11

Click here to load reader

solusi masalah pendidikan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: solusi masalah pendidikan

Berbicara masalah pendidikan maka tidak akan terlepas dari 3 hal, pertama, kompetensi guru, kedua kualitas hasil pendidikan, dan ketiga kesesejahteraan Guru. Bicara kompetensi guru sesungguhnya adalah bicara masalah yang sudah turun temurun dari generasi ke generasi, menurut hemat kami masalah ini bersumber dari penghargaaan pemerintah , masyarakat atau lembaga terkait terhadap kesejahteraan guru. Ini dimulai dari lembaga pendidikan yang menghasilkan guru, contoh dulu IKIP sekarang menjadi universitas negeri seperti di Jakarta dengan UNJ, di Bandung dengan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.

Pertanyaannya adalah berapa persenkah calon mahasiswa yang cerdas (memiliki ranking papan atas di SMA masing masing) yang mendaftar ke lembaga pendidikan yang memproduk guru? Pada faktanya lembaga pendidikan guru adalah lembaga pilihan kelas ekonomi, bukan kelas bisnis apalagi eksekutif sehingga calon mahasiswa yang berbobot berbondong-bondong dan berlomba mendaftar ke fakultas-fakultas favorit yang bukan memproduk guru di antaranya fakultas kedokteran, STAN, fakultas ekonomi, fakultas teknik dan sebagainya. Fakultas pendidikan hanya menjadi pilihan kedua atau pilihan terpaksa. Suasana ini sampai sekarang masih berlangsung. Mereka tahu persis bahwa kedudukan sosial guru dari sisi ekonomi dan politis kurang menguntungkan. Apalagi ditambah dengan adanya penodaan citra guru yang dilakukan oleh oknum-oknum guru yang tidak bertanggung jawab.

Status guru kalah terhormat dengan status dokter, insinyur, dan sebagainya. Padahal mereka berhasil karena kehadiran, peran, fungsi, dan dedikasi guru. Dengan calon guru yang dididik dengan motivasi setengah hati atau kompetensi seadanya bisa dibayangkan guru seperti apa yang akan dihasilkan? Bagaimana solusinya? Potong generasi!

Buat kebijakan yang meningkatkan pamor guru secara ekonomi maupun politis, sehingga daya tarik lembaga penghasil guru untuk mahasiswa cerdas meningkat. Citra guru harus diubah, yang sebelumnya bercitra dengan skala â€Omar Bakrinya Iwan Fals†menjadi bercitra seperti dokter� � atau insinyur minimal dari kesejahteraannya. Misal dengan menaikkan gaji guru sampai satu bulan 5 juta rupiah untuk guru yang berprestasi. Setelah diseleksi secara ketat, guru yang berprestasi di bawah standar dilakukan pensiun dini dengan diberikan uang pesangon yang besar, misal Rp. 20.000.000,00 Ini dilakukan diseluruh sekolah negeri. Anggaran pendidikan yang 20% terutama digunakan untuk biaya “potong generasiâ€. Pemerintah akan memberikan gaji guru� sebesar Rp 5 Juta rupiah perbulan. Tentunya dengan alat ukur yang jelas dan berkualitas sehingga dengan gaji yang menarik ini, diharapkan lembaga pendidikan guru diminati oleh calon mahasiswa yang berkualitas. Pembicaraan ini sekaligus menjawab problematika guru yang ke tiga yakni masalah kesejahtreaan guru.

Problem berikutnya adalah hasil pendidikan guru. Hasil guru sangat terkait dengan masalah kompetensi dan kesejahteraan guru. Kemampuan guru dalam kompetensi 5 M sangat menentukan yakni kemampuan merencanakan, menguasai materi pelajaran, mengelola kelas, menyampaikan pelajaran (metodologi) dan mengevaluasi pembelajaran. Lima komponen ini sangat mempengaruhi kualitas pendidikan (hard competensi). Di samping itu guru juga harus memilki soft competency yakni lemah lembut, toleran, komunikatif, inovatif, dan kreatif. Solusinya adalah anggaran pendidikan juga harus difokuskan pada pemberdayaan guru dengan mengadakan pelatihan dan pendampingan yang mengarah pada perwujudan kompetensi guru dalam hard competency dan soft competency. Guru yang tidak lulus pelatihan dan pendampingan tidak diberikan kewenangan mengajar.

