47
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama di temukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan substitusi iodium. Diluar daerah endemik, struma nodosa ditemukan secara insidental atau pada keluarga tertentu. Etiologinya umum nya multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk involusi. Kebanyakan struma multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin. Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya yang sering berangsur- angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita dengan 1

SNNT

Embed Size (px)

DESCRIPTION

okiii

Citation preview

Page 1: SNNT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama di temukan di

daerah pegunungan karena defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat

dicegah dengan substitusi iodium. Diluar daerah endemik, struma nodosa ditemukan

secara insidental atau pada keluarga tertentu. Etiologinya umum nya multifaktorial.

Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia muda dan berkembang menjadi

multinodular pada saat dewasa.

Struma multinodosa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut,

dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai

bentuk  involusi. Kebanyakan struma multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin.

Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada

hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi kebanyakan

berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.

Degenerasi  jaringan menyebabkan kista atau adenoma.

Karena  pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi

besar  tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita dengan

struma nodosa dapat hidup dengan struma nya tanpa gangguan (De Jong. W,

Sjamsuhidajat. R)

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan

struma?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan

struma.

1.4 MANFAAT

1.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya struma.

1

Page 2: SNNT

1.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang

mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah.

2

Page 3: SNNT

BAB II

STATUS PENDERITA

A. Identitas

Nama : Nn.F

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 17 tahun

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Gedangan

Agama : Islam

Register : 378658

B. Anamnesis

Keluhan Utama : Terdapat benjolan pada leher sebelah kiri sejak 2

tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poliklinik bedah RSUD Kanjuruhan dengan keluhan

benjolan pada leher sebelah kiri sejak ± 2 tahun yang lalu, menurut pasien

awalnya benjolan tersebut kecil, tetapi semakin lama pasien merasakan

benjolan tersebut semakin membesar dan tidak ada keluhan apa – apa yang

berkaitan dengan benjolan tersebut, dan pasien mengatakan tidak

mengkonsumsi obat apapun sebelum terjadinya benjolan maupun sudah

timbul benjolan untuk mengatasi benjolan tersebut. Perubahan suara (-), nyeri

saat menelan (-), susah menelan (-), sesak nafas sewaktu tidur (-), demam (-),

benjolan di tempat lain (-), jantung berdebar-debar (-), tangan gemetar (-),

tangan berkeringat (-).

Riwayat Penyakit Terdahulu/Lainnya :

Maag (-), DM (-), Hipertensi (-), Asma (-), DHF (-), Thypiod fever (-)

Riwayat Penyakit dalam Keluarga : Riwayat penyakit yang sama (-)

3

Page 4: SNNT

C. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Kesadaran : Compos mentis . GCS 456

Keadaan Gizi : Cukup

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Pernafasan : 18x/menit

Nadi : 68x/menit

Suhu : 36 ºC

Pupil : Isokor, Refleks cahaya (+/+)

Mata : Exophtalmus (-)

Kepala : Konjungtiva (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher : lihat status lokalis

Thorax : murmur (-), gallop (-),

Paru : vesikuler (+) / N, ronki (-), wheezing (-)

Abdomen : Datar, BU (+) / N

Ekstremitas Atas : tidak ada kelainan

Status Lokalis

Regio colli sinistra

Inspeksi: Tampak benjolan, warna kulit sama dengan sekitar.

Palpasi : Teraba sebuah massa, ukuran diameter 3 cm. Konsistensi kenyal,

permukaan rata, batas tegas, nyeri tekan (-), mobile, massa ikut bergerak saat

menelan (+).

D. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah Rutin

Hb : 11,8 g/dl (N : 14-18 g/dl)

Hematokrit : 34,5 % (N : 35-47 %)

Hitung Eritrosit : 4,01 juta/cmm (N : 3,0-4,0 juta/cmm)

Leukosit : 7.070 sel/cmm (N : 4000-11000/mm³)

Trombosit : 267.000 sel/cmm (N : 150.000-450.000 sel/cmm)

Masa perdarahan : 1’30” menit (N : < 5)

4

Page 5: SNNT

Masa pembekuan : 11’00” menit (N : < 15)

Pemeriksaan Kimia Klinik

GDS : 93 mg/dL (N :< 140 mg/dL)

Natrium : 142 mmol/L (N : 136-145 mmol/L)

Kalium : 4,4 mmol/L (N : 3,5-5,1 mmol/L)

Chlorida : 107 mmol/L (N : 97-107 mmol/L)

Pemeriksaan Seroimunologi

HbsAg (RPHA) : Non Reaktif (Negatif)

E. Resume

Nn.F 17 tahun datang ke poliklinik bedah RSUD Kanjuruhan dengan

keluhan benjolan pada leher sebelah kiri sejak ± 2 tahun yang lalu, menurut

pasien awalnya benjolan tersebut kecil, tetapi semakin lama pasien merasakan

benjolan tersebut semakin membesar dan tidak ada keluhan apa – apa yang

berkaitan dengan benjolan tersebut, dan pasien mengatakan tidak

mengkonsumsi obat apapun sebelum terjadinya benjolan maupun sudah

timbul benjolan untuk mengatasi benjolan tersebut.

