16
Respon Agama Kristen terhadap Kerusakan Lingkungan Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen Terhadap Krisis Ekologi 1 Pdt. Irene Ludji, MAR Allah menulis FirmanNya tidak hanya di Alkitab. Tapi juga di pohon-pohon, bunga-bunga, awan dan bintang-bintang. Marthin Luther 1483-1546 I. PENDAHULUAN Bumi tempat kita tinggal sedang menghadapi krisis. Krisis yang dimaksud adalah krisis ekologi. Krisis ekolologi ini berdampak pada semua anggota bumi, termasuk manusia. Akan tetapi, manusia bukan hanya korban dari krisis ekologi, manusia juga salah satu penyebab krisis ekologi. Selain posisi sebagai korban dan penyebab krisis ekologi, manusia juga memiliki peran lain yaitu sebagai pemelihara ekosistem. Ketiga peran dan posisi yang dipegang oleh manusia ini terkait erat dengan nilai-nilai kebenaran yang diakuinya. Mengapa? Karena nilai- nilai yang diakui oleh individu sebagai kebenaran adalah penuntun bagi perilaku hidupnya. Dari mana nilai-nilai hidup yang diakui oleh individu berasal? Ada banyak sumber, salah satunya adalah agama. Agama adalah sumber nilai-nilai kebenaran bagi penganutnya karena di dalam ajaran agama dapat ditemukan berbagai aturan, pedoman, serta perintah yang mengatur bagaimana manusia menjalankan kehidupannya. Di dalam tulisan ini akan dibahas bagaimana pemahaman orang Kristen terhadap Alkitab mempengaruhi nilai-nilai serta perilakunya dalam bereaksi terhadap krisis ekologi. Tulisan ini diawali dengan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan krisis ekologi, lalu dilanjutkan dengan respon iman Kristen terhadap bencana lingkungan hidup, dan diakhiri dengan pentingnya dibangun spiritualitas lingkungan hidup di dalam kehidupan umat Kristen yang hendak menjadi penjaga kebun Allah. 1 Disampaikan dalam Seminar Studium Generale di Universitas Kristen Satya Wacana pada tanggal 1 Maret 2014.

Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    16

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen

Respon Agama Kristen terhadap Kerusakan Lingkungan

Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen Terhadap Krisis Ekologi1

Pdt. Irene Ludji, MAR

Allah menulis FirmanNya tidak hanya di Alkitab. Tapi juga di pohon-pohon, bunga-bunga, awan dan bintang-bintang.

Marthin Luther 1483-1546

I. PENDAHULUAN

Bumi tempat kita tinggal sedang menghadapi krisis. Krisis yang dimaksud

adalah krisis ekologi. Krisis ekolologi ini berdampak pada semua anggota bumi,

termasuk manusia. Akan tetapi, manusia bukan hanya korban dari krisis ekologi,

manusia juga salah satu penyebab krisis ekologi. Selain posisi sebagai korban dan

penyebab krisis ekologi, manusia juga memiliki peran lain yaitu sebagai

pemelihara ekosistem. Ketiga peran dan posisi yang dipegang oleh manusia ini

terkait erat dengan nilai-nilai kebenaran yang diakuinya. Mengapa? Karena nilai-

nilai yang diakui oleh individu sebagai kebenaran adalah penuntun bagi perilaku

hidupnya. Dari mana nilai-nilai hidup yang diakui oleh individu berasal? Ada

banyak sumber, salah satunya adalah agama. Agama adalah sumber nilai-nilai

kebenaran bagi penganutnya karena di dalam ajaran agama dapat ditemukan

berbagai aturan, pedoman, serta perintah yang mengatur bagaimana manusia

menjalankan kehidupannya. Di dalam tulisan ini akan dibahas bagaimana

pemahaman orang Kristen terhadap Alkitab mempengaruhi nilai-nilai serta

perilakunya dalam bereaksi terhadap krisis ekologi. Tulisan ini diawali dengan

penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan krisis ekologi, lalu dilanjutkan

dengan respon iman Kristen terhadap bencana lingkungan hidup, dan diakhiri

dengan pentingnya dibangun spiritualitas lingkungan hidup di dalam kehidupan

umat Kristen yang hendak menjadi penjaga kebun Allah.

1 Disampaikan dalam Seminar Studium Generale di Universitas Kristen Satya Wacana pada tanggal 1 Maret

2014.

Page 2: Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen

Kerusakan Lingkungan Ditinjau dari Perspektif Ekologi dan Respon Agama-Agama

64

II. KRISIS EKOLOGI

Istilah ekologi dapat didefinisikan secara sederhana sebagai ilmu yang

mempelajari hubungan antara organisme dengan lingkungannya. Secara harafiah

lingkungan di sini berarti keadaan sekitar atau kondisi sekitar. Menurut Undang-

Undang Lingkungan Hidup No. 23/1997 yang masih berlaku hingga saat ini,

“lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,

dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang

mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta

makhluk hidup lainnya.” Lingkungan hidup terdiri atas tiga unsur utama yaitu

unsur hayati, fisik, dan unsur sosial budaya (Simanjuntak, 2014: 9). Yang dimaksud

dengan unsur hayati adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas makhluk

hidup, seperti hewan, manusia, tumbuh-tumbuhan dan jasad renik. Unsur hayati

disebut juga sebagai unsur biotik. Yang dimaksud dengan unsur fisik adalah bagian

dari lingkungan hidup yang terdiri atas benda-benda tidak hidup, seperti tanah,

air, udara, iklim, dll. Unsur fisik disebut juga sebagai unsur abiotik. Yang terakhir,

unsur sosial budaya yaitu lingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia yang

merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk

sosial. Interaksi antara ketiga unsur ini mengakibatkan perubahan lingkungan.

Hubungan timbal balik antara ketiga unsur ini berpotensi untuk menyebabkan

kerusakan ekologi seperti kerusakan tanah dan pencemaran lingkungan

(Simanjuntak, 2014: 20). Perubahan lingkungan diperparah oleh eksploitasi

sumber daya alam demi menunjang kepentingan salah satu unsur lingkungan

hidup yaitu manusia.

Berbagai peristiwa bencana yang terjadi di Indonesia belakangan ini,

seperti banjir, gempa bumi dan gunung meletus berdampak pula pada perubahan

lingkungan hidup serta unsur-unsur di dalamnya. Menurut Sonny Keraf, menteri

lingkungan hidup periode ke-5 di Indonesia, berbagai bencana yang terjadi di

Indonesia dapat dikategorikan dalam dua kelompok yaitu bencana alam dan

bencana lingkungan hidup (Keraf, 2010: 26). Yang