119
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pepaya (Carica papaya L) adalah tanaman buah, berupa herbal dari famili caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan india, dan kawasan amerika latin. Tanaman papaya sangat mudah ditanam pada daerah tropis dan subtropics ataupun di daerah basah dan daerah kering, dapat juga ditanam didataran rendah serta pengunungan. Pada pengembangan pepaya ada permasalahan diantara lain adalah produktivitasnya yang saat ini tergolong masih rendah yaitu antara 30-40 kg per pohon 1 . Indonesia yang kaya ini ada beraneka ragam jenis buah-buahan, baik jenis lokal maupun jenis buah impor. 1 Darma Setiaty, Endang (2011).”Produksi buah Pepaya varietas caliina ( caricca papaya.L ) pada kombinasi pupuk organic dan anorganik ditanaj utisol.” Hal 2

SKRIPSI F2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aaaa

Citation preview

Page 1: SKRIPSI F2

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pepaya (Carica papaya L) adalah tanaman buah, berupa herbal dari famili

caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan india, dan kawasan amerika

latin. Tanaman papaya sangat mudah ditanam pada daerah tropis dan subtropics

ataupun di daerah basah dan daerah kering, dapat juga ditanam didataran rendah

serta pengunungan. Pada pengembangan pepaya ada permasalahan diantara lain

adalah produktivitasnya yang saat ini tergolong masih rendah yaitu antara 30-40

kg per pohon1.

Indonesia yang kaya ini ada beraneka ragam jenis buah-buahan, baik jenis

lokal maupun jenis buah impor. Dan salah satu jenis buah asal luar negeri yang

telah lama berkembang dan ditanam di wilayah nusantara adalah pepaya. Buah

pepaya tergolong buah yang populer dan digemari oleh hampir seluruh penduduk

penghuni bumi ini.2 Daging papaya cukup lunak dengan warna orange tua atau

kuning. Serta rasanya manis dan menyegarkan karena kandungan airnya banyak.

Kadar gizinya cukup tinggi karena mengandung banyak vitamin A (365 S.I),

1 Darma Setiaty, Endang (2011).”Produksi buah Pepaya varietas caliina ( caricca papaya.L ) pada kombinasi pupuk organic dan anorganik ditanaj utisol.” Hal 22 Warsino (2003 ).”Budidaya Pepaya.”Kanisius.Yogyakarta. Hal 9

Page 2: SKRIPSI F2

2

vitamin C (78 mg), mineral (86,70 gr) dan kalsium (23 mg).3 Selain itu, dengan

mengkonsumsi buah ini akan memudahkan sekresi. Semua komponen buah

pepaya muda mengandung getah berwarna putih.

Pada tahun 2009 produksi buah papaya di Indonesia sebanyak 772.844

ton dengan sentra produksi tersebar diseluruh wilayah Indonesia dan merupakan

produsen kelima terbesar didunia4. Pengembangan budidaya tanaman pepaya

merupakan alternatif utama dalam usaha penganekaragaman (diversifikasi)

pertanian di lahan kering. Lahan kering di Indonesia sekitar 170,00 juta ha dan

70,00 juta ha diantaranya dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian di luar

kawasan hutan sebesar 33,30 juta ha dapat digunakan untuk mengembangkan

buah-buahan. Dalam meningkatkan kualitas serta kuantitas pengembangan pepaya

dapat memperbesar ekspor non-migas, dan juga dapat memberikan sumbangan

cukup besar terhadap pendapatan petani, pengembangan agribisnis dan

agroindustri, perluasan kesempatan kerja dan peningkatan gizi masyarakat5.

Menurut data BPS (2003), hasil produksi tanaman pepaya di Samarinda

pada tahun 2002 sebanyak 7.181,00 ton dan pada tahun 2003 hasil panen buah

papaya sebesar 2.244 ton yang berarti menunujkkan penurunan sebesar 4.937

ton. Dari data produksi buah-buahan pada monografi Kelurahan Lempake (2004),

3 suprati dkk(2008).”Studi Banding resiko ekonomi usaha tani papaya varietas Thailand dan hawai.”Jur vol 5 No 1. Hal 1-2.4 Suyanti dkk (2013).” Produk Diversifikasi Olahan untuk meningkatkan nilai tambah dan mendukung pengembangan buah papaya (carica papaya L) di Indonesia. Jurnal vol 8 No 2. Hal 2-35

Page 3: SKRIPSI F2

3

luas lahan yang digunakan untuk usahatani pepaya di Kelurahan Lempake adalah

sebesar 12,70 ha dengan hasil produksi mencapai 70,31 ton5.

Banyak penelitian pektin dari kulit buah papaya yang dilakukan untuk

mengetahui potensi pektin yang terdapat pada kulit buah papaya. Beberapa

penelitian itu antara lain telah dilakukan oleh L.Urip widodo dkk ( 2012 ), Heni

Sofiana dkk ( 2012 ), dan Nurviani dkk ( 2014 ).

L. urip Widodo ( 2012 ) meneliti kandungan pektin pada kulit buah

papaya. Rendemen Pektin yang terkandung yaitu 9,2% dan kadar metoksilnya

8,87% pada waktu ekstraksi selama 2jam dengan kosentrasi HCL 0,02 N6.

Heni Sofiana dkk (2012) juga meneliti kandungan pektin dari kulit buah

papaya. Rendemen pektin yang dihasilkan oleh pelarut HCL lebih optimal

dibandingkan asam asetat. Rendemen pektin dari pelarut asam klorida yaitu

mencapai 4,088 %, kadar metoksil 5,58% dan kadar asam galakturonat 73,73%

pada waktu ekstraksi 2 jam dengan suhu 80oC. Sedangkan rendemen pektin dari

pelarut asam asetat yaitu mencapai 3,196%, kadar metoksil 4,03 % dan kadar

asam galakturonat 58,2 % pada waktu ekstraksi 1,5 jam dengan suhu 90oC7.

Nurviani dkk ( 2014 ) meneliti kandungan pektin dari beberapa varietas

buah papaya. Varietas buah papaya yang digunakan adalah varietas Cibinong,

Jinggo dan Semangka. Rendemen pektin yang tertinggi diperoleh pada waktu

5 suprati dkk(2008).”Studi Banding resiko ekonomi usaha tani papaya varietas Thailand dan hawai.”Jur vol 5 No 1. Hal 1-2.6 Widodo L Urip dkk(2012).”Pektin dari kulit papaya.”jurusan teknik kimia.UPN.hal 3-47 Sofiana Heni dkk.(2012).”Pemgambilan pektin dari kulit papaya dengan cara ekstraksi. Jurnal teknologi dan Industri vol 1 No1. Hal 3-4

Page 4: SKRIPSI F2

4

ekstraksi selama 2 jam dengan hasil 12,70% pada kulit papaya semangka dengan

kadar metoksil mencapai 8,726 % dan kadar asam galakturonat sebesar 66,08 %8.

Pektin adalah hasil industri yang mempunyai banyak manfaat diantaranya

sebagai bahan dasar industri makanan, minuman dan industry farmasi. Selama ini

industri pektin di Indonesia masih mengimpor dari mancanegara terutama dari

Jerman dan Denmark. Banyak industi Indonesia yang menggunakan pekti sebagai

bahan baku industrinya. Oleh sebab itu untuk meminimalisir biaya devisa Negara

dan banyak bahan yang menjadi sumber pektin dari berbagai buah-buahan dan

tumbuhan yang terdapat di Indonesia maka bisnis industri pektin ini menjadi

peluang yang positif. Selain itu didukung oleh keadaan wilayah Indonesia yang

sangat mudah untuk ditanami papaya.

Pektin merupakan kompkleks polisakarida anion yang terdapat pada

dinding sel primer dan interseluler pada tanaman tingkat tinggi. Asam D-

galakturonat adalah molekul utama penyusun polimer pektin dan biasanya gula

netral juga terdapat pada dalam pektin. (O’Neill et al, 1990; Visserdan Voragen,

1996)9.

Pengambilan pektin dari buah apel, dan kulit jeruk dengan pengendapan

minuman berakohol telah dilakukan oleh Syarwani M (2004). Hasil yang

8 Nurviani dkk (2014 ).”Ekstraksi dan Karakterisasi pektin dari kulit buah papaya (caricca papapa L) varietas Cibinong,Jinggo dan Semangka.”online jurnal of natural Science vol 3 no 3. Hal 326-3299 Erwinda Rinska (2003).”Pengaruh Kosentrasi HCl sebagai pelarut pada ekstraksi pektin dari labu siam.”Jurusan Teknik Kimia. Universitas Muhammadiyah Jakarta. Hal 1

Page 5: SKRIPSI F2

5

diperoleh adalah rata-rata rendemen pektin jeruk 6,2%, ; apel 4,2% dan pepaya

4,18%. Rata – rata kadar metoksil jeruk 3,08% ; apel 2,89% dan pepaya 2,99%10.

Untuk dimanfaatkan pektin dari kulit buah papaya perlu adanya pemisahan

senyawa-senyawa yang terkandung dari kulit buah papaya. Salah satu cara yang

digunakan dalam proses pemisahan tersebut adalah ekstraksi. Ekstraksi bertujuan

untuk menarik atau mengeluarkan satu komponen campuran dari zat padat

ataupun zat cain dengan bantuan sautu pelarut. Ekstraksi yang digunakan adalah

ekstraksi padat cain atau yang lebih dikenal dengan sebutan leaching.

Ada banyak metode dalam ekstraksi, salah satunya metode refluks.

Metode refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temepratur yang cukup

tinggi pada titik didihnya, waktu pemanasan tertentu serta jumlah pelarut yang

selalu tetap dengan adanya pendingin balik dan pengadukan. Metode refluks

dipilih karena mudah untuk mengekstraksi sampel yang mempunyai tekstur kasar

dan tahan pemanasan langsung11. Filtrat yang didapatkan dikumpulkan kemudian

dipekatkan.

Pektin mempunyai harga ekonomi yang cukup tinggi. Pada Harga eceran

tepung pektin berkisar dari Rp 200.00/kg hingga Rp 300.000/ kg. Pada tahun

2001, Indonesia membeli pektin dari luar negara sebanyak 14.242 kg dengan nilai

sebesar $130.599 (Biro Pusat Statistik, 2001)12.

10 Widodo L Urip dkk(2012).”Pektin dari kulit papaya.”jurusan teknik kimia.UPN.hal 3-411 https://www.academia.edu/7395598/Ekstraksi_Pengertian_Prinsip_Kerja_jenis-jenis_Ekstraksi. Di akses pada tanggal 5 juli 201512 Budiyanto agus dan yulianingsih(2008).”Pengaruh suhu dan waktu ekstraksi terhadap karakter pektin dari ampas Jeruk siam(citrus nobilis L).” Jurnal pasca panen vol 5 no 2. Hal 38

Page 6: SKRIPSI F2

6

1.2 Perumusan Masalah

Untuk mengekstraksi pektin dari kulit buah papaya, maka dari itu timbul suatu

permasalahan :

1. Bagaimana proses pengambilan pektin dengan ekstraksi dari kulit

buah papaya.

2. Menentukan rendemen (yield) yang terbaik dengan variable

ternperatur, waktu dan jenis pelarutnyang digunakan.

3. Mempelajari pengaruh jenis pelarut yang digunakan pada proses

ekstraksi pektin dari kulit buah papaya.

4. Menentukan kadar metoksi dan kadar asam galakturonat pada

ekstraksi pektin dari kulit buah papaya.

1.3 Batasan Masalah

Untuk mengetahui proses ekstraksi pektin dari kulit buah papaya terhadap

yield pektin dan kadarnya, maka variable yang berubah dibatasi pada temperature,

waktu dan jenis pelarut. Hasil akhir akan dilakukan uji kulitatif ( melakukan

pemerian, uji identifikasi dan FTIR ) dan selanjutnya dilakukan uji kuantitatif

untuk penetapan kadar metoksil dan kadar asam galakturonat terhadap pektin

yang didapatkan.

Page 7: SKRIPSI F2

7

1.4 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara studi pustaka, studi lapangan dan

gabungan dari keduanya. Studi pustaka merupakan suatu cara yang dilakukan

dengan mencari sumber data berupa jurnal atau penelitian berupa skripsi dan tesis

terdahulu untuk melihat kandungan yang terdapat dalam kulit buah papaya dan

melihat metode ekstraksi yang digunakan. Sedangkan studi lapangan dilakukan

dengan penelitian langsung di laboratorium terhadap kulit buah papaya dengan

metode reflux.

Dalam penelitian ini, pengambilan pektin dari kulit buah papaya dilakukan

dengan cara ekstraksi reflux. Rendemen yang di dapat di uji keberadaan pektin

dengan uji kulitatif dan kuantitatif.