Buruknya hasil pendidikan sebenarnya merupakan cerminan kompetensi guru dalam masalah hard competenscy dan soft competency. Jadi pemerintah harus memfokuskan anggaran pendidikan untuk kesejahteraan guru dan kompetensi guru sedangkan sarana-prasarana dapat dinomorduakan. Karena jika gurunya berkompetensi dan sejahtera dengan sarana yang miskin pun, InsyaAllah siswa akan berhasil. Sebaliknya dengan sarana yang super mewah tetap guru yang kurang sejahtera dan kemampuan terbatas apalah yang akan diharapkan. Jadi kata kunci keberhasilan pendidikan adalah naikkan status guru dengan meningkatkan kesejahteraan dan kompetensinya. Banak sekolah mahal tetapi kesejahteraan gurunya terbatas, yang jelas akan memengaruhi kompetensinya yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil pendidikannya.

Page 2: solusi masalah pendidikan

4. Solusinya

4.1. Solusi Masalah Mendasar

Penyelesaian masalah mendasar tentu harus dilakukan secara fundamental. Itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perombakan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi paradigma Islam. Ini sangat penting dan utama.

Ibarat mobil yang salah jalan, maka yang harus dilakukan adalah : (1) langkah awal adalah mengubah haluan atau arah mobil itu terlebih dulu, menuju jalan yang benar agar bisa sampai ke tempat tujuan yang diharapkan. Tak ada artinya mobil itu diperbaiki kerusakannya yang macam-macam selama mobil itu tetap berada di jalan yang salah. (2) Setelah membetulkan arah mobil ke jalan yang benar, barulah mobil itu diperbaiki kerusakannya yang bermacam-macam.

Artinya, setelah masalah mendasar diselesaikan, barulah berbagai macam masalah cabang pendidikan diselesaikan, baik itu masalah rendahnya sarana fisik, kualitas guru, kesejahteraan gutu, prestasi siswa, kesempatan pemerataan pendidikan, relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan mahalnya biaya pendidikan.

Solusi masalah mendasar itu adalah merombak total asas sistem pendidikan yang ada, dari asas sekularisme diubah menjadi asas Islam, bukan asas yang lain.

Bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU Sistem Pendidikan yang ada dengan cara menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan Islam. Hal paling mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asas sistem pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam sistem pendidikan, seperti tujuan pendidikan dan struktur kurikulum.

4.2. Solusi Masalah-Masalah Cabang

Seperti diuraikan di atas, selain adanya masalah mendasar, sistem pendidikan di Indonesia juga mengalami masalah-masalah cabang, antara lain :

(1). Rendahnya sarana fisik,

(2). Rendahnya kualitas guru,

(3). Rendahnya kesejahteraan gutu,

(4). Rendahnya prestasi siswa,

(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,

(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,

(7). Mahalnya biaya pendidikan.

Untuk mengatasi masalah-masalah cabang di atas, secara garis besar ada dua solusi yaitu:

Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.

Maka, solusi untuk masalah-masalah cabang yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan gutu, dan mahalnya biaya pendidikan-- berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.

Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.

Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan

Page 3: solusi masalah pendidikan

kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

Karena industri hanya ada selama ada pekerja. Tanpa pekerja, tidak ada industri. Yang namanya CEO atau direktur bukanlah orang yang membuat barang di pabrik. Sejarah serikat ini menunjukkan bahwa kalau suatu kaum benar2 kompak dan menuntut haknya, tanpa mundur, mereka insya Allah akan memang. Atau minimal bisa dikatakan mereka mempunyai kekuatan untuk bernegosiasi dengan pemerintah/pengusaha supaya mendapat hasil yang saling menguntungkan daripada menguntungkan satu pihak dan sangat merugikan yang lain.

