Upload
ika
View
39
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia merupakan sesuatu yang harus dipenuhi untuk
meningkatkan derajat kesehatan. Lima kebutuhan dasar manusia yang paling
penting meliputi kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan keamanan,
kebutuhan cinta dan rasa memiliki, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan
aktualisasi diri. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
termasuk ke dalam kebutuhan fisiologis. Setiap orang memerlukan tidur yang
cukup agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Pada kondisi istirahat dan tidur,
tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga
berada dalam kondisi yang optimal (1).
Kebutuhan tidur yang cukup ditentukan oleh jumlah jam tidur (kuantitas
tidur) dan kedalaman tidur (kualitas tidur). Setiap manusia membutuhkan waktu
tidur kurang lebih sekitar sepertiga waktu hidupnya atau sekitar 6-8 jam sehari,
dengan waktu tidur yang cukup maka kita akan merasa segar bugar ketika bangun
pagi dan siap melakukan berbagai aktifitas sepanjang hari. Kualitas tidur
dikatakan baik jika tidur nyenyak, tidak sering terbangun di tengah malam dan
tidak mengalami gangguan-gangguan yang berarti. Sedangkan kualitas tidur yang
buruk sering terbangun di tengah malam dan sulit untuk kembali tertidur. Kualitas
tidur buruk dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi (2).
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
terjadi di negara maju maupun negara berkembang. Prevalensi yang terus
meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas,
aktifitas fisik, alkohol, asupan garam berlebih dan stres psikososial (3). Hipertensi
atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. Hipertensi sering disebut the silent killer karena gangguan ini pada tahap
awal tidak diketahui atau tanpa gejala sama sekali. Apabila penyakit ini tidak
terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat menyebabkan serangan
jantung, stroke, dan gangguan ginjal (4).
1
2
Hipertensi merupakan salah satu penyakit sistem kardiovaskuler yang
cenderung banyak ditemui di masyarakat. Hampir 1 miliar orang di seluruh dunia
menderita hipertensi (5). Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa
menderita hipertensi (6). American Heart Association (AHA) 2012 dikutip dalam
Lubis 2013 (7) mengemukakan bahwa total biaya untuk mengobati hipertensi di
Amerika diperkirakan akan mencapai 245,2 milyar pada tahun 2030.
Data World Health Organization (WHO) dikutip dalam Kamaluddin 2010 (8)
menyebutkan, jumlah penderita hipertensi di India tahun 2000 berjumlah 60,4 juta
dan diperkirakan akan mencapai 107,3 juta pada tahun 2025 (terjadi kenaikan
sebesar 56%). Sedangkan di Cina penderita hipertensi tahun 2000 berjumlah 98,5
juta diperkirakan akan mencapai 151,7 juta pada tahun 2025 (kenaikan sebesar
65%). Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi masih menjadi ancaman bagi
masyarakat dunia.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 (9), menyebutkan prevalensi
hipertensi di Indonesia tercatat mencapai 31,7% dari populasi penduduk Indonesia
pada usia 18 tahun ke atas. Dan dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi akan
menderita stroke, selebihnya akan mengalami gangguan jantung, gagal ginjal dan
kebutaan (10). Selanjutnya, diperkirakan prevalensi hipertensi akan terus meningkat
menjadi 37% pada tahun 2015 dan akan menjadi 42% pada tahun 2025 (11).
Berdasarkan Riskerdas tahun 2007 (9), prevalensi hipertensi di provinsi Aceh
tercatat mencapai 30,2% dari 4 juta jiwa penduduk Aceh pada usia 18 tahun ke
atas.
Kualitas tidur yang buruk dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi.
Menurut Javaheri 2008 dikutip dalam Angkat 2009 (12), kualitas tidur yang buruk
berhubungan dengan meningkatnya resiko hipertensi, dan dengan demikian akan
meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular. Menurut Susan (2008) dikutip
dalam Angkat 2009 (12), mengatakan bahwa dokter ahli jantung perlu memberikan
perhatian khusus terhadap pasien yang mengalami gangguan tidur, karena
gangguan tidur dianggap sebagai salah satu faktor risiko hipertensi, baik pada
pasien dewasa maupun pada pasien anak dan remaja. Kualitas tidur dapat
mempengaruhi proses homeostasis dan bila proses ini terganggu, dapat menjadi
salah satu faktor meningkatnya resiko penyakit kardiovaskular.
3
Penelitian yang dilakukan oleh Kristen et al (2009) (13), mengatakan bahwa
kurangnya jam tidur dapat meningkatkan resiko hipertensi. Penelitian ini
melibatkan 578 orang dewasa dengan usia 33 hingga 45 tahun. Para peneliti
mengecek tekanan darah para objek studi tersebut. Para peneliti lalu memonitor
pola tidur dengan menggunakan sensor yang diletakkan pada setiap pergelangan
tangan objek studi agar mengetahui aktifitas dan istirahat mereka. Sebelumnya
dilakukan pengecekan tekanan darah kembali. Dari penelitian Kristen et al
(2009) (13). didapatkan bahwa seseorang yang jam tidurnya kurang dari 6 jam per
hari meningkatkan resiko terjadinya hipertensi sebesar 37 persen. Kehilangan
waktu tidur dapat berkontribusi terhadap tekanan darah tinggi. Ini karena
kekurangan waktu tidur membuat sistem saraf berada pada keadaan hiperaktif,
yang kemudian mempengaruhi sistem seluruh tubuh, termasuk jantung dan
pembuluh darah.
Mengamati bahwa prevalensi hipertensi semakin meningkat, maka peneliti ingin
melakukan penelitian yang berjudul “pengaruh kualitas tidur terhadap kejadian
hipertensi pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah pada penelitian ini adalah “adakah pengaruh kualitas tidur
terhadap kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam
BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh?”
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh kualitas tidur terhadap kejadian hipertensi pada
pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh.
4
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah khasanah dalam ilmu pengetahuan mengenai pengaruh kualitas
tidur terhadap kejadian hipertensi.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat menjadi masukan bagi rumah sakit untuk memberikan edukasi akan
pentingnya kualitas tidur untuk mencegah hipertensi.
1.5 Hipotesis
Ada pengaruh kualitas tidur terhadap kejadian hipertensi pada pasien rawat
jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tidur2.1.1 Definisi Tidur
Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi
individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan
dengan indra atau rangsangan yang cukup (14). Tidur berfungsi untuk
memperbaiki kembali organ – organ tubuh setelah seharian beraktivitas,
mengurangi stres dan kecemasan, serta dapat meningkatkan kemampuan
dan konsentrasi saat hendak melakukan aktivitas sehari-hari (15).
2.1.2 Fisiologi Tidur
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya
hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian mengaktifkan dan
menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur
ini diatur oleh sistem aktivasi retikularis (SAR) berlokasi pada batang otak
teratas. SAR terdiri dari sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan
terjaga. Selain itu, SAR menerima stimulus sensori visual, auditori, nyeri,
dan taktil serta aktivitas korteks serebral seperti rangsangan emosi dan
berpikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam SAR akan melepaskan
katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur,
kemungkinan disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus
yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu Bulbar Synchronizing
Regional (BSR). Sedangkan bangun tergantung dari keseimbangan impuls
yang diterima di pusat otak dan sistem limbik. Dengan demikian, sistem
pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah
SAR dan BSR (16).
Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai
dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan
rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol irama
sirkadian terletak pada bagian ventral anterior hypothalamus. Bagian
6
susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada
substansia ventrikulo retikularis medulo oblongata yang disebut sebagai
pusat tidur. Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan
sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral medulo oblogata
disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state (17).
Kebutuhan tidur pada manusia bergantung pada tingkat
perkembangannya. Seorang bayi baru lahir total tidur yang dibutuhkan
mencapai 16-20 jam/hari. Pada anak-anak total tidur dibutuhkan mencapai
16-20 jam/hari. Sedangkan dewasa normal rata-rata membutuhkan waktu
tidur antara 7 – 7,5 jam/hari. Pada orang yang berusia diatas 60 tahun,
kebutuhan tidurnya akan berkurang 6 jam dalam seharinya (17). Tidur yang
berkualitas tinggi adalah tidur yang nyenyak, tidak terlalu sering terbangun
di tengah malam, dan apabila terbangun akan mudah untuk tertidur kembali
serta tidak mengalami gangguan-gangguan yang berarti (18).
2.1.3 Tahapan Tidur
Fase awal tidur didahului oleh fase Non Rapid Eye Movement
(NREM) yang terdiri dari 4 stadium, selanjutnya diikuti oleh fase Rapid Eye
Movement (REM). Normalnya fase NREM dan REM terjadi secara
bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Tidur dibagi menjadi dua tahap
secara garis besarnya yaitu:
2.1.3.1 Tidur Non Rapid Eye Movement (NREM)
Non Rapid Eye Movement merupakan keadaan aktif yang
terjadi melalui osilasi antara talamus dan korteks. Tiga sistem
utama osilasi adalah kumparan tidur, delta osilasi, dan osilasi
kortikal lambat. Kumparan tidur merupakan sebuah ciri tahap tidur
NREM yang dihasilkan dari hiperpolarisasi neuron gamma-
aminobutyric acid (GABAnergic) dalam nukleus retikulotalamus.
Hiperpolarisasi ini menghambat proyeksi neuron kortikotalamus.
Sebagai penyebaran diferensiasi proyeksi kortikotalamus akan
kembali ke sinkronisasi talamus. Gelombang delta dihasilkan oleh
interaksi dari retikulotalamus dan sumber piramidokortikal
7
sedangkan osilasi kortikal lambat dihasilkan di jaringan neokorteks
oleh siklus hiperpolarisasi dan depolarisasi (15).
