70
Universitas Bakrie 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan pipa baja sangat dibutuhkan khususnya untuk saluran- saluran air, saluran gas, saluran minyak, tiang konstruksi dan sarana-sarana lain yang dewasa ini banyak didirikan dan dibangun. PT Bakrie Pipe Industries merupakan sebuah perusahaan manufaktur terkemuka di Indonesia yang bergerak dibidang industri pipa baja. Proses pengelasan merupakan salah satu proses utama yang harus diperhatikan dalam pembuatan pipa baja di PT Bakrie Pipe Industries. Pengelasan merupakan proses penyatuan material dimana dua atau lebih bagian-bagian disatukan pada permukaan yang dihubungkan dengan aplikasi panas dan tekanan yang sesuai. Proses pengelasan menjalankan fungsinya dengan beberapa cara, diantaranya dengan menggunakan panas saja tanpa tekanan, dengan menggunakan kombinasi panas dan tekanan, dan dengan menggunakan tekanan saja tanpa adanya hantaran panas dari luar [1]. Proses pengelasan yang digunakan oleh PT Bakrie Pipe Industries adalah mesin High Frequency Welding dengan teknik Electrical Resistance Welding (pengelasan tanpa menggunakan filler) yang menggunakan kombinasi panas dan tekanan. Mesin High Frequency Welding (HFW) di PT Bakrie Pipe Industries merupakan mesin yang sangat berpengaruh dalam proses pembuatan pipa di lini produksi. Mesin tersebut menentukan kekuatan las pipa ada atau tidak adanya cacat pada las pipa. Berdasarkan penelitian terdahulu [2] bahwa pembuatan pipa dengan metode pengelasan HFW sesuai dengan dimensi dan penggunaan pipa yang akan diproduksi oleh PT Bakrie Pipe Industries. Berdasarkan pengolahan data breakdown (kerusakan) tahun 2014 pada plant KT 24 di PT Bakrie Pipe Industries yang telah dilakukan, terlihat bahwa mesin HFW memiliki waktu breakdown (downtime) paling besar

SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberadaan pipa baja sangat dibutuhkan khususnya untuk saluran-

saluran air, saluran gas, saluran minyak, tiang konstruksi dan sarana-sarana

lain yang dewasa ini banyak didirikan dan dibangun. PT Bakrie Pipe

Industries merupakan sebuah perusahaan manufaktur terkemuka di

Indonesia yang bergerak dibidang industri pipa baja.

Proses pengelasan merupakan salah satu proses utama yang harus

diperhatikan dalam pembuatan pipa baja di PT Bakrie Pipe Industries.

Pengelasan merupakan proses penyatuan material dimana dua atau lebih

bagian-bagian disatukan pada permukaan yang dihubungkan dengan

aplikasi panas dan tekanan yang sesuai. Proses pengelasan menjalankan

fungsinya dengan beberapa cara, diantaranya dengan menggunakan panas

saja tanpa tekanan, dengan menggunakan kombinasi panas dan tekanan, dan

dengan menggunakan tekanan saja tanpa adanya hantaran panas dari luar

[1]. Proses pengelasan yang digunakan oleh PT Bakrie Pipe Industries

adalah mesin High Frequency Welding dengan teknik Electrical Resistance

Welding (pengelasan tanpa menggunakan filler) yang menggunakan

kombinasi panas dan tekanan.

Mesin High Frequency Welding (HFW) di PT Bakrie Pipe Industries

merupakan mesin yang sangat berpengaruh dalam proses pembuatan pipa di

lini produksi. Mesin tersebut menentukan kekuatan las pipa ada atau tidak

adanya cacat pada las pipa. Berdasarkan penelitian terdahulu [2] bahwa

pembuatan pipa dengan metode pengelasan HFW sesuai dengan dimensi

dan penggunaan pipa yang akan diproduksi oleh PT Bakrie Pipe Industries.

Berdasarkan pengolahan data breakdown (kerusakan) tahun 2014 pada

plant KT 24 di PT Bakrie Pipe Industries yang telah dilakukan, terlihat

bahwa mesin HFW memiliki waktu breakdown (downtime) paling besar

Page 2: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

2

dibandingkan dengan mesin lain. Waktu breakdown (waktu ketika mesin

tidak dapat menjalankan fungsinya) tersebut menunjukkan angka 4840

menit atau 80,66 jam dalam kurun waktu satu tahun. Mesin HFW sangat

berpengaruh pada produksi pembuatan pipa karena kualitas ketahanan pipa

dilihat dari kekuatan las pipa. Penulis melihat di plant KT 24 mesin tersebut

sering terjadi breakdown saat melakukan observasi lapangan. Breakdown

yang terjadi pada mesin HFW tentu sangat mempengaruhi keandalan

(reliability) mesin tersebut. Oleh karena itu, penulis memilih mesin HFW

pada plant KT 24 di PT Bakrie Pipe Industries untuk diteliti keandalannya.

Tujuan utama pemeliharaan adalah untuk mendukung optimalisasi

keandalan suatu mesin atau peralatan untuk mencapai kebutuhan pada suatu

perusahaan. Kegiatan pencegahan dan pemeliharaan secara terjadwal yang

disebut preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan) perlu dilakukan

untuk mengurangi breakdown pada mesin tersebut. Perencanaan tentang apa

yang harus dilakukan saat pengadaan pemeliharaan pencegahan juga harus

dilakukan, sehingga dibutuhkan penelitian dan pengalaman tersendiri

terhadap hal-hal tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk

Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Keandalan Mesin High Frequency

Welding di Plant KT 24 PT Bakrie Pipe Industries”, dengan cara

mengamati keandalan mesin yang bertujuan untuk menentukan perencanaan

pemeliharaan mesin HFW dan mengetahui aktivitas-aktivitas yang harus

dilakukan saat melakukan pencegahan. Dalam kaitan hal tersebut, maka

analisis keandalan serta penerapan metode Failure Tree Analysis (FTA) dan

Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) digunakan sebagai tools untuk

menyelesaikan masalah yang ada pada mesin HFW.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada

penilitian ini adalah :

Seberapa andal mesin High Frequency Welding dalam pembuatan pipa

di proses pengelasan (dilihat dari waktu breakdown mesin)?

Page 3: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

3

Apa saja penyebab terjadinya breakdown pada mesin High Frequency

Welding?

Apa saja aktivitas yang harus dilakukan untuk memaksimalkan

keandalan atau reliabilitas mesin High Frequency Welding dan

menurunkan waktu breakdown mesin?

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini, cakupan pembahasan dibatasi sebagai berikut :

Area penelitian dilakukan di plant KT 24 PT Bakrie Pipe Industries.

Jenis mesin yang menjadi objek penelitian berdasarkan observasi

sebelumnya pada kerja praktik lapangan adalah mesin High Frequency

Welding.

Data yang digunakan dalam perhitungan adalah periode bulan Januari

2014 sampai dengan bulan Desember 2014.

Penulisan hanya membahas perhitungan dan analisis keandalan

(reliability) dari mesin High Frequency Welding serta perencanaan

kegiatan berdasarkan perhitungan dan analisis keandalan tersebut.

Faktor-faktor seperti biaya, kondisi operasional alat, serta kecakapan

dan kesiapan operator dan teknisi tidak diikutsertakan dalam

perhitungan nilai keandalan dan perencanaan kegiatan.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan peniliti di PT Bakrie Pipe

Industries adalah sebagai berikut:

Menghitung dan menganalisis nilai keandalan dari mesin High

Frequency Welding yang diperoleh dari perhitungan parameter-

parameter keandalan.

Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya breakdown pada mesin

High Fequency Welding.

Page 4: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

4

Menyusun rencana aktivitas perawatan terhadap mesin High Frequency

Welding berdasarkan analisis keandalan.

1.4.2 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada

semua pihak yang terkait. Adapun manfaat yang diharapkan yaitu:

Dapat digunakan sebagai informasi ilmiah bagi perusahaan terkait

dengan produktivitas dan/atau reliabilitas salah satu mesin pengelasan

(HFW) yang digunakan pada lini produksi.

Membantu perusahaan untuk merencanakan aktivitas perawatan sesuai

dengan hasil penelitian.

Hasil penelitian dapat dijadikan masukan untuk perbaikan sistem

perawatan dan pencegahan breakdown pada mesin.

Sebagai bahan referensi yang dapat digunakan dalam penelitian-

penelitian selanjutnya berkaitan dengan pengetahuan topik yang diteliti.

Memberikan wawasan penelitian bagi penulis berupa implementasi

teori selama pendidikan di Universitas Bakrie.

1.5 Sistematika Penulisan

Bab 1 Pendahuluan

Bab Pendahuluan ini berisikan tentang latar belakang permasalahan yang

diambil untuk dibahas di dalam Tugas Akhir, rumusan masalah, ruang

lingkup pembahasan, tujuan dilakukannya Penelitian Tugas Akhir, manfaat

dilakukannya Penelitian Tugas Akhir, serta sistematika dalam penulisan

Tugas Akhir.

Bab 2 Landasan Teori

Bab Landasan Teori berisikan teori-teori yang berkaitan tentang masalah

yang diangkat sebagai topik. Teori-teori tersebut merupakan acuan untuk

memecahkan masalah tersebut.

Page 5: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

5

Bab 3 Metodologi Penulisan

Bab Metodologi Penulisan berisikan bagaimana data diolah dan dianalisis,

serta metode apa saja yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.

Bab 4 Pengolahan Data dan Analisis Masalah

Bab Pengolahan Data dan Analisis Masalah berisikan data-data yang telah

diolah berdasarkan teori-teori yang telah dipelajari dalam program studi

Teknik Industri. Sedangkan Analisis Masalah berisikan hasil analisis

masalah yang dilakukan berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data

yang dilakukan. Analisis yang dilakukan berpedoman pada tujuan dari

penelitian.

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

Bab Kesimpulan dan Saran berisikan kesimpulan-kesimpulan yang diambil

berdasarkan hasil seluruh penelitian dan analisis serta saran-saran yang

berguna untuk perbaikan dan kemajuan perusahaan.

Page 6: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

6

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen Pemeliharaan

Mesin dan peralatan merupakan suatu sistem yang mempunyai batas

usia pemakaian. Agar usia pemakaian tersebut dapat maksimal, diperlukan

perawatan dan pemeliharaan untuk mesin dan peralatan tersebut. Namun,

untuk mengetahui definisi dari pemeliharaan berdasarkan filosofi maka

pemeliharaan ini berarti kegiatan menjaga dan memelihara peralatan yang

dilakukan secara berulang-ulang dengan tujuan agar peralatan tersebut

memiliki kondisi yang sama dengan keadaan awalnya. Pemeliharaan juga

dilakukan untuk menjaga peralatan tetap berada dalam kondisi yang dapat

diterima oleh penggunanya.

Manajemen pemeliharaan tentu sangat berperan dalam

mempertahankan fungsi suatu sistem. Berdasarkan kesimpulan Baluch,

Nazim, dan kawan-kawan [3], manajemen pemeliharaan memiliki fungsi

untuk memberi dukungan kepada proses produksi dengan menyediakan

peralatan yang handal dan membantu perusahaan untuk menjadi kompetitif

serta berkontribusi terhadap profitabilitas.

2.1.1 Tujuan Pemeliharaan

Tujuan utama pemeliharaan adalah memberikan keandalan (reliability)

yang optimal pada suatu sistem untuk memenuhi kebutuhan bisnis

perusahaan, dimana keandalan didefinisikan sebagai kondisi ketika

kemungkinan terjadinya kegagalan pada suatu sistem adalah kecil [4].

Tujuan pemeliharaan berhubungan dengan pencapaian target produksi

berdasarkan kualitas yang dibutuhkan. Selain itu, tujuan dari pemeliharaan

untuk memastikan peralatan-peralatan yang digunakan dalam kondisi baik

begitu juga dengan kondisi pabriknya dan diasumsikan lingkungan kerja

Page 7: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

7

yang aman serta penggunaan energi dan konsumsi material yang optimal

[5].

2.2 Fungsi Pemeliharaan dalam Keandalan

Pemeliharaan adalah tindakan mempertahankan. Dasar pemeliharaan

adalah menjaga, melestarikan, dan melindungi. Hal tersebut dilakukan untuk

menjaga keadaan yang ada atau menjaga dari kegagalan atau penurunan.

Terdapat dua pendekatan pemeliharaan, yaitu pendekatan proaktif dan

pendekatan reaktif. Sistem reaktif membutuhkan identifikasi dan tergantung

pada langkah-langkah respon yang cepat untuk pengukuran yang efektif.

Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk meminimalisasi response time

(dengan bantuan komputer) dan untuk mengurangi downtime pada peralatan

atau mesin. Sedangkan untuk pendekatan proaktif menekankan pada

penilaian peralatan dan tata cara prediktif. Kebanyakan dari korektif,

pencegahan, dan modifikasi pekerjaan yang dihasilkan secara internal dalam

fungsi pemeliharaan hasilnya merupakan inspeksi dan prosedur prediktif.

Tujuan metode ini adalah kinerja peralatan yang terus menerus untuk

spesifikasi yang telah ditetapkan, pemeliharaan kapasitas, dan perbaikan

yang terus-menerus. Pemeliharaan proaktif dibagi menjadi dua, yaitu

preventive maintenance (pemeliharaan pencehgahan) dan predictive

maintenance[4]. Pemeliharaan pencegahan merupakan tindakan

pemeliharaan yang terjadwal dan terencana. Hal ini dilakukan untuk

mengantisipasi masalah-masalah yang dapat mengakibatkan kerusakan pada

komponen/alat dan menjaganya selalu tetap normal selama dalam operasi.

