Upload
sofyan-yayan
View
124
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PRINSIP “UNIQUE SOLUTION” dalam MEDISI
Abstrak
Mediasi merupakan salah bentuk dari alternatif penyelesaian sengketa.
Mediasi adalah cara-cara penyelesaian sengketa berdasarkan pendekatan mufakat
(consensual approaches) para pihak dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki
kewenangan memutus yang disebut sebagai mediator. Dalam sistem hukum
Indonesia, mediasi dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa di luar
pengadilan dan sengketa-sengketa atau perkara-perkara yang telah diajukan ke
pengadilan (court-annexed mediation) berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2008.
Melalui penyelesaian konflik atau sengketa di masyarakat mengacu pada
prinsip kebebasan yang menguntungkan kedua belah pihak, pihak dapat
menawarkan opsi penyelesaian sengketa dengan perantara. Para pihak tidak
terpaku pada upaya pembuktian benar atau salah dalam sengketa yang mereka
hadapi, tetapi mereka cenderung memikirkan penyelesaian untuk masa depan,
dengan mengakomodasikan kepentingan-kepentingan mereka secara berimbang.
1. Pengertian Mediasi
Kata mediasi berasal dari bahasa Inggris ”mediation”, yang artinya
penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau
penyelesaian sengketa penengah.1 Mediasi merupakan proses negosiasi penyelesaian
masalah dimana suatu pihak luar, tidak berpihak, netral tidak bekerja bersama para
pihak yang bersengketa untuk membantu mereka guna mencapai suatu kesepakatan
hasil negosiasi yang memuaskan. Tidak seperti halnya dengan para hakim dan arbiter,
mediator mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa antara para pihak,
1 Rachmadi Usman,SH, Pilihan Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Bandung,2003, hal 9.
0
malahan para pihak memberi kuasa pada mediator untuk membantu mereka
menyelesaikan problem diantara mereka.2
Mediasi merupakan suatu proses damai dimana para pihak yang bersengketa
menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator (seseorang yang mengatur
pertemuan antara dua pihak atau lebih yang bersengketa) untuk mencapai hasil akhir
yang adil, tanpa membuang biaya yang terlalu besar, akan tetapi tetap efektif dan
diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa secara sukarela.
Mediasi merupakan tata cara berdasarkan “itikad baik” dimana para pihak yang
bersengketa menyampaikan saran-saran melalui jalur yang bagaimana sengketa akan
diselesaikan oleh mediator, karena mereka sendiri tidak mampu melakukannya.
Melalui kebebasan ini dimungkinkan kepada mediator memberikan penyelesaian
yang inovatif melalui suatu bentuk penyelesaian yang tidak dapat dilakukan oleh
pengadilan, akan tetapi para pihak yang bersengketa memperoleh manfaat yang saling
menguntungkan.3
Dalam Collins English Dictionary and Thesaurus disebutkan bahwa mediasi
adalah kegiatan menjembatani antara dua pihak yang bersengketa guna menghasilkan
kesepakatan (agreement). Kegiatan ini dilakukan oleh mediator sebagai pihak yang
ikut membantu mencari berbagai alternatif penyelesaian sengketa. Posisi mediator
dalam hal ini adalah mendorong para pihak untuk mencari kesepakatan-kesepakatan
yang dapat mengakhiri perselisihan dan persengketaan. Penjelasan mediasi dari sisi
kebahasaan (etimologi) lebih menekankan kepada keberadaan pihak ketiga yang
menjembatani para pihak Berikut akan dikemukakan makna mediasi secara etimologi
dan terminology yang diberikan oleh beberapa ahli.
Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare yang
berati ada ditengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga
sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan
sengketa antar pihak. Berada ditengah juga bermakna mediator harus berada dalam 2 Gary Goodpaster, Panduan Negoisasi dan Mediasi, ELIPS jakarta 1999t, hal. 241.3 Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), Fikahati Aneska, Jakarta, , 2002 hal. 34-45
1
posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu
menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga
menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang bersengketa. bersengketa
untuk menyelesaikan perselisihannya, dimana hal ini sangat penting untuk
membedakan dengan bentuk-bentuk lainnya seperti arbitrase, negosiasi, adjudikasi
dan lain-lain. Penjelasan kebahasaan ini masih sangat umum sifatnya dan belum
menggambarkan secara konkret esensi dan kegiatan mediasi secara menyeluruh.
Kemudian dalam pengertian mediasi secara terminology yang banyak diungkapkan
para ahli resolusi konflik. Dimana para ahli resolusi konflik juga beragam dalam
memberikan definisi mediasi sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Yang
antara lain:
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa tidak memberikan rumusan defenisi atau pengertian dari
mediasi secara jelas dan tegas. Oleh karena itu beberapa ahli hukum berusaha
menafsirkan dan memberikan batasan mengenai kondisi mediasi yang merupakan
salah satu cara dari alternatif penyelesaian sengketa yang diatur dalam Undang-
Undang No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian
sengketa.Lebih lanjut, Jhony Emirzon memberikan pengertian mediasi dari beberapa
ahli hukum antara lain:4
1. Menurut Moore
Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi oleh para pihak
ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencapai kesepakatan secara sukarela dalam penyelesaian
permasalahan yang disengketakan.
2. Menurut Folberg and Taylor
Mediasi adalah suatu proses dimana para pihak dengan bantuan seseorang atau
beberapa orang secara sistematis menyelesaikan permasalahan yang disengketakan
4 Ibid. hal. 67 – 68.
2
untuk mencari alternative dan mencapai kesepakatan penyelesaian yang dapat
mengakomodasikan tujuan mereka.Dari pengertian di atas maka tampak bahwa
pengertian mediasi yang dikemukakan oleh Moore lebih tepat dan mengena kepada
makna dari mediasi itu sendiri sehingga yang dimaksud dengan mediasi adalah upaya
penyelesaian sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama, melalui mediator
yang bersikap netral dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak
tetapi menunjang fasilitator untuk terlaksananya dialog antara para pihak dengan
suasana ketertiban, kejujuran. Keterbukaan dan tukar pendapat untuk tercapainya
mufakat atau dengan kata lain proses negosiasi pemecahan masalah adalah proses
dimana pihak luar tidak memihak yang bersengketa untuk membantu mereka
memperoleh kesepakatan perjanjian secara memuaskan. Dari definisi tersebut dapat
ditentukan unsur-unsur mediasi sebagai berikut: 5
1. Penyelesaian sengketa suka rela
2. Intervensi atau bantuan
3. Pihak ketiga tidak berpihak
4. Pengambilan keputusan oleh pihak-pihak secara consensus.
5. Partisipasi aktif
Pengaturan mengenai mediasi ditemukan dalam ketentuan Pasal 6 ayat
3, 4 dan 5 UU No. 30 tahun 1999. Ketentuan mengenai mediasi yang diatur dalam
Pasal 6 ayat 3 UU Nomor 30 Tahun 1999 adalah merupakan suatu proses kegiatan
sebagai kelanjutan dari gagalnya negosiasi yang dilakukan oleh para pihak menurut
ketentuan Pasal 6 ayat 2 UU No. 30 Tahun 1999. Menurut rumusan dari Pasal 6 ayat
3 UU No. 30 Tahun 1999 tersebut dikatakan bahwa atas kesepakatan tertulis para
pihak bersengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau
lebih penasihat ahli maupun seorang mediator.
