Upload
komaru-zaman
View
17
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sekolah merupakan kegiatan pembelajaran yang tak
dapat ditinggalkan oleh semua warga Indonesia umumnya tidak
ketinggalan masyarakat yang ada di sebuah desa, Desa Sukorejo,
Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, Desa Sukorejo terdiri
dari Dusun Ciplen, Kali Tulang, Dusun Glagahombo, Dombo,
Kirang dan Mejing, disinilah berdiri sebuah SD Negeri Sukorejo,
Tiga (3) lokal pertama merupakan gedung satu berdiri pada
Tahun Inpres No: 10/1973.
Gedung ke 2 (dua) terdiri 3 lokal Inpres No: 6/1974,
tepatnya SD Negeri Sukorejo terletak di Dusun Glagahombo
RT. 07 Rw 03 Desa Sukorejo, walaupun terletak di pinggiran
dusun, tetapi terletak di pinggir jalan yang strategis, yaitu jalan
Desa yang menghubungkan ke dusun-dusun di Desa Sukorejo,
dan menghubungkan Desa Kedung Ringin dan Desa Medayu.
1
SD Negeri Sukorejo terdiri 6 lokal, 1 ruang laborat,
perpustakaan mini, 1 ruang UKS, dan satu ruang serbaguna,
tempat ibadah 1 mushola, kamar mandi/WC guru 1 ruang, WC
anak 3, serta 1 gedung kantor SD. Terdiri Ruang Kepala
Sekolah, ruang tamu, ruang guru, dan dapur, ruang gudang,
2 kantin sederhana, tempat bermain anak, halaman dan gedung
serbaguna dapat dipergunakan secara maksimal.
Lingkungan SD sangat kondusif terdiri dari pohon
lindung dan pohon buah-buahan selain untuk berteduh juga dapat
menghasilkan buah-buahan dapat menjadikan tambahan gizi
anak.
Tenaga pendidik terdiri dari guru PNS dan wiyata bakti,
Guru PNS adalah Anik Kristiyati S.Pd. Merupakan Kepala
Sekolah, Fitriyah S.Pd. SD. Guru Kelas VI, Maya Supadmi S.Pd.
SD. Guru Kelas V, Purwati S.Pd. SD. Guru Kelas IV, Fahrurrozi,
S.Ag. Guru Kelas III, Yuniar SE Guru Kelas II, Astuti
2
Koperawati SPd. SD., Zusuf A.Ma, Guru Agama Islam, Budi
Utomo Guru Olah Raga, Sudarta, Penjaga Sekolah.
Visi dan Misi Sekolah Dasar Negeri Sukorejo
Visi
Terwujudnya Sekolah Berkwalitas dengan dilandasi IMTAQ dan
IPTEK
Misi
Melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan KTSP.
1. Meningkatkan kinerja tenaga pendidik dan kependidikan
secara profesional dan penerapan disiplin.
2. Mempedulikan kesehatan siswa melalui pelayanan Unit
Kesehatan Sekolah (UKS), dan Pola Hidup Bersih (PHBS).
3. Meningkatkan prestasi baik akademis dan non akademis
dengan ditunjang kegiatan ekstrakurikuler untuk
pengembangan diri.
3
4. Menegakkan 5 pilar belajar :
(a) belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa,
(b) belajar untuk memahami dan menghayati,
(c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara
efektif,
(d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang
lain, dan
(e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri,
melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan.
5. Mengupayakan lulusan 100% dan selalu meningkatkan
prestasinya, serta hasil lulusan semua melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi.
6. Memberdayakan komite sekolah dalam meningkatkan
partisipasi masyarakat untuk mendorong kemajuan dan
4
progam SDN Sukorejo, serta penciptaan lingkungan, aman,
nyaman, bersih, indah, dan rindang.
7. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan dan
peringatan-peringatan hari besar agama dengan melibatkan
tokoh agama serta masyarakat.
8. Memberikan tambahan pelajaran pada jam awal dan akhir
pelajaran, khususnya pada anak yang bermasalah dan
memfungsikan perpustakaan untuk membiasakan anak
gemar membaca.
9. Melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar dengan
menggunakan alat peraga serta mengenalkan pelajaran
teknologi sesuai perkembangan dan kondisi setempat.
Kehidupan Perkembangan Keagamaan di SD Negeri
Sukorejo makin hari, bulan dan tahun tepatnya pada tahun 2011,
2012 dan 2013 semakin meningkat, sebagai gambaran
peningkatan itu adalah pada tahun sebelum 2011 atau pada tahun
2010. Belum ada kegiatan-kegiatan seperti program infaq Jum’at,
5
pelajaran ekstrakurikuler, namun pada tahun 2011 sampai
sekarang ahlaq meningkat yang sangat signifikan yang meliputi:
shalat dzuhur berjamaah, setiap hari Selasa, Rabu dan Kamis
dilanjutkan dengan pelajaran tambahan Qiro’ah/seni baca Al-
Qur’an setiap hari Selasa peserta kelas III, IV, dan kelas V.
sedangkan pelajaran ekstra tersebut dikandung maksud, anak di
didik sedini mengenal seni Islami, cinta pada wahyu Illahi Al-
Qur’anil Karim dan mengenal Tuhan/Allah lewat perasaan lagu-
lagu Islami, hormat kepada orang tua dengan diajarkan sebuah
lagu “Bekti Wong Tuo”, cinta rosul dengan lagu “Rindu Rosul
dan Kehijrahan Nabi Muhammad SAW”, cinta Allah/mengenal
Allah dengan lagu “Kebesaranmu”, “Kusadari/Akhirnya”,
“Andai Ku Tahu”, lagu-lagu yang ada hubungannya dengan
keimanan/syariat agama, “Hari Kiamat”, “Syahadat”,
“Basmallah”, dan lain-lain.
Disamping pelajaran ekstra nasehat ada pelajaran
tambahan/ekstra (TIK) Teknologi Informasi Komunikasi
6
menulis kalimat Al-Qur’an dan terjemahannya dengan
laptop/komputer dengan berhasil menjuarai, juara 1 (satu)
Tingkat Kecamatan, sedangkan seni Islami Rabba peringkat 4
(empat) dari 35 SD se-kecamatan Suruh.
Demikian sekilas profil SD Negeri Sukorejo tahun 2010
dan sesudahnya yaitu tahun 2011, 2012 dan 2013 dengan
pendekatan metode Uswatun Hasanah, pendekatan secara
emosional dan pendekatan karakter religius sedikit demi sedikit
kelemahan, kekurangan dan keterbelakangan dapat diatasi dan
setapak demi setapak perkembangan kehidupan keagamaan SD
Negeri Sukorejo akan bertambah maju dan semarak.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka strategi-strategi
masih perlu digali dan dioptimalkan, sehingga setiap lembaga
pendidikan formal maupun non formal dapat berhasil dengan
/secara optimal.
7
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kehidupan Keagamaan di SD Negeri Sukorejo
Th. 2011 sampai dengan Th. 2013.
