19
BAB I PENDAHULUAN Penyadapan telepon, baik dengan pertimbangan penegakan hukum maupun pertimbangan lain, merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok, institusi, badan, dan sebagainya untuk mendengar percakapan seseorang dengan lawan bicaranya melalui telepon, tanpa harus memintai ijin terlebih dahulu. Berkaitan dengan adanya aktivitas penyadapan telepon, banyak sekali pertimbangan yang dapat digunakan untuk menganggap bahwa tidakan tersebut merupakan suatu tindakan yang sah dan tidak dilarang, tetapi juga dapat sebagai tindakan yang etis dan suatu pelanggaran hukum. Dalam hal ini, hanya pertimbangan- pertimbangan yang masuk akal dan memenuhi unsur legalitas sajalah yang dapat digunakan dalam menganalisis tentang kasus penyadapan telepon. Beberapa hari terakhir, publik dipenuhi dengan berita-berita tentang kasus penyelidikan korupsi oleh KPK dan kasus Bank Century, yang di dalamnya terdapat aktivitas penyadapan telepon para koruptor oleh KPK. Seperti yang dapat diketahui, penyadapan telepon para koruptor yang dilakukan KPK tersebut telah menjadi cara yang ternyata efektif menjaring bukti-bukti kejahatan para koruptor, yang selama ini nyaris tak terjangkau. Para tersangka, termasuk dari lingkungan Kejaksaan Agung dan DPR, dapat dikenakan tuduhan dan dakwaan ketika di pengadilan diperdengarkan hasil rekaman percakapan mereka, yang isinya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat negosiasi koruptif atau berisi skenario penyelamatan. Masalah sadap-menyadap telepon kini menjadi hal krusial yang menjadi magnet perhatian utama publik sejak dilakukan penguakan 1

