Upload
agus-baskara
View
2.093
Download
21
Embed Size (px)
Citation preview
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
UJIAN TENGAH SEMESTER
MATA KULIAH : METODE PENELITIAN KUALITATIF
PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
DOSEN : Prof. DR. H. Suwarma Al Muchtar, SH., M.Pd
1. Kemukakan sejumlah fakta bahwa dewasa ini tengah terjadi krisis epistimologi
dalam ilmu-ilmu sosial dan PIPS
Fakta – fakta yang bisa kita temukan yang membuktikan bahwa telah terjadi krisis keilmuan
dalam ilmu – ilmu sosial dan Pendidikan IPS antara lain :
a. Tidak berkembangya keilmuan IPS dan ilmu-ilmu sosial, cenderung stagnan.
b. Tidak ditemukannya teori-teori baru dalam ilmu sosial
c. Tidak mampu menjadi solusi dalam permasalahan sosial, terjadi kesenjangan antara
tataran teoritis dan tataran empiris.
d. Permasalahan dan realitas sosial dikaji dengan menggunakan pendekatan yang
bersifat kuantitatif, padahal permasalahan sosial adalah permasalahan yang bersifat
dinamis, tidak pasti dan senantiasa berubah sehingga tidak bisa diukur dengan angka-
angka kuantitatif.
e. Tidak adanya produk yang dihasilkan dari penelitian-penelitian sosial tersebut yang
bisa diterapkan menjadi solusi permasalahan dalam realitas sosial.
2. Sehubungan dengan masalah sosial termasuk masalah pendidikan IPS bersifat
unik dan memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi maka masalah tersebut
sangat sulit dideskripsikan dengan teori yang ada, hal ini memungkinkan terjadi
"pemandulan" ilmu sosial bila dihadapkan dengan masalah aktual, kemukakan
masalah lain yang menyebabkan adanya kondisi tersebut diatas
Kemandulan yang terjadi dalam pendidikan IPS disebabkan kesenjangan antara teori
dengan fakta empiris di lapangan, sehingga IPS tidak mampu memberikan konstribusi
dalam menangani permasalahan sosial tersebut. Permasalahan sosial yang kompleks
dan unik tidak cukup hanya diterangkan oleh teori yang bersifat general. Mengapa hal
ini terjadi? Karena penelitian dalam penelitian ilmu sosial menggunakan pendekatan
ilmiah seperti dalam ilmu-ilmu alam. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
yang bersifat objektif, dimana manusia dijadikan sebagai objek yang diteliti, diukur
dengan menggunakan angka-angka dan disimpulkan berdasarkan perhitungan statistik.
Manusia dengan segala keunikannya tidak bisa dijadikan objek penelitian, karena sifat
dinamisnya. Hari ini, kemarin dan besok belum tentu sama. Pengaruh emosional,
lingkungan dan interaksi sosial menjadikan manusia tidak bisa dianggap stagnan seperti
halnya benda-benda mati dalam penelitian ilmu alam. Pendekatan positivistik dalam
penelitian ilmu sosial berkonstribusi besar dalam “memandulkan” ilmu-ilmu sosial
khususnya pendidikan IPS.
3. kemukakan perbedaan prinsipil antara positivisme dan neo positivisme dan
kemukakan pengaruhnya positivisme dalam penelitian ilmu sosial dan ilmu
pendidikan IPS
Premis utama dalam mahzab positivisme adalah bahwa realitas itu pada dasarnya
bersifat objektif, tidak ada dikotomi tampilan (fakta)/ realitas, dan bahwa dunia adalah
wujud yang real dalam artian tidak dikontruksikan secara sosial (Marsh 2010; 26).
Dengan kata lain, realitas yang ada itu eksis bukan karena hasil dari kontruksi sosial,
akan tetapi dibentuk oleh hukum sebab-akibat sehingga memposisikan peneliti dan
objek yang diteliti pada kondisi objektivisme dalam artian terdapat jarak di antara
hubungan keduanya. Para ilmuan sosial yang datang berikutnya yang disebut mahzab
post positivisme, mengkritik keras pandangan positivisme di atas.
