Upload
ibayernmunich
View
1.069
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
Diare merupakan permasalahan yang umum diseluruh dunia,
dengan insiden yang tinggi, khususnya di negara berkembang. Besarnya
insiden tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian
yang terjadi akibat diare. WHO memperkirakan ada 4 milyar kasus yang
terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta diantaranya meninggal, yang
sebagian besar adalah anak-anak dibawah umur 5 tahun. Di Indonesia,
diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama. Hal
ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan
banyak kematian terutama pada bayi dan balita, serta sering menimbulkan
kejadian luar biasa (KLB) (1).Diare diartikan sebagai keluarnya tinja cair
sebanyak tiga kali atau lebih, atau lebih dari sekali keluarnya tinja cair
yang berlendir atau berdarah dalam sehari (2) atau diare di definisikan
sebagai peningkatan abnormal dalam kecairan feses atau peningkatan
abnormal dalam berat feses harian normal 200-250 g untuk dewasa rata-
rata (3).
Tanaman rambutan (Nephelium lappaceum L.) merupakan tanaman
buah yang hampir setiap orang telah mengenalnya dan pernah
merasakan buahnya (4). Tanaman yang dikonsumsi orang sebagai buah
ini, ternyata juga berfungsi sebagai obat tradisional, karena kandungan
kimia didalamnya. Daun rambutan mengandung senyawa saponin dan
tanin (5). Tanin bersifat mengendapkan zat putih telur dan berkhasiat
2
sebagai adstringens, yaitu dapat meringankan diare dengan menciutkan
selaput lendir usus (6). Khasiat daun rambutan telah dibuktikan oleh
Kusumaningrat (2007) dan Inne herlani jaelani (2007) melalui penelitinnya
secara terpisah. Kusumaningrat menyimpulkan bahwa infus daun
rambutan memiliki akivitas sebagai antidiare pada konsentrasi 13,5 g,
sedangkan Inne menyimpulkan bahwa ekstrak etanol daun rambutan
memiliki aktivitas sebagai antidiare pada kosentrasi 100 mg
dan 150 mg (7,8). Selain bagian daunnya, seluruh bagian tanaman ini
bisa digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit yakni: kulit
buah digunakan untuk mengatasi disentri dan demam, kulit kayu
digunakan untuk mengatasi sariawan, daun digunakan untuk mengatasi
diare dan menghitamkan rambut, akar digunakan untuk mengatasi
demam, dan biji digunakan untuk mengatasi diabetes mellitus (9).
Berdasarkan uraian tersebut, akan dilakukan penelitian lanjut untuk
menguji efek antidiare dengan menggunakan fraksi tidak larut etil asetat
ekstrak metanol pada daun rambutan (Nephelium Lappaceum, L.)
terhadap mencit jantan yang dibuat diare dengan oleum ricini.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 URAIAN TANAMAN
II.1.1 Klasifikasi Tananaman (4,10)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dycotiledon
Ordo : Sapindales
Famili : Sapindaceae
Genus : Nephelium
Spesies : Nephelium lappaceum L.
II.1.2 Nama Daerah (5)
Tanaman rambutan juga dikenal dengan nama lain seperti rambutan,
corogol, tundun, buwa buluwan (Jawa), rambutan, rambuteun (Sumatera),
rambutan, barangkasa (Sulawesi).
II.1.3 Morfologi Tanaman (4)
a. Batang
Bentuk tajuk atau tidak beraturan tinggi sampai 25 meter dengan
bentuk batang lurus dan memiliki cabang yang banyak. Pada pangkal
4
batang berdiameter antara 40-60 cm, kulit batang berwarna abu-abu
kecoklatan. Bentuk percabangan tidak teratur dan rapat. Ranting atau
cabang ujung mempunyai warna coklat kusam dengan permukaan kulit
berkerut-kerut.
b. Daun
Daun rambutan tergolong daun majemuk, bertangkai daun dan
kedudukannya berhadap-hadapan dengan jumlah anak daun 2-8 lembar.
Tulang daun berwarna coklat kemerahan dan terjadi penbalan di bagian
dasarnya. Pada waktu daun masih muda dilindungi bulu-bulu halus dan
lunak. Anak daun berbentuk elips, lonjong, atau bulat telur meruncing
dibagian ujungnya, bertangkai pendek (4-10mm) dengan kedudukan
saling bersilangan. Daun berwarna hijau kekuningan, hijau gelap, atau
hijau laut. Daun rambutan mudah sekali rontok (tanggal). Daun
mempunyai panjang antara 5-20 cm dan lebar 2,5-4 cm. Tulang daun
bagian dari anak daun berwarna hijau kekuningan.
c. Bunga
Mulai bunga tumbuh dari ketiak daun atau pada ujung ranting tegak.
Panjang malai bunga berkisar antara 15-20 cm, bertandan dan berbau
agak harum. Bunganya kecil, bulat, berwarna hijau kekunungan, dan
berbulu halus. Bunga jantan dan bunga betina dalam satu malai biasanya
terpisah. Tak jarang pula ditemukan tanaman rambutan yang berbunga
jantan atau betina saja. Bunga jantan terdiri 5-8 benang sari, berkotak sari
5
keil da beruang dua. Tangkai sari berwarna putih dengan panjang 3-4mm,
kepala sari berwarna kuning. Bunga betina pendek, beruang dua atau
tiga, memiliki 5-7 putik (benang sari) yang berkepala kecil, panjangnya 1-
5 mm. Warna putik kuning kehijauan, tertutup bulu-bulu halus yang agak
panjang.
d. Buah
Buah rambutan terbentuk setelah 3-4 bulan berbunga. Tangkai bunga
pendek dan tebal. Pada setiap tangkai buah terdiri dari satu buah utama
dan satu buah tambahan yang terletak di luar buah utama. Satu buah
rambutan biasanya terdiri dari satu biji yang berkulit keras. Buah
berbentuk bulat atau lonjong, berwarna hijau merah, kuning atau jingga.
Buah berukuran panjang 3,5-8cm dengan diameter 2-5 cm. Pada bagian
permukaan buah terdapat rambut lunak yang meruncing pada bagian
ujungnya dengan warna merah atau kuning. Daging buah berwarna putih
transparan, berair, dan melekat pada kulit biji.
e. Biji
Biji rambutan keras, panjang antara 2,5-3,5 cm dengan diameter 1-1,5
cm. Kulit bijinya tebal dan keras. Kulit biji mudah sampai sukar terkelupas
dari kotiledon.
II.1.4 Kandungan Kimia (5)
6
Rambutan kaya kandungan kimia seperti zat besi, kalsium,
karbohidrat, fosfor, lemak, protein, dan vitamin C. Biji mengandung lemak
dan polifenol. Daun mengandung saponin dan tanin. Sementara pada kulit
batang terdapat flavonoid, pectic substance, saponin, tanin dan zat besi.
Kulit buah mengandung tanin dan saponin.
II.1.5 Kegunaan Tanaman (9)
Rambutan merupakan tanaman buah. Selain dikonsumsi buahnya
semua bagian tanaman rambutan bisa dimanfaatkan dalam segi
kesehatan yakni: kulit buah digunakan untuk mengatasi disentri dan
demam, kulit kayu digunakan untuk mengatasi sariawan, daun digunakan
untuk mengatasi diare dan menghitamkan rambut, akar digunakan untuk
mengatasi demam, dan biji digunakan untuk mengatasi diabetes
mellitus.
