32
GERAI INFO EDISI 68 TAHUN VII/2017

SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

  • Upload
    vobao

  • View
    224

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

1

SOROT

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

GE

RA

I IN

FO E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

Page 2: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

2

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17DAFTAR ISI

Penanggung Jawab: Agusman | Pemimpin Redaksi: Arbonas Hutabarat | Redaksi Pelaksana: Edhie Haryanto,

Wahyu Indra Sukma, Mirza Afifa, Surya Nanggala, Any Ramadhaningsih, Yadi Yuhardinata, Shomita F Insany

Kontributor: Fyman Hadaita, Dendi, Astrid Mardagiono, Ida Julianingsih, Iril Pramadhana Waty, Yusi Rahima

Alamat Redaksi: Departemen Komunikasi Bank IndonesiaJl. M. H. Thamrin No. 2 Jakarta

Telp. Contact Center: (021) 131, e-mail: [email protected], www.bi.go.id

Konsultan: Republika

Bank Indonesia@bank_indonesiabank_indonesiaBank Indonesia Channel

03 | SALAM

04 | EDITORIAL

10 | SOROT14 | SOROTPelajaran Berharga dari Krisis Ekonomi

16 | KLIKSatu Gerbang untuk Semua Pembayaran

20 | GEMAIMF-WB Annual Meetings 2018, Perjalanan Panjang Si Tuan Rumah

24 | POTRETAktif Melakukan Sosialisasi

27 | SOSOKPerlu Sosialisasi Lebih Intensif

5%Angka Pertumbuhan Kredit Properti 2015

Redaksi menerima kiriman naskah melalui e-mail: [email protected]. Redaksi berhak mengubah tulisan

sesuai dengan kepentingan GeraiInfo

8 | SOROT

Memahami Kebijakan Makroprudensial

Pengawasan Hingga ke Daerah

Tangkis Risiko dengan LTV

06 | SOROT

Page 3: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

3

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

SALAM

Penanggung Jawab: Agusman | Pemimpin Redaksi: Arbonas Hutabarat | Redaksi Pelaksana: Edhie Haryanto,

Wahyu Indra Sukma, Mirza Afifa, Surya Nanggala, Any Ramadhaningsih, Yadi Yuhardinata, Shomita F Insany

Kontributor: Fyman Hadaita, Dendi, Astrid Mardagiono, Ida Julianingsih, Iril Pramadhana Waty, Yusi Rahima

Krisis keuangan yang terjadi pada 1997 dan 1998 mengguncang banyak negara di Asia, termasuk Indonesia. Kendati berdampak sangat besar, sesungguhnya krisis tersebut menjadi pengalaman berharga bagi kita.

Maka, ketika krisis keuangan global yang dipicu oleh kegagalan produk subprime mortgage di Amerika Serikat pada 2007 dan 2008, kita mampu lebih siap menghadapinya. Dari pengalaman menghadapi krisis demi krisis itulah, kita juga mengenal istilah makroprudensial yang menjadi amat populer di sektor keuangan.

Istilah itu pula yang menjadi pembahasan dalam majalah Gerai Info edisi 68 kali ini. Pembaca diajak untuk mengenali makna makroprudensial dan pengaruhnya dalam kebijakan pemerintah di rubrik Sorot.

Misalnya, pembahasan tentang kebijakan makroprudensial dan perbedaannya dengan kebijakan mikroprudensial. Boleh dibilang makroprudensial hadir lantaran kebijakan mikroprudensial dirasa tidak cukup untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan.

Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya Bank Indonesia sebagai otoritas makroprudensial yang memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.

Dalam artikel lain, pembaca kembali diajak mengenali istilah Countercyclical Buffer (CCB). Secara singkat bisa dikatakan CCB merupakan kebijakan yang bertujuan untuk meredam perilaku agresif perbankan dalam menyalurkan kredit. Dengan adanya kebijakan ini, bank dapat meminimalisasi kerugian apabila kredit macetnya meningkat saat ekonomi memburuk.

Tidak hanya terfokus di pusat pemerintahan, upaya untuk menstabilkan sistem keuangan juga menjangkau hingga ke daerah. Dalam hal ini, Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) Bank Indonesia yang memiliki peran penting dalam melaksanakan kegiatan pengawasan makroprudensial di tingkat regional.

Ada istilah Regional Financial Surveillance (RFS) terkait pengawasan hingga ke daerah. Ini merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi riset hingga koordinasi untuk memantau risiko yang mempengaruhi perekonomian dan stabilitas keuangan daerah. Selanjutnya, agar lebih mudah dipahami, kami pun menampilkan infografis tentang seluk-beluk kebijakan makroprudensial di Indonesia.

Berbagai strategi dan langkah yang ditempuh Bank Indonesia tersebut tentu saja tidak akan berhasil tanpa menggandeng sejumlah pihak terkait. Memetik hikmah dari krisis keuangan global, kita pun dapat lebih bijaksana dan berhati-hati ketika mengantisipasi kemungkinan adanya ancaman krisis yang berulang. Semuanya tentu bermuara pada stabilitas sistem keuangan di Tanah Air. n

Berhati-hati Setelah Krisis

Page 4: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

4

EDITORIAL

Krisis ekonomi yang terjadi di Asia pada 1997/1998 menjadi momentum penting bagi Indonesia. Lantaran itu, Indonesia memulai pendekatan makroprudensial sebagai bagian dari pemulihan ekonomi dari krisis yang disebabkan oleh jatuhnya sektor keuangan tersebut.

Pelajaran itu juga yang diambil oleh negara-negara maju setelah sektor keuangan mereka digoyang oleh krisis yang terjadi secara global. Setelah itu, istilah makroprudensial pun kemudian semakin mengemuka dan menjadi populer. Ini lantaran krisis keuangan tersebut terjadi lantaran belum diterapkannya kebijakan makroprudensial yang efektif di negara maju. Yaitu kebijakan yang berkaitan dengan dinamika di sektor keuangan yang bersumber dari interaksi antara makro ekonomi dan mikro ekonomi.

Kebijakan makroprudensial juga yang membuat Indonesia bisa bertahan dengan lebih baik pada krisis global 2007/2008 yang dipicu oleh kegagalan produk subprime mortgage di Amerika Serikat. Dengan kebijakan mikroprudensial dan makroprudensial yang dikeluarkan Bank Indonesia, negara kita sudah lebih siap dengan berbagai langkah yang dapat menahan pemburukan kondisi ekonomi dan sistem keuangan di dalam negeri.

Hal tersebut bisa terjadi lantaran kebijakan makroprudensial berfokus pada interaksi antara lembaga keuangan, pasar, infrastruktur, dan ekonomi yang lebih luas, termasuk pengukuran potensi risiko ke depan. Tujuannya, untuk mencegah risiko sistemik yang disebabkan oleh kondisi makroekonomi. Ini gambaran betapa pentingnya kebijakan makroprudensial bagi perekonomian negara.

Di Indonesia, peran terkait kebijakan makroprudensial menjadi tanggung jawab dari Bank Indonesia. Sebagai otoritas pemegang mandat makroprudensial, Bank Indonesia selalu ada dalam setiap upaya pencegahan krisis.

