Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
SKRIPSI
ANALISIS KEARIFAN LOCAL MASYARAKAT JAGARAGA KEC. KEDIRI SEBAGAI BENTUK KONSERVASI POHON
MENGGUNAKAN SIMBOL-SIMBOL YANG DIKERAMATKAN
Bayu Surya Babullah
NIM:151.145.026
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MATARAM
2017
ii
ANALISIS KEARIFAN LOCALMASYARAKAT JAGARAGA KEC. KEDIRI SEBAGAI BENTUK KONSERVASI POHON
MENGGUNAKAN SIMBOL-SIMBOL YANG DIKERAMATKAN
Skripsi
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Mataram untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar sarjana.
Bayu Surya Babullah
NIM:151.145.026
JURUSAN PENDIDIKAN IPA BIOLOGI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MATARAM
2017
iii
iv
v
vi
vii
MOTTO
Asy Syarh ayat 5-6,
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, "
"sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
viii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil‟alamin… sujud dan Syukur pada-MU Ya Allah atas nikmat kesehatan dan kesempatan yang telah engkau berikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan sebagaimana mestinya.
Kedua orang tua tercintaku (A. Saehu Babullah & Jawahir) Terimakasih ku atas semua bimbingan, do‟a dan kasih sayang tiada duanya yang telah kalian berikan begitu tulus untuk anakmu ini, kalian penyemangat dan hal terindah yang ada dalam dalam hidupku. Sekali lagi terimakasih yang tiada tara untuk ayah dan ibu untuk segalanya.
Saudara ku tersayang (Imam Rifqi & Muhammad Al-Fatih Babullah) Terimakasih atas perhatian dan senyum penyemangat yang telah kalian berikan kepada saudara mu ini, semoga kalian kelak menjadi orang-orang besar dan berguna untuk keluarga,agama da bangsa.
Keluarga Besar ku Terimakasih untuk semua keluargaku yang telah mendukung ku selama ini. Terimakasih atas bimbingan, motivasi dan sarannya sehingga kami bisa seperti sekarang ini, wabilkhusus untuk Alm. Kakek dan paman ku tercinta Alm. Ridwanullah, Jaelani Ridwan dan Kamaruddin) semoga di tempatkan ditempat yang terbaik. Amin
Tercinta dan Tersayang (Umi Rahmatul Andini) Terimakasih atas kesabaran, perhatian dan segala yang telah engau berikan baik itu dalam senang dan susah. Sekali lagi terimakasih yang terdalam untuk pengorbanan yang telah di berikan.
Saudara 5 cm Seperjuangan Aff an Gaffar, Laeli Indana Zulfa Hasanah, Ervan Jayadi, Awaluddin dan Septiawan Putranto. Semoga kita bisa tetap bersama dalam menggapai cita-cita bersama.
Pak Husnawadi MA. TESOL & Keluarga Terimakasih atas Motivasi dan arahan-arahan serta pelajaran yang bapak berikan sehingga tujuan-tujuan kami untuk belajar semakin kuat dan terimakasih atas segalanya yang keluarga bapak berikan.
Sahabat-sahabatku di kelas VIIA angkatan 2014 Terimakasih untuk kenang-kenangan indah yang telah kita ukir bersama dalam memperoleh gelar S.Pd, semoga kalian semua tetap berada dalam lindungannya, dimudahkan urusannya. Amin
Kampus UIN Mataram dan Almamaterku tercinta.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur di panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan
sehingga dapat menyelesaikan proposal ini yang berjudul “Pengaruh Pemberian
Dosis Ekstrat Tanaman Ciplukan (Physalis angulata L.) Terhadap
Peningkatan Leukosit Mencit (Mus musculus) secara In Vitro ” dapat penulis
selesaikan tepat waktu. Tak lupa pula kita layangkan shalawat beserta salam
kepada junjungan alam Nabi besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa
kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang yakni Agama Islam.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan dan
banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi
nanti. Semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Amin.
Proposal ini dapat diselesaikan atas bantuan dan dukungan dari beberapa
pihak yang ikut serta membimbing dalam pembuatan proposal ini. Oleh karena
itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Dr.Ir. Edi M Jayadi. MP selaku dosen pembimbing I. Ibu Lutvia
Krismayanti M, Kes selaku pembimbing II. Berkat bimbingan dan saran dari
beliau proposal ini dapat diselesaikan pada waktunya.
2. Bapak dosen dan ibu dosen yang telah membimbing dalam menimba ilmu di
IAIN Mataram.
3. Ketua jurusan dan sekertaris jurusan IPA Biologi Ibu Dwi Wahyudiati, M.Pd
dan Bapak Alwan Mahsul, M.Pd.
Mataram, 05 Juni 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ….. ............................................................................... i
HALAMAN JUDUL….. ................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................... iii
NOTA DINAS PEMBIMBING ........................................................................ iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................................... v
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI .............................................................. vi
HALAMAN MOTTO ....................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................ viii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii
ABSTRAK ......................................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ….. ................................................................................. 1
B. Fokus Kajian ........................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ............................................. 7
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian .................................................... 8
E. Telaah Pustaka ........................................................................................ 10
F. Kerangka Teori........................................................................................ 13
G. Metode Penelitian.................................................................................... 25
H. Sistematika Pembahasan ......................................................................... 27
BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN
A. Gambaran umum lokasi penelitian….. .................................................... 29
xi
B. Keterkaitan Kearifan lokal, kain poleng dan Alam ................................. 31
C. Peranan Kearifan lokal dan kain poleng terhadap konservasi alam
khususnya pohon ..................................................................................... 36
D. Hasil paparan data dan temuan ................................................................ 39
BAB III PEMBAHASAN
A. Keterkaitan Kearifan lokal, kain Poleng dan Alam ................................. 42
B. Pohon yang disakralkan ditinjau dari segi Biologi serta bagaimana
dekatnya manusia dengan pohon ............................................................. 47
C. Peranan kearifan lokal dan Kain Poleng dalam mengkonservasi Alam
khusus Pohon ........................................................................................... 53
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 58
B. Saran ........................................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 59
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar-gambar penelitian
Lampiran 2 Ayat-ayat dari kitab Veda tentang menjaga lingkungan
Lampiran 3 Foto asli hasil penelitian.
Lampiran 4 Surat ijin penelitian
xiii
Analisis Kearifan Lokal Masyarakat Jagaraga Kecamatan Kediri Sebagai Bentuk Konservasi Pohon Menggunakan Simbol-Simbol
yang Dikeramatkan
Oleh
BAYU SURYA BABULLAH 151.145.026
Abstrak
Kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau eika yang menuntut perilaku manusia dalam kehidupan dai dalam komunitas ekologi. Kearifan lokal adalah suatu sistem yang mengatur tatanan masyarakat berupa nilai yang dianggap benar yang menghasilkan suatu konservasi lingkungan khususnya pohon secara tidak langsung serta kearifan lokal akan dapat menghasilkan sifat konservatif.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan bagaimana pengaruh antara kearifan lokal yang menghasilkan simbol-simbol yang digunakan untuk proses atau acara-acara keagamaan. Kearifan lokal nantinya akan menghasilkan sifat konservatif dan akan mempengaruhi seseorang tersebut dalam melakukan konservasi lingkungan atau alam khususnya pohon secara tidak langsung. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu menggunakan tiga tahapan. Pertama adalah observasi atau pengamatan yang dilakukan sebagai langkah awal yang dimana pengamatan yang dilakukan adalah melihat simbol-simbol yang ada di tempat penelitian dengan melakukan pencatatan sehingga didapat pertimbangan seperti apa langkah selanjutnya yang akan diambil. Kedua adalah wawancara yang dimana peneliti menggunkan teknik informan kuci yang disebut dengan tipe wawancara Snowballing yang artinya pewawancara akan mewawncarai informan secara bebas dan akan berhenti ketika tidak ada jawaban yang berbeda. Ketiga adalah Dokumentasi yang berisikan catatan-catatan, rekaman dan foto hasil wawancara atau interview. Analisa data yang digunakan adalah Deskriptif Kualitatif yang artinya data yang sudah didapat akan dirangkai, disistematiskan dan dijelaskan menggunkan kata-kata dan gambaran-gambaran untuk menemukan makna dari penggunaan simbol yang akan menghasilkan konservasi lingkungan khususnya pohon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal akan menghasilkan simbol-simbol yang biasanya dijadikan sarana dalam proses melakukan kearifan lokal yang akan menghsilakn sifat konservasi secara tidak langsung dari sipelaku. Salah satu sifat konservasi secara tidak langsung yang dimaksudkan ini adalah setiap masyarakat akan lebih menghormati, menghargai dan menjaga pohon Kata Kunci : Kearifan lokal, Kain poleng dan Konservasi.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan adalah seluruh faktor luar yang mempengaruhi suatu
organisme, faktor-faktor ini dapat berupa organisme hidup (biotic factor)
atau variabel-variabel tidak hidup (abiotic factor) misalnya suhu, curah
hujan, panjangnya siang, angin. Interaksi-interaksi antar organisme-
organisme dengan kedua faktor biotik dan abiotik membentuk suatu
ekosistem.1 Lingkungan sangat berpengaruh bagi organisme-organisme
atau makhluk hidup yang ada di dalamnya karena lingkungan dapat
mempengaruhi perkembangan kehidupannya. Lingkungan memiliki
variabel biotik yang memiliki fungsi sebagai konsumen yaitu manusia dan
hewan sedangkan variabel biotik sebagai produsen adalah tumbuhan.
Tumbuhan dapat dibedakan berdasarkan penampakannya menjadi:
perdu, pohon, semak dan herba.
Tetapi penulis memfokuskan pembahasan pada pohon.
Pohon (/po·hon/ n) adalah tumbuhan yang berbatang keras dan
besar.2 Indiryanto (2005) mendefenisikan pohon sebagai kelompok
1 Mulyanto. (2006). Ilmu lingkungan. Semarang: Graha Ilmu
2 Ebda setiawan. ( 2013 ). Kamus besar bahasa indonesia.jakarta: Pusat bahasa ( http://kbbi.web.id/pohon/Kemdikbud)
2
tumbuhan berkayu, berukuran besar dengan tinggi lebih dari 5 meter.3
menurut Baker (1979) dalam (artikel pohon dan klasifikasinya), pohon
adalah tumbuhan berkayu yang mempunyai satu batang yang jelas
bentuk dan tingginya tidak kurang dari 5 meter.4 Berdasarkan pendapat
diatas yang dikatakan pohon adalah tumbuhan yang berukuran besar
berkayu yang jelas akar, batang dan daunnya.
Pohon sangat penting dalam kehidupan, dilihat dari
fungsinya yang begitu besar yakni sebagai produsen, penjaga
keseimbangan oksigen, sebagai penyeimbang kesuburan tanah, menahan
laju air dan erosi serta membuat rasa nyaman, sehingga dari sini perlu
menjaga pohon untuk kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. Dalam
kehidupan begitu banyak cara untuk menjaga lingkungan khususnya
pohon, baik secara langsung yang disebut dengan konservasi dan juga
secara tidak langsungnya atau yang lebih dikenal dengan istilah
konservatif dan kearifan lokal. Konservasi adalah
suatu upaya yang dilakukan oleh manusia untuk dapat melestarikan alam,
konservasi bisa juga disebut dengan pelestarian ataupun perlindungan.
Secara harfiah konservasi berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata
conservation yang berati pelestarian atau perlindungan.5 Konservasi
adalah upaya-upaya pelestarian lingkungan, akan tetapi tetap
3 Indriyanto, Pengantar Budidaya Hutan ( Jakarta, Bumi aksara, 2005) 32 4 Perdian F. Telelay, Pohon dan Klasifikasinya ( Artikel of google books, 19 Mei 2017 ) 5 Reif, J.A. Levy, Y. Kamus Bahasa Inggris Untuk Pelajar (Bekasi, PT. Kesaint Blanc Indah Corp, 1993 )
3
memperhatikan manfaat yang bisa didapatkan pada saat itu dengan cara
tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk
pemanfaatan dimasa yang akan datang, sedangkan konservatif adalah
konsep dimana seseorang selalu menjaga tradisi lama dan hal tradisional
serta menentang moderenisasi.
Kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan,
pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang
menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas
ekologis. Gobyah (2003) menyatakan bahwa kearifan lokal didefinisikan
sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah.6
Dengan demikian kearifan lokal pada suatu masyarakat dapat dipahami
sebagai nilai yang dianggap baik dan benar yang berlangsung secara turun
temurun dan dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan sebagai
akibat dari adanya interaksi antara manusia dan lingkungannya.
Bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa:
nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-
aturan khusus. Berkaitan dengan hal tersebut, Ernawi 2009 (dalam
Nindya, 2013) menjelaskan bahwa secara substansi kearifan lokal dapat
berupa aturan mengenai: 1) kelembagaan dan sanksi sosial, 2) ketentuan
tentang pemanfaatan ruang dan perkiraan musim untuk bercocok tanam,
3) pelestarian dan perlindungan terhadap kawasan sensitif, serta
6 Gobyah (2003) „‟Cara berpijak dikearifan lokal „‟ ( http:// balipos.co.id 21 november 2011 )
4
4) bentuk adaptasi dan mitigasi tempat tinggal terhadap iklim, bencana
atau ancaman lainnya.7 Salah satu kearifan lokal yang sering dilakukan
adalah pengguanaan simbol-simbol. Simbol adalah suatu bentuk
ungkapan seorang individu terhadap sesuatu yang dianggap besar, suci
dan keramat serta harus dihormati. Bentuk dan arti dari simbol sangat
dipengaruh oleh pemikirian seseorang dan dari sudut pandangnya, yaitu
dalam agama dan sistem ilmu pengetahuan (logika). Dalam agama,
simbol dipandang sebagai ungkapan inderawi atas realitas yang
transenden (luar biasa), sementara dalam sistem logika atau ilmu
pengetahuan, simbol atau lambang memiliki arti sebagai tanda yang
abstrak.8
Simbol juga dapat mewakili sesuatu untuk menyatakan hal lain
secara kodrati, misalnya bendera sebagai lambang negara dan hal yang
luar dari kodrati manusia adalah misalnya gambar-gambar dewa dengan
berbagai senjatanya dan keunikannya yang menyatakan kekuatan dan
tingkatannya dari para dewa lain. Dengan menghadirkan sesuatu seperti
makna atau arti, simbol masuk ke dalam imajinasi seseorang,
mempengaruhi perasaan dan tingkah laku seseorang. Simbol-simbol
keagamaan memperlihatkan ciri umum dari segala macam simbol dan
merupakan gambaran penting yang berfungsi membantu pikiran dan jiwa
7 Nindya Helvy Pramita, dkk. „‟Etnobotani upacara kasada masyarakat Tegger, didesa Ngadas, kec. Poncokusumo, kab. Malang. Journal Of Indonesian Tourism and Developmen Studies. 2(1).2013. hal: 53 8 Tri Hastutiningsih, Disertasi S1: „‟Simbol-simbol gama Hindu di Candi Sukuh‟‟ ( Yogyakarta: Universitas Sunan Kalijaga, 2008) 1
5
orang yang sedang melakukan pemujaan untuk memahami realitas
spiritual.9 Penggunaan simbol-simbol paling banyak dilakukan oleh orang-
orang yang beragama Hindu.10
Salah satu contoh penggunaan simbol-simbol pengkeramatan ini
adalah penggunaan kain Poleng yang diselimutkan pada batang pohon
untuk menunjukan penghormatannya pada leluhur. Kain poleng adalah
kain kotak-kotak berwarna hitam putih yang memiliki jumlah yang setara
atau sama. Kain ini menandakan keseimbangan antara kehidupan yang
digunakan sebagai penangkal bala atau mara bahaya yang akan
ditimbulkan oleh seisi pohon tersebut.11
Penganut agama Hindu sudah
jelas larangan-larangan untuk pohon tersebut sehingga pasti akan
menjaganya, sedangkan untuk non Hindu pasti akan tersugesti untuk
menjaga adab yang pada akhirnya akan menjaga pohon tersebut.
Konservasi pohon adalah upaya menjaga dan melindungi pohon
dari kerusakan yang disebabkan oleh faktor manuisa dan alam itu sendiri
yakni dengan cara langsung. Kearifan lokal sebagai bentuk sarana
konservasi tidak langsung pada pohon, akan terciptanya pemeliharaan,
penjaga dan perlindungan lingkungan khususnya pohon guna
menciptakan kehidupan yang lebih baik untuk masa sekarang dan masa
9 Tri Hastuningsih, Disertasi S1: „‟ simbol-simbol agama hindu di candi sukuh ( Studi Simbol Agama Hindu diDususn Sukuh, kec angaargoyoso, Kabupaten Karanganyar Jawa Tenga ) (Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga, 2008) 1-2 10 I Gde Jaman, TRI HITA KARANA (Bali: Pustaka Bali Post, 2006) 11 „‟ Kain Poleng “ Open Dictionari Wikipedia, ( http: wikipedia. Edu/ com, accessed on Mei 14, 2017)
6
mendatang yang akan dinikmati bukan hanya kita sendiri akan tetapi
generasi-generasi selanjutnya kelak. Penelitian terdahulu yang cukup
mendekati dengan penelitian ini adalah penelitian tentang simbol-simbol
di Candi Sukuh oleh Tri Hastutiningsih, jurusan perbandingan Agama,
Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Bedanya dengan penelitian yang penulis lakukan ini adalah simbol yang
diteliti ini dikaitkan dengan ilmu biologi yaitu tentang konservasi atau
pelestarian, sehingga penelitian ini belum pernah dilakukan terdahulu
dan sangat penting untuk dikembangkan karena dengan mnegetahui arti
dari penggunaa simbol-simbol pada suatu lingkungan khususnya pada
pohon akan membuat seseorang dapat menjaga pohon tersebut
walaupun mereka bukan termasuk ke dalam penganut simbol-simbol
yang digunakan pada lingkungan atau pohon tersebut. Berdasarkan
uraian dan penjabaran tentang alasan diatas, maka dari itu peneliti
bermaksud melakukan penelitian yang bersifat kualitatif mengenai
Analisis kearifan lokal (local wisdom) masyarakat Jagaraga Kecamatan
Kediri sebagai bentuk konservasi pohon menggunakan simbol-simbol
ya g dikera atka asyarakat sete pat’’.
B. Fokus Kajian
Berdasarkan dari latar belakang tersebut, maka diformulasiakn secara
khusus fokus kajian ini sebagai berikut:
7
1. Bagaimana simbol (kain poleng) yang dikeramatkan dapat menjadi
saranan konservasi lingkungan khususnya pohon?
2. Bagaimana pendapat masyarakat dan para tokoh masyarakat Jagaraga
dengan adanya simbol-simbol yang dikeramatkan sesuai dengan kasta-
kasta yang berlaku?
3. Bagaimana manfaat pohon yang diselimuti simbol-simbol bagi
kehidupan masyarakat ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kearifan lokal
masyarakat Jagaraga Kecamatan Kediri sebagai bentuk konservasi
pohon menggunakan simbol-simbol yang dikeramatkan.
b. Menganalisis pendapat tokoh masyarakat Hindu Jagaraga dengan
adanaya simbol-simbol yang dikeramatkan sesuai dengan kasta-
kasta yang berlaku.
c. Mengetahui dampak bagi konservasi pohon.
2. Manfaat penelitian
Manfaat penelitian yang akan dilaksanakan terdiri dari:
a. Manfaat Teoritis
1. Dapat dijadikan sebagai informasi ilmiah dan menambah
wawasan tentang simbol-simbol yang diguanakan pada
acara adat tertentu, oleh agama tertentu dapat bermanfaat
sebagai alat konservatis pohon.
8
2. Dapat memberi kontribusi pengetahuan tentang konservasi
lingkungan khususnya pohon dapat dilakukan dengan
langsung dan tidak langsung atau terstimulus oleh kearifan
lokal yang ada atau adat-adat yang digunakan oleh
kelompok masyarakat tertentu.
b. Manfaat praktis
1. Bagi mahasiswa jurusan pendidikan Biologi UIN Mataram,
dapat lebih memahami bahwa menjaga pohon atau yang
sering disebut dengan konservasi pohon bisa dilakukan
dengan menggunakan simbol-simbol yang dikeramatkan
2. Bagi Lembaga Pendidikan atau Instansi Pendidikan UIN
Mataram dapat dijadikan sebagai penunjang pendidikan
dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat
menghasilkan sumber daya manusia yang bepikiran luas.
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
1. Ruang Lingkup
Untuk membatasi penelitian ini agar tidak meluas dan tetap pada
pengertian yang dimaksud, maka perlu diberikan batasan konsep fokus
penelitian sebagai berikut:
a. Penelitian hanya berpusat di desa Jagaraga kecamatan Kediri
wilayah perkampungan masyarakat Hindu.
9
b. Simbol-simbol yang diteliti adalah simbol yang berupa kain poleng
yang digunakan pada acara-acara adat atau keagamaan yang
digunakan desa Jagaraga Kecamatan Kediri Lombok Barat.
c. Meneliti pendapat-pendapat dari masyarakat Jagaraga sesuai
dengan kasta-kasta sehingga terdapat hasil pemahaman yang
berbeda sesuai dengan tingkatan kastanya.
2. Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam upaya memperoleh informasi
terkait pengaruh simbol (kain poleng) yang digunakan oleh masyarakat
Jagaraga Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat. Desa Jagaraga
adalah salah satu desa di Kecamatan Kediri yang merupakan satu-
satunya desa yang memiliki hampir keseluruhannya adalah umat
beragama Hindu. Itulah sebabnya peneliti memilih Jagaraga sebagai
lokasi penelitiannya karena merupakan tempat yang paling
representatif dan strategis dengan penelitian ini.
Jagaraga adalah desa yang berada di sebelah selatan Desa
Tumpeng Kecamatan Kediri, sebelah utara Desa Tegal Kecamatan
Kuripan dan sebelah barat Desa lamper Kecamatan Kuripan dan
Sebelah Timur Desa Adeng Kecamatan Kuripan.
E. Telaah Pustaka
1. Penelitian terdahulu:
10
a. Nama peneliti: Tri Hastutiningsih, NIM: 02521098, jurusan
perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, dengan judul „‟ Simbol-simbol
Agama Hindu di Candi Sukuh “. Pada penelitian ini dibahas
tentang simbol-simbol yang ada di Candi Sukuh, baik dari segi
bentuk dan makna-makna yang ada di dalamnya bertempat di
Dusun Sukuh Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar
Jawa Tengah.
b. Nama: Rohana Sufia, Pendidikan Geografi Pascasarjana,
Universitas Negeri Malang, dengan judul „‟ Kearifan local dalam
melestarikan lingkungan hidup. „‟ Pada penelitian ini dibahas
tentang kearifan lokal pada masyarakat Desa Kemiren Kecamatan
Glagah Kabupaten Banyuwangi terkait peranan kearifan lokal
dalam hubungan antara sesama manusia dan manusia dengan alam.
c. Nama: Rusmin Tumanggor, Guru Besar Antropologi Kesehatan,
Universitas Islam Negeri Jakarta, dengan judul „‟ Pemberdayaan
kearifan lokal memacu kesetaraan komunitas adat terpencil. „‟
Pada penelitian ini dibahas bagaimana kearifan lokal dapat
meningkatkan keharmonisan dan kesetaraan komunitas adat
terpencil.
1. Adapun fokus penelitian dari Tri Hastutiningsih diatas adalah:
a. Bagaimana bentuk-bentuk dari simbol-simbol agama Hindu di
Candi Sukuh?
11
b. Apa makna dari simbol-simbol yang terdapat di sana?
2. Sementara temuan penelitian dari judul diatas, antara lain adalah:
a. Candi Sukuh merupakan tempat yang disucikan oleh umat Hindu
sehingga pada hari-hari tertentu digunakan untuk beribadah
b. Simbol-simbol yang terdapat dalam Candi merupakan manifestasi
dari Dewa-dewa yang dianggungkan oleh umat Hindu sehingga
sangat disakralkan.
c. Simbol-simbol yang didapat antara lain adalah: Lingga dan Yoni,
Relief Garuda, Kepala Kala dan Kura-kura
d. Simbol yang paling menonjol adalah Lingga dan Yoni sebagai
Dewa Shywa dan saktinya.
3. Adapun Fokus penelitian dari Rohana Sufia
a. Pengkelompokan informasi mengenai kearifan lokal menurut
sebagian masyarakat.
b. Informasi diambil hanya dari masyarakat adat setempat.
4. Temuan penelitian adalah:
a. Masyarakat adat setempat percaya terhadap situs-situs yang
dianggap keramat, seperti salah satu contoh adalah Situs Buyut
Cili.
b. Masyarakat percaya jika tidak berkelakan baik dan sopan terhadap
situs tersebut maka akan mendapatkan bala
5. Adapun fokus penelitian dari Rusmin Tumanggor:
12
a. Bagaimana kearifan lokal memperbaiki kehidupan masyarakat di
daerah-daerah berbeda?
b. Bagaimana kearifan lokal memacu kesetaraan komunitas adat
terpencil?
6. Temuan penelitiannya adalah:
a. Kearifan lokal sangat berbeda di daerah-daerah berbeda.
b. Kearifan lokal dapat memacu kesetaraan komunitas adat terpencil.
2. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah: a. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Hastutiningsih mengenai
simbol-simbol yang berupa relief yang ada pada Candi Sukuh,
sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan penulis adalah
simbol yang digunakan pada acara keagamaan agama Hindu dan
dapat dipasang dan dibuka.
b. Penelitian yang telah dilakukan oleh Tri Hastutiningsih hanya
mengenai simbol-simbol saja dan tidak ada pengaitan dengan ilmu
apapun, sedangkan peneitian yang akan dilakukan oleh penulis
adalah tentang simbol-simbol yang dikaitkan dengan ilmu Biologi
yaitu konservasi.
c. Penelitian yang akan dilakukan hanya tentang satu simbol yaitu
berupa kain poleng sedangkan penelitian di atas membahasa
tentang simbol yang lebih dari satu.
d. Penelitian dari Rohana Sufian dan Rusmin Tumanggor hanya
mengenai peranan kearifan lokal dalam kehidupan masyarakat dan
13
tidak ada unsur menjaga, melestarikan lingkungan khususnya
pohon.
3. Hal yang baru dari penulis:
a. Judul yang diangkat oleh peneliti adalah: Analisis kearifan lokal
masyarakat Jagaraga kecamatan Kediri sebagai bentuk Konservasi
pohon menggunakan simbol berupa kain poleng yang
dikeramatkan.
b. Mengkombinasikan peranan kearifan lokal dengan simbol serta
Ilmu Biologi berupa konservasi terhadap pohon.
c. Menawarkan suatu cara konservasi yang selama ini tidak disadari
oleh masyarakat.