Uji kualitatif filakukan dengan cara pemerian, uji identifikasi sesuai

dengan Farkamope, Indonesia, Uji FTIR dan uji LCMS. Sedangkan uji kuantitatif

dilakukan dengan cara titrasi.

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini dibandingkan dengan hasil dari

jurnal atau tesis yang sudah dilakukan terdahulu.

1.5 Tujuan Penelitian

Peneltian ini dilakukan dengan bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kadar pektin yang terkandung dalam kulit pepaya.

Page 8: SKRIPSI F2

8

2. Untuk mengetahui pengaruh temperature, waktu dan jenis pelarut dalam

ekstraksi pektin berdasarkan rendemen.

3. Untuk mengetahui pemgaruh temperature, waktu dan jenis pelarut pada

kadar mektosil dan kadar asam galakturonat dari kulit buah pepaya

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang akan dilakukan adalah :

1. Untuk meningkatkan nilai tambah kulit buah papaya.

2. Untuk menginspirasi para produsen khususnya mahasiswa untuk

memanfaatkan limbah yang ada di sekitarnya.

3. Untuk memberikan wawasan baru dan pengalaman bagi mahasiswa dalam

melakukan penelitian dengan melatih kemampuan untuk menganalisa,

meneliti dan memecahkan masalah.

4. Penelitian ini juga sebagai bahan pustaka bagi Jurusan Teknik Kimia.

1.7 Sistematika Penulisan

Secara garis besar skripsi ini terdiri dari 5 ( Lima ) bab dengan beberapa

sub bab. Gambaran penulisannya secara lengkap adalah sebagai berikut.

1. BAB 1 PENDAHULUAN

Page 9: SKRIPSI F2

9

Pada bab ini berisikan gambaran umum kulit buah papaya dan manfaatnya

dengan potensi pertumbuhannya. Selain itu terdapat beberapa hasil penelitian

terdahulu tentang kulit buah papaya.

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan penjelasan secara mendetail tentang tanaman buah

papaya, pengertian salah satu zat yang terkandung di dalam kulit buah papaya

yaitu getah papain yang terdapat pektin didalamnya, menjelaskan tentang

pektin, ekstraksi dan penjelasan proses ekstraksi pektin. Disertai dengan

penjelasan FTIR dan LCMS.

3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan tentang bagaimana metode yang dilakukan pada

penelitian. Penjelasan terhadap cara kerja, bahan dan alat apa saja yang

digunakan dan juga menjelaskan running dari penelitian ini.

4. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini dijelaskan tentang hasil penelitian secara kualitatif ( pemerian

dan uji identifikasi) maupun hasil secara kuantitatif ( titrasi ). Pada bab ini juga

akan disampaikan hasil dari penelitian yang sudah dilakukan.

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan juga saran untuk penelitian

selanjutnya jika dilakukan kembali.

Page 10: SKRIPSI F2

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pepaya

1. Pengertian Pepaya

Salah satu komoditas hortikultura Indonesia yang memiliki berbagai

fungsi dan manfaat adalah papaya . Sebagai buah segar, pepaya banyak dipilih

konsumen karena selain harganya yang cukup murah , serta mempunyai

kandungan gizi yang baik. Kandungan gizi yang terdapat dalam buah papaya pada

100 gr buah pepaya antara lain mengandung karbohidrat sebesar 12,4 gr, kalsium

23 mg, fosfor sesar 12 mg, besi sebesar 1,7 mg 110 mcg retinol, tiamin sebesar

0,04 mg ,dan vitamin C sebesar 78 mg13 . Selain nutrisi yang tinggi papaya juga

oleh terdapat getah penghasil papain (enzim proteolitik) banyak dimanfaatkan p

industry makan, farmasi dan kosmetik. Hampir seluruh komponen papaya

mengandung getah kecuali akar dan bijinya. Getah pepaya mengandung papain

yaitu enzim proteolitik (pemecah protein). Pengaruh umur dan jenis buah papaya

tergantung dari produksi papain dan aktivitas proteolitiknya.

Papaya juga memiliki kandungan unsur gizi lengkap, termasuk vitamin A

jarang terdapat pada buah-buahan lain. Selain itu, buah papaya juga merupakan

sumber pektin yang bernilai ekonomi yang sangat tinggi14.

13 Rukmana Rahmat (2005).”PEPAYA, Budidaya&paca panen.” Kanisius. Yogyakarta. Hal 1414 Suprapti lies (2005).”Aneka olahan papaya mentah dan mengkal.” Kanisius. Yogyakarta . Hal 9

Page 11: SKRIPSI F2

11

2. Klasifikasi ilmiah atau Taksonomi Tanaman Pepaya (Carica papaya L.)15

Suku Caricaceae memiliki empat marga, yaitu Carica, Jarilla, Jacaranta,

dan Cylicomorpha. Ketiga marga pertama merupakan tanaman asli Meksiko

bagian selatan serta bagian utara dari Amerika Selatan, sedangkan marga keempat

merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Marga Carica memiliki 24 jenis,

salah satu diantaranya adalah papaya. Berikut taksonomi buah papaya :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)

Sub-Divisi : Angiosperma (Biji Tertutup)

Kelas : Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

Ordo : Caricales

Famili : Caricaceae

Spesies : Carica papaya L

3. Morfologi

Bentuk dan susunan tubuh bagian luar tanaman pepaya termasuk tumbuhan

yang umur sampai berbunganya dikelompokkan sebagai tanaman buah-buahan

semusim, namun dapat tumbuh setahun lebih. Sistem akanya memiliki akar

tunggang dan akar-akar cabang yang dapat tumbuh mendatar ke semua arah pada

kedalaman 1 meter atau lebih menyebar sekitar 60-170 cm bisa juga lebih dari

pusat batang tanaman . Batang tanaman pepaya berbentuk bulat lurus berlapis-

lapis (beruas-ruas), di bagian tengahnya berongga, dan tidak ada kayu. Celah-

15 Suprapti lies (2005).”Aneka olahan papaya mentah dan mengkal.” Kanisius. Yogyakarta . Hal 9

Page 12: SKRIPSI F2

12

celah batang adalah suatu tempat dimana melekatnya tangkai daun yang cukup

panjang, serta berbentuk bulat, dan agak berlubang. Daun pepaya bertulang

menjari (palminervus) dengan warna permukaan atas agak hijau tua, sedangkan

warna permukaan bagian bawah hijau muda. Komposisi buah dan daun pepaya

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 2.1 Analisis Komposisi Buah dan Daun Pepaya16

Unsur Komposisi Buah Masak Buah Mentah Daun

Energi (kalori) 46 26 79

Air (g) 86,7 92,3 75,4

Protein (g) 0,5 2,1 8

Lemak (g) - 0,1 2

Karbohidrat (g) 12,2 4,9 11,9

Vitamin A (UI) 365 70 18,270

Vitamin B (mg) 0,04 0,02 0,15

Vitamin C (mg) 78 19 140

Kalsium (mg) 23 70 353

Besi (mg) 1,7 0,4 0,8

Fosfor (mg) 12 16 63

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1972) dalam Warsino (2003)

16 Warsino (2003 ).”Budidaya Pepaya.”Kanisius.Yogyakarta. Hal 18

Page 13: SKRIPSI F2

13

4. Kandungan kimia pada tanaman pepaya17

Tanaman papaya mengandung bahan kimia yang bermanfaat baik itu pada organ

daun,buah, getah, maupun biji dan kandungan kimia dari tanaman papaya (carica

papaya L) dalam Dalimartha dapat dilihat pada tabel .2

Tabel 2.2 Kandungan Kimia tanaman papaya

No Organ Kandungan Senyawa

1. DaunEnzim papain, alkaloid karpaina, pseudo-karpaina, glikosid, kaposid, dan saponin, sakarosa, dan levulosa. Alkaloid karpaina mempunyai efek seperti digitalis.

2. Buah-karotena, pektin, d-galaktosa, I-arabinosa, papain, papayotimin papain, serta fitokinase.

3. BijiGlukosa kakirin, dan karpain, glukosa kakirin berkhasiat sebagai obat cacing, peluruh haid, serta peluruh kentut(karminatif)

4. GetahPapain kemokapain,lisosim, lipase, glutamine, dan siklotransferase.

5. Kulit Milky latex, enzim papain, alkaloid karpina, glukosid, saponin, sakrosa,dextrosa

Sumber : Dalimartha (2003)

Karbohidrat yang terkandung dalam buah pepaya sebagian besar adalah gula.

Komposisi gula dalam buah pepaya matang yaitu 48,3% sukrosa, 29,8% glukosa,

dan 21,9% fruktosa.

5. Senyawa kandungan kulit buah pepaya

Pada dasarnya kandungan kulit pepaya kurang lebih sama dengan daging

buahnya. Hanya saja, kulit buah pepaya mengandung enzim papain yang jauh

lebih dominan terutama pada kulit buah yang masih muda. Kulit juga

mengandung banyak kandungan pektin18. Kandungan pektin ini terlihat jelas pada

17 Wardani Fardina Rahmi.”potensi perasaan daun papaya (carica papaya L) terhadap jumlah makrofag pasca gingivektonomi pada tikus wistar jantan.” Fakultas kedokteran gigi. Jember. Hal 718 Baga kalie, Moehd (2008).”bertanam papaya.”Swadaya. Jakarta. Hal 89

Page 14: SKRIPSI F2

14

Milky Latex atau getah putih kulit buah pepaya yang mengucur deras saat kita

menggores bagian kulit. Milky latex ini jumlahnya akan semakin berkuran saat

buah pepaya semakin matang. Selain enzim papain, kulit pepaya juga

mengandung alkaloid karpina, glukosid, saponin, sakrosa,dextrosa dan lain-lain.

Mencermati kandungan kulit pepaya tersebut, wajar jika kemudian kulit

pepaya juga bisa untuk dimakan dalam kondisi ia bebas dari bahan kimia. Kulit

pepaya telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Papua Nugini. Tidak hanya

dikonsumsi, tetapi juga digunakan sebagai bahan penyembuh untuk

menanggulangi ruam kulit, kulit yang terbakar sinar matahari berlebihan, dan

mampu menghilangkan noda hitam pengganggu di wajah.

2.2 Pektin

1. Pengertian dan Sumber pektin

Pektin adalah substansi alami yang terdapat pada sebagian besar tanaman

pangan. Pektin merupakan asam poligalakturonat yang merupakan metil ester.

Dan Pektin juga merupakan pangan fungsional bernilai tinggi yang berguna secara

luas dalam pembentukan gel dan bahan penstabil pada sari buah, bahan

pembuatan jelly, dan marmalade.

Kata pektin berasal dari bahasa Latin “pectos” yang berarti pengental atau

yang membuat sesuatu menjadi keras atau padat. Pektin pertama kali ditemukan

oleh Vauquelin dalam jus buah sekitar 200 tahun yang lalu. Pada tahun 1790,

pektin belum diberi nama. Nama pektin pertama kali digunakan pada tahun 1824,

yaitu pada saat Braconnot melanjutkan penelitian yang dirintis oleh Vauquelin.

Page 15: SKRIPSI F2

15

Braconnot menyebut substansi pembentuk gel tersebut sebagai asam pektat19.

pembentukan gel dengan tingkat kekenyalan dan kekuatan tertentu sangat

tergantung pada konsentrasi pektin. Pektin secara luas berguna sebagai bahan

tekstur dan pengental dalam makanan,mampu membungkus logam berat dan juga

sebagai bahan tambahan produk susu terfermentasi. Suhu yang tinggi selama

ekstraksi dapat meningkatkan rendemen pektin. Suhu yang agak tinggi akan

membantu difusi pelarut kedalam jaringan tanaman dan dapat meningkatkan

aktivitas pelarut dalam menghidrolisis pektin yang umumnya terdapat didalam sel

primer tanaman. Waktu ekstraksi yang terlalu lama akan mengakibatkan

terjadinya hidrolisis pektin menjadi asam galakturonat. Pada kondisi asam ikatan

glikosidik gugus metil ester dari pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan

asam galakturonat.

Pektin secara umum terdapat di dalam dinding sel primer

tanaman, khususnya di sela-sela antara selulosa dan

hemiselulosa. Senyawa-senyawa pektin berfungsi sebagai

perekat antara dinding sel yang satu dengan yang lain. Bagian

antara dua dinding sel yang berdekatan tersebut dinamakan

lamella tengah. Gambar 2 menunjukkan senyawa pektin ada

dinding sel tanaman.

19 Nur Hariyati, Mauliyah(2006).”ekstaksi dan karateristik pektin dari limbah proses pengolahan jeruk Pontianak.”Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Hal 4-5

Page 16: SKRIPSI F2

16

Gambar 2.1 Struktur Dinding Sel Tanaman

Kandungan pektin yang tergantung sangat bervariasi, baik berdasarkan

jenis tanamannya ataupun bagian-bagian jaringannya. Bagian kulit dan albedo

buah jeruk lebih banyak mengandung pektin daripada jaringan parenkimnya.