Memang, apa yang dilakukan Bank Indonesia sebatas menjaga agar sistem keuangan negara terus berada dalam kondisi stabil. Bank Indonesia pun terus berupaya agar krisis yang pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya tidak terjadi pada hari mendatang. Untuk itu juga selama ini Bank Indonesia terus mempelajari situasi dan kondisi perekonomian terkini di negara-negara lain. Sehingga kalau pun negara kita kembali merasakan krisis, maka dengan kebijakan-kebijakan yang telah dijalankan, Bank Indonesia dapat lebih siap untuk menghadapinya. n

Menjaga dengan MakroprudensialAgusman Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia

Bank Indonesia terus mempelajari situasi dan kondisi perekonomian terkini di negara-negara lain.

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

Page 5: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

5

Q: Mohon informasinya terkait nilai FTV Pembiayaan properti untuk rumah tapak di bawah 70m2 (fasilitas pertama). brp nilai FTV yang bisa didapatkan oleh nasabah, apakah ma-ksimum 85% atau 90%? mengacu kpd PBI 18/16/PBI/2016 atas informasinya kami ucapkan terima kasih.

Ridwan

A: Terima kasih telah mengirimkan email kepada Bank Indonesia. Sehubungan dengan email Saudara terkait PBI 18/16/PBI2016, dapat kami sampaikan bahwa Penyesuaian rasio dan tiering FTV untuk Pembiayaan Properti (PP) untuk fasilitas ke-1, fasilitas ke-2, fasili-tas ke-3 dan seterusnya paling besar :

1. Rumah Tapak Tipe <70 (Tipe 22-70) : Fasilitas PP 1 (Pertama) 90% Fasilitas PP 2 (Kedua) 90% Fasilitas PP 3 (Ketiga, dst) 85%2. Penyesuaian persyaratan untuk

penggunaan rasio FTV untuk PP

sebagaimana dimaksud pada angka 1 sehingga menjadi sebagai berikut :

• Rasio Pembiayaan bermasalah dari total Pembiayaan secara bersih (net) kurang dari 5% (lima persen); dan

• Rasio PP bermasalah dari total PP secara bruto (gross) kurang dari 5% (lima persen

3. Bagi Bank yang tidak memenuhi persyaratan sebgaimana dimaksud pada angka 2 maka rasio FTV untuk PP paling besar :

Rumah tapak Tipe <70 (22-70) :Fasilitas PP 1 (pertama) 58%Fasilitas PP 2 (Kedua) 80%Fasilitas PP 3, dst (Ketiga) 70%)

Pengaturan lebih lanjut menegenai PP dan KP (Kredit Properti) telah diatur lebih lanjut pada Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) 18/19/Dkmp. Silahkan Saudara mempela-jari SEBI yang dapat diunduh pada website resmi Bank Indonesia Menu Peraturan > Pencarian Peraturan > masukkan nomor peraturan.

INTERAKSI

FTV Pembiayaan Properti

E

DIS

I 6

7 T

AH

UN

VII

/20

17

Page 6: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

6

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17SOROT

Setelah peran pengawasan instansi keuangan diberikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2013, sejumlah pertanyaan pun mencuat. Apakah peran Bank Indonesia? Apakah hanya sebagai pemangku kebijakan

moneter serta sistem pembayaran dan peredaran uang Rupiah? Jawabannya, tentu tidak. Bank Indonesia juga mempunyai peran di bidang stabilitas sistem keuangan (makroprudensial).

Lalu, apa beda kebijakan makroprudensial dan kebijakan mikroprudensial? Ada perbedaan mendasar dari keduanya. Kebijakan mikroprudensial berfokus pada tingkat kesehatan institusi keuangan untuk mencegah instabilitas akibat munculnya kerugian yang ditanggung oleh institusi tersebut. Pada akhirnya, bertujuan untuk memberikan perlindungan konsumen.

Sementara, kebijakan makroprudensial lebih fokus pada interaksi antar lembaga keuangan, pasar, infrastruktur, dan ekonomi yang lebih luas, termasuk pengukuran potensi risiko ke depan.

Dengan kata lain, kebijakan mikroprudensial bertujuan untuk mencegah risiko sistemik yang disebabkan tekanan pada suatu institusi keuangan, sedangkan kebijakan makroprudensial bertujuan untuk mencegah risiko sistemik yang disebabkan oleh kondisi makroekonomi.

Lantas, mengapa makroprudensial penting? Ini karena kebijakan mikroprudensial dirasa tidak cukup untuk mengatasi risiko yang mungkin dialami institusi keuangan. Padahal, ini dapat berdampak

Jodhi Satyagraha BoedionoAnalis Kebijakan Makroprudensial

Memahami Kebijakan Makroprudensial

6

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

Page 7: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

7

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

Jodhi Satyagraha BoedionoAnalis Kebijakan Makroprudensial

Memahami Kebijakan Makroprudensial

Penerapan kebijakan makroprudensial diperlukan koordinasi yang kuat oleh seluruh otoritas terkait.

7

SOROT

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

pada krisis sistem keuangan karena memiliki dampak yang kuat dan luas, bahkan dapat menjalar ke sektor lain (spillover effect). Sementara, jika Bank Indonesia hanya fokus menangani kebijakan moneter yang terkait pada kestabilan harga, maka tidak dapat secara langsung menjangkau permasalahan di industri keuangan.

Para pemimpin negara G20 pun menganggap bahwa kebijakan mikroprudensial dan moneter tidak cukup untuk mencegah risiko sistemik pada sektor keuangan. Pada pertemuan di Seoul, Korea Selatan, pada 2010, mereka meminta kepada International Monetary Fund (IMF), Financial Stability Board (FSB), dan Bank for International Settlement (BIS) untuk mengembangkan kerangka kebijakan makroprudensial sebagai pelengkap kebijakan mikroprudensial dan moneter.

Bauran kebijakanKendati begitu, terkadang kebijakan

makroprudensial tidak selalu searah atau memiliki konsekuensi terhadap tujuan kebijakan lain. Karena itulah diperlukan koordinasi dengan otoritas pemangku kebijakan lain untuk membuat bauran kebijakan yang baik.

Misalnya, pada kondisi penyaluran kredit sudah berlebihan, kebijakan

makroprudensial akan memformulasikan tambahan persyaratan minimum permodalan bank yang mendorong mereka untuk mengurangi penyaluran kredit yang berlebihan (Countercyclical Capital Buffer atau CCB). Penerapan CCB terkadang berdampak pada pemenuhan target penyaluran kredit sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB) yang menjadi lingkup kebijakan mikroprudensial.

Contoh lain, pada saat suku bunga ditetapkan lebih rendah atau kebijakan pelonggaran moneter diambil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ternyata dapat memicu terjadinya penggelembungan harga properti yang berlebihan. Kebijakan makroprudensial dapat diformulasikan dengan meningkatkan besaran down payment (DP) rumah sehingga dapat menekan kenaikan harga properti.

Selain itu, terkadang terdapat kebijakan insentif pajak dari pemerintah sehingga perusahaan dapat lebih leluasa mengembangkan usaha dengan meningkatkan utang (leverage). Namun, untuk mengurangi potensi risiko, kebijakan makroprudensial menuntut batasan tertentu dalam berutang dengan mempertimbangkan pendapatan perusahaan. n

Page 8: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

8

SOROT

Ketika akan membeli rumah atau berencana memiliki kendaraan bermotor, kita biasanya akan berhadapan dengan masalah pembiayaan. Entah itu

masalah kredit pemilikan rumah atau pembayaran uang muka (down payment). Dari urusan pembiayaan inilah, muncul istilah Loan to Value (LTV) bagi bank konvensional atau Financing to Value (FTV) untuk bank syariah.

