Upload
ekasabak4776
View
1.485
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mempertahan kan skripsi mendapatkan nilai B. berstukur banget.... belajar pada diri sendiri jangn pernah meniru punya yng lain
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perspektif pendidikan terdapat tiga lembaga utama yang sangat
berpengaruh dalam perkembangan kepribadiaan seorang siswa yaitu sekolah,
keluarga, masyarakat, yang selanjutnya dikenal dengan istilah tripusat pendidikan.
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan sekolah,
keluarga, dam masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan merupakan tanggung jawab
bersama antara Pemerintah, keluarga, dan masyarakat.
Allah SWT dalam Al-Quran surat At-Tahrim Ayat 6 berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya adalah malaikat-malaikat
yang kasar, yang tidak didustai Allah terhadap apa yang di perintahkan kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang di perintahkan.”1
Lembaga sekolah merupakan tempat formal untuk siswa menerima
pendidikan dan pembinaan. Meskipun diakui bahwa sekolah mengkhususkan untuk
kegiatan pendidikan, namun sekolah tidak mulai dari “ ruang hampa”. Sekolah
menerima siswa setelah melalui berbagai pengalaman dan sikap serta memperoleh
1 Depag, alquran dan terjemahan, toha putra, surat at-Tahrim ayat 6 hal.561
1
banyak tingkahlaku dan keterampilan yang diperoleh dari lembaga keluarga. Oleh
karena itulah guru memiliki peran penting dalam membentuk akhlak siswa yang di
terima dari sekolah.
Pendidikan agama merupakan pendidikan dasar yang harus diberikan kepada
anak-anak dini ketika muda. Hal tersebut mengingat bahwa pribadi siswa pada usia
kanak-kanak masih mudah untuk dibentuk dan anak didik masih banyak yang berada
dibawah pengaruh lingkungan rumah tangga dan sekolah. Mengingat arti strategis
lembaga sekolah tersebut, maka pendidikan agama formal yang merupakan
pendidikan dasar harus dimulai dari sekolah dan guru.
Pendidikan agama dan spiritual termasuk bidang-bidang pendidikan yang
harus mendapat perhatian penuh oleh sekolah terhadap anak didik. Pendidikan agama
dan spiritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual yang
bersipat naluri yang ada pada anak didik. Demikian pula, memberikan kepada anak
bekal pengetahuan agama dan nilai-nilai budaya islam yang sesuai dengan umurnya
sehingga dapat menolongnya kepada pengembangan sikap agama yang betul.
Inti pendidikan sesungguhnya adalah penanaman iman ke dalam jiwa anak
didik, dan untuk melaksanakan hal itu secara maksimal dapat dilaksanakan dalam
lingkungan sekolah. Dari beberapa pendapat bahwa pendidikan agama, dalam arti
pendidikan dasar dan konsep islam adalah pendidikan moral oleh guru dilingkungan
sekolah. Disinilah harus dimulai pembinaan kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam
diri anak didik. Lingkungan sekolah yang dapat membina pendidikan ini, karena anak
yang berusia muda itu lebih banyak berada dilingkungan sekolah dari pada diluar.
2
Tugas lingkungan sekolah dalam hal pendidikan moral penting sekali, bukan
hanya usia kecil dan muda anak didik serta besarnya pengaruh sekolah, tetapi karena
pendidikan moral dalam sistem pendidikan kita pada umumnya belum mendapatkan
tempat yang sewajarnya. Pendidikan formal di Indonesia masih banyak mengambil
bentuk pengisian otak anak didik dalam pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan
untuk masa depannya, sehingga penanaman nilai-nilai moral belum menjadi skala
prioritas. Oleh sekolah atau guru, Jika guru tidak menjalankan tugas tersebut, maka
moral dalam masyarakat kita mengalami kritis. Dari segi kegunaan, pendidikan
agama dalam lingkungan sekolah berfungsi sebagai berikut; pertama, penanaman
nilai dalam arti pandangan hidup yang kelak mewarnai perkembangan jasmani dan
akalnya. Kedua, penanaman sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai guru
dan pengetahuan di sekolah.
Bagaimanapun sederhananya pendidikan agama yang diberikan di sekolah, itu
akan berguna bagi anak dalam memberikan nilai pada teori-teori pengetahuan yang
kelak akan diterima di masyarakat. Inilah tujuan atau kegunaan pndidikan agama
dalam lingkungan sekolah.
Oleh karena itu, peranan pendidikan ( khusus pendidikan agama ) memainkan
penanan pokok yang sepatutnya dijalankan oleh setiap keluarga terhadap anggota-
anggotanya. Lembaga-lembaga lain dalam masyarakat seperti lembaga politik,
ekonomi dan lain-lain tidak dapat memegang dan mengantikan peranan ini. Lembaga-
lembaga lain mungkin dapat mengantikannya, kecuali dalam keadaan – keadaan luar
biasa.
3
Barang kali ada orang yang sering bebicara soal pendidikan sementara
pandangannya tertuju khusus pada sekolah. Pendidikan lebih luas dari sekedar
sekolah. Memang sekolah merupakan salah satu lembaga yang mengkhususkan diri
untuk kegiatan pendidikan, namun tidak di pungkiri bahwa sekolah menerima anak
setelah anak itu melalui berbagai pengalaman dan memperoleh banyak tingkahlaku
dan keterampilan dalam sekolah.
Berdasarkan pengamatan diatas, penulis menemukan gejala-gejala sebagai
berikut:
1. Guru tidak memberi contoh tauladan bagi siswa.
2. Kurangnya waktu guru untuk lebih memperhatikan siswa.
3. Guru kurang selektif dalam menemukan perubahan yang sesuai dengan ajaran
islam.
4. Guru tidak menegur siswa yang berikap menyalahi moral.
5. Guru tidak memberikan motivasi tentang akhlak dalam setiap pengajaran.
Dari gejala tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penenlitian dengan judul
“STUDI DESKRIPTIF TENTANG PERAN GURU DALAM PEMBENTUKAN
AKHLAK SISWA MTS TAMBELAN KABUPATEN BINTAN”.
B. Alasan Memilih Judul
4
Adapun alasan utama penulis memilih judul ini untuk di teliti antara lain
sebagai berikut :
1. Tidak sedikit guru yang justru kurang memberikan contoh tauladan bagi siswa
2. Banyaknya siswa berasal dari latar belakang keluarga Islam justru tidak
menunjukan jati diri Islam itu yang sebenarnya
3. Penelitian ini sesuai dengan jurusan penulis yaitu Pendidikan Agama Islam.
4. Melihat kondisi saat ini, sehingga penulis ingin meneliti bagaimana peran
guru sebagai pendidik, pengajar dan pembimbing utama di sekolah bagi
siswa.
C. Penegasan Istilah
- Peran : Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan.2
- Deskriptif : Pemaparan atau gambaran apa adanya secara jelas dan
terperinci3
- Pembentukan akhlak : suatu proses menjadikan sifat agar menjadi lebih baik
dan tidak menyimpang dari ajaran Islam.4
- Guru : Tenaga pendidik sekolah formal5
D. Permasalahan
2 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depertemen Pemdidikan Nasonal, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hal 4263 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depertemen Pemdidikan Nasonal, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hal 3294 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depertemen Pemdidikan Nasonal, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hal 4245 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depertemen Pemdidikan Nasonal, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hal 415
5
1. Pembeberan Masalah
a. Untuk mengetahui Bagaimana peran guru dalam pembentukan akhlak Siswa
MTS TAMBELAN ?
b. Untuk mengetahui seberapa besar peranan guru dalam pembentukan akhlak
Siswa MTS TAMBELAN ?
c. Untuk mengetahui usaha-usaha apa yang dilakukan oleh dalam membentuk
akhlak Siswa ?
d. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi guru dalam membentuk
akhlak siswa ?
e. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang mendukung/ hambatan peran guru dalam
pembentukan akhlak siswa MTS Tambelan ?
f. untuk mengetahui usaha-usaha keterlibatan orang tua dalam membantu guru di
sekolah?
Batas masalah
Mengingat banyaknya persoalan – persoalan yang mengitari kajian ini, seperti
yang dikemukakan dalam pembeberan masalah di atas, maka penulis memfokuskan
hanya pada peran guru dalam pembentukan akhlak Siswa MTS TAMBELAN dalam
sekolah.
E. Rumusan Masalah
6
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan penenlitian ini adalah “
Peran Guru Dalam Pembentukan Akhlak Siswa MTS TAMBELAN”. Dari
permasalahan tersebut kemudian diajukan dua pertanyaan penelitian.
a. Bagaimana peranan guru terhadap pembentukan akhlak siswa di MTS
Tambelan ?
b. Factor – factor apa saja yang mendukung/menghambat peran guru dalam
pembentukan akhlak siswa MTS Tambelan ?
F. Tujuan dan Manfaat penelitian
1. Tujuan penelitian
Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui peran guru dalam pembentukan akhlak siswa di MTS
Tambelan.
b. Untuk mengetahui factor-faktor yang mendukung/menghambat peran guru
dalam pembentukan akhlak siswa di MTS Tambelan.
2. Manfaat Penenlitian
Ada pun manfaat yang dapat diperoleh dari adanya penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana peran guru dalam pembentukan
akhlak siswa.
7
b. Sebagai masukan kepada guru tentang tanggung jawab guru dalam
pembentukan akhlak siswa agar tidak menyimpang dari syariat Islam.
c. Sebagai salah satu syariat untuk meraih gelar sarjana di Sekolah Tinggi
Agama Islam Miftahul Ulum Tanjungpinang.
G. Kerangka Teoritis
Dalam sebuah penelitian dirasakan sangat perlu beberapa teori tentang peran
guru agar mendukung penelitian ini. Adapun teori-teori tersebut antara lain adalah
sebagai berikut.
Dalam surat at-tahrim ayat 6 seperti disebutkan pada halaman satu yang
artinya : “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya adalah malaikat-
malaikat yang kasar, yang tidak didustai Allah terhadap apa yang di perintahkan
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang di perintahkan. Dalam surat diatas
Allah SWT sudah menegaskan bahwa mendidik siswa merupakan tanggung jawab
guru sebagai orang tua di sekolah, lingkungan keluarga, bahkan Allah SWT
mengancam dengan keras jika kita tidak memelihara diri dan keluarga kita dengan
akhlak yang baik maka Allah SWT mempersembahkan api neraka bagi kita keluarga
kita. Intinya adalah bagaimana agar kita terhindar dari ancaman Allah SWT tersebut,
tentunya dengan menjadikan siswa dan keluarga kita sebagai manusia yang berakhlak
dihadapan Allah SWT.
8
Selain dalam lingkungan sekolah ternyata lingkungan lain juga cukup
mempengaruhi akhlak siswa, antara lain lingkungan masyarakat. John W Sntrock
seorang ahli psikologi mengemukakan, kolaborasi yang besar antara keluarga,
sekolah dan lingkungan akan meningkatkan perkembangan siswa.6 Dapat dipastikan
bahwa perkembangan dari berbagai macam unsure utama dan pelengkap dalam
pedoman mengarungi kehidupan didunia ini, termasuklah didalamnya yaitu akhlak.