2. Faktor-faktor yang mendukung perkembangan Kehidupan
Keagamaan di SD Negeri Sukorejo dari Th. 2011 s/d Th.
2013.
3. Apa kendala-kendala yang dihadapi dalam Kehidupan
Keagamaan di SD Negeri Sukorejo tersebut Th. 2011 s/d
2013
4. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi
kendala-kendala tersebut.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuannya dari penelitian ini adalah dengan pendekatan
emosional uswatun hasanah/contoh-contoh yang baik dan
pendekatan karakter religius di tahun 2011, 2012, 2013 pada
8
peserta didik apakah lebih baik dari pada tahun-tahun
sebelumnya dengan tanpa pendekatan tersebut di atas.
Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah wawasan, pengetahuan, dalam pendekatan
terhadap peserta didik dengan pendekatan emosional, contoh-
contoh baik, dan pendekatan pendidikan karakter religius.
2. Bagi Peserta Didik
a. Membatu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam
memahami materi yang dipelajari khususnya pendidikan
agama Islam.
b. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.
c. Menumbuhkan motivasi dan percaya diri dalam
mempelajari agama Islam.
d. Menumbuhkan semangat kerjasama dalam kelompok.
9
3. Bagi Guru
Mengembangkan modal pembelajaran dengan pendekatan
emosional, uswatun hasanah, karakter religius .
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Esensi Penanaman Nilai-nilai Agama kepada Anak
Menurut ajaran agama Islam setiap manusia itu lahir
berada dalam keadaan suci dan bersih dan Tuhan Yang Maha
Esa telah membekali mereka dengan berbagai potensi laten yang
tersembunyi dan harus dikembangakan sebagai amanah dari sang
pencipta alam semesta ini. Dan faktor penentu kualitas
keagamaan anak itu sendiri banyak ditentukan oleh peran serta
kedua orang tuanya landasan itu memberi makna bagi kita bahwa
ternyata faktor lingkungan keluarga adalah peringkat pertama
yang akan memberi warna dasar bagi nilai-nilai keagamaan anak.
Dengan demikian peran serta orang tua tidak boleh asal dan
hanya sekedarnya saja pada saat memulai pengenalan
pengetahuan dan pengembangan nilai-nilai keagamaan pada
anak1.
1 Kajian Filosofis Pendidikan Barat dan Islam oleh Dr. Sembodo Ardi. W. hal : 159
11
Menurut Badudu Zein (1996), anak adalah keturunan
pertama (setelah ibu dan bapak). Anak-anak adalah manusia
yang masih kecil yang belum dewasa dan memiliki berbagai
potensi untuk tumbuh dan berkembang. Potensi tersebut adalah
potensi jasmani yang berkaitan dengan fisik (motorik) dan yang
kedua adalah potensi rohani yang berkaitan dengan kemampuan
intelektual maupun spiritual dan termasuk juga di dalamnya
nilai-nilai agama2.
Untuk itu dalam membina potensi dalam diri anak adalah
tugas orang tua dan guru secara nyata. Di rumah para orang tua
mempunyai kewajiban bukan hanya sekedar memenuhi
kebutuhan jasmani belaka, akan tetapi para orang tua pun
dituntut mendidik dan membimbing anak dengan nilai-nilai
keagamaan yang harus dipraktekkan dalam rutinitas kehidupan
akan sehari-hari. Sedangkan di sekolah, nilai-nilai keagamaan
yang harus ditanamkan oleh guru seyogyanya diintegrasikan/
2 Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, oleh Badudu Zein. hal :
12
dipadukan dalam kegiatan belajar mengajar dari pembukaan
sampai penutup.
Apabila nilai-nilai tersebut ialah tertanam kuat pada diri
anak, maka mereka akan tumbuh dan berkembang dengan
memiliki kemampuan untuk mencegah dan menyangkal serta
membentengi mereka dari berbagai pengaruh negatif. Sebaliknya
jika nilai-nilai keagamaan itu tidak ditanamkan secara maksimal
maka yang akan muncul adalah perilaku-perilaku kurang baik
dan cenderung menyimpang dari aturan agama.
B. Prinsip Dasar Pengembangan nilai-nilai Agama
Ada beberapa prinsip dasar yang sangat perlu diperhatikan
dalam rangka penyampaian materi pengembangan nilai-nilai
agama bagi anak , diantaranya adalah :
1. Prinsip penekanan pada aktivitas anak sehari-hari.
Hal ini sesuai dengan kebutuhan pembentukan kepribadian
anak dalam rangka peletakan dasar kehidupan anak pada
bidang kehidupan beragama anak.
13
2. Prinsip pentingnya keteladanan dari lingkungan dan orang
tua/keluarga anak.
Sebaik apapun program yang disusun oleh pihak sekolah,
namun jika tidak didukung oleh partisipasi aktif para orang
tua dalam memberikan keteladanan dan konsistensi
pengembangan nilai-nilai agama bagi anak, maka semua
itu akan sia-sia.
3. Prinsip kesesuaian dengan kurikulum
Prinsip ini menekankan bahwa pada saat guru dan orang
tua menyajikan materi pengembangan nilai-nilai agama
kepada anak Taman kanak-kanak maka hal itu harus
disampaikan secara bertahap, seperti dimulai dengan
penjelasan atau contoh yang terdekat dengan dunia anak
sampai hal yang terjauh dari sisi anak, atau dimulai dari hal
yang paling mudah anak cerna sampai hal yang agak sulit
anak pahami.
14
4. Prinsip Developmentally Appropriate Practice (DAP)
Prinsip ini menjelaskan bahwa guru dan para orang tua
hendaknya sangat memperhatikan proses penyajian materi
yang akan disampaikan yaitu materi yang perlu disesuaikan
dengan perkembangan dan kebutuhan akan itu sendiri.
5. Prinsip psikologi perkembangan anak
Setiap guru seyogyanya menyampaikan materi
pengembangan nilai-nilai agama yang disesuaikan dengan
landasan ilmu psikologi perkembangan anak didik. Dalam
tinjauan ilmu psikologi dikenal adanya tugas-tugas
perkembangan maka setiap materi yang akan disampaikan
seyogyanya senantiasa dihubungkan dengan prinsip-prinsip
dasar psikologi pendidikan.
6. Prinsip monitoring yang rutin
Untuk mendapatkan keberhasilan yang baik, maka
diperlukan adanya kegiatan monitoring secara rutin untuk
memantau proses perkembangan dan kemajuan anak dalam
15
mengikuti program yang kita siapkan. Peranan monitoring
ini sangat membantu semua pihak yang terkait, untuk
memperoleh data akurat dalam rangka perbaikan dan
pengembangan program selanjutnya. Tanpa langkah
demikian kita akan sulit memperoleh informasi tentang
anak didik dan perkembangannya.
C. Perkembangan Moralitas Anak
1. Tingkat dan Tahapan Perkembangan Moralitas
Bayi tidak memiliki hirarki nilai dan suara hati. Bayi
tergolong nonmoral, tidak bermoral maupun tidak amoral,
dalam artian bahwa perilakunya tidak dibimbing nilai-nilai
moral. Lambat laun ia akan mempelajari kode moral dari
orang tua dan kemudian dari guru-guru dan teman-teman
bermain dan juga ia belajar pentingnya mengikuti kode-
kode moral.
