4
1 | Page NAMA : AGUSTINE CAROLINA NIM : GAA 112 063 (KELAS - A) MATA KULIAH : SOSIOLOGI LINGKUNGAN DOSEN PENGAMPU : KATRIANI PUSPITA AYU LAMEY, S.E, M.A SUNGAI KAHAYAN: „BAK AIR‟ BUMI PANCASILA YANG TERCEMAR(Gbr. Salah satu warga pinggiran Sungai Kahayan yang sedang mencuci di sungai) Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Kita bernapas pun pasti memerlukan udara dari lingkungan sekitar. Kita makan, minum, menjaga kesehatan, semuanya memerlukan lingkungan. Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian lingkungan hidup. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi mampu merubah wajah dunia dari pola kehidupan sederhana sampai ke bentuk kehidupan modern seperti sekarang ini. Namun sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak kemajuan yang diraih oleh manusia membawa dampak buruk terhadap kelangsungan lingkungan hidup. Sebagai contohnya adalah pencemaran air. Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Banyak penyebab pencemaran air, tetapi secara umum dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu sumber kontaminan langsung dan dan tidak langsung. Sumber kontaminan langsung meliputi efluen yang keluar industri, TPA sampah, limbah rumah tangga dan sebagainya. Sumber kontaminan tak langsung adalah kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah atau atmosfir berupa hujan. Pada dasarnya sumber pencemaran air berasal dari industri, rumah tangga dan pertanian.

SOSIOLOGI LINGKUNGAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Salah satu contoh tugas Sosiologi Lingkungan yang membahas tentang pencemaran air dari sudut pandang Sosiologi

Citation preview

Page 1: SOSIOLOGI LINGKUNGAN

1 | P a g e

NAMA : AGUSTINE CAROLINA

NIM : GAA 112 063 (KELAS - A)

MATA KULIAH : SOSIOLOGI LINGKUNGAN

DOSEN PENGAMPU : KATRIANI PUSPITA AYU LAMEY, S.E, M.A

“SUNGAI KAHAYAN: „BAK AIR‟ BUMI PANCASILA YANG TERCEMAR”

(Gbr. Salah satu warga pinggiran Sungai Kahayan yang sedang mencuci di sungai)

Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Baik lingkungan alam maupun

lingkungan sosial. Kita bernapas pun pasti memerlukan udara dari lingkungan sekitar. Kita

makan, minum, menjaga kesehatan, semuanya memerlukan lingkungan. Manusia sebagai

penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian lingkungan

hidup. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi mampu merubah wajah dunia

dari pola kehidupan sederhana sampai ke bentuk kehidupan modern seperti sekarang ini. Namun

sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa

depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak kemajuan yang diraih oleh manusia membawa

dampak buruk terhadap kelangsungan lingkungan hidup.

Sebagai contohnya adalah pencemaran air. Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal

dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Banyak penyebab pencemaran air, tetapi secara

umum dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu sumber kontaminan langsung dan dan tidak langsung.

Sumber kontaminan langsung meliputi efluen yang keluar industri, TPA sampah, limbah rumah

tangga dan sebagainya. Sumber kontaminan tak langsung adalah kontaminan yang memasuki

badan air dari tanah, air tanah atau atmosfir berupa hujan. Pada dasarnya sumber pencemaran air

berasal dari industri, rumah tangga dan pertanian.

Page 2: SOSIOLOGI LINGKUNGAN

2 | P a g e

Padahal air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Air dapat menjadi

malapetaka jika tersedia dalam kondisi yang tidak benar, baik kualitas maupun kuantitas airnya.

Air bersih sangat dibutuhkan manusia, baik untuk keperluan sehari-hari, untuk keperluan

industri, dan sebagainya. Di zaman sekarang air menjadi masalah yang memerlukan perhatian

serius. Untuk mendapatkan air yang baik sesuai dengan standar tertentu sudah cukup sulit untuk

di dapatkan. Hal ini dikarenakan air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari

berbagai hasil kegiatan manusia. Sehingga menyebabkan kualitas air menurun, begitupun dengan

kuantitasnya.

Danau, sungai, dan lautan sebagai tempat penampungan air “raksasa” manusia adalah bagian

penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi.

Tempat air “raksasa” tersebut selain mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan polutan.

Berbagai macam fungsinya sangat membantu kehidupan manusia. Pemanfaatan terbesar danau,

sungai, lautan dan air tanah adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku pembuatan air minum

dalam kemasan, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya

berpotensi sebagai objek wisata.

