Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PERSALINAN SECTIO CAESAREA
DI RSUD RANTAUPRAPAT TAHUN 2017
FITRI ARYUNI ESTA
P07524516010
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN
JURUSAN KEBIDANAN MEDAN PRODI- IV KEBIDANAN TAHUN 2017
SKRIPSI
FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PERSALINAN SECTIO CAESAREA
DI RSUD RANTAUPRAPAT TAHUN 2017
Sebagai Syarat Menyelesaikan Pendidikan Program Studi
Diploma IV Kebidanan
FITRI ARYUNI ESTA
P07524516010
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN
JURUSAN KEBIDANAN MEDAN PRODI- IV KEBIDANAN TAHUN 2017
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN
JURUSAN D-IV KEBIDANAN
SKRIPSI, 28 Agustus 2017
FITRI ARYUNI ESTA
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA
PERSALINAN SECTIO CAESAREA DI RSUD RANTAUPRAPAT
TAHUN 2017
ix + 53 halaman, 5 table, 2 gambar, 8 lampiran
ABSTRAK
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. Menurut Word Health Organization (WHO)
mengatakan standart rata-rata operasi SC sekitar 5-15%. Angka kematian akibat sectio caesarea adalah sekitar 5,8 per 100.000 persalinan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya persalinan sectio caesarea di RSUD Rantauprapat tahun 2017
Jenis penelitian ini merupakan deskriptif dengan metode cross sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang bersalin di RSUD Rantauprapat dari tanggal 1Januari 2016 – 31 Desember 2016 sebanyak 1.504 orang. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan accidental sampling sebanyak 151 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan persalinan sectio caesarea adalah umur, paritas, riwayat SC, pre-eklampsia,
KPD, gawat janin,partus lama, dan post date. Umur (PR= 1.272, p-value =1,046), Paritas (PR= 1.736, p-value = 0,000), riwayat SC (PR= 1.446, p-value = 0,003), pre-eklampsia (PR= 1.519, p-value = 0,002), KPD (PR= 0,352, p-value = 0,000), gawat janin (PR= 0,101, p-value = 0,000), partus lama (PR= 1,474, p-value =0,012), post date (PR= 0,666, p-value =0,039),
Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara umur, paritas, riwayat SC, pre-eklampsia, KPD, gawat janin, partus lama, post date dengan persalinan sectio caesarea di RSUD Rantauprapat.
Kata Kunci : Sectio Caesarea, Faktor Predisposisi, Faktor Indikasi Medis
Daftar pustaka : 44 (2000-2016)
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN
STUDY PROGRAM D-IV MIDWIFERY
MINOR THESIS, 28 AUGUST 2017
FITRI ARYUNI ESTA
THE FACTORS THAT RELATED THE ACTIONS OF CAESAREAN
SECTION IN THE DISTRICT RANTAUPRAPAT GENERAL HOSPITAL
IN 2017
Viii + 53 pages, 5 tables, 2 figures, 8 sppendixes
ABSTRACT
Sectio caesarea is an artificial birth, in which the fetus is born through an incision in the uterine wall with the condition of the uterus intact and the weight of the fetus above 500 grams. According to the Word Health Organization (WHO) said the average standard operating SC about 5-15%. The mortality rate due to sectio caesarea is about 5.8 per 100,000 deliveries. The purpose of this study was to determine Factors – Factors That Related The Actions Of Caesarean Section In The District Rantauprapat General Hospital In 2017.
The type of this research is descriptive with cross sectional method. The population in this study were all mothers in The District Rantauprapat General Hospital from 1 January 2016 to 31 December 2016 as many as 1,504 people. Sampling technique using accidental sampling as much a 151 people.
The results showed that factors associated with cesarean delivery were at age, parity, history of SC, pre-eclampsia, premature rupture of membranes, fetal distress, labor low, and post date. Age (PR= 1.272, p-value =1,046), parity (PR= 1.736, p-value = 0,000), history of SC (PR= 1.446, p-value = 0,003), pre-eclampsia (PR= 1.519, p-value = 0,002), premature rupture (PR= 0,352, p-value = 0,000), fetal distress (PR= 0,101, p-value = 0,000), labor low (PR= 1,474, p-value =0,012), post date (PR= 0,666, p-value =0,039),
It can be concluded that there is a relationship between at age, parity, history of SC, pre-eclampsia, premature rupture of membrane, fetal distress, labor low,and post date with the actions of cesarean section in The District Rantauprapat General Hospital
Keywords : Sectio Caesarea, Predisposing Factor, Medical Indication Factor
Bibliography : 44 (2000-2016)
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat serta pertolonganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul “ Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya
Persalinan Sectio Caesarea Di RSUD Rantauprapat Tahun 2017” yang disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Saint Terapan di
Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan Program Studi D-IV Alih Jenjang
Kebidanan.
Proses Menyusun Skripsi ini dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan,
arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan
penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Dra. Ida Nurhayati M.Kes, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Medan.
2. Betty Mangkuji, SST, M.Keb, selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Medan.
3. Melva Simatupang SST, M.Keb, selaku Kaprodi D-IV Kebidanan Komunitas
Poltekkes Kemenkes Medan.
4. Yusrawati Hasibuan, SKM, M.Kes, selaku pembimbing yang telah
menyediakan waktu dan memberikan pengetahuan selama proses
penyusunan Skripsi ini.
5. Tri Marini SN, SST, M.Keb, selaku ketua penguji pada seminar Skripsi ini.
6. Elisabeth Surbakti, SKM, M.Kes, selaku anggota penguji pada Skripsi ini.
7. Dr. H.M. Natsir Pohan Sp.B, selaku Direktur RSUD Rantauprapat yang telah
memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di RSUD
Kabupaten Labuhanbatu.
8. Dosen dan Staf Program D-IV Kebidanan Poltekkes Kemenkes Medan yang
telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat selama proses perkuliahan.
9. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta H. Solehuddin dan Hj. Ani
Herawati atas segala dukungan, perhatian, semangat, waktu serta doa yang
terus dipanjatkan kepada penulis sehingga skripsi ini selesai. Orang tua
adalah motivasi terbesar penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Kepada seluruh saudara tercinta yang telah banyak memberikan dorongan,
semangat, kasih saying dan bantuan baik secara moril maupun materil demi
lancarnya penyusunan skripsi ini.
11. Rekan – rekan mahasiswa program studi D-IV Kebidanan angatan pertama
2016, terkhusus sahabat penulis Nurul Azmi, Insyrah Sembiring, Agnes,
Feny Melinda, ibu Rismawani Purba, ibu Sri Armila atas semangat dukungan
serta kebersamaannya selama ini.
12. Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada yang terkasih Ibrahim Syaidi
Harahap SH, atas semangat, motivasi, canda, tawa dan dukungan yang
tidak hentinya diberikan serta doa yang tulus yang terus dipanjatkan kepada
penulis sehingga skripsi ini selesai.
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik
yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Skripsi ini
dengan harapan, semoga Skripsi ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan dan
pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Agustus 2017
Fitri Aryuni Esta
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................ i KATA PENGANTAR ......................................................................... iii DAFTAR ISI ....................................................................................... v DAFTAR TABEL ............................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ........................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ ix BAB I. PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ........................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ...................................................... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 8
A. Kehamilan ....................................................................... 8
B. Persalinan ....................................................................... 9
B1. Persalinan Normal ........................................................... 9
B2. Tanda – Tanda Persalinan .............................................. 9
B3. Persalinan Operatif .......................................................... 10
1. Persalinan Dengan Forceps ........................................ 10
2. Persalinan Dengan Vacum .......................................... 11
B4. Sectio Caesarea .............................................................. 12
1. Sejarah Sectio Caesarea ............................................. 12
2. Pengertian sectio Caesarea ......................................... 13
3. Istilah Dalam Sectio Caesarea ..................................... 13
4. Jenis – Jenis Sectio Caesarea ..................................... 14
5. Indikasi Tindakan Sectio Caesarea .............................. 16
6. Kontra Indikasi Sectio Caesarea .................................. 18
7. Komplikasi Tindakan Sectio Caesarea......................... 18
8. Risiko Sectio Caesarea ............................................... 19
9. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan SC ........ 19
a. Faktor Indikasi Medis ............................................... 19
1. Pre-eklampsia Dan Eklampsia .............................. 19
2. Persalinan Lama ................................................... 21
3. Riwayat SC Sebelumnya (Bekas SC) ................... 21
4. Kehamilan Post Date ............................................ 22
5. Gawat Janin .......................................................... 23
6. Ketuban Pecah Dini (KPD) ................................... 24
7. Malpresentasi Dan Malposisi ................................ 24
b. Faktor Predisposisi .................................................. 25
1. Umur Ibu ............................................................... 25
2. Paritas Ibu ............................................................ 26
C. Kerangka Konsep ............................................................ 29
D. Defenisi Operasional ....................................................... 29
E. Hipotetsis......................................................................... 31
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................ 32
A. Jenis Penelitian......................................................... 32
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian .................................... 32
C. Populasi Dan Sampel Penelitian............................... 32
1. Populasi ................................................................ 32
2. Sampel ................................................................. 32
D. Jenis Dan Pengumpulan Data .................................. 33
E. Pengolahan Dan Analisa Data .................................. 33
1. Pengolahan Data .................................................. 33
2. Analisa Data ......................................................... 34
a. Analisis Univariat .............................................. 34
b. Analisis Bivariat ................................................ 35
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 36
A. Hasil Penelitian ......................................................... 36
1. Analisa Univariat .................................................. 36
2. Analisa Bivariat ..................................................... 38
B. Pembahasan ............................................................ 41
1. Sectio Caesarea ................................................... 41
2. Analisis hubungan faktor predisposisi dengan
tindakan sectio caesarea di RSUD Rantauprapat. 43
3. Analisis hubungan faktor indikasi medis dengan
tindakan sectio caesarea di RSUD Rantauprapat 46
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 53
A. Kesimpulan ............................................................... 53
B. Saran ........................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel D. Defenisi Operasional ................................................................ 28
Tabel A1. Distribusi Frekuensi Tindakan Persalinan pada Ibu yang
melahirkan Di RSUD Rantauprapat Tahun 2017 .............. 36
Tabel A2. Distribusi Frekuensi Faktor Predisposisi Ibu Bersalin
Dengan Sectio Caesarea Di RSUD Rantauprapat Tahun
2017…… ................................................................................. 37
Tabel A3. Distribusi Frekuensi Faktor Indiksi Medis Ibu Bersalin
Dengan Sectio Caesarea Di RSUD Rantauprapat Tahun
2017 .................................................................................. 37
Tabel A4. Hubungan Faktor Predisposisi Ibu Bersalin Dengan Sectio
Caesarea Di RSUD Rantauprapat Tahun 2017 ........................ 38
Tabel A5. Hubungan Faktor Indikasi Medis Ibu Bersalin Dengan Sectio
Caesarea di RSUD Rantauprapat Tahun 2017 ......................... 39
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Teori......................................................................... 27
Gambar 2. Kerangka Konsep ..................................................................... 28
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Pernyataan
Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian dari Jurusan Kebidanan
Lampiran 3 : Surat Balasan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 4 : Master Tabel
Lampiran 5 : Hasil SPSS
Lampiran 6 : Data kunjungan rawat inap ruang bersalin RSUD
Rantauprapat Tahun 2015
Lampiran 7 : Data kunjungan rawat inap ruang bersalin RSUD
Rantauprapat Tahun 2016
Lampiran 8 : Lembar Konsultasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta)
yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir
atau melalui jalan lain, dengan bantuan ataupun tanpa bantuan. Peran penolong
adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi yang terjadi pada ibu dan
janin. Karena itu perlu penatalaksanaan yang terampil dan pengalaman
melahirkan yang baik sehingga dapat mewujudkan persalinan yang sehat dan
memuaskan (Sulistyawati, 2010).
Setiap wanita menginginkan persalinannya berjalan lancar dan dapat
melahirkan bayi yang sempurna. Ada dua cara persalinan, yaitu persalinan lewat
vagina, lebih dikenal dengan persalinan normal atau alami dan persalinan
dengan operasi caesar atau sectio caesarea yaitu dengan tindakan operasi untuk
mengeluarkan bayi dengan malakukan insisi atau pemotongan pada kulit atau
perut, serta rahim ibu (Suririnah, 2008). Sectio caesraea umumnya dilakukan
ketika proses persalinan normal melalui vagina tidak memungkinkan atau karena
adanya indikasi medis maupun non medis. Tindakan medis hanya dilakukan jika
ada masalah pada proses kelahiran yang bisa mengancam nyawa ibu dan janin
(Judhita, 2009)
Persalinan dengan sectio caesarea ditujukan dengan indikasi medis
tertentu yang terbagi atas indikasi untuk ibu dan indikasi untuk bayi. Indikasi
sectio caesarea dari ibu : disproporsi kepala panggul/CPD/FPD, disfungsi
uterus, distosia jaringan lunak, plasenta previa, dan indikasi paa janin : janin
besar, gawat janin, dan letak lintang (Prawirohardjo 2007). Persalinan ini harus
dipahami sebagai alternatif persalinan ketika dilakukan persalinan normal tidak
bisa lagi (Mulyawati, 2010).
Tiga hal yang dapat menyebabkan dilakukannya section caesarea,
pertama adalah kelainan pada ibu, diantaranya daya mengejan ibu lemah, ibu
memiliki penyakit jantung atau penyakit menahun lain yang mempengaruhi
tenaga dan ibu hamil dengan usia lebih dari 35 juga dapat menjadi alasan
tindakan ini. Kedua adalah kelainan pada bayi berupa terlalu besar, bayi
melintang, bayi sungsang, bayi tertekan terlalu lama pada pintu atas panggul,
ataupun diduga akan terjadi trauma persalinan serius pada jalan lahir, atau
adanya infeksi dijalan lahir yang diduga bisa menular ke anak, misalnya
kondiloma sifilitik yang lebar dan pipih (Prawirohardjo, 2007)
Persalinan SC memiliki resiko lima kali lebih besar terjadi komplikasi
dibandingkan persalinan normal. Faktor yang paling banyak adalah faktor
anastesi, pengeluaran darah oleh ibu selama proses operasi, komplikasi penyulit,
endometritis (radang endometrium), trombopleblitis (pembekuan darah pembuluh
balik), embolisme (penyumbatan pembuluh darah) dan pemulihan dan bentuk
letak rahim menjadi tidak sempurna. Komplikasi lain yang dapat bersifat ringan
adalah kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari pada masa nifas. Perencaan
kehamilan kembali juga membutuhkan waktu cukup lama. Pemulihan persalinan
yang berlangsung lama sehingga ibu dapat lebih lama tinggal di rumah sakit, dan
otomatis biayanya semakin mahal. Selain itu karena pemulihannya lebih lama
akibat sayatan yang belum kering dan masih sakit, ibu akan menunda aktifitas
lebih lama dibandingkan dengan ibu yang melahirkan alami. Termasuk hubungan
seksual dan olah raga sehingga penurunan berat badan berlangsung lebih lama,
selain itu seorang ibu yang mengalami SC hanya dibatasi memiliki 3 anak saja.
(Marlina, 2014)
Angka kematian akibat sectio caesarea adalah sekitar 5,8 per 100.000
persalinan. Demikian juga angka kesakitan persalinan dengan sectio caesarea
lebih tinggi, yakni sekitar 27,3 1.000 persalinan, dibandingkan persalinan normal
yang hanya 9 per 1.000 persalinan (Juditha etal, 2009). Untuk kasus karena
infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan persalinan
pervaginam, komplikasi tindakan anastesi sekitar 10% dari angka kematian ibu.
(Farrel, 2010)
Menurut Word Health Organization (WHO) mengatakan standart rata-rata
operasi SC sekitar 5-15%. Bahkan data WHO Global survei on Maternal and
Perinatal Health 2011 menunjukan 46,1% dari seluruh kelahiran dengan SC.
(Marlina, 2014). Pada tahun 2013 AKI didunia sebesar 210 kematian per 100.000
kelahiran hidup, sedangkan di negara berkembang 14 kali lebih tinggi bila
dibandingkan negara maju, yaitu 230 per 100.000 kelahiran (WHO, 2014).