sosial hukum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jbjkb

Citation preview

BAB IPENDAHULUANPenyadapan telepon, baik dengan pertimbangan penegakan hukum maupun pertimbangan lain, merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok, institusi, badan, dan sebagainya untuk mendengar percakapan seseorang dengan lawan bicaranya melalui telepon, tanpa harus memintai ijin terlebih dahulu. Berkaitan dengan adanya aktivitas penyadapan telepon, banyak sekali pertimbangan yang dapat digunakan untuk menganggap bahwa tidakan tersebut merupakan suatu tindakan yang sah dan tidak dilarang, tetapi juga dapat sebagai tindakan yang etis dan suatu pelanggaran hukum. Dalam hal ini, hanya pertimbangan-pertimbangan yang masuk akal dan memenuhi unsur legalitas sajalah yang dapat digunakan dalam menganalisis tentang kasus penyadapan telepon.Beberapa hari terakhir, publik dipenuhi dengan berita-berita tentang kasus penyelidikan korupsi oleh KPK dan kasus Bank Century, yang di dalamnya terdapat aktivitas penyadapan telepon para koruptor oleh KPK. Seperti yang dapat diketahui, penyadapan telepon para koruptor yang dilakukan KPK tersebut telah menjadi cara yang ternyata efektif menjaring bukti-bukti kejahatan para koruptor, yang selama ini nyaris tak terjangkau. Para tersangka, termasuk dari lingkungan Kejaksaan Agung dan DPR, dapat dikenakan tuduhan dan dakwaan ketika di pengadilan diperdengarkan hasil rekaman percakapan mereka, yang isinya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat negosiasi koruptif atau berisi skenario penyelamatan.Masalah sadap-menyadap telepon kini menjadi hal krusial yang menjadi magnet perhatian utama publik sejak dilakukan penguakan kepada publik kasus korupsi tingkat tinggi dengan pelaku utama percakapan Anggodo, adik kandung Anggoro yang pemilik PT Masaro dan terlibat kasus Bank Century. Dalam percakapan telepon genggam yang direkam KPK dan diperdengarkan kepada publik oleh Mahkamah Konstitusi, masyarakat disuguhkan lalu-lintas pembicaraan dan pengaturan arus kasus korupsi yang diduga melibatkan unsur pimpinan KPK, Kepolisian RI, dan elit nasional. Untuk Indonesia, itulah saat pertama dalam sejarah praktik hukum, rekaman hasil penyadapan telepon diperdengarkan kepada publik dalam satu kesempatan resmi. Alhasil, berbagai reaksipun terjadi sebagai akibat pengungkapan hasil penyadapan telepon itu. Berbagai reaksi muncul atas penyampaian rekaman hasil penyadapan telepon kepada publik tersebut. Terdapat beberapa pihak, yang dengan alasan etika dan perlindungan hak asasi manusia, menganggap bahwa penyadapan telepon termasuk perbuatan yang keji dan pelanggaran hak asasi manusia. Di pihak lain, yang cenderung mendukung berbagai aktivitas pemberantasan korupsi, menganggap bahwa penyadapan telepon yang dilakukan terhadap para koruptor adalah sah-sah saja dan dianggap lebih menguntungkan, dalam arti dapat segera mengungkap kasus korupsi dan menyeret para pelakunya ke persidangan.Polemik tentang penyadapan telepon yang hangat dibicarakan publik, mulai mendekati titik antiklimaks dengan munculnya rencana pengesahan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang Penyadapan. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, dalam kesempatan ini penulis akan membahas dan menganalisis tentang kasus penyadapan telepon dan rencana pengesahan RPP Penyadapan ditinjau dari sisi sosiologi hukum. Seperti diketahui bersama bahwa Sosiologi Hukum merupakan ilmu pengetahuan yang teoritis-analitis dan empiris yang senantiasa menyoroti pengaruh gejala-gejala sosial terhadap keberlakuan hukum dalam tubuh masyarakat (dan sebaliknya). Sosiologi hukum berguna untuk dapat memberikan pemahaman hukum dalam setiap kontak sosial.[footnoteRef:1] [1: Soerjono Soekanto. Peranan Ilmu Hukum dalam Pembangunan Indonesia, Makalah Pada Simposium Peranan Ilmu Hukum Dalam Pembangunan Indonesia, Lustrum VI Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 17 November 1984, Surabaya.]

Membicarakan sosiologi hukum tidak bisa dilepaskan dari fakta atau realitas karena sosiologi hukum berparadigma fakta sosial. Sosiologi hukum merupakan cabang khusus dari sosiologi yang berperhatian untuk mempelajari hukum tidak sebagai konsep-konsep normatif melainkan sebagai fakta sosial. Berparadigma fakta sosial berarti tidak mengkaji nilai, norma atau ide apapun tentang hukum.[footnoteRef:2] [2: Soetandyo Wignyosiebroto, Sosiologi Hukum: Perannya Dalam Pengembangan Ilmu Hukum dan Studi Tentang Hukum, Makalah pada seminar tentang Pendayagunaan Sosiologi Hukum Dalam Masa Pembangunan dan Restrukturisasi Global dan Pembentukan ASHI di Semarang, 12-13 Nov. 1996, hal. 1.]

Hukum dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Sejak jaman Yunani dan Romawi sampai sekarang hukum mengalami perkembangan yang luar biasa yang mungkin saja orang Yunani dan Romawi dahulu tidak akan dapat memperkirakan hal-hal yang terjadi sekarang dalam bidang hukum. Perkembangan ini tidak bisa dilepaskan dari sifat hukum yang selalu berada di tengah-tengah masyarakat sedangkan masyarakat itu sendiri senantiasa mengalami perkembangan.Austin berpendapat hukum merupakan suatu proses sosial untuk mendamaikan perselisihan-perselisihan dan menjamin adanya ketertiban dalam masyarakat. Tugas ilmu pengetahuan hukum adalah untuk mempelajari dan berusaha untuk menjelaskan sifat hakekat dari hukum, perkembangan hukum serta hubungan hukum dengan masyarakat. Ilmu hukum (science of jurisprudence) mengani hukum positif atau laws strictly so called tidak memperhatikan apa hukum itu baik atau tidak. Semua hukum positif berasal dari satu pembuat undang-undang yang terang, tertentu dan berdaulat (soverign).[footnoteRef:3] [3: Soetikno, Filsafat Hukum, Bagian I, Pradnya Pramamita, Jakarta, 1988, hal. 57.]

