143
SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU UTAMA, BOGOR Oleh : MARLYNA SUNARYO F24102052 2006 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

  • Upload
    dokiet

  • View
    271

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

SKRIPSI

MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP

KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE

SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI

PT. RASA MUTU UTAMA, BOGOR

Oleh :

MARLYNA SUNARYO

F24102052

2006

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Marlyna Sunaryo. F24102052. Mempelajari pengaruh kadar air terhadap karakteristik mutu dan minimalisasi waste selama proses produksi snack Taro net di PT. Rasa Mutu Utama, Bogor. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi dan Ir. Maulana W. Jumantara. 2006.

RINGKASAN

Perkembangan bisnis snack di Indonesia dalam lima tahun terakhir ini semakin menggelembung. Pada tahun 2004, pangsa pasar snack modern mencapai 59.500 ton dan nilai bisnisnya mencapai 1,9 triliun (Hidayat, 2006). Snack merupakan makanan ringan yang dimakan dalam waktu antara ketiga makanan utama dalam sehari (Muchtadi, et al., 1988). PT. Rasa Mutu Utama memproduksi snack dengan merk dagang “Taro”, yang diproduksi untuk PT. Unilever Indonesia.

Snack Taro net merupakan single layer pellet berbentuk net yang diproduksi secara semi-kontinyu menggunakan teknologi ebisen yang berasal dari Jepang. Snack ebisen ini bukan merupakan produk ekstrusi tetapi lebih menyerupai kerupuk. Proses produksi ebisen meliputi tahap pemasakan, sheeting, pendinginan dengan cooling conveyor, rolling, aging, pemotongan, pengeringan pertama (first dryer), pengeringan kedua (second dryer), penggorengan, flavouring dan pengemasan.

Untuk mendapatkan mutu produk akhir yang baik, maka mutu bahan harus dikendalikan mulai dari bahan baku, selama proses hingga penyimpanan produk akhir. Salah satu parameter yang sangat menentukan mutu produk snack adalah kadar air, yang akan menentukan mutu fisiko-kimia, biologis dan organoleptik produk.

Pemasakan bahan dilakukan dengan mencampurkan terigu, tapioka, gula, garam dan baking powder dengan sejumlah air pada steam cooker, lalu adonan akan masuk ke mesin sheeting dan dihasilkan adonan berbentuk lembaran (sheet). Jumlah air yang ditambahkan pada proses pemasakan berpengaruh nyata terhadap kadar air adonan, ketebalan dan elastisitas lembaran adonan. Setelah itu, lembaran adonan didinginkan pada cooling conveyor, lalu digulung menjadi bentuk rol dan diaging pada suhu kamar. Selama proses pendinginan sampai rol adonan diletakkan di rak aging memungkinkan adanya cemaran mikrobiologi yang bersumber dari udara, pekerja, alat dan sagu tabur.

Selama proses aging, pati mengalami retrogradasi yaitu kristalisasi kembali yang dapat dikarakteristik oleh fenomena fisik dan kimia, seperti perubahan tekstur, migrasi air, kristalisasi pati dan interaksi komponen. Perbedaan kelembaban udara ruang aging tidak berpengaruh nyata terhadap proses retrogradasi pati. Lembaran yang berada pada posisi paling luar memiliki laju penurunan kadar air paling cepat, kemudian posisi paling dalam dan posisi paling tengah yang memiliki laju penurunan kadar air paling lambat. Semakin cepat laju penurunan kadar air, maka tekstur lembaran adonan akan cepat mengeras. Endospora bakteri dan mikotoksin kapang terbentuk pada fase pertumbuhan lambat sebelum memasuki fase pertumbuhan tetap, yang berlangsung pada waktu aging 20 jam, sehingga waktu aging harus dibatasi.

Setelah diaging, sheet dipotong menjadi potongan kecil berbentuk persegi panjang yang biasa disebut “pelet”. Pelet-pelet ini kemudian dikeringkan pada

Page 3: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

mesin pengering pertama (first dryer) dan disimpan sebagai stok di gudang pelet. Kadar air pelet berpengaruh terhadap tekstur pelet selama proses pengeringan. Semakin rendah kadar air pelet, maka tekstur pelet akan mudah rapuh. Selain itu, kadar air juga mempengaruhi mutu mikrobiologis pelet selama penyimpanan. Semakin tinggi kadar air pelet, maka potensi pertumbuhan mikroorganisme semakin besar. Berdasarkan kurva sorpsi isoterm pelet first dryer aman disimpan pada tingkat kadar air 12.41-14.17% untuk gudang penyimpanan Taro dengan RH ruangan 70-80%.

Sebelum digoreng, pelet yang berasal dari gudang dikeringkan kembali pada mesin pengering kedua (second dryer) sampai kadar air 8-9.5% (Serena, 1996). Kemudian pelet digoreng, ditambahkan flavour dan dikemas. Kadar air pelet second dryer berpengaruh nyata terhadap densitas kamba hasil goreng. Semakin tinggi kadar air pelet, maka densitas kamba hasil goreng semakin rendah. Selain itu, aw hasil goreng mempengaruhi tingkat kerenyahan produk. Semakin tinggi aw produk maka tingkat kerenyahan produk semakin rendah.

Produk snack memiliki aw yang rendah yaitu 0.27-0.33, sehingga produk aman dari cemaran mikrobiologis asalkan produk bisa dijaga dari kelembaban yang memungkinkan kenaikan kadar air. Mutu mikrobiologis snack Taro net sangat baik, karena memenuhi semua persyaratan mikrobiologis SNI makanan ringan ekstrudat.

Selama rangkaian proses produksi snack Taro net banyak dihasilkan waste, yang merupakan bahan baku yang tidak dapat diproses lebih lanjut. Waste paling banyak ditemukan pada tahap pemotongan, pengeringan pertama dan pengeringan kedua. Jumlah waste pada tahap pemotongan diperkirakan antara 0.39–0.73%, sedangkan jumlah waste pada tahap pengeringan pertama 0.26-0.43%. Jumlah waste pada tahap pengeringan kedua 1.89–2.97% per shift, yang diperoleh dari 5 mesin pengering kedua yang berbeda. Berdasarkan uji Post Hoc ANOVA pada mesin pengering kedua dapat disimpulkan bahwa mesin 1 dan mesin 6 memiliki perbedaan jumlah waste yang signifikan dibandingkan mesin pengering kedua yang lain.

Identifikasi penyebab tingginya jumlah waste disebabkan oleh 5 faktor yaitu manusia, metode, bahan, alat/wadah dan lingkungan. Upaya minimalisasi yang dilakukan adalah mengatasi penyebab masalah yang meliputi training karyawan, modifikasi metode dan mesin, perbaikan lingkungan dan kontrol proses.

Page 4: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP

KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE

SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI

PT. RASA MUTU UTAMA, BOGOR

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MARLYNA SUNARYO

F24102052

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 5: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP

KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE

SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI

PT. RASA MUTU UTAMA, BOGOR

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MARLYNA SUNARYO

F24102052

Dilahirkan pada tanggal 12 Maret 1984 di Bogor

Tanggal lulus : 7 Oktober 2006

Menyetujui,

Bogor, 28 Desember 2006

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Ir. Maulana W. Jumantara Pembimbing Akademik Pembimbing Lapang

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Page 6: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Maret 1984 di

Bogor. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara,

dari keluarga Amie Sunaryo dan Willianny. Penulis

menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Kesatuan

Bogor sampai tahun 1996. Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP Kesatuan

Bogor, dan pada tahun 2002 menyelesaikan Sekolah

Menengah Umum di SMU Regina Pacis Bogor. Tahun 2002, penulis diterima

sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan

Seleksi Masuk IPB).

Selama kuliah, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan kerohanian

PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen), baik sebagai aktivis maupun pengurus.

Selain itu, penulis juga aktif dalam beberapa kepanitian, dan aktif mengikuti

seminar-seminar pangan, seperti Seminar dan Pelatihan HACCP 2004 (Hazard

Analytical Critical Control Point), Training Auditor HACCP 2006, Seminar

Nasional Teknologi Perisa dan Aplikasinya, Pangan Organik dan lain-lain. Pada

tahun 2005, penulis terpilih sebagai 10 mahasiswa berprestasi Fakultas Teknologi

Pertanian IPB.

Pada bulan Februari – Juni 2006, penulis melakukan kegiatan magang

sebagai tugas akhir (skripsi) di PT. Unilever Indonesia dengan judul Mempelajari

Pengaruh Kadar Air terhadap Karakteristik Mutu dan Minimalisasi Waste Selama

Proses Produksi Snack Taro net di PT. Rasa Mutu Utama, Bogor di bawah

bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi dan Ir. Maulana W. Jumantara.

Page 7: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

KATA PENGANTAR

Segala Puji, Hormat serta Syukur, penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus

Kristus atas segala rahmat, kasih karunia dan pemeliharaan-Nya yang tidak putus-

putusnya dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan

kegiatan magang dan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak

terhingga kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis, yaitu :

1. Kedua orang tua penulis, yang tidak habis-habisnya memberikan kasih,

perhatian, dukungan dan doa kepada penulis. Adikku, Juhadi yang selalu siap

sedia membantu penulis, Suk-suk, Pak-pak yang senantiasa mendukung

studiku.

2. Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. yang telah membimbing penulis selama

studi hingga penulisan skripsi. Terima kasih atas segala nasehat, bimbingan

dan masukannya kepada penulis.

3. Bpk. Ir. Maulana W. Jumantara selaku pembimbing lapang yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba banyak ilmu di PT.

Unilever Indonesia. Terima kasih atas kepercayaan yang diberikan, ilmu,

nasehat, bimbingan dan masukan yang sangat berarti bagi penulis.

4. Ibu Ir. Elvira Syamsir, MSi. yang telah berkenan menjadi dosen penguji.

5. Bpk. Yogi Sapta dan Pak Budi yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk melakukan kegiatan magang di PT. Rasa Mutu Utama dan

menerima penulis dengan baik.

6. Pak Lukman, Pak Slamet Supriyadi, Mas Wiwit yang telah memberikan

waktunya untuk membantu penulis selama melaksanakan kegiatan magang

dan masukannya.

7. Pak Wakiyo, QC RMU : Pak Fajar, Pak Nanang, Pak Siswoyo; Supervisor

RMU : Pak Atik, Pak Susilo, Pak Idrus, Pak Udin; leader produksi, karyawan

produksi, RMS dan FPS yang telah sangat membantu kelancaran penulis

dalam mengerjakan project dan trial. Staf RMU: Pak Asbi, Pak Makpur, Pak

Page 8: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Mudji, Pak Kamto, Mba Yuli, Mba Yani, Mba Unil, Pak Richard, Mba Indri,

Ibu Jumini, Om Firzon; Satpam RMU, dll yang telah menerima penulis

dengan ramah dan segala bantuannya.

8. Ibu Serena, Ibu Penny, Pak Sukardiman, Pak Eben, Pak Kusmanto, Ibu

Ummy, Mba Peni, Pak Yono, Pak Yusuf, Pak Yusman, Pak Sule, dll yang

telah menerima penulis dengan ramah dan segala bantuannya.

9. Pak Ali Manshur, Pak Nunung, Pak Heri, Pak Bambang terima kasih atas

segala bantuannya, serta semua pihak di PT. Unilever Indonesia dan PT. Rasa

Mutu Utama yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas

segala keterbukaan dan keramahannya selama penulis magang.

10. Teman-teman seperjuanganku Qco dan Astri, terima kasih atas dukungan dan

waktu-waktu yang kita habiskan bersama; Steisi dan Izal, terima kasih atas

dukungan, kerja sama dan kekompakan yang ada; Gol B-4, teman

seperjuangan ngerjain laporan, terima kasih buat dukungan dan kerja samanya,

dan semua temen-teman TPG 39, terima kasih atas kebersamaannya selama di

TPG.

11. My sisters: Dika, Vivi; Christ, Ko Hardi, teman-teman PMK IPB, Perkantas

Bogor, GBIB, KNM 2006 terima kasih atas persahabatan, dukungan dan doa

yang terus menguatkan penulis. HE giveth more grace when the burden grows

greater and HE sendeth more strength when the labors increase...

Bogor, Oktober 2006

Penulis

Page 9: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..............................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................

DAFTAR TABEL.....................................................................................

DAFTAR GAMBAR.................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................

I. PENDAHULUAN.................................................................................

A. LATAR BELAKANG....................................................................

B. TUJUAN.........................................................................................

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN................................................

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN...............

B. LOKASI PERUSAHAAN..............................................................

C. BIDANG USAHA DAN PRODUK PERUSAHAAN...................

D. STRUKTUR ORGANISASI..........................................................

E. MANAJEMEN PERUSAHAAN...................................................

F. PERATURAN KERJA...................................................................

G. KESEJAHTERAAN DAN KESELAMATAN KERJA.................

III. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................

A. SNACK FOOD ...............................................................................

1. Karakteristik Mutu Snack ......................................................

2. Aspek Mikrobiologi Produk Snack ........................................

B. AIR DALAM BAHAN PANGAN ................................................

C. PERANAN AIR SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK .........

D. PATI................................................................................................

1. Pati untuk Snack.......................................................................

2. Gelatinisasi Pati........................................................................

3. Retrogradasi Pati......................................................................

E. PROSES PEMBUATAN SNACK TARO NET..............................

1. Bahan-bahan.............................................................................

2. Proses Pembuatan...................................................................

IV. METODOLOGI PENELITIAN.......................................................

iv

vi

ix

xi

xii

1

1

2

3

3

6

6

8

8

9

10

12

12

14

17

18

21

24

24

27

29

32

32

37

43

Page 10: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

A. BAHAN DAN ALAT ....................................................................

B. TAHAPAN PENELITIAN.............................................................

C. METODE ANALISIS.....................................................................

V. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................

A. PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU BAHAN BAKU.................................................................

1. Mutu Biologis Bahan Baku.......................................................

2. Mutu Fisiko-kimia Bahan Baku................................................

3. Mutu Organoleptik Bahan Baku...............................................

B. PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU ADONAN DAN LEMBARAN ADONAN (SHEET).......

1. Pengaruh Kadar Air Pemasakkan terhadap MutuOrganoleptik Adonan..............................................................

2. Pengaruh Kadar Air Pemasakkan terhadap Mutu FisikLembaran Adonan (Sheet).......................................................

3. Pengaruh Kadar Air Lembaran Adonan terhadap PotensiPertumbuhan Mikrobiologi Selama Proses Pendinginan (Cooling)..................................................................................

4. Mutu Mikrobiologis Lembaran Adonan Selama ProsesAging........................................................................................

5. Pengaruh Kelembaban Udara Ruang Aging terhadap ProsesRetrogradasi Pati Lembaran Adonan pada ProsesAging.......................................................................................

6. Pengaruh Laju Perubahan Kadar Air Selama Aging terhadap Tekstur Lembaran Adonan.......................................................

C. PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU PELET................................................................................

1. Tekstur Pelet............................................................................

2. Potensi Pertumbuhan Mikrobiologi pada PenyimpananPelet..........................................................................................

3. Kurva Sorpsi Isoterm Pelet......................................................

D. PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU HASIL GORENG..............................................................

1. Proses Penggorengan...............................................................

2. Ekspansi Hasil Goreng.............................................................

3. Mutu Organoleptik Hasil Goreng............................................

4. Potensi Pertumbuhan Mikrobiologi pada Penyimpanan

43

46

50

57

57

57

62

63

64

64

66

69

72

77

78

79

79

80

81

82

82

85

87

Page 11: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Produk Akhir (Finish Product) ...............................................

E. MINIMALISASI WASTE...............................................................

1. Perhitungan Waste...................................................................

2. Diagram Sebab Akibat.............................................................

3. Upaya Minimalisasi Waste......................................................

VI. KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................

A. KESIMPULAN...............................................................................

B. SARAN...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................

LAMPIRAN...............................................................................................

88

90

91

94

98

102

102

103

105

109

Page 12: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi snack di Indonesia berdasarkan teknologi ...............

Tabel 2. Syarat mutu makanan ringan ekstrudat (SNI 01-2886-2000).....

Tabel 3. Pengukuran sifat fisik secara objektif selama proses produksi snack Taro net............................................................................

Tabel 4. Pengukuran sifat sensori selama proses produksi snack Taro net................................................................................................

Tabel 5. Nilai aw minimum untuk pertumbuhan mikroba ......................

Tabel 6. Karakteristik sifat beberapa jenis pati........................................

Tabel 7. Mekanisme gelatinisasi pati........................................................

Tabel 8. Komposisi perisa snack Taro net................................................

Tabel 9. Ambang batas maksimum kadar air bahan baku........................

Tabel 10. Analisis mikrobiologi bahan baku snack Taro net......................

Tabel 11. Profil mikrobiologi tepung-tepungan..........................................

Tabel 12. Serangga-serangga yang menyerang serealia.............................

Tabel 13. Parameter uji organoleptik bahan baku snack Taro net..............

Tabel 14. Karakteristik organoleptik penampakan adonan.........................

Tabel 15. Analisa mikrobiologi udara ruang aging.....................................

Tabel 16. Waktu generasi beberapa mikroorganisme cemaran..................

Tabel 17. Hasil analisa mikrobiologi lembaran adonan selama aging.......

Tabel 18. Kecepatan pertumbuhan konstan mikroorganisme setiap fase...

Tabel 19. Kelembaban udara rak aging.......................................................

Tabel 20. Kadar air lembaran adonan setelah aging 8.5 jam......................

Tabel 21. Kemiringan rata-rata kurva regresi linear dan tingkat kekerasan lembaran adonan setelah aging 12 jam......................

Tabel 22. Kondisi pelet setelah pengeringan..............................................

Tabel 23. Densitas kamba hasil goreng.......................................................

Tabel 24. Deskripsi tekstur hasil goreng.....................................................

Tabel 25. Tingkat kerenyahan hasil goreng................................................

Tabel 26. Profil mikrobiologi breakfast cereal dan snack..........................

Tabel 27. Analisa kadar air dan mikrobiologi finish product.....................

Tabel 28. Upaya minimalisasi waste pada tahap pemotongan....................

13

15

16

16

17

26

28

37

57

58

59

61

64

65

71

72

73

74

77

77

78

80

86

87

87

89

89

100

Page 13: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Tabel 29. Upaya minimalisasi waste pada tahap pengeringan kedua.........

Tabel 30. Upaya minimalisasi waste pada tahap pengeringan kedua.........

Tabel 31. Kadar air lembaran adonan (%)..................................................

Tabel 32. Ketebalan lembaran adonan (mm)..............................................

Tabel 33. Elastisitas lembaran adonan .......................................................

100

101

115

116

117

Page 14: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Snack ebisen berbentuk net.......................................................

Gambar 2. Kurva moisture sorption isoterm..............................................

Gambar 3. Kurva stabilitas bahan pangan..................................................

Gambar 4. Keterlibatan air selama proses produksi snack Taro net...........

Gambar 5. Struktur amilosa dan amilopektin.............................................

Gambar 6. Proses retrogradasi pati.............................................................

Gambar 7. Steam Cooker............................................................................

Gambar 8. Proses aging..............................................................................

Gambar 9. Mesin pengering pertama........................................................

Gambar 10. Mesin pengering kedua...........................................................

Gambar 11. Mesin penggorengan dan flavouring.......................................

Gambar 12. Diagram alir metodologi penelitian.........................................

Gambar 13. Susunan desikator...................................................................

Gambar 14. Kadar air lembaran adonan (%)..............................................

Gambar 15. Ketebalan rata-rata lembaran adonan (mm)............................

Gambar 16. Elastisitas rata-rata lembaran adonan......................................

Gambar 17. Waktu yang dibutuhkan selama sheeting, cooling, rolling dan transportasi ke ruang aging...............................................

Gambar 18. Kurva hubungan antara jumlah koloni dengan waktu aging...

Gambar 19. Kurva logaritmik pertumbuhan mikroorganisme....................

Gambar 20. Frekuensi waktu generasi beberapa mikroorganisme.............

Gambar 21. Kurva sorpsi isotermik pelet first dryer pada suhu 31oC........

Gambar 22. Perubahan selama penggorengan deep frying.........................

Gambar 23. Kurva regresi hubungan antara kadar air pelet dengan densitas kamba........................................................................

Gambar 24. Histogram jumlah waste pada tahap pemotongan...................

Gambar 25. Histogram jumlah waste pada tahap pengeringan pertama.....

Gambar 26. Histogram jumlah waste pada tahap pengeringan kedua........

Gambar 27. Diagram sebab akibat waste tahap pemotongan.....................

Gambar 28. Diagram sebab akibat waste tahap pengeringan pertama........

Gambar 29. Diagram sebab akibat waste tahap pengeringan kedua...........

13

19

21

22

25

30

38

39

40

41

42

44

49

67

67

68

70

73

76

76

81

83

86

91

92

93

95

96

97

Page 15: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Struktur organisasi PT Unilever Indonesia...........................

Lampiran 2. Beberapa mikotoksin utama dalam penyimpanan bahan pangan...................................................................................

Lampiran 3. Persyaratan mutu tepung terigu (SNI 01-3751-1995)...........

Lampiran 4. Persyaratan mutu tapioka (SNI 01-3451-1994)....................

Lampiran 5. Persyaratan mutu gula kristal putih (SNI 01-3140-2000).....

Lampiran 6. Persyaratan mutu minyak goreng (SNI 01-3741-1995)........

Lampiran 7. Hasil analisis sidik ragam Rancangan Acak Lengkap pengaruh jumlah air pemasakkan terhadap kadar air adonan (%)............................................................................

Lampiran 8. Hasil analisis sidik ragam Rancangan Acak Lengkap pengaruh jumlah air pemasakkan terhadap ketebalan lembaran adonan (mm).........................................................

Lampiran 9. Hasil analisis sidik ragam Rancangan Acak Lengkap pengaruh jumlah air pemasakkan terhadap elastisitas lembaran adonan...................................................................

Lampiran 10. Hasil analisa korelasi bivariate Pearson kelembaban udara (%) dengan kadar air (%)......................................................

Lampiran 11. Kemiringan kurva regresi linear antara kadar air sheet (%) dengan waktu aging (jam).....................................................

Lampiran 12. Hasil penyetimbangan kadar air pelet first dryer pada 4 tingkat RH.............................................................................

Lampiran 13. Kadar air kesetimbangan pelet first dryer pada 4 tingkat RH.........................................................................................

Lampiran 14. Kadar air rata-rata pelet second dryer...................................

Lampiran 15. Hasil analisa korelasi bivariate Pearson kadar air pelet (%) dengan densitas kamba (g/cm3)...........................................

Lampiran 16. Statisitika deskriptif jumlah waste pada tahap pemotongan.

Lampiran 17. Statisitika deskriptif jumlah waste pada tahap pengeringan pertama..................................................................................

Lampiran 18. Statisitika deskriptif jumlah waste pada tahap pengeringan kedua.....................................................................................

Lampiran 19. Transformasi data jumlah waste tahap pengeringan kedua..

Lampiran 20. Analisis ragam (ANOVA one-way) jumlah waste tahap pengeringan kedua pada lima mesin pengering kedua..........

Lampiran 21. Analisis Post Hoc ANOVA jumlah waste tahap

109

110

112

113

114

114

115

116

117

118

119

119

120

120

120

121

122

123

124

125

Page 16: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

pengeringan kedua pada lima mesin pengering kedua..........

Lampiran 22. Homogenous subsets jumlah waste pengeringan kedua pada lima mesin pengering kedua.........................................

126

128

Page 17: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Konsumsi snack telah menjadi sebuah hiburan di Amerika dan memiliki

kontribusi terhadap peningkatan asupan energi. Sebagian besar masyarakat

Amerika memperoleh 20% asupan kalori berasal dari konsumsi snack

(Ranhotra dan Vetter, 1991). Konsumsi snack bukan sebuah fenomena baru,

tetapi telah menjadi ciri khas dari gaya hidup Amerika (McCarthy, 2002).

Penjualan snack di seluruh dunia terus-menerus mengalami peningkatan

dan konsumsi snack telah menjadi makanan keempat pada pola makan orang

Amerika. Di Eropa, trend dari snack sehat menghasilkan beberapa variasi

produk. Jerman telah menjadi pasar keripik kentang, di mana kacang

merupakan kategori snack yang memiliki tingkat penjualan paling tinggi. Di

Inggris, snack menjadi salah satu segmen terbesar dari industri pangan. Pasar

snack di Swedia telah mencapai 4 pon per kapita dengan keripik kentang,

produk ekstrusi dan kacang dengan peningkatan yang luar biasa (Ranhotra dan

Vetter, 1991).

Perkembangan bisnis snack di Indonesia dalam lima tahun terakhir ini

semakin menggelembung. Survey CIC (Corinthian Infopharma Corpora)

tahun 2005 menyebutkan pada tahun 2004 pangsa pasar snack modern

mencapai 59.500 ton atau naik dari tahun 2003 yang hanya sebesar 53.600 ton.

Sementara, nilai bisnisnya pada tahun 2004 sebesar Rp. 1,9 triliun, sedangkan

tahun 2003 Rp. 1,7 triliun. Pada tahun 2002 nilai bisnis snack sudah mencapai

Rp. 1,5 triliun. Sampai pertengahan tahun 2005 terdapat 124 perusahaan yang

berkiprah di industri snack modern di Indonesia dengan total kapasitas

produksi 144.400 ton (Hidayat, 2006).

Snack merupakan makanan ringan yang dimakan di antara ketiga waktu

makanan utama dalam sehari. Snack beragam berdasarkan bentuk, cara

pengolahan dan penyajiannya (Muchtadi, et al., 1988). Snack juga merupakan

komponen penting dalam makanan yang disajikan pada pesta, dan biasanya

berfungsi sebagai pelengkap pada waktu makan (Ranhotra dan Vetter, 1991).

Dewasa ini, teknologi snack semakin maju sehingga dihasilkan produk

snack yang beraneka ragam. Teknologi yang banyak berkembang di Indonesia

Page 18: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

saat ini antara lain ebisen, extruder schaff, twist extruder, pelet extruder,

fabricated chips dan slice chip. Snack Taro merupakan single layer pellet

berbentuk net yang diproduksi secara semi-kontinyu menggunakan teknologi

ebisen yang berasal dari Jepang. Snack ebisen ini bukan merupakan produk

ekstrusi tetapi lebih menyerupai kerupuk.

Pada industri snack, kadar air merupakan parameter penting yang

menentukan kualitas produk dan menjadi titik kritis produk snack (Anonim2,

2006). Selama proses produksi dan penyimpanan snack, kadar air memegang

peranan penting dalam menentukan mutu fisiko-kimia, mikrobiologi dan

organoleptik produk. Oleh karena itu, pengontrolan kadar air produk selama

proses produksi diperlukan untuk menjaga konsistensi kualitas produk.

Hal lain yang menjadi masalah pada produksi Taro net adalah jumlah

waste yang cukup tinggi. Waste produk Taro net mencapai dua ton per

bulannya. Persentase waste terbesar ditemukan pada tahap pemotongan,

pengeringan pertama dan pengeringan kedua. Adanya waste ini

mengindikasikan adanya biaya (cost) yang hilang dan berpengaruh pada harga

pokok produksi (HPP).

B. TUJUAN

Tujuan dari pelaksanaan magang ini adalah :

1. Mempelajari proses pembuatan produk snack Taro net.

2. Mempelajari pengaruh kadar air terhadap karakteristik mutu snack Taro

net.

3. Mempelajari upaya minimalisasi waste selama proses produksi snack Taro

net.

Page 19: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

PT Rasa Mutu Utama berdiri pada tahun 1985 yang berlokasi di Gunung

Putri, Bogor. Pada September 2003, PT. Rasa Mutu Utama diakuisisi oleh PT.

Unilever Indonesia lengkap dengan pabrik dan segala fasilitasnya.

PT Unilever Tbk merupakan suatu perusahaan yang berstatus PMA

(Penanaman Modal Asing) yang bergerak dalam bidang pengolahan makanan,

deterjen, sabun dan kosmetik. PT Unilever Tbk memiliki banyak anak cabang

yang tersebar di berbagai negara, termasuk di Indonesia. PT Unilever

Indonesia berdiri pertama kali pada tahun 1933 saat Indonesia masih berada di

bawah jajahan koloni Belanda. Pada saat Indonesia berada dalam

pemerintahan Jepang, kegiatan produksi Unilever dihentikan dan akhirnya

dimulai kembali setelah Perang Dunia II.

Sejarah berdirinya Unilever dapat dijelaskan sebagai berikut:

1885 Di Inggris, William Hasketh Lever dan saudaranya, James Darcy

Lever, mendirikan perusahaan sabun yang bernama Lever Brothers.

Produk pertama yang dihasilkan adalah Sunlight, diikuti dengan

Lux dan Lifebuoy.

1927 Di Belanda, terdapat perusahaan milik keluarga Anton Jurgens yang

telah berdiri sejak tahun 1868, dan memproduksi margarin.

Perusahaan ini kemudian bergabung dengan perusahaan margarin

milik keluarga Van den Bergh dan menamakannnya 'Margarine

Unie'. Cabang perusahaan di Inggris dinamakan 'Margarine Union'.

1930 Perusahaan margarin ’Margarin Unie’ tersebut bergabung dengan

perusahaan Lever Brothers. Setelah bergabung, perusahaan tersebut

berganti nama menjadi Unilever. Perusahaan ini memiliki 2 induk

pimpinan, yaitu: Unilever Ltd (pusat di London) dan NV Unilever

(pusat di Rotterdam).

1930 Pabrik sabun Lever's Zeepfabrieken NV didirikan di Angke,

Jakarta, oleh Charles Tatlow, direktur Unilever Ltd.

1934 Pabrik margarin Van der Bergh's Fabrieken NV mulai beroperasi di

Angke, Jakarta.

Page 20: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

1936 Pabrik makanan Van der Bergh’s Fabrieken didirikan di Angke,

Jakarta.

1941 Pabrik sabun Maatschappij ter Exploitatie der Colibri Fabrieken NV

didirikan di Surabaya.

1944 Pabrik NSD (Non Soap Detergent) didirikan di Angke, Jakarta.

1948 Pabrik pengolahan minyak Oliefabriek Archa NV mulai beroperasi.

1952 Pabrik minyak Archa yang terletak di daerah perbankan Jakarta

dibeli oleh Unilever.

1957 Perkembangan Unilever terganggu karena adanya konfrontasi

antara Indonesia dengan Belanda dan Malaysia.

1964 Unilever berproduksi kembali di bawah pemerintahan Indonesia.

1966 Situasi Indonesia membaik (pemerintahan Orde Baru).

1967 Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU PMA nomor l tahun 1967

sehingga orang asing boleh memiliki perusahaannya kembali.

Dengan demikian, Unilever menjadi lebih leluasa dalam

menjalankan produksinya.

1970 Pabrik deterjen "Rinso" didirikan dan dioperasikan pertama kali di

Angke, Jakarta.

1980 Pabrik Lever's Zeepfabrieken NV, Van der Bergh's Fabrieken,

Oliefabriek Archa NV, dan Maatschappij ter Exploitatie der Colibri

Fabrieken NV melakukan merger dan menyatakan diri untuk

bernaung dalam perusahaan yang disebut PT Unilever Indonesia.

1981 PT Unilever Indonesia memulai kegiatan go public dengan cara

membuka penjualan saham sebesar 15% kepada para investor

Indonesia.

1982 Unilever melakukan relokasi pada karyawan produksi yang berasal

Colibri-Ngagel menuju Rungkut, Surabaya.

1983 Unilever melakukan pemindahan pabrik sabun dari Colibri-Ngagel

ke Rungkut. Kemudian, pabrik kosmetik Elida Gibbs didirikan di

Rungkut, Surabaya.

1989 Bisnis teh dimulai dengan teh merk lokal, Sariwangi. Proses

produksinya dilakukan oleh pihak ketiga di Citeureup, Bogor.

Page 21: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

1990 Produk teh Sariwangi mulai dipasarkan.

1992 Pabrik Ice Cream Wall's mulai beroperasi di Cikarang, Bekasi.

TPM (Total Productive Maintenance) mulai diterapkan di pabrik

yang berlokasi di Angke.

1994 Pabrik sabun di Angke, Jakarta dipindahkan ke Rungkut, Surabaya.

Produksi Lipton Tea menggunakan ruang ganda di Citeureup,

Bogor. Selain itu, juga dilakukan perluasan area pabrik Wall's IC.