2. Struktur dan Komposisi Kimia Pektin

Pada tahun 1924, Smolenski adalah yang pertama kali

berasumsi bahwa pektin merupakan polimer asam galakturonat.

Pada tahun 1930, Meyer dan Mark menemukan formasi rantai

dari molekul pektin, dan Schneider dan Bock pada tahun 1937

membentuk formula tersebut. Pektin tersusun atas molekul asam

Page 17: SKRIPSI F2

17

galakturonat yang berikatan dengan ikatan α- (1-4)-glikosida

sehingga membentuk asam poligalakturonat20. Gugus karboksil

sebagian teresterifikasi dengan methanol dan sebagian gugus

alkohol sekunder terasetilasi (Herbstreith dan Fox, 2005).

Gambar 3 di bawah ini menunjukkan struktur kimia unit asam α-

galakturonat.

Gambar 2.2. Struktur Kimia Asam α-Galakturonat

Menurut Hoejgaard (2004), pektin adalah metil ester yang

terkandung dalam asam poligalakturonat. Dalam keadaan asam

pektin dapat diekstaraksi secara komersial dari kulit buah jeruk

dan apel. Masing-masing cincin merupakan suatu molekul dari

asam poligalakturonat, dan ada 300 – 1000 cincin seperti itu

dalam suatu tipikal molekul pektin, yang dihubungkan dengan

suatu rantai linier.

Gambar 2.3. Struktur Kimia Asam Poligalakturonat

20 Farobie Obie(2006).”Pembuatan dan Pencirian Pektin Asetat.” Fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam IPB. Bogor. Hal 1

Page 18: SKRIPSI F2

18

Berdasarkan kandungan metoksilnya, pektin dapat dibagi

menjadi dua golongan yaitu pektin berkadar metoksil tinggi

(HMP), dan pektin berkadar metoksil rendah (LMP). Pektin

bermetoksil tinggi mempunyai kandungan metoksil minimal 7%,

sedangkan pektin bermetoksil rendah mempunyai kandungan

pektin maksimal 7% (Guichard et al, 1991).Gambar di bawah ini

merupakan rumus molekul dari pektin bermetoksil tinggi dan

pektin bermetoksil rendah .

Gambar 2.4. Rumus Molekul Pektin Bermetoksil Tinggi

Gambar 2.5 Rumus molekul Bermetoksil Rendah

Pektin terdiri dari monomer asam galakturonat yang berbentuk suatu rantai

molekul panjang. Rantai utama ini diselingi oleh kelompok rhamnosa dengan

rantai cabang menyusun gula netral (arabinosa, galaktosa). Kelompok karboksil

(kelompok asam) dari asam galakturonat dapat diesterifikasi atau diamidasi.

Page 19: SKRIPSI F2

19

Selain asam D-galakturonat sebagai komponen utama, pektin juga memiliki D-

galaktosa, L-arabinosa, dan L-rhamnosa dalam jumlah yang bervariasi. Komposisi

kimia pektin sangat bervariasi tergantung pada sumber dan kondisi yang dipakai

dalam isolasinya21.

Gambar 2.6. Struktur Fungsional Pektin

3. Sifat-sifat pektin

Commite on Food Chemical Codex (1996), menyatakan bahwa pektin

sebagian besar tersusun atas metil ester dari asam poligalakturonat dan sodium,

potasium, kalsium dan garam ammonium. Pektin merupakan zat berbentuk serbuk

kasar hingga halus yang berwarna putih, kekuningan, kelabu atau kecoklatan dan

banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran matang. Gliksman (1969)

menyatakan bahwa pektin kering yang telah dimurnikan berupa kristal yang

berwarna putih dengan kelarutan yang berbeda-beda sesuai dengan kandungan

metoksilnya. Sifat fisik pektin tergantung dari karakteristik kimia pektin

21 Nur Hariyati, Mauliyah(2006).”ekstaksi dan karateristik pektin dari limbah proses pengolahan jeruk Pontianak.”Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Hal 6-8

Page 20: SKRIPSI F2

20

(Guichard et al., 1991). Faktor yang mempengaruhi pembentukan gel dengan

tingkat kekenyalan dan kekuatan tertentu meliputi pH, konsentrasi pektin, suhu,

ion kalsium, dan gula. Kekentalan larutan pektin mempunyai kisaran yang cukup

lebar tergantung pada konsentrasi pektin, garam, dan ukuran rantai asam

poligalakturonat. Pektin dengan kadar metoksil lebih rendah dari 7% dapat

membentuk gel bila ada ion-ion logam bivalen. Ion logam bivalen dapat bereaksi

dengan gugus-gugus karboksil dari 2 molekul asam pektat dan membentuk

jembatan. Pada pembentukan gel ini, tidak diperlukan gula dan tekstur gel yang

terbentuk kurang keras. Pembentukan gel dari pektin dengan derajat metilasi

tinggi dipengaruhi juga oleh konsentrasi pektin, persentase gula, dan pH. Semakin

besar konsentrasi pektin, semakin keras gel yang terbentuk. Konsentrasi 1% telah

menghasilkan kekerasan yang cukup baik. Gula yang ditambahkan tidak boleh

lebih dari 65% agar terbentuknya kristal-kristal di permukaan gel dapat dicegah.

Pembentukan gel pektin metoksil tinggi terjadi melalui ikatan hidrogen diantara

gugus karboksil bebas dan antara gugus hidroksil. Pada pektin metoksil rendah,

kemampuan membentuk gel dengan gula dan asam hilang. Sebaliknya pektin ini

mampu membentuk gel dengan adanya ion kalsium. pektin merupakan asam

poligalakturonat yang bermuatan negatif. Pektin bereaksi dengan makromolekul

bermuatan positif. Pembentukan gel dapat terjadi dengan cepat pada pH rendah,

tetapi reaksi ini dapat dihambat dengan penambahan garam. Degradasi dan

dekomposisi pektin dapat disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi. Kecepatan

degradasi tergantung pada suhu, pH, dan konsentrasi agen pengoksidasi.

Page 21: SKRIPSI F2

21

Pektin hampir larut sempurna dalam 20 bagian air dan tersebar didalamnya

membentuk koloid. Koloid pekti tergolong jenis hydrophilic (senang air ),

reversible, dimana sifat fisiknya akan kembali seperti semula jika diendapkan,

dikeringkan dan dilarutkan kembali

Sifat – sifat pektin ada dua sifat yaitu fisik dan kimia. Adapun sifatnya antara

lain :

1. Sifat fisik pektin :

Berat molekul dari pektin 30.000-300.000

Bentuk : padatan seperti serbuk kasar atau halus berwarna putih

kekuningan dan kecoklatan.

Density : 1,526 gram/cc

Spesifik garfiti : 0,65

Perputaran spesifik : +230o

Kapasitas panas : 0,431 KJ/KgoC

2. Sifat kimia pektin

Pektin mudah larut dalam air

Pektin tidak dapat larut dalam formamide, dimetil sulfixide, dimetil

formamide dan gliserol panas.

Pektin dapat diendapkan dari larutan yang encer seperti etanol,

aseton, deterjen dan polietilen.

Pektin dapat membentuk jeli dengan menambah gula dan asam.

Larutan encer pektin merupakan asam yang sedikit jenuh dengan

adanya kelompok kerboksil bebas.

Page 22: SKRIPSI F2

22

Zat-zat pektin yang mudah larut bereaksi sebagai penukar kation

( kation exchange )

Jika pektin bereaksi dengan asam-asam panas menyebabkan

terhidrolisanya gugus metil ester menjadi asam galakturonat.

Pektin dapat diesterifikasi dengan asam-asam tanpa suatu

penurunan berat molekul.

Kualitas pektin komersial ditentukan oleh sifat-sifat pektin. Sifat-sifat fisik

tersebut diantaranya warna dan cita rasa yang cocok, kelarutan ( untuk pektin

padat), derajat gel, kecepatan membeku, serta tidak mengandung bahan atau zat

berbahaya bagi kesehatan22. Sifat fisik dipengaruhi oleh sifat kimia pektin.

Tabel 2.3 Spesifikasi Mutu Pektin Komersial

KARAKTERISIK NILAI

Kadar air ( maksimum) 12 %

Kadar abu ( maksimum ) 10%

Pektin bermetoksil tinggi ( minimum) 7%

Pektin bermetoksil rendah ( maksimum) 7%

Asam galakturonat ( minimum ) 65% ( bobot kering )

Logam berat ( maksimum ) 0.002%

Sumber : Food Chemical Codex (1996)

D. Manfaat pektin disegala bidang

22 Erwinda Rinska (2003).”Pengaruh Kosentrasi HCl sebagai pelarut pada ekstraksi pektin dari labu siam.”Jurusan Teknik Kimia. Universitas Muhammadiyah Jakarta. Hal 11-12

Page 23: SKRIPSI F2

23

Penggunaan pektin dalam berbagai bidang sebagai berikut :

1. Bidang farmasi bermanfaat sebagai campuran obat-obatan untuk macam

jenis penyakit, sebagai berikut : obat diare, disentri radang usus besar, obat

luka, haemostatic agent, pengganti plasma darah dan pektin juga untuk

memperlambat absorbsi beberapa jenis obat-obatan tertentu didalam tubuh

sehingga dapat memperpanjang masa kerja suatu obat.

2. Bidang kecantikan digunakan campuran berbagai jenis kosmetik yaitu :

pembuatan cream dan handbodylotion, sabun, pasta gigi dan minyak

rambut.

3. Bidang tata boga ( bahan makanan) bermanfaat sebagai bahan makanan

yang sudah dikenal secara lebih luas oleh kalangan masyakat,

diantaranya : digunakan pada pembuatan makanan seperti pembuatan jelly

dan selai buah, roti, bahan pengental ( thickening agent ) untuk proses

pembuatan cod lifer oil, tomato pulp, tomato kechul, es krim dan lain-lain.

Selain kegunaan yang tersebut diatas pektin juga dapat digunakan untuk

beberapa hal berikut : untuk stabilisator pada pembuatan koloid logam,

sebagai bahan baku peledak dalam bentuk nitro pektin , asetil pektin , dan

formil pektin , dan untuk pembuatan resin sintesis dan perekat. Pektin

juga digunakan pada industri karet dan industri tekstil.

2.3 Ekstraksi

Page 24: SKRIPSI F2

24

Ekstraksi adalah suatu proses yang memisahkan dari bahan padat maupun

bahan cair dengan bantuan pelarut. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut adalah

cara yang paling efisien dalam menghasilkan filtrat yang berkualitas. Pelarut yang

ideal adalah yang mempunyai sifat-sifat : tidak toksik, tidak bersifat eksplosif,

mempunyai interval titik didih yang sempit, daya melarutkan, mudah dan murah.

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang

terdapat dalam simpilia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa

komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada

lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk kedalam pelarut.

2.3.1 Tahap – tahap ekstraksi :

1. Mencampur bahan ekstraksi dengan bahan pelarut kemudian dibiarkan

agar saling berkontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan

cara difusi pada bidang antarmuka dengan bahan ekstraksi dan bahan

pelarutnya. Dengan demikian terjadi ekstraksi yang sebenarnya yaitu

larutan ekstrak.

2. Memisahkan larutan ekstrak dari rafinat, bias disebut juga dengan cara

penjernihan atau filtrasi.

3. Mengisolasi ekstrak dari larutan dan mendapatkan kembali pelarut, pada

dasarnya dilakukan dengan menguapkan pelarut. Dalam hal- hal ini larutan

ekstrak dapat langsung diolah lebih lanjut atau bisa juga diolah setelah

dipekatkan atau dijadikan volume menjadi setengah dari volume awal

sebelum diuapkan.

Faktor – faktor yang harus diperhatikan yaitu :

Page 25: SKRIPSI F2

25

1. Ukuran partikel

Ukuran partikel berpengaruh pada laju ekstraksi dalam beberapa hal.

Semakin kecil ukurannya maka akan semakin besar luas permukaan antara

padat dan cair. Sehingga laju perpindahannya pun menjadi semakin besar.

Oleh karena itu, jarak untuk berdifusi yang dialami oleh zat terlarut dalam

padatan adalah kecil.

2. Zat pelarut

Larutan yang digunakan sebagai zat pelarut sebaiknya merupakan pelarut

pilihan yang terbaik dan viskositasnya harus cukup rendah agar mudah

melakukan sirkulasi. Umumnya, zat pelarut murni akan digunakan pada

awalnya tetapi setelah proses ekstraksi berakhir kosentrasi zat terlarut akan

naik dan laju ekstraksinya turun. Penyebab yang pertama adalah karena

gradient konsentrasi akan berkurang dan yang kedua zat terlarutnya

menjadi lebih kental atau pekat.

