101
SKRIPSI PENGEMBANGAN EDIBLE FILM KITOSAN DENGAN PENAMBAHAN ASAM LEMAK DAN ESENSIAL OIL: UPAYA PERBAIKAN SIFAT BARRIER DAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA Oleh : BETI CAHYANING ASTUTI F24103025 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

  • Upload
    volien

  • View
    227

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

SKRIPSI

PENGEMBANGAN EDIBLE FILM KITOSAN DENGAN

PENAMBAHAN ASAM LEMAK DAN ESENSIAL OIL: UPAYA

PERBAIKAN SIFAT BARRIER DAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA

Oleh :

BETI CAHYANING ASTUTI

F24103025

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

PENGEMBANGAN EDIBLE FILM KITOSAN DENGAN

PENAMBAHAN ASAM LEMAK DAN ESENSIAL OIL: UPAYA

PERBAIKAN SIFAT BARRIER DAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

BETI CAHYANING ASTUTI

F24103025

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 3: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Beti Cahyaning Astuti. F24103025. Pengembangan Edible Film Kitosan dengan Penambahan Asam Lemak dan Esensial Oil: Upaya Perbaikan Sifat Barrier dan Aktivitas Antimikroba. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS dan Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA.

RINGKASAN

Edible film dapat mencegah penurunan mutu produk dengan cara bertindak

sebagai barrier untuk mengendalikan transfer uap air, pengambilan oksigen, kehilangan komponen volatil dan terlarut atau transfer lipid. Film dengan bahan kitosan mempunyai sifat mekanik yang kuat dan sulit dirobek. Selain itu, film dari kitosan mempunyai nilai permeabilitas gas yang cukup rendah dan bisa diaplikasikan untuk meningkatkan umur simpan produk segar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik edible film kitosan yang diinkorporasi dengan asam lemak dan ekstrak kunyit untuk memperbaiki sifat barrier terhadap uap air, serta mengetahui pengaruhnya terhadap aktivitas antimikroba. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan sebagai bahan pengemas dan pengawet pada produk pangan. Penelitian ini dibagi dalam dua tahap yaitu tahap pendahuluan dan tahap utama. Tahap pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan ekstrak kunyit sebagai bahan antimikroba alami yang akan ditambahkan dan melakukan uji coba pembuatan edible film. Penelitian utama penelitian ini adalah pembuatan edible film dari kitosan dengan menggunakan dua pelarut yaitu asam asetat 1% dan asam laktat 2% teknis, penambahan asam lemak palmitat dan laurat, dan penambahan esensial oil ekstrak kunyit. Analisis karakteristik edible film kitosan dilakukan dengan pengukuran aw, kadar air, pH, warna, ketebalan, pengukuran kuat tarik dan persen pemanjangan, pengukuran laju transmisi oksigen metode manometer, pengukuran laju transmisi uap air metode gravimetri, dan pengamatan mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscopy (SEM). Pada penelitian ini dilakukan pula pengujian aktivitas antimikroba edible film kitosan dengan metode cakram. Penambahan asam lemak dan esensial oil pada edible film kitosan berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, mekanik, dan perbaikan aktivitas antimikroba dari kitosan. Asam lemak yang ditambahkan yaitu asam lemak palmitat dan asam lemak laurat dengan konsentrasi 0%, 5 %, dan 10% (w/w kitosan). Penambahan asam lemak bertujuan memperbaiki sifat barrier terhadap uap air. Esensial oil yang ditambahkan adalah ekstrak kunyit dengan konsentrasi 0% dan 100 µl/g kitosan. Hasil analisis pH berkisar 2.60 - 4.03, kadar air 26.37 - 32.48 %, aw berkisar 0.611 – 0.672, ketebalan berkisar antara 0.1 - 0.3 mm, kuat tarik berkisar 1.8 - 30 MPa, persen elongasi berkisar 32.22 - 693.33 %, nilai WVP berkisar 0.7692 – 1.7317 g.mm/m2.hari.mmHg, nilai O2TR berkisar 0.4 - 4.8 cc/m2/hari, dan warna edible film kitosan cenderung ke warna merah dan kuning gelap. Perbedaan pelarut mempengaruhi aw, pH, kadar air, tebal, kuat tarik, persen elongasi, WVP, dan aktivitas antimikroba. Edible film kitosan dengan pelarut asam laktat 2% mempunyai aw, kadar air, pH, dan tebal lebih besar dibandingkan dengan edible film kitosan dengan pelarut asam asetat 1%. Edible film kitosan dengan pelarut

Page 4: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

asam asetat 1% mempunyai kuat tarik lebih besar dibandingkan dengan edible film kitosan dengan pelarut laktat 2%. Tetapi persen elongasi berbanding terbalik dengan kuat tarik. Penambahan asam lemak mempengaruhi pH, tebal, kuat tarik, persen elongasi, WVP, dan O2TR. Derajat keasaman edible film kitosan menurun dengan adanya penambahan asam lemak palmitat dan asam lemak laurat. Penambahan asam lemak meningkatkan tebal dari edible film kitosan. Penambahan asam lemak menurunkan kuat tarik dan pensen elongasi. Penambahan asam lemak menurunkan nilai permeabilitas edible film kitosan. Tetapi penambahan asam lemak terhadap nilai O2TR berbanding terbalik dengan nilai WVP.

Pengamatan struktur permukaan dengan SEM edible film kitosan memperlihatkan adanya pori-pori bekas dari asam lemak yang terlarut dengan heksana. Pori-pori semakin kecil diameternya maka permeabilitas uap air edible film kitosan semakin bagus. Mikrostruktur edible film kitosan dengan penambahan asam lemak laurat memperlihatkan tidak terbentuknya globula-globula lemak yang dikhawatirkan asam lemak memisah. Penambahan esensial oil ekstrak kunyit memperkuat aktivitas antimikroba dari edible film kitosan. Diameter penghambatan edible film terbesar pada Bacillus cereus sebesar 13.595 mm.

Page 5: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGEMBANGAN EDIBLE FILM KITOSAN DENGAN

PENAMBAHAN ASAM LEMAK DAN ESENSIAL OIL: UPAYA

PERBAIKAN SIFAT BARRIER DAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

BETI CAHYANING ASTUTI

F24103025

Dilahirkan pada tanggal 29 Agustus 1984 di Sragen

Tanggal lulus : 21 Januari 2008

Menyetujui,

Bogor, Januari 2008

Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Page 6: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sragen pada tanggal 29 Agustus

1984. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara,

anak dari pasangan Bapak Supardi dan Ibu Sri Rejeki.

Dalam perjalanan hidupnya penulis mengawali

pendidikan formalnya di TK Pertiwi II Sidodadi pada tahun

1989-1990, SD Negeri Sidodadi II pada tahun 1991-1997,

SLTP Negeri 1 Kebakkramat pada tahun 1997-2000, SMU Negeri 5 Surakarta

pada tahun 2000-2003, dan selanjutnya diterima di Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada

tahun 2003 melalui jalur USMI.

Selama masa kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi

kemahasiswaan. Penulis tergabung dalam keanggotaan HIMITEPA (Himpunan

Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan). Penulis juga aktif dalam berbagai

kepanitiaan kegiatan di dalam kampus, diantaranya Seminar Pangan Halal

Nasional (2004), Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan Nasional XIII (2005), dan

BAUR Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB (2006) dan berbagai

kegiatan intra kampus lainnya.

Semasa kuliah penulis juga aktif dalam bidang akademik. Penulis pernah

menjadi asisten praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Hortikultura, Departemen

Ilmu dan Teknologi Pangan. Penulis adalah penerima beasiswa BBM (Bantuan

Belajar Mahasiswa) (2005-2007). Sebagai syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

penulis melakukan penelitian dengan judul: Pengembangan Edible Film Kitosan

dengan Penambahan Asam Lemak dan Esensial Oil: Upaya Perbaikan Sifat

Barrier dan Aktivitas Antimikroba. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rizal

Syarief, DESS dan Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA.

Page 7: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil ’alamin, puji dan syukur atas rahmat dan karunia

dari Allah SWT sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian dan menyusun

skripsi yang berjudul “Pengembangan Edible Film Kitosan dengan Penambahan

Asam Lemak dan Esensial Oil: Upaya Perbaikan Sifat Barrier dan Aktivitas

Antimikroba”.

Selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi, penulis banyak

mendapat bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, nasehat, dan motivasi selama masa studi dan

penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA selaku dosen pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, nasehat dan motivasi dengan penuh kesabaran selama

penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Siti Nurjanah, S.TP. M.Si atas kesediaannya sebagai dosen penguji dan telah

memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.

4. Ibu dan Bapak yang selalu memberikan doa, kasih sayang, motivasi hidup,

dan canda tawa buat penulis.

5. Dedek Nevy yang selalu membuat hari-hari semakin indah dengan canda tawa

dan pertengkaran.

6. Seluruh dosen dan staf pengajar ITP yang telah memberikan ilmu dan

bimbingan selama penulis kuliah.

7. Bu Rubiyah, Pak Gatot, Pak Rojak, Bu Antin, Mbak Sri, Teh Ida, Mas Edi,

Pak Wahid, Pak Sobirin, Pak Koko, Pak Yahya, Mbak Darsi, Pak Mul, dan

seluruh laboran ITP yang banyak memberikan bantuan dan pengalaman

selama penelitian.

8. Bapak-bapak di perpustakaan PAU, FATETA, dan LSI. Dan tidak lupa bapak-

bapak dan ibu-ibu di AJMP FATETA. Terima kasih atas layanan dan

bantuannya selama penulis menyelesaikan skripsi.

Page 8: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

9. Salam hangat buat Om, Tante, dan Saudara-saudara di Jakarta dan Bogor.

Terima kasih atas motivasi, tumpangan menginap, dan canda tawa selama

penulis kuliah.

10. Marto, Kak Hana, dan Mbak Erni atas kebersamaan dalam satu Tim Kitosan.

11. Tya dan Natalia, kalian adalah teman-teman yang memberi motivasi dan

semangat buat penulis.

12. Tias, Marlin, Anin, dan Evi atas kebersamaan di IPB yang lebih mendekatkan

kita semua.

13. Lilin, Mitoel, Yoga, Nchus, Ujo, Denny, Adie, Ados, Arie, Tathan, Danang

RT, Eja, Arga, Sarwo, dan Gading dengan semua canda tawa, keceriaan, dan

bantuan buat penulis.

14. Ratih, Maya, Tina, Hesty, Fitria, Primi, Enol, dan sahabat-sahabat SD, SMP,

dan SMU yang selalu ada dalam ingatan penulis.

15. Mbak Miksusanti, Mbak Dorkas, Mbak Fenny, Mbak Chyntia, Mbak Lenny,

Mbak Dian, dan Bang Ahyar atas bantuan dan canda tawa.

16. Penghuni Wisma Windhy : Angga, Dhia, Lina, Gading, Femi, Nooy, Sari,

Jeng Krut, Ekus, Lasty, Maya, Vina, Lita, Primus, Ivon, Dewi, Ikong, Otong,

Eneng, Annissa, Dang-dut, Maymoet, Rubi, dan Mbak Nur yang telah

memberikan warna yang indah di hidup penulis. Dan tidak lupa buat Doni

dengan segala bantuan dan canda tawa.

17. Teman-teman angkatan 40 : Mbak Asih, Oneth, Dhea, Gilang, Dani, Her her,

Hayuning, Wayan, Fitri, Rika, Kanin, Ade, Abdy, Martin, Nunu, Step, Oboth,

Tuti, Andal, Dion, serta teman-teman angkatan 38, 39, 41, 42, dan 43 yang

tidak dapat disebutkan satu persatu.

18. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak

membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Saran dan masukan yang membangun sangat diharapkan untuk

kesempurnaan penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan

bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam bidang industri

pangan.

Bogor, Januari 2008

Penulis

Page 9: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ................................................................................ v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ vi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ vii

I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. LATAR BELAKANG ............................................................... 1

B. TUJUAN .................................................................................... 3

C. MANFAAT PENELITIAN ......................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 4

A. KITOSAN .................................................................................. 4

B. KITOSAN SEBAGAI BAHAN EDIBLE FILM ........................ 10

C. PLASTICIZER ............................................................................. 14

D. ASAM LEMAK .......................................................................... 14

E. KUNYIT ..................................................................................... 15

F. AKTIVITAS ANTIMIKROBA .................................................. 17

G. KARAKTERISTIK MIKROBA PATOGEN ............................. 19

III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 21

A. BAHAN DAN ALAT ................................................................. 21

B. METODE PENELITIAN .......................................................... 21

1. Penelitian Pendahuluan Ekstraksi Kunyit ............................. 21

a. Persiapan Ekstraksi............................................................ 21

b. Ekstraksi ............................................................................ 21

2. Penelitian Utama ................................................................... 22

a. Pembuatan Edible Film dari Kitosan................................. 22

b. Penentuan Karakteristik Edible Film Kitosan ................... 25

1. Pengukuran Nilai pH ................................................. 25

2. Pengukuran Aktivitas Air (aw) ................................. 25

3. Pengukuran Kadar Air Metode Oven ........................ 25

Page 10: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Halaman

4. Pengukuran Warna dengan Chromameter ................ 25

5. Pengukuran Ketebalan .............................................. 26

6. Pengukuran Kuat Tarik dan Persen Pemanjangan .... 26

7. Laju Transmisi Oksigen Metode Manometer ........... 26

8. Laju Transmisi Uap Air Metode Gravimetri ............. 28

9. Pengamatan Mikrostuktur dengan SEM ................... 28

c. Pengujian Aktivitas Antimikroba Edible Film .................. 28

1. Persiapan Kultur Uji .................................................. 29

2. Pengujian Aktivitas Antimikroba Metode Cakram ... 29

d. Rancangan Percobaan ....................................................... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 32

A. PENELITIAN PENDAHULUAN .............................................. 32

B. KARAKTERISASI EDIBLE FILM ............................................ 33

1. Hasil Analisis pH .................................................................... 34

2. Hasil Analisis Nilai Kadar Air dan Aktivitas Air (aw) ............ 35

3. Hasil Analisis Warna............................................................... 39

4. Hasil Analisis Ketebalan ......................................................... 41

5. Hasil Analisis Kuat Tarik ........................................................ 43

6. Hasil Analisis Persen Pemanjangan ........................................ 45

7. Hasil Analisis Transmisi Uap Air ........................................... 47

8. Hasil Analisis Transmisi Oksigen ........................................... 50

9. Hasil Analisis SEM ................................................................. 51

C. AKTIVITAS ANTIMIKROBA EDIBLE FILM KITOSAN ....... 53

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 61

A. KESIMPULAN .......................................................................... 61

B. SARAN ..................................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 62

LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................. 70

Page 11: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Sifat dan mutu kitosan ............................................................. 8

Tabel 2. Aplikasi kitin, kitosan, dan turunannya dalam industri .......... 9

Tabel 3. Hasil pengukuran kadar air (% b.k)............................................................... 36

Tabel 4. Hasil pengukuran aw ................................................................ 38

Tabel 5. Hasil pengukuran ketebalan (mm) .......................................... 42

Page 12: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur kimia kitin dan kitosan .......................................... 5

Gambar 2. Rumus struktur (a) asam asetat, (b) asam laktat ................. 6

Gambar 3. Diagram alir proses ekstraksi .............................................. 22

Gambar 4. Larutan edible film .............................................................. 23

Gambar 5. Diagram alir pembuatan edible ........................................... 24

Gambar 6. Diagram alir persiapan kultur uji ........................................ 29

Gambar 7. Diagram alir metode cakram ............................................... 30

Gambar 8. Edible film kitosan (a) pelarut asetat, (b) pelarut laktat ...... 33

Gambar 9. Grafik nilai pH edible film kitosan ...................................... 34

Gambar 10. Grafik analisis warna dengan chromameter (a) warna L,

(b) warna a, (c) warna b ...................................................... 40

Gambar 11. Grafik nilai kuat tarik edible film kitosan............................ 44

Gambar 12. Grafik nilai persen pemanjangan ......................................... 46

Gambar 13. Grafik analisis WVP ........................................................... 49

Gambar 14. Grafik analisis O2TR ........................................................... 51

Gambar 15. Mikrostruktur edible film kitosan ........................................ 52

Gambar 16. Zona penghambatan (a) Edible film kitosan, (b) Edible

film kontrol pati sagu ........................................................... 54

Gambar 17. Aktivitas penghambatan edible film terhadap Escherichia

coli ....................................................................................... 55

Gambar 18. Aktivitas penghambatan edible film terhadap Bacillus

cereus .................................................................................. 55

Gambar 19. Aktivitas penghambatan edible film terhadap Salmonella

typhimurium ........................................................................ 56

Gambar 20. Aktivitas penghambatan edible film terhadap Staphylococcus

aureus ................................................................................. 56

Gambar 21. Zona penghambatan (a) Edible film kitosan pelarut asam

laktat, (b) Edible film kitosan pelarut asam asetat.............. 57

Page 13: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Daftar singkatan dan istilah ............................................... 71

Lampiran 2. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan aw ... 72

Lampiran 3. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan pH .. 73

Lampiran 4a.Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan

warna L ............................................................................. 75

Lampiran 4b.Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan

warna a .............................................................................. 77

Lampiran 4c.Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan

warna b .............................................................................. 79

Lampiran 5. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan tebal 81

Lampiran 6. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan

elongasi ............................................................................. 83

Lampiran 7. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan

kuat tarik ........................................................................... 84

Lampiran 8. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan

WVP .................................................................................. 85

Lampiran 9. Data analisis zona penghambatan edible film terhadap

bakteri-bakteri patogen (mm) .......................................... 87

Lampiran 10. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan

kadar air ............................................................................. 88

Page 14: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan teknologi pangan yang pesat menimbulkan berbagai

produk pangan yang baru. Hampir seluruh produk pangan tersebut

memerlukan kemasan dalam proses distribusi dan pemasarannya. Hal ini

dibutuhkan untuk memperpanjang umur produk pangan tersebut.

Kemasan yang sering digunakan untuk produk pangan adalah plastik.

Plastik memiliki sifat barrier terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air

yang baik, dan harganya tidak terlalu mahal. Namun demikian, plastik ini

bersifat non biodegradable sehingga limbah dari plastik ini dapat mencemari

lingkungan. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu kemasan yang

memiliki sifat barrier seperti plastik tetapi yang bersifat “ramah lingkungan”.

Kemasan tersebut adalah edible atau biodegradable film. Kelebihan edible

film sebagai pengemas produk pangan antara lain : dapat melindungi produk

dari pengaruh lingkungan dan kontaminan, sifatnya yang transparan sehingga

penampakan produk yang dikemas masih terlihat dan dapat dimakan sehingga

tidak menyebabkan pencemaran lingkungan.

Edible film adalah lapisan tipis dan kontinyu yang dibuat dari bahan

yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan (film) atau

diletakkan diantara komponen makanan (coating) yang berfungsi sebagai

penghambat terhadap transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lipida,

zat terlarut), dan/atau sebagai carrier bahan makanan atau aditif, dan/atau

untuk meningkatkan penanganan makanan (Krochta, 1992).

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan edible film dengan

menggunakan bahan baku utama kitosan. Kitosan dipilih berdasarkan

pertimbangan bahwa ketersediaan limbah udang cukup banyak dan mudah

diperoleh. Udang merupakan salah satu komoditas hasil perikanan di

Indonesia yang diperdagangkan dalam pasar lokal dan ekspor. Potensi sumber

daya udang sebesar 94,8 ribu ton dari 6,4 juta ton per tahun potensi sumber

daya ikan laut Indonesia (7,5% total potensi stok ikan laut dunia) (Dahuri,

2005). Dalam pemanfaatannya oleh industri pengolahan, udang akan

Page 15: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

menghasilkan limbah. Selama ini limbah udang baru dimanfaatkan oleh

industri kecil dalam pembuatan terasi, kerupuk udang, petis, dan campuran

pakan ternak (Bastaman, 1989).

Melalui pendekatan teknologi yang tepat, potensi limbah ini dapat

diolah lebih lanjut menjadi kitin dan kitosan. Kitosan merupakan hasil proses

deasetilasi dari kitin. Kitin merupakan karbohidrat polimer yang terdapat pada

kulit crustacea. Harga jual kitosan di pasar internasional saat ini telah

mencapai 10 US$/kg (Sandford, 2003).

Pemanfaatan kitosan dalam bidang industri di Indonesia belum banyak

digunakan, misalnya kitosan dapat digunakan sebagai penstabil, pengental,

pengemulsi makanan, dan pembentuk lapisan pelindung jernih. Penggunaan

kitosan sebagai lapisan pelindung terus dikembangkan antara lain sebagai

pelapis semipermeabel yang bersifat edible atau dapat dimakan sehingga

mengurangi ketergantungan produsen terhadap pemakaian bahan plastik

sebagai bahan pengemas. Kitosan termasuk salah satu jenis polisakarida yang

dapat digunakan sebagai edible film. Pelapis dari polisakarida merupakan

penghalang (barrier) yang baik karena dapat membentuk matriks yang kuat

dan kompak.

Film dengan bahan kitosan mempunyai sifat yang kuat, elastis,

fleksibel, dan sulit dirobek (Butler et al., 1996). Selain itu, film dari kitosan

mempunyai nilai permeabilitas air yang cukup rendah dan bisa digunakan

untuk meningkatkan umur simpan produk segar dan sebagai cadangan

makanan dengan nilai aktivitas air yang lebih tinggi (Kittur et al., 1998).

Selain itu, kitosan berpotensi sebagai antimikroba alami sehingga

diharapkan aman bagi manusia. Tsai dan Su (1999) menunjukkan adanya efek

bakterisidal dari kitosan udang terhadap E. coli. Berdasarkan penelitian Coma

et al. (2002) kitosan dapat menghambat pertumbuhan Listeria monocytogenes.

Menurut Pranoto et al. (2004) film dari kitosan yang diinkorporasi dengan

minyak bawang putih, kalium sorbat, dan nisin (bakteriosin) mempunyai efek

sebagai antibakteri.

