Upload
demas-evan-hughie-nubatonis
View
205
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK: TANTANGAN DAN SOLUSINYA
SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI SALAH SATU SYARAT AKADEMIK BAGI PENCAPAIAN GELAR
SARJANA THEOLOGIA (S1) Jurusan Pastoral
Oleh: MANTO MANURUNG
NIM: 877
SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA EKKLESIA JAKARTA MEI 2005
PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK: TANTANGAN DAN SOLUSINYA
SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI SALAH SATU SYARAT AKADEMIK BAGI PENCAPAIAN GELAR
SARJANA THEOLOGIA (S1) Jurusan Pastoral
Oleh: MANTO MANURUNG
NIM: 877
SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA EKKLESIA JAKARTA MEI 2005
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI
JUDUL SKRIPSI : PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK : TANTANGAN DAN SOLUSINYA
NAMA MAHASISWA : MANTO MANURUNG NIM : 877 JURUSAN : PASTORAL LEMBAGA : SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA EKKLESIA
Menyetujui,
Dosen pembimbing
Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div.
ii
iii
PENGESAHAN
Skripsi ini telah diterima, diuji, dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Sarjana Theologia (S.1.) Sekolah Tinggi Teologi Ekklesia, Jakarta, pada:
Hari : Rabu
Tanggal : 01 Juni 2005
Tempat : Gedung Kenanga, Lantai 2
Jl. Senen Raya No. 46, Jakarta Pusat 10411.
Dewan Penguji:
Penguji I : Pdt. Piet Hein Mailangkay, D.Min. ...............................................
Penguji II : Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div. ...............................................
Penguji III : Dr. Sylvia Hutabarat, M.Pd., M.Th. ...............................................
Mengetahui,
Ketua Puket I Bidang Akademik
Pdt. Drs. Suwandoko Roslim, M.Th., Ph.D. Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div.
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yesus Kristus atas berkat kasih, rahmat
dan bimbingan-Nya serta kekuatan yang diberikan kepada penulis, dan berkat
pertolongan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Bapak Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div. sebagai dosen pembimbing dalam
penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Pdt. Gordon Simare-mare, M.A. atas saran-saran yang diberikan untuk
pemilihan buku-buku referensi.
3. Bapak Pdt. Edison Lesnussa, S.Kom., M.A. yang telah meluangkan waktu untuk
berbicara dengan penulis pada waktu penulis berada pada titik jenuh.
4. Seluruh dosen di Sekolah Tinggi Theologia Ekklesia yang telah membagikan
segala pengetahuannya kepada penulis selama menjalani perkuliahan.
5. Pihak sponsor (Departemen Misi Daerah DKI Jabar-Banten), yang telah
membantu penulis menyelesaikan biaya perkuliahan di Sekolah Tinggi Teologia
Ekklesia.
6. Bapak Pdt. Thomas Agung dan Ibu Ita Utomo, sebagai gembala sidang di Gereja
Sidang Jemaat Allah Rumah Doa Bekasi, yang telah memberikan dorongan moril
kepada penulis.
7. Ayahanda dan Ibunda tercinta. Atas segala pengorbanan dan bimbingan yang
telah diberikan kepada penulis sehingga penulis tidak takut dalam menghadapi
tantangan apa pun.
v
8. Saudari Novrie Sihombing, yang telah bersedia untuk memberikan kritikan dan
saran-saran praktis serta dorongan moril dalam penyusunan skripsi ini.
9. Semua rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu penulis.
Penulis telah berusaha untuk menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya
sesuai dengan kemampuan yang ada. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
skripsi ini terdapat ketidak sempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran-saran membangun dari para pembaca sekalian untuk digunakan dalam
menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata, kiranya berkat dan rahmat Tuhan senantiasa menyertai kita semua,
dan harapan penulis adalah bahwa skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian,
sehingga dapat mengkomunikasikan Injil kepada jiwa-jiwa di sekitar kita dengan
lebih baik.
Jakarta, 30 Mei 2005
Penulis
(Manto Manurung)
vi
DAFTAR ISI
Hal
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ii PENGESAHAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR TABEL ix BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1 Batasan Masalah ........................................................................................... 2 Metode Penelitian ......................................................................................... 2 Kegunaan Hasil Penelitian ........................................................................... 2 Sistematika penulisan ................................................................................... 3
II. PENGINJILAN, SALAH SATU TUGAS ESENSIAL GEREJA ....................... 5
Pengertian Penginjilan Secara Etimologis ................................................... 6 Penginjilan, Inisiatif Dan Bukti Kasih Allah Kepada Manusia ................... 8 Penginjilan Dan Korelasinya Dengan Amanat Agung ................................ 13 Penginjilan, Salah Satu Tugas Gereja Di Antara Tugas-tugasnya Yang Lain 17 Penginjilan, Korelasinya Dengan Pertumbuhan Gereja ............................... 21 Penginjilan Dan Masyarakat Di Sekitar Gereja ........................................... 24
III. KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG SEMAKIN MAJEMUK ................... 30
Sebab-sebab Semakin Pluralnya Masyarakat .............................................. 30 Manusia Motor Utama Perubahan ...................................................... 30 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ....................................................... 32 Urbanisasi ........................................................................................... 34
Akibat-akibat Yang Ditimbulkan Oleh Kemajemukan Masyarakat ............ 35 IV. BERBAGAI TANTANGAN PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT
YANG MAJEMUK ............................................................................................ 41
vii
Timbulnya Kelompok-kelompok Dalam Masyarakat ................................. 42 Kesulitan Untuk Membangun Kerja Sama .................................................. 44 Bahasa Komunikasi Sebagai Media Penginjilan Kepada Masyarakat ........ 45
V. USULAN BERBAGAI SOLUSI UNTUK MENINGKATKAN KEEFEKTIFAN PENGINJILAN ...................................................................... 48
Mengadakan Pengenalan Lapangan ............................................................. 49 Memilih Metode Penginjilan ....................................................................... 51 Metode-metode PenginjilanYang Alkitabiah ............................................. 54 Melibatkan Kaum Awam Dalam Penginjilan .............................................. 56 Kelompok Sel Sebagai Sarana Untuk Menjangkau Semua Lapisan Masyarakat ......................................................................... 61 Penginjilan Dengan Kuasa Roh Kudus ........................................................ 71 Menjangkau Jiwa-jiwa Dengan Kuasa Doa ................................................. 74 Mengalokasikan Uang Untuk Penginjilan ................................................... 77
BAB VI. PENUTUP .................................................................................................. 79
Kesimpulan ................................................................................................... 79 Saran-saran .................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 82
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS ................................................................ 86
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tiga Tugas Gereja .................................................................................. 21 Gambar 2. Diagram Penginjilan Orang Awam ........................................................ 57
ix
DAFTAR TABEL
Tabel I. Perbandingan Sebelum dan sesudah manusia jatuh dalam dosa ................. 9 Tabel 2. Keberadaan Manusia Berdosa di Hadapan Allah ....................................... 11 Tabel 3. Perbedaan Pandangan Masyarakat Sebelum dan Sesudah Mengenal Ilmu
Pengetahuan Modern .................................................................................. 33 Tabel 4. Cara Yesus menangani Matius dan Zakheus .............................................. 52 Tabel 5. Gereja Lokal Yang Menerapkan Penginjilan Dengan Kelompok Sel. ... 64 Tabel 6. Perbedaan Sebelum dan Sesudah Berjumpa Dengan Tuhan ...................... 71
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Penginjilan merupakan salah satu tugas esensial gereja, karena tugas ini
diperintahkan langsung oleh Tuhan Yesus kepada gereja sebelum Ia terangkat ke
sorga. Perintah itu disebut sebagai Amanat Agung, dan di dalamnya tertuang langkah-
langkah yang harus dilakukan gereja pada waktu melaksanakan tugas ini.
Penginjilan sebagai satu tugas, pada mulanya ditanggapi oleh gereja sesuai
dengan isi amanat yang diterimanya dari Tuhan Yesus. Alkitab memberikan catatan-
catatan penting tentang pergerakan gereja mula-mula dalam meresponi tugas ini.
Sebagai bagian dari tugas utamanya gereja masa kini pun masih mengakui penginjilan
sebagai tugas dan tanggung jawabnya. Menjadi pokok permasalahannya bagaimana
gereja meningkatkan keefektifan penginjilan sebagai salah satu tugasnya, khususnya
di tengah masyarakat yang majemuk.
Penginjilan di tengah kehidupan masyarakat yang majemuk merupakan
tantangan yang harus dihadapi oleh gereja. Apakah gereja mampu menghadapi
tantangan demi tantangan yang ditemukannya di tengah masyarakat dunia ini,
khususnya ketika ia diperhadapkan dengan masyarakat yang majemuk? Atas dasar
pemikiran ini, penulis mencoba menggali kebenaran firman Allah dan meneliti buku-
buku hasil riset dari beberapa pakar yang membahas tentang gereja, penginjilan dan
masyarakat di sekitar gereja. Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis menyajikan
skripsi ini dengan judul: Penginjilan Di Tengah Masyarakat Majemuk: Tantangan
dan Solusinya.
2
Batasan Masalah
Mengingat penginjilan di tengah masyarakat majemuk ini sangat luas, baik
ditinjau dari segi letak geografis di mana masyarakat tersebut tinggal, maupun jenis
kemajemukan dalam masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, penulis membatasi
masalah pada penginjilan di tengah masyarakat majemuk dalam konteks kota Jakarta.
Metode Penelitian
Untuk mengumpulkan data dalam penyusunan skripsi ini, penulis memakai
metode deskriptip, artinya memberikan penjelasan dan penguraian tentang penginjilan
di tengah masyarakat majemuk: tantangan dan solusinya. Dalam penulisan skripsi ini,
teknik pengumpulan data mempergunakan studi pustaka, yaitu menggali data-data
dari sumber utama, antara lain: Alkitab, buku-buku, literatur-literatur yang
berhubungan dengan skripsi ini, dan eksplorasi data dari media elektronik khususnya
media internet.
Kegunaan Hasil Penelitian
Penulis mengharapkan hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi berarti
kepada setiap pembaca, yaitu:
1. Untuk pengembangan ilmu teologia sebagai satu literatur tambahan dan bahan
kajian lebih lanjut khususnya di bidang teologia praktis.
2. Untuk para gembala sidang dan hamba-hamba Tuhan, skripsi ini dapat dipakai
sebagai satu masukan untuk memikirkan pentingnya penginjilan (pemberitaan
Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan
agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang lebih tepat guna.
3. Untuk semua orang percaya, skripsi ini memuat pesan-pesan Tuhan tentang
pentingnya melaksanakan penginjilan kepada semua orang.
3
4. Untuk penulis, skripsi ini memberikan informasi praktis tentang penginjilan yang
dapat di aplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari.
Sistematika penulisan
Dalam rangka mencapai tujuan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan
sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I merupakan informasi kepada pembaca tentang latar belakang
permasalahan yang menarik perhatian penulis untuk memilih judul Penginjilan Di
Tengah Masyarakat Yang Majemuk: Tantangan dan Solusinya. Dalam bab ini,
penulis juga menerangkan mengenai batasan masalah, metode penelitian untuk
memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini, dan sistematika
penulisannya.
