Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
FAKTOR RISIKO KEJADIAN KOMPLIKASI PADA PASIEN PROLANIS
HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALANREA
KOTA MAKASSAR
WIWIN PERMATA PUTRI
K111 13 017
DEPARTEMEN EPIDEMIOLOGI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
ii
iii
iv
RINGKASAN
Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Epidemiologi
Wiwin Permata Putri
“Faktor Risiko Kejadian Komplikasi pada Pasien Prolanis Hipertensi di
Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar”
(xi + 79 Halaman + 18 Tabel + 3 Gambar + 10 Lampiran)
Komplikasi hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
menyebabkan 9,4 juta kematian setiap tahun. Hipertensi menjadi penyebab dari 45%
kematian akibat penyakit jantung dan 51% kematian akibat stroke di seluruh dunia.
Selain dapat mengakibatkan kecacatan dan kematian, komplikasi hipertensi juga
dapat berdampak pada beban ekonomi dan menurunkan kualitas hidup pasiennya.
Untuk itu, perlu diketahui faktor risiko kejadian komplikasi pada pasien prolanis
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar agar upaya
pencegahan komplikasi hipertensi dapat dikembangkan.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan
Case Control Study. Populasi dalam penelitian ini terbagi atas populasi kelompok
kasus yaitu pasien prolanis hipertensi disertai komplikasi yang berjumlah 76 orang
dan populasi kelompok kontrol yaitu pasien prolanis hipertensi tanpa disertai
komplikasi yang berjumlah 145 orang. Besar sampel penelitian ini adalah 104 orang
yang terdiri dari 52 kasus dan 52 kontrol. Metode penarikan sampel untuk kelompok
kasus adalah exhaustive sampling. Sedangkan penarikan sampel untuk kelompok
kontrol dilakukan matching berdasarkan kelompok umur. Data dianalisis dengan
menggunakan uji Risk Estimate (Odds Ratio).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan pengobatan
(OR=2,62; 95%Cl 1,17-5,86) dan pemeriksaan rutin tekanan darah (OR=2,51; 95%Cl
1,11-5,70) merupakan faktor risiko kejadian komplikasi pada pasien prolanis
hipertensi. Sedangkan lama hipertensi (OR=1,59; 95%Cl 0,73-3,46) merupakan
faktor risiko yang tidak signifikan secara statistik.
Bagi pasien hipertensi diharapkan untuk meningkatkan kepatuhan dalam
melakukan pengobatan hipertensi sesuai dengan anjuran dokter dan melakukan
pemeriksaan rutin tekanan darah minimal sekali dalam sebulan untuk mengurangi
risiko komplikasi. Untuk Puskesmas Tamalanrea diharapkan untuk menunjuk PMO
dari pihak keluarga pasien serta lebih mengaktifkan aktivitas prolanis seperti
konsultasi medis, reminder melalui SMS gateway, dan home visit.
Daftar Pustaka : 46 (2006-2016)
Kata Kunci : hipertensi, komplikasi, prolanis, kepatuhan pengobatan,
pemeriksaan rutin tekanan darah
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan
Yang Maha Esa karena berkat ridha dan rahmat-Nya yang senantiasa memberikan
kesehatan, kemampuan, dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Salawat dan salam tak lupa penulis haturkan untuk sebaik-baiknya suri
teladan, Baginda Rasulullah Muhammad SAW.
Skripsi ini berjudul “Faktor Risiko Kejadian Komplikasi pada Pasien Prolanis
Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar” dan merupakan
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Skripsi ini penulis persembahkan
untuk tiga orang yang paling berharga dalam kehidupan penulis, orang tua tercinta
H. Ambo Asse A, MH dan Hj. Hariana yang telah memberikan doa, dukungan,
pengorbanan, cinta, dan kasihnya selama ini. Serta adik tersayang, Wina Aprilianti
yang selalu memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini.
Rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis
sampaikan kepada bapak Prof. Dr. Nur Nasry Noor, MPH selaku pembimbing I dan
ibu Jumriani Ansar, SKM, M.Kes selaku pembimbing II atas kebaikannya yang telah
memberikan waktu dan pemikirannya serta dengan penuh kesabaran mengarahkan
dan memotivasi penulis dalam penulisan skripsi ini.
iv
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan dan Wakil Dekan beserta seluruh Staf Tata Usaha FKM Unhas atas kerja
sama dan bantuannya selama penulis menempuh pendidikan di FKM Unhas serta
Dosen FKM Unhas yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang sangat
berharga bagi penulis.
2. Bapak Muh. Yusran Amir, SKM, MPH selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan motivasi dan membimbing penulis dalam merencanakan pendidikan
di FKM Unhas.
3. Ketua, Dosen-dosen, dan Staf Departemen Epidemiologi FKM Unhas atas kerja
sama dan bantuannya selama penulis menjadi mahasiswa jurusan Epidemiologi
FKM Unhas.
4. Bapak Dian Sidik Arsyad, SKM, MKM, Ibu Suriah, SKM, M.Kes, dan Ibu Nur
Arifah, SKM, MA selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan serta
arahan guna penyempurnaan skripsi ini.
5. Kepala Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar beserta staf yang telah membantu
selama proses penelitian.
6. AMDA Indonesia Scholarship atas bantuan dana pendidikan yang diberikan.
7. Teman-teman angkatan 2013 “REMPONG”, Kesmas A, teman-teman seposko
PBL Desa Rumbia, teman-teman sehimpunan dan seorganisasi di HIMAPID
v
FKM Unhas, PIK HEART Unhas, serta HPPMI Maros Komisariat Unhas-PNUP
atas kebersamaan dan kebahagiaan selama menjadi mahasiswa.
8. Teman-teman seperjuangan “Anak Epid 2013” (A. Jesi Septiarani, Dechany
Aisyah, Dian Musyafirah, Fadhilah Ulfah, Febriyanti Ramadhani, Fira
Alfarindah, Fitrah Yulianti, Hasan Basri, Idha Lestari Murti, Irmawati Putry,
Muhammad Iqbal, Nadia Aisyah, Nurul Hidayah, Nur Alam Dahlan, Nur Azizah
M, Nur Hardiyanti Zamad, Rahel Salikunna, Sukmawati Muhammad, Widya Sri
Hastuti, dan Zulfiani) atas dukungan, motivasi, dan kebahagiaan selama menjadi
mahasiswa Epidemiologi FKM Unhas.
9. Teman-teman KKN Tematik Bangunmandar Gel. 93 atas pengalaman selama
melakukan pengabdian masyarakat di Desa Sumare, Kabupaten Mamuju,
Sulawesi Barat; terkhusus untuk Siti Nurjalia, Hasnita Handayani, Asdaliva,
Yanti Isakandar, dan Radha Kaharuddin.
10. Teman-teman tim kerja yang dijuluki “Anak Ajaib” (Nur Azizah M, Sari Puspa
Bachtiar, Rifqi Ibsam, Sulkifly, Agunawan, Nurul Mutmainna, Kak Dian Safitri,
Fachri Awal, Fauziah Anwar, Nur Alam Dahlan, Biangkha, Suci Barlian Sari,
Qolbi Khairunnisa, dan Muh. Isyah) yang selalu punya cara untuk bahagia dalam
kesulitan dan selalu punya cerita yang tiada habisnya.