F. Kerangka Teoritik
1. Kearifan Lokal
Kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan,
pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang
menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas
ekologis. Kearifan lokal didefinisikan sebagai kebenaran yang telah
mentradisi pada suatu daerah. Dengan demikian kearifan lokal pada
suatu masyarakat dapat dipahami sebagai nilai yang dianggap baik dan
benar yang berlangsung secara turun-temurun dan dilaksanakan oleh
14
masyarakat yang bersangkutan sebagai akibat dari adanya interaksi
antara manusia dan lingkungannya.12
Zakaria (1994) dalam Fauzi (2013) mendefinisikan kearifan
lokal tradisional sebagai pengetahuan kebudayaan yang dimiliki suatu
masyarakat tertentu yang mencakup sejumlah pengetahuan
kebudayaan. Sebagaimana kearifan lokal di berbagai daerah memiliki
kesamaan fungsi yaitu sebagai pedoman, pengontrol, dan rambu-
rambu untuk berperilaku dan berinteraksi dengan alam.13
Qardi (2013) dalam Paramita (2013) kearifan lokal merupakan
suatu bentuk warisan budaya Indonesia. Kearifan lokal terbentuk
sebagai proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya dalam
rangka memenuhi berbagai kebutuhannya dan interaksi dengan alam.14
Seperti yang dikatakan kearifan lokal adalah budaya Indonesia yang
tidak lepas dari adat istiadat, agama serta interaksinya dengan
lingkungan yang berlaku di setiap daerah masing-masing. Seperti
contoh di desa Jagaraga, Kecamatan Kediri yang beragama Hindu
selalu melakukan kegiatan keagamaan yang berkaitan dengan
lingkungan atau unsur lingkungan di dalamnya seperti pohon yang
sudah tertera dalam ajaran mereka yang dikenal dengan „‟ Tri Hita
Karana „‟, yakni 3 bentuk hubungan manusia: manuisa dengan
12 Nindya Helvy Pramita, et.al. „‟etnobotani upacara kasada didesa ngades kec. Poncokusumo, kabupaten malang‟‟. Journal of Indonesia Tourism and Developmen Studies vol 1 no 2. 2013. 53- 54 13 Fauzi, Hamdani. Pembangunan Hutan Berbasis Kehuitanan Sosial. ( Bandung: Karya Putra Darwati, 2013) 84 14 Nindya Helvy Pramita, et.al. „‟etnobotani upacara kasada didesa ngades kec. Poncokusumo, kabupaten malang‟‟. Journal of Indonesia Tourism and Developmen Studies vol 1 no 2. 2013. 84
15
manusia, manusia dengan Tuhan dan manusia dengan
lingkungannya.15
Setiap kegiatan masyarakat yang berbau kearifan lokal yang
mencangkup kegiatan adat istiadat serta keagamaan menuntut untuk
menggunakan alat-alat yang terkait dengan kegiatan tersebut salah
satunya adalah bunga, kain atau benang sebagai simbol-simbol yang
menandakan jati diri dari kegiatan tersebut (berdasarkan hasil
wawancara tokoh agama Hindu, Desak Nyoman Suantika).
2. Simbol
Simbol merupakan sesuatu yang dengan persetujuan bersama
dianggap sebagai gambaran atas realitas dan pemikiran. Simbol tidak
menunjuk langsung pada yang ditandakan. Simbol itu banyak memiliki
arti, merangsang perasaan dan berpartisipasi dalam dirinya. Bagi
manusia, membuat simbol adalah aktivitas primer. Menciptakan
simbol merupakan proses berpikir yang fundamental dan berlangsung
sepanjang waktu. Sepanjang hidupnya manusia selalu berdampingan
dengan simbol dan tanda. Simbol merupakan bagian integral dari
hidup dan kehidupan.16 Menurut Cassirer dalam Rahmanto (1992)
cenderung untuk menandai manusia sebagai "animal symbolicum" atau
hewan yang bersimbol. Ia menyatakan bahwa manusia itu tidak pernah
15 Edi Muhammad Jayadi, „‟ Peranan tokoh agama dalam upaya rehabilitasi lingkungan hidup pasca pertimbangan emas tampa izin. 2006. 10 16 B. Rahmanto, “ Simbolisme Dalam Seni “, Basis Edisi Maret XLI. No.03, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992), hlm.106
16
melihat, menemukan dan mengenal dunia secara langsung tetapi
melalui berbagai simbol.17
Senada dengan Cassirer, Mircea Eliade (1976) menyatakan
bahwa manusia pada dasarnya adalah "homo symbolicus". Oleh karena
itu, semua aktivitas manusia mengandung nilai simbolis. Tidak ada
dugaan yang lebih tepat daripada pernyataan bahwa setiap perilaku
keagamaan dan setiap objek pemujaan memiliki tujuan meta empiris.
Sebuah pohon atau batu yang menjadi objek pemujaan umpamanya,
dia bukanlah disembah sebagai pohon atau batu semata, melainkan
sebagai sesuatu yang suci. Demikian pula setiap perilaku manusia yang
didasarkan atas semangat keagamaan, adalah merupakan simbol
selama perilaku tersebut menunjuk kepada nilai-nilai supernatural.18
Mircea Eliade (1976) menekankan ciri-ciri simbol yang
multivalen dan metaempiris. Simbol menunjuk lebih jauh daripada
dirinya sendiri kepada yang kudus, dunia realitas tertinggi, hidup yang
lebih mendalam, lebih misterius dari apa yang diketahui melalui
pengalaman sehari-hari. Sebuah simbol selalu tertuju kepada suatu
realitas atau situasi yang melibatkan eksistensi manusia dan dengan
demikian memberikan arti atau makna ke dalam eksistensi manusia.19
3. Kain Poleng
17 Budiono Herusatoto, Simbolisme dalam Budaya Jawa(Yogyakarta: PT. Hanindita, 1984), hlm.10 18 Mircea Eliade, Myth, Rites and Symbol (London: Harper and Row Publisher, 1976), hlm.376 19 Tri Hastuningsih, Disertasi S1: „‟ simbol-simbol agama hindu di candi sukuh ( Studi Simbol Agama Hindu di Dususn Sukuh, kec angaargoyoso, Kabupaten Karanganyar Jawa Tenga ) ( Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga, 2008) 12
17
Kain Poleng adalah kain kotak-kotak berwarna hitam dan putih
yang memiliki jumlah warna sama. Kain poleng ini memiliki makna,
warna yang putih bermakna kebaikan dan yang hitam bermakna
keburukan. Arti dari kain poleng ini adalah kebaikan dan keburukan di
dunia ini pastinya ada, oleh karena itu kita harus memberikan
keseimbangan dalam hidup antara sifat baik dan buruk yang ada di
dalam diri kita sebagai manusia.20
Motif poleng hitam putih yang menjadi bagian dari budaya
masyarakat Bali sehingga kain poleng ini menjadi salah satu ikon ciri
khas Bali. Tidak saja digunakan untuk keperluan religius yang sifatnya
sakral, kain poleng juga banyak digunakan untuk hal-hal yang sifatnya
profan atau sekuler. Demikian pula halnya dalam kesenian Bali, baik
itu seni drama, dramatari, maupun pewayangan. Kain poleng dalam
budaya Bali merupakan pencetusan ekspresi penghayatan konsep rwa
bhineda, suatu konsep keseimbangan antara baik dan buruk dengan
menjaga keseimbangan hidup dapat menciptakan kebijaksanaan dalam
kehidupan.21
4. Agama Hindu
Agama Hindu sangat kaya dengan berbagai simbol,
penampilannya sangat indah dan menarik hati setiap orang yang
melihatnya. Bagi umat Hindu simbol-simbol tersebut menggetarkan
20 Desak Nyoman Suantika „‟ Berdasarkan hasil Observasi awal didesa Jagaraga kecamatan Kediri Lombok Barat „‟ Sabtu 8 April 2017 21 Irfa‟in Rohana Salman, et,al. Dianamika kerajinan dan Batik. Pengembangan motif batik khas bali. Vol 32 no 1, 2015. 28
18
kalbu dan mereka berusaha memahami makna yang terkandung di
balik simbol-simbol tersebut. Simbol-simbol tersebut merupakan
media bagi umat Hindu untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta,
mengadakan dialog dengan Yang Maha Kuasa dan memohon
perlindungan-Nya.22
Agama Hindu sebagai sudut pandang terpenting dalam
pembahasan tulisan ini tampak memiliki aspek simbolis keagamaan
yang sangat melimpah, bahkan dapat dikatakan sangat berlebihan bila
dibandingkan dengan aspek simbolis dalam agama-agama lain. Agama
Hindu dapat diibaratkan sebagai rimba raya yang penuh dengan
pepohonan dan tanam-tanaman yang beraneka ragam. Satu sama lain
dari pepohonan dan tanam-tanaman tersebut ada kalanya tidak
diketahui darimana jenis dan asalnya. Pendek kata, agama Hindu dapat
dikatakan sebagai kemajemukan kehidupan spiritual yang sangat
dalam dan luas. Sebab agama Hindu dalam kesehariannya
menampakkan berbagai macam bentuk gejala-gejala keagamaan.
Agama Hindu lebih tepat dikatakan sebagai suatu sistim sosial
yang diperkuat oleh cita dan semangat keagamaan, sehingga dengan
demikian memiliki tendensi keagamaan. Selanjutnya kepercayaan
yang merupakan rasa takut terhadap kekuatan-kekuatan gaib yang
dapat menampakkan diri dalam benda-benda yang menarik perhatian
seperti batu, pohon, binatang yang berbahaya ataupun berguna, masih
22 I Made Titib, Teologi dan Simbol dalam Agama Hindu(Surabaya: Paramita, 2003), hlm. 1.
19
dipegang teguh sampai saat ini oleh orang Hindu. Sesuatu yang
ditakuti tersebut bukan sekedar disegani dan dihormati, melainkan
sebagai bagian dari mereka kekuatan gaib yang dimiliki.23 Dalam
kegiatan menggunakan simbol-simbol ini diadakan dalam kegiatan-
kegiatan adat atau upacara keagamaan.
5. Upacara Adat
Upacara adat adalah salah satu tradisi masyarakat tradisional
yang masih dianggap memiliki nilai-nilai yang masih cukup relevan
bagi kebutuhan masyarakat pendukungnya. Selain sebagai usaha
manusia untuk dapat berhubungan dengan arwah para leluhur, juga
merupakan perwujudan kemampuan manusia untuk menyesuaikan diri
secara aktif terhadap alam atau lingkungannya dalam arti luas.
Hubungan antara alam dan manusia adalah sebuah keharusan
yang tidak dapat ditolak, karena hubungan tersebut memiliki nilai-nilai
sakral yang sangat tinggi. Hal ini diungkapkan dalam personifikasi
mistik kekuatan alam, yakni kepercayaan pada makhluk gaib,
kepercayaan pada dewa pencipta, atau dengan mengkonseptualisasikan
hubungan antara berbagai kelompok sosial sebagai hubungan antara
binatang-binatang, burung-burung, atau kekuatan-kekuatan alam.24
23 Tri Hastuningsih, Disertasi S1: „‟ Simbol-simbol agama hindu di candi sukuh ( Studi Simbol Agama Hindu diDususn Sukuh, kec angaargoyoso, Kabupaten Karanganyar Jawa Tenga ) ( Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga, 2008) 16-17 24 Keesing, Roger M. Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer. Jilid II. Terjemahan dari buku “Cultural Anthropology A Contemporary Perspective” oleh R.G. Soekadijo. (Jakarta: Erlangga, 1992)
20
6. Pohon
Menurut KBBI, pohon (/po·hon/ n) adalah tumbuhan yang
berbatang keras dan besar.25 Sedangkan menurut Indiryanto (2005)
mendefenisikan pohon sebagai kelompok tumbuhan berkayu,
berukuran besar dengan tinggi lebih dari 5 meter.26
Klasifikasi pohon dalam sebuah hutan sangat berguna untuk
keperluan pengelolaan hutan itu sendiri. Klasifikasi pohon berdasarkan
Tingkat hidup pohon atau ukuranberdasarkan tingkat hidup pohon
maupun ukuran pohon, Baker (1979) dalam Perdian F. Telelay, 2017
mengklasifikasikan pohon menjadi:
1. Semai anakan pohon (seedlings), sejak mulai berkecambah sampai mencapai tinggi 3 feet (± 0, 9 meter)
2. Sapihan kecil (sapling, small), tinggi antara 3 sampai 10 feet (± 0,9 – 3 meter)
3. Sapihan besar (sapling,large), tinggi 10 feet sampai diameter 4 inci (±10 cm)
4. Tiang kecil (pole, small), diameter 4 sampai 8 inci (±10 – 20 cm) 5. Tiang besar (pole,large), diameter 8 sampai 12 inci (±20 – 30cm) 6. Pohon standar (standard), diameter 12 sampai 24 inci (±30 – 60
cm) 7. Pohon veteran (veteran) diameter 24 inci ke atas (> 60 cm).27
Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan, (1990) klasifikasi pohon
berdasarkan ukuran dibedakan atas:
a. Semai (seedlings), yaitu pohon yang tingginya kurang dari atau sama dengan 1, 5 meter
b. Sapihan atau pancang (saplings), yaitu pohon yang tingginya lebih dari 1, 5 meter dengan diameter batang kurang dari 10 cm
c. Tiang (poles), yaitu pohon dengan diameter batang 10 – 19 cm d. Pohon inti (nucleus trees), yaitu pohon dengan diameter batang 20-
49 cm 25 ibid 26 ibid 27 Perdian F. Telelay, Pohon dan klasifikasinya (Artikel of google books, 19 mei 2017)
21
e. Pohon besar (trees), yaitu pohon dengan diameter batang lebih dari 50 cm28
Mengingat kedudukan pohon di dalam tegakan hutan, pohon-
pohon dapat dikelompokan dalam kelas-kelas sebagai berikut
Darjadi dan Hardjono, 1976 ; Baker dkk, 1979:
a. Pohon dominan (dominant trees), yaitu pohon yang tajuknya menonjol paling atas dalam hutan sehingga mendapat cahaya matahari penuh dari atas dan sebagian dari samping. Pohon dominan merupakan pohon-pohon yang lebih besar dari pada rata-rata pohon di dalam tegakan dan mempunyai bentuk tajuk yang bagus. Kadang-kadang pohon dominan memiliki percabangan yang besar dan mendesak pohon-pohon lain sehingga pertumbuhan pohon lain tertekan, pohon ini dinamakan pohon serigala (wolf trees).