Berkaitan dengan materi yang ada pada ilmu sosiologi hukum tersebut, pada kesempatan ini akan dibahas tentang kasus penyadapan telepon yang dilakukan KPK terhadap para pelaku tindak pidana korupsi, ditinjau dari berbagai aspek yang berkembang dalam penerapan hukum di Indonesia.

BAB II LANDASAN TEORI

I. Tinjauan tentang Sosiologi HukumCross, memberikan definisi, bahwa ilmu hukum adalah segala pengetahuan hukum yang mempelajari hukum dalam segala bentuk dan manifestasinya.[footnoteRef:4] Ilmu hukum dalam perpustakaan hukum dikenal dengan nama Jurisprudence yang berasal dari kata Jus, Juris yang artinya hukum atau hak. Prudence berarti meilhat ke depan atau mempunyai keahlian, dan arti umum dari Jurisprudence adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum.[footnoteRef:5] [4: Satjipto Rahardjo. 1982. Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis. Bandung: BPHN Depkeh dan Sinar Baru . hal. 9.] [5: Ibid. hal. 10.]

Ilmu hukum mencakup ilmu tentang kaidah, yaitu ilmu yang menelaah hukum sebagai kaidah atau sistem kaidah-kaidah dengan dogmatic hukum dan sistematik hukum. Ilmu Pengertian, yakni ilmu tentang pengertian-pengertian pokok dalam hukum seperti subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum, dan obyek hukum.[footnoteRef:6] [6: Ibid. hal. 13.]

Ilmu tentang kenyataan, yang menyoroti hukum sebagai perikelakuan sikap tindak, yang antara lain mencakup sosiologi hukum, antropologi hukum, psikologi hukum, perbandingan hukum, dan sejarah hukum. Ilmu hukum adalah suatu pengetahuan yang obyeknya adalah hukum dan yang khusus mengajarkan perihal hukum dalam segala bentuk dan manifestasinya, ilmu hukum sebagai ilmu kaidah, ilmu hukum sebagai ilmu pengertian dan ilmu hukum sebagai ilmu kenyataan..[footnoteRef:7] [7: R. Soeroso. 1993. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Sinar Grafika. hal. 3.]

Secara umum fungsi hukum dapat dikatakan untuk menertibkan dan mengatur pergaualan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul. Dalam perkembangan masyarakat saat ini, fungsi hukum dapat terdiri dari: sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin,sebagai sarana penggerak pembangunan serta sebagai fungsi kritis. Agar fungsi-gungsi hukum dapat terlaksana dengan baik, maka bagi para penegak hukum dituntut kemampuannya untuk melaksanakan dan menerapkan hukum dengan baik, dengan seni yang dimiliki masing-masing petugas, misalnya :menafsirkan hukum sesuai dengan keadilan dan posisi masing-masing, serta bila diperlukan melakukan penafsiran analogis penghalusan hukum. Hukum merupakan salah satu norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat disamping norma kesopanan, kesusilaan, dan norma agama. Adapun tata hukum memiliki pengertian sebagai keseluruhan hukum yang berlaku dalam tata pergaulan hidup bernegara.