16
Belajar berperilaku moral yang diterima oleh
sekitarnya merupakan proses yang lama dan lambat. Tetapi
dasar-dasarnya diletakkan dalam masa bayi dan
berdasarkan dasar-dasar inilah bayi membangun kode
moral yang membimbing perilakunya bila telah menjadi
besar nantinya.
Karena keterbatasan kecerdasannya, bayi menilai
besar atau salahnya suatu tindakan menurut kesenangan
atau kesakitan yang ditimbulkannya dan bukan menurut
baik dan buruknya efek suatu tindakan terhadap orang lain.
Karena itu, bayi menganggap suatu tindakan salah hanya
bila ia merasakan sendiri akibat buruknya. Bayi tidak
memiliki rasa bersalah karena kurang memiliki norma yang
pasti tentang benar dan salah. Bayi tidak merasa bersalah
kalau mengambil benda-benda milik orang lain karena
tidak memiliki konsep tentang hak milik pribadi.
17
Bayi berada dalam tahap perkembangan moral yang
oleh Piaget (Hurlock, 1980) disebut moralitas dengan
paksaan (preconventional level) yang merupakan tahap
pertama dari tiga tahapan perkembangan moral. Tahap ini
berakhir sampai usia tujuh sampai delapan tahun dan
ditandai oleh kepatuhan otomatis kepada kepatuhan
otomatis kepada aturan-aturan tanpa penalaran atau
penilaian3.
Apabila awal masa kanak-kanak akan berakhir,
konsep moral anak tidak lagi sesempit dan sekhusus
sebelumnya, anak yang lebih besar lambat laun
memperluas konsep sosial, sehingga mencakup situasi apa
saja, lebih dari pada hanya situasi khusus. Di samping itu,
anak yang lebih besar menemukan bahwa kelompok sosial
terlibat dalam berbagai tingkat kesungguhan pada pelbagai
macam perbuatan.
3 Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Masa, Elizabeth B. Hurlock/oleh PIAGET. Hal : 123
18
Pengetahuan ini kemudian digabungkan dalam
konsep moral. Menurut Piaget, antara usia lima dan dua
belas tahun konsep anak mengenai keadilan sudah berubah.
Pengertian yang kaku dan keras tentang benar dan salah,
yang dipelajari dari orang tua, berubah dan anak mulai
memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar
pelanggaran moral. Jadi menurut Piaget, relativisme moral
menggantikan moral yang kaku. Misalnya bagi anak lima
tahun, berbohong selalu buruk, sedangkan anak yang lebih
besar bahwa dalam beberapa situasi, berbohong
dibenarkan, dan oleh karena itu, berbohong tidak selalu
buruk.
Kohlberg memperluas teori Piaget dan menamakan
tingkat kedua dari perkembangan moral akhir masa kanak-
kanak sebagai tingkat moralitas konvensional
(conventional level) atau moralitas dari aturan-aturan dan
penyesuaian konvensional. Dalam tahap pertama dari
19
tingkat ini yang disebutkan Kohlberg moralitas anak baik,
anak mengikuti peraturan untuk mengambil hati orang lain
dan untuk mempertahankan hubungan-hubungan yang
baik. Dalam tahap kedua, Kohlberg mengatakan bahwa
kalau kelompok sosial menerima peraturan-peraturan yang
sesuai bagi semua anggota kelompok, ia harus
menyesuaikan diri dengan peraturan untuk menghindari
penolakan kelompok dan celaan.
Tahap perkembangan ketiga, moralitas pasca
konvensional (post conventional). Dalam tahap ini,
moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang lain
dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi.
2. Hubungan Perkembangan Moralitas dengan Intelektual
Perkembangan moral pada awal masa kanak-kanak
masih dalam tingkat yang rendah. Hal ini disebabkan
karena perkembangan intelektual anak-anak belum
mencapai titik dimana ia dapat mempelajari atau
20
menerapkan prinsip-prinsip abstrak tentang yang benar dan
salah. Ia juga tidak mempunyai dorongan untuk mengikuti
peraturan-peraturan karena tidak mengerti manfaatnya
sebagai anggota kelompok sosial.
Karena tidak mampu mengerti masalah standar
moral, anak-anak harus belajar berperilaku moral dalam
berbagai situasi yang khusus. Ia hanya belajar bagaimana
bertindak tanpa mengetahui mengapa. Dan karena ingatan
anak-anak, sekalipun anak-anak sangat cerdas, cenderung
kurang baik, maka belajar bagaimana berperilaku sosial
yang baik merupakan proses yang panjang dan sulit. Anak-
anak dilarang melakukan sesuatu pada suatu hari, tetapi
pada keesokan harinya atau dua hari sesudahnya mungkin
ia lupa. Jadi anggapan orang dewasa sebagai tindakan tidak
patuh seringkali hanyalah merupakan masalah lupa.
Menurut Conger, terdapat hubungan yang sangat erat
antara perkembangan kesadaran moralitas dengan
21
perkembangan intelektual. Ia menunjukkan bahwa tiga
level perkembangan kesadaran moral itu sejalan dengan
periode perkembangan kognitif dari Piaget.
Selanjutnya Hurlock menjelaskan bahwa anak yang
mempunyai IQ tinggi cenderung lebih matang dalam
penilaian moral daripada anak yang tingkat kecerdasannya
lebih rendah, dan anak perempuan cenderung membentuk
penilaian moral yang lebih matang daripada anak laki-laki.
D. Penghayatan Keagamaan Anak
1. Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Allah
SWT, adalah dia dianugerahi fitrah (perasaan dan
kemampuan) untuk mengenal Allah dan melakukan ajaran-
Nya. Dengan kata lain, manusia dikaruniai insting religius
(naluri beragama). Karena memiliki fitrah ini, manusia
22
dijuluki sebagai “Homo Devinans” dan “Homo Religius”
yaitu makhluk yang ber-Tuhan dan beragama.
Dengan kehalusan dan fitrah tadi, pada saat tertentu,
sesorang setidak-tidaknya pasti mengalami, mempercayai
bahkan meyakini dan menerimanya tanpa keraguan, bahwa
di luar dirinya ada suatu kekuatan yang Maha Agung yang
melebihi apapun termasuk dirinya. Penghayatan seperti
itulah oleh William James (Gardner Murphy, 1967) disebut
sebagai pengalaman religi atau keagamaan (the existence of
great power) melainkan juga mengakuinya sebagai sumber
nilai-nilai luhur yang abadi yang mengatur tata hidup
manusia dan alam semesta raya ini. Karenanya, manusia
memenuhi aturan itu dengan penuh kesadaran, ikhlas
disertai penyerahan diri dalam bentuk ritual baik secara
ritual maupun kolektif, baik secara simbolik maupun dalam
bentuk nyata dalam hidup sehari-hari4.