NREM terbagi atas 4 tahap,masing-masing tahapan tersebut
mempunyai tingkat kedalaman tidur dengan karakter yang berbeda-
beda. Adapun tahapan-tahapan periode NREM adalah sebagai
berikut:
1. Tahap I (5% NREM)
Tahap ini berlangsung beberapa menit, pengurangan aktivitas
fisiologis dimulai dengan penurunan secara bertahap tanda-tanda vital
dan metabolisme, mata mulai menutup, perasaan lebih rileks, pikiran
hilang timbul, dan merasa seperti melayang. Pada tahap ini individu
dengan mudah terbangun oleh stimulus sensori seperti suara, ketika
terbangun merasa seperti sedang bermimpi (19).
2. Tahap II (45% NREM)
Tahap ini berlangsung 10-20 menit, ditandai dengan gerakan
mata yang mulai berkurang, keadaan yang lebih rileks, terbangun
masih relatif mudah (19).
3. Tahap III (12% NREM)
Tahap ini meliputi tahap awal dari tidur yang dalam, orang
yang tidur sulit dibangunkan dan jarang bergerak, otot-otot dalam
keadaan sangat rileks disertai penurunan tanda-tanda vital tapi tetap
teratur. Tahap ini berakhir 15 hingga 30 menit (19).
4. Tahap IV (13% NREM)
Tahap ini merupakan tahap tidur yang lebih dalam, sangat
sulit untuk membangunkan orang yang tidur, disertai penurunan
tanda-tanda vital, otot sangat rileks. Tahap ini berakhir kurang lebih
15 hingga 30 menit pada tahap ini dapat mengalami tidur sambil
berjalan dan ketidakmampuan untuk menahan kencing (19).
2.1.3.2 Tidur Rapid Eye Movement (REM)
Tidur REM merupakan 20-25 % dari total siklus tidur (20).
Tidur REM biasanya terjadi setiap 90 menit dan berlangsung
selama 5-30 menit, dan sebagian besar mimpi terjadi pada tahap
8
ini. Otak cenderung aktif selama tidur REM dan metabolismenya
meningkat hingga 20%. Tahap ini individu menjadi sulit untuk
dibangunkan, tonus otot terdepresi, dan frekuensi jantung dan
pernapasan sering kali tidak teratur (19).
2.2 Kualitas Tidur
2.2.1 Definisi Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk
mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM
dan NREM yang pantas (21). Kurang tidur yang berkepanjangan dapat
mengganggu kesehatan fisik dan psikis. Dari segi fisik, kurang tidur akan
menyebabkan muka pucat, mata sembab, badan lemas, dan daya tahan tubuh
menurun sehingga mudah terserang penyakit. Sedangkan dari segi psikis,
kurang tidur akan menyebabkan timbulnya perubahan suasana kejiwaan,
sehingga penderita akan menjadi lesu, lamban menghadapi rangsangan, dan
sulit berkonsentrasi (22).
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur
Faktor yang mempengaruhi kualitas tidur diantaranya adalah
penyakit, lingkungan, stimulan dan alkohol, merokok, dan medikasi (23).
2.2.2.1 Penyakit
Penyakit dapat menyebabkan nyeri yang dapat
menyebabkan gangguan tidur. Pada orang yang sedang sakit
membutuhkan waktu tidur yang lebih banyak dari pada biasanya.
Kemudian pada orang sakit juga mengalami gangguan siklus
bangun-tidur.
2.2.2.2 Lingkungan
Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat
proses tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus
yang asing dapat menghambat upaya tidur. Contoh, temperatur
yang tidak nyaman atau ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi
tidur seseorang.
9
2.2.2.3 Stimulan dan alkohol
Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat
merangsang sistem saraf pusat sehingga dapat mengganggu pola
tidur. Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu siklus
tidur REM. Pengaruh alkohol yang telah hilang dapat
menyebabkan individu sering kali mengalami mimpi buruk.
2.2.2.4 Merokok
Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek
stimulasi pada tubuh. Perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan
mudah terbangun di malam hari.
2.2.2.5 Medikasi
Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur
seseorang. betablocker dapat menyebabkan insomnia dan mimpi
buruk, sedangkan narkotik (misalnya: meperidin hidroklorida dan
morfin) diketahui dapat menekan tidur REM dan menyebabkan
seringnya terjaga di malam hari.
2.2.3 Gangguan Tidur
2.2.3.1 Insomnia
Insomnia adalah gangguan tidur yang ditandai dengan
kesulitan untuk tidur atau mempertahankan tidur pada malam hari.
Penderita insomnia sering memiliki gejala di siang hari yang
terkait dengan kurang tidur, seperti kantuk di siang hari, kelelahan,
dan mengalami masalah dengan daya konsentrasi atau ingatan.
Insomnia dapat berlangsung dalam jangka pendek (insomnia akut)
atau dapat juga bertahan lama (insomnia kronis). Insomnia akut
dapat berlangsung selama satu malam sampai beberapa minggu.
Sedangkan insomnia kronis berlangsung setidaknya tiga malam
seminggu selama satu bulan atau lebih. Insomnia juga dapat
diklasifikasikan sebagai primer atau sekunder. Insomnia primer
adalah gangguan yang tidak dapat dikaitkan dengan kondisi atau
gangguan lain. Insomnia sekunder dapat ditelusuri ke sumber lain
10
yang mungkin adalah kondisi medis, penggunaan obat-obatan,
alkohol atau zat lain (22).
2.2.3.2 Hipersomnia
Hipersomnia adalah sebuah gejala gangguan tidur yang
membuat penderitanya mengalami rasa kantuk berlebihan
meskipun sudah tidur cukup. Hipersomnia ditandai dengan
Excessive Daytime Sleepiness (EDS) atau kantuk yang berlebihan
pada siang hari. gejala-gejala yang sering muncul pada
hipersomnia antara lain kecemasan, lambat dalam berpikir, lambat
dalam berbicara, gelisah, dan sulit untuk mengingat (24).
2.2.3.3 Sleep apneu
Sleep apneu adalah gangguan tidur yang disebabkan adanya
gangguan aliran udara dalam saluran pernafasan yang dapat
mengakibatkan seseorang terbangun saat tidur, sehingga membuat
tidur terputus-putus dan tidak berkualitas (20). Ada 3 tipe sleep
apneu : obstruktif, sentral dan mixed complex (24). Obstructive
Sleep Apneu (OSA) adalah henti nafas saat tidur dengan gejala
utama mendengkur. OSA menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia,
fluktuasi tekanan intratorakal, reoksigenasi dan terbangun tiba-tiba,
hal ini berhubungan dengan mekanisme timbulnya penyakit
kardiovaskular mengakibatkan aktivasi simpatis (vasokonstriksi
pembuluh darah, peningkatan akut tekanan darah ) (25).
2.2.3.4 Narkolepsi
Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat
dihindari pada siang hari, biasanya hanya berlangsung 10-20 menit
atau selalu kurang dari 1 jam, setelah itu pasien akan segar kembali
dan terulang kembali 2-3 jam berikutnya. Gambaran tidurnya
menunjukkan penurunan fase REM 30-70%. Pada serangan tidur
dimulai dengan fase REM (17).
2.2.3.5 Parasomnia
Gangguan tidur yang ditandai dengan adanya gerakan
abnormal dan perilaku yang tidak menyenangkan yang terjadi pada
11
awal periode tidur, selama tidur dan sewaktu bangun tidur.
Gangguan tidur yang termasuk parasomnia satu diantaranya adalah
somnambulisme (berjalan-jalan dalam tidur). Somnambulisme ini
dapat menyebabkan cedera (20).
2.2.4 Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
PSQI adalah suatu alat yang dirancang untuk mengukur kualitas
tidur yang bersifat reliabel, valid dan terstandardisasi yang membedakan
antara kualitas tidur yang baik dan kualitas yang buruk dengan pemeriksaan
7 komponen yang terdiri dari latensi tidur, durasi tidur, kualitas tidur,
efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur dan
gangguan fungsi tubuh di siang hari (19). Pengukuran yang dilakukan
berdasarkan kualitas tidur selama sebulan terakhir yang terdiri atas 19
pertanyaan yang mencakup 7 komponen. Masing-masing komponen
memiliki rentang nilai antara 0 sampai 3 dan penjumlahan tiap-tiap nilai
komponen adalah dari 0 hingga 21 (26).
2.3 Hipertensi
2.3.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi, tekanan tersebut dihasilkan
oleh kekuatan jantung ketika memompa darah sehingga hipertensi ini
berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Standar
hipertensi adalah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg (27).
Definisi lain menyatakan hipertensi adalah tekanan darah sistolik
lebih atau sama dengan 140 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih atau
sama dengan 90 mmHg atau mengkonsumsi obat antihipertensi atau telah
dinyatakan mengalami tekanan darah tinggi oleh tenaga kesehatan setelah
melakukan pemeriksaan minimal sebanyak dua kali (7).
Tekanan darah diukur dengan sphygmomanometer . Orang yang
akan diukur tekanan darahnya berbaring, atau duduk, pengukuran tekanan
darah dilakukan dengan memasang manset di lengan atas, kira-kira 4 cm di
atas lipatan siku. Kemudian stetoskop diletakkan pada arteri brakhialis yang
berada pada lipatan siku. Sambil mendengarkan denyut nadi, tekanan di
12
dalam tensimeter dinaikkan dengan cara memompa sampai denyut nadi
tidak terdengar lagi, kemudian tekanan di dalam tensimeter pelan-pelan
diturunkan. Pada saat denyut nadi mulai terdengar lagi, baca tekanan yang
terdapat pada batas atau permukaan air raksa yang terdapat pada tensimeter,
maka tekanan inilah yang disebut tekanan sistolik. Pada proses pengukuran,
tekanan di dalam tensimeter tetap diturunkan. Suara denyut nadi akan
terdengar lebih jelas sampai suatu saat suara denyutan terdengar melemah
dan akhirnya menghilang. Saat denyut terdengar melemah, kembali dilihat
tekanan dalam tensimeter, maka tekanan inilah yang disebut tekanan
diastolik (28).