II. Efektivitas Hukum dalam Hubungannya dengan Tugas Aparat Hukum dan KeadilanHukum yang efektif berhubungan erat dengan proses perkembangannya. Hal ini berarti hukum perlu diperhitungkan sebelum diberlakukan, sebab norma hukum ditetapkan bukan hanya sekedar sebagai unsur pemaksa belaka, melainkan lebih ditekankan pada upaya supaya masyarakat benar-benar dapat memahami dan mengakui manfaat hukum sebagai kepentingan individu. Upaya ini dimaksudkan agar hukum benar-benar dapat berkedudukan sebagai unsur pengaruh tingkah laku masyarakat yang efektif yang dapat menciptakan keseimbangan kehidupan masyarakat.Untuk dapat menerapkan hukum sedemikian rupa sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat, maka perlu diperhatikan proses perkembangan hukum itu sendiri dalam tubuh masyarakat; artinya proses pemberlakuan hukum itu hendaknya diupayakan tertanam secara mendalam pada sanubari masyarakat sebagai unsur kepentingan dan keamanan.Penegak hukum antara lain hakim, jaksa, polisi dan lain lain yang mempunyai fungsi dan tugas-tugas sendiri yang diharapkan dalam hubungan kerjanya dapat saling menunjang demi tegak dan berwibawanya hukum itu. Kedudukan para aparat penegak hukum itu diharapkan tidak semata-mata didasarkan pada segi perundang-undangan secara yuridis dalam masyarakat, akan tetapi perlu didukung dengan pertimbangan- pertimbangan lain, terutama pertimbangan tentang perubahan sosial dan perkembangan politik.Ada beberapa azas keadilan menurut pertimbangan kesebandingan antara kebutuhan pribadi dan kebutuhan masyarakat secara umum. Azas keadilan itu diantaranya ada yang didasarkan pada kesamarataan, yaitu berarti tiap anggota masyarakat mendapat bagian yang sama. Ada yang didasarkan pada kebutuhan, yaitu adanya kesebandingan dalam memberlakukan hukum terhadap setiap anggota masyarakat (tidak memandang jabatan, kekayaan dan status sosial). Ada pula yang didasarkan pada kualitas, dan ada yang didasarkan pada prestasi seseorang (obyektif).Dalam praktek hukum, kadang kala azas subyektif pun dapat dianggap adil, terutama jika permasalahannya diarahkan pada suatu kegiatan untuk mencapai keuntungan pribadi dan kelompok tanpa mempertimbangkan akibat yang ditimbulkannya.Untuk mendekati perlakuan yang adil, perlu diteliti secara cermat dengan pertimbangan yang matang, terutama tentang azas yang mana yang paling layak untuk diterapkan sehubungan dengan tuntutan dan kepentingan masyarakat pada waktu tertentu. Kecuali itu, perlu juga dipertimbangkan masing-masing keuntungan dan kerugian dari masing-masing azas keadilan tersebut. Dengan demikian para pakar dan penegak hukum dapat mengetahui dan memahami batas-batas keserasian antara tugas-tugas hukum untuk dapat menegakkan kepastian hukum ditengah-tengah tuntutan keadilan yang semakin tinggi (meningkat).

III. Kegunaan Sosiologi HukumSeperti diketahui bahwa Sosiologi Hukum merupakan ilmu pengetahuan yang teoritis-analitis dan empiris yang senantiasa menyoroti pengaruh gejala-gejala sosial terhadap keberlakuan hukum dalam tubuh masyarakat (dan sebaliknya). Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa perspektif dari pada sosiologi hukum umumnya ada dua macam (menurut J.Van Houtte 1970: 57-59)[footnoteRef:8], yaitu sebagai berikut: [8: Soerjono Soekanto. 1986. Sosiologi Hukum. Jakarta: Gramedia. hal. 57.]