Seharusnya bahasa akhlak bukanlah lagi bahasa yang dirasakan berbau
pesantren dan terkesan kuno serta tidak gaul bagi guru Dan orang tua. Dalam kurun
belakang ini kata-kata moral, akhlak, tingkah laku, norma dan sebagainya cukup
popular. Mungkin hal ini terjadi dikarenakan kondisi siswa dan guru saat ini tidak
saling mendukung. Oleh karena itulah banyak bermunculan tulisan – tulisan
mengenai peran guru dalam pembentukan akhlak dan moral siswa, serta didukung
pula dengan pola dan tata cara agar mempermudah guru dalam mengarahkan serta
memahami siswa mereka. Hal serupa juga ditegaskan oleh ketua DPRD Propinsi
Kepualauan Riau Ir.H.M.NUR SYAFRIADI, M.Si “ keberhasilan pendidikan
tergantung pada tiga pilar yaitu Guru, orang tua, dan siswa”.7 Salah satu cara yang
dipastikan akan membantu siswa-siswa dalam pemikiran moral mereka kearah
perilaku moral yang positif adalah mengajar dengan contoh.8
6 Adolescence perkembangan remanja edisi 6, John W santrock.Erlangga,2003,hal2117 Majalah Galiga, Juli – desember, 2008, hal.48 Mengkomunikasikan moral kepada anak, Wiwid Wahyuning-jash-metta Rahmadiana PT, Alex Media Komputindo, Jakarta,2003, hal 140
9
Guru adalah sumber kepribadian seorang siswa, guru tempat pertama bagi
siswa untuk belajar interaksi social. Melalui gurulah siswa belajar merespon terhadap
masyarakat dan bradaptasi di tengah masyarakat.
Peran guru bagi siswa-siswa yakni sebagai panutan yang mampu menuntun
dan mengendalikan perilaku.
Dengan memasukan anak ke sekolah unggulan yang berbasis Islam guru
cenderung merasa puas bahwa mereka sudah memeberikan pendidikan kepada anak,
termasuk pendidikan akhlak. Padahal pendidikan formal tidak terlalu cocok untuk
membangun dasar-dasar moralitas dan akhlak yang cukup kuat bagi anak.
Yang paling penting mempengaruhi pola kerohanian seorang anak adalah
sikap guru yang secara terbuka menunjukan bagaimana sikap guru menjalankan nilai-
nilai dan keyakinan mereka dihadapan anak.
H. Operasional Variabel
Berdasarkan judul diatas, kajian ini mengenai peran guru dalam pembentukan
akhlak siswa yang bersekolah di Mts Tambelan. Adapun yang dimaksud dengan
peran guru adalah bapak dan ibu guru yang memiliki hubungan langsung sebagai
perwakilan orangtua kandung dalam proses pembelajaran di sekolah. Sedangkan
pembentukan akhlak siswa yang dimaksudkan adalah proses menjadikan suatu pola
tingkah laku ataupun sikap yang menyimpang menjadi pola-pola yang seharusnya
dan sesuai dengan kaidah-kaidah ajaran agama islam.
Indicatornya adalah sebagai berikut :
10
1. Guru dalam kehidupan sehari-hari dapat menjadi model tauladan bagi siswa.
2. Guru selalu mendukung setiap aktivitas dan kegiatan yang brhubungan
dengan keagamaan.
3. Guru mengawasi setiap sikap dan prilaku siswa yang menyimpang.
Berdasarkan indicator diatas, baik atau tidaknya peran guru dalam
pembentukan akhlak anak akan dikatagorikan yaitu :
a. Sangat baik
b. Baik
c. Cukup baik
d. Tidak baik
I. Sistematika Skripsi
Systematika penulisan skripsi ini seluruhnya terdiri dari lima bab, masing-
masing bab diperincikan daalam sub-sub pokok pembahasan tersebut merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Adapun sistematika penulisan skripsi adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, penegasan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, operasional variable. Sistematika skripsi.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang teori –teori pendukung tentang penelitian mengenai peran guru
dalam pembentukan akhlak.
11
BAB III : METODE PENELITIAN
Terdiri dari waktu dan tempat penelitian, subjek dan objek penelitian, sampel
dan populasi, teknik pengumpulan data, teknik analisa data.
BAB IV : PENYAJIAN HASIL PENELITIAN DAN PERSEMBAHAN
Terdiri dari tinjauan umum lokasi penelitian, penyajian data, pembahasan data
hasil penelitian.
BAB V : PENUTUP
Terdiri dari kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN –LAMPIRAN
12
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Peranan dan Kedudukan Sekolah dalam Pembentukan Akhlak
1. Pengertian Sekolah
Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa (atau
"murid") di bawah pengawasan guru. Sebagian besar negara memiliki sistem
pendidikan formal, yang umumnya wajib. Dalam sistem ini, siswa kemajuan melalui
serangkaian sekolah. Nama-nama untuk sekolah-sekolah ini bervariasi menurut
negara (dibahas pada bagian Daerah di bawah), tetapi umumnya termasuk sekolah
dasar untuk anak-anak muda dan sekolah menengah untuk remaja yang telah
menyelesaikan pendidikan dasar.
Ikatan dalam sekolah tersebut didasarkan kepada kasih sayang antara bapak
dan ibu guru. Oleh karena itu hubungan pendidikan dalam sekolah adalah didasarkan
atas adanya hubungan guru dan anak. Pendidikan dalam sekolah dilaksanakna atas
dasar cinta kasih sayang kodrati, rasa kasih sayang yang murni, yaitu rasa cinta kasih
sayang guru terhadap anaknya. Rasa kasih sayang ini lah yang menjadi sumber
kekuatan menjadi pedorong guru untuk tidak jemu-jemunya membimbing dan
memberikan pertolongan yang dibutuhkan anak didik.9
Dalam psikologi, sekolah adalah sekumpulan orang yang bersama dalam
tempat belajar bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya satu tujuan
sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, saling menyerahkan
9 HM.Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu pendidikan, UIN Jakarta Press, Jakarta, 2005, hal 21
13
diri. Sekolah merupakan sebuah kelompok terbentuk karena tujuan yang sama,
perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan pola pikir,
kedewasaan anak dalam akhlaknya.
Jadi sekolah dalam bentuk yang murni merupakan satu-kesatuan social ini
mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama. Sekolah adalah masyarakat formal
sekurang – kurangnya terdiri guru sebagai intinya anak-anak sebagai anak didik.
Menurut pandangan sosiologi, sekolah dalam arti luas meliputi semua pihak
yang mempunyai hubungan kepentingan dan tujuan yang sama dalam arti sempit
sekolah meliputi guru dengan anak-anak didiknya.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
sekolah adalah kesatuan unsure formal yang terdiri dari guru dan anak didik. Masing
–masing unsure tersebut mempunyai peranan penting dalam membina dan
menegakkan sekolah, sehingga bila salah satu unsure tersebut hilang maka sekolah
tersebut akan guncang atau kurang seimbang. Sekolah mempunyai peranan penting
dalam pembinaan dan pembentukan akhlak tersebut, baik dalam lingkungan
masyarakat islam mau pun non-islam.
Karena sekolah merupaka tempat formal pertumbuhan anak pertama dimana
dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting
dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupan
( usia sekolah ), sebab pada masa tesebut apa yang ditanamkan pada diri anak akan
sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sesudahnya. Dari kini,
keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat.
14
2. Fungsi Sekolah
Dalam kehidupan manusia, keperluan dan hak kewajiban, perasaan dan
keinginan adalah hak yang komplek. Pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dari
sekolah sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan diri seseorang, dan akan
binasalah pergaulan seseorang bila guru tidak menjalankan tugasnya sebagai
pendidik.
Secara sosiologi sekolah dituntut berperan dan fungsi untuk menciptakan
suatu masyarakat yang aman, tentram, bahagia dan sejahtera, yang semua itu harus
dijalankan oleh sekolah sebagai lembaga formal terkecil. Dalam buku sekolah muslim
dalam masyarakat modern, dijelaskan bahwa yaitu, fungsi biologis, edukatif,
religious, proyektif, sosialisasi, rekreatif dan ekonomi. Sekolah sebagai kesatuan
hidup bersama, menurut ST. Vembriarto, mempunyai 7 fungsi yang ada hubungannya
dengan kehidupan si anak, yaitu :
1. Fungsi biologic: yaitu sekolah merupakan tempat formal anak didik secara
biologis anak-anak berasal dari orang tua. Mula – mula dari dua manusia,
seorang pria dan wanita yang hidup bersama dengan ikatan nikah kemudian
berkembang lahirnya anak-anaknya sebagai generasi penerus atau dengan kata
lain kelanjutan dari identitas keluarga.
2. Fungsi afeksi; yaitu sekolah merupakan tempat terjadinya hubungan social
yang penuh dengan kemesraan dan afeksi ( penuh kasih sayang dan rasa
aman).
15
3. Fungsi sosiologi; yaitu fungsi sekolah dalam membentuk kepribadian anak.
Melalui interaksi social dalam sekolah anak mempelajari pola-pola tingkah
laku, sikap,keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka
perkembangan kepribadiaannya.
4. Fungsi pendidikan; yaitu sekolah sejak dulu merupakan institusi pendidikan.
Dahulu sekolah merupakan satu-satunya institusi untuk mempersiapkan anak
agar dapat hidup secara social dan ekonomi di masyarakat. Sekarangpun
sekolah dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang formal dan utama dalam
mengembangkan dasar kepribadiaan anak. Selain itu sekolah/guru menurut
hasil penelitian psikologi berfungsi sebagai factor pemberi penuh utama bagi
motivasi belajar anak yang pengaruhnya begitu mendalam pada setiap langkah
perkembangan anak yang dapat bertahan hingga ke perguruan tinggi.
5. Fungsi rekreasi; yaitu sekolah merupakan tempat/medan rekreasi untuk
memperoleh afeksi, ketenangan dan kegembiraan.
6. Fungsi keagamaan; yaitu sekolah merupakan pusat pendidikan, upacara adab
ibadah agama bagi para anggotanya, disamping peran yang dilakukan institusi
agama. Fungsi ini penting artinya bagi penanaman jiwa agama pada si anak;
sayangnya sekarang ini fungsi keagamaan ini mengalami kemunduran akibat
pengaruh sekularisasi. Hal ini sejalan dengan hadis rasullullah SAW yang
menginggatkan para umat : setiap anak dilahirkan secara fitrah, arang
tuanyalah yang akan menjadikannya, yahudi, nasrani, dan majusi.
16
7. Fungsi perlindungan; yaitu sekolah berfungsi memelihara, merawat dan
melindungi si anak baik fisik maupun sosialnya. Fungsi ini oleh sekolah
sekarang tidak dilakukan sendiri tetapi banyak dilakukan oleh badan-badan
social seperti tempat perawatan bagi anak cacat tubuh mental, anak yatim
piatu, anak nakal dan perusahaan asuransi. Sekolah diwajibkan untuk
berusaha agar setiap anggotanya dapat terlindung dari gangguan – gangguan
seperti gangguan udara dengan menyediakan rumah, gangguan penyakit
dengan berusaha menyediakan obat-obatan dan gangguan bahaya dengan
berusaha menyediakan senjata, pagar / tembok dan lain-lain10
B. Hakikat Akhlak
a. Pengertian Akhlak
Pengertian Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan
etimologi,perkataan "akhlak" berasal dari bahasa Arab jama' dari bentuk mufradnya
"Khuluqun" yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau
tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan
"khalkun" yang berarti kejadian, serta erat hubungan " Khaliq" yang berarti Pencipta
dan "Makhluk" yang berarti yang diciptakan.11 Baik kata akhlaq atau khuluq kedua-
duanya dapat dijumpai di dalam al-Qur'an, sebagai berikut:
10 Op cit, hal 23
11 Zahruddin AR. Pengantar Ilmu Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet
17
.Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung..
