77
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE DAN ANTIPIRETIK DIBANDINGKAN DENGAN ANTIPIRETIK SAJA PADA BALITA YANG MENGALAMI HYPERTERMIA DENGAN POST OPERASI ASD DI RUANG ICU ANAK RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA Disusun Oleh Hamyani 2011727155 PROGRAM B RS JANTUNG HARAPAN KITA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2013

SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE DAN ANTIPIRETIK

DIBANDINGKAN DENGAN ANTIPIRETIK SAJA PADA BALITA YANG

MENGALAMI HYPERTERMIA DENGAN POST OPERASI ASD DI RUANG ICU

ANAK RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA

JAKARTA

Disusun Oleh

Hamyani

2011727155

PROGRAM B RS JANTUNG HARAPAN KITA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

JAKARTA 2013

Page 2: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …
Page 3: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …
Page 4: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE DAN ANTIPIRETIK

DIBANDINGKAN DENGAN ANTIPIRETIK SAJA PADA BALITA YANG

MENGALAMI HYPERTERMIA POST OPERASI ASD DI RUANG ICU ANAK

RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA

JAKARTA 2013

Oleh : HAMYANI

Hypertermia adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh melebihi titik tetap (set point) lebih dari 37ºC. Hypertermia bisa diatasi secara farmakologis maupun non farmakologis. Terapi non farmakologis ada berbagai macam cara, salah satunya menggunakan terapi tepid water sponge. Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian tepid water sponge dan antipiretik dibandingkan dengan antipiretik saja pada balita yang mengalami hypertermia dengan post operasi ASD di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta. Desain penelitian ini menggunakan Quasi eksperimen pre –post test equivalen control group, jumlah sampel 20 responden dengan metoda total sampling.. Hasil penelitan menunjukan ada pengaruh tepid water sponge dan antipiretik terhadap penurunan suhu tubuh pada anak umur 12-60 bulan dengan hypertermia. Hasil analisis uji t di dapat p value sebesar 0,000 < 0,05 dengan penurunan rata-rata sebesar 1,5ºC. Rekomendasi penelitian ini adalah pemberian tepid water sponge disertai antipiretik dapat dijadikan intervensi untuk mengatasi hypertermia. Penelitian keperawatan selanjunya perlu melibatkan sampel yang lebih besar sehingga diperoleh hasil yang lebih baik.

Kata kunci : Hypertermia, Tepid water sponge, Antipiretik

Page 5: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmah serta

hidayahnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

pemberian tepid water sponge dan antipiretik saja pada balita yang mengalami

hypertermia dengan post operasi ASD di ruang ICU Anak RS Jantung Harapan Kita”.

Penyusunan skripsi ini banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu

penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Muhamad Hadi SKM, M.Kes, selaku Ketua Program Studi PSIK FKK

Universitas Muhammadiyah Jakarta.

2. Bapak Dr. Hananto Adriantoro, SpJp (K), selaku Direktur Utama Rumah Sakit

Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.

3. Ibu Nyimas Heny P, M.Kep.,Sp.Kep.An , selaku pembimbing I dalam penyusunan

skripsi ini.

4. Bapak Muhamad Hadi SKM. M.Kep, selaku pembimbing II dalam pembuatan skripsi

ini.

6. Keluarga tercinta yang telah memberi dukungan, semangat dan doanya selama

pendidikan di PSIK FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta.

7. Rekan-rekan kerja di ruang ICU Anak di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan

Kita Jakarta, yang telah membantu dalam motivasi dan kerjasamanya selama

penyusunan skripsi ini.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan sripsi ini baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Page 6: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

Dengan keterbatasan dan waktu yang ada, besar harapan peneliti agar skripsi ini dapat

memberi sumbangan yang bermanfaat khususnya bagi pengembangan profesi

keperawatan.

Jakarta, Maret 2013

Page 7: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………….i

LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………………………….ii

LEMBAR PENGESAHAN ...……………………………………………………… iii

ABSTRAK ……………………………………………………………………………iv

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………..v

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..... .vii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang …………………………………………………………..1

1.2. Rumusan Masalah ………………………………………………………..7

1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………………………8

1.4. Manfaat Penelitian ………………………………………………………..9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori

2.1.1. Suhu ……………………………………………………………...10

2.1.2. Hypertermia ……………………………………………………...14

2.1.3. Tepid water sponge …………………………………………… . 21

2.1.4. Balita ……………………………………………………………..25

2.1.5. Atrial Septal Defect ……………………………………………...26

BAB III KERANGKA KERJA PENELITIAN

3.1. Kerangka konsep ……………………………………………………… 35

3.2. Hipotesa penelitian ……………………………………………………..36

Page 8: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

3.3. Defenisi Operasional dan Skala Pengukuran …………………………..36

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian ………………………………………………………39

4.2. Prosedur penelitian ………………………………………………….....39

4.3. Tempat penelitian ……………………………………………………...41

4.4. waktu penelitian ………………………………………………………..41

4.5. Populasi dan Sampling …………………………………………………41

4.6. Etika penelitian …………………………………………………………43

4.7. Alat pengumpul data ……………………………………………………44

4.8. Metode pengumpulan data ……………………………………………...44

4.9. Pengolahan data …………………………………………………………46

4.10. Analisa data …………………………………………………………....46

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Analisa Univariat …………………………………………………………48

B. Analisa Bivariat …………………………………………………………..50

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Gambaran dan Karakteristik Balita Yang Mengalami Hypertermia ……53

6.2 Gambaran suhu balita ……………………………………………………54

6.3Pengaruh Pemberian Tepid Water Sponge dengan Antipretik …………..56

6.4 Pengaruh Pemberian Antipiretik ………………………………………...57

6.5 Keterbatasan Penelitian ………………………………………………….57

Page 9: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan ………………………………………………………………58

7.2 Saran ……………………………………………………………………..59

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………60

LAMPIRAN 1 Daftar Demografi

LAMPIRAN 2 Lembar Observasi

LAMPIRAN 3 Riwayat Hidup Penulis

Page 10: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang

memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang

memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat

atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui

sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus

venosus di dekat muara vena kava superior, foramen ovale terbuka pada umumnya

menutup spontan setelah kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan

pembentukan septum sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan

penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan

endokard.

ASD(Atrial Septal Defect) merupakan kelainan jantung bawaan tersering setelah

VSD (ventrikular septal defect). Dalam keadaan normal, pada peredaran darah janin

terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu

melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang

ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (shunt). Maka

darah bersih dan darah kotor bercampur. Sebagian besar penderita ASD tidak

Page 11: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

2

menampakkan gejala (asimptomatik) pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar

yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung di tahun pertama kehidupan pada

sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5,

dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia). Seluruh penderita

dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD

tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan

berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan

sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah dan ada tidaknya gagal jantung

kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta

penyulit lain.

Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan patch

sudah dilakukan lebih dari 40 tahun. Di Indonesia, khususnya di Rumah Sakit

jantung Harapan Kita tahun 2011, pasien yang dilakukan penutupan ASD sekitar 42

pasien. Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak

terlambat) akan memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka

kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Pada penderita yang menjalani

operasi di usia kurang dari 11 tahun menunjukkan ketahanan hidup pasca operasi

mencapai 98%. Semakin tua usia saat dioperasi maka ketahanan hidup akan semakin

menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan

pada pembuluh darah paru.

Page 12: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

3

Suhu tubuh berespon terhadap perubahan lingkungan dan meningkat saat latihan

fisik aktif, menangis, dan kemarahan emosional. Infeksi dapat menyebabkan suhu

yang lebih tinggi dan lebih cepat meningkat pada bayi dan anak kecil dibandingkan

anak-anak yang lebih besar (Wong, 2009).

Suhu tubuh diatur dengan mekanisme seperti thermostat di hipotalamus. Mekanisme

ini menerima masukan dari reseptor yang berada di pusat dan perifer. Jika terjadi

perubahan suhu, reseptor-reseptor ini menghantarkan informasi tersebut ke

thermostat, yang akan meningkatkan suhu atau menurunkan produksi panas untuk

mempertahankan suhu set point yang konstan. Akan tetapi, selama infeksi, substansi

pirogenik menyebabkan peningkatan set point normal tubuh, suatu proses yang

dimediasi oleh prostaglandin. Akibatnya, hipotalamus meningkatkan produksi panas

pada suhu inti (internal) mencapai set point yang baru (Connel, 1997). Demam

berperan dalam meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik dan

dalam membantu pemulihan dan pertahanan terhadap infeksi. Demam mengacu pada

peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen

yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin

bakteri, peradangan, dan ransangan pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen

secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya akan

menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis

tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh. Batas kritis sitokin pirogen sistemik

tersebut sejauh ini belum diketahui. (Sherwood, 2001).

Page 13: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

4

Akibat dari meningkatnya suhu tubuh, badan terasa tidak nyaman, kepala terasa

nyeri, menggigil, makan tidak selera, tidur tidak nyenyak, gelisah karena semua

posisi tubuh rasanya salah. Pertolongan pertama pada penderita dapat dilakukan

dengan memberikan minum sebanyak-banyaknya (air masak, air dalam kemasan,

dsb), mengompreskan pada penderita, serta memberikan obat penurun panas. Bila

ada riwayat kejang, berikan obat anti kejang. Demam perlu diwaspadai karena dapat

menimbulkan dehidrasi dan kejang demam. Perhatikan apakan ada tanda-tanda

dehidrasi seperti ubun-ubun cekung (pada bayi), kencingnya sedikit dan apabila

punggung tangannya dicubit, kulitnya lambat kembali. Anak harus banyak minum,

terutama cairan yang mengandung elektrolit.

Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis yaitu

memberikan obat antipiretik seperti ibuprofen, paracetamol dengan dosis sesuai

dengan usia anak. Demam juga dapat diatasi dengan tindakan non farmakologis yang

dilakukan sebagai tindakan hambatan dalam menuurunkan panas seperti

memberikan baju hangat pada anak, menyuruh anak banyak minum air putih,

istirahat, kompres hangat serta tepid water sponge (Budi, 2006). Kompres hangat

adalah tindakan dengan menggunakan kain atau handuk yang telah dicelupkan pada

air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu sehingga dapat memberikan

rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh (Nursing media, 2009). Pemberian

kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke hipotalamus anterior

yang berfungsi mengontrol pengeluaran panas dalam tubuh. Ketika saraf motorik

mulai dirangsang maka sistem effektor akan mengeluarkan sinyal untuk memulai

Page 14: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

5

pengeluaran panas yaitu dengan cara berkeringat dan vasodilatasi. Hal ini diharapkan

terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan dengan suhu tubuh normal

(Nursing media, 2009). Tindakan lain yang digunakan untuk menurunkan panas

adalah Tepid water sponge dapat dilakukan dengan meletakkan anak pada bak mandi

yang berisi air hangat atau dengan mengusap dan melap seluruh bagian tubuh anak

denga air hangat (Sharber, 1997).

Tepid water sponge bertujuan untuk mendorong darah ke permukaan tubuh sehingga

darah dapat mengalir dengan lancar. Tindakan tepid water sponge juga dengan

memberikan sinyal ke hipotalamus anterior yang nanti akan merangsang sistem

effektor sehingga diharapkan terjadi penurunan suhu tubuh pada anak (Filipimedia,

2010). Penelitian yang dilakukan oleh Sharber (1997) pada anak menunjukkan

bahwa tepid water sponge ditambah dengan acetaminophen dapat menurunkan suhu

tubuh anak lebih cepat dibandingkan dengan acetaminophen itu sendiri.

Tepid water sponge sering direkomendasikan untuk mempercepat penurunan suhu

tubuh (Corrad, 2002; Carton, et al., 2001, dalam Setiawati, 2009). Tujuan dari

penggunaan tepid water sponge ini untuk menurunkan suhu tubuh secara terkontrol

(Johnson, Temple & Carr, 2005). Prosedur ini tidak boleh dilakukan pada bayi

dibaawah usia 1 tahun dan tanpa pengawasan medis karena tindakan ini dapat

menyebabkan anak menjadi syok (Hastings, 2005). Pemberian tepid water sponge

pada daerah tubuh akan mengakibatkan anak berkeringat. Tepid water sponge

bertujuan untuk mendorong darah ke permukaan tubuh sehingga darah dapat

Page 15: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

6

mengalir dengan lancar. Ketika suhu tubuh meningkat dan dilakukan tepid water

sponge, hipotalamus anterior memberi sinyal pada kelenjar keringat untuk

melepaskan keringat. Tindakan ini diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh

sehingga mencapai keadaan normal kembali (Filipinomedia, 2010).

Tindakan menurunkan suhu mencakup intervensi farmakologik dengan

menggunakan antipiretik untuk menurunkan set point. Obat antipiretik antara lain

asetaminofen, aspirin dan obat-obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID).

Asetaminofen merupakan obat pilihan; aspirin tidak direkomendasikan pada anak-

anak karena terdapat hubungan antara penggunaan aspirin pada anak-anak dengan

virus influenza atau cacar air dan sindroma Reye. Salah satu NSAID yang tidak

diresepkan, ibuprofen (Children’s Motrin atau Children’s Edvil), penggunaannya

disetujui untuk menurunkan demam pada anak-anak berusia minimal 6 bulan untuk

suhu kurang dari 39,1º C. Suhu biasanya diukur kembali 30 menit setelah antipiretik

diberikan untuk mengkaji efeknya, namun tidak perlu diukur terlalu sering; tingkat

ketidaknyamanan anak merupakan indikasi terbaik untuk melanjutkan pengobatan.

Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti ingin mengetahui pengaruh pemberian

tepid water sponge dan antipiretik dibandingkan dengan antipiretik saja pada balita

yang mengalami hypertermia dengan post operasi ASD di ruang ICU Anak Rumah

Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.

Page 16: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

7

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan tepid water sponge adalah penelitian

yang dilakukan oleh Setiawati (2009) tentang “Pengaruh tepid water sponge

terhadap penurunan sughu tubuh dan kenyamanan pada anak usia prasekolah dan

sekolah yang mengalami demam di ruang perawatan anak Rumah Sakit

Muhammadiyah Bandung”. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui pengaruh pemberian antipiretik disertai tepid water sponge

terhadappenurunan suhu tubuh dan kenyamanan anak di ruang perawatan anak

Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Akan tetapi, ada kecenderungan bahwa

pemberian antipiretik yang disertai tepid water sponge mengalami penurunan suhu

tubuh yang lebih besar dan peningkatan rasa nyaman yang lebuh tinggi

dibandingkan dengan pemberian antipiretik saja.

Penelitian terkait lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Thomas

Vijaykumar, Naik, Moses dan Antonisamy (2009) “Comparative effectiveness of

tepid sponging and antipiretik drug versus only antipyretic drug in the management

of fever among children : a randomized controlled trial”. Penelitian ini dilakukan

untuk membandingkan efektifitas sponge hangat dan antipiretik (parasetamol)

dengan antipiretik terhadap penurunan suhu tubuh anak-anak dengan demam. Desain

penelitian yang digunakan adalah randomized controlled trial dengan responden 150

anak-anak usia 6 bulan sampai 12 tahun, dengan suhu demam di aksila ≥ 38,3ºC.

Kesimpulan dalam penelitian ini penurunan suhu tubuh pada kelompok tepid

sponging dan antipiretik secara signifikan lebih cepat daripada kelompok antipiretik,

namun, pada akhir 2 jam kedua kelompok telah mencapai tingkat suhu yang sama.

Page 17: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

8

Anak-anak dengan tepid sponging dan antipiretik memiliki ketidaknyamanan secara

signifikan lebih tinggi daripada kelompok antipiretik saja, tapi ketidaknyamanan itu

sebagian besar ringan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka peneliti

merumuskan masalah : “Manakah yang lebih berpengaruh antara pemberian Tepid

Water Sponge dan antipiretik dibandingkan antipiretik saja pada Balita yang

mengalami hyperthermia pada pasien post operasi ASD di ruang ICU Anak Rumah

Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan umum dalam

Penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Pemberian Tepid Water

Sponge dan antipiretik dibandingkan dengan antipiretik saja pada balita yang

mengalami hypertermia dengan post operasi ASD di ruang ICU Anak RS

Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.

Page 18: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

9

1.3.2 Tujuan khusus

a. Teridentifikasinya gambaran dan karakteristik balita yang mengalami

hypertermia di ruang ICU Anak Rumah Sakit Jantung Dan Pembuluh

Darah Harapan Kita Jakarta.

b. Teridentifikasinya rata-rata suhu tubuh balita post operasi ASD di ruang

ICU Anak Rumah Sakit Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita

Jakarta.

c.. Ada pengaruh pemberian tepid water sponge dengan antipiretik pada

Balita yang mengalami hypertermia dengan postoperasi ASD di

ruang ICU Anak Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah

Harapan Kita Jakarta.

d. Ada pengaruh pemberian antipiretik pada Balita yang mengalami

hypertermia dengan post operasi ASD di ruang ICU Anak Rumah

Sakit Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Peneliti diharapkan dapat menambah wawasan, pengatahuan, dan

pengalaman, sebagai pengalaman dalam mengkaji secara ilmiah dan menjadi

pengalaman berharga bagi peneliti dan menambah pengetahuan peneliti

tentang Pengaruh Pemberian Tepid Water Sponge dan antipiretik

Page 19: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

10

dibandingkan dengan antipiretik saja pada Balita yang mengalami

hypertermia dengan post operasi ASD .

1.4.2 Bagi Institusi Pelayanan

Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak Rumah Sakit

mengatasi hypertermia dengan tehnik tepid water sponge.

Page 20: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dasar

2.1.1 Suhu

a. Pengertian

Suhu yang dimaksud adalah “panas” atau “dingin” suatu substansi. Suhu

tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses

tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar (Perry & Potter,

2005).

b. Pengaturan suhu tubuh

Tingkah laku adalah fungsi seluruh sistem saraf, bukan bagian tertentu

apapun. Fungsi sistem saraf ini terutama dilakukan oleh struktur

subkortikal yang terletak di daerah basal otak. Seluruh kelompok struktur

ini disebut sistim limbik (Guyton, 1996). Bagian-bagian sistem limbik,

terutama hipotalamus dan struktur-strukturnya yang saling berhubungan.

Bagian-bagian tersebut mengatur banyak fungsi internal yaitu salah satunya

adalah pengaturan suhu tubuh (Guyton, 1996).

Page 21: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

12

Gambar 1.

Hipotalamus pada manusia

Limbik mengatur banyak fungsi utama tubuh terutama fungsi vegetatif,

yang merupakan fungsi involunter yang penting bagi kehidupan. Beberapa

fungsi ini meliputi (1) regulasi kecepatan denyut jantung dan tekanan arteri,

(2) regulasi suhu tubuh, (3) regulasi osmolaritas cairan tubuh, (4) regulasi

masukan makanan, (5) regulasi sekresi hormone pituitaria (Guyton,1996).

Hipotalamus yang terletak antara hemisfer serebral, mengontrol suhu tubuh

sebagaimana kerja thermostat dalam rumah. Suhu yang nyaman adalah

pada set point dimana sistem panas beroperasi. Hipotalamus merasakan

perubahan ringan pada suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengontrol

produksi panas (Potter & Perry,2005). Bila sel saraf di hipotalamus anterior

menjadi panas melebihi set point, impuls dikirim untuk menurunkan suhu

tubuh. Mekanisme pengeluaran panas termasuk berkeringat, vasodilatasi

(pelebaran) pembuluh darah, dan hambatan produksi panas. Darah di

distribusi kembali ke pembuluh darah permukaan untuk meningkatkan

pengeluaran panas. Jika hipotalamus posterior merasakan suhu tubuh lebih

Page 22: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

13

rendah dari set point, mekanisme konversi panas bekerja. Vasokonstriksi

pembuluh darah mengurangi aliran darah ke kulit dan ekstremitas (Potter &

Perry, 2005).