Sedangkan predictive adalah bentuk baru dari perencanaan pemeliharaan

dimana penggantian komponen atau suku cadang dilakukan lebih awal dari

waktu terjadinya kerusakan.

Tujuan utama dari perawatan adalah untuk menyediakan optimalisasi

keandalan yang memenuhi kebutuhan bisnis perusahaan. Banyak organisasi

melihat pemeliharaan memberi nilai tambah bagi perusahaan. Namun,

ketika dikembangkan dan dikelola dengan baik, hal tersebut dapat

Page 8: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

8

mempertahankan aset perusahaan untuk memenuhi kebutuhan keandalan

pada biaya optimal.

2.3 Pengertian Keandalan

Keandalan didefinisikan sebagai probabilitas atau kemungkinan suatu

sistem akan melakukan fungsinya dalam kurun waktu dan kondisi tertentu.

Sistem yang dimaksud merupakan sistem dalam pengertian umum, sehingga

definisi keandalan juga berlaku untuk semua jenis produk, subsistem,

peralatan, komponen dan suku cadang. Dalam arti luas, keandalan dikaitkan

dengan ketergantungan, kesuksesan operasi, dan tidak adanya kerusakan

atau kegagalan [6].

Suatu produk atau sistem dikatakan gagal ketika produk atau sistem

tidak melakukan fungsinya. Ketika ada pemberhentian total fungsi dalam

suatu proses, hancurnya struktur, dan terputusnya sistem komunikasi,

menandakan bahwa sistem tersebut benar-benar gagal. Salah satu parameter

yang menentukan suatu sistem andal atau gagal adalah waktu. Menurut

Lewis [6] cara menentukan waktu dalam definisi keandalan bervariasi,

tergantung pada sifat dari sistem. Contoh, mesin HFW akan berfungsi jika

semua komponen pendukungnya juga berfungsi. Disamping itu, Dovich

menyatakan untuk dapat membahas keandalan sistem secara menyeluruh,

pemahaman yang mendasar tentang beberapa terminologi sangat diperlukan

[7]. Terminologi yang akan digunakan berkaitan dengan keandalan tersebut

adalah :

Komponen merupakan unit dasar dari suatu sistem yang saling

berinteraksi untuk menjalankan fungsi dari sistem tersebut. Sebuah

komponen pada tingkat analisis keandalan tertentu bisa menjadi suatu

sistem pada tingkat analisis keandalan lainnya.

Kegagalan (failure) adalah ketidakberhasilan suatu komponen (contoh:

komponen mesin) untuk menjalankan fungsinya secara benar seperti

yang diinginkan.

Page 9: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

9

Keandalan suatu sistem atau komponen dapat digambarkan melalui

parameter-parameter keandalan. Parameter utama dalam keandalan adalah

Mean Time Between Failure (MTBF) and Mean Time To Repair (MTTR).

2.3.1 Mean Time Between Failure (MTBF)

Krishnamoorthi menyatakan MTBF adalah waktu rata-rata rentang

waktu antara satu kerusakan dengan kerusakan berikutnya. MTBF biasanya

digunakan untuk sistem yang dapat diperbaiki [7]. Jika laju kegagalan, ,

konstan sepanjang waktu yang ditentukan.

MTBF = Total waktu operasi (2.1)

Jumlah kegagalan

Dimana:

(2.2)

2.3.2 Mean Time to Repair (MTTR)

Krishnamoorthi menyatakan MTTR adalah rata-rata waktu perbaikan.

Waktu perbaikan adalah rentang waktu yang diperlukan untuk perbaikan

yaitu sejak terjadinya kerusakan sampai komponen tersebut dapat berfungsi

seperti semula setelah mengalami perbaikan [7]. Waktu perbaikan juga

meliputi waktu pendeteksian terjadinya kerusakan, selang waktu antara

deteksi kerusakan dan mulainya perbaikan, waktu perbaikan itu sendiri dan

waktu yang dibutuhkan untuk menguji komponen yang telah diperbaiki.

Pada masing-masing laju kerusakan yang konstan, MTTR didefinisikian

sebagai rata-rata waktu perbaikan yang dinyatakan sebagai berikut:

MTTR = Total waktu perbaikan (2.3)

Jumlah kegagalan

Page 10: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

10

2.4 Konsep Probabilitas

Dasar untuk semua pertimbangan keandalan adalah pemahaman tentang

propabilitas, keandalan didefinisakan sebagai probabilitas atau

kemungkinan bahwa sistem tidak akan gagal dalam spesifikasi keadaan

tertentu. Probabilitas didefinisikan dan dibahas secara logika dimana

probabiitas dapat dikombinasikan dan dimanipulasi.

Suatu komponen yang sama tidak dapat dipastikan akan mengalami

kerusakan pada waktu yang sama. Waktu merupakan jenis variabel acak

yang kontinu (continuous random variable) karena mengambil nilai tak

terhingga dari nilai yang mungkin atau selalu berubah-ubah. Waktu

kerusakan komponen akan mengikuti suatu pola distribusi yang dikenal

dengan distribusi probabilitas. Dalam perhitungan keandalan suatu sistem

atau peralatan digunakan empat jenis probabilitas untuk variabel acak yang

kontinu (continuous random variable) yaitu [7]:

1. Distribusi Weibull

2. Distribusi Eksponential

3. Distribusi Normal

4. Distribusi Lognormal

Langkah awal dalam perhitungan nilai keandalan adalah dengan

mengetahui distribusi mana yang digunakan dalam menghitung parameter-

parameter keandalan. Distribusi tersebut dapat ditentukan melalui uji

distribusi pada piranti lunak Minitab atau SPSS. Minitab dan SPSS memiliki

kesamaan fungsi dan metode untuk mengolah data-data yang berhubungan

dengan statistik. Namun, Minitab merupakan piranti lunak yang paling

banyak digunakan karena hasil yang diperoleh akurat dan cara

penggunaannya juga mudah. Berikut ini merupakan formula dasar yang

digunakan untuk menghitung fungsi distribusi.

Page 11: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

11

Fungsi kepadatan probabilitas (probability density function):

f(t) = λ(t) exp [ ∫ ( )

] (2.4)

Dimana: λ(t) = laju kegagalan (failure rate)

Fungsi distribusi kumulatif (cumulative distribution function):

F(t) = ∫ ( )

(2.5)

Fungsi keandalan (reliability function):

R(t) = exp [ -∫ ( )

] (2.6)

Rata-rata waktu kegagalan:

µ = ∫ ( )

(2.7)

Variasi waktu kegagalan:

σ2 = ∫ ( ) ( )

(2.8)

2.4.1 Distribusi Weibull

Menurut Krishnamoorthi [7] distribusi weibull merupakan distribusi

yang paling luas penggunaannya dalam perhitungan keandalan karena

meliputi ketiga fase kegagalan atau kerusakan yaitu periode kerusakan awal,

normal, dan menua.

Distribusi weibull memiliki 2 parameter β dan θ. Ketika 0<β<1,

distribusi memiliki penurunan failure rate. Ketika nilai β=1 distribusi

menjadi eksponensial dengan constant failure rate. Ketika β>1 maka

Page 12: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

12

distribusi memiliki kenaikan failure rate bila dan β ≡ 3,5 bentuknya

mewakili distribusi normal. Fungsi-fungsi dalam distribusi weibull adalah:

f(t) =

( )

exp (

) ,t ≥ 0, β > 0 (2.9)

dimana: β = parameter bentuk

θ = karakteristik hidup atau estimasi mean

Fungsi distribusi kumulatif:

F(t) = 1 – exp (

) (2.10)

Fungsi keandalan

R(t) = 1 – F(t) = exp (

) (2.11)

Rata-rata distribusi:

µ = η (1+

) (2.12)

2.4.2 Distribusi Eksponensial

Menurut Krishnamoorthi [7] distribusi eksponensial adalah distribusi

yang digunakan untuk perhitungan keandalan pada saat laju kegagalan

konstan atau selama fase normal (useful life). Parameter-parameter

keandalan distribusi eksponensial adalah:

Fungsi kepadatan peluang kegagalan:

f(t) = dimana : λ > 0, t ≥ 0 (2.13)

Page 13: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

13

Fungsi distribusi kumulatif:

F(t) = 1 - (2.14)

Fungsi keandalan:

R(t) = (2.15)

Rata-rata waktu kegagalan:

µ =

(2.16)

Varian distribusi:

σ2 =

(2.17)

2.4.3 Distribusi Normal

Menurut Krishnamoorthi [7] distribusi normal digunakan dalam

perhitungan keandalan pada fase kegagalan atau kerusakan menua (wear

out). Parameter-parameter yang digunakan dalam distribusi ini yaitu:

Fungsi kepadatan probabilitas:

f(t) =

√ exp [-

( )

] (2.18)

Fungsi distribusi kumulatif:

F(t) = ∫ ,

√ *

( )

+ -

(2.19)

Page 14: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

14

Fungsi keandalan:

R(t) = 1 – Φ [

(2.20)

2.4.4 Distribusi Lognormal

Menurut Krishnamoorthi [7] distribusi lognormal merupakan salah satu

dari kebanyakan distribusi yang digunakan. Distribusi lognormal memiliki

dua parameter yaitu µ dan σ. Parameter tersebut mendeskripsikan distribusi

dalam fungsi keandalan. Distribusi dapat memiliki berbagai macam bentuk,

sehingga sering dijumpai bahwa data yang sesuai dengan distribusi weibull

juga sesuai dengan distribusi lognormal. Fungsi keandalan untuk distribusi

lognormal menggunakan persamaan dibawah ini.

( ) ( ( )

) (2.21)

(2.22)

√ ∑ (∑

)

( ) (2.23)

( ( )

) (2.24)

Keempat distribusi yang telah disebutkan di atas, digunakan untuk

menghitung nilai keandalan. Dari keempat distribusi tersebut, akan dipilih

satu distribusi yang memiliki nilai Anderson darling terkecil berdasarkan

hasil yang didapat melalui piranti lunak Minitab. Nilai Anderson Darling

tersebut menunjukkan variasi sampel terhadap populasi. Semakin kecil nilai

Anderson Darling, semakin kecil variasi sampel.

Page 15: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

15

2.5 Fault Tree Analysis

Fault Tree Analysis (FTA) merupakan pendekatan top-down analisis

kegagalan, dimulai dengan potensi kejadian utama atau peristiwa yang tidak

diinginkan disebut dengan top level event, lalu menentukan semua hal yang

dapat membuat peristiwa atau kejadian tersebut terjadi. Analisis tersebut

dilakukan dengan menentukan bagaimana top level event (potensi kejadian

utama) bisa terjadi, apa penyebabnya, dan siapa penyebabnya. Penyebab

dari potensi kejadian utama adalah “connected” melalui logic gates yaitu

AND-gates dan OR-gates. FTA merupakan teknik yang paling banyak

digunakan untuk analisis penyebab dalam risiko dan keandalan [8].

Potensi kejadian utama merupakan suatu analisis berbentuk pohon

kesalahan secara sederhana dapat diuraikan sebagai suatu teknik analitis.

Pohon kesalahan merupakan suatu model grafis yang menyangkut berbagai

kombinasi contoh kesalahan-kesalahan yang akan mengakibatkan kejadian

dari peristiwa yang tidak diinginkan yang sudah didefinisikan sebelumnya,

atau dapat diartikan sebagai gambaran hubungan timbal balik yang logis

dari peristiwa-peristiwa dasar yang mendorong. Pembuatan model pohon

kesalahan (fault tree) dilakukan dengan cara wawancara dengan manajemen

dan melakukan pengamatan langsung terhadap proses produksi di lapangan.

Selanjutnya sumber-sumber kecelakaan kerja tersebut digambarkan dalam

bentuk model pohon kesalahan [9].

Elemen yang digunakan dalam membuat FTA yaitu gates dan events.

Gates menggambarkan outcome, sedangkan events menggambarkan input

untuk gates. FTA memiliki beberapa fungsi, yaitu [10]:

Untuk menginvestigasi potensi kegagalan.

Untuk menginvestigasi modus dan penyebabnya.

Dan untuk mengukur kontribusi ketidakandalan sistem pada tujuan

desain produk.

Page 16: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

16

2.5.1 Sejarah FTA

FTA pertama kali digunakan oleh Bell Telephone Laboratories dalam

“safety analysis of the Minuteman missile launch control system” pada

tahun 1962. Teknik analisis tersebut kemudian dilakukan perbaikan oleh

“Boeing Company”. Berdasarkan penelitian terdahulu [8] FTA banyak

digunakan dan diperpanjang selama pelaksanaan keamanan reactor.

2.5.2 Langkah FTA

Analisis pohon kesalahan (Fault Tree Analysis) merupakan salah satu

metode yang dapat digunakan untuk menganalisis akar penyebab kecelakaan

kerja [8].

Langkah-langkah melakukan FTA:

Mendefinisikan sistem, top level event (potensi kejadian utama), dan

batas kondisi.

Membuat pohon kesalahan.

Mengidentifikasi minimal cut sets.

Analisis kualitatif pohon kesalahan.

Analisis kuantitatif pohon kesalahan.

Membuat laporan hasil analisis.

2.5.3 Batas Kondisi dalam Melakukan FTA

Dalam melakukan FTA, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai

berikut [8]:

Batas fisik suatu sistem (bagian-bagian mana saja dari sistem yang akan

dianalisis, dan bagian mana yang tidak dianalisis?)