II.2 URAIAN PENYAKIT
II.2.1 Pengertian Diare (3,4)
Diare diartikan sebagai keluarnya tinja cair sebanyak tiga kali atau
lebih, atau lebih dari sekali keluarnya tinja cair yang berlendir atau
berdarah dalam sehari (3) atau diare di definisikan sebagai peningkatan
abnormal dalam kecairan feses atau peningkatan abnormal dalam berat
feses harian normal 200-250 g untuk dewasa rata-rata (4).
II.2.2 Mekanisme Diare (4,11)
7
Diare dapat terjadi melalui beberapa mekanisme:
1. Kurangnya absorbsi zat osmotik dari lumen usus (diare osmotik) (11).
Diare osmotik timbul pada pasien yang saluran ususnya terpapar
dan tadak mampu menahan beban hiperosmolar, yang biasanya
terdiri dari karbohidrat atau ion divalent. Contohnya intoleransi
laktosa. (4)
2. Meningkatnya sekresi elektrolit dan air ke dalam lumen usus
(diare sekretorik) (11).
Diare sekretorik timbul bila colon aktif mensekresikan cairan.
Biasanya pasien tidak menderia nyeri atau demam, tetapi
mengeluarkan feses benar-benar seperti air dalam jumlah banyak,
sering lebih 1 liter/hari. Berbeda dari diare osmotik, diare sekresi
menetap walaupun puasa dan osmolalitas tinja serupa dengan
serum (4).
3. Naiknya permeabilitas mukosa usus
Peningkatan permeabilitas usus dapat terjadi karena penyakit pada
usus halus dan usus besar atau karena tidak di absorpsinya asam
empedu (11)
4. Terganggunya motilitas usus
8
Peningkatan motilitas intestin yang merupakan penyebab diare
ditemukan (11)
II.2.3 Gejala klinik diare (12)
Gejala klinik diare pada umumnya adalah :
1. Fase prodromal (Sindrom Pradiare), antara lain : perut terasa penuh,
mual, muntah, keringat dingin, pusing.
2. Fase diare, antara lain : diare dengan segala akibatnya berlanjut yaitu
dehidrasi, asidosis, syok, mules, kejang, dengan atau tanpa panas,
pusing.
3. Fase penyembuhan, antara lain : diare makin jarang, mules berkurang,
penderita merasa lemas atau lesu.
II.2.4 Penyebab Diare
Secara normal makanan yang terdapat di dalam lambung dicerna
menjadi bubur (chymus), kemudian diteruskan ke usus halus untuk
diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim. Setelah terjadi resorpsi, sisa
chymus tersebut yang terdiri dari 90% air dan sisa-sisa makanan yang
sukar dicernakan, diteruskan ke usus besar (colon). Bakteri-bakteri yang
biasanya selalu berada di colon mencerna lagi sisa-sisa (serat-serat)
tersebut, sehingga sebagian besar dari sisa-sisa tersebut dapat diserap
pula selama perjalanan melalui usus besar. Airnya juga diresorpsi kembali
sehingga akhirnya isi usus menjadi lebih padat.
Tetapi kadang terjadi peristaltik usus yang meningkat sehingga
pelintasan chymus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air
9
pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja. Penyebab utamanya adalah
bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air dan atau
terjadinya hipersekresi. Pada keadaan normal, proses resorpsi dan
sekresi dari air dan elektrolit-elektrolit berlangsung pada waktu yang sama
di sel-sel epitel mukosa. Proses ini diatur oleh beberapa hormon, yaitu
resorpsi oleh enkefalin, sekresi diatur oleh prostaglandin dan
neurohormon V.I.P. (Vasoactive Intestinal Peptide). Biasanya resorpsi
melebihi sekresi, tetapi karena suatu sebab sekresi menjadi lebih besar
daripada resorpsi, oleh karena itulah diare terjadi. Berdasarkan
penyebabnya diare dapat dibedakan menjadi berikut :
1) Diare karena infeksi, meliputi :
a) Diare akibat virus
Diare ini disebabkan oleh rotavirus dan adenovirus. Mekanisme
terjadinya diare yaitu dengan cara virus melekat pada sel-sel mukosa
usus, yang menjadi rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun,
sekresi air dan elektrolit memegang peranan. Diare yang terjadi dapat
bertahan terus sampai beberapa hari sesudah virus lenyap dengan
sendirinya, biasanya dalam 3-6 hari
b) Diare akibat bakteri (invasif)
Mekanisme terjadinya diare ini adalah bakteri-bakteri tertentu pada
keadaan tertentu, contohnya bahan makanan yang terinfeksi oleh
banyak kuman menjadi “invasif” dan menyerbu ke dalam mukosa.
Kemudian bakteri memperbanyak diri dan membentuk toksin-toksin
10
yang dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat
(seperti : demam tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang, mencret
berdarah dan berlendir). Bakteri yang biasanya menyebabkan diare ini
adalah bakteri Salmonella, Shigella, Campylobacter, dan jenis Coli
tertentu.
c) Diare parasiter
Diare ini biasanya terjadi di daerah (sub) tropis. Jenis parasit yang
dapat menyebabkan diare ini adalah Protozoa Entamoeba histolytica,
Giardia Lamblia, Cryptosporidium, dan Cylospora. Adapun gejala dari
diare ini adalah mencret cairan yang intermiten, bertahan lebih lama
dari satu minggu, nyeri perut, demam, anoreksia, nausea, muntah-
muntah dan rasa letih umum atau malaise.
d) Diare akibat enterotoksin
Penyebabnya adalah kuman-kuman yang membentuk enterotoksin
(yang paling penting adalah E. coli dan Vibrio cholerae), Shigella,
Salmonella, Campylobacter dan Entamoeba histolytica. Diare ini
bersifat “self limiting”, artinya akan sembuh dengan sendirinya tanpa
pengobatan dalam lebih kurang 5 hari setelah sel-sel yang rusak
diganti dengan sel-sel mukosa baru.
2) Diare karena alergi makanan/minuman dan intoleransi
3) Diare karena gangguan gizi
4) Diare karena kekurangan enzim tertentu
11
5) Diare yang disebabkan karena pengaruh psikis (misalnya : terkejut dan
ketakutan).
Tetapi terdapat juga sejumlah penyakit yang dapat pula
mengakibatkan diare sebagai salah satu gejalanya, seperti kanker usus
besar dan beberapa penyakit cacing (contohnya : cacing gelang dan
cacing pita). Beberapa obat juga dapat menimbulkan diare sebagai efek
samping, misalnya : antibiotika berspektrum luas (ampisilin, tetrasiklin),
sitostatika, reserpin, kinidin, dan sebagainya. Diare juga dapat diakibatkan
oleh penyinaran dengan sinar-x atau radioterapi (7).
II.2.5 Klasifikasi Diare (7,13)
Beberapa klasifikasi diare antara lain adalah:
1. Klasifikasi berdasarkan pada penyebab terjadinya diare:
a. Diare spesifik adalah diare yang disebabkan oleh adanya infeksi
misalnya infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit dan
enterotoksin.
b.Diare non spesifik , yaitu diare yang tidak disebabkan oleh adanya
infeksi misalnya alergi makanan atau minuman (intoleransi),
gangguan gizi, kekurangan enzim dan efek samping obat (7).