3. Temperature

Dalam hal ini, kelarutan zat terlarut ( pada partikel yang diekstrak )

didalam pelarut akan meningkat secara bersamaan dengan kenaikan

temperatur untuk memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi.

4. Pengadukan

Pengadukan pada zat pelarut merupakan hal yang penting karena akan

meningkatkan proses difusi sehingga menaikkan perpindahan massa

material dari permukaan partikel ke zat pelarut.

Page 26: SKRIPSI F2

26

2.3.2 Pemilihan Pelarut

Dalam pemilihan juga dibutuhkan tahap-tahap lainnya, pada ekstraksi padat-cair

contohnya dapat dilakukan pra-pengolahan ( persiapan sampel ) lebih baik

dilakukan pengecilan sampel atau pengolahan lanjut dari rafinat ( dengan tujuan

mendapatkan kembali sisa-sisa pelarut ). Menurut Perry ( 1984 ) ada beberapa

sayarat pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi yaitu sebagai berikut :

1. Memiliki daya larut dan selektivitas terhadap solute yang tinggi. Pelarut

yang dapat melarutkan komponen yang diinginkan sebanyak mungkin dan

sesedikit mungkin melarutkan bahan pengotor.

2. Bersifat inert terhadap bahan baku sehingga tidak bereaksi dengan

komponen yang akan diekstrak.

3. Reaktivitas : pelarut tidak menyebabkan perubahan secara kimia pada

komponen bahan ekstraksi.

4. Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi.

5. Tidak korosif

6. Tidak beracun.

7. Tidak mudah terbakar.

8. Stabil secara kimia dan termal.

9. Tidak berbahaya bagi lingkungan.

10. Memiliki viskositas yang rendah, sehingga mudah dialirkan.

11. Murah dan mudah didapat, serta tersedia dalam jumlah yang besar.

12. Memiliki titik didih yang cukup rendah agar mudah diuapkan.

13. Memiliki tegangan permukaan yang cukup rendah.

Page 27: SKRIPSI F2

27

Karena hampir tidak ada pelarut yang memenuhi syarat yang diatas, maka dari itu

setiap proses ekstraksi harus dicari pelarut yang paling sesuai. Hanya beberapa

pelarut yang terpenting adalah air, asam-asam organik dan anorganik, hidrokarbon

jenuh, toluene, karbon disulfit, eter, aseton, hidrokarbon yang mengandung khlor,

isopropanol, etanol. Berbagai jenis pelarut yang sering digunakan dalam proses

ekstraksi dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 2.4. Jenis pelarut untuk ekstraksi

2.3.3 Refluks

Refluks yaitu metode ekstraksi yang dilakukan pada titik didih pelarut

tersebut, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relative konstan

dengan adanya pendingin balik. Kelebihan metode refluks yaitu padatan

Page 28: SKRIPSI F2

28

memiliki tekstur kasar dan tahan terhadap pemanasan langsung dapat

diekstrak dengan metode ini. Sedangkan kelemahan metode ini yaitu

membutuhkan jumlah pelarut yang banyak. ( Irawan, B.,2010 )

Gambar 2.7 ekstraksi metode refluks

2.4 Proses Produksi pektin

Tahapan-tahapan dalam pembuatan pektin yaitu persiapan bahan, ekstraksi,

penguapan, penggumpalan ( pengendapan ), pencucian, dan pengeringan. Metode

yang digunakan untuk mengekstrak pektin darijaringan tanaman sangat

bermacam-macam. Dan pada penelitian ini menggunakan metode refluks. Dan

pada umumnya ekstraksi pektin dilakukan dengan ekstraksi asam. Beberapa jenis

asam yang dapat digunakn dalam ekstraksi pektin. Menurut Kertesz ( 1951 ) asam

yang digunakan dalam ekstraksi pektin adalah asam tartat, asam malat, asam

nitrat, asam laktat, asam asetat, asam fosfat tetapi kecenderungan untuk

Page 29: SKRIPSI F2

29

menggunakan asam mineral yang murah seperti asam sulfat, asam klorida, dan

asam nitrat. Beberapa artikel saat ini menyarankan untuk menggunakan asam

klorida ( Kalapathy dan Proctor, 2001; Hwang et al,1998; Dinu,2001 ), asam sitrat

( Pagan et al, 2001) dan asam asetat ( Heni sofiana et al., 2012 )

Ekstraksi dengan menggunakan asam mineral menghasilkan rendemen

yang lebih tinggi dibandingkan organic. Asam mineral pada pH rendah lebih baik

daripada pH tinggi untuk menghasilkan pektin ( Rouse dan Crandal, 1978 ).

Peranan asam dalam ekstraksi pektin adalah untuk memisahkan ion polivalen,

memutus ikatan antara asam pektinat dengan selulosa, menghidrolisa protopektin

menjadi molekul yang lebih kecil dan menghidrolisa gugus metil ester pektin

( Kertesz, 1951).

Suhu yang tinggi selama ekstraksi dapat meningkatkan rendemen pektin.

Suhu yang agak tinggi akan membantu difusi pelarut ke dalam jaringn tanaman

dan dapat meningkatkan aktivitas pelarut dalam menghidrolisis pektin yang

umumnya terdapat di dalam sel primer tanaman, khususnya pada lamella tengah

( Towle dan Christensen, 1973). Penggunaan suhu ekstraksi yang terlalu tinggi

akan menghasilkan pektin yang tidak jernih, sehingga gel yang diperoleh akan

keruh dan kekuatan gel berkurang ( Kertesz,1951).

Pektin dalam jaringan tanaman banyak dalam bentuk protopektin yang

tidak larut dalam air. Dengan adanya asam, kondisi larutan dengan pH rendah

akan menghidrolisa protopektin menjadi pektin lebih mudah larut. Ekstraksi

pektin dari sayur-sayuran dan buah-buahan dilakukan pada kisaran pH 1,5 - 3,0

dengan suhu pemanasan 60 – 100oC selama 30 menit-120 menit (Towle dan

Page 30: SKRIPSI F2

30

Christensen,1973). Waktu ekstraksi yang terlalu lama akan mengakibatkan terjadi

hidrolisis pektin menjadi asam galakturonat. Pada kondisi asam, ikatan glikosidik

gugus metil ester dari pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan asam

galakturonat ( Smith dan Bryant, 1968 ).

Proses pengendapan pektin merupakan suatu proses pemisahan pektin dari

larutannya. Pektin adalah koloid hidrofilik yang bermuatan negative ( dari gugus

karboksil bebas yang terionisasi ) dan tidak mempunyai titik isoelektrik seperti

kebanyakan koloidal hidrofilik. Pektin lebih utama distabilkan oleh hidrasi

partikelnya daripada oleh muatannya. Penambahan etanol dapat mendehidrasi

pektin sehingga menggangu stabilitas larutan koloidnya dan akibatnya pektin akan

terkoagulasi ( Rouse, 1977 ). Pada tahap pemurnian pektin, Dewan Ilmu

Pengetahuan Teknologi dan Industri Sumatra Barat (2004) mengendapkan pektin

dengan menggunakan etanol 95% yang mengandung 2 ml asam klorida pekat

setiap satu liter etanol sebanyak 1,5 kali volume filtrate. Dan pada tahap

pencucian pektin markisa dengan menggunakan alcohol 95% sampai pektin bebas

klorida. Suradi ( 1984) melakukan pencucian pektin kulit jeruk dengan alcohol

80% sampai bebas klorida. Tujuannya adalah untuk menghilangkan klorida yang

ada pada pektin.

Tahap akhir dari ekstraksi pektin adalah pengeringan endapan pektin.

Ranggana ( 1997 ) menganjurkan pengeringan dapat dilakukan pada tekanan

rendah agar pektin tidak terdegradasi. Menurut Dewan Ilmu Pengetahuan,

Teknologi dan Industri Sumatra Barat ( 2004 ) pengeringan pektin markisa dapat

dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 40-60oC selama 6-10 jam.

Page 31: SKRIPSI F2

31

2.5 Spektrofotometer Fourier Transform InfraRed ( FTIR )

Spektroskopi FTIR adalah suatu metode analisis yang dipakai untuk

karakterisasi bahan polimer dan analisis gugus fungsi. Dengan cara menentukan

dan merekam hasil spectra residu dengan serapan energy oleh molekul organic

dalam sinar inframerah. Dengan inframerah diartikan sebagai daerah yang

memiliki panjang gelombang dari 1-500cm-1. Dasar pemikiran dari

Spektrofotometer Fourier Transform InfraRed berasal dari persamaan gelombang

yang dirumuskan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier ( 1768-1830 ) seora ng ahli

matematika dari prancis. Persamaan adalah sebagai berikut :

f(t) = a0+a1 cos ω 0t + a2 cos 2 ω 0t +….+b1 cos ω 0t + b2 cos 2 ω 0t

dimana :

a dan b adalah suatu tetapan

t adalah waktu

ω adalah frekuensi sudut ( radian per detik )

(ω = 2πf dan f adalah frekuensi dalam Hertz)

Dari deret Fourier tersebut intensitas gelombang dapat dideksripsikan sebagai

daerah waktu atau daerah frekuensi. Pada perubahan gambaran intesitas

gelombang radiasi elektromagnetik dari daerah waktu ke daerah frekuensi atau

sebaliknya disebut Transformasi Fourier ( Fourier Transform). Selanjutnya pada

system optic peralatan instrument Fourier Transform InfraRed digunakan dasar

daerah waktu yang non dispersive.

Page 32: SKRIPSI F2

32

FTIR terdapat 5 bagian utama, yaitu :

1. The source adalah energi InfraRed yang dipancarkan dari sebuah benda

hitam menyala. Balok ini melewati logam yang mengontrol jumlah energy

yang diberikan kepada sampel.

2. Interoferometer adalah sinar memasuki interferometer “ spectra encoding”

mengambil tempat, kemudian sinyal yang dihasilkan keluar dari

interferogram.

3. Beamspilitter merupakan material transparan dengan indeks relative

sehingga menghasilkan 50 % radiasi akan direfleksikan dan 50 % akan

diteruskan.

4. Detector adalah sinar akhirnya lolos ke detector untuk pengukuran akhir.

Detector ini digunakan khusus dirancang untuk mengukur sinar

interfrogram khusus. Detector yang digunakan dalam Spektrofotometer

Fourier Transfrom InfraRed adalah TetraGlycerine Sulphate ( TGS ) atau

Mercury Cadmium Telluride ( MCT ).

5. Computer , sinyal diukur secara digital dan dikirim kekomputer untuk

diolah oleh Fourier Transformation berada. Spectrum ditampilkan

interpretasi lebih lanjut. Skema alat FTIR dapat dilihat di gambar 2.8

Page 33: SKRIPSI F2

33

Gambar 2.8 skema alat FTIR

(Sumber Thermonicolet Corporation ( 2007 ), Introduction to fourier

Transform InfraRed Spectrometry :3 )

Keunggulan Spektrofotometer Fourier Transform InfraRed dibandingkan

metode konvesional lainnya yaitu sebagai berikut :

Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara

simultan sehingga analisi dapat dilakukan lebih cepat dibandingkan

menggunakan cara sekuensial atau pemindaian.

Sensitifitas dari metode Spektrofotometer Fourier Transform

InfraRed lebih besar daripada cara dispersi disebabkan oleh radiasi

Page 34: SKRIPSI F2

34

yang masuk ke system detector lebih banyak karena tanpa harus

masuk melalui celah.

2.5.1 Mekanisme alat Spektrofotometer FTIR

Cara kerja alat spektrofotometri InfraRed dapat dijelaskan dimana awal

sinar InfraRed dilewatkan melalui sampel dan larutan pembanding, kemudian

dimasukkan pada monokromator untuk menghilangkan sinar yang tidak

diinginkan ( stray radiation ). Berkas ini kemudian didispersikan melalui

prisma atau gratting. Dengan melewatkannya melalui slit, sinar tersebut

dapat difokuskan pada detector yang akan mengubah berkas sinar menjadi

sinyal listrik yang selanjutnya direkam oleh recorder ( perekam). Diagram

instrument dapat dilihat pada gambar 2.9

Gambar 2.9 Skema Spektrofotometer InfraRed

( Sumber Fesseden & Fessenden, 2006 )

Penggunaan spectrum InfraRed untuk penentuan struktur senyawa

organic biasanya antara 650-4000 cm-1 ( 15,4 – 2,5 µm ) yang merupakan

daerah fundamental. Daerah di bawah frekuensi 650 cm-1 disebut InfraRed

Page 35: SKRIPSI F2

35

jauh dan daerah diatas frekuensi 4000 cm-1 disebut InfraRed dekat. Letak

puncak serapan dapat dinyatakan dalam satuan frekuensi (µm) atau

bilangan gelombang ( cm-1 ).

