Upload
faizimakazama
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
1/121
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses penyamakan kulit adalah proses pengolahan kulit binatang melalui
beberapa tahapan proses sehingga kulit binatang yang masih utuh dirubah menjadi
kulit yang siap digunakan untuk pembuatan produk-produk hilir seperti sepatu,
dompet, ikat pinggang, jok kursi dan sebagainya. Kulit di Indonesia merupakan
bahan eksport non-migas yang penting sebagai penyumbang devisa ke 4 setelah
produk-produk: (i) makanan, minuman dan rokok, (ii) peralatan transportasi,
mesin dan alat mesin, dan (iii) pupuk, kimia dan karet (Pawiroharsono, 2008).
Salah satu industri kerajinan dengan sumbangan cukup potensial di
Indonesia adalah Industri kerajinan kulit. Data terakhir ekspor kerajinan kulit
secara nasional $US 13,9 ribu Kondisi ini turun sangat tajam dibanding tahun
1998 yang mencapai $US 85,677.2 ribu. Disamping akibat krisis ekonomi yang
terjadi secara umum, disisi lain industri kerajinan kulit mempunyai kendala
utama, yaitu ketersediaan bahan baku (Untari, 2006)
Dewasa ini, sebagian besar kulit samak dunia disamak dengan krom(III)
sulfat, yang merupakan konsekuensi dari kemudahan proses, keluasan kegunaan
produk, dan karakteristiknya sangat memuaskan kulit samak yang dihasilkan.
Namun demikian, penyamakan mineral tersebut juga berkontribusi terhadap
masalah pencemaran lingkungan, khususnya di negara-negara berkembang.
Dengan, diperlukan proses penyamakan non mineral yang ramah lingkungan
dalam pembuatan kulit samak (Evans et al ., 2012).
Penyamak nabati (condensed vegetable tannages) seperti mimosa,
quebracho, dan gambir merupakan bahan penyamak non mineral yang dihasilkan
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
2/121
2
dari sumberdaya alam terbarukan dan bersifat ramah lingkungan. Mimosa
dihasilkan dari kayu dan kulit kayu Acacia mearnsii dan A. mangium; quebracho
dari kayu Schinopsis lorentzii dan S. balansae; dan gambir dari daun dan ranting
pohon Uncaria gambier (Evans et al ., 2012).
Penyamakan nabati adalah proses penyamakan kulit mentah menjadi kulit
samak dengan menggunakan zat penyamak dari tumbuh-tumbuhan yaitu tannin.
Tanin adalah zat aktif yang tersebar pada bagian tanaman, seperti: daun, kayu,
kulit kayu, ranting, akar dan buah. Tanin adalah zat aktif penyamak dari tumbuh-
tumbuhan yang pertama kali digunakan untuk menyamak kulit hewan yang
dikenal sebagai bahan penyamak nabati (vegetable tannin). Tanin mempunyai
beberapa sifat seperti amorf (berisi), astringent (mengencangkan) dan
mengawetkan kulit dari serangan mikrobia serta dapat memberikan warna pada
kulit yang disamak yaitu sebagai efek sekunder dari tanin. Fungsi tannin selain
untuk menyamak kulit hewan dapat untuk menyamak jala, untuk pembuatan tinta
dan untuk obat (Pusat Pengembangan Pendidikan, 2011).
Gambir dapat menghasilkan tannin melalui ekstrak dari daun dan ranting
tanaman gambir. Menurut Untari (2006), Daun gambir, sekalipun kadar zat
penyamaknya rendah, dan proses penyamakannya cukup sukar, tetapi karena
wama kulit yang dihasilkan cukup cerah/baik, dianggap berrnutu sedang juga.
Bahan penyamak nabati biasanya diperdagangkan dalam bentuk ekstrat padat
berupa bongkahan atau serbuk.
Salah satu jenis ikan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kulit
ikan samak adalah ikan nila (Oreochromis niloticus). Kulit ikan nila biasanya
berasal dari hasil samping industri fillet ikan. Selain dapat dimanfaatkan sebagai
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
3/121
3
bahan baku kerupuk kulit ikan, kulit ikan nila juga dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku kulit ikan samak yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi
dibandingkan kerupuk. Menurut Alfindo (2009), untuk menambah nilai dari
limbah kulit ini maka sangat cocok untuk dijadikan bahan baku penyamakan.
Pengolahan limbah kulit seperti ikan patin, ikan pari dan beberapa jenis ikan
lainnya selama ini hanya dimanfaatkan menjadi kerupuk.
1.2. Perumusan dan Pendekatan Masalah
Limbah perikanan berupa sisa fillet ikan yang menumpuk berdampak
negatif terhadap lingkungan, sehingga perlu dilakukan penanggulangan dari
limbah tersebut. Salah satu cara untuk menanggulangi limbah tersebut yaitu
dengan penyamakan kulit. Tingkat kelemasan kulit dapat dipengaruhi beberapa
faktor, salah satu diantaranya yaitu bahan penyamak. Bahan penyamak yang
digunakan pada umumnya masih banyak menggunakan bahan yang berasal dari
kulit pohon yang dapat menghasilkan tannin. Oleh karena itu, diperlukan bahan
penyamak yang murah, alami dan mudah ditemukan yaitu seperti gambir.
Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Sahubawa, dkk. (2009), yaitu penyamakan kulit ikan kakap merah dengan
menggunakan bahan penyamak nabati (mimosa) dengan konsentrasi 16%, 20%
dan 24%. Pengujian yang dilakukan adalah uji kekuatan tarik (N/cm2), uji
kemuluran (%), uji kekuatan sobek (N/cm2) dan uji kelemasan. Hasil terbaik dari
masing-masing pengujian yaitu uji kekuatan tarik pada konsentrasi 20% (1.115
N/cm2), uji kemuluran dan uji kelemasan pada konsentrasi 24% dengan nilai
masing-masing uji 33% dan 3,35mm serta uji kekuatan sobek terbaik pada
konsentrasi 16% dengan nilai 294,94 N/cm2.
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
4/121
4
Gambir dimanfaatkan sebagai bahan penyamak kulit untuk mencegah
pembusukan, membuat kulit lebih lembut, berwarna, tidak kaku dan awet.
meskipun kandungan tannin yang terdapat pada gambir tidak terlalu tinggi, namun
karna mampu membuat warna kulit lebih cerah dan lebih kuat sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan penyamak yang efektif digunakan. Gambir diduga
mampu dijadikan sebagai bahan penyamak dalam proses penyamakan kulit ikan
nila (Oreochromis niloticus) karena termasuk penyamak nabati yang ramah
lingkungan sehingga diharapkan dapat menggantikan bahan penyamak khrom
yang menghasilkan limbah berbahaya sehingga dapat mencemari lingkungan
sekitar pabrik . Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh
penggunaan gambir sebagai bahan penyamak terbaik pada proses penyamakan
kulit ikan nila (Oreochromis niloticus) terhadap kualitas fisik kulit (kekuatan
tarik, kemuluran, kekuatan sobek, suhu kerut dan kelemasan).
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tingkat konsentrasi gambir dalam mempengaruhi kualitas fisik
(uji kekuatan sobek, uji kekuatan tarik, uji suhu kerut, uji kemuluran dan
uji kelemasan) kulit ikan nila (Oreochromis niloticus); dan
2. Mendapatkan persentase penggunaan gambir terbaik sebagai bahan
penyamak pada proses penyamakan terhadap kualitas fisik kulit ikan nila
(Oreochromis niloticus)
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
5/121
5
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi mengenai manfaat gambir sebagai bahan penyamak
pada proses penyamakan kulit ikan nila (Oreochromis niloticus) ; dan
2. Memberikan informasi mengenai persentase penggunaan gambir terbaik
sebagai bahan penyamak pada kualitas fisik kulit ikan nila (Oreochromis
niloticus) tersamak .
1.5. Waktu dan Lokasi Peneltian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 di Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Barang Industri Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP)
Yogyakarta meliputi proses pembuatan kulit ikan nila (Oreochromis niloticus)
samak dan pengujian kualitas kulit ikan samak yang meliputi uji fisik yaitu, uji
kekuatan tarik, uji kekuatan kemuluran, uji kekuatan sobek, suhu kerut dan
kelemasan.
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
6/121
6
Gambar 1. Skema Pendekatan Masalah
PermasalahanPengadaan bahan-bahan yang digunakan dalam proses penyamakan sebagian
besar didapatkan dari impor seperti krom, mimosa dan quebracho dan masih
banyaknya proses penyamakan menggunakan bahan penyamak kimia sepertikrom yang menghasilkan limbah berbahaya terhadap lingkungan sekitar.
Penelitian PendahuluanPembuatan kulit nila samak dengan konsentrasi gambir 0%,5%,10%,15%,20% dan 25%. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi gambirterbaik dengan parameter pengujian suhu kerut, uji kemuluran dan ujikekuatan tarik. Konsentrasi terbaik pada penelitian pendahuluan yaitu 15%.
Analisis Data
Data
Penelitian UtamaPembuatan kulit nila samak dengan memperkecil selisih antar konsentrasi darikonsentrasi terbaik pada penelitian pendahuluan yaitu 0%,12,5%,15% dan17,5% dengan menggunakan para meter pengujian kekuatan tarik, uji
kemuluran, uji kekuatan sobek, uji suhu kerut dan uji kelemasan.
Pendekatan MasalahPenggunaan bahan penyamak nabati yang murah dan banyak terdapat diIndonesia yaitu gambir serta tidak menghasilkan limbah yang berbahayaterhadap lingkungan sekitar.
Kesimpulan
I
N
P
U
T
PR OSES
OUTPUT
UMP
AN
BALIK
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
7/121
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambir (Uncar ia Gambier Roxb )
Tanaman gambir (Uncaria gambier Roxb) merupakan salah satu tanaman
perkebunan rakyat yang hasilnya merupakan bahan baku industri dan merupakan
salah satu komoditi ekspor handalan Sumatera Barat. Pembudidayaan tanaman ini
oleh rakyat masih sangat tradisional dan dalam skala yang relatif kecil. Daerah
penghasil gambir terbesar di Indonesia adalah Sumatera Barat. Propinsi lain yang
juga menghasilkan gambir antara lain adalah Aceh, Riau, Sumatera Selatan, dan
Kalimantan Barat (Ardi, 2003).
Tanaman gambir banyak dibudidayakan karena manfaatnya sebagai bahan
penyamak dan bahan pewarna dalam industri batik. Di beberapa negara, gambir
digunakan sebagai bahan untuk mencegah pembusukan dan mengenyalkan kulit.
Di Eropa, gambir merupakan bahan untuk menghasilkan calf dan kips, di India
gambir dimanfaatkan oleh industri kosmetik astringent dan lotion, di Perancis
dimanfaatkan untuk penjernih pada industri bir dan bahan untuk mengendapkan
protein yang dapat menyebabkan bir menjadi busuk. Pada industri obat-obatan di
Malaysia sering digunakan sebagai obat batuk, luka bakar, disentri, wasir, diare,
dan sakit kerongkongan; dan di Jepang pembuatan permen anti nikotin (Udarno
dan Wowon , 2013).
2.1.1. Klasifikasi Gambir
Tanaman gambir dapat tumbuh di tanah podsolik merah kuning sampai
merah kecoklatan. Biasanya terdapat banyak didaerah Sumatra dan sekitarnya.
Berikut adalah klasifikasi tanaman gambir menurut Udarno dan Wowon (2013) :
Divisio : Spermatophyta
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
8/121
8
Sub-Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotiledon
Bangsa : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Uncaria
Spesies : Uncaria gambir (Hunter) (Robx).
