110
SKRIPSI EFEKTIVITAS PENERAPAN SISTEM JAMINAN MUTU HASIL PERIKANAN BERBASIS IN PROSES INSPECTION Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Darussalam Ambon Oleh : Hibban Suneth NIM. 200905043 JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DARUSSALAM AMBON 2014

Skripsi Efektivitas Penerapan Sistem Jaminan Mutu Hasil Perikanan Berbasis in Proses Inspection

Embed Size (px)

Citation preview

  • SKRIPSI

    EFEKTIVITAS PENERAPAN SISTEM JAMINAN MUTU HASIL

    PERIKANAN BERBASIS IN PROSES INSPECTION

    Sebagai Salah Satu Syarat

    Guna Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada

    Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Universitas Darussalam Ambon

    Oleh :

    Hibban Suneth

    NIM. 200905043

    JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    UNIVERSITAS DARUSSALAM AMBON

    2014

  • `

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang

    Maha Esa atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan skripsi

    yang berjudul Efektivitas Penerapan Sistem Jaminan Mutu Hasil Perikanan Berbasis

    in Proses Inspection dapat diselesaikan dengan baik.

    Skripsi ini mengkaji sistem in Proses Inspection yang dikembangkan oleh

    Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Badan Karantina Ikan Pengendalian

    Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan selaku otoritas kompeten dibidang mutu hasil

    perikanan, guna menjamin mutu produk perikanan aman dan layak untuk dikonsumsi.

    Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak

    terdapat kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang

    bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

    Ambon, Maret 2014

    Hibban Suneth,

  • UCAPAN TERIMA KASIH

    Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas

    limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tak lupa

    pula penulis menyampaikan salam dan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW

    yang telah membawa umat Islam ke jalan yang diridhoi Allah SWT.

    Skripsi yang berjudul Efektivitas Sistem Jaminan Mutu Hasil Perikanan

    Berbasis in Proses Inspection merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar

    sarjana perikanan. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi dan bantuan dari

    berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang

    setulus-tulusnya kepada :

    1. Ibu Inem Ode, S.Pi. MP. dan Bpk. Tahir Tuasikal, S.Pi. M.Si sebagai dosen

    pembimbing skripsi dan Ibu Erika Lukman, S.Pi, MP serta Ibu Yenni Sopyan,

    S.Pi, M.Si selaku Penguji skripsi, atas segala ilmu, saran, kritik dan

    kesabarannya dalam membimbing dan mengarahkan penulis. serta Bpk Ir.

    Madehusen Sangadji, M.Si selaku dosen penasehat akademik atas dukungan

    dan kesabaran dalam membimbing selama masa perkuliahan agar penulis tetap

    semangat menyelesaikan semuanya.

    2. Keluarga tersayang (Istri Syeni bin Umar beserta kedua putriku Syahrani dan

    Fatin Nabila Suneth) yang senantiasa memberikan perhatian, kasih sayang,

    motivasi, dan doa tanpa henti kapanpun dan dimanapun penulis berada.

  • 3. Bpk. Suprayogi, S.Pi, MP selaku Kepala Stasiun KIPM Kelas I Ambon yang

    selalu memberi motivasi serta restunya kepada penulis dalam menyelesaikan

    studi.

    4. Rekan seprofesi Lydia Luciana Sunardjo, S.Pi, M.Si, Maryam Ulfa Latuconsina,

    S.Kel, Irawan Fahri Fakaubun, SE. M.Si yang selalu memberi semangat dan

    dukungan.

    5. Staf-staf Stasiun KIPM Kelas I Ambon atas bantuan dan dukungan selama

    penulis melaksanakan penelitian.

    6. Sahabat-sahabat penulis (Maya, Sida, Su, Randa Sangadji) dan anakanak

    angkatan 2009 Perikanan MSP Darussalam atas kebersamaan, dukungan,

    semangat, dan hiburan serta kesetiaan dalam kebersamaan yang selalui dilalui

    penulis dari awal sampai saat ini. Terima kasih atas semua nasehatnasehat dan

    motivasi hidup dari kalian dan terima kasih atas keberadaan kalian saat penulis

    senang ataupun susah.

    7. Temanteman dekat penulis (Hamza Latting,S.Pi, Ridwan, S.Pi. M.Si, Dadang,

    Rizal dan lainlain yang tidak dapat disebutkan satu persatu). Terima kasih

    untuk semua dukungan dan bantuan kepada penulis.

    8. Kakak Muslim beserta istri Ibu Barkah atas nasehatnasehat yang selalu

    membuat penulis menjadi lebih baik. Terima kasih atas pelajaran hidup yang

    sangat berharga sehingga penulis selalu termotivasi dalam menjalankan hidup.

    9. Semua pihak dan rekanrekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima

    kasih atas kerjasama dan dukungan kalian semua.

  • DAFTAR ISI

    Hal.

    KATA PENGANTAR . i

    UCAPAN TERIMAKASIH ii

    DAFTAR ISI ........ iii

    DIDIKASI ................ vi

    RIWAYAT PENDIDIKAN . vii

    ABSTRAK ....... viii

    DAFTAR TABEL ix

    DAFTAR GAMBAR x

    DAFTAR LAMPIRAN xi

    BAB I PENDAHULUAN .. 1

    1.1.Latar Belakang ....... 1

    1.2.Rumusan Masalah .. 3

    1.3.Tujuan .... 3

    1.4.Manfaat Penelitian . 3

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 5

    2.1. In Proses Inspection 5

    2.1.1. HACCP . 5

    2.1.2. Good Manufacturing Practices (GMP) . 11

  • 2.1.3. Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP) 16

    2.2. Diskripsi Ikan Tuna 17

    2.2.1. Klasifikasi dan Morfologi 17

    2.2.2. Komposisi Daging Tuna . 20

    2.2.3. Penurunan Mutu Ikan .. 21

    2.4. Produk Tuna Loin . 28

    2.4.1. Proses Pengolahan Tuna Loin Beku . .. 28

    2.5. Persyaratan Bahan Baku 29

    2.6. Persyaratan Mutu Tuna Loin Mentah Beku .. 30

    BAB III METODE PENELITIAN . 31

    3.1. Waktu dan Tempat . 31

    3.2. Alat dan Bahan .. 31

    3.3. Prosedur Kerja 32

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..... 38

    4.1. Diskripsi Lokasi Penelitian .. . 38

    4.2. Diskripsi Produk Tuna Loin .. 38

    4.3. In Proses Inspektion . . 40

    4.3. Uji Organoleptik .. . 43

    4.4. Uji Salmonela .... 45

    4.5. Uji Escherichia coli .. . 46

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN . . 48

    5.1. Kesimpulan ..... . 48

  • 5.2. Saran 48

    DAFTAR PUSTAKA ... 49

  • D E D I K A S I

    DOAKU HARI INI : YA ALLAH, JADIKAN AKU YANG KECIL INI MENJADI

    BERARTI BAGI SESAMA, AGAR KEMULIAANMU SELALU

    BERKUMANDANG .

    Skripsi ini kupersembahkan kepada Ibunda, Kakak, Istriku tercinta dan kedua buah

    hati sebagai inspirasi hidupku serta almamaterku tercinta.

  • RIWAYAT PENDIDIKAN

    HIBBAN SUNETH dilahirkan di dusun Namatotur/Wailey desa Latu kecamatan

    Kairatu pada tanggal 15 Nopember 1973 sebagai anak bungsu dari lima bersaudara dari

    pasangan ayahanda Halik Suneth dan ibunda Rabea Patty.

    Penulis mulai menginjak dunia pendidikan formal pada tahun 1982 di SDN

    Namatotur, kemudian melanjutkan kembali pada SD Inpres desa Luhu dan

    menyelesaikannya pada tahun 1988. Pada tahun 1991 lulus SMP Negeri Iha-Luhu

    kemudian melanjutkan ke Sekolah Umum Perikanan Menengah (SUPM Waiheru) dan

    lulus pada tahun 1994.

    Pendidikan tinggi dimulai pada tahun 1994 di Universitas Pattimura Ambon

    Fakultas Tenik Jurusan Sistim Perkapalan. Karena konflik sosial di Maluku pada tahun

    1999 penulis melanjutkan studi pada Universitas Hang Tuah Surabaya dan lulus pada

    tahun 2002. Pada tahun 2009 penulis kembali menempuh pendidikan tinggi di

    Universitas Darussalam Ambon pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program

    Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Pada tahun 2013 penulis melakukan

    penelitian dengan judul Efektivitas Penerapan Sistem Jaminan Mutu Hasil

    Perikanan Berbasis in Proses Inspection yang merupakan salah satu syarat untuk

    memperoleh gelas sarjana pada program Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas

    Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Darussalam Ambon. Dibawah bimbingan Ibu

    Inem Ode, S.Pi, MP. (pembimbing I) dan Bapak Tahir Tuasikal, S.Pi, M.Si

    (pembimbing II).

  • ABSTRAK

    HIBBAN SUNETH, NIM. 200905043 : EFEKTIVITAS PENERAPAN SISTEM

    JAMINAN MUTU HASIL PERIKANAN BERBASIS IN PROSES INSPECTION,

    dibawah bimbingan Ibu Inem Ode, S.Pi, MP. (pembimbing I) dan Bapak Tahir

    Tuasikal, S.Pi, M.Si (pembimbing II).

    In proses inspection merupakan rangkaian inspeksi dan monitoring pengendalian mutu

    dari proses penerapan Hazard Analysis Critical Control Point ( HACCP ) dan program

    kelayakan dasar, Good Manufacturing Practices ( GMP ) serta Standard Sanitation

    Operational Procedure ( SSOP ) yang diadopsi sebagai tindakan sistematis yang

    mampu memastikan keamanan produk pangan yang dihasilkan oleh industri pangan

    secara internasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan

    sistem Jaminan mutu hasil perikanan berbasis in proses inpection. Penelitian ini

    mengunakan beberapa metode analisis yaitu uji organoleptik, uji Salmonella sp dan uji

    Escherichia coli. Hasil yang diperoleh untuk uji organoleptik adalah unit pengolahan

    ikan yang menerapkan in proses inspection (PT. Harta Samudera) memiliki nilai skor

    organoleptik lebih baik berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dibandingkan

    dengan unit pengolahan ikan yang tidak menerapkan in proses inspection (PT. ASTB).

    Hasil uji Salmonella sp terhadap unit pengolahan ikan yang menerapkan in proses

    inspection negatif (-) Salmonella sp, sedangkan yang tidak menerapkan in proses

    inspection positif (+) salmonella sp. Hasil uji Escherichia coli menunjukkan unit

    pengolahan yang menerapkan in proses inspection memenuhi Standar Nasional

    Indonesia (SNI), sedangkan unit pengolahan ikan yang tidak menerapkan sistem ini

    tidak memenuhi standar SNI.

    Kata Kunci : In Proses Inspection, Mutu Hasil Perikanan

  • DAFTAR TABEL

    No Judul Hal.

    1. Jenis Ikan Tuna dan Nama Perdagangan .. 18

    2. Komposisi Kimia Ikan Tuna ..... 21

    3. Kisaran Suhu Bagi Pertumbuhan Bakteri .. 24

    4. Standar Mutu Tuna Loin Beku ...... 30

    5. Hasil Uji Organoleptik Produk Tuna Loin ... 43

    6. Hasil Uji Salmonella ...... 45

    7. Hasil Uji E. coli 46

  • DAFTAR GAMBAR

    No Judul Hal.

    1. Yellow Fin Tuna 19

    2. Tahap Uji Salmonella .... 34

    3. Tahap Uji E.Coli . 37

    4. Morfologi Tuna Loin .............. 38

  • DAFTAR LAMPIRAN

    No Judul Hal.

