SKRIPSI PENGARUH PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA ...balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/Espinoza.pdf · Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah

Embed Size (px)

Citation preview

  • SKRIPSI

    PENGARUH PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA

    TERHADAP KINERJA KEUANGAN

    PEMERINTAH KOTA MEDAN

    OLEH :

    ESPINOZA

    090503026

    PROGRAM STUDI STRATA I AKUNTANSI

    DEPARTEMEN AKUNTANSI

    FAKULTAS EKONOMI

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    MEDAN

    2014

  • PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan

    sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul Pengaruh Penerapan Anggaran

    Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Medan adalah

    benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna

    menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera

    Utara.

    Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga,

    dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau

    dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika

    penulisan ilmiah. Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan

    plagiat dalam skripsi ini,saya besedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan

    yang berlaku.

    Medan, Maret 2014

    Yang Membuat Pernyataan,

    ( Espinoza)

    NIM : 090503026

  • i

    ABSTRACT

    This research is a case study in Medan City Government with the title "The Effect of Performance -Based Application Performance Against Budget Financial Field Municipal Government " . The purpose of this study was to determine the financial performance of Medan government after the enactment of performance -based budgeting . In this study , researchers used tools of financial ratio analysis to determine the areas of financial performance areas , namely ( 1 ) Ratio of Local Independence ; ( 2 ) The ratio of fiscal decentralization ; ( 3 ) Ratio Capability Funding Level ; ( 4 ) Budgeting Efficiency Ratio , (5 ) Effectiveness Ratio revenues , (6 ) Ratio of Operational expenditure , and ( 7 ) Ratio of Growth. The results of the study showed that after the implementation of performance-based budgeting Medan financial independence ratio is still relatively low and likely to decline . So also with the degree of fiscal decentralization after the performance -based budget is still relatively low with an average of 21.43 % per year. In realizing the budget can be said to be efficient and spending growth showed positive growth offset by revenue growth in the financial performance of the whole government of Medan after the performance -based budget can be quite good because PAD has increased despite followed with the help of the central government . Based on the description above , the researchers suggest Medan City Government should improve its performance with the intensification and extension of levies and taxes to reduce dependence on outside parties and maintain the effectiveness and efficiency in financial management .

    Keywords: Performance-based budgeting, financial performance

  • ii

    ABSTRAK

    Penelitian ini merupakan studi kasus pada Pemerintah Kota Medan dengan judul Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Medan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah Kota Medan setelah pemberlakuan anggaran berbasis kinerja. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat analisis rasio keuangan daerah untuk mengetahui kinerja keuangan daerah yaitu (1) Rasio Kemandirian; (2) Rasio Desentralisasi fiskal; (3) Rasio Tingkat Kemampuan Pembiayaan; (4) Rasio Efisiensi Belanja; (5) Rasio Efektivitas Pendapatan; (6) Rasio Keserasian; dan (7) Rasio Pertumbuhan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa setelah pelaksanaan anggaran berbasis kinerja rasio kemandirian keuangan Kota Medan masih tergolong rendah dan cenderung menurun. Begitu juga dengan derajat desentralisasi fiscal setelah anggaran berbasis kinerja masih tergolong rendah dengan rata-rata 21,43% per tahunnya. Dalam merealisasikan anggaran belanja dapat dikatakan efisien dan pertumbuhan belanja menunjukkan pertumbuhan yang positif yang diimbangi dengan pertumbuhan pendapatan Secarak seluruhan kinerja keuangan pemerintah Kota Medan setelah anggaran berbasis kinerja dapat dikatakan cukup baik karena PAD mengalami peningkatan walaupun diikuti dengan bantuan dari pemerintah pusat. Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyarankan sebaiknya Pemerintah Kota Medan meningkatkan kinerjanya dengan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap retribusi dan pajak daerah untuk mengurangi ketergantungan kepada pihak luar dan mempertahankan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan keuangan. Kata Kunci :Anggaran Berbasis Kinerja, Kinerja Keuangan

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wa Taala atas segala rahmat

    dan karunia-Nya sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi dengan judul

    Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Keuangan

    Pemerintah Kota Medan. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk

    memenuhi syarat memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi

    Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.Manfaat dari penelitian adalah

    menambah wawasan dan pengetahuan penulis terutama tentang masalah yang

    dibahas dalam penelitian ini.

    Pada kesempatan yang baik ini pula, penulis tak lupa menyampaikan rasa

    terima kasih kepada kedua orang tuaku tercinta, Ibunda Eldawati atas curahan

    seluruh cinta dan kasih sayangnya serta untaian doa yang tiada henti yang sampai

    kapanpun penulis tidak akan bisa membalasnya. Ayahanda Drs. Yulis Herman,

    M.Pd (Alm)yang tidak sempat melihat ananda meraih gelar sarjana atas semua

    nasihat, kasih sayang, serta cucuran keringat dan pengorbanannya yang ikhlas

    tanpa pamrih dalam membesarkan penulis. Maafkan jika ananda sering

    menyusahkan, merepotkan, dan melukai perasaan ibunda dan ayahanda. Semoga

    Allah Subhanahu WaTaala selalu menerangi jalanmu dan memberikan

    keselamatan dunia akhirat. Amin.Juga kepada Abang penulis Pramudya Utama,

    SH yang tiada hentinya memberikan dorongan positif, masukan dan semangat

    kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi ini.

    Penulisan skripsi inijuga tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan

    berupa doa, bimbingan, pengarahan, bantuan, kerja sama semua pihak yang telah

  • iv

    turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis

    ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak.

    1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak. selaku Dekan Fakultas

    Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

    2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak. selaku Ketua

    Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Utara, dan Bapak

    Drs. Hotmal Jafar, MM., Ak. selaku Sekretaris Departemen Akuntansi

    Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

    3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak. selaku Ketua Program Studi S1

    Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Ibu Dra.

    Mutia Ismail, MM., Ak. selaku Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi

    Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

    4. Bapak Iskandar Muda, SE., M.Si., Ak. selaku Dosen Pembimbing yang

    telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan hingga skripsi ini

    dapat diselesaikan dan juga kepada Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM.,

    Ak. selaku Dosen Pembaca yang telah memberikan saran yang

    membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

    5. Kepada Kepala BPKD Kota Medan, beserta staf yang telah memberikan

    izin dan telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data. Terima

    kasih atas waktu yang diluangkan untuk penulis.

  • v

    6. Teman-teman mahasiswa Akuntansi 2009 yang begitu banyak jumlahnya

    yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas semua

    yang telah kita lalui bersama.

    Penulis sangat menyadari bahwa didalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari

    harapan pembaca sebagaimana tulisan-tulisan ilmiah yang lainnya, baik dari segi

    teknik penulisan maupun dari segi isinya.Untuk itu, dengan segala kerendahan

    hati dan pengetahuan yang terbatas penulis siap menerima saran dan kritik yang

    membangun.Akhir kata, peneliti berharap skripsi ini bermanfaat.

    Medan,

    Penulis,

    Espinoza

    NIM : 090503026

  • vi

    DAFTAR ISI SKRIPSI

    ABSTRACT ........................................................................................................ i ABSTRAK .......................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Penelitian ................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 8 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 8

    1.4Manfaat Penelitian .......................................................................................... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Keuangan Daerah ........................................................................... 10

    2.1.1 Tujuan Pengelolaan Keuangan Daerah .................................... 14 2.1.2 UU Pelaksanaan Keuangan Daerah........................................15

    2.2 Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah ............................................ 19

    2.2.1. Pengertian Kinerja Keuangan...................................................... 19

    2.2.2.Kinerja Keuangan Berdasarkan LAKIP ..................................... 21

    2.2.3.Analisa Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah ............................. 25

  • vii

    2.2.4.Parameter Rasio Keuangan Pemerintah Daerah ............................ 30

    2.3. Anggaran Berbasis Kinerja ............................................................ 38

    2.3.1.Pengertian Anggaran .................................................................. 38

    2.3.2.Pengertian Anggaran Berbasis Kinerja ......................................... 43

    2.4. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 47

    2.5. Kerangka Konseptual .................................................................... 50

    2.6. Hipotesis Penelitian ....................................................................... 51

    BAB III METODE PENELITIAN

    3.1 DesainPenelitian ............................................................................. 52 3.2 JenisdanSumber Data ..................................................................... 52 3.2.1. Jenis Data .................................................................................. 52 3.2.2.Sumber Data ................................................................................ 52

    3.3 Prosedur Pengumpulan Data ........................................................... 53

    3.4DefinisiOperasionaldanPengukuranVariabel .................................... 53

    3.4.1 VariabelIndependen ............................................................... 54

    3.4.2 Variabel Dependen................................................................ 54

    3.5 Metode Analisis Data ...................................................................... 56

    3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................... 56

    BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1 Gambaran Umum Kota Medan ........................................................ 58

    4.2 Gambaran Umum Perekonomian Kota Medan................................. 62

  • viii

    4.3 Analisa Hasil Penelitian .................................................................. 66

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 80

    5.2 Saran .......................................................................................... 83

    5.3 Keterbatasan Penelitian ................................................................... 84

    DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 85

    LAMPIRAN ..............................................................................................