Karakteristik yang penting bagi edible film adalah tingkat

permeabilitas terhadap uap air dan elastisitas. Kombinasi dari berbagai bahan

Page 16: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

yang ditambahkan dalam pembuatan edible film kitosan masing-masing akan

dikaji terhadap sifat-sifat fisik, mekanis, dan aktivitas antimikrobanya.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan asam

lemak laurat, asam lemak palmitat, dan esensial oil ekstrak kunyit terhadap

sifat barrier uap air dan sifat mekanik, serta aktivitas antimikroba edible film

kitosan yang dihasilkan. Produk yang diharapkan adalah edible film yang

memiliki sifat barrier uap air dan mekanik yang lebih baik sebagai pengemas

makanan, serta mempunyai sifat antimikroba yang lebih kuat.

C. MANFAAT PENELITIAN

1. Memperoleh informasi asam lemak yang tepat untuk meningkatkan

barrier terhadap uap air.

2. Memperoleh alternatif pengemas dan pengawet makanan yang alami dan

aman.

3. Mengurangi pencemaran lingkungan dengan menyediakan alternatif

plastik yang bersifat biodegradable.

Page 17: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KITOSAN

Kitosan adalah polisakarida alami hasil dari proses deasetilasi

(penghilangan gugus-COCH3) kitin. Kitin merupakan penyusun utama

eksoskeleton dari hewan air golongan crustacea seperti kepiting dan udang.

Kitin tersusun dari unit-unit N-asetil-D-glukosamin (2-acetamido-2-deoxy-D-

glucopyranose) yang dihubungkan secara linier melalui ikatan β-(1→ 4). Kitin

berwarna putih, keras, tidak elastis, merupakan polisakarida yang mengandung

banyak nitrogen, sumber polusi utama di daerah pantai (Goosen, 1997).

Proses deasetilasi (penghilangan gugus asetil) kitin menjadi kitosan

dapat dilakukan secara kimiawi maupun enzimatis. Secara kimiawi, deasetilasi

kitin dilakukan dengan penambahan NaOH (Kolodziesjska et al., 2000; Chang

et al., 1997), sedangkan secara enzimatis digunakan enzim kitin deasetilase

(CDA) (Hetmat et al., 2003). Proses deasetilasi secara termokimiawi, yang

saat ini secara komersial banyak dilakukan, dalam banyak hal tidak

menguntungkan karena tidak ramah lingkungan, prosesnya tidak mudah

dikendalikan, dan kitosan yang dihasilkan memiliki berat molekul dan derajat

deasetilasi yang tidak seragam (Chang et al., 1997; Tsigos et al., 2000). Proses

deasetilasi menggunakan kombinasi perlakuan secara kimiawi dan enzimatis

seperti yang telah dilaporkan oleh Emmawati (2004) dan Rochima (2005)

merupakan alternatif proses yang lebih baik.

Deasetilasi kitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisakan

gugus amino yang bermuatan positif, sehingga kitosan bersifat polikationik.

Adanya gugus reaktif amino pada C-2 dan gugus hidroksil pada C-3 dan C-6

pada kitosan tersebut sangat berperan dalam aplikasinya, antara lain sebagai

pengawet dan penstabil warna, sebagai floculant dan membantu proses reserve

osmosis dalam penjernihan air, sebagai aditif untuk produk agrokimia dan

pengawet benih (Shahidi et al., 1999). Struktur kitin dan kitosan dapat dilihat

pada Gambar 1.

Page 18: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Gambar 1. Struktur kimia kitin dan kitosan

Adapun perbedaan-perbedaan seperti pelarut, konsentrasi, waktu, suhu

proses, dan ekstraksi dapat mempengaruhi sifat dan penampilan akhir produk

kitosan (Sophanodora dan Benjakula, 1993).

Kitosan adalah nama yang digunakan untuk bentuk deasetilasi kitin.

Kitosan merupakan polimer rantai panjang yang disusun oleh monomer-

monomer glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glukosa). Biopolimer ini disusun

oleh dua jenis gula amino yaitu glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glukosa, 70-

80 %) dan N-asetilglukosamin (2-asetamino-2-deoksi-D-glukosa, 20-30%)

(Goosen, 1997). Menurut Knorr (1984), berat molekul kitosan adalah 1,036 x

106 Dalton. Berat molekul tersebut tergantung dari degradasi yang terjadi pada

saat proses pembuatannya. Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari

polimer kitin, maka berat molekulnya semakin rendah dan sebaliknya interaksi

antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan akan semakin kuat (Ornum, 1992).

Kitosan memiliki nama kimia (1-4)-2-amino-2-deoksi-D-glukosa

(Shahidi et al., 1999). Kitosan berbentuk spesifik dan mengandung gugus

amino dalam rantai panjangnya. Kitosan adalah gula yang unik, karena

polimer ini mempunyai gugus amin bermuatan positif, sedangkan polisakarida

lain umumnya bersifat netral atau bermuatan negatif (Angka dan Suhartono,

2000). Grup amin kitosan dapat berinteraksi dengan muatan negatif suatu

molekul seperti protein dan polimer. Nitrogen pada gugus amin kitosan

berfungsi sebagai donor elektron dalam pengikatan selektif logam tertentu.

Kitosan dapat menghambat sel tumor, anti kapang, anti bakteri, anti virus,

menstimulasi sistem imun, dan mempercepat germinasi tumbuhan (Goosen,

1997).

Page 19: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelarut asam asetat

1 % dan pelarut asam laktat 2 %. Pelarut terbaik yang digunakan dalam proses

pembuatan membran polimer berbahan dasar kitosan adalah pelarut asam

asetat (Aryanto, 2002). Pelarut yang umum digunakan untuk melarutkan

kitosan adalah asam asetat dengan konsentrasi 1 – 2 % (Knorr, 1982). Asam

asetat adalah cairan tidak berwarna dengan karakteristik bau yang tajam,

berasa asam, serta larut dalam air, alkohol, dan gliserol. Rumus empirik asam

asetat adalah C2H4O2 dan rumus strukturnya CH3COOH. Asam asetat

mempunyai berat molekul 60, titik didih 118 oC, titik beku 16,7 oC, dan dapat

digunakaan sebagai penambahan rasa (Dillon, 1992). Rumus struktur (a) asam

asetat, (b) asam laktat dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) (b)

Gambar 2. Rumus struktur (a) Asam asetat, (b) Asam laktat

Asam laktat atau asam 2-hidroksi propionat merupakan senyawa non-

atsiri dan tidak berbau yang diklasifikasikan ke dalam GRAS (Generally

Recognized As Safe) sebagai bahan aditif makanan. Asam laktat mempunyai

sifat larut dalam air dan pelarut organik polar tetapi tidak larut dalam pelarut

organik lainnya. Pelarut asam laktat yang ditambahkan untuk mendapatkan

hasil yang terbaik adalah 2 % (Kim, 2006).

Dalam struktur kimianya, asam laktat merupakan salah satu molekul

terkecil yang memiliki sifat optis aktif yang mempunyai satu atom karbon

kiral sehingga memiliki dua bentuk enantiomer, yaitu L- dan D-laktat. Sekitar

85% kebutuhan asam laktat saat ini adalah untuk aplikasi di bidang pangan

dan yang berhubungan dengan pangan, antara lain sebagai pengasam makanan

(food acidulan, flavoring agent, pH buffering agent, dan antimicrobial agent)

(Koesnandar, 2004).

Molekul kitosan di dalam larutan asam encer berkekuatan ion rendah

bersifat lebih kompak bila dibandingkan dengan larutan polisakarida lainnya.

Page 20: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Hal ini disebabkan densitas muatan yang tinggi. Namun, dalam larutan

berkekuatan ionik tinggi, ikatan hidrogen, dan gaya elektrostatik pada molekul

kitosan terganggu sehingga konformitas menjadi bentuk acak (random coil).

Sifat fleksibel molekul ini yang akan menjadikan kitosan dapat membentuk

baik konformitas kompak maupun memanjang (polisakarida lainnya

umumnya berbentuk memanjang). Sifat fleksibel kitosan membantu daya

gunanya di dalam berbagai produk (Angka dan Suhartono, 2000).

Selain itu, Lab. Protan (1987) menyatakan bahwa kitosan merupakan

poliglukosamin yang dapat larut dalam kebanyakan asam seperti asam asetat,

asam laktat atau asam-asam organik (adipat, malat), asam mineral seperti HCl,

HNO3 pada konsentrasi 1 % dan mempunyai daya larut terbatas dalam asam

fosfat dan tidak larut dalam asam sulfat. Kitosan mempunyai gugus fungsional

yaitu gugus amina, sehingga mempunyai derajat reaksi kimia yang tinggi

(Johnson dan Peniston, 1975).

Kitin dan kitosan merupakan senyawa kimia yang mudah

menyesuaikan diri, hidrofilik, memiliki reaktivitas kimia yang tinggi (karena

mengandung gugus OH dan gugus NH2) untuk ligan yang bervariasi (sebagai

bahan pewarna dan penukar ion). Disamping itu ketahanan kimia keduanya

cukup baik, yaitu kitosan larut dalam larutan asam, tetapi tidak larut dalam

basa dan ikatan silang kitosan memiliki sifat yang sama baiknya dengan kitin,

serta tidak larut dalam media campuran asam dan basa (Muzzarelli, 1997).

Banyak sekali potensi kitosan yang sudah banyak diteliti, mulai dari

pangan, mikrobiologi, kesehatan, pertanian, dan sebagainya. Aplikasi kitosan

dalam bidang pangan salah satunya yaitu sebagai makanan berserat sehingga

dapat meningkatkan massa feses, menurunkan respon glisemik dari makanan,

dan menurunkan kadar kolesterol (Manullang, 1998). Dalam bidang kesehatan

dapat berperan sebagai antibakteri, anti koagulan dalam darah, pengganti

tulang rawan, pengganti saluran darah, anti tumor (penggumpal) sel-sel

leukimia (Manullang, 1998). Chen et al. (1996) meneliti aplikasi kitosan

sebagai antimikrobial untuk pengemas dan Kittur et al. (1998) menggunakan

kitosan sebagai bahan dasar pengemas berupa film. Sifat dan mutu kitosan

dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 21: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Tabel 1. Sifat dan mutu kitosan

Sifat Nilai

Ukuran partikel Serpihan sampai bubuk

Kadar air (% berat kering) ≤ 10.0

Kadar abu (% berat kering) ≤ 2.0

Warna larutan Jernih

Derajat deasetilasi (%) ≥ 70

Viskositas (cps)

Rendah

Medium

Tinggi

Ekstra tinggi

< 200

200-799

800-2000

> 2000

Sumber : Protan Laboratories Inc. (1987)

Kitosan telah dimanfaatkan dalam berbagai keperluan industri seperti

industri kertas dan tekstil sebagai zat aditif, industri pembungkus makanan

berupa film khusus, industri metalurgi sebagai absorban untuk ion-ion metal,

industri kulit untuk perekat, photografi, industri cat sebagai koagulan,

pensuspensi dan flokulasi, serta industri makanan sebagai aditif dan penghasil

protein sel tunggal (Suptijah et al., 1992).

Pemanfaatan yang potensial yaitu sebagai pengental, flokulan,

penyerap, dan pembentuk lapisan untuk bidang pertanian, industri kimia, obat-

obatan, kosmetik, pangan, dan industri tekstil sebagai pengolah limbah cair

(Chandkrachang, 1991).

Kitosan dapat digunakan sebagai obat antikolesterol. Kitosan

mempunyai potensi sebagai hipokolesterolemik yang tinggi, dalam saluran

pencernaan senyawa ini berinteraksi dengan lemak membentuk misela atau

emulsifikasi lipid pada fase absorbsi (Deuchi et al., 1994). Kitosan dapat

menyerap 97% absorpsi lemak tubuh yang dianggap lebih unggul

dibandingkan jenis polimer lain seperti selulosa, karagenan, agar-agar, dan

lain–lain (Sugano et al., 1980). Knorr (1984) menyatakan bahwa kitosan

merupakan senyawa yang tidak beracun sebagai unsur serat makanan dan

dapat menurunkan kadar kolesterol, selain itu kitosan juga diketahui tidak

Page 22: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

menyebabkan alergi dan dapat memacu pertumbuhan bakteri penghasil enzim

laktase yang biasa hidup dalam organ pencernaan bayi (Austin, 1984).

Penelitian Ikeda et al. (1993) menunjukkan bahwa kitosan DD 80 %

dengan berat molekul (BM) 50.000 Da memiliki kemampuan mengikat asam

empedu hingga 0,52 nmol/20mg serta mampu mengikat dan membawa

kolesterol, trigliserida (lemak), fosfolipid keluar dari pencernaan melalui

feses. Kemampuan tersebut nampak dari hasil percobaan yang menyatakan

bahwa kolesterol darah tikus yang diberi ransum kitosan mengalami

penurunan secara signifikan dari 142 mg/dL (hari ke-7) menjadi 116 mg/dL

pada hari ke-14, setelah mengkonsumsi kitosan DD 80 % dengan berat

molekul 50.000 Da sebanyak 0,004 g/g dari berat badan per hari (Ikeda et al.,

1993). Analisis kitosan terhadap manusia telah dilakukan oleh Maezaki et al.

(1993). Konsumsi 3-6 g kitosan (DD 90,5%; 500.000 Da; 280 cP) perhari

dapat menurunkan kolesterol darah secara signifikan dari 189 menjadi 177

mg/dL (hari ke-14), dan meningkatkan kolesterol HDL secara signifikan dari

51 menjadi 56 mg/dL (hari ke-14). Aplikasi kitin, kitosan, dan turunannya

dalam industri makanan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Aplikasi kitin, kitosan, dan turunannya dalam industri makanan

Aplikasi Contoh Antimikroba Bakterisidal, fungisidal, dan menghambat

kontaminasi jamur pada komoditi pertanian Industri edible film Mengatur perpindahan uap air antara makanan dan

lingkungan sekitar; flavour; mereduksi tekanan parsial oksigen; pengatur suhu; menahan browning enzimatis pada buah; dan mengembalikan tekanan osmosis membran

Bahan aditif Mempertahankan flavor alami; bahan pengontrol tekstur; bahan pengemulsi; bahan pengental dan stabilizer; dan penstabil warna

Sifat nutrisi Sebagai serat diet; penurun kolesterol; persediaan dan tambahan makanan ikan; mereduksi penyerapan lemak; memproduksi protein sel tunggal; bahan antigastritis (radang lambung); dan sebagai bahan makanan bayi

Pengolah limbah makanan padat

Flokulan dan pemecah agar

Pemurnian air Memisahkan ion-ion logam, pestisida, dan penjernih Sumber : Shahidi et al., 1999

Page 23: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Pada tahun belakangan ini, aplikasi kitosan dan turunannya sebagai

antimikroba (bahan pengawet) makanan telah dilaporkan oleh beberapa

peneliti (Roller et al., 2002; Sagoo et al., 2002; Jeong et al., 2002; Zivanovic

et al., 2004). Roller et al. (2002) menunjukkan bahwa kitosan bekerja sinergis

dengan pengawet seperti asam benzoat, asam asetat, dan sulfit. Penambahan

kitosan 0,6 % dalam penggunaan sulfit pada konsentrasi yang rendah (170

ppm) mampu menghambat mikroorganisme perusak lebih efektif (3-4 log

CFU/g) dibandingkan penggunaan sulfit secara tunggal dengan konsentrasi

yang tinggi (340 ppm). Kombinasi penggunaan sulfit dan kitosan tersebut

mampu memperpanjang umur simpan sosis daging babi. Perendaman sosis

daging babi dalam larutan kitosan 1 % mampu menurunkan jumlah mikroba

sebanyak 1-3 log CFU/g selama 18 hari pada suhu 7 oC. Kitosan juga dapat

mengawetkan ikan hering dan kod, yaitu dengan berfungsi sebagai edible film

sehingga mampu meningkatkan kualitas produk perikanan selama

penyimpanan.

Kitosan memiliki reaktivitas kimia tinggi yang menyebabkan kitosan

mampu mengikat air dan minyak. Oleh karena itu kitosan dapat digunakan

sebagai bahan makro molekul emulsifikasi. Zivanovic et al. (2004)

memanfaatkan kitosan dalam produk emulsi. Penambahan 0,1 % kitosan

polisakarida dapat menjamin keamanan dari produk emulsi oil-in water.

Model emulsi yang digunakan terdiri dari campuran 20 % minyak jagung, 1 %

Tween 20, 1,5 % Tripticase soy broth, 0,58 % asam asetat, dan kitosan

polisakarida.

B. KITOSAN SEBAGAI BAHAN EDIBLE FILM

Edible film adalah lapisan tipis dan kontinyu yang dibuat dari bahan

yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan (film) atau

diletakkan diantara komponen makanan (coating) yang berfungsi sebagai

penghambat terhadap transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lipida,

zat terlarut), dan/atau sebagai carrier bahan makanan atau aditif, dan/atau

untuk meningkatkan penanganan makanan (Krochta, 1992).

Page 24: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Film sendiri sebenarnya merupakan salah satu bentuk polimer yang

mudah dibentuk. Proses pembentukan polimer sendiri biasa disebut dengan

proses polimerisasi. Polimer yang berupa larutan encer memiliki rantai bebas

bergerak, sehingga kemungkinan terbentuk konfigurasi rantai yang beragam.

Akan tetapi polimer dalam bentuk padat memiliki rantai tidak teratur sehingga

gerakan dan konfigurasinya terbatas.

Menurut Park et al. (1996), penggunaan yang potensial dari edible film

dan pelapisan biopolimer adalah untuk memperlambat pengangkutan gas O2

dan CO2 untuk buah dan sayur, migrasi uap air untuk pangan kering atau

setengah basah dan migrasi bahan terlarut dari pangan beku. Kekurangan

terbesar dari edible film kitosan adalah kurang mampu menahan uap air karena

sifat hidrofilik yang dimilikinya.

Menurut Dominic et al. (1994) secara teoritis bahan edible film

diharapkan dapat : a). menjadi panahan kehilangan air yang efisien, b).

mempunyai sifat permeabel terhadap keluar masuknya gas, c). mengendalikan

perpindahan dari air ke larutan untuk mempertahankan warna pigmen alami

dan nutrisi serta, d). membawa zat tambahan yang diperlukan.

Bahan dasar pembuatan edible film menurut Krochta (1992) dapat

digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu hidrokoloid (protein dan

polisakarida), lemak (asam lemak dan wax), dan campuran (hidrokoloid dan

lemak). Protein yang digunakan sebagai bahan dasar antara lain protein

kedelai, jagung, kasein, kolagen, gelatin, dan protein ikan. Selulosa, pati,

pektin, ekstrak ganggang laut, gum, dan kitosan merupakan contoh-contoh

polisakarida yang digunakan. Selanjutnya lemak yang umum digunakan antara

lain beeswax, paraffin wax, carnauba wax, dan asam lemak seperti asam

laurat dan asam oleat.

Bahan dasar pembentuk edible film sangat mempengaruhi sifat-sifat

edible film itu sendiri. Edible film yang berasal dari hidrokoloid memiliki

ketahanan yang bagus terhadap gas O2 dan CO2, meningkatkan kekuatan fisik,

namun ketahanan terhadap uap air sangat rendah akibat sifat hidrofiliknya.

Edible film dari lemak merupakan tahanan yang baik terhadap uap air,

meningkatkan kilap permukaan dan mengurangi abrasi. Edible film yang

Page 25: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

terdiri dari satu komponen bahan tidak dapat memberikan hasil yang

memuaskan dibandingkan dengan emulsi campuran beberapa bahan (Wong et

al., 1994).

Film dengan bahan kitosan mempunyai sifat yang kuat, elastis,

fleksibel, dan sulit untuk dirobek. Kebanyakan dari sifat mekanik sebanding

dengan polimer komersial dengan kekuatan sedang (Butler et al., 1996).

Hoagland dan Parris (1996) mengemukakan alasan dalam membuat

film dengan bahan dasar kitosan :

1. Kitosan merupakan turunan kitin, polisakarida paling banyak di bumi

setelah selulosa

2. Kitosan dapat membentuk film dan membran dengan baik

3. Sifat kationik selama pembentukan film merupakan interaksi elektrostatik

dengan anionik.

Film dari kitosan mempunyai nilai permeabilitas air yang cukup dan

bisa digunakan untuk meningkatkan umur simpan produk segar, dan sebagai

cadangan makanan dengan nilai aktivitas air yang lebih tinggi (Kittur et al.,

1998). Butler et al. (1996) mengamati bahwa kitosan film merupakan

penghalang yang baik terhadap oksigen tetapi penghalang yang kurang

terhadap uap air.

Kitosan sebagai polimer film dari karbohidrat lainnya, memiliki sifat

selektif permeabel terhadap gas-gas (CO2 dan O2), tetapi kurang mampu

menghambat perpindahan air. Secara umum, pelapis yang tersusun dari

polisakarida dan turunannya hanya sedikit menahan penguapan air, tetapi

selektif untuk mengontrol difusi dari berbagai gas (Nisperoscarriedo, 1995).

Kemampuan dari kitosan film dibatasi oleh permeabilitas kelembaban

yang relatif tinggi. Salah satu kegunaannya yaitu sebagai pengemas roti,

dimana difusi kelembaban yang melalui kemasan dapat digunakan dalam

menyeimbangkan kelembaban kulitnya yang rendah (Caner et al., 1998).

Perbedaan antara edible film dengan edible coating yaitu, edible film

merupakan bahan pengemas yang telah dibentuk terlebih dahulu berupa

lapisan tipis (film) sebelum digunakan untuk mengemas produk pangan.

Sedangkan edible coating merupakan bahan pengemas yang dibentuk

Page 26: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

langsung pada produk dan bahan pangan (Harris, 1999). Edible film dan

coating digunakan dalam produk obat-obatan, konfeksioneri, buah-buahan,

dan sayuran segar, serta beberapa produk daging (Brandenberg, 1993).