a. Bahwa sosiologi hukum mempunyai fungsi global, artinya sosiologi hukum harus menghasilkan suatu sintesa antara hukum sebagai sarana organisasi sosial dan sebagai sarana dari keadilan. Dalam fungsinya itu, hukum dapat memperoleh bantuan yang tidak kecil dari sosiologi hukum, didalam mengidentifikasi kontak sosial dimana hukum tadi diharapkan dapat berfungsi.b. Bahwa hukum dapat berfungsi dalam bidang penerangan dan pengkaedahan. Dari perspektif sosiologi hukum tersebut, maka dapat diambil beberapa fungsinya dalam kehidupan masyarakat, yaitu:a. Sosiologi hukum berguna untuk dapat memberikan pemahaman hukum dalam setiap kontak sosial;b. Penguasaan terhadap konsep-konsep sosiologi hukum dapat memberikan kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap efektivitas penerapan hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial, sarana untuk mengubah masyarakat, maupun sebagai sarana untuk mengatur interaksi sosial supaya dapat mencapai kondisi sosial yang serasi;c. Sosiologi hukum dapat memberikan kemungkinan-kemungkinan dan kekuatan-kekuatan untuk mengadakan evaluasi terhadap efektivitas hukum dalam kehidupan masyarakat.

BAB IIIPEMBAHASAN

A. Tinjauan tentang Kasus Penyadapan Telepon oleh KPKa.Peraturan tentang Penyadapan TeleponBerdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Komunikasi, dapat disampaikan bahwa yang dimaksud penyadapan adalah kegiatan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan informasi dengan cara tidak sah.[footnoteRef:9] [9: Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi]

Dalam undang-undang tersebut juga dinyatakan bahwa setiap orang dilarang menyadap informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun. Ancaman hukuman bagi si penyadap adalah penjara 15 tahun. Mengenai perekaman informasi, disampaikan bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim atau diterima oleh pelanggan. Penyelenggara telekomunikasi yang membocorkan informasi pelanggan bisa dipenjara dua tahun atau denda Rp 200 juta. Hal ini masih ada pengecualiannya, yaitu:untuk keperluan peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi bisa merekam informasi dan memberikan informasi tersebut atas:1)Permintaan tertulis Jaksa Agung dan/atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu;2)Permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu. Pidana tertentu adalah tindak kejahatan dengan ancaman hukuman penjara lima tahun ke atas, seumur hidup, atau mati. Contoh: penyalahgunaan narkotik.3)Permintaan tertulis (dicap dan diteken pejabat yang berwenang) atas rekaman informasi tersebut harus ditembuskan kepada menteri.Selanjutnya, hasil rekaman informasi harus disampaikan secara rahasia kepada Jaksa Agung, Kepala Kepolisian RI, atau penyidik, bukan disebarkan kepada publik.