Kehadiran LTV/FTV tersebut mulai mencuat pada krisis keuangan global pada 2008 yang dipicu oleh masalah peningkatan harga yang tidak wajar pada sektor properti di Amerika Serikat. Krisis tersebut menjadi pelajaran berharga bagi kita bahwa sektor properti ternyata terkait erat dengan sektor keuangan. Selain itu, pada periode 2010-2011 terjadi pertumbuhan KPR sangat tinggi dan melebihi pertumbuhan total kredit yang diikuti peningkatan harga properti yang signifikan.

Biasanya, ketika kondisi ekonomi berada dalam fase yang meningkat, kita akan berlomba-lomba untuk melakukan perilaku ambil risiko dengan harapan akan mendapatkan adanya imbal hasil yang besar. Sebaliknya, ketika kondisi ekonomi sedang melemah, kita akan cenderung menahan ekspansi, mengurangi risiko termasuk menahan pengambilan kredit/pembiayaan. Situasi inilah yang berusaha diantisipasi dengan LTV/FTV.

Lantas, apa yang dimaksud LTV atau FTV? Rasio LTV/

Tangkis Risiko dengan LTV

5%Angka Pertumbuhan Kredit Properti 2015

Khairani Syafitri Analis Kebijakan Makroprudensial

Page 9: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

FTV adalah persentase atau nilai kredit/pembiayaan maksimal yang dapat diberikan oleh bank terhadap nilai agunan berupa properti pada saat pemberian kredit atau pembiayaan. Dengan kata lain rasio LTV/FTV ini membandingkan kemampuan bank dalam memberikan pinjaman kredit kepada nasabah yang berencana memiliki properti. Karena itulah rasio kredit/pembiayaan erat kaitannya dengan apa saja yang berhubungan dengan properti.

Misalnya LTV/FTV ditetapkan sebesar 80 persen, maka uang muka kendaraan bermotor atau properti dipatok 20 persen. Sedangkan, jika LTV/FTV diubah menjadi 70 persen berarti uang muka sebesar 30 persen. Dengan perubahan LTV/FTV inilah diharapkan dapat menekan lonjakan harga properti dan kendaraan bermotor yang berlebihan sehingga dapat meminimalisasi potensi terjadinya krisis.

Di sisi lain Bank Indonesia juga dapat mengubah LTV/FTV dari 80 persen menjadi 90 persen. Dengan begitu masyarakat lebih mudah untuk mendapatkan kredit properti dan kendaraan mengingat uang muka yang diperlukan turun dari 20 persen menjadi 10 persen. Langkah ini dilakukan bank sentral jika diperlukan tindakan untuk mendorong pertumbuhan di sektor properti dan kendaraan bermotor.

Dengan begitu LTV/FTV menjadi salah satu instrumen Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas keuangan negara sekaligus alat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. n

9

SOROT

5%Angka Pertumbuhan Kredit Properti 2015

Khairani Syafitri Analis Kebijakan Makroprudensial

LTV/FTV menjadi salah satu instrumen Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas keuangan negara sekaligus alat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Page 10: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

10

SOROT

ED

ISI

68

TA

HU

N V

II/2

017

E

DIS

I 6

7 T

AH

UN

VII

/20

17

Maulana Harris MuhajirPeneliti Kebijakan Makroprudensial

Meredam Agresivitas dengan CCB

Syahdan, seorang raja Mesir bernama Kiftiri bermimpi ada tujuh sapi gemuk dimakan tujuh sapi kurus, kemudian dia juga melihat tujuh tangkai gandum yang bernas berganti dengan tujuh tangkai gandum yang kering. Sang raja sangat penasaran dengan apa yang terkandung di dalam mimpinya, kemudian ia

memanggil Nabi Yusuf as yang saat itu terkenal mampu menafsirkan mimpi. Kepada sang raja, Nabi Yusuf as mengatakan bahwa Mesir akan mengalami

musim paceklik yang berkepanjangan. Oleh karena itu sang nabi pun memberi saran kepada raja agar ketika musim subur hendaknya hasil panen dikelola dan dihemat dengan baik, sehingga ketika musim kering tiba, rakyat Mesir akan punya persediaan makanan yang cukup. Ratusan tahun kemudian, falsafah yang disarankan sang nabi itu dinamakan perilaku kontra-siklikal (countercyclical).

Perilaku kontra-siklikal merupakan antonim dari kata pro-siklikal. Pro-siklikal adalah perilaku yang cenderung mengikuti sebuah siklus, sehingga menimbulkan kecenderungan perbuatan yang berlebihan dan berpotensi menimbulkan hal yang buruk. Bukankah kita selalu diingatkan di dalam kitab suci bahwa perbuatan yang berlebihan itu tidak baik?

Siklus yang dimaksud adalah siklus ekonomi atau siklus bisnis yang biasanya melambangkan fase pertumbuhan ekonomi suatu negara dalam kondisi menanjak atau situasi menurun. Di dalam industri keuangan, jamak terjadi apabila ekonomi meningkat lantas diiringi perilaku para pelaku industrinya yang jor-joran menyalurkan kredit namun cenderung abai dalam memperhatikan prinsip kehati-hatian. Ekses yang dikhawatirkan dari perbuatan itu adalah meledaknya kredit macet ketika kondisi ekonomi sedang dalam fase menurun.

Minimalisasi kerugianBank Indonesia selaku otoritas yang memegang

mandat makroprudensial sebagai penjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia kemudian mengeluarkan sebuah kebijakan untuk mengantisipasi terjadinya perilaku pro-

Page 11: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

11

SOROT

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

siklikal tersebut. Beleid itu bernama Countercyclical Buffer (CCB). Beleid ini aktif sejak 1 Januari 2016 dan diberlakukan bagi seluruh bank di Indonesia, konvensional maupun syariah melalui peraturan Bank Indonesia No. 17/22/PBI/2015 tentang Kewajiban Pembentukan Countercyclical

Buffer.CCB bertujuan untuk meredam

perilaku agresif perbankan dalam menyalurkan kredit.

Mekanismenya, ketika kondisi siklus ekonomi sedang

naik, bank menyiapkan tambahan modal yang

akan digunakan ketika siklus ekonomi

menurun. Hal ini

membuat bank dapat meminimalisasi kerugian apabila kredit macetnya meningkat saat ekonomi memburuk, yang kemudian diikuti dengan pembayaran kredit kepada bank tersendat. Selain itu, bank dapat memakai cadangan modal tersebut untuk tetap menyalurkan kredit kepada masyarakat sehingga fungsi intermediasi bank tetap stabil.

Rate atau persentase CCB ditetapkan dalam kisaran 0% – 2,5% dari aset tertimbang menurut risiko (ATMR) masing-masing bank. Setiap tahun, Bank Indonesia akan melakukan evaluasi rate tersebut sebanyak dua kali. Hasil evaluasi tersebut akan menjadi dasar penetapan besaran dan waktu pemberlakuan CCB. Apabila diperlukan, BI akan menentukan pembentukan CCB paling cepat enam bulan dan paling lambat 12 bulan sejak

ditetapkan. Sebaliknya, apabila rate diturunkan, maka bank dapat melakukan saat itu juga.