b. Pohon kodominan (codominant trees). Pohon yang tidak setinggi pohon dominan, tetapimasih mendapatkan cahaya matahari penuh dari atas meskipun cahaya dari samping terganggu oleh pohon dominan. Pohon kodominan bersama-sama dengan pohon dominan merupakan penyusun tajuk utama dalam suatu tegakan hutan.
c. Pohon pertengahan (intermediate trees). Pohon yang tajuknya menempati posisi lebih rendah dibandingkan pohon dominan dan pohon kodominan. Pohon ini masih mendapatkan cahaya dari atas tetapi tidak lagi dari samping,dengan demikian pohon dari kelas ini mengalami persaingan yang keras dengan pepohonan lainnya.
d. Pohon tertekan (suppressed trees), yaitu pohon yang sama sekali ternaungi oleh pepohonan lain di dalam suatu tegakan hutan, sehingga tidak menerima cahaya matahari yang cukup baik dari atas maupun dari samping. Pepohonan demikian , biasanya lemah dan tumbuh lambat.
e. Pohon mati (dead trees), yaitu pepohonan yang mati atau dalam proses menuju kematian. Pada tegakan hutan yang memiliki banyak permudaan, tetapi tidak dikelola dengan baik, lambat laun sejumlah besar pohon mengalami tekanan dan akhirnya mati.29
28 Direktorat Jendral tinggi Kehutanan, Kehutanan, Klasifikasi Pohon (1990) 29 Pengklasifikasian Pohon dan Jenis Pohon (Artikel of Google books, 19 mei 2017)
22
7. Konservasi
Setiap kegiatan ini akan menghasilkan suatu proses penjagaan
dan perlindungan terhadap suatu lingkungan khususnya pohon secara
langsung yang disebut dengan konservasi. Menurut kamus Bahasa
Inggris kata konservasi yaitu berasal dari kata “conservation” yang
berati pelestarian atau perlindungan.30 Menurut Allaby (2010)
konservasi adalah pengelolaan biosfer secara aktif demi menjamin
kelangsungan keanekaragaman spesies maksimum serta dapat
melakukan pemeliharaan keragaman genetik dalam suatu spesies,
termasuk di dalamnya adalah pemeliharaan fungsi biosfer yang
misalkan mencangkup siklus nutrisi dan fungsi ekosistem.31
Menurut Undang-undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem Konservasi adalah
pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan
secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediannya
kualitas keanekaragam dan nilai yang sudah ada serta terkandung di
dalamnya.32
Penelitian Dunia yakni UNEP (United Enviromen
Programme) istilah konservasi mengcangkup pula konsep pemnfaatan
sumberdaya secara bekelanjutan dengan demikian lingkungan dapat
memberikan manfaat terbesar, berkelanjutan untuk generasi sekarang,
30 Reif, J.A. Levy, Y. Kamus Bahasa Inggris Untuk Pelajar (Bekasi, PT. Kesaint Blanc Indah Corp, 1993 ) 31 Allaby, A Dictionary of Ecology( Oxford, Oxford University press, 2010) 32 Undang-undang Dasar 1945 no 5 tahun 1990
23
sekaligus menjaga potensi agar memenuhi kebutuhan hidup generasi
mendatang.33
Pada dasarnya konservasi merupakan suatu perlindungan
terhadap alam dan makhluk hidup lainnya. Sesuatu yang mendapat
perlindungan maka dengan sendiri akan terwujud kelestarian Manfaat-
manfaat konservasi diwujudkan dengan:
a. Terjaganya kondisi alam dan lingkungannya, berarti upaya konservasi dilakukan dengan memelihara agar kawasan konservasi tidak rusak.
b. Terhindarnya bencana akibat perubahan alam, yang berarti gangguan-gangguan terhadap flora fauna dan ekosistemnya pada khususnya serta sumber daya alam pada umumnya menyebabkan perubahan berupa kerusakan maupun penurunan jumlah dan mutu sumber daya alam tersebut.
c. Terhindarnya makhluk hidup dari kepunahan, berarti jika gangguan-gangguan penyebab turunnya jumlah dan mutu makhluk hidup terus dibiarkan tanpa upaya pengendalian akan berakibat makhluk hidup tersebut menuju kepunahan bahkan punah sama sekali.
d. Mampu mewujudkan keseimbangan lingkungan baik mikro maupun makro, berarti dalam ekosistem terdapat hubungan yang erat antara makhluk hidup maupun dengan lingkungannya.
e. Mampu memberi kontribusi terhadap ilmu pengetahuan, berarti upaya konservasi sebagai sarana pengawetan dan pelestarian flora fauna merupakan penunjang budidaya, sarana untuk mempelajari flora fauna yang sudah punah maupun belum punah dari sifat, potensi maupun penggunaannya.
f. Mampu memberi kontribusi terhadap kepariwisataan, berarti ciri-ciri dan objeknya yang karakteristik merupakan kawasan ideal sebagai saran rekreasi atau wisata alam.34 Strategi Konservasi nasional yaitu: Perlindungan Sistem
Penyangga Kehidupan Berdasarkan fungsi utama kawasan dalam
33 UNEP.1992. Global Biodiversity Strategi World Resources Institute the World. ( Conservation Union and United Nation Enviromen Programme Wasington, USA) 34 Kehati, Materi Kursus Inventarisasi flora dan fauna Taman Nasional Meru Betiri (Malang:2000) h.10
24
penataan ruang, maka kawasan hutan lindung, kawasan bergambut,
kawasan resapan air, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan
sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan suaka
alam, hutan bakau, taman nasional, cagar alam, taman wisata alam dan
kawasan rawan bencana alam termasuk dalam kawasan lindung yang
keberadaanya perlu dijaga dan dilindungi.35
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan peneletian Kualitatif. Menurut Bogdan
dan Tylor dalam Nurhaidah, 2013 mendefinisikan penelitian kualitatif
sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.36Penelitian ini sangat bertolak belakang dengan penelitian
Kuantitatif yang notabenenya menggunakan perhitungan dan angka-
angka statistik tentang suatu yang dibahas didalamnya, Penelitian jenis
Kualitatif ini tidak melakukan Perhitungan-perhitungan terhadap
angka-angka melainkan penelitian kualitatif adalah penelitian tentang
riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis.
Di dalamnya memuat tentang pemberian makna suatu probandus yang
diteliti dengan kata-kata tersistematis. Proses dan makna (perspektif
subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif.
35 Bambang Pamulardi, Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000) cet.2, h. 179
36 Nurhaidah, „‟ Pelaksanaan pendidikan agama islam dalam membentuk karakter siswa di SDN 02 kelurahan Simpasai Kec. Woja Kabupaten Dompu Tahun Pelajaran 2012/2013
25
2. Teknik Pengumpulan Data
Data yang didapat dari penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh secara langsung pada objeknya, sehingga teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Pengamatan awal atau observasi, wawancara atau interview dan
dokumentasi.
a. Observasi (Pengamatan)
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis
terhadap gejala-gejala yang diteliti, yaitu melakukan pengamatan
dan pencatatan terhadap objek yang dijadikan penelitian dan
menilainya, sehingga didapat pertimbangan dari reaksi yang
ditimbulkan oleh objek, dan diharapkan dapat diambil sebuah
kesimpulan dari fenomena yang diselidiki.37 Adapun objek yang
akan diobservasi adalah alat berupa simbol yang digunakan pada
acara adat dan keagamaan yang disematkan pada pohon. Dengan
metode ini penulis berusaha memperhatikan tempat, peletakan
simbol-simbol tersebut.
b. Interview ( Wawancara)
Teknik yang digunakan untuk menentukan informasi adalah
teknik Informan kunci yang disebut dengan wawancara Snow
balling , yang artinya penulis akan mewawancarai dan orang yang
diwawancarai akan bebas menjawab sesuai dengan
37 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 54.
26
pengetahuannya dan akan berhenti ketika tidak ada lagi muncul
jawaban atau informasi yang berbeda. Adapun yang akan
diwawancarai adalah orang-orang Jagaraga yang dibagi menjadi
beberapa golongan sesuai dengan kasta-kasta yang berlaku di
agama mereka.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data berupa dokumen-
dokumen.38 Dokumen-dokumen ini berupa buku-buku, esiklopedi,
foto-foto dll. Dalam metode ini penulis mencoba memberikan
gambaran desa tempat penelitian, masyarakatnya dan gambaran
asli dari bentuk, rupa dan tempat di mana simbol-simbol ini
diletakkan, pada acara apa dan cara-cara peletakanya.
3. Analisis Data
Langkah selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah menganalisis
data. Menurut Patton dalam Nurhaidah (2013), analisis data adalah
proses mengatur urutan-urutan data, mengorganisasikan ke dalam pola,
kategori dan satuan uraian dasar.39 Langkah yang digunakan dalam
menganalisis data adalah deskriptif kualitatif, yang artinya data yang
sudah didapat akan dirangkai, disistimatisasikan, dijelaskan
38 Husein Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, hlm. 73
39 Nurhaidah, „‟ Pelaksanaan pendidikan agama islam dalam membentuk karakter siswa di SDN 02 kelurahan Simpasai Kec. Woja Kabupaten Dompu Tahun Pelajaran 2012/2013. hal 31
27
menggunkan kata-kata dan gambaran-gambaran sehingga penulis
dapat merumuskan kesimpulan.40
H. Sistematika Pembahasan
Bab I, Meliputi konteks penelitian, latar belakang (membahas tentang
pengertian konservasi, pohon, kearifan lokal, simbol, kain poleng
dan agama Hindu serta upacara yang dilakukan), focus penelitian
( Pada simbol yang digunakan pada acara keagamaan masyarakat
Jagaraga yang beragama Hindu), tujuan dan manfaat penelitian
(Berisikan manfaat teoritis dan praktis), ruang lingkup dan setting
penelitian (bertempat di Desa Jagaraga yang beragama Hindu),
telaah pustaka, kerangka teoritik (di dalamnya memberikan
penjelasan tentang kearifan local, pohon, konservasi, agama
Hindu dan upacara keagamaan), metode penelitian, sistematika
pembahasan, rencana awal kegiatan penelitian dan tinjauan
pustaka.
Bab II, Meliputi gambaran umum penelitian dan gambaran spesifik
terhadap simbol (kain Poleng) yang digunakan pada acara-acara
adat dan acara-acara keagamaan tertentu masyarakat Jagaraga
yang beragama Hindu.
Bab III, Berisikan pembahasan yang terdiri dari bentuk, rupa dan makna
dari simbol-simbol yang digunakan pada pohon di acara-acara
adat dan keagamaan tertentu oleh masyarakat Jagaraga yang 40 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendektan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm. 245
28
beragama Hindu dan peranannya sebagai konservasi pohon di
daerah tersebut.
Bab IV, Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran.
I. Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian
No Kegiatan
2017 /2018
Mei Jun Jul agt Sep Okt Nov Des Jan feb mart apr Mei Jun
1 Pengajuan
judul
2 Konsul bab
I-III
3 Seminar
4 Penelitian
5 Penyelesaian
bab IV-V
6 Penyelesaian bimbingan
7 Sidang Skripsi
29
BAB II
PAPARAN DATA DAN TEMUAN
Data dan temuan yang didapat dalam penelitian ini merupakan hasil dari
wawancara bebas terbuka yaitu wawancara yang tidak merahasiakan informasi
mengenai narasumbernya dan juga memiliki pertanyaan-pertanyaan yang tidak
terbatas atau tidak terikat jawabanya serta metode yang peneliti lakukan adalah
wawancara dengan cara mencatat dan merekam hasil wawancara yang bertujuan
untuk menguatkan hasil temuan.
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sekilas Tentang Desa Jagaraga
Jagaraga adalah desa dengan jumlah penduduk yang mayoritas
adalah beragama Hindu.