11. Khusus untuk temanku Siti Nurjalia yang tidak kenal lelah dan selalu sabar
menemani penulis dalam melakukan penelitian. Serta untuk Irmayanti, Zulfiani,
Mustainah, dan Sari Puspa Bachtiar atas semangat, wejangan, dan bantuan yang
telah diberikan.
vi
12. Responden yang telah bersedia untuk diwawancarai, serta seluruh pihak yang
tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuannya dalam penelitian ini.
Sebagai manusia biasa, penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini
masih jauh dari kesempurnaan. Tanpa bantuan dari semua pihak, skripsi ini tidak
dapat terselesaikan. Semoga penelitian ini bermanfaat.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar, 7 Agustus 2017
Penulis
vii
DAFTAR ISI
RINGKASAN ......................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 7
1. Tujuan Umum .................................................................................... 7
2. Tujuan Khusus ................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 7
1. Manfaat Praktis .................................................................................. 8
2. Manfaat Teknis................................................................................... 8
3. Manfaat Bagi Peneliti ......................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 9
A. Tinjauan Umum Tentang Hipertensi ....................................................... 9
1. Definisi Hipertensi ............................................................................. 9
2. Klasifikasi Hipertensi ....................................................................... 10
3. Patofisiologi Hipertensi .................................................................... 11
4. Diagnosis Hipertensi ........................................................................ 12
5. Epidemiologi Hipertensi .................................................................. 13
6. Pencegahan dan Penatalaksanaan Hipertensi ................................... 19
B. Tinjauan Umum Tentang Komplikasi Hipertensi .................................. 23
C. Tinjauan Umum Tentang Lama Hipertensi ........................................... 26
D. Tinjauan Umum Tentang Tingkat Kepatuhan Pengobatan .................... 27
E. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Rutin Tekanan Darah .............. 28
viii
F. Kerangka Teori ...................................................................................... 30
BAB III KERANGKA KONSEP .................................................................................... 35
A. Dasar Pemikiran Variabel ...................................................................... 35
B. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ............................................ 37
C. Hipotesis ................................................................................................ 39
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................................... 41
A. Jenis Penelitian ...................................................................................... 41
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 43
C. Populasi dan Sampel .............................................................................. 43
D. Pengumpulan Data ................................................................................. 44
E. Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 45
F. Penyajian Data ....................................................................................... 48
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 49
A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 49
B. Pembahasan ........................................................................................... 67
C. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 77
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 78
A. Kesimpulan ............................................................................................ 78
B. Saran ...................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 77
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC-8 Tahun 2015 ......................... 10
Tabel 2 Kontingensi 2 x 2 Untuk Desain Case Control Study ............................... 46
Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Kasus dan Kontrol di
Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar ............................ 50
Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Komplikasi di Wilayah Kerja .. 51
Tabel 5 Tabulasi Silang antara Karakteristik Umum Responden dengan Kejadian
Komplikasi di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar .... 52
Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Hipertensi di Wilayah Kerja ... 54
Tabel 7 Tindakan Responden terkait Kepatuhan Pengobatan di Wilayah Kerja
Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar .................................................... 56
Tabel 8 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepatuhan Pengobatan di .... 57
Tabel 9 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah dan Jenis Antihipertensi yang
dikonsumsi di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar .... 58
Tabel 10 Jenis Antihipertensi yang dikonsumsi Responden di Wilayah Kerja ....... 59
Tabel 11 Distribusi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Rutin Tekanan Darah .. 60
Tabel 12 Distribusi Responden Berdasarkan Periode Pemeriksaan Tekanan Darah
di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar ........................ 61
Tabel 13 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Tentang Pemeriksaan Rutin
Tekanan Darah di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea ....................... 62
Tabel 14 Alasan Responden tidak Rutin Melakukan Pemeriksaan Tekanan Darah di
Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar ............................ 62
Tabel 15 Analisis Risiko Lama Hipertensi terhadap Kejadian Komplikasi di
Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar ............................ 63
Tabel 16 Analisis Risiko Tingkat Kepatuhan Pengobatan terhadap Kejadian
Komplikasi di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea ............................. 64
Tabel 17 Hubungan Jumlah Jenis Antihipertensi yang dikonsumsi dengan Tingkat
Kepatuhan Pengobatan di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea ........... 65
Tabel 18 Analisis Risiko Pemeriksaan Rutin Tekanan Darah terhadap Kejadian
Komplikasi di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar .... 66
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Teori ....................................................................................... 30
Gambar 2 Main Factors that Contribute to The Development of High Blood
Pressure and its Complications ............................................................. 31
Gambar 3 Bagan Faktor Risiko dan Penatatalaksanaan Hipertensi ........................ 33
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 Output Hasil Penelitian
Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 4 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar
Lampiran 5 Surat Izin Pengambilan Data Awal
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian dari Bagian Akademik FKM Unhas
Lampiran 7 Surat Izin Penelitian dari Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah
(BKPMD) Sulawesi Selatan
Lampiran 8 Surat Izin Penelitian dari Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol)
Makassar
Lampiran 9 Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Makassar
Lampiran 10 Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi penyebab utama
kematian di seluruh dunia. Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan
yang membebani masyarakat di era modern. Hipertensi atau penyakit tekanan
darah tinggi adalah suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah, baik tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik, yakni ≥140/90
mmHg (Tedjasukmana, 2012).
World Health Organization (WHO) tahun 2013 mempublikasikan bahwa
hipertensi mengakibatkan 17 juta kematian per tahun dan menyumbangkan angka
7% terhadap beban penyakit dunia. Prevalensi hipertensi (usia ≥ 18 tahun) di dunia
adalah 22%. Di Asia Tenggara, prevalensi hipertensi adalah 24,7% dengan angka
lebih tinggi pada laki-laki yaitu 25,3% dan pada perempuan 24,2% (WHO, 2014).
Indonesia termasuk negara dengan tingkat pendapatan menengah ke bawah.
Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi
mengalami penurunan dari 31,7% tahun 2007 menjadi 25,8% tahun 2013.
Penurunan yang terjadi diasumsikan salah satunya karena alat pengukur tekanan
darah yang digunakan berbeda atau lebih akurat dari sebelumnya. Prevalensi
hipertensi tahun 2013 menunjukkan bahwa sekitar 16,3% yang tidak mengetahui
bahwa kondisi tekanan darahnya telah berada di atas angka normal sebelum
dilakukan pengukuran. Sedangkan prevalensi hipertensi berdasarkan hasil
2
wawancara (pernah didiagnosis tenaga kesehatan dan minum obat hipertensi)
adalah 9,5%, termasuk 0,1% yang mengonsumsi obat anti hipertensi tanpa
didiagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan. Adapun cakupan tenaga kesehatan
terkait diagnosis hipertensi hanya 36,8% atau 63,2% kasus di masyarakat tidak
terdiagnosis.
Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan jenis kelamin menunjukkan
lebih banyak terjadi pada perempuan (28,8%) dibanding pada laki-laki (22,8%).
Sedangkan berdasarkan umur, kelompok umur ≥75 tahun merupakan kelompok
umur dengan prevalensi tertinggi yaitu 63,8%. Beberapa provinsi di Indonesia
masih dalam keadaan yang cenderung tidak berubah berdasarkan angka prevalensi
hipertensinya, seperti Provinsi Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Sulawesi
Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan (Riskesdas, 2013).
Prevalensi hipertensi di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2013 adalah sebesar
28,1%. Sebanyak 17,8% penderita hipertensi tidak terdiagnosis oleh tenaga
kesehatan dan 0,2% yang mengonsumsi obat anti hipertensi tanpa pernah
didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevalensi hipertensi di Sulawesi Selatan masih
berada di atas angka nasional, sehingga program penurunan prevalensi hipertensi
masih menjadi program kesehatan prioritas (Kemenkes RI, 2013).
