Aneka Tambang, Tbk. unit operasi

Page 92: Skrip Si

78

LAMPIRAN I

PERHITUNGAN JUMLAH ALAT DARI FRONT MENUJU

STOCKYARD

A. Bulan Ke-1.

Pada kegiatan penambangan bulan pertama dimulai dari elevasi 241 mdpl

sampai pada elevasi 220 mdpl dengan perhitungan alat untuk penggalian dan

pengangkutan material dari front kerja menuju stockyard adalah sebagai berikut :

Densitas bijih Nikel = 1,6 kg/m3

Target produksi bijih Nikel bulan 1 = 533.249 ton

= 533.249 ton/bulan

1,6 kg/m3 = 333.280 BCM

Total movement bijih Nikel perjam = 333.280 BCM /bulan

30 hari/bulan

= 11.109 BCM /hari

= 11.109 BCM ÷ 17,2 jam/hari

= 645,8 BCM/jam.

A. Articulated Dump Truck.

Cycle Time = 25,4 menit/truk/trip

We : waktu kerja efektif = 17,2 jam/hari

C : kapasitas bak truck = 38,4 ton / 24 m3

Ff : faktor pengisian = 80,82 %

MA : faktor kesediaan alat angkut = 94,3 %

EF : Efisiensi Kerja = 82,53 %

Jadi kemampuan produksi untuk 1 unit articulated dump truck adalah :

Qt = 60 x 24 x 0,882 x 0,943 x 0,8253

25,4

= 38,91 LCM/jam

Page 93: Skrip Si

79

= 38,91 LCM/jam x 0,72 = 28 BCM/jam.

Jumlah ADT untuk pengangkutan bijih Nikel = 645,8 BCM /jam

28 BCM/jam = 23,06 unit = 23

unit.

B. Excavator.

Cycle Time = 0,38 menit

We : waktu kerja efektif = 17,2 jam/hari

C : kapasitas bucket = 6,08 ton/ 3,8 m3

Ff : faktor pengisian = 104 %

MA : faktor kesediaan alat muat = 99,1 %

SF : Swell Facktor = 0,72

EF : Efisiensi Kerja = 82,53 %

Jadi kemampuan produksi 1 unit excavator adalah :

Qb = ( 60/Ct ) x C x Ff x Ef, LCM/jam

= (60/0,38) x 6,08 x 1,04 x 0,8253 x 0,991

= 310,29 LCM/jam

= 310,29 LCM/jam x 0,72 = 223,4 BCM/jam.

Jumlah Excavator untuk pembongkaran bijih Nikel = 645,8 BCM /jam

223,4 BCM/jam = 2,8 unit =

3 unit.

B. Bulan Ke-2.

Pada kegiatan penambangan bulan kedua dimulai dari elevasi 220 mdpl

sampai pada elevasi 208 mdpl dengan perhitungan alat untuk pengangkutan

material dari front kerja menuju ROM (stockyard) adalah sebagai berikut :

Densitas bijih Nikel = 1,6 kg/m3

Target produksi bijih Nikel bulan 2 = 513.249 ton.

= 513.249 ton/bulan

1,6 kg/m3 = 320.155 BCM

Total movement bijih Nikel perjam = 320.155 BCM/bulan

30 hari/bulan

= 10.692 BCM/hari

Page 94: Skrip Si

80

= 10.692 BCM ÷ 17,2 jam/hari

= 621 BCM/jam.

Penyelesaian :

A. Articulated Dump Truck.

Jumlah ADT untuk pengangkutan bijih Nikel = 621 BCM/jam

28 BCM/jam = 22,1 unit =

22 unit.

B. Excavator.

Jumlah Excavator untuk pembongkaran bijih Nikel = 620 BCM/jam

223,4 BCM/jam = 2,7

unit = 3 unit.

C. Bulan Ke-3.

Pada kegiatan penambangan bulan ketiga dimulai dari elevasi 208 mdpl

sampai pada elevasi 196 mdpl dengan perhitungan alat untuk pengangkutan

material dari front kerja menuju ROM (stockyard) adalah sebagai berikut :

Densitas bijih Nikel = 1,6 kg/m3

Target produksi bijih Nikel bulan 3 = 499.748 ton.

= 499.748 ton/bulan

1,6 kg/m3 = 312.343 BCM

Total movement bijih Nikel perjam = 312.343 BCM/bulan

30 hari/bulan

= 10.411 BCM/hari

= 10.411 BCM ÷ 17,2 jam/hari

= 605,3 BCM/jam.

Penyelesaian :

A. Articulated Dump Truck.

Jumlah ADT untuk pengangkutan bijih Nikel = 605,3 BCM /jam

28 BCM/jam = 21,6 unit

= 22 unit.

B. Excavator.

Jumlah Excavator untuk pembongkaran bijih Nikel = 605,3 BCM/jam

223,4 BCM/jam = 2,7

unit = 3 unit.

Page 95: Skrip Si

81

LAMPIRAN J

PERHITUNGAN JUMLAH ALAT DARI FRONT MENUJU

WASTEDUMP

A. Bulan Ke-1.

Densitas bijih Nikel = 1,6 kg/m3

Produksi waste bulan 1 = 233.625 ton.