    1. Gambar Layout Lab. Karantina Ikan Ambon.... 51

    2. SNI 7530.1:2009 untuk Ikan Tuna Segar .... 52

    3. SNI 01-4852-1998 Sistim Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis

    (HACCP) serta Pedoman Penerapannya .... 60

    4. Lembaran Temuan Ketidaksesuaian PT. Harta Samudera .... 77

    5. Lembar Panelis Uji Organoleptik .. 91

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pada era perdagangan bebas hambatan non tarif dapat menjadi hambatan besar

    bagi produk perikanan Indonesia untuk memasuki pasar ekspor. Hambatan non tarif

    utamanya pada kualitas produk yang tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan

    negara importir. Penerapan sistem manajemen mutu pada kegiatan usaha penangkapan

    ikan mendesak untuk segera dilakukan dalam upaya mewujudkan jaminan mutu dan

    keamanan produk-produk perikanan ( Pedoman Teknis Tindak Karantina 2011).

    Selanjutnya dikatakan bahwa pada beberapa tahun terakhir terjadi perubahan

    paradigma dalam sistem pengawasan mutu produk makanan termasuk produk ikan. Hal

    ini didasarkan pada kenyataan bahwa sistem pengawasan yang terlalu menekankan

    pada pengawasan produk akhir (end product inspection) gagal untuk menjamin mutu

    dan keamanan makanan yang lebih baik sesuai dengan tuntutan konsumen. Sebagai

    gantinya berbagai negara mengembangkan sistem yang bisa mencegah dan

    mengidentifikasi secara dini masalah-masalah yang timbul selama proses produksi

    (preventive measure) (Rahman 2007).

    Standar mutu produk pangan (makanan) dan pertanian telah banyak

    dikeluarkan, meskipun belum semuanya diterapkan dalam dunia perdagangan.

    Beberapa indikator mutu yang digunakan yaitu sifat barang, tolak ukur dan faktor

    mutu. Sementara persyaratan konsumen yang menyangkut keamanan, keselamatan,

    dan kelestarian lingkungan ditempatkan pada standar terpisah (Rahman, 2007).

  • Untuk menjaga keamanan pangan dari produsen pangan diantaranya dengan

    menerapkan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). HACCP adalah

    merupakan sistem yang dapat menjamin keamanan pangan, sistem ini bekerja secara

    proaktif yaitu mengantisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang

    mengutamakan tindakan pencegahan daripada mengandalkan pada pengujian produk

    akhir (Rahman, 2007).

    Menurut Winarno dan Surono (2004), Sistem HACCP telah diakui oleh dunia

    internasional sebagai salah satu tindakan sistematis yang mampu memastikan

    keamanan produk pangan yang dihasilkan oleh industri pangan secara global. Agar

    sistem ini dapat berfungsi dengan baik dan efektif, perlu diawali dengan pemenuhan

    program kelayakan dasar (pre-reguisite), yang berfungsi melandasi kondisi lingkungan

    dan pelaksanaan tugas dan kegiatan lain dalam suatu pabrik atau industri pangan yang

    sangat diperlukan untuk memberikan kepastian bahwa proses produksi yang aman

    telah dilaksanakan untuk menghasilkan produk pangan dengan mutu yang diharapkan.

    Sistem ini harus dibangun diatas dasar yang kokoh untuk pelaksanaan dan terbitnya

    GMP (Good Manufacturing Pratices) atau cara produksi makanan yang baik, dan

    SSOP (Standart Sanitation Operational procedure) atau Prosedur Standar Operasi

    Sanitasi .

    Sistem pengendalian mutu untuk mengantisipasi bahaya perlu didukung oleh

    pengawasan mutu mulai dari pra panen, pasca panen sampai dengan distribusi. Hal ini

    identik dengan prosedur tindak karantina berbasisi in proses Inspection, yang

  • mendasarkan rangkaian kegiatan pemeriksaan kesehatan ikan, mutu ikan secara

    berkala, periodik dan berkelanjutan.

    In proses inspection adalah sistem rangkaian pengendalian mutu yang

    dilakukan secara berkala, periodik dan berkelanjutan untuk memperoleh hasil

    perikanan yang bermutu dan aman bagi kesehatan manusia (Pedoman Teknis Tindakan

    Karantina 2011). Untuk itu penelitian terkait dengan Efektivitas Sistem Jaminan Mutu

    Hasil Perikanan Berbasis in Proses Inspection perlu dilakukan.

    1.2 Rumusan masalah

    Yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan sistem

    jaminan mutu hasil perikanan berbasis in Proses Inspection oleh Stasiun Karantina

    Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Ambon, efektif ?

    1.3 Tujuan

    Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektivitas penerapan sistem

    jaminan mutu hasil perikanan berbasis in Proses Inspection oleh Stasiun Karantina

    Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Ambon

    1.4 Manfaat Penelitian

    Manfaat penelitian ini adalah sebagai data dan informasi bagi perusahaan

    Unit Pengolahan Ikan (UPI), Miniplan dan nelayan agar dapat memahami penanganan

    serta pengolahan produk perikanan yang terkait dengan mutu produk secara baik,

    berdasarkan ketentuan dan regulasi yang ada, agar produk perikanan yang dihasilkan

    dapat memberikan nilai tambah yang bermanfaat bagi pelaku perikanan secara

  • menyeluruh. Serta diharapkan informasi ini dapat menjadi referensi untuk penelitian

    lanjutan.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. In Proses Inspection

    In proses inspection adalah sistem rangkaian pengendalian mutu yang

    dilakukan secara berkala, periodik dan berkelanjutan untuk memperoleh hasil

    perikanan yang bermutu dan aman bagi kesehatan manusia. In proses inspection

    merupakan rangkaian inspeksi dan monitoring pengendalian mutu dari proses

    penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan program kelayakan

    dasar, Good Manufacturing Practices (GMP) serta Standard Sanitation

    Operational Procedure (SSOP) yang diadopsi sebagai tindakan sistematis yang

    mampu memastikan keamanan produk pangan yang dihasilkan oleh industri pangan

    secara internasional (Winarno dan Surono, 2004).

    2.1.1. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

    Menurut Codex Alimentarius Commision (CAC) adalah suatu sistem kontrol

    dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik

    kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu

    bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan

    dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan

    jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Tujuan dari

    penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya

  • bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tuntutan

    konsumen. Secara umum terdapat 12 tahapan penerapan HACCP antara lain :

    1. Pembentukan Tim HACCP

    Langkah awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana HACCP adalah

    membentuk Tim HACCP yang melibatkan semua komponen dalam industri yang

    terlibat dalam menghasilkan produk pangan yang aman. Tim HACCP sebaiknya

    terdiri dari individu-individu dengan latar belakang pendidikan atau disiplin ilmu

    yang beragam, dan memiliki keahlian spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan,

    misalnya ahli mikrobiologi, ahli mesin/ enginering, ahli kimia, dan lain sebagainya

    sehingga dapat melakukan brainstorming dalam mengambil keputusan. Jika

    keahlian tersebut tidak dapat diperoleh dari dalam perusahaan, saran-saran dari

    para ahli dapat diperoleh dari luar.

    2. Deskripsi Produk

    Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau uraian dari

    produk pangan yang akan disusun rencana HACCPnya. Deskripsi produk yang

    dilakukan berupa keterangan lengkap mengenai produk, termasuk jenis produk,

    komposisi, formulasi, proses pengolahan, daya simpan, cara distribusi, serta

    keterangan lain yang berkaitan dengan produk. Semua informasi tersebut

    diperlukan Tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif

    (SNI 0148521998).

  • 3. Identifikasi Pengguna yang dituju

    Dalam kegiatan ini, tim HACCP menuliskan kelompok konsumen yang mungkin

    berpengaruh pada keamanan produk. Tujuan penggunaan produk harus didasarkan

    pada pengguna akhir produk tersebut. Konsumen ini dapat berasal dari orang umum

    atau kelompok masyarakat khusus, misalnya kelompok balita atau bayi, kelompok

    remaja, atau kelompok orang tua. Pada kasus khusus harus dipertimbangkan

    kelompok populasi pada masyarakat beresiko tinggi.

    4. Penyusunan Diagram Alir Proses

    Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat

    seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk

    jadi untuk disimpan. Pada beberapa jenis produk, terkadang disusun diagram alir

    proses sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut. Hal tersebut tentu saja

    akan memperbesar pekerjaan pelaksanaan HACCP, akan tetapi pada produk-

    produk yang mungkin mengalami abuse (suhu dan sebagainya) selama distribusi,

    maka tindakan pencegahan ini menjadi amat penting.

    Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan

    proses produksi. Diagram alir proses ini selain bermanfaat untuk membantu tim

    HACCP dalam melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman bagi

    orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti proses dan verifikasinya.

    5. Verifikasi Diagram Alir Proses

    Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan pelaksanaan

    di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk menguji dan

  • membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Bila

    ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, maka harus

    dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang telah dibuat dan diverifikasi harus

    didokumentasikan.

    6. Analisa Bahaya

    Setelah lima tahap pendahuluan terpenuhi, tim HACCP melakukan analisa bahaya

    dan mengindentifikasi bahaya beserta cara-cara pencegahan untuk

    mengendalikannya. Analisa bahaya amat penting untuk dilakukan terhadap bahan

    baku, komposisi, setiap tahapan proses produksi, penyimpanan produk, dan

    distribusi, hingga tahap penggunaan oleh konsumen. Tujuan analisis bahaya adalah

    untuk mengenali bahaya-bahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam suatu proses

    pengolahan sejak awal hingga konsumen.

    Analisis bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi bahaya, penetapan

    tindakan pencegahan (preventive measure), dan penentuan kategori resiko atau

    signifikansi suatu bahaya. Bahaya (hazard) adalah suatu kemungkinan terjadinya

    masalah atau resiko secara fisik, kimia dan biologi dalam suatu produk pangan

    yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia.

    7. Penentuan Critical Control Point (CCP)

    CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau

    prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan

    dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima.

  • Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat

    ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan.

    8. Penetapan Critical Limit (CL)

    Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk

    setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi

    bahaya sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara "yang diterima" dan

    "yang ditolak", berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis ditetapkan

    untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas

    kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat mengapa batas

    tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi artinya sesuai dengan persyaratan

    yang ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan

    berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di bidang mikrobiologi

    maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya.

    9. Prosedur Pemantauan CCP

    Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan terencana

    dan terjadwal terhadap efektivitas proses mengendalikan Critical Control Point

    (CCP) dan Critical Limit (CL) untuk menjamin bahwa CL tersebut menjamin

    keamanan produk. CCP dan CL dipantau oleh personel yang terampil serta dengan

    frekuensi yang ditentukan berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya

    kepraktisan. Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang direkam

    dalam suatu checklist atau pun merupakan suatu pengukuran yang direkam ke

    dalam suatu datasheet. Pada tahap ini, tim HACCP perlu memperhatikan mengenai

  • cara pemantauan, waktu dan frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan

    orang yang melakukan pemantauan.

    10. Penetapan Tindakan Koreksi

    Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis

    suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan, sangat

    tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan beresiko tinggi

    misalnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses produksi sebelum

    semua penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan

    dan diuji keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain

    menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang

    produk, serta tindakan pencegahan seperti memverifikasi setiap tahapan.

    11. Verifikasi Program HACCP

    Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan

    bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan.

    Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa kesesuaian program HACCP dapat

    diperiksa dan efektifitas pelaksanaan HACCP dapat dijamin.

    Verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin bahwa

    CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi juga dilakukan jika ada

    informasi baru mengenai keamanan pangan atau jika terjadi keracunan makanan

    oleh produk tersebut.

