126
Sosiologi Pengetahuan Baru | 1 Knowledge as Culture The New Sociology of Knowledge E. Doyle McCarthy Dialihbahasakan oleh Iskandar Dzulqornain

sosiologi pengetahuan baru

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 1

Knowledge as CultureThe New Sociology of Knowledge

E. Doyle McCarthy

Dialihbahasakan

oleh

Iskandar Dzulqornain

Page 2: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 2

PENDAHULUAN

Sosiologi Pengetahuan dan Budaya

Sosiologi pengetahuan telah menempati (jika kadang marjinal) tempat utama dalam

ilmu sosial, teks-teks intinya memaparkan pernyataan penting sosiologi bahwa masyarakat

membentuk manusia. Baik dalam tulisan-tulisan sosiolog Perancis, Jerman, ataupun tradisi

Amerika, sosiologi pengetahuan berpendapat bahwa masyarakat berpengaruh secara

mendalam terhadap struktur-struktur pengalaman manusia dalam bentuk ide, konsep, dan

sistem-sistem pikiran. Lebih lanjut, oleh karena kehidupan sosial menjadi kesadaran hidup dan

kapasitas reflektif manusia, seseorang tidak dapat secara signifikan membicarakan manusia

tanpa membicarakan apa yang disebut Arthur Child "hakikat sosialitas pikiran" (1940-1941 h.

418).

Buku ini menyajikan argumen-argumen dasar sosiolog klasik dan kontemporer

mengenai apa yang dimaksud "sosialitas pikiran", memperlihatkan bahwa disiplin kita sekarang

memikirkan topik ini dalam istilah-istilah yang sangat berbeda dari Marx, Durkheim, Mannheim,

dan Mead. Terutama sekali selama dekade 1980-an, ilmu sosial mengalami perubahan yang

ditandai oleh pengetahuannya dan sensitivitasnya terhadap budaya dan bahasa, perubahan

terbaiknya ditandai oleh pertumbuhan terhadap karya-karya dan teori linguistik, strukturalisme,

poststrukturalisme. Karya-karya dalam studi sosial budaya dan "teori budaya" tidak hanya

berpengaruh secara khusus terhadap studi keluarga, psikologi sosial, kriminologi, studi emosi,

sosiologi sejarah perbandingan, dan teori sosial, tapi juga dianggap oleh beberapa pihak

sebagai mentransformasikan paradigma ilmu sosial. Ini keyakinan sosiologi pengetahuan. Kini,

sebagaimana saya berargumen di sini, pengetahuan itu sebaiknya dikonsepsikan dan dikaji

sebagai budaya, dan ragam tipe dari pengetahuan sosial mengomunikasikan dan menandakan

makna-makna sosial --seperti makna-makna tentang kekuasaan dan kesenangan, keindahan

dan kematian, kebaikan dan bahaya. Sebagai bentuk budaya yang paling kuat, pengetahuan

juga menyusun makna-makna dan menciptakan secara penuh obyek-obyek baru dan praktik-

praktik sosial.

Saat ini, sosiologi pengetahuan oleh beberapa pihak dianggap sebagai subdisiplin

yang ditandai oleh penekanan tertentu pada "determinasi sosial atas pengetahuan". Beberapa

pihak mempertimbangkan ia digantikan oleh "teori budaya". Saya tidak. Sebagaimana saya

berpendapat dalam Bab 1, tesis determinasi sosial telah membawa pada dialog dengan teori

konstitusi budaya dari pengalaman manusia. Dinyatakan dalam bentuk proposisi: pengalaman

manusia dibentuk oleh isi dan cara konseptualisasinya, yakni, oleh pengetahuan budaya dalam

bentuk bahasa masyarakat, kepercayaan-kepercayaannya, norma-normanya, serta world

viewnya: proposisi ini menyatakan gagasan pokok sosiologi pengetahuan; sementara seluruh

produk dunia mental "dideterminasi" secara sosial, segala pengalaman manusia diseleksi,

Page 3: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 3

diarahkan, disusun oleh keputusan moral dan intelektual serta praktik-praktik linguistik atas

dunia sosial. Hal tersebut hanyalah melalui bahasa, kategori-kategori pikiran, norma-norma dan

seterusnya, pengalaman tersebut mengambil kesadaran dan bentuk yang dapat

dikomunikasikan.

Risalah Berger dan Luckmann (1966), The Social Constuction of Reality, menandakan

sebuah perubahan dalam bidang sosiologi pengetahuan, mengarahkan kembali sosiologi

pengetahuan dari studi tentang determinasi sosial terhadap gagasan-gagasan (ideas) menuju

pengetahuan-pengetahuan (knowledges), terutama pengetahuan-pengetahuan yang memandu

kehidupan orang-orang dalam kehidupan sehari-hari. Yang lebih penting, pernyataan teoritiknya

bahwa sosiologi pengetahuan mempelajari proses bagaimana realitas dibentuk secara sosial,

dengan demikian mengarahkan kembali fokus tradisional sosiologi pengetahuan pada

determinasi sosial. Apa yang secara aktual Berger dan Luckmann tawarkan adalah bahwa

pengetahuan dan realitas (mereka selalu memaksudkan realitas sosial) eksis dalam sebuah

relasi timbal balik atau relasi dialektika dari konstitusi yang saling membentuk.

Dalam buku ini, tetap pada argumen Berger dan Luckmann, "realitas" dan

"pengetahuan" didiskusikan dalam istilah-istilah proses: realitas dan pengetahuan berelasi

secara timbal balik dan dihasilkan secara sosial. Ini tidak mengurangi kebenaran dari dunia

sosial yang kita huni daripada diri yang kita miliki: keduanya eksis sebagai nyata pada kita;

dunia kita dan diri kita menjalankan dari pengetahuan yang menjadikan mereka nyata dan

bermakna. Dengan demikian, pengetahuan mengacu pada beberapa dan tiap bagian dari

gagasan-gagasan yang disepakati oleh kelompok sosial yang satu atau yang lain atau

masyarakat manusia yang satu atau yang lain, gagasan-gagasan berhubungan dengan apa

yang mereka sepakati sebagai riil. Emile Durkheim (1909, h. 238) mengikhtisarkan gagasan-

gagasan ini dalam kalimat: "dunia hanya eksis sejauh ia digambarkan pada kita". Realitas

adalah satu variabel dengan pengetahuan yang manusia miliki tentangnya. Kita tidak memiliki

"realitas" sepenuhnya, jika tidak kita miliki pengetahuan untuk mengatakan pada kita

tentangnya.

Pendekatan saya pada sosiologi pengetahuan memulihkan beberapa elemen yang

tidak hadir dari teori grounded fenomenologinya Berger dan Luckmann. Dalam bagian tertentu,

Saya coba untuk menggambarkan kembali atmosfer politik dimana pengetahuan dihasilkan,

seperti dilukiskan dalam karya Karl Mannheim dan dalam karya C. Wright Mills --karya-karya

klasik yang saya temukan selaras dengan penulis-penulis kontemporer seperti Michel Foucault

dan Edward Said. Penyusunan buku ini, sebagian, adalah untuk mengusung kembali ke garis

depan sosiologi pengetahuan tentang persoalan dari fungsi-fungsi pengetahuan dalam

kehidupan publik dan politik. Tema pokok ini adalah merajut, baik secara eksplisit atau implisit,

keseluruhannya menggantikan tiap bab.

Page 4: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 4

Sosiologi pengetahuan Mannheim kali pertama muncul di Jerman pada 1929 dan

dialihbahasakan ke bahasa Inggris pada 1936 dengan judul Ideology and Utopia. Setelah

setengah abad, Ideology and Utopia merupakan karya klasik yang masih menyibukkan dan

menggairahkan pembaca dalam cara yang tidak berbeda dengan The Sociological Imagination

(1959) oleh sosiolog Amerika Mills, yang karyanya secara vital dikaitkan pada Mannheim.

Mannheim mencoba untuk membuka kedok akar-akar aktif pikiran --bagaimana ia "berfungsi

dalam kehidupan publik dan dalam politik sebagai sebuah instrumen tindakan kolektif". Dia

mengacu pada "titik pandang pragmatis" ini (1936, h. 73) sebagai seseorang yang mengakui

bahwa pengetahuan adalah bagian dari tindakan-tindakan konkret manusia serta mengacu

pada kepentingan-kepentingan, nilai-nilai, dan etos yang muncul dari suatu kelompok.

Dalam tradisi Mannheim dan Mills, sosiologi pengetahuan melayani kebutuhan publik

yang sangat penting. Sosiologi pengetahuan menyelidiki pada konsekuensi bahwa

pengetahuan diperoleh dalam politik dan kehidupan manusia secara pribadi dan publik. Menuju

sasaran ini, sosiologi pengetahuan mencoba untuk membuka kedok dasar-dasar kolektif yang

mana kelompok-kelompok dan institusi-institusi bersaing untuk berwewenang. Demikian suatu

penyelidikan menyingkap bahwa kekinian gagasan adalah strategi; gagasan-gagasan

bermuasal dalam eksistensi kelompok dan tindakan kolektif. Ini adalah sebuah proses dimana

orang-orang, tindakan dan penentangan masing-masing yang lain dalam seting sosial dan

kelompok sosial yang berbeda, berupaya untuk merubah atau mempertahankan peristiwa di

sekitar dunia mereka. Ia dalam proses kolektif untuk merubah atau menolak merubah bahwa

gagasan adalah dihasilkan. Menurut pandangan ini, proses "konstruksi realitas", berkait-kaitan

sebagaimana mereka berada pada apa yang mereka ketahui dan komunikasikan kepada

masing-masing yang lain, adalah ditetapkan dalam arena publik. Ia ada sebagaimana arena

publik bahwa apa yang orang-orang pikirkan dan ketahui menjadi tampak; pikiran dan

pengetahuan muncul dari konfrontasi orang-orang dengan dunia perubahan mereka. Dalam

atmosfer politik ini, kelompok dan institusi masuk sebagai pemegang otoritas dan wasit dalam

urusan yang sulit dimengerti tentang pendefinisian dan pemahaman realitas sosial.

Sebagaimana dikatakan di atas, buku ini membawa isu-isu tersebut kembali pada garis

depan sosiologi pengetahuan: bagaimana kelompok-kelompok, kelas-kelas, institusi-institusi,

dan bahkan bangsa-bangsa dunia berlomba dalam suatu generasi serta mengatur terhadap

opini publik; fungsi aktif pengetahuan melayani dalam kehidupan publik ketika mereka

memunculkan serta secara langsung opini publik dan tindakan. Dalam Bab 2 dan 5, misalnya,

sosiologi pengetahuan dihadirkan sebagai sebuah metode untuk memeriksa keberubahan dan

pertentangan interpretasi pada peristiwa-peristiwa kontemporer, keberubahan atas apa yang

kita sebut "realitas-realitas" sosial (kutipan tersebut menandakan arah pada kenisbian dan

status yang sulit dimengerti terhadap apa yang dalam kenyataannya adalah riil dan bagi siapa).

Sosiologi pengetahuan memeriksa bagaimana obyek-obyek muncul pada perhatian publik,

Page 5: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 5

bagaimana persoalan-persoalan sosial didefinisikan dan fungsi-fungsi pengetahuan tertentu

bermain dalam proses ini. Misalnya, suatu konflik negara-bangsa dan partai, antara otoritas

gereja dan sekuler, terhadap kemunculan kelas-kelas dan kepentingan kelompok seperti

perempuan dan kulit hitam, terhadap elit medis dan teknik yang menegaskan agenda-agenda

sosial bagi ketidaklahiran dan sekarat adalah diperhatikan dengan pertanyaan: pengetahuan

siapa yang akan menentukan?

Pertarungan yang telah dikibarkan hari ini melampaui pertanyaan tersebut yang

mungkin tidak sebaru yang bisa kita pikirkan. Apa yang secara menentukan sekarang tidak

hanya bahwa etos demokrasi membiarkan dan bahkan mengundang serupa konflik, tapi juga

kenyataan bahwa pentas pertarungan telah dikumandangkan secara tiba-tiba tampak pada

semua (secara instan, dan bagi rekaman permanen dan replay yang instan). Apa yang orang

ketahui dan apa yang mereka pikir adalah peristiwa-peristiwa yang dimainkan dalam arena

publik, sesudah dan sebelum audien yang tak terkira banyaknya. Suatu "peristiwa media"

hanya mendramatisir pendirian Mannheim bahwa pertanyaan "Apakah realitas itu?" adalah

penting untuk kondisi kita sekarang dan secara sangat unggul disesuaikan dengan penyelidikan

sosiologis.

Baik diperhatikan secara langsung peranan publik dan politik dari pengetahuan atau

bersama topik yang lain, seperti pentingnya bahasa dan relasi sosial, titik pandang yang Saya

adopsi seluruhnya di buku ini adalah teori kesadaran tindakan-bertujuan. Pada respek ini,

sosiologi pengetahuan menutup hubungan kepada tradisi pragmatis filosofis yang

diidentifikasikan seperti pada tokoh filosof James, Peirce, Dewey, dan Mead. Apa yang pemikir-

pemikir tersebut sumbangkan pada sosiologi pengetahuan adalah sebuah pandangan

kehidupan mental sebagai satu bagian dari tindakan manusia. Kesadaran manusia

dikonsepsikan sebagai suatu aktifitas; sikap mental dan pengetahuan selalu dihubungkan

dengan tindakan. Bentuk-bentuk pengetahuan tidak melekat dalam kesadaran manusia tapi

merepresentasikan satu dari beberapa cara yang ada dalam pikiran, salah satu dari beberapa

cara manusia berada mengukir sebuah realitas. Sebaliknya, cara-cara dari pikiran muncul dari

luar kepentingan dalam sebuah realitas. Pengetahuan diinginkan aktifitas. Tak ada

pengetahuan terhadap realitas yang mungkin atau bahkan memungkinkan bahwa dideterminasi

oleh hal-hal dalam dirinya. Kaum pragmatis meminjam metafor kaum idealis tentang

pengetahuan sebagai "pahatan": keluar dari pinggiran dunia bersama ketidakmenentuan, aktor-

aktor manusia memahat obyek-obyek yang tetap, jadi memungkinkan tindakan untuk diteruskan

(Stalin 1986, h. 10). Pengetahuan dan pengalaman adalah coterminous --mereka muncul dan

berkembang secara simultan dalam tindakan manusia. Menurut pragmatis Amerika George

Herbert Mead, yang didiskusikan dalam Bab 4 sejauh bersama sejumlah penulis kontemporer

mengenai agensi manusia, kesadaran manusia dipahami sebagai suatu kapasitas bagi

tindakan dan meliputi secara terpisah kapabilitas pengalaman manusia menuju kesadaran,

Page 6: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 6

dalam bentuk bahasa dan simbol, tindakan-tindakan sosial yang kita lakukan bersama yang

lain.

Pandangan kaum pragmatis terhadap akar sosial dari pikiran ini dapat ditemukan

dalam tulisan-tulisan tradisi sosiologi yang, dalam menghormati yang lain, menyuarakan

perbedaan. Ada sebuah tugas pragmatisme, misalnya, pada Marx, Mannheim, kelompok

Durkheim, dan bahkan Scheler1. Pemahaman kaum pragmatis mengenyampingkan gagasan

bahwa pengetahuan adalah cermin realitas atau, seperti kalimat Paul Rock, "sebuah irisan

dalam ketidakberubahan alam semesta" (1979); ataupun pengetahuan sejenis jembatan yang

menghubungkan dunia dengan apa yang mereka pikirkan tentangnya, seolah-olah

pengetahuan dan realitas bisa dianggap sebagai kutub yang terpisah dan yang menyatu.

Teori pragmatis tentang pengetahuan menawarkan sejumlah tentangan pada usaha

filosofis sepenuhnya dan sejarahnya. Ia juga memunculkan pertanyaan-pertanyaan sulit

tentang apa yang Alfred Schutz (1971) sebut dunia sebagai dunia yang tampak dalam struktur

pikiran sehari-hari, dengan demikian pengetahuan dilihat sebagai buntelan dari persepsi-

persepsi yang akurat. Ini karena aktor sehari-hari dan banyak filosof melakukan tentang

gagasan bahwa pengetahuan memiliki dasar yang riil, seseorang yang tidak diragukan di sana,

atau seseorang yang ada untuk menguraikan.

Baik filosof ataupun sejawatnya menjadi perhatian kita di sini, kecuali serangan yang

membedakan hal tersebut yang mengakui pemahaman pengetahuan dari sosiologi (dan

pragmatisme), yang memahami bahwa terdapat sejumlah fungsi vital bahwa pengetahuan tidak

memiliki apapun juga untuk melakukan dengan pikiran yang jernih atau dengan truth-seeking;

fungsi-fungsi tersebut secara tepat memikat sosiolog. Barangkali suara-suara ini sedikit tidak

wajar. Saya akan menyetujui bahwa memang demikian, sejak ketidakwajaran meliputi

pembelokan bisikan dari apa yang secara normal disepakati sebagai salah satu antara benar

dan baik. Sosiologi pengetahuan telah mendesak bahwa semua bentuk pengetahuan, bukan

persoalan bagaimana keagungan dan otoritatif, memiliki asal usul manusia serta asupan dan

menggemukkan kepentingan dan kebutuhan kelompok.

Fungsi-fungsi lain pengetahuan, hasil pemikiran sosiolog, tidak diuraikan sebagai salah

satu yang kedua (ataupun salah satu yang utama, bagi masalah tersebut). Agaknya, klaim

sosiologi bahwa fungsi-fungsi tersebut akan dianggap dengan paling sedikit sama banyak dari

perhatian dan keseriusan yang dihasilkan pandangan-pandangan lain dari pengetahuan dan

kehidupan mental, seperti yang diberikan para filosof, psikoterapis, pemuka agama, dan

kesalehan lain dari kesadaran dan jiwa manusia. Ini memasukkan fungsi-fungsi pengetahuan

pada penyatuan suatu keteraturan sosial, untuk memberikan rasa masuk akal dan

kebermaknaan realitas (dan bukan realitas) pada manusia, untuk menyumbangkan dan

1 Untuk diskusi atas fitur-fitur pragmatis sosiologi klasik dan sosiologi pengetahuan, lihat Werner Stark ([1958] 1991. h. 307ff.) dan Kenneth Strikker (1980) pengantar pada Problem of Sociology of Knowledge Marx Scheler.

Page 7: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 7

memelihara identitas kelompok atau perorangan, dan untuk melegitimasikan tindakan dan

otoritas. Sosiologi juga memiliki ketertarikan khusus dalam fungsi pengetahuan, disebut

ideologis, untuk mendistorsi, menjustifikasi, atau memistifikasi kepentingan dan posisi

kelompok. Pada tiap contoh tersebut, pengetahuan tidak begitu banyak mendeskripsikan

realitas-realitas sosial sebagai konstruksi dan susunan mereka.

Masing-masing bab dari lima bab buku ini membicarakan tentang fungsi kolektif

pengetahuan menuju tradisi-tradisi ilmu sosial yang merujuk karya-karya Marx, Durkheim, dan

Mead: Bab 1 mendeskripsikan dan menginterpretasikan pengetahuan dan sosiologi

pengetahuan dengan menggunakan sosiologi pengetahuan itu sendiri. Ia memberi batasan

pada diskusi kita serta daerah yang harus dilintasi. Bab 2 membicarakan pengetahuan sebagai

ideologi yang menutupi dan memistifikasi sistem-sistem sosial, organisasi-organisasi, dan

kelas-kelas. Pada Bab 3, fungsi gagasan-gagasan kolektif dan simbol-simbol sebagai kekuatan,

bahkan memesonakan, kekuatan dari pengetahuan dan sentimen kolektif yang diambil. Bab 4

memeriksa fungsi-fungsi pengetahuan sebagai instrumen-istrumen komunikasi; ia

memanjangkan sosiologi pengetahuan untuk memasukkan dunia pengetahuan diri (self) dan

konsep diri yang lain (other) (the other). Kapasitas manusia tersebut terhadap kesadaran

komunikasi mensyaratkan suatu proses sosial yang terus menerus, suatu kapasitas untuk

mengorganisir dan untuk menggunakan bahasa, sikap sosial, dan perspektif dengan acuan

pada diri (self) dan yang lain (other) (the other). Kehidupan sosial memberikan bahan (kata-

kata, gestures, sikap) keluar dari yang mana kesadaran hidup berkembang. Ia memberikan

kekhususan "bahasa diri" yang membentuk bentuk-bentuk tertentu dan pengalaman-

pengalaman diri.

Suatu diskusi pandangan-pandangan feminis pada Bab 5 menyingkap pengetahuan

sebagai kendaraan dominasi yang sangat unggul, memikul cap suatu budaya, kelas, ras,

gender. Para penulis feminis secara prinsipil berkonsentrasi terhadap pegetahuan yang

dihasilkan khususnya dalam dunia sastra, filsafat, dan ilmu. Mereka menentang gagasan

bahwa teori-teori dan metode-metode dari disiplin tersebut adalah bebas dari cap ideologi,

hegemoni laki-laki. Feminisme meruntuhkan gagasan-gagasan tradisional tentang ilmu sebagai

satu cara yang istimewa dalam menghasilkan sesuatu yang obyektif, reliabel, dan bebas-nilai

tubuh terhadap gagasan. Dalam hal ini, feminisme selaras dengan sosiologi pengetahuan dan

pandangannya tentang pengetahuan sebagai barang berharga atas tindakan dan, seperti Mills

(1939, h. 677) argumentasikan, suatu sistem kontrol sosial.

Dengan masing-masing topik itu diambil, perbedaan pikiran diantaranya mungkin,

pengetahuan-pengetahuan merupakan konsekuensi dalam menghasilkan apa yang kita ketahui

mengenai realitas sosial; dalam memberikan pada kita suatu rasa kesatuan sosial, palsu atau

tidak; dalam menciptakan dan menyokong bentuk-bentuk dominasi, melegitimasi atau

illegitimasi; dalam menyumbangkan kehidupan sosial kita dan relasi-relasi kebermaknaan (atau,

Page 8: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 8

paling tidak, cukup bermakna). Fungsi-fungsi kolektif pengetahuan harus dilakukan dengan

penegakan realitas sosial melalui proses sosial secara terus menerus dan secara relatif sulit.

Pada parafrase John Dewey, realitas sosial eksis dalam transmisi, dalam pengetahuan yang

membuatnya riil bagi kita (Dewey [1916] 1980, h. 5).

Jika sosiologi pengetahuan mencapai apapun semua, ia membuat masalah hubungan

kita dengan realitas sebuah isu yang agak rumit. Pertanyaan sepenuhnya dari apa yang ia

maksudkan untuk mengetahui sesuatu adalah jauh lebih rumit daripada ia tampak secara biasa.

Manusia tidak hanya menatap dan melihat. Manusia tak hanya di sana. Bagaimana kita melihat,

apa yang kita lihat, dan apa yang kita buat dari apa yang kita lihat adalah dipahami oleh

elemen-elemen dari peta mental kita. Kita, yang lain (other) (other), Tuhan, waktu, ruang, dan

semua obyek yang mengisi lanskap sosial eksis dalam pengetahuan. Tapi tak hanya obyek,

realitas adalah manusia dan pikirannya, penilaian-penialaiannya, keputusannya-keputusannya,

serta perasaan-perasaannya.

Untuk semua alasan ini, proses-proses pikiran tentang praktik-praktik kolektif manusia

lebih dari sekadar tentang pemikir individual. Karena pikiran adalah sebuah aktifitas yang

mensyaratkan komunikasi dan pergaulan sosial, hanya dalam sebuah perasaan terbatas

melakukan pikiran individu. Sebagaimana Mannheim amati, "lebih tepat untuk mendesakkan

bahwa partisipasi individu dalam pikiran lebih lanjut apa yang manusia lain miliki mengenai

pikiran sebelum dia" (1936, h. 3). Nenek moyang dan kekinian kita memberikan pola-pola

pikiran dan tindakan bahwa kita diwajibkan mengakui jika kita memajukan percakapan manusia.

Durkheim dan kaum strukturalis, yang gagasan-gagasannya didiskusikan di Bab 3,

membicarakan asal usul kolektif dari gagasan-gagasan dan kategori-kategori pikiran kita yang

membuat pertalian dan impersonalitas pada pikiran kita dan gagasan-gagasan kita: "alasan

impersonal hanyalah nama lain yang diberikan pada pikiran kolektif", semenjak kita beralasan

bahwa kita menjalankan konsep-konsep yang memikul cap bukan kesadaran tertentu tapi dari

sebuah andil atau sumber impersonal yang memiliki kualitas selalu umum dan tetap (1915, h.

446, 433-435). Gagasan-gagasan kolektif memiliki kualitas rasional, apa yang Benedict

Anderson sebut sebuah "halo of disinterestedness", sebuah "logika misrepresentasi"

(Thompson 1986, h. 45).2

Fungsi-fungsi ideologis pengetahuan untuk mendistorsi atau memisrepresentasi

realitas sosial (didiskusikan di Bab 2) membawa suara Marx pada percakapan dengan seorang

strukturalis (Althusser) dan pemikir postsrukturalis (Foucault). Meski kenyataannya bahwa teori

ideologi Marxis sering dilihat sebagai tidak sesuai dengan sosiologi pengetahuan, Saya

berpendapat bahwa ia lebih sesuai daripada tidak sesuai. Adalah wajar untuk tiap argumen

bahwa semua gagasan dan kesadaran dapat dijelaskan dengan kekuatan dan faktor-faktor

kolektif yang ditempatkan dalam bentuk-bentuk kehidupan dan praktik sosial, terutama

2 Saya menyebutkan diskusi atas teori-teori Durkhemian Kenneth Thompson (1986), termasuk Benedict Anderson dan Bernard Lacroix.

Page 9: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 9

pengelompokan sosial. Bentuk-bentuk argumen ini merupakan barang berharga ditengah-

tengah dua tradisi sosiologi yang berbeda, yang satu dari Auguste Comte sampai Emile

Durkheim, yang lain bersama Karl Marx dan, yang lebih baru, bersama "budaya Marxisme".

Konsep ideologi juga memberikan sosiologi pengetahuan dengan dasar-dasar teori motivasi

kolektif: distorsi-distorsi dan mistifikasi-mistifikasi ideologi melibatkan proses politik --mereka

mesti melakukan dengan klaim-klaim kekuasaan, dan dengan klaim-klaim untuk menjadi kuasa

(Ricoeur 1986, h. 161).

Perbedaan-perbedaan yang bisa dipertimbangkan mengenai opini pada dinamika yang

tepat dari proses-proses ideologis bisa diformulasikan sebagai dua pertanyaan: Apakah

ideologi-ideologi dibatasi pada gagasan-gagasan self-serving dari kelas-kelas tertentu; atau,

Apakah distorsi dan mistifikasi sebuah fitur yang mengikat terhadap semua diketahui

masyarakat? Dalam kata-kata Althusser (1969, h. 232), Apakah ideologi-ideologi "sebuah

bagian organik dari tiap totalitas sosial?" Apakah "masyarakat menyembunyikan ideologi

sebagai suatu yang sangat mendasar dan atmosfer yang diperlukan bagi nafas dan

kehidupannya?"

Dalam Bab 2, Saya memperdebatkan sebuah pemahaman ideologi sebagai tipe

khusus dari pengetahuan --seseorang yang memiliki suara otoritatif, sanggup mengatur

kebenaran dan kesalahan dari pengetahuan. Ideologi-ideologi menklaim sebuah posisi

istimewa, suatu posisi yang mengakui proses sebuah klaim universalitas. Ideologi-ideologi

adalah suara-suara mutlak, melewati dirinya sebagai alami, hanya sebagai cara melihat

sesuatu. Semua pengetahuan memuat benih-benih pikiran ideologis. Tapi beberapa

pengetahuan, karena ciri-ciri totalnya dan kesanggupannya untuk menaturalkan realitas sosial,

dan untuk menghasilkan kembali institusi-institusi kekuasaan, mencapai secara lebih sempurna

status ideologi-ideologi. Ideologi-ideologi diganti sebagai ideologi-ideologi dengan tekanan

fungsi konstruktif pengetahuan. Dengan menyembunyikan sejarah dan kenyataan sosial,

gagasan-gagasan dan sistem pengetahuan mendapatkan logikanya.

Dalam buku ini, sosiologi pengetahuan dipekerkajan sebagai bermusuhan pada klaim-

klaim kaum absolut. Tak ada pengamat-pengamat yang transenden, termasuk sosiolog.

Sosiologi pengetahuan menawarkan sebuah titik balik terhadap realisme, dan terhadap

gagasan-gagasan bahwa pengetahuan adalah perangkat untuk memahami sebuah realitas

yang berdiri atas dirinya sendiri. Metodenya adalah kritik, dalam kesadaran klasik: sosiologi

mempekerjakan seseorang dalam sebuah keberlanjutan kritisisme dari apa yang ia kaji,

termasuk bentuk-bentuk pengetahuannya sendiri dan kriteria keputusannya sendiri. Dalam

skeptisismenya ia bukan dogmatis.

Apakah sosiologi selalu berhasil dalam mengomunikasikan perspektif kritis ini? Tentu

tidak. Hanya pada yang terbaik sosiologi mengimbangkan perhatian pada status relatif dan

artifisial pengetahuan dan pada fungsi sosialnya sendiri sebagai wasit suasana sosial terkini.

Page 10: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 10

Pada yang terbaiknya, sosiologi melihat dirinya sebagai konfigurasi kekuatan yang sama yang

dibentuk dunia modern. Lebih lanjut, sosiologi bukannya tanpa agenda politik dan institusinya

sendiri, tendensi pemistisan dan pengabsolutannya sendiri. Tapi hal tersebut ditakdirkan untuk

eksis dalam tekanan dengan karakter reflektif sosiologi, banyak fitur vitalnya. Vital, karena ia

mengajarkan pada kita bahwa pengetahuan manusia mengenai masyarakat, apapun

sumbernya, selalu bersifat sementara dan tidak selesai. Sebagai disiplin reflektif, sosiologi

memahami bahwa proyeknya sendiri merupakan bagian dari realitas sosial, ia mempelajari

bahwa pemahaman ilmu sosial tentang masyarakat adalah bagian integral dari apa yang

dipahami masyarakat.

Paul Rock (1979, h. 83) meringkas argumen ini, penggambaran realitas sosial sebagai

"penyempurnaan proses pengetahuan. Ia bukanlah ontologi independen diluar proses

tersebut". Dari titik pandang ini, ilmu tentang kehidupan sosial dilihat sebagai sebuah aktifitas

yang menyumbangkan pada proses konstruksi-dunia, pada penghasilan obyek-obyek baru

pengetahuan (misalnya penyimpangan-penyimpangan, aturan-aturan sosial), pada penjahitan

obyek-obyek lain dengan titik pandangnya sendiri, pretensi-pretensi dan perspektif-

perspektifnya. Ketahuan dan ketidaktahuan ilmuwan sosial memaksakan pada bagian realitas

sosial ini dan itu. Teori-teori dan temuan-temuan kita memiliki konsekuensi-konsekuensi praktis,

seperti ketika deskripsi-deskripsi sosiologis diubah oleh manusia-manusia awam ke dalam

aturan-aturan tingkah laku. Sebagaimana Giddens (1984, h. 284) ucapkan, "Deskripsi-deskripsi

sosiologis memiliki tugas menengahi kerangka-kerangka dan makna-makna menuju aktor-aktor

yang mengorientasikan tingkah lakunya".

Design seluruh buku ini juga memasukkan pandangan ilmu sosial sebagai bagian dari

budaya dan "produksi budaya" (Peterson 1976; 1994). Lokasi sosial dari gagasan-gagasan dan

sistem-sistem pengetahuan dikaji bahwa mahasiswa sosiologi mengembangkan "rasa"

terhadap fungsi-fungsi strategis pengetahuan, perbedaan-perbedaan tertentu pengetahuan

membuat apa yang manusia lakukan dan bagaimana mereka hidup. Apa konsekuensi-

konsekuensi dari mengadopsi pengetahuan dan otoritas sains, kedokteran, ilmu sosial,

psikologi terhadap bagaimana kita menjalani kehidupan kita? Bagaimana ruang sosial yang

menakutkan dan aturan-aturan hukum politik dan kedokteran memainkan dirinya pada kita dan

kehidupan pribadi kita sebagai orang tua dan anak? Sebuah sosiologi kritis memprovokasi

mahasiswa untuk mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan tersebut, untuk memeriksa nilai

pengetahuan sebagai strategi kelompok atau sebagai instrumen bagi kontrol realitas sosial.

Sebagaimana saya katakan di atas, sebuah porsi yang baik dari buku ini adalah

menyeimbangkan pada karya-karya klasik sosiologi dan sosiologi pengetahuan melalui Marx,

Durkheim, Weber, Mannheim, dan Mead. Untuk alasan ini, keberhasilan dari argumen saya

bergantung, sebagian, pada kesanggupannya atas pembacaan yang segar terhadap karya-

karya tersebut, seseorang yang membuat mereka secara efektif relevan pada dunia saat ini. Ini

Page 11: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 11

karena semua pembacaan dan penyelidikan secara sosial menjadi nyata. Pembacaan dan

pemikiran adalah tidak kurang merupakan tindakan sosial ketimbang sesuatu yang lain yang

kita lakukan, sejak mereka mengira mengenal, sebuah idiom biasa, dan dunia sosial untuk

membicarakan tentangnya. Penekanan Saya sendiri pada pandangan pragmatis terhadap

ruang sosial dan akar-akar aktif dari pikiran memperoleh, sebagian, dari perasaan saya

mengenai keberhasilannya sebagai sebuah cara pembacaan klasik bagi mahasiswa-

mahasiswa saat ini, pembacaan yang sesuai dengan kajian-kajian yang lebih baru dalam

bahasa, pengetahuan, dan makna. Kaum pragmatis memandang pengetahuan, sebagaimana

Rorty (1979; 1982) dan yang lain menunjukkan, pergeseran dari gagasan-gagasan

pengetahuan klasik dan modern sebagai representasi dan kesadaran seperti cermin

memantulkan realitas. Pada tempat ini gagasan pengetahuan sebagai tindakan, politis dan

perangkat sosial. Ia sepenuhnya sesuai dengan kajian-kajian yang lebih baru dalam teori

diskursus yang berargumen bahwa semua bentuk bahasa mengimplikasikan posisi-posisi dan

perspektif-perspektif sosial dari apa yang manusia bicarakan. Institusi-institusi, dalam bahasa

Foucault, "mendorong manusia untuk berbicara...menyimpan dan mendistribusikan sesuatu

yang dikatakan" (1980a, h. 11). Dalam analisis terakhir, tidak ada pemeriksaan ulang terhadap

gagasan klasik yang mungkin kecuali dari titik pandang khusus seseorang, lokasi sejarah

menyeting istilah-istilah terhadap bahan periksa. Seperti penulis-penulis saat ini melukiskannya,

membaca sejarah dan tindakan interpretatif.

Kerja sosiologi harus mempertimbangkan dalam situasi: konsep-konsepnya dan

wawasan-wawasannya berkembang dari dan ditujukan pada dunia sosial terhadap pelaksana-

pelaksananya. Sosiolog tidak dalam urusan penawaran kebenaran-kebenaran yang tak lekang

waktu. Kita bukanlah penyair ataupun metafisikus. Disiplin kita didesign secara riil bagi

diagnosis situasi yang mengijinkan kita lebih baik untuk memahami apa yang terjadi pada dunia

di sekitar kita.3 Sebagaimana sosiologi yang terbaik memperlihatkan, tiap konsep dan model

yang kita pekerjakan memiliki asal usulnya dalam kehidupan riil; mereka muncul dari

pertentangan dengan dilema kehidupan sosial dan membawa bersama mereka kesadaran dan

ketidaksadaran kita. Sebaiknya, kita mencoba memahami dunia sosial kita sendiri dengan

menyelesaikan kekusutan sejarah khususnya. Tapi sejarah selalu diambil dari titik pandang

tertentu kita sendiri. Sosiologi mutakhir memulai dari dan kembali pada situasi kita, salah satu

yang dibuat pada tempat pertama.

Ideology and Utopia Mannheim membuka dengan rekfleksi-refleksi serupa: proposisi-

proposisi sosiologi "adalah bukan eksternal secara mekanis ataupun formal, atapun apakah

mereka mewakili korelasi-korelasi kuantitatif secara murni" (1936, h. 45). Konsep-konsep dan

teori-teori kita "diciptakan bagi maksud aktifistis dalam kehidupan riil". Dia bahkan membuat

garis besas situasi-situasi sosial khusus yang "mendorong kita untuk memantulkan akar-akar

3 Istilah yang diambil dari Mannheim (1936) yang meluaskan "pendekatan persiapan.... untuk sosiologi pengetahuan, terutama h. 45ff.

Page 12: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 12

sosial pengetahuan kita" dan untuk menghadapkan "fakta mencemaskan bahwa dunia yang

sama nampak berbeda bagi pengamat yang berbeda" (1936, h. 6).

Fakta ini membuat kita cemas. Sebagian besar dari kita, keadaan sulit mutakhir kita

sendiri (seperti Mannheim menyebutnya) adalah bukan penghilangan kesatuan pandangan

dunia, ataupun bahkan problem obyektifitas. Saya masih berpikir bahwa problem akar-akar

sosial pikiran kita dilanjutkan untuk menekan kita seperti ia ditekan generasi-generasi

Mannheim di Jerman pada 1920-an dan Mills pada paska perang Amerika, tapi untuk alasan-

alasan yang sangat berbeda. Seandainya Saya bisa berbicara lama dengan mahasiswa-

mahasiswa saya, kecemasan kita sendiri berkembang dari pengakuan kita terhadap

kesulitdimengertian realitas-realitas sosial dalam wajah the multitudinous yang melombakan

imej-imej dan sumber-sumber yang memberikan kita "sebuah kisah". Perasaan kita terhadap

beragam kisah, pendapat, imej, adalah sesintal (as fine-tuned as) perasaan kita pada kuasa

pengetahuan, kata, dan kesan untuk mencipta dan mengontrol realitas sosial. Ia bahkan

mungkin mengatakan bahwa problem akar-akar sosial pengetahuan dan pikiran bahkan lebih

penting bagi kita saat ini ketimbang generasi-generasi sebelumnya. Tidak pernah sebelum

pengalaman dan pengetahuan manusia terhubung langsung pada teknik dan teknologi massa.

Tidak pernah sebelum gagasan-gagasan yang sesuai secara instan dikomunikasikan melintasi

bangsa-bangsa, kelas-kelas, kepulauan-kepulauan. Dalam sebuah perasaan yang sangat riil,

problem dan persepsi terhadap konstruksi realitas sosial adalah problem kita sendiri.

Sosiologi pengetahuan menyediakan kurikulum kehidupan bagi sosiologi dalam dunia

saat ini. Saya masih mencoba berargumen di seluruh halaman ini, argumen yang memasukkan

jajaran konsep dan teori yang menuntut pemikiran ulang dan pembacaan ulang. Gagasan-

gagasannya, pusat untuk sosiologi modern dan sejarah kontemporer, dibutuhkan untuk bergulat

dengan beberapa isu dan persoalan global dunia kontemperer: menyelidik ke dalam makna

kemunculan politik dan corak budaya dari pikiran dan kelasnya dan institusi berasal-usul;

otoritas sains, kedokteran, dan hukum sebagai tubuh dari praktik dan pengetahuan mutakhir;

dampak budaya terhadap bentuk-bentuk dan kesan media massa, secara nasional dan global;

perubahan wajah politik dan fundamentalisme agama dalam dunia saat ini. Sosiologi

pengetahuan merupakan sederetan ulung untuk mengekplorasi isu-isu dan persoalan-

persoalan tersebut, isu-isu dan persoalan-persoalan kita. Bagi kita saat ini, pengetahuan telah

menjadi kekuatan budaya yang sangat kuat. Bagaimana kita memulai untuk memahaminya

adalah apa yang buku ini lakukan.

Page 13: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 13

BAB 1

APAKAH PENGETAHUAN ITU?

Sifat dasar pengetahuan tak dapat hidup tanpa keberubahan di dalam konteks transformasi umum tersebut.

(Jean-François Lyotard)

TINJAUAN DASAR

Sosiologi pengetahuan bukanlah area khusus dalam sosiologi seperti sosiologi

keluarga atau studi tentang stratifikasi. Gagasan-gagasannya menyebut pertanyaan-pertanyaan

sosiologis terluas tentang tingkatan dan batas-batas sosial serta pengaruh-pengaruh kelompok

dalam kehidupan manusia dan sosial serta dasar-dasar budaya terhadap kognisi dan persepsi.

Tempat khususnya dalam sosiologi mirip studi-studi budaya (cultural studies) yang

membicarakan pertanyaan-pertanyaan sosiologis umum dalam pendekatan tersendiri pada

jajaran luas dari simbol dan sistem-sistem pemaknaan (William 1981, h. 14; cf. Stehr dan Meja

1984, h. 7).

Seperti semua upaya keras sosiologis yang memiliki beberapa generasi akhir di abad

ini, sosiologi pengetahuan mengusung suara-suara tradisi penelitian (Shills 1981, h. 137-140),

sebuah warisan teks-teks dan teori-teori kunci, dilihat secara khusus dalam keberlanjutan dan

keberubahan pada beberapa temanya yang melintasi waktu: "determinasi sosial" terhadap

gagasan-gagasan, kaitan faktor-faktor gagasan dan kenyataan, dan Weltanschauung suatu

bangsa.

Seperti dalam beberapa tradisi, cengkraman masa lalu harus menemukan rekonsiliasi

dengan kekinian dan kebaruan. Dalam kasus tradisi-tradisi intelektual, teks-teks dan gagasan-

gagasan klasik secara berkelanjutan dibaca ulang dan diperiksa ulang dalam kesesuaian

dengan wawasan (dan anggapan), perasaan, dan sebagian besar problem-problem penting

dari generasi baru; bila ini tidak dilakukan, tradisi-tradisi tersebut akan runtuh, disingkirkan

bersama, atau dilihat sebagai bekas masa lalu belaka. Ini merupakan problem seluruh

masyarakat yang sebanyak sistem-sistem gagasan, karena keberlanjutan keteraturan sosial

dan sistem-sistem pikiran merupakan sesuatu yang dicapai secara berkelanjutan.

Buku ini, sebagian besar kerjanya merupakan tugas kaum revisionis pada pemaparan

karya-karya dan argumen-argumen klasik dalam sosiologi pengetahuan supaya menarik dan

relevan bagi kita dan dunia kita saat ini --dalam beberapa kasus, mengarahkan penggantiannya

dengan titik-titik pandang baru secara menyeluruh. Revisionisme perlu kesepakatan bagus

mengenai rekonstruksi selektif, pada yang terbaik, rasa kesadaran kesusastraan naratif,

membawa bersama teks-teks klasik menuju rumusan-rumusan mutakhir, keduanya

dimaksudkan untuk mencerahkan kita tentang lanskap sosial tertentu yang mengitari kita.

Page 14: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 14

Revisi dari beberapa tradisi intelektual memerlukan kerja ulang terhadap tema-tema kaku

dengan tema-tema yang familiar.

Dua tema menjadi lengkap, bahkan tidak secara ekslusif, dikenal bersama sosiologi

pengetahuan. Salah satu dari hal tersebut memuat saran dari filsafat sosial kuno dan

perhatiannya dengan problem yang menyibukkan Scheler dan Mannheim selama periode

antara dua Perang Dunia: relativisme dan konflik ideologi. Tema yang lain mencatat tahapan

postpositivis yang lebih baru dari sosiologi dan perhatiannya dengan cara-cara yang dunia

sosial capai maknanya. Tiap tema tersebut akan diurai dalam bab ini sebagai cara menyajikan

gagasan-gagasan inti sosiolog seperti yang pengetahuan sajikan.

Cara-cara yang sosiolog sudah mengkaji dan mendefinisikan pengetahuan telah

berubah selama bagian sejarah sosiologi dan menuju sejumlah perbedaan setting budaya dan

nasional. Ketertarikan khusus pada sosiologi pengetahuan adalah bagaimana penguraian

tema-tema tersebut menandai perubahan dalam sejarah sosiologi sendiri, terutama

percobaannya untuk merespon terhadap fitur-fitur dari lanskap sosial partikularnya sendiri.

SOSIOLOGI PENGETAHUAN: DUA TEMA BERBEDA

Pengulangan dua tema yang bisa dikatakan untuk mengikhtisarkan tradisi intelektual

sosiologi pengetahuan dapat dimulai dalam bentuk proposisional. Mereka menyajikan dua

gagasan berbeda yang serupa tentang posisi pengetahuan dalam keteraturan sosial. Proposisi

pertama, pengetahuan dideterminasi secara sosial, telah mendominasi sosiologi pengetahuan

sejak awal. Mannheim telah mengenalkan determinasi sosial sebagai teori mendasar dari

sosiologi pengetahuan (1936, h. 266; cf. h. 267, n. 1), dan pernyataan-pernyataan yang lebih

terkini oleh tokoh-tokoh dalam bidang ini menganggap "determinasi sosial" dan determinasi

eksistensial", sebagai tema utama sosiologi pengetahuan bahkan saat ini (Stehr and Meja

1984, h. 2; Remmling 1973). Ini diikhtisarkan dalam rumusan terkenal dari Marx dan Engels

bahwa pikiran dan kesadaran adalah, dari yang sangat awal, sebuah produk sosial ([1845-

1846] 1970, h. 51). Bahwa, semua pikiran dan kesadaran manusia berkembang dari kehidupan

riil, kondisi-kondisi sosial aktual yang secara khusus individu-individu berbagi.

Proposisi kedua, pengetahuan membentuk keteraturan sosial, menegaskan bahwa

pengetahuan bukan sebatas hasil akhir dari keteraturan sosial tapi merupakan kekuatan kunci

dalam cipta dan komunikasi dari keteraturan sosial (Williams, 1981, h. 12-13). Seperti akan

didiskusikan kemudian dalam bab ini, proposisi kedua merupakan salah satu yang mutakhir

yang menarik dan mendominasi perhatian banyak sosiolog sekarang ini. Faktanya, tidak

diragukan kebenaran bahwa persepsi sosiologi pengetahuan sebagai sebuah bidang penelitian

yang melihat hari-hari lebih baik adalah dalam seluruh bagian luas bagi pendirian banyak

sosiolog bahwa teori klasik dari determinasi sosial bersama yang mana bidang itu dikenal dan

Page 15: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 15

ditempatkan kembali oleh gagasan yang berlaku dari "konstruksi realitas sosial" bahkan

pengetahuan-pengetahuan dan bilangan-bilangan yang sangat besar serta jenis-jenis sistem

simbol.

Determinasi sosial atas pengetahuan

Gagasan determinasi sosial atas pengetahuan disajikan sebagai premis pertama dari

pemikir sosial klasik seperti Marx, Durkheim dan, dalam kasus Marx, dimaksudkan sebagai

pernyataan filosofis dan historis yang menandai keretakan dari seluruh tradisi pemikir di Jerman

dulu dan kini. Ia merupakan pernyataan yang memperhatikan seluruh segi kesadaran dan

pikiran manusia. Marx dan sosiolog setelahnya berargumen bahwa, dalam analisis terakhir,

pengetahuan (termasuk kepercayaan dan sistem gagasan manusia) secara mendalam

dipengaruhi oleh bentuk-bentuk organisasi sosial yang berkuasa. Semua pikiran dan

pengetahuan dideterminasi oleh aktifitas produktif masyarakat, disusun seperti tampaknya dan

struktur-struktur material kerja, institusi-institusi pekerja dan pemerintahan, dan bentuk-bentuk

teknologi (lihat ilustrasi 1).

ilustrasi 1

Dalam tulisannya, Marx berulang-ulang menggunakan perbedaan antara dasar

material atau substruktur --dunia relasi-relasi ekonomi-- dan superstruktur --atau dunia budaya

dan gagasan (lihat ilustrasi 2). Pembedaan tersebut dimulai dalam "Preface to A Contribution to

a Critique of Political Ekonomi" nya Marx.

Azas pedoman dari studi saya dapat diikhtisarkan sebagai berikut. Dalam produksi

sosial dari keberadaannya, tak dapat dihindarkan manusia masuk ke dalam relasi-

relasi yang ditentukan....Totalitas relasi-relasi produksi tersebut membentuk struktur

ekonomi masyarakat, fondasi riil, memunculkan superstruktur politik dan legal dan

menyesuaikan bentuk-bentuk tertentu dari kesadaran sosial. Mode produksi

kehidupan material mengondisikan proses umum sosial, politik, dan kehidupan

intelektual.

([1895] 1975, h. 425)

PROPOSISI 1: PENGETAHUAN DIDETERMINASI SECARA STRUKTUR SOSIAL

SOSIAL --------------> PENGETAHUAN

PROPOSISI INI MENEGASKAN BAHWA SEMUA PENGETAHUAN MANUSIABERKEMBANG DARI DAN BERUBAH BERSAMA KONDISI SOSIAL DAN MATERIAL

Page 16: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 16

ilustrasi 2

Meski terdapat perbedaan pertimbangan antara Karl Marx dan sosiolog Perancis Emile

Durkheim, namun dalam tulisan-tulisan selanjutnya kita menemukan perkataan yang serupa:

Kehidupan sosial harus dijelaskan bukan dengan konsepsi yang dibentuk oleh

siapa yang terlibat didalamnya, tapi dengan sebab-sebab mendalam yang

meloloskan kesadaran mereka. Kita juga berpikir bahwa sebab-sebab tersebut

harus dicari secara pokok dalam cara yang mana asosiasi bersama individu-

individu dibentuk dalam kelompok-kelompok.... Postulat ini memperlihatkan pada

kita self-evident (jelas-dengan-sendirinya).

(Durkheim [1897] 1982, h. 171)

Gagasan-gagasan tersebut disajikan sebagai azas-azas pedoman bagi kajian

sosiologis ke dalam jajaran-luas subyek masalah, semua dari gagasan itu dikonsentrasikan

pada pengaruh sosial dan pikiran: kontribusi faktor-faktor sosial pada bentuk-bentuk berbeda

dari agama, seni, dan hukum; sosiologi opini publik dan komunikasi massa; sosiologi kaum

intelektual dan elit; sosial historisnya pandangan-pandangan dunia; penelitian-penelitian ke

dalam perspektif yang berbeda dari generasi-generasi; kondisi-kondisi sosial yang

memunculkan gaya-gaya pikiran dan ideologi yang berbeda.

Dalam satu cara atau yang lain, sosiologi pengetahuan, dan sebenarnya semua ilmu

sosial mengenai pokok soal tersebut, didominasi oleh tekanan yang diberikan pada

"masyarakat" atau "struktur sosial" dalam pemahaman pada setiap segi budaya dan kehidupan

sosial. Tekanan ini memandu pemikiran sosiolog berbahasa-Inggris sampai secara relatif baru-

baru ini. Institusi-institusi, kelompok-kelompok, kelas-kelas (apa yang sosiolog sebut "struktur

sosial") dan kondisi-kondisi material dilihat sebagai kekuatan pokok dalam pengembangan

eksistensi sosial dan budaya masyarakat. Dunia pengetahuan dikaji sebagai bagian dari

budaya, yang dipahami termasuk bahasa, seni, hukum, dan agama (cf. Remmling 1973, h.16).

Mengikuti pandangan ini, segala jarak dari kondisi sosial dan material terdiri dari dunia primer,

kondisi-kondisi riil dari situ budaya diperoleh. "Setiap gagasan Anda", kita membaca dalam

Manifesto Communist, "merupakan hasil pertumbuhan dari kondisi-kondisi produksi borjuis

Anda" (Marx [1888] 1967, h.155, penekanan tambahan). Dan lebih lanjut (h. 158) kita

PEMBEDAAN MARX MENGENAI DUNIA SUBSTRUKTUR MATERIALDAN SUPERSTRUKTUR BUDAYA

SUPERSTRUKTUR termasuk semua kehidupan budaya dan intelektual: politik, hukum,agama, serta gagasan-gagasan seni dan ideologi

SUBSTRUKTUR termasuk relasi-relasi ekonomi atau “fondasi riil” kehidupan sosialDan sejarah

Page 17: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 17

membaca:

Apakah hal itu memerlukan 'intuisi-dalam' untuk memahami gagasan-gagasan,

pandangan-pandangan, dan persepsi-persepsi manusia, dalam satu kata,

kesadaran manusia, berubah dalam setiap perubahan dalam kondisi-kondisi

eksistensi materialnya, dalam relasi-relasi sosialnya dan dalam kehidupan

sosialnya?..... Apakah sejarah gagasan yang lain membuktikan, daripada produksi

intelektual berubah karakternya dalam proporsi sebagai produksi material yang

dirubah?

Gagasan determinasi sosial juga mengimplikasikan pokok ontologis mengenai

eksistensi sosial ("kondisi-kondisi sosial riil", sebagai kalimat yang dipahami dengan jelas)

melampaui mentalitas, kesadaran, dan semua kehidupan mental. Kondisi-kondisi riil ini

dibedakan dengan suatu yang ideal, yakni, sesuatu yang dipikirkan, diimajikan, dan

dipersepsikan. Segala pikiran atau imaji, atau persepsi pada akhirnya dijelaskan dengan

mengacu pada ragam segi eksistensi sosial. Sebagaimana Gunter Remmling menggambarkan

titik pandang dominan ini: eksistensi sosial merupakan realitas "hypostatized sebagai mutlak

ontologi", dan (mengikuti logika realis ini) ia mengeluarkan sama sekali dunia dari fenomena

mental, atau ia dilihat mereka secara ekstrinsik "sebagai fenomena... secara fungsional

direlasikan pada" realitas sosial (1973, h. 16). Realitas sosial pokok ini berdiri berlawanan

dengan dunia yang secara ontologis kurang riil, termasuk seluruh dunia representasi: apa yang

masyarakat ketahui, pikirkan, persepsi, atau pahami. Gambaran ini merupakan beragam cara

manusia mempersepsi sesuatu dan bukan cara yang disitu mereka bertindak atau mereka

berada secara aktual. Sampai relatif baru-baru ini, gagasan bahwa seluruh dunia konsepsi

manusia melayani sebagai pra-anggapan dari tindakan manusia dan eksistensi manusia tidak

mendominasi pemikiran sebagian besar teoritisi sosial.

Gagasan determinasi sosial (dan semua implikasinya) begitu vital bagi perkembangan

pemikiran sosiologis, utamanya dalam dunia berbahasa-Inggris, bahwa ia sulit memahami

terhadap gagasan-gagasan yang lebih pervasif dalam pengembangan sosiologi. Pada

pusatnya adalah apa yang disebut "organisasi sosial"; segala sesuatu yang lain --mode

komunikasi dan interaksi, budaya, perasaan, pengetahuan, kepercayaan dan ideologi--

merupakan konsekuensi dari bentuk-bentuk organisasi sosial. Dalam dampaknya, ini

dioperasikan sebagai paradigma mayor, diartikulasikan dalam semua cabang pokok dari

penelitian sosiologis, memilah variabel "independen" dari "dependen", dan, meski protes

sejumlah penulis seluruh sejarahnya (C. H. Cooley, Robert Park, dan Herbert Blumer

mengucapkan jelas dalam oposisinya pada determinasi sosial), ditetapkan secara luas tanpa

pertanyaan.