Kittur et al. (1998) menyatakan bahwa edible film dan coating telah

digunakan untuk mengontrol pertukaran gas (O2, CO2, dan etilen) antara

produk makanan dengan lingkungan atau antar komponen makanan, juga

dapat mengontrol perubahan fisiologi, mikrobiologi, dan fisikokimia produk

makanan.

Sifat penahan gas dan uap air dari edible film dan coating dipengaruhi

oleh komposisi, gelembung udara dan lubang dalam film. Pembentukan

gelembung udara dan kemungkinan adanya lubang dipengaruhi oleh teknik

preparasi dan komposisi kimia, termasuk konsentrasi dari plasticizer.

Keberadaan gelembung udara dan lubang mempengaruhi karakteristik

permeabilitas film (Park dan Chinnan, 1995).

Aplikasi yang potensial dari edible film dan coating dari biopolimer

adalah untuk memperlambat transportasi gas oksigen dan karbondioksida dari

buah dan sayuran, perpindahan kelembaban pangan yang dikeringkan atau

pangan dengan kelembaban sedang, serta perpindahan zat terlarut pada pangan

beku. Kekurangan yang paling besar dari kebanyakan edible film yaitu

kemampuannya yang kurang dalam menghalangi air yang merupakan sifat

hidrofilik dari edible film. Kemampuan edible film dan coating dalam

menahan uap air dan oksigen dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan

kesegaran dari buah, sayuran, dan pangan lainnya (Park et al., 1996).

Edible coating mempunyai kemampuan untuk meningkatkan mutu dan

memperpanjang umur simpan dari produk yang telah diproses (Li & Barth,

1998). Kitosan telah terbukti dapat digunakan sebagai bahan edible coating

karena kemampuannya dalam membentuk film (Shahidi et al., 1999). Dong et

al. (2004) telah menguji bahwa edible coating pada buah kelengkeng yang

dikupas dapat meningkatkan mutu dan memperpanjang umur simpan. Dalam

aplikasi dalam bidang pertanian, edible coating digunakan untuk melapisi

mangga dalam bentuk slice dapat memperkecil kehilangan air dan

memperpanjang umur simpan (Baldwin et al., 1999). Kitosan coating pada

Page 27: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

buah mangga dalam bentuk slice bertujuan untuk meningkatkan mutu dengan

mencegah pecahnya permukaan mangga dan kebocoran sari buah.

C. PLASTICIZER

Plasticizer adalah bahan dengan bobot molekul rendah yang

ditambahkan dengan maksud meningkatkan elastisitas (Gennadios, 2002).

Plasticizer didefinisikan sebagai substansi non volatil yang mempunyai titik

didih tinggi, yang jika ditambahkan ke senyawa lain akan mengubah sifat fisik

dan mekanik senyawa tersebut (Krochta, 1992).

Plasticizer secara umum meningkatkan permeabilitas film terhadap

gas, uap air, dan zat–zat terlarut, juga dapat menurunkan elastisitas dan daya

kohesi film (Caner et al., 1998), meningkatkan daya rentang, menghaluskan

film dan mempertipis hasil film yang terbentuk. Plasticizer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah polietilen glikol.

Polietilen glikol (PEG) adalah polimer adisi dari etilen glikol dengan

berat molekul di atas 200. PEG bersifat netral, larut dalam air dan pelarut

organik, non volatil, dan non toksik. Polimer ini adalah polimer yang bersifat

hidrofilik (Zhang et al., 2002). Disebutkan pula bahwa permukaan zat yang

dimodifikasi oleh PEG akan bersifat hidrofilik. PEG juga bersifat misibel

terhadap beberapa lilin (wax), gum, minyak, pati, dan pelarut organik.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa plasticizer polietilen glikol yang

ditambahkan dalam edible film kitosan akan memberikan sifat yang elastis

(Suyatma et al., 2005).

D. ASAM LEMAK

Menurut Grosch dan Belitz, (1995) asam lemak merupakan

monokarboksilat berantai panjang, mungkin bersifat jenuh atau tidak jenuh,

panjang rantai berbeda-beda tetapi bukan siklik atau bercabang. Pada

umumnya asam lemak yang ditemukan di alam merupakan monokarboksilat

dengan rantai tidak bercabang dan memiliki jumlah atom genap. Asam-asam

lemak ini dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh dan

Page 28: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

asam lemak tak jenuh. Penggolongan tersebut berdasarkan pada perbedaan

bobot molekul dan derajat ketidakjenuhannya (Winarno, 1997).

Menurut Hagenmaier dan Shaw (1990), asam lemak rantai panjang

biasa digunakan dalam pembuatan edible film karena mempunyai titik didih

(melting point) yang tinggi dan sifat hidrofobiknya.

Asam laurat adalah asam lemak jenuh yang mudah diperoleh dari

minyak kelapa dan minyak inti sawit. Wujudnya padat pada suhu ruang,

dengan rumus kimia C12H24O2.

Salah satu asam lemak yang paling mudah diperoleh adalah asam

palmitat atau asam heksadekanoat. Tumbuh-tumbuhan dari famili Palmaceae,

seperti kelapa (Cocos nucifera) dan kelapa sawit (Elaeis guineensis)

merupakan sumber utama asam lemak ini. Minyak kelapa bahkan

mengandung hampir semuanya palmitat (92%). Minyak sawit mengandung

sekitar 50% palmitat. Produk hewani juga banyak mengandung asam lemak

ini (dari mentega, keju, susu, dan juga daging).

Asam palmitat adalah asam lemak jenuh yang tersusun dari 16 atom

karbon (CH3(CH2)14COOH). Pada suhu ruang, asam palmitat berwujud padat

berwarna putih. Titik leburnya 63,1°C. Asam palmitat adalah produk awal

dalam proses biosintesis asam lemak. Dari asam palmitat, pemanjangan atau

penggandaan ikatan berlangsung lebih lanjut.

Dalam industri, asam palmitat banyak dimanfaatkan dalam bidang

kosmetika dan pewarnaan. Dari segi gizi, asam palmitat merupakan sumber

kalori penting namun memiliki daya antioksidasi yang rendah. Park et al.

(1996) menyatakan bahwa permeabilitas uap air dan gas dari edible film

dipengaruhi oleh asam lemak dan konsentrasinya.

E. KUNYIT

Tanaman kunyit termasuk ke dalam famili Zingiberaceae atau suku

temu-temuan. Tumbuhan ini merupakan tanaman tahunan berupa herba yang

memiliki tinggi hingga satu meter. Tanaman kunyit tidak berbulu, berbatang

pendek, warna bunganya pucat dan pangkalnya berwarna kuning, daunnya

Page 29: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

berjumbai-jumbai, mempunyai daun pelindung yang berwarna putih serta

pelepah daun yang membentuk batang semu (Pursglove et al., 1981).

Umbi utama tanaman kunyit terletak di dasar batang, berbentuk

elipsoidal dan berukuran 5 x 2.5 cm. Umbi utama ini membentuk rimpang

dengan dua hingga tiga cabang, dimana secara keseluruhan membentuk satu

kesatuan yang kompak dan saling berhubungan dengan banyak akar. Bagian

luar rimpang berwarna kecoklatan, sedangkan bagian dalam berwarna jingga

cerah atau kuning tua. Rimpang kunyit memiliki bau dan rasa yang khas, yaitu

pahit dan getir (Pursglove et al., 1981).

Tanaman kunyit banyak digunakan sebagai obat, terutama rimpang

kunyit yang telah dikeringkan. Selain itu kunyit juga dikenal karena warna

kuning-jingga yang khas, namun juga memiliki aroma dan citarasa yang dapat

digolongkan ke dalam rempah-rempah. Kunyit dapat digunakan langsung

ataupun melalui tahap ekstraksi oleorisin untuk digunakan sebagai bumbu

ataupun pewarna (Pursglove et al., 1981).

Rimpang kunyit yang telah diawetkan mengandung minyak volatil,

pigmen, campuran minyak (lemak), zat pahit, resin, protein, selulose, pati,

mineral dan sebagainya. Komponen utama adalah pati dengan jumlah berkisar

antara 40-50 persen berat kering. Kandungan kimia tersebut berbeda-beda

tergantung dari daerah pertumbuhan serta kondisi pemanennya (Pursglove et

al., 1981).

Mutu dari rimpang kunyit yang telah diawetkan ditentukan oleh

beberapa faktor, antara lain adalah kandungan pigmen kurkumin, sifat

organoleptik, penampakan secara umum, ukuran dan bentuk fisik. Dua

komponen utama yang menentukan mutu kunyit adalah kandungan pigmen

kurkumin dan kandungan minyak volatilnya. Bila kunyit akan dibuat zat

pewarna, maka kandungan pigmennya harus tinggi, tetapi kandungan minyak

volatilnya harus rendah karena dapat menimbulkan bau yang tidak diinginkan.

Kurkuminoid merupakan senyawa fenolik, oleh sebab itu diduga

memiliki mekanisme yang sama dengan senyawa fenolik lainnya dalam

fungsinya sebagai zat antimikroba (Lukman, 1984). Menurut Lukman (1984),

bubuk kunyit utuh dan residunya bersifat bakterisidial terhadap L. fermentum,

Page 30: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

L. bulgaricus, dan B. subtilis pada konsentrasi 5 mg/ml. Selain itu juga

mampu menghambat pertumbuhan B.megaterium dan B.cereus pada

konsentrasi masing-masing, 3 mg/ml dan 2 mg/ml.

Gan (1987) melaporkan bahwa bubuk rimpang kunyit pada konsentrasi

5 mg/ml mampu menghambat pertumbuhan sel vegetatif B.cereus, B.subtilis,

dan B.stearothermophilus. Namun, sampai dengan konsentrasi 15 mg/ml

bubuk rimpang kunyit tersebut belum mampu menghambat germinasi spora

semua basili tersebut.

Suwanto (1983) melaporkan bahwa bubuk rimpang kunyit pada

konsentrasi 2 g/l bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif batang,

yaitu B.subtilis dan L.acidophilus. Sampai dengan inkubasi 24 jam, bubuk

rimpang kunyit masih mampu menghambat pertumbuhan S.aureus pada

konsentrasi 2 g/l dan juga S.faecalis dan S.galinarum pada konsentrasi 4 g/l.

Pertumbuhan E.coli juga akan terhambat oleh bubuk kunyit pada konsentrasi 7

g/l pada inkubasi 24 jam. Namun, lebih lanjut ia juga menyatakan bahwa pada

waktu inkubasi lebih dari 24 jam, bubuk rimpang kunyit tersebut bersifat

merangsang pertumbuhan S.aureus, S.faecalis, S.galinarum, dan E.coli.

F. AKTIVITAS ANTIMIKROBA

Menurut Pelczar dan Reid (1979), senyawa antimikroba adalah

senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan

aktivitas mikroba. Menurut Fardiaz (1992), senyawa antimikroba dapat

bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteri statik (menghambat

pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik

(menghambat kapang), germisidal (menghambat germinasi spora bakteri), dan

sebagainya.

Mekanisme aktivitas penghambatan antimikroba menurut Branen dan

Davidson (1993) dapat melalui beberapa faktor, antara lain (1) mengganggu

komponen penyusun dinding sel, (2) bereaksi dengan membran sel sehingga

mengakibatkan peningkatan permeabilitas dan menyebabkan kehilangan

komponen penyusun sel, (3) menginaktifkan enzim esensial yang berakibatkan

Page 31: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

terhambatnya sintesis protein dan destruksi atau kerusakan fungsi metarial

genetik.

Menurut Thatte (2004), aktivitas antibakteri kitosan dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu: sumber kitosan, unit monomer yang menyusun kitosan,

mikroba yang diuji, derajat deasetilasi (DD) kitosan, pH media tumbuh,

keberadaan ion logam bebas, dan kondisi lingkungan (kadar air, nutrisi yang

tersedia bagi mikroba).

Unit monomer kitosan tidak menghambat bakteri E. Coli dan S. Aureus

(Tanigawa et al. 1992). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri

kitosan merupakan kerja dari oligomer kitosan. DD kitosan menunjukkan

keberadaan atau jumlah sisi kationik potensial yang ada di sepanjang rantai

polimer, sehingga semakin besar DD semakin banyak pula jumlah sisi

kationiknya.

Tsai et al. (2004) menunjukkan bahwa kitosan dengan berat molekul

(BM) rendah (12 kDa) memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik

dibanding bentuk oligomernya. Menurut Thatte (2004), kitosan dengan berat

molekul yang sangat besar (lebih besar dari 500 kDa) memiliki aktivitas

antibakteri yang kurang efektif dibandingkan kitosan dengan BM yang lebih

rendah. Hal ini terkait dengan viskositasnya yang besar pada kitosan ber-BM

tinggi sehingga sulit bagi kitosan untuk berdifusi.

No et al. (2002) menguji 6 kitosan dan 6 oligomer kitosan dengan

berbagai BM terhadap 4 bakteri Gram negatif dan 7 bakteri Gram positif.

Aktivitas antibakteri kitosan lebih tinggi jika dibandingkan oligomernya.

Kitosan dan turunannya merupakan antimikroba alami yang sangat

potensial karena merupakan produk pemanfaatan dari limbah. Berbagai studi

telah membuktikan kemampuan kitosan sebagai antimikroba (Tsai et al.,

2004). Tsai dan Su (1999) menguji aktivitas penghambatan kitosan udang

(DD 98) terhadap E.coli. Kitosan menyebabkan kebocoran glukosa dan laktat

dehidrogenase dari sel E. coli.

Page 32: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

G. KARAKTERISTIK MIKROBA PATOGEN

1. Bacillus cereus

Bacillus cereus merupakan bakteri Gram positif, bersifat motil,

anaerobik fakultatif, dan mempunyai diameter sel lebih besar atau sama

dengan 0,9 μm. Bacillus cereus bervariasi pada karakteristik pertumbuhan dan

daya tahannya. Suhu optimum pertumbuhannya adalah 30 - 40 oC. Bacillus

cereus dapat tumbuh pada pH 4,3 – 9,3 dan pada aktivitas air (aw) minimum

0,95 (Blackburn dan McClure, 2002).

Bakteri ini banyak terdapat di alam seperti di tanah, udara, serealia,

tumbuhan, bulu binatang, air, dan sedimen. Bakteri ini dapat menyebabkan

emetik sindrom apabila mengkonsumsi makanan dengan konsentrasi 105 -108

sel per gram. Bakteri ini dapat menyebakan diare apabila 105 – 107 sel

menginfeksi usus kecil (Blackburn dan McClure, 2002).

2. Eschericia coli

Bakteri Eschericia coli merupakan bakteri Gram negatif yang

termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Eschericia coli bersifat aerobik

dan fakultatif anaerobik, katalase positif, oksidase negatif, dapat

memfermentasi glukosa, mereduksi nitrat menjadi nitrit dan tidak

mengahasilkan spora. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu optimum 35 – 40 oC. Bakteri ini dapat tumbuh pada aktivitas air (aw) minimum 0,95 dan pH

minimum 4,4 (Blackburn dan McClure, 2002).

Eschericia coli terdapat secara normal di dalam usus besar manusia

dan hewan, yang pada umumnya tidak bersifat patogen. Bakteri ini dapat

mengkontaminasi makanan baik secara langsung maupun tidak langsung

seperti melalui air, daging dan buah segar. Ada empat jenis Eschericia coli

yang sering menimbulkan panyakit yaitu enteropatogenik (EPEC),

enteroinvasive (EIEC), enterotoxigenik (ETEC), dan enterohaemoragik

(EHEC). Eschericia coli dapat menghasilkan toksin yang dapat menyebabkan

food poisoning seperti demam tipus, penghambatan saluran urin, septikimia

(keracunan darah), meningitis (radang selaput otak), dan infeksi saluran

pencernaan (Blackburn dan McClure, 2002).

Page 33: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

3. Salmonella typhimurium

S. typhimurium meupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang dan

tidak berspora. S. typhimurium tumbuh optimum pada suhu 37 oC. Nilai pH

untuk pertumbuhan S. typhimutium berkisar antara 4.0 - 9.0 dan nilai pH

optimum 6.5 - 7.5, pada pH di bawah 4 dan di atas 9 bakteri ini akan mati

perlahan-lahan. Viabilitas Salmonella menurun selama penyimpanan beku

(Blackburn dan McClure, 2002).

Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi

yang jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang

disebut salmonelisis. Gejala salmonelisis yang paling sering terjadi adalah

gastroenteritis yang sering disebabkan oleh Salmonella sp., juga bervariasi

tergantung daya virulen dan invasi dari galur bakteri tersebut, jumlah sel yang

tertelan, dan daya tahan tubuh yang dipengaruhi oleh umur dan kesehatan

penderita (Blackburn dan McClure, 2002).

Makanan yang sering terkontaminasi oleh Salmonella adalah telur dan

hasil olahannya, daging ayam, daging sapi, susu, dan hasil olahannya.

Pencegahan Salmonella sp., dapat dilakukan dengan sanitasi yang baik

terhadap alat-alat pengolahan, ruang pengolahan, lingkungan, dan pekerja-

pekerja. Makanan tidak boleh terlalu lama pada suhu kamar dan penyimpanan

harus pada suhu rendah.

4. Staphylococcus aereus

Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif yang termasuk

dalam genus Staphylococcus. Bakteri ini bersifat fakultatif anaerobik,

koagulase dan deoksiribonuklease positif, dan dapat tidak menghasilkan spora.

Bakteri ini berbentuk kokus dengan suhu optimal pertumbuhan 37 – 40 oC, pH

optimum 6,0 – 8,0 dan aktivitas air (aw) minimum 0,86 (Jay, 1986).

Staphylococcus aureus dapat menghasilkan enterotoksin yang

menyebabkan food poisoning. Ada 8 jenis enterotoksin yaitu A, B1, C1, C2,

C3, D, E, dan F. Toksin ini diproduksi pada masa pertumbuhan bakteri di

dalam suatu makanan. Toksin ini merupakan polipeptida tunggal, yang tahan

terhadap enzim proteolitik dan pemanasan (Blackburn dan McClure, 2002).

Page 34: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

II. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan (DD =

100%) dari France Chitine, asam asetat, asam laktat, aquades, NaCl, etil

asetat, etanol, kultur mikroba, plasticizer polietilen glikol (PEG-400) dari

Sigma Aldrich, asam palmitat dari Sigma Aldrich, asam laurat dari Sigma

Aldrich, kunyit dari pasar lokal, garam K2SO4, garam CaCl2, Nutrient Broth

(NB), Nutrient Agar (NA), parafilm, heksana, dan pengencer.

Alat untuk ekstraksi seperti blender, erlenmeyer, kertas saring, shaker,

penyedot vakum, corong gelas, dan alat gelas lainnya. Peralatan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah petri dish untuk pembuatan edible film,

desikator, hot plate dan magnetic stirrer, pengaduk, termometer, gelas kimia,

aw-meter Shibaura WA-360, pH-meter, Chromameter CR 310 Minolta,

mikrometer, Tensile Strength and Elongation Tester Comten Industries, Gas

Transmission Rate Tester Speedivac 2, kaleng WVTR, JEOL Model JSM

5310 LV Scanning Microscope, cawan petri, ose, tabung reaksi, neraca

analitik, gunting, penggaris, erlenmeyer, pipet, botol semprot, inkubator 37 oC,

inkubator 45 oC, dan inkubator 55 oC.

B. METODE PENELITIAN

1. Penelitian Pendahuluan Ekstraksi Kunyit ( Curcuma domestica Val. )

a. Persiapan Ekstraksi

Rimpang kunyit yang diperoleh dari pasar, dilakukan sortasi dan

dicuci bersih menggunakan air. Setelah itu rimpang dikeringkan dan

digiling hingga menjadi bubuk untuk memudahkan proses ekstraksi.

b. Ekstraksi

Bubuk rimpang kunyit kemudian diekstraksi dengan menggunakan

metode maserasi (ekstrak dingin), menggunakan pelarut etil asetat.

Diagram alir proses ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 35: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Ekstrak dengan etil asetat (1:4)

Shaker (37oC, 24 jam)

Rotavapor suhu 50 oC

Gambar 3. Diagram alir proses ekstraksi

2. Penelitian Utama

a. Pembuatan Edible Film dari kitosan

Edible film kitosan dibuat dengan modifikasi metode yang

dikembangkan oleh Butler et al. 1996 adalah sebagai berikut : mula-

mula 3 gram kitosan dilarutkan dalam 300 ml asam asetat 1 % atau 300

ml asam laktat 2 %. Pelarutan kitosan dalam pelarut dilakukan sedikit

demi sedikit supaya terbentuk gel campuran kitosan dan pelarut secara

sempurna. Larutan dihomogenkan dengan pengaduk stirer pada suhu 50 oC selama 60 menit sampai larutan film tersuspensi dengan sempurna.

Pemilihan pelarut kitosan yang digunakan untuk melarutkan kitosan

adalah asam asetat dengan konsentrasi 1 – 2 % (Knorr, 1982) dan

pelarut asam laktat yang ditambahkan untuk mendapatkan hasil yang

terbaik adalah 2 % (Kim, 2006). Kemudian ditambah dengan plasticizer

PEG-400 10% (pelarut asam laktat) dan 15% (pelarut asam asetat).

Larutan edible film kitosan dapat dilihat pada Gambar 4.

Bubuk rimpang kunyit

Larutan Ampas

Ekstrak etil asetat

Page 36: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Gambar 4. Larutan edible film kitosan

Larutan diaduk terus menerus. Kemudian larutan film diberi

perlakuan berupa penambahan asam palmitat 0%, 5%, dan 10% (w/w),

serta asam laurat 0%, 5%, dan 10% (w/w). Pada perlakuan terakhir

larutan film ditambah dengan esensial oil ekstrak kunyit dengan

konsentrasi 0% dan 100 µl/ g kitosan. Selama proses polimerisasi,

pengadukan senantiasa dipertahankan agar interaksi antara kitosan,

pelarut, asam lemak, PEG-400, dan esensial oil ekstrak kunyit dapat

berjalan dengan baik. Kemudian larutan film dihomogenisasi selama 2

menit dengan homogenizer kecepatan 14.000 rpm. Homogenisasi

bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel bahan-bahan yang

ditambahkan. Sehingga emulsi lemak dan kitosan dapat stabil.