Pulau Kalimantan, merupakan sebuah pulau di Indonesia yang terkenal akan julukan “Pulau

Seribu Sungai”. Yang mana sebagian besar warga masyarakatnya tinggal di tepian sungai dan

menggantungkan hidup mereka dari sungai-sungai tersebut. Sebenarnya, tradisi tinggal di tepian

sungai tidak hanya ada di Pulau Kalimantan saja tetapi di hampir seluruh Pulau di Indonesia

permukiman tepian sungai selalu ada. Seiring dengan kemajuan zaman dan geliat perkembangan

ekonomi di Indonesia yang semakin berkembang, rata-rata sungai di Indonesia terutama di Pulau

Kalimantan hampir keseluruhannya tercemar karena tindakan para manusia yang kurang

menghargai lingkungan dan hanya memikirkan keuntungan sesaat tanpa memikirkan efek jangka

panjangnya. Tindakan-tindakan seperti penambangan emas, penambangan pasir sungai, adanya

pembuangan limbah rumah tangga ke sungai menjadikan sungai-sungai di wilayah ini tercemar.

Salah satu contoh kasusnya, adalah tercemarnya air Sungai Kahayan di kota Palangka Raya.

Pada zaman dulu sekitar tahun 1970, Sungai Kahayan sempat memiliki kualitas air yang

dikategorikan layak untuk konsumsi sehingga dulu tingkat kebutuhan masyarakat yang saat itu

dikenal dengan Kampung atau Desa Pahandut akan air Sungai Kahayan sangat besar hampir

100%. Terutama untuk kebutuhan minum, memasak, mandi dan sebagainya langsung ke sungai

Kahayan. Sekitar tahun 2011, tingkat konsumsi warga akan air Sungai Kahayan tersebut sudah

jauh berubah menjadi hanya sekitar 40% saja. Kebanyakkan warga yang bermukim disekitar

Sungai Kahayan tersebut sekarang ini hanya memanfaatkan air sungai tersebut untuk keperluan

tertentu saja misalnya untuk membersihkan kotoran hewan, mencuci pakaian ataupun sekedar

melakukan kegiatan kakus.

Adapun tercemarnya Sungai Kahayan tersebut disebabkan oleh kegiatan Penambangan Emas

Tanpa Izin (PETI) yang marak terjadi di daerah hulu sungai. Karena kegiatan PETI inilah yang

Page 3: SOSIOLOGI LINGKUNGAN

3 | P a g e

menyebabkan kualitas air Sungai Kahayan sekarang ini menjadi kurang layak konsumsi bagi

warga yang bermukim disekitar sungai. Kegiatan PETI ini sudah mempengaruhi warna, rasa, dan

tingkat kejernihan serta kadar pH dari air sungai tersebut. Air Raksa (Hg) yang digunakan dalam

kegiatan PETI inilah yang menyebabkan kadar pH air menjadi diluar batas kadar pH air layak

konsumsi karena berdasarkan hasil praktikum tentang kadar pH air Sungai Kahayan yang pernah

dilakukan oleh penulis menggunakan uji coba kertas lakmus sekitar tahun 2011 menunjukkan

bahwa air Sungai Kahayan terindikasi memilki kadar pH sekitar 5,5 – 6,5 sehingga

menggunakan air sungai tersebut untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari dapat menimbulkan

berbagai penyakit. (Air yang termasuk dalam kategori layak konsumsi bagi manusia adalah air

yang memiliki tingkatan pH dikisaran 6,8 – 7. Jika kadar pH air dikisaran <6,8 maka air tersebut

digolongkan tidak layak konsumsi karena terlalu asam bagi tubuh manusia dan dapat

menyebabkan pengkeroposan gigi jika terus dikonsumsi, sedangkan jika air tersebut memiliki

kadar pH >7 air tersebut juga digolongkan tidak layak minum karena sifatnya terlalu basa)

Padahal, pulau Kalimantan termasuk ke dalam wilayah Tanah Gambut yang mana karakteristik

air Gambut seharusnya bersifat sedikit asam dengan kadar pH sekitar 6,8. Selain karena PETI,

air Sungai Kahayan juga tercemar karena kebiasaan membuang limbah rumah tangga ke sungai

oleh warga yang bermukim di sekitar sungai tersebut dan tentunya air sungai seperti ini pastilah

membawa bibit mikroba patogen yang merugikan bagi tubuh manusia.

