Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    1/121

    1

    I. PENDAHULUAN 

    1.1. Latar Belakang

    Proses penyamakan kulit adalah proses pengolahan kulit binatang melalui

     beberapa tahapan proses sehingga kulit binatang yang masih utuh dirubah menjadi

    kulit yang siap digunakan untuk pembuatan produk-produk hilir seperti sepatu,

    dompet, ikat pinggang, jok kursi dan sebagainya. Kulit di Indonesia merupakan

     bahan eksport non-migas yang penting sebagai penyumbang devisa ke 4 setelah

     produk-produk: (i) makanan, minuman dan rokok, (ii) peralatan transportasi,

    mesin dan alat mesin, dan (iii) pupuk, kimia dan karet (Pawiroharsono, 2008).

    Salah satu industri kerajinan dengan sumbangan cukup potensial di

    Indonesia adalah Industri kerajinan kulit. Data terakhir ekspor kerajinan kulit

    secara nasional $US 13,9 ribu Kondisi ini turun sangat tajam dibanding tahun

    1998 yang mencapai $US 85,677.2 ribu. Disamping akibat krisis ekonomi yang

    terjadi secara umum, disisi lain industri kerajinan kulit mempunyai kendala

    utama, yaitu ketersediaan bahan baku (Untari, 2006)

    Dewasa ini, sebagian besar kulit samak dunia disamak dengan krom(III)

    sulfat, yang merupakan konsekuensi dari kemudahan proses, keluasan kegunaan

     produk, dan karakteristiknya sangat memuaskan kulit samak yang dihasilkan.

     Namun demikian, penyamakan mineral tersebut juga berkontribusi terhadap

    masalah pencemaran lingkungan, khususnya di negara-negara berkembang.

    Dengan, diperlukan proses penyamakan non mineral yang ramah lingkungan

    dalam pembuatan kulit samak (Evans et al ., 2012).

    Penyamak nabati (condensed vegetable tannages) seperti mimosa,

    quebracho, dan gambir merupakan bahan penyamak non mineral yang dihasilkan

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    2/121

    2

    dari sumberdaya alam terbarukan dan bersifat ramah lingkungan. Mimosa

    dihasilkan dari kayu dan kulit kayu  Acacia mearnsii dan A. mangium; quebracho 

    dari kayu Schinopsis lorentzii dan S. balansae; dan gambir dari daun dan ranting

     pohon Uncaria gambier  (Evans et al ., 2012).

    Penyamakan nabati adalah proses penyamakan kulit mentah menjadi kulit

    samak dengan menggunakan zat penyamak dari tumbuh-tumbuhan yaitu tannin.

    Tanin adalah zat aktif yang tersebar pada bagian tanaman, seperti: daun, kayu,

    kulit kayu, ranting, akar dan buah. Tanin adalah zat aktif penyamak dari tumbuh-

    tumbuhan yang pertama kali digunakan untuk menyamak kulit hewan yang

    dikenal sebagai bahan penyamak nabati (vegetable tannin). Tanin mempunyai

     beberapa sifat seperti amorf   (berisi), astringent   (mengencangkan) dan

    mengawetkan kulit dari serangan mikrobia serta dapat memberikan warna pada

    kulit yang disamak yaitu sebagai efek sekunder dari tanin. Fungsi tannin selain

    untuk menyamak kulit hewan dapat untuk menyamak jala, untuk pembuatan tinta

    dan untuk obat (Pusat Pengembangan Pendidikan, 2011).

    Gambir dapat menghasilkan tannin melalui ekstrak dari daun dan ranting

    tanaman gambir. Menurut Untari (2006), Daun gambir, sekalipun kadar zat

     penyamaknya rendah, dan proses penyamakannya cukup sukar, tetapi karena

    wama kulit yang dihasilkan cukup cerah/baik, dianggap berrnutu sedang juga.

    Bahan penyamak nabati biasanya diperdagangkan dalam bentuk ekstrat padat

     berupa bongkahan atau serbuk.

    Salah satu jenis ikan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kulit

    ikan samak adalah ikan nila (Oreochromis niloticus). Kulit ikan nila biasanya

     berasal dari hasil samping industri  fillet ikan. Selain dapat dimanfaatkan sebagai

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    3/121

    3

     bahan baku kerupuk kulit ikan, kulit ikan nila juga dapat dimanfaatkan sebagai

     bahan baku kulit ikan samak yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi

    dibandingkan kerupuk. Menurut Alfindo (2009), untuk menambah nilai dari

    limbah kulit ini maka sangat cocok untuk dijadikan bahan baku penyamakan.

    Pengolahan limbah kulit seperti ikan patin, ikan pari dan beberapa jenis ikan

    lainnya selama ini hanya dimanfaatkan menjadi kerupuk.

    1.2. Perumusan dan Pendekatan Masalah

    Limbah perikanan berupa sisa fillet ikan yang menumpuk berdampak

    negatif terhadap lingkungan, sehingga perlu dilakukan penanggulangan dari

    limbah tersebut. Salah satu cara untuk menanggulangi limbah tersebut yaitu

    dengan penyamakan kulit. Tingkat kelemasan kulit dapat dipengaruhi beberapa

    faktor, salah satu diantaranya yaitu bahan penyamak. Bahan penyamak yang

    digunakan pada umumnya masih banyak menggunakan bahan yang berasal dari

    kulit pohon yang dapat menghasilkan tannin. Oleh karena itu, diperlukan bahan

     penyamak yang murah, alami dan mudah ditemukan yaitu seperti gambir.

    Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

    Sahubawa, dkk. (2009), yaitu penyamakan kulit ikan kakap merah dengan

    menggunakan bahan penyamak nabati (mimosa) dengan konsentrasi 16%, 20%

    dan 24%. Pengujian yang dilakukan adalah uji kekuatan tarik (N/cm2), uji

    kemuluran (%), uji kekuatan sobek (N/cm2) dan uji kelemasan. Hasil terbaik dari

    masing-masing pengujian yaitu uji kekuatan tarik pada konsentrasi 20% (1.115

     N/cm2), uji kemuluran dan uji kelemasan pada konsentrasi 24% dengan nilai

    masing-masing uji 33% dan 3,35mm serta uji kekuatan sobek terbaik pada

    konsentrasi 16% dengan nilai 294,94 N/cm2.

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    4/121

    4

    Gambir dimanfaatkan sebagai bahan penyamak kulit untuk mencegah

     pembusukan, membuat kulit lebih lembut, berwarna, tidak kaku dan awet.

    meskipun kandungan tannin yang terdapat pada gambir tidak terlalu tinggi, namun

    karna mampu membuat warna kulit lebih cerah dan lebih kuat sehingga dapat

    dimanfaatkan sebagai bahan penyamak yang efektif digunakan. Gambir diduga

    mampu dijadikan sebagai bahan penyamak dalam proses penyamakan kulit ikan

    nila (Oreochromis niloticus)  karena termasuk penyamak nabati yang ramah

    lingkungan sehingga diharapkan dapat menggantikan bahan penyamak khrom

    yang menghasilkan limbah berbahaya sehingga dapat mencemari lingkungan

    sekitar pabrik . Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh

     penggunaan gambir sebagai bahan penyamak terbaik pada proses penyamakan

    kulit ikan nila (Oreochromis niloticus) terhadap kualitas fisik kulit (kekuatan

    tarik, kemuluran, kekuatan sobek, suhu kerut dan kelemasan).

    1.3. Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Mengetahui tingkat konsentrasi gambir dalam mempengaruhi kualitas fisik

    (uji kekuatan sobek, uji kekuatan tarik, uji suhu kerut, uji kemuluran dan

    uji kelemasan) kulit ikan nila (Oreochromis niloticus); dan

    2. Mendapatkan persentase penggunaan gambir terbaik sebagai bahan

     penyamak pada proses penyamakan terhadap kualitas fisik kulit ikan nila

    (Oreochromis niloticus)

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    5/121

    5

    1.4. Manfaat Penelitian

    Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Memberikan informasi mengenai manfaat gambir sebagai bahan penyamak

     pada proses penyamakan kulit ikan nila (Oreochromis niloticus) ; dan

    2. Memberikan informasi mengenai persentase penggunaan gambir terbaik

    sebagai bahan penyamak pada kualitas fisik kulit ikan nila (Oreochromis

    niloticus) tersamak . 

    1.5. Waktu dan Lokasi Peneltian

    Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 di Balai Besar Penelitian

    dan Pengembangan Barang Industri Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP)

    Yogyakarta meliputi proses pembuatan kulit ikan nila (Oreochromis niloticus)

    samak dan pengujian kualitas kulit ikan samak yang meliputi uji fisik yaitu, uji

    kekuatan tarik, uji kekuatan kemuluran, uji kekuatan sobek, suhu kerut dan

    kelemasan.

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    6/121

    6

    Gambar 1. Skema Pendekatan Masalah

    PermasalahanPengadaan bahan-bahan yang digunakan dalam proses penyamakan sebagian

     besar didapatkan dari impor seperti krom, mimosa dan quebracho dan masih

     banyaknya proses penyamakan menggunakan bahan penyamak kimia sepertikrom yang menghasilkan limbah berbahaya terhadap lingkungan sekitar.

    Penelitian PendahuluanPembuatan kulit nila samak dengan konsentrasi gambir 0%,5%,10%,15%,20% dan 25%. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi gambirterbaik dengan parameter pengujian suhu kerut, uji kemuluran dan ujikekuatan tarik. Konsentrasi terbaik pada penelitian pendahuluan yaitu 15%.

    Analisis Data

    Data

    Penelitian UtamaPembuatan kulit nila samak dengan memperkecil selisih antar konsentrasi darikonsentrasi terbaik pada penelitian pendahuluan yaitu 0%,12,5%,15% dan17,5% dengan menggunakan para meter pengujian kekuatan tarik, uji

    kemuluran, uji kekuatan sobek, uji suhu kerut dan uji kelemasan.

    Pendekatan MasalahPenggunaan bahan penyamak nabati yang murah dan banyak terdapat diIndonesia yaitu gambir serta tidak menghasilkan limbah yang berbahayaterhadap lingkungan sekitar.

    Kesimpulan

    I

    N

    P

    U

    T

    PR OSES

    OUTPUT

    UMP

    AN

    BALIK

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    7/121

    7

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Gambir (Uncar ia Gambier Roxb )

    Tanaman gambir (Uncaria gambier  Roxb) merupakan salah satu tanaman

     perkebunan rakyat yang hasilnya merupakan bahan baku industri dan merupakan

    salah satu komoditi ekspor handalan Sumatera Barat. Pembudidayaan tanaman ini

    oleh rakyat masih sangat tradisional dan dalam skala yang relatif kecil. Daerah

     penghasil gambir terbesar di Indonesia adalah Sumatera Barat. Propinsi lain yang

     juga menghasilkan gambir antara lain adalah Aceh, Riau, Sumatera Selatan, dan

    Kalimantan Barat (Ardi, 2003).

    Tanaman gambir banyak dibudidayakan karena manfaatnya sebagai bahan

     penyamak dan bahan pewarna dalam industri batik. Di beberapa negara, gambir

    digunakan sebagai bahan untuk mencegah pembusukan dan mengenyalkan kulit.

    Di Eropa, gambir merupakan bahan untuk menghasilkan calf dan kips, di India

    gambir dimanfaatkan oleh industri kosmetik astringent dan lotion, di Perancis

    dimanfaatkan untuk penjernih pada industri bir dan bahan untuk mengendapkan

     protein yang dapat menyebabkan bir menjadi busuk. Pada industri obat-obatan di

    Malaysia sering digunakan sebagai obat batuk, luka bakar, disentri, wasir, diare,

    dan sakit kerongkongan; dan di Jepang pembuatan permen anti nikotin (Udarno

    dan Wowon , 2013).

    2.1.1. Klasifikasi Gambir

    Tanaman gambir dapat tumbuh di tanah podsolik merah kuning sampai

    merah kecoklatan. Biasanya terdapat banyak didaerah Sumatra dan sekitarnya.

    Berikut adalah klasifikasi tanaman gambir menurut Udarno dan Wowon (2013) :

    Divisio : Spermatophyta

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    8/121

    8

    Sub-Divisio : Angiospermae

    Kelas : Dicotiledon

    Bangsa : Rubiales

    Famili : Rubiaceae

    Genus : Uncaria 

    Spesies : Uncaria gambir  (Hunter) (Robx).