1995 Pabrik yang beroperasi di Angke, Jakarta mulai dipindahkan ke

Cikarang, Bekasi

1996 Pabrik NSD dipindahkan dari Angke, Jakarta ke Cikarang, Bekasi.

Selain itu, juga dilakukan perluasan area cold storage pabrik Wall's

IC. PT Unilever Indonesia memperoleh penghargaan TPM

Excellence Award, untuk kategori I dari Japan Institute of Plant

Maintenance (JIPM)

1997 Pabrik makanan dipindahkan dari Angke, Jakarta ke Cikarang,

Bekasi. PT Unilever Indonesia memperoleh akreditasi ISO 9001

untuk pabrik kosmetik di Rungkut, Surabaya dan diikuti pabrik

lainnya. Proses produksi teh instan dipindahkan ke Citeureup,

Bogor.

1998 TPM mulai dijalankan di Citeureup dan berhasil memperoleh

akreditasi ISO 9001.

1999 PT Unilever Indonesia meraih Unilever Safety Award, Bronze

Excellence Trophy ISO 14001, dan akreditasi Occupational Health

Service and Management System (OHSMS) BS 8800. Sistem

HACCP mulai diimplementasikan. Lisensi produksi teh berhasil

diperoleh.

2000 PT Unilever Indonesia berhasil meraih penghargaan TPM

Continuity Award, Unilever Safety Award, dan Silver Excellence

Trophy. Pabrik teh dan teh instan dipindahkan ke Cikarang, Bekasi

2001 Unilever berhasil mengambil alih produksi Best Foods, Knorr, dan

kecap Bango.

2003 Unilever berhasil mengambil alih produksi snack Taro net dan Taro

Page 22: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

stick serta mengakuisisi PT. Rasa Mutu Utama.

2004 Pabrik shampo dipindahkan ke Cikarang, Bekasi.

B. LOKASI PERUSAHAAN

PT Unilever Indonesia Tbk berpusat di Gedung Graha Unilever Jl. Gatot

Subroto Kav. 15 Jakarta. Lokasi pabrik Unilever berada di dua daerah.

Cikarang-Bekasi dan Rungkut-Surabaya. Ada dua bagian pabrik yang

berlokasi di kawasan industri Cikarang, yaitu pabrik SCC&C (Spread Cooking

Category & Culinary), TBB (Tea Based Beverage), dan Ice Cream Wall's

(ketiganya digolongkan pabrik Foods) dan pabrik NSD (Non Soap Detergent),

dengan alamat Jl. Jababeka IX Blok D No. 1-29 (Foods) dan 11 Jababeka VI

Blok O (NSD), Desa Wangun Harja, Kecamatan Cikarang. Kabupaten Bekasi.

Jawa Barat 17520.

Pabrik di kawasan industri Cikarang terdiri dari 2 lokasi, 1 lokasi

memproduksi deterjen dan 1 lokasi lagi untuk memproduksi makanan dan es

krim. Kedua pabrik tersebut dilengkapi dengan kantor, mushola/masjid, pos

penjagaan, kantin, unit pengolahan limbah, gudang bahan mentah, tempat

parkir, dan taman.

Pabrik Unilever Indonesia yang berlokasi di Rungkut, Surabaya

memproduksi sabun dan bahan kosmetik seperti: Lux, Sunsilk, Pepsodent,

Citra, dan sebagainya. Pemilihan lokasi pabrik didasarkan pada beberapa

faktor, yaitu tempat yang strategis untuk kelancaran pemasaran produk,

tersedianya sarana infrastruktur, area yang cukup untuk dilaksanakannya

perluasan pabrik dan kemudahan suplai bahan baku.

C. BIDANG USAHA DAN PRODUK PERUSAHAAN

PT Unilever Indonesia, Tbk adalah perusahaan multinasional yang

memproduksi bahan kebutuhan sehari-hari (consumer goods). Bidang

produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk dibagi menjadi empat divisi, yaitu:

1. Divisi Home Care

Divisi ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

a. Non Soap Detergent

Page 23: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

• Memproduksi deterjen pencuci (bubuk dan krim) dengan merk

dagang Rinso. Surf, Omo dan Super Busa.

• Memproduksi cairan pewangi dan pelembut pakaian dengan merk

dagang Comfort dan Molto

b. Household Care

Memproduksi barang-barang kebutuhan rumah tangga, seperti cairan

pembersih lantai, bahan pengkilap dan penghilang kuman dengan merk

dagang Super Pell, Sunlight,Vixal dan Domestos.

2. Divisi Personal Care

Divisi ini memproduksi barang-barang kebutuhan perawatan pribadi

yang terdiri dari:

• Hair dengan merk dagang Clear, Sunsilk, Brisk dan lain-lain.

• Skin dengan merk dagang Pond's, Dove, Hazeline, Lux, Lifebuoy,

Cuddle, dan lain-lain.

• Deodorant dengan merk dagang Axe dan Rexona.

• Dental dengan merk dagang Pepsodent dan Close Up.

3. Divisi Foods

Divisi ini dibagi menjadi kategori. yaitu:

a. Spread Cooking Category and Culinary

• Memproduksi Margarine dan Bakery Fat dengan merk dagang

Blue Band, VO, Top Bake, Croma Cromix, Croma Cake,Croma

Korst, MCM, Snow White, dan Frytol.

• Memproduksi bermacam-macam bumbu masak, seperti Royco, dan

Knorr.

• Memproduksi minuman ringan siap saji Lipton.

b. Tea Based Beverage

Memproduksi teh untuk dikonsumsi dalam negeri maupun untuk

diekspor yaitu: Sariwangi, Bushells. Choya, dan lain-lain.

c. Snacks

Memproduksi snack, yaitu Taro net dan Taro stick.

Page 24: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

4. Divisi Ice Cream

Divisi ini memproduksi es krim Wall's dengan berbagai jenis, rasa dan

kemasan.

D. STRUKTUR OGANISASI

Pabrik pengolahan makanan di Cikarang dipimpin oleh seorang direktur

supply chain (Supply Chain Director Foods) yang membawahi beberapa orang

manajer, yaitu :

1. Manajer Teknik Foods (Technical Manager Food) bertugas dan

bertanggung jawab atas pengelolaan, lay out dan kinerja pabrik foods.

2. Manajer Produksi (Production Manager) yang bertugas dan bertanggung

jawab dalam perencanaan produksi dan output produksi sehari-hari.

3. Plant Engineer yang bertanggung jawab atas engineering perusahaan.

4. Manajer Personalia (Works Personel Manager) bertugas dan bertanggung

jawab dalam bagian administrasi kepegawaian, urusan rumah tangga,

keuangan, dan pengadaan Sumber Daya Manusia.

5. Manajer Pengembangan Senior (Senior Development Manager) bertugas

dan bertanggung jawab atas pengembangan perusahaan.

6. Manajer Pengepakan (Packaging Manager) bertugas dan bertanggung

jawab dalam kelancaran dan efisiensi proses pengepakan.

7. Manajer kualitas (Quality Manager) bertugas dan bertanggung jawab dalam

pengawasan dan pengendalian mutu berdasar analisa dan penelitian

laboratorium, keadaan bahan baku, pengendalian proses dan keadaan

produk jadi.

8. Manajer Perencanaan (IED / Planning Manager) bertugas dan bertanggung

jawab dalam perencanaan program-program dalam usaha pengembangan

perusahaan.

Struktur organisasi PT. Unilever, Tbk. Pabrik SCC & C Cikarang dapat

dilihat pada Lampiran 1.

E. MANAJEMEN PERUSAHAAN

Program pengembangan manajemen yang diberlakukan di PT Unilever

Indonesia, Tbk adalah program Total Productive Maintenance (TPM).

Page 25: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Program TPM adalah metoda untuk mewujudkan Zero failure (tanpa

kesalahan), Zero accident (tanpa kecelakaan) dan Zero defect (tanpa cacat).

Dasar pelaksanaan TPM adalah lima "S", yaitu Seiri, Seiton, Seiso,

Seikatsu dan Shitsuke. Seiri (Clearing Up) yaitu menyingkirkan benda-benda

yang tidak diperlukan, Seiton (Organizing), menempatkan barang-barang

yang dibutuhkan dengan rapi, Seiso (Cleaning), membersihkan peralatan dan

daerah kerja, Seikatsu (Standardizing), membuat standar kebersihan,

pelumasan, dan inspeksi sedangkan Shitsuke (Training and Discipline), yaitu

meningkatkan keterampilan dan moral.

Kelima dasar di atas kemudian ditunjang oleh sembilan pilar TPM untuk

menunjang keberhasilan pelaksanaan program, yaitu pemeliharaan mandiri

(Autonomous Maintenance), peningkatan bagian, pemeliharaan terencana

(Planned Maintenance), pelatihan (Training), kontrol awal dan pencegahan

perawatan, pemeliharaan mutu (Quality Maintenance), TPM di perkantoran

(TPM in Office), keselamatan, kesehatan, dan lingkungan kerja (Safely.

Healthy, and Environment) dan manajemen rantai suplai (Supply Chain

Management).

F. PERATURAN KERJA

Administrasi kantor dilaksanakan setiap hari kerja dengan jadwal:

Senin - Jumat : 07.30 - 15.00 WIB

Sabtu : 07.30-13.00 WIB

Istirahat : 11.30 - 12.00 WIB, atau 12.00-12.30 WIB

Sedangkan jadwal produksi harian dibagi menjadi 3 shift

dengan pembagian sebagai berikut:

Shift Pagi : 06.00 - 14.00 WIB

Shift Siang : 14.00 - 22.00 WIB

Shift Sore : 22.00 - 06.00 WIB

Waktu operasi pabrik adalah 295 hari/tahun, 6 hari/minggu, 3 shift/hari

dan hari libur sebanyak 52 hari minggu, 12 hari libur umum dan 6 hari

Lebaran.

Page 26: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

G. KESEJAHTERAAN DAN KESELAMATAN KERJA

PT. Unilever Indonesia sangat memperhatikan kesejahteraan karyawan.

Hal ini diwujudkan dalam bentuk fasilitas-fasilitas jaminan sosial dan

tunjangan-tunjangan yang diberikan kepada karyawannya, di mana perincian-

perincian mengenai hal tersebut tertuang dalam Kesepakatan Kerja Bersama

(KKB) yang dibuat oleh serikat pekerja dan pihak perusahaan.

Serikat pekerja PT. Unilever Indonesia sudah berdiri sejak tahun 1970-

an dan pada tahun 1982 resmi menjadi anggota serikat pekerja seluruh

Indonesia. Berdasarkan KKB tersebut fasilitas dan tunjangan yang diperoleh

karyawan PT. Unilever Indonesia adalah:

1. Makan, disediakan untuk seluruh karyawan tetap pada jam-jam istirahat di

kantin perusahaan.

2. Fasilitas pengobatan diberikan gratis kepada karyawan dan keluarganya

sampai dengan tiga anak meliputi biaya perawatan di rumah sakit pada

rumah sakit yang telah ditentukan, pembayaran gaji selama sakit,

pengobatan dan perawatan gigi, pcnggantian biaya kaca mata dan frame,

penggantian biaya bersalin untuk pekerja wanita dan bantuan bersalin istri

pekerja.

3. Koperasi karyawan.

4. Program kepemilikan rumah.

5. Tunjangan perumahan diberi setahun sekali berupa uang.

6. Program kepemilikan kendaraan bermotor.

7. Klub olah raga. kesenian, rekreasi dan pernbinaan rohani.

8. Program ASTEK.

9. Tunjangan pensiun, berupa uang pesangon pada saat karyawan memasuki

usia pensiun yaitu 55 tahun.

10. Pernbinaan keluarga berencana lestari dan balita.

11. Tunjangan belajar anak karyawan, diberikan kepada anak karyawan yang

menjadi juara kelas.

12. Beasiswa diberikan kepada anak karyawan yang diterima di perguruan

tinggi negeri.

13. Program tabungan pendidikan.

Page 27: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

14. Penghargaan kerja diberikan kepada karyawan yang telah bekerja selama

15 tahun dan kepada karyawan yang telah bekerja selama 25 tahun.

15. Tunjangan cuti diberikan kepada karyawan 1 tahun sekali dalam bentuk

gaji ke-13.

16. Cuti besar diberikan setiap 6 tahun masa kerja berupa 74 hari cuti diluar

cuti tahunan dengan biaya pulang kampung ditanggung perusahaan atau

dalam bentuk 2 bulan gaji ditambah 14 hari cuti diluar cuti tahunan.

17. Santunan kematian.

18. Kesempatan naik haji dengan pembayaran upah penuh.

19. Tunjangan Hari Raya.

20. Paket distribusi diberikan setiap akhir bulan berupa produk kebutuhan

rumah tangga yang diproduksi oleh PT. Unilever.

Page 28: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. SNACK FOOD

Snack food seringkali disebut savory snack, karena pada umumnya snack

diberi flavor savory termasuk rasa asin atau berbumbu. Menurut Lusas (2000),

di samping rasa yang lezat, ciri-ciri snack modern dengan flavor savory adalah:

• aman dan bebas dari bahaya kimia, substansi toksik dan mikroorganisme

patogen sesuai peraturan yang berlaku,

• biasanya dipersiapkan secara komersial dalam jumlah besar dengan

proses yang kontinyu,

• dibumbui, biasanya garam dan kadang-kadang ditambahkan flavor

lainnya,

• stabil selama penyimpanan, tidak membutuhkan pendinginan untuk

pengawetan,

• dikemas dengan kemasan siap konsumsi (ready-to-eat), biasanya dibagi

menjadi potongan-potongan ukuran makan (bite-size), mudah ditangani

dengan jari, dan memiliki penampakan berminyak atau kering tergantung

dugaan konsumen untuk produk tertentu,

• dijual kepada konsumen dalam kondisi segar, yang dicapai dengan :

∗ pemakaian bahan pengemas untuk menghindari air, oksigen dan

cahaya, menjaga kerenyahan produk, memperlambat oksidasi alami

minyak dan menghilangkan katalis oksidasi,

∗ menggunakan pengemasan atmosfer dengan gas inert (nitrogen) dan

sistem antioksidan untuk proteksi minyak tambahan,

∗ pengkodean tanggal pada pengemas dan membuangnya dari rak

penyimpanan jika tidak terjual selama umur simpan produk.

Dewasa ini, teknologi snack modern semakin maju sehingga dihasilkan

produk snack yang beraneka ragam. Berdasarkan teknologi yang digunakan,

snack di Indonesia dapat diklasifikasikan seperti tampak pada Tabel 1.

Page 29: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Tabel 1. Klasifikasi snack di Indonesia berdasarkan teknologi

Jenis Snack Basis bahan Teknologi Produk Ebisen (sheeted snack) Terigu Ebisen-line Taro net

Cheetos net Second-generation snack (direct-expanded)

Jagung, beras Twist extruder Taro stick, Cheetos

Third-generation snack (pellet)

Pati Pellet extruder snack7

Jetz

Co-extruder snack Serealia Single dan twin screw extruder

Momogi stick paste

Fabricated chips Tepung Sheeting, stamping, frying, flavouring

Piattos, Pringles

Slice chip Kentang, buah

Frying, flavouring Chitato, Lays

Snack Taro net menggunakan teknologi ebisen yang berasal dari

Jepang. Produk snack pertama yang menggunakan teknologi ini adalah

shrimp cracknel (Ebi-Senbei) yang merupakan makanan tradisional Jepang.

Snack Taro net merupakan hasil pengembangan dari teknologi ebisen

(Gambar 1).

Gambar 1. Snack ebisen berbentuk net

Menurut Nagao (2000), pati dan tepung terigu adalah komposisi

terpenting dari formula snack ini. Tepung terigu berprotein rendah dengan

kadar abu 0.35-0.55% dan protein 7-10% dapat diproses dengan mudah

untuk membuat senbei berbasis terigu. Tetapi, senbei berbasis terigu yang

berkualitas tinggi membutuhkan terigu dengan kadar protein menengah dan

kualitas gluten yang halus. Persyaratan kualitas utama yang terpenting

adalah kerenyahan. Pada waktu bersamaan, senbei berbasis terigu harus

melunak secara cepat di dalam mulut tanpa menjadi bergetah (gummy).

Page 30: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Pelet snack ebisen dapat berlapis satu (single layer) dan dua (double

layer) tergantung bentuk yang diinginkan. Proses produksi snack ebisen

meliputi tahap pemasakan, sheeting, pendinginan dengan cooling conveyor,

rolling, aging, pemotongan, pengeringan pertama (first dryer), pengeringan

kedua (second dryer), penggorengan, flavouring dan pengemasan.

1. Karakteristik Mutu Snack

Menurut ISO-9000, mutu didefinisikan sebagai derajat dari

serangkaian karakteristik produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan atau

harapan yang dinyatakan. Dalam industri pangan, mutu ditentukan oleh

berbagai karakteristik yang terus berkembang mengikuti kebutuhan

konsumen yang semakin meluas spektrumnya. Beberapa abad yang lalu

telah dikembangkan karakteristik fungsional yang sampai saat ini terus

berlanjut dalam penyempurnaan cara-cara pengukurannya termasuk

peningkatan kemampuan instrumen alat pengukur (Muhandri dan

Kadarisman, 2005).

Karakteristik fungsional pada produk pangan dapat dikelompokkan

menjadi tiga kelompok besar yaitu : sifat fisik (morfologi, sifat termal, sifat

reologi dan sifat spektral), sifat kimia (komposisi kimia, senyawa kimia

aktif, bahan kimia tambahan, bahan kimia pengolahan) dan sifat

mikrobiologi (mikroba alami, mikroba kontaminan, mikroba patogen dan

mikroba pembusuk (Muhandri dan Kadarisman, 2005). Karakteristik

fungsional lebih bersifat objektif dalam menentukan sifat mutu pangan,

sedangkan penilaian sifat mutu yang bersifat subjektif dilakukan

menggunakan evaluasi organoleptik.

Menurut Soekarto (1985), penilaian dengan indera banyak digunakan

untuk menilai mutu makanan. Penilaian dengan cara ini disenangi karena

dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung dan dalam beberapa hal

penilaian dengan indera melebihi ketelitian alat yang paling sensitif

sekalipun.

Karakteristik mutu snack dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu

karakteristik mutu fisik, kimia, mikrobiologis dan organoleptik. Persyaratan

mutu makanan ringan yang telah ditetapkan oleh SNI 01-2886-2000 dapat

Page 31: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

dilihat pada Tabel 2. Menurut SNI 01-2886-2000 (2000), makanan ringan

ekstrudat adalah makanan ringan yang dibuat melalui proses ekstrusi dari

bahan baku tepung dan atau pati untuk pangan dengan penambahan bahan

makanan lain serta bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dengan

atau tanpa melalui proses penggorengan.

Tabel 2. Syarat mutu makanan ringan ekstrudat (SNI 01-2886-2000)

No Jenis uji Satuan Persyaratan 1 1.1 1.2 1.3

Keadaan Bau Rasa Warna

- - -

normal normal normal

2 Kadar air % b/b maks. 4 3 3.1 3.2

Kadar lemak Tanpa proses penggorengan Dengan proses penggorengan

% b/b % b/b

maks. 30 maks. 38

4 Kadar silikat % b/b maks. 0,1 5 5.1 5.2

Bahan tambahan makanan Pemanis buatan Pewarna

- -

Sesuai SNI 01-0222-1995 dan Permenkes no.722/Menkes/Per/ IX/1988 s.d.a.

6 6.1 6.2 6.3 6.4

Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

maks. 1,0 maks. 10 maks. 40 maks. 0,05

7 Arsen (As) mg/g maks. 0,5 8 8.1 8.2 8.3

Cemaran mikroba Angka Lempeng Total Kapang E. coli

koloni/g koloni/g APM/g

maks. 1,0 x 104 maks. 50 negatif

Secara umum, sifat fisik meliputi warna, bentuk dan ukuran.

Pengukuran sifat fisik banyak dilakukan karena pengukurannya mudah dan

cepat. Beberapa sifat fisik dapat diukur secara organoleptik maupun secara

objektif. Pengukuran sifat fisik secara objektif yang dilakukan selama

proses produksi snack Taro net dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 32: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Tabel 3. Pengukuran sifat fisik secara objektif selama proses produksi snack Taro net

Sifat Fisik Alat Atribut yang diukur Kadar air Moisture analyzer Kadar air bahan Dimensi Jangka sorong Tebal sheet, dimensi pelet dan

hasil penggorengan Ukuran Neraca analitik Berat bahan Indeks ekspansi Kotak Bulk Density Densitas bahan

Sifat fisik berhubungan erat dengan sifat organoleptik produk,

misalnya rasa manis dengan kadar gula. Sifat mutu organoleptik

diklasifikasikan menjadi empat golongan yaitu visual, aroma, rasa dan

tekstur. Sifat sensori ini diukur secara langsung dengan indera manusia.

Pengukuran sifat sensori yang dilakukan selama proses produksi snack

Taro net dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengukuran sifat sensori selama proses produksi snack Taro net

Sifat Sensori Atribut Sampel Warna Bahan baku, snack Visual Ukuran, bentuk Pelet, snack

Aroma Bau minyak Snack Kekerasan Pelet Tekstur Kerenyahan Snack

Rasa Intensitas bumbu Snack

Karakteristik mutu kimia dapat menentukan kualitas bahan, salah

satunya pada minyak goreng. Sifat kimia yang diukur adalah jumlah asam

lemak bebas (FFA). Nilai FFA (free fatty acid) menentukan parameter

kerusakan lemak. Semakin tinggi nilai FFA, berarti semakin tinggi

hidrolisis yang terjadi.

Salah satu masalah yang sangat vital bagi industri dan bisnis pangan

adalah keamanan pangan (Winarno, 2004). Oleh karena itu, mutu

mikrobiologis bahan pangan sangat penting dalam penilaian mutu produk

pangan. Mikroorganisme yang mengkontaminasi bahan pangan dapat

menyebabkan penurunan mutu atau kerusakan produk serta membahayakan

kesehatan konsumen. Toksin yang dihasilkan oleh beberapa

Page 33: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

mikroorganisme seperti Clostridium botulinum dan Aspergillus flavus

dapat membahayakan kesehatan konsumen.

2. Aspek Mikrobiologi Produk Snack

Pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial

dalam kehidupan manusia. Walaupun makanan itu menarik, nikmat, tinggi

gizinya, jika tidak aman dikonsumsi, praktis tidak ada nilainya sama sekali.

Lebih dari 90% terjadinya penyakit pada manusia oleh makanan

(foodborne disease) disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi (Winarno,

2004).

Snack adalah produk pangan dengan nilai kadar air yang rendah yaitu

maksimum 4% (SNI. 01-2886-2000). Kadar air snack yang rendah

berkorelasi dengan nilai aw yang rendah yaitu 0.25 - 0.33. Dengan nilai aw

ini, produk snack relatif aman dari kontaminasi mikroba, karena nilai aw ini

tidak memenuhi nilai aw minimum untuk pertumbuhan mikroba. Nilai aw

minimum untuk pertumbuhan mikroba dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai aw minimum untuk pertumbuhan mikroba (Jay, 2000)

Organisme aw Organisme aw Grup Grup Bakteri pembusuk 0.90 Bakteri halofilik 0.75 Khamir pembusuk 0.88 Kapang xerofilik 0.61 Kapang pembusuk 0.80 Khamir osmofilik 0.61 Organisme spesifik Organisme spesifik Clostridium botulinum, tipe E 0.97 Candida scotti 0.92 Pseudomonas spp. 0.97 Trichosporon pullulans 0.91 Acinetobacter spp. 0.96 Candida zeylanoides 0.90 Eschericia coli 0.96 Geotrichum candidum 0.90 Enterobacter aerogenes 0.95 Trichothecium spp. 0.90 Bacillus subtilis 0.95 Byssochlamys nivea 0.87 Clostridium botulinum, tipe A, B 0.94 Staphylococcus aureus 0.86 Candida utilis 0.94 Alternaria citri 0.84 Vibrio parahaemolyticus 0.94 Penicillium patulum 0.81 Botrytis cinerea 0.93 Eurotium repens 0.72 Rhizopus stolonifer 0.93 Aspegillus glaucus 0.70 Mucor spinosus 0.93 Aspegillus conicus 0.70

Aspegillus echinulatus 0.64 Zygosaccharomyces rouxii 0.62

Xeromyces bisporus 0.61

Page 34: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Produk snack Taro net mengalami proses penggorengan sehingga

kadar air dan nilai aw bahan menjadi rendah. Hal ini menyebabkan

rendahnya resiko kontaminasi pada produk snack, namun selama proses

produksi Taro net dari bahan baku sampai produk setengah jadi memiliki

resiko yang tinggi. Tepung terigu, yang merupakan bahan baku utama

snack Taro net memiliki resiko kontaminasi Bacillus cereus dan kapang.

Resiko ini dapat diminimalkan dengan mengontrol aw yang rendah untuk

menghambat pertumbuhan mikroba (Jay, 2000). Pada proses selanjutnya

bahan ini akan mengalami proses pemasakan yang dapat membunuh

mikroorganisme yang mengkontaminasi bahan. Hal lain yang perlu

diperhatikan adalah kemungkinan pembentukan mikotoksin oleh kapang.

Titik kritis dari kontaminasi mikrobiologi adalah pada proses aging,

ketika lembaran adonan diaging pada suhu ruang (30-33oC) selama 8-16

jam. Karakteristik lembaran adonan dengan kadar air 30-33% dan aw 0.9-

0.95 dapat memicu pertumbuhan mikroorganisme. Penggulungan lembaran

adonan yang dilakukan secara manual oleh pekerja, memiliki resiko

kontaminasi mikroorganisme seperti Staphylococcus aureus dan

Salmonella dari tangan pekerja. Setelah proses aging, dilakukan

pemotongan yang dilanjutkan dengan pengeringan. Pada tahapan

pengeringan, kemungkinan besar mikroorganisme akan mati, namun

pengeringan tidak dapat menginaktivasi toksin yang mungkin dihasilkan

mikroorganisme selama proses aging. Toksin yang dihasilkan oleh kapang

atau mikotoksin adalah alfatoksin, okhratoksin, patulin, islanditoksin,

luteoskirin, rugulosin, zearalenon, trikhotesen, sterigmatositin, asam

penisilat, dan sitrinin. Karakteristik masing-masing mikotoksin dapat

dilihat pada Lampiran 2.

B. AIR DALAM BAHAN PANGAN

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia

dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga

merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat

mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita. Bahkan

dalam bahan makanan yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung serta

Page 35: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

biji-bijian, terkandung air dalam jumlah tertentu. Kandungan air dalam bahan

makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan itu.

Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media

air yang ditambahkan atau yang berasal dari bahan itu sendiri (Winarno,

1997).

Peranan air dalam bahan pangan dinyatakan sebagai kadar air dan

aktivitas air, sedangkan di udara dinyatakan sebagai kelembaban relatif (RH)

dan kelembaban mutlak (H). Dalam bahan pangan, air terutama berperan

sebagai pelarut yang digunakan selama proses metabolisme. Tingkat mobilitas

dan peranan air bagi proses kehidupan biasanya dinyatakan dengan besaran

aktivitas air (aw) (Syarief dan Halid, 1993).

Aktivitas air adalah rasio antara tekanan parsial air (P) di atas sampel

dengan tekanan uap murni pada suhu yang sama (P0). Hubungan antara kadar

air dalam bahan pangan dengan aktivitas air pada suhu konstan diketahui

sebagai moisture sorption isoterm (MSI). Informasi mengenai kurva MSI

bermanfaat untuk proses pemekatan dan pengeringan, karena kesulitan

penghilangan air berhubungan erat dengan tekanan uap relatif (relatif vapor

pressure); formulasi campuran bahan untuk mencegah transfer air antara bahan

pangan; menentukan sifat ketahanan terhadap air yang dibutuhkan pada bahan

pengemas; menentukan apakah kadar air dapat menghambat pertumbuhan

mikroba; memprediksi stabilitas kimia dan fisika dari bahan pangan sebagai

fungsi air. Kurva MSI secara umum untuk bahan pangan berkadar air rendah

pada suhu 20oC dapat dilihat pada Gambar 2 (Fennema, 1996).

Gambar 2. Kurva moisture sorption isoterm

Page 36: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Ketika air ditambahkan, komposisi sampel bergerak dari zona 1 (kering)

menuju zona 3 (kelembaban tinggi) dan sifat air berhubungan dengan

perbedaan zona secara signifikan. Air yang berada pada zona 1 terikat secara

kuat dan tidak dapat dimobilisasi. Air ini terikat pada bagian polar bahan

pangan dengan ikatan air-ion atau interaksi air-dipol, tidak dapat membeku

pada suhu -40oC, tidak dapat digunakan sebagai pelarut, dan jumlahnya tidak

dapat membuat bahan padat menjadi plastis. Air zona 1 merupakan bagian dari

padatan, jumlahnya sedikit sekali dan memiliki nilai entalpi lebih besar dari

nilai entalpi air (Fennema, 1996). Menurut Winarno (1997), sebagian air ini

dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa.

Air pada zona 2 berhubungan dengan molekul air lain dan molekul

terlarut yang berikatan hidrogen, sedikit dapat dimobilisasi, tidak dapat

membeku pada suhu -40oC, dapat membuat padatan menjadi plastis,

menurunkan suhu transisi gelas dan menyebabkan pengembangan mula-mula

dari matriks padatan. Air pada zona 1 dan 2 biasanya mengandung air kurang

dari 5% pada bahan pangan dengan kelembaban tinggi (Fennema, 1996).

Penghilangan air tipe II (zona 2 pada moisture sorption isoterm) ini akan

mengakibatkan penurunan aw (water activity) sehingga pertumbuhan mikroba

dan reaksi-reaksi kimia yang bersifat merusak bahan makanan seperti reaksi

browning, hidrolisis, atau oksidasi lemak akan dikurangi. Jika air tipe II ini

dikurangi seluruhnya, kadar air bahan akan berkisar antara 3-7% dan

kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai, kecuali pada produk-produk

yang dapat mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak jenuh

(Winarno, 1997).

Air pada zona 3 tidak terikat kuat, dapat dimobilisasi dan terperangkap

dalam bahan pangan. Air ini dapat membeku, dapat digunakan sebagai pelarut,

dan mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Air pada zona 3 baik

terperangkap maupun bebas, biasanya mengandung lebih dari 95% total air

pada bahan pangan dengan kelembaban tinggi (Fennema, 1996). Menurut

Winarno (1997), apabila air tipe III (zona III) ini diuapkan seluruhnya,

kandungan air bahan berkisar antara 12-25% dengan aw (water activity) kira-

kira 0.8 tergantung dari jenis bahan dan suhu.

Page 37: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Menurut Syarief dan Halid (1993), interaksi antara bahan pangan dengan

molekul air yang terkandung di dalamnya dan molekul air di udara sekitarnya

sangat dominan dalam terjadinya penyimpangan mutu atau kerusakan bahan

pangan. Labuza (1972) menyajikan ambang batas tingkat hidratasi (aw) dalam

hubungannya dengan kecepatan reaksi kerusakan. Hubungan ini digambarkan

dengan peta stabilitas yaitu hubungan antara kecepatan reaksi dengan aw bahan

(Gambar 3).

Gambar 3. Kurva stabilitas bahan pangan (Winarno, 1997)

C. PERANAN AIR SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK

Air merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan produk

snack. Air yang digunakan dalam produksi harus memenuhi persyaratan mutu

air minum yaitu memiliki penampakan yang baik dan tidak tercemar baik

secara fisik, kimia maupun mikrobiologi. Air ditambahkan dalam proses

pemasakan, baik air secara langsung maupun air yang berasal dari uap (steam).

Namun, ada air yang sengaja dihilangkan melalui proses pengeringan dan

penggorengan. Kenaikan kadar air pelet selama penyimpanan merupakan

proses kesetimbangan dengan RH lingkungan, sedangkan migrasi air selama

proses aging merupakan dampak dari proses retrogradasi pati. Keterlibatan air

selama proses produksi snack Taro net dapat dilihat pada Gambar 4.

Page 38: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Air Mixing + sheeting Aging Cutting First

Drying Stock SecondDrying Frying Packaging

Air daristeam

Air(evaporasi) Air

Air(kesetimbangan) AirAir

Air Mixing + sheeting Aging Cutting First

Drying Stock SecondDrying Frying Packaging

Air daristeam

Air(evaporasi) Air

Air(kesetimbangan) AirAir

Gambar 4. Keterlibatan air selama proses produksi snack Taro net

Air merupakan komponen penting dalam pembentukan gluten serta

berfungsi sebagai pelarut garam dan pengikat karbohidrat sehingga dihasilkan

adonan yang baik (Mulyani, 2000). Air bersenyawa dengan protein

membentuk gluten, sehingga menentukan konsistensi dan karakteristik reologi

adonan. Daya serap air akan meningkat dengan semakin tingginya kandungan

protein.

Air berperan sebagai plasticizer untuk kristal pati. Adanya air akan

menurunkan suhu dari transisi gelas (Tg) dan titik leleh kristal. Selain itu,

kandungan air juga mempengaruhi sifat reologi dari gel pati (Eliasson dan

Gudmunsson, 1996).