Gagasan keberlanjutan perubahan juga ada dibelakang tiap pernyataan dan

penggunaan proposisi pertama ini, diringkas dari pernyataan Marx bahwa gagasan-gagasan

Page 18: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 18

dan kategori-kategori tidak lebih abadi ketimbang "relasi-relasi yang mereka ungkapkan.

Mereka adalah produk-produk sejarah dan tidak kekal" (Marx [1846-1847] 1936, h. 93). Atau,

dalam istilah dari kolaborasinya dengan Friedrich Engels: dunia bukan kerumitan sesuatu yang

siap-membuat tapi proses yang tak pernah-berakhir. Sesuatu "tidak kurang stabil dari pada

kesadaran-imaji mereka dalam kepala kita..... konsep-konsep berjalan melalui suatu perubahan

yang tak terbantahkan atas peng-ada-an dan pen-tiada-an" ([1888] 1941, h. 44).

Ketertarikan sosiologis pada pengetahuan difokuskan secara berulang pada

perubahan dan karakter relatif pengetahuan. Diantara sesuatu yang lain, keasyikan khusus ini

dengan keberubahan karakter pengetahuan dan asal usul sosial dan fungsi-fungsi pengetahuan

secara jelas berbeda dari ketertarikan filosof pada fondasi pengetahuan atau pengetahuan-

sebagai-kebenaran. Semua pengetahuan, ilmuwan sosial berargumen, merupakan subyek

untuk perubahan dan secara sangat unggul dibentuk oleh kondisi sosial mereka. Bagi sosiolog

kemudian, kata "pengetahuan" memasukkan semua kemungkinan tipe-tipe pengetahuan yang

dikenal dalam masyarakat yang lalu dan sekarang: segala sesuatu yang berlaku sebagai

pengetahuan, baik agama, adat istiadat, tradisi, magis, ilmu, ataupun psikoanalisa (Berger dan

Luckmann 1996). Tetap dengan perspektif relatif ini, perhatian khusus sosiologi pengetahuan

adalah bagaimana masyarakat menentukan apa "pengetahuan" bagi mereka (tanda kutip

menandakan status variabel pengetahuan) dan bagaimana mereka memilih apa mengetahui

yang berharga. (Scheler [1924] 1980).

Robert Merton menulis bahwa "istilah 'pengetahuan' secara luas dikonsepsikan

sebagai mengacu pada setiap tipe gagasan dan setiap mode dari deretan pemikiran dari

kepercayaan rakyat pada ilmu positif" ([1957] 1970, h. 349). Ketika pengetahuan didefinisikan

dengan mengacu pada dunia sosial yang masyarakat huni, pengetahuan adalah gagasan yang

menklaim untuk menggambarkan secara akurat dunia partikular tersebut. Dalam pengertian

yang paling luas dan paling sederhana, pengetahuan mengacu pada beberapa dan setiap

seperangkat gagasan yang disepakti oleh kelompok sosial atau masyarakat manusia, gagasan

bersinggungan dengan apa yang mereka sepakati sebagai riil bagi mereka (cf. Berger dan

Luckmann 1966, h. 1). Dalam kata Florian Znaniecki ([1940] 1970, h. 309), bagi sosiolog pada

akhirnya, sistem pengetahuan adalah "apakah ia bagi masyarakat yang terlibat dalam

konstruksi, reproduksi, aplikasi, dan pengembangannya".

Diberikannya penggunaan konsepsi yang luas dan relatif ini atas pengetahuan oleh

ilmuwan sosial, sosiologi pengetahuan dimaksudkan untuk membicarakan sederet pemikiran

atas pengetahuan, dari pengetahuan pragmatis, termasuk beragam bentuk informasi yang

tersedia bagi mereka, untuk menjernihkan pengetahuan dari, ucapan, astrolog dan psikoanalis;

dari dunia pengetahuan kehidupan sehari-hari pada pengetahuan ahli, seperti sistem analisis.

Bagaimanapun perbedaan fokus dalam tiap kasus tersebut, sosiologi pengetahuan secara

prinsipil berurusan dengan bagaimana kelompok sosial dan bentuk-bentuk organisasi sosial

Page 19: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 19

memiliki kontribusi pada produksi dan penyebaran pengetahuan tersebut. Pengetahuan

merupakan subyek pada dua proses nyata tersebut: mereka secara sosial diproduksi atau

dihasilkan, dan mereka secara sosial didistribusikan. "Distribusi sosial pengetahuan" mengacu

pada fakta bahwa pengetahuan yang menyediakan "stok pengetahuan" masyarakat adalah

diproses dan digunakan dengan variasi tingkat kejelasan, penyortiran, dan uraian (Schutz 1971,

h. 15, n. 29a) dari individu ke individu serta dari kelompok ke kelompok. Ia juga soal bahwa

beberapa pemberian seseorang menggunakan beberapa jenis berbeda pengetahuan sebagai

bahan pengertian, pencampuran informasi, dan pemahaman bersama, penggambaran pada

gagasan ahli dan pada bangsa tradisional, pengombinasian fakta dan pengamatan dengan

keputusan dan penilaian.

Perhatian pokok sosiologi pengetahuan tidak hanya terhadap problem bagaimana

dunia sosial tertentu menghasilkan tipe pengetahuan tertentu, tapi terhadap bagaimana

pengetahuan tersebut menjadi "persediaan pengetahuan" bagi kelompok yang berbeda, kelas-

kelas, komunitas-komunitas, dan tipe-tipe dari aktor sosial yang terdiri dari dunia sosial. Ini

bermaksud bahwa pengetahuan dapat dikaji sebagai fenomena ekstrinsik: mereka dapat

dibedakan dari manusia tertentu yang memikirkan mereka; mereka adalah produk kehidupan

kolektif, diproduksi kelompok-kelompok khusus, diurai oleh institusi-institusi dan profesi seperti

ilmuwan, fisikawan, dan teolog, dilaporkan dan disalurkan pada kita dengan sejumlah besar

orang berbeda, termasuk orang tua, pendidik, politisi, wartawan, dan menteri. Tapi

pengetahuan juga diproses dan digunakan oleh beberapa dan semua aktor sosial ketika

mereka melakukan urusan kehidupan. Mereka merupakan bagian dari tiap struktur pikiran dan

perasaannya. Dalam idiom antropologi, sosiologi pengetahuan memperhatikan dua aspek

proses sosial: pertama, produksi sosial atas budaya; kedua, akuisisi budaya --bagaimana

budaya itu, segera sesudah dihasilkan menjadi alat, dengan alat itu manusia "berkomunikasi,

menghidupkan terus menerus, dan mengembangkan pengetahuannya dan sikap terhadap

kehidupan" (Geertz, 1973, h. 89).

Batas-batas determinasi sosial

Lebih baru-baru ini, sejak pertengahan 1960-an, sosiologi terkenal dengan

perkembangan menarik dalam pengetahuan dan budaya sebagai fenomena dalam

kebenarannya sendiri, ketimbang sebagai hasil pertumbuhan bentuk-bentuk organisasi sosial.

Di waktu yang sama, realitas sosial sendiri dilihat bukan sebagai fakta yang tak dapat ditawar

lagi tapi sebagai suatu persoalan, persoalan mendasar ilmu sosial. Selain itu, ia berargumen

bahwa realitas sosial sendiri --makna seluruh dunia institusi, kelompok, dan organisasi—adalah

pemahaman terbaik dalam kaitannya pada budaya masyarakat atau simbolisnya atau sistem-

sistem penandaannya --beragam tipe pengetahuan, simbol-simbol, imaji-imaji yang manusia

Page 20: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 20

gunakan dalam beragam wilayah kehidupan sehari-hari dan yang mereproduksi serta

menyokong beberapa institusi tersebut. Meskipun ia yang terbaik untuk menggolongkan fase

mutakhir ini dari penelitian dalam tempat pengetahuan menuju masyarakat dengan pernyataan

bahwa minat dalam peranan pengetahuan berkembang jauh dengan pengakuan bahwa realitas

sosial bukan fenomena yang eksis dalam kebenarannya sendiri tapi sesuatu yang diproduksi

dan dikomunikasikan; maknanya diperoleh dalam dan melalui sistem-sistem pengetahuan

tersebut.

Sebagaimana rumusan ini menjadi jelas, pendekatan ini mengakui kesulitan-kesulitan

yang hadir pada pembedaan "realitas" dari sistem-sistem penandaan menuju tempat ia dialami

dan dikomunikasikan. Realitas sosial dibentuk dari simbol-simbol dan makna-makna yang

membolehkan bagi representasi dan komunikasinya oleh aktor-aktor sosial. Realitas adalah

simbol yang tak dapat disangkal atau diabaikan karena eksistensinya bagi manusia bergantung

pada maksud yang direpresentasikan pada kita. Argumen ini secara umum mengacu pada

semacam realisme. Pada pandangan pengetahuan realisme sebagaimana begitu banyak

mencoba menggambarkan realitas apa adanya, adalah pandangan bahwa pengetahuan

menawarkan pada kita perbedaan dan cara-cara bersaing memahami realitas. Lebih lanjut,

pengetahuan dan realitas tak dapat dianggap sebagai kedudukan terpisah, ketika pengetahuan

dan realitas yang mereka gambarkan muncul dan berkembang secara simultan.

Meskipun kritik realisme dalam pemikiran sosial terkemuka dalam karya Simmel,

Weber, dan Scheler, misalnya, sekarang hal itu mendominasi diskusi-diskusi dalam ilmu sosial

dan teori sosial kontemporer. Salah satu rumusan yang berpengaruh baru-baru ini adalah The

Structure of Scientific Revolution Thomas Kuhn, suatu risalah dalam filsafat dan sejarah ilmu.

Perhatiannya adalah gagasan tentang ilmu alam dan persoalan dari cara-cara ilmu alam itu

adalah direpresentasikan oleh beragam teori ilmu alam. Tidak ada sesuatu sebagai fakta

telanjang, Kuhn berargumen, sains sekalipun, karena fakta-fakta tampak dan diketahui oleh

kesalehan bentuk-bentuk pemikiran menuju yang mana mereka menjadi diterima dan

disepakati. Dalam ilmu sosial, risalah Berger dan Luckmann (1966) mengusung perhatian

serupa dengan menempatkan problem pengetahuan dan realitas menuju jajaran luas dari

sistem penandaan yang membentuk dan mengomunikasikan seluruh dunia realitas sosial.

Dalam rumusan yang berpengaruh besar, realitas adalah sesuatu yang secara sosial

dikonstruk; yakni, sosiologi pengetahuan memusatkan perhatiannya pada beragam cara

manusia mengetahui dunia sosialnya dan dirinya sebagai bagian dari wilayah realitas. Ciri

penting dari teori ini adalah bahwa "pengetahuan" dan "realitas" merupakan aspek-aspek dari

apa yang dapat dimaksudkan sebagai proses sosial tunggal. Menurut Paul Rock (1979, h. 83),

teori ini sepenuhnya konsisten dengan pragmatis Amerika yang memandang bahwa realitas

adalah "prestasi dari proses pengetahuan".

Memotong lintasan sejumlah disiplin, penentangan lain yang sesuai dan baru kepada

Page 21: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 21

pengembangan realisme. Diringkaskan dalam kalimat politik-politik makna, ia menekankan

penembusan terhadap kuasa dan ideologi dengan menghargai bentuk-bentuk kesadaran

manusia dan dunia praktik sosial. Penentangannya pada realisme menyimpan desakannya

bahwa semua ucapan dan tulisan merupakan tindakan-tindakan sosiopolitik sejauh praktik-

praktik tersebut (ucapan dan tulisan) mereproduksi posisi dan titik pandang pembicara serta

mewakili dialog sosial antara pembicara dan audiensnya. Penyelidikan ini secara radikal

menanyakan gagasan obyektif atau bebas pengarang atau subyek dan dugaan bahwa

beberapa pengetahuan sangat istimewa bahwa pengetahuan dapat bicara bagi semua orang.

Penyelidikan ini juga menggambarkan problem pengetahuan mengenai realitas sebagai

problem kekuasaan, ketika semua pengetahuan dan realitas mereka tujukan pada gambaran

penunjang suatu tanda dari sejarah politik dan sosial tersendiri.

Anggapan serupa seperti ini diungkapkan pada tampilan yang kurang mulia.

Sebagaimana Mannheim (1936) dan Merton (1949) mengingatkan kita, problem mengetahui

realitas lebih merupakan sesuatu yang biasa ketimbang yang berharga. Ia berkembang dari

dunia wawasan suatu zaman. Sosiologi pengetahuan merupakan "sistematisasi keraguan untuk

menemukan dalam kehidupan sosial seperti ketidakamanan dan ketidakmenentuan yang tak

jelas " (Mannheim 1936, h. 50). Sekarang, problem mengetahui realitas mempengaruhi dirinya

sendiri mengenai suara hati kolektif dalam beberapa bentuk: kesadaran mengenai kenyataan

bahwa gagasan dan perspektif masyarakat menyingkap pemancar partikularnya sendiri dalam

kehidupan; dalam anggapan dari beberapa, bervariasi, dan persaingan gagasan dan penafsiran

terhadap peristiwa tunggal, bersama dengan rasa mempertinggi kuasa pengetahuan untuk

mencipta dan mengontrol apa yang diketahui; dalam perkembangan pendirian bahwa ada

begitu banyak versi realitas berkorespondensi dengan sejumlah kelompok kepentingan tertentu,

tiap-tiap penegasan khususnya mengungkapkan kebenarannya sendiri melampaui yang lain.

Beberapa wajah realitas membingungkan dan mengelakkan kita. Seperti Roland Barthes

ucapkan pada 1957, kesulitan dari waktu kita, "kadar keterasingan kita sekarang", adalah

"kenyataan bahwa kita tidak dapat mengatur untuk memperoleh lebih dari pemahaman tak

stabil mengenai realitas" ([1957] 1972, h. 159). Kita tampaknya "kurang kuasa membawakan

keutuhannya".

Ketidakraguan persepsi ini mengenai "realitas yang dikonstruk" memiliki beberapa

sumber sosial dan budaya, diantara mereka perkembangan pengertian kita pada fungsi vital

sosial pengetahuan dan informasi melayani dalam pembentukan sosial dan relasi politik pada

skala nasional dan global, dan fakta bahwa masyarakat kontemporer, seperti kita, secara sadar

dan strategik menggunakan pengetahuan untuk mengarahkan dan merencanakan takdir sosial

dan politik. Pengetahuan, atau, lebih tepatnya, pengetahuan-pengetahuan (dalam jamak, untuk

menunjukkan ketidaktampakan dari kesatuan dunia mental) merupakan kekuatan personal dan

sosial dan sumber muatan baru konsekuensi sosial dan politik. Ini terutama menjadi jelas ketika

Page 22: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 22

kita dihadapkan dengan pertumbuhan berlanjut dari pengetahuan-pengetahuan baru (sains-

teknologi, kedokteran, hukum) serta dengan pengembangan teknologi pengetahuan, media dan

teknologi informasi. Dengan beberapa petunjuk paradok, sekarang kita mendengar kualitas

yang sulit dimengerti mengenai realitas sosial secara tepat di saat teknologi pengetahuan

diberikan melebihi pada urusan penyampaian realitas dengan ketepatan lebih besar.

Refleksi ini hanya bermaksud mengilustrasikan apa yang mungkin disebut titik acuan

duniawi yang merangsang pergeseran baru-baru ini dalam imajinasi sosiologi mengenai cara

pengetahuan dihubungkan pada apa yang sosiologi pahami tentang realitas. Refleksi ini cocok

dalam risalah sosiologi pengetahuan. Meskipun perubahan-atas-pikiran sosiologi mengenai

pengetahuan melebihi keganjilan tahun 70-an, ada satu wawasan yang akan mudah dikenal,

secara berulang diungkapkan Mannheim (1936, h. 45), bahwa gagasan-gagasan sosiologi

diambil dari materi mentah kehidupan manusia. Gagasan tersebut dirumuskan dan disaring di

"jalanan" dunia sosial khusus. Proposisi-proposisi sosiologi, tulis Mannheim, "adalah bukan

secara mekanik eksternal ataupun formal, ataupun apakah mereka mewakili secara murni

korelasi-korelasi kuantitatif tapi lebih mendiagnosa keadaan yang kita gunakan.....konsep-

konsep konkret yang sama dan model-pikiran yang diciptakan bagi aktifitas yang dimaksudkan

dalam kehidupan riil." Pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan (dan tidak dimunculkan) oleh

sosiologi tentang pengetahuan pada waktu dan tempat yang berbeda adalah mengartikulasikan

titik acuan yang dimiliki merupakan problem-problem yang dapat dimengerti untuk semua aktor

sosial (walau tak dilihat dan ditafsirkan dengan cara yang sama), ketika mereka berupaya

mempersepsi dan menginterpretasi, dengan manfaat pemahaman kolektifnya, dunia

partikularnya. Demikian, ketika fondasi sosial pengetahuan dirubah dalam setengah abad ini,

ketika pengetahuan menjadi kekuatan kaku dalam ekonomi dan pengembangan teknologi,

sosiologi mulai mengakui "otonomi" dan "kekuatan" pengetahuan dalam kebenarannya sendiri.

Sama halnya, ketika informasi dan sistem media menjadi bagian dari pemahaman kita, dari

kontrol sosial saat ini, dari pengetahuan dan informasi, ilmu sosial mengartikulasikan teori yang

membicarakan penyaluran sosial melalui beberapa sistem penandaannya yang berbeda.

Konstruksi sosial atas relitas

"Konstruksi sosial atas realitas" dari Berger dan Luckmann merupakan lambang

kalimat kedua dari penyelidikan pada tempat pengetahuan dalam masyarakat, yang kita

rancang sebagai proposisi kedua sosiologi pengetahuan (lihat ilustrasi 3). Sejak risalah mereka

mengenai sosiologi pengetahuan dipublikasikan pada 1966, gagasan "realitas yang

dikonstruksi" telah mengikhtisarkan sejumlah perhatian penulis kontemporer yang

memfokuskan penggambaran terbaik seperti problem makna dan kegunaan filosofis, sastra,

pendekatan historis pada kajian konstruksi sosial atas makna.

Page 23: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 23

Ilustrasi 3

Minat pada problem makna dihubungkan dengan kerangka kerja metodologis yang

bukan kausalitas ataupun ekplanatori (sikap yang diekspresikan oleh proposisi pertama) tapi

semiotik. Kajian semiotik pada budaya diarahkan pada kajian simbol dan sistem penandaan

melalui kajian tersebut keteraturan sosial dikomunikasikan dan direproduksi. Sistem

penandaan dan praktik sosial tersebut yang membuat budaya dan struktur maknanya. Konsep

semiotik atas budaya, dalam bahasanya Clifford Geertz, memahami bahwa manusia "adalah

binatang yang bergantung pada jaringan-jaringan makna yang mengitari dirinya." Budaya

merupakan jaringan-jaringan makna tersebut, dan analisa terhadapnya "bukan ilmu eksperimen

dalam pencarian hukum tetapi interpretatif dalam pencarian makna" (Geertz 1973, h. 5).

Sekarang, pencarian pada asal-usul sosial pengetahuan yang membedakan sosiologi

klasik dan sosiologi pengetahuan ditempatkan kembali dengan cara yang baru dalam pemikiran

tentang problem pengetahuan dan realitas, salah satu yang menurunkan problem asal-usul

pada sosiologi positivis atau bentuk lama materialisme historis. Posisinya adalah perhatian

pada generasi sosial atas makna; premisnya, bahwa eksistensi sosial dan eksistensi materi tak

dapat dibedakan dari kehidupan mental kolektif manusia. Eksistensi materi tidak mendahului

pengetahuan, bahasa, pikiran, kepercayaan, dan seserusnya, ataupun pengetahuan

merupakan "formasi kedua dari pengalaman" (Sahlins 1976, h. 147). Menurut titik pandang ini,

kehidupan mental kita bukan sekadar refleksi belaka ("formasi kedua") dari struktur dan

organisasi masyarakat kita (pandangan materialisme dan realisme) ataupun pokok, ataupun

persangkaan utama dari eksistensi kita (idealisme). Realitas-realitas kehidupan dan tindakan

merupakan bagian dari proses sosial dan proses produktif yang meliputi kesadaran sosial pada

tiap tahap pengembangannya. Tipe-tipe pengetahuan yang kita gunakan, imej-imej dan

gagasan-gagasan yang mereka timbulkan, bentuk-bentuk klasifikasi adalah kondisi-kondisi

intrinsik semua tindakan sosial. Menurut perspektif ini, pembedaan antara substruktur dan

superstruktur, yang sosiologi pengetahuan kembangkan, hilang, sejak semua kehidupan sadar

dan pikiran hadir kapanpun manusia pergunakan dalam aktifitas sosial dari beberapa jenis,

termasuk aktifitas mengetahui sebagai "produksi material".

Ini, misalnya, bentuk-bentuk argumen pokok dari kritik mutakhirnya Marshall Sahlins

pada konsepsi materialis tentang sejarah (konsepsi digambarkan sebagai proposisi pertama

sosiologi). Kritik ini, sebagaimana risalah Berger dan Luckmann, memajukan interpretasi

simbolik dan budaya dari kehidupan sosial serta menawarkan jenis baru resolusi pada

PROPOSISI 2: KONSTRUKSI SOSIAL TERHADAP REALITAS OLEH PENGETAHUAN

PROPOSISI INI MENEGASKAN BAHWA REALITAS SOSIAL BUKANLAH FAKTA KHUSUSDALAM DIRINYA SENDIRI, TAPI SESUATU YANG DIPRODUKSI DAN DIKOMUNIKASIKAN,MAKNANYA DIPEROLEH DALAM DAN MELALUI SISTEM-SISTEM DAN KOMUNIKASITERSEBUT.

Page 24: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 24

perdebatan mengenai bagaimana kondisi-kondisi material dan bentuk-bentuk simbolik

dikaitkan. Argumennya adalah bahwa struktur pengetahuan dan konsepsi secara simultan

merupakan produk tindakan dan perkiraan dari tindakan. Menurut pikiran Sahlins, apa dan

bagaimana kita mengetahui bukanlah efek dari kenyataan material, sebagaimana "teknik dan

produksi tertentu, tingkat produktifitas atau variasi produktif, ketidakcukupan protein atau

kelangkaan pupuk". Pun pengetahuan dikonsepsikan "sebagai berjalan di atas udara tipis atas

simbol-simbol". (Penyangkalan ini sebuah efek riil bahwa kekuatan material melangsungkan

pengetahuan). Titik riil itu adalah bahwa dampak alamiahnya (dari kekuatan materi pada

budaya) tak dapat dibaca dari kekuatan alamiahnya, bagi dampak material yang bergantung

pada cakupan budayanya....minat praktis pada manusia dalam produksi adalah secara simbolik

dibentuk" (1976, h. 206-207). Apa yang saya pahami mengenai Sahlins adalah bahwa apa saja

tindakan manusia selalu dan tak dapat dibatalkan adalah simbol dalam tempat pertama. Karena

manusia mempersepsi dirinya sendiri, aktifitasnya, dan dunianya sebagai sesuatu, dan pada

basis konsepsi-konsepsi dan pemahaman-pemahaman tersebut, aktifitas produktif meneruskan

menurut logika, dan logika ini disadari, diuji, dan diperkuat dalam dan melalui tindakan material.

Seperti pada "produksi material", tanpa simbol-simbol dan gagasan-gagasan "produksi

material" tak pernah menjadi berarti sama sekali. Ia bahkan tak pernah membumi. Ia tak pernah

pantas memenuhi kehidupan, energi, minat, harapan, dan ketamakan. Ia tepatnya karena

"produksi material" merupakan gagasan kolektif dan ideal (tentang kebutuhan praktis, tentang

jenis keselamatan, tentang membuat, tentang kemajuan dan peradabannya sendiri) aktifitas

produktif itu mengambil kehidupan dan kekuatan dari dirinya dan mendewasakan "kapitalisme

industri", suatu masyarakat dimana faktor-faktor ekonomi dipersepsi sebagai kekuatan otonom.

"Materialisme historis", Sahlins mengamati, "sebenarnya suatu kesadaran-diri masyarakat

borjuis --masih suatu kesadaran, ia akan kelihatan, dalam terma-terma masyarakat tersebut" (h.

166; cf. Aronowitz 1990, h. xiv). Pada soal ini, sosiolog pengetahuan awal Max Scheler akan

setuju: melihat ke belakang, dia mengamati bahwa "dunia pra-kapitalis Eropa secara pasti tidak

ditentukan oleh keunggulan faktor-faktor ekonomi, tapi oleh hukum lain dari proses sejarah-

generasi yang ada antara negara dan bisnis, politik dan ekonomi, struktur kuasa dan kebugaran

kelompok --dan perbedaan dari cara yang disitu dunia kapitalis berdampak pada dirinya sendiri

lebih dan lebih kuat dalam tahap-tahap tertentu sejak awalnya" (Scheler [1924] 1980, h. 56-57).

Menurut pemikir tersebut, deretan sosiologi pengetahuan klasik sampai kajian

kontemporer, teoritik baru-baru ini berpaling pada ilmu sosial mungkin berhubungan dengan

tahap kontemporer sejarah kapitalisme, suatu tahap dimana bentuk komoditi adalah sebanyak

produksi material sebagaimana ia adalah semiotik --manusia Marlboro, Honda Accord, pakaian-

dalam Calvin Klein, setelan Armani. Di era ini, "produksi tanda menguasai produksi barang".

Demikian, akhir-akhir ini, adalah bentuk baru kekuatan produksi kapitalisme, menurut Aronowitz

(1990, h. xxv). Dia dan ilmuwan sosial yang lain telah memunculkan pertanyaan-pertanyaan

mengenai penjelasan kekuasaan dari Marxisme dengan penekanannya pada mode-mode

Page 25: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 25

produksi material dalam masyarakat sekarang --masyarakat yang disitu pengetahuan, teknik,

dan produksi simbol dan imaji menguasai pasar dan proses-proses produktif dan disitu

komoditi-komoditi menyajikan sebagai tanda dan alat pengangkut budaya. Secara relatif

pengembangan-pengembangan budaya baru-baru ini memiliki tokoh Marxis (seperti Aronowitz)

dan non-Marxis (seperti Daniel Bell) untuk mengusulkan bahwa ilmu sosial memberikan model-

model alternatif yang ditawarkan oleh sosiologi klasik bagi pemahaman atas bentuk-bentuk

budaya --tanda, imaji, pengetahuan. Beberapa telah menggambarkan model-model dan teori-

teori baru tersebut sebagai sosiologi linguistik. Roland Robertson (1993) menggambarkan

perubahan tersebut sebagaimana umumnya sosiologi-atas-pengetahuan ditandai oleh fokus

pada fitur ideasional dunia sosial atau oleh kebangkitan kembali minat pada bentuk-bentuk

budaya secara lebih umum. Sosiologi pengetahuan baru dapat dilihat sebagai bagian dari

pergerakan luas dalam ilmu sosial secara umum, dibedakan oleh berpaling dari teori-teori

materialis atau teori-teori sosial struktural, dan berpaling pada arahan teori semiotik yang

difokuskan pada cara-cara makna multivariasinya masyarakat dikomunikasikan dan

direproduksi.

APAKAH PENGETAHUAN SEKARANG?

Meski minat dan inovatif sosiologi pada bentuk-bentuk budaya relatif baru, sosiologi

pengetahuan baru4 meneruskan pandangan pengetahuan sebagai bentuk-bentuk sosial yang

mengalami proses-proses perubahan kontinu. "Pengetahuan" masih berhubungan dengan

segala sesuatu yang berarti sebagai pengetahuan, dari kepercayaan-kepercayaan dongeng,

teknik dan obat-obatan bagi kehidupan, sampai gagasan-gagasan agama dan opini-opini

publik. Pengetahuan juga dipahami sebagai ungkapan pengalaman kolektif dari masyarakat

keseluruhan dan juga kelompok-kelompok tertentu, kelas-kelas, wilayah-wilayah, komunitas-

komunitas. Pengetahuan juga termasuk, misalnya, gagasan-gagasan, program-program, dan

informasi yang dikembangkan dan disebarkan oleh rombongan pekerja --profesional, seperti

dokter, ilmuwan, pengacara, atau pekerja layanan, seperti guru, polisi, dan pendeta. Menurut

rumusan berpengaruh dari Berger dan Luckmann, "sosiologi pengetahuan harus

mengosentrasikan dirinya pada apapun yang dipandang sebagai pengetahuan dalam suatu

masyarakat, menghiraukan pokok validitas atau invaliditas (dengan kriteria apapun) tentang

'pengetahuan' sedemikian rupa" (1966, h. 3). Jadi, untuk penggunaan berbeda dan relatif atas

istilah pengetahuan, sosiologi masih berhutang pada tradisi penelitian. Menurut tradisi itu,

pengetahuan memaksudkan pengetahuan-atas-realitas atau informasi apapun dan gagasan-

gagasan yang memberitahukan apa yang kita pahami menjadi nyata dan benar tentang dunia

dan diri kita. Pengetahuan-pengetahuan diorganisasi dan diabadikan melalui pikiran dan

4 Swidler dan Arditi (1994, h. 306) menggunakan kalimat yang sama seperti yang Saya lakukan, "sosiologi pengetahuan baru", dan sementara, tentu, poin-poin diskusinya saling melengkapi dengan milik saya, mereka (Swidler dan Arditi) menandakan sebagai pengetahuan "elemen-elemen budaya yang lebih sadar, lebih eksplisit berkait pada institusi-institusi khusus, dan variabel yang lebih historis".

Page 26: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 26

tindakan yang memungkinkan kita untuk mengarahkan diri kita pada obyek-obyek dalam dunia

kita (seseorang, barang, dan peristiwa) dan untuk melihatnya sebagai sesuatu. Dalam kata-kata

W. E. Percy, ketika seseorang mengetahui sesuatu, "seseorang sadar bahwa sesuatu adalah

sesuatu" (Geertz 1973, h. 215).

Pada poin ini, mari kita definisikan pengetahuan sebagai beberapa dan setiap

kumpulan gagasan dan tindakan yang disepakati oleh kelompok sosial satu atau yang lain atau

masyarakat manusia yang satu atau yang lain --gagasan dan tindakan berhubungan dengan

apa yang mereka sepakati sebagai riil bagi mereka atau yang lain. Definisi ini pertama kita

gunakan dalam bab pendahuluan. Premis kerjanya adalah bahwa realitas sosial sendiri

merupakan proses dan dibentuk dari pengetahuan yang berlaku bagi masyarakat atau

kelompok manusia. Apa yang membuat kelompok manusia suatu masyarakat atau dunia sosial

dalam tempat pertama adalah apa dan bagaimana mereka berpikir dan bagaimana mereka

mengetahui. Dalam bahasa Mary Douglas, "Tidak hanya beberapa busload atau kerumunan

sembrono dari orang-orang yang pantas bernama masyarakat: terdapat beberapa pikiran dan

perasaan yang sama diantara anggota-anggotanya" (1986, h. 9).

Keberlanjutan ini dalam kajian pengetahuan tidak akan turun dari lapisan problem

tersendiri sosiologi pengetahuan saat ini, problem-problem itu konsisten dengan gagasan

bahwa pengetahuan sendiri merupakan sebuah konstruk historis, selamanya perubahan

bentuk-bentuknya dan cara-caranya bahwa ia menempatkan orang-orang dalam dunia yang

mereka huni. Pengetahuan tidak dapat diceraikan dari bentuk-bentuk tertentu secara historis

pergaulan sosial, komunikasi, dan organisasi. Karakter khusus dan historis dari pengetahuan

tentu juga figur dalam sosiologi sebagaimana kita memikirkannya dan menuliskannya,

mencerminkan fakta bahwa sekarang kesadaran kita lebih global, lebih historis, dan lebih

membiasakan peranan kuat informasi, pengetahuan, dan imaji dalam pembuatan dan

pembuatan kembali realitas sosial dan personal.

Dalam beberapa respek, sosiologi pengetahuan memungkiri pengertian kolektif kita

atas perbedaan sebagai tanda kebenaran realitas sosial saat ini, realitas yang beragam dan

berbeda, atau apa yang Asa Briggs sebut "ketidakteraturan 'alam semesta yang dapat

dimengerti'" (1989, h. 31). Perbedaan termanifes dalam deretan dan tipe-tipe sistem

penandaan, dari teks-teks tulis media populer dan jurnalisme, sampai film, televisi, video, dan

fotografi, untuk bermacam bidang penggunaan wacana, misalnya, menuju institusi-institusi dan

rezim bisnis, kerja polisi, dan kedokteran --apa yang Stuart Hall sebut "heterogenitas wacana"

(1980), multivariasi bahasa dan praktik, melalui bahasa dan praktik tersebut kita menjadi tahu

apa yang riil bagi kita dan bagi yang lain dengan siapa kita hidup dan bertindak.

Perbedaan juga termanifes dalam bentuk-bentuk dan sejumlah teks tulis dan wicara

yang memberikan kita dengan pengertian terus menerus atas dunia sehari-hari tempat kita

hidup didalamnya. Realitas sosial sekarang dikomunikasikan pada kita dalam bentuk-bentuk

Page 27: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 27

surat kabar dan media populer, laporan resmi komisi-komisi (kriminal, pornografi, dan

kesehatan publik), data disediakan oleh biro sensus, ilmuwan sosial, makelar politik, dan

seterusnya --teks-teks diproduksi dan disaksikan oleh anggota-anggota organisasi

pemerintahan, agen administratif, dan organisasi profesional seperti Asosiasi Medis Amerika.

Pertumbuhan dan penyebaran teks-teks tersebut adalah tanda dari apakah pengetahuan

sekarang dan apa yang berlaku sebagai pengetahuan sekarang.

Sungguh pantas, sekarang sosiologi pengetahuan dibedakan oleh perbedaan metode

dan subyek pokok, "pengetahuan" sendiri dipahami dalam kategori yang lebih luas dari budaya,

seluruh jajaran simbol dan sistem penandaan; budaya dikaji dalam beberapa produk simbol

yang berbeda dari institusi-institusi dan kelompok-kelompok tertentu, seperti para pelaku

agama, para wartawan, para psikoanalisis, para ilmuwan, para akademisi, dan para pengacara.

Dengan demikian, budaya termasuk ragam tipe pengetahuan, simbol, dan imaji yang manusia

gunakan dalam bermacam wilayah kehidupan sehari-hari. (Lihat, misalnya, Swidler 1986)

Sosiologi baru ini bertanya: Jenis-jenis simbol dan pengetahuan apakah yang digunakan dan

oleh siapa? Bagaimana mereka diproduksi dan disebarkan? Apa yang mereka pelajari?

Bagaimana mereka menghubungkan pada strategi tindakan dan kesempatan? Perhatian

diberikan pada produksi pengetahuan, peralihan yang memunculkan kajian-kajian properti

pengetahuan yang dapat diamati dan simbol-simbol dalam teks-teks, mode-mode komunikasi,

dan bentuk-bentuk wicara dihubungkan pada kerangka kerja-kerangka kerja institusi tertentu

(Peterson 1976; 1994). Dalam bahasa Raymond Williams (1981, h. 12-13) penganjur awal atas

posisi ini, "'praktik budaya' dan 'produksi budaya'....tidak secara sederhana diperoleh dari

bentuk keteraturan sosial tetapi elemen-elemen mayor mereka sendiri dalam konstitusinya.... ia

melihat budaya sebagai sistem penandaan, melalui sistem penandaan itu (pikiran di antara

makna-makna yang lain) keteraturan sosial perlu dikomunikasikan, direproduksi, dialami, dan

dieksplorasi".

Menurut kerangka kerja tersebut, problem keagenan (atau, dalam pragmatisme sosial,

diri atau aktor sosial) terkemuka dalam artikulasi dari apakah kebudayaan dan bagaimana ia

dihasilkan dan dikomunikasikan (Swidler 1986, h. 276-277). Ini karena pemahaman

kontemporer tentang budaya menghubungkan gagasan determinasi struktural dengan apa yang

kontingen: produksi budaya adalah proses yang melibatkan aktor sosial; karena itu budaya

bukanlah sesuatu yang tak dapat terhindarkan atau pun yang dapat diprediksi sepenuhnya

dalam hasilnya. Budaya sendiri, sebagaimana James Carey (1988, h. 65) menempatkannya,

"adalah multiple, bermacam-macam, keserbaragaman. Begitulah ia bagi tiap-tiap dari kita". Hal

serupa dapat dikatakan bagi pengetahuan yang kita miliki mengenai realitas sosial. Ia adalah

berbeda dan mengacaukan. Kini pengetahuan memasuki paket-paket yang beragam. Tapi

mereka juga ada pada kita dalam tempat dan lingkungan berbeda (rumah sakit, ruang sekolah,

pertemuan, tempat kerja) dan mereka datang pada kita melalui gelombang udara dan kabel,

Page 28: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 28

billboard, majalah.

Sekarang kajian pengetahuan dan budaya menempati, begitu harfiah, melebihi semua

tempat, dalam tempat dan bidang apapun dari produksi pengetahuan dan budaya berada

--studio TV, laboratorium ilmiah, keadaan terapeutis, daerah kepolisian dan stasiun radio, ruang

panggung dan ruang kelas-- menyingkap sebuah persepsi baru atas apakah sistem-sistem

penandaan itu dan gagasan baru tentang bagaimana mereka diproduksi dan apa yang mereka

lakukan.

Bagi sosiologi baru, seluruh jajaran budaya atau sistem-sistem penandaan telah

membawa problematika. Budaya tidak secara sederhana mencerminkan bentuk-bentuk

organisasi sosial; ataupun budaya hanyalah ungkapan semata dari bentuk-bentuk sosial yang

lain atau kekuatan-kekuatan material; ataupun budaya dipahami dalam terma holistik seperti

diungkapkan oleh gagasan Durkheim tentang suara hati kolektif. Budaya adalah berbeda-beda,

beberapa-lapisan, dan multikode. Budaya tidak hanya dapat ditemukan dalam institusi-institusi

"formal" hukum, seni, dan agama, tapi juga menunjukkan wajahnya dalam tempat-tempat

"informal", tempat perbelanjaan, halaman sekolah, salon kecantikan dan kebugaran. Budaya

telah memasuki dunia quotidian; ia dapat diakses dan diamati bagi studi dalam bentuk-bentuk

wicara, dalam foto-foto keluarga, novel-novel romantis, sebagaimana ia diabadikan dalam

hukum-hukum, doktrin-doktrin, dan teks-teks literer. Tetap dengan kajian yang lebih berbeda

dan lebih fokus pada budaya dan produksinya, budaya dipahami sebagai ideasional pokok

--dimuat dalam gagasan-gagasan, simbol-simbol, atau tanda-tanda yang terletak semata-mata

atau secara mendasar dalam teks (risalah hukum dan agama), atau bahkan dalam benda-

benda (seni, ikonografi), atau dalam tradisi-tradisi. Agaknya, budaya dikaji sebagai praktik-

praktik budaya, suatu istilah yang mengacu secara simultan pada bentuk-bentuk kolektif

tindakan dan pikiran.

Stuart Hall (1980, h. 26-38) menggambarkan signifikansi teoritik atas berpalingnya ilmu

sosial baru ini: problematikanya dekat dengan problem otonomi praktitk-praktik budaya.

Paradigma bagi kajian jajaran praktik-praktik budaya, dia mengklaim, secara luas datang dari

teori-teori strukturalis (Althusser, Lévi Strauss, Barthes): bahasa merupakan model empiris dan

teoritis, salah satu yang bukan positivis ataupun reduksionis (Hall 1980, h. 30); ia adalah

interpretatif, bukan sebab-akibat (kausalitas). Sebagaimana Paul Ricoeur (1986, h. 255)

mencatat dalam konteks diskusi serupa, sikap analisis mendasar ilmu sosial bersifat

percakapan. Sikap ini menemukan ungkapan dalam mengkaji langsung ke arah makna

kehidupan sosial dari titik pijak partisipannya, dan dalam mengkaji wicara dan gesture dalam

lingkup kecil. Sikap metodologis ini juga menyingkap tekanan mengenai pengoperasian bahasa

dan wicara dalam studi produksi sosial atas makna-makna. Bahasa merupakan sistem dan

proses yang sangat unggul bagi studi tentang bagaimana proses representasi terjadi. Hall

(1980, h. 30) menjelaskan signifikansi teoritik dan praktik pada model dasar linguistik ini bagi

Page 29: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 29

kemunculan ilmu studi budaya:

Bahasa, yang merupakan medium bagi produksi makna, adalah sistem yang

diteraturkan dan distruktur dan suatu makna-makna ekspresi. Ia dapat dikaji secara

kaku dan sistematis --tapi bukan dalam kerangka kerja dari sekumpulan

determinasi sederhana. Agaknya, ia mesti dianalisa sebagai sebuah struktur

posibilitas yang berbeda, suatu susunan dari elemen-elemen dalam rantai

penandaan, sebagai sebuah praktik bukan pengungkapan suatu dunia (yang

dicerminkan dalam kata-kata) tapi mengartikulasikannya, diartikulasikan padanya.

Lévi-Strauss mempekerjakan model ini untuk menguraikan bahasa (mitos, praktik

kuliner dan seterusnya) masyarakat "primitif". Barthes menawarkan 'semiotik' lebih

informal, kajian sistem tanda dan representasi dalam aturan bahasa-bahasa, kode-

kode dan praktik keseharian dalam masyarakat kontemporer. Keduanya membawa

istilah 'budaya' turun dari abstraksi yang tinggi ke level antropologis, sehari-hari.

Pandangan baru terhadap budaya ini sesuai dengan pengertian kontemporer bahwa

jika "masyarakat" atau "realitas sosial" adalah segalanya, ia adalah multiple realitas atau,

secara lebih umum, sebuah dunia sosial dari perbedaan budaya yang sangat besar.

Keserbaragaman atau perbedaan tersebut bukannya tanpa problem-problemnya dan politik-

politiknya. Kenyataannya, gagasan multiple dan keberagaman praktik-praktik budaya

mengungkapkan titik pandang bahwa dalam dunia sekarang, apakah dalam pengertian lokal

atau global, realitas, pengetahuan-atas-realitas, dan makna mengacu pada fenomena

problematik tinggi. Karena sejauh status realitas diperhatikan, tiap-tiap realitas dihasilkan dari

konflik dan pertentangan. "Untuk keluasan bahwa simbol adalah....pragmatis", Sahlin menulis,

"sistem adalah sintesis dalam waktu reproduksi dan variasi....dalam makna-makna tindakan

selalu pada resiko" (1985, h. ix).

Fitur politik dari konstruksi sosial atas makna menjadi kelihatan ketika budaya tidak

lebih jauh mengacu pada bagian makna-makna yang mencerminkan cara hidup orang-orang.

Malahan, praktik-praktik budaya mengacu pada beberapa institusi, kelas, kelompok yang

berlomba dalam artikulasi makna sosial atas sesuatu, pada beberapa tempat dan posisi tempat

gagasan-gagasan dan pengetahuan-pengetahuan dikembangkan, dan pada konflik-konflik yang

muncul dari pertentangan untuk panggung pertunjukan serta untuk mempengaruhi audien.

Pertengkaran fitur praktik-praktik budaya juga dijelaskan oleh fakta bahwa apa yang dikatakan,

diklaim, dibicarakan adalah bukan, pada beberapa momen yang diberikan, ex equo: beberapa

darinya adalah pengetahuan, sesuatu yang lain adalah "fakta-fakta" atau "opini-opini", masih

yang lain adalah "ideologi-ideologi". Status penunjukan tersebut adalah lemah, karena itu,

dapat dirundingkan. Bagi alasan-alasan tersebut dan yang lain, kajian praktik-praktik budaya

membuat terang problem politik makna. Ia memunculkan pertanyaan-pertanyaan tentang

bagaimana makna-makna budaya tertentu dihasilkan, mengapa, dan oleh siapa. Ia memaksa

Page 30: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 30

pada kita suatu realisasi bahwa gagasan-gagasan budaya yang sama, kata-kata, dan imaji-

imaji sering bermakna sesuatu yang berbeda bagi kelompok yang berbeda. Dan lebih lanjut,

makna sesuatu hal merupakan subyek untuk merubah secara terus menerus karena obyek-

obyek sosial adalah multikode dan karena terdapat keserbaragaman "bahasa". Keteraturan

budaya menjadi hasil dari perbedaan historis dan konflik kelompok. Ini merupakan bentuk dari

sosiologi baru. Ia menawarkan sebuah pandangan pada kita pengetahuan-atas-realitas yang,

dalam pembandingan dengan pendahulu kita, adalah jauh lebih tentatif, lebih open-ended, dan

lebih suka berdebat.

Page 31: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 31

BAB 2

PENGETAHUAN BENAR DAN PENGETAHUAN PALSU

Tradisi Marxis5

Marxisme, setelah ia menarik kita seperti bulan menarik pasang (laut), setelah mengubah semua gagasan kita, setelah mendepak kategori-kategori borjuis pemikiran kita, dengan tiba-tiba membiarkan kita terdampar.

(Jean-Paul Sartre)

TINJAUAN DASAR

Menurut salah satu yang paling awal dan paling umum menggunakan teori ideologi,

teori Marxis, ideologi-ideologi mendistorsi, memesonakan, dan konsepsi-konsepsi salah yang

dilawankan dengan pengetahuan dan kesadaran yang benar, realistis, dan obyektif. Teori ini

memahami kuasa, status, dan kepentingan sebagai prinsip yang menentukan kesadaran kelas

ekonomi atau kelompok yang pemikirannya ideologis; yakni, pikirannya adalah kepentingan

politis dan ekonomis --gagasannya merasionalisasikan konvensi sosial dan mental yang

memberikan kepercayaan dan dukungan pada kekayaannya dan kekuasaannya. Menurut teori

ini, konsepsi-konsepsi ideologis dilawankan dengan kebenaran atau konsepsi-konsepsi riil

tentang diri (self), yang lain (other) (other), dunia. Pada dasarnya gagasan ini adalah salah satu

yang mengiringi bahwa oposisi paling jelas antara ilmu dan ideologi, ilmuan adalah bebas dari

kepentingan pikiran politisi, partisan, atau borjuis.

Dalam dunia sekarang dimana politik dan ideologi, mungkin, lebih tampak pada kita

ketimbang sebelumnya, teori ideologi klasik ini telah dikecam, dan beberapa kritiknya

menemukan manfaat bagi kritik dan analisis sosial (lihat, misalnya, Lemert 1991; Seidman

1991). Alasan-alasan bagi kritisisme tersebut sedikit banyak dari mereka pantas mendapat

evaluasi serius. Bagaimanapun, secara akademis dasar kritisisme atas konsep ideologi

menentang penyebaran ideologi yang kelihatan dimana-mana. Apapun jasa dari perdebatan ini,

kita mesti memperhatikan konsep petunjuk, terutama ketika ideologi hidup dan menendang

(atau terkadang menembak) semua yang di sekitar kita.

Beberapa kritik ideologi menunjukkan, dan Saya setuju, bahwa teori ideologi

membatasi dalam kesanggupannya memahami kehadiran sistem-sistem politik dan budaya

dalam teori-teori dan praktik-praktik ilmu serta dalam setiap wilayah sosial yang sebenarnya.

Kritiknya membantah, misalnya, bahwa "ideologi" melebihi rasionalisasi ilmu sementara

menyepelekan fitur-fitur ideologis dan budaya dari ilmu. Yang lebih penting, dan diskusi yang

lebih luas, adalah gagasan bahwa kuasa dan kepentingan beroperasi dalam semua wilayah

5 Versi yang lebih awal dan lebih singkat dalam bab ini dipublikasikan dengan judul "The Uncertain Future of Ideologi: Rereading Marx", sebuah isu khusus dari majalah sosiologi triwulanan pada pembacaan kembali karya klasik, diedit oleh Charles T. Lemert dan Patricia T. Clough, Vol. 35, No. 3, 1994, h. 415-429.

Page 32: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 32

dan bahwa rasionya sendiri tidak bebas dari perspektif kelas dan kelompok dalam sejarahnya

dan perkembangan sosial. Bagaimanapun posisi pan-ideologis ini, salah satu yang memandang

kekuasaan dan politik dalam semua fitur kehidupan sosial dan transaksi manusia yang

sebenarnya, adalah bahaya menghilangkan kekuatan kritis teori ideologi. Ia melakukan ini

dengan menyebarkan penerapannya pada semua hal sebenarnya atas pengaruh kelompok dan

mengklaim mereka sebagai pengaruh politik, dengan demikian melepaskan kemampuannya

untuk membedakan tipe-tipe berbeda dari strategi kuasa dan kelompok, sama seperti untuk

membedakan perkara tersebut dimana kekuasaan dan politik termanifes pada kerja dan yang

lain dimana mereka tidak berada. Terdapat beberapa hal dimana dampak dari kelompok atau

institusi mungkin mendalam tapi politik keras dalam pengertian lazimnya: jadi, misalnya,

dampak atas hak-hak manusia memantau organisasi-organisasi, seperti Amnesti Internasional,

pada opini publik. Budaya populer menawarkan hal lain dimana modifikasi-modifikasi dalam

tingkah laku kolektif atau mentalitas dihasilkan oleh institusi atau organisasi tanpa

menggunakan strategi politik ataupun konspirasi (bukannya bahwa aktifitas tersebut selalu

absen dari cara organisasi tersebut melakukan urusannya). Ambillah, misalnya, peran hebat

"pabrik mimpi-mimpi" Hollywood (terutama dalam masa jaya studionya) dalam setting

perumpamaan dan etos Amerika abad 20 --tidak bermaksud menyebarkan "budaya Amerika"

pada dunia dengan film-filmnya.

Pemeriksaan kembali atas ideologi sekarang tidak diragukan muncul dalam

tanggapannya pada pengakuan bahwa konfigurasi kuasa dan ideologi secara berbeda dibentuk

dalam dunia sekarang ini dari, katakanlah, dunia kapitalisme klasik: kelas-kelanya sekarang,

lazimnya deskripsi Marxis pada mereka sebagai kelompok-kelompok ekonomi, tidak memiliki

monopoli pada bentuk-bentuk ideologi, ataupun semua ideologi (dalam pengertian dominan

atau gagasan-gagasan yang berkuasa) dibatasi pada kebohongan-kebohongan atau mistifikasi-

mistifikasi sebagaimana dalam pengertian lazimnya atas ideologi; dalam dunia sekarang ini,

sistem-sistem pengetahuan seperti kedokteran dan hukum terjadi kesalahan ataupun distorsi,

tapi otoritas mereka secara efektif mengklaim, kekuasaan yang mereka hasilkan seperti

institusi-institusi, dan elit-elit yang mereka pekerjakan dan secara pasti melindungi tempat

mereka di sekitar sistem-sistem ideologi. (Mereka adalah apa yang Marxis Perancis Louis

Althusser sebut "aparat-aparat ideologi"). Pun apakah ilmu yang menjalankan pada

pembersihan dari sistem-sistem ideologi. Dari poin kita dalam sejarah yang telah kita lihat

sepintas lalu momen-momen paling gelap dari sains (kita mungkin yang terakhir berharap

mereka adalah masa lalu) dalam ilmu kedokteran Nazi dan dalam Hiroshima dan Nagasaki, dan

kita menjadi paham bahwa bagi kita sains dapat bekerja sungguh-sungguh dalam melayani

kengerian manusia dan atas nama ideologi. Tehnik-tehnik ilmiah juga tak memungkinkan keluar

dari keterhubungan pada bentuk-bentuk "yang lebih dingin" dan lebih birokratik dari kekerasan

dan perang, dan pada ideologi-ideologi negara yang mengiringinya. Sungguh, ideologi tidak

memerlukan kefanatikan ataupun ke-irasional-an, sama banyaknya dengan birokrat licik.

Page 33: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 33

Bab ini akan mencatat kembali beberapa sejarah teori ideologi dari Marx sampai ilmu

sosial kontemporer. Argumennya bergerak dalam tokoh pemikir yang menganggap ideologi

adalah soal distorsi kesadaran dan juga merupakan penggunaan atau praktik tertentu, dimana

kata-kata dan gagasan-gagasan digunakan atas pelayanan kuasa --pemeliharaannya, tuntutan,

pembelaannya.

Manusia melanjutkan kesalahan persepsi pada yang lain (other) dan pada dirinya

sendiri, apa yang mereka lakukan justru memberikan dasar bunyi bagi keberlanjutan

penggunaan konsep ideologi dan analisis politik. Saya masih setuju dengan beberapa kritik

bahwa sementara Marx mengantarkan dan menuntun penyelidikan pada sumber sosial atas

ketidaktahuan, kebohongan, dan mistifikasi, dia meninggalkan kita tanpa persiapan untuk

memahami konfigurasi ideologi kontemporer kita, terutama ilmu dalam semua pengertian.

Mungkin karena asal usul ideologi sekarang ini tidak dalam basis ekonomi yang kokoh ataupun

dalam wilayah politik kelas, tapi dalam lingkungan simbolik dan bentuk-bentuk hegemoni yang

baru.

APAKAH IDEOLOGI ITU?

Ideologi muncul dan berkembang secara bersamaan dengan modern itu sendiri,

dengan ketidaktampakan tentang kesatuan pandangan dunia, dengan pengakuan bahwa

banyak titik pandang dan ini mewakili pandangan dan strategi politik alternatif. Ada persetujuan

yang luas (lihat misalnya, Hunt 1989, h. 12-13; Billington 1980, h. 206-210; Gouldner 1976, Ch.

2) bahwa ideologi berkembang sebagai konsep yang unik di pertengahan akhir periode abad 18

kekacauan revolusi Perancis, disamping gagasan modern mengenai "politik". Ideologi dan

politik muncul secara bersamaan sebagai gagasan dan sebagai praktik yang mengambil bentuk

penyesuaian dengan pemahaman baru tentang bagaimana manusia membuat sejarahnya

sendiri.

Kata ideologi berkonotasi standar sekuler pencerahan tentang apakah pengetahuan

akan menjadi --obyektif atau subyektif, rasional atau doktriner, dan ditandai oleh ketenangan

hati bukan fanatisme. Karena alasan ini, dan tak dapat diragukan bagi kebanyakan rasio

pencerahan, ideologi sering dilihat dalam terang oposisi dengan ilmu. Menurut kriteria sekuler

ini, ideologi dapat mengacu pada bentuk-bentuk pengetahuan yang berlaku dalam masyarakat

lain atau epos sejarah, yang mana bila dilihat dari dalam diri kita dan mengikuti standar dan

cita-cita diri kita, tampak keluar dari lipatan atau bahkan pertentangan dengan etos diri kita.

Menurut penggunaan umum atas istilah tersebut, ideologi sering memakai (benar atau salah,

pembenaran atau penolakan) untuk membakar semangat dan mendoktrin praktik-praktik

kelompok yang dibahan-bakari oleh kesepakatan yang bagus atas kepentingan dan ambisi.