b. Penyadapan Telepon oleh KPKKasus tentang penyadapan telepon ini dimulai pada saat KPK melakukan penyadapan atas telepon para pelaku korupsi, yang bertujuan agar memperoleh informasi-informasi yang diperlukan dalam penyelidikan. Penyadapan telepon para koruptor yang dilakukan KPK tersebut telah menjadi cara yang ternyata efektif menjaring bukti-bukti kejahatan para koruptor, yang selama ini nyaris tak terjangkau. Para tersangka, termasuk dari lingkungan Kejaksaan Agung dan DPR, dapat dikenakan tuduhan dan dakwaan ketika di pengadilan diperdengarkan hasil rekaman percakapan mereka, yang isinya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat negosiasi koruptif atau berisi skenario penyelamatan.Tindakan penyadapan telepon yang dilakukan KPK bertujuan untuk mencari informasi tentang kasus korupsi tingkat tinggi dengan pelaku utama percakapan Anggodo, adik kandung Anggoro yang pemilik PT Masaro dan terlibat kasus Bank Century. Dalam percakapan telepon genggam yang direkam KPK dan diperdengarkan kepada publik oleh Mahkamah Konstitusi, masyarakat disuguhkan lalu-lintas pembicaraan dan pengaturan arus kasus korupsi yang diduga melibatkan unsur pimpinan KPK, Kepolisian RI, dan elit nasional. B. Penyadapan Telepon untuk Keperluan Pengusutan Kasus Ditinjau dari Sosiologi HukumPendapat yang menyatakan kewenangan penyadapan KPK sebagai sesuatu yang melanggar HAM, pihak yang disadap perlu dicermati secara kritis. Di satu sisi, tentu benar interception atau penyadapan yang dilakukan dengan serampangan akan melanggar hak privasi individu. Namun, jika hal itu didasarkan pada kewenangan yang diberikan UU, tuduhan ''penyadapan'' melanggar HAM menjadi tidak lagi relevan. Beberapa analisis normatif di bawah ini, tampaknya, patut dipertimbangkan. Pasal 17 Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (1966) memang mengatur, tidak seorang pun dapat sewenang-wenang atau secara tidak sah dicampuri masalah pribadi, keluarga, rumah, atau korespondensinya. Atas dasar itulah, sebagian pihak bersikeras penyadapan telepon/HP yang dikualifikasikan sebagai salah satu perluasan arti ''korespondensi'' menolak kewenangan penyadapan KPK. Aturan yang sama terdapat pada pasal 8 ayat (1) Konvensi Eropa untuk Perlindungan HAM dan Kebebasan Fundamental (1958). Dikatakan, setiap orang berhak atas penghormatan terhadap kehidupan pribadi atau keluarganya, rumah tangganya, dan surat-menyuratnya. Sepintas, jika hanya dua pasal itu yang digunakan, penyadapan KPK terhadap sejumlah pihak yang diduga terkait kasus korupsi akan dinyatakan melanggar HAM. Namun, tampaknya, konvensi-konvensi internasional dan bahkan hukum nasional Indonesia harus dibaca utuh. Pada konvensi yang sama juga diatur hak pribadi tersebut dapat dikecualikan sepanjang sesuai hukum nasional, diperlukan dalam suatu masyarakat demokrasi, demi kepentingan nasional (publik/umum), dan demi menjaga hak-hak serta kebebasan orang yang lebih luas.Bahkan, UUD 1945 menegaskan pengecuali tersebut. Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 menyatakan, dalam menjalankan hak dan kewajibannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan undang-undang. Tujuan pembatasan tersebut mirip norma yang terdapat pada sejumlah konvensi HAM internasional, yaitu demi penghormatan dan jaminan pengakuan terhadap hak dan kebebasan orang lain, demi kepentingan umum. Kemudian, pasal 73 UU Hak Asasi Manusia menegaskan hal yang sama.Kewenangan penyadapan yang dilakukan KPK saat itu adalah dalam kerangka pemberantasan korupsi dan dilakukan untuk membela kepentingan umum. Di sisi lain, hak privacy seseorang masuk dalam kategori kepentingan individu yang juga harus dilindungi. Dalam perkembangan sosiologi hukum, pengesampingan kepentingan individu merupakan sesuatu yang wajar. Terutama jika ia berbenturan dengan kepentingan publik yang lebih mendasar. Privasi memang harus dilindungi. Namun, kepentingan publik yang sangat mendesak demi kehidupan yang lebih baik, pemerintahan yang bersih, dan rasa keadilan publik, hak individual harus dikesampingkan. Pemberantasan korupsi, mau tidak mau, penting diprioritaskan. Selain itu, pasal 12 ayat (1) UU KPK telah mengatur secara tegas kewenangan penyadapan itu. Disebutkan, dalam melaksanakan tugasnya, KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. Di level yang sama, pasal 40 UU Telekomunikasi mengatur hal yang sama, penyadapan dapat dikecualikan/diperbolehkan demi kepentingan penyelidikan dan penyidikan pidana. Menkominfo juga menerbitkan Permen No 11/2006 untuk mengatur hal teknis tentang penyadapan. Dengan kata lain, secara normatif, aturan penyadapan sudah memiliki dasar hukum yang jelas, baik di level undang-undang maupun peraturan menteri, serta tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Konvensi HAM Internasional. Jika pada akhir-akhir ini muncul wacana bahwa pemerintah akan mengesahkan RPP Penyadapan adalah suatu hal yang wajar, karena dengan adanya polemik tentang penyadapan telepon tersebut, diperlukan suatu legitimasi melalui penyusunan aturan-aturan yang mengarahkan pada prosedur yang tepat dan sah serta tidak merugikan kepentingan publik maupun pelanggaran HAM.BAB IVPENUTUP