(Q.S. Al-Qalam, 68:4).12
Sedangkan menurut pendekatan secara terminologi, berikut ini beberapa pakar
mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:
1. Ibn Miskawaih
Bahwa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu).13
2. Imam Al-Ghazali
Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir
berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan
pertimbanagan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik
dari segi akal dan syara', maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika lahir darinya
perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.14
3. Prof. Dr. Ahmad Amin
Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang
dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu
dinamakan akhlak.
Menurutnya kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia
setelah imbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga
12 al-Qur'an dan Terjemah, Departemen Agama Republik Indonesia, (Jakarta: CV. Toha PutraSemarang, 1989), h. 96013 Zahruddin AR, h. 414 Prof. Dr. H. Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, ( PT. Mitra Cahaya Utama, 2005), Cet ke-2,h. 29
18
mudah melakukannya, Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai
kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar.
Kekuatan besar inilah yang bernama akhlak.15
Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak
sebagaimana tersebut diatas tidak ada yang saling bertentangan, melainkan saling
melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan
lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran lagi dan sudah
menjadi kebiasaan.
Jika dikaitkan dengan kata Islami, maka akan berbentuk akhlak Islami, secara
sederhana akhlak Islami diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau
akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam
menempati posisi sifat. Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yang
dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan sebernya berdasarkan pada
ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak Islami juga bersifat
universal.16
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menjabarkan
akhlak universal diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan sosial
yang terkandung dalam ajaran etika dan moral. Menghormati kedua orang tua
misalnya adalah akhlak yang bersifat mutlak dan universal. Sedangkan bagaimana
15 Zahruddin AR, h. 4-5.16 Prof. Dr. H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003),Cet ke-5, h. 147
19
bentuk dan cara menghormati oarng tua itu dapat dimanifestasikan oleh hasil
pemikiran manusia.
Jadi, akhlak islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong,
membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit social dari jiwa dan
mental, serta tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia
dan akhirat.
Dengan demikian akhlak Islami itu jauh lebih sempurna dibandingkan dengan
akhlak lainnya. Jika aklhak lainnya hanya berbicara tentang hubungan dengan
manusia, maka akhlak Islami berbicara pula tentang cara berhubungan dengan
binatang, tumbuh-tumbuhan, air, udara dan lain sebagainya. Dengan cara demikian,
masing-masing makhluk merasakan fungsi dan eksistensinya di dunia ini.
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menjabarkan
akhlak universal diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan sosial
Kita telah mengetahui bahwa akhlak Islam adalah merupakan sistem moral atau
akhlak yang berdasarkan Islam, yakni bertitik tolak dari aqidah yang diwahyukan
Allah kepada Nabi atau Rasul-Nya yang kemudian agar disampaikan kepada
umatnya. Akhlak Islam, karena merupakan sistem akhlak yang berdasarkan kepada
kepercayaan kepada Tuhan, maka tentunya sesuai pula dengan dasar dari pada agama
itu sendiri. Dengan demikian, dasar atau sumber pokok dari pada akhlak adalah al-
Qur'an dan al-Hadits yang merupakan sumber utama dari agama itu sendiri.17 Pribadi
Nabi Muhammad adalah contoh yang paling tepat untuk dijadikan teladan dalam
17 Drs. H. A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1997), Cet ke-2, h. 149
20
membentuk kepribadian. Begitu juga sahabat-sahabat Beliau yang selalu berpedoman
kepada al-Qur'an dan as-Sunah dalam kesehariannya. Beliau bersabda:
Artinya:
Dari Anas bin Malik r.a. berkata, bahwa Nabi saw bersabda,"telah ku
tinggalkan atas kamu sekalian dua perkara, yang apabila kamu berpegang
kepada keduanya, maka tidak akan tersesat, yaitu Kitab Allah dan sunnah Rasul-
Nya.18
Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa segala perbuatan atau tindakan
manusia apapun bentuknya pada hakekatnya adalah bermaksud mencapai
kebahagiaan, sedangkan untuk mencapai kebahagiaan menurut sistem moral atau
akhlak yang agamis (Islam) dapat dicapai dengan jalan menuruti perintah Allah yakni
dengan menjauhi segala larangan-Nya dan mengerjakan segala perintah-Nya,
sebagaimana yang tertera dalam pedoman dasar hidup bagi setiap muslim yakni al-
Qur'an dan al-Hadits.
2) Macam-macam Akhlak
a) Akhlak Al-Karimah
18 Ibid, h, 149-150
21
Akhlak Al-karimah atau akhlak yang mulia sangat amat jumlahnya, namun
dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia,
akhlak yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Akhlak Terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan
selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang
jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau hakekatnya.
2. Akhlak terhadap Diri Sendiri
Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai,
menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena
sadar bahwa dirinya itu sebgai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggung
jawabkan dengan sebaik-baiknya.
Contohnya: Menghindari minuman yang beralkohol, menjaga kesucian jiwa, hidup
sederhana serta jujur dan hindarkan perbuatan yang tercela.
3. Akhlak terhadap sesama manusia
Manusia adalah makhluk social yang kelanjutan eksistensinya secara
fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain, untuk itu, ia perlu
bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan orang lain. Islam menganjurkan
berakhlak yang baik kepada saudara, Karena ia berjasa dalam ikut serta mendewasaan
kita, dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita. Caranya dapat dilakukan
dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya.19
19 Prof. Dr. H. Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, ( PT. Mitra Cahaya Utama, 2005), Cet ke-2, h.49-57
22
Jadi, manusia menyaksikan dan menyadari bahwa Allah telah mengaruniakan
kepadanya keutamaan yang tidak dapat terbilang dan karunia kenikmatan yang tidak
bisa dihitung banyaknya, semua itu perlu disyukurinya dengan berupa berzikir
dengan hatinya. Sebaiknya dalm kehidupannya senantiasa berlaku hidup sopan dan
santun menjaga jiwanya agar selalu bersih, dapt tyerhindar dari perbuatan dosa,
maksiat, sebab jiwa adalah yang terpenting dan pertama yang harus dijaga dan
dipelihara dari hal-hal yang dapat mengotori dan merusaknya. Karena manusia adalah
makhluk sosial maka ia perlu menciptakan suasana yang baik, satu dengan yang
lainnya saling berakhlak yang baik.
b) Akhlak Al-Mazmumah
Akhlak Al-mazmumah (akhlak yang tercela) adalah sebagai lawan atau
kebalikan dari akhlak yang baik seagaimana tersebut di atas. Dalam ajaran Islam
tetapmembicarakan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan
benar, dan dapat diketahui cara-cara menjauhinya.
Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak yang tercela, di
antaranya:
1. Berbohong
Ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai dengan yang
sebenarnya.
2. Takabur (sombong)
23
Ialah merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain. Pendek
kata merasa dirinya lebih hebat.
3. Dengki
Ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain.
4. Bakhil atau kikir
Ialah sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk orang
lain.20 Sebagaimana diuraikan di atas maka akhlak dalam wujud pengamalannya di
bedakan menjadi dua: akhlak terpuji dan akhlak yang tercela. Jika sesuai dengan
perintah Allah dan rasul-Nya yang kemudian melahirkan perbuatan yang baik, maka
itulah yang dinamakan akhlak yang terpuji, sedangkan jika ia sesuai dengan apa yang
dilarang oleh Allah dan rasul-Nya dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang buruk,
maka itulah yang dinamakan akhlak yang tercela.
3) Tujuan Akhlak
Tujuan dari pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusia
yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia
dalam tingkah laku perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas,
jujur dan suci. Dengan kata lain pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan
manusia yang memiliki keutamaan (al-fadhilah). Berdasarkan tujuan ini, maka setiap
saat, keadaan, pelajaran, aktifitas, merupakan sarana pendidikan akhlak. Dan setiap
20 Ibid, h. 57-59
24
pendidik harus memelihara akhlak dan memperhatikan akhlak di atas segalagalanya.21
Barmawie Umary dalam bukunya materi akhlak menyebutkan bahwa tujuan
berakhlak adalah hubungan umat Islam dengan Allah SWT dan sesama makhluk
selalu terpelihara dengan baik dan harmonis.22 Sedangkan Omar M. M.Al-Toumy Al-
syaibany, tujuan akhlak adalah menciptakan kebahagian dunia dan akhirat,
kesempurnaan bagi individu dan menciptakan kebahagian, kemajuan, kekuataan dan
keteguhan bagi masyarakat.23 Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
akhlak pada prisnsipnya adalah untuk mencapai kebahagian dan keharmonisan dalam
berhubungan dengan Allah SWT, di samping berhubungan dengan sesama makhluk
dan juga alam sekitar, hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan
sempurna serta lebih dari makhluk lainnya.
Pendidikan agama berkaitan erat dengan pendidikan akhlak, tidak berlebihan
apabila dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab yang baik adalah yang
dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh
agama. Shhingga nilai-nilai akhlak, keutamaan akhlak dalam masyarakat Islam
adalah akhlak dan keutamaan yang diajarkan oleh agama.
21 Prof. DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 11522 Drs. Barnawie Umary, Materi Akhlak, (Solo: CV Ramadhani, 1988). h 223 Omar M. M.Al-Toumy Al-syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Bulan Bintang, 1979), Cet ke-2, h.346
25
3. Hakikat Siswa
a. Pengertian
Dalam pengertian umum, siswa adalah setiap orang yang menerima pengaruh
dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan
pendidikan.sedangkan dalam arti sempit siswa adalah anak (pribadi yang belum
dewasa) yang di serahkan kepada tanggung jawab pendidik.24 Dalam bahasa
Indonesia, makna siswa, murid, pelajar dan peserta didik merupakan sinonim
(persamaan), semuanya bermakna anak yang sedang berguru (belajar dan
bersekolah), anak yang sedang memperoleh pendidikan dasar dari satu lembaga
pendidikan. Jadi dapat dikatakan bahwa siswa merupakan semua orang yang sedang
belajar, baik pada lembaga pendidikan secara formal maupun lembaga pendidikan
non formal.25 Siswa adalah subjek utama dalam pendidikan. Dialah yang belajar
setiap saat. Belajar siswa tidak mesti harus selalu berinteraksi dengan guru dalam
proses interaksi edukatif. Tokoh-tokoh aliran behaviorisme beranggapan bahwa siswa
yang melakukan aktivitas belajar seperti membaca buku, mendengarkan penjelasan
guru, mengarahkan pandangan kepada seorang guru yang menjelaskan di depan
kelas, termasuk dalam kategori belajar. Mereka tidak melihat ke dalam fenomena
psikologis anak didik. Aliran ini berpegang pada realitas dengan mata telanjang
dengan mengabaikan proses mental dengan segala perubahannya, sebagai akibat dari
aktivitas belajar tersebut.26 Tetapi aliran kognitivisme mengatakan lain bahwa
24 Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan, Sistematis, (Yogyakarta: FIP IKIP, 1986, h. 120; Ahmad D Marimba, op.cit, h. 58-59, Suwarno, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Aksara Baru, 1985), h. 67-6825 Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA, Fauzan MA, Pendidikan Dalam Perspektif Hadits, h. 24826 Syaiful Bahri Djamarah., op.cit., h. 47
26
keberhasilan belajar itu ditentukan oleh perubahan mentak dengan masuknya
sejumlah kesan yang baru dan pada akhirnya mempengaruhi perilaku. Berbeda
dengan aliran behaviorisme yang hanya melihat fenomena perilaku saja, aliran
kognitivisme jauh melihat ke dalam fenomena psikologis.27
b. Dasar-Dasar Kebutuhan Anak Untuk Memperoleh Pendidikan
Secara kodrati, anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang
dewasa. Dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang
dimiliki oleh setiap anak yang hidup di dunia ini.