Pada pemeriksaan lokalis regio coli didapatkan tampak benjolan, warna

kulit sama dengan sekitarnya, permukaan rata (+), bergerak saat menelan (+).

Pada palpasi teraba sebuah massa, ukuran diameter 3 cm. Konsistensi kenyal,

permukaan rata, batas tegas, nyeri tekan (-), mobile, massa ikut bergerak saat

menelan (+).

F. Diagnosis Banding

Struma Nodusa Non Toksik

Struma Nodusa Toksik

Tiroiditis

Karsinoma Tiroid

5

Page 6: SNNT

G. Diagnosis Kerja

Struma Nodusa Non Toksik

H. Planning Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Rontgen Leher AP/Lateral

Foto Thorax PA

FNAB

I. Penatalaksanaan

Pro :

Tiroidektomy

Terapi medikamentosa

Cefotaxime 3x1 gram

Infus RL

Terapi non medikamentosa

Bed rest

J. Prognosis

Dubia ad bonam

6

Page 7: SNNT

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi

karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun

sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar

tersebut menjadi noduler. Struma nodosa non toksik adalah pembesaran

kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai

tanda-tanda hipertiroidisme.

B. Embriologi

Glandula thyroidea mula-mula berkembang dari penonjolan

endodermal pada garis tengah dasar pharynx, diantara tuberculum impar dan

copula. Nantinya penebalan ini berubah menjadi divertikulum yang disebut

ductus thyroglossalis. Dengan berlanjutnya perkembangan, duktus ini

memanjang dan ujung distalnya menjadi berlobus dua. Duktus ini merubah

menjadi tali padat dan bermigrasi menuruni leher, berjalan di sebelah anterior,

atau posterior terhadap os hyoideum yang sedang berkembang.

7

Page 8: SNNT

Pada minggu ke tujuh, tiba pada posisi akhirnya di dekat larynx dan

trachea. Sementara itu tali padat yang menghubungkan glandula thyroidea

dengan lidah, terputus dan lenyap. Tempat asal ductus tyroglossalis pada lidah

menetap sebagai suatu sumur yang disebut foramen caecum linquae.

Kemudian, dua lobus pada ujung terminal ductus thyroglossalis akan

membesar sebagai akibat proliferasi epitel dan membentuk glandula thyroidea.

C. Anatomi

Glandula thyroidea terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan

oleh isthmus yang sempit. Setiap lobus berbentuk buah avokad, dengan

puncaknya ke atas sampai linea oblique cartilaginis thyroidea dan basisnya

terdapat dibawah, setinggi cincin trachea ke-4 atau ke-5. Glandula thyroidea

merupakan organ yang sangat vascular, dibungkus oleh selubung yang berasal

dari lamina pretrachealis. Selubung ini melekatkan kelenjar ini ke larynx dan

trachea. Juga sering didapatkan lobus piramidalis, yang menjalar ke atas dari

isthmus, biasanya ke kiri garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan

embryonic thyroid yang ketinggalan pada waktu migrasi jaringan ini ke bagian

anterior di hipofaring. Bagian atas dari lobus ini dikenal sebagai pole atas dari

kelenjar tiroid, dan bagian bawah disebut sebagai pole bawah. Suatu pita

fibrosa atau muscular sering menghubungkan lobus piramidalis dengan os

hyoideum; jika ia muscular disebut sebagai m. levator glandulae thyroidea.

8

Page 9: SNNT

Berat tiroid pada orang dewasa normal adalah 10-30 gram tergantung

kepada ukuran tubuh dan suplai Iodium. Lebar dan panjang dari isthmus

sekitar 20 mm, dan ketebalannya 2-6 mm. Ukuran lobus lateral dari pole

superior ke inferior sekitar 4 cm. Lebarnya 15-20 mm, dan ketebalan 20-39

mm. Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli media dan fascia prevertebralis.

Di dalam ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus, pembuluh darah

besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis

dan melingkari 2/3 bahkan sampai 3/4 lingkaran.