2.3.2 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan,
yaitu:
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya.
Terdapat sekitar 90% kasus. Hipertensi esensial kemungkinan
disebabkan oleh beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah
kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
2. Hipertensi sekunder yang telah diketahui penyebabnya.
Terdapat sekitar 5-10% kasus. Pada sekitar 1-2% penyebabnya
adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu. Beberapa
penyebab terjadinya hipertensi sekunder yaitu kelainan ginjal, sumbatan
pada arteri ginjal, hipertiroidisme, hipotiroidisme, aldosteronisme,
penggunaan obat-obatan (29).
2.3.3 Faktor Resiko
Faktor-faktor yang dapat dimasukkan sebagai faktor resiko
hipertensi terdiri atas dua, yaitu( 30):
a. Faktor yang tidak dapat dikontrol, antara lain:
13
1) Keturunan
Sekitar 70-80% penderita hipertensi esensial ditemukan riwayat
hipertensi. Di dalam keluarga, apabila riwayat hipertensi didapatkan pada
kedua orang tua maka dugaan hipertensi esensial lebih besar.
2) Jenis kelamin
Hipertensi lebih mudah menyerang kaum lelaki daripada perempuan.
Hal itu mungkin karena laki-laki memiliki banyak faktor pendorong
terjadinya hipertensi, seperti stres, kelelahan dan makan tidak terkontrol.
Adapun hipertensi pada perempuan peningkatan resiko terjadi setelah masa
menopause.
3) Umur
Semakin bertambahnya umur, semakin besar resiko terkena tekanan
darah tinggi, terutama sistolik. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh
arteriosklerosis.
b. Faktor yang dapat dikontrol, antara lain (31):
1) Obesitas
Obesitas adalah meningkatnya massa tubuh karena jaringan lemak
yang berlebihan sehingga meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsumsi
oksigen secara menyeluruh, akibatnya curah jantung bertambah.
2) Konsumsi garam berlebih
Konsumsi garam yang berlebih menyebabkan kadar natrium didalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya kembali, cairan
intraseluler harus ditarik keluar sehingga volume cairan ekstraseluler
meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak pada
timbulnya hipertensi.
3) Kurang olahraga
Orang yang kurang aktif berolahraga pada umumnya cenderung
mengalami kegemukan. Olahraga juga dapat mengurangi atau mencegah
obesitas. berolahraga secara teratur merupakan intervensi pertama untuk
mengendalikan berbagai penyakit degeneratif (tidak menular). Olahraga
14
isotonik, seperti bersepeda dan aerobik yang teratur dapat memperlancar
peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
4) Merokok dan konsumsi alkohol
Hipertensi juga dirangsang oleh adanya nikotin dalam batang rokok
yang dihisap seseorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nikotin dapat
meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah. Selain itu,
nikotin juga dapat menyebabkan terjadinya pengapuran pada dinding
pembuluh darah. Efek dari konsumsi alkohol juga merangsang hipetensi
karena adanya peningkatan sintesis katekolamin yang dalam jumlah besar
dapat memicu kenaikan tekanan darah. Rokok menyebabkan peningkatan
denyut jantung, tekanan darah, dan juga menyebabkan pengapuran sehingga
volume plasma darah berkurang karena tercemar nikotin, akibatnya
viskositas darah meningkat sehingga timbul hipertensi.
2.3.4 Patofisiologi
Tekanan darah merupakan suatu sistem yang komplek yang
ditentukan oleh beberapa faktor genetik, lingkungan dan demografi yang
mempengaruhi dua variabel hemodinamik yaitu curah jantung dan resistensi
perifer total. Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompa ke dalam
aorta oleh jantung setiap menit dan jumlah darah yang mengalir melalui
sirkulasi. Hal ini setara dengan hasil kali antara heart rate dan stroke
volume. Resisten perifer total terutama ditentukan ditingkat arteriol dan
bergantung pada efek pengaruh saraf otonom dan hormon (32).
Faktor yang berhubungan dengan mekanisme penyebab hipertensi
adalah sebagai berikut:
1. Sistem Renin-Angiotensin.
Mekanisme terjadinya hipertensi tidak terlepas dari sistem renin
angiotensin. Renin adalah protein kecil yang disimpan dan sintesis dalam
bentuk inaktif yang disebut prorenin dalam sel-sel jukstaglomerular pada
ginjal dan akan dilepaskan oleh ginjal bila tekanan arteri sangat rendah,
renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain yaitu suatu globulin
yang disebut bahan renin (angiotensinogen). Darah yang mengandung
15
angiotensinogen selanjutnya oleh hormon renin yang diproduksi oleh ginjal
akan diubah menjadi angiotensin I. angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II oleh Angiotensin Converting Enzyme (ACE) yang berada
diparu. Angiotensin II inilah yang berperan dalam menaikkan tekanan darah
melalui dua cara, cara pertama meningkatkan sekresi hormon antidiuretik
(ADH), ADH diproduksi di hipotalamus dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Peningkatan ADH dan sedikitnya
urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin pekat dan
tinggi osmolalitasnya. Volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan
dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler untuk pengeceran yang
berakibat pada peningkatan volume darah dan tekanan darah (32,33). Cara
kedua adalah stimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal yang memiliki
peranan penting pada ginjal untuk mengatur volume cairan ekstraseluler.
Aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCL dengan cara mereabsorpsi dari
tubulus ginjal. Peningkatan konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatnya volume cairan ekstraseluler akan meningkatkan
volume dan tekanan darah (32). Lebih jelasnya secara detil dapat dilihat pada
gambar 2.1.
16
Gambar 2.1 Skema Patofisiologi Hipertensi (32,33).
ekskresi NaCl (garam) ↓ denganmereabsorpsinya di tubulus ginjal
Stimulasi sekresi aldosteron darikorteks adrenal
Angiotensin II
Sekresi hormone ADH ↑
konsentrasi NaCl ↑ dipembuluh darah
Urin sedikit pekat & osmolaritas ↑
Tekanan Darah ↑ (33).
Volume darah ↑
Menarik cairan intraseluler ekstraseluler
Viskositas darah ↑
Tekanan Darah ↑ (32).
Volume darah ↑
Diencerkan dengan volume ekstraseluler ↑
Angiotensin I
Renin
ACE
17
2.3.5 Klasifikasi
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi
menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat satu dan
dua(34).
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah JNC 7
Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)Normal <120 <80Prehipertensi 120-139 80-89Hipertensi Derajat I 140-159 90-99Hipertensi Derajat II ≥ 160 ≥100
2.3.6 Komplikasi
Komplikasi hipertensi dapat berupa (35):
1. Serangan jantung
Disebut juga myocardial infarction (MI), terjadi bila pembuluh
darah yang memasok darah dan oksigen ke otot jantung menjadi tersumbat.
Gejala yang dapat timbul adalah angina (nyeri dada). Jika nyeri dada terjadi
dan tekanan darah tidak terkontrol, ada resiko serangan jantung dan
kematian.
2. Gagal jantung kongestif (CHF)
Berarti bahwa cairan tidak dieliminasi dari tubuh, dan kelebihan
cairan berakhir di paru-paru dan di sekitar jantung. Sehingga jantung harus
bekerja ekstra keras, sesak nafas, nafas menjadi pendek(terputus-putus),
kadang-kadang dengan batuk, jantung membesar karena harus bekerja lebih
keras, cairan dipertahankan di sekitar pergelangan kaki, orang menjadi
lemah, dan jika ada sesuatu yang tidak dilakukan secara medis, jantung akan
berhenti bekerja. Secara perlahan otot jantung kehilangan elastisitas,
membesar dan menjadi lemah.
18
3. Stroke
Terjadi ketika pembuluh darah di otak tersumbat. Tanpa darah, dan
oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah, maka jaringan otak mati dan
fungsi yang dikendalikan oleh bagian otak hilang. Stroke juga dapat
mengakibatkan banyaknya tekanan dalam pembuluh darah yang pecah dan
perdarahan otak. Konsekuensi atau dampak jangka panjang dari stroke dapat
berupa kelumpuhan pada satu sisi tubuh, termasuk wajah, mata dan mulut,
kesulitan bicara, makan atau mengelola kegiatan sederhana hidup sehari-
hari untuk kelumpuhan total, kesulitan bernafas, dan kematian.
4. Gagal ginjal
Terjadi ketika pembuluh kecil di ginjal tersumbat. Ginjal menyusut
dan menjadi tidak teratur, sehingga tidak bisa lagi membersihkan zat sisa
dalam tubuh. Seiring dengan peningkatan keparahan gagal ginjal, tubuh
secara perlahan diracuni.
2.3.7 Kualitas Tidur Pada Penderita Hipertensi
1. Menurut Wendy (2007) dikutip dalam Angkat 2009 (12). Tekanan darah
dipengaruhi oleh system otonom, yakni simpatis dan parasimpatis.
Pada orang yang kualitas tidurnya buruk, didapatkan peningkatan
aktivitas simpatis dan penurunan aktivitas parasimpatis.
2. Sedangkan menurut Javaleri (2008) dikutip dalam Angkat 2009 (12).
Selain modifikasi gaya hidup (pengaturan diet dan olahraga), kualitas
tidur sangatlah penting dalam mempertahankan kesehatan. Pencegahan
hipertensi di masa yang akan datang bukan hanya terbatas pada
program olahraga dan pengaturan berat badan, namun juga
optimalisasi jam tidur. Sangatlah penting untuk memantau kualitas
tidur pada anak, sebagai bagian dalam meningkatkan kesehatan
masyarakat.