2. Tahapan-tahapan dalam Proses Mediasi
Dalam melakukan proses mediasi, harus melalui beberapa tahap yang secara
garis besar dijelaskan oleh kegiatan utama atau fokus kegiatan-kegiatan setiap tahap
5 Ibid. hal. 69
3
yang oleh Gary Goodposter dalam negosiasi dan mediasi.Sebuah pedoman negosiasi
dan penyelesaian sengketa melalui negosiasi dikemukakan sebagai berikut:6
a. Forum atau kerangka kerja tawar menawar
b. Pengumpulan dan pembagian informasi
c. Tawar penyelesaian masalah
d. Penciptaan pengambilan keputusan
Pada awal mediasi, mediator memberitahukan kepada para pihak tentang sifat
dan proses. Menetapkan aturan-aturan dasar,mengembangkan hubungan baik dengan
para pihak dan memperoleh kepercayaan sebagai pihak netral dan merundingkan
kewenangan dengan para pihak. Ini disebabkan karena para pihak yang bersengketa
masing-masing memiliki sudut pandang yang berbeda dengan pihak lain. Jika para
pihak meminta seorang mediator membantu mereka, maka mereka harus memiliki
beberapa tingkat pengakuan yang mereka tidak mampu menyelesaikan dengan cara
mereka sendiri dan bahwa intervensi pihak ketiga mungkin berguna Mediator pada
umumnya membuka sidang mediasi dengan memperkenalkan dirinya dan para pihak,
dan kemudian membuat pernyataan pendahuluan, menjelaskan proses mediasi
perannya sebagai penengah yang netral dan aturan-aturan bagi para pihak. Hal ini
memerlukan penjelasan bahwa mediasi merupakan proses negosiasi dimana proses
para pihak dengan fasilitasi mediator menentukan syarat - syarat setiap penyelesaian
sengketa.
Mediator disini hanya sebagai pendengar yang aktif dengan tujuan
memperoleh pemahaman yang jelas dari prespektif dan posisi para pihak pada tahap
pengambilan penyelesaian, mediator bekerja dengan para pihak untuk membantu
mereka memilih penyelesaian yang sama-sama disetujui dan diterima. Mediator dapat
membantu para pihak untuk memperoleh basis yang adil dan memuaskan mereka dan
membantu meyakinkan bahwa kesepakatan mereka adalah yang terbaik, mediator
membuat syarat-syarat perjanjian seefisien mungkin, agar para pihak tidak ada yang
merasa dirugikan.
6 Rachmadi Usman, ibid 104 – 106.
4
3. Keunggulan dan kelemahan Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa
Beberapa upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui Pengadilan dan
hasilnya banyak yang mengecewakan, selain seringkali menciptakan hasil keputusan
yang tidak memuaskan, memakan biaya yang besar juga membutuhkan waktu yang
sangat lama, lambatnya penyelesaian sengketa melalui pengadilan menyebabkan
dikeluarkannya suatu kebijakan MA pada tahun 1992 yang menyatakan bahwa setiap
perkara ditingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi haruslah dapat
diselesaikan dalam tempo tidak lebih dari 6 bulan. Hal ini didasarkan pada
kenyataanbahwa banyak kasus yang menumpuk di Pengadilan dan tidak
terselesaikan.Dengan situasi seperti ini, maka pilihan terhadap mediasi merupakan
pilihan yang baik dalam penyelesaian sengketa, karena dianggap lebih efektif.
Pertimbangan dimana orang cenderung memanfaatkan penyelesaian sengketa lewat
mediasi antara lain :
1. Penyelesaian cepat terwujud
Proses pencapaian terkadang dapat memerlukan waktu dua atau tiga kali pertemuan
diantara para pihak yang bersengketa.
2. Biaya murah
Pada umumnya mediator tidak dibayar, biaya administrasi yang kecil dan tidak perlu
didampingi pengacara, meskipun hal ini tidak tertutup kemungkinan.
3. Bersifat rahasia
Segala sesuatu yang diutarakan para pihak dalam proses pengajuan pendapat mereka
disampaikan kepada mediator, semuanya bersifat tertutup, tidak terbuka untuk umum
seperti pada proses pengadilan.