Desa Jagaraga memiliki 7 Dusun yang yaitu Dusun Tegal,
Lamper, Tambang Eleh, Dasan Geres, Beremi dan Adeng serta Karang
Bucu. Desa jagaraga adalah Desa yang memiliki jumlah jiwa atau
penduduk sebesar 708.236 orang yang sebagian besar merupakan
beragama Hindu dengan persentase 85%.41
2. Letak Geografis Desa Jagaraga
Jagaraga adalah salah satu Desa di Kecamatan Kediri Kabupaten
Lombok Barat Nusa Tenggara Barat dengan luas wilayah 896,56 km2,
dengan kode pos 883362 dengan ketinggian 50 m dan diatas
41
Perda pemerintah Kabupaten Lombok Barat dan BPS 2016
30
permukaan laut serta curah hujan rata-rata 20-320C. Adapun batas
wilayah desa Jagaraga sebagai berikuta:
a. Sebelah selatan Desa Tumpeng Kecamatan Kediri,
b. Sebelah utara Desa Tegal Kecamatan Kuripan
c. Sebelah barat Desa Adeng Kecamatan Kuripan
d. Sebelah Timur Desa Lamper Kecamatan Kuripan.
Gambar2.1 Peta Desa Jagarag (Pemerintahan Desa jagaraga)
B. Responden
Jumlah responden yang digunakan berjumlah delapan orang yang
mewakili semua kasta yang ada diagama Hindu. Kasta di agama hindu ada
31
empat jenis sesuai dengan tingkatannya. Adapun kasta yang empat ini
adalah Kasta Brahmana, Ksatria, Waisia dan Sudra.
Responden yang delapan selain mewakili semua kasta, juga
memiliki propesi dan juga umur yang berbeda-beda sehingga peneliti
menemukan hasil respon atau jawaban yang bervariasi. Adapun biodata
respondenya sebagai berikut:
a. Desak Nyoman Suantika S.Ag yang merupakan guru Agama Hindu di
SMAN 1 Kuripan dengan umur 40 tahun dan beliau memiliki kasta
yakni kasta Ksatria yang merupakan kasta yang kedua.
b. I Da Wayan Suteja yang merupakan pengusaha dengan umur 23 tahun
dan beliau memiliki kasta Brahmana yakni kasta pertama atau
merupakan kasta tertinggi.
c. (Anonim) adalah Pedande atau Pendeta yang merupakan atu-satunya
pendeta yang ada di desa Jagaraga, umur 46 tahun dan merupakan
keturunan dari kasta Brahmana.
d. I Gde Subah adalah penceramah dan Guru Agama dengan umur 45
tahun yang merupakan keturunan dari kasta Ksatria.
e. I Dewa Nyoman Alit adalah Palisade atau Badan pemberi hukum,
fatwa untuk agama Hindu untuk kabupaten Lombok Barat Kecamatan
Kediri yang berumur 50 tahun dengan kasta adalah Ksatria.
f. Ni Made Ayu Sulastri merupakan kkasta Waisia dengan umur 21 tahun
dan seorang Mahasiswa di STIKES Yarsi
32
g. Ni Luh Rijek adalah ibu rumah tangga dengan umur 35 tahun dan
merupakan kasta Waisia.
h. I Nengah Mertayasa adalah keturunan dengan kasta Sudra dengan
umur 23 tahun dan seorang buruh
C. Keterkaitan Kearifan Lokal, Kain Poleng dan Alam
1. Kearifan Lokal
Setiap daerah memiliki kearifan lokal yang berbeda-beda baik
dari segi pemahamannya, bagaimana cara pelaksanaanya serta
kegiatannya akan berbeda walaupun daerah tersebut memiliki
kesamaan agama dan tujuan dalam pelaksaanaan kearifan lokal
tersebut.hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Pedande atau Pendeta
yang ada di Desa Jagaraga:
„‟Daerah Jagaraga memiliki kearifan lokal yang berbeda dengan daerah lain walaupun memiliki agama yang sama, walaupun sama- sama mempercayai Yang Widi sebagai Tuhan serta walaupun memiliki tujuan persembahan yang sama akan tetapi pasti berbeda contohnya di Bali.‟‟42
Kearifan lokal adalah semua adalah semua bentuk pengetahuan,
keyakinan, pemahaman, atau adat kebiasaan atau etika yang menuntun
perilaku manusia dalam komunitas ekologi. Kearifan lokal didefinisikan
sebagai kebenaran yang mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah.43
Kebenaran ini akan selalu diyakini oleh masyarakat di daerah tersebut
sehingga akan menghasilkan sikap konservatif. Sikap konservatif adalah
42
Wawancara, (Anonim), Pendeta desa Jagaraga, 08 Desember 2017 43
Ibid, 14 juli 2014
33
sikap tidak mempertahankan kebudayaan dan ketradisionalan da
menentang moderenisasi.
„‟Nilai dalam kearifan lokal akan diyakini oleh kita dan anak cucu kita karena merupakan hasil dari turun-temurun yang akan mempertahankan sampai kapanpun, tidak akan tergerus oleh zaman dan waktu serta kami akan selalu meghormati serta menghargainya.‟‟44
Memang kearifan lokal adalah sesuatu yang dilakukan dan diyakini
oleh masyarakat desa tertentu dalam menjalankan adat-istiadat serta nilai-
nilai yang dianggap benar yang dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan
pula, kearifan lokal ini akan berpengaruh baik dari segi penggunaan
sarana-sarananya serta cara pemujaannya. Dalam melaksanakan kegiatan
keagamaan khususnya masyrakat Hindu akan menggunakan simbol-
simbol dalam pelaksanaannya.
Simbol adalah suatu bentuk ungkapan seorang individual terhadap
sesuatu yang dianggap benar, suci keramat serta harus dihormati oleh
setiap orang. Simbol juga dapat mewakili sesuatu untuk menyatakan hal
lain secara kodrati maupun hal diluar kodrati. Bentuk dan arti simbol
sangat dipengaruhi oleh pemikiran orang dari sudut pandangnya yaitu
dalam agama serta kearifan lokal yang berlaku.
Simbol-simbol keagamaan memperlihatkan ciri umum dari segala
macam simbol yang berfungsi menenagkan bati dan pemikiran individual
serta membantu dalam hal pemujaan dan memahami realitas spiritual.45
44
Weancara, Desak Nyoman Suantika, 10 Desember 2017 45
Ibid, 14 juli 2017
34
Simbol banyak digunakan oleh agama Hindu salah satu simbol yang
digunakan adalah kain poleng.
2. Kain Poleng
Dalam melakukan pemujaan kepada Tuhan dan kegiatan
keagamaan lainnya dalam agama Hindu banyak menggunakan simbol
sebagai sarana yang membuat batiniah menjadi lebih tenang dan
khusuk.46Penggunaan simbol adalah hal yang wajar dan lumrah
dilakukan oleh Agama Hindu baik simbol yang bersifat sementara
yakni seperti dupa dan sesajen maupun simbol yang permanen seperti
kain poleng.
„‟Simbol adalah sesuatu yang wajib kami buat dan laksanakan karena bentuk hormat dan segan kami kepada apa yang kami percayai.‟‟47
Kain poleng adalah adalah kain kotak-kotak yang memiliki warna
dengan jumlah sama yang menandakan kesemimbangan antara yang
baik dan buruk, keseimbangan antara yang hak dan batil. Kain poleng
adalah kain yang digunakan dalam setiap upacara keagamaan yang
memiliki pilosofi sebagai kain yang menjaga sehingga nama lain dari
kain poleng adalah kain penjaga.
„‟Kain poleng adalah simbol dari Dewi Yurga yang disebut juga dengan Ngerurah yakni simbol suci yang berfungsi sebagai penjaga karena Dewi Yurga adalah dewi penjaga.‟‟48
Kain di agama hindu memiliki banyak jenis yang bisa
dibedakan dari warnanya dan warnya akan mempengaruhi fungsi kain 46
Desak Nyoman Suantika, 10 Desember 2017 47
I Da Wayan Suteja, 13 Desember 2017 48
Desak Nyoan Suantika, 10 Desember 2017
35
itu sendiri, khusus untuk kain yang berbentuk kotak-kotak di sebut
dengan kain poleng. Kain poleng memiliki dua jenis yang dibedakan
dari jumlah warna yang ada didalamnya sehingga memiliki makna
yang berbeda-beda, kain poleng dengan motif warna hitam dan putih
memiliki warna keseimbangan antara yang baik dan buruk.
Kain poleng yang kedua ialah kain poleng yang memiliki tiga
warna yakni merah, hitam dan putih yang memiliki makna „‟Trimurti‟‟
yang berarti mewakili ketiga dewa besar agama Hindu. Merah artinya
keberanian, Putih Kesucian dan Hitam artinya Ketenangan.
„‟Kain poleng yang memiliki tiga jenis ini memiliki makna yang berbeda-beda nak, yakni Hitam yang berarti ketenangan mewakili Dewa Wisnu, Putih yang berarti kesucian yang mewakili Dewa Siwa dan yang merah berati keberanian yang mewakili Dewa Brahmana‟‟49
Sejarah penggunaan kain poleng adalah digunakan pada masa
kerajaan Hindu Budha yakni tepatnya pada masa-masa kerajaan. Kain
poleng dulunya digunakan oleh para patih yang bertugas sebagai
penjaga kerajaan dan semua perangkat kerajaan serta yang bertugas
mengawal Raja. Kain poleng biasanya digunakan di kepala, motiv baju
dan juga sebagai sarung.
Jaman dahulu leluhur juga menggunakan kain poleng sebagai
penjagaan tempat-tempat yang dianggap sakral dan patut untuk dijaga
karena dipercayai dan diyakini sbagai stana jiwa para Dewa yang di
sembah dan sangat disegani. Tempat-tempat yang biasanya di
49
(Anonim), Pedande Desa Jagaraga. 10 Desember 2017
36
selimutkan kain poleng adalah tempat ibadah (tempat dupa), patung
dan juga pohon.
„‟Kain poleng sangat sakral dan bermanfaat serta kain ini juga multifungsi yang artinya penggunaan penjagaan yang maksudkan bukan hanya pada pohon saja akan tetapi benda mati seperti patung dan juga manusia yang bertugas dalam menjaga‟‟50
3. Alam
Alam sangatlah dekat dengan agama hindu, sehingga dalam
melaksankan kegiatan keagamaan serta ritual suci penyembahan
terhadap dewa-dewa semua bahannya atau saranya berasal dari alam
tidak hanya itu selain bahan yang digunakan untuk penyembahan
berasalkan dari alam, tempat pemujaannya pula tidak hanya didalam
pura akan tetapi juga di alam seperti penyembahan yang dilakukan
pada stana jiwa dewa yang bersemayam di dalam pohon pada hal ini
pohon yang sering digunakan sebagai tempat penyembahan adalah
pohon Bringin.
Tidak hanya secara agamis akan tetapi juga secara ilmu
pengetahuan dan saint. Pohon beringin adalah pohon yang keramat
yang dijadikan persemayaman oleh leluhur adalah pemahamnnya
secara agamis, sedangkan pemahaman masyarakat agama Hindu secara
ilmu pengetahuan dan saint adalah bahwasanya pohon beringin adalah
pohon yang memiliki sejuta fungsi yakni sebagai perimbun manusia,
benda, hewan dan bahkan pohon yang ada dibawahnya (Kanopi
50I Gde Subah, Penceramah dan guru agama, 13 Desember 2017
37
pohon), pohon beringin meiliki akar yang sangat besar dan sangat
bermanfaat dalam mencegah banjir.
„‟Umat manusia tidak akan bahagia dalam hidup jika tidak menjadikan pohon sebagaia teman, kami agama Hindu sangat menghargai Tuhan dari segala arah dan sudut pandang yakni dengan menjaga dan menghormati pohon yaitu sebagai perwujutan Dewa Sangkara sebagai Dewa Pohon serta denagn adanya pohon keseimbangan oksigen menjadi stabil sehingga menjadikan keadaan alam dan iklim menjadi lebih sejuk, sehingga kami bukan hanya dari segi agamis saja memaknai pohon akan tetapi dari segi ilmu pengetahuan pula‟‟51
Perspektif tentang menjadikan pohon sebagai teman dan
memaknai poho sebagai mahluk yang harus dijaga dan di hormati juga
tertuang pada kitab agama mereka yakni „‟TRI HITA KARANA‟‟
yang berarti tiga sebab hidup bahagia. Konsep ini menjelaskan pada
pemeluk agama Hindu tentang konsep kebahagiaan yang bisa di dapat
dengan menjalin hubungan baik dengan Tuhan, Manusia dan Alam.
D. Peranan Kearifan lokal dan kain poleng dalam mengkonservasi alam
khususnya pohon
Kearifan lokal bagi kegiatan keagamaan menggunakan kain poleng
sangat memberikan warna tersendiri bagi pelaksanaannya baik dari segi
sarana dan tempat pemujaannya sehingga dari satu sisi kearifan lokal
dengan kain poleng akan menghasilkan sikap konservasi alam khususnya
pohon secara tidak langsung.
Kegiatan mengkonservasi yang dilakukan masyarakat biasanya
dilakukan dengan cara langsung, yakni mengerti dan memahami begitu
51
I Gde Subah, Penceramah dan gur agama, 13 Desember 2017.
38
pentingnya pohon sebagai penyeimbang kehidupan dan pemberi
kehidupan di dunia sehingga sebagian orang melakukan konservasi pohon.
Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah dengan cara penghijauan atau
penanaman pohon dan pemberian sanksi bagi penebang pohon secara liar.
Seperti yang diketahui konservasi pohon adalah upaya menjaga
dan melindungi pohon dari kerusakan. Secara harfiah konservasi berasal
dari bahasa inggris yaitu dari kata „‟Conservation‟‟ yang berarti
pelestarian atau perlindungan.52 Dengan adanya kearifan lokal sebagai
bentuk sarana konervasi secara tidak langsung pada pohon, akan
terciptanya pemeliharaan, penjagaan dan perlindungan alam khususnya
pohon untuk kehidpan yang lebih baik.