4 ibid
23
2. Tahapan Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Sejalan dengan perkembangan kesadaran moralitas,
perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat
hubungannya dengan perkembangan intelektual di samping
emosional dan volisional (konatif), mengalami
perkembangan. Para ahli sependapat bahwa pada garis
besarnya perkembangan penghayatan keagamaan dapat
dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif
menunjukkan karakteristik yang berbeda. Tahapannya
adalah sebagai berikut :
a. Pertama. Masa Kanak-kanak (sampai tujuh tahun).
Tanda-tandanya sebagai berikut :
(1) Sikap keagaman reseptif meskipun banyak bertanya
(2) Pandangan ke-Tuhanan yang anthromorph
(dipersonifikasikan)
(3) Penghayatan secara rohaniah masih superficial
(belum mendalam) meskipun mereka telah
24
melakukan atau partisipasi dalam berbagai kegiatan
ritual.
(4) Hal ke-Tuhanan secara ideosyncritic (menurut
khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf
kemampuan kognitifnya yang masih bersifat
egosentric (memandang segala sesuatu dari sudut
dirinya)
b. Kedua. Masa Anak Sekolah
(1) Sikap keagamaan bersifat reseptif tetapi disertai
pengertian
(2) Pandangan dan faham ke-Tuhanan diterangkan secara
rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang
bersumber pada indikator alam semesta sebagai
manifestasi dari eksistensi dan keagungan-Nya.
(3) Penghayatan secara rohaniah makin mendalam,
melaksanakan kegiatan ritual diterima sebagai
keharusan moral.
25
c. Ketiga. Masa remaja (12-18 tahun) yang dapat dibagi ke
dalam dua sub tahapan, adalah sebagai berikut :
(1) Masa remaja awal dengan tanda antara lain sebagai
berikut :
(a)Sikap negatif disebabkan alam pikirannya yang
kritis melihat kenyataan orang-orang beragama
secara hypocrit yang pengakuan dan ucapannya
tidak selalu sama dengan perbuatannya.
(b)Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi
kacau karena ia banyak membaca atau mendengar
berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham
banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu
sama lain.
(c)Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptik
(diliputi kewas-wasan), sehingga banyak yang
enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang
selama ini dilakukannya dengan penuh kepatuhan.
26
(2) Masa remaja akhir yang ditandai antara lain :
(a)sikap kembali, pada umumnya, kearah positif dengan
tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama
dapat menjadi pegangan hidupnya menjelang dewasa;
(b)Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya dipahamkannya
dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
(c)Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah
melalui proses identifikasi dan merindu puja ia dapat
membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran
dan manusia penganutnya, yang baik dari yang tidak
baik. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai
aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh
toleransi seyogyanya diterima sebagai kenyataan yang
hidup di dunia ini.
3. Proses Pertumbuhan Penghayatan Keagamaan
Para ahli juga sependapat bahwa meskipun tahapan
proses perkembangan seperti di atas juga merupakan gejala
27
yang universal, namun terdapat variasi yang luas, pada
tingkat individual maupun tingkat kelompok tertentu.
Peranan lingkungan sangat penting dalam pembinaan
penghayatan keagamaan ini.
Dalam ajaran agama dijelaskan bahwa pada dasarnya
manusia itu baik dan memiliki potensi beragama, maka
keluarganyalah yang akan mewarnai perkembangan
agamanya itu. Keluarga hendaknya menciptakan
lingkungan psikologis yang mendukung pembentukan
karakter anak dalam menjalankan ajaran agamanya.
E. Pendekatan
Untuk mengembangkan nilai-nilai agama pada diri
anak, diperlukan berbagai macam metode dan pendekatan.
Pendekatan yang dimaksud adalah cara yang teratur yang
digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan agar tercapai
hasil yang baik seperti yang dikehendaki (Badudu Zain :
28
1996). Pendekatan juga berfungsi sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Untuk itu guru Taman kanak-kanak dituntut memiliki
kemampuan profesional dan komprehensif terutama dalam
memilih dan menentukan metode dan pendekatan yang
efektif.
Salah satu diantara metode pengembangan nilai-nilai
agama, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Metode bercakap-cakap.
Bercakap-cakap adalah kegiatan percakapan antara guru
dengan anak atau anak dengan anak tentang suatu tema
untuk mengembangkan kemampuan mendengar,
memahami dan kemampuan berbicara anak. Bercakap-
cakap dapat dilaksanakan dalam bentuk :
- Bercakap-cakap bebas
- Bercakap-cakap menurut tema
- Bercakap-cakap berdasarkan gambar seri
29
Dalam bercakap-cakap bebas kegiatan tidak terikat pada
lama, tetapi pada kemampuan yang diajarkan. Bercakap-cakap
menurut tema dilakukan berdasarkan tema tertentu. Bercakap-
cakap berdasarkan gambar seri yakni menggunakan gambar seri
sebagai bahan pembicaraan.
Melalui kegiatan di atas, disamping menunjang program
pengembangan bahasa secara verbal, juga dapat meningkatkan
kemampuan anak-anak dalam mengkomunikasikan berbagai
pikiran, gagasan, perasaan, maupun kebutuhannya. Pendekatan
ini pun dapat membantu anak-anak belajar mendengarkan dan
menyimak pembicaraan guru atau temannya. Jelasnya, kegiatan
bercakap-cakap dapat dijadikan alat yang berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan kognitif, bahasa sosial konsep
diri dan pengembangan nilai-nilai agama.
Tujuan dari metode bercakap-cakap diantaranya :
30
a. Mengembangkan kecakapan dan keberanian dalam
menyampaikan pendapatnya kepada guru, teman sebaya
dan orang lain.
b. Memberikan kesempatan kepada anak untuk berekspresi
secara lisan.
c. Mengembangkan pola-pola pikir anak dalam bentuk lisan
kepada orang lain.
d. Memperbaiki lafal dan ucapan
e. Menambah perbendaharaan kata.
Manfaat penting yang dapat dirasakan dalam penerapan
pengembangan nilai-nilai agama melalui metode bercakap-
cakap antara lain :
a. Meningkatkan keberanian anak untuk mengaktualisasi diri
dengan menggunakan kemampuan berbahasa secara
ekspresif, menyatakan pendapat, menyatakan perasaan,
menyalakan keinginan dan kebutuhan secara lisan.
31
b. Meningkatkan keberanian anak untuk menyatakan secara
lisan apa yang harus dilakukan oleh diri sendiri dan anak
lain.
c. Meningkatkan keberanian anak untuk mengadakan
hubungan dengan anak lain dengan gurunya agar terjalin
hubungan sosial yang menyenangkan.
d. Dengan seringnya kegiatan bercakap-cakap diadakan,
semakin banyak informasi baru yang diperoleh anak yang
bersumber dari guru/anak yang lain.
