Upload
lamkhuong
View
270
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DETEKSI KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN
DENGAN TEORI FRAUD DIAMOND PADA LAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH DAERAH
(Skripsi)
Oleh
RIDWAN PUTRA PAMUNGKAS
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2018
ABSTRAK
DETEKSI KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN
DENGAN TEORI FRAUD DIAMOND PADA LAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH DAERAH
Oleh:
Ridwan Putra Pamungkas
Masih rendahnya pencapaian opini audit wajar tanpa pengecualian pada
laporan keuangan pemerintah daerah menjadi indikasi masih banyaknya fraud
yang terjadi pada pemerintah daerah. Fraud pada sektor publik atau pemerintah
menjadi masalah tersendiri, karena dapat memiliki dampak signifikan pada
pertumbuhan ekonomi.
Teori Fraud Diamond mengungkapkan bahwa ada empat komponen yang
ada dalam setiap situasi fraud, yaitu tekanan, kesempatan, rasionalisasi dan
kapabilitas. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor kesempatan:
kelemahan pengendalian internal (internal control weakness) yang diproksikan
dengan temuan SPI LHP BPK RI berpengaruh positif terhadap kecurangan
pelaporan keuangan, serta faktor kapabilitas yang diproksikan dengan pergantian
kepala daerah berpengaruh positif terhadap kecurangan pelaporan keuangan
(fraudulent financial reporting). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori fraud
diamond yang menyatakan bahwa faktor kesempatan dan kapabilitas berpengaruh
positif terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Faktor tekanan yang diproksikan
dengan leverage dan faktor rasionalisasi yang diproksikan dengan opini selain
WTP tahun sebelumnya berpengaruh negatif terhadap kecurangan pelaporan
keuangan. Hasil penelitian ini bertentangan dengan teori fraud diamond, di mana
pada teori tersebut menyatakan bahwa faktor tekanan dan rasionalisasi
berpengaruh positif terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Hal ini terjadi
karena sifat objek penelitian yaitu sektor pemerintahan daerah, yang berbeda
dengan sifat objek di mana teori fraud diamond dikembangkan yaitu pada sektor
privat, sehingga menghasilkan kesimpulan yang berbeda.
Terkait dengan hasil penelitian di mana faktor kelemahan sistem
pengendalian intern dan pergantian kepala daerah yang berpengaruh signifikan
positif terhadap kecurangan pelaporan keuangan, untuk itu, guna memperkecil
kemungkinan terjadi kecurangan pelaporan keuangan pada laporan keuangan
pemerintah daerah, diharapkan pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait untuk
memperkuat sistem pengendalian intern pemerintah daerah. Selain itu, untuk
pemeriksa dan auditor baik dari BPK, BPKP, ataupun inspektorat, agar lebih hati-
hati dan waspada pada daerah-daerah yang mengalami pergantian pemimpin,
karena terkait dengan pengaruh signifikan positif pergantian pemimpin tersebut
terhadap kecurangan pelaporan keuangan.
Kata kunci: Kecurangan, fraud, laporan keuangan, tekanan, kelemahan
pengendalian intern, rasionalisasi, kapabilitas
ABSTRACT
DETECTION OF FINANCIAL STATEMENT FRAUD WITH THE FRAUD
DIAMOND THEORY ON INDONESIA LOCAL GOVERNMENT
By:
Ridwan Putra Pamungkas
The low achievement unqualified audit opinion of the local government
financial statements is an indication of the number of fraud occurring in the local
government. Fraud in the public or government sector becomes serious problem,
because it has a significant impact on economic growth
The Fraud Diamond theory reveals that there are four components that
exist in every fraud situation: that is pressure, opportunity, rationalization and
capability. The result of this research concludes that the opportunity factor:
internal control weakness which is proxy with internal control weakness, has
positive effect on financial reporting fraud, and capability factor which proxies
with change of mayor have positive effect to fraudulent financial reporting. The
results of this study are in accordance with the theory of fraud diamond which
states that the opportunity and capability factor have a positive effect on the fraud
of financial reporting. Pressure factors proxied by leverage and rationalization
factors proxied by opinion other than unqualified of the previous year negatively
affected the fraud of financial reporting. The results of this study contradict the
theory of fraud diamond, which in theory states that the factors of pressure and
rationalization have a positive effect on fraudulent financial reporting. This occurs
because the nature of the research object is the sector of local government, which
is different from the nature of the object in which the fraud diamond theory
developed is in the private sector, resulting in different conclusions.
Related to the results of research where the weakness factor of internal
control system and the change of mayor having a significant positive effect on the
fraud of financial reporting, therefore, in order to minimize the possibility of
fraudulent financial reporting in local government financial report, it is expected
that local government and related parties to strengthen internal control system of
local government. In addition, for auditors and auditors either from national audit
agency, or inspectorates, to be more careful and vigilant in areas that have a
turnover of leaders, because it is associated with a significant positive influence of
the change of leaders to fraudulent financial reporting.
Keywords: fraud, financial report, pressure, weakness of internal control,
rationalization, capability
DETEKSI KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN
DENGAN TEORI FRAUD DIAMOND PADA LAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH DAERAH
Oleh
RIDWAN PUTRA PAMUNGKAS
1511031159
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
Sarjana Akuntansi
Pada
Program Sarjana Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2018
Kepada Ayah, Ibu, Istri, dan Anakku Tersayang
PRAKATA
Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena
atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “Deteksi Kecurangan Pelaporan Keuangan Dengan
Teori Fraud Pentagon Pada Pemerintah Daerah” adalah salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana akuntansi di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E.,, M.Si., selaku Dekan FEB Unila;
2. Ibu Dr. Farichah, S.E.,, M.Si., Akt., selaku Ketua Jurusan Akuntansi;
3. Ibu Dr. Rindu Rika Gamayuni, S.E., M.Si., selaku Pembimbing Utama atas
kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
4. Ibu Yenni Agustina, S.E.,M.Si., Akt., selaku Pembimbing Kedua atas
kesediaan memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian
skripsi ini;
5. Bapak Dr. Tri Joko Prasetyo, S.E., M.Si., Akt., selaku Penguji Utama pada
ujian skripsi. Terima kasih untuk masukan dan saran-saran;
6. Ibu Ninuk Dewi K., S.E., M.Sc., Ak., selaku Pembimbing Akademik;
7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi FEB Unila;
8. Rekan-rekan Unila STAR BPKP Batch 2, terutama “STAR penghuni terakhir,
terima kasih atas kebersamaan kalian.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita.
Bandar Lampung, Januari 2018
Penulis
Ridwan Putra Pamungkas
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 6
II. RERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori ......................................................................................... 8
2.1.1. Teori Keagenan ................................................................................ 8
2.1.2. Keuangan Daerah ............................................................................. 9
2.1.3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah .................................... 10
2.1.4. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah .......................................... 11
2.1.5. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah ......................................... 11
2.1.6. Fraud ............................................................................................... 12
2.2 Penelitian Terdahulu .............................................................................. 18
2.3 Pengembangan Hipotesis ........................................................................ 21
2.3.1. Pengaruh Tekanan Terhadap Kecurangan Pelaporan Keuangan .... 21
2.3.2. Pengaruh Kesempatan Terhadap Kecurangan Pelaporan
Keuangan ........................................................................................ 22
2.3.3. Pengaruh Rasionalisasi Terhadap Kecurangan Pelaporan
Keuangan ........................................................................................ 24
2.3.4. Pengaruh Kapabilitas Terhadap Kecurangan Pelaporan
Keuangan ........................................................................................ 25
2.4 Kerangka Pemikiran................................................................................. 26
III. METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian....................................................................... 27
3.2 Pengumpulan Data .................................................................................. 27
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ......................................... 27
3.3.1 Variabel Dependen ......................................................................... 27
3.3.2 Variabel Independen ....................................................................... 29
3.4 Metode Analisis ...................................................................................... 30
3.4.1 Statistik Deskriptif ......................................................................... 30
3.4.2 Pengujian Hipotesis ...................................................................... 30
3.4.3 Pengolahan Data ............................................................................. 31
3.4.4 Pendekatan Model Regresi Data Panel........................................... 31
3.4.5 Pemilihan Model ............................................................................ 32
ii
3.4.6 Teknik Analisis Data ...................................................................... 35
3.5 Analisis Regresi ....................................................................................... 38
3.5.1 Uji F ................................................................................................ 38
3.5.2 Uji t ................................................................................................. 38
3.5.3 Koefisien Determinasi (R2) ............................................................ 39
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Statistik Deskriptif ................................................................................... 40
4.2 Pemilihan Model ...................................................................................... 44
4.3 Uji Asumsi Klasik ................................................................................... 46
4.3.1 Uji Normalitas ................................................................................ 46
4.3.2 Uji Multikolinearitas ...................................................................... 47
4.3.3 Uji Heteroskedastisitas ................................................................... 48
4.3.4 Uji Autokorelasi ............................................................................. 48
4.4 Analisis Hasil Regresi Data Panel ......................................................... 49
4.5 Pembahasan.............................................................................................. 50
4.5.1 Pengaruh Leverage Terhadap Kecurangan Pelaporan Keuangan .. 50
4.5.2 Pengaruh Kelemahan Pengendalian Intern Terhadap Kecurangan
Pelaporan Keuangan ....................................................................... 52
4.5.3 Pengaruh Rasionalisasi Terhadap Kecurangan Pelaporan
Keuangan ........................................................................................ 53
4.5.4 Pengaruh Kapabilitas Terhadap Kecurangan Pelaporan
Keuangan ........................................................................................ 54
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ................................................................................................ 56
5.2 Implikasi .................................................................................................. 57
5.3 Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 57
5.4 Saran ........................................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Penelitian Terdahulu .................................................................................... 18
4.1 Statistik Deskriptif Variabel Dependen ....................................................... 40
4.2 Statistik Deskriptif Variabel Independen .................................................... 41
4.3 Hasil Uji Chow ............................................................................................. 45
4.4 Hasil Uji Hausman ....................................................................................... 45
4.5 Hasil pengujian multikolinearitas ................................................................. 47
4.6 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas ............................................................. 48
4.7 Estimation Output Hasil Regresi .................................................................. 49
iv
DAFTAR GAMBAR
Tabel Halaman
2.1 The Fraud Triangle Theory oleh Donald Cressey (1953) ........................... 16
2.2 The Fraud Diamond Theory oleh Wolfe & Hermanson (2004) .................. 17
2.3 Kerangka Pemikiran .................................................................................... 26
4.1 Grafik Perolehan Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah periode
2013-2015 ..................................................................................................... 41
4.2 Grafik Perolehan Opini Tahun Sebelumnya ................................................. 43
4.3 Grafik Jumlah Pergantian Kepala Daerah .................................................... 44
4.4 Hasil Uji Normalitas ..................................................................................... 47
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejalan otonomi daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada
berbagai tingkatan pemerintah daerah di Indonesia mengalami peningkatan.