Hingga saat ini kebijakan CCB yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia masih di angka 0%. Hal ini wajar mengingat kondisi ekonomi masih dalam tren perlambatan, selain itu

didukung dengan fakta angka pertumbuhan kredit yang di bawah dua digit. Dengan

kebijakan ini, diharapkan bank tetap dapat menjalankan fungsi intermediasinya secara optimal

tanpa perlu menyisihkan sebagian modalnya. n

CCB bertujuan untuk meredam perilaku agresif perbankan dalam menyalurkan kredit.

Page 12: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

12

Meski peran pengaturan dan pengawasan mikroprudensial beralih ke Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia tetap memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas

sistem keuangan. Maka, Bank Indonesia pun mengemban mandat

untuk mengatur dan melakukan pengawasan makroprudensial. Kebijakan makroprudensial sendiri memiliki tiga tujuan utama. Tujuan pertama adalah mencegah dan mengurangi risiko sistemik yang merupakan potensi instabilitas akibat terjadinya gangguan yang menular pada sebagian atau seluruh sistem keuangan.

Risiko sistemik perlu dicegah karena tekanan pada suatu institusi keuangan dapat berdampak hebat akibat memiliki keterkaitan yang kuat dan luas, bahkan dapat merambah hingga sektor lain.

Sedangkan, tujuan kedua adalah mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas. Hal ini terlihat dari terciptanya penyaluran kredit yang optimal untuk pembiayaan perekonomian. Selanjutnya,

Pengawasan Hingga ke Daerah

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

Khairani Syafitri Analis Kebijakan Makroprudensial

SOROT

Page 13: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

13

meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan menjadi tujuan ketiga.

Seiring dengan semakin terkoneksinya pelaku di sistem keuangan maka ketidakseimbangan di suatu sektor dapat dengan mudah ditransmisikan ke sektor lainnya baik secara nasional maupun daerah. Hal ini menyebabkan risiko yang dihadapi daerah semakin kompleks, sehingga peran daerah semakin penting dalam mewujudkan stabilitas sistem keuangan.

Oleh karena itu, Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) Bank Indonesia juga berperan penting dalam melaksanakan kegiatan monitoring dan pengawasan makroprudensial, di antaranya mengumpulkan data untuk mengawasi dan memonitor potensi risiko sistemik.

Pemantauan perkembangan kondisi sistem keuangan dapat dilakukan terhadap bank, perusahaan induk, perusahaan afiliasi, dan perusahaan anak dari bank, yang dinilai dapat menimbulkan risiko yang signifikan terhadap bank atau yang berpotensi memberikan dampak sistemik.

Pemantauan terhadap korporasi dilakukan dengan memantau kinerja korporasi yang memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor keuangan. Sementara, pemantauan terhadap rumah tangga dilakukan dengan memonitor

perilaku konsumen dan investor sistem keuangan dalam unit terkecil.

RFSUntuk menjaga Stabilitas Sistem

Keuangan, Bank Indonesia juga melakukan kegiatan Regional Financial Surveillance (RFS). Ini merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi riset, asesmen, dan koordinasi terkait risiko yang mempengaruhi perekonomian dan stabilitas keuangan daerah dalam rangka mendukung Stabilitas Sistem Keuangan.

Kegiatan RFS dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip utama yaitu berdasarkan riset, berorientasi ke depan, dan tata kelola yang baik. Pelaksanaan RFS mencakup asesmen/pengawasan, riset dan kajian tematik SSK, serta koordinasi dengan pemangku kepentingan internal maupun eksternal.

Lingkup pelaksanaan RFS dilaksanakan sesuai dengan kewenangan dan kompleksitas masing-masing KPwDN. Dengan aktivitas ini, diharapkan pengawasan hingga ke daerah tetap terjaga demi stabilnya sistem keuangan sekaligus mendukung pembangunan ekonomi daerah yang inklusif dan berkesinambungan. n

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

Risiko yang dihadapi daerah semakin kompleks, sehingga peran daerah semakin penting dalam mewujudkan stabilitas sistem keuangan.

SOROT

Page 14: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

Pelajaran Berharga dari Krisis Ekonomi

14

SOROT

Pengalaman adalah guru terbaik dalam kehidupan. Krisis ekonomi pada 1997/1998 dan 2008 boleh jadi merupakan pengalaman

pahit yang pernah dialami Indonesia. Bagaikan musibah yang datang tiba-tiba, krisis tersebut juga telah menimbulkan dampak ekonomi dan sosial yang sangat besar. Waktu yang diperlukan agar perekonomian pulih kembali tidaklah singkat. Namun, dari krisis itu pula kita belajar akan pentingnya Stabilitas Sistem Keuangan.

Dalam sistem keuangan terdapat berbagai pelaku baik dari institusi keuangan yaitu perbankan dan Institusi Keuangan Non Bank (IKNB) serta pelaku dari pasar keuangan. Ada pula korporasi dan rumah tangga. Para pelaku dalam sistem keuangan tersebut masing-masing memiliki tujuan dan cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuannya.

Sebagaimana halnya dengan sistem transportasi, jika tidak dimonitor dan diatur dengan cermat, maka terdapat potensi terjadinya kecelakaan yang berbuntut kelumpuhan sistem transportasi secara total. Hal inilah yang akan menimpa sistem keuangan ketika krisis terjadi. Maka, Bank Indonesia sebagai otoritas makroprudensial memegang peranan penting dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan.

Peran regulatorPerlu disadari bahwa terjaganya

Stabilitas Sistem Keuangan di Indonesia bukanlah hal yang dapat dicapai tanpa usaha. Bank Indonesia bersama dengan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) selalu melakukan upaya terbaiknya dalam

Zulfia Fathma SuhairiniAnalis Kebijakan Makroprudensial

Page 15: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

SOROT

menjaga stabilitas sistem keuangan.Terbitnya Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan

Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) pada April 2016 lalu telah menjadi landasan hukum yang solid atas langkah pencegahan dan penanganan krisis yang harus dilakukan oleh setiap otoritas terkait.

Sebagai otoritas pemegang mandat makroprudensial, Bank Indonesia selalu ada dalam setiap upaya pencegahan krisis melalui penerapan kebijakan makroprudensial yang terkait dengan manajemen likuiditas. Misalnya dengan pemberian Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) bagi bank yang masih sehat namun mengalami masalah likuiditas sementara.

Pemberian PLJP tersebut juga merupakan bentuk penerapan fungsi Bank Indonesia sebagai Lender of the Last Resort. Berbagai kebijakan makroprudensial lainnya seperti penerapan Loan/Financing to Value (LTV/FTV), Countercyclical Capital Buffer (CCB) dan pengaturan Giro Wajib Minimum yang dikaitkan dengan Loan to Funding Ratio (GWM LFR) juga ditujukan untuk mengurangi potensi risiko sistemik.

Meski demikian, pengalaman juga mencatat bahwa krisis dapat terjadi tiba-tiba dan dapat muncul dari sumber yang tidak terduga, baik dari faktor internal maupun eksternal sistem keuangan itu sendiri.