Karena Indonesia belum melewati tahap perkembangan ini (satu bagian dari perkembangan demokrasi di manca negara), maka mayoritas dari pekerja di sini belum pernah bergabung dalam suatu serikat. Karena itu, orang tua biasa tidak punya konsep ini di dalam benak mereka. Mereka tidak berfikir untuk mogok. Mereka tidak berfikir untuk turun ke jalan dengan aksi damai dan menuntut haknya. (Sering dianggap tugas mahasiswa saja).

Menurut saya, hanya cara inilah yang paling mungkin memberikan hasil yang nyata dalam waktu dekat. Kalau menunggu partai politik yang bersih dan peduli mendapatkan kekuasaan di pemerintah, maka kita harus menunggu terlalu lama.

Bayangkan saja:

Senin depan, semua orang tua di seluruh Indonesia menolak bekerja/masuk kantor (selain fungsi umum yang penting/darurat – dokter, polisi, dll.) Semua pekerja biasa yang juga orang tua, dengan rukun, tetap di rumah dan tidak bekerja. Atau sekaligus, menghadiri demo rakyat 1 juta orang di semua jalan raya di semua kota.

Tututan orang tua hanya satu: pendidikan yang layak dari pemerintah untuk semua anak bangsa sekarang juga.

Kalau tuntutan tidak diterima, bulan depan orang tua janji mogok kerja lagi, tetapi untuk 3 hari, dan seterusnya. Kerugian negara bisa berapa untuk satu hari saja? Apakah mungkin pemerintah tidak takut dan abaikan aksi seperti ini? Saya yakin tidak mungkin.

Pengusaha pasti marah besar, dan mungkin juga ada sebagian orang yang dipecat, diancam akan dipecat, atau kena hukuman yang lain. Tetapi walaupun tingkat suksesnya hanya 60%, pemerintah pasti takut pada massa yang begitu kompak. Mereka pasti takut dilengserkan oleh rakyat yang menolak pemerintah. Ini yang terjadi pada Presiden Marcos di Filipina. Dia dijtatuhkan karena orang biasa turun ke jalan dan berdiri depan tentara. Mereka menolak Marcos karena inginkan perubahan. Ternyata, tentara ikut bersimpati pada mereka dan tidak bertindak. Akhirnya Marcos kabur ke luar negeri. (Kemarin di Myanmar aksi yang sama dimulai, tetapi tentara bertindak terhadap rakyat. Sayangnya, rakyat cepat kalah dan tidak mau teruskan perjuangannya.)

Dengan tindakan seperti ini, pemerintah akan sadar bahwa masyarakat TIDAK MENERIMA kelalaian mereka di bidang pendidikan. Tetapi masalah utama adalah masyarakat Indonesia belum berani untuk ambil tindakan seperti ini (berarti masih siap menerima kelalaian pemerintah). Di sini lebih banyak orang takut pada pemerintah daripada berani ambil risiko demi masa depan anak mereka dan semua anak bangsa sekaligus. Dan tindakan seperti ini hanya bisa berhasil kalau ada rasa perjuangan bersama, di mana semua orang tua saling peduli pada yang lain.

Page 4: solusi masalah pendidikan

Saat ini, kalau anak tetangga putus sekolah, belum tentu kita peduli. Paling kita mengatakan sedih, dan tetap beli mobil baru, naik haji, bikin pesta pernikahan buat anak kita yang habiskan 200 juta, dan seterusnya. Belum ada rasa komunitas. Belum ada rasa “sama-sama punya anak, sama-sama peduli pada anak orang lain”.

Orang kaya peduli pada anak mereka saja. Mungkin orang miskin ingin mendapatkan kesempatan korupsi juga di kantor supaya anaknya bisa mendapatkan kesempatan yang sama dengan anaknya orang kaya. Tidak ada rasa komunitas. Tidak ada rasa saling peduli. Semua orang bertindak sendiri-sendiri, dan komplain sendiri-sendiri.