A. carotis communis, v. jugularis interna, dan n. vagus terletak

bersama di dalam suatu ruang tertutup di laterodorsal tiroid. N. recurrens

terletak di dorsal sebelum masuk ke laring. N. phrenicus dan truncus

symphaticus tidak masuk ke dalam ruang antara fascia media dan

prevertebralis. Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke

dalam nl. cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nl.

paratracheales. Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu lapisan jaringan

yang dinamakan true capsule. Sedangkan extension dari lapisan tengah fascia

servicalis profundus yang mengelilingi tiroid dinamakan false capsule atau

surgical capsule. Seluruh arteri dan vena, plexus limphaticus dan kelenjar

paratiroid terletak antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi

penghubung di bagian posterior antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum

Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua lobus tiroid. Aa.

carotis superior dextra et sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior dextra et

sinistra memberikan vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala dijumpai a. ima,

cabang truncus brachiocephalica. Sistem vena berjalan bersama arterinya,

persarafan diatur oleh n. recurrens dan cabang dari n. laryngeus superior,

sedangkan sistem limfatik yang penting menerima aliran limfe tiroid terdiri

dari pembuluh limfe superior yang menerima cairan limfe dari pinggir atas

isthmus, sebagian besar permukaan medial lobus lateral, dan permukaan

ventral dan dorsal bagian atas lobus lateral dan pembuluh limfe inferior yang

menerima cairan limfe dari sebagian besar isthmus dan bagian bawah lobus

lateral.

9

Page 10: SNNT

Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool

atas kanan dan kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai

n. laryngeus superior, kerusakan nervus ini dapat mengakibatkan perubahan

suara menjadi parau yang bersifat sementara namun dapat pula permanen.

D. Fisiologi

Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat

menyerap iodin atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan. Iodin

ini akan bergabung dengan asam amino tirosin yang kemudian akan diubah

menjadi T3 (triiodotironin) dan T4 (triiodotiroksin). Dalam keadaan normal

pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%. Sedangkan yang 5% adalah

hormon-hormon lain seperti T2.

T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi tenaga

(ATP = adenosin tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada T4. T4 yang tidak

aktif itu diubah menjadi T3 oleh enzim 5-deiodinase yang ada di dalam hati

dan ginjal. Proses ini juga berlaku di organ-organ lain seperti hipotalamus

yang berada di otak tengah.

Hormon-hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH

(thyroid releasing hormon) dan TSH (thyroid stimulating hormon). Hormon-

hormon ini membentuk satu sistem aksis otak (hipotalamus dan pituitari)-

kelenjar tiroid. TRH dikeluarkan oleh hipotalamus yang kemudian

merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan TSH. TSH yang dihasilkan akan

merangasang tiroid untuk mengeluarkan T3 dan T4. Oleh kerena itu hal yang

mengganggu jalur di atas akan menyebabkan produksi T3 dan T4

Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam

pengeluaran hormone tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat

adanya sel parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk

mengatur metabolism kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum

terhadap tulang.

10

Page 11: SNNT

E. Metabolisme T3 dan T4

Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam.

Sebagian T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses

monodeiodonasi menjadi T3. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3

(reversed T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunakan

mengatur metabolisme pada tingkat seluler

Pengaturan faal tiroid : Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :

1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)

Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis

mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar

tiroid teransang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi

2. TSH (thyroid stimulating hormone)

Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam

sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-

reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon

meningkat

3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).

T4 ini mempunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon

bebas. T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

11

Page 12: SNNT

F. Histologi

Kelenjar tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-

folikel kecil yang dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan jaringan ikat.

Folikel-folikel tiroid dibatasi oleh epitel kubus dan lumennya terisi oleh

koloid. Kelenjar tiroid mengandung 2 tipe sel utama yaitu thyroid follicular

cells dan C cells (parafollicular cells).

12

Page 13: SNNT

Sel folikular menggunakan iodine dari darah untuk membuat hormone,

yang membantu meregulasi metabolisme tubuh. Sel parafolikular membuat

calcitonin, suatu hormone yang membantu meregulasikan bagaimana tubuh

menggunakan kalsium

G. Etiologi

Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak

diketahui, namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala

tiroiditis ringan; oleh karena itu, diduga tiroiditis ini menyebabkan

hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan sekresi

TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan yang progresif dari

bagian kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan

mengapa kelenjar ini biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar

tumbuh namun bagian yang lain rusak akibat tiroiditis. Adanya gangguan

fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab

pembesaran kelenjar tyroid antara lain :

1. Defisiensi iodium

Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah

yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,

misalnya daerah pegunungan.

2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon

tyroid.

13

Page 14: SNNT

a. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam

kol, lobak, kacang kedelai).

b. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya :

thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).

c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.

Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi,

kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana

menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat

bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut. Akhirnya,

ada beberapa makanan yang mengandung substansi goitrogenik yakni

makanan yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai aktifitas

antitiroid sehingga juga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid akibat

rangsangan TSH.