Larutan film yang homogen mulai mengalami proses polimerisasi.

Polimer dalam bentuk encer ini memiliki rantai polimer yang masih bisa

bebas bergerak. Apabila larutan ini telah menjadi polimer padat maka

rantai polimer memiliki gerakan dan konfigurasi rantai yang terbatas.

Hal ini karena rantai-rantai polimer tersebut saling bersambung silang

ke berbagai arah membentuk polimer jaringan berupa matriks film.

Larutan film dituangkan pada petri dish yang sudah dibersihkan

dengan etanol 96%. Setelah itu larutan film diratakan. Film dikeringkan

di inkubator suhu 45 oC untuk pelarut asam asetat dan 55 oC untuk

pelarut asam laktat selama 2 hari. Suhu yang digunakan untuk

pengeringan akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pembentukan

film dan penguapan bahan pelarut. Suhu terlampau tinggi akan

mengakibatkan film menjadi sangat tipis, kering, dan retak. Hal ini

Page 37: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Kitosan 3 gram

karena proses pengeringan berjalan lebih cepat dibandingkan proses

pembentukan film. Bahan-bahan pembentuk film akan cepat menguap

sebelum terjadi pembentukan film. Sedangkan apabila suhu yang

digunakan sangat rendah akan mengakibatkan lamanya proses

pengeringan larutan sehingga terjadi kontaminasi. Film yang sudah

kering kemudian dilepas dari cetakan, dibungkus dengan alumunium

foil dan dimasukkan ke dalam desikator pada RH yang distabilkan

(75%) dengan NaCl sebelum di analisis. Diagram alir pembuatan edible

film dapat dilihat pada Gambar 5.

↓ ↓

Ditambahkan PEG-400

↓ Pengaduk stirer 50 OC, 60 menit

↓ Homogenizer 2 menit

↓ Penuangan larutan film pada petri dish

↓ Pengeringan pada suhu ruang 24 jam

↓ Pengeringan inkubator 45 oC atau 55 oC

↓ Pengangkatan film dari cetakan

↓ Pemasukkan film pada aluminium foil

↓ Pemasukkan film ke dalam kantung plastik berkelim

Gambar 5. Diagram alir pembuatan edible film

Perlakuan: Penambahan Asam palmitat dengan konsentrasi: 0%, 5%, dan 10% (w/w)

Asam laurat dengan konsentrasi: 0%, 5%, dan 10% (w/w)

Essensial oilekstrak kunyit: 0% dan 100 µl/ g kitosan

Larutan film

Cetakan film dibersihkan dengan etanol 96 %

Edible film

Dilarutkan dalam 300 ml asam asetat

1% atau 300 ml asam laktat 2 %

Page 38: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

b. Penentuan Karakteristik Edible Film Kitosan

1. Pengukuran Nilai pH

Pengukuran pH edible film dilakukan dengan menggunakan

pH-meter. Adapun prosedur analisisnya adalah sebagai berikut: larutan

yang telah homogen didiamkan sampai dingin. Kemudian dilakukan

pengukuran pH dengan menggunakan pH-meter yang telah dikalibrasi

dengan dua macam buffer, yaitu buffer pH 4 dan pH 7.

2. Pengukuran Aktivitas Air (aw)

Pengukuran aktivitas air dilakukan dengan menggunakan aw-

meter Shibaura WA-360. Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih

dahulu alat dikalibrasi dengan menggunakan larutan garam jenuh NaCl

sampai menunjukkan aw sebesar 0.750 pada suhu 30 oC. Edible film

kitosan yang telah dikondisikan dipotong kecil-kecil dengan berat 1-3

gram dan diletakkan dalam cawan pengukuran aw. Pencatatan

dilakukan terhadap nilai aw.

3. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1984)

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit,

didinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang.

Sampel sejumlah 2 – 3 gram ditimbang dan dimasukkan dalam cawan

kering yang telah diketahui bobotnya. Cawan beserta isinya

dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 oC selama kurang lebih 12

jam atau sampai bobotnya konstan. Selanjutnya cawan beserta isinya

didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang.

Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus :

kadar air (% b.k) = c – ( c-b ) x 100% (c-b) keterangan : a = bobot sampel (g)

b = bobot cawan (g)

c = bobot akhir (g)

4. Pengukuran Warna dengan Chromameter

Pengukuran warna dilakukan menggunakan Chromameter CR

310 Minolta. Sebelumnya dilakukan kalibrasi pada alas putih dengan

nilai L 97.51, a +5.35, dan b -3.37. Sampel edible film ditempatkan

Page 39: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

pada alas putih. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, dan b. L

menyatakan parameter kecerahan (warna kromatis, 0: hitam sampai

100: putih). Sedangkan a dan b adalah koordinat-koordinat chroma.

Parameter a adalah cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik

campuran merah – hijau dengan nilai +a (positif) dari nol sampai 100

(merah) dan nilai –a (negatif a) dari nol sampai 80 (hijau). Parameter b

adalah warna kromatik campuran biru – kuning dengan nilai +b

(positif b) dari nol sampai 70 (kuning) dan nilai –b (negatif b) dari nol

sampai 70 (biru).

5. Pengukuran Ketebalan

Film yang dihasilkan diukur ketebalannya dengan menggunakan

pengukur ketebalan mikrometer dengan ketelitian 0.0001 mm pada

lima tempat yang berbeda. Nilai ketebalan diukur dari rata-rata lima

pengukuran ketebalaan film.

6. Pengukuran Kuat Tarik dan Persentase Pemanjangan

Kuat tarik dan persentase pemanjangan diukur dengan

menggunakan Tensile Strength and Elongation Tester Industries model

SSB 0500. Sebelum dilakukan pengukuran, film dikondisikan dalam

ruangan bersuhu 25 oC dengan kelembaban (RH) 75 % selama 24 jam.

Nilai gaya maksimum untuk memotong film yang diukur dapat dilihat

pada display (layar) Tensile Strength and Elongation Tester.

Kuat tarik ditentukan berdasarkan beban maksimum pada saat

film pecah dan persentase pemanjangan didasarkan atas pemanjangan

film saat film pecah.

Kuat tarik = F/ A ; F = gaya kuat tarik (N), A = luas contoh (m2)

% Elongasi =

Keterangan: a: panjang awal

b: panjang setelah putus

6. Laju Transmisi Oksigen Metode Manometer

Laju transmisi oksigen terhadap film diukur dengan

menggunakan Gas Transmission Rate Tester Speedivac 2. Sebelum

diukur, film dikondisikan dalam ruangan bersuhu 25oC, RH 50%

%100xa

ab −

Page 40: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

selama 24 jam. Film yang diuji dipotong dengan diameter 105-108

mm. Film harus bebas dari kerusakan atau cacat.

Contoh ditempatkan pada dasar sel, ditutup dan sekrup

dikencangkan. Ujung alat pengukur dimiringkan ke kiri agar tetesan

merkuri pada dasar tabung pengukur menuju pipa kapiler. Kran-kran

ditutup, kran A dan 4 dibuka, serta pompa vakum dihidupkan.

Tabung tekanan compesation dan tabung pengukur dikosongkan

serta divakumkan sesempurna mungkin kira-kira lima menit untuk

mengurangi gas yang teradsorpsi. Pemompaan vakum dilanjutkan

dalam ruang 2 kurang dari 0.2 mmHg (27 Pa). Kran 4 ditutup dan

pompa vakum tetap dijalankan.

Alat pengukur dikembalikan pada posisi tegak lurus. Udara

dimasukkan perlahan-lahan pada distributor dengan cara membuka

kran 3 sampai benang merkuri akan turun dimana lajunya akan

tergantung kepada permeabilitas film yang diuji. Selanjutnya dibuat

grafik antara tinggi merkuri (h) dalam cm terhadap waktu (t) dalam

jam.

Laju transmisi gas (G) pada tekanan 1 atm dihitung dengan

rumus :

Keterangan :

To = 273oC

G = laju transmisi gas (cm3/m2/24 jam)

T = suhu pengujian (oK)

Po = tekanan atmosfir normal (1 atm)

A = luas permukaan film (cm2)

V = volume awal ruang (cm3)

a = penampang melintang tabung kapiler (cm2)

h = tinggi merkuri dalam tabung dibaca pada waktu mulai (cm)

H = tinggi merkuri dihubungkan dengan tekanan atmosfir (cm)

C = faktor koreksi (1)

dh/dt = slope dari kurva pada titik t (cm/jam)

dtdhxC

CHHaHVx

Ax

Pox

TToxG

−+

=210124

4

Page 41: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

7. Laju Transmisi Uap Air Metode Gravimetri (ASTM E-96-99)

Laju transmisi uap air terhadap film diukur dengan

menggunakan metode gravimetri. Bahan penyerap uap air (CaCl2)

diletakkan dalam kaleng. Kemudian sampel diletakkkan di atas kaleng

tersebut sedemikian rupa sehingga menutupi kaleng tersebut. Tutup

dengan parafilm untuk menutupi bagian antara wadah dengan sampel

sehingga tidak ada udara masuk.

Cawan ditimbang dengan ketelitian 0.0001 g kemudian

diletakkan dalam desikator yang berisi garam K2SO4. Cawan

ditimbang tiap hari pada jam yang sama dan ditentukan panambahan

berat dari cawan. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara

pertambahan berat dan waktu. Nilai WVTR dihitung dengan rumus :

WVTR = slope / luas sampel (m2)

= g/m2/24 jam (97% RH, 30oC)

WVP = WVTR x L / [(P2-P1)]

L : tebal film (mm)

P2 : tekanan uap air jenuh di luar kaleng (mm Hg)

P1 : tekanan uap air jenuh di dalam kaleng (mm Hg)

8. Pengamatan Mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning electron microscope (SEM) digunakan untuk melihat

mikrostrukur edible film. Sebelum dilakukan pengukuran, edible film

kitosan dilarutkan di dalam heksana selama 60 menit dengan

pengocokan menggunakan Shaker. Edible film kitosan dilapiskan pada

plat alumunium dengan menggunakan pelekat. Kemudian divakum

selama 5 menit. Selanjutnya proses coating dengan emas selama 15

menit. Edible film kitosan siap di foto dengan JEOL Model JSM 5310

LV Scanning Microscope.

c. Pengujian Aktivitas Antimikroba Edible Film Terhadap Bakteri-

bakteri Patogen (Garriga et al., 1993)

Pengujian aktivitas antimikroba edible film terhadap bakteri

patogen dilakukan dengan metode cakram (Garriga et al., 1993).

Page 42: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

1. Persiapan Kultur Uji

Disiapkan terlebih dahulu kultur uji dengan menginokulasikan

satu ose kultur murni dari agar miring Nutrient Agar (NA) ke dalam 10

ml medium cair Nutrient Broth (NB) secara aseptik. Kultur uji

kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Kultur uji yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Bacillus cereus, Eschericia coli,

Salmonella typhimurium, dan Staphylococcus aureus. Diagram alir

persiapan kultur uji dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Diagram alir persiapan kultur uji

2. Pengujian Aktivitas Antimikroba dengan Metode Cakram

Kultur uji diinokulasikan sebanyak 0.2 ml ke dalam media NA

100 ml sehingga diperoleh konsentrasi 0.2% yang telah siap dituang ke

cawan petri steril. Selanjutnya 20 ml media NA yang telah berisi kultur

uji dituangkan ke cawan petri dan dibiarkan menjadi padat. Setelah

memadat, ditempelkan edible film yang telah dipotong-potong, dan

diinkubasi pada suhu 37 oC selama 1 hari. Zona penghambatan adalah

lebar areal bening yang terbentuk di sekitar sumur yang diukur dengan

jangka sorong dengan satuan mm. Selain itu, dilakukan pengujian

aktivitas antimikroba terhadap kontrol yaitu edible film dari pati sagu

dengan pelarut asam asetat 1% dan asam laktat 2%. Diagram alir

metode cakram dapat dilihat pada Gambar 7.

Kultur murni bakteri

Diinokulasikan ke dalam 10 ml Nutrient Broth

Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam

Kultur uji

Page 43: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Gambar 7. Diagram alir metode cakram

d. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah

rancangan acak lengkap faktorial dengan 3 faktor yang diulang 2 kali.

Perlakuan yang diterapkan berturut-turut adalah perbedaan pelarut (asam

asetat 1% dan asam laktat 2%), penambahan asam lemak (asam palmitat

0%, 5% dan 10% (w/w) dan asam laurat 0%, 5% dan 10% (w/w)), dan

penambahan esensial oil ekstrak kunyit (0 % dan 100 µl/g kitosan).

Rancangan ini digunakan untuk uji statistik terhadap analisis nilai pH, kadar

air, aw, warna, ketebalan, kuat tarik, persen pemanjangan, dan nilai WVP.

Model rancangan percobaan yang digunakan sebagai berikut :

Yijkl = µ + αi + βj + γk + (αβγ)ijk + εijkl

Dimana:

Yijkl = Pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, faktor

C taraf ke-k, dan ulangan ke-l

µ = Nilai tengah umum

α = Pengaruh utama faktor A (pelarut)

β = Pengaruh utama faktor B (asam lemak)

Diinkubasi pada suhu 37 OC selama 24 jam

Diukur diameter penghambatan (mm)

Diinokulasikan 0,2 % ke dalam 20 ml NA

Dituangkan ke dalam cawan petri dan dibiarkan membeku

Ditempelkan potongan edible film ke dalam cawan

yang membeku

Dibuat potongan edible film dengan diameter 1 cm

Kultur uji

Page 44: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

γ = Pengaruh utama faktor C (esensial oil ekstrak kunyit)

(αβγ) = Komponen interaksi dari faktor A, faktor B, dan Faktor C

ε = Galat

i = Banyaknya perlakuan faktor A (pelarut)

j = Banyaknya perlakuan faktor B (asam lemak)

k = Banyaknya perlakuan faktor C (esensial oil ekstrak kunyit)

l = Ulangan

Apabila perlakuan berpengaruh nyata, maka akan dilanjutkan dengan

uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5 %

untuk mengetahui apakah ada perbedaan nyata antar perlakuan. Analsis ini

dilakukan menggunakan software SPSS 12.0.

Page 45: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan esensial oil

ekstrak kunyit yang akan ditambahkan pada pembuatan edible film. Ekstraksi

adalah suatu tahapan yang bertujuan sebagai tahap pemisahan komponen

terlarut untuk tujuan identifikasi komponen. Reineccius (1994) melaporkan

bahwa terdapat tiga metode utama untuk memisahkan atau mengisolasi

komponen flavor tanaman yaitu dengan cara destilasi, pengepresan, dan

ekstraksi pelarut.

Metode ekstraksi yang dilakukan tergantung pada beberapa faktor,

antara lain : (1) tujuan dilakukan ekstraksi, (2) skala ekstraksi, (3) sifat-sifat

komponen yang akan diekstraksi, dan (4) sifat-sifat pelarut yang akan

digunakan (Hougton dan Raman, 1998). Metode paling sederhana untuk

mengekstraksi padatan adalah mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut,

lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut. Ekstraksi pada

rempah-rempah dengan menggunakan pelarut menghasilkan oleoresin dan

soluble spices (Farrel, 1990).

Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

maserasi (basah) dengan pelarut etil asetat perbandingan 1 : 4. Sebelum

dilakukan ekstraksi, pertama-tama bahan perlu dilakukan persiapan. Menurut

Purseglove et al. (1981), persiapan bahan baku yang mencakup pengeringan

bahan sampai kadar air tertentu dan penggilingan yang bertujuan untuk

mempermudah proses ekstraksi yang akan dilakukan.

Ekstraksi maserasi dilakukan dengan cara perendaman sampel dalam

pelarut kemudian di shaker selama 24 jam. Kemudian larutan disaring dengan

menggunakan pompa vakum. Selanjutnya dilakukan pemisahan komponen

kunyit dengan pelarut etil asetat menggunakan rotavapor dengan suhu 50oC

sampai membentuk cincin. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelarut untuk

mengekstrak rempah-rempah antara lain adalah: tidak berbau dan tidak berasa,

sehingga tidak mempengaruhi mutu produk akhir; mudah berpenetrasi karena

viskositasnya rendah, sehingga efisiensi ekstraksi tinggi; mudah dipisahkan

Page 46: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

tanpa menimbulkan residu sehingga produk dapat bebas dari pelarut dan dapat

digunakan secara selektif dengan berbagai suhu dan tekanan ekstraksi untuk

mendapatkan ekstrak bermutu baik (Moyler, 1994).

Brenan dan Davidson (1993), menyatakan bahwa aktivitas antimikroba

yang optimum sangat ditentukan oleh keseimbangan hidrofilik-lipofilik. Sifat

hidrofilik dibutuhkan agar zat antimikroba dapat larut di dalam air yang

merupakan tempat tumbuh mikroba, sedangkan karakteristik lipofilik

diperlukan agar zat tersebut dapat bereaksi dengan membran dari mikroba.

Pelarut etil asetat mempunyai dua sifat kelarutan yang dikehendaki dalam

menunjang aktivitas antimikroba tersebut.

Hasil rendemen ekstrak kunyit adalah 7,63 % (w/w). Ekstrak kunyit di

kemas pada botol warna dan di simpan di lemari es sebelum digunakan.

Ekstrak kunyit ini selanjutnya digunakan untuk penambahan antimikroba

alami pada penelitian utama. Kunyit dapat digunakan sebagai antimikroba

karena kunyit mengandung 5% esensial oil yang terdiri dari turmeron,

borneol, sineol, phellandrene, kurkumin, dan zingeron (Farrel, 1990). Minyak

esensial dari rempah-rempah dapat digunakan sebagai antimikroba alami.

B. KARAKTERISASI EDIBLE FILM KITOSAN

Hasil sensori penampakan edible film kitosan yang menggunakan

pelarut asam laktat menghasilkan edible film yang lebih elastis dibandingkan

dengan pelarut asetat. Hal ini karena asam laktat mempunyai sifat plasticizer.

Plasticizer biasanya adalah bahan dengan bobot molekul rendah yang

ditambahkan dengan maksud meningkatkan elastisitas (Wan et al., 2005).

(a) (b)

Gambar 8. Edible film kitosan (a) pelarut asetat, (b) pelarut laktat

Page 47: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

1. Hasil Analisis pH

Derajat keasaman bahan pangan yang dinyatakan dengan pH

merupakan salah satu faktor penting yang menentukan ketahanan bahan

pangan tersebut terhadap kontaminasi mikroorganisme. pH merupakan tingkat

konsentrasi ion H+ yang ada pada sampel terukur. Ion H+ tersebut dapat

berasal dari disosiasi komponen asam dalam sampel tersebut, semakin banyak

ion H+ yang terdisosiasi maka nilai pH akan semakin rendah. Pengukuran pH

pada larutan film menggunakan pH meter. Pada penelitian ini larutan film

dengan pelarut asam asetat 1% mempunyai nilai pH antara 3.78 sampai 4.03,

sedangkan larutan film dengan pelarut asam laktat 2% mempunyai nilai pH

antara 2.60 sampai 2.66. Hasil pengukuran nilai pH dari larutan film kitosan

dapat dilihat pada Gambar 9.

2.56

2.58

2.6

2.62

2.64

2.66

2.68

0 5 10

Palmitat (laktat)Laurat (laktat)Palmitat + Kunyit (laktat)Laurat + Kunyit (laktat)

pH

Asam lem ak (% , w/w )

3.75

3.8

3.85

3.9

3.95

4

4.05

Palm itat (asetat)Laurat (asetat)Palm itat + Kunyit (asetat)Laurat + Kunyit (asetat)

pH

Gambar 9. Grafik nilai pH edible film kitosan

Page 48: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Pembentukan film kitosan mudah terjadi apabila dalam keadaan asam,

karena kitosan dapat larut secara sempurna dalam keadaan asam dan bersifat

polielektrolit netral pada pH asam. Kitosan larut dalam beberapa larutan asam

organik tetapi tidak larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam larutan

yang mengandung konsentrasi ion hidrogen di atas pH 6,5, tetapi kitosan

dapat larut dalam asam hidroklorit dan asam sitrat pada konsentrasi 0,15-1,1

% dan tidak larut pada konsentrasi 10 %. Kitosan juga tidak larut dalam

larutan asam sulfur tetapi sebagian larut pada asam ortofosfat dengan

konsentrai 0,5 %. Kitosan berbentuk spesifik dan mengandung gugus amino

dalam rantai karbonnya. Hal ini disebabkan kitosan bermuatan positif yang

berlawanan dengan polisakarida lainnya (Ornum, 1992).

Hasil uji lanjut Duncan edible film kitosan yang dihasilkan terhadap

nilai pH dinyatakan berbeda nyata secara statistik pada taraf 5% (Lampiran

3). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan derajat keasaman dari berbagai

perlakuan. Perbedaan pelarut asam laktat 2% dan pelarut asam asetat 1%

menunjukkan berbeda nyata secara statistik pada taraf 5%, penambahan asam

lemak palmitat dan asam lemak laurat menunjukkan berbeda nyata secara

statistik pada taraf 5%. Larutan edible film kitosan dengan pelarut asam laktat

mempunyai pH yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut asetat. Karena

konsentrasi pelarut asam laktat yang digunakan lebih tinggi. Hal ini sesuai

dengan nilai pKa asam laktat yang lebih rendah (3,08) dibandingkan dengan

nilai pKa asam asetat (4,75) (Doores, 2005). Penambahan asam lemak

semakin banyak menunjukkan adanya peningkatan derajat keasaman dari

larutan edible film. Sedangkan perbedaan asam lemak yang ditambahkan

tidak berpengaruh terhadap peningkatan derajat keasaman. Penambahan

esensial oil ekstrak kunyit menurunkan derajat keasaman edible film kitosan

yang dihasilkan.