Bab II menjelaskan tentang Penginjilan Salah Satu Tugas Esensial Gereja.
Dal bab ini penulis menjelaskan secara singkat defenisi penginjilan secara etimologis,
inisiator dari penginjilan serta motivasi yang mendorong inisiator mengadakannya,
korelasinya dengan Amanat Agung, korelasinya dengan tugas-tugas lainnya,
korelasinya dengan pertumbuhan gereja, dan korelasinya dengan masyarakat di
sekitar gereja.
Bab III menguraikan tentang Kehidupan Masyarakat Yang Semakin
Majemuk. Dalam bab ini dijelaskan sebab-sebab semakin majemuknya satu
kelompok masyarakat khususnya dalam konteks kota Jakarta dan bagaimana akibat-
akibat yang ditimbulkannya.
Bab IV menjelaskan tentang Berbagai Tantangan Penginjilan Di Tengah
Masyarakat Yang Majemuk. Dalam bab ini diterangkan berbagai tantangan yang
akan dijumpai dalam penginjilan di tengah masyarakat yang majemuk, khususnya
4
dalam konteks kota Jakarta. Kemajemukan masyarakat seringkali menimbulkan
tantangan-tantangan yang menyulitkan gereja untuk melakukan penginjilan.
BAB V menguraikan tentang Usulan Berbagai Solusi Untuk Meningkatkan
Keefektifan Penginjilan. Dalam bab ini, penulis mengusulkan beberapa pemecahan
masalah yang dapat digunakan dalam penginjilan di tengah masyarakat yang
majemuk.
BAB VI merupakan bab terakhir. Penulis memberikan kesimpulan dan saran-
saran.
5
BAB II
PENGINJILAN,
SALAH SATU TUGAS ESENSIAL GEREJA
Istilah penginjilan sudah menjadi satu istilah yang umum, dan erat
hubungannya dengan kehidupan gereja di sepanjang zaman. Dalam konteks masa
kini, beberapa gereja lokal menanggapi penginjilan sebagai satu tugas yang dapat
dilakukan melalui bersaksi kepada orang-orang yang ditemuinya. Beberapa gereja
lokal lainnya menanggapi penginjilan sebagai satu tugas dari anggota-anggota tertentu
saja, dan beberapa gereja lokal berpendapat bahwa penginjilan merupakan tugas dari
gereja lokal lainnya, sedangkan gereja lokal tersebut bertugas untuk mendewasakan
orang-orang yang datang kepadanya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tugas didefinisikan sebagai:
(- kewajiban), sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan;
suruhan (perintah) untuk melakukan sesuatu; fungsi (jabatan),1 sedangkan kata
esensial dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan: perlu sekali; penting;
hakiki; harus ada.2 Dari pengertian kata tugas dan kata esensial tersebut, maka
penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja adalah satu kewajiban, atau
sesuatu yang wajib dikerjakan, dan yang ditentukan untuk dilakukan oleh gereja.
Ditinjau dari definisi di atas, menurut hemat penulis tugas penginjilan sering
kali tidak dilakukan dengan semestinya. Oleh karena itu, perlu diadakan penyelidikan
terhadap beberapa topik utama di sekitar penginjilan sehingga dapat membuka
wawasan berpikir tentang kepentingan dari tugas tersebut. Topik yang penulis
1 Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1985), p. 1094.
2 Ibid, p. 236
6
maksudkan antara lain:
1. Pengertian Penginjilan secara etimologis?
2. Penginjilan itu inisiatif siapa dan mengapa ia mengadakannya?
3. Siapa yang mengamanatkan tugas ini kepada gereja?
4. Bagaimana posisi dari tugas penginjilan di antara tugas gereja yang lainnya?
5. Korelasi antara penginjilan dengan pertumbuhan gereja?
6. Siapa yang menjadi sasaran dari penginjilan ditinjau dari amanat yang diberikan
kepada gereja?
Harapan penulis dengan adanya pemahaman terhadap keenam topik tersebut di atas
akan memotivasi gereja dalam mencari solusi untuk mengefektifkan penginjilan di
lingkungan yang telah dipercayakan Tuhan kepadanya.
Pengertian Penginjilan Secara Etimologis.
Dalam Alkitab, baik dalam kitab-kitab Perjanjian Baru mau pun dalam kitab-
kitab Perjanjian Lama, kata penginjilan tidak ditemukan secara hurufiah. Pada
hakikatnya kata ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu dibaca
evanggeliso artinya: mengumumkan, memberitakan, atau membawa kabar baik, 3
dan memproklamasikan Injil atau menjadi pembawa kabar baik di dalam Yesus4
Dalam konteks aslinya kata evanggeliso merupakan satu istilah yang
dipakai dalam kemiliteran Yunani. Kata ini memiliki arti upah yang diberikan
kepada pembawa berita kemenangan dari medan tempur, dan atau berita kemenangan
itu sendiri. 5 Kemudian orang Kristen menggunakan kata evanggeliso untuk
3 James Strong, Strongs Exhaustive Concordance Of The Bible (Iowa: Riverside BOOK and
Bible House Iowa Falls), p. 33. 4 Horst Balz & Gerhard Schneider, Exegetical Dictionary Of The New Testament (Volume 2),
(Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, 1991; reprint ed. , 2000), p. 69 5 Yakub Tomatala, Penginjilan Masa Kini (jilid 1) (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas,
1988), p. 24.
7
menjelaskan berita tentang pengorbanan dan atau karya Yesus Kristus.6
Kata evanggeliso sinonim dengan kata dibaca kerysso. Kata
ini pada mulanya adalah satu istilah yang dipakai untuk seorang utusan resmi (utusan
itu disebut Kerux) yang menyampaikan pengumuman dari raja.7 Kata ini dalam
bahasa Yunani memiliki arti mengumumkan sebagai seorang bentara, atau
memproklamasikan kabar baik. Pengumuman tersebut pada hakikatnya sangat
penting, sehingga tidak dapat dibantah atau ditunda.8
Kitab Perjanjian Lama menggunakan kata yang paralel dengan kerysso
yaitu qr,yang artinya berseru.9 Dalam kitab Septuaginta (LXX) kata kerysso
dipakai lebih dari 30 kali, baik dalam arti sekular tentang pengumuman resmi raja-
raja, maupun dalam arti agamawi tentang pengucapan kenabian (Yes 61:1; Yoel 1:14;
Zak 9:9).10
Sedangkan dalam kitab-kitab Perjanjian Baru kata kerysso dipakai
sebanyak 60 kali.11
Dalam kitab-kitab Perjanjian Baru digunakan kata lain yang berhubungan
dengan penginjilan seperti kata dibaca didasko artinya mengajar, atau
mengajarkan.12
Tuhan Yesus sering menggunakan penginjilan dengan cara ini, contoh
penggunaannya dicatat dalam Matius 10: 7-15; 4: 23; 7: 28; 9:35; Markus 1:21; 6:6;
Lukas 10: 4-12. Kata kedua yaitu: dibaca martureo artinya bersaksi,
atau menyampaikan kesaksian berdasarkan apa yang dialami.13
Penginjilan dengan
cara ini juga dipakai oleh para rasul (Kis 2: 40).
6 Ibid.
7 Ensiklopedia AlkitabMasa Kini (Jilid 1), ed. S.v. Berita, Pemberitaan. By R.H. Mounce.
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995; Reprint ed. 2000), p. 183 8 Yakub Tomatala, Penginjilan Masa Kini (Jilid 2) (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas,
1998), p. 21. 9 Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 1), p. 183.
10 Ibid.
11 Ibid, p.182
12 Yakub Tomatala, p. 21.
13 Ibid, p. 22.
8
Setelah menyelidiki arti kata penginjilan secara etimologis, maka
penginjilan adalah:
1. Satu tugas untuk mengumumkan atau memberitakan kabar baik, dan atau kabar
keselamatan di dalam Yesus Kristus.
2. Dilakukan dengan cara menyerukannya seperti seorang utusan raja yang sedang
mengumumkan satu dekrit, yaitu dengan suara yang keras dan tegas, dan dapat
juga dilakukan dengan mengajar seperti kepada seorang murid, dan dengan
bersaksi berdasarkan apa yang dialami oleh pemberita Injil tersebut.
3. Tugas penginjilan tidak dapat dibantah dan atau dilalaikan karena berita itu
menyangkut keselamatan jiwa banyak orang yang dikasihi oleh pemberi perintah.
Penginjilan, Inisiatif dan Bukti Kasih Allah Kepada Manusia.
Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja perlu dilihat dari sisi
inisiator dan motifasi yang mendorong inisiator untuk melakukannya. Alkitab,
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mencatat bukti-bukti penting tentang inisiator
dan motifasi yang mendorongnya untuk mengadakan penginjilan. Perhatikanlah fakta-
fakta berikut ini yang tertera pada tabel di bawah ini. Alkitab mencatat dengan sangat
jelas tentang sikap Allah terhadap manusia sebelum dan sesudah kejatuhannya ke
dalam dosa.
Sebelum Manusia Jatuh dalam Dosa Sesudah Jatuh dalam Dosa
1. Hubungan Antara Manusia Dengan Allah Sangat Intim.
Bukti-buktinya:
- Allah memberi perintah langsung kepada manusia untuk
beranakcucu, serta memenuhi
bumi, dan menaklukkan bumi
(Kej. 1: 28),
- Allah menjelaskan jenis makanan yang layak untuk manusia (Kej. 1:
29),
- Allah memberikan otoritas serta
1. Keintiman Hubungan Itu Terputus. Bukti-buktinya :
- Manusia berusaha menarik diri dari perjumpaan dengan Allah
dengan bersembunyi di antara
pohon-pohonan dalam taman
(Kej. 3: 8),
- Manusia takut bertemu dengan Allah (Kej. 3: 9-10),
2. Manusia tidak menerima sesamanya seperti pada waktu
Allah menciptakannya, manusia
9
kepercayaan kepada manusia
untuk mengusahakan taman Eden
(Kej. 2:15),
- Allah memberikan perintah larangan kepada manusia dan
menjelaskan akibat yang akan
dialaminya apabila tidak
mematuhinya ( Kej. 2: 17),
- Tuhan membuat manusia berbeda dengan mahluk ciptaan-Nya yang
lainnya (Kej. 2: 9, 18-22).
2. Manusia menerima sesamanya dengan penuh penghargaan (Kej 2:
23-24)
3. Allah merupakan sumber kehidupan manusia.
Bukti-buktinya :
- Tuhan Allah menyediakan segala kebutuhan jasmaniah manusia
(Kej 2: 8-9),
- Tuhan Allah menyediakan kebutuhan jiwa manusia (Kej 2:
18-22).
cenderung menyalahkan
sesamanya, dan benda-benda lain
di luar dirinya ( Kej. 3: 12),
3. Perempuan akan mengalami sakit pada bersalin (Kej. 3: 16),
4. Manusia harus bersusah payah untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya selama di muka bumi ini
(Kej. 3: 17),
5. Allah tetap campur tangan dalam kehidupan manusia.
Bukti-buktinya :
- Allah membuat satu ketetapan tentang akan adanya
penyelamatan di masa depan (Kej
3: 15),
- Tuhan menjelaskan akibat yang harus dialami oleh manusia (Kej
3: 17-19),
- Tuhan Berinisiatif menutupi ketelanjangan manusia (Kej 3:
21).