Contoh kegiatan bercakap-cakap menurut tema :
Tema : Binatang
Sub tema : Ciri-ciri Binatang
SD : B/Semester I
Kompetensi Dasar Hasil Belajar Indikator
Anak percaya akan
ciptaan Allah,
mencintai sesama
Anak dapat
menyayangi dan
memelihara
Menyayangi
dan memelihara
semua ciptaan
32
semua ciptaan
Tuhan
Tuhan
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
a. Guru mengkondisikan anak untuk duduk dalam kegiatan
klasikal.
b. Guru menyiapkan gambar yang akan diperlihatkan kepada
anak.
c. Guru memperlihatkan gambar kepada anak dan mengajak
anak untuk bercakap-cakap tentang gambar yang telah
diperlihatkan.
d. Guru memberikan kesempatan kepada semua anak untuk
bercakap-cakap tentang gambar tersebut.
e. Guru menyuruh salah seorang anak untuk melatih
keberanian dengan memintanya ke depan kelas dengan
menjelaskan salah satu gambar.
33
f. Guru menjelaskan isi dari gambar dengan menghargai
pendapat para anak yang telah bercerita sebelumnya dan
menekankan penjelasan nilai-nilai agama dari makna yang
terdapat dalam misi gambar tersebut.
Contoh kegiatan bercakap-cakap
Guru : “Anak-anak, apa yang kamu lihat pada gambar
ini!
Ana
k
: “Itu gambar mesjid Pak…..!
Guru : “Ada gambar apa lagi, anak-anak ?”
34
Ana
k
: “Ada gambar ayah, ibu, Pak guru !”
Ana
k
: “Ada gambar anak perempuan dan laki-laki juga,
Pak Guru!”
Guru : “Ya…bagus, itu memang gambar masjid dan
sebuah keluarga.”
Guru : “Sekarang coba siapa yang tahu, masjid itu
gunanya untuk apa?”
Ana
k
: “Untuk mengaji, Pak Guru.”
Ana
k
: “Untuk shalat, Pak Guru.”
Guru : “Oh, ya, sekarang siapa yang suka shalat di
masjid?”
Ana
k
: “Saya Pak, rumah saya dekat dengan masjid”
Ana : “Saya jarang Pak, rumah saya jauh dengan
35
k masjid”
Guru : “Kira-kira keluarga itu mau pergi kemana ya….?”
Ana
k
: “Mau pergi ke masjid Pak Guru.”
Guru : “Bagus ….”
Guru : “Masjid itu tempat beribadah agama apa?”
Ana
k
: “Untuk agama Islam, Pak Guru”
Ana
k
: “Untuk orang muslim, Pak.”
Guru : “Wah…pintar ya, shalat itu ada berapa waktu?”
Ana
k
: “Ada lima waktu, Pak.”
Guru : “Siapa yang bisa menyebutkan, kapan waktu
shalat itu?”
Ana
k
: “Dzuhur, ashar, maghrib, isya’ dan subuh, Pak.”
36
Guru : “Ya benar…shalat memang ada 5 waktu dan
setiap muslim wajib mengerjakan shalat.”
2. Metode demonstrasi
Demonstrasi adalah pendekatan yang dilakukan guru
dengan cara mempertunjukan atau memperagakan suatu
objek, benda atau suatu proses dari suatu kejadian.
Pendekatan demonstrasi dilakukan untuk memperjelas
inforamsi atau materi pelajaran kepada anak-anak. Dalam hal
ini, anak menyaksikan peragaan langsung tentang hal-hal
yang sulit dijelaskan dengan pendekatan biasa.
Kaitannya dengan pengembangan nilai-nilai agama
kepada anak-anak SD, pendekatan ini bisa dilakukan guru
pada saat menerangkan etika makan, sopan santun dalam
berbicara, etika berpakaian, etika beribadah dan sebagainya.
Pendekatan demonstrasi sangat efektif digunakan dalam
pengembangan nilai-nilai agama kepada anak dapat
37
mendengar. Melihat dan meniru cara-cara tertentu yang
disajikan dari materi yang sedang diajarkan guru. Demonstrasi
dapat juga dipergunakan untuk memenuhi dua fungsi
pembelajaran, yaitu :
a. Untuk memberikan ilustrasi dalam menjelaskan informasi
kepada anak bagi anak, melihat bagaimana suatu peristiwa
itu berlangsung, lebih menarik dan merangsang perhatian
serta lebih menantang dari pada hanya mendengar
penjelasan guru. Misalnya dalam menjelaskan konsep-
konsep yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial, moral, atau
keagamaan akan lebih efektif apabila penerapan nilai-nilai
tersebut diwujudkan dalam bentuk ilustrasi.
b. Pendekatan demonstrasi dapat membantu meningkatkan
daya fikir anak dalam peningkatan kemampuan mengenal,
mengingat, berfikir konvergen, berfikir evaluatif (elis et. al.
2003). Pengembangan daya pikir yang dimulai dari SD
akan sangat membantu anak dalam memperoleh
38
pengalaman belajar di bidang keagamaan, bidang ilmu
pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial.
Tujuan dari metode demonstrasi bagi anak SD :
a. Untuk membimbing anak dalam menggunakan mata
telinganya secara terpadu, sehingga hasil pengamatan
kedua indera itu dapat menambah penguasaan materi
pelajaran dan melengkapi pemahaman segala hal yang
ditunjukkan, dikerjakan dan dijelaskan dalam kegiatan
demonstrasi tersebut.
b. Sebagai peniruan terhadap model yang dapat dilakukan
1) Contoh kegiatan metode demonstrasi :
2) Tema :
3) Sub Tema :
4) SD : B / Semester
Kompetensi Dasar Hasil Belajar Indikator
Anak mampu
melakukan ibadah,
Terbiasa
melakukan
Melaksanakan
kegiatan ibadah
39
terbiasa mengikuti
aturan dan dapat
hidup bersih dan
mulai belajar
membedakan benar
dan salah, biasa
berperilaku terpuji.
ibadah sesuai
aturan menurut
keyakinannya.
sesuai aturan
menurut
keyakinannya.
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
a. Guru mengkondisikan anak untuk duduk dalam kegiatan
klasikal.
b. Guru menjelaskan tentang hal wudhu.
c. Guru memperkenalkan tepuk wudhu kepada anak, guna
mempermudah penyampaian materi sebelum
mendemonstrasikan materi.
Tepuk Wudhu
40
Bismillah cuci tangan
Kumur-kumur
Prok-prok-prok
Basuh hidung
Basuh Muka
Niatnya
Prok-prok-prok
Tangan sampai ke siku
Kepala dan telinga
Tak lupa cuci kaki
Lalu do’a
Amien
Prok-prok-prok
d. Guru mendemonstrasikan tata cara wudhu di kelas.
e. Anak memperagakan dan mengikuti pendemonstrasian tata
cara wudhu yang dilakukan oleh guru.
41
f. Praktek langsung guru membawa anak langsung ke tempat
wudhu dan guru mendemonstrasikan tata cara wudhu
dengan air.
g. Anak mengikuti dan memperagakan secara langsung
dengan bergiliran tentang pendemonstrasian yang
dilakukan guru.
Tata Cara Berwudu
Saya bersaksi bahwa Muhammad hamba-Nya dan utusan
Allah. Ya Allah jadikanlah kami termasuk golongan orang-
orang yang bertaubat dan orang-orang yang bersuci dan hamba-
hamba yang saleh."