Rasulullah saw bersabda:
Tiadalah seseorang yang dilahirkan melainkan menurut fitrahnya, maka
akibat kedua orang tuanyalah yang me-Yahudikannya atau me-Nasranikannya
atau me-Majusikannya. Sebagaimana halnya binatang yang dilahirkan dengan
sempurna, apakah kamu lihat binatang itu tidak berhidung dan bertelinga?
Kemudian Abi Hurairah berkata,"Apabila kau mau bacalah lazimilah fitrah Allah
yang telah Allah ciptakan kepada manusia di atas fitrah-Nya. Tiada penggantian
terhadap ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus (Islam)." (HR.Muslim)
Prof. DR. H. Ramayulis mengartikan fitrah dalam arti etimologi berarti alkhilqah, al-
ibda', al-ja'l (penciptaan). Arti ini disamping dipergunakan untuk maksud penciptaan
alam semesta juga pada penciptaan manusia. Dengan makna etimologi ini, maka
hakekat manusia adalah sesuatu yang diciptakan, bukan menciptakan.28
27 Ibid.28 Prof. DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004) Cet ke-4, h. 278
27
Sedangkan, Allah SWT. berfirman:
Artinya:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati,agar kamu bersyukur. (QS.An-Nahl/16:78)29
Dari hadits dan ayat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manusia itu
untuk dapat menentukan status manusia sebagaimana mestinya adalah harus
mendapatkan pendidikan. Dalam hal ini keharusan mendapatkan pendidikan itu jika
diamati lebih jauh sebenarnya mengandung aspek-aspek kepentingan yang antara lain
dapat dikemukakan sebagai berikut.
a. Aspek Paedagogis.
Dalam aspek ini, para ahli didik memandang manusia sebagai animal
educandum: makhluk yang memerlukan pendidikan. Adapun manusia dengan potensi
yang dimilikinya, mereka dapat dididik dan dikembangkan kearah yang diciptakan,
setaraf dengan kemampuan yang dimilikinya. Islam mengajarkan bahwa anak itu
membawa berbagai potensi yang selanjutnya apabila potensi tersebut dididik dan
dikembangkan ia akan menjadi manusia secara fisik dan mental akan memadai.
b. Aspek Sosiologi dan Kultural
Menurut ahli sosiologi pada prisipnya, manusia adalah homosocius, yaitu
makhluk yang berwatak dan berkemampuan dasar atau memiliki garizah (instink)
29 al-Qur'an dan Terjemah, Departemen Agama Republik Indonesia,
28
untuk hidup bermasyarakat. Sebagai makhluk social manusia memiliki rasa tanggung
jawab social yang diperlukan dalam mengembangkan hubungan timbal balik
dansaling pengaruh mempengaruhi antara anggota masyarakat dalam kesatuan hidup
mereka.
Dengan demikian manusia dikatakan sebagai makhluk social berate pula
manusia itu adalah makhluk yang berkebudayaan, baik moral maupun material. Di
antara intink manusai adalah adanya kecenderungan mempertahankan segala apa
yang dimilikinya termasuk kebudayaannya. Oleh karena itu maka manusia perlu
melakukan pemindahan dan penyaluran serta pengoperan kebudayaannya kepada
generasi yang akan menggantikannya di kemudian hari.
c. Aspek Tauhid
Aspek tauhid ini adalah aspek pandanagan yang mengakui bahwa manusia itu
adalah makhluk yang berketuhanan yang menurut istilah ahli disebut homo divinous
(makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut juga homo religios (makhluk
yang beragama). Adapun kemampuan dasar yang menyebabkan manusia menjadi
makhluk yang ebrketuhanan dan beragama adalah karena di dalam jiwa manusia
terdapat instink religios atau garizah Diniyah (instink percaya pada agama). Itulah
sebabnya, tanpa melalui proses pendidikan instink religios atau garizah Diniyah
tersebut tidak akan mungkin dapat berkembang secara wajar. Dengan demikian
pendidikan keagamaan mutlak diperlukan untuk mengembangkan kedua instink
tersebut.30
30 Dra. Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), Cet ke-2, h. 86-89
29
Karena itulah, anak didik memiliki beberapa karakteristik, diantaranya:
1) Belum memiliki pribadi dewasa susila, sehingga masih menjadi tanggung jawab
pendidik.
2) Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga masih
menjadi tanggung jawab pendidik.
3) Sebagai manusia memiliki sifat-sifat dasar yang sedang ia kembangkan secara
terpadu, menyangkut seperti kebutuhan biologis, rohani, sosial, intelegensi,
emosi, kemampuan bicara, perbedaan individual dan sebagainya.31 Dengan demikian
anak didik sebagai manusia yang belum dewasa merasa tergantung kepada
pendidiknya, anak didik merasa ia memiliki kekurangankekurangan tertentu, ia
menyadari bahwa kemampuannya sangat terbatas dibansing dengan kemampuan
pendidiknya. Kekurangan ini membawanya untuk mengadakan interaksi dengan
pendidiknya dalam situasi pendidikan. Dalam situasi pendidikan itu jadi interaksi
kedewasaan dan kebelumdewasaan. Suatu hal yang perlu diperhatikan oleh seorang
pendidik dalam membimbing anak didik adalah kebutuhan mereka. Ramayulis
sebagaimana mengutip pendapat al- Qussy membagi kebutuhan manusia dalam dua
kebutuhan pokok, yaitu:
a. Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan jasmani seperti makan, miinum dan sebagainya
31 Hasbullah, h. 23-24
30
b. Kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan rohaniah.32 Selanjutnya ia membagi
kebutuhan rohaniah kepada enam macam yaitu:
1) Kebutuhan kasih sayang
2) Kebutuhan akan rasa aman
3) Kebutuhan akan rasa harga diri
4) Kebutuhan akan rasa bebas
5) Kebutuhan akan sukses
6) Kebutuhan akan sesuatu kekuatan
Selanjutnya Law head membagi kebutuhan manusia sebagai berikut:
1) Kebutuhan jasmani, seperti makan, minum, berbafas, perlindungan, seksual,
kesehatan dan lain-lain
2) Kebutuhan rohani, seperti kasih sayang, rasa aman, penghargaan, belajar,
menghubungkan diri dengan dunia yang lebih luas, mengaktualisasikan dirinya
sendiri dan lain-lain
3) Kebutuhan yang menyangkut jasmani dan rohani, seperti istirahat, rekreasi, butuh
sepaya setiap potensi fisik dapat dikembangkan semaksimal mungkin, butuh agar
setiap usaha dapat sukses
4) Kebutuhan sosial, seperti supaya dapat diterima oleh teman-temannya secara
wajar, supaya dapat diterima oleh orang lebih tinggi dari dia seperti orang tuanya,
guru-gurunya dan pemimpinnya, seperti kebutuhan untuk memperoleh prestasi dan
posisi
32 Prof. DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 104.
31
5) Kebutuhan yang lebih tinggi sifatnya merupakan tuntutan rohani yang mendalam
yaitu kebutuhan untuk meningkatkan diri yaitu kebutuhan terhadap agama.33
Dari kedua kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan yang paling
esensi adalah kebutuhan agama. Agama dibutuhkan manusia karena memerlukan
orientasi dan objek pengabdian dalam hidupnya. Oleh karena itu, tidak seorangpun
yang tidak membutuhkan agama.
Faktor anak didik menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(UUSPN) Nomor 20 Tahun 2003, BAB V Pasal 12 bahwa setiap peserta didik pada
setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan
agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.34 Mencakup
pengertian .peserta didik. yaitu anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.
Anak adalah makhluk yang masih membawa kemungkinan untuk
berkembang, baik jasmani dan rohani, ia memiliki jasmani yang belum mencapai
taraf kematangan baik bentuk, kekuatan maupun perimbangan bagian-bagiannya.
Dalam segi rohaniah anak mempunyai bakat-bakat yang harus dikembangkan seperti
kebutuhan akan ilmu pengetahuan duniawi dan keagamaan, kebutuhan akan
pengertian nilai-nilai kemasyarakatan, kesusilaan, kasih saying dan lain-lain, maka
33 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 105.34 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, h. 313
32
pendidikan Islam lah yang harus membimbing, menuntun, serta memenuhi
kebutuhan-kebutuhan anak didik dalam berbagai bidang tersebut.
B. Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Sebelum membahas pengertian pendidikan Agama Islam, penulis akan
terlebih dahulu mengemukakan arti pendidikan pada umumnya. Istilah pendidikan
berasal dari kata didik dengan memberinya awalan "pe" dan akhiran "kan"
mengandung arti perbuatan (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula
berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie, yang berarti bimbingan yang diberikan
kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan
education yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini
sering diterjemahkan dengan tarbiyah, yang berarti pendidikan.35Ahmad D. Marimba
mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan yang dilakukan
secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama.36
Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan yaitu tuntunan di dalam
35 Prof. DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004) Cet ke-4, h. 136 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-maarif, 1981), cet ke-5, h. 19
33
hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagian yang
setinggi-tingginya.37
Dari semua definisi itu dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah sebuah
kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan terencana yang dilaksanakan oleh orang
dewasa yang memiliki ilmu dan keterampilan kepada anak didik, demi terciptanya
insan kamil.
Pendidikan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah pendidikan agama
Islam. Adapun kata Islam dalam istilah pendidikan Islam menunjukkan sikap
pendidikan tertentu yaitu pendidikan yang memiliki warna-warna Islam. Untuk
memperoleh gambaran yang mengenai pendidikan agama Islam, berikut ini beberapa
defenisi mengenai pendidikan Agama Islam. Menurut hasil seminar pendidikan
agama Islam se Indonesia tanggal 7-11 Mei 1960 di Cipayung Bogor menyatakan:
Pendidikan agama Islam adalah bimbingan terhadap pertrumbuhan jasmani dan
rohani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih,
mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.38
Sedangkan menurut Ahmad Marimba, pendidikan Agama Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju
37 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Cet ke-4 h. 438 Dra. Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), Cet. ke-2, h. 11
34
kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.39 Sedangkan
menurut Zakiah Daradjat, pendidikan Agama Islam adalah: pendidikan dengan
melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak
didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati
dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara
menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itui sebagai suatu pandangan
hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat kelak.40
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Agama
Islam adalah suatu proses bimbingan jasmani dan rohani yang berlandaskan ajaran
Islam dan dilakukan dengan kesadaran untuk mengembangkan potensi anak menuju
perkembangan yang maksimal, sehingga terbentuk kepribadian yang memiliki nilai –
nilai Islam.
b. Dasar-Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
Dasar atau fundamen dari suatu bangunan adalah bagian dari bangunan yang
menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya bangunan itu. Pada suatu
pohon dasar itu adalah akarnya. Fungsinya sama dengan fundamen tadi, mengeratkan
berdirinya pohon itu. Demikian fungsi dari bangunan itu.
Fungsinya ialah menjamin sehingga "bangunan" pendidikan itu teguh
berdirinya. Agar usaha-usah yang terlingkup di dalam kegiatan pendidikan
mempunyai sumber keteguhan, suatu sumber keyakinan: Agar jalan menuju tujuan
39 Ahmad D.Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, h. 2340 Dr. Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1992), cet ke-2, h. 86
35
dapat tegas dan terlihat, tidak mudah disampingkan oleh pengaruh-pengaruh luar.
Singkat dan tegas dasar pendidikan Islam ialah Firman Tuhan dan sunah Rasulullah
SAW.41 Kalau pendidikan diibaratkan bangunan maka isi al-Qur'an dan haditslah
yang menjadi fundamen.