H. Klasifikasi

Pada struma gondok endemik, Perez membagi klasifikasi menjadi:

1. Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan

2. Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan

3. Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal

4. Derajat III: terlihat pada jarak jauh.

Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi:

a. Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal.

b. Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila

kepala ditegakkan.

Burrow menggolongkan struma nontoksik sebagai berikut:

1. Nontoxic diffuse goiter

2. Endemic

3. Iodine deficiency

14

Page 15: SNNT

4. Iodine excess

5. Dietary goitrogenic

6. Sporadic

7. Conngenital defect in thyroid hormone biosynthesis

8. Chemichal agents, e.g lithium, thiocyanate, p-aminosalicylic acid

9. Iodine deficiency

10. Compensatory following thyroidectomy

11. Nontoxic nodular goiter due to causes listed above

12. Uninodular or multinodular

13. Functional, nonfunctional, or both.

Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon

tiroksin, maka bisa dibagi menjadi:

1. Hipertiroidi; sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya pada

penderita ini tidak dijumpai adanya toksin), bila produksi hormon tiroksin

berlebihan.

2. Eutiroid; bila produksi hormon tiroksin normal.

3. Hipotiroidi; bila produksi hormon tiroksin kurang.

4. Struma nodosa non toksik; bila tanpa tanda-tanda hipertiroidi

Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu:

1. Berdasarkan jumlah nodul;

a. bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa)

b. bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.

2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk

nodul tiroid yaitu :

a. nodul dingin

b. nodul hangat

c. nodul panas.

3. Berdasarkan konsistensinya

a. nodul lunak

b. nodul kistik

c. nodul keras

15

Page 16: SNNT

d. nodul sangat keras.

I. Patofisiologi

Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk

pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,

masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar

tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang

distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi

molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid.

Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk

tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan

pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan

bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3)

merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat

mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus

menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik

negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini

menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.

J. Gambaran Klinis

Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan

lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika

struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan

gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi

gangguan menelan. Pasien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo

atau hipertirodisme. Peningkatan metabolism karena pasien hiperaktif dengan

meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi

berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar,

dan kelelahan.

Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :

1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).

2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras

16

Page 17: SNNT

3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada

4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.

5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

K. Diagnosis

Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan

penunjang. Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami

keluhan karena tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai

membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat

dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi

besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan

struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun

sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke

depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila

pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan

pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian

mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang

berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea

dengan stridor inspirator. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu

menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat

karena terfiksasi pada trakea.

Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala

penderita sedikit fleksi sehingga muskulus sternokleidomastoidea relaksasi,

dengan demikan tiroid lebih mudah dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua

tangan bersamaan dengan ibu jari posisi di tengkuk penderita sedang keempat

jari yang lain dari arah lateral mengeveluasi tiroid serta mencari pole bawah

kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan. Pada struma yang besar

dan masuk retrosternal tidak dapat di raba trakea dan pole bawah tiroid.

Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut

bergerak pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa digerakkan ke arah

lateral dan susah digerakkan ke arah vertikal. Struma menjadi terfiksir apabila

17

Page 18: SNNT

sangat besar, keganasan yang sudah menembus kapsul, tiroiditis dan sudah

ada jaringan fibrosis setelah operasi.Untuk memeriksa struma yang berasal

dari satu lobus (misalnya lobus kiri penderita), maka dilakukan dengan jari

tangan kiri diletakkan di mediall di bawah kartilago tiroid, lalu dorong

benjolan tersebut ke kanan. Kemudian ibu jari tangan kanan diletakkan di

permukaan anterior benjolan. Keempat jari lainnya diletakkan pada tepi

belakang muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba tepi lateral kelenjar

tiroid tersebut.

Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:

1. lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus

2. ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang

3. jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)

4. konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras

5. nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi

6. mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus

sternokleidomastoidea

7. pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak.

Gambar. Palpasi pada tiroid

Inspeksi : leher dibatasi di cranial oleh tepi rahang bawah, di kaudal

oleh kedua tulang selangka dan tepi cranial sternum, di lateral oleh pinggir

depan m. trapezius kiri dan kanan. Kedua m. sternocleidomastoideus selalu

18

Page 19: SNNT

jelas terlihat, dan pada garis tengah dari cranial ke kaudal terdapat tulang

hyoid serta kartilago tiroid, krikoid, dan trakea. palpasi : palpasi dapat

dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau berbaring, dengan kepala

dalam sikap fleksi ringan supaya regangan otot pita leher tidak mengganggu

palpasi. Pada sikap duduk dilakukan pemeriksaan dari belakang penderita

maupun dari depan. Sedangkan pada sikap berbaring digunakan bantal tipis di

bawah kepala. Tulang hyoid, kartilago tiroid dan krikoid sampai cincin kedua

trakaea biasanya mudah diraba di garis tengah. Cincin trakea yang lebih

kaudal makin sukar diraba karena trakea mengarah ke dorsal. Pada gerakan

menelan, seluruh trakea bergerak naik turun. Satu-satunya struktur lain yang

turut dengan gerakan ini adalah kelenjar tiroid atau sesuatu yang berasal dari

kelenjar tiroid. Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan.

Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang

memiliki karakteristik:

1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan

sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi

kistik dan kemudian menjadi lunak.

2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun

nodul yang mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia

adenomatosa yang sudah berlangsung lama.

3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan,

walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan

ptosis, miosis dan enoftalmus (Horner syndrome) merupakan tanda

infiltrasi atau metastase ke jaringan sekitar.

4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang

ganas, tetapi nodul multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid

5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas

terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba

membesar progresif.

6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah

bening regional atau perubahan suara menjadi serak.

19

Page 20: SNNT

7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleido

mastoidea karena desakan pembesaran nodul (Berry¶s sign)

Pemerikasaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit

tiroid terbagi atas:

1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid

Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan

radioimmuno-assay RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay (ELISA)

dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada

semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150

nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme,

kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7

ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di

mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3

kali normal.

2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.

Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum

penderita dengan penyakit tiroid autoimun.

a. antibodi tiroglobulin

b. antibodi mikrosomal

c. antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)

d. antibodi permukaan sel (cell surface antibody)

e. thyroid stimulating hormone antibody (TSA)

Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas

adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada

umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher [posisi

AP dan Lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan

dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak jarang intuk konfirmasi

diagnostik tersebut sampai memelukan CT-scan leher. USG bermanfaat

pada pemeriksaan tiroid untuk:

1. Dapat menentukan jumlah nodul

20

Page 21: SNNT

2. Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,

3. Dapat mengukur volume dari nodul tiroid

4. Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak

menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.

5. Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat

dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya

pembesaran tiroid.

6. Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan

dilakukan biopsi terarah . Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut

hasil pengobatan.

Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop dengan

memanfaatkan metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan kinerja

tiroid bisa menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya.

Penilaian fungsi kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena adanya sistem

transport pada membran sel tiroid yang menangkap iodida dan anion lain.

Iodida selain mengalami proses trapping juga ikut dalam proses

organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya ikut dalam proses

trapping. Uji tangkap tiroid ini berguna untuk menentukan fungsi dan

sekaligus membedakan berbagaii penyebab hipertiroidisme dan juga

menentukan dosis iodium radioaktif untuk pengobatan hipertiroidisme.

Uji tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan

kadar hormon tiroid. Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji

angkap tiroid, yaitu dengan prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif

akan menangkap radioaktivitas yang lebih tinggi. Pemerikasaan

histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle aspiration biopsy

FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan sampai

menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja.

Pemeriksaan Sidik Tiroid

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan

yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi

21

Page 22: SNNT

NaCl per oral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium

radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3

bentuk seperti telah disinggung diatas:

1. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan

sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.

2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.

Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini

berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

Dari hasil pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dibedakan apakah yang kita

hadapi itu suatu keganasan atau sesuatu yang jinak. Keganasan biasanya terekam

sebagai nodul dingin dan soliter tetapi tidak berarti bahwa semua nodul dingin

adalah keganasan. Liecthy mendapatkan bahwa 90% dari nodul dingin adalah

jinak dan 70 % dari semua nodul jinak adalah juga nodul dingin.

Nodul yang hangat biasanya bukan keganasan. Namun Alves dkk pada

penelitiannya mendapatkan 2 keganasan di antara 24 nodul hangat. Apabila

ditemukan nodul yang panas ini hampir pasti bukan suatu keganasan.

Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Dengan pemeriksaan USG  dapat dibedakan abtara yang padat dan cair.

Selain itu dengan berbagai penyempurnaan sekaran USG dapat membedakan

beberapa bentuk kelainan tetapi belum dapat membedakan dengan pasti apakah

suatu nodul itu ganas atau jinak. Pemeriksaan ini mudah dilakukan tetapi

interpretasinya agak lebih sukar dari sidik tiroid.

Gambran USG yang didapat dibedakan atas dasar kelainan yang difus atau

fokal yang kemudian juga dibedakan atas dasar derajat ekonya yaitu hipoekoik,

isoekoik atau campuran. Kelainan- kelainan yang dapat didiagnosis secar USG

ialah:

22

Page 23: SNNT

Kista; kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya

tipis.

Adenoma/ nodul padat; iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai hal

yaitu suatu lingkaran hipoekoik disekelilingnya.

Kemungkinan karsinoma; nodul padat, biasanya tanpa halo.