Retrogradasi pati terjadi ketika pati yang telah mengalami gelatinisasi

disimpan pada suhu rendah sehingga terjadi rekristalisasi pati. Selama proses

ini terjadi ikatan hidrogen antara gugus OH amilosa pada pati yang

tergelatinisasi sehingga air dipaksa keluar dari struktur gel dan pati menjadi

tidak dapat dilarutkan. Oleh karena itu, selama proses aging kadar air

lembaran adonan cenderung menurun disertai dengan meningkatnya kekerasan

dan kekakuan lembaran adonan.

Lembaran adonan yang telah dipotong menjadi pelet basah dikeringkan

menggunakan alat pengering pertama (first dryer) dengan hembusan udara

panas yang berasal dari boiler. Fellows (2000) mendefinisikan pengeringan

sebagai aplikasi panas di bawah kondisi terkontrol untuk menghilangkan

sebagian besar air yang secara normal ada di makanan dengan evaporasi (atau

sublimasi pada freeze drying). Tujuan utama dari proses pengeringan adalah

memperpanjang umur simpan dengan mereduksi aktivitas air (aw) yang dapat

menghambat pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim.

Page 39: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Pada proses pembuatan snack Taro net dilakukan pengeringan sebanyak

dua kali. Pengeringan pertama bertujuan untuk mendapatkan kadar air pelet

yang aman untuk disimpan atau aman dari cemaran biologis yang mungkin

tumbuh baik mikroba maupun serangga. Proses pengeringan kedua bertujuan

untuk mendapatkan kadar air siap goreng, sehingga tekstur yang dihasilkan

sesuai standar, tidak berpori dan tidak bantat.

Penyimpanan dan pengeringan bahan pangan hasil pertanian

berhubungan dengan kadar air kesetimbangan. Kadar air kesetimbangan

adalah kadar air bahan dalam keadaan setimbang dengan udara di sekitarnya.

Bahan dalam keadaan setimbang dengan lingkungannya bila laju air yang

hilang dari bahan ke lingkungan sama dengan laju air yang bertambah ke

dalam bahan dari lingkungan (Hall, 1980 di dalam oleh Prastyanty, 1998).

Masing-masing bahan pangan memiliki nilai kadar air kesetimbangan yang

berbeda-beda.

Menurut Prastyanty (1998), secara alami bahan pangan baik yang belum

diolah maupun yang sudah diolah bersifat higroskopis yaitu dapat menyerap

air dari udara sekeliling dan sebaliknya dapat melepaskan sebagian air yang

terkandung ke udara. Secara umum, sifat-sifat hidratasi ini digambarkan

dengan kurva sorpsi isoterm.

Pelet yang telah dikeringkan dengan mesin pengering kedua digoreng

untuk meningkatkan kualitas makan (eating quality). Pada proses

penggorengan terjadi pengembangan kerupuk yang ditentukan oleh kandungan

air bahan. Pengembangan ini merupakan hasil sejumlah besar letusan dari air

ikatan yang menguap dengan cepat selama proses penggorengan dan sekaligus

terbentuk rongga-rongga udara yang tersebar secara merata pada seluruh

struktur kerupuk goreng (Muliawan, 1991). Kandungan air bahan akan

menentukan tekstur hasil goreng. Jika kadar air bahan terlalu tinggi,

permukaan bahan akan mengalami bulbing atau membentuk gelembung-

gelembung. Sebaliknya, jika kadar air bahan terlalu rendah bahan tidak akan

mengembang atau bantat.

Kandungan air bahan juga mempengaruhi mutu minyak goreng. Pada

suhu tinggi air akan menghidrolisa gliserida-gliserida minyak menjadi gliserol

Page 40: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

dan asam lemak bebas. Gliserol selanjutnya akan terpecah menjadi acrolein

yang mempunyai bau pedas dan merangsang keluarnya air mata (Djatmiko, et

al., 1985).

Walaupun telah mengalami proses penggorengan, produk akhir snack

masih mengandung air sekitar 2-3%. Kandungan air ini akan menentukan

kerenyahan produk dan peningkatan kadar air akan menurunkan kerenyahan

produk snack. Kadar air produk snack yang rendah yaitu maksimal 4%,

membuat umur simpan produk relatif lama sampai 8 bulan. Dengan

mengontrol kandungan air produk, maka struktur, tekstur, stabilitas dan

densitas bahan dapat dipertahankan.

D. PATI

1. Pati Untuk Snack

Pati memainkan peranan penting pada pengembangan produk

pangan, baik sebagai bahan baku atau bahan tambahan seperti pengental,

penstabil, atau penguat tekstur. Penambahan pati ditujukan untuk

meningkatkan retensi air, mengontrol mobilitas air, dan juga menjaga

kualitas produk pangan selama penyimpanan (Pongsawatmanit, et al.,

2001).

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik.

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai

C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri

dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut

disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa

mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedangkan

amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sebanyak

4-5% dari berat total (Winarno, 1997). Struktur amilosa dan amilopektin

dapat dilihat pada Gambar 5.

Page 41: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Gambar 5. Struktur amilosa dan amilopektin (Muchtadi, et al. 1988)

Secara komersial pati diperoleh dari biji-bijian serealia, umumnya

jagung, gandum dan beberapa varietas beras dan dari umbi dan akar, seperti

kentang, ubi jalar dan tapioka (BeMiller dan Whistler, 1996). Pati dari sumber

yang berbeda memiliki karakteristik tersendiri yang dipengaruhi bentuk,

ukuran, distribusi ukuran, komposisi dan kristal granula (Belitz dan Grosch,

1999). Karakteristik pati menentukan jenis pati yang sesuai untuk produk

tertentu. Selain itu, harga menjadi pertimbangan supaya produk lebih

ekonomis. Karakteristik dan harga jual beberapa jenis pati dapat dilihat pada

Tabel 6.

Jenis pati yang berbeda membuat tekstur yang dihasilkan juga berbeda.

Pati jagung cenderung lebih kaku dan rapuh, sedangkan tapioka cenderung

lebih ringan dan kurang garing. Beras dan beras ketan cenderung membuat

produk lebih lembut terutama pada snack. Penambahan pati kentang membuat

produk memiliki tekstur lebih ringan. Sebaliknya, tepung terigu dengan kadar

protein 7-18% meningkatkan densitas produk (Frank, 2000).

Page 42: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Tabel 6. Karakteristik sifat beberapa jenis pati

Kandungan Pati Amilosa

(%) Amilopektin

(%)

Ukuran granula

(μm)

Bentuk granula

Suhu gelatinisasi

(oC)

Harga relatif/100 g

(Rp.) Tapioka 17 83 5-35

Oval

52-64 479

Gandum 25 75 2-35

Ellips

52-64 519.50; 559.50; 604.50

Sagu 27 73 20-60

Ellips

60-72 -

Jagung 27 73 5-25

Poligonal

62-74 1581.25

Kentang 22 78 15-100

Bundar

56-69 -

Beras 17 83 3-8

Poligonal

61-78 719.00

Sumber : Knight (1989), Muchtadi, et.al. (1988), * Harga ADA Supermarket per Mei 2006

Menurut Muchtadi et al. (1988), amilopektin dapat merangsang

terjadinya proses mekar (puff) sehingga produk dengan kadar amilopektin

tinggi bersifat ringan, porus, garing dan gampang patah (renyah). Pati yang

mengandung amilosa tinggi cenderung menghasilkan produk yang keras,

karena proses mekar hanya terjadi secara terbatas. Pati juga dapat

mempertahankan daya awet dengan mempertahankan tekstur garing selama

penyimpanan.

Granula pati memiliki sifat semikristal yang mengindikasikan orientasi

tingkat tinggi dari molekul glukan. Sekitar 70% massa granula pati dipandang

sebagai bentuk amorf dan kira-kira 30% sebagai bentuk kristal. Daerah amorf

mengandung amilosa sebagai jumlah terbanyak, sedangkan daerah kristal

mengandung paling banyak amilopektin. Derajat kristalisasi ini sangat

tergantung pada kadar air (Belitz dan Grosch, 1999).

Page 43: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Pati alami dapat dibagi menjadi beberapa tipe menggunakan diagram

difraksi X-ray yaitu tipe A, B dan C serta tipe V yang terdapat pada granula

yang mengalami pengembangan (swelling). Tipe A dan B merupakan

modifikasi kristal alami, sedangkan tipe C merupakan bentuk campuran. Tipe

A banyak terdapat pada pati serealia dan tipe B pada kentang, amylomaize dan

pati yang mengalami retrogradasi. Tipe C tidak hanya terdapat pada campuran

pati jagung dan kentang juga terdapat pada pati kacang-kacangan (Belitz dan

Grosch, 1999).

2. Gelatinisasi Pati

Granula pati tidak larut dalam air dingin, tetapi akan mengembang dalam

air panas atau hangat (Muchtadi et al, 1988). Menurut Pongsawatmanit, et al,

(2001), jika granula pati alami yang kering tersuspensi dalam air dan kemudian

dipanaskan, granula pati akan menyerap air dan mengembang menjadi lebih

luas, disertai dengan kehilangan bentuk kristal dari granula. Sebagian amilosa

berpisah dari amilopektin dan terlepas keluar dari granula. Fenomena ini

disebut gelatinisasi.

Sebagai suatu polimer, pati mengalami perubahan sebagai berikut :

Polisakarida <====> gel <====> sol

Perubahan sol-gel sangat tergantung pada suhu dan konsentrasi.

Pengembangan granula pati tersebut bersifat bolak-balik (reversible) jika tidak

melewati suhu gelatinisasi dan akan menjadi tidak bolak-balik (irreversible)

jika telah mencapai suhu gelatinisasi (Muchtadi et a., 1988).

Pengembangan granula pati ini disebabkan karena molekul-molekul air

berpenetrasi masuk ke dalam granula dan terperangkap pada susunan molekul

amilosa dan amilopektin. Dengan semakin naiknya suhu suspensi pati dalam

air maka pengembangan granula semakin besar, karena ikatan hidrogen

semakin melemah. Menurut Meyer (1982) di dalam Muchtadi et al. (1988),

pengembangan maksimum dicapai pada penyerapan air sebanyak 2500%.

Namun, selama pengeringan granula pati akan kembali pada ukuran semula

(BeMiller dan Whistler, 1996).

Selama proses gelatinisasi pati terjadi pengrusakan ikatan hidrogen yang

berfungsi untuk mempertahankan struktur dan integritas granula pati.

Page 44: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Kerusakan integritas granula pati menyebabkan granula menyerap air,

sehingga sebagian fraksi terpisah dan masuk dalam medium. Sesudah

pengrusakan granula selesai, viskositas pati menurun. (Mulyandari, 1992).

McCready (1970) di dalam Muchtadi, et al. (1988) membedakan

mekanisme gelatinisasi menjadi tiga fase. Pertama, air akan secara perlahan-

lahan dan bolak-balik berimbibisi ke dalam granula. Kemudian pada suhu

antara 60-85oC granula akan mengembang dengan cepat dan akhirnya

kehilangan sifat birefringence-nya. Ketiga, jika suhu terus naik maka molekul-

molekul pati terdifusi keluar granula. Adanya amilosa yang keluar

menyebabkan naiknya kekentalan yang juga merupakan fungsi dari suhu.

Mekanisme gelatinisasi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Mekanisme gelatinisasi pati (Harper, 1981)

Tahapan proses Deskripsi Granula pati mentah yang terdiri atas amilosa (heliks) dan amilopektin (bercabang-cabang) Penambahan air akan memecahkan kristalinitas dan merusak keteraturan bentuk amilosa. Granula mengembang. Penambahan panas dan air yang berlebihan akan menyebabkan granula mengembang lebih lanjut. Amilosa mulai berdifusi keluar granula

Granula hampir hanya mengandung amilopektin yang terperangkap serta struktur matriks amilosa membentuk suatu gel.

Pada tahap gelatinisasi, volume pati akan mengembang membentuk

struktur elastis yang pada tahap penggorengan ataupun proses ekstrusi akan

terjadi pengembangan adonan. Menurut Eliasson dan Gudmundsson (1996),

pengembangan granula pati biasanya diukur sebagai peningkatan volume gel.

Proses gelatinisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu

pemanasan, rasio amilosa dan amilopektin, rasio air dan pati dan komponen

Page 45: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

atau bahan–bahan lain yang dapat mengikat air seperti gula dan garam (Serena,

1996). Proses gelatinisasi menyebabkan perubahan yang luar biasa pada sifat

reologi dari suspensi pati. Sifat dari gel pati sangat sensitif terhadap beberapa

faktor seperti shear, suhu, tingkat pemanasan (pendinginan), sumber pati dan

keberadaan komponen lain. Gel pati bukan sistem yang berada dalam

kesetimbangan. Struktur kristal hancur selama proses gelatinisasi, tetapi

bentuk kristal akan kembali terbentuk selama penyimpanan. Kemampuan

molekul pati untuk mengkristal setelah gelatinisasi didefinisikan sebagai

retrogradasi (Eliasson dan Gudmundsson, 1996).

Dalam proses pembuatan snack, dikehendaki proses gelatinisasi tidak

sempurna, karena proses gelatinisasi yang sempurna akan menghasilkan

adonan yang kenyal, rapuh, sulit dibentuk, tidak kompak dan menghasilkan

produk akhir yang permukaannya tidak rata (Serena, 1996). Proses gelatinisasi

pati mempengaruhi tekstur dan konsistensi bahan pangan dan interaksi antara

pati dan air akan mempengaruhi sifat fungsional pati.

Menurut Muchtadi, et al. (1988), kesempurnaan gelatinisasi dipengaruhi

oleh kadar air dan suhu proses. Penentuan derajat kesempurnaan gelatinisasi

pati dapat dilakukan berdasarkan (1) hilangnya gejala birefrigence granula pati

jika diamati di bawah mikroskop cahaya terpolarisasi, (2) daya kelarutan dan

pengukuran absorpsi zat warna (dyes), (3) perubahan kekentalan, (4)

perubahan pola difraksi sinar X, (5) metode enzimatis, (6) metode magnetik

resonansi nuklir, (7) metode differential scanning calorimetry (DSC),

pengukuran intensitas warna akibat adanya iodium dan sebagainya.

3. Retrogradasi Pati

Gel pati yang telah mengalami gelatinisasi terdiri dari granula yang

membengkak tersuspensi dalam air panas dan molekul-molekul amilosa yang

terdispersi dalam air. Molekul-molekul amilosa akan terus terdispersi pada saat

pati terus dalam keadaan panas. Bila pasta kemudian mendingin, energi kinetik

tidak lagi cukup tinggi untuk melawan kecenderungan amilosa untuk bersatu

kembali. Molekul amilosa berikatan kembali satu sama lain serta berikatan

dnegan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula. Dengan

demikian mereka menggabungkan butir pati yang membengkak itu menjadi

Page 46: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

semacam jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap (Winarno,

1997). Proses terjadinya retrogradasi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Proses retrogradasi pati (Huang dan Rooney, 2000)

Proses retrogradasi terjadi karena pati yang tergelatinisasi tidak berada

pada kesetimbangan termodinamik. Sifat reologi akan berubah secara jelas

dengan peningkatan kekerasan (firmness) dan kekakuan (rigidity). Hilangnya

kapasitas penyerapan air (water holding capacity) dan pemulihan bentuk

kristal akan terjadi dan meningkat selama proses aging. Proses retrogradasi

tidak akan terjadi tanpa jumlah air minimum yang terdapat dalam gel. Kadar

air dan suhu penyimpanan merupakan faktor penting yang mengontrol tingkat

retrogradasi. Selain itu, sumber pati yang berbeda akan mempengaruhi tingkat

retrogradasi yang terjadi dan kemungkinan besar hal ini tidak hanya

disebabkan oleh rasio amilosa dan amilopektin saja (Eliasson dan

Gudmunsson, 1996). Menurut Lundqvist (2001), tingkat retrogradasi juga

dipengaruhi panjang rantai amilopektin dan konsentrasi pati, adanya bahan-

bahan seperti gula, garam, lemak dan surfaktan.

Retrogradasi didefinisikan sebagai kemampuan molekul pati untuk

mengkristal setelah gelatinisasi. Retrogradasi amilosa dipercaya sebagai

prasyarat untuk pembentukan crumb normal dari roti, retrogradasi biasanya

menyebabkan penurunan kualitas. Hal ini terlihat sebagai sineresis (hilangnya

air) atau sebagai peningkatan kekerasan. Interaksi pati dengan komponen lain

Page 47: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

seperti lipid polar dan protein akan meningkatkan sifat fungsionalnya

(Eliasson dan Gudmundsson, 1996).

Retrogradasi yang merupakan pemulihan sebagian dan penyusunan

struktur awal dari polisakarida terjadi ketika pendinginan dan penyimpanan

pada suhu rendah. Kristalisasi dari amilosa tercapai setelah 2 hari, di mana

kristalisasi gel pati terus berlanjut. Gel amilopektin meningkat secara perlahan

dan tercapai setelah 30-40 hari. Sekitar 70% kristal akan hilang dari pati yang

teretrogradasi sempurna pada pemanasan 90oC, di mana gel amilosa akan

berkurang sekitar 25%. Kristalisasi dari amilopektin dapat balik secara

sempurna selama pemanasan. Residu kristal dari gel pati setelah pemanasan

merupakan fraksi amilosa (Eliasson dan Gudmunsson, 1996).

Retrogradasi atau asosiasi amilosa sangat cepat, sehingga rantai linear

berdifusi keluar dari granula pati. Hal ini memberikan struktur keras dengan

cepat. Amilopektin yang bercabang dengan struktur lebih kompleks, dan

molekul yang lebih besar (bulky) menyebabkan amilopektin mengalami

retrogradasi lebih lambat. Tekstur yang keras tidak hanya berasosiasi dengan

tingginya amilosa tetapi juga mengurangi kehilangan kelembaban dan

membantu menjaga kelembaban dari migrasi air (Frank, 2000)

Proses retrogradasi dapat dikarakteristik oleh fenomena fisik dan kimia,

seperti perubahan tekstur, migrasi air, kristalisasi pati dan interaksi komponen

(Vodovotz, et al., 2001). Proses retrogradasi harus secara ketat dikontrol

terutama produk pangan yang berbasis pati, karena retrogradasi dapat

membentuk struktur produk tetapi jika berlebihan dapat menyebabkan

penurunan kualitas (pengerasan atau sineresis) (Pongsawatmanit, et al., 2001).

Interaksi antara polisakarida pati dan air mungkin dapat menghambat

pengaruh dominan dari sifat sistem yang ada, di mana komponan lain dapat

mempengaruhi bagaimana pati berinteraksi dengan air. Salah satunya adalah

gula, yang dapat mempengaruhi sifat gelatinisasi dan retrogradasi pati.

Kebanyakan gula menghambat pengaruh anti-plasticizing dan penurunan

jumlah amilosa yang terlepas. Tingkat retrogradasi dapat ditingkatkan selama

periode penyimpanan jangka pendek tetapi secara substansi menurun selama

penyimpanan jangka panjang (Pongsawatmanit, et al., 2001).

Page 48: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

D. PROSES PEMBUATAN SNACK TARO NET

1. Bahan-Bahan

a. Tepung terigu

Tepung terigu merupakan bahan utama pembuatan snack Taro net.

Menurut SNI 01-3751-1995, tepung terigu yang digunakan untuk bahan

makanan adalah bahan makanan hasil pengolahan endosperm dari biji gandum

(Triticum vulgare). Berdasarkan jenis gandum yang dipakai, maka tepung

terigu dibedakan menjadi tiga jenis yaitu tepung terigu Cakra Kembar

(kandungan protein tinggi), Segitiga Biru (kandungan protein menengah) dan

Kunci Biru (kandungan protein rendah) yang memiliki sifat-sifat berbeda

tergantung tujuan penggunaannya. Persyaratan mutu tepung terigu (SNI 01-

3751-1995) dapat dilihat pada Lampiran 3.

Komponen terpenting dari tepung terigu adalah protein. Tepung terigu

memiliki empat jenis protein yaitu glutenin, globulin, gliadin dan albumin.

Dari keempat jenis protein tersebut, yang mempunyai peranan penting dalam

pembentukan adonan adalah protein glutenin dan gliadin. Kedua protein

tersebut ditemukan pada jumlah yang cukup tinggi pada gandum terutama

pada endosperm gandum, yaitu sekitar 80-85% (Serena, 1996).

Gluten gandum menunjukkan sifat-sifat fisik adonan yang berbeda dari

adonan dari adonan-adonan yang dibuat dari serealia lainnya. Ketika air

ditambahkan pada tepung gandum dan diaduk, protein-protein yang tidak larut

dalam air akan mengikat air dan membentuk gluten. Gluten berfungsi sebagai

penyusun adonan (Pomeranz dan Shellenberger, 1971).

Air dalam adonan menyebabkan pembentukan massa yang ekstensibel

dan elastis yang disebut sebagai gluten yang berasal dari glutenin dan gliadin.

Sifat fisik gluten menyebabkan adonan mempunyai kemampuan untuk

menahan gas pengembang yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya

pengembangan adonan. Kandungan gluten yang tinggi cenderung

mneyebabkan penyerapan air lebih banyak dibandingkan dengan terigu

berkadar gluten rendah, sehingga adonan yang dihasilkan mempunyai daya

pengembangan yang lebih baik dan elastis tetapi lengket.

Page 49: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Pada proses pembuatan snack Taro net digunakan tepung terigu yang

berkadar protein rendah. Hal ini dikarenakan tepung terigu yang mengandung

gluten tinggi cenderung menyerap air lebih banyak sehingga adonan

mengembang, elastis dan lengket, sehingga sulit dibuat lembaran maupun

untuk proses selanjutnya. Selain itu, kandungan gluten yang rendah cenderung

membuat produk lebih renyah dan lebih murah sehingga lebih ekonomis.

Pemilihan tepung terigu yang tepat akan menentukan karakteristik snack

yang diinginkan. Tepung terigu yang memiliki perbedaan total protein akan

mengakibatkan perbedaan tingkat pengembangan. Semakin tinggi total

protein, tingkat pengembangan semakin rendah. Hal ini dikarenakan gluten

menghambat ekspansi dari pelet dan membuat tekstur menjadi keras.

Penghambatan ini terjadi karena sifat hidrasi protein, sehingga menghambat

ekspansi tiba-tiba dari uap air.

b. Tapioka

Tapioka adalah pati yang berasal dari ekstrak umbi ketela pohon atau ubi

kayu (Manihot utilisima) yang telah mengalami pencucian secara sempurna,

pengeringan dan penggilingan. Selain karbohidrat sebagai komponen

utamanya, tapioka masih mengandung sedikit protein dan lemak.

Tapioka digunakan dalam pembuatan snack, karena dapat memberikan

daya pengembangan yang baik pada tingkat kadar air adonan sedang dan suhu

proses yang tinggi. Selain itu, pati diketahui sebagai puff material dalam

pembuatan snack atau bahan yang berkontribusi dalam pemekaran produk.

Pati juga memiliki kapabilitas yang kuat untuk berasosiasi dengan air

sehingga dapat berlaku sebagai agen yang efektif untuk mengontrol perilaku

air pada sistem pangan kompleks (Pongsawatmanit, et al., 2001).

Pati yang digunakan dalam pembuatan snack Taro net adalah tapioka.

Hal ini dikarenakan harga tapioka yang relatif murah dibandingkan jenis pati

yang lain. Kandungan amilopektin yang tinggi pada tapioka membuat

kantung-kantung udara semakin banyak pada saat penggorengan. Untuk

menghasilkan produk snack yang bermutu, tapioka yang digunakan harus

memenuhi persyaratan mutu SNI tapioka (Lampiran 4). Pati berkualitas baik

Page 50: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

dapat dilihat dari derajat keputihan tepung dan bersuara nyaring ketika

digesek pada tangan.

c. Baking powder

Baking powder merupakan leavening agent, yaitu bahan yang dapat

melepaskan gas karbondioksida (CO2) pada kondisi tertentu. Bahan ini

menciptakan gelembung gas pada adonan dan membuat adonan mengembang.

Ketika produk tersebut dipanaskan akan terbentuk kantung-kantung udara

yang mengakibatkan produk terasa ringan dan renyah (Gale, 2006).

Penambahan baking powder dimaksudkan untuk menghasilkan

pengembangan adonan yang baik karena baking powder mampu

menghasilkan gas berupa gas CO2, di mana dengan adanya pengembangan

tersebut penetrasi bumbu ke dalam adonan akan lebih merata. Baking powder

juga akan membentuk pori-pori adonan yang dapat menyebabkan uap panas

dapat dengan mudah masuk ke dalam adonan sehingga proses pemasakan

berlangsung lebih cepat (Serena, 1996).

Baking powder adalah padatan berwarna putih yang biasanya memiliki

tiga komponen yaitu asam, alkali dan pengisi. Ketika air ditambahkan pada

baking powder, asam dan basa kering larut menjadi larutan. Pada bentuk ini,

komponen-komponen bereaksi memproduksi gas karbondioksida. Baking

powder akan menentukan tekstur akhir produk dan dapat mempengaruhi

flavor, kadar air, dan penerimaan secara keseluruhan (Gale, 2006).

Alkali yang digunakan pada baking powder adalah soda kue atau

natrium bikarbonat yang berupa kristal putih larut air dan memproduksi gas

karbondioksida ketika dipanaskan sekitar 50oC. Saat ini, ada empat macam

asam yang banyak digunakan pada baking powder komersil yaitu

monokalsium fosfat (CaHPO4), asam natrium pirofosfat, natrium alumunium

fosfat dan natrium alumunium sulfat. Monokalsium fosfat merupakan asam

bereaksi cepat dan memproduksi sejumlah besar gas dalam tiga menit setelah

penambahannya. Asam natrium pirofosfat merupakan asam bereaksi lambat.

Natrium alumunium fosfat dan natrium alumunium sulfat juga asam bereaksi

lambat dan menghasilkan gas ketika dipanaskan. Namun, kedua komponen ini

kurang disukai karena mengandung alumunium yang dapat menyebabkan

Page 51: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

flavor yang tidak disukai (unpleasant flavour). Komponen terakhir adalah

pengisi dan bahan yang biasa digunakan adalah pati jagung. Fungsi dari

pengisi ini adalah menjaga produk tetap kering dan mudah menyebar

(flowing), menjaga asam dan alkali terpisah, mencegah reaksi selama

penyimpanan, menambah bobot pada bubuk serta membuatnya mudah diukur

dan distandardisasi (Gale, 2006).

Perbedaan utama dari beberapa jenis baking powder adalah waktu

reaksi. Ada dua kategori yaitu baking powder aktivitas tunggal dan aktivitas

ganda. Baking powder aktivitas tunggal memproduksi gas secara cepat ketika

bercampur dengan cairan. Adonan ini harus dimasak dengan cepat supaya

tidak mengempis (Gale, 2006).

Menurut Suratno (1995), baking powder aktivitas tunggal biasanya

hanya terdiri dari satu jenis bahan, misalnya natrium bikarbonat. Baking

powder ini mempunyai aktivitas cepat, karena reaksinya berjalan cepat namun

efek pengembangan yang dihasilkannya tidak berlangsung lama. Mekanisme

baking powder mengikuti persamaan berikut :

NaHCO3 Na2CO3 + H2O + CO2

Baking powder aktivitas ganda pada mulanya hanya menghasilkan gas

dalam jumlah kecil ketika bercampur dengan cairan. Pelepasan utama gas

terjadi ketika adonan dipanaskan selama pemasakan. Biasanya baking powder

aktivitas ganda memiliki dua macam asam, salah satu bereaksi langsung dan

satu lagi bereaksi ketika dipanaskan (Gale, 2006).

Baking powder aktivitas ganda biasanya terdiri dari natrium bikarbonat

(NaHCO3) dan natrium pirofosfat (NaHPO4). Mekanisme reaksi baking

powder jenis ini terjadi dalam dua tahapan reaksi. Tahap pertama adalah

pebentukkan asam dan tahap kedua adalah reaksi asam dengan natrium

bikarbonat menghasilkan gas karbondioksida. Mekanisme baking powder

aktivitas ganda mengikuti reaksi berikut (Serena, 1996):

NaHPO4 + H2O NaOH + H3PO4

NaHCO3 + H3PO4 Na3PO4 + H2O + CO2

Page 52: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

d. Gula

Gula ditambahkan pada proses pembuatan snack untuk memberikan rasa

manis. Selain itu, gula dapat memberikan warna melalui reaksi maillard

sekaligus mengontrol waktu penggorengan. Adanya gula juga menurunkan aw

produk, sehingga stabilitas bahan pangan lebih baik karena gula membuat air

tidak dapat digunakan oleh mikroorganisme. Namun, keberadaan komponen

gula menyebabkan proses pengeringan berlangsung lebih lama.

Gula bersifat higroskopis (kemampuan menahan air), sehingga dapat

memperbaiki daya tahan produk dalam penyimpanan. Adanya gula juga

mempengaruhi gelatinisasi pati. Komponen gula akan meningkatkan suhu

gelatinisasi pati. Gula yang digunakan harus memiliki mutu yang baik dan

dipilih yang berwarna seputih mungkin untuk menghindari produk gosong.

Persyaratan mutu gula dapat dilihat pada Lampiran 5.

e. Garam

Garam ditambahkan untuk memberikan rasa asin. Garam yang

digunakan adalah garam tidak beryodium. Hal ini dikarenakan yodium dapat

memicu oksidasi minyak sehingga produk snack menjadi berbau tengik.

Garam larut dalam gluten dan meningkatkan keliatan gluten serta

mengurangi kelengketan. Selain itu, garam dapat meningkatkan daya absorbsi

air dari tepung serta memberikan distribusi panas pada snack selama proses

pengeringan. Garam dalam konsentrasi tinggi memiliki efek pengawet karena

dapat menyebabkan plasmolisis sel mikroba sehingga menghambat

pertumbuhan dan menyebabkan kematian mikroba.

f. Minyak Nabati

Minyak nabati digunakan sebagai media untuk menggoreng bahan.

Menurut Ketaren (1986), dalam penggorengan minyak goreng berfungsi

sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi

dan kalori dalam bahan pangan. Minyak yang telah rusak tidak hanya

mengakibatkan kerusakan nilai gizi, tetapi juga merusak tekstur dan flavor

dari bahan pangan digoreng. Oleh karena itu, minyak yang digunakan harus

memenuhi persyaratan mutu sehingga produk yang dihasilkan juga memiliki

Page 53: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

mutu yang baik. Persyaratan mutu minyak goreng dapat dilihat pada

Lampiran 6.

g. Perisa (seasoning)

Seasoning didefinisikan sebagai bahan-bahan campuran yang terdiri dari

satu atau beberapa rempah-rempah atau ekstrak rempah-rempah yang

ditambahkan ke dalam produk selama proses pengolahan produk atau sebelum

produk disajikan dengan tujuan untuk meningkatkan flavor alami bahan

pangan serta dapat meningkatkan penerimaan konsumen (Farrel, 1985).

Snack Taro net memiliki tiga jenis pencita rasa yaitu rumput laut,

kentang barbekyu dan pizza. Pencita rasa ini ditambahkan dalam bentuk

powder setelah proses penggorengan. Komposisi dari masing-masing perisa

dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi Perisa Snack Taro net

Perisa Komposisi Kentang barbekyu Laktosa, penguat rasa MSG, hidrolisat protein

nabati dan rempah-rempah. Rumput laut Tepung kecap, penguat rasa MSG, rumput laut

kering dan hidrolisat protein nabati. Pizza Mengandung bubuk susu, penguat rasa MSG,

dinatrium inosinat dan guanilat, rempah-rempah, bubuk keju dan ekstrak ragi.

2. Proses Pembuatan

Proses produksi Taro net dimulai dengan proses pemasakan bahan pada

steam cooker. Bahan-bahan yang dimasukkan adalah tepung terigu, tapioka,

gula, garam dan baking powder. Kemudian, bahan-bahan tersebut dicampur,

ditambahkan air dan di-steam. Proses steam dilakukan dua tahap, yaitu half

steam selama 2 menit dan full steam selama 7.5 menit yang dilakukan pada

tekanan boiler 10 bar dan suhu steam 180-200oC. Proses half steam bertujuan

untuk mencegah tepung beterbangan pada saat pencampuran. Pada proses ini

terjadi gelatinisasi pati tidak sempurna, karena gelatinisasi sempurna akan

menyebabkan adonan menjadi kenyal sehingga sulit dibuat lembaran. Mesin

steam cooker dapat dilihat pada Gambar 7.