= 233.625 ton /bulan

1,6 kg/m3 = 146.015 BCM

Total movement waste perjam = 146.015 BCM /bulan

30 hari/bulan

= 4.867 BCM /hari

= 4.867 BCM ÷ 17,2 jam/hari

= 283 BCM/jam.

Penyelesaian :

A. Articulated Dump Truck.

Cycle Time = 2,1 menit/truk/trip

We : waktu kerja efektif = 17,2 jam/hari

C : kapasitas bak truck = 38,4 ton / 24 m3

Ff : faktor pengisian = 80,82 %

MA : faktor kesediaan alat angkut = 94,3 %

EF : Efisiensi Kerja = 82,53 %

Jadi kemampuan produksi untuk 1 unit articulated dump truck adalah :

Qt = 60 x 24 x 0,882 x 0,943 x 0,825

2,1

= 470,5 LCM/jam

= 470,5 LCM/jam x 0,72 = 339 BCM/jam.

Jumlah ADT untuk pengangkutan waste = 283 BCM /jam

339 BCM/jam = 0,8 unit = 1 unit.

Page 96: Skrip Si

82

B. Excavator.

Cycle Time = 0,38 menit

We : waktu kerja efektif = 17,2 jam/hari

C : kapasitas bucket = 6,08 ton/ 3,8 m3

Ff : faktor pengisian = 104 %

MA : faktor kesediaan alat muat = 99,1 %

SF : Swell Facktor = 0,72

EF : Efisiensi Kerja = 82,53 %

Jadi kemampuan produksi 1 unit excavator adalah :

Qb = ( 60/Ct ) x C x Ff x Ef, LCM/jam

= (60/0,38) x 6,08 x 1,04 x 0,8253 x 0,991

= 310,29 LCM/jam

= 310,29 LCM/jam x 0,72 = 223,4 BCM/jam

Jumlah Excavator untuk pembongkaran waste = 283 BCM /jam

223,4 BCM/jam = 1,2 unit = 1 unit.

B. Bulan Ke-2.

Densitas bijih Nikel = 1,6 kg/m3

Target produksi waste bulan 2 = 246.249 ton = 153.905 BCM.

Total movement waste perjam = 153.905 BCM/bulan

30 hari/bulan

= 5.130 BCM/hari

= 5.130 BCM ÷ 17,2 jam/hari

= 298 BCM/jam.

Penyelesaian :

A. Articulated Dump Truck.

Jumlah ADT untuk pengangkutan waste = 298 BCM/jam

339 BCM/jam = 0,8 unit

= 1 unit.

Page 97: Skrip Si

83

B. Excavator.

Jumlah Excavator untuk pembongkaran waste = 298 BCM/jam

223,4 BCM/jam = 1,3 unit

= 1 unit.

C. Bulan Ke-3

Densitas bijih Nikel = 1,6 kg/m3

Target produksi waste bulan 3 = 146.625 ton = 91.640 BCM.

Total movement waste perjam = 91.640 BCM/bulan

30 hari/bulan

= 3.054 BCM/hari

= 3.054 BCM ÷ 17,2 jam/hari

= 177 BCM/jam

Penyelesaian :

A. Articulated Dump Truck.

Jumlah ADT untuk pengangkutan waste = 177 BCM /jam

339 BCM/jam = 0,5 unit

= 1 unit.

B. Excavator.

Jumlah Excavator untuk pembongkaran waste = 177 BCM/jam

223,4 BCM/jam = 0,7 unit

= 1 unit.

Page 98: Skrip Si

84

LAMPIRAN K

PERHITUNGAN LOSSES

Diketahui :

Target produksi yang harus dijual = 450.000 ton/bulan

Densitas bijih nikel dilokasi penelitian = 1,6 kg/m3

Swell Faktor bijih Nikel dilokasi penelitian = 72%

Dengan losses 10 %, sehingga target produksi yang harus dicapai menjadi :

= Produksi Terjual

1oo%−𝑙𝑜𝑠𝑠𝑒𝑠

= 450.000 ton

100%−10%

= 500.000 ton/bulan

Berdasarkan rancangan penambangan yang telah dibuat dengan pemotongan per

elevasi, maka produksinya dapat ditulis seperti pada tabel K.1 :

Page 99: Skrip Si

Tabel K.1.

Target Tonase pada PT. Aneka Tambang, Tbk dengan Losses 10%

Bulan

Cadangan

yang

terbongkar

(ton)

Losses ton (10%)

Produksi

(ton)

Target jual

(ton) Sisa (ton) Front kerja

(2%)

Stockyard

(2%)

Grizzly

(2%)

Stockpile

(2%)

Kapal

(2%)

1 533.249 522.582 512.131 501.889 491.852 482.015 482.015 450.000 32.015

2 513.249 502.982 492.923 483.065 473.405 463.938 463.938 450.000 45.953

3 499.748 489.752 479.957 470.359 460.953 451.734 451.734 450.000 47.687

90 8

5

Page 100: Skrip Si

86

LAMPIRAN L

PETA RANCANGAN PUSH BACK PERBULAN

Page 101: Skrip Si
Page 102: Skrip Si
Page 103: Skrip Si
Page 104: Skrip Si

87

LAMPIRAN M

PETA SAYATAN JALAN ANGKUT 3 BULAN

Page 105: Skrip Si
Page 106: Skrip Si

88

LAMPIRAN N

PETA RANCANGAN WASTEDUMP 3 BULAN

Page 107: Skrip Si