Tabel 1. Perbandingan Sebelum dan sesudah manusia jatuh dalam dosa.
Pada tabel di atas, satu bukti menyatakan bahwa setelah jatuh ke dalam dosa,
mereka takut bertemu dengan Allah (Kejadian 3:8). Pada waktu Adam dan Hawa
mendengar langkah kaki Allah, Adam dan Hawa lebih memilih bersembunyi dari
hadapan Allah karena takut bertemu dengan-Nya. Chales dalam Wycliffe
Commentary memberikan pendapat tentang kata takut sebagai satu keadaan takut
disertai dengan perasaan terteror.14
Tomatala menegaskan, perasaan takut dan terteror
itu terjadi karena Adam diperhadapkan kepada hukuman kematian terhadap
kebenaran (Kejadian 2: 17; 1 Petrus 2: 24) dan hidup untuk dosa sebagai akibat dari
ketidak-taatannya.15
Dalam keadaan itu, Allah tidak mendekati mereka dalam guntur
atau dengan panggilan yang kasar.16
Dalam kasus tersebut, posisi Adam secara
14
Charles F. Pfeiffer (ed), The Wycliffe Bible Commentary (Old Testament) (Chicago: Moody
Press, 1962), p. 7. 15
Yakub Tomatala, Penginjilan Masa Kini (jilid 1), p. 7. 16
Charles F. Pfeiffer, p. 7.
10
yuridis (kata yuridis artinya menurut hukum; secara hukum17) terbukti melanggar
perintah Allah.18
Pada waktu Adam mengetahui dirinya telah bersalah karena gagal
mentaati perintah Allah (Kejadian 2: 16,17), Adam beserta isterinya berusaha untuk
bersembunyi dari Allah. Dalam kasus tersebut, Allah-lah yang berinisiatif untuk
menemukan mereka.
Berdasarkan catatan kitab Kejadian, penulis menemukan beberapa kebenaran
berikut ini:
1. Tindakan Allah untuk menemukan mereka tidak berhenti pada batas mencari, dan
menemukan.
2. Alkitab tidak mencatat bukti yang menyatakan Allah meninggalkan mereka dalam
keadaan terteror.
3. Alkitab juga tidak mencatat bahwa Tuhan Allah membuat alternatif lain seperti
membinasakan mereka lalu menciptakan manusia yang baru dan yang taat secara
mutlak kepada-Nya.
4. Alkitab memberikan bukti yang bertolak belakang dengan pelanggaran Adam dan
Hawa.
Dalam kondisi demikian pun Allah memberikan janji penyelamatan kepada Hawa.
Inilah pertama kalinya Allah menyampaikan janji penyelamatan kepada manusia
(Kejadian 3:15). Janji penyelamatan ini disebut Protoevangelium.19
Untuk memahami pentingnya janji penyelamatan itu bagi manusia, marilah
melihat pandangan Allah menurut Alkitab tentang keberadaan dosa dan manusia
berdosa. Setelah manusia berdosa, ia menjadi manusia yang bersifat daging (Ibrani
dibaca ba sa r artinya benar-benar daging sama seperti daging binatang),
17
Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 1016. 18
Yakub Tomatala, p. 7. 19
Ibid..
11
lemah dan berdosa20
(Kejadian 6:3), dan keberadaannya itu memilukan hati Allah
(Kejadian 6:7). Pandangan Allah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tentang
dosa dan manusia berdosa tidak berubah. Perhatikanlah tabel berikut ini:
Perjanjian Lama Perjanjian Baru
Kejadian 6 :5-6: Ketika dilihat Tuhan, bahwa kejahatan manusia besar di bumi
dan bahwa kecenderungan hatinya
selalu membuahkan kejahatan, maka
menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah
menjadikan manusia dibumi, dan hal
itu memilukan hati-Nya.
Roma 3:10-18 : Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. ...rasa takut
kepada Allah tidak ada pada orang
itu. Roma 3: 23 : Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah
kehilangan kemuliaan Allah
Kejadian 6: Berfirmanlah TUHAN, Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka
bumi,... sebab Aku menyesal,...
Roma 6: 23: Sebab upah dosa ialah maut....
Tabel 2. Keberadaan Manusia Berdosa di Hadapan Allah
Berdasarkan pada tabel 2 di atas, nyatalah bagaimana Allah memandang dan
mengambil sikap terhadap dosa dan manusia berdosa. Alkitab mencatat Allah
merencanakan untuk menghapuskannya dan atau memberikan maut sebagai
upahnya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata maut didefinisikan dengan
kematian atau membawa kepada kematian.21
Definisi ini lebih mengarah kepada
kematian fisik. Morris menegaskan bahwa kata maut memiliki arti lebih dari
sekedar kematian fisik, tetapi kematian yang bersifat eskatologis (Yudas 12; Wahyu
2:11) artinya manusia berhadapan dengan kematian yang kekal.22
Ketidak-taatan manusia menyebabkan Allah menyesal dan berikhtiar untuk
membinasakan manusia beserta seluruh mahluk yang ada di muka bumi dan Tuhan
Allah melakukannya, tetapi di sisi lain Allah memberikan kasih karunia kepada Nuh
20
William Wilson, Wilsons Old Testament Word Studies, (Massachusetts: Hendrickson Publishers), p. 169.
21 Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 639.
22 Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 2), S.v. Mati, Kematian, dan Maut, by L. M.
Morris. (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995; Reprint ed. 2000), p. 36
12
beserta keluarganya (Kejadian 6: 5-8), dan juga kepada semua bangsa. Puncak dari
perwujudan kasih itu dinyatakan di dalam diri Yesus Kristus. Berikut ini laporan dari
kitab-kitab Perjanjian Baru tentang misi tersebut.
1. Dalam kitab Yesaya diberitakan bahwa Allah menjanjikan seorang penyelamat
bagi Israel dan bangsa-bangsa lain juga (Yesaya 9:5; 45: 20-22), janji ini mengacu
pada Yesus.
2. Dalam kitab-kitab Injil Sinoptik dijelaskan: Yesus Kristus datang ke dunia ini
untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang (Matius 18:11; Lukas 19:10).
3. Injil Yohanes menyatakan: kehadiran Yesus di dunia ini merupakan bukti nyata
dari kasih Allah kepada manusia. Ia datang dengan misi kasih, tetapi Allah
menuntut satu syarat agar manusia dapat menerima keselamatan tersebut, yaitu
dengan mempercayai-Nya (Yohanes 3:16).
4. Kitab Kisah Para Rasul menekankan pemberitaan Petrus tentang Yesus yang telah
diutus oleh Allah Bapa. Yesus disebut sebagai satu-satunya jalan keselamatan,
dan tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya manusia
dapat diselamatkan (Kisah Para Rasul 4:12).
Menurut Walter, Allah dalam kasih yang kudus berprakarsa memikirkan dan
melaksanakan karya Penyelamatan23 yang diwujudkan dalam diri Yesus Kristus.24
Menurut Abraham apapun penginjilan itu dimulai di dalam hidup, kematian, dan
kebangkitan Yesus dari Nazaret.25 Poros dari keselamatan itu adalah Salib Kristus
(Roma 1:16; 1 Korintus 1:18). Dalam hal ini para teolog Biblika sepakat bahwa dalam
Kristus-lah Allah melaksanakan tindakan penyelamatan.26
23
Ibid. S.v. Selamat, Keselamatan, by G. Walters, p. 377. 24
Ibid. p. 375. 25
William J. Abraham, The Teologic of evangelism (Michigan: William B, Eerdmans
Publishing Company Grand Rapids, 1989), p. 17. 26
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 2), S.v. Selamat, Keselamatan, p. 378.
13
Penginjilan Dan Korelasinya Dengan Amanat Agung
Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja pada hakikatnya tidak
dapat dipisahkan dari Amanat Agung, yaitu amanat yang diberikan oleh Tuhan Yesus
kepada murid-murid-Nya sebelum Ia terangkat ke sorga. Amanat tersebut dicatat oleh
Matius, Markus, dan Lukas sebagai berikut:
1. Yesus mendekati mereka dan berkata: Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa
di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku
dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah
mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan
ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman
(Matius 28:18-20).
2. Lalu Ia (Yesus) berkata kepada mereka: Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah
Injil kepada segala mahluk, siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan,
tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum. Tanda-tanda ini akan menyertai
orang-orang yang percaya; mereka akan mengusir setan-setan dalam nama-Ku,
mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka
akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak
akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan
orang itu akan sembuh (Markus 16: 15-18).
3. Kata-Nya kepada mereka: Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan
bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya
berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada
segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini. Dan
aku akan mengirim kepada kamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu
harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan
14
dari tempat yang tinggi (Lukas 24:46-49).
Menzies, Horton, Tomatala, serta Autrey berpendapat bahwa tugas inti dari
Amanat Agung adalah pergi kepada segala bangsa, kemudian menjadikan orang-
orang berdosa menjadi murid Kristus yang taat untuk melakukan segala sesuatu
yang Tuhan perintahkan.27
Pada topik Penginjilan, inisiatif dan bukti kasih Allah, penulis mengutip
pernyataan Yesus tentang misi utama-Nya datang ke dunia ini. Menurut penulis jika
pernyataan misi ini dihubungkan dengan Amanat Agung, maka pernyataan tersebut
dapat disebut sebagai tujuannya, yaitu agar tidak seorang pun yang terhilang. Dalam
korelasinya dengan gereja sebagai penerima dan pelaksana amanat itu, maka
pernyataan misi tersebut hanya akan terwujud jika gereja melakukan tugas penginjilan
dengan taat sehingga orang-orang yang masih hidup dalam dosa memperoleh
kesempatan untuk mendengarkan Injil keselamatan.
Stott menyatakan misi tersebut merupakan tugas gereja yang adalah
ekklesianya Tuhan Yesus (kata ekklesia berasal dari bahasa Yunani, artinya yang
dipanggil keluar dari dunia ini, untuk menjadi milik-Nya, dan berada sebagai sesuatu
yang sungguh-sungguh ada dan terpisah, semata-mata hanya karena panggilannya).28
Gereja dipanggil keluar dari dunia ini oleh Allah, dikuduskan-Nya, kemudian
mengutusnya kembali ke dalam dunia dengan satu amanat untuk memberitakan Injil
kepadanya. Berdasarkan arti dari kata ekklesia, maka gereja seharusnya dipahami
dengan dua arti yaitu sebagai gereja yang universal29
yang artinya kumpulan dari
semua orang yang percaya di seluruh dunia, dan gereja dalam arti kumpulan orang-
27
Buku-buku yang dipakai sebagai buku riset dalam penulisan skripsi ini adalah Basic
Evangelism oleh C. E. Autrey, Doktrin Alkitab oleh William W. Menzies & Stanley M. Horton,
Penginjilan Masa Kini oleh Yakob Tomatala. 28
John Stot, Satu Umat (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1990; Reprint ed. 1997),
p. 10. 29
Henry C. Thiessen, Teologia Sitematika (Malang: Penerbit Gandum Mas. 1992), p. 476-
478.