  • 12. Perekaman Data/dokumentasi

    Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program

    HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan

    selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai

    CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap

    penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena itu dokumen

    ini dapat ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit

    eksternal dan dapat juga digunakan oleh operator.

    2.1.2. Good Manupactoring Practices (GMP)

    Cara berproduksi yang baik dan benar terdiri dari berbagai macam persyaratan

    yang secara umum meliputi: persyaratan mutu dan keamanan bahan baku/bahan

    pembantu, persyaratan penanganan bahan baku/bahan pembantu, persyaratan

    pengolahan, persyaratan pengemasan produk, persyaratan penyimpanan produk dan

    persyaratan distribusi produk. Persyaratan-persyaratan tersebut dapat dijabarkan

    sebagai berikut:

    1. Lingkungan sarana pengolahan dan lokasi Lingkungan :

    Lingkungan sarana pengolahan harus terawat baik, bersih dan bebas sampah

    Penanganan limbah dikelola secara baik dan terkendali

    Sistem saluran pembuangan air lancar

    Lokasi :

    Terletak di bagian perifer kota, tidak berada di lokasi padat penduduk serta terletak di

    bagian yang lebih rendah dari pemukiman

    Tidak menimbulkan gangguan pencemaran terhadap lingkungan

  • Tidak berada dekat industri logam dan kimia

    Bebas banjir dan polusi asap, debu, bau dan kontaminan lainnya

    2. Bangunan dan fasilitas unit usaha

    Desain Bangunan :

    Desain, konstruksi dan tata ruang harus sesuai dengan alur proses

    Bangunan cukup luas dapat dilakukan pembersihan secara intensif

    Terpisah antara ruang bersih dan ruang kotor

    Lantai dan didinding terbuat dari bahan kedap air, kuat dan mudah dibersihkan

    Sudut pertemuan dinding dan lantai serta dinding dan dinding berbentuk lengkung

    Kelengkapan ruang pengolahan :

    Penerangan cukup, sesuai dengan spesifikasi proses

    Ventilasi memadai memungkinkan udara segar selalu mengalir dari ruang bersih ke

    ruang kotor

    Sarana pencucian tangan dilengkapi sabun dan pengering yang tetap terjaga bersih

    Gudang mudah dibersihkan, terjaga dari hama, sirkulasi udara cukup, penyimpanan

    sistem FIFO dilengkapi pencatatan

    3. Peralatan pengolahan

    Alat yang kontak langsung dengan produk harus terbuat dari bahan yang tidak

    toksik, tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan mudah diidentifakasi

    sehingga mudah dilakukan perawatan

    Letak penempatannya disusun sesuai dengan alur proses, dilengkapi dengan

    petunjuk penggunaan dan program sanitasi

  • 4. Fasilitas dan kegiatan sanitasi

    Program sanitasi meliputi sarana pengolahan untuk menjamin kebersihan baik

    peralatan yang kontak langsung dengan produk, ruang pengolahan maupun

    ruang lainnya, sehingga produk bebas dari cemaran biologis, fisik dan kimia

    Program sanitasi meliputi :

    o Jenis peralatan dan ruang yang harus dibersihkan, frekuensi dan cara pembersihan

    o Pelaksana kegiatan dan penanggung jawab

    o Cara pemantauan dan dokumentasi

    Fasilitas higiene karyawan tersedia secara cukup (tempat cuci tangan, locker,

    toilet, dan ruang istirahat)

    Suplai air mencukupi kebutuhan seluruh proses produksi dan kualitas air

    memenuhi standar air minum

    Pembuangan air limbah di desain sedemikian sehingga tidak mencemari

    sumber air bersih dan produknya

    5. Sistem pengendalian hama

    Program pengenegndalian untuk mencegah hama diarahkan

    Sanitasi yang baik

    Pengawasan atas barang/bahan yang masuk

    Penerapan/Praktek higienis yang baik

    Upaya pencegahan masuknya hama :

    Menutup lubang dan saluran yang memungkinkan hama dapat masuk

    Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi

    Mencegah hewan piaraan berkeliaran di lokasi unit usaha

  • 6. Higiene karyawan

    Persyaratan kesehatan karyawan

    Pemeriksaan rutin kesehatan karyawan

    Pelatihan higiene karyawan

    Peraturan kebersihan karyawan (petunjuk, peringatan, larangan, dll)

    7. Pengendalian proses

    Pengendalian Pre-Produksi

    Menetapkan persyaratan bahan mentah/baku

    Menetapkan komposisi bahan yang digunakan

    Menetapkan cara pengolahan bahan baku

    Menetapkan persyaratan distribusi/transportasi

    Menetapkan cara penggunaan/penyiapan produk sebelum konsumsi

    Pengendalian Proses Produksi. Meliputi prosedur yang telah ditetapkan

    harus diterapkan, dipantau dan diperlukan kembali agar proses berjalan

    efektif

    Pengendalian Pasca Produksi. Dilengkapi dengan keterangan sebagai

    berikut :

    i. Jenis dan jumlah bahan, bahan pembantu dan tambahan

    ii. Bagan alur proses pengolahan

    iii. jenis, ukuran dan persyaratan kemasan yang digunakan

    iv. jenis produk pangan yang dihasilkan

  • v. keterangan lengkap produk (nama produk, tanggal produksi,

    kadaluarsa, nomor pendaftaran, dll)

    vi. penyimpanan produk dilakukan sedemikian agar tidak terjadi

    kontaminasi silang (perhatikan dinding, lantai, langit-langit,

    saluran air dan sistem FIFO)

    vii. sarana transportasi dan distribusi produk harus didesain khusus

    untuk menjaga produk dari kontaminasi dan kerusakan produk.

    8. Manajemen pengawasan

    Pengawasan ditujukan terhadap jalannya proses produksi dan

    mencegah/memperbaiki bila terjadi penyimpangan yang menurunkan mutu

    dan keamanan produk

    Pengawasan merupakan proses rutin dan selalu dikembangkan untuk

    meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses produksi

    9. Pencatatan dan Dokumentasi

    Berisi catatan tentang proses pengolahan termasuk tanggal produksi dan

    kadaluarsa, distribusi dan penarikan produk karena kadaluarsa

    Dokumen yang baik akan meningkatkan jaminan mutu dan keamanan produk

    2.1.3. Standard Sanitation Operasional Prosedure (SSOP)

    Standard Sanitation Operasional Prosedure adalah prosedur pelaksanaan

    sanitasi standar yang harus dipenuhi oleh suatu UPI untuk mencegah terjadinya

    kontaminasi terhadap produk yang diolah. Terdapat 8 kunci SSOP antara lain:

  • 1) Keamanan air proses dan es yang dipergunakan terutama yang kontak langsung dengan

    ikan. Air yang dipergunakan berasal dari air ledeng yang sumbernya cukup aman dan

    dikelola dengan sistem yang baik serta berkwalitas air minum.

    2) Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan produk meliputi alat,

    sarung tangan dan pakaian kerja.

    3) Pencegahan cross contamination :

    a) Kegiatan karyawan tidak boleh menghasilkan kontaminasi pangan.

    b) Lantai pabrik harus pada kondisi dimana adanya perlindungan untuk

    menghindari kontaminasi pada pangan dengan frekuensi monitor setiap hari

    sebelum kegiatan dimulai.

    4) Perawatan cuci tangan (bak cuci tangan), sanitizer (bahan sanitasi) dan fasilitas toilet. Toilet

    dan fasilitasnya harus dilengkapi dengan pintu yang dapat tertutup secara otomatis, selalu

    terpelihara dengan baik dan tetap bersih, disanitasi setiap hari pada akhir

    operasional. Bak cuci tangan dan fasilitasnya harus ada air mengalir, sabun

    pembersih berbentuk cair dan penyediaan handuk/lap.

    5) Perlindungan produk, bahan packing produk yang berhubungan dengan permukaan

    bahan yang memakai minyak, pestisida, solar, sanitizer, dll.

    6) Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan-bahan harus sesuai petunjuk.

    Pengendalian dan pengawasan bahan-bahan pembersih, bahan sanitasi, minyak

    pelumas, bahan kimia/pestisida dan bahan kimia beracun lainnya harus diberi label

    dan disimpan dalam ruangan khusus yang kering dan dapat dikunci, terpisah dari

    ruang pengolahan dan pengepakan.

  • 7) Pengawasan kesehatan karyawan. Pada saat bekerja kondisi karyawan harus bersih

    dan sehat, karena kondisi kesehatannya dapat mengkontaminasi bahan makanan.

    8) Pengawasan pest/hama, perlu dilakukan pada bagian dalam bangunan dengan

    menggunakan bahan-bahan kimia yang dianjurkan, lingkungan harus dijaga tetap

    bersih dan kondisi yang menjadi daya tarik hama/pest.

    2.2.Diskripsi Ikan Tuna

    2.2.1. Klasifikasi dan Morfologi

    Menurut Junianto (2003) bahwa dalam sistem klasifikasi, tuna termasuk famili

    Scombroidea dimana salah satu ciri dari ikan anggota Scombroidea yaitu kandungan

    asam amino bebas histidin yang tinggi.

    Menurut Saanin (1983) dalam Widiastuty (2007), ikan tuna diklasifikasikan

    sebagai berikut:

    Sub Phylum : Vertebrata

    Class : Teleostei

    Ordo : Percomorphi

    Sub ordo : Scombroidae

    Familia : Scombroidea

    Genus : Thunnus

  • Menurut Tampubolon (1983), spesies tuna yang dianggap paling komersil adalah

    seperti pada Tabel 1 dibawah ini.

    Tabel 1. Jenis Ikan Tuna dan Nama Perdagangannya.

    Nama Indonesia Nama Perdagangan Nama Latin

    Albakora Albacore Thunnus alalunga

    Abu-abu Selatan Southern bluefin Thunnus maccoyii

    Abu-abu Utara Northern bluefin Thunnus thynnus

    Cakalang Skipjack Katsuwonus Pelamis

    Madidihang Yellowfin Thunnus albacores

    Matabesar Bigeye Thunnus obesus

    Tongkol Little tuna Euthynnus affinis

    Tongkol pisang Frigated mackerel Auxis thazard

    Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae. Tubuhnya seperti cerutu,

    mempunyai dua sirip punggung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari

    sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) dibelakang sirip punggung

    dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak

    agak kedalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hipural. Tubuh ikan

    tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas

    tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan

    pinggiran berwarna gelap (Ditjen Perikanan, 1983). Morfologi ikan Tuna dapat dilihat

    pada gambar 1.

  • Gambar 1. Yellow fin tuna

    Ikan tuna termasuk perenang cepat dan terkuat diantara ikan-ikan yang

    berangka tulang. Penyebaran ikan tuna mulai dari laut merah, laut India, Malaysia,

    Indonesia, dan sekitarnya. Juga terdapat di laut daerah tropis dan daerah beriklim

    sedang (Djuhanda, 1981).

    Umumnya badan ikan tuna tampak padat, silindris panjang. Mulutnya cukup

    lebar, posisinya terletak di muka sedikit di bawah matanya. Mempunyai gigi kecil dan

    runcing yang makin ke belakang makin kecil ukurannya. Matanya lebar, mempunyai

    dua sirip dorsal yang berdekatan, di belakang sirip dorsal yang kedua sampai ekornya

    terdapat 8-9 sirip-sirip kecil. Sirip-sirip demikian juga terdapat antara sirip anal dan

    ekornya dibagian bawah badan (Hadiwiyoto, 1993).