Kita memang tidak berharap bahwa Indonesia akan mengalami krisis lagi. Akan tetapi jika memang terjadi maka setidaknya kali ini Indonesia lebih siap dalam menghadapinya. Bank Indonesia yang bergandengan erat dengan otoritas lain dalam KSSK pun berupaya semaksimal mungkin dalam menangani krisis demi terwujudnya stabilitas sistem keuangan. n

Bank Indonesia selalu ada dalam setiap upaya pencegahan krisis melalui penerapan kebijakan makroprudensial.

15

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

Page 16: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

16

KLIK

Satu Gerbang untuk Semua Pembayaran

Aswin GantinaAsisten Direktur Departemen Komunikasi

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

Page 17: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

17

KLIK

Mengawali Desember 2017, Bank Indonesia secara resmi meluncurkan sistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN)

sebagai bagian dari rangkaian roadmap e-commerce. Ini merupakan upaya Bank Indonesia dalam meningkatkan pelayanan terhadap sistem perbankan Indonesia, salah satunya di bidang sistem pembayaran. Karena sistem pembayaran merupakan salah satu kegiatan perbankan yang sangat dekat dengan keseharian masyarakat. GPN merupakan suatu sistem yang mengintegrasikan berbagai kanal pembayaran dalam memfasilitasi transaksi elektronik.

Terdapat tiga sasaran utama dalam implementasi GPN, yakni pertama, menciptakan ekosistem dari sistem pembayaran yang saling interkoneksi, interoperabilitas, dan mampu melaksanakan pemrosesan transaksi yang mencakup otorisasi, kliring, dan setelmen secara domestik. Kedua, meningkatkan perlindungan konsumen antara lain melalui pengamanan data transaksi nasabah dalam setiap transaksi. Ketiga, meyakinkan ketersediaan dan integritas data transaksi sistem pembayaran nasional guna mendukung efektivitas transmisi kebijakan moneter, efisiensi,

intermediasi dan ketahanan sistem keuangan. Untuk mencapai sasaran

tersebut, Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/8/PBI/2017 tanggal 21 Juni 2017 dan Peraturan Anggota Dewan

Gubernur No. 19/10/PADG/2017 tanggal 20 September 2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional.

Melalui interkoneksi dan interoperabilitas dalam GPN, memungkinkan transaksi elektronik dapat digunakan seluruh masyarakat Indonesia. Interkoneksi adalah koneksi di mana antar sistem/ teknis/ infrastruktur dapat saling terhubung, dapat saling komunikasi, dan dapat saling memproses. Sementara interoperabilitas adalah kondisi di mana instrumen dapat diterima atau diproses di berbagai kanal atau alat pembayaran (ATM, Electronic Data Capture/EDC, Payment Gateway). Ini merupakan terobosan dalam rangka menghapus sekat-sekat yang selama ini diciptakan melalui peraturan masing-masing bank, di mana untuk mengakses kebutuhan perbankan maupun transaksi hanya bisa dilakukan pada bank yang sama.

Sebelumnya platform pembayaran belum terkoneksi satu sama lain, sehingga masyarakat ‘terpaksa’ harus memiliki banyak kartu untuk melakukan beragam transaksi. Padahal, dalam setiap menit diperkirakan terdapat 10.000 transaksi baik dari mesin ATM, kartu debit, maupun kartu kredit. Dengan adanya GPN, transaksi menjadi saling terhubung. Hadirnya GPN juga akan membuat pemrosesan transaksi pembayaran terjadi di dalam negeri. Selama ini, penerusan (routing) transaksi dilakukan di luar negeri, yang kemudian kembali ke Indonesia. Proses tersebut sangat tidak efisien,

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

Di tengah pesatnya kebutuhan transaksi itulah, adanya GPN diharapkan dapat membangun sistem pembayaran yang saling terhubung dan efisien.

Page 18: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

18

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17KLIK

karena sekitar 80% transaksi pembayaran terjadi di dalam negeri dan sisanya di luar negeri. Di tengah pesatnya kebutuhan transaksi itulah, adanya GPN diharapkan dapat membangun sistem pembayaran yang saling terhubung dan efisien.

Hal tersebut juga akan berdampak pada harapan meratanya infrastruktur perbankan di berbagai daerah. Dengan terkoneksi melalui GPN, akan mengurangi penggunaan mesin-mesin EDC yang biasanya berjumlah lebih dari satu pada tiap kasir. Sehingga mesin EDC dapat direlokasi dan didistribusi oleh perbankan ke seluruh wilayah di Indonesia yang belum memiliki infrastruktur. Apalagi, di era digitalisasi ini, tuntutan untuk menjadi transaksi pembayaran yang cepat dan praktis melekat pada pembayaran non tunai.

Bukan hanya infrastruktur, Bank Indonesia juga mengatur mengenai biaya transaksi pembayaran atau Merchant Discount Rate (MDR) sebesar 1% dalam GPN. MDR sebelumnya berada di kisaran 1,6% hingga 2,2% dalam setiap kali transaksi. Angka tersebut cukup tinggi dibandingkan

Page 19: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

19

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

KLIK

dengan negara tetangga yang berada di kisaran 0,2% - 1%. Sehingga kehadiran GPN diharapkan dapat mengefisienkan biaya tersebut.

Implikasi GPN lainnya dalam bentuk perlindungan terhadap konsumen, karena dapat membantu merekam data transaksi yang dilakukan melalui media digital dalam setiap kali transaksi. Karena ruang lingkup GPN adalah nasional, sehingga data konsumen tidak akan ‘mampir’ ke luar negeri dibandingkan jika masyarakat menggunakan sistem gerbang pembayaran asing. Dengan adanya data

yang terekam dengan baik, akan memberi tata kelola yang lebih baik dan mengurangi potensi penyalahgunaan data.

Untuk memudahkan masyarakat dalam mengidentifikasi transaksi dilakukan melalui GPN, maka salah satu icon atau tanda pemersatu semua proses transaksi antar bank akan hadir sebuah logo GPN. Logo GPN berupa burung garuda berwarna merah yang disematkan di tiap kartu debit dan kartu uang elektronik. GPN menjadi satu gerbang bagi semua transaksi keuangan non tunai masyarakat secara lebih mudah dan murah. n

Page 20: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

20

GEMA

IMF-WB Annual Meetings 2018

Perjalanan Panjang Si Tuan Rumah

Iss Savitri Hafidz Satuan Tugas IMF-WB Annual

Meetings

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

Page 21: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

21

GEMA

Kurang dari 10 bulan lagi, Indonesia siap menghitung waktu menjadi pusat perhatian dunia, khususnya di bidang ekonomi dan keuangan.

IMF-WB Group Annual Meetings 2018 akan diselenggarakan di salah satu pulau indah yang ada di Indonesia, Bali. Bangsa Indonesia harus bangga, karena terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah pertemuan tahunan negara anggota IMF-WB Group yang akan berlangsung pada Oktober 2018 itu bukanlah tanpa hambatan. Penantian sejak 2014 itu harus melalui sejumlah tahapan. Hingga akhirnya Indonesia masuk dalam daftar kandidat, serta mampu menyisihkan Mesir dan Senegal, yang juga memiliki ambisi serupa.

Pertemuan strategis yang nantinya akan dihadiri sejumlah pemangku kepentingan di bidang keuangan global, akan diisi beragam aktivitas, mulai dari pertemuan bilateral maupun multilateral antarnegara, hingga diskusi ekonomi dan keuangan yang diselenggarakan lembaga keuangan terkemuka. Indonesia menjadi negara keempat di Asia Tenggara, setelah Filipina (1976), Thailand (1991), dan Singapura (2006), yang sudah lebih dulu merasakan euforia menjadi tuan rumah IMF-WB Group Annual Meetings. Di tingkat global, momentum ini akan menjadi contoh bagaimana Indonesia mampu mencapai dan mengelola keberhasilan.