15
orang yang percaya di satu lokasi tertentu atau disebut sebagai gereja lokal30
atau
kumpulan orang-orang percaya yang berkumpul di satu tempat atau lokasi tertentu,
jadi bukan gereja dalam arti gedungnya, dan atau denominasi.
Berdasarkan penjelasan di atas, Amanat Agung adalah merupakan landasan
gereja untuk melaksanakan tugas penginjilan, karena di dalamnya terkandung wujud
kasih dan kerinduan Allah kepada umat manusia, yaitu agar tidak seorang pun yang
terhilang dan binasa. Perhatikanlah perintah-perintah berikut ini: Pergilah jadikanlah
semua bangsa murid-Ku (Matius 28: 19), dan Pergilah ke seluruh dunia,
beritakanlah Injil kepada segala mahluk (Markus 16:16). Dalam perintah tersebut,
Tuhan Yesus tidak membatasi wilayah kerja gereja hanya dalam satu wilayah tertentu,
atau hanya kepada suku tertentu, dan atau kepada orang-orang tertentu saja. Perintah
tersebut tersebut memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu kepada semua mahluk
yang ada di muka bumi ini.
Pada masa kini pun seharusnya gereja melaksanakan penginjilan berdasarkan
strategi yang telah ditetapkan oleh Tuhan Yesus, yaitu penginjilan dimulai dari daerah
yang terdekat dahulu, kemudian ke daerah-daerah di sekitarnya dan terakhir ke daerah
yang lebih jauh lagi yaitu bangsa-bangsa lain yang belum pernah mendengarkan
berita Injil. Di sisi yang lain, Tuhan Yesus juga memerintahkan jikalau berita Injil
keselamatan itu ditolak di satu daerah, sebaiknya gereja meninggalkan mereka, dan
memberitakannya kepada orang lain yang belum pernah mendengarkan Injil itu
(Lukas 10: 1-11).
Amanat Agung memberikan beberapa rambu-rambu kepada gereja pada
waktu melakukan tugas penginjilan.
1. Gereja harus aktif, bukan reaktif.
30
Ibid.
16
Yesus berkata pergi dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti berjalan atau
bergerak maju.31
Jadi gereja harus bergerak maju untuk memproklamasikan Injil
kepada dunia ini (Matius 28:16).
2. Gereja jangan berhenti pada satu suku tertentu, atau kepada satu kelompok
tertentu, tetapi gereja harus membuka mata melihat semua suku bangsa yang
belum terjangkau. Gereja harus melihat semua lapisan masyarakat dunia ini yang
belum mendengarkan Injil Kristus dan kemudian memberitakan Injil kepada
mereka (Markus 16:16).
3. Gereja harus memberitakan tentang pertobatan dan pengampunan dosa hanya
dalam nama Tuhan Yesus (Lukas 24:47).
4. Gereja harus memuridkan setiap orang yang telah percaya dan mendidik mereka
menjadi murid yang taat kepada segala perintah Tuhan Yesus (Matius 28:19,20).
5. Gereja jangan berhenti pada batas membuat orang menjadi percaya, tetapi juga
mengintegrasikannya ke dalam persekutuan orang-orang percaya melalui baptisan
(Mat 28:19; Mark 16:16).
Berdasarkan Amanat Agung, Tuhan Yesus memberikan jaminan kepada
gereja dalam melaksanakan tugas penginjilan sebagai berikut ini, yaitu:
1. Gereja tidak bekerja sendiri. Yesus sebagai pemberi amanat tetap menyertai
gereja-Nya (Matius 28:20).
2. Setelah gereja melakukan tugas penginjilan pasti ada yang menerima Injil, mereka
yang menerima (yang mempercayai berita Injil tersebut) dan dibaptis pasti
diselamatkan (Markus 16:16).
3. Tuhan Yesus akan mengirimkan Roh Kudus kepada gereja-Nya yang mengasihi-
Nya dan yang rindu untuk melakukan tugas penginjilan (Lukas 24:49).
31
Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 670.
17
4. Ada tanda-tanda yang akan menyertai gereja pada waktu melaksanakan
penginjilan. Gereja mempunyai kuasa untuk mengusir setan dalam nama Yesus,
gereja berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, gereja mempunyai
kuasa untuk memegang ular, dan sekali pun minum racun maut tidak akan
mendapat celaka, gereja meletakkan tangan atas orang sakit dan orang tersebut
menjadi sembuh (Markus 16:17-19).
Dalam menjalankan tugas penginjilan, gereja tidak dapat meniadakan Amanat Agung.
Menurut penulis, apabila Amanat ini tidak ditaati sepenuhnya, penginjilan hanyalah
merupakan program semata, dan gereja penuh dengan orang yang tidak memahami
arti hidup menjadi orang percaya.
Penginjilan, Salah Satu Tugas Gereja Di Antara Tugas-tugasnya Yang Lain
Sejarah gereja memang mencatat bahwa gereja ada karena penginjilan. Ini
dapat dibuktikan dari catatan-catatan yang terdapat dalam kitab Perjanjian Baru
khususnya kitab Kisah Para Rasul. Berikut ini bukti-bukti penginjilan yang dicatat
oleh kitab Kisah Para Rasul:
1. Dalam dunia Perjanjian Baru, dicatat bahwa sejarah kelahiran gereja dimulai
setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus yang terjadi pada hari Pentakosta.
Setelah peristiwa tersebut Petrus menyerukan berita Injil kepada orang-orang
Yahudi yang sedang berkumpul di Yerusalem sehubungan dengan hari raya
Pentakosta. Penginjilan pertama ini menghasilkan sebanyak 3000 orang percaya
dan memberi diri mereka dibaptiskan sesuai dengan perintah Tuhan Yesus. (Kisah
Para Rasul 2: 41).
2. Petrus dan Yohanes berbicara kepada orang banyak, imam-imam dan kepala
pengawal bait Allah serta orang-orang Saduki. Dari antara mereka yang
mendengarkan ajaran itu menjadi percaya. Anggota gereja bertambah menjadi
18
kira-kira 5000 orang laki-laki, belum termasuk anak-anak dan wanita (Kis 4: 1-4).
3. Pada waktu yang lain Tuhan mengutus Petrus untuk penginjilan kepada orang
bukan Yahudi yaitu kepada Kornelius dan keluarganya. Penginjilan kepada
keluarga non Yahudi ini memenghasilkan orang percaya baru yaitu Kornelius dan
seluruh isi rumahnya. (Kis 11).
4. Rasul Paulus serta teman-temannya penginjilan ke daerah-daerah di luar
Yerusalem. Alkitab mencatat beberapa nama dari jemaat di luar Yerusalem hasil
penginjilan tersebut, antara lain: jemaat di Ikonium Listra (Kis 13: 43, 48); jemaat
di Antiokia (Kis 14:21), jemaat di Filipi (Kis 16:13,14), jemaat di Tesalonika
yang terdiri dari orang-orang Yunani (Kis 17: 1-4).
Sejarah gereja sesudah dunia Perjanjian Baru juga memberikan bukti-bukti
penting bagaimana peranan penginjilan dalam kehidupan gereja Tuhan sepanjang
masa. Khususnya di Indonesia, gereja Tuhan di negeri ini dapat berdiri karena
penginjilan yang dilakukan oleh para penginjil dari Eropa yang bernaung di
Nederlands Zendeling Genootscap (N.Z.G.), antara lain di Maluku oleh Yosef
Kam.,32
di tanah Batak yaitu Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) pada tahun 1862
oleh Ingwer Ludwig Nomensen.33
Dengan demikian dapat disimpulkan:
1. Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja mempunyai peranan penting
dalam kehidupan gereja. Gereja Tuhan di seluruh belahan bumi ini mulai dari
perkotaan sampai dengan ke pedalaman lahir karena penginjilan.
2. Banyak jiwa menjadi percaya kepada Yesus Kristus serta menerima-Nya sebagai
Tuhan dan Juru selamat pribadinya adalah karena penginjilan.
Menjadi pertanyaan apakah gereja dapat berfungsi jikalau ia hanya melakukan
32
H. Berkhof & L. H. Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1990),
p. 314. 33
Ibid, p. 316.
19
tugas penginjilan saja, dan tidak melaksanakan tugas-tugas esensialnya yang lain?
Selain penginjilan, apakah tugas-tugas esensial gereja yang lainnya? Menzies dan
Horton mengemukakan bahwa gereja mempunyai tiga tugas rangkap, yaitu:
memberitakan Injil ke seluruh dunia,34
melayani Allah,35
membangun sekumpulan
orang kudus (orang-orang percaya yang berdedikasi), mengasuh mereka yang percaya
supaya mereka menjadi serupa dengan citra Kristus.36
Stott mengemukakan tugas
pokok gereja ada tiga, yaitu: melayani () 37 (pelayanan sosial), kesaksian
Kristen (),38 bersekutu ().39
Ketiga tugas rangkap gereja tersebut tercermin dalam kehidupan jemaat mula-
mula seperti yang dinyatakan oleh kitab Kisah Para Rasul. Secara kronologis kitab ini
mencatat kehidupan gereja mula-mula itu sebagai berikut:
1. Setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus yaitu pada hari Pentakosta (Kis 2:1-4),
diberitakan bahwa di sana sedang berkumpul juga orang-orang Yahudi yang
datang dari daerah perantauan mereka (dari Partia, Media, Elam, penduduk
Mesopotamia, Yudea, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia, Firigia, Mesir dan
daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, dan Roma) untuk merayakan
hari Pentakosta (Kis 2:5-12). Pada awalnya orang-orang tersebut menyebutkan
bahwa murid-murid tersebut sedang mabuk anggur, mendengar tanggapan orang-
orang tersebut, lalu Petrus berdiri untuk menyerukan berita keselamatan di dalam
Yesus Kristus. Mendengar berita tersebut, bertobatlah kira-kira tiga ribu jiwa
jumlahnya (Kis 2:14-41).
2. Orang-orang yang bertobat tersebut menjadi percaya dengan berita yang
34
William W. Menzies & Stanlesy M. Horton, Doktrin Alkitab, (Malang: Gandum Mas,
1998), p.165. 35
Ibid, p. 166. 36
Ibid, p. 171. 37
John Stot, Satu Umat, p. 23. 38
Ibid, p. 52. 39
Ibid, p. 86.
20
disampaikan oleh Petrus tersebut lalu memberi diri mereka dibaptis. Kemudian
mereka berkumpul dan bersekutu serta dengan tekun mendengarkan pengajaran
para rasul (Kis 2: 42-47). Dalam kehidupan jemaat yang mula-mula ini suasana
koinonia dan diakonia di antara jemaat masih sangat baik. Lukas mencatat orang-
orang percaya bertekun dalam pengajaran rasul-rasul (pemuridan), dalam
persekutuan (koinonia), dan selalu berkumpul untuk memecahkan roti (diakonia).