4. Hasil yang dicapai sama-sama menang
Penyelesaian yang diwujudkan berupa kompromi yang disepakati para pihak, kedua
belah pihak sama-sama menang, tidak ada yang kalah dantidak ada yang menang.
Lain dengan penyelesaian sengketa melalui pengadilan, dimana ada pihak yang
menang dan ada pihak yang kalah.
5. Tidak emosional
5
Cara pendekatan diarahkan pada kerjasama yang saling menguntungkan untuk
mencapai kompromi. Disamping keunggulan-keunggulan dari pemilihan sengketa
pilihan berupa mediasi, maka proses mediasi juga terdapat kelemahan-kelemahan
yaitu:7
1. Bisa memakan waktu yang lama
2. Mekanisme eksekusi yang sulit, karena cara eksekusi putusan
3. Sangat tergantung dari itikad baik para pihak untuk menyelesaikan sengketanya
sampai selesai.
4. Mediasi tidak akan membawa hasil yang baik terutama, jika informasi
dan kewenangan tidak cukup diberikan kepadanya.
5. Jika lawyer tidak dilibatkan dalam proses mediasi, kemugkinan adanya fakta-fakta
hukum yang penting tidak disampaikan kepada mediator, sehingga keputusannya
menjadi tidak jelas.
4. Peran Dan Fungsi Mediator Dalam Mediasi
Pada dasarnya seorang mediator berperan sebagai “penengah” yang
membantu para pihak untuk menyelesaikan sengketa yang dihadapinya. Seorang
mediator juga akan membantu para pihak untuk membingkai persoalan yang ada agar
menjadi maslah yang perlu dihadapi secara bersama. Selain itu, juga guna
menghasilkan kesepakatan, sekaligus seorang mediator harus membantu para pihak
yang bersengketa untuk merumuskan berbagai pilihan penyelesaian sengketanya.
Tentu saja pilihan penyelesaian sengketanya harus dapat diterima oleh kedua pihak
dan juga dapat memuaskan kedua belah pihak. Setidaknya peran utama yang mesti
dijalankan seorang mediator adalah mempertemukan kepentingan-kepentingan yang
saling berbeda tersebut agar mencapai titik temu yang dapat dijadikan sebagai
pangkal tolak pemecahan masalahnya.
Seorang mediator mempunyai peran pembantu para pihak dalam memahami
pandangan masing-masing dan membantu mencari persoalan-persoalan yang
7 Munir Fuadi, Arbitrase Nasional: Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2000), hal.50-51
6
dianggap penting bagi mereka. Mediator mempermudah pertukaran informasi,
mendorong diskusi mengenai perbedaan-perbedaan kepentingan, presepsi, penafsiran
terhadap situasi dan persoalan-persoalan dan membiarkan, tetapi mengatur
pengungkapan emosi. Mediator akan sering bertemu dengan para pihak secara
pribadi. Dalam pertemuan ini yang dimaksud caucus, mediator biasanya dapat
memperoleh informasi dari pihak yang tidak bersedia saling membagi informasi.
Sebagai wadah informasi mengenai sengketa dan persoalan-persoalan dibandingkan
para pihak dan akan mampu menentukan apakah terdapat dasar-dasar bagi
terwujudnya suatu perjanjian atau kesepakatan.
Mediator juga memberikan informasi baru bagi para pihak atau sebaliknya
membantu para pihak dalam menemukan cara-cara yang dapat diterima oleh kedua
belah pihak untuk menyelesaikan perkara. Mereka dapat menawarkan penilaian yang
netral dari posisi masing-masing pihak. Mereka juga dapat mengajarkan para pihak
bagaiamana terlibat dalam negosiasi pemecahan masalah secara efektif, menilai
alternatif-alternatif dan menemukan pemecahan yang kreatif terhadap konflik mereka.