Kalau kita menjatuhkan beberapa tetes air mata di atas kepala pemerintah dan pejabat, kepala mereka menjadi sedikit basah dan cukup dilap dengan tisu. Lalu dilupakan. Kalau 100 juta orang tua menjatuhkan tetesan air mata mereka di atas kepala pemerintah pada saat yang sama, hasilnya adalah banjir raksasa. Mana mungkin diabaikan?

Orang tua harus bersatu dan menyusun strategi untuk melawan kebijakan pemerintah yang abaikan hak anak bangsa. Kalau tidak, tidak akan ada perubahan.

Di antara arah kebijakan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara guna mendukung ketertiban dunia. Pendidikan bermakna bagi pengembangan moral, sains dan teknologi untuk membangun masyarakat yang beradab dan bermanfaat, terampil, demokratis, damai, berkeadilan dan berdaya saing tinggi sehingga dapat mensejahterakan kehidupan manusia. Oleh sebab itu, tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran yang layak, dan pihak pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur dengan undang-undang (UUD 1945).Secara konseptual perumusan kebijakan pendidikan tidak hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pemimpipn yang mewakili anggota, tetapi opini publik (public opiniion) dan suara public (public voce) adalah merupakan teori demokrasi yang memiliki porsi sama besar yang memiliki untuk diisikan dalam perumusan kebijakan. Setiap kebijakan pendidikan terutama yang menyangkut tentang proses pembelajaran harus selalu berorientasi pada kepentingan peserta didik dan publik. Tetapi pencerminan kepentingan peserta didik dan publik dalam kebijakan pendidikan tidak mudah diaktualisasikan oleh para pembuat kebijakan. Hal ini disebabkan, karena proses pembuatan kebijakan pada esensinya tidak pernah bebas nilai (value free), sehingga berbagai kepentingan akan selalu mempengaruhi terhadap proses pembuatan kebijakan. Pada tataran inilah seringkali kepentingan peserta didik dan public menjadi terabaikan oleh kepentingan sekelompok masyarakat, misalnya kepentingan sekelompok masyarakat kapitalis lebih diutamakan oleh pemerintah dalam pengambilan kebijakaan daripada kepentingan masyarakat pada umumnya.Kondisi Pendidikan di IndonesiaPendidikan sebagai suatu sistem pencerdasan anak bangsa, dewasa ini dihadapkan pada berbagai persoalan, baik ekonomi, sosial, budaya, maupun politik. Pada arus global, kita sementara berhadapan dengan tantangan globalisasi, peniadaan sekat-sekat ideologis politik, budaya dan sebagai ny.a. Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam undang-undang No. 2/89 sistem pendidikan nasional dengan tegas merumuskan tujuannya pada Bab II, Pasal 4 yaitu mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Maksud manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Disamping itu juga memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaaan. Sebenarnya tujuan yang terdapat dalam sistem pendidikan nasional kita sudah sangat lengkap untuk membentuk anak didik menjadi pribadi utuh yang dilandasi akhlak dan budi pekerti luhur.Namun pada kenyataannya tujuan yang mulia tersebut tidak diimbangi pada tataran kebijakan

Page 5: solusi masalah pendidikan

pemerintah yang mendukung tujuan tersebut. Salah satu contoh terbukti pada kurikulum sekolah tahun 1984 yang secara eksplisit telah menghapuskan mata pelajaran budi pekerti dari daftar mata pelajaran sekolah. Oleh karena itu, aspek-aspek yang berkaitan dengan budi pekerti menjadi kurang disentuh. Hasil survey menunjukkan bahwa negeri kita bertengger dalam jajaran Negara yang paling korup di Dunia, KKN melanda di berbagai institusi, disiplin makin longgar semakin meningkatnya tindak kriminal, tindak kekerasan, anarchisme, premanisme, konsumsi minuman keras dan narkoba sudah melanda dikalangan pelajar dan mahasiswa. Masyarakat kita cenderung mengarah pada masyarakat kepentingan/patembayan (gesellschaft), nilai-nilai masyarakat paguyuban (gemeinschaft) sudah ditinggalkan yang tampak dipermukaan adalah timbulnya konflik kepentingan-kepentingan, baik kepentingan individu, kelompok, agama, etnis, politik maupun kepentingan lainnya.Dari hasil kajian pelbagai disiplin dan pendekatan, tampaknya ada kesamaan pandangan bahwa segala macam krisis itu berpangkal dari krisis akhlak atau moral. Krisis ini, secara langsung atau tidak, berhubungan dengan persoalan pendidikan. Kontribusi pendidikan dalam konteks ini adalah pada pembangunan mentalitas manusia yang merupakan produknya. Ironisnya, krisis tersebut menurut sementara pihak disebabkan karena kegagalan pendidikan agama, termasuk didalamnya pendidikan agama Islam.