Page 54: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Gambar 7. Steam Cooker (www.nposk.com)

Tahap pencampuran bertujuan agar hidrasi tepung dan air berlangsung

secara merata dan menarik serat-serat gluten. Pisau pada mesin pengaduk akan

memecah air dan tepung, sehingga air dapat menembus pori-pori tepung. Air

yang meresap tersebut akan menyebabkan serat gluten mengembang dan

dengan pengadukan yang cukup maka serat gluten akan tertarik, tersusun

tersilang dan terbungkus dalam pati sehingga akan membentuk adonan yang

lunak, halus dan kompak (Jamilah, 2002).

Setelah pemasakan, adonan dibentuk menjadi lembaran bermotif net

dengan ketebalan 1.4 – 1.7 mm. Pembentukan lembaran dilakukan pada

keadaan panas, jangan menunggu adonan dingin karena dapat membentuk

warna yang tidak rata. Ketebalan yang dihasilkan harus seragam, baik bagian

tengah maupun samping. Ketidakseragaman lembaran biasanya dikarenakan

elastisitas adonan, hal ini dapat dikurangi dengan membuang bagian pinggir

dan di-rework atau memodifikasi rol penggiling. Kemudian lembaran ditaburi

tapioka dan didinginkan pada cooling conveyor atau dilapisi dengan plastik

untuk menghindari kelengketan. Pendinginan bertujuan untuk memudahkan

penggulungan sheet agar tidak terlalu lunak.

Lembaran adonan yang telah digulung menjadi bentuk roll diaging

selama 8-16 jam pada suhu ruang. Tujuan utama dari proses aging adalah

transformasi pati dari tipe alfa menjadi beta. Proses aging dilakukan untuk

mengkondisikan lembaran adonan siap untuk dipotong menjadi ukuran pelet

yang diinginkan. Lembaran adonan yang diperoleh setelah pendinginan pada

cooling conveyor masih lunak dan sangat lengket sehingga sulit untuk

Page 55: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

dipotong. Retrogradasi pati dan evaporasi air yang terjadi selama aging akan

membuat adonan mudah dipotong. Namun, evaporasi air yang berlebihan akan

membuat adonan keras, sehingga harus dihindari.

Evaporasi air yang berlebihan dapat dicegah dengan tidak meletakkan

adonan pada udara mengalir. Untuk menjaga kondisi kesesakan udara (air

tightness), rak aging ditutup dengan papan stainless atau plastik. Jika rak

aging dibiarkan tertutup dan kesesakan udara terjaga maka RH ruangan sekitar

90% atau lebih. Dalam kondisi ini, rol adonan akan memiliki kadar air tinggi,

karena air yang berevaporasi dari rol adonan. Ini berarti udara di sekeliling rol

adonan memiliki kelembaban tinggi bahkan hampir jenuh. Evaporasi air yang

terjadi selama aging ditunjukan oleh tanda panah dari rol adonan (Gambar 8).

wound dough

Aging Rack

Gambar 8. Proses aging

Proses aging di PT. Rasa Mutu Utama dilakukan pada rak terbuka dan

tidak ditutup oleh plastik atau papan stainless, sehingga terekspos oleh udara

mengalir. Hal ini menyebabkan evaporasi air berlebihan dan permukaan rol

adonan menjadi keras. Penutupan rak aging dengan plastik tidak dilakukan,

karena sisa adonan dapat menempel pada plastik, sehingga dapat ditumbuhi

oleh mikroorganisme, mengingat kadar air adonan yang tinggi dan suhu ruang

aging sekitar 27-32oC memicu pertumbuhan mikroorganisme dengan mudah.

Jika penutupan rak aging tetap dilakukan, plastik yang digunakan harus

dibersihkan secara rutin.

Setelah tahapan aging, lembaran adonan dipotong menjadi ukuran pelet

yang diinginkan, yaitu lebar 1.5-1.7 cm dan panjang 1.5-1.9 cm. Kemudian

Page 56: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

pelet dikeringkan pada pengeringan pertama (first dryer) dengan hembusan

udara panas yang berasal dari boiler. Mesin pengering pertama dapat dilihat

pada Gambar 9. Tujuan utama dari proses pengeringan adalah

memperpanjang umur simpan dengan mereduksi aktivitas air (aw) yang dapat

menghambat pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim.

Gambar 9. Mesin pengering pertama (www.nposk.com)

Proses pengeringan pertama menggunakan pengering tipe konveyor

pada suhu 55-60oC selama 4-6 jam dengan kecepatan konveyor 30

menit/siklus. Menurut Fellows (2000), pengering tipe konveyor memiliki

tingkat pengeringan moderat dengan kapasitas evaporasi maksimum 1820

kg/jam. Pengeringan yang cepat dan bersuhu tinggi akan menyebabkan

perubahan besar pada tekstur bahan pangan dibandingkan pengeringan dengan

tingkat moderat dan suhu yang lebih rendah. Pengeringan cepat memiliki

kapasitas evaporasi maksimum di atas 15000 kg/jam, seperti pengering tipe

spray dan vacuum band. Pengeringan yang berlebihan akan menyebabkan

masalah cracking pada pelet selama penyimpanan.

Pelet yang telah dikeringkan pada mesin pengeringan pertama dengan

kadar air 13-15% (Anonim6, 2005) disimpan sebagai stok di gudang pelet

dalam kontainer plastik berkapasitas 25 kg. Gudang pelet ini tidak dilengkapi

pengatur suhu dan RH ruangan, sehingga pelet-pelet disimpan pada suhu

ruang dan RH lingkungan. Penyimpanan pelet selama beberapa hari

menyebabkan perbedaan kadar air antar pelet semakin berkurang.

Pengkondisian ini berguna untuk menyeragamkan kadar air antar pelet dan

distribusi air dalam pelet itu sendiri.

Page 57: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Sebelum digoreng, pelet dari gudang dikeringkan kembali pada

pengering kedua sampai dicapai kadar air optimum untuk digoreng yaitu 7-

10%. Pengeringan dilakukan menggunakan mesin pengering bertipe silinder

berputar dengan waktu standar pengeringan 6-12 jam pada suhu 60-70oC.

Sumber panas berasal dari gas elpiji atau pemanas elektrik (Anonim6, 2005).

Kadar air akhir proses pengeringan kedua akan menentukan tingkat

ekspansi produk. Proses pengeringan pada mesin pengering kedua merupakan

pengeringan dengan rasio menurun. Jadi, proses pengeringan berlangsung

lambat, sehingga perbedaan kadar air di permukaan dan dalam pelet semakin

rendah. Pengeringan yang lambat akan memberikan kadar air relatif seragam,

sehingga tingkat ekspansi akan seragam. Selain itu, kecepatan evaporasi uap

air dari permukaan serta difusi internal air harus sama. Jika tidak demikian,

maka permukaan pelet akan mengalami case hardening. Mesin pengering

kedua yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Mesin pengering kedua (www.nposk.com)

Setelah pelet dikeringkan pada pengeringan kedua, pelet disimpan

selama 2 sampai 3 jam sebelum digoreng untuk mendistribusikan kadar air

secara seragam pada pelet. Proses penggorengan dilakukan dengan deep

frying menggunakan medium minyak goreng nabati pada suhu 180-200oC.

Pada proses penggorengan, pelet mengalami pemanasan sehingga air yang

terikat pada jaringan menguap dan menghasilkan tekanan uap untuk

mengembangkan struktur elastis jaringan (Setiawan di dalam Zulviani, 1992).

Pelet hasil penggorengan ditambahkan flavour dan dikemas. Mesin

penggorengan dan flavouring dapat dilihat pada Gambar 11.

Page 58: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Gambar 11. Mesin penggorengan dan flavouring (www.nposk.com)

Proses penggorengan terjadi dalam 5 tahapan, yaitu pengisian pelet,

penggorengan, penirisan, penuangan dan pengembalian bucket pada posisi

awal. Waktu yang dibutuhkan per batch penggorengan adalah 45-60 menit.

Page 59: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

IV. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan adonan snack Taro net

adalah tepung terigu, tapioka, gula, garam dan baking powder. Selain itu

digunakan minyak nabati untuk menggoreng, flavour seperti potato barbeque,

pizza, sosis dan rumput laut serta film plastik untuk kemasan Taro net.

Bahan-bahan kimia yang diperlukan adalah garam jenuh yaitu KI, NaCl,

KBr dan Na2SO4. Bahan-bahan untuk analisis mikrobiologi adalah larutan

garam pepton, larutan buffer pepton (buffer pepton water), media

Oxytetracycline Malt Extract Agar (OMEA), Rappaport-Vassiliadis

Enrichment Broth (RVEB), Selenite Cystine Broth Base (SCBB), Brilliant

Green Agar modifikasi (BGAm), Mannitol Lysine Crystal Violet Brilliant

Green Agar (MLCBA), Xylose Lysine Desoxycholate Agar (XLDA),

Polymyxin Pyruvate Egg Yolk Mannitol Bromothymol Blue Agar (PEMBA),

Nutrient Agar (NA), Brain Parker’s Medium (BPA), Brain Heart Infusion

Broth (BHIB), Heart Infusion Broth (HIB), Violet Red Bile Glucose Agar

(VRBGA), Plate Count Agar (PCA), stomacher bag dan plasma kelinci.

Bahan-bahan lain yang diperlukan adalah kapas dan plastik.

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan snack Taro net adalah steam

cooker, dough sheeter, cooling conveyor, mesin penggulungan sheet, mesin

pemotong, mesin pengeringan pertama (first dryer), pengeringan kedua

(second dryer), penggorengan, flavouring dan pengemasan. Alat-alat yang

digunakan untuk analisis fisikokimia adalah moisture analyzer halogen

drying, oven, aw meter, termometer air raksa, RH meter, desikator, inkubator,

dan kotak bulk density. Alat-alat yang digunakan untuk analisis mikrobiologi

adalah stomacher, pipet steril, tabung reaksi steril, cawan petri steril,

erlenmeyer, inkubator, glass spreader, bunsen, dan waterbath. Selain itu

digunakan timbangan analitik, gunting, besi rol, kontainer pelet, sudip, cawan

alumunium, cawan porselen, gelas piala, dan palet. Diagram alir metodologi

penelitian dapat dilihat pada Gambar 12.

Page 60: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Tahapan Pembuatan dan Analisis Snack Taro net

@

• Pengamatan karakteristik

mutu bahan baku • Pembuatan adonan dan

lembaran adonan • Pengujian mutu

organoleptik adonan • Pengujian mutu fisik

lembaran adonan • Pengukuran waktu proses

sheeting, cooling, rolling dan transportasi ke ruang aging

• Pengujian mutu

mikrobiologis lembaran adonan selama proses aging

• Pengujian pengaruh kelembaban udara (RH) rak aging terhadap proses retrogradasi pati lembaran adonan pada proses aging

• Pengujian pengaruh laju perubahan kadar air terhadap tekstur lembaran adonan selama aging

Terigu, tapioka, gula, garam, baking powder

Pemasakkan dengan steam cooker

Pencetakkan (sheeting)

Pendinginan dengan cooling conveyor

Penambahan tapioka

Penggulungan

Aging

Sheet

Roll sheet

Pelet basah

Page 61: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

@

• Perhitungan waste dan pembuatan diagram sebab akibat

• Perhitungan waste dan

pembuatan diagram sebab akibat

• Kurva sorpsi isoterm

pelet hasil pengeringan pertama

• Perhitungan waste dan

pembuatan diagram sebab akibat

• Pengujian pengaruh

kadar air pelet terhadap indeks ekspansi hasil goreng

• Pengujian pengaruh

kadar air hasil goreng terhadap mutu organoleptik

Gambar 12. Diagram alir metodologi penelitian

Pengeringan pertama

Pelet first dryer

Penyimpanan di gudang selama 30 hari

Pelet second dryer

Pengeringan kedua

Penggorengan dan Flavouring

Pengemasan

kue (hasil goreng)

Snack Taro net

Page 62: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

B. TAHAPAN PENELITIAN

1. Pengamatan Mutu Bahan Baku

Bahan baku pembuatan snack Taro net adalah tepung terigu, tapioka,

gula, garam dan baking powder. Mutu yang diamati adalah mutu fisik

(kadar air), mutu organoleptik (penampakan, warna, bau dan rasa) dan

mutu mikrobiologi (TPC, koliform, kapang dan khamir). Sampel uji

diambil per lot setiap penerimaan bahan baku.

2. Pembuatan Adonan dan Lembaran Adonan Snack Taro Net

Tepung terigu, tapioka, gula, garam dan baking powder dimasukan

ke dalam mesin steam cooker. Kemudian diatur persentase air yang akan

ditambahkan dan dijalankan mesin steam cooker selama beberapa menit.

Pada penelitian ini dibuat tiga perlakuan pembuatan adonan dengan

persentase air pemasakan yang berbeda, yaitu 34, 37 dan 40% terhadap

berat bahan baku. Percobaan ini didasarkan pada rancangan acak lengkap

dengan percobaan satu faktor yaitu jumlah air pemasakan. Adonan yang

dihasilkan dialirkan ke sheeter, dipipihkan dan dicetak motif net.

3. Pengujian Mutu Organoleptik Adonan

Adonan yang dihasilkan dari ketiga perlakuan di atas diamati secara

organoleptik, yaitu tekstur, warna dan sifat plastisasi dari air. Warna dan

plastisasi air diamati secara visual sedangkan tekstur diamati dengan

menekan adonan menggunakan tangan.

4. Pengujian Mutu Fisik Lembaran Adonan

Pada lembaran adonan bermotif net dilakukan pengukuran mutu

fisik yang meliputi ketebalan dan elastisitas lembaran. Ketebalan lembaran

diukur menggunakan jangka sorong, sedangkan elastisitas lembaran diukur

dengan uji tarik.

Percobaan dilakukan dengan tiga buah lembaran adonan dari 3

adonan yang memiliki variasi persentase air pemasakan dan setiap

perlakuan diulang sebanyak 5 kali untuk pengujian ketebalan lembaran

adonan sedangkan untuk pengujian elastisitas adonan diulang sebanyak 2

kali. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan percobaan

Page 63: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

satu faktor. Model linier aditif secara umum dari rancangan satu faktor

dengan rancangan acak lengkap yang digunakan adalah model tetap.

Model tetap merupakan model di mana perlakuan-perlakuan yang

digunakan dalam percobaan berasal dari populasi yang terbatas dan

pemilihan perlakuannya ditentukan secara langsung oleh peneliti. Bentuk

umum dari model linier aditif adalah (Matjik dan Sumertajaya, 2002) :

Yij = µ + τi + εij atau Yij = µi + εij

di mana i = 1,2, ...., t dan j = 1,2,.... r

Yij = variabel respon pada penambahan jumlah air pemasakan ke-i

dan ulangan ke-j

µi = rataan umum

τi = pengaruh penambahan jumlah air pemasakan ke-i

εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

5. Pengukuran Waktu Proses Sheeting, Cooling, Rolling, dan Transportasi ke Ruang Aging

Pengukuran waktu dimulai dari adonan turun dari steam cooker

sebagai detik ke-0 sampai rol adonan terakhir dalam batch tersebut

diletakkan pada rak aging. Pengukuran dilakukan menggunakan stopwatch

pada 2 mesin cooker yang memiliki kapasitas berbeda, yaitu mesin cooker

dengan kapasitas 50 dan 100 kg.

6. Pengujian Mutu Mikrobiologis Lembaran Adonan Selama Proses Aging

Lembaran adonan yang telah digulung menjadi bentuk rol diletakkan

dalam ruang aging untuk melalui proses aging. Sampel lembaran adonan

diambil pada waktu aging 0, 12, 20, 24 dan 26 jam dari 4 mesin cooker

yang berbeda. Kemudian, dilakukan analisis mikrobiologi pada sampel

tersebut yang meliputi TPC (Total Plate Count), total kapang dan khamir,

total Enterobacter dan uji kualitatif bakteri patogen yaitu B. cereus, S.

aureus dan Salmonella.

Identifikasi pembagian fase pertumbuhan mikrobiologi berdasarkan

analisis TPC mikrobiologi selama aging. Pada setiap fase dilakukan

perhitungan kecepatan pertumbuhan konstan (k) mikrobiologi untuk

Page 64: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

menentukan titik kritis waktu aging yang aman. Menurut Fardiaz (2002),

kecepatan pertumbuhan konstan (k) dapat dihitung berdasarkan persamaan

berikut :

keterangan :

k = kecepatan pertumbuhan konstan (generasi/waktu)

Nt = jumlah sel setelah waktu t

No = jumlah sel awal

t = waktu dari No ke Nt (jam atau menit)

7. Pengujian Pengaruh Kelembaban Udara (RH) Rak Aging terhadap Proses Retrogradasi Pati Lembaran Adonan pada Proses Aging

Lembaran adonan yang telah digulung menjadi bentuk rol diaging

pada 4 rak aging yang dipilih secara acak, yaitu rak aging no. 14, 52, 65

dan 78. Kemudian, dilakukan pengukuran suhu bola basah dan suhu bola

kering pada setiap rak aging. Suhu bola basah dan bola kering diplotkan

pada kurva psikometrik untuk mendapatkan nilai kelembaban udara (RH).

Kemudian dilakukan pengukuran kadar air lembaran adonan pada waktu

aging 0 dan 8 jam.

8. Pengujian Pengaruh Laju Perubahan Kadar Air terhadap Tekstur Lembaran Adonan Selama Aging

Sebanyak 3 rol lembaran adonan diaging dan tiap rol dibagi menjadi

empat bagian. Pada setiap rol dilakukan pengukuran kadar air pada

lembaran yang terletak pada posisi paling luar, tengah dan dalam dari rol.

Pengukuran dilakukan pada 4 titik jam aging yang berbeda. Kemudian

dilakukan uji kekerasan terhadap tekstur lembaran adonan pada posisi luar,

tengah dan dalam setelah diaging selama 12 jam.

9. Kurva Sorpsi Isoterm Pelet First Dryer

Desikator berisi contoh disimpan dalam ruang penyimpanan yang

telah diatur suhunya 31oC dan dijaga tetap. Untuk mendapatkan kondisi

RH yang diinginkan, diletakkan larutan garam jenuh sebagai pengatur

k = log Nt – log No 0.301t

Page 65: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

kelembaban desikator. Larutan garam jenuh diperoleh dengan melarutkan

garam dalam jumlah berlebih ke dalam air destilata.

RH gudang Taro adalah 65-90%, sehingga dibuat kurva sorpsi

isoterm pada kisaran RH tersebut. Garam jenuh yang digunakan adalah KI

(RH 69%), NaCl (RH 74%), KBr (RH 83%) dan Na2SO4 (RH 87%).

Pelet first dryer sebanyak ± 5 gram dimasukkan dalam cawan

alumunium yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan tersebut

dimasukkan dalam desikator yang telah berisi larutan garam jenuh seperti

Gambar 13. Setiap tiga hari sekali cawan sampel ditimbang sampai

mencapai berat konstan.

Keterangan :

1. Inkubator

2. Desikator

3. Cawan alumunium

4. Penyangga berlubang

5. Larutan garam jenuh

Gambar 13. Susunan Desikator

10. Pengujian Pengaruh Kadar Air Pelet terhadap Indeks Ekspansi Hasil Goreng

Pelet first dryer dikeringkan pada mesin pengering kedua selama

150 menit dan setiap 30 menit sampel diturunkan sebagian dari mesin

pengering kedua. Sampel yang diturunkan diukur kadar airnya

menggunakan moisture analyzer pada 5 titik yang berbeda. Pelet tersebut

kemudian digoreng pada mesin penggorengan dan diukur densitas kamba

hasil gorengnya. Pengukuran densitas kamba menggunakan kotak bulk

density dengan volume 18 liter dan timbangan.

11. Pengujian Pengaruh Kadar Air Hasil Goreng terhadap Mutu Organoleptik

Berdasarkan tekstur, hasil goreng dikelompokkan menjadi empat

yaitu porian, keriting, standar dan bantat. Pada setiap kelompok ini

dilakukan pengukuran kadar air dan aw serta uji kerenyahan. Pengukuran

kadar air menggunakan moisture analyzer, sedangkan aw menggunakan aw

Page 66: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

meter dengan ketelitian ±0.02. Uji kerenyahan dilakukan secara

organoleptik.

12. Perhitungan Waste

Waste pada tahap pemotongan dikumpulkan setiap batcg

pemotongan. Waste tersebut dipisahkan menjadi waste rol adonan dan

waste pelet, kemudian ditimbang. Waste pada tahap pengeringan pertama

dikumpulkan untuk setiap mesin pengering pertama. Waste dipisahkan

menjadi waste yang tercecer di sekeliling mesin dan waste yang terdapat

pada bagian dalam mesin, kemudian dilakukan penimbangan. Waste pada

tahap pengeringan kedua dikumpulkan untuk setiap mesin pengering

kedua setelah penurunan pelet dari mesin dan dilakukan penimbangan.

13. Diagram Sebab Akibat

Pembuatan diagram Ishikawa dilakukan dengan brainstorming

bersama Supervisor, Quality Control dan Kepala seksi.

C. METODE ANALISIS

1. Analisis Fisikokimia

a. Kadar Air (Moisture Analyzer Halogen Drying)

Sampel lembaran adonan dipersiapkan dengan memotong adonan

menjadi ukuran 0.5 cm x 0.5 cm, sampel pelet dipatahkan menjadi empat

persegi kecil sedangkan sampel hasil goreng dihancurkan menjadi

berbentuk bubuk. Sampel sebanyak ±3 gram diletakkan pada piring

alumunium foil yang terdapat pada moisture analyzer, kemudian sampel

diratakan. Sampel lembaran adonan dan pelet menggunakan suhu

pengeringan 200oC, sedangkan hasil goreng suhu 105oC. Tekan tombol

START, moisture analyzer akan mengeringkan sampel dan menampilkan

nilai kadar air secara digital sampai dua angka di belakang koma.

b. Kadar Air (Metode Oven) (UMA 0754)

Cawan kosong dan tutupnya ditimbang, kemudian ditimbang sampel

yang telah dihancurkan atau diblender sebanyak ± 5 gram. Angkat tutup

cawan dan tempatkan cawan beserta isi dan tutupnya dalam oven suhu

Page 67: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

105oC selama 4 jam. Tutup dengan penutup cawan, pindahkan cawan ke

desikator, lalu didinginkan. Setelah dingin ditimbang kembali. Kadar air

dihitung berdasarkan berat kering bahan.

Kadar air (%) = berat air yang menguap (gram) x 100%

berat kering contoh (gram)

c. aw

Sebanyak ± 3 gram sampel dihancurkan atau diblender, kemudian

diletakkan pada piringan kecil aw meter. Tempat sampel ditutup, ditekan

tombol START, nilai aw muncul di layar secara digital.

d. Suhu Bola Basah dan Bola Kering

Pengukuran suhu bola kering dilakukan menggunakan termometer

air raksa. Suhu bola basah diukur dengan termometer air raksa yang

bagian bawahnya diletakkan kapas basah, kemudian dianginkan

menggunakan kipas angin sampai suhu stabil.

e. Uji Elastisitas

Uji elastisitas dilakukan menggunakan uji tarik secara manual. Sheet

dipotong persegi panjang dengan ukuran 8 cm x 3 cm, ditarik dari satu sisi

sampai putus di atas penggaris. Catat panjang maksimal sheet yang bisa

dicapai sampai putus. Elastisitas dinyatakan dengan :

Elastisitas = panjang maksimal sheet sampai putus (cm)

8 cm

f. Densitas Kamba

Snack dari penggorengan dimasukkan ke dalam kotak densitas

kamba yang bervolume 18 liter sampai penuh tanpa menekan hasil goreng,

hanya diratakan saja. Kemudian hasil goreng yang telah dimasukkan

dalam kotak ditimbang. Satuan densitas kamba adalah berat bahan (gram)

per 18 liter.

Page 68: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

2. Analisis Mikrobiologi

a. Total Plate Count (TPC)

Analisis TPC dilakukan menggunakan metode tuang. Sebanyak

kurang lebih 15 ml PCA (Plate Count Agar) dituangkan ke dalam cawan

petri steril, ditutup dan dibiarkan hingga membeku. Kemudian dipipet 0.1

ml contoh yang telah diencerkan ke dalam cawan petri, diratakan

menggunakan glass spreader, diinkubasi terbalik pada suhu 30oC selama 2

hari.

b. Total Kapang-Khamir (UMA 0322)

Sampel sebanyak 20 gram dilarutkan dalam 180 ml larutan garam

pepton, dihomogenkan selama 30-120 detik dan diencerkan dengan larutan

garam pepton sampai pengenceran 10-5. Kemudian dipipet 0.1 ml contoh

dari masing-masing tingkat pengenceran ke dalam media Oxytetracycline

Malt Extract Agar (OMEA), diratakan dengan glass spreader, diinkubasi

terbalik pada suhu 25oC selama 3-5 hari dan dihitung jumlah koloni per

gram. Total kapang diperoleh dari hasil perhitungan koloni yang

bermiselium, sedangkan sisanya adalah koloni khamir.

c. Total Enterobacter (UMA 0333)

Sampel sebanyak 20 gram dilarutkan dalam 180 ml larutan garam

pepton, dihomogenkan selama 30-120 detik dan diencerkan dengan larutan

garam pepton sampai pengenceran 10-5. Kemudian dipipet 1 ml contoh

dari masing-masing tingkat pengenceran ke dalam cawan petri steril.

Kemudian dituang 12-13 ml VRBGA cair ke dalam cawan petri yang telah

diinokulasi, diratakan dan diinkubasi terbalik pada suhu 37oC selama 24

jam. Koloni berwarna merah gelap atau ungu, kemudian dihitung jumlah

koloni per gram.

d. Uji Kualitatif B. Cereus (UMA 0339)

Sampel sebanyak 20 gram dilarutkan dalam 180 ml larutan garam

pepton, dihomogenkan selama 30-120 detik dan diencerkan dengan larutan

garam pepton sampai pengenceran 10-5. Kemudian dipipet 0.1 ml contoh

dari masing-masing tingkat pengenceran ke dalam media PEMBA,

Page 69: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

diratakan dengan glass spreader, diinkubasi terbalik pada suhu 37oC

selama 24-28 jam. Koloni berwarna biru hijau sampai biru dan lebih besar

dari 2 mm dan jelas dengan reaksi kuning telur (egg yolk).

e. Uji Kualitatif Salmonella (UMA 0340)

Sampel sebanyak 25 gram dilarutkan dalam 225 ml larutan buffer

pepton, dihomogenkan selama 30-120 detik, diinkubasi dalam stomacher

bag selama 20 jam pada suhu 37oC. Sebanyak 0.1 ml contoh dimasukkan

dalam 10 ml RVEB dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 42oC dan

sebanyak 10 ml contoh dimasukkan dalam 100 ml SCBB dan diinkubasi

selama 24 jam pada suhu 37oC. Setelah inkubasi, kultur dari RVEB

digores pada media BGA dan MLCBA atau XLDA, kemudian diinkubasi

selama 18-24 jam pada suhu 37oC. Koloni Salmonella pada media BGA

berwarna pink, halus dengan pinggiran merah, pada media MLCBA koloni

besar berwarna ungu kehitaman sedangkan pada media XLDA koloni

berwarna hitam dan memiliki lingkaran merah terang.

f. Uji Kualitatif S. aureus (UMA 0337)

Sampel sebanyak 20 gram dilarutkan dalam 180 ml larutan garam

pepton, dihomogenkan selama 30-120 detik dan diencerkan dengan larutan

garam pepton sampai pengenceran 10-5. Kemudian dipipet 0.1 ml contoh

dari masing-masing tingkat pengenceran ke dalam media BPA, diratakan

dengan glass spreader, diinkubasi terbalik pada suhu 37oC selama 24 dan

28 jam. Koloni berwarna hitam mengkilat dengan atau tanpa zona bening.

3. Uji Organoleptik

a. Uji Kekerasan

Metode percobaan uji kekerasan dilakukan uji patah. Uji patah

dilakukan dengan mematahkan lembaran adonan dengan kedua tangan.

Penilaian dilakukan oleh seorang quality control dan memberi penilaian

tentang keras atau lunaknya lembaran adonan dalam 4 kategori yaitu

sangat keras, keras, agak keras dan lunak. Lembaran adonan dengan

kekerasan tinggi akan mudah dipatahkan dan bunyinya nyaring, sedangkan

semakin lunak adonan semakin sulit untuk dipatahkan. Skala yang

Page 70: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

diberikan mulai dari (+++) untuk kategori sangat keras dan (-) untuk

kategori lunak.

b. Uji Kerenyahan (Prastyanty, 1998)

Metode percobaan uji kerenyahan dilakukan dengan dua cara yaitu

uji patah dan uji cicip. Uji patah dilakukan dengan mematahkan kerupuk

dengan kedua tangan sedangkan uji cicip dilakukan dengan menggigit

kerupuk. Penilaian dilakukan oleh seorang quality control dan memberi

penilaian tentang renyah atau tidaknya produk dalam 4 kategori yaitu

sangat renyah, renyah, agak renyah dan tidak renyah. Skala yang

diberikan mulai dari (+++) untuk kategori sangat renyah dan (-) untuk

kategori tidak renyah.

4. Analisis Data Statistik

a. Pengujian Hipotesis Analisis Sidik Ragam (Matjik dan Sumertajaya, 2002)

Bentuk hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut :

Ho : τi = ...= τ6 = 0 (perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon yang

diamati)

H1 : paling sedikit ada satu i di mana τi ≠ 0

Pengujian hipotesis menggunakan statistik uji F-hitung mengikuti sebaran

F dengan derajat bebas pembilang sebesar t-1 dan derajat bebas penyebut

sebesar t(r-1). Dengan demikian jika nilai F-hitung lebih besar dari

Fα,db1,db2 maka hipotesis nol ditolak dan berlaku sebaliknya. Penolakan

hipotesis nol berimplikasi bahwa perlakuan yang diberikan terhadap unit-

unit percobaan memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon

percobaan yang diamati.

b. Analisis Hasil Pengujian Korelasi Bivariate Pearson (Santoso, 2002).

1. Hipotesis :

Ho : tidak ada hubungan (korelasi) antara dua variabel

H1 : ada hubungan (korelasi) antara dua variabel

2. Penentuan kesimpulan

Jika probabilitas (signifikansi) > 0.05, maka Ho diterima

Page 71: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Jika probabilitas (signifikansi) < 0.05, maka Ho ditolak

c. Statistika Deskriptif (SPSS)

Analisis dilakukan menggunakan aplikasi SPSS. Menu yang

digunakan adalah descriptive statistics dan submenu frequencies dan

descriptives.

Untuk memperkirakan besar rata-rata populasi yang diperkirakan

dari sampel, digunakan standard error of mean pada tingkat kepercayaan

95%, sehingga rata-rata jumlah waste menjadi = rata-rata ± (t hitung x

Standard error of mean). Karena jumlah sampel di bawah 30, maka yang

digunakan adalah angka t tabel, jika sampel lebih dari 30 maka yang

digunakan z sampel. Selain itu, digunakan rasio skewness untuk

menentukan apakah data berdistribusi normal. Rasio skewness diperoleh

dari nilai skewness dibagi standard error skewness. Jika rasio skewness

berada di antara -2 sampai +2 maka distribusi data normal (Santoso,

2006).

d. Analisis Ragam

Analisis ragam dilakukan menggunakan aplikasi SPSS. Menu yang

digunakan adalah ANOVA one-way. Analisis hasil pengujian adalah

sebagai berikut (Santoso, 2006) :

a. Hipotesis :

Ho : kelima rata-rata populasi adalah identik

H1 : kelima rata-rata populasi adalah tidak identik

b. Penentuan kesimpulan

Jika probabilitas (signifikansi) > 0.05, maka Ho diterima

Jika probabilitas (signifikansi) < 0.05, maka Ho ditolak

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan jumlah waste yang nyata

pada setiap mesin pengering kedua dilakukan analisis ragam ANOVA one-

way. Jika sampel tidak mempunyai varians yang sama, maka dilakukan

transformasi data dan diperoleh nilai signifikansi dari test of homogeneity

of variances. Jika nilai probabilitas > 0.05, maka berarti kelima varians

Page 72: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

populasi adalah identik (Santoso, 2006). Dengan demikian, kesamaan

varians yang merupakan salah satu syarat uji ANOVA telah terpenuhi.

Setelah kelima varians terbukti sama, baru dilakukan uji ANOVA

untuk menguji apakah kelima mesin mempunyai rata-rata yang sama

berdasarkan nilai probabilitas. Untuk mengetahui mesin mana saja yang

berbeda dan yang tidak berbeda dilakukan post hoc menggunakan analisis

Bonferroni dan Tukey. Hasil uji signifikansi dengan mudah bisa dilihat

pada hasil analisis dengan ada atau tidaknya tanda * pada kolom mean

difference. Jika terdapat tanda *, maka perbedaan tersebut nyata atau

signifikan. Selain itu bisa dipergunakan homogenous subset untuk

menyatakan subset mana saja yang mempunyai perbedaan rata-rata tidak

signifikan (Santoso, 2006).