    Tuna mempunyai panjang antara 40 cm 200 cm dengan berat antara 3-130

    kg. Tuna terbagi atas beberapa jenis seperti Yellow fin tuna, Albacore, Long tail tuna,

    Black fin tuna, dan Southern blue fin tuna. Sedangkan di Indonesia jenis-jenis yang

  • tertangkap adalah Yellow fin tuna atau madidihang, Big eye tuna atau biasa di sebut

    tuna mata besar, Albacore, dan Southtern blue fin tuna (Tampubolon, 1983 dalam

    Novriyanti, 2007).

    2.2.2. Komposisi Daging Tuna

    Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan lemak

    yang rendah. Ikan tuna mengandung protein antara 22,6 - 26,2 g/100 g daging. Lemak

    antara 0,2-2,7 g/100 g daging. Di samping itu ikan tuna mengandung mineral kalsium,

    fosfor, besi dan sodium, vitamin A (retinol), dan vitamin B golongan thiamin,

    riboflavin dan niasin (Departemen of Health Education and Walfare 1972 yang diacu

    Maghfiroh, 2000).

    Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), komposisi kimia daging ikan tuna

    bervariasi menurut jenis, umur, kelamin dan musim. Perubahan yang nyata terjadi

    pada kandungan lemak sebelum dan sesudah memijah. Kandungan lemak juga berbeda

    nyata pada bagian tubuh yang satu dengan yang lain.

    Menurut Soenan (2004), bahwa semakin bertambah usia, kandungan

    lemaknya semakin tinggi. Ikan yang bermigrasi dalam kondisi buruk dapat

    menurunkan lemaknya. Pada masa setelah bertelur lemak ikan meninggi. Dan ikan

    yang tinggal di habitat yang kaya makanan banyak mengandung lemak. Untuk lebih

    jelasnya komposisi kimia ikan dapat dilihat pada Tabel 2.

  • Tabel 2. Komposisi Kimia Ikan Tuna (%)

    Species Air Protein Lemak Karbohidrat Abu

    Bluefin 68,70 28,30 1,40 0,10 1,50

    Southern Bluefin 65,60 23,60 9,30 0,10 1,40

    Yellow Fin 74,20 22,20 2,10 0,10 1,40

    Skipjack 70,40 25,80 2,00 0,40 1,40

    Marlin 72,10 25,40 3,00 0,10 1,40

    Mackerel 62,50 19,80 16,50 0,10 1,10

    Sumber : Murniyati dan Sunarman (2000)

    2.2.3. Penurunan Mutu Ikan

    Setelah ikan ditangkap/dipanen dan mati, berbagai proses perubahan fisik,

    kimia dan organoleptik terjadi dengan cepat yang diakibatkan oleh reaksi kimia, enzim

    autolysis dan aktifitas mikroba. Semua proses perubahan ini akhirnya mengarah pada

    pembusukan. Tahap-tahap kemunduran kesegaran ikan adalah hiperaemia, rigor

    mortis, autolysis dan penyerangan bakteri. Fase yang terjadi pada ikan yang baru

    mengalami kematian disebut fase pre-rigor. Perubahan pada fase ini ditandai

    terlepasnya lendir dari kelenjar dibawah permukaan kulit ikan yang membentuk lapisan

    bening tebal di sekeliling tubuh (Zaitsev et al, 1969 dalam Ditjen P2HP, 2008).

    Penurunan mutu pada ikan yang terjadi dapat meliputi perubahan oleh karena proses

    kimiawi, enzimatis, dan bakteriologis.

    A. Kemunduran Mutu Secara Kimiawi

  • Kemunduran mutu secara kimiawi meliputi terjadinya proses oksidasi lemak.

    oksidasi ini terjadi karena enzim lipolitik mengurai lemak menjadi asam-asam lemak

    bebas dan gliserol, dimana proses yang terjadi adalah oto-oksidasi, lipolisis, dan

    lipoksida. Proses oto-oksidasi disebabkan oleh enzim hidroperoksida, lipolisis

    disebabkan oleh enzim-enzim hidrolase atau lipase, dan lipoksidasi disebabkan oleh

    enzim lipoksidase. Dan apabila pembongkaran lemak berlanjut maka akan

    menghasilkan senyawa-senyawa keton, dan aldehid. Sehingga lemak mengalami

    proses ketengikkan (Hadiwiyoto, 1993)

    B. Kemunduran Mutu Secara Enzimatis

    Selama ikan hidup, enzim ini menbantu proses metabolisme makanan

    sehingga aktivitas enzim selalu menguntungkan bagi kehidupan ikan itu sendiri. Tetapi

    setelah ikan mati, sistem kerja enzim menjadi tidak terkontrol lagi, sehingga merusak

    tubuhnya sendiri, seperti dinding usus, daging, bagian tubuh lain, serta menguraikan

    senyawa yang semula kompleks menjadi senyawa lebih sederhana. Semua hasil

    penguraian enzim selama proses autolysis merupakan media yang sangat cocok untuk

    fase pertumbuhan bakteri (Sarmono, 2002)

    Autolisis adalah proses perombakan sendiri, yaitu proses perombakan jaringan

    oleh enzim yang berasal dari bahan pangan tersebut. Proses autolysis terjadi pada saat

    bahan pangan memasuki fase post rigor mortis. Ikan yang mengalami autolysis

    memiliki tekstur tubuh yang tidak elastis, sehingga apabila daging tubuhnya ditekan

    dengan jari akan membutuhkan waktu relatif lama untuk kembali kekeadaan semula.

  • Proses autolisis dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekelilingnya. Suhu yang

    tinggi akan mempercepat proses autolysis ikan yang tidak diberi es (Afrianto, 2008).

    Autolysis belum dapat disebutkan pembusukan karena hasil hidrolisis protein

    dan lemak masih dapat dimakan manusia. Namun demikian, autolysis merubah struktur

    daging sehingga kekenyalannya menurun; daging menjadi lembek; terbagi menjadi

    lapisan-lapisan dan terpisah dari tulang. Kerusakan ini menyebabkan bagian perut

    sobek. Selain itu, pemecahan protein menghasilkan substrat yang disukai bakteri yang

    menyebabkan pembusukan (Murniyati dan Sunarman, 2000). Kecepatan autolisis

    tergantung pada suhu dan tidak dapat dihentikan total, akan tetapi bisa di perlambat.

    Biasanya proses autolisis akan selalu diikuti dengan meningkatnya bakteri (Junianto,

    2003).

    C. Kemunduran Mutu Secara Bakteriologis

    Fase perubahan selanjutnya setelah autolysis adalah perubahan yang

    disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme, terutama bakteri. Dalam keadaan masih

    hidup ikan dianggap mengandung bakteri, bahkan ada yang menyebutkan steril,

    walaupun sebenarnya pada tubuh ikan itu banyak dijumpai mikroorganisme. Ikan

    hidup memiliki kemampuan untuk mengatasi aktivitas mikroorganisme itu, sehingga

    tidak bermasalah bagi hidupnya (Sarmono, 2002).

    Dalam keadaan hidup ikan dianggap tidak mengandung bakteri yang bersifat

    merusak (steril), meskipun di dalam lendir yang melapisi badan dan didalam insang

    maupun sistim pencernaan terdapat banyak mikroorganisme (Moeljanto, 1992).

  • Aksi bakteri ini dimulai pada saat yang hampir bersamaan dengan autolisis

    dan kemudian sejajar. Bakteri merusak lebih parah daripada kerusakan yang

    diakibatkan oleh enzim (Murniyati dan Sunarman, 2000).

    Selama ikan hidup, bakteri yang hidup dalam saluran pencernaan, insang

    saluran darah dan permukaan kulit tidak dapat merusak atau menyerang bagian-bagian

    tubuh. ikan tersebut mempunyai batas pencegah (barier) terhadap penyerangan bakteri.

    Setelah ikan mati kemampuan barier tadi hilang sehingga bakteri segera masuk ke

    dalam daging ikan (Junianto, 2003).

    Daging ikan yang baru saja mati boleh dikatakan steril, tetapi sejumlah besar

    bakteri bersarang dipermukaan tubuh, insang dan di dalam perutnya. Bakteri itu secara

    bertahap memasuki daging ikan, sehingga penguraian oleh bakteri mulai berlangsung

    intensif setelah rigor mortis berlalu, yaitu setelah daging mengendur dan celah-celah

    serat-seratnya terisi cairan (Murniyati dan Sunarman, 2000).

    Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), untuk dapat hidup dengan baik,

    bakteri memerlukan suhu tertentu tergantung jenisnya. Ada tiga macam jenis bakteri

    bedasarkan ketahanan terhadap suhu, yang antaranya dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Kisaran Suhu Bagi Pertumbuhan Bakteri.

    Jenis Bakteri Suhu Minimum Suhu Optimum Suhu Maksimum

    Thermophylic

    Mesophylic

    Psycrophylic

    25 - 450C

    5 250C

    00C

    50 550C

    25 370C

    14 200C

    60 800C

    430C

    300C

  • D. Perubahan Fisik

    menurut Ilyas (1983), metode penangkapan yang kurang baik, berjejalnya ikan

    dalam air atau dalam alat tangkap, juga penangkapan kasar yang menyebabkan ikan

    cacat, babak belur, atau memar, dapat berakibat jelek terhadap mutu produk akhir.

    Gejala jelek ini disebabkan oleh mengalirnya dan bebasnya enzim deterioratif dan

    merembesnya bakteri pengurai ke dalam daging, serta rusaknya mutu organoleptik

    (rupa, bau, rasa, dan tekstur) ikan bersangkutan.

    E. Perubahan Biokimia Sebelum Ikan membusuk

    Setelah ikan mati terjadi proses pembongkaran komponen-komponen daging,

    yaitu protein, lemak, glikoga. Senyawa-senyawa lain seperti ATP, kreatin-fosfat, juga

    akan mengalami pembongkaran. Ini disebabkan oleh karena enzim-enzim yang

    terdapat dalam daging ikan mati masih saja aktif.

    F. Perubahan Karbohidrat

    Karbohidrat dalam tubuh ikan kebanyakan berbentuk polisakarida, yaitu

    glikogen. Jumlah glikogen yang terdapat pada daging ikan tidak sebanyak yang

    terdapat pada daging hewan mamalia darat. Meskipun demikian peranannya juga sama

    dan penting sekali terutama pada saat ikan masih hidup. Pada waktu itu, pemasokan

    oksigen masih berlangsung dengan baik, sehingga glikogen teroksidasi menjadi

    karbondioksida dan air. Sebaliknya pada ikan mati, oksidasi tak dapat berlangsung lagi.

    Prosesnya menjadi bersifat anaerob. Dalam keadaan demikian glikogen akan dapat

    diubah menjadi asam laktat.

  • Asam laktat yang terbentuk dapat menyebabkan keasaman daging ikan naik

    (pH turun). Keadaan ini dapat mengakibatkan enzim-enzim ATP-ase dan

    kreatinfosforilase menjadi aktif menyerang ATP dan kreatin-fosfat dengan

    menimbulkan tenaga berbentuk panas.

    G. Perubahan ATP

    Adenosintrifosfat (ATP) diketahui memegang peranan penting pada

    pembentukan komponen-komponen citarasa daging ikan segar. Disamping ATP dapat

    menghasilkan tenaga, diketahui pula senyawa ini dapat menghasilkan inosin

    monofosfat (IMP; asam inosinat) yang dapat memberikan citarasa enak pada daging

    ikan, dan menurut oleh beberapa ahli dianggap sebagai citarasa yang paling baik.

    Tetapi asam inosinat akan segera terbongkar menjadi inosin yang menyebabkan daging

    ikan menjadi hambar.

    Pembongkaran ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain suhu sangat

    berperan. Semakin suhu tinggi, pembongkaran ATP menjadi lebih cepat daripada suhu

    rendah. Sementara itu jenis ikan juga memegang peranan pada kecepatan

    pembongkaran ATP, dan ini mungkin ada kaitannya dengan banyak sedikitnya

    kandungan glikogen dalam ikan.