Molekul senyawa akan tereksitasi ke tingkatan energy yang lebih

tinggi apabila menyerap radiasi InfraRed. Dalam proses penyerapan, energy

yang diserap akan menaikkan amplitude gerakan vibrasi ikatan dalam

molekul. Akan tetapi, hanya ikatan yang memiliki momen dipol yang dapat

menyerap radiasi InfraRed.

Tabel 2.5 Daftar korelasi Gugus Fungsi pada Spektra InfraRed

Gugus SenyawaFrekuensi (cm-

1)Lingkungan

spectral cm-1 (µ)Nama

lingkungannya

OH Alcohol

Asam

3580-3650

2500-2700

3333-3704

(2,7-3,0 µ)

NH Amina primer dan sekunder

Amina

~3500

3310-3500

3140-3320 2857-3333

(3,0-3,5 µ)

Lingkungan vibrasi ulur hydrogen

CH Alkuna

Alkena

Aromatic

Alkane

Aldehida

3300

3010-3095

~3030

2853-2962

2700-2900 2500-2857

(4,0-4,5 µ)

SH Sulfur 2500-2700

Page 36: SKRIPSI F2

36

C = C Alkuna 2190-2260

C = N Alkilnitril

Iosianat

Arilnitril

2240-2260

2240-2275

2220-2260

2222-2500

(4,5-5,0 µ)

Lingkungan ikatan ganda tiga

-N = C = N Diimida 2130-2155 2000-2222

(5,0-5,5 µ)

-N3 Azida 2120-2160

> CO Aldehid

Keton

Asam karboksilat

Ester

Asilhalida

Amida

1720-1740

1675-1725

1760-1700

2000-2300

1755-1850

1670-1700

(818-2000)

(5,5-6,0 µ)

1667-1818

(6,0-6,5 µ)

Lingkungan ikatan ganda dua

CN Oksim 1640-1690

CO Β-diketon 1540-1640

C = O Ester 1650

C = C Alkena 1620-1680

N-H(b) Amina 1575-1650 1538-1667

-N = N- Azo 1575-1630 (6,5-7,5 µ) Daerah sidik jari

-C – NO2 Nitro 1550-1570 1538-1667

-C – NO2 Nitro aromatik 1300-1570

C – O - C Eter 1230-1270 1053-1333

(7,5-9,5 µ)

-(CH2)n Senyawa lain ~722 666-900

(11-15,0 µ)

Sumber : Khophar S.M(1990).Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta

Page 37: SKRIPSI F2

37

2.5.2 Komponen alat Spektrofotometri InfraRed ( Instrumen )

a. Sumber Radiasi

prinsip dari sumber radiasi IR yaitu dipancarkannya sinar oleh padatan

lembah yang dipanaskan sampai pijar dengan aliran listrik. Ada 3 macam sumber

radiasi yaitu sebagai berikut :

- Global Source : tabung silica carbide dengan ukuran diameter 5 mm

dengan panjang 5 cm.

- Nernst Glower : senyawa – seyawa oksida

- Incandesecent Wire : lilitan kawat nikrom

Pada system optic FTIR digunakan radiasi LASER ( Light Amplification by

Stimulated Emmission of Radiation ) berfungsi untuk radiasi yang

diinterferensikan dengan radiasi InfraRed agar sinal radiasi InfraRed yang

diterima oleh detector secara utuh dan lebih baik.

b. Sampel Kompartemen

sampel yang sedang dianalisis dapat berupa cairan, padatan dan gas.

Dikarenakan energy vibrasi tidak terlalu besar sampel dapat diletakkan langsung

berhadapan dengan sumber radiasi IR. Sebab gelas kuarsa atau mortar yang

terbuat dari porselen dapat memberikan kotaminasi yang dapat menyerap radiasi

IR, maka dari itu pemakaian alat tersebut harus dihindari. Preparasi sampel harus

Page 38: SKRIPSI F2

38

menggunakan mortar yang terbuat dari batu agate dan pengempaan dilakukan

dengan menggunakan logam monel.

c. Monokromator

monokromator adalah alat yang berfungsi sebagai dispersi sinar dari sinar

polikromatik menjadi sinar monokromatik. Ada dua macam tipe monokromator

yaitu monokromator prisma dan monokromator gratting monokromator prisma

yang terbuat dari bahan garam anorganik berfungsi sebagai pengurai dan pengarah

radiasu IR menuju detector. Manokromator yang sering digunakan adalah

monokromator kisi difraksi atau gratting. Keunggulannya adalah memberikan

resolusi yang lebih bagus dengan disperse yang surambung lurus, disamping itu

tetap menjaga keutuhan radiasi InfraRed pada monokromator menuju detector.

Kelemahannya adalah munculnya percikan radiasi InfraRed pada monokromator

kisi difraksi. Hal ini diusahakan dengan memakai monokromator ganda yang

merupakan dari monokromator prisma dan monokromator kisi difraksi.

d. Detektor

detector berfungsi sebagai pengubah sinyal radiasi InfraRed menjadi sinyal listrik.

Selain itu, detector dapat mendeteksi adanya perubahan panas yang terjadi karena

adanya pergerakan molekul. Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer

FTIR adalah TGS ( Tetra Glycerine Sulphate ) atau MCT ( Mercury Cadmium

Telluride ). Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memilih beberapa

kelebihan dibandingkan detector TGS yaitu memberikan respon yang lebih baik

daripada frekuensi modulasi tinggi, lebih sensitive, lebih cepat, tidak dipengaruhi

Page 39: SKRIPSI F2

39

oleh temperatur, sangat selektif terhadap energy vibrasi yang diterima dari radiasi

InfraRed.

e. Amplifier / penguat dan read out

penguat dalam system optic spektrofotometer InfraRed sangat dibutuhkan karena

sinyal radiasi InfraRed sangat kecil atau lemah. Penguat hubungan erat dengan

daerah instrument serta celah monokromator. Jadi keduanya harus diselaraskan

dengan tujuan untuk mendapatkan resolusi puncak spectrum yang baik dengan

daerah maksimal. Sedangkan pencatat atau read out harus mampu mengamati

spectrum InfraRed secara keseluruhan pada setiap frekuensi dengan seimbang.

Rentang bilangan 4000 cm-1 sampai 650 cm-1 dalam keadaan normal harus dapat

teramati dalam selang waktu 10-15 menit. Untuk maksud pengamtan pendahuluan

selang waktu tersebut dapat dipersingkat ataupun diperlambat untuk mendapatkan

hasil resolusi puncak spectrum InfraRed yang baik.

2.6 Kromatografi Cair Massa Spektra ( LCMS )

Kromatografi adalah teknik analisis yang telah banyak digunakan dan

dikembangkan saat ini karena keunggulan yang dimilikinya dalam metode

pemisahan berbagai senyawa. Ada berbagai macam jenis kromatografi, mulai dari

gas kromatografi hingga kromatografi cair. Jenis kromatografi didasarkan pada

jenis fasa dan LCMS merupakan salah satu jenis kromatografi cair karena dasa

geraknya berupa zat cair.

Page 40: SKRIPSI F2

40

Liquid Chromatograph Massa Spectrometry ( LC-MS ) adalah satu-

satunya teknik kromatografi cair dengan detector spectrometer massa. Dengan

kata lain dua alat yang digabungkan menjadi satu, yang berfungsi untuk

memisahkan beberapa senyawa atau campuran senyawa berdasarkan

kepolarannya ( prinsip kerja kromatografy ), dimana setelah campuran senyawa

tersebut terpisah, maka senyawa yang murni akan diidentifikasi berat molekulnya.

Data yang didapatkan adalah berat molekul ditambah beberapa muatan dan berat

molekul pelarut. Penggunaan LCMS untuk penelitian bio-analisis dimulai pada

akhir 1980-an. Kelebihan dari LCMS adalah :

Spesifitas : Hasil analisis yang khas dan spesifik diperoleh dari

penggunaan spectrometer massa sebagai detector.

Aplikasi yang luas dengan system yang praktis. Berbeda dengan GC-MS

sebagai spectrometer massa “klasik”, penerapan LCMS tidak terbatas

untuk molekul volatile ( biasanya dengan berat molekul dibawah 500 Da ).

Mampu mengukur analit yang sangat polar. Selain itu persiapan sampel

cukup sederhana tanpa adanya teknik derivatisasi.

Fleksibilitas : pengujian yang berbeda dapat dikembangkan dengan tingkat

fleksibilitas yang tinggi dan waktu yang singkat.

Kaya informasi : Sejumlah data kuantitatif maupun kualitatif dapat

diperoleh. Hal ini disebabkan seleksi ion yang sangat cepat dengan banyak

parameter.

Page 41: SKRIPSI F2

41

Massa Spectofotometer ( MS ) adalah alat yang dapat memberikan informasi

mengenai berat molekul dan struktur senyawa organik. Selain itu, alat ini juga

dapat mengidentifikasi dan menentukan komponen-komponen suatu senyawa.

Perpaduan HPLC dengan MS (LCMS) memiliki selektivitas yang tinggi, sehingga

identifikasi dan kuantifikasi dapat dilakukan dengan jumlah sampel yang sedikit

dan tahapan preparasi yang minimal.

Spektrometer massa bekerja dengan molekul pengion yang kemudian akan

memilah dan mengidentifikasi ion menurut massa, sesuai rasio fragmentasi. Dua

komponen kunci dalam proses ini adalah sumber ion ( ion source ) yang akan

menghasilkan ion dan analisis massa ( mass analyzer ) yang menseleksi ion.

Sistem LCMS umumnya menggunakan beberapa jenis ion source dan mass

analyzer yang dapat disesuaikan dengan kepolaran senyawa yang akan dianalisa.

Masing-masing ion source dan mass analyzer memiliki kelebihan dan kekurangan

sehingga harus disesuaikan dengan jenis informasi yang dibutuhkan.

ada 2 jenis system LCMS yaitu :

1. Sumber Ion ( Ion Source )

Selama sepuluh tahun terakhir banyak kemajuan pada LCMS dalam

pengembangan sumber ion dan teknik untuk mengionisasi dan memisahkan

molekul analit dari fase geraknya. Molekul-molekul analit yang terionisasi

dalam spektrometer massa berada pada kondisi vakum, peristiwa semacam ini

sering terjadi pada ionisasi electron tradisional. Teknik ini berhasil hanya

untuk jumlah senyawa yang sangat terbatas. Pengenalan teknik ionisasi pada

Page 42: SKRIPSI F2

42

tekanan atmosfer (atmospheric pressure ionization / API) sangat memperluas

jumlah senaywa yang dapat dianlisis dengan LCMS.molekul analit terionisasi

terlebih dahulu pada tekanan atmosfer. Ion-ion analit ini kemudian secara

mekanis dan elektrostatis terpisah dari inti molekul. Teknik ionisasi tekanan

atmosfer adalah :

Ionisasi electrospray (electro ionization / ESI)

Ionisasi kimia tekanan atmosfer ( APCI )

Photoionisasi tekanan atmosfer ( APPI )

Gambar 2.9 aplikasi berbagai jenis teknik ionisasi LCMS

Dalam setiap pengukuran, sifat analit dan kondis pemisahan mempunyai pengaruh

yang kuat untuk memberikan hasil yang terbaik dalam teknik ionisasi pada

electrospray, APCI maupun APPI. Teknik yang paling efektif tidak selalu mudah

untuk diprediksi.

Page 43: SKRIPSI F2

43

2. Analisis Massa ( Mass Analizers )

Walaupun dalam teori semua jenis analisis mas dapat digunakan untuk LCMS,

tetapi pada kenyataanya ada empat jenis analisa masa yang paling sering

digunakan adalah sebagai berikut :

Quadrupole : Sebuah analisi masa quadrupole terdiri dari empat batang

paralel diatur dalam persegi.

Time of fight : Sebuah gaya elektromagnetik yang seragam diterapkan

utuk semua ion pada waktu yang sama.

Penangkap Ion : Analisis massa perangkap ion terdiri dari elekroda

melingkar cincin dua penutup di kedua ujungnya yang bersama-sama

membentuk sebuah ruang.

Fouries Transform ion cyclotron resonance ( FT-ICR) : jenis lain dari

analisis massa perangkap ion. Ion memasuki ruangan dan terjebak dalam

lingkaran orbit oleh medan listrik dan medan magnet yang kuat.

Page 44: SKRIPSI F2

44

Gambar 2.10 Instrumen liquid chromatography massa spektra ( LCMS )

2.6.1 Mekanisme kerja LCMS

Gambar 2.11 Alur mekanisme kerja LCMS

LCMS digunakan fasa gerak atau pelarut untuk membawa sampel melalui kolom

yang berisi padatan pendukung yang dilapisi cairan sebagai fasa diam.