Gambar. 2. Tanaman GambirSumber : http://www.otdanews.com/read-news-6-0-38-potensi-lima-puluh-
kota.otdanews#.U3WT5XYaiSo (2012)
2.1.2. Kandungan Kimia Gambir
Hasil yang diambil dari tanaman gambir adalah berupa getah atau sari dari
daun dan ranting muda yang direbus, selanjutnya diperas atau dikempa,
diendapkan, dicetak dan kemudian dikeringkan. Gambir mengandung berbagai
senyawa seperti katechin, tannin, kuarsetin, fluoresin dan lilin yang banyak
digunakan dalam industri penyamakan kulit, pembatikan, cat, obat-obatan,
kosmetik dan lain sebagainya (Ardi, 2003)
Gambir merupakan tanaman penghasil tannin yang cukup baik. Tannin
dalam gambir biasanya digunakan untuk proses penyamakan kulit. Bahan
penyamak ini merupakan bahan penyamak nabati. Biasanya pengambilan tannin
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
9/121
9
pada gambir masih menggunakan cara tradisional. Menurut Muchtar et., al .
(2010), gambir dengan komponen utamanya katechin dan tanin yang merupakan
senyawa kompleks dari golongan polifenol dengan struktur flavonoid. Moelyono
(1995) menambahkan, didalam daun gambir terdapat catechin dan asam catechu
tannic (tanin), yang merupakan unsur utama gambir dan berperan penting sebagai
penyamak. Kadar katechin berpengaruh positif terhadap mutu gambir sebagai
bahan penyamak. Dalam industri perkulitan, gambir digunakan sebagai
penyamak. Gambir murni mengandung 40% - 60% zat samak yang disebut
Iooistof.
Catechin adalah golongan senyawa ester dari aromatic oxycarbon acid,
dimana golongan ini merupakan looistof dalam bentuk depsident. Catechin dapat
pula memberikan pyrolisa yang dinamakan pyrocatechin atau pyrocatechol.
Pyrocatechin adalah suatu senyawa dari gugusan hydroxy, arena yang merupakan
isomeri dari golongan dihydric-phenol dengan rumus C6H4(OH)2. Dari rumus
bangunya ini, pyrocatechin dinamakan juga orthodihydroxy benzenna atau 1-2
dihidroxy benzenna. Sifat-sifat pyrocatechin ini antara lain memiliki titik leleh
pada 1050C, titik didih pada 2450C, kelarutanya dalam air sekitar 24 gram per 100
gram air pada suhu 200C (Moelyono, 1995).
Senyawa-senyawa lain yang sejenis dengan pyrocatechin dan termasuk
gugusan hydroxy-arena dari golongan dihydric-phenol menurut Moelyono (1995),
ialah :
1. Hydroquinone (para dihydroxy benzenna), biasa digunakan sebagai zat
warna untuk pembangkit (fiksasi) dalam bidang pemotretan.
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
10/121
10
2. Resorcin (metha dihydroxy benzenna), merupakan suatu zat warna alami
yang serupa dengan lakmus.
Hydroquinone mempunyai titik leleh pada 1100
C, titik didih pada 2770
C, dan
kelarutannya dalam 100 gram air pada 200C sejumlah 147 gram. Sedangkan
resorcin mempunyai titik leleh pada 170,50C, titik didih pada 2860C, dan
kelarutanya dalam 100 gram air pada suhu 200C sejumlah 6,5 gram. Hal ini yang
menunjukan bahwa gambir memiliki zat warna yang cukup kuat dan awet.
Menurut Isnawati (2010), kandungan dan komposisi kimia ekstrak gambir
yaitu katekin 7-33%, asam kathechu tanat 20-55%, pyrokatechol 20-30%,
gambir flouresen 1-3%, katechu merah 3-5%, quersetin 2-4%, fixed oil 1-2%,
lilin 1-2%, dan sedikit alkaloid.
2.2. Ikan Nila (Oreochromis ni loticus )
2.2.1. Klasifikasi Ikan Nila
Ikan nila merupakan jenis ikan air tawar yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat. Ikan nila berasal dari sungai Nil dan danau-danau di sekitarnya.
Berikut adalah klasifikasi ikan nila menurut Khairuman dan Amri (2012) :
Fillum : Chordata
Sub-Fillum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub-Kelas : Acanthopterigii
Bangsa : Perciformes
Suku : Cichlidae
Marga : Oreochromis
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
11/121
11
Spesies : Oreochromis niloticus
Nama Asing : Nile Tilapia
Nama Lokal : Nila
Gambar 3. Ikan NilaSumber: http://seputarduniaair.blogspot.com/2012/04/ikan-air-tawar-ikan-
nila.html (2012)
2.2.2. Morfologi Ikan Nila
Berdasarkan morfologinya, kelompok ikan Oreochromis memang berbeda
dengan kelompok tilapia. Secara umum, bentuk tubuh ikan nila memanjang dan
ramping dengan sisik berukuran besar. Bentuk matanya besar dan menonjol
dengan tepi berwarna putih. Gurat sisi (linea literalis) terputus dibagian tengah
tubuh kemudian berlanjut lagi, tetapi letaknya lebih kebawah dibandingkan
dengan letak garis yang memanjang diatas sirip dada. Jumlah sisik pada gurat sisi
sebanyak 34 buah. Sirip punggung, sirip perut dan sirip duburnya memiliki jari-
jari lemah, tetapi keras dan tajam seperti duri. Sirip punggung dan sirip dada
tampak hitam. Pinggir sirip punggung berwarna abu-abu atau hitam (Khairuman
dan Amri, 2012).
Banyak orang yang keliru membedakan ikan nila dan ikan mujair
(Oreochromis mossambicus). Letak perbedaan keduanya bisa dilihat dari
http://seputarduniaair.blogspot.com/2012/04/ikan-air-tawar-ikan-nila.htmlhttp://seputarduniaair.blogspot.com/2012/04/ikan-air-tawar-ikan-nila.htmlhttp://seputarduniaair.blogspot.com/2012/04/ikan-air-tawar-ikan-nila.htmlhttp://seputarduniaair.blogspot.com/2012/04/ikan-air-tawar-ikan-nila.html
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
12/121
12
perbandingan panjang total dan tinggi badan. Ikan nila memiliki perbandingan 3:1
sedangkan ikan mujair memiliki perbandingan 2:1. Selain itu terlihat pola garis-
garis vertikal yang sangat jelas disirip ekor dan sirip punggung ikan nila. Jumlah
garis vertikal pada sirip ekor ada enam buah dan sirip punggung delapa buah.
Garis vertikal juga ada di kedua sisi tubuh nila dengan jumlah delapan buah. Nila
memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip dada (dorsal fin),
sirip perut (venteral fin), sirip anal (anal fin) dan sirip ekor (caudal fin). Sirip
punggungnya memanjang dari bagian atas tutup insang sampai bagian atas sirip
ekor. Ada juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil.
Sementara itu sirip anus hanya satu buah dan berukuran agak panjang dan sirip
ekor satu buah berbentuk bulat (Khairuman dan Amri, 2012).
2.3. Karakteristik Kulit Ikan
Kulit ikan sama seperti vertebrata yang lain, terdiri dari dua jaringan,
yaitu: bagian luar yang disebut epidermis dan bagian dalam yang disebut dermis
(corium). Pada spesies lain (elasmobranchii, salmon dan lain sebagainya)
integumennya cukup kuat sehingga sangat bermanfaat dalam pembuatan kulit
samak (Oosten, 1969).
Konstituen dari kulit ikan secara kimiawi dapat dibagi atas dua golongan
yaitu konstituen non protein dan konstituen protein. Konstituen non protein yang
penting adalah lipid, karbohidrat, mineral, enzim dan vitamin (Judoamidjojo,
1974). Kulit ikan juga mengandung air sebanyak 69,6 %, protein 26,9 % dan
lemak 0,7 % (Oosten, 1969).
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
13/121
13
Secara histologis, kulit ikan dapat dibagi menjadi 3 lapisan, yaitu lapisan
epidermis, dermis atau korium/cutis), dan hypodermis atau subkutis
(Judoamidjojo, 1981). Lapisan epidermis disebut juga lapisan tanduk yang
berfungsi sebagai pelindung dari pengaruh luar. Lapisan dermis (corium) adalah
bagian terpenting kulit yang terletak di bagian tengah yang besarnya kira-kira
85% dari tebal kulit. Lapisan subcutis adalah bagian paling bawah kulit. Kulit
dapat dibagi menjadi 3 lapisan, yaitu epidermis, dermis (corium) (gambar 4 dan
5), dan hypodermis (subcutis).
a. Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit. Strukturnya berbentuk selular dan
terdiri dari lapisan-lapisan sel epithel yang dapat berkembangbiak dengan
sendirinya. Lapisan epidermis tidak terdapat pembuluh darah, jadi zat
makanannya diperoleh dari pembuluh darah lipa yang terdapat di dermis (corium).
Epidermis merupakan lapisan luar dan pada penyamakan kulit biasanya lapisan ini
harus dibuang sampai bersih. Pada epidermis ditemukan kelenjar-kelenjar yang
dapat mengeluarkan lender (Djojowidagdo, 1982). Epidermis merupakan lapisan
paling atas/luar, dengan ketebalan kira-kira 1 - 2% dari tebal kulit, sel-selnya tua
atau mati dan keras. Lapisan ini akan hilang pada proses pengapuran dan
pembuangan sisik (Purnomo, 1991).
b. Dermis (corium)
Dermis adalah bagian pokok tenunan kulit yang akan diubah menjadi kulit
samak. Dermis sebagian besar tersusun dari serat-serat tenunan pengikat. Tenunan
kolagen merupakan penyusun utama dan konstituen pokok pembentuk kulit
samak. Dermis dibagi dalam dua lapisan yaitu lapisan thermostat dan lapisan
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
14/121
14
reticula. Lapisan thermostat adalah lapisan teratas dimana terdapat akar rambut,
kelenjar-kelenjar dan urat daging. Lapisan ini hanya sebagian kecil dari seluruh
kulit. Serat tenunan pengikat pada lapisan ini umumnya kecil dan halus. Lapisan
reticula sebagian besar terdiri dari serat anyaman serat kolagen yang tersusun
secara berkasberkas. Berkas-berkas serat ini lebih besar daripada berkas-berkas
kolagen yang terdapat pada lapisan thermostat (Judoamidjojo, 1981)
Dermis adalah jaringan pengikat yang fibrous tersusun oleh benang-
benang kolagen, elastin, jaringan saraf, pembuluh darah, sel-sel zat warna, dan
kadang-kadang sel-sel lemak (Hadiwiyoto, 1993). Lapisan dermis (corium) adalah
bagian pokok tenunan kulit yang akan diubah menjadi kulit samak. Dermis
(corium) memiliki tiga tipe tenunan pengikat, yaitu tenunan kolagen, elastin, dan
retikuler. Dermis (corium) sebagian besar tersusun dari berkasberkas serabut
kolagen yang saling membentuk anyaman. Tenunan kolagen merupakan penyusun
utama pembentuk kulit samak dan menentukan rupa dari kulit (Judoamidjojo,
1981).
c. Hypodermis (subcutis)
Hypodermis atau tenunan subcutis menghubungkan dermis (corium)
dengan bagian-bagian lain dari tubuh. Susunannya longgar dan terdapat tenunan
lemak serta merupakan tempat tertimbunnya lemak. Para penyamak menamakan
tenunan tersebut tenunan daging. Hypodermis atau tenunan subcutis sebelum
disamak dibuang secara mekanik pada waktu proses ” fleshing ”. Menurut
Judoamidjojo (1981), lapisan subcutis adalah tenunan pengikat longgar yang
menghubungkan dermis (corium) dengan bagian-bagian lain dari tubuh.