Kondisi awal (apa status operasional dari sistem ketika potensi kejadian

utama muncul?)

Batas kondisi dari pengaruh eksternal (apa saja tipe pengaruh eksternal

yang harus dimasukkan dalam analisis? Contoh : gempa bumi,

pencahayaan, cuaca, dan lain-lain)

Tingkat resolusi (seberapa detail analisis harus dilakukan?)

Page 17: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

17

2.5.4 Pembuatan FTA

Hal pertama yang harus dilakukan dalam melakukan FTA adalah

mendefinisikan potensi kejadian utama seperti yang telah disebutkan

sebelumnya. Definisi dari potensi kejadian utama tersebut harus jelas dan

tidak boleh ambigu. Definisi tersebut harus menjawab what, where, when.

Kemudian harus ditentukan peristiwa dan kondisi apa saja yang

menyebabkan potensi kejadian utama. Setelah itu sub-event dihubungkan

dengan AND-gate atau OR-gate. Kemudian lanjutkan untuk mendapatkan

event dasar yang menyebabkan potensi kejadian utama.

Simbol-simbol yang digunakan dalam melakukan FTA digambarkan

pada Tabel 2.1 [8]:

Tabel 2. 1 Simbol dalam FTA

Logic Gates OR-gate

OR-gate menunjukkan bahwa peristiwa

keluaran terjadi jika salah satu peristiwa

keluaran terjadi.

AND-gate

AND-gate menunjukkan bahwa peristiwa

keluaran terjadi jika salah satu peristiwa input

terjadi.

Input

Events

(states)

Peristiwa dasar merupakan kegagalan peralatan

dasar yang tidak memerlukan pengembangan

lebih lanjut dari penyebab kegagalan.

Peristiwa berkembang merupakan suatu

peristiwa yang tidak diperiksa lebih lanjut

karena informasi tidak tersedia atau karena

konsekuensinya tidak signifikan.

Description

of state

Komentar persegi panjang adalah untuk

informasi tambahan.

Transfer

symbols

Simbol transfer-out menunjukkan bahwa

pohon kesalahan dikembangkan lebih lanjut

pada simbol transfer-in yang sesuai.

Page 18: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

18

2.5.5 Penilaian Kualitatif FTA

Cut set dalam sebuah pohon kesalahan merupakan satu set atau

seperangkat peristiwa dasar yang secara simultan/bersamaan memastikan

munculnya potensi kejadian utama. Sebuah cut set dikatakan minimal jika

set tidak dapat dikurangi tanpa menghilangkan statusnya sebagai cut set.

Oleh karena itu, potensi kejadian utama akan terjadi jika semua peristiwa

dasar dalam minimal cut set terjadi pada waktu yang sama [8].

Penilaian kualitatif dilakukan dengan cara menginvestigasi minimal cut

sets. Diawali dengan mengurutkan cut sets. Kemudian dengan memberikan

peringkat berdasarkan pada tipe peristiwa dasar yang terlibat, contoh [8]:

Kesalahan manusia (paling kritis).

Kegagalan pada peralatan aktif.

Kegagalan pada peralatan pasif.

Terakhir adalah dengan mencari “large” cut sets dengan dependent item.

Contoh penilaian kualitatif FTA dapat dilihat pada Tabel 2.2 [8].

Tabel 2. 2 Contoh Penilaian Kualitatif FTA

Rank Basic event 1 Basic event 2

1

2

3

4

5

6

Human error

Human error

Human error

Failure of active unit

Failure of active unit

Failure of active unit

Human error

Failure of active unit

Failure of passive unit

Failure of active unit

Failure of passive unit

Failure of passive unit

2.5.6 Kelebihan dan Kekurangan FTA

Penerapan FTA dalam aktualisasi di lapangan memiliki kelebihan dan

kekurangan, yaitu [8]:

1. Kelebihan

Disiapkan dalam tahap awal desain dan detail dikembangkan lebih

lanjut secara bersamaan dengan pengembangan desain.

Mengidentifikasi dan merekam jalur kesalahan logis secara

sistematis dari efek yang spesifik ke penyebab utama.

Page 19: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

19

Mudah dikonversi ke pengukuran probabilitas.

2. Kekurangan

Dapat menyebabkan pohon kesalahan menjadi sangat besar jika

analisis diperdalam.

Tergantung pada kemampuan menganalisis.

Sulit diterapkan pada sistem dengan kesuksesan parsial.

Biaya yang dibutuhkan untuk penerapan bisa mahal.

2.6 Failure Mode and Effect Analysis

2.6.1 Metode FMEA

Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah sistem keandalan

dan keamanan teknik yang diciptakan pada tahun 1960 sebagai bagian dari

program US Minutman rocket untuk menemukan dan mengurangi masalah

desain yang tak terduga. FMEA merupakan sebuah teknik yang lebih

sederhana, modus kesalahan dari setiap komponen dalam sistem dicatat

dalam tabel, dan efek dari kesalahan tersebut didokumentasikan. Metode ini

merupakan metode yang sistematis, efektif, dan rinci, meskipun kadang-

kadang disebut sebagai metode yang memakan waktu berulang-ulang.

Berdasarkan kesimpulan sebelumnya [11], metode ini sangat efektif

dikarenakan setiap modus kegagalan pada setiap komponen diperiksa.

Penjelasan mengenai tabel FMEA adalah kolom satu mendeskripsikan

nama dari komponen yang diteliti, sementara kolom dua digunakan untuk

membuat daftar nomor dari identifikasi komponen (nomor komponen atau

nomor kode). Kolom satu dan kolom dua harus mengidentifikasi ulasan

komponen secara bersama-sama. Kolom tiga mendeskripsikan fungsi

komponen, sementara kolom empat mendeskripsikan prediksi modus

kegagalan. Kolom lima digunakan untuk mencatat penyebab yang diketahui

dari modus kegagalan jika berlaku. Akibat dari kegagalan pada sistem

dicatat dalam kolom enam. Fungsi kolom yang tersisa bervariasi, tergantung

pada banyak iterasi dari versi FMEA yang digunakan [11]. Contoh borang

pengisian FMEA tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1 [11].

Page 20: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

20

Gambar 2.1 Contoh Borang Pengisian Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Page 21: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

21

Menurut Stephens, Lipol, dan kawan-kawan [12, 13] Terdapat 4 jenis

FMEA, yaitu:

1. Sistem FMEA

Jenis FMEA ini biasanya digunakan pada tahap pertama kali merancang

suatu sistem. Selain itu, sistem FMEA digunakan untuk menganalisis

sistem dan subsistem yang ada pada tahap konsep dan perancangan.

Sistem FMEA memfokuskan diri pada modus kesalahan atau kegagalan

yang potensial dan fungsi-fungsi suatu sistem yang disebabkan oleh

ketidakefisiensian sistem tersebut.

2. Perancangan FMEA

Setelah rancangan sistem telah ditentukan, perancangan FMEA akan

mengarahkan modus kesalahan kegagalan ke dalam tingkatan

komponen dan digunakan untuk menganalisis produk sebelum

digunakan proses manufaktur. Perancangan FMEA mempunyai titik

utama pada modus kegagalan yang disebabkan oleh ketidakefisian

dalam perancangan.

3. Proses FMEA

FMEA jenis ini akan menguji modus kegagalan dari setiap tahap proses

manufaktur maupun perakitan sebuah produk. Jenis ini tidak harus

selalu menguji secara detail modus kesalahan atau kegagalan dan

peralatan yang dipergunakan untuk proses manufaktur atau perakitan,

tetapi harus memperhatikan modus kegagalan yang berpengaruh secara

langsung terhadap kualitas, kekuatan, dan produk akhir yang dihasilkan.

4. Pelayanan FMEA

Jenis FMEA ini digunakan dalam berbagai cara. Pertama, untuk industri

jasa intensif seperti pertambangan, dimana biaya yang tinggi untuk

peralatan dan lingkungan kerja (operasi) yang keras membutuhkan

pendekatan disiplin yang keras dan tinggi untuk pelayanan. Kedua,

untuk melakukan pengujian modus kesalahan atau kegagalan dan

peralatan yang digunakan untuk proses manufaktur dan operasi

perakitan. Hal ini menyediakan suatu program pemeliharaan

Page 22: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

22

pencegahan (preventive maintenance) yang seksama, terutama dimana

biaya langsung untuk perbaikan breakdown dapat diperkecil, tetapi

biaya tidak langsung yang diakibatkan berkurangnya produksi sedikit

lebih tinggi.

2.6.2 Menemukan Masalah dengan FMEA

Metode FMEA telah tumbuh populer selama bertahun-tahun dan telah

menjadi sebuah bagian yang penting dari banyak proses desain, terutama

dalam industri otomotif. Menurut Goble [11], hal ini dikarenakan FMEA

sudah terbukti dari waktu ke waktu menjadikan hal efektif dan berguna

meskipun ada sesuatu yang negatif dari metode ini. Selama melakukan

metode FMEA, terlihat jelas bahwa efek kegagalan merupakan masalah

serius yang sebelumnya belum ditemui. Ketika masalah-masalah yang

ditemukan tersebut cukup signifikan, tindakan korektif dicatat. Kemudian

desain tersebut ditingkatkan untuk mendeteksi, mencegah, atau mengontrol

masalah.

2.6.3 Evolusi Metode FMEA

Metode FMEA diperluas pada tahun 1970 untuk menyertakan peringkat

semi kuantitatif (nomor dari 1-10) untuk keparahan (severity), kejadian

(occurrence), dan deteksi (detection). Kemudian empat kolom ditambahkan

ke tabel. Tiga kolom berisi penilaian dan kolom ke empat berisi Risk

Priority Number (RPN) yang diperoleh melalui pengalian tiga angka.

Perluasan metode ini disebut Failure Modes, Effects and Criticality Analysis

(FMECA). Teknik FMEA diteruskan untuk dikembangkan selama bertahun-

tahun. Beberapa variasi metode FMEA akhir-akhir ini menggunakan metode

untuk proses dan juga desain. Sama seperti daftar komponen, setiap tahap

dalam proses di-list. Setiap tahap termasuk cara yang diantisipasi yang mana

cara tersebut bisa salah, setara dengan daftar modus kesalahan yang

diketahui dari setiap komponen. Jika daftar telah selasai, maka metode

tersebut juga disebut FMEA desain. Setelah dua perbedaan dasar FMEA

Page 23: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

23

dibuat, FMEA desain disebut DFMEA, dan FMEA proses disebut PFMEA

di beberapa literature. Sama seperti FMEA desain, FMEA proses sudah

dibuktikan efektif dalam menemukan masalah-masalah yang tidak terduga

[11].

2.6.4 Langkah FMEA

FMEA digunakan sebagai metode kualitatif yang membantu untuk

mengidentifikasi titik kelemahan dari produk dan proses [14]. FMEA

mendukung sebuah struktur untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan

modus kegagalan untuk perbaikan kualitas. FMEA juga merupakan cara

untuk meningkatkan keandalan sistem sebelum sesuatu terjadi, tetapi juga

bisa digunakan setelah suatu kejadian terjadi.

Sebelum memulai FMEA, sangat penting untuk menyelesaikan

beberapa pre-work untuk mengkonfirmasi kekuatan dan sejarah masa lalu

yang masuk ke dalam analisis. Dokumentasi dan prosedur untuk melakukan

FMEA dapat dilakukan dengan prosedur berikut [15].

A. Keparahan

Keparahan merupakan penilaian dari keseriusan atau tingkatan dari efek

yang dihasilkan oleh potensi modus kegagalan. Dalam hal ini kita harus

menentukan semua modus kegagalan berdasarkan fungsi dan efek

mereka. Contoh tabel untuk keparahan dapat dilihat pada Tabel 2.3

[15].

B. Kejadian

Kejadian merupakan kemungkinan suatu penyebab yang spesifik akan

muncul. Pada tahap ini, kita harus melihat penyebab dari kegagalan dan

seberapa banyak hal tersebut muncul. Kita juga dapat melihat produk

atau proses sejenis yang telah didokumentasikan untuk dapat

melakukan FMEA. Penyebab kegagalan dilihat sebagai kelemahan dari

desain. Sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel 2.4 [15].

Page 24: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

24

Tabel 2. 3 Contoh Keparahan

Rank Classification Example

10 Dangerously High Injury or death

9 Extremely High Regulatory non-compliance

8 Very High In-effective service or treatment

7 High High performance

dissatisfaction

6 Moderate Potentioal in-effectiveness

5 Low Consumer complaints

4 Very Low Lowered effectiveness

3 Minor A nuisance to the customer

2 Very Minor Not apparent; minor effect

1 None Not apparent; no effect

Tabel 2. 4 Contoh Kejadian

Rank Classification Example

10

9

Very High Inevitable failure

8

7

High Repeated failures

6

5

Moderate Occasional failures

4

3

Low Few failures

2

1

Remote Failure unlikely

C. Deteksi

Deteksi merupakan sebuah penilaian terhadap kemungkinan atau

probabilitas bahwa kontrol proses saat ini akan mendeteksi potensi

kelemahan atau modus kegagalan berikutnya sebelum modus kegagalan

komponen mempengaruhi operasi manufaktur atau lokasi perakitan.