Keyakinan fundamentalis dan syahadat rasis menjadi kesadaran, tapi juga sesuatu yang

Page 34: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 34

bernada etnosentrisme dan separatisme. (Catatan memperolok dan berkonotasi mengutuk

mengenai istilah "fundamentalis" dan "rasis", penyingkapan standar kepercayaan dan tindakan

yang dikira benar menjadi begitu jelas berlawanan dengan warisan pencerahan kita). Dalam

cara ini ideologi itu tampak berdiri berlawanan dengan standar-standar rasio, pengekangan,

dan ketenangan hati. (Apapun standar-standar ini nyata-nyata angkuh atau tidak, dan bahkan

dapat berfungsi sebagai ideologi mereka sendiri, adalah soal yang juga akan dibicarakan

kemudian dalam bab ini).

Memberikan fakta bahwa modernitas adalah leluhur ideologi, penggunaan-

penggunaan dan makna-maknanya sulit untuk diserap dari kerangka-kerangka yang diberikan

oleh Rasio Pencerahan, politik-politik revolusi Perancis, kritik ideologi Marxis (untuk menyebut

konteks sejarah ideologi), ia adalah catatan berharga bahwa ideologi tampak dimana-mana

pada lanskap global dan nasional kita dalam bentuk rasial dan konflik etnis, ragam

fundamentalisme, politik reaksioner, pertumbuhan kekerasan negara dan perang, dan gerakan

neo-Nazi, untuk menyebut beberapa. Terdapat beberapa alasan yang masuk akal untuk melihat

pertarungan ini sebagai ideologis, dalam pengertian bahwa mereka merepresentasikan

gagasan dan strategi sosial dan kelompok politik yang kepentingan dan gagasannya

merupakan rintangan bagi yang lain, dan siapa yang memberi tekanan agenda politis. Lebih

lanjut, dalam perkara masing-masing kelompok tersebut, gagasannya, programnya, dan

tindakannya dipercaya dan didiami, tidak melalui beberapa jenis kritik rasional, tidak melalui

pertimbangan atas fakta-fakta, dan seterusnya. Ideologi dirasakan, dirangkul, dinyatakan.

Ideologi mengambil kehidupannya dari percakapan, pendirian, dari realisasi perasaan yang

dalam, dari apa yang tampak pada ideolog sebagai kebenaran yang vital. Dalam pengertian ini

bahwa Hannah Arendt (1968, h. 167) mengacu pada kapasitas ideolog untuk menulis kembali

sejarah menurut gagasannya atas sejarah dan bukan pengamatannya. ("Ideologi sangat

literer....logika sebuah gagasan".) Ideologi "cenderung mengetahui misteri seluruh proses

sejarah". Mereka mentotalitaskan pandangan dengan sebuah gagasan tunggal yang

meneraturkan semua pengamatan dan pemikiran yang lain, membaurkan segala hal pada

istilah-istilah dan perspektifnya sendiri, dengan demikian menyatakan benar untuk mendepak

penilaian yang lain dari pandangannya sendiri tentang sesuatu dan dari ketertutupannya sendiri

serta kedudukan yang baik atas keputusan. Deskripsi ini membawa kita pada tanda khusus

yang lain dari ideologi: ideologi-ideologi memiliki kategori kepercayaan. Tapi bukan sekadar

beberapa jenis kepercayaan; mereka memperdebatkan kepercayaan-kepercayaan yang

diartikulasi dengan lengkap dan ditegaskan dalam situasi yang meliputi konflik dan

kepentingan, pertentangan melebihi kebenaran dan kekuasaan. Dalam dunia yang lain,

gagasan-gagasan dan kepercayaan-kepercayaan dalam diri mereka adalah tidak ideologis, tapi

mereka bisa menjadi demikian dalam praktitk-praktik dari jenis-jenis tertentu.

Page 35: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 35

Kita menyajikan istilah "ideologi" bagi praktik-praktik tersebut (termasuk tindakan dan

ucapan) yang dampaknya diarahkan terhadap legitimasi dan kekuasaan kelompok. Mereka

menutupi kehendak berkuasanya kelompok dan mengiringi strategi-strategi tindakannya. Yang

mengatakan bahwa ideologi cencerung memperlihatkan wajahnya (baik digosok bersih atau

dipoles secara profesional) ketika beberapa pengertian obyektif diangkat; mereka meliputi

pertentangan pokok baik bagi keseluruhan masyarakat ataupun para pemain utama (misalnya,

kelas-kelasnya, bentuk-bentuk utama kapitalnya atau produksinya). Untuk alasan itu,

kesepakatan atas tindakan-tindakan dan ucapan-ucapan aktifis Amerika pro-pemilihan dan pro-

kehidupan adalah lebih ideologis dari pada, katakanlah, kelompok petani Amerika yang melobi

Kongres untuk memperoleh keuntungan melebihi buruh. Untuk satu hal, politik aborsi tersebar

dengan politik dan strategi kuasa atas perbedaan dan perlawanan kelas-kelas sosio-ekonomi

serta atas dominasi dua partai politik Amerika, dan mereka juga diisi oleh pemain lain yang

berkuasa, seperti pendeta dan malaikat pelindung keteraturan moral yang lain. Lebih lanjut,

peperangan aborsi memerankan drama keadilan dan kebebasan mengenai makna kehidupan

dan keibuan. Demikian bahwa ideologi, dalam pengertian Arendt, memalingkan. Secara

berlawanan, petani Amerika lebih baik dipahami sebagai "kelompok kepentingan", yang

memiliki perhatian dan politik tidak sekedar melegitimasi secara sosial dan politik, yang memiliki

tawaran dan kepentingan, dalam banyak hal, lebih terbatas dan lebih jelas pragmatis. Dalam

analisis terakhir, ideologi, bila mereka efektif sebagai ideologi, mesti mengatakan sesuatu yang

bermakna bagi yang mempraktikannya. Mereka harus pokok dalam cara yang vital bagi yang

mendukungnya dan, di waktu yang sama, memberikan tindakan dan kerasionalan bagi tindakan

tersebut.

Hal tersebut merupakan catatan berharga bahwa saat ideologi disangka menjadi

penghalang beberapa gagasan dan prinsip masyarakat modern, ini tidak menghentikan

kemajuannya dalam masyarakat tersebut, justru penilaian modernis kita tentang ideologi

membelokkan opini publik menentang ideolog dan gerakan ideologis. Kenyataannya,

pengetahuan publik tentang praktik-praktik ideologis tak dapat diragukan memunculkan

manfaat menyesatkan dan eksploitasi ideologi dalam kehidupan publik dan politik. Hal itu juga

perkara bahwa ideologi (paling tidak brand kontemporer dari ideologi) memiliki kemajuan

panjang bersama standar kaum sekuler yang menentangnya, pluralisme dan rasionalisme

kaum sekuler bahkan membantu toleransi bagi pengungkapan ideologi. Tentu,

perkembangbiakan ideologi, atau apa yang disebut ciri-ciri pluralistik masyarakat kita serta

sambutan dan toleransinya orang-orang dan budaya yang berbeda, berkembang turun temurun

bersama perangkat kebijakan dengan standar universal atau umum atas keyakinan dan

keadilan yang diandaikan untuk memediasi konflik-konflik kepentingan kelompok tertentu dan

kelompok yang lain yang pandangan dan politiknya sendiri sering bermusuhan untuk

kebenaran-kebenaran atas yang lain.

Page 36: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 36

Jika ideologi-ideologi adalah praktik, mereka adalah praktik-praktik strategi,

berkonsentrasi dengan kekuasaan dan pengaruh atas posisi-posisi dan klaim-klaim kelompok.

Salah satu strategi yang lazim dari ideolog adalah mengklaim keistimewaan, superior, tempat

dan fungsi dalam kaitan dengan gagasan-gagasan dan praktik-praktitk yang lain, seperti klaim

untuk menjadi teoritik, rasional, atau spiritual dan, pada dasar tersebut, membenarkan dalam

tindakan sebagai keputusan akhir dan arbitrer melebihi yang lain. Memahami cara ini, para

ideolog dengan tidak bermaksud membatasi pada anggota dari program politik atau

keagamaan atau gerakan politik atau keagamaan. Untuk sementara para ideolog mendukung

gagasan-gagasan tertentu yang menopang pada kepentingan-kepentingan (siapa yang

bukan?), mereka mempresentasikan dirinya sebagai kaum rasionalis tertinggi, atau, dalam

beberapa hal, mereka mengklaim berada diluar pertarungan kekuasaan dan politik

--kecenderungan utama ditemukan diantara akademisi, intelektual, tokoh politik, terutama sekali

dalam hal dimana mereka memiliki klaim khusus pada nonpartisan. Dalam urat nadi ini,

Pembicara dari the House of Representatives Newt Gingrich menuduh (dan Saya mengira,

tanpa ironi) Demokratiknya melawan dalam Kongres "membungkus dirinya dalam bipartisan",

dengan demikian secara tangkas menyembunyikan agendanya sendiri dan mengklaim untuk

berbicara bagi setiap orang ("kebaikan suatu bangsa", "Rakyat Amerika" --kosa kata bagian

dari sistem dua partai). Dalam cara ini, para ideolog mengingkari ideologi-ideologi mereka,

mengklaim untuk berbicara dan bertindak dari motif-motif yang lebih bersih, biasanya rasional

atau universal. Kenyataannya, ideologi-ideologi selalu meliputi pengaruh-mempengaruhi

prinsip-prinsip universal dan kepentingan-kepentingan khusus, situasi yang dulu digunakan

sebagai penutup untuk situasi esok. Kenneth Burke mengamati, kaum ideolog memiliki

"pretensi-pretensi pada kosa kata yang paling mewah" (1989, h. 206).

Kaum ideolog, kali pertama digambarkan oleh Marx dan pelopor imperial Napoleon

Bonaparte, dan darinya makna modern kata ideologi bisa ditemukan, bersama klaim-klaim

pengetahuan khusus, sejenis pengetahuan murni. Kaum ideolog adalah pembangun sistem dari

tempatnya yang menguntungkan. Di zaman Napoleon ideologues adalah kritik-kritik radikal

kerajaan --para pemimpi tersebut, pembela prinsip-prinsip demokrasi pencerahan, yang

"metafisika berlebihan"nya akan menyesatkan rakyat. Ideologi mereka mengandung kenyataan

bahwa gagasan mereka tidak berdiri kokoh pada fondasi kebenaran: realitasnya sendiri, dunia

riil kekuasaan dan kepentingan, Napoleon percaya mengenai "pengetahuan atas hati manusia

dan atas pelajaran sejarah" (Williams 1983, h. 154-5). Ideologues merupakan istilah yang

digunakan Napoleon untuk menyerang lawannya --ia dianggap sebagai tidak realistis atau

"keluar dari realistis" ketika dibandingkan dengan tindakan politisi, yang akses tertentunya pada

realitas telah menuntun sebagai standar bagi semua yang lain. Napoleonlah yang kali pertama

menggunakan ideologi dalam pengertian peyoratif, salah satu yang menyingkap kriteria

putusan politis tentang "realitas"; pengalaman praktis politisi menjadi standar penilaian

memadai atau tak memadai atas teori atau gagasan lain. Demikian sebuah deskripsi membawa

Page 37: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 37

pada kesadaran "men of affairs"nya C. Wright Mill, bahwa rakyat biasa yang memparadekan

dirinya sebagai realis keras kepala, melambangkan apa yang Richard Harland (1987, h. 10)

sebut keragaman kesadaran umum Anglo-Saxon: "Anglo-Saxon merasa memiliki bangunan-

bangunan (gagasan)nya yang sangat kokoh ketika menanamkannya pada yang nampaknya

tanah padat dari selera dan opini individu, atau pada yang nampaknya fakta keras dari alam

materi". Dengan demikian, kaum ideolog tidak mendasarkan gagasannya pada pengalaman

tapi malah singgah pada gagasan dan kebohongan --untuk ideologi. Sebagaimana Raymond

Williams (1983, h. 126) tunjukkan, pernyataan konservatif ini menguatkan "pelajaran

pengalaman" melebihi inovasi politik "gegabah" dari ideologi.

Sebagaimana Karl Mannheim (1936, h. 71-73) kali pertama merumuskan dan Paul

Ricoeur (1986, h. 160-161) lebih baru-baru ini mendesakkan, sejarah gagasan ideologi tak

pernah kehilangan jejak politis asal usulnya, tujuan pengaduannya untuk meruntuhkan dan

untuk membuka kedok lawan politik. Ideologi selalu (atau hampir selalu) sebuah istilah polemik

yang menggunakan tentang yang lain (other). "Pemikirannya adalah dirinya yang lebih unggul,

milikmu adalah doktrin, dan milikku adalah fleksibel" --sepertinya mengena sekali dengan Terry

Eagleton (1991, h. 4) --yang mengatakan bahwa ideologi mempertanyakan validitas pemikiran

lawan. Kegunaannya adalah bagian dari wacana politis, contoh dari imajinasi politik, membawa

pemikiran lawan pada pertanyaan sangat mendasar. Dalam kasus Napoleon, pemikiran lawan

dianggap tidak realistis, ia menyimpang dari pengalaman manusia atas tindakan. Kegunaannya

dalam wacana politis pemikir konservatif abad 19, kritik pencerahan, begitu luas bahwa "kaum

ideolog" sekarang masih digunakan pada pendukung liberal dan gagasan sosialis atau, seperti

dalam penggunaan Napoleon, untuk mengacu pada kaum revolusioner atau fanatik. Makna ini

akhirnya digantikan penggunaan lain yang lebih populer oleh Marx dan Engels, penyokong teori

ideologi yang sama-sama bersifat mengejek, sebuah dakwaan pedas menentang kumpulan

pemimpi lain, metafisikus Jerman.

Marx dan Engels kali pertama memberikan uraian teori ideologi yang paling sistematis.

Kesinambungannya dengan ideologues Napoleon meletakkan maksudnya menggunakan

sebagai teori untuk menyerang dan membuka kedok distorsi, ilusi, dan inversi yang ditandai

idealisme filosofis tradisi Hegelian Jerman. Kritik Marx dan Engels terhadap "ideolog Jerman"

tersebut adalah memancang standar kerangka pengetahuan dengan metode meterialis-

historisnya. Gagasannya yang menyolok adalah bahwa ideologi merupakan alienasi pikiran dari

kehidupan; ideologi adalah gagasan yang menopengi atau mengaburkan realitas sosial pada

pemikir. Ideolog merupakan "srigala berbulu domba", seolah-olah rasional sementara sungguh-

sungguh mencari untuk menyelesaikan beberapa agenda tersembunyi atau pengaruh politik

tertentu, seperti melindungi perimbangan kekuasaan atau penegasan keinginan kelompok

dalam wajah resistensi dan oposisi. Tindakan dan motif kaum ideolog sering tersembunyi dari

dirinya, tentu tidak semuanya, tapi cukup membuat dirinya dan tindakannya membenarkan dan

Page 38: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 38

masuk akal bagi dirinya dan, mereka percaya, bagi yang lain. Dalam banyak hal, kaum ideolog

adalah pragmatis, berkepentingan dalam tindakan, sementara menampakkan

takberkepentingan dan bahkan memperhatikan pada kebaikan umum. "Menguatkan alasan-

alasan teknis hukum belaka", adalah klaim waktu itu Presiden Amerika George Bush dan Jaksa

Agung Thornbergh, ketika mereka turut campur dalam mendukung Wichita's Operation Rescue

di musim panas 1991. Menggunakan strategi serupa, penyokong pro-kehidupan menklaim

bahwa mereka bertindak atas kepentingan "kemanusiaan secara umum", yang mana mereka

berbagi dengan yang belum lahir. Poinnya bukanlah semua itu mengacu pada hukum atau

kemanusiaan, dalam dirinya sendiri, ideologis. Apakah ideologis adalah suatu klaim (atau

dalam beberapa hal, strategi terpilih--salah satu yang dapat menjalankan) bahwa kepercayaan

kelompok secara sungguh-sungguh bukan itu semua, tapi adalah keyakinan yang dipeluk

"untuk semua" atau "untuk kebaikan semua". Dalam istilah Kenneth Burke, prinsip-prinsip yang

ditegaskan di sini "nampaknya 'universal'", seperti, misalnya, ketika pendirian dan politik

partisan "dibungkus" dalam tiga warna pencerahan, penandaan "kemanusiaan secara umum",

retorika universalisme yang mengumumkan versi kemanusiaannya sendiri sebagai milik tiap

orang. Praktik ideologi seperti itu bisa jadi salah satu dari ketaksadaran dan ketakbermaksutan

pada satu tangan, atau dengan segaja dan secara strategik digunakan pada yang lain (other).

Dalam salah satu perkara pengaruh adalah untuk mencapai secara politis tindakan

berkepentingan. Idealisasi seperti ini, Burke (1989, h. 304) juga menjelaskan, Jeremi Bentham

menyebut "penutup-penutup eulogistic" atau "gambar yang lepas dari kesadaran", penutup-

penutup yang menyembunyikan sesuatu dari yang lain (other) dan, terutama, dari diri kita.

Sebagaimana deskripsi ini mengindikasikan, ideologi adalah gagasan yang bercampur

baur antara kekuasaan dan penipuan dalam pemikiran kelas, atau apa yang disebut problem

politik representasi: bagaimana kepentingan kelompok, dan terutama kehendak berkuasanya

kelompok, dituliskan dalam pikiran, program, dan filsafat dalam cara yang lepas dari kesadaran.

Pada jantung gagasan ideologi adalah pikiran yang sama penting dengan gagasan represi dan

rasionalisasi dari Freud: apa yang paling vital dan penting bagi kita dilupakan dan ditindas, dan

apa yang menggerakkan kita untuk bertindak adalah paling sering disembunyikan dari kita.

Dalam perkara ideologi --gagasan yang menopengi kepentingan kelompok-- gagasan-gagasan

ini tidak hanya melayani pembenaran praktik-praktik kelompok itu, tapi ini menjadikan sedikit

banyak bahwa ia tetap berada di luar kesadaran. Ideologi mengaburkan dan memistifikasi

fakta-fakta paling keras mengenai kelompok atau kelas, apa yang ia lakukan dan inginkan,

terutama bagaimana ia memaksakan kehendaknya pada deklarator dan musuh-musuhnya.

Marx: ideologi sebagai bukan relitas

Ideologi merupakan konsepsi palsunya kelas atau kesadaran palsu tentang dirinya

sendiri. Teori ideologi Marxis bermaksud untuk memberikan penjelasan materialis bagi

Page 39: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 39

kesadaran palsu ini. Menurut teori ini, semua gagasan, semua bentuk pengetahuan dan

kesadaran, dalam beberapa cara --dan sering dalam cara distorsi-- "berjalin dengan aktivitas

material". Dengan "aktifitas material" dimaksudkan hubungan aktual manusia sebagaimana

mereka berada dan sebagaimana mereka dikondisikan secara sosial dan kekuatan produktif

dunia sosial mereka tinggal.

Seluruh bagian pembukaan The German Ideology Marx dan Engels, "kehidupan riil"

dari "manusia berada secara aktual", "seperti mereka ada secara riil" dipertentangkan dengan

konsepsi-konsepsi (Vorstellungen), imajinasi-imajinasi, dan ilusi-ilusi yang manusia pegang.

Ideologi meliputi pemahaman bagaimana realitas dan konsepsi-konsepsi realitas menjadi eksis

dalam oposisinya dengan yang lain --bagaimana kesadaran mengkhayalkan sesuatu yang lain

ketimbang apa yang secara riil ada. Penggunaan idiom yang digunakan Marx sendiri, ideologi

adalah alienasi pikiran tentang keberadaan sosial riil dari pemikir, pikiran diasingkan dari

kehidupan riil.

Ideologi adalah klaim-klaim palsu atau menyesatkan, klaim untuk menjadikan atau

mengatakan sesuatu yang tidak benar. Misalnya, kita dapat berpikir mengenai ideologi sebagai

tipe pikiran yang menyanjung dirinya sendiri, untuk mengatakan dirinya bahwa ia lebih baik dari

ia yang secara riil. Ketika ia melakukan ini, ia tidak tahu bahwa ia melakukan ini, karena ia

adalah proses tak sadar. Hal tersebut tidak akan menjadi ideologi jika ia menyadari bujukan ini

sebagaimana hal tersebut terjadi. Dalam surat Engels pada Franz Mehrling (Engels [1893]

1968, h. 700), fitur taksadar dari ideologi digambarkan: "ideologi adalah proses penyempurnaan

dengan apa yang dinamakan pemikir secara sadar, ia adalah benar, tapi dengan kesadaran

palsu. Kekuatan motif riil mendorong sisa ketidaktahuannya padanya, sebaliknya ia secara

sederhana tidak akan menjadi proses ideologis".

Pemikiran ideologis menyanjung dirinya sendiri dalam banyak cara. Misalnya, ia

menghadirkan dirinya sendiri untuk menjadi lebih murni dari ia sebenarnya, untuk menjadi lebih

agung dari ia secara riil, untuk menjadi spontan atau alami, untuk menjadi pemikiran individu

tunggal, untuk menjadi sebuah pernyataan mengenai fakta atau kebenaran, jika kenyataannya

ia bukan sesuatu tersebut. Dalam tiap pengertian ini, ideologi-ideologi adalah falsifikasi karena

ideologi-ideologi adalah pikiran yang salah mengerti atau salah menggambarkan sebagai

sesuatu yang lain dari pada apa yang sebenarnya. Dan apa kesadaran yang riil, ia secara riil,

Marx menggambarkan, adalah kesadaran dari apa yang sebenarnya, kesadaran dari "praktik

yang ada".

The German Ideology adalah pernyataan ringkas kali pertama dari meterialisme

historis. Bagi Marx dan Engels, filsafat adalah ideologi yang sangat ulung, "mengklaim tidak

memiliki sejarah.... dari dirinya sendiri" (Althusser 1971, h. 159-160). Dalam karya ini, lawan-

lawan prinsipil penulis (Marx dan Engels), "kaum ideolog", adalah sejumlah filosof Jerman yang

disebut "Hegelian Muda" yang gagal memahami gagasan materialis dan sosialis yang dikritik

Page 40: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 40

sebagai, dalam kenyataannya, rumusan yang terlalu abstrak mengenai "kesadaran",

"kesadaran-diri", dan "keberadaan-spesies". Abstraksi ini adalah perangkat dalam

pertentangannya dengan premis-premis riil dari materialisme historis: "eksistensi dari kehidupan

individu-individu manusia" (Marx dan Engels [1845-1846] 1970, h. 45). Dasar-dasar riil

mengenai gagasan filsuf ini adalah kondisi Jerman dan sejarahnya. Tidak seperti kaum ideolog,

ia tidak menjadikan mereka memeriksa bagaimana filsafat Jermannya dan realitas Jermannya

dihubungkan; ataupun menjadikan mereka memeriksa relasi kritisismenya dengan

meterialismenya, ekonomi, dan keadaan politik.

Kaum ideolog Jerman ini menyanjung diri mereka sendiri kepada pemikiran bahwa

gagasan mereka merupakan sesuatu yang lain ketimbang kesadaran atas sesuatu yang riil;

mereka menyanjung diri mereka sendiri bahwa gagasannya "secara riil menggambarkan

sesuatu tanpa menggambarkan kenyataan sesuatu" (Marx dan Engels [1845-1846] 1970, h.

52). Jika mereka telah membuat penyelidikan demikian, jika mereka telah memandang, seperti

Marx muda lakukan, sudut dunianya sebagai tempat yang didominasi oleh problem-problem

idealisme Jerman, mereka akan melihat "dunia yang paling membingungkan, paling teralienasi

yang kemudian eksis dalam ideologi-ideologi Eropa". Ini adalah kata Althusser dalam esai

klasiknya "Mengenai Marx Muda" (1969, h. 75-76). Dalam karya tersebut, Althusser

menggambarkan bersama-sama kualitas abstrak pemikiran filsuf ini dengan kondisi terasing

dari sejarah Jerman dan politiknya. Keterbelakangan ekonomi dan politik Jerman, dia

menggambarkan, goresan dunia kepada struktur pemikiran filsuf Jerman: ketidakmampuan

sejarah Jerman salah satunya untuk merealisasikan kesatuan nasional atau revolusi borjuis.

Ketidakmajuan sejarah Jerman adalah "kemajuan berlebih" ideologis dan teoritis yang tak

sebanding dengan segala yang ditawarkan oleh bangsa Eropa yang lain.... kemajuan ideologis

yang terasing, tanpa kaitan konkret dengan problem-problem riil dan obyek-obyek riil yang

tercermin di dalamnya."

Ideologi-ideologi adalah tidak nyata karena mereka mengaburkan, membalikkan, atau

memistifikasi realitas. Ideologi-ideologi termasuk apa yang Engels sendiri menyebut "non-

realitas pikiran". Tapi, sebagaimana Marx dan Engels kali pertama menggambarkan, disana

tidak ada kesembronoan dalam pikiran kaum ideolog. Karena di sana adalah logis dan tersusun

untuk ketidakmasukakalan ini, sebuah alasan riil terletak di belakang dugaan-dugaan

menyesatkan yang tidak riil ini dan mistifikasi-mistifikasi yang disebut ideologi-ideologi. Motif-

motif riil ini bahwa ideologi-ideologi mengaburkan ditemukan dalam bangunan dasar atau

substruktur, dasar ekonomi, di mana kepentingan-kepentingan kelas bergerak sebagai

"penggerak kekuasaan-kekuasaan.... kekuatan penggerak terakhir yang riil atas sejarah".

Bentuk ideologi-ideologi itu berada "di dalam kesadaran", Engels menulis, bergantung pada

keadaan material tersebut, "sebab-sebab penggerak sejarah tersebut" (Engels [1888] 1941, h.

624). Teori ideologi singgah pada sebuah pemahaman mengenai dunia ideologi atau

Page 41: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 41

superstruktur, sebagaimana dijelaskan dalam hubungannya dengan infrastruktur, kekuatan

produktif material masyarakat. Seperti dirumuskan dalam The Manifesto Communist, modal

adalah kekuatan sosial yang digerakkan oleh kepentingan-kepentingan pemodal. Gagasan-

gagasan dan kekuasaan adalah berkaitan. Ideologi-ideologi adalah palsu dalam pengertian

bahwa mereka salah menggambarkan, mendistorsi, atau memistifikasi apa yang terbentang di

bawah mereka --kehendak berkuasanya kelompok, kepentingan-kepentingannya sendiri,

tindakan-tindakan eksploitatifnya, atau secara sederhana kejadian dan susunan yang

meletakkan sebuah kelas atau seorang penguasa pada resiko sebelum orang banyak. Ideologi-

ideologi menyembunyikan motif-motif dan kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan

kekuasaan, ini, dinyatakan Marx, adalah kekuatan penggerak yang riil dari sejarahnya sendiri.

setiap wawasan atas kebenaran alami masyarakat diciptakan dan demikian itu untuk

sebuah pemahaman riil mengenai situasi kelasnya.... seluruh pemikiran borjuis di

abad 19 melakukan upaya keras untuk menutupi dasar-dasar riil masyarakat borjuis;

segalanya dicoba: mulai falsifikasi-falsifikasi paling sejati sampai teori-teori "agung"

tentang "esensi" sejarah dan negara.

Bagaimanapun dimana seseorang berdiri pada pembacaan Lukács mengenai sejarah

borjuis abad 19, seseorang dapat sungguh-sungguh memahami bahwa sejarah modernitas

Barat sendiri adalah sejarah yang dibuat oleh kaum borjuis, "kelas yang berkuasa" dari

kapitalisme modern. Ideologi-ideologi menciptakan --sistem-sistem filosofisnya, ilmu ekonomi

dan kehidupan sosialnya, hak-hak kekayaannya dan individualismenya, Romantisismenya,

psikologi-psikologinya, budaya subyektivisnya-- dapat dipahami sebagai pemalsuan-pemalsuan

yang sangat berkuasa dan sangat banyak akal atas dirinya sendiri dan misi-misinya sendiri.

Karena tidak seperti zaman kuno atau abad pertengahan, bangsawan dan pendeta yang

memerintah dibawah perlindungan pada pandangan dunia (word view) berdasar pada Tuhan

dan silsilah yang terbentang di belakang ke pemerintahan Charlemagne, kaum borjuis sendiri

harus menemukan sendiri, untuk membiasakan apa yang ada di era industri baru ini secara

keseluruhan. Kelas-kelas yang lain dan penguasa di era yang lain bertindak secara tak

kelihatan, kesadaran mengenai keberadaan sosial ataupun aktor-aktor historis, diselubungi oleh

sistem-sistem agama dan adat istiadat yang memberatkan; kaum borjuis mesti

menyempurnakan ilmuwannya melalui ideologi-ideologi, menutupi kekuatan-kekuatan sosial

yang eksistensinya dan fungsinya menjadi lebih kelihatan dengan kemajuan modernitas. Ini

merupakan fungsi historis yang unik atas ideologi kapitalisme dalam kapitalisme dan prestasi

menakjubkan tentang apa yang Marx sebut "kelas berkuasa"nya. Bukan keajaiban bahwa Marx

menganggap penting teori ideologi mengenai refleksi sistematisnya pada pemerintahan borjuis!

Gagasan ideologi belum valid secara kekal. Ideologi disusun dalam istilah-istilah yang

diberikan oleh sistem-sistem filsafat dan sejarah yang memberinya kepercayaan dan nilai.

Penerapannya pada masyarakat manusia yang lain ketimbang bagi dirinya sendiri sarat dengan

Page 42: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 42

kesulitan-kesulitan. Misalnya, kritik-kritik materialisme historis dari Sombart (1928) dan Scheler

([1924] 1980, h. 56) sampai penulis yang begitu mutakhir seperti Sahlins (1976) mengakui

bahwa penerapannya pada masyarakat pramodern atau tribal adalah problematis, karena

perbedaan antara material dan ideasional adalah bukan perbedaan yang riil bagi warga

masyarakat itu. Di belahan dunia yang lain, teori ideologi dilibatkan dalam kondisi sejarah

tertentu dari keteraturan kapitalis industri, dan validitasnya bergantung pada kondisi-kondisi

sosial dan organisasi ekonomi tertentu, seperti pemisahan dan otonomi kekuatan ekonomi

dalam keteraturan sosial sebagai keseluruhan. Dalam masyarakat prakapitalis, pengamatan

Lukács ([1911] 1968, h. 238), "kehidupan ekonomi belum berproses independen, kohesi dan

imanen, ataupun memiliki pengertian tentang setting sasarannya dan keberadaan majikannya

yang kita hubungkan dengan masyarakat kapitalis". Pemisahan beragam ruang institusi dan

otonominya juga ada diantara tema-tema mendasar dari tulisan-tulisan Weber tentang

pertumbuhan ekonomi sosial era modern (Oakes 1988, h. 92). Menurut deskripsi Weber

mengenai perkembangan ini, bidang kehidupan yang berbeda diatur oleh hukum-hukum dan

prinsip-prinsip yang berbeda, kondisi-kondisi modern khusus yang membantu perkembangan

konflik-konflik hebat diantara ruang-ruang tersebut ketika mencapai otonomi yang lebih besar

ini.

Jika ideologi disusun dalam imej ruang dan waktu, sebagaimana sungguh-sungguh ia

akan menjadi, teori ideologi Marxis bisa dikatakan memiliki bayangan dan sistematisasi

gagasan otonomi kekuatan ekonomi dan, sejalan dengan ini, gagasan bahwa "semua

kausalitas bermula dalam basis ekonomi praktis dan padat" (Harland 1987, h. 49). Makna

gagasan dan sistem kepercayaan, teori Marxis menggambarkan, bisa dibaca dari wilayah

material. "Ideologi" meliputi pemisahan serta oposisi gagasan dan realitas, "fondasi riil" keluar

dari yang mana gagasan tumbuh. "Ideologi" juga sekumpulan gagasan budaya lebih lanjut

dalam gerakan dengan kapitalisme industri --apa yang Ricoeur sebut " jenis realisme

kehidupan", yang kita kenali bersama zaman ini, salah satu dimana materialitas adalah pikiran

untuk mendahului gagasan (1986, h. 5).

Ekspansi dan penyebaran ideologi

Di belakang teori ideologi Marx tersembunyi pikiran bahwa realitas dapat diketahui dan

dipahami secara langsung, baik dengan distorsi maupun prasangka, atau bahwa kesadaran

palsu mengimplikasikan ada kesadaran yang benar -- "pengetahuan tanpa penipuan". Michel

Foucault (1980b, h. 18), salah satu pemegang mandat era post-Marxis yang karyanya

menandakan jajaran luas tema-tema post-Marxis, telah menjauhkan dirinya dari teori ideologi

("ideologi.... sebuah gagasan yang tak dapat digunakan tanpa kehati-hatian"). Di belakang

konsep ideologi, dia menyatakan, kita menemukan keibaan bagi kebenaran, bentuk murni atau

transparan dari pengetahuan yang bebas dari distorsi-distorsi, kebohongan-kebohongan, dan

Page 43: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 43

ilusi-ilusi. Karena ideologi berdiri dalam oposisi dengan "sesuatu yang lain yang diandaikan

melaporkan kebenaran". Lebih lanjut, gagasan ideologi mencerminkan gagasan yang

merupakan gagasan kedua untuk realitas, bahwa mereka merupakan akibat dari determinasi

ekonomi material. Demikian sebuah skema yang membuang semua kehidupan mental dari

infrastruktur. Wilayah kehidupan riil adalah pemikiran untuk mendahului konsepsi yang kita

miliki tentangnya, ab initio.

Salah satu dari cara-cara yang terpenting bahwa karya-karya Foucault memberikan

sumbangsih baru atas tema modernis ideologi melalui pemeriksaannya pada "kebenaran"

sebagai prestasi dari sistem-sistem pengetahuan yang mengatur keteraturan sosial. "Wacana",

pengetahuan-pengetahuan dengan tambatan-tambatan institusi, dalam dirinya sendiri bukanlah

kebenaran ataupun kesalahan. Bagi tiap masyarakat dan tiap era memiliki bentuk-bentuk

wacananya dalam mana kebenaran-kebenaran ditegakkan. Analisis Foucault secara mendasar

berangkat dari gagasan Marxis mengenai hirarki faktor-faktor determinan, malahan

menawarkan "topografis" atau titik pandang genealogis, mengkaji: tipe-tipe wacana, teknologi-

teknologi yang mereka kembangkan, obyek-obyek yang mereka buat kelihatan dan tak

kelihatan; dan terutama, tehnik-tehnik dan prosedur-prosedur yang menyesuaikan nilai dalam

perolehan kebenaran; status dari siapa yang mengisi dengan ucapan yang melaporkan sebagai

kebenaran. "Kebenaran", Foucault menulis, adalah sesuatu atas dunia ini. "Ia adalah

pertanyaan politik dan sosial. Pertanyaan politik adalah bukan, sebagaimana Marx

menyatakan, ideologi. Pertanyaan politik adalah kebenaran itu sendiri. "Kebenaran bukan sisi

luar kekuasaan" (1980b, h. 131-133), karena kita menemukan ia dalam banyak cara-cara yang

berbeda bahwa manusia memerintah dirinya sendiri dan yang lain (other), dan bagaimana

mereka menyempurnakan pemerintahan ini "dengan produksi kebenaran.... bukan produksi

pengungkapan kebenaran tapi pendirian wilayah-wilayah dalam mana praktik kebenaran dan

kesalahan bisa menjadi layak dan berhubungan" (1981, h. 8-9). Demikian, ilmu pengetahuan

seperti biologi, psikiatri, kedokteran, atau ilmu hukum dapat dianalisis sebagai jenis-jenis

khusus dari "permainan kebenaran" berkaitan dengan tehnik-tehnik yang manusia gunakan

untuk memahami dan memerintah yang lain dan dirinya sendiri. (1988, h. 17-18).

Demikian sebuah analisa bagaimana kekuasaan dan kebenaran dihubungkan

mengambil bentuk dari analisis wacana atau praktik diskursif (istilah Foucault), memeriksa

sesuatu seperti arsip-arsip dan situs-situs, jenis-jenis baru mengenai buruh dan ritual-ritual

publik tempat genealogi bentuk-bentuk historis --"teknologi-teknologi moral", dan "rezim-rezim

rasionalitas" --menjadi ada; praktik kedokteran klinik; hukuman penjara sebagai praktik

penghukuman secara umum; bagaimana kegilaan dipandang sebagai mental yang sakit ("ia

bukan hal yang pasti.... ia bukan jelas-dengan-sendirinya"). Sasaran Foucault bukanlah

institusi-institusi ataupun ideologi-ideologi, tapi praktik-praktik:

Page 44: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 44

hipotesa bahwa tipe-tipe praktik ini tidak hanya diperintah oleh institusi-institusi,

ditentukan oleh ideologi-ideologi, dipandu oleh keadaan-keadaan pragmatis --apapun

peran elemen-elemen ini mungkin memainkan secara aktual-- tapi proses hingga poin

regularitas-regularitas spesifik miliknya, logika, strategi, fakta-diri dan "rasio". Ia

adalah pertanyaan tentang menganalisis "rezim praktik-praktik" --praktik disini

dipahami sebagai tempat dimana apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan,

menentukan aturan-aturan dan memberikan alasan-alasan, merencanakan dan

menganggap pasti sesuai dan saling berkaitan.

(1981, h. 5)

Lebih dari beberapa pemikir kontemporer, Louis Althusser mungkin mengubah cara-

cara sebelumnya mengenai pemikiran tentang ideologi, tentu bagi kaum Marxis, tapi juga bagi

kaum non-Marxis. Setelah Althusser, dan dalam essainya 1970 "...Aparat-aparat Negara

Ideologis" (dipublikasikan 1971), ideologi berada dalam "aparat", sekumpulan orang dari

bentuk-bentuk dan praktik-praktik institusi yang mereproduksi kondisi-kondisi dan relasi-relasi

teratur kapitalis industri: sekolah, rumah tangga, perdagangan, media komunikasi, olah raga

dan waktu luang, pengadilan, partai-partai politik, universitas, dan seterusnya. Karenanya

ideologi-ideologi eksis dalam aparat-aparat ini, keberadaannya bersifat materi (1971, h. 166).

Yakni, ideologi-ideologi berada dalam mode-mode yang berbeda (tindakan-tindakan, sikap-

sikap praktis, ucapan-ucapan, gestur, teks, dsb), ideologi-ideologi mengambil "kehidupan"

mereka dalam praktik-praktik teratur dari kelompok-kelompok tertentu, dalam imej-imej dan

obyek-obyek yang manusia gunakan dan mereka jadikan acuan, dan dalam cara-cara

mengorganisir, dalam cara-cara itu mereka datang bersamaan dan saling mempengaruhi.

Tindakan manusia mengacu pada apa yang mereka pikirkan dan percaya. Tindakan-tindakan

ini tidak dalam kesadaran; mereka ada dalam apa yang manusia lakukan, bagaimana mereka

menyisipkan diri mereka sendiri ke dalam kehidupan (dalam idiom yang bersifat sementara saat

ini, "life-style"). Karena ia ada dalam kehidupan --pembicaraan, tarian, mengendara, makan,

berpakaian, berhubungan sosial, berdoa, nonton TV-- pengetahuan dan kepercayaan itu terjadi,

bahwa mereka mengambil kehidupan, bahwa mereka "mendapatkan kehidupan".

Dalam essai yang sama, Althusser menegaskan ideologi-ideologi dominan, ideologi

dominan itu adalah pusat untuk pekerjaan-pekerjaan seluruh keteraturan sosial dan berkaitan

dengan sektor-sektor negara dan ekonomi. Dia memperhatikan bagaimana sekolah-sekolah,

gereja-gereja, pengadilan-pengadilan --aparat-aparat negara-- mereproduksi dirinya sendiri dan

relasi-relasi kapitalis atas produksi dan eksploitasi. Menyinggung surat Marx pada Ludwig

Kugelmann, dia menulis, "Setiap anak tahu bahwa formasi sosial yang tidak mereproduksi

kondisi-kondisi dari produksi di waktu yang sama seperti ia diproduksi tidak akan berakhir

setahun" (1917, h. 127). Itu adalah untuk mengatakan, fungsi ideologi dominan dalam melayani

status quo, menetapkan kelas-kelas dan institusi-institusi dalam tempat yang relatif sama,

Page 45: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 45

menampilkan fungsi-fungsi yang sama, dan menyesuaikan kondisi-kondisi berlangsung yang

sama. Untuk penyempurnaan ini, ideologi-ideologi harus diyakini oleh semua kelas atau

kelompok --oleh kelas-kelas berkuasa mereka sendiri dan yang eksistensinya mereka

eksploitasi atau, mungkin, mengabaikan belaka, bagaimanapun secara sistematis. Di sini, fitur-

fitur mistifikasi ideologi menjadi permainan: karena ideologi-ideologi kelas berkuasa

memistifikasi kelas-kelas berkuasa mereka sendiri dan apa yang mereka lakukan, sepertinya

saja mereka memistifikasi yang mereka eksplotasi:

Jadi ketika kita bicara mengenai fungsi kelas atas suatu ideologi ia harus dipahami

bahwa ideologi berkuasa benar-benar ideologi dari kelas berkuasa dan bahwa tidak

hanya dalam peraturannya melebihi kelas-kelas tereksploitasi, tapi dalam konstitusi

miliknya atas dirinya sebagai kelas berkuasa, dengan membuatnya menyepakati

relasi kehidupan antara dirinya dan dunianya sebagai riil dan benar.

(Althusser 1969, h. 235)

Teori ideologi sebagai mistifikasi-mistifikasi tersebut dalam kekuasaan

mengimplikasikan bahwa banyak manusia dalam posisi-posisi dominan bukanlah pengejek

alami atau bahkan terlatih dengan baik. Jika memang demikian, keberadaannya tidak

membutuhkan ideologi-ideologi --tidak perlu menjelaskan atau mempertahankan eksploitasi-

eksploitasi yang mereka praktikkan. Yang lebih penting, stratifikasi sosial dan politik yang terus

menerus dalam masyarakat manusia, dan kehadiran terus menerus ideologi yang sangat

berkuasa, menunjukkan kebutuhannya pada penguasa dan peraturan yang timpang menjadi

sah --titik tekan Althusser dalam essainya "Marx and Humanism". Karena ideologi-ideologi

harus berfungsi bagi kedua kelompok ini dan menjadi dapat diterima pada kedua kelompok

mengenai "alasan-alasan" mengapa struktur kekuasaan dan keistimewaan begitu berat

sebelah, atau pada akhirnya adalah demikian dalam kehadiran susunan dari sesuatu. (Masa

depan selalu mengulurkan sebagai "tanah perjanjian"). Tidak mengherankan, ideologi-ideologi

ini adalah pembalut dalam apa yang Barrington Moore sebut "bahasa pertukaran" (1978, h.

507-9; cf. Eagleton 1991, h. 27-8), bahasa yang di belakangnya konsepsi-konsepsi populer

tentang keadilan dan ketidakadilan, kejujuran dan ketidakjujuran. Gagasan-gagasan ini

mengesahkan (secara literer, membuat adil dan pantas) ketidakadilan yang ada, sementara,

pada waktu yang sama, melangsungkan tanggung jawab bagi ketidakadilan ini jauh dari hal

tersebut dalam kekuasaan:

Raja-raja menyebut subyek-subyek mereka rakyat "Saya" atau rakyat "Kami". Apakah

penguasa pernah mengingkari bahwa dia memiliki kewajiban melayani dan menjaga

rakyat-rakyatnya? Imperialisme menemukan pembenarannya dalam beban dan

tanggung jawab kekuasaan untuk menciptakan divisi tenaga kerja yang lebih "efisien"

antara metropolitan dan area-area tak bebas. Umumnya, penguasa-penguasa dan

kelompok-kelompok dominan berbicara dalam istilah-istilah timbal balik (walaupun

Page 46: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 46

mereka mungkin tidak menggunakan ungkapan) untuk menekan kontribusinya pada

unit-unit sosial yang mereka pimpin, dan untuk memuji kebaikan-kebaikan dan

kebutuhan-kebutuhan dari kerukunan hubungan sosial dalam hal tersebut.

(Moore 1978, h. 508)

Sementara beberapa tema-tema ini mengusung kemiripan yang amat dekat pada

penggunaan klasik konsep ideologi, apa yang membedakan laporan Althusser darinya adalah

gagasannya tentang bagaimana ideologi-ideologi dibentuk dan ditopang dan apa dampak-

dampak yang mereka miliki, misalnya: bagaimana divisi-divisi sosial diinstitusionalisir dalam

institusi sosial yang sangat penting seperti sekolah; bagaimana praktik-praktik institusi

pendidikan beroperasi "mengisi" manusia, melalui alat-alat "demokrasi", ke dalam relasi-relasi

kelas yang ada; dan bagaimana mitos sosial tentang "persamaan", "individu", "persamaan

kesempatan", dan "prestasi individu" dimasukkan dalam teks-teks dan praktik-praktik program

sekolah dan kebijakan-kebijakan nasional tentang pendidikan. Tanpa merendahkan tujuan-

tujuan "kebebasan" dan "persamaan" orang Amerika ataupun turunannya hanyalah untuk status

ideologi-ideologi belaka, poinnya adalah bahwa wajah ketidakadilan-ketidakadilan itu menandai

sekolah-sekolah Amerika., gagasan-gagasan demikian jelas ideologis. Menimbulkan

"kebebasan" dan "persamaan" dalam wajah "ketidakadilan-ketidakadilan keji" sekolah-sekolah

Amerika --mendesakkan bahwa perbedaan-perbedaan luas dalam sumber daya sekolah-

sekolah "negeri" miskin dan kaya adalah hasil dari kondisi-kondisi kebebasan ekonomi dan

politik yang berlaku, sistem keluarga-keluarga adalah tanggung jawab akhir bagi tempat dimana

mereka tinggal dan tempat dimana anak-anak sekolah –ikut-serta dalam penipuan-penipuan

kepentingan dan pembenaran-pembenaran karena kaum ideolog, apakah perorangan atau

"aparat-aparat" yang Althusser gambarkan, adalah terkenal (karena keburukannya). Dalam

buku Jonathan Kozol tentang ketidakadilan sekolah-sekolah Amerika, pengacara dan sarjana

John Coons menggambarkan bagaimana ideologi beroperasi demikian:

Tidak ada ancaman yang lebih genting pada sistem kapitalis daripada pergantian

putaran sekarang ini dari satu generasi yang paling layak dengan keturunan

bikinannya yang beruntung. Lebih buruk, ketika yang beruntung itu diajukan oleh

negara kepada anak-anak berhasil, kita bisa yakin bahwa perusahaan bebas menjual

hak asasinya.... Untuk mempertahankan sistem keuangan sekolah negeri sekarang

ini pada platform kebebasan politik atau ekonomi tidak kurang absurd daripada

menggambarkan ia sebagai egalitarian. Atas nama semua nilai dari perusahaan

bebas, sistem yang ada merupakan skandal.... Apakah demokrasi tidak dapat

membiarkan aristokrasi yang dilapisi dan dilindungi oleh negara dari kompetisi dari

bawah.

(Coons dalam Kozol 1991, h. 206-207)

Page 47: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 47

Althusser mengartikulasikan tema tersendiri yang lain yang memiliki relevansi tertentu

pada ideologi-ideologi sekarang yang berfungsi melayani: ideologi-ideologi menghubungkan

manusia yang satu dengan yang lain, dengan dunia, terutama, dengan diri mereka sendiri.

Ideologi-ideologi, dia menjelaskan, adalah dihidupi --mereka "membuat ilusi pada realitas".

Ideologi-ideologi memberikan identitas-identitas. Karena apa yang Saya ketahui dan percaya

dan pikir bukanlah sekedar pengetahuan-pengetahuan atau kepercayaan-kepercayaan atau

pemikiran-pemikiran; mereka adalah apa yang Saya ketahui dan apa yang Saya percaya dan

apa yang Saya pikir. Mereka menuliskan dirinya sendiri dalam apa yang Saya lakukan, siapa

Saya --identitas saya.

Mungkin hal tersebut bisa digunakan untuk individualisasi contoh-contoh deskriptifnya

Althusser yang lebih umum (1971, h. 166-170) dalam cara yang menyertai. Jika seseorang

mempercayai Tuhan, dia pergi ke gereja atau pure atau majelis lokal. Dia berdoa dan bertemu

dengan orang lain yang seiman. Dia berbicara pada anak-anaknya tentang Tuhan serta

kebaikan dan iman. Ada kewajiban-kewajiban yang dia ketahui kebenarannya. Ini dilukiskan

dalam apa yang dia lakukan (dan yang tidak dilakukan) ketika orang tuanya atau anak-anaknya

sakit, dan dalam apa yang dia lakukan terhadap suaminya. Tindakan-tindakan ini diberi makna,

seperti dalam suatu komunitas atau majelis sembahyang, dalam perkawinan dan perkawanan,

dan dalam perasaan yang diikuti ungkapan (atau tanpa ungkapan). Tindakan-tindakannya juga

diberi makna dalam ucapan-ucapan pendeta dan politikus, dia mendengarkan tentang nilai-nilai

keluarga dan keibuan. Selanjutnya ada kekeluargaan, sosial, ritual-ritual keagamaan yang

menyertai ke dalam tindakan-tindakan ini, menyediakan peristiwa dimana bahkan gerak isyarat

tubuhnya pun mengungkapkan wewenang dalam satu kejadian, bergantung dalam yang lain.

Kemudian ada bentuk-bentuk dan tingkatan-tingkatan perasaan pada sikap-sikap dan gagasan-

gagasan. Dalam tiap-tiap cara tersebut gagasan seseorang adalah tindakan-tindakannya dan

perasaan-perasaannya dan gerak isyaratnya. Gagasan-gagasannya berada dalam tindakan-

tindakan; tindakan-tindakannya disisipkan ke dalam praktik-praktik; praktik-praktik diperintah

oleh ritual-ritual yang pilih untuk dijalani (Althusser 1971, h. 169).

Tiga hal ini --gagasan, praktik, ritual-- "dilukiskan" dalam "eksistensi materi aparat

ideologi, ia hanya bagian kecil aparat itu: misa kecil dalam gereja kecil, pemakaman,

pertandingan kecil pada klub orah raga, hari sekolah, partai politik, dsb." (h. 168). Salah satu

eksistensi materi mungkin terejawantah pada pemuda anggota pertemuan dua mingguan di

aula gereja, pada perempuan dari kelompok pembaca lesbi, atau pada permainan mingguan

baseball liga anak atau pertemuan pramuka. Dalam tiap tempat ini ideologi bekerja,

menghasilkan bentuk-bentuk subyektifitas, mengidentifikasi siapa kita, berkata pada kita "

bahwa kita benar-benar konkret, individu, dapat dibedakan dan (secara alami) subyek-subyek

yang tak tergantikan", menjadikan milikku nyata dan benar: semua ideologi memanggil atau

mengiterpelasi individu-individu konkret sebagai individu-individu konkret...." (h. 127-130).

Page 48: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 48

IDEOLOGI SEBAGAI PRAKTIK BUDAYA

Kita dapat menggambarkan peninggalan Althusser dan Foucault, meski mereka

berbeda, sebagaimana teori ideologi sebagai budaya; ideologi-ideologi bukan salah atau benar,

yakni, lebih atau kurang memadai representasi-representasi realitas; agaknya, ideologi-ideologi

memberikan kerangka kerja-kerangka kerja paling fundamental, melalui ideologi-ideologi itu

manusia menafsirkan pengalaman dan kondisi-kondisi "kehidupan" yang tersedia pada mereka.

Pun kerangka kerja yang secara pokok bersifat mental, bagi mereka eksis sebagai praktik-

praktik kehidupan kelompok tertentu, kelas, komunitas, dan seterusnya. Menurut Goran

Therborn, yang menawarkan salah satu penggunaan kontemporer ideologi yang paling luas,

ideologi-ideologi adalah fenomena diskursif dan meliputi "konstitusi dan tentang pola

bagaimana manusia hidup, mencerminkan pemrakarsa tindakan dalam struktur, dunia penuh

makna" (Therborn 1980, h. 15). Jadi ideologi-ideologi tidak mendistorsi, sesungguhnya mereka

mengintegrasikan, karena mereka adalah fenomena budaya --sistem-sistem representasi--

yang melayani pada aktor manusia untuk manusia yang lain dan dunia mereka. Ideologi-

ideologi membatasi kehidupan manusia, mengoperasikan seperti struktur kesadaran secara

luas yang mengungkapkan bagaimana kita sesungguhnya hidup dan bagaimana kita

membayangkan kita hidup. Ideologi-ideologi adalah "bagian organik dari setiap totalitas

sosial.... Masyarakat manusia menyembunyikan ideologi sebagai elemen dan atmosfer yang

sangat diperlukan bagi pernapasan sejarah dan kehidupan mereka" (Althusser 1969, h. 232).

Ideologi-ideologi beroperasi sebagai titik tolak argumen-argumen serta doktrin-doktrin dan

posisi-posisi, sebagai struktur-struktur atau kategori-kategori pikiran seperti "individu" atau

"keluarga" atau "perdagangan bebas" atau "pemilu". Kategori-kategori dan makna-makna

seperti ini tidak tinggal dalam "superstruktur" Marx tapi secara pokok, yakni, "datang sebelum

hal-hal obyektif dan gagasan-gagasan subyektif" (Harland 1987, h. 68).

Bahkan jika kita masih mendukung (dan Saya mendukung) muatan bahwa operasi-

operasi ideologi adalah budaya, yakni, mesti melakukan bersama operasi-operasi tanda,

makna, dan wacana, ideologi tentu saja lebih terbatas dalam dampak-dampaknya ketimbang

"budaya", bahkan sementara cakupannya diluaskan. Karena ideologi secara spesifik meliputi

keterkaitan antara makna-makna sosial dan kekuasaan. John B. Thompson menulis (1990, h.

7) "Ideologi.... adalah makna dalam pelayanan kekuasaan". Sesuatu yang lain mengikuti dari

teori ideologi sebagai integratif atau penuh makna: gagasan ideologi sebagai pelindung

identitas.6 Ideologi-ideologi "mesti cukup 'riil' untuk memberikan dasar pada individu-individu

sehingga dapat membuat identitas hubungan, mesti melengkapi beberapa kepadatan motivasi

bagi tindakan efektif, mesti membuat pada akhirnya beberapa percobaan lemah untuk

menjelaskan cara mereka sendiri kontradiksi-kontradiksi dan inkoherensi-inkoherensi yang lebih

6 Kalimat "pelindung identitas (guardian of identity)" secara asli dari psikolog Erik Erikson. Ricoeur (1986, h. 258-259) berpendapat bahwa teori-teori interpretatif ideologi mengimplikasikan teori-teori identitas sebagaimana Saya deskripsikan di sini.