    Gambar. 2. Tanaman GambirSumber : http://www.otdanews.com/read-news-6-0-38-potensi-lima-puluh-

    kota.otdanews#.U3WT5XYaiSo (2012)

    2.1.2. Kandungan Kimia Gambir

    Hasil yang diambil dari tanaman gambir adalah berupa getah atau sari dari

    daun dan ranting muda yang direbus, selanjutnya diperas atau dikempa,

    diendapkan, dicetak dan kemudian dikeringkan. Gambir mengandung berbagai

    senyawa seperti katechin, tannin, kuarsetin,  fluoresin  dan lilin yang banyak

    digunakan dalam industri penyamakan kulit, pembatikan, cat, obat-obatan,

    kosmetik dan lain sebagainya (Ardi, 2003) 

    Gambir merupakan tanaman penghasil tannin yang cukup baik. Tannin

    dalam gambir biasanya digunakan untuk proses penyamakan kulit. Bahan

     penyamak ini merupakan bahan penyamak nabati. Biasanya pengambilan tannin

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    9/121

    9

     pada gambir masih menggunakan cara tradisional. Menurut Muchtar et., al .

    (2010), gambir dengan komponen utamanya katechin dan tanin yang merupakan

    senyawa kompleks dari golongan polifenol dengan struktur flavonoid. Moelyono

    (1995) menambahkan, didalam daun gambir terdapat catechin dan asam catechu

    tannic (tanin), yang merupakan unsur utama gambir dan berperan penting sebagai

     penyamak. Kadar katechin berpengaruh positif terhadap mutu gambir sebagai

     bahan penyamak. Dalam industri perkulitan, gambir digunakan sebagai

     penyamak. Gambir murni mengandung 40% - 60% zat samak yang disebut

    Iooistof.

    Catechin adalah golongan senyawa ester dari aromatic oxycarbon acid,

    dimana golongan ini merupakan looistof dalam bentuk depsident. Catechin dapat

     pula memberikan pyrolisa yang dinamakan pyrocatechin atau pyrocatechol.

    Pyrocatechin adalah suatu senyawa dari gugusan hydroxy, arena yang merupakan

    isomeri dari golongan dihydric-phenol dengan rumus C6H4(OH)2. Dari rumus

     bangunya ini, pyrocatechin dinamakan juga orthodihydroxy benzenna atau 1-2

    dihidroxy benzenna. Sifat-sifat pyrocatechin ini antara lain memiliki titik leleh

     pada 1050C, titik didih pada 2450C, kelarutanya dalam air sekitar 24 gram per 100

    gram air pada suhu 200C (Moelyono, 1995).

    Senyawa-senyawa lain yang sejenis dengan pyrocatechin dan termasuk

    gugusan hydroxy-arena dari golongan dihydric-phenol menurut Moelyono (1995),

    ialah :

    1.  Hydroquinone (para dihydroxy benzenna), biasa digunakan sebagai zat

    warna untuk pembangkit (fiksasi) dalam bidang pemotretan.

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    10/121

    10

    2.  Resorcin (metha dihydroxy benzenna), merupakan suatu zat warna alami

    yang serupa dengan lakmus.

    Hydroquinone mempunyai titik leleh pada 1100

    C, titik didih pada 2770

    C, dan

    kelarutannya dalam 100 gram air pada 200C sejumlah 147 gram. Sedangkan

    resorcin mempunyai titik leleh pada 170,50C, titik didih pada 2860C, dan

    kelarutanya dalam 100 gram air pada suhu 200C sejumlah 6,5 gram. Hal ini yang

    menunjukan bahwa gambir memiliki zat warna yang cukup kuat dan awet.

    Menurut Isnawati (2010), kandungan dan komposisi kimia ekstrak gambir

    yaitu katekin 7-33%, asam kathechu tanat 20-55%, pyrokatechol 20-30%,

    gambir flouresen 1-3%, katechu merah 3-5%, quersetin 2-4%, fixed oil 1-2%,

    lilin 1-2%, dan sedikit alkaloid.

    2.2. Ikan Nila (Oreochromis ni loticus ) 

    2.2.1. Klasifikasi Ikan Nila

    Ikan nila merupakan jenis ikan air tawar yang banyak dikonsumsi oleh

    masyarakat. Ikan nila berasal dari sungai Nil dan danau-danau di sekitarnya.

    Berikut adalah klasifikasi ikan nila menurut Khairuman dan Amri (2012) :

    Fillum : Chordata

    Sub-Fillum : Vertebrata

    Kelas : Pisces

    Sub-Kelas : Acanthopterigii

    Bangsa : Perciformes

    Suku : Cichlidae

    Marga : Oreochromis

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    11/121

    11

    Spesies : Oreochromis niloticus 

     Nama Asing : Nile Tilapia 

     Nama Lokal : Nila

    Gambar 3. Ikan NilaSumber: http://seputarduniaair.blogspot.com/2012/04/ikan-air-tawar-ikan-

    nila.html (2012)

    2.2.2. Morfologi Ikan Nila

    Berdasarkan morfologinya, kelompok ikan Oreochromis memang berbeda

    dengan kelompok tilapia. Secara umum, bentuk tubuh ikan nila memanjang dan

    ramping dengan sisik berukuran besar. Bentuk matanya besar dan menonjol

    dengan tepi berwarna putih. Gurat sisi (linea literalis) terputus dibagian tengah

    tubuh kemudian berlanjut lagi, tetapi letaknya lebih kebawah dibandingkan

    dengan letak garis yang memanjang diatas sirip dada. Jumlah sisik pada gurat sisi

    sebanyak 34 buah. Sirip punggung, sirip perut dan sirip duburnya memiliki jari-

     jari lemah, tetapi keras dan tajam seperti duri. Sirip punggung dan sirip dada

    tampak hitam. Pinggir sirip punggung berwarna abu-abu atau hitam (Khairuman

    dan Amri, 2012).

    Banyak orang yang keliru membedakan ikan nila dan ikan mujair

    (Oreochromis mossambicus). Letak perbedaan keduanya bisa dilihat dari

    http://seputarduniaair.blogspot.com/2012/04/ikan-air-tawar-ikan-nila.htmlhttp://seputarduniaair.blogspot.com/2012/04/ikan-air-tawar-ikan-nila.htmlhttp://seputarduniaair.blogspot.com/2012/04/ikan-air-tawar-ikan-nila.htmlhttp://seputarduniaair.blogspot.com/2012/04/ikan-air-tawar-ikan-nila.html

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    12/121

    12

     perbandingan panjang total dan tinggi badan. Ikan nila memiliki perbandingan 3:1

    sedangkan ikan mujair memiliki perbandingan 2:1. Selain itu terlihat pola garis-

    garis vertikal yang sangat jelas disirip ekor dan sirip punggung ikan nila. Jumlah

    garis vertikal pada sirip ekor ada enam buah dan sirip punggung delapa buah.

    Garis vertikal juga ada di kedua sisi tubuh nila dengan jumlah delapan buah. Nila

    memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip dada (dorsal fin),

    sirip perut (venteral fin), sirip anal (anal fin) dan sirip ekor (caudal fin). Sirip

     punggungnya memanjang dari bagian atas tutup insang sampai bagian atas sirip

    ekor. Ada juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil.

    Sementara itu sirip anus hanya satu buah dan berukuran agak panjang dan sirip

    ekor satu buah berbentuk bulat (Khairuman dan Amri, 2012).

    2.3. Karakteristik Kulit Ikan

    Kulit ikan sama seperti vertebrata yang lain, terdiri dari dua jaringan,

    yaitu: bagian luar yang disebut epidermis dan bagian dalam yang disebut dermis

    (corium).  Pada spesies lain (elasmobranchii, salmon dan lain sebagainya)

    integumennya cukup kuat sehingga sangat bermanfaat dalam pembuatan kulit

    samak (Oosten, 1969).

    Konstituen dari kulit ikan secara kimiawi dapat dibagi atas dua golongan

    yaitu konstituen non protein dan konstituen protein. Konstituen non protein yang

     penting adalah lipid, karbohidrat, mineral, enzim dan vitamin (Judoamidjojo,

    1974). Kulit ikan juga mengandung air sebanyak 69,6 %, protein 26,9 % dan

    lemak 0,7 % (Oosten, 1969).

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    13/121

    13

    Secara histologis, kulit ikan dapat dibagi menjadi 3 lapisan,  yaitu lapisan

    epidermis, dermis atau korium/cutis), dan hypodermis atau  subkutis

    (Judoamidjojo, 1981). Lapisan epidermis disebut juga lapisan tanduk yang

     berfungsi sebagai pelindung dari pengaruh luar. Lapisan dermis (corium) adalah

     bagian terpenting kulit yang terletak di bagian tengah yang besarnya kira-kira

    85% dari tebal kulit. Lapisan subcutis adalah bagian paling bawah kulit. Kulit

    dapat dibagi menjadi 3 lapisan, yaitu epidermis, dermis (corium) (gambar 4 dan

    5), dan hypodermis (subcutis).

    a.  Epidermis

    Epidermis adalah lapisan luar kulit. Strukturnya berbentuk selular dan

    terdiri dari lapisan-lapisan sel epithel yang dapat berkembangbiak dengan

    sendirinya. Lapisan epidermis tidak terdapat pembuluh darah, jadi zat

    makanannya diperoleh dari pembuluh darah lipa yang terdapat di dermis (corium).

    Epidermis merupakan lapisan luar dan pada penyamakan kulit biasanya lapisan ini

    harus dibuang sampai bersih. Pada epidermis ditemukan kelenjar-kelenjar yang

    dapat mengeluarkan lender (Djojowidagdo, 1982). Epidermis merupakan lapisan

     paling atas/luar, dengan ketebalan kira-kira 1 - 2% dari tebal kulit, sel-selnya tua

    atau mati dan keras. Lapisan ini akan hilang pada proses pengapuran dan

     pembuangan sisik (Purnomo, 1991).

    b. Dermis (corium)

    Dermis adalah bagian pokok tenunan kulit yang akan diubah menjadi kulit

    samak. Dermis sebagian besar tersusun dari serat-serat tenunan pengikat. Tenunan

    kolagen merupakan penyusun utama dan konstituen pokok pembentuk kulit

    samak. Dermis dibagi dalam dua lapisan yaitu lapisan thermostat dan lapisan

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    14/121

    14

    reticula. Lapisan thermostat adalah lapisan teratas dimana terdapat akar rambut,

    kelenjar-kelenjar dan urat daging. Lapisan ini hanya sebagian kecil dari seluruh

    kulit. Serat tenunan pengikat pada lapisan ini umumnya kecil dan halus. Lapisan

    reticula  sebagian besar terdiri dari serat anyaman serat kolagen yang tersusun

    secara berkasberkas. Berkas-berkas serat ini lebih besar daripada berkas-berkas

    kolagen yang terdapat pada lapisan thermostat (Judoamidjojo, 1981)

    Dermis adalah jaringan pengikat yang  fibrous tersusun oleh benang-

     benang kolagen, elastin, jaringan saraf, pembuluh darah, sel-sel zat warna, dan

    kadang-kadang sel-sel lemak (Hadiwiyoto, 1993). Lapisan dermis (corium) adalah

     bagian pokok tenunan kulit yang akan diubah menjadi kulit samak. Dermis

    (corium) memiliki tiga tipe tenunan pengikat, yaitu tenunan kolagen, elastin, dan

    retikuler. Dermis (corium) sebagian besar tersusun dari berkasberkas serabut

    kolagen yang saling membentuk anyaman. Tenunan kolagen merupakan penyusun

    utama pembentuk kulit samak dan menentukan rupa dari kulit (Judoamidjojo,

    1981).

    c. Hypodermis (subcutis)

    Hypodermis atau tenunan subcutis menghubungkan dermis (corium)

    dengan bagian-bagian lain dari tubuh. Susunannya longgar dan terdapat tenunan

    lemak serta merupakan tempat tertimbunnya lemak. Para penyamak menamakan

    tenunan tersebut tenunan daging. Hypodermis atau tenunan subcutis sebelum

    disamak dibuang secara mekanik pada waktu proses ” fleshing ”.  Menurut

    Judoamidjojo (1981), lapisan subcutis adalah tenunan pengikat longgar yang

    menghubungkan dermis (corium) dengan bagian-bagian lain dari tubuh.