Problematika Pendidikan di Indonesia dan Solusi Pemecahannya

20 Februari 2010 — Abied

Problematika Pendidikan dan Solusi Pemecahannya

PENDAHULUAN

Salah satu prasarat untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera adalah lebih di tentukan oleh sejauh mana kuwalitas sumber daya masyarakatnya. Kwalitas suatu bangsa sangat di tentukan oleh peran serta mutu pendidikan yang di pergunakan oleh bangsa tersebut. Masyarakat yang berperadaban adalah masyarakat yang berpendidikan. Dalam hal ini Muhammad Naquib al-Attas dalam konsep pendidikan Islam mengatakan, menurutnya pendidikan islam itu lebih tepat diistilahkan dengan ta’dib di bandingkan dengan istilah tarbiyah atau ta’lim, sebab dengan konsep ta’dib , pendidikan akan memberikan adabatau kebudayaan.[1] Gambaran serupa juga di kemukakan oleh seorang pendidik besar Perancis yang hidup pada sekitar abad ke-19dalam sebuah buku yang terkenal “Aqeuitient Superiorite de Anglo Saxons” (Superiornya bangsa Inggris) yang terbit tahun 1897, dalam salah satu bab terpentingnya berjudul “New Education” menyatakan: Kalau kita hendak menyimpulkan jawaban tentang persoalan masyarakat dalam suatu patah kata, maka kata itu ialah “Pendidikan”.[2] Dan sesungguhnya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat adalah bertujuan supaya membiasakan diri untuk mengantisipasi setiap peristiwa baru di dunia ini, agar manusia mampu berjuang dengan tenaganya sendiri.Menyadari beratnya tantangan perkembangan zaman ke depan ,  sistem pendidikan yang ada sekarang ini haruslah mampu menyesuaiakan diri dengan koindisi riil  dan mampu menjawab berbagai problematika yang ada di dalamnya. Problematika kehidupan yang semakin berat inilah yang menjadi beban utama pendidikan saat ini. Melalui penulisan makalah singkat ini, penulis ingin  mengungkap tentang problematika pendidikan di maksud  sekaligus mencoba mencari solusi pemecahannya.

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN

Page 6: solusi masalah pendidikan

Problematika adalah berasal dari akar kata bahasa Inggris “problem” artinya, soal, masalah atau teka-teki. Juga berarti problematic , yaitu ketidak tentuan.[3]

Tentang pendidikan banyak definisi yang berbagai macam, namun secara umum ada yang mendefinisikan bahwa ; pendidikan adalah suatu hasil peradaban sebuah bangsa yang dikembangkan atas dasar suatu pandangan hidup bangsa itu sendiri, sebagai suatu pengalaman yang memberikan pengertian, pandangan, dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan mereka berkembang.[4] Definisi pendidikan secara lebih khusus sebagaimana di kemukakan oleh Ali Saifullah,  bahwa pendidikan ialah suatu proses pertumbuhan di dalam mana seorang individu di bantu mengembangkan daya-daya kemampuannya, bakatnya, kecakapannya dan minatnya.[5]Sehingga dapat di simpulkan disini bahwa pendidikan adalah, suatu usaha sadar dalam rangka menanamkan daya-daya kemampuan , baik yang berhubungan dengan pengalaman kognitif ( daya pengetahuan), affektif ( aspek sikap) maupun psikomotorik ( aspek ketrampilan) yang dimiliki oleh  seorang individu.