Semakin meningkatnya APBD berarti bahwa semakin besar pertanggungjawaban
pemerintah daerah tersebut kepada rakyatnya, dengan harapan semakin maju
daerah tersebut. Namun ternyata, peningkatan anggaran tidak diikuti oleh
peningkatan kualitas infrastruktur karena korupsi juga ikut meningkat.
Penyalahgunaan belanja pemerintah khususnya pengadaan barang dan jasa yang
merupakan bentuk fraud paling banyak di daerah. Fraud atau kecurangan dalam
bentuk ini memengaruhi laporan keuangan pemerintah daerah itu sendiri.
Melalui Surat Nomor 37a/M.PAN/2/2002 tanggal 8 Februari 2002,
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara menyatakan bahwa terdapat lima bidang
kegiatan yang potensial dan rawan korupsi, yakni: pengelolaan APBN/D,
pengelolaan BUMN/D, pengelolaan Sumber Daya Alam, Pengelolaan Sumber
Daya manusia/Tenaga Kerja, dan Pengelolaan Pelayanan Masyarakat. Menurut
Umar (2012), korupsi di Indonesia umumnya berupa: penyalahgunaan wewenang,
pembayaran fiktif, kolusi/persekongkolan, biaya perjalanan dinas yang fiktif,
suap/uang pelicin, pungutan liar, penyalahgunaan fasilitas kantor, imbalan tidak
resmi, pemberian fasilitas secara tidak adil, bekerja tidak sesuai dengan ketentuan
dan prosedur, tidak disiplin waktu, komisi atau transaksi jual/beli yang tidak
disetor ke kas negara, menunda/memperlambat pembayaran proyek, pengumpulan
2
dana taktis, penyalahgunaan anggaran, menerima hadiah, dan menerima
sumbangan.
Fraud pada sektor publik atau pemerintah menjadi momok tersendiri,
karena memiliki dampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi (Adebisi &
Gbegi, 2015). Pada negara berkembang, menjadi hal lumrah para auditor sektor
publik melaporkan temuan belanja tidak sah, pemborosan keuangan negara,
pelanggaran prosedur yang menyebabkan kerugian keuangan negara, dan lain-lain
(Dye, 2007). Fitzsimons (2009) mengungkapkan bahwa negara yang reformasi
ekonomi sektor publiknya dalam masa transisi, seperti di Indonesia, memiliki
peningkatan jumlah korupsi (salah satu bentuk fraud) yang signifikan.
Korupsi sebagai salah satu bagian dari fraud, dapat ditangani dengan lebih
baik jika dapat terdeteksi lebih dini. Dye (2007) berpendapat bahwa lebih mudah
mencegah dibandingkan mendeteksi fraud dan korupsi. Selain itu juga sulit untuk
menghubungkan dan menimbang faktor risiko fraud untuk menilai risiko fraud
secara keseluruhan dan merancang rencana audit (Patterson & Noel, 2003).
Meskipun demikian, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah maupun pemeriksa
harus dapat mendeteksi fraud pada laporan keuangan pemerintah. Upaya
pendeteksian dan pencegahan fraud dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya
dengan memperkuat sistem pengendalian internal.
Berdasarkan data Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang diterbitkan oleh
Transparansi Internasional (2017) untuk data tahun 2016, Indonesia berada pada
peringkat 90 dari 176 negara dengan skor IPK 37. Meskipun dari tahun ke tahun
perolehan skor IPK Indonesia terus mengalami kenaikan, namun pada tahun 2016
secara peringkat Indonesia mengalami penurunan dari peringkat 88 ke peringkat
3
90. Selain itu, secara regional Asia Tenggara, Indonesia masih berada di bawah
Malaysia (peringkat 55) dan Singapura (peringkat 7).
Fakta di lapangan menyebutkan bahwa, selama periode 2004-2014 saja,
setidaknya terdapat sebanyak 277 pejabat pusat dan daerah, baik dari eksekutif,
legislatif, yudikatif dijerat korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (rmol.co,
2016). Hal ini menunjukkan bahwa upaya pengawasan selama ini masih lemah.
Padahal, sesuai dengan salah satu unsur dalam teori fraud diamond, lemahnya
pengawasan sebagai salah satu bagian dari sistem pengendalian internal akan
meningkatkan risiko terjadinya fraud. Sementara itu dari unsur rasionalisasi,
masih ada anggapan atau pola pikir bahwa pejabat yang melakukan korupsi ini
merasa bahwa kalau dia memiliki rumah mewah atau mobil mewah, orang lain
akan menganggapnya rasional atau wajar karena dia adalah bupati atau gubernur
(republika.co.id, 2011). Hal ini semakin meningkatkan jumlah kasus korupsi di
Indonesia, khususnya di daerah.
Sementara itu, menurut data Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan Semester 2 Tahun 2016 menunjukkan bahwa secara keseluruhan hasil
pemeriksaan atas LKPD tahun 2015, BPK memberikan opini WTP atas 313
(58%) LKPD, opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas 194 (36%) LKPD,
opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) atas 31 (5%) LKPD, dan opini Tidak
Wajar (TW) atas 4 (1%) Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia.
Masih tingginya angka perolehan opini selain WTP terhadap LKPD
menggambarkan bahwa masih terdapat banyak laporan keuangan pemerintah
daerah yang terindikasi melakukan fraud pada pelaporan keuangan.
4
Di sisi lain, teori-teori untuk mendeteksi fraud juga terus berkembang.
Diawali dengan teori fraud triangle oleh Cressey (1953) yang menyatakan bahwa
fraud terjadi karena adanya tekanan, kesempatan dan rasionalisasi pada pelaku
fraud. Skousen, C.J. et al., (2009) pada penelitiannya yang berjudul “Detecting
And Predicting Financial Statement Fraud: The Effectiveness Of The Fraud
Triangle And SAS No. 99”, mengungkapkan bahwa stabilitas finansial, tekanan
eksternal, kebutuhan finansial personal, dan pengawasan yang tidak efektif,
berpengaruh signifikan dalam pendeteksian fraud. Teori fraud triangle kemudian
dikembangkan oleh Wolfe & Hermanson (2004) menjadi teori fraud diamond
dengan menambahkan unsur kapabilitas dari pelaku fraud. Pada penelitian mereka
yang berjudul The Fraud Diamond: Considering the Four Elements of Fraud,
diungkapkan bahwa selain ketiga unsur yang ada pada fraud triangle, unsur
kapabilitas diperlukan atau ada pada setiap keadaan fraud. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Mansor & Abdullahi (2015) yang menyatakan bahwa pelaku fraud
harus memiliki keahlian dan kemampuan untuk melakukan fraud.
Skousen, C.J. et al., (2009) menyatakan bahwa stabilitas finansial, tekanan
eksternal, kebutuhan finansial personal, dan pengawasan yang tidak efektif,
berpengaruh signifikan dalam pendeteksian fraud. Hal ini sejalan dengan Wilopo
(2006) yang menyatakan bahwa perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan
kecurangan akuntansi dapat diturunkan dengan meningkatkan keefektifan
pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen, serta
menghilangkan asimetri informasi. Hasil penelitian tersebut juga sejalan dengan
Pramudita (2013) yang menyatakan bahwa keefektifan sistem pengendalian
internal berpengaruh terhadap fraud.
5
Namun hasil penelitian tersebut bertolak belakang dengan hasil penelitian
yang dilakukan Amaliah et al., (2015), yang menyatakan bahwa tekanan eksternal
dan stabilitas finansial yang diproksikan dengan leverage, kepemilikan
manajerial, ROA; serta pengawasan yang tidak efektif yang diproksikan dengan
keahlian komite audit di bidang keuangan, jumlah anggota komite audit, jumlah
pertemuan antar komite audit, didapati bahwa variabel-variabel tersebut tidak
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba non-GAAP (Generally Accepted
Accounting Principles), sebagai proksi fraud. Najahningrum (2013) dalam
penelitiannya menemukan bahwa terdapat pengaruh negatif antara penegakan
peraturan, keefektifan pengendalian internal, keadilan distributif, keadilan
prosedural dan komitmen organisasi terhadap fraud di sektor pemerintahan.
Terdapat pengaruh positif antara asimetri informasi terhadap fraud di sektor
pemerintahan; dan tidak terdapat pengaruh antara budaya etis organisasi terhadap
fraud di sektor pemerintahan
Dari hasil penelitian-penelitian yang telah disebutkan sebelumnya
mengenai deteksi financial statement fraud dengan menggunakan teori fraud
diamond ataupun fraud triangle, umumnya dilakukan pada sektor swasta. Masih
terbilang sangat sedikit penelitian yang mengangkat mengenai deteksi financial
statement fraud dengan menggunakan teori fraud diamond khususnya pada sektor
pemerintahan. Selain itu, masih terdapat beberapa perbedaan yang saling bertolak
belakang pada hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Untuk itu peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian terkait penerapan teori fraud diamond, khususnya
pada sektor pemerintahan dengan judul penelitian “Deteksi Kecurangan Pelaporan
6
Keuangan Dengan Teori Fraud Diamond Pada Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah”.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana unsur-unsur
dalam teori fraud diamond yaitu: tekanan, peluang, rasionalisasi dan kapabilitas
berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan pada laporan keuangan
pemerintah daerah?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memperoleh bukti empiris tentang
pengaruh tekanan, peluang, rasionalisasi, dan kapabilitas, terhadap kecurangan
pelaporan keuangan pada laporan keuangan pemerintah daerah.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak
yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan penelitian ini, di antaranya:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi dalam
meneliti pengaruh tekanan, peluang, rasionalisasi, dan kapabilitas, terhadap
kecurangan pelaporan keuangan pada laporan keuangan pemerintah daerah.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh
pengaruh tekanan, peluang, rasionalisasi, dan kapabilitas, terhadap kecurangan
pelaporan keuangan pada laporan keuangan pemerintah daerah sehingga
pemerintah dalam hal ini khususnya aparat pengawasan intern pemerintah dapat
7
mengambil langkah yang tepat sehingga dapat tersusunnya laporan keuangan yang
bebas dari kecurangan.
II. RERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Teori Keagenan
Teori keagenan merupakan teori yang menjelaskan mengenai hubungan
prinsipal dan agen. Teori prinsipal-agen menganalisis susunan kontraktual di
antara dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak
(principal) membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan
pihak lain (agent) dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan
pekerjaan seperti yang dinginkan oleh prinsipal, dalam hal ini terjadi
pendelegasian wewenang (Halim & Abdullah, 2010).
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak di mana satu atau lebih
orang (prinsipal) mengikat agen untuk melakukan kegiatan-kegiatan atas nama
prinsipal dan oleh prinsipal, agen diberikan beberapa kewenangan untuk
mengambil keputusan. Mereka menekankan pada pentingnya pemisahan antara
fungsi kepemilikan dengan fungsi manajemen (separation of ownership and
control). Dalam hubungan keagenan, kedua belah pihak cenderung untuk
memaksimalkan utilitas masing-masing maka agen tidak selalu bertindak sesuai
dengan keinginan prinsipal. Prinsipal dapat membatasi ketidaksesuaian dari
keinginannya (agency problem/conflict of interest) dengan mengeluarkan biaya
insentif dan biaya pengawasan (agency cost) (Jensen & Meckling, 1976).
9
Pada struktur pemerintahan daerah di Indonesia, hubungan keagenan dapat
terjadi antara pemerintah dengan rakyat, di mana pemerintah berperan sebagai
agen, dan rakyat sebagai prinsipal, yang dalam hal ini diwakili oleh DPRD.
Sejalan dengan teori agensi, informasi akuntansi manajemen digunakan
untuk dua tujuan, yaitu untuk pengambilan keputusan oleh prinsipal dan agen,
serta untuk mengevaluasi dan membagi hasil sesuai dengan kontrak kerja yang
telah dibuat dan disetujui. Hal ini disebut dengan performance evaluatian role
yang dapat memotivasi agen untuk berusaha seoptimal mungkin (Raharjo, 2007).
Pemerintah daerah akan berusaha menyusun laporan akuntansi sebaik mungkin
sehingga mendapat hasil evaluasi yang positif dari rakyat dan DPRD. Dalam
proses penyusunan dan penyampaian laporan ini, pemerintah terkadang
melakukan berbagai macam cara, termasuk dengan cara-cara yang tidak baik,
dengan melakukan kecurangan pelaporan keuangan.
2.1.2. Keuangan Daerah
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan
uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban daerah tersebut. Pemerintah daerah wajib melakukan
pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah meliputi keseluruhan
kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.
10
Dalam pengelolaan keuangan daerah, peran kepala daerah adalah sebagai
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah
daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Selaku pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, kepala daerah dibantu oleh:
a. kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola
keuangan daerah (PPKD);
b. kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) selaku pejabat pengguna
anggaran/barang daerah; dan
c. sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah.
2.1.3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah pasal 179, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam
masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember. Sehingga keseluruhan kegiatan pengelolaan keuangan daerah yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan
berdasarkan kerangka waktu tersebut. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 27
Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Tahun 2014 menyatakan bahwa APBD merupakan rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah
daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD,
sesungguhnya, adalah suatu gambaran tentang perencanaan keuangan daerah yang
terdiri atas proyeksi penerimaan dan pengeluaran suatu pemerintahan daerah
dalam suatu periode tertentu.
11
2.1.4. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
Laporan keuangan pemerintah daerah adalah laporan hasil
penyelenggaraan akuntansi berupa pencatatan/penatausahaan atas transaksi
keuangan di daerah, sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP), laporan keuangan pemerintah daerah terdiri:
a. Laporan Realisasi Anggaran;
b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih;
c. Laporan Operasional;
d. Laporan Perubahan Ekuitas;
e. Neraca;
f. Laporan Arus Kas;
g. Catatan atas Laporan Keuangan.
2.1.5. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
Pengendalian intern menurut Azhar (2008) adalah pengendalian (control)
meliputi semua metode, kebijakan dan prosedur organisasi yang menjamin
keamanan harta kekayaan perusahaan, akurasi dan kelayakan data manajemen
serta standar operasi manajemen lainnya. Sementara itu, menurut Krismiaji (2010)
menyatakan bahwa pengertian pengendalian internal adalah rencana organisasi
dan metode yang digunakan untuk menjaga atau melindungi aktiva dan
menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya.
Menurut PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah menyatakan bahwa: “Sistem pengendalian Internal adalah proses yang
integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh
12
pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan. Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, yang kemudian
disingkat SPIP adalah Sistem Pengendalian Internal yang diselenggarakan secara
menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.”
Wilopo (2006) menyatakan bahwa sistem pengendalian intern pemerintah
(SPIP) meliputi berbagai kebijakan dan prosedur yang:
a. terkait dengan catatan keuangan;
b. menyediakan keyakinan yang memadai bahwa laporan tersebut telah
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan dan penerimaan serta
pengeluaran telah sesuai dengan otorisasi yang diberikan;
c. menyediakan keyakinan yang memadai atas keamanan aset daerah yang
berdampak material pada laporan keuangan.
2.1.6. Fraud
2.1.6.1. Pengertian Fraud
Kecurangan (fraud) adalah perbuatan yang mengandung unsur
kesengajaan, niat, menguntungkan diri sendiri atau orang lain, penipuan,
penyembunyian atau penggelapan, dan penyalahgunaan kepercayaan yang
bertujuan untuk memperoleh keuntungan secara tidak sah yang dapat berupa uang,
barang/ harta, jasa, dan tidak membayar jasa, yang dilakukan oleh satu individu
atau lebih dari pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, pegawai, atau pihak
ketiga. (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, 2017).
13
Menurut Merriam Webster's Dictionary of Law (1996) sebagaimana
dikutip Manurung & Hadian (2013) dalam Mansor & Abdullahi (2015), fraud
dapat diartikan sebagai:
“Any act, expression, omission, or concealment calculated to
deceive another to his or her disadvantage, specifically, a
misrepresentation or concealment with reference to some fact material to
a transaction that is made with knowledge of its falsity. And or in reckless
disregard of its truth or falsity and worth the intent to deceive another and
that is reasonably relied on by the other who is injured thereby.”
Menurut The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), fraud
adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan
sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru
terhadap pihak lain) dilakukan orang-orang dari dalam atau luar organisasi
untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok yang secara langsung
atau tidak langsung merugikan pihak lain.
ACFE membagi fraud dalam tiga jenis atau tipologi berdasarkan
perbuatan, yaitu:
a. Asset Misappropriation
Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset
atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang
paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat
diukur/dihitung (defined value).
b. Fraudulent Statements
Fraudulent statements atau kecurangan pelaporan meliputi
tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau
instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya
14
dengan melakukan rekayasa keuangan dalam penyajian laporan
keuangannya untuk memperoleh keuntungan.
c. Corruption
Korupsi merupakan bentuk fraud yang banyak terjadi di negara-
negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang
kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih
dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para
pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme).
Termasuk di dalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik
kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang
tidak sah/ilegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi
(economic extortion).
2.1.6.2. Kecurangan Pelaporan Keuangan (Fraudulent Financial Reporting)
Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), Fraudulent
Financial Reporting atau kecurangan pelaporan keuangan adalah kesengajaan
dalam penyajian penyajian yang keliru mengenai kondisi keuangan dari suatu
perusahaan yang dicapai melalui kesalahan penyajian yang disengaja atau
sejumlah kelalaian atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk menipu
pengguna laporan keuangan.
Charles & Emma (2015) menyatakan bahwa kepatuhan entitas terhadap
standar akuntansi pelaporan keuangan berpengaruh terhadap laporan keuangan
yang bebas fraud. Laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar
akuntansi pelaporan keuangan yang berlaku akan menghasilkan laporan keuangan
yang bebas dari fraud.
15
Wilopo (2006) menyatakan bahwa indikator pengukuran fraud
dikembangkan dari Standar Profesional Akuntan Publik Ikatan Akuntan Indonesia
(SPAP IAI) tahun 2001 yang dimodifikasi. Indikator tersebut terdiri dari:
manipulasi, pemalsuan dokumen, penghilangan informasi, penggelapan aktiva,
dan pelanggaran terhadap prinsip akuntansi. Indikator-indikator tersebut sejalan
dengan pengertian fraud dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Menurut
Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017, mengenai Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara, kecurangan (fraud) adalah perbuatan yang mengandung unsur
kesengajaan, niat, menguntungkan diri sendiri atau orang lain, penipuan,
penyembunyian atau penggelapan, dan penyalahgunaan kepercayaan yang
bertujuan untuk memperoleh keuntungan secara tidak sah yang dapat berupa uang,
barang/harta, jasa, dan tidak membayar jasa, yang dilakukan oleh satu individu
atau lebih dari pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, pegawai, atau pihak
ketiga.
Dalam melakukan pemeriksaan, pemeriksa di antaranya harus dapat
mengidentifikasi faktor risiko kecurangan dan menilai risiko adanya
ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang
disebabkan oleh kecurangan (fraud) dan/atau ketidakpatutan (abuse). Risiko
tersebut harus dianggap sebagai risiko yang signifikan (significant risks) dan
Pemeriksa harus memperoleh pemahaman tentang pengendalian yang terkait
dengan risiko tersebut.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, disusunlah ikhtisar laporan hasil
pemeriksaan (LHP) yang di dalamnya termasuk kesimpulan hasil pemeriksaan.
Kesimpulan adalah penafsiran logis mengenai hal pokok/informasi hal pokok
16
yang didasarkan atas hasil pengujian bukti dan bukan sekedar ringkasan temuan.