3. Dalam Kisah Para Rasul 6: 1 dicatat tugas koinonia dan diakonia dalam jemaat
kurang diperhatikan. Keadaan ini membuat kehidupan gereja mula-mula yang
tadinya sangat harmonis menjadi sedikit bermasalah. Kurang berfungsinya salah
satu tugas gereja pada waktu itu menyebabkan tugas-tugas yang lain juga menjadi
terganggu.
Contoh kasus yang dicatat oleh Lukas dalam kitab Kisah Para Rasul menjelaskan
keadaan gereja pada waktu itu, dan juga sering dialami oleh gereja masa kini.
Berdasarkan bukti tersebut, pada waktu ketiga tugasnya dijalankan dengan seimbang,
kehidupan gereja tetap harmonis. Keharmonisan itu memberi dua dampak, yaitu:
1. Orang-orang yang belum percaya di sekitar gereja menyukai kehidupan mereka,
2. Banyak dari orang-orang yang belum percaya itu menjadi percaya dan mengikut
jalan keselamatan (disebut juga sebagai ajaran jalan Tuhan).
Keadaan kehidupan gereja yang harmonis tersebut tidak dapat dipertahankan
untuk waktu yang lama. Lukas mencatat bahwa pada waktu gereja mulai tidak
menjaga keseimbangan di antara tugas- tugasnya, gereja masuk ke dalam kehidupan
yang berbeda dengan keadaan sebelumnya (Luk 6: 1). Lukas mencatat, gereja kurang
memperhatikan tugas diakonia. Akibatnya terjadilah perselisihan di antara jemaat
Yahudi berbahasa Yunani dan jemaat Yahudi berbahasa Ibrani. Perhatikanlah gambar
di bawah ini!
21
Gambar 1.
Diagram Tiga Tugas Gereja
Pada gambar 1 di atas, penulis menganalogikan tugas penginjilan, koinonia, dan
diakonia sebagai dinding pagar yang melindungi gereja lokal. Apabila salah satu
tugasnya ditiadakan, gereja kehilangan salah satu dinding pagar perlindungannya.
Dengan demikian, gereja mudah diserang oleh berbagai masalah, baik dari luar gereja,
dan juga tidak tertutup kemungkinan dari dalam gereja sendiri. Tanpa kesatuan dan
keseimbangan di antara ketiga sisi pagar tersebut, kehidupan gereja menjadi kurang
harmonis. Akibatnya, gereja kurang efektif untuk menjalankan fungsinya di tengah
dunia ini.
Penginjilan, Korelasinya Dengan Pertumbuhan Gereja
Hamilton berpendapat kalau gereja ingin melihat gambaran pertumbuhan
gereja, marilah kita melihat tugas khusus kita yaitu penginjilan.40 Kemudian Gerber
menegaskan bahwa penginjilan haruslah dilaksanakan berdasarkan Amanat Agung.
Mengapa? Perhatikanlah kutipan berikut ini:
Inti Amanat Agung ialah JADIKANLAH ... MURID, artinya
membawa orang, baik pria maupun wanita, kepada Yesus Kristus,
sehingga mereka beriman dan dengan sepenuh hati menyerahkan diri
kepada Dia.
Ini merupakan proses yang terus menerus, proses yang
mempersekutukan orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus,
menjadikan mereka anggota-anggota gereja yang bertanggung jawab
dan yang berbuah. Murid-murid ini pergi untuk menjadikan orang-
orang lain murid Yesus Kristus, membaptiskan mereka, mengajar
mereka serta menggabungkan mereka kepada gereja. Oleh karena itu,
40
Michael Hamilton, Gods Plan for the Church Growth!. (Springfield: Radiant Books, 1981), p. 51.
22
penginjilan yang tidak mempersekutukan petobat-petobat baru
kepada gereja setempat tidak dapat dikatakan mencapai tujuan.
Pada hari Pentakosta gereja pertama yang terdiri dari 120
anggota bertambah 3.000 orang dalam satu hari. Orang-orang yang
baru itu kemudian memasuki masyarakat kota di sekitar mereka dan
disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambahkan jumlah
mereka dengan orang-orang yang diselamatkan. Dalam proses
penyelamatan yang terus menerus ini, gereja menjadi sasaran dan
juga pelaksana dari penginjilan yang dinamis.
Dalam Perjanjian Baru keefektifan penginjilan adalah suatu
kualitas yang selalu diukur dengan kuantitas angka-angka yang tepat
mengenai jumlah orang yang mengaku percaya (kuantitas) dicatat.
Angka-angka ini didasarkan atas jumlah orang yang terus menjadi
pengikut Kristus, yang dibaptiskan dan yang bertekun dalam
pengajaran rasul-rasul, bersekutu serta berkumpul untuk memecah-
mecahkan roti dan berdoa (kualitas). Iman tanpa perbuatan adalah
iman yang mati. Oleh karena itu dalam Perjanjian Baru pertumbuhan
rohani sering dinyatakan secara kuantitas. Hal ini mungkin, karena
kualitas dan kuantitas merupakan dua aspek dari satu fakta yang
sama.41
Penginjilan yang dilaksanakan berdasarkan Amanat Agung tidak berhenti
pada batas menjadikan seseorang menjadi anggota gereja lokal saja, tetapi juga
bertanggung jawab untuk memuridkan orang tersebut sama seperti Yesus telah
memuridkan kedua belas murid-Nya. Pemuridan bertujuan agar setiap orang
memahami dengan benar mengapa Allah menyelamatkannya. Dengan satu harapan
setelah mereka menjalani proses pemuridan, mereka menjadi seorang anggota gereja
lokal yang bertanggung jawab untuk turut melaksanakan tugas penginjilan.
Purnawan memberikan pendapat tentang korelasi antara penginjilan dan
pertumbuhan gereja sebagai berikut ini:
Tidaklah berlebihan kalau saya tuliskan bahwa: penginjilan
adalah motor bagi pertumbuhan gereja. Tanpa penginjilan gereja
tidak lahir. Kisah Para Rasul melaporkan keyakinan ini, sejarah
gereja mengulangnya dan akan terus terulang sampai Tuhan Yesus
datang kembali untuk kedua kalinya dan menyempurnakan segalanya.
Penginjilan memiliki peranan utama dalam pertumbuhan gereja.
Pertumbuhan yang dihasilkannya itu adalah pertumbuhan yang sehat.
Sehat karena pertumbuhan seperti itu adalah sesuai dengan kehendak
41
Vergil Gerber, Pedoman Pertumbuhan Gereja/Penginjilan. (Bandung: Penerbit Kalam
Hidup, 1982), p. 14-16.
23
Tuhan. Tuhan menghendaki supaya jangan ada orang yang binasa,
melainkan supaya semua orang bertobat (2 Petrus 3:9). Tanpa
penginjilan gereja akan berhenti untuk bertumbuh, bahkan mungkin
dengan segera mati.42
Tanibemas menyebutkan penginjilan sebagai motor bagi pertumbuhan gereja.
Pernyataan ini dapat dibuktikan sebagai berikut ini:
1. Alkitab mengatakan usia manusia di muka bumi ini hanya sekitar tujuh puluh
tahun, dan jika kuat delapan puluh tahun (Mazmur 90:10).
2. Belakangan ini para ahli memperkirakan bahwa usia manusia paling kuat 60
tahun. Kalau gereja tidak memanfaatkan waktu yang ada untuk memberitakan
injil, seiring dengan perjalanan waktu beberapa anggota gereja lokal ada yang
meninggal, maka pada akhirnya gereja mati sama sekali.
3. Lamanya seseorang dapat bertahan hidup tidak dapat dihitung secara pasti.
Dalam kehidupan manusia di muka bumi ini berlaku hukum kesempatan dan
kemungkinan, jadi kesempatan untuk memberitakan Injil adalah sekarang,
bukan nanti dan atau beberapa waktu yang akan datang.
Hasil analisa di atas membuktikan bahwa jikalau gereja tidak melaksanakan tugas
penginjilan, akibatnya penginjilan tidak dapat berfungsi sebagai motor bagi
pertumbuhan gereja.
Penginjilan merupakan satu sarana yang dipakai Allah untuk membuktikan
kepada dunia ini akan keberadaan gereja-Nya sebagai gereja yang dinamis, dan
bukan statis (kata dinamis berasal dari bahasa Yunani yaitu dibaca
dinamis artinya kuasa, kekuatan yang besar, dan tenaga pendorong yang besar).43
Tuhan Yesus menghendaki agar gereja-Nya menjadi dinamis (bnd. Kis 1: 8).
42
Menuju Tahun 2000: Tantangan Gereja Di Indonesia sebuah bunga rampai dalam rangka
peringatan 25 Tahun Kependetaan Caleb Tong, ed. S.v. Pertumbuhan Gereja Dan Strategi Penginjilan
oleh Purnawan Tanibemas, (Surabaya: YAKIN, 1990), p.175-176. 43
William F. Arndt & F. Wilbur Gingrich, Greek-English Lexicon Of The Testament and
Other Early Christian Literature (Chichago: The University of Chicago Press, 1971), p. 206.
24
Kedinamisan gereja dalam pertumbuhan sebagai hasil dari penginjilan dapat
diukur dari keberhasilannya untuk mempertemukan orang-orang berdosa dengan
Kristus.44 Kedinamisan gereja juga dapat diukur dari keberhasilannya untuk
membimbing orang-orang untuk mengambil keputusan untuk menerima Yesus
menjadi Juru selamatnya, kemudian membimbingnya menjadi orang Kristen yang
efektif.45
Penginjilan Dan Masyarakat Di Sekitar Gereja
Stott mengemukakan gereja sebagai ekklesia-Nya Allah, dipanggil Allah dari
dunia ini menjadi milik-Nya untuk hidup kudus karena Dia adalah Allah yang kudus,
dan hidup berpadanan dengan panggilannya.46
Panggilan itu tidak bertujuan agar
gereja menarik diri keluar dari dunia kepada kehidupan pietisme.47
Tuhan tidak
memanggil gereja, juga tidak memisahkan secara total dari masyarakat dunia ini.
Gereja dipanggil dari dunia, dan secara status disebut sebagai orang-orang
kudus, berbeda, terpisah; umat yang dikuduskan bagi Allah, tetapi Tuhan tidak
membuat gereja-Nya menjadi gereja yang eksklusif. Allah juga mengutus gereja ke
dalam dunia untuk menyaksikan Kabar baik kepadanya.
Robert dan Evelyn dalam buku dengan judul Menyampaikan Kabar Baik
memberikan gambaran tentang jiwa-jiwa di sekitar kita;
Mungkin saudara pernah menumpang sebuah bus atau
kereta api yang penuh sesak. Ingatkah saudara bagaimana
keadaannya? Semua tempat duduk penuh. Mungkin saudara harus
berdiri dengan banyak orang lain dan orang yang berdiripun harus
berdesak-desakan! Banyak negara makin padat penduduknya.