Asumsikan kegagalan telah terjadi kemudian beri penilaian untuk

kemampuan kontrol proses saat ini untuk mencegah pengiriman

Page 25: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

25

komponen yang memiliki cacat. Dengan kata lain dapat dikatakan

bahwa pendeteksian peringkat dilakukan berdasarkan pada pencegahan

modus kegagalan sebelum komponen atau produk sampai ke tangan

konsumen. Contoh dari pemberian peringkat pada urutan deteksi dapat

dilihat pada Tabel 2.5 [15].

Tabel 2.5 Contoh Deteksi

Detection Rank Criteria

Extremely Unlikely 10 No design technique available/

Controls will not detect

Very Low Likelihood 9 Unproven, unreliable design/ poor

chance for detection

Very Low Likelihood 8 Design controls have a poor chace of

detection

Low Likelihood 7 Design controls are likely to miss the

problem

Moderately Low Likelihood 6 Design controls may miss the problem

Medium likelihood 5 Design controls have an even chance

of working

Moderately High Likelihood 4 Design controls are moderately

effective

High Likelihood 3 Likely to be corrected/ high

probability of detection

Very High Likelihood 2

Can be corrected prior to design

release/ very high probability of

detection

Extremely Likely 1 Can be corrected prior to prototype/

controls will almost certainly detect

D. Risk Priority Numbers (RPN)

RPN merupakan indikator untuk menentukan tindakan yang tepat pada

modus kegagalan. RPN dihitung dengan mengalikan nilai keparahan,

kejadian, dan deteksi yang hasilnya merupakan skala dari 1 sampai

1000. Setelah menentukan angka keparahan, kejadian, dan deteksi, RPN

dapat dengan mudah dihitung dengan mengalikan ketiga angka tersebut,

yaitu :

Page 26: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

26

(2.25)

Semakin kecil hasil RPN akan semakin bagus. RPN dapat dihitung

untuk proses keseluruhan dan/atau hanya untuk proses desain. Sekali

RPN dihitung, hal tersebut mempermudah untuk menentukan daerah

yang akan menjadi fokus. Kemudian setelah hasil RPN didapat,

penelitian lebih lanjut dapat difokuskan terhadap daerah yang menjadi

fokus utama untuk mendapatkan solusi dari modus kegagalan.

E. Prosedur FMEA

Secara umum dikenal dua macam FMEA, yaitu proses FMEA dan

perancangan FMEA. Penerapan FMEA dilakukan melalui suatu tim

yang dibentuk khusus untuk itu. Untuk proses manufaktur, biasanya

FMEA dilakukan untuk keseluruhan proses. Oleh karena itu, perlu

diadakan pembatasan tugas bagi masing-masing tim agar tidak terjadi

kegiatan yang saling tumpang tindih. Terdapat sepuluh langkah dalam

penerapan FMEA, yaitu [16]:

Langkah ke-1 : Peninjauan proses

Tim FMEA harus meninjau ulang peta proses bisnis atau bagan alir

yang ada untuk di analisis. Hal Ini perlu dilakukan untuk mendapatkan

kesalahan paham terhadap proses tersebut. Dengan menggunakan peta

atau bagan alir, seluruh anggota tim haruslah melakukan peninjauan

lapangan (process walk-through) untuk meningkatkan pemahaman

terhadap proses yang dianalisis. Bila peta proses atau bagan alir belum

ada maka tim harus menyusun peta proses atau bagan alir tersebut

sebelum memulai proses FMEA itu sendiri.

Page 27: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

27

Langkah ke-2 : Brainstorming berbagai bentuk kemungkinan

kesalahan atau kegagalan proses

Setelah melakukan peninjauan lapangan terhadap proses yang akan

dianalisis maka setiap anggota tim akan melakukan brainstorming

terhadap kemungkinan kesalahan atau kegagalan yang dapat terjadi

dalam proses tersebut. Proses brainstorming ini dapat berlangsung lebih

dari satu kali untuk memperoleh satu daftar yang komperehensif

terhadap segala kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi.

Hasil brainstorming ini kemudian dikelompokkan menjadi beberapa

penyebab kesalahan seperti manusia, mesin/peralatan, material, metode

kerja, dan lingkungan kerja. Cara lain untuk mengelompokkan adalah

menurut jenis kesalahan itu sendiri, misalnya kesalahan pada

proses pengelasan, kesalahan elektrik, kesalahan mekanis, dan lain-lain.

Pengelompokkan ini akan mempermudah proses analisis nantinya dan

untuk mengetahui dampak satu kesalahan yang mungkin menimbulkan

kesalahan yang lain.

Langkah ke-3 : Membuat daftar dampak tiap-tiap kesalahan

Setelah diketahui semua daftar kesalahan yang mungkin terjadi,

maka dimulai penyusunan dampak dari masing-masing kesalahan

tersebut. Untuk setiap kesalahan, dampak yang terjadi bisa hanya satu,

atau lebih dari satu. Jika lebih dari satu, maka semuanya harus

ditampilkan. Proses ini harus dilaksanakan dengan cermat dan teliti

karena apa yang terlewat dari proses ini tidak akan mendapatkan

perhatian untuk ditangani. Kriteria dampak, kemungkinan, dan deteksi

ini harus ditetapkan terlebih dahulu. Kriteria mula-mula secara

kualitatif dan kemudian dibuat secara kuantitatif. Apabila dapat

langsung dibuat secara kuantitatif akan lebih baik. Skala kriteria untuk

ketiga jenis penilaian ini juga harus sama, misalnya terbagi dalam skala

5 atau skala 10. Nilai 1 terendah dam nilai 5 atau 10 tertinggi. Penilaian

Page 28: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

28

peringkat dari ketiga variabel yang dinilai dilakukan secara konsensus

dan disepakati oleh seluruh anggota tim.

Langkah ke-4 : Menilai tingkat dampak (severity) kesalahan

Penilaian terhadap tingkat dampak adalah perkiraan besarnya

dampak negatif yang diakibatkan apabila kesalahan terjadi. Bila pernah

terjadi maka penilaian akan lebih mudah, tetapi bila belum pernah maka

penilaian dilakukan berdasarkan perkiraan.

Langkah ke-5 : Menilai tingkat kemungkinan terjadinya (occurance)

kesalahan

Sama dengan langkah keempat, bila tersedia cukup data maka

dapat dihitung probabilitas atau frekuensi kemungkinan terjadinya

kesalahan tersebut. Bila tidak tersedia maka harus digunakan estimasi

yang didasarkan pada pendapat ahli (expert judgement) atau metode

lainnya.

Langkah ke-6 : Menilai tingkat kemungkinan deteksi dari tiap

kesalahan atau dampaknya

Penilaian yang diberikan menunjukkan seberapa jauh kita dapat

mendeteksi kemungkinan terjadinya kesalahan atau timbulnya dampak

dari suatu kesalahan. Hal ini dapat diukur dengan seberapa jauh

pengendalian atau indikator terhadap hal tersebut tersedia. Jika tidak

ada, maka nilainya rendah, tetapi jika indikator bagus maka nilainya

tinggi.

Langkah ke-7 : Hitung tingkat prioritas risiko (RPN) dari masing-

masing kesalahan dan dampaknya

Total nilai RPN ini dihitung untuk tiap-tiap kesalahan yang

mungkin terjadi. Jika proses tersebut terdiri dari kelompok-kelompok

tertentu, maka jumlah keseluruhan RPN pada kelompok tersebut dapat

Page 29: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

29

menunjukkan seberapa serius kelompok proses tersebut jika suatu

kesalahan terjadi. Jadi, terdapat tingkat prioritas tertinggi untuk jenis

kesalahan dan jenis kelompok proses.

Langkah ke-8 : Urutkan prioritas kesalahan yang memerlukan

penanganan lanjut

Setelah dilakukan perhitungan RPN untuk masing-masing potensi

kesalahan, maka dapat disusun prioritas berdasarkan nilai RPN tersebut.

Apabila digunakan skala 10 untuk masing-masing variable maka nilai

tertinggi RPN adalah 1000. Bila digunakan skala 5, maka nilai tertinggi

adalah 125. Terhadap nilai RPN tersebut dapat dibuat klasifikasi tinggi,

sedang dan rendah atau ditentukan secara umum bahwa untuk nilai

RPN di atas 250 (cut-off points) harus dilakukan penanganan untuk

memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan dan dampaknya serta

pengendalian deteksinya. Penentuan klasifikasi atau nilai batas

penanganan ditentukan oleh kepala tim atau oleh manajemen sesuai

dengan jenis proses yang dianalisis.

Langkah ke-9 : Lakukan tindak mitigasi terhadap kesalahan tersebut

Idealnya semua kesalahan yang menimbulkan dampak tinggi harus

dihilangkan sepenuhnya. Penanganan dilakukan secara serentak untuk

ketiga aspek, yaitu meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi

kesalahan, mengurangi dampak kesalahan bila terjadi. Salah satu contoh

untuk mendeteksi adanya kesalahan adalah adanya indikator panas pada

mesin mobil jika terjadi panas berlebih. Kesalahan ini dapat disebabkan

oleh berbagai hal: misalnya kipas radiator tidak bekerja, kebocoran pipa

air pendingin, pompa air radiator tidak bekerja, dan lain-lain.

Sedangkan cara untuk mencegah dampak kesalahan jika sudah terjadi

adalah dengan memasang kontak pemutus aliran listrik ke mesin,

sehingga mesin akan mati jika terjadi panas berlebih. Dengan demikian,

mesin tidak akan rusak karena panas berlebih berlanjut. Untuk

Page 30: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

30

mengurangi terjadinya kesalahan, caranya adalah dengan menyusun

suatu prosedur pemeriksaan berkala terhadap semua peralatan tersebut,

yaitu: kipas radiator, pompa air radiator, pengisian air radiator dengan

cairan yang khusus untuk itu dan lain-lain.

Langkah ke-10 : Hitung ulang RPN yang tersisa untuk mengetahui

hasil dari tindak lindung yang dilakukan.

Segera setelah tindak lindung risiko dilaksanakan, harus dilakukan

pengukuran ulang atau perkiraan nilai deteksi, nilai dampak, dan nilai

kemungkinan timbulnya kesalahan. Setelah itu, dilakukan perhitungan

nilai tingkat prioritas risiko kesalahan tadi. Hasil tindak lindung tadi

harus menghasilkan penurunan nilai RPN yang cukup signifikan ke

tingkat yang cukup aman. Jika belum tercapai, maka tetap perlu

dilakukan tindak lindung lebih lanjut. Contohnya dengan menggunakan

ilustrasi pada langkah ke-9 terkait dengan panas berlebih. Berapa kira-

kira penurunan RPN jika dibandingkan dengan kondisi awal, yaitu

tanpa indikator panas dan tanpa pemutus otomatis untuk panas berlebih

setelah dilakukan tindakan perlindungan melalui pemasangan indikator

panas mesin serta pemutus otomatis untuk panas berlebih.

2.6. 5 Hubungan FMEA dan FTA

FMEA dan FTA merupakan dua alat analisis yang sering digunakan dan

memiliki hubungan dalam penerapannya. Hubungan keduanya digambarkan

pada Gambar 2.2 [15].

Page 31: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

31

Gambar 2. 2 Hubungan FTA dan FMEA

Hubungan antara FTA dan FMEA berada pada hasil analisis dari FTA

yaitu faktor-faktor yang didapat dari FTA digunakan sebagai informasi

dasar untuk modus kegagalan pada FMEA. Informasi tersebut digunakan

untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab kegagalan. Setelah itu,

pembuatan FMEA dilanjutkan ke tahap berikutnya.

2.7 Diagram Pareto

Setelah mengetahui RPN untuk setiap modus kegagalan, kemudian

diagram pareto digunakan untuk mengetahui modus kegagalan utama mesin.

Diagram pareto dimaksudkan untuk menemukan/mengetahui

problem/penyebab utama yang merupakan kunci dalam penyelesaian

permasalahan dan perbandingannya terhadap keseluruhan. Survei

menunjukkan bahwa lebih mudah melakukan perbaikan/penanggulangan.

Dengan menggunakan diagram pareto ini, kita dapat mengkonsentrasikan

arah penyelesaian masalah. Oleh karena itu, diagram pareto merupakan

langkah pertama untuk pelaksanaan perbaikan/penyelesaian masalah.

Aturan pareto digunakan untuk menentukan prioritas bagi pemecahan

suatu masalah. Aturan pareto berbunyi “Delapan puluh persen dari kesulitan

yang dialami disebabkan oleh dua puluh persen masalah” atau “Barang yang

memiliki nilai 80% dari nilai keseluruhan, hanya berjumlah 20% dari

jumlah keseluruhan”. Dengan kata lain, aturan tersebut menyatakan bahwa

tidak semua penyebab dari suatu fenomena tertentu terjadi dengan frekuensi

Fault Tree Analysis Failure Mode & Effect

Analysis

Page 32: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

32

yang sama atau dengan dampak yang sama. Aturan Pareto juga sering

disebut sebagai aturan 80/20 [17].

Diagram Pareto merupakan suatu gambar yang mengurutkan klasifikasi

data dari kiri ke kanan menurut urutan peringkat tertinggi hingga terendah.

Hal ini dapat membantu menemukan permasalahan yang terpenting untuk

segera diselesaikan (peringkat tertinggi) sampai dengan yang tidak harus

segera diselesaikan (peringkat terendah).

Langah-langkah pembuatan diagram pareto :

Mengumpulkan data yang akan dianalisis, misalnya dengan

menggunakan check sheet.

Memasukkan total untuk masing –masing item yang dianalisis.

Mengurutkan item mulai dari yang terbesar hingga terkecil.