Kesimpulan ditentukan oleh bukti yang meyakinkan dan didukung dengan
metodologi yang tepat. Dalam pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan oleh
BPK, pemeriksa menyatakan kesimpulan dalam bentuk opini. Dengan kata lain,
penetapan opini oleh BPK juga didasarkan pada temuan indikator-indikator fraud
seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
2.1.6.3. Teori Fraud Triangle
Fraud triangle theory atau teori segitiga fraud merupakan sebuah model
yang menjelaskan mengenai faktor-faktor penyebab seseorang melakukan
kecurangan. Model ini pertama kali dikemukakan oleh Cressey (1953) yang
mengungkapkan bahwa ada tiga komponen yang ada dalam setiap situasi fraud,
yaitu tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), rasionalisasi
(rationalization). Standar audit seperti SAS No.99 dan International Standar on
Auditing (ISA) 240 menggunakan segitiga fraud sebagai dasar untuk menentukan
keandalan yang layak dalam deteksi dan mengidentifikasi risiko fraud bagi
auditor dalam menilai risiko fraud pada audit laporan keuangan (Boyle et al.
(2015) & Ramamoorti (2008)).
Gambar 2.1
The Fraud Triangle Theory oleh Donald Cressey (1953)
Pressure
Opportunity Rationalization
17
2.1.6.4. Teori Fraud Diamond
Dorminey et al., (2012) berpendapat bahwa fraud triangle seharusnya
sudah dipertimbangkan menjadi fraud diamond, dengan menambahkan faktor
kapabilitas. Teori Fraud Diamond merupakan pengembangan dari teori Fraud
Triangle. Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Wolfe dan Hermanson pada
tahun 2004, dengan menambahkan elemen kapabilitas (capability) sebagai elemen
keempat selain elemen tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan
rasionalisasi (rationalization) yang sebelumnya telah dijelaskan dalam teori fraud
triangle. Menurut Wolfe dan Hermanson, fraud tidak akan terjadi tanpa adanya
kapabilitas pelaku dalam memanfaatkan kelemahan pengendalian untuk tujuan
melakukan dan menyembunyikan fraud.
Meski pada teori fraud diamond ini telah menambahkan variabel
kapabilitas, terdapat kritikan pada teori ini yang menyatakan bahwa model teori
ini sendiri tidak cukup untuk digunakan sebagai alat investigasi, pencegahan, dan
pendeteksian fraud. Hal ini dikarenakan dua sisi dari fraud diamond, yaitu
tekanan dan rasionalisasi tidak dapat diamati, dan beberapa faktor lainnya seperti
nilai-nilai kemasyarakatan yang berlaku, diabaikan (Adebisi & Gbegi, 2013).
Gambar 2.2
The Fraud Diamond Theory oleh Wolfe & Hermanson (2004)
Pressure
Opportunity
Capability
Rationalization
18
2.2. Penelitian Terdahulu
Hingga saat ini telah banyak penelitian yang membahas tentang
pendeteksian dan pencegahan fraud. Penelitian-penelitian tersebut di antaranya:
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti dan
Judul Penelitian
Variabel Penelitian Alat Analisis Hasil Penelitian
Skousen, C.J. et
al., (2009)
“Detecting And
Predicting
Financial
Statement Fraud:
The Effectiveness
Of The Fraud
Triangle And SAS
No. 99”
Variabel independen:
1. Stabilitas finansial
2. Tekanan eksternal
3. Kebutuhan finansial
personal
4. Target finansial
5. Lingkungan industri
6. Pengawasan yang
tidak efektif
7. Struktur
keorganisasian
8. Pergantian auditor
9. Laporan audit
Variabel Dependen:
Fraud
Univariate
analysis dan
logit
regression
Stabilitas finansial,
tekanan eksternal,
kebutuhan finansial
personal, dan
pengawasan yang tidak
efektif, berpengaruh
signifikan dalam
pendeteksian fraud.
Mansor &
Abdullahi (2015)
“Fraud Triangle
Theory and Fraud
Diamond Theory.
Understanding the
Convergent and
Divergent For
Future Research”
Variabel:
Teori fraud triangle
theory, teori fraud
diamond
Analisis
penelitian
terdahulu
Peneliti meninjau
literatur yang telah ada
mengenai fraud. teori
fraud diamond
merupakan
pengembangan dari
teori fraud triangle
dengan menambahkan
elemen kapabilitas
Wilopo (2006)
“Analisis Faktor-
Faktor Yang
Berpengaruh
Terhadap
Kecenderungan
Kecurangan
Variabel independen:
1. Efektivitas
pengendalian
internal
2. Kesesuaian
kompensasi
Analisis
penelitian
dilakukan
dengan
AMOS 4.0.
Perilaku tidak etis
manajemen dan
kecenderungan
kecurangan akuntansi
dapat diturunkan
dengan meningkatkan
keefektifan
19
Akuntansi: Studi
Pada Perusahaan
Publik Dan Badan
Usaha Milik
Negara Di
Indonesia”
3. Ketaatan aturan
akuntansi
4. Asimetri informasi
5. Moralitas
manajemen
Variabel Dependen:
1. Perilaku tidak etis
2. Kecenderungan
kecurangan
akuntansi
pengendalian internal,
ketaatan aturan
akuntansi, moralitas
manajemen, serta
menghilangkan
asimetri informasi
Amaliah et al.
(2015)
“Perspektif fraud
diamond theory
dalam menjelaskan
earnings
management non-
GAAP pada
perusahaan
terpublikasi di
Indonesia”
Variabel independen:
1. Leverage
2. Kepemilikan
manajerial
3. Return on Asset
(ROA)
4. Komite Audit
Independen
5. Keahlian Komite
Audit di bidang
keuangan
6. Jumlah anggota
komite audit
7. Jumlah pertemuan
antar anggota
komite audit
8. Opini audit
9. Perubahan direksi
Variabel Dependen:
Manajemen laba non-
GAAP
Pengujian
hipotesis
dalam regresi
logistik
Komite audit
independen, perubahan
direksi, berpengaruh
signifikan terhadap
manajemen laba non-
GAAP.
Sedangkan Leverage,
kepemilikan
manajerial, ROA,
keahlian komite audit
di bidang keuangan,
jumlah anggota komite
audit, jumlah
pertemuan antar komite
audit, opini audit, tidak
berpengaruh signifikan
terhadap manajemen
laba non-GAAP
Noviani &
Sambharakreshna
(2014)
“Pencegahan
Kecurangan Dalam
Organisasi
Pemerintahan”
Variabel independen:
1. Peran auditor
internal
2. Perilaku etis auditor
3. Whistle blower dan
hotline
Variabel dependen:
Pencegahan
kecurangan dalam
Penelitian
kuantitatif
dengan
sumber data
primer.
Metode
analisis
regresi
berganda
Peran auditor internal,
perilaku etis auditor,
whistle blower dan
hotline, berpengaruh
positif terhadap
pencegahan
kecurangan dalam
organisasi pemerintah
20
organisasi pemerintah
Najahningrum
(2013)
“Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Fraud: Persepsi
Pegawai Dinas
Provinsi DIY”
Variabel independen:
1. Penegakan
peraturan
2. Keefektifan
pengendalian
internal
3. Asimetri informasi
4. Kesesuaian
kompensasi
5. Keadilan prosedural
6. Budaya etis
manajemen
7. Komitmen
organisasi
Variabel dependen:
Fraud
Metode
analisis data
menggunakan
structural
equation
modeling
Terdapat pengaruh
negatif antara
penegakan peraturan,
keefektifan
pengendalian internal,
keadilan distributif,
keadilan prosedural
dan komitmen
organisasi terhadap
fraud di sektor
pemerintahan.
Sementara itu terdapat
pengaruh positif antara
asimetri informasi
terhadap fraud di
sektor pemerintahan;
dan tidak terdapat
pengaruh antara
budaya etis organisasi
terhadap fraud di
sektor pemerintahan
Pramudita (2013)
“Analisis Fraud di
Sektor
Pemerintahan Kota
Salatiga”
Variabel independen:
1. Gaya
kepemimpinan
2. Keefektifan sistem
pengendalian
internal
3. Komitmen
organisasi
4. Kesesuaian
kompensasi
5. Penegakan hukum
Variabel dependen:
Fraud di sektor
pemerintahan
Penelitian
kuantitatif
dengan data
primer,
diolah
menggunakan
alat analisis
Smart PLS
2.0
Gaya kepemimpinan,
keefektifan SPI,
kesesuaian
kompensasi, dan
budaya etis organisasi
berpengaruh terhadap
fraud. Sedangkan
komitmen organisasi
dan penegakan hukum
tidak berpengaruh
terhadap fraud di
sektor pemerintahan.
Sumber: Data diolah (2018)
Dari penelitian-penelitian terdahulu dapat dilihat bahwa penelitian
mengenai deteksi fraud dengan menggunakan teori fraud triangle ataupun fraud
diamond umumnya dilakukan pada sektor privat. Beberapa penelitian dilakukan
pada sektor pemerintahan, namun hanya pada satu pemerintah daerah. Karena itu,
untuk mendapatkan tingkat generalisasi yang lebih baik, peneliti akan melakukan
21
penelitian deteksi fraud dengan menggunakan fraud diamond pada sektor
pemerintahan, dengan menggunakan sampel seluruh Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah di Indonesia, sebagai sumber data sekunder.
2.3. Pengembangan Hipotesis
2.3.1. Pengaruh Tekanan (Pressure) Terhadap Kecurangan Pelaporan
Keuangan
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) (2003) dalam
Statement on Auditing Standar (SAS) No.99, menyebutkan bahwa terdapat empat
kategori risiko fraud dari faktor tekanan, yaitu: stabilitas finansial, tekanan
eksternal, kebutuhan finansial personal, dan target finansial. Murdock (2008)
dalam Kassem & Higson (2012), berpendapat bahwa tekanan dapat berupa
tekanan finansial, non finansial, politis, dan sosial. Tekanan politis dan sosial
terjadi ketika manusia merasa tidak boleh terlihat gagal terkait status dan reputasi
mereka.