Dengan demikian, seorang mediator tidak hanya bertindak sebagai penengah
saja yang hanya bertindak sebagai penyelenggara dan pemimpin diskusi saja, tetapi
juga harus membantu para pihak untuk mendesain penyelesaian sengketanya,
sehingga dapat menghasilkan kesepakatan bersama. Dalam hal ini seorang mediator
juga harus memiliki kemampuan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang
nantinya akan dipergunakan sebagai bahan untuk menyusun dan mengusulkan
berbagai pilihan penyelesaian masalah yang disengketakan. Kemudian, mediator
inipun juga akan membantu para pihak dalam menganalisis sengketa atau pilihan
penyelesaiannya, sehingga akhirnya dapat mengemukakan rumusan kesepakatan
bersama sebagai solusi penyelesaian masalah yang juga akan ditindaklanjuti bersama
pula.8
8 Rachmadi Usman, Op.Cit, 87-88.
7
Menurut Howard Raiffa, mediator mempunyai dua peran, yakni peran yang
terlemah dan peran yang terkuat. Sisi peran terlemah apabila mediator hanya
melaksanakan peran-peran :
1. Penyelenggaraan pertemuan;
2. Pemimpin diskusi yang netral;
3. Pemelihara atau menjaga aturan-aturan perundingan agar perdebatan dalam
proses perundingan berlangsung secara beradab;
4. Pengendalian emosi para pihak;
5. Pendorong pihak atau peserta perundingan yang kurang mampu atau segan
untuk mengungkapkan pandangannya.
Dan sisi peran yang kuat mediator, bila mediator bertindak atau mengerjakan
hal-hal berikut dalam proses perundingan:
1. Mempersiapkan dan membuat notulen perundingan;
2. Merumuskan atau mengartikulasikan titik temu atau kesepakatan para pihak;
3. Membantu para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukan sebuah
pertarungan untuk dimenangkan, melainkan untuk diselesaikan;
4. Menyusun dan mengusulkan berbagai pilihan pemecahan masalah;
5. Membantu para pihak untuk menganalisis berbagai pilihan pemecahan
masalah.9
Fuller dalam Leonard L. Riskin dan James E. westbrook menyebutkan 7
fungsi mediator, yaitu:
1. Sebagai “katalisator” (catalyst), bahwa kehadiran mediator dalam proses
perundingan mampu mendorong lahirnya suasana yang konstruktif bagi
diskusi, dan bukan sebaliknya menyebabkan terjadinya salah pengertian dan
polarisasi diantara para pihak walaupun dalam praktek dapat saja setelah
proses perundingan para pihak tetap mengalami polarisasi.
9 Suyud Margono, ADR & Arbitrase Proses Pelembagaan Dan Aspek Hukum (Cet. II; Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), 59-60.
8
2. Sebagai “pendidik” (educator), berarti mediator berusaha memahami
kehendak aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan politis, dan kendala usaha dari
para pihak. Oleh sebab itu, ia harus melibatkan dirinya kedalam dinamika
perbedaan diantara para pihak agar membuanya mampu menangkap alasan-
alasan atau nalar para pihak untuk menyetujui atau menolak usulan atau
permintaan satu sama lainnya.
3. Sebagai “penerjemah” (translator), berarti mediator harus berusaha
menyampaikan dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak yang
lainnya malalui bahasa atau ungkapan yang enak didengar oleh pihak lainnya,
tetapi tanpa mengurangi maksud atau sasaran yang hendak dicapai oleh
pengusul.
4. Sebagai “narasumber” (resource person), berarti mediator harus mampu
mendayagunakan atau melipatgandakan kemanfaatan sumber-sumber
informasi yang tersedia.
5. Sebagai “penyandang berita jelek” (bearer of bad news), berarti mediator
harus bisa menyadari para pihak dan dalam proses perundingan dapat bersikap
emosional. Bila salah satu pihak menyampaikan usulan kemudian usulan itu
ditolak secara tidak sopan dan diiringi dengan serangan kata-kata pribadi
pengusul, maka pengusul mungkin juga akan melakukan hal yang sama.