Page 45: SKRIPSI F2

45

Selanjutnya analit dipartisikan diantara fasa gerak dan fasa diam tersebut,

sehingga terjadi pemisahan karena adanya perbedaan koefisien partisi. Sampel

yang telah dipisahkan dalam kolom diuapkan pada suhu yang tinggi, kemudian

diionisasi. Ion yang terbentuk difragmentasi sesuai rasio massa/muatan (m/z),

yang selanjutnya dideteksi secara elektrik menghasilkan spectra massa. Spectra

massa merupakan rangkaian puncak-puncak yang berbeda-beda tingginya.

Adapun cara kerja liquid chromatograpy adalah sama dengan HPLC atau liquid

chromatograpy yaitu sebagai berikut :

1. Analit dengan eluen dari syringe pump atau LC masuk ke dalam capillary.

didalam capillary terdapat anoda (kutub negative) pada taylor cone dan katoda

( kutub negative ) dimasukan dekat analit dan eluen. Kutub ini bermanfaat agar

muatan yang terkumpul pada taylor cone adalah muatan positf sehingga

nantinya pada saat terjadi penyemprotan dan terbentuk droplet (tetes-tetes)

tidak bergabung menjadi droplet yang lebih besar lagi.

2. Analit dan solven(eluen) kemudian disemprotkan melalui taylor cone akan

terbentuk droplet-droplet dimana droplet-droplet itu akan mengalami proses

evaporasi solvent secara terus-menerus maka solven yang meliputi analit

terkungkung dalam muatan positif yang berlebih, yang disebut the Rayleigh

limit is reached, maka akan terjadi explosion yang disebut coulombic explosion

dimana akan terjadi suatu pemecahan droplet (tetesan) yang sebelumnya. Ada

beberapa kemungkinan yang terjadi pada droplet-droplet tersebut sebagai

berikut :

Page 46: SKRIPSI F2

46

Analit akan tertambahi satu muatan positif

Analit akan tertambahi beberapa muatan positif

Analit akan tertambahi satu muatan positif dan satu molekul solven

Analit akan tertambahi satu muatan positif dan beberapa molekul

solven.

Analit akan tertambahi beberapa muatan positif dan beberapa molekul

solven.

3. Droplet yang mengalami coulombic explosion tersebut akan masuk

kedalam cone dimana disisi kiri dan kanannya sudah mengalir gas

Nitrogen (N2). Gas ini bermanfaat agar analit yang terjadi tadi stabil dalam

bentuknya dan tidak terganggu oleh pengaruh gas oksigen. Droplet masuk

kedalam capillary transfer lalu akan dianalisis melalui massa

spectrometer.

Muatan positif pada solven berasal dari ion-ion Na+, Li+, K+, NH4+ dan kation

lainnya. Oleh karena itu pada daerah taylor cone dalam capillary needle

bermuatan negative maka analit dalam solven yang memiliki muatan positif akan

berkumpul didaerah taylor cone. Akibatnya pada saat penyemprotan tetesan-

tetesan (droplet) permukaannya memiliki muatan positif dan masing-masing

tetesan (droplet) tidak saling menempel lagi ( membentuk tetesan yang lebih

besar). Pada spectra sering terjadi penambahan berat molekul ion-ion tersebut

disamping penambahan berat molekul atau biasanya ditulis [M + molekul ion-

Page 47: SKRIPSI F2

47

ion). Kemudian ion molekul yang terdeteksi di mass spectroscopy adalah [M+

H+], [M- H+], serta analit dengan tambahan seperti Na+, K+, H3O+, NH4+ , dan

molekul dari fasa gerak.

Page 48: SKRIPSI F2

48

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Universitas Bhayangkara

Jakarta Raya, meliputi : proses ekstraksi, uji kadar pektin , dan uji kadar metoksil.

Penelitian dilakukan pada bulan April 2015 sampai dengan Juni 2015.

3.2 Penentuan Variabel

Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah

1. Variabel Tetap :

Ukuran mesh 60

Kosentrasi pada 0.02 N

Berat papaya

Bahan pengendap : etanol

Volume 500ml

2. Variabel Bebas :

Page 49: SKRIPSI F2

49

A. Temperature

B. Waktu

C. Jenis pelarut (HCl dan CH3OOH)

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat untuk ekstraksi

keterangan gambar

1. Statif

2. Klem

3. Pendingin balik

4. Selang masuk dan keluar

5. Labu leher tiga

6. Thermometer

7. Magnetic stirer

8. Kulit papaya + pelarut

9. Tangki penampung

10. Penanggas

Page 50: SKRIPSI F2

50

3.2.2. Alat untuk Uji kualitatif

Tabung reaksi

Penanggas air

Pipet volum

Gelas beker 50ml

3.2.3 Alat untuk Uji kuantitatif

1. Seperangkat alat titrasi

2. Pipet tetes

3. Erlenmeyer 100 ml

4. Kertas pH

3.2.4 Alat tambahan

1. Blender

2. Pisau

3. Kain Saring

4. Batang pengaduk

5. Gelas beker 1L

6. Corong

7. Gelas Ukur 500 ml

8. Gelas ukur 100ml

9. Neraca analitik

Page 51: SKRIPSI F2

51

10. Oven

3.2.5 Bahan – bahan yang digunakan

1. Kulit dari buah papaya

2. Pelarut HCl dan asam asetat

3. Etanol 96%

4. Aquadest

5. NaOH

6. Fenolftalien

3.4 Cara kerja

a. Pengolahan kulit buah papaya

1. Dicuci terlebih dahulu dan dipotong kemudian dijemur dibawah

matahari sampai kering.

2. Setelah kering kulit buah papaya dihaluskan dengan menggunakan

blender.

3. Serbuk tepung kulit buah papaya diayak dengan ayakan 40 mesh.

Penenpungan kulit buah papaya dilakukan untuk memperoleh partikel

yang berukuran kecil sehingga memudahkan proses ekstraksi.

b. Tahap ekstraksi

1. Sebanyak 25 gram sampel serbuk kulit papaya yang sudah

ditambahkan pelarut HCL dengan kosentrasi 0,02N sebanyak 500ml

dan sebagai perbandingan asam asetat 0,02 N.

Page 52: SKRIPSI F2

52

2. Memasang alat ekstraksi

3. Kemudian diekstraksi didalam penanggas dengan suhu yang

ditentukan ( 80o C, 90oC, dan 100oC ) dan selama waktu yang

ditetapkan ( 80 menit, 100 menit dan 120 menit )

4. Setelah itu ekstrak disaring menggunakan kain saring rangkap 4 dan

disaring kembali menggunakan kertas saring.

5. Filtrat hasil ekstraksi diuapkan sampai volume menjadi setengan dari

volume sebelumnya.

6. Selanjutnya filtrate yang pekat didinginkan. Kemudian dilakukan

pengendapan pektin dengan menambahkan etanol 96%. Perbandingan

filtrate dengan etanol yang ditambahkan adalah 1 : 2. Proses

pengendapan dilakukan selama 24 jam.

7. Selanjutnya dilakukan pemisahan antara larutan dan menggunakan

etanol 96% hinggab bebas dari klorida. Pemisahan endapan pektin

dengan etanol bekas cucian dengan penyaringan menggunakan kain

saring.

8. Pektin yang basah kemudian dikeringkan dengan oven pada

temperatur 80oC selama 4-5 jam. Pektin dihaluskan sehingga

diperoleh bubuk pektin

9. Lalu timbang untuk memperoleh rendemen masing-masing perlakuan.

c. Uji kualitatif dan Uji kuantitatif

Page 53: SKRIPSI F2

53

1. Pemerian : serbuk halus atau kasar, berwarna putih hingga kecoklatan

dan hampir tidak berbau, mempunyai rasa musilago.

2. Identifikasi :

0,5 gram + 9 ml H2O ( dipanaskan), maka akan terbentuk gel yang

kaku pada saat pendinginan.

0,05 gram + 5 ml air kemudian dibagi menjadi 2 bagian. Bagian 1

ditambahkan etanol 96% ( volume 1:1), maka akan terbentuk endapan

bening.

Bagian 2 larutan pektin ditambahkan NaOH 2N kemudian dibiarkan

pada suhu kamar, maka akan terbentuk gel.

Asamkan gel dengan HCl 3N kocok maka akan terbentuk endapan

seperti gelatin ( tidak berwarna), menjadi putih dan menggumpal bila

didinginkan.

d. Cara uji kuantitatif adanya kadar metoksil dan kadar asam galakturonat

1. Masukkan 0,25 gram serbuk pektin kedalam erlenmeyer yang sesuai,

kemudian dibasahi 2 ml etanol 96% dan dilarutkan didalam 40 ml aquadest

yang berisi 1 gram NaCl.

2. Larutan hasil campuran ditetesi dengan indicator fenolftalien ( PP ) sebanyak

5 tetes dan di titrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna.

3. Volume titrasi dicatat (V1) untuk menentukan Berat ekuivalen dapat

menggunakan rumus sebagai berikut :

Page 54: SKRIPSI F2

54

Berat ekuivalen =

4. Kemudian larutan netral dari penentuan berat ekuivalen ditambah 25 ml lautan

NaOH 0,2 N diaduk dan dibiarkan selama 30 menit pada suhu kamar pada

keadaan tertutup. Kemudian ditambahkan 25ml larutan HCl 0,2 N dan ditetesi

dengan fenolflalein sebanyak 5 tetes kemudian dititrasi dengan larutan NaOH

0,1 N sampai terjadi perubahan volume titran. Catat sebagai V2

% Metoksil = × 100 %

Ket : 31 = bobot molekul metoksil ( CH3O )

Penetapan kadar asam galakturonat

Kadar asam galakturonat dapat diketahui dari penetapan kadar metoksil yaitu

dengan menjumlahkan volume pada titrasi pertama ( V1) dan volume titrasi kedua

( V2 ) dengan rumus sebagai berikut :

% kadar asam galakturonat =Ket : Berat molekul asam galakturonat adalah 194

gr/mol ( C6H10O7 ).

e. Cara kerja uji kadar air

1. Masukkan cawan porselen dalam oven suhu 105°C selama 5 jam.

2. Dinginkan cawan porslen dalam desikator. Setelah dingin timbang

bobotnya dan catat (W1).

Page 55: SKRIPSI F2

55

3. Timbang 2 gram kulit buah papaya kemudian tempatkan ke dalam cawan

porslen yang sudah ditara.

4. Masukkan dalam oven suhu 105°C selama 5 jam.

5. Dinginkan cawan porslen yang berisi kulit buah pepaya dalam desikator.

Setelah dingin timbang bobotnya dan catat (W2)

Juice Lidah Buaya

VCOBeaker Glass

AirC6H8O7

Na-CMC

MaduPewarnaPewangi

SLS

Homogenkan

Ad 100 dengan air

Homogenkan

C18H36O2

NaHSO3

NaC7H5O2

Sambil Dipanaskan

Page 56: SKRIPSI F2

56

B Analisa penetapan kadar metoksi dan kadar asam galakturonat

BUbuk PektinTimbang rendemen dan analisa

Etanol 96%

Masukkan 0,25 gr pektin

Dibasahi 2ml etanol 96% dan dilarutkan 40ml aquadest +1grm NaCl

Larutan tersebut kemudian ditambahkan 5 tetes pp

Dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan

warna. Catat V1

Larutan dinetralkan dengan ditambahi NaOH 0,2 N

dibiarkan selama 30 menit

Tutup, dan digoyangkan

Ditambahkan 25 ml larutan HCL 0,2 N dan ditetesi pp sebanyak 5 tetes

Dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna. Catat sebagai V2

Kocok hingga merah muda

hilang

Page 57: SKRIPSI F2

57

3.6 Rencana Running

jenis pelarut

suhu (oC)

Waktu (menit)

uji Kualitiatif

kadar metoksil (%)

kadar galakturonat(%)

HCL

80 80

80 100

80 120

90 80

90 100

90 120

100 80

100 100

100 120

CH3COOH

80 80

80 100

80 120

90 80

90 100

90 120

100 80

100 100

100 120

Tabel 3.1 Rencana Running

Page 58: SKRIPSI F2

58

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian ini meliputi pengamatan terhadap rendemen

( yield ) pektin dengan mengekstrak kulit dari buah papaya seberat 25

gram dengan variasi waktu selama 80 menit, 100 menit, 120 menit pada

suhu ekstraksi 80oC, 90oC dan 100oC adalah sebagai berikut :

4.1.1 Yield Rendemen

Pektin dalam jaringan tanaman terdapat sebagai protopektin yang tidak

larut dalam air karena berada sebagai garam kalsium dan magnesium. Oleh

karena itu, dilakukan hidrolisis protopektin dalam air yang diasamkan untuk

mengubah protopektin mejadi pektin yang bersifat larut dalam air,dimana

ion H+ pada air akan menggantikan ion kalsium dan ion magnesium pada

molekul protopektin.