Menurut Tiffani & Marfuah (2015), tekanan eksternal merupakan tekanan
yang berlebihan bagi manajemen untuk memenuhi persyaratan atau harapan dari
pihak ketiga. Menurut SAS No. 99, saat tekanan berlebihan dari pihak eksternal
terjadi, maka terdapat risiko kecurangan terhadap laporan keuangan.
Tekanan finansial kemungkinan menjadi motif manajemen melakukan
fraud (Kirkos et al. (2007)). Skousen, C.J. et al. (2009), Lou & Wang (2011), dan
Liou (2008) menyatakan bahwa salah satu proksi yang dapat digunakan untuk
mengukur tekanan eksternal adalah leverage. Hasil penelitian Aghghaleh et al.
(2014) membuktikan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap terjadinya
kecurangan.
22
Sementara itu pada sektor publik, penelitian yang dilakukan Perwita Sari
(2010) menunjukkan bahwa semakin besar leverage yang dimiliki oleh suatu
entitas maka entitas tersebut memiliki kinerja yang buruk. Hal ini menunjukkan
bahwa entitas tersebut tidak mampu dalam membiayai operasionalnya sendiri
sehingga membutuhkan dana dari pihak eksternal.
H1. Leverage berpengaruh positif terhadap kecurangan pelaporan keuangan.
2.3.2. Pengaruh Kesempatan (Opportunity) Terhadap Kecurangan
Pelaporan Keuangan
Menurut SAS No.99, pengawasan yang tidak efektif dapat terjadi terjadi
karena adanya dominasi manajemen oleh satu orang atau kelompok kecil, tanpa
kontrol kompensasi, tidak efektifnya pengawasan dewan direksi dan komite audit
atas proses pelaporan keuangan dan pengendalian internal dan sejenisnya.
Selain karena adanya tekanan, dalam melakukan fraud, pelaku fraud juga harus
merasa bahwa mereka memiliki kesempatan untuk melakukan fraud tanpa
tertangkap. Kesempatan ini dapat meningkat karena beberapa hal di antaranya,
lemahnya pengendalian internal, lemahnya pelatihan, lemahnya pengawasan, dan
program, kebijakan, dan prosedur anti fraud yang tidak efektif. (Association of
Certified Fraud Examiners, 2007)
Pengawasan internal yang kuat akan menghasilkan laporan keuangan yang
bebas dari fraud (Charles & Emma, 2015) (Eze & Wilson, 2013) (Krambia-
Kapardis, 2002) (Liu et al., 2015) (Rae & Subramaniam, 2008). Penerapan
lingkungan pengendalian internal yang baik juga dapat memengaruhi
kemungkinan pelaku fraud untuk berpikir ulang dalam melakukan dan
menyembunyikan perilaku fraud. Meskipun pelaku fraud dapat melakukan
23
kecurangan, kemungkinan terungkapnya menjadi lebih besar dengan lingkungan
pengendalian internal yang baik, sehingga dapat menekan perilaku fraud
(Dorminey et al., 2012). Mohd-Sanusi et al. (2015) menyatakan bahwa auditor
pemerintah lebih menggunakan kerangka pengendalian internal dalam menilai
kemungkinan risiko fraud.
Lemahnya pengendalian internal juga terkait dengan lemahnya kualitas
aparat pengendalian internal. Pada penelitian sebelumnya, yaitu penelitian
Dechow et al. (1996) dan Beasley et al. (1999) dalam Carcello & Nagy (2004),
menemukan bahwa keberadaan komite audit berhubungan dengan lebih
rendahnya tingkat kejadian fraud pada laporan keuangan. Abbott et al. (2004)
menyatakan bahwa karakteristik komite audit seperti independensi dan keahlian
dalam bidang finansial, berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya fraud.
Smith et al. (2000) dalam Hogan et al. (2008) menyatakan bahwa pengendalian
internal yang kuat berbanding terbalik dengan kecenderungan terjadinya fraud.
Untuk dapat mengungkap dan mencegah terjadinya fraud, komite audit
atau aparat pengawasan internal perlu memiliki keahlian dalam bidang keuangan
(Beasley et al., 2000). Association of Certified Fraud Examiners (2007)
menyatakan bahwa peluang terjadinya fraud dapat meningkat dikarenakan
beberapa sebab, di antaranya:
a. lemahnya pengendalian internal,
b. lemahnya pelatihan,
c. lemahnya pengawasan,
d. tidak adanya tindakan hukum atas pelaku,
e. program, kebijakan, dan prosedur anti-fraud yang tidak efektif
24
Variabel indikator kemampuan aparat pengendalian internal juga
digunakan Skousen, C.J. et al. (2009) sebagai proksi untuk mengukur kelemahan
sistem pengendalian intern. Pada sektor swasta, komite audit yang beranggotakan
setidaknya satu orang akuntan publik bersertifikat atau orang yang memiliki
keahlian finansial, memiliki pengendalian intern yang lebih baik. Perusahaan yang
melakukan fraud juga ternyata memiliki komite audit independen yang lebih
sedikit dibanding perusahaan yang tidak melakukan fraud (Beasley et al., 2000).
Pada struktur pemerintahan daerah di Indonesia, inspektorat daerah
berperan sebagai aparat pengawasan internal pemerintah. Keahlian dan
kemampuan inspektorat daerah ikut menentukan kualitas sistem pengendalian
internal. Peran auditor internal berpengaruh signifikan terhadap pencegahan
kecurangan dalam organisasi pemerintahan (Noviani & Sambharakreshna, 2014).
Auditor internal dipandang sebagai garis terdepan pertahanan menghadapi fraud
karena kemampuan dan pemahamannya akan lingkungan bisnis struktur
pengendalian internal (Rezaee, 2005).
H2: Kelemahan pengendalian internal berpengaruh positif terhadap
kecurangan pelaporan keuangan
2.3.3. Pengaruh Rasionalisasi (Rasionalization) Terhadap Kecurangan
Pelaporan Keuangan
Rasionalisasi merupakan suatu upaya untuk mengurangi kegamangan pada
pribadi seseorang (Festinger 1957; Ramamoorti 2008; Ramamoorti et al. 2009
dalam Dorminey et al., (2012)). Para pelaku fraud berupaya mencari pembenaran
atas apa yang dilakukannya. Dengan merasionalisasikan perbuatannya, pelaku
fraud dapat mengurangi kegamangan dan melanjutkan perilaku fraud tanpa
25
merasa bersalah. Sebagai contoh, pelaku fraud beranggapan bahwa dia hanya
“meminjam” uang yang dikorupsinya, dan nantinya akan dikembalikan (Free,
2015).
Skousen, C.J. et al. (2009) menggunakan opini audit tahun sebelumnya
sebagai proksi rasionalisasi perilaku fraud. Rasionalisasi kecurangan laporan
keuangan diukur dengan opini selain WTP yang didapatkan oleh pemerintah
daerah atas laporan keuangan selama dua tahun terakhir. Pemerintah daerah dalam
melakukan kecurangan pelaporan keuangan beralasan bahwa kecurangan
pelaporan keuangan sudah terjadi pada masa lalu, hal ini kemudian menjadi suatu
rasionalisasi/pembenaran.
H3: Opini laporan keuangan selain WTP tahun sebelumnya berpengaruh positif
terhadap kecurangan pelaporan keuangan.
2.3.4. Pengaruh Kapabilitas (Capability) Terhadap Kecurangan Pelaporan
Keuangan
Dalam teori fraud diamond oleh Wolfe & Hermanson (2004), terdapat
enam komponen dalam capability, yaitu: positioning, intelligence, confidence/ego,
coercion skill, effective lying/deceit, dan stress management. Para pelaku fraud
umumnya mampu menghadapi situasi stres (stress management) dengan baik.
Pergantian pemimpin diindikasikan mampu menggambarkan kemampuan dalam
melakukan manajemen stres (stress management).
Selain itu, Wolfe & Hermanson (2004) juga menemukan bahwa pergantian
jajaran direksi menjadi “indikasi” terjadinya fraud. Pergantian jajaran direksi
merupakan bagian dari usaha perusahaan dalam perbaikan kinerja perusahaan
akibat kurang efisien dan efektifnya kebijakan direktur sebelumnya. Pergantian
26
direksi juga disinyalir sebagai usaha perusahaan mengeliminasi direksi yang
dianggap mengetahui fraud yang terjadi di perusahaan. Dalam tatanan
pemerintahan daerah, pemimpin yang dimaksud dalam hal ini adalah pemimpin
pada pemerintah daerah yaitu kepala daerah.
H4: Pergantian pemimpin berpengaruh positif terhadap kecurangan pelaporan
keuangan
2.4. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pada landasan teori dan penelitian-penelitian terdahulu, maka
disusun suatu kerangka pemikiran sistematis yang menggambarkan variabel-
variabel kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting) pada
pemerintah daerah.
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran
Variabel Independen
Variabel Dependen
Kecurangan Pelaporan
Keuangan
Tekanan/Pressure
Leverage
Kesempatan/Opportunity
Kelemahan SPI/Internal Control
Weakness
Rasionalisasi/Rationalization
Kecurangan Sebelumnya/Prior
Fraud
Kapabilitas/Capability
Pergantian Kepala Daerah
H1
H2
H3
H4
III. METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada laporan keuangan pemerintah
daerah yang telah diaudit dan mendapatkan opini dari BPK.
3.2. Pengumpulan Data
3.2.1. Jenis Data
Data pada penelitian ini adalah data sekunder berupa data laporan
keuangan pemerintah daerah yang telah diaudit dan memperoleh opini BPK.
3.2.2. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD) tingkat kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
3.2.3. Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan metode
convenience sampling dengan kriteria LKPD yang telah diaudit dan mendapatkan
opini dari BPK. Data diperoleh dari Laporan Hasil Pemeriksaan dan Ikhtisar Hasil
Pemeriksaan Semester BPK RI tahun 2013-2015. Dari convenience sampling
yang dilakukan, diperoleh sampel sebanyak 306 kabupaten/kota.