  • ix

    DAFTAR TABEL

    NOMOR JUDUL HALAMAN

    Tabel 1.1 Anggaran&RealisasiBelanjaPemerintah Daerah

    Kota Medan Tahun 2006 5

    Tabel 2.1 Skala Interval Rasio Desentralisasi Fiskal 35

    Tabel 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu 49

    Tabel 3.1 Definsi Operasional dan Pengukuran Variabel 55

    Tabel 4.1 JumlahPendudukdanKepadatanPenduduk Kota Medan 62

    Tabel 4.2 Realisasi APBD Pemerintah kota Medan 65

    Tabel 4.3 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah 67

    Tabel 4.4 RasioDerajatDesentralisasi Fiskal 68

    Tabel 4.5 Rasio Tingkat KemampuanPembiayaan (PAD/BRNP) 70

    Tabel 4.6 Rasio Tingkat KemampuanPembiayaan (TPjD/PAD) 71

    Tabel 4.7 RasioEfisiensi Belanja Daerah Kota Medan 72

    Tabel 4.8 RasioEfektivitas PAD Kota Medan 74

    Tabel 4.9 Rasio Keserasian 76

    Tabel 4.10 RasioPertumbuhan 78

  • x

    DAFTAR GAMBAR

    NOMOR JUDUL HALAMAN

    Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 53

  • xi

    DAFTAR LAMPIRAN

    NOMOR JUDUL

    Lampiran 1 LaporanRealisasi APBD Kota Medan Tahun 2005

    Lampiran 2 LaporanRealisasi APBD Kota Medan Tahun 2006

    Lampiran 3 LaporanRealisasi APBD Kota Medan Tahun 2007

    Lampiran 4 LaporanRealisasi APBD Kota Medan Tahun 2008

    Lampiran 5 LaporanRealisasi APBD Kota Medan Tahun 2009

    Lampiran 6 Surat Izin Penelitian

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 yang mengatur mengenai otonomi

    daerah di Indonesia dan sekarang berubah menjadi undang-undang nomor 32

    tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan undang-undang nomor 25 tahun 1999

    dan sekarang berubah menjadi undang-undang nomor 33 tentang perimbangan

    keuangan antara pusat dan daerah dengan sistem pemerintahan desentralisasi

    sudah mulai efektif dilaksanakan sejak 1 Januari 2001. Undang-undang tersebut

    merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan menggambarkan

    serta memenuhi aspek desentralisasi pemerintah yang

    sesungguhnya.Pertimbangan mendasar terselenggaranya otonomi daerah adalah

    perkembangan kondisi di dalam negeri yang mengindikasikan bahwa semangkin

    maraknya globalisasi yang menuntut daya saing tiap Negara, termaksud daya

    saing pemerintah daerahnya. Daya saing pemerintah ini diharapkan akan tercapai

    melalui peningkatan kemandirian pemerintah daerah. Selanjutnya peningkatan

    kemandirian pemerintah daerah tersebut diharapkan dapat diraih melalui otonomi

    daerah (Halim 2001:2).

    Tujuan program otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan

    ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antara responsif

    terhadap kebutuhan potensi maupun karakteristik di daerah masing-masing.Hal ini

    ditempuh melalui peningkatan hak dan tanggung jawab pemerintah daerah untuk

  • 2

    mengelola rumah tangganya sendiri, (Bastian 2006). Adapun misi utama undang-

    undang nomor 32 tahun 2004 dan undang-undang nomor 33 tahun 2004 tersebut

    bukan hanya keinginan untuk melimpahkan kewewenangan pembangunan dari

    pemerintah pusat dan pemerintah daerah, tetapi yang lebihpenting adalah efisiensi

    dan efektifitas sumber daya keuangan.

    Oleh karena itulah diperlukan suatu laporan keuangan yang handal dan

    dapat dipercaya agar dapat menggambarkan sumber daya keuangan daerah berikut

    dengan analisis prestasi pengelolaan sumber daya keuangan daerah itu sendiri

    (Bastian 2006:6). Hal tersebut sesuai dengan ciri penting dari suatu daerah

    otonomi yang mampu menyelenggarakan otonomi daerahnya yaitu terletak pada

    strategi sumber daya manusia (SDM) dan kemampuan di bidang keuangan daerah

    (Soedjono 2000).

    Analisa prestasi dalam hal ini adalah kinerja dari pemerintah daerah itu

    sendiri yang dapat didasarkan pada kemandirian dan kemampuannya untuk

    memperoleh, memiliki, memelihara dan memanfaatkan keterbatasan

    sumbersumber ekonomis daerah untuk memenuhi seluas-luasnya kebutuhan

    masyarakat di daerah.Proses penyusunan anggaran sektor publik umumnya

    disesuaikan dengan peraturan lembaga yang lebih tinggi. Seiring sejalan dengan

    pemberlakuan undangundang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

    dan undang-undang nomor 33 tahun 2004 yaitu mengenai perimbangan keuangan

    antara pemerintah pusat dan daerah, lahirlah tiga paket perundang-undangan, yaitu

    undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara, undang-undang

    nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab

  • 3

    keuangan Negara, yang telah membuat perubahan yang mendasar dalam

    penyelenggaraan pemerintahan dan pengaturan keuangan, khususnya dalam

    perencanaan dan anggaran pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Kemudian

    saat ini keluar peraturan tentang Pengelolaan keuangan daerah yaitu Peraturan

    Pemerintah RI No 58 tahun 2004 dan Permendagri No.13 tahun 2006 tentang

    pedoman pengelolaan keuangan daerah yang mengantikan Kepmendagri No. 29

    tahun 2002. Dalam reformasi anggaran tersebut, proses penyusunan APBD

    diharapkan menjadi lebih partisipasi. Hal tersebut sesuai dengan permendagri

    No.13 tahun 2006 yaitu dalam menyusun arah dan kebijakan umum APBD

    diawali dengan penjaringan aspirasi masyarakat, berpedoman pada rencana

    strategi daerah dan dokumen perencanaan lainnya yang ditetapkan daerah. Serta

    pokok-pokok kebijakan nasional di bidang keuangan daerah.

    Selain itu sejalan dengan yang diamanatkan dalam undang-undang No. 17

    tahun 2003 tentang perimbangan keuangan Negara akan pula diterapkan secara

    penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik agar penggunaan anggaran

    tersebut bisa dinilai kemanfaatan dan kegunaannya oleh masyarakat (Abimanyu

    2005). Undang-undang No.17 tahun 2003 menetapkan bahwa APBD disusun

    berdasarkan pendekatan prestasi kerja yang akan dicapai. Untuk mendukung

    kebijakan ini perlu dibangun suatu sistem yang dapat menyediakan data dan

    imformasi untuk menyusun APBD dengan pendekatan kinerja Anggaran kinerja

    pada dasarnya merupakan sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah

    yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja.Adapun kinerja tersebut

    harus mencerminkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, yang berarti harus

  • 4

    berorentasi pada kepentingan publik (Mariana 2005). Melalui permendagri No. 13

    tahun 2006 implementasi pradigma baru yang berorentasi pada prestasi kinerja

    dapat diterapkan dalam penyusunan APBD, baik dalam system akuntansi dan

    pengelolaan keuangan daerah.

    Pemerintah Kota (PEMKOT) Medan merupakan salah satu Pemerintahan

    Daerah di Sumatera Utara yang diharuskan untuk menyusun laporan

    pertanggungjawaban keuangan daerah yang terdiri dari :

    1. Neraca

    2. Laporan Realisasi Anggaran

    3. Laporan Arus Kas

    4. Catatan Atas Laporan Keuangan

    Penyusunan laporan keuangan tersebut berpedoman pada ketentuan pokok

    yang menyangkut pengelolaan keuangan dan otonomi daerah serta peraturan

    pelaksanaannya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat.Sedangkan dalam

    penerapannya diperkuat oleh peraturan daerah.

    Skripsi ini akan membahas mengenai Analisa Kinerja Keuangan Daerah pada

    pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja. Dari data yang diperoleh dari LKPJ Kota

    Medan Tahun 2006 dapat dilihat bahwa tidak satupun dari pos belanja daerah

    yang jumlah realisasi pengeluarannya mencapai anggaran apalagi melebihi jumlah

    yang dianggarkan.Hal ini menunjukkan pengeluaran belanja daerah pada masa

    awal penerapan anggaran berbasis kinerja dilakukan secara efisien, efektif dan

    ekonomis.

  • 5

    Tabel 1.1

    Anggaran dan Realisasi Belanja Pemerintah Kota Medan Tahun Anggaran 2006

    No Jenis Belanja Anggaran Realisasi Lebih (kurang) %

    1 BELANJA APARATUR 468,048,556,430.00 436,296,011,302.75 (31,752,545,127.25) 93.22% 1.1 Belanja Administrasi Umum 382,907,274,244.00 359,784,502,625.00 (23,122,771,619.00) 93.96% 1.2 Belanja Operasi dan

    Pemeliharaan 55,156,779,411.00 47,419,361,222.75 (7,737,418,188.25) 85.97% 1.3 Belanja Modal 29,984,502,775.00 29,092,147,455.00 (892,355,320.00) 97.02% 2 BELANJA PUBLIK 947,436,861,788.00 886,129,408,213.19 (61,307,453,574.81) 93.53% 2.1 Belanja Administrasi Umum 399,988,490,102.00 392,429,927,185.00 (7,558,562,917.00) 98.11% 2.2 Belanja Operasi dan

    Pemeliharaan 202,153,030,256.00 186,465,619,995.08 (15,687,410,260.92) 92.24% 2.3 Belanja Modal 218,015,258,930.00 186,594,118,959.11 (31,421,139,970.89) 85.59% 2.4 Belanja Bagi Hasil dan

    Bantuan Keuangan 119,780,082,500.00 115,667,997,278.00 (4,112,085,222.00) 96.57% 2.5 Belanja Tak Tersangka 7,500,000,000.00 4,971,744,796.00 (2,528,255,204.00) 66.29% Jumlah Belanja 1,415,485,418,218.00 1,322,425,419,515.94 (93,059,998,702.06) 93.43%

    Sumber: LKPJ Kota Medan Tahun 2006

    Dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di daerah, telah

    dilakukan reformasi penganggaran dengan menerapkan tiga (3) pendekatan yaitu:

    1. Penganggaran dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah

    (KPJM) atau juga dikenal dengan Medium Term Expenditure Framework

    (MTEF). Pendekatan ini menuntut kita menyusun rencana anggaran untuk

    dua (2) tahun anggaran berturut-turut, yaitu tahun anggaran bersangkutan,

    dan rencana anggaran untuk tahun berikutnya.