3. Seseorang yang menderita sleep apnea atau gangguan napas saat tidur
berisiko terkena penyakit kardiovaskuler. Obstructive Sleep Apnea
(OSA) merupakan bentuk gangguan napas dalam tidur yang paling
sering dijumpai, Penyakit kardiovaskular yang berhubungan dengan
19
OSA adalah hipertensi, gagal jantung, sindroma koroner akut, aritmia,
dan stroke(25).
2.4 Kerangka Teoritis
Faktor yang tidak dapat dikontrol:
Faktor yang dapat dikontrol :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.1. Kerangka Teoritis (34).
Jenis Kelamin (34).
Simpatis ↑, vasokontriksi pembuluh darah
Agregasi trombosit ↑ dan peningkatan viskositas darah
HIPERTENSI
Umur (34).
Kualitas Tidur (34).
Aktivitas Fisik ↓ (34).
Obesitas (34).
Merokok (34).
Keturunan (34). Kadar sodium intraseluler ↑
Asupan garam ↑(34).
Simpatis↑ , kontraktilitas↑, curah jantung↑
Alkohol (34).
Kekakuan pembuluh darah, tahanan perifer ↑
Retensi natrium, curah jantung ↑
Degenerasi atau penebalan dinding arteri
Tahanan perifer, Cardiac output ↑
Wanita : estrogen ↓, kadar HDL ↓Laki-laki : Merokok ↑ dan alkohol
20
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yaitu penelitian yang
bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang suatu keadaan secara objektif serta
mencari hubungan yang signifikan antara variabel dependen dan independen.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional survey yaitu pengumpulan data
variabel dependen dan variabel independen dilakukan pada satu saat (point time
approach) (36).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam Badan Layanan
Umum Daerah RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Penelitian ini dilakukan
pada bulan Januari-Februari 2014.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian (36). Populasi pada
penelitian ini adalah semua pasien yang berobat ke Poliklinik Penyakit
Dalam BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dimulai sejak Januari-
Desember 2013 berjumlah 2950 pasien.
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian atau wakil dari pasien hipertensi
yang diteliti atau sebagian jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi (37).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive
sampling yaitu caranya adalah setiap anggota populasi sumber yang
memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi eksklusi akan dipilih sebagai
sampel sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi (38).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 (9). Di
provinsi Aceh prevalensi hipertensi adalah 30,2%(9). Maka besar sampel
21
pada penelitian ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus Lameshow (36):
n=Z α2 PQd2
Keterangan :
n = Besar sampel
Zα = Derajat kemaknaan 5% ( Zα = 1,96 )
P = Proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari (dari pustaka ) = 0,3
Q = adalah 1-P=1-0,3= 0,7
d = Tingkat kesalahan yang dapat ditolerir= 10%
n=1 , 96² x0,3 x 0,70 , 1²
=80,67 81
Dalam penentuan sampel pada penelitian ini, terdapat dua kriteria
yang harus dipenuhi yaitu :
1. Kriteria Inklusi
Kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pasien hipertensi yang sudah didiagnosa oleh dokter di Poliklinik
Penyakit Dalam BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
b. Pasien yang bersedia menjadi responden.
c. Pasien dewasa pria dan wanita (usia 20-60 tahun)
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
a.Data rekam medik yang tidak lengkap.
b.Kondisi medis berat.
c.Penggunaan obat-obatan untuk tidur.
22
3.4 Kerangka Konsep dan Variabel Penelitian
Variable Independen Variable Dependen
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
3.5 Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1 Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg (39). Pasien yang sudah didiagnosa
hipertensi dilakukan pengukuran tekanan darah. Pengukuran tekanan darah
dilakukan oleh dokter setelah pasien dibiarkan istirahat 5-10 menit. Alat
yang dipakai dalam pengukuran tekanan darah adalah sphygmomanometer
dan stetoskop. Hasil ukur pada variabel ini adalah hipertensi derajat I, jika
tekanan darah sistolik 140-159 mmHg atau diastolik 90-99 mmHg.
Hipertensi derajat II, jika tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik
≥ 100 mmHg. Skala ukur adalah skala ordinal.
3.5.2 Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kemampuan tiap individu untuk
mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM
dan NREM yang pas (21). Cara pengukurannya dengan wawancara terstruktur
pada responden. Alat pengukuran yang digunakan adalah kuesioner
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Hasil pengukuran yang didapat bila
nilai total ≤5 dikategorikan kualitas tidur baik. Bila nilai total > 5
dikategorikan kualitas tidur buruk. Skala pengukuran skala ordinal.
Untuk nilai spesifisitas dari PSQI adalah 86,5 % dan sensitivitasnya
89,6%. Sedangkan nilai validitasnya yaitu 0,83 (Cronbach alpha) untuk
Kualitas Tidur
Derajat II
Baik Derajat I
Hipertensi
Buruk
23
semua komponen penilaian. Hal tersebut menunjukkan penggunaan
kuesioner ini dapat memberikan gambaran yang jelas dan tepat terhadap
terjadinya gangguan tidur. Skala yang di gunakan adalah ordinal, untuk
mengetahui kualitas tidur responden baik atau buruk (12).
3.6 Alat/Instrumen Penelitian
Alat/instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Rekam Medik untuk melihat status pasien yang sudah didiagnosa hipertensi
oleh dokter di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh.
2. Kuesioner data demografis responden
3. Kuesioner untuk menilai kualitas tidur pasien, Pittsburgh sleep quality index
(PSQI) yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur responden.
3.7 Teknik Pengumpulan Data
3.7.1 Sumber Data
1. Data Primer
Data primer yang didapat dari pasien dengan cara wawancara oleh
peneliti sendiri.
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari data rekam medik pasien yang sudah
didiagnosa hipertensi oleh dokter di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
24
3.8 Prosedur Penelitian
Gambar 3.2 Prosedur Penelitian
3.9 Metode pengolahan Data Penelitian
Setelah kuesioner dikumpulkan kembali oleh peneliti, kemudian dilakukan
pengolahan data dan analisa data. Langkah-langkah dalam pengolahan data adalah
sebagai berikut:
1. Coding, peneliti memberikan kode pada koesioner yang diberikan kepada
responden.
2. Editing, peneliti memeriksa kuesioner yang meliputi kelengkapan identitas
dan jawaban yang diberikan responden.
3. Transfering, Selanjutnya, data yang telah diberi kode disusun secara
berurutan mulai dari responden pertama hingga responden terakhir untuk
dimasukkan ke dalam tabel sesuai dengan sub variable yang telah diteliti
kemudian dihitung frekuensinya.
4. Tabulating, data yang sudah dimasukkan kedalam tabel dilakukan kalkulasi
dengan menghitung jumlah nilai total pada setiap kolomnya.
Pasien kriteria inklusi & Eksklusi
Pengumpulan data
Analisa data
Hasil penelitian
Wawancara terstrukturData sekunder
25
3.10 Analisis Data
3.10.1 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi dari
masing-masing variabel, baik variabel independen maupun dependen
dengan rumus sebagai berikut:
p= Fn
x100 %
Keterangan :
p : Persentase
F : Frekuensi
n : Jumlah Sampel
3.10.2 Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan melihat hubungan variabel independen dengan
variabel dependen. Analisis bivariat menggunakan Chi-Square (X²), dengan
rumus sebagai berikut:
X2=∑ ¿¿¿
Keterangan :
X2 : Chi Kuadrat
O : Nilai Hasil Pengamatan
E : Nilai Ekspektasi
26
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Pengambilan data dilakukan sejak tanggal 9 Januari sampai 9 Februari 2014
di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Metode pengambilan sampel adalah dengan consecutive sampling dengan jumlah
sampel sebanyak 81 orang dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang
digunakan adalah data primer menggunakan kuesioner Pittsburgh sleep quality
index (PSQI) yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur responden dengan
wawancara terpimpin yang berpedoman pada kuesioner. Dikatakan kualitas tidur
baik bila nilainya ≤5 dan kualitas tidur buruk bila skornya >5. Dan data sekunder
yaitu menggunakan rekam medik untuk melihat status pasien yang sudah
didiagnosa hipertensi oleh dokter di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Hasil penelitian yang didapatkan adalah data
karakteristik responden dan data analitik pengaruh kualitas tidur terhadap kejadian
hipertensi pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
4.2 Analisis Univariat4.2.1 Karakteristik Responden
Data Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi usia, jenis
kelamin, pekerjaan, kualitas tidur dan hipertensi berdasarkan derajatnya.
Karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada tabel distribusi frekuensi
karakteristik responden berikut dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Karakteristik Responden
Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)UsiaUsia (20-40 ) 5 6,2Usia (41-60 ) 76 93,8Jenis KelaminLaki-laki 32 39,5Perempuan 49 60,5
Total 81 100
27
PekerjaanIRT 32 39,5Wiraswasta 6 7,4P.swasta 15 18,5PNS 20 24,7
Petani/Nelayan 8 9,9Kualitas TidurBaik 28 34,6Buruk 53 65,4
Derajat Hipertensi
Hipertensi Derajat I 50 61,7
Hipertensi Derajat II 31 38,3
Total 81 100
Berdasarkan data pada tabel 4.1 diatas, karakteristik responden lebih
banyak terdapat kategori usia dewasa 41-60 tahun sebanyak 76 responden
(93,8%), berdasarkan jenis kelamin responden, jenis kelamin perempuan lebih
banyak daripada laki-laki yaitu berjumlah 49 orang (60,5%) dan berdasarkan
pekerjaan, responden terbanyak menderita hipertensi yaitu IRT yaitu sebanyak 32
responden (39,5%). Berdasarkan Kualitas tidur, responden lebih banyak yang
memiliki kualitas tidur buruk yaitu 53 responden (65,4%). Dan hipertensi
berdasarkan derajatnya, yang paling banyak diderita oleh responden adalah
hipertensi derajat I yang berjumlah 50 responden (61,7%).