Menurut mahzab post positivisme “fakta” itu sejauh menyangkut masyarakat dan
manusia bukan hanya realitas yang ada sekarang, melainkan juga punya hubungan
dengan masa lampau dan masa yang akan datang. Menurut F. Budi Hardiman masa
lalu dan masa depan membentuk fakta itu untuk hadir pada keadaan sekarang.
Artinya, terdapat proses pembentukan realitas yang telah dimulai sejak masa lampau,
sedang berlangsung, dan menuju kemasa depan yang tertentu (Hardiman 2003; 17)
Pengaruh positivisme terhadap penelitian ilmu sosial sebagaimana yang dijelaskan
Anthony Gidden sebagai berikut (Hardiman 2003; 57):
Pertama, prosedur-prosedur metodologis ilmu-ilmu alam dapat langsung diterapkan
pada ilmu-ilmu sosial. Gejala-gejala subjektivitas manusia, kepentingan maupun
kehendak dari peneliti, tidak akan mengganggu objek yang diobservasi, yaitu tindakan
sosial masyarakat. Melalui cara ini, objek kajian ilmu-ilmu sosial menempati posisi
yang sama dengan objek kajian ilmu-ilmu alam.
Kedua, hasil-hasil dari riset dapat dirumuskan dalam bentuk ‘hukum-hukum’
sebagaimana dalam ilmu-ilmu sosial.
Ketiga, ilmu-ilmu sosial itu harus bersifat teknis, yaitu menjadikan pengetahuan murni
bersifat instrumental. Pengetahuan itu harus dapat dipakai untuk kepentingan apa saja
sehingga tidak bersifat etis dan juga tidak terkait pada dimensi politis. Ilmu-ilmu sosial,
seperti ilmu-ilmu alam, bersifat bebas nilai (value-free).
Dari pengandaian yang dilakukan oleh mahzab positivisme sebagaimana dijelaskan di
atas, dapat diambil kesimpuan bahwa pada dasarnya ilmuan positivistik ingin
mendudukkan metodologi yang ada dalam kajian ilmu-ilmu alam pada ilmu-ilmu
sosial, yang termasuk di dalamnya kajian ilmu politik. Selain itu, dalam tataran
metodologis positivisme telah melakukan kostruksi sosial kehidupan masyarakat
menurut kontrol atas alam yang setatis.
4. kemukakan konsepsi kebenaran ilmiah dan kebenaran alamiah serta implikasinya
terhadap pendekatan dalam penelitian
KonsepParadigma
Ilmiah Alamiah
Teknik yang digunakan Kuantitatif Kualitatif
Kriteria Kualitas Rigor Relevansi
Sumber teori Apriori Dari dasar “grounded”
Persoalan kausalitas Dapatkan X menyebabkan Y Apakah X menyebabkan Y
dalam latar alamiah
Tipe pengetahuan yang
digunakan
Proporsional Proporsional yang diketahui
bersama
Pendirian Reduksionis Ekspansionis
Maksud Verifikasi Ekspansionis
Orientasi Yang terpenting hasil Lebih mengutamakan proses
daripada hasil
Instrumen Kertas, pensil atau alat-alat
fisik lainnya
Orang sebagai peneliti
Waktu penetapan
pengumpulan data dan
analisis
Sebelum penelitian Selama dan sesudah
pengumpulan data
Desain Pasti (preordinate) Muncul berubah
Gaya Intervensi Seleksi
Perlakuan Stabil Bervariasi
Satuan kaji Variabel Pola-pola
Unsur kontekstual Kontrol Turut campur atas undangan
Sumber : Basrowi (2008:31)
Perbedaan Aksioma Paradigma Positivisme(ilmiah) dan Alamiah
No Aksioma
Tentang
Paradigma
Positivisme/ilmiah
Paradigma
Alamiah/Kualitatif
1 Hakikat kenyatan Kenyataan adalah tunggal,
nyata dan fragmentaris
Kenyataan adalah
ganda,dibentuk, dan me-
rupakan keutuhan
2 Hubungan
pencari tahu dan
yang tahu
Pencari tahu dengan yang
tahu adalah bebas, jadi ada
dualism
Pencari tahu dengan yang
tahu aktif bersama, jadi
tidak dapat dipisahkan
3 Kemungkinan
Generalisasi
Generalisasi atas dasar
bebas-waktu dan bebas-
konteks (pernyataan
nomotetik)
Hanya waktu dan konteks
yang mengikat hipotesis
kerja (pernyataan idiografis)
yang dimungkinkan
4 Kemungkinan
hubungan sebab
akibat
Terdapat penyebab
sebenarnya yang secara
temporer terhadap, atau
secara simultan terhadap
akibatnya
Setiap keutuhan berada
dalam keadaan mempe-
ngaruhi secara bersama-
sama sehingga sukar mem-
bedakan mana sebab dan
mana akibat
5 Peranan nilai Inkuirinya bebas nilai Inkuirinya terikat nilai
(Sumber : Lexy J. Moleong : 2000 : 3)
Berdasarkan dua tabel di atas, kita bisa melihat bagaimana implikasinya terhadap pendekatan
penelitianh dari adanya perbedaan antara konsep ilmiah dan alamiah. Dari perbedaan konsep
tersebut dalam konsep ilmiah, berdasarkan karakteristik keilmiahannya maka pendekatan
penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, sedangkan dalam konsep alamiah
berdasarkan aksioma diatas maka pendekatan penelitian yangt digunakan adalah penelitian
kualitiatif.