2. Hasil Analisis Nilai Kadar Air dan Aktivitas Air (aw)

Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa

komponen selain ikut serta sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air

dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan

Page 49: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air

terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Air dapat terikat secara fisik,

yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain

kristal dan air yang terikat dalam sistem disperse (Purnomo, 1995).

Secara umum dapat dikatakan bahwa kadar air dan aktivitas air (aw)

sangat berpengaruh dalam menentukan masa simpan dari produk pangan,

karena faktor-faktor ini akan mempengaruhi sifat-sifat fisik (kekerasan dan

kekeringan) dan sifat-sifat fisiko kimia, perubahan-perubahan kimia

(pencoklatan non enzimatis), kerusakan mikrobiologis dan perubahan

enzimatis terutama pangan yang tidak diolah (Winarno, 1997).

Pada penelitian ini edible film kitosan dengan pelarut asam asetat 1%

mempunyai nilai kadar air antara 26.37 sampai 29.69 %, sedangkan edible

film kitosan dengan pelarut asam laktat 2% mempunyai nilai kadar air antara

27.34 sampai 32.48 %. Hasil pengukuran nilai kadar air dari edible film

kitosan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengukuran kadar air (% b.k)

Edible film Konsentrasi asam lemak ( w/w ) 0% 5% 10%

Ase

tat

Palmitat 26.34 a ± 0.60 26.57 ab ± 0.47 28.54 cdef ± 0.63

Laurat 26.34 a ± 0.60 29.69 fg ± 0.37 28.20 cd ± 0.81

Palmitat + Kunyit - 27.82 c ± 0.39 27.37 abc ± 0.66

Laurat + Kunyit - 28.36 cde ± 0.76 28.47 cdef ± 0.65

Lakt

at

Palmitat 30.50 g ± 0.33 27.34 ab ± 0.31 29.57 efg ± 0.32

Laurat 30.50 g ± 0.33 31.95 h ± 0.66 32.48 h ± 0.43

Palmitat + Kunyit - 29.36 defgh ± 0.69 27.60 bc ± 0.31

Laurat + Kunyit - 30.17 g ± 0.44 27.81 c ± 0.11

Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Hasil uji lanjut Duncan edible film kitosan yang dihasilkan terhadap

nilai kadar air dengan perbedaan pelarut asam asetat 1% dan asam laktat 2%

dinyatakan berbeda nyata secara statistik pada taraf 5% (Lampiran 10). Hal

Page 50: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

ini menunjukkan adanya perbedaan kadar air dari berbagai perlakuan. Edible

film kitosan dengan pelarut asam laktat 2% mempunyai kadar air lebih tinggi

dibandingkan dengan pelarut asam asetat 1%. Hal ini dapat dijelaskan dengan

adanya gugus hidrofilik yang lebih banyak pada pelarut asam laktat 2% yaitu

gugus –OH dan gugus -COOH. Sehingga ikatan hidrogen antara pelarut laktat

dengan air semakin kuat. Penambahan asam lemak palmitat, asam lemak

laurat, dan esensial oil ekstrak kunyit tidak berpengaruh terhadap nilai kadar

air edible film kitosan.

Kadar air berpengaruh terhadap sifat mekanik dan aktivitas

antimikroba dari edible film kitosan. Semakin besar kadar air ketebalan

semakin besar, persen elongasi semakin besar, dan nilai kuat tarik semakin

rendah. Gontard et al. (1993) melaporkan bahwa air merupakan plasticizer

yang paling efektif untuk hydrokoloid, akan tetapi tidak stabil karena sangat

tergantung pada kondisi RH ruangan.

Selain itu dilakukan pengukuran aktivitas air pada edible film kitosan.

Tingkat mobilitas dan peranan air bagi proses kehidupan biasanya dinyatakan

dengan besaran aktivitas air (aw), yaitu perbandingan tekanan uap parsial

dalam bahan pangan dengan tekanan uap air jenuh. Semakin tinggi aw suatu

bahan pangan maka semakin tinggi pula kemungkinan tumbuhnya jasad renik

dalam bahan pangan tersebut.

Aktivitas air ini adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh

mikroba untuk pertumbuhannya. Istilah aktivitas air digunakan untuk

menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat

menunjang reaksi biologi dan kimiawi. Berbagai mikroorganisme mempunyai

aw minimum agar dapat tumbuh baik, misalnya bakteri aw 0,90, khamir aw

0,80-0,90, dan kapang aw 0.60-0,70.

Nilai aktivitas air (aw) diukur untuk mengetahui kemungkinan produk

tercemar oleh pertumbuhan mikroba. Menurut Labuza (1982), hubungan

antara aktivitas air dan mutu makanan yang dikemas yaitu pada selang

aktivitas air sekitar 0.7–0.75 atau lebih, mikroorganisme berbahaya dapat

mulai tumbuh dan produk menjadi beracun. Nilai aktivitas air (aw) dapat

diukur dengan menggunakan alat aw-meter yang telah dikalibrasi dengan

Page 51: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

menggunakan garam jenuh yang memiliki kelembaban 75%. Prinsip

pengukuran nilai aktivitas air yaitu sampel diletakkan pada suatu wadah yang

memiliki sensor dan dibiarkan mencapai keadaan setimbang. Dari hasil

pengukuran aktivitas air edible film kitosan dengan pelarut asam asetat 1%

berkisar antara 0.611 – 0.624 dan edible film kitosan dengan pelarut asam

laktat 2% berkisar antara 0.664 – 0.672 dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarkan nilai yang diperoleh, maka dapat disimpulkan edible film kitosan

tersebut aman dari pertumbuhan mikroba khususnya bakteri dan khamir.

Sedangkan kapang masih bisa tumbuh. Pada umumnya kapang dapat tumbuh

pada pangan yang memiliki nilai aktivitas air (aw) diatas 0,6-0,7 (Winarno,

1997).

Tabel 4. Hasil pengukuran aw

Edible film Konsentrasi asam lemak ( w/w ) 0% 5% 10%

Ase

tat

Palmitat 0.624 c ± 0.0014 0.613 b ± 0.0021 0.611 a ± 0.0014

Laurat 0.624 c ± 0.0014 0.613 ab ± 0.0007 0.611 a ± 0.0007

Palmitat + Kunyit - 0.618 ab ± 0.0028 0.613 ab ± 0.0014

Laurat + Kunyit - 0.614 ab ± 0.0007 0.613 ab ± 0.0007

Lakt

at

Palmitat 0.669 de ± 0.0021 0.664 d ± 0.0071 0.664 d ± 0.0049

Laurat 0.669 de ± 0.0021 0.669 de ± 0.0007 0.668 de ± 0.0014

Palmitat + Kunyit - 0.669 de ± 0.0007 0.669 de ± 0.0007

Laurat + Kunyit - 0.672 e ± 0.0014 0.670 de ± 0.0021

Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Hasil uji lanjut Duncan edible film kitosan yang dihasilkan terhadap

nilai aw dengan perbedaan pelarut asam asetat 1% dan asam laktat 2%

dinyatakan berbeda nyata secara statistik pada taraf 5% (Lampiran 2). Hal ini

menunjukkan adanya perbedaan aktivitas air dari berbagai perlakuan.

Penambahan asam lemak palmitat dan asam lemak laurat menurunkan nilai aw

edible film kitosan. Semakin banyak kosentrasi asam lemak yang

ditambahkan, aktivitas air dari edible film kitosan semakin menurun. Hal ini

Page 52: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

dapat dijelaskan dengan prinsip interaksi hidrofobik dan hidrofilik.

Penambahan asam lemak palmitat dan asam lemak laurat pada edible film

kitosan menurunkan interaksi gugus hidrofilik kitosan dan air, karena sifat

asam-asam lemak tersebut yang mengandung gugus hidrofobik. Sehingga, air

yang dapat diikat oleh kitosan melalui ikatan hidrogen menjadi berkurang.

Akibatnya, nilai aw edible film kitosan yang dihasilkan menjadi turun.

Mekanisme lain yang mungkin terjadi adalah adanya asam lemak

rantai panjang memberikan pengaruh interaksi hidrofobik. Menurut

Paramawati (2001), interaksi hidrofobik merupakan ikatan kimia yang paling

kuat dalam membentuk matriks tiga dimensi dari film. Kondisi ini dapat

memberikan peluang yang besar bagi matriks yang terbentuk untuk dapat

mengikat air bebas. Sehingga, nilai aw edible film kitosan yang dihasilkan

semakin tinggi. Semakin besar konsentrasi asam lemak rantai panjang yang

ditambahkan, maka interaksi hidrofobik akan bertambah besar. Sehingga, aw

akan semakin meningkat dengan kenaikkan konsentrasi asam lemak rantai

panjang tersebut.

Tetapi perbedaan asam lemak tidak berpengaruh terhadap penurunan

nilai aktivitas air edible film kitosan. Sedangkan penambahan ekstrak kunyit

tidak berpengaruh terhadap aktivitas air dari edible film kitosan yang

dihasilkan. Nilai aw untuk edible film kitosan yang dihasilkan sekitar 6 cukup

baik untuk aplikasinya dalam bahan pangan.

3. Hasil Analisis Warna

Pengukuran intensitas warna pigmen dilakukan dengan alat

Chromameter Minolta CR-310. Alat ini menggunkan sistem L, a, dan b. L

menunjukkan kecerahan dengan nilai 0 (gelap/ hitam) hingga 100 (terang/

putih), sedangkan a dan b adalah koordinat-koordinat chroma. Parameter a

adalah cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah –

hijau dengan nilai +a (positif) dari nol sampai 100 (merah) dan nilai –a

(negatif a) dari nol sampai 80 (hijau). Parameter b adalah warna kromatik

campuran biru – kuning dengan nilai +b (positif b) dari nol sampai 70

(kuning) dan nilai –b (negatif b) dari nol sampai 70 (biru).

Page 53: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

40

50

60

70

80

0 5 10

Palmitat (asetat)Laurat (asetat)Palmitat + Kunyit (asetat)Laurat + Kunyit (asetat)

War

na L

Asam lemak (%, w/w)

0 5 10

Palmitat (laktat)Laurat (laktat)Palmitat + Kunyit (laktat)Laurat + Kunyit (laktat)

Asam lemak (%, w/w) (a)

0

5

10

15

20

0 5 10

Palmitat (asetat)Laurat (asetat)Palmitat + Kunyit (asetat)Laurat + Kunyit (asetat)W

aran

a

Asam lemak (%, w/w)

0 5 10

Palmitat (laktat)Laurat (laktat)Palmitat + Kunyit (laktat)Laurat + Kunyit (laktat)

Asam lemak (%, w/w) (b)

20

25

30

35

40

45

50

55

0 5 10

Palmitat (asetat)Laurat (asetat)Palmitat + Kunyit (asetat)Laurat + Kunyit (asetat)

War

na b

Asam lemak (%, w/w)

0 5 10

Palmitat (laktat)Laurat (laktat)Palmitat + Kunyit (laktat)Laurat + Kunyit (laktat)

Asam lemak (%, w/w) (c)

Gambar 10 . Grafik analisis warna dengan chromameter (a) warna L, (b)

warna a, (c) warna b

Page 54: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Hasil uji lanjut Duncan edible film kitosan yang dihasilkan terhadap

nilai L, a. dan b dinyatakan berbeda nyata secara statistik pada taraf 5%.

Perbedaan pelarut asam laktat 2% dan pelarut asam asetat 1% menunjukkan

berbeda nyata secara statistik pada taraf 5%, penambahan asam lemak

palmitat, asam lemak laurat, dan ekstrak kunyit menunjukkan berbeda nyata

secara statistik pada taraf 5% (Lampiran 4a, 4b, dan 4c).

Warna edible film kitosan yang diukur nilai L, a, dan b dapat dilihat

pada Gambar 14. Tingkat kecerahan edible film kitosan ditunjukkan oleh nilai

L. Semakin tinggi nilai L yang terukur, semakin cerah warna aktual yang

terlihat. Nilai L edible film kitosan yang diukur adalah 51.14 sampai 80.54.

Penambahan asam lemak palmitat, asam lemak laurat, dan ekstrak kunyit

menurunkan nilai L. Ini berarti bahwa edible film kitosan semakin gelap.

Penambahan asam lemak palmitat, asam lemak laurat, dan ekstrak kunyit

menaikkan nilai a. Hal ini berarti warna edible film kitosan cenderung ke

warna merah. Penambahan asam lemak palmitat, asam lemak laurat, dan

ekstrak kunyit meningkatkan nilai positif b. Hal ini berarti warna edible film

kitosan cenderung ke warna kuning. Warna kuning pada edible film kitosan

disebabkan oleh adanya pigmen kurkuminoid yang terdapat pada kunyit.

Kurkuminoid yang terkandung pada kunyit terdiri dari kurkumin,

desmetoksikurkumin, dan bisdesmetoksikurkumin. Kurkuminoid merupakan

komponen zat pigmen yang memberikan warna kuning tua (orange) pada

kunyit. Warna ini sangat dipengaruhi oleh pH asam (Rukmana, 1994).

4. Hasil Analisis Ketebalan

Ketebalan film dipengaruhi oleh banyaknya total padatan dalam larutan

dan ketebalan cetakan. Dengan cetakan yang sama, film yang terbentuk akan

lebih tebal apabila volume larutan yang dituangkan ke dalam cetakan lebih

banyak. Demikian juga dengan total padatan yang akan membentuk film

menjadi lebih tebal dengan jumlah yang lebih banyak.

Perbedaan jenis pelarut mempengaruhi ketebalan edible film yang

dihasilkan. Edible film yang dihasilkan dengan pelarut asam laktat 2%

mempunyai ketebalan lebih besar dibandingkan dengan edible film dengan

Page 55: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

pelarut asam asetat 1%. Penambahan asam lemak palmitat dan asam lemak

laurat mempengaruhi ketebalan film semakin bertambah. Ketebalan edible film

kitosan tergantung pada total padatan yang terkandung dalam larutan film dan

jumlah larutan yang dituangkan pada kaca casting. Banyaknya larutan

pembentuk film adalah 300 ml setiap lembaran film.

Tabel 5. Hasil pengukuran ketebalan (mm)

Edible film Konsentrasi asam lemak ( w/w ) 0% 5% 10%

Ase

tat

Palmitat 0.127 a ± 0.0027 0.143 b ± 0.0031 0.155 cd ± 0.0008

Laurat 0.127 a ± 0.0027 0.150 c ± 0.0008 0.159 de ± 0.0025

Palmitat + Kunyit

- 0.150 c ± 0.0038 0.153 cd ± 0.0028

Laurat + Kunyit

- 0.153 cd ± 0.0013 0.163 e ± 0.0010

Lakt

at

Palmitat 0.234 f ± 0.0053 0.258 g ± 0.0010 0.256 g ± 0.0031

Laurat 0.234 f ± 0.0053 0.254 g ± 0.0029 0.258 g ± 0.0016

Palmitat + Kunyit

- 0.265 h ± 0.0035 0.279 i ± 0.0055

Laurat + Kunyit

- 0.271 h ± 0.0010 0.283 i ± 0.0033

Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Ketebalan edible film kitosan dengan pelarut asam asetat 1% yang

diperoleh berkisar antara 0.127 sampai 0.163 mm, sedangkan ketebalan edible

film kitosan dengan pelarut laktat 2% berkisar 0.234 sampai 0.283 mm. Hasil

uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa berbagai perlakuan memberikan hasil

ketebalan film yang berbeda nyata secara statistik pada taraf 5%. Uji lanjut

berganda Duncan menunjukkan bahwa ketebalan film dengan pelarut asam

laktat 2% dan pelarut asam asetat 1% berbeda nyata pada taraf 5% dan

penambahan asam laurat dan asam palmitat menghasilkan ketebalan yang

berbeda nyata pada taraf 5% (Lampiran 5). Ketebalan film dengan pelarut

asam laktat lebih besar tebalnya dibandingkan dengan film dengan pelarut

asam asetat. Edible film kitosan dengan pelarut asam laktat memiliki ketebalan

lebih tinggi dibandingkan dengan film dengan pelarut asam asetat. Hal ini

dapat terjadi karena asam laktat memiliki potensi untuk berikatan dengan air

Page 56: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

lebih banyak dari pada asam asetat. Berdasarkan strukturnya, setiap molekul

asam laktat mempunyai gugus satu hidroksi (-OH) dan satu gugus karboksilat

(-COOH), sedangkan asam asetat hanya memiliki satu gugus karboksilat.

Perbedaan struktur ini mengakibatkan asam laktat mempunyai potensi

berikatan hidrogen dengan air lebih besar. Sehingga, film yang terbentuk

mampu menyerap air dengan lebih banyak. Akibatya, film dengan pelarut

asam laktat mempunyai ketebalan yang lebih tinggi.

Penambahan asam lemak meningkatkan tebal edible film kitosan.

Ketebalan edible film kitosan dengan pelarut asam asetat dengan perbedaan

asam lemak berpengaruh nyata pada taraf 5%. Penambahan asam laurat lebih

meningkatkan ketebalan dibandingkan dengan penambahan asam lemak

palmitat. Sedangkan edible film kitosan dengan pelarut asam laktat, perbedaan

asam lemak tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% terhadap ketebalan. Hal ini

dapat terjadi akibat semakin bertambahnya total padatan pada edible film

kitosan tersebut. Interaksi antara penambahan ekstrak kunyit menyebabkan

perbedaan secara nyata terhadap ketebalan film pada taraf 5%. Ketebalan

edible film dipengaruhi oleh luas cetakan, volume larutan, dan banyaknya total

padatan dalam larutan (Park et al. 1993).

5. Hasil Analisis Kuat Tarik

Kuat tarik merupakan gaya tarik maksimum yang dapat di tahan oleh

sebuah film hingga terputus. Kuat tarik yang terlalu kecil mengindikasikan

bahwa film yang bersangkutan tidak dapat dijadikan kemasan, karena karakter

fisiknya kurang kuat dan mudah patah.

Pada penelitian ini edible film kitosan dengan pelarut asam asetat 1%

mempunyai nilai kuat tarik antara 17.69 sampai 29.29 MPa, sedangkan edible

film kitosan dengan pelarut asam laktat 2% mempunyai nilai kuat tarik antara

1.83 sampai 2.90 MPa. Grafik nilai kuat tarik edible film kitosan dapat dilihat

pada Gambar 11.

Page 57: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

1 .6

2

2 .4

2 .8

3 .2

0 5 1 0

P a lm ita t ( la k t a t )L a u r a t ( la k t a t )P a lm ita t + K u n y it ( la k ta t )L a u r a t + K u n y it ( la k ta t )

Kua

t tar

ik (M

Pa)

A sa m le m a k (% , w /w )

1 6

1 8

2 0

2 2

2 4

2 6

2 8

3 0P a lm it a t ( a se t a t )L a u r a t (a s e t a t )P a lm it a t + K u n y it (a s e ta t )L a u r a t + K u n y it ( a s e ta t )

Kua

t tar

ik (M

Pa)

Gambar 11. Grafik nilai kuat tarik edible film kitosan

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perbedaan pelarut

memberikan hasil kuat tarik yang berbeda nyata secara statistik pada taraf 5%

(Lampiran 7). Edible film kitosan dengan pelarut asetat mempunyai kuat tarik

yang lebih besar dibandingkan dengan edible film kitosan dengan pelarut asam

laktat. Menurut Kim et al. (2006), keberadaan counter ion yang lebih besar

seperti asam laktat dapat mengurangi sifat kekuatan film yang dihasilkan. Uji

lanjut Duncan pelarut asam laktat 2% menunjukkan bahwa perlakuan

penambahan asam palmitat, asam laurat, dan ekstrak kunyit memberikan hasil

kuat tarik yang tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Sedangkan uji lanjut

Duncan pelarut asetat 1% memberikan hasil kuat tarik yang berbeda nyata

pada taraf 5%. Penambahan asam lemak menurunkan kuat tarik edible film

kitosan. Hal ini dapat dijelaskan, asam lemak bersifat non polar. Ikatan antara

non polar dari asam lemak dan polar dari air lebih tidak stabil dibandingkan

dengan ikatan polar dan polar. Oleh karena itu, ikatan non polar dan polar

lebih mudah patah.

Page 58: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Menurut Yang dan Paulson (2000) penambahan asam lemak

mengakibatkan penurunan kuat tarik dari edible film. Srinivasa et al. (2006)

melaporkan bahwa edible film kitosan yang ditambah dengan polyols (gliserol,

sorbitol, dan polietilen glikol (PEG)) dan asam lemak dapat menurunkan kuat

tarik edible film kitosan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang telah

dilakukan oleh beberapa peneliti ( Caner et al. 1998; Srinivasa et al. 2006).

Krochta dan Johnston (1997) melaporkan bahwa kisaran nilai kuat

tarik yang dapat diaplikasikan untuk edible film standar antara 10 sampai 100

MPa. Dengan demikian edible film kitosan dengan pelarut asam asetat 1%

baik untuk diaplikasikan sebab nilai kuat tariknya >10 Mpa, sedangkan edible

film kitosan dengan pelarut laktat 2% baik untuk diaplikasikan pada edible

coating.

6. Hasil Analisis Persen Pemanjangan

Pemanjangan merupakan perubahan panjang maksimum sebelum

edible film terputus. Persen pemanjangan mempresentasikan kemampuan film

untuk meregang secara maksimum.

Pada penelitian ini edible film kitosan dengan pelarut asam asetat 1%

mempunyai nilai persen pemanjangan antara 32.22 sampai 76.67 %,

sedangkan edible film kitosan dengan pelarut asam laktat 2% mempunyai nilai

persen pemanjangan antara 438.89 sampai 693.33 %. Grafik nilai persen

pemanjangan edible film kitosan dapat dilihat pada Gambar 12.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perbedaan pelarut

memberikan hasil persen elongasi yang berbeda nyata secara statistik pada

taraf 5% (Lampiran 6). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa persen

elongasi pada pelarut asam laktat 2% dan pelarut asam asetat 1% berbeda

nyata pada taraf 5%. Uji lanjut Duncan pelarut asam asetat 1% menunjukkan

bahwa perlakuan penambahan asam palmitat, asam laktat, dan kunyit

memberikan hasil persen elongasi yang tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

Sedangkan uji lanjut Duncan pelarut asam laktat 2% memberikan hasil persen

elongasi yang berbeda nyata pada taraf 5%.