4.3 Analisis Bivariat
Hasil analisa data mengenai pengaruh kualitas tidur dan hipertensi dapat
dilihat pada tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Pengaruh Kualitas Tidur Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
No Kualitas tidur
HipertensiTotal p valueHipertensi
Derajat IHipertensi Derajat II
n % n % n %1 Baik 21 75 7 25 28 100
0,072 Buruk 29 54,7 24 45,3 53 100
28
Dari tabel 4.2 Hasil analisis diatas menunjukkan bahwa dari 28 pasien yang
memiliki kualitas tidur baik terdapat 21 responden menderita hipertensi derajat I
(75%) dan 7 responden menderita hipertensi derajat II (25%). Sedangkan dari 53
pasien yang memiliki kualitas tidur buruk terdapat 29 responden menderita
hipertensi derajat I (54,7%) dan 24 responden menderita hipertensi derajat II
(45,3%).
Dari hasil analisis menggunakan uji chi-square didapatkan p value 0,07
( p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh kualitas tidur
terhadap kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam
BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
4.4 Pembahasan4.4.1 Analisis Univariat
Berdasarkan karakteristik responden, secara persentase didapatkan usia
terbanyak penderita hipertensi yang berobat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam
BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yaitu usia 41-60 tahun sebanyak 76
responden (93,8%), yaitu 31 responden laki-laki dan 45 responden perempuan.
Insiden hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur, hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Oktora 2007 (40) di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
tahun 2005, melaporkan bahwa penderita hipertensi meningkat secara nyata pada
kelompok umur ≥45 tahun, yaitu sebesar 55,55%. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami
penebalan karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot sehingga
pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku (33).
Penelitian lainnya dilakukan oleh Gusmira 2012 (41) menggunakan metode
nonprobability sampling di puskesmas wilayah Depok didapatkan bahwa
kelompok usia terbanyak adalah 50-59 tahun (37,8%). Penelitian yang dilakukan
Apriany dan Mulyati 2012 (11) juga memaparkan bahwa penderita hipertensi di
RSUD Tugureji Semarang meningkat pada umur >56 tahun, yaitu sebesar 39,5%.
Penelitian Rasmaliah et al 2004 (42) Melaporkan proporsi penderita hipertensi di
puskesmas pekan labuhan kota medan meningkat pada umur 45-60 tahun, yaitu
sebesar (38,8%). Pada penelitian yang dilakukan Suryati 2005 (43) di Rumah Sakit
Islam Jakarta, melaporkan bahwa penderita hipertensi umumnya berusia antara
29
36-50 tahun yaitu 56,7%. Penelitian Anggraini et al (2008) (34) menyebutkan
kelompok usia terbanyak adalah ≥45 tahun (89,1%).
Berdasarkan jenis kelamin didapatkan hasil bahwa perempuan lebih
banyak mengalami hipertensi daripada laki-laki yaitu sebanyak 49 responden
(60,5%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Pratiwi 2011 (44) dengan
metode pre-exsperimental di Poliklinik Khusus Hipertensi RSUP. Dr. M. Djamil
Padang, didapatkan bahwa perempuan lebih banyak mengalami hipertensi yaitu
sebanyak 30 responden (60%). Penelitian Gusmira (2012) (41) menggunakan
metode nonprobability sampling di Puskesmas wilayah Depok tahun 2010 juga
memaparkan bahwa perempuan lebih banyak mengalami hipertensi yaitu 53
pasien (71,6%).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kurnia 2007 (45) menggunakan metode
case series di rumah sakit umum kota padang panjang juga menunjukan bahwa
perempuan lebih banyak mengalami hipertensi yaitu 115 orang (61,2%). Dari
hasil penelitian Anggraini et al (2008) (34) didapatkan hasil lebih dari setengah
penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%, sedangkan penelitian
Apriany dan Mulyati 2012 (11) menunjukkan perempuan lebih sering mengalami
hipertensi yaitu sebanyak 26 responden, yaitu sebanyak 60,5%. Menurut Cortas
2008 (32) prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun
wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang
belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan
dalam meningkatkan kadar HDL. Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan
faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Sedangkan
menurut Julianty (2001) dikutip dalam Rayhani 2005 (46) didapatkan responden
wanita mempunyai risiko 1,53 kali terkena hipertensi dibandingkan dengan pria.
Pada distribusi responden berdasarkan pekerjaan menunjukkan bahwa
kelompok pekerjaan yang paling banyak menderita hipertensi adalah IRT yaitu 32
orang (39,5%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gusmira
2012 (41) menggunakan metode nonprobability sampling di puskesmas wilayah
depok tahun 2010 yang menyebutkan bahwa kelompok pekerjaan yang terbanyak
mengalami hipertensi yaitu IRT sebanyak 55 orang (74,3%) dan penelitian
Sigalingging 2011 (47) menggunakan metode cross-sectional di Rumah Sakit
30
Umum Herna Medan tahun 2011 didapatkan kelompok pekerjaan tebanyak
mengalami hipertensi adalah kelompok IRT yaitu sebanyak 40 orang (50%).
Penelitian Andriani 2004 (48) juga memaparkan bahwa proporsi IRT yang
menderita hipertensi lebih tinggi 46,5% dibandng pekerjaan yang lainnya.
Penelitian Apriany dan Mulyati 2012 (11) jenis pekerjaan pda subjek penelitian
sebagian besar adalah IRT (46,7%). Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga juga erat
kaitannya dengan kurangnya aktifitas fisik. Hal ini yang dapat meningkatkan
risiko IRT menderita hipertensi.
Berdasarkan data distribusi frekuensi kualitas tidur dari hasil penelitian
terhadap 81 pasien hipertensi di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RSUD dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh didapatkan bahwa sebagian besar responden yaitu 53
orang memiliki kualitas tidur buruk (65,4%), yaitu 23 responden laki-laki dan 30
responden perempuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Umami dan Priyanto 2013 (49) terhadap 70 responden didapatkan
juga bahwa sebagian besar responden memiliki kualitas tidur buruk yaitu
sebanyak 47 responden (67,1) dan responden yang memiliki kualitas tidur baik
sebanyak 17 orang (24,3). Buruknya kualitas tidur disebabkan oleh meningkatnya
latensi tidur, berkurangnya efisiensi tidur dan terbangun lebih awal karena proses
penuaan. Proses penuaan tersebut menyebabkan penurunan fungsi
neurontransmiter yang ditandai dengan menurunnya distribusi norepinefrin. Hal
itu menyebabkan perubahan irama sirkadian, dimana terjadi perubahan tidur pada
fase NREM 3 dan 4. Sehingga lansia hampir tidak memiliki fase 4 atau tidur
dalam. Selain itu gangguan tidur menjadi lebih sering dialami seiring dengan
bertambahnya usia sehingga sering mengalami tidur yang tidak berkualitas (50) .
Berdasarkan data distribusi frekuensi derajat hipertensi dari hasil
penelitian terhadap 81 pasien hipertensi di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh didapatkan bahwa sebagian besar
responden mengalami hipertensi derajat I yang berjumlah 50 responden (61,7%),
yaitu 18 responden laki-laki dan 32 responden perempuan. Hal ini sejalan dengan
penelitian Kurnia 2007 (45) menunjukkan bahwa pada derajat hipertensi I proporsi
yang paling tinggi yaitu 96,20 %. Hal yang sama juga seperti penelitian Wahyuni
2004 (51) di Rumah Sakit Umum Tanjung Pura yang memperoleh proporsi
31
penderita hipertensi I yaitu sebesar 55,0%. Peningkatan tekanan darah atau
hipertensi lebih cenderung terjadi pada orang-orang yang kurang tidur, karena jika
kurang tidur mengakibatkan tekanan darah naik dan meningkatkan resiko
serangan jantung, diabetes melitus dan penyakit lainya. Faktor kurang tidur tidak
saja menjadi penyebab adanya hubungan dengan perubahan tekanan darah, tetapi
ada faktor lain yang dapat mempengaruhi perubahan tekanan darah yaitu faktor
umur, jenis kelamin dan genetik, serta faktor- faktor lainnya seperti merokok,
obesitas, alkohol, aktivitas fisik.
4.4.2 Analisis Bivariat
Berdasarkan dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 53 pasien yang
memiliki kualitas tidur buruk terdapat 29 responden menderita hipertensi (54,7%).
Sedangkan dari 28 pasien yang memiliki kualitas tidur baik terdapat 21 responden
menderita hipertensi (75%), dari hasil uji chi-square didapatkan bahwa tidak ada
pengaruh kualitas tidur terhadap kejadian hipertensi dengan p value 0,07 ( p >
0,05). Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Angkat
2009 (12) menggunakan metode cross-sectional yang melaporkan bahwa kualitas
tidur yang buruk tidak mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Penelitian
lainnya yang dilakukan Noviani et al 2011 (50) menggunakan metode korelasi
kuantitatif juga melaporkan bahwa tidak ada pengaruh antara kualitas tidur
dengan hipertensi.
Hal ini sejalan dengan penelitian Rong et al 2012 (52) menggunakan metode
cross-sectional juga melaporkan tidak adanya pengaruh antara kualitas tidur yang
buruk dengan kejadian hipertensi, baik dalam skor kualitas tidur, latensi tidur, dan
persentase efisiensi tidur dan kualitas tidur yang buruk dengan hipertensi.
Penelitian Bruno et al 2013 (53) juga memaparkan bahwa tidak ada pengaruh
antara kualitas tidur yang buruk dengan hipertensi pada pasien yang berobat ke
Unit Rawat Jalan. Tidak adanya pengaruh tersebut disebabkan oleh karena
hipertensi dapat disebabkan oleh multifaktorial bukan hanya kualitas tidur yang
buruk melainkan karena faktor usia, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan
hipertensi. Faktor lain yang dapat mempengaruhi hipertensi adalah asupan garam,
obesitas, aktivitas fisik, merokok, stress, minuman beralkohol dan obat-obatan.