5. kemukakan sejumlah kelemahan dan keunggulan penelitian kualitatif
No Kekuatan Kelemahan
1 Meneliti manusia dalam latar sewajarnya,
secara alamiah
Problem reliabilitas karena subjektivitas
yang ekstrim
2 Penekanan pada interprerasi dan mencari
makna
Resiko pengumpulan data yang tidak
bermakna dan tidak relevan dengan
masalah yang diteliti
3 Mendapatkan pemahaman mendalam
tentang hakikat masalah dan keadaan
responden
Memerlukan waktu yang relatif lebih lama
4 Proses penelitian manusiawi karena peran
peneliti yang menonjol
Masalah representatif
5 Tingkat fleksibilitas yang tinggi Masalah objektifitas
6 Menggambarkan pandangan dunia yang
lebih realistik
Masalah etika penelitian, karena untuk
sampai pada hakikat kehidupan
responden, peneliti harus terlibat secara
pribadi.
Sumber : Wahyu Pramono (1998:19)
6. kemukakan minimal 10 prinsip penelitian kualitatif dan minimal 5 model penelitian
kualitatif
Prinsip penelitian kualititif menurut Lincoln dan Guba (1985):
1) Latar Alamiah, penelitian kualitatif bersifat alamiah artinya menyajikan fenomena apa
adanya dan mencoba mencari hakikat dari fenomena tersebut
2) Manusia sebagai alat, ( human instrument). Peneliti sendiri atau dengan bantuan orang
lain merupakan alat pengumpul data.
3) Menggunakan metode kualititatif. Pertimbangan penggunaan metode ini antara lain :
menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan keyataan
ganda, kedua metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antar peneliti
dan informan. Ketiga metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan
setting penelitian.
4) Analisis data secara induktif, menyajikan data dari lapangan yang bersifat khusus,
untuk ditarik suatu proporsi atau teori yang dapat digeneralisasikan secara luas.
5) Grounded Theory, penelitian kualitatif lebih menghendaki penyusunan teori substantif
yang berasal dari data.
6) Deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata gambar dan bukan angka-angka.
7) Lebih mementingkan proses daripada hasil. Disebabkan oleh hubungan bagian-bagian
yang sedang ditelitinakan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses.
8) Adanya “Batas” yang ditentukan oleh “fokus” sebagai masalah penelitian penting.
9) Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data.
10) Desain yang bersifat sementara. Desain disesuaikan dengan lapangan secara terus
menerus.
Model Penelitian kualitatif (dari Moleong, Croswell, Bogdan & Taylor)
1) Biografi
Penelitian biografi adalah studi tentang individu dan pengalamannya yang dituliskan
kembali dengan mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip. Tujuan penelitian ini adalah
mengungkap turning point moment atau epipani yaitu pengalaman menarik yang sangat
mempengaruhi atau mengubah hidup seseorang. Peneliti menginterpretasi subjek seperti
subjek tersebut memposisikan dirinya sendiri.
2) Fenomenologi
Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau
fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu.
Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam
memaknai atau memahami fenomena yang dikaji. Menurut Creswell (1998:54),
Pendekatan fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai
ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoche (jangka waktu). Konsep
epoche adalah membedakan wilayah data (subjek) dengan interpretasi peneliti. Konsep
epoche menjadi pusat dimana peneliti menyusun dan mengelompokkan dugaan awal
tentang fenomena untuk mengerti tentang apa yang dikatakan oleh responden.
3) Grounded theory
Walaupun suatu studi pendekatan menekankan arti dari suatu pengalaman untuk
sejumlah individu, tujuan pendekatan grounded theory adalah untuk menghasilkan atau
menemukan suatu teori yang berhubungan dengan situasi tertentu . Situasi di mana
individu saling berhubungan, bertindak, atau terlibat dalam suatu proses sebagai respon
terhadap suatu peristiwa. Inti dari pendekatan grounded theory adalah pengembangan
suatu teori yang berhubungan erat kepada konteks peristiwa dipelajari.
4) Etnografi
Etnografi adalah uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok sosial. peneliti
menguji kelompok tersebut dan mempelajari pola perilaku, kebiasaan, dan cara hidup.
Etnografi adalah sebuah proses dan hasil dari sebuah penelitian. Sebagai proses, etnografi
melibatkan pengamatan yang cukup panjang terhadap suatu kelompok, dimana dalam
pengamatan tersebut peneliti terlibat dalam keseharian hidup responden atau melalui
wawancara satu per satu dengan anggota kelompok tersebut. Peneliti mempelajari arti
atau makna dari setiap perilaku, bahasa, dan interaksi dalam kelompok.
5) Studi kasus
Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan
terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan menyertakan berbagai
sumber informasi. Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan tempat, dan kasus yang
dipelajari berupa program, peristiwa, aktivitas, atau individu.
7. kemukakan minimal 5 buah kritik yang sering dilontarkan terhadap penelitian kualitatif
dan kemukakan bantahan anda serta argumentasinya.
1) Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang kurang ilmiah
Bantahan dan Argumen : kritik ini muncul dari mazhab positivisme, dimana unsur ilmiah
dilihat atau dinilai dari objektivitas penelitian, sebagaimana dibahas dalam jawaban pada
nomor sebelumnya bahwa penelitian kualitatif tidak bersifat ilmiah akan tetapi alamiah yang
artinya penelitian ini berupaya mendudukan manusia pada posisi alamiahnya, bukan sebagai
makhluk mati yang bisa diteliti sebagai objek. Setiap manusia memiliki karakteristik
keunikan tersendiri yang tidak bisa dipukul rata seperti dalam penelitian kuantitatif. Riset
kualitatif didefinisikan sebagai suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia. (Catherine
Marshal & Gretchen B Rossman :1995)
Proses dalam melakukan penelitian merupakan penekanan dalam riset kualitatif, oleh karena
itu dalam melaksanakan penelitian, peneliti lebih berfokus pada proses dari pada hasil akhir.
Pemahaman dalam penelitian kualitatif peneliti berbaur menjadi satu dengan yang diteliti
sehingga peneliti dapat memahami persoalan dari sudut pandang yang diteliti itu sendiri.
Penelitian yang menggunakan metode ini, memakai logika berpikir induktif, suatu logika
yang berangkat dari kaidah-kaidah khusus ke kaidah yang berifat umum (Ulber Silalahi,
2006:73)
2) Penelitian kualitatif tidak mempunyai kemampuan mengeneralisir
Bantahan dan Argumen : Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk menggeneralisakan
temuannya pada populasi karena penelitian kualitit tidak bertitik tolak dari sampel. Dalam
penelitian kualitatif digunakan terma transferabilitas, yakni hasil penelitian kualitatif dapat
ditransfer ke latar lain atau subyek lain yang memiliki kesamaan atau kemiripan karakteristik.
3) Validitas dan reliabilitas dari penelitian kualitatif layak diragukan;
Bantahan dan Argumen : berbeda dari penelitian kuantitatif yang mengukur validitas dan
relaibilitas penelitian dari instrumen yang digunakan, maka pada penelitian kuantitatif
validitas dan reliabilitas dilihat dari kepakaran peneliti dan ketepatan dalam memilih
responden sebagai subjek penelitian, sehingga tidak relevan jika meragukan validitas dan
reliabilitas penelitian kualitatif karena tidak adanya instrumen baku yang digunakan.