Meski sebuah kebanggaan, namun menjadi tuan rumah kegiatan yang akan dihadiri sedikitnya 15.000 partisipan dari seluruh dunia, mendatangkan tantangan tersendiri. Kesuksesan penyelenggaraan pertemuan tersebut akan menjadi parameter persepsi positif bagi Indonesia, selain meningkatkan investasi, wisatawan, tenaga kerja, dan lainnya. IMF-WB Group Annual Meetings 2018 menjadi kesempatan percepatan kemajuan Indonesia untuk dapat meningkatkan

kepercayaan dunia internasional terhadap negeri khatulistiwa ini, bahwa Indonesia merupakan negara yang stabil dan aman secara ekonomi dan politik.

Selain itu, program Voyage to Indonesia yang menjadi rangkaian sebelum pelaksanaan perhelatan akbar itu, juga akan menjadi etalase pencapaian Indonesia dalam reformasi dan demokrasi, tak terkecuali dalam bidang pariwisata. Indonesia dapat memamerkan kepada dunia, potensi pariwisata yang sangat besar karena memiliki beragam budaya dan keindahan alam. Sekaligus pembuktian keberhasilan Indonesia sebagai negara

dengan ekonomi yang bereformasi, berdaya tahan, dan progresif.

Pada akhirnya, wujud kebanggaan menjadi penyelenggara dapat tercermin dengan memanfaatkan kesempatan menunjukkan leadership di antara negara ASEAN. Indonesia dapat menggunakan momentum ini untuk menunjukkan keberhasilan ASEAN yang berkembang menjadi wadah kerja sama regional dengan ekonomi yang stabil, tertata baik, serta siap menjadi motor pertumbuhan dunia. Sehingga Indonesia memang layak menjadi tuan rumah karena mempunyai indikator ekonomi yang baik serta memiliki pondasi kebijakan yang memadai. n

IMF-WB Group Annual Meetings 2018 menjadi kesempatan un-tuk meningkatkan kepercayaan dunia internasional, bahwa In-donesia merupakan negara yang stabil dan aman secara ekonomi dan politik.

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

Page 22: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

22

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17INFOGRAFISi

Melakukan simulasi krisis dengan berbagai skenario setiap tahun untuk menguji kesiapan

anggota KSSK

TOOLSKEBIJAKANMAKROPRUDENSIAL

Financing to Funding Ratio

(FFR)

Countercyclical Buffer (CCB)

Loan to Value (LTV)/Financing to Value

(FTV)

Kewajiban bank untuk menyiapkan tambahan modal yang akan digunakan ketika siklus ekonomi menurun.

Bank dapat memakai cadangan modal tersebut untuk tetap menyalurkan kredit kepada masyarakat sehingga fungsi intermediasi bank tetap stabil.

Kebijakan CCB yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia masih di angka 0% untuk mendorong pertumbuhan kredit secara optimal.

Rasio nilai kredit/pembiayaan maksimal dari bank terhadap nilai agunan

Menjaga stabilitas sistem keuangan dari sektor properti dan kendaraan bermotor

Sejak tahun 2015 hingga saat ini rasio LTV/FTV terus meningkat. Hal ini berarti down payment terus mengalami penurunan.

KOMITE STABILITASSISTEM KEUANGAN (KSSK)

Koordinasi antarintansi dalam rangka pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan

Terdiri dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), LPS, Kemenkeu dan Bank Indonesia

Perhitungan rasio pembiayaan terhadap pendanaan.

FFR dapat menjadi stimulus bagi perbankan untuk menyalurkan kelebihan

likuiditas dari dana nasabah dan surat berharga yang diterbitkan

Penyaluran itu berupa kredit maupun surat berharga korporasi

Kebijakan ini selain mendorong fungsi intermediasi bank juga sebagai

pendalaman pasar keuangan

Page 23: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

23

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

INFOGRAFIS ii

Melakukan simulasi krisis dengan berbagai skenario setiap tahun untuk menguji kesiapan

anggota KSSK

TOOLSKEBIJAKANMAKROPRUDENSIAL

Financing to Funding Ratio

(FFR)

Countercyclical Buffer (CCB)

Loan to Value (LTV)/Financing to Value

(FTV)

Kewajiban bank untuk menyiapkan tambahan modal yang akan digunakan ketika siklus ekonomi menurun.

Bank dapat memakai cadangan modal tersebut untuk tetap menyalurkan kredit kepada masyarakat sehingga fungsi intermediasi bank tetap stabil.

Kebijakan CCB yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia masih di angka 0% untuk mendorong pertumbuhan kredit secara optimal.

Rasio nilai kredit/pembiayaan maksimal dari bank terhadap nilai agunan

Menjaga stabilitas sistem keuangan dari sektor properti dan kendaraan bermotor

Sejak tahun 2015 hingga saat ini rasio LTV/FTV terus meningkat. Hal ini berarti down payment terus mengalami penurunan.

KOMITE STABILITASSISTEM KEUANGAN (KSSK)

Koordinasi antarintansi dalam rangka pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan

Terdiri dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), LPS, Kemenkeu dan Bank Indonesia

Perhitungan rasio pembiayaan terhadap pendanaan.

FFR dapat menjadi stimulus bagi perbankan untuk menyalurkan kelebihan

likuiditas dari dana nasabah dan surat berharga yang diterbitkan

Penyaluran itu berupa kredit maupun surat berharga korporasi

Kebijakan ini selain mendorong fungsi intermediasi bank juga sebagai

pendalaman pasar keuangan

Page 24: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

Aktif Melakukan Sosialisasi

Difi Ahmad Johansyah Kepala Kantor Perwakilan BI Jawa Timur

Sejumlah indikator terkait kebijakan makroprudensial di daerah sejauh ini menunjukkan kondisi yang baik.

POTRET

Kebijakan makroprudensial merupakan upaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Sejumlah indikator terkait kebijakan makroprudensial di

daerah sejauh ini menunjukkan kondisi yang baik. Di antaranya dapat dilihat dari angka kredit macet atau non-performing loan (NPL) dan ketahanan korporasi yang bagus.

Terkait kebijakan makroprudensial, ada

aktivitas Regional Financial Surveillance (RFS) yang bertujuan untuk memonitor atau menganalisis stabilitas keuangan daerah. Sebelum ada RFS, kami memiliki produk kajian ekonomi dan keuangan regional. Dengan ini biasanya kami menganalisis tentang pertumbuhan ekonomi dan inflasi di daerah.