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
15/121
15
Gambar 4. Penampang melintang kulit ikan
Gambar 5. Penampang jaringan kulit dengan lapisan-lapisan pembentuk
Umumnya semua ikan mempunyai kulit, baik kelompok ikan demersal
maupun pelagis. Namun demikian tidak semua jenis ikan yang berkulit
dapatdipakai sebagai bahan baku produk kulit. Ada 2 persyaratan pokok kulit
yang dapatdipakai sebagai bahan baku yaitu: (1) syarat fisik dan (2) ekonomis
atau komersial. Syarat fisik mencakup tebal (minimal 1 mm) dan lebar minimal 10
cm, serta syarat ekonomis/komersial adalah harus bersisik dan atau memiliki
manik-manik yang memperlihatkan kekhasan dan keistimewaannya (Sahubawa,
2011).
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
16/121
16
Kulit ikan yang memiliki sisik, akan memperlihatkan bentuk 3 dimensi yang
sangat menarik saat setelah diolah menjadi kulit tersamak. Sama halnya juga
dengan kulit ikan yang memiliki manik-manik dan atau mutiara, akan
memperlihatkan produk kulit yang sangat menarik, sehingga memiliki nilai
komersial yang sangat tinggi dengan harga yang sangat kompetitif di pasar.
Produk-produk kulit seperti ini memiliki nilai orisinalitas sehingga sering menjadi
bahan koleksi dan diburu para kolektor produk kulit. Selain memperlihatkan
orisinalitas, produk kulit ikan juga awet dan tahan lama seperti halnya produk
kulit konvensional (Sahubawa, 2011).
2.4. Penyamakan
Prinsip dari proses penyamakan menurut Judoamidjojo (1981) adalah
sebagai berikut:
a. Pembuangan bagian-bagian yang tidak dikehendaki, misalnya epidermis,
hypodermis dengan perendaman dan pengapuran kemudian pembuangan
sisik, lendir dan daging.
b. Persiapan tenunan derma untuk disamak, yaitu dengan perendaman,
pengapuran, pembuangan kapur, pelumatan dan pemikelan atau
pengasaman. Proses-proses tersebut membebaskan kulit epidermis serta
mempersiapkan derma secara kimia dan mekanis. Pengapuran yang dapat
memperlunak epidermis dan membuka tenunan kulit adalah proses kimia.
Sedangkan pembuangan rambut dan hypodermis dengan menggunakan
pisau adalah proses mekanis.
c. Penyamakan yaitu absorpsi dari zat penyamak dalam larutan oleh
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
17/121
17
substansi kulit akan mengubah kulit mentah menjadi kulit samak.
d. proses perampungan, seperti pelamakan, pengeringan, pengecatan,
pementangan, pengetunan (peregangan), kesemuanya bertujuan untuk
memperbaiki kualitas dan rupa kulit samak.
2.5. Proses Penyamakan (Tanning)
Menurut Didiek dan Sukarsono (2006), proses penyamakan pada dasarnya
adalah kegiatan mengubah kulit mentah yang merupakan bahan yang sangat cepat
menjadi busuk menjadi kulit tersamak yang berupa produk yang sangat stabil
untuk jangka waktu yang tidak terbatas sehingga mempunyai nilai jual yang
sangat signifikan. Secara garis besar proses penyamakan :
1. penyamakan nabati (menggunakan ekstrak dari tumbuh·tumbuhan misalnya
mimmosa, chestnut, quebracho).
2. penyamakan mineral (menggunakan mineral sebagai agensia penyamak,
misalnya kromium, besi, zirkonium yang digunakan dalam bentuk-bentuk
garam.
3. penyamakan organik lain (formaldehid, sintetic dan lain-lain).
Dalam industri penyamakan kulit, proses penyamakan (tanning)
merupakan tahap yang sangat penting. Obyeknya adalah memproses kulit mentah
yang datang dari rumah potong dalam kondisi segar, awet kering, atau awet
garaman, menjadi kondisi yang sesuai untuk operasi kimia dalam penyamakan.
Kegiatan ini menghilangkan bahan-bahan non-kolagen, sedangkan bahan kolagen
yang merupakan protein di dalam kulit mentah dimantapkan oleh agensia
penyamak pada tempat-tempat yang reaktif, dan hal ini merupakan fenomena
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
18/121
18
berhentinya pembusukan. Dewasa ini digunakan berbagai agensia (bahan
penyamak seperti bahan samak nabati ataupun bahan samak mineral tergantung
pada jenis kulit yang akan dibuat. Pemakaian bahan penyamak mineral akan
menyebabkan terlepasnya limbah yang mengandung mineral, terutama logam-
logam yang digunakan sebagai agensia penyamak (Didiek dan Sukarsono, 2006)
Penggunaan tannin sebagai bahan samak nabati pada kulit samak dengan
tingkat konsentrasi yang berbeda mampu menghasilkan kualitas akhir samak bulu
yang berkualitas beda, tetapi masih mampu meningkatkan kualitas kulit. Kualitas
yang perlu diperhatikan dalam produk-produk kulit samak diantaranya adalah
kelemasan, kekuatan jahit, dan kekuatan sobek dari kulit setelah disamak tannin.
Produk garmen yang berkualitas tinggi, membutuhkan kelemasan kulit tinggi, bila
kelemasan pada kulit samak rendah, akan menurunkan kualitas produk dimana
kelemasan yang rendah, maka produk yang dihasilkan menjadi kaku dan pada
akhirnya produk tidak akan nyaman bila dipakai. Kekuatan jahit perlu
diperhatikan karena kekuatan jahit yang tinggi maka jahitan tidak mudah terlepas,
begitu juga dengan kekuatan sobek dari kulit samak tersebut. Kekuatan sobek
yang tinggi mampu menghasilkan produk-produk garmen yang kuat, tidak
mudah sobek (Mustakim et.,al , 2007)
2.6. Tanin
Tanin dalam getah gambir, seperti juga yang didapatkan dari tumbuhan
lainnya, yaitu merupakan senyawa kompleks dari glucosida bermacam-macam
polyphenol. Adanya glucosida, menyebabkan tanin mempunyai daya antiseptis.
Pengaruhnya pada kulit dapat mengkombinasi dengan protein kulit, sehingga
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
19/121
19
dengan demikian tanin dapat dipakai sebagai antidotum pada penyamakan kulit.
Dengan garam ferro, tanin dapat memberikan warna biru kehitaman, sehingga
dapat dijadikan bahan pembuat tinta. Kandungan tanin juga memiliki zat-zat
warna yang cukup banyak, seperti epi-catechin yang merupakan isomeri dari
catechin, yang dapat memberikan warna coklat oranye; morin, yang dapat
memberikan warna kuning, dan marine, juga dapat memberikan warna coklat
oranye, serta zat anthocyanin yang memberikan efek warna biru, merah, violet
dan purple. (Moelyono, 1995).
Kulit yang disamak dengan bahan penyamak nabati akan terjadi hubungan
antara tanin dengan protein kulit yang akan berikatan dan membentuk kulit
tersamak, maka kulit menjadi padat. Karena kepadatan kulit tersebut, kulit
menjadi lebih kaku dan plastis, sehingga kekuatan tariknya rendah dibandingkan
dengan kulit yang disamak mineral maupun sintetis. Disamping itu kulit yang
disamak dengan bahan penyamak nabati bersifat buffing eject atau mampu
bertahan terhadap pengaruh asam maupun basa dengan baik, kemudian
mempunyai daya serap air yang tinggi, wama coklat muda, kulit kaku, tetapi
prosesnya sederhana (Untari, 2006).
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
20/121
20
III. MATERI DAN METODE
3.1. Hipotesis Peneltian
Hipotesis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
Ho : Diduga penggunaan gambir sebagai bahan penyamak pada proses
penyamakan tidak berpengaruh terhadap kualitas fisik kulit ikan nila
(Oreochromis niloticus)
H1 : Diduga penggunaan gambir sebagai bahan penyamak pada proses
penyamakan berpengaruh terhadap kualitas fisik kulit ikan nila
(Oreochromis niloticus)
F hitung < F tabel (taraf uji : 5%) maka terima H0 tolak H1
F hitung ≥ F tabel (taraf uji : 5%) maka tolak H0 terima H1
3.2. Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit ikan nila
(Oreochromis niloticus) mentah dengan ukuran panjang 20-30cm, ketebalan ±
0,2mm dan berat kulit ikan nila segar dalam 1kg terisi 30 lembar yang didapatkan
dari PT. Aquafarm, Semarang. Bahan penyamak yang digunakan adalah gambir
yang didapatkan dari esktrak tangkai dan daun tanaman gambir dalam betuk
padat. Ekstrak gambir tersebut diproses 1 minggu sebelum digunakan dari
Padang, Sumatra Barat.
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian tersebut sudah tersaji pada tabel 1 :
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
21/121
21
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian No. Nama Alat Kegunaan
1.
2.
3.
Drum pemutar
Ember plastik
Sikat
Tempat menghomogenisasikan kulit
Tempat merendam kulit ikan
Menghilangkan kotoran pada kulit
4. Timbangan Mengukur berat
5. Pengaduk Menghomogenisasikan kulit dan larutan
6. Gelas ukur Mengukur volume bahan penyamak
7. Kompor listrik Alat pemanas
8. pH-meter Mengukur tingkat keasaman
9. Termometer Mengukur suhu10. Papan pementangan Memaksimalkan ukuran kulit
11. Alat pengampelas Menghaluskan kulit samak
12. Alat pengkilap Mengkilapkan kulit samak
13. Sterofoam Menyimpan kulit ikan
14. Pisau Membersihkan sisa daging pada kulit
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini tersaji pada tabel 2 :
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian
No. Nama Bahan Kegunaan
1.
2.
3.
4.5.
6.
7.
8.
9.
10.
Kulit ikan nila
air
Na2S
KapurSoda abu
H2SO4
ZA
Hostapul NP
Palqolbat
Asam su
Bahan kulit samak
Pelarut
Bahan liming
Bahan liming dan re-limingBahan re-liming
Bahan deliming
Bahan deliming
Bahan degreasing (buang lemak)
Batting agent
Bahan pickel
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
22/121
22
Lanjutan Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian11 Anti Jamur Menghilangkan jamur selama pemeraman
12 NH4Cl Bahan bating
13 Chrome Bahan pre-tanning dan re-tanning
14. Soda kue Bahan pre-tannning
15. Gambir Bahan tanning
16. FA Bahan fiksasi dan pre-tanning
17. Sincal dr Bahan fiksasi
18. Glutaral dehide Bahan re-tanning I
19. Netralizing syntan Bahan untuk netralisasi
20. Na Asetat Bahan untuk netralisasi21. Acrilic Bahan re-tanning II
22. Sintan Bahan re-tanning II
23. Basintan rd Bahan re-tanning II
24. Novaltan Bahan re-tanning II
25. Drasil sm Bahan re-tanning II
26. Leatin Bahan peminyakan
27. Molescal Bahan peminyakan
28. Minyak ikan Bahan peminyakan
29. Fix Z Bahan peminyakan
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Penyamakan kulit
Proses penyamakan yang digunakan adalah metode Mustika (2001) yang
telah di modifikasi, proses penyamakan kulit dilakukan sesuai standar BBKKP
Yogyakarta, yaitu melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Perendaman (Soaking). Kulit ikan nila kering yang telah disiapkan
direndam didalam air sebanyak delapan sampai sepuluh kali berat kulit
yang telah dicampur dengan antimol (antiseptik) dan teepol masing-
masing sebanyak 0,5% kemudian direndam semalam. Setelah proses
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
23/121
23
perendaman selesai, kulit diangkat dan dibilas dengan air bersih kemudian
ditiriskan hingga air tidak menetes lagi dari kulit, setelah itu dilakukan
penimbangan. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengembalikan kadar
air yang hilang selama proses pengawetan (pengeringan) sehingga
kandungan airnya mendekati kulit segar serta menghilangkan kotoran,
tanah dan darah yang melekat pada kulit.
