Upload
agustine-carolina
View
33
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Salah satu contoh tugas Sosiologi Lingkungan yang membahas tentang pencemaran air dari sudut pandang Sosiologi
Citation preview
1 | P a g e
NAMA : AGUSTINE CAROLINA
NIM : GAA 112 063 (KELAS - A)
MATA KULIAH : SOSIOLOGI LINGKUNGAN
DOSEN PENGAMPU : KATRIANI PUSPITA AYU LAMEY, S.E, M.A
“SUNGAI KAHAYAN: „BAK AIR‟ BUMI PANCASILA YANG TERCEMAR”
(Gbr. Salah satu warga pinggiran Sungai Kahayan yang sedang mencuci di sungai)
Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Baik lingkungan alam maupun
lingkungan sosial. Kita bernapas pun pasti memerlukan udara dari lingkungan sekitar. Kita
makan, minum, menjaga kesehatan, semuanya memerlukan lingkungan. Manusia sebagai
penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian lingkungan
hidup. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi mampu merubah wajah dunia
dari pola kehidupan sederhana sampai ke bentuk kehidupan modern seperti sekarang ini. Namun
sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa
depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak kemajuan yang diraih oleh manusia membawa
dampak buruk terhadap kelangsungan lingkungan hidup.
Sebagai contohnya adalah pencemaran air. Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal
dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Banyak penyebab pencemaran air, tetapi secara
umum dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu sumber kontaminan langsung dan dan tidak langsung.
Sumber kontaminan langsung meliputi efluen yang keluar industri, TPA sampah, limbah rumah
tangga dan sebagainya. Sumber kontaminan tak langsung adalah kontaminan yang memasuki
badan air dari tanah, air tanah atau atmosfir berupa hujan. Pada dasarnya sumber pencemaran air
berasal dari industri, rumah tangga dan pertanian.
2 | P a g e
Padahal air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Air dapat menjadi
malapetaka jika tersedia dalam kondisi yang tidak benar, baik kualitas maupun kuantitas airnya.
Air bersih sangat dibutuhkan manusia, baik untuk keperluan sehari-hari, untuk keperluan
industri, dan sebagainya. Di zaman sekarang air menjadi masalah yang memerlukan perhatian
serius. Untuk mendapatkan air yang baik sesuai dengan standar tertentu sudah cukup sulit untuk
di dapatkan. Hal ini dikarenakan air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari
berbagai hasil kegiatan manusia. Sehingga menyebabkan kualitas air menurun, begitupun dengan
kuantitasnya.
Danau, sungai, dan lautan sebagai tempat penampungan air “raksasa” manusia adalah bagian
penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi.
Tempat air “raksasa” tersebut selain mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan polutan.
Berbagai macam fungsinya sangat membantu kehidupan manusia. Pemanfaatan terbesar danau,
sungai, lautan dan air tanah adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku pembuatan air minum
dalam kemasan, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya
berpotensi sebagai objek wisata.
Pulau Kalimantan, merupakan sebuah pulau di Indonesia yang terkenal akan julukan “Pulau
Seribu Sungai”. Yang mana sebagian besar warga masyarakatnya tinggal di tepian sungai dan
menggantungkan hidup mereka dari sungai-sungai tersebut. Sebenarnya, tradisi tinggal di tepian
sungai tidak hanya ada di Pulau Kalimantan saja tetapi di hampir seluruh Pulau di Indonesia
permukiman tepian sungai selalu ada. Seiring dengan kemajuan zaman dan geliat perkembangan
ekonomi di Indonesia yang semakin berkembang, rata-rata sungai di Indonesia terutama di Pulau
Kalimantan hampir keseluruhannya tercemar karena tindakan para manusia yang kurang
menghargai lingkungan dan hanya memikirkan keuntungan sesaat tanpa memikirkan efek jangka
panjangnya. Tindakan-tindakan seperti penambangan emas, penambangan pasir sungai, adanya
pembuangan limbah rumah tangga ke sungai menjadikan sungai-sungai di wilayah ini tercemar.