Pembedahan caesarea professional yang pertama dilakukan di Amerika
Serikat pada tahun 1872. Sebelum tahun 1800 sectio caesarea jarang dikerjakan
dan biasanya fatal. Di London dan Edinburgh pada tahun 1877, dan 35
pembedahan caesarea terdapat 33 kematian ibu. Menjelang tahun 1877 sudah
dilaksanakan 71 kali pembedahan caesarea di Amerika Serikat. Angka
mortalitasnya 52 % yang terutama disebabkan oleh infeksi dan perdarahan.
(Harry, 2010)
Angka kematian kasar yang belum dikoreksi di negara Kanada dan
Amerika Serikat kira-kira 30:10.000 sectio caesarea. Pada banyak klinik, angka
ini jauh lebih rendah sampai dibawah 10:10.000. Namun demikian Evrard dan
Gold mendapat resiko kematian pada ibu yang menyertai sectio caesarea adalah
26 kali lebih besar daripada kelahiran pervaginam. Resiko kematian ibu pada
pembedahannya sendiri sebanyak 10 kali lipat. Bertambahnya penggunaan
sectio caesarea untuk melindungi bayi dapat menimbulkan bahaya yang lebih
besar bagi ibu, faktor yang menambah resiko mencakup umur ibu diatas 30
tahun, grandemultiparitas, partus lama, ketuban pecah dini, status sosial
ekonomi yang rendah (Oxorn dan Forte, 2010).
Angka Kematian Ibu di Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan
dengan Negara-negara ASEAN lainnya. Tampak pada tahun 2013 AKI di
Indonesia 190/100.000 kelahiran hidup, Malaysia 29/100.000 kelahiran hidup,
Fhilipina 120/100.000 kelahiran hidup, Thailand 26/100.000 kelahiran hidup
(WHO, 2014). Hal ini masih menjadi masalah sulitnya mencapaian derajat
kesehatan di Indonesia . selama periode tahun 1991 sampai 2007 angka
kematian ibu mengalami penurunan dari 390 menjadi 228 per 100.000 kelahiran
hidup, namun pada tahun 2012 angka kematian ibu melahirkan mengalami
peningkatan mencapai 359/100.000 kelahiran hidup ini menandakan sulit
mencapai target MDGs tahun 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup
(Depkes, 2012)
Di Indonesia angka kejadian sectio caesarea mengalami peningkatan
pada tahun 2000 jumlah ibu bersalin dengan section caesarea 47,22%, tahun
2001 sebesar 45,19 %, tahun 2002 sebesar 47,13%, tahun 2003 sebesar
46,87%, tahun 2004 sebesar 53,2%, tahun 2005 sebesar 51,59%, dan tahun
2006 sebesar 53,68% dan tahun 2007 belum terdapat data yang signifikan
(Grace, 2007). Survei Nasional pada tahun 2009, 921.000 persalinan dengan
sectio dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8% dari seluru persalinan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Suryati Tati (2012) bahwa angka
tindakan operasi caesar di Indonesia sudah melewati batas maksimal standar
WHO yaitu 5-15 %. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010, tingkat persalinan
sectio caesarea di Indonesia 15,3 % sampel dari 20.591 ibu yang melahirkan
dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yang diwawancarai di 33 provinsi. Gambaran
adanya faktor resiko ibu saat melahirkan atau di operasi caesarea adalah 13,4 %
karena ketuban pecah dini, 5,49% preeklampsiaa, 5,14 % perdarahan, 4,40%
karena jalan lahir tertutup, 2,3% karena rahim sobek.
Menurut penelitian (Sitorus, 2007) tentang persalinan sectio caesarea di
rumah sakit pemerintah lebih fokus dengan indikasi medis dimana demand
pelayanan lebih mengandalkan jaminan pelayanan kesehatan masyarakat
(JPKM) dan askes, sedang di rumah sakit swasta ditetapkan oleh wewenang
penuh dokter yang melakukan persalinan sectio caesarea. Di rumah sakit
pemerintah lebih banyak melakukan tindakan preventif sedangkan rumah sakit
swasta cenderung tidak melakukan promotif dan preventif tanpa dukungan
pendanaan pemerintah.
Menurut penelitian (Yaeni, 2013), Emergency dalam persalinan
merupakan tindakan persalinan buatan, salah satu tindakan tersebut adalah
persalinan sectio caesarea (SC). Tetapi di lain pihak persalinan SC
mengakibatkan angka kesakitan ibu dan biaya persalinan semakin tinggi
dibanding dengan persalinan normal. Peningkatan persalinan ini disebabkan
adanya indikasi medis dan indikasi non medis, indikasi non medis tersebut
dipengaruhi oleh umur, pendidikan, sosial budaya dan sosial ekonomi.
Menurut keterangan Hestiantoro (2008) dari departemen Obstetri dan
Ginekologi FKUI/RSCM, meskipun relatif aman, persalinan dengan menjalani
metode bedah caesar tentunya bukannya tanpa resiko. Para ahli menyebutkan,
persalinan dengan bedah caesar terkait dengan kematian ibu tiga kali lebih besar
dibandingkan dengan persalinan normal. Angka kematian langsung akibat
persalinan caesar pun mencapai sebesar 5,8 per 100.000 persalinan. Menurut
Adjie (2007), angka kematian pada operasi caesar adalah 40-80 tiap 100.000
kelahiran hidup. Angka ini menunjukan risiko 25 kali lebih besar dibandingkan
persalinan pervaginam. Malahan untuk kasus karena infeksi mempunyai angka
80 x kali lebih tinggi dibandingkan dengan persalianan pervaginam. Komplikasi
tindakan anastesi sekitar sepuluh persen dari sepuluh angka kematian ibu.
Komplikasi lain yang dapat terjadi saat tindakan operasi caesar dengan frekwensi
diatas sebelas persen antara lain dalah cedera kandung kemih, cedera pada
rahim, cedera pada pembuluh darah, cedera pada usus dan dapat pula cedera
pada bayi. Pada operasi caesar yang direncanakan angka komplikasinya kurang
lebih 4,2 % , operasi caesar darurat kurang dari 19 %.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di RSUD Rantauprapat
Kabupaten Labuhanbatu yang menfasilitasi persalinan dengan sectio caesarea.
Data dari medical record jumlah ibu bersalin dengan tindakan sectio caesarea
pada tahun 2015 sebanyak 721 (49.89%) dari 1445 persalinan, pada tahun 2016
meningkat menjadi 957 (63.63%) dari 1504 persalinan, sehingga terdapat
peningkatan sebanyak 13.74 %.
Berdasarkan data diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Persalinan Sectio
Caesarea di RSUD Rantauprapat Tahun 2016.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Faktor faktor apa saja yang berhubungan dengan terjadinya
persalinan Sectio Caesarea di RSUD Rantauprapat Tahun 2016?”
C. Tujuan Penelitian
C1. Tujuan Umum
Mengetahui Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Persalinan Sectio
Caesarea di RSUD Rantauprapat Tahun 2016.
C2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi faktor indikasi medis (riwayat SC sebelumnya, partus
lama, pre-eklampsia, post date, KPD, dan gawat janin) pada ibu bersalin
dengan persalinan sectio caesarea di RSUD Rantauprapat tahun 2016.
b. Mengetahui distribusi faktor predisposisi (umur dan paritas) pada ibu bersalin
dengan persalinan sectio caesarea di RSUD Rantauprapat tahun 2016.
c. Mengetahui hubungan antara faktor indikasi medis (riwayat SC sebelumnya,
partus lama, pre-eklampsia, post date, KPD, dan gawat janin) pada ibu
bersalin dengan persalinan sectio caesarea di RSUD Rantauprapat tahun
2016.
d. Mengetahui hubungan antara faktor predisposisi (umur dan paritas) pada ibu
bersalin dengan persalinan sectio caesarea di RSUD Rantauprapat tahun
2016.
D. Manfaat Penelitian
D1. Secara Teoritis
Data atau informasi hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai
motivasi tenaga kesehatan demi meningkatkan pelayanan yang berkaitan
pada persalinan sectio caesarea sehingga dapat melakukan pelayanan
kebidanan sesuai kebutuhan ibu bersalin baik dari komunikasi, informasi,
dan edukasi bagi ibu dan keluarga.
D2. Secara Praktis
Data atau informasi penelitian ini dapat dimanfaatkankan petugas
Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat terutama petugas ruang
bersalin dalam hal-hal yang berkaitan pada persalinan sectio caesarea
demi meningkatkan pelayanan rumah sakit serta dapat digunakan untuk
menyusun kebijakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kehamilan
Kehamilan adalah dimana seorang wanita membawa embrio atau fetus di
dalam tubuhnya. Dalam kehamilan dapat terjadi banyak getasi misalnya, dalam
kasus kembar atau triplet (Mulyawati, 2010). Proses kehamilan merupakan
matarantai yang bersinambung dan terdiri dari: ovulasi, migrasi spermatozoa dan
ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus,
pembentukan plasenta, dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm
(Manuaba, 2012).
Kehamilan yang normal akan berlangsung selama 38-40 minggu. Jika
dihitung dengan hitungan hari, kehamilan akan berakhir sesudah 226 hari, atau
38 minggu pasca ovulasi, atau kira-kira 40 minggu dari akhir pertama haid
terakhir, atau 9,5 bulan dalam hitungan kalender
Sel telur yang dibuahi akan membelah menjadi 2 sel, kemudian 4 sel dan
kemudian terus membelah sambil bergerak meninggalkan tuba falopi menuju
rahim. Saat ini, dengan perkiraan kasar terdapat 30 sel hasil pembelahan.
Kumpulan sel tersebut dinamakan morula, dari bahasa Latin yang berarti anggur
Kira-kira 7 hari setelah fertilsasi, morula akan tertanam dilapisan dalam
rahim (endometrium). Kelompok sel tersebut akan semakin matang dan menjadi
blastokista, substansi yang akan menstimulasi terjadinya perubahan dalam tubuh
calon ibu termasuk terhentinya menstruasi (Mulyawati, 2010)
Seorang wanita dapat dipastikan hamil jika pemeriksaan telah melihat
tanda pasti hamil, yaitu : gerakan janin dalam rahim, terlihat/teraba gerakan janin
dan teraba bagian-bagian janin serta denyut jantung janin di dengar dengan
stetoskop Laenec, alat canggih kardiotografi, alat Doppler. Dilihat dengan
ultrasonografi. Pemeriksaan dengan alat canggih, yaitu rontgen untuk melihat
kerangka janin, ultrasonografi (Manuaba, 2012).
B. Persalinan
B1. Pengertian Persalinan
Menurut Manuaba (2012) dan Mochtar (2012), mempunyai persamaan
defenisi dari persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri)
yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir
maupun luar jalan lahir, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).
Persalinan menurut Dep.Kes RI (2004) adalah proses alamiah dimana
terjadi dilatasi serviks, lahirnya bayi dan plasenta dari rahim ibu. Bentuk
persalinan berdasarkan defenisi adalah sebagai berikut :
1. Persalianan Normal
Beberapa pendapat tentang pengertian defenisi persalinan normal yaitu
proses pengeluaran janin yang terjadi cukup bulan (37-42 minggu), lahir
spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18-24
jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saefuddin, 2000).
Bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri atau
proses lahirnya bayi pada LBK (letak belakang kepala) dengan tenaga ibu
sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang
umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (Mochtar, 2012).
2. Persalinan Buatan
Menurut Mochtar (2012) bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari
luar, dapat juga disebut dengan persalinan luar biasa (abnormal) yaitu
persalinan pevaginam dengan bantuan alat-alat atau melalui dinding perut
dengan melalui operasi caesarea. Jenis persalinan pervaginam dengan
banyuan alat-alat :
1. Ekstraksi Vacum
2. Ekstraksi Cunam / Forcep
B2. Tanda -Tanda Persalinan
Tanda – tanda yang akan timbul menjelang persalinan adalah sebagai
berikut (Andriani, 2010) :
1) Timbulnya his persalinan ialah his pembukaan dengan sifatnya sebagai
berikut: nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut bagian depan,
teratur, makin lama makin pendek intervalnya, dan makin kuat intensitanya,
kalau dibawa berjalan bertambah kuat, mempunyai pengaruh pada
pendataran dan atau pembukaan serviks.
2) Keluarnya lendir berdarah dari jalan lahir (show)
3) Dengan pendataran dan pembukaan, lendir dan canalis cervikalis keluar
disertai dengan sedikit darah.
4) Keluarnya cairan banyak dari jalan lahir.
5) Hal ini terjadi kalau ketuban pecah atau selaput janin sobek. Ketuban
biasanya pecah, kalau pembukaan lengkap atau hampir lengkap dan dalam
hal ini keluarnya cairan merupakan tanda yang lamban sekali.
Persalinan yang dianggap normal adalah persalinan dengan beberapa
kriteria, anatara lain : proses keluarnya bayi pada kehamilan cukup bulan, yaitu
antara 37-42 minggu. Jika bayi terpaksa lahir sebelum 37 minggu, hal ini disebut
persalinan prematur atau preterm. Jika bayi lahir diatas 42 minggu, hal ini disebut
persalinan serotinus atau post term. Lahir spontan yaitu kelahiran dengan tenaga
mengejan dari ibu, tanpa bantuan alat apapun, seperti vakum; dengan presentasi
belakang kepala, proses berlangsung antara 12-18 jam, tidak ada komplikasi
atau masalah yang terjadi pada ibu maupun bayinya (Mochtar, 2012).
B3. Persalinan Operatif
1. Persalinan Dengan Forceps
Forcep obstetric merupakan alat yang ditemukan oleh Peter Chamberlen
diciptakan atau dirancang untuk ekstraksi kepala janin. Klasifikasi tindakan forcep
adalah sebagai berikut :
1) Forceps rendah adalah tindakan pemasangan forcep setelah kepala janin
mencapai dasar perineum, sutura sagitalis berada pada diameter
anteroposterior dan kepala janin tampak di introitus vagina.
2) Forceps tengah adalah pemasangan forcep sebelum kriteria pemasanagn
forcep rendah dipenuhi tetapi setelah kepala masuk panggul/engagement.
Diameter biparietalis telah melewati pintu atas panggul dan bagian terbawah
kepala telah mencapai spina ischiadika.
3) Forceps tinggi adalah tindakan melahirkan forcep pada kepala janin belum
mencapai pintu atas panggul, bagian terendah belum mencapai spina
ischiadika . Bahaya trauma pada ibu dan janin besar sekali sehingga
tindakan ini tidak dikerjakan lagi, digantikan oleh operasi caesarea.
Indikasi persalinan dengan forcep dapat dilakukan untuk setiap keadaan
yang mengancam keselamatan ibu dan bayi yang kemungkinan besar bisa
teratasi bila persalinan segera diselesaikan, tanpa meninggalkan trauma.
Indikasi maternal adalah penyakit jantung, edema pulmoner yang akut, partus
yang tidak maju, infeksi intra partum, atau kelelahan dalam peralinan, indikasi
janin mencakup tali pusat menumbung, solsuio plasenta, dan gawat janin
(Oxorn dan Forte, 2010)
Bahaya persalinan dengan forcep pada ibu; robekan vulva, vagina,
cerviks dan perluasan episiotomy, rupture uteri, perdarahan, atonia uteri, trauma
pada vesika urinaria, infeksi traktus genitalis dan fraktura os coccygeus.
Sementara pada bayi dijumpai bahaya seperti cephalthematoma, kerusakan
otak/ perdarahan intracranial, asfiksia pada janin, fraktura tulang kepala serta
paralisis facial (Cunningham, Mcdonald, Gant, 2007)
2. Persalinan Dengan Vacum
Suatu usaha untuk memasang alat traksi yang dilekatkan dengan
penghisapan kepala bayi. kelebihan vacuum ekstraksi bila dibandingkan forcep
yaitu daun forcep terbuat dari bahan baja, akan memakan ruangan dalam vagina.
Dengan vakum ekstraksi menghindari resiko terjepitnya jaringan lunak ibu.
Indikasi vakum adalah persalinan dengan presentasi kepala, kelelahan
ibu, partus macet kala dua, gawat janin ringan, toksomia gravidarum, rupture
uteri mengancam, tidak dapat digunakan untuk presentasi muka (Andriani, 2010).
Keuntungan vacum adalah mangkok vacum dapat dipasang pada stasiun
berapa saja tetapi paling aman saat kepala sudah masuk pintu atas panggul.