2. Pengapuran (Liming) dan Pembuangan Sisik. Tujuannya adalah
menghilangkan sisik, menghilangkan zat-zat kulit yang tidak diperlukan,
menyabunkan lemak dan membengkakkan kulit sehingga daging yang
menempel pada kulit dapat dengan mudah dilepas. Pembuangan sisik
bertujuan untuk menghilangkan sisik yang tidak diperlukan, yang masih
melekat pada kulit. Kulit yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam air
sebanyak tiga kali berat kulit yang telah dicampur 1OBe larutan Na2S (
13% Na2S kemudian dicampur satu liter air). Kulit direndam selama satu
malam dan dilakukan pengadukan minimal tiga kali dengan interval
sepuluh menit. Esokya kulit diangkat dan disikat sisiknya hingga lepas lalu
dicuci bersih lalu dimasukkan ke dalam larutan kapur yang terdiri dari air
sebanyak empat kali berat kulit dan kapur sebanyak 2%. Kulit direndam
selama satu hari lalu dan esoknya kulit dicuci bersih, sampai air bilasan
berwarna bening lalu ditimbang.
3. Buang Kapur (Deliming). Proses ini dilakukan dengan merendam kulit
yang telah dibilas didalam larutan yang terdiri dari air sebanyak tiga kali
berat kulit, 1% ZA dan 1% H2SO4 yang telah diencerkan sepuluh kali dan
dimasukkan secara bertahap tiga kali dengan interval 15 menit. Proses ini
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
24/121
24
bertujuan menghindari pembengkakan kulit, menghilangkan kapur serta
menetralkan kulit dari susasana basa akibat pengapuran (pH 11) menjadi
atau mendekati normal (pH 8), sehingga proses bating dapat berlangsung
dengan optimal.
4. Pengikisan Protein (Bating). Tujuan dilakukannya proses ini adalah
menghilangkan sebagian protein kulit yang tidak terpakai (non kolagen)
yang terdapat antara serat kulit dan elastin, sehingga kulit samakan
menjadi lebih lunak dan lemas. Perlakuan bating dengan NH4Cl dilakukan
pada pH 5-6 dan dilakukan setelah ZA ditambah asam formiat (untuk
menciptakan suasana asam) dan 0,5% teepol, dicampur, sampai pH yang
diinginkan tercapai. Setelah pH dicapai maka NH4Cl dan kulit dimasukkan
lalu di rendam dengan lama perendaman selama 30 menit, setelah selesai
dilakukan uji bating. Apabila proses bating belum sempurna maka
pengadukan dilanjutkan hinga kulit lolos uji bating .
5. Pengasaman (Pickling). Proses ini bertujuan menyiapkan kulit dalam
kondisi asam (pH 2,5-3) sesuai dengan pH bahan penyamakan krom
sehingga proses penyamakan dapat berlangsung optimal. Proses ini
dilakukan dengan merendam kulit ke dalam larutan berisi air sebanyak
100% berat kulit dan 10-15% NaCl, kemudian diputar 15 menit. Setelah
itu masukkan secara perlahan-lahan 0,5% asam formiat yang telah di
encerkan lima kali kemudian diputar selama 30 menit lalu tambahkan 1%
H2SO4 pekat yang telah diencerkan sebanyak 10 kali. Penambahan H2SO4
ini dilakukan tiga kali dengan interval 15 menit lalu diputar lagi minimal
dua jam.
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
25/121
25
6. Penyamakan (Tanning). Pada penelitian bahan penyamak yang digunakan
adalah bahan penyamak non mineral (gambir). Air yang digunakan adalah
air sisa pikel sebanyak 2/3 dari jumlah seluruh air pikel kemudian ke
dalamnya ditambahkan gambir (pada pendahuluan yaitu 0%, 5%, 10%,
15%, 20%, dan 25%, perlakuan terbaik pada penelitian pendahuluan
adalah konsentrasi 15% maka pada penelitian utama yaitu 0%, 12,5%,
15% dan 17,5%) menggunakan konsentrasi terbaik dari penelitian
pendahuluan. Kulit dimasukkan ke dalam larutan yang berada di dalam
drum pemutar dan diputar selama dua jam. Uji kematangan (boiling test)
dilakukan untuk mengetahui apakah kulit yang disamak sudah matang atau
belum. Uji ini dilakukan dengan menggunakan kulit yang dipotong
secukupnya dan dipanaskan hingga air mendidih. Bila kulit tidak
mengalami perubahan (tidak kaku dan tidak mengkerut) maksimal 10%,
maka kulit dapat dinyatakan matang. Kulit kemudian ditiriskan dan
diperam satu malam (aging) kemudian ditimbang. Hasil penimbangan
dinyatakan sebagai berat kulit wet blue.
7. Netralisasi. Proses ini bertujuan untuk menurunkan tingkat keasaman kulit
sehingga tidak mengganggu proses selanjutnya (proses peminyakan). Kulit
dimasukkan ke dalam campuran 150% air dan 1% natrium formiat
kemudian diputar sekitar 15 menit lalu ditambahkan 1% soda kue yang
telah diencerkan lima kali. Penambahan ini dilakukan bertahap sebanyak
tiga kali dengan interval 15 menit dan diputar lagi selama satu jam lalu
dicuci bersih dan ditiriskan.
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
26/121
26
8. Peminyakan (Fatliquoring). Tujuannya adalah untuk mendapatkan kulit
yang lebih lemas, lebih fleksibel serta mempunyai kemuluran yang tinggi
sesuai dengan standar dan tujuan pemakaiannya. Proses ini dilakukan
dengan mempersiapkan larutan yang terdiri dari minyak sulfat sebanyak
6% yang di encerkan sepuluh kali dan air sebanyak 150% dengan suhu
60OC. Kulit dimasukkan kedalam larutan dan diputar 30 menit.
9. Fiksasi (Fixation). Pada proses ini larutan tadi ditambahkan asam formiat
sebanyak 0,5% yang telah diencerkan lima kali dan dimasukan secara
perlahan-lahan dan diputar selama 15 menit. Tujuan dari proses ini adalah
untuk memecah emulsi lemak dalam kulit agar terikat dalam serabut-
serabut kulit.
10. Pemeraman (Aging). Bertujuan untuk memberi kesempatan agar reaksi
kimia dalam kulit dapat berlangsung lebih sempurna. Pada proses ini kulit
ditumpuk selama satu malam.
11. Pementangan (Tacking) dan Pengeringan (Drying). Kulit dipentang di
papan pementang dan dibiarkan kering di ruangan terbuka beratap. Tujuan
pementangan untuk menambah luasan kulit, sedangkan pengeringan
bertujuan mengurangi kadar air dalam kulit dan kulit menjadi kering.
12.
Perapihan (Trimming) dan Pelemasan (Staking). Kulit yang kaku akibat
dari proses pementangan dan pengeringan dirapikan dengan cara
menggunting bagian pinggir kulit agar kemudian dilemaskan, dengan
tujuan melemaskan kulit dan mengembalikan luas kulit yang hilang
(mengkerut) selama proses pengeringan menjadi normal kembali.
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
27/121
27
Pelemasan dilakukan menggunakan alat pelemas yang terbuat dari
lempengan logam berbentuk lingkaran dan dilakukan dengan tangan.
13.
Pengampelasan (Buffing). Kulit yang telah lemas selanjutnya di ampelas
dengan alat pengampelas pada bagian dagingnya (subkutis). Tujuannya
adalah untuk menghaluskan kulit bagian daging yang masih kasar supaya
lebih halus dan lebih enak dipakai.
14. Penyelesaian (Finishing). Proses ini dilakukan dengan mengunakan
larutan kasein yang terbuat dari 30 gram kasein yang dilarutkan dengan
900 ml air hangat (60OC) dan 90 ml ammonia, dengan cara mengoleskan
cairan ini ke permukaan kulit kemudian kulit dikeringkan dibawah sinar
matahari. Setelah kering, proses pengulasan dilakukan sekali lagi dan
dikeringkan kembali.
15. Pengkilapan (Glazing) dan Penyetrikaan (Ironing). Kulit dikilapkan
hingga mengkilap menggunakan mesin pengkilap. Kulit yang sudah
mengkilap kemudian di setrika dengan alat setrika yang bersuhu 95OC,
tekanan 100 atm selama tiga detik.
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
28/121
28
Gambar 6. Diagram Alir Penyamakan kulit
Perendaman Kulit Ikan Nila (Soaking )
Pengapuran ( Liming )
Pembuangan Kapur ( Deliming )
Pengikisan Protein ( Bating )
Penelitian Pendahuluan:Konsentrasi Gambir: 0%, 5%,10%, 15%, 20%, dan 25%.
Pengasaman ( Pickling )
Penymakan (Tanning )
Penyamakan Ulang ( Retanning I )
Netralisasi
Pemeraman ( Hanging )
Penyamakan Ulang ( Retanning II )
Analisa
Pementangan (Stacking )
Peminyakan ( Fatliquoring )
Penelitian Utama:Konsentrasi Gambir: 0%, 12,5%,15%, dan 17,5%.
Pengujian Fisik :Uji Kuat Tarik, Uji Kemuluran,
Uji Kekuatan Sobek, Uji SuhuKerut dan Uji Kelemasan.
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
29/121
29
Pengujian kulit dilakukan di Laboratorium Uji Komoditi Kulit dan Sepatu
(LUKKUS), Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta. Acuan
syarat mutu kulit samak sebagian besar mengacu pada SNI 06-4586-1998 tentang
syarat mutu kulit jadi dari kulit ular air tawar samak krom. Hal ini dilakukan
karena belum tersedianya Standar Nasional Indonesia yang mengatur syarat mutu
kulit ikan nila. Berikut syarat mutu kulit jadi dari kulit ular air tawar samak krom
dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini :
Tabel 3. Syarat Mutu Kulit Jadi dari Kulit Ular Air Tawar Samak Krom
No Jenis Uji Satuan Syarat Mutu Keterangan
I Fisis
1 Tebal mm Minimum 0,2 Rata
2 Ketahanan Gosok
a. Kering
b. Basah
Tidak lentur
Sedikit lentur
Grey skala pada skala 4/5
Grey skala pada skala 3/4
3 Kekuatan Tarik N/cm Minimum 1000,0
4 Kemuluran % Minimum 30,0
5 Kekuatan Sobek N/cm
Minimum 150,0II Kimiawi
1 Kadar Air % Maksimum 18,0
2 Kadar Abu % Maksimum 2,0 Diatas kadar Cr 2O3
3 Kadar Cr 2O3 % Minimum 2,5
4 Kadar Minyak /
Lemak
% 2,0 – 6,0
5 pH 3,5 – 7,0 Untuk pH 3,5 - 4,5 apabilalarutan diencerkan 10 kali,
selisih pH sesudah dan
sebelum maksimum 0,7
III Organoleptis
1 Keadaan Kulit Berisi, liat, lemas Cukup
2 Sisik Baik Permukaan halus,
mengkilap dan bersih
3 Bagian Daging Bersih
4 Bentuk Kulit Simetris Perubahan bentuk tidak
mencolok
Sumber : SNI 06-4586-1998
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
30/121
30
3.3.2. Kekuatan Tarik
Prosedur pengujian kekuatan tarik menurut SNI ISO 3376-2012 dimulai
dari pengambilan contoh dengan enam cuplikan menggunakan pisau tekan pada
bagian permukaan nerf, tiga cuplikan dengan sisi yang lebih panjang sejajar
dengan garis punggung dan tiga cuplikan dengan sisi yang lebih panjang tegak
lurus dengan garis punggung. Jika uji sebelumnya adanya selip cuplikan pada
penjepit maka digunakan pisau tekan yang lebih besar.
