Sosialisasi Jurnal Ilmiah

Embed Size (px)

Citation preview

  • Sosialisasi Jurnal Ilmiah

    Merryana Adriani

  • Dirjen Dikti mewajibkan karya ilmiah dosen diunggah ke internet

  • Proses Pengajuan Kepangkatan DosenAgar karya ilmiah tersebut bisa ditelusuri secara elektronik. Publikasi online tersebut dapat mendukung penyebaran hasil penelitian ke publik. Nuansa kecurigaan pemerintah terhadap praktek pelanggaran etika ilmiah lebih melatarbelakangi kebijakan tersebut. Kecurigaan yang beralasan jika melihat berbagai kasus pelanggaran ilmiah di kalangan dosen dan mahasiswa

  • Dirjen Dikti No. 152/E/T/2012 tanggal 27 january 2012salah satu syarat kelulusan, yang berlaku terhitung mulai kelulusan setelah Agustus 2012: 1 ) Untuk program S1 harus ada makalah yang terbit di jurnal ilmiah 2 ) Untuk program S2 harus ada makalah yang terbit di jurnal ilmiah terakreditasi Dikti 3 ) Untuk program S3 harus ada makalah yang terbit di jurnal Internasional

  • Kelemahan Kebijakanmenyebabkan bottle neck kelulusan, khususnya untuk tingkat sarjana.kebijakan ini berimplikasi pada ketersediaan jurnal ilmiah di masing-masing kampus, atau oleh asosiasi keilmuan.Mungkinkah jumlah edisi jurnal tersebut bisa diterbitkan mulai Agustus 2012? Tak terbayangkan sibuknya para pengelola, peer reviewer, atau editor jurnal ilmiah di Indonesia

  • Pertamasetiap program studi- baik PTN dan PTS- harus segera mempunyai jurnal ilmiah, syukur-syukur jumlahnya tidak hanya satu. Semakin besar student body-nya, jumlah atau edisi penerbitannya harus semakin banyak. Saat ini jumlah program studi di Indonesia per 2010 adalah 16225 program studi. Jika semua kampus di Indonesia merespon dengan baik kebijakan ini maka jurnal-jurnal ilmiah baru akan menjamur.BAYANGKAN KUALITAS JURNAL ILMIAH ?

  • Keduakelulusan akhirnya harus dibuktikan dengan makalah yang sudah diterbitkan. Tak terbayangkan antrian makalah yang harus dievaluasi oleh pengelola jurnal. Mahasiswa pun harap-harap cemas karena kelulusannya harus menunggu penerbitan jurnal ilmiah tersebut, walaupun semua mata kuliah dan skripsi sudah selesai. Tegakah setiap kampus tidak meluluskan mahasiswanya karena masalah keterbasan infrastruktur dan sumber daya yang diperlukan dalam penerbitan sebuah jurnal?

  • KetigaTidak bisa dibayangkan berapa juta lembar kertas yang harus digunakan untuk penerbitan jurnal ilmiah. Andaikan satu makalah terdiri dari 10 halaman maka diperlukan 4 juta lembar kertas setiap tahunnya. Sebuah pemborosan di saat kampanye go green

  • Ketiga.Jurnal versi online menjadi solusinya. Namun pertanyaannya, apakah setiap kampus mempunyai kemampuan dan kemauan yang sama untuk menerbitkan jurnal ilmiah online? Mungkin perlu dipertimbangkan user-generated content dalam proses penerbitan journal online. User-nya adalah mahasiswa dan kontennya adalah artikel ilmiah, serta perlu dimoderasi oleh reviewer sebelum makalah tersebut disetujui untuk dipublikasikan secara

  • KeempatMampukah semua kampus menghasilkan jurnal ilmiah yang bermutu? Semoga kebijakan ini tidak hanya sekadar membuat makalah untuk memenuhi syarat kelulusan saja.

  • KelimaDipikirkan sejak dini, membuat makalah jangan menunggu tugas akhiMateri artikel : praktek lapang atau skripsi saja. Setiap dosen perlu mendorong mahasiswa membuat makalah mulai dari awal. misalnya merupakan tugas mata kuliah. Riset kecil-kecilan dalam rangka tugas kuliah pun bisa menjadi sumber penulisan makalah tersebut. Pertanyaannya, siapkah dosen dan mahasiswa dengan budaya menulis artikel ilmiah sejak dini?

  • KESIMPULANMenyiapkan diri untuk mampu menulis artikel ilmiah yang nantinya layak unutk masuk dalam jurnal ilmiahBanyak membaca atikel ilmiah dalam jurnal-jurnal ilmiahBerusaha membuat artikel ilmiah sebelum melakukan tugas akhirKesiapan pengelola jurnal lmiah dalam menampung artikel ilmiah mahasiswa

  • TERIMAKASIH SEMOGA BERMANFAAT