2. Klasifikasi diare berdasarkan lamanya diare:
a. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung
singkat, dalam beberapa jam atau 14 hari.
b. Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lebih dari dua
minggu , dan umumnya bersifat menahun (13).
12
II.2.6 Pengobatan Diare (7)
Penggolongan obat-obat diare yang sering digunakan pada
penyakit diare yaitu:
a. Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yaitu memberantas bakteri
penyebab diare,seperti antibiotik, sulfonamid, kuinolon, dan
prozolidan.
b .Obstipansia untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare
dengan beberapa cara, yakni :
1. Zat-zat penekan peristaltik sehingga memberikan lebih banyak
waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus. Candu
dan alkaloidnya, derivate-derivat petidin (difenoksilat dan
loperamida) dan antikolinergika (atropin, ekstrak belladon).
2. Adstringen, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam
samak (tannin dan tanalbumin), garam-garam bismut dan
aluminium.
3. Adsorbens, misalnya karbo adsorben yang pada permukaannya
dapat menyerap zat-zat beracun (toksik) yang dihasilkan oleh
bakteri.
c. Spasmolitika, yaitu obat-obat yang dapat mengurangi kejang-kejang
otot yang sering kali mengakibatkan nyeri perut pada diare. Misalnya
papaverin dan oksilasifenonium.
II.3 Loperamid HCl (7,14)
13
Loperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi
yang dua sampai tiga kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap
susunan saraf pusat sehingga tidak menimbulkan ketergantungan. Zat ini
mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa,
yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke
keadaan resorpsi normal kembali (7).
Loperamid tidak diserap dengan baik melalui pemberian oral dan
penetrasinya ke dalam otak tidak baik, sifat-sifat ini menunjang selektifitas
kerjanya. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 4 jam
sesudah minum obat. Masa laten yang lama ini disebabkan oleh
penghambatan motilitas saluran cerna dan karena obat mengalami
sirkulasi enterohepatik Loperamid memperlambat motilitas saluran cerna
dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinalis usus. Obat ini
berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya
diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Waktu paruh
loperamid adalah 7-14 jam (14).
Loperamid dalam bentuk tablet 2 mg (Imodium) dan sirup 1 mg/5
ml dan digunakan dengan dosis 4-8 mg per hari (14).
II.4 Oleum Ricini (15,16)
Minyak jarak (Oleum ricini) merupakan trigliserida yang berkhasiat
sebagai laksansia. Minyak jarak diperas dari biji pohon jarak (Ricinus
communis) dan mengandung trigliserida dari asam risinoleat, suatu asam
lemak tak jenuh (7). Diusus halus, minyak ini mengalami hidrolisis dan
14
menghasilkan asam risinoleat yang merangsang mukosa usus, sehingga
mempercepat gerak peristaltik dan mengakibatkan pengeluaran isi usus
dengan cepat. Dosis minyak jarak adalah 2 sampai 3 sendok makan (15-
30 ml), diberikan sewaktu perut kosong. Efeknya timbul 1 sampai 6 jam
setelah pemberian, berupa pengeluaran buang air besar berbentuk
encer (15).
Minyak jarak merupakn cairan kental, jernih, kuning pucat, bau
lemah, rasa manis kemudian agak pedas, umumnya memualkan (16)
II.5 EKSTRAK DAN MASERASI (16,17)
II.5.1 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan
mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian
sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (16).
II.5.2 Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut sehingga terjadi
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut
diluar sel, maka larutan yang terletak di dalam akan terdesak keluar dan
15
proses ini berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi
larutan di luar sel dan di dalam sel.
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah
diusahakan. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang
mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak
mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak
mengandung benzoik, sitraks dan lain-lain. Maserasi dapat dilakukan
dengan modifikasi, misalnya:
a. Digesti
Digesti adalah cara maserasi yang menggunakan pemanasan
lemah, yaitu pada suhu 40-50 0C. Cara maserasi ini hanya digunakan
untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.
Dengan pemanasan akan diperoleh keuntungan antara lain:
1. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan
berkurangnya lapisan-lapisan batas
2. Daya larut cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan
tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.
3. Koefesian difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan
berbanding terbalik dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan
16
berpengaruh pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan
meningkat bila suhu dinaikan.
Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan,
maka perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan penyari
yang menguap akan kembali ke dalam bejana.
b. Maserasi dengan menggunakan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu
proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
c. Remaserasi
Cairan penyari dibagi dua. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi
dengan cairan penyari pertama, sesudah dienap tuangkan dan diperas,
ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.
d. Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan
penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu
mengalir kembali secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan
melarutkan zat aktif.
Keuntungan cara ini adalah aliran cairan penyari mengurangi
lapisan batas, cairan penyari akan di distribusikan secara seragam,
17
sehingga akan memperkecil pemekatan dan waktu yang diperlukan lebih
pendek.
e. Maserasi melingkar bertingkat
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan
secara sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila
keseimbangan telah terjadi. Masalah ini dapat diatasi dengan maserasi
melingkar bertingkat (17).
II.6 METODE EKSTRAKSI (17)
II.6.1 Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut
1.Cara dingin
a. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar)
b. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan
bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh
ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
18
2. Cara panas
a. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan
proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk
proses ekstraksi sempurna.
b. Soxhlet adalah ekstrasi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
c. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengaduk kontinyu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu
secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 0C
d. Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas
air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur
terukur 96-98 0C) selama waktu tertentu (15-20 menit).
e. Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (lebih dari 30 0C) dan
temperatur sampai titik didih air (17).
19
II.7 Uraian Hewan Uji (18)
Mencit/mouse (Mus musculus) adalah hewan pengerat (rodentia)
yang cepat berbiak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi
genetiknya cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologisnya
terkarakterisasi dengan baik.
Beberapa sifat fisiologis pada mencit yang menonjol, antara lain:
1. Walaupun ukuran tubuhnya demikian kecil, namun denyut jantungnya
600/menit
2. Konsumsi oksigennya 1,7 ml/g/jam
3. Kesuburannya tinggi (dalam kira-kira 425 hari, satu ekor mencit dapat
menghasilkan kurang lebih 1 juta keturunan yang berasal dari 8 liter)
4. Sifat anatomisnya antara lain : limpa pada mencit jantan 50% lebih
besar daripada mencit betina. Susunan gigi serinya 1/1, tidak ada
taring, tidak ada premolar. Geraham 3/3, gigi serinya terus tumbuh.
Terdapat 3 pasang mammae dibagian dada dan 2 pasang mammae di
daerah inguinal. Perutnya terdiri dari bagian yang berkelenjar dan
bagian yang tidak berkelenjar. Saluran inguinal pada pejantan selalu
terbuka selama hidup (18).
20
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Alat dan Bahan Yang Digunakan
a. Alat
Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat alat maserasi, alat
rotavapor, kain flanel, kandang mencit, kertas saring, kertas
timbang, labu tentukur, pengaduk elektrik, pipet volume, spoit
oral, stopwatch, alumunium foil, gelas ukur, thermometer,
timbangan hewan, timbangan analitik, timbangan kasar.
b. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah air suling, metanol, etil
asetat, loperamid HCl, Na.CMC 1%, minyak jarak dan simplisia
daun rambutan, mencit.