Page 49: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 49

menyolok". Ideologi, Terry Eagleton berpendapat, "salah satu cara krusial, dalam cara itu

subyek manusia berupaya 'menjahit luka' kontradiksi-kontradiksi perpecahan yang ada dalam

keberadaannya, menyusunnya pada inti" (1991, h. 198). Tepatnya dalam pengertian ini

ditegaskan Althusser bahwa ideologi-ideologi tidak begitu banyak gagasan sebagaimana

mereka hidup. Ideologi-ideologi "tak pernah dapat menjadi instrumen murni". Ataupun relasi-

relasi antara ideologi berkuasa dan kelas berkuasa " sebuah relasi eksternal dan jelas atas

utilitas murni dan kelicikan". Karena ideologi-ideologi mensituasikan manusia, menipu mereka

dalam pelaporan dan pernyataan pembenaran-diri mereka sendiri tentang "kehidupan",

"kebebasan", "tanggung jawab", "kewanitaan", dan seterusnya: "suatu kelas yang

menggunakan ideologi adalah tawanannya juga" (Althusser 1969, h. 234-235).

Teori penting dari essai Althusser "....aparat-aparat negara ideologis" tidak diragukan

lagi sumbangsihnya mengenai ideologi-ideologi sebagai "praktik-praktik materi", gagasanya

dimuat dalam kalimat "ideologi-ideologi 'dihidupkan'". Lebih tepatnya, individu-individu "hidup

dalam ideologi misalnya, dalam determinasi (agama, etika, dll) representasi dunia" (Althusser

1971, h. 166). Karena rumusan ini secara efektif membuka cara kerja yang lain pada problem-

problem "budaya" dan "produksi" budaya serta "reproduksi" untuk menemukan teori yang

sesuai dengan "kecurigaan-kecurigaan totalitas" kontemporer (Clifford 1988, h. 273). Karena

pembaca kontemporer, terdapat sesuatu yang sangat benar dalam rumusan-rumusan

postrukturalis --teori sangat berkuasa secara mengherankan masih bersifat tentatif-- itu

membuat masyarakat sebagai "kesatuan" hanya dalam pengertian bahwa mereka secara

ideologis dibentuk, bukan terberi, hasil formasi-formasi diskursif yang berkuasa (Foucault).

"Masyarakat", jika mereka adalah sesuatu, ia adalah dampak dari beragam aparat ideologi

(Althusser) --sekolah, gereja, media massa, olah raga, dan seterusnya. "Totalitas" budaya dan

sosial menjadi subyek untuk "penjelasan", serupa kesusastraan dan teks-teks sejarah yang

telah dilalui. "Teks" menawarkan gagasan yang benar pada ilmu sosial baru yang dapat

membentuk dirinya sendiri. Warisan strukturalis, Stuart Hall menyatakan, adalah pengajuannya

pada pikiran manusia "sebagaimana dibicarakan oleh, dan juga berbicara, budaya mereka:

berbicara melalui kode-kode dan sistem-sistemnya" (1980, h. 30), suatu pendekatan yang

secara efektif membawa "budaya" dan "ideologi" pada aspek-aspek kehidupan sehari-hari.

Berbalik dengan beberapa titik pandang (misal, Eagleton 1991), sumbangsih mengenai

"budaya" dan "ideologi" sebagai fenomena sehari-hari tidak melemahkan pelaksanaan-

pelaksanaan mereka, ataupun terimplisit argumen bagi akhir ideologi. Agaknya, ia menuntun

pada pengertian tentang penemuan pelaksanaan seluruh kekuasaan sebuah "formasi sosial"

yang jauh lebih ekstensif dan kompleks (istilah Althusser) dari pada sebelum dibayangkan.

Lingkup ideologi diluaskan dan pelaksanaannya dimunculkan dalam lahan yang luas, situs-situs

berbeda dimana budaya diproduksi: teknologi komunikasi modern dan keadaan institusional

mereka, pusat kesenian, organisasi keilmuan dan laboratorium, sekolah, biro informasi

Page 50: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 50

pemerintah, pengadilan, pers, dan wahana lain budaya pop. Jaringan kerja yang kompleks

sebagaimana ini membangkitkan dan menyalurkan bayangan-bayangan ideologi, representasi-

representasi, dan kategori-kategori. Ideologi-ideologi merupakan produk sederhana kelas

berkuasa, dampak kekuatan produksi.

Ideologi-ideologi, seperti semua praktik-praktik budaya, juga merupakan "daerah yang

relatif otonom", tidak dapat diperkecil lagi pada kelompok ekonomi dan "kekuatan produksi".

(Ini, kenyataannya, tidak murni "ekonomi" tapi formasi-formasi ekonomi, politik, ideologi, dan

praktik-praktik teori). Otonominya juga bermaksud bahwa praktik-praktik ideologi adalah

overdetermined --bahwa formasi-formasi tak pernah beroperasi sendirian tapi bercampur

dengan kekuatan dan elemen lain (Althusser 1969, Bagian III).7 "Budaya", Stuart Hall

menjelaskan, "secara sederhana merefleksikan praktik-praktik lain dalam dunia gagasan. Ia

sendiri sebuah praktik-praktik --praktik penandaan-- dan ia sendiri produk determinan: makna".

Bagi strukturalis dan postrukturalis, "tekanan untuk itu digeser dari isi substantif budaya

berbeda ke bentuk-bentuk susunan mereka --dari apa ke bagaimana sistem-sistem budaya"

(Hall 1980, h. 30). Gagasan mengenai keunggulan kekuatan ekonomi telah memberikan cara

pada pemahaman baru tentang kekuasaan representasi --tanda dan simbol. Teori materialis-

historis, kesadaran-diri mengenai kapitalisme borjuis (Sahlins 1976, h. 166), telah memberikan

cara dalam fase baru ini dari sejarah kapitalisme sampai aneka ragam studi budaya, fase

dimana bentuk-bentuk komoditi menjadi budaya, yakni, semiotik (Aronowitz 1990, h. xxv);

dimana pengetahuan, teknik, dan produksi simbol dan imej mendominasi pasar-pasar dan

kekuatan-kekuatan produksi; dimana komoditi melayani sebagai tanda dan pengangkut

mengenai pribadi dan realitas sosial. Dalam masyarakat ini, bahkan komunitas kita dipahami

sebagai imajinasi budaya (Anderson 1991). Diri dan tubuh, dipikirkan sebagai obyek-obyek

alami, dipikirkan sebagai proyek-proyek budaya (Giddens 1991). Dalam fase baru ini mengenai

sejarah modern dan disiplin akademi serta pengetahuannya --sebuah fase yang dibedakan oleh

keunggulan dan otonomi dari semua bentuk budaya--"ideologi" kehilangan pusatnya dalam

"kekuatan produksi".

Kita mungkin, kemudian, mengatakan pergeseran besar-besaran ideologi --suatu

peristiwa yang berhubungan dengan apa yang digambarkan di sini sebagai peranan dari

budaya dan jaringan kerja yang kompleks, dalam jaringan kerja itu kekuasaan dijalankan dari

situs-situs yang berjumlah banyak, adalah secara strategis diproduksi. Pemikiran kembali

7 Penerjemah Althusser, Ben Brewster, memberikan daftar kata-kata (glossary) dalam For Marx (1969) yang memasukkan "overdetermination" sebagaimana digunakan Althusser. (Althusser juga memberikan respon singkat pada penerjemah dan glossary itu). Brewster mengaku meminjam dari Freud untuk konsep tersebut. (Pengaruh Lacan di sini dan di tempat lain dalam karya Althusser juga jelas). Teks representatif dari Freud mengenai konsep "overdetermination" kelihatannya adalah "Aetiology of Hysteria" (Freud [1896] 1989, h. 108): tentang overdeterminasi dari gejala-gejala histeris, Freud menulis "gagasan yang dipilih untuk produksi gejala-gejala adalah salah satu yang disebut dengan sebuah kombinasi beberapa faktor dan yang dimunculkan dari beragam arahan secara terus menerus". George Ritzer (dalam buku teks Teori Sosiologi 1992, New York, McGraw-Hill, h. 299) menyandangkan penggunaan Althusser atas "overdetermination" pada penggunaannya dalam Lenin dan Mao. Masih ia lebih akurat untuk berbicara tentang logika dan bukan konsep itu sendiri dalalm tulisan dari autor ini, sebagaimana jelas dalam esai Althusser (1969, h. 97ff.).

Page 51: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 51

mengenai ideologi ini telah memaksa kita dengan "kejadian" itu dan teori (strukturalis dan

postrukturalis). Apa yang secara prinsipil tentangnya adalah bagaimana memikirkan ideologi

sebagai praktik budaya, yakni, sebagai dampak budaya dan bagaimana dampak itu

dihubungkan dengan institusi, kelompok, dan struktur tententu. Ketika memahami cara ini, ada

sesuatu yang sulit dimengerti tentang pelaksanaan ideologi, sesuatu yang "decentered" tentang

ideologi-sebagai-budaya (Hall 1992, h. 284). Masih secara tepat apa yang pemahaman

kontemporer ideologi sebutkan: penelitian kompleks pada hubungan-hubungan antara bentuk-

bentuk budaya (pengetahuan, imej, dsb.) dan institusi-institusi, "wacana" dan "aparat" yang

berada di dalamnya.

Cara kerja untuk memikirkan kembali ideologi, kita, setelah Foucault, mencoba

memikirkan kekuasaan secara berbeda: "Relasi-relasi kekuasaan tidak dalam posisi tidak lebih

unggul dengan tipe relasi lain (proses ekonomi, relasi pengetahuan, relasi sex), tapi imanen

dalam relasi yang disebut belakangan (Foucault 1980a, h. 94). Kekuasaan adalah

keserbaragaman relasi-relasi kuasa yang imanen dalam ruang tempat mereka beroperasi serta

relasi-relasi yang membangun organisasi mereka sendiri. Oleh karena itu (dan ini adalah

dimana refleksi ini dimulai), ilmu sosial memiliki ideologi sebagai pedangnya, standar

perlawanannya, pembenarannya bagi dirinya sendiri sebagai pengetahuan-setelah-keyakinan.

Ilmu sosial kini melihat dirinya sebagai konfigurasi kekuatan yang sama yang dibentuk oleh

lanskap modernitas dan modernitas lanjut. Ilmu sosial sendiri merupakan sebuah bentuk dan

kekuatan budaya. Ilmu pengetahuan sosial menggambarkan elemen-elemen mereka sendiri

mengenai deskripsinya.

"Carreral city"nya Foucault dalam Disipline and Punish, adalah deskripsi tentang

keteraturan sosial baru, sebuah "ekonomi kekuasaan baru" (1977, h. 307-308). Kota bukanlah

"pusat kekuasaan" atau bahkan "jaringan kerja kekuatan". Di tempat tersebut, Foucault

menawarkan kesan tentang "lipatan jaringan kerja dari elemen-elemen yang berbeda....suatu

penyaluran strategis elemen-elemen dari level dan sifat yang berbeda", tiap mekanisme

nampak terang, tapi tiap mekanisme memberikan bentuk baru tentang aturan yang

mengarahkan menentang pelanggaran-pelanggaran normal. Ini tidak sekedar "institusi represi",

walaupun ini beroperasi juga, tapi sebuah seri dari "carceral mecanism", "aturan strategi", dan

obyek-obyek wacana (kedokteran, sosiologi, psikiatri, dsb.). Ini adalah kerangka kerja material

baru --kompleks dan mengacaukan—tempat ideologi dirumahkan dan dalam kerangka kerja

material baru tersebut proyek dan harapan dari ilmu sosial terlibat mendalam.

Keunggulan pemikir strukturalis dan postrukturalis, terutama Althusser dan Foucault,

memikirkan kembali kekuasaan dan pelaksanaannya serta perwujudannya, salah satu ilmu

sosial yang membebaskan. Bagaimanapun perbedaan pandangannya mengenai keunggulan

teori Marx bagi modernitas lanjut, tiap penawaran untuk teori sosial merupakan sebuah visi

yang memecahkan batas-batas lokasi ideologi. Ideologi ditempatkan pula dalam keberadaan

Page 52: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 52

kolektif borjuis atau dalam strukturnya tentang kesehatan dan buruh. Ideologi membubarkan

seluruh "keteraturan sosial". Perhatian teoritisi sosial ini adalah sejarah dan eksistensi materi

dari ideologi, hubungan antara pengetahuan dan institusi, dan ragam bidang pengetahuan dan

praktik melalui kekuasaan yang diproduksi, terutama sekali wacana yang mengatur dan

mengonstruk apa pengetahuan, bagaimana sistem-sistem pikiran yang pasti dan tambatan-

tambatan institusinya (negara, universitas, kedokteran, sistem hukum, lahan ilmu, dsb.) --dan

bukan yang lain—dijadikan sebagai "pengetahuan". Teori-teori yang dihasilkan oleh kelompok

intelektual ini tak dapat dipungkiri adalah kompleks dan berbeda dan dengan tidak bermaksud

dapat mendamaikan dalam fitur-fitur pokoknya. Apa yang mereka berikan, masih, ilmu sosial

adalah gagasannya sendiri sebagai salah satu tubuh pengetahuan, teknik dan model wacana

yang mengonfigurasikan "subyek" modern dan "masyarakatnya", yang memiliki strategi disiplin

tentang pengamatan dan obyektifitas, sejalan dengan itu tentang kedokteran, demografi,

psikologi, dan pendidikan, secara relatif memberlakukan standar normal modern dan instrumen

ilmiah untuk mensubyekkan individu dan masyarakat pada studi.

Memberikan perubahan mendalam pada "pengangkut sosial"nya ideologi (Gouldner:

1970), apakah ada suara dan bahkan alasan-alasan mendesak bagi penggunaannya sebagai

konsep dan teori bagi analisa sosial? pertanyaan yang tak terelakkan ini adalah pembacaan

Althusser mengenai Marx yang dibawa pada kita, untuk suatu tempat juga disiapkan oleh kesan

lipatan Foucault tentang kekuasaan dan pelaksanaannya. Apakah ideologi memiliki masa

depan dalam dunia retaknya modernitas lanjut? Dapatkah ideologi berjalan pada semua,

dimana pandangan menyeluruh (dan menyesatkan) tentang kemanusiaan ditentang terus

menerus oleh gagasan yang berlaku dari budaya "berbeda" dan "yang lain (other)", dan dimana

semua keyakinan (dan teori) adalah lokal dan parsial (lihat misalnya, Seidman 1991; Lemert

1991)? Belum melintasi lanskap posmodern ini, kaum ideolog dan ideologi-ideologi masih

nampak tumbuh subur.

Dalam kaca mata sosial dan politik baru-baru ini, apakah tidak ada, sebagaimana

Eagleton amati, sesuatu yang absurd dalam dunia yang "diretakkan oleh konflik ideologis",

dimana gagasan ideologilah yang menguap tanpa bekas dari tulisan posmodernisme dan

postrukturalisme" (1991, h. ix)? Jika sekarang pertarungan ideologis nampak lebih lumrah dan

ideologi sefamiliar wajah pada berita sore, kita butuh mencari pelaksanaan-pelaksanaannya,

untuk mempelajari kembali (dan untuk mengajarkan) bagaimana menganggap bentuk-

bentuknya dan idiom-idiomnya, untuk melihat dengan cermat kepentingan-kepentingan politis

dan dampak-dampak yang mereka hasilkan.

Tak dapat disangkal, kita dapat segera menemukan pelaksanaan-pelaksanaan

ideologi dalam teori "kesadaran palsu", ataupun dalam penegasan atas pemisahan besar

antara ilmu dan ideologi. Ataupun terdapat keuntungan dalam gagasan tentang pengetahuan

benar dan salah; penggunaan ini menjadi momen historis yang hanya akan membekas dalam

Page 53: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 53

memori kolektif kita. Saat ini kita masih dapat berbicara mengenai praktik-praktik ideologi tanpa

membuat klaim pararel bahwa yang lain (other) (sebagaimana diri kita sendiri) mendiami dalam

beberapa dunia yang hanya meletakkan kebenaran dan rasionalitas.

Kenyataannya, secara tipikal praktik-praktik ideologi menggunakan baju rasionalitas

atau ilmu, atau mereka menopengi diri mereka sendiri dalam politik praktis (argumen yang

dibuat oleh Gouldner 1976; Boudon 1989; dan Aronowitz 1988). Juga benar bahwa praktik-

praktik ideologi sekarang membagi strategi-strategi kekekalan --dogmatisme, penipuan, dan

mistifikasi-- yang dibongkar Marx dan praktik-praktik ideologi tersebut nampak pantas terhadap

perhatian kita: suara angkuh ideologi (kita mendengar mereka di manapun!) selalu otoritatif,

berkuasa pada kebenaran dan kesalahan tentang yang lain (other) sementara menukarkan

dirinya sebagai orang bijak atas humanitas dan kebaikan umum. Ideologi-ideologi masih

cenderung, sebagaimana Arendt (1968, h. 167) amati, "mengetahui misteri seluruh proses

historis", dan untuk memahamkan segala hal dan setiap orang pada tema-tema dan perspektif-

perspektif miliknya. Sekarang, ideologi mengganti ideologi dengan tekanan dan penyembunyian

sejarah dan kenyataan, strategi-strategi tekanan dan penyembunyian tersebut mengambil

logikanya sendiri; jadi klaim Gouldner (1976, h. 48) bahwa esensi analisa ideologi adalah

"refleksifitas terhalang" mengenai sejarah materi dan ide. Kelalaian ideologi, jika kita boleh

menyebut demikian, adalah strategi dan amnesia oportunistik yang memiliki kehendak

berkuasa yang ditorehkan pada setiap kata dan tindakannya.

Saya tidak sedang mengusulkan bahwa kita melanjutkan, seperti yang nenek moyang

kita lakukan, memimpikan dunia tanpa ideologi; agaknya bahwa kita memahami rasionalitas

ideologi, rasionalitas bahwa teori sosial dapat, Saya pikir, masih menyingkap, membawa

problematik, historisitas, dan perlawanan. Pengajuan ini memerlukan pembacaan Marx dalam

terang problematik saat ini. Ia adalah (sebagaimana konteks intelektual posmodern tertentu

telah mendesakkan menjadi) sebuah konsepsi sementara. Tapi, untuk memberi kata akhir

kepada Alhtusser-- "apa yang tidak bersifat sementara?" (1969, h. 258).

Page 54: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 54

BAB 3

STRUKTUR PENGETAHUAN

Tradisi Perancis

Usaha luar biasa Lévi Strauss.... muncul dalam status yang mana dia menyelaraskan wacananya sendiri pada mitos.... wacananya pada mitos mencerminkan dirinya sendiri dan masyarakatnya sendiri. Dan sekarang ini, periode kritik, dengan terang memperhatikan semua bahasa yang membagi bidang dari ilmu human.

(Jacqeus Derrida)

TINJAUAN DASAR

Penemuan "budaya" dalam ilmu sosial dan teori sosial mestinya tidak hanya

mentransformasikan dunia sosial penting kita di pertengahan abad ini, mestinya

mengintensifkan perubahan kesadaran kita tentang fenomena budaya --"globalisasi",

kemunculan masyarakat posindustri dan teknologi informasinya, pertumbuhan kesadaran

masyarakat dunia tentang sesuatu yang lain. "Berpaling pada budaya"8 merupakan respon

terhadap gerakan intelektual abad pertengahan dan akhir abad 20, utamanya ilmu linguistik dan

semiotik, yang dampaknya meluas pada jajaran kajian kesusastraan dan psikoanalisa, sosiologi

dan antropologi. Lebih dari tokoh lain yang bekerja dalam ilmu sosial, karya Claude Lévi

Staruss yang "antropologi struktural"nya diinspirasikan oleh linguistik struktural Ferdiand de

Saussure, memberi kekuatan pada kita untuk memikirkan kembali tentang operasi bahasa,

operasi simbol kolektif dan mitos.

Ia merupakan logika (logic) atau bentuk rasio (reason) strukturalisme yang menuntun

pemikiran kembali baru-baru ini dalam ilmu sosial tentang fitur-fitur linguistik terhadap semua

fenomena sosial; adalah Lévi Strauss yang karyanya mengajukan proposisi luar biasa bahwa

semua bentuk sosial mengikuti aturan bahasa --fenomena sosial dan budaya adalah

homologous.9 Tanpa menghiaraukan pijakan yang relatif dari proposisi tersebut, argumen

tersebut menyatakan bahwa semua fenomena sosial melayani sebagai bagian-bagian sistem

penandaan yang mengubah cara kita sekarang melihat masyarakat manusia.

Di dalam bab ini (seperti pada Bab 2 mengenai Marxisme dan Bab 4 mengenai

pragmatisme Amerika), tradisi sosiologi Perancis digambarkan sebagai organ vital penting bagi

sosiologi pengetahuan. Pandangan adalah mengenai kekuasaan dan kekuatan gagasan-

8 "Berpaling pada budaya (Cultural turn)" adalah istilah Roland Robertson (1992, Bab 2) yang memiliki penyembuhan atas konsep budaya dalam ilmu sosial dan teori sosial telah mempengaruhi Saya, terutama sekali semenjak ia diberitahukan oleh perspektif sosiologi pengetahuan. Sumbangsih prinsipil dari Robertson adalah implikasi-implikasi teori-teori budaya terhadap "globalisasi", sebuah proses yang ia adalah salah satu untuk mengidentifikasi dan membatasi sebagai sebuah persoalan, jika bukan suatu persoalan sosiologi budaya kontemporer.9 Lévi-Strauss (1976, h. 622-663) menunjuk pada "identitas substansial" antara bahasa dan budaya: mereka adalah homologous karena fenomena budaya memiliki sumbernya atau asal usulnya dalam bahasa. Ini bukan sesuatu yang sama seperti klaim bahwa semua sistem penandaan seperti bahasa, dan merupakan, tentu saja, bahasa. Untuk diskusi tentang "pendapat linguistik yang salah" ini, lihat diskusi Krampen (1979) dan Gottdiener (1985).

Page 55: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 55

gagasan kolektif dan sentimen-sentimen. Ia meluaskan pernyataan Emile Durkheim mengenai

bagaimana kesadaran kolektif diperoleh dari bentuk-bentuk organisasi sosial dan divisi tenaga

kerja serta bagaimana gagasan-gagasan kolektif merupakan representasi simbol dari

pengalaman sosial, untuk karya lain mengenai keunggulan kategori-kategori kolektif (Mauss,

Bloch, Granet, Lévi Strauss). Karya Lévi Strauss tidak hanya melanjutkan karya Durkheim tapi

juga menggantikannya, terutama dalam klaimnya bahwa selalu ada struktur lapisan dalam (atau

relasi-relasi tersembunyi) yang membawakan wilayah ketakteraturan dan ketakterhubungan

dari budaya yang teratur dan keterhubungan: budaya itu distruktur dan setiap bentuk sosial

adalah tanda yang potensial.

Bagi sosiologi, bahkan lebih jauh dampak jangkauannya adalah argumen Lévi Strauss

yang analisanya tentang mitos merupakan bagian tersendiri dari sistem mitos yang dia analisis.

Lévi Strauss menawarkan pada kita suatu pandangan atas peradaban manusia Barat dan

ilmunya (etnografi dan etnologi) sebagai proyek budaya (sekalipun rasional), membangun

dalam banyak cara yang sama bahwa "kebiadaban" membangun dunia mereka --melalui sistem

klasifikasi yang menegakkan keberbedaan (difference) dan keberlainan (otherness).

Pengetahuan Barat mengungkapkan, penafsiran, pengomunikasian, dan mereka melakukan

secara sangat mendasar melalui keberbedaan dan kerberlawanan (oposisi) (Lévi Strauss

1966a, h. 268). Mereka menganggap wajar terhadap semua sistem mitos. Strukturalisme

adalah sebuah etnografi mengenai semua tentang kita.

STRUKTURALISME: DARI DURKHEIM SAMPAI LÉVI STRAUSS

Durkheim adalah strukturalis pertama yang menganggap bahwa agama --paling primitif

dari semua fenomena sosial-- memberikan kunci untuk membuka gembok semua aktifitas

kolektif yang lain: hukum, moralitas, seni, ilmu, dan seterusnya. Tentu saja, semua kehidupan

sosial, dia berpendapat, dapat dijelaskan "tidak dengan konsepsi dari orang yang berpartisipasi

di dalamnya, tapi sebab-sebab yang mengitarinya yang luput dari kesadaran mereka", terutama

dampak-dampak kekuasaan mengenai representasi-representasi dan simbol-simbol kolektif

dalam penciptaan masyarakat (Durkheim [1897] 1982, h. 171-3). Sementara dia

mengatributkan hal penting secara khusus terhadap dunia ekonomi dan dampaknya serta

terhadap cara-cara manusia mengorganisir dirinya ke dalam kelompok, posisinya, terutama

pada tulisan The Rules of Sociological Method dan setelahnya, "Berlebihannya agama" (Lukes

1972, h. 233): agama merupakan "sistem simbol dengan maksud agar masyarakat menyadari

dirinya (Durkheim [1897] 1951, h. 312); agama adalah sumber semua bentuk pikiran; dan

kehidupan yang jejaknya pada filsafat alam, termasuk salah satunya ilmu. Lebih lanjut,

Durkheim berpendapat bahwa gagasan atau representasi kolektif --beragam cara menusia

menghadirkan kembali pengalaman kolektif mereka tentang kehidupan pada umumnya--

mengambil fungsi otonom dalam relasi terhadap kelompoknya sendiri ([1914] 1983, h. 85);

Page 56: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 56

kehidupan komunal sendiri "mensyaratkan gagasan umum". Dan sementara ia adalah

eksistensi kolektif dan gagasan-gagasan serta representasi-representasi yang dihasilkan dari

eksistensi tersebut yang menjadi kebenaran yang gamblang bagi siapa yang menempatinya,

"dalam analisis akhir, ia merupakan pikiran yang menciptakan realitas". Penciptaan paling

unggul dari pikiran adalah masyarakat itu sendiri ([1914] 1983, h. 85).

Kualitas strukturalis terhadap pikiran Durkhein juga ditemukakn dalam argumennya,

dengan sadar menyusun penentangan teori filosof pragmatis Amerika (Durkheim [1914] 1983),

representasi itu adalah prestasi kolektif. Ia tepatnya adalah sumber kolektifnya yang

memberikan kekuatan pada gagasan ini, kebenaran mereka, dan ketampakan obyektifnya. Dia

menggambarkan kehidupan sosial "sebagai ibu dan pelayan abadi tentang pemikiran moral dan

pikiran logis, tentang ilmu serta keyakinan" (Lévi Strauss 1945, h. 530).

Ketekunan dan kekuatan kategori-kategori kolektif mengalir melalui semua penelitian

Durkheim. Bahkan dalam risalah positivis awal The DIvision of Labor in Society, merupakan

gagasan kolektif individu, sebuah produk perkembangan sosial, yang mengungkapkan

hubungan pasar terhadap ekonomi industri baru dan kemampuan dasar-dasar moralnya yang

berubah-ubah. Individualisme merupakan susunan moral, tentu saja, gagasan keagamaan:

seperti semua kepercayaan lain, "individualisme moral", memperoleh kekuatannya dari

masyarakat ([1893] 1933, bab 5).

Tema unggul atas simbol dan imaji kolektif adalah, tentu, lebih tua dari Durkheim, dan

silsilahnya "Perancis" tentunya. Tentu saja, kajian operasi-operasi mental (mentalités), terutama

sekali "tempat tinggal linguistik" serta perwujudan kolektif mereka, dikenal dengan tokoh utama

dari sejarah intelektual Perancis modern dan sumbangsih pada bidang yang berbeda tentang

ilmu human (les Sciences de l'homme). Perhatian filosofis dan moral dari perumus-perumus

awal, Condorcet, Montesquieu, Rousseau, dan Comte, dituangkan kembali oleh Durkheim ke

dalam istilah-istilah ilmu sosial. Program Durkheim atas suguhan simbol dan imaji sebagai

fenomena sosial --seperti obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa dalam alam-- dan usulannya

bahwa sosiologi menjadi "obyektif, spesifik, dan metodis" ([1901] 1982, h. 35) diteruskan oleh

tulisan Marcel Granet tentang bahasa dan budaya Cina, Lucien Levy-Bruhl tentang kesadaran

primitif, Maurice Halbwachs tentang memori kolektif, dan Marcel Mauss tentang klasifikasi dan

kategori-kategori sosial. Mauss ([1938] 1979, h. 22) menggambarkan simbol kolektif seperti

"sebuah permohonan jin" yang memiliki "kehidupannya sendiri; ia berindak dan mereproduksi

dirinya sendiri untuk jangka waktu yang tak terbatas". Durkheim berpendapat bahwa

representasi kolektif masyarakat begitu fundamental bagi pemikiran bahwa kategori-kategori

logis kita mengenai ruang dan waktu, misal, diperoleh secara sosial, hubungan tertutup dengan

keberhubungan organisasi sosial" (Durkheim dan Mauss 1963, h. 88).

Kemudian, terdapat kecenderungan Perancis pada penggambaran pelaksanaan

bahasa dan simbolisme kolektif. Karenanya, seseorang dapat mengamati dalam pendapat

Page 57: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 57

Durkheim atau perhatian "metodologi" yang mengantisipasi hal tersebut atas struturalisme

kontemporer Lévi Strauss, Jacques Lacan, dan Roland Barthes. Misalnya, risalah Durkheim

yang kemudian The Elementary Forms of the Religious Life menggunakan mode rasio untuk

fenomena agama (ritual, tuhan, ikonografi, dsb.) adalah benar sejauh mereka mengungkapkan

kondisi sosial yang menghasilkan mereka. Seseorang mesti tahu, pikiran-pikiran Durkheim,

bagaimana membosankan berada di bawah "simbol [keagamaan] kepada realitas yang ia

representasikan dan realitas tersebut memberikan maknanya" (1915, h. 2), mencari asal usul

kategori sosial dalam bentuk-bentuk kehidupan sosialnya sendiri. Pengertian Durkheim

bukanlah bahwa mitos dan kategori sosial itu ditempatkan dalam wilayah pokok yang tunggal,

sebagaimana Marx berpendapat tentang keunggulan dari "kehidupan materi", tapi bahasa itu,

terutama mitos kolektif yang sangat kuat atas manusia, digunakan untuk memahami

pelaksanaan fenomena sosial yang beragam dan berbeda --sistem keluarga dan

perkawinannya, dan seterusnya-- yang mengarakteristikkan kelompok sosial atau masyarakat.

Pikiran strukturalisme (dapat diakui, tapi tidak ditopang dalam tulisan Durkheim) adalah bahwa

semua bentuk dan aktifitas sosial mengikuti "susunan yang sama dari aturan-aturan abstrak

yang mendefinisikan dan mengatur apa yang kita pikirkan tentang bahasa secara normal" (Lane

1970, h. 14). Essai sur le don (essai tentang sikap) Mauss 1924, Lévi Strauss ([1950] 1968)

mengatakan pada kita, proposisi strukturalis yang maju bahwa relasi-relasi kekeluargaan,

relasi-relasi pertukaran ekonomi, dan relasi-relasi linguistik adalah keteraturan yang sama,

dengan demikian membuka cara bagi teori linguistik untuk menerapkan pada dunia fakta-fakta

sosial dan terhadap penelitian kepada bangunan dasar hukum-hukum, dengan penerapan

tersebut "tanda" mendapatkan maknanya.

Dalam "pendahuluan"nya yang luas bagi metode-metode strukturalis dalam disiplin-

disiplin yang sama berbedanya dengan kritisisme sastra dan matematika, Michael Lane (1970,

h. 14) mengamati bagaimana kaum strukturalis menerapkan teori linguistik terhadap obyek-

obyek dan aktifitas-aktifitas diluar bahasa itu sendiri.

Dalam upaya mengurangi kebingungan terminologi maka kata "kode" kadang

digunakan, dikemukakan oleh Roland Barthes, untuk mencakup semua tipe sosial

yang menjalankan sistem-sistem komunikasi. Semua kode sosial ini memiliki,

sebagaimana bahasa-bahasa alami, leksikon atau "kosa kata". Jika kita mengambil

contoh kode kekeluargaan dan perkawinan, sebagaimana Lévi Strauss lakukan

dalam bukunya yang pertama (....Elementary Structures of Kinship), kita melihat

bahwa semua anggota masyarakat yang berada dalam relasi kekeluargaan (atau

relasi-relasi kekeluargaan) terhadap aggota yang lain membentuk leksikon, atau

perbendaharaan lagu (repertory), tentang istilah-istilah yang diperbolehkan. Aturan

tentang siapa yang boleh, dan siapa yang tidak, menikahi siapa, membentuk

syntak atau grammar, yang menentukan apakah elemen-elemen mungkin

Page 58: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 58

terlegitimasi (atau "bermakna") menguntai bersama. Roland Barthes berusaha

serupa (dalam Système de la mode) membentuk leksikon dan syntak atas busana.

Beberapa dan semua bentuk budaya dapat, secara mendasar, menjadi subyek bagi

analisa strukturalis, dalam pengertian bahwa "teks", "bahasa", dan "mitos" secara luas dan tak

terduga diterapkan pada "bahasa-bahasa ekstra-linguistik" (istilah Sontag, 1968) --misalnya,

terhadap totemisme, praktik-praktik kekeluargaan dan masakan, kategori-kategori makanan

(Lévi Strauss), atau terhadap busana, pertunjukan gulat, atau bahkan makna-makna memakan

steak atau menggunakan detergen (Barthes). Dengan demikian, mitos tidaklah deskriptif tapi

melayani sebagai "model-model deskripsi (atau pemikiran) --menurut rumusan tehnik-tehnik

logika Lévi Strauss untuk pemecahan antinomi-antinomi dasar dalam pikiran dan eksistensi

sosial" (Sontag 1968, h. xx). "Mitos" Lévi Strauss, katakanlah, atau "kode" Barthes melayani

sebagai tehnik-tehnik untuk penggalian di bawah persepsi biasa tentang sesuatu dimana ragam

bentuk sosial menjadi sesuatu untuk berpikir serta (Darnton 1984): mereka dapat memerinci

terhadap logika-logika pokok mereka, dan cara-cara mereka tentang pengorganisasian, dan

pengklasifikasian realitas yang dinyatakan. Metode-metode strukturalis didasarkan pada pikiran

bahwa manusia menggunakan apapun yang tersedia bagi mereka --kisah, film, busana, olah

raga, makanan-- untuk membawakan dunia mereka dan makna diri mereka serta untuk

mengomunikasikan pesan-pesan penting. Didasarkan pada premis aspek-aspek komunikasi

tentang sesuatu, strukturalis menggunakan totem-totem dan cerita dongeng atau mitos tentang

perang atau tentang perempuan untuk memeriksa apa yang sesuatu (les choses) tersebut

komunikasikan dan tandakan (misalnya, Apa logika-logika mitos, aturan-aturan perkawinan,

sistem-sistem keluarga, totem-totem, dsb.?). "Sesuatu" tersebut, sebagaimana Durkheim

menggambarkan dunia "fakta-fakta sosial" ([1901] 1982) digunakan untuk menampakkan

"realitas yang lebih dalam" dari masyarakat --rasio (esprit) yang mengoperasikan ketaksadaran

dan yang mendasari semua fenomena sosial.10 "Sistem-sistem kerkawinan dan sistem-sistem

mitos adalah tentang komunikasi yang pantas", pengamatan James Bonn,

sejenis etik dan estetik yang bekombinasi --menstabilkan perlawanan beberapa

ancaman dan risiko. Ancaman hebat yang melawan komunikasi teratur adalah non-

sirkulasi (incest dalam dunia pertukaran sosial; diam atau tanpa-pertanyaan dan

tanpa-jawaban dalam dunia bahasa).

(1985, h. 165)

Strukturalisme "merupakan metode yang perhatian utamanya adalah membolehkan

penyelidik untuk melampaui deskripsi murni dari apa yang dia persepsi dan alami (le vécu)"

(Lane 1970, h. 31). Perkara itu di sini akan menjadi bahwa metode strukturalis memungkiri

keasyikan (posmodern) abad 20 akhir dengan bahasa dan komunikasi. Bagaimanapun,

10 Michael Lane (1970, h. 436, n. 54) menggambarkan pelaksanaan kesadaran ini atas reason (esprit), menunjukkan bahwa esprit biasanya diterjemahkan sebagai "mind" (pikiran) oleh Jacobson dan Schoepf. Ia menerjemahkannya sebagai "reason" untuk membawa "perbedaan Cartesian sedikit lebih baik".

Page 59: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 59

penyelidikan strukturalis juga berpatisipasi dalam kecenderungan modern untuk "kecewa": dari

argumen Durkheim (juga Freud) bahwa pemikiran rasional dibangun pada operasi-operasi

ketaksadaran, sampai pencarian Lévi Strauss terhadap "makna" pada level di bawah

permukaan rasional sadar.

Marxisme, geologi, dan psikoanalisis, trois maîtresses karya Lévi Strauss mengacu

pada mereka (Marx, geologi, Freud), menginstruksikannya dalam deskripsi dari yang tampak.

Ketiganya memperlihatkan bahwa pemahaman konsis dalam mereduksi satu tipe realitas

kepada yang lain; bahwa realitas yang benar tidak pernah paling nyata; dan bahwa alamiah

kebenaran sudah dinyatakan oleh perhatian yang ia bawa kepada hal yang tetap sukar untuk

dipahami" (Lévi Strauss [1955] 1977, h. 50). Realitas psikologis, sosial, fisika mengalir dari

mata air umum. Sumber ini, di waktu yang sama, "mengairi" dunia permukaan, memberikan

kepadanya kedapatdimengertian.

Bentuk-bentuk sosial menyoroti mata pengamat seperti pemandangan, kelihatan

seperti "chaos berlebihan" tentang keberlainan, elemen-elemen yang tidak tersambung;

bagaimanapun, ketika seseorang mengetahui sejarah geologi tanah lapang, "kehidupan

taksadar"nya jika kita boleh menyebutnya begitu, induk-makna muncul, dari induk-makna itu

elemen-elemen ada tapi transposisi parsial atau terdistorsi (Lévi Strauss [1955] 1977, h. 48).

Dalam dua perkara, yakni psikoanalisa dan geologi, melihat adalah bukan mempercayai atau

benar-benar melihat, karena obyek dari keduanya adalah buram:

Dalam dua perkara, peneliti, memulai dengan, menemukan wajahnya sendiri

serupa fenomena yang tak dapat dimasuki: dalam perintah untuk mengambil

persediaan, dan mengukur, elemen-elemen dari situasi yang rumit, kita mesti

memperlihatkan kualitas-kualitas yang tak kentara, seperti sensitifitas, intuisi, rasa.

Dan masih, perintah yang selanjutnya pengantarkan kepada massa tak terikat yang

bukan gerombolan atau arbitrer. Tidak seperti sejarah dari sejarawan, bahwa

geolog sama dengan sejarah psikoanalis mencoba memproyeksian dalam waktu

--cukup dalam hal tabel kehidupan (tableau vivant) beberapa karakter dasar dari

alam fisik dan mental.

(Lévi Strauss [1955] 1977, h. 49)

Di dalam dunia fenomena sosial, Lévi Strauss mengaku telah belajar dari Marx. Ilmu

sosial kurang didasarkan "pada kejadian-kejadian dibanding fisika yang didasarkan pada data"

([1955] 1977, h. 50). Agaknya, maksudnya adalah untuk membangun model-model teori

menjadi rigorous (kaku), dari model-model tersebut kesimpulan-kesimpulan dapat membentuk

penafsiran fenomena empiris. Dalam Antropologi Struktural, Marx secara eksplisit dinyatakan

sebagai nabinya strukturalisme, yang berusaha keras membongkar sistem-sistem simbol yang

mendasari keterkaitan bahasa dan manusia dengan alam" (Lévi Strauss 1963, h. 95).

Page 60: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 60

Sistem bahasa

Lévi Strauss mengaku berhutang pada ilmu linguistik abad 20 (ini juga fitur pendekatan

stukturalis dalam literatur dan psikoanalisa), metode-metode tertentu memusatkan seputar

persoalan tanda sebagaimana dikembangkan oleh ketiga sumber berikut: pertama dan yang

paling penting, karya Ferdinand Saussure, ceramah kuliahnya dilaporkan antara 1906 dan 1911

dan pertama diterbitkan pada 1959 dengan judul Course of General Linguistics; kedua, karya

Formalis Rusia, terutama linguis struktural Roman Jakobson; ketiga, karya Lingkar Linguistik

Praha (dan pendekatan "fonologikal"nya pada bahasa) pada tahun 1926 sampai 1939.

Karya Saussure, terutama pandangannya tentang bahasa (la langue) sebagai

fenomena kolektif dan institusi sosial yang terikat dan teratur –obyek regulasi-diri penelitian dari

ujaran (la parole)-- membuka seluruh gerakan intelektual yang coba memeriksa bagaimana

struktur ini atau sistem bahasa beroperasi. Gagasan bahasa sebagai sistem tanda merupakan

gagasan utama Saussure.

Dalam istilah yang paling umum, strukturalisme mengambil studi elemen-elemen

bahasa (atau tanda) sebagai proyeknya, berpendapat bahwa elemen-elemen atau tanda-tanda

tersebut mengambil nilai atau maknanya dari relasinya terhadap tanda-tanda yang lain. Bahasa

--perbedaan ujaran (speech) terbukti penting tidak hanya karena ia memaksudkan bahwa

bahasa (la langue) beroperasi sebagai suatu sistem, tapi juga karena ia membuka sebuah

bentuk rasio melalui individu yang berlainan mengenai "bahasa" atau kode, seperti mitos, dapat

digunakan untuk menyingkap logika yang mendasari seluruh sistem (mitos). Karena

sebagaimana melalui ujaran (speech) seseorang memperoleh akses pada struktur yang

mendasari bahasa "struktur-struktur yang kelihatan" dari jenis-jenis lain (mitos, psikologis,

literer) menyediakan pintu masuk kepada kajian struktur-struktur yang mendasari atau bidang-

bidang total atau sistem-sistem komunikasi (Poole 1969, h. 10-11). Untuk meletakkan hal lain,

pelaksanaan sistem keluarga atau totem (seperti dengan "bahasa-bahasa" lain) mengikuti

aturan-aturan sistaksis tentang oposisi dan interdependensi serta menyingkap "pesan-pesan"

atau bentuk-bentuk komunikasi yang mengambil tempat diantara kelompok-kelompok sosial

(Benoist 1978, h. 4).

Bagi Lévi Strauss (1963, h. 20), linguistik struktural, memasukkan petunjuk fonologi

dan analisis fonetik, merombak ilmu linguistik (dan antropologi di waktu yang sama). Elemen-

elemen linguistik yang dianalisis adalah tanda-tanda (kata) tapi minimal kesatuan bunyi, fonem-

fenem, yang ada di level terdalam dari ujaran manusia; ini merupakan infrastrutur ketaksadaran

bahasa.

Menurut model linguistik Sekolah Praha, sebagaimana dikembangkan Jakobson,

semua sistem fonetik digambarkan dalam istilah-istilah dari perangkat tunggal dan kecil dari

Page 61: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 61

dua belas atau lebih jenis oposisi biner.11 Segala sesuatu yang lain adalah elaborasi dan

kombinasi, mencerminkan struktur ketaksadaran pada setiap level realitas. Hukum-hukum

linguistik merumuskan relasi-relasi yang perlu, menggambarkan struktur fundamental dari

bahasa; melalui bahasa, yang hidup berdampingan dengan kebudayaan manusia dan yang

menjadi mode simbolisasi utama manusia, seseorang bisa melihat kepada struktur kesadaran

manusia yang paling dalam. Linguistik modern, kemudian, memberikan Lévi Strauss peralatan

ilmu bagi kemunculan liang-bawah ketaksadaran, tanpa terkecuali, struktur universal kesadaran

manusia. Kini hal tersebut bagi Lévi Strauss hanya untuk mengubah urutan model linguistik

kepada beberapa produk budaya manusia (apakah sistem keluarga, masakan, atau mitos).

Dalam perkara aturan perkawinan dan sistem keluarga, misalnya, seseorang dapat mengamati

tipe-tipe komunikasi yang berjalan:

Bahwa faktor mediasi, dalam kasus ini, mungkin perempuan dari suatu kelompok

yang disebarkan diantara klan-klan, keturunan-keturunan, keluarga-keluarga, dan

dalam kasus lain, kata-kata suatu kelompok yang disebarkan diantara individu-

individu, tidak semuanya mengubah fakta bahwa aspek esensial dari fenomena

adalah identik dalam dua kasus tersebut.

(Lévi Strauss 1963, h. 61)

"Identitas" dari praktik dan ungkapan sosial, dalam contoh ini, didapatkan dari fakta

bahwa "kumpulan penampilan, linguistik dan sosial, diregulasikan oleh kode-kode atau hukum

yang mendasarinya; dan dalam kenyataan bahwa mereka diregulasikan oleh matriks sistaksis"

(Benoist 1978, h. 66).

Fokus struktralisme pada "struktur-struktur" memberikan prioritas pada seluruhnya

melebihi bagian-bagiannya12: "sistem kesalingterhubungan di antara semua aspek kehidupan

sosial menjalankan bagian yang lebih penting dalam penyebaran budaya ketimbang satu aspek

terpisah yang betul-betul dipertimbangkan" (Lévi Strauss 1963, h. 358). Menurut logika linguistik

ini, bahasa adalah sistem tanda "dengan kesinkronan" yang disengaja, yakni, sebagai sistem

total pada titik yang diberikan dalam waktu, dan bukan elemen-elemen, tapi yang disengaja,

terutama jaringan kerja relasi-relasi yang mempersatukan elemen-elemen itu. Makna atau

pengertian elemen-elemen diperoleh hanya dari studi kesalingterkaitannya (interelasi), dan

tentang lokasi elemen di dalam suatu kumpulan. Atau nilai dari tanda linguistik bergantung pada

relasinya terhadap kosa kata keseluruhan. Menurut logika ini, Lévi Strauss berpendapat bahwa

banyak dan bermacam-macam mitos perburuhan dan penciptaan, suku amazon dan Amerika

Utara, bentuk kesatuan sistem ("kosa kata"), dan bahwa semua varian mitos ini secara aktual

merupakan kesatuan pola--"bahwa sejumlah hikayat yang berelasi adalah kumpulan kehidupan,

11 Lihat Claude Lévi-Strauss_ dari Edmund Leach, h. 23-27, untuk sebuah pameran model; dan diskusi Scheffler (1976) mengenai sekolah Praha dalam linguistik struktural modern. Lévi-Strauss sendiri memberikan aplikasi grafik model dalam sebuah percobaan untuk mengenalisis masakan. Lihat "The Culinary Triangle" (1966b).12 "Struktur" dapat didefinisikan sebagai "seperangkat elemen-elemen antara yang mana, atau antara sub perangkat tertentu dari yang mana, relasi-relasi didefinisikan" (Lane 1970, h. 24).

Page 62: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 62

suatu kode reinterpretasi budaya, dalam hikayat tersebut elemen-elemen tunggal

dikelompokkan tapi tidak dihilangkan" (Steiner 1967, h. 248). Dalam "The Structural Study of

Myth" Lévi Strauss, dia mengingatkan pada kita bahwa varian-varian dari mitos perlu

dipertimbangkan demi keberhasilan analisis; jika, misalnya, seseorang mengkaji mitos Oedipus,

interpretasi Freud akan termasuk sebagai varian dari kumpulan itu (Lévi Strauss 1963, h. 217).

Jadi pengkodean mengenai kode-kode mitos adalah "mitos atas mitologi" sendiri ([1962] 1969,

h. 12).

Analisis mitos Lévi Strauss bekerja dengan cara dari model linguistiknya. Mitos, bagian

dari ucapan (speech) manusia, adalah bahasa (la langue) dan lebih daripada bahasa. Meliputi

elemen-elemen ucapan (la parole), mitos mengejawantahkan keunikannya pada tiga level.

Mitos mencakup "sisi struktural dari bahasa" (la langue) dan aspek-aspek "statistiknya" (la

parole) (Lévi Strauss 1963, h. 209-10). Dikenal dalam istilah sinkronik dan diakronik, waktu

mitos adalah waktu yang dapat dibalik (termasuk la langue) dan yang tak dapat dibalik

(termasuk la parole): "mitos selalu mengacu pada kejadian-kejadian yang dinyatakan pada

waktu lampau. Tapi apa yang memberikan mitos suatu nilai operasional adalah bahwa pola-

pola spesifik digambarkan tanpa batas waktu: ia menjelaskan masa kini dan masa lalu dan

juga masa depan" (1963, h. 209). Ia kelihatan bahwa ia adalah acuan diakronik dari mitos

(naratif) yang menyediakan matriks makna bagi Lévi Strauss, unit-unit konstitutif dari mitos

--"mythemes". Mythemes, seperti fonem-fonem, bukanlah relasi yang terisolir tapi "buntelan

relasi-relasi serupa" (1963, h. 211), yang bisa dikelompokkan pada poros sinkronik mengenai

perbedaan dan oposisi. Ini adalah susunan akhir yang memperkenankan mythemes dibaca

sebagai rantai relasi-relasi yang tak berujung pangkal kepada mythemes lain dan mitos lain.

Apa akhir makna dari semua matriks makna ini? Dalam The Raw and the Cooked, "makna

akhir" dari pikiran mitologis:

Mitos-mitos menandakan pikiran yang menyusunnya dengan menggunakan dunia

yang ia sendiri merupakan bagian dari dunia itu. Kemudian ada produksi

berkelanjutan dari mitos itu sendiri, dengan pikiran yang menghasilkannya, dengan

mitos-mitos, atas bayangan dunia yang sudah melekat dalam stuktur pikiran...

Dengan mengambil materi telanjang dari alam, pikiran yang bersifat mitos bekerja

dalam cara yang sama seperti bahasa, yang memilih fonem-fonem diantara suara-

suara alami dari jajaran tak terbatas yang secara praktis ditemukan dalam celoteh

kanak-kanak... materi adalah instrumen makna, bukan obyeknya. Untuk

menjalankan ini, ia mesti sedikit demi sedikit. Hanya beberapa dari elemen-

elemennya yang ditahan --hal itu sesuai ungkapan keberlawanan atau sepasang

bentuk oposisi.

(Lévi Strauss [1964] 1969, h. 341)

Page 63: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 63

MITOS DAN PIKIRAN: PANDANGAN BARU TENTANG BUDAYA

Lintasan sulit Lévi Strauss di atas memuat sejumlah pernyataan-pernyataan yang

mengejutkan --secara revolusioner, secara aktual, dengan respek terhadap upaya keras dari

ilmu sosial dan obyek-obyek studinya. Karena refleksi Lévi Strauss tentang "makna akhir" dari

pikiran metodologis adalah juga refleksi tentang statusnya sebagai pengetahuan. Sama seperti

pada Totemisme ([1962] 1969), Lévi Strauss mengajukan pernyataan--dengan demikian

menggantikan Elementary Form (1915) milik Durkheim--bahwa proyek ilmu human, misalnya

wacana rasional Barat, hanya salah satu variasi dalam seluruh bidang pengetahuan manusia.

Lebih lanjut (ia juga mereposisi sepenuhnya sosiologi pengetahuan), wacana studi antropologis

sendiri tentang mitos (mitologi-mitologinya) diperlakukan sebagai sistem penandaan yang ada

berdampingan dan di dalam sistem-sistem mistis yang lain.

Tamasya singkat kepada teks Totemisme Lévi Strauss menyingkapnya sebagai karya

yang menandakan permulaan ekspansi Strukturalisme di Perancis dan menyediakan sebagai

pengantar pada The Savage Mind (1966a). Sistem-sistem dan praktik-praktik totem, yang bagi

Durkheim (dan bagi McLennan, Frazer, Robertson Smith, Tylor, dan Malinowski) sesuatu yang

substantif yang membutuhkan penjelasan, yang didekati (oleh Lévi Strauss) sebagai sistem-

sistem penandaan dalam kebutuhan interpretasi. Sistem-sistem totem secara historis dan sosial

bukanlah fenomena yang jelas, sesungguhnya mereka adalah sistem-sistem yang mengatakan

pada kita bagaimana semua pikiran manusia mengategorikan dan mengomunikasikan. Dalam

lintasan yang disebutkan di atas (lihat h. 54-5) dari The Raw and the Cooked, mitos-mitos totem

--seperti pada semua mitos--"menandakan pikiran-pikiran yang menyusun mereka". Mitos-mitos

(dan totem-totem) memperlihatkan pada kita bagaimana pikiran-pikiran mengambil dari alam

dan bagaimana (sebagaimana dalam kasus bahasa) kategori-kategori yang pikiran-pikiran

uraikan (bahan mentah/masakan, laki-laki/perempuan, kehidupan/kematian, rajawali/gagak,

kelelawar/burung hantu....) melayani sebagai perangkat konseptual untuk mengatakan sesuatu

dan untuk menguraikan gagasan-gagasan abstrak. Klasifikasi-klasifikasi totem melayani

sebagai kerumitan dan beberapa penandaan yang berlapis. Makhluk-makhluk totem (misalnya

klasifikasi burung elang menurut tipe, warna, dan pentas kehidupannya) menjalankan tidak

sebagai makhluk-makhluk mereka sendiri, tapi sebagai sesuatu bagi suku Osage untuk berpikir;

burung elang memberi "perangkat-perangkat konseptual". "Kita tidak percaya," anggota suku

Osage menjelaskan, "bahwa nenek moyang kita benar-benar binatang-binatang, burung-

burung, dan sebagainya seperti dikatakan dalam tradisi-tradisi. Sesuatu tersebut hanyalah....

(simbol) dari sesuatu yang lebih tinggi" (Dorsey disebutkan dalam Lévi Strauss 1966a, h. 149).

Klasifikasi totem juga melayani untuk "memisah-misahkan manusia dari tiap-tiap yang lain".

Karena simbol-simbol totem dipinjam dari alam untuk menghapus bagian manusia yang mirip

dan untuk menegaskan perbedaan serta divisi-divisi mereka (Poole 1969, h. 62; cf. Lévi Strauss

1966a, h. 62).

Page 64: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 64

Totemisme membuka dengan diskusi tentang "ilusi totemisme", yakni, memperlakukan

totemisme sebagai fenomena dalam kebenarannya sendiri. Mengajukan argumen bahwa

totemisme menandakan, ketimbang menyingkap, sesuatu dalam kebutuhan atas penjelasan,

meneruskan dengan pernyataan bahwa teori yang beragam tentang totemisme juga perlu untuk

diluaskan pada persoalan terbuka. Dengan mencocokkan bersama "pikiran-pikiran liar" dan

"logika-logika yang beradab", kerja tersebut seperti refleksi sistematis pada bagaimana kita

("umumnya, orang kulit putih dewasa, dalam kata-kata Lévi Strauss) menguraikan primitif dan

liar (dan diri kita), sebagaimana ia adalah studi tentang tanda-tanda totem. Karena, setelah

semua, mitos-mitos totem (seperti semua mitos) adalah "in-terminable" (Lévi Strauss [1962]

1969, h. 6) dan termasuk semua variannya (apakah dari manusia semak-semak yang

mempraktikkan totemisme atau dari manusia modern yang menggunakan "totemisme" untuk

berpikir).