Untuk itu mediator harus mengadakan pertemuan-pertemuan terpisah dengan
salah satu pihak saja untuk menampung berbagai usulan.
6. Sebagai “agen realitas” (agent of reality), berarti mediator harus berusaha
memberi tahu atau memberi peringatan secara terus terang kepada satu atau
para pihak, bahwa sasarannya tidak mungkin atau tidak masuk akal untuk
dicapai melalui sebuah proses perundingan. Dan juga mengingatkan para
pihak agar jangan terpadu pada sebuah pemecahan masalah saja yang bisa jadi
tidak realistis.]
7. Sebagai “kambing hitam” (scapegoat), artinya mediator harus siap menjadi
pihak yang dipersalahkan. Misalnya, seorang juru runding menyampaikan
9
prasyarat-prasyarat kesepakatan kepada orang-orang yang diwakilinya,
ternyata orang-orang yang diwakilinya tidak merasa sepenuhnya puas
terhadap prasyarat-prasyarat dalam kesepakatan. Juru runding itu dapat saja
mengalihkan kegagalannya dalam memperjuangkan kepentingan pihak-pihak
yang diwakilinya sebagai kesalahan mediator.10
5. Prinsip Urgen Bermediasi
Begitu “suci” peran mediasi dan mediator ini hingga dalam prosesnya tidak
boleh melanggar prinsip prinsip umum yang berlaku, prinsip dasar itu adalah adalah
landasan filosofis dari diselenggarakannya kegiatan mediasi karena prinsip ini
merupakan kerangka kerja yang harus diketahui oleh mediator, sehingga dalam
melaksanakan mediasi tidak keluar dari arah filososi yang melatar belakangi lahirnya
institusi mediasi, sebagaimana yang pernah ditulis oleh David spencer dan Michael
Brogan yang juga merujuk pada pandangan Ruth Carlton berkenaan dengan lima
dasar mediasi11,
Prinsip pertama dari mediasi adalah kerahasiaan, hal yang dimaksud adlah
segala proses dan bentuk mediasi yang dilakukan oleh pihak pihak yang terkait tidak
boleh untuk di publikasikan oleh pihak manapun termasik yang terlibat dalam proses
mediasi, kalau perlu mediator menghancurkan, memusnahkan dan meniadakan hasil
dari mediasi tersebut pad akhir sesi proses mediasi. Mediator juga didak dapat
dipanggil sebagai saksi dalam proses persidangan terkait dengan mediasi yag telah
dilakukan.
Prinsip kedua adalah sukarela, prinsip ini dibangun dan terbangun atas dasar
masing masing pihak akan bekerjasama untuk menyelesaikan masalah yang menjerat
mereka bila mereka datang atas pilihannya sendiri tanpa adanya pemaksaan dari
pihak manapun dan tekanan dari siapapun.
Prinsip ketiga adalah pemberdayaan, berangkat dari asumsi bahwa para pihak
mau dengan sukarela datang ke mediator untuk dimediasikan perkara perkaranya 10 Usman Rachmadi, Op. Cit., 90-92..11 Kelima prinsip itu adalah : Prinsip Kerahasiaan (Confidentiality) Prinsip Sukarela (Volunter) prinsip Pemberdayaan (empowerment), Prinsip netralitas (Netrality), dan solusi yang unik (a unique solution)
10
sebenarnya mereka mempunyai kemampuan untuk menegosiasikan mesalah mereka
dan berpeluan untuk mencapai kesepakatan yang mereka inginkan, hal yang sangat
positif ini harus dihargai dan diapresisi dengan cara setiap solusi tidak boleh
dipaksakan dari pihak luar, solusi dan problem solving harus lahir dari proses
pemberdayaan terhadap masing masing pihak dengan demikian maka para pihak akan
lebih bias menerima kesepakatan solusi dari masalah mereka tanpa adanya saling
kalah dan menang.