Tiroditis; hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.

Adanya halo dikaitkan dengan sesuatu yang jinak (adenoma) tetapi sekarang

ternyata bahwa halo dapat pula ditemukan keganasan.

Dibandingkan sidik tiroid dengan radioisotop,USG dalam beberapa hal lebih

menguntungkan karena dapat dilakukan tanpa persiapan dan kapan saja.

Pemeriksaan ini lebih aman dapat dilakukan pada orang hamil atau anak-anak dan

lebih dapat membedakan antar yang jinak dan ganas.

Pemeriksaan Lain Pada Kecurigaan Keganasan Tiroid

Khusus pada keadaan-keadaan yang mencurigakan suatu keganasan,

pemeriksaan-pemeriksaan penting lain yang dapat dilakukan ialah:

1.Biopsi aspirasi jarum halus

Pada masa sekarang dilakukan dengan jarum halus biasa yitu Biopsi

Aspirasi Jarum Halus (BAJAH)  atau Fine Needle Aspiration (FNA)

mempergunakan jarum suntik no.22-27. Cara ini mudah aman dapat dilakukan

dengan berobat jalan. Dibandingkan dengan biopsi cara lama (jarum besar) ,

biopsi jarum halus tidak nyeri tidak menyebabkan dan hampir tidak ada bahaya

penyebaran sel-sel ganas. Ada beberapa kerugian pada biopsi, jarum ini yaitu

dapat memberikan hasil negatif palsu atau positif  palsu. Negatif palsu biasanya

karena lokasi biopsi yang kurang tepat , teknik biopsi yang kurang benar atau

preparat  yang kurang baik dibuatnya. Hasil positif palsu dapat terjadi karena

salah interpretasi oleh ahli sitologi.

23

Page 24: SNNT

2. Termografi

Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran

suhu kulit pada suatu tempat. Alatnya adalah Dynamic Tele-Thermography.

Hasilnya disebut n panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9°C dan

dingin apabila <0,9°C.  Pada penelitian Alves dkk didapatkan bahwa yang ganas

semua  hasilnya panas. Dibandingkan dengan cara pemeriksaan yang lain ternyata

termografi ini adalah paling sensitif dan spesifik.

Petanda Tumor ( Tumor Maker)

Sejak tahun 1985 telah dikembangkan pemakaian antibodi monoklonal

sebagai petanda tumor. Dari semua petanda tumor yang telah diuji hanya

peninggian tiroglobulin (Tg) serum yang mempunyai nilai yang bermakna.

Hashimoto dkk mendapatkan bhwa 58,6% kasus keganasan tiroid memberikan

kadar Tg yang tinggi. Kadar Tg serum normal ialah antara 1,5-30 ng/ml.

Tampaknya tidak ada korelasi yang jelas antara kelainan histopatologik dan kadar

Tg serum.

L. Penatalaksanaan

Pilihan terapi nodul tiroid:

1. Terapi supresi dengan hormon levotirosin

2. Pembedahan

3. Iodium radioaktif

4. Suntikan etanol

5. US Guided Laser Therapy

6. Observasi, bila yakin nodul tidak ganas.

Indikasi operasi pada struma adalah:

a. struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa

b. struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan

c. struma dengan gangguan tekanan

d. kosmetik.

24

Page 25: SNNT

Kontraindikasi operasi pada struma:

a. struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya.

b. struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang

belum terkontrol

c. struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan

yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya

sering dari tipe anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea

ataupun laring dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi,

tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan

eksisi yang baik.

d. struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena

metastase luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan

sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi

dan sering hasilnya tidak radikal.

Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul

tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek

maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila

kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan

pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan

debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek

maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan

potong beku (VC ).

Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :

1. Lesi jinak. Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi

2. Karsinoma papilare. Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah

berdasarkan klasifikasi

AMES.

a. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.

b. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.

25

Page 26: SNNT

3. Karsinoma folikulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total

4. Karsinoma medulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total

5. Karsinoma anaplastik.

a. Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.

b. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking dilanjutkan

dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.

Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB

( Biopsi Jarum Halus). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :

1. Hasil FNAB suspek maligna, ³foliculare Pattern´ dan ³Hurthle Cell´. Dilakukan

tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.

2. Hasil FNAB benigna. Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax

selama 6 bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti

dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau

bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan

pemeriksaan potong beku seperti diatas.

Indikasi untuk eksplorasi bedah glandula thyroidea meliputi :

1. Terapi. Pengurangan massa fungsional dalam keadaan hipertiroid,

tiroidektomi  subtotal pada penyakit grave atau struma multinodular 

toksik atau eksisi adenoma toksik.