"Totemisme sama seperti histeria", buku terbuka. Keduanya merupakan fenomena

kontemporer,

muncul dari kondisi budaya yang sama, dan kesialannya yang sejajar bisa

dijelaskan secara inisial oleh sebuah tendensi, umumnya pada beberapa cabang

pembelajaran terhadap abad 20 untuk menandai fenomena manusia tentunya –

meski ketika mereka membentuk sebuah entitas alami-- yang mana sarjana-sarjana

lebih suka menganggap alam semesta moral mereka sendiri sebagai alien, jadi

melindungi dan menyisipkan yang mereka rasakan terhadap yang belakangan.

(Lévi Strauss [1962] 1969, h. 69)

Totemisme tidak sungguh-sungguh tentang totemisme, jika kita memaksudkan itu

praktik-praktik keagamaan orang-orang primitif yang melibatkan binatang dan tumbuh-

tumbuhan sebagai obyek-obyek sakral. Apa ketertarikan tentang fenomena totem adalah apa

yang menandakan kuasa elemen-elemen sistem totem atau kode totem yang beragam karena

manusia sendiri. Lévi Strauss menyinggung persoalan totemisme lebih awal, dalam upacara

inagurasinya 1960 berbicara di Collège de France, seperti "tembus pandang (transparent) dan

yang tak substansial (insubstantial)"--pentingnya dalam pikiran antropologis yang dibendung

"dari rasa tertentu bagi kecabulan dan keanehan.... sebuah proyeksi negatif atas ketakutan

yang tak dapat dikontrol mengenai kesakralan". Teori totemisme berkembang "untuk kita" (pour

nous) dan bukan dalam dirinya sendiri (en soi). Tak ada jaminan bahwa, dalam bentuk

kekiniannya, ia tidak meneruskan dari ilusi serupa" (1976, h. 27).

Di antara beberapa dampak-dampak penting yang vital dari strukturalisme Lévi

Strauss, yang mana ia berbagi dengan beberapa metode-metode lain abad 20 akhir yang

digolongkan di bawah rubrik "teori kesusatraan" atau teori-teori "teks", adalah bahwa (mungkin,

walaupun dirinya sendiri) ia menarik perhatian pada dirinya sendiri sebagai jenis teks tertentu

Page 65: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 65

bersama suatu konteks; ia adalah karya yang ditulis oleh bangsa "peradaban", teks sendiri

merupakan suatu bagian dari "budaya" dan "produksi budaya", dan, dengan implikasi, sebuah

bagian yang "berkuasa" (Gramsci) atau "yang memerintah" (Foucault), kini proses-proses dilihat

sebagai budaya yang nyata. Tidak seperti penyokong-penyokong ilmu sosial yang lebih awal,

teori-teori budaya sekarang menempatkan upaya kerasnya sendiri di tengah-tengah wilayah

budaya yang mereka kaji, "menghasilkan karya-karya kita sendiri dan menentang kita sendiri"

(Boon 1985, h. 163). "Teks-teks secara kata", Edward Said menegaskan, tambahan (kontra

Lévi Strauss) "untuk beberapa tingkatan mereka adalah peristiwa-peristiwa, dan bahkan ketika

mereka tampak menyangkalnya, meski demikian mereka adalah bagian dari dunia sosial" (Said

1983, h. 4). Atau, antropolog kontemporer menyebutkan, "Studi budaya adalah budaya....

budaya kita; ia beroperasi melalui bentuk-bentuk kita, mencipta dalam istilah-istilah kita,

meminjam kata-kata dan konsep-konsep kita untuk makna-maknanya, dan mencipta kita

kembali melalui upaya-upaya kita" (Wagner 1981, h. 16).

Pengertian ini bahwa "pengetahuan" dan "budaya" adalah diproduksi dalam dan

melalui (dan bukan sisi luar dari) konfrontasi manusia dunia dan kekuasaan-kekuasaan yang

muncul sekarang di waktu ketika semua manusia dunia dengan jelas dilibatkan dalam satu cara

atau yang lain dalam tiap-tiap "budaya" lain, ketika ada budaya-budaya "murni", dan di antara

manusia yang kehidupannya (dan budayanya) dilibatkan secara mendalam dalam tiap-tiap

kehidupan (dan budaya) lain. Kini, terutama, pengamatan Lévi Strauss, perbedaan budaya-

budaya "adalah lebih sedikit fungsi isolasi kelompok daripada keterkaitan yang menyatukan

mereka" (Lévi Strauss 1976, h. 328). "Perbedaan otentik manusia adalah disintegrasi" (Clifford

1988, h. 14).

Begitu membingungkan, kemudian, hal itu tepatnya di saat ini, suara-suara

"multikulturalis" menegaskan berlawanan dan mendesak pada "pengakuan" dan pengungkapan

identitas serta warisan budaya "otentik" (Taylor et al. 1994)--di momen ketika secara budaya

perbedaan manusia dengan keras eksis lagi. Barangkali "multikulturalisme" mengungkapkan

"pengakuan"nya pada ketidaktampakan dari perbedaan dan budaya-budaya otentik dan, dalam

wajah ketidaktampakan ini, kebutuhan untuk mencipta komunitas-komunitas dan budaya-

budaya. Multikulturalisme mungkin, kemudian, tentang survival budaya dalam iklim konfrontasi

(Appiah 1994). Multikulturalisme, sama halnya dengan isme yang lain seperti nasionalisme,

beroperasi sebagai kesatuan dan keseluruhan mitos budaya dan lokasinya (Bhabha 1994).

Beberapa antropolog lebih suka pada proyek studi antropologis akhir abad seperti

"keadaan sulit dari budaya" (Clifford 1988; cf. Clifford dan Marcus 1986; Marcus dan FIscher

1986; Geertz 1995), bersama pengertian ironinya mengenai apa yang ia maksudkan menjadi

"budaya tulisan" atau tulisan tentang budaya, sebuah ironi yang secara efektif meruntuhkan

upaya keras etnografi yang sedang berlangsung. Dalam karya-karya Lévi Strauss, tanggapan-

tanggapan terhadap kondisi kontemporer ini bergerak dari kelesuan dunia, sampai kepasrahan,

Page 66: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 66

sampai kritik tajam, seperti dalam perlakuannya pada seni tulisan sebagai maksud prinsipil bagi

kemudahan perbudakan (Lévi Strauss [1955] 1977, h. 338). Pandangan partikular ini masih

tentang tempat seseorang di antara manusia dunia--sebuah persenjataan lengkap, pada suatu

kejadian yang menggelisahkan, bersama imej-imej tentang perbedaan dan keganjilan--juga

membangkitkan keanehan pandangan orang yang ramah (perbedaan dari kepercayaan diri

liberalisme dan "humanisme" progresif). Karena ia melalui suatu pemahaman dari "pikiran liar"

(melalui hal tersebut kita bisa melihat alam dengan lebih terang) bahwa kita dapat memahami

dengan lebih baik apa yang kita pahami. Budaya adalah, setelah semua itu, aksesoris-

aksesoris diakronik atas struktur-struktur sinkronik. Masyarakat modern, mengalami

perkembangbiakan yang lebih besar dan lebih rumit serta institusi-institusi manusia yang

sangat kompleks, telah mengaburkan relasi mereka pada misteri Ada (being) yang terletak

dalam jantung persoalan--atau dalam "pandangan sekilas pandang....seseorang kadang-

kadang dapat bertukar dengan seekor kucing" (Lévi Strauss [1955] 1977, h. 474).

Pernyataan antropologi struktural, bahwa budaya manusia secara prinsipil diuraikan

dalam dan melalui sistem-sistem penandaannya--apakah bahasa-bahasanya (dalam pengertian

harfiah) atau mode-mode komunikasi yang lain melalui obyek-obyek atau orang lain--dan

melalui kategori-kategori dan klasifikasi-klasifikasi obyek itu ditafsirkan. Operasi-operasi

budaya--dan mereka adalah beberapa benda, yang dapat direduksi baik untuk "kehidupan

materi" maupun simbol-simbol yang mengambang di udara--adalah sistem-sistem evaluasi dan

diskriminasi. Apakah masyarakat atau manusia itu, oleh karenanya, adalah apa yang ia katakan

dan percaya adalah bukan itu. Operasi-operasi budaya membedakan dalam cara-cara yang

hampir tak berujung pangkal, sebagaimana Lévi Strauss dan Foucault telah (secara berbeda)

memperlihatkan pada kita. Karya Edward Said (yang ada di sekitar Foucault ketimbang Lévi

Strauss) membicarakan cara-cara dengan tepat bahwa gagasan budaya tidak mungkin lepas

dari "gagasan dari tempat" itu dan yang mengitari:

Saya akan menggunakan kata budaya untuk memberi kesan suatu

lingkungan, proses, dan hegemoni tempat individu-individu....dan karya-karyanya

ditanamkan...budaya digunakan untuk menandakan tidak hanya sesuatu pada

sesuatu yang seseorang miliki tapi sesuatu yang seseorang proses, budaya juga

menandakan suatu batas dengan batasan konsep-konsep tentang apa yang secara

eksplisit atau implisit kepada budaya yang sedang berlaku.

(Said 1983, h. 8-9)

Sebagaimana Lévi Strauss sendiri mengamati, berdiri sebagai moralis klasik, pangkat-

pangkat dan diskriminasi-diskriminasi, kategori-kategori dan klasifikasi-klasifikasi manusia

Barat--membawa dalam teori-teori kita mengenai bangsa dan budaya, dalam filsafat kita dan

biologi kita--adalah perbedaan-perbedaan antara kita dan mereka, mengenai ke-adab-an dan

ke-liar-an, oposisi-oposisi untuk menopang identitas dan sejarah nasional. Dalam The Savage

Page 67: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 67

Mind, dia secara eksplisit dan sistematis menentang pembedaan primitif dan (ber)adab, yang

mana didasarkan kepada gagasan pengembangan pikiran manusia dari tahap inferior ke

superior. Perbedaan antara primitif dan modern, atau antara magis dan ilmu, kurang

memberikan pilihan-pilihan spesifik yang diberikan oleh pikiran manusia dalam relasinya pada

lingkungannya. Ilmu primitif ("ilmu konkrit"), pikiran dibatasi oleh esensinya, kurang "ilmiah" dan

kurang asli ketimbang ilmu alam (Lévi Strauss 1966a, h. 16).

Lévi Strauss bukan sosiolog pengetahuan, setidaknya dalam pengertian biasa. Masih

terdapat suatu "subteks" terhadap karyanya, ditangkap dalam kalimat yang tak dapat dilupakan,

paling tidak bagi ilmu sosial yang secara reguler bergulat dengan problem operasi ideologi dan

ketaksadaran terhadap pengetahuan: "sifat dasar kebenaran sudah ditunjukkan oleh kepedulian

bahwa ia terletak pada tempat yang sulit dipahami" ([1955] 1977, h. 50). Kepedulian bahwa ia

terletak pada tempat yang sulit dipahami adalah tanda kebenarannya; atau, sebagaimana Lévi

Strauss menulis dalam The Way of Masks, "Seperti mitos, topeng menyangkal sebanyak ia

menegaskan. Ia tidak semata-mata membuat dari apa yang ia katakan dan ia pikirkan, ia

mengatakan, tapi dari apa yang ia tiadakan (1982, h. 144). Ada arti (kebenaran) dalam apa

yang masyarakat tegaskan dan juga dalam apa yang mereka sangkal atau berangus. Posisi ini

bukanlah Freudian ataupun Marxis dalam arti perdebatan pada penemuan struktur yang

mendasari kenyataan yang menyingkap kebenaran di belakang alam kesalahan yang tampak.

Maupun "kepedulian bahwa ia terletak pada tempat yang sulit dipahami" dari Lévi Strauss

adalah sebuah pernyataan tentang motivasi-motivasi ketaksadaran. (Lévi Strauss, setelah

Saussure, menegaskan yang bukan motivasi dari fungsi simbol). Ia adalah pernyataan tentang

ragam tingkatan pada ragam tindakan tersebut kesadaran manusia beroperasi: bentuk-bentuk

budaya, seperti kesopanan, membawa dirinya dan operasi-operasi yang tidak kelihatan melalui

proses konversi dan transformasi yang dilihat dalam bentuk-bentuk mitos berbeda dan bentuk-

bentuk praktik sosial lain. Apakah transformasi ini "menyingkap" (dengan menyembunyikan)

jajaran total makna-makna dan pesan-pesan mereka. Dalam alam budaya, ilmu tentang artefak

manusia (mitos-mitos, kisah-kisah, imej-imej, dsb.) mengatakan tidak hanya apa yang sesuatu

ini representasikan, tapi apa yang mereka pilih untuk tidak direpressentasikan (Boon 1985, h.

162-163).

Gagasan makna melalui penyembunyian menimbulkan laporan Foucault tentang

"eksklusi-eksklusi budaya", yakni, bagaimana beberapa "keberubahan" dan "yang lain (other)"

dibungkam dan dibuat tidak tampak oleh disiplin-disiplin hukuman wacana-wacana (seksual)

represif. Kesamaan adalah lebih dari jelas. Lévi Strauss dan Foucault mengusulkan dialektika

operasi-operasi budaya dimana makna muncul melalui proses diferensiasi: diri/other, wajar/tak

wajar, waras/gila. Dalam istilah Said,

budaya mencapai hegemoninya melebihi masyarakat dan negara....didasarkan

pada diferensiasi praktis secara terus menerus tentang dirinya dari apa yang ia

Page 68: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 68

percaya untuk menjadi bukan dirinya. Dan diferensiasi ini secara sering dibentuk

oleh budaya valorized melebihi ‘Yang Lain’....budaya sering melakukan dengan

suatu pengertian agresif tentang bangsa, rumah, komunitas, dan kepemilikan.

(Said 1983, h. 12).

Walaupun kurang memiliki keasyikan terhadap kekuasaan dan operasi-operasi

diskursif, Lévi Strauss berbagi dengan kemutakhiran "relatifitas budaya" mereka: setiap budaya

ekuivalen dengan setiap budaya yang lain; logika-logika pikiran beradab memiliki tempat tidak

lebih tinggi dalam sejarah kemanusian ketimbang kebiadaban--"kesepakatan yang baik tentang

egosentris dan kenaifan dalam kebutuhan untuk percaya bahwa manusia mencari perlindungan

dalam manusia tunggal dari mode historis dan geografis mengenai eksistensinya, ketika

kebenaran tentang manusia terletak dalam sistem perbedaan mereka dan properti umum" (Lévi

Strauss 1966a, h. 249). Dalam respek ini, imejnya tentang pekerja tangan (bricolage) adalah

instruktif.

Bricoleur adalah sejenis pekerjaan-aneh manusia yang membentuk sesuatu yang baru

dari yang lama dengan materi "tangan". "Perbendaharaan materialnya terbatas dan beragam--

benda-benda yang merupakan bagian-bagian dari benda-benda yang lain, dan oleh karena itu,

desakan awal mereka sendiri adalah bentuk-bentuk dari konstruk-konstruk baru. Adaptasi

kembali dan aransemen kembali yang kreatif mengategorikan aktifitasnya. Tidak seperti mesin,

dia tidak membangun dengan materi yang didesain secara khusus bagi tujuannya. Pikiran

mistis, kemudian, adalah sejenis bricoleur dari pikiran manusia, yang membangun institusi-

institusinya dari puing-puing sebelumnya, menyusun kembali konstruksi dan kehancuran masa

lampau. Ia selalu mencoba menginstitusikan kembali stabilitasnya yang mudah pecah,

membentuk struktur dari sisa-sisa kejadian. Seperti bahasa (dalam pembedaan Saussurian),

pikiran mistis, sinkroni esensial dalam sifat dasarnya, secara tertentu rentan terhadap pengaruh

diakroni. Sebaliknya, ilmu modern "mencipta maksud dan laporannya dalam bentuk peristiwa-

peristiwa, berterima kasih kepada struktur-struktur yang mengelaborasi secara terus menerus

dan hal tersebut merupakan hipotesa dan teorinya" (Lévi Strauss 1966a, h. 22). Bagi Lévi

Strauss, pendekatan pada tiap perbedaan. Pemikiran modern mungkin dapat mengabaikan

beberapa laporan bricoleur mistis tapi bukan validitas dari pilihan aslinya. Yakni, setelah semua

itu, pilihan dari bentuk pikiran yang menemukan agrikultur, penjinakan binatang, dan barang

tembikar--dasar dari perubahan, perubahan neolitik, hal tersebut, bagi Lévi Strauss, lebih dari

menyenangkan bersama akibat perkembangan kemanusiaan.

Dipersepsi dalam istilah-istilah sejarah, perbedaan antara "primitif" dan "modern" lebih

lanjut menerjemahkan istilah-istilah dari pilihan-pilihan ini. Lévi Strauss lebih suka

mengklasifikasi masyarakat sebagai "panas" dan "dingin" (1968, h. 46). Masyarakat-masyarakat

"panas" (modern) memiliki internalisasi proses sejarah, membuatnya menggerakkan kekuasaan

atas perkembangannya dengan percepatan pengeluaran energi, dibahan-bakari oleh

Page 69: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 69

perbedaan-perbedaan tajam antara "kuasa dan oposisi, mayoritas dan minoritas, penindas dan

yang ditindas....antara kasta-kasta dan antara kelas-kelas", pertentangan dan eksploitasi

"mendorong secara terus menerus pada ekstrak perubahan sosial dan energi dari mereka":

"perkembangan sejarah pada harga transformasi dari [manusia] ke mesin" (1968, h. 47-8). Ia

bukanlah bahwa masyarakat "dingin" (primitif) tanpa sejarah, tapi mereka "nampak

mengelaborasi atau menyimpan kebijaksanaan tertentu yang mendorong mereka untuk

menentang keras beberapa modifikasi struktural yang akan memberikan poin bagi pintu masuk

kepada kehidupan mereka" (1968, h. 48). Institusi-institusi mereka secara tertentu disesuaikan

untuk membatalkan atau menetralisir perubahan, untuk menyerap peristiwa-peristiwa kepada

struktur-struktur, untuk memberangus zaman.

Apakah Strukturalisme itu?

Sebagai suatu gerakan 1950an dan awal 1970an, strukturalisme, berbicara dalam

istilah sederhana dan integral tentang suatu gerakan yang kompleks, digambarkan oleh

beberapa komentator utama sebagai "target gerakan" (Lemert 1990, h. 23) dan sebagai

gerakan yang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari dalam "teks" (Kurzweil 1980)--teks-teks

yang disuguhkan untuk membuka proyek-proyek dan isme-isme baru, seperti postrukturalisme

dan posmodernisme. Berawal dengan pernyataan awal Lévi Strauss (1968) yang menguraikan

"sifat dasar ketaksadaran fenomena kolektif", kepada pembacaan kembali Athusser tentang

Marx dan "destruksi"nya tentang humanisme Marxis (Althusser 1969), dan kemudian pada

essai strukturalis Barthes tentang literatur dan tulisan, ia adalah gerakan yang tidak menjemput

harapan ilmiahnya untuk membuka kedok operasi-operasi ketaksadaran mental. Masih dalam

respek lain, gerakan yang dengan setia mentaati pernyataan prinsipilnya bahwa budaya adalah

sistem perbedaan, dengan demikian makna dari unit tunggal didefinisikan melalui sistem

oposisi dengan unit-unit yang lain. Dengan logika ini--logika yang, inter alia, menawarkan teori

"otonomi budaya"--kaum strukturalis membuka jalan bagi mereka sendiri untuk digantikan.

Sebagaimana Derrida mungkin yang pertama menunjukkan, dan dalam istilah-istilah yang

menentukan dalam era postrukturalisme dan posmodernisme, proposisi-proposisi serta

metode-metode strukturalis membuka logika bahwa "segala sesuatu [adalah] wacana" (Derrida

1970, h. 249): "wacana mengenai struktur" milik strukturalisme, "kritik bahasanya"

mendesakkan bahwa "bahasa memikul dalam dirinya sendiri kebutuhan atas kritiknya sendiri"

dan mendesakkan bahwa wacana pada mitos sendiri ada di antara "mitologi-mitologi" yang lain.

Strukturalisme Lévi Strauss "adalah penggali kuburannya sendiri" (Lemert 1990, h. 233). Atau,

menggunakan gagasan antropologi tentang budaya-sebagai-temuan (Wagner 1981), era

strukturalisme menghadirkan kembali tahapan tertentu kesadaran budaya intelektual Barat,

suatu momen ketika "kemanusiaan" ditemukan kembali dan ketika kehadiran subyek dari era

modern mulai digantikan oleh operasi-operasi bahasa dan mitos yang berpikir untuk

Page 70: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 70

menemukan "masyarakat". "Manusia", atau "sifat dasar"nya sendiri.

Kini, strukturalisme meneliti dengan cermat ketidakmampuan dari kehidupan sampai

klaim-klaim ilmiahnya dan, dari posisi posmodernisme, sebagaimana meneruskan lintasan pada

jejak humanisme modernis dan etnosentrisme. Dari titik pandang yang lain, strukturalisme

benar-benar melibatkan dirinya ketika ia memutuskan untuk meletakkan bahasa secara serius

(dan pengguna bahasa kurang serius). Melakukan ini ia menggeser kedudukan (tidak berpusat

pada) "subyek" dan meruntuhkan status dan juga tidak memperlakukan pernyataannya sendiri

untuk mendirikan ilmu tentang operasi-operasi mental secara umum.

Pernyataan strukturalisme yang paling berdampak--salah satunya digambarkan dalam

teori-teori yang menggatikannya--adalah ketidakpeduliannya (menurut Saussure) tentang

sesuatu-dalam-diri mereka sendiri, atau keterkaitan antara bahasa dengan benda. Pandangan

strukturalisme bahwa bahasa adalah salah satu struktur dari relasi-relasi penandaan antara

penanda (signifier) dan tinanda (signified), kata dan konsep, ketimbang antara kata dengan

benda. Ia mengacuhkan atau mengurung beberapa perhatian pada representasi, malah

mengambil proses tak berkesudahan dari penanda dan tinanda. Ia berbagi, untuk mempercayai

yang lebih baik atau lebih buruk pada seseorang yang tempramen dan setia, dengan

postrukturalisme dan posmodernisme (Hutcheon 1988, h. 148-149).

Tapi apakah implikasinya bagi kita yang masih berdiri sebagai ilmuwan sosial dalam

bayangan Durkheim? Haruskah kita sekarang, sejalan dengan Lévi Strauss, mendeklarasikan

"disiplin tidak tetap" Durkheim (Durkheim dan Mauss 1963, Dedikasi)? Apakah Durkheim,

dalam beberapa pengertian akhir, telah diacuhkan? Pertanyaan-pertanyaan ini, sebagaimana

Saya nyatakan dalam Bab 1, mengenai persoalan kunjungan kembali dan pembacaan kembali

karya klasik dalam terang zaman kita, dan juga membaca mereka dalam perspektif dan

problem baru yang mengarakterkan "pikiran kontemporer"--suatu gagasan holistik, tapi salah

satu yang mungkin melayani sebagai maksud untuk mengorganisir dan mengidentifikasi ciri-ciri

umum dari pemikir-pemikir dan teks-teks yang berlainan. Dalam suatu zaman ketika

"perbedaan otentik manusia sedang hancur" (Clifford, 1988, h. 14), Saya akan mengambil risiko

melukai kebiasaan masa kini dengan meminta gagasan komunalitas. Disamping itu, ia adalah

Durkhemian.

Kembali pada pertanyaan di atas, kita tidak perlu memilih Lévi Strauss melebihi

Durkheim (atau sebaliknya). Jika apapun adalah suatu tanda dari zaman kita dan perspektif

tertentu kita, ia adalah realisasi bahwa kategori-kategori saat ini, dan pengertian-pengertian

bahwa mereka menghasilkan kita, membolehkan kita untuk mencipta sosiologi sinkretis,

bercirikan "percampuran benda-benda aneh....atau campuran artefak-artefak budaya....campur

aduk" tentang gaya-gaya estetik dan perspektif. Daniel Bell (1976, h. 13) menggunakan istilah

ini untuk menggambarkan fitur-fitur budaya modern yang berbeda dan gaya bebasnya untuk

menjadikan dirinya dalam banyak cara seperti kebutuhan modern sendiri untuk memperoleh

Page 71: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 71

"realisasi-diri". Ia adalah deskriptif tentang pilihan kita sekarang sebagaimana ilmuwan sosial

dan teoritisi sosial.

Dengan demikian, studi tentang formasi dan praktik budaya memandang mereka

sebagai beberapa hal: sebagai ekspresif dan representasi (Lévi Strauss), sebagai bagian

sesuatu yang mendasari atau "struktur dalam", dan membuka pada "dunia"--sebagaimana

Durkheim coba memperlihatkan. Kenyataannya, desakan Durkheim adalah bahwa kita kembali

pada suatu "dunia", bagaimanapun secara teks bahwa dunia ada. Teks-teks, wacana-wacana,

mitos-mitos, dan seluruh dunia simbol kolektif adalah bagian dari dunia sosial, dunia yang

mendasari dan ditandai oleh semesta dan jajaran dari bentuk dan kekuatan budaya. Gambaran

bagus dari Durkheim tentang kekuasaan simbol kolektif dapat juga melayani kelangsungan ilmu

sosial meneliti ke dalam kehidupan simbol-simbol dan, terutama, bahwa cengkraman simbol-

simbol kolektif melebihi pikiran dan perasaan. Teorinya juga meliputi ketentuan bahwa

penelitian-penelitian dibuat ke dalam generasi simbol-simbol kolektif dalam politik, kelompok,

organisasi, dan yang melalui kolektif mereka dan ritual-ritual publik. Sejak pikiran-pikiran

"dijajah (koloni), kita paling tidak akan memeriksa proses-proses kolonisasi" (Douglas 1986, h.

97).

Lebih lanjut, untuk mendesak, setelah Lévi Strauss, bahwa segala sesuatu yang

"faktual" adalah diskursif tidak menghendaki seseorang memeluk nihilisme atau agnotisisme

tentang tambatan wacana-wacana tersebut. Sebagaimana sosiolog dari Marx ke Durkheim

sampai Mannheim berpendapat, ini adalah suatu dasar institusi kepada "produksi budaya"

(Peterson 1976; 1994). Institusi-institusi dari semua bentuk dan ukuran menyediakan dasar

sosial kepada pikiran dan kognisi. Dan ini persoalan apakah penjajah pikiran adalah gerejawan,

"milisi", perusahaan periklanan Amerika, atau semuanya pada waktu yang bersamaan!

Sementara kita ingat warisan Durkheim melalui gagasannya tentang kekuasaan "fakta-

fakta sosial" non-material, selalu ada, dalam fakta, materialitas terhadap pandangannya, salah

satu yang sesuai dengan teori-teori kontemporer tentang "materialitas" pikiran dan budaya:

dalam mengkaji Tuhan seseorang mengkaji imej-imejnya; agama melakukan dengan sesuatu

yang sakral; moralitas dan norma-norma berhubungan dengan fakta sosial yang mereka

tujukan. Materialitas Durkheim dan reduksionisme Lèvi Strauss menawarkan pada kita sosiologi

yang kaya dan lengkap, pengertian gamblang tentang "kekuatan" dan "kesakralan" karakter dari

gagasan kolektif, suatu pandangan tentang masyarakat meluap bersama pesan-pesan dan

makna-makna, bersama ritual-ritual dan kedok-kedok, bersama solidaritas yang ragu, dan

bersama ungkapan-ungkapan yang tak terkatakan. Warisan strukturalis tidak perlu

meminjamkan dirinya pada perhatian partisan. Ia adalah suatu penemuan pada "sosiologi yang

subur" (Lévi Strauss 1976, h. 7).

Bagi sosiologi pengetahuan, warisan yang paling konsekuen Lévi Strauss sebagai

"bapak strukturalisme" (Kurzweil 1980) tidak ditemukan dalam pandangan yang penuh

Page 72: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 72

penyesalan tentang prestasi peradaban di abad ini, ataupun ia (sosiologi pengetahuan) bahkan

terletak dalam cakupan "relativisme budaya", gambarannya tentang pikiran liar membuat

menentang diri kita sendiri, pun dalam liriknya yang menggambarkan manusia yang hilang.

Tentu ia termuat dalam doktrinnya tentang keunggulan dan otonomi sistem simbol, terutama

cara dalam proyek strukturalis yang meletakkan dirinya sendiri ke dalam bidang "wacana

mengenai mitos" miliknya sendiri (Derrida 1970, h. 256). Gerakan itu, dikonsepsikan sebagai

integral dengan ilmu strukturalisme, melayani--mungkin dalam cara menjangkau lebih jauh dari

beberapa empirisme sejak abad 18--untuk membatasi dan untuk mengubah gagasan dan

proyek manusia dan ilmu sosial sementara, secara terus menerus, menggoncang apa yang

dapat digambarkan sebagai kapasitas pikiran Barat untuk menemukan suatu daerah netral

(rasional) dari daerah tersebut ia dapat menggambarkan dan menemukan realitas dan keliaran

kasar. Etnografi Lévi Strauss adalah etnografi mengenai semua tentang kita, dalam etnografi itu

pikiran dan mitos manusia "beradab" dan "liar" dapat "dikomunikasikan pada satu varian mitos

yang lain. Metode-metode strukturalis membuka bentuk-bentuk telanjang dan baru tentang

kesadaran-diri dan analisis-diri melayani sebagai komentar-komentar kritis pada wacana

etnografi sendiri.

Page 73: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 73

BAB 4

PENGETAHUAN TENTANG DIRI

Tradisi Amerika

Saya pikir bahwa kutub baru dibentuk oleh pertanyaan, pertanyaan tetap dan berubah, "Apakah kita sekarang?"

(Michel Foucault)

TINJAUAN DASAR

Problem agensi manusia merupakan salah satu problem utama, jika bukan paling

utama, dari analisa sosial. Bagaimana seseorang menganggap tindakan dan realitas

kemanusiaan tanpa berlindung pada "subyek" primordial atau "individu", dan dalam logika

seluruh gagasan sosial atas keberadaan manusia sebagai pencipta dunianya dan dicipta

olehnya. Marx secara eksplisit menegur sifat ganda agensi manusia, menyatakan bahwa

manusia "membuat sejarah, tapi tidak membuatnya sebagaimana mereka kehendaki; mereka

tidak membuatnya di bawah kenyataan yang dipilih oleh mereka sendiri, tapi kenyataan yang

secara langsung kebetulan, terberi, warisan masa lalu" (Marx [1869] 1963, h. 15). Lainnya coba

menyatukan ke dalam teori tunggal dengan gagasan bahwa kehidupan mental--pengalaman,

bersama-sama dengan bentuk-bentuk pengetahuan dan perasaan--tidak hanya dibentuk

secara sosial, tapi ia sendiri adalah unsur untuk bertindak, melayani sebagai sumber perubahan

terus menerus yang masyarakat manusia lalui. Dalam kalimat Karl Mannheim: subyek sejarah

adalah bahwa "inti personalitas manusia yang ada dan dinamis begitu substansial dengan

kekuatan aktif dominan dari sejarah" (Mannheim [1924] 1952, h. 102). Demikian, sementara

obyek analisa sosial yang tepat adalah masyarakat, masyarakat dipahami dalam cara dialektis,

sebagai sesuatu yang terus menerus dibuat dan ditempati oleh manusia dan, sebaliknya,

membuat mereka (Berger dan Luckmann 1966, p: 456).

Sementara problem agensi telah ditegur oleh sejumlah tradisi pemikiran sosial, ia

merupakan perhatian khusus dari dua tradisi relativitas berbeda dalam ilmu sosial Barat, yang

muncul selama dekade awal abad 20 di Amerika dan Jerman. Di Amerika, problem agensi

ditegur oleh pragmatisme; di Jerman, oleh penyusun disiplin baru yang disebut sosiologi

pengetahuan. Kedua tradisi itu mencari pemahaman bagaimana individu berpikir dalam konteks

sosial tertentu dalam konteks sosial mereka tinggal; bagaimana pikiran dan kesadaran

diwariskan dari konteks historis dan sosial tertentu; bagaima penempatan-penempatan kolektif

secara meyakinkan menyediakan obyek-obyek yang dapat diakses manusia. Pekerjaan

tersebut dalam dua tradisi itu juga memberikan penyangkalan eksplisit terhadap filsafat-filsafat

tradisional pengetahuan dan berpaling pada ilmu-ilmu empiris modern untuk kerangka

pemahamannya tentang kerja-kerja kesadaran dan pikiran manusia.

Page 74: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 74

Proyek Jerman didefinisikan sebagai sosiologi pengetahuan, atau Wissenssoziologie,

yang dikenal dengan deskripsinya tentang pikiran sebagai tindakan kolektif, dalam tindakan

kolektif itu individu-individu terlibat. Ia adalah "dorongan untuk bertindak" dalam kelompok

tertentu dan dengan gaya pikiran tertentu yang "kali pertama membuat obyek-obyek dunia

mudah diakses bagi subyek yang bertindak", Mannheim menyatakan dalam halaman

pembukaan Ideology and Utopia (1936). Dia dan Max Scheler, penyusun awal sosiologi

pengetahuan, berpaling pada sosiologi sebagai kendaraan bagi pendekatan problem

pengetahuan. Dalam melakukan demikian, mereka secara eksplisit mendefinisikan dan

merampingkan pokok soal (subyek matter) problem filosofis yang lebih luas tentang akar-akar

eksistensial pikiran, memfokuskan pada eksistensi sosial dan pengetahuan (lihat Remmling

1973, h. 5-6). Bagi Scheler ([1924] 1980, h. 72-73), yang menawarkan kerangka sistematis

pertama atas disiplin itu, bentuk-bentuk tindakan mental, melalui bentuk-bentuk tindakan mental

itu pengetahuan diperoleh, selalu dikondisikan oleh struktur masyarakat. Dan untuk alasan ini,

studi empiris tentang bagaimana sistem-sistem gagasan berdasar secara sosial merupakan

dasar bagi semua studi khusus tentang budaya dan bagi metafisika. Bagi Mannheim, sosiologi

menjadi ilmu kunci yang ramalannya menembus semua disiplin. Di era posliberal, dia menulis,

filsafat merefleksikan secara memadai situasi intelektual dan sosial. "Kini, kondisi internal

situasi intelektual dan sosial direfleksikan paling jelas dalam bentuk-bentuk berbeda sosiologi"

(Mannheim 1936, h. 251).

Di Amerika, filosof pragmatis George Herbert Mead, yang proyeknya jauh lebih luas

mengonsepkan ketimbang rekannya di Jerman, menyusun sendiri tugas penguraian karakter

sosial secara mendalam atas pikiran dan kesadaran. Bagaimanapun, teori sosialnya tentang

pikiran menyerupai landasan dalam premis-premis yang sesuai dengan sosiologi, sebagaimana

peranan terkemuka gagasan-gagasannya dalam sosiologi Amerika telah dibuktikan. Terutama

dalam kritiknya terhadap psikologi mentalis, Mead memperlihatkan bahwa subyektifitas

dibentuk secara sosial semenjak ia mensyaratkan proses-proses abstraksi dan interpretasi

(Mead 1903; [1910] 1964). Penyelidikan-penyelidikan pada subyektifitas, psikis, dan kesadaran,

dia menyatakan, mesti menjadi perhatian ilmu sosial dan ilmu biologis. Ini karena fenomena

psikis bukan "sekedar subyektif"; kesadaran bukan properti subyek. Segala sesuatu,

konseptualisasi segala sesuatu, refleksi segala sesuatu memerlukan bahasa, suatu "semesta

wacana" sosial, dan termasuk suatu dunia umum: "Kita melihat ilmu sosial menghadirkan dan

menganalisis kelompok sosial bersama obyek-obyeknya, interelasinya, dirinya sendiri, sebagai

pra kondisi dan reflektif kita dan kesadaran-diri" (Mead [1910] 1964, h. 102-103).

C. Wright Mills (1939; 1940), salah satu sosiolog Amerika pertama yang mengakui

daya tarik dari dua proyek tersebut--pragmatisme Amerika dan Wissenssoziologie--menyatakan

bahwa sosiologi pengetahuan dibangun pada wawasan-wawasan dan istilah-istilah yang

ditawarkan oleh kedua istilah tersebut: sosiologi pengetahuan menawarkan pragmatisme

Page 75: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 75

bidang sosial dan historis ke dalam pengalaman manusia dan tindakan-tindakan yang memiliki

asal kejadian mereka; pragmatisme menawarkan sosiologi istilah-istilah tepat dan dinamis

dengan jalan faktor-faktor sosial, dalam bentuk gagasan, kepercayaan-kepercayaan, dan

pengetahuan-pengetahuan, menjadi intrinsik kepada pikiran.

Sebegitu jelas perbedaan pendekatan Amerika dan Jerman, dari tempat kita yang

menguntungkan sekarang, proyek-proyek tersebut larut bersama penghargaan kepada kualitas-

kualitas "pragmatis" rumusan-rumusan Mannheim dan Scheler yang memandang pikiran dan

eksistensi: pikiran dikonsepsikan sebagai suatu aktifitas; sikap-sikap mental dan pengetahuan

selalu berkait dengan tindakan. Esai Scheler "Probleme einer Soziologie des Wissens",

pertama diterbitkan 1924, mendeskripsikan pikiran sebagai "ringkasan dan substansi tindakan

'mengetahui' Ada (being)". Seluruh esai itu, Scheler menunjuk pada "tindakan-tindakan mental"

dan pada "sejarah pikiran", "pikiran sendiri", dia menulis, "termasuk kekuasaan....sungguh-

sunguh dan benar-benar tidak membungkus dirinya sendiri" (Scheler [1924] 1980, h. 434).

Dalam tidak membungkusnya, ada dalam setiap kasus suatu perubahan dalam konstitusi-

konstitusi pikiran miliknya. Sejajar dengan teori Mead tentang asal sosial (genesis) pikiran

adalah menghantam: pikiran dan makna berasal dalam tindakan sosial; pikiran tidak

membungkus dirinya sendiri sebagaimana proses-proses sosial masuk pada pengalaman

individu-individu (Mead [1922] 1964, p. 247; ch. 1938, h. 372; 1934, h. 133, 329, 332). Mungkin

karya yang paling mendekati pendekatan "sejarah pikiran" Scheler adalah Movements of

Thought in the Nineteent Century (1936), dalam karya tersebut gerakan-gerakan rasionalisme

dan romantisme dilihat sebagai pentas dalam struktur-struktur pikiran (mind) dan diri (self)

dalam sejarah Barat.

Menurut Kenneth Strikkers (1980, h. 24-25), walaupun kritisisme keras Scheler pada

pragmatisme Amerika, namun dia mengidentifikasi sebagai "genius" wawasan pragmatis

"bahwa pengetahuan tidak mendahului pengalaman kita atas sesuatu (ideae ante res),

sebagaimana dalam idealisme platonik, ataupun mengikuti pengalaman dan didasarkan pada

keterhubungan proposisi dengan dunia obyektif (ideae post res), sebagaimana dinyatakan oleh

kaum empiris (misalnya Aristoteles). "Lagi pula, Scheler menegaskan bahwa pragmatisme

Amerika memberikan kali pertama alternatif yang dapat dijalankan secara teoritik bagi tradisi

idealis dan empiris, menempatkan pengetahuan ke dalam tindakan-tindakan manusia dimana ia

menjadi berfungsi.

Warisan kedua tradisi itu adalah pandangan tentang eksistensi sosial dan tentang

kehidupan mental sebagai alam perubahan dan kemunculan terus menerus. Agensi manusia

adalah suatu fitur keberadaan sosial dan dengan demikian suatu formasi sosial terus menerus,

subyek pada lanskap sosiokultural berbeda, dalam lanskap sosial itu ia dibentuk. Teori Mead

tentang "kemunculan" menunjuk pada "relativitas" individu dan dunia sosialnya, keduanya

"saling menentukan masing-masing yang lain. Tindakan manusia membentuk dan dibentuk oleh

Page 76: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 76

dunia sosial. Kognisi manusia adalah rekonstruktif. Karena "rekonstruksi merupakan esensi

pada tingkah laku makhluk berakal dalam alam semesta....Apakah kekhasan pada makhluk

berakal adalah bahwa ia adalah perubahan yang meliputi reorganisasi mutual, suatu

penyesuaian dalam organisme dan rekonstruksi lingkungan" (Mead 1932, h. 3-4). Beberapa

tindakan mengetahui selalu meliputi perubahan--perubahan dalam dunia yang diketahui dan

perubahan simultan dalam orang yang mengetahui. Pikiran-pikiran aktif mengubah dunia sejak

mereka memberi pada dunia makna-makna baru dan obyek-obyek baru. Dan sesuatu yang

baru ini membentuk kembali orang-orang yang kehidupannya disentuh olehnya.

Dalam kasus Mannheim, ia adalah historisisme yang mengerangkakan proyek

sosiologi pengetahuan dan, tentu saja, memberikan prinsip-prinsip untuk memahami makna

modernitas sebagai suatu kondisi perubahan terus menerus. Historisisme tidak hanya proyek

atau program intelektual, ia adalah kekuatan intelektual era modern yang mengorgansir,

"seperti tangan tersembunyi", kerja ilmu sosial dan aktifitas sehari-hari (Mannheim [1924] 1952,

h. 84). Historisisme melihat aspek sosial dan realitas personal sebagaimana dalam negara

mengenai perubahan kontinu dan terus menerus. Dunia kita dan diri kita, Mannheim menulis,

dipahami sebagai

potensialitas-potensialitas, tetap dalam perubahan terus menerus, bergerak dari

beberapa titik dalam waktu menuju yang lain; pada tingkat refleksi sehari-hari, kita

mencoba menentukan posisi kehadiran kita dalam kerangka kerja temporal, untuk

mengatakan dengan jam kosmik sejarah waktu itu. Pandangan kita tentang

kehidupan sudah menjadi sosiologis semua dan sosiologi hanya salah satu dari

ruang-ruang tersebut, meski ruangan itu tambah didominasi oleh prinsip

historisisme, mencerminkan orientasi baru kita yang paling jujur dalam kehidupan.

Sebagaimana jika mengatakan sekarang sebagai pengganti tahun 1924, Mannheim

menulis bahwa ia tidak mungkin ikut serta dalam kehidupan atau bahkan memahami makna

kehidupan kita sendiri "tanpa suguhan semua relitas-realitas tersebut, kita harus

memperlakukan realitas-realitas tersebut sebagai berkembang dan sedang berkembang"

([1924] 1952, h. 84). Sebagai suatu pandangan dunia (world view), historisisme mengikuti pada

pembubaran gambar abab pertengahan tentang dunia dan pada gagasan merusak-diri,

kelahiran Pencerahan, mengenai Rasio Supratemporal (h. 85). Sebagai world view,

historisisme berfungsi sebagai prinsip yang meliputi "setiap tahap pengalaman diri kita" (h. 126),

melayani sebagai "dasar-dasar prinsip, pada dasar-dasar prinsip itu kita mengonstruk

pengamatan-pengamatan kita tentang realitas sosio-kultural" (h. 85).

Page 77: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 77

DIRI [MANUSIA] SEBAGAI AGEN DAN OBYEK SOSIAL

Karakter relatif dan berubah-ubah pikiran dan masyarakat adalah asumsi (hipotesa)

kerja dari psikologi pragmatis Mead dan sosiologi pengetahuan Mannheim. Bagaimanapun,

bagi Mead bahwa ilmu sosial berhutang untuk memberikan teori-membangun tentang agensi

manusia yang dapat memahami relativitas individu dan dunia sosialnya--apa yang Berger dan

Luckmann (1996) istilahkan "dialektika realitas obyektif dan subyektif". Teori itu mengenalkan

istilah "diri (self)" dan diri sosial, dengan teori itu Mead memaksudkan ego reflektif kesadaran-

diri atau agen, melalui kesadaran-diri pengalaman manusia diorganisir dan ditafsirkan dan

dengan kesadaran-diri ia menjumpai dan memperlakukan dunianya. Mead berpendapat bahwa

kapasitas bagi perantara kesadaran-diri berasal dalam relasi-relasi sosial dan pertukaran-

pertukaran sosial, karena ini memberikan kualitas-kualitas dialogis dan dramatik yang

mengarakterkan kehidupan sadar manusia dan kapasitas reflektifnya.

Karakter esensialnya sendiri adalah kereflektifan: diri adalah obyek pada dirinya

sendiri, kemampuan memasuki pengalamannya sendiri, pertama secara tidak langsung,

dengan menjadi obyek pada dirinya sendiri. Ini terjadi dalam masa kanak-kanak sebagai orang

yang berangsur-angsur menjadi sadar pada sikap-sikap dan peran yang lain (other) dalam

lingkungan sosial, disitu diri (self) dan yang lain (other) dilibatkan. Mempertimbangkan cara ini,

kesadaran-diri diorganisir dari sisi luar dalam meneruskan kesadaran-obyek kepada kesadaran-

diri yang, dalam pengalaman masa kanak-kanaknya yang paling awal, secara prinsip terbentuk

dari kesadaran terhadap tindakan dan perspektif yang lain (other) yang mengarahkan cara kita,

yakni, terhadap diri sebagai obyek tunggal. Dalam kata lain, dari pertama kali tampak sebagai

orang ketiga, secara prinsip dalam ucapan, tapi juga dalam gerak isyarat (gesture) dan sikap

dari yang lain (other); diri menampakkan sebagai obyek yang membawa pada kesadaran

bersama obyek-obyek yang lain dan dalam diri-diri yang lain. Dalam istilah Mead, diri adalah

obyek sosial, tidak dapat dipisahkan dari relasi-relasi sosial dan bentuk-bentuk ucapan, dalam

relasi sosial dan bentuk ucapan itu ia dikomunikasikan. Seperti dengan semua obyek-obyek

sosial, bentuknya ditemukan dalam pengalaman diri yang lain (other selves), pengalaman-

pengalaman yang tidak dapat dipisahkan dari medium linguistik umum (Mead 1934, h. 142).

Bahasa--dipahami dalam konteks yang lebih luas tentang kerja sama sosial, yang ditempatkan

melalui saling pertukaran dan interpretasi terhadap tanda dan gesture--adalah aktifitas, dalam

aktifitas itu individu-individu dapat menjadi obyek-obyek bagi mereka sendiri.

Yang penting dari teori ini, hanya membuat sketsa singkat di sini, adalah bahwa ia

memberikan pemahaman tentang bagaimana realitas sosial, tindakan obyektif yang kompleks

kali pertama terdiri dari kedekatan sosial dan komunitas linguistik anak, masuk pada

pengalaman yang berkembang dari anak tersebut, dan bagaimana peran dan sikap dari yang

lain (other), dengan other anak berinteraksi menjadi sadar dalam pengertian tentang dirinya

sebagai obyek dari tindakan-tindakan other. Karena itu, pengetahuan pertama manusia tentang

Page 78: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 78

dirinya berasal dalam kesadaran tentang "saya", sebuah obyek yang membentang pada bidang

pengalamannya sendiri (Mead 1934, h. 138). Diri dari "saya" eksis kali pertama sebagai obyek

diantara obyek-obyek yang lain dan dalam bidang yang sama dari pengalaman. Kesadaran-diri

adalah perkembangan lebih lanjut dari proses dan kejadian sosial saat seseorang menjadi

sadar atas respon-responnya seseorang dan, dengan demikian, kesadaran-diri--sadar atas diri

seseorang sebagai obyek, terhadap obyek itu anak kini dapat merespon sebagai seorang

"Saya" (subyek). Respon-respon pada diri kita sendiri dapat dilihat ketika "kita terkadang takut

pada kemarahan kita sendiri" ketika kita "memperlakukan perasaan kita sendiri....sadar atas

lamunan keseharian kita.... dan menemukan diri kita membalas respon kita--kita takut, kagum,

simpati dengan diri kita sendiri" (Mead [1914] 1982, h. 53). Respon-respon ini dikomunikasikan

pada diri kita dan contoh atas kesadaran-diri yang mensyaratkan obyektifikasi-diri, sebuah

kesadaran atas obyektifitas kita sendiri, atau kesadaran atas kelainan (otherness) kita sendiri

dalam dunia yang lain (other) (Crapanzano 1992, h. 79).

Respon-respon pada diri (secara aktual, kesadaran atas respon-respon tersebut)

menjadi materi-materi bagi perkembangan ke-diri-an, secara terus menerus menyuburkan dan

meluaskan dalam bentuk dialog-dalam yang merekapitulasi kehidupan dialogis kita bersama

yang lain. Mead mendeskripsikan dua suara tentang pertukaran diri sebagai "Saya" (subyek),

suara aktif individu, dan "saya", diri sebagai obyek. Masing-masing tersebut adalah elemen

dalam perkembangan: konsep-diri dan kesadaran-diri. Diri "menjadi obyek bagi dirinya sendiri,

melalui fakta bahwa dia mendengar dirinya sendiri berbicara, dan menjawab" (Mead [1913]

1964, h. 146). Dalam anak dewasa, balasan (menjawab) adalah diam secara khas--dia

membayangkan bahwa "gestur vokal"nya memanggil dalam yang lain. Dengan memandang

pada anak, bagaimanapun, pernyataan Mead meletakkan pada makna harfiah. Anak membawa

pada percakapan dengan dirinya sendiri, dan respon-respon yang lain bahwa dia memproduksi

dalam permainan yang membangun penghalang atas kesadaran-diri. Karena dalam tindakan

menjadi yang lain, anak-anak bisa mengambil percakapan dengan diri mereka sendiri (Mead

1934, h. 150-151).

Artikulasi diri terjadi dalam dan melalui dialog tentang "Saya" (subyek) dan "saya"

(obyek) merupakan tahap-tahap diri, menyingkap bagaimana bentuk kehidupan kesadaran-diri

serta linguistik partikular dan muatan budayanya (kata, idiom, dan jiwa khas suatu bangsa)

tidak dapat ditolak atau diabaikan adalah sosial dan budaya, meliputi pengakuan diri tentang

ragam kapasitasnya untuk merespon pada makna sosial atas obyek-obyek yang dialami.

Sebagaimana Hans Joas (1985, h. 110) berpendapat,

Dalam opini Mead terdapat perkembangan berkelanjutan, kepanjangan dari struktur

dialogis kesadaran-diri seorang anak, yang berbicara kepada dirinya sendiri dalam

kata-kata orang tuanya, kepada proses pikiran yang paling abstrak. Dalam jalan

perkembangan ini, hubungan langsung pada orang-orang tertentu dari bagian-

Page 79: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 79

bagian individu atas proses-proses internal komunikasi.... menjadi lebih lemah; tapi

mekanismenya tidak berubah dan tetap.

Joas kemudian menyebutkan artikel Mead "The Social Self", dalam artikel tersebut

argumen ini diurai dan ditekankan (lihat Mead [1913] 1964, p. 146-147):

Sampai proses ini berkembang kepada proses-proses abstrak dari pikiran,

kesadaran-diri tetap dramatik, dan diri adalah peleburan dari aktor yang

menyampaikan dan paduan suara (koor) yang mengiringi diorganisir secara longgar

dan sangat jelas bersifat sosial. Kemudian keadaan-dalam mengubah ke forum dan

workshop pikiran. Fitur-fitur dan intonasi-intonasi dari pesona dramatis

memudarkan dan menekan pada makna ucapan-dalam, perumpamaan menjadi

sekedar isyarat seperlunya. Tapi mekanismenya tetap sosial, dan pada beberapa

momen proses mungkin menjadi personal.

Diri menunjuk pada kapasitasnya tidak hanya untuk meletakkan diri kita sendiri sebagai obyek

tapi juga untuk mengobyektifkan pengalaman kita dan untuk tindakan dalam relasi kepada

pengalaman--untuk menandakan atau mengatakan sesuatu atau membuat sesuatu dari

pengalaman tersebut sementara, pada saat yang sama, mengarahkan mereka pada diri kita

(our selves) dan yang lain (other). Kapasitas reflektif-diri ini yang "memberikan struktur inti dan

struktur pokok atas diri" (Mead 1934, h. 173). Baik emosi-emosi yang kita rasakan, dengan

yang lain (other) kita segera dipekerjakan, atau gagasan yang kita miliki tentang hari esok, tiap-

tiap dari obyek sosial tersebut adalah "bahan" dari tindakan dan penandaan manusia. Obyek-

obyek sosial tidak hanya melayani untuk mengisi "ruang-ruang" yang manusia tempati, walau

mereka tentu melayani tujuan itu juga; obyek-obyek sosial dari semua bentuk dan ukuran ada

untuk bercakap-cakap--kita menampakkan mereka kepada yang lain untuk dikagumi, menuntut

mereka membuat ujaran-ujaran, melemparkan mereka dalam kemarahan (semua hal tersebut,

secara harfiah dan figuratif). Karena obyek-obyek sosial tidak hanya termasuk benda-benda

yang banyak dan bervariasi yang mengepung kita dan yang kita bicarakan tapi juga melayani

sebagai tanda-tanda bagi kita untuk berbicara: busana dan obyek-obyek lain dari dandanan, bir

kalengan, keibuan, sepeda motor, gelak tawa dan gerak isyarat (gesture) lain meliputi tubuh,

dan bahkan emosi-emosi dapat melayani sebagai gesture. Bagaimanapun perbedaan tiap-tiap

keberadaan benda-benda tersebut, menjadi obyek-obyek penandaan pada beberapa momen

bagi komunikasi sesuatu untuk diri kita (ourselves) dan untuk yang lain (other).

Herbert Blumer mendeskripsikan kehidupan sosial sebagai tempat tinggal Ada (being)

yang "membuat petunjuk-petunjuk" kepada diri mereka sendiri tentang bertumpuk-tumpuk

obyek yang mengepungnya--detik jam, wangi cologne, warna stoking seseorang, kemiringan

topi, atau desakan keadaan malu yang tiba-tiba menyerang seseorang. "Kehidupan sadar

manusia....adalah aliran terus menerus dari petunjuk-petunjuk diri--notasi-notasi sesuatu,

dengan notasi-notasi itu dia memperlakukan dan membawa pada laporan" (Blumer 1969, h.

Page 80: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 80

80). Obyek-obyek sosial--apa saja yang manusia indikasikan untuk dirinya sendiri--memiliki

kapasitas ganda untuk dirinya yang dideskripsikan di atas: pertama, sebagai obyek, mereka

menunjuk pada dan bertindak terhadap; kedua, sebagai tanda-tanda dalam kebenarannya

sendiri, obyek-obyek sosial dapat digunakan untuk menandakan sesuatu kepada yang lain,

untuk "membuat pernyataan-pernyataan" untuk digunakan sebagai tiang-tiang dalam ketetapan

peranan, sebagai tanda-tanda terhadap malapetaka yang akan datang. Semua obyek sosial

memiliki kapasitas ganda ini guna melayani sebagai tindakan sosial dan sebagai tanda-tanda

yang memungkinkan tindakan untuk meneruskan. Emosi-emosi, misalnya, tidak hanya

melayani sebagai obyek-obyek tentang elaborasi ritual dan praktik sosial tapi juga sebagai

tanda-tanda tentang siapa dan apakah kita, sebagai sesuatu yang kita pegang dalam kehadiran

diri kita. Freud ([1923] 1960) dan, lebih baru-baru ini, Hochschild (1983) menulis secara

ekstensial tentang fungsi tanda atas emosi-emosi ini.