Prinsip keempat dalam bermediasi adalah seorang mediator hanyalah
memfasilitasi proses prosesnya saja, dalam proses mediasi mediator tidak berhak
menjadi laksana seorang hakim yang atau juri yang menentukan benar dipihak lain
dan salah dipihak yang satu, atau mediator sangat tidak diperkenankan untuk
memaksakan solusi apapun kepada para pihak yang bersengketa, inilah yang
kemudian dinamakan dengan prinsip Netralitas dalam bermediasi.
Prinsip kelima adalah seorang mediator harus menyadari bahwa sanya solusi
yang dihasilkan dari proses mediasi tidak harus sesuai dengan standart legal, tetapi
solusi dapat dihasilkan dari kreativitas yang ini erat kaitanya dengan konsep
pemberdayaan masing masing pihak. Prinsip ini yang harus dipegang dan prinsip ini
dinamakan prinsip solusi yang unik dalam bermediasi12.
Dengan demikian maka dapat dipahami bahwa mediasi memiliki karakteristik
yang merupakan ciri pokok yang membedakan dengan penyelesaian sengketa yang
lain. Karakteristik tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut13 : Pertama, dalam
setiap proses mediasi terdapat metode, di mana para pihak dan/atau perwakilannya,
yang dibantu pihak ketiga sebagai mediator berusaha melakukan diskusi dan
perundingan untuk mendapatkan keputusan yang dapat disetujui oleh para pihak.
Kedua, secara singkat mediasi dapat dianggap sebagai suatu proses
pengambilan keputusan dengan bantuan pihak tertentu (facilitated decision-making
12 Lima prnsip ini bias di akses di buku Syahrial Abbas, “Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syari’ah, hukum Adat dan Hukum Nasional” (Jakarta : Kencana Prenada Media Group 2009), cet 1 hal 29-30.13 : http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2242602-prinsip-prinsip-ediasi/#ixzz1zFujQa6U diakses pada tanggal 30 Juni 2012.
11
atau facilitated negotiation).
Ketiga, mediasi dapat juga digambarkan sebagai suatu sistem dimana
mediator yang mengatur proses perundingan dan para pihak mengontrol hasil akhir,
meskipun ini tampaknya agak terlalu menyederhanakan kegiatan mediasi.
6. Solusi Unik sebagai Jalan Harapan Cerah dalam Bermediasi
Dalam bermediasi tentunya sebuah jalan keluar dari sebuah perkara menjadi
hal yang tidak bisa di-elakkan lagi, mengapa demikian? Sebagaimana diurai secara
lebar filosofi dan prinsip mediasi, yang mana dalam pelaksanaannya sebenarnya ada
secerca harapan dari keduabelah pihak untuk memperoleh jalan keluar walaupun toh
nantinya jalankeluar itu sangat berbeda dan “nyempal” dari tatanan hukum
semestinya, karena sebenarnya banyak hal yang dapat di eksplor untuk menggali dan
menyelami sebuah masalah guna mejumpai sebuah solusi bersama antara pihak yang
satu dan yang lain. Hal ini sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Menurut Prof
Dr Gunaryo M Soc Sc mediasi mempunyai beberapa tujuan, diantara untuk
menghindarkan para pihak dari kekalahan, karena dalam mediasi win-win solution
adalah outcome yang dicari. Jika tercapai maka mediasi juga menyelamatkan
hubungan baik yang sudah terbina sebelumnya diantara para pihak yang
bersengketa14. Sebagai contoh kasus pihak yang mau bercerai yang dalam proses
mediasi mereka (suami-istri) menghasilakan kesepakatan untuk bercerai satu sama
lain dengan suka rela saling ridho, jika hal ini dibawa kedalam ranah peradilan
Agama maka sudah ditebak apa yang akan diputuskan saat itu, betul, mereka aka
memperolah akta cerai 1 dari pengadilan, tetapi tanpa diduga menjelang akhir proses
mediasi saat mediator memasuki proses penutupan “doa”, keputusan berbanding 180
derajad mereka tidak jadi cerai dan memilih untuk melanjutkan pernikahan, mengapa
demikian? Inilah letak keunikan solving pada mediasi yang semuanya tidak pernah
terduga. Sebab ternyata dalam mediasi tidak berbicara siapa yang menang siapa yang