KESIMPULANSosiologi hukum diperlukan dan bukan merupakan penamaan yang baru bagi suatu ilmu pengetahuan yang telah lama ada. Dalam kehidupan hukum, saat ini adalah masa transisi yang kedua setelah transisi yang pertama seperti tersebut di atas tidak membawa pengaruh yang besar terhadap kehidupan hukum yang masih diwarnai nuansa kolonial. Pada masa transisi yang kedua ini merupakan masa untuk membangun hukum secara baik, tetapi yang harus diperhatikan oleh pembuat undang-undang adalah perlu ditumbuhkan pengertian bahwa hukum bukanlah sesuai yang eksak, pasti dan steril.Perubahan sosial yang terjadi di Indonesia saat ini dapat dipandang dari berbagai segi, misalnya dari segi ekonomi maka titik tolaknya adalah krisis moneter dan jika dilihat dari segi politik maka titik tolaknya adalah kehidupan yang tidak demokratis dan melahirkan pemerintahan yang totaliter. Berbagai perkembangan itu berpengaruh terhadap kehidupan hukum. Jika pada masa kolonial dan orde lama hukum digunakan sebagai alat (sebagai alat kepentingan politik), demikian juga pada orde baru (sebagai alat kepentingan ekonomi). Dari ketiga masa yang telah dijalani oleh pemerintah Indonesia itu hukum menjadi sub sistem dari sistem yang lebih besar dan dari sini nampak bahwa hukum sesungguhnya tidak mempunyai fleksibilitas atau keluwesan untuk mengembangkan dirinya dan tuntutan masyarakat.Dalam kaitannya dengan penyadapan telepon oleh KPK terhadap para pelaku tindak korupsi, alasan-alasan bahwa perbuatan tersebut adalah melanggar hukum, perlu dikaji ulang. Seharusnya, selama masih berada dalam koridor yang diijinkan dan dilegalkan, penyadapan telepon tersebut perlu mendapat dukungan karena demi kepentingan publik dan penegakan hukum. Jika dilihat dari sosiologi hukum, pengesampingan kepentingan individu merupakan sesuatu yang wajar. Terutama jika ia berbenturan dengan kepentingan publik yang lebih mendasar. Privasi memang harus dilindungi. Namun, kepentingan publik yang sangat mendesak demi kehidupan yang lebih baik, pemerintahan yang bersih, dan rasa keadilan publik, hak individual harus dikesampingkan. Pemberantasan korupsi, mau tidak mau, penting diprioritaskan. Secara normatif, aturan penyadapan pada kasus yang dilakukan KPK tersebut sudah memiliki dasar hukum yang jelas, baik di level undang-undang maupun peraturan menteri, serta tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Konvensi HAM Internasional.

DAFTAR PUSTAKA

Satjipto Rahardjo. 1982. Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis. Bandung: BPHN Depkeh dan Sinar Baru.Soerjono Soekanto. Peranan Ilmu Hukum dalam Pembangunan Indonesia, Makalah Pada Simposium Peranan Ilmu Hukum Dalam Pembangunan Indonesia, Lustrum VI Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 17 November 1984, Surabaya.Soetandyo Wignyosiebroto, Sosiologi Hukum: Perannya Dalam Pengembangan Ilmu Hukum dan Studi Tentang Hukum, Makalah pada seminar tentang Pendayagunaan Sosiologi Hukum Dalam Masa Pembangunan dan Restrukturisasi Global dan Pembentukan ASHI di Semarang, 12-13 November 1996.Soetikno. 1988. Filsafat Hukum. Bagian I. Jakarta: Pradnya Pramamita.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

12