Komplikasi persalinan dengan vacum yang berat pada ibu jarang terjadi,
umumnya hanya berupa robekan kecil pada cerviks dan vagina. Pengaruh jelek
lebih banyak menimpa janin serupa dalam macam dan insidensi dengan yang
terjadi pada tindakan forceps. Beberapa komplikasi pada janin yaitu; terjadi
caput, terlihat chepalhematoma, asfiksia dan iritasi pada otak yang berhubungan
dengan jumlah tarikan (Oxorn dan Forte, 2010).
B4. Sectio Caesarea
1. Sejarah Sectio Caesarea
Asal kata saesarea (caesarean) masih belum jelas, tiga penjelasan telah
diajukan:
1. Legenda menyatakan bahwa Julius Caesar dilahirkan dengan cara ini,
karena itu prosedur ini kemudian dikenal dengan nama operasi caesarea.
2. Anggapan yang telah meluas mengatakan bahwa nama operasi ini berasal
dari sebuah hukum Romawi, dibuat oleh Numa Pompillius (abad ke-8 SM),
yang memerintahkan bahwa prosedur inidilakukan pada wanita yang sekarat
pada beberapa minggu terakhir kehamilan dengan harapan bayinya dapat
diselamatkan. Penjelasan ini menyatakan bahwa lex regia ini, demikian
nama hukum ini saat pertama kali disebut, berubah menjadi lex caesarea
dibawah kekaisaran dan dikenal menjadi operasi caesarea. Kata Jerman
Kaisserschnitt (sayatan kaisar) mencerminkan etimologi ini.
3. Kata caesarean berasal dari kata kerja latin sekitar abad pertengahan,
caedere, “memotong” turunan kata yang jelas adalah kata caesura, suatu
potongan atau jeda, dalam bait sajak. Penjelasan kata caesarean inilah yang
tampaknya paling logis, tetapi kapan sebenarnya kata ini pertama kali
diterapkan untuk operasi ini masih belum jelas, karena “seksio” berasal dari
verba Latin seco yang juga berarti “memotong”, maka kata seksio saesarea
tampaknya merupakan pengulangan tanpa menambah kejelasan
(Cunningham, 2005)
Titik balik dalam evolusi sectio caesarea terjadi pada tahun 1882, saat
Max Sanger memperkenalkan penjahitan dinding uterus. Begitu lamanya
tindakan sesederhana penjahitan uterus diabaikan bukan disebabkan oleh
kealpaan tetapi berakar pada kepercayaan yang tertanam dalam bahwan
penjahitan uterus tersebut berlebihan dan berbahaya karena bersumber sebagai
sumber infeksi yang parah. Walaupun introduksi penjahitan uterus mengurangi
angka kematian sectio akibat perdarahan, peritonitis generalisata tetap menjadi
utama penyebab kematian (Cunningham, 2005)
Sampai hari ini, terdapat tiga perkembangan penting dari teknik operasi.
Pertama, perkembangan metode penjahitan rahim dengan benang untuk
menghentikan perdarahan. Kedua, perkembangan dari cara tindakan yang
aseptic dan ketiga perubahan dari insisi atau sayatan melintang pada segmen
bawah rahim. Dengan makin majunya perkembangan ilmu kedokteran, bidang
teknik pembedahan, anestesi, dan perineonatologi, ilmu yang berkaitan dengan
caesarea juga ikut maju pesat (Indiarti dan Wahyudi, 2013).
2. Pengertian Sectio Caesarea
Ada beberapa teori tentang defenisi sectio caesarea, dan masing masing
mempunyai pengertian yang berberda tetapi makna yang sama yaitu : sectio
caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut dan vagina, atau sectio caesarea
adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dalam rahim (mochtar, 2012).
Sectio caesarea adalah suatu persalianan buatan, dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Prawirohardjo, 2007).
3. Istilah dalam Sectio Caesarea
Menurut Mochtar (2012), ada beberapa istilah dalam sectio caesarea
yaitu :
1. Sectio Caesarea Primer (elektif)
Sejak semula telah direncankan bahwa janin akan dilahirkan secara sectio
caesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya, pada panggung
sempit (CV kurang dari 8 cm).
2. Sectio Caesarea Sekunder
Dalam hal ini kita mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan).
Jika tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru
dilakukan sectio caesarea.
3. Sectio Caesarea Ulang (Repeat Caesarean Sectio)
Ibu pada kehamilan yang lalu menjalani sectio caesarean dan pada
kehamilan selanjutnya juga dilakukan sectio caesarea ulang.
4. Sectio Caesarea Histerektomi (Caesarean Sectio Histerektomy)
Suatu operasi yang meliputi pelahiran janin dengan sectio caesarea yang
secara langsung diikuti histerektomi karena suatu indikasi.
5. Operasi Porro (Porro Operation)
Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya
janin sudah mati), dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada
keadaan infeksi rahim yang berat.
Sectio caesarea oleh ahli kebidanan disebut obstetric panacea, yaitu obat
atau terapi ampuh bagi semua obstetri.
4. Jenis Sectio Caesarea
a. Segmen Bawah: Insisi Melintang
Insisi melintang segmen bawah ini merupakan prosedur pilihan. Abdomen
dibuka dan uterus disingkapkan. Lipatan vesicouterina periteoneum (bladder flap)
yang terletak dekat sambungan segmen atas dan bawah uterus ditentukan dan
disayat melintang, lipatan ini dilepaskan dari segmen bawah dan bersama-sama
kandung kemih didororng kebawah serta ditarik agar tidak menutupi lapangan
pandangan. Pada segmen bawah uterus dibuat insisi melintang yang kecil, luka
insisi ini dilebarkan ke samping dengan jari-jari tangan dan berhenti didekat
daerah pembuluh-pembuluh darah uterus.
Kepala janin yang pada sebagian besar kasus terletak dibalik insisi
diekstraksi atau didorong, diikuti oleh bagian tubuh lainnya dan kemudian
plasenta serta selaput ketuban. Insisi melintang tersebut ditutup dengan jalan
jahitan kembali pada dinding uterus sehingga seluruh luka insisi terbungkus dan
tertutup dari rongga peritoneum generalisata. Dinding abdomen ditutup lapis
demi lapis (Oxorn dan Forte, 2012).
Keuntungan dari insisi ini adalah insisi dilakukan pada segmen bawah
uterus, otot tidak dipotong tetapi dipisahkan ke samping, cara ini mengurangi
perdarahan. Lapisan otot yang tipis dari segmen bawah rahim lebih mudah
dirapatkan disbanding segmen atas yang tebal sehingga keseluruhan luak insisi
terbungkus oleh lipatan vesicouterina sehingga mengurangi perembesan ke
dalam cavum peritonia generralisata (Andriani, 2012)
b. Segmen Bawah: Insisi Membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama pada insisi
melintang. Insisi membujur dibuat dengan skapel dan dilebarkan dengan gunting
tumpul untuk menghindari cedera pada bayi.
Insisi membujur mempunyai keuntungan, yaitu kalau perlu luka insisi bisa
diperlebar ke atas. Pelebaran ini diperlukan kalau bayinya besar, pembentukan
segmen bawah jelek, ada malposisi janin seperti letak lintang atau kalau ada
anomaly janin seperti kehamilan kembar yang menyatu (conjoined twins).
Sebagian ahli kebidanan menyukai jenis insisi ini untuk plasenta previa.
Salah satu kerugian utamanya adalah perdarahan dari tepi sayatan yang
lebih banyak karena terpotongnya otot. Juga, sering luka insisi tanpa dikehendaki
meluas ke segmen atas sehingga nilai penutupan retroperitoneal yang lengkap
akan hilang (Oxorn dan Forte, 2010).
c. Sectio Caesarea Klasik
Insisi klasik atau vertical dilakukan ketika terdapat adhesi akibat kelahiran
caesarea sebelumnya, jika janin berada dalam keadaan letak lintang, atau jika
implantasi plasenta terjadi di sebelah anterior.
- Insisi klasik dilakukan lewat abdomen pada uterus atas.
- Jenis insisi ini dapat digunakan pada pasien plasenta previa karena insisi
dapat dilakukan tanpa memotong plsenta.
- Kemungkinan kelahiran pervaginam sesudah kelahiran caesarea pada jenis
insisi ini sangat kecil karena insisi dilakukan pada bagian utama uterus yang
paling aktif melakukan kontraksi (Lockhart dan Saputra, 2014)
d. Sectio Caesarea Extraperitoneal
Pembedahan ini dikerjakan untuk menghindari perlunya histerektomi
pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis
generalisata yang sering bersifat fatal. Ada beberapa metode sectio caesarea
extraperotoneal, seperti metode Waters, Latzko dan Norton.
Teknik pada prosdur ini relative sulit, sering tanpa sengaja masuk ke
dalam vacum peritonei, dan insidensi cedera vesica urineria meningkat.
Perawatan prenatal yang lebih baik, penurunan insidensi kasus yang terlantar,
dan tersedianya darah serta antibiotic telah mengurangi perlunya teknik
extraperitoneal. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap disimpan sebagai
cadangan bagi kasus-kasus tertentu (Oxorn dan Forte, 2010).
e. Histerektomi Caesarea
Pembedahan ini merupakan sectio caesarea yang dilanjutkan dengan
pengeluaran uterus. Kalau mungkin histerektomi harus dikerjakan lengkap
(histerektomi total). Akan tetapi, karena pembedahan subtotal lebih mudah dan
dapat dikerjakan lebih cepat, maka pembedahan subtotal menjadi prosedur
pilihan kalau terdapat perdarahan hebat dan pasiennya shock, atau kalau pasien
dalam keadaan jelek akibat sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus semacam ini,
tujuan pembedahan adalah menyelesaikannya secepat mungkin.
Histerektomi caesarea dilakukan atas indikasi; perdarahan akibat atonia
uteri setelah terapi konservatif gagal, perdarahan yang tidak dapat dikendalikan
pada kasus-kasus plasenta previa dan abruption plsenta tertentu, plasenta
accrete, fibromyoma yang multiple dan luas, pada kasus-kasus yang terlantar
dan terinfeksi kalau resiko peritonitis generalisata tiak dijamin dengan
mempertahankan uterus, misalnya pada seorang ibu yang sudah memiliki
beberapa anak dan tidak ingin menambahnya lagi.
Sebagai suatu metode strerilisasi, prosedur ini memiliki beberapa
keuntungan tertentu dibandingkan dengan pengikatan tuba, yaitu termasuk
angka kegagalan yang lebih rendah dan pengeluaran organ yang kemudian hari
bisa menimbulkan kesulitan. Namun demikian, komplikasi histerektomi caesarea
cukup banyak sehingga prosedur ini tidak dianjurkan sebagai prosedur rutin
strelisasi (Oxorn dan Forte, 2010).
5. Indikasi Tindakan Sectio Caesarea
Indikasi sectio caesarea bisa indikasi absolut atau relatif. Setiap keadaan
yang membuat kelahiran lewat jalan lahir tidak mungkin terlaksana merupakan
indikasi absolut untuk sectio abdominal. Di antaranya adalah kesempitan panggul
yang sangat berat dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi
relatif, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi keadaan adalah sedemikian
rupa sehingga kelahiran lewat sectio caesarea akan lebih aman bagi ibu, anak
atau pun keduanya (Oxorn dan Forte, 2010).
Dibawah ini adalah indikasi dilakukannya sectio caesarea :
1. Indikasi menurut Lockhart dan saputra (2014)
a. Postmaturitas (kehamilan lebih dari 42 minggu) yang dapat
menyebabkan insufisiensi plasenta atau gangguan janin.
b. Ketuban pecah dini yang dapat meningkatkan risiko infeksi intrauteri
c. Hipertensi gestasional yang dapat bertambah parah
d. Isoimunisasi Rh yang dapat menyebabkan eritroblastosis fetalis
e. Diabetes maternal yang dapat menimbulkan kematian janin akibat
insufiensi plasenta
f. Koriomnionitis
g. Kematian janin
2. Indikasi menurut Manuaba (2012)
a. Plasenta previa sentralis/lateralis
b. Panggul sempit
c. Disproporsi sepalo pelvic
d. Ruptura Uteri mengancam
e. Partus lama
f. Distosia Serviks
g. Malpresentasi janin: letak lintang, letak bokong, presentasi ganda,
gamelli (anak pertama letak lintang), locking of the twins.
h. Distosia karena tumor
i. Gawat janin
j. Indikasi lainnya
Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar sectio caesarea
adalah:
a. Prolong labour sampai Neglected labour
b. Rupture uteri imminens
c. Fetal distress
d. Janin besar melebihi 4000 gram
e. Perdarahan ante partum
Indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan sectio
caesarea adalah:
a. Tindakan sectio caesarea pada letak sungsang
b. Sectio caesarea berulang
c. Kehamilan prematuritas
d. Kehamilan dengan resiko tinggi
e. Pada kehamilan ganda
f. Kehamilan dengan pre-eklampsia dan eklampsia
g. Konsep well born baby dan well health mother dengan oerientasi
persalinan spontan, outlet forcep/vacum.
6. Kontra Indikasi Sectio Caesarea
Dalam praktek kebidanan modern, tidak ada kontra indikasi tegas
terhadap sectio caesarea, namun demikian sectio caesarea jarang dilakukan bila
keadaan-keadaan sebagai berikut (Cunningham, 2005) :
1. Janin mati
2. Terlalu prematur untuk bertahan hidup
3. Ada infeksi pada dinding abdomen
4. Anemia berat yang belum diatasi
5. Kelainan kongenital
6. Tidak ada / kurang sarana / fasilitas / kemampuan
7. Komplikasi Tindakan Sectio Caesarea
Beberapa komplikasi yang paling banyak dari operasi adalah akibat
tindakan anetesi, jumlah darah yang dikeluarkan oleh ibu selama operasi
berlangsung, komplikasi penyulit, endometriosis (radang endometrium),
tromboplebitis (pembekuan darah pembuluh balik), embolisme (penyumbatan
pembuluh darah paru-paru), dan perubahan bentuk serta letak rahim menjadi
tidak sempurna (Prawirohardjo, 2008). Dalam bukunya Harry Oxorn dan William
Forte menyebutkan beberapa kompliasi yang serius pasca tindakan SC adalah
perdarahan karena atonia uteri, pelebaran insisi uterus, kesulitan mengeluarkan
plasenta, hematoma ligamentum latum (broad ligament). Selain itu infeksi pada
traktus genitalia, pada insisi, traktrus urinaria, pada paru-paru dan traktus
respiratorius atas. Komplikasi lain yang bersifat ringan adalah kenaikan suhu
tubuh selama beberapa hari selama masa nifas. Ada beberapa komplikasi
persalinan dengan sectio caesarea yang terjadi pada ibu dan atau anak sebagai
berikut :
1. Pada ibu yaitu terjadi infeksi puerperal, perdarahan dan komplikasi lain
seperti luka kandung kencing, embolisme paru, dan sebagainya jarang
terjadi.
2. Pada anak seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan
sectio caesarea banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk
melakukan sectio caesarea. Menurut statistic di negara-negara dengan
pengawasan antenatal dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca
sectio caesarea berkisar antara 4 dan 7 % (Wiknyosastro, 2007).
8. Risiko Sectio Caesarea
Menurut Simkin yang dikutip dari Razauna (2013) dibawah ini terdapat
beberapa risiko bedah caesarea adalah :
a. Masalah yang muncul akibat bius yang digunakan dalam pembedahan dan
obat-obatan penghilang nyeri sesudah bedah caesarea.
b. Peningkatan insidensi infeksi dan kebutuhan akan antibiotika.
c. Perdarahan yang lebih berat dan peningkatan risiko perdarahan yang dapat
menimbulkan anemia atau memerlukan tranfusi darah.
d. Rawat inap yang lebih lama, yang meningkatkan biaya persalinan.
e. Nyeri pasca bedah yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-
bulan dan membuat anda sulit merawat diri sendiri, merawat bayi dan kakak-
kakaknya.
f. Risiko timbulnya masalah dari jaringan parut atau perlekatan di dalam perut.
g. Kemungkinan cederanya organ-organ lain (usus besar atau kandung kemih)
dan risiko pembentukan bekuan darah dan kaki dan daerah panggul.
h. Peningkatan risiko masalah pernafasan dan temperatur untuk bayi baru lahir.
i. Tingkat kemandulan yang lebih tinggi dibanding pada wanita dengan
melahirkan lewat vagina.
j. Peningkatan risiko plasenta pervia atau plasenta yang tertahan pada hamil
yang berikutnya.
k. Peningkatan kemungkinan harus dilakukannya bedah caesarea pada
kehamilan berikutnya.
9. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Sectio Caesarea
a. Faktor Indikasi Medis
1. Pre-eklampsia dan Eklampsia
Pre-eklampsia (toksemia) adalah peningkatan tekanan darah pada saat
hamil, pembengkakan tubuh terutama bagian muka dan tangan, peningkatan
tekanan darah secara tiba-tiba, dan kadar protein yang tinggi pada urin
merupakan gejalanya. Pre-eklampsia cenderung terjadi pada wanita dengan
kehamilan pertama kali, wanita hamil berusia 35 tahun, hamil kembar, menderita
diabetes, tekanan darah tinggi, dan gangguan ginjal. Faktor genetis juga memiliki
kecenderungan terkena gangguan ini (Indiarti dan Wahyudi, 2013).
Gejala klinik pre-eklampsia ringan (Indiarti dan wahyudi, 2013) :
1. Tekanan darah sekitar 140/90 atau kenaikan tekanan darah 30 mmHg untuk
sistolik atau 15 mmHg untuk distolik dengan interval pengukuran selama 6
jam.
2. Terdapat pengeluaran protein dalam urine 0,3 g/liter atau kualitatif +1 - +2
3. Edema (bengkak kaki, tangan atau lainnya)
4. Kenaikan berat badan lebih dari 1 kg/minggu
Gejala pre-eklampsia berat (kelanjutan pre-eklampsia ringan):
1. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
2. Pengeluaran protein dalam urine lebih dari 5 gram/24 jam.
3. Terjadi penurunan produksi produksi urine kurang dari 400 cc/24 jam.
4. Terdapat edema paru dan sianosis (kebiruan) dan terasa sesak napas.
5. Terdapat gejala subjektif (sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri di
daerah perut atas).
Pre-eklampsia berat dan Eklampsia dapat menyebabkan komplikasi
kematian ibu dan janin. Untuk mencegah hal tersebut, maka upaya yang
dilakukan adalah dengan segera mengakhiri kehamilan. Untuk menjamin
keselamatan ibu dan janin maka induksi dan atau melalui sectio caesarea
menjadi indikasi profilaksis ibu untuk mengakhiri kehamilannya (Manuaba, 2012).
Sementara pada ibu yang dilakukan tindakan sectio caesarea karena eklampsia
yakni keracunan kehamilan yang mengakibatkan kejang, maka dalam kasus ini
risiko kematian janin atau ibu akan tinggi jika dilakukan persalinan normal
(Indiarti,dan Wahyudi, 2013)
Menurut teori diet ibu hamil, kebutuhan kalsium ibu hamil cukup tinggi
untuk pembentukan tulang dan organ lain janin, yaitu : 2-2,5 g/hari. Bila terjadi
kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan dikuras untuk memenuhi kebutuhan
sehingga terjadi kekurangan dari jaringan otot. Minyak ikan banyak mengandung
asam lemak tak-jenuh sehingga dapat menghindari dan menghambat
pembentukan tromboksan dan mengurangi aktivitas trombosit. Oleh karena itu,
minyak ikan dapat menurunkan kejadian pre-ekklampsia/eklampsia. Diduga
minyak ikan mengandung kalsium yang berfungsi dalam menimbulkan
peningkatan kontraksi otot jantung sehingga dapat mempertahankan volume
kuncup jantung dan tekanan darah dapat dipertahankan (Andriani, 2010)
2. Persalinan Lama
Persalinan lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam
pada primi dan lebih dari 18 jam pada multi. Persalinan lama ditandai dengan
fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa
kelahiran bayi, dan dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf.
Partus lama disebut juga distosia, di definisikan sebagai persalinan
abnormal/sulit (Karlina, Ermalinda dan Pratiwi, 2016)
Persalinan lama (partus lama) dikaitkan dengan His yang masih kurang
dari normal sehingga tahanan jalur lahir yang normal tidak dapat diatasi dengan
baik karena durasinya tidak terlalu lama, frekuensinya masih jarang, tidak
terjadinya koordinasi kekuatan, keduanya tidak cukup untuk mengatasi tahanan
jalan lahir tersebut (Manuaba, 2012).
Pecahnya ketuban dengan adanya cerviks yang matang dan kontraksi
yang kuat tidak pernah memperpanjang persalinan. Akan tetapi, bila kantong
ketuban pecah pada saat cerviks masih panjang, keras, dan menutup, maka
sebelum dimulainya proses persalinan sering terdapat periode laten yang lama.
Kerja uterus yang tidak efisien mencakup ketidakmampuan cervix untuk
membuka secara lancar dan cepat disamping kontraksi rahim yang tidak efektif
(Oxorn dan Forte, 2010). Dalam hal ini tindakan SC dengan indikasi partus
lama/tak maju adalah suatu persalinan buatan yang sangat dianjurkan, dimana
janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim karena
ketiadaan kemajuan dalam dilatasi serviks, atau penurunan dari bagian yang
masuk selama persalinan yang aktif ( Purnamasari, 2012).
Prinsip penanganan persalinan lama adalah menilai keadaan umum
wanita tersebut termasuk tanda vital dan tingkat hidrasinya, periksa denyut
jantung janin jika terdapat gawat janin maka lakukan sectio caesarea, kecuali jika
syarat-syaratnya dipenuhi, lakukan ekstraksi vacum atau forceps (Andriani,
2010).
3. Riwayat SC Sebelumnya (Bekas SC)
Satu-satunya alasan yang paling lazim untuk melakukan bedah caesarea
tetap karena ibu pernah menjalani bedah caesarea sebelumnya. Alasan ini tentu
saja tidak sesuai dengan ketiga kategori Dr. Marx. Walaupun alasan bahwa anda
menjalani bedah caesarea sebelumnya mungkin merupakan alasan yang cukup
baik untuk menjalani bedah caesarea berikutnya, dengan sendirinya alasan ini
tak lagi dianggap sebagai alasan medis yang baik. (Mulyawati, 2010)
. Setiap wanita yang pernah mengalami kelahiran caesarea harus
mempertimbangkan risiko dan manfaat dalam memutuskan antara percobaan
persalinan atau mengulangi kelahiran caesarea elektif. Masalah utama terkait
dengan kelahiran pervaginam setelah kelahiran caesarea (vaginal birth after
caesarean birth, VBAC) adalah risiko rupture uterus yang kasusnya terhitung
sekitar 1 % (Dutton, Densmore, dan Turner, 2010)
Risiko komplikasi pada ibu meningkat sejalan dengan semakin
banyaknya jumlah persalinan cesarea yang pernah dilakukan, terutama risiko
terjadinya plasenta previa dan rupture uterus pada kehamilan berikutnya. Adanya
komplikasi akibat persalinan caesarea sebelumnya mengakibatkan ibu harus
melakukan persalinan secara bedah caesarea (Dewi, 2015).
4. Kehamilan Post Date
Kehamilan post date atau kehamilan lewat waktu ialah kehamilan yang
umurnya lebih dari 42 minggu. Kehamilan post date adalah kehamilan yang
melewati 294 hari atau 42 minggu lengkap. Diagnosa usia kehamilan lebih dari
42 minggu didapatkan dari perhitungan seperti rumus neagle atau dengan fundus
uteri serial (Sujiyatini, 2009).
Di Indonesia diagnosis kehamilan serotinus (postterm) sangat sulit karena
kebanyakan ibu tidak mengetahui tanggal haid yang terakhir secara tepat.
Diagnosis yang baik hanya dapat kalau pasien memeriksakan diri sejak
permulaan kehamilan.
Menurut Wijayarini yang dikutip dari Nabia Wahid (2013), patofisiologi
kehamilan serotinus meliputi bayi yang sangat besar dan akan mengakibatkan
trauma lahir atau apabila bayinya kecil karena pada saat kehamilannya
kekurangan nutrisi dan akibat penuaan plasenta atau disfungsi plasenta dan
penurunan cairan amnion
Pertolongan persalinan diluar rumah sakit sangat berbahaya karena setiap
saat dapat memerlukan tindakan operasi. Bahayanya adalah janin dapat
meninggal mendadak intrauterine, mengalami kesulitan saat pertolongan
persalinan karena bahu terlalu besar (persalinan distosia bahu). Oleh karena itu
bidan hendaknya melakukan rujukan untuk melakukan pertolongan yang lebih
baik (Andriani, 2010).
Adapun penatalaksanaan kehamilan serotinus menurut Nabila Wahid
(2013) adalah sebagai berikut :
1. Setelah usia kehamilan > 40 minggu yang penting adalah monitoring janin
sebaik-baiknya.
2. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan
dapat ditunggu dengan pengawasan ketat, menurut Dr. Taufan (2012)
3. Bishop score yaitu suatu cara untuk menilai kematangan serviks dan
responnya terhadap suatu induksi persalinan, karena telah diketahui bawah
serviks bishop score rendah artinya serviks belum matang dan memberikan
angka kegagalan yang lebih tinggi disbanding serviks yang matang.
4. Dilakukan sectio caesarea, jika gawat janin (deselerasi lambat, pewarnaan
mekonium), gerakan janin abnormal (<5 kali / 20 menit), contraction stress
test (CST), berat badan > 4000 gr, malposisi, malpresentasi, partus > 18 jam
bayi belum lahir.
5. Dilakukan vakum ekstraksi, jika pembukaan minimal 5, ketuban negatif atau
dipecahkan, anak hidup, letak kepala atau bokong, penurunan minimal
Hodge II, his dan reflek mengejan yang baik
5. Gawat janin
Gawat janin adalah keadaan/reaksi ketika janin tidak memperoleh oksigen
yang cukup. Gawat janin dapat diketahui dari tanda-tanda sebagai berikut
(Karlina,Ermalinda, dan Pratiwi, 2016):
Frekwensi bunyi jantung janin kurang dari 100 x/menit atau lebih dari 180
x/menit.
Berkurangnya gerakan janin (janin normal bergerak lebih dari 10 kali per
hari)
Adanya air ketuban bercampur mekonium, warna kehijauan.
Fetal distress mengacu pada gangguan janin yang mengakibatkan
keadaan stress yang patologis dan potensial membawa kematian janin (Lockhart
dan Saputra, 2014). Fetal distress atau gawat janin merupakan asfiksia janin
yang progresif yang dapat menimbulkan berbagai dampak seperti dekompresi
dan gangguan sistem saraf pusat serta kematian. Jika serviks telah berdilatasi
dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 diatas symphisis pubis, atau bagian teratas
tulang, lakukan persalinan dengan ekstraksi vacum ataupun forceps. Jika serviks
tidak berdilatasi penuh dan kepala janin berada lebih 1/5 atas diatas symphisis
pubis, maka lakukan persalinan dengan sectio caesarea, karena bahaya janin
meninggal dalam kandungan. Sikap bidan adalah melakukan konsultasi dengan
dokter pengawasnya dan segera melakukan rujukan sehingga janin dapat
diselamatkan dengan tindakan operasi (Andriani, 2010).
6. Ketuban Pecah Dini (KPD)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapatnya tanda
persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan.
Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut “kejadian
ketuban pecah dini” (periode laten)
Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar
dan ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi asenden.
Salah satu fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas
dunia luar dan ruangan dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi.
Makin lama periode laten, main besar kemungkinan infeksi dalam rahim,
persalinan prematuritas dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan
kematian ibu dan bayi atau janin dalam rahim (Manuaba, 2012).
Dalam hal ini bidan dengan bijaksana melakukan intervensi apabila
ditunggu belum ada tanda akan terjadi persalinan segera lakukan rujukan ke
rumah sakit yang dapat melakukan intervensi khusus. Bila mungkin berikan
antibiotik untuk menghindari kemungkinan infeksi. Bidan jangan terlalu sering
melakukan periksa dalam karena akan menambah beratnya infeksi (Andriani,
2010).
7. Malpresentasi dan Malposisi
Malpresentasi adalah bagian terendah janin yang berada di segmen
bawah rahim, bukan belakang kepala. Malposisi adalah petunjuk (presenting
part) tidak berada di anterior (Prawirohardjo, 2008). Partus lama pada presentasi
bokong merupakan indikasi untuk melakukan sectio caesarea sementara pada
letak lintang bila ketuban utuh lakukan versi luar dan bila ada kontra indikasi versi
luar lakukan sectio caesarea.
Komplikasi persalinan letak sungsang meliputi morbiditas dan mortalitas
bayi yang tinggi, dapat menurunkan IQ bayi. Komplikasi segera pada ibu meliputi
perdarahan, trauma persalinan, infeksi. Sedangkan komplikasi pada bayi meliputi
perdarahan (intra kranial, asfeksia, aspirasi air ketuban), infeksi pascapartus
(meningitis dan infeksi lain), trauma persalinan yang meliputi kerusakan alat vital
di daerah medulla oblongata, trauma ekstremitas (dislokasi persendian dan
fraktur ekstremitas), dan trauma alat visera (rupture hati dan limpa) (Andriani,
2010).
b. Faktor Predisposisi
1. Umur Ibu
Umur ibu turut menentukan kesehatan maternal dan sangat berhubungan
erat dengan kondisi kehamilan, persalinan, dan nifas serta bayinya. Usia ibu
hamil yang terlalu muda atau terlalu tua (≤ 20 tahun dan ≥ 35 tahun) merupakan
faktor penyulit kehamilan, sebab ibu yang hamil terlalu muda, keadaan tubuhnya
belum siap menghadapi kehamilan, persalinan, dan nifas serta merawat bayinya,
sedangkan ibu yang usianya 35 tahun atau lebih akan menghadapi risiko seperti
kelainan bawaan atau penyulit pada waktu persalinan yang disebabkan oleh
karena jaringan otot rahim kurang baik untuk menerima kehamilan. proses
reproduksi sebaiknya berlangsung pada ibu berumur antara 20 hingga 34 tahun
karena jarang terjadi penyulit kehamilan dan juga persalinan (Prawirohardjo,
2010).
Pada usia kurang dari 20 tahun rahim dan panggul ibu belum
berkembang dengan baik. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan persalinan.
Kehamilan pada usia muda berpengaruh terhadap terjadinya keracunan
kehamilan (pre-eklampsi dan eklampsi) (Depkes, 1998).
Menurut Rochjati yang dikutip dari Kebutuhan pertolongan medik yang
dilakukan adalah:
1. Perawatan kehamilan teratur agar dapat ditemukan penyakit atau faktor
risiko lain secara dini dan mendapat pengobatan.
2. Pertolongan persalinan membutuhkan tindakan sectio caesarea
Pertambahan umur akan diikuti oleh perubahan perkembangan organ-
organ dalam rongga pelvis. Keadaan tersebut akan mempengaruhi kehidupan
janin dalam kandungan. Pada wanita usia muda organ –organ reproduksi belum
sempurna secara keseluruhan dan status kejiwaan yang belum bersedia sebagai
ibu (Jumiarni, 2003)
Di Indonesia perkawinan usia muda cukup tinggi, terutama di daerah
pedesaan. Perkawinan usia muda biasanya tidak disertai dengan persiapan
pengetahuan reproduksi yang matang dan tidak pula disertai kemampuan
mengakses pelayanan kesehatan karena peristiwa hamil dan melahirkan belum
dianggap sebagai suatu keadaan yang harus dikonsultasikan ke tenaga
kesehatan. Masih banyak terjadi perkawinan, kehamilan dan persalinan diluar
kurun waktu reproduksi yang sehat terutama pada usia muda. Resiko kematian
pada kelompok umur dibawah 20 tahun dan pada kelompok umur diatas 35
tahun adalah 3 kali lebih tinggi dari kelompok umur reproduksi sehat yaitu 20 - 34
tahun (Mochtar, 2012).
2. Paritas Ibu
Paritas menunjukan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai
batas viabilitas dan tidak melihat janinnya hidup atau mati saat dilahirkan serta
tanpa mengingat jumlah anaknya. Artinya kelahiran kembar tiga hanya dihitung
satu paritas (Oxorn dan Forte, 2010). Paritas dikategorikan menjadi 4 kelompok
yaitu (Mochtar, 2012):
a. Nulipara adalah ibu dengan paritas 0
b. Primipara adalah ibu dengan paritas 1
c. Multipara adalah ibu dengan paritas 2-5
d. Grandemultipara adalah ibu dengan paritas >5
Menurut Rochjati (2003) paritas berpengaruh pada ketahanan uterus.