4) Penelitian kualitatif subjektif, sehingga hasilnya diragukan kebenarannya
Bantahan dan Argumen : Kemungkinan besar kritik tersebut muncul dari pihak yang
berkecimpung dalam studi metode kuantitatif yang mengusung teori positivisme, yang
menekankan bahwa riset pospositivis yang menggunakan metode kualitatif sangat tidak bebas
nilai, terkungkum oleh subyektifitas peneliti, dan terkadang data-data yang terdapat dari
penelitian kualitatif terdistorsi dengan subyektifitas peneliti. Ada benarnya, namun tidak
mutlak salah. Jika kita kaji lebih mendalam dilihat dari sudut pandang pospositivisme, justru
subjektifitas itulah yang merupakan unsur paling krusial dalam penelitian kualitatif. Dengan
alasan bahwa penempatan subjektifitas peneliti kedalam subjektifitas obyek penelitian dalam
suatu penelitian, maka hal-hal yang tidak terungkap dalam penelitian kuantitatif dapat
terungkap melalui subjektifitas yang terdapat pada penelitan kualitatif. Satu literatur
menjelaskan bahwa penelitian kualitatif cenderung mendekati subyektivitas karena
fenomenologisme dan verstehen dikaitkan dengan pemahaman perilaku manusia dari frame
of reference aktor itu sendiri, kedekatan hubungan peneliti dengan obyek penelitian yang
rancu dan kabur, serta perspektif data yang menuju arah “insider”. Akibatnya, penelitian
kualitatif tidak dapat digeneralisasi menjadi studi kasus tunggal dan obyektivitas semakin
terbelenggu oleh ‘daya pikat’ relativisme interpretasi peneliti. (Lexy Moleong: 1989) Apakah
bisa dipertanggungjawabkan dan dikategorikan ilmiah? Itu tergantung dari bagaimana kita
melihat cakupan data yang ada dan interpretasi masing-masing terhadap permasalahan ini.
6) Penelitian kualitatif melanggar etika penelitian, karena kehadiran peneliti dilapangan
bisa mengubah subjek yang diteliti
Bantahan dan Argumen : Penelitian dilakukan secara alamiah, tidak boleh ada intervensi
atau perlakuan tertentu pada subjek dari peneliti. Dalam bagian ini perlu disebutkan bahwa
peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Instrumen selain manusia
dapat pula digunakan, tetapi fungsinya terbatas sebagai pendukung tugas peneliti sebagai
instrument. Oleh karena itu, kehadiran peneliti di lapangan untuk penelitian kualitatif mutlak
diperlukan. Kehadiran peneliti ini harus dilukiskan secara eksplisit dalam laopran penelitian.
Perlu dijelaskan apakah peran peneliti sebagai partisipan penuh, pengamat partisipan, atau
pengamat penuh. Di samping itu perlu disebutkan apakah kehadiran peneliti diketahui
statusnya sebagai peneliti oleh subjek atau informan.
8. kemukakan sejumlah landasan filosofik penelitian kualitatif
Landasan Filosofi penelitian kualitiatif
1) Post positivisme
Berdasarkan aspek filosofi yang mendasarinya penelitian secara garis besar dapat
dikategorikan menjadi dua dua macam, yaitu penelitian yang berlandaskan pada aliran
atau paradigma filsafat positivisme dan aliran filsafat postpositivisme. Apabila
penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan akhir menemukan kebenaran, maka
ukuran maupun sifat kebenaran antara kedua paradigma filsafat tersebut berbeda satu
dengan yang lain. Pada aliran atau paradigma positivisme ukuran kebenarannya
adalah frekwensi tinggi atau sebagian besar dan bersifat probalistik. Kalau dalam
sampel benar maka kebenaran tersebut mempunyai peluang berlaku juga untuk
populasi yang lebih besar.
Pada filsafat postpositivisme kebenaran didasarkan pada esensi (sesuai dengan
hakekat obyek) dan kebenarannya bersifat holistik. Pengertian fakta maupun data
dalam filsafat positivisme dan postpossitivisme juga memiliki cakupan yang berbeda.