Meskipun setiap hari dibangun gedung-gedung baru, namun tidak
cukup perumahan bagi setiap orang.
Makin banyak orang, makin cepatlah penduduk
44
C. E. Autrey, Basic Evangelism, (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1981), p. 16. 45
Ibid, p.17. 46
John Stot, Satu Umat, p. 10. 47
Ibid, p. 11.
25
meningkat. Dalam tahun 1930 dunia kita berpenduduk 2 milyar
orang. Sekarang sudah lebih dari empat milyar. Itu berarti
tambahan 2 milyar orang dalam waktu 50 tahun. Akan tetapi, pada
tahun 2000 mungkin penduduk dunia akan mencapai 6 milyar
orang tambahan dari 2 milyar dalam waktu 20 tahun saja. Apa artinya ini bagi saudara sebagai orang yang percaya
kepada Kristus? Saudara akan segera menyadari bahwa
kebanyakan orang di sekeliling saudara belum diselamatkan.
Saudara juga akan menyadari bahwa ada lebih banyak orang yang
hidup, yang belum diselamatkan dewasa ini daripada generasi-
generasi sebelumnya. Ini berarti bahwa setiap orang percaya
diperlukan untuk memberitakan kepada orang lain tentang
Juruselamat.48
Kutipan di atas memberikan gambaran kepada gereja masa kini akan tugasnya yang
semakin bertambah setiap harinya. Banyak orang di sekitar gereja belum pernah
mendengarkan berita Injil. Bagaimana respon gereja melihat orang-orang tersebut?
Adilkah jika seseorang telah dua kali mendengar Injil sedangkan orang lain belum
pernah sekali pun mendengarkannya? 49
(pertanyaan yang kedua penulis kutip dari
salah satu judul yang diberikan oleh Smith dalam dalam salah satu bab dalam
bukunya yang berjudul Merindukan Jiwa Yang Tersesat).
Gereja sebagai penerima Amanat Agung bertanggung jawab penuh untuk
memberitakan kabar baik kepada orang-orang yang belum selamat. Gereja haruslah
menyikapi tugas tanggung jawabnya dalam satu tindakan yang dimulai dari
masyarakat di sekitarnya. Hamilton berkata: Anda tidak mungkin dapat menjangkau
seluruh dunia, tetapi mulailah dari tempat di mana Anda (gereja) saat ini.50
Pendapat
ini mengingatkan gereja agar tidak berpikir jauh lebih tinggi dari yang dapat
dilakukannya sebelum ia menjangkau seluruh dunia. Pendapat Hamilton ini
diteguhkan oleh Alkitab yang mencatatkan bahwa di mana pun Yesus berada, Ia
selalu mencari orang-orang yang terhilang, dan Ia berbelas kasihan terhadap mereka.
48
Robert & Evelyn Bolton, Menyampaikan Kabar Baik. (Malang: Penerbit Gandum Mas,
1985), p.17. 49
Oswald Smith, Merindukan Jiwa Yang Tersesat, (Surabaya: Yakin), p. 29. 50
Michael Hamilton, Gods Plan For The Church Growth!, (Springfield: Gospel Publishing House, 1981), p. 51.
26
Gereja sebagai penerima dan sekaligus pelaksana Amanat Agung ia tidak
dapat dipisahkan dari masyarakat di sekitarnya, karena masyarakat adalah objeknya. 51
Sebelum melaksanakan tugas ini di antara masyarakat yang adalah objeknya, perlu
difahami bahwa objek tersebut adalah pribadi yang mempunyai emosi, dapat berpikir
dan dapat berubah. Oleh karena itu, berdasarkan tujuan dari tugas yang diterimanya,
gereja jangan melihat objeknya secara subjektif, tetapi haruslah secara objektif.
Dengan cara memandang yang objektif, gereja dapat memahami objek tersebut secara
utuh, dan dapat menemukan bentuk penginjilan yang lebih tepat untuk masyarakat di
sekitarnya.
Alkitab menjelaskan tentang metode yang dipakai oleh Tuhan Yesus dalam
menyampaikan Injil kepada anggota masyarakat dunia ini. Alkitab mencatat
pemahaman Tuhan Yesus tentang apa dan siapa objek yang sedang dihadapi-Nya.
Keotentikan dari pemahaman Tuhan Yesus akan objek tersebut tersirat dari hal
kedatangan-Nya ke dunia ini. Pertama-tama Yesus datang ke dunia ini dalam rupa
manusia, lahir di antara manusia, berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar-Nya
dengan menggunakan bahasa komunikasi yang dapat difahami oleh masyarakat di
sekitar-Nya.
Halim dalam salah satu bukunya (tidak dipublikasikan) yang berjudul
Model-model Pelayanan Yesus mengangkat model-model penginjilan yang dipakai
oleh Yesus pada waktu penginjilan kepada masyarakat di sekitar-Nya. Model atau
metode yang Yesus untuk menginjili masyarakat di sekitar-Nya lahir dari
pemahaman-Nya tentang siapa dan apa objek yang dihadapi-Nya. Dari model-model
penginjilan Yesus yang di sampaikan oleh Halim, gereja dalam menyikapi tugasnya:
1. Tidak dapat menjadikan satu metode penginjilan sebagai satu-satunya standar
51
Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, (Malang: Seminari Alkitab Asia
Tenggara, 1996), p.129.
27
pada waktu melakukan tugas penginjilan di antara masyarakat di sekitarnya.
Halim mencatat bahwa Yesus menggunakan model pendekatan yang berbeda-
beda kepada orang-orang berdosa yang hidup pada masa itu. Yesus memakai
model penginjilan yang paling tepat kepada setiap objek-Nya.
2. Jangan menunggu sampai masyarakat di sekitarnya merespon Injil secara positip,
tetapi gereja harus aktif untuk menemukan model penginjilan yang paling tepat
kepada mereka.
3. Tidak akan pernah mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat tentang Injil
sampai gereja mengadakan komunikasi dengan masyarakat tersebut. Yesus
seringkali mangambil inisiatif untuk bertemu dengan masyarakat di sekitar-Nya.
Hasilnya, Tuhan Yesus menemukan jembatan yang inovatif untuk menyampaikan
Injil.
4. Harus memiliki kepekaan melihat kebutuhan dari masyarakat di sekitarnya. Halim
mencatat bahwa Yesus, dalam masa-masa penginjilan selama tiga setengah tahun
sering kali memenuhi kebutuhan jasmaniah dari objeknya seperti kesembuhan
dari penyakit, makanan untuk 5000 orang dan sebagainya.
Tuhan Yesus berkata kepada gereja-Nya: Lihat Aku mengutus kamu seperti
domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan
tulus seperti merpati (Matius 10:16). Pernyataan ini merupakan awasan bagi gereja
dalam melaksanakan tugasnya.
Kata serigala merupakan simbol kebuasan, mahluk yang selalu agresif
menyerang untuk mengatasi rasa laparnya.52
Penginjilan di tengah masyarakat yang
bersikap seperti mahluk buas ini, gereja harus cerdik seperti ular artinya (1) cepat
mengerti tentang situasi, dan pandai mencari pemecahan masalahnya, panjang akal,
52
Suhandi Susantio, Misiologi, Studi Misi Lintas Agama, Diktat Sekolah Tinggi Teologia
Ekklesia, April-Mei 2005), p. 59.
28
dan (2) banyak akal53
dalam menghadapinya, tetapi juga harus tulus. Kata tulus
artinya ikhlas, sungguh dan bersih hati (benar-benar terbit dari hati yang suci, jujur,
tidak pura-pura, dan tidak serong).54
Dalam menghadapi masyarakat di sekitar gereja,
Yesus menekankan agar gereja memberitakan Injil-Nya dengan cara-cara yang tepat,
dan dilakukan dengan kesungguhan hati.
Dalam nats yang lain, Tuhan Yesus mengatakan bahwa setiap orang percaya
(gereja-Nya) adalah garam dan terang bagi dunia (Matius 5: 14-16). Esmarch
dalam buku The World Book Encyclopedia mencatat bahwa ditinjau dari sisi
kedokteran, Garam adalah penting untuk kesehatan. Sel badan harus mempunyai
garam untuk dapat hidup dan bekerja.55 Dan dari sisi dunia Alkitab, Esmarch
mengemukakan:
Garam memiliki arti keagamaan, yaitu sebagai lambang kemurnian dan
kesucian hati. Di antara orang-orang Yahudi, menurut tradisi agama,
garam digunakan untuk menggosok seorang bayi yang baru lahir untuk
memastikan kesehatannya. Garam juga digunakan sebagai tanda
penghormatan, persahabatan, dan keramahan atau kesediaan untuk
menerima orang lain,56
Harrison juga berpendapat bahwa garam merupakan alat pengawet dan juga
berguna untuk bumbu makanan.57
Kata terang dalam bahasa Yunani adalah kaio artinya kindle, burn, dan
burn up.58
Menurut Balz dan Schneider kata kaio tersebut tidak hanya sekedar
menyinari, tetapi sinar itu harus membakar.59
Gereja sebagai pemberita Injil harus
menggunakan kekuatan yang ada padanya untuk mengalahkan kegelapan (satu
simbol yang digunakan untuk dosa) yang menguasai hidup masyarakat di sekitarnya.
53
Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 164. 54
Ibid, p. 968. 55
The World Book Encyclopedia S-Sn (Volume 17). Ed. S.v. Salt by Esmarch S. Gilreath. (Toronto: Field Enterprises Educational Corporation, 1974), p. 68.
56 Ibid, p. 71.
57 Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 1), ed. S.v. Garam, by. R.K. Harrison, p. 327.
58 Horst Balz &Gerhard Schneider, Exegetical Dictionary Of The New Testament (Volume 2),
(Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, 1991; reprint ed. , 2000), p. 236. 59
Ibid.
29
Berdasarkan kedua penjelasan dari kitab Matius 5: 14-16 di atas, gereja
sebagai garam dan terang dunia akan dapat menyatakan eksistensinya kepada
masyarakat di sekitarnya apabila:
1. Gereja dapat menyadari akan keberbedaan dirinya dengan masyarakat dunia ini.
2. Gereja dapat menunjukkan keberbedaannya dengan masyarakat dunia ini.
3. Gereja jangan hanya menjadi pembicara yang baik, tetapi juga hidup dalam kuasa
Injil (Matius 23).
Alkitab mencatat bahwa Yesus tidak hanya berbicara, tetapi juga melakukan
Injil itu. Artinya bahwa Yesus dapat membuktikan diri-Nya sebagai terang dunia ini.
Contoh dan teladan kehidupan dari Yesus seharusnyalah diikuti oleh gereja.
Yesus mengatakan: Apabila gereja mengasihi Dia, maka gereja akan menuruti
segala perintah-Nya (Yoh 14: 15). Dan apabila gereja mau mempercayai Dia, maka
gereja akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada yang Dia
telah perbuat dan kerjakan (Yoh 14:12), termasuk mengalahkan penguasa kegelapan
yang selama ini menguasai serta membutakan hati nurani setiap orang dari kebenaran
kuasa Injil yang memerdekakan orang-orang dari kuasa dosa. Kesesuaian antara
keberadaan gereja dengan perkataan dan perbuataanya menjadikan gereja menjadi
gereja yang memiliki kuasa untuk menyadarkan masyarakat di sekitarnya akan
keberadaannya yang berdosa serta akibat-akibatnya.