2. Terapi. Pengurangan massa menekan, tiroidektomi subtotal dalam struma

multinodular non toksik atau lobektomi untuk kista tiroid atau nodulus

tunggal (misal nodulusus koloid) yang menimbulkan penekanan trakea

atau esofagus.

3. Ekstirpasi penyakit keganasan. Biasanya tiroidektomi total dengan

pengupasan kelenjar limfe; untuk sejumlah tumor diindikasikan lobektomi

unilateral.

4. Paliasi. Eksisi massa tumor yang tak dapat disembuhkan, yang

menimbulkan gejala penekanan mengganggu: anaplastik, metaplastik atau

tumor limfedematosa.

26

Page 27: SNNT

Teknik pembedahan

a. Reseksi Subtotal

Reseksi subtotal akan dilakukan identik untuk lobus kanan dan kiri,

dengan mobilitas sama pada tiap sisi. Reseksi subtotal dilakukan dalam kasus

struma multinodular toksik, struma multinodular nontoksik atau penyakit grave.

Prinsip reseksi untuk mengeksisi sebagian besar tiap lobus yang memotong

pembuluh darah thyroidea superior ,vena thyroidea media dan vena thyroidea

inferior yang meninggalkan arteria thyroidea inferior utuh. Bagian kelenjar yang

dieksisi merupakan sisi anterolateral tiap lobus, isthmus dan  lobus pyramidalis.

Pada beberapa pasien dengan peningkatan sangat jelas dalam penyediaan darah ke

kelenjar, arteria thyroides inferior dapat diligasi kontinu atau ditutup sementara

dengan klem kecil sampai reseksi dilengkapi. Tujuan lazim untuk melindungi dan

mengawetkan nernus laryngeus recurrens dan glandula paratiroid. Telah

ditekankan bahwa dalam ligasi pembuluh darah thyroidea superior harus hati-hati

untuk tidak mencederai ramus externus nervus laryngeus superior, ia

menimbulkan perubahan suara yang bermakna. Selama tindakan operasi,

perhatian cermat diberikan pada hemostasis.

b. Lobektomi Total

Lobektomi total dilakukan untuk tumor ganas glandula tiroid dan bila

penyakit unilobaris yang mendasari tak pasti. Beberapa ahli bedah juga lebih

senang melakukan tindakan ini pada satu sisi bagi penyakit mulinodularis dan

meninggalkan sisa agak lebih besar dalam lobus yang lain.

Bila dilakukan pengupasan suatu lobus untuk tumor ganas, maka

pembuluh darah thyroidea media dan vena thyroidea inferior perlu dipotong.

Glandula paratiroid dan nervus laryngeus recurrens diidentifikasi dan dilindungi.

Jika glandula paratiroid pada permukaan tiroid, maka ia mula-mula bisa diangkat

bersama tiroid dan kemudian ditransplantasi. Lobus tiroid diretraksi ke medial

dengan dua glandula paratiroid terlihat dekat cabang terminal arteria thyroidea

inferior dan nervus laryngeus recurrens ditutupi oleh ligamentum fasia

27

Page 28: SNNT

(ligamentum Berry). Nervus ini diidentifikasi sebagai struktur putih tipis yang

berjalan di bawah ligemntum dan  biasaynya di bawah cabang terminal arteria

thyroidea inferior.

Setelah menyelesaikan eksisi kelenjar ini dan kelenjar limfe, maka

hemostasis dinilai dan luka ditutup dalam lapisan. Drainase tidak diperlukan,

asalkan hemostasis diamankan.

Komplikasi Tiroidektomi

1. Perdarahan. Resiko ini minimum tetapi harus hati-hati dalam

mengamankan hemostasis dengan penggunaan diam yang bijaksana. 

Perdarahan selau mungkin terjadi setelah tiroidektomi. Bila ia timbul

biasanya ia suatu kedaruratan bedah, tempat diperlu secepat mungkin

dekompresi leher segera dan mengembalikan pasien ke kamar operasi.

2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.

Dengan tindakan anestesi mutakhir, ventilasi tekanan positif intermiten

dan teknik bedah yang cermat, bahaya ini harus minimum dan cukup

jarang terjadi.

3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens. Ia menimbulkan paralisis

sebagian atau total (jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang

adekuat dan kehati-hatian pada operasi seharusnya mencegah cedera pada

saraf ini atau pada nervus laryngeus superior.

4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi

dengan tekanan. Hal ini dirujuk pada ‘throtoxic storm’, yang sekarang

jarang terlihat karena persiapan pasien yang adekuat menghambat glandula

tiroid overaktif dalam pasien yang dioperasi karena tirotoksikosis.