    H. Perubahan Protein

    Pada waktu kandungan ATP dan pH daging ikan menurun, protein aktin dan

    miosin yang kedua-duanya merupakan protein miofibrilar akan mengadakan interaksi

    menjadi protein aktomiosin. Selanjutnya aktomiosin akan tetap berada dalam daging

  • ikan mati dan tidak kembali lagi menjadi komponen-komponennya semula meskipun

    fase rigor telah lewat.

    Tetapi pada fase lewat rigor, baik protein miofoibrilar maupun protein

    sarkoplasma akan mengalami pembongkaran oleh enzim-enzim otolitik menjadi

    peptida-peptida dan asam amino bebas yang sangat berpengaruh pada aroma dan rasa

    ikan. Tetapi asam-asam amino bebas ini dapat dibongkar lebih lanjut menjadi

    metabolit-metabolit sederhana yang pada umumnya merupakan penyebab bau busuk

    pada ikan.

    I. Perubahan Lemak

    Enzim lipolitik masih tetap aktif meskipun ikan sudah mati. Enzim lipolitik

    akan memecah lemak yang pada tahap tertentu dapat memberikan citarasa yang baik

    pada daging ikan, tetapi pemecahan lebih lanjut akan menyebabkan kerusakan pada

    daging ikan.

    Tuna mengandung lemak tidak jenuh dan minyak. Kedua senyawa ini dapat

    kontak dengan oksigen dan menyebabkan ikan menjadi tengik. Selain itu,

    pembongkaran lemak menjadi asam-asam lemak bebas berkelanjutan dapat

    menyebabkan asam-asam lemak mengalami penguraian menjadi senyawa-senyawa

    keton, dan aldehida. Lemak dikatakan mengalami proses ketengikan. Ketengikan ini

    menghasilkan bau dan rasa yang tidak disukai. Salah satu sebab ketengikan yang lain

    adalah kegagalan dalam mengeluarkan darah yang kaya oksigen dari daging. Selain itu

    menurut Buckle dkk (1987), hidrolisis minyak dan lemak menghasilkan asam-asam

    lemak bebas yang dapat mempengaruhi citarasa dan bau daripada bahan itu. Hidrolisa

  • ini dapat disebabkan oleh adanya air dalam lemak dan minyak atau karena kegiatan

    enzim.

    Kecepatan oksidasi dan hidrolisis lemak ini dapat diperlambat oleh penurunan

    suhu, melindungi produk tidak berhubungan dengan udara (dibungkus), dengan

    pembubuhan anti-oksidan, produk tidak berkontak dengan logam-logam berat dan lain-

    lain (Ilyas: 1983).

    2.4. Produk Tuna Loin

    Tuna loin adalah suatu produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan

    tuna segar yang mengalami perlakuan sebagai berikut: sortasi, pemotongan kepala,

    sirip dan ekor, pencucian, pembuatan loin, pembuangan daging gelap, pembuangan

    kulit dan perapihan, pembekuan dengan atau tanpa penggelasan, pengepakan dan

    penyimpanan beku (Ditjenkan, 1993).

    Menurut SNI 01-4104-2006, bahwa semua jenis tuna dapat dibuat menjadi

    produk tuna loin namun pada umumnya bahan baku tuna loin adalah yellowfin, bluefin,

    bigeye dan longfin

    2.4.1. Proses Pengolahan Tuna Loin Beku

    Penanganan yang kasar dan ceroboh harus dicegah, saat dinaikkan ke atas kapal

    jangan terbentur benda keras, jangan terjatuh bengkok, dan tidak banyak kehilangan

    tenaga artinya tidak banyak berjuang keras menghadapi kematiannya yang dapat

    menjadi penyebab kerusakan mutu ikan segar karena proses rigor mortis yang

    berlangsung cepat (Murnyati dan Sunarman, 2000).

  • Pengolahan bahan baku yang dilakukan secara cermat akan menghasilkan

    produk bermutu baik. Cara penanganan dan proses pengolahan bahan baku,

    penanganan, distribusi, dan pemasaran produk pangan berpengaruh terhadap mutu

    produk pangan yang dipasarkan (Afrianto, 2008).

    Tuna loin beku adalah tuna yang telah mengalami perlakuan sehingga suhu

    pusatnya maksimum -18oC, merupakan produk olahan hasil perikanan dengan bahan

    baku tuna segar atau beku yang mengalami perlakuan sebagai berikut: penerimaan,

    penyiangan atau tanpa penyiangan, pencucian, pembuatan loin, pengulitan dan

    perapihan, sortasi mutu, pembungkusan (wrapping), pembekuan, penimbangan,

    pengepakan, pelabelan dan penyimpanan. Standar mencakup klasifikasi, syarat bahan

    baku, bahan penolong dan bahan tambahan makanan, cara penanganan dan

    pengolahan, teknik sanitasi dan higiene, syarat mutu dan keamanan pangan,

    pengambilan contoh, cara uji, serta syarat penandaan dan pengemasan untuk tuna loin

    beku.

    2.5. Persyaratan Bahan Baku

    Menurut SNI 01-4104-2006, bahan baku Tuna Loin Beku adalah semua jenis

    tuna yang dapat diolah untuk dijadikan produk berupa Tuna Loin Beku. Bahan baku

    harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda

    dekomposisi dan pemalsuan,bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan

    mutu serta tidak membahayakan kesehatan, juga harus berasal dari perairan yang tidak

    tercemar serta secara organoleptik bahan baku tersebut harus mempunyai karateristik

    kesegaran sekurang-kurangnya sebagai berikut :

  • Rupa dan warna : bersih, warna daging spesifik jenis tuna

    Bau : segar spesifik jenis, dan berbau rumput laut segar

    Rasa : manis spesifik jenis ikan tuna

    Konsistensi : elstis, padat dan kompak

    2.6. Persyaratan Mutu Tuna Loin Mentah Beku

    Persyaratan mutu tuna loin beku harus sesuai dengan syarat mutu berdasarkan SNI

    01-4104-2006, seperti yang terlihat pada Tabel 4.

    Tabel 4 . Standar Mutu Tuna Loin Beku

    JENIS UJI SATUAN PERSYARATAN

    Organoleptik Skala hidonik 1-9 Minimal 7

    Cemaran mikroba*:

    ALT

    Eschericia coli

    salmonella

    vibrio cholera

    Koloni/gram

    APM/gram

    APM/gram

    APM/gram

    5 x 105

    < 2

    negatif

    negatif

    Cemaran kimia* :

    Raksa (Hg)

    Timbal (Pb)

    Histamin

    Cadmium (Cd)

    mg/kg

    mg/kg

    mg/kg

    mg/kg

    maksimal 1

    maksimal 0,4

    maksimal 100

    maksimal 0,5

    Fisika : Suhu pusat oC Maksimal -18

    Parasit ekor Maksimal 0

    Catatan * bila diperlukan

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2014, sampel produk tuna loin

    diperoleh dari Unit Pengolahan Ikan Aneka Sumber Tata Bahari (PT.ASTB), dan Unit

    Pengolahan Ikan PT. Harta Samudera. Pengujian produk tuna loin dilakukan di

    laboratorium Stasiun Karantina Ikan Pengendaliam Mutu dan Keamanan Hasil

    Perikanan Kelas I Ambon.

    3.2 Alat dan Bahan

    Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, aluminium foil, tissue,

    kantung plastik, pisau, talenan, cawan porselen, tabung Kjeldahl, kapas bebas lemak,

    tabung soxhlet, timbangan analitik, homogenizer, Aw-meter, erlenmeyer 250 ml,

    corong, kertas saring, gelas ukur, pipet volumetrik, mikro pipet, tip, cawan Conway

    beserta tutupnya, inkubator, desikator, oven, tabung durham, cawan petri, tabung

    reaksi, kulkas, vortex, rak tabung reaksi, sudip, stomacher dan mortar.

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan Ikan Tuna Loin

    (Thunnus sp) yang berasal dari PT. ASTB (yang tidak menerapkan in Proses

    Inspection) dan PT. Harta Samudera (yang menerapkan in Proses Inspection), Bahan

    kimia yang digunakan untuk analisis uji mikrobiologi antara lain: Lactose media niven,

    agar (Trypthon, yeast, axtract, L.histidin, CaCO3, NaCl, agar (Broth, plate count agar,

    phenol red, selenite-Cysteine Broth, TSI, SIM, lactose broth, tetrathyonate briliant

  • green broth, HEA, BGA,nutrientt agar, TSIA, antisera, Methyl red, voges proskauer,

    sulphate tryptoe, violet red bile agar, kalium hidroksida, simmons citrate dan alfa

    naftol ).

    3.3. Prosedur Kerja

    Sampel tuna loin diambil dari PT. Aneka Sumber Tata Bahari (PT.ASTB) dan

    PT. Harta Samudera sebanyak masing-masing tiga loin. Selanjutnya untuk mengetahui

    mutu dari produk tuna loin dilakukan uji organoleptik, uji Salmonella dan uji

    Escherichia coli.

    Uji Organoleptik

    Metode yang digunakan untuk uji organoleptik adalah uji perbedaan

    berdasarkan atribut SNI 7530.1: 2009 tentang petunjuk pengujian organoleptik

    atau sensori pada produk tuna loin. Pengujian ini dilakukan oleh 9 orang panelis

    yang terlatih. Pengukuran organoleptik sampel ikan terkait atribut yakni, warna,

    aroma, rasa, bau, termasuk penampakan, yang bersifat subyektif dengan

    mengunakan indera manusia.

    Uji Salmonella

    Uji salmonella dilakukan dengan beberapa tahapan yakni : tahap

    enrichment dilakukan dengan menginokulasikan hasil sentrifuge daging tuna yang

    sudah diencerkan masing-masing kedalam 9 ml selenite-Cysteine Broth, dan

    diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Setelah itu dilakukan uji pendugaan

    dengan cara mengambil satu loop dari kultur enrichment dan digoreskan pada

    SSA. Setelah inkubasi selama 24 48 jam, dan diamati adanya koloni Salmonella

  • yaitu berupa koloni keruh atau bening dan tidak berwarna. Setelah itu dilakukan

    uji penguatan dengan cara mengambil dua koloni terpisah yang menunjukkan

    koloni tipikal Salmonella dan diinokulasi pada agar miring TSI dengan cara

    membuat goresan pada permukaan agar miring kemudian menusuknya pada

    bagian bawah media agar dan juga pada media tegak SIM setelah itu Inkubasi

    media agar TSI dan SIM dilakukan pada suhu 37oC selama 24 48 jam. Setelah

    itu media dihomogenkan hasilnya dicocokan dengan tabel untuk melihat adanya

    bakteri Salmonella.

    Pengujian bakteri Salmonella sp. dilakukan dengan beberapa tahap yakni:

    pra-pengkayaan, pengkayaan, penanaman pada media selektif, penegasan dengan

    uji biokimiawi dan dilanjutkan dengan uji serologis.

    Pra-pengkayaan dilakukan dengan menimbang 25 gram sampel tuna loin

    ditambahkan 225 ml lactose broth, kemudian dihomogenkan dengan stomacher.

    Diinkubasi pada suhu 37 o

    C selama 1620 jam. Dari biakan pra pengkayaan ini

    diambil menggunakan pipet 10 ml, dimasukkan ke dalam 100 ml tetrathyonate

    briliant green broth, diinkubasi pada suhu 43 o

    C selama 24 jam (pengkayaan).