    2. Penganggaran Terpadu (Unified Budgeting). Pendekatan ini menyatukan

    penyusunan anggaran baik untuk yang sifatnya mengikat (dulu dikenal

    dengan istilah anggaran rutin) maupun anggaran yang tidak mengikat (dulu

    dikenal dengan istilah anggaran pembangunan) yang sebelumnya dilakukan

  • 6

    secara terpisah.Pendekatan ini memaksa instansi pemerintah untuk

    memandang perencanaan dan penganggaran secara utuh agar dapat

    menjalankan fungsinya secara baik dan benar.

    3. Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting).

    Pendekatan ini mengatakan bahwa besarnya alokasi anggaran didasarkan

    atas target prestasi kinerja yang diusulkan oleh instansi pengusul. Ukuran

    kinerja untuk program adalah manfaat (outcome) sedangkan untuk kegiatan

    adalah keluaran (output). Penganggaran kinerja atau berdasarkan prestasi

    kerja adalah penganggaran yang menekankan pada orientasi output

    (keluaran) dan outcome (hasil) yang memiliki konsekuensi pada

    mekanisme penyusunan anggaran.

    Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

    Keuangan Daerah pada Pasal 39 Ayat 2 disebutkan penyusunan anggaran

    berdasarkan prestasi kerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator

    kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan

    minimal. Selanjutnya, dalam penjelasan PP No. 58 Tahun 2005 disebutkan

    untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas anggaran, maka

    dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan (1) penetapan secara jelas tujuan

    dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai; (2)

    penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga

    satuan yang rasional.

    Penyusunan anggaran oleh masing-masing satuan kerja perangkat daerah

    (SKPD) harus betul-betul dapat menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan,

  • 7

    sasaran, serta korelasi antara besaran anggaran (beban kerja dan harga satuan)

    dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai atau diperoleh masyarakat dari suatu

    kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu penerapan anggaran berbasis kinerja

    mengandung makna bahwa setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk

    bertanggungjawab atas hasil proses dan penggunaan sumber dayanya.

    Dengan diberlakukannya Undang-Undang tersebut maka konsekuensi

    logisnya adalah Pemerintah Daerah Kota Medan harus meningkatkan

    akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di daerah terhadap pembangunan dan

    penyelenggaran pemerintah di daerah.Prinsip-prinsip tersebut telah membuka

    peluang dan kesempatan yang luas kepada daerah otonom untuk melaksanakan

    kewenangannya secara mandiri, luas, nyata dan bertanggung jawab dalam

    mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraaan masyarakat dapat

    dilakukakan melalui peningkatan mutu pelayanan, pemberdayaan dan peran serta

    masyarakat serta daya saing daerah .

    Dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik maka Pemerintah Kota

    Medan perlu mengikuti segala undang-undang dan peraturan-peraturan yang

    berlaku.Salah satunya Kota Medan perlu menerapkan prinsip-prinsip sistem

    anggaran berbasis kinerja yang ditetapkan secara bertahap mulai tahun

    2005.Dengan tersedianya sumber daya manusia yang dapat memahami konsep

    pelaksanaan anggaran berbasis kinerja dan mengenai pentingnya penganggaran

    berbasis kinerja agar didukung dalam penerapan anggaran.Dengan adanya

    pemahaman yang benar dapat menghilangkan rasa saling curiga, tidak percaya

    dan terwujudnya sinergi antara pihak dalam mewujudkan anggaran yang berbasis

  • 8

    kinerja bagi suatu pemerintah daerah secara baik dan benar sehingga

    pemerintahan yang baik dapat bersama-sama diwujudkan.

    Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis berkeinginan untuk

    melakukan penelitian berkaitan dengan Pengaruh Penerapan Anggaran

    Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota

    Medan

    1.2. Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dalam penelitian ini penulis

    mencoba merumuskan permasalahan, yaitu: Apakah Pemberlakuan Anggaran

    Berbasis Kinerja Berpengaruh Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kota

    Medan Dalam Bentuk : Tingkat Kemandirian, Tingkat Desentralisasi Fiskal,

    Tingkat Kemampuan Pembiayaan, Tingkat Keserasian dan Tingkat Efektifitas dan

    Efisiensi serta Tingkat Pertumbuhan ?

    1.3. Tujuan Penelitian

    Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai tujuan

    untuk menguji dan menganalisa pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja

    (ABK) terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Medan.

    1.4. Manfaat Penelitian

    Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat

    secara umum dan secara khusus kepada :

  • 9

    1. Bagi Peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan

    pemahaman tentang akuntansi pemerintahan, khususnya bagaimana

    penerapan penganggaran berbasis kinerja berpengaruh terhadap kinerja

    keuangan pemerintah daerah.

    2. Bagi pemerintah daerah, sebagai informasi sebagai tambahan referensi

    dalam menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah setelah

    diberlakukannya anggaran berbasis kinerja.

    3. Bagi Akademisi, sebagai dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya

    dan memberi masukan pada pengembangan akuntansi sektor publik.

  • 10

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Keuangan Daerah

    Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua

    hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

    baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

    sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta

    pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku.

    Menurut Halim (2004), ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari

    keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan.

    Yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung adalah Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik

    daerah.Keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah

    (BUMD).

    Halim (2001:19) mengartikan keuangan daerah sebagai semua hak dan

    kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik

    berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang itu

    belum dimiliki/dikuasai oleh Negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-

    pihak lain sesuai ketentuan/peraturan undangundang yang berlaku.

    Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005,

    tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam ketentuan umumnya menyatakan

    bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka

  • 11

    penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk

    didalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut. Kebijakan keuangan daerah

    senantiasa diarahkan pada tercapainya sasaran pembangunan, terciptanya

    perekonomian daerah yang mandiri sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan

    berdasarkan demokrasi ekonomi yang berlandaskan Pancasila dan Undang-

    Undang Dasar 1945 dengan peningkatan kemakmuran rakyat yang merata.

    Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, pada rancangan undangundang

    atau Peraturan Daerah tentang Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Daerah

    disertakan atau dilampirkan informasi tambahan mengenai kinerja instansi

    pemarintah, yakni prestasi yang berhasil dicapai oleh penggunaan Anggaran

    sehubungan dengan anggaran yang telah digunakan pengungkapan informasi

    tentang kinerja ini adalah relevan dengan perubahan paradigma penganggaran

    pemerintah yang ditetapkan dengan mengidentifikasikan secarajelas keluaran

    (outputs) dan setiap kegiatan dari hasil (outcome) dari setiapprogram untuk

    keperluan tersebut, perlu disusun suatu sistem akuntabilitas kinerjainstansi

    pemerintah yang terintegrasi dengan sistem perencanaan strategis, sistem

    penganggaran dan sistem akuntansi pemerintah tersebut sekaligus

    dimaksudkanuntuk menggantikan ketentuan yang termuat dalam Instruksi

    Presiden Nomor 7Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah,

    sehinggadihasilkan suatu laporan keuangan dan kinerja yang terpadu.

    Sedangkan pengertian keuangan daerah menurut Keputusan Menteri

    Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 yang sekarang berubah menjadi

    Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengurusan,

  • 12

    Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata

    CaraPenyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) adalah semua

    hak dan

    kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat

    dinilai dengan uang termaksud didalamnya segala bentuk kekayaan yang

    berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah, dalam kerangka anggaran

    pendapatan dan belanja daerah.

    Dari defenisi tersebut, selanjutnya Halim (2002:19) menyatakan terdapat 2hal

    yang perlu dijelaskan, yaitu:

    a. Yang dimaksud dengan hak adalah hak untuk memungut sumber-

    sumberpenerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil

    perusahaanmilik daerah, dan lain-lain, dan atau hak untuk menerima sumber-

    sumber penerimaan lain seperti Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi

    Khusussesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Hak tersebut akan

    menaikkankekayaan daerah.

    b. Yang dimaksud dengan semua kewajiban adalah kewajiban

    untukmengeluarkan uang untuk membayar tagihan-tagihan kepada daerah

    dalamrangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan, infrastruktur,

    pelayananumum, dan pengembangan ekonomi. Kewajiban tersebut.

    Adapun ruang lingkup dari keuangan daerah menurut Halim (2001:20) ada

    dua yaitu :

    a. Keuangan daerah yang dikelolah langsung, meliputi:

  • 13

    1). Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (ABPD)

    2). Barang-barang inventaris milik daerah

    b. Kekayaan daerah yang dipisahkan, meliputi

    1). Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

    Keuangan daerah dikelolah melalui manajemen keuangan

    daerah.Adapunarti dari keuangan daerah itu sendiri yaitu pengorganisasian dan

    pengelolahan sumber-sumber kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk

    mencapai tujuan yang dikehendaki daerah tersebut, Halim (2001:20).Sedangkan

    alat untukmelaksanakan manajemen keuangan daerah yaitu tata usaha daerah yang

    terdiridari tata usaha umum dan tata usaha keuangan yang sekarang lebih dikenal

    dengan akuntansi keuangan daerah.

    Telah dijelaskan diatas bahwa keuangan daerah adalah pengorganisasian

    kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan yang di inginkan

    daerah tersebut, sedangkan akuntansi keuangan daerah sering diartikan sebagai

    tata buku atau rangkaian kegiatan yang dilakuakan secara sistimatis dibidang

    keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar tertentu serta prosedur-

    prosedur tertentu untuk menghasilkan informasi aktual di bidang keuangan.

  • 14

    2.1.1 Tujuan Pengelolahan Keuangan Daerah

    Pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur

    keuangandaerah itu sendiri dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan

    daerah menurut(Devas,dkk, 1987:279-280) adalah sebagai berikut :

    a. Tanggung jawab (accountability)

    Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan keuangannya kepada

    lembaga atau orang yang berkepentingan yang sah.Lembaga atau orang itu

    termaksud pemerintah pusat, DPRD, kepala daerah dan masyarakat

    umum.Adapun unsur-unsur penting dalam tanggung jawab mencakup

    keabsahan yaitutata cara yang efektif untuk menjaga kekayaan keuangan

    dan barang serta mencegah terjadinya penghamburan dan penyelewengan

    dan memastikan semuapendapatannya yang sah dan benar-benar terpungut

    jelas sumbernya dan tepatpenggunaanya.

    b. Mampu memenuhi kewajiban keuangan

    Keuangan daerah harus ditata dan dikelolah sedemikianrupa sehingga

    mampu melunasi semua kewajiban atau ikatan keuangan baik jangka

    pendek, jangka panjang maupun pinjaman jangka panjang yang telah

    ditentukan.

    c. Kejujuran

    Hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan dearah pada prinsipnya

    harus diserakan kepada pegawai yang betul-betul jujur dan dapat

    dipercaya.