30 mm A 50mm C 30 mm
5mm
25mm E 10mm
B D
Gambar 7. Bentuk Cuplikan Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran
Mengukur lebar cuplikan menggunakan jangka sorong dengan ketelitian
0,1 mm pada tiga posisi di sisi nerf dan tiga posisi di sisi daging. Setiap kelompok
dilakukan tiga pengukuran, buat satu pengukuran pada titik tengah E (seperti pada
gambar 7) dan dua lainnya diambil pada tengah-tengah jarak antara titik E dengan
garis AB dan CD. Pengambilan rata-rata aritmatik dari enam kali pengukuran
sebagai lebar cuplikan. Buat cuplikan pada tiga posisi yaitu pada titik tengah E
dan pada posisi tengah-tengah antara titik E dengan garis AB dan CD. Ambil rata-
rata tiga kali pengukuran sebagai tebal dari cuplikan.
Mengatur penjepit dari alat uji kuat tarik dengan jarak 50 mm bila
menggunakan cuplikan standar atau 100 mm apabila menggunakan cuplikan
besar. Menjepit cuplikan pada penjepit sehingga ujung dari penjepit terletak
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
31/121
31
segaris dengan garis AB dan CD. Saat cuplikan dijepit, memastikan permukaan
nerf berada pada satu bidang. Jalankan mesin sampai cuplikan putus dan catat
gaya tertinggi yang digunakan sebagai gaya saat putus.
Kuat tarik, Tn dalam Newton per millimeter persegi harus dihitung dengan
persamaan :
Tn =
Keterangan :
F : gaya tertinggi yang tercatat (Newton)
W : rata-rata lebar cuplikan (mm)
t : rata-rata tebal cuplikan (mm)
3.3.3. Kemuluran
Prosedur pengujian kemuluran menurut SNI ISO 3376-2012 dimulai dari
pengambilan contoh dengan enam cuplikan menggunakan pisau tekan pada bagian
permukaan nerf, tiga cuplikan dengan sisi yang lebih panjang sejajar dengan garis
punggung dan tiga cuplikan dengan sisi yang lebih panjang tegak lurus dengan
garis punggung. Jika uji sebelumnya adanya selip cuplikan pada penjepit maka
digunakan pisau tekan yang lebih besar.
Mengukur lebar cuplikan menggunakan jangka sorong dengan ketelitian
0,1 mm pada tiga posisi di sisi nerf dan tiga posisi di sisi daging. Setiap kelompok
dilakukan tiga pengukuran, membuat satu pengukuran pada titik tengah E (seperti
pada gambar ) dan dua lainnya diambil pada tengah-tengah jarak antara titik E
dengan garis AB dan CD. mengambil rata-rata aritmatik dari enam kali
pengukuran sebagai lebar cuplikan. Membuat cuplikan pada tiga posisi yaitu pada
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
32/121
32
titik tengah E dan pada posisi tengah-tengah antara titik E dengan garis AB dan
CD. Mengambil rata-rata tiga kali pengukuran sebagai tebal dari cuplikan.
Penjepitan cuplikan di antara penjepit pada alat. mengukur jarak antara
penjepit dengan ketelitian 0,5 mm dan catat jarak ini, Lo, sebagai panjang awal
dari cuplikan untuk keperluan pengujian. Menjalankan alat, apabila alat yang
digunakan tidak secara otomatis menggambarkan kurva gaya atau kemuluran
dengan ketelitian tertentu. Mengikuti jarak antara dua penjepit atau sensor pada
setiap kenaikan beban. mencatat jarak antara kedua penjepit atau sensor tepat
ketika gaya pertama kali mencapai nilai yang ditentukan. catatan jarak ini sebagai
panjang cuplikan pada gaya yang ditentukan.
Persentase kemuluran ditentukan dengan persamaan :
Kemuluran (%) =
Keterangan : LO : Panjang awal (cm)
Li : Panjang pada waktu putus (cm)
3.3.4. Kekuatan Sobek
Berdasarkan SNI 06-1794 -1990 pengujian terhadap kekuatan sobek dapat
dilakukan dalam tiga model cuplikan, yakni model lidah, model celah dan model
lapisan kulit. Model yang dipakai untuk uji ini yaitu model lidah. Untuk pengujian
ini kulit dipotong dengan ukuran 10 × 2 cm (Gambar 7). Kemudian dibuat lubang
“X” dengan diameter 0,2 cm yang berjarak 2 cm dari E ke X. Kemudian buat
irisan dari lubang X memanjang ke F sehingga cuplikan teriris dan berbentuk
potongan lidah. Kemudian ukur tebal di bagian yang akan tersobek, yakni
disekitar titik X. Setelah itu dua bagian lidah yang terbentuk dipasang pada
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
33/121
33
penjepit mesin tarik. Mesin dijalankan sehingga kulit tersobek sempurna. Besar
kekuatan sobek dipengaruhi oleh gaya yang diberikan untuk menarik cuplikan dan
juga tebal cuplikan. Perhitungan rumusnya adalah sebagai berikut:
Kekuatan Sobek = kg/cm
Keterangan :
F maksimum : Beban maksimum yang dibutuhkan untuk menarik contoh kulit
sampai sobek (kg)
t : Tebal contoh kulit (cm)
Digunting
A 0,20cm B
E--------------------- F
D C2,5 cm 6 cm 2 cm
Gambar 8. Bentuk Cuplikan Uji Kekuatan Sobek
3.3.5. Suhu Kerut
Prosedur pengujian suhu kerut sesuai dengan SNI 06-7127-2005 adalah
sebagai berikut :
1. Memasukan (5,5 0,5) ml media pemanas (gliseril) kedalam tabung
gelas, perendaman contoh uji kedalam tabung gelas yang berisi gliseril
menggunakan pengaduk;
2cm-------------------- X
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
34/121
34
2. Menempatkan tabung gelas dengan posisi berdiri kedalam desikator,
pengeluaran udara dalam tabung gelas sehingga tekanan lebih kecil
dari 4 kPa selama 1-2 menit;
3. Membiarkan udara masuk kedalam desikator dan perendaman contoh
dalam media pemanas tersebut 1 – 6 jam;
4. Mengaitan salah satu ujung contoh uji dengan pengait tetap dan ujung
lainya dengan pengait bergerak. mengatur benang, katrol dan beban.
5. Memasukan media pemanas kedalam gelas piala dengan ketinggian
minimum 30 mm diatas contoh uji bagian atas. Setelah suhu kerut
contoh diketahui atau dapat diperkirakan, penggunaan pemanas dengan
suhu minimum 10oC dibawah suhu pengkerutan yang diperkirakan;
6. Memanasan media dengan (2 0,2) oC/menit;
7. Mengamati suhu dan jarum penunjuk, sampai contoh uji mengalami
pengkerutan;
8. Mencatat posisi jarum penunjuk dan suhu untuk mencari hubungan
suhu dengan pengkerutan contoh uji 0,3 % dari panjang awal sebagai
suhu pengkerutan kulit tersamak;
9. Apabila selisih suhu pengkerutan kulit tersamak dengan suhu awal
media pemanas kurang dari 5o
C, maka mengulangi prosedur 6.3.a
sampai dengan 6.3.h menggunakan media pemanas dengan suhu awal
lebih rendah.
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
35/121
35
3
1
4
9
8
2 7
5
6
Keterangan gambar :
1. Katrol2. Beban 3 gram3. Jarum penunjuk4. Termometer5. Pengait tetap6. Gelas piala7. Contoh uji8. Pengait bergerak9. Benang
Gambar 9. Bentuk cuplikan uji suhu kerut
3.3.6. Uji Kelemasan
1. Pemilihan celah dari 35 mm, 25 mm atau 20 mm.
CATATAN Disarankan agar celah yang digunakan sebagai berikut:
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
36/121
36
35 mm – untuk pengukuran kulit yang lebih kaku, misalnya, kulit
bagian atas sepatu;
25 mm – untuk pengukuran kulit yang lebih kuat dan lembut,
misalnya, kulit jok dan kulit bagian atas sepatu yang lebih lemas;
20 mm – untuk pengukuran kulit lebih lemas, misalnya, kulit untuk
pakaian.
2. Menyiapkan mesin uji, dan penempatan cakram logam (4.2) pada atas
celah berbentuk lingkaran.
3. Menaikan penjepit beban dan penutupan mesin uji untuk mengunci
cakram logam dalam posisinya.
4. Melepaskan penjepit beban sampai jarum penunjuk pada posisi nol.
Kemudian membukaan mesin uji dan melepaskan cakram logam.
5. Meletakkan kulit sesuai dengan ISO 2418 pada celah dan Memastikan
kulit terletak rata, tidak ada terlihat cacat seperti pada bekas
pengulitan pisau atau goresan pada celah dan Memastikan tempat
yang cukup untuk penjepitan yang efektif.
6. Menaikkan penjepit beban dan menutup mesin uji untuk menjepit
kulit pada posisinya
7. Melepaskan penjepit beban, tunggu, dan pencatatan angka kemudian
pembukaan mesin uji dan pengambilan kulit.
8. Mengulang pengujian sebanyak 3 kali dan mencatat nilai rata-rata dan
rentang nilainya.
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
37/121
37
Massa beban total
Penjepit
Penjepit silindris
Celah lingkaran
Gambar 10. Diagram tata letak mesin uji kelemasan
3.4.
Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan dalam penelitian pendahuluan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan penggunaan gambir yang
dihitung dari berat kulit ikan nila dan pengulangan pengujian sebanyak 3 kali
(triplo). Penelitian yang dilakukan pada penelitian utama yaitu 4 perlakuan dari
hasil terbaik penelitian pendahuluan dengan memperkecil selisih antar
konsentrasi. Peubah yang diamati adalah kualitas fisik kulit ikan nila samak
(kekuatan tarik, kemuluran, suhu kerut, kekuatan sobek dan kelemasan kulit).
Metode penelitian ini bersifat experimental laboratories yaitu observasi di
bawah kondisi buatan dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti.
Tujuan dari penelitian experimental laboratories adalah untuk menyelidiki ada
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
38/121
38
tidaknya hubungan sebab akibat serta berapa besar hubungan sebab akibat dengan
memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok experimental
(Nazir, 2003). Rancangan penelitian utama kualitas kulit ikan nila samak tersaji
pada tabel 4.
