Upload
zhi-zhy-alzheyra
View
215
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
AMDAL
Citation preview
Solusi Pendugaan Dampak
1. Pada tahap prakontruksi
Bagian utama yang dibangun dari pabrik ini mencakup tempat produksi, tempat
pembuangan limbah, dan tempat pengolahan limbah. Pada tahap prakontruksi ini dapat
menimbulkan beberapa pendugaan dampak. Beberapa solusi yang disarankan untuk
menangani dampak yang kemungkinan akan timbul tersebut adalah:
a. Dampak Fisik
1) Penebangan pohon yang menimbulkan hilangnya resapan air. Untuk menangani
dampak ini, disarankan bagi pihak pemrakarsa proyek untuk terlebih dahulu menanam
pohon sebagai ganti pohon yang ditebang sebelum pembangunan pabrik dilaksanakan.
Jenis pohon besar seperti pohon peneduh dan pelindung yang memiliki sistem
perakaran kuat dan rumit, sehingga mampu menahan tanah dari bahaya longsonr dan
mampu menampung air hujan. Pemrakarsa proyek juga dapat membangun daerah
resapan air di lahan lain guna mengganti kehilangan daerah resapan air di lahan yang
digunakan sebagai pabrik.
2) Meningkatnya suhu udara dan menurunnya kelembaban udara serta terjadi perubahan
suhu dan pH tanah. Dugaan dampak ini juga terjadi karena adanya penebangan pohon.
Sehingga saran yang diusulkan adalah tetap dengan menanam pohon dan membuat
daerah hijau terlebih dahulu sebelum proyek berjalan. Penanaman pohon hendaknya
dilakukan di dareah yang tepat, sehingga dapat meng-cover daerah yang terpapar
dampak. Pemilihan pohon yang akan ditanam juga hendaknya dipilih pohon yang
merupakan pohon penaung dan pohon pelindung, atau pohon yang dapat menyerap
polusi. Selain itu juga disarankan pada pemrakarsa proyek agar selama proses
pembangunan berlangsung, hendaknya dapat menyiram tanah di sekeliling lokasi
bakal pabrik secara berkala (satu hari 2 kali atau lebih) untuk menjaga suhu dan pH
tanah.
3) Penggunaan peralatan berat (misalnya bulldozer) dengan menggunakan trailer,
menimbulkan kebisingan. Dampak kebisingan ini dapat diatasi dengan pemilihan
jadwal pengiriman material yang disesuaikan dengan aktivitas warga sekitar.
Pengiriman material hendaknya tidak dilakukan saat sore atau malam hari saat warga
sekitar sedang beristirahat dalam rumah, namun hendaknya dilakukan pagi atau siang
hari saat warga juga kebanyakan sedang beraktivitas di luar rumah (bekerja).
Sehingga warga tetap mendapatkan ketenangan selama beristirahat dan saat tidur di
rumah masing-masing. Selain itu pengangkutan material bahan bangunan hendaknya
dilakukan satu kali saja dalam satu hari (tidak berulang-ulang), misalnya di pagi hari
saja, dan diusahakan semua material yang dibutuhkan sudah ada di lokasi
pembangunan pabrik dalam sekali pengangkutan.
b. Dampak Kimia
1) Pencemaran udara berupa asap kendaraan dan pekerjaan perataan tanah (timbunan)
pada musim kemarau berpotensi menimbulkan hamburan debu dan pada musim
hujan berpotensi meningkatkan tingkat TSS pada perairan. Hamburan debu yang ada
di udara dan terbawa angin akan dihirup oleh warga. Hal tersebut dapat menyebabkan
penyakit saluran pernapasan. Untuk menangani dugaan dampak tersebut hendaknya
pemrakarsa proyek mampu menggunakan plastik atau terpal untuk menutupi material
pasir yang diangkut di atas truk terbuka, sehingga pasir tidak beterbangan dan tidak
menimbulkan debu yang dapat terhirup masyarakat sekitar. Penanaman pohon juga
disarankan agar tingkat polusi yang terjadi tidak terlalu parah dan masih terimbangi
dengan adanya pohon. Dalam dampaknya saat musim hujan terjadi, hendaknya
pemrakarsa proyek memiliki sistem penyaringan air hujan sebelum mengalir ke
sungai. Material seperti pasir yang terlarut hendaknya diendapkan terlebih dahulu
sebelum airnya dialirkan ke sungai, sehingga tidak membuat nilai TSS perairan
sekitar bakal pabrik meningkat.
2) Pekerjaan konstruksi juga banyak dilakukan menggunakan alat-alat yang
menggunakan tenaga diesel, dan dalam pelaksanaannya bisa menimbulkan asap.