  • 15

    d. Hasil guna (effectiveness) dan daya guna (efficiency)

    Merupakan tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian

    rupasehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan

    dilaksanakan untukmencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang

    serendah-rendahnya dandalam waktu yang secepat-cepatnya.

    e. Pengendalian

    Para aparat pengelolah keuangan daerah, DPRD dan petugas

    pengawasanharus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut

    dapat tercapai.

    2.1.2. Undang-Undang Pelaksanaan Keuangan Daerah

    Menurut Mahmudi dalam Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik

    (2006:23) menyatakan bahwa perjalanan reformasi manajemen keuangan

    daerah, dilihat dari aspek historis, dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu Era

    sebelum otonomi daerah, Era transisi otonomi, era pascatransisi.Era pra-

    otonomi daerah merupakan pelaksanaan otonomi ala Orde Barumulai

    tahun 1975 sampai 1999. Era transisi ekonomi adalah masa antara tahun

    1999 hingga 2004, dan era pascatransisi adalah masa setelah

    diberlakukannya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang

    Keuangan Negara, Undang- Undang Nomor 1 tahun 2004, Undang-

    undang Nomor 15 tahun 2004, Undang undang Nomor 32 dan 33 Tahun

    2004.Pada era reformasi, dalam manajemen keuangan daerah terdapat

  • 16

    reformasipelaksanaan seiring dengan adanya otonomi daerah. Adapun

    peraturan pelaksanaannya menurut Halim (2001:3) telah dikeluarkan oleh

    pemerintah yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999

    yang sekarang sekarang berubah menjadi Undang-Undang Nomor 32

    tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25

    tahun 1999 yang sekarang berubah menjadi Undang-Undang Nomor 33

    tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

    Antara Pusat dan Pemerintah Daerah, adalah sebagai berikut :

    a. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang

    DanaPerimbangan

    b. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang

    Pengolahandan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

    c. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang

    PinjamanDaerah

    d. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata

    CaraPertanggungjawaban Kepala Daerah

    e. Surat Mentri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tanggal

    17November 2000 Nomor 903/235/SJ tentang Pedoman

    UmumPenyusunan dan Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2001

    Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, karakteristik manajemen

    keuangan daerah pada era reformasi antara lain :

  • 17

    a. Pengertian daerah adalah propinsi dan kota atau kabupaten

    b. Pengertian pemerintah daerah adalah kepala daerah

    besertaperangkat lainya. Pemerintah daerah ini adalah badan

    eksekutif,sedangkan badan legislatif didaerah adalah DPRD.

    c. Perhitungan APBD menjadi satu dengan

    pertanggungjawabankepala daerah (Pasal 5 PP Nomor 108 tahun

    2000)

    d. Bentuk laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran

    terdiriatas :

    1) Laporan perhitungan APBD

    2) Nota perhitungan APBD

    3) Laporan aliran kas

    4) Neraca daerah dilengkapi dengan kinerja berdasarkan

    tolakukur Renstra (Pasal 38 PP nomor 105 tahun 2000)

    e. Pinjaman APBD tdak lagi masuk dalam pos pendapatan

    (yangmenunjukan hak pemerintah daerah), tetapi masukan dalam

    pospenerimaan (yang belum tentu menjadi hak pemerintah

    daerah)

    f. Masyarakat termaksud dalam unsur-unsur penyusunan

    APBDdisamping pemerintah daerah yang terdiri atas kepala

    daerah danAPBD.

    g. Indikator kinerja pemerintah daerah tidak hanya mencakup

    1) Perbandingan antara anggaran dengan realisasinya

  • 18

    2) Perbandingan standar biaya dengan realisasinya

    3) Target dan persentase fisik proyek tetapi juga meliputi

    standarpelayanan yang diharapkan.

    h. Laporan pertanggungjawaban daerah pada akhir tahun

    anggaranyang bentuknya laporan perhitungan APBD dibahas oleh

    DPRDdan mengandung konsekuwensi terhadap masa jabatan

    kepaladaerah apabila dua kali ditolak oleh DPRD.

    Dalam peraturan diatas terutama Peraturan Pemerintah Nomor 105

    tahun2000, dapat dilihat 6 (enam) pergeseran anggaran daerah secara

    umum dari era prareformasi ke era pasca reformasi yaitu :

    a. Dari vertical accountability menjadi horizontal accountability

    b. Dari traditional buget menjadi performance buget

    c. Dari pengendalian dan audit keuangan ke pengendalian dan

    auditkeuangan dan kinerja

    d. Lebih menerapkan konsep value for money

    e. Penerapan pusat pertanggungjawaban

    f. Perubahan sistem akuntansi keuangan pemerintah

    Atas dasar itu maka pemerintah mengeluarkan PP Nomor 58

    Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri

    Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

    sebagai pengganti PP Nomor 105 Tahun 2000 dan Kepmendagri No. 29

  • 19

    Tahun 2002. PP No. 58 Tahun 2005 merupakan pengganti dari PP No 105

    Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan

    daerah yang selama ini dijadikan sebagai landasan hukum dalam

    penyusunan APBD, pelaksanaan,penatausahaan dan pertanggungjawaban

    keuangan daerah. Substansi materi kedua PP dimaksud, memiliki

    persamaan yang sangat mendasar khususnya landasan filosofis yang

    mengedepankan prinsip efisiensi, efektifitas, transparansi dan

    akuntabilitas.Sedangkan perbedaan, dalam pengaturan yang baru dilandasi

    pemikiran yang lebih mempertegas dan menjelaskan pengelolaan

    keuangan daerah, sistem dan prosedur serta kebijakan lainnya yang perlu

    mendapatkan perhatian dibidang penatausahaan, akuntansi, pelaporan dan

    pertanggungjawaban keuangan daerah.

    Tujuan dikeluarkannya PP No. 58 Tahun 2005 dan Permendagri

    No.13 Tahun 2006 adalah agar pemerintah daerah dapat menyusun

    Laporan Keuangan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yaitu

    PP No.24 Tahun yang merupakan panduan atau pedoman bagi pemerintah

    daerah dalam menyajikan keuangan yang standar, bagaimana perlakuan

    akuntansi, serta kebijakan akuntansi.

    2.2. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

    2.2.1. Pengertian Kinerja Keuangan

    Dalam organisasi sektor publik, setelah adanya oprasional

    anggaran, langkah selanjutnya adalah pengukuran kinerja untuk menilai

  • 20

    prestasi dan akuntabilitas organisasi dan manajemen dalam menghasilan

    pelayanan publik yang lebih baik.Akuntabilitas yang merupakan salah

    satu ciri dari terapan goodgovernance bukan hanya sekedar kemampuan

    menujukan bagaimana menunjukan bahwa uang publik tersebut telah

    dibelanjakan secara ekonomis, efektif, dan efisien (Mardiasmo

    2002:121). Ekonomis terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik

    dapat meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan

    menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Efisiensi

    merupakan perbandingan ouput/ input yang dikaitkan dengan standar

    kinerja atau target yang telahditetapkan. Sedangkan efektif merupakan

    tingkat standar kinerja atau program dengan target yang telah ditetapkan

    yang merupakan perbandingan-perbandingan outcome dengan output

    (Mardiasmo, 2002: 4).Adapun arti dari penilaian kinerja menurut

    Mardiasmo (2002:28) yaitu penentuan secara priodik efektifvitas

    oprasional suatu organisasi, bagianorganisasi, karyawan berdasarkan

    sasaran, standar, dan kreteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Dan

    menurut keputusan menteri dalam negeri nomor 29 tahun 2002 yang

    sekarang berubah manjadi permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang

    pedoman pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan

    daerah serta tata cara penyusunan anggaran pendapatan dan belanja

    daerah, pelaksanaan tata usaha keuangan daerah dan penyusunan

    perhitungan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), bahwa tolak

  • 21

    ukur kinerja merupakan komponen lainya yng harus dikembangkan untuk

    dasar pengukuran kinerjakeuangan dalam sistem anggaran kinerja.

    Sedangkan menurut Mahmudin (2006 : 25) Kinerja adalah gambaran

    mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

    kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan

    visi organisasi yang teruang dalam stategic planning suatu organisasi.

    Disamping itu, menurut Sedarmayanti (2003 : 64) Kinerja

    (performance) diartikan sebagai hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses

    manajemen atau suatuorganisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja

    tersebut harus dapat diukurdengan dibandingkan standar yang telah

    ditentukan.Faktor kemampuan sumber daya aparatur pemerintah terdiri

    darikemampuan potensi (IQ) dan kemampuan ability (knowladge + skill),

    sedangkan faktor motivasi terbentuk dari sikap (attitude) sumber daya

    aparatur pemerintah dalam menghadapi situasi kerja.Motivasi merupakan

    kondisi yang menggerakan sumber daya aparatur pemerintah dengan

    terarah untuk mencapai tujuan pemerintah, yaitu good governance.

    Dalam penelitian ini, istilah yang penulis maksudkan dengan

    Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu

    hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan

    belanja daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan

    melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu

    periode anggaran.Bentuk kinerja tersebut berupa rasio keuangan yang

  • 22

    terbentuk dari unsur LaporanPertangggungjawaban Kepala Daerah berupa

    Perhitungan APBD.