Tabel 4. Matriks Penelitian
Parameter UlanganPerlakuan Konsentrasi Kulit Ikan Nila (%)
0 12,5 15 17,5
Kekuatan Tarik 1 K1 K2 K3 K4
2 K1 K2 K3 K4
3 K1 K2 K3 K4
Kemuluran 1 K1 K2 K3 K4
2 K1 K2 K3 K4
3 K1 K2 K3 K4
Suhu Kerut 1 K1 K2 K3 K4
2 K1 K2 K3 K4
3 K1 K2 K3 K4
Kekuatan Sobek 1 K1 K2 K3 K4
2 K1 K2 K3 K4
3 K1 K2 K3 K4
Kelemasan 1 K1 K2 K3 K4
2 K1 K2 K3 K4
3 K1
K2
K3
K4
Keterangan:K1 = Perlakuan Konsentrasi 0%K2 = Perlakuan Konsentrasi 12,5%K3 = Perlakuan Konsentrasi 15%K4 = Perlakuan Konsentrasi 17,5%
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
39/121
39
3.5. Analisis Data
Data uji yang diperoleh dari hasil uji kekuatan tarik, kemuluran, suhu kerut,
kekuatan sobek dan kelemasan kemudian dilakukan uji normalitas apabila data
yang diperoleh termasuk data yang normal kemudian dianalisis dengan sidik
ragam atau Analysis of Variety (ANOVA). Analisis dilakukan dengan
membandingkan nilai F hitung dengan F tabel. Apabila nilai F hitung lebih besar
dari F tabel pada taraf nyata 5% maka perlakuan dikatakan berbeda nyata.
Jika analisis sidik ragam dikatakan berbeda nyata maka dilakukan uji
lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) karena nilai koefisien keragaman kecil (
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
40/121
40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terbaik
dari gambir sebagai bahan penyamak pada proses penyamakan kulit ikan nila.
Konsentrasi menggunakan gambir terbagi atas 6 perlakuan yaitu (0%); (5%);
(10%); (15%), (20%) dan (25%), hal ini berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu
penelitian Sahubawa (2009), yang melakukan penyamakan kulit ikan kakap
dengan menggunakan bahan penyamak nabati (momosa) antara 16% - 24%. Uji
yang dilakukan pada penelitian pendahuluan terdiri atas uji kekuatan tarik
(N/cm2); uji kemuluran (%) dan uji suhu kerut (oC).
4.1.1. Kekuatan Tarik
Hasil pengujian kekuatan tarik dari enam perlakuan konsentrasi bahan
penyamak dari gambir pada kulit ikan nila samak tersaji pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil Kekuatan Tarik Kulit Ikan Nila Samak (N/cm2)
Perlakuan (%) Rata-rata SNI 06-4586-1998
0 1791,41 ± 3,33a ≥1000,0
5 1796,27 ± 1,80ab
10 1847,00 ± 2,06 bc
15 2054,82 ± 4,31
20 1834,79 ± 3,64e
25 1784,43 ± 3,91
Keterangan : Superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata(P
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
41/121
41
Nilai kekuatan tarik samak kulit nila menggunakan bahan penyamak
gambir dengan berbagai konsentrasi memiliki perbedaan nyata. Peningkatan
konsentrasi bahan penyamak dari 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25% menunjukkan
tidak meningkatkan rataan kekuatan tarik. Nilai tertinggi bahan penyamak gambir
didapatkan pada konsentrasi 15% dengan rataan tertinggi 2054,82 N/cm2 (tabel 5),
disebabkan terbukanya ruang-ruang kosong pada zat kulit yang terhidrolisis
protein memungkinkan zat samak gambir yaitu tannin berikatan dengan kolagen
dan memenuhi ruang kolagen yang kosong dengan sempurna. Nilai terendah
terdapat pada konsentrasi 25% dengan nilai 1784,43 N/cm2, hal ini terjadi karena
ruang kosong kolagen tersebut lebih banyak terisi oleh air daripada tanin yang
masuk dalam serabut kulit tersebut. Menurut Purnomo (1991), reaksi antara
gugus-gugus hidroksil yang terdapat didalam zat penyamak nabati denga struktur
kolagen, kemudian diikuti dengan terjadinya reaksi ikatan dari molekul zat
penyamak dengan molekul zat penyamak lainya sampai seluruh ruang kosong
yang terapat diantara rantai kolagen terisi sepenuhnya.
Kekuatan tarik kulit adalah kemampuan seberkas serabut kulit per satuan
luas penampang untuk menahan sejumlah beban sampai batas retak dan putus.
Semakin tinggi kekuatan tarik kulit samak, semakin baik kualitas kulitnya.
Dengan kuat tarik yang tinggi akan menghasilkan kualitas kulit yang baik maka
produk yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang baik pula. Hal ini
ditambahkan oleh Fajar dan Kasmudjiastuti (2012), bahwa kekuatan tarik adalah
besarnya gaya maksimal yang diperlukan untuk menarik kulit sampai putus yang
dinyatakan dalam kg/cm2 atau N/m2. Sifat kuat tarik kulit menggambarkan
kuatnya ikatan antara serat kolagen penyusun kulit dengan zat penyamak.
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
42/121
42
1791,41 1796,271847
2054,82
1834,79 1784,43
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
2000
2200
0 5 10 15 20 25
N i l a i K e k u a t a n T a r i k ( N / c m 2 )
Konsentrasi (%)
Kulit Ikan Nila Samak
SNI Ular Air Tawar
Gambar 11. Grafik Uji Kekuatan Tarik Kulit Ikan Nila Tersamak Gambir
Grafik diatas menunjukkan kenaikan nilai kuat tarik kulit ikan nila
tersamak gambir dari konsentrasi terendah yaitu pada konsentrasi 5% dengan nilai
kuat tarik 1791,41 N/cm2 sampai maksimalnya pada konsentrasi 15% dengan nilai
kuat tarik 2054,82 N/cm2. Kemudian pada konsentrasi 20% dan 25%, nilai kuat
tarik kulit mengalami penurunan, hal ini dikarenakan pada konsentrasi gambir
20% dan 25% larutan lebih pekat oleh zat-zat bukan tanin hal ini membuat tanin
yang mengikat serat kolagen tidak bisa bekerja secara optimal untuk mengikat
serat-serat kolagen kulit ikan nila agar lebih kuat, sehingga ruang kolagen tersebut
lebih banyak terisi oleh air atau minyak.
Hasil analisis sidik ragam ANOVA pada lampiran 4 didapatkan nilai F
hitung sebesar 2894,914 dengan F tabel (0,05) sebesar 3,105. Dapat disimpulkan
bahwa nilai F hitung > F tabel maka kekuatan tarik pada penelitian pendahuluan
memberikan perbedaan nyata terhadap konsentrasi bahan penyamak gambir
sehingga dilakukan uji lanjut BNJ (lampiran 5).
Hasil uji lanjut menggunakan BNJ 5% (9,07) pada lampiran 5
menunjukkan perbedaan nyata pada penggunaan bahan penyamak gambir dari
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
43/121
43
konsentrasi 0 sampai 25%. Gambir dengan konsentrasi 15% berbeda nyata dengan
konsentrasi 0%, 5%, 10%, 20% dan 25%. Ketebalan kulit ikan nila yaitu 0,1mm
akan mempengaruhi kekuatan tarik karena pada kulit ikan nila yang tebal akan
memiliki lebih banyak serat-serat kulit dengan struktur jaringan atau anyaman
kulit yang lebih padat. Menurut Suprapto et al . (1993), faktor yang mempengaruhi
kekuatan tarik kulit diantaranya ketebalan dan struktur kulit. Kulit jadi mengalami
proses buffing yaitu pengikisan bagian dalam (daging) kulit. Buffing yang
dilakukan dapat menyebabkan ketebalan kulit berbeda-beda. Ketebalan kulit yang
berbeda-beda ini akan mempengaruhi kekuatan tarik yang dihasilkan.
Hasil kekuatan tarik pada penelitian pendahuluan yang diperoleh dengan
kisaran antara 1782 N/cm2 sampai 2058,42 N/cm2 telah memenuhi standar mutu
kulit ikan nila untuk syarat mutu kulit jadi nilainya melebihi kekuatan tarik kulit
ular air tawar samak krom (SNI 06-4586-1998) yaitu minimum 1000,0 N/cm2.
4.1.2. Kemuluran
Hasil pengujian kemuluran dari enam perlakuan konsentrasi bahan
penyamak gambir pada kulit ikan nila samak tersaji pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil Kemuluran Kulit Ikan Nila Samak (%)
Perlakuan (%) Rata-rata SNI 06-0485-1989
0 66,45 ± 4,67a ≥ 50
5 66,59 ± 3,20a
10 73,56 ± 4,82a c
15 79,14 ± 3,75a c
20 72,91 ± 4,92abcde
25 71,59 ± 4,48c e
Keterangan : Superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata(P
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
44/121
44
Penggunaan bahan penyamak gambir dengan konsentrasi 0% sampai 15%
mengalami kenaikan nilai kemuluran kulit. Namun, pada konsentrasi 20% sampai
25% mengalami penurunan kemuluran (tabel 6). Nilai terendah kemuluran kulit
samak nila terjadi pada konsentrasi 5% dengan nilai rata-rata 66,59% dan
kemuluran tertinggi terjadi pada konsentrasi 15% dengan nilai rata-rata 79,14%.
Pada konsentrasi 20% sampai 25% terjadi penurunan kerja zat samak dalam
gambir yaitu tannin, sehingga pada saat proses penyamakan ulang atau retanning
tanin dalam kulit ikan nila mengalami kejenuhan sehingga dapat mempengaruhi
kemuluran kulit ikan nila tersebut. Menurut Mustakim et.,al (2010), proses
penyamakan ulang atau retanning dengan menggunakan gambir dapat menutupi
kelemahan sifat fisik kulit samak nabati, dengan demikian dapat dihasilkan kulit
yang fleksibel, padat dan berisi sehingga tepat sasaran untuk kulit yang
diinginkan.
Hasil analisis sidik ragam ANOVA pada lampiran 9 didapatkan nilai F
hitung sebesar 3,606 dengan F tabel (0,05) sebesar 3,106. Dapat disimpulkan
bahwa nilai F hitung > F tabel maka kemuluran pada pra penelitian memberikan
perbedaan nyata terhadap konsentrasi bahan penyamak gambir sehingga
dilakukan uji lanjut BNJ (lampiran 10).
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
45/121
45
66,45 66,5973,56
79,1472,91 71,59
0
10
20
30
40
5060
70
80
90
0 5 10 15 20 25
N i l a i K e m u l u r a n
( % )
Konsentrasi (%)
Kulit Ikan Nila Samak
SNI Produk Sarung
Tangan Kerja Berat
Gambar 12. Grafik Uji Kemuluran Kulit Ikan Nila Tersamak Gambir
Grafik diatas menunjukkan konsentrasi 15% paling tinggi tingkat
kemuluranya, yaitu dengan nilai 79,14%. Konsentrasi 5% sampai 15% mengalami
grafik yang naik, kemudian pada konsentrasi 20% dan 25% kemuluran kulit
cenderung menurun. Meskipun grafik uji kemuluran terlihat naik turun akan tetapi
nilai dari semua konsentrasinya masih diatas dari statndar SNI produk sarung
tangan untuk kerja berat.
Hasil uji lanjut BNJ pada lampiran 10 memberikan perbedaan nyata pada
konsentrasi bahan penyamak gambir 0% dengan konsentrasi 10%, 15%, 20% dan
25%. Konsentrasi 5% berbeda nyata dengan konsentrasi 10%, 15%, 20% dan
25%. Konsentrasi 10%, 20% dan 25% memberikan beda nyata dengan konsentrasi
15%.
Perbedaan persentase atau nilai kemuluran kulit samak nila disebabkan
karena perbedaan tebal tipisnya kulit dan struktur serabut-serabut kulit ikan nila
tersebut. Melebarya jalinan serabut kolagen mengakibatkan kemuluran cenderung
menurun. Melebarnya anyaman serat kulit tersebut membuat tanin yang akan
masuk dalam kulit itu sendiri mengalami kesulitan dalam mengikat serat-serat
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
46/121
46
yang ada dalam kulit ikan nila tersebut. Menurut Judoamidjojo (1981), bahwa
serat kolagen tertentu tersusun tidak beraturan, seratnya menuju ke segala arah
tidak didapat ujung pangkalnya dan bercabang-cabang sehingga membuat tannin
yang ditambahkan harus lebih banyak agar dapat bekerja lebih efektif dalam
memasuki ruang-ruang serabut kulit tersebut dan mengikat serat-serat kulit agar
kulit lebih fleksibel akan tetapi tetap padat dan berisi.