III.2. Pengambilan Dan Penyiapan Sampel Penelitian
III.2.1 Pengambilan dan pengolahan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun rambutan
(Nephelium lappaceum L.) yang di ambil dari pohon yang sudah pernah
berbuah. Daun rambutan yang diambil adalah daun yang masih muda.
yang diperoleh dari kecamatan Toili kota Luwuk-Banggai, Sulawesi
Tengah.
Daun rambutan diambil yang masih muda, sampel diambil
pukul 09.00 pagi, daun yang sudah di petik kemudian dicuci bersih,
21
dipotong-potong kecil kemudian dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan pada tempat yang tidak terkena sinar matahari
langsung (19).
III.2.2 Pembuatan Fraksi Tidak Larut Etil Asetat Ekstrak Metanol Daun
Rambutan (Nephelium lappaceum L.)
Daun rambutan yang sudah di potong-potong kecil ditimbang
sebanyak 250 g, kemudian diekstraksi dengan cara maserasi. Sampel
yang telah ditimbang dimasukkan dalam bejana maserasi dan
ditambahkan dengan larutan penyari (Metanol) selama 3 hari dan
dilakukan sebanyak 3 kali, sesekali dilakukan pengadukan. Setelah 3
hari, filtrat diperas lalu disaring dengan kertas saring atau kain flanel. Sisa
filtrat ditambah lagi dengan cairan penyari secukupnya, aduk dan diserkai
sehingga memperoleh seluruh sari. Ekstrak metanol yang diperoleh
dikumpulkan dan diuapkan dengan rotavapor untuk mendapatkan ekstrak
kental. Ekstrak metanol yang diperoleh dipartisi dengan etil asetat
menggunakan metode partisi padat-cair. Ekstrak etil asetat yang diperoleh
diuapkan dengan menggunakan rotavapor, sehingga diperoleh ekstrak
kental.
III.3 Pembutan Bahan Penelitian
III.3.1 Pembutan Larutan Koloidal Na.CMC 1% b/v
Na.CMC sebanyak 1 gram dimasukkan sedikit demi sedikit
kedalam 50 ml air suling panas (70oC) sambil diaduk dengan pengaduk
22
elektrik hingga terbentuk larutan koloidal yang homogen, volumenya
dicukupkan dengan air suling hingga 100 ml.
III.3.2 Pembuatan Suspensi Loperamid HCl 0,002% b/v
Suspensi loperamid HCl 0,002% b/v dibuat dengan menggerus
tablet Imodium yang mengadung 2 mg loperamid HCl, kemudian
di masukkan ke dalam lumpang. Di tambahkan larutan koloidal
Na CMC 1 % b/v sedikit demi sedikit dan diaduk hingga homogen.
Dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan volumenya
dengan suspensi Na CMC 1 % b/v hingga 100 ml.
III.3.3 Pembuatan Suspensi Fraksi Tidak Larut Etil Asetat Nephelium
lappaceum L.
Ekstrak Nephelium lappaceum yang digunakan dalam penelitian ini
adalah fraksi tidak larut etil asetat dengan konsentrasi 1% b/v, 2,5% b/v
dan 5% b/v, dimana masing-masing sebanyak 1 g, 2,5 g dan 5 g
dimasukkan kedalam lumpang dan ditambahkan larutan koloidal
Na.CMC 1% 100 ml sambil digerus dalam lumpang sampai homogen.
III.4 Pemilihan hewan uji (20)
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mencit jantan (Mus musculus) sehat, dewasa dengan berat badan
rata-rata 20-30 g.
23
III.5 Penyiapan hewan uji
Sebanyak 15 ekor mencit dibagi dalam 5 kelompok dan masing-
masing terdiri dari 3 ekor, tiap mencit diberi minyak jarak. Setelah itu
kelompok I diberi Na CMC sebagai kontrol negatif, kelompok II-IV diberi
diberi suspensi fraksi tidak larut etil asetat ekstrak metanol daun rambutan
konsentrasi 1% b/v, 2,5% b/v dan 5% b/v sebagai kelompok uji dan
kelompok V diberi loperamid-HCl sebagai kelompok kontrol positif.
III.5 Perlakuan terhadap hewan uji (20).
Mencit yang telah diadaptasi, dipuasakan terlebih dahulu selama
satu jam, kemudian ditimbang lalu dibagi menjadi 5 kelompok dan masing
terdiri dari 4 ekor mencit. Kemudian semua kelompok hewan uji yaitu
kelompok I, II, III, IV dan V terlebih dahulu diberi secara oral 0,75 ml
minyak jarak. Setelah tiga puluh menit, kelompok I diberi secara oral
Na CMC, kelompok II, III dan IV diberi secara oral sampel uji yaitu fraksi
metanol tidak larut etil asetat daun rambutan konsentrasi 1% b/v, 2,5%
b/v dan 5% b/v dan kelompok V diberi secara oral sediaan uji loperamid
HCl, dengan dosis pemberian 1ml/30 g bb. Kemudian masing-masing
hewan uji dimasukkan ke dalam gelas kimia yang dialasi kertas saring
untuk diamati selanjutnya respon diamati dalam selang waktu 1 jam
selama 10 jam, parameter yang diamati meliputi mulai terjadinya diare,
lama terjadinya diare, frekuensi dan konsistensi tinja (berlendir/berair,
lembek, normal dan tidak terjadi diare). Kemudian dilakukan analisis data
dan ditarik kesimpulan.
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.I Hasil Penelitian
Hasil pengamatan konsistensi tinja dan frekuensi defekasi
terhadap hewan uji mencit pada tiap kelompok adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Data Rata-Rata Skor Konsitensi Tinja Selama 10 Jam pada Mencit yang Diberi Suspensi Fraksi Tidak Larut Etil Asetat Ekstrak Metanol Daun Rambutan.
Perlakuan Replikasi Jumlah Rata-Rata1 2 3
Kontrol Negatif 1,5 1,5 1,3 4,3 1,43Konsentrasi 1 % b/v 1,6 1,2 1,2 4 1,3Konsentrasi 2.5 % b/v 0,9 0,7 0,7 2,3 0,8Konsentrasi 5 % b/v 0,6 0,5 0,4 1,5 0,5Kontrol Positif 0,5 0,4 0,5 1,4 0,46
Jumlah 5 4,3 4,1 13,4 0,89
Tabel 2. Data Rata-Rata Frekuensi Defekasi Selama 10 jam pada Mencit yang Suspensi Fraksi Tidak Larut Etil Asetat Ekstrak Metanol Daun Rambutan.
Perlakuan Replikasi Jumlah Rata-Rata1 2 3
Kontrol Negatif 2,0 1,8 2,2 6,0 2Konsentrasi 1 % b/v 2,0 1,7 1,8 5,5 1,8
Konsentrasi 2.5 % b/v 1,1 1,3 1,2 3,6 1,2Konsentrasi 5 % b/v 1,0 0,8 1,0 2,8 0,93
Kontrol Positif 0,9 1,0 0,8 2,7 0,8
Jumlah 7 6,6 7 20,6 1,34
IV. 2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek antidiare dari daun
rambutan (Nephelium lappaceum L.). Di masyarakat rambutan dikenal
sebagai tanaman buah dan berfungsi sebagai obat diare karena
mengandung senyawa tanin yang memiliki aktifitas sebagai antidiare,
yaitu dapat meringankan diare dengan menciutkan selaput lendir usus.