Page 59: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

24

32

40

48

56

64

72

80

0 5 10

Palmitat (asetat)Laurat (asetat)Palmitat + Kunyit (asetat)Laurat + Kunyit (asetat)

Pers

en e

long

asi (

%)

Asam lemak (%, w/w)

300

400

500

600

700

Palmitat (laktat)Laurat (laktat)Palmitat + Kunyit (laktat)Laurat + Kunyit (laktat)

Pers

en e

long

asi (

%)

Gambar 12. Grafik nilai persen pemanjangan

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa pelarut asam laktat 2%

mempunyai persen elongasi yang sangat besar dibandingkan dengan pelarut

asetat. Karena asam laktat mempunyai sifat sebagai plasticizer. Menurut

Begin dan Calsteren (1999) pembentukkan edible film kitosan dapat

dipengaruhi oleh keberadaan senyawa lain. Keberadaan senyawa ionik seperti

asam asetat dan asam laktat dapat mempengaruhi pembentukan kristal kitosan.

Semakin tinggi volume (bobot molekul) suatu pelarut yang ditambahkan akan

semakin mempengaruhi pembentukan kristal kitosan. Asam laktat mempunyai

bobot molekul yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam asetat. Sehingga,

sifat kristal edible film kitosan lebih dipengaruhi oleh keberadaan asam laktat

dibandingkan keberadaan asam asetat. Akibatnya, kuat tarik dan persen

pemanjangan film dengan pelarut asam laktat lebih lembut dan elastis. Selain

Page 60: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

itu juga dipengaruhi oleh ikatan hidrogen air dan asam laktat yang lebih kuat,

sehingga air yang terikat pada edibel film kitosan semakin banyak.

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa dengan adanya

penambahan asam palmitat dan asam laurat menurunkan persen elongasi.

Penambahan asam lemak membuat matrik film akan tidak kompak sehingga

mudah robek.

Kuat tarik dan pensen elongasi dipengaruhi oleh plasticizer. Plasticizer

yang digunakan dalam penelitian ini adalah PEG-400 dengan konsentrasi 15%

(w/w) untuk pelarut asetat 1% dan 10% (w/w) untuk pelarut asam laktat 2%.

Plasticizer merupakan bahan dasar yang ditambahkan sebagai pembentuk

polimer film. Plasticizer berfungsi untuk mengurangi gaya antar molekul

sehingga meningkatkan mobilitas rantai biopolimer dan memperbaiki sifat

mekanik (Krochta dan McHugh, 1994).

Krochta dan Johnston (1997) melaporkan karakteristik edible film

standar mempunyai persen pemanjangan 10 – 50 %. Nilai persen pemanjangan

yang mendekati dengan edible film standar yaitu edible film kitosan dengan

pelarut asam asetat 1%, sedangkan pada pelarut asam laktat 2% dihasilkan

edible film kitosan yang sangat fleksibel menyebabkan kesulitan pada

aplikasinya. Kemungkinan edible film kitosan dengan pelarut asam laktat 2%

cocok diaplikasikan sebagai edible coating.

Edible film dengan nilai pemanjangan yang rendah mengindikasikan

bahwa film tersebut kaku dan mudah patah. Umumnya struktur film lebih

lembut, kuat tarik menurun dan persen pemanjangan meningkat. Persen

pemanjangan yang lebih tinggi menunjukkan bahwa film lebih fleksibel. Hal

ini membuktikan bahwa film tahan terhadap kerusakan secara mekanik pada

penanganan dengan mesin secara proses di industri pangan.

7. Hasil Analisis Transmisi Uap Air

Permeabilitas merupakan salah satu faktor penting dalam pengemasan

pangan, sebab berhubungan erat dengan masa simpan produk pangan. Nilai

permeabilitas berfungsi untuk memperkirakan daya simpan produk yang

dikemas dan untuk menentukan bahan yang sesuai dikemas didalamnya.

Page 61: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Transmisi uap air sangat dipengaruhi oleh aw, RH, temperatur,

ketebalan, jenis dan konsentrasi plasticizer dan sifat bahan pembentuk edible

film. Umumnya film yang terbuat dari bahan protein dan polisakarida

mempunyai nilai transmisi uap air yang tinggi. Hal ini disebabkan karena

bahan tersebut merupakan polimer polar dan mempunyai jumlah ikatan

hidrogen yang besar, sehingga menghasilkan penyerapan air pada RH tinggi.

Akibatnya, penyerapan air tersebut akan mengganggu interaksi rantai

intermolekuler, yang kemudian diikuti dengan peningkatan difusifitas dan

mampu menyerap uap air dari udara (Krochta et al., 1994).

Pembuatan edible film dengan penambahan asam lemak laurat dan

palmitat berfungsi menurunkan transmisi uap air karena sifat hidrofobiknya.

Permeabilitas merupakan salah satu faktor penting dalam pengemasan

pangan, sebab berhubungan erat dengan masa simpan produk pangan. Nilai

permeabilitas berfungsi untuk memperkirakan daya simpan produk yang

dikemas dan untuk menentukan bahan pangan yang sesuai dikemas

didalamnya. Pada penelitian ini edible film kitosan dengan pelarut asam asetat

1% mempunyai nilai WVP antara 0.7692 sampai 0.927 g.mm/m2.hari.mmHg,

sedangkan edible film kitosan dengan pelarut asam laktat 2% mempunyai nilai

WVP antara 1.3914 sampai 1.7317 g.mm/m2.hari.mmHg.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perbedaan pelarut

memberikan hasil WVP yang berbeda nyata secara statistik pada taraf 5%

(Lampiran 8). Perbedaan pelarut mempengaruhi nilai WVP. Edible film

kitosan dengan pelarut asam laktat 2% mempunyai nilai WVP lebih besar

dibandingkan dengan pelarut asam asetat 1%. Hal ini dapat dijelaskan dengan

mekanisme interaksi hidrofilik-hidrofilik asam laktat dengan air dari

lingkungan. Gugus hidroksi (-OH) pada asam laktat yang lebih banyak dari

pada asam asetat, menjadikan asam laktat mampu mengikat air lebih banyak

pula. Akibatnya penyerapan air dari lingkungan ke dalam kaleng WVP

semakin meningkat, sehingga nilai WVP-nya pun semakin bertambah. Hasil

tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Caner et al. (1998) yang

menyatakan bahwa nilai WVPC edible film kitosan semakin menurun dengan

pelarut berturut-turut dari laktat, format, propionat, dan asetat.

Page 62: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

0.75

0.8

0.85

0.9

0.95

1

0 5 10

Palm itat (asetat)Laurat (aseta t)Palm itat + K unyit (asetat)Laurat + K unyit (asetat)

WV

P (g

.mm

/m2.

24 ja

m.m

mH

g)

Asam lemak (% , w/w)

1.35

1.4

1.45

1.5

1.55

1.6

1.65

1.7

1.75

Palm itat + K unyit (laktat)Laurat (laktat)Palm itat (laktat)Laurat + K unyit (laktat)

0 5 10

WV

P (g

.mm

/m2.

24 ja

m.m

mH

g)

Gambar 13. Grafik analisis WVP

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan penambahan

asam lemak memberikan hasil WVP yang berbeda nyata secara statistik pada

taraf 5%. Berdasarkan hasil analisis WVP, penambahan asam lemak laurat dan

asam lemak palmitat menurunkan nilai transmisi uap air. Penambahan asam

lemak palmitat lebih efektif menurunkan nilai transmisi uap air dibandingkan

dengan penambahan asam lemak laurat. Hasil ini berbeda dengan hasil

penelitian Dominic et al. (1992), penambahan asam lemak yang paling efektif

menurunkan permeabilitas uap air adalah asam laurat dibandingkan dengan

asam lemak palmitat. Hal ini dapat dijelaskan pada penambahan asam laurat

tidak optimum karena asam laurat memisah dari edible film kering.

Penambahan asam lemak dan ekstrak kunyit tidak memberikan hasil WVP

yang optimum. Hal ini dapat dijelaskan karena asam lemak dan ekstrak kunyit

memberikan efek tidak sinergis. Yang dan Paulson (2000) melaporkan bahwa

Page 63: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

penambahan asam lemak pada edible gellan film dapat menurunkan nilai

WVP. Hal ini berbeda dengan penelitian Srinivasa et al. (2006), bahwa

penambahan asam lemak tidak mempengaruhi WVP.

Menurut Kim et al. (2006), edible film kitosan dengan pelarut asam

asetat dan propionat mempunyai nilai WVP dan persen pemanjangan yang

rendah, tetapi nilai kuat tariknya tinggi. Sedangkan edible film kitosan yang

dihasilkan dari pelarut asam laktat mempunyai nilai persen pemanjangan dan

WVP yang tinggi, tetapi nilai kuat tariknya rendah.

Ketebalan edible film juga berpengaruh terhadap transmisi uap air.

McHugh et al. (1994) menyatakan bahwa film hidrofilik menunjukkan

hubungan positif antara ketebalan dan tranmisi uap air, jika ketebalan film

meningkat maka film memberikan peningkatan ketahanan terhadap

perpindahan massa sehingga tercapai kesetimbangan tekanan parsial uap air

pada permukaan film bagian dalam meningkat.

8. Hasil Analisis Transmisi Oksigen

Laju transmisi oksigen adalah banyaknya gas oksigen yang melalui

suatu lapisan dari material yang permukaannya datar dan rata, sebagai akibat

perbedaan tekanan udara pada kedua sisi permukaannya (Harris, 1999).

Transmisi oksigen merupakan parameter penting dalam kemasan pangan,

karena berhubungan dengan sifat kecepatan oksidasi produk pangan di dalam

kemasan. Sifat transmisi gas oksigen suatu kemasan akan menentukan jenis

produk pangan yang sesuai dengan kemasan tersebut.

Berdasarkan hasil analisis O2TR menunjukkan bahwa dengan

penambahan asam lemak ada yang menurunkan dan meningkatkan nilai

O2TR. Hasil yang didapatkan menunjukkan nilai yang hampir seragam sekitar

0.3950 sampai 4.7628 cc/m2/24 jam. Transmisi gas oksigen dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu sifat fisik dan berat molekul pemlastis, modifikasi film

dan struktur permukaan, interaksi kimia antara pemlastis dan gas O2 dan CO2

serta kemampuan molekul-molekul kecil untuk mengisi kekosongan di dalam

matrik polimer (Donhowe dan Fennema, 1993).

Page 64: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

0

1

2

3

4

5

0 5 10

Palmitat (asetat)Laurat (asetat)Palmitat + Kunyit (asetat)Laurat + Kunyit (asetat)

O2T

R (c

c/m

2/24

jam

)

Asam lemak (%, w/w)

0 5 10

Palmitat (laktat)Laurat (laktat)Palmitat + Kunyit (laktat)Laurat + Kunyit (laktat)

Asam lemak (%, w/w) Gambar 14. Grafik analisis O2TR

Bobot molekul O2

yang lebih besar dari H2O, sifat O2 yang hidrofobik

dan struktur permukaan polisakarida bersifat hidrofilik menyebabkan O2 agak

susah menembus jaringan rantai polimer polisakarida dibandingkan dengan

transmisi uap air. Nilai transmisi uap air lebih besar dibandingkan nilai

transmisi O2.

Film polisakarida mempunyai sekat lintas yang sangat baik terhadap

gas O2 dan CO2 karena mempunyai susunan molekul-molekul yang sangat

rapat sekali, struktur jaringan ikatan hidrogen yang sangat kuat sekali dan

mempunyai kelarutan yang rendah (Krochta dan McHugh, 1994).

Laju transmisi oksigen edible film kitosan yang rendah dapat

diaplikasikan untuk kemasan, karena produk yang dikemas akan aman dari

proses oksidasi. Oleh karena itu perlu dipilih edible film yang memiliki laju

transmisi oksigen yang rendah atau bernilai nol.

9. Hasil Analisis SEM

Scanning Electron Microscopy (SEM) permukaan edible film yang

mengandung asam lemak digunakan untuk mengetahui mikrostruktur

permukaan film. Film yang dianalisis dengan Scanning Electron Microscopy

dapat dilihat pada Gambar 15.

Page 65: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 15 . Mikrostruktur edible film kitosan (a) Asetat + Palmitat 5%; (b)

Laktat + Palmitat 5%; (c) Asetat + Palmitat 10%; (d) Laktat + Palmitat

10%; (e) Asetat + Laurat 10%; (f) Laktat + Laurat 10% dengan

pembesaran x3.500

Berdasarkan Gambar 15 dapat dilihat pori-pori bekas asam lemak

yang terlarut dengan heksana pada permukaan edible film kitosan. Semakin

kecil diameter pori-pori edible film berarti mikrostruktur edible film yang

terbentuk semakin bagus. Perbedaan asam lemak mempengaruhi diameter

pori-pori edible film kitosan yang terbentuk. Berdasarkan Gambar 15 terlihat

edible film kitosan dengan penambahan asam lemak palmitat diameter pori-

porinya lebih kecil dan jumlahnya banyak, dibandingkan dengan penambahan

asam laurat. Pada penambahan asam lemak laurat tidak terbentuk globula-

Page 66: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

globula lemak dan dikhawatirkan ada pemisahan fase. Semakin kecil diameter

pori-pori yang terbentuk pada permukaan edible film kitosan dapat

menurunkan difusi uap air pada permukaan edible film.

C. AKTIVITAS ANTIMIKROBA EDIBLE FILM KITOSAN

Kitosan mempunyai aktivitas antimikroba karena sifat-sifat yang

dimilikinya yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak

dan sekaligus melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi yang

minimal antara produk dan lingkungannya. Berbagai hipotesa yang sampai

saat ini masih berkembang mengenai mekanisme kerja kitosan sebagai

antibakteri.

Mekanisme kitosan dan turunannya sebagai antibakteri belum

diketahui dengan pasti. Ada beberapa kemungkinan mekanisme, yaitu (1)

kitosan merupakan polikationik yang dapat berikatan dengan muatan negatif

dari membran sel bakteri melalui interaksi elektrostatik, sehingga

mempengaruhi permeabilitas membran sel dan mengakibatkan terjadinya

kebocoran bahan-bahan intraseluler seperti protein, enzim, materi generik,

dan lain-lain (Chen et al., 1998); (2) kitosan sebagai pengkelat logam mampu

mengikat ion-ion logam pada larutan intrasel yang berperan penting bagi

kelangsungan hidup sel bakteri; (3) kitosan berikatan dengan DNA dan

manghambat mRNA dan sintesis protein (Sudharshan et al., 1992).

Mekanisme antibakteri kitosan pertama kali didokumentasikan oleh

Muzarelli et al. (1990) yang menunjukkan perubahan pada dinding sel bakteri

dan organel melalui mikrograf elektron. Hasil tersebut kemudian diperkuat

oleh Helander et al. (2001) yang menunjukkan bahwa kitosan merusak

perlindungan membran luar dari bakteri Gram negatif. Mikroskop elektron

memperlihatkan bahwa kitosan menyebabkan terjadinya perubahan pada

permukaan sel dan menutupi membran luar bakteri dengan struktur vesikular.

Kitosan berikatan dengan membran luar dan menyebabkan kehilangan fungsi

barrier dari membran sel bakteri. Sifat ini memungkinkan kitosan

diaplikasikan sebagai pelindung/pengawet makanan (Helander et al., 2001).

Page 67: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Muatan positif dari C-2 glukosamin pada pH dibawah 6 membuat

kitosan lebih baik aktivitas antibakterinya dibandingkan kitin. Aktivitas

antimikroba kitosan bergantung pada jenis grup fungsional dan berat

molekulnya (Shahidi et al., 1999). Aktivitas antimikroba kitosan berasal dari

polikation alaminya yang dapat berikatan dengan protein. Panjang ikatan grup

alkil kitosan berpengaruh terhadap aktivitas antimikrobanya (Jung et al.,

1999).

Untuk menguji aktivitas antimikroba dari edible film kitosan, maka

dilakukan serangkaian uji daya hambat edible film kitosan dengan metode

kontak terhadap bakteri patogen yaitu Bacillus cereus, Eschericia coli,

Salmonella typhimurium, dan Staphylococcus aureus. Zona penghambatan

adalah lebar areal bening yang terbentuk di sekitar sumur yang diukur dengan

jangka sorong dengan satuan mm. Selain itu, dilakukan uji kontrol terhadap

edible film pati sagu dengan pelarut asam asetat 1% dan asam laktat 2%.

(a) (b)

Gambar 16. Zona penghambatan (a) Edible film kitosan, (b) Edible film

kontrol pati sagu

Ket : D1 : Diameter edible film dan penghambatan (mm)

D2 : Diameter edible film (mm)

D1

D2

Zona penghambatan: D2 –D1

Page 68: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Hasil pengujian aktivitas antimikroba edible film dapat dilihat pada Gambar

17, 18, 19, dan 20. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.

10.605

8.84

3.183.285

6.3856.415

7.945 8.05 7.645

10.67510.715

7.12 7.12

11.0711.115

5.82

2.865

5.7

0.000

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

10.000

11.000

12.000

13.000

A

A+P5%

A+P10%A+L5%

A+L10%

A+P5%+K

A+P10%+K

A+L5%+K

A+L10%+K L

L+P5%

L+P10%L+L5%

L+L10%

L+P5%+K

L+P10%+K

L+L5%+K

L+L10%+K

Perlakuan

Diam

eter

pen

gham

bata

n (m

m)

A

A+P5%

A+P10%

A+L5%

A+L10%

A+P5%+K

A+P10%+K

A+L5%+K

A+L10%+K

L

L+P5%

L+P10%

L+L5%

L+L10%

L+P5%+K

L+P10%+K

L+L5%+K

L+L10%+K Gambar 17. Aktivitas penghambatan Edible Film terhadap Escherichia coli

2.015

4.560 4.5955.150

5.295

6.2956.390

5.715 5.765

10.70510.10510.180

10.305

10.330

13.595

12.480

11.14011.165

0.000

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

10.000

11.000

12.000

13.000

14.000

15.000

A

A+P5%

A+P10%

A+L5%

A+L10%

A+P5%+K

A+P10%+K

A+L5%+K

A+L10%

+K L

L+P5%

L+P10

%L+

L5%

L+L1

0%

L+P5%

+K

L+P10

%+K

L+L5

%+K

L+L1

0%+K

Perlakuan

Diam

eter

pen

gham

bata

n (m

m)

A

A+P5%

A+P10%

A+L5%

A+L10%

A+P5%+K

A+P10%+K

A+L5%+K

A+L10%+K

L

L+P5%

L+P10%

L+L5%

L+L10%

L+P5%+K

L+P10%+K

L+L5%+K

L+L10%+K

Gambar 18. Aktivitas penghambatan Edible Film terhadap Bacillus cereus

Page 69: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

1.945 2.2 2.355

3.85 3.885

7.15 7.185

6.036.81

10.3310.895

11.005

9.79.895

11.09 11.14

12.3112.28

0.000

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

10.000

11.000

12.000

13.000

14.000

A

A+P5%

A+P10%A+L5%

A+L10%

A+P5%+K

A+P10%+K

A+L5%+K

A+L10%+K L

L+P5%

L+P10%L+L5%

L+L10%

L+P5%+K

L+P10%+K

L+L5%+K

L+L10%+K

Perlakuan

Diam

eter

pen

gham

bata

n (m

m)

A

A+P5%

A+P10%

A+L5%

A+L10%

A+P5%+K

A+P10%+K

A+L5%+K

A+L10%+K

L

L+P5%

L+P10%

L+L5%

L+L10%

L+P5%+K

L+P10%+K

L+L5%+K

L+L10%+K

Gambar 19. Aktivitas penghambatan Edible Film terhadap Salmonella

typhimurium

1.895

2.845 2.9503.915 3.960

6.735 6.820

5.3155.325

4.6255.2005.685 5.775

5.930

11.285 11.320

12.060

11.310

0.000

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

10.000

11.000

12.000

13.000

14.000

A

A+P5%

A+P10%A+L5%

A+L10%

A+P5%+K

A+P10%+K

A+L5%+K

A+L10%+K L

L+P5%

L+P10%L+L5%

L+L10%

L+P5%+K

L+P10%+K

L+L5%+K

L+L10%+K

Perlakuan

Dia

met

er p

engh

amba

tan

(mm

)

A

A+P5%

A+P10%

A+L5%

A+L10%

A+P5%+K

A+P10%+K

A+L5%+K

A+L10%+K

L

L+P5%

L+P10%

L+L5%

L+L10%

L+P5%+K

L+P10%+K

L+L5%+K

L+L10%+K

Gambar 20. Aktivitas penghambatan Edible Film terhadap Staphylococcus

aureus

Page 70: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Pelarut asam asetat 1% dan asam laktat 2% mempunyai sifat

antimikroba. Sehingga perlu dilakukan pengujian aktivitas antimikroba

kontrol dengan bahan baku pati sagu. Berdasarkan uji kontrol aktivitas

antimikroba terhadap edible film pati sagu, pelarut asam asetat 1% tidak

memberikan aktivitas penghambatan dan pelarut asam laktat 2% memberikan

aktivitas penghambatan. Hal ini membuktikan bahwa kitosan mempunyai

aktivitas antimikroba Diameter penghambatan edible film kitosan adalah zona

penghambatan edible film kitosan dikurangi dengan diameter penghambatan

kontrol pati sagu. Interaksi muatan positif molekul kitosan dengan muatan

negatif membran sel mikroba menyebabkan terjadinya lisis sehingga terjadi

kebocoran protein dan komponen penyusun intraseluler dari dalam sel

mikroba. Kitosan dapat berfungsi sebagai chelating agent yang secara spesifik

mengikat ion metal sehingga dapat menghambat produksi toksin dan

pertumbuhan mikroba. Kitosan juga dapat mengikat air dan dapat

menghambat berbagai enzim. Kitosan dapat mengikat DNA dan menghambat

sintesis mRNA (Shahidi et al., 1999).