Dasar-dasar pendidikan agama Islam dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu:
1. Dasar Religius
Menurut Zuhairini, yang dimaksud dengan dasar religius adalah dasar-dasar
yang bersumber dari ajaran agama Islam yang tertera dalam al-Qur'an maupun
alhadits. Menurut ajaran Islam, bahwa melaksanakan pendidikan agama Islam adalah
merupakan perintah dari Tuhan dan merupakan ibadah kepada-Nya.42
2. Dasar Yuridis Formal
Menurut Zuhairini dkk, yang dimaksud dengan Yuridis Formal pelaksanaan
pendidikan agama Islam yang berasal dari perundang-undangan yang secara langsung
atau tidak langsung dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama
Islam, di sekolah-sekolah ataupun di lembaga-lembaga pendidikan formal di
Indonesia. Adapun dasar yuridis formal ini terbagi tiga bagian, sebagai berikut:
3. Dasar Ideal
Yang dimaksud dengan dasar ideal yakni dasar dari falsafah Negara:
Pancasila, dimana sila yang pertama adalah ketuhanan Yang Maha Esa. Ini
41 Drs. Ahmad D. Marimba, Metodik Khusus Islam, (Bandung: PT. Al-Maarif, 1981), Cetke-5, h. 4142 Dra. Zuhairini, Drs. Abdul Ghofir, Drs. Slamet As. Yusuf, Metodik Khusus Pendidikan Agama (Surabaya: biro Ilmiah fakultas tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang), Cet ke-8, h. 23
36
mengandung pengertian, bahwa seluruh bangsa Indonesia harus percaya kepada
Tuhan Yang Maha Esa, atau tegasnya harus beragama.43
4. Dasar Konsitusional/Struktural
Yang dimaksud dengan dasar konsitusioanl adalah dasar UUD tahun 2002
Pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi sebagai berikut:
a) Negara berdasarkan atas Tuhan Yang Maha Esa
Negara menjamin tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing –
masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.44 Bunyi dari UUD
di atas mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia harus beragama, dalam
pengertian manusia yang hidup di bumi Indonesia adalah orang-orang yang
mempunyai agama. Karena itu, umat beragama khususnya umat Islam dapat
menjalankan agamanya sesuai ajaran Islam, maka diperlukan adanya pendidikan
agama Islam.
5. Dasar Operasional
Yang dimaksud dengan dasar operasional adalah dasar yang secara langsung
mengatur pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah di Indonesia.
Menurut Tap MPR nomor IV/MPR/1973. Tap MPR nomor IV/MPR/1978 dan Tap
MPR nomor II/MPR/1983 tentang GBHN," yang pada pokontya dinyatakan bahwa
pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimasukkan kedalam kurikulum
43 Ibid, h. 2244 Ibid, h. 22
37
sekolah-sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitasuniversitas
negeri.45
Atas dasar itulah, maka pendidikan agama Islam di Indonesia memiliki status
dan landasan yang kuat dilindungi dan didukung oleh hukum serta peraturan
perundang-undangan yang ada.
6. Dasar Psikologis
Yang dimaksud dasar psikologis yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek
kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa dalam
hidupnya,manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat
dihadapkan pada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentram
sehingga memerlukan adanya pegangan hidup.46
Semua manusia yang hidup di dunia ini selalu membutuhkan pegangan hidup
yang disebut agama, mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada sutu perasaan yang
mengakui adanya Zat Yang Maha Kuasa, tempat untuk berlindung, memohon dan
tempat mereka memohon pertolongan. Mereka akan merasa tenang dan tentram
hatinya apabila mereka dapat mendekatkan dirinya kepada Yang Maha Kuasa. Dari
uaraian di atas jelaslah bahwa untuk membuat hati tenang dan tentram ialah dengan
jalan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Berbicara pendidikan agama Islam, baik makna maupun tujuannya haruslah
mengacu kepada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika
45 Ibid, h. 23 46 Abdul majid, S.Ag, Dian Andayani, Spd. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004) Cet. Ke-1, h.133
38
sosial dan moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga alam rangka menuai
keberhasilan hidup di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu
membuahkan kebaikan di akhirat kelak.
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mencapai suatu tujuan, tujuan
pendidikan akan menentukan kearah mana peserta didik akan dibawa. Tujuan
pendidikan juga dapat membentuk perkembanagan anak untuk mencapai tingkat
kedewasaan, baik bilogis maupun pedagogis.
Pendidikan agama Islam di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan melaui pemberian dan pemupukan pengetahuan,
penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam
sehingga mejadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan,
ketaqwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi (kurikulum PAI: 2002).47
Menurut Zakiah Daradjat Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah
sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang
berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian
seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya, yaitu kepribadian
seseorang yang membuatnya menjadi "insan kamil" dengan pola taqwa. Insan kamil
artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup berkembang secara wajar dan
normal karena taqwanya kepada Allh SWT.48
47 Abdul majid, S.Ag, Dian Andayani, Spd. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004) Cet. Ke-1, h. 13548 Dr. Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992) Cet ke-2, h. 29
39
Sedangkan Mahmud Yunus mengatakan bahwa tujuan pendidikan agama
adalah mendidik anak-anak, pemuda-pemudi maupun orang dewasa supaya menjadi
seorang muslim sejati, beriman teguh, beramal saleh dan berakhlak mulia, sehingga ia
menjadi salah seorang masyarakat yang sanggup hidup di atas kakinya sendiri,
mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama
umat manusia.49
Al-Ghazali mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam yang paling utama
ialah beribadah dan taqarrub kepada Allah, dan kesempurnaan insani yang tujuannya
kebahagiaan dunia akhirat.50
Adapun Muhammad Athiyah Al-Abrasy merumuskan bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah mencapai akhlak yang sempurna. Pendidikan budi pekerti
dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, dengan mendidik akhlak dan jiwa mereka,
menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan
yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya
ikhlas dan jujur. Maka tujuan pokok dan terutama dari pendidikan Islam ialah
mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa.51
Tujuan yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang
yang melakukan sesuatu kegiatan. Karena itu pendidikan Islam, yaitu sasaran yang
akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan pendidikan
49 Prof. DR. H. Mahmud Yunus, Metode Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1983), h. 1350 Prof. DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam , h. 71-7251 Muhammad Athiyyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan islam , terjemahan Bustami Abdul Ghani dan Djohar Bahry, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1987 ), cet ke-5, h. 1
40
Islam. Tim penyusun buku Ilmu Pendidikan Islam mengemukakan bahwa tujuan
pendidikan Islam ada 4 macam, yaitu:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua legiatan
pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara yang lainnya. Tujuan ini
meliputi aspek kemanusiaan seperti: sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan
pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada tingkat umur, kecerdasan, situasi dan
kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan pola takwa kepada
Allah harus tergambar dalam pribadi sesorang yang sudah terdidik, walaupun dalam
ukuran kecil dan mutu yang rendah, sesuai dengan tingkah-tingkah tersebut.
2. Tujuan Akhir
Pendidikan Islam ini berlangsung selama hidup, maka tujuan kahir akhirnya
terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir. Tujuan umum yang berbentuk
Insan Kamil dengan pola takwa dapat menglami naik turun, bertambah dn berkurang
dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat
mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk
menumbuhkan, memupuk, mengembangkan,memelihara dan memperthankan tujuan
pendidikan yang telah dicapai.
3. Tujuan Sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi
sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan
41
formal. Tujuan operasional dalam bentuk tujuan instruksional yang dikembangkan
menjadi Tujuan Instruksional umum dan Tujuan Instruksioanl Khusus (TIU dan
TIK).
4. Tujuan Operasional
Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah
kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan denganbahan-bahan yang
sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut tujuan
operasional. Dalam pendidikan formal, tujuan ini disebut juga tujuan instruksional
yang selanjutnya dikembangkan menjadi Tujuan Instruksional umum dan Tujuan
Instruksional Khusus (TIU dan TIK). Tujuan instruksioanal ini merupakan tujuan
pengajaran yang direncanakan dalam unit kegiatan pengajaran.52
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan
agama Islam adalah membimbing dan membentuk manusia menjadi hamba Allah
yang saleh, teguh imannya, taat beribadah dan berakhlak terpuji. Jadi, tujuan
pendidikan agama Islam adalah berkisar kepada pembinaan pribadi muslim yang
terpadu pada perkembangan dari segi spiritual, jasmani, emosi, intelektual dan social.
Atau lebih jelas lagi, ia berkisar pada pembinaan warga Negara muslim yang baik,
52 Dra. Hj. Nur Uhbyati, h. 60-61
42
yang prcaya pada Tuhan dan agamanya, berpegang teguh pada ajaran agamanya,
berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani.
Oleh karena itu berbicara pendidikan agama Islam, baik makna maupun
tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan
melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam
rangka menuai keberhasilan hidup (hasanah) di dunia bagi anak-anak didik yang
kemudian akan mampu membuahkan kebaikan (hasanah) diakhirat kelak.
Dengan demikian tujuan pendidikan merupakan pengamalan nilai-nilai Islami
yang hendak diwujudkan dalam pribadi muslim melalui proses akhir yang dapat
membuat peserta didik memiliki kepribadian Islami yang beriman, bertakwa dan
berilmu pengetahuan.
c. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Islam sebagai ilmu, mempunyai ruang lingkup yang sangat luas,
karena di dalamnya banyak pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Adapun ruang lingkup pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1. Perbuatan mendidik itu sendiri
Yang dimaksud dengan perbuatan mendidik adalah seluruh kegiatan, tindakan
atau perbuatan dari sikap yang dilakukan oleh pendidikan sewaktu mengasuh anak
didik. Atau dengan istilah yang lain yaitu sikap atau tindakan menuntun, mebimbing,
memberikan pertolongan dari seseorang pendidik kepada anak didik menuju kepada
tujuan pendidikan Islam.
43
2. Anak didik
Yaitu pihak yang merupkan objek terpenting dalam pendidikan. Hal ini
disebabkan perbuatan atau tindakan mendidik itu diadakan untuk membawa anak
didik kepada tujuan pendidikan Islam yang kita cita-citakan.
3. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
Yaitu landasan yang menjadi fundamen serta sumber dari segala kegiatan
pendidikan Islam ini dilakukan. Yaitu ingin membentuk anak didik menjadi manusia
dewasa yang bertakwa kepada Allah dan kepribadian muslim.
4. Pendidik
Yaitu subjek yang melaksanakan pendidikan Islam. Pendidik ini mempunyai
peranan penting untuk berlangsungnya pendidikan. Baik atau tidaknya pendidik
berpengaruh besar terhadap hasil pendidikan Islam.
5. Materi Pendidikan Islam
Yaitu bahan-bahan, pengalaman-pengalaman belajar ilm agama Islam yang
disusun sedemikian rupa untuk disajikan atau disampaikan kepada anak didik.
6. Metode Pendidikan Islam
Yaitu cara yang paling tepat dilakukan oleh pendidikan untuk menyampaikan
bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik. Metode di sini
mengemukakan bagaimana mngolah, menyusun dan menyajikan materi tersebut
dapat dengan mudah diterima dan dimiliki oleh anak didik.
7. Evaluasi Pendidikan
44
Yaitu memuat cara-cara bagaimana mengadakan evaluasi atau penilaian
terhadap hasil belajar anak didik. Tujuan pendidika Islam umumnya tidak dapat
dicapai sekali \gus, melainkan melaui proses atau pentahapan tertentu. Apabila tahap
ini telah tercapai maka pelaksanaan pendidikan dapat dilanjutkan pada tahap
berikutnya dan berakhir enga terbentuknya kepribadian muslim.