3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.3.1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini dengan menggunakan opini BPK
terhadap laporan keuangan pemerintah daerah, sebagai proksi kecurangan
pelaporan keuangan pada laporan keuangan pemerintah daerah. Hal ini sejalan
28
penelitian yang dilakukan Beasley et al. (2010) di mana opini audit digunakan
sebagai proksi kecurangan pada laporan keuangan. Menurut Mulyadi (2011)
kriterianya pemberian opini yang baik adalah :
1. Pemberian Opini Wajar Tanpa Pengecualian, diberikan karena auditor
meyakini, berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan, laporan keuangan
telah bebas dari kekeliruan yang material.
2. Pemberian Opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas,
diberikan karena adanya keadaan-keadaan yang memerlukan penjelasan,
seperti saat terjadi perubahan metode akuntansi.
3. Pemberian Opini Wajar Dengan Pengecualian, diberikan karena meskipun
ada kekeliruan, namun kesalahan tersebut secara keseluruhan tidak
mempengaruhi kewajaran laporan keuangan.
4. Pemberian Opini Tidak Wajar, diberikan karena auditor meyakini,
berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkannya, bahwa laporan keuangan
mengandung banyak sekali kesalahan yang material. Artinya laporan
keuangan tidak menggambarkan kondisi keuangan secara benar.
5. Pemberian Opini Tidak Memberikan Pendapat, diberikan karena auditor
tidak bisa meyakini apakah laporan keuangan benar atau salah. Ini terjadi
karena auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk
menyimpulkan dan menyatakan apakah laporan sudah disajikan dengan
benar atau salah
Untuk itu, data ordinal digunakan, di mana nilai 1 untuk LKPD dengan
opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), nilai 2 untuk opini WTP DPP (Wajar
Tanpa Pengecualian-Dengan Paragraf Penjelas), nilai 3 untuk opini WDP (Wajar
29
Dengan Pendecualian), nilai 4 untuk opini TW(Tidak Wajar), nilai 5 untuk TMP
(Tidak Memberikan Pendapat).
3.3.2. Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel
dependen, baik secara positif atau negatif (Sekaran & Bougie, 2013). Variabel
independen dalam penelitian ini adalah faktor-faktor kecurangan menurut fraud
diamond, yaitu:
3.3.2.1. Tekanan/Pressure
Tekanan (pressure) yang diproksikan dengan rasio kemampuan
pemerintah daerah membayar kewajiban (LEV) sebagaimana yang terdapat pada
penelitian Skousen, C.J. et al. (2009), Lou & Wang (2011), Liou (2008), dan
Aghghaleh et al. (2014).
3.3.2.2. Kesempatan/Opportunity
Kesempatan (opportunity) yang diproksikan dengan (ICW) kelemahan
pengendalian internal seperti pada penelitian Charles & I., (2015), Eze & Wilson,
(2013), Krambia-Kapardis (2002), Liu et al. (2015), dan Rae & Subramaniam,
(2008).
3.3.2.3. Rasionalisasi/Rasionalization
Rasionalisasi (rationalization) sebagaimana yang digunakan oleh
Skousen, C.J. et al. (2009) diproksikan dengan Opini Laporan Keuangan selain
WTP selama 2 tahun terakhir (PRIOROP).
3.3.2.4. Kapabilitas/Capabilty
Kapabilitas (capability) yang diproksikan dengan (CHKD) Pergantian
Kepala Daerah (Wolfe & Hermanson, 2004))
30
3.4. Metode Analisis
Seluruh hipotesis dalam penelitian diuji dengan menggunakan analisis
regresi data panel.
3.4.1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang memberikan gambaran atau
deskripsi suatu data yang dilihat dari rata-rata, standar deviasi, varian, maksimum,
minimum, kurtosis, kemencengan distribusi, dari suatu sampel. Statistik deskriptif
dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai distribusi dan perilaku data
yang menjadi sampel penelitian (Ghozali, 2013).
3.4.2. Pengujian Hipotesis
Seluruh hipotesis dalam penelitian diuji dengan menggunakan analisis
regresi data panel.
3.4.2.1. Analisis Regresi
Hubungan antara fraud diamond dengan kecurangan pelaporan keuangan,
diukur dengan rumus sebagai berikut:
FFR = β0 + β1 LEV + β2 ICW + β3 PRIOROP + β4 CHKD + ε
FFR = Opini audit oleh BPK, nilai 1 untuk LKPD dengan opini WTP,
nilai 2 untuk opini WTP DPP, nilai 3 untuk opini WDP, nilai 4
untuk opini TW, nilai 5 untuk TMP
LEV = Rasio total kewajiban terhadap total aset
ICW = Jumlah temuan kelemahan pengendalian internal
PRIOROP = Variabel dummy, kode 1 jika Pemerintah Daerah selama 2 tahun
terakhir mendapat opini selain WTP, kode 0 jika tidak.
31
CHKD = Variabel dummy, kode 1 jika Pemerintah Daerah melakukan
Pergantian Kepala Daerah dalam satu tahun terakhir, kode 0 jika
tidak melakukan Pergantian Kepala Daerah.
ε = error
3.4.3. Pengolahan Data
Dalam penelitian ini, pengolahan data yang digunakan yaitu dengan
metode analisis kuantitatif. Data diolah dengan menggunakan bantuan perangkat
lunak khusus analisis statistik ekonometri Eviews versi 8. Dalam menghasilkan
hipotesis yang baik untuk penelitian ini ditempuh langkah-langkah dalam proses
pengolahan data yaitu :
1. Estimasi model regresi dengan model common effect, fixed effect, dan random
effect;
2. Uji signifikansi model common effect, fixed effect, dan random effect untuk
menentukan model terbaik untuk mengestimasi observasi yang ada;
3. Melakukan Uji Asumsi Klasik (jika yang model terpilih bukan random effect)
4. Pengujian statistik dengan regresi, uji t, dan dengan uji F;
3.4.4. Pendekatan Model Regresi Data Panel
Data panel adalah kombinasi data cross section dan data time series.
Dalam mengestimasi regresi dalam model data panel terdapat tiga teknik standar
yang digunakan yaitu model common effect, fixed effect dan random effect. Model
Common effect adalah model sederhana yang hanya menggabungkan semua data
time series dan cross section, selanjutnya dilakukan estimasi model dengan
menggunakan OLS (Ordinary Least Square). Asumsi dasar model ini adalah
intersep dan slop setiap variabel sama untuk setiap objek. Sehingga dalam model
32
penelitian ini, hasil regresi dianggap berlaku untuk semua kabupaten/kota pada
semua waktu. Kelemahan dalam model ini adalah kesesuaian model dengan
kondisi ril kurang tergambarkan. Kondisi tiap objek dapat berbeda dan kondisi
setiap objek satu waktu dengan waktu lain bisa berbeda.
Fixed effect Model adalah model yang memasukan variabel boneka
(dummy) untuk mengatasi konsistensi intersep dan slope yang sulit dipenuhi
dalam model data panel. Dengan dimasukannya dummy variabel ini, perbedaan
nilai parameter baik cross section maupun time series diizinkan. Pendekatan
dengan menggunakan variabel dummy ini menggunakan analisis Least Square
Dummy Variable (LSDV)
Random Effect Model adalah model yang menggunakan residual yang
diduga memiliki hubungan time series dan cross section, sehingga asumsi
dasarnya adalah setiap sampel memiliki perbedaan intersep yang merupakan
variabel acak. Random effect dapat digunakan untuk mengatasi ketidakpastian
model yang menggunakan variabel dummy sehingga degree of freedom menurun
yang pada akhirnya akan menekan efisiensi parameter penelitian.
3.4.5. Pemilihan Model
Dalam memilih model terbaik yang akan digunakan dalam estimasi model
regresi terbaik dalam penelitian, perlu dilakukan pengujian-pengujian sebagai
berikut :
1. Uji Chow untuk menentukan model terbaik antara common effect model
dengan fixed effect model.
2. Uji Hausman untuk menentukan model terbaik antara fixed effect model
dengan random effect model.
33
3. Uji Lagrange Multiplier untuk menentukan model terbaik antara common
effect model dengan random effect model.
3.4.5.1. Uji Chow
Untuk melakukan uji Chow terlebih dahulu data diregresikan dengan
model common effect kemudian dibuatlah hipotesis untuk pengujian model yang
diterima sebagai berikut :
H0 : model yang dipilih common effect
Ha : model yang dipilih fixed effect
Kriteria penentuan model yang dipilih adalah sebagai berikut :
1. Jika nilai probability F ≥ 0,05 maka H0 diterima, dan model common
effect dipilih.
2. Jika nilai probability F < 0,05 maka H0 ditolak, dan model fixed effect
dipilih.
Bila kesimpulan menolak H0 dan memilih fixed effect pengujian
dilanjutkan dengan melakukan uji Hausman untuk membandingkan model terbaik
antara fixed effect dengan random effect. Akan tetapi, uji Hausman tidak
dilakukan apabila hasil uji Chow menerima H0 dan memilih common effect.
3.4.5.2. Uji Hausman
Pengujian ini dilakukan jika pada prosedur sebelumnya menolak H0,
dengan kata lain model yang dipilih adalah model fixed effect. Langkah awal
adalah dengan meregresikan model dengan menggunakan metode random effect.
Lalu sebagai kriteria utama pengujian disusunlah hipotesis sebagai berikut :
H0 : Model yang dipilih random effect
Ha : Model yang dipilih fixed effect
34
Pedoman dalam memutuskan hipotesis yang akan diterima dari kedua opsi
di atas dalam uji Hausman adalah :
1. Jika skor probability Chi-Square ≥ 0,05, maka H0 diterima yang artinya
model yang dipilih adalah random effect model.
2. Jika skor probability Chi-Square < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima
yang artinya model yang dipilih adalah fixed effect model.
Bila H0 diterima dan random effect model terpilih sebagai model terbaik,
maka pengujian dilanjutkan dengan pengujian Lagrange Multiplier untuk
menentukan model terbaik yang akan dipilih antara common effect model dengan
random effect model.
3.4.5.3. Uji Lagrange Multiplier (LM)
Uji Lagrange Multiplier (LM) dilakukan untuk mengetahui manakah
model terbaik antara common effect model atau random effect model. Model ini
mendasarkan pada nilai residual dari model common effect. Dalam pengujian ini
yang menjadi dasar Chi-Square dengan derajat kebebasan (degree of freedom)
sebesar jumlah variabel independen. Hipotesis yang perlu diperhatikan adalah :
H0 : Model yang terbaik common effect
Ha : Model yang terbaik random effect
Kriteria utama dalam pengujian ini adalah dengan melihat nilai probability
Cross-section random. Jika nilai probability Cross-section random ≥ 0,05 maka
H0 diterima, akan tetapi bila nilai probability Cross-section random < 0,05 maka
Ha diterima dan H0 ditolak.