(a)

(b)

Page 71: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Gambar 21. Zona penghambatan (a) Edible film kitosan pelarut asam laktat,

(b) Edible film kitosan pelarut asam asetat

Pada Gambar 17 terlihat bahwa sampel Laktat+Palmitat10%+Kunyit

memiliki aktivitas penghambatan terhadap Eschericia coli terbesar, yaitu

11.115 mm. Selain itu sampel Laktat+Palmitat5%, Laktat+Laurat10%,

Laktat+Palmitat5%+Kunyit, dan Laktat+Laurat10%+Kunyit memiliki

aktivitas penghambatan yang hampir sama. Sedangkan sampel-sampel yang

lain memiliki aktivitas penghambatan tidak jauh beda.

Pada Gambar 18 terlihat bahwa sampel Laktat+Palmitat5%+Kunyit

memiliki aktivitas penghambatan terhadap Bacillus cereus terbesar, yaitu

15.595 mm. Sedangkan sampel-sampel yang lain memiliki aktivitas

penghambatan sekitar 2.015 sampai 12.48 mm.

Pada Gambar 19 aktivitas penghambatan yang terbesar terhadap

Salmonella typhimurium ditunjukkan oleh sampel Laktat+Laurat10%+Kunyit,

yaitu dengan rerata penghambatan 12.31 mm. Sampel-sampel pelarut laktat

yang lain memiliki aktivitas penghambatan 9.7 sampai 12.28 mm. Sedangkan

sampel-sampel dengan pelarut asetat memiliki aktivitas penghambatan 1.945

sampai 7.185 mm.

Hasil pengujian aktivitas penghambatan terhadap Staphylococcus

aureus pada Gambar 20, menunjukkan bahwa aktivitas terbesar adalah

sampel Laktat+Laurat5%+Kunyit, yaitu dengan rerata penghambatan 12.06

mm. Sampel-sampel pelarut laktat yang lain memiliki aktivitas penghambatan

4.625 sampai 11.35 mm. Sedangkan sampel-sampel dengan pelarut asetat

memiliki aktivitas penghambatan 1.895 sampai 6.82 mm.

Berdasarkan pengujian aktivitas antimikroba memperlihatkan

perbedaan yang sangat nyata dengan perbedaan pelarut. Edible film kitosan

dengan pelarut asam laktat 2 % memperlihatkan aktivitas penghambatan yang

lebih besar dibandingkan dengan edible film kitosan dengan pelarut asam

asetat 1 %. Hal ini kemungkinan dipengaruhi edible film kitosan dengan

pelarut asam laktat 2% mempunyai kadar air yang lebih tinggi sehingga proses

difusi ke dalam media Nutrient Agar lebih mudah, sehingga proses

penghambatan kitosan lebih optimum. Selain itu, edible film kitosan dengan

Page 72: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

pelarut asam laktat 2% mempunyai nilai pH yang lebih asam dibandingkan

dengan pelarut asam asetat 1%. Penurunan pH di bawah kisaran pH

pertumbuhan mikroba sehingga menghambat pertumbuhan mikroba dengan

baik. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pelarut asam laktat 2% lebih efektif

aplikasinya sebagai penghambat mikroba.

Riaudo et al. (1999) melaporkan bahwa interaksi antara kation dari

asam organik sebagai pelarut dan nitrogen dari gugus amino kitosan. Interaksi

ini sangat mempengaruhi efek antimikroba dari edible film kitosan yang

dihasilkan.

Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antimikroba memperlihatkan tidak

adanya pola pada penghambatan dengan penambahan asam lemak terhadap

aktivitas antimikroba edible film kitosan. Hal ini dapat terjadi diakibatkan

perubahan senyawa asam-asam lemak tersebut menjadi bentuk esternya yang

bereaksi dengan polietilen glikoll (polialkohol). Menurut Kabara dan Marshall

(2005) asam lemak yang telah teresterifikasi menjadi tidak aktif dalam

menghambat pertumbuhan mikroba.

Berdasarkan pengujian aktivitas antimikroba memperlihatkan bahwa

penambahan esensial oil ekstrak kunyit sinergis memperbaiki aktivitas

penghambatan terhadap mikroba. Hal ini disebabkan karena kunyit

mempunyai senyawa antimikroba alami. Senyawa antimikroba dapat

menyebabkan kerusakan sel bakteri dengan beberapa cara. Secara umum

mekanisme kerja antimikroba dalam menghambat mikroba adalah: (1)

bereaksi dengan membran sel, (2) inaktivasi enzim esensial, dan (3)

mendekstruksi atau menginaktivasi fungsi dari materi genetik (Davidson,

2001). Menurut Pelczar dan Chan (1986), senyawa antimikroba dapat

digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuh mikroba

dengan mekanisme berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat

proses pembentukannya atau menyebabkan lisis pada dinding sel yang sudah

terbentuk, dan perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga terjadi

kebocoran nutrisi dari dalam sel. Dengan rusaknya membran sitoplasma akan

menyebabakan terhambatnya pertumbuhan atau matinya sel.

Page 73: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Zivanovic et al. (2005) melaporkan bahwa edible film kitosan dengan

inkorporasi esensial oil aregano dapat menghambat aktivitas antimikroba,

edible film kitosan murni dapat menurunkan L. monocytogenes 2 log,

inkorporasi 1% dan 2% esensial oil aregano dapat menurunkan L.

monocytogenes 3.6 sampai 4 log dan E. coli 3 log. Selain itu, Kanatt et al.

(2008) juga telah menghasilkan penelitian bahwa kitosan yang ditambah

dengan mint lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif (S.

aureus dan B. cereus) dari pada Gram negatif (E. coli).

Pada Gambar 20 terlihat bahwa zona penghambatan terbesar adalah

terhadap Bacillus cereus, yaitu 13.595 mm. Dari semua perlakuan terhadap

sampel edible film kitosan, penghambatan yang kuat terhadap Bacillus cereus

sebagai bakteri Gram positif. Hal ini diduga oleh adanya perbedaan pada

senyawa penyusun struktur dinding sel, di mana pada bakteri Gram positif

dinding selnya mengandung lipid yang rendah, yaitu 1-4 %. Sedangkan pada

bakteri Gram negatif terdapat kandungan lipid yang lebih tinggi, yaitu 11-

22%. Semakin besar lipid yang terkandung pada dinding sel bakteri, maka

efek hidrolisisnya akan semakin kuat. Sehingga, efek polikationik kitosan

sebagai antimikroba menjadi lebih dominan dalam menghambat pertumbuhan

bakteri tersebut. Selain itu, dinding sel bakteri Gram positif hanya berlapis

tunggal, sedangkan pada bakteri Gram negatif memiliki lapis tiga (Pelczar dan

Chan, 1986). Kedua faktor inilah yang menyebabkan bakteri Gram positif

lebih rentan terhadap masuknya antimikroba melalui dinding selnya

dibandingkan dengan bakteri Gram negatif.

Page 74: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Penambahan asam lemak dan esensial oil pada edible film kitosan

berfungsi memperbaiki sifat fisik, mekanik, dan perbaikan aktivitas

antimikroba dari kitosan. Asam lemak yang ditambahkan yaitu asam lemak

palmitat dan asam lemak laurat dengan konsentrasi 0%, 5%, dan 10% (w/w

kitosan). Penambahan asam lemak bertujuan memperbaiki sifat barrier

terhadap uap air. Esensial oil yang ditambahkan adalah esensial oil ekstrak

kunyit dengan konsentrasi 0% dan 100 µl/g kitosan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan

asam lemak palmitat dan asam lemak laurat dapat memperbaiki sifat barrier

terhadap uap air dan sifat mekanik dari edible film kitosan. Ini terbukti dengan

penambahan asam lemak menurunkan nilai WVP dari edible film kitosan yang

dihasilkan. Penambahan esensial oil kunyit tidak berpengaruh terhadap sifat

barrier uap air dan sifat mekanik edible film kitosan yang dihasilkan. Selain

itu, penambahan esensial oil ekstrak kunyit dapat memperbaiki aktivitas

antimikroba dari edible film kitosan. Edible film kitosan yang paling optimum

sifat barrier uap air dan sifat mekaniknya pada penelitian ini adalah edible

film kitosan dengan formulasi pelarut asam asetat 1% dan penambahan asam

palmitat 10%.

B. SARAN

1. Setelah mengetahui karakteristik edible film kitosan maka perlu dipelajari

aplikasi pada produk pangan yang sesuai dengan karakteristik edible film

yang dihasilkan.

2. Perlu dilakukan analisis FTIR untuk mengetahui interaksi kitosan – lipid

pada edible film komposit yang dihasilkan.

Page 75: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

DAFTAR PUSTAKA

Angka, S.L. dan M.T. Suhartono. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat

Pangkajian Sumberdaya dan Pesisir Lautan. IPB. Bogor. AOAC (Association of Official Agricultural Chemist). 1984. Official Methods of

Analysis. AOAC, Washington D. C. Aryanto, A. Y. 2002. Pemanfaatan Khitosan dari Limbah Kulit Udang (Crustacea)

Sebagai Bahan untuk Pembuatan Membran. Skripsi. Fakultas Teknologi Perikanan, IPB. Bogor.

[ASTM] American Society for Testing and Material. 1993. Annual Book of

ASTM Standars, Philadelpia. Austin, P. A. 1984. Chitin Solvent and Solibility Parameters. Departement of

Commerse. The University of Dewalare. US. Bastaman, S. 1989. studies on degradation extraction of chitin and chitosan from

prawn shrimp [thesis]. belfast: The Department of Mechanical Manufacturing Aeronautical and Chemical Engineering, The Queen University.

Begin, A. dan Van Calsteren, M.R. 1999. Antimicrobial films produced from

chitosan. Int J. Biol Macromol 26:63–7. Belitz, H. D. Dan Grosch, W. 1999. Food Chemistry. Germany: Springer

Publishing. Blackburn , C. W. Dan McClure, P. J. 2002. Foodborne pathogens hazard, risk

analysis and control. CRC Press. New York. USA. Brandenberg, A. H., C. L. Weller, dan R. S. Testin. 1993. Edible film and coating

from soy protein. J. Food Sci. 5: 5. Brenan, A. L dan P. M. Davidson. 1993. Antimicrobial in Foods. Marcel Dekker,

inc. New York. Brezki, M. M. 1987. Chitin and chitosan putting waste to good use. Infofish 5/87 :

31-33. Butler, B. L., P. J. Vergano, R. F. Testin, J. M. Bunn dan J. L. Wiles. 1996.

Mechanical and Barrier Properties of Edible Chitosan Films as affected by Composition and Storage. J. Food Sci. Vol 61(5) 953-955p.

Page 76: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Caner, C., Vergano, P. J., & Wiles, J. L. 1998. Chitosan film mechanical and permeation properties as affected by acid, plasticizers, and storage. Journal of Food Science, 63, 1049–1052.

Chang, K. L. B., Tsai, G., Lee, J., Fu, W. 1997. Heterogenous N-deacetylation of

chitin in alkaline solution. Carb Res 303: 327-332. Chen, M. C., G. H. C. Yeh, B. H. Chiang. 1996. Antimicrobial and

physicochemical properties of methylcellulosa and chitosan films containing aqueus preserpative. J. Food Processing and Preservation 20: 379-390.

Chen, C. S. Liau, W. Y. dan Tsai, G. J. 1998. Antibacterial effects of N-sulfonated

and N-sulfobenzoyl chitosan and application to oyster preservation. J. Food Prot 61: 1124-1128.

Coma, V., A. Martial-Cros., S. Garreau., A. Copinet., F. Salin. dan A. Deschamps.

2002. Edible antimicrobial films based on chitosan matrix. J. Food Science. Vol. 67/ nr.3.

Davidson PM. 2001. On the nature trail in search of the wild antimicrobial. J.

Food Sci Technol 15:55. Dahuri, R. 2005. Road Map Pembangunan Nasional Menuju Indonesia yang maju,

Adil-Makmur dan Bermartabat. Di dalam: BEM KM IPB. Membangun Indonesia. IPB Press, Bogor.

Deuchi, K., Kanauchi, O., Imasoto, Y., Kobayashi, E. 1994. Decreasing Effect of

Chitosan on the Apparent Fat Digestibility by Fats of a High Fat Diet. Biosci. Biotech. Biochem. 58:1613-1616.

Dillon, C. P. 1992. Materials Selection for The Chemical Process Industries.

McGrow-Hill, USA. Dominic, W.S.W., W.M. Camirand dan A.E. Paulath. 1994. Development of

Edible Coating for Minimally Processed Fruit and Vegetables. Di dalam : Krochta et al. (ed). Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Technomic Publ Co. Inc. Lancaster-Basel. Pennsylvania, USA.

Donhowe, I. G. dan Fennema, O. R. 1993. The effects of plastisizer on

crystallinity, permeability and mechanical properties of methylcellulose films. J. Food Process and Preserv 17: 247-257.

Doores, S. 2005. Organic Acid. Di dalam: Davidson, P.M, J.N. Sofos, dan A.L.

Branen (eds.). Antimicrobials in Food 3nd. CRC Press, Boca Raton. Emmawati, A. 2004. Produksi khitosan dengan perlakuan kimiawi dan enzimatis

menggunakan NaOH dan khitin deasetilase [Tesis]. Bogor. Sekolah Pascasarjana, Institur Pertanian Bogor.

Page 77: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Fardiaz, S. 1992. mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utamaa, Jakarta. Farrel, K. T. 1990. Spice, Condiments, and Seasoning. The AVI Publishing Co.

Inc., Van Nonstrand Reinhold New York. Gan, Y. 1987. Pengaruh Bubuk Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.)

terhadap Pertumbuhan Sel Vegetatif, Germinasi, dan Pertumbuhan Spora Bacillus sp. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Gennadios, A. 2002. Protein Based Films and Coating. CRC Press, Florida. Gontard, N., Guilbert, S. dan Cuq, J. L. 1993. Water and glyserol as plasticizer

affect mechanical and water vapor barrier properties of an wheat gluten film. J. Food Sci. Vol. 57: 190-195p.

Goosen, M.F.A. 1997. Applications of Chitin and Chitosan. USA : Technomic. Greener, I. K. dan Fennema, O. R. 1989. Barrier properties and surface

characteristic of edible bilayer film. Recerived and Expanded Marcel dekker, Inc. New York.

Hagenmaier, R. D., dan Shaw, P. E. 1990. Moisture permeability of edible ®lms

made with fatty acids and hydroxypropyl methylcellu-lose. Journal of Agricultural and Food Chemistry. Vol 38: 1799-1803.

Harris, H. 1999. Kajian Teknik Formulasi terhadap Karakteristik Edible Film dari

Pati Ubi Kayu, Aren dan Sagu untuk Pengemas Produk Pangan Semibasah. Disertasi. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Hekmat, O., tokuyasu, K., dan Withers, S. G. 2003. Subsite strukture of the

endotype chitin deasetylase from a Deuteromycetes, Colleotrishum lindemuthianum: an investigation using stesdy state kinetic analysis and MS. Biochem 374: 369-380.

Helander, I. M. Nurmiaho, E. L. Ahvenainen, R. Rhoades, J. dan Roller, S. 2001.

Chitosan disrupts the barrier properties of the outer membrane of Gram-negative bacteria. Int J Food Microbial 71: 235-244.

Houghton, P. J. Dan A. Raman. 1998. Laboratory Handbook for The Fractination

of Natural Extracts. Di dalam: Muhtadi. 2002. Isolasi Komponen Antibakteri dari Biji Atung (Parinarium glaberrium Hassk) [disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hal 30-31, 34.

Igoe, R.S. dan Y. H. Hui. 1994. Dictionary of Food Ingredients. Chapman and

Hall. New York.

Page 78: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Ikeda, I., Sugano., Yoshida, K., Sasaki, E., Iwamoto, Y., Hatano, K. 1993. Effect of Chitosan Hidrolysates on Lipid Absorption and on Serum and Liver Lipid Consentration in Rats. J. Agric. Food Chem. 41(3):431-435.

Jay, J. M. 1986. Modern Food Microbiology 2(nd) edition. Wayne State

University. New York. Jeong, Y. J., dan Kim, S. K. 2002. Chitosan as an edible invisible film for quality

preservation of herring and Atlatic cod. J. Agric Food Chem 50: 5167-5178. Johnson, E. L. dan Q. P. Peniston. 1982. Utilization of Shelfish Wastes for

Produstion Chitin and Chitosan Production Chemistry of Marine Food Product. AVI Publ., Westport. P. 415-422.

Jung, B.O. Kim, C.H. Choi, K.S, Lee,Y.M. dan Kim, J.J. 1999. Preparation of

Amphiphilic Chitosan and Their Antimicrobial Activities. J. Appl. Pol. Sci.72: 1713-1719.

Kabara, J.J. dan D.L. Marshall. Medium-Chain Fatty Acid and Esters. Di dalam:

Davidson, P.M, J.N. Sofos, dan A.L. Branen (eds.). Antimicrobials in Food 3nd. CRC Press, Boca Raton.

Kanatt, S.R., R. Chander, dan A. Sharma. 2008. Chitosan and Mint Mixture: A

New Preservative for Meat and Meat Product. J. Food Chemistry. 107: 845-852

Ketaren, S. 1986. Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta. Kim, S. H., No, H. K., Kim, S. D. dan Prinyawiwatkul, A. 2006. Effect of

Plasticizer Concentration and Solvent Types on Shelf-life of Eggs Coated with Chitosan. J. of Food Scince. Vol 7/ nr. 4.

Kittur, F.S., K.R. Kumar dan R.N. Tharanathan. 1998. Functional packaging

properties of chitosan film. Z. Lebesm Unters Forsch A. 206: 44-47. Koesnandar. 2004. Penelitian dan Pengembangan Asam Laktat di Indonesia.

Simposium Asam Laktat: Peluang dan Aplikasi di Industri, 20 April 2004. Jakarta. BPPT.

Kolodziejska, I., Wojtasz- Pajak, A., Ogonowska, G., dan Sikorski, Z. E. 2000.

Deacetylation of Chitin in two-stage Chemical and Enzymatic Process. Bulletin of Sea Fisheries Institute 2: 15-24.

Knorr, D. 1982. Functional properties of chitin and chitosan. J. Food Sci. 8: 593. ,1984. Dye Binding Properties of Chitin and Chitosan. food Sci. New

York.

Page 79: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Krochta, J.M. 1992. Control of Mass Transfer in Food with Edible Coatings and Films. Di dalam : Singh, R.P. dan M.A. Wirakartakusumah (eds). Advances in Food Engineering. CRC Press : Boca Raton, F.L. : pp 517-538.

Krochta, J. M. Baldwin, E. A. dan Nisperos-Carriedo, M. A. 1994. Edible coating

and film to Improve Food Quality. USA: Technomic. Krochta, J. M. dan Johnston, C. deMulder. 1997. Edible and biodegradable

polymer films: Challenges and opportunities. Food Technol 51(2):61-74. Krochta, J. M. dan McHugh, T. H. 1994. Sorbitol vs glyserol plastisized whey

protein edible film: Integrated oxygen permeability and tensile property evaluation. J. Agric Food Chem 42(4): 841-845.

Kumins, C. A. 1965. Transport througgh polymer film. J. Polymer Sci. part

C.10:1. Labuza, T. P. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Food and Nutrition Press Inc.,

Westport, Conneticut. Lap. Protan. 1987. Cational Polymer for Recovering Valuable by Product from

Processing Waste Burggess. USA. Lukman, A. A. S. 1984. Pengaruh Bubuk rimpang Kunyit (Curcuma domestica

Val) dan Bubuk Residu Ekstraknya Terhadap Pertumbuhan Beberapa Bakteri Basili Gram positif. Skripsi. IPB. Bogor.

Manullang, M. 1998. Pemanfaatan khitosan dalam minuman kaya serat makanan.

Bul. Teknologi dan Industri Pangan. vol IX no. 1: 34-43. McHugh, T. H. Aujard, J. F. dan Krochta, J. M. 1994. Plasticized whey protein

edible films: water vapour permeability properties. J. Food Sci 59(2): 416-419.

Moyler, D. A. 1994. Spices Recent Advances. Di dalam charalambous (Ed.).

Spices, Herb and Edible Fungi. Elsevier. Amsterdam. Muchtadi, T. R. dan Sugiono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan

Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Muzarelli, R. A. A. Farsi, R. Filippini, O. Giovanetti, E. Biagini, G. Varaldo, P. E.

1990. Antimicrobial properties of N-Carboxybutyl chitosan. Antimicrobial Agents Chemonth 34: 2019-2023.

No, H. K. Park, N. Y. kim, H. R. dan Meyers, S. P. 2002. Antibacterial activity of

chitosan and chitosan oligomers with different molecular weight. J. Food Microbial 74: 65-72.

Page 80: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Ornum, J. U. 1992. Shrimp Waste Must It Be Wasted?. Infofish 6: 48-51. Paramawati, R. 2001. Kajian fisik dan mekanik terhadap karakteristik film

kemasan organik dari α-zein jagung [Tesis]. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Park, H. J. dan M. S. Chinnan. 1995. Gas and water vapour barrier properties of

edible films from protein and cellulose materials. J. Food Eng. 25: 766. Park, H.J., C.L. Weller, P.J. Vergano dan R.F. Testin. 1996. Factor affecting

barrier and mechanical properties of protein-edible, degradable films. New Orlean. L.A.

Pelczar, M. J. dan Reid, R. D. 1972. Food Microbiology. Mc Graw Hill Book Co.

Inc., New York. Pranoto, Y., S.K. Rakshit., V.M. Salokhe. 2004. Enhancing antimicrobial activity

of chitosan film by incorporating garlic oil, potassium sorbate and nisin. LWT. 38: 859-865.

Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan.