Hipertensi merupakan penyakit penyebab utama kematian ke-3 di Makassar
dengan jumlah kematian 445 jiwa. Penyakit penyebab kematian tertinggi adalah
asthma dengan jumlah kematian 705 jiwa dan penyakit jantung dengan jumlah
kematian 469 jiwa (Dinkes Kota Makassar, 2014b). Hipertensi juga menjadi
3
penyakit ke-2 tertinggi setelah penyakit infeksi saluran pernapasan bagian atas
(ISPA) di Makassar dengan jumlah 64.051 kasus. ISPA merupakan penyakit
tertinggi dengan jumlah 101.965 kasus. Sedangkan penyakit ke-3 tertinggi adalah
batuk dengan jumlah 61,758 kasus (Dinkes Kota Makassar, 2014a).
Hipertensi dapat mengakibatkan kematian secara diam-diam dan mendadak.
Itulah sebabnya hipertensi sering disebut sebagai The Silent Killer (pembunuh
diam-diam) karena hipertensi jarang menampakkan gejala atau menampakkan
gejala yang tidak spesifik dan dianggap biasa oleh masyarakat. Sebagian besar
masyarakat tidak sadar bahwa tekanan darahnya telah melampaui angka normal
hingga terjadi kondisi darurat atau komplikasi (Karo, 2016).
Komplikasi hipertensi menjadi penyebab 9,4 juta kematian per tahun.
Beberapa jenis komplikasi hipertensi yang paling banyak dialami adalah penyakit
jantung, penyakit ginjal kronis, dan stroke. Hipertensi menjadi penyebab dari 45%
kematian akibat penyakit jantung dan 51% kematian akibat stroke di seluruh dunia
(WHO, 2013). Di Amerika Serikat, 7 dari 10 orang yang mengalami serangan
jantung pertama merupakan penderita hipertensi. Sedangkan 8 dari 10 orang yang
mengalami stroke pertama dan 7 dari 10 orang yang mengalami gagal jantung
kronis juga merupakan penderita hipertensi (CDC, 2015).
Data mengenai kasus komplikasi hipertensi di Indonesia tidak diketahui,
karena kasus yang tercatat di pelayanan kesehatan adalah kasus hipertensi atau
kasus penyakit komplikasi yang dialami, bukan sebagai kasus komplikasi
4
hipertensi. Komplikasi hipertensi dapat menyebabkan kecacatan hingga kematian.
Selain itu, beban ekonomi bagi penderita hipertensi juga dapat bertambah,
termasuk karena biaya pengobatan hipertensi ataupun komplikasi yang dialami.
Salah satunya penyakit ginjal kronis yang membutuhkan cuci darah dengan
menggunakan biaya yang besar. Hal ini juga berdampak pada beban ekonomi yang
harus ditanggung oleh masyarakat dan pemerintah yang mencapai Rp. 5 triliun
hanya untuk rawat jalan enam bulan pertama di rumah sakit (Mutiara, 2015).
Dampak lain yang dapat ditimbulkan adalah terganggunya kualitas hidup dan
menurunnya angka harapan hidup penderita, terutama pada lansia (Kustanti,
2012).
Penelitian terkait komplikasi pada pasien hipertensi menunjukkan bahwa
faktor risiko terjadinya komplikasi bukan hanya faktor hipertensi saja, tetapi
adanya faktor penyerta lain seperti umur, jenis kelamin, gaya hidup (asupan garam
dan aktivitas fisik), dan lain-lain. Peningkatan tekanan darah secara kronis atau
berlangsung dalam jangka waktu lama akan berdampak pada suatu organ target
seperti otak, jantung, dan ginjal. Hal tersebut juga meningkatkan risiko terjadinya
komplikasi pada pasien hipertensi (Noviyanti, 2015).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Daugherty dkk (2014) juga
menemukan bahwa penderita hipertensi yang berjenis kelamin perempuan lebih
berisiko mengalami penyakit ginjal kronis dibanding laki-laki. Penelitian lain yang
dilakukan di Taiwan menunjukkan bahwa jenis kelamin, usia, dan hipertensi
resisten berhubungan dengan kejadian stroke (Hung et al., 2014).
5
Penderita hipertensi dapat melakukan upaya pencegahan sekunder untuk
mecegah terjadinya komplikasi maupun kecacatan dan kematian. Upaya yang
dapat dilakukan adalah pengobatan dan perubahan gaya hidup (Depkes RI, 2006).
Ada beberapa hal lain yang juga turut mempengaruhi kondisi tekanan darah,
seperti pemeriksaan tekanan darah dan kepatuhan pengobatan. Namun, hal
tersebut sering diabaikan oleh penderita hipertensi karena merasa keadaannya
telah lebih baik atau tidak lagi merasakan gejala hipertensi. Hal ini dapat memicu
masalah lain, seperti resisten terhadap obat antihipertensi atau terjadinya efek
samping akibat ketidakpatuhan pengobatan (Hayers et al, 2009).
Jumlah kasus hipertensi di Indonesia masih tinggi sehingga kemungkinan
kejadian komplikasi juga tinggi. Selain itu, komplikasi hipertensi juga akan
berdampak pada ekonomi dan kualitas hidup penderita hipertensi. Berdasarkan hal
tersebut, peneliti menganggap perlu untuk melakukan penelitian mengenai faktor
risiko kejadian komplikasi pada pasien prolanis (program pengelolaan penyakit
kronis) hipertensi di Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar.
Data dari Dinas Kesehatan Kota Makassar menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan jumlah pasien hipertensi di Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar.
Tahun 2013, jumlah pasien hipertensi di Puskesmas Tamalanrea adalah 1.023
pasien. Angka ini meningkat di tahun 2014 menjadi 1.507 pasien hingga 1.943
pasien pada tahun 2015. Hipertensi juga merupakan jenis penyakit tidak menular
utama dengan jumlah kunjungan tertinggi di Puskesmas Tamalanrea tahun 2015,
yakni 1.774 kunjungan (Puskesmas Tamalanrea, 2015).
6
Puskesmas Tamalanrea merupakan salah satu puskesmas di Kota Makassar
yang telah bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan dan bersedia untuk melayani pasien prolanis sejak Maret 2015. Prolanis
merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan yang melibatkan peserta, fasilitas
kesehatan, dan BPJS Kesehatan melalui pendekatan proaktif yang dilaksanakan
secara terintegrasi. Prolanis diadakan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi
peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis (diabetes mellitus tipe 2
dan hipertensi) untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya
pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien (BPJS Kesehatan, 2014). Hingga
Desember 2016, telah tercatat 221 pasien prolanis hipertensi di Puskesmas
Tamalanrea Kota Makassar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dirumuskan
masalah sebagai berikut.
1. Apakah lama hipertensi merupakan faktor risiko kejadian komplikasi pada
pasien prolanis hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota
Makassar ?
2. Apakah tingkat kepatuhan pengobatan merupakan faktor risiko kejadian
komplikasi pada pasien prolanis hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Tamalanrea Kota Makassar ?