Sebelum wudhu harus membersihkan najis yang ada pada
badan jika ada.
Tata cara dan urutan berwudhu adalah sebagai berikut:
42
a. Membaca Bismillahirrahmanirrahim, sambil mencuci
kedua tangan sampai pergelangan tangan. Apabila tangan
kotor, dibersihkan dahulu dengan sabun.
b. Berkumur-kumur sebanyak tiga kali, sambil membersihkan
gigi.
c. Membersihkan lubang hidung dari kotoran.
d. Berniat dalam hati untuk berwudhu, ketika akan mulai
membasuh muka. Membasuh muka sebanyak tiga kali,
Caranya, dengan mengalirkan air dengan kedua belah
tangan ke seluruh muka, mulai dari bagian atas. Bagian
yang dibasuh sebatas tempat tumbuhnya rambut
Kemudian, sampai bawah dagu dan antara telinga kiri
hingga telinga kanan.
e. Membasuh kedua tangan sampai siku. Dahulukan
membasuh tangan kanan, lalu tangan kiri. Apabila
berwudhu di air keran, air dialirkan ke tangan mulai dari
ujung jari ke arah siku, atau sebaliknya yaitu dari siku ke
43
arah jari tangan. Apabila di kolam, menyiduk air dengan
kedua telapak tangan. Lalu, air diturunkan ke siku. Diawali
dengan tangan kanan tiga kali, lalu tangan kiri tiga kali.
f. Mengusap rambut atau kulit kepala.
Diawali dengan membasahi kedua tangan, lalu diusapkan
dari depan ke belakang kepala, kemudian dikembalikan ke
depan (langsung).
g. Mengusap kedua telinga dengan telunjuk dan ibu jari ke-
dua tangan. Telunjuk dimasukkan ke lubang telinga dan
menjalankannya di lipatan-lipatan telinga. Sementara, ibu
jari diusapkan di bagian luar telinga.
h. Membasuh dua telapak kaki sampai mata kaki.
Apabila berwudhu di keran, air keran dikucurkan ke kaki.
Jika berwudhu di kolam atau bak, kaki dimasukkan ke
dalam air. Sela-sela jari kaki kanan dan kiri digosok-gosok
dengan tangan sebanyak tiga kali.
i. Tertib seperti urutan di atas.
44
Maksudnya, mendahulukan yang harus didahulukan dan
mengakhirkan yang akhir.
j. Setelah wudhu, kemudian berdo'a sambil mengangkat kedua
tangan dan menghadap kiblat. Do'a yang dibaca adalah:
Yang artinya:
"Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang
Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwa
Muhammad hamba-Nya dan utusan Allah. Ya Allah
jadikanlah kami termasuk golongan orang-orang yang
bertaubat dan orang-orang yang bersuci dan jadikanlah kami
termasuk hamba-hamba yang saleh."
Niat adalah menghendaki sesuatu yang dibarengi dengan
perbuatan atau keinginan dan perbuatan dilakukan secara
sama-sama. Niat wudhu dibaca dalam hati ketika akan
membasuh muka. Selesai wudhu, berdo'a sambil
mengangkat tangan dan menghadap ke arah kiblat.
Berwudhu harus dilakukan dengan tertib.
45
F. Kerangka Berfikir
Salah satu tujuan mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam adalah agar peserta didik memiliki kemampuan
memahami konsep Islam secara menyeluruh/kaffah,
menjelaskan keterkaitan antara konsep dan dalam lexy
mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien dan
tepat dalam pemecahan masalah (KTSP SD/MI 2007 :143).
Kesalahan konsep atau miskonsepsi maupun kesalahan
lainnya akan mengakibatkan tujuan dari pelajaran Agama
Islam tidak tercapai. Salah satu pemecahan masalah adalah
siswa dapat menyelesaikan soal-soal dan aturan-aturan serta
problematika pendidikan Agama Islam, sehingga peserta didik
memahami apa-apa yang termuat dalam ajaran Agama Islam.
Dalam berbagai penelitian menunjukkan bahwa siswa
masih sering melakukan kesalahan dan apatis di dalam
memahami dan pengamalan Agama Islam.
46
Contoh : siswa dalam melaksanakan ibadah shalat,
dimulai dalam cara berwudhu anak masih banyak salah cara
membasuh muka belum merata, dsb. Lalu mengajarkan shalat
masih semuanya sendiri, sambil tengok kanan kiri, tertawa,
dsb.
Contoh lain di dalam thoharoh atau bersuci juga masih
banyak kekurangan dan masih belum optimal pengamalannya.
Contoh lain dalam memahami tentang keberadaan
Tuhan (Allah) masih verbal/verbalisme, dengan nyanyian/
lagu ketuhanan, fenomena alam akan lebih menguak untuk
mengenal dan menyakini kepada Tuhan/Allah.
Oleh karena itu dengan berdasar uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa dengan metode pengajaran melalui
pendekatan emosional, anak dijadikan teman bermain, ayah
anak/keluarga, akan lebih menuai hasil yang akan dicapai,
begitu juga metode pendekatan melalui contoh-contoh baik/
uswatun hasanah, pembiasaan-pembiasaan yang baik akhlaqul
47
karimah yang kontinyu, niscaya akan berhasil dengan optimal,
juga tidak kalah penting dengan pendekatan karakter religius
anak lebih mengena apa yang hendak kita capai tujuan
pembelajaran tersebut.
BAB III
Metode Penelitian
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian merupakan penelitian deskriptif kualitatif,
secara umum penelitian kualitatif menurut Denzin dan
48
Lincoln dalam Lexy J.MO Leong (2007:5) adalah penelitian
yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dengan jalan
melibatkan berbagai metode yang ada5.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah,
wawancara pengamatan dan pemanfaatan dokumen,
pendekatan yang digunakan adalah studi deskriptif. Yaitu
penulis berusaha mengungkap dan menggambarkan kesalahan
yang dilakukan siswa dalam memahami, apatis dan kesalahan
dalam pengamalan ajaran Islam. Terutama dalam praktek
ibadah, dan enggan mempelajari Agama Islam.
Dengan bantuan observasi di lapangan dapat diketahui
berbagai sebab yang berhububgan dengan tingkah laku yang
menyebabkan siswa melakukan kesalahan dalam mengerjakan
praktek ibadah/akhlaq mulia.
5 Lexy J. Mo Leong, Metodologi Penelitian Kualitatif : Bandung, PT. Remaja Karya CV. 2007. hal : 5
49
Selain dengan observasi, dilakukan juga dengan
wawancara untuk mendapatkan informasi mengenai beberapa
sebab, mengapa siswa melakukan kesalahan tidak senang/
apatis terhadap pelajaran agama dan mengenal dan
mengimani tentang Allah SWT.
B. Tempat Penelitian
Sekolah Dasar Negeri Sukorejo kelas III, IV, V dan VI
Kabupaten Semarang Jawa Tengah, peneliti memilih SD
Negeri Sukorejo, karena pada soal wawancara dengan salah
satu guru/tokoh sekolah mendapat informasi bahwa siswa-
siswa kurang minat terhadap pendidikan Agama Islam dan
masih banyak kesalahan dalam praktek beribadah dan
mengenal Tuhannya (Allah).