Page 73: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK MUTU BAHAN BAKU

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan snack Taro net adalah

terigu, tapioka, gula, garam, baking powder, minyak nabati dan flavor. Untuk

mendapatkan produk yang baik, bahan baku yang dipergunakan harus

berkualitas baik. Parameter utama untuk menentukan kualitas bahan baku

adalah kadar air yang mempengaruhi karakteristik produk, baik mutu

fisikokimia, organoleptik dan biologis. Berikut ini adalah ambang batas

maksimum kadar air dari masing-masing bahan baku yang dipergunakan di

PT. Rasa Mutu Utama (Tabel 9).

Tabel 9. Ambang batas maksimum kadar air bahan baku

Bahan Baku Kadar air maksimum (%) Tepung terigu 14.001

Tapioka 15.002 Gula 0.04

Garam 0.08 Baking powder 7.00

Perisa 6.00 – 7.00 Minyak nabati 0.303

Sumber : 1SNI 01-3751-1995, 2SNI 01-3451-1994, 3SNI 01-3741-1995

1. Mutu Biologis Bahan Baku

Kadar air dapat digunakan untuk memperkirakan kualitas keamanan

bahan dari kontaminasi mikroorganisme. Bahan pangan yang memiliki

kadar air tinggi cenderung lebih mudah ditumbuhi mikroorganisme dan

serangga. Karakteristik hidratasi yang sering digunakan dalam penentuan

mikrobiologis adalah aw.

Flora mikroorganisme pada terigu, dan produk sejenis biasanya

bersumber dari tanah, lingkungan penyimpanan, dan selama proses.

Produk-produk ini kaya akan protein dan karbohidrat, namun aw yang

rendah dapat menekan pertumbuhan semua mikroorganisme jika disimpan

dengan benar. Jumlah mikroorganisme dalam tepung relatif sedikit dan

penambahan pemutih dapat mengurangi jumlah mikroorganisme. Ketika

terjadi kenaikan aw, bakteri dari genus Bacillus dan kapang dari beberapa

Page 74: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

genus dapat tumbuh (Jay, 2000). Menurut Frazier dan Wetshoff (1988)

mikroorganisme pada tepung terigu meliputi spora Bacillus, bakteri

koliform, dan beberapa dari genus Achromobacter, Flavobacterium,

Sarcina, Micrococcus, Alcaligenes dan Serratia. Spora kapang umumnya

berasal dari Aspergilus dan Penicillium, dengan beberapa dari Alternaria,

Cladosporium dan genus lainnya.

Pembentuk spora aerobik, seperti Bacillus cereus dapat

memproduksi amilase, sehingga mikroorganisme dapat menggunakan

tepung dan produk sejenis sebagai sumber energi jika kandungan air bahan

mencukupi. Kandungan air yang lebih rendah akan menyebabkan

pertumbuhan kapang yang ditandai dengan pertumbuhan miselium dan

pembentukkan spora, seperti genus Rhizopus dengan spora hitam (Jay,

2000). Pada tepung berkadar air rendah kapang tidak akan tumbuh tetapi

pada kadar air di atas 14%, kapang dapat tumbuh (Hoseney di dalam Butt,

et al., 2003).

Mikroorganisme E. coli seringkali mengkontaminasi tepung-

tepungan. Menurut Fardiaz (1989), bakteri ini merupakan indikator adanya

polusi kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan,

susu dan produk-produk susu. Adanya bakteri ini di dalam makanan atau

minuman menunjukkan kemungkinan adanya mikroorganisme yang

bersifat enteropatogenik dan/atau toksigenik yang berbahaya bagi

kesehatan.

Bahan baku snack ternyata memiliki potensi terhadap cemaran

mikrobiologis yaitu bakteri, kapang dan khamir. Analisis mikrobiologi

bahan baku snack Taro net, yaitu tepung terigu, tapioka, gula, garam dan

baking powder dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Analisis mikrobiologi bahan baku snack Taro net

Mikrobiologi (kol/gram) Bahan Baku Kadar air (%) TPC Koliform Kapang Khamir

Terigu 12.24 1.9 x 102 0 1.6 x 102 0 Tapioka 12.73 2.3 x 102 0 1.0 x 101 0

B. powder 5.03 0 0 0 0 Gula 0.23 - - - -

Garam 0.17 - - - -

Page 75: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Dari kelima bahan baku snack di atas, tepung terigu dan tapioka

merupakan bahan yang paling banyak memiliki cemaran biologis. Hal ini

dikarenakan karakteristik tepung terigu yang kaya akan karbohidrat dan

protein serta tapioka yang merupakan pati singkong.

Tepung terigu yang dianalisis memiliki jumlah koloni 1.9 x 102

koloni/gram (metode hitungan cawan/TPC) dan kapang 1.6 x 102

koloni/gram, sedangkan koliform dan khamir 0 koloni/gram. Fardiaz

(1992) menyatakan ada beberapa keunggulan perhitungan koloni dengan

metode hitungan cawan (Total Plate Count), yaitu hanya sel yang masih

hidup yang dihitung. Profil mikrobiologi normal pada tepung-tepungan

dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Profil mikrobiologi tepung-tepungan

Mikroflora normal Kisaran Jumlah (koloni/gram) Kapang 102 – 104 Khamir 10 – 102 Bakteri :

• Aerobic Plate Count • Koliform • Spora pembusuk

102- 106 0 – 10 0 - 102

Sumber : Frazier dan Westhoff (1988)

Berdasarkan Tabel 11, tepung terigu yang digunakan dalam

pembuatan snack Taro net memiliki mutu mikrobiologis yang baik, karena

jumlah kapang, khamir dan koliform pada tepung terigu masing-masing

1.6 x 102, 0 dan 0 koloni/gram masih dalam kisaran normal yaitu 102- 104,

10-102, dan 0-10. Hasil analisis tepung terigu ini juga memenuhi standar

SNI 01-3751-1995 tentang tepung terigu, yaitu angka lempeng total (TPC)

maksimum 106 koloni/gram, kapang 104 koloni/gram dan E. coli 10

APM/g. Hal ini didukung oleh kadar air tepung terigu yang rendah yaitu

12.24%, sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

Tapioka yang merupakan pati singkong memiliki TPC 2.3 x 102

koloni/gram, kapang 1.0 x 101 koloni/gram, koliform 0 koloni/gram dan

khamir 0 koloni/gram. Menurut SNI 01-3451-1994, standar cemaran

mikrobiologi untuk tapioka adalah angka lempeng total (TPC) maksimum

1.0 x 106, kapang 1.0 x 104 dan E. coli 10. Berdasarkan standar SNI 01-

Page 76: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

3451-1994, tapioka yang digunakan dalam pembuatan snack Taro net

memiliki mutu mikrobiologis yang baik, karena hasil analisis mikrobiologi

tapioka masih dalam kisaran standar. Hal ini didukung oleh kadar air

tapioka yang rendah yaitu 12.73%, sehingga dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Frazier dan Westhoff (1988),

tapioka akan rusak jika terjadi kenaikan kadar air. Kerusakan disebabkan

oleh bakteri dengan pigmen oranye yang dapat menghidrolisa pati.

Menurut Frazier dan Westhoff (1988), jika dilihat dari aspek

kesehatan publik, kontaminasi serealia dan produknya oleh kapang telah

menjadi perhatian utama karena kemungkinan adanya mikotoksin.

Mikotoksin utama yang terdapat pada bahan pertanian dapat dilihat pada

Lampiran 2.

Hasil analisis mikrobiologi pada baking powder, tidak ditemukan

cemaran mikrobiologi. Hal ini dikarenakan komposisi baking powder yang

berupa soda kue, asam dan bahan pengisi tidak mendukung pertumbuhan

yang dibutuhkan oleh mikroorganisme. Menurut Fardiaz (1992), salah satu

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jasad renik adalah tersedianya

nutrien yaitu sumber karbon, nitrogen, energi dan faktor pertumbuhan

seperti mineral dan vitamin. Gula dan garam tidak dilakukan analisis

mikrobiologi, karena kedua komponen tersebut mempunyai aksi sebagai

pengawet makanan dan tidak mendukung pertumbuhan mikroorganisme.

Selain mikroorganisme, ada beberapa serangga yang dapat

mengkontaminasi produk serealia yang belum diolah. Kadar air dari

komoditas pangan yang diserang oleh serangga hama gudang mempunyai

pengaruh terhadap pertumbuhan serangga seperti halnya pengaruh suhu.

Pada kadar air rendah, serangga mungkin masih hidup tetapi tingkat

pertumbuhannya rendah. Sebaliknya pada komoditas pangan dengan kadar

air tinggi pertumbuhan kapang dan mikroorganisme lain akan mengurangi

kemampuan serangga hama gudang untuk tetap hidup dan berkembang

biak. Pengaruh kadar air komoditas pangan terhadap kehidupan serangga

sangat erat hubungannya dengan kelembaban relatif di mana komoditas

pangan disimpan (Syarief dan Halid, 1989).

Page 77: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Serangga yang hidup pada penyimpanan serealia dan produknya

tergantung pada suplai air (kadar air). Secara umum, kadar air 9% atau

lebih rendah dapat menghambat infestasi serangga (Butt, et al., 2003).

Serangga-serangga yang menyerang produk serealia dapat dilihat pada

Tabel 12.

Tabel 12. Serangga-serangga yang menyerang serealia

No Nama Serangga Keterangan Kondisi Pertumbuhan Optimum

1 Rhyzoptera dominica Fabricus

hama penting pada sereal yang belum diolah

RH 70%, suhu 34oC

2 Oryzaephilus surinamensis Linnaeus

hama penting pada sereal yang belum diolah

Suhu 30-35oC, RH 70%.

3 Tribolium castaneum

Hama sekunder pada sereal

Suhu 35oC, RH 75%

4 Tenebroides mauritanicus Linnaeus

Hama sekunder pada sereal dan tepung

-

5 Ephestia spp. Hama gudang penting pada tepung sereal

Suhu 28oC, RH 75%

6 Corcyra Cephalonica

Hama yang suka menyerang tepung sereal

Suhu 30oC, RH 70%

Sumber : Syarief dan Halid (1989)

Melihat potensi pertumbuhan mikroorganisme dan serangga, perlu

dilakukan penyimpanan bahan baku yang benar, yaitu disimpan dalam

ruangan yang bersih, bebas serangga, binatang pengerat, cukup

penerangan, terjamin peredaran udara dan suhu yang sesuai. Bahan yang

terdahulu diterima sebaiknya digunakan terlebih dahulu (first in first out).

Kondisi ruang penyimpanan harus dikontrol, baik suhu maupun RH

ruangan, sehingga kadar air bahan baku dapat dijaga konstan untuk

meminimalisasi potensi pertumbuhan serangga maupun mikroorganisme.

Selain itu, sanitasi pekerja perlu diperhatikan untuk mencegah kontaminasi

silang yang bersumber dari pakaian atau tangan karyawan

.

Page 78: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

2. Mutu Fisiko-kimia Bahan Baku

Tepung terigu merupakan bahan baku dengan komposisi terbesar

dalam pembuatan snack Taro net. Tepung terigu yang baik memiliki kadar

air maksimal 14%. Kadar air tepung yang terlalu tinggi akan menyebabkan

adonan menjadi lebih elastis dan kenyal. Menurut Barbosa-Canovas dan

Yan (2003), kadar air tepung mempengaruhi kelengketan dan konsistensi

adonan. Adonan yang dibuat dari tepung berkadar air rendah lebih sensitif

terhadap perubahan absorpsi air adonan daripada adonan yang dibuat dari

tepung berkadar air tinggi.

Kadar air tepung berhubungan dengan umur simpannya, semakin

rendah kadar air tepung, maka stabilitas penyimpanan tepung akan

semakin baik. Selain itu, kerusakan kualitas baking akan berkurang seiring

dengan rendahnya kadar air yang dapat memperlambat respirasi dan

aktivitas mikroorganisme (Staudt dan Zeigler di dalam Butt, et al., 2003).

Kadar air tepung yang tinggi akan menyebabkan aktivitas lipolitik dan

proteolitik meningkat, sehingga mengakibatkan hilangnya nutrisi (protein

dan lemak) dan meningkatnya produksi asam lemak bebas yang

menyebabkan mutu organoleptik produk menjadi rendah (Butt, et al.,

2003).

Tapioka yang digunakan harus memiliki kadar air maksimal 13%.

Masalah yang sering timbul pada bahan tepung-tepungan seperti tepung,

tapioka dan pati adalah penggumpalan atau caking. Caking dikarakterisasi

oleh pembentukkan gumpalan lembut atau total soldifikasi yang

disebabkan gaya interpartikel yang berkembang di bawah penyerapan air,

suhu yang menaik, atau tekanan statis. Ada banyak faktor yang

menyebabkan pembentukan gumpalan, tetapi faktor utamanya adalah

kadar air, komposisi, tekanan, ukuran kristal dan bentuk, suhu dan variasi

kelembaban (Barbosa-Canovas dan Yan, 2003).

Kadar air merupakan musuh utama bagi baking powder, karena

dapat memperpendek umur simpannya. Selain itu, kelembaban udara dapat

bereaksi dengan komponen aktif pada baking powder dan menurunkan

efektivitasnya. Selama penyimpanan, jika menyerap air maka baking

Page 79: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

powder akan menggumpal. Penentuan kualitas baking powder dapat

dilakukan dengan mengambil satu sendok teh baking powder dan

memasukannya dalam air panas. Jika terbentuk desis air, maka baking

powder masih layak untuk digunakan (Eborn, 2005).

Gula bersifat higroskopis dan akan menggumpal jika menyerap air.

Begitu pula dengan garam yang menyerap air dari udara jika tidak tertutup

rapat. Jika garam menyerap air dan menggumpal, dapat dikeringkan

dengan oven (Anonim5, 2006)

Kadar air juga berpengaruh terhadap mutu minyak nabati yang

digunakan untuk menggoreng. Menurut SNI 01-3741-1995, kadar air

minyak goreng maksimal 0.3%. Hal ini dikarenakan adanya air dapat

memicu reaksi hidrolisis yang akan memecah trigliserida menjadi gliserol

dan asam lemak bebas. Menurut Ketaren (1986), asam lemak bebas dapat

menghasilkan bau tengik dan rasa tidak enak dalam bahan pangan

berlemak. Asam lemak bebas yang bereaksi dengan amonia yang

dihasilkan dari degradasi protein akan menimbulkan bau sabun yang tidak

enak (soapy flavour). Oleh karena itu, reaksi hidrolisis minyak ini harus

diawasi dengan pengecekkan kadar FFA (free fatty acid) minyak. Menurut

SNI 01-0741-1995, nilai FFA minyak yang baik adalah maksimal 0.3%.

3. Mutu Organoleptik Bahan Baku

Bahan baku pembuatan snack Taro net harus melalui pemeriksaan

mutu terlebih dahulu sebelum digunakan. Pemeriksaan mutu melalui

evaluasi organoleptik dianggap paling mudah dan praktis. Menurut

Soekarto (1985), penilaian mutu dengan cara ini disenangi karena dapat

dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Uji organoleptik yang dilakukan

meliputi penampakan, aroma, rasa, dan tekstur. Parameter-parameter yang

digunakan dalam pengujian organoleptik dapat dilihat pada Tabel 13.

Page 80: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Tabel 13. Parameter uji organoleptik bahan baku snack Taro net

Bahan baku Parameter uji organoleptik Tepung terigu1 Berwarna putih krem, kering, tidak menggumpal, tidak

berbau (bau normal), tidak berkutu dan bebas bahan cemaran.

Tapioka2 Berwarna putih, tidak berbau (bau normal), tidak berkutu, dan bebas bahan cemaran.

Gula Berupa kristal putih jernih, berasa manis dan tidak berbau Garam Berupa kristal putih transparan, bersih, bebas cemaran dan

berasa asin Baking powder Berwarna putih dan bebas cemaran. Perisa rumput laut

Berupa bubuk dengan flake kehijauan, kering dan tidak menggumpal.

Perisa kentang barbekyu

Berupa bubuk berwarna coklat, kering, tidak menggumpal dan beraroma kentang.

Perisa pizza Berupa bubuk berwarna oranye kecoklatan, kering, tidak menggumpal dan berasa pizza pepperoni.

Minyak goreng3

Tidak berasa, tidak berbau dan berwarna jernih kekuningan.

Sumber : 1SNI 01-3751-1995, 2SNI 01-3451-1994, 3SNI 01-3741-1995

B. PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU ADONAN DAN LEMBARAN ADONAN (SHEET)

Air digunakan untuk mencampurkan semua bahan dan pemasakan

adonan. Air yang digunakan memiliki pH sekitar 7.5. Persentase jumlah air

yang ditambahkan akan menentukan karakteristik mutu adonan dan lembaran

adonan yang dihasilkan.

Pada percobaan ini dilakukan pemasakan adonan dengan tiga perlakuan,

yaitu perbedaan persentase jumlah air untuk jumlah bahan kering yang sama.

Persentase jumlah air yang ditambahkan yaitu 34, 37 dan 40%. Adonan yang

dihasilkan dari masing-masing perlakuan berbeda-beda, dilihat dari mutu fisik

dan organoleptik adonan.

1. Pengaruh Kadar Air Pemasakan terhadap Mutu Organoleptik Adonan

Jumlah air pada pemasakan adonan mempengaruhi proses

gelatinisasi pati. Gelatinisasi pati terjadi ketika terdapat air dalam jumlah

berlebih dan suhu yang mencukupi suhu gelatinisasi masing-masing pati.

Semakin berlebih jumlah air, gelatinisasi pati terjadi semakin sempurna.

Page 81: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Menurut Muchtadi, et al. (1989), jika tidak terdapat air dalam jumlah

yang cukup maka yang terjadi adalah proses peleburan dari granula pati

sebagai akibat adanya pemanasan. Peleburan granula pati terjadi pada suhu

yang lebih tinggi dari suhu gelatinisasinya. Jika jumlah air tidak

mencukupi maka akan terjadi destabilisasi bagian amorf dan kristal dari

granula pati sebagai akibat penetrasi air dan panas dalam granula. Akan

tetapi karena jumlah air yang tersedia tidak mencukupi maka gelatinisasi

hanya berlangsung sebagian. Perbedaan dari masing-masing perlakuan

dapat diamati dari penampakan adonan yang meliputi warna, tekstur dan

plastisasi dari air yang dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Karakteristik organoleptik penampakan adonan

Persentase air pemasakan (%)

Warna adonan

Tekstur Plastisasi air

Gambar

34 Kuning cerah Agak keras Kurang

37 Kuning agak gelap

Lunak Cukup

40 Kuning gelap Lunak Sempurna

Warna adonan dengan penambahan air 34% adalah kuning cerah dan

tekstur agak keras. Plastisasi air pada adonan ini kurang, karena masih ada

sedikit gumpalan tepung. Pada adonan dengan penambahan air 37%,

warna adonan berwarna kuning tetapi agak gelap dibandingkan adonan

dengan penambahan air 34% dan teksturnya lebih lunak. Plastisasi air pada

adonan ini terbilang cukup karena tidak terdapat gumpalan tepung dan

tidak lengket. Adonan dengan penambahan air 40% berwarna kuning

gelap dibandingkan dua adonan lainnya dan teksturnya lunak. Plastisasi air

Page 82: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

pada adonan ini sempurna, karena adonan tercampur merata di semua

bagian dan lengket.

Semakin tinggi persentase air pemasakan membuat adonan berwarna

kuning semakin gelap dan mengkilap. Penambahan air juga membuat

tekstur adonan semakin lunak. Hal ini disebabkan plastisasi air semakin

sempurna dengan semakin banyaknya jumlah air yang ditambahkan

sehingga mempengaruhi viskositas adonan. Adonan dengan viskositas

rendah memiliki tekstur yang lebih lunak.

Dari ketiga perlakuan dengan variasi jumlah air pemasakan

diperoleh karakteristik adonan yang berbeda-beda. Adonan dengan

penambahan air 34% memiliki tekstur yang keras sehingga memerlukan

tenaga yang besar untuk memasukkan adonan ke sheeter dan adonan

kurang merata karena terdapat sedikit gumpalan tepung. Adonan dengan

penambahan air 37% memiliki tekstur lunak, sehingga tidak memerlukan

tenaga yang besar untuk memasukkan adonan ke sheeter dan adonan tidak

lengket sehingga tidak menempel pada mesin. Adonan dengan

penambahan air 40% memiliki plastisasi air yang sempurna, sehingga

elastisitas adonan meningkat.

Adonan yang diinginkan memiliki warna kuning cerah dan

mengkilap. Jika dilihat dari karakteristik organoleptik masing-masing

adonan yaitu warna, tekstur dan plastisasi air, maka adonan dengan

persentase air 37% memiliki karakteristik paling baik.

2. Pengaruh Kadar Air Pemasakan terhadap Mutu Fisik Lembaran Adonan (sheet)

Penambahan jumlah air yang semakin banyak menyebabkan kadar

air adonan semakin tinggi (Gambar 14). Semakin tinggi persentase air

pemasakan yaitu 34, 37 dan 40% maka kadar air rata-rata lembaran

adonan semakin meningkat yaitu 34.9%, 36.2%, dan 39.4%.

Page 83: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

34.9

36.2

39.4

32

33

34

35

36

37

38

39

40

34 37 40

Persentase air pemasakan (%)K

adar

air

lem

bara

n ad

onan

(%)

Gambar 14. Kadar air (%) lembaran adonan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam rancangan acak lengkap

pengaruh persentase air pemasakan terhadap kadar air lembaran adonan

(Lampiran 7), dapat disimpulkan bahwa persentase air pemasakan

berpengaruh nyata terhadap kadar air lembaran adonan pada taraf nyata

0.05.

Pada perlakuan variasi persentase air pemasakan yaitu 34, 37 dan

40% diperoleh ketebalan lembaran adonan yang semakin menurun yaitu

1.9, 1.8 dan 1.6 mm (Gambar 15). Hal ini berarti semakin tinggi kadar air

lembaran adonan maka semakin tipis lembaran adonan.

1.9

1.8

1.6

1.5

1.6

1.7

1.8

1.9

34 37 40

Persentase air pemasakan (%)

Ket

ebal

an le

mba

ran

adon

an (m

m)

Gambar 15. Ketebalan rata-rata lembaran adonan (mm)

Page 84: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam rancangan acak lengkap pada

Lampiran 8, dapat disimpulkan bahwa persentase jumlah air pemasakan

berpengaruh nyata terhadap ketebalan adonan pada taraf nyata 0.05.

Ketika adonan dibuat menjadi lembaran, adonan dengan kadar air

tinggi menghasilkan lembaran adonan yang lebih tipis pada jarak rol

sheeter yang sama dibandingkan dengan adonan dengan kadar air lebih

tinggi. Hal ini dikarenakan adonan dengan kadar air tinggi memiliki

tekstur lebih lunak dan viskositas yang lebih rendah.

Ketebalan lembaran adonan yang diinginkan adalah 1.4 – 1.7 mm,

sehingga adonan dengan air 40% memiliki ketebalan dalam kisaran

standar yaitu 1.6 mm. Adonan dengan air 34 dan 37% memiliki ketebalan

lembaran yaitu 1.9 dan 1.8 mm, di mana ketebalan ini tidak memenuhi

standar PT. Rasa Mutu Utama.

Persentase air pemasakan juga berpengaruh terhadap elastisitas

lembaran adonan (Gambar 16). Dari rata-rata elastisitas lembaran adonan

pada setiap persentase air pemasakan terlihat semakin tinggi kadar air

adonan akan meningkatkan elastisitas lembaran adonan.

2.06

2.16

2.34

1.9

2.0

2.1

2.2

2.3

2.4

34 37 40

Persentase air pemasakan (%)

Ela

stis

itas

adon

an

Gambar 16. Elastisitas rata-rata lembaran adonan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam rancangan acak lengkap

pengaruh jumlah air pemasakan terhadap elastisitas lembaran adonan

(Lampiran 9), dapat disimpulkan bahwa persentase air pemasakan

Page 85: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

berpengaruh nyata terhadap elastisitas lembaran adonan pada taraf nyata

0.05.

Elastisitas lembaran adonan akan mempengaruhi tingkat ekspansi

snack ketika digoreng. Berdasarkan studi di Jepang, elastisitas lembaran

adonan yang dapat menghasilkan tingkat ekspansi yang baik adalah 3.

Adonan dengan air 40% paling mendekati standar tersebut dengan

elastisitas 2.34 dibandingkan adonan dengan air 34 dan 37% yang

memiliki elastisitas 2.06 dan 2.16.

Berdasarkan Gambar 16 semakin tinggi persentase air pemasakan,

elastisitas lembaran adonan semakin tinggi. Hal ini disebabkan pengaruh

gluten dan gelatinisasi pati, yang bertanggung jawab terhadap

pembentukan jaringan pada adonan. Gluten terbentuk dengan penambahan

air pada saat pencampuran adonan dan semakin tinggi penyerapan air oleh

gluten, maka adonan semakin elastis dan lengket. Ketika terdapat air

dalam jumlah berlebih dan dipanaskan, terjadi gelatinisasi pati yang

menyebabkan adonan elastis dan lengket. Semakin tinggi jumlah air yang

ditambahkan, maka dihasilkan lembaran adonan semakin elastis karena

sifat gluten dan pati yang tergelatinisasi sempurna.

Adonan dengan penambahan air 40% memberikan ketebalan dan

elastisitas paling baik dibandingkan adonan dengan penambahan air 34

dan 37%. Namun adonan dengan penambahan air 40% memiliki warna

kuning gelap yang tidak diinginkan. Untuk menghindari warna kuning

yang gelap dapat dilakukan pengurangan suhu dan waktu pemasakan.

3. Pengaruh Kadar Air Lembaran Adonan terhadap Potensi Pertumbuhan Mikrobiologi Selama Proses Pendinginan (cooling)

Pemasakan adonan berlangsung selama kurang lebih 9 menit

menggunakan steam bersuhu 180-200oC. Pemasakan suhu tinggi ini dapat

mereduksi jumlah mikroorganisme, sehingga adonan dapat dikatakan

aman dari mikroorganisme. Namun, mikroorganisme pembentuk spora

seperti B. cereus dapat membentuk spora yang resisten terhadap panas.

Kejutan seperti panas yang tinggi dapat membuat spora bergerminasi

(Abedon, 2003).

Page 86: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Adonan yang telah masak kemudian dibuat menjadi lembaran dan

dialirkan menggunakan cooling conveyor. Pada saat inilah, potensi

terbesar terjadinya kontaminasi silang dari udara, bahan lain dan pekerja.

Hal ini dikarenakan tidak semua bagian cooling conveyor tertutup rapat,

ada beberapa tempat yang mengekspos lembaran adonan ke udara terbuka.

Selain itu, ada kontak bahan dengan pekerja pada saat sheeting dan

penggulungan. Waktu yang dibutuhkan pada saat adonan turun dari cooker

sampai adonan digulung dan diletakkan pada ruang aging cukup lama dan

berbeda setiap mesin (Gambar 17).

16.78

28.97

0

5

10

15

20

25

30

35

50 100

Kapasitas Mesin Cooker (kg)

Wak

tu (m

enit)

Gambar 17. Waktu yang dibutuhkan selama sheeting, cooling, rolling dan

transportasi ke ruang aging

Mesin cooker terdiri dari mesin steam cooker, sheeter dan cooling

conveyor yang dirangkai secara kontinyu. Kapasitas mesin cooker yang

berbeda mempengaruhi waktu yang dibutuhkan selama sheeting, cooling,

rolling dan transportasi ke ruang aging. Jika diidentifikasi waktu tersebut

terdiri dari sheeting, cooling pada konveyor berjalan, tempering, rolling

dan pengangkutan ke ruang aging. Selama proses ini berlangsung,

lembaran adonan yang memiliki kadar air sekitar 33%, mengalami kontak

dengan udara, tapioka tabur, permukaan peralatan dan pekerja.

Karakteristik lembaran adonan yang memiliki kadar air dan aw yang tinggi

serta kaya protein dan karbohidrat akan memicu potensi pertumbuhan

mikroorganisme.

Kondisi udara pada ruang produksi penuh dengan tepung-tepungan

yang berterbangan, serta RH relatif tinggi sangat disenangi oleh

Page 87: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

mikroorganisme. Hasil analisa mikrobiologi udara pada ruang aging yang

terletak dalam satu ruangan besar dengan cooker dan sheeter dapat dilihat

pada Tabel 15.

Tabel 15. Analisa mikrobiologi udara ruang aging

Area TPC (koloni/g)

Enterobacter (koloni/gram)

Kapang (koloni/gram)

Khamir (koloni/gram)

R. aging 1 7.8 x 102 2 4.1 x 101 1.1 x 101 R. aging 2 1.3 x 103 2 3.8 x 101 4

Berdasarkan Tabel 15, udara memiliki peluang yang cukup besar

untuk mengkontaminasi produk, dengan TPC 7.8 x 102 pada ruang aging 1

dan 1.3 x 103 pada ruang aging 2. Selain itu, tapioka tabur yang digunakan

tidak disimpan pada tempat tertutup dan prosedur sanitasi kurang baik

dijalankan. Hal ini dapat menjadi sumber cemaran mikrobiologis.

Potensi terjadinya kontaminasi mikroorganisme juga dapat berasal

dari pekerja. Hal ini dikarenakan pekerja tidak dilengkapi alat pengaman

diri yang memadai, seperti sarung tangan, masker, topi dan celemek.

Perlengkapan tersebut disediakan namun jumlahnya tidak cukup sehingga

seringkali perlengkapan tersebut tidak dicuci atau dibersihkan

sebagaimana prosedur sanitasi yang baik. Selain itu, pekerja seringkali

menjatuhkan lembaran adonan ke lantai saat penggulungan. Hal ini dapat

menyebabkan kontaminasi dari lantai, apalagi lantai ruang produksi hanya

dibersihkan tetapi tidak didesinfektasi. Begitu pula halnya dengan

permukaan meja yang kontak dengan makanan tidak mendapatkan

prosedur sanitasi rutin.

Sumber cemaran mirobiologis utama selama sheeting, cooling,

rolling dan transportasi ke ruang aging adalah udara, tapioka tabur, pekerja

dan permukaan meja yang kontak dengan bahan. Kontaminasi pada

adonan selama proses sheeting sampai transportasi ke ruang aging dapat

menyebabkan pertumbuhan dan pembelahan mikroorganisme. Menurut

Abedon (2003), waktu yang dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan satu

pembelahan biner disebut waktu generasi. Waktu generasi untuk masing-

masing mikroorganisme berbeda-beda dan dapat dilihat pada Tabel 16.

Page 88: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Tabel 16. Waktu generasi beberapa mikroorganisme cemaran

Bakteri Medium Waktu generasi (menit)

E. coli Glucose-salt 17 Staphylococcus aureus Heart Infusion Broth 27-30

B. cereus - 11* Sumber : Todar (2002), *Doyle (2001)

Berdasarkan Tabel 16, selama proses sheeting, cooling, rolling dan

transportasi ke ruang aging pada mesin C1 selama 16.78 menit

memungkinkan terjadinya pembelahan biner B. cereus. Pada mesin C5

dengan waktu 28.97 menit memungkinkan terjadi pembelahan biner B.

cereus, E. coli dan S.aureus. Tapi, harus diperhitungkan juga waktu

adaptasi (fase lag) mikroorganisme sebelum memasuki fase pertumbuhan

(fase log). Menurut Fardiaz (1992), lamanya fase adaptasi dipengaruhi

oleh beberapa faktor di antaranya adalah (1) medium dan lingkungan

pertumbuhan dan (2) jumlah inokulum. Untuk meminimalkan potensi

cemaran mikrobiologi pada adonan selama proses sheeting sampai

transportasi ke ruang aging dapat dilakukan pelatihan sanitasi pada pekerja

dan pembuatan SSOP (Standard Sanitation Operation Procedure) untuk

sanitasi udara, lantai dan permukaan yang kontak dengan bahan.

4. Mutu Mikrobiologis Lembaran Adonan Selama Proses Aging

Adonan berbentuk rol diletakkan pada rak-rak aging dan diaging

selama 8-16 jam. Proses aging di PT. Rasa Mutu Utama dibatasi maksimal

16 jam untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme, khususnya kapang

pembentuk toksin yang mungkin mengkontaminasi produk.