25
Sampel daun rambutan sebanyak 250 gram dimaserasi dengan
menggunakan penyari metanol, dari hasil maserasi diperoleh ekstrak
metanol kental sebanyak 20,409 gram. Ekstrak metanol kental yang
diperoleh kemudian dipartisi dengan penyari etil asetat menggunakan
metode cair padat. Dari hasil partisi diperoleh rendamen fraksi tidak
larut etil asetat sebanyak 4,387% dan rendamen fraksi larut etil asetat
sebanyak 3,5%. Setelah diperoleh sampel fraksi tidak larut
etil asetat, kemudian sampel dibagi dalam tiga konsentrasi yakni
konsentrasi 1% b/v, 2,5% b/v , 5% b/v, kontrol negatif dengan hanya
memberikan Na CMC dan kontrol positif dengan loperamid HCl dengan
dosis pemberian 1 ml/30 g bb mencit.
Pada penelitian ini, digunakan metode proteksi terhadap diare yang
disebabkan oleh oleum ricini (minyak jarak). Hewan uji mencit terlebih
dahulu diinduksi dengan minyak jarak yang memberikan efek sebagai
pencahar. Di usus halus minyak ini mengalami hidrolisis yang
menghasilkan asam risinoleat yang merangsang mukosa usus sehingga
mempercepat gerakan peristaltik dan mengakibatkan pengeluaran isi usus
dengan cepat. Terjadinya diare ditandai dengan konsistensi tinja yang
lebih lunak dan cair dengan frekuensi buang air besar yang sering.
Pengamatan mula terjadinya diare, konsistensi tinja, frekuensi defekasi
serta lama terjadinya diare dilakukan setiap jam selama 10 jam.
Dari hasil pengamatan saat mulai terjadinya diare dan lama terjadi
diare diperoleh nilai rata-rata dari masing-masing perlakuan: kelompok
26
kontrol negatif waktu awal terjadinya diare pada menit ke 62 dan diare
berlansung selama 286,6 menit, kelompok perlakuan 1% waktu awal
terjadinya diare pada menit ke 64,3 dan diare berlansung selama 301,33
menit , kelompok 2,5% waktu awal terjadinya diare pada menit ke 73,66
dan diare berlansung selama 266 menit, kelompok 5% waktu awal
terjadinya diare pada menit ke 82,3 dan diare berlansung
selama 87,33menit dan kelompok positif waktu awal terjadinya diare
pada menit ke 102,66 dan diare berlansung selama 84,33 menit.
Hasil pengamatan terhadap konsistensi tinja hewan uji pada saat
diare pada masing-masing kelompok memberikan hasil yang bervariasi
mulai dari padat, lembek, cair dan tidak terjadi diare, kemudian diberi skor
sesuai dengan kategori masing-masing (keterangan lengkap tercantum
pada tabel 6). Hasil pengamatan terhadap frekuensi defekasi juga
memberikan hasil yang bervariasi karena masing-masing hewan
mempunyai keadaan fisiologi yang berbeda. Jadi, walaupun dalam satu
konsentrasi pemberian hasil yang diperoleh berbeda pada masing-masing
hewan yang digunakan (keterangan lengkap pada tabel 7).
Analisis statistik rancangan acak lengkap (RAL) terhadap
konsistensi tinja diperoleh hasil bahwa pemberian fraksi tidak larut etil
asetat ekstrak metanol berpengaruh nyata terhadap konsistensi tinja pada
mencit yang dilihat dari F hitung lebih besar dari F tabel pada taraf
signifikan 5 % dan tidak lebih besar dari F tabel pada taraf signifikan 1%.
Namun, Analisis statistik rancangan acak lengkap (RAL) terhadap
27
frekuensi defekasi, waktu mulai terjadinya diare dan lama terjadinya diare
diperoleh hasil bahwa pemberian fraksi tidak larut etil asetat ekstrak
metanol berpengaruh sangat nyata, karena nilai F hitung lebih besar dari
F tabel pada taraf signifikan 5% dan 1%.
Analisis lanjutan dengan uji jarak beda nyata Duncan untuk waktu
awal tejadinya diare menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara
kelompok kontrol negatif dengan kelompok yang diberi suspensi fraksi
tidak larut etil asetat 5% sedangkan kelompok yang diberi suspensi fraksi
tidak larut etil asetat 1% dan 2,5% tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata dengan kelompok kontrol negatif. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kandungan zat antidiare pada konsentrasi 1% dan 2,5% masih rendah
sehingga belum memberikan efek. Terdapat perbedaan yang tidak nyata
antara kelompok yang diberi suspensi loperamid-HCl dengan kelompok
yang diberi suspensi fraksi tidak larut etil asetat 5%.
Analisis lanjutan dengan uji jarak beda nyata Duncan untuk
parameter lama terjadinya diare menunjukkan hasil yang berbeda nyata
antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok yang diberi suspensi
ekstrak tidak larut etil asetat konsentrasi 2,5% dan berbeda sangat nyata
dengan konsentrasi 5%, sedangkan kelompok yang diberi suspensi fraksi
tidak larut etil asetat 1% tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
dengan kelompok kontrol negatif. Terdapat perbedaan yang tidak nyata
antara kelompok yang diberi suspensi loperamid-HCl dengan kelompok
yang diberi suspensi fraksi tidak larut etil asetat 2,5 dan 5%, hal ini dapat
28
disimpulkan bahwa kandungan zat antidiare pada konsentrasi 2,5%
dan 5% sudah dapat memberikan efek yang sama dengan loperamid-HCl.
Analisis lanjutan dengan uji jarak beda nyata Duncan konsistensi
tinja menunjukkan perbedaan yang nyata antara kelompok kontrol negatif
dengan kelompok yang diberi suspensi frsksi tidak larut etil asetat
konsentrasi 2,5% dan berbeda sangat nyata dengan konsentrasi 5%.
Namun, kontrol negatif tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 1%.
Kontrol positif loperamid HCl berbeda sangat nyata dengan kontrol negatif
Na CMC dan konsentrasi 1%, tetapi tidak ada perbedaan efek yang nyata
antara konsentrasi 2,5% dan 5% maupun kontrol positif.
Analisis lanjutan dengan uji jarak beda nyata Duncan frekuensi
defekasi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antara kelompok
kontrol negatif dengan kelompok yang diberi suspensi fraksi tidak larut etil
asetat konsentrasi 2,5% dan 5%. Namun, kontrol negatif tidak berbeda
nyata dengan konsentrasi 1%. Kontrol positif loperamid-HCl berbeda
sangat nyata dengan kontrol negatif Na CMC dan konsentrasi 1%, tetapi
tidak ada perbedaan efek yang nyata antara konsentrasi 2,5% dan 5%
maupun kontrol positif.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa daun
rambutan dapat memberikan efek antidiare, karena fraksi tidak larut etil
asetat ekstrak metanol daun rambutan ini dapat menghambat tejadinya
diare pada mencit yang telah diinduksi dengan oleum ricini. Dari ketiga
29
konsentrasi yang digunakan yakni 1% b/v, 2,5% b/v dan 5% b/v, fraksi
tidak larut etil asetat ekstrak metanol daun rambutan yang
memperlihatkan efek tidak nyata dengan suspensi loperamid-HCl adalah
pada konsentrasi 5%.