Masing-masing faktor memiliki peran dalam menaikan tekanan darah (34).
32
Hal yang berbeda dilaporkan oleh Cappuccio et al 2007 (54) menunjukkan
adanya pengaruh antara kualitas tidur dan tekanan darah. Penelitian mengaitkan
kualitas tidur yang buruk terhadap peningkatan risiko tekanan darah tinggi.
Kehilangan waktu tidur dapat berkontribusi terhadap tekanan darah tinggi. Ini
karena kekurangan waktu tidur membuat sistem saraf berada pada keadaan
hiperaktif, yang kemudian mempengaruhi sistem seluruh tubuh, termasuk jantung
dan pembuluh darah. Penelitian Gottlieb et al (2006) (55) memaparkan bahwa
kurang tidur atau kualitas tidur yang buruk dapat mengubah mekanisme
pengaturan tekanan darah dan dapat meningkatkan risiko hipertensi. Hal serupa
juga dilaporkan Suraj et al 2008 (56) yang memaparkan bahwa durasi tidur yang
berkurang secara signifikan meningkatkan resiko hipertensi.
Hal yang sama juga dilaporkan oleh Gangwisch et al 2006 (57) yang
menunjukkan hubungan nyata terkait durasi waktu tidur dan potensi mengalami
tekanan darah tinggi. Tidur akan membuat denyut jantung menjadi lebih lambat
dan menurunkan tekanan darah secara signifikan. Sehingga seseorang yang durasi
tidurnya tergolong kurang akan membuat tekanan darah dan denyut jantung naik.
Penelitian Wang et al 2012 (58), yang menyatakan durasi tidur yang pendek, selain
dapat meningkatkan rata-rata tekanan darah dan denyut jantung, juga
meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik sehingga bisa mengakibatkan
hipertensi berkelanjutan. Selain itu, gangguan pada ritme sikardian akibat durasi
tidur pendek juga merupakan salah satu faktor potensial dalam mekanisme ini.
bahwa penurunan durasi tidur mengakibatkan gangguan metabolik dan endokrin
yang sangat berpengaruh mengatur regulasi tekanan darah sehingga apabila terjadi
gangguan akan meningkatkan resiko terjadinya hipertensi. Penjelasan tersebut
juga mendukung kepada hasil penelitian Javaheri 2008 dikutip dalam Angkat
2009 (12) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan
tekanan darah, yakni kualitas tidur yang buruk menyebabkan peningkatan tekanan
darah (hipertensi).
Kualitas tidur yang buruk berhubungan dengan meningkatnya resiko
hipertensi, dan dengan demikian akan meningkatkan resiko penyakit
kardiovaskular. Begitu juga sebaliknya, orang yang menderita hipertensi akan
memiliki resiko mendapatkan kualitas tidur yang buruk (59). Penderita hipertensi
33
biasanya memerlukan waktu yang lebih lama untuk mulai tertidur (60). Tidak
seperti orang normal yang biasanya tertidur dalam waktu 20 menit. Selain itu,
gejala-gejala yang biasa dialami penderita hipertensi seperti pusing, rasa tidak
nyaman, sulit bernafas, sulit tidur dan mudah lelah dapat membangunkan
penderita dari tidurnya sehingga penderita tidak mendapatkan tidur yang cukup
yang nantinya akan berdampak pada aktivitas di keesokan harinya (59).
4.3 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan sebuah penelitian adalah kelemahan atau hambatan dalam
penelitian yang dihadapi oleh peneliti. Keterbatasan–keterbatasan dalam
penelitian ini adalah:
1. Keterbatasan dalam berkomunikasi dengan para responden yang sedang
dalam keadaan terburu-buru.
2. Masih terdapat faktor lain seperti aktifitas fisik, pola makan, obesitas, stress
serta faktor-faktor lainnya yang turut mempengaruhi terjadinya hipertensi dan
belum dapat dikendalikan dengan baik oleh peneliti dan membutuhkan
penelitian lebih lanjut.
3. Proses pengumpulan data dengan teknik wawancara membutuhkan waktu
yang lama untuk setiap responden dan terkadang proses wawancara terganggu
dengan kondisi sekitar.
4. Dalam proses pengambilan data kemungkinan sampel penelitian menjawab
pertanyaan dari peneliti tidak jujur sepenuhnya.
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
34
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data hasil penelitian, analisis dan pembahasan yang sudah
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh kualitas tidur
terhadap kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam
BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
5.2 Saran
1. Diharapkan bagi petugas kesehatan di BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh khususnya yang bertugas di Poliklinik Penyakit Dalam untuk dapat
memberikan informasi tambahan tentang kesehatan kepada pasien yang datang
berobat khususnya tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
hipertensi, sehingga menurunkan angka kecacatan dan angka kematian akibat
hipertensi dan komplikasinya.
2. Pencegahan hipertensi dapat dilakukan dengan mengatur pola makan, olahraga
secara teratur, pengaturan berat badan, tidak merokok dan konsumsi alkohol,
mengurangi konsumsi garam, istirahat yang cukup serta memeriksa tekanan
darah secara teratur.
3. Kepada peneliti lain diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut dan
lebih baik tentang pengaruh kualitas tidur terhadap kejadian hipertensi dengan
menggunakan desain penelitian yang lebih baik dan menggunakan sampel yang
lebih besar serta memperhatikan faktor-faktor resiko lain yang mungkin
mempengaruhi terjadinya hipertensi seperti faktor aktifitas fisik, pola makan,
obesitas, dan stress. Serta penelitian dilakukan dengan tingkat pembuktian
yang lebih tinggi mengenai kualitas tidur dengan hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dariyo, A. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo; 2008:
35
p.123-124.2. Lanywati, D. Insomnia: Gangguan Sulit Tidur. Yogyakarta: Kanisius; 2001:
p. 11-12.
3. Brashers, V.L. Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan dan Manajemen. Ed.2. Kuncara H.Y, Yulianti D, editors. Jakarta: EGC; 2007: p. 1-2.
4. Baradero, M; Dayrit M.W; Siswadi, Y. Gangguan Kardiovaskular : Seri Asuhan Keperawatan. Ester M, editor. Jakarta: EGC; 2008: p. 49-51.
5. Pinzon, R dan Asanti, L. Awas Stroke! Pengertian,Gejala,Tindakan,Perawatan dan Pencegahan. ed.1. Yogyakarta: ANDI; 2010: p. 7-8.
6. Rahajeng, E dan Tuminah, SS. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya Di Indonesia. maj kedokt indon. 2009 Desember: p. 580-587.
7. Lubis, YA. Pengaruh Obsitas Terhadap Kejadian Hipertensi. skripsi. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala, Fakultas Kedokteran; 2013: p. 1.
8. Kamaluddin, R. Pertimbangan dan Alasan Pasien Hipertensi Mengalami Terapi Altrnatif Komplementer Bekam di Kabupaten Banyumas. Jurnal Keperawatan Soedirman. 2010: 5(2): 95-104.
9. Riset Kesehatan Dasar(RISKESDAS). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta; 2007: p.110-113.
10. Prasetyorini, H.T dan Prawesti, D. Stress Pada Penyakit Terhadap Kejadian Komplikasi Hipertensi Pada Pasien Hipertensi. Jurnal STIKES. 2012: 5(1): 61-70 .
11. Apriany, REA dan Mulyati, T. Asupan Protein, Lemak Jenuh, Natrium, Serat dan IMT Terkai dengan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di RSUD Tugurejo Semarang. Journal of Nutrition College. 2012:1(1):21-29.
12. Angkat, DNS. Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Tekanan Darah Pada Remaja Usia 15-17 Tahun Di SMA Negeri 1 Tanjung Morawa. skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kedokteran; 2009: p. 12-19..
13. Kristen, K. Cauter, E.V, Rathouz, P.J, Hulley S.B, Liu, K, Lauderdale, D.S, et al. Association between sleep and blood pressure in mid life: The CARDIA Sleep Study. Archives of Internal Medicine. 2009: 169(11):1055-1061
14. Asmadi. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien Jakarta: Salemba Medika; 2008: p. 133-135.
15. Arifin, AR; Ratnawati; Burhan E. Fisiologi Tidur dan Pernapasan. Jurnal Respirologi Indonesia. 2010;30(1):1-12.
16. Hidayat, AA. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2008: p. 111-113.
17. Japardi, I. Gangguan Tidur. Sumatera Utara : Bagian Bedah FK USU. 2002.p.1-11
18.Alawiyah, T. Gambaran Gangguan Pola Tidur Pada Perawat Di RS. Syarif
36
Hidayatullah. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan; 2009: p.6-7.
19.Harrison. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Asdie AH, Editor. Jakarta : EGC ; 2000: p.190-194.
20.Arifin, Z. Analisis Hubungan Kualitas Tidur Dengan Kadar Glukosa Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat. Tesis. Depok: Universitas Indonesia, Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Keperawatan Medikal Bedah; 2011: p.35-41.
21.Khasanah, K dan Hidayati, W. Kualitas Tidur Lansia Balai Rehabilitasi Sosial "Mandiri" Semarang. Jurnal Nursing Studies. 2012: 1(1):189-196.
22.Sulistiyani, C. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Tidur Pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2012:1 (2):280 – 92.
23.Rafknowledge. Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya Jakarta: PT Elex Media Komputindo; 2004: p. 9-13.
24.Agustin D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur Pada Pekerja SHIFT Di PT Krakatau Tirta Industri Cilegon. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Keperawatan; 2012: p.21-23.
25.Febriani, D dan Yunus, F. Hubungan Obstructive Sleep Apnea dengan Kardiovaskular. Jurnal Kardiologi Indonesia. 2011; 32(1):45-52.
26.Sanningtyas, A. Studi Kualitas Tidur Pegawai Institut Pertanian Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Departemen Biologi; Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam; 2013. p. 1-8.