Menghitung total untuk seluruh item, dan membuat kumulatif total dan

persentase kumulatifnya.

Menggambar diagram batang dengan sumbu x menunjukkan item yang

diamati dan sumbu y di sebelah kiri menunjukkan data apa yang

dibandingkan (frekuensi, biaya dan lain sebagainya), serta sumbu y di

sebelah kanan menunjukkan persentase (skala 0-100%). Penyusunan

diagram batang diurutkan menurut data terbesar hingga terkecil.

Membuat kurva persentase kumulatif .

Membuat penggolongan dengan pedoman awal - golongan A : 10 - 55%

- golongan B : 56 - 90% - golongan C : 91 – 100%.

Page 33: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

33

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah mesin High Frequency Welding pada

produksi pembuatan pipa di salah satu plant milik PT Bakrie Pipe

Industries. Plant tersebut dapat memproduksi pipa dengan ukuran diameter

8 5/8 inci – 24 inci dengan ketebalan 4.8 mm – 15.9 mm untuk semua

spesifikasi pipa. Produk unggulan yang sering diproduksi di plant ini adalah

pipa dengan spesifikasi API (pipa untuk keperluan minyak dan gas) yang

berdiameter 16 – 24 inci.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan pola kualitatif dan kuantitatif. Pola

kuantitatif dilakukan dengan mengolah data-data yang ada melalui uji

distribusi, perhitungan parameter keandalan dan perhitungan nilai

keandalan. Sedangkan pola kualitatif dilakukan berdasarkan penelitian

lapangan, studi literatur dan wawancara. Pola kualitatif ini menggunakan

metode FMEA dan FTA. Kedua pola tersebut akan memberikan nilai

keandalan sesuai dengan fungsi mesin High Frequency welding.

Pengumpulan data dilakukan melalui studi lapangan dan wawancara seperti

yang tertuang pada diagram alir berikut.

3.3 Diagram Alir

Proses penelitian dilakukan secara terstruktur seperti yang ditunjukkan pada

diagram alir dalam Gambar 3.1 dengan uraian sebagai berikut:

Page 34: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

34

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

1. Distribusi Weibull

2. Distribusi Eksponential 3. Distribusi Normal

4. Distribusi Lognormal

Page 35: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

35

Studi Pendahuluan

Penelitian diawali dengan melakukan studi pendahuluan. Studi ini

dilakukan untuk mengetahui masalah apa yang akan dibahas serta

perbaikan apa yang harus diberikan setelah melihat proses produksi

pipa. Setelah menemui masalah, tujuan penelitian ditentukan untuk

mengetahui arah penelitian serta mendapatkan solusi yang tepat. Studi

pendahuluan terdiri dari studi literatur, studi lapangan, dan wawancara.

a. Studi Literatur

Suatu penelitian harus didasari dengan landasan teori yang kuat

terkait masalah yang diteliti, sehingga apa yang dilakukan dapat

dipertanggungjawabkan. Studi literatur digunakan sebagai landasan

teori penelitian yang diperoleh dari buku referensi, jurnal, website,

penelitian terdahulu, dan lain-lain.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakuan untuk mengetahui keadaan yang

sebenarnya terjadi di lapangan. Studi ini dilakukan dengan cara

mengamati kegiatan di lapangan khususnya kegiatan produksi. Dari

studi lapangan yang dilakukan dapat diketahui permasalahan apa

yang terjadi di lapangan.

c. Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap karyawan PT Bakrie Pipe

industries yang terkait dengan pokok permasalahan yang

ditemukan pada mesin HFW plant KT 24. Wawancara ini

dilakukan untuk menggali informasi mengenai keandalan yang

ditemukan di lapangan melalui supervisor, manajer, dan operator.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan ketika melakukan studi lapangan.

Jenis data yang dikumpulkan, yaitu data primer dan data sekunder.

a. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara mengamati

langsung ke plant produksi dan melakukan wawancara terhadap

karyawan yang terlibat langsung secara operasional. Data yang

Page 36: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

36

diperoleh antara lain: data alur proses produksi, cara kerja mesin,

dan sebagainya.

b. Data sekunder yang didapatkan adalah data arsip perusahaan

seperti data dokumentasi dari perusahaan dan data dari hasil

penelitian sebelumnya yang dilakukan di perusahaan tersebut. Data

yang dibutuhkan untuk penelitian ini, yaitu data mengenai lamanya

mesin beroperasi, data mengenai waktu downtime produksi, data

mengenai frekuensi breakdown yang terjadi pada mesin, data

mengenai kegiatan pemeliharaan yang telah dilakukan perusahaan,

data waktu untuk perbaikan yang dilakukan, data ideal cycle time

dan actual cycle time, dan data mengenai jumlah produksi.

Uji Distribusi

Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, uji distribusi dilakukan

terhadap waktu perbaikan, waktu antar perbaikan, dan frekuensi

kerusakan mesin dengan menggunakan piranti lunak Minitab. Hasil dari

uji distribusi tersebut berupa grafik yang menggambarkan keterkaitan

sampel dengan populasi data. Jika data untuk uji distribusi sudah layak,

maka pengolahan data dilakukan ke tahap berikutnya.

Perhitungan Parameter MTTR dan MTBF

Perhitungan parameter MTTR dan MTBF dilakukan menggunakan

piranti lunak Minitab. Untuk parameter MTBF menggunakan input

waktu mesin HFW berfungsi tanpa adanya breakdown. Sedangkan

untuk parameter MTTR menggunakan input waktu breakdown mesin

HFW. Grafik hasil uji distribusi akan menghasilkan nilai Anderson

Darling (menyatakan apakah uji statistik data sampel yang diberikan

diambil dari distribusi probabilitas tertentu) untuk setiap distribusi

(Weibull, Lognormal, Exponential, dan Normal). Distribusi dengan nilai

Anderson Darling terkecil menjadi acuan untuk nilai MTTR dan

MTBF.

Page 37: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

37

Perhitungan Nilai Keandalan

Nilai keandalan dihitung berdasarkan rumus pada distribusi yang

sesuai. Penentuan distribusi mana yang dilakukan dengan melihat nilai

Anderson Darling yang paling kecil pada setiap distribusi data waktu

operasi berdasarkan parameter MTTR dan MTBF.

Analisis FTA dan FMEA

Analisis FTA dilakukan berdasarkan pengolahan data secara

kualitatif. Data yang digunakan untuk membuat pohon kegagalan

diperoleh berdasarkan studi pendahuluan, terutama wawancara para ahli

di lapangan.

Analisis FTA bertujuan untuk mendapatkan peristiwa dasar yang

menjadi akar dari masalah utama. Berdasarkan alur hubungan FTA dan

FMEA seperti yang terlihat pada Gambar 3.2, hasil akhir yang didapat

dari FTA akan menjadi informasi dalam tahapan FMEA pada kolom

penyebab kegagalan mesin HFW. Selanjutnya dari informasi yang

didapat dari FTA akan dicari nilai severity (keparahan), occurrence

(kejadian), dan detection (deteksi) untuk menghitung RPN (Risk

Priority Number). Dari nilai RPN tersebut akan diperoleh komponen

dengan modus kegagalan kritis yang akan menjadi prioritas masalah

pada mesin High Frequency Welding. Setelah itu, solusi kegiatan

diusulkan terhadap modus kegagalan utama sebagai prioritas masalah.

Kesimpulan dan Saran

Setelah melakukan analisis pemecahan masalah, tahap akhir yang

perlu dilakukan adalah menyimpulkan secara garis besar hasil dari

penelitian yang tentunya menjawab tujuan dari penelitian itu sendiri.

Dari kesimpulan tersebut, beberapa saran dan masukan sangat

diperlukan baik untuk perusahaan maupun untuk penelitian selanjutnya.

Page 38: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

38

Gambar 3. 2 Diagram Alir Hubungan FTA dan FMEA

Mesin High Frequency Welding

Page 39: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

39

BAB 4

PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

4.1 Proses Produksi Plant KT 24

Proses produksi pipa di plant KT 24 PT Bakrie Pipe Industries

menggunakan proses produksi continuous dimana jika salah satu mesin

berhenti beroperasi, mesin lain juga berhenti dan proses produksi tidak

dapat berjalan. Proses produksi seperti ini disebut sebagai sistem seri.

Proses produksi pada plant KT 24 dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4. 1 Proses Produksi Plant KT 24

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, proses pengelasan (welding)

sering mengalami permasalahan. Hal ini merupakan hambatan (constraint)

bagi pelaksanaan produksi secara keseluruhan. Dibandingkan dengan proses

lainnya ditinjau berdasarkan waktu breakdown, proses pengelasan

merupakan proses yang paling lama mengalami breakdown. Analisis lebih

lanjut mengenai breakdown pada mesin HFW akan dibahas pada bagian

Fault Tree Analysis (FTA).

4.1.1 Proses Welding (Pengelasan)

Pengelasan merupakan salah satu proses yang penting dalam

manufaktur pipa. Proses pengelasan yang menggunakan Electrical

Resistance Welding (ERW) berfungsi untuk menyatukan kedua “ujung”

Page 40: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

40

pipa yang telah melalui proses pembentukan untuk menempelkan sisi yang

satu dengan yang lainnya, sehingga membentuk inner bead dan outer bead.

Mesin las ini bekerja pada pipa yang bergerak dengan kecepatan konstan.

Proses High Frequency Welding (HFW) bertujuan untuk membuat pipa dari

gulungan coil baja tanpa pembakaran metal pengisi serta berbagai

masalah/cacat yang yang terjadi pada proses ini.

Cara kerja mesin HFW dimulai dengan power supply pada mesin

tersebut difungsikan ke rectifier untuk mengubah arus AC menjadi DC.

Kemudian inverter juga difungsikan untuk mengubah arus DC menjadi AC

yang lebih besar. Kemudian ke tahap loading coil untuk proses pengeluaran

frekuensi yang lebih tinggi. Proses pengelasan pipa di plant KT 24 dimulai

setelah proses pembentukan pipa. Pipa yang sudah mulai terbentuk,

kemudian mulai masuk ketahap pengelasan dua bibir pipa agar coil yang

sudah mulai berbentuk pipa dapat membentuk pipa dengan sempurna. Dua

bibir pipa tersebut dilas menggunakan panas yang dihantarkan melalu unit

head welding menggunakan contact shoe ke contact tip. Panas yang

dihantarkan tersebut difokuskan ke arah dua bibir pipa dimulai dari jarak

apec dengan bantuan carbon ferrite yang terdapat di dalam pipa tersebut.

Kemudian bibir pipa tersebut ditekan menggunakan squeeze agar kedua

bibir pipa menyatu dan terbentuklah pipa. Gambaran bentuk mesin dapat

dilihat pada Gambar 4.2.

Pada proses pengelasan ini, bentuk pipa masih belum bulat sempurna

dan bahan setelah pengelasan (inner bead dan outer bead) masih nampak.

Hasil pengelasan pun belum mulus, dan pipa masih harus diproses ke tahap

berikutnya untuk mendapatkan hasil pipa yang sempurna. Kemudian,

analisis lebih lanjut mengenai komponen mesin las yang menjadi masalah

pada mesin ini akan dibahas pada bagian Failure Mode and Effect Analysis

(FMEA).

Page 41: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

41

Gambar 4. 2 Mesin High Frequency Welding

4.2 Data Operasi Mesin High Frequency Welding

Data operasi pada mesin High Frequency Welding yang digunakan

adalah periode waktu Januari 2014 sampai dengan Desember 2014. Data

operasi yang digunakan adalah data waktu operasi, waktu perbaikan, dan

jumlah atau frekuensi kerusakan. Data-data tersebut dapat dilihat pada Tabel

4.1. Data operasi yang disajikan merupakan data yang diolah berdasarkan

data mentah yang diperoleh dari perusahaan. Data-data tersebut akan

digunakan sebagai input untuk menghitung parameter MTTR dan MTBF

menggunakan piranti lunak Minitab.

Jarak

apec Unit

welding

head

Pipa

setelah

dilas

Pipa

sebelum

dilas

Page 42: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

42

Tabel 4. 1 Data Waktu perbaikan Mesin HFW Tahun 2014

Bulan

Waktu

Operasi

(Jam)

Waktu

Perbaikan(Jam) Frekuensi

Januari 141.83 2.50 8

Februari 58.33 0.50 2

Maret 86.17 24.33 16

April 99.33 5.33 8

Mei 116.67 1.83 4

Juni 69.50 2.33 6

Juli 60.50 3.83 4

Agustus 86.67 1.00 2

September 58.83 2.00 5

Oktober 166.83 24.33 32

November 78.83 1.83 6

Desember 164.33 10.83 19

Total 1193.98 80.67 112

4.3 Pengolahan Data

4.3.1 Uji Distribusi

Uji distribusi dalam pengolahan data ini dilakukan untuk parameter

reliabilitas, yaitu MTBF dan MTTR.

A. Mean Time Between Failure (MTBF)

Berdasarkan perhitungan Mean Time Between Failure (MTBF)

diperoleh kesesuaian ketepatan data (Goodness of Fit Test Data) seperti

yang tercantum pada Tabel 4.2, yaitu distribusi weibull dengan nilai

Anderson Darling 6.59, distribusi lognormal dengan nilai Anderson

Darling 5.86, distribusi exponential dengan nilai Anderson Darling

12.96, dan distribusi normal dengan nilai Anderson Darling 9.4.