Penggunaan mesin dengan bahan bakar diesel hendaknya dilakukan di lokasi yang
cukup jauh dari pemukiman warga, dan dilakukan saat malam hari, sehingga tidak
banyak warga yang berpotensi menghirup asap yang dihasilkan. Namun sebelum
menggunakan mesin diesel pada malam hari hendaknya pemrakarsa proyek telah
menanam pohon penaung dalam jumlang yang cukup, karena pohon penaung mampu
menyerap suara sehingga relatif dapat menghindarkan warga dari kebisingan selama
mesin diesel beroperasi. Selain itu, kesehatan tenaga kerja yang terlibat dalam proses
pembangunan juga harus diperhatikan. Disarankan bagi pemrakarsa proyek agar
setiap tenaga kerja yang terlibat atau berada di sekitar lokasi pembangunan dan mesin
diesel untuk menggunakan masker agar tidak terlalu banyak menghirup polutan yang
dihasilkan.
c. Dampak Biologi
1) Pembangunan pabrik kulit akan berdampak pada fauna dan flora yang ada disekitar
area lahan pabrik. Penebangan pohon sekaligus akan berpengaruh terhadap faunanya
karena kehilangan habitatnya. Dalam mengatasi dampak ini, disarankan pada
pemrakarsa proyek untuk melakukan penanaman pohon pengganti bagi pohon-pohon
yang ditebang. Pohon baru yang ditebang diharapkan dapat menjadi habitat baru bagi
hewan-hewan terutama serangga yang memang sejak awak berada di lokasi bakal
pabrik. Selain itu, usaha konservasi untuk hewan langka yang habitatnya berada di
lokasi bakal pabrik juga dapat dilakukan. Usaha tersebut dapat dilakukan di lokasi
lain dan tidak harus berada di lokasi bakal pabrik.
2. Tahap pasca konstruksi
Pada tahap pasca kontruksi dugaan pencemaran yang akan terjadi adalah pada
lingkungan di sekitar pabrik misalnya sungai, secara jangka panjang. Dan dikhawatirkan akan
menimbulkan dampak kerusakan lingkungan di sekitar pabrik.
a. Dampak Fisik
1) Dampak nyata yang ditimbulkan dari proses produksi pabrik kulit berasal dari limbah
cair yang akan dibuang ke sungai yang berada di belakang pabrik. Limbah cair yang
dihasilkan dari produksi pabrik kulit akan menimbulkan perubahan warna, bau,
sekaligus rasa perairan sungai yang dialiri. Bau yang menyengat akibat bahan yang
digunakan adalah bahan dari makhluk hidup yang dapat membusuk. Guna mengatasi
dugaan dampak yang terjadi yaitu pada warna, bau, dan rasa perairann tempat limbah
dibuang, disarankan agar pemrakarsa proyek menggunakan protokol standar Instalasi
Pengolahan Air Limbah khusus pabrik kulit yang telah ada. IPAL untuk pabrik kulit
yang telah tersandarisasi dapat merujuk pada unit IPAL pabrik penyamakan kulit PT.
Adhi Satya Abadi (ASA), Yogyakarta.
2) Penggunaan tenaga mesin selama proses operasi yang berpotensi menimbulkan suara
bising. Kebisinngan ini terutama akan dirasakan oleh warga yang tinggal disekitar
pabrik. Untuk mengatasi dampak kebisingan akibat suara mesin yang beroperasi,
hendaknya mesin yang digunakan untuk beroperasi menggunakan mesin yang telah
sesuai dengan standar yang ada, sehingga tidak terlalu menimbulkan kebisingan.
Selain itu lebih baik dalam prosesnya, mesin yang digunakan diletakkan di sebuah
ruang khusus yang telah dilengkapi bahan peredam suara di sekelilingnya, berada jauh
di dalam pabrik, dan lokasinya terhalang oleh jajaran pohon yang telah ditanam
3) Proses pengangkutan bahan baku pembuatan kulit dengan menggunakan truk juga
akan menimbulkan kebisingan. Untuk menghindarkan warga dari kebisingan akibat
pengangkutan bahan baku atau material pokok, hendaknya pengangkutan bahan baku
dilakukan saat pagi atau siang hari saat warga umumnya sedang berada di luar rumah
untuk beraktivitas. Selain itu pengangkutan bahan hendaknya dilakukan satu kali saja
dalam satu hari (tidak berulang-ulang), sehingga tidak mengganggu masyarakat
sekitar dengan kendaraan besar yang “bersliweran” di lokasi pabrik berulangkali.
b. Dampak Kimia dan Dampak Biologi
1) Pembuangan limbah cair dari hasil produksi dan zat-zat kimia yang terkandung di
dalam limbah cair pabrik kulit ke sungai akan berpengaruh terhadap faktor kimia dari
perairan tersebut, diantaranya yaitu kandungan COD yang tinggi dan tahan terhadap
oksidasi biologis. Karena COD dan BOD tinggi, maka DO rendah yang akan
mempengaruhi kualitas dari perairan. Hal tersebut akan berdampak pada ekosistem
perairannya yaitu mulai dari keracunan yang dapat menyebabkan kematian secara
besar-besaran, termasuk dapat membunuh organisme perairan sungai seperti ikan, dan
tumbuhan air. Untuk mengatasi dugaan dampak meningkatnya COD dan BOD serta
kematian organisme sungai, hendaknya pemrakarsa proyek memiliki sistem IPAL
yang terstandarisasi. Dimana di dalamnya mencakup proses pemisahan material,
pengendapan padatan terlarut, penstabilan asam-basa, filter biologis dan kimia
(pengendapan mineral berbahaya), penggumpalan, penyerapan karbon, pertukaran
ion, dan tahapan lain yang telah distandarkan. Hasil filtrasi menggunakan unit IPAL
khusus ini akan terbentuk lumpur, dimana lumpur tersebut masih perlu diolah lebih
lanjut sebelum dibuang ke lingkungan sekitar. Lumpur yang dihasilkan harus
melewati proses-proses lain sebelum akhirnya dapat dibuang ke lingkungan.