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    15/121

    15

    Gambar 4. Penampang melintang kulit ikan

    Gambar 5. Penampang jaringan kulit dengan lapisan-lapisan pembentuk

    Umumnya semua ikan mempunyai kulit, baik kelompok ikan demersal

    maupun pelagis. Namun demikian tidak semua jenis ikan yang berkulit

    dapatdipakai sebagai bahan baku produk kulit. Ada 2 persyaratan pokok kulit

    yang dapatdipakai sebagai bahan baku yaitu: (1) syarat fisik dan (2) ekonomis

    atau komersial. Syarat fisik mencakup tebal (minimal 1 mm) dan lebar minimal 10

    cm, serta syarat ekonomis/komersial adalah harus bersisik dan atau memiliki

    manik-manik yang memperlihatkan kekhasan dan keistimewaannya (Sahubawa,

    2011). 

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    16/121

    16

    Kulit ikan yang memiliki sisik, akan memperlihatkan bentuk 3 dimensi yang

    sangat menarik saat setelah diolah menjadi kulit tersamak. Sama halnya juga

    dengan kulit ikan yang memiliki manik-manik dan atau mutiara, akan

    memperlihatkan produk kulit yang sangat menarik, sehingga memiliki nilai

    komersial yang sangat tinggi dengan harga yang sangat kompetitif di pasar.

    Produk-produk kulit seperti ini memiliki nilai orisinalitas sehingga sering menjadi

     bahan koleksi dan diburu para kolektor produk kulit. Selain memperlihatkan

    orisinalitas, produk kulit ikan juga awet dan tahan lama seperti halnya produk

    kulit konvensional (Sahubawa, 2011).

    2.4. Penyamakan

    Prinsip dari proses penyamakan menurut Judoamidjojo (1981) adalah

    sebagai berikut:

    a. Pembuangan bagian-bagian yang tidak dikehendaki, misalnya epidermis,

    hypodermis dengan perendaman dan pengapuran kemudian pembuangan

    sisik, lendir dan daging.

     b. Persiapan tenunan derma untuk disamak, yaitu dengan perendaman,

     pengapuran, pembuangan kapur, pelumatan dan pemikelan atau

     pengasaman. Proses-proses tersebut membebaskan kulit epidermis serta

    mempersiapkan derma secara kimia dan mekanis. Pengapuran yang dapat

    memperlunak epidermis dan membuka tenunan kulit adalah proses kimia.

    Sedangkan pembuangan rambut dan hypodermis dengan menggunakan

     pisau adalah proses mekanis.

    c. Penyamakan yaitu absorpsi dari zat penyamak dalam larutan oleh

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    17/121

    17

    substansi kulit akan mengubah kulit mentah menjadi kulit samak.

    d. proses perampungan, seperti pelamakan, pengeringan, pengecatan,

     pementangan, pengetunan (peregangan), kesemuanya bertujuan untuk

    memperbaiki kualitas dan rupa kulit samak.

    2.5. Proses Penyamakan (Tanning)

    Menurut Didiek dan Sukarsono (2006), proses penyamakan pada dasarnya

    adalah kegiatan mengubah kulit mentah yang merupakan bahan yang sangat cepat

    menjadi busuk menjadi kulit tersamak yang berupa produk yang sangat stabil

    untuk jangka waktu yang tidak terbatas sehingga mempunyai nilai jual yang

    sangat signifikan. Secara garis besar proses penyamakan :

    1. penyamakan nabati (menggunakan ekstrak dari tumbuh·tumbuhan misalnya

    mimmosa, chestnut, quebracho).

    2. penyamakan mineral (menggunakan mineral sebagai agensia penyamak,

    misalnya kromium, besi, zirkonium yang digunakan dalam bentuk-bentuk

    garam.

    3. penyamakan organik lain (formaldehid, sintetic dan lain-lain).

    Dalam industri penyamakan kulit, proses penyamakan (tanning)

    merupakan tahap yang sangat penting. Obyeknya adalah memproses kulit mentah

    yang datang dari rumah potong dalam kondisi segar, awet kering, atau awet

    garaman, menjadi kondisi yang sesuai untuk operasi kimia dalam penyamakan.

    Kegiatan ini menghilangkan bahan-bahan non-kolagen, sedangkan bahan kolagen

    yang merupakan protein di dalam kulit mentah dimantapkan oleh agensia

     penyamak pada tempat-tempat yang reaktif, dan hal ini merupakan fenomena

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    18/121

    18

     berhentinya pembusukan. Dewasa ini digunakan berbagai agensia (bahan

     penyamak seperti bahan samak nabati ataupun bahan samak mineral tergantung

     pada jenis kulit yang akan dibuat. Pemakaian bahan penyamak mineral akan

    menyebabkan terlepasnya limbah yang mengandung mineral, terutama logam-

    logam yang digunakan sebagai agensia penyamak (Didiek dan Sukarsono, 2006)

    Penggunaan tannin sebagai bahan samak nabati pada kulit samak dengan

    tingkat konsentrasi yang berbeda mampu menghasilkan kualitas akhir samak bulu

    yang berkualitas beda, tetapi masih mampu meningkatkan kualitas kulit. Kualitas

    yang perlu diperhatikan dalam produk-produk kulit samak diantaranya adalah

    kelemasan, kekuatan jahit, dan kekuatan sobek dari kulit setelah disamak tannin.

    Produk garmen yang berkualitas tinggi, membutuhkan kelemasan kulit tinggi, bila

    kelemasan pada kulit samak rendah, akan menurunkan kualitas produk dimana

    kelemasan yang rendah, maka produk yang dihasilkan menjadi kaku dan pada

    akhirnya produk tidak akan nyaman bila dipakai. Kekuatan jahit perlu

    diperhatikan karena kekuatan jahit yang tinggi maka jahitan tidak mudah terlepas,

     begitu juga dengan kekuatan sobek dari kulit samak tersebut. Kekuatan sobek

    yang tinggi mampu menghasilkan produk-produk garmen yang kuat, tidak

    mudah sobek (Mustakim et.,al , 2007)

    2.6. Tanin

    Tanin dalam getah gambir, seperti juga yang didapatkan dari tumbuhan

    lainnya, yaitu merupakan senyawa kompleks dari glucosida bermacam-macam

     polyphenol. Adanya glucosida, menyebabkan tanin mempunyai daya antiseptis.

    Pengaruhnya pada kulit dapat mengkombinasi dengan protein kulit, sehingga

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    19/121

    19

    dengan demikian tanin dapat dipakai sebagai antidotum pada penyamakan kulit.

    Dengan garam ferro, tanin dapat memberikan warna biru kehitaman, sehingga

    dapat dijadikan bahan pembuat tinta. Kandungan tanin juga memiliki zat-zat

    warna yang cukup banyak, seperti epi-catechin yang merupakan isomeri dari

    catechin, yang dapat memberikan warna coklat oranye; morin,  yang dapat

    memberikan warna kuning, dan marine,  juga dapat memberikan warna coklat

    oranye, serta zat anthocyanin  yang memberikan efek warna biru, merah, violet

    dan purple. (Moelyono, 1995).

    Kulit yang disamak dengan bahan penyamak nabati akan terjadi hubungan

    antara tanin dengan protein kulit yang akan berikatan dan membentuk kulit

    tersamak, maka kulit menjadi padat. Karena kepadatan kulit tersebut, kulit

    menjadi lebih kaku dan plastis, sehingga kekuatan tariknya rendah dibandingkan

    dengan kulit yang disamak mineral maupun sintetis. Disamping itu kulit yang

    disamak dengan bahan penyamak nabati bersifat buffing eject   atau mampu

     bertahan terhadap pengaruh asam maupun basa dengan baik, kemudian

    mempunyai daya serap air yang tinggi, wama coklat muda, kulit kaku, tetapi

     prosesnya sederhana (Untari, 2006).

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    20/121

    20

    III. MATERI DAN METODE

    3.1. Hipotesis Peneltian

    Hipotesis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

    Ho  : Diduga penggunaan gambir sebagai bahan penyamak    pada proses

     penyamakan tidak berpengaruh terhadap kualitas fisik kulit ikan nila

    (Oreochromis niloticus) 

    H1  : Diduga penggunaan gambir sebagai bahan penyamak pada proses

     penyamakan berpengaruh terhadap kualitas fisik kulit ikan nila

    (Oreochromis niloticus)

    F hitung < F tabel (taraf uji : 5%) maka terima H0 tolak H1 

    F hitung ≥ F tabel (taraf uji : 5%) maka tolak H0 terima H1 

    3.2. Materi Penelitian

    Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit ikan nila

    (Oreochromis niloticus) mentah dengan ukuran panjang 20-30cm, ketebalan ±

    0,2mm dan berat kulit ikan nila segar dalam 1kg terisi 30 lembar yang didapatkan

    dari PT. Aquafarm, Semarang. Bahan penyamak yang digunakan adalah gambir

    yang didapatkan dari esktrak tangkai dan daun tanaman gambir dalam betuk

     padat. Ekstrak gambir tersebut diproses 1 minggu sebelum digunakan dari

    Padang, Sumatra Barat.

    3.2.1. Alat

    Alat yang digunakan dalam penelitian tersebut sudah tersaji pada tabel 1 :

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    21/121

    21

    Tabel 1.  Alat yang digunakan dalam penelitian No. Nama Alat Kegunaan

    1.

    2.

    3.

    Drum pemutar

    Ember plastik

    Sikat

    Tempat menghomogenisasikan kulit

    Tempat merendam kulit ikan

    Menghilangkan kotoran pada kulit

    4. Timbangan Mengukur berat

    5. Pengaduk Menghomogenisasikan kulit dan larutan

    6. Gelas ukur Mengukur volume bahan penyamak

    7. Kompor listrik Alat pemanas

    8. pH-meter Mengukur tingkat keasaman

    9. Termometer Mengukur suhu10. Papan pementangan Memaksimalkan ukuran kulit

    11. Alat pengampelas Menghaluskan kulit samak

    12. Alat pengkilap Mengkilapkan kulit samak

    13. Sterofoam Menyimpan kulit ikan

    14.  Pisau  Membersihkan sisa daging pada kulit 

    3.2.2. Bahan

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini tersaji pada tabel 2 :

    Tabel 2.  Bahan yang digunakan dalam penelitian

     No. Nama Bahan Kegunaan

    1.

    2.

    3.

    4.5.

    6.

    7.

    8.

    9.

    10.

    Kulit ikan nila

    air

     Na2S

    KapurSoda abu

    H2SO4

    ZA

    Hostapul NP

    Palqolbat

    Asam su

    Bahan kulit samak

    Pelarut

    Bahan liming  

    Bahan liming dan re-limingBahan re-liming  

    Bahan deliming  

    Bahan deliming  

    Bahan degreasing  (buang lemak)

     Batting agent

    Bahan pickel

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    22/121

    22

    Lanjutan Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian11 Anti Jamur Menghilangkan jamur selama pemeraman

    12 NH4Cl Bahan bating  

    13 Chrome Bahan pre-tanning  dan re-tanning  

    14. Soda kue Bahan pre-tannning  

    15. Gambir Bahan tanning

    16. FA Bahan fiksasi dan pre-tanning  

    17. Sincal dr Bahan fiksasi 

    18. Glutaral dehide Bahan re-tanning I

    19. Netralizing syntan Bahan untuk netralisasi

    20. Na Asetat Bahan untuk netralisasi21. Acrilic Bahan re-tanning II  

    22. Sintan Bahan re-tanning II  

    23. Basintan rd Bahan re-tanning II  

    24. Novaltan Bahan re-tanning II  

    25. Drasil sm Bahan re-tanning II  

    26. Leatin Bahan peminyakan

    27. Molescal Bahan peminyakan

    28. Minyak ikan Bahan peminyakan

    29. Fix Z Bahan peminyakan

    3.3. Metode Penelitian

    3.3.1. Penyamakan kulit

    Proses penyamakan yang digunakan adalah metode Mustika (2001) yang

    telah di modifikasi, proses penyamakan kulit dilakukan sesuai standar BBKKP

    Yogyakarta, yaitu melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

    1.  Perendaman (Soaking).  Kulit ikan nila kering yang telah disiapkan

    direndam didalam air sebanyak delapan sampai sepuluh kali berat kulit

    yang telah dicampur dengan antimol (antiseptik) dan teepol masing-

    masing sebanyak 0,5% kemudian direndam semalam. Setelah proses

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    23/121

    23

     perendaman selesai, kulit diangkat dan dibilas dengan air bersih kemudian

    ditiriskan hingga air tidak menetes lagi dari kulit, setelah itu dilakukan

     penimbangan. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengembalikan kadar

    air yang hilang selama proses pengawetan (pengeringan) sehingga

    kandungan airnya mendekati kulit segar serta menghilangkan kotoran,

    tanah dan darah yang melekat pada kulit.