Kompensasi produksi panas distimulasi melalui otot volunteer dan getaran

menggigil pada otot. Bila vasokonstriksi tidak efektif dalam pencegahan

tambahan pengeluaran panas, tubuh mulai menggigil (Potter & Perry,

2005). Panas diproduksi di dalam tubuh melalui metabolisme yang

merupakan reaksi kimia pada seluruh tubuh sel tubuh. Termoregulasi

membutuhkan fungsi normal dari proses produksi panas. Produksi panas

terjadi selama masa istirahat, gerakan otot polos, getaran otot dan

termogenesis tanpa menggigil. Proses produksi panas dalam tubuh adalah

sebagai berikut :

1) Metabolisme basal menghasilkan panas yang diproduksi oleh tubuh

saat istirahat. Jumlah rata-rata laju metabolik basal (BMR)

bergantung pada luas permukaan tubuh.

2) Getaran volunteer seperti aktivitas otot selama latihan,

membutuhkan tambahan energi. Laju metabolik dapat meningkat di

atas 2000 kali normal. Produksi panas dapat meningkat 50 kali

normal.

3) Menggigil merupakan respon tubuh terhadap suhu yang berbeda

dalam tubuh. Gerakan otot skelet selama menggigil membutuhkan

energi yang signifikan. Menggigil dapat meningkatkan produksi

Page 23: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

14

panas 4-5 kali lebih besar dari normal. Panas yang diproduksi

untuk mempertahankan suhu tubuh.

Pengeluaran produksi panas terjadi secara stimulant. Struktur kulit dan

paparan terhadap lingkungan secara konstan, pengeluaran panas secara

normal melalui radiasi, konduksi, konveksi, evaporasi dan diaphoresis.

Pengeluaran panas adalah sebagai berikut :

a. Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan suatu obyek ke

permukaan obyek lain tanpa keduanya bersentuhan (Thibodeau &

Patton, 1993 dalam Potter & Perri, 2005). Aliran darah dari organ

internal inti membawa panas ke kulit dan ke pembuluh darah

permukaan. Jumlah panas yang dibawa tergantung dari tingkat

vasodilatasi dan vasokonstriksi yang diatur oleh hipotalamus. Panas

menyebar dari kulit setiap obyek yang lebih dingin sekelilingnya.

b. Konduksi adalah perpindahan panas dari suatu obyek ke obyek lain

dengan kontak langsung. Ketika kulit hangat menyentuh obyek yang

lebih dingin, panas hilang. Ketika suhu kedua obyek sama,

Kehilangan panas konduktif terhenti. Konduksi normalnya

menyebabkan sedikit kehilangan panas.

c. Konveksi Konveksi adalah perpindahan panas karena pergerakan

udara. Arus udara membawa udara hangat. Pada saat kecepatan arus

udara meningkat, kehilangan panas konvektif meningkat. Kipas angin

listrik meningkatkan kehilangan paanas dengan cara konveksi.

Page 24: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

15

d. Evaporasi adalah perpindahan energi panas ketika cairan berubah

menjadi gas, selama evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk

setiap air yang menguap ( Guyton, 1991 dalam Potter and Perry,

2005). Tubuh secara kontinyu kehilangan panas secara evaporasi.

Dengan mengatur prespirasi atau berkeringat, tubuh meningkatkan

kehilangan panas evaporasi tambahan. Ketika suhu tubuh meningkat,

hipotalamus anterior memberi sinyal kelenjar keringat untuk

melepaskan keringat. Evaporasi berlebihan dapat menyebabkan kulit

gatal dan bersisik, serta hidung dan faring kering.

e. Diaporesis adalah prespirasi visual dahi dan toraks atas. Kelenjar

keringat berada di bawah dermis kulit. Bila suhu tubuh meningkat,

kelenjar keringat mengeluarkan keringat, yang menguap dari kulit

untuk meningkatkan kehilangan panas. Suhu tubuh rendah

menghambat sekresi kelnjar keringat. Diaforesis kurang efisien bila

gerakan udara minimal atau bila kelemahan udara tinggi.

Skema 1

Regulasi suhu tubuh

Produksi panas :

1. Metabolisme basal

2. Aktifitas otot

3. Menggigil

Pengeluaran panas :

1. Radiasi

2.Konduksi

3. Konveksi

4. Evaporasi

5. Diaphoresis

Page 25: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

16

2.1.2 Hypertermia

Hypertemia adalah situasi ketika tubuh melebihi set point, yang biasanya

terjadi akibat kondisi tubuh atau kondisi eksternal yang menciptakan lebih

banyak panas dari yang dapat dihilangkan tubuh ( Wong,dkk, 2008)

Hypertermia dalam kaitannya dengan eliminasi infeksi salah satunya melalui

aktivasi sinyal apoptosis sel T yang tidak diinginkan atau teraktivasi berlebihan

misalnya reaksi alergi atau autoimun (Meinander A, Thomas S. So¨derstro¨m,

Kaunisto A. et.al. 2007).

Penyebab hipertermia adalah :

a) Hypertermia karena peningkatan produksi panas

Hipertermia maligna

Hipertermia maligna biasanya dipicu oleh obat-obatan anesthesia.

Hipertermia ini merupakan miopati akibat mutasi gen yang

diturunkan secara autosomal dominan. Pada episode akut terjadi

peningkatan kalsium intraselular dalam otot rangka sehingga

terjadi kekakuan otot dan hipertermia. Pusat pengatur suhu di

hipotalamus normal sehingga pemberian antipiretik tidak

bemanfaat. Gambaran klinis meliputi kekakuan otot terutama otot

masseter sehingga menyebabkan rhabdomyolisis, peningkatan

CO2 tidal, takikardia, dan peningkatan suhu tubuh yang cepat (0.50

– 1.00 C tiap 5 - 10 menit, suhu dapat mencapai 440C). Tatalaksana

Page 26: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

17

utama adalah menurunkan suhu tubuh dengan cepat dan agresif

dengan total body cooling (air es/dingin lewat NGT, rectal, dan

IV), segera menghentikan pemakaian obat anestesi, pemberian

oksigen 100%, memperbaiki asidosis, furosemid (1 mg/kgBB),

manitol 20% (1 g/kgBB),insulin, dextrose, hidrokortison,

Dantrolone (antidote spesifik 2.5 mg/kgBB IV dan kemudian tiap

5-10 menit) dan mengatasi aritmia.

Neuroleptic malignant syndrome

suatu sindrom yang terjadi akibat komplikasi serius dari

penggunaan obat anti psikotik. Karekteristik dari SNM adalah

hipertermi, rigiditas, disregulasi otonom dan perubahan kesadaran.

Morbiditas dan mortalitas pada SNM sering akibat sekunder dari

komplikasi kardio pulmo dan ginjal2 .

Drug-induced hyperthermia

Keadaan dimana pemberian obat dimaksudkan untuk membantu

pasien menyebabkan demam. Obat dapat mengganggu

pembuangan panas perifer, meningkatkan laju metabolisme,

membangkitkan respon imun selular atau humoral, atau kerusakan

jaringan.

Exercise-induced hyperthermia

Hipertermia jenis ini dapat terjadi pada anak besar/remaja yang

melakukan aktivitas fisik intensif dan lama pada suhu cuaca yang

Page 27: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

18

panas. Pencegahan dilakukan dengan pembatasan lama latihan

fisik terutama bila dilakukan pada suhu 300C atau lebih dengan

kelembaban lebih dari 90%, pemberian minuman lebih sering (150

ml air dingin tiap 30 menit), dan pemakaian pakaian yang

berwarna terang, satu lapis, dan berbahan menyerap keringat.

Endocrine hyperthermia

Kelainan endokrin sering dihubungkan dengan EH

(hipertiroidisme, diabetes mellitus, phaeochromocytoma,

insufisiensi adrenal dan Ethiocolanolone (merangsang

pembentukan pirogen leukosit)

b) Hipertermia karena penurunan pelepasan panas:

Hipertermia neonatal

Peningkatan suhu tubuh secara cepat pada hari 2 dan 3 kehidupan

yang disebabkan karena dehidrasi, Demam karena infeksi tanda

lain dari infeksi seperti leukositosis/leucopenia, CRP tinggi,

respons kurang baik dengan pemberian cairan, dan riwayat

persalinan prematur/resiko infeksi .

Dehidrasi

Dehidrasi pada masa ini sering disebabkan oleh kehilangan cairan

atau paparan oleh suhu kamar yang tinggi.

Heat stroke

Tanda umum heat stroke adalah suhu tubuh > 40.50C atau sedikit

lebih rendah, kulit teraba kering dan panas, kelainan susunan saraf

Page 28: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

19

pusat, takikardia, aritmia, kadang terjadi perdarahan miokard, dan

pada saluran cerna terjadi mual, muntah, dan kram. Komplikasi

yang bisa terjadi antara lain DIC, lisis eritrosit, trombositopenia,

hiperkalemia, gagal ginjal, dan perubahan gambaran EKG. Anak

dengan serangan heat stroke harus mendapatkan perawatan intensif

di ICU, suhu tubuh segera diturunkan (melepas baju dan sponging

dengan air es sampai dengan suhu tubuh 38,50 C kemudian anak

segera dipindahkan ke atas tempat tidur lalu dibungkus dengan

selimut), membuka akses sirkulasi, dan memperbaiki gangguan

metabolic yang ada

Trauma lahir

Hipertermia yang berhubungan dengan trauma lahir timbul pada

24%dari bayi yang lahir dengan trauma. Suhu akan menurun

pada1-3 hari tapi bisa juga menetap dan menimbulkan komplikasi

berupa kejang.

Tatalaksana dasar hipertermia pada neonatus termasuk

menurunkan suhu bayi secara cepat dengan melepas semua baju

bayi dan memindahkan bayi ke tempat dengan suhu ruangan. Jika

suhu tubuh bayi lebih dari 390C dilakukan tepid sponged 350C

sampai dengan suhu tubuh mencapai 370C.

Renjatan hemorargik dan ensefalopati

Gambaran klinis mirip dengan heat stroke tetapi tidak ada riwayat

penyelimutan berlebihan, kekurangan cairan, dan suhu udara luar

Page 29: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

20

yang tinggi. HSE diduga berhubungan dengan cacat genetic dalam

produksi atau pelepasan serum inhibitor alpha-1-trypsin. Kejadian

HSE pada anak adalah antara umur 17 hari sampai dengan 15

tahun (sebagian besar usia < 1 tahun dengan median usia 5 bulan).