7
3. Apakah pemeriksaan rutin tekanan darah merupakan faktor risiko kejadian
komplikasi pada pasien prolanis hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Tamalanrea Kota Makassar ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko kejadian
komplikasi pada pasien prolanis hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Tamalanrea Kota Makassar.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Untuk mengetahui besar risiko lama hipertensi terhadap kejadian komplikasi
pada pasien prolanis hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea
Kota Makassar.
b. Untuk mengetahui besar risiko tingkat kepatuhan pengobatan terhadap
kejadian komplikasi pada pasien prolanis hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar.
c. Untuk mengetahui besar risiko pemeriksaan rutin tekanan darah terhadap
kejadian komplikasi pada pasien prolanis hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka manfaat penelitian yang
diharapkan oleh peneliti adalah sebagai berikut.
8
1. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pencegahan sekunder atau penatalaksanaan hipertensi kepada masyarakat,
terutama bagi penderita hipertensi. Penelitian ini juga diharapkan dapat
digunakan sebagai dasar dalam penatalaksanaan komplikasi hipertensi di
pelayanan kesehatan maupun instansi kesehatan lainnya, khususnya Dinas
Kesehatan Kota Makassar dan Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota
Makassar.
2. Manfaat Teknis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan dan dapat
dijadikan sebagai salah satu sumber referensi dalam penelitian selanjutnya
terkait hipertensi.
3. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi wadah bagi peneliti untuk
memperkaya diri dengan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah
didapatkan, serta menambah pengetahuan peneliti terkait faktor risiko
komplikasi hipertensi.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu kondisi dengan
tekanan darah yang meningkat secara terus-menerus pada pembuluh darah.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140 millimeters of
mercury (mmHg) dan/atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg (WHO, 2013).
Sedangkan Kementerian Kesehatan RI mendefinisikan hipertensi sebagai
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu
lima menit dalam keadaan tenang atau cukup istirahat.
Tekanan darah merupakan gaya hidrostatis terhadap dinding pembuluh
darah yang diberikan oleh darah pada saat mengaliri pembuluh darah (Ridwan,
2009). Suplai darah ke seluruh tubuh dimulai dari bilik kiri jantung. Bilik kiri
memompa darah ke pembuluh darah arteri terbesar atau aorta. Bilik ini akan
berkontraksi untuk memberikan tekanan pada dinding aorta agar darah dapat
terdorong masuk ke aorta. Dinding pembuluh darah aorta bersifat elastis
sehingga mampu memanjang dan mengembung agar dapat menerima darah
dalam jumlah besar. Tekanan yang dihasilkan bilik kiri saat kontraksi disebut
tekanan darah sistolik. Setelah memompa darah, bilik kiri dalam keadaan rileks
sehingga suplai darah ke aorta akan berhenti dan katup aorta menutup kembali
10
agar darah tidak kembali ke jantung. Tekanan dinding pembuluh darah selama
rileks atau pada saat kondisi pembuluh darah aorta normal ini disebut tekanan
darah diastolik (Marewa, 2015).
2. Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi diklasifikasikan berdasarkan tekanan darah dan penyebabnya.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah pada orang dewasa usia ≥ 18
tahun adalah sebagai berikut (Bell et al., 2015).
Tabel 1
Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC-8 Tahun 2015
Klasifikasi Tekanan Darah
Sistolik (mmHG)
Tekanan Darah
Diastolik (mmHg)
Normal <120 dan <80
Pra-hipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi tingkat I 140-159 atau 90-99
Hipertensi tingkat II ≥160 atau ≥100
Sumber: Joint National Committee 8 (JNC-8) Guideline
Recommendations, 2015
Dari segi penyebabnya, hipertensi diklasifikasikan menjadi dua
kelompok, yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer
atau hipertensi esensial merupakan jenis hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya (idiopatik). Sedangkan hipertensi sekunder merupakan jenis
hipertensi yang disebabkan oleh kondisi medis atau kelainan organ dan
pengobatan. Kelainan organ yang dimaksud seperti penyemitan pembuluh
darah besar, hipertiroid, dan tumor di kelenjar anak ginjal (Karo, 2016).
11
Sebanyak 90% penderita hipertensi merupakan kelompok hipertensi
primer yang dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup (inaktivitas) dan
pola makan. Hipertensi primer tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat
dikendalikan dengan melakukan modifikasi gaya hidup dan terapi yang tepat.
Untuk hipertensi sekunder, sebagian besar kejadiannya disebabkan oleh
penyakit ginjal dan 1-2% penyebabnya adalah kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu (Kemenkes RI, 2014). Hipertensi sekunder dapat
dikendalikan dengan mengontrol kondisi medis yang menjadi penyebab
hipertensi atau dengan menghilangkan efek pengobatan yang dilakukan.
3. Patofisiologi Hipertensi
Hipertensi dimulai dengan kekakuan pembuluh darah yang merupakan
lanjutan dari gangguan struktur anatomi pembuluh darah peripher. Kekakuan
pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran
plak yang menghambat atau mengganggu peredaran darah peripher. Beban
jantung bertambah berat akibat kekakuan dan kelambanan aliran darah. Hal ini
otomatis menyebabkan peningkatan upaya pemompaan jantung dan
peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi (Bustan, 2007). Sedangkan
menurut Anies (2006) dalam bukunya, peningkatan tekanan darah di dalam
arteri dapat terjadi melalui empat cara.
a. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyakcairan pada
setiap detiknya.
12
b. Terjadinya kekakuan atau hilangnya kelenturan arteri sehingga tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah. Darah akan dipaksa pada
setiap denyut jantung untuk melalui pembuluh darah yang lebih sempit dari
biasanya hingga menyebabkan peningkatan tekanan darah.
c. Terjadi vasokonstriksi, yaitu kondisi arteri kecil yang sementara waktu
mengerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
d. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi darah yang menyebabkan volume
darah meningkat dan peningkatan tekanan darah.
4. Diagnosis Hipertensi
Hipertensi umumnya tidak menampakkan gejala. Penderita hipertensi
biasanya hanya mengalami keluhan-keluhan yang tidak spesifik, seperti sakit
kepala, gelisah, jantung berdebar-debar, pusing, penglihatan kabur, rasa sakit di
dada, dan mudah lelah. Hal yang paling utama untuk menegakkan diagnosis
hipertensi adalah dengan pengukuran tekanan darah. Alat yang digunakan
dalam perhitungan tekanan darah adalah sphygmomanometer (tensimeter) dan
stethoscope. Adapun cara kerja dari perhitungan tekanan darah ada lima
langkah (Ridwan, 2009).
a. Orang yang akan dihitung tekanan darahnya harus duduk tenang dengan
meletakkan lengan kiri seolah sejajar dengan jantung.
b. Manset dibalut pada lengan atas atau lengan kiri sekitar 2,5 cm di atas siku
yang terdapat arteri brachialis.
13
c. Karet pemompa ditekan untuk memompa manset sehingga akan terlihat
manometer air raksa yang menunjukkan tekanan darah sekitar 200 mmHg.
d. Pada saat yang bersamaan, stethoscope ditempelkan pada bagian atas arteri
brachialis. Kemudian tekanan di dalam manset dikurangi sedikit demi sedikit
hingga terdengar suara. Perhatikan skala pada manometer dan saat timbul
suara yang pertama kali, skala yang ditunjukkan adalah angka tekanan darah
sistolik.
e. Tekanan manset harus tetap diturunkan hingga suara menghilang dan
perhatikan skala pada manometer. Skala yang ditunjukkan pada saat suara
hilang adalah angka tekanan darah diastolik.