1. Respon Masyarakat
a. Masyarakat Hindu
Sebagian masyarakat sangat menjaga pohon dan sebagian
pula tidak. Dengan penggunaan kain poleng dalam kegiatan
keagamaan sangat memberikan dampak yang berbeda pada pohon
itu sendiri. Adanya penyematan kain poleng memberikan pengaruh
positif kepada masyarakat Hindu karena sudah jelas larangan-
larangan yang ada pada pohon tersebut yang bisa dilihat dari
penyematan kain poleng padanya.
„‟Dengan adanya kain poleng pada sesuatu khususnya pohon sangat memberikan dampak besar bagi kami, karena dengan
52
ibid
39
adanya kain poleng membuat kami semakin segan, semakin menghormati dan juga menjaga pohon tersebut.‟‟53
Bagi umat Hindu atau masyarakat Hindu khususnya di
Jagaraga sudah memiliki larangan-larangan yang jelas akan pohon
tersebut ditambah dengan adanya penyelimutan menggunakan kain
poleng akan menambah nuasa agamis dan sakral terhadapnya
sehingga masyarakat hindu sangat menjaga dan menghormati
pohon terebut.
Pengaruh kearifan lokal dan kain poleng terhadap
konservasi pohon bisa diliat dari perangaian masyarakt sekitar,
yakni akan lebih sopan dan lebih santun lagi ketika melihat dan
melewati pohon yang terdapat padanya kain poleng sehingga
jangankan menebang atau merusak pohon tersebut, berkata
kotorpun sangat dihindari karena kepercayaan adanya roh leluhur
dan stana jiwa dewa didalamnya sehingga terjadinya konservasi
terhadap pohon tersebut.
„‟klo ada pohon yang diselimutin dengan kain poleng, kami tidak berani melakukan hal-hal yang buruk dengan berkata kotor dan tidak baik karena kain dan pohon tersebut kami hargai dan hormati seakan ia melihat kami dan ketika kami melakukan hal buruk maka akan terjadi pula hal buruk yang akan menimpa kami‟‟54
53
Wawancara Ni Luh Rejek, 15 Desember 2017 54
Wawancara I Nengah Mertayasa dan Ni luh Ayu Sulastri , 15 Desember 2017
40
2. Masyarakat Non Hindu
Bukan saja pada masyarakat Hindu semata akan tetapi sifat
konservasi ini akan dilakukan oleh masyarakat yang bukan pemeluk
agama Hindu (Non Hindu). Sifat konservasi akan dilakukan secara
terstimulus oleh otak karena rasa takut dan perasaan was-was yang
dirasakan kerika melihat adanya seimbol berupa kain poleng yang
diselimutkan di pohon.
Sifat ini biasanya akan hadir pada otak seseorang sebagai reaksi
awal terhadap sesuatu yang menurutnya besar, sakral, menakutkan dan
ketidak tahuan dari makna dan penggunaannya walaupun adanya sifat
tidak percaya akan nilai dari kain poleng tersebut. Sehingga sifat ini
wajar akan dirasakan oleh masyarakat Non Hindu ketika menjumpai
pohon dengan kain polengnya.
„‟Jangankan melakukan hal buruk atau tidak baik, mendekatinya saja saya rasa akan sangat menakutkan dan menggangu pikiran saya sehingga lebih baik saya bersikap sewajarnya dan bahkan melakukana hal baik walaupun saya tidak percaya dengan maksud dari kain yang ditaruh dipohon tersebut.‟‟55
E. Hasil Data dan Temuan
Adapun hasil data dan temuan setelah melakukan wawancara adalah:
Didesa Jagaraga terdapat satu pendande atau pendeta. Didesa Jagaraga
juga terdapat palisade atau dalam agama islam di sebut dengan MUI untuk
kecamatan Kediri kabupaten Lombok Barat. Pendeta atau pedande adalah
keturunan Brahmana yaitu Kasta tertinggi yang melakukan tugas sebagai
55
Wawancara Umi Rahmatu Andini, 15 Desember 2017
41
pemuka Agama, akan tetapi pemuka agama hanya dalam acara kematian
(Ngaben), Pernikahan dan Acara-acara besar keagamaan yang
mencangkup persembahan sedangkan Palisadelah yang bertugas
memberikan ceramah keagamaan dan juga pencerahan agama.
Dalam agama islam Pemuka Agama bisa mencangkup segalanya
dalam kegiatan agama akan tetapi dalam agama Hindu yang melakukan
acara-acara keagamaan tentang pemujaan ke Tuhan hanya boleh dilakukan
oleh Pedande atau Pendeta dan melakukan ceramah dilakukan oleh
palisade karena sudah ada tugas masing-masing sesuai dengan kasta.
Kasta yang ada dalam agama Hindu itu ada empat yang yang
berfungsi sebagai pengatur umat sesuai dengan keturunan-keturunan
yang berlaku dari zama nenek moyang yang didalamnya tidak dapat
dibalik. Dibalim artinya keturunan paling bawah sepeti Sudra tidak
dapat menjadi pemimpin untuk keturunan tertinggi yaitu Brahmana.
Kasta pun berfungsi sebagai tingkatan-tingkatan yang akan
memberikan tugas-tugas tertentu sesuai dengan tingkatannya.
Hasil dari data dan temuan ini adalah beda kasta akan berbeda
berbeda jawaban yang akan diberikan, artinya dari segi jumlah dan
volume jawannya katrena beda kasta akan berbeda juga pemahaman
yang dimilikinya. Sehingga adapun jawab yang sama dari setiap
responden adalah hanya mengenai tentang mengenai pengertian kasta
dan pembagiannya serta bagaimana hubungan agama mereka dengan
alam selebihnya mengenai pertanyaan yaitu tentang kain poleng serta
42
maknanya peneliti mendapatkan jawaban yang beragam dari segi
jumlah dan volume jawabannya.
43
BAB III
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Berdasarkan paparan data dan temuan penelitian sebagaimana telah
diuraikan pada bab II, maka langkah selanjutnya adalah pembahasan atau analisis
hasil temuan penelitian dengan mengacu pada teori-teori yang tersedia dan
relevan. Adapun hal yang akan dianalisis ada dua hal pada bab ini yaitu: 1).
Keterkaitan Kearifan Lokal, Kain Poleng, dan Alam 2). Peranan Kearifan Lokal
dan Kain Poleng dalam Mengkonservasi Alam khususnya pohon.
1). Keterkaitan Kearifan Lokal, Kain Poleng dan Alam
Penelitian ini adalah penelitian sosial yang mengarah kepada kearifan
lokal di suatu daerah karena beda daerah akan berbeda pula kearifan lokal yang
berlaku. Penelitian sosial yang dikembangkan ini adalah tentang bagaimana
kearifan lokal yang menghasilkan suatu alat atau bahan yang dapat digunakan
sebagai konservasi lingkungan khususnya pohon demi kelestarian pohon dan alam
yang menggunakan konservasi tidak langsung karena dari kearifan lokal ini akan
berkembang pemikiran konservatif.
Pemikiran konservatif adalah konsep atau pemikiran atau kepercayaan
dalam diri sesorang yang selalu menjaga tradisi lama dan hal tradisional serta
menentang moderenisasi yang sekali lagi merupakan dampak tidak langsung dari
kearifan lokal. Bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa nilai,
norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat dan aturan-aturan khusus.
Salah satu kearifan lokal yang sering ditemukan dimasyarakat khususnya
44
masyarakat yang beragama Hindu adalah penggunaan simbol-simbol yang
digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang dianggap suci, tinggi dan tidak
dapat dijelaskan dengan kata-kata dan ungkapan kalimat semata. Dengan
menggunakan simbol, seorang individu sudah merasa mewakili pemikirannya
tersebut untuk menunjukan sesuatu tadi yang dianggap suci dan tinggi serta
keramat.
Simbol juga dapat mewakili sesuatu yang diluar kodrati manusia tersebut
misalkan seperti manispestasi pemikiran manusia tentang Dewa-dewa dengan
berbagai senjata dan keunikan serta kekuatan yang dimilikinya.56 Agama Hindu
adalah salah satu agama yang menggunakan simbol-simbol dalam setiap kegiatan
keagamaan dan ritual-ritual pemujaan yang dilakukan, salah satunya adalah Kain
Poleng.
Kearifan lokal memiliki berbagai terminologi lain, seperti kearifan
tradisional, pengetahuan tradisional, kearifan ekologi tradisional, kearifan
pribumi, kearifan etnosains, kearifan rakyat, sains lokal dan pengetahuan
nonformal. Akan tetapi semua istilah tersebut mengacu pada satu pengertian, yaitu
pengetahuan lokal, tradisional dan unik, yang dipelihara dan dikembangkan oleh
komunitas tertentu melalui sejarah interaksi yang panjang dengan lingkungan
alam sekitarnya (Sukarata, 1999). Kearifan lokal menjadi dasar pengambilan
keputusan pada tingkat lokal dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari.
Kearifan itu diimbaskan antar generasi melalui pendidikan tradisional dalam
berbagai bentuk seperti upacara, peniruan, hafalan, pertemuan desa, cerita rakyat,
56
Ibid
45
tabu, dan mitologi. Kebudayaan masyarakat Hindu Bali memiliki berbagai macam
kearifan lokal dengan berbagai kontribusi dan potensinya yang perlu tetap
dipertahankan dan dilestarikan. Kemajuan sains dan teknologi memberikan
perubahan yang luar biasa.
Kemajuan IPTEK sebagai hasil kajian ilmiah tentang fenomena alam tidak
terlepas dari adanya kontribusi besar kearifan lokal, berupa pengetahuan informal
masyarakat tradisional berdasarkan pengalaman mereka sehari-hari. Hal tersebut
membuka pemahaman akan besarnya potensi kearifan lokal dalam turut
menyumbangkan baik gagasan, data awal, bahkan sumber inspirasi dalam upaya
menguak rahasia alam. Masyarakat tradisional secara turun temurun selalu
mengembangkan kearifan lokal tentang pengetahuan nonformal yang bermanfaat
praktis bagi kelangsungan hidup dan perkembangan budaya mereka.57 Kearifan
tradisional/lokal (traditional wisdom) adalah sistem sosial, politik, budaya,
ekonomi dan lingkungan dalam lingkup komunitas lokal. Sifatnya dinamis,
berkelanjutan dan dapat diterima.
Pattinama (2009) menjelaskan bahwa kearifan lokal mengandung norma
dan nilai sosial yang mengatur bagaimana seharusnya membangun keseimbangan
antara daya dukung lingkungan alam dengan gaya hidup dan kebutuhan manusia.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa kearifan tradisional lahir dari learning by
experience yang tetap dipertahankan dan diturunkan dari generasi ke generasi.
Kearifan tradisional digunakan untuk menciptakan keteraturan dan keseimbangan
57
I Ketut Surata, „‟ Studi Etnobotanik Tanaman Upacara Hindu Bali sebagai Upaya Pelestarian Kearifan Lokal‟‟. Jurnal Kajian Bali Vol 05 no (02). 2015. Hal. 265-284
46
antara kehidupan sosial, budaya dan kelestarian sumberdaya alam. Dalam
penerapannya, kearifan tradisional/lokal bisa dalam bentuk hukum, pengetahuan,
keahlian, nilai dan sistem sosial dan etika yang hidup dan berkembang dari satu
generasi ke generasi berikutnya.58
Berdasarkan hasil peneiltian yang telah dilakukan menggunakan metode
Snowbolling kepada lima orang yang masing-masing berasalkan dari kasta
Brahmana, Ksatria dan Waisia serta tambahan satu kali menggunakan kelompok
diskusi bersama (KDB) yang berjumlah tiga orang. Kain poleng adalah simbol
yang berbentuk kain yang biasanya digunakan di pohon, patuh, dan tempat ibadah
agama hindu atau yang disebut sanggah. Kain poleng disebut pula „‟Ngerurah‟‟
yaitu simbol Dewi Yurga yang merupakan simbol suci, agung dan sakral yang
biasanya digunakan untuk menjaga (penjaga) tempat-tempat yang dianggap
tempat bersemayamnya jiwa dari dewa atau leluhur.
Kain Poleng memiliki berbagai jenis sesuai dengan warna dan juga jumlah
warna yang ada di dalamnya, seperti kain poleng yang warnanya berjumlah dua
yaitu hitam dan putih yang bermakna keseimbangan antara baik dan buruk atau
antara suci dan kotor didunia ini sehingga jumlah warna dari putih dan hitam
adalah sama. Adapun kain poleng yang warnanya berjumlah tiga jenis yaitu
merah, putih dan hitam yang bermakna trimurti atau tiga dewa.
Kain poleng memiliki pilosofi makna yang begitu mendalam adapun
warna putih melambangkan kesucian, merah melambangkan keberanian dan
sedangkan yang hitam melambangkan ketenangan. Selain melambangkan bentuk
58
Feddy Pattiselanno, „‟Kearifan Tradisional Suku Maybrat dalam perburuan satwa sebagai penunjang pelestarian satwa‟‟ Journal Makara Sosial Maniora Vol 14 no (2).2010. hal.75-82
47
batiniah yang ada pada diri manusia, kain poleng juga melambangkan dewa-dewa
yang yang ada pada agama Hindu, yakni: Merah mewakili Dewa Brahmana,
Hitam mewakili Dewa Wisnu dan Putih mewakili Dewa Siwa. Kain poleng selain
sebagai penjaga, juga digunakan sebagai sarana dan alat persembahyangan
khususnya ketika acara-acara besar yang merajuk ke Alam seperti Acara
Galungan atau sukuran atas semua rizki yang telah diberikan oleh Alam.