Data ini mengambil perbandingan tahun 2010 dan
sesudahnya tahun 2011, 2012, dan tahun 2013.
50
C. Sampel Sumber Data
Sampel yang digunakan adalah sampel Snow Ball
(Snow Ball Sample) menurut Satori Djam’an dan Komarodin
Aan (2009:48) sampel snow ball merupakan teknik penentuan
sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian
membesar.
Lincoln dan Guba dalam Lexy J. MO Leong
(2007:223-224) menyatakan bahwa sampel snow ball
bermanfaat untuk memperoleh variasi sebanyak-banyaknya,
sehingga peneliti akan lebih banyak mendapatkan variasi dari
kesalahan yang dilakukan siswa6.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengertian tes menurut Budiyono (2003:54) “Tes adalah
cara pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah
pertanyaan-pertanyaan atau seruhan-seruhan terhadap
6 Lexy J. Mo Leong, Metodologi Penelitian Kualitatif : Bandung, PT. Remaja Karya CV. 2007. hal : 223-224
51
subyek”. Dalam penelitian ini digunakan metode tes yang
berbentuk pendekatan emosional, metode uswatun hasanah/
contoh-contoh baik, dan metode karakter religius7.
Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian,
instrumen diuji terlebih dahulu validitasnya dengan validitas
isi melelui expert judgment (penilaian yang dilakukan oleh
pakar).
Budiyono (2003-58) mengatakan bahwa “suatu
instrumen tersebut telah merupakan sampel yang representatif
dari keseluruhan isi hal yang akan diukur”8. Validitas isi
dilakukan dengan penelaahan atau pengkajian butir-butir tes
oleh validator (para pakar) yang memahami atau menguasai
materi pada soal/metode, oleh karena itu validatornya adalah
kepala sekolah, guru kelas, tokoh agama/masyarakat (guru
kelas 1 s/d VI).7 Budiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surakarta, UNS Press, 2003. hal: 54 dan 58 8 Budiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surakarta, UNS Press, 2003. hal: 51
52
1. Teknik Pengumpulan Data Observasi
Menurut Budiyono (2003:51) “Observasi adalah
pengamatan langsung”. Tujuan dilakukan observasi adalah
untuk mengetahui sebab-sebab siswa melakukan kesalahan
dalam menjawab atau melaksanakan praktek ibadah dalam
kehidupan sehari-hari dan pembelajaran setiap berlangsung
pelajaran Agama Islam.
Kelebihan teknik observasi adalah peneliti mengetahui
kejadian sebenarnya, sehingga informasinya langsung dan
akurat, dapat mencatat kebenaran terjadi, memudahkan
dalam memahami prilaku yang komplek dan
memungkinkan pengumpulan data yang tidak dapat
dilakukan oleh teknik lain. Kelemahannya adalah
tergantung kepada kepiawaian pengamat dan menghasilkan
data yang banyak dan tidak sistimatis, sehingga
menyulitkan peneliti untuk menganalisis.
2. Teknik Pengmpulan Data Wawancara
53
Menurut Budiyono (2005:51) “Wawancara atau
interview adalah cara pengumpulan data yang dilakukan
melalui percakapan peneliti (orang yang ditugasi) dengan
subyek penelitian atau responden atau sumber data”9.
Tujuan wawancara ini adalah untuk mengetahui sebab-
sebab siswa melakukan kesalahan persepsi terhadap mata
pelajaran agama Islam, praktek ibadah dan akhlaqul
karimah serta mengenal Allah, dan respondennya dipilih
siswa yang rajin ibadah, malas ibadah, respon terhadap
mata pelajaran agama dan yang apatis terhadap mata
pelajaran agama Islam.
Wawancara ini juga dimaksudkan agar para siswa
responsife terhadap mapel agama Islam dan rajin
beribadah.
E. Teknik Analisa Data
9 Budiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surakarta, UNS Press, 2003. hal: 51
54
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi deskriptif, yaitu menganalisa persepsi siswa yang tidak
responsif terhadap mata pelajaran agama Islam, malas ibadah,
dan kurang berakhlaqul karimah.
Dengan pendekatan emosional, uswatun hasanah
(Hadits Nabi) dan pendidikan karakter religius. Siswa menjadi
responsif terhadap mata pelajaran agama, giat beribadah, dan
akhlaqul karimah.
55
BAB IV
DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA
A. Deskripsi Data
Kehidupan keagamaan pada tahun 2011 sampai 2013 di
SD Negeri Sukorejo UPTD Pendidikan Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang begitu menggembirakan dikarenakan
banyak kemajuan-kemajuan yang dicapai dibandingkan
perkembangan kehidupan keagamaan di tahun-tahun
sebelumnya. Pasalnya karena mulai tahun 2011 sampai tahun
2013 penerapan dengan Metode Pendekatan Emosional dan
56
contoh-contoh kebiasaan-kebiasaan yang bagus dan baik serta
Pendekatan Karakter Religius sedikit demi sedikit peserta
didik berubah menuju kebaikan-kebaikan yang meningkat.
Contoh ini merupakan contoh kongkrit di SD Negeri
Sukorejo. Contoh-contoh konkrit/nyata tersebut adalah :
1. Program Pemanfaatan Infaq Jum’at.
Pada program ini, anak-anak sangat antusias. Dengan
dimulai contoh dari guru, antara lain : Infaq Jum’at
sebagian dibelikan Juz ‘amma dan anak-anak terbiasa
membaca, menghafal surat-surat pendek. Kegiatan ini
berjalan dengan baik sebelum jam pelajaran dimulai
2. Program Sholat Jama’ah
Program sholat jama’ah dzuhur setiap hari Senin, Selasa,
Rabu dan Kamis berjalan cukup baik untuk melatih
kedisiplinan dan taat beribadah serta gemar bersyukur
kepada Allah SWT.
57
3. Kegiatan Seni Islam Rebbana
Kegiatan Rebbana sangat digemari oleh peserta didik
dengan bukti antusias peserta didik selalu menanyakan
kepada guru untuk berlatih rebbana. Dalam hal ini untuk
mengenalkan serta menguraikan aqidah, seni, kebersamaan
dan ahlaqul karimah lewat lagu-lagu yang bernuansa Islam.
Contoh lagu itu adalah Kebesaran-Mu, Rukun Islam,
Bismillah, Rindu Rosul, Bekti Wong Tuo, Nabiku,
Shalawat Badar, Andai Ku Tahu, Lir-Ilir, Pintu Surga, dll.
4. Seni Baca Al-Qur’an/Qiro’ah
Kegiatan ini diadakan seminggu sekali oleh peserta didik
kelas III sampai Kelas VI. Dengan maksud mengenalkan
wahyu Illahi sedini mungkin.
5. Kaligrafi dengan Metode TIK
Kegiatan ini diisi dengan menulis huruf Al-Qur’an/surat
pendek dengan terjemahannya memakai laptop. Diadakan
dalam extra 1 minggu satu kali.