kalah tetapi berbicara kepentingan-kepentingan pihak lain yang berimplikasi pada
14 Perkuliahan di Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang pada Tanggal 16-6-2012.
12
hasil mediasi yaitu anak. Diilustrasikan dengan jika kita dihadapkan dengan 9 titik
yang tersusun dalam satu kotak persegi yang dika diminta untuk menggabungkan titik
titik semua tersebut dengan hanya 3 garis, maka jika kita hanya dibatasi dengan
bingkai kotak tsb, maka dpastikan usaha untuk menggabungkan 9 titik tersebut akan
Nihil, solusinya bagaimana? jawabannya 9 titik yang ada dalam kotak persegi itu
hanya bisa disatukan dengan sedikit maneuver Unik yaitu menyatukan garis dengan
tidak mengikuti kaidah yang ditentukan (keluar dari garis kotak) apakah cara itu
salah? Jika cara itu memang biasa menjadi solusi dalam penyelesaian masalah, maka
cara demikian adalah dibenarkan. Kaitannya dengan perkara yang dimediasikan,
maka proses keberhasilan mediasi terkadang didukung dengan setting tempat,dll yang
nyaman untuk menunjang kondisionalitas bermediasi dan tidak harus di tempat yang
formal sepertihanya pengadilan dalam merumuskan perkara.
Kesimpulan
Mediasi adalah suatu cara dimana orang-orang bertemu untuk membahas
masalah yang dipersengketakan. Sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa
di luar pengadilan Mediasi memungkinkan semua orang yang terlibat dalam satu
sengketa untuk terlibat dalam penentuan hasilnya dan mencari jalan keluar sendiri
untuk masalah yang dihadapi.
Mediasi juga menyediakan cara untuk menyelesaikan suatu sengketa tanpa
melalui upaya hukum yang dapat memakan banyak waktu dan biaya.berbeda dengan
penyelesaian yang lain mediasi dilaksanakan melalui suatu perundingan yang
melibatkan pihak ketiga yang bersikap netral (non intervensi) dan tidak berpihak
(impartial) kepada pihak-pihak yang bersengketa serta diterima kehadirannya oleh
pihak-pihak yang bersengketa, dan pihak ketiga tersebut adalah “mediator” atau
“penengah” yang tugasnya hanya membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam
menyelesaikan masalahnya dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil
keputusan.(Netral).
13
Dapat dikatakan seorang mediator hanya bertindak sebagai fasilitator saja.
Melalui mediasi diharapkan dicapai titik temu penyelesaian masalah atau sengketa
yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya dituangkan sebagai kesepakatan bersama
dan pengambilan keputusan tidak berada di tangan mediator, tetapi berada di tangan
para pihak yang bersengketa.
WallahuA’lam Bishowab.
DAFTAR PUSTAKA
Rachmadi Usman,SH, Pilihan Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, (Citra Aditya Bakti, Bandung,2003).
Gary Goodpaster, Panduan Negoisasi dan Mediasi, (ELIPS jakarta 1999).
14
Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), (Fikahati Aneska, Jakarta,2002).
Munir Fuadi, Arbitrase Nasional: Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2000).
Suyud Margono, ADR & Arbitrase Proses Pelembagaan Dan Aspek Hukum (Cet. II; Bogor: Ghalia Indonesia, 2004).
Syahrial Abbas, “Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syari’ah, hukum Adat dan Hukum nasional” (Jakarta : Kencana Prenada Media Group 2009),
http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2242602-prinsip-prinsip-ediasi/#ixzz1zFujQa6U diakses pada tanggal 30 Juni 2012.
15