Dalam postivisme fakta dan data terbatas pada sesuatu yang empiri sensual (teramati
secara indrawi), sedangkan dalam postpositivisme selain yang empiri sensual juga
mencakup apa yang ada di balik yang empiri sensual (fenomena dan nomena).
Menurut istilah Noeng Muhadjir (2000: 23) positivisme menganalisis berdasar data
empirik sensual, postpositivisme mencari makna di balik yang empiri sensual.
Kedua aliran filsafat tersebut mendasari bentuk penelitian yang berbeda satu dengan
yang lain. Aliran positivisme dalam penelitian berkembang menjadi penelitian dengan
paradigma kuantitatif. Sedangkan postpositivisme dalam penelitian berkembang
menjadi penelitian dengan paradigma kualitatif. Karakteristik utama penelitian
kualitatif dalam paradigma postpositivisme adalah pencarian makna di balik data
(Noeng Muhadjir. 2000: 79). Penelitian kualitatif dalam aliran postpositivisme
dibedakan menjadi dua yaitu penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi
dan penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa. Penelitian kualitatif dalam
paradigma phenomenologi bertujuan mencari esensi makna di balik fenomena,
sedangkan dalam paradigma bahasa bertujuan mencari makna kata maupun makna
kalimat serta makna tertentu yang terkandung dalam sebuah karya sastra.
2) Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah suatu filsafat pengetahuan yang memiliki anggapan bahwa
pengetahuan adalah hasil dari konstruksi (bentukan) manusia itu sendiri. Manusia
menkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek,
fenomena, pengalaman dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar
bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
yang sesuai (Suparno, 2008:28). Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan tidak
dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus
diinterpretasikan sendiri oleh tiap-tiap orang. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah
jadi tetapi merupkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dan dalam proses
itulah keaktivan dan kesungguhan seseorang dalam mengejar ilmu akan sangat
berperan. Penelitian kualitatif bersifat membangun teori baru dengan mengekspansi
dari hal-hal yang bersifat khusus dalam fenomena kedalam suatu teori yang baru.
9. kemukakan karakteristik masalah penelitian, instrumen penelitian, subyek penelitian
Karakteristik masalah penelitian : Masalah adalah suatu keadaan yang bersumebr dari
hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan
(Guba dalam Basrowi : 66). Masalah pada penelitian kualitatif adalah masalah yang bersifat
fenomenologis, masalah yang berhubungan dengan interaksi sosial manusia, keunikan
fenomena pada interaksi tersebut. Menurut Miles dan Huberman (1994), metode penelitian
kualitatif bertujuan untuk mengungkap keunikan yang terdapat dalam individu, kelompok,
masyarakat atau organisasi dalam kehidupan sehari-hari secara komprehensif, rinci,
mendalam, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Karakteristik Instrumen penelitian : dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau
dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Hal itu dilakukan karena,
jika memanfaatkan alat yang bukan manusia dan mempersiapkannya terlebih dahulu sebagai
yang biasa dilakukan pada penelitian klasik, maka sangat tidak mungkon untuk mengadakan
penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan. Hanya manusia sebagai
instrumen pula lah yang dapat menilai apakah kehadirannya menjadi faktor pengganngu
sehingga apabila terjadi hal yang demikian ia pasti dapat menyadari serta dapat
mengatasinya. Oleh karena itu, pada waktu mengumpulkan data dilapangan, peneliti berperan
serta dalam kegiatan masyarakat.
Pedoman wawancara, pedoman pengamatan dan daftar cek yang sudah disiapkan sebelum
terjun ke lapangan tidak perlu diperlihatkan apalagi diberikan kepada informan, tetapi cukup
dihafalkan sehingga peneliti di dalam melakukan pengamatan maupun wawancara bisa
terfokus pada pedoman yang telah dihafalkan tersebut.