    Dari biakan pengkayaan, diambil satu ose kemudian digoreskan pada

    cawan petri berisi media selektif hektoen enteric agar (HEA) dan brilliant green

    agar (BGA), kemudian diinkubasikan pada suhu 37 o

    C selama 24 jam. Koloni

    yang diduga salmonella pada media HEA jika koloni berwarna biru hijau dengan

    atau tanpa bintik hitam di tengah, sedangkan pada media BGA, jika koloni

  • berwarna merah muda hingga merah atau bening hingga buram dengan lingkaran

    merah muda sampai merah.

    Uji penegasan (uji biokimia) dilakukan dengan terlebih dahulu

    mengambil koloni yang diduga, digoreskan pada permukaan media nutrient agar

    dalam cawan petri dan diinkubasi pada suhu 37 o

    C selama 20-24 jam. Dari biakan

    ini diambil satu ose, dipindahkan ke dalam media triple sugar iron agar (TSIA),

    urea agar, lysine decarboxylase medium dan indol medium.

    Reaksi biokimia Salmonella sp. jika pada TSI agar, bagian tegaknya

    berwarna kuning dengan atau tanpa warna hitam (H2S), bagian miring berwarna

    merah atau tidak berubah. Pada media agar urea, warna media tidak berubah

    (reaksi negatif), dan pada lysine decarboxylase berwarna ungu (reaksi positif).

    Untuk uji indol, bereaksi negatif dengan warna kuning kecoklatan. Tahapan uji

    salmonella sp dapat dilihat pada gambar berikut :

  • Tahapan Enrichment

    Uji Pendugaan

    Uji Penguatan

    Pengujian Bakteri Salmonella sp

    Pra Pengkayaan

    Pengkayaan

    Uji Biokimia

    Uji Serologis

    Gambar 2. Tahapan Metode pengujian Salmonella sp. (SNI 19-2897-1992)

    Uji Escherichia coli

    Pengujian bakteri E.coli dilakukan dengan beberapa tahapan yakni : uji

    pendugaan, uji peneguhan dan identifikasi melalui uji biokimiawi indol, methyl red

    (MR), voges-proskauer (VP) dan citrate (IMViC).

    Tahap Pertama Uji Pendugaan; dilakukan dengan memindahkan 1 ml

    larutan pengenceran 10-1

    dengan pipet steril ke dalam larutan 9 ml BPW 0,1% untuk

    mendapatkan pengenceran 10-2

    dengan cara yang sama seperti diatas dibuat

    pengenceran 10-3

    . Selanjutnya masing-masing 1 ml dari setiap pengenceran diambil

    dengan pipet dan dimasukkan ke dalam 3 seri tabung lauryl sulphate tryptose broth

    (LSTB) yang berisi tabung Durham terbalik. Kemudian diinkubasikan selama 24 48

  • jam pada temperatur 35 o

    C. Gas yang terbentuk pada tabungtabung tersebut adalah

    hasil positif untuk uji dugaan E.coli. Tahap Kedua Uji Peneguhan; dilakukan dengan

    memindahkan biakan positif dari tabung LSTB dengan menggunakan ose dari setiap

    tabung ke dalam EC broth yang berisi tabung Durham terbalik. Kemudian

    diinkubasikan pada penangas air suhu 4445 o

    C selama 2448 jam. Gas yang terbentuk

    didalamnya dicatat dan dianggap positif. Kemudian dari tabung yang membentuk gas

    digoreskan pada perbenihan violet red bile agar (VRBA) dalam cawan petri dan

    diinkubasi pada suhu 35 o

    C selama 1824 jam. Dari perbenihan VRBA dipilih koloni

    berwarna merah gelap yang berdiameter 0.5 mm atau lebih dan diinokulasikan pada

    nutrient agar miring dalam tabung, diinkubasi pada suhu 35 o

    C selama 1824 jam.

    Tahap Ketiga Uji Indol; dengan menginokulasikan 1 ose dari biakan murni

    nutrient agar miring ke dalam tryptone broth, dan diinkubasikan pada suhu 35 o

    C

    selama 18-24 jam. Ke dalam tabung ditambahkan 0,2 0,3 ml pereaksi indol

    (reagen Kovac). Warna merah tua pada permukaan menunjukkan reaksi indol

    positif, warna jingga menunjukkan reaksi indol negatif. Tahap Keempat Uji

    Methyl Red; dengan menginokulasikan 1 ose dari biakan nutrient agar ke dalam

    MR-VP dan diinkubasikan pada suhu 35 o

    C selama 1824 jam. Pipet 5 ml dari

    larutan ini kemudian dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 tetes

    merah metil dan dikocok. Warna kuning menunjukkan reaksi negatif dan warna

    merah menunjukkan reaksi positif. Tahap Kelima Uji Voges Proskauer (Uji VP);

    dilakukan dengan menginokulasikan 1 ose dari biakan nutrient agar ke dalam MR-

  • VP dan diinkubasikan pada suhu 35 o

    C selama 48 jam. Dengan menggunakan pipet,

    1 ml dari larutan ini dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 0.6 ml

    larutan alfa naftol dan 0.2 ml larutan kalium hidroksida dan dikocok. Didiamkan

    selama 24 jam. Warna merah muda hingga merah tua menunjukkan reaksi positif,

    warna tidak berubah menunjukkan reaksi negatif. Langka Keenam Uji Sitrat;

    yaitu dengan menginokulasikan 1 ose biakan ke dalam perbenihan Simmons citrate

    dan diinkubasikan pada suhu 35 o

    C selama 4896 jam. Warna biru menunjukkan

    reaksi positif, warna hijau menunjukkan reaksi negatif. Tahapan uji E. Coli dapat

    dilihat pada gambar 3 berikut :

    Uji Pendugaan

    Uji Peneguhan

    Uji Indol

    Uji Methyl Red

    Uji Vogas Proskauer

    Uji Sitrat

    Gambar 3. Tahap uji E.coli

  • BAB IV.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

    Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan Pengendalian

    Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Ambon, yang telah terakreditasi oleh

    Komite Akreditasi Nasional dengan ruang lingkup Hama Penyakit Ikan (HPI/ Hama

    Penyakit Ikan Karantina (HPIK), antara lain mampu melakukan uji laboratorium

    terhadap; Parasit, Jamur dan Bakteri. Tata letak laboratorium dapat dilihat pada

    Lampiran 1.

    4.2. Deskripsi Produk Tuna Loin

    Deskripsi morfologi produk tuna loin dari unit Pengolahan Ikan Aneka Sumber

    Tata Bahari (PT. ASTB) yang tidak menerapkan sistem in proses inspection, dan Unit

    Pengolahan Ikan PT. Harta Samudera, yang menerapkan sistem in proses inspection

    dapat dilihat pada gambar 4.

    A B.

    Gambar 4. Morfologi tuna loin: (A): sampel tuna loin PT. ASTB yang tidak

    menerapkan in proses inspection. (B): sampel tuna loin PT. Harta

    Samudera yang menerapkan in proses inspection.

  • Dari Gambar 4. dapat dijelaskan bahwa morfologi produk tuna loin yang

    menerapkan in proses inspection adalah hasil proses pengolahan bahan baku tuna loin

    dengan menerapkan prinsip-prinsip HACCP, yang mana dimulai dari proses

    penangkapan diarea fishing ground dengan mempraktekkan proses penangkapan yang

    mempertimbangkan faktor keamanan, mutu, hygienetas dan kebersihan proses

    pengolahan ikan diatas kapal, guna menjaga proses kemunduran mutu ikan selama

    kegiatan penangkapan. Proses rantai dingin dilakukan dengan pemberian es curah agar

    menjaga suhu ikan 0-4oC dimulai ketika ikan diatas kapal, sampai ke unit pengolahan

    ikan. Sehingga pada akhirnya unit pengolahan ikan Harta Samudera mendapatkan

    bahan baku dengan kenampakan, serat daging melekat kuat, bentuk potongan rapih,

    Bau, segar spesifik jenis dan daging kompak/tekstur elastik.

    Untuk PT. ASTB yang tidak menerapkan in proses inspection tidak dapat

    dilakukan penelusuran (risibility) terhadap dokumen, rekaman, layout dan program

    kerja oleh UPI tersebut. Hasil pengambilan sampel uji menunjukkan kenampakan

    potongan dagingnya tidak rapih, warna tidak cerah dan baunya kurang segar.

    Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7530.1 2009, kualitas daging

    tuna yang baik adalah :

    Tampak luar ikan segar (mata dan kulit terlihat segar, tekstur daging keras)

    Daging berwarna merah cerah, tidak kabur dan daging masih kenyal

    Bentuk potongan daging rapih, tidak terikut tulang/kulit.

    Serat daging merekat kuat sesamanya

  • 4.3. In Proses Inspection

    Kegiatan in proses inspection dilakukan dalam tiga tahap yaitu : Inspeksi,

    Verifikasi dan Pengambilan sampel uji. Kegiatan Inspeksi adalah pemeriksaan

    terhadap unit produksi, pengolahan dan distribusi serta manajemennya termasuk sistim

    produksi primer, dokumen, pengujian produk asal dan tujuan produk, input dan output

    dalam rangka melakukan verifikasi sistem HACCP. Verifikasi adalah pemeriksaan

    terhadap unit produksi dalam melakukan tindak lanjut hasil temuan inspeksi.

    Sedangkan pengambilan sampel uji dilakukan bila diduga terjadi penyimpangan yang

    patut diduga terdapat kelemahan dalam tahapan dalam proses produksi.

    1. Inspeksi

    Kegiatan inspeksi dilakukan terhadap PT. Harta Samudera antara lain :

    peninjauan lapangan, peninjauan dokumen dan rekaman. Peninjauan lapangan

    diataranya memantau seluruh tahapan proses dari penerimaan sampai dengan produk

    akhir.

    - Peninjauan Lapangan

    Langka pertama meninjau Proses penerimaan (receiving). bahan baku di unit

    pengolahan ikan PT. Harta Samudera, berasal dari nelayan binaan upi tersebut dengan

    melihat kecocokan nama supplier yang tercantum dalam agenda operasional kemitraan

    yang dibangun antara supplier dengan upi PT. Harta Samudera. Kedua, meninjau

    proses pembersihan (washing). Ditahap ini dipantau proses pembersihan tuna loin

    apakah dilakukan sesuai dengan prosedur yang dianjurkan dalam program HACCP.

    Ketiga, meninjau proses penyortiran (sorting). Peninjauan dilakukan guna mengetahui

  • apakah tahapan dan perlakuan yang dianjurkan berdasarkan persyaratan Negara

    importir telah dipenuhi. Keempat, pengemasan (layering). Melihat apakah alat dan

    bahan yang digunakan telah sesuai dan memenuhi standar pengemasan. Kelima, proses

    pembekuan (freezing). Apakah proses pembekuan memenuhi standar pembekuan

    dimana penempatan, suhu ruang pembekuan dan keamanan produk yang dibekukan

    telah sesuai dengan program HACCP. Keenam, pengepakan (packing). Apakah

    menggunakan bahan pengepakan, tinta pelabelan dan proses pengepakan terhindar dari

    kontaminasi. Ketujuh penyimpanan (storage). Apakah ruang penyimpanan aman,

    suhu penyimpanan dapat menjangkau titik terjauh dari produk yang disimpan.

    Kedelapan, Ekspor. Apakah distribusi selama proses pemuatan serta sarana distribusi

    produk memenuhi standar kelayakan atau tidak.

    - Peninjauan dokumen dan rekaman.

    Kegiatan peninjauan dokumen meliputi pemeriksaan dokumen HACCP guna

    memastikan apakah semua program kerja yang dilaksanakan tercatat dengan baik dan

    sebaliknya apakah semua program kerja yang dicatat dikerjakan dengan baik. Instruksi

    kerja didalam organisasi mulai dari penanggungjawab manajemen sampai dengan

    karyawan telah berjalan dengan baik atau tidak.