Berdasarkan nilai tersebut, dapat ditentukan bahwa distribusi yang

paling cocok untuk nilai MTBF adalah distribusi lognormal dengan

nilai Anderson Darling 5.86 dimana nilai tersebut merupakan nilai

Anderson Darling terkecil diatara nilai pada distribusi yang lain.

Page 43: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

43

Tabel 4. 2 Kesesuaian Ketepatan Data MTBF Mesin HFW

Distribution Anderson-Darling

Weibull 6.59

Lognormal 5.86

Exponential 12.96

Normal 9.4

Setelah melakukan distribution ID plot, nilai MTBF keluar secara

otomatis pada piranti lunak Minitab. Nilai MTBF yang diperoleh untuk

mesin High Frequency Welding adalah 10.39 jam untuk distribusi

lognormal seperti pada Tabel 4.3.

Tabel 4. 3 Nilai MTBF untuk Setiap Jenis Distribusi

Distribution Mean

Weibull 10.73

Lognormal 10.39

Exponential 10.61

Normal 10.61

Sedangkan untuk hasil grafik atau plot data yang dilakukan untuk

nilai MTBF terlihat pada Gambar 4.3. Hasil grafik atau plot data

tersebut menggambarkan variasi data masing-masing distribusi (Weibul,

Lognormal, Exponential, dan Normal). Terlihat pada grafik tersebut

bahwa variasi data sampel adalah linier. Semakin variasi data sampel

mendekati linier, maka variasi data tersebut semakin kecil, sehingga

diartikan bahwa sampel dan populasi hampir sama. Semakin plot pada

gambar mendekati linier, maka nilai Anderson Darling akan semakin

kecil. Grafik tersebut membuktikan nilai Aderson Darling pada

distribusi lognormal memiliki nilai paling kecil dikarenakan pada grafik

tersebut distribusi lognormal miliki variasi data sampel yang paling

mendekati linier.

Page 44: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

44

Gambar 4. 3 Hasil Distribution ID Plot MTBF

Page 45: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

45

B. Mean Time to Repair (MTTR)

Berdasarkan perhitungan Mean Time to Repair (MTTR) diperoleh

kesesuaian ketepatan data (Goodness of Fit Test Data) seperti yang

tercantum pada Tabel 4.4, yaitu distribusi weibull dengan nilai

Anderson Darling 5.15, distribusi lognormal dengan nilai Anderson

Darling 3.28, distribusi exponential dengan nilai Anderson Darling 5.4,

dan distribusi normal dengan nilai Anderson Darling 13.48.

Berdasarkan nilai tersebut, dapat ditentukan bahwa distribusi yang

paling cocok untuk nilai MTTR adalah distribusi lognormal dengan

nilai Anderson Darling 3.28 dimana nilai tersebut merupakan nilai

Anderson Darling terkecil diatara nilai pada distribusi yang lain.

Tabel 4. 4 Kesesuaian Ketepatan Data MTTR Mesin HFW

Distribution Anderson-Darling

Weibull 5.15

Lognormal 3.28

Exponential 5.4

Normal 13.48

Setelah melakukan Distribution ID Plot, nilai MTTR keluar secara

otomatis pada piranti lunak Minitab. Nilai MTTR yang diperoleh untuk

mesin High Frequency Welding adalah 1.01 jam untuk distribusi

lognormal seperti pada Tabel 4.5.

Tabel 4. 5 Nilai MTTR untuk Setiap Jenis Distribusi

Distribution Mean

Weibull 1.07

Lognormal 1.01

Exponential 1.07

Normal 1.07

Sedangkan untuk hasil grafik atau plot data yang diperoleh untuk

nilai MTTR dapat dilihat pada Gambar 4.4. Sama seperti yang telah

Page 46: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

46

Gambar 4. 4 Hasil Distribution ID Plot MTTR

Page 47: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

47

dijelaskan untuk hasil distribution ID plot MTBF, hasil grafik atau plot data

MTTR menggambarkan variasi data masing-masing distribusi (Weibul,

Lognormal, Exponential, dan Normal). Semakin plot data mendekati linier,

maka variasi data tersebut semakin kecil, sehingga diartikan bahwa sampel

dan populasi hampir sama. Semakin plot pada gambar mendekati linier,

maka nilai Anderson Darling akan semakin kecil. Grafik tersebut

membuktikan nilai Anderson Darling pada distribusi lognormal memiliki

nilai paling kecil dikarenakan pada grafik tersebut distribusi lognormal

miliki variasi data sampel yang paling mendekati linier.

4.3.2 Perhitungan Nilai Keandalan High Frequency Welding

Dari uji distribusi di atas, diketahui bahwa distribusi dari MTBF dan

MTTR High Frequency Welding adalah lognormal distribution, sehingga

nilai keandalan dihitung mengikuti persamaan lognormal dengan parameter

µ (mean) dan σ (standard deviation). Perhitungan nilai keandalan

menggunakan persamaan 2.21. Perhitungan tersebut dimulai dengan

mencari nilai µ dan σ.

Tabel 4. 6 Data Perhitungan TTF untuk σ

Bulan TTF TTF^2 TTF^2*F

Januari 17.729 314.309 2514.469

Februari 29.165 850.597 1701.194

Maret 5.386 29.005 464.079

April 12.416 154.163 1233.306

Mei 29.168 850.743 3402.972

Juni 11.583 134.174 805.042

Juli 15.125 228.766 915.063

Agustus 43.335 1877.922 3755.844

September 11.766 138.439 692.194

Oktober 5.213 27.180 869.758

November 13.138 172.616 1035.695

Desember 8.649 74.804 1421.282

Total 202.673 4852.717 18810.897

Page 48: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

48

Nilai µ merupakan nilai MTBF yang didapat dari Tabel 4.3, sehingga

nilai µ sebesar 10.39 jam. Sedangkan nilai σ dapat dihitung menggunakan

persamaan 2.23 dengan menggunakan data Time to Failure (TTF) yang

tertera pada Tabel 4.6. Kolom TTF merupakan nilai TTF untuk periode

setiap bulan, kolom TTF^2 merupakan hasil kuadrat nilai TTF setiap bulan,

kemudian untuk kolom TTF^2*F merupakan hasil perkalian dari kuadrat

TTF dengan frekuensi. Pada perhitungan nilai σ, n merupakan frekuensi

mesin HFW dalam periode waktu satu tahun seperti yang tertera pada Tabel

4.1.

√ ∑ (∑

)

( ) ( )

√ ( ) ( )

( )

Sehingga dari nilai dapat dihitung nilai Z yang akan digunakan dalam

perhitungan reliabilitas, yaitu :

( ) ( ( )

), ( )

( ( )

) ( )

Z = ( ( )

)

Dengan demikian nilai reliabilitas mesin HFW untuk t dalam kurun waktu

satu tahun adalah:

( ) ( )

Page 49: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

49

Berdasarkan perhitungan di atas, maka nilai reliabilitas untuk kurun waktu

satu tahun adalah 0.54 dengan rentan probabilitas adalah 0 – 1.

Tabel 4. 7 Keandalan Mesin HFW

t (bulan) t (jam) Z R(t)

1/31 24 -0.55924 0.71200

1 744 -0.29284 0.61518

2 1416 -0.24292 0.59597

3 2160 -0.21016 0.58323

4 2880 -0.18784 0.57450

5 3624 -0.17001 0.56750

6 4344 -0.15596 0.56197

7 5088 -0.14369 0.55713

8 5832 -0.13311 0.55294

9 6552 -0.12407 0.54937

10 7296 -0.11573 0.54607

11 8016 -0.10843 0.54317

12 8760 -0.10154 0.54044

Mengacu pada Tabel 4.7, perhitungan nilai keandalan pada penelitian

ini dihitung dengan kelipatan bulan dalam waktu satu tahun. Untuk

menghitung nilai reliabilitas tersebut dibutuhkan nilai Z untuk setiap

reliabilitas dalam periode (t) yang akan dihitung karena nilai Z bergantung

pada t (periode waktu) reliabilitas yang akan dihitung.

4.3.3 Fault Tree Analysis (FTA) High Frequency Welding

Berdasarkan nilai keandalan mesin HFW yang telah diperoleh dari hasil

pengolahan data, menunjukkan bahwa tingkat keandalan dari mesin masih

sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh besarnya waktu breakdown yang

terjadi pada mesin HFW seperti yang terlihat pada Gambar 4.5 yang

menunjukkan bahwa mesin HFW memiliki waktu breakdown paling lama,

yaitu 80.67 jam pada tahun 2014. Sedangkan mesin Finishing memiliki

waktu breakdown 52.5 jam, mesin Electrical Cut-Off memiliki waktu

Page 50: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

50

breakdown 50.3 jam, mesin Mechanical Cut-Off memiliki waktu breakdown

47.3 jam, Annealing memiliki waktu breakdown 39.5 jam, dan Jointing

memiliki waktu breakdown 38.83 jam. Sehingga berdasarkan data waktu

breakdown pada Gambar 4.5, masalah pada mesin HFW merupakan top

level event (potensi kejadian utama) pada FTA.

Gambar 4. 5 Diagram Pareto Waktu Breakdown KT-24

Setelah menemukan potensi kejadian utama, maka langkah selanjutnya

adalah pembuatan pohon kesalahan untuk masalah pada mesin HFW. Pohon

kelasahan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 4.6. Berdasarkan

pohon kesalahan tersebut, dapat diketahui bahwa penyebab terjadinya

breakdown pada mesin HFW yang terbagi ke dalam dua bentuk yaitu

mekanis/mesin dan elektrik, yaitu:

Heat exchanger kotor (mekanis)

Silinder contact press bocor (mekanis)

Sistem pendingin tidak optimal (mekanis)

Selang stasiun pemanas terlepas (mekanis)

Material coil tidak rata (mekanis)

Daya pada unit head welding terlalu tinggi (elektrik)

Life time pada recorder (elektrik)

80.667

52.500 50.333 47.333

39.500 38.833

0.000

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

90.000

HF Problem FinishingEquipment

problem

ElectricalCutt offProblem

MechanicalCutt OffProblem

Annealerproblem

JointingProblem

Page 51: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

51

Gambar 4. 6 Fault Tree Analysis Mesin High Frequency Welding

Page 52: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

52

4.3.4 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Dengan menggunakan metode fault tree analysis (FTA), maka FMEA

merupakan metode yang digunakan untuk melihat masalah mana yang

paling dominan dan harus menjadi fokus dalam perbaikan dan

pemeliharaan. Berdasarkan pohon kegagalan, didapat informasi yang akan

digunakan dalam pembuatan tabel FMEA.

Sebelum melakukan penilaian severity (keparahan), occurrence

(kejadian), dan detection (deteksi) untuk mengetahui nilai RPN setiap

masalah, terlebih dahulu dilakukan identifikasi untuk potensi modus

kegagalan mesin High Frequency Welding. Melalui identifikasi yang

dilakukan, didapatkan potensi modus kegagalan seperti pada Tabel 4.8

yaitu:

Tabel 4. 8 Tabel Potensi Modus Kegagalan

No. Potensi Modus Kegagalan

1 HFW alarm

2 Alarm PMGI mesin

3 Alarm fuse inverter

4 HF trip

5 HFW alarm PMGI modul

6 Recorder problem

HFW alarm merupakan masalah yang ditandai oleh alarm, dimana

alarm tersebut akan memberikan indikator berupa lampu LED ketika

tekanan air pada system thermist block panel tidak ada.

Alarm PMGI mesin adalah pada saat pengujian operasi mesin, alarm

tersebut tidak memberikan indikator apapun yang menandakan mesin

tersebut bermasalah. Namun, masalah terjadi pada saat operasi aktual

berlangsung.

Alarm fuse inverter merupakan masalah yang terjadi pada fuse inverter

(pemutus sekering), sehingga alarm memberikan indikator.

HFW trip disini memiliki arti bahwa mesin HFW berhenti beroperasi

akibat terjadinya sentuhan antara contact tip dengan pipa.

Page 53: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

53

High Frequency Welding alarm PMGI modul merupakan masalah

pada card HMGD.

Recorder Problem merupakan masalah yang terjadi pada recorder

pembuat grafik hasil pengelasan

Informasi yang digunakan untuk mengidentifikasi modus kegagalan

adalah dengan menggunakan data detail activity breakdown selama satu

tahun dan juga berdasarkan informasi dari FTA. Selain itu, penulis juga

melakukan penelitian empiris serta wawancara terhadap ahli divisi

pemeliharaan dan produksi untuk mengetahui detail kejadian tersebut.

a. Severity (keparahan)

Setelah mengetahui modus kegagalan pada mesin High Frequency

Welding, langkah berikutnya adalah mengidentifikasi potensi efek

kegagalan. Berdasarkan potensi efek kegagalan ini, kemudian akan

dilakuakan penilaian keparahan untuk masing-masing potensi efek

kegagalan berdasarkan perkiraan dampak negatif yang dihasilkan dari

modus kegagalan dan diukur berdasarkan data waktu kerusakan yang

dialami oleh setiap potensi efek kegagalan. Penilaian keparahan untuk

potensi efek kegagalan dapat dilihat pada Tabel 4.9 di bawah ini.