Dalam esainya "The Meaning of Suffering", Max Scheler (1992, h. 83) juga

mendeskripsikan pengalaman emosional sebagai sistem yang berbeda dari tanda-tanda,

dengan sistem itu diri bekerja. Terdapat, dia berpendapat, "gaya-gaya atas perasaan dan

kehendak", yang mensyaratkan sebuah penafsiran agen atau diri, mengobyektifkan

pengalaman emosinya dan mensubyektifkannya pada sistem-sistem makna seperti "doktrin

atas penderitaan". Seperti doktrin-doktrin yang sekarang dideskripsikan di bawah rubrik

"wacana", suatu organisasi atas bentuk-bentuk tulisan dan ucapan, area penggunaan bahasa

yang dikenal oleh kelompok-kelompok historis dan institusi-institusi tertentu. Secara historis

"doktrin-doktrin" tersebut, membentuk bagian-bagian wacana (agama, psikiatri, kedokteran, dan

sebagainya), menawarkan pada manusia cara-cara menghadapi penderitaan (Scheler 1992, h.

97): "penderitaan telah diobyektifkan, menandakan kembali kepada, ketabahan, meloloskan diri

dari, menumpulkan pada titik apati, perjuangan heroik melawan, membenarkan sebagai

hukuman yang pantas, dan penyangkalan". Oleh karena itu, "kita dapat 'menghentikan diri kita'

pada penderitaan, 'membiarkan'nya, atau 'penderita' bersahaja; kita bahkan dapat 'menikmati'

penderitaan (algophilia). Kalimat-kalimat ini menandakan gaya-gaya atas perasaan dan

kehendak berdasar pada perasaan, yang dengan jelas tidak ditentukan oleh keadaan dari

perasaan belaka" (h. 83). Lebih lanjut, mereka mengimplikasikan gambaran aktor sosial pada

pentas apapun yang terdapat pada pemberiannya untuk membuat sesuatu keluar dari

pengalamannya untuk mensahkan sesuatu yang dia ketahui dan percaya tentang dirinya dan

dunia sosial yang dia hadapkan dengan yang lain (other).

OBYEK DAN OTHER DALAM GENESIS DIRI

Sebagaimana diskusi sebelumnya telah ditunjukkan, agensi manusia, jauh dari kondisi

bawaan, meliputi perkembangan kesadaran tentang pertentangan obyek-obyek dan melalui

pertentangan itu kesadaran-diri manusia dibentuk. Rumusan C. H. Cooley ([1909] 1983, h. 5)

Page 81: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 81

bahwa "diri dan masyarakat dilahirkan kembar" adalah bermaksud menangkap poin tersebut

dengan tepat. Awalnya kesadaran-diri, dia berpendapat, dikarakterisir dengan ketentuan

definisi, walau dibatasi, kesanggupan untuk muncul dalam respon atas diri yang lain (other),

memberikan kepadanya "obyektifitas". Proses ini memungkinkan bagi "obyektifitas" seseorang

berkembang--apa yang Crapazano (1992, h. 79) identifikasi sebagai ke-lain-an (otherness)

seseorang dalam dunia other.

Bagaimana "obyek-obyek" tersebut, begitu kritis pada manusia dan perkembangan

sosial, ditafsirkan melintasi bermacam disiplin-disiplin akademik modern. Walau masih

berbeda--ada kemiripan yang jelas dalam sasaran-sasaran fungsi yang melayani dalam

perkembangan kognitif dan ke-diri-an. Misalnya, dalam ketiga bidang--psikologi persepsi,

fenomenologi, dan psikoanalisa--obyek-obyek perlawanan fisik menawarkan pada

pengembangan kapasitas manusia diperdebatkan: obyek-obyek memberikan kondisi-kondisi

yang memungkinkan manusia untuk menjadi sadar tentang perbedaannya sebagai entitas-

entitas dan agen-agen terpisah dalam relasinya pada obyek-obyek yang mereka pertentangkan

dan dengan pertentangan itu mereka "berlawanan". Dalam pengertian ini, dunia riil obyek-

obyek, ada secara independen dari anak, dapat dikatakan muncul, sebuah argumen juga

ditemukan diantara para pragmatis (misalnya, Mead 1938, Bagian II). Perlawanan dalam

pengalaman-langsung memberitahukan realitas obyek-obyek, sementara secara bersamaan

memberikan kepada manusia sebuah pengertian atas realitasnya sendiri melebihi dan

bertentangan dengan realitas tersebut (misalnya, Schachtel 1956; Schutz 1971, h. 306ff.;

Bowlby 1969).

Dalam ilmu sosial dan psikologi sosial, kita menemukan argumen-argumen yang

mengusung kemiripan pada soal ini (misalnya, psikologi dan fenomenologi), mengenai peranan

mendasar dari obyek personal dan obyek fisik dalam asal usul sosial atas diri serta formasi dan

perawatan personal dan identitas sosial. Dalam kasus ilmu sosial, bagaimanapun, penekanan

ditempatkan pada pentingnya "kelompok" dan benda-benda sosiokultural atau "materi budaya"

(misalnya, Douglas dan Isherwood 1978). Hal penting beberapa argumen ini, obyek personal

dan fisik dipandang pada tingkat logika yang sama dengan diri, memberikan titik acuan bagi

definisi diri dan kontinuitas, dan juga materi-materi bagi proses sosial mengenai pertukaran dan

tawar menawar. Obyek-obyek juga bentuk dasar bagi klaim status dan bagi konflik serta

kecemburuan sosial. Bagi sejumlah sosiolog yang telah menulis karya klasik dalam sosiologi,

seperti Thorstein Veblen ([1899] 1967), Georg Simmel ([1908] 1950), dan William Graham

Sumner ([1906] 1940), obyek-obyek fisik untuk konsumsi atau untuk perluasan dandanan atau

memperkuat personalitas, melayani sebagai kendaraan dalam konstitusi atas perasaan dan

sikap sosial, sebagai surat peringatan identitas sosial, membuatnya secara materi hadir

sementara juga melayani sebagai lencana diri, status, keanggotaan kelompok. Lebih netral,

obyek-obyek melayani sebagai "tanda" (Schutz 1971, h. 308-309), sebagai surat peringatan

Page 82: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 82

atau alat-alat bagi tindakan, memberikan manusia dengan maksud vital untuk menemukan atau

untuk mempertahankan tempatnya dalam kehidupan sehari-hari. Obyek-obyek memberikan

sumber tetap dan abadi mengenai konsistensi serta kontinuitas personal dan kelompok, atau

mereka dapat digunakan untuk menandai batas-batas antara saya dan dunia tempat diri

menemukan dirinya sendiri "di rumah", atau dalam ruang dan tempat dimana seseorang

bertempat tinggal sebagai anggota suku, klan, bangsa, atau keluarga (misalnya,Csikzentmihalyi

dan Rochberg-Halton 1981; Dittmar 1992).

Tapi kelompok-kelompok manusia juga melayani fungsi-fungsi yang sejajar tersebut

dari hal-hal yang fisik: keseluruhan sejarah, perempuan dan istri, anak-anak, buruh dan pelayan

melayani sebagai kepemilikan-kepemilikan yang berharga dan lencana-lencana kedudukan

sosial. Atau, individu-individu dan kelompok-kelompok, banyak menyukai sesuatu yang fisik,

melayani sebagai fondasi, dari fondasi itu manusia memperoleh pengertian tentang kesamaan

dan perbedaan. Karena identitas sosial dibangun dalam relasi kepada other dengan siapa kita

merasa sama dan yang ke-lain-an atau perbedaannya tentang "siapakah" dan "apakah" kita--

identitas sosial kita.

Seluruh tulisan mengenai diri sosial, Mead mendeskripsikan sosial dan relasi yang

kerja sama antara manusia dan personalnya dengan lingkungan sosial. Tulisan-tulisannya

menegur fungsi vital obyek-obyek yang melayani persepsi dan konsep manusia: obyek-obyek

adalah fondasi bagi kesadaran-diri tentang diri, memperoleh kondisi-kondisi atas kesadaran

perbedaan sebagai entitas dan agensi terpisah. Obyek-obyek secara bersamaan memberikan

diri dengan pengetahuan komunalitas, suatu pengertian atas kesamaan atau karakter umum

bahwa diri berbagi dengan obyek-obyek yang lain, Mead mendeskripsikan proses ini sebagai

salah satu identifikasi (1932, h. 121-122; 1934, h. 168- 173; 1938, h. 163-164, 327-331, 426-

432): identifikasi individu dengan suatu obyek adalah kondisi bagi kereflektifan-diri. Bahkan

pada tingkat hubungan langsung dengan benda-benda material, identifikasi adalah alat, dengan

hubungan langsung itu individu bergerak dari pengetahuan "sisi dalam" benda ke "sisi dalam"

seseorang--pergerakan dari obyek ke subyek, dari yang lain ke saya. Perlawanan aktif secara

fisik atas sesuatu itu memberikan "karakter umum" pada sesuatu dan pada diri kita, karena

pertentangan adalah pengalaman sebagaimana datang dari "sisi dalam" dari sesuatu yang

manusia jumpai (Mead 1938, h. 212-213).

Tapi tanpa penekanan Mead pada semiotik dan fitur referensi-diri atas relasi-relasi

obyek (Cohen 1989; 1993), relasi obyek-diri tetap relatif statis dan model mekanistis dan tentu

saja bukanlah suatu budaya. Fokus tertentu Mead pada sosial dan basis interaksi kerefeksifan-

diri serta pada pentingnya relasi kooperatif manusia dengan sesuatu yang fisik--gagasannya

mengenai diri sebagai agen dan obyek dari pengertian--membuka cara bagi teori identitas yang

tidak hanya sosial, meliputi interaksi dari aktor-aktor sosial yang tindakannya menggema dalam

seluruh jaringan kerja yang sangat luas dari struktur sosial, tapi budaya jugalah. Karena

Page 83: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 83

komunikasi makna adalah fitur tertingginya, dan proses menjadi sadar atas diri meliputi "gerak

isyarat bahasa" pada setiap tahap cara itu.

"Genesis diri" Mead dideskripsikan sebagai proses yang memerlukan kesadaran atas

yang lain (other). Hanya dengan menempatkan diri seseorang ke dalam bagian "sikap" atas

other yang melakukan kesadaran-diri, diri sepenuhnya kelihatan, menemukannya pengalaman

seseorang dalam respon atas other dan mengartikulasikan dalam bagian istilah-istilah dari

kelompok. Filosof David Miller (1973, h. 101) meringkas gagasan tersebut:

Perbedaan antara subyektif dan obyektif tidak dapat muncul sampai kesadaran

muncul, dan kesadaran meliputi pengambilan peran atas other, other tentu saja ada

dan tidak dalam pikiran. Seseorang dapat menjadi sadar atas dirinya sendiri

dengan memikirkan dalam kesadarannya sendiri tahapan stimulus dan tahapan

respon atas tindakan sosial, dan demikian kesadaran memerlukan gerak isyarat

bahasa yang menimbulkan respon-respon yang dapat dibagi dengan partisipan lain.

MENENGOK KEMBALI TEMA KLASIK MENGENAI IDENTITAS DAN KOMUNITAS

Dalam masyarakat modern, sebagaimana dalam ilmu sosialnya dan ilmu psikologinya,

tema identitas merupakan tema tertinggi, jelas karena tempat dari diri dalam pergeseran dunia

modernitas membawa problematika. Motif modern yang berlangsung lama merupakan

fragmentasi nyata dari identitas personal yang berharap pada kemunculan budaya industri dan

melemahnya kekuatan stabilisasi dan integrasi eksistensi manusia (agama, dan bahasa) dan

digantikannya oleh kesangatluasan, kekomplekan, dan struktur artifisial peradaban teknik.

Tema identitas dan komunitas bersama-sama menangkap problem modernis atas

keberadaan manusia dalam keteraturan sosial--"komunitas" menandakan tempat dalam ruang

(homogen, kesatuan, keterlibatan dalam berbagi nilai), atas ruang itu individu memperoleh

makna personal dan makna budaya untuk memasuki. "Masyarakat" bersama other. Dari

penilaian sosial klasik sampai kontemporer, sifat dasar komunitas-komunitas modern telah

diperiksa melalui pasangan-pasangan oposisi biner: Gemeinschaft dan Gesellschaft, mekanik

dan organik, tradisional dan modern, kelompok primer dan kelompok sekunder--oposisi

menandakan pergeseran gradual atas tradisi, stabil, kehidupan dunia relatif homogen dengan

keberubahan, kompleks, dan karakkter tak stabil masyarakat industri.

Menggunakan sosiologi pengetahuan dalam mendekati tema-tema tersebut (itu juga

sepenuhnya historis), kita dapat memahami keaslian seluruh pengalaman kolektif era modern

dan menggunakannya untuk memahami cara-cara pengalaman ini mengalami perubahan baru-

baru ini--secara fundamental bukan sebagai pernyataan posmodernis, tapi dalam cara yang,

kenyataannya, kontinu dengan modernisme. Dalam menyinggung perubahan ini, kita akan

berpaling pada pertanyaan-pertanyaan tentang apa kebutuhan revisionis untuk melakukan

Page 84: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 84

demikian bahwa problem identitas, sebagaimana disiplin-disiplin kita memahaminya dan

mengkajinya, adalah responsif kepada beberapa perkembangan nasional dan global yang

paling mempengaruhi isu-isu identitas dan komunitas saat ini, dan untuk kemunculan proses-

proses tentang identitas sejak abad pertengahan. Misalnya, beberapa teoritisi sosial

kontemporer berpendapat bahwa modernitas setengah abad ini terkenal dengan pertumbuhan

kesalingterhubungan antara pengaruh globalisasi atas masyarakat dan person dan

kecenderungan reflektif tinggi dari aktor-aktor sosial (Giddens 1991). Lainnya, seperti Aronowitz

(1992), menekankan fakta bahwa manusia membagi perkalian identitas sosial, tak dapat

diperkecil lagi pada kelas dan komunitas-komunitas lokal.

Modernisme memuat di dalamnya sifat sosial sepenuhnya serta gagasan historis

manusia--pengalamannya, kehidupan mental, dan identitas partikularnya sebagai subyek

perubahan. Karena agensi manusia atau diri adalah fitur keberadaan sosial, dan dengan

demikian suatu formasi sosial berkelanjutan, subyek pada lanskap sosiokultural yang berbeda,

dalam lanskap sosiokultural itu ia dibentuk. Tapi modernisme juga memaksudkan bahwa

subyektifitas manusia (pengalaman, bersama dengan bentuk-bentuk pengetahuan dan

perasaan) adalah racikannya sendiri untuk tindakan, melayani sebagai perubahan

berkelanjutan masyarakat manusia yang sedang berlangsung. Modernisme membawa

bersamanya sebuah kesadaran partikular tentang diri dan masyarakat, salah satu yang tidak

hanya menuntut perubahan dan pembaharuan politik dan sosial tapi juga pembaharuan bahwa

laki-laki dan perempuan sendiri yang dapat menghasilkan. Penegasan standar modernis ini,

Marshall Berman menyatakan, "laki-laki dan perempuan modern harus menjadi subyek-subyek

dan juga obyek-obyek modernisasi; mereka harus belajar merubah dunia yang mengubahnya,

dan membuatnya sendiri" (1992, h. 33).

Oleh karena itu, kejadian baru-baru ini tentang demokratisasi dunia sejak 1989 dapat

dibaca sebagai kejadian penyebaran mendunia atas budaya modernis dalam alam politik--

sebagaimana "modernisme di jalanan" (Berman 1992, h. 33). Modernisme masih juga bekerja

dalam pengakuan pada alam identitas personal--bahwa diri dibuat secara reflektif. Psikolog

sosial Kenneth Gergen (1991) menyebut "kesadaran atas konstruksi" ini mempengaruhi relasi

dan identitas. Di awal 1951, dalam artikel klasiknya, sekarang, "Identification as the Basis for a

Theory of Motivation", Nelson Foote menulis tentang komitmen orang-orang pada identitas-

identitas tertentu muncul melalui proses-proses dengan konsepsi-konsepsi diri diperoleh,

diperkuat, direvisi, dan diuraikan oleh other dan diri--deskripsi yang menonjolkan karakter

reflektif tinggi atas kesadaran dan aktifitas modern, mengenai hal ini Anthony Giddens menulis.

Bahkan masa depan kita, Giddens berpendapat, tidak hanya terdiri dari harapan-harapan atas

peristiwa-peristiwa untuk terjadi. Agaknya, "masa depan" "diorganisir secara reflektif dalam

masa sekarang dalam istilah-istilah yang mengalir dari pengetahuan kepada lingkungan di sana

sini, demikian pengetahuan berkembang". Dalam konteks ini, kehidupan dan identitas personal

Page 85: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 85

orang-orang dipersepsi sebagai proses-proses intervensi aktif, pilihan, dan transformasi

(Giddens 1991, h. 29).

Terdapat apa yang dapat disebut idiom demokratik bekerja dalam wilayah diri--salah

satu yang menanamkan gagasan dan standar kontemporer tentang apakah diri--sebagaimana

terdapat idiom demokratik yang secara mendalam mengatur jalannya politik-politik modern,

pasar-pasarnya, dan institusi-institusi serta relasi-relasi keteraturan sosial modern. Idiom ini

atau gaya karakteristik bahwa diri dianggap secara simultan melayani untuk membantu

perkembangan dan untuk melegitimasi proyek diri. Karena ia memuat gagasan bahwa Saya

memahami diri saya menjadi, Saya dapat dan akan mengartikulasi diri, mengungkapkan

pendapat-pendapatnya, nilai keputusannya, dan meminta other melakukan demikian.

Karenanya, Saya mengharapkan bahwa masa depan Saya, dan itu tentang diri other, adalah

sesuatu yang Saya buat terjadi, tidak ada sesuatu yang mengalami sebanyak mendapatkan

dan menerima melalui upaya-upaya Saya sendiri, pilihan-pilihan, dan keputusan-keputusan.

Modernisme kemudian bukan sekadar istilah yang lekat pada budaya dan pada

struktur sosial, sebagaimana bila ini bermukim di sisi luar diri, ia juga sebuah drama yang

bermain pada tingkat "psikologi" kita dan dalam standar-standar dan pengharapan-

pengharapan yang kita bebankan pada diri kita sendiri dan other tentang masalah-masalah

demikian seperti gestur tubuh dan verbal atau ungkapan perasaan, dan seterusnya. Mungkin

paling banyak dari semua, modernisme menunjukkan pada pengakuan (jika kita boleh

menyebutnya bahwa tanpa meruntuhkan argumen kita) bahwa ada pertentangan dan

pertarungan atas diri untuk bertarung dan menang (atau kalah, sebagai kasus yang mungkin);

bahwa diri adalah sebuah proyek, atau , diri adalah drama yang dimainkan melintasi ruang dan

waktu, diri adalah drama yang bermula pada kelahiran dan berakhir hanya dengan kematian. Ia

bukanlah bahwa diri dan kehidupan emosi-emosi dan perasaan-perasaan tidak eksis pada

semua sebelumnya. Tentunya, ia sangat "banyak dibuat dari sebelumnya"--jejak tema dalam

jajaran studi luas Charles Tylor tentang sumber-sumber diri modern (1989, h. 292).

Sangat luas literatur pada lanskap interior modern sendiri--dari Freud, Durkheim, dan

Tocqueville sampai karya-karya dalam psikologi kontemporer--memotret identitas modern

sebagai perkalian, personal, dan reflektif tinggi; renggang dan robek ketimbang lekat dalam

peran-peran sosial dan tradisi-tradisi; mengarahkan other (Riesman et al. 1950) atau

kecakapan interpersonal dalam keahlian membaca isyarat-isyarat dari other, masih bergantung

pada mereka untuk pengakuan. Kegelisahan dan krisis pertumbuhan serta perubahan telah

menjadi sifat kepura-puraan bahwa perubahan diri harus bertemu dan menjalani; perasaan dan

emosi, bagaimanapun berlaju sangat cepat dan tidak substansial, datang melayani sebagai

pengalaman-pengalaman mendasar atas validasi-diri, sebagai tambatan-tambatan,

pengalaman-pengalaman dasar itu untuk menegaskan identitas dan untuk membangun

konsepsi-diri; diri dan tubuh dipandang sebagai proyek-proyek, obyek-obyek berarti atas

Page 86: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 86

perhatian dan tindakan dalam perbedaan kepada pandangan tentang mereka sebagai obyek-

obyek alami; identitas seseorang "dibangun", masih juga "ditemukan", dan "kehidupan emosi"

seseorang sebuah kendaraan untuk membawakan kehidupan seseorang dan identitas

seseorang menjadi bermakna. "Subyektifisme baru" (Gehlen [1949] 1980), penekanannya pada

elaborasi bagian dalam dan "psikologisasi", menghadirkan percobaannya diri modern untuk

mengontrol banjir stimuli yang sering melemahkan kesanggupan kita untuk merespon,

membelokkan subyek menuju ke dalam tempat pengalaman dimonitor dalam keadaan

kesadaran dan refleksi tinggi. Ia dalam situasi ini bahwa psikologi dan psikoanalisa

mendapatkan pijakan atas world view, mempertahankan "pribadi" person melawan tuntutan

budaya, menguraikan lebih lanjut pengertiannya tentang keterpisahan dari dunia.

Kita dapat, kemudian, bicara luas mengenai identitas modern Barat, mengakui batas-

batasnya dengan menghargai pada perbedaan kelas, ras, jender, periode sejarah, dan

seterusnya, menegaskan bahwa masyarakat historis tertentu memunculkan pengalaman

tertentu tentang diri dan bahkan tingkat-tingkat berbeda tentang artikulasi subyektifitas dan

obyektifitas (lihat Crapanzano 1992, h. 73ff.). Tentu saja ini adalah gagasan di belakang

gagasan Weber ([1904-1905] 1958, h. 154) tentang "asketisme-dalam dunia". ("Asketisme

Kristen.... mencapai pada pasar-tempat kehidupan.... berusaha menembus rutinitas kehidupan

sehari-hari bersama kemetodikannya, membiasakannya pada kehidupan di dunia..."). Gagasan

tentang diri modern ini adalah apa yang Tocqueville deskripsikan sebagai "individualisme

demokratik" dan mungkin dasar dari teori yang paling awal tentang asal usul individualitas Barat

oleh Burckhardt ([1890] 1954), yang menempatkannya dalam perubahan kenyataan politik di

Italia selama Renaissance.

Sebelum modernitas, Burckhardt berpendapat, seolah-olah kesadaran manusia

tersembunyi di bawah kerudung--"kerudung tenunan kepercayaan, ilusi, dan kemenawanan".

Ketika kerudung ini "larut ke dalam udara", dunia obyektif dan semua hal atas dunia ini menjadi

mungkin. "Sisi subyektif di waktu yang sama menegasikan dirinya sendiri dengan tekanan yang

sesuai: [manusia] menjadi individu spirituil, dan menganggap dirinya sebagai seseorang"

([1890] 1954, h. 100).

Menurut pengamatan-pengamatan ini, lintas budaya dan perbedaan sejarah orang-

orang diungkapkan dalam konsep-konsep diri yang berbeda, secara sosial dan politik

dimunculkan dan secara simbol dimediasi. Tapi perbedaan dapat pula ditemukan dalam

pengalaman orang-orang dalam masyarakat yang sama seperti, misalnya, ketika masyarakat

marjinal berjuang menentang konsepsi-konsepsi atas diri mereka dari other yang dominan.

Robert Park mendeskripsikan kefasihan ini melalui laporannya mengenai marjinalitas sosial

atas imigran Yahudi dan Negro di Amerika (1950, h. 284-300, 345-356, 372, 376). W. E. B. Du

Bois ([1903] 1989, h. 51) menangkapnya dalam laporannya mengenai "kesadaran ganda" dan

"kedirian ganda" Negro Amerika--"sensasi ganjil ini....selalu melihat diri seseorang melalui mata

Page 87: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 87

other....tentang kadar jiwa seseorang dengan pita dunia yang memandang dalam rasa jijik dan

iba yang menyenangkan". Dorothy Smith, dalam sosiologi feminisnya (1987), mendeskripsikan

bahwa "garis kesalahan", dari deskripsinya itu dia mulai mengakui bahwa makna-makna

ungkapan dan pengetahuan yang tersedia pada perempuan adalah dibuat dan dikontrol oleh

laki-laki—dalam pengetahuan-pengetahuan itu perempuan adalah Yang Lain (other).

Bagaimanapun kesakitan ditempa dalam kehidupan kelompok dan perorangan

marjinal, penemuan diri selalu, pada prinsipnya, meliputi penemuan other--kesadaran atas

"Saya", obyek dari perspektif dan tindakan other--ia membentang ke dalam bidang

pengalamannya sendiri. Kesadaran diri adalah perkembangan dan penyortiran lebih lanjut dari

proses ini, meliputi kesadaran atas respon-responnya pada pengalaman tersebut. Masing-

masing ini--saya (obyek) diperoleh secara sosial, kesadaran-diri merespon pada diri derivatif

ini– diungkapkan dalam "kesadaran ganda" Du Bois, sebuah pemberian dari "penglihatan-

kedua", "keduaan" dalam keberadaannya: orang Amerika, orang Amerika-Afrika--"dua jiwa, dua

pikiran, dua perjuangan yang tak terdamaikan.... Kesadaran-diri, kemudian, membawakan

obyektifikasi-diri--kesadaran atas obyektifitas kita sendiri, atau kelainan (otherness) kita dalam

dunia dalam dunia other (Crapanzano 1992, h. 79). Tiap-tiap laporan ini memuat pertanyaan

tegas yang mengagumkan bahwa individualitas adalah respon kolektif; bahwa penemuan diri,

memunculkan kesadaran diri, dan akhirnya, identitas diri tidak dimungkinkan keluar dari

hubungan dengan penemuan Other, bahkan Other asing atau yang bermusuhan, pengakuan

dalam beberapa cara "obyektif" atas othernes seseorang dalam wajah Other--dalam wajah dari

entitas yang bukan Saya.13

Untuk meringkas beberapa posisi kontemporer yang konvergen dalam sejumlah cara

penting, "identitas" adalah proses sosial yang meliputi dialektika kesamaan dan keberbedaan.

Proses membentuk dan menyokong konsep-diri dan perasaan-diri sebagaimana mereka

menjadikan obyektif dalam dan melalui dialog kolektif atau mengeneralisir other (Mead 1934, h.

152). "Identitas sosial" adalah diri yang menandakan sebagai sesuatu atau seseorang,

penandaan yang menuju pada diri seseorang dan pada other dengan siapa seseorang

bercakap-cakap dan dimana budaya, dalam bentuk bahasa--konsep-konsep dan wacana-

wacana--beroperasi pada setiap tahap dialog ini.

Identifikasi sosial merupakan suatu proses, dalam proses itu orang-orang menjadi

merasa bahwa beberapa manusia yang lain adalah banyak "kesamaan"

sebagaimana mereka dan yang lain (others) adalah "tidak mirip" dengan mereka....

[menjadi] sebagai bagian dari dialektika inklusi dan eksklusi, dari dialektika itu

kelompok-kelompok muncul dalam dinamika kompetisi.

(de Swan 1992, h. 1)

13 Untuk refleksi sistematis mengenai pentingnya yang lain (Other) bagi ontologi sosial atas kedirian, lihat Perinbanayagam "The Significance of the Other" (1985, Bab 6).

Page 88: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 88

"Diri", Perinbanayagam menyatakan, adalah orang-orang yang berkumpul atas tanda-

tanda, teks-teks yang lebih atau kurang koheren yang diklaim oleh pikiran sebagai miliknya dan

mengidentifikasi sebagai kehadiran dalam dunia other. "Identifikasi-diri" adalah proses

pengaktifan kehadiran dalam dunia obyek-obyek dan other serta meliputi identifikasi pada dan

identifikasi dari (1991, h. 12-13). Identitas diri adalah formasi semiotik dimana perbedaan dan

kesamaan diadakan secara visual melalui tanda-tanda tubuh, seperti busana (Davis !992),

secara aktif dalam dan melalui praktik-praktik sosial, dan, terutama, secara diskursif--dalam

ucapan (Perinbanayagam 1991). Karena dalam percakapan dengan other kita mengonstruk diri

kita sendiri: "Dialog", antropolog Crapanzano menyatakan, "selalu drama konstitusi-diri" (1992,

h. 130)--apakah dialog dari analis atau analisan yang ditulis author, atau "dialog" yang kita

adakan dengan other yang dekat atau yang jauh; itu kita ketahui secara tertutup atau other

yang terpencil itu yang mengarang "masyarakat" kita. Kita bercakap-cakap dengan orang

sejaman kita yang mengetahui kita dalam ragam tingkat keintiman dan keakraban, atau atas

keadaan tak dikenal dan keadaan tanpa nama (Schutz 1971, h. 15-16), makna dan realitas

yang kehidupannya mungkin bahkan nilai personal yang lebih agung bagi kita daripada

tetangga dan sanak famili.

"Saya tahu lebih tentang kehidupan Martin Luther, Karl Marx, dan Thomas Jefferson

daripada Saya mengetahui salah satu dari kakak saya sendiri", Craig Calhoun menulis, dalam

esai teoritis mengenai sifat kompleks relasi-relasi dan komunitas-komunitas manusia

kontemporer (1991, h. 114). Dia menggambarkan bagaimana orang-orang sekarang berpikir

tentang diri mereka sendiri sebagai anggota kolektif-kolektif yang luas atas other bersama siapa

disana hampir bukan relasi-relasi interpersonal langsung: bangsa, ras, jender, tapi juga

National Rifle Association, National Organaization for Women, Boy Scouts of Amerika, dan

seterusnya. Ini diimajinasikan tapi bukan komunitas yang kurang riil atas yang lain bersama

siapa kita mengidentifikasi: orang Amerika lain, Inggris, Bosnia, gay, saudara kulit hitam, orang

pro kehidupan--yang lain, misalnya, siapa yang seseorang "imajinasikan" sebagai memiliki

masa lalu, takdir, korban bersama, seperangkat hasrat, disposisi, atau kepentingan. Dalam

proses demikian, dideskripsikan oleh Abram de Swan (1992) sebagai "dialektika inklusi dan

eksklusi", identifikasi kelompok atau persamaan bisa jadi sebagai sesuatu yang vital bagi

kedirian seseorang seperti pengertian atas ketaksamaan dan susunan dalam oposisi kepada

other. Dalam beberapa hal, sebagaimana "komunitas imajinasi" (demikian Ben Anderson

menyebutnya dalam bukunya atas nama yang sama) mengadopsi gagasan kuno dan

tradisional dari suku dan keluarga sampai bentuk garis silsilah keturunan atau

mengimajinasikan diri mereka sendiri sebagai bagian dari kebersaudaraan.

Buku Anderson (1991) merupakan studi tentang asal usul dan penyebaran-global

nasionalisme, dari Amerika sampai gerakan-gerakan populer di Eropa. Nasionalisme

merupakan bagian sejarah imperialisme Barat tapi juga diadopsi oleh perlawanan anti imperialis

Page 89: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 89

di Asia dan Afrika. Anderson mengeksplorasi proses yang menciptakan komunitas-komunitas

nasional ini. Yang amat berpengaruh adalah penggunaan percetakan--koran-koran dan buku-

buku, "percetakan kapitalisme" membuatnya mungkin bagi orang-orang untuk memikirkan diri

mereka sendiri dalam cara-cara baru, seperti ada secara bersamaan melintasi ruang yang amat

besar, tapi juga seperti menghubungkan dengan yang lain seperti diri kita kembali dalam masa

lalu dan meneruskannya dalam masa depan.

Bangsa adalah

komunitas politik yang diimajinasikan.... diimajinasikan karena anggotanya bahkan

bangsa terkecil pun tidak pernah tahu banyak mengenai anggota-teman mereka,

bertemu mereka, atau bahkan mendengar mereka, tiap kehidupan atas kerukunan

mereka masih berada dalam pikiran....Semua komunitas lebih luas dari masyarakat

primordial hubungan langsung tatap-muka (dan bahkan ini mungkin) diimajinasikan.

Komunitas-komunitas menjadi dikenal, tidak oleh kepalsuan/keaslian mereka, tapi

oleh gaya, dalam gaya tersebut mereka diimajinasikan,

baik sebagai jaringan kerja atas kehidupan dan kematian sanak famili, atau dalam gaya kelas-

kelas ekonomi modern, gaya tersebut, jika kita kembali pada sebelum abad 18, adalah tidak

dapat diimajinasikan (Anderson 1991, h. 6).

Sebagaimana pernyataan tegas E. P. Thompson dalam buku The Making of the

English Working Class. Gagasan pokoknya adalah identitas modern, berpendapat bahwa

"Dalam tahun 1780 dan 1832 banyak cara kerja orang-orang Inggris menjadi rasa sebuah

identitas kepentingan sebagai rasa diantara mereka sendiri, dan sebagai rasa menentang

aturan-aturan serta majikan-majikan mereka" (1963, h. 11-12). Secara historis, identitas kolektif

terbentuk dari oposisi dan resistensi (Burke 1992), melalui oposisi dan resistensi itu gagasan

orang-orang, sebagai bangsa dan sebagai cara kerja kelas, menyebar (h. 294). Kini,

"komunitas-komunitas yang diimajinasikan" ini telah menjadi lumrah, tapi juga jauh lebih

bervariasi.

KOMUNITAS YANG DIIMAJINASIKAN/ DIRI YANG DIIMAJINASIKAN

Di halaman-halaman sebelumnya, kita bergerak cepat dari ringkasan beberapa ajaran

resmi (sekalipun secara budaya dibentuk) dalam ilmu sosial dan psikologi sosial berkenaan

dengan genesis sosial atas diri dan identitas diri, sampai kejadian khusus sejarah berkenaan

dengan identitas dan komunitas dalam periode modern. Dalam melakukan demikian, Saya

memberi pengantar yang sekarang dianggap sebagai rangkaian fenomena sosial baru--

pertumbuhan "komunitas yang diimajinasikan" dan keterkaitan tidak langsung--yang

mengundang rumusan-rumusan revisionis mengenai identitas-identitas, bagaimana mereka

dibentuk dan ditopang, secara budaya dan politik. Walaupun kenyataannya bahwa sosiologi

Page 90: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 90

klasik modern mengenalkan (dan juga menyebarkan) problem individu dan masyarakat--

tentang identitas dan komunitas--Saya setuju dengan rumusan yang ditawarkan Calhoun

(dalam artikelnya, 1991, mengenai topik ini), bahwa aspek-aspek modernitas ini menyisakan

"penteorian sosiologis" (h. 95): termasuk efek-efek fenomena kontemporer yang membagi

antara sektor publik dan privat dalam kehidupan kontemporer; termasuk keretakan persepsi

antara alam kehidupan publik bersama keluasannya, sistem-sistem yang kompleks dan

kehidupan privat sehari-hari; dan juga berkenaan dengan makin bertambahnya fenomena khas

atas hubungan tidak langsung yang melebihi relasi tatap-muka-langsung--yang M. W. Weber

istilahkan munculnya "komunitas-komunitas tanpa keakraban" (disebutkan dalam Calhoun

1991, h. 101). Relasi-relasi langsung tidak diragukan lagi sekarang menyisakan hal penting dan

efektif, tapi mereka dibatasi: maknanya dirubah oleh efek-efek dari relasi-relasi tidak langsung--

seperti organisasi, asosiasi, gerakan budaya dan politik, budaya pemuda--komunitas yang

diimajinasikan yang berlomba dengan keluarga, kawan, dan tetangga untuk kesetiaan kita,

cinta kasih kita, komitmen kita.

Calhoun menunjukkan pentingnya hubungan komunalitas memunculkan relasi-relasi

tidak langsung yang dimediasi oleh teknologi dan organisasi yang kompleks dengan fenomena

yang lebih lumrah (kejadian sehari-hari) yang lain: obyek-obyek dan imej-imej tertentu dari

identifikasi yang disalurkan melalui media massa dan televisi, seperti karakter-karakter dalam

sinetron, selebriti dan entertainer, atlet dan politisi (dua yang belakangan berbagi dalam aura

showbiz). Masing-masing figur sosial ini secara cepat, di persepsi, sekarang seolah-olah dia

(laki-laki/perempuan) eksis bagi audien dalam cara-cara yang familiar dan riil, mengingkari jenis

identitas yang didirikan diantara figur media massa dan pemirsa/pembacanya atau katakanlah,

diantara personalitas dan kehidupan orang-orang yang biografinya kita baca dan pada siapa

kita menumbuhkan kelekatan secara personal. Ini mungkin menerangkan selera publik yang

berbeda dan luas saat ini karena biografi dan karena TV dan tabloid itu memeriksa kehidupan

selebritis. Karena pasar tabloid yang melaporkan tentang kehidupan dan kejenakaan selebritis

menandakan lebih dari sederhana selera publik untuk sex, skandal, dan memuat tentang "kaya

dan terkenal". Mereka menyingkap kepentingan yang menopang dalam dan identifikasi dengan

kehidupan, terus menerus, orang tak dikenal yang familiar ini: "orang tak dikenal yang familiar"

mengidentifikasi apa hubungan tak langsung itu--kita merasa tertutup pada mereka, sisipan

tertentu, atau rasa keakraban dengan mereka. Masih, mereka, kenyataannya, tidak mengetahui

dan tidak dapat mengetahui kita. (Lihat, misalnya, studi pengetahuan publik tentang selebriti,

Schickel 1986, sebagai keakraban imajiner yang dikembangkan media, dan studi komprehensif

tentang budaya popularitas Braudy 1986).

Apa yang menandakan contoh-contoh ini adalah penempatan kolektif bagi bentuk baru

relasi yang mensimulasi relasi-relasi langsung tradisional dan komunal tentang tetangga, sanak

saudara, teman. Kapasitas media penyiaran untuk "mensimulasi relasi langsung" (Calhoun

Page 91: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 91

1991, h. 110) tak pelak lagi adalah fitur penting fenomena ini, sebagaimana kapasitasnya untuk

menawarkan konsumsi populer "identitas kategoris", atau tipe-tipe sosial--laki-laki dan

perempuan, orang-orang tumbuh lebih tua, kelas pekerja dan kaya, Afrika-Amerika, polisi dan

kriminal, dan seterusnya--bagi pengamatan tangan pertama dan pengetahuan tentang mereka.

Beberapa dari mereka memberikan kesan efektif untuk membangun identitas, yang lain

mengonfirmasi pengertian tentang perbedaan dan eksklusi. Peristiwa-peristiwa olah raga dan

perundingan politik menyediakan arena serupa bagi identitas-identitas untuk didramatisir dan

dimainkan--kesempatan bagi penempatan "politik identitas", bagi kesuka-riaan dalam kesan

dan kejenakaan, kemenangan dan kekalahan atas hal itu bersama siapa kita merasa "sama"

dan pada siapa kita berharap tidak. Media penyiaran, mungkin melihat dalam

perkembangannya mengenai "talkshow" bagi orang biasa untuk "membicarakan pikirannya",

masih memberikan kesempatan lain bagi kita untuk melakukan dan bekerja melalui pertunjukan

membingunkan dan keberubahan yang sedang berlangsung di Amerika sekarang.

Sebagaimana bentuk dari komunitas kita berubah dalam ruang dan waktu, orang-

orang terus menerus mencari dan menemukan diri mereka sendiri dalam dan melalui

kelompok-kelompok ini, yang lain, dari perencanaan itu mereka memperoleh komunalitas dan

perbedaan. Itu barangkali mengapa komunitas yang diimajinasikan, seperti bangsa, serta ras

dan jender, "muncul seperti sisipan-sisipan dalam" (Parker et.al. 1992, h. 4): bangsa dan yang

lain dari ras dan sex kita hadir pada kita "sebuah kemendalaman, perkawanan horisontal",

sebuah persaudaraan yang menjangkau ke belakang dalam waktu dan terbentang dalam masa

depan, memberikan keberlanjutan yang kita cari dalam dunia kita dan dalam diri kita. Terutama

bila kita ditakdirkan untuk hidup sekarang dengan kesadaran yang belum pernah terjadi

sebelumnya mengenai konstruksi kita sebagai diri (mempengaruhi hubungan kita dan identitas

kita) pada tingkat lain kesadaran kita, kita mencari struktur dan keserbaragamannya yang

abadi.

Pada catatan yang jauh kurang spekulatif, identitas dan komunitas kita dibatasi dalam

ruang dan waktu sebagaimana modernis yang menulis teks klasik disiplin kita. Gagasan

komunitas dan budaya yang memuat "harapan-dasar, kestabilan, eksistensi teritorial" (Clifford

1988, p. 338) dunia kita sekarang. Kita merespon pada metafor berbeda, seperti migrasi,

penyebaran, dan perjalanan. Ilmuwan sosial yang menggunakan istilah-istilah ini, secara

prinsipil antropolog, peka pada perkembangan global yang telah memberi sumbangsih

"komunitas" dan "identitas" dan "budaya" jauh lebih kompleks dan berlapis daripada yang

dilakukan para pendahulunya. Ini secara tidak meragukan karena antropolog ada dalam urusan

memberikan etnografi atas orang-orang "non Barat" (penandaan yang kini tidak berlaku dan

bahkan merugikan). Antropolog adalah beberapa dari yang pertama membuktikan kebenaran

atas penyebaran dunia luas, dan menghadirkan budaya dunia dan orang-orang dunia di

tengah-tengah kita. "Abad ini", Clifford menulis dalam The Predicament of Culture,

Page 92: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 92

telah melihat ekspansi drastis atas mobilitas, termasuk turisme, buruh migran,

imigrasi, penggeletakan kota. Lebih dan lebih banyak orang-orang "tinggal" dengan

bantuan transit massa, mobil oto, pesawat udara.... "Eksotis" adalah keanehan

tertutup.... di sana nampak tidak ada jarak di planet yang menghadirkan produk-

produk "modern", media, dan kekuasaan tidak dapat dirasakan. Topografi yang

lebih tua dan pengalaman perjalanan diledakkan.... Perbedaan dijumpai di tengah-

tengah lingkungan sekitar, yang sudah lazim muncul dimana saja.

(1998, h. 13-14)

"APAKAH KITA SEKARANG?"

Apakah dalam teori-teori "komunitas"nya ataupun dalam teori-teori sosialnya tentang

"diri", ilmu sosial tidak meletakkan premis-premis sosialnya sendiri pada kesimpulannya.

Ataupun pemikiran kita yang cukup historis atau bersifat budaya dalam penyelidikan-

penyelidikan kita pada diri dan subyektifitas. Kategori-kategori kita ("masyarakat" dan "struktur

sosial") sungguh sama sekali tanpa bentuk-bentuk dan kekuatan-kekuatan budaya--bahasa,

imej, simbol, makna. Apakah suatu keajaiban bahwa kita tidak mengembangkan pengertian

tentang kapasitas manusia untuk memperindah dirinya sendiri (diindahkan....) dalam

kegemerlapan bentuk-bentuk budaya, dan untuk memahami bagaimana kaya dan beragam

bentuk-bentuk tersebut ketika membungkus dan menghiasi figur manusia yang kita sebut "diri"?

Tambahan, dan sebagaimana telah ditunjukkan, di tempat seperti Amerika prasangka yang

sangat kuat bahwa kita "individu-individu" telah meruntuhkan pengertian efektif bahwa budaya

benar-benar persoalan sejauh manusia riil diperhatikan (Riesman 1954; Dumont 1986; Heller

et.al 1986). Dan imej "individu-individu" adalah tentang wajah khalayak (tentang individu-

individu?) atau tentang Ada (being), dilucuti pada "hak yang tak dapat dicabut" dan kebebasan.

Tapi dari tempat kita berdiri saat ini, "sejarah" dan "budaya" mendefinisikan kita, tidak

hanya dalam teori-teori akademis yang kita utarakan tapi dalam kesadaran atas kehidupan

sehari-hari, dimana gagasannya mendapatkan dasar bahwa "budaya" adalah fakta dan

kekuatan yang membuat kita berbeda dari orang lain, kadang-kadang dalam cara-cara yang

mendalam dan tak terelakkan. Disamping kesadaran atas budaya ini adalah kesadaran lain

yang eksis dalam ketegangan dengan yang pertama: "kesadaran atas konstruksi" (Gergen

1991, h. 146ff.), pengertian bahwa terdapat "diri" dan "identitas" untuk menundukkan dan

mengklaim sebagai milik kita. Sementara kedua cap (tanda) atas mentalitas kita mungkin

tampak di dalam konflik--bahwa bahasa dan budaya secara mendalam membentuk kita, dan

bahwa kedirian adalah sesuatu yang berubah-ubah dan sesuatu yang dapat kita tampilkan--

mereka secara efektif melayani untuk mencipta pengertian bahwa diri sekarang secara

mendalam adalah Ada (being) yang berubah-ubah, dalam pengaruh kekuatan duniawi

Page 93: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 93

(kelompok, masyarakat, budaya), sementara secara bersamaan kurang memadai baik dalam

keteraturan being (ontologi) ataupun dalam alam. "Pengakuan" yang tak dapat dielakkan ini

membantu perkembangan atas pengertian kita tentang "konstruksi" kita: diri dan tubuh menjadi

"situs interaksi", dikerjakan oleh teknik dan para pelaksana modernitas. Kini, baik tubuh

maupun identitas seseorang dipandang sebagai obyek alami; masing-masing makin bertambah

tunduk pada praktik-praktik diskursif dan tindakan reflektif, jenis-jenis yang memberikan

bantuan terhadap diri sendiri: teks-teks dan teknik-teknik, terapi-terapi, pengadaan mesin dan

buku petunjuk, perubahan sex, operasi plastik pada buah dada dan hidung (inter alia),

pencangkokan organ. "Tubuh sendiri", Giddens menulis, "sebagaimana dimobilisasi dalam

praksis....segera menjadi lebih relevan pada identitas yang individu promosikan" (1991, h. 218)

atau pada identitas yang dipromosikan masyarakat. Tubuh merupakan domain terakhir privasi

dan kerahasiaan, situs tindakan dan politik pembebasan, "kode" Barat atas kesenangan

(Foucault 1980b, h. 191).

Diri dan tubuh, kenyataannya, menjadi formasi-formasi budaya. Dengan penegasan ini,

Saya menyatakan dengan tegas bahwa sebagai obyek-obyek budaya mereka disubyeksikan

pada pelaksanaan dan praktik budaya yang berbeda dan lebih luas dari diri dan tubuh nenek

moyang. Saya juga menegaskan bahwa kualitas tindakan reflektif-diri orang-orang secara

efektif menjadikan diri dan tubuh sebagai situs, dalam situs itu tindakan dan hasrat mereka

dapat dilakukan dan dimainkan: wilayah "sifat dasar" (diri, tubuh) yang menjadikan "budaya".

Konteks untuk kejadian ini adalah kehidupan kontemporer--lanskap modernitas tinggi, bersama

fitur-fitur reflektif membangun dalam semua aspek-aspeknya yang nyata (Giddens 1991).

Reflektifitas secara khusus membedakan bentuk-bentuk kekinian wilayah identitas kita.

"Pembikinan-diri", sebagaimana Greenblatt menyebutnya, bukanlah penemuan

modernitas; terdapat diri dan "pengertian bahwa mereka dapat dibikin" (1980, h. 1) sebelum

masa ini. Tapi apa yang lahir di awal era modern abad 17 adalah pertumbuhan kesadaran-diri

atas pembikinan identitas manusia sebagai sesuatu yang dapat dimanipulasi, proses penuh

seni dan penemuan pengertian baru atas otonomi: "kekuasaan memaksakan bentuk kepada diri

seseorang adalah suatu aspek kekuasaan yang lebih umum untuk mengendalikan identitas--

bahwa yang lain akhirnya kerap kali sebagai milik seseorang sendiri" (Greenblatt 1980, h. 1; cf.

Elias 1978, h. 79).

Dalam modernitas dan modernitas lanjut, penegasan otonomi atau kelangsungan

hidup diri individu sebagaimana kesadaran kita atas kuasa pengintensifan budaya. Greenblatt

melakukan pengamatan serupa ketika dia berkata, pada bagian akhir risalahnya mengenai

"pembikinan-diri", bahwa dia

mempersepsi bahwa pembikinan diri seseorang dan Ada dibuat oleh institusi

budaya--keluarga, agama, negara--merupakan jalinan yang tidak dapat

dipisahkan.... Sewaktu-waktu Saya memfokuskan dengan tajam pada momen

Page 94: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 94

otonomi pembikinan-diri yang tampak. Saya menemukan bukan sebuah epiphany

(festival) identitas yang memilih bebas tapi sebuah artifak budaya.

(1980, h. 256)

Dalam pertanyaan Foucault "Apakah kita sekarang?" kita menemukan ketegangan

serupa. Karena pertanyaan itu sendiri memuat di dalamnya pengakuan atas "pembuatan" diri,

masih--terutama dalam tulisan-tulisan berikutnya--sebuah pengertian yang memeriahkan

bahwa kesanggupan kita untuk menjawab pertanyaan pada semua hal perlakuan baik.

Pertanyaan dan orang yang bertanya menandakan sikap modernitas:

mode menghubungkan pada realitas kontemporer; pilihan suka rela menurut orang

tertentu; akhirnya, cara berpikir dan merasa; suatu cara, juga, tindakan dan

kelakuan pada seseorang dan di waktu yang sama memberi cap (tanda) relasi

kepemilikan dan kehadirannya sendiri sebagai suatu tugas.... Dan konsekuensinya,

ketimbang mencoba membedakan "era modern" dari "pra modern" atau

"posmodern", Saya pikir akan lebih berguna untuk menemukan bagaimana sikap

modernitas, sejak waktu itu, menemukan dirinya sendiri berjuang melawan sikap-

sikap "kontramodern"

(Foucault 1984, h. 39)

Pertanyaan "Apakah kita sekarang?", sebagaimana dilontarkan Foucault,

memaksudkan apakah "bidang refleksi sejarah pada diri kita?" (1988, h. 4). Pertanyaan dari

filosof modern--Kant, Nietzsche, Husserl, Heidegger, dan lainnya. Tapi pertanyaan tersebut

menunjuk pada lebih dari sekadar aktifitas filosofis; ia menunjuk pada "kita", subyek sejarah

kolektif hari ini; "Apakah kita sekarang?", "Apakah kita berada dalam aktualitas kita?" (1988, h.

145). Pertanyaan-pertanyaan Foucault mengundang penelitian-penelitian dalam historisitas diri

dan khususnya (oh! sangat khusus) letak "diri" dan "identitas" dalam kehidupan budaya saat

ini--tempat abadinya sebagaimana spiritual dan moral memproyeksikan dalam budaya kita.

Garis pengaruh Foucault atas penelitian mengenai prinsipnya sejarah atas kehadiran diri-atentif

kita--teknologi yang memungkinkan kita untuk mempengaruhi tubuh kita, jiwa, pikiran, relasi,

serta tindakan dan dalam cara demikian, bahwa kita memperoleh otentisitas, kebahagiaan,

kedamaian, kemurnian (1988, h. 18).

Sampai baru-baru ini, ia adalah penyingkapan gagasan bahwa budaya sekadar

memberikan materi yang dipadukan oleh subyek manusia universal. Kenyataannya, minat yang

besar sekali dalam "studi manusia" dalam antropologi diperoleh dari minat dalam penemuan

atas kesamaan-kesamaan lintas budaya (Kleinman 1988, Bab 2; Geertz 1983, Bab 7). Hanya

ilmuwan sosial minor yang berpendapat bahwa bahasa dan ideologi diri--kosa kata berbeda

atas diri dan bentuk-bentuk pengalaman serta kesadaran diri yang gagasan ini hasilkan dalam

Page 95: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 95

keberadaan manusia--secara mendalam mempengaruhi diri.14

Isu historisitas diri versus universalitas diri menunjukkan seseorang atas ketegangan

keras dalam ilmu sosial sejak awal--ketegangan antara kecenderungan mempartikularkan dan

merelatifkan metode dan wacana ilmiah sosial dan yang menguniversalkan yakin bahwa sangat

banyak dari kerjanya mengingkari atau secara eksplisit mengakui. Ketika pertimbangan-

pertimbangan atas diri yang ditempatkan dalam dua kecenderungan yang konsisten dan

berkonflik tersebut, konflik diantaranya yang akan menegaskan sifat dasar transkultural diri--

Budaya sekedar memberikan materi yang dipadukan oleh subyek manusia universal--dan

other, yang kerjanya coba menerangkan secara rinci subyektifitas dan kedirian, memusatkan

pada cara bahwa bahasa dan ideologi diri secara mendalam mempengaruhi diri.

Dalam beberapa cara, secara langsung dan melingkar, pandangan berlawanan ini

berkaitan dengan perbedaan ontologis atas manusia dan realitas sendiri: kebenaran atau

keotentikan diri sebagai dasar dan kesatuan eksistensi manusia, prakondisi kesadaran dan

mengenai Rasio Praktiknya Kant versus gagasan tentang diri sebagai produk historis yang

kompleks, dimana anjuran dan larangan atas diri memberi variasi secara mendalam dari zaman

ke zaman dan dari budaya ke budaya, dan dimana obyektifikasi atas diri dalam dan melalui

pengetahuan-pengetahuan dan praktik-praktik banyak hal. Ia ditangkap dalam pertanyaan yang

dilontarkan etnolog besar:

Siapa yang tahu bahkan jika "kategori" ini (person), yang mana semua dari kita di

sini sekarang mempercayai cukup beralasan, akan selalu diakui sebagai demikian?

Ia dibentuk hanya bagi kita diantara kita. Bahkan kuasa moralnya--karakter sakral

manusia--dipertanyakan, tidak hanya di Timur saja, dimana mereka tidak mencapai

ilmu kita, tapi bahkan dalam beberapa abad dimana prinsip sudah ditemukan. Kita

memiliki kebugaran untuk bertahan; bersama kita gagasan mungkin tidak tampak.

(Mauss [1938] 1979, h. 90)15

Isu atau dilema atas diri universal versus historis bukan salah satu yang membatasi

kepada ilmuwan sosial dan filosof. Ia merupakan dilema budaya, karena ia dikomunikasikan

dalam beberapa wacana berbeda kita. Apa yang ia komunikasikan adalah desakan kita, dalam

wajah budaya yang melebihi kita, bahwa kita lebih dari artefak budaya. Desakan kita adalah

bahwa kita "bebas" mengatakan pada kita bahwa kita "lebih dari" produk budaya; upaya keras

kita pada pembikinan-diri memungkiri kegelisahan bahwa kita adalah boneka budaya. Karena

yang lain dari kita, kesadaran atas konstruksi ini--"cahaya tak tertahankan" tentang Ada tanpa

esensi ini--mengemudikan kita untuk mendesak bahwa sifat dasar (dan gen-gen) masih

14 Dalam sosiologi Amerika, karya R.S. Perinbanayagam secara konsisten memperlihatkan keluasan dan kedalaman pengaruh bentuk-bentuk budaya dalam mempertampilkan kedirian--dari studinya tentang diri, masyarakat, dan astrologi di Jafrina-Sri Langka (1982), sampai Signifying Acts (1985), dan Discursive Acts (1991).15 Crapanzano (1992, h. 75-77) menyatakan bahwa ceramah kuliah Mauss memuat pandangan-pandangan kontradiksi mengenai universal atau evolusioner (istilah Crapanzano) pendekatan pada diri.