3.4.6. Teknik Analisis Data
3.4.6.1. Analisis Deskriptif
35
Analisis statistik deskriptif ditujukan untuk melihat gambaran data
penelitian berupa variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
leverage, kelemahan sistem pengendalian intern, kecurangan sebelumnya, dan
pergantian kepala daerah . Pemaparan yang ada dalam analisis deskriptif adalah
nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata/mean, dan standar deviasi. Hal ini
dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan sampel.
3.4.6.2. Uji Asumsi Klasik
Uji Asumsi klasik dilakukan untuk menguji kelayakan model regresi yang
digunakan. Kelayakan yang dimaksud adalah layak secara statistik yang
mengandung makna bebas dari masalah sebaran nilai residual yang tidak merata,
terbebas dari multikolinearitas, terbebas dari masalah heteroskedastisitas (Ghozali,
2013).
Dalam ketiga model regresi yang digunakan dalam analisis ini yaitu
common effect fixed effect,dan random effect menggunakan dua pendekatan yang
berbeda dalam analisisnya. Common effect dan fixed effect dalam analisisnya
menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS) sehingga apabila kedua
model itu yang dipilih, maka pengujian asumsi klasik harus dilakukan. Sementara
itu, random effect model dalam analisisnya menggunakan pendekatan Generalized
Least Square (GLS), untuk analisis dengan metode ini tidak diprasyaratkan
dilakukan pengujian asumsi klasik karena persamaan yang menggunakan
pendekatan GLS diasumsikan sudah memenuhi asumsi klasik.
3.4.6.1. Uji Normalitas
36
Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui apakah model regresi memiliki
nilai residual yang tersebar secara merata atau tidak, lalu kurva nilai residual
memiliki kelandaian (slope) yang menggambarkan distribusi yang merata atau
tidak. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa model regresi ini
memiliki sebaran normal untuk memastikan model regresi tidak bias, memiliki
varians yang minimum sehingga memiliki pengestimasi yang efisien, serta model
regresi yang konsisten dalam mengistimasi.
Dalam model yang dibantu oleh Eviews , pengujian normalitas dilakukan
dengan meninjau nilai probabilitas Jarque-Bera (JB) dengan nilai signifikansi (α=
0,05), sehingga hipotesis yang disusun untuk uji normalitas adalah sebagai
berikut:
H0 : Data telah terdistribusi normal
Ha : Data tidak terdistribusi normal
Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Jika probabilitas JB ≥ 0,05 maka H0 diterima dan data telah terdistribusi
normal.
2. Jika probabilitas JB < 0,05 maka H0 ditolak dan data tidak terdistribusi
normal.
3.4.6.2. Uji Multikolinearitas
Pengujian ini untuk membuktikan apakah dalam model regresi terbebas
dari korelasi antar variabel independen. Karena untuk dapat dikatakan sebagai
model regresi yang baik, suatu model harus bebas dari masalah multikolinearitas.
Untuk menguji apakah terjadi multikolinearitas atau tidak dapat dilakukan dengan
37
mengecek nilai korelasi antar variabel. Bila nilai korelasi antar variabel (pairwise
correlations) < 0,8 maka tidak terdapat permasalahan multikolinearitas.
3.4.6.1. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dimaksudkan untuk memastikan apakah model
regresi mengalami permasalahan heteroskedastisitas atau tidak.
Heteroskedastisitas adalah ketidaksamaan varians dari satu observasi ke observasi
lain. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki kesamaan
varians pada setiap observasi (Homokedastis). Pengujian yang dilakukan adalah
dengan meregresikan nilai absolut residual dengan variabel-variabel independen
dalam penelitian. Bila nilai signifikansi hasil regresi tersebut ≥ 0,05 maka tidak
terjadi masalah heteroskedastisitas.
3.4.6.1. Uji Autokorelasi
Pengujian ini digunakan untuk mengukur apakah di dalam model regresi
terjadi korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada
periode t-1 (sebelumnya) (Ghozali, 2013). Autokorelasi akan menyebabkan
varians sampel tidak akan dapat menggambarkan varians populasinya sehingga
timbul bias. Pengujian ada atau tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan
pengujian Durbin-Watson. Pengujian ini dilakukan dengan melihat nilai Durbin-
Watson (DW) pada setiap model regresi. Kriteria dalam pendeteksian autokorelasi
dengan derajat signifikansi 5% (0,05)adalah sebagai berikut :
DW < -2 mengindikasikan adanya autokorelasi negative
-2 < DW < 2 mengindikasikan tidak adanya autokorelasi
DW > 2 mengindikasikan adanya autokorelasi positif.
38
3.5. Analisis Regresi
Setelah model terbaik untuk melakukan analisis model regresi diperoleh,
dan uji asumsi klasik telah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah dengan
melakukan analisis kekuatan pengaruh antara dua variabel serta menunjukan
bagaimana arah pengaruh tersebut dengan analisis regresi. Analisis regresi akan
dilakukan dengan Uji F dan uji t yang akan menggambarkan tingkat signifikansi.
3.5.1. Uji F
Pengujian ini dikenal juga dengan uji kelayakan model regresi. Jika nilai
signifikansi > 0,05 atau koefisien bernilai negative maka hipotesis ditolak
(koefisien regresi tidak signifikan), artinya model regresi tidak dapat digunakan
sebagai alat analisis. Sebaliknya, jika nilai signifikansi < 0,05 dan koefisien
bernilai positif maka koefisien regresi signifikan, artinya model regresi dapat
digunakan sebagai alat analisis.
3.5.2. Uji t
Pengujian ini bertujuan untuk menunjukan seberapa jauh pengaruh suatu
variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel
dependennya. Jika nilai signifikansi > 0,05 atau koefisien bernilai negative maka
hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan), artinya secara parsial variabel
bebas tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Sebaliknya, jika nilai signifikansi < 0,05 dan koefisien bernilai positif maka
koefisien regresi signifikan, artinya variabel-variabel independen berpengaruh
signifikan secara parsial terhadap variabel dependen.
39
3.5.3. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan mengukur kemampuan model untuk
menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2013). Nilai R2 terletak antara
nol sampai dengan satu, di mana semakin mendekati satu, maka variabel
independen semakin memberi informasi untuk memprediksi variabel dependen,
dengan kata lain semakin mendekati satu nilai R2 menunjukan kemampuan yang
semakin kuat dalam menjelaskan perubahan variabel independen terhadap variasi
variabel dependen.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor pendorong terjadinya
kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting) pada pemerintah
kabupaten/kota di Indonesia dengan teori fraud diamond. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa faktor kesempatan: kelemahan pengendalian internal
(internal control weakness) yang diproksikan dengan temuan SPI LHP BPK RI
berpengaruh positif terhadap kecurangan pelaporan keuangan, serta faktor
kapabilitas yang diproksikan dengan pergantian kepala daerah berpengaruh positif
terhadap kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting). Hasil
penelitian ini sesuai dengan teori fraud diamond yang menyatakan bahwa faktor
kesempatan dan kapabilitas berpengaruh positif terhadap kecurangan pelaporan
keuangan.
Faktor tekanan yang diproksikan dengan leverage dan faktor rasionalisasi
yang diproksikan dengan opini selain WTP tahun sebelumnya berpengaruh negatif
terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini bertentangan
dengan teori fraud diamond, di mana pada teori tersebut menyatakan bahwa
faktor tekanan dan rasionalisasi berpengaruh positif terhadap kecurangan
pelaporan keuangan. Hal ini terjadi karena sifat objek penelitian yaitu sektor
pemerintahan daerah, yang berbeda dengan sifat objek di mana teori fraud
diamond dikembangkan yaitu pada sektor privat, sehingga menghasilkan
kesimpulan yang berbeda.
57
5.2 Implikasi
Terkait dengan hasil penelitian di mana faktor kelemahan sistem
pengendalian intern dan pergantian kepala daerah yang berpengaruh signifikan
positif terhadap kecurangan pelaporan keuangan, untuk itu, guna memperkecil
kemungkinan terjadi kecurangan pelaporan keuangan pada laporan keuangan
pemerintah daerah, diharapkan pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait untuk
memperkuat sistem pengendalian intern pemerintah daerah. Selain itu, untuk
pemeriksa dan auditor baik dari BPK, BPKP, ataupun inspektorat, agar lebih hati-
hati dan waspada pada daerah-daerah yang mengalami pergantian pemimpin,
karena terkait dengan pengaruh signifikan positif pergantian pemimpin tersebut
terhadap kecurangan pelaporan keuangan.
5.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah memberikan adanya bukti empiris mengenai hubungan
antara unsur-unsur dalam teori fraud diamond terhadap kecurangan pelaporan
keuangan. Akan tetapi, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain
terkait data yang digunakan yaitu data sekunder dari LHP dan IHPS BPK RI.
Untuk faktor rasionalisasi kurang bisa menjelaskan hubungan/pengaruh dalam
kecurangan pelaporan keuangan, diperlukan tambahan data lagi dari kuesioner.
Berkaitan dengan hanya menggunakan data sekunder dari satu sumber, yaitu BPK
RI, hal ini membatasi jumlah/jenis proksi yang bisa dipakai untuk menjelaskan
variabel.
5.4 Saran
Untuk penelitian selanjutnya penulis memberikan beberapa saran untuk
perbaikan penelitian sejenis agar hasil penelitian memberi dampak lebih luas baik
58
kepada dunia akademis secara teoritis maupun kepada para pemangku
kepentingan lain dalam hal ini Pemerintah Daerah. Saran-saran yang penulis
sampaikan yaitu :
a. Penelitian selanjutnya hendaknya menggabungkan data sekunder dengan
data primer yang diperoleh melalui kuesioner, sehingga dapat memperluas
pemilihan proksi dan menyempurnakan penelitian.
b. Penelitian selanjutnya hendaknya memperluas sampel penelitian dalam
rentang waktu tertentu misal 5 tahun (time series).
c. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan data dari beberapa sumber
lain seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan badan
pusat statistik untuk menambah proksi sehingga memperkuat penjelasan
variabel. Variabel yang dapat ditambah misalnya pada faktor kesempatan,
dengan menambah variabel jumlah auditor di setiap inspektorat
kabupaten/kota.