    Pemeriksaan terhadap rekaman data meliputi data suhu row material, kalibrasi

    (timbangan, thermometer), program approval supplier (pembinaan, training dan

    pelatihan), audit internal, medical checkup, training dll.

    Selain itu Beberapa hal yang ikut di inspeksi pada saat peninjauan lapangan

    juga seperti; gudang penyimpanan bahan kemasan, penyimpanan bahan kimia, sarana

  • air bersih yang digunakan selama prosesing, loker karyawan dan sarana WC karyawan

    telah memenuhi standar safety dan sanitasi atau tidak.

    2. Verifikasi

    Kegiatan verifikasi dilakukan untuk mengecek temuan ketidak sesuaian pada

    kegiatan inspeksi dengan hasil perbaikan oleh UPI Harta Samudera. Terkait dengan

    itu beberapa hal yang dilakukan dalam kegiatan verifikasi adalah: apakah tindakan

    perbaikan sasarannya mengarah ke perbaikan fisik belaka atau membuat suatu program

    perbaikan yang terstruktur sehingga termuat dalam sistem dan memiliki rekaman yang

    dapat dipertanggungjawabkan. Verifikasi terhadap temuan dokumen HACCP

    dipastikan upi membuat adendum dokumen HACCP.

    3. Pengambilan Sampel Uji

    Pengambilan sampel uji di kedua unit pengolahan ikan yaitu PT. Aneka Sumber

    Tata Bahari yang tidak menerapkan in proses inspection dan PT. Harta Samudera yang

    menerapkan in proses inspection, dilakukan berdasarkan standar pengambilan sampel

    uji Stasiun Karantina Ikan, Pengendaliam Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas

    I Ambon yakni : Sampel dibungkus rapat dalam plastik kemudian dimasukkan ke

    dalam wadah coolbox yang berisi es. Dipastikan sampel tidak kontak langsung dengan

    es (agar tidak terkontaminasi air).

    4.3. Uji Organoleptik

    Hasil uji organoleptik terhadap sampel produk tuna loin untuk PT. ASTB dan

    PT. Harta Samudera dapat dilihat pada Tabel 5.

  • Tabel 5. Hasil Uji Organoleptik Produk Tuna Loin

    Spesifikasi Nilai

    SNI

    PT.

    ASTB

    PT.

    Harsamu

    Sampel Sampel

    1. Kenampakan I II III I II III

    Daging berwarna merah cerah, serat daging merekat kuat

    sesamanya, bentuk potongan daging rapi, tidak terikut tulang/kulit,

    tidak ada daging merah.

    9

    Daging berwarna merah cerah, serat daging merekat kuat

    sesamanya, bentuk potongan daging tidak rapi, tidak terikut

    tulang/kulit, tidak ada daging merah.

    7

    Daging berwarna merah cerah, serat daging merekat kuat

    sesamanya, bentuk potongan daging tidak rapi, sedikit terikut

    tulang/kulit, tidak ada daging merah.

    5

    Daging berwarna merah cerah, serat daging merekat kuat

    sesamanya, bentuk potongan daging tidak rapi, sedikit terikut

    tulang/kulit, tidak ada daging merah

    3

    Daging berwarna merah kusam, serat daging memisah terdapat

    banyak daging merah, bentuk potongan daging tidak rapi, terdapat

    tulang/kulit, cukup banyak

    1

    2. Bau

    Sangat segar, spesifik jenis. 9

    Segar, spesifik jenis. 7

    Kurang segar, ada sedikit bau tambahan 5

    Bau busuk mulai jelas 3

    Bau busuk sangat tajam 1

    3. Daging/tekstur

    Elastic, padat dan kompak 9

    Elastic, padat, kurang kompak 7

    Elastis, kurang padat dan kurang kompak 5

    Kurang elastis, kurang padat dan kurang kompak 3

    Tidak elastic, sangat lunak 1

    Hasil uji organoleptik memberikan gambaran bahwa pada perbedaan antara

    produk tuna loin PT. ASTB yang tidak menerapkan in proses inspection berbeda

    dengan PT. Harta Samudera yang menerapkan in proses inspection. Hasil uji

  • organoleptik dari PT. Harta Samudera diatas rata-rata standart SNI, sedangkan PT.

    ASTB yang tidak menerapkan in proses inspection dibawah standart SNI.

    Untuk spesifikasi penampakan, produk tuna loin PT. Harta Samudera yang

    menerapkan in proses inspection adalah kenampakan daging berwarna merah cerah,

    serat daging merekat kuas sesamanya, bentuk potongan daging rapih, tidak terikut

    tulang/kulit, tidak ada daging merah. PT. ASTB yang tidak menerapkan in proses

    inspection terlihat potongan daging tidak rapih, kurang segar dan ada sedikit bau

    tambahan. Hasil uji rata-rata panelis menunjukkan UPI PT. Harta Samudera yang

    menerapkan in line inspection memenuhi standar SNI 7530.1: 2009, tentang Tuna Loin

    Segar.

    Untuk spesifikasi bau, produk tuna loin PT. Harta Samudera yang menerapkan

    in proses inspection adalah segar spesifik jenis. PT. ASTB yang tidak menerapkan in

    proses inspection adalah kurang segar, ada sedikit bau tambahan. Hasil uji rata-rata

    panelis menunjukkan UPI PT.Harta Samudera memenuhi standar SNI sedangkan PT.

    ASTB tidak memenuhi standar SNI.

    Untuk spesifikasi daging/tekstur, produk tuna loin PT. Harta Samudera yang

    menerapkan in proses inspection adalah elastic, padat dan kompak. PT. ASTB yang

    tidak menerapkan in proses inspection adalah elastic, kurang padat dan kurang

    kompak. Hasil uji rata-rata panelis menunjukkan UPI PT.Harta Samudera memenuhi

    standar SNI sedangkan PT. ASTB tidak memenuhi standar SNI.

    4.4. Uji Salmonella

    Hasil uji Salmonella pada sampel produk tuna loin dapat dilihat pada Tabel 6.

  • Tabel 6. Hasil Uji Salmonella

    Asal

    sampel

    Jenis sampel Jumlah

    sampel

    Jumlah sampel

    yg positif

    (+)

    Presentase

    (%)

    PT. ASTB Tuna loin 3 1 33.3

    PT. HS Tuna loin 3 -

    Total 6 1 16.6

    Berdasarkan Tabel 6. terlihat bahwa sampel Tuna loin PT. ASTB yang tidak

    menerapkan in line inspection ditemukan salmonella dengan presentase (33%),

    sedangkan sampel tuna loin PT. Harta Samudera yang menerapkan in proses

    inspection tidak ditemukan adanya salmonella. Berdasarkan standar SNI batas aman

    kontaminasi salmonella spp. pada produk tuna loin adalah Negatif

    Faktor utama yang diduga dapat memungkinkan terjadinya cemaran

    Salmonella spp. adalah kontaminasi Salmonella spp. dari manusia, air atau es,

    peralatan kerja dan lingkungan kerja yang kotor serta binatang pengganggu seperti

    lalat, kecoak dan lain-lain (Jay et al., 2005).

    4.5. Uji Escherichia coli

    Hasil uji E.coli pada sampel produk tuna loin dapat dilihat pada Tabel 7.

    Tabel. 7. Hasil Uji E.coli

    Asal

    sampel

    Jenis sampel Jumlah

    sampel

    Jumlah sampel

    yg positif

    (+)

    Presentase

    (%)

    PT. ASTB Tuna loin 3 2 66.6

    PT. HS Tuna loin 3 1 33.3

    Total 6 3 50

  • Berdasarkan table 7, uji biokimiawi menunjukan dari 3 sampel PT. ASTB, 2 positif

    E.coli dengan presentase 66.6% sedangkan 3 sampel yang lain dari PT. Harta Samudera

    1 sampel positif E.coli dengan presentase 33.3%.

    Keberadaan Escherichia coli dalam air atau makanan juga dianggap memiliki

    korelasi tinggi dengan ditemukannya bibit penyakit (patogen) pada pangan (Rahayu,

    2003). Adanya E. coli menunjukkan suatu tanda praktek sanitasi yang tidak baik karena

    E. coli bisa berpindah dengan kegiatan tangan ke mulut atau dengan pemindahan pasif

    lewat makanan, air dan produk-produk lainnya. E.coli yang terdapat pada makanan

    atau minuman yang masuk kedalam tubuh manusia dapat menyebabkan gejala seperti

    kholera, disentri, gastroenteritis, diare dan berbagai penyakit saluran pencernaan

    lainnya (Nurwanto, 2007).

    Untuk pengolahan ikan yang menerapkan in proses inspection, memiliki

    tingkat penularan E.coli lebih kecil, yaitu 33.3% dari 3 sampel yang diuji. Hal ini

    menunjukan dengan penerapan in proses inspection dapat mengurangi kontaminasi

    bakteri.

  • BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan

    Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan sistem jaminan mutu

    hasil perikanan berbasis in proses inspection pada unit pengolahan ikan memberikan

    hasil keamanan mutu produk yang lebih efektif dibandingan unit pengolahan ikan yang

    tidak menerapkan in proses inspection.

    5.2. Saran

    In proses inspection adalah prosedur yang harus diterapkan guna mendapatkan

    sertifikat kelayakan ekspor, disarankan kepada unit pengolahan ikan, mini plan dan

    nelayan untuk dapat menerapkan sistim ini.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Abdurohman. 2007. Penyusunan Dokumen rencana Hazard Analysis and Critical

    Control Point (HACCP) pada Produk Crissant pada Di PT. Ciptayasa Pangan

    mandiri Pulogadung Jakarta

    Afrianto, 2008. Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius: Yogyakarta

    BPOM. 2008. Pengujian Mikrobiologi Pangan. http://www.pilciran-rakyat.com.

    Diakses tanggal 21 Mei 2012

    Bacteriological Analysis Manual (BEM) (1998), capter 19 Parasitic Animals in Food.

    Bacteriological Analytical Manual. 1998. Chapter 5: Isolation Sallmonella and chapter

    4: isolation E.coli. H. Wallace, Andrew, and T. Hammack (eds). Revision vol.

    8. Association of Official Agricultural Chemists, International. Arlington Va.

    Pedoman Teknis Tindakan Karantina Ikan, 2011. Badan Karantina Ikan Pengendalian

    Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. JUKNIS.

    Buckle dkk, 1987. Ilmu Pangan, Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta.

    CODEX STAN 92 1981 for Fresh Fish, Joint FAO/WHO Food Standarts Programme, Codex Alimentarius Commission

    Direktorat Jenderal Perikanan, 1983. Sumberdaya Perikanan Laut di Indonesia. Jakarta

    Djuanda, T. 1981. Taksonomi, Morfologi, dan Istilah-istilah Teknik Perikanan.

    Akademis Perikanan, Bandung

    Fardiaz, Srikandi. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada :

    Jakarta.

    Jumianto, 2003. Tehnik Penanganan Ikan. Konisius: Yogyakarta

    Hadiwiyoto, 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberti: Yogyakarta

    http://websisni.bsn.go.id/index.php?/ sni_main/sni/detail_sni/7576, 2010.

    Lembaga Penelitian Tekhnologi Perikanan Jakarta 1972. Score Sheet Organoleptik

    Ikan Beku.

  • Murniyati, A . S dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan.

    Kanisius: Yogyakarta.

    Maghfiroh, 2000. Modul Pelatihan Kerja Vol.1, Pengaruh Penambahan Bahan

    Pengikat Terhadap Karakteristik Nugget dari Ikan Patin (Pangasius

    hyphothalangus).

    Moeljanto, 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya.

    Jakarta.