Setelah adanya RFS, maka dalam kajian tersebut ada tambahan analisis baru terkait stabilitas keuangan daerah. Dalam kajian tersebut dipaparkan stabilitas keuangan dari sektor rumah tangga, korporasi, dan perbankan. Dari kajian itulah dapat diketahui misalnya ada hubungan antara kondisi satu perusahaan dan perbankan yang akhirnya berujung pada kondisi ekonomi secara keseluruhan. Sejauh ini pelaksanaan BI KPW Jawa Timur dapat dikatakan sudah baik.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur juga secara aktif

melakukan sosialisasi kebijakan makroprudensial dalam bingkai keilmuan. Sejumlah perguruan tinggi di Jawa Timur menjadi sasaran BI untuk menyosialisasikan kebijakan makroprudensial. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menerbitkan buku yang mencakup pula pembahasan tentang kebijakan makroprudensial. n

24

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

Page 25: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

POTRET

25

Garuda yang terbang di atas gerbang (huruf G dalam kata GPN) melanglang nusantara. Melambangkan sistem pembayaran ritel Indonesia yang siap tumbuh, berkembang, dan siap berdaya saing dalam layanan transaksi elektronik nasional.

Helai bulu utama yang berjumlah 8, melambangkan infinity atau tak terhingga, memberikan arti bahwa GPN siap memberikan layanan dan manfaat kepada masyarakat tanpa batas di masa sekarang dan masa datang.

Huruf G yang diibaratkan gerbang yang terbuka memiliki makna awal keterbukaan untuk memajukan sistem pembayaran ritel nusantara.

Garuda terbang ke arah atas dengan kemiringan terbang 28°, melambangkan angka awal terbentuknya Bank Indonesia itu pada tahun 1828 yang siap mengawal sistem pembayaran nasional.

1

2

28°

3

Aman

Memberikan berbagai layanan transaksi pembayaran elektronik yang aman,

mudah, nyaman,dan mengedepankan perlindungan kepada pengguna.

Andal

Selalu meningkatkan keamanan transaksi, berinovasi seiring

kemajuan teknologi dandapat diandalkan.

Terpercaya

Dimiliki oleh Indonesia dan diterima dimana saja di seluruh

nusantara.

4

Aman, andal,terpercaya.

Arti Logo Gerbang Pembayaran Nasional (GPN)

Penggunaan Logo GPN Pada Berbagai Warna

Page 26: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

26

SOSOK

Pertumbuhan industri properti dan perumahan dapat tercapai dengan dukungan beberapa faktor. Satu di antaranya adalah dukungan

kebijakan pemerintah. Saat ini Bank Indonesia memberlakukan kebijakan yang melonggarkan lewat Loan to Value (LTV) yang menjadi dasar untuk industri properti dan perumahan.

Selama ini bank sentral selalu mendorong kebijakan yang sesuai dengan kondisi pasar perumahan melalui kebijakan LTV. Namun, turun naiknya volume Kredit Pemilikan Rumah (KPR) juga dipengaruhi banyak faktor lain. Sejumlah faktor mempengaruhi pola pembiayaan kepemilikan rumah dalam hal ini KPR yang ingin kita dorong. Jadi, meskipun masalah uang muka (DP) dilonggarkan ternyata pada kondisi tertentu peningkatan KPR masih perlu dipacu lebih optimal.

Ada banyak hal yang menjadi penyebab

peningkatan KPR perlu lebih dipacu. Salah satu penyebab KPR mengalami perlambatan yang diidentifikasi oleh Bappenas yaitu disebabkan banyak masyarakat yang melakukan cicilan rumah langsung kepada pengembang atau dengan menggunakan kredit tanpa agunan. Inilah yang mungkin harus dikaji bersama.

Saat ini pertumbuhan kredit pada Oktober 2017 mencapai 8 persen (yoy). Adapun kredit sektor properti melambat menjadi 13 persen pada Oktober 2017 dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 13,2 persen. Perlambatan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan kredit pada sektor konstruksi perumahan menengah, besar dan mewah (tipe di atas 70).

Di sisi lain, pertumbuhan KPR dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) serta kredit real estate mengalami akselerasi. Pertumbuhan KPR dan KPA tercatat meningkat dari 10,6 persen menjadi 10,8 persen sehingga mencapai posisi Rp 397,4 triliun pada bulan Oktober 2017. Bahkan, pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Juli 2017 mampu menyalip pertumbuhan kredit industri. n

Tri Dewi Virgiyanti Direktur Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)

Turun naiknya volume Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dipengaruhi banyak faktor lain.

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

Banyak Faktor Pengaruhi KPR

Page 27: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

SOSOK

Perlu Sosialisasi Lebih Intensif

Dalam situasi global dan nasional seperti saat ini, Indonesia pun menghadapi tantangan tersendiri untuk mengelola perekonomian. Banyak hal yang harus dipersiapkan Indonesia saat ini bahkan perlu dibenahi terutama dalam upaya untuk menghadapi perlambatan ekonomi hingga mengantisipasi segala peluang terpicunya kembali

krisis. Division Head Consumer Group Bank OCBC NISP Veronika Susanti mengungkapkan tantangan perekonomian saat ini, strategi yang tepat untuk mengantisipasi peluang krisis, hingga kebijakan pemerintah terkait upaya mendorong perekonomian. Berikut wawancaranya:

Tantangan perekonomian di Tanah Air saat ini seperti apa? Saat ini kita sangat mendukung pemerintah yang mau

menurunkan suku bunga ke single digit. Maksudnya kan memang supaya perekonomian Indonesia makin maju. Hanya saja memang, penyesuaiannya cukup berat karena banyak hal yang harus dibenahi.

Apa saja yang perlu dibenahi? Pertama, terkait biaya tentu kita harus efisiensi. Selain itu,

produktivitas kita juga harus lebih tinggi. Terus terang tipikal orang Indonesia dibandingkan regional itu boleh dibilang tidak terlalu memiliki fighting spirit yang tinggi. Ada beberapa orang yang memiliki keinginan untuk maju, tapi ada juga yang biasa-biasa saja.

Makanya kalau dulu profesi bankir, orang pikir itu sangat bergaya atau membanggakan. Kalau sekarang anak muda

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

27

Page 28: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

28

SOROT

ED

ISI

68

TA

HU

N V

II/2

017

SOSOK

tidak begitu. Makanya isu kami di perbankan memang mencari talent yang memiliki passion. Nah, itu tidak mudah, anak-anak sekarang lebih senangnya yang lebih ke kreativitas. Untuk

itu, tantangan yang paling dirasa adalah kita tahu tahu tujuannya bagus tetapi masih perlu proses dan masih banyak faktor yang harus dibenahi.

Apa saja faktor-faktor yang perlu diperbaiki lebih lanjut? Contoh terkait data ya, kan kita tujuannya mau ke single digit.

Terus kita mau kasih pinjaman ke nasabah harus lihat secara keseluruhan. Pada bagian ini belum nyambung antara data pajak dan Bank Indonesia (BI). KTP elektronik saja sampai sekarang belum beres. Jadi kita masih ada kekhawatiran kalau kita kasih pinjaman belum tentu orangnya benar, kita masih tanda tanya.

Bagaimana jika dibandingkan dengan negara lain? Kita lihat contohnya di Singapura, itu sudah jelas sekali

orang tidak mungkin punya dua KTP. Tidak hanya itu, kalau dia mau beli rumah harganya dijaga sekali. Kalau di Indonesia, harga rumah yang berdekatan bisa beda, itu tantangannya. Makanya saya bilang perlu sekali (aturan) dibenahi. Tapi memang tantangan terberatnya adalah kondisi ekonomi itu sendiri. Ada yang pro dan kontra. Ada yang bilang slow down perekonomian kita, ada juga yang bilang tidak.

Dalam sektor apa sajakah perekonomian Indonesia mengalami perlambatan?