8. Alat-alat Pendidikan Islam
Yaitu alat-alat yang dapat digunakan selama melaksanakan pendidikan Islam
agar tujuan pendidikan Islam tersebut lebih berhasil.
9. Lingkungan
Yaitu keadaan-keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil
pendidikan Islam.53
Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pendidikan Islam itu
sangat luas, sebab meliputi segala aspek yang menyangkut penyelenggaraan
pendidikan Islam.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di MTS TAMBELAN KABUPATEN BINTAN.
Dalam hal ini di sebabkan oleh model guru yang justru tidak sesuai dengan model
anak didik/siswa zaman sekarang.
53 Ibid, h, 14-15
45
B. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah guru MTS TAMBELAN sedangkan Objek penelitian
adalah peran guru MTS TAMBELAN.
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah Keseluruhan subjek penelitian yang terdiri dari 11 orang guru
tertentu dalam sebuah penetian ( Herman Resito, Pengantar Metodologi Penelitian,
Jakarta: gramedia Pustaka Utama, 1992, hal. 49). Adapun populasi pada penelitian ini
adalah Bapak/Ibu Guru MTS TAMBELAN. Dikarenakan subjeknya tidak terlalu
besar maka penulis mengambil keseluruhan populasi menjadi sampel.
2. Sampel
Sampel adalah .sebagian dari populasi yang dimiliki sifat karakteristik yang
sama sehingga betul-betul mewakili populasi (Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian
dan Penilaian Pendidikan, bandung: Sinar Baru, 1989, h. 84)
D. Teknik Pengumpulan Data
Adapun penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian lapangan
(field research), yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung ke
obyek penelitian. Untuk memperoleh data-data lapangan ini penulis menggunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
46
Sebagai metode ilmiah observasi diartikan dengan pengamatan dan pencatatan
dengan sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki. Observasi ini mengadakan
pengamatan dengan mencatat data atau informasi yang diperlukan dan dibutuhkan
sesuai dengan masalah yang diikuti.
2. Wawancara;
Yaitu dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada sebagian objek yang
dipilih, serta dengan menggunakan wawancara terbuka, yang memungkinkan
pertanyaan dengan harapan hasilnya akan mudah disimpulkan.
3. Angket
Dengan metode angket ini penulis mempersiapkan sejumlah pertanyaan
tertentu, kemudian disebarkan kepada responden, untuk mendapatkan jawaban yang
diperlukan secara langsung. Angket diberikan kepada guru untuk diisi untuk
dijadikan sampel dalam penelitian untuk mengetahui pengaruh pendidikan agama
Islam terhadap pembentukan akhlak siswa. Angket yang digunakan penulis adalah
angket tertutup yang berisi pertanyaan yang disertai jawaban terikat pada sejumlah
kemungkinan jawaban yang sudah disediakan.
E. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
deskriptif kualitatif dengan prosentase. Cara adalah apabila semua data telah
terkumpul, diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu data kualitatif dan
kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif yaitu digambarkan dengan kata-kata atau
kalimat yang dipisahkan menurut katagori untuk memperoleh kesimpulan.
47
Selanjutnya data yang bersifat kuantitatif yang berwujud angka-angka,
diprosentasekan dan ditafsirkan.
`Untuk menghitung data yang bersifat kuantitatif menggunakan rumus sebagai
berikut;
P=F / N X 100
Keterangan :
P = Prosentase
F = Frekuensi
N = Jumlah Total
Setelah melalui perhitungan dengan rumus maka didapatlah hasil yang berupa
kesimpulan sebagai berikut ;
- Indikator peran guru yang tergolong sangat baik yaitu 76%- 100%
- Indikator peran guru yang tergolong baik yaitu 50%-75%
- Indicator peran guru yang tergolong kurang baik yaitu 25%-50%
- Indikator peran guru yang tergolong tidak baik yaitu kurang dari 25%
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN PENYAJIAN HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
1. Pada tahun 1954 awal berdirinya MTS dengan nama MADRASYAH
MUALIMIN pendiri MTS ini berjumlah 9 orang yaitu, Datuk Kaya Hasanan Yahya,
48
Nurhusin, Maryam, Abu hasan Asy’ri, Kasman, Johri, MKhatib, Ustad Muhammad
Maksum, Masyitah,
Kemuadian pada tahun 1963 MTS ini berubah nama menjadi PGA 4 Tahun,
pada tahun 1977 berubah lagi menjadi Madrasyah Tsanawiyah ( MTS ) di kepalai
oleh Kadari H. Hamid.
2. Visi Dan Misi Sekolah
a. Visi
Menjadi lembaga pendidikan yang mempersiapkan generasi Khalifah (
pemimpin ) yang sehat berkualitas, berakhidah dan berkhalak sesuai alquran dan
alhadits.
b. Misi
- Memberikan pendidikan dasar berupa pengetahuan, kemampuan,
keterampilan, serta sikap yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai
bekal kejenjang lebih tinggi.
- menyatukan kemampuan, keterampilan dan sikap islami sehingga serta didik dapat
mengembangkan potensi fitrahnya menuju insan yang bertakwa dan berdaya guna.
- Membentuk insan yang memiliki kemandirian, keterampilan dan kewirausahaan.
3. Keadaan Guru
Keberhasilan sebuah proses pendidikan islam dalam rangka membentuk
akhlak anak yang sesuai dengan ajaran islam tentunya juga akan di tunjang oleh
berbagai macam factor, baik itu factor yang berpengaruh secara langsung ( internal )
49
maupun factor pendukung yang datang dari luar ( eksternal ). Salah satu factor
penentu yang datang dari dalam lingkungan sekolah adalah tenaga pendidik/ Guru.
Guru adalah factor internal yang memegang peranan yang paling penting
dalam menentukan brjalan / tidaknya sebuah roda pendidikan sekolaah. Karena guru
adalah motor pengerak yang tanpa kehadirannya maka proses pendidikan akan
menjadi MTS TAMBELAN KABUPATEN BINTAN.
TABEL 1
Keadaan Guru Sekolah MTS TAMBELAN
No Jenis kelamin Jumlah
1 Laki – laki 7
2 Perempuan 4
Jumlah 11
Sumber : Kantor Tata Usaha MTS TAMBELAN
TABEL 2
Keadaan Guru Sekolah MTS TAMBELAN
No Nama Guru Jabatan
1.
2
3
4
5
6
HANAPI SAMAN
NURAINI
YUHDI CANDAR
NURFAIZAL
H. HARUN
YULIARMAN
KEPALA SEKOLAH
GURU BAHASA ARAB
AQIDAH AKHLAK
ALQUR’AN HADIST
FIQIH
OLAHRAGA
50
7
8
9
10
11
FATAHURREDHA
BASRI
HARINA WATI
RENNI ISMAYANI
NOVI SARI
BAHASA INDONESIA
MATEMATIKA
BAHASA INGGRIS
PKN
SKI
4. Kurikulum yang digunakan
Secara garis besar kurikulum yang digunakan MTS TAMBELAN terbagi
menjadi 3 bagian yang di antaranya:
1. Kurikulum 2004 ( DIKNAS )
Yaitu kutikulum yang di terapkan DIKNAS diintegrasikan dengan nilai-nilai
islam yang terlebih dahulu disortir hal-hal yang bertentangan dengan islam.
2. Kurikulum Keislaman Yaitu kurikulum yang merupakan kebutuhan dasar
anak-anak berupak alquran ( tilawah dan Htahfidz ), praktek ibadah dan
bahasa arab
3 Kurikulum Life Skill Yaitu yang berupa kegiatan kreatifitaas seperti bahasa
Inggris. Minat bakat, dan kepanduan.
4. Daya Serap Murid , Daya serap murid MTS Tambelan khususnya pelajaran
yang berhubungan langsung dengan penelitian merupakan proyeksi khusus
dari pencapaian dan target kurikulum konsep dan strategi yang di terapkan.
Tentunya ini juga sebagai pendukung karena materi berikut juga sarat akan
muatan bukan hanya pengisian otak semata tapi juga penuh nilai – nilai yang
mempengaruhi motivasi anak dalam upaya membentuk kesadaran akan sikap
dan prilaku yang berkhalak mulia menurut islam.
51
5. Identitas Responden/ Guru
Adapun identitas dari responden itu dapat dilihat pada table sebagai berikut
Tabel 3
No Jenis Kelamin Sampel Persentase
1 Laki-laki 7 63,64%
2 Permpuan 4 36,36%
Jumlah 11 100%
Berdasarkan table terlihat bahwa jumlah reponden laki-laki lebih banyak
dibandikan dengan jumlah responden wanita, yaitu 7 laki-laki dengan persentase
63,64%.
Tabel 4
Klasifikasi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
No Pendidikan terakhir Sampel Persentase
1 SD - -
2 SMP - -
3 SMA 2 18,18%
4 DIPLOMA 2 18,18%
5 STRATA SATU 7 63,64%
6 STRATA DUA - -
52
JUMLAH 11 100%
Berdasarkan pada table 4 terlihat bahwa responden dengan tingkat pendidikan
STRATA SATU lebih banyak disbanding yang lain, hal ini terlihat dengan jumlah
sampel sebanyak 7 responden dengan persentase 63.64%
B. PENYAJIAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
a. Penyajian Hasil Penelitian
Dalam bagian penyajian data ini, data yang berhasil dikumpulkan yaitu dari
angket, wawancara dan observasi. Kemudian diolah berdasarkan banyaknya frekuensi
data-data yang telah dikumpulkan dan selanjutnya diprosentasekan. Untuk
mengetahui keadaan yang sesungguhnya, maka dapat dilihat dari table-tabel yang
berbentuk frekuensi dan prosentase. Sehingga dengan demikian akan tergambar
keadaan yang sesuai dengan data yang telah diproleh.
1. Berdasarkan Wawancara
Dalam upaya mencari data tentang realisasi peran guru dalam pembentukan
akhlak anak, penelitian menggunakan teknik wawancara yang dilakukan pada 2 orang
guru yang dilaksanakan pada tempat diruang majelis guru MTS TAMBELAN. Ada
pun kesimpulan dari hasil wawancara adalah sebagai berikut:
- Pada umumnya guru sudah memberikan pendidikan moral terbaik bagi
anak didiknya, salah satunya dengan usaha memasukan nilai-nilai islam
pada setiap materi pembelajaran umum. Tapi sayang tidak sedikit pula
53
guru yang tidak memperaktekan nilai islam yang telah diajarkan pada
anak didiknya.
- Sebatas wilayah aktifitas yang diselenggarakan oleh sekolah anak didi
terkesan dan terlihat baik, santun tanpa meninggalkan sedikitpun aturan-
aturan yang diajarkan oleh sekolah. Tapi sayangnya kecendrungan untuk
tetap mempertahankan pola tingkahlaku yang diajarkan disekolah tersebut
terkendala dengan masih kurangnya campur tangan guru untuk berbuat
tegas terhadap anak sebagai perpanjang tangan di sekolah. Ditambah lagi
dengan rasa bebasnya anak ketika di luar sekolah setelah mendapatkan
pengawasan yang cukup mengungkung kebebasan mereka.
- Factor utama yang menjadi kendala bagi guru dalam pembentukan akhlak
anak didik adalah pengaruh media elektronik seperti televise dan tambah
lagi dengan pergaulan mereka saat bermain diluar. Bukan hanya itu saja,
bahkan teman mereka di sekolah sakalipun sangat pengaruh bagi
perubahan sikap mereka terlebih lagi bagi mereka yang berlatar belakang
berada dan sudah terbiasa dengan prilaku negative diluar sana sehingga
tertransfer kepada teman mereka secara langsung. Kurangnya waktu guru
untuk bisa terus mendampingi anak dalam segala aktivitasnya juga
termasuk kendala bagi guru untuk berperan aktif secara maksimal dalam
upaya pembentukan akhlak anak didik.