30
BAB III
KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG SEMAKIN PLURAL
Kehidupan masyarakat di Indonesia pada masa kini, terutama di daerah
perkotaan menunjukkan satu keadaan yang semakin plural, dalam aktivitas sehari-
hari, tingkat pendidikan, status sosial, suku, dan agama yang berkembang di tengah
masyarakat.
Sebab-sebab Semakin Pluralnya Masyarakat
Manusia Motor Utama Perubahan
Perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat tidak terlepas dari pengaruh
manusia yang ada di dalamnya. Wongso (1996) menulis tentang manusia sebagai
berikut ini:
Manusia merupakan unsur pokok dalam masyarakat, tanpa manusia tak
mungkin ada masyarakat tidak ada manusia tidak ada bisa terbentuk satu
masyarakat.
Adanya manusia disebabkan adanya hidup, karena ada hidup, maka bisa
berpikir dan dapat merubah masyarakat dimana seseorang tinggal.
Masyarakat selalu berubah dan inilah yang disebut kemajuan.60
Manusia sebagai salah satu dari ciptaan Tuhan, dikenal sebagai mahluk yang sangat
berbeda dengan mahluk hidup lainnya. Manusia mempunyai kemampuan untuk
menggunakan pikirannya. Widyosiswoyo mengatakan: kemampuan manusia
berpikir merupakan suatu perbuatan operasional yang mendorong untuk aktif berbuat
demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia.61
Kemampuan manusia berpikir membedakannya dari mahluk hidup lainnya.
Kalau kita mengamati lingkungan di sekeliling kita, kita akan menemukan beberapa
60
Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, p. 129. 61
Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2001), p. 20.
31
fakta penting yang membuat manusia berbeda dengan mahluk hidup lainnya.
Contohnya: manusia bertindak berdasarkan naluri berpikir yang rasional, sedangkan
binatang bertindak berdasarkan insting. Kemampuan manusia untuk berpikir
membuat manusia dapat merencanakan sasaran hidupnya, sedangkan binatang tidak
dapat melakukan perencanaan seperti itu.
Perbedaan antara manusia dengan mahluk hidup lainnya didukung oleh bukti-
bukti yang dicatat dalam Alkitab yang menyatakan bagaimana manusia dengan segala
kelebihannya dapat mengambil keputusan penting dalam kehidupannya. Keputusan-
keputusan yang diambil oleh manusia seringkali juga mempengaruhi orang-orang di
sekitarnya (Kej. 3:1-7; 6:1-6; 11:1-9). Widyosiswoyo berpendapat:
Apa yang diciptakan manusia pada suatu waktu merupakan rasa dan
karsa sebelumnya. Mungkin apa yang diciptakan waktu itu memuaskan
baginya. Bila tidak memuaskan untuk waktu itu, diperbaikinya agar
kepuasannya diperolehnya.62
Kemampuan manusia untuk menggunakan kekuatan pikirannya, menghasilkan
beberapa jenis ketidak puasanan dalam hidupnya, antara lain:
1. Manusia tidak pernah puas dengan segala sesuatu yang telah didapatkannya.
2. Manusia tidak pernah puas dengan segala sesuatu yang sudah diketahuinya.
3. Manusia tidak pernah puas dengan segala pengalamannya.
Semua jenis ketidak puasan di dalam kehidupan manusia menghasilkan satu sifat
menyukai perubahan dalam kehidupan pribadinya maupun kelompoknya.
Kemampuan manusia untuk membuat suatu perubahan di lingkungan
masyarakat di mana ia tinggal membuktikan bahwa manusia adalah mahluk yang
dinamis, bukan mahluk yang statis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata
dinamis berarti bahwa manusia dapat melakukan dengan penuh semangat dan
62
Supartono Widyosiswoyo, Sejarah Kebudayaan Indonesia, (Jakarta: Penerbit Universitas
Trisakti, 2000), p. 23.
32
tenaga sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan dirinya dengan lingkungan
di sekitarnya.63
Artinya dalam perjalanan hidupnya, manusia sebagai satu pribadi
yang dinamis dengan segala komponen yang ada di dalam dirinya senantiasa
bergerak dan mengadakan interaksi sosial dengan manusia lain di sekitarnya.
Soekanto mengutip pernyataan Kimball Young dan Raymond W. Mack yang
menyatakan: interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena
tanpa interaksi sosial, tak mungkin ada kehidupan bersama.64 Pada waktu manusia
mengadakan interaksi dengan sesamanya, dihasilkanlah apa yang disebut sebagai satu
perubahan. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan sistem dalam satu kelompok
masyarakat, dan perubahan pola-pola kehidupan.65
Manusia sebagai komponen utama dari suatu masyarakat dalam kapasitasnya
sebagai mahluk sosial mempunyai peluang untuk menciptakan perubahan dalam
tatanan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Apa pun jenis kegiatan yang dilakukan di
antara masyarakat akan mempengaruhi proses kehidupan masyarakat. Berdasarkan
pada fakta-fakta ini, maka manusia dapat disebut sebagai penyebab utama semakin
jamaknya kehidupan masyarakat.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Manusia dengan segala kelebihannya senantiasa menginginkan kehidupan
yang lebih baik. Manusia mengusahakan berbagai cara untuk dapat mewujudkan
kehidupan sesuai dengan harapan-harapan yang dimilikinya. Manusia tidak pernah
berhenti untuk mewujudkan perubahan demi perubahan dalam berbagai aspek
kehidupannya.
63
Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 206. 64
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001),
p. 67. 65
Ibid, p. 66.
33
Sejarah mencatat bahwa usaha-usaha yang dilakukan oleh manusia untuk
mengadakan perubahan demi perubahan dalam kehidupannya memberikan hasil. Pada
abad ke XVII, di Eropa timbul satu gerakan yang disebut dengan gerakan pencerahan
atau yang lebih dikenal dengan zaman renaisance. Gerakan tersebut menitik beratkan
kebenaran pada ilmu pengetahuan dan intelektual, kebenaran berdasarkans fakta dan
hukum-hukum alam.66
Immanuel Kant memberikan tema untuk abad tersebut yaitu
Berani Untuk Mengetahui,67 dan Newbigin menjelaskan tema itu sebagai
panggilan supaya memiliki keberanian untuk berpikir demi dirinya sendiri, untuk
menguji segala sesuatu dalam terang akal budi dan suara hati, bahkan berani untuk
menanyakan tradisi-tradisi yang paling suci sekalipun.68
Setelah zaman tersebut, dihasilkanlah penemuan-penemuan ilmiah antara lain:
ilmu tentang samudera dan benua, obat-obatan, sarana-sarana komunikasi seperti
telegram, telepon, mesin percetakan, generator listrik dan transformator, kapal uap,
kereta api, komputer, pesawat terbang, dan banyak penemuan-penemuan lainnya.
Keberhasilan manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak
yang luas ke seluruh dunia, termasuk ke daerah perkotaan di Indonesia, dan salah satu
di antaranya yaitu kota Jakarta. Perhatikanlah tabel berikut ini:
Sebelum Mengenal Ilmu Pengetahuan
Modern
Setelah Mengenal Ilmu Pengetahuan
Modern
Daerah perkotaan hanya menjadi
tempat untuk menjual hasil-hasil
pertanian, dan sekaligus sebagai tempat
untuk membeli barang-barang
kebutuhan yang tidak terdapat di desa.
Perkotaan menjadi daerah yang perlu
diperhatikan karena adanya asumsi
bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi
modern yang berpusat di kota sanggup
untuk mengubah kehidupan manusia.
Tabel 3. Perbedaan Pandangan Masyarakat
Sebelum dan Sesudah Mengenal Ilmu Pengetahuan Modern.
66
Halim Makmur, Gereja Ditengah-tengah Perubahan Dunia. (Malang: Yayasan Penerbit
Gandum Mas, 2000), p.183. 67
Leslie Newbigin, Injil Dalam Masyarakat Majemuk, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia,
1993), p. 56. 68
Ibid.
34
Masuknya ilmu pengetahuan dan teknologi modern ke Indonesia, khususnya yang
berpusat pada daerah perkotaan memberikan dampak yang cukup signifikan. Tabel di
atas menunjukkan adanya pergeseran paradigma dalam masyarakat tentang kota.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak lain
yaitu timbulnya gerakan dalam masyarakat yang disebut dengan urbanisasi (akan
dibahas pada sub judul berikutnya), yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota.
Hal ini menjadi sangat mungkin terjadi karena pertukaran informasi yang semakin
mudah. Pada zaman ini, ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan kontribusi baru
dalam dunia informasi. Alat-alat komunikasi telah tersedia dalam berbagai bentuk,
seperti: telepon, telegram, televisi dan radio, komputer, dan maupun media cetak.
Sarana-sarana tersebut memudahkan masyarakat untuk memperoleh informasi
dari masyarakat yang bermukim di daerah lainnya. Kemudahan-kemudahan untuk
memperoleh informasi menjadi satu daya dorong dalam diri manusia yang hidup di
zaman ini untuk membuktikan informasi-informasi yang diperolehnya. Pembuktian
terhadap informasi-informasi tersebut di dukung oleh kemudahan untuk menjangkau
daerah lain karena ditemukannya alat-alat transportasi darat, laut, dan udara.
Urbanisasi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan segala peralatan yang
dihasilkannya memberikan dampak baru dalam kehidupan masyarakat, baik bagi
anggota masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun bagi anggota masyarakat yang
tinggal di pedesaan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat manusia masuk
dalam zaman yang materialistis. Segala sesuatu diukur dengan kemampuan untuk
memiliki serta menikmati hasil-hasil ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
Masyarakat desa mulai melihat kota sebagai daerah yang memungkinkannya untuk
35
mewujudkan keinginan-keinginannya. Masyarakat di pedesaan juga terpengaruh
dengan informasi-infomasi yang diperolehnya tentang kehidupan di perkotaan. Akibat
dari pengaruh-pengaruh informasi tersebut, masyarakat pedesaan mulai bergerak
untuk pindah ke kota-kota di sekitarnya. Perpindahan masyarakat pedesaan ke kota ini
disebut dengan urbanisasi.
Urbanisasi membuat perkotaan menjadi daerah yang berpenduduk majemuk,
karena pada waktu terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota, mereka juga
sekaligus membawa serta atribut-atribut yang dimilikinya, seperti jenjang pendidikan,
keahlian yang dimilikinya, kepercayaannya, dan status sosialnya. Menurut para ahli
antroplogi, perpindahan penduduk dari desa ke kota, menyebabkan terjadinya proses
akulturasi yang cepat.69
Penduduk yang datang dari desa membawa serta budaya
aslinya, kemudian ia akan mengadaptasi budaya-budaya di perkotaan. Dengan
demikian, urbanisasi merupakan salah satu pemicu semakin majemuknya
kehidupan masyarakat di perkotaan.