Di pelayanan kesehatan primer, diagnosis hipertensi ditegakkan oleh
dokter apabila didapatkan tekanan darah ≥140/90 mmHg atau salah satu angka
tekanan darah (sistolik atau diastolik) menunjukkan peningkatan dalam dua kali
pengukuran dengan jarak satu minggu (Depkes RI, 2006).
5. Epidemiologi Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular dengan
prevalensi 22% di dunia (WHO, 2013). Sedangkan di Asia Tenggara,
prevalensi hipertensi adalah 24,7%. Di negara-negara dengan tingkat
pendapatan menengah ke bawah memiliki prevalensi hipertensi sekitar 21,3%
(WHO, 2014). Salah satunya Indonesia dengan prevalensi hipertensi sebesar
31,7% tahun 2007 dan 25,8% tahun 2013. Adapun provinsi dengan prevalensi
hipertensi tertinggi adalah Kalimantan Selatan dengan prevalensi 39,6% tahun
14
2007 dan Bangka Belitung dengan prevalensi 30,9% tahun 2013. Sedangkan
provinsi dengan prevalensi terendah adalah Papua Barat dengan prevalensi
20,1% tahun 2007 dan Papua dengan prevalensi 16,8% tahun 2013 (Riskesdas,
2013).
Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan jenis kelamin lebih banyak
terjadi pada perempuan (28,8%) dibanding laki-laki (22,8%). Sedangkan
menurut umur, hipertensi lebih banyak terjadi pada umur ≥75 tahun yakni
63,8% (Riskesdas, 2013). Adapun faktor risiko hipertensi adalah faktor risiko
yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah.
a. Faktor Risiko yang tidak dapat Diubah
Faktor risiko hipertensi yang tidak dapat diubah adalah umur, jenis
kelamin, dan etnis.
1) Umur
Hipertensi dapat dipengaruhi oleh umur. Semakin bertambahnya
umur, maka risiko mengalami hipertensi menjadi semakin besar. Pada
usia lanjut, sebagian besar kasus yang ditemukan adalah peningkatan
tekanan darah sistolik. Hal ini menyebabkan perubahan struktur pada
pembuluh darah besar sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding
pembuluh darah menjadi lebih kaku (Depkes RI, 2006).
2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap kejadian hipertensi. Laki-
laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding perempuan, diduga
15
karena laki-laki memiliki gaya hidup yang dapat meningkatkan tekanan
darah. Namun, saat usia ≥45 tahun, jumlah penderita hipertensi berjenis
kelamin perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Hal ini disebabkan
oleh faktor hormonal pada saat perempuan mengalami menopause
(Depkes RI, 2006).
3) Etnis
Penelitian yang dilakukan di Canada menunjukkan bahwa
kelompok etnis Asia Tenggara memiliki kemungkinan mengalami
hipertensi lebih besar dibandingkan dengan kelompok etnis lainnya. Hal
ini disebabkan karena modernisasi dan urbanisasi pada masyarakat Asia
yang menyebabkan konsumsi makanan tidak sehat serta gaya hidup
menetap (kurang aktivitas fisik). Selain itu, kelompok etnis Asia
Tenggara dan Cina memiliki risiko lebih rendah mengalami kematian
dibandingkan denga kelompok berkulit putih (Quan, 2016).
b. Faktor Risiko yang dapat Diubah
Faktor risiko hipertensi yang dapat diubah berdasarkan Buku Pedoman
Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi ada tujuh jenis
(Depkes RI, 2006).
1) Konsumsi Garam Berlebih
Tekanan darah yang meningkat dapat disebabkan oleh
garam.Konsumsi garam yang berlebihan mengakibatkan ginjal akan
menahan cairan lebih banyak hingga terjadi peningkatan volume darah.
16
Peningkatan volume darah (lebih banyak cairan) akan menyebabkan
peningkatan tekanan di dalam pembuluh darah. Pada masyarakat yang
mengonsumsi garam ≤3 gram per hari ditemukan tekanan darahnya rata-
rata rendah.Sedangkan pada masyarakat yang mengonsumsi garam sekitar
7-8 gram per hari memiliki tekanan darah rata-rata yang lebih tinggi.
2) Aktivitas Fisik
Olahraga yang teratur dapat menurunkan tekanan darah. Pada
beberapa kasus, olahraga aerobik secara teratur tanpa disertai penurunan
berat badan dapat menurunkan tekanan darah.
3) Merokok
Rokok mengandung zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon
monoksida. Zat-zat tersebut dapat merusak lapisan endotel pembuluh
darah arteri dan mengakibatkan terjadinya aterosklerosis hingga tekanan
darah tinggi. Studi autopsi membuktikan bahwa terdapat hubungan yang
kuat antara kebiasaan merokok dengan aterosklerosis pada pembuluh
darah. Selain itu, merokok juga dapat meningkatkan denyut jantung dan
kebutuhan oksigen ke otot-otot jantung. Risiko kerusakan pembuluh
darah arteri semakin meningkat pada penderita hipertensi yang merokok.
4) Konsumsi Alkohol
Hubungan langsung antara asupan alkohol dan tekanan darah telah
dibuktikan oleh beberapa penelitian. efek alkohol terhadap tekanan darah
akan Nampak apabila mengonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran
17
standar setiap harinya. Peningkatan tekanan darah akibat alkohol diduga
karena meningkatnya kadar kortisol, peningkatan volume sel darah
merah, dan kekentalan darah.
5) Obesitas
Berat badan berlebih berhubungan dengan peningkatan tekanan
darah, terutama tekanan darah sistolik. Orang dengan berat badan
berlebih berisiko 5 kali lebih besar dibanding orang dengan berat badan
normal. Obesitas dapat diketahui berdasarkan indeks massa tubuh (IMT)
yaitu perbandingan antara berat badan (kg) dengan tinggi badan (m2).
6) Hiperlipidemia
Hiperlipidemia yaitu kelainan metabolisme lipid yang ditandai
dengan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL,
dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol merupakan faktor penting
terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
7) Stres
Peningkatkan tekanan darah dapat disebabkan oleh stres. Stres atau
ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar anak ginjal untuk melepaskan
hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat. Studi
Framingham pada wanita usia 45-64 tahun memiliki beberapa faktor
psikososial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan
manifestasi klinik penyakit kardiovaskular. Faktor psikososial yang
18
dimaksud adalah stress harian, tekanan ekonomi, mobilitas pekerjaan, dan
ketidakcocokan pernikahan.
Selain beberapa faktor tersebut, ada beberapa faktor lain yang secara
tidak langsung meningkatkan risiko hipertensi yaitu pendidikan, pendapatan,
wilayah tempat tinggal, dan urbanisasi (WHO, 2013).
1) Pendidikan
Kemampuan manusia dalam memahami informasi yang diperoleh
dipengaruhi oleh pendidikan. Pendidikan juga berkaitan dengan
kesadaran untuk mau melakukan upaya pencegahan hipertensi dan
komplikasinya dengan mengetahui gejala-gejalanya.
2) Pendapatan
Pendapatan juga merupakan faktor risiko hipertensi. Secara tidak
langsung, tidak memiliki pendapatan (pengangguran) dapat berdampak
pada tingkat stress yang pada akhirnya berpengaruh terhadap peningkatan
tekanan darah.
3) Wilayah Tempat Tinggal
Wilayah tempat tinggal mempengaruhi akses ke pelayanan
kesehatan. Kondisi tempat tinggal yang jauh dapat menghambat
seseorang dalam melakukan pemeriksaan (deteksi dini) dan pengobatan,
serta pencegahan komplikasi.