Hasil nilai kemuluran kulit ikan nila samak pada penelitian pendahuluan
yang diperoleh dengan kisaran kemuluran terendah sebesar 63,66% dan
kemuluran tertinggi 83,45% telah memenuhi syarat standar untuk dijadikan
produk kulit sarung tangan kerja berat (SNI 06-0485-1989) yaitu minimum 50%,
sehingga dapat dikatakan bahwa hasil dari kulit ikan nila yang disamak dengan
menggunakan gambir cukup baik untuk pembuatan produk sarung tangan yang
biasa digunakan untuk para pekerja berat.
4.1.3. Suhu Kerut
Suhu kerut merupakan suatu proses pengkerutan struktur kolagen dalam
kulit, hal ini biasanya dijadikan sebgaia indikator kematangan kulit. Menurut
Sahubawa et.,al. (2010), Suhu kerut adalah suhu dimana terjadi pengkerutan
struktur kolagen. Suhu kerut erat kaitannya dengan kematangan kulit, makin
banyak serabut kulit yang berikatan dengan bahan penyamak, maka kematangan
kulit yang dihasilkan makin tinggi sehingga suhu kerutnya makin tinggi. Makin
tinggi suhu kerut kulit, makin baik kualitas produk karena ketahanan kulit
terhadap panas (hidrothermal) semakin tinggi. Hasil pengujian kemuluran dari
enam perlakuan konsentrasi bahan penyamak gambir pada kulit ikan nila samak
tersaji pada tabel 7.
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
47/121
47
Tabel 7. Hasil Suhu Kerut Kulit Ikan Nila Samak (0C)
Perlakuan (%) Rata-rata SNI 06-6121-1999
0 93,33 ± 2,31a ≥ 70
5 96,67 ± 1,15a
10 97,33 ± 1,15a c
15 102,67 ± 3,06a c
20 98,67 ± 1,15c e
25 98,00 ± 2,00e
Keterangan : Superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata
(P F tabel maka kemuluran pada pra penelitian memberikan
perbedaan nyata terhadap konsentrasi bahan penyamak gambir sehingga
dilakukan uji lanjut BNJ (lampiran 15).
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
48/121
48
93,3396,67 97,33
102,6798,67 98
0
20
40
60
80
100
120
0 5 10 15 20 25
N i l a i S u h u K e r u t (
o C )
Konsentrasi (%)
Suhu Kerut Kulit Ikan Nila
Samak
SNI Kulit Ikan Pari Untuk
Barang Kulit
Gambar 13. Grafik Uji Suhu Kerut Kulit Ikan Nila Tersamak Gambir
Grafik diatas menunjukkan nilai suhu kerut kulit ikan nila tersamak
gambir. Terlihat pada grafik diatas, nilai tertinggi diantara konsentrasi yang lain
adalah konsentrasi 15%. Hal ini membuktikan konsentrasi 15% merupakan
konsentrasi terbaik yang tahan terhadap pengkerutan kulit. Pada pengujian
sebelumnya yaitu pengujian kuat tarik dan kemuluran, konsentrasi 15%
mendominsi nilai terbaiknya sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi
terbaik pada penelitian pendahuluan yaitu konsentrasi 15%.
Hasil uji lanjut menggunakan BNJ 5% (9,07) pada lampiran 15
menunjukkan perbedaan nyata pada penggunaan bahan penyamak gambir dari
konsentrasi 0 sampai 25%. Kulit dengan bahan penyamak gambir konsentrasi
15% berbeda nyata dengan yang menggunakan bahan penyamak gambir
konsentrasi 0%, 5%, 10%, 20% dan 25%. Kulit ikan nila samak yang memakai
bahan penyamak gambir dengan konsentrasi 5% memperlihatkan suhu kerut
paling rendah diantara konsentrasi lain yaitu dengan rata-rata 96,67 oC. Nilai suhu
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
49/121
49
kerut tertinggi didapatkan pada konsentrasi 15% yaitu dengan nilai rata-rata
102,67 oC. Suhu kerut merupakan pengujian yang menentukan kemasakan kulit,
sehingga pengujian suhu kerut sangat penting untuk mengetahui kulit ikan nila
samak menggunakan gambir layak diproses lebih lanjut atau tidak. Hal ini sesuai
dengan dijelaskan pada SNI 06-7127-2005 yang menyatakan bahwa salah satu
parameter yang menentukan kemasakan kulit adalah dengan mengetahui suhu
pengkerutanya. Dengan demikian, untuk menentukan proses penyamakan dapat
dilanjutkan pada proses berikutnya atau tidak dapat melihat hasil suhu kerutnya.
Hasil nilai suhu kerut pada penelitian pendahuluan yang diperoleh dengan
kisaran suhu kerut terendah sebesar 96 oC dan kemuluran tertinggi 102 oC telah
memenuhi syarat standar untuk dijadikan produk kulit sarung tangan kerja berat
(SNI 06-6121-1999) yaitu minimum 70 oC, sehingga kulit ikan nila samak dengan
menggunakan gambir dapat dijadikan produk sarung tangan yang biasa digunakan
oleh para pekerja berat.
4.2. Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengurangan
selisih pada konsentrasi terbaik yaitu 15% yang dihasilkan pada penelitian
pendahuluan proses penyamakan kulit ikan nila. Karena yang terbaik dalam
penelitian pendahuluan adalah 15% maka konsentrasi yang digunakan dalam
penelitian utama menggunakan selisih 2,5% diatas dan dibawah 15% yaitu 0%;
12,5%; 15% dan 17,5%. Uji yang dilakukan pada penelitian pendahuluan terdiri
atas uji kekuatan tarik (N/cm2), uji kemuluran (%), uji kekuatan sobek (N/cm2),
uji suhu kerut (0C) dan uji kelemasan kulit (mm)
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
50/121
50
4.2.1. Kekuatan Tarik
Hasil pengujian kekuatan tarik dari empat konsentrasi bahan penyamak
dari gambir pada kulit ikan nila samak tersaji pada tabel 8.
Tabel 8. Hasil Uji Kekuatan Tarik Kulit Ikan Nila Samak (N/cm2)
Keterangan : Superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata(P
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
51/121
51
Kekuatan tarik dalam penyamakan kulit ikan nila sangat penting karena
menentukan sifat dari kulit tersebut. Apabila kekuatan tarik di bawah standar
menyebabkan kulit ikan nila mudah retak atau pecah. Kulit samak yang
berkualitas bagus memilki kekuatan tarik dengan nilai yang tinggi. Nilai kekuatan
tarik ikan nila dari bahan penyamak gambir dengan berbagai konsentrasi terlihat
pada tabel 8. Berdasarkan tabel 8, dapat dilihat bahwa rata-rata nila kekuatan tarik
ikan nila samak dengan penyamak gambir dari berbagai konsentrasi melebihi nilai
kekuatan tarik yang dikeluarkan oleh BSN(2009) melalui SNI 0253:2009 yaitu
≥1600 (N/cm2). Artinya gambir termasuk bahan yang berpotensi untuk dijadikan
bahan penyamak kulit. Menurut Sahubawa et.,al (2009), adanya pengaruh nyata
pada konsentrasi yang digunakan karena bahan penyamak nabati merupakan
bahan penyamak yang menghasilkan kulit tersamak yang tampak berisi dan rata,
berwarna kecoklatan, awet, dan mudah diwarnai dan sifatnya akan menghasilkan
kekuatan tarik yang baik. Semakin tinggi nilai kekuatan tarik, semakin baik kulit
samak yang dihasilkan.
Pada konsentrasi 17,5% terjadi penurunan nilai kekuatan kulit, disebabkan
hubungan antara zat penyamak tannin dari gambir dengan serabut kulit ikan nila
kurang stabil artinya kulit belum secara sempurna tahan terhadap pengaruh
kondisi asam maupun basa. Menurut Haris (2008), bahwa kondisi asam mampu
mengubah serat kolagen triple heliks menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan
perendam basa hanya mampu menghasilkan rantai ganda. Hal ini menyebabkan
pada waktu yang sama jumlah kolagen yang dihidrolisis oleh larutan asam lebih
banyak daripada larutan basa. Oleh sebab itu, saat proses penyamakan kulit ikan
nila dengan bahan penyamak gambir pH diatur sekitar 4-5, agar zat tannin dalam
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
52/121
52
gambir mampu lebih banyak menghidrolisis asam amino (glisin, alanin dan
glutamat) pada serat kolagen kulit ikan nila.
Penurunan nilai kekuatan kulit ikan nila ini terjadi karena gambir yang
dimasukan terlalu banyak sehingga tidak bisa efektif masuk kedalam kulit
seluruhnya mengingat jumlah air sebagai pelarutnya untuk semua konsentrasi
sama sehingga dalam wadah justru lebih banyak endapan gambir tersebut. Hal ini
menjadikan larutan gambir dalam air lebih pekat sehingga kandungan tanin tidak
dapat terserap secara seluruhnya. Menurut Purnomo (1991), bahwa pada
kepekatan rendah ukuran zarah-zarah lebih kecil daripada kepekatan tinggi. Dari
sifat ini, pada awal penyamakan nabati pH harus diatur sekitar (± 5) agar zarah
bahan penyamak gambir mudah masuk kedalam jaringan kulit ikan nila. Demikian
pula dalam larutan yang encer, (0,5-1 oBe) zarah bahan penyamak gambir lebih
kecil daripada dalam larutan yang pekat, karena kepekatan berpengaruh pada
besar molekul yang masuk dalam serat kulit ikan.
1915,69
2122,981963,8
1396,92
0
500
1000
1500
2000
2500
0 12,5 15 17,5
K e k u a t a n T a r i k ( N / c m 2 )
Konsentrasi (%)
Kekuatan Tarik Kulit Ikan
Nila Samak
SNI Ular Air Tawar
SNI Produk Kulit Bagian Atas
Alas Kaki
Gambar 14. Grafik Uji Kekuatan Tarik Kulit Ikan Nila Tersamak Gambir
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
53/121
53
Dilihat dari grafik diatas, jelas terlihat bahwa hasil penyamakan kulit ikan
nila mengunakan gambir dengan berbagai konsentrasi mengalami penurunan yang
signifikan. Terlihat pada konsentrasi bahan penyamak gambir 17,5% dibawah
garis standar dari SNI produk kulit bagian atas alas kaki, artinya kulit nila samak
dengan konsentrasi tersebut tidak tidak dapat dijadikan produk kulit bagian atas
alas kaki karena nilai kekuatan tarik kulit tersebut tidak memenuhi standar yang
dikeluarkan BSN tentang SNI untuk produk kulit bagian atas alas kaki. Namun
demikian konsentrasi 17,5% masih diatas garis standar SNI ular air tawar artinya
masih layak digunakan untuk membuat produk selain bagian atas alas kaki.
Hasil analisis sidik ragam ANOVA pada lampiran 19 didapatkan nilai F
hitung sebesar 24284,163 dengan F tabel (0,05) sebesar 4,066. Dapat disimpulkan
bahwa nilai F hitung > F tabel maka kekuatan tarik memberikan pengaruh berbeda
nyata terhadap masing-masing konsentrasi dari bahan penyamak gambir sehingga
dilakukan uji lanjut BNJ (lampiran 20).