    2.  Pengapuran (Liming)  dan Pembuangan Sisik. Tujuannya adalah

    menghilangkan sisik, menghilangkan zat-zat kulit yang tidak diperlukan,

    menyabunkan lemak dan membengkakkan kulit sehingga daging yang

    menempel pada kulit dapat dengan mudah dilepas. Pembuangan sisik

     bertujuan untuk menghilangkan sisik yang tidak diperlukan, yang masih

    melekat pada kulit. Kulit yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam air

    sebanyak tiga kali berat kulit yang telah dicampur 1OBe larutan Na2S (

    13% Na2S kemudian dicampur satu liter air). Kulit direndam selama satu

    malam dan dilakukan pengadukan minimal tiga kali dengan interval

    sepuluh menit. Esokya kulit diangkat dan disikat sisiknya hingga lepas lalu

    dicuci bersih lalu dimasukkan ke dalam larutan kapur yang terdiri dari air

    sebanyak empat kali berat kulit dan kapur sebanyak 2%. Kulit direndam

    selama satu hari lalu dan esoknya kulit dicuci bersih, sampai air bilasan

     berwarna bening lalu ditimbang.

    3.  Buang Kapur (Deliming). Proses ini dilakukan dengan merendam kulit

    yang telah dibilas didalam larutan yang terdiri dari air sebanyak tiga kali

     berat kulit, 1% ZA dan 1% H2SO4 yang telah diencerkan sepuluh kali dan

    dimasukkan secara bertahap tiga kali dengan interval 15 menit. Proses ini

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    24/121

    24

     bertujuan menghindari pembengkakan kulit, menghilangkan kapur serta

    menetralkan kulit dari susasana basa akibat pengapuran (pH 11) menjadi

    atau mendekati normal (pH 8), sehingga proses bating dapat berlangsung

    dengan optimal.

    4.  Pengikisan Protein (Bating). Tujuan dilakukannya proses ini adalah

    menghilangkan sebagian protein kulit yang tidak terpakai (non kolagen)

    yang terdapat antara serat kulit dan elastin, sehingga kulit samakan

    menjadi lebih lunak dan lemas. Perlakuan bating dengan NH4Cl dilakukan

     pada pH 5-6 dan dilakukan setelah ZA ditambah asam formiat (untuk

    menciptakan suasana asam) dan 0,5% teepol, dicampur, sampai pH yang

    diinginkan tercapai. Setelah pH dicapai maka NH4Cl dan kulit dimasukkan

    lalu di rendam dengan lama perendaman selama 30 menit, setelah selesai

    dilakukan uji bating. Apabila proses bating   belum sempurna maka

     pengadukan dilanjutkan hinga kulit lolos uji bating .

    5.  Pengasaman (Pickling). Proses ini bertujuan menyiapkan kulit dalam

    kondisi asam (pH 2,5-3) sesuai dengan pH bahan penyamakan krom

    sehingga proses penyamakan dapat berlangsung optimal. Proses ini

    dilakukan dengan merendam kulit ke dalam larutan berisi air sebanyak

    100% berat kulit dan 10-15% NaCl, kemudian diputar 15 menit. Setelah

    itu masukkan secara perlahan-lahan 0,5% asam formiat yang telah di

    encerkan lima kali kemudian diputar selama 30 menit lalu tambahkan 1%

    H2SO4 pekat yang telah diencerkan sebanyak 10 kali. Penambahan H2SO4

    ini dilakukan tiga kali dengan interval 15 menit lalu diputar lagi minimal

    dua jam.

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    25/121

    25

    6.  Penyamakan (Tanning). Pada penelitian bahan penyamak yang digunakan

    adalah bahan penyamak non mineral (gambir). Air yang digunakan adalah

    air sisa pikel sebanyak 2/3 dari jumlah seluruh air pikel kemudian ke

    dalamnya ditambahkan gambir (pada pendahuluan yaitu 0%, 5%, 10%,

    15%, 20%, dan 25%, perlakuan terbaik pada penelitian pendahuluan

    adalah konsentrasi 15% maka pada penelitian utama yaitu 0%, 12,5%,

    15% dan 17,5%) menggunakan konsentrasi terbaik dari penelitian

     pendahuluan. Kulit dimasukkan ke dalam larutan yang berada di dalam

    drum pemutar dan diputar selama dua jam. Uji kematangan (boiling test) 

    dilakukan untuk mengetahui apakah kulit yang disamak sudah matang atau

     belum. Uji ini dilakukan dengan menggunakan kulit yang dipotong

    secukupnya dan dipanaskan hingga air mendidih. Bila kulit tidak

    mengalami perubahan (tidak kaku dan tidak mengkerut) maksimal 10%,

    maka kulit dapat dinyatakan matang. Kulit kemudian ditiriskan dan

    diperam satu malam (aging)  kemudian ditimbang. Hasil penimbangan

    dinyatakan sebagai berat kulit wet blue. 

    7.   Netralisasi. Proses ini bertujuan untuk menurunkan tingkat keasaman kulit

    sehingga tidak mengganggu proses selanjutnya (proses peminyakan). Kulit

    dimasukkan ke dalam campuran 150% air dan 1% natrium formiat

    kemudian diputar sekitar 15 menit lalu ditambahkan 1% soda kue yang

    telah diencerkan lima kali. Penambahan ini dilakukan bertahap sebanyak

    tiga kali dengan interval 15 menit dan diputar lagi selama satu jam lalu

    dicuci bersih dan ditiriskan.

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    26/121

    26

    8.  Peminyakan (Fatliquoring). Tujuannya adalah untuk mendapatkan kulit

    yang lebih lemas, lebih fleksibel serta mempunyai kemuluran yang tinggi

    sesuai dengan standar dan tujuan pemakaiannya. Proses ini dilakukan

    dengan mempersiapkan larutan yang terdiri dari minyak sulfat sebanyak

    6% yang di encerkan sepuluh kali dan air sebanyak 150% dengan suhu

    60OC. Kulit dimasukkan kedalam larutan dan diputar 30 menit.

    9.  Fiksasi (Fixation). Pada proses ini larutan tadi ditambahkan asam formiat

    sebanyak 0,5% yang telah diencerkan lima kali dan dimasukan secara

     perlahan-lahan dan diputar selama 15 menit. Tujuan dari proses ini adalah

    untuk memecah emulsi lemak dalam kulit agar terikat dalam serabut-

    serabut kulit.

    10.  Pemeraman (Aging). Bertujuan untuk memberi kesempatan agar reaksi

    kimia dalam kulit dapat berlangsung lebih sempurna. Pada proses ini kulit

    ditumpuk selama satu malam.

    11.  Pementangan (Tacking)  dan Pengeringan (Drying). Kulit dipentang di

     papan pementang dan dibiarkan kering di ruangan terbuka beratap. Tujuan

     pementangan untuk menambah luasan kulit, sedangkan pengeringan

     bertujuan mengurangi kadar air dalam kulit dan kulit menjadi kering.

    12. 

    Perapihan (Trimming)  dan Pelemasan (Staking). Kulit yang kaku akibat

    dari proses pementangan dan pengeringan dirapikan dengan cara

    menggunting bagian pinggir kulit agar kemudian dilemaskan, dengan

    tujuan melemaskan kulit dan mengembalikan luas kulit yang hilang

    (mengkerut) selama proses pengeringan menjadi normal kembali.

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    27/121

    27

    Pelemasan dilakukan menggunakan alat pelemas yang terbuat dari

    lempengan logam berbentuk lingkaran dan dilakukan dengan tangan.

    13. 

    Pengampelasan (Buffing). Kulit yang telah lemas selanjutnya di ampelas

    dengan alat pengampelas pada bagian dagingnya (subkutis). Tujuannya

    adalah untuk menghaluskan kulit bagian daging yang masih kasar supaya

    lebih halus dan lebih enak dipakai.

    14.  Penyelesaian (Finishing). Proses ini dilakukan dengan mengunakan

    larutan kasein yang terbuat dari 30 gram kasein yang dilarutkan dengan

    900 ml air hangat (60OC) dan 90 ml ammonia, dengan cara mengoleskan

    cairan ini ke permukaan kulit kemudian kulit dikeringkan dibawah sinar

    matahari. Setelah kering, proses pengulasan dilakukan sekali lagi dan

    dikeringkan kembali.

    15.  Pengkilapan (Glazing)  dan Penyetrikaan (Ironing). Kulit dikilapkan

    hingga mengkilap menggunakan mesin pengkilap. Kulit yang sudah

    mengkilap kemudian di setrika dengan alat setrika yang bersuhu 95OC,

    tekanan 100 atm selama tiga detik.

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    28/121

    28

    Gambar 6. Diagram Alir Penyamakan kulit

    Perendaman Kulit Ikan Nila (Soaking )

    Pengapuran ( Liming )

    Pembuangan Kapur ( Deliming )

    Pengikisan Protein ( Bating )

    Penelitian Pendahuluan:Konsentrasi Gambir: 0%, 5%,10%, 15%, 20%, dan 25%.

    Pengasaman ( Pickling )

    Penymakan (Tanning )

    Penyamakan Ulang ( Retanning I )

     Netralisasi

    Pemeraman ( Hanging )

    Penyamakan Ulang ( Retanning II )

    Analisa

    Pementangan (Stacking )

    Peminyakan ( Fatliquoring )

    Penelitian Utama:Konsentrasi Gambir: 0%, 12,5%,15%, dan 17,5%.

    Pengujian Fisik :Uji Kuat Tarik, Uji Kemuluran,

    Uji Kekuatan Sobek, Uji SuhuKerut dan Uji Kelemasan.

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    29/121

    29

    Pengujian kulit dilakukan di Laboratorium Uji Komoditi Kulit dan Sepatu

    (LUKKUS), Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta. Acuan

    syarat mutu kulit samak sebagian besar mengacu pada SNI 06-4586-1998 tentang

    syarat mutu kulit jadi dari kulit ular air tawar samak krom. Hal ini dilakukan

    karena belum tersedianya Standar Nasional Indonesia yang mengatur syarat mutu

    kulit ikan nila. Berikut syarat mutu kulit jadi dari kulit ular air tawar samak krom

    dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini :

    Tabel 3. Syarat Mutu Kulit Jadi dari Kulit Ular Air Tawar Samak Krom

    No Jenis Uji Satuan Syarat Mutu Keterangan

    I Fisis

    1 Tebal mm Minimum 0,2 Rata

    2 Ketahanan Gosok

    a.  Kering

     b.  Basah

    Tidak lentur

    Sedikit lentur

    Grey skala pada skala 4/5

    Grey skala pada skala 3/4

    3 Kekuatan Tarik N/cm   Minimum 1000,0

    4 Kemuluran % Minimum 30,0

    5 Kekuatan Sobek N/cm

     

    Minimum 150,0II Kimiawi

    1 Kadar Air % Maksimum 18,0

    2 Kadar Abu % Maksimum 2,0 Diatas kadar Cr 2O3 

    3 Kadar Cr 2O3 % Minimum 2,5

    4 Kadar Minyak /

    Lemak

    % 2,0 –  6,0

    5 pH 3,5 –  7,0 Untuk pH 3,5 - 4,5 apabilalarutan diencerkan 10 kali,

    selisih pH sesudah dan

    sebelum maksimum 0,7

    III Organoleptis

    1 Keadaan Kulit Berisi, liat, lemas Cukup

    2 Sisik Baik Permukaan halus,

    mengkilap dan bersih

    3 Bagian Daging Bersih

    4 Bentuk Kulit Simetris Perubahan bentuk tidak

    mencolok

    Sumber : SNI 06-4586-1998

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    30/121

    30

    3.3.2. Kekuatan Tarik

    Prosedur pengujian kekuatan tarik menurut SNI ISO 3376-2012 dimulai

    dari pengambilan contoh dengan enam cuplikan menggunakan pisau tekan pada

     bagian permukaan nerf, tiga cuplikan dengan sisi yang lebih panjang sejajar

    dengan garis punggung dan tiga cuplikan dengan sisi yang lebih panjang tegak

    lurus dengan garis punggung. Jika uji sebelumnya adanya selip cuplikan pada

     penjepit maka digunakan pisau tekan yang lebih besar.