    Nurjanah, Setyaningsih, Sukarno dan M. Muldani. 2004. Kemunduran Mutu Ikan Nila

    Merah (Oreochromis sp) Selama Penyimpanan Pada Suhu Ruang. Buletin

    THP. Volume VII no I.

    Nurwanto. 2007. Tata Laksana Higiene Hidangan, Keracunan Hidangan dan Jenis

    Bakteria. http://www.bpom.com

    Peraturan Kepala BKIPM nomor: per. 03/bkipm/2011 tentang Pedoman Teknis

    Penerapan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan.

    Direktorat Jenderal Perikanan, tahun (1997). Petunjuk Teknik Sanitasi dan Hygiene

    dalam Unit Pengolahan Hasil Perikanan,.

    Purwanto 2007, Efektifitas Penurunan Jumlah Bakteri Koliform dan E.Coli di Instalasi

    Pengolahan Air Cipaku PDAM Tirta Pakuan Bogor. Tesis. Pasca Sarjana Kimia

    Analisis, Institut Pertanian Bogor.

    Rahayu. 2003. Pengaruh Pemberian Natrium Alginat pada Penurunan Kadar Glukosa

    Dasar Tikus. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Volume 8 Nomor 6. Hal

    22-23

    Rahman, 2007. Pangan dan Daya Saing Bangsa. Di dalam: Upaya Peningkatan

    Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan melalui Ilmu dan Teknologi. Seafast Center,

    Institut Pertaian Bogor, Bogor, pp 1-15

    Sundari, 1975 faktor faktor Yang Mempengaruhi Pembusukan Ikan. Modul Kuliah Budidaya Perairan. Institut Pertanian Bogor.

    Sarmono (2002). Proses kemunduran mutu ikan. Http://www.google.com. Diakses

    pada tanggal 12 Januari 2014

    Shields, Jerry A. 2007. Primary Aquaried Melanosis of the Conjunctiva Trans an

    Optimal Soe vol 105.

  • Sinter. 2006. Belly bursting in Pelagic Fish. North Sea Center Hume Tank, Hirtshals

    Soenan. 2004. Komposisi Kimia Ikan Tuna. PT. Penebar Swadaya.

    Ilyas, 1983. Teknologi Refrigrasi Hasil Perikanan. Teknik Pendingin Ikan. Jilid I.

    CV. Paripurna, Jakarta.

    Sumardi . J. A. 2000. Ikan Segar Mutu dan Cara Pendinginan (review) Teknologi Hasil

    Perikanan. Universitas Brawijay, Malang.

    Standar Nasional Indonesia SNI 7530.1: 2009. Tuna Loin Segar

    Standar Nasional Indonesia SNI 01-4104-2006. Penanganan dan Pengolahan Tuna

    Standart Nasional Indonesia SNI 01-4852-1998. Sistem Analisa Bahaya dan

    Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya.

    Tampubolon, S. M. 1983. Persiapan dan Pengoperasian Pole and Line. Ikatan Alumni

    Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 70 hal.

    Winarno, F.G., dan Surono, (2002), GMP Cara Pengolahan Pangan Yang Baik, Bogor:

    M-Brio Press.

    Widiastuti, Indah. 2010. Analisis Mutu Ikan Tuna Selama Lepas Tangkap pada

    perbedaan Preparasi dan Waktu Penyimpanan. Modul Vol. 3, IPB: Bogor

  • Lampiran 1. Layout Laboratorium Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan

    Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Ambon

    Gambar 3. Layout Lab. Stasiun KIPM Kelas I Ambon.

    Keterangan:

    1. R. Ganti (Baju lab, masker, sarung tangan, sandal lab)

    2. R. Penerimaan Sampel (Frezer, timbangan, mistar, look book)

    3. R. Parasit (Microskop, pisau bedah)

    4. R. Bahan (Lemari bahan, laminary flow, timbangan, hotplat, water steel,

    bahan kimia dll.)

    5. R. Bakteri (Refrigerator, waterbat, microskop, penghancur daging, dll)

    6. R. Isolasi (Laminary flow, incubator)

    7. R.Bahan virus (Peralatan dan bahan virus)

    8. R. PCR

    9. R. Sterlisasi (Peralatan sterlisasi)

    10. R. Amplifikasi

    11. R. Eletro Forensik

    12. R. Administrasi Laboratorium.

    12

    . R

    . A

    dm

    inis

    tras

    i

    Lab

    ora

    tori

    um

    2.

    R.

    Pen

    erim

    aan

    sam

    pel

    4

    . R

    .

    Bah

    an

    5

    . R

    . B

    akte

    ri

    6

    . R

    . Is

    ola

    si

    11

    . R

    . E

    letr

    o

    fore

    nsi

    k

    10

    . R

    .

    Am

    pli

    fik

    asi

    9.

    R.

    Ste

    rlis

    asi

    11

    . R

    . b

    ersi

    h

    Med

    ia

    8.

    R.

    PC

    R

    7.R

    .

    Bah

    an

    vir

    us

    1.

    R.

    Gan

    ti

    3. R

    . Parasit

  • LAMPIRAN 2. Daftar Temuan Ketidaksesuaian UPI PT. Harta Samudera

    DAFTAR TEMUAN

    KETIDAKSESUAIAN UPI

    PT. HARTA SAMUDRA

    OTORITAS KOMPETEN

    BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN

    KEAMANAN HASIL PERIKANAN

    KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

    Jalan Medan Merdeka Timur No.16 Jakarta 10110

    Telp. (021) 3519070 (Hunting), Fax. (021) 3500149, Kotak Pos 4130 JKP 10041

  • OTORITAS KOMPETEN

    BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN

    KEAMANAN HASIL PERIKANAN

    DAFTAR TEMUAN KETIDAKSESUAIAN (NON-CONFORMITIES)

    Nama UPI : PT. HARTA SAMUDRA Status UPI : (Baru /

    Lama)*

    Tanggal Inspeksi : 17 Juli

    2013

    Laporan No : dari

    Alamat :Kompleks Pelabuhan Perikanan Nusantara, Jl. Sultan

    Hasanudin Tantui, Ambon, Maluku

    No. Tlp : 0911 312404

    No. Fax : 0911 312414

    Jenis Produk :

    1. Frozen Tuna (Permohonan/Verifikasi)*

    2. Fresh Tuna

    Pimpinan UPI : Robert Tjoanda

    Tim Inspeksi

    Ketua : Anita Yuni Praptiwi No. Reg 356 /Insp/08

    Anggota : Hibban Suneth No. Reg 595/Insp/12

  • Temuan Ketidaksesuaian

    (Problem, Location, Objective, Reference)

    Acuan Keterangan

    A. Pelaksanaan GMP-SSOP

    1. Fasilitas sanitasi masih belum sesuai hal ini terlihat dari ;

    a, Kran air pencucian tangan di ruang prosesmasih

    dioperasikan dengan tangan dan tidak tersedia

    tempat sampah diruang masuk karyawan

    b.Desain toilet tidak dilengkapi dengan sistem

    penyiraman otomatis (flusying system)

    c. Toilet tidak dilengkapi dengan fasilitas yang memadai

    seperti pengering tangan

    2. Sistem yang menjamin terhadap pencegahan

    kontaminasi silang masih belum efektif, hal ini terlihal

    dari;

    a. Lampu tidak tertutup/memakai pelindung (ditoilet dan

    dipintu masuk karyawan)

    b. Plafon di ruang masuk karyawan berlubang/rusak

    3. Sistem penyimpanan bahan kimia tidak menjamin tidak

    mengkontaminasi produk : belum ada gudang penyimpanan

    untuk bahan kimia yang dipakai harian (disimpan didalam

    ruang proses)

  • B. Penerapan HACCP

    I . Dokumen rancangan HACCP belum sesuai :

    Dalam lembar analisa bahaya masih belum

    dicantumkan penyebab bahaya (untuk frozen tuna)

    Masih mencantumkan bahaya yang non food safety

    (fresh Tuna)

    Penetuan identifikasi CCP masih belum sesuai (semua

    jawaban untuk semua tahapan proses ya)

    2. Dokumen rancangan HACCP Tidak Mutakhir : Alur proses belum mencakup semua input

    3. Hasil pengujian air dan es secara eksternal belum ada

    (Terakhir bulan maret)

    Rencana Penyelesaian Tindakan Perbaikan, Tanggal :17 Agustus 2013

    Ketua Tim Inspeksi a/n

    Pimpinan UPI

    Anita Yuni Praptiwi I Made Maliharyadana

    * Coret yang tidak perlu

    FL/04/SM/01

  • LAMPIRAN 3. Laporan Tindakan Perbaikan UPI PT. Harta Samudera

    LAPORAN TINDAKAN PERBAIKAN UNIT PENGOLAHAN IKAN (UPI)

    Nama Unit Pengolahan : PT. Harta Samudera

    Alamat : Kompleks Pelabuhan Perikanan Nusantara, Jl. Sultan

    Hasanuddin Tantui, Ambon, Maluku Telp. 0911-312404

    Fax. 0911-312414

    Jenis Produk : Frozen Tuna

    Tanggal Inspeksi : 17 Juli 2013

    Inspektur Mutu : 1. Suprayogi, S.Pi., MP

    2. Maryam U. Latuconsina, S.Kel

    3. Anita Yuni Praptiwi, S.Pi

    4. Tithis Asmoroningtyas, S.PKP

    5. Hibban Suneth, ST

    6. Dadang K.S, A.Md

    NO TEMUAN DAN TINDAKAN PERBAIKAN

    1 TEMUAN : Kran Air Pencucian Tangan Diruang Proses Masih Dioperasikan Dengan Tangan Dan

    Tidak Tersedia Tempat Sampah Diruang Masuk Karyawan.

    TINDAKAN PERBAIKAN : Kran Air Pencucian Tangan Diruang Proses Telah Diganti,

    Dioperasikan Dengan Pijakan Kaki Dan Telah Disediakan Tempat

    Sampah Diruang Masuk Karyawan.

    LAMPIRAN :

    TGL PENYELESAIAN PERBAIKAN : 15 Agustus 2013

    GB. SEBELUM PERBAIKAN GB. SESUDAH PERBAIKAN

  • 2 TEMUAN : Desain Toilet Tidak Dilengkapi Dengan Sistim Penyiraman Otomatis (Flusying

    System)

    TINDAKAN PERBAIKAN : Desain Toilet Telah Dilengkapi Dengan Sistim Penyiraman Otomatis

    (Flusying System)

    LAMPIRAN :

    TGL PENYELESAIAN PERBAIKAN : 15 Agustus 2013

    GB. SEBELUM PERBAIKAN GB. SESUDAH PERBAIKAN

  • 3 TEMUAN : Toilet Tidak Dilengkapi Dengan Fasilitas Yang Memadai Seperti Pengering Tangan

    TINDAKAN PERBAIKAN : Toilet Telah Dilengkapi Dengan Fasilitas Pengering Tangan

    LAMPIRAN :

    TGL PENYELESAIAN PERBAIKAN : 15 Agustus 2013

    GB. SEBELUM PERBAIKAN GB. SESUDAH PERBAIKAN

    4 TEMUAN : Lampu Tidak Tertutup/Memakai Pelindung (Toilet Dan Pintu Masuk Karyawan)

    TINDAKAN PERBAIKAN : Lampu Telah Diberi Pelindung/Tertutup Untuk Toilet Dan Pintu

    Masuk Karyawan

    LAMPIRAN :

    TGL PENYELESAIAN PERBAIKAN : 15 Agustus 2013

    GB. SEBELUM PERBAIKAN GB. SESUDAH PERBAIKAN

  • 5 TEMUAN : Plafon Diruang Masuk Karyawan Berlubang/Rusak

    TIN