27.Sugiharto, A. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II. tesis. semarang: Universitas Diponegoro, Program Studi Magister Epidemiologi ; 2007: p. 21-22.
28.Gunawan, L. Hipertensi. Yogyakarta: Kanisius; 2007 : p. 21-28.
29.Wilms, J.L; Schneiderman, H; Algranati, PS. Diagnosis Fisik : Evaluasi Diagnosis dan Fungsi di Bangsal. Ed.1. Widjaja AC, Sadikin V, Setio M, editors. Jakarta: EGC; 2003. P.53-61.
30.Rahayu, H. Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat RW 01 Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Kota Jakarta Selatan. Skripsi. Depok: UI, Fakultas Ilmu Keperawatan ; 2012 :P. 11-12.
31.Sarasaty, RF. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada Kelompok Lanjut Usia di Kelurahan Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah , Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan; 2011: p. 27-33.
32.Cortas, K. Hypertension Last Update May 2008. Available from: http://emedicine.com. [Diakses 8 Juli 2013]. p. 394-402.
33.Kumar, V. Hypertensive Vascular Disease. Dalam: Robn and Cotran Pathologic Basis of Disease. 7th edition. Philadelpia: Elsevier Saunders; 2005. p. 528-29.
34.Anggraini, A.D; Waren, A; Situmorang, E; Asputra H; Siahaan, SS. Faktor-
37
Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien yang Berobat Di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkingan Periode Januari Sampai Juni 2008. Riau: UNRI, Fakultas Kedokteran; 2008: p. 9-10.
35.Dalimartha, S dan Purnama, B. Care your Self Hipertensi Jakarta; 2008: p. 13-15.
36.Notoatmojo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan jakarta: PT Rineka Cipta; 2010: p.118-130.
37.Nursalam . Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Ed.2. Jakarta: Salemba Medika; 2008: p. 93.
38.Sastroasmoro, S dan Ismael, S. Dasar-Dasar Metodelogi Penelitian. Ed.4. Jakarta: sagung seto; 2011: p. 94.
39.The National Heart Lung and Blood Institute. 2004. Reference Card From the Seventh of Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure(JNC 7). Available from: http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/phycard.pdf. (Diakses 8 juli 2013): p. 1-8.
40.Oktora, R. Gambaran Penderita Hipertensi yang Di Rawat Inap Di Bagian Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Pekan Baru. Skripsi. Riau: FK UNRI; 2007: p. 41-42.
41.Gusmira, S. Evaluasi Penggunaan Antihipertensi Konvensional dan Konvensional Bahan Alam Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Wilayah Depok. Jurnal Makara Kesehatan. 2012: 16(2): p. 77-83
42.Rasmaliah; Siregar FA; Jumadi. Gambaran Epidemiologi Penyakit Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Info Kesehatan Masyarakat. 2004: 9(2): p. 101-108.
43.Suryati, A. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Hipertensi Essensial Di RS Islam. Jakarta: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan; 2005:1(2): p.183-192.
44.Pratiwi, D. Pengaruh Konseling Obat Terhadap Kepatuhan Pasien Hipertensi Di Poliklinik Khusus RSUP DR. M. Djamil. Tesis. Padang. Universitas Andalas; 2011 : p. 11-12
45.Kurnia, R. Karakteristik Penderita Hipertensi yang Di Rawat Inap Di Bagian Penyakit Dalam RSU Kota Padang Panjang Sumatera Barat. Skripsi. Sumatera Barat : Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kesehatan Masyarakat; 2007: p. 34.
46.Rayhani F. Epidemiologi Penderita Hipertensi Esensial yang Dirawat di Bagian Penyakit Dalam Perjan RS DR. M. Djamil Padang Periode 1 Januari 2002 - 31 Desember 2003. Skripsi. Padang: 2005. p. 32.
47.Sigalingging, G. Karakteristik Penderita Hipertensi Di RSU Herna. Skripsi. Medan: Universitas Darma Agung, Fakultas Ilmu Keperawatan; 2011: p. 4-6.
48.Andriyani. Karakteristik Penderita Hipertensi yang Di Rawat Inap Di RS Tingkat Daerah II Militer Bukit Barisan Medan Tahun 2002-2003. Skripsi.
38
Sumatera Utara: Universittas Sumatera Utara, Fakultas Kesehatan Masyarakat; 2004: p. 105-106
49.Umami, R. Dan Priyanto, S. Hubungan Kualitas Tidur Dengan Fungsi Kognitif dan Tekanan Darah Lansia Di Desa Pasuruhan Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang : Jurnal Universitas Muhammadiyah Magelang, Fakultas Ilmu Kerperawatan; 2013 : p. 5-6.
50.Noviani, O; Handoyo; Safrudin. Hubungan Lama Tidur Dengan Perubahan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Posyandu Lansia Desa Karang Aren. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. 2011; 7(2): p. 66-67.
51.Wahyuni, S. Karakteristik Penderita Hipertensi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Tanjung Pura tahun 2002-2003. Skripsi. FKM USU; 2004; p. 60-61.
52.Rong, JY. Hui, W. Quan, HC. Rong, DB. Association between sleep quality and arterial blood pressure among Chinese nonagenarians/centenarians: Med Sci Monit 2012;18(3): p. 36-42.
53.Bruno, RM. Palagini, L. Gemignani, A . Virdis, A. Giulio, A., Ghiadoni. Et al. Poor sleep quality and resistant hypertension. Sleep Med US National Library of Medicine National Institutes of Health. 2013 14(11): p. 1157-1163.
54.Cappuccio FP, Stranges S, Kandala NB, Miller MA, Taggart FM, Kumari M, et al. Gender-specific associations of short sleep duration with prevalent and incident hypertension: The whitehall ii study. Hypertension 2007; 50: p. 693–700.
55.Gottlieb DJ, Redline S, Nieto FJ, Baldwin CM, Newman AB, Resnick HE, et al. Association of usual sleep duration with hypertension: the sleep heart health study. Sleep 2006; 29: p. 1009–1014
56.Suraj K, Fatima H. Sert K, Virend K. Somers. Sleep Apnea and Hypertension: Interactions and Implications for Management. Hypertension 2008;51: p. 605-608.
57.Gangwisch JE, Heymsfield SB, Boden-Albala B, Buijs RM, Kreier F, Pickering TG, et al. Short sleep duration as a risk factor for hypertension: analyses of the first national health and nutrition examination survey. Hypertension 2006; 47: p. 833–839.
58.Wang Q, Xi B, Liu M, Zhang Y, Fu M. Short sleep duration is associated with hypertension risk among adults: A systematic review and meta-analysis. Hypertens Res 2012; 35: p. 1012–1018.
59.Potter, P.A dan Perry, A.G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, Dan Praktik. Edisi 4.Volume 1.Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk. Jakarta : EGC; 2005: p. 189-196.
60Mansoor, G. A. (2000). Poor Sleep Quality among Hypertensive Patients May cause a Nondipper Circadian Blood Pressure Profile. American Journal of Hypertension. http://www.nature.com/ajh/journal/v13/n2s/abs/ajh2000784a.html. diakses 24 Februari 2014. p. 224-225.
39
Lampiran 1
Jadwal Penelitian
NKegiatan
Bulan (Tahun 2013 – 2014) o 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
1 StudiKepustakaan
2 Seminar Proposal
3 Pengambilan Data
4 Pengolahan Data
5 PembuatanSkripsi
6 SidangSkripsi
40
Lampiran 2
INFORMED CONSENT
Kepada Yth :
Calon Responden Penelitian
di –
Tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Dian Ramadhana
NIM : 1007101010026
Alamat: Kampung Jawa Banda Aceh
Adalah mahasiswi program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala yang akan mengadakan penelitian untuk menyusun skripsi
41
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran. Adapun
penelitian ini berjudul : “Pengaruh kualitas tidur terhadap kejadian hipertensi pada
pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RS Zainoel Abidin Banda
Aceh”.
Penelitian ini tidak menggunakan spesimen dari tubuh saudara, seperti darah
dan urine, serta tidak berbahaya bagi kesehatan saudara. Semua data yang saudara
berikan, akan kami jamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk penelitian ini.
Setelah saudara mengikuti penelitian ini, saudara akan mengetahui pengaruh
kualitas tidur terhadap kejadian hipertensi. Demikianlah penjelasan saya tentang
penelitian ini, semoga bermanfaat. Terimakasih.
Banda Aceh, 2014
Hormat saya
(Dian Ramadhana)
PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
PENELITIAN
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Alamat :
Setelah membaca inform consent yang diberikan yang diberikan, dengan
ini saya menyatakan bersedia/tidak bersedia untuk ikut dalam penelitian yang
berjudul “Pengaruh kualitas tidur terhadap kejadian hipertensi pada pasien rawat
jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLUD RS Zainoel Abidin Banda Aceh” yang
dilakukan oleh saudari Dian Ramadhana, mahasiswi Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Universitas Syiah Kuala.
Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan penuh kesadaran dan
paksaan dari siapapun.
42
Banda Aceh, 2014
Tanda Tangan Responden
Lampiran 3
Kuesioner Penelitian
PENGARUH KUALITAS TIDUR TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI
PADA PASIEN RAWAT JALAN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM
BLUD RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
Tanggal :
No. Responden :
A. Identitas Responden
Nama :
Umur :
Alamat :
43
Pekerjaan :
Jenis Kelamin : 1.Pria 2.Wanita
B. Tekanan Darah
C. The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
Petunjuk Pengisian Kuesioner :
Pertanyaan-pertanyaan dibawah ini berhubungan dengan kebiasaan tidur
Bapak/Ibu selama satu bulan yang lalu. Jawaban yang Bapak/Ibu berikan adalah
jawaban yang mayoritas Bapak/Ibu alami dan lakukan selama satu bulan yang
lalu. Untuk pertanyaan nomor 1-4 jawaban dengan angka sedangkan untuk
jawaban nomor 5-9 cukup dengan memberi tanda (√) pada salah satu kolom
pilihan jawaban yang ada. Silahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan dibawah
ini.