Pada umumnya HSE didahului oleh penyakit virus atau bakterial

dengan febris yang tidak tinggi dan sudah sembuh (misalnya

infeksi saluran nafas akut atau gastroenteritis dengan febris

ringan). Pada 2 – 5 hari kemudian timbul syok berat, ensefalopati

sampai dengan kejang/koma, hipertermia (suhu > 410C),

perdarahan yang mengarah pada DIC, diare, dan dapat juga terjadi

anemia berat yang membutuhkan transfusi.

Pada pemeriksaan fisik dapat timbul hepatomegali dan asidosis

dengan pernafasan dangkal diikuti gagal ginjal. Pada pemeriksaan

laboratorium didapatkan leukositosis, hipernatremia, peningkatan

CPK, enzim hati dan tripsin, hipoglikemia, hipokalsemia,

trombositopenia, penurunan faktor II, V, hiperfibrinogenemia, dan

alpha-1-antitripsin.Pada HSE tidak ada tatalaksana khusus, tetapi

pengobatan suportif seperti penanganan heat stroke dan

hipertermia maligna dapat diterapkan. Mortalitas kasus ini tinggi

sekitar 80% dengan gejala sisa neurologis yang berat pada kasus

yang selamat. Hasil CT scan dan otopsi menunjukkan perdarahan

fokal pada berbagai organ dan edema serebri.

Page 30: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

21

Sudden infant death syndrome (SIDS)

Definisi SIDS adalah kematian bayi (usia 1-12 bulan) yang

mendadak, tidak diduga, dan tidak dapat dijelaskan. Kejadian yang

mendahului sering berupa infeksi saluran nafas akut dengan febris

ringan yang tidak fatal. Hipertermia diduga kuat berhubungan

dengan SIDS.

Penatalaksanaan hypertermia

a. Tindakan farmakologis

Tindakan menurunkan suhu mencakup intervensi farmakologik.

Intervensi paling efektif adalah penggunaan antipiretik untuk

menurunkan set point (Wong, 2009). Obat yang umum digunakan

untuk menurunkan suhu dengan berbagai penyebab (infeksi, inflamasi

dan neoplasma) adalah obat antipiretik. Antipiretik ini bekerja dengan

mempengaruhi termoregulator pada sistem saraf pusat dan dengan

menghambat kerja prostaglandin secara perifer (Deglin&Vallerand,

2004). Obat antipiretik antara lain asetaminofen, aspirin, kolin,

magnesium salisilat, ibuprofen dan obat –obat anti inflamasi non

steroid (NSAID).

Page 31: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

22

Asetaminofen merupakan obat pilihan, aspirin dan salisilat lain tidak

boleh diberikan pada anak-anak dan remaja. Ibuprofen,

penggunaannya disetujui untuk menurunkan demam pada anak-anak

yang berusia minimal 6 bulan. Hindari pemakaian aspirin atau

ibuprofen pada pasien-pasien dengan gangguan perdarahan

(Deglin&Vallerand, 2004). Beberapa ibuprofen yang tidak disetujui

penggunaannya untuk anak-anak adalah nuprin, medipren dan motrin

IB. Penggunaannya dapat dilakukan bila didiskusikan terlebih dahulu

dengan pemberi layanan utama (Katzung, 2002). Pemberian antipiretik

yang berlebihan perlu diperhatikan, karena dapat menyebabkan

keracunan (Totapally, 2005, dan Setiawati, 2009).

b. Tindakan non farmakologis

Tindakan non farmakologis adalah tindakan tambahan yang diberikan

setelah pemberian antipiretik terhadap penurunan panas. Tindakan non

farmakologis tersebut seperti menyuruh anak untuk banyak minum air

putih, istirahat, kompres hangat serta tepid water sponge (Budi, 2006).

Kania (2007) mengatakan bahwa penatalaksanaan anak dengan

demam adalah dengan menempatkan anak dalam ruangan bersuhu

normal dan mengusahakan agar pakaian anak tidak tebal.

Page 32: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

23

2.1.3 Tepid Water Sponge

Tepid water sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang

menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah superficial

dengan teknik seka (Corrard, 2001, hlm.253).Tepid water sponge sering

direkomendasikan untuk mempercepat penurunan suhu tubuh (Conrad,

2002; Carton, et al., 2001, dalam Setiwati, 2009). Tujuan dari

penggunaan tepid water sponge ini untuk menurunkan suhu secara

terkontrol (Johnson, Temple&Car, 2005). Prosedur ini tidak boleh

dilakukan pada bayi dibawah usia 1 tahun dan tanpa pengawasan

medis, karena tindakan ini dapat meyebabkan anak menjadi syok

(Hastings, 2005). Pemberian tepid water sponge pada daerah tubuh

akan mengakibatkan anak berkeringat.

Tepid water sponge bertujuan untuk mendorong darah ke permukaan

tubuh sehingga darah dapat mengalir dengan lancar. Ketika suhu tubuh

meningkat dilakukan tepid water sponge, hipotalamus anterior memberi

sinyal pada kelenjar keringat untuk melepaskan keringat. Tindakan ini

diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai

keadaan normal kembali (Filipinomedia, 2010).

Page 33: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

24

Skema 2

Mekanisme tepid water sponge dalam menurunkan suhu tubuh

Sumber Potter&Perry,2005

Beberapa penelitian terkait yang berhubungan dengan tepid water

sponge adalah penelitian lain yang dilakukan oleh Setiawati (2009)

tentang “Pengaruh tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh

dan kenyamanan pada anak usia prasekolah dan sekolah yang

mengalami demam di ruang perawatan anak Rumah Sakit

Muhammadiyah Bandung”. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan

untuk mengetahui pengaruh pemberian antipiretik disertai tepid sponge

terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan anak di ruang

perawatan anak RS Muhammadiyah Bandung.

Tepid water sponge

Anak demam

Hipotalamus anterior

Sinyal menurunkan set point

Vasodilatasi, berkeringat

Penurunan suhu tubuh pada anak

Page 34: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

25

Desain yang digunakan adalah quasi experimental pre-post test non

eqivalen control group dengan jumlah sampel 50 responden.

Pengukuran dilakukan dengan melihat penurunan suhu tubuh dan

tingkat kenyamanan sebelum intervensi dan 60 menit setelah intervensi.

Kesimpulan didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna dalam

penurunan suhu tubuh antara kelompok intervensi dengan kelompok

control (p=0,21); serta tidak ada perbedaan yang bermakna dalam

tingkat rasa nyaman antara kelompok intervensi dengan kelompok

control (p=0,21) setelah 60 menit intervensi. Akan tetapi ada

kecenderungan bahwa pemberian antipiretik yang disertai tepid water

sponge mengalami penurunan suhu yang lebih besar dan peningkatan

rasa nyaman yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemberian

antipiretik saja. Implikasi keperawatan yang dapat direkomendasikan

adalah pemberian antipiretik disertai tepid sponge dapat dijadikan

intervensi untuk menurunkan demam dan meningkatkan rasa nyaman

pada anak terutama pada anak usia sekolah.

Tahap-tahap pelaksanaan tepid water sponge (Rosdahl & Kowalski,

2008, dalam Setiawati, 2009)

a) Tahap persiapan

1) Jelaskan prosedur dan demonstrasikan cara tepid water

sponge.

Page 35: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

26

2) Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air

hangat (37ºC - 40ºC), lap mandi (wash lap), handuk mandi,

perlak, thermometer digital.

b) Pelaksanaan

1) Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum

dilakukan tepid water sponge

2) Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu

pemberian antipiretik pada klien

3) Buka seluruh pakaian klien dan alas klien dengan perlak.

4) Tutup tubuh klien dengan handuk mandi . Kemudian

basahkan wash lap atau lap mandi, usapkan mulai dari

kepala, dan dengan tekanan lembut yang lama, lap

keseluruh tubuh, lakukan sampai ke arah ekstermitas

bawah secara bertahap. Lap tubuh klien selama 15 menit.

Pertahankan suhu air (37ºC - 40ºC).

5) Apabila wash lap mulai mengering maka rendam

kembali dengan air hangat lalu ulangi tindakan seperti

diatas.

6) Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau

menggigil atau segera setelah suhu tubuh klien

mendekati normal. Selimuti klien dengan selimut mandi

Page 36: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

27

dan keringkan. Pakaikan klien baju yang tipis dan mudah

menyerap keringat.

7) Catat suhu tubuh klien sebelum dan sesudah tindakan.

2.1.4 Balita

Balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau lebih

dikenal dengan pengertian usia anak dibawah lima tahun (Muaris,H,

2006). Menurut Sutomo.B. dan Anggraeni. DY. 2010, balita adalah

istilah umum bagi anak batita usia (1-3) tahun dan anak usia

prasekolah (3-5)tahun.

Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang

manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa ini menjadi penentu

keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak dimasa yang akan

datang. Masa tumbuh kembang di usia balita merupakan masa yang

berlangsung cepat dan tidak akan berulang, karena itu masa balita

sering disebut dengan golden age atau masa keemasan.

Pertumbuhan dan perkembangan memiliki pola khas yang dapat terjadi

mulai dari kepala hingga seluruh tubuh atau juga mulai dari kemampuan

yang sederhana hingga mencapai kemampuan yang lebih kompleks

sampai mencapai kesempurnaan dari tahap pertumbuhan dan

Page 37: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

28

perkembangan (Narendra, 2002). Pada usia balita sebagian besar system

tubuh telah matur dan dapat menyesuaikan diri dengan stresss. Volume

saluran pernafasan dan pertumbuhan struktur yang bersangkutan terus

bertambah. Frekwensi pernafasan dan denyut jantung melambat,

tekanan darah meningkat.