Page 96: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 96

membuat kita ada. Tapi apapun kita terbuat darinya--baik kita lari darinya atau merangkulnya--

kita tahu diri kita sebagai "konstruksi" budaya. Ini adalah siapa kita.... sekarang.

Page 97: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 97

BAB 5

PENGETAHUAN YANG DIHASILKAN

Feminisme dan ilmu

Dalam masyarakat kita...."kebenaran" dipusatkan pada bentuk wacana ilmiah dan institusi-institusi yang menghasilkannya.... ia adalah isu seluruh perdebatan politik dan konfrontasi sosial.

(Michel Foucault)

TINJAUAN DASAR

Apa yang kita sebut "peradaban Barat" adalah gagasan ganda tentang ilmu dan rasio:

peradabannya Rasio Pencerahan mungkin, tentu saja, hadir lebih dari beberapa gagasan yang

lain: sejarah progresifnya sendiri dan kapasitasnya untuk membawa kebebasan dunia dari

prasangka dan takhayul. Melalui penggunaan pengetahuan ilmiah dan teknologi yang mereka

telurkan, orang-orang Barat percaya bahwa mereka memiliki kapasitas untuk membawa

kehidupan yang lebih baik dan dalam kondisi yang lebih manusiawi serta untuk mencapai

kesetaraan, mereka memberi pernyataan ganda sebagai dasar dan harapan atas

demokrasinya. Penyempurnaan atas seluruh ras manusia, terutama harapan atas

kebebasannya dari prasangka, dominasi, dan kebrutalan, adalah--hampir tanpa sanggahan

terhadap abad 18--tidak keluar dari batas-batas gagasan ilmu itu juga. Tentu saja, Hans-Georg

Gadamer menunjuk pada gagasan atas penyempurnaan ini, atas ”formasi-diri atau

pengolahan”, sebagaimana ”barangkali gagasan agung abad 18”, memberikan Rasio

Pencerahan ”sebuah muatan baru secara mendasar”, dan menciptakan pernafasan pada

atmosfer itu juga dengan ilmu human abad 19” (1975, h. 10). Gagasan progresif ini adalah

tangkai yang tak dapat dihindarkan dari fitur ekonomi masyarakat Barat: syarat kapitalisme

industri atas perubahan dan pergerakan serta titik tekan akibatnya pada ”kebaikakn dan

kebaruan” serta kemajuan yang tidak dapat dihindarkan (Wallerstein 1990, h. 37). Tapi asal

usul dan perkembangan gagasan atas kemajuan berakar seolah-olah dalam pesona peradaban

klasik tentang pengetahuan dan keyakinannya pada "pengetahuan obyektif" (Nisbet 1980).

Gagasan pengetahuan ilmiah yang sangat sentral untuk peninggalan peradaban Barat

dan untuk periode Pencerahan abad 18, dikonsepsikan sendiri sebagai proyeksi semua

kemanusiaan--"kemanusiaan datang dari zaman" milik Kant atau penggambaran Diderot atas

filsafat sebagai panduan umum kemanusiaan. Karena tidak ada batas-batas nasional untuk

"rasio kritis" Pencerahan. Sungguh berlawanan, ilmunya akan membantu semua orang dan

perubahan seluruh dunia, bahkan dalam rintangan besar atas ketidaktahuan, perbudakan, dan

barbarisme. Keyakinan ini mencakup ilmu sebagai kekuatan progresif bagi pembebasan

manusia terletak pada gagasan bahwa pengetahuan ilmiah (sebuah metode universalnya

Page 98: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 98

sendiri) mengikuti hukum-hukum universal yang penemuannya menuntun semua orang menuju

takdir alamiahnya. "Fondasi satu-satunya bagi kepercayaan dalam ilmu alam", Condoret

menyatakan,

adalah gagasan ini, bahwa hukum-hukum umum mengatur fenomena alam

semesta, diketahui atau tidak diketahui, adalah perlu dan tetap.... Kemajuan ilmu

memastikan kemajuan seni dan pendidikan, yang sebaliknya ia memajukan ilmu itu

sendiri. Pengaruh timbal balik yang aktivitasnya terus menerus diperbarui, patut

dianggap sebagai salah satu dari sebab-sebab yang paling kuat dan aktif yang

bekerja bagi kesempurnaan umat manusia.

(Condoret [1794] 1973, h. 803, 805)

Menurut pengamatan kontemporer, gagasan-gagasan pervasif ini dan narasi-narasi

yang mengiringinya--pembebasan kemanusiaan dan persatuan serta universalitas

pengetahuan--memberikan kehidupan dan bentuk-bentuk spirit moralitas kolektif tersendiri,

ketaksadaran politik, dan identitas nasional kita. Dalam melakukan demikian, mereka

menjadikan ilmu kita sejenis kebenaran abadi dan pembuktian kebenaran manusia. Ilmu

sebagai penjelmaan praktis dari rasio impersonal, kemudian, membawakan Barat dengan

kisah-kisah kita yang paling mulia dan paling vital.

Universalisme metode-metode ilmu dan obyeknya --hukum-hukum alam, terhadap

manusia, dan terhadap masyarakat-- memaksudkan bahwa etos ilmu meletakkan

keobyektifannya dan karakter impersonal. Tentu saja, ilmu menghadirkan rasio impersonal

dalam bentuk terlengkapnya. Dalam istilah umum, kebenaran ilmu tidak bergantung pada

personal atau sifat sosial ilmuwan --bangsa, agama, ras. Kenyataannya, terdapat pertimbangan

tidak relevan pada usaha ilmiah dan bertentangan dengan tujuan-tujuannya: ”universalisme

ditanamkan dalam karakter impersonal ilmu” (Merton [1942] 1990, h. 69) dan sesuai dengan

pelaksanaan dan standar masyarakat demokrasi. Karena ilmu dan pemerintahan demokrasi

menegakkan dalam prinsip gagasan bahwa partikularisme bukan tempat sebagai kriteria bagi

pengejaran kebenaran ilmiah ataupun dalam hal keadilan politik. Sementara kepedulian sejarah

dan sosiologi pada "suku ilmiah" (Clarke 1969) tidak diragukan lagi akan menyingkap susunan

berbeda nan kompleks atas gagasan-gagasan dan praktik-praktik mengenai pendirian universal

ilmu, termasuk kriteria oleh ilmuwan mereka sendiri, universalisme memberi definisi singkat

apa, pada prinsipnya, ilmu. Akhirnya sampai sekarang.

Selama setengah abad terakhir ini gagasan ilmu universal berjalan lambat sekali tetapi

secara meyakinkan ditentang oleh gerakan intelektual dan gerakan sosiopolitik, yang berpikiran

berbeda dalam banyak respek pada yang lain (other), berbagi skeptisisme tentang posibilitas

dan bahkan ilmu umum tentang manusia dengan asumsi rasionalisnya mengenai penerapan

ilmu bagi kemajuan manusia. Bermacam-macam perkembangan intelektual, diarahkan

Page 99: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 99

melawan positivisme, secara efektif berhasil meruntuhkan tempatnya sebagai fondasi filsafat

sosial dan sebagai metode ilmu sosial terpilih. Para Hermeneut, strukturalis, postrukturalis, dan

teoritisi budaya dalam jajaran disiplin --antropologi dan sosiologi, filsafat, kajian kesusastraan,

dan sejarah-- bersaing menawarkan metode-metode bagi disiplin dan praktik pengetahuan.

Model-model yang mereka sertakan, terutama mengenai teks dan penafsirannya atau model

"bahasa" (memahami melalui teori atau retorika, representasi, atau wacana), menyoroti

bangunan konsepsi dan bahkan karakter artifisial obyek-obyek penelitiannya; dan juga,

memberi perhatian pada problem pengambilan obyek-obyek segala penelitian "obyektif". Dalam

istilah "teori interpretasi", memahami sesuatu--memahami gestur manusia, tanda tertulis, atau

teks tertulis--meliputi "mode yang tidak dapat direduksi lagi terhadap apa yang dapat

dimengerti" (Ricoeur 1976, h, 72). Pemahaman berbeda tentang eksplanasi, yang

membedakan pencarian ilmu pada sebab musabab melalui penemuan hukum-hukum dan

gagasan yang mengiringinya mengenai "realitas" sebagai sesuatu yang berdiri atas dirinya

sendiri, yakni, bagian dari interpretasi kita atasnya.

Selama periode yang sama--kasarnya setengah abad terakhir--kehidupan intelektual

kontemporer dikepung krisis rasionalitas dan apa yang disebut sebagai "momok relativisme....

gentanyangan" di belakang dan di bawah perdebatan dan dialog tersebut (Bernstein 1983, h. x-

xi). Orang-orang yang terlibat, dia mennyatakan, melontarkan pertanyaan kritis mendalam

mengenai kategori-kategori, perbedaan-perbedaan, dan bias-bias yang membentuk budaya kita

dan kehidupan sehari-hari kita sejak abad 17. Antropolog James Clifford (1986, h. 10), dalam

penilaiannya sendiri atas representasi baru-baru ini, setuju dengan respek kepada signifikasi

sejarah atas krisis baru-baru ini: kritik kontemporer diarahkan melawan "keyakinan Barat yang

berlebihan, wacana-wacana karakteristik". Bagi orang-orang yang terlibat, gagasan ilmu dan

pengetahuan universal itu pulalah yang metode dan strukturnya memahami kebenaran,

ketentuan terakhir dalam obyek, atau pembongkaran realitas menjadi problematis atau, dalam

beberapa bagian, mencurigakan. Dalam perbedaan yang tajam terhadap pernyataan bahwa

metode ilmiah menemukan dan menggambarkan alam semesta obyektif, pendekatan ini

berpendapat bahwa "realitas" adalah relasional, tanda kutip menunjukkan status relatif dan

problematis mengenai apa itu realitas: apakah riil itu dipahami melalui keterkaitannya pada

wacana-wacana khusus atau pada "kode-kode" atau konvensi-konvensi" pikiran dan tindakan.

Dan padahal, sebelumnya, metode-metode ilmiah diperlakukan untuk mendirikan obyektifitas,

sekarang "obyektifitas" dilihat sebagai sesuatu yang diskursif; subyektifitas personal dan

otoritas budaya mencatat bahkan menguraikan seperti "penyelenggaraan rekaan satu sama

lain" (Clifford 1985).

Sebagai bagian dari perkembangan ini--pemberian arti relatif dan pembatasan konteks

pengetahuan dan penyebaran pespektif ini lebih lanjut--konsep "budaya" menjadi garis

terdepan diskusi-diskusi ini (Robertson 1992, Bab 2). Ia bahkan mungkin dikatakan bahwa

Page 100: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 100

penggunaan konsep itu telah berkembang dan memperoleh momentum sebagai penghukuman

berkenaan dengan "tirani Metode" (Bernstein 1983, h. xi) dan usaha ilmiah telah menberdirikan

mereka sendiri. "Budaya" dipahami sebagai keberubahan, lemah, dan sepenuhnya manusia

dan daerah kesatuan pengalaman dan pengetahuan, dioperasikan sebagai kategori yang

merepresentasikan apa yang bukan rasio universal. Gagasan tentang budaya itu pula yang

benarbenar sesuai dengan pendekatan yang "meletakkan lebih historis, non algoritma,

pemahaman fleksibel rasionalitas manusia, salah satu yang menyoroti dimensi tak terucapkan

dari penilaian dan imajinasi manusia serta peka terhadap kemungkinan tak terduga dan

menemukan keaslian yang baru dalam situasi-situasi tertentu" (Bernstein 1983, h. xi). "Budaya"

memungkinkan kita untuk merepresentasikan pluralitas, kesatuan, dan fitur-fitur lokal eksistensi

sosial kita, untuk menekan perbedaan melebihi kesatuan, untuk menegaskan gagasan

konstruksi melebihi esensi, untuk "memerangi totalitas" (Lyotard 1984, h. 82). Dalam istilah

politik, "budaya" menyediakan bagi masyarakat dunia untuk bercakap-cakap dengan yang lain,

untuk berpikir melampaui asal usul mereka sendiri, dan untuk memasuki dunia dimana

perbedaan memperoleh artinya sendiri (Bhabha 1994); "budaya" memungkinkan kita untuk

berbicara melintasi dan diantara budaya-budaya di waktu ketika "budaya global" sedang

berlangsung (Featherstone 1990). "Budaya" juga sebuah bentukan, melalui bentukan itu

kapitalisme Barat menjadi istilah-istilah bersama problem "universalisme" dalam wajah

perbedaan (rasisme dan sexisme) dan perubahan (Wallerstein 1990).

Bahkan dalam ilmu sosial, "budaya" (konsep dan teori) melayani lebih luas kebutuhan

dalam pemikiran kita, fungsi yang lebih luas dari pada sebagai sekedar perangkat bagi

penelitian sistematis. "Budaya" merupakan "obyek problematis baru" (Clifford 1986, h. 3)

beberapa disiplin, karena ia memberi arti pengertian kontemporer kita tentang ketidaktetapan,

secara global dibentuk tapi secara lokal merupakan tanah lapang dari praktik-praktik kolektif,

secara tertentu menyingkap bentuk-bentuk representasi (imej, simbol, gagasan, wacana, teks).

Ia juga menandakan keadaan kontemporer berpaling pada kehidupan sehari-hari, pada politik

makna dan penandaan, dan penyingkapan metafor-metafor yang digunakan dalam ilmu sosial

sekarang ini--hal itu dari bahasa dan tektualitas. Semua ini adalah apa yang "budaya" dan

"studi budaya" hadirkan (dan menghadirkan kembali)-- sejenis "menggantikan" secara tetap

usaha ilmiah beberapa masyarakat-dunia kita. Dalam kata seorang juru bicara paling penting

dari studi budaya, studi budaya "memegang pertanyaan teoritik dan politik dalam sesuatu yang

sungguh tak terpecahkan tapi ketegangan permanen....[membolehkan] seseorang untuk

mengganggu, mengacaukan, mengacak-acak yang lain, tanpa mendesakkan beberapa

penutup teoritis akhir" (Hall 1992, h. 284).

Oleh karenanya, kita dapat berbicara tentang "penemuan budaya", yakni,

penggunaannya untuk menafsirkan masyarakat, kelompok, dan peradaban namun tidak untuk

menghadirkan mereka (Wagner 1981). Kita dapat menafsirkan "penemuan budaya" ini sebagai

Page 101: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 101

sebuah strategi beberapa intelektual Barat yang ketertarikannya dengan "kawasan makna dan

identitas" dan yang dunianya membuat ia "bertambah sulit untuk melekatkan identitas manusia

dan makna kepada pertalian ”budaya” atau mungkin ”bahasa” (Clifford 1988, h. 95). Bagi

mereka (dan, mungkin, bagi yang lain juga), "budaya" memberi arti pecahan "narasi-narasi

besar" (Lyotard 1984) peradaban Barat, dari narasi-narasi besar itu ilmu rasional adalah narasi

terbesarnya.

Tapi siapa dan apa turunan narasi besar ini? Siapa atau apa yang membuat ilmu

menjadikan sesuatu yang diproduksi atau dibentuk? Bagaimana ilmu rasional dan klaim

keuniversalannya menjadi tidak mungkin? Bagaimana kita menjadi berbicara seperti yang kita

lakukan saat ini, tentang "budaya atas ilmu?" Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut

tidak diragukan lagi banyak terdapat dalam gerakan sosial dan politik sebagaimana mereka

lakukan dalam perkembangan intelektual dalam setengah abad terakhir. Walaupun Saya tidak

akan meletakkan mereka di sini, jawaban mesti juga datang dari ilmu itu sendiri, kritik-diri dan

fitur-fitur non dogmatiknya, responsifnya pada perkembangan sosial dan budaya, dan

skeptisismenya mengenai otonominya berhadap-hadapan dengan konteks sosiopolitik, dalam

sosiopolitik itu ia bekerja. Semua ini mengundang dan mempromosikan "budaya atas

pengaduan" (Hughes 1993) bahkan menentang dirinya sendiri.

Karena keutuhan pada gagasan itu pula atas obyektifitas ilmiah adalah gagasan ilmu

sebagai usaha mengoreksi diri, mengundang reinterpretasi sistematik dan teratur atas

metodenya sendiri dan obyek-obyek studinya. Rasionalitas ilmiah, masih dapat, membawakan

transformasi atas usahanya sendiri (Harding 1991, h. 3-4). Obyektifitas ilmiah juga termasuk

standar-standar integritas profesional yang dapat melayani untuk melegitimasi penelitian

seksama dari ilmuwan ke ilmuwan. Dalam kasus yang tidak banyak diketahui dari David

Baltimore (ilmuwan universitas Rockefeller dan peraih Nobel yang menolak untuk menyelidiki

dugaan-dugaan tanpa bukti atas pemalsuan catatan-catatan penelitian), ilmuwan muda Margot

O'Toole, yang membuka kasus tersebut, mendesak bahwa dia sekedar memelihara tanggung

jawabnya pada integritas ilmiah (Hilts 1991; 1992), dengan demikian penggambaran gagasan

ilmu itu juga untuk memunculkan pertanyaan-pertanyaan sulit mengenai validitas karya ilmuwan

senior. Tentu saja, fitur-fitur skandal dari kasus ini berasal dari publik dan pengakuan

profesional bahwa Baltimore dan sejumlah koleganya melanggar standar profesional yang dia

dan mereka harapkan untuk tegak: kritik-diri dan praktik-praktik serta prosedur-prosedur

sistematis, pada prinsipnya, justru apa yang metode ilmiah nyatakan untuk menjadi. Karena

alasan ini, pemeriksaan-pemeriksaan, kritik ilmu akan memasukkan ilmuwan mereka sendiri

yang menganggap sebagai barisan kritik ilmu (feminis, environmentalis, anti pengembangan

nuklir, dan lainnya).

Pertanyaan-pertanyaan mengenai siapa yang meletakkan dasar-dasar bagi kritisisme

baru-baru ini atas ilmu dan praktiknya yang tidak dapat dihindarkan meliputi pemikiran

Page 102: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 102

mengenai apakah ilmu itu: bagaimana ilmu itu bukan sesuatu, dan tentu bukan sesuatu yang

univokal. Agaknya, ilmu adalah variabel historis. Seperti beberapa fitur pokok masyarakat

industri, perubahan ilmu, sebagaimana tempatnya dalam masyarakat kontemporer--seperti

letaknya dalam pemerintahan, dalam perang, dalam kebijakan dan perencanaan sosial. Seperti

pada kritik ilmu, keluasan otoritas ilmu dan kuasanya dalam setengah abad ini tentu

mempengaruhi munculnya gerakan untuk menentang dan untuk meneliti dengan cermat

praktik-praktik ilmu. Di Amerika sekarang ini, jumlah ilmuwan mendekati 1 juta dan bagiannya

dari anggaran pemerintah $25 milyar; pada 1940 hanya sekitar 200 ribu ilmuwan, anggaran dari

pemerintah $70 juta (Hilts 1992). Dirumuskan berbeda, angka pertumbuhan bagi ilmu jauh lebih

besar dari pertumbuhan income nasional (Rose dan Rose 1969, h. 4). Jadi pertanyaan atas

legitimasi ilmu muncul tepatnya selama periode ekspansi ilmu dan bertambahnya pengaruh

serta kuasa dalam masyarakat modernitas lanjut. Keluasan fungsinya, dalam beberapa cara,

secara aktual melayani untuk meruntuhkan otoritasnya serta kredibilitasnya dalam masyarakat

luas sebagai tidak memihak, manusiawi, berusaha obyektif. Tapi ia juga akan berbicara bahwa,

dalam beberapa respek penting, walau tentangan berat untuk praktik-praktik ilmu, "gajah

bahkan tidak mengibaskan belalainya atau tampak melihat sekilas" ke pengganggunya (Bleier

1986, h. 1). Baik konsekuensi atau bukan, ini akan menjadi isu yang akan Saya bicarakan

kemudian.

ILMU DIKECAM

Sejarah ilmu baru-baru ini dibuat oleh beberapa gerakan berbeda dari kritik yang tekun

menampilkan penyelewengannya dan meruntuhkan otoritasnya. Sebagian, gerakan ini

menghadirkan minat publik, seseorang yang bertanggung jawab untuk bertambahnya bahaya

dan resiko yang bertambah dari pengembangan teknik dan kedokteran: nuklir dan perang

kimia, lingkungan dan sumber polusi kimiawi dan penyakit, kecelakaan destruktif pada alam

sebagai sumber minyak, bahaya yang mengiringi pengobatan dan pembedahan medis baru.

Kenyataannya, gerakan lingkungan, kelompok anti nuklir, aktifis pelindung binatang, dan

lainnya secara efektif menampilkan penipuan-penipuan besar dan penyelewengan praktik-

praktik ilmiah dan pengaruh perubahan dalam peyembuhan dan eksperimen yang

menggunakan "subyek-subyek manusia" dan binatang-binatang lain, penggunaan berlebihan

obat-obat penyembuhan dan terapi bagi populasi terlembaga, penyembuhan medis-hina pada

perempuan, serta eksploitasi pekerja dan tentara melalui pembukaannya pada pengobatan

medis dan teknologi kehidupan.

Selama lebih dari dua dekade, kritik ilmu, terutama feminis, menghadirkan oposisi

hebat kepada institusi ilmu dan teknologi. Kelompok terorganisir perempuan melancarkan

serangannya pada dua barisan--politik dan intelektual. Di tempat pertama, mereka meminta

perbaikan dalam praktik-praktik medis meliputi perempuan sebagai klien (melahirkan, diagnosa

Page 103: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 103

dan penyembuhan kanker rahim dan payudara, aborsi, wali keibuan, dan sebagainya). Dalam

prosesnya, mereka mengklaim berbicara untuk orang lain yang dimarjinalkan oleh institusi dan

menegakkan praktik-praktik medis sesungguhya bagi mereka. Protes oleh perempuan juga

meluas pada institusi besar hukum, politik, dan kesejahteraan sosial. Dalam prosesnya, feminis

dan yang lain jelas memiliki peran dalam meruntuhkan reputasi ilmu sebagai kemajuan

manusia dan secara umum melangsungkan upaya tersebut. Di universitas-universitas, feminis

mengkritik mengenai tidak dimasukkannya perempuan dalam ilmu-ilmu (lihat Rossi 1965 untuk

pernyataan awal; Rose 1986 dan Hubbard 1990, Bab 3-4 untuk tinjauan yang lebih baru), dan

juga dari semua bidang-bidang "produksi pengetahuan" yang lain dalam masyarakat

kontemporer (hukum, kebijakan sosial dan pemerintahan, profesi akademik, dan sebagainya).

Tindakan perempuan sebagai individu-individu dan dalam kelompok perempuan juga sangat

mencolok dalam peran-peran aktifnya sebagai pemimpin dan mobilisator dalam gerakan

perdamaian Amerika 1980-an (Lofland 1993), dan juga dalam gerakan lingkungan dan ekologi

di periode yang sama. Masing-masing memfokuskan serangan politiknya pada praktik-praktik

"imperialis" Amerika dan penegakan ilmiah Barat yang lain: negara, dalam kasus mesin dan

teknologi perang nuklir; korporasi multinasional yang dibantu oleh negara-bangsa, dalam kasus

pelaksanaan penghamburan dan pengrusakan lingkungan.

Kritik-kritik feminis

Feminis tersebut, yang keberadaan dan audiens utamanya adalah universitas-

universitas, memulai serangannya pada ilmu dan penegakan ilmiah dengan pencatatan, yang

sudah berjalan lama, peminggiran perempuan dari semua bidang dan profesi yang dihadirkan

universitas. Feminis membuka kedok apa yang digambarkan secara ringkas sebagai " bias laki-

laki" yang menjalankan konsep-konsep, teori-teori, metode dari banyak disiplin akademik:

misalnya, tulisan kritis awal tampak dalam fisika (Keller 1978; 1985); dalam filsafat (Harding dan

Hintikka 1983); dalam sejarah (Janssen-Jurreit 1980); dalam psikologi (Gilligan 1979; 1982;

Sherif 1979); dalam sosiologi dan teori sosial (Bart 1971; Bernard 1973; Smith 1987, lihat h. 22,

n. 7). Tubuh penelitian ini menjadi jelas bahwa ilmu (ilmu dan teknik, termasuk ilmu sosial) jauh

lebih sistematis meminggirkan perempuan dari pada disiplin-disiplin lain (Rosser 1986; National

Science Foundation 1982). Dengan respek kepada ratusan perempuan yang berhasil

meletakkan ilmu, feminis mencatat, yang sudah lama dan baru-baru ini, pemencilan perempuan

dan pekerja berstatus rendah serta dianggap rendah dalam bidang usahanya (Weisstein 1977;

Tertanda 1978; Vetter 1980; Rossiter 1982).

Studi-studinya juga mencatat praktik yang meluas, sampai sangat baru-baru ini,

mengenai peminggiran perempuan sebagai subyek penelitian dalam studi-studi ilmiah.

Kesetaraan penting sebagaimana peminggiran ini merupakan praktik umum dari studi-studi ini

untuk mengeneralisir temuan-temuannya kepada laki-laki dan perempuan. Dalam ilmu

Page 104: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 104

kedokteran dan dalam psikologi, misalnya, ini menuntun perempuan pada ketidaktahuan

sistematis atas fitur-fitur berkembang dan kondisi-kondisi ganjil medis. Apa yang kita pikir

bahwa kita mengetahui secara psikologis dan medis "perkembangan manusia" merupakan,

dalam dampaknya, pengetahuan dari perkembangan laki-laki (Berkeley et al. 1986). Praktik-

praktik seperti ini menyingkap kewajaran persepsi "androsentris", dimana laki-laki berdiri

sebagai ukuran dari semua keberadaan manusia, sebuah persepsi bahwa ilmuwan laki-laki

gagal mempersepsi, seperti mereka, hampir tanpa pengecualian, gagal menghasilkan

pengetahuan sistematis dan tanpa prasangka tentang kesehatan perempuan dan tubuhnya

(Longino 1990, h. 129ff.). Memberi angka tinggi pada kanker dan kerusakan hati perempuan,

misalnya, secara sedikit relatif mengetahui mengenai etiologi dan penyembuhannya. Awal kritik

feminis pada ilmu memulai dengan pertanyaan-pertanyaan: "Apa dasar ketidaktahuan dari

perempuan ini?", "Apakah itu mengenai ilmu--atau mengenai perempuan--atau mengenai

feminis--yang menjelaskan ketidakhadiran nyata suara feminis dalam ilmu alam?" (Bleier 1986,

h. 1). "Apa yang akan dilakukan mengenai situasi perempuan dalam ilmu" atau tentang

pertanyaan perempuan dalam ilmu" (Harding 1986, h. 9)? Apakah yang dilakukan sekarang

dimaksudkan untuk perempuan?

Dalam banyak kasus, pencatatan peminggiran ilmu atas perempuan dari praktik ilmu,

bagaimanapun penting dalam meruntuhkan klaim-klaim ilmiah tentang obyektifitas dan

universalisme, bukankah, dalam dunianya sendiri, terdapat kritik radikal terhadap ilmu--yakni,

seseorang yang membawa kepada pertanyaan klaim-klaim yang mendasari usaha ilmiah,

terutama klaimnya pada rasionalitas ilmiah. Karena bagaimanapun banyak praktik-praktik

diskriminasi terhadap perempuan dicatat, ini tidak meruntuhkan klaim-klaim ilmu kepada

universalisme dan obyektivismenya. Karena responnya pada praktik-praktik ini sekedar akan

membetulkannya melalui praktik-praktik yang lebih jujur dan lebih pantas--dengan membuat

ilmu tak ilmiah jadi lebih ilmiah.

Keberatan pada ilmu jauh lebih seksama terdapat dalam jenis studi feminis yang lain

dan yang berbeda, terutama yang menunjukkan bagaimana konsep-konsep dan teori-teori

ilmiah, seperti biologi, immunologi, dan psikologi, memuat di dalamnya gagasan dasar secara

historis dan budaya tentang legitimasi historis status subordinat perempuan. Misalnya, karya

Bleier (1984) mengenai teori-teori dan penelitian biologi memperhatikan bagaimana

sumbangsih ilmu biologi untuk elaborasi penyingkapan gagasan-gagasan tentang inferioritas

biologis perempuan--gagasan yang melegitimasi status sosial inferior perempuan dalam

peradaban Barat. Haraway (1989), Longino dan Doell (1983), dan Longino (1990) memberikan

penelitian yang membicarakan bagaimana tepatnya konsep-konsep dan interpretasi-interpretasi

"androsentris" dan "sexist"16 memasuki primatologi dan evolusioner dan praktik-praktik

16 Longino (1990, h. 129) membedakan "androsentrisme" (persepsi dunia dari titik pijak laki-laki yang gagal mempersepsi secara akurat atau menggambarkan kehidupan perempuan) dan "sexisme" (praktik-praktik yang berasumsi atau melegimimasi subordinasi perempuan dapa laki-laki). Karya Harding, seperti kebanyakan penulis feminis terkemuka yang lain, juga memperlakukan perbedaan ini (1986; 1991).

Page 105: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 105

penelitian (i.e., melalui konsep-konsep dan hipotesa-hipotesa, dalam desain penelitian aktual,

dan dalam kumpulan serta interpretasi data). Karya Haraway dalam sejarah ilmu (1989, Bab

10; cf. Harding 1991, h. 209-211; 1986, h. 233-239) memeriksa bagaimana makna-makna ras

dan jender dibudayakan dan orang-orang Afrika memasuki primatologi dari bangsa dan budaya

yang berbeda (misalnya, orang India, Jepang, Amerika) merefleksikan konsepsi berbeda atas

alam dan masyarakat. Karya Haraway memperlihatkan bagaimana gagasan-gagasan

primatologi dapat dibaca sebagai bagian dari nasional tertentu dan wacana politik budaya

tertentu yang melayani sebagai pelegitimasian skema dominasi politik (lihat diskusi Longino

1990, h. 209-214). Bentuk-bentuk penelitian ini memasukkan pandangan terhadap obyek-obyek

primatologi--binatang-binatang menyusui tingkat utama dan tingkah lakunya--sebagai obyek

sosiobudaya yang melayani sebagai "sumber untuk pemberian" (Haraway 1991, h. 197). Atau,

untuk mengambil contoh dari ilmu biologi dan evolusioner dan untuk menggunakan metafor

berbeda, tubuh manusia laki-laki dan perempuan dari spesies berbeda melayani sebagai ruang,

pada ruang itu prasasti sosiopolitik dapat ditulis. "Alam", dalam kalimat Haraway, "hanya meteri

kasar budaya, menyediakan, memelihara, memperbudak, mengagungkan, atau sebaliknya

membuat lentur untuk diperlakukan oleh budaya" (1991, h. 98; cf. Angier 1994). Bagaimanapun

perbedaan metode-metode penelitiannya, Hubbart (1990, Bab II) juga menunjukkan bagaimana

dalam bidang-bidang politik dan proses-proses evolusioner, seksualitas manusia, dan

perbedaan seksual diberi arti dan diurai melalui studi-studi ilmiah. "Alam adalah bagian dari

sejarah dan budaya", Hubbart berpendapat, "bukan sekitar yang lain". Hubbart (1990, h. 1) dan

Bleier (1984; 1986) memberikan tinjauan yang sangat meyakinkan mengenai "perbedaan sex",

mereka memfokuskan dalam studi biologi mengenai struktur otak, hormon, gen; keduanya

menyimpulkan bahwa penelitian tidak memberikan dukungan empiris bagi minat pikiran ilmiah

yang sudah berlangsung lama ini. Hubbart juga menyatakan bahwa konsep "perbedaan sex"

sendiri tak dapat dielakkan adalah politik dan moral, dan berhubungan dengan dominasi atas

perempuan dan legitimasinya. (Fokus ilmu pada "perbedaan", dia berpendapat di sini, juga

dampak-dampak penting pelegitimasian bagi perbedaan kelas dan ras.)

Seluruh tinjauan Longino (1990, Bab 6-7; cf. Harding 1986, Bab 4, tinjauan Longino

dan Doell 198) mengenai studi perbedaan sex dalam bidang antropologi fisik, psikologi

psikologis, dan endoktrinologi memeriksa hipotesis-hipotesis (dan latar belakang asumsinya)

dan data dalam keteraturan untuk mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan utama filosofis

mengenai penelitian ilmiah. Analisis dan simpulannya mengenai penelitian perbedaan sex

adalah hal tersendiri, dalam beberapa respek, dari kritik yang lain. Berhubungan dengan kritik

feminis yang lain, Longino termasuk moderat dengan mengusulkan "epistemologi kontekstual".

Dia tidak memegang pandangan bahwa metode ilmiah, termasuk fokusnya pada "perbedaan",

sudah menjadi sifatnya androsentris (meski dia secara teratur mengidentifikasi asumsi-asumsi

sexist dan androsentris dalam pelaksanaan pada beragam tahap studi ilmiah). Metode

"kontekstual"nya memandang ilmu sebagai suatu usaha yang memasukkan dirinya sendiri

Page 106: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 106

dalam kesanggupan dan syarat untuk memeriksa asumsi-asumsi dan kepentingan-kepentingan

terhadap kerja penelitian ilmiah--nilai-nilai ilmu sendiri (nilai-nilai "konstitutif"), seperti akurasi

dan kemungkinan meramalkan, latar belakang asumsi-asumsi (atau "kontekstual" atau nilai-nilai

sosiobudaya). Sementara yang disebut belakangan ini sering mengelakkan penilaian empiris,

mereka jelas memberikan lingkungan dan jiwa khas suatu bangsa (etos), dalam lingkungan dan

etos itu kerja ilmiah bekerja. Praktik-praktik ilmiah dan nilai kontekstual eksis "dalam dinamika

interaksi" (Longino 1990, h. 5), dan, kenyataannya "struktur kognitif dan logis penelitian ilmiah

membutuhkan interaksi demikian" (h. 185). Pelukisannya atas praktik-praktik ilmiah masih

menahan (melawan kritik-kritik feminis lain) demi kapasitas ilmuwan dan/atau audiensnya untuk

menguji secara reflektif bagaimana nilai-nilai kontekstual dan kepentingan-kepentingan--

sementara, pada prinsipnya, bagian luar untuk penyelidikan-penyelidikannya--secara aktual

beroperasi pada semua tingkat penelitian dan analisa (deskripsi, presentasi, dan interpretasi

data). Masih, bersama-sama dengan kritik rekannya yang lain, menolak sama sekali gagasan

dan tujuan dari ilmu bebas nilai dan mengusulkan bagaimana ilmu feminis (dan juga secara

politik yang lain menjalankan penelitian-penelitian ilmiah) dapat beroperasi sebagai ilmu peka

politik (1990, Bab 9). Dia juga menggunakan pikiran revisionis atas "ideologi" yakni sepenuhnya

konsisten dengan memberlakukan pandangan-pandangan kritik feminis lain: ideologi melayani

fungsinya yang sudah berlangsung lama sebagai pedang ilmiah atau pengetahuan filosofis.

Karena ideologi mengoperasikan seluruh ilmu mainstream, dan "kontra ideologi" dapat

digunakan untuk menunjukkan dan untuk mengubah keberadaan ilmu (1990, h. 187). Oleh

karenanya, ideologi sekarang menduduki tempat yang menjadi haknya dalam ilmu dan

mengarahkan jalan ilmu "baru".

Minat saya sendiri pada kerja kritik feminis adalah untuk menaksir apa yang

memungkinkan akan menjadi (dan telah menjadi) hasil (praktis dan teoritis) kritisismenya--dan

untuk siapa. Bagi Saya, jawaban bagi pertanyaan "untuk siapa?" adalah yang paling besar

artinya. Sementara Saya akan langsung membicarakan pertanyaan ini pada kesimpulan bab

ini, Saya akan memulai dengan mengatakan bahwa dampak terbesar feminis--dengan tidak

memaksudkan yang bertalian--menjadi terasa dalam universitas. Argumen teoritisnya (bersama

dengan penelitian pendukungnya) bahwa ilmu adalah budaya bergema melintasi ilmu sosial

dan ilmu human, membuka penelitian lintas disiplin dalam dasar-dasar budaya mengenai

pencarian pengetahuan dan rasionalitas. Bagaimanapun banyaknya perbedaan yang

memisahkan kritik-kritik feminis yang paling penting (perbedaan yang menduduki dan

persoalannya lebih banyak dari pembacanya, Saya meragukan), kritik feminis sama dalam

desakannya bahwa ilmu dipahami dan diperiksa sebagai keseluruhan aktifitas budaya dan

sosial. Saya memasukkan disini--mendaftar kritik-kritik utama dan posisinya yang paling

karakteristik--argumen Sandra Harding (1986) bahwa ilmu sosial kritis dan refleksi-diri akan

menjadi model bagi semua ilmu sosial (1991); konsepsi Donna Haraway mengenai

pengetahuan ilmiah sebagai "pengetahuan yang disituasikan" (1988; 1991, Bab 9) yang

Page 107: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 107

memasukkan gagasan tentang pengetahuan ilmiah sebagai kebenaran retoris, dia terutama

sekali menggunakan pandangan Foucault (1982) tentang obyek-obyek ilmiah sebagai "obyek-

obyek yang dibentuk", dan desakannya pada "perspektif parsial" melebihi relativisme dan

holisme--masing-masing menjalankan posisi "konstruksionis sosial" radikal; pandangan Helen

Longino tentang ilmu sebagai "pengetahuan sosial" dimana nilai-nilai sosial memainkan

peranan aktif dan penting dalam perkembangan terus menerusnya; dan pandangan Ruth Bleier

tentang ilmu sebagai "tubuh pengetahuan yang dihasilkan secara sosial dan institusi budaya"

(1986, h. 2). Biologi (bidang dasar studi Bleier) adalah sekumpulan gagasan dan praktik yang

memproduksi dan mengalamiahkan konvensi pikiran dan perasaan dalam budaya luas.

Sosiologi dan "teori materi" Hilary Rose (1986; 1994) memandang kerja ilmiah sebagai suatu

kejadian penting dari divisi umum pekerja sex dalam masyarakat--pandangan yang menolak

kepalsuan-kepalsuan ideologi ilmu seperti "bebas jender", strategi tertentu untuk ilmu

menyangkal dirinya atas budaya, menyatakan dirinya sendiri, "budaya dari bukan budaya"

(1994, h. 2; cf. Aronowitz 1988). Sumbangsih Dorothy Smith pada teori sosiobudaya atas ilmu

(1987; 1990a; 1990b) terdiri dari dua dekade karya dan penelitian, dalam penelitian itu dia

memeriksa pengetahuan psikiatri dan ilmu sosial sebagai bagian vital dari strategi kompleks

untuk putusan, pelaksanaan, pengelolaan kehidupan perempuan.

Ilmu-sebagai-perspekti budaya juga penting bagi gerakan politik dan gerakan dari kritik

ilmu. Secara politik, feminis dan kritik lain terhadap ilmu--aktifis perdamaian, aktifis anti nuklir,

ekolog--melancarkan gerakan sosial pada 1960an dan 1970an yang menentang gagasan

otonomi ilmu dari kehidupan sosiobudaya, menarik perhatian pada hubungan politis dan praktis

terhadap institusi-institusi politik, bisnis, dan militer. Gerakan ini tidak diragukan lagi

mempengaruhi bagaimana ilmu ditafsirkan dalam kesadaran populer, meruntuhkan,

sebagaimana mereka dan yang lain lakukan, pandangan yang sudah berlangsung lama tentang

ilmu sebagai usaha netral secara fundamental, tak dapat dipisahkan--secara praktik, politik,

budaya--dari sosial dan lingkungan ideologisnya. Pernyataan feminis, tapi sejumlah besar yang

lain yang ikut serta dalam menentang ilmu dan sejarah destruktif teknologi dan masa depannya,

adalah bahwa pengetahuan ilmiah sendiri--fisika, kimia, biologi--beroperasi secara integral

dengan pasar, bentuk pemerintahan kita, dan institusi pembinaan perang kita. Gagasan ilmu-

sebagai-budaya tidak dapat diragukan lagi lahir dari gerakan-gerakan politik demikian, yang

melihat dalam klaim "otonomi" ilmu adalah sebuah kebohongan ideologis, sebuah gagasan

yang tidak terpencil dari uraian yang lebih lengkap terhadap ilmu sebagai formasi sosial dan

sejarah tertentu--sebagaimana epistemologi yang berfungsi sebagai "strategi pembenaran" atas

kekuasaan, wacana ilmiah, yang dalam klaimnya pada pengetahuan obyektif, merasionalkan

kepercayaan atas kekuasaan (Harding 1990, h. 87).

Gagasan ilmu-sebagai-budaya adalah juga gagasan ngambang yang dihirup oleh

sekelompok sarjana hampir di waktu yang sama. Dari ragam disiplin dan perspektif, para analis

Page 108: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 108

mempertontonkan bahwa tidak ada pengetahuan yang bebas dari pelaksanaan kekuasaan dan

bahwa beberapa dan semua pengetahuan beroperasi seperti bahasa (bentuk budaya yang

paling unggul). Ini bermaksud bahwa, seperti bahasa, pengetahuan memberi struktur-struktur

dan pelaksanaan-pelaksanaan bagi semua representasi realitas. Argumen utama--ditarik

secara prinsip dari analisis wacana, yang feminis gunakan--adalah bahwa obyek-obyek

pengetahuan dibentuk sebagai obyek penelitian di bawah atau di dalam sistem deskripsi--

deskripsi-deskripsi yang sudah eksis dalam konteks (sosiobudaya) kolektif.17 Mengambil dari

karya-karya kontemporernya, terutama sekali dalam kesusastraan dan linguistik, dan juga dari

"program kuat" dalam sosiologi ilmu (Bloor 1991), feminis mensistematiskan gagasan

kesesuaian ilmu dan semua bentuk sosiobudaya, teks-teks dan praktik-praktik. "Obyek-obyek

alami" ilmu, mereka berpendapat, sudah eksis dalam bidang sosiobudaya mengenai

interpretasi dalam cara demikian bahwa nilai-nilai sosiobudaya dan ideologi beroperasi dalam

penstrukturan penelitian ilmiah dan prosedur-prosedur; yakni, makna-makna budaya (mengenai

sifat dasar, monogami, ke-perempuan-an, tubuh, dan sebagainya) beroperasi sebagai bagian

penelitian ilmiah. Tentu saja, bagaimana ia dapat menjadi sebaliknya? Pengetahuan ilmiah

merupakan bangunan konsep dunia yang sudah diketahui dan dialami sebagai sesuatu;

pencarian pengetahuan mengira tempat kehidupan budaya, dalam kehidupan budaya itu ilmu

membentangkan dirinya sendiri.

Tapi obyek-obyek dibentuk dalam pengertian lain, juga: dalam mengerjakan ilmu--

dalam kerja ilmuwan di laboratorium--produksi pengetahuan adalah "konstruktif ketimbang

deskriptif": praktik ilmu dapat diperiksa dengan menguraikannya sebagai aktifitas budaya dalam

kebenarannya sendiri; obyek-obyek ilmiah secara teknis dihasilkan dalam laboratorium....

secara simbolis dan politis dibentuk (knorr-Cetina 1993, h. 4). Obyek-obyek ilmu—fakta-

faktanya, pelaksanaaan-pelaksanaannya, ukuran-ukurannya--adalah, meminjam kalimat

Thomas Kuhn (1970, h. 126), "berkumpul bersama kesukaran". Mereka bukan "terberi" dari

pengalaman ataupun apa yang secara langsung dilihat; mereka adalah "ketentuan paradigma".

Sebagaimana "pengetahuan" kita tentang sesuatu dipersepsi, persepsi ilmiah kita adalah

persepsi-persepsi terdidik: "Kita tidak memiliki akses langsung pada apa yang kita ketahui itu,

tidak ada kaidah-kaidah atau generalisasi-generalisasi guna mengungkapkan pengetahuan ini"

(Kuhn 1970, h. 196).

Karya Haraway (1991, Bab 9), misalnya, melukiskan dari karya para sosiologi

pengetahuan ilmiah (sociologists of scientific knowledge) (Bruno Latour, Steve Woolgar et al.),

yang karyanya meliputi studi tentang ilmu dan teknologi melalui studi pengamatan pada situs-

situs produksi ilmiah, terutama laboratorium. Sosiolog ilmu (sociologist of science) Karin Knorr-

Cetina (1993, h. 5) menggambarkan arti penting teori dari laboratorium dalam cara yang

17 Saya di sini menunjuk pada komentar Longino (1990, h. 98-102) mengenai hal ini dan identifikasinya atas "konstitusi sebuah obyek" seperti Foucault (1982). Diantara filosof pragmatis Amerika, terutama George Herbert Mead, terdapat teori yang sungguh serupa pada teori Foucault, salah satu yang sama-sama menekankan pada "diskursif". Lihat Mead 1934, h. 77-88; 1938, h. 140-153; [1917] 1982.

Page 109: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 109

menjadikan jelas bagaimana pendekatan ini membuka "kebiasaan" laboratorium, fitur biasa dan

informalnya:

Arti penting pikiran tentang kebohongan laboratorium tidak hanya dalam fakta

bahwa ia membuka bidang ini atas penyelidikan dan menawarkan sebuah kerangka

kerja budaya bagi pengerukan bidang ini. Ia berbohong juga dalam fakta bahwa

laboratorium sendiri menjadi pikiran teoritis dalam pemahaman kita terhadap ilmu.

Menurut perspektif ini, laboratorium adalah tempat (lokus) dari mekanisme dan

proses yang dapat diletakkan untuk mengurai "keberhasilaln" dari ilmu....

mekanisme dan proses ini non-metodologis dan keduniawian. Mereka tampak tidak

banyak melakukan dengan logika dan prosedur ilmiah khusus, dengan rasionalitas,

atau dengan apa yang dimaksudkan oleh ke-valid-an.... Laboratorium merupakan

lingkungan "tinggi" yang "meningkatkan" keteraturan ilmiah sebagaimana dialami

dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitan kepada keteraturan sosial. Bagaimana

perbaikan ini datang? Studi laboratorium meyakinkan bahwa ia tunduk pada obyek-

obyek alamiah.... obyek-obyek bukan campuran entitas yang diletakkan "sebagai

mereka".... laboratorium jarang bekerja dengan obyek-obyek yang terjadi di alam....

mereka bekerja dengan obyek-kesan atau dengan visualnya, auditory, elektrik, dan

sebagainya, meniru dengan komponen-komponennya, turunan-turunannya, versi

"murni"nya.

Walaupun keberatan-keberatan beberapa kritik feminis18 terhadap pengawinan hal

tersebut dalam studi sosial atas ilmu, terdapat beberapa poin penting dari kesepakatan antara

mereka. Kedua kelompok yang mengadopsi secara eksplisit pendekatan budaya pada ilmu,

dan semua implikasinya: pandangan nominalis (vs esensialis) tentang ilmu sebagai formasi

sosiohistoris kompleks mengubah dunianya sendiri dan diubah oleh dunianya; pandangan

tentang ilmu sebagai bentuk produksi pengetahuan yakni, dalam respek-respeknya yang paling

penting, yang dapat dibandingkan dalam organisasi dan praktiknya kepada bentuk-bentuk lain

produksi pengetahuan; pandangan tentang metode ilmiah sebagai ritual-ritual kompleks dan

aktifitas-aktifitas yang mempekerjakan kategori-kategori budaya, makna, dan simbol;

pandangan tentang kerja ilmiah sebagai aktifitas sosial yang dibentuk oleh wacana dan kuasa.

Tapi feminis menawarkan sesuatu yang penting dan tersendiri bagi kritisisme ilmu,

meluaskan penyingkapan gagasan tentang ilmu-sebagai-budaya dan membicarakan

kepadanya muatan politis atas beberapa konsekuensi. Sebagai kekuatan budaya dan suatu

wacana, mereka berpendapat, skema klasifikasi dan kategori ilmu, persoalan-persoalannya,

dan obyek-obyeknya atas penelitian beroperasi sebagai kekuatan ideologi. mengalamiahkan

penundukan atas perempun, sementara di waktu yang sama, membawa dirinya sendiri ke sisi

luar budaya dan sejarah, dan dengan demikian, membebaskan dari analisa budaya dan sosial

18 Lihat Rose (1994, h. 88-89) dan Harding (1991, h. 82-83) untuk contoh ini.

Page 110: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 110

(Harding 1986, Bab 5; Rose 1994, h. 97). "Persoalan dari apa yang kita sebut praktik ideologi".

Dorothy Smith menulis, "adalah bahwa mereka membatasi kita pada tingkatan konsepsi,

membungkam kehadiran dan cara berpikir atas relasi-relasi yang mendasari yang mereka

ungkapkan" (1990a, h. 37). Oleh karena itu, klaim-klaim ilmu pada universalisme, netralitas, dan

obyektifitas merupakan, dalam dampak-dampaknya, mistifikasi-mistifikasi. Apa yang secara

efektif mereka mistifikasi--disamping praktik khusus dari ilmu sendiri, mode-mode

pelaksanaannya yang dijernihkan, tata cara rahasia dan praktik-praktik yang tidak dapat

disertakan--adalah, tepatnya, operasi-operasi budayanya. Dengan menyoroti "kemunafikan dan

irasionalitas atas klaim universalistik ilmu dalam wajah jahat dan praktik-praktik diskriminasi

yang tak diucapkan", feminisme menarik perhatian kepada mistifikasi dari ilmu (Harding 1991,

h. 32).

Jika, sebagaimana feminis berpendapat, pengetahuan ilmiah adalah pemahaman

terbaik sebagai sebuah formasi budaya, kemudian ilmu dapat dibuka dan ditundukkan kepada

penelitian-penelitian sosiohistoris. Jika ilmu merupakan sebuah "konstruk sosial", maka

konstruksinya dan konstruktornya dapat dilihat. Demikian logika melayani sebagai undangan

bagi seluruh tuan rumah dari penelitian budaya ke dalam kerja ilmiah, ke dalam perkiraan atas

penelitian-penelitian ilmu, metafor-metafornya yang berlaku, metode-metode dan teknik-

tekniknya yang berkuasa, dan cara-cara tersebut dihubungkan pada ekonomi, politik, dan

budaya. Sarjana feminis meletakkan pernyataan tegas pada pandangan bahwa gagasan

budaya dan studinya, menggunakan metode-metode "ilmu budaya" (dari sosiologi, antropologi,

linguistik, studi kesusastraan, dan sebagainya), dapat digunakan untuk mengevaluasi ilmu. Ilmu

dilihat sebagai sekumpulan metode dan praktik yang hanya dapat diteliti dengan cermat oleh

dirinya sendiri dan dalam standar-standarnya sendiri atas pengetahuan dan produksi

kebenaran. Ilmu tidak kebal budaya (Aronowitz 1988, h. viii). Pernyataan tegas ini atas status

ilmu memiliki pembelanya dalam lingkungan akademik (e.g., dari hermeneutik dan teori kritis,

dari filsafat dan sejarah ilmu) dan memberikan muatan jelas bagi kritik atas penyingkapan

ortodoksi peradaban dan budaya Barat--rasionalitas, obyektifitas, dan pencarian pengetahuan

universal. Ilmu akan menduduki tempatnya yang ditinggikan di atas "masyarakat", tapi akan

berimplikasi secara mendalam dalam sejarah politiknya.19

ILMU YANG DIHASILKAN

Agenda tertentu feminis adalah untuk memperlihatkan tepatnya bagaimana

pengetahuan ilmiah "dihasilkan" dan "bias jender", produk dari tindakan partikular temuan-

temuannya--tentu saja, sama seperti tindakan sex, meliputi sebagaimana ia hanya dilakukan

19 Di belakang gagasan dan strategi politik ini terletak gagasan kontemporer, dalam "sejarah dari sejarah-sejarah", bahwa semua tulisan atas sejarah adalah politis. Hayden White (1973, "introduction") menyebut ini "karakter fiktif dari rekonstruksi sejarah", pandangan yang melawan "klaim sejarah diantara ilmu-ilmu". Studi dan tulisan atas sejarah memberi makna "fiktif" dalam pengertian bahwa kesadaran historis dipandang sebagai pendirian ideologis atau "prasangka Barat secara khusus" terhadap yang lain "kurang lebih" budaya dan peradaban dunia.

Page 111: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 111

seperti produsennya. Karena jika ilmu adalah integral pada dunia yang sangat luas dan

kompleks dari "masyarakat industri modern"--jika ia sebuah konstruk sosial", atau fenomena

sosial dan budaya--maka ilmu adalah sebuah kreasi dan kolaborasi laki-laki dan mewakili

sejarah partikularnya sendiri dan kehidupan politik dalam masyarakat industri modern.

Diungkapkan dalam aforisme Virginia Woolf, "Daya sex ilmu akan nampak bukan sex; dia

(perempuan) adalah seorang laki-laki, seorang ayah" ([1938] 1966, h. 139).

"Terinfeksinya ilmu", sebagaimana Woolf menyebutnya dalam Three Guineas, adalah

sebuah penyakit, merajalela di abad 19, menyebar terutama pada manusia di tempat publik dan

profesi-profesi ("kita menemukan kehadirannya di gedung putih, di universitas-universitas, dan

di gereja-gereja"). Gejala-gejala yang jelas menyakitkan: emosi-emosi kekanak-kanakan yang

kuat dan perasaan-perasaan digerakkan "oleh beberapa sugesti bahwa perempuan diakui"

pada barisan mereka. Karena maksud pemaafan dan penyembunyian emosi-emosi tersebut,

ilmu (juga terinfeksi), dengan Alam sebagai saksi ahli, "menghasilkan ukuran untuk

meneraturkan", menyatakan bahwa otak perempuan bahkan terlalu kecil untuk diperiksa. Dan

bila, tentu saja, bahwa otak akan melewati pemeriksaan-pemeriksaan, ia bukan otak kreatif;

ataupun dapatkah ia memikul tanggung jawab; ataupun mendapat gaji tinggi. "Demikian ilmu

berpendapat, demikian profesor-profesor setuju".... dan demikian dinyatakan para ayah

bersama para imam (Woolf [1938] 1966, h. 127, 135-140).

Sementara aliran Woolf dan kritik feminis yang berbeda, logika mereka secara

mencolok serupa. Mereka memandang ilmu sebagai keterlibatan mendalam dalam strategi

peminggiran dari laki-laki. Karena penemuan muatan dalam risalah ilmiah, dalam doktrin

evolusioner, atau dalam teori mengenai "pengembangan manusia" menegaskan superioritas

alamiah laki-laki. Dalam corak khas ilmu sosial feminis, ilmu merupakan sekumpulan praktik-

praktik berkuasa, "praktik-praktik konseptual" (Smith 1990a), melalui praktik-praktik itu sifat

dasar perempuan, tubuhnya, dan psikologinya dihasilkan (Hubbart et al. 1982). Tentu saja,

memberi tempat paling unggul ilmu dalam peradaban industri, ilmu adalah bentuk pengetahuan

paling maskulin --abstrak, obyektif, otoritatif (Fargaris 1986, h. 185); kalimat "ilmuwan laki-laki"

itu pun berlebihan (Harding 1991, h. 20). Pernyataan demikian ini tidak hanya milik feminis.