Adapun yang dimaksud dengan problematika pendidikan adalah, persoalan-persoalan atau permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan. Persoalan-persoalan pendidikan tersebut menurut Burlian Somad secara garis besar meliputi hal sebagai berikut : Adanya ketidak jelasan tujuan pendidikan, ketidak serasian kurikulum, ketiadaan tenaga pendidik yang tepat dan cakap, adanya pengukuran yang salah ukur serta terjadi kekaburan terhadap landasan tingkat-tingkat pendidikan.[6]

Ketidak Jelasan Tujuan Pendidikan

Dalam undang-undang nomor 4 tahun l950, telah di sebutkan secara jelas tentang tujuan pendidikan dan pengajaran yang pada intinya, ialah untuk membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air berdasarkan pancasila dan kebudayaan kebangsaan Indonesia dan seterusnya….[7] Namun dalam kenyataan yang terjadi terhadap tujuan pendidikan yang begitu ideal tersebut belum mampu menghasilakn  manusia-manusia sebagaimana yang dimaksud dalam tumpukan kata-kata dalam rumusan tujuan pendidikan  yang ada, bahkan terjadi sebaliknya , yakni terjadi kemerosotan moral, kehidupan yang kurang demokratis, terjadi kekacauan akibat konflik di masyarakat dan lain lain, hal ini merupakan suatu indikasi bahwa tujuan pendidikan selama ini belum dikatakan berhasil, mungkin disebabkan adanya ketidak jelasan atau kekaburan dalam memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya.

Ketidak Serasian Kurikulum

Kebanyakan kurikulum yang dipergunakan di sekolah-sekolah masih berisi tentang mata pelajaran-mata pelajaran yang beraneka ragam , sejumlah jam-jam pelajaran dan nama-nama buku pegangan untuk setiap mata pelajaran.

Sehingga pengajaran yang berlangsung kebanyakan menanamkan teori-teori pengetahuan melulu, akibatnya para lulusan yang di hasilkan kurang siap pakai bahkan miskin ketrampilan  dan tidak mempunyai kemampuan untuk berproduktifitas di tengah-tengah masyarakatnya, karena muatan kurikulum yang di terima di sekolah-sekolah memang tidak di persiapkan untuk menjadikan lulusan dari peserta didik untuk dapat mandiri dimasyarakatnya.

Ketiadaan Tenaga Pendidik Yang Tepat dan Cakap.

Masih banyak di jumpainya suatu slogan yang berbunyi “tak ada rotan akarpun jadi” , menunjukkan suatu gambaran betapa rendahnya kualitas tenaga kependidikan yang ada, karena harus di pegang oleh tenaga-tenaga pendidikan yang bukan dari ahlinya. Pada hal menugaskan dan mendudukkan seseorang sebagai pendidik yang tidak di bina atau dibekalinya ilmu kependidikan dan yang bukan dalam bidangnya, sangatlah menimbulkan kerugian yang sangat besar, diantaranya terjadinya pemborosan biaya, terjadinya pemerosotan mutu hasil pendidikan, lebih jauh lagi akan mempersiapkan warga masyarakat di masa mendatang dengan pribadi-

Page 7: solusi masalah pendidikan

pribadi yang  memiliki kualitas rendah sehingga tak mampu bersaing dalam kehidupan yang serba problematis.

Adanya Pengukuran Yang Salah Ukur.

Dalam masalah pengukuran terhadap hasil belajar yang sering di sebut dengan istilah ujian atau evaluasi, ternyata dalam prakteknya terjadi ketidak serasian antara angka-angka yang di berikan kepada anak didik sering tidak obyektif , di mana pencantuman angka-angka nilai yang begitu tinggi sama sekali tidak sepadan dengan mutu riil pemegang angka-angka nilai itu. Ketika mereka di terjunkan ke masyarakat, tidak mampu berbuat apa-apa yang setaraf dengan tingkat pendidikannya. Jelasnya tanpa adanya pengukuran yang obyektif dapat di pastikan tidak akan pernah terwujud tujuan pendidikan yang sebenarnya.