58
Program tersebut dapat berjalan dengan lancar karena
dukungan berbagai pihak. Mulai dari Kepala Sekolah, semua
guru dan karyawan, serta dukungan wali murid, tokoh
masyarakat maupun komite sekolah.
B. Analisis Data
Program-program yang telah ada dari tahun 2011
sampai dengan tahun 2013 tersebut, di tahun-tahun
sebelumnya belum ada.
Dengan pendekatan emosional, contoh-contoh, dan
keteladanan yang baik serta pendekatan karakter ada
perubahan yang menggembirakan. Akibatnya peserta didik
antusias mengikuti pelajaran agama Islam, ekstrakurikuler
rebana, qiro’ah, TIK, infaq Jum’at dan sholat berjama’ah.
Bentuk antusias peserta didik terhadap pendidikan
agama Islam dan pelajaran ekstrakulikuler berdasarkan
59
wawancara peneliti dengan anak-anak SD Negeri Sukorejo
sebagai berikut :
1. Sekar (murid kelas 2)
Bagaimana kamu dengan pelajaran Agama? Suka
Mengapa suka? Ada Rebana.
Dengan pak guru? Suka.
Mengapa suka dengan pak guru? Pak guru memberi
nyanyian-nyanyian.
2. Musthafa (murid kelas 2)
Suka pelajaran agama? Suka.
Mengapa suka? Ada rebana. Sholat bareng/bersama.
3. Gita (murid kelas 3)
Kamu suka dengan pelajaran agama? Suka.
Mengapa suka? Banyak nyanyian.
4. Fajar (murid kelas 3)
Kamu suka dengan pelajaran Agama? Suka.
Mengapa suka? Aku diajari orgen.
60
Siapa yang mengajari kamu? Pak Zusuf.
5. Niken (murid kelas 4)
Kamu suka dengan pelajaran agama? Suka.
Mengapa? Ada rebana dan qiro’ah.
6. Sigit (murid kelas 4)
Git, kamu suka dengan pelajaran agama? Suka.
Mengapa? Pak guru memberi uang.
Apa lagi? Ada rebana.
7. Satrio (murid kelas 5)
Kamu suka dengan pelajaran agama? Suka banget.
Mengapa suka? Ada sholat jama’ah di mushola dan rebana.
Apa lagi? Pak guru memberi uang.
8. Retno (murid kelas 5)
Kamu suka dengan pelajaran agama? Suka banget pak.
Mengapa? Ada nyanyi-nyanyi, rebana dan qiro’ah.
9. Wildan (murid kelas 5)
Dengan pelajaran agama suka nggak? Suka.
61
Mengapa? Karena ada sholat berjamaah dan ada pelajaran
TIK.
10. Syaiful (murid kelas 6)
Kamu suka dengan pelajaran agama? Kadang suka, kadang
tidak.
Mengapa? Pak guru baik, kadang-kadang marah-marah.
Yang bikin marah siapa? Saya pak, maaf. Pis.... Pis..
11. Putri karismatik (murid kelas 6)
Suka dengan pelajaran agama? Suka banget pak.
Mengapa? Banyak lomba-lomba, rebana, qiro’ah dan
pidato.
Yang lain? Ada infaq Jum’at.
12. Doni (murid kelas 6)
Kamu suka dengan pelajaran agama? Suka. Kadang-
kadang nggak.
Mengapa? Pak guru apikan.
Kalau dengan yang dulu? Saya dilempar penghapus pak.
62
Yang lain? Ada rebana.
C. KETERBATASAN PENELITIAN
- Keterbatasan kemampuan dan waktu penelitian.
- Di sana sini masih banyak sekali kekurangan-kekurangan
SDM, pengalaman, dan belum maksimal faktor-faktor
dukungan dari semua pihak, maka penelitian ini masih
banyak revisi, pembaharuan dan saran.
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan kehidupan keagamaan di SD Negeri
Sukorejo Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang sebelum
tahun 2011 belum begitu menggembirakan. Belum ada
kegiatan-kegiatan seperti : Rebana, Qiro’ah, Kaligrafi TIK,
Sarapan pagi juz ‘amma dan infaq Jum’at. Namun setelah
tahun 2011, program tersebut diadakan sehingga sedikit demi
sedikit ada perubahan maju dengan bukti bahwa sebagian
64
besar peserta didik suka dengan pelajaran agama. Lebih-lebih
dengan pelajaran ekstrakurikuler. Sehingga di setiap ada
kegiatan lomba-lomba semua bidang dapat diikuti.
Kesemuanya itu dapat berhasil, seperti TIK No 1 Tingkat
Kecamatan dan Rebana peringkat empat.
Dengan pendekatan emosional, uswatun hasanah,
contoh-contoh yang baik, pendekatan karakter religius dapat
merubah peserta didik suka dengan pelajaran agama Islam,
rebana, qiro’ah, TIK dan Gemar membaca Al-Qur’an.
B. SARAN
Dengan pendekatan Emosional, Uswatun hasanah, serta
pendekatan karakter religius terhadap peserta didik mampu
merubah kebiasaan yang buruk terhadap minat terhadap
pendidikan agama Islam seperti malas beribadah, acuh
terhadap pendidikan agama Islam. Maka perlu dipertahankan
dan dikembangkan serta didukung terus oleh semua pihak
65
baik dari kepala sekolah, guru dan komite sekolah serta peran
serta masyarakat, sehingga perubahan-perubahan yang baik
dapat berjalan terus.
DAFTAR PUSTAKA
Badudu Zein.1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta.
Pustaka Sinar Harapan
Budiyono.2003. Metodologi Penelitian Pendidikan, Surakarta:
UNS. Press.
Elizabeth B. Hurlock, 1980. Psikologi Perkembangan Suatu
Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta,
Erlangga.
Lexy J. Mo Leong. 2007. Metadologi Penelitian Kualitatif,
Bandung: PT. Remaja Karya CV.
Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar.
2007, Jakarta: BD Cipta Jaya
66
Murphy G. L. (1967). Introductory Aspects of Modern
Parapsychologist Al Research. Transaction of The New
York Academy of Science
Al-Qur’an Departemen Agama RI, Semarang: CV. Asy Syifa
Filsafat Pendidikan Islam. Dirjen Pendidikan Islam Departemen
Agama Republik Indonesia, A. Haris Hermawan N A
Bimbingan Konseling, Departemen Agama RI Drs. Amin
Budimin M.Pd, Drs. H. Setiowati M.Pd
67
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Zusuf
2. NIM : 123111645
3. Tempat/Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 10 Januari 1957.
4. Alamat : Dsn. Krajan RT. 02 RW. 01, Desa
Gunung Tumpeng, Kec. Suruh,
Kab. Semarang
5. Pendidikan : SDN lulus Th. 1970
PGAN IV Th. lulus Th. 1975
PGAN VI Th. lulus 1977
DII lulus Th. 1995
6. Pekerjaan : CPNS/PNS 01 April 1983
- 01 April 1983 s/d Desember 2000 Guru PAI SDN Bandungan,
Kec. Ambarawa, Kab. Semarang.
69