Thomas Kuhn menyimpulkan "poskrip"nya 1969 pada risalah klasik tentang sejarah ilmu

dengan kata-kata serupa diktum, menegaskan bahwa jika pengetahuan ilmiah "pada hakikatnya

merupakan kepemilikan bersama dari kelompok.... untuk memahaminya kita mesti tahu

karakteristik khusus dari kelompok yang mencipta dan menggunakannya" (Kuhn 1970, h. 210).

Impersonalitas dan abstrak ilmu itu pula, ia berpendapat, merefleksikan dan

mengungkapkan pengalaman kelas dominan laki-laki dalam masyarakat borjuis Barat (e.g.,

Bordo 1987; Keller 1985; Merchant 1980; Rose 1983; Rose dan Rose 1979). Tapi watak

maskulin ini juga (dan bukan kebetulan) melayani untuk mengumumkan secara resmi hak-hak

istimewa dan melindungi posisi ilmu dan ilmuwan. Misalnya, dalam esainya "Women's Nature

Page 112: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 112

and Scientific Objectivity", Elizabeth Fee berpendapat bahwa penyingkapan dikotomi budaya

Barat--rasio/emosi, obyektifitas/subyektifitas, budaya/alam, publik/privat--terus menerus

melayani untuk mengideologikan dominasi laki-laki sebagai penguasa dalam industri yang

mendasari masyarakat, untuk melegitimasi tempat ilmu sebagai "sisi luar" dari budaya dan

politik, dan untuk membatasi perempuan dalam posisi-posisi dan tempat-tempat yang pantas

pada sifat dasar perempuan. "Identifikasi laki-laki sebagai pikiran yang mengetahui dan

perempuan sebagai sambungannya pada sifat dasar merupakan tema berlanjut dalam budaya

Barat". Perempuan dan reproduksi manusia diserahkan pada ruang "alami", sementara aktifitas

manusia yang lain (dan laki-laki) diberikan pada ruang sosial" (Fee 1986, h. 44). Kontrol laki-laki

melebihi produksi pengetahuan ilmiah dan wacana tidak memungkinkan keluar dari bagian

sosial dan dominasi politiknya dan juga kuasanya melebihi perempuan. Ilmu tidak hanya apa

yang laki-laki kontrol, yakni bagaimana laki-laki mengontrol. Melalui pengetahuannya pulalah

dapat ditemukan siapa laki-laki yang mengontrol.

Karya Hilary Rose baru-baru ini mengikuti jejak bagaimana agenda-agenda penelitian

feminis bergeser dari perhatian awalnya terhadap peminggiran perempuan dari ilmu ke

pandangan tentang "perempuan sebagai yang dihasilkan oleh ilmu", menunjuk pada sarjana

yang "melukiskan mengenai konsep jender untuk menjelaskan proses ganda ilmu yang

dihasilkan oleh sistem produksi pengetahuan" (Rose 1994, h. 18). Secara aktual, dua agenda

ini secara tertutup berkaitan. Karena, sebagaimana feminis berpendapat, peminggiran

perempuan dari ilmu adalah suatu diskursif ulung lantaran sebagai pengetahuan ilmiah yang

menguraikan perempuan dalam cara-cara tetentu, sebagai sisi luar ("di bawah",

"ketidaksanggupan atas") pemerintahan, rasionalitas, dan otoritas. Terutama sekali ini menjadi

jelas dalam ilmu biologi dan psikologi dimana ketergantungan dan subordinasi perempuan

secara ilmiah "ditegaskan" dalam cara-cara yang tidak terkira banyaknya (Hrdy 1981; Hubbart

et al. 1979; Smith 1990a, Bab 5-7; Broverman et al. 1970).

"Ketidaksanggupan" perempuan dikaji sebagai ketidaksanggupan yang dibentuk

secara ilmiah. Ini tidak bermaksud bahwa ketidaksanggupan ini adalah fiksi ilmiah. Ia

bermaksud bahwa dalam wacana ilmiah, terutama, perempuan menemukan

ketidaksanggupannya yang paling benar dan konsekuen berhadap-hadapan dengan laki-laki.

Karena salah satu fungsi khusus dari wacana ilmiah, apakah mereka medis, psikiatri, atau

termasuk disiplin akademik, adalah untuk memperlihatkan perempuan kelemahannya yang

paling besar dan kerentanannya sebagai perempuan--untuk menamakan dan memetakan

kelemahan mentalnya, patologi khusunya, kelebihan fisiknya, atau hanya ketidaksanggupan

alaminya.

Dorothy Smith meminta perhatian kita pada "pengasingan dari ungkapan", ketika

perempuan menjadi "sadar atas mode bicara, tulisan, dan pikiran" yang membawa kuasanya

atas ungkapan jauh darinya bahkan sebagaimana mereka menggunakannya (Smith 1990a, h.

Page 113: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 113

199-200). Agaknya seperti pelayan Stevens (dalam film The Remain of the Day), yang memiliki

ketidaktahuan luar biasa atas urusan-urusan publik menegaskan pandangan tamu tuannya

bahwa Stevens dan sejenisnya tidak cocok untuk berpemerintahan sendiri. Kenyataannya,

kehidupan atas kerja berat dan pelayanan pada tuannya, dan ketidaktahuan dan penempatan

rendah tersebut dipelihara, adalah bukti yang tidak dapat disangkal mengenai ketidakmampuan

politik. Sejajar Saya melukiskan di sini antara wacana "tuan" (ilmu, dalam kasus perempuan)

yang melibatkan kelompok subordinat dalam subordinasi mereka, menjebloskan mereka dalam

cara-cara yang mengatur untuk mensyahkan penghukuman-penghukuman tuannya atas sifat

dasar mereka.

Psikolog Carol Gilligan juga menunjukkan sesuatu yang serupa dalam silence of

women (1982, h. 173): "Sebagaimana kita telah mendengar selama berabad-abad suara dari

laki-laki dan teori-teori perkembangan [psikologi] yang pengalamannya memberitahukan, begitu

kita datang lebih baru-baru ini mengumumkan tidak hanya kebisuan perempuan tapi kesulitan

mendengar apa yang mereka katakan ketika mereka bicara". Kehidupan dalam dunia dimana

mereka dan pengalamannya didevaluasikan, suara terputus-putus perempuan (seperti pelayan

Stevens) mengkhianati pengertiannya sendiri mengenai ketidakpercayaan dalam diri mereka

sendiri, ketidakpercayaan lahir dari kebiasaan kebisuannya.

Metafor "suara"--diambil dalam kalimat "berbicara terus terang", "jadi bisu", "tidak

bersuara", "penemuan suara seseorang" (Berkeley et al., 1986, h. 18)--menyingkap seseorang

bagi karya feminis dalam bidang yang sama berbedanya dengan sejarah (Lerner 1986),

psikologi (Gilligan 1982), dan puisi (Rich 1977). Kebisuan ini pula menunjukkan peminggiran

aktif perempuan dari produksi pengetahuan yang berlaku dan otoritatif dari peradaban Barat

(hukum, ilmu, kedokteran) dan juga peraturannya. Semua implikasi berarti atas peminggiran ini

atau pembungkaman perempuan, penulis-penulis feminis menguraikan dalam dua keterangan.

Pertama, status marjinal perempuan dalam produksi peradaban kita--dalam

pembuatan ilmu, teknologi, pemerintahan, pembikinan seni dan sastra--secara efektif melayani

untuk mensyahkan klaim inferioritas perempuan dan, dengan demikian, untuk melegitimasi

subordinasinya. Karena perempuan tidak memiliki apapun atas dirinya sendiri ("tidak ada masa

lalu, tidak ada sejarah, tidak ada agama", Simone de Beauvoir menulis dalam The Second

Sex), tidak adanya hal-hal tersebut untuk mengesahkan diri mereka dan kesanggupannya serta

prestasinya sendiri. Gagasan "penemuan" dan "penciptaan" sejarahnya sendiri (maksud teoritis

dari istilah-istilalh ini dapat berbeda secara luas) membentuk bagian tengah karya klasik Gerda

Lerner The Creation of Patriarchy (1986), berpendapat bahwa tulisan atas sejarah perempuan

sangat diperlukan untuk mengubah status subordinatnya. Tanpa sejarah untuk memperlihatkan

perempuan tempatnya dalam masyarakat dan peradaban, mereka tidak punya pilihan lain; tidak

ada apapun--tidak ada sejarah atas dirinya sendiri dan kesanggupannya—sejarah atas dirinya

itu untuk melukiskan dalam percobaannya untuk menegaskan dirinya sendiri dan untuk

Page 114: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 114

menyatakan dengan tegas tempatnya di sisi laki-laki. Selama dialog perempuan tetap dialog

bersama sistem-sistem atas keunggulan laki-laki, "sumber wawasan baru tertutup untuknya",

dan daya dorong untuk secara aktif menegaskan dirinya dalam sejarah dihilangkan. Karena

dalam sistem simbol keunggulan laki-laki ini, "perempuan--sebagai sebuah konsep, entitas

kolektif, sebuah individu--adalah marjinal atau digolongkan marjinal" (Lerner 1986, h. 227).

Gagasan ini, tentu, gagasan dan strategi yang sama dari kelompok-kelompok lain

sekarang ini yang urgensinya untuk membuka kedok dan menulis prestasinya sendiri

sebagaimana orang akan melakukan demikian dalam meneraturkan untuk menegaskan

tempatnya yang pantas dalam sejarah dan peradaban dunia. Mengerahkan alasan politis yang

sama: tanpa peran produktif dalam sejarah, tanpa rekaman prestasi (dan juga rekaman atas

penindasannya oleh yang lain), pelitiknya sendiri menuntut ketiadaan maksud.

Kedua, kritik feminis berpendapat bahwa proyeknya menuliskan kembali sejarah

perempuan, sebagaimana dalam kasus sejarah laki-laki, melukiskan dari pengalamannya

sendiri serta kehidupan sosiopolitiknya. Sejarah perempuan, ia berpendapat, tidak dapat

dihindarkan akan menguraikan sejarah yang keluar dari pengalaman kolektifnya sendiri dan

akan membuka prestasi kolektif dan individu yang "dihilangkan" atau "didevaluasi" sebagai

bagian atas subordinasi dan penindasannya. Aronowitz (1991, h. 312-313) menemukan dalam

gagasan feminis atas keadaan marjinal untuk menuliskan sejarah seluruh pikiran politik budaya.

Karena ia menegaskan sebagaimana bentuk dan kekuatan asas peminggiran itu dari bahasa

dan wacana: "perempuan tidak hadir dalam teks wacana publik". Jadi, dia menggarisbawahi,

dalam komentarnya sendiri mengenai kritik feminis, bahwa ketidakhadiran perempuan dalam

wacana publik adalah tidak sebanyak ekspresif peminggirannya, sebagaimana ia konstitutif

atasnya, dan dengan demikian hal itu adalah sangat penting untuk mengatasi supremasi laki-

laki.

Tema feminis tentang "mendapatkan suara" bermaksud bahwa mereka akan

menyuarakan pengalaman kolektifnya sendiri sebagai perempuan--bahwa mereka akan

membuat pengalaman ini sebagai cara yang sah untuk "memasuki sejarah", dengan berbicara

dari titik pijaknya sendiri dan bukan titik pijak laki-laki: "Kita sudah tahu bahwa pikiran

perempuan, akhirnya tidak terkekang setelah beberapa ribu tahun, akan memiliki bagiannya

dalam memberikan pandangan, perintah, solusi. Perempuan di waktu panjang terakhir akan

menuntut, sebagaimana yang laki-laki lakukan dalam Renaissance, hak untuk menjelaskan,

hak untuk mendefinisikan" (Lerner 1986, h. 229).

ILMU FEMINIS

Proyek pendefinisian apakah ilmu dapat menjadi ilmu ketika ilmu diletakkan di tangan

dan pikiran serta hati perempuan telah menyibukkan kritik feminis sejak 1980an. Apa yang

Page 115: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 115

disebut "titik pijak perempuan" atau artikulasi world view feminis atau dasar perspektif feminis

mengenai pengalaman kolektif perempuan, merupakan inti dari tulisan-tulisan feminis lintas

disiplin. Pernyataan awal oleh Dorothy Smith (1987), Hilary Rose (1983), dan Nancy Hartsock

(1983) adalah amat penting, menjelajah kemungkinan-kemungkinan demi kejelasan "ilmu

feminis" yang mendasar dalam posisi sosiopolitik dan pengalaman sosial perempuan--sebuah

"kepentingan" atau secara politik memperlakukan ilmu digunakan untuk memahami dunia dari

posisi orang yang ditundukkan atau dimarjinalkan. Ilmu feminis adalah "ilmu pengganti" dalam

tujuannya untuk merekonstruksi proyek ilmu Pencerahan atas pembebasan kemanusiaan,

sementara melawan klaim Pencerahan untuk mendirikan Rasio "murni", bebas dari rintangan

kehidupan materi dan lokasi sosial. Dalam kata-kata Harding (1991, h, 121), "ilmu pengganti"

milik feminis menggunakan "kehidupan perempuan sebagai dasar untuk mengkritik klaim-klaim

pengetahuan dominan, yang mendasari secara pokok dalam kehidupan laki-laki atas ras, kelas,

budaya dominan". Sasarannya bukan "ideologi" dalam makna sempit dari istilah ini. Karena

feminis berpindah dari kritik terhadap ilmu-sebagai-ideologi ke kritik ilmu-sebagai-budaya (lihat

interpretasi Saya atas ideologi seperti budaya dalam Bab 2 buku ini). Sasarannya adalah

memaksimalkan dan memperkuat obyektifitas pengetahuan ilmiah, "mengatasi kepercayaan

berlebihan pada kehidupan laki-laki secara khusus dan juga menjadikan kehidupan perempuan

sebagai asal usul bagi problematika ilmiah, sumber kejelasan ilmiah, serta tanda periksa

validitas atas klaim-klaim pengetahuan" (Harding 1991, h. 122-123; cf. Harding 1993a; 1993b;

Rose 1994, h, 93-96).

Isu-isu yang mengitari kemungkinan ilmu feminis membuka keluasan dan kesulitan

penelitian-penelitian epistemologis mengenai apakah "ilmu pengganti" feminis akan berarti,

terutama dalam wajah kritik posmodernis atas ilmu empiris dan, tentu saja, dari semua "narasi-

narasi induk" (misal, Nicholson 1990; Alcoff dan Porter 1993). "Teoritisi titik pijak" feminis

menemukan dirinya sendiri dalam perdebatan panjang dengan sekutu feminis bersama

posmodernisme, yang mempertanyakan gagasan itu juga tentang "titik pijak feminis" atau "ilmu

feminis", dan juga dengan yang lain yang melawan gagasan itu juga tentang klaim-klaimya

yang tampak berbicara untuk semua feminis, untuk semua perempuan. Apakah di sana,

misalnya, sebagai suatu world view atau pengetahuan tersendiri untuk perempuan? Bukankah

pernyataan tegas demikian meletakkan pada pikiran-pikiran "esensialis", yang mendefinisikan

konteks sejarah dan sosial itu juga dari yang teori feminis lukiskan? Bukankah gagasan atas

titik pijak feminis universal mendasar dalam teori tentang sifat dasar esensial perempuan,

termasuk sifat dasar ragawinya? Dapatkah beberapa kelompok tunggal "diprioritaskan" atau

klaim "epistemik istimewa" tanpa mensubordinasi yang lain?20 Dan seterusnya. (Lihat

diskusinya dalam Rose 1994, Bab 1-2; Longino 1990, Bab 9; Harding 1991, Bab 5 dan 12;

20 Kritisisme ini mengenai klaim atas "keistimewaan epistemik" adalah penting secara partikular, karena ia membuka teoritisi titik pijak (standpoint) pada tingkat yang sama pada laki-laki--yakni, strategi laki-laki atas pengklaiman kebenaran berbicara untuk semua sementara menjadikan yang lain diam dalam proses-proses itu. Saya berhutang budi pada Margaret Urban Walker untuk pengklarifikasian implikasi-implikasi dari isu-isu ini, dan juga untuk penbacaan hati-hatinya dan komentar mengenai bab ini.

Page 116: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 116

Harding 1986, Bab 6.)

Perdebatan tentang pertanyaan-pertanyaan ini telah meluas dan menggebu-gebu,

meliputi mereka adalah feminis dengan personal dan intelektual yang luas (dan karir)

memancangkan dalam istilah dan hasil dari isu-isu ini.21 Isu vital dalam perdebatan ini baik atau

tidak untuk menorehkan upaya dan tinta pada sebuah ilmu baru serta obyektifitas yang lebih

kuat dan lebih inklusif (teori titik-pijak), atau apakah untuk berdiri dalam oposisi pada beberapa

atau semua wacana universal (ilmu, rasio, kebenaran, obyektifitas), sementara

mempromosikan nilai dari suara yang sangat banyak, dan juga "matrik dominasi" yang

kompleks (Collins 1990), serta menarik perhatian pada "wacana" ilmu sebagai

kuasa/pengetahuan (posmodernisme). Linda Nicholson (1990, h. 8) menunjukkan, dan Saya

setuju, bahwa bagi beberapa feminis persoalan sulit adalah apakah kategori-kategori jender itu

juga akan "mempertahankan kritik posmodern", relativisme bakunya, permusuhannya pada

teori, dan kecurigaan absolutnya.

Sementara Saya membagi perhatian Nicholson dengan keberlangsungan hidup dari

"jender" (konsepnya), Saya menemukannya sebuah perhatian yakni keseluruhan akademiklah,

semenjak dalam dunia luas (setidaknya universitas-sebagai-dunia) konsep atas jender,

bersama-sama dengan konsep ras dan, kurang lebih, etnisitas,22 dengan tangkas mengambil

tempat seperempat suara hati kolektif Amerika, dalam pertanyaan mendasar atas identitas

politik dan sosial seseorang--lelaki/perempuan, atau apapun; kulit hitam/kulit putih, atau

apapun--secara mendalam dan tidak dapat dielakkan. Ini tidak untuk mengatakan bahwa

kesadaran atas jender dan ras serta kuasanya sebagai representasi kolektif (meluaskan kiasan

pada Durkheim) berbaris bergandengan dengan pertumbuhan sosial dan persamaan politik.

Kenyataannya, terdapat pertimbangan jelas untuk mendukung pandangan sexisme tepatnya

(menahan ucapan Saya disini pada "jender") dalam opini publik, dalam institusi agama, di

tempat kerja, dan seterusnya. Bagaimanapun, realitas sosial jender--sebagai kategori kekuatan

kolektif dan sebuah fakta sosial yang memasuki kehidupan politik kita, wacana profesional kita

(ilmiah, medis, dan lainnya), dan kehidupan diskursif sehari-hari kita--tidak perlu dipersoalkan

lagi. Kesadaran kolektif atas perbedaan peran sosiokultural laki-laki dan perempuan, atas

"stereotipe" jenis kelamin, atas "godaan jenis kelamin", dan seterusnya, adalah fakta sosial

kontemporer yang sangat kuat. Dimanapun seseorang berdiri pada nilai dan fakta itu, ia

merupakan fakta yang sama semua.

21 Untuk pertukaran hebat dan tidak ramah secara partikular antara teoritisi standpoint tertemuka (Smith) dan feminis posmodernis (Clough), lihat Smith (1993) dan Clough (1993). Hilary Rose (1994, Bab 4) meletakkan bersama-sama dua pendekatan dalam cara yang paling memuaskan, sementara yang benar-benar tinggal di tempat teoritisi standpoint, penegasan pentingnya dalam nilai "relisme kritis".22 Di Amerika "ras" dan "jender" memainkan perenan sosial dan politik penting, sebagaimana budaya populer dan media memainkannya. "Etnisitas" mungkin mengambil tempat kedua pada "ras" dan "jender", dalam politik nasional akhirnya, kecuali di Amerika baru-baru ini perdebatan ras dan politik melebihi imigran dan imigrasi, yang cenderung menguat seperti di California dan Florida. Tapi di arena global, etnis dan identitas nasional dan perjuangan baru-baru ini sangat hebat. Ketika sosiolog dan politisi Amerika terkemuka Daniel Patrick Moynihad menerbitkan karyanya paling baru-baru ini mengenai etnisitas, Pandaemonium (1993), fokusnya adalah global bukan nasional.

Page 117: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 117

ILMU SEBAGAI BUDAYA: SEBUAH PENILAIAN

"Jender adalah kategori yang lahir dari budaya" (Gergen 1991, h. 143). Tempatnya

dalam opini publik dan politik, tidak dapat diragukan lagi, adalah dampak gerakan feminis untuk

mengubah kesadaran publik dalam keteraturan untuk mencapai secara efektif hak-hak politik

dan sosial. Namun kondisi bagi gerakan itu untuk mendirikan secara efektif hal tersebut dapat

diperoleh dalam perubahan budaya--perubahan dalam pengetahuan, teknologi, kesusatraan--

jauh lebih luas dari gagasan perempuan itu sendiri. Meletakkan kesadaran publik atas "jender"

dan "ras", yang Saya diskusikan di atas. Keefektifannya sebagai kategori sosial atau

representasi kolektif merupakan dampak dari proses sosial yang luas dan kompleks:

diantaranya, tumbuhnya kesusatraan dari populasi kita dan menyebarnya ilmu modern dan

disiplin-disiplin (sosiologi, psikologi) dalam bahasa biasa (cara bercakap) dan struktur mental,

sekulerisasi bahasa dan world view, dan juga dampak-dampak gerakan politik (hak-hak sipil,

feminisme) pada kesadaran umum.

Dari pandangan panjang (histoire de la longue durée karya Braudel), "jender" dan "ras"

merupakan gagasan yang tidak mungkin tegak, tak terpikirkan bagi abad-abad terakhir.

Pandangan yang luar biasa kuat dan bertahan lama adalah bahwa menjadi laki-laki/perempuan,

kulit hitam/kulit putih (rumusan-rumusan kita sendiri) merupakan "sifat dasar" atau "takdir",

bukan budaya, fakta-fakta biologis yang tak berubah; inferioritas perempuan dan kulit hitam

yang tak terbantahkan adalah fakta-fakta kemampuan otak inferior, lemah mental, dan lainnya.

"Pembebasan" perempuan dari apa yang Laurence Stone (1994) sebut "dua ribu tahun dekat

dengan perbudakan" terjadi hanya abad ini; kesempatan yang sama atas perempuan bagi

pendidikan adalah juga hanya abad lama. Stone mengamati, " Tidak ada yang lebih menyolok

dari pada perampasan sistematis pendidikan atas perempuan". Secara relatif di waktu yang

singkat, bahwa pendidikan melayani sebagai kondisi untuk emansipasi sosial dan politik

perempuan, dan juga dampak dari pertumbuhan emansipasi itu.

Pembebasan perempuan, kemudian, bertepatan dengan gerakan dan perubahan--

dalam ilmu, kesusastraan, rasionalisasi kehidupan sosial--yang secara efektif membawa ke

dalam pandangan realitas budaya yang sangat kuat atau fakta budaya dalam produksi dan

pemeliharaan dari kejadian sebelumnya yang menganggap sama sekali atau tak terelakkan

"alamiah". Bagi perempuan, gagasan budaya adalah bagian yang tidak mungkin keluar dari

emansipasinya, melayani secara efektif sebagai strategi bagi emansipasinya, semenjak

perubahan kondisi atas subordinasinya memerlukan pikiran bahwa perbedaan sex berdasar

secara budaya ("jender"). Tentu, sejarawan pertengahan modernitas dengan tepat

menunjukkan bahwa "budaya" pada pikiran kita untuk beberapa waktu sekarang, akhirnya

semenjak "penemuan" Eropa, keseluruhan abad 16, mengenai peradaban dunia (Anderson

1991, h. 68-69; cf. Gay 1969, Bab 7) dan semenjak fenomena "pluralisme" (Berger et al. 1973)

dalam hal-hal agama, ras, dan nasionalitas meruntuhkan universalisme peradaban abad

Page 118: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 118

pertengahan. Tapi keseluruhan abad ini, gagasan budaya menjadi tidak hanya bidang

wewenang dari intelektual dan akademik, tapi fitur dari world view umum, dan gagasan yang

digunakan dalam percakapan biasa. Kelayakan bagi gagasan budaya untuk mendapatkan

momentum yang sudah ia dapatkan dan dalam jangka tahun yang sangat singkat, ia

kemungkinan besar bahwa ia memerlukan daya pendorong yang sangat kuat dari seperangkat

gerakan politik: gerakan egaliter yang mencari hak-hak bagi perempuan, bagi bangsa etnik,

bagi semua ras. Sebagaimana Max Weber begitu sering mengamati gagasan tak berdaya kalau

mereka dihubungkan pada kepentingan materi kelompok. "Gagasan tidak dipercaya dalam

wajah sejarah kalau mereka menunjuk dalam arahan tingkah laku yang memajukan ragam

kepentingan" (Gerth dan Mills 1946, h. 62-63).

Bila disini beberapa gagasan tunggal yang telah dan dapat secara efektif mengubah

institusi sosial, memang susunan sosialnya sendiri, yakni dari "budaya". Tentu susunan sosial

sudah berubah jika gagasan atas "budaya" bisa mengakar dan tumbuh subur, terutama imej

utamanya bahwa "masyarakat adalah sesuatu yang dihasilkan". Sifat dasar revolusioner

gagasan ini barangkali paling baik dipahami sekarang seperangkat perlawanan naik tenggelam

dari fundamentalisme atau kontramodernisme pada layar global. Gagasan budaya adalah

integral pada modernitas itu sendiri dan pada pengejarannya atas humanitas pencerahan, tapi

ia adalah, sebagaimana Hilary Rose (1994, h. 238) juga mengamati, "subversif mendalam"

ketika digunakan untuk mendefinisikan beberapa tubuh otoritatif pengetahuan sebagaimana

dibentuk secara sosial. Ia adalah "pengakuan" atas "kesubversifan"nya bahwa catatan-catatan

yang tidak dapat diragukan, sebagian, bagi militansi brutal dari fundamentalisme di dunia

sekarang ini. Karena gerakan feminis yang muncul di tengah-tengah orang fundamentalis,

suatu kombinasi yang bisa jadi secara partikular mematikan.23

Walaupun transformasi sosial--modernisasi, sekulerisasi, demokratisasi--bahwa

gagasan atas budaya telah diungkapkan dan disebarkan sejak "penemuannya" di sekitar abad

16, gagaan ilmu-sebagai-budaya tentu sebuah gagasan yang mustahil sampai sangat baru-

baru ini. Gagasan bahwa ilmu adalah tidak lebih (tidak kurang) "konstruksi" ketimbang sesuatu

yang lain, memberi kesan bahwa ia "menggedor bersama-sama dalam beberapa tempat untuk

beberapa tujuan.... seperti segala budaya yang lain.... Jika pengetahuan dibuat, pembuatnya

bisa jadi terkunci di dalam" (Geertz 1990, h. 19).

Gagasan tentang ilmu-sebagai-budaya secara radikal merendahkan harapan

Pencerahan untuk sebuah ilmu universal, harapan progresif Condoret bagi "kesempurnaan

manusia" dan menempatkannya kembali bersama sebuah cita-cita duniawi dan usaha-usaha

politis yang memiliki metode dan kebenaran--karena mereka "dipalukan bersama" oleh yang

mematikan belaka (kebanyakan laki-laki)—menumbuhkan pertengkaran. Pertengkarannya

23 Saya, tentu, berpikir dari kasus penting dari penulis feminis Bangladesh Taslima Nasrin, yang terpaksa bersembunyi ketika pemerintah menuduhnya mencemarkan Islam dan ketika para mullah meletakkan harga atas kepalanya. Kasus tersebut bukannya tanpa ironi, karena feminis Bangladesh termasuk sejumlah musuh-musuh Nasrin.

Page 119: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 119

tentu fungsi atas pertumbuhan kapasitas ilmu, bersama pertumbuhan kuasanya, untuk

mencipta kerusakan dalam kehidupan kita dan dalam lingkungan kita. Kritik ilmu mengakui

bahwa musuh mereka adalah seseorang yang menakutkan dan bahwa otoritas dan legitimasi

ilmu adalah tidak sejajar. Jadi pengamatan Foucault (1980b, h. 131-133) mengenai "ekonomi

politik" dari kebenaran:

Dalam masyarakat seperti kita...."kebenaran" adalah pusat pada bentuk wacana

ilmiah dan institusi yang menghasilkannya; ia adalah subyek untuk kesatuan

ekonomi yang konstan dan dorongan politik.... ia adalah obyek, di bawah bentuk-

bentuk berbeda, atas penyebaran dan konsumsi yang luas sekali.... ia dihasilkan

dan disebarkan di bawah kontrol, dominan jika tidak ekslusif, dari beberapa

aparatur ekonomi dan politik yang besar (universitas, tentara, tulisan (karya),

media).... ia adalah isu dari seluruh perdebatan politik dan konfrontasi sosial....

Problem politik esensial bagi intelektual bukan untuk mengkritisi muatan ideologi

yang diduga berkait pada ilmu.... tapi tentang mengetahui dengan pasti

kemungkinan tentang bentukan sebuah politik baru atas kebenaran.

Feminis mengakui bahwa prestasi yang paling penting menjadi "ilmu feminis" baru

mungkin perjuangannya untuk berlomba dalam produksi kebenaran. Ini adalah perjuangan

mereka; ini adalah untuk mereka, "saudara perempuan". Diantara beberapa sesuatu itu ia

adalah perjuangan bagi kontrol berlebihnya konfigurasi-konfigurasi yang paling hebat dan

paling konsekuen atas dunia kita--ilmu, teknologi, kedokteran dan aparatur-aparaturnya (dari

universitas sampai kamar perang, dari klinik sampai laboratorium). Perjuangan-perjuangan

yang lalu bagi pemilihan umum, bagi pembatasan diri, bagi kontrol kelahiran, bagi hak-hak

untuk bekerja dan berperang, dan bahkan untuk pelegalan aborsi, masih muda dalam wajah

perjuangan perempuan untuk membuat ilmu dalam dunia dimana ilmu adalah kekuasaan.

Bahwa perjuangan ini dilihat sebagai pembebasan manusia dan sosial adalah menyolok dalam

evokasinya atas nenek moyang Pencerahan kita. Walaupun pembicara dan ucapannya bisa

menggemparkannya, feminis "berharap bagi pengetahuan transformatif" adalah pencarian

Condoret akan berharga.

Page 120: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 107

EPILOG

Pengetahuan sebagai Budaya

Kerja sosiologi merupakan sebuah tradisi penelitian. Dengan literalisme yang

membingungkan, pikiran ini, yang kita diskusikan di Bab 1, diuraikan secara mengesankan bagi

saya ketika, sebagai mahasiswa pada 1970, Saya mengetahuinya melalui teks ideology and

utopia Mannheim yang guru saya konsultasikan dengan saya salinan Mannheim sendiri, yang

diberikan pada guru Saya oleh Mannheim dan secara bebas ditambahkan penjelasan-

penjelasan Mannheim sendiri.

Sosiologi merupakan tradisi penelitian modernitas. Sejak persepsinya, ilmu sosial

Barat tidak memungkinkan melepaskan diri dari keterkaikan pada modernitas, baik dukungan

atau kritik dari formasi sosial khususnya. Dan dalam kebaruan dan tahap-tahap masa depan

modernitas --apakah kita menyebutnya "post" atau "modernitas-tinggi"-- disiplin kita akan

melanjutkan untuk merefleksikan dan membentuk pengembangannya.

Sosiologi merupakan tradisi penelitian itu secara inheren adalah revisionis; seperti

masyarakat, yang dikaji, ia mendapatkan kekiniannya dengan penetapan kembali masa lalunya

secara terus-menerus.

Buku ini ditulis dalam spirit seperti revisionisme, keduanya membicarakan tentang

kebutuhan disiplin kita di akhir abad ini dan melanjutkan tugas menjenguk dan merevisi tema-

tema dan perhatiannya secara gigih. Perhatian khusus Saya ditujukan pada kekinian dan akan

datang, Saya berpendapat bahwa keunggulan modern berbicara kepada kita sekarang. Seperti

klaim dari kajian modernisme Marshall Berman (1982). "Melangkah ke belakang bisa jadi cara

melangkah ke depan", dia menulis; "mengingat kembali modernisme abad 19 dapat membantu

kita mendapatkan visi dan keteguhan hati untuk menciptakan modernitas abad ke-21 (h. 36).

Pada 1992, Berman menambahkan: "Saya berharap untuk membawa pikiran sosial kembali ke

masa yang akan datang" (1992, h. 14). Jika dia benar, dan saya pikir begitu, gerakan-gerakan

intelektual baru-baru ini, seperti strukturalisme dan poststrukturalisme, menyajikan kembali

secara aktual, ketimbang meninggalkan di belakang, beberapa krisis dan keprihatinan yang

lebih penting dari modernitas --pada akhirnya, modernisme pada yang terbaiknya,

membiasakan pada konteks gagasan-gagasannya sendiri.

Pada tiap Bab sebelumnya, gagasan-gagasan kunci dari sosiologi pengetahuan--

ideologi, struktur, budaya, keagenan manusia, ruang sosial--diperiksa ulang dalam terang saat

ini. Tujuan dari tugas ini untuk memunculkan pertanyaan pada adekuasi konsep-konsep dan

metode-metode sosiologi bagi pemahaman dunia-dalam-transisi saat ini, pertanyaan apakah

pengembangan konsep-konsep kita telah melangkah seiring perubahan lanskap sosial dan

politik, seiring perubahan sistem-dunia, budaya globalnya, yang beberapa menyebut

Page 121: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 108

"internasionalisasi hidup keseharian", mempengaruhi manusianya, kelas-kelanya sebanyak

komoditinya dan bentuk-bentuk budayanya, etos rasionalnya mentransformasikan tidak hanya

kehidupan material tapi juga pikiran dan jiwa sebagai kebaikan.

Tentu salah satu wawasan jamak sosiologi pengetahuan bagi penelitian ilmu sosial

adalah untuk menemukan dalam klaimnya bahwa kehidupan sosial tidak berhenti pada "pintu-

pintu" keberadaan kita, tapi melintasi pada bilik-bilik kesadaran kita dan psikis kita, dan

menyindir secara tak langsung diri sendiri bahkan pada wilayah pikiran dan hasrat yang

terucapkan dan yang tak terucapkan. Kehidupan sosial tidak hanya satu aspek, tapi lingkungan

keberadaan manusia. Sosiologi pengetahuan selalu meneliti dengan cermat kehidupan kolektif

dari gagasan, makna, imaji, simbol--sesuatu yang sentral untuk "masyarakat" dan "keberadaan

manusia". Ini secara tidak meragukan mengapa ia merupakan bidang dari studi yang keluar dari

ilmu sosial, bekerja dalam ilmu sastra, filosof, kritik sastra, teolog, diambil secara reguler. Ini

bukan melulu suatu perkara. Karena sosiologi pengetahuan –jika kita bisa menilai dengan

merespon kritik-kritiknya yang paling awal—sekaligus memberikan ancaman yang dapat

dipertimbangkan bagi ilmu sastra dan ilmu-ilmu.24 Lebih baru-baru ini, hanya mengenai empat

dekade sekarang, "sosial" dan "budaya" telah dilihat sebagai bagian yang tidak memungkinkan

keluar dari semua pengetahuan. Sisi luar ilmu sosial, dari studi literatur dan biologi sampai

etika, telah berkembang biasa untuk menggunakan premis-premis yang Karl Mannheim dan

Max Scheler berjuang untuk menunjukkan: semua aspek keberadaan manusia dan

pengetahuan adalah ditentukan; bentuk pikiran dan tindakan merupakan kesatuan;

pengembangan intelektual masyarakat tidak bisa dipisahkan dari sejarah konkretnya dan

konteks sosialnya.

Dalam pandangan Saya, bagaimanapun, nilai kekal (untuk sekarang) dari sosiologi

pengetahuan adalah kapasitasnya untuk menarik perhatian pada dirinya sendiri sebagai bagian

dari penelitiannya sendiri: untuk memungkinkan kita meneliti dengan cermat arus "berpaling

pada budaya", dalam masyarakat dan dalam ilmu sosial; untuk memahami--dengan lebih dari

satu ons sikap kritis yang tak memihak-- dampak bahwa gagasan-gagasan dan metode-metode

ilmu sosial memiliki kehidupan kontemporer yang sedang berlangsung; untuk bertanya

bagaimana pengetahuan budaya dan pengoperasiannya bisa menjalankan sebagai bentuk

donimasi, oleh karena ia merupakan sumber daya, yang dari situ beberapa manusia

dikeluarkan. Dalam kapasitasnya untuk menarik perhatian pada pengoperasiannya sendiri,

sosiologi pengetahuan mengklaim bahwa pengetahuan ilmu sosial --seperti semua

pengetahuan-- adalah budaya.

24 Gunter Remmling membuka pengantar esainya, "Existence and Thought", untuk kumpulan terbitan Toward the Sociology of Knowledge (1973) dengan tepat poin ini. Sebagaimana Remmling mengindikasikan dalam komentarnya, esai Arthur Child (1940-1941) menyingkap bagaimana kuat dan defensif tulisan akademik dalam ilmu dan dalam reaksi ilmu sastra kepada sosiologi pengetahuan dalam tahun-tahun awalnya. Serupa, dalam dua tanggapan kepada Franz Adler, Werner Stark (1959) mengambil kesempatan untuk mempertahankan dengan sungguh-sungguh asumsi metodologisnya dan posisinya.

Page 122: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 109

Namun apa tepatnya maksud rumusan akademis ini? Seluruh buku ini, Saya mencoba

untuk memeriksa apa yang ia maksudkan, menggunakan beberapa tradisi utama teori sosial

untuk menerangi kondisi pengetahuan dalam dunia kita sekarang ini: teori sosial Marxis (Bab

2), sosiologi dan antropologi Perancis (Bab 3), dan pragmatisme Amerika (Bab 4). Ragam

feminisme kontemporer (Bab 5) menyusun beberapa tubuh kerja terbaru yang membicarakan

topik pengetahuan –melukiskan dari, sementara memahami kembali secara substantif,

gagasan-gagasan dari marxisme, sosiologi pengetahuan dan ilmu, dan postsrukturalisme.

Sekarang, tiap "interpretasi komunitas"25 yang berbeda ini telah menempatkan konsep "budaya"

dalam garis depan pada diskusi ini. Alasan untuk "berpaling pada budaya" ini (Robertson 1992,

Bab 2) adalah topik yang menarik, terutama bagi sosiolog pengetahuan. Dunia posmodern

sekarang sedang asyik dengan bentuk-bentuk arti (bahasa, teks, wacana, dll), yang,

sebagaimana Robertson catat (h. 32), karya-karya sosiologi yang datang setelah periode klasik,

secara kasar dari tahun 1920 sampai 1950, secara luas diabaikan.

Apakah merupakan beberapa kejutan bahwa cara-cara lama mengenai pemikiran

tentang "dasar" dan "superstruktur" telah dirubah dengan cepat dan tak dapat dirubah dalam

setengah abad ini. Kita hidup dalam dunia yang hampir dibanjiri oleh kekuatan menciptakan

dirinya sendiri dan, kepalsuannya sendiri. Realitas-realitas kita eksis dalam transmisi --pada

layar dan kabel-- dan perasaan kitalah yang memiliki dan mengontrol pengetahuan dan imaji

dan suara yang secara efektif mengontrol realitas-realitas kita. Kehidupan material,

sebagaimana sekarang kita memahaminya, tak dapat dielakkan telah mejadi semiotik; kita

mengonsumsi produk-produk yang menyajikan sebagai tanda mengenai benda, lebih penting,

mengenai diri kita. Dunia benda kita eksis lebih banyak untuk mengomunikasikan, untuk

mengatakan sesuatu hal, ketimbang untuk menyajikan kebutuhan praktis atau fungsi.

Sebagaimana teori wacana telah memperoleh pengaruh yang menguasai dalam akademi,

bicara...bicara...bicara mengusik kita dalam kehidupan sehari-hari. Manusia, dituntun oleh "talk

show" dari radio dan televisi, tidak pernah berhenti berbicara. Di jaman kita sekarang, apakah

kita menyaksikan kematian percakapan dengan bicara? "Budaya" juga menyajikan untuk

menganggap perkembangan perasaan kita dari "konstruksi" dan "perbedaan" dalam dunia yang

apapun ia adalah, tidaklah lebih lama (Lemert 1994, h. 146).

25 Istilah "komunitas-komunitas interpretatif" dikenal bersama Stanley Fish (1980) dengan Is There a Text in this Class? The Authority of Interpretatif (Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press). Istilah ini digunakan lebih awal oleh Janice Radway pada 1974 dalam studinya atas kesusantraan roman, "Komunitas-komunitas Interpretatif dan Variabel Melek Huruf: Fungsi-fungsi dari Pembacaan Roman" (Deadalus 113 (3); dicetak ulang 1991 diedit oleh C. Murkeji dan M. Schudson Rethingking Popular Culture, Berkeley: University of California Press).

Page 123: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 110

Minat baru-baru ini dalam budaya muncul dari kesadaran manusia dan bangsa-bangsa

dunia ("globalisasi") seperti penyebaran dan perubahan aktif pengetahuan dan informasi

tentang masyarakat dunia di antara mereka. Penggunaan konsep budaya dalam cetakan dan

siaran jurnalisme mendidik kita lebih lanjut pada kenyataan, masih ucapan yang sulit

dimengerti, fakta budaya.26 Di Amerika sekarang kita mendengar tentang "budaya militer",

"budaya Washington D.C.", "budaya gay", dan seterusnya. Penggunaan kata-kata populer

tersebut mengucapkan dan menyebarkan lebih lanjut kesadaran manusia mengenai budaya

sebagai lahan yang relatif dan berubah-ubah terhadap makna dan nilai. Untuk memahami

sesuatu sebagai budaya, atau sebagai bagian dari budaya, adalah memberikan padanya status

artifisial: manusia dalam semua ragam warnanya, bentuknya, dan ukurannya merupakan orang

cerdas tertinggi dari dunianya (budaya) dan dari dirinya sendiri. Untuk melihat budaya sebagai

buatan (artifisial) dan masyarakat sebagai hasil kecerdasan (artefak) manusia selalu integral

pada ilmu sosial, pada kritiknya dan perspektif tak berpihak dan praktik-praktiknya (Clifford

1988, h. 199; Stark 1980, h. 22). Tapi apakah relatif baru bahwa gagasan-gagasan itu secara

cepat menjadi penciptaan umum, dihasilkan oleh kesusastraan manusia yang meningkat dan

akulturasinya dengan wacana dan disiplin medern, sekulerisasi bahasa dan pandangan dunia,

dan dampak dari hal tersebut pada opini publik dan budaya populer. "Budaya" tidak lebih jauh

menandai Barat dari non-Barat. Ia sekarang tentang kita, juga (Geertz 1995, Ch. 3),

mengartikulasikan pengertian kita pada keberubahan, bergantung, bidang lokal kehidupan dan

pikiran kolektif.

Untuk menyatakan bahwa pengetahuan adalah budaya, sebuah klaim yang

menggambarkan secara bersama teori-teori berbeda yang disajikan dalam buku ini, adalah

untuk mendesak bahwa ragam tubuh pengetahuan, seperti ilmu alam atau ilmu sosial,

beroperasi dalam budaya --bahwa mereka mengisi dan mengirimkan serta menciptakan

disposisi budaya, makna, dan kategori. Ia juga memaksudkan bahwa semua pengetahuan,

apapun yang lain mereka lakukan, beroperasi sebagai sistem makna; bahwa mereka

memberikan kategori-kategori, konsepsi-konsepsi yang memungkinkan pengguna-pengguna

mereka memahami dunia mereka sebagai sesuatu (Percy 1958).

Pengetahuan bisa berakibat secara mendalam, terutama sekali dalam kemampuannya

menyusun cara-cara yang seseorang, kejadian, kesan, dan benda datang pada persepsi,

adalah bukan semata-mata teori akademik. Ia tercatat sekarang pada kesadaran kolektif kita

dan merupakan tanda karakter kesadaran reflektif yang dihasilkan modernisasi (Giddens 1990).

Pertarungan melampaui budaya dan moralitas dalam Amerika kini meninggalkan secara tepat

pengakuan ini. Pengetahuan, utamanya, itu tentang "kelompok kepentingan" tapi juga

dihasilkan oleh ahli teknik dan spesialis, dapat mengisi dan menyalurkan semua cara nilai dan

26 Margaret Archer "The Myth of Culture Intgration" (1988, Bab 1) memperlihatkan bagaimana kemajuan budaya sebagai konsep kunci dalam sosiologi dan teori sosiologi sungguh luar biasa karena dari jajaran istilah luar biasa dan penggunaan yang berbeda; "budaya" telah "memperlihatkan perkembangan analitis paling lemah" atas beberapa konsep sentral dalam disiplin kita (h. 1).

Page 124: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 111

penilaian: Teks siapa yang akan digunakan untuk mengajar anak-anak kita? Siapa yang

memiliki kebenaran untuk mendidik mereka tentang sex? Pengetahuan dihasilkan oleh pendidik

dan penerbit adalah "dipolitisir", dipandang sebagai kepentingan-dasar, dan tentu saja ini suatu

perkara yang sering. Di wilayah yang lain, juga, seperti pengadilan, pengetahuan dari

"kesaksian ahli" membawa tahanan pada penyajian suatu perkara, pun melalui mereka juga

dipandang sebagai bagian dari strategi legal partisan. Anggota juri, dipilih oleh pengacara untuk

menyumbangkan putusan tertentu, kesepakatan pengetahuan juri --mempesonakan, dan, ia

akan tampak, mistik, pengetahuan dari otoritas tak sejajar. Dalam tiap perkara tersebut,

pengakuan bahwa pengetahuan adalah partisan, atau "daerah" yang tak dapat dielakkan,

menyajikan baik untuk meruntuhkan dampaknya atau pun otoritasnya.

Tak dapat diragukan salah satu dari perkembangan terpenting pada bidang

pengetahuan datang dari gerakan sosial dan politik mengenai kritik ilmu, sisi dalam dan sisi luar

akademi: feminis, enviromentalis, penentang pengembangan nuklir, penderitaan veteran dari

dampak perang kimia, pelindung binatang dari praktik eksploitatif oleh industri dan ilmu medis.

Masing-masing dalam caranya sendiri telah menyumbangkan pada pandangan bahwa ilmu

--institusi sekaligus dilihat sebagai berdiri di luar dan di bawah masyarakat-- adalah dirinya

sendiri sepenuhnya sosial dan upaya keras manusia. Kritik feminis dalam akademik, berbagi

wilayah institusi yang sama sebagaimana ilmuwan mereka sendiri, pencatatan peminggiran

perempuan dari ilmu yang berlangsung lama dan bias-bias yang tak ditampilkan yang menjadi

konsep dan teori dari bidang-bidang yang sama berbeda dengan fisika, psikologi, mesin (Bab

5).

Peninggalan feminis pada kita, tertangkap dalam kalimat ilmu adalah budaya, adalah

sebuah gagasan --karya orisinil yang masih evokatif dari genealogi praktik-praktik disiplinnya

Foucault-- peminggiran perempuan dari ilmu merupakan sesuatu yang disempurnakan secara

diskursif. Gagasan superioritas alami laki-laki tidak semata-mata refleksi bentuk-bentuk sosial

subordinasi (sebagaimana diklaim Marx), tapi sesuatu yang dihasilkan melalui representasi dan

praktik-praktik ilmiah. Marjinalitas dan subordinasi adalah kehidupan yang ditentukan oleh aktor

sosial. Tapi mereka juga menorehkan dalam kategori, klasifikasi, teks, dan risalah. Bentuk-

bentuk budaya tersebut tidak mengikuti pada "struktur" kelas dan kehidupan material. Budaya-

budaya membatasi dan mensituasikan kehidupan manusia: kelompok-kelompok, kelas-kelas,

keseluruhan masyarakat merupakan dampak keberagaman "formasi-formasi diskursif"

(Foucault) atau jaringan kerja yang rumit dan "aparat-aparat" (Althusser). "Keputusan" dan

"yang memerintah" adalah tidak melulu atau bahkan secara prinsipil sebuah sikap ekonomi

ataupun politik. Mereka adalah kesatuan untuk cara total kehidupan, tepatnya kalimat yang

digunakan Kluckhohn (mengikuti "keseluruhan yang paling rumit" nya E. B. Taylor) untuk

mendefinisikan "budaya".27

27 Pengantar pada Sosiologi, Mirror for Man (Clyde Kluckhohn), menggunakan gagasan holistik atas budaya, yang kemungkinan pertam digunakan oleh Edward B. Tylor: "That complex whole which includes knowledge, belief, art,

Page 125: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 112

Sekarang, gagasan budaya ini sebagai kesatuan dan penggabungan yang telah

menjalani kritik dan revisi dalam antropologi. Ia masih mengisi wawasan kontemporer bahwa

setiap fase "keteraturan sosial" --sebuah fenomena yang dihasilkan dan diperoleh sendiri--

adalah sesuatu yang penuh makna, sesuatu yang dapat melayani sebagai mode penandaan,

apakah Tuhan, obyek perhiasan, uang, perasaan, gestur manusia, atau limbah kita. Dengan

demikian kita dapat "membaca" begitu banyak "budaya borjuis" abad 19, tidak hanya melalui

"teori-teori 'agung' milik borjuis tentang 'esensi' sejarah dan negara" (Lukács [1911] 1968, h.

66), tapi juga melalui "nafsu-nafsu halus" dan keinginan-keinginan mereka, kesadaran mereka,

rasisme mereka (Gay 1984; 1986; 1993). Puritanisme, Max Weber beragumen, merupakan visi

yang mendunia dan bentuk religiusitas yang kuat --sebuah etos yang Weber sendiri coba

lukiskan melalui usaha komersil kapitalis abad 17, sama seperti penglihatan Saul and David

nya Rembrandt, sebuah kerja sampingan dengan "pengaruh yang sangat kuat terhadap emosi-

emosi puritan" (Weber [1904-5] 1958, h. 273, n. 66). Ini adalah pemberian contoh pada

sosiologi budaya dan perlu membuka kedok makna-makna dan pesan-pesan yang berbeda dari

adat-adat dan nilai-nilai, kerja seni dan kerja impian, mendengarkan suara-suara dan kebisuan-

kebisuan masa lalu dan masa sekarang. Di antara budaya, ajaran pokok sosiologi adalah

bahwa tak ada artefak yang tak bermakna --bahkan instrumen-instrumen paling praktis dari

peradaban kita telah digunakan untuk berbicara, untuk bermimpi, untuk berimajinasi. Sensus,

peta, dan museum, Anderson (1991, h. 164) berargumen, merupakan institusi yang "secara

mendalam membentuk suatu cara, dalam institusi itu negara kolonial mengimajinasikan

jajahannya --sifat dasar manusia mengatur, geografi wilayahnya, dan legitimasi keturunannya".

Pengetahuan, seperti beberapa artefak budaya, melakukan lebih dari pada mereka

bermaksud untuk melakukan. Beberapa kontribusi pada studi budaya kontemporer telah

menyibukkan diri mereka sendiri dengan "lebih banyak", berargumen bahwa ilmu, hukum,

teologi, misalnya, berfungsi sebagai "formasi-formasi diskursif", sebagaimana banyak dalam

urusan-urusan keputusan dan memarjinalkan manusia ketika mereka menyebarkan

pengetahuan yang diakui sepenuhnya. Sementara perspektif ini adalah salah satu yang tidak

dapat kita susutkan dari studi budaya kontemporer yang telah meninggalkan pada kita sebuah

warisan yang lebih mengganggu ketenangan dalam fitur utamanya. Bagi "yang lebih banyak"

bahwa pengetahuan melakukan dan mengatakan tidak secara prinsipil sebuah jenis

kebohongan; ataupun ia adalah ketidakmurnian, dari ketidakmurnian itu kita dapat

membersihkan diri kita. Sebagai budaya (baca semiotik), pengetahuan adalah beban dengan

perkiraan yang diperoleh dari budaya kita. Di dalam praktik ilmu, kedokteran, jurnalisme,

hukum, atau ilmu sosial, otoritas kita sebagai penghasil pengetahuan dapat diperoleh dari

kebebasan kita dari budaya. Sebaliknya, bahwa kita yang mempekerjakan dalam produksi-

pengetahuan dari jenis-jenis tersebut adalah, nyatanya, penghasil-penghasil budaya. Ini tidak

morals, law custom" (Vol. 1, dari Primitive Culture Tylor 1871). Untuk diskusi ini, lihat Geertz (1973, Bab 1), Swidler (1986), dan Archer (1988, Bab 1).

Page 126: sosiologi pengetahuan baru

Sosiologi Pengetahuan Baru | 113

bermaksud bahwa semua pengetahuan adalah ex quo, ataupun bahwa semua pengetahuan

adalah ideologis, dalam pengertian Marxis klasik mengenai "kesadaran palsu", ataupun bahwa

mereka mesti ideologis dalam beberapa pengertian (lihat diskusi saya tentang ideologi di Bab

2). Tapi ia membebankan pada akademik dan profesional --untuk menggunakan contoh tertutup

bagi saya-- pengertian yang agak berbeda mengenai "pekerjaan" ketimbang yang dilukiskan

Max Weber.

Sekarang, dalam ruang kelas universitas, saya tidak bisa lebih jauh membatasi diri

saya untuk menginstruksi terhadap mahasiswa saya pada gagasan-gagasan dan metode-

metode ilmu sosial. Saya juga mesti mendidik mereka tentang operasi-operasi budaya dan

tentang ilmu sosial sebagai bagian dari budaya. Ini memerlukan, di antara sesuatu yang lain,

penarikan perhatian pada cara-cara bahwa ia dan tubuh pengetahuan menyusun ulang

masyarakatnya dan dirinya sendiri, kadang-kadang pada cara-cara yang membebaskan

mereka dari identitas dan loyalitas yang mereka bawa bersama mereka ke sekolah. Praktik ilmu

sosial juga mensyaratkan penanaman sifat budaya abad 20 --salah satu mungkin lahir dari

sosiologi dan antropologi—tentang keberadaannya dalam budaya, sementara menelitinya

dengan cermat.

Saya masih tetap menjalankan ilmu sosial sebagai liberal sepenuhnya dan

pembebasan kebiasaan pikiran, salah satu yang mencari-cari asal usul yang kompleks dan

pemahaman dunia kontemporer kita. Dan Saya tentu, dalam penyaluran ilmu pengetahuan

sosial, tentang nilai-nilainya bagi mahasiswa saya, jika tidak ada alasan lain daripada fakta

bahwa ia memberitahukan pada mereka tentang kenyataan yang tak dapat dihindarkan

membentuk kehidupan mereka. Tapi, sebagaimana saya melaksanakan operasi-operasi

tersebut, saya tahu dan mereka tahu bahwa apa yang saya katakan dan ajarkan bukanlah kata

akhir. Pengetahuan disituasikan adalah, oleh sifat dasarnya, belum selesai. Tapi itu merupakan

karakter dari semua hal kemanusiaan dan kehidupan.