Tabel 4. 9 Nilai Severity Potensi Efek Kegagalan

No Potensi Efek Kegagalan Waktu

kegagalan (jam) Severity

1 Tekanan air pada system thermist block

panel tidak ada 14 10

2 Cylinder contact press sudah kurang

fleksibel 11.33 8

3 Penggantian kapasitor dan resistor untuk

kontaktor 4K2 & 4K3 6.83 5

4 Tip pada contact shoe lepas 7.67 5

5 Pipa high low 0.17 1

6 Card HMGD rusak 10.83 8

7 Recorder mati total 3.83 3

Page 54: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

54

Skala yang digunakan dalam penilaian keparahan adalah skala 1-

10, skala 1 merupakan nilai keparahan paling kecil, sedangkan skala 10

merupakan skala keparahan paling besar. Berdasarkan Tabel 4.9, dapat

diketahui bahwa potensi efek kegagalan tekanan air pada system

thermist block panel tidak ada memiliki nilai keparahan paling tinggi

yaitu 10 dengan waktu kegagalan 14 jam. Potensi efek kegagalan

cylinder contact press sudah kurang fleksibel memiliki nilai keparahan

8 dengan waktu kegagalan 11.3 jam. Potensi efek kegagalan

penggantian kapasitor dan resistor untuk kontaktor 4K2 & 4K3

memiliki nilai keparahan 5 dengan waktu kegagalan 6.83 jam. Potensi

efek kegagalan tip pada contact shoe lepas memiliki nilai keparahan 5

dengan waktu kegagalan 7.67 jam. Potensi efek kegagalan pipa high

low memiliki nilai keparahan 1 dengan waktu kegagalan 0.167 jam.

Potensi efek kegagalan card HMGD rusak memiliki nilai keparahan 8

dengan waktu kegagalan 10.83 jam. Potensi efek kegagalan Recorder

mati total memiliki nilai keparahan 3 dengan waktu kegagalan 3.83 jam.

b. Occurrence (kejadian)

Penilaian kejadian dilihat melalui seberapa sering atau berapa kali

(frekuensi) penyebab kegagalan tersebut muncul. Penilaian kejadian

untuk penyebab kegagalan dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4. 10 Nilai Occurrence Penyebab Kegagalan

No. Penyebab Kegagalan Frekuensi Occurrence

1 Heat exchanger kotor 2 2

2 Cylinder contact press bocor 3 3

3 Sistem pendingin tidak optimal 2 2

4 Selang heating station terlepas 4 4

5 Material coil / material chamber 4 4

6 Power pada unit welding head

terlalu tinggi 3 3

7 Life time 3 3

Page 55: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

55

Skala yang digunakan dalam penilaian kejadian adalah 1-10. Skala

1 memiliki arti penyebab kegagalan tersebut sangat jarang terjadi,

sedangkan untuk skala 10 memiliki arti penyebab kegagalan tersebut

sangat sering terjadi. Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa

heat exchanger kotor memiliki frekuensi kegagalan 2 dengan nilai

kejadian 2. Cylinder contact press bocor memiliki frekuensi kegagalan

3 dengan nilai kejadian 3. Sistem pendingin tidak optimal memiliki

frekuensi kegagalan 2 dengan nilai kejadian 2. Selang heating station

terlepas memiliki frekuensi kegagalan 4 dengan nilai kejadian 4.

Material coil/material chamber memiliki frekuensi kegagalan 4 dengan

nilai kejadian 4. Power pada unit welding head terlalu tinggi memiliki

frekuensi kegagalan 3 dengan nilai kejadian 3. Life time pada recorder

memiliki frekuensi kegagalan 3 dengan nilai kejadian 3.

c. Detection (deteksi)

Penilaian deteksi dalam FMEA bertujuan untuk mengetahui

kemungkinan kontrol proses yang dilakukan akan mendeteksi modus

kegagalan berikutnya, sehingga penilaian dilakukan pada kemampuan

mengontrol proses untuk mencegah terjadinya mesin berhenti berfungsi

atau mesin breakdown. Dengan kata lain, pendeteksi peringkat

dilakukan berdasarkan pada pencegahan modus kegagalan. Hasil

penilaian deteksi untuk mesin High Frequency Welding terlihat pada

Tabel 4.11.

Skala yang digunakan untuk menilai deteksi adalah skala 2-10,

skala 10 menunjukkan ”sangat tidak efektif”, skala 8 menunjukkan

“tidak efektif”, skala 6 menunjukkan “efektif”, skala 4 menunjukkan

“sangat efektif”, dan skala 2 menunjukkan “sangat efektif sekali”.

Berdasarkan Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa proses kontrol yang

memiliki penilaian sangat tidak efektif hanya terdapat pada potensi

modus kegagalan recorder problem. Proses kontrol yang memiliki

penilaian efektif adalah potensi modus kegagalan HFW trip dan HFW

Page 56: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

56

alarm PMGI modul. Untuk proses kontrol yang memiliki penilaian

sangat efektif adalah potensi modus kegagalan HFW alarm, alarm

PMGI mesin, dan alarm fuse inverter. Sedangkan untuk proses kontrol

yang memiliki penilaian sangat efektif sekali tidak ada.

Tabel 4. 11 Nilai Detection Proses Kontrol

No.

Potensi

Modus

Kegagalan

Proses Kontrol Saat Ini Tingkat

Keefektifan

Detecti

on

1 HFW alarm

Mengontrol pressure gauge

(standar tekanan)untuk

menentukan standar tekanan

air

Sangat efektif 4

2 Alarm PMGI

mesin

Mengontrol pressure gauge

pada saat mesin berjalan Sangat efektif 4

3 Alarm fuse

inverter

Mengontrol pressure gauge

pada saat mesin berjalan Sangat efektif 4

4 HFW trip Pengecekan penjepit selang

setiap proses jointing Efektif 6

5 HFW alarm

PMGI modul

Mengukur nilai IGBT

inverter HFW (untuk

mengetahui card rusak atau

tidak)

Efektif 6

6 Recorder

problem Tidak ada kontrol/pendeteksi

Sangat tidak

efektif 10

d. Risk Priority Number (RPN)

Seteleh nilai severity (keparahan), occurrence (kejadian), dan

detection (deteksi) diketahui untuk masing-masing potensi modus

kegagalan, RPN dari setiap modus kegagalan dapat dihitung dengan

persamaan 2.25 :

Berdasarkan nilai minimal dan maksimal keparahan, kejadian, dan

deteksi, diketahui bahwa nilai minimum RPN adalah 1 dan nilai

maksimal RPN adalah 1000. Nilai tersebut menjadi batas nilai RPN pada

Page 57: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

57

penelitian ini. Dengan demikian nilai RPN dari setiap modus kegagalan

adalah:

1. HFW alarm: memiliki nilai keparahan 10, nilai kejadian 2, dan nilai

deteksi 4. Sehingga nilai RPN HFW alarm adalah 80.

2. Alarm PMGI mesin: memiliki nilai keparahan 8, nilai kejadian 3, dan

nilai deteksi 4. Sehingga nilai RPN alarm PMGI mesin adalah 96.

3. Alarm fuse inverter: memiliki nilai keparahan 5, nilai kejadian 2, dan

nilai deteksi 4. Sehingga nilai RPN alarm fuse inverter adalah 40.

4. HFW trip: memiliki nilai keparahan 5, nilai kejadian 4, dan nilai

deteksi 6 untuk potensi efek kegagalan tip pada contact shoe lepas.

Sehingga nilai RPN HFW trip untuk potensi efek kegagalan tip pada

contact shoe lepas adalah 120. Sedangkan untuk potensi efek

kegagalan pipa high low memiliki nilai keparahan 1, nilai kejadian 4,

dan nilai deteksi 6. Sehingga nilai RPN alarm RPN HFW trip untuk

potensi efek kegagalan pipa high low adalah 24. Nilai total RPN HFW

trip adalah 120 + 24 = 144.

5. HFW alarm PMGI modul: memiliki nilai keparahan 8, nilai kejadian

3, dan nilai deteksi 6. Sehingga nilai RPN HFW alarm PMGI adalah

144.

6. Recorder problem: memiliki nilai keparahan 3, nilai kejadian 3, dan

nilai deteksi 10. Sehingga nilai RPN recorder problem adalah 90.

Setelah menghitung nilai RPN tersebut, maka nilai FMEA secara

utuh selesai dibuat. Hasil akhir FMEA untuk faktor mekanis dirangkum

pada Tabel 4.12, sedangkan untuk faktor elektrik dirangkun pada Tabel

4.13.

Page 58: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

58

Tabel 4. 12 FMEA Mesin High Frequency Welding (Mekanis)

Deskripsi

Proses No.

Potensi

Modus

Kegagalan

Potensi Efek

Kegagalan

Penyebab

Kegagalan

Proses Kontrol

Pedeteksi

Kesalahan

S O D RPN

High

Frequency

Welding

1

Mekanis/

Mesin

HFW alarm

Tekanan air pada

system thermist block

panel tidak ada

Heat exchanger

kotor

Mengontrol

pressure gauge

(standar

tekanan)untuk

menentukan

standar tekanan air

10 2 4 80

2 Alarm PMGI

mesin

Cylinder contact

press sudah kurang

fleksibel

Cylinder contact

press bocor

Mengontrol

pressure gauge

pada saat mesin

berjalan

8 3 4 96

3 Alarm fuse

inverter

Penggantian

kapasitor dan resistor

untuk kontaktor 4K2

& 4K3

Sistem pendingin

tidak optimal

Mengontrol

pressure gauge

pada saat mesin

berjalan

5 2 4 40

4 HFW trip

Tip pada contact

shoe lepas

Selang heating

station terlepas Pengecekan

penjepit selang

setiap proses

jointing

5 4 6 120

Pipa high low Material coil /

material chamber 1 4 6 24

Total RPN HFW trip 144

Page 59: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

59

Tabel 4. 13 FMEA Mesin High Frequency Welding (Elektrik)

Deskripsi

Proses No.

Potensi Modus

Kegagalan

Potensi Efek

Kegagalan

Penyebab

Kegagalan

Proses Kontrol

Pedeteksi

Kesalahan

S O D RPN

High

Frequency

Welding

5

Elektrik

HFW alarm

PMGI modul

Card HMGD

rusak

Power pada unit

welding head

terlalu tinggi

Mengukur nilai

IGBT inverter

HFW (untuk

mengetahui card

rusak atau tidak)

8 3 6 144

6 Recorder

problem

Recorder mati

total Life time

Tidak ada

kontrol/pendeteksi 3 3 10 90

Page 60: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

60

4.4 Analisis Masalah

4.4.1 Analisis Nilai Keandalan dan Ketersediaan

1. Nilai Keandalan

Nilai Keandalan suatu mesin ditentukan oleh parameter MTBF dan

MTTR. Nilai parameter keandalan untuk mesin HFW didapat melalui

uji distribusi data yang telah diolah, sehingga didapat nilai MTBF

sebesar 10.39 jam dengan hasil distribusi menggunakan distribusi

lognormal. Sedangkan nilai untuk parameter MTTR adalah 1.01 jam

dengan hasil distribusi lognormal seperti pada Tabel 4.14. Berdasarkan

uji distribusi tersebut, dapat diketahui bahwa perhitungan nilai

keandalan menggunakan persamaan keandalan pada distribusi

lognormal dengan batas nilai 0 - 1. Setelah mengetahui persamaan

mana yang digunakan, nilai keandalan mesin HFW dapat dihitung

dengan nilai keandalan untuk satu tahun adalah 0.54.

Tabel 4. 14 Kesesuaian Distribusi Data Terbaik Mesin HFW

Mesin

TBF TTR

Best Fit

Distribution

MTBF

(Jam)

Best Fit

Distribution

MTTR

(Jam)

High

Frequency

Welding

Lognormal 10.39 Lognormal 1.01

Pada Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa kecenderungan nilai

keandalan menurun dari bulan ke bulan dalam kurun waktu satu tahun

yaitu mulai dari 0.615 pada periode satu bulan dan menurun sampai

0.54 pada periode dua belas bulan (satu tahun). Hal tersebut

menandakan terjadinya penurunan fungsi pada mesin HFW yang

disebabkan breakdown pada mesin las. Menurunnya nilai fungsi mesin

HFW dapat berdampak pada proses produksi satu lini produksi karena

jenis produksi yang digunakan adalah continuous production atau

Page 61: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

61

sistem seri. Jika salah satu mesin berhenti, maka mesin lainnya ikut

berhenti dan tidak dapat melaksanakan fungsinya. Berdasarkan dampak

yang ditimbulkan tersebut, maka diperlukan adanya tindakan lebih

lanjut terhadap menurunnya fungsi keandalan mesin tersebut setiap

bulannya. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah pecegahan

sebelum mesin tersebut breakdown, yaitu dengan penjadwalan

pemeliharaan pencegahan minimal satu bulan sekali.

Gambar 4. 7 Grafik Kecenderungan Keandalan Mesin HFW

4.4.2 Fault Tree Analysis (FTA)

Berdasarkan pengolahan data telah diketahui bahwa potensi kejadian

utama yang menjadi pembahasan pada penelitian ini adalah terjadinya

breakdown pada mesin High Frequency Welding. Berdasarkan pohon

kegagalan pada FTA, dapat diketahui faktor-faktor penyebab terjadinya

breakdown pada mesin HFW. Faktor-faktor tersebut dibagi ke dalam dua

jenis, yaitu mekanis/mesin dan elektrik. Berikut uraian untuk faktor-faktor

penyebab terjadinya breakdown pada mesin HFW.