Karakteristik Subjek penelitian :
10. pilihlah salah satu laporan penelitian kualitatif tesis atau disertasi kemudian analisis dan
kemukakan komentarnya hal-hal berikut :
Judul Tesis : PENDIDIKAN IPS PADA ERA OTONOMI DAERAH : Studi Kasus Pada
Pembelajaran PPKn di SMUN I Garut
Peneliti : JAMILAH,(2005)
- latar belakang penelitian
Penelitian ini berawal dari ketertarikan penulis oleh Pendidikan IPS yang sifatnya luas dan
tujuannya mulia, yakni sebagai pendidikan yang ada pada awalnya digagas untuk perekat
kehidupan bersama bagi masyarakat internasional yang berbeda kekayaan, asal usul
kebangsaan, agama, etnis dan lain-lain, dan pembaharu pendidikan sebagai wahana untuk
menegakkan keadilan di dalam masyarakat beragam tersebut. Sehingga PIPS ini menuntut
perhatian serius dunia pendidikan sehubungan dengan usahanya untuk memberi pemahaman
terhadap manusia tentang lingkungan sosialnya secara lokal, regional, nasional dan
internasional.
Penelitian ini merupakan studi kasus pada pembelajaran PPKn di SMUN 1 Garut dengan
tujuan menemukan dan memperoleh gambaran tentang pelaksanaan Pendidikan IPS pada era
Otonomi Daerah yang diaplikaasikan pada Pembelajaran PPKn di kelas yang menyentuh
sikap afektif maupun psikomotorik, nilai-nilai demokratis dan kehidupan dalam budaya lokal
sehari-hari siswa sesuai dengan makna Otonomi Daerah. Apakah kemudian ditemukan
perkembangan yang berbeda dari penerapan pendidikan IPS tersebut pada era otonomi daerah
dibanding dengan sebelum otonomi daerah terhadap minat dan motivasi siswa untuk belajar
serta perilaku-perilaku yang mengedepankan nilai-nilai kedaerahan dalam diri siswa.
- masalah penelitian
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan Pendidikan
IPS di era otonomi daerah, dengan mengambil studi kasus pada mata pelajaran PPKn
- fokus penelitian
a)Bagaimana Pemahaman guru PPKn terhadap pelaksanaan otonomi daerah dalam implikasi
pembelajarannya,
b) Bagaimana pengelolaan pembelajaran PPKn di era otonomi daerah,
c) Bagaimana kesiapan guru PPKn dalam pembelajaran di era otonomi daerah,
d) Kendala-kendala apakah yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran PPKn di era
otonomi daerah,
e) Bagaimana dampak pelaksanaan otonomi daerah terhadap kualitas pendidikan PPKn.
- situs penelitian
Situs penelitian di SMUN 1 Garut
- teknik pengumpulan dan analisis data
Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus,
tahapan analisis data sebagai berikut :
a. Mengorganisir informasi.b. Membaca keseluruhan informasi dan memberi kode.c. Membuat suatu uraian terperinci mengenai kasus dan konteksnya.d. Peneliti menetapkan pola dan mencari hubungan antara beberapa kategori.e. Selanjutnya peneliti melakukan interpretasi dan mengembangkan generalisasi
natural dari kasus baik untuk peneliti maupun untuk penerapannya pada kasus
yang lain.
f. Menyajikan secara naratif.
- kesimpulan dan rekomendasai
Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, pada dasarnya guru
memahami tentang pelaksanaan otonomi daerah sebagai suatu sistem yang digulirkan
pemerintah, tetapi implikasi dalam pembelajaran yang dijalani saat ini belum sepenuhnya
dipahami. Kedua, karena pemahaman guru terhadap otda hanya sebatas sistem pemerintahan,
maka Pengorganisasian dan Pengelolaan pembelajaran IPS-PPKn yang meliputi kegiatan
perencanaan, proses dan evaluasi belum dipengaruhi secara utuh oleh otonomi daerah.
Ketiga, kesiapan terkait dengan sistem pendidikan dan pembelajaran yang diterapkan.
Keempat, kendala utama yang dihadapi guru antara lain belum adanya kurikulum standar
otonomi daerah serta sarana dan prasarana di samping alokasi waktu. Kelima, dampak utama
adalah meningkatnya kualitas pendidikan, pada saat terjadi persaingan yang sehat diantara
setiap wilayah dalam pencapaian target kurikulum yang diharapkan.
Direkomendasikan agar pihak-pihak yang terkait dengan kebijakan pendidikan membuat
kebijakan kurikulum yang jelas, sehingga guru atau para pelaksana fungsional pendidikan
memiliki target yang jelas dalam mengorganisasikan kegiatan pembelajarannya.