Lembaran adonan merupakan produk setengah jadi yang paling

berpotensi terkontaminasi oleh mikroorganisme, karena karakteristiknya

yang menunjang pertumbuhan mikroorganisme yaitu kaya karbohidrat,

protein relatif tinggi, kadar air tinggi (30-33%), aw tinggi (> 0.90), suhu

optimum (27-32oC) dan RH yang relatif tinggi (70-80%). Oleh karena itu,

line proses adonan harus dikontrol untuk meminimalisasi kontaminasi.

Proses pengeringan yang dilakukan dapat membunuh mikroorganisme,

namun pada saat sheeting dan aging sudah terjadi perkembangbiakan

Page 89: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

mikroorganisme yang dapat menurunkan kualitas produk. Semakin lama

waktu aging, jumlah mikroorganisme yang dianalisis semakin meningkat

seperti yang dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Hasil analisa mikrobiologi lembaran adonan selama aging

Hasil Analisa Mikrobiologi Lembaran Adonan Umur aging (jam)

TPC (kol/g)

Kapang (kol/g)

Khamir (kol/g)

S. aureus B. cereus Enterobacter (kol/g)

0 2.5x104 0 0 negatif negatif 0 12 7.8x104 0 0 negatif negatif 0 20 3.5x106 0 0 negatif negatif 0 24 3.5x106 0 0 negatif negatif 0 26 1.7x106 0 0 negatif negatif 0

Berdasarkan Tabel 17, semakin lama waktu aging jumlah

mikroorganisme yang dianalisis dengan TPC semakin meningkat, tetapi

pada waktu aging 26 jam mengalami penurunan. Peningkatan jumlah

koloni disebabkan mikroorganisme mengalami pertumbuhan yaitu

pertambahan sel, sedangkan penurunan jumlah koloni disebabkan

kematian sel mikroorganisme. Jika jumlah koloni dihubungkan dengan

waktu aging, maka diperoleh kurva seperti dapat dilihat pada Gambar 18.

0.0E+00

5.0E+05

1.0E+06

1.5E+06

2.0E+06

2.5E+06

3.0E+06

3.5E+06

4.0E+06

0 5 10 15 20 25 30

waktu aging (jam)

Jum

lah

mik

roba

(kol

oni/g

ram

)

Gambar 18. Kurva hubungan antara jumlah koloni dengan waktu aging

Jika diperhatikan, kurva hubungan antara jumlah koloni dengan

waktu aging hampir serupa dengan kurva pertumbuhan mikroorganisme.

Pada waktu aging 0-12 jam merupakan fase pertumbuhan awal, karena

terjadi peningkatan jumlah koloni tetapi sedikit. Menurut Fardiaz (1992),

Page 90: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

selama fase pertumbuhan awal sel mulai membelah dengan kecepatan

yang masih rendah. Kemudian pada waktu aging 12-20 jam merupakan

fase pertumbuhan logaritmik, di mana mikroorganisme membelah dengan

sangat cepat sedangkan waktu aging 20-24 jam merupakan fase

pertumbuhan tetap (statis). Pada fase pertumbuhan tetap, sel-sel menjadi

lebih tahan terhadap keadaan ekstrim seperti panas, dingin, radiasi dan

bahan kimia. Fase menuju kematian (death phase) terjadi pada waktu

aging 24-26 jam, dan kecepatan kematian dipengaruhi oleh kondisi

nutrien, lingkungan dan jenis mikroorganisme.

Menurut Fardiaz (1992), pembagian fase tersebut juga dapat dilihat

dengan perubahan kecepatan pertumbuhan konstan (k). Berdasarkan

persamaan kecepatan pertumbuhan, diperoleh kecepatan pertumbuhan

konstan dari setiap fase (Tabel 18).

Tabel 18. Kecepatan pertumbuhan konstan mikroorganisme setiap fase

Waktu aging (jam ke-)

Fase Kecepatan pertumbuhan konstan (generasi/jam)

0-12 Pertumbuhan awal 0.21 12-20 Pertumbuhan logaritmik 0.69 20-24 Pertumbuhan statis 0.00 24-26 Menuju kematian -0.30

Berdasarkan Tabel 18, kecepatan pertumbuhan konstan fase

pertumbuhan awal mikroorganisme hanya 0.21 generasi/jam, namun pada

fase pertumbuhan logaritmik meningkat menjadi 0.69 generasi/jam. Pada

fase pertumbuhan statis, kecepatan pertumbuhan konstan 0.00

generasi/jam. Pada fase ini jumlah sel tetap, karena jumlah sel yang

tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Pada fase menuju kematian

terjadi penurunan jumlah koloni yang ditandai dengan nilai kecepatan

pertumbuhan konstan yang negatif. Penurunan koloni ini terjadi karena

sebagian populasi mikroorganisme mengalami kematian, akibat nutrien

pada medium dan energi cadangan dalam sel habis (Fardiaz, 1992).

Sebelum memasuki fase pertumbuhan statis, terdapat fase

pertumbuhan lambat yang merupakan fase akhir pertumbuhan logaritmik

Pada fase pertumbuhan lambat, mulai terbentuk endospora bakteri

Page 91: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

(Fardiaz, 1992) dan mikotoksin oleh kapang (Jay, 2002). Endospora

bakteri yang biasa dibentuk oleh sel basillus seperti B. cereus sangat tahan

terhadap pemanasan, pengeringan serta disinfektan dan jika bergerminasi

menjadi sel vegetatif dapat menghasilkan toksin (toksin Bacillus).

Mikotoksin yang dibentuk oleh kapang merupakan senyawa beracun yang

tahan terhadap panas. Namun, miktoksin ini bersifat akumulatif sehingga

gejala biasanya timbul karena konsumsi mikotoksin yang berulang-ulang

(Fardiaz, 1992).

Proses aging di PT. Rasa Mutu Utama dibatasi secara ketat

maksimum 16 jam. Namun, sebaiknya diperketat menjadi 12 jam sebelum

mikroorganisme mencapai jumlah 106 koloni/gram. Selain itu, pada waktu

aging 20 jam mikroorganisme sudah memasuki fase pertumbuhan tetap

(statis) dan jika waktu ini terlewati, maka kemungkinan telah terbentuk

endospora bakteri dan mikotoksin kapang yang membahayakan. Jika

waktu aging tetap diinginkan 16 jam, maka harus dilakukan penghambatan

pertumbuhan mikroorganisme, seperti sanitasi rak aging, sanitasi pekerja,

dan penggunaan suhu rendah di ruang aging.

Pada fase pertumbuhan logaritmik, pertambahan jumlah

mikroorganisme mengikuti kurva logaritmik. Berdasarkan kurva

logaritmik (Gambar 19) diperoleh persamaan eksponensial yaitu y =

15457e0.2351x di mana y adalah jumlah mikroorganisme (koloni/gram) dan

x adalah waktu aging. Dengan persamaan ini dapat diprediksi jumlah

mikroorganisme berdasarkan waktu aging.

y = 15457e0.2351x

R2 = 0.836

0.0E+00

5.0E+05

1.0E+06

1.5E+06

2.0E+06

2.5E+06

3.0E+06

3.5E+06

4.0E+06

0 5 10 15 20 25

waktu aging (jam)

Jum

lah

mik

roba

(kol

oni/g

ram

)

Gambar 19. Kurva logaritmik pertumbuhan mikroorganisme

Page 92: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Kecepatan pertumbuhan konstan (k) selama fase logaritmik adalah

0.69 generasi/jam. Dari nilai k ini, dapat dihitung waktu generasi

mikroorganisme yaitu 1/k atau 1/(0.69) jam. Dengan perhitungan tersebut

diperoleh waktu generasi mikroorganisme yang terdapat pada roll sheet

adalah 1.45 jam atau 87.00 menit.

Perbedaan sifat-sifat sel suatu organisme dan mekanisme

pertumbuhannya akan menyebabkan perbedaan dalam kecepatan

pertumbuhan. Pada umumnya semakin kompleks suatu organisme,

semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk membelah. Jadi

pertumbuhan bakteri akan lebih cepat daripada khamir dan khamir lebih

cepat daripada kapang. Pola frekuensi waktu generasi pada bakteri, kapang

dan khamir dapat dilihat pada Gambar 20 (Fardiaz, 1992).

Gambar 20. Frekuensi waktu generasi beberapa mikroorganisme

Berdasarkan Gambar 20, dengan waktu generasi 87.00 menit,

frekuensi pertumbuhan mikroorganisme yang paling memungkinkan pada

rol sheet selama aging adalah bakteri dan khamir serta sebagian kecil

kapang.

Untuk menghindari kontaminasi mikroorganisme, seharusnya aging

dilakukan pada ruang tertutup, namun pada proses produksi Taro net ruang

aging tidak ditutup. Hal ini dikarenakan penutupan kotak aging yang

biasanya menggunakan plastik akan tertempel produk, sehingga bisa

menjadi sumber kontaminasi untuk produk berikutnya.

Page 93: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

5. Pengaruh Kelembaban Udara (RH) Rak Aging terhadap Proses Retrogradasi Pati Lembaran Adonan pada Proses Aging

Selama proses aging, terjadi proses retrogradasi pati yang

merupakan rekristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi.

Proses retrogradasi pati ini dapat dikarakterisasi dengan mengamati

migrasi air, yang dapat diukur dengan parameter kadar air bahan.

Ruang aging terdiri dari rak-rak aging yang tersebar di sekitar ruang

produksi memiliki kondisi rak yang berbeda, seperti kelembaban dan

suhu. Kelembaban udara dan suhu dari empat rak aging yang berbeda

dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Kelembaban udara rak aging

No. Rak Aging

Suhu bola basah (oC)

Suhu bola kering (oC)

Kelembaban udara (%)

14 27.0 33.0 70 52 27.0 33.5 63 65 26.0 33.0 55 78 26.5 33.0 58

Berdasarkan Tabel 19, diketahui bahwa setiap rak aging memiliki

tingkat kelembaban udara yang berbeda. Kadar air awal lembaran adonan

dan kadar air setelah aging selama 8.5 jam dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Kadar air lembaran adonan setelah aging 8.5 jam

Kadar air (%) Ulangan Kadar air awal (%) 14* 52* 65* 78*

1 33.63 21.21 19.40 22.30 21.80 2 33.94 22.55 19.20 22.96 22.27 3 - 21.43 18.52 22.58 21.13

Rata-rata 33.79 21.73 19.04 22.61 21.73 Keterangan : * = nomor kotak aging

Berdasarkan hasil analisis korelasi pada Lampiran 10, hasil

pengujian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

kelembaban udara (RH) rak aging dengan kadar air lembaran pada tingkat

signifikansi 5%. Hal ini berarti perbedaan kondisi rak aging tidak

berpengaruh nyata terhadap proses retrogradasi pati selama proses aging.

Page 94: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

6. Pengaruh Laju Perubahan Kadar Air terhadap Tekstur Lembaran Adonan Selama Proses Aging

Pada proses aging terjadi migrasi air yang menyebabkan perubahan

kadar air lembaran adonan. Posisi lembaran pada rol menyebabkan

perbedaan laju perubahan kadar air lembaran adonan. Laju perubahan

kadar air lembaran adonan ditunjukkan oleh kemiringan kurva regresi

linear yang diperoleh dengan menghubungkan waktu aging (jam) dengan

kadar air lembaran (Lampiran 11).

Laju perubahan kadar air lembaran adonan pada berbagai posisi

pada rol dapat dilihat pada Tabel 21. Posisi lembaran yang berada paling

luar memiliki laju perubahan paling cepat dengan rata-rata kemiringan = -

1.79 sedangkan posisi paling tengah memiliki laju perubahan paling

lambat dengan rata-rata kemiringan = -0.02. Nilai negatif pada kemiringan

menunjukkan bahwa semakin tinggi waktu aging maka kadar air adonan

semakin rendah. Nilai kemiringan = 0, menunjukkan laju perubahan tetap

atau tidak ada perubahan sama sekali. Posisi tengah dan paling dalam

memiliki nilai kemiringan yang mendekati 0, yaitu -0.02 dan -0.08. Hal ini

menunjukkan bahwa perubahan kadar air yang terjadi pada kedua posisi

ini sangat kecil.

Tabel 21. Kemiringan rata-rata kurva regresi linear dan tingkat kekerasan lembaran adonan setelah aging 12 jam

Posisi Kemiringan rata-rata kurva regresi linear

Tingkat Kekerasan

Luar -1.79 +++ Tengah -0.02 - Dalam -0.08 -

Perubahan kadar air yang terjadi pada proses aging mempengaruhi

tekstur lembaran adonan. Tekstur lembaran adonan pada posisi luar

memiliki tingkat kekerasan paling tinggi (+++), sedangkan posisi tengah

dan dalam tekstur lembaran adonan lunak (-). Lembaran pada posisi

paling luar memiliki kadar air yang cenderung lebih rendah dibandingkan

posisi tengah dan dalam pada waktu aging yang sama, karena laju

Page 95: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

perubahan kadar air pada posisi paling luar paling cepat. Semakin rendah

kadar air lembaran adonan maka tekstur menjadi keras dan mudah patah.

Tekstur lembaran adonan yang keras akan menyulitkan pemotongan

karena mudah patah, sehingga biasanya dibuang. Pembuangan lembaran

adonan ini akan menambah jumlah waste pada bagian pemotongan. Untuk

mengurangi laju perubahan kadar air yang terlalu besar pada rol adonan

bagian luar dapat dilakukan dengan menutup rak aging dengan plastik.

Namun, untuk mencegah kontaminasi dari sisa adonan yang menempel

pada plastik diperlukan prosedur sanitasi plastik secara rutin atau

membatasi jarak antara rol adonan dengan plastik supaya tidak menempel.

C. PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU

PELET

1. Tekstur Pelet

Lembaran adonan yang sudah diaging dan dipotong sesuai ukuran

yang diinginkan disebut pelet basah. Pelet basah ini kemudian dikeringkan

selama 4-6 jam pada mesin pengering pertama sampai mencapai kadar air

aman untuk disimpan, yaitu 12-14%. Pelet yang telah dikeringkan ini

disebut pelet first dryer, yang merupakan produk setengah jadi snack Taro

net. Pelet ini dapat disimpan di gudang sebagai stok sampai batas waktu

30 hari. Sebelum digoreng pelet ini akan dikeringkan kembali pada mesin

pengering kedua sampai kadai air mencapai 8-9.5% atau siap digoreng.

Selama pengeringan terjadi penurunan kadar air bahan, yang

menyebabkan perubahan tekstur pelet. Waktu pengeringan sangat

menentukan kualitas pelet dan berpengaruh terhadap tekstur hasil goreng.

Studi di Jepang mengemukakan tiga kondisi pelet setelah pengeringan,

yaitu pelet dengan kadar air tinggi, optimum dan rendah yang dapat dilihat

pada Tabel 22.

Page 96: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Tabel 22. Kondisi pelet setelah pengeringan

Kondisi Pelet Keterangan

air

Kadar air tinggi (di atas 16%), Kapang dapat tumbuh (kondisi 1) Optimum, kadar air sekitar 15% (kondisi 2) Pengeringan pertama berlebihan, Rapuh, sangat mudah dipatahkan, terjadi perubahan bentuk (kondisi 3).

Penentuan titik akhir pengeringan pertama dilakukan dengan

mengamati tekstur pelet secara organoleptik yang kemudian dikonfirmasi

dengan pengukuran kadar air pelet. Pelet pada kondisi 1 (Tabel 22),

permukaan luar pelet sudah kering, namun ketika dipatahkan bagian dalam

pelet masih basah dan lengket karena kadar air pelet masih tinggi. Pelet

pada kondisi 2, permukaan luar pelet sudah kering, tetapi ketika

dipatahkan dapat terbelah dengan mudah dan bagian dalam pelet tidak

lengket. Pelet kondisi 3, permukaan luar pelet sudah kering dan ketika

diremas dengan tangan langsung hancur karena kadar air pelet yang terlalu

rendah. Pelet kondisi 3 ini ditemukan ketika waktu pengeringan terlalu

lama dan pelet tipis sehingga proses pengeringan berlangsung lebih cepat.

2. Potensi Pertumbuhan Mikrobiologi pada Penyimpanan Pelet

Pelet basah jika disimpan pada plastik tertutup, dalam satu hari

sudah dapat diamati miselium dan koloni kapang yang tumbuh dengan

berbagai noda warna. Hal ini dikarenakan kadar air pelet basah masih

tinggi sekitar 30%. Oleh karena itu, pelet basah dikeringkan menggunakan

mesin pengering pertama sampai kadar air aman dari pertumbuhan kapang

sehingga dapat disimpan sebagai stok. Parameter yang digunakan untuk

menentukan kadar air minimum adalah pertumbuhan kapang. Hal ini

dikarenakan kapang adalah mikroorganisme yang dapat tumbuh pada

kadar air paling rendah dibandingkan khamir dan bakteri. Berdasarkan

air

air

Page 97: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

kurva stabilitas bahan pangan (Gambar 3), kapang dapat tumbuh pada aw

minimum sekitar 0.62, sedangkan khamir pada aw 0.88 dan bakteri 0.90.

Pengertian tingkat kadar air aman untuk penyimpanan tidak selalu

berada pada kadar air yang setara dengan aw 0.62 (ambang batas minimum

pertumbuhan kapang). Penyimpanan dinyatakan aman pada kondisi kadar

air setimbang dengan keadaan lingkungan (kadar air kesetimbangan).

Secara umum, sifat-sifat hidaratasi dapat digambarkan dengan kurva sorpsi

isotermik, yaitu kurva yang menunjukkan hubungan antara kadar air bahan

dengan kelembaban relatif kesetimbangan ruang tempat penyimpanan

bahan pada suhu tertentu (Syarief dan Halid, 1993).

3. Kurva Sorpsi Isoterm Pelet

Kurva sorpsi isoterm merupakan alat yang penting dalam

mempelajari umur simpan. Kurva ini menyajikan informasi di mana proses

termodinamika dari sorpsi air oleh produk dapat dipelajari (Xiong, 2002).

Kurva sorpsi isotermik pelet first dryer pada 4 tingkat RH dapat dilihat

pada Gambar 21 (Lampiran 12).

12.28 12.92

15.00

18.99

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

18.00

20.00

69.00 74.00 84.00 87.00

Kelembaban Udara (%)

Kad

ar a

ir pe

let (

%)

Gambar 21. Kurva sorpsi isotermik pelet first dryer pada suhu 31oC

Menurut Syarief dan Halid (1993), bentuk kurva sorpsi isotermik

khas bagi setiap bahan pangan dan umumnya berbentuk sigmoid

(menyerupai huruf S). Sorpsi isotermik tidak hanya dapat menunjukkan

pada tingkat kadar air berapa dapat dicapai tingkat aw yang diinginkan

Page 98: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

ataupun yang tidak diinginkan, tetapi juga menunjukkan perubahan-

perubahan penting kadar air yang dinyatakan dalam aw.

Dari kurva sorpsi isotermik dapat diperoleh kadar air kesetimbangan

pelet pada tingkat RH yang berbeda (Lampiran 13). Pada RH 69%, kadar

air kesetimbangan pelet 12.28%, sedangkan RH 74, 84 dan 87% masing-

masing memiliki kadar air kesetimbangan 12.92, 15.00 dan 18.99%. Kadar

air yang aman untuk disimpan setara dengan aw minimum pertumbuhan

kapang yaitu 0.62 atau pada RH 62% yaitu 11.38% (dengan interpolasi).

Pelet hasil pengeringan pertama memiliki aw 0.66 – 0.74, nilai aw ini

memungkinkan adanya pertumbuhan mikroorganisme. Hal ini berarti

proses pengeringan pertama belum menghasilkan pelet dengan kadar air

yang aman untuk disimpan atau setara dengan aw minimum pertumbuhan

kapang (0.62). Untuk itu waktu pengeringan perlu diperpanjang dengan

suhu tidak terlalu tinggi yaitu 55-60oC sampai diperoleh pelet dengan nilai

aw aman atau kadar air 11.38%. Suhu yang tinggi akan mempercepat

proses pengeringan, namun dapat menyebabkan case hardening pada

pelet.

D. PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU HASIL GORENG

1. Proses Penggorengan

Snack Taro net yang merupakan fried snack, penggorengan

merupakan peralatan yang paling utama dan jantung dari seluruh proses.

Menurut Fellows (2000), penggorengan merupakan unit operasi yang

bertujuan untuk meningkatkan kualitas makan (eating quality). Proses ini

memiliki efek mengawetkan karena dapat menyebabkan kematian

mikroorganisme, kerusakan enzim, dan penurunan aw pada permukaan

maupun seluruh bahan pangan (jika digoreng dalam bentuk potongan

tipis).

Ketaren (1986) membagi sistem menggoreng bahan pangan menjadi

dua macam yaitu sistem gangsa (pan frying) dan menggoreng biasa (deep

frying). Pada penggorengan sistem gangsa bahan pangan yang digoreng

Page 99: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

tidak sampai terendam minyak atau lemak, sedangkan pada proses

penggorengan deep frying bahan pangan terendam dalam minyak.

Menurut Banks dan Lusas (2002), penggorengan bahan pangan

selalu membawa : (1) oksigen, yang berkontribusi terhadap oksidasi lemak

yang menyebabkan pengembangan komponen volatil dan polimerik, (2)

air, yang berkontribusi terhadap hidrolisis lemak dan peningkatan asam

lemak bebas, mono dan digliserida dan gliserin, (3) leachable metal dan

komponen warna pada minyak, (4) sistem enzim yang melengkapi

beberapa reaksi degradasi walaupun cepat diinaktivasi. Perubahan yang

terjadi selama penggorengan deep frying dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Perubahan selama penggorengan deep frying

Ketika bahan pangan diletakkan pada minyak panas, suhu

permukaan meningkat secara cepat dan air menguap. Proses evaporasi

bergerak di dalam bahan pangan dan terbentuk kerak. Suhu di permukaan

meningkat menyamai suhu minyak panas dan suhu internal bahan

meningkat secara perlahan sampai 100oC. Tingkat transfer panas dikontrol

oleh perbedaan suhu antara minyak dan bahan pangan dan koefisien

Page 100: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

transfer panas di permukaan, yang dipengaruhi kondukstivitas termal

bahan pangan (Fellows, 2000)

Permukaan kerak memiliki struktur berpori yang terdiri dari kapiler-

kepiler yang berbeda ukuran. Selama penggorengan, baik air dan uap air

dihilangkan dari kapiler besar yang digantikan oleh minyak panas.

Pembentukan tekstur bahan pangan yang digoreng disebabkan oleh

perubahan protein, lemak dan karbohidrat polimerik yang menyebabkan

peningkatan karakteristik warna, flavor dan aroma (Fellows, 2000).

Menurut Banks dan Lusas (2002), penggorengan bahan terdiri dari

beberapa tahap yaitu : (1) pemasukkan bahan, (2) case hardening, (3)

pengerasan permukaan, (4) penurunan air, (5) akhir penggorengan dan (6)

absorpsi minyak. Pada tahap pemasukkan bahan, bahan mentah direndam

dalam minyak panas dan pati pada permukaan tergelatinisasi secara cepat,

kemudian permukaan produk tertutup merata oleh gelembung uap kecil

karena air pada permukaan mulai menguap. Pada tahap case hardening,

lapisan sel paling luar pada permukaan produk mengalami dehidrasi.

Ketika air permukaan semakin berkurang, air pada internal bahan berubah

fase menjadi uap. Kemudian, pada tahap pengerasan struktur, lapisan

tambahan dari permukaan sel mulai mengalami dehidrasi dan

mengembangkan struktur kerak.

Selama tahap penggorengan akhir, suhu permukaan secara cepat

mendekati suhu minyak. Kadar air rendah dan suhu tinggi mendukung

reaksi asam amino, protein dan karbohidrat. Suhu yang semakin

meningkat mendukung penurunan kadar air akhir, pengembangan kerak

dengan tekstur renyah dan kaya warna. Kadar lemak bahan semakin

meningkat dan sebagian minyak berada pada permukaan. Pada tahap

absorpsi minyak, kadar lemak bahan yang digoreng diperoleh dari

pembasahan permukaan, aksi kapiler dan absorpsi vakum. Pada tahap

akhir, minyak diabsorpsi oleh kapiler untuk mengisi kekosongan yang

terbentuk pada bahan pangan. Pada proses pendinginan, uap air dalam

produk terkondensasi membentuk vakum parsial yang mempercepat

penyerapan minyak pada permukaan (Banks dan Lusas, 2002).

Page 101: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Selama proses penggorengan bahan pangan sejenis kerupuk terjadi

pengembangan atau ekspansi kerupuk. Pada dasarnya fenomena

pengembangan kerupuk disebabkan oleh tekanan uap yang terbentuk dari

pemanasan kandungan air bahan sehingga mendesak struktur bahan

membentuk produk yang mengembang (Wiriano, 1984).

Mekanisme terjadinya pengembangan kerupuk akibat terlepasnya air

yang terikat pada gel pati sewaktu penggorengan adalah sebagai berikut :

air mula-mula menjadi uap karena peningkatan suhu dan mendesak gel

pati untuk keluar sekaligus terjadi pengosongan yang membentuk kantung-

kantung udara pada kerupuk. Kantung-kantung udara ini akan semakin

banyak pada kerupuk yang memiliki amilopektin tinggi (Rumbay, et al. di

dalam Zulviani, 1992).

Pengembangan atau ekspansi snack Taro net diukur dengan

parameter densitas kamba. Menurut Fellows (2002), densitas kamba

adalah mengukur densitas dari sejumlah besar bahan termasuk ruang udara

yang terdapat di antara potongan-potongan bahan. Densitas kamba

merupakan massa padatan dibagi dengan volume, yang dipengaruhi oleh

densitas padatan, dan geometri, ukuran dan sifat permukaan dari partikel

individunya.

Pengembangan atau ekspansi snack selama penggorengan akan

meningkatkan volume snack, tetapi menurunkan massa. Oleh karena itu,

semakin tinggi tingkat ekspansi snack maka densitas kamba bahan

semakin rendah.

2. Ekspansi Hasil Goreng

Pelet yang telah dikeringkan pada mesin pengering kedua akan

digoreng pada batch penggorengan. Selama proses penggorengan terjadi

pengembangan atau ekspansi bahan yang disebabkan ekspansi tiba-tiba

dari uap air sehingga kadar air pelet akan menentukan tingkat

pengembangan yang terjadi. Tingkat pengembangan hasil goreng ini dapat

diukur dengan parameter densitas kamba. Pengukuran densitas kamba

pada berbagai tingkat kadar air pelet (Lampiran 14) dapat dilihat pada

Tabel 23.

Page 102: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Tabel 23. Densitas kamba hasil goreng

Kadar air pelet (%) Densitas kamba (g/cm3) 12.38 57.80 11.96 60.60 11.82 64.40 11.56 65.80

Berdasarkan Tabel 23, semakin rendah kadar air maka densitas

kamba bahan semakin tinggi. Densitas kamba yang semakin tinggi

menunjukkan tingkat pengembangan yang rendah sehingga dapat

disimpulkan bahwa kadar air yang terlalu rendah akan membuat produk

akhir dengan tingkat ekspansi yang rendah, sedangkan kadar air terlalu

tinggi akan menyebabkan tingkat ekspansi yang berlebihan.

Nilai korelasi yang diperoleh adalah -0.914 antara kadar air pelet

dengan densitas kamba (Lampiran 15). Nilai negatif menyatakan bahwa

kenaikan kadar air pelet akan menyebabkan penurunan densitas kamba.

Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan

antara kadar air pelet dengan densitas kamba. Kurva regresi hubungan

antara kadar air pelet dengan densitas kamba dapat dilihat pada Gambar

23.

y = -10.294x + 184.96R2 = 0.9241

57.0058.0059.0060.0061.0062.0063.0064.0065.0066.0067.00

11.40 11.60 11.80 12.00 12.20 12.40 12.60

kadar air pelet (%)

Den

sita

s K

amba

(g/c

m3 )

Gambar 23. Kurva regresi hubungan antara kadar air pelet dengan

densitas kamba

Berdasarkan Gambar 23, diperoleh persamaan antara kadar air pelet

dan densitas kamba bahan yaitu y = -10.294x + 184.96. Untuk

mendapatkan produk akhir dengan densitas kamba tertentu, dapat

Page 103: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

diperoleh melalui persamaan regresi hubungan kadar air pelet dengan

densitas kamba. Densitas kamba yang diinginkan pada produk snack Taro

net adalah 58.33-63.89 g/cm3, sehingga kadar air pelet yang diperlukan

adalah 11.81-12.36%.

3. Mutu Organoleptik Hasil Goreng

Kadar air pelet sebelum digoreng menentukan tingkat

pengembangan produk sehingga mempengaruhi tekstur hasil goreng.

Tekstur hasil goreng snack Taro net dapat dibagi menjadi empat kategori

yaitu standar, porian, keriting dan bantat. Deskripsi masing-masing tekstur

dan penyebab terjadinya dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Deskripsi tekstur hasil goreng

Kategori Deskripsi Penyebab Standar Permukaan merata dengan rongga

udara kecil yang seragam. Kadar air sesuai

Porian Struktur tidak seragam dan memiliki gelembung-gelembung besar di permukaan

Kadar air terlalu tinggi, indeks ekspansi tinggi

Keriting Pengembangan tidak merata, ada bagian yang tidak mengembang

Kadar air tidak merata

Bantat Tesktur keras, rapuh, tidak ada rongga udara atau gelembung.

Kadar air terlalu rendah, indeks ekspansi rendah

Sumber : Miles (1960)

Berdasarkan Tabel 24, dapat disimpulkan bahwa tekstur hasil

goreng dipengaruhi oleh kadar air pelet yang juga menentukan indeks

ekspansi produk. Tekstur hasil goreng ini akan menentukan tingkat

kerenyahan produk, yang merupakan atribut utama setiap produk snack.

Tingkat kerenyahan hasil goreng pada beberapa kategori tekstur hasil

goreng dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25. Tingkat kerenyahan hasil goreng

aw Kategori 1 2 Rata-rata

Kadar air (%)

Tingkat kerenyahan

Porian 0.28 0.26 0.27 3.14 +++ Standar 0.25 0.29 0.27 3.70 ++ Keriting 0.31 0.30 0.31 3.80 - Bantat 0.31 0.34 0.33 4.31 -

Keterangan : - (tidak renyah), + (agak renyah), ++ (renyah), +++ (sangat renyah)

Page 104: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Menurut Prastyanty (1998), kerenyahan merupakan fungsi dari aw.

Semakin meningkat aw, maka kerenyahan semakin menurun. Berdasarkan

tabel di atas hasil goreng porian dan standar memiliki aw paling kecil yaitu

0.27 tetapi tingkat kerenyahannya masing-masing sangat renyah dan

renyah. Hasil goreng keriting dan bantat memiliki aw tinggi yaitu 0.31 dan

0.33 tetapi tidak renyah sama sekali. Hasil perhitungan aw ini kurang

sensitif karena aw meter yang digunakan hanya memiliki ketelitian sampai

±0.02.

Selain aw, kadar air hasil goreng juga berpengaruh terhadap tingkat

kerenyahan hasil goreng. Hasil goreng porian memiliki kadar air paling

rendah yaitu 3.14% tetapi memiliki tingkat kerenyahan paling tinggi,

sedangkan hasil goreng standar dengan kadar air 3.70% hanya memiliki

tingkat kerenyahan ++ atau renyah. Hasil goreng keriting dan bantat yang

memiliki kadar air 3.80 dan 4.31%, tidak renyah.

Hasil goreng porian memiliki tingkat kerenyahan paling tinggi

namun tidak dikehendaki, karena tekstur porian memiliki rongga udara

besar yang membuat snack tidak berisi. Hasil goreng keriting dan bantat

juga tidak dikehendaki karena teksturnya cenderung keras dan tidak

renyah.

Snack Taro net yang mengalami proses penggorengan berpotensi

terjadi oksidasi lemak. Berdasarkan kurva stabilitas bahan pangan

(Gambar 3), oksidasi lemak terjadi pada aw sekitar 0.05-0.8. Jadi, snack

Taro net dengan aw rata-rata 0.27-0.33 memungkinkan terjadinya oksidasi

lemak yang dapat menyebabkan bau tengik dan rasa tidak enak pada

produk.

4. Potensi Pertumbuhan Mikrobiologi pada Penyimpanan Produk Akhir (Finish Product)

Pada tahap awal produksi snack, bahan memiliki kadar air yang

tinggi sehingga memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme. Tetapi,

pada tahap akhir, mikroorganisme hanya terdapat pada produk dalam

jumlah sedikit. Hal ini dikarenakan produk akhir memiliki aw yang rendah,

sehingga tidak sulit mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu,

Page 105: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

produk disimpan dalam kemasan untuk mencegah serangga dan

menghindari perubahan suhu dan kenaikan kadar air. Profil

mikroorganisme pada produk snack dapat dilihat pada Tabel 26 (Frazier

dan Westhof, 1988).