    30 mm  A 50mm  C  30 mm

    5mm

    25mm  E 10mm

    B D

    Gambar 7. Bentuk Cuplikan Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran

    Mengukur lebar cuplikan menggunakan jangka sorong dengan ketelitian

    0,1 mm pada tiga posisi di sisi nerf dan tiga posisi di sisi daging. Setiap kelompok

    dilakukan tiga pengukuran, buat satu pengukuran pada titik tengah E (seperti pada

    gambar 7) dan dua lainnya diambil pada tengah-tengah jarak antara titik E dengan

    garis AB dan CD. Pengambilan rata-rata aritmatik dari enam kali pengukuran

    sebagai lebar cuplikan. Buat cuplikan pada tiga posisi yaitu pada titik tengah E

    dan pada posisi tengah-tengah antara titik E dengan garis AB dan CD. Ambil rata-

    rata tiga kali pengukuran sebagai tebal dari cuplikan.

    Mengatur penjepit dari alat uji kuat tarik dengan jarak 50 mm bila

    menggunakan cuplikan standar atau 100 mm apabila menggunakan cuplikan

     besar. Menjepit cuplikan pada penjepit sehingga ujung dari penjepit terletak

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    31/121

    31

    segaris dengan garis AB dan CD. Saat cuplikan dijepit, memastikan permukaan

    nerf   berada pada satu bidang. Jalankan mesin sampai cuplikan putus dan catat

    gaya tertinggi yang digunakan sebagai gaya saat putus.

    Kuat tarik, Tn  dalam Newton per millimeter persegi harus dihitung dengan

     persamaan :

    Tn =

    Keterangan :

    F : gaya tertinggi yang tercatat (Newton)

    W : rata-rata lebar cuplikan (mm)

    t : rata-rata tebal cuplikan (mm)

    3.3.3.  Kemuluran

    Prosedur pengujian kemuluran menurut SNI ISO 3376-2012 dimulai dari

     pengambilan contoh dengan enam cuplikan menggunakan pisau tekan pada bagian

     permukaan nerf, tiga cuplikan dengan sisi yang lebih panjang sejajar dengan garis

     punggung dan tiga cuplikan dengan sisi yang lebih panjang tegak lurus dengan

    garis punggung. Jika uji sebelumnya adanya selip cuplikan pada penjepit maka

    digunakan pisau tekan yang lebih besar.

    Mengukur lebar cuplikan menggunakan jangka sorong dengan ketelitian

    0,1 mm pada tiga posisi di sisi nerf dan tiga posisi di sisi daging. Setiap kelompok

    dilakukan tiga pengukuran, membuat satu pengukuran pada titik tengah E (seperti

     pada gambar ) dan dua lainnya diambil pada tengah-tengah jarak antara titik E

    dengan garis AB dan CD. mengambil rata-rata aritmatik dari enam kali

     pengukuran sebagai lebar cuplikan. Membuat cuplikan pada tiga posisi yaitu pada

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    32/121

    32

    titik tengah E dan pada posisi tengah-tengah antara titik E dengan garis AB dan

    CD. Mengambil rata-rata tiga kali pengukuran sebagai tebal dari cuplikan.

    Penjepitan cuplikan di antara penjepit pada alat. mengukur jarak antara

     penjepit dengan ketelitian 0,5 mm dan catat jarak ini, Lo, sebagai panjang awal

    dari cuplikan untuk keperluan pengujian. Menjalankan alat, apabila alat yang

    digunakan tidak secara otomatis menggambarkan kurva gaya atau kemuluran

    dengan ketelitian tertentu. Mengikuti jarak antara dua penjepit atau sensor pada

    setiap kenaikan beban. mencatat jarak antara kedua penjepit atau sensor tepat

    ketika gaya pertama kali mencapai nilai yang ditentukan. catatan jarak ini sebagai

     panjang cuplikan pada gaya yang ditentukan.

    Persentase kemuluran ditentukan dengan persamaan :

    Kemuluran (%) =

    Keterangan : LO  : Panjang awal (cm)

    Li  : Panjang pada waktu putus (cm)

    3.3.4.  Kekuatan Sobek

    Berdasarkan SNI 06-1794 -1990 pengujian terhadap kekuatan sobek dapat

    dilakukan dalam tiga model cuplikan, yakni model lidah, model celah dan model

    lapisan kulit. Model yang dipakai untuk uji ini yaitu model lidah. Untuk pengujian

    ini kulit dipotong dengan ukuran 10 × 2 cm (Gambar 7). Kemudian dibuat lubang

    “X” dengan diameter 0,2 cm yang berjarak 2 cm dari E ke X. Kemudian buat

    irisan dari lubang X memanjang ke F sehingga cuplikan teriris dan berbentuk

     potongan lidah. Kemudian ukur tebal di bagian yang akan tersobek, yakni

    disekitar titik X. Setelah itu dua bagian lidah yang terbentuk dipasang pada

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    33/121

    33

     penjepit mesin tarik. Mesin dijalankan sehingga kulit tersobek sempurna. Besar

    kekuatan sobek dipengaruhi oleh gaya yang diberikan untuk menarik cuplikan dan

     juga tebal cuplikan. Perhitungan rumusnya adalah sebagai berikut:

    Kekuatan Sobek = kg/cm

    Keterangan :

    F maksimum : Beban maksimum yang dibutuhkan untuk menarik contoh kulit

    sampai sobek (kg)

    t : Tebal contoh kulit (cm)

    Digunting

    A 0,20cm B

    E--------------------- F

    D C2,5 cm 6 cm 2 cm

    Gambar 8. Bentuk Cuplikan Uji Kekuatan Sobek

    3.3.5.  Suhu Kerut

    Prosedur pengujian suhu kerut sesuai dengan SNI 06-7127-2005 adalah

    sebagai berikut :

    1.  Memasukan (5,5 0,5) ml media pemanas (gliseril) kedalam tabung

    gelas, perendaman contoh uji kedalam tabung gelas yang berisi gliseril

    menggunakan pengaduk;

    2cm--------------------  X

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    34/121

    34

    2.  Menempatkan tabung gelas dengan posisi berdiri kedalam desikator,

     pengeluaran udara dalam tabung gelas sehingga tekanan lebih kecil

    dari 4 kPa selama 1-2 menit;

    3.  Membiarkan udara masuk kedalam desikator dan perendaman contoh

    dalam media pemanas tersebut 1 –  6 jam;

    4.  Mengaitan salah satu ujung contoh uji dengan pengait tetap dan ujung

    lainya dengan pengait bergerak. mengatur benang, katrol dan beban.

    5.  Memasukan media pemanas kedalam gelas piala dengan ketinggian

    minimum 30 mm diatas contoh uji bagian atas. Setelah suhu kerut

    contoh diketahui atau dapat diperkirakan, penggunaan pemanas dengan

    suhu minimum 10oC dibawah suhu pengkerutan yang diperkirakan;

    6.  Memanasan media dengan (2 0,2) oC/menit;

    7.  Mengamati suhu dan jarum penunjuk, sampai contoh uji mengalami

     pengkerutan;

    8.  Mencatat posisi jarum penunjuk dan suhu untuk mencari hubungan

    suhu dengan pengkerutan contoh uji 0,3 % dari panjang awal sebagai

    suhu pengkerutan kulit tersamak;

    9.  Apabila selisih suhu pengkerutan kulit tersamak dengan suhu awal

    media pemanas kurang dari 5o

    C, maka mengulangi prosedur 6.3.a

    sampai dengan 6.3.h menggunakan media pemanas dengan suhu awal

    lebih rendah.

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    35/121

    35

    3

    1

    4

    9

    8

    2 7

    5

    6

    Keterangan gambar :

    1.  Katrol2.  Beban 3 gram3.  Jarum penunjuk4.  Termometer5.  Pengait tetap6.  Gelas piala7.  Contoh uji8.  Pengait bergerak9.  Benang

    Gambar 9. Bentuk cuplikan uji suhu kerut

    3.3.6.  Uji Kelemasan

    1.  Pemilihan celah dari 35 mm, 25 mm atau 20 mm.

    CATATAN Disarankan agar celah yang digunakan sebagai berikut:

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    36/121

    36

    35 mm  –   untuk pengukuran kulit yang lebih kaku, misalnya, kulit

     bagian atas sepatu;

    25 mm  –   untuk pengukuran kulit yang lebih kuat dan lembut,

    misalnya, kulit jok dan kulit bagian atas sepatu yang lebih lemas;

    20 mm  –  untuk pengukuran kulit lebih lemas, misalnya, kulit untuk

     pakaian.

    2.  Menyiapkan mesin uji, dan penempatan cakram logam (4.2) pada atas

    celah berbentuk lingkaran.

    3.  Menaikan penjepit beban dan penutupan mesin uji untuk mengunci

    cakram logam dalam posisinya.

    4.  Melepaskan penjepit beban sampai jarum penunjuk pada posisi nol.

    Kemudian membukaan mesin uji dan melepaskan cakram logam.

    5. Meletakkan kulit sesuai dengan ISO 2418 pada celah dan Memastikan

    kulit terletak rata, tidak ada terlihat cacat seperti pada bekas

     pengulitan pisau atau goresan pada celah dan Memastikan tempat

    yang cukup untuk penjepitan yang efektif.

    6. Menaikkan penjepit beban dan menutup mesin uji untuk menjepit

    kulit pada posisinya

    7. Melepaskan penjepit beban, tunggu, dan pencatatan angka kemudian

     pembukaan mesin uji dan pengambilan kulit.

    8. Mengulang pengujian sebanyak 3 kali dan mencatat nilai rata-rata dan

    rentang nilainya.

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    37/121

    37

    Massa beban total

    Penjepit

    Penjepit silindris

    Celah lingkaran

    Gambar 10. Diagram tata letak mesin uji kelemasan

    3.4. 

    Rancangan Percobaan

    Rancangan yang digunakan dalam penelitian pendahuluan adalah

    Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan penggunaan gambir yang

    dihitung dari berat kulit ikan nila dan pengulangan pengujian sebanyak 3 kali

    (triplo). Penelitian yang dilakukan pada penelitian utama yaitu 4 perlakuan dari

    hasil terbaik penelitian pendahuluan dengan memperkecil selisih antar

    konsentrasi. Peubah yang diamati adalah kualitas fisik kulit ikan nila samak

    (kekuatan tarik, kemuluran, suhu kerut, kekuatan sobek dan kelemasan kulit).

    Metode penelitian ini bersifat experimental laboratories yaitu observasi di

     bawah kondisi buatan dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti.

    Tujuan dari penelitian experimental laboratories adalah untuk menyelidiki ada

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    38/121

    38

    tidaknya hubungan sebab akibat serta berapa besar hubungan sebab akibat dengan

    memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok experimental

    (Nazir, 2003). Rancangan penelitian utama kualitas kulit ikan nila samak tersaji

     pada tabel 4.