Pada grande multipara yaitu ibu dengan kehamilan/melahirkan 4 kali atau lebih
merupakan risiko persalinan patologis. Keadaan kesehatan yang sering
ditemukan pada ibu grande multipara adalah :
1. Kesehatan terganggu karena anemia dan kurang gizi
2. Kekendoran pada dinding perut
3. Tampak ibu dan perut menggantung
4. Kekendoran dinding rahim
Bahaya yang dapat terjadi pada kelompok ini adalah:
1. Kelainan letak dan persalinan letak lintang
2. Robekan rahim pada kelainan letak lintang
3. Persalinan lama
4. Perdarahan pasca persalinan
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut pedarahan
pasca persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu
dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pasca
persalinan lebih tinggi. Pada paritas rendah (paritas satu) ketidak-siapan seorang
ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab
ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi selama
kehamilan dan persalinan (Riri Wijaya, 2008).
Wanita di Negara berkembang mempunyai risiko 100 atau 200 kali lebih
besar untuk meninggal saat hamil atau melahirkan dibanding wanita di Negara
maju. Angka ini tidak sepenuhnya menggambarkan besarnya resiko yang
dihadapi wanita di Negara berkembang karena wanita di Asia dan Afrika rata-rata
mempunyai anak 4-6 dibanding dengan Negara Eropa yang hanya dua anak
atau kurang. Dengan demikian resiko untuk meninggal wanita di Negara
berkembang waktu hamil dan melahirkan bekisar 1:50 sampai 1:14 dan ini
sangat mencolok perbedaannya dengan Negara maju yang hanya satu dalam
beberapa ribu (Oxorn dan Forte, 2010).
Gambar 1. Kerangka Teori (Manuaba, 2012)
SECTIO CAESAREA (SC)
Indikasi Sc (1960) well born baby Indikasi klinis:
SC letak sungsang
SC perdarahan antepartum
Kehamilan prematuritas
Kehamilan resiko tinggi
Kehamilan ganda
Pre-eklampsia/eklampsia
Kegagalan induksi
Sectio berulang
Lain-lain: permintaan SC
Indikasi Klasik
Prolong/negledted labour
Gawat janin
Berat badan bayi 4000 gr
Faktor Pendukung Sectio Caesarea
Kemampuan teknik operasi
Anestesia
Antibiotik bervariasi
Keseimbangan elektrolit
Transfusi darah
Perawatan pasca operasi lebih tinggi Ternyata SC dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
Upaya Menurunkan Tindakan Sectio Caesarea
Memberikan kesempatan pasien SC sebelumnya mengalami persalinan pervagina
Evaluasi periodik indikasi
Mempertajam indikasi sectio untuk meningkatkan tanggung jawab moral professional
Meningkatkan honor persalinan per vagina
Liberasisasi Sectio Caesarea
Tindakan SC di atas 20% perlu dilakukan evaluasi
Beberapa klinik SC dapat melebihi 30%
Well Born Baby dan Well Health Mother
mempertinggi kemampuan profesional (pertajam indikasi sectio caesarea, persalinan bayi dalam waktu 2 menit dan hindri hipoglikemia)
Menempatkan sectio caesarea tindakan paling konservatif dalam obstetri
C. Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah
berdasarkan tujuan penelitian yaitu diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan
dengan terjadinya persalinan sectio caesarea di RSUD Rantauprapat Tahun
2017. Variabel yang akan diteliti adalah variabel diperkirakan akan sangat
mempengaruhi tindakan sectio caesarea. Hal tersebut dapat dilihat pada skema
berikut ini:
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2. Kerangka Konsep
D. Defenisi Operasional
no Nama
Variabel
Defenisi
Oprasional Cara ukur
Alat
Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
1. Umur Ibu Umur Ibu yang
tercatat saat
masuk rumah
sakit untuk
Penelusuran
informasi
rekam medis
Check
list
1. Tidak berisiko
: 21-34 tahun.
0. Berisiko : ≤ 20
≥ 35 tahun
Ordinal
Faktor Predisposisi
Umur Ibu
Paritas Ibu
Faktor Indikasi Medis
Riwayat SC Sebelumnya
Partus Lama
Pre-eklampsia/eklampsia
Post date
KPD
Gawat Janin
Sectio Caesarea
medapatkan
pelayanan
2. Paritas Jumlah seluruh
persalinan yang
dialami ibu
Penelusuran
informasi
rekam medis
Check
list
1. Tidak berisiko
: paritas 1 - 3
0. Berisiko :
paritas 0 dan ≥
4
Ordinal
3. Riwayat SC
Sebelumnya
Ibu pernah
menjalani
kelahiran
dengan insisi
abdomen pada
persalinan
sebelumnya
Penelusuran
informasi
rekam medis
Check
list
0. Ya
1. Tidak
Ordinal
4. Partus
Lama
Persalinan yang
berlangsung
lebih dari 12 jam
tanpa kelahiran
bayi
Penelusuran
informasi
rekam medis
Check
list
0. Ya
1. Tidak
Ordinal
5. Pre-
eklampsia/
Eklampsia
Timbulnya dua
atau tiga trias
hipertensi,
edema dan
proteinuria pada
kehamilan 20
minggu atau
lebih
Penelusuran
informasi
rekam medis
Check
list
0. Ya
1. Tidak
Ordinal
6. Post Date Umur kehamilan
yang berkisar
42 sampai 44
minggu
Penelusuran
informasi
rekam medis
Check
list
0. Ya
1. Tidak
Ordinal
7. KPD Pecahnya
ketuban
Penelusuran
informasi
Check
list
0. Ya
1. Tidak
Ordinal
sebelum proses
persalinan
belangsung
rekam medis
8. Gawat Janin Suatu keadaan
yang
menunjukan
adanya bahaya
yang dapat
mengancam
keselamatan
bayi
Penelusuran
informasi
rekam medis
Check
list
0. Ya
1. Tidak
Ordinal
9 Sectio
Caesarea
Suatu tindakan
pembedahan
pada perut ibu
untuk
membantu
kelahiran bayi
Penelusuran
informasi
rekam medis
Check
list
0. Dilakukan
Sectio
Caesarea
1. Tidak
dilakukan
Sectio
Caesarea
Ordinal
E. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara peneliti terhadap penelitian yang
akan dilakukan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian sectio caesarea di RSUD
Rantauprapat tahun 2017
2. Ada hubungan antara paritas ibu dengan kejadian sectio caesarea di RSUD
Rantauprapat tahun 2017
3. Ada hubungan antara riwayat SC sebelumnya dengan kejadian sectio
caesarea di RSUD Rantauprapat tahun 2016
4. Ada hubungan antara partus lama dengan kejadian sectio caesarea di
RSUD Rantauprapat tahun 2016
5. Ada hubungan antara pre-eklampsia/eklampsia dengan kejadian sectio
caesarea di RSUD Rantauprapat tahun 2016
6. Ada hubungan antara post date dengan kejadian sectio caesarea di RSUD
Rantauprapat tahun 2016
7. Ada hubungan antara gawat janin dengan kejadian sectio caesarea di RSUD
Rantauprapat tahun 2016
8. Ada hubungan antara KPD dengan kejadian sectio caesarea di RSUD
Rantauprapat tahun 2016
BAB III
METODE PENELITIAN
A Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan cross
sectional yaitu penelitian yang memberikan informasi mengenai situasi yang ada
dimana pengukuran seluruh variabel diamati pada saat yang bersamaan pada
waktu penelitian berlangsung.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat
Kabupaten Labuhanbatu dengan menggunakan data rekam medik dari pasien
yang melahirkan selama periode 1 Januari 2016 sampai 31 Desember 2016.
Penelitian sendiri dilakukan pada bulan April – Juni 2017.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang melakukan
persalinan di RSUD Rantauprapat dari tanggal 01 Januari 2016 sampai 31
Desember 2016 yang berjumlah 1504 orang.
2. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi. Apabila populasi kurang dari 100 orang, maka sebaiknya diambil
keseluruhan dari populasi. Tetapi jika jumlah subyeknya besar dapat diambil
antara 10-15% atau 20-25% atau lebih (Arikunto, 2010)
Sampel dalam penelitian ini diambil sebebsar 10% dari jumlah
keseluruhan populasi, yang dapat dilihat dari rumus dibawah ini :
Dari perhitungan dengan menggunakan rumus diatas didapatkan sampel
sebanyak 151 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sistematik
(systematic random sampling). Caranya membagi jumlah populasi kasus dengan
jumlah sampel yang diinginkan, hasilnya adalah interval sampel.
N (jumlah populasi) : 1504 orang (No. 1, 2, 3, …..1504)
n (sampel) : 151
I (intervalnya) : 1504 : 151 = 9,9 = 10
Maka anggota populasi yang terkena sampel adalah setiap kasus yang
mempunyai nomor kelipatan 10. Dan dilakukan acak 1-10 kemudian yang
didapat angka 9, maka dimulai dari angka 9 yaitu 9, 19, 29, dan seterusnya
sampai didapatkan jumlah sampel sebanyak 151 orang.
D. Jenis dan Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional atau potong
lintang yang dapat menunjukkan hubungan antara variable independen dan
dependen tetapi tidak dapat menunjukkkan hubungan sebab akibat. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari
catatan rekam medik RSUD Rantauprapat. Pada awalnya peneliti ingin meneliti
beberapa variabel tetapi dalam proses pengumpulan, data yang tersedia tidak
lengkap sebagaimana yang diharapkan. Variabel-variabel yang dianalisis berasal
dari rekam medik pasien yang dikumpulkan.
Dokumen rekam medis yang dipakai sebagai sumber data menggunakan
tulis tangan yang kadang kadang kurang tegas membuat peneliti kesulitan dalam
membaca sehingga dibutuhkan ketelitian dan upaya yang sungguh – sungguh
untuk menelaah dokumen rekam medis tersebut. Selanjutnya pada penelitian ini
proses pengumpulan data dilakukan dengan memilih variabel yang dibutuhkan
untuk dianalisa. Dalam pengumpulan data penulis dibantu oleh petugas rekam
medik.
E. Alat Ukur/ Instrumen dan Bahan Penelitian
Instrumen dan bahan adalah segala alat, bahan dana sarana yang
diperlukan dalam kegiatan penelitian. Instrument penelitian dapat berupa alat
ukur standar seperti timbangan, thermometer, spymomagnometer, dan lain-lain.
Alat ukur juga bisa berupa kuesioner dan pedoman observasi. Alat ukur yang
baik jika valid (sahih) dan reliable (terpercaya).
Pada penelitian deskriptip ini menggunakan instrument dan alat bantu penelitian.
Peneliti sendiri menjadi alat bantu utama untuk pengumpulan data. Saat
melakukan pengambilan data, peneliti menggunakan alat bantu berupa lembar
format yang sudah disediakan oleh peneliti, sound recorder, video recorder dan
kamera phone. Peneliti tidak mengenal validitasi dan reliabilitasi instrumen tetapi
keabsahan data.
F. Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Data yang terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan menggunakan
program komputer setelah melalui beberapa tahapan:
a. Editing Data
Adalah kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan data yang terkumpul
dari kesalahan pengisian format bantu seperti salah tulis, salah kata dan
ketidak serasian atau lupa dalam pengisian variabel. Terdapat kesalahan
diperbaiki dengan memeriksa kembali dengan catatan rekam medik
responden yang bersangkutan.
b. Coding Data
Coding data adalah langkah untuk merubah data berbentuk huruf menjadi
data berbentuk angka/bilangan. Untuk variabel umur dilakukan coding 0 =
berisiko, 1 = tidak berisiko. Coding ini sangat berguna karena dapat
mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat saat entry
data.
c. Processing
Setelah semua format bantu tersisi penuh dan benar, serta sudah melewati
pengkodean, kemudian langkah selanjutnya adalah memproses data yang
sudah di-entry dan kemudian di analisis.
d. Cleaning
Pembersihan data yang merupakan pengecekan kembali data yang sudah
di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan terjadi adalah saat
meng-entry ke komputer adalah variabel umur ada data bernilai 3,
mengcleaning mestinya berdasarkan coding yang ada kodenya hanya 1 s.d.
2 (coding 0 = berisiko, 1 = tidak berisiko) cleaning data juga adalah untuk
mengetahui missing data, variasi data dan konsistensi data.
2. Analisa Data
Berdasarkan tujuan dilakukannya penelitian yaitu untuk mengetahui faktor
yang berhubungan dengan tindakan persalinan sectio caesarea di RSUD
Rantauprapat melalui distribusi dan hubungan variabel independen dengan
variabel dependen. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah:
a) Analisis Univariat
Analisis data univariat ini digunakan untuk mendapatkan gambaran
distribusi frekuensi dan presentase dari setiap variabel yang diteliti baik untuk
variabel dependen maupun variabel independen.
b) Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan dengan menghubungkan variabel independen dan
variabel dependen. Tujuannya adalah untuk melihat adanya hubungan yang
signifikan antara variabel independen dan dependen. Uji statistik yang digunakan
adalah uji statistic Chi Square ( 2).
2
Keterangan:
2 : Chi square
∑ : Sigma
O : Observed (nilai hasil observasi)
E : Expected (nilai yang diharapkan)
Dengan menganalisa data secara bivariat, pengujian data dilakukan
dengan menggunakan uji statistik Chi Square ( 2), dengan nilai kemaknaan (α =
0.05). Pedoman dalam menerima hipotesis : apabila nilai 2 hitung > 2 tabel
atau nilai probabilitas (p) < 0.05 maka hipotesis penelitian diterima, yaitu ada
hubungan variabel independen dengan variabel dependen. Apabila nila 2 hitung
< 2 tabel atau nilai probabilitas (p) > 0.05 maka hipotesis penelitian ditolak,
yaitu tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
G. Etika Penelitian
Etika dalam penelitian adalah suatu upaya untuk memahami mengapa
dan untuk apa, para profesional khusunya tenaga kesehatan melakukan
penelitian. Setidak tidaknya para profesional dalam penelitiannya mengetahui,
bagaimana proses penelitian itu berjalan dan apa yang menjadi kendala dalam
pelaksanaannya.
Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian memegang
teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika
penelitian. Meskipun intervensi yang dilakukan dalam penelitian ini tidak memiliki
risiko yang dapat merugikan atau membahayakan dikarenakan peneliti hanya
melakukan pengambilan data skunder yang ada di rekam medis Rumah Sakit
Umum Daerah Rantauprapat. Namun peneliti perlu mempertimbangkan aspek
sosioetika dengan meminta izin kepada kepala ruangan bersalin dan kepala
ruangan OK pada RSUD Rantauprapat dengan memberikan surat pengantar
penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 151 ibu bersalin dengan
sectio caesarea yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Labuhanbatu untuk mengetahui Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan
Terjadinya Persalinan Sectio Caesarea Di RSUD Rantauprapat Tahun 2017 yang
dilakukan pada tanggal 24 April 2017 sampai dengan 07 Agustus 2017 di peroleh
data sekunder berdasarkan dari hasil rekapitulasi tabulasi, didapatkan data
sebagai berikut:
1. Analisa Univariat
Analisa data univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dan
presentase dari variable penelitian “ Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan
Terjadinya Persalinan Sectio Caesarea Di RSUD Rantauprapat Tahun 2017”,
yaitu sebagai berikut :
Tabel A.1
Distribusi Frekuensi Tindakan Persalinan pada Ibu Ibu yang
melahirkan Di RSUD Rantauprapat Tahun 2017
Berdasarkan tabel A.1 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
responden mengalami tindakan persalinan sectio caesarea yaitu dengan jumlah
98 responden (64,9%). Sedangkan responden yang mengalami persalinan
tindakan yaitu dengan jumlah 53 responden (35,1%).
Jenis Persalinan Frekuensi Persentase (%)
Sectio Caesarea 98 64,9
Persalinan Tindakan 53 35,1
Jumlah 151 100
Tabel A.2
Distribusi Frekuensi Faktor Predisposisi Ibu Bersalin Dengan Sectio
Caesarea Di RSUD Rantauprapat Tahun 2017
Berdasarkan tabel A.1 distribusi frekuensi faktor predisposisi kasus Sectio
Caesarea di RSUD Rantauprapat tahun 2017 sebagian besar adalah ibu dengan
usia 20 – 34 tahun sebanyak 95 orang (62,9%), mayoritas ibu hamil adalah
paritas 0 dan > 4 sebanyak 82 orang (54,3%).