Salah satu contoh kasusnya, adalah tercemarnya air Sungai Kahayan di kota Palangka Raya.
Pada zaman dulu sekitar tahun 1970, Sungai Kahayan sempat memiliki kualitas air yang
dikategorikan layak untuk konsumsi sehingga dulu tingkat kebutuhan masyarakat yang saat itu
dikenal dengan Kampung atau Desa Pahandut akan air Sungai Kahayan sangat besar hampir
100%. Terutama untuk kebutuhan minum, memasak, mandi dan sebagainya langsung ke sungai
Kahayan. Sekitar tahun 2011, tingkat konsumsi warga akan air Sungai Kahayan tersebut sudah
jauh berubah menjadi hanya sekitar 40% saja. Kebanyakkan warga yang bermukim disekitar
Sungai Kahayan tersebut sekarang ini hanya memanfaatkan air sungai tersebut untuk keperluan
tertentu saja misalnya untuk membersihkan kotoran hewan, mencuci pakaian ataupun sekedar
melakukan kegiatan kakus.
Adapun tercemarnya Sungai Kahayan tersebut disebabkan oleh kegiatan Penambangan Emas
Tanpa Izin (PETI) yang marak terjadi di daerah hulu sungai. Karena kegiatan PETI inilah yang
3 | P a g e
menyebabkan kualitas air Sungai Kahayan sekarang ini menjadi kurang layak konsumsi bagi
warga yang bermukim disekitar sungai. Kegiatan PETI ini sudah mempengaruhi warna, rasa, dan
tingkat kejernihan serta kadar pH dari air sungai tersebut. Air Raksa (Hg) yang digunakan dalam
kegiatan PETI inilah yang menyebabkan kadar pH air menjadi diluar batas kadar pH air layak
konsumsi karena berdasarkan hasil praktikum tentang kadar pH air Sungai Kahayan yang pernah
dilakukan oleh penulis menggunakan uji coba kertas lakmus sekitar tahun 2011 menunjukkan
bahwa air Sungai Kahayan terindikasi memilki kadar pH sekitar 5,5 – 6,5 sehingga
menggunakan air sungai tersebut untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari dapat menimbulkan
berbagai penyakit. (Air yang termasuk dalam kategori layak konsumsi bagi manusia adalah air
yang memiliki tingkatan pH dikisaran 6,8 – 7. Jika kadar pH air dikisaran <6,8 maka air tersebut
digolongkan tidak layak konsumsi karena terlalu asam bagi tubuh manusia dan dapat
menyebabkan pengkeroposan gigi jika terus dikonsumsi, sedangkan jika air tersebut memiliki
kadar pH >7 air tersebut juga digolongkan tidak layak minum karena sifatnya terlalu basa)
Padahal, pulau Kalimantan termasuk ke dalam wilayah Tanah Gambut yang mana karakteristik
air Gambut seharusnya bersifat sedikit asam dengan kadar pH sekitar 6,8. Selain karena PETI,
air Sungai Kahayan juga tercemar karena kebiasaan membuang limbah rumah tangga ke sungai
oleh warga yang bermukim di sekitar sungai tersebut dan tentunya air sungai seperti ini pastilah
membawa bibit mikroba patogen yang merugikan bagi tubuh manusia.
Sebenarnya, sungai memiliki kemampuan untuk melakukan proses penjernihan secara alami
melalui bantuan mikroba air. Namun, karena adanya unsur Air Raksa (Hg) yang tercampur
dalam air sungai serta adanya limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai tadi menyebabkan
kadar oksigen di dalam air menjadi menurun sehingga kemampuan mikroba dalam menguraikan
senyawa organik dalam air sungai menjadi terhalang karena kebutuhan oksigen untuk proses
penguraian (BOD dan COD) tersebut terlalu minim. Hal inilah yang biasanya menyebabkan air
sungai menjadi berwarna sangat keruh karena tidak adanya mikroba yang dapat menjernihkan air
sungai akibat dari minimnya kadar oksigen dalam air.