19
4) Urbanisasi
Urbanisasi yang tidak terencana cenderung memperparah kondisi
hipertensi. hal ini merupakan akibat dari lingkungan yang tidak sehat dan
mendorong untuk mengonsumsi makanan cepat saji, serta tidak
melakukan aktivitas fisik.
6. Pencegahan dan Penatalaksanaan Hipertensi
Pencegahan dan penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan
mengetahui gejala dan faktor risiko terjadinya hipertensi untuk menghindari
terjadinya komplikasi, misalnya dengan modifikasi diet atau gaya hidup dan
obat-obatan (Kemenkes RI, 2014). Ada beberapa upaya pencegahan dan
penatalaksanaan yang dapat dilakukan.
a. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan gaya
hidup sehat. Hal ini akan mempertahankan tekanan darah normal dan
menurunkan risiko penyakit jantung dan stroke. Menurut CDC (2014), ada
empat contoh gaya hidup sehat yang dapat diterapkan.
1) Diet sehat, yaitu dengan memilih mengonsumsi makanan sehat seperti
buah dan sayuran segar. Hal ini dapat membantu dalam menghindari
tekanan darah tinggi dan komplikasinya. Selain itu, mengonsumsi
makanan rendah garam dan tinggi kalium dapat menurunkan tekanan
darah. Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) merupakan
20
salah satu jenis diet yang dapat dilakukan oleh penserita hipertensi dan
telah terbukti dalam menurunkan tekanan darah.
2) Mempertahankan berat badan ideal, karena kelebihan berat badan atau
obesitas meningkatkan risiko hipertensi.
3) Aktivitas fisik, yaitu jalan cepat atau bersepeda selama 150 menit setiap
minggu atau selama 20-30 menit per hari untuk orang dewasa. Sedangkan
untuk anak-anak dan remaja direkomendasikan untuk melakukan aktivitas
fisik selama 60 menit setiap hari. Aktivitas fisik dapat mempertahankan
berat badan sehat dan menurunkan tekanan darah.
4) Tidak merokok serta menghindari paparan asap rokok.
5) Menghindari konsumsi alkohol.
b. Penatalaksanaan
Upaya penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan terapi non
farmakologis dan terapi farmakologis (Depkes RI, 2006).
1) Terapi Non Farmakologis
a) Modifikasi diet. Hal ini terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi. Mengonsumsi buah dan sayur 5 porsi per hari dapat
menurunkan tekanan darah sistolik 4,4 mmHg dan tekanan darah
diastolik 2,5 mmHg. Mengurangi asupan natrium ≤5 gram
menurunkan tekanan darah sistolik 3,7 mmHg dan tekanan darah
diastolik 2 mmHg, sedangkan untuk penderita hipertensi perlu dibatasi
hingga 1,5 gram per hari atau 3,5 – 4 gram per hari. Hal lain yang
21
perlu dilakukan adalah dengan membatasi konsumsi daging berlemak,
lemak susu, minyak goreng, makanan olahan dan cepat saji, serta
konsumsi ikan minimal 3 kali per minggu.
b) Mengatasi obesitas. Penurunan berat badan secara signifikan dapat
menurunkan tekanan darah. Upayakan untuk menurunkan berat badan
hingga mencapai IMT normal yaitu 18,5-22,9 kg/m2 dan lingkar
pinggang pada laki-laki <90 cm dan pada perempuan <80 cm.
c) Olahraga. Senam aerobik atau jalan cepat yang dilakukan selama 30-
45 menit per-lima kali dalam seminggu dapat menurunkan tekanan
darah sistolik 4 mmHg dan tekanan darah diastolik 2,5 mmHg.
Beberapa olahraga jenis lain seperti yoga juga dapat mengontrol sistem
syaraf sehingga menurunkan tekanan darah.
d) Berhenti merokok. Faktor risiko ini dapat dihilangkan. Merokok dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah akibat hormone adrenalin
yang dipicu oleh nikotin yang ada pada rokok. Merokok
mengakibatkan obat yang dikonsumsi tidak bekerja secara optimal.
e) Menghindari konsumsi alkohol. Penderita hipertensi yang mengurangi
konsumsi alkohol akan menurunkan tekanan darah sistolik 3,8 mmHg.
2) Terapi Farmakologis
Upaya penatalaksanaan hipertensi dalam hal pemberian obat
antihipertensi didasarkan pada enam prinsip.
22
a) Pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk menurunkan tekanan
darah dengan tujuanmemperpanjang umur dan mengurangi risiko
komplikasi.
b) Pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan
penyebabnya.
c) Penggunaan obat antihipertensi dapat dilakukan sebagi upaya
menurunkan tekanan darah.
d) Pengobatan hipertensi merupakan pengobatan jangka panjang, bahkan
seumur hidup.
e) Pemberian obat antihipertensi di Puskesmas dapat diberikan pada saat
kontrol jika tekanan darah terkontrol dengan catatan obat yang
diberikan untuk pemakaian selama 30 hari tanpa keluhan baru.
f) Penderita hipertensi yang baru didiagnosis (kunjungan pertama) perlu
melakukan kontrol ulang minimal 4 kali dalam sebulan atau seminggu
sekali. Jika tekanan darah >160/100 mmHg sebaiknya diberikan terapi
kombinasi setelah kunjungan kedua tekanan darah tidak dapat
dikontrol.
Terapi farmakologis hipertensi dapat dimulai dengan pemberian
obat tunggal dengan masa kerja yang panjang sekali sehari dan dosis
dititrasi. Obat dapat ditambahkan setelah terapi telah berjalan beberapa
bulan. Jika tekanan darah yang diinginkan belum tercapai, maka dosis
obat dapat ditingkatkan, diganti, atau dikombinasikan dengan 2-3 jenis
23
obat dari kelas yang berbeda. Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok
didasarkan pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap obat
antihipertensi.
Obat-obat yang umumnya digunakan pada terapi utama adalah
diuretik, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-Inhibitor),
Angiotensin Reseptor Blocker (ARB),Beta Blocker, dan Calcium Channel
Blocker (CCB). Umumnya, diuretik dikombinasikan dengan ACE-
Inhibitor, ARB, dan CCB dalam terapi hipertensi.
B. Tinjauan Umum Tentang Komplikasi Hipertensi
Komplikasi adalah penyakit yang timbul sebagai tambahan penyakit yang
telah ada (KBBI, 2016). Komplikasi hipertensi merupakan penyakit yang timbul
sebagai akibat dari penyakit hipertensi atau tekanan darah yang meningkat secara
terus menerus. Peningkatan tekanan darah yang persisten (berlangsung dalam
jangka waktu lama) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal),
jantung (penyakit jantung koroner), dan otak (stroke) bila tidak dideteksi secara
dini dan mendapatkan pengobatan yang optimal (Kemenkes RI, 2014). Komplikasi
hipertensi mengakibatkan perubahan pada pembuluh darah dan jantung atau
aterosklerosis yang dipercepat oleh hipertensi yang berlangsung lama (Sawicka et
al., 2011).