2.1.5 Atrial Septal Defect (Defek Septum Atrium)

a. Definisi

ASD (Atrial Septal Defect adalah kelainan jantung congenital dimana

terdapat lubang (defect) pada sekat (septum) inter-atrium. yang terjadi

oleh karena kegagalan fusi septum inter-atrium semasa janin. Diantara

kelainan jantung yang memerlukan pembedahan jantung terbuka

adalah atrial Septal Defect. Defect ini dapat berupa defect sinus

venosus di dekat muara vena cava superior, foramen ovale terbuka

pada umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defect septum

sekuntum yaitu kegagalan pembentukkan septum sekundum dan defect

primum adalah kegagalan penutupan septum primum yang letaknya

dekat sekat antara bilik atau pada bantalan endokard. Macam-macam

defect sekat ini harus ditutup dengan tindakkan bedah sebelum terjadi

pembalikan aliran darah melalui pintasan ini dari kanan ke kiri (right

Page 38: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

29

to left shunt) sebagai tanda timbulnya sindroma Eisenmemger. Bila

sudah terjadi R to L shunt, maka pembedahan dikontraindikasikan.

b. Angka Kejadian

Diantara berbagai kelainan bawaan yang ada, penyakit jantung bawaan

(PJB) merupakan kalainan yang paling sering ditemukan. Di Amerika

Serikat , insiden penyakit jantung bawaan sekitar 8 – 10 dari 1000

kelahiran hidup, dengan 1/3 diantaranya dalam kondisi kritis pada

tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan

pertama kehidupan berakhir dengan kematian. Di Indonesia dengan

populasi 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%

diperkirakan 30.000 penderita dengan PJB. Defect pada septum atrium

merupakan lebih kurang 10 % dari seluruh penyakit jantung bawaan.

Kelainan ini lebih sering ditemukan pada anak perempuan dibanding

pada anak laki- laki (rasio Perempuan : laki = 2:1). Angka kejadian

ASD yang disertai kelainan lain sekitar 30 – 50 % dari seluruh

kalainan jantung bawaan.

c. Klasifikasi

Berdasarkan variasi kelainan anatominya, Atrial Septal Defect dapat

diklasifikasikan menjadi tiga type ASD yaitu:

Page 39: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

30

1) Ostium Primum (ASD I), letak lubang dibagian bawah septum,

mungkin dapat dihubungkan dengan kelaianan katup mitral. Angka

kejadian kelainan ASD type ini sekitar 15% dari total ASD, dan

bila ASD I disertai ECD (endocardial cushion defect) memiliki

prevalensi sekitar 30% angka kejadian ASD.

2) Ostium Sekundum (ASD II), letak lubang ditengah septum. Angka

kejadian ASD ini paling besar sekitar (50 – 70)% total ASD.

3) Sinus Venosus Defect, lubang berada diantara vena cava

superior dan atrium kanan. Type defect ini sekitar sekitar 10% dari

seluruh kelainan ASD.

Type ASD

ASD primum ASD sekudum ASD venosus

Page 40: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

31

c) Patofisiologi

Terjadi aliran “shunting” darah dari atrium kiri menuju atrium kanan

melalui defek /lubang pada sekat atrium (left to right shunt) oleh karena

compliance ventrikel kanan yang lebih besar (bertekanan rendah)

dibanding ventrikel kiri. Besarnya“shunting” bergantung terhadap

seberapa besar perbandingan compliance (relatif) ventrikel kanan

terhadap ventrikel kiri, dan juga tergantung pada besar kecilnya defek.

Akibatnya adalah terjadi kelebihan volume darah (volume

overload)pada jantung kanan yang pada akhirnya menyebabkan

pembesaran atrium dan ventrikel kanan serta dilatasi arteri pulmonalis.

Juga terjadi peningkatan tekanan pada vaskularisasi paru atau yang

dikenal dengan “ hipertensi pulmonal” akibat kelebihan volume

darah pada paru (lung overflow). Dilatasi ventrikel kanan

mengakibatkan waktu depolarisasi ventrikel kanan memanjang yang

Page 41: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

32

akan memberikan gambaran blok RBBB pada pemeriksaan

elektrokardiolografi (EKG).

Murmur yang terjadi bukan karena “shunting” di atrium, tetapi karena

terjadinya turbulensi darah saat melewati katup arteri pulmonalis

(stenosis relative katup pulmonalis). Oleh sebab itu murmur yang

terjadi adalah murmur sistolik di area auskultasi pulmonal.Gagal

jantung kongestif (CHF) dan hipertensi pulmonal seringkali baru

terjadi pada usia decade III dan IV oleh karena faktor compliance dari

jantung kanan dan arteri pulmonalis yang besar. Jika compliance

ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt

dari kiri ke kanan akan berbalik menjadi dari kanan ke kiri akibat dari

penyakit vaskuler paru yang semakin bertambah berat. Keadaan ini

disebut dengan aisenmenger.

d) Etiologi

Kelainan jantung ASD merupakan penyakit congenital yang

penyebabnya tidak diketahui secara pasti , Tetapi ada beberapa factor

yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian

ASD.

Page 42: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

33

Faktor-faktor tersebut diantaranya:

1) Faktor Prenatal.

Ibu menderita infeksi rubella

Ibu Alkoholis

Umur ibu pada saat kehamilan > 40 tahun

Ibu dengan IDDM

Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu saat

kehamilan

2) Faktor Genetik

Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB

Ayah dan ibu menderita PJB

Kelainan kromosom mis down syndrome

Lahir dengan kelaianan bawaan lain.

e) Tanda dan Gejala

Banyak anak-anak atau remaja dengan ASD tidak menunjukkan gejala

apa-apa (asimptomatik). Pada pemeriksaan fisik menisfestasi klinis

pada Atrial Septal Defect (ASD) :

1) Habitus kurus

2) Dispnea

3) Kecenderungan infeksi saluran nafas berulang

4) Kardiomegali

Page 43: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

34

5) Palpitasi

Pada auskultasi terdengar adanya mumur systolic

f) Pemeriksaaan Penunjang

1) Foto rontgen. Pada defect kecil gambaran foto rontgen masih

dalam batas normal, Bila defect besar Ukuran jantung membesar

sebanding dengan besarnya shunt. Mungkin terdapat pembesaran

jantung kanan yang tampak sebagai penonjolan pada bagian kanan

atas jantung. Vaskulerisasi corakan paru bertambah. Batang arteri

pulmonalis dapat juga membesar .

2) Elektrokardiografi. Pada EKG akan tampak devisiasi sumbu

frontal jantung mengarah ke kanan. Kompleks QRS akan terlihat

sedikit memanjang dan terdapat karakteristik pola rSr’ atau rsR’

pada VI. Pada V6 terlihat gambaran S yang lebih panjang dari

normal. Kompleks QRS menggambarkan adanya blockade RBBB.

Pada ASD type I sumbu frontal jantung selalu mengarah ke kiri.

3) Ekokardiografi. Dengan Ekokardiogram M-Mode, pada ASD

skundum sering tampak dilatasi ventrikel kanan dan septum inter-

vertrikuler yang bergerak paradox atau mendatar. Pada pandangan

subcostal 4-chamber akan memperlihatkan defect pada septum

atrium dan ditemukan tanda-tanda adanya left to right shunt.

Page 44: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

35

4) Kateterisasi jantung. Kateterisasi dilakukan untuk melihat tekanan

padamasing-masing ruang jantung. Bila terdapat hipertensi

pulmonal pada kateterisasi jantung terdapat peningkatan saturasi

O2 di atrium kanan dengan peningkatan ringan tekanan ventrikel

kanan dan kiri.

g) Penatalaksanaan

Secara umum adanya ASD besar merupakan indikasi untuk dilakukan

penutupan defect secara intervensi bedah atau kateterisasi, pengobatan

(medikamentosa) tidak akan menyebabkan menutupnya lubang ASD

sedang –besar dan bersifat asimptomatik saja.

1) Bedah

Seluruh penderita dengan ASD harus dilakukan tindakkan

penutupan pada defect tersebut, karena ASD tidak dapat menutup

secara spontan dan bila tidak dilakukan penutupan akan terjadi

komplikasi yang tidak diinginkan dimasa dewasa.

Tindakkan operasi penutupan ASD sangat tergantung pada besar

kecilnya aliran darah (pirau) dan ada tidaknya gagal jantung

Page 45: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

36

kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi

pulmonal) serta penyulit lain.

Operasi penutupan ASD harus segera dilakukan bila terdapat:

Jantung yang sangat besar

Dyspnea d’effort yang berat

Gagal jantung kanan

Kenaikan tekananarteri pulmonalis

Masalah yang sering terjadi pasca bedah:

Sinoatrial node dysfungsi

Postpericardiotomy syndrome

Left ventrikuler dysfungsi

Hipertensi pulmonal

Residual ASD

2) Tindakkan Non Bedah.

Pembatasan aktivitas atau olahraga tidak diperlukan

Bayi dengan tanda-tanda CHF sebaiknya dilakukan therapy

medikamentosa lebih dahulu oleh karena keberhasilan

tinggi dan kemungkinan menutup spontan.

Page 46: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

37

Dapat dilakukan tindakkan penutupan melalui

intervensi kateterisasi (ASO – Amplatzer Septal

Ocluder)

Page 47: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

38

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Penelitian yang berjudul “ Pengaruh pemberian tepid water sponge dan antipiretik

dibandingkan dengan antipiretik saja pada balita yang mengalami hypertermia

dengan post operasi ASD di ruang ICU Anak Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh

Darah Harapan Kita” menggunakan kerangka konsep sebagai berikut :

Pre Intervensi Post Intervensi

Hypertermia Suhu tubuh

Antipiretik

hypertermia Suhu tubuh

Tepid water sponge &

antipiretik

Page 48: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

39

Gambar 3.1 Kerangka konsep Hubungan Pemberian tepid water sponge dan

antipiretik dibandingkan dengan antipiretik pada balita yang mengalami hypertermia

dengan post operasi ASD di ICU Anak RSJHK Jakarta 2012.

3.2. Hipotesis penelitian

Ada perbedaan pemberian Tepid water sponge dan antipiretik disbanding antipiretik

saja terhadap penurunan suhu tubuh pada balita yang mengalami hypertermia post

operasi ASD di ruang ICU anak rumah sakit Jantung dan pembuluh darah Harapan

Kita Jakarta.

3.3. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran

Definisi operasional adalah mendefinisikan variable secara operasional berdasarkan

karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan

observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu fenomena. Definisi

operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam

penelitian, sedangkan cara dimana variable dapat diukur dan ditentukan

karakteristiknya

Page 49: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

40

Tabel 3.2 Data Demografi

No Variabel Defenisi

operasional

Alat Cara

pengukuran

Hasil

pengukuran

Skala

pengukuran

1.

2.