1. Berdasarkan Observasi
54
Observasi dilakukan dengan cara mengamati secara langsung pola tingkah
laku guru yang ditunjukan kepada anak ketika proses belajar dan mengajar. Terlihat
secara pakta bahwa guru sebagian besar khusus laki-laki merokok didalam kelas.
Menunjukan ketika aktivitas belajar berlangsung.
2. Berdasarkan Angket
Intrumen utama yang digunakan untuk memproleh data terperinci mengenai
penelitian angket, yaitu pertanyaan – pertanyaan tertulis yang diberikan kepada guru
MTS Tambelan yang ditentukan sebagai responden.
Teknik yang digunakan sebagai instrument untuk mengumpulkan data adalah
berdasarkan pertimbangan bahwa angket memiliki ketentuan sebagai berikut:
1. Angket dapat digunakan untuk mengumpulkan data meskipun responden
dalam jumlah ditentukan.
2. Responden bebas memilih alternative jaawaban yang telah disiapkan
karena mereka tidak dipengaruhi oleh sikap mental yang terjadi antara
peneliti dan responden.
3. Setiap jawaban dapat dikembangkan terlebih dahulu karena mereka tidak
menjawab tergesa-gesa sebagaimana sering terjadi pada interview.
4. Data yang dikumpulkan lebih mudah dianalisa karena pertanyaan yang
diajukan kepada responden adalah resmi.
Menyusun angket mengunakan skala kasar, menurut teknik ini beberapa
pertanyaan yang digunakan responden perlu memilih salah satu dari kemungkinan
55
yang ada. Jumlah angket yang diberikan kepada guru sebanyak 11 eksamplar, dan
dikembalikan cukup.
Data yang diproleh melalui angket dikualitatifkan untuk dianalisa dan
dipersentasekan, dari data tersebut dapat dilihat sejauh mana peran guru atas
pembentukan akhlak pada anak didik mereka di yang bersekolah di MTS Tambelan.
Dengan berdasarkan pada jawaban responden terdiri dari 7 reponden yang
terdiri pertanyaan dan pertanyaan yang disajikan dalam kuesioner, maka peneliti
mempunyai hasil yang jelas dan benar karena masing-masing pernyataan telah
ditentukan skornya.
Data yang melalui angket dikualitatifkan untuk analisa dan dipersentasikan.
Dari data terrsebut dapat dilihat sejauh mana peran sekolah terhadap pembentukan
akhlak siswa.
Data tersebut dapat dilihat melalui table berikut ini;
1. Frekuensi keteladanan sikap guru mencerminkan prilaku yang baik terhadap
siswa ketika di sekolah
TABEL 5Jawaban Keterangan Sempel Persentase
ABCD
Sangat perlu Perlu
Kurang perluTidak perlu
74--
63.64%36,36%
--
JUMLAH 11 100%
56
Dari table terlihat bahwa jumlah sampel responden yang menjawab sikap guru
dalam mencerminkan prilaku yang baik ketika disekolah dalam katagori sangat baik
lebih besar yaitu 7 guru dengan persentase 63.64%
2. Frekuensi keteladanan sikap guru dalam mencerminkan prilaku yang baik
terhadap siswa ketika di sekolah.
Table 6Jawaban Keterangan Sampel Persentase
a
b
c
d
Sangat perlu
Perlu
Kurang perlu
Tidak perlu
5
3
1
2
45.45%
27,27%
9.09%
18,18%
Jumlah 11 100%
Dari table terlihat bahwa jumlah sampel responden yang menjawab sikap
mencerminkan perilaku yang baik ketika diluar sekolah katagori sangat baik
memberikan keteladanan bagi siswa diluar sekolah terlihat dengan jumlah sampel 5
dengan persentase 45,45%.
3. Frerkuensi terhadap sikap mengarahkan siswa untuk bersikap baik ketika
disekolah.
Table 7Jawaban Keterangan Sampel Persentase
a
b
c
d
Sangat perlu
Perlu
Kurang perlu
Tidak perlu
8
3
-
-
72,73
27,27
Jumlah 11 100%
57
Dari table terlihat bahwa jumlah sampel guru yang menjawab sikap
mengarahkan anak untuk bersikap baik ketika dirumah dalam katagori sangat baik,
terlihat dengan jumlah sampel 8 dengan presentase 72,73%.
4. Frekuensi terhadap sikap mengarahkan anak untuk bersikap baik ketika diluar
sekolah.
TABLE 8Jawaban Keterangan Sampel Persentase
a
b
c
d
Sangat perlu
Perlu
Kurang perlu
Tidak perlu
6
5
-
-
54,54%
45.45%
-
-
Jumlah 11 100%
Dari table terlihat bahwa jumlah guru yang menjawab sikap mengarahkan
anak untuk bersikap baik ketika diluar rumah dalam katagorikan baik, terlihat terlihat
dengan jumlah sampel 6 dengan persentase 54.54%
5. frekuensi dalam sikap guru, saat anaknya melakukan hal buruk baik disekolah
maupun diluar sekolah.
Table 9Jawaban Keterangan Sampel Persentase
A
b
c
d
Memarahi
Menasehati
Acuh
Tidak peduli
1
10
-
-
9.09%
90.91%
-
-
Jumlah 11 100%
58
Dari table terlihat bahwa sampel, sikap guru, saat anak didiknya melakukan
hal yang buruk di sekolah maupun diluar sekolah dalam katagori sangat baik, trlihat
dengan jumlah sapel 10 dengan persentase 90.91%.
6. frekuensi memberikan pemahaman dan motivasi pentingnya berakhlak
yang baik bagi anak
Table 10Jawaban Keterangan Sampel Persentase
abcd
Sangat pentingPentingKurang pentingTidak penting
731-
63,64%27,279.09%-
Jumlah 11 100%Dari table 11 diatas terlihat bahwa jumlah sampel responden yang memberi
pemhaman dan motivasi kepada siswa bahwa berakhlak baik itu penting buat anak
dalam katagorikan sangat baik terlihat dengan jumlah sampel 7 dengan persentase
63.64 %.
7 Frekuensi dalam mengontrol kegiatan ibadah sekolah
Table 11
Jawaban Keterangan Sampel PersentaseAbcd
Sangat pentingPentingKurang pentingTidak penting
5321
45.45%27,27
18,18%9.09%
Jumlah 11 100%
59
Dari table terlihat bahwa jumlah sampel responden dalam mengontrol kegiatan
ibadah anak saat di sekolah dalam katagorikan baik terlihat dengan jumlah sampel 5
dengan jumlah persentase 45.45%
8. frekuensi tentang pentingnya keikut sertaan anak dalam kengikuti kegiatan
keagamaan di luar sekolah
Table 12Jawaban Keterangan Sampel Persentase
a
b
c
d
sangat penting
penting
kurang penting
tidak penting
5
3
2
1
45.45%
27,27
18,18%
9.09%
Jumlah 11 100%
Dari table terlihat bahwa jumlah sampel responden yang menjawab tentang
pentingnya anak mengikuti kegiatan keagamaan di luar sekolah dalam kategorikan
kurang baik terlihat dengan jumlah sampel 5 dengan persentase 45.45%
9. frekuensi tentang kebiasaan sholat berjamaah dengan anak murid saat
disekolah
Table 13Jawaban Keterangan Sampel Persentase
a
b
c
d
Sangat baik
Baik
Kurang baik
Tidak pernah
7
3
1
-
63,64%
27,27
9.09%
-
Jumlah 11 100%
60
Dari table terlihat bahwa jumlah sampel responden yang menjawab tentang
kebiasaan sholat berjamaah dengan anak murid saat disekolah dalam katagori sangat
baik terlihat dengan jumlah sampel 7 dengan persentase 63.64 %.
10. Frekuensi tentang pentingnya keikutsertaan siswa dalam mengikuti kegiatan
keagamaan di luar sekolah.
Tabel 14Jawaban Keterangan Sampel Persentase
A
B
C
D
Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
3
5
2
1
27.27%
45.45%
18.18%
9.09%
Dari table terlihat bahwa jumlah sampel responden yang menjawab tentang
pentingnya anak mengikuti kegiatan keagamaan di luar sekolah dalam katagori
kurang baik terlihat dengan jumlah sampel 5 dengan jumlah persentase 45.45%.
Table 15
REKAPITULASI HASIL ANGKET
No
tabel
Alternative jawaban
A B C D
F % F % F % F %
6 7 63.64 4 36.36 - - - - 11 100%
7 5 45.45 3 27.27 1 9.09 2 18.18 11 100%
8 8 72.72 3 27.27 - - - - 11 100%
9 6 54.54 5 45.45 - - - - 11 100%
61
10 1 9.09 10 90.91 - - - - 11 100%
11 7 63.64 3 27.27 1 9.09 - - 11 100%
12 5 45.45 3 27.27 2 18.18 1 9.09 11 100%
13 5 45.45 3 27.27 2 18.18 1 9.09 11 100%
14 3 27.27 5 45.45 2 18.18 1 9,09 11 100%
JUM 47 427.25 39 354.5
2
8 72.72 5 45.45 99 100%
B. Setelah kita lihat angket yang disebarkan dan disajikan dalam table dapat
dianalisa sebagai berikut :
Sesuai dengan ketentuan yang telah penulis tetapkan bahwa peran guru dalam
pembentukan akhlak siswa MTS Tambelan Dapat digolong atas empat katagori yaitu:
a. Sangat baik
b. Baik
c. Kurang baik
d. Tidak baik
Secara keseluruhan penulis terlebih dahulu mencari angka rata-rata dari
persentase alternative jawaban berdasarkan angket yang penulis jarring
berikut :
Adapun yang dijadikan standar dikatagorikan sebagai berikut :
1. Alternatif A= sangat Baik dengan Skor 4
2. Alternatif B= Baik dengan Skor 3
3. Alternatif C= Kurang baik Dengan skor 2
4. Alternatif D= Tidak baik dengan Skor 1
62
Untuk angket, standarnya sebagai berikut:
1. Sangat baik = 76 % - 100%
2. Baik = 51%-75 %
3. Kurang Baik = 26%-50%
4. Tidak Baik = 0%-25%
Langkah awal untuk mendapat hasil interprestasi dan kualitas adalah dengan
mengumpulkan data dan menjumlahkan jawaban angket dianalisa selanjutnya
dikalikan dengan nilaiyang telah ditetapkan. Sebagai langkah awal untuk
mendapatkan interprestasi dan kualitatif adalah dengan mengumpulkan dan
menjumlahkan jawaban angket yang dianalisa kemudian dikalikan denga standar
perbuatan angket yang telah ditetapkan.
Dari hasil jawaban keseluruhan jumlah frekuensi persentase alternative
jawaban keseluruhan jumlah frekuensi persentase alternative jawaban yang tergambar
dalam angket sebagai berikut:
Untuk mempermudah mencari persentase, maka digunakan rumus :
P =F/N X = 100%
Adapun data yang b dianalisa dari table 6 sampai 14, yaitu sebagai berikut :
1. Alternatif A= 47 X 4 =188
2. Alternatif B= 39 X 3 = 177
63
3. Alternatif C= 8 X 2 = 16
4. Alternatif D= 5 X 1 = 5
Jumlah = 99 = 386
F = 386 : 4 =96.5
D= 96.5 X 100 :99 = 97.47 %
Berdasarkan persentase hasil rata-rata diatas dapat dimbel kesimpulan bahwa
peran peran guru dalam pembentukan akhlak siswa MTS Tambelan menunjukan
dalam katagorikan sangat baik. Hai ini dapat dilihat dari persentase yaitu 97.47 %,
sesuai dengan standar angket 76 % - 100 % di katagorikan sangat baik.