    Tabel 4. Matriks Penelitian

    Parameter UlanganPerlakuan Konsentrasi Kulit Ikan Nila (%)

    0 12,5 15 17,5

    Kekuatan Tarik 1 K1 K2 K3 K4

    2 K1 K2  K3  K4 

    3 K1 K2  K3  K4 

    Kemuluran 1 K1 K2  K3  K4 

    2 K1  K2  K3  K4 

    3 K1  K2  K3  K4 

    Suhu Kerut 1 K1  K2  K3  K4 

    2 K1  K2  K3  K4 

    3 K1  K2  K3  K4 

    Kekuatan Sobek 1 K1  K2  K3  K4 

    2 K1  K2  K3  K4 

    3 K1  K2  K3  K4 

    Kelemasan 1 K1  K2  K3  K4 

    2 K1  K2  K3  K4 

    3 K1 

    K2 

    K3 

    K4 

    Keterangan:K1 = Perlakuan Konsentrasi 0%K2 = Perlakuan Konsentrasi 12,5%K3 = Perlakuan Konsentrasi 15%K4 = Perlakuan Konsentrasi 17,5%

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    39/121

    39

    3.5.  Analisis Data

    Data uji yang diperoleh dari hasil uji kekuatan tarik, kemuluran, suhu kerut,

    kekuatan sobek dan kelemasan kemudian dilakukan uji normalitas apabila data

    yang diperoleh termasuk data yang normal kemudian dianalisis dengan sidik

    ragam atau  Analysis of Variety  (ANOVA). Analisis dilakukan dengan

    membandingkan nilai F hitung dengan F tabel. Apabila nilai F hitung lebih besar

    dari F tabel pada taraf nyata 5% maka perlakuan dikatakan berbeda nyata.

    Jika analisis sidik ragam dikatakan berbeda nyata maka dilakukan uji

    lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) karena nilai koefisien keragaman kecil (

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    40/121

    40

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Penelitian Pendahuluan

    Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terbaik

    dari gambir sebagai bahan penyamak pada proses penyamakan kulit ikan nila.

    Konsentrasi menggunakan gambir terbagi atas 6 perlakuan yaitu (0%); (5%);

    (10%); (15%), (20%) dan (25%), hal ini berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu

     penelitian Sahubawa (2009), yang melakukan penyamakan kulit ikan kakap

    dengan menggunakan bahan penyamak nabati (momosa) antara 16% - 24%. Uji

    yang dilakukan pada penelitian pendahuluan terdiri atas uji kekuatan tarik

    (N/cm2); uji kemuluran (%) dan uji suhu kerut (oC).

    4.1.1. Kekuatan Tarik

    Hasil pengujian kekuatan tarik dari enam perlakuan konsentrasi bahan

     penyamak dari gambir pada kulit ikan nila samak tersaji pada tabel 5.

    Tabel 5. Hasil Kekuatan Tarik Kulit Ikan Nila Samak (N/cm2)

    Perlakuan (%) Rata-rata SNI 06-4586-1998

    0 1791,41 ± 3,33a ≥1000,0

    5 1796,27 ± 1,80ab

    10 1847,00 ± 2,06 bc

    15 2054,82 ± 4,31  

    20 1834,79 ± 3,64e

    25 1784,43 ± 3,91  

    Keterangan : Superscript   yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata(P

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    41/121

    41

     Nilai kekuatan tarik samak kulit nila menggunakan bahan penyamak

    gambir dengan berbagai konsentrasi memiliki perbedaan nyata. Peningkatan

    konsentrasi bahan penyamak dari 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25% menunjukkan

    tidak meningkatkan rataan kekuatan tarik. Nilai tertinggi bahan penyamak gambir

    didapatkan pada konsentrasi 15% dengan rataan tertinggi 2054,82 N/cm2 (tabel 5),

    disebabkan terbukanya ruang-ruang kosong pada zat kulit yang terhidrolisis

     protein memungkinkan zat samak gambir yaitu tannin berikatan dengan kolagen

    dan memenuhi ruang kolagen yang kosong dengan sempurna. Nilai terendah

    terdapat pada konsentrasi 25% dengan nilai 1784,43 N/cm2, hal ini terjadi karena

    ruang kosong kolagen tersebut lebih banyak terisi oleh air daripada tanin yang

    masuk dalam serabut kulit tersebut. Menurut Purnomo (1991), reaksi antara

    gugus-gugus hidroksil yang terdapat didalam zat penyamak nabati denga struktur

    kolagen, kemudian diikuti dengan terjadinya reaksi ikatan dari molekul zat

     penyamak dengan molekul zat penyamak lainya sampai seluruh ruang kosong

    yang terapat diantara rantai kolagen terisi sepenuhnya.

    Kekuatan tarik kulit adalah kemampuan seberkas serabut kulit per satuan

    luas penampang untuk menahan sejumlah beban sampai batas retak dan putus.

    Semakin tinggi kekuatan tarik kulit samak, semakin baik kualitas kulitnya.

    Dengan kuat tarik yang tinggi akan menghasilkan kualitas kulit yang baik maka

     produk yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang baik pula. Hal ini

    ditambahkan oleh Fajar dan Kasmudjiastuti (2012), bahwa kekuatan tarik adalah

     besarnya gaya maksimal yang diperlukan untuk menarik kulit sampai putus yang

    dinyatakan dalam kg/cm2  atau N/m2. Sifat kuat tarik kulit menggambarkan

    kuatnya ikatan antara serat kolagen penyusun kulit dengan zat penyamak.

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    42/121

    42

    1791,41 1796,271847

    2054,82

    1834,79 1784,43

    0

    200

    400

    600

    800

    1000

    1200

    1400

    1600

    1800

    2000

    2200

    0 5 10 15 20 25

       N   i    l   a   i   K   e    k   u   a   t   a   n   T   a   r   i    k    (   N    /   c   m   2    )

    Konsentrasi (%)

    Kulit Ikan Nila Samak

    SNI Ular Air Tawar

    Gambar 11. Grafik Uji Kekuatan Tarik Kulit Ikan Nila Tersamak Gambir

    Grafik diatas menunjukkan kenaikan nilai kuat tarik kulit ikan nila

    tersamak gambir dari konsentrasi terendah yaitu pada konsentrasi 5% dengan nilai

    kuat tarik 1791,41 N/cm2 sampai maksimalnya pada konsentrasi 15% dengan nilai

    kuat tarik 2054,82 N/cm2. Kemudian pada konsentrasi 20% dan 25%, nilai kuat

    tarik kulit mengalami penurunan, hal ini dikarenakan pada konsentrasi gambir

    20% dan 25% larutan lebih pekat oleh zat-zat bukan tanin hal ini membuat tanin

    yang mengikat serat kolagen tidak bisa bekerja secara optimal untuk mengikat

    serat-serat kolagen kulit ikan nila agar lebih kuat, sehingga ruang kolagen tersebut

    lebih banyak terisi oleh air atau minyak.

    Hasil analisis sidik ragam ANOVA pada lampiran 4 didapatkan nilai F

    hitung sebesar 2894,914 dengan F tabel (0,05) sebesar 3,105. Dapat disimpulkan

     bahwa nilai F hitung > F tabel maka kekuatan tarik pada penelitian pendahuluan

    memberikan perbedaan nyata terhadap konsentrasi bahan penyamak gambir

    sehingga dilakukan uji lanjut BNJ (lampiran 5).

    Hasil uji lanjut menggunakan BNJ 5% (9,07) pada lampiran 5

    menunjukkan perbedaan nyata pada penggunaan bahan penyamak gambir dari

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    43/121

    43

    konsentrasi 0 sampai 25%. Gambir dengan konsentrasi 15% berbeda nyata dengan

    konsentrasi 0%, 5%, 10%, 20% dan 25%. Ketebalan kulit ikan nila yaitu 0,1mm

    akan mempengaruhi kekuatan tarik karena pada kulit ikan nila yang tebal akan

    memiliki lebih banyak serat-serat kulit dengan struktur jaringan atau anyaman

    kulit yang lebih padat. Menurut Suprapto et al . (1993), faktor yang mempengaruhi

    kekuatan tarik kulit diantaranya ketebalan dan struktur kulit. Kulit jadi mengalami

     proses buffing yaitu pengikisan bagian dalam (daging) kulit.  Buffing   yang

    dilakukan dapat menyebabkan ketebalan kulit berbeda-beda. Ketebalan kulit yang

     berbeda-beda ini akan mempengaruhi kekuatan tarik yang dihasilkan.

    Hasil kekuatan tarik pada penelitian pendahuluan yang diperoleh dengan

    kisaran antara 1782 N/cm2 sampai 2058,42 N/cm2 telah memenuhi standar mutu

    kulit ikan nila untuk syarat mutu kulit jadi nilainya melebihi kekuatan tarik kulit

    ular air tawar samak krom (SNI 06-4586-1998) yaitu minimum 1000,0 N/cm2.

    4.1.2. Kemuluran 

    Hasil pengujian kemuluran dari enam perlakuan konsentrasi bahan

     penyamak gambir pada kulit ikan nila samak tersaji pada tabel 6.

    Tabel 6. Hasil Kemuluran Kulit Ikan Nila Samak (%)

    Perlakuan (%) Rata-rata SNI 06-0485-1989

    0 66,45 ± 4,67a ≥ 50

    5 66,59 ± 3,20a

    10 73,56 ± 4,82a c

    15 79,14 ± 3,75a c

    20 72,91 ± 4,92abcde

    25 71,59 ± 4,48c e  

    Keterangan : Superscript   yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata(P

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    44/121

    44

    Penggunaan bahan penyamak gambir dengan konsentrasi 0% sampai 15%

    mengalami kenaikan nilai kemuluran kulit. Namun, pada konsentrasi 20% sampai

    25% mengalami penurunan kemuluran (tabel 6). Nilai terendah kemuluran kulit

    samak nila terjadi pada konsentrasi 5% dengan nilai rata-rata 66,59% dan

    kemuluran tertinggi terjadi pada konsentrasi 15% dengan nilai rata-rata 79,14%.

    Pada konsentrasi 20% sampai 25% terjadi penurunan kerja zat samak dalam

    gambir yaitu tannin, sehingga pada saat proses penyamakan ulang atau retanning

    tanin dalam kulit ikan nila mengalami kejenuhan sehingga dapat mempengaruhi

    kemuluran kulit ikan nila tersebut. Menurut Mustakim et.,al   (2010), proses

     penyamakan ulang atau retanning dengan menggunakan gambir dapat menutupi

    kelemahan sifat fisik kulit samak nabati, dengan demikian dapat dihasilkan kulit

    yang fleksibel, padat dan berisi sehingga tepat sasaran untuk kulit yang

    diinginkan.

    Hasil analisis sidik ragam ANOVA pada lampiran 9 didapatkan nilai F

    hitung sebesar 3,606 dengan F tabel (0,05) sebesar 3,106. Dapat disimpulkan

     bahwa nilai F hitung > F tabel maka kemuluran pada pra penelitian memberikan

     perbedaan nyata terhadap konsentrasi bahan penyamak gambir sehingga

    dilakukan uji lanjut BNJ (lampiran 10).

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    45/121

    45

    66,45 66,5973,56

    79,1472,91 71,59

    0

    10

    20

    30

    40

    5060

    70

    80

    90

    0 5 10 15 20 25

       N   i    l   a   i   K   e   m   u    l   u   r   a   n

        (   %    )

    Konsentrasi (%)

    Kulit Ikan Nila Samak

    SNI Produk Sarung

    Tangan Kerja Berat

    Gambar 12. Grafik Uji Kemuluran Kulit Ikan Nila Tersamak Gambir

    Grafik diatas menunjukkan konsentrasi 15% paling tinggi tingkat

    kemuluranya, yaitu dengan nilai 79,14%. Konsentrasi 5% sampai 15% mengalami

    grafik yang naik, kemudian pada konsentrasi 20% dan 25% kemuluran kulit

    cenderung menurun. Meskipun grafik uji kemuluran terlihat naik turun akan tetapi

    nilai dari semua konsentrasinya masih diatas dari statndar SNI produk sarung

    tangan untuk kerja berat.

    Hasil uji lanjut BNJ pada lampiran 10 memberikan perbedaan nyata pada

    konsentrasi bahan penyamak gambir 0% dengan konsentrasi 10%, 15%, 20% dan

    25%. Konsentrasi 5% berbeda nyata dengan konsentrasi 10%, 15%, 20% dan

    25%. Konsentrasi 10%, 20% dan 25% memberikan beda nyata dengan konsentrasi

    15%.