Sebenarnya, sungai memiliki kemampuan untuk melakukan proses penjernihan secara alami

melalui bantuan mikroba air. Namun, karena adanya unsur Air Raksa (Hg) yang tercampur

dalam air sungai serta adanya limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai tadi menyebabkan

kadar oksigen di dalam air menjadi menurun sehingga kemampuan mikroba dalam menguraikan

senyawa organik dalam air sungai menjadi terhalang karena kebutuhan oksigen untuk proses

penguraian (BOD dan COD) tersebut terlalu minim. Hal inilah yang biasanya menyebabkan air

sungai menjadi berwarna sangat keruh karena tidak adanya mikroba yang dapat menjernihkan air

sungai akibat dari minimnya kadar oksigen dalam air.

Melihat kondisi Sungai Kahayan seperti itu, seharusnya pemerintah daerah lebih memperketat

lagi regulasi tentang PETI ini serta menerapkan pembangunan tata kota berbasis lingkungan dan

masyarakat yang bermukim di tepian sungai dihimbau untuk mengubah perilaku membuang

limbah rumah tangga tersebut ke sungai karena mau sampai kapan Sungai Kahayan yang

sebenarnya berpotensi untuk dijadikan sebagai destinasi eco-tourism tersebut dibiarkan rusak dan

tercemar? Padahal, kondisi Sungai Kahayan yang tercemar seperti sekarang ini disebabkan oleh

ulah kita para manusia yang kurang respect terhadap alam. Toh, tidak ada kata terlambat bagi

pemerintah daerah dan masyarakat dalam bekerjasama untuk mengembalikan kondisi Sungai

Kahayan seperti tahun 1970. Sebagai bukti, salah satu sungai di Korea Selatan yang dulunya

tercemar dan berbahaya untuk dikonsumsi sekarang bisa menjadi asri kembali dan dapat

dikonsumsi serta dijadikan sebagai destinasi eco-tourism terkenal di Korea Selatan karena

pemerintah serta masyarakatnya mau berupaya dan bekerjasama untuk membuat sungai tersebut

menjadi „normal‟ kembali meskipun beberapa tahun mereka harus menunggu serta berusaha

Page 4: SOSIOLOGI LINGKUNGAN

4 | P a g e

untuk membuat sungai tersebut dapat „membangkitkan‟ kembali kemampuannya dalam

menjernihkan air yang sebenarnya tercemar parah untuk bisa jernih dan dikonsumsi kembali.

Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi dan bukan

hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah atau pemimpin negara saja, melainkan

tanggung jawab kita bersama. Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan

lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sekecil apa pun

usaha yang kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi

generasi anak cucu kita kelak. “Where is a will, there is a way.”(Dimana ada kemauan, disitu ada

jalan.)

Dapat disimpulkan bahwa kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari lingkungan

tempatnya hidup. Segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia pasti juga akan berdampak

terhadap lingkungan hidup. Kemajuan yang diraih oleh manusia dalam ilmu pengetahuan dan

teknologi lah yang terkadang memberi dampak buruk bagi lingkungan hidup contohnya seperti

pencemaran air. Padahal air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi.

Seluruh siklus daur hidup manusia pastilah juga bergantung kepada tersedianya sumber air di

lingkungan mereka.

Danau, sungai dan lautan merupakan tempat penyimpanan air „raksasa‟ bagi manusia selama

ini. Namun, tempat penyimpanan air „raksasa‟ ini malah dicemarkan oleh ulah manusia yang

selama ini selalu bergantung kepadanya. Salah satu contohnya adalah Sungai Kahayan sebagai

tempat penyimpanan air „raksasa‟ bagi masyarakat Kota Palangka Raya yang menjadi tercemar

akibat tindakan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang terjadi di hulu sungai serta akibat

kebiasaan membuang sampah ke sungai bagi warga masyarakat yang bermukim di tepian sungai

tersebut. Penggunaan Air Raksa (Hg) dalam kegiatan PETI serta kebiasaan membuang limbah

rumah tangga ke sungai ini menyebabkan air sungai menjadi tidak layak konsumsi dan

mengakibatkan sungai tidak dapat melakukan proses penjernihan air secara alami. Padahal

Sungai Kahayan memiliki potensi yang besar untuk menjadi tempat eco-tourism di Kota

Palangka Raya. Melihat hal tersebut pemerintah daerah dan masyarakat seharusnya dapat

bekerjasama dalam mengembalikan „kejernihan‟ Sungai Kahayan seperti dulu lagi, karena tidak

ada kata terlambat untuk mengembalikan Sungai Kahayan menjadi bersih kembali. Karena

melestarikan lingkungan hidup bukan hanya tugas pihak-pihak tertentu seperti pemerintah saja

tetapi semua pihak harus dilibatkan agar dapat menciptakan kondisi lingkungan hidup yang layak

huni bagi generasi mendatang.