Umur

balita

Jenis

kelamin

Umur

responden

yang

dihitung

sejak 12

bulan

sampai

dengan

waktu

penelitian

yang

dinyatakan

dalam

bulan

Sifat/keada

an yang

membeda

kan dua

individu

yang

Kuesioner

Kuesioner

Mengisi

lembar

kuesioner

pada data

demografi

Mengisi

lembar

kuesioner

pada data

demografi

12-36 bln

37-60 bln

1=laki-laki

2=perempu

an

Ordinal

Nominal

Page 50: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

41

berbeda

jenis

Tabel 3,3 Data Pre-test dan Post-test

No Variabel Definisi

operasional

Alat Cara

pengukuran

Hasil

pengukuran

Skala

pengukuran

1.

Hyperter

mia

Suatu

keadaan

dimana

suhu tubuh

melebihi

titik tetap

atau set

point lebih

dari 38,5ºC

Alat

pengukur

suhu

tubuh

Observasi

Kelompok

intervensi :

Mean

(38,7˚C)

Median

(38,7˚C)

Standar

deviasi

(0,26˚C)

Ratio

Page 51: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

42

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain/Rancangan Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperiment.

Dalam penelitian ini kelompok intervensi (pasien hypertermia yang diberikan tepid

water sponge dan antipiretik) dan kelompok kontrol (pasien hypertermia yang hanya

diberikan antipiretik saja) sama-sama dilakukan pre-test dan di post-test setelah

pemberian perlakuan.

4.2 Prosedur Penelitian

4.2.1 Persiapan alat

4.2.2 Persiapan Pasien

a. Identifikasi pasien

b. Perkenalkan diri dan tujuan pelaksanaan

c. Minta persetujuan pasien

d. Jelaskan prosedur pelaksanaan

e. Siapkan lingkungan

4.2.3 Pelaksanaan

Page 52: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

43

Prosedur pelaksanaan tepid water sponge diambil dari tahap-tahap tepid water

sponge yang direkomendasikan oleh Rosdahl dan Kowalski, (2008).

a. Tahap persiapan

1) Jelaskan prosedur dan demonstrasikan cara tepid water sponge.

2) Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air hangat (37ºC

- 40ºC), lap mandi (wash lap), handuk mandi, perlak, thermometer

digital.

b. Pelaksanaan

1) Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan tepid water

sponge

2) Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu pemberian

antipiretik pada klien

3) Buka seluruh pakaian klien dan alas klien dengan perlak.

4) Tutup tubuh klien dengan handuk mandi . Kemudian basahkan wash lap

atau lap mandi, usapkan mulai dari kepala, dan dengan tekanan lembut

yang lama, lap keseluruh tubuh, lakukan sampai ke arah ekstermitas

bawah secara bertahap. Lap tubuh klien selama 15 menit. Pertahankan

suhu air (37ºC - 40ºC).

5) Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali dengan air

hangat lalu ulangi tindakan seperti diatas.

6) Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau segera

setelah suhu tubuh klien mendekati normal. Selimuti klien dengan

Page 53: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

44

selimut mandi dan keringkan. Pakaikan klien baju yang tipis dan mudah

menyerap keringat.

7) Catat suhu tubuh klien sebelum dan sesudah tindakan.

4.3 Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah ruang ICU Anak Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh

Darah Harapan Kita Jakarta dengan alasan karena belum pernah dilakukan penelitian

tentang penelitian ini sebelumnya.

4.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013.

4.5 Populasi dan Sampling

4.5.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak balita post operasi ASD yang

mengalami hypertermia ( suhu > 38.5ºC) yang dirawat di ruang ICU Anak

Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.

Page 54: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

45

4.5.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi, yaitu sejumlah obyek atau subyek yang

dapat atau dianggap mewakili populasi (Hidayat, 2008). Sampel adalah obyek

yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, 2010).

Tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total

sampling yaitu tehnik penentuan sampel bila semua jumlah populasi

digunakan sebagai sampel. Hal ini dilakukan jika jumlah sampel relatif kecil

(Setiadi, 2007).

Sampel penelitian ini adalah anak balita post operasi ASD yang emngalami

hypertermia yang dirawat di ruang ICU rumah sakit Jantung dan Pembuluh

Darah Harapan Kita Jakarta sebanyak 20 orang.

4.5.3 Kriteria sampel

Sampel yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah yang memenuhi

kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukan atau

layak untuk diteliti. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

1) Anak balita usia 1 – 5 tahun

2) Post operasi ASD hari pertama yang mengalami hypertermia (suhu

diatas 38,5ºC)

3) Belum dilakukan tindakan tepid sponge

Page 55: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

46

4) Belum mengkonsumsi obat antipiretik atau telah mengkonsumsi obat 4

jam sebelum diberi perlakuan.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah karakteristik sampel yang tidak dapat dimasukkan

atau tidak layak untuk diteliti. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Usia lebih dari 5 tahun

2) Jenis operasi bukan post operasi ASD

3) Berada dalam waktu paruh obat

4) Responden baru selesai makan

5) Responden menggunakan pakaian atau selimut

6) Pasien mengalami infeksi lain ( seperti pneumonia, dan lain-lain)

4.6 Etika Penelitian

Pada pelaksanaan penelitian ini, peneliti mendapatkan ijin dari institusi pendidikan

“Universitas Muhammadiyah Jakarta”, kemudian peneliti memberikan surat ijin

tersebut kepada direktur RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta dan

kepada kepala ruangan ICU Anak RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita

Jakarta.

Setelah mendapat ijin penelitian, kemudian peneliti melakukan penelitian dengan

menekankan masalah etika penelitian yang meliputi :

Page 56: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

47

1. Surat Persetujuan (Informed Consent)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden

(orang tua) dengan memberikan lembar persetujuan, dimana lembar persetujuan

tersebut ditandatangani orang tua sebelum penelitian dilakukan. Sebelum

informed consent ditandatangani, peneliti menjelaskan kepada orang tua

responden tentang maksud dan tujuan dilakukannya penelitian, juga ditekankan

bahwa calon responden akan dijamin kerahasiaan identitasnya dengan hanya

menulis inisial nama dalam kuesioner yang harus diisi orang tua responden.

Dijelaskan juga bahwa keikutsertaan calon responden adalah bersifat suka rela,

2. Tanpa nama (Anoymity)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam

penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama pada

lembar alat ukur, dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau

hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan (confidentiality) merupakan masalah etika dengan memberikan

jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua data yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

Page 57: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

48

4. Hak untuk menarik diri

Responden berhak mengundurkan diri selama proses penelitian. Hal ini tidak

berpengaruh terhadap pelayanan perawatan yang diberikan selama perawatan.

4.7 Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah menggunakan

lembar observasi yaitu suatu daftar pengecekan berisikan nama dan daftar obeservasi

suhu tubuh sebelum intervensi dan suhu tubuh sesudah intervensi yang dilakukan

dengan menggunakan angka.

4.8 Metode Pengumpulan Data

4.8.1 Tahap persiapan

a. Mengurus perijinan untuk pelaksanaan penelitian kepada rumah sakit.

b. Bakerjasama dengan kepala ruangan untuk menentukan responden yang

akan diteliti.

c. Memperbanyak lembar observasi.

4.8.2 Tahap pelaksanaan

a. Peneliti memberikan penjelasan tentang penelitian dan tujuan penelitian

kepada orang tua responden selanjutnya apabila orang tua responden

Page 58: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

49

bersedia mengikuti penelitian maka orang tua responden menandatangani

surat persetujuan (informed consent).

b. Mengisi lembar observasi dilakukan oleh peneliti juga dibantu oleh

perawat yang menangani responden.

c. Pengolahan dan analisis data penelitian.

d. Membuat laporan penelitian dalam karya ilmiah.

4.8.3 Tahap akhir

a. Penulisan laporan penelitian.

b. Konsultasi pada pembimbing dalam penulisan, pembuatan dan pengolahan

penelitian dalam karya ilmiah.

c. Mengumpulkan berkas sebelum melakukan seminar.

d. Seminar hasil penelitian.

e. Revisi hasil penelitian

f. Penyempurnaan hasil penelitian dengan menjilid menjadi karya tulis ilmiah

yang sempurna.

4.9 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan melalui proses dengan tahapan (Notoatmojo, 2005)

sebagai berikut :

4.9.1 Editing merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isi formulir atau

lembar observasi, apakah sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten.

Page 59: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

50

4.9.2 Coding yaitu instrument yang telah di edit di konversi kedalam angka atau

kode tertentu.

4.9.3 Processing yaitu proses mengelola data agar dapat dianalisa. Pemprosesan

data dilakukan dengan mengentry data dari lembar observasi perubahan

suhu kedalam perangkat komputer.

4.9.4 Cleaning yaitu kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry untuk

mengetahui ada tidaknya kesalahan.

4.10 Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan menggunakan dua cara :

1. Analisa Univariat

Analisis dilakukan terhadap variable dari hasil penelitian. Pada unumnya

analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variable

(Notoatmojo, 2005). Pada penelitian ini peneliti menganalisa perubahan suhu

tubuh pada balita post operasi ASD yang mengalami hypertermia sebelum dan

sesudah pemberian perlakuan.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variable yang

diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmojo, 2005). Analisa pada

penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemberian tepid water

sponge dan antipiretik dibandingkan dengan antipiretik saja pada balita post

Page 60: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

51

operasi ASD yang mengalami hypertermia. Uji statistik yang dilakukan

adalah uji T test yaitu uji beda dua mean independen.

Page 61: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

52

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di ruang ICU anak RS Jantung Harapan Kita pada bulan

Desember – Januari 2013. Dalam bab ini akan dibahas mengenai Analisa univariat yang

terdiri dari karakteristik responden berdasarkan data demografi usia dan jenis kelamin.

data yang didapat dari hasil penelitian analisa Bivariat yang menyatakan pengaruh antara

variabel dependen. Jumlah responden pada penelitian ini terdiri dari 10 responden

kelompok intervensi dan 10 responden kelompok kontrol. Dari pengumpulan data dan

pengolahan data observasi yang dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut:

A. Analisa Univariat

Dalam analisa univariat ini menjelaskan secara deskriptif mengenai variabel-variabel

penelitian yang terdiri dari karakteristik responden usia dan jenis kelamin sesuai

dengan hasil pengumpulan data sesuai dengan variabel penelitian. Data-data ini akan

disajikan dalam bentuk tabel.