    Perbedaan persentase atau nilai kemuluran kulit samak nila disebabkan

    karena perbedaan tebal tipisnya kulit dan struktur serabut-serabut kulit ikan nila

    tersebut. Melebarya jalinan serabut kolagen mengakibatkan kemuluran cenderung

    menurun. Melebarnya anyaman serat kulit tersebut membuat tanin yang akan

    masuk dalam kulit itu sendiri mengalami kesulitan dalam mengikat serat-serat

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    46/121

    46

    yang ada dalam kulit ikan nila tersebut. Menurut Judoamidjojo (1981), bahwa

    serat kolagen tertentu tersusun tidak beraturan, seratnya menuju ke segala arah

    tidak didapat ujung pangkalnya dan bercabang-cabang sehingga membuat tannin

    yang ditambahkan harus lebih banyak agar dapat bekerja lebih efektif dalam

    memasuki ruang-ruang serabut kulit tersebut dan mengikat serat-serat kulit agar

    kulit lebih fleksibel akan tetapi tetap padat dan berisi.

    Hasil nilai kemuluran kulit ikan nila samak pada penelitian pendahuluan

    yang diperoleh dengan kisaran kemuluran terendah sebesar 63,66% dan

    kemuluran tertinggi 83,45% telah memenuhi syarat standar untuk dijadikan

     produk kulit sarung tangan kerja berat (SNI 06-0485-1989) yaitu minimum 50%,

    sehingga dapat dikatakan bahwa hasil dari kulit ikan nila yang disamak dengan

    menggunakan gambir cukup baik untuk pembuatan produk sarung tangan yang

     biasa digunakan untuk para pekerja berat.

    4.1.3. Suhu Kerut

    Suhu kerut merupakan suatu proses pengkerutan struktur kolagen dalam

    kulit, hal ini biasanya dijadikan sebgaia indikator kematangan kulit. Menurut

    Sahubawa et.,al.  (2010), Suhu kerut adalah suhu dimana terjadi pengkerutan

    struktur kolagen. Suhu kerut erat kaitannya dengan kematangan kulit, makin

     banyak serabut kulit yang berikatan dengan bahan penyamak, maka kematangan

    kulit yang dihasilkan makin tinggi sehingga suhu kerutnya makin tinggi. Makin

    tinggi suhu kerut kulit, makin baik kualitas produk karena ketahanan kulit

    terhadap panas (hidrothermal) semakin tinggi. Hasil pengujian kemuluran dari

    enam perlakuan konsentrasi bahan penyamak gambir pada kulit ikan nila samak

    tersaji pada tabel 7.

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    47/121

    47

    Tabel 7. Hasil Suhu Kerut Kulit Ikan Nila Samak (0C)

    Perlakuan (%) Rata-rata SNI 06-6121-1999

    0 93,33 ± 2,31a ≥ 70

    5 96,67 ± 1,15a

    10 97,33 ± 1,15a c

    15 102,67 ± 3,06a c

    20 98,67 ± 1,15c e

    25 98,00 ± 2,00e

    Keterangan : Superscript   yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata

    (P F tabel maka kemuluran pada pra penelitian memberikan

     perbedaan nyata terhadap konsentrasi bahan penyamak gambir sehingga

    dilakukan uji lanjut BNJ (lampiran 15).

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    48/121

    48

    93,3396,67 97,33

    102,6798,67 98

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    0 5 10 15 20 25

       N   i   l  a   i   S  u   h  u   K  e  r  u   t   (

      o   C   )

    Konsentrasi (%)

    Suhu Kerut Kulit Ikan Nila

    Samak

    SNI Kulit Ikan Pari Untuk

    Barang Kulit

     

    Gambar 13. Grafik Uji Suhu Kerut Kulit Ikan Nila Tersamak Gambir

    Grafik diatas menunjukkan nilai suhu kerut kulit ikan nila tersamak

    gambir. Terlihat pada grafik diatas, nilai tertinggi diantara konsentrasi yang lain

    adalah konsentrasi 15%. Hal ini membuktikan konsentrasi 15% merupakan

    konsentrasi terbaik yang tahan terhadap pengkerutan kulit. Pada pengujian

    sebelumnya yaitu pengujian kuat tarik dan kemuluran, konsentrasi 15%

    mendominsi nilai terbaiknya sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi

    terbaik pada penelitian pendahuluan yaitu konsentrasi 15%.

    Hasil uji lanjut menggunakan BNJ 5% (9,07) pada lampiran 15

    menunjukkan perbedaan nyata pada penggunaan bahan penyamak gambir dari

    konsentrasi 0 sampai 25%. Kulit dengan bahan penyamak gambir konsentrasi

    15% berbeda nyata dengan yang menggunakan bahan penyamak gambir

    konsentrasi 0%, 5%, 10%, 20% dan 25%. Kulit ikan nila samak yang memakai

     bahan penyamak gambir dengan konsentrasi 5% memperlihatkan suhu kerut

     paling rendah diantara konsentrasi lain yaitu dengan rata-rata 96,67 oC. Nilai suhu

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    49/121

    49

    kerut tertinggi didapatkan pada konsentrasi 15% yaitu dengan nilai rata-rata

    102,67 oC. Suhu kerut merupakan pengujian yang menentukan kemasakan kulit,

    sehingga pengujian suhu kerut sangat penting untuk mengetahui kulit ikan nila

    samak menggunakan gambir layak diproses lebih lanjut atau tidak. Hal ini sesuai

    dengan dijelaskan pada SNI 06-7127-2005 yang menyatakan bahwa salah satu

     parameter yang menentukan kemasakan kulit adalah dengan mengetahui suhu

     pengkerutanya. Dengan demikian, untuk menentukan proses penyamakan dapat

    dilanjutkan pada proses berikutnya atau tidak dapat melihat hasil suhu kerutnya.

    Hasil nilai suhu kerut pada penelitian pendahuluan yang diperoleh dengan

    kisaran suhu kerut terendah sebesar 96 oC dan kemuluran tertinggi 102 oC telah

    memenuhi syarat standar untuk dijadikan produk kulit sarung tangan kerja berat

    (SNI 06-6121-1999) yaitu minimum 70 oC, sehingga kulit ikan nila samak dengan

    menggunakan gambir dapat dijadikan produk sarung tangan yang biasa digunakan

    oleh para pekerja berat.

    4.2. Penelitian Utama

    Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengurangan

    selisih pada konsentrasi terbaik yaitu 15% yang dihasilkan pada penelitian

     pendahuluan proses penyamakan kulit ikan nila. Karena yang terbaik dalam

     penelitian pendahuluan adalah 15% maka konsentrasi yang digunakan dalam

     penelitian utama menggunakan selisih 2,5% diatas dan dibawah 15% yaitu 0%;

    12,5%; 15% dan 17,5%. Uji yang dilakukan pada penelitian pendahuluan terdiri

    atas uji kekuatan tarik (N/cm2), uji kemuluran (%), uji kekuatan sobek (N/cm2),

    uji suhu kerut (0C) dan uji kelemasan kulit (mm) 

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    50/121

    50

    4.2.1. Kekuatan Tarik

    Hasil pengujian kekuatan tarik dari empat konsentrasi bahan penyamak

    dari gambir pada kulit ikan nila samak tersaji pada tabel 8.

    Tabel 8. Hasil Uji Kekuatan Tarik Kulit Ikan Nila Samak (N/cm2)

    Keterangan : Superscript   yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata(P

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    51/121

    51

    Kekuatan tarik dalam penyamakan kulit ikan nila sangat penting karena

    menentukan sifat dari kulit tersebut. Apabila kekuatan tarik di bawah standar

    menyebabkan kulit ikan nila mudah retak atau pecah. Kulit samak yang

     berkualitas bagus memilki kekuatan tarik dengan nilai yang tinggi. Nilai kekuatan

    tarik ikan nila dari bahan penyamak gambir dengan berbagai konsentrasi terlihat

     pada tabel 8. Berdasarkan tabel 8, dapat dilihat bahwa rata-rata nila kekuatan tarik

    ikan nila samak dengan penyamak gambir dari berbagai konsentrasi melebihi nilai

    kekuatan tarik yang dikeluarkan oleh BSN(2009) melalui SNI 0253:2009 yaitu

    ≥1600 (N/cm2). Artinya gambir termasuk bahan yang berpotensi untuk dijadikan

     bahan penyamak kulit. Menurut Sahubawa et.,al (2009), adanya pengaruh nyata

     pada konsentrasi yang digunakan karena bahan penyamak nabati merupakan

     bahan penyamak yang menghasilkan kulit tersamak yang tampak berisi dan rata,

     berwarna kecoklatan, awet, dan mudah diwarnai dan sifatnya akan menghasilkan

    kekuatan tarik yang baik. Semakin tinggi nilai kekuatan tarik, semakin baik kulit

    samak yang dihasilkan.

    Pada konsentrasi 17,5% terjadi penurunan nilai kekuatan kulit, disebabkan

    hubungan antara zat penyamak tannin dari gambir dengan serabut kulit ikan nila

    kurang stabil artinya kulit belum secara sempurna tahan terhadap pengaruh

    kondisi asam maupun basa. Menurut Haris (2008), bahwa kondisi asam mampu

    mengubah serat kolagen triple heliks menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan

     perendam basa hanya mampu menghasilkan rantai ganda. Hal ini menyebabkan

     pada waktu yang sama jumlah kolagen yang dihidrolisis oleh larutan asam lebih

     banyak daripada larutan basa. Oleh sebab itu, saat proses penyamakan kulit ikan

    nila dengan bahan penyamak gambir pH diatur sekitar 4-5, agar zat tannin dalam

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    52/121

    52

    gambir mampu lebih banyak menghidrolisis asam amino (glisin, alanin dan

    glutamat) pada serat kolagen kulit ikan nila.

    Penurunan nilai kekuatan kulit ikan nila ini terjadi karena gambir yang

    dimasukan terlalu banyak sehingga tidak bisa efektif masuk kedalam kulit

    seluruhnya mengingat jumlah air sebagai pelarutnya untuk semua konsentrasi

    sama sehingga dalam wadah justru lebih banyak endapan gambir tersebut. Hal ini

    menjadikan larutan gambir dalam air lebih pekat sehingga kandungan tanin tidak

    dapat terserap secara seluruhnya. Menurut Purnomo (1991), bahwa pada

    kepekatan rendah ukuran zarah-zarah lebih kecil daripada kepekatan tinggi. Dari

    sifat ini, pada awal penyamakan nabati pH harus diatur sekitar (± 5) agar zarah

     bahan penyamak gambir mudah masuk kedalam jaringan kulit ikan nila. Demikian

     pula dalam larutan yang encer, (0,5-1 oBe) zarah bahan penyamak gambir lebih

    kecil daripada dalam larutan yang pekat, karena kepekatan berpengaruh pada

     besar molekul yang masuk dalam serat kulit ikan.

    1915,69

    2122,981963,8

    1396,92

    0

    500

    1000

    1500

    2000

    2500

    0 12,5 15 17,5

       K   e    k   u   a   t   a   n   T   a   r   i    k    (   N    /   c   m   2    )

    Konsentrasi (%)

    Kekuatan Tarik Kulit Ikan

    Nila Samak

    SNI Ular Air Tawar

    SNI Produk Kulit Bagian Atas

    Alas Kaki

    Gambar 14. Grafik Uji Kekuatan Tarik Kulit Ikan Nila Tersamak Gambir

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    53/121

    53

    Dilihat dari grafik diatas, jelas terlihat bahwa hasil penyamakan kulit ikan

    nila mengunakan gambir dengan berbagai konsentrasi mengalami penurunan yang

    signifikan. Terlihat pada konsentrasi bahan penyamak gambir 17,5% dibawah

    garis standar dari SNI produk kulit bagian atas alas kaki, artinya kulit nila samak

    dengan konsentrasi tersebut tidak tidak dapat dijadikan produk kulit bagian atas

    alas kaki karena nilai kekuatan tarik kulit tersebut tidak memenuhi standar yang

    dikeluarkan BSN tentang SNI untuk produk kulit bagian atas alas kaki. Namun

    demikian konsentrasi 17,5% masih diatas garis standar SNI ular air tawar artinya

    masih layak digunakan untuk membuat produk selain bagian atas alas kaki.

    Hasil analisis sidik ragam ANOVA pada lampiran 19 didapatkan nilai F

    hitung sebesar 24284,163 dengan F tabel (0,05) sebesar 4,066. Dapat disimpulkan

     bahwa nilai F hitung > F tabel maka kekuatan tarik memberikan pengaruh berbeda

    nyata terhadap masing-masing konsentrasi dari bahan penyamak gambir sehingga

    dilakukan uji lanjut BNJ (lampiran 20).