    2.2.2. Kinerja Keuangan Berdasarkan LAKIP

    Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang

    Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, ada kewajiban setiap instansi

    pemerintah untuk menyusun dan melaporkan Pensekemaan Strategi

    tentang program-program utama yang akan dicapai selama satu sampai

    dengan lima tahun, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing

    instansi dan jajaranya. Laporan Akuntabilitas Kineja Instansi Pemerintah

    dan fungsi instansi. LAKIP tersebut sama sekali tidak menyinggung

    mengenai peran laporan keuangan instansi yang seharusnya menjadi dasar

    penyusunan LAKIP, padahal seluruh kegiatan penyelenggaraan

    pemerintah bermuara pada keuangan/pendanaan.

    Instansi pemerintah yang berkewajiban menerapkan sistem

    akuntabilitas kinerja dan menyampaikan pelaporanya adalah instansi dari

    pusat, Pemerintah Daerah kabupaten/Kota.Adapun penanggung-jawab

    penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

    adalah pejabat yang secara fungsional bertanggung jawab melayani fungsi

    administrasi di instansi masing masing.Selanjutnya pimpinan bersama tim

    kerja harus mempertanggungjawabkan dan menjelaskan

    keberhasilan/kegagalan tingkat kinerja yang dicapai. Selain itu,

    penyusunan LAKIP harus mengukuti prinsip-prinsip yang lazim, yaitu

  • 23

    laporan harus disusun secara, objektif, dan transparan. Disamping itu,

    perlu diperhatikan prinsip-prinsip lain:

    Prinsip pertanggungjawaban (adanya responsibility

    center),sehingga lingkupnya jelas. Hal-hal yang

    dikendalikan(controllable) oleh pihak yang melaporkan harus

    dapat dimengertipembaca laporan.

    Prinsip pengecualian, yang dilaporkan adalah hal-hal yang

    pentingdan relevan bagi pengambil keputusan dan pertanggung

    jawaban instansi yang bersangkutan. Misalnya, hal-hal yang

    menonjol baik keberhasilan maupun kegagalan, perbedaan

    antara realisasi dengan target/standar/budget, penyimpangan

    dari skema karena alasantertentu dan sebagainnya.

    Prinsip manfaat , yaitu manfaat laporan harus lebih besar dari

    padabiaya penyusunan.

    Isi dari LAKIP adalah uraian pertanggungjawaban pelaksanaan tugas

    danfungsi dalam rangka pencapaian visi dan misi serta penjabaranya yang

    menjadiperhatian utama instansi pemerintah. Selain itu perlu dimasukkan

    juga beberapaaspek pendukung meliputi uraian pertanggungjawaban

    mengenai :

    a. Aspek keuangan

    b. Aspek sumber daya

    c. Aspek sarana dan prasarana

  • 24

    d. Metode kerja, pengedalian manajemen, dan kebijaksanaan lain

    yangmendukung pelaksanaan tugas instansi

    Agar LAKIP dapat lebih berguna sebagai umpan balik bagi pihak-

    pihak yang berkepentingan, maka bentuk dan isinya diseragamkan tanpa

    mengabaikan keunikan masing-masing instansi pemerintah. Penyeragaman

    ini paling tidak dapat mengurangi perbedaan cara penyajian yang

    cenderung menjauhkan pemenuhan persyaratan minimal akan informasi

    yang seharusnya dimuat dalam LAKIP. Penyeragaman juga dimaksudkan

    untuk pelaporan yang bersifat rutin, sehingga perbandingan atau evaluasi

    dapat dilakkan secara memadai. LAKIP dapat dapat dimasukan pada

    kategori laporan rutin, Karena paling tidak disusun dan disampaikan

    kepada pihak-pihak yang berkepentingan setahun sekali.Dan juga agar

    pengungkapan akuntabilitas aspek-aspek pendukung pelaksanaan tugas

    dan fungsi tidak tumpang tindih dengan pengugkapan akuntabilitas

    kinerja, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

    1. Uraian pertanggungjawaban keuangan dititikberatkan pada perolehan

    danpenggunaan dana, baik dana yang berasal dari dana alokasi APBD

    (rutinmaupun pembangunan) maupun dana yang berasal dari PNBP

    (penerimaan Negara bukan pajak).

    2. Uraian pertanggungjawaban sumber daya manusia, dititikberatkan pada

    penggunaan dan pembinaan dalam hubunganya dengan peningkatan

    kinerja yang berorentasi pada hasil atau manfaat, dan peningkatan

    kualitaspelayanan kepada masyarakat.

  • 25

    3. Uraian mengenai pertanggungjawaban penggunaan sarana dan

    prasaranadititikberatkan pada pengelolaan, pemeliharaan, pemanfaatan

    danpengembanganya.

    4. Uraian tentang metode kerja, pengendalian manajemen dan

    kebijaksanaanlainya, difokuskan pada manfaat atau dampak dari suatu

    kebijaksanaanyang merupakan cerminan pertanggungjawaban

    kebijaksanaan (policy accontibility)

    2.2.3. Analisa Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

    Analisa keuangan menurut Halim (2001:127) merupakan sebuah

    usahamengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan

    yang tersedia.Sedangkan pada pasal 4 PP Nomor 58 tahun 2005 tentang

    Pengelolaan KeuanganDaerah menegaskan bahwa keuangan daerah

    dikelolah secara tertib, taat padaperaturan perundang-undangan efisien,

    ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan

    memperhatikan asas keadilan, kepatuhan, dan manfaatuntuk masyarakat.

    Berdasarkan penjelasan Pasal 4 PP Nomor 58 tahun 2005 yang dimaksud

    dari efisien merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan

    masukantertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai

    keluaran tertentu ;ekonomis merupakan pemerolehan masukan dengan

    kualitas tertentu pada tingkatharga rendah; efektif merupakan mencapaian

    pencapaian hasil program dengantarget yang telah ditetapkan, yaitu

    dengan cara membandingkan keluaran denganhasil; transparan merupakan

  • 26

    prinsip keterbukaan yang memungkinkanmasyarakat untuk mengetahui

    dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnyatentang keuangan daerah;

    sedangkan bertanggungjawab merupakan perwujudan

    kewajiban seseorang atau satuan kerja untuk mempertanggungjawabkan

    pengelolaan dan pengendalaian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan

    yangditetapkan. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelolah

    keuangandituangkan dalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD)

    yang baik secaralangsung maupaun tidak langsung mencerminkan

    kemampuan pemerintah daerahdalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas

    pemerintah, pembangunan danpelayanan sosial masyarakat, yang dapat

    dianalisa menggunakan analisa rasiokeuangan terhadap APBD.

    Menurut Halim (2001:127) penggunaan analisa rasio keuangan

    secara luassudah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat

    komersial, sedangkanpada lembaga publik khususnya pemerintah daerah

    masih sangat terbatas, hal itukarena:

    a. Keterbatasan penyajian laporan keuangan pada lembaga

    pemerintahdaerah yang sifat dan cakupannya berbeda dengan

    penyajian laporankeuangan oleh lembaga perusahaan yang bersifat

    komersial.

    b. Selama ini penyusunan APBD sebagian masih dilakukan

    berdasarkanperimbangan incremental budget yaitu besarnya

    masing-masingkomponen pendapatan dan pengeluaran dihitung

    dengan meningkatkansejumlah pendapatan persentase tertentu

  • 27

    (biasanya berdasarkan tingkatinflasi). Oleh karena disusun dengan

    pendekatan secara incremental makasering kali mengabaikan

    bagaimana rasio keuangan dalam APBD. Misaladanya prinsip

    yang penting pendapatan naik meskipun untuk menaikanya itu

    diperlukan biaya yang tidak efisien.

    c. Penilaian keberhasilan APBD sebagai penilaian

    pertanggungjawabanpengelolaan keuangan daerah, lebih

    ditekankan pada pencapaian target,sehingga kurang

    memperhatikan bagaimana perubahan yang terjadi pada

    komposisi ataupun pada struktur APBD.

    Analisa keuangan adalah usaha mengidentifikasikan ciri-ciri

    keuanganberdasarkan laporan keuangan yang tersedia.Bagi perusahaan

    swasta (lembagayang bersifat komersial). Analisa keuangan yang

    digunakan pada umumnya terdiridari :

    1. Rasio likuiditas yaitu rasio yang menggambarkan

    kemampuanperusahaan untuk memenuhi kewajiban dengan

    segerah.

    2. Rasio leverage yaitu rasio yang mengukur perbandingan dana

    yangdisediakan oleh pemelik dengan dana yang dipinjam

    perusahaan darikreditor.

  • 28

    3. Rasio aktivitas yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur

    efektifitasperusahaan didalam menggunakan dan mengendalikan

    sumber yangdimiliki perusahan.

    4. Rasio profitabilitas yaitu rasio yang mengukur

    kemampuanperusahaan dalam menghasilkan laba.

    Rasio-rasio tersebut perlu disusun untuk melayani pihak yang

    berkepentingan dengan perususahaan yaitu:

    a. Para kreditor baik jangka pendek maupun jangka panjang, yaitu

    untukmenilai kemamampuan perusahaan dalam memenuhi

    kewajibannya.

    b. Pemegang saham ataupaun pemelik perusahaan, yaitu

    untukmenganalisa sampai sejauh mana perusahaan maupun

    membayarandividen ataupun memperoleh laba.

    c. Pengelolaan, yaitu sebagai informasi yang dapat dipakai

    sebagailandasan dalam pengambilan keputusan.

    Penggunaan analisa rasio pada sektor publik khususnya terhadap

    APBD belum banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada

    kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kaidah pengukuranya.

    Meskipun demikian, dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang

    transfaransi, jujur, demokratis, efektif, efisien dan akuntabel.Analisa rasio

    terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian

  • 29

    dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan yang dimilki perusahaan

    swasta.Analisa rasio keuangan APBD dilakukan dengan membandingkan

    hasil yang dicapai dari satu priode sebelumnya sehingga dapat diketahui

    bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu, dapat pula dilakukan

    dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan yang dimiliki

    pemerintah daerah tertentu dengan rasio keuangan yang lain yang terdekat

    adapun yang potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana posisi

    rasio keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah

    lainya. Adapun pihak-pihak yangberkepentingan dengan rasio keuangan

    pada APBD ini adalah:

    1. DPRD sebagai wakil dari pemilik daerah (masyarakat).Pihak

    eksekutif sebagai landasan dalam menyusun APBD berikutnya.