Adanya Kekaburan Landasan Tingkat-Tingkat Pendidikan.

Selama bertahun-tahun nampaknya tidak ada yang meninjau kembali tentang penjenjangan tingkat pendidikan , mulai dari tingkat dasar hingga ke tingkat perguruan tinggi.Apakah hasil penjenjangan selama ini di dasarkan atas tingkat perkembangan pisik dan psikis anak didik ataukah sekedar terjemahan saja dari tingkat-tingkat pendidikan yang dipakai umum di seluruh dunia, kalau itu masalahnya , kondisi anak didik kita jelas jauh berbeda dengan kondisi negara – negara lain didunia , sehingga mustahil apabila harus diadakan persamaan. Ataukah di dasarkan atas hasil penelitian empiris, apakah benar bahwa untuk menjadi seorang yang bercorak diri bernilai tinggi itu cukup memerlukan pembinaan selama masa waktu 17 / 24 tahun. Inilah permasalahan-permasalahan di sekitar pendidikan kita yang selama ini belum diketemukan jawabannya.

SOLUSI PEMECAHAN TERHADAP PROBLEMATIKA PENDIDIKAN

Dalam menghadapi masalah ketidak jelasan tujuan pendidikan selama ini, perlu segera di rumuskan secara jelas variabel-variabel yang harus dicapai untuk masing-masing jenjang pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, dalam arti penerapan hasil secara realistis yang dapat di rasakan dampaknya di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak dalam wacana pencapaian tujuan secara idialistis.

Untuk mengatasi ketidak serasian kurikulum , perlu di hilangkan kesan adanya pengindentikan sekolah hanyalah menanamkan teori-teori ilmu melulu, perlu menghilangkan kesan bahwa pendidikan itu identik dengan pengajaran, perlu meminimalisir kekeliruan langkah dalam pembuatan kurikulum yang kurang berorientasi terhadap kondisi riil pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Demikian pula dalam mengatasi ketiadaan tenaga pendidik yang berkualitas dan yang profesional, perlu merekrut sebanyak-banyaknya tenaga – tenaga dari lulusan lembaga pendidikan dengan keharusan memiliki kecakapan menguasahi ilmu-ilmu yang di perlukan bagi pembuatan standard kualitas minimal, tenaga yang menguasai ilmu-ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan menejement pendidikanyang dapat membawa perubahan ke arah yang lebih maju.

Syarat lainnya yang harus ada pada diri pendidik minimal, memiliki kedewasaan berfikir, kewibawaan, kekuatan kepribadian, memiliki kedudukan sosial-ekonomi yang cukup, kekompakan sesama pendidik dalam satu team. Dan lain sebagainya.

Pengukuran dalam bidang pendidikan sangat menetukan  berkualitas atau tidaknya individu peserta didik, hal itu tergantung bagaimana alat ukur yang di pergunakan. Dalam kenyataannya masih banyak alat ukur yang di buat secara sembarangan tanpa melalui proses standardisasi, sehingga alat ukur tersebut tidak bisa diandalkan , karena tidak valid dan tidak reliabel.Oleh sebab itu perlu membuat alat ukur  yang valid dan reliabel , disertai dengan pemberian nilai-nilai angka seobyektif mungkin tanpa terpengaruh oleh subyektifitas dan rekayasa, hanya dengan cara pengukuran seperti inilah yang dapat menjamin mutu hasil pendidikan yang diharapkan.

Page 8: solusi masalah pendidikan

Pada akhirnya , untuk mencari solusi terhadap penjenjangan pendidikan , haruslah di dasarkan pada apa saja yang harus di bentukkan pada anak didik , perlu melakukan perhitungan secara seksana dengan melakukan experimen yang matang untuk menemukan fakta-fakta kebenaran baru dalam rangka meninjau kembali penjenjangan tingkat pendidikan yang selama ini di pedomani.