Tabel 26. Profil mikrobiologi breakfast cereal dan snack

Mikroflora normal Kisaran jumlah (koloni/gram)

Kapang 0 – 103 Khamir 0 - 102 Bakteri

• Aerobic Plate Count • Koliform

0 - 102

0 - 102

Produk akhir snack Taro net memiliki aw 0.27-0.33. Berdasarkan

kurva stabilitas bahan pangan (Gambar 3), nilai aw ini tidak mendukung

sama sekali pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Almond, et al.

(1991), mikroorganisme yang dapat tumbuh pada nilai aw paling minimum

adalah khamir osmofilik yaitu pada aw 0.60. Namun, pada analisa

mikrobiologi produk akhir snack Taro net (Tabel 27) ditemukan ada

koloni mikrobiologi dalam jumlah relatif sedikit. Hal ini dikarenakan

adanya kontaminasi silang, baik dari udara atau pekerja. Walaupun

terdapat koloni mikroorganisme pada produk akhir, mikroorganisme ini

tidak mengalami pertumbuhan karena aw bahan tidak mendukung

pertumbuhan mikroorganisme.

Tabel 27. Analisa kadar air dan mikrobiologi finish product

Mikrobiologi (koloni/gram) Item Kadar air (%) TPC Koliform Kapang Khamir

Taro X 1.76 2.0 x 101 0 0 0 Taro Y 1.28 2.0 x 101 0 0 0 Taro Z 0.93 1.0 x 101 0 0 0

Berdasarkan Tabel 27, Taro X dan Taro Y memiliki jumlah koloni

2.0 x 101 koloni/gram, sedangkan Taro Z yang memiliki kadar air paling

rendah hanya terdapat 1.0 x 101 koloni/gram. Hasil analisis mikrobiologi

di atas menunjukkan mutu mikrobiologi produk akhir snack Taro net

sangat baik, karena jumlah koloni mikrobiologi relatif rendah.

Page 106: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Menurut SNI 01-2886-2000 tentang makanan ringan ekstrudat,

jumlah angka lempeng total maksimum (TPC) adalah 1.0 x 104

koloni/gram, kapang maksimum 50 dan E. coli negatif. Produk snack Taro

net X, Y, dan Z masing-masing memiliki jumlah angka lempeng total 2.0

x 101, 2.0 x 101 dan 1.0 x 101 koloni/gram yang jauh di bawah persyaratan

SNI. Jumlah kapang dari Taro X, Y dan Z adalah 0 koloni/gram yang juga

memenuhi persyaratan mutu SNI yaitu maksimum 50 koloni/gram. Selain

itu, pada Taro X, Y dan Z tidak ditemukan koliform, sehingga memenuhi

persyaratan SNI bahwa E. coli harus negatif. Hal ini berarti, pabrik tidak

perlu melakukan analisis mikrobiologi produk akhir secara rutin, karena aw

produk yang rendah sudah efektif menghambat pertumbuhan

mikroorganisme.

E. MINIMALISASI WASTE

Semua usaha menghasilkan waste, baik berupa bahan padatan, emisi

udara atau buangan air (Anonim3, 2004). Begitu pula dalam proses produksi

snack Taro net dihasilkan waste.

Waste adalah bahan yang tidak lagi diinginkan dan merupakan sesuatu

yang sudah kehilangan nilainya bagi pemiliknya (Anonim4, 2006). Waste

dalam proses produksi snack Taro net adalah bahan setengah jadi yang tidak

dapat diproses lebih lanjut. Pada produksi snack Taro net, waste paling banyak

ditemukan pada tahap pemotongan, pengeringan pertama dan pengeringan

kedua.

Ada biaya tersembunyi pada produksi waste. Hal ini meliputi biaya dari

hilangnya bahan baku, waktu dan energi yang diinvestasikan pada proses

produksi. Bisnis di Inggris diperkirakan kehilangan sampai 4.5% dari

perputaran tahunan setiap tahun dikarenakan waste yang tidak dapat

dihindarkan (Anonim3, 2004). Menurut Larantukan (2005), waste

mempengaruhi efisiensi proses (rendemen produk) dan mengindikasikan biaya

(cost) yang hilang serta mempengaruhi Harga Pokok Produksi (HPP).

Minimalisasi waste adalah meningkatkan efisiensi. Secara sederhana,

minimalisasi waste berarti mempergunakan bahan baku lebih sedikit dan

mendapatkan produk akhir lebih banyak. Peningkatan efisiensi dapat

Page 107: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

memaksimalkan output dan meningkatkan profit. Selain itu, menyimpan

sumber daya yang bernilai dan menjaga lingkungan (Anonim3, 2004).

1. Perhitungan Waste

Selama rangkaian proses produksi Taro net banyak dihasilkan waste,

yang paling banyak ditemukan pada tahap pemotongan, pengeringan

pertama dan pengeringan kedua.

a. Tahap Pemotongan

Pada tahap pemotongan terdapat tiga macam waste yaitu waste

lembaran adonan bagian pinggir yang tidak terpotong, potongan

substandar dan pelet yang terjatuh selama proses pemotongan. Waste

dikumpulkan setelah satu batch pemotongan selesai dan kemudian

ditimbang. Histogram jumlah waste pada tahap pemotongan dapat

dilihat pada Gambar 24.

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

Jumlah waste (%)

0

2

4

6

8

Freq

uenc

y

Mean = 0.5596Std. Dev. = 0.40836N = 24

Gambar 24. Histogram jumlah waste pada tahap pemotongan

Berdasarkan Gambar 24, jumlah waste rata-rata per batch

pemotongan adalah 0.56% dengan standar error 0.08% (Lampiran

16) dan angka t tabel (df = 23) 2.069, maka diperkirakan jumlah waste

populasi pada tingkat kepercayaan 95% adalah 0.39-0.73%. Nilai

median data adalah 0.44 % yang menunjukkan bahwa 50% sampel

mempunyai jumlah waste 0.44% ke atas dan 50%-nya mempunyai

jumlah waste 0.44% ke bawah.

Page 108: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Standar deviasi data adalah 0.41%, semakin besar standar

deviasi menunjukkan data semakin bervariasi. Rasio skewness waste

pada tahap pemotongan adalah 2.7, karena nilai ini tidak berada pada

kisaran -2 sampai +2, maka dapat disimpulkan bahwa data waste pada

tahap pemotongan tidak berdistribusi normal.

b. Tahap Pengeringan Pertama

Pada tahap pengeringan pertama terdapat dua macam waste,

yaitu potongan halus pelet yang terdapat di bagian bawah mesin

pengering pertama dan pelet yang terjatuh. Potongan halus pelet

disebabkan oleh gesekan yang terjadi antar pelet kering selama proses

pengeringan, sedangkan pelet yang terjatuh disebabkan cara kerja

pekerja yang terburu-buru memasukkan dan menurunkan pelet dari

mesin pengering pertama. Selain itu, ada bagian mesin pengering

pertama yang tidak rapat, sehingga menyebabkan pelet terjatuh ketika

proses pengeringan berlangsung. Jumlah waste pada tahap

pengeringan pertama dapat dilihat pada Gambar 25.

0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60

Jumlah waste (%)

0

1

2

3

4

5

Freq

uenc

y

Mean = 0.345Std. Dev. = 0.12739N = 12

Gambar 25. Histogram jumlah waste pada tahap pengeringan pertama

Berdasarkan Gambar 25, jumlah waste rata-rata per batch

pengeringan pertama adalah 0.35% dengan standar error 0.04%

(Lampiran 17) dan angka t tabel (df = 11) 2.201, maka diperkirakan

jumlah waste populasi tahap pengeringan pertama pada tingkat

kepercayaan 95% adalah 0.26-43%. Nilai median data adalah 0.31%

Page 109: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

yang menunjukkan bahwa 50% sampel mempunyai jumlah waste

0.31% ke atas dan 50%-nya mempunyai jumlah waste 0.31% ke

bawah.

Standar deviasi data adalah 0.13%, semakin besar standar

deviasi menunjukkan data semakin bervariasi. Rasio skewness data

adalah 1.38, yang berada di antara -2 sampai +2, maka dapat

disimpulkan bahwa distribusi data normal.

c. Tahap Pengeringan Kedua

Setelah pengeringan pertama, pelet dikeringkan kembali pada

mesin pengering kedua (second dryer) untuk mendapatkan ekspansi

hasil goreng yang maksimal. Pada tahap pengeringan kedua terdapat

waste pelet yang dikumpulkan dari lantai dan bagian dalam mesin.

Jumlah waste rata-rata per shift dari 5 mesin pengering kedua pada

tahap pengeringan kedua dapat dilihat pada Gambar 26.

1.50 2.00 2.50 3.00 3.50

Persentase waste rata-rata per shift (%)

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

Freq

uenc

y

Mean = 2.4314Std. Dev. = 0.63717N = 7

Gambar 26. Histogram jumlah waste pada tahap pengeringan kedua

Berdasarkan Gambar 26, jumlah waste rata-rata per shift

pengeringan kedua adalah 2.43% dengan standar error 0.24%

(Lampiran 18) dan angka t tabel (df = 6) 2.447, maka rata-rata

jumlah waste populasi tahap pengeringan kedua per shift pada tingkat

kepercayaan 95% adalah 1.89-2.97%. Nilai median data adalah

2.46%, yang menunjukkan bahwa 50% sampel mempunyai jumlah

Page 110: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

waste 2.46% ke atas dan 50%-nya mempunyai jumlah waste 2.46% ke

bawah.

Standar deviasi data adalah 0.64%, semakin besar standar

deviasi menunjukkan data semakin bervariasi. Rasio skewness data

adalah 0.29 yang berada di antara -2 sampai +2, maka dapat

disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.

Kelima sampel tidak mempunyai varians yang sama, maka

dilakukan transformasi data (Lampiran 19). Dari data waste yang

telah ditransformasi, diperoleh nilai signifikansi dari test of

homogeneity of variances yaitu 0.39. Karena nilai probabilitas > 0.05,

maka berarti kelima varians populasi adalah identik. Berdasarkan uji

ANOVA pada Lampiran 20, hasil pengujian menunjukkan bahwa

rata-rata jumlah waste pada kelima mesin pengering kedua tersebut

memang berbeda.

Dengan melihat tanda * pada hasil analisis post hoc dengan test

Bonferroni dan Tukey (Lampiran 21) terlihat bahwa jumlah waste

rata-rata dari mesin 1 berbeda nyata dengan mesin 6 begitu juga

sebaliknya. Pada homogenous subsets (Lampiran 22), mesin 2, 3 dan

5 berada pada subset 1 dan 2, sedangkan mesin 1 pada subset 1 dan

mesin 6 pada subset 2. Hal ini menunjukkan bahwa mesin 1 dan mesin

6 memiliki perbedaan dengan yang lain.

2. Diagram Sebab Akibat

Diagram sebab akibat sering disebut sebagai diagram Ishikawa dan

diagram Tulang Ikan. Diagram sebab akibat berguna untuk mengetahui

faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah

(berpengaruh terhadap hasil). Penyusunannya dilakukan dengan teknik

brainstorming (sumbang saran). Secara umum terdapat 5 faktor yang

berpengaruh yaitu (1) lingkungan, (2) manusia, (3) metode, (4) bahan, dan

(5) mesin peralatan (Muhandri dan Kadarisman, 2005). Upaya

minimalisasi waste yang dilakukan adalah mengatasi penyebab masalah.

Oleh karena itu diperlukan identifikasi penyebab masalah pada tiap

tahapan.

Page 111: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Proses pemotongan berlangsung mulai dari pemotongan bahan,

kemudian ditampung pada ember, dinaikkan ke lori dan didorong menuju

ruang mesin pengering pertama. Pada tahap pemotongan, jumlah waste

yang tinggi disebabkan oleh faktor lingkungan, bahan, manusia, metode

dan mesin. Diagram sebab akibat pada tahap pemotongan dapat dilihat

pada Gambar 27.

Jumlah waste (%) Pemotongan tinggi

BahanAlat / wadah

Manusia Metode

Lingkungan

kelelahanpengalaman

Cara PengangkutanKe Mesin FD

Ruangan panas

Lantai rusak

Kapasitasember

Tapioka taburkurangGulungan

tidak rapih

Gambar 27. Diagram sebab akibat waste pada tahap pemotongan

Berdasarkan Gambar 27, faktor kelelahan dan pengalaman manusia

mempengaruhi jumlah waste. Pengalaman yang kurang dalam

menggunakan mesin pemotong menyebabkan banyaknya hasil potongan

substandar, karena tidak memotong pada posisi yang benar, sedangkan

kelelahan menyebabkan pekerja tidak berkonsentrasi dan terburu-buru

sehingga banyak pelet yang jatuh dan terbuang. Hal ini juga dipengaruhi

oleh kondisi lembaran adonan. Lembaran adonan yang tidak digulung

rapih menyebabkan potongan miring (pelet substandar) dan banyak

menyisakan pinggiran gulungan yang tidak terpotong. Sagu tabur

lembaran adonan yang kurang menyebabkan lembaran lengket dan robek

ketika ditarik untuk dipotong. Pelet substandar, pelet yang terjatuh,

pinggiran gulungan lembaran, lembaran adonan yang robek akan dibuang

dan menjadi waste.

Page 112: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Metode yang digunakan dalam pengangkutan pelet kurang efektif

karena ditampung menggunakan ember. Penampungan ini kurang efektif

karena, kapasitas ember yang kecil menyebabkan seringnya pergantian

pengisian ember. Pergantian ember ini menyebabkan banyak pelet

terjatuh, karena kecepatan pergantian tidak sama dengan kecepatan aliran

pelet yang keluar dari mesin pemotongan. Kemudian pelet dalam ember

diangkut menggunakan lori, sehingga mudah terjatuh apalagi kondisi

lantai banyak yang rusak. Selain itu, ruangan yang panas menyebabkan

pekerja mengangkut pelet dengan cepat sehingga mudah terjatuh karena

tersandung lantai yang rusak.

Tahap pengeringan pertama berlangsung mulai dari pemasukkan

pelet basah (loading), proses pengeringan pada mesin pengering pertama

dan penurunan pelet (unloading). Pada tahap pengeringan pertama, jumlah

waste yang tinggi disebabkan oleh faktor lingkungan, manusia, metode

dan mesin. Diagram sebab akibat pada tahap pemotongan dapat dilihat

pada Gambar 28.

Jumlah waste (%) Pengeringan pert ama

tinggi

Alat / wadah

Manusia Metode

Lingkungan

kelelahanpengalam an

Cara unloading

Ruangan panas kontruksi mesin

Gambar 28. Diagram sebab akibat waste pada tahap pengeringan pertama

Faktor kelelahan dan pengalaman manusia mempengaruhi jumlah

waste. Kelelahan pekerja menyebabkan pemasukkan bahan (loading)

terburu-buru apalagi ruangan panas. Selain itu, pengalaman pekerja

bagaimana cara pemasukkan bahan yang benar ke mesin mempengaruhi

Page 113: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

jumlah waste. Proses loading dilakukan pada konveyor mesin yang

berjalan, sehingga jika kurang pengalaman banyak pelet yang jatuh ketika

loading bahan. Selain itu, metode loading bahan dengan cara mengangkat

ember setinggi hampir 0.75 meter dan menuangkan isinya pada mesin

kurang efektif karena membuat pekerja cepat lelah dan tidak semua bahan

tertuang dengan baik ke dalam mesin.

Hal lain adalah konstruksi mesin, ada beberapa bagian mesin yang

tidak tertutup rapat. Pelet memiliki ukuran yang relatif kecil, sehingga

ketika proses pengeringan berlangsung banyak pelet terjatuh melalui

celah-celah yang terdapat pada mesin.

Tahap pengeringan kedua berlangsung mulai dari pemasukkan pelet

(loading), proses pengeringan pada mesin pengering kedua dan penurunan

pelet (unloading). Pada tahap pengeringan kedua, jumlah waste yang

tinggi disebabkan oleh faktor lingkungan, manusia, metode dan mesin.

Diagram sebab akibat pada tahap pemotongan dapat dilihat pada Gambar

29.

Jumlah waste (%) Pengeringan kedua

tinggi

Alat / wadah

Manusia Metode

Lingkungan

kelelahanpengalaman

Cara loading danunloading bahan

Ruangan panaskontruksi mesin

Gambar 29. Diagram sebab akibat waste pada tahap pengeringan kedua

Seperti tahap yang lain, faktor kelelahan dan pengalaman manusia

berperan dalam tingginya jumlah waste. Pengalaman menentukan

keterampilan dalam loading dan unloading bahan secara cepat, jika

pengalaman kurang proses loading dan unloading menjadi berantakan dan

Page 114: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

banyak pelet yang terjatuh. Selain itu, faktor kelelahan pekerja juga

berpengaruh, jika dikalkulasikan setiap pekerja pada tahap pengeringan

kedua harus mengangkut 371 kg pelet/jam (loading dan unloading).

Kelelahan ini akan menyebabkan kecerobohan yang berakibat banyak

pelet yang jatuh ketika pengangkutan. Selain itu, ruangan yang panas

mempercepat kelelahan pekerja.

Metode loading dan unloading pelet pada mesin pengering kedua

juga kurang efektif. Pekerja harus mengangkat kontainer pelet setinggi

hampir 1.5 meter untuk memasukkannya ke dalam mesin, satu kontainer

pelet untuk dua lubang mesin pengering kedua. Sehingga ketika pelet

dimasukkan banyak yang terjatuh. Begitu pula, pada saat unloading, pelet

diturunkan pada tempat penampungan pelet. Kemudian pelet diserok dan

dimasukkan dalam kontainer pelet. Pelet yang terjatuh tidak dipergunakan

kembali tetapi dibuang menjadi waste. Konstruksi mesin yang

mempengaruhi jumlah waste adalah engsel pintu mesin yang longgar,

sehingga ketika pengeringan berlangsung dengan cara berputar, pintu

mesin menjadi longgar (ada celah) dan banyak pelet terjatuh.

3. Upaya Minimalisasi Waste

Waste mengindikasikan adanya biaya (cost) yang hilang. Tingginya

jumlah waste menunjukkan proses yang tidak efisien dan menimbulkan

masalah perekonomian perusahaan. Menurut Anonim1 (2004), pada

manajemen waste, minimalisasi adalah upaya yang paling banyak dipilih

untuk mereduksi jumlah waste. Beberapa hal yang harus dilakukan

sebelum melakukan minimalisasi waste adalah mengidentifikasi penyebab

timbulnya waste, memonitor jumlah waste dan menghitung biaya (cost)

yang hilang dari waste.

Identifikasi penyebab waste dan perhitungan jumlah waste sudah

dilakukan menggunakan diagram sebab akibat dan perhitungan statistik.

Upaya minimalisasi yang dilakukan adalah mengatasi penyebab masalah.

Pada tahap pemotongan, masalah yang dihadapi adalah kelelahan

dan pengalaman pekerja yang kurang; metode pengangkutan pelet ke

mesin pengering pertama; gulungan rol lembaran yang tidak rapih dan

Page 115: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

kurang sagu; kapasitas ember kecil; lantai rusak dan ruangan panas. Untuk

mengatasi kelelahan pekerja dapat dilakukan dengan menambah waktu

istirahat secara bergiliran. Selain itu, modifikasi alat dan penambahan

ventilasi akan membantu mengurangi kelelahan pekerja. Pengalaman kerja

yang kurang diatasi dengan mengadakan training yang terprogram dan

berkesinambungan.

Metode pengangkutan pelet ke mesin pengering pertama yang

dilakukan dengan lori dapat dimodifikasi dengan pemasangan konveyor

dari mesin pemotong ke mesin pengering pertama sehingga proses

pengangkutan dilakukan dengan sistem kontinyu. Hal ini juga dapat

mengatasi kapasitas ember yang kecil yang biasa digunakan sebagai

wadah untuk mengangkut pelet ke mesin pengering pertama.

Gulungan rol lembaran yang tidak rapih dapat diatasi dengan

memberikan pengarahan kepada pekerja oleh supervisor serta program

monitoring kondisi sikat pada mesin cooker untuk memastikan tapioka

tabur merata. Selain itu, diperlukan perbaikan lantai, penambahan ventilasi

untuk mengatasi kondisi lantai yang rusak serta ruangan yang panas.

Upaya minimalisasi yang dapat dilakukan pada tahap pemotongan dapat

dilihat pada Tabel 28.

Pada tahap pengeringan pertama, penyebab jumlah waste bersumber

dari kelelahan dan pengalaman pekerja yang kurang; metode loading pelet;

konstruksi mesin; lantai rusak dan ruangan panas. Kelelahan dan

pengalaman pekerja yang kurang diatasi dengan menambah waktu istirahat

secara bergiliran serta training karyawan seperti pada tahap pemotongan.

Metode loading pelet yang merupakan proses lanjutan dari tahap

pemotongan dapat diatasi dengan pemasangan konveyor dari mesin

pemotongan ke mesin pengeringan pertama. Selain itu, dapat dilakukan

modifikasi mesin untuk mengatasi kontruksi mesin pengeringan pertama

yang memiliki celah-celah yang dapat melewatkan pelet ke lantai. Selain

itu, perbaikan lantai, penambahan ventilasi dan kipas angin untuk

mengatasi masalah lingkungan. Upaya minimalisasi waste pada tahap

pengeringan pertama dapat dilihat pada Tabel 29.

Page 116: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Tabel 28. Upaya minimalisasi waste pada tahap pemotongan

No Penyebab Masalah Upaya minimalisasi 1 Pekerja

• Kelelahan

• pengalaman

• Menambah waktu istirahat secara

bergiliran • Penggunaan alat bantu • Training karyawan baru

2 Metode Cara pengangkutan ke mesin pengeringan pertama

Pemasangan konveyor, dari mesin pemotongan ke mesin pengeringan pertama (sistem kontinyu)

3 Bahan • Gulungan tidak rapih • Tapioka tabur kurang

• Training karyawan • Monitor sikat pada mesin cooker,

jika rusak bisa diganti yang baru 4 Alat/wadah

Kapasitas ember Pemasangan konveyor, dari mesin pemotongan ke mesin pengeringan pertama (sistem kontinyu)

5 Lingkungan • Lantai rusak • Ruangan panas

• Perbaikan lantai • Penambahan ventilasi dan kipas

angin

Tabel 29. Upaya minimalisasi waste pada tahap pengeringan kedua

No Penyebab Masalah Upaya minimalisasi 1 Pekerja

• kelelahan • pengalaman

• Menambah waktu istirahat secara

bergiliran. • Training karyawan baru

2 Metode Cara loading pelet

Pemasangan konveyor, dari mesin pemotongan ke mesin pengeringan pertama (sistem kontinyu).

4 Alat/wadah Konstruksi mesin

Modifikasi mesin, menutup celah-celah yang ada.

5 Lingkungan • Lantai rusak • Ruangan panas

• Perbaikan lantai • Penambahan ventilasi, kipas angin

Pada tahap pengeringan kedua, penyebab jumlah waste bersumber

dari kelelahan dan pengalaman pekerja yang kurang; metode loading dan

Page 117: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

unloading pelet; kontruksi mesin dan lingkungan. Masalah pekerja diatasi

dengan istirahat secara bergiliran dan training seperti pada tahap

sebelumnya. Untuk mengatasi metode loading dan unloading yang

menyebabkan pelet terjatuh, dapat dilakukan modifikasi tempat

penampungan pelet. Modifikasi dilakukan agar pemindahan pelet dari

tempat penampungan pelet ke kontainer tidak menggunakan serokan

melainkan secara kontinyu. Misalnya desain penampungan pelet dibuat

miring dan diberi katup yang dapat dibuka dan ditutup pada bagian bawah,

sehingga pelet dapat diturunkan secara langsung.

Hal lainnya yang dapat dilakukan adalah perawatan pintu mesin

untuk mengatasi engsel pintu yang tidak kuat atau longgar. Pada ruangan

pengeringan kedua juga perlu ditambahkan ventilasi dan kipas angin untuk

mengatasi ruangan yang panas. Upaya minimalisasi waste pada tahap

pengeringan kedua dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30. Upaya minimalisasi waste pada tahap pengeringan kedua

No Penyebab Masalah Upaya minimalisasi 1 Pekerja

• kelelahan • pengalaman

• Menambah waktu istirahat secara

bergiliran. • Training karyawan baru

2 Metode Cara loading dan unloading

Modifikasi tempat penampungan pelet

4 Alat/wadah Konstruksi mesin

Perawatan pintu mesin

5 Lingkungan Ruangan panas

Penambahan ventilasi dan kipas angin

Page 118: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Proses produksi snack Taro net terbagi menjadi dua bagian yaitu

produksi pelet dan snack Taro net. Proses pembuatan pelet meliputi tahap

pemasakan pada mesin steam cooker, sheeting, pendinginan dengan cooling

conveyor, rolling, aging, pemotongan dan pengeringan pertama (first dryer).

Proses pembuatan snack dimulai dari pelet yang mengalami tahapan

pengeringan kedua (second dryer), penggorengan, flavouring dan

pengemasan.

Kadar air bahan baku snack Taro net mempengaruhi mutu biologis,

fisiko-kimia dan organoleptik. Persentase air yang ditambahkan pada

pemasakan adonan berpengaruh nyata terhadap kadar air adonan, ketebalan

dan elastisitas lembaran adonan pada tingkat signifikansi 5%. Persentase air

34% memberikan karakteristik organoleptik paling baik, sedangkan adonan

dengan air 40% memberikan ketebalan dan elastisitas lembaran adonan yang

memenuhi standar. Kadar air lembaran adonan (sheet) yang tinggi sekitar 33%

berpotensi mendukung pertumbuhan mikroorganisme, yang berasal dari

kontaminasi udara, pekerja, permukaan yang kontak dengan bahan dan tapioka

tabur selama proses pendinginan pada cooling conveyor. Selain itu, kadar air

lembaran adonan juga mempengaruhi mutu mikrobiologisnya selama proses

aging. Pada tahapan ini dapat terbentuk mikotoksin dan endospora bakteri

sehingga sebaiknya waktu aging dibatasi maksimal 12 jam sebelum jumlah

TPC mencapai 106 koloni/gram. Perbedaan kelembaban udara rak aging tidak

berpengaruh nyata terhadap kadar air lembaran adonan pada tingkat

signifikansi 5%. Semakin cepat laju penurunan kadar air selama aging, maka

tekstur lembaran adonan akan semakin mengeras.

Kadar air juga berpengaruh terhadap tekstur pelet selama proses

pengeringan. Kadar air pelet yang terlalu rendah menyebabkan tekstur pelet

rapuh. Kadar air pelet yang semakin tinggi menyebabkan pertumbuhan

mikroorganisme. Berdasarkan kurva sorpsi isoterm, pelet first dryer aman

disimpan pada tingkat kadar air 11.38% yang setara dengan aw minimum

pertumbuhan kapang yaitu 0.62. Kadar air pelet second dryer berpengaruh

Page 119: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

nyata terhadap densitas kamba hasil goreng pada tingkat signifikansi 5% dan

kadar air pelet standar adalah 11.81-12.36%. Semakin tinggi aw produk maka

tingkat kerenyahan produk semakin rendah. Produk snack dengan aw 0.27-

0.33, aman dari cemaran mikrobiologis asalkan produk bisa dijaga dari

kelembaban yang memungkinkan kenaikan kadar air. Mutu mikrobiologis

snack Taro net memenuhi semua persyaratan mikrobiologi SNI makanan

ringan ekstrudat.

Jumlah waste pada tahap pemotongan diperkirakan antara 0.39–0.73%,

sedangkan jumlah waste pada tahap pengeringan pertama diperkirakan antara

0.26-0.43%. Jumlah waste pada tahap pengeringan kedua diperkirakan 1.89–

2.97% per shift, yang diperoleh dari 5 mesin pengering kedua yang berbeda.

Berdasarkan uji Post Hoc ANOVA pada mesin pengering kedua dapat

disimpulkan bahwa mesin 1 dan mesin 6 memiliki perbedaan jumlah waste

yang signifikan dibandingkan mesin yang lain. Identifikasi penyebab

tingginya jumlah waste disebabkan oleh 5 faktor yaitu manusia, metode,

bahan, alat/wadah dan lingkungan. Upaya minimalisasi yang dilakukan adalah

mengatasi penyebab masalah yang meliputi training karyawan, modifikasi

metode dan mesin, perbaikan lingkungan dan kontrol proses.

B. SARAN

Melihat potensi pasar snack yang semakin meningkat, persaingan di

bisnis snack akan semakin ketat pada tahun-tahun ke depan. Oleh karena itu,

untuk memenangkan persaingan pasar, mutu snack harus terus ditingkatkan.

Ada beberapa hal yang dirasakan perlu dilakukan untuk meningkatkan mutu

produk selama proses produksi snack Taro net, yaitu :

1. Standardisasi proses, sehingga keseragaman mutu dapat dipertahankan,

2. Peningkatan implementasi SSOP, GMP dan HACCP, sehingga keamanan

produk dapat dipastikan mulai dari bahan baku sampai produk akhir,

3. Pelatihan sanitasi dan higiene karyawan, sehingga karyawan mengerti

bagaimana cara produksi pangan yang baik,

4. Minimalisasi waste, sehingga biaya (cost) produksi dapat ditekan.

Page 120: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Selain itu, perlu dilakukan studi lanjutan untuk meningkatkan mutu

produk baik mutu fisiko-kimia, mikrobiologi dan organoleptik. Beberapa hal

yang perlu dilakukan studi lanjut adalah :

1. Profil pertumbuhan mikrobiologi selama tahapan aging,

2. Profil pertumbuhan mikrobiologi selama penyimpanan pelet di

gudang,

3. Profil perubahan mutu selama umur simpan produk

Demikian saran-saran yang dapat diberikan oleh Penulis. Skripsi ini

masih jauh dari sempurna, tetapi semoga studi yang dilakukan dapat

bermanfaat untuk pengembangan produk snack di masa mendatang.

Page 121: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

DAFTAR PUSTAKA Abedon, S. T. Microbial growth. www.mansfield.ohio-state.edu Anonim1. 2004. Waste at work information sheet. www.wasteonline.org Anonim2. 2006. Measuring moisture contents in the snack food and baking

industries. www.cscscientific.com Anonim3. 2004. Waste in the workplace. www.wasteonline.org.uk Anonim4. 2006. Waste. www.wikipedia.org Anonim5. 2006. Food Storage FAQ. www.survival-center.com Anonim6. 2005. N.P Company, Inc. www.nposk.com Banks, D. E. dan E. W. Lusas. 2002. Oils and Industrial frying. Di dalam Snack

Food Processing. Lusas, E. W. Dan Rooney, L. W. (Eds.). CRC Press. Boca Raton. London. New York. Washington, D. C.

Barbosa-Canovas, G.V. dan H. Yan. 2003. Powder characteristics of

preprocessed flours. Di dalam Characterization of Cereals and Flours. Kaletunc, G. Dan Breslauer (Eds.). Marcel Dekker, Inc. New York. Basel.

Belitz, D. dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer. Jerman BeMiller, J. N. dan R. L. Whistler. 1996. Carbohydrates. Di dalam Food

Chemistry. Fennema, O. R. (Ed.). Marcel Dekker, Inc. New York. Basel Butt, M. S., M. Nasir, S. Akhtar dan K. Sharif. 2003. Effect of moisture and

packaging on the shelf life of wheat flour. Internet Journal of Food Safety. V 4 : 1-6.

Djatmiko, B. dan A. B. Enie. 1985. Proses Penggorengan dan Pengaruhnya

Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Minyak dan Lemak. Agro Industri Press. Bogor.

Doyle, M. E. 2001. Bacillus cereus fact sheet. www.foodprotect.org Eborn, D. 2005. Rumford Baking Powder. www.waltonfeed.com Eliasson, A. dan M. Gudmundsson. 1996. Starch : physicochemical and

functional aspects. Di dalam Carbohydrates in Food. Eliasson, A. (Ed.). Marcel Dekker, Inc. New York. Basel. Hongkong.

Page 122: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Fardiaz, S. 1989. Analisis Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas IPB. Bogor.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Farrel, K. T. 1985. Spices,Condiments, and Seasonings. The AVI Publishing

Company, Inc. Westport. Connecticut. Fellows, P.J. 2000. Food Processing Technology. Second edition. CRC Press.

Boca Raton. Boston New York. Washington, DC. Fennema, O. R. 1996. Water and ice. Di dalam Food Chemistry. Fennema, O. R.