Akibat-akibat Yang Ditimbulkan Oleh Majemuknya Masyarakat
Kehidupan masyarakat perkotaan yang majemuk membuat kehidupan di
perkotaan penuh dengan persoalan. Di satu sisi, perkotaan menjadi tempat yang
menjanjikan untuk menikmati hidup yang berkelimpahan secara materi dan menjadi
tempat yang tepat untuk mewujudkan cita-citanya, tetapi bagi anggota masyarakat
lainnya, kota merupakan tempat penindasan dan kesengsaraan.
Fenomena tentang kehidupan di perkotaan di Indonesia ini dijelaskan oleh
Halim dalam kutipan berikut ini :
Perkotaan akan menjadi tempat yang sangat menyeramkan,
disamping surga bagi sebahagian orang. Keberhasilan penduduk di
perkotaan akan membuat hidup yang bermewah-mewah yang tidak
69
Halim Makmur. Gereja Di Tengah-tengah Perubahan dunia, p. 220.
36
wajar. Sedangkan kemiskinan yang akan menjadi satu pemandangan
yang negatif bagi dunia luar dan meningkatkan potensi kriminalitas di
perkotaan karena tuntutan hidup.70
Kehidupan masyarakat kota yang majemuk khususnya dalam kehidupan masyarakat
Jakarta tercermin dalam kehidupan masyarakatnya yang beragam. Kemajemukan itu
menghasilkan dampak-dampat antara lain:
1. Timbulnya kesenjangan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
2. Sangat memungkinkan timbulnya permusuhan antar kelompok masyarakat
3. Terjadinya kompetisi di antara masyarakat
4. Meningkatnya angka kejahatan
5. Setiap orang cenderung individualistis.
6. Masyarakat cenderung menerima perubahan yang terjadi di lingkungan di
sekitarnya.
Dalam kehidupan masyarakat kota yang majemuk, sering kali timbul kesenjangan
dalam berbagai aspek. Kesenjangan tersebut terjadi karena berbagai perbedaan yang
sangat signifikan dalam berbagai aspek kehidupan.
Perbedaan tatanan kehidupan masyarakat kota Jakarta dapat dilihat dalam
bidang kehidupan berikut ini:
1. Dalam bidang perekonomian masyarakatnya.
Di antara masyarakat kota Jakarta terdapat orang-orang yang mempunyai
tingkat perekonomian yang sangat mapan, dan di antaranya juga hidup orang-
orang yang tingkat perekonomiannya sangat memprihatinkan. Bagi anggota
masyarakat yang tingkat perekonomiannya lebih baik memberikan banyak
kemudahan untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya, sedangkan bagi
anggota masyarakat yang tingkat perekonomiannya rendah, keinginan untuk dapat
70
Ibid, p. 223.
37
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari pun menjadi satu masalah besar. Mereka
yang hidup dalam kemiskinan menjadi orang yang tersisihkan dari komunitas
dimana ia tinggal.
2. Dalam Aktivitas sehari hari.
Ditinjau dari sisi aktivitas masyarakatnya, di kota Jakarta terdapat anggota
masyarakat dengan aktivitas yang sangat beragam. Aktivitas tersebut dapat
dikategorikan dalam tiga kelompok, yaitu sangat sibuk, sibuk, dan santai.
3. Dalam bidang pendidikan.
Di antara masyarakat kota Jakarta, dapat ditemukan orang berpendidikan dan
orang-orang yang tidak berpendidikan.
Widyosiswoyo mengemukakan:
Penduduk di perkotaan berasal dari daerah yang bermacam-macam,
mereka satu dengan yang lain merasa bukan bersaudara, sehingga
mudah terjadi permusuhan. Itulah yang antara lain mendorong
penduduk yang berasal dari daerah yang sama bertempat tinggal di
lingkungan yang sama, sehingga di Jakarta misalnya terjadi Kampung
Melayu, Kampung Ambon, Kampung Jawa, dan sebagainya.71
Sifat kesukuan merupakan sifat dasar dari masyarakat Indonesia. Sifat ini
dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat, sekalipun telah hidup di perkotaan ikatan
kesukuan masih kuat. Apabila ada anggota masyarakat dari satu suku diperlakukan
dengan tidak adil oleh suku lain, sering sekali membuat orang dari suku yang
menerima perlakuan tidak adil tersebut mencoba ikut membela. Tindakan-tindakan
seperti ini sering kali menyebabkan timbulnya permusuhan antar suku. Contohnya:
peperangan antara suku Batak dengan suku Ambon sering terjadi di daerah
Universitas Kristen Indonesia dan Cililitan. Makmur menyoroti masalah ini sebagai
satu masalah lebih luas lagi cakupannya yaitu masalah SARA.72
71
Supartono Widyosiswoyo, Sejarah kebudayaan Indonesia, p. 22. 72
Halim Makmur, Gereja di Tengah-tengah Perubahan Dunia, p. 222.
38
Dalam kehidupan masyarakat kota yang semakin majemuk terdapat berbagai
aktivitas yang tidak dibatasi oleh waktu. Masyarakat cenderung menjadi budak
materi. Nilai hidup seseorang dipengaruhi oleh banyaknya uang yang dimilikinya.
Keadaan ini menghasilkan satu semangat kompetisi yang destruktif. Widyosiswoyo,
mengemukakan:
Persaingan dalam kehidupan kotalah yang justru dapat mendorong kota
jauh lebih cepat berkembang. Manusia kota ditantang dengan macam-
macam soal kebutuhan, maka mereka berusaha lebih keras demi
kejayaannya (survive atau bertahan) dalam hidupnya.73
Kebutuhan hidup di kota memaksa setiap angota masyarakatnya untuk
berjuang dengan sekuat tenaga dan kemampuannya. Wongso mengemukakan
mereka sudah kehilangan perasaan santai, khawatir tidak menepati waktu atau janji,
pikiran mereka selalu tegang dan tidak dapat rileks.74
Bertambahnya jumlah penduduk
kota Jakarta menyebabkan kebutuhan akan sandang, pangan dan papan semakin
meningkat. Sesuai dengan prinsip ekonomi, dimana semakin bertambah permintaan
barang, maka semakin tinggilah nilai atau harga dari barang. Tanpa adanya usaha
yang keras untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar dari harga-harga
kebutuhan pokok tersebut, akan sulit untuk menjalani kehidupan di kota.
Semangat kompetisi di antara masyarakat kota sering kali direalisasikan
dengan cara-cara yang negatif. Kelompok masyarakat yang memilih jalur ini biasanya
lebih cenderung melakukan tindakan-tindakan yang merugikan diri sendiri maupun
orang lain di sekitarnya. Sebagai contoh, karena kurangnya persyaratan-persyaratan
yang diperlukan untuk masuk ke satu instansi tertentu, ada orang yang lebih memilih
untuk menempuh cara-cara yang tidak benar.
Tingginya kompetisi di antara anggota masyarakat memaksa beberapa orang
73
Ibid, p. 23. 74
Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, p. 131.
39
dari mereka mulai melupakan nilai-nilai moral yang selama ini diagung-agungkan
oleh nenek moyang bangsa ini. Moralitas yang menjadi standar perilaku interaksi
antar manusia dijungkir balikkan oleh keinginan untuk menang dalam kompetisi.
Kuatnya keinginan tersebut, memaksa orang-orang tertentu untuk mengkomersialkan
bagian-bagian tubuhnya demi untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Anis K. Al-Syari;
staf Ahli Poros Tiga Institute Culture dalam satu artikel berjudul Pornoisme dan
Masyarakat Anestesi mencatat:
Seorang gadis cantik yang kuliah di sebuah kota metropolis dengan
sangat berani melakukan perubahan cepat pada penampilannya. ...
wajah boleh bahenol, tetapi jika berpakaian sangat kampungan
mungkin akan kelihatan tidak menarik. Jika tidak mengkonstruk
dirinya dengan pakaian yang sedikit mempertontonkan
keperempuanannya.75
Menayang, ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI dan Sabaroeddin, dosen FISIP
UI, mengupas satu fenomena kehidupan orang-orang muda berduit di kota Jakarta.
Dalam artikel tersebut dicatat orang-orang muda berduit memanfaatkan wanita-
wanita muda yang bekerja sebagai pemuas nafsu di kafe dan klub-klub yang tersebar
luas di kota Jakarta ini.76 Kedua catatan ini membuktikan semakin kurangnya
keinginan beberapa bagian dari komponen masyarakat untuk mempertahankan nilai-
nilai moral yang telah ditetapkan oleh para leluhurnya.
Kemajemukan kehidupan masyarakat di kota Jakarta juga menimbulkan
dampak meningkatnya angka kejahatan. Di tengah kesibukan anggota masyarakat,
masalah kejahatan bukanlah suatu hal yang asing. Di kota ini terdapat berbagai bentuk
kejahatan, antara lain: perampokan, pencurian, penodongan, penjualan obat-obatan
terlarang, pemerkosaan, pembunuhan, penipuan dan banyak lagi bentuk-bentuk
75
http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=2782, Pornoisme dan Masyarakat Anastesi,
Makassar, 26 Maret 2005. 76
http://www.kompas .com/kesehatan/news/0408/04/05/061054.html, Berfantasi Seks Di
Gelapnya Jakarta, 26 Maret 2005.
40
kejahatan lainnya. Meningkatnya angka kejahatan tersebut menyebabkan lingkungan
hidup yang kurang aman.
Kurangnya rasa aman dalam kehidupan masyarakat menghasilkan perasaan
saling mencurigai di antara anggota masyarakat itu sendiri. Apabila ada seseorang
yang kurang dikenal atau belum pernah dikenal sebelumnya, masyarakat lebih
memilih untuk menutup diri terhadap orang tersebut. Kurangnya rasa aman di kota
Jakarta sudah bukan satu rahasia lagi. Hal ini dapat dibuktikan dari maraknya
pemberitaan yang disampaikan melalui media elektronik dan maupun media cetak.
Sebagian besar berita yang disampaikan oleh media-media informasi tersebut berisi
berita antara lain: penculikan terhadap orang-orang tertentu, perampokan, pencurian,
pembunuhan, penjualan obat-obatan terlarang, pemerasan, penipuan dalam berbagai
cara, dan banyak lagi bentuk-bentuk yang membuat kehidupan di kota Jakarta
menjadi kurang aman.
Di tengah kehidupan masyarakat kota Jakarta yang majemuk, kita juga akan
menemukan kurangnya rasa keperdulian terhadap sesama manusia. Sebahagian besar
masyarakat di kota Jakarta merupakan orang yang individualis. Meningkatnya sifat ini
disebabkan antara lain beratnya tuntutan kehidupan sehingga setiap orang harus
berjuang demi kelangsungan hidupnya sendiri. Sifat ini juga karena faktor kurangnya
rasa aman.
Kehidupan di kota Jakarta yang selalu berubah dan berkembang seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Terkadang situasi dapat menjadi sangat memaksa untuk