Tanaman rambutan (Nephelium lappaceum L.) kaya kandungan
kimia seperti zat besi, kalsium, karbohidrat, fosfor, lemak, protein, dan
vitamin C. Biji mengandung lemak dan polifenol. Daun mengandung
saponin dan tanin. Sementara pada kulit batang terdapat flavonoid, pectic
substance , saponin, tanin dan zat besi. Kulit buah mengandung tanin dan
saponin. Diperkirakan senyawa tanin yang terkandung didalam daun
rambutan inilah yang bekerja sebagai adstringens yaitu yang dapat
menciutkan selaput lendir usus sehingga dapat menekan terjadinya diare
dan meringankan keadaan diare pada mencit (5,6).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
30
V.I Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada hewan
uji dapat disimpulkan bahwa :
Pemberian fraksi tidak larut etil asetat ekstrak metanol daun rambutan
(Nephelium lappaceum L.) konsentrasi 5% b/v memberikan efek
antidiare yang secara statistik tidak berbeda nyata dengan kontrol
positif dengan loperamid-HCl.
VI. Saran
Disarankan untuk melakukan penelitian khasiat daun
rambutan sebagai antidiare pada konsentrasi yang lebih tinggi dari
konsentrasi 5% b/v.
DAFTAR PUSTAKA
31
1. Adisasmito, wiku. Faktor risiko diare pada bayi dan balita di indonesia: systematic review penelitian akademik bidang kesehatan masyarakat. Makara, kesehatan. vol. 11, no. 1. juni 2007: 1-10. http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/01_Wiku%20AS_FAKTOR%20RISIKO%20DIARE_Revisi.PDF. Diakses 7 oktober 2010.
2. Soegeng soegijanto. Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta, Salemba Medika. 2002. Hal 74
3. Paul s. farkas, albert b. knapp. Gastroenterology. Widya medika. Jakarta. 1990 hal 49-55.
4. Mahisworo, dkk. Bertanam Rambutan. Penebar Swadaya, Jakarta. 1996, hal 6, 19-20.
5. Hariana, arief. Tumbuhan obat dan khasiatnya, seri 3. Penebar Swadaya, Jakarta. 2007, hal 7.
6. Tjay. Tan Hoan,dkk. Obat-obat Penting, edisi kelima. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2002, hal 279.
7. Kusumaningrat. Studi Aktivitas Antidiare Infusa Daun Rambutan (Nephelium Lappaceum, L.) Terhadap Tikus Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Oleh Castor Oil. Fakultas farmasi UII, Jakarta, 2007
8. Jaelani, Inne Herlani. Studi Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol Daun Rambutan (Nephelium Lappaceum, L.) Terhadap Tikus Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Oleh Castor Oil. Fakultas farmasi UII. Jakarta, 2007
9. Dalimarta, Setiawan. Atlas Tumbuhan Obat Tradisional, Jilid 3. Puspa Swara, Jakarta. 2003, hal 114.
10.Saleh, Muhammad, dkk., Determinasi Dan Morfologi Buah Eksotis Potensial Di Lahan Rawa. Balai penelitian pertanian lahan rawa banjarbaru.http://balittra.litbang.deptan.go.id/eksotik/Monograf%20-%207.pdf. di akses 18 januari 2011.
11.Mutsler. Ernst., Dinamika Obat edisi 5. Institut Tinggi Bandung, Bandung, 1996, hal 542.
12.Sulaiman, H. A., Daldiyono., Nurul Akbar, H., Aziz Rani, H., Gartroenterologi Hepatologi, CV. Infomedika, Jakarta,1990, hal 21.
13.Mansyur. Arif. Dkk., Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta, 2001, hal 500-501, 504.
32
14.Ganiswara. Sulistia G. Farmakologi Dan Terapi Edisi 4. Bagian farmakologi FK-UI, Jakarta, 2001, hal 511-512.
15.Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 1979. hal 9, 459.
16.Jazanul, A., Farmakologi Dan Terapi, Obat-Obat Saluran Cerna, Jakarta, 2000, hal 61.
17.Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan, Sediaan Galenika, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 1986. hal 10-17.
18.Malole, M.B.M., Pramono. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium, ditelaah oleh Masduki Partadireja, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Diretorat Jenderal Pendidikan Tinggi Antar Universitas Bioteknologi, IPB, Bogor, 1989, 94.
19.Gunawan, didik,dkk., Ilmu obat alam (farmakognosi) jilid 1. Penebar Swadaya, Jakarta, 2004, hal 11-14.
20. Soares, Teresinha D.L. Uji Efek Antidiare Sarang Semut (Hydophytum sp) Pada Mencit (Mus musculus). Skripsi. Fakultas farmasi universitas hasanuddin. Makasar, 2010, hal 25-26.
21.Schefler, William C. Statistika Untuk Biologi,Farmasi,Kedokteran Dan Ilmu Yang Bertautan. ITB, Bandung, 1987.
Lampiran 1: Skema Kerja Ekstraksi
250 gram Daun Rambutan
(Nephelium lappaceum L.)
33
Maserasi (Metanol)
Di rotavapor dan diangin-anginkan
Dipartisi dengan etil asetat
Metode padat cair
+ Na CMC 1% b/v
Lampiran 2: Skema Kerja Uji Efek Antidiare Pada Mencit Jantan
Ekstrak Metanol Filtrat
Ekstrak metanol kental
Fraksi Larut Etil
Asetat
Suspensi Fraksi Tidak
Larut Etil Asetat
Mencit 15 ekor Suspensi Fraksi Tidak Larut Etil Asetat Ekstrak Metanol Daun
Rambutan (Nephelium lappaceum L)
Fraksi Tidak Larut
Etil Asetat
34
Setiap 1 Jam, selama 10 jam
Lampiran 3: PERHITUNGAN RENDEMEN
Pemeliharaan/penyesuaian
Penimbangan
pengelompokan
Pemberian Suspensi Fraksi Tidak Larut Etil Asetat ekstrak metanol
Daun Rambutan 1% b/v, 2,5% b/v, dan 5% b/v
Perlakuan Terhadap Hewan Uji
Klp INa CMC
(Kontrol Negatif)
Klp IISuspensi
Fraksi Tidak Larut EtOAc
1% b/v
Klp IVSuspensi
Fraksi Tidak Larut EtOAc
5% b/v
Klp IIISuspensi
Fraksi Tidak Larut EtOAc
2,5% b/v
Pengamatan dan pengumpulan data
Pengolahan data
Pembahasan
Kesimpulan
Pemberian oleum ricini pada semua kelompok
KLP VSuspensi
Loperamid HCl(kontrol positif)
35
% Rendemen fraksi tidak larut etil asetat = x 100% = 4,387 %
% Rendemen fraksi larut etil asetat = x 100% = 3,5 %
Tabel 3
Data Pengamatan Waktu Awal Terjadinya Diare Setelah Pemberian Oleum Ricini (Menit)
% Rendemen = Berat ekstrak yang diperoleh (gram) X 100%Berat sampel
36
Hewan Ke
Suspensi Ekstrak Tidak Larut Etil Asetat
Kontrol Negatif Na CMC
Kontrol Positif Loperamid HCl
1% 2,5% 5%1 61 76 60 60 992 62 67 89 61 1093 70 78 98 65 100
Jumlah 193 221 247 186 308Rata-rata 64,3 73,66 82,3 62 102,66
Tabel 4
Data Pengamatan Lama Terjadinya Diare Setelah Pemberian Oleum Ricini (Menit)
Hewan Ke
Suspensi Ekstrak Tidak Larut Etil Asetat
Kontrol Negatif Na
CMC
Kontrol Positif Loperamid HCl
1% 2,5% 5%1 341 226 113 345 852 330 306 90 350 953 233 266 59 340 73
Jumlah 904 798 262 1035 250Rata-rata 301,33 266 87,33 345 84,33
37
38
Lampiran 4 : Analisis Sidik Ragam (ASR) Untuk Waktu Awal
Terjadinya Diare, Lama Terjadinya Diare,
Konsisitensi Feses Dan Frekuensi Defekasi.