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke, gagal
ginjal, kebutaan, dan gangguan kognitif (WHO, 2013). Beberapa penyakit yang
24
dapat muncul sebagai komplikasi hipertensi adalah penyakit jantung, stroke,
penyakit ginjal, gangguan penglihatan, dan DM.
a. Penyakit Jantung
Tekanan darah tinggi menyebabkan aterosklerosis yang mengurangi
pasokan darah dan oksigen ke jantung (Bell, 2015). Hipertensi dapat
menimbulkan payah jantung, yaitu kondisi jantung yang tidak mampu lagi
memompa darah yang dibutuhkan tubuh akibat rusaknya otot jantung atau
sistem listrik jantung. Tekanan darah yang meningkat dalam pembuluh darah
menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah. Jika tekanan
darah dibiarkan tidak terkendali, maka hal tersebut dapat menyebabkan
serangan jantung, pembesaran jantung, hingga gagal jantung (WHO, 2013).
b. Stroke
Tekanan darah yang tinggi mengakibatkan terjadinya penonjolan atau
pelebaran (aneurysms) di daerah yang lemah pada dinding pembuluh darah. Hal
ini memungkinkan terjadinya penyumbatan dan pecahnya pembuluh darah,
khususnya di otak yang menyebabkan stroke (WHO, 2013). Hipertensi dapat
memicu pendarahan di otak yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah
(stroke hemoragik) atau akibat thrombosis (pembekuan darah pada pembuluh
darah) dan emboli yang menyumbat bagian distal pembuluh (stroke iskemik).
c. Penyakit Ginjal
Kelainan fungsi ginjal dapat meningkatkan tekanan darah yang
disebabkan karena bertambahnya cairan dalam sistem sirkulasi yang tidak
25
mampu dibuang dari dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan volume darah dalam
tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat (Anies, 2006).
Hipertensi dapat mengakibatkan aliran darah ke ginjal terganggu. Jika disertai
dengan gangguan atau kerusakan salah satu faktor pendukung kerja ginjal,
maka fungsi ginjal dapat mengalami kerusakan hingga terjadi gagal ginjal
(Ridwan, 2009).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hidayati et al. (2012) menemukan
bahwa lama menderita hipertensi 1-5 tahun berisiko untuk mengalami penyakit
ginjal kronis 13 kali lebih besar dibanding yang tidak mengalami hipertensi.
Lama menderita hipertensi 6-10 tahun berisiko mengalami penyakit ginjal
kronis sebesar 24 kali dibanding yang tidak mengalami hipertensi. Sedangkan
yang menderita hipertensi ≥10 tahun berisiko mengalami penyakit ginjal kronis
sebesar 34 kali dibanding yang tidak mengalami hipertensi.
d. Gangguan Penglihatan
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada organ target,
termasuk mata. Hipertensi dapat mengakibatkan gangguan penglihatan atau
menyebabkan penglihatan menjadi kabur atau buta sebagai akibat dari
pecahnya pembuluh darah di mata. Hipertensi juga dapat menimbulkan efek
terhadap struktur dan fungsi mata yang kemudian mengalami perubahan
patofisiologis sebagai respon terhadap kenaikan tekanan darah dan
menimbulkan retinopati hipertensif maupun neuropati optik hipertensif (Antika,
2013).
26
e. Diabetes Mellitus (DM)
Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya resistensi insulin sehingga
terjadi hiperinsulinemia hingga kerusakan sel beta. Rusaknya sel beta akan
berdampak pada kurangnya insulin yang dihasilkan. Akibatnya, kadar hormon
insulin tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tubuh dalam menormalkan
kadar gula darah (Marewa, 2015).
C. Tinjauan Umum Tentang Lama Hipertensi
Lama hipertensi adalah panjang waktu seseorang menderita hipertensi,
dimulai sejak pertama kali mengalami tekanan darah di atas normal. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan pada pasien gagal ginjal terminal dengan riwayat
hipertensi, terdapat hubungan yang bermakna antara lama hipertensi dengan angka
kejadian gagal ginjal terminal (Nurjanah, 2012).
Hasil penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa pasien hipertensi dengan
lama hipertensi 1-5 tahun berisiko mengalami penyakit ginjal kronis 13 kali lebih
besar dibandingkan dengan yang tidak mengalami hipertensi. Risiko meningkat
hingga 24 kali pada pasien hipertensi dengan lama hipertensi 6-10 tahun dan 34
kali berisiko pada penderita hipertensi dengan lama hipertensi ≥ 10 tahun
(Hidayati et al., 2012). Semakin tinggi tekanan darah dalam waktu lama maka
semakin berat komplikasi yang dapat ditimbulkan (Tessy, 2009).
Hipertensi yang berlangsung lama akan menyebabkan penyempitan arteriol
eferen akibat perubahan struktur mikrovaskuler. Kondisi ini mengaktivasi respon
inflamasi hingga terjadi sklerosis glomerulus dan nefrosklerosis (Tjekyan, 2014).
27
Selain itu, hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis firinoid
yang memperlemah dinding pembuluh darah yang dapat menyebabkan ruptur
intima dan menimbulkan aneurisma (Sitorus et al., 2008).
D. Tinjauan Umum Tentang Tingkat Kepatuhan Pengobatan
Kepatuhan pengobatan merupakan aspek utama dalam upaya penanganan
hipertensi karena dapat menurunkan risiko kerusakan organ penting tubuh dan
risiko penyakit jantung serta risiko kematian. Sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Psaty & Wang menunjukkan adanya hubungan antara pengobatan dengan
morbiditas. Pengobatan dengan antihipertensi dapat menurunkan 50% kejadian
gagal jantung kongestif, 30-40% kejadian stroke, dan 20-25% kejadian infark
miokard (Yudanari, 2015).
Kepatuhan pengobatan merupakan ketaatan dalam melakukan pengobatan
penyakit yaitu mengonsumsi obat sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh
dokter (Puspita, 2016). Tingkat kepatuhan pengobatan akan diukur dengan
menggunakan Morisky Medication Adherence Scale (MMAS) 8. Skala
pengukuran ini telah diuji coba dan menunjukkan hubungan yang signifikan
dengan kontrol tekanan darah. MMAS-8 memuat 8 item pertanyaan terkait
kepatuhan pengobatan, termasuk penyebab pasien hipertensi tidak mengonsumsi
obat antihipertensi, seperti lupa mengonsumsi obat antihipertensi maupun karena
merasa telah lebih baik.
Dampak ketidakpatuhan pengobatan yang dilakukan pasien hipertensi dapat
menyebabkan terjadinya efek samping obat yang berdampak pada kesehatan,
28
membengkaknya biaya pengobatan dan rumah sakit, serta kemungkinan terjadinya
resisten terhadap obat tertentu (Lailatushifah, 2012).
E. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Rutin Tekanan Darah
Pemeriksaan rutin tekanan darah pasien hipertensi merupakan salah satu
manajemen hipertensi yang perlu dilakukan untuk pengelolaan hipertensi.
Kegiatan ini dapat disebut sebagai aktivitas penderita hipertensi untuk melakukan
perawatan dan pengendalian termasuk pengobatan terhadap hipertensi yang
dialami. Pemeriksaan rutin hipertensi sebaiknya dilakukan minimal sekali sebulan.