0.50

0.52

0.54

0.56

0.58

0.60

0.62

0.64

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Probabilitas

Reliabilitas

Bulan

R(t)

R(t)

Page 62: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

62

1) HFW Alarm (Mekanis)

HFW alarm merupakan indikator berupa lampu LED yang menjadi

tanda apabila terjadi masalah. Ketika alarm tersebut memberikan

indikator, mesin HFW akan berhenti berfungsi secara otomatis

(breakdown). Mesin breakdown pada faktor ini disebabkan oleh

tekanan air pada system thermist block panel tidak ada. Jika tekanan

tersebut tidak ada, mesin tidak akan berfungsi. Tekanan air tersebut

tidak ada disebabkan oleh heat exchanger yang kotor. Pada heat

exchanger terdapat lubang-lubang kecil tempat tekanan air. Lubang

kecil itu lah yang menyumbat tekanan air karena heat exchanger kotor,

sehingga faktor dasar pada faktor penyebab masalah ini adalah heat

exchanger kotor.

2) Alarm Power Mos Gate Driver Interface (PMGI ) Mesin (Mekanis)

Maksud dari alarm PMGI disini adalah pada saat pengujian operasi

mesin, alarm tersebut tidak memberikan indikator apapun yang

menandakan mesin tersebut bermasalah. Namun, pada saat mesin

dioperasikan, alarm tersebut memberikan indikator bahwa terjadi

masalah atau breakdown pada mesin tersebut. Hal tersebut disebabkan

oleh cylinder contact press sudah kurang fleksibel yang disebabkan

karena cylinder contact press bocor. Bocornya cylinder contact press

tersebut menyebabkan tekanan angin berkurang. Dengan demikian,

faktor dasar penyebab masalah pada faktor ini adalah cylinder contact

press bocor.

3) Alarm Fuse Inverter (Mekanis)

Alarm fuse inverter adalah pembuat pemutus arus jika terjadi panas

berlebih pada proses pengelasan. Penyebab terjadinya breakdown pada

faktor ini adalah adanya penggantian kapasitor dan resistor untuk

kontaktor 4K2 dan 4K3. Hal itu disebabkan sistem pendinginan tidak

optimal karena seharusnya sistem pendinginan yang berfungsi adalah

Page 63: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

63

dua unit, tetapi operator hanya mengaktifkan satu unit sistem

pendinginan. Oleh karena itu, berakibat breakdown pada alarm fuse

inverter.

4) HFW Trip (Mekanis)

HFW trip disini memiliki arti bahwa mesin HFW berhenti beroperasi

akibat terjadinya sentuhan antara contact tip dengan pipa seperti pada

Gambar 4.8. HFW trip disebabkan oleh dua faktor, yaitu tip contact

shoe lepas atau pipa high low. Tip contact shoe merupakan keadaan

dimana unit welding head tidak terpasang sebagaimana seharusnya. Tip

contact shoe lepas diakibatkan oleh selang heating station (selang

pendingin) terlepas. Sedangkan untuk pipa high low merupakan

keadaan dimana hasil las pipa tidak rata, ada yang tinggi dan ada yang

rendah. Keadaan ini dapat menyebabkan HFW trip karena hasil las pipa

yang tidak rata tersebut akan bersentuhan dengan contact tip.

Sedangkan contact tip tersebut tidak boleh bersentuhan dengan pipa

pada saat proses pengelasan berlangsung. Oleh karena itu, faktor dasar

dari masalah ini adalah selang heating station terlepas dan material

chamber.

Gambar 4. 8 Proses Pengelasan

Page 64: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

64

5) High Frequency Welding Alarm PMGI Modul (Elektrik)

High Frequency Welding Alarm PMGI merupakan masalah yang

ditandai oleh alarm PMGI, dimana alarm tersebut akan memberikan

indikator berupa lampu LED. Ketika alarm tersebut memberikan

indikator, mesin HFW akan berhenti berfungsi secara otomatis.

Masalah ini disebabkan oleh card HMGD rusak karena power pada unit

welding head terlalu tinggi. Penyebab dasar faktor ini adalah power

pada unit welding head terlalu tinggi.

6) Recorder Problem (Elektrik)

Recorder Problem merupakan masalah yang terjadi pada recorder

pembuat grafik hasil pengelasan. Jika recorder tersebut bermasalah,

maka grafik hasil pengelasan tidak akan terbuat. Masalah yang terjadi

pada recorder disebabkan recorder mati total karena life time dari

recorder itu sendiri. Oleh karena itu, masalah dasar pada faktor ini

adalah life time.

4.4.3 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan dengan

menggunakan metode FMEA dilakukan penilaian Risk Priority Number

(RPN) dengan batas minimal 1 dan batas maksimal 1000. Modus kegagalan

utama yang didapatkan melalui analisis diagram pareto berdasarkan nilai

RPN pada Gambar 4.9 adalah HFW trip dengan nilai RPN 144, HFW alarm

PMGI dengan nilai RPN 144, alarm PMGI tidak tetap dengan nilai RPN 96,

dan recorder problem dengan nilai RPN 90 seperti pada Tabel 4.15.

Mengacu pada keempat modus kegagalan tersebut, maka diketahui nilai

RPN tertinggi.

Nilai RPN tersebut dipengaruhi berdasarkan seberapa besar pengaruh

breakdown terhadap tingkat keandalan mesin yang dilihat dari waktu

kegagalan mesin (severity). Selain itu, tingkat keseringan mesin mengalami

breakdown yang disebabkan oleh modus kegagalan tertentu juga

Page 65: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

65

mempengaruhi nilai RPN suatu modus kegagalan (occurrence). Terakhir

adalah bagaimana kontrol atau deteksi yang sudah dilakukan oleh

perusahaan terhadap modus kegagalan (detection). Apakah kontrol dan

deteksi yang dilakukan oleh perusahaan terhadap modus kegagalan sudah

efektif.

Tabel 4. 15 Urutan Nilai RPN

No. Potensi Modus

Kegagalan RPN

Cum.

RPN Persentase

Cum.

Persentase

1 HFW trip 144 144 24% 24%

2 HFW alarm PMGI

modul 144 288 24% 48%

3 Alarm PMGI mesin 96 384 16% 65%

4 Recorder problem 90 474 15% 80%

5 HFW alarm 80 554 13% 93%

6 Alarm fuse inverter 40 594 7% 100%

594 100%

Modus kegagalan utama yang didapat melalui nilai RPN kemudian

akan menjadi modus kegagalan yang diprioritaskan. Artinya modus

kegagalan tersebut harus lebih mendapat perhatian untuk pemeliharaan dan

tindakan yang dilakukan jika modus kegagalan utama tersebut terjadi. Hal

tersebut dikarenakan modus kegagalan utama akan mengakibatkan

munculnya waktu tidak beroperasi (non operational time) pada mesin.

Waktu tidak beroperasi tersebut kemudian akan menyebabkan nilai

keandalan mesin menurun.

Berdasarkan Tabel 4.15, dan Gambar 4.9, didapat bahwa potensi modus

kegagalan HFW trip, HFW alarm PMGI modul, alarm PMGI mesin, dan

recorder problem mempunyai RPN paling tinggi. Dampak yang

ditimbulkan dari keempat potensi modus kegagalan ini sangat

Page 66: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

66

mempengaruhi keandalan mesin karena 80% breakdown pada mesin

disebabkan oleh keempat potensi modus kegagalan tersebut. Hal ini

menandakan bahwa perbaikan harus lebih difokuskan pada keempat modus

kegagalan tersebut. Perbaikan akan dilakukan berdasarkan penyebab-

penyebab kegagalan yang telah dianalisis berdasarkan Fault Tree Analysis

(FTA) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), sehingga diketahui

permasalahan yang terjadi untuk dilakukannya perbaikan.

Gambar 4. 9 Diagram Pareto Nilai RPN

4.4.4 Usulan Aktivitas untuk Memperbaiki Nilai Keandalan

Berdasarkan nilai RPN yang didapat melalui metode FMEA, diketahui

modus kegagalan utama. Setelah itu, usulan aktivitas diberikan terhadap

modus kegagalan yang memiliki nilai RPN kritis. Usulan aktivitas ini

diusulkan untuk modus kegagalan HFW trip, HFW alarm PMGI modul,

alarm PMGI mesin, dan recorder problem. Usulan aktivitas diberikan

karena modus kegagalan ini sangat berpengaruh terhadap keandalan mesin

HFW. Usulan aktivitas untuk keempat modus kegagalan tersebut dilakukan

berdasarkan penyebab-penyebab kegagalan yang telah dianalisis melalui

24%

48%

65%

80%

93% 100%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

1

101

201

301

401

501

HFW trip HFW

alarm

PMGI

modul

Alarm

PMGI

mesin

Recorder

problem

HFW

alarm

Alarm fuse

inverter

RPN

Cum.

Persentase

Page 67: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

67

FTA dan FMEA, sehingga diketahui permasalahan yang terjadi untuk

dilakukan perbaikan. Usulan perbaikan untuk mesin HFW berdasarkan

modus kegagalan utama dapat dilihat pada Tabel 4.16.

Berdasarkan usulan aktivitas perbaikan pada Tabel 4.16, dibuat diagram

alir Standard Operating Procedure (SOP) untuk setiap modus kegagalan

dan penyebabnya seperti yang tercantum pada Lampiran 7.

Page 68: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

68

Tabel 4. 16 Usulan Aktivitas Perbaikan Mesin HFW

No. Potensi Modus

Kegagalan

Penyebab

Kegagalan Usulan Aktivitas Perbaikan

1 HFW trip

Selang heating

station terlepas

Melakukan pengecekan clamp selang setiap pipa berada pada proses

jointing. Jika selang heating station terlepas, maka sebisa mungkin

pasang kembali selang heating station dengan cepat sebelum pipa

sampai pada proses pengelasan seperti terlihat pada diagram SOP

Lampiran 7.

Material

coil/material

chamber

Melakukan pegecekan coil sebelum proses shearing sehingga pada

saat proses shearing, coil yang memiliki permukaan tidak rata dapat

dipotong. Setelah itu, pastikan permukaan coil yang tidak rata sudah

terpotong agar tidak menyebabkan HFW trip pada proses pengelasan

seperti terlihat pada diagram SOP Lampiran 7.

2 HFW alarm PMGI

Modul

Power pada unit

welding head terlalu

tinggi

Melakukan pengecekan terhadap power pada unit head welding

sebelum mulai proses pengelasan dan memastikan bahwa power

pada saat proses pengelasaan sudah sesuai dengan prosedur yang

ada. Kemudian melakukan pengecekan terhadap card HMGD. Jika

card HMGD rusak, maka harus diganti dengan yang baru seperti

terlihat pada diagram SOP Lampiran 7.

3 Alarm PMGI Mesin Cylinder contact

press bocor

Melakukan perbaikan atau reparasi untuk cylinder contact press jika

terjadi kebocoran. Namun, jika cylinder contact press sudah tidak

bisa diperbaiki, maka harus diganti dengan yang baru seperti terlihat

pada diagram SOP Lampiran 7.

4 Recorder problem Life time

Jika masalah kerusakan adalah life time, maka recorder harus diganti

dengan yang baru. Untuk memperpanjang masa waktu pakai

recorder, perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan perawatan

komponen seperti terlihat pada diagram SOP Lampiran 7.

Page 69: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

69

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan dapat

ditarik kesimpulan:

Keandalan mesin HFW dianggap sama dengan nilai keandalan untuk

satu lini produksi karena merupakan proses produksi yang continuous.

Mesin tersebut dalam kurun waktu satu tahun memiliki nilai reliabilitas

(keandalan) sebesar 0.54 yang merupakan probabilitas dengan batas

minimal adalah 0 dan batas maksimal adalah 1 dimana semakin

mendekati 1, maka semakin andal. Angka tersebut menunjukkan bahwa

keandalan dari mesin HFW masih rendah dan sering mengalami

kerusakan atau breakdown, sehingga dibutuhkan beberapa tindakan

perbaikan atau pencegahan utnuk meningkatkan keandalan mesin

tersebut.

Faktor-faktor penyebab terjadinya breakdown pada mesin HFW didapat

dengan menggunakan metode FTA. Faktor-faktor tersebut merupakan

peristiwa dasar dari peristiwa utama (mesin HFW breakdown), yaitu

heat exchanger kotor, cylinder contact press bocor, sistem pendingin

tidak optimal, selang heating station terlepas, material coil / material

chamber, power pada unit welding head terlalu tinggi, dan life time.

Mesin HFW memiliki kegagalan utama (kritis) berdasarkan analisis

yang dilakukan dengan metode FMEA yaitu HFW trip yang disebabkan

oleh selang heating station terlepas, HFW trip yang disebabkan oleh

Material coil/material chamber, HFW alarm PMGI modul, alarm

PMGI mesin, dan recorder problem.

Page 70: SKRIPSI INSHAALLAH FIX

Universitas Bakrie

70

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan melalui analisis keandalan

mesin pada plant KT 24 PT Bakrie Pipe Industries, beberapa saran yang

dapat diberikan adalah sebagai berikut:

Pada modus kegagalan utama (kritis) yaitu HFW trip, HFW alarm

PMGI modul, alarm PMGI mesin, dan recorder problem perlu

diberikan perhatian lebih dengan cara melakukan kegiatan perbaikan

dan pemeliharaan pencegahan yang dijadwalkan secara rutin dengan

mengacu pada diagram alir SOP hasil penelitian ini pada Lampiran 7.

Sebelum melakukan kegiatan produksi, sebaiknya semua komponen

mesin HFW dilakukan pengecekan agar setting pada komponen dan

mesin HFW sesuai dengan prosedur yang ada. Selain itu, ketelitian

perlu diperhatikan dalam setting komponen dan mesin agar tidak terjadi

masalah saat mesin berfungsi.