1. Waktu Awal Terjadinya Diare
39
A. Sumber Keragaman
Model : Y = µ + σ + ζ
Dimana : Y = Total hasil percobaan
µ = Nilai rata-rata harapan
ζ = Pengaruh kesalahan/galat
Sumber Keragaman adalah :
1. Perlakuan (P)
2. Kesalahan / Galat (G)
3. Total Percobaan (T)
B. Perhitungan Derajat Bebas (Db)
1. DbT = (r.t)-1 = (3.5) – 1 =14
2. DbP = t -1 = 5-1 = 4
3. DbG = DbT – DbP = 14 – 4 = 10
C. Perhitungan Jumlah Kuadrat (JK)
FK = = = = 88935
1. JKT = T(Yij2) - FK
= (602 + 622 + … + 1002) - 88935
= 93167 – 88935 = 4232
2. JKP = - FK
= - 88935
= 92186,33 – 88935 = 3251,33
3. JKG = JKT – JKP
40
= 4232– 3251,33 = 980,67
D. Perhitungan Kuadrat Tengah (KT)
1.KTP = = = 812,83
2.KTG = = = 98,067
E. Perhitungan Distribusi F (Fh)
FhP = = = 8,29
F. Perhitungan Koefisien Keragaman (KK)
KK = = x 100% = x 100% = 12,86%
Hasil Analisis Sidik Ragam (ASR) Perlakuan Terhadap Waktu Awal Terjadinya Diare
Sumber Keragaman
Db JK KT Fh Ft
5% 1%
Perlakuan (P) 4 88935 812,83 8,29** 3,48 5,99
41
Galat (G) 10 3251,33 98,067
Total (T) 14
Keterangan : (**) Sangat Signifikan.
Pemberian fraksi metanol tidak larut etil asetat berpengaruh sangat nyata
(sangat signifikan) terhadap awal terjadinya diare pada mencit. Karena
nilai Koefisien Keragaman (KK) besar yaitu 12,86% maka akan dilanjutkan
dengan Analisis Uji Beda Nyata Duncan (BNJD)
Uji Beda Jarak Nyata Duncan (Uji BNJD)
JNTDα = Pα(ρ.ν) . S
S = = = 5,717
Tabel 7: Hasil Uji BNJD 5% Dan 1% Awal Terjadinya Diare
PERLAKUAN RATA
RATA
BEDA NYATA PADA JARAK P =
2 3 4 5
42
Kontrol Negatif 62
Konsentrasi 1 % 64,3 2,3 TS
Konsentrasi 2,5 % 73,66 9,36 TS 11,66 TS
Konsentrasi 5 % 82,3 8,64 TS 18 TS 20,3*
Kontrol Positif 102,66 20,36 * 29 ** 38,36** 40,66**
P 0,05 (P.10)
P 0,01 (P.10)
3,15
4,48
3,30
4,73
3,37
4,88
3,43
4,96
BNJD 5%
BNJD 1%
18,01
25,61
18,87
27,33
19,27
27,89
19,61
28,35
Keterangan: Ts (Tidak Signifikan) * (Signifikan) * * (Sangat Signifikan)
2. Lama Terjadinya Diare
A. Sumber Keragaman
Model : Y = µ + σ + ζ
Dimana : Y = Total hasil percobaan
µ = Nilai rata-rata harapan
ζ = Pengaruh kesalahan/galat
Sumber Keragaman adalah :
1. Perlakuan (P)
2. Kesalahan / Galat (G)
3. Total Percobaan (T)
B. Perhitungan Derajat Bebas (Db)
1.DbT = (r.t)-1 = (3.5) – 1 =14
2.DbP = t -1 = 5-1 = 4
3. DbG = DbT – DbP = 14 – 4 = 10
43
C. Perhitungan Jumlah Kuadrat (JK)
FK = = = = 705033,6
1. JKT = T(Yij2) - FK
= (3452 + 350 2 + … + 732) - 705033,6
= 894892 – 705033,6 = 189858,4
2. JKP = - FK
= - 705033,6
= 885463– 703733,4 = 181729,6
3. JKG = JKT – JKP
= 189858,4 – 181729,6 = 8128,8
D. Perhitungan Kuadrat Tengah (KT)
1. KTP = = = 45432,4
2. KTG = = = 812,88
E. Perhitungan Distribusi F (Fh)
FhP = = = 55,89
F. Perhitungan Koefisien Keragaman (KK)
KK = = x 100% = x 100% = 13,15%
Hasil Analisis Sidik Ragam (ASR) Perlakuan Terhadap Lama Terjadinya Diare
44
Sumber Keragaman
Db JK KT Fh Ft
5% 1%
Perlakuan (P) 4 181729,6 45432,4 55,89** 3,48 5,99
Galat (G) 10 8128,8 812,88
Total (T) 14
Keterangan : (**) Sangat Signifikan.
Pemberian fraksi metanol tidak larut etil asetat berpengaruh sangat nyata
(sangat signifikan) terhadap lama terjadinya diare pada mencit. Karena
nilai Koefisien Keragaman (KK) besar yaitu 13,15% maka akan dilanjutkan
dengan Analisis Uji Beda Nyata Duncan (BNJD)
Uji Beda Jarak Nyata Duncan (Uji BNJD)
JNTDα = Pα(ρ.ν) . S
S = = = 16,46
Tabel 8: Hasil Uji BNJD 5% Dan 1% Lama Terjadinya Diare
PERLAKUAN RATA BEDA NYATA PADA JARAK P =
2 3 4 5
45
RATA
Kontrol Negatif 345
Konsentrasi 1 % 301 44TS
Konsentrasi 2,5 % 266 35TS 79 *
Konsentrasi 5 % 87,33 178,67 ** 213,67** 257,67**
Kontrol Positif 84,33 3TS 181,67** 216,67** 260,67**
P 0,05 (P.10)
P 0,01 (P.10)
3,15
4,48
3,30
4,73
3,37
4,88
3,43
4,96
BNJD 5%
BNJD 1%
51,84
73,74
54,32
77,85
55,47
80,32
56,45
81,64
Keterangan: Ts (Tidak Signifikan) * (Signifikan) * * (Sangat Signifikan)
3. Konsistensi tinja
A. Sumber Keragaman
Model : Y = µ + σ + ζ
Dimana : Y = Total hasil percobaan
µ = Nilai rata-rata harapan
ζ = Pengaruh kesalahan/galat
Sumber Keragaman adalah :
1. Perlakuan (P)
2. Kesalahan / Galat (G)
3. Total Percobaan (T)
B. Perhitungan Derajat Bebas (Db)
1. DbT = (r.t)-1 = (3.5) – 1 =14
2. DbP = t -1 = 5-1 = 4
46
3. DbG = DbT – DbP = 14 – 4 = 10
C. Perhitungan Jumlah Kuadrat (JK)
FK = = = = 11,97
1. JKT = T(Yij2) - FK
= (1,52 + 1,52 + … + 0,52) - 11,97
= 15,42 -11,97 = 3,45
2. JKP = - FK
= - 11,97
= 14,4 – 11,97 = 2,43
3. JKG = JKT – JKP
= 3,45 – 2,43 = 1,02
D. Perhitungan Kuadrat Tengah (KT)
1. KTP = = = 0,60
1. KTG = = = 0,102
E. Perhitungan Distribusi F (Fh)
FhP = = = 5,88
F. Perhitungan Koefisien Keragaman (KK)
KK = = x 100% = x 100% = 35,84%
47
Hasil Analisis Sidik Ragam (ASR) Perlakuan Terhadap Konsistensi Tinja
Sumber Keragaman
Db JK KT Fh Ft
5% 1%
Perlakuan (P) 4 2,43 0,60 5,88* 3,48 5,99
Galat (G) 10 1,02 0,102
Total (T) 14
Keterangan. * Signifikan.