(Ed.). Marcel Dekker, Inc. New York. Basel. Frank, P. 2000. Snack Mixes. www.foodproductdesign.com Gale, T. 2006. Baking powder. www.madehow.com Harper, J. M. 1981. Extrusion of Food. Vol I. CRC Press, Inc. Florida Hidayat, T. 2006. Garudafood perkuat posisi di bisnis snack. www.swa.co.id. Huang, D. P. dan L. W. Rooney. 2002. Starches for snack foods. Di dalam Snack

Food Processing. Lusas, E. W. Dan Rooney, L. W. (Eds.). CRC Press. Boca Raton. London. New York. Washington, D. C.

Jamilah. 2002. Proses produksi dan pengendalian mutu mie instan di PT Sentra

Food Indonusa, Karawang. Laporan Magang. SJMP Fateta IPB. Bogor Jay, J. M. 2000. Modern Food Microbiology. Aspen Publishers, Inc. Maryland. Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press. Jakarta. Knight, J. W. 1989. The Starch Industry. Pergamon Press. Oxford. Larantukan, T.L. 2005. Minimalisasi waste pada proses produksi dry mix product

di PT. Nutrifood Indonesia-SBU Tropicana Slim Ciawi, Bogor-Jawa Barat. Laporan Magang. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. FATETA-IPB. Bogor.

Lundqvist, H. 2001. Amylopectin-interactions with lipid and protein.

www.lub.lu.se Lusas, E. W. 2002. Overview. Di dalam Snack Food Processing. Lusas, E. W.

Dan Rooney, L. W. (Eds.). CRC Press. Boca Raton. London. New York. Washington, D. C.

Page 123: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Matjik, A. A. dan I. A. Sumertajaya. 2002. Perancangan dan Percobaan. IPB Press. Bogor.

McCarthy, J. A. 2002. The snack industry : history, domestic, and global status.

Di dalam Snack Food Processing. Lusas, E. W. Dan Rooney, L. W. (Eds.). CRC Press. Boca Raton. London. New York. Washington, D. C.

Miles, W. J. 1960. Method for preparing sheeted fried snack products.

www.freepatentsonline.com Moss, M. O. 2000. Toxigenic fungi and mycotoxin. Di dalam The Microbiological

Safety and Quality of Food. Lund, B. M., Baird-Parker, T. C., Gould, G. W. (Eds.). Aspen Publishers, Inc. Maryland.

Muchtadi, T.R., Purwiyatno, dan A.B. Ahza. 1988. Teknologi Pemasakan

Ekstrusi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Muhandri, T. dan D. Kadarisman. 2005. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan.

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA IPB. Bogor Muliawan, D. 1991. Pengaruh berbagai tingkat kadar air terhadap pengembangan

kerupuk sagu goreng. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Mulyandari, S. H. 1992. Kajian perbandingan sifat-sifat pati umbi-umbian dan

pati biji-bijian. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Mulyani, S. 2000. Pengawasan mutu terigu simpan dan pengaruhnya terhadap

tekstur mie instan di PT Indofood Sukses Makmur, Jakarta. Laporan Magang. SJMP Fatete IPB. Bogor

Nagao, S. 2002. Japanese snack foods. Di dalam Snack Food Processing. Lusas,

E. W. Dan Rooney, L. W. (Eds.). CRC Press. Boca Raton. London. New York. Washington, D. C.

Pomeranz, Y. dan J. A. Shellenberger. 1971. Bread Science and Technology. The

AVI Publishing Co. Inc. Westport, Connecticut. Pongsawatmanit, R., P. Thanasukarn dan S. Ikeda. 2002. Effect of sucrose on RVA

viscosity parameters, water activity and freezable water fraction of cassave starch suspensions. Science Asia 28 : 129-134

Prastyanty, R. 1998. isotermi sorpsi air dan kerenyahan kerupuk goreng dengan

“penggorengan” oven gelombang mikro. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Ranhotra, G.S., dan J. L. Vetter. 1991. Foods considered for nutrient addition :

snacks and confectioneries. Di dalam Nutrient Additions to Food.

Page 124: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Bauernfeind, J. C. dan Lachance, P. A. (Eds.). Food & Nutrition Press, Inc. Connecticut, USA.

Santoso, S. 2006. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 14. PT Elex

Media Komputindo. Jakarta Serena. 1996. Aspek teknologi pangan dalam produksi makanan ringan, di PT.

Radiance Food Industry Division. Laporan Praktek Lapang. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. FATETA-IPB. Bogor.

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik. Bhratara Karya Aksara. Jakarta Suratno, Y. D. 1995. Mempelajari aspek teknologi pangan di perusahaan makanan

ringan PT. Intranesia Bina Citra, Tanggerang. Laporan Praktek Lapang. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. FATETA-IPB. Bogor.

Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan. Jakarta. Syarief, R., L. Ega, dan C.C. Nurwitri. 2003. Mikotoksin Bahan Pangan. IPB

Press. Bogor Todar, K. 2002. Growth of bacterial population. www.textbookofbacterilogy.net Vodovotz, Y., M. Baik, E. Vittadini, dan P. Chinachoti. 2001. Instrumental

techniques used in bread staling analysis. Di dalam Bread Staling. Chinachoti, P. dan Y. Vodovotz (Eds.). CRC Press. Boca Rato. London, New York. Washington, D.C.

Winarno, F. G. 2004. Keamanan Pangan. Mbrio Press. Bogor. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta. Xiong, L. 2002. Determination and prediction of shelf life of moisture-sensitive

shredded wheat cereals. www.msu.edu Zulviani, R. 1992. Pengaruh berbagai tingkat suhu penggorengan terhadap pola

pengembangan kerupuk sagu goreng. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Page 125: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Lampiran 1. Struktur organisasi PT. Unilever Indonesia SCC&C Cikarang

Supply Chain Director Foods

Quality Manager

Technical Manager

Quality Assistant Manager

Production Assistant Manager

Production Manager

Plant Engineer

Assistant Plant Engineer

Page 126: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Lampiran 2. Beberapa mikotoksin utama dalam penyimpanan bahan pangan Mikotoksin Kapang

utama Substrat Kondisi Produksi

Toksin Karakteristik toksin

Alfatoksin Aspergillus flavus A. parasiticus

Serealia, kacang tanah (komoditi pangan tropik dan subtropik)

aw minimum 0.80, Suhu optimum : 25oC-35oC, kondisi suhu yang berfluktuasi lebih merangsang aktivitas metabolisme sekunder mikotoksin, diproduksi lebih aktif pada bahan yang mengandung karbohidrat tinggi, kaya lipida dan protein.

Termostabil, termotolerans sampai suhu 250oC, peka terhadap basa (NaOH, NH3)

Okhratoksin A. ochraceus A. viridicatum P. verrucosum

Jewawut, gabah, jagung, gandum, lada hitam, biji kopi

aw minimum 0.85 (A. ochraceus ), suhu 24-31oC (optimum 24oC) untuk P. verrucosum, sedangkan A. ochraceus pada suhu 12-37oC (optimum 25oC), produksi toksin maksimal pada aw 0.95 dan suhu 30oC, produksi toksin meningkat dengan meningkatnya kandungan protein.

Berupa kristal, tidak berwarna, larut pada solven organik yang polar dan lautan encer, tidak dapat didekstruksi sempurna pada suhu 250oC,

Patulin

A. clavatus P. expansum P. patulum P. urticae P. cyclopium

Bebijian, buah-buahan (apel), jus buah, silase

pH 3.2 -3.8, produksi maksimum pada suhu 30-37oC,

Merupakan lakton tidak jenuh C7H6O4, peka terhadap SO2, stabil dalam suasana asam, tidak stabil dalam suasana basa, dapat diproduksi pada suhu rendah. titik lebur 110.5oC, larut dalam eter, kloroform, etil asetat dan etanol; dapat direduksi dengan asam askorbat, direduksi selama pasteurisasi

Islanditoksin, luteoskirin, rugulosin

P. islandicum P. rugulosum

Beras, sorgum, jewawut

- Luteoskirin berwarna kuning dan lipofilik, islanditoksin bersifat hidrofilik dan berwarna kuning.

Zearalenon F. graminearum F. tricineatum

Jagung, gandum

aw di atas 0.95, suhu optimum 27oC, lebih aktif pada kondisi penyimpanan yang suhunya berubah drastis

Kristal putih, titik ;ebur 165oC, tidak larut dalam air, CS2 dan CCl, larut dalam benzen, CH2Cl2, etil asetat, air pada pH 12, etanol, metanol, aseton dan butanol, mempunyai efek anabolik

Trikhotesen Fusarium sp. Serealia Pertumbuhan Mudah larut air, butanol,

Page 127: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

maksimum pada suhu 25oC

toluen, piridin, tidak mudah larut dalam etil eter, aseton dan kloroform.

Sterigmato-sistin

A. versicolor Gandum, oat

Pertumbuhan maksimum pada suhu 27-29oC

Dapat dikonversi menjadi aflatoksin B1 oleh Aspergillus parasiticus, larut dalam alkohol, asetonitril, etilasetat dan tidak larut dalam petrol eter, tidak stabil dalam lingkungan basa.

Asam penisilat

P. cyclopium A. ochraceus P. viridicatum

Serealia, tembakau

aw minimum 0.81 (A. ochraceus )

Stabil pada suihu 100oC dengan berbagai nilai pH, titik lebur 84-87oC, tidak larut dalam air dingin, petrol eter dan heksen, larut dalam air panas, etanol, kloroform, etil asetat dan benzen eter.

Sitrinin P. citrinum A. clavatus

Beras kuning, roti berkapang, gandum, rye, oat

Suhu 20-30oC Peka terhadap panas, pada suhu 60-70oC toksin tidak akan rusak, stabil pada kondisi asam, tidak stabil dalam kondisi basa, rusak selama penyimpanan pada aktivitas air yang tinggi, dapat dihambat oleh kafein

Sumber : Syarief dan Halid (1993), Syarief, et al. (2003), Jay (2000) dan Moss (2000)

Page 128: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Lampiran 3. Persyaratan mutu tepung terigu (SNI 01-3751-1995)

Persyaratan No Kriteria Uji Satuan Jenis A Jenis B Jenis C

1 1.1 1.2 1.3 1.4

Keadaan Bentuk Bau Rasa Warna

- - - -

Serbuk halus

Normal Normal Normal

Serbuk halus

Normal Normal Normal

Serbuk halus

Normal Normal Normal

2 Benda Asing - Tidak boleh ada

Tidak boleh ada

Tidak boleh ada

3 Serangga (dalam semua stadia dan potongan-potongannya)

- Tidak boleh ada

Tidak boleh ada

Tidak boleh ada

4 Jenis pati lain - Tidak boleh ada

Tidak boleh ada

Tidak boleh ada

5 Kehalusan (lolos ayakan 145 μ (100 mesh)

%b/b

Min. 95 Min. 95 Min. 95

6 Air %b/b Maks. 14 Maks. 14 Maks. 14 7 Abu %b/b Maks. 0.6 Maks. 0.6 Maks. 0.6 8 Protein (N x 0.57) %b/b Maks. 12 Maks. 10-11 Maks. 8-9 9 Serat kasar %b/b Maks. 0.4 Maks. 0.4 Maks. 0.4 10 Keasaman (dihitung

sebagai asam laktat) %b/b Maks. 0.4 Maks. 0.4 Maks. 0.4

11 Bahan tambahan makanan (bahan pemutih)

Sesuai SNI 01-0222-1995

12 12.1 12.2 12.3 12.4

Cemaran Logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maks. 1.0 Maks. 10 Maks. 40

Maks. 0.05

Maks. 1.0 Maks. 10 Maks. 40

Maks. 0.05

Maks. 1.0 Maks. 10 Maks. 40

Maks. 0.05

13 Cemaran arsen mg/kg Maks. 0.5 Maks. 0.5 Maks. 0.5 14 14.1 14.2 14.3

Cemaran Mikroba Angka lempeng total E. coli Kapang

Koloni/gAPM/g

Koloni/g

106

10 104

106

10 104

106

10 104

Page 129: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Lampiran 4. Persyaratan mutu tapioka (SNI 01-3451-1994)

Persyaratan No Jenis uji Satuan Mutu I Mutu II Mutu III

1 Kadar air (b/b) % Maks. 15 Maks. 15 Maks. 15 2 Kadar abu (b/b) % Maks. 0.60 Maks. 0.60 Maks. 0.60 3 Serat dan benda

asing (b/b) % Maks. 0.60 Maks. 0.60 Maks. 0.60

4 Derajat putih (BaSO4= 100%)

% Min. 94.5 Min. 92 <92

5 Kekentalan oEngler 3 – 4 2.5 - 3 < 2.5 6 Derajat asam ml IN

NaOH/100 g Maks. 3 Maks. 3 Maks. 3

7 Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maks. 1.0 Maks. 10 Maks. 40 Maks. 0.05

Maks. 1.0 Maks. 10 Maks. 40 Maks. 0.05

Maks. 1.0 Maks. 10 Maks. 40 Maks. 0.05

8 Arsen (As) mg/kg Maks. 0.5 Maks. 0.5 Maks. 0.5 9 Cemaran

mikroba Angka lempeng total E. coli Kapang

koloni/g

koloni/g koloni/g

Maks. 1.0x106 Maks. 10 Maks. 1.0x104

Maks. 1.0x106 Maks. 10 Maks. 1.0x104

Maks. 1.0x106 Maks. 10 Maks. 1.0x104

Page 130: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Lampiran 5. Persyaratan mutu gula kristal putih (SNI 01-3140-2000)

Persyaratan No Kriteria uji SatuanGKP I GKP II GKP III

% Min. 90 Min. 65 Min. 60

1 1.1 1.2

Warna Warna kristal Warna larutan (ICUMSA)

Lu Maks. 250 Maks. 350 Maks. 450

2 Besar jenis butir Mm 0.8 -1.2 0.8 -1.2 0.8 -1.2 3 Susut pengeringan % b/b Maks. 0.1 Maks. 0.15 Maks. 0.2 4 Polarisasi (oZ, 20oC) “Z” Min. 99.6 Min. 99.5 Min. 99.4 5 Gula pereduksi % b/b Maks. 0.10 Maks. 0.15 Maks. 0.20 6 Abu % b/b Maks. 0.10 Maks. 0.15 Maks. 0.20 7 Bahan asing tidak larut Derajat Maks. 5 Maks. 5 Maks. 5 8 Bahan tambahan

makanan : Belerang dioksida (SO2)

Mg/kg

Maks. 30

Maks. 30

Maks. 30

9 9.1 9.2

Cemaran logam : Timbal (Pb) Tembaga (Cu)

Mg/kg Mg/kg

Maks. 2 Maks. 2

Maks. 2 Maks. 2

Maks. 2 Maks. 2

10 Arsen (As) Mg/kg Maks. 1 Maks. 1 Maks. 1 Lampiran 6. Persyaratan mutu minyak goreng (SNI 01-3741-1995)

No Kriteria uji Satuan Persyaratan 1 1.1 1.2

Keadaan Bau Rasa

- -

Normal Normal

2 Air % b/b Maksimum 0.30 3 Asam lemak bebas (dihitung

berdasakan asam laurat) % b/b

Maksimum 0.30 4 Minyak pelican - Tidak ternyata 5 Bahan tambahan makanan Sesuai SNI 01-0222-1995

dan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88

6 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5 6.6

Cemaran logam Besi (Fe) Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg) Timah (Sn)

Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg

Maksimum 1.5 Maksimum 0.1 Maksimum 0.1 Maksimum 40.0 Maksimum 0.05 Maksimum 40.0 / 250.0 *

7 Arsen (As) Mg/kg Maksimum 0.1 * dalam kemasan kaleng

Page 131: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Lampiran 7. Hasil analisis sidik ragam Rancangan Acak Lengkap pengaruh jumlah air pemasakan terhadap kadar air adonan (%)

Tabel 31. Kadar air lembaran adonan (%)

Persentase air pemasakan (%) Ulangan

1 2 3

Rata-rata

34 35.88 34.30 34.35 34.84 37 35.73 36.65 36.06 36.15 40 39.71 39.18 39.19 39.36

Rataan Umum 36.78

Hasil analisis sidik ragam

Sumber keragaman Db

Jumlah kuadrat

Kuadrat tengah

F hitung

Perlakuan 2 32.42 16.21 43.59 Galat 6 2.23 0.37 Total 8 34.66 Koefisien keragaman (%) 1.66

Pengujian hipotesis :

Nilai F hitung = 43.59 dan F tabel (2,6), = 5.143 pada taraf nyata 0.05. Oleh

karena F hitung > F tabel, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah air

pemasakan berpengaruh nyata terhadap kadar air lembaran adonan pada

tingkat signifikansi 5%.

Page 132: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Lampiran 8. Hasil analisis sidik ragam Rancangan Acak Lengkap pengaruh jumlah air pemasakan terhadap ketebalan lembaran adonan (mm)

Tabel 32. Ketebalan lembaran adonan (mm)

Ulangan Persentase air pemasakan (%) 1 2 3 4 5

Rata-rata

34 1.94 1.90 1.84 1.88 1.94 1.90 37 1.90 1.76 1.70 1.71 1.92 1.80 40 1.78 1.72 1.50 1.54 1.62 1.63

Hasil analisis sidik ragam

Sumber keragaman

Db

Jumlah

kuadrat

Kuadrat

tengah

F hitung

Perlakuan 2 0.18 0.0915 10.2640 Galat 12 0.11 0.0089 Total 14 0.29 Koefisien keragaman (%) 5.31

Pengujian hipotesis:

Nilai F hitung = 10.2640 dan F tabel (2,12) = 3.885 pada taraf nyata 0.05.

Oleh karena F hitung > F tabel, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah air

pemasakan berpengaruh nyata terhadap ketebalan adonan pada tingkat

signifikansi 5%.

Page 133: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Lampiran 9. Hasil analisis sidik ragam Rancangan Acak Lengkap pengaruh jumlah air pemasakan terhadap elastisitas lembaran adonan

Tabel 33. Elastisitas lembaran adonan

Ulangan 1 2

Persentase air pemasakan

(%)

Panjang (cm)

Elastisitas Panjang (cm)

Elastisitas

Elastisitas rata-rata

10 16.50 2.0625 16.50 2.0625 2.0625 11 17.50 2.1875 17.00 2.1250 2.1563 12 18.50 2.3125 19.00 2.3750 2.3438

Hasil analisis sidik ragam

Sumber keragaman Db

Jumlah kuadrat

Kuadrattengah

F hitung

Perlakuan 2 0.08 0.04 31.50 Galat 3 0.00 0.00 Total 5 0.09 Koefisien keragaman (%) 1.65

Pengujian hipotesis :

Nilai F hitung = 31.50 dan F tabel (2,3), = 9.552 pada taraf nyata 0.05. Oleh

karena F hitung > F tabel, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah air

pemasakkan berpengaruh nyata terhadap elastisitas lembaran adonan pada

tingkat signifikansi 5%.

Page 134: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Lampiran 10. Hasil analisa korelasi bivariate Pearson kelembaban udara (%) dengan kadar air (%)

Correlations

Kelembaban udara (RH)

Kadar air sheet (%)

Pearson Correlation 1 -.320 Sig. (2-tailed) . .680

Kelembaban udara (RH)

N 4 4 Pearson Correlation -.320 1 Sig. (2-tailed) .680 .

Kadar air sheet (%)

N 4 4 Pengujian hipotesis :

Tingkat signifikansi yang diperoleh adalah 0.680. Tingkat signifikansi

(probabilitas) 0.680 > 0.05, dengan demikian Ho diterima. Hasil pengujian

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kelembaban udara

(RH) ruang aging dengan kadar air lembaran. Hal ini berarti perbedaan kondisi

ruang aging tidak berpengaruh nyata terhadap proses retrogradasi pati selama

proses aging pada tingkat signifikansi 5%.

Page 135: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Lampiran 11. Kemiringan kurva regresi linear antara kadar air sheet (%) dengan waktu aging (jam)

Kadar air sheet (%) Ulangan Waktu aging (jam)

A B C 1 32.46 33.61 33.07 2 30.10 33.41 31.87 3 27.86 32.62 32.52 5 23.87 33.82 32.17

1

Kemiringan kurva regresi linear

-2.14 0.04 -0.14

6 21.97 33.47 32.86 7 17.79 32.29 31.79 8 16.09 32.74 32.35 9 16.51 33.34 32.93

2

Kemiringan kurva regresi linear

-1.81 0.01 0.08

7 23.54 32.53 31.81 8 21.26 31.70 32.10 9 19.37 32.42 32.07 11 17.75 31.88 31.17

3

Kemiringan kurva regresi linear

-1.41 -0.10 -0.18

Keterangan : A = posisi sheet paling luar, B = posisi tengah rol, C = posisi paling dalam rol Lampiran 12. Hasil penyetimbangan kadar air pelet first dryer pada 4 tingkat RH

Berat cawan dan pelet first dryer hari ke- (gram) RH (%) Ulangan 0 2 4 6 7

1 15.4629 15.5455 15.5662 15.5717 15.5663 69 2 13.4034 13.4874 13.5073 13.5125 13.5065 1 15.2228 15.3386 15.3454 15.3449 15.3405 74 2 15.4348 15.5574 15.5579 15.5585 15.5592

Berat cawan dan pelet first dryer hari ke- (gram) RH (%) Ulangan

0 3 6 8 1 15.4407 15.8078 15.8423 15.8318 84 2 15.1957 15.5324 15.5704 15.5624 1 15.2134 15.6559 15.8064 15.8738 87 2 13.1535 13.6132 13.7368 13.8007

Page 136: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Lampiran 13. Kadar air kesetimbangan pelet first dryer pada 4 tingkar RH

RH (%) Ulangan Kadar air (%) Kadar air rata-rata (%) 1 12.27 67 2 12.28

12.28

1 12.94 74 2 12.89

12.92

1 15.05 84 2 14.96

15.00

1 19.33 87 2 18.64

18.99

Lampiran 14. Kadar air rata-rata pelet second dryer

Ulangan Kode 1 2 3 4 5

Kadar air rata-rata

L1 12.09 12.51 11.98 12.62 12.72 12.38 L2 12.11 11.75 12.21 11.61 12.14 11.96 L3 11.04 11.84 12.00 12.14 12.09 11.82 L4 11.45 11.26 11.63 11.62 11.85 11.56

Lampiran 15. Hasil analisa korelasi bivariate Pearson kadar air pelet (%) dengan

densitas kamba (kg/cm3)

Correlations

Kadar air pellet (%)

Densitas kamba

(kg/cm3) Pearson Correlation 1 -.914(*)

Sig. (2-tailed) . .030

Kadar air pellet (%)

N 5 5 Pearson Correlation -.914(*) 1

Sig. (2-tailed) .030 .

Bulk Density (kg/cm3)

N 5 5 * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Pengujian hipotesis :

Tingkat signifikansi yang diperoleh adalah 0.030. Tingkat signifikansi

(probabilitas) 0.030 < 0.05, dengan demikian Ho ditolak. Hasil pengujian

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kadar air pelet dengan

densitas kamba pada tingkat signifikansi 5%.

Page 137: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Lampiran 16. Statisitika deskriptif jumlah waste pada tahap pemotongan Statistics

Valid 24 N

Missing 0 Mean .5596 Std. Error of Mean .08336 Median .4400 Std. Deviation .40836 Variance .167 Skewness 1.275 Std. Error of Skewness .472 Kurtosis 1.195 Std. Error of Kurtosis .918 Range 1.58 Minimum .12 Maximum 1.70

10 .1500 25 .2550 50 .4400 75 .8325

Percentiles

90 1.1850

Jumlah waste (%)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid .12 1 4.2 4.2 4.2 .15 2 8.3 8.3 12.5 .19 1 4.2 4.2 16.7 .21 1 4.2 4.2 20.8 .24 1 4.2 4.2 25.0 .30 1 4.2 4.2 29.2 .33 1 4.2 4.2 33.3 .34 1 4.2 4.2 37.5 .35 1 4.2 4.2 41.7 .37 1 4.2 4.2 45.8 .41 1 4.2 4.2 50.0 .47 2 8.3 8.3 58.3 .51 1 4.2 4.2 62.5 .58 1 4.2 4.2 66.7 .59 1 4.2 4.2 70.8 .63 1 4.2 4.2 75.0 .90 1 4.2 4.2 79.2 .93 1 4.2 4.2 83.3 1.12 1 4.2 4.2 87.5 1.17 1 4.2 4.2 91.7 1.20 1 4.2 4.2 95.8 1.70 1 4.2 4.2 100.0 Total 24 100.0 100.0

Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Jumlah waste (%) 24 .12 1.70 .5596 .40836 Valid N (listwise) 24

Page 138: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Lampiran 17. Statisitika deskriptif jumlah waste pada tahap pengeringan pertama

Statistics Jumlah waste (%)

Valid 12 N Missing 0

Mean .3450 Std. Error of Mean .03677 Median .3100 Std. Deviation .12739 Variance .016 Skewness .879 Std. Error of Skewness .637 Kurtosis .429 Std. Error of Kurtosis 1.232 Range .44 Minimum .16 Maximum .60

10 .1810 25 .2650 50 .3100 75 .4100

Percentiles

90 .5850

Jumlah waste (%)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent .16 1 8.3 8.3 8.3 .23 1 8.3 8.3 16.7 .26 1 8.3 8.3 25.0 .28 1 8.3 8.3 33.3 .29 1 8.3 8.3 41.7 .30 1 8.3 8.3 50.0 .32 1 8.3 8.3 58.3 .35 1 8.3 8.3 66.7 .38 1 8.3 8.3 75.0 .42 1 8.3 8.3 83.3 .55 1 8.3 8.3 91.7 .60 1 8.3 8.3 100.0

Valid

Total 12 100.0 100.0 Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Jumlah waste (%) 12 .16 .60 .3450 .12739 Valid N (listwise) 12

Page 139: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Lampiran 18. Statisitika deskriptif jumlah waste pada tahap pengeringan kedua

Statistics

Persentase waste rata-rata per shift (%) Valid 7 N Missing 61

Mean 2.4314 Std. Error of Mean .24083 Median 2.4600 Std. Deviation .63717 Variance .406 Skewness .228 Std. Error of Skewness .794 Kurtosis -.511 Std. Error of Kurtosis 1.587 Range 1.82 Minimum 1.60 Maximum 3.42

10 1.6000 25 1.7600 50 2.4600 75 2.9800

Percentiles

90 3.4200

Persentase waste rata-rata per shift (%)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent 1.60 1 1.5 14.3 14.3 1.76 1 1.5 14.3 28.6 2.32 1 1.5 14.3 42.9 2.46 1 1.5 14.3 57.1 2.48 1 1.5 14.3 71.4 2.98 1 1.5 14.3 85.7 3.42 1 1.5 14.3 100.0

Valid

Total 7 10.3 100.0 Missing System 61 89.7 Total 68 100.0

Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Persentase waste rata-rata per shift (%) 7 1.60 3.42 2.4314 .63717

Valid N (listwise) 7

Page 140: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Lampiran 19. Transformasi data jumlah waste tahap pengeringan kedua

Mesin Jumlah waste SD (%) Transformasi data 1 2.70 1.64 2 3.10 1.76 3 2.70 1.64 5 2.74 1.66 6 5.88 2.42 1 1.20 1.10 2 4.17 2.04 3 2.36 1.54 5 2.10 1.45 6 2.47 1.57 1 1.00 1.00 2 1.62 1.27 3 1.52 1.23 5 1.41 1.19 6 3.25 1.80 1 1.14 1.07 2 3.30 1.82 3 2.48 1.57 5 3.05 1.75 6 2.43 1.56 1 2.53 1.59 2 2.58 1.61 3 2.74 1.66 5 1.14 1.07 6 2.61 1.62 1 1.54 1.24 2 3.60 1.90 3 2.61 1.62 5 1.80 1.34 6 5.34 2.31 1 1.12 1.06 2 1.23 1.11 3 1.30 1.14 5 2.40 1.50 6 2.12 1.46

Page 141: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Lampiran 20. Analisis ragam (ANOVA one-way) jumlah waste tahap pengeringan kedua pada lima mesin pengering kedua

Descriptives

tans_waste

95% Confidence Interval for Mean

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

Minimum

Maximum

Mesin 1 7 1.2423 .26665 .10079 .9957 1.4889 1.00 1.64Mesin 2 7 1.6435 .33947 .12831 1.3296 1.9575 1.11 2.04Mesin 3 7 1.4854 .20985 .07931 1.2914 1.6795 1.14 1.66Mesin 5 7 1.4206 .24255 .09167 1.1963 1.6449 1.07 1.75Mesin 6 7 1.8201 .38971 .14730 1.4596 2.1805 1.46 2.42Total 35 1.5224 .34303 .05798 1.4046 1.6402 1.00 2.42

Test of Homogeneity of Variances

tans_waste

Levene Statistic df1 df2 Sig. 1.071 4 30 .388

ANOVA

tans_waste

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 1.354 4 .339 3.838 .012 Within Groups 2.647 30 .088 Total 4.001 34

Page 142: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Lampiran 21. Analisis Post Hoc ANOVA jumlah waste tahap pengeringan kedua pada lima mesin pengering kedua

Multiple Comparisons

Dependent Variable: tans_waste

95% Confidence Interval

(I) No. Mesin

(J) No. Mesin

Mean Difference

(I-J)

Std. Error

Sig.

Lower Bound

Upper Bound

Tukey Mesin 1 Mesin 2 -.40123 .15876 .111 -.8617 .0593 HSD Mesin 3 -.24313 .15876 .551 -.7036 .2174 Mesin 5 -.17830 .15876 .793 -.6388 .2822 Mesin 6 -.57776(*) .15876 .008 -1.0383 -.1173 Mesin 2 Mesin 1 .40123 .15876 .111 -.0593 .8617 Mesin 3 .15810 .15876 .855 -.3024 .6186 Mesin 5 .22293 .15876 .630 -.2376 .6834 Mesin 6 -.17654 .15876 .799 -.6370 .2840 Mesin 3 Mesin 1 .24313 .15876 .551 -.2174 .7036 Mesin 2 -.15810 .15876 .855 -.6186 .3024 Mesin 5 .06483 .15876 .994 -.3957 .5253 Mesin 6 -.33463 .15876 .243 -.7951 .1259 Mesin 5 Mesin 1 .17830 .15876 .793 -.2822 .6388 Mesin 2 -.22293 .15876 .630 -.6834 .2376 Mesin 3 -.06483 .15876 .994 -.5253 .3957 Mesin 6 -.39946 .15876 .114 -.8600 .0610 Mesin 6 Mesin 1 .57776(*) .15876 .008 .1173 1.0383 Mesin 2 .17654 .15876 .799 -.2840 .6370 Mesin 3 .33463 .15876 .243 -.1259 .7951 Mesin 5 .39946 .15876 .114 -.0610 .8600 Bonfer Mesin 1 Mesin 2 -.40123 .15876 .170 -.8822 .0798 roni Mesin 3 -.24313 .15876 1.000 -.7241 .2379 Mesin 5 -.17830 .15876 1.000 -.6593 .3027 Mesin 6 -.57776(*) .15876 .010 -1.0588 -.0968 Mesin 2 Mesin 1 .40123 .15876 .170 -.0798 .8822 Mesin 3 .15810 .15876 1.000 -.3229 .6391 Mesin 5 .22293 .15876 1.000 -.2581 .7039 Mesin 6 -.17654 .15876 1.000 -.6575 .3045 Mesin 3 Mesin 1 .24313 .15876 1.000 -.2379 .7241 Mesin 2 -.15810 .15876 1.000 -.6391 .3229 Mesin 5 .06483 .15876 1.000 -.4162 .5458 Mesin 6 -.33463 .15876 .435 -.8156 .1464 Mesin 5 Mesin 1 .17830 .15876 1.000 -.3027 .6593 Mesin 2 -.22293 .15876 1.000 -.7039 .2581 Mesin 3 -.06483 .15876 1.000 -.5458 .4162 Mesin 6 -.39946 .15876 .174 -.8805 .0816 Mesin 6 Mesin 1 .57776(*) .15876 .010 .0968 1.0588 Mesin 2 .17654 .15876 1.000 -.3045 .6575 Mesin 3 .33463 .15876 .435 -.1464 .8156 Mesin 5 .39946 .15876 .174 -.0816 .8805

* The mean difference is significant at the .05 level.

Page 143: SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR ... MEMPELAJARI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN MINIMALISASI WASTE SELAMA PROSES PRODUKSI SNACK TARO NET DI PT. RASA MUTU

Lampiran 22. Homogenous subsets jumlah waste pengeringan kedua pada lima mesin pengering kedua

Homogeneous Subsets

tans_waste

Subset for alpha = .05 No. Mesin N 1 2

Mesin 1 7 1.2423 Mesin 5 7 1.4206 1.4206Mesin 3 7 1.4854 1.4854Mesin 2 7 1.6435 1.6435Mesin 6 7 1.8201

Tukey HSD(a)

Sig. .111 .114Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 7.000.