Terutama untuk bidang saya yang di properti, kondisinya sejak 2013 itu slow down. Tahun ini memang sudah naik tapi masih belum jauh kalau dibandingkan 2010 sampai 2012.

Lantas, bagaimana upaya untuk mengatasi kredit macet, seperti apa yang seharusnya bisa dilakukan?

Seleksi customer-nya yang perlu dilakukan. Jadi kita masuk ke channel yang kita yakin bagus. Misalnya kita masuk ke pengembang yang kita yakin orang lain kalau beli itu tidak akan menyerah. Dia merasa beruntung andaikan beli rumah di situ. Selain itu juga lokasinya bagus dan harganya naik terus kan tidak mungkin orang macetin (pembayarannya).

Tapi misalnya, orang beli satu rumah di kompleks tapi tidak berkembang, jalannya bolong-bolong lalu harganya tidak naik-naik, otomatis ketika tidak bisa bayar ya sudah tinggalin saja. Tapi kalau dulu beli rumah Rp 100 juta, sekarang Rp 150 juta padahal baru dua tahun kan mikir ya masak sih saya lepas. Jadi memang pemilihan delevoper, broker, dan area

Page 29: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

29

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

SOSOK

mengembangkan bisnis itu perlu sekali.

Kebijakan perlu ada yang diperbaiki terkait kredit macet (NPL)?

Kebijakan kredit properti. Kita terus meminta tolong kepada BI kalau inden itu bisa sampai rumah ketiga. Karena orang Indonesia itu memang investasinya mayoritas ke properti. Masih banyak orang tua beli rumah untuk anaknya, kalau dia mampu pasti begitu.

Kita sempat mengalami krisis ekonomi beberapa tahun lalu, apa pelajaran yang perlu kita ambil?

Saya sih saat ini sudah senang dengan presiden yang sekarang karena memikirkan lebih ke arah global. Lebih memikirkan apa yang bisa meningkatkan perekonomain Indonesia. Ya memang, infrastruktur itu jawaban yang paling benar. Karena kalau boleh bilang, kita negara

yang sangat kaya dengan banyak sumber daya tapi untuk sampai ke sana

saja susah. Pariwisata pantai kita bagus sekali tapi tidak didukung jalan yang bagus

ke sana. Kalau jalan bagus ke sana sudah pasti investor akan masuk. Jadi, memang menurut saya karena geografisnya sangat luas dan besar maka yang harus dibenahi memang infrastruktur.

Apakah saat ini BI sebagai otoritas moneter sudah tepat strateginya?

Langkah-langkahnya sudah bagus. Hanya saja memang tipikal orang Indonesia memang terkadang masih belum yakin atau ragu. Uang yang

dimiliki banyak tapi tidak mau action. BI cek misal bagus cuma mereka itu para pengusaha tidak berani mengembangkan bisnis, tidak berani investasi.

Itu yang membuat, misalnya ekonomi lagi seperti ini, mempertimbangkan katakanlah mau beli rumah, tepat tidak ya. Karena kalau bukan karena kebutuhan maka tidak akan beli. Padahal negara ini tidak akan mungkin maju hanya berdasarkan kebutuhan saja tapi perlu orang-orang yang memang menginginkan investasi.

Apa yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi risiko demi stabilitas ekonomi?

Menurut saya pemerintah harus lebih sering mengomunikasikan rencana-rencananya. Kalau menurut saya, presiden punya rencana tapi tidak sampai membahas bagaimana ke depannya dan tidak semua orang mengerti. Contohnya Bank Indonesia mengeluarkan aturan Loan to Value (LTV), tapi kalau bukan orang yang bergerak di bidang perbankan atau yang ingin membeli rumah maka tidak akan mengerti. Kalau ada satu kebijakan, maka perlu sosialisasi lebih intensif. Kalau banyak orang mengerti, mereka bisa lebih melihat peluang.

Apa masukan Anda untuk pemerintah terkait kebijakan untuk mengelola makroprudensial?

Kalau menurut saya, terus terang komunikasi sudah bagus. Menurut saya departemen tersebut menjadi pihak di BI yang cukup sering mengundang kami. Hanya saja memang saya paham, untuk meyakinkan dewan gubernur BI memang membutuhkan data yang lengkap sehingga setelah satu kali diskusi membutuhkan diskusi lainnya lagi.

Tapi kita tetap akan mendukung untuk memberikan data apa yang perlu dibutuhkan. Untuk makroprudensial sudah jauh lebih baik dibandingkan dahulu. Dalam membuat keputusan sudah dengan diskusi bersama banyak bank sehingga kami tidak kaget kalau ada suatu kebijakan. n

Tantangan terberatnya adalah kondisi ekonomi itu sendiri. Ada yang pro dan kontra

Page 30: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

30

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

MAKROEKONOMISistem ekonomi dalam lingkup luas, yang menggambarkan antara lain, pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan jumlah pengangguran.

MIKROPRUDENSIALPengaturan dan pengawasan lembaga jasa keuangan yang berfokus pada kesehatan dan kinerja setiap individu lembaga jasa keuangan.

MAKROPRUDENSIALMencakup pengaturan dan pengawasan lembaga jasa keuangan yang bersifat makro dan berfokus pada risiko sistemik dalam rangka mendorong Stabilitas Sistem Keuangan.

STABILITAS SISTEM KEUANGANKondisi sistem keuangan yang berfungsi efektif dan efisien serta mampu bertahan dari gejolak yang bersumber dari dalam dan luar negeri.

CCB (COUNTERCYCLICAL BUFFER)Tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) untuk mengantisipasi kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit dan/atau pembiayaan perbankan yang berlebihan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.

RISIKO SISTEMIKPotensi instabilitas sebagai akibat terjadinya

gangguan yang menular (contagion) pada sebagian atau seluruh sistem keuangan karena interaksi dari faktor ukuran (size), kompleksitas usaha (complexity), keterkaitan antarinstitusi dan/atau pasar keuangan (interconnectedness), serta kecenderungan perilaku yang berlebihan dari pelaku atau institusi keuangan untuk mengikuti siklus perekonomian (procyclicality).

LOAN TO VALUE (LTV)Angka rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh bank konvensional terhadap nilai agunan berupa properti pada saat pemberian kredit berdasarkan hasil penilaian terkini.

FINANCING TO VALUE (FTV)Angka rasio antara nilai pembiayaan yang dapat diberikan oleh bank syariah terhadap nilai agunan berupa properti pada saat pemberian pembiayaan berdasarkan hasil penilaian terkini.

PROSIKLIKALITASKecenderungan perilaku yang berlebihan dari pelaku atau institusi keuangan untuk mengikuti siklus perekonomian.

SPILLOVER EFFECTDampak yang tak terduga yang biasanya bersifat menyebar.

Upload foto selfie kamu di instagram bersama

majalah dan cantumkan #geraiinfo_bi30

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

@salmaamuff

PEMENANG foto selfie

Edisi 67

ENSIKLOPEBI

Page 31: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

31

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

SOSOK

Page 32: SOROT - bi.go.id · untuk mengatasi perilaku mengambil risiko dari institusi keuangan yang dapat berdampak pada krisis sistem keuangan. Selanjutnya, ada pula artikel tentang upaya

E

DIS

I 6

8 T

AH

UN

VII

/20

17

SELAMAT TAHUN BARU

[Di Setiap Makna Indonesia]