Melihat kondisi Sungai Kahayan seperti itu, seharusnya pemerintah daerah lebih memperketat
lagi regulasi tentang PETI ini serta menerapkan pembangunan tata kota berbasis lingkungan dan
masyarakat yang bermukim di tepian sungai dihimbau untuk mengubah perilaku membuang
limbah rumah tangga tersebut ke sungai karena mau sampai kapan Sungai Kahayan yang
sebenarnya berpotensi untuk dijadikan sebagai destinasi eco-tourism tersebut dibiarkan rusak dan
tercemar? Padahal, kondisi Sungai Kahayan yang tercemar seperti sekarang ini disebabkan oleh
ulah kita para manusia yang kurang respect terhadap alam. Toh, tidak ada kata terlambat bagi
pemerintah daerah dan masyarakat dalam bekerjasama untuk mengembalikan kondisi Sungai
Kahayan seperti tahun 1970. Sebagai bukti, salah satu sungai di Korea Selatan yang dulunya
tercemar dan berbahaya untuk dikonsumsi sekarang bisa menjadi asri kembali dan dapat
dikonsumsi serta dijadikan sebagai destinasi eco-tourism terkenal di Korea Selatan karena
pemerintah serta masyarakatnya mau berupaya dan bekerjasama untuk membuat sungai tersebut
menjadi „normal‟ kembali meskipun beberapa tahun mereka harus menunggu serta berusaha
4 | P a g e
untuk membuat sungai tersebut dapat „membangkitkan‟ kembali kemampuannya dalam
menjernihkan air yang sebenarnya tercemar parah untuk bisa jernih dan dikonsumsi kembali.
Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi dan bukan
hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah atau pemimpin negara saja, melainkan
tanggung jawab kita bersama. Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan
lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sekecil apa pun
usaha yang kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi
generasi anak cucu kita kelak. “Where is a will, there is a way.”(Dimana ada kemauan, disitu ada
jalan.)
Dapat disimpulkan bahwa kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari lingkungan
tempatnya hidup. Segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia pasti juga akan berdampak
terhadap lingkungan hidup. Kemajuan yang diraih oleh manusia dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi lah yang terkadang memberi dampak buruk bagi lingkungan hidup contohnya seperti
pencemaran air. Padahal air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi.
Seluruh siklus daur hidup manusia pastilah juga bergantung kepada tersedianya sumber air di
lingkungan mereka.
Danau, sungai dan lautan merupakan tempat penyimpanan air „raksasa‟ bagi manusia selama
ini. Namun, tempat penyimpanan air „raksasa‟ ini malah dicemarkan oleh ulah manusia yang
selama ini selalu bergantung kepadanya. Salah satu contohnya adalah Sungai Kahayan sebagai
tempat penyimpanan air „raksasa‟ bagi masyarakat Kota Palangka Raya yang menjadi tercemar
akibat tindakan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang terjadi di hulu sungai serta akibat
kebiasaan membuang sampah ke sungai bagi warga masyarakat yang bermukim di tepian sungai
tersebut. Penggunaan Air Raksa (Hg) dalam kegiatan PETI serta kebiasaan membuang limbah
rumah tangga ke sungai ini menyebabkan air sungai menjadi tidak layak konsumsi dan
mengakibatkan sungai tidak dapat melakukan proses penjernihan air secara alami. Padahal
Sungai Kahayan memiliki potensi yang besar untuk menjadi tempat eco-tourism di Kota
Palangka Raya. Melihat hal tersebut pemerintah daerah dan masyarakat seharusnya dapat
bekerjasama dalam mengembalikan „kejernihan‟ Sungai Kahayan seperti dulu lagi, karena tidak
ada kata terlambat untuk mengembalikan Sungai Kahayan menjadi bersih kembali. Karena
melestarikan lingkungan hidup bukan hanya tugas pihak-pihak tertentu seperti pemerintah saja
tetapi semua pihak harus dilibatkan agar dapat menciptakan kondisi lingkungan hidup yang layak
huni bagi generasi mendatang.