15
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian bagi hasil merupakan perjanjian yang lahir dari kebiasaan masyarakat dalam bekerja sama dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Fenomena perjanjian bagi hasilini berkembang dalam masyarakat sebagai akibat adanya kebiasaan dalam masyarakat melakukan kegiatan bagi hasil. Perjanjian bagi hasil ini timbul dari adanya keinginan dua pihak atau lebih saling bekerja sama untuk suatu kegiatan usaha yang kemudian hasil usahanya dibagi sesuai dengan kesepakatan antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian. Demikian pula dengan keinginan sebagian warga masyarakat Kecamatan Pontianak Kota untuk memiliki bangunan toko juga ditempuh berbagai macam cara. Salah satu cara yang ditempuh dengan mengadakan perjanjian bagi hasil, dimana pihak yang memiliki tanah dengan mengikatkan diri dengan developer membangun perumahan atau pertokoan. Perjanjian antara developer dengan pemilik tanah tersebut dikenal

Skripsi Junaidi Oce

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Skripsi Junaidi Oce

Citation preview

Page 1: Skripsi Junaidi Oce

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perjanjian bagi hasil merupakan perjanjian yang lahir dari kebiasaan

masyarakat dalam bekerja sama dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Fenomena perjanjian bagi hasilini berkembang dalam masyarakat sebagai

akibat adanya kebiasaan dalam masyarakat melakukan kegiatan bagi hasil.

Perjanjian bagi hasil ini timbul dari adanya keinginan dua pihak atau lebih

saling bekerja sama untuk suatu kegiatan usaha yang kemudian hasil usahanya

dibagi sesuai dengan kesepakatan antara para pihak yang terlibat dalam

perjanjian.

Demikian pula dengan keinginan sebagian warga masyarakat

Kecamatan Pontianak Kota untuk memiliki bangunan toko juga ditempuh

berbagai macam cara. Salah satu cara yang ditempuh dengan mengadakan

perjanjian bagi hasil, dimana pihak yang memiliki tanah dengan mengikatkan

diri dengan developer membangun perumahan atau pertokoan. Perjanjian

antara developer dengan pemilik tanah tersebut dikenal dengan perjanjian bagi

hasil.

Dalam pelaksanaannya perjanjian bagi hasil ini juga merupakan

perjanjian konsensuil (timbal balik) dan sebagai suatu perjanjian timbal balik,

maka yang menjadi kewajiban pemilik tanah merupakan hak dari pemilik modal

atau pelaksana pembangunan. Sebaliknya apa yang menjadi kewajiban

developer atau pelaksanan pembangunan merupakan hak bagi pemilik tanah.

Page 2: Skripsi Junaidi Oce

2

Perjanjian bagi hasil belum secara khusus ada pengaturannya. Oleh

karena itu, perjanjian bagi hasil ini mengikuti ketentuan umum di dalam Kitab

Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) khususnya pada ketentuan

Buku III KUH Perdata mengatur tentang Perikatan.

Pada prinsipnya setiap perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak,

yang memberikan kebebasan untuk mengadakan dan menentukan perjanjian

asal dalam batas-batas tidak bertentangan dengan undang-undang kesusilaan

dan ketertiban umum dan setiap perjanjian harus diikuti dengan itikad baik.

Kontrak atau perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum dimana

pihak yang seorang berjanji kepada pihak lain atau dua orang saling berjanji

untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Apabila seorang berjanji

kepada orang lain, kontrak tersebut merupakan kontrak yang biasa diistilahkan

dengan kontrak sepihak di mana hanya seorang yang wajib menyerahkan

sesuatu kepada orang lain, sedangkan orang yang menerima penyerahan itu

tidak memberikan sesuatu sebagai balasan (kontraprestasi) atas sesuatu yang

diterimanya.1 Sementara itu, apabila dua orang saling berjanji, ini berarti

masing-masing pihak berhak untuk menerima apa yang dijanjikan oleh pihak

lain. Hal ini berarti bahwa masing-masing pihak dibebani kewajiban dan diberi

hak sebagaimana yang dijanjikan.

Uraian di atas menarik minat penulis untuk meneliti lebih lanjut dalam

bentuk penelitian skripsi dengan judul: “PELAKSANAAN PERJANJIAN

BAGI HASIL ANTARA DEVELOPER DENGAN PEMILIK TANAH

1Ahmadi Miru, Hukum Kontrak (Perancangan Kontrak), Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 1

Page 3: Skripsi Junaidi Oce

3

HAK MILIK DALAM PEMBANGUNAN RUMAH TOKO DI

KECAMATAN PONTIANAK KOTA”.

B. Masalah Penelitian

Bertitik tolak dari uraian pada latar belakang di atas, maka yang

menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah perjanjian bagi

hasil antara developer dengan pemilik tanah hak milik dalam pembangunan

rumah toko telah dilaksanakan sesuai perjanjian ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak

dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan data dan Informasi tentang apakah perjanjian bagi hasil

antara developer dengan pemilik tanah hak milik dalam pembangunan

rumah toko telah dilaksanakan sesuai perjanjian.