Jika diperhatikan dan diamati dari hasil analisa penelitian diatas didapatkanlah suatu
predikat yang menunjukan bahwa peran guru dalam pembentukan akhlak siswa MTS
Tambelan tergolong sangat baik. Berdasarkan pengamatan penulis hal tersebut tidak
akan pernah terlepas dari beberapa factor – factor pendukung yang menjadi penyebab
capaian predikat tersebut.
Adapun factor-faktor tersebut antara lain :
1. Dalam aktifitas sekolah sikap mengarahkan siswa untuk bersikap baik ketika
di sekolah. Ini terlihat dari 72,72 % keterlibat guru dalam hal tersebut.
2. Dalam aktivitas kebiasaan guru sholat berjamaah dengan siswa saat di
sekolah. Ini terlihat dari 63,64%
64
3. Dalam aktivitas memberikan motivasi pentingnya berakhlak yang baik bagi
siswa. Terlihat dari 63,64%
4. Dalam aktivitas di sekolah maupun diluar sekolah sudah sangat baik dalam
menunjukan perannya sebagai suri tauladan bagi siswa-siswanya.
5. Sebagian guru juga ikut peduli dalam penambahan-penambahan kegiatan
agama di luar jam sekolah. Ini tentunya bertujuan dalam rangka meningkatkan
lagi kapasitas oemahaman bagi siswa yang sebenarnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini adalah bagian akhir yang merupakan penutup. Dimana dari analisa
terhadap peran guru dalam pembentukan akhlak ank MTS Tambelan Kabupaten
65
Bintan dapat diketahui tingkat pean guru dalam pembentukan akhlak siswa tersebut.
Dengan analisa yang dilakukan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan. Penulis akan
memberikan saran yang dianggap perlu bagi guru MTS Tambelan.
A. Kesimpulan
a. Peran guru dalam pembentukan akhlak siswa MTS Tambelan
menunjukan dalm katagori sangat baik
b. Guru dalam perannya membentuk akhlak anak sangat baik
dikarenakan memang hamper 80 % telah memberikan tauladan yang
baik siswa-siswanya baik di sekolah maupun diluar sekolah.
Kemudian jika dilihat dari sifat dalam bentuk wujud partisipasi guru
dalam menegur siswa dan mengarahkan siswa serta memberikannya
pemahaman tentang akhlak sudah tergolong sangan berperan dan
peduli.
c. Selain hal di atas massih ada juga guru yang justru menunjukan
indikasi peran guru yang justru masih dirasakan kurang dalam
partisipassinya membentuk akhlak siswa.
Adapun beberapa sebab yang dapat mempengaruhi peran guru dalam
pembentukan akhlak siswa MTS Tambelan adalah kurangnya waktu
guru dalam mendampingi segala aktivitas siswa, guru belum menjadi
model yang ideal bagi membengun siswanya, adanya kesalahfahaman
guru bahwa dengan pendidikan formal berbasis islam berarti mereka
66
sudah memberikan pendidikan akhlak bagi siswa dan seluruh
keberhasilannya diserahkan kepada sekolah.
B. Saran
Untuk dapat meningkatkan peran guru dalam pembentukan akhlak siswanya,
maka penulis akan memberikan saran-saran yang dapat dijadikan masukan
oleh guru MTS Tambelan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan dalam
upaya pembentukan akhlak siswa, sehingga tujuan dan cita – cita bersama kita
dalam rangka menjadikan siswanya sebagai penerus bangsa yang berkhlakul
karimah dan menjadi gurunya diakherat nanti.
Adapun saran saran tersebut antara lain
Pihak sekolah dan orang tua harus menjalin kerja sama dan
membangun komunikasi yang sinkron antara dua bela pihak, agar siswa dapat
diawasi secara bersama-sama.
1. Guru harus menjadi sentral pembentukan akhlak siswa, sedangkan guru
hanya sebatas media perantara sebagai pendukung materi yang di
butuhkan siswa untuk dipikasikan dilingkungan sekolah dan masyarakat.
Dengan adanya persamaan persepsi tersebut penulis yakin tujuan dan cita-
cita bersama kita dengan memasukan ke sekolah ini akan terwujud.
67
2. Tidak adanya salahnya dan tidak terlalu sulit rasanya jika guru
menyempatnya sedikit waktu untuk mendampingi siswa dan aktifitasnya,
ini berguna untuk mengikat kembali jaring-jaring perasaan siswa secara
psikologi terhadap guru.
DAFTAR PUSTAKA
- Dale Carnegia,2001, petunujuk hidup tentram dan bahagia, PT. Gramedia
pustaka Utama, Jakata.
- Prof. Dr. Sugiyono, 2006, Metode Penelitian Pendidikan, Alfabetta,
Bandung
68
- John W Santrock, 2003, Adolescence Perkembangan Remaja Edisi 6,
Erlangga, Jakarta
- Solihin Abu Izzudin,2006, Quantum Tarbiyah, Bina Insani, Solo
- Depertemen Pendidikan Nasional, 2005, kamus besar bahasa Indonesia,
Balai pustaka, Jakarta
- Arifin, Prof. H. M. M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina
Aksara, 1987, Cet ke-1
- Barnadib, Imam, Sutari, Pengantar Ilmu Pendidikan, Sistematis,
Yogyakarta: FIP IKIP, 1986, h. 120; Ahmad D Marimba, op.cit, h. 58-59,
Suwarno, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Aksara Baru, 1985
- Daradjat, Zakiah, DR., dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta; Bumi Aksara,
1992, Ce ke-2
- Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005, Cet ke-4
- Majid, Abdul S.Ag, Dian Andayani, Spd. Pendidikan Agama Islam
Berbasis Kompetensi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004, Cet. Ke-1
- Marimba, D., Ahmad, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung:
PT. Al-Maarif, 1981, cet ke-5
- ______________, Metodik Khusus Islam, Bandung: PT. Al-Maarif, 1981,
Cet ke-5
69
- Ir. Mohammad Ibnu Abdul Hafidz Suwaid, 2004, cara Nabi Mendidik
anak, Al-Instisham, Jakarta
- Majalah Geliga, Edisi Juli-Desember, 2008, Kepri
- Wiwid Wahyuning-Jash-Metta Rahmadiana, 2003
- Mengkomunikasikan moral kepada anak, PT. Alex Media Komputindo,
Jakarta
- Monty Psetia Darma, 2001, Persepsi Orang Tua Membentuk Prilaku
Anak, Pustaka Populer Obor, Jakarta.
- Paul Sibiyanto, 2006, 20 Kiat Parenting- berguru Pada anak, Yayasan
Pustaka Nusantara, Yokyakarta
- Mudiyaharjo, Redja Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang
Dasar-dasarPenddidikan pada Umumnya dan Pendididkan di Indonesia,
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002, Cet ke-2
- Mustofa, A., Drs. H. Akhlak Tasawuf, Bandung: CV Pustaka Setia, 1997,
Cet ke-2
- Nata, Abuddin, Prof. Dr. H., MA., Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003, Cet ke-5
- Nata, Abuddin, Prof. Dr. H., MA., Fauzan MA, Pendidikan Dalam
Perspektif Hadits,
- Omar M., M. Al-Toumy Al-syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta:
Bulan Bintang, 1979, Cet ke-2
70
- Ramayulis, Prof. DR. H. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,
2004, Cetke-4
- Uhbiyati, Nur, Dra. Hj., Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka
Setia, 1998, Cet. ke-2
- Umary, Barnawie, Drs. Materi Akhlak, Solo: CV Ramadhani, 1988
Yunus, Mahmud, Prof. DR. H., Metode Khusus Pendidikan Agama,
Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1983
- Zahruddin AR. Pengantar Ilmu Akhlak, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004, Cet ke-1
- Zuhairini, Dra., Drs., Abdul Ghofir, Drs. Slamet As. Yusuf, Metodik
Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah
IAIN Sunan Ampel Malang, Cet ke-8
- al-Qur'an dan Terjemah, Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta:
CV. Toha Putra Semarang, 1989
- Abrasy, Athiyyah, Muhammad, al., Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam
- terjemahan Bustami Abdul Ghani dan Djohar Bahry, Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1987
Lampiran 1
Angket Penelitian
Usia :……………………
Jenis Kelamin :……………………
71
Guru :……………………
Pekerjaan :…………………….
Pendidikan terakhir :…………………….
A. Pedoman Angket
a. Bacalah peratanyaan dibawah ini dengan seksama dan teliti, kemudian
jawablah pertanyaan tersebut ddengan jujur dan benar sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya.
b. Silanglah salah satu alternative jawaban yang dianggap benar.
c. Istilah data diri yang tersedia pada bagian atas angket dengan sebenar-
benarnya.
d. Angket ini hanya untuk penelitian ilmiah. Pengisian terhadap angket ini
sama sekali tidak mempengaruhi nilai siswa pada mata pelajaran apapun.
e. Atas kesediaannya untuk mengisi angket ini dengan benar dan
mengambilkan tepat pada waktunya ucapkan terimakasih.
B. Pertanyaan
1. Keteladanan sikap guru dalam mencerminkan prilaku yang baik terhadap
siswa ketika sekolah.
a. Sangat perlu
72
b. Perlu
c. Kurang perlu
d. Tidak perlu
2 Keteladanan sikap guru dalam mencerminkan prilaku yang baik terhadap
siswa ketika diluar sekolah!
a. Sangat perlu
b. Perlu
c. Kurang perlu
d. Tidak perlu
3. Sikap mengarahkan siswa untuk bersikap baik ketika di sekolah !
a. Sangat perlu
b. Perlu
c. Kurang perlu
d. Tidak perlu
4. Sikap mengarahkan siswa untuk bersikap baik ketika diluar sekolah !
a. Sangat perlu
b. Perlu
c. Kurang perlu
73
d. Tidak perlu
5. Sikap guru saat siswanya melakukan hal yang buruk baik di sekolah mau pun
di luar sekolah!
a. Memarahi
b. Menasehati
c. Acuh
d. Tidak Peduli
6. Memberikan pemahaman dan motivasi pentingnya berkhlak yang baik bagi
siswa!
a. Sangat penting
b. Penting
c. Kurang penting
d. Tidak penting
7. Mengontrol kegiatan ibadah siswa saat di sekolah
a. Sangat Mengontrol
b. mengontrol
c. kurang mengontrol
d. Tidak mengontrol
8. Kebiasaan melaksanakan sholat berjamaah dengan siswa saat di sekolah !
a. Sangat baik
b. Baik
c. Kurang baik
74
d. Tidak baik
9. Keikutsertaan siswa dalam mengikuti kegiatan keagamaan diluar sekolah!
a. Sangat penting
b. Penting
c. Kurang penting
d. Tidak penting
LAMPIRAN 2
Pertanyaan Wawancara
1. Bagaimana Peran Guru dalam pembentukan akhlak siswa ?
75
2. Bagaimana Akhlak siswa Didik MTS Tambelan seperti yang bapak / ibu
lihat?
3. Factor apa saja yang menjadi kendala guru dalam peran aktif membentuk
akhlak siswa ?
4. Bagai mana cara menggulangi akhlak siswa yang agak menyimpang ini ?
76