    2. Pemerintah Pusat/Propinsi sebagai bahan masukan dalam pembinaan

    pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah

    3. Masyarakat dan kreditor, sebagai pihak yang akan turut

    memilikisaham pemerintah daerah, bersedia memberikan pinjaman

    ataupunmembeli obligasi.

    Prestasi pelaksanaan program yang dapat diukur akan mendorong

    pencapaian prestasi tersebut. Pengukuran prestasi yang dilakukan secara

    berkelanjutan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan secara

    terus menerus dan pencapaian tujuan di masa mendatang.Salah satu alat

    menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan

  • 30

    daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap

    APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya. Menurut Widodo

    (Halim, 2002:126) hasil analisis rasio keuangan ini bertujuan untuk:

    1. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai

    penyelenggaraan

    otonomi daerah.

    2. Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan

    pendapatandaerah.

    3. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam

    membelanjakanpendapatan daerahnya.

    4. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam

    pembentukan pendapatan daerah.

    5. Melihat pertumbuhan/perkembangan perolehan pendapatan dan

    pengeluran yang dilakukan selama periode waktu tertentu

    2.2.4. Parameter Rasio Keuangan Pemerintah Daerah

    Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap

    APBD belum banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada

    kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya.

    Meskipun demikian, dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang

    transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio

    terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian

  • 31

    dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan

    swasta.

    Analisis rasio keuangan pada APBD keuangan pada APBD

    dilakukandengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode

    dibandingkan denganperiode sebelumnya sehingga dapat diketahui

    bagaimana kecenderungan yangterjadi. Selain itu dapat pula dilakukan

    dengan cara membandingkan dengan rasiokeuangan yang dimiliki suatu

    pemerintah daerah tertentu dengan daerah lain yangterdekat maupun yang

    potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimanarasio keuangan

    pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya.

    Beberapa rasio yang dapat dikembangkanberdasarkan data

    keuangan yang bersumber dari APBD adalah sebagai berikut :

    1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pendapatan Asli daerah Bantuan pemerintah pusat/propinsi dan pinjaman

    2. Rasio Desentralisasi fiskal Total Penerimaan Daerah (TPD) Pendapatan Asli Daerah (PAD).

    3. Rasio Tingkat Kemandirian Pembiayaan Total Belanja Rutin Non Belanja Pegawai (BRNP)

  • 32

    Total Pendapatan Asli Daerah (PAD) Total Pendapatan Asli Daerah (PAD)

    Total Pajak Daerah (TPjD)

    4. Rasio Efisiensi Belanja dan Efektivitas Pendapatan Asli Daerah

    Rasio Efisiensi Belanja Realisasi Belanja Anggaran Belanja

    Rasio Efektifitas

    Realisasi penerimaan PAD Target penerimaan PAD (berdasarkan potensi real daerah)

    5. Rasio Keserasian Total Belanja Rutin

    Total APBD

    Total Belanja Pembangunan

    Total APBD

    6. Rasio pertumbuhan

  • 33

    Rasio pertumbuhan yang dimaksud disini adalah pertumbuhan

    pendapatan aslidaerah, total pendapatan daerah, total belanja rutin, dan

    total belanjapembangunan dari suatu periode.

    Penjelasan dari parameter rasio diatas dapat dijelaskan sebagai

    berikut:

    1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

    Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukan

    kemampuanpemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan

    pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang

    telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang

    diperlukan daerah. Kemandirian keuangandaerah ditunjukan oleh

    besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan

    pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya

    bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman. Rasio kemandirian

    menggambarkan ketergantungan daerah terhadapsumber dana

    ekternal. Semangkin tinggi rasio kemandirian mengandung arti

    bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak

    ekternal (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semangkin

    rendah, dan demikian juga sebaliknya.Rasio kemandirian juga

    menggambarkan tingkat partisipasi masayarakat dalam membayar

    pajak dan restribusi daerah yang merupakan komponen utama

    pendapatan asli daerah. Semangkin tinggi masyarakat membayar

  • 34

    pajak dan restribusi daerah akan menggambarkan tingkat

    kesejateraan masyarakat yang semakin tinggi.

    2. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal

    Ukuran ini menunjukkan kewenangan dan tanggung jawab yang

    diberikanpemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk

    menggali dan mengelolapendapatan. Rasio ini dimaksudkan untuk

    mengukur tingkat kontribusi Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber

    pendapatan yang dikelola sendiri olehdaerah terhadap total

    penerimaan daerah.Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan

    penerimaan yang berasal darihasil pajak daerah, retribusi daerah,

    perusahaan milik daerah dan pengelolaankekayaan milik daerah serta

    lain-lain pendapatan yang sah. Total PendapatanDaerah (TPD)

    merupakan jumlah dari seluruh penerimaan dari seluruhpenerimaan

    dalam satu tahun anggaran.

    Bagi Hasil Pajak Bukan Pajak (BHPBP) merupakan pajak

    yangdialokasikan oleh Pemerintah Pusat untuk kemudian

    didistribusikan antara pusatdan daerah otonomi. Rasio ini

    dimaksudkan untuk mengukur tingkat keadilanpembagian sumber

    daya daerah dalam bentuk bagi hasil pendapatan sesuai

    potensidaerah terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi

    hasilnya maka suatudaerah tersebut semakin mampu membiayai

    pengeluarannya sendiri tanpa bantuandari pemerintah pusat.Derajat

  • 35

    desentralisasi fiskal, khususnya komponen PAD

    dibandingkandengan TPD, menurut hasil penemuan Tim Fisipol

    UGM dalam Munir (2004:106)menggunakan skala interval

    sebagaimana yang terlihat dalam Tabel 2.1

    Tabel 2.1

    Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal

    % Kemampuan Keuangan Daerah

    0,00-10,00 Sangat Kurang

    10,01-20,00 Kurang

    20,01-30,00 Cukup

    30,01-40,00 Sedang

    40,01-50,00 Baik

    >50,00 Sangat baik

    Sumber : Anita W, 2001 : 22

    3. Tingkat Kemandirian Pembiayaan

    Ukuran ini menguji tingkat kekuatan kemandirian

    pemerintah kabupatendalam membiayai Anggaran Pendapatan dan

    Belanja Daerah (APBD) setiapperiode anggaran. Belanja Rutin

  • 36

    Non Belanja Pegawai (BRNP) merupakanpengeluaran daerah

    dalam rangka pelaksanaan tugas pokok pelayanan masyarakat yang

    terdiri dari belanja barang, pemeliharaan, perjalanan dinas,

    pengeluaran tidak termasuk bagian lain dan tidak tersangka serta

    belanja lain-lain. Rasio dimaksudkan untuk mengukur tingkat

    kemampuan PAD dalammembiayai belanja daerah diluar belanja

    pegawai.Dalam ketentuan yangdigariskan bahwa belanja rutin

    daerah dibiayai dari kemampuan PAD setiapPemda dan karenanya

    tolok ukur ini sesuai pengukuran dimaksud. Pajak Daerah (TPjD)

    merupakan iuran wajib yang dilakukan orang pribadi, atau badan

    kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat

    dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan

    digunakan pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan

    pembangunan pemerintah.Rasio dimaksudkan untuk mengukur

    tingkat kontribusi pajak daerahsebagai sumber pendapatan yang

    dikelola sendiri oleh daerah terhadap total PAD. Semakin besar

    rasio akan menunjukkan peran pajak sebagai sumber pendapatan

    daerah akan semakin baik.

    4. Rasio Efisiensi Belanja dan Efektivitas Pendapatan Asli Daerah

    Rasio Efisiensi Belanja adalah rasio yang menggambarkan

    perbandingan antara besarnya anggaran belanja dengan realisasi

    belanja . Kinerja pemda dalam melakukan

    pembelanjaandikategorikan efisien apabila rasio yang dicapai kurang

  • 37

    dari satu atau dibawah 100 persen. Semakin kecil rasio efisiensi

    berarti kinerja pemda semakin baik.

    Rasio efektifitas manggambarkan kemampuan pemerintah

    daerah dalammerealisasikan pendapatan asli daerah yang

    direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan

    berdasarkan potensi rill daerah. Kemampuan daerah dalam

    menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila yang dicapai

    mencapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen.Namun demikian

    semangkin tinggi rasio efektifitas, menggambarkan kemampuan

    daerah yang semangkin baik.Guna memperoleh ukuran yang lebih

    baik, rasio efektifitastersebut perlu dipersandingkan dengan rasio

    efisiensi yang dicapai pemerintahdaerah.

    5. Rasio Keserasian

    Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah

    memperioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja

    pembangunan secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang

    dialokasikan untuk belanja rutin berarti persentase belanja investasi

    (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana

    prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil.

    Belum ada patokan yang pasti yang pasti berapa besarnya rasio

    belanjarutin maupun pembangunan terhadap APBD yang ideal,

    karena itu sangatdipengarui oleh dinamisasi kegiatan pembangunan

  • 38

    dan besarnya kebutuhaninvestasi yang diperlukan untuk mencapai

    pertumbuhan yang ditargetkan.Namun demikian, sebagai daerah di

    negara berkembang peran pemerintah daerah untuk memacu

    pelaksanaa pembangunan masi relatif besar.Oleh karena itu, rasio

    belanja pembangunan yang relatif masih kecil perlu ditingkatkan

    sesuai dengan kebutuhan pembangunan di daerah.