Hal ini dilakukan untuk tetap menjaga atau mengontrol tekanan darah agar tetap
dalam keadaan normal serta untuk memonitor efek obat (Dinkes Kalteng, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Purwanto menunjukkan bahwa kepatuhan
pasien hipertensi dalam melakukan pemeriksaan rutin dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti usia, sosial ekonomi, pendidikan, dukungan keluarga, komunikasi
terapeutik, dan gejala penyakit yang dialami pasien (Artiyaningrum, 2015)
Pemeriksaan rutin dilakukan untuk mempertahankan tekanan darah
terkontrol. Tekanan darah tidak terkontrol merupakan salah satu faktor yang
berhubungan dengan kerusakan organ target pada pasien hipertensi, salah satunya
pada mata yang dapat menimbulkan retinopati hipertensif. Studi Beaver Dam Eye
menunjukkan bahwa pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol
cenderung mengalami perkembangan retinopati hipertensif dibanding pasien
dengan tekanan darah terkontrol (Antika, 2013). Tekanan darah terkontrol
29
didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah
diastolik <90 mmHg pada pasien hipertensi (Nwankwo et al., 2013).
Tekanan darah tidak terkontrol secara persisten menyebabkan perubahan
sklerotik kronik berupa penebalan intima pembuluh darah dan hiperplasia dinding
bagian media. Dampak paling berbahaya dari tekanan darah tidak terkontrol pada
mata adalah terjadinya papilloedema atau pembengkakan diskus optikus yang
termasuk retinopati berat atau stadium IV (Antika, 2013). Selain itu, tekanan darah
tidak terkontrol juga dapat mengarah ke pengembangan penyakit jantung dan
pembuluh darah, gagal jantung, gagal ginjal, dan kerusakan pada pembuluh darah
otak (Oliveira-Filho et al., 2012).
30
F. Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan umum mengenai variabel-variabel yang merupakan
faktor risiko hipertensi dan komplikasi hipertensi, maka disusun kerangka teori
sebagai berikut.
Sumber: WHO (2013), Hung et al. (2014), Quan et al (2016) & Depkes RI (2006)
Gambar 1: Kerangka Teori
Karakteristik Individu:
Usia
Jenis kelamin
Etnis
Faktor Perilaku:
Konsumsi garam
berlebih
Aktivitas fisik
Merokok/terpapar
asap rokok
Konsumsi alkohol
Sosial-ekonomi:
Pendidikan
Pendapatan
Wilayah tempat
tinggal
Urbanisasi
Globalisasi
Stres
Hipertensi
Riwayat Penyakit:
Obesitas
Hiperlipidemia
Komplikasi
hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi:
Modifikasi gaya hidup
Terapi antihipertensi
(pengobatan)
Pemeriksaan rutin
tekanan darah
Lama
hipertensi
Hipertensi
resisten
Gambar 1 : Kerangka Teori
31
Kerangka teori tersebut merupakan modifikasi dari beberapa kerangka teori
dan hasil penelitian terkait faktor risiko kejadian komplikasi pada pasien
hipertensi. Kerangka teori yang menjadi dasar dalam penyusunan kerangka teori
tersebut adalah kerangka toeri oleh WHO, Homer et al, dan Depkes RI. Faktor
utama yang meningkatkan risiko hipertensi dan komplikasi hipertensi menurut
WHO dapat dilihat pada gambar berikut.
Sumber : A Global Brief On Hypertension, 2013
Gambar 2: Main Factors that Contribute to The Development of High Blood
Pressure and its Complications
Gambar 2 menunjukkan beberapa faktor yang meningkatkan risiko
hipertensi dan komplikasi hipertensi. Faktor lain yang juga meningkatkan risiko
hipertensi, penyakit jantung, stroke, penyakit ginjal, dan komplikasi hipertensi
lainnya adalah manajemen stres yang buruk. Faktor ini sangat dipengaruhi oleh
kondisi hidup masyarakat (WHO, 2013).
Selain itu, penelitian lain yang dilakukan oleh Hung et al (2014)
menemukan bahwa faktor risiko kejadian major adverse cardiovascular events
(MACE) dan stroke pada pasien hipertensi adalah hipertensi resisten, jenis
Globalization
Urbanization
Ageing
Income
Education
Housing
Unhealthy diet
Tobacco use
Phisical inactivity
Harmful use of
alcohol
High blood
pressure
Obesity
Diabetes
Raised blood
lipids
Heart attacks
Strokes
Heart failure
Kidney
disease
Social
determinants
and drivers
Cardio-
vascular
disease
Metabolic
risk factors
Behavioural risk
factors
32
kelamin, dan usia. Sedangkan penelitian yang dilakukan pada penduduk
berkulit putih, Cina, dan Asia Tenggara menemukan bahwa jenis kelamin dan
etnis meningkatkan risiko penyakit jantung dan kematian pada penderita
hipertensi (Quan et al, 2016).
Lama hipertensi juga meningkatkan risiko kejadian penyakit ginjal kronis
sebagai komplikasi hipertensi. Semakin lama penderita hipertensi mengalami
hipertensi, maka risiko kejadian penyakit ginjal kronis juga semakin besar
(Hidayati et al., 2012). Adapun faktor risiko hipertensi menurut Dinkes RI
adalah sebagai berikut.
33
Gambar 3: Bagan Faktor Risiko dan Penatatalaksanaan Hipertensi
Bagan tersebut menunjukkan beberapa faktor risiko hipertensi dan
penatalaksanaan hipertensi. Penatalaksanaan hipertensi yaitu modifikasi gaya
hidup dan pengobatan perlu dilakukan agar komplikasi dapat dihindari
(Kemenkes RI, 2014). Selain itu, pasien hipertensi juga perlu melakukan
pemeriksaan tekanan darah untuk menegakkan diagnosis hipertensi. Jika telah
Sumber : Pedoman Teknis; Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi,
2008
Tekanan darah ≥140/90mmHg, dewasa >18thn
(Usia >80thn, tekanan darah ≥150/90mmHg atau
≥140/90mmHg jika berisiko tinggi (diabetes,
penyakit ginjal)
Modifikasi gaya hidup:
Penurunan berat badan, kurangi asupan garam,
aktivitas fisik teratur, hindari alkohol, dan stop
merokok.
Tekanan darah normal tidak tercapaii
(<140/90mmHg, <130/80mmHg pada penderita
diabetes dan penyakit ginjal kronis
Terapi farmakologis (pengobatan)
Optimalkan dosis atau penambahan jenis obat
sampai tekanan darah tercapai. Pertimbangkan
konsultasi dengan dokter spesialis hipertensi
Sasaran tekanan darah tak tercapai
Hipertensi dengan
indikasi khusus
Hipertensi tanpa
indikasi khusus
Faktor risiko yang
tidak dapat diubah:
Umur
Jenis kelamin
Keturunan (genetik)
Hipertensi
Faktor risiko yang
dapat diubah:
Obesitas
(kegemukan)
Stres
Merokok
Olahraga
Konsumsi alkohol
Konsumsi garam
berlebih
Hipertlipidemia/
hiperkolesterolemia
Bagan Faktor Risiko Hipertensi Bagan Penatalaksanaan Hipertensi
34
didiagnosis hipertensi, maka perlu dilakukan pemeriksaan rutin setiap tahun
(PERKI, 2015). Sedangkan menurut Kemenkes RI, pemeriksaan rutin perlu
dilakukan minimal sebulan sekali untuk mengontrol tekanan darah agar tetap
normal (Dinkes Kalteng, 2016).
Meskipun pengobatan dan pemeriksaan tekanan darah tidak disebut sebagai
faktor risiko komplikasi hipertensi, namun hal ini turut mempengaruhi kondisi
tekanan darah. Sehingga perlu untuk diteliti lebih lanjut sebagai faktor risiko
hipertensi. Adapun hal yang diteliti terkait pengobatan hipertensi adalah
kepatuhan pasien dalam melakukan pengobatan sesuai dengan anjuran dokter.