5. Sepsis yang meluas ke mediastinum. Juga komplikasi ini tidak boleh

terlihat dalam klinik bedah saat ini. Antibiotika tidak diperlukan sebagai

profilaksis. Perhatian bagi hemostasis adekuat saat operasi dilakukan

dalam kamar operasi berventilasi tepat dengan peralatan yang baik dan

ligasi harus disertai dengan infeksi yang dapat diabaikan.

28

Page 29: SNNT

6. Hipotiroidisme pasca bedah. Perkembangan hiptroidisme setelah reseksi

bedah tiroid jarang terlihat saat ini. Ian dihati-hatikan dengan pemeriksaan

klinik dan biokimia yang tepat pasca bedah. 

Bagan 1. Penatalaksanaan nodul tiroid

M. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah perubahan kearah keganasan ( Ca tiroid)

N. Prognosis

Tergantung jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).

konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras, nyeri pada penekanan,

29

Page 30: SNNT

perlekatan dengan sekitarnya, pembesaran kelenjar getah bening di sekitar

tiroid.

30

Page 31: SNNT

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis struma nodusa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang. Pada

umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada

hipo- atau hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan

berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya

berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di

leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan

strumanya tanpa keluhan.

Pada kasus, Nn.F 17 tahun datang ke poliklinik bedah RSUD Kanjuruhan

dengan keluhan benjolan pada leher sebelah kiri sejak ± 2 tahun yang lalu,

menurut pasien awalnya benjolan tersebut kecil, tetapi semakin lama pasien

merasakan benjolan tersebut semakin membesar dan tidak ada keluhan apa – apa

yang berkaitan dengan benjolan tersebut, dan pasien mengatakan tidak

mengkonsumsi obat apapun sebelum terjadinya benjolan maupun sudah timbul

benjolan untuk mengatasi benjolan tersebut.

Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:

1. lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus

2. ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang

3. jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)

4. konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras

5. nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi

6. mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus

sternokleidomastoidea

7. pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak.

Pada pemeriksaan lokalis regio coli didapatkan tampak benjolan, warna

kulit sama dengan sekitarnya, permukaan rata (+), bergerak saat menelan (+).

Pada palpasi teraba sebuah massa, ukuran diameter 3 cm. Konsistensi kenyal,

31

Page 32: SNNT

permukaan rata, batas tegas, nyeri tekan (-), mobile, massa ikut bergerak saat

menelan (+).

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosa Struma

Nodusa Non Toksik, diusulkan pemeriksaan penunjang FNAB.

32

Page 33: SNNT

BAB V

KESIMPULAN

Nn.F 17 tahun datang ke poliklinik bedah RSUD Kanjuruhan dengan

keluhan benjolan pada leher sebelah kiri sejak ± 2 tahun yang lalu, menurut pasien

awalnya benjolan tersebut kecil, tetapi semakin lama pasien merasakan benjolan

tersebut semakin membesar dan tidak ada keluhan apa – apa yang berkaitan

dengan benjolan tersebut, dan pasien mengatakan tidak mengkonsumsi obat

apapun sebelum terjadinya benjolan maupun sudah timbul benjolan untuk

mengatasi benjolan tersebut.

Pada pemeriksaan lokalis regio coli didapatkan tampak benjolan, warna

kulit sama dengan sekitarnya, permukaan rata (+), bergerak saat menelan (+).

Pada palpasi teraba sebuah massa, ukuran diameter 3 cm. Konsistensi kenyal,

permukaan rata, batas tegas, nyeri tekan (-), mobile, massa ikut bergerak saat

menelan (+).

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosa Struma

Nodusa Non Toksik, diusulkan pemeriksaan penunjang FNAB.

33

Page 34: SNNT

DAFTAR PUSTAKA

1. Barrett, E.J. The thyroid gland. In Boron WF, Boulpaep EL. Medical physiology.A

cellular and molecular approach. Ist Edition. Saunders. Philadelphia. 2003 : 1035- 1048.

2. Magner JA : Thyroid stimulating hormone: biosynthesis, cell biology and bioactivity.

ndocr Rev 1990; 11:354

3. Glinoer D. Regulation of maternal thyroid during pregnancy. J Clin Endocrinol Metab

1990;71: 276

4. Wall JR. Autoimmune thyroid disease. Endocrinol Metab Clin North Am 1987;229:1

5. Wilkin TJ. Mechanism of disease : receptor autoimmunity in endocrine disorders. N

Eng J Med 1990; 323: 1318

6. Surks MI. American thyroid association guidelines for use of laboratory test in thyroid

disorders. JAMA 1990; 263:1529

7. Solomon B. Current trend in the management of Graves disease. J Clin Endocrinol

Metab 1990 ; 70:1518

8. Fenzi G. Clinical approach to goiter. Clin Endocrinol Metab 1988 ; 2: 671

34