5.1 Data Demografi

Page 62: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

53

Tabel 5.1

Distribusi responden menurut data demografi pada pasien yang mengalami hypertermia post operasi ASD di Ruang ICU Anak

RS Jantung Harapan Kita Bulan Desember 2012 – Januari 2013

No Variabel Kelompok Intervensi

N= 10 Kelompok Kontrol

N= 10 frekuensi (%) frekuensi (%)

1. Jenis kelamin a. Laki-laki b. Perempuan

8 2

80 20

8 2

80 20

2. Usia a. 12-36 bln b. 37-60 bln

9 1

90 10

8 2

80 20

Tabel 5.1 menunjukan distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada

kelompok intervensi adalah laki-laki yaitu 8 orang (80%). Demikian juga pada

kelompok kontrol adalah laki-laki yaitu 8 orang (80%), jadi dapat disimpulkan

bahwa jenis kelamin responden umumnya laki-laki pada kelompok intervensi

maupun kelompok kontrol.

Distribusi responden berdasarkan usia pada tabel 5.1 umumnya adalah anak balita

12-36 bulan yaitu 9 orang (90%) pada kelompok intervensi. Demikian juga pada

kelompok kontrol umumnya responden berusia 12-36 bulan yaitu 8 orang (80%).

Jadi dapat disimpulkan usia responden baik pada kelompok intervensi maupun

kelompok kontrol umumnya berusia 12-36 bulan.

Page 63: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

54

5.2 Suhu tubuh Sebelum dan Sesudah Diberikan Tepid Water Sponge dan

Antipiretik dan Antipiretik Saja Pada balita yang mengalami hypertermia

post operasi ASD di RSJHK

Tabel 5.2

Distribusi rata-rata suhu tubuh sebelum dan sesudah diberikan tepid water sponge dan antipiretik dan antipiretik saja pada balita yang mengalami

hypertermia post operasi ASD di ICU Anak RSJHK Bulan Desember 2012 dan Januari 2013

Suhu Tubuh Mean Median Standar Deviasi

Kelompok Intervensi Pre Post

38,7 37,2

38,7 37,2

0,2616 0,2224

Kelompok Kontrol Pre Post

38,8 37,9

38,7 38

0,2749 0,2593

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa rata-rata suhu tubuh responden sebelum tepid water

sponge dan antipiretik adalah 38,7ºC dengan standar deviasi 0,26ºC. Sedangkan rata-

rata suhu tubuh responden setelah diberikan tepid water sponge dan antipiretik adalah

37,2ºC, dengan standar deviasi sebesar 0,22ºC. Rata-rata suhu tubuh responden

sebelum diberikan antipiretik adalah 38.8ºC, dengan standar deviasi sebesar 0,27º C.

Sedangkan rata-rata suhu tubuh setelah diberikan antipiretik adadah 37,9ºC dengan

standar deviasi 0,25ºC.

Page 64: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

55

B. Analisa Bivariat

Pada analisa ini peneliti ingin menguji pengaruh pemberian tepid water sponge

dan antipiretik dibandingkan dengan antipiretik saja pada balita yang mengalami

hypertermia post operasi ASD di ruang ICU anak RS Jantung Harapan Kita

dengan menggunakan Uji T dependen atau sering di sebut dengan uji T

Paired/pasangan.

Tabel 5.3

Pengaruh tepid water sponge dan antipiretik dibandingkan antipiretik saja pada balita yang mengalami hypertermia post operasi ASD di ICU Anak RSJHK

Bulan Desember 2012- Januari 2013

Variabel Mean SD SE p value N Kelompok Intervensi

Pre Post

38,7 37,2

0,26 0,22

0,082 0,070

0,000

10

Kelompok Kontrol Pre Post

38,8 37,9

0,27 0,25

0,086 0,082

0,000

10

Tabel 5.3 dapat disimpulkan rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan tepid water

sponge dan antipiretik sebesar 38,7ºC, dengan standar deviasi 0,26ºC. Rata-rata suhu

tubuh sesudah diberikan tepid water sponge dan antipiretik 37,2ºC, dengan standar

deviasi 0,22ºC. Terlihat nilai mean perbedaan antara sebelum dan sesudah diberikan

tepid water sponge dan antipiretik adalah 1,53ºC dengan standar deviasi 0,26ºC. Hasil

uji statistik di dapatkan P value 0,000 ( α < 0,005). Hal ini berarti dapat disimpulkan

“ada pengaruh yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberi tepid water sponge

Page 65: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

56

dan antipiretik pada balita yang mengalami hypertermia post operasi ASD Clossure

di ruang ICU anak RS Jantung Harapan Kita.

Tabel 5.3 dapat disimpulkan rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan antipiretik

adalah 38,8ºC, dengan standar deviasi 0,27ºC. Rata-rata suhu tubuh sesudah diberikan

antipiretik 37,9ºC, dengan standar deviasi 0,25ºC. Terlihat nilai mean perbedaan

antara sebelum dan sesudah diberikan antipiretik adalah 0,83ºC dengan standar

deviasi 0,24ºC. Hasil uji statistik di dapatkan P value 0,000 (α <0,05). Hal ini berarti

dapat disimpulkan “ada pengaruh yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberi

antipiretik pada balita yang mengalami hypertermia post operasi ASD Clossure di

ruang ICU anak RS Jantung Harapan Kita .

Dari tabel 5.3 dapat dibuktikan bahwa tepid water sponge dan antipiretik lebih efektif

dalam membantu menurunkan suhu tubuh pada balita yang mengalami hypertermia

dengan penurunan suhu tubuh sebesar 1,5ºC dibandingkan hanya diberi antipiretik

saja dengan penurunan suhu tubuh 0,85ºC.

Page 66: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

57

BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Eksperiment. Dalam penelitian ini kelompok

intervensi ( pasien hypertermia yang diberikan tepid water sponge dan antipiretik) dan

kelompok kontrol ( pasien hypertermia yang hanya diberikan antipiretik saja) sama-sama

dilakukan pre test dan di post test setelah pemberian perlakuan. Responden dalam

penelitian ini sebanyak 20 balita yaitu 17 balita laki-laki dan 3 balita perempuan yang

masuk rawat di ruang ICU Anak RSJHK dalam periode Desember 2012 sampai dengan

Januari 2013.

6.1. Gambaran dan Karakteristik Balita Yang Mengalami Hypertermia di ICU

Anak RSJHK Jakarta

Hasil penelitian dari tanggal 1 Desember 2012 – 31 Januari 2013 terlihat lebih

banyak balita yang berjenis kelamin laki-laki yang dirawat inap. Secara umum

hypertermia lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan

perbandingan 2:1 ( Potter & Perry, 2005, hlmn 1836). Laki-laki merupakan salah

satu kelompok beresiko mengalami angka kesakitan, karena anak laki-laki lebih

aktif dan banyak beraktifitas dari pada anak perempuan, misalnya bermain. Mainan

merupakan sumber yang berpotensi merusak tubuh secara serius pada anak 1 – 10

tahun. Paparan eksogen dan produksi panas endogen merupakan dua mekanisme

Page 67: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

58

yang dapat menyebabkan hypertermia pada temperature internal yang tinggi dengan

tingkat yang membahayakan. Produksi panas yang berlebihan dapat menyebabkan

hypertermia dengan mudah, dibandingkan dengan kontrol temperature tubuh secara

fisiologis dan perilaku ( Gertmaker dlm Wong, 2008, hlmn 9-10 ).

Pada tabel 5.1 diketahui dominasi penelitian ini adalah balita yang berusia 12-36

bulan sebayak 8 balita (80%). Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh

WONG, (2008, hlmn.862-863) menyatakan bahwa hypertermia terjadi pada 3% -

4% anak-anak, biasanya usia 3 bulan sampai 5 tahun. Usia sangat mempengaruhi

metabolisme tubuh akibat mekanisme hormonal sehingga memberi efek tidak

langsung terhadap suhu tubuh. Pada neonatus dan bayi, terdapat mekanisme

pembentukan panas melalui pemecahan (metabolisme) lemak coklat sehingga

terjadi proses termogenesis tanpa menggigil (non-shivering thermogenesis). Secara

umum, proses ini mampu meningkatkan metabolism hingga lebih dari 100 %

(Soedarmo, Garma, Hadinegoro, et al. 2008, hlmn.30).

6.2 Gambaran suhu balita post operasi ASD di Ruang ICU Anak RSJHK Jakarta

Dari data yang diperoleh gambaran suhu tubuh pasien post operasi ASD rata-rata

ditemukan peningkatan suhu tubuh 38,8ºC. Sesudah diberi perlakuan penurunan

suhu tubuh ditemukan pada suhu kontrol yaitu 37,9ºC dan pada suhu eksperimen

37,2ºC. Peningkatan suhu tubuh pada pasien hypertermia dapat disebabkan oleh

beberapa faktor diantaranya oleh infeksi bakteri, virus, tumor, trauma, sindrom

Page 68: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

59

malignan, maupun intoksikasi (Cimpella, Goldman & Kline, 2000, dalam Ball &

Bindler, 2003, hlmn.397).

Suhu tubuh diatur dengan meknisme seperti thermostat di hipotalamus. Mekanisme

ini menerima masukan dari reseptor yang berada di pusat dan perifer. Jika terjadi

perubahan suhu, reseptor-reseptor ini akan menghantarkan informasi tersebut ke

thermostat, yang akan meningkatkan atau menurunkan produksi panas untuk

mempertahankan suhu set point yang konstan. Akan tetapi, selama infeksi substansi

pirogenik menyebabkan peningkatan set point normal tubuh, suatu proses dimediasi

oleh prostaglandin akibatnya hipotalamus meningkatkan produksi panas sampai

suhu inti (internal) mencapai set point yang baru (Wong, 2008, hlmn.862).

Tepid water sponge merupakan salah satu cara metode fisik untuk menurunkan

demam yang bersifat non farmakoterapi. Tehnik ini dilakukan dengan melakukan

kompres air hangat di seluruh badan anak. Suhu air untuk mengompres antara 30-

35ºC (Setiawati,2009,hlmn.11). Selain itu, tepid water sponge juga bertujuan untuk

menurunkan suhu di permukaan tubuh. Turunnya suhu terjadi lewat panas tubuh

yang digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Karena air hangat

membantu darah tepi di kulit melebar, sehingga pori-pori menjadi terbuka yang

selanjutnya memudahkan pengeluaran panas dari dalam tubuh.