Dari percobaan yang dilakukan diperoleh yield pektin yang berbeda-

beda pada setiap perlakuan yang diberikan. Pada percobaan ini, jumlah

perlakuan sebanyak 18 sampel dengan menggunakan tiga variable yaitu

Page 59: SKRIPSI F2

59

jenis pelarut, temperature pemanasan, dan waktu ekstraksi. Perbandingan

dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 4.1. Yield pektin

Yield yang dihasilkan dengan perlakuan yang berbeda-beda akan

menghasilkan berat yang berbeda. Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

dapat disimpulkan kondisi optimum berat pektin yang dihasilkan dengan adanya

kenaikan temperature dan waktu ekstraksi. Sampel yang terbaik diperoleh dari

penelitian ini adalah sampel dengan menggunakan pelarut asam klorida ( HCl )

pada temperature 100oC dengan waktu 120 menit. Hal ini menunjukkan bahwa

telah tercapainya kondisi maksimum pada proses ekstraksi.

Jenis pelarut

Suhu (oC)

Waktu (menit)

Yield pektin ( %)

HCL

80 80 6.180 100 11.1480 120 12.290 80 3.390 100 10.8690 120 10.97100 80 12.71100 100 14.4100 120 14.94

CH3COOH

80 80 6.9580 100 8.4780 120 11.0890 80 9.0290 100 9.2990 120 11.03100 80 10.21100 100 10.48100 120 11.14

Page 60: SKRIPSI F2

60

Tabel 4.2 Hasil uji kuantitatif untuk penentuan Kadar metoksil dan

kadar galakturonat

jenis pelarut

suhu (oC)

Waktu (menit)

V1

(ml)V2

(ml)N

NaOH BEkadar

metoksil (%)kadar asam

galakturonat(%)

HCl

80 80 3,1 3,5 0,103 806,45 4,34 51,2180 100 4 5,1 0,103 625 6,32 70,6180 120 4,1 5,7 0,103 609,75 7,06 76,0490 80 5,2 4 0,103 480,76 4,96 71,3990 100 5,8 5,2 0,103 431,034 6,4 85,3490 120 7,1 7 0,103 352,11 8,68 109

100 80 3,4 3 0,103 735,29 3,72 49,66100 100 4,4 2 0,103 568,18 2,5 49,66100 120 4,9 1,6 0,103 510,20 1,98 50,44

CH3COOH

80 80 3,6 2,5 0,103 694,45 3,1 47,3380 100 2,4 2,6 0,103 1041,66 3,22 38,880 120 3,1 1,7 0,103 806,451 2,11 37,2490 80 2,3 3,1 0,103 1086,95 2,6 34,1490 100 3,8 2,2 0,103 657,89 2,73 46,5690 120 3,7 3,2 0,103 675,675 3,97 53,54

100 80 3,7 2,2 0,103 675,675 2,7 45,78100 100 3,5 2,8 0,103 714,28 3,47 48,89100 120 3,5 2,9 0,103 714,28 3,59 49,66

c, tabel 4.3 Hasil uji Kualitatif Rendemen

Prosedur Spesifikasi Hasil

0,5 gram pektin + 9 ml H2OTerbentuk gel yang kaku

pada saat pendinginanSesuai

0,05 gram + 5 ml H2O + 5 ml etanol Terbentuk endapan bening Sesuai

0,05 gram + 5 ml H2O + 1 ml NaOH 2 N Terbentuk gel Sesuai

Asamkan gel dengan HCL 3 N, kocok Terbentuk gel seperti gelatin ( tidak berwarna), menjadi

Sesuai

Page 61: SKRIPSI F2

61

putih dan menggumpal

4.1.2 Hasil Uji FTIR

1. Sampel 1 ( kadar metoksil maksimum dengan pelarut HCl ),

Uji kualitatif dengan spekstroskopi InfraRed ( FTIR ) dilakukan pada bilangan

gelombang 4000 hingga 500 cm-1, Analisa ini dilakukan untuk mengidentifikasi

adanya gugus fungsional, Adapun spectrum FTIR pektin dapat dilihat pada

gambar di bawah ini :

Gambar 4,1 hasil uji FTIR asam klorida

Suatu ikatan dalam sebuah molekul yang menyerap radiasi InfraRed akan

mengalami vibrasi, Besarnya absorpsi akan mengalami ikatan tertentu bergantung

pada jenis vibrasi dari ikatan tersebut, Maka dari itu, tipe ikatan yang berbeda

menyerap radiasi InfraRed pada panjang gelombang karekteristik yang berlainan,

Dari spectrum IR dari kulit buah papaya memperlihatkan berbagai macam

gugus fungsi adalah vibrasi gugus O – H pada bilangan 3590-3650 cm-1, C – H

Page 62: SKRIPSI F2

62

pada bilangan 3010-3095 cm-1, C = O pada bilangan 1690-1760 cm-1, C – O – C

pada bilangan 1230-1270 cm-1. Komposisi spectrum FTIR dapat dilihat di tabel

sebagai berikut :

Tabel 4.2 komposisi senyawa pektin dari kulit buah pepaya

Ikatan absorpsi ( cm-1 ) Gugus Senyawa

3590 – 3650 O – H Alcohol

3010 – 3095 C – H Alkena

1690 – 1760 C = O Asam karboksilat

1230 – 1270 C – O – C Eter

Tabel 4.3 Komposisi Senyawa Pektin Literatur

Ikatan Absorpsi ( cm-1 ) Gugus Senyawa

1630 – 1650 cm-1 C = O Karbonil

1740 – 1760 cm-1 O = RCOH Karboksilat

1100 R – O – R Eter

1200 C – C siklik Karbon siklik

Sumber : Ismail, 2012

Page 63: SKRIPSI F2

63

2. Sampel 2 ( kadar metoksil maksimum dengan pelarut CH3COOH

Gambar 4,2 hasil uji FTIR asam asetat

Berdasarkan gambar ( gambar 4.2 ) diatas dapat disimpulkan hasil

spectrum- spectrum hasil uji FTIR pektin untuk pelarut asam asetat. Dari

spectrum IR dari kulit buah papaya memperlihatkan berbagai macam gugus fungsi

adalah vibrasi gugus O – H pada bilangan 3580-3650 cm-1, C – H pada bilangan

2850-2970 cm-1, C = O pada bilangan 1690-1760 cm-1, C – O – C pada bilangan

Page 64: SKRIPSI F2

64

1230-1270 cm-1, C – O pada bilangan 1760-1700 cm-1. Komposisi spectrum

FTIR dapat dilihat di tabel sebagai berikut

Tabel 4.4 Komposisi senyawa pektin dari kulit buah papaya

Ikatan Absorpsi (cm-1 ) Gugus Senyawa

3580-3650 O – H Alcohol

2850-2970 C – H Alkana

1690-1760 C = O Ester

1760-1700 C – O Asam karboksilat

1230-1270 C – O – C Eter

Tabel 4.5 Komposisi Senyawa Pektin Literatur

Ikatan Absorpsi ( cm-1 ) Gugus Senyawa

1630 – 1650 cm-1 C = O Karbonil

1740 – 1760 cm-1 O = RCOH Karboksilat

1100 R – O – R Eter

1200 C – C siklik Karbon siklik

Sumber : Ismail, 2012

Page 65: SKRIPSI F2

65

4.1.3 Hasil Uji LCMS

a. Sampel 1 ( kadar galakturonat dan kadar pektin maksimum dengan

pelarut HCl )

Gambar 4,3 hasil uji spektrogram asam klorida

Hasil uji kualitatif kadar asam galakturonat dilakukan pada massa rata-

ratanya 50-800 m/z, Analisa ini dilakukan untuk melihat senyawa asam

galakturonat dan kandungan metoksi, Berdasarkan gambar diatas ( gambar

4,3) terlihat spektrum-spektrum yang terkandung di dalam sampel yang

diuji, Sampel dicari berdasarkan komposisi dasarnya, Dengan bantuan

Chemspider maka dapat dicari nama senyawa, rumus bangun dan bobot

Page 66: SKRIPSI F2

66

molekulnya, Dibawah ini ( gambar 4,4 ) terlihat spectrum yang

menunjukkan adanya sam galakturonat,

Gambar 4,4 kandungan galakturonat dalam spectrum pektin dengan

pelarut asam klorida

Gambar diatas menunjukkan bahwa adanya asam galakturonat dengan

berat molekul sebesar 194,0505 dengan

struktur molekul C6H9O7, Dibawah ini

adalah rumus bangun galakturonat

Page 67: SKRIPSI F2

67

Gambar 4,5 Rumus bangun galakturonat untuk pelarut asam klorida

Dalam hasil spectrum LCMS juga dapat menganalisis adanya metoksi yang

terkandung pada sampel yang diuji, kadar metoksi dicari dengan bantuan

Chemspider, Berikut ini ( gambar 4,6) hasil spectrum sampel pektin yang

mengandung metoksi,

Gambar 4,6 Kandungan metoksi dalam spectrum pektin untuk pelarut asam

klorida

Gambar diatas menunjukkan bahwa adanya

kandungan metoksi dengan berat molekul sebesar

31,034 dengan senyawa CH3O, Dibawah ini adalah

rumus bangun metoksi

Page 68: SKRIPSI F2

68

Gambar 4,7 Rumus bangun metoksi untuk pelarut asam klorida

b. Sampel 2 ( kadar galakturonat dan kadar metoksi maksimum dengan pelarut

CH3COOH )

Gambar 4,8 hasil uji spektrogram asam asetat

Hasil uji kualitatif kadar asam galakturonat dilakukan pada massa rata-

ratanya 50-800 m/z, Analisa ini dilakukan untuk melihat senyawa asam

galakturonat dan kandungan metoksi, Berdasarkan gambar diatas ( gambar

4,8) terlihat spektrum-spektrum yang terkandung di dalam sampel yang

diuji, Sampel dicari berdasarkan komposisi dasarnya, Dengan bantuan

Page 69: SKRIPSI F2

69

Chemspider maka dapat dicari struktur molekul, rumus bangun dan bobot

molekulnya, Dibawah ini ( gambar 4,9 ) terlihat spectrum yang

menunjukkan adanya asam galakturonat

Gambar 4,9 kandungan asam galakturonat untuk pelarut asam asetat

Gambar diatas menunjukkan bahwa

adanya asam galakturonat dengan berat

molekul sebesar 194,0505 dengan

struktur molekul C6H9O7, Dibawah ini

adalah rumus bangun galakturonat

Page 70: SKRIPSI F2

70

Gambar 4,10 rumus bangun galakturonat untuk pelarut asam asetat

Dalam hasil spectrum uji LCMS juga dapat menganalisis adanya metoksi

yang terkandung pada sampel yang diuji, kadar metoksi dicari dengan

bantuan Chemspider, Berikut ini ( gambar 4,11) hasil spectrum sampel

pektin yang mengandung metoksi,

Gambar 4,11 kandungan metoksi dalam spectrum pektin untuk pelarut asam

asetat

Gambar diatas menunjukkan bahwa adanya kandungan metoksi dengan berat

molekul sebesar 31,034 dengan senyawa CH3O, Dibawah ini adalah rumus

bangun metoksi

Page 71: SKRIPSI F2

71

Gambar 4,12 rumus bangun metoksi untuk pelarut asam asetat

4.2 Pembahasan

4,2,1 Pengaruh temperature dan waktu pemanasan terhadap yield

pektin

a, pelarut HCl

Gambar 4,12 Hubungan Suhu dan waktu terhadap yield pektin untuk

pelarut HCl

Berdasarkan grafik diatas dilihat dari suhu dan waktu pemanasan maka dapat

disimpulkan bahwa yield pektin meningkat seiring dengan lamanya waktu

ekstraksi dan kenaikan suhu, Yield pektin yang terbesar dihasilkan pada saat

temperature 100oC dan waktu pemanasan 120 menit dengan yield pektin sebesar

14,94 % sedangkan yield pektin terkecil diperoleh pada saat temperature 90oC dan

Page 72: SKRIPSI F2

72

waktu pemanasan 80 menit dengan yield pektin sebesar 3,3%, Hal ini disebabkan

pada saat pengendapan yang tidak sempurna, sehingga mempengaruhi berat

pektin kering,

b. Pelarut CH3COOH

Gambar 4,13 hubungan temperature dan waktu terhadap yield pektin

CH3COOH

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa yield pektin meningkat seiring