Tabel A.3
Distribusi Frekuensi Faktor Indikasi Medis Ibu Bersalin Dengan
Sectio Caesarea Di RSUD Rantauprapat Tahun 2017
Kategori Frekuensi Persentase (%)
Umur 20 – 34 Tahun
< 20 atau > 35 Tahun
95
56
62,9
37,1
Jumlah 151 100
Paritas 1 – 3
0 dan > 4
69
82
45,7
54,3
Jumlah 151 100
Kategori Frekuensi Persentase (%)
Riwayat SC Ya
Tidak
46
105
30,5
69,5
Pre-Eklampsia Ya
Tidak
29
122
19,2
80,8
KPD Ya
Tidak
20
131
13,2
86,8
Gawat Janin Ya
Tidak
14
137
9,3
90,7
Partus Lama Ya
Tidak
20
131
13,2
86,8
Post date Ya
Tidak
22
129
14,6
85,4
Berdasarkan tabel A.2 distribusi frekuensi faktor indikasi medis kasus
sectio caesarea di RSUD Rantauprapat tahun 2017 adalah sebagai berikut; pada
riwayat SC terdapat 45 (30,5%), pre-eklampsia 29 (19,2%), KPD 20 (13,2), gawat
janin 14 (9,3%), partus lama 20 (13,2%), dan post date 22 (14,6%).
2. Analisa Bivariat
Dari hasil uji statistik maka diperoleh data pada tabel berikut :
Tabel A.4
Hubungan Faktor Predisposisi Pada Ibu Bersalin Dengan Persalinan
Sectio Caesarea Di RSUD Rantauprapat Tahun 2017
No Variabel
Sectio Caesarea Total P
Value PR
Ya Tidak
F % F % F %
1. Umur
a. <20 atau >35
tahun 42 75 14 25 56 100
0,046 1,272
b. 20 – 34 tahun 56 58,9 39 41,1 95 100
2 Paritas
a. 0 atau > 4 66 80,5 16 19,5 82 100 0,000 1,736
b. 1 - 3 32 46,4 37 53,6 69 100
Berdasarkan tabel A.3 umur ibu hamil, hasil uji chi-square ( ) dengan α
= 0,05 maka diperoleh nilai p-value = 0.046 < α = 0.05 dengan nilai RP = 1.272,
berarti ada hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan kejadian
persalinan sectio caesarea. Hal ini dapat dikatakan ibu hamil dengan umur 20 –
34 tahun lebih berisiko mengalami persalinan sectio caesarea sebesar 1,272 kali
dibandingkan ibu hamil dengan umur <20 atau >35 tahun.
Berdasarkan tabel A.3 paritas ibu hamil, hasil uji chi-square ( ) dengan
α = 0.05 maka diperoleh nilai p-value = 0.000 < α = 0,05 dengan nilai RP =
1.736, berarti adanya hubungan yang signifikan antara paritas ibu dengan
kejadian persalinan sectio caesarea. Hal ini dapat dikatakan ibu hamil dengan
paritas 0 lebih berisiko mengalami persalinan sectio caesarea sebesar 1.736 kali
dibandingkan ibu hamil dengan paritas > 0.
Tabel A.5
Hubungan Faktor Indikasi Medis Pada Ibu Bersalin Dengan
Persalinan Sectio Caesarea Di RSUD Rantauprapat Tahun 2017
No Variabel
Sectio Caesarea Total P
Value PR
Ya Tidak
F % F % F %
1. Riwayat SC
a. Ya 38 82,6 8 17,4 46 100 0,003 1,446
b. Tidak 60 57,1 45 42,9 105 100
2 Pre-Eklampsia
a. Ya 26 89,7 3 10,3 29 100 0,002 1,519
b. Tidak 72 59 50 41 122 100
3. KPD
a. Ya 5 25 15 75 20 100 0,000 0,352
b. Tidak 93 71 38 29 131 100
4. Gawat Janin
a. Ya 1 7,1 13 92,9 14 100 0,000 0,101
b. Tidak 97 70,8 40 29,2 137 100
5. Partus Lama
a. Ya 18 90 2 10 20 100
0,012 1,474
b. Tidak 80 61,1 51 38,9 131 100
6. Post date
a. Ya 10 45,5 12 54,5 22 100 0,039 0,666
b. Tidak 88 68,2 41 31,8 129 100
Berdasarkan tabel A.4 riwayat SC pada ibu hamil, hasil uji chi-square
( ) dengan α = 0,05 maka diperoleh nilai p-value = 0.003 < α = 0.05 dengan
nilai RP = 1,446, berarti adanya hubungan yang signifikan antara riwayat SC ibu
dengan kejadian persalinan sectio caesarea. Hal ini dapat dikatakan ibu hamil
dengan riwayat SC lebih berisiko mengalami persalinan sectio caesarea sebesar
1,439 kali dibandingkan ibu hamil dengan tidak riwayat SC.
Berdasarkan tabel A.4 pre-eklampsia pada ibu hamil, hasil uji chi-square
( ) dengan α = 0.05 maka diperoleh nilai p-value = 0,002 < α = 0,05 dengan
nilai RP = 1,519, berarti adanya hubungan yang signifikan antara pre-eklampsia
pada ibu dengan kejadian persalinan sectio caesarea. Hal ini dapat dikatakan ibu
hamil dengan pre-eklampsia lebih berisiko mengalami persalinan
sectiocaesareasebesar 1,519 kali dibandingkan ibu hamil dengan tidak pre-
eklampsia.
Berdasarkan tabel A.4 ketuban pecah dini pada ibu hamil, hasil uji chi-
square ( ) dengan α = 0,05 maka diperoleh nilai p-value = 0,000 < α = 0.05
dengan nilai RP = 1,352, berarti adanya hubungan yang signifikan antara
ketuban pecah dini ibu dengan kejadian persalinan sectio caesarea. Hal ini dapat
dikatakan ibu hamil dengan ketuban pecah dini lebih berisiko mengalami
persalinan sectio caesarea sebesar 1,352 kali dibandingkan ibu hamil dengan
tidak ketuban pecah dini.
Berdasarkan tabel A.4 gawat janin pada ibu hamil, hasil uji chi-square
( ) dengan α = 0.05 maka diperoleh nilai p-value = 0,000 < α = 0,05 dengan
nilai RP = 0,101, berarti adanya hubungan yang signifikan antara gawat janin
pada ibu dengan kejadian persalinan sectio caesarea. Hal ini dapat dikatakan ibu
hamil dengan gawat janin lebih berisiko mengalami persalinan sectio caesarea
sebesar 0,101 kali dibandingkan ibu hamil dengan tidak gawat janin.
Berdasarkan tabel A.4 partus lama pada ibu hamil, hasil uji chi-square
( ) dengan α = 0,05 maka diperoleh nilai p-value = 0,012 > α = 0.05 dengan
nilai RP = 1.474, berarti adanya hubungan yang signifikan antara partus lama ibu
dengan kejadian persalinan sectio caesarea. Hal ini dapat dikatakan ibu hamil
dengan partus lama lebih berisiko mengalami persalinan sectio caesarea
sebesar 1.474 kali dibandingkan ibu hamil dengan tidak partus lama.
Berdasarkan tabel A.4 post date pada ibu hamil, hasil uji chi-square ( )
dengan α = 0.05 maka diperoleh nilai p-value = 0.039 > α = 0,05 dengan nilai RP
= 0,666, berarti adanya hubungan yang signifikan antara post date pada ibu
dengan kejadian persalinan sectio caesarea. Hal ini dapat dikatakan ibu hamil
dengan post date lebih berisiko mengalami persalinan sectio caesarea sebesar
0,666 kali dibandingkan ibu hamil dengan tidak post date.
B. Pembahasan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Faktor – Faktor yang
Berhubungan Dengan Terjadinya Persalinan Sectio Caesarea Di RSUD
Ratauprapat Tahun 2017 pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2017 maka
didapatkan hasil sebagai berikut :
Sectio Caesarea
Gambaran tentang tindakan persalinan operasi sectio caesarea di Rumah
Sakit Daerah Umum Rantauprapat pada bulan Januari sampai Desember tahun
2016 yaitu 151 responden yang menjadi sampel penelitian, terdapat 98
responden yang melahirkan dengan persalinan sectio caesarea dan 53
responden lainnya melahirkan dengan persalinan tindakan. Berdasarkan data
dari rekam medik RSUD Rantauprapat, dari 98 responden yang melahirkan
dengan persalinan sectio caesarea, indikasi yang paling banyak dialami
responden adalah kejadian riwayat SC sebelumnya dengan jumlah 38 responden
(38,78%). Sedangkan indikasi lain yang dialami oleh responden yaitu pre-
eklampsia sejumlah 26 responden (26,53%),partus lama 18 responden (18,37%),
post date 10 responden (10,20), ketuban pecah dini 5 responden (5,10%), dan
gawat janin sejumlah 1 responden (1,02%) (data sekunder yang diolah tahun
2016).
Cakupan pelayanan bedah sesar yang dilakukan di Rumah Sakit Umum
Daerah Rantauprapat pada tahun 2014 – 2016 terus mengalami peningkatan.
Hal ini dapat dilihat dari angka Sectio Caesarea Rate (SCR) berturut turuut
mencapai 55.14%, 49.90%, 63.63%. kondisi ini tidak sejalan dengan SDKI 2007
yang menunjukan bahwa pola persalinan dengan tindakan sectio caesarea
sebesar 7 % dan tidak menunjukkan perubahan dari SDKI 1997 atau cenderung
tidak berubah.
Peningkatan sectio caesarea tidak sejalan dengan himbauan pemerintah
dalam upaya menurunkan persalinan dengan sectio caesarea yang tertulis
dalam surat edaran Direktorat Jendral Pelayanan Medik (Dirjen Yanmedik)
Departemen Kesehatan RI 12 September 2000, menyatakan bahwa angka
kelahiran sectio caesarea untuk Rumah Sakit pendidikan atau rujukan provinsi
turun menjadi 20%, sedangkan untuk rumah sakit swasta tidak lebih dari 15%.
Dari hasil analisis data menunjukan bahwa terdapat 957 orang sectio
caesarea di RSUD Rantauprapat dengan (63.63%) persalinan sectio caesarea
dan 547 (36.36%) persalinan tidak sectio caesarea.
Tingginya persalinan sectio caesarea di RSUD Rantauprapat
kemungkinan disebabkan oleh terpusatnya rujukan dari sarana kesehatan di
kabupaten Labuhanbatu kepada Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat yang
merupakan satu-satunya tempat rujukan obstetrik, dan kurangnya tenaga dokter
spesialis kebidanan sehingga memungkinkan dokter lebih memperketat toleransi
untuk persalinan normal terhadap pasien rujukan.
Hasil penelitian yang menunjukkan banyaknya kasus tindakan persalinan
operasi sectio caesarea dengan 151 responden yang mengalaminya. Hal ini
tentunya berdasarkan alasan tertentu, yang pastinya dengan tindakan persalinan
operasi Caesar tersebut dijadikan solusi yang terbaik untuk keselamatan ibu dan
bayi.
Dalam rangka mengantisipasi adanya indkasi persalinan seperti pre-
eklampsia, maka ibu harus rutin memeriksakan kehamilannya pada sarana
kesehatan sehingga adanya tanda - tanda indikasi persalinan caesar dapat
didiagnosis lebih awal. Pertolongan saat persalinan sangat penting namun
pemeriksaan dan pengawasaan ibu hamil juga penting. Banyak penyulit –
penyulit sewaktu hamil dengan pengawasan yang baik dan bermutu dapat diobati
dan dicegah, sehingga persalinan dapat berjalan dengan mudah dan normal.
Apabila sesuatu tindakan akan diambil, hal ini dilakukan sedini mungkin tanpa
menunggu terjadinya kompliaksi dan persalinan idak terlantar.
Untuk mengendalikan peningkatan operasi sesar maka prosedur
pelaksanaan tindakan dan penentuan diagnosis indikasi medis dalam
pengambilan keputusan untuk operasi harus sesuai dengan indikasi yang benar
dari pihak direktur rumah sakit sebagai penanggung jawab rumah sakit
memantau persentase tindakan seksio yang terjadi di rumah sakit setiap bulan
berikut kecenderungannya. Rumah sakit juga perlu menetapkan nilai ambang
batas dari tindakan operasi sesar serta membuat peta kendali dalam upaya
pengendalian mutu pelayanan kesehatan rumah sakit, pengumpulan dan
pemanfaatan data merupakan kegiatan mutlak harus dikerjakan secara akurat
dan berkesinambungan. Data tersebut akan memperlihatkan jumlah tindakan
operasi sesar dalam jumlah semua kelahiran yang terjadi di rumah sakit setiap
bulannya.
Penerapan kendali mutu layanan kesehatan ibu, termasuk didalamnya
persalinan dengan sectio caesarea antara lain melalui penerapan standar
pelayanan, prosedur tetap, penilaian kinerja, pelatihan klinis dan kegiatan audit
maternal perinatal (Pohan, 2007)
1. Analisis hubungan faktor predisposisi dengan tindakan sectio
caesarea di RSUD Rantauprapat tahun 2016
a. Umur
Umur ibu turut menentukan kesehatan maternal dan sangat berhubungan
erat dengan kondisi kehamilan, persalinan dan nifas serta bayinya. Usia ibu
hamil yang terlalu muda atau terlalu tua ( <20 tahun dan >35 tahun) merupakan
faktor penyulit kehamilan, sebab ibu yang hamil terlalu muda, keadaan tubuhnya
belum siap menghadapi kehamilan, persalinan, dan nifas serta merawat bayinya,
sedangkan ibu yang usianya 35 tahun atau lebih akan menghadapi risiko seperti
kelainan bawaan dan penyulit pada waktu persalinan yang disebabkan oleh
karena jaringan otot rahim kurang baik menerima kehamilan proses
reproduksinya sebaiknya berlangsung pada ibu berumur antara 20 hingga 34
tahun karena jarang terjadi penyulit kehamilan dan juga persalinan
(Prawirohardjo, 2010)
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden dengan usia (20
tahun - 34 tahun) yaitu sebanyak 95 responden (62,9 %). Jumlah tersebut lebih
banyak jika dibandingkan dengan responden yang memiliki usia (<20 tahun dan
>35 tahun) yaitu sebanyak 56 responden (37,1%). Berdasarkan hasil uji statistik
diperoleh p-value umur 0,046 atau dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara usia ibu dengan persalinan operasi sectio caesarea pada ibu –
ibu yang melahirkan di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat dengan nilai
Prevalence Ratio (PR) sebesar 1,272 yang artinya ibu hamil dengan umur 20-34
tahun lebi berisiko mengalami persalinan sectio caesarea sebesar 1,272 kali
dibandingkan ibu hamil dengan umur <20 atau >35 tahun.
Dari data faktor predisposisi pada umur ibu bersalin termuda 16 tahun
dan tertua adalah 47 tahun, sebagian besar umur mereka berada pada umur
aman untuk hamil dan melahirkan antara 21 tahun sampai 34 tahun.
Hasil penelitian menunjukan frekuensi umur tidak berisiko sebagian
besarnya dilakukan sectio caesarea, hal ini tidak sesuai dengan SDKI yang
melaporkan bahwa persalinan dengan sectio caesarea lebih banyak terjadi pada
umur diatas 35 tahun.
Data diatas tidak sesuai dengan penelitian Andriani (2012) yang
menyatakan tidak ada hubungan antara faktor host terkait umur ibu dengan
tindakan sectio caesarea tetapi berbanding terbalik dengan hasil yang
didapatkan bahwa paritas tidak berhubungan dengan sectio caesarea. Hasil ini
juga sejalan dengan penelitian Nurbaiti (2009) yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara faktor karakteristik ibu terkait umur dengan tindakan sectio
caesarea.
Dalam kenyataan masih banyak terjadi perkawinan, kehamilan dan
persalinan diluar kurun waktu resproduksi yang sehat, terutama pada usia muda.