Page 69: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

60

6.3 Pengaruh Pemberian Tepid Water Sponge dengan Antipretik Pada Balita Yang

Mengalami Hypertermia Post Operasi ASD di Ruang ICU Anak RSJHK

Jakarta

Hasil uji statistik di dapatkan P value 0,000 berarti pada alpha ( α) < 0,05 dapat

disimpulkan “ada pengaruh yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberi tepid

water sponge dan antipiretik pada balita yang mengalami hypertermia post operasi

ASD di ruang ICU anak RS Jantung Harapan Kita pada bulan Desember 2012 –

Januari 2013”.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawati,(2009)

menyatakan terdapat perbedaan suhu sebelum dan setelah intervensi pemberian

tepid sponge pada pengukuran pertama 10 menit setelah selesai tepid sponge dan

pengukuran kedua (30 menit setelah pengukuran pertama) dengan p value 0,000.

Terdapat perbedaan suhu setelah 10 menit selesai dilakukan tepid sponge dan 30

menit setelah pengukuran pertama, dengan p value 0,000.

Pemberian tepid water sponge dan antipiretik dalam penelitian ini terbukti dapat

menurunkan suhu tubuh pasien. Hasil penelitian mendapatkan bahwa suhu tubuh

pada pasien anak setelah pemberian tepid water sponge dan antipiretik rata-rata

dapat mengalami penurunan sebesar 1,6ºCelcius.

Page 70: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

61

6.4 Pengaruh Pemberian Antipiretik Pada Balita Yang Mengalami Hypertermia

dengan Post Operasi ASD di Ruang ICU Anak RSJHK Jakarta

Hasil uji statistik di dapatkan P value 0,000. Hal ini berarti dapat disimpulkan pada

tingkat signifikan 5 % terbukti ada pengaruh pemberian antipiretik terhadap

penurunan suhu tubuh pada pasien hypertermia. Tindakan menurunkan suhu mencakup

intervensi farmakologik. Intervensi paling efektif adalah penggunaan antipiretik untuk

menurunkan set point (Wong, 2009). Obat yang umum digunakan untuk menurunkan suhu

dengan berbagai penyebab (infeksi, inflamasi dan neoplasma) adalah obat antipiretik.

Antipiretik ini bekerja dengan mempengaruhi termoregulator pada sistem saraf pusat dan

dengan menghambat kerja prostaglandin secara perifer (Deglin&Vallerand, 2004).

Pemberian antipiretik dalam penelitian ini terbukti dapat menurunkan suhu tubuh

pasien. Hasil penelitian mendapatkan bahwa suhu tubuh pada pasien anak setelah

pemberian antipiretik rata-rata dapat mengalami penurunan sebesar 0,85º Celcius.

6.5 Keterbatasan Penelitian

a. Beberapa keterbatasan penelitian yang terdapat dalam penelitian ini antara lain

jumlah sampel yang digunakan mungkin tidak cukup untuk mendeteksi pengaruh

yang bermakna secara statistik.

b. Penelitian ini adalah merupakan pengalaman pertama bagi peneliti sehingga masih

banyak kekurangan terutama keterbatasan pengalaman dan pengetahuan peneliti.

Page 71: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

62

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

a. Gambaran karakteristik responden baik pada kelompok intervensi dan kelompok

kontrol lebih banyak berjenis kelamin laki-laki, sedangkan usia responden

umumnya berusia 12-36 bulan baik pada kelompok intervensi maupun kelompok

kontrol.

b. Nilai rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan tepid water sponge dan antipiretik

sebesar 38,7º C dengan standar deviasi sebesar 0,26ºC, nilai rata-rata setelah 30

menit diberikan tepid water sponge dan antipiretik sebesar 37,2ºC dengan standar

deviasi 0,25ºC, sehingga dapat diketahui ada penurunan rata-rata suhu tubuh

1,53ºC, menunjukan nilai p=0,000 (α <0,05). Hal ini berarti dapat disimpulkan

pada tingkat signifikan 5 % terbukti ada pengaruh pemberian tepid water sponge

dan antipiretik terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien hypertermia.

c. Nilai rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan antipiretik sebesar 38,8º C dengan

standar deviasi sebesar 0,27ºC, nilai rata-rata setelah 30 menit diberikan

antipiretik sebesar 37,9ºC dengan standar deviasi 0,25ºC, sehingga dapat

diketahui ada penurunan rata-rata suhu tubuh 0,85ºC. Dapat disimpulkan pada

Page 72: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

63

tingkat signifikan 5 % terbukti ada pengaruh pemberian antipiretik terhadap

penurunan suhu tubuh pada pasien hypertermia dengan p value 0,000.

d. Hasil penelitian ini didapatkan penurunan suhu tubuh dengan tepid water sponge

ditambah antipiretik lebih efektif dibandingkan kelompok antipiretik saja.

7.2 Saran

a. Bagi Pelayanan Keperawatan

i. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai intervensi mandiri keperawatan

dalam menangani pasien hypertermia di Rumah Sakit .

ii. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi ilmu keperawatan dalam

menentukan intervensi mandiri keperawatan dalam menangani balita yang

mengalami hypertermia.

b. Bagi Riset Keperawatan

Untuk penelitian keperawatan selanjutnya sebaiknya melibatkan sampel yang

lebih besar sehingga akan diperoleh hasil yang lebih baik.

Page 73: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

64

DAFTAR PUSTAKA

Corrad, F. (2001). Ways to reduce fever: new luke warm water baths still indicated? Arch pediatric. 9(3).311-315. Guyton. (2008). Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi II, Jakarta:EGC.

Irene Ratridewi. (2009). Hipertermia. www. Google.co.id/diunduh tanggal 20 Agustus 2012. Linda Maharani. (2011). Perbandingan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan suhu tubuh balita yang mengalami demam. http://id.scribd.com/diunduh tanggal15 Agustus 2012. M. Bartolomeus, Sri Haryati, Syamsul Arif. (2012). Pengaruh kompres tepid spong hangat terhadap penurunan suhu tubuh pada anak umur 1-10 tahun dengan hipertermia. http//ejurnal.ung.ac.id/diunduh tanggal 20 Agustus 2012. Nyastiyah,(2005). Perawatan anak sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Notoadmojo, Soekijo. (2005). Metodologi penelitian kesehatan. (Edisi revisi). Jakarta: PT Rineka Cipta Notoadmojo, Soekijo. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. (Edisi revisi). Jakarta: PT Rineka Cipta. Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metode penelitian ilmu keperawatan. Surabaya: Salemba Medika. Nelson. (2000))., Ilmu kesehatan anak. Edisi 15. Jakarta:EGC

Potter, Patricia A dan Perry, Anne Grifin. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep proses dan praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC. Potter, P.A., & Perry, A.G. (2001). Fundamental of nursing: concepts, process, and practice, St Louis: Mosby Company. Setiawati, Tia. (2009). Pengaruh tepid sponge. Jakarta: Fakultas Ilmu kedokteran Universitas Indonesia. Soedarmo, Somarmo S Purwo, Garna, Herry, Hadinegoro, Sri Rejeki S, Satari, Hindra Irawan. (2008). Buku ajar infeksi dan pediatric tropis. Edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Page 74: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

65

.Sri Purwanti, Winarsih Nur Ambarwati. (2008). Pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh pasien anak hipertermia di ruang rawat inap RSUD Dr.Moewardi Surakarta. http://publikasiilmiah.ums.ac.id/diunduh tanggal 6 September 2012. Samik Wahab,A.(2009). Kardiologi Anak: Penyakit jantung congenital yang tidak sianotik. Cetakan Pertama. Jakarta: EGC Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan dan penulisan ilmiah. Cetakan I. Yogyakarta : D.Medika. Sitiatava Rizema Putra. (2012). Panduan riset keperawatan dan penulisan ilmiah. Cetakan I. Yogyakarta: D. Medika. Thomas Vijaykumar, Naik, Moses dan Antonisamy (2009). Comparative effectiveness of tepid sponging and antipiretik drug versus only antipyretic drug in the management of fever among children : a randomized controlled trial. Christian Medical College, Vellore, India. Wong, Donna L. (2008). Buku ajar keperawatan pediatrik. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Page 75: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

LAMPIRAN 1

DAFTAR DEMOGRAFI

PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE DAN ANTIPIRETIK

DIBANDINGKAN DENGAN ANTIPIRETIK SAJA PADA BALITA YANG

MENGALAMI HYPERTERMIA DENGAN POST OPERASI ASD DI RUANG ICU

ANAK RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH

HARAPAN KITA

Diisi oleh petugas : Petugas/Peneliti :

No. Responden : Nama :

Tanggal Pengisian : Tanda tangan :

Data Demografi

1. Nama : (Inisial)

2. Umur : Tahun

3. jenis kelamin :

Laki-laki Perempuan

Page 76: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

LAMPIRAN 2

LEMBAR OBSERVASI

PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE DAN ANTIPIRETIK

DIBANDINGKAN DENGAN ANTIPIRETIK SAJA PADA BALITA YANG

MENGALAMI HYPERTERMIA DENGAN POST OPERASI ASD DI RUANG ICU

ANAK RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH

HARAPAN KITA

Nama pasien :

Umur :

Jenis kelamin :

Lembar Observasi Suhu

Jenis tindakan

Pre

Post

30 menit

Tepid water sponge + antipiretik

Antipiretik

Page 77: SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN TEPID WATER SPONGE …

LAMPIRAN 3

Riwayat Hidup Penulis

Nama : Hamyani

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 28 Februari 1967

Agama : Islam

Alamat : Jln. Asparagus no. 6 RT 03/10 Sukabumi

Utara Jakarta Barat

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri Grogol Utara 01 Jakarta Tamat tahun 1982

2. SMP Negeri 11 Jakarta Tamat tahun 1985

3. SMA Negeri 70 Bulungan Jakarta Tamat tahun 1989

4. Akademi Keperawatan DepKes RI Jakarta Tamat tahun 1991

5. Universitas Ilmu Keperawatan FKK/UMJ 2013