    Hasil lanjut uji BNJ 5% (9,15) (lampiran 20) dari kekuatan tarik

    menunjukkan selisih berbeda nyata pada bahan penyamak gambir dengan

    konsentrasi 12,5%. Konsentrasi 12,5% berbeda nyata dengan lama perendaman

    0% (kontrol) , 15% dan 17,5%. Penurunan nilai kekuatan tarik terjadi pada

    konsentrasi sampai pada konsentrasi 17,5%. Adanya pengaruh nyata pada

    konsentrasi yang digunakan karena bahan penyamak gambir termasuk bahan

     penyamak yang memiliki reaksi lebih cepat dibandingkan dengan bahan

     penyamak mineral. Menurut Pertiwi (1999), prinsip proses penyamakan nabati

    adalah menggunakan zat penyamak dengan molekul kecil, daya ikat kecil,

    sehingga penetrasinya cepat, kulit yang dihasilkan tidak mengalami kontraksi,

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    54/121

    54

    kemudian molekul dan daya ikat pada kulit diperbesar dengan cara mengubah

    kepekatan dan pH sehingga kulit menjadi tersamak dengan rata. Mustakim et.,al  

    (2010) menambahkan, bahwa kulit yang disamak krom lebih mulur dibanding

    dengan kulit yang disamak nabati, akan tetapi kulit samak nabati mempunyai

    kekuatan tarik yang lebih baik daripada kulit samak krom. Kombinsi nabati pada

     penyamakan ulang dapat menyebabkan turunnya kemuluran kulit samak krom

    tetapi akan menaikkan kekuatan tariknya.

     Nilai kekuatan tarik terendah sebesar 1393,39 N/cm2  masih memenuhi

    standar mutu kulit ular air tawar (SNI 06-4586-1998) namun tidak memenuhi

    standar mutu untuk produk kulit bagian atas alas kaki (SNI 0253:2009) yaitu

    minimum 1.600 N/cm2.

    4.2.2. Kemuluran

    Kemuluran adalah bertambah panjangnya kulit ikan nila tersamak dengan

    gambir saat ditarik sampai kulit kulit ikan nila samak tersebut dapat mudah

    terputus. Menurut Fajar dan Kasmudjiastuti (2012), kemuluran adalah

     pertambahan panjang kulit pada saat ditarik sampai putus, dibagi panjang semula

    dan dinyatakan dalam persen (%). Nilai kemuluran kulit ikan nila samak dengan

     berbagai konsentrasi pada tabel 9.

    Tabel 9. Hasil Uji Kemuluran Kulit Ikan Nila Samak (%)Perlakuan (%) Rata-rata SNI 06-0485-1989

    0 63,03 ± 3,69a ≥ 50

    12,5 75,06 ± 3,87  

    15 77,22 ± 1,46 c

    17,5 84,49 ± 3, 94c

    Keterangan : Superscript   yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata

    (P

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    55/121

    55

    Perlakuan dengan menggunakan bahan penyamak gambir menunjukkan

    nilai kemuluran tertinggi kulit ikan nila samak (tabel 9) ditunjukkan pada

    konsentrasi 17,5% dengan nilai kemuluran sekitar 84,49% dengan kekuatan tarik

    sebesar 1396,92 N/cm2, sedangkan nilai terendah ditunjukkan pada konsentrasi

    12,5% dengan nilai kemuluran 75,06% dan kekuatan tarik tertinggi sebesar

    2122,98 N/cm2. Tinggi rendahnya kemuluran kulit ikan nila samak dengan gambir

    dapat dipengaruhi oleh salah satunya saat proses peminyakan. Menurut Fajar dan

    Kasmudjiastuti (2012), menyatakan bahwa minyak atau lemak dapat mengubah

    sifat-sifat penting kulit antara lain kulit menjadi lebih lunak, liat, mulur, lembut,

    dan permukaan rajahnya lebih halus. Untari et.,al   (2004) menambahkan, salah

    satu faktor yang yang menyebabkan tingginya kemuluran kulit disebabkan karena

    kandungan lemaknya tinggi. Artinya, pada konsentrasi gambir 17,5% memiliki

    nilai kemuluran kulit ikan nila yang tinggi disebabkan karena pada saat proses

     peminyakan kulit ikan nila mampu menyerap lebih banyak minyak (minyak ikan)

    yang ditambahkan dan menjadikan lemak dalam kulit seperti pelumas antar

    seratnya, sehingga kulit menjadi lebih lentur dan mengakibatkan adanya

     pergeseran antar serat-serat kulit ikan nila itu sendiri.

    Kemuluran yang tinggi pada kulit ikan nila samak dengan gambir

    disebabkan karena pengaruh dari bahan penyamak yang digunakan pada proses

     penyamakan kulit ikan nila dan hilangnya protein yang terkandung dalam kulit

    ikan nila samak, serta tingginya kadar lemak pada kulit. kandungan protein kulit

    ikan nila terutama serabut kolagen dan komposisi kimia dalam kulit ikan nila juga

     berpengaruh pada kemuluran kulit. Menurut Judoamidjojo (1981), nilai

    kemuluran kulit yang tinggi dapat pula disebabkan oleh hilangnya elastin mulai

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    56/121

    56

    dari pengawetan hingga penyamakan. Elastin merupakan protein  fibrous  yang

    membentuk serat-serat yang sangat elastis, karena mempunyai rantai asam amino

    yang membentuk sudut sehinnga pada saat kulit mendapat tegangan akan menjadi

    lurus dan kembali seperti semula apabila tegangan dilepaskan, artinya hilangnya

    elastin pada protein kulit samak akan mengurangi elastisitas kulit samak tersebut.

    Hasil analisis sidik ragam ANOVA pada lampiran 24 didapatkan nilai F

    hitung sebesar 20,623 dengan F tabel (0,05) sebesar 4,066. Dapat disimpulkan

     bahwa nilai F hitung > F tabel maka kemuluran memberikan pengaruh berbeda

    nyata terhadap masing-masing konsentrasi dari bahan penyamak gambir sehingga

    dilakukan uji lanjut BNJ (lampiran 25).

    63,03

    75,06 77,22

    84,49

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    0 12,5 15 17,5

       N   i    l   a   i   K   e   m   u    l   u   r   a   n    (   %    )

    Konsentrasi (%)

    Kemuluran Kulit Ikan Nila

    Samak

    SNI Produk Kulit Sarung

    Tangan Kerja Berat

    Gambar 15. Grafik Uji Kemuluran Kulit Ikan Nila Tersamak Gambir

    Grafik diatas menunjukkan hasil pengujian kemuluran kulit ikan nila

    samak yang cenderung naik sejalan dengan konsentrasi gambir yang semakin

     besar pula. Dalam grafik tersebut jelas terlihat bahwa nilai konsentrasi 17,5%

    sekitar 84,64% merupakan nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan

    konsentrasi gambir lainnya. Meskipun demikian bukan berarti konsentrasi yang

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    57/121

    57

    lain yaitu 0%, 12,5% dan 15% kualitasnya kurang baik karena nilai kemuluranya

    dibawah konsentrasi 17,5% akan tetapi tetap memiliki kualitas yang baik, hal ini

    dikarenakan nilai kemuluran konsentrasi penyamak gambir lain masih diatas nilai

    standar untuk membuat produk sarung tangan pekerja berat.

    Hasil uji lanjut BNJ 5% (8,89) (lampiran 25) menyatakan bahan penyamak

    gambir dengan berbagai konsentrasi memiliki pengaruh berbeda nyata.

    Konsentrasi 0% berbeda nyata dengan lama konsentrasi 12,5%, 15% dan 17,5%.

    Konsentrasi 12,5% berbeda nyata dengan konsentrasi 17,5%. Konsentrasi 15%

    tidak berbeda nyata dengan 12,5%, begitu juga dengan konsentrasi 17,5% tidak

     berbeda nyata dengan konsentrasi 15%. Menurut Sahubawa et.,al . (2009),

     parameter kemuluran berpengaruh terhadap kualitas barang kulit yang dihasilkan,

    seperti pada sepatu pada saat dioven dengan mesin. Bila tingkat kemuluran

    rendah maka kulit akan retak, sebaliknya bila tingkat kemuluran tinggi maka kulit

    akan berubah bentuk dan bertambah besar. Dari hasil diatas, menujukkan kulit

    ikan nila samak dengan bahan penyamak gambir tidak dapat digunakan untuk

    membuat produk yang membutuhkan bahan kulit yang keras, karena kulit yang

    dihasilkan cenderung lebih lemas dan mulur.

     Nilai kemuluran yang paling rendah sebesar 72,51% masih dapat

    memenuhi standar produk kulit sarung tangan kerja berat (SNI 06-0485-1989)

    yaitu minimum 50 %. Artinya kulit ikan nila yang dihasilkan dari penyamakan

    menggunakan bahan penyamak gambir dapat diproses menjadi produk sarung

    tangan untuk para pekerja berat.

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    58/121

    58

    4.2.3. Kekuatan Sobek

    Kekuatan sobek merupakan besarnya gaya maksimal yang digunakan

    untuk menyobek kulit ikan nila dengan bahan penyamak gambir sampai sobek

    sehingga akan diketahui daya kekuatan produk kulit ikan nila samak dengan

    gambir tersebut saat digunakan. Menurut Sahubawa et.,al. (2009), kekuatan sobek

    (tearing strength) adalah besarnya gaya maksimal yang diperlukan untuk

    menyobek cuplikan kulit sampai sobek. Salah satu faktor yang menentukan kulit

     jadi adalah kekuatan sobek karena menunjukkan batas maksimum kulit tersebut

    dapat disobek. Nilai hasil kekuatan sobek pada penelitian ini tersaji pada tabel 10.

    Tabel 10. Hasil Uji Kekuatan Sobek Kulit Ikan Nila Samak (N/cm2)

    Keterangan : Superscript   yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata(P

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    59/121

    59

    daripada konsentrasi gambir lain yaitu 12,5% dan 17,5%. Sehingga tanin dari

    konsentrasi gambir 15% dapat mengikat asam amino seperti glisin, alanin dan

    glutamat pada serat kulit dengan cukup kuat. Mustakim et.,al (2007)

    menambahkan, semakin tinggi konsentrasi bahan penyamak yang digunakan pada

     penyamakan, semakin tinggi pula kekuatan sobek kulit samaknya. Hal ini dapat

    terjadi karena masuknya atau terikatnya zat tannin oleh gambir dengan

    konsentrasi 15% kedalam molekul-molekul protein penyusun kolagen kulit ikan

    nila yaitu asam amino glisin, alanine dan glutamat yang mengakibatkan

    terbentuknya ikatan silang antara bahan penyamak gambir dengan rantai

     polipeptida dalam serat kolagen kulit ikan nila menentukan tinggi rendahnya

    kekuatan fisik dari kulit ikan nila samak itu sendiri.

    182,57

    239,72

    300,22

    236,1

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    350

    0 12,5 15 17,5

       K   e    k   u   a   t   a   n   S   o    b   e    k    (   N    /   c   m

       2    )

    Konsentrasi (%)

    Kekuatan Sobek Kulit

    Ikan Nila Samak

    SNI Ular Air Tawar

     Gambar 16. Grafik Uji Kekuatan Sobek Kulit Ikan Nila Tersamak Gambir

    Dilihat dari grafik diatas, nilai kekuatan sobek kulit ikan nila samak

    menggunakan bahan penyamak gambir menunjukkan nilai tertinggi terlihat pada

    konsentrasi bahan penyamak gambir 15% dengan nilai kekuatan sobek kulit ikan

    nila samak 300,22 N/cm

    2

    . Namun demikian konsentrasi yang lain yaitu 0%,

  • 8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf

    60/121

    60

    12,5% dan 17,5% meskipun terlihat jelas nilai kekuatan sobeknya dibawah dari

    nilai 15% akan tetapi nilai tersebut menunjukkan masih diatas standar SNI kulit

    ular air tawar yaitu diatas 150 N/cm2

    .

    Hasil analisis sidik ragam ANOVA pada la