    6. Rasio Pertumbuhan

    Rasio pertumbuhan (Growth Ratio) mengukur seberapa besar

    kemampuanpemerintah daerah dalam mempertahankan dan

    meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari periode ke

    periode berikutnya.Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk

    masing-masing komponen sumber pendapatan danpengeluaran,

    dapat digunakan mengevaluasi potensi- potensi mana yang diperlu

    mendapatkan perhatian.

    2.3. Anggaran Berbasis Kinerja

    2.3.1. Pengertian Anggaran

    Menurut Mardiasmo (2002), Anggaran adalah sebuah proses

    yangdilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan

    sumber daya yangdimilikinya pada kebutuhan-kebutuhan yang tidak

    terbatas (the process ofallocating resources to unlimited demends ).

  • 39

    Pengertian tersebut mengungkapkan peran strategis anggaran dalam

    pengelolaan kekayaan sebuah organisasi sektor publik tentunya

    berkeinginan memberikan pelanyanan maksimal kepada masyarakat, tetapi

    sering kali keinginan tersebut terhambat oleh terbatasnya sumber daya

    yang dimiliki.Disinilah dituntut peran penting anggaran.Anggaran dapat

    juga dikatakan sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak

    dicapai selama periode waktu tertentu dalam ukuran finansial. Pembuatan

    anggaran dalam organisasi sektor publik, terutama pemerintah, merupakan

    sebuah proses yang cukup rumit dan mengandung muatan politis yang

    cukup segnifikan. Berbeda dengan penyusunan anggarandiperusahaan

    swasta yang muatan politisnya relatif lebih kecil. Mardiasmo (2002:61)

    menyatakan bahwa Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi

    kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang

    dinyatakan dalam ukuran finansial sedangkan penganggaran adalahproses

    atau metode untuk mepersiapkan suatu anggaran.Sedangkan menurut

    Bastian (2006:164) mengutip dari NationalCommitteen on Govermental

    Acconting (NCGA), yaitu rencana operasi keuanganyang mencakup

    estimasi pengeluaran yang diusulkan dan sumber pendapatanyang

    diharapkan untuk membiayai dalam periode waktu tertentu.

    Anggaran merupakan dokumen yang berisi angka-angka

    yangdiprediksikan akan diperoleh dan akan digunakan untuk satu jangka

    waktutertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anggaran

    adalah suatuinstrumen yang menggambarkan kebijakan manajemen yang

  • 40

    dinyatakan dalambentuk angka-angka yang dibuat secara sistematis dan

    terencana dengan mengintregrasikan dan mengalokasikan seluruh sumber

    daya (resources) ke dalam berbagai program dan kegiatan yang akan

    dilaksanakan untuk mencapai kinerja yang diharapkan pada suatu masa

    tertentu.

    Penganggaran pada organisasi publik yang berorentasi pada

    pelayanan terhadap masyarakat bersifat terbuka serta cenderung

    dipengarui oleh iklim politik dalam suatu Negara.Hal ini menyebabkan

    penyusunan anggaran pada publik lebih komplek dibandingkan dengan

    penyusunan anggaran pada organisasi privat.Mardiasmo (2002:62)

    menyatakan anggaran publik berisi rencana kegiatan yang

    direpersentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja

    dalam satu moneter.Dalam bentuk yang paling sederhana anngaran publik

    merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari

    suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja,

    dan aktivitas. Lebih lanjut Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa:

    Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahapan

    yang cukup rumit dan mengandung nuansa politik yang lebih tinggih.Hal

    tersebut berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta yang relatif

    kecil nuansa poltiknya.Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian

    dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya

    pada sektor publik anggaran justru harus diinformasikan kepada public

    untuk dikeritik, didiskusikan, dan diberimasukan. Anggaran sektor publik

  • 41

    merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan

    pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik.

    Anggaran sektor publik menggambarkan kegiatan pemerintah

    dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai stakeholder.Oleh

    sebab itu setiapanggaran publik harus berpihak kepada kepentingan rakyat

    banyak dan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan implementor serta

    meningkatkan wibawa pemerintah.Anggaran menjadi sangat esensial

    dalam upaya menghapus kemiskinan danmeningkatkan kesejateraan

    masyarakat melalui program pemerintah denganmelibatkan

    masyarakat.Penyusunan anggaran harus sesuai dengan prinsip-prinsipyang

    diterima secara umum.

    Mardiasmo (2002:63) mengungkapkan ada beberapa fungsi utama

    dariadanya anggaran sektor publik yaitu :

    a. Anggaran sebagai alat perencanaan (Planning Tool)

    b. Anggaran sebagai alat pengendalian (Control Tool)

    c. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal (Fiscal Tool)

    d. Anggaran sebagai alat politik (Political Tool)

    e. Anggaran sebagai alat kordinasi dan komunikasi (Coordination &

    Communication)

    f. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja

    (PerformeanceMeasurement Tool)

    g. Anggaran sebagai alat motivasi (Motivation Tool)

  • 42

    h. Anggaran sebagai alat menciptakan ruang public (Publik Sphere)

    Adapun tipe dari anggaran menurut Bastian (2006:166) adalah sebagai

    berikut :

    a. Line Item Budgeting

    Line item Budgeting adalah penyusunan anggaran yang

    didasarkan pada dan dari mana dana berasal (pos-pos penerimaan)

    dan untuk apa dana tersebut digunakan (pos-pos pengeluaran).

    Jenis anggaran ini relative dianggap paling tua dan banyak

    mengandung kelemahan atau sering disebu tradisional.

    b. Planning Programming Budgeting System (PPBS)

    Planning Programming Budgeting System adalah suatu

    prosesperencanaan, pembuatan, program, dan penganggaran, serta

    didalamnyaterkandung indetifikasi tujuan organisasi atas

    permasalahan yang mungkin timbul.

    c. Zero Based Budgeting (ZBB)

    Zero Based budgeting adalah sistem anggaran yang

    didasarkan padaperkirakan kegiatan, bukan pada yang telah

    dilakukan dimasa lalu, dan setiapkegiatan dievaluasi secara

    terpisah.

    d. Performance Budgeting

  • 43

    Performance Budgeting adalah sistem penganggaran yang

    berorentasi padaoutput organisasi dan berkaitan erat dengan Visi,

    Misi, dan Rencana StrategiOrganisasi.

    e. Medium Term Budgeting Framework (MTBF)

    Medium Term Budgeting Framework adalah suatu

    kerangka strategikebijakan pemerintah tentang anggaran belanja

    untuk departemen dan lembagapemerintah non departemen, dan

    kerangka tersebut memberikan tanggung jawabyang lebih besar

    kepada departemen untuk penetapan alokasi dan penggunaan

    sumber dana pembangunan.

    2.3.2 Pengertian Anggaran Berbasis Kinerja

    Menurut keputusan Menteri dalam negeri nomor 29 tahun

    2002 yangsekarang berubah menjadi Permendagi Nomor 13 Tahun

    2006 anggaranpendapatan belanja daerah (ABPD) dalam era

    otonomi daerah disusun dengan pendekatan kinerja, artinya sistem

    anggaran yang mengutamakan pencapaian hasil kinerja atau

    keluaran (output) dari perencanaan alokasi biaya yang telah

    ditetapkan. Dengan demikian diharapkan penyusunan dan

    pengalokasian anggaran dapat lebih disesuaikan dengan skala

    prioritas dan preferensi daerah yang bersangkutan (Mariana 2005).

    Anggaran berbasis kinerja dikenal dalam pengelolaan keuangan

    daerahsejak diterbitkannya PP Nomor 105 tahun 2000 yang dalam

  • 44

    pasal 8 dinyatakanbahwa APBD disusun dengan pendekatan

    kinerja. Penerapan anggaran berbasis kinerja pada instansi

    pemerintah di Indonesia dicanangkan melalui pemberlakuan UU

    nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan nagara dan diterapkan

    secara bertahap mulai tahun anggaran 2005.

    Menurut Mardiasmo (2002;105) Performance budget pada

    dasarnya adalah sistem penyusunan dan pengolahan anggaran

    daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil kerja atau kinerja.

    Kinerja tersebut mencerminkan efisiensi dan efektifitas pelayanan

    publik, yang berarti berorientasi pada kepentingan

    publik.Selanjutnya Mardiasmo (2002:132) menyatakan

    Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep

    produktifitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan

    menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap

    input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan

    operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil

    kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan Sumber Daya dan

    Dana yang serendah-rendahnya (spending well). Pengertian

    evektifitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan

    atau target kebijakan (hasil guna). Dalam penjelasan PP nomor 105

    tahun 2000 dinyatakan bahwa anggaran dengan pendekatan kinerja

    adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya

    pencapaian hasil kerja atau output dari alokasi biaya atau input

  • 45

    yang ditetapkan. Berdasarkan pengertian tersebut, setiap input

    yang ditetapkan dalam anggaran harus dapat diukur hasilnya dan

    pengukuran hasil bukan pada besarnya dana yang telah dihabiskan

    sebagaimana yang dilaksanakan pada sistim penganggaran

    tradisional (line-item & incremental budget) tetapi pada tolak ukur

    kinerja yang telah ditetapkan.

    Menurut Kepmendagri No.29 tahun 2002 pengertian

    anggaran berbasis kinerja adalah:

    a. Suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian

    hasil kerjaatau output dari perencanaan alokasi biaya atau input

    yang ditetapkan.

    b. Didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Anggaran

    dipandang sebagaialat untuk mencapai tujuan.

    c. Penilaian kinerja didasarkan pada pelaksanaan value for money

    danefektifitas anggaran.

    d. Anggaran kinerja merupakan system yang mencakup kegiatan

    penyusunanprogram dan tolak ukur (indicator) kinerja sebagai

    instrument untukmencapai tujuan dan sasaran program.

    Bastian (2006;171) Performance budgeting (anggaran yang

    berorentasipada kinerja) adalah sistem penganggaran yang berorentasi

    pada output organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi dan

    rencana strategi organisasi. Performance budgeting mengalokasikan

  • 46

    sumber daya pada program, bukan pada unit organisasi semata dan

    memakai output measurement sebagai indikator kinerja organisasi.