Risiko kematian pada kelompok usia dibawah 20 tahun dan pada kelompok usia
diatas usia 35 tahun adalah 3 kali lebih tinggi dari kelompok usia reproduksi
sehat (20-34 tahun) (Rustam Mochtar, 1998).
Kehamilan dan persalinan pada usia diatas 30 tahun mempunyai risiko
yang lebih besar pada kesehatan ibu dna bayinya. Berdasarkan penelitian,
kehamilan pada usia ini mempunyai risiko lebih tinggi untuk mempunyai anak
sindroma down, yakni 1 : 23/30 kelahiran. Mereka juga mempunyai risiko bersalin
dengan anak dengan kromosom abnormal, yakni 1 : 15/20 kelahiran (Syaifuddin
Ali Khmad, 2008).
Ibu hamil setelah usia 40 tahunan masih bisa sukses untuk mengandung
secara normal. Tetapi, kualitas telur yang akan dibuahi buruk dan itu menjadi
masalah pada pembuahan. Ibu hamil setelah usia 40 tahun juga lebih mudah
lelah. Mereka mempunyai risiko keguguran lebih besar, bersalin dengan alat
bantu, seperti forcep atau operasi sectio caesarea. (Syaifuddin Ali Khmad, 2008).
b. Paritas
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang
mempunyai paritas (0 dan > 4 kali ) yaitu ada 82 responden (54,3%). Jumlah
tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan respponden yang mempunyai
paritas (1 – 3 kali) yaitu 69 responden (45,7%). Berdasarkan hasil uji statistic
diperoleh p-value 0,000 atau dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara paritas ibu dengan persalinan sectio caesarea pada ibu – ibu
yang melahirkan di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat dengan nilai
prevalence ratio (PR) sebesar 1,736 yang artinya itu dapat dikatakan ibu hamil
dengan paritas 0 atau >4 lebih beisiko mengalami persalinan sectio caesarea
sebesar 1,736 kali dibandingkan ibu hail dengan paritas 1-3. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa seorang ibu yang sering melahirkan
mempunyai risiko mengalami komplikasi persalinan pada kehamilan berikutnya
apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi. Jumlah paritas lebih dari 4
keadaan rahim biasanya sudah lemah. Hal ini dapat menimbulkan persalinan
lama dan perdarahan saat kehamilan (Depkes RI, 2003)
Paritas 1-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut
perdarahan pasca persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal.
Paritas tinggi (>4) mempunyai angka kejadian perdarahan pasca persalinan lebih
tinggi. Pada paritas rendah ketidak siapan ibu dalam menghadapi persalinan
yang pertama merupakan faktor penyebab ketidak mampuan ibu hamil dalam
menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan dan persalinan (Riri
Wijaya, 2008).
2. Analisis hubungan faktor indikasi medis dengan tindakan sectio
caesarea di RSUD Rantauprapat 2016
Faktor risiko tinggi dalam sectio caesarea adalah bila sebelum sectio
caesarea sudah terdapat proses persalinan, khususnya kalau terdapat partus
lama, ketuban pecah dini serta sudah dilakukan beberapa kali pemeriksaan
velvis. Partus lama dan KPD memungkinkan menjadi pertimbangan untuk
dilakukan sectio caesarea (Oxorn, 2010)
a. Hubungan Riwayat SC dengan tindakan section caesarea
Hasil uji statistic diperoleh p-value 0,003 (p-value<0,05) artinya terdapat
hubungan yang signifikan antara persalinan dengan riwayat SC dengan kejadian
sectio caesarea.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Andriani
(2010) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara tindakan sectio
caesarea dengan riwayat persalinan dengan sectio caesarea. Berbeda dengan
penelitian Sadiman dkk (2009) menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna
antara faktor ibu dengan riwayat sectiocaesarea sebelumnya dengan tindakan
sectio caesarea.
Dalam penelitian Falmm (1985) menyatakan bahwa persalinan
pervaginam pada pasca sectio caesarea dapat dilaksanakan dengan aman untuk
wanita yang sebelumnya pernah menjalani insisi uterus transversal rendah.
Beberapa laporan mengenai partus percobaan yang diperbolehkan pada wanita
dengan riwayat sectio caesarea lebih dari satu kali hasilnya adalah baik dan
komplikasinya minimal. Penanganan umum adalah tentukan tipe sectio
sebelumnya jika corporal dan letak verteks pertimbangkan sectio elektif. Untuk
tipe sectio bawah rahim lakukan partus percobaan, persalinan maju dapat
dibantu dengan ekstraksi vakum atau forceps.
b. Hubungan pre-eklampsia dengan terjadinya sectio caesarea
Berdasarkan hasil penelitian yaitu ada 29 responden (19,2%) yang
mengalami pre-eklampsia. Hasil uji statistik diperoleh p-value 0,002 (p-value <
0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pre-eklampsia dengan
persalinan sectio caesarea pada ibu – ibu yang melahirkan dengan persalinan
sectio caesarea di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sadiman dkk (2009) yang
menyatakan ada hubungan yang bermakna antara pre-eklampsia dengan
persalinan sectio caesarea.
Pre-eklampsia berat dan eklampsia dapat menyebabkan komplikasi
kematian ibu dan janin. Untuk mencegah hal tersebut, maka upaya yang
dilakukan adalah dengan segera mengakhiri kehamilan. Untuk menjamin
keselamatan ibu dan janin maka induksi dan atau melalui sectio caesarea
menjadi indikasi profilaksis ibu untuk mengakhiri kehamilannya.
Pre-eklampsia/eklaampsia merupakan faktor risiko pada kematian ibu dan
kematian janin. Dari hasil penelitian di RS Dr. Moewardi Surakarta diketahui
angka kematian ibu karena persalinan sectio caesarea sebesar 34%,
penyebabnya adalah pre-eklampsia berat sebanyak 54%. Hingga kini penyebab
pre-eklampsia/eklampsia belum diketahui secara pasti namun, diduga ada
riwayat hipertensi, riwayat keluarga dengan pre-eklampsia, faktor ras dan etnik,
obesitas dan letak geografis yang tinggi. Hipertensi kronis berisiko 8 kali lebih
besar untuk terjadinya pre-eklampsia/eklampsia.
Menurut teori diet ibu hamil, kebutuhan kalsium ibu hamil cukup tinggi
untuk pembentukan tulang dan organ lain janin, yaitu 2-2,5 g/hari. Bila terjadi
kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan dikuras untuk memenuhi kebutuhan
sehingga terjadi pengeluaran kalsium dari jaringan otot. Minyak ikan
mengandung banyak asam lemak tak-jenuh sehingga dapat menghindari dan
menghambat pembentukan tromboksan dan mengurangi aktivitas trombosit.
Oleh karena itu, minyak ikan dapat menurunkan kejadian pre-eklamsia. Diduga
minyak ikan mengandung kalsium yang berfungsi dalam menimbulkan
peningkatan kontraksi otot jantung sehingga dapat mempertahankan volume
kuncup jantung dan tekanan darah dapat dipertahankan.
Bidan sebagai tenaga terdepan lebiih melakukan pengawasan antenatal
care yang intensif sehingga dapat menegakkan secara dini kemungkinan
komplikasi dalam kehamilan seperti pre-eklampsia dan segera melakukan
rujukan ke fasilitas yang memadai bila menjumpai komplikasi pre-eklampsia.
c. Hubungan KPD dengan tindakan sectio caesarea
Berdasarkan hasil penelitian terdapat 20 responden (13,2%) terjadinya
ketuban pecah dini. Hasil uji statistik diperoleh p-value 0.000 (p-value < 0,05)
artinya terdapat hubungan yang signifikan antara ketuban pecah dini dengan
kejadian sectio caesarea pada ibu – ibu yang melahirkan dengan persalinan
sectio caesarea di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat. Hasil ini sesuai
dengan teori bahwa KPD erat kaitannya dengan komplikasi persalinan seperti
kelahiran prematur, kompresi tali pusat, khoriomnionitis, sindrom gawat janin
yang dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal. Semakin lama
KPD, semakin besar komplikasi persalinan yang ditimbulkan sehingga
meningkatnya risiko terjadinya asfiksia dan itu menjadi indikasi untuk
dilakukannya persalinan sectio caesarea.
KPD ditegakkan bila air ketuban keluar sebelum proses persalinan
berlangsung. Ketuban merupakan masalah penting dalam obstetrik berkaitan
dengan penyulit kelahiran dan premature dan terjadinya infeksi khariomnionitis
sampai sepsis, yang akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan
menyebabkan infeksi pada ibu. Penangannya jika ketuban pecah lebih dari 18
jam berikan antibiotik profilaksis, lalu nilai jika serviks sudah matang dan
persalinan belum mulai setelah 24 jam maka lakukan induksi persalinan dengan
oksitosin, jika serviks belum matang maka matangkan serviks dengan
prostaglandin dan infuse oksitosin atau lahirkan dengan sectio caesarea jika
induksi persalinan dengan oksitocyn tidak berhasil
Penelitian ini sejalan dengan Sadiman dkk (2009) pada penelitiannya juga
menyatakan bahwa ketuban pecah dini berhubungan dengan tindakan sectio
caesarea.
Bahaya paling besar dari ketuban pecah dini adalah bahaya infeksi
intrauterine yang mengancam keselamatan ibu dan janinnya. Dalam hal ini bidan
dengan bijaksana melakukan intervensi apabila telah ditunggu belum ada tanda
akan terjadi persalinan segara lakukan rujukan ke rumah sakit yang dapat
melakukan intervensi khusus. Bila mungkin berikan antibiotik untuk menghindari
kemungkinan infeksi. Bidan jangan terlalu sering melakukan periksa dalam
karena akan menambah beratnya infeksi.
d. Hubungan gawat janin dengan sectio caesarea
Berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat 14 responden yang
mengalami gawat janin. Hasil uji statistis diperoleh p-value 0.000 (p-value <0,05)
artinya terdapat hubungan antara gawat janin dengan persalinan sectio caesarea
pada ibu – ibu yang melahirkan dengan persalinan sectio caesarea di Rumah
Sakit Umum Daerah Rantauprapat. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori
bahwa pada gawat janin pada persalinan merupakan suatu keadaan yang serius
yang mengancam kesehatan janin. Umumnya digunakan untuk menjelaskan
kondisi hipoksia. Hipoksia pada janian menyebabkan kerusakan permanen
sistem saraf pusat dan organ lain sehingga terjadi kecacatan sampai kematian.
Hipoksia pada janin menyebabkan asfiksia neonatorum. Asfiksia berada pada
urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian neonatal (23%) di Indonesia
setelah lahir prematur 28 % dan infeksi berat 26 %.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Sadiman dkk (2009) yang
menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara kondisi gawat janin
dengan persalinan sectio caesarea. Tetapi sesuai dengan penelitian Sumelung
dkk (2014) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara keadaan
antara keadaan gawat janin dengan persalinan sectio caesarea.
Gawat janin, cacat atau kematian janin sebelumnya, insufiensi plasenta,
prolapsus funiculus umbilical, diabetes maternal, inkompatibilitas rhesus, post
mortem caesarean dan infeksi virus herpes pada traktus genitalis merupakan
indikasi dilakukan sectio caesarea untuk menyelamatkan bayi (Oxorn, 2010)
Pada situasi gawat janin bidan harus mengetahui bahwa harus segera
dilakukan persalinan jika Djj diketahui tidak normal, dengan ataupun tanpa
kontaminasi mekonium pada cairan amnion, jika sebab dari ibu diketahui seperti
demam lakukan penanganan yang sesuai. Jika sebab dari ibu tidak diketahui,
dan DJJ tetap abnormal sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukkan
pemeriksaan dalam untuk mencari penyebab gawat janin.
Jika terdapat perdarahan dengan nyeri hilang yang timbul atau menetap,
pikirkan kemungkinan solsuio plasenta. Jika terdapat tanda – tanda infeksi
berikan antibiotika untuk amnionitis, jika tali pusat terletak dibagian bawah janin
atau dalam vagina, lakukan penanganan prolaps funikuli. Jika DJJ tetap
abnormal, atau terdapat tanda – tanda lain gawat janin, rencanakan persalinan.
Jika serviks telah berdilatasi dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 diatas symphisis
pubis, atau bagian teratas tulang, kepala janin pada stasion 0, lakukan persalinan
dengan ekstraksi vakum ataupun forcep. Jika serviks tidak berdilatasi penuh dan
kepala janin berada lebih 1/5 atas di atas symphisis pubis, kepala janin di atas
stasion 0, maka lakukan persalinan dengan sectio caesarea.
e. Hubungan partus lama dengan persalinan sectio caesarea
Berdasarkan hasil penelitian terdapat 20 responden (13,2%) terjadinya
partus lama yang merupakan salah satu indikasi dilakukannya persalinan sectio
caesarea. Hasil uji statistik diperoleh p-value 0.012 (p-value<0,05) artinya ada
hubungan yang signifikan antara partus lama dengan tindakan sectio caesarea
pada ibu – ibu yang melahirkan di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat.
Pada penelitian persalinan dengan partus lama , sebelumnya telah dilakukan
tindakan di ruangan obstetrik RSUD Rantauprapat, yang paling banyak dilakukan
seperti drips pitogin, karena tidak berhasil dengan pertimbangan ada beberapa
responden yang telah mengalami ketuban pecah dini maka ibu dengan indikasi
partus lama dilakukan sectio caesarea
Partus lama disebabkan oleh banyak faktor, antara lain kelainan letak
janin, kelainan panggul, kelainan his, pimpinan partus yang salah, janin besar,
atau kelainan congenital, ketuban pecah dini, dan paling banyak disebabkan oleh
his yang tidak adekuat, dan kelianan letak janin (Mochtar, 2012)
Persalinan yang berlangsung lebih dari 18-24 jam digolongkan sebagai
persalinan lama. Permasalahan harus dikenali dan diatasi sebelum batas waktu
tercapai. Sebagian besar partus lama menunjukkan pemanjangan kala satu.
Penelitian ini sesuai dengan prinsip penanganan persalinan lama adalah menilai
keadaan umum wanita tersebut termasuk tanda vital dan tingkat hidrasinya,
periksa denyut jantung janin jika terdapat gawat janin lakukan sectio caesarea,
kecuali jika syarat – syaratnya dipenuhi, lakukan ekstraksi vakum atau forceps.
Persalinan yang aman adalah hal yang penting dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan ibu dan bayi oleh karena partus lama dapat memberikan dampak
yang berbahaya baik bagi ibu maupun janin, resiko tersebut naik dengan cepat
setelah waktu 24 jam. Terjadi kenaikan atonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi,
kelelahan ibu dan syok. Pada janin akan memberikan bahaya meningkatnya
mortalitas dan morbiditas oleh karen asfiksia, trauma kepala akibat penekanan
kepala janin hal diatas memungkinkan persalinan dengan sectio caesarea
menjadi pilihan.
f. Hubungan Post Date dengan sectio caesarea
Berdasarkan hasil penelitian terdapat 22 responden (14,6%) terjadinya
post date. Hasil uji statistik diperoleh p-value 0,039 (p_value<0,05) artinya ada
hubungan yang signifikan antara post date dengan persalinan sectio caesarea
pada ibu – ibu yang melahirkan d Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat
dengan sectio caesarea.
Di Indonesia, diagnosis kehamilan post date sangat sulit karena
kebanyakan ibu tidak mengetahui tanggal haid yang terakhir secara tepat.
Diagnosis yang baik hanya dapat dibuat kalau pasien memeriksakan diri sejak
permulaan kehamilan.
Faktor janin merupakan alasan pengakhiran kehamilan sehubungan
dengan berkurangnya gerakan janin yang dirasakan ibu dan berkurangnya cairan
amnion. Pada banyak rumah sakit penatalaksanaan terhadap kehamilan ini
adalah melahirkan bayi dengan induksi persalinan, jika gagal maka sectio
caesarea adalah pilihan alternative bagi dokter.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah kematian janin dalam rahim, akibat
insufiensi plasenta karena menuanya plasenta dan kematian yang meningkat,
bila pada kehamilan normal (37-42 minngu) angka kematiannya 1,1% pada umur
kehamilan 43 minggu angka kematian bayi menjadi 3,3% dan pada kehamilan 44
minggu menjadi 6,6%.