Alam semesta sebagai ibu pertiwi merupakan tmpat semua mahluk hidup
mengembangkan hidup dan kehidupannya. Oleh karena itu, alam ini disebut
dengan istilah Bhumi Mata. Tumbuhan-tumbuhan sebagai stana para Dewa yang
merupakan juru selamat mahluk hidup dan juga sebagai pemberi makan dan
pelindung alam semesta, maka tumbuhan-tumbuhan juga disebut sebagai ibu.
Bhumi Mata adalah penghormatan alam semesta sebagai ibu pertiwi
sebagai tempat semua mahluk hidup dapat menjalankan kehidupannya. Dari ibu
pertiwi ini lahir berbgai benda yang dibutuhkan mahluk hidup. Makanan,
minuman, pakaian, tempat tinggal dan semua bahan-bahan yang bersumber dari
ibu pertiwi. Karena itu ibu pertiwi dapat memenuhi segala keinginan semua
mahluk hidup.59
Sehingga keterkaitan antara Kearifan, kain poleng dan Alam adalah setiap
manusia khususnya masyarakat Hindu yang akan melakukan atau menjalankan
kearifan lokal yang berlaku didaerahnya baik dari segi nilai keagamaan ataupun
adat istiadat seperti salah satu contoh penggunaan kain poleng akan menunjukkan
kepada benda-benda yang sesuai dengan ajarannya yang salah satunya adalah
59
I Gde Jaman, Tri Hita Karana (Bali: Bali Post, 2006)
48
Alam yaitu khususnya Pohon untuk menunjukan rasa hormat, bersukur serta
berterimakasih atas semua limpahan nikmat yang diberikan oleh alam khususnya
pohon.
Masyarakat Hindu percaya bahwasanya pohon adalah tempat stananya
jiwa dewa dan leluhur dari segi kepercayaan akan tetapi lebih dari kepercayaan
yang dilihat dari segi ilmu pendidikan bahwa agama Hindu sangat dekat dengan
pohon dan lingkungan karena pohon dan lingkungan adalah bagian dari hidup
sehingga patut untuk dihormati dan dijaga dengan menggunakan simbol yang
merupakan kearifan lokal yang berlaku di daerah tersebut dan simbol yang
dimaksud di sini adalah kain poleng yang disematkan pada pohon.
2). Pohon yang dikeramatkan atau disakralkan ditinjau dari sudut pandang
Biologi serta kedekatan manusia dengan Alam Khususnya pohon.
Dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa terlepas dari alam karena kita
sebagai manusia sangat membutuhkan alam. Salah satu komponen yang ada
dialam adalah pohon. Pohon sangatlah penting untuk kehidupan binatang dan
manusia. Pohon begitu kompleks dan multifungsi dan dimensi. Selain dikenal
sebagai komponen alam yang begitu penting untuk kehidupan umat manusia,
ternyata pohon juga bagi sebagian agama atau selompok penganut agama tertentu,
digunakan sebagai media atau alat untuk peribadatan dan menyebah Tuhan
mereka sesuai dengan kepercayaannya.
Agama Hindu adalah salah satu agama yang menjadikan pohon sebagai
media peribadatan serta menggunakan pohon sebagai penghasil bahan-bahan yang
digunakan untuk melakukan peribadatan tersebut seperti bunga, buah dan daun.
49
Ada beberapa pohon yang digunakan untuk dijadikan media peribadatan serta
bahan untuk melakukan sesembahan kepada Tuhan (sesuai kepercayaan) mereka
salah satunya adalah pohon Beringin (Ficus benjamina Linn).
Pohon beringin (Ficus benjamina Linn.) merupakan salah satu jenis
tanaman yang banyak dijumpai diberbagai wilayah Indonesia. Pohon beringin
yang merupakan tanaman asli Asia Tenggara termasuk dari Indonesia dan
sebagian Australia ini banyak ditanam sebagai tanaman dekoratif di fasilitas
umum sepertialun-alun, lapangan umum, perindang jalan maupun tanaman
dekoratif di halaman kantor dan rumah(Heyne 1987, Bauer & Speck 2012). Ficus
benjamina termasuk salah satu tanaman dari famili Moraceaeyang mudah tumbuh
di berbagai kondisi lahantermasuk lahan kering. (Veneklaas et al. 2002)
Pertumbuhan pohon beringin dapat mencapai tinggihingga 40-50 m
dengan diameter batang mencapai100-190cm. Veneklaas menyebutkan bahwa
pohon beringin termasuk tanaman cepat tumbuh dengan kecepatan pertumbuhan
65 mg-1/hari.Tumbuh di lingkungan terbuka, pohon beringin memiliki banir
tinggi yang cukup keras dan menyebar keberbagai arah, kadang tidak tampak di
bawah tanah kemudian muncul kembali di atas permukaan tanah (Boer & Sosef
1998).
Pohon beringin yang secara internasional dikenal dengan nama Benjamin‟s
fig atau weeping fig ini juga dikembangkan sebagai tanaman hias di dalam
ruangan dalam pot atau tanaman bonsai. Dalam bentuk tanaman kecil beringin
sedikit menghasilkan getah,sehingga mengurangi resiko alergi kulit dan
pernafasan akibat terkontaminasi getah pohon beringin. Pengembangan tanaman
50
beringin untuk di luar ruangan relatiflebih disukai, karena bentuk tajuknya
menarik dan mampu berfungsi sebagai peneduh dan perbanyakan tanamannya
relatif mudah dengan mengandalkan penyerbukan dari lebah. Namun demikian,
perbanyakan alami Ficus benjamina telah dilaporkan tidak terkendali di beberapa
negara dan menggolongkan tanaman ini sebagai tanaman yang bersifat
invasif(invasive species) (Starr et al. 2003).
Pohon beringin memiliki ciri khas berupa akar gantung yang menjulur dari
atas ke bawah dalam jumlah banyak, sehingga tampak seperti garis-garis
vertikalyang menopang pohon tersebut (Hemmer etal. 2004). Akar gantung yang
berasal dari cabang pohon beringin ini bervariasi diameternya menjuntai menutupi
batang utama. Akar gantung yang semula berdiameter kecil ini tumbuh
berkembang menjadi besar menutupi batang utama. Akar yang berada paling
dekat dengan batang utama berdiameter lebih besar dibandingkan dengan akar
gantung yang tumbuh kemudian dan terletak jauh dari batang utama(Boer & Sosef
1998).
Akar gantung yang besar dan terletak dekat batang utama ini kadang
menempel dan menyatu dengan batang utama, sehingga dalam pertumbuhannya
menyatu dengan batang utama,sehingga batang utama pohon beringin tampak
tidak beraturan. Ficus benjamina banyak tumbuh tersebar di berbagai lokasi di
Indonesia baik di tempat umum maupun milik pribadi. Masyarakat beranggapan
51
pohon beringin merupakan pohon yang sakral, sehingga pohon beringin jarang
ditebang untuk dimanfaatkan kayunya. 60
Beringin (Ficus spp.) yang tersebar di Ruang Terbuka Hijau Jalan (RTHJ)
dapat dijadikan sebagai salah satu upaya dalam mitigasi pencemaran udara. Hal
tersebut didukung oleh dendrologi beringin (Ficus spp.) yang memiliki bentuk
tajuk rapat dan tebal sehingga dapat mereduksi polutan dalam jumlah yang relatif
tinggi. Aktivitas kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber pencemaran
udara di perkotaan. Logam berat timbal (Pb) merupakan salah satu emisi
kendaraan bermotor yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Selain timbal, debu
juga merupakan komponen yang ikut serta dalam mencemari udara
(Kusminingrum & Gunawan, 2008: 3).
Perlu dilakukan program pengelolaan dan pengendalian pencemaran udara
di daerah perkotaan. Sebagai langkah awal dapat dilakukan kegiatan observasi
untuk mengetahui kemelimpahan distribusi beringin (Ficus spp.)dan
efektivitasnya dalam menyerap komponen pencemar udara khususnya timbal (Pb)
dan debu. Sejauh mana masyarakat memandang pohon beringin (Ficus spp.) dari
perspektif lingkungan, mitologi dan sejarah juga perlu dilakukan.Dengan
demikian, dapat ditentukan prioritas pengelolaan dan pengendalian yang tepat.61
Sehingga tidak heran jika beringin sangatlah di sakralkan bagi sebagian
orang karena dilihat dari bentuk batang, akar serta daunya dan juga ternyata
beringin begitu besar fungsinya jika ditinjau dari segi biologi. Akantetapi
60
Krisdianto. „‟ Struktur Anatomi dan Kualitas serat kayu dan akar gantung beringin‟‟. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia vol 21 no 1. 2016. 13-19 61
Lain Miftahul Suad, et.al. „‟ Eksistensi dan distribusi beringin (Ficus Spp.) sebagai mitigasi Pencemaran udara di kota yogyakarta. Jurnal Prodi Biologi. Vol 6 no 3.2017. 166
52
Sebenarnya bukan hanya beringin saja, akan tetapi semua pohon sangatlah di
hargai dan dijaga oleh semua manusia khususnya orang-orang yang beragama
Hindu. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana mereka (Orang Hindu) dalam menata
lingkungan rumah mereka. Kadangkala kita akan melihat rumah yang kecil akan
tetapi pekarangan yang sangat luas yang biasanya ditanami dengan berbagai
macam pohon seperti pohon kamboja dan bungsai. Orang-orang ini sangatlah
dekat dengan alam khususnya pohon karena mereka meiliki pemahaman akan
pohon yang begitu dalam yakni tentang adanya roh yang bersemayam disana,
akan tetapi dari segi konsumtif kita tidak bisa terlepas dari kebutuhan akan hasil-
hasil dari pohon seperti misalnya buah-buahan yang kita konsumsi.
Selain itu ada beberapa faktor yang dapat membuat manusia khususnya
orang-orang yang beragama hindu sangatlah dekat dengan Alam khususnya
pohon. Selain dijadikan sebagai sarana peribadatan, ternyata bahan-bahan yang
digunakan dalam upacara-upacara dalam kegiatan peribadatan mereka adalah
semua berasal dari alam khususnya pohon, seperti halnya Bunga, daun dan buah
yang akan dijadikan sesembahan. Sehingga dari segi konsumtif inilah yang
membuat manusia khususnya orang-orang yang beragama hindu sangatlah dekat
dengan pohon
Sebagaimana hasil wawancara saya dengan salah satu informan yang
beragama hindu yakni Ide Koman Gde (38tahun), menagatakan:
„‟Kami sangatlah dekat dengan alam karena kita mengambil manfaat dari alam khususnya pohon serta khusus agam kami mempercayai tentang adanya roh leluhur didalam pohon serta kami menggunakan bahan-bahan yang dihasilkan dari alam khususnya pohon untuk melakukan peribadatan serta tidak hanya itu pohon pula kami jadikan media kami untuk melakukan peribadatan‟‟
53
Dari penjelasan ini kita bisa melihat bahwasanya keluar dari kepercayaan,
kita sangatlah membutuhkan alam khususnya pohon seperti memanfaatkan hasil-
hasilnya untuk kehidupan kita apalagi ditambah lagi pemanfaatna pohon yang
digunakan untuk saranan keagamaan oleh salah satu agama tertentu maka akan
sangatlah dijaga dan dihargainya pohon dalam setiap kehidupan. Kemudian dari
hasil wawancara ternyata diketahui bahwasanya pohon juga memiliki fungsi yang
sangatlah kompleks dan multifungsi dari segi konsumtif serta dari segi
kepercayaan kan nilai-nilai keagamaan yang diyakini oleh sebagian orang atau
individu.
Ada beberapa bukti juga bagaimana kedekatan manusia khususnya agama
hindu dengan alam khususnya pohon sehingga pohon tersebut dalam penjagaanny,
perawatannya kadangkala dilakukan dengan menggunakan nilai-nilai keagamaan
ataupun nilai-nilai kearifan lokal yang berlaku. Seperti hasil wawancara dari salah
seorang pendeta yang tdk disebutkan namanya (Anonime),Mengatakan:
„‟Secara umum kami menjaga pohon layaknya orang lain pada umumnya, dengan tidak menebang dan merusaknya sehingga kami bisa memanfaatkan hasilnya kelak. Akan tetapi kami juga disatu sisi sangatlah menghargai pohon karena kami berasal dari alam sehingga kami melakukan hal-hal lebih dalam menjaganya seperti memagarinya serta menggunkan kain poleng sebagai simbol suci dan menghargai sehingga terjaganya pohon tersebut‟‟
Dari penjelasanya kita bisa melihat bagaimana dekatnya mereka dengan
alam khususnya pohon sehingga mereka mengatakan, kami menghargai pohon
sehingga penjagannya begitu spesifik sperti memagari sampai dengan kadang kala
menggunakan simbol-simbol suci dalam menjaganya.
54
3). Peranan Kearifan Lokal dan Kain Poleng dalam Mengkonservasi Alam
khususnya pohon
Agama Hindu mengenal yang namanya kasta. Kasta adalah tingkatan yang
ada di agama Hindu yang menunjukan tatanan masyarakat yang juga
memperlihatkan keturunan seseorang. Kasta akan memiliki fungsi yang sangat
besar sekali dari pemilikinya dikarenakan kasta adalah tingkatan yang diberikan
oleh nenek moyang yang memiliki empat jenis dari tertinggi hingga yang paling
rendah dengan makna pilosofi yang sangat mendalam serta dengan fungsinya
yang berbeda-beda dari setiap kasta.