Hasil lanjut uji BNJ 5% (9,15) (lampiran 20) dari kekuatan tarik
menunjukkan selisih berbeda nyata pada bahan penyamak gambir dengan
konsentrasi 12,5%. Konsentrasi 12,5% berbeda nyata dengan lama perendaman
0% (kontrol) , 15% dan 17,5%. Penurunan nilai kekuatan tarik terjadi pada
konsentrasi sampai pada konsentrasi 17,5%. Adanya pengaruh nyata pada
konsentrasi yang digunakan karena bahan penyamak gambir termasuk bahan
penyamak yang memiliki reaksi lebih cepat dibandingkan dengan bahan
penyamak mineral. Menurut Pertiwi (1999), prinsip proses penyamakan nabati
adalah menggunakan zat penyamak dengan molekul kecil, daya ikat kecil,
sehingga penetrasinya cepat, kulit yang dihasilkan tidak mengalami kontraksi,
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
54/121
54
kemudian molekul dan daya ikat pada kulit diperbesar dengan cara mengubah
kepekatan dan pH sehingga kulit menjadi tersamak dengan rata. Mustakim et.,al
(2010) menambahkan, bahwa kulit yang disamak krom lebih mulur dibanding
dengan kulit yang disamak nabati, akan tetapi kulit samak nabati mempunyai
kekuatan tarik yang lebih baik daripada kulit samak krom. Kombinsi nabati pada
penyamakan ulang dapat menyebabkan turunnya kemuluran kulit samak krom
tetapi akan menaikkan kekuatan tariknya.
Nilai kekuatan tarik terendah sebesar 1393,39 N/cm2 masih memenuhi
standar mutu kulit ular air tawar (SNI 06-4586-1998) namun tidak memenuhi
standar mutu untuk produk kulit bagian atas alas kaki (SNI 0253:2009) yaitu
minimum 1.600 N/cm2.
4.2.2. Kemuluran
Kemuluran adalah bertambah panjangnya kulit ikan nila tersamak dengan
gambir saat ditarik sampai kulit kulit ikan nila samak tersebut dapat mudah
terputus. Menurut Fajar dan Kasmudjiastuti (2012), kemuluran adalah
pertambahan panjang kulit pada saat ditarik sampai putus, dibagi panjang semula
dan dinyatakan dalam persen (%). Nilai kemuluran kulit ikan nila samak dengan
berbagai konsentrasi pada tabel 9.
Tabel 9. Hasil Uji Kemuluran Kulit Ikan Nila Samak (%)Perlakuan (%) Rata-rata SNI 06-0485-1989
0 63,03 ± 3,69a ≥ 50
12,5 75,06 ± 3,87
15 77,22 ± 1,46 c
17,5 84,49 ± 3, 94c
Keterangan : Superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata
(P
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
55/121
55
Perlakuan dengan menggunakan bahan penyamak gambir menunjukkan
nilai kemuluran tertinggi kulit ikan nila samak (tabel 9) ditunjukkan pada
konsentrasi 17,5% dengan nilai kemuluran sekitar 84,49% dengan kekuatan tarik
sebesar 1396,92 N/cm2, sedangkan nilai terendah ditunjukkan pada konsentrasi
12,5% dengan nilai kemuluran 75,06% dan kekuatan tarik tertinggi sebesar
2122,98 N/cm2. Tinggi rendahnya kemuluran kulit ikan nila samak dengan gambir
dapat dipengaruhi oleh salah satunya saat proses peminyakan. Menurut Fajar dan
Kasmudjiastuti (2012), menyatakan bahwa minyak atau lemak dapat mengubah
sifat-sifat penting kulit antara lain kulit menjadi lebih lunak, liat, mulur, lembut,
dan permukaan rajahnya lebih halus. Untari et.,al (2004) menambahkan, salah
satu faktor yang yang menyebabkan tingginya kemuluran kulit disebabkan karena
kandungan lemaknya tinggi. Artinya, pada konsentrasi gambir 17,5% memiliki
nilai kemuluran kulit ikan nila yang tinggi disebabkan karena pada saat proses
peminyakan kulit ikan nila mampu menyerap lebih banyak minyak (minyak ikan)
yang ditambahkan dan menjadikan lemak dalam kulit seperti pelumas antar
seratnya, sehingga kulit menjadi lebih lentur dan mengakibatkan adanya
pergeseran antar serat-serat kulit ikan nila itu sendiri.
Kemuluran yang tinggi pada kulit ikan nila samak dengan gambir
disebabkan karena pengaruh dari bahan penyamak yang digunakan pada proses
penyamakan kulit ikan nila dan hilangnya protein yang terkandung dalam kulit
ikan nila samak, serta tingginya kadar lemak pada kulit. kandungan protein kulit
ikan nila terutama serabut kolagen dan komposisi kimia dalam kulit ikan nila juga
berpengaruh pada kemuluran kulit. Menurut Judoamidjojo (1981), nilai
kemuluran kulit yang tinggi dapat pula disebabkan oleh hilangnya elastin mulai
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
56/121
56
dari pengawetan hingga penyamakan. Elastin merupakan protein fibrous yang
membentuk serat-serat yang sangat elastis, karena mempunyai rantai asam amino
yang membentuk sudut sehinnga pada saat kulit mendapat tegangan akan menjadi
lurus dan kembali seperti semula apabila tegangan dilepaskan, artinya hilangnya
elastin pada protein kulit samak akan mengurangi elastisitas kulit samak tersebut.
Hasil analisis sidik ragam ANOVA pada lampiran 24 didapatkan nilai F
hitung sebesar 20,623 dengan F tabel (0,05) sebesar 4,066. Dapat disimpulkan
bahwa nilai F hitung > F tabel maka kemuluran memberikan pengaruh berbeda
nyata terhadap masing-masing konsentrasi dari bahan penyamak gambir sehingga
dilakukan uji lanjut BNJ (lampiran 25).
63,03
75,06 77,22
84,49
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 12,5 15 17,5
N i l a i K e m u l u r a n ( % )
Konsentrasi (%)
Kemuluran Kulit Ikan Nila
Samak
SNI Produk Kulit Sarung
Tangan Kerja Berat
Gambar 15. Grafik Uji Kemuluran Kulit Ikan Nila Tersamak Gambir
Grafik diatas menunjukkan hasil pengujian kemuluran kulit ikan nila
samak yang cenderung naik sejalan dengan konsentrasi gambir yang semakin
besar pula. Dalam grafik tersebut jelas terlihat bahwa nilai konsentrasi 17,5%
sekitar 84,64% merupakan nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan
konsentrasi gambir lainnya. Meskipun demikian bukan berarti konsentrasi yang
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
57/121
57
lain yaitu 0%, 12,5% dan 15% kualitasnya kurang baik karena nilai kemuluranya
dibawah konsentrasi 17,5% akan tetapi tetap memiliki kualitas yang baik, hal ini
dikarenakan nilai kemuluran konsentrasi penyamak gambir lain masih diatas nilai
standar untuk membuat produk sarung tangan pekerja berat.
Hasil uji lanjut BNJ 5% (8,89) (lampiran 25) menyatakan bahan penyamak
gambir dengan berbagai konsentrasi memiliki pengaruh berbeda nyata.
Konsentrasi 0% berbeda nyata dengan lama konsentrasi 12,5%, 15% dan 17,5%.
Konsentrasi 12,5% berbeda nyata dengan konsentrasi 17,5%. Konsentrasi 15%
tidak berbeda nyata dengan 12,5%, begitu juga dengan konsentrasi 17,5% tidak
berbeda nyata dengan konsentrasi 15%. Menurut Sahubawa et.,al . (2009),
parameter kemuluran berpengaruh terhadap kualitas barang kulit yang dihasilkan,
seperti pada sepatu pada saat dioven dengan mesin. Bila tingkat kemuluran
rendah maka kulit akan retak, sebaliknya bila tingkat kemuluran tinggi maka kulit
akan berubah bentuk dan bertambah besar. Dari hasil diatas, menujukkan kulit
ikan nila samak dengan bahan penyamak gambir tidak dapat digunakan untuk
membuat produk yang membutuhkan bahan kulit yang keras, karena kulit yang
dihasilkan cenderung lebih lemas dan mulur.
Nilai kemuluran yang paling rendah sebesar 72,51% masih dapat
memenuhi standar produk kulit sarung tangan kerja berat (SNI 06-0485-1989)
yaitu minimum 50 %. Artinya kulit ikan nila yang dihasilkan dari penyamakan
menggunakan bahan penyamak gambir dapat diproses menjadi produk sarung
tangan untuk para pekerja berat.
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
58/121
58
4.2.3. Kekuatan Sobek
Kekuatan sobek merupakan besarnya gaya maksimal yang digunakan
untuk menyobek kulit ikan nila dengan bahan penyamak gambir sampai sobek
sehingga akan diketahui daya kekuatan produk kulit ikan nila samak dengan
gambir tersebut saat digunakan. Menurut Sahubawa et.,al. (2009), kekuatan sobek
(tearing strength) adalah besarnya gaya maksimal yang diperlukan untuk
menyobek cuplikan kulit sampai sobek. Salah satu faktor yang menentukan kulit
jadi adalah kekuatan sobek karena menunjukkan batas maksimum kulit tersebut
dapat disobek. Nilai hasil kekuatan sobek pada penelitian ini tersaji pada tabel 10.
Tabel 10. Hasil Uji Kekuatan Sobek Kulit Ikan Nila Samak (N/cm2)
Keterangan : Superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata(P
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
59/121
59
daripada konsentrasi gambir lain yaitu 12,5% dan 17,5%. Sehingga tanin dari
konsentrasi gambir 15% dapat mengikat asam amino seperti glisin, alanin dan
glutamat pada serat kulit dengan cukup kuat. Mustakim et.,al (2007)
menambahkan, semakin tinggi konsentrasi bahan penyamak yang digunakan pada
penyamakan, semakin tinggi pula kekuatan sobek kulit samaknya. Hal ini dapat
terjadi karena masuknya atau terikatnya zat tannin oleh gambir dengan
konsentrasi 15% kedalam molekul-molekul protein penyusun kolagen kulit ikan
nila yaitu asam amino glisin, alanine dan glutamat yang mengakibatkan
terbentuknya ikatan silang antara bahan penyamak gambir dengan rantai
polipeptida dalam serat kolagen kulit ikan nila menentukan tinggi rendahnya
kekuatan fisik dari kulit ikan nila samak itu sendiri.
182,57
239,72
300,22
236,1
0
50
100
150
200
250
300
350
0 12,5 15 17,5
K e k u a t a n S o b e k ( N / c m
2 )
Konsentrasi (%)
Kekuatan Sobek Kulit
Ikan Nila Samak
SNI Ular Air Tawar
Gambar 16. Grafik Uji Kekuatan Sobek Kulit Ikan Nila Tersamak Gambir
Dilihat dari grafik diatas, nilai kekuatan sobek kulit ikan nila samak
menggunakan bahan penyamak gambir menunjukkan nilai tertinggi terlihat pada
konsentrasi bahan penyamak gambir 15% dengan nilai kekuatan sobek kulit ikan
nila samak 300,22 N/cm
2
. Namun demikian konsentrasi yang lain yaitu 0%,
8/16/2019 Skripsi Agus Fix (Insa Allah).pdf
60/121
60
12,5% dan 17,5% meskipun terlihat jelas nilai kekuatan sobeknya dibawah dari
nilai 15% akan tetapi nilai tersebut menunjukkan masih diatas standar SNI kulit
ular air tawar yaitu diatas 150 N/cm2
.
Hasil analisis sidik ragam ANOVA pada la