Pemberian fraksi metanol tidak larut etil asetat berpengaruh nyata
(signifikan) terhadap konsistensi Tinja pada mencit. Karena nilai Koefisien
Keragaman (KK) besar yaitu 35,84%maka akan dilanjutkan dengan
Analisis Uji Beda Nyata Duncan (BNJD)
Uji Beda Jarak Nyata Duncan (Uji BNJD)
JNTDα = Pα(ρ.ν) . S
S = = = 0,184
Tabel 9: Hasil Uji BNJD 5% Dan 1% Konsistensi Tinja
PERLAKUAN RATA BEDA NYATA PADA JARAK P =
48
RATA
2 3 4 5
Kontrol Negatif 1,43
Konsentrasi 1 % 1,3 0,13 TS
Konsentrasi 2,5 % 0,8 0,5 TS 0,63*
Konsentrasi 5 % 0,5 0,3 TS 0,8* 0,93**
Kontrol Positif 0,46 0,04 TS 0,34 TS 0,84* 0,97**
P 0,05 (P.10)
P 0,01 (P.10)
3,15
4,48
3,30
4,73
3,37
4,88
3,43
4,96
BNJD 5%
BNJD 1%
0,57
0,82
0,60
0,87
0,62
0,89
0,63
0,91
Keterangan: Ts (tidak signifikan) * (signifikan) * * (sangat signifikan)
4. FREKUENSI DEFEKASI
A. Sumber Keragaman
Model : Y = µ + σ + ζ
Dimana : Y = Total hasil percobaan
µ = Nilai rata-rata harapan
ζ = Pengaruh kesalahan/galat
Sumber Keragaman adalah :
1. Perlakuan (P)
2. Kesalahan / Galat (G)
3. Total Percobaan (T)
B. Perhitungan Derajat Bebas (Db)
1. DbT = (r.t)-1 = (3.5) – 1 =14
49
2. DbP = t -1 = 5-1 = 4
3. DbG = DbT – DbP = 14 – 4 = 10
C. Perhitungan Jumlah Kuadrat (JK)
FK = = = = 28,29
1. JKT = T(Yij2) - FK
= (2,02 + 1,82 + … + 0,82) - 28,29
= 31,81 – 28,29 = 3,52
2. JKP = - FK
= - 28,29
= 31,44 – 28,29 = 3,15
3. JKG = JKT – JKP
= 3,52 – 3,15 = 0,37
D. Perhitungan Kuadrat Tengah (KT)
1. KTP = = = 0,78
2. KTG = = = 0,037
E. Perhitungan Distribusi F (Fh)
FhP = = = 21,08
F. Perhitungan Koefisien Keragaman (KK)
50
KK = = x 100% = x 100% = 14,32%
Hasil Analisis Sidik Ragam (ASR) Perlakuan Terhadap Frekuensi Defekasi
Sumber Keragaman
Db JK KT Fh Ft
5% 1%
Perlakuan (P) 4 3,15 0,78 21,08** 3,48 5,99
Galat (G) 10 0,37 0,037
Total (T) 14
Keterangan : (**) Sangat Signifikan.
Pemberian fraksi metanol tidak larut etil asetat berpengaruh sangat nyata
(sangat signifikan) terhadap frekuensi defekasi pada mencit. Karena nilai
Koefisien Keragaman (KK) besar yaitu 14,32% maka akan dilanjutkan
dengan Analisis Uji Beda Nyata Duncan (BNJD
Uji Beda Jarak Nyata Duncan (Uji BNJD)
JNTDα = Pα(ρ.ν) . S
S = = = 0,11
51
Tabel 10: Hasil Uji BNJD 5% Dan 1% Frekuensi Defekasi
PERLAKUAN RATA
RATA
BEDA NYATA PADA JARAK P =
2 3 4 5
Kontrol Negatif 2
Konsentrasi 1 % 1,8 0,2TS
Konsentrasi 2,5 % 1,2 0,6** 0,8**
Konsentrasi 5 % 0,93 0,27 TS 0,87** 1,07**
Kontrol Positif 0,8 0,13 TS 0,4 * 1** 1,2**
P 0,05 (P.10)
P 0,01 (P.10)
3,15
4,48
3,30
4,73
3,37
4,88
3,43
4,96
BNJD 5%
BNJD 1%
0,34
0,49
0,36
0,52
0,37
0,53
0,37
0,54
Keterangan: Ts (tidak signifikan) * (signifikan) ** (sangat signifikan)
52
Gambar 1: Grafik Pengamatan Waktu Awal Terjadinya Diare Setelah Pemberian Oleum Ricini (Menit)
Keterangan :
1: Kelompok Kontrol Negatif (Na. CMC)
2: Kelompok Kontrol Positif (Loperamid HCl)
3: Kelompok Yang Diberi Suspensi Fraksi Tidak Larut Etil Asetat 1%
4: Kelompok Yang Diberi Suspensi Fraksi Tidak Larut Etil Asetat 2,5%
5: Kelompok Yang Diberi Suspensi Fraksi Tidak Larut Etil Asetat 5%
Gambar 2: Grafik Pengamatan Lama Terjadinya Diare Setelah Pemberian Oleum Ricini (Menit)
Keterangan :
1: Kelompok Kontrol Negatif (Na. CMC)
2: Kelompok Kontrol Positif (Loperamid HCl)
3: Kelompok Yang Diberi Suspensi Fraksi Tidak Larut Etil Asetat 1%
4: Kelompok Yang Diberi Suspensi Fraksi Tidak Larut Etil Asetat 2,5%
5: Kelompok Yang Diberi Suspensi Fraksi Tidak Larut Etil Asetat 5%
53
Gambar 3: Grafik Pengamatan Konsistensi Tinja Setelah Pemberian Oleum Ricini (JAM)
Gambar 4: Grafik Pengamatan Frekuensi Defekasi Setelah Pemberian Oleum Ricini (JAM)
54
Lampiran 5
GAMBAR TANAMAN RAMBUTAN