59
Daftar Pustaka
Abbott, L.J., Parker, S. & Peters, G.F. 2004. Audit committee characteristics and
restatements. Auditing: A Journal of Practice & Theory, 23(1): 69–87.
Adebisi, J.F. & Gbegi, D.O. 2013. The New Fraud Diamond Model-How Can It
Help Forensic Accountants In Fraud Investigation In Nigeria? European
Journal of Accounting Auditing and Fiancé Research, 1(4): 129–138.
Adebisi, J.F. & Gbegi, D.O. 2015. Fraud and the Nigerian Public Sector
Performance: The Need for Forensic Accounting. International Journal of
Business, Humanities and Technology, 5(5): 67–78.
Amaliah, B.N., Januarsi, Y. & Ibrani, E.Y. 2015. Perspektif fraud diamond theory
dalam menjelaskan earnings management non-gaap pada perusahaan
terpublikasi di Indonesia. Jurnal Akuntansi & Auditing Indonesia, 19(1):
51–67.
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) 2003. Consideration
of fraud in a financial statement audit. Statement on auditing standards
No. 99. New York: AICPA.
Andriana, L.S.T. 2015. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecurangan Dalam
Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Association of Certified Fraud Examiners 2007. Fighting Fraud in the
Government. Austin: Association of Certified Fraud Examiners.
Azhar, S. 2008. Sistem Informasi Akuntansi. Bandung: Lingga Jaya.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Peraturan Badan Pemeriksa
Keuangan. Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara
Beasley, M., Carcello, J. & Hermanson, D. 2010. Fraudulent financial reporting:
1998-2007. An analysis of US public companies. Committee of Sponsoring
Organizations of the Treadway Commission.
Beasley, M.S., Carcello, J.V. & Hermanson, D.R. 2000a. Preventing fraudulent
financial reporting. The CPA Journal, 70(12): 14.
Beasley, M.S., Carcello, J.V., Hermanson, D.R. & Lapides, P.D. 2000b.
Fraudulent financial reporting: Consideration of industry traits and
corporate governance mechanisms. Accounting Horizons, 14(4): 441–454.
60
Boyle, D.M., DeZoort, F.T. & Hermanson, D.R. 2015. The effect of alternative
fraud model use on auditors? fraud risk judgments. Journal of Accounting
and Public Policy, 34(6): 578–596.
Brazel, J.F., Carpenter, T. & Jenkins, G. 2007. A field investigation of auditors’
use of brainstorming in the consideration of fraud. Available at SSRN
965453.
Carcello, J.V. & Nagy, A.L. 2004. Client size, auditor specialization and
fraudulent financial reporting. Managerial Auditing Journal, 19(5): 651–
668.
Charles, N.I. & Emma, O. 2015. Evaluation of Key Determinants of Fraud Free
Financial Report: a Focus on Nigeria. Business and Management Studies,
1(2).
Cressey, D.R. 1953. Others people money, A study in the social psychology of
Embezzlement. Montclair: Patterson Smith.
Dorminey, J., Fleming, A.S., Kranacher, M.-J. & Riley, R.A. 2012. The Evolution
of Fraud Theory. Issues in Accounting Education, 27(2): 555–579.
Dye, K.M. 2007. Corruption and Fraud Detection by Public Sector Auditors.
EDPACS, 36(5-6): 6–15.
Eze, J.C. & Wilson, A. 2013. Evaluation of Fraud and Internal Control
Procedures:Evidence from Two South East Government Ministries in
Nigeria. Research Journal of Finance and Accounting, 4(17): 63–71.
Fitzsimons, V.G. 2009. A troubled relationship: corruption and reform of the
public sector in development. Journal of Management Development,
28(6): 513–521.
Free, C. 2015. Looking through the fraud triangle: a review and call for new
directions. Meditari Accountancy Research, 23(2): 175–196.
Ghozali, I. 2013. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program IBM SPSS. 7th
ed. Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro.
Gujarati, Damodar. 2008. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Halim, A. & Abdullah, S. 2010. Hubungan dan Masalah Keagenan di Pemerintah
Daerah. Jurnal Akuntansi Pemerintah, 2(1).
Hogan, C.E., Rezaee, Z., Riley, R.A. & Velury, U.K. 2008. Financial Statement
Fraud: Insights from the Academic Literature. AUDITING: A Journal of
Practice & Theory, 27(2): 231–252.
61
Jensen, M.C. & Meckling, W.H. 1976. Theory of the firm: Managerial behavior,
agency costs and ownership structure. Journal of financial economics,
3(4): 305–360.
Kassem, R. & Higson, A. 2012. The new fraud triangle model. Journal of
Emerging Trends in Economics and Management Sciences, 3(3): 191.
Kirkos, E., Spathis, C. & Manolopoulos, Y. 2007. Data Mining techniques for the
detection of fraudulent financial statements. Expert Systems with
Applications, 32(4): 995–1003.
Krambia-Kapardis, M. 2002. A fraud detection model: A must for auditors.
Journal of Financial Regulation and Compliance, 10(3): 266–278.
Krismiaji 2010. Sistem Informasi Akuntansi. 3rd ed. YKPN.
Liou, F. 2008. Fraudulent financial reporting detection and business failure
prediction models: a comparison. Managerial Auditing Journal, 23(7):
650–662.
Liu, X.K., Wright, A.M. & Wu, Y.-J. 2015. Managers’ Unethical Fraudulent
Financial Reporting: The Effect of Control Strength and Control Framing.
Journal of Business Ethics, 129(2): 295–310.
Lou, Y.-I. & Wang, M.-L. 2011. Fraud risk factor of the fraud triangle assessing
the likelihood of fraudulent financial reporting. Journal of Business &
Economics Research (JBER), 7(2).
Mansor, N. & Abdullahi, R. 2015. Fraud Triangle Theory and Fraud Diamond
Theory. Understanding the Convergent and Divergent For Future
Research. International Journal of Academic Research in Accounting,
Finance and Management Sciences, 1(5): 38–45.
Mohd-Sanusi, Z., Mohamed, N., Omar, N. & Mohd-Nassir, M.-D. 2015. Effects
of Internal Controls, Fraud Motives and Experience in Assessing
Likelihood of Fraud Risk. Journal of Economics, Business and
Management, 3(2): 194–200.
Mulyadi 2011. Auditing. 6th ed. Jakarta: Salemba Empat.
Najahningrum, A.F. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fraud: Persepsi
Pegawai Dinas Provinsi DIY. Accounting Analysis Journal, 2(3).
Noviani, D.P. & Sambharakreshna, Y. 2014. Pencegahan Kecurangan Dalam
Organisasi Pemerintahan. Journal of Auditing, Finance, and Forensic
Accounting, 2(2): 61–70.
Patterson, E. & Noel, J. 2003. Audit strategies and multiple fraud opportunities of
misreporting and defalcation. Contemporary Accounting Research, 20(3):
519–549.
62
Perwita Sari, C. 2010. The Influence of Financial Performance to the Level of
Accountability Disclosure of Indonesia’s Local Government. Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Pramudita, A. 2013. Analisis Fraud di Sektor Pemerintahan Kota Salatiga.
Accounting Analysis Journal, 2(1).
Rae, K. & Subramaniam, N. 2008. Quality of internal control procedures:
Antecedents and moderating effect on organisational justice and employee
fraud. Managerial Auditing Journal, 23(2): 104–124.
Raharjo, E. 2007. Teori Agensi dan Teori Stewarship Dalam Perspektif
Akuntansi. Fokus Ekonomi, 2(1).
Ramamoorti, S. 2008. The psychology and sociology of fraud: Integrating the
behavioral sciences component into fraud and forensic accounting
curricula. Issues in Accounting Education, 23(4): 521–533.
Republika.co.id 2011. Ini Empat Alasan Versi BPK, Mengapa Orang Lakukan
Korupsi. 21 Nov. Tersedia di
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/11/21/lv0rov-ini-
empat-alasan-versi-bpk-mengapa-orang-lakukan-korupsi [Accessed 15
July 2017].
Rezaee, Z. 2005. Causes, consequences, and deterence of financial statement
fraud. Critical Perspectives on Accounting, 16(3): 277–298.
Rmol.co 2016. Lemahnya Pengawasan Penyebab Korupsi Subur. 22 Aug.
Tersedia di http://www.rmol.co/read/2014/08/22/168893/Lemahnya-
Pengawasan-Penyebab-Korupsi-Subur- [Accessed 15 July 2017].
Sekaran, U. & Bougie, R. 2013. Research Method For Business Fifth Edition.
United Kingdom: Wiley.
Sihombing, K.S. & Rahardjo, S.N. 2014. Analisis Fraud Diamond dalam
Mendeteksi Financial Statement Fraud: Studi Empiris pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2010-
2012. Fakultas Ekonomika dan Bisnis.
Skousen, C.J., Smith, K., & Wright, Charlotte J., 2009. Detecting And Predicting
Financial Statement Fraud: The Effectiveness Of The Fraud Triangle And
SAS No. 99. 13.
Tiffani, L. & Marfuah, M. 2015. Deteksi financial statement fraud dengan analisis
fraud triangle pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek
Indonesia. Jurnal Akuntansi & Auditing Indonesia, 19(2): 112–125.
Umar, H. 2012. Pengawasan untuk Pemberantasan Korupsi. Journal Of
Accounting And Auditing, 8(2): 109–122.
63
Wilopo 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Studi Pada Perusahaan Publik
Dan Badan Usaha Milik Negara Di Indonesia. Simposium Nasional
Akuntansi 9 Padang.
Wolfe, D.T. & Hermanson, D.R. 2004. The Fraud Diamond: Considering the four
Elements of Fraud. The CPA Journal, 74(12): 38–42.
Wulandari, L. 2014. Politik Biaya Tinggi Dalam Pemilihan Kepala Daerah.
Perludem.