Selama satu bulan yang lalu,
1. Jam berapa biasanya Bapak/Ibu tidur malam? ………
2. Berapa menit biasanya Bapak/Ibu mulai tertidur setiap malam?……...
3. Jam berapa Bapak/Ibu biasanya bangun setiap pagi? ………
Tekanan Darah
(mmHg)
Status
Derajat I Derajat II
44
4. Berapa jam biasanya Bapak/Ibu tidur malam? ………
Untuk pertanyaan berikut, pilih salah satu jawaban yang sesuai.
5. Selama satu bulan yang lalu, seberapa sering Bapak/Ibu mengalami hal seperti dibawah ini.a. kesulitan dalam memulai tidur (Tidak dapat tertidur dalam waktu 30
menit)
Tidak pernah
Sekali dalam satu minggu
Dua kali dalam seminggu
Tiga atau lebih dalam seminggu
b. Bangun di tengah malam untuk makan atau minum.
Tidak pernah
Sekali dalam satu minggu
Dua kali dalam seminggu
Tiga atau lebih dalam seminggu
c. Harus bangun untuk ke kamar mandi pada malam hari (untuk pipis)
Tidak pernah
Sekali dalam satu minggu
Dua kali dalam seminggu
Tiga atau lebih dalam seminggu
d. Sesak nafas pada saat malam hari hingga tidur Anda terganggu
Tidak pernah
Sekali dalam satu minggu
Dua kali dalam seminggu
Tiga atau lebih dalam seminggu
e. Batuk lebih dari 3 x semalam hingga tidur Anda terganggu
Tidak pernah
Sekali dalam satu minggu
Dua kali dalam seminggu
Tiga atau lebih dalam seminggu
f. Merasa kedinginan di malam hari( bukan karena pendingin ruangan)
Tidak pernah
45
Sekali dalam satu minggu
Dua kali dalam seminggu
Tiga atau lebih dalam seminggu
g. Merasa kepanasan di malam hari (bukan karena alat elektronik, seperti
AC mati)
Tidak pernah
Sekali dalam satu minggu
Dua kali dalam seminggu
Tiga atau lebih dalam seminggu
h. Mimpi buruk saat tidur malam
Tidak pernah
Sekali dalam satu minggu
Dua kali dalam seminggu
Tiga atau lebih dalam seminggu
i. Merasa nyeri badan
Tidak pernah
Sekali dalam satu minggu
Dua kali dalam seminggu
Tiga atau lebih dalam seminggu
j. Penyebab yang lain (jelaskan) :
…………………………………………………………………………
Seberapa sering hal tersebut Bapak/Ibu rasakan?
Tidak pernah
Sekali dalam satu minggu
Dua kali dalam seminggu
Tiga atau lebih dalam seminggu
6. Selama sebulan yang lalu, berapa sering Bapak/Ibu mengkonsumsi obat-
obat yang khusus diberikan oleh dokter untuk membantu tidur? (bukan
obat penenang)
Tidak pernah
Sekali dalam satu minggu
Dua kali dalam seminggu
46
Tiga atau lebih dalam seminggu
7. Selama satu bulan yang lalu, Apakah Bapak/Ibu sering mengantuk di pagi,
siang dan sore hari akibat kurang tidur pada malam hari?
Tidak pernah
Sekali dalam satu minggu
Dua kali dalam seminggu
Tiga atau lebih dalam seminggu
8. Selama satu bulan yang lalu, Seberapa besar keinginan Bapak/Ibu untuk
menyelesaikan berbagai masalah yang Anda hadapi?
Tidak ingin menyelesaikan masalah
Kecil
Sedang
Besar
9. Selama satu bulan yang lalu, Bagaimana rata-rata kualitas tidur
Bapak/Ibu?
Sangat baik
Baik
Buruk
Sangat buruk
Lampiran 4
Perhitungan nilai PSQI
Gunakan skor ini untuk menilai :
KOMPONEN 1 :
Kualitas tidur subyektif Selama sebulan yang lalu, Bagaimana rata-rata kualitas tidur Bapak/Ibu ?
Sangat baik = 0Baik = 1Kurang = 2Sangat kurang = 3
KOMPONEN 2 :
Latensi tidur atau kesulitan memulai tidur
Selama sebulan yang lalu, Berapa menit biasanya Bapak/Ibu mulai tertidur setiap malam ?
≤15 menit = 016-30 menit = 131-60 menit = 2>60 menit = 3
47
Tidak dapat tidur selama 30 menit
Kemudian menjumlahkan hasil nilai kedua pertanyaan tersebut. Jumlah 0 0 1-2 1 3-4 2 5-6 3
Tidak pernah = 0
Sekali dalam satu minggu = 1
Dua kali dalam seminggu = 2
Tiga atau lebih dalam seminggu = 3
KOMPONEN 3 :
Lama tidur Selama sebulan yang lalu, berapa jam biasanya Bapak/Ibu tidur malam?
>7 jam = 06-7 jam = 15-6 = 2<5 = 3
KOMPONEN 4 :
Efisiensi tidur ¿ Lama tidurlama ditempat tidur
x 100%
Lama tidur = didapatkan dari pertanyaan nomor 4
Lama di tempat tidur = didapatkan berdasarkan kalkulasi pertanyaan nomor 1 dan nomor 3
≥85% = 075%-84% = 165%-74% = 2<65% = 3
KOMPONEN 5 :
Gangguan tidur Jumlah 5b s/d 5j = _____ 0 01-9 110-18 219-27 3
KOMPONEN 6 :
Pemakaian obat tidur Selama sebulan yang lalu, berapa sering
48
Bapak/Ibu mengkonsumsi obat-obat untuk membantu tidur? (bukan obat penenang)
Tidak pernah = 0
Sekali dalam satu minggu = 1
Dua kali dalam seminggu = 2
Tiga atau lebih dalam seminggu = 3
KOMPONEN 7 :
Disfungsi siang hariJumlah
Selama sebulan yang lalu, seberapa sering Bapak/Ibu mengantuk di pagi,siang dan sore hari?
Selama sebulan yang lalu, seberapa besar keinginan Bapak/Ibu untuk menyelesaikan masalah yang anda hadapi?
Kemudian menjumlahkan hasil nilai kedua pertanyaan tersebut.
Jumlah 0 0 1-2 1 3-4 2 5-6 3
Tidak pernah = 0
Sekali dalam satu minggu = 1
Dua kali dalam seminggu = 2
Tiga atau lebih dalam seminggu = 3
Tidak Antusias = 0
Kecil = 1
Sedang = 2
Besar = 3
PSQI
49
50
51
52
Lampiran 6OUTPUT DATA HASIL PENELITIAN
Frequency Table
Jenis Kelamin
32 39,5 39,5 39,5
49 60,5 60,5 100,0
81 100,0 100,0
Laki-laki
Perempuan
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 20-40 tahun 5 6.2 6.2 6.2
41-60 tahun 76 93.8 93.8 100.0
Total 81 100.0 100.0
53
Pekerjaan
32 39,5 39,5 39,5
6 7,4 7,4 46,9
15 18,5 18,5 65,4
20 24,7 24,7 90,1
8 9,9 9,9 100,0
81 100,0 100,0
IRT
Wiraswasta
P.Swasta
PNS
Petani/Nelayan
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Kualitas Tidur
28 34,6 34,6 34,6
53 65,4 65,4 100,0
81 100,0 100,0
Baik
Buruk
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Derajat Hipertensi
50 61,7 61,7 61,7
31 38,3 38,3 100,0
81 100,0 100,0
Derajat I
Derajat II
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Crosstabs
Kualitas Tidur * Derajat Hipertensi
54
Crosstab
21 7 28
17,3 10,7 28,0
75,0% 25,0% 100,0%
42,0% 22,6% 34,6%
29 24 53
32,7 20,3 53,0
54,7% 45,3% 100,0%
58,0% 77,4% 65,4%
50 31 81
50,0 31,0 81,0
61,7% 38,3% 100,0%
100,0% 100,0% 100,0%
Count
Expected Count
% within Kualitas Tidur
% within DerajatHipertensi
Count
Expected Count
% within Kualitas Tidur
% within DerajatHipertensi
Count
Expected Count
% within Kualitas Tidur
% within DerajatHipertensi
Baik
Buruk
KualitasTidur
Total
Derajat I Derajat II
Derajat Hipertensi
Total
Chi-Square Tests
3,190b 1 ,074
2,390 1 ,122
3,299 1 ,069
,095 ,060
3,151 1 ,076
81
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-LinearAssociation
N of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is10,72.
b.
Symmetric Measures
,195 ,074
81
Contingency CoefficientNominal by Nominal
N of Valid Cases
Value Approx. Sig.
Not assuming the null hypothesis.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Lampiran 7
55
56
Lampiran 9
Dokumentasi selama melakukan penelitian
57
Gambar peneliti sedang melakukan wawancara kepada responden.
Gambar responden sedang menandatangani informed consent.
BIODATA PENELITI
58
Nama : Dian Ramadhana
Tempat,tanggal lahir : Banda Aceh, 11 Maret 1992
Pekerjaan : Mahasiswi
Fakultas : Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Riwayat Pendidikan : 1. TK Perwanida Banda Aceh
2. MIN Jeuram Kab. Nagan Raya
3. SMPN 1 Seunagan Kab. Nagan Raya
4. SMAN 1 Seunagan Kab. Nagan Raya
Hobi : Membaca, jalan-jalan.
Motto : Hidup akan terasa lebih bermakna jika dapat
bermanfaat bagi orang lain.
Agama : Islam
Alamat : Kp. Jawa
Nomor HP : 082360130155
E-Mail : [email protected]