2. Untuk mengungkapkan faktor yang menyebabkan developer dengan

pemilik tanah hak milik dan pembangunan rumah ruko belum

dilaksanakan sesuai perjanjian bagi hasil.

3. Untuk mengungkapkan akibat hukum bagi developer yang tidak

melaksanakan perjanjian bagi hasil dengan pemilik tanah hak milik di

kecamatan Pontianak Kota.

4. Untuk mengungkapkan upaya yang dilakukan oleh pemilik tanah hak

milik dalam pembangunan rumah toko di Kecamatan Pontianak Kota.

Page 4: Skripsi Junaidi Oce

4

D. Kerangka Pemikiran

1. Tinjuan Pustaka

Istilah perjanjian atau kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu

contracts. Sedangkan dalam bahasa Belanda disebut overeenkomst

(perjanjian).2 Perjanjian adalah merupakan salah satu sumber perikatan. Hal

tersebut landasan hukumnya terdapat dalam Pasal 1233 KUH Perdata yang

menyatakan bahwa "tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena perjanjian,

baik karena undang-undang". Akan tetapi perikatan yang lahir karena

perjanjian merupakan yang paling banyak terjadi dalam kehidupan sehari-

hari.

Perjanjian melahirkan perikatan ini menimbulkan hak dan kewajiban

diantara para pihak yang melaksanakannya. Menurut ketentuan yang terdapat

dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu

perbuatan denganmana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lainnya atau lebih.

R. Subekti memberikan rumusan perjanjian sebagai suatu peristiwa

hukum dimana seseorang berjanji kepada orang lain dimana dua orang tersebut

saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.3Sedangkan menurut Abdul Kadir

Muhammad perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau

lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu dalam lapangan harta

kekayaan.4

2Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal. 15

3Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1991, hal. 1.4Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citara Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 9

Page 5: Skripsi Junaidi Oce

5

Dalam penyelesaian sengketa akibat pelaksanaan perjanjian yang

dituangkan dalam akta yang dibuatnya ini notaris dapat juga bertindak sebagai

mediator dalam proses mediasi. Notaris dalam hal ini adalah sebagai pihak

ketiga yang bersifat netral dan tidak memihak dan yang tugasnya hanya

membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya

dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan.

Dengan perkataan lain, mediator di sini hanya bertindak sebagai

fasilitator saja dan melalui mediasi diharapkan dicapai titik temu

penyelesaian masalah atau sengketa yang dihadapi para pihak, yang

selanjutnya akan dituangkan sebagaikesepakatan bersama. Pengambilan

keputusan tidak berada di tangan mediator, tetapi di tangan para pihak yang

bersengketa.

Bentuk penyelesaian sengketa yang pertama dan paling penting adalah

Negosiasi (negosiation). Pengendalian semacam ini terwujud melalui lembaga-

lembaga tertentu yang memungkinkantimbulnya pola diskusi atau negosiasi

dalam pengambilan keputusan di antara para pihak yang berlawanan terhadap

persoalanpersoalan yang mereka pertentangkan.

Di dalam mediasi kedua belah pihak yang bertentangan menyetujui

untuk menerima pihak ketiga menyelesaikan sengketanya. Tetapi mereka bebas

untuk menerima atau menolak keputusan tersebut. Melalui mekanisme

pengendalian sengketa yang efektif akan menjadikan suatu kondisi yang

kondusif, dengan kata lain dalam mediasi kekuasaan tertinggi ada di para pihak

masing-masing yang bersengketa. Mediator sebagai pihak ketiga yang

Page 6: Skripsi Junaidi Oce

6

dianggap netral hanya membantu atau memfasilitasi jalannya proses mediasi

saja.5

Proses mediasi menghasilkan suatu kesepakatan antara para pihak

(mutually acceptable solution). Kesepakatan para pihak ini lebih kuat sifatnya

dibandingkan putusan pengadilan, karena merupakan hasil dari kesepakatan

para pihak yang bersengketa. Artinya kesepakatan itu adalah hasil kompromi

atau jalan tengah yang telah mereka pilih untuk disepakati demi kepentingan-

kepentingan mereka bersama. Sedangkan dalam putusan pengadilan ada pihak

lain yang memutuskan, yaitu hakim.Putusan pengadilan itu bukan hasil

kesepakatan para pihak, melainkan lebih dekat pada perasaan keadilan hakim

itu sendiri yang belum tentu sama dengan perasaan keadilan dari para pihak

yang bersengketa.

2.Kerangka Konsep

Konsep adalah suatu bagian terpenting dari teori. Konsepsi

diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu

yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.6 Pentingnya definisi

operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau

penafsiran mendua (dubuis) dari suatu istilah yang dipakai.7 Oleh karenanya

untuk menjawab permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini maka harus

5Surya Perdana, Mediasi Merupakan Salah Satu Cara Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Pada Perusahaan Disumatera Utara, USU e-Repository, Medan, 2008, hal 40

6Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia (IBI), Jakarta, 1993. hal. 10.

7Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia : Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, PPs-USU, Medan, 2002, hal. 35.

Page 7: Skripsi Junaidi Oce

7

didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil

penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.

Berdasarkan judul dari penelitian tesis ini, dirumuskan serangkaian

kerangka konsepsi atau definisi operasional sebagai berikut.

1. Notaris adalah yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai

semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh

peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang

berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian

tanggal pembuatan akta, menyimpanakta, memberikan grosse, salinan dan

kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang

ditetapkan oleh undang-undang.

2. Peranan Notaris adalah peranan dari notaris di luar kewenangan

pembuatan akta dalam hal ini keikutsertaan notaris dalam pemberian

pendapat hukum (advis hukum) dan penyuluhan hukum sehubungan

dengan pembuatan akta.

3. Penyelesaian sengketa adalah suatu upaya yang dilakukan oleh para pihak

guna menyelesaikan perselisihan atau sengketa akibat adanya suatu

perbuatan hukum yang disepakati sebelumnya.

4. Tuntutan Pembatalan adalah tuntutan yang diajukan oleh pihak yang

merasa dirugikan dalam suatu perjanjian untuk membatalkan perjanjian.

5. Pembatalan perjanjian adalah suatu perbuatan hukum sebagai upaya untuk

Page 8: Skripsi Junaidi Oce

8

tidak melanjutkan sebuah perjanjian akibat terpenuhinya syarat batal dari

suatu perjanjian.

6. Perjanjian Bagi hasil adalah perjanjian yang dilaksanakan antara pemilik

tanah dengan pelaksana pembangunan (pengembang) untuk pembangunan

dengan membagi bagian masing-masing pihak berupa bangunan

pertokoan sesuai dengan kesepakatan.

E. Hipotesis

Berdasarkan permasalahan, maka penulis merumuskan hipotesis

sebagai kesimpulan sementara yang masih harus dibuktikan kebenarannya,

yaitu : Bahwa masih ada perjanjian antara developer dengan pemilik tanah hak

milik dalam pembangunan rumah ruko belum dilaksanakan sesuai perjanjian.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Empiris dengan

pendekatan deskriptif analisis, di mana penulis meneliti dan menganalisa

dengan menggambarkan keadaan atau fakta-fakta yang didapat secara nyata

saat penelitian dilakukan.

1. Bentuk Penelitian

a. Penelitian Kepustakaan (library research)

Yaitu dengan mempelajari literatur-literatur, peraturan perundang-

undangan, serta tulisan-tulisan para sarjana yang erat kaitannya dengan

masalah yang diteliti.

b. Penelitian Lapangan (field research)

Page 9: Skripsi Junaidi Oce

9

Yaitu dengan turun langsung ke lapangan untuk mencari data pada

sumber data yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.

2. Teknik dan Alat Pengumpul Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpul data yang dipergunakan adalah

teknik komunikasi langsung dan teknik komunikasi tidak langsung.

a. Teknik Komunikasi Langsung, yaitu dengan melakukan

kontak langsung dengan sumber data dengan mempergunakan

wawancara sebagai alat pengumpul data dengan Developer dan

pemilik tanah di Kecamat Pontianak Kota.

b. Teknik Komunikasi Tidak Langsung, yaitu kontak tidak

langsung dengan sumber data dengan mempergunakan angket

(kuesioner) sebagai alat pengumpul data dengan Developer dan

pemilik tanah di Kecamat Pontianak Kota.

3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek yang akan diteliti, dan yang

menjadi populasi dalam penelitian ini adalah Developer yang ada di

Kecamtan Pontianak Kota dan Pemilik hak Tanah.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi, penentuan sampel menggunakan

metode purposive sampling. Ciri-ciri sampel dalam penelitian lebih

mengarah pada obyek yang mempunyai relevansi dengan pokok

Page 10: Skripsi Junaidi Oce

10

permasalahan dalam penelitian. Ronny Hanitijo Soemitro8 menyatakan

bahwa:

Pada prinsipnya tidak ada peraturan-peraturan yang ketat untuk secara mutlak menentukan berapa persen sampel tersebut diambil dari populasi, namun pada umumnya orang berpendapat bahwa sampel yang berlebihan itu lebih baik daripada kekurangan sampel (over sampling is always better than under sampling). Biasanya orang menentukan besar kecilnya sampel itu atas pertimbangan-pertimbangan praktis saja misalnya mengingat faktor pembimbing atau sponsor, besarnya biaya pengeluaran, kesempatan dan limit waktu yang diberikan, kemampuan fisik dan intelektual dari peneliti sendiri, ciri-ciri khas fenomena yang akan digarap dan lain-lain.

Bertitik tolak dari pendapat di atas dan dengan pertimbangan-

pertimbangan tertentu, maka jumlah sampel yang penulis ambil dalam

penelitian ini adalah:

1) 3 (tiga) developer yang ada di kota Pontianak,

2) 3 (tiga) Pemilik tanah hak milik di wilayah Kecamatan Pontianak

Kota

8 Ronny Hanitijo Soemitro, 1985, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 47.