    Berdasarkan pengertian anggaran berbasis kinerja menurut

    Bastian,komponen-komponen visi, misi dan rencana strategi

    merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari anggaran berbasia

    kinerja.Dengan demikian penyusunan anggaran berbasis kinerja

    membutukan suatu sistim administrasi publik yang telah ditata

    dengan baik, konsisten dan tersetuktur sehingga kinerja anggaran

    dapat dicapai berdasarkan ukuran-ukuran yang telah

    ditetapkan.Melalui pengukuran kinerja, manajemen dapat

    menentukan keberhasilan dan kegagalan suatu unit organisasi

    dalam pencapaian sasaran dan tujuan untuk selanjutnya

    memberikan penghargaan (reward) untuk keberhasilan atau

    hukuman (punishment) untuk kegagalan.

    Menurut Mardiasmo (2002:84). Pendekatan anggaran

    berbasis kinerjadisusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang

    terdapat dalam anggarantradisional, khususnya kelemahan yang

    disebabakan oleh tidak adanya tolak ukur yang dapat digunakan

    untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran

    pelayanan publik.Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat

    menekankan konsep value for money dan pengawasan atas kinerja

    output.Pendekatan ini juga mengutamakan mekanisme penentuan

  • 47

    dan pembuatanprioritas tujuan serta pendekatan yang sistimatis dan

    rasional dalam prosespengambilan keputusan.

    Anggaran berbasis kinerja didasarkan pada tujuan dan

    sasaran kinerja.Oleh karena itu anggaran digunakan sebagai alat

    untuk mencapai tujuan.Penilaiananggaran berbasis kinerja

    didasarkan pada pelaksanaan value for money danefektifitas

    anggaran. Pendekatan ini cenderung menolak pandangan

    tradisionalyang menganggap bahwa tanpa adanya arahan dan

    campur tangan, pemerintahakan menyalahgunakan kedudukan

    mereka dan cenderung boros (over spending).

    Menurut pendekatan anggaran berbasis kinerja, dominasi

    pemerintah akan dapatdiawasi dan dikendalikan melalui penerapan

    internal cost awareness, auditkeuangan dan audit kinerja, serta

    evaluasi kinerja eksternal. Selain didorong untukmenggunakan

    dana secara ekonomis, pemerintah juga dituntut untuk

    mampumencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu, agar

    dapat mencapai tujuantersebut maka diperlukan adanya program

    dan tolak ukur sebagai standar kinerja.Sistem anggaran berbasis

    kinerja pada dasarnya merupakan sistem yangmencakup kegiatan

    penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai instrument

    untuk mencapai tujuan dan sasaran program.

  • 48

    2.4. Penelitian Terdahulu

    Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya

    Cipta, Hendra (2011) yang meneliti tentang analisis penerapan penganggaran

    berbasis kinerja pada pemerintah daerah Kabupaten Tanah Datar dengan

    menggunakan output dan outcome sebagai indikator kinerja. Hasil penilaian

    terhadap indikator kinerja tersebut menunjukkan bahwa secara umum indikator

    kinerja yang digunakan dalam dokumen anggaran tersebut belum memenuhi kriteria

    indikator kinerja yang baik.Kondisi ini berimplikasi pada penggunaan indikator

    kinerja tersebut dalam penyusunan anggaran dimana indikator kinerja tersebut tidak

    bisa dikaitkan secara langsung dengan anggaran yang ditetapkan untuk kegiatan yang

    terkait. Dengan demikian, persyaratan mendasar dalam penerapan bentuk sederhana

    performance based budgeting belum terpenuhi dalam penyusunan APBD Kabupaten

    Tanah Datar tahun anggaran 2009 dan 2010.

    Dita Eka Aprilia (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh

    pemberlakuan Anggaran Berbasis Kinerja terhadap kinerja keuangan pemerintah

    daerah Kota Batu.Penelitian ini menggunakan alat analisis rasio untuk mengatehui

    pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.Hasil analisis ini

    menunjukkan bahwakinerja keuangan Pemerintah Kota Batu sebelum dan sesudah

    anggaran berbasis kinerja dapat dikatakan cukup baik karena PAD mengalami

    peningkatan diikuti dengan bantuan dari pemerintah pusat dan tercapainya target

    penerimaan PAD.

    Hijrani Putri Lubis (2009) telah melakukan penelitian yang berjudul

    Analisis Pemberlakuan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Keuangan

    Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang.Penelitian ini menyimpulkan bahwa

  • 49

    anggaran berbasis kinerja berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah

    daerah Kabupaten Deli Serdang. Penelitian tersebut menemukan bahwa

    pemberlakuan anggaran berbasis kinerja secara simultan berpengaruh signifikan

    positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten Deli Serdang

    Tabel 2.1

    Penelitian Terdahulu

    Nama Peneliti

    Judul Penelitian Variabel Penelitian

    Hasil Penelitian

    Cipta, Hendra (2011)

    Dita Eka Aprilia (2009)

    Analisis Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) Pada Pemerintah Daerah (Studi Eksploratif Pada Pemerintah Kabupaten Tanah Datar) Analisis Pemberlakuan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Batu

    Anggaran Berbasis Kinerja, Pemerintah Daerah

    Anggaran Berbasis Kinerja, Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

    Hasil penelitian menunjukkan secara umum indikator kinerja yang digunakan dalam dokumen anggaran tersebut belum memenuhi kriteria indikator kinerja yang baik.. Dengan demikian, persyaratan mendasar dalam penerapan bentuk sederhana performance based budgeting belum terpenuhi dalam penyusunan APBD Kabupaten Tanah Datar tahun anggaran 2009 dan 2010. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan Pemerintah Kota Batu sebelum dan sesudah anggaran berbasis kinerja dapat dikatakan cukup baik karena PAD mengalami peningkatan diikuti dengan bantuan dari pemerintah pusat dan tercapainya target

  • 50

    Hijrani Putri Lubis (2009)

    Analisis Pengaruh Pemberlakuan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdangi

    Anggaran Berbaris Kinerja, Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

    penerimaan PAD. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberlakuan anggaran berbasis kinerja secara simultan berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten Deli Serdang

    2.5. Kerangka Konseptual

    Menurut Erlina (2008 : 38) kerangka teoritis adalah suatu model yang

    menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting

    yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Hubungan yang dijelaskan

    adalah hubungan antara variabel bebas dengan variabel yang lain yang

    menyertainya.

    Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan

    penelitian terdahulu, maka peneliti membuat kerangka konseptual penelitian

    sebagai berikut :

    PEMERINTAH KOTA

    MEDAN

    LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN

  • 51

    Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

    2.6. Hipotesis Penelitian

    Hipotesis dapat didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis di

    antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang

    dapat diuji (Sekaran, 2006 : 135). Berdasarkan kerangka konseptual yang telah

    diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

    Penganggaran Berbasis Kinerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja

    keuangan pemerintah Kota Medan

    Terdapat peningkatan kinerja keuangan pemerintah Kota Medan setelah

    pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja

  • 52

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1. Desain Penelitian

    Jenis Penelitian yang dilakukan adalah penelitian berbentuk deskriptif.

    Menurut Erlina (2007:64), Penelitian deskriptif adalah penelitian terhadap

    fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh oleh peneliti dari subjek

    beberapa individu., organisasional, industri, atau perspektif lain. Menurut

    Sugiyono (2007:11), Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan

    untuk mengetahui nilai variable mandiri, baik satu variable atau lebih

    independen tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan variable lain.

  • 53

    3.2. Jenis Data dan Sumber Data

    3.2.1. Jenis data

    Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif

    dan kuantitatif.

    a. Data kualitatif berupa keadaan dan gambaran umum Kota Medan yang

    merupakan profil daerah

    b. Data kuantitatif berupa laporan perhitungan realisasi APBD Pemerintah

    Daerah Kota Medan

    3.2.2. Sumber Data

    Data yang dikumpulkan dan digunakan untuk mendukung penulisan

    adalah data sekunder.Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang

    diperoleh dari dokumen-dokumen resmi serta sumber-sumber lainnya

    berupa data runtut waktu (time series) yaitu Laporan Realisasi APBD

    Pemerintah Kota Medan Tahun 2005-2009.

    3.3. Prosedur Pengumpulan Data

    Dalam pengumpulan data dan bahan yang diperlukan untuk penyusunan

    skripsi ini penulis menggunakan beberapa metode yaitu :

    .

    1. Teknik dokumentasi dalam hal ini penulis mengumpulkan data sekunder

    melalui pengambilan data yang ada di Kantor BPKD dan Kantor Dispenda

    Kota Medan serta dengancara mencari data yang telah ada di beberapa

    website yang mengandung materi bahan mengenai laporan ataupun kondisi

    keuangan Pemerintah Kota Medan

  • 54

    2. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan dan

    mempelajariliteratur-literatur yang ada baik berupa buku maupun karya

    ilmiah yang digunakan sebagai pedoman ataupun landasan teori dalam

    menganalisapermasalahan dalam penelitian ini.

    3.4.Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

    Definisi operasional menjelaskan karakteristik dari objek dalam elemen-

    elemen yang dapat diobservasi yang menyebabkan konsep dapat diukur dan

    dioperasionalisasikan dalam penelitian (Erlina, 2008).

    Untuk memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pelaksanaan

    penelitian ini, maka perlu diberikan definisi variabel operasional yang akan

    diteliti. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Anggaran Berbasis

    Kinerja sementara variabel dependen dari penelitian ini adalah Kinerja

    Keuangan Pemerintah Daerah.

    3.4.1. Variabel Independen

    Anggaran berbasis Kinerja adalah sistem anggaran yang mengutamakan

    pencapaian hasil kinerja atau keluaran (output)dari perencanaan alokasi biaya

    yang telah ditetapkan. Dengan demikian diharapkan penyusunan dan

    pengalokasian anggaran dapat lebih disesuaikan dengan skala prioritas dan

    preferensi daerah yang bersangkutan.