Pertolongan persalinan diluar rumah sakit sangat berbahya karena setiap
saat dapat memerlukan tindakan operasi. Bahayanya adalah janin dapat
meninggal mendadak intrauterine, mengalami kesulitan saat pertolongan
persalinan karena bahu terlalu besar (persalinan distosia bahu). Oleh karena itu
bidan hendaknya melakukan rujukan untuk mendapatkan pertolongan yang lebih
baik. Pada kehamilan lewat waktu plasenta telah sangat mundur untuk mampu
memberikan nutrisi dan oksigen kepada janin sehingga setiap saat janin akan
terancam gawat janin dan diikuti asfiksia neonatorum yang memerlukan
perawatan khusus. Oleh karena itu untuk keselamatan ibu dan janinnya
sebaiknya dilakukan rujukan ke rumah sakit dengan fasilitas yang lebih baik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pada tahun 2016 persalinan dengan sectio caesarea di Rumah Sakit
Umum Daerah Rantauprapat sebesar 63,63% lebih tinggi dari angka
sectio caesarea secara nasional.
2. Distribusi frekuensi faktor – faktor berisiko tinggi terhadap sectio caesarea
tertinggi ditemukan pada paritas risiko. Sementara frekuensi faktor –
faktor berisiko terhadap sectio caesarea terendah pada variable gawat
janin.
3. Faktor predisposisi yang berhubungan dengan tindakan sectio caesarea
adalah umur dan paritas ibu
4. Faktor indikasi medis yang berhubungan dengan tindakan sectio
caesarea adalah riwayat SC, pre-eklampsia, KPD, gawat janin, partus
lama dan post date.
B. Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya jika melakukan penelitian serupa perlu
melakukan analisis lebih lanjut (Multivariat) untuk mengetahui variable
mana yang lebih dominan
2. Bagi Petugas Kesehatan di Rumah Sakit
Angka sectio caesarea di Rumah Sakit Umum Daerah
Rantauprapat relative tinggi, tingginya angka bedah sesar perlu dicermati
karena hal ini menambah beban biaya baik bagi masyarakat maupun bagi
pemerintah yang turut andil dalam menanggung biaya bagi masyarakat
miskin. Tinggi angka sectio caesarea mengingat RSUD Rantauprapat
merupakan satu – satunya rumah sakit pemerintah dan tempat rujukan
utama bagi kasus obstetrik di Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu.
Oleh karena itu cukup tingginya angka sectio caesarea maka pihak rumah
sakit harus melakukan upaya pengendalian dan pengawasan agar
tindakan sectio caesarea dilakukan terhadap kasus yang sesuai untuk
kebutuhan medisnya.
Dikarenakan RSUD Rantauprapat merupakan rumah sakit rujukan
satu – satunya yang ada maka perlu kiranya pihak rumah sakit
melakukan advokasi dan pendekatan kepada pemerintah daerah untuk
menambah tenaga spesialis kebidanan bagi rumah sakit
Agar kasus sectio pada paritas berisiko dapat dikendalikan maka asuhan
antenatal yang baik untuk ibu primipara dan asuhan keluarga berencana
untuk multiparitas perlu dilakukan, serta deteksi dini pada ibu hamil untuk
memperkecil komplikasi saat persalinan.
Rekam medik adalah dokumen legal yang berfungsi sebagai
sarana komunikasi tertulis bagi petugas kesehatan maka petugas harus
memahami pentingnya menyusun serta melengkapi catatan rekan medik
agar mudah dibaca maupun dipahami. Rekam medik yang lengkap akan
bermanfaat bagi dokter jika ada gugatan mal praktik, bagi pengembangan
keilmuan. Rekam medik yang diisi dengan struktur yang baik dan
lengkap akan menjadi sumber data yang baik untuk suatu penelitian.
Pihak rumah sakit dapat membuat standart pengisian rekam medik dan
memiliki tim sebagai pemantauan dalam pelaksanaan pengisian tersebut.
Penerapan dan pelaksanaan standar pelayanan medik atau standart
operating procedure (SOP) bidang obstetrik perlu ditegakkan agar
penatalaksanaan pasien obstetrik dilakukan berdasarkan acuan evidence
based yang disepakati.
Daftar Pustaka
Adjie. 2007. Gambaran Tentang Hasil Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada
Klien Post Operasi Sectio Caesarea Atas Indikasi Partus Tak Maju. [online]
available at: http://digilib.unmus.ac.id/files/disk1/13/jpttunmus-gdl-s1-2008-
suhirohgg0-643-1-bab1.pdf [Accessed 12 March 2017]
Andriani, Dewi 2010. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi terjadinya Tindakan
Seksio Saserea Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Dompu Tahun
2010. [online] available at: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20356130-S-
Dewi%20Andriani.pdf [Accessed 12 March 2017]
Arikunto, S. 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi 5.
Jakarta: Rhineka Cipta
Cunningham, F, G, MC.Donal. PC, Gant.NF. 2007. Obstetri William. Edisi 18.
Jakarta: EGC
__________. 2005. Obstetri William. Edisi 21. Jakarta: EGC
Depkes RI. 2004. Asuhan persalinan Normal. Jakarta: Depkes RI
__________. 2012. Analisis Kematian Ibu Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI
Dewi Yana C. 2015. Tingkat Kecemasan Ibu Hamil Sebelum Bedah Sesar Di RS
Pendidikan Dan RS Non Pendidikan. [online] available at:
http://eprints.undip.ac.id/46272/1/ [Accessed 12 Mei 2017]
Dutton, dkk. 2010. Rujukan Cepat Kebidanan. Jakarta: EGC
Farrel, B & Puchalski, C.M. 2010. Evaluation of the FICA Tool For Spiritual
Assessment. Journal of pain and Synto management. [online] available at:
http://prc.coh.org/pdf/EvalFICA.pdf [Accessed 12 Mei 2017]
Grace, V.J. 2007. Journal Dexa Medika Dalam Fenomena Operasi Sectio
Caesarea Di Salah Satu Rumah Sakit Swasta Besar Surabaya Periode 1
Jan – 31 Des 2005. [online] available at: Http://www.dexamedika.com
[Accessed 10 March 2017]
Hestiantoro, A. 2008. Departemen Obstetri & Ginekologi. [online] available at:
http://www.ilunifk83.org/t457-bedah-caesar-untuk-bersalin [Accessed 10
March 2017]
Indiarti, MT dan Wahyudi, K. 2013. Buku Babon Kehamilan. Jakarta: IndoLiterasi
Judhita, Cynthia SI. 2009. Tips Praktis Bagi Wanita Hamil. Jakarta: Penebar
Swadaya
Karlina, dkk. 2016. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal.
Bogor: IN MEDIA
Llewellyn, D. 2009. Dasar – dasar Obstetri Dan Gnekologi. Jakarta: Hipokrates
Lockhart, A dan Saputra, L. 2014. Asuhan Kebidanan Masa Persalinan Fisiologi
& Patologis. Tangerang Selatan: Binapura Aksara Publisher
Manuaba, I,G,D. 2012. Ilmu Kebidanan Kandungan dan KB. Jakarta:EGC
Marlina. 2014. Faktor Persalinan Sectio Caesarea Di Rumah Sakit Imanuel
Bandar Lampung. [online] available at: http://ejurnal.poltekes-
tjk.ac.id/index.php/JK/article/view/119/105 > [Accessed 10 Mei 2017]
Mochtar. R. 2012. Sinopsi Obstetri Jilid I Edisi 3. Jakarta: EGC
__________. 2012. Sinopsis Obstetri Jilid II Edisi 3. Jakarta: EGC
Mulyawati, Isti. 2010. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Persalinan
Operasi Seksio Sesarea Di Rumah Sakit Islam Yakssi Gemolong
Kabupaten Sragen Tahun 2010. [online] Avaiable at:
http://lib.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/viewFile/1788/1979
Notoadmodjo, S. 2003. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta :Rhineka Cipta
Nurasyid. 2009. Laporan Jumlah Persalinan Sectio Caesarea Di Rumas Sakit
Swasta Dsn Pemerintah. [online] Avaiable at:
www.getbookee.net/pdf/nurasyid/ > [Accessed 10 March 2017]
Nurbaiti, 2009. Karakteristik Diagnosis Bedah Sesar Pada Ibu Bersalin Di RS DR.
H. Marzoeki Mahdi tahun 2008. Tesis FKM UI Depok
Oxorn, H dan Forte, W. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi Dan Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica
Pohan, Imbalo, 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan, EGC: Jakarta
Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirojhardjo.
__________. 2007. Ilmu Bedah Kebidanan Cetakan 7. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirojhardjo
Purnamasari Diana A. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Ny.R Dengan Post
Sectio Caesarea Indikasi Partus Tak Maju di Ruang Bougenvile RSUD
Sukoharjo. [online] Avaiable at: http://eprints.ums.ac.id/22234/ > [Accessed
12 Mei 2017]
Riri Wijaya. 2008. Kesehatan Reproduksi Wanita. [online] available at:
Http://www.dardio1034fm.or.id/detail.php?id=2004 [Accessed 10 March
2017]
Rochjati, P. 2003. Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil. Pusat Safe Motherhood-
Lab/SMF Obgin RSUD Sutomo, Surabaya.
Rozauna, E. 2013. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Bersalin Dengan
Persalinan Caesarea Di RSUD Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2013.
Saefuddin, A. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan maternal Dan
Neonatal. Jakarta: JNPKR-POGI
Sediman, dkk. 2009. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Persalinan
Seksio Sesarea Di RSUD Ahmad Yani Metro Tahun 2008. Jurnal
Kesehatan”Metro Sai Mawai” Voll II No 2 Edisi Desember 2009.
Sitorus, S. 2007. Indikasi persalinan seksio sesarea di Rumah Sakit Pemerintah
Dan Di Rumah Sakit Swasta di Kota Medan. [online] available at:
Http://etdugm.ac.id/index.php?mod=penelitiandetail&sub=PenelitianDetail&
act=view&typ=html&bukuid=37173&obyekid=4 [Accessed 10 March 2017]
Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Jogjakarta: Medical Book
Sulistyawati, A dan Nugraheny, E. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin.
Jakarta: Salemba Medika
Sumelung, dkk. 2014. Faktor – Faktor Yang Berperan Meningkatnya Angka
Kejadian Sectio Caesarea di RSUD Liun Kendage Tahuna. online]
available at: Http://www.dardio1034fm.or.id/detail.php?id=2004 [Accessed
10 Agustus 2017]
Suririnah. 2008. Buku Pintar Kehamilan & Persalinan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Wiknjosasro, H. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirihardjo
Wahid Nabila. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Kehamilan Serotinus Di Rumah Sakit Umum Daerah Pangkep. [Online]
Available at: http://jurnalstikesnh.files.wordpress.com [Accessed 13 Mei
2017]
World Health Organization (WHO). 2014. Provinsial Reproductive Health And
MPS Profile Of Indonesia.
Yaeni, M. 2013. Analisa Indikasi Dilakukan Persalinan Sectio Caesarea Di RSUP
Dr. Seoradji Tirtonegoro Klaten. [Online] Available at:
http://eprints.ums.ac.id/25659/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdf [Accessed 01
March 2017]
FREQUENCIES VARIABLES=SC Umur Paritas RiwayatSC PE KPD GJ PL PD
/NTILES=4
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
[DataSet1] G:\MY spss.sav
Statistics
Sectio
Caesarea Umur Paritas
Riwayat
SC PE KPD
Gawat
Janin
Partus
Lama Post Date
N Valid 150 150 150 150 150 150 150 150 150
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Percentiles 25 .00 .00 .00 .00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
50 .00 1.00 .00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
75 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
Frequency Table
Sectio Caesarea
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 97 64.7 64.7 64.7
Tidak 53 35.3 35.3 100.0
Total 150 100.0 100.0
Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Berisiko 55 36.7 36.7 36.7
Tidak Berisko 95 63.3 63.3 100.0
Total 150 100.0 100.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.709a 1 .054
Continuity Correctionb 3.058 1 .080
Likelihood Ratio 3.806 1 .051
Fisher's Exact Test .076 .039
Linear-by-Linear Association 3.684 1 .055
N of Valid Casesb 150
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.43.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Umur
(Berisiko / Tidak Berisko) 2.040 .981 4.239
For cohort Sectio Caesarea
= Ya 1.265 1.007 1.589
For cohort Sectio Caesarea
= Tidak .620 .371 1.035
N of Valid Cases 150
Paritas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Berisko 81 54.0 54.0 54.0
Tidak Berisiko 69 46.0 46.0 100.0
Total 150 100.0 100.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 18.707a 1 .000
Continuity Correctionb 17.254 1 .000
Likelihood Ratio 19.046 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 18.583 1 .000
N of Valid Casesb 150
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 24.38.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Paritas
(Berisko / Tidak Berisiko) 4.697 2.279 9.681
For cohort Sectio Caesarea
= Ya 1.730 1.313 2.280
For cohort Sectio Caesarea
= Tidak .368 .226 .602
N of Valid Cases 150
Riwayat SC
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 45 30.0 30.0 30.0
Tidak 105 70.0 70.0 100.0
Total 150 100.0 100.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 8.671a 1 .003
Continuity Correctionb 7.608 1 .006
Likelihood Ratio 9.314 1 .002
Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear Association 8.613 1 .003
N of Valid Casesb 150
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.90.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Riwayat SC
(Ya / Tidak) 3.469 1.473 8.168
For cohort Sectio Caesarea
= Ya 1.439 1.161 1.783
For cohort Sectio Caesarea
= Tidak .415 .213 .807
N of Valid Cases 150
Pre-Eklampsia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 29 19.3 19.3 19.3
Tidak 121 80.7 80.7 100.0
Total 150 100.0 100.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 9.825a 1 .002
Continuity Correctionb 8.516 1 .004
Likelihood Ratio 11.477 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear Association 9.759 1 .002
N of Valid Casesb 150
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.25.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pre-
Eklampsia (Ya / Tidak) 6.103 1.751 21.274
For cohort Sectio Caesarea
= Ya 1.528 1.258 1.855
For cohort Sectio Caesarea
= Tidak .250 .084 .746
N of Valid Cases 150
KPD
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 20 13.3 13.3 13.3
Tidak 130 86.7 86.7 100.0
Total 150 100.0 100.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 15.891a 1 .000
Continuity Correctionb 13.951 1 .000
Likelihood Ratio 15.259 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 15.786 1 .000
N of Valid Casesb 150
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.07.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for KPD (Ya /
Tidak) .138 .047 .406
For cohort Sectio Caesarea
= Ya .353 .164 .761
For cohort Sectio Caesarea
= Tidak 2.566 1.775 3.708
N of Valid Cases 150
Gawat Janin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 14 9.3 9.3 9.3
Tidak 136 90.7 90.7 100.0
Total 150 100.0 100.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 22.362a 1 .000
Continuity Correctionb 19.671 1 .000
Likelihood Ratio 22.864 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 22.213 1 .000
N of Valid Casesb 150
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.95.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Gawat Janin
(Ya / Tidak) .032 .004 .253
For cohort Sectio Caesarea
= Ya .101 .015 .671
For cohort Sectio Caesarea
= Tidak 3.157 2.343 4.254
N of Valid Cases 150
Partus Lama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 20 13.3 13.3 13.3
Tidak 130 86.7 86.7 100.0
Total 150 100.0 100.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.482a 1 .011
Continuity Correctionb 5.266 1 .022
Likelihood Ratio 7.702 1 .006
Fisher's Exact Test .011 .007
Linear-by-Linear Association 6.439 1 .011
N of Valid Casesb 150
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.07.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Partus Lama
(Ya / Tidak) 5.810 1.293 26.109
For cohort Sectio Caesarea
= Ya 1.481 1.211 1.811
For cohort Sectio Caesarea
= Tidak .255 .067 .966
N of Valid Cases 150
Post Date
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 22 14.7 14.7 14.7
Tidak 128 85.3 85.3 100.0
Total 150 100.0 100.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.165a 1 .041
Continuity Correctionb 3.238 1 .072
Likelihood Ratio 3.990 1 .046
Fisher's Exact Test .054 .038
Linear-by-Linear Association 4.137 1 .042
N of Valid Casesb 150
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.77.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Post Date (Ya
/ Tidak) .393 .157 .983
For cohort Sectio Caesarea
= Ya .669 .417 1.073
For cohort Sectio Caesarea
= Tidak 1.703 1.078 2.690
N of Valid Cases 150