Adapun jenis-jenis dari kasta tersebut adalah: Kasta Brahmana, Kasta
Ksatria, Kasta Waisia dan Kasta Sudra. Kasta Brahmana adalah kasta tertinggi
dan yang paling agung, yang memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting
dan dominan di dalam masyarakat hindu. Kasta Brahmana biasanya akan menjadi
pemuka agama dan tokoh agama yang sangat disegani dan dihormati yang
biasanya akan menjadi Pedande atau pendeta yang melakukan kegiatan upacara-
upacara keagamaan seperti ngaben atau upacara kematian, nikah dan kegiatan-
kegiatan pemujaan atau sembahyang suci serta kegiatan acara-acara besar agama
hindu. Selain menjadi pedande atau pendeta keturunan brahmana ini akan menjadi
Palisade yang akan memberikan pencerahan atau ceramah-ceramah tentang
permasalahan dan kegiatan agama yang sedang berlaku.
Kasta yang kedua adalah kasta Ksatria, yaitu kasta yang memiliki peran
dalam pemerintahan dan menjaga keamanan negara pada zaman dahulunya. Kasta
ini adalah kasta yang yang biasanya menjadi patih-patih kerajaan pada zaman
55
kerajaan dahulu. Sedangkan kasta yang ketiga adalah kasta Waisia yaitu yang
berfungsi pada perekonomian negara yang biasanya menjadi pedagang dan yang
terakhir adalah kasta Sudra yaitu kasta yang paling bawah yang tidak dapat
menjadi pemimpin ditokoh masyarakat Hindu karena kasta ini adalah kasta yang
ada pada orang yang menjadi petani, buruh dan pembantu.
Kasta adalah salah satu Bagian dari agama hindu yang nilai dan
pengaplikasiannya mengarah kepada kearifan lokal. Menurut Gobyah (2003)
menyatakan bahwa kearifan lokal didefinisikan sebagai kebenaran yang telah
mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah.62Dengan demikian dengan adanya
kearifan lokal atau jika suatu kelompok masyarakat melakukan dan menjalankan
kearifan lokal adalah sebagai akibat dari adanya interaksi antara manusia dan alam
atau lingkungan. Kearifan lokal adalah suatu nilai yang dianggap baik dan benar
yang berlangsung secara turun-temurun.
Selain itu salah satu hasil dari kearifan lokal adalah adanya penggunaan
kain poleng yang secara pilosofi kain poleng adalah kain suci agama hindu yang
digunakan sebagai penjaga tempat-tempat yang diistimewakan. Salah satu
perananya adalah dapat mengkonservasi pohon dan lingkungan. Konservasi
adalah suatu upaya yang dilakukan oleh manusia untuk dapat melestarikan alam,
upaya-upaya yang dimaksud disini adalah memelihara pelestarian alam khususnya
pohon dengan tetap memperhatikan manfaat yang bisa didapatkan untuk masa
jangka panjang.
62
ibid
56
Konservasi bisa dilakukan dengan dua cara yaitu ada konservasi yang
bersifat langsung dan tidak langsung. Pelestarian alam yang bersifat langsung
adalah dengan cara program penanaman seribu pohon yang digalangkan oleh
pemerintah serta dengan memberikan undang-undang tentang sangki yang akan
diberikan kepada seseorang yang merusak dan menebang pohon, sedangkan salah
satu konservasi yang bersifat tidak langsung adalah dengan penggunaan kain
poleng di suatu pohon seperti yang dilakukan oleh masyarakat desa Jagaraga yang
beragama Hindu.
Sehingga bagaimana peranan kearifan lokal dan kain poleng dalam
mengkonservasi pohon adalah ketika seseorang memasangkan kain poleng
disebuah pohon yang bermaksud untuk menghormati jiwa yang ada didalam
pohon tersebut, secara tidak langsung akan terciptanya konservasi yang bersifat
tidak langsung baik untuk dirinya ataupun untuk orang yang melihatnya baik yang
beragama Hindu ataupun yang non Hindu. Karena sesuai dengan hasil wawancara
yang telah dilakukan, penggunaan kain poleng ini akan memberikan manfaat
meningkatkan nilai spiritual dan nilai keimanan sehingga akan lebih menjaga
pohon tersebut, sedangkan untuk orang lain yang non Hindu ataupun yang tidak
mengerti tentang hal ini akan ikut melkukan penjagaan terhadap pohon tersebut
karena terstimulus secara tidak langsung ke otaknya bahwa ini adalah benda yang
dikeramatkan.
Tidak hanya itu, Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan ketika
suatu kelompok masyarakat melakukan atau menjalankan kearifan lokal seperti
contoh penghormatan kepada nilai leluhur yang ada pada pohon dengan cara
57
penyelimutan menggunakan kain poleng yang dianggap keramat maka akan
masuk keimajinasi seseorang, mempengaruh perasaan dan tingkah laku seseorang
sehingga akan melahirkan konservasi yang bersifan tidak langsung. Seperti data
yang ditemukan setelah melakukan wawancara, kain poleng adalah kain suci dan
sakral yang digunakan oleh pembantu raja dan para patih yang melakukan
penjagaan terhadap raja sehingga kain poleng juga disebut sebagai kain sakral
penjaga sehingga secara tidak langsung kearifan lokal dan alam adalah sesuatu
yang saling menjaga.
Dengan kearifan lokal akan mendorong manusia untuk lebih arif dan
bijaksana lagi kealam dan disisi lain dengan alam akan membantu manusia untuk
menjalankan kearifan lokal yang berupa adat-istiadat karena menggunakan bahan-
bahan dari alam. Seperti hasil penelitian kami, yang mana semua informan kami
mengatakan bahwasanya ketika dipakaikanya kain poleng ini pada pohon kami
menjadi lebih menghargai dan sifat konservasi kami lebih bertambah karena
merupakan simbol suci. Tidak hanya itu orang yang non Hindupun akan menjauhi
dan tidak melakukan hal yang buruk terhadap pohon tersebut karena melihat
adanya simbol suci agama lain
Jagaraga adalah salah satu pemukiman agama Hindu yang masih kental
dengan kearifan lokal yang berupa penggunaan kain poleng berupa penyematan
dipohon serta di tempat-tempat yang disucikan. Alhasil dari kegiatan ini atau
manfaat dari kearifan lokal ini bagi kelestarian pohon di Jagaraga masih sangat
terjaga baik dari segi pohon dan lingkungannya. Masyarakat Jagaraga ketika akan
melakukan persembahyangan tidak pernah membeli bahan-bahan yang akan
58
digunakan akan tetapi bahan-bahan yang akan digunakan itu langsung dari
lingkungan mereka sendiri bahkan sebagian dari mereka menjual sebagian
hasilnya ke pasar Kediri. Ini adalah salah satu manfaat kearifan lokal yang peneliti
titik beratkan pada desa Jagaraga.
59
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pengumpulan data, hasil analisis data, dan
pembahasan yang telah disajikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Kearifan lokal yang dilakukan akan menghasilkan simbol yang akan
dimaknai oleh masyarakat sebagai sesuatu yang keramat yang akan
menghasilkan sifat konservasi pohon secara tidak langsung, sehingga
salah satu manfaat nyatanya adalah di Desa Jagaraga yaitu setiap
melakukan persembhyangan mereka mengambil dari lingkungan dan
alam mereka sendiri.
2. Kearifan lokal akan menghasilkan sifat koservatif yang berdampak
pada terjaganya adat-istiadat dan segala sesuatu yang ada di dalamnya
yang berpengaruh pula pada kelestarian lingkungan khususnya pohon.
3. Konservasi lingkungan khususnya pada pohon bukan hanya dilakukan
dengan langsung akan tetapi juga secara tidak langsung yakni dengan
menerapkan kearifan lokal contohnya kearifan lokal yang dilakukan
oleh saudara kita yang beragama Hindu menggunakan simbol.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada bebrapa
saran yang dapat penelitian sampaikan, yaitu:
60
1. Diharapkan kepada mahasiswa IPA Biologi untuk berpikirlah „‟ Out
Of The Box „‟ artinya jangan terpaku dengan penelitian yang harus di
LAB dan harus tentang Bakteri atau Virus, akan tetapi berpikirlah luas
dengan melakukan penelitian-penelitian yang baru.
2. Ambillah penelitian yang tidak memberatkan kita sebagai mahasiswa
dari segi biaya, waktu dan tempat. Lakukanlah sebisa mungkin dan
sehemat dan tidak terlalu memakan waktu terlalu banyak.
3. Melakukan penelitian tentang agama lain, bukan berarti kita
meninggalkan agama kita ataupun melakukan penelitian asal-asalan
akan tetapi lakukan penelitian yang memang kemampuan dan sesuai
dengan keinginan diri sendiri.
61
Daftar Pustaka
Allaby, M. 2010. A Dictionary Of Ecology. Oxford. Oxford University Press
Eliade, M. Myth, Rites and Symbol. London: Harper and Row Publisher,
1976, hal.376 Fauzi, H. Pembangunan Hutan Berbasis Kehutanan Sosial. Bandung:
Karya Putra Darwati, 2013 Gobiah. Cara Berpijak kearifan lokal. Denpasar: Balipost, 2003 Hastutiningsih, T. 2008. Simbol-simbol Agama Hindu di Candi Sukuh
(skripsi). Yogyakarta. UIN Sunan Kalijaga
Herusatoto, B. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: PT Hanindita, 1984, hal. 106
Hidayat, K. & Nafis, M. W. Agama Masa Depan Perspektif Filsafat Perenial. Jakarta: Paramadina, 1995, hal.30
Husaini U dan Purnama S. A. Metodelogi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi
Aksara, 1996, hal. 73 Indrianto. Pengantar Budibaya Hutan. Yogyakarta: Bumi Aksara, 2005
Jaman, I Gede. Tri Hita Karana. Bali: Pustaka Bali Post, 2001, hal.47-49
Jayadi, M, E. 2016. Peran tokoh agama dalam upaya rehabilitasi lingkungan hidup pasca pertambangan emas tanpa izin(peti) desa Peangan Kecamatan Sekotong. (Artikel Penelitian). Mataram. IAIN Mataram
Kahmad, D. Metode Penelitian Agama: Perspektif Ilmu Perbandingan Agama. Bandung: Pustaka Setia, 2000
Kessing, R. Antropologi Budaya Suatu Persfektof Kontenporer. Jakarta:
Erlangga, 1992
Kehati. Materi Kursus Inventarisasi Flora Fauna Taman Nasional. Malang: Aksara, 2000
Mulyanto. Ilmu Lingkungan. Semarang: Graha Ilmu, 2006
Nindya Helvy Pramita. 2013. Etnobotani Upacara Kosada Masyarakat Tengger di desa Ngadas Kecamatan Ponokusumo Kabupaten Malang. (Jurnal Pendidikan) 1 (3). Malang. Hal. 52-61
62
Nurhaida. 2013. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Karakter Siswa di SDN 02 Kelurahan Simpasai Kecamatan Woja Kabupaten Dompu tahun 2012/2013. (skripsi). Mataram: IAIN Mataram
Rahmanto, B. Simbol-simbol dalam Seni. Yogyakarta: Andi Offset, 1992, hal. 106
Reif, J.A Levy. Kamus Bahasa Inggris. Bekasi: PT Kesan Blanc Indah Corp, 1993
Suharsismi, Arikunto. Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 1998, hal. 245
Titib, I Made. Teologi dan Simbol-simbol dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita, 2003
Pamuladi, B. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000
UNEP. 1992. Global Biodiversity Strategy ( World Resource Institute)// Converation Union and United Enviromen Programme Wasington USA (Seminar Internasional)
63
LAMPIRAN
64
Ayat veda tentang Alam
‘’ Alam adalah pemberi segala kebaikan, alam adalah sapi yang bisa
memenuhi segala keinginan (Kamadhuk) ‘’ Bom-bay Vi.9.76 ( Kitab
Mahabharata)
‘’ Tumbuhan-tumbuhan sebagai stana para Dewa merupakan juru selamat
umat manusia. ‘’ (Virudho vaisva sevir, ugrah purusa jivanih, Atharva Veda.
VIII. 7.4)
‘’Tumbuhan juga sebagai pemberi makan dan pelindung alam semesta ,
maka tumbuhan jaga disebut sebagai ibu.’’ ( Osadhir iti mataras ta vi devir-
upa bruve, RG. Veda X. 97,4)
Singha raksakaning Halas ikangrakseng hari nityaca
Singha mwang wana patut pada wirhodangadoh tikang kecari Rug brasta ng wana denikang jana
Tinor wreksaanya cirnapadang Singhanghtri jurangnikam tegal aykn sampun dinon drbala
Artinya: Singa adalah penjaga hutan , akan tetapi juga selalu dijaga oleh
hutan. Jika Singa dan hutan berselisih, mereka marah, lalu sinag
meninggalkan hutan. Hutanya dibinasakan oleh orang, pohon-pohonya
ditebangi sampai menjadi terang. Singa yang berlari bersembunyi dijurang
di tengah-tengah lading diserbu orang dan dibinasakan. ( Niti Sastra Sargah
I.10)
65
66
67
68
69