dengan kenaikan suhu, Akan tetapi pada waktu 120 menit yield pektin

mengalami penurunan, Hal ini disebabkan waktu yang sudah ditetapkan sudah

melewati operasi maksimumnya sehingga pektin yang dihasilkan akan mengalami

penurunan dikarenakan pektin yang terbentuk mengalami hidrolisa menjadi asam

pektat, Dan bila waktu ekstraksi terus bertambah maka pektin akan mengalami

kejenuhan yang tetap serta mengakibatkan rusaknya pektin yang terbentuk,

Page 73: SKRIPSI F2

73

Gambar 4,14 perbandingan jenis pelarut pada suhu 80oC

Gambar 4,15 perbandingan jenis pelarut pada suhu 90oC

Page 74: SKRIPSI F2

74

Gambar 4,16 perbandingan jenis pelarut pada suhu 100C

Jika dibandingkan dengan pelarut asam klorida maka dapat dikatakan bahwa

yield pektin yang dihasilkan oleh pelarut asam asetat mengalami penurunan, Hal

ini disebabkan jenis pelarut yang digunakan mempengaruhi hasil ekstraksi yang

didapatkan, Semakin tinggi derajat keasaman suatu pelarut maka yield pektin

yang dihasilkan akan semakin besar,

Berdasarkan grafik diatas dapat dsimpulkan yield terbesar dihasilkan pada saat

temperature 100oC dan waktu ekstraksi 120 menit dengan yield pektin 11,14%

sedangkan yield pektin terendah dihasilkan pada saat temperature 80o dan lama

waktu ekstraksi 120 menit dengan yield pektin sebesar 6,95%,

4.2.2 Berat ekivalen

Berat ekivalen adalah ukuran terhadap kandungan gugus asam

galakturonat bebas ( tidak teresterifikasi) dalam rantai molekul pektin, Nilai berat

ekivalen ini berdasarkan reaksi penyabunan gugus karboksil oleh NaOH,

Banyaknya volume NaOH yang digunakan dalam analisa berbanding terbalik

dengan nilai berat ekivalen, Semakin banyak NaOH yang digunakan maka

semakin kecil berat ekivalen yang akan diperoleh sehingga jumlah gugus

karboksil yang tak teresterifikasi semakin banyak, Semakin kecil berat ekivalen

maka akan semakin tinggi kadar metoksil pektin, Pada analisa, didapat berat

ekivalen pektin dari kulit buah papaya berkisar antara 625-1136,36.

4.2.3 Kadar Metoksi

Page 75: SKRIPSI F2

75

Kadar metoksi pektin mempunyai peran yang penting dalam menentukan

sifat fungsional pektin dan dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel

pektin, Kadar metoksil merupakan factor yang penting dalam penentuan

penggunaan pektin terutama dalam bidang industry pangan, Pektin banyak

digunakan dalam industry pangan karena pektin mempunyai kemampuan untuk

membentuk gel yang merupakan bahan dasar pembuatan jelly.

a. untuk pelarut asam klorida

Gambar 4.17 Hubungan suhu dan waktu terhadap kadar metoksi untuk

pelarut asam klorida

Kadar metoksi berkisar antara 2,1-8,68%. Berdasarkan nilai kadar metoksi

tersebut, maka pektin yang dihasilkan tergolong pektin yang rendah. Hal ini lebih

menguntungkan karena pektin bermetoksil rendah dapat langsung diproduksi

tanpa melalui proes demetilasi. Proses demetilasi adalah proses penurunan kadar

metoksil pektin. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan LMP (low methoxyl

pektin) dari bahan HMP ( high methoxyl pektin ).Dapat dilihat dari grafik

( gambar 4.17) yang menjelaskan bahwa rata-rata kadar metoksi akan semakin

Page 76: SKRIPSI F2

76

tinggi dengan lamanya waktu ekstraksi. Dan mengalami penurunan kadar metoksi

pada suhu 100oC. Hal ini dikarenakan berkurangnya gugus karboksil bebas yang

teresterifikasi. Suhu yang tinggi dapat merusak kualitas pektin.

b. untuk pelarut asam asetat

Gambar 4.18 Hubungan suhu dan waktu terhadap kadar metoksi untuk

pelarut asam asetat

Berdasarkan grafik diatas ( gambar 4.18 ) dapat disimpulkan bahwa kadar metoksi

meningkat seiring dengan lamanya waktu ekstraksi dan meningkatnya suhu. Dan

mengalami penurunan pada suhu 100oC dikarenakan suhu yang terlalu tinggi

dapat merusak kualitas pektin dan berkurangnya gugus karboksil bebas yang

teresterfifikasi.

4.2.4 Kadar Asam Galakturonat

Perhitungan kandungan asam galakturonat sangat penting untuk

mengetahui kemurnian pektin. Kadar galakturonat dan muatan molekul pektin

memiliki peranan penting dalam menentukan sifat fungsional larutan pektin.

Page 77: SKRIPSI F2

77

Kadar galakturonat dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin.

Berikut ini adalah grafik hubungan suhu dan waktu terhadap kadar galakturonat

untuk jenis pelarut asam klorida dan asam asetat.

a. Untuk pelarut asam klorida

Gambar 4.19 Hubungan Suhu dan Waktu terhadap kadar galakturonat

untuk pelarut asam klorida

b. Untuk pelarut asam asetat

Page 78: SKRIPSI F2

78

Gambar 4.20 Hubungan Suhu dan Waktu terhadap Kadar galakturonat

untuk pelarut asam asetat

Berdasarkan grafik ( gambar 4.19 dan gambar 4.20) menjelaskan bahwa semakin

lama akan meningkatkan laju reaksi hidrolisis pektin sehingga kadar galakturonat

yang dihasilkan juga semakin meningkat. Semakin tinggi kadar galakturonat,

maka mutu pektin semakin tinggi. Kadar asam galakturonat untuk pelarut asam

klorida berkisar antara 49,66 – 128,81 %. Sedangkan untuk pelarut asam asetat

berkisar antara 34,14 – 53,54 %. Kadar galakturonat lebih tinggi dibandingkan

dengan pelarut asam asetat.

4.3 Hasil Anova

4.3.1 Pengaruh Temperatur dan Suhu terhadap yield pektin

a. Untuk pelarut asam klorida

Anova: Single Factor

SUMMARY

Groups Count Sum Average Variance

3 270 90 100waktu 80 menit 3 22.11 7.37 23.3467waktu 100 menit 3 36.4 12.13333 3.872933waktu 120 menit 3 38.11 12.70333 4.130233

ANOVA

Page 79: SKRIPSI F2

79

Source of Variation SS df MS F P-value F critBetween Groups

14187.87603 3 4729.292 144.0212 2.67E-07 4.066181

Within Groups 262.6997333 8 32.83747

Total 14450.57577 11 Dari hasil anova dapat disimpulkan bahwa pada Fhitung >Ftotal serta P-velue< Alpha (

0,05), yaitu 144.0212 > 4.066181 dan 2.67E-07 < 0,05. Hal ini menunjukkan

bahwa adanya pengaruh waktu dan suhu terhadap rendemen ( yield ) pektin yang

dihasilkan untuk pelarut asam klorida.

b. Untuk pelarut asam asetat

SUMMARYGroups Count Sum Average Variance

3 270 90 100waktu 80 menit 3 26.18 8.726667 2.721433waktu 100 menit 3 28.24 9.413333 1.021433waktu 120 menit 3 33.25 11.08333 0.003033

ANOVASource of Variation SS Df MS F P-value F crit

Between Groups 14502.17 3 4834.055 186.3806 9.7E-08 4.066180551Within Groups 207.4918 8 25.93648

Total 14709.66 11

Dari hasil anova dapat disimpulkan bahwa pada Fhitung >Ftotal serta P-value< Alpha (

0,05), yaitu 186.3806 > 4.066180551 dan 9.7E-08 < 0,05. Hal ini menunjukkan

Page 80: SKRIPSI F2

80

bahwa adanya pengaruh waktu dan suhu terhadap rendemen ( yield ) pektin yang

dihasilkan pelarut asam asetat.

4.3.2 Pengaruh Jenis Pelarut yang digunakan terhadap Yield Pektin.

Anova: Single Factor

SUMMARYGroups Count Sum Average Variance

3 270 90 100HCl 3 22.11 7.37 23.3467

3 36.4 12.13333333 3.872933333 38.11 12.70333333 4.13023333

CH3COOH 3 26.18 8.726666667 2.721433333 28.24 9.413333333 1.02143333

3 33.25 11.08333333 0.00303333

ANOVASource of Variation SS df MS F P-value F crit

Between Groups 16423.95 6 2737.325816 141.834798 1.01781E-11 2.847725996Within Groups 270.1915 14 19.29939524

Total 16694.15 20

Dari hasil anova dapat disimpulkan bahwa pada Fhitung >Ftotal serta P-value < Alpha

( 0,05), yaitu 141.834798 > 2.847725996 dan 1.01781E-11 < 0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa adanya pengaruh jenis pelarut terhadap rendemen ( yield )

pektin yang dihasilkan pelarut asam klorida dan pelarut asam asetat.

Page 81: SKRIPSI F2

81

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Untuk hasil uji kualitatif benar adanya ektin pada penelitian ini.

2. Untuk hasil uji FTIR membuktikan bahwa adanya pektin yaitu dibuktikan

dengan gugus sebagai berikut O – H , C = O , C – O – C , C – O, C – H.

3. Untuk hasil uji LCMS membuktikan adanya asam galakturonat dan metoksi.

Untuk kandungan galakturonat pada massa 33.0297 m/z. Untuk kandungan

metoksi pada massa 194.026 m/z.

4. Rendemen pektin optimum adalah pada temperature 100oC dengan waktu 120

menit sebesar 14,94 % untuk pelarut asam klorida. Sedangkan rendemen

pektin optimum untuk pelarut asam asetat pada pada temperature 100oC

dengan waktu 120 menit sebesar 11,14%. Secara umum pelarut asam klorida

lebih baik dibandingkan asam asetat.

5. Kadar metoksil yang didapat pada penelitian terbesar 8,68 % pada

temperature 90oC dan waktu ekstraksi 120 menit dengan pelarut asam klorida.

Page 82: SKRIPSI F2

82

6. Kadar asam galaturonat yang didapat pada penelitian ini terbesar 109 % pada

temperature 90oC dan waktu ekstraksi 120 menit. Sehingga memenuhi

spesifikasi mutu pektin komersial yaitu sebesar 65%.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :

1. Bahan baku ( kulit papaya ) sebaiknya dikeingkan menggunakan oven pada

temeperatur 60oC karena jika menggunakan sinar matahari langsung maka

proses pengeringan akan lama. Hal ini disebabkan oleh panas matahari tidak

stabil.

2. Dalam pencucian pektin sebaiknya dilakukan 2-3 kali agar kandungan klorida

dan asetatnya hilang.

3. Setelah endapan terbentuk disaring dengan menggunakan vakum lebih baik

dibandingkan dengan kain saring atau kertas saring.

Page 83: SKRIPSI F2

83

DAFTAR PUSTAKA

Bahri saiful,nurvani, ni ketut sumarni,(2014),”ekstraksi dan karakterisasi pektin

kulit buah papaya (carica papaya L) varietas cibinong, jingo dan

semangka”,Fakultas MIPA universitas tadulako,online jurnal of

natural sience, Vol,3 (3):322-330,Desember 2014

Bin arif abbdullah,Suyanti,setyadjit (2014),”Produk diversifikasi olahan untuk

meningkatkan nilai tambah dan mendukung pengembangan

buah papaya (carica papaya L) di Indonesia, Balai besar

penelitian dan pengembangan pascapanen pertanian,Bogor,

Darma setiaty, Endang (2011),”produksi buah papaya varietas callina (carica

papaya L) pada kombinasi pupuk organic dan anorganik ditanah

utisol,”pada

:http://eprints,unsri,ac,id/2713/makalah_seminar_NAS_hortikult

ular,pdf,11 maret,

Page 84: SKRIPSI F2

84

Darmawan Petrus, (2013),” Pengaruh jenis pelarut terhadap rendemen minyak

bunga cengkeh dengan menggunakan metode ekstraksi

soxhletasi”,Jurusan Teknik kimia,Fakultas Teknik

Nur hayati,Mauliyah (2006),” Ekstraksi dan karakteristik pektin dari limbah

proses pengolahan jeruk Pontianak,”Fakultas Teknologi

Pertanian IPB,Bogor

Riset Unggulan Strategis Nasional,2002-2007,”Pengembangan buah-buahan

unggulan Indonesia komoditas papaya,PKBT IPB

(www,pkbt,ac,id ) diakses 25 juli 2010,

Rukmana,R,1995,”Papaya dan Pascapenen,kanisius,Yogyakarta,

Suprapti, Maryam Syarifah (2008),”Studi banding resiko ekonomi usahatani

papaya varietas Thailand and Hawai,”pada

http://agrobisnisfpumjurnal,files,wordpress,com/2012/03/jurnal-

vol-5-1-sy-maryam,pdf

Wardani fardina Rahmi,(2012)”Potensi perasan daun papaya (carica papaya L)

terhadap jumlah makrofag pasca gingivektomi pda tikus wistar

jantan”,falkutas kedokteran gigi,Jember,