UIPress, Jakarta. Pursglove et. al.1981. Spices vol. II. Reineccius. 1994. Source Book of Flavors. Chapman and Hall, New York. Rinaudo, M., Milas, M., dan Dung, P. L. 1993. Characterization of chitosan

influence of ionic strength and degree of acetylation on chain expansion. International Journal of Biological Macromolecules, 15, 281–285.

Rochima, E. 2005. Aplikasi Kitin Deasetilase Termostabil dari Bacillus

papandayan K29-14 Asal Kawah Kamojang Jawa Barat Pada Pembuatan Kitosan [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Roller, S., Sagoo,S., Board, R., O’Mahony,T., Fitzgerald, G., Fogden, M., Owen,

M., dan Flecher, H. 2002. Novel combination of chitosan, carnocin, and sulphite for preservation of chilled pork sausages. Meat Sci 19: 165-177.

Rukmana, H. R. 1994. Kunyit: Budi Daya dan Pasca Panen. Kanisius.

Yogyakarta. Sagoo, S., Board, R. dan Roller, S. 2002. Chitosan inhibits growth of spoilage

microorganisms in chilled pork products. Food Microbial 19: 175-182. Sanford, P. A. 1989. Chitosan use and potensial application. Dalam Chitin and

Chitosan Chemistry, Biochemistry, Physhical Properties and Application.

Page 81: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Sanford, P. Thorllef, A. Gudmund Skjak-Brak(eds). Elselvier Sci. Publ. Co. Inc. New York.

,2003. World market of chitin and its derivatives. Di dalam: Varum, K. M,

Domand, A. dan Smidsrod, O. Editors. Advances in Chitin Science. Vol VI. Trondheim, Norway.

Shahidi, F., Arachi, J. K. V. dan Jeon, Y. J. 1999. Food application of chitin and

chitosan. Review. Trends in Food Science and Technology. 10: 37-51. Shahidi. F., Arachchi. J. K. V., Jeon, Y. J. 1999. Food Applications of Chitin and

Chitosan. Trends Food Sci Technol 10: 37-51. Sophanodora, P. dan S. Benjakula. 1993. Convertion and utilition of from prawn

shell. Dalam Development of Food Science and Technology in Southest Asia. Proceeding at the 4 th Asia Good Conference 1992. B. L. Oei, A. Buchanan, dan D. Fardiaz (eds). Jakarta, Indonesia. february 17, 21, 1992.

Srinivasa, P.C. Ramesh, M.N. dan Tharanathan, R.N. 2006. Effect of plasticizers

and fatty acids on mechanical and permeability characteristics of chitosan films. J. Food Hydrocolloids. Vol 2: 1113-1122.

Sugano, M., Fujikawa, T., Hiratsuji, Y., Nakashirna, K., Fukuda, N., Santoso.J.

1980. A Novel Use of Chitosan as a Hipocholesterolernic Agent in Rats. Am. J. Clin. Nutr. 33(4):787.

Suptijah, P. Salamah, E. Sumaryanto, H. Purwaningsih, S. dan Santoso, J. 1992.

Pengaruh berbagai metode isolasi kitin dari kulit udang terhadap kadar dan mutunya. Laporan akhir penelitian Faperikan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suyatma, N. E., Tighzert, L., dan Copinet, A. 2005. Effects of Hydrophilic

Plasticizers on Mechanical, Thermal, and Surface Properties of Chitosan Films. J. Agric. Food Chem. 53: 3950−3957.

Suwanto, A. 1983. Mempelajari Aktivitas Antibakteri Bubuk Rimpang Kunyit.

Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Tanigawa, T. Tanaka, Y. Shasiwa, H. Saimoto, H. Dan Shigemasa, Y. 1992.

Advances in Chitin and chitosan. Brione CJ, Sandford, PA, Zikakis JP. (eds). London, New York: Elsevier Science Pub Ltd.

Thatte, M. R. 2004. Synthesis and antibacterial assesment of water-soluble

hydrophobic chitosan derivatives bearing quarternary ammonium functionality [dissertation]. Los Angeles: Lousiana State University and Agricultural and Mechanical College.

Page 82: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Tsai, G. J. dan Su, W. H. 1999. Antibacterial activity of shrimp chitosan against Escherichia coli. J. Food Prot. 62: 239-243.

Tsai, G. J. Zhang, S. L. Shieh, P. L. 2004. Antimicrobial activity of low molecular

weight chitosan obtained from cellulase digestion of chitosan. Journal Food Prot 67: 396-398.

Tsigos, I., A. Martinou., Kafetzopoulos. dan V. Bouriotis. 2000. Chitin

deacetylases: New Versatile Tools in Biotechnology. Titbech Rev 18: 305-312.

Wade, A. dan Paul J. Weller. 1994. Hanbook of Pharmaceutical Exipients. The

Pharmaceutical Press, London. Wan, V. C. H, Kim, M. S, Lee, S. Y. 2005. Water vapor permeability and

mechanical properties of soy protein isolate edible films composed of different plasticizer combinations. J Food Science. 70:E387–91.

Winarno, F. G. 1997. Kimia pangan dan gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wong. D.W.S., W.M. Camirand dan A.E. Paulath. 1994. Development of Edible

Coating for Minimally Processed Fruit and Vegetables. di dalam : Krochta et al. (ed). Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Technomic Publ Co. Inc. Lancaster-Basel. Pennsylvania, USA.

Yang, L.dan Paulson, A.T. 2000. Effects of lipids on mechanical and moisture

barrier properties of edible gellan film. J. Food Research International. Vol 33: 571-578.

Zivanovic, S., basurto, C. C., Chi, S., Davidson, P. M., dan Weiss, J. 2004.

Molecular weight of chitosan influences antimicrobial activity in oil-in-water emulsions. J. Food Prot 67: 952-959.

Page 83: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

LAMPIRAN

Page 84: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Lampiran 1. Daftar singkatan dan istilah

Perlakuan A = Asetat

A+P5% = Asetat + Palmitat 5%

A+P10% = Asetat +Palmitat 10%

A+L5% = Asetat + Laurat 5%

A+L10% = Asetat + Laurat 10%

A+P5%+K = Asetat + Palmitat 5% + Kunyit

A+P10%+K = Asetat + Palmitat 10% + Kunyit

A+L5%+K = Asetat + Laurat 5% + Kunyit

A+L10%+K = Asetat + Laurat 10% + Kunyit

L = Laktat

L+P5% = Laktat + Palmitat 5%

L+P10% = Laktat + Palmitat 10%

L+L5% = Laktat + Laurat 5%

L+L10% = Laktat + Laurat 10%

L+P5%+K = Laktat + Palmitat 5% + Kunyit

L+P10%+K = Laktat + Palmitat 10% + Kunyit

L+L5%+K = Laktat + Laurat 5% + Kunyit

L+L10%+K = Laktat + Laurat 10% + Kunyit

Page 85: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Lampiran 2. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan aw

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Aw a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets

Aw Duncan a,b

Perlakuan N Subset 1 2 3 4 5 A+L10% 2 .61050 A+P10% 2 .61100 A+L10%+K 2 .61250 .61250 A+L5% 2 .61250 .61250 A+P5% 2 .61250 .61250 A+P10%+K 2 .61300 .61300 A+L5%+K 2 .61350 .61350 A+P5%+K 2 .61800 A 2 .62400 L+P10% 2 .66350 L+P5% 2 .66400 L+L10% 2 .66800 .66800 L 2 .66850 .66850 L+L5% 2 .66850 .66850 L+P10%+K 2 .66850 .66850 L+P5%+K 2 .66900 .66900 L+L10%+K 2 .66950 .66950 L+L5%+K 2 .67200 Sig. .308 .069 1.000 .053 .180

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.

Source

Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Model 14.821(a) 19 .780 121657.229 .000 Ulangan .000 1 .000 .312 .584 Perlakuan .026 16 .002 251.636 .000 Error .000 17 .000 Total 14.821 36

Page 86: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Lampiran 3. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan pH

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: pH

Source

Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Model 597.421(a) 20 29.871 220786.133 .000 Ulangan .000 2 .000 .246 .783 Perlakuan 21.310 16 1.332 9844.138 .000 Error .005 34 .000 Total 597.426 54

a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Page 87: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Lanjutan Lampiran 3. pH

Duncan a,b

Perlakuan N Subset 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 L+P10%+K 3 2.5767 L+P10% 3 2.5867 2.5867 L+P5%+K 3 2.6000 2.6000 L+L10% 3 2.6033 2.6033 L+L10%+K 3 2.6067 2.6067 L+P5% 3 2.6067 2.6067 L+L5% 3 2.6167 L+L5%+K 3 2.6167 L 3 2.6600 A+P10% 3 3.7833 A+P10%+K 3 3.8233 A+L10%+K 3 3.8533 A+L10% 3 3.8733 A+P5%+K 3 3.9067 A+L5%+K 3 3.9700 A+P5% 3 3.9700 A+L5% 3 4.0100 A 3 4.0333Sig. .300 .067 .132 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.

Page 88: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Lampiran 4a. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan warna L Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Warna L

Source Type III Sum

of Squares df Mean

Square F Sig. Model 241246.124(a) 20 12062.306 8035.834 .000 Ulangan 2.538 2 1.269 .845 .438 Perlakuan 4651.739 16 290.734 193.685 .000 Error 51.036 34 1.501 Total 241297.160 54

a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Page 89: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Lanjutan Lampiran 4a. Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets Warna L Duncan Perlakuan N Subset 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A+L10%+K 3 51.13667 A+P10%+K 3 51.17000 A+L5%+K 3 52.49333 A+P5%+K 3 55.36333 L+P10%+K 3 59.45667 L+L10%+K 3 60.55333 L+P5%+K 3 61.10000 L+P10% 3 63.97333 L+L5%+K 3 64.38333 L+P5% 3 65.41333 A+L10% 3 67.83000 L+L10% 3 71.53333 L+L5% 3 72.63333 A+L5% 3 72.99000 A+P10% 3 76.28000 A+P5% 3 79.30333 A 3 80.54000 L 3 83.62667Sig. .209 1.000 .129 .183 1.000 .178 1.000 .225 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.501. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.

Page 90: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Lampiran 4b. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan warna a Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Warna

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Model 6095.144(a) 20 304.757 757.870 .000Ulangan .016 2 .008 .020 .980Perlakuan 1143.626 16 71.477 177.748 .000Error 13.672 34 .402 Total 6108.816 54

a R Squared = .998 (Adjusted R Squared = .996)

Page 91: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Lanjutan Lampiran 4b. Warna a Duncan

Perlakuan N Subset

1 2 3 4 5 6 7 8 9 A 3 1.1467 A+P5% 3 2.4300 L 3 3.2300 A+P10% 3 3.4267 A+L5% 3 4.9567 L+L10% 3 5.3700 L+L5% 3 5.5467 L+P5% 3 9.1700 L+P5%+K 3 10.1900 10.1900 A+L10% 3 10.2933 L+P10%+K 3 10.8500 L+P10% 3 12.3333 L+L10%+K 3 12.8800 12.8800 A+P5%+K 3 13.5633 L+L5%+K 3 13.8167 A+P10%+K 3 15.8367 A+L5%+K 3 16.4700 16.4700A+L10%+K 3 17.0767Sig. 1.000 .077 .291 .057 .238 .298 .095 .230 .249

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .402. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.

Page 92: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Lampiran 4c. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan warna b Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Warna

Source Type III Sum

of Squares df Mean

Square F Sig. Model 87856.716(a) 20 4392.836 1319.251 .000Ulangan 7.789 2 3.894 1.170 .323Perlakuan 3590.597 16 224.412 67.395 .000Error 113.213 34 3.330 Total 87969.929 54

a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998)

Page 93: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Lanjutan Lampiran 4c. Warna b Duncan

Perlakuan N Subset

1 2 3 4 5 6 7 8 9 A 3 22.6400 A+P5% 3 24.6333 24.6333 L 3 26.6333 A+P10%+K 3 31.7800 L+L5% 3 33.5733 33.5733 A+P10% 3 35.3433 35.3433 A+L10%+K 3 35.4767 35.4767 A+L5%+K 3 37.6533 37.6533 A+P5%+K 3 38.3667 38.3667 L+P5% 3 39.3600 39.3600 A+L5% 3 39.5733 39.5733 L+L10% 3 41.7933 L+P5%+K 3 48.4900 L+L10%+K 3 48.7733 48.7733L+P10%+K 3 49.1000 49.1000L+L5%+K 3 50.9733 50.9733L+P10% 3 51.0333 51.0333A+L10% 3 52.0967Sig. .190 .188 .237 .237 .071 .249 .132 .136 .052

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 3.330. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.

Page 94: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Lampiran 5. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan tebal

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Tebal

Source

Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Model 1.646(a) 19 .087 11691.193 .000

Ulangan .000 1 .000 .607 .447 Perlakuan .104 16 .006 873.089 .000 Error .000 17 .000 Total 1.647 36

a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Page 95: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Lanjutan Lampiran 5. Tebal Duncan a,b

Perlakuan N Subset 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A 2 .12750 A+P5% 2 .14300 A+P5%+K 2 .15000 A+L5% 2 .15050 A+P10%+K 2 .15300 .15300 A+L5%+K 2 .15350 .15350 A+P10% 2 .15500 .15500 A+L10% 2 .15850 .15850 A+L10%+K 2 .16350 L 2 .23350 L+L5% 2 .25400 L+P10% 2 .25550 L+L10% 2 .25800 L+P5% 2 .25800 L+P5%+K 2 .26500 L+L5%+K 2 .27050 L+P10%+K 2 .27900L+L10%+K 2 .28250Sig. 1.000 1.000 .115 .079 .084 1.000 .194 .059 .216

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.

Page 96: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Lampiran 6. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan persen elongasi

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Elongasi

Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Model 8229222.096(a) 20 411461.105 588.914 .000Ulangan 22.244 2 11.122 .016 .984Perlakuan 3351529.546 16 209470.597 299.810 .000Error 23755.058 34 698.678 Total 8252977.154 54

a R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .995)

Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets

Persen Elongasi Duncan a,b

Perlakuan N Subset 1 2 3 4 5 6 A+P10% 3 32.2233 A+P5% 3 35.5567 A+L10% 3 38.8867 A+L5% 3 44.4433 A+P10%+K 3 50.0000 A+L10%+K 3 58.8867 A+L5%+K 3 61.1133 A+P5%+K 3 63.3333 A 3 76.6667 L+L10% 3 350.0000 L+P10% 3 438.8867 L+L5% 3 487.7767 L+P5% 3 494.4433 L+L10%+K 3 583.3333 L+L5%+K 3 591.1100 L+P10%+K 3 611.1100 L+P5%+K 3 613.4433 L 3 693.3300Sig. .087 1.000 1.000 .759 .212 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 698.678. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.

Page 97: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Lampiran 7. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan kuat tarik Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Kuat tarik

Source Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Model 13976.099(a) 20 698.805 945.562 .000 Ulangan 2.760 2 1.380 1.867 .170 Perlakuan 4922.866 16 307.679 416.325 .000 Error 25.127 34 .739 Total 14001.227 54

a R Squared = .998 (Adjusted R Squared = .997) Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets

Kuat tarik (MPa)

Duncan Perlakuan N Subset 1 2 3 4 5 6 L+L10% 3 1.828400 L+P10% 3 2.055400 L+P10%+K 3 2.209400 L+L10%+K 3 2.222900 L+P5% 3 2.252567 L+L5%+K 3 2.291733 L+P5%+K 3 2.662600 L+L5% 3 2.803267 L 3 2.952733 A+P10% 3 17.207133 A+P5% 3 18.881500 A+L10%+K 3 19.832300 A+L5%+K 3 21.277700 A+L10% 3 23.574600 A+L5% 3 24.083933 A+P10%+K 3 24.224467 A+P5%+K 3 24.561667 A 3 27.961433Sig. .181 1.000 .184 1.000 .209 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .739. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.

Page 98: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Lampiran 8. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan WVP

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: WVP

Source

Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Model 57.329(a) 19 3.017 6644.934 .000 Ulangan .000 1 .000 .175 .681 Perlakuan 4.440 16 .278 611.161 .000 Error .008 17 .000 Total 57.337 36

a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Page 99: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Lanjutan Lampiran 8. WVP Duncan

Perlakuan N Subset

1 2 3 4 5 6 7 8 9 A+P10% 2 .769200 A+P10%+K 2 .828050 A+P5% 2 .830950 A+L10% 2 .834350 A+L10%+K 2 .881650 A+L5% 2 .884500 A+P5%+K 2 .887200 A+L5%+K 2 .898950 A 2 .982700 L+P10% 2 1.391400 L+P5% 2 1.440250 L+L10% 2 1.465850 L+L5% 2 1.485500 L+P10%+K 2 1.571100 L+P5%+K 2 1.573450 L+L10%+K 2 1.650300 L+L5%+K 2 1.687500 1.687500L 2 1.731750Sig. 1.000 .783 .466 1.000 1.000 .059 .913 .099 .053

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.

Page 100: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Lampiran 9. Data analisis zona penghambatan edible film terhadap bakteri-bakteri patogen (mm)

Perlakuan Eschericia coli Bacillus cereus Salmonella typhimurium Staphylococcus aureus 1 2 Rataan STDEV 1 2 Rataan STDEV 1 2 Rataan STDEV 1 2 Rataan STDEV

A 2.87 2.86 2.865 0.0071 1.99 2.04 2.015 0.0354 1.99 1.90 1.945 0.0636 1.87 1.92 1.895 0.0354 A+P5% 5.69 5.71 5.700 0.0141 4.52 4.60 4.560 0.0566 2.26 2.14 2.200 0.0849 2.85 2.84 2.845 0.0071 A+P10% 5.85 5.79 5.820 0.0424 4.59 4.60 4.595 0.0071 2.36 2.35 2.355 0.0071 2.88 3.02 2.950 0.0990 A+L5% 3.14 3.22 3.180 0.0566 5.04 5.26 5.150 0.1556 3.82 3.88 3.850 0.0424 3.88 3.95 3.915 0.0495 A+L10% 3.26 3.31 3.285 0.0354 5.29 5.30 5.295 0.0071 3.84 3.93 3.885 0.0636 3.95 3.97 3.960 0.0141 A+P5%+K 6.32 6.45 6.385 0.0919 6.26 6.33 6.295 0.0495 7.16 7.14 7.150 0.0141 6.74 6.73 6.735 0.0071 A+P10%+K 6.38 6.45 6.415 0.0495 6.40 6.38 6.390 0.0141 7.20 7.17 7.185 0.0212 6.80 6.84 6.820 0.0283 A+L5%+K 7.93 7.96 7.945 0.0212 5.71 5.72 5.715 0.0071 5.97 6.09 6.030 0.0849 5.35 5.28 5.315 0.0495 A+L10%+K 8.02 8.08 8.050 0.0424 5.77 5.76 5.765 0.0071 6.82 6.80 6.810 0.0141 5.33 5.32 5.325 0.0071 L 7.73 7.56 7.645 0.1202 10.71 10.70 10.705 0.0071 10.32 10.34 10.330 0.0141 4.64 4.61 4.625 0.0212 L+P5% 10.71 10.64 10.675 0.0495 10.07 10.14 10.105 0.0495 10.90 10.89 10.895 0.0071 5.21 5.19 5.200 0.0141 L+P10% 10.70 10.73 10.715 0.0212 10.15 10.21 10.180 0.0424 11.04 10.97 11.005 0.0495 5.67 5.70 5.685 0.0212 L+L5% 7.18 7.06 7.120 0.0849 10.32 10.29 10.305 0.0212 9.69 9.71 9.700 0.0141 5.72 5.83 5.775 0.0778 L+L10% 7.16 7.08 7.120 0.0566 10.29 10.37 10.330 0.0566 9.83 9.96 9.895 0.0919 6.01 5.85 5.930 0.1131 L+P5%+K 11.08 11.06 11.070 0.0141 13.58 13.61 13.595 0.0212 11.07 11.11 11.090 0.0283 11.27 11.30 11.285 0.0212 L+P10%+K 11.11 11.12 11.115 0.0071 12.46 12.50 12.480 0.0283 11.15 11.13 11.140 0.0141 11.31 11.33 11.320 0.0141 L+L5%+K 8.90 8.78 8.840 0.0849 11.20 11.08 11.140 0.0849 12.30 12.26 12.280 0.0283 12.80 11.32 12.060 1.0465L+L10%+K 10.56 10.65 10.605 0.0636 11.17 11.16 11.165 0.0071 12.32 12.30 12.310 0.0141 11.32 11.30 11.310 0.0141

Page 101: skripsi pengembangan edible film kitosan dengan penambahan

Lampiran 10. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan kadar air

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kadar air

Source Type III Sum of

Squares df Mean

Square F Sig. Model 29926.800(a) 19 1575.095 5689.83

0 .000

Ulangan .354 1 .354 1.279 .274Perlakuan 85.780 16 5.361 19.367 .000Error 4.706 17 .277 Total 29931.506 36

a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000) Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets

Kadar Air (% b.k) Duncan

Perlakuan N Subset 1 2 3 4 5 6 7 8 A 2 26.3360 A+P5% 2 26.5699 26.5699 L+P5% 2 27.3414 27.3414 27.3414 A+P10%+K 2 27.3715 27.3715 27.3715 L+P10%+K 2 27.5979 27.5979 L+L10%+K 2 27.8054 A+P5%+K 2 27.8182 A+L10% 2 28.1984 28.1984 A+L5%+K 2 28.3619 28.3619 28.3619 A+L10%+K 2 28.4719 28.4719 28.4719 28.4719 A+P10% 2 28.5442 28.5442 28.5442 28.5442 L+P5%+K 2 29.3556 29.3556 29.3556 29.3556 L+P10% 2 29.5652 29.5652 29.5652 A+L5% 2 29.6881 29.6881 L+L5%+K 2 30.1695 L 2 30.4984 L+L5% 2 31.9511L+L10% 2 32.4787Sig. .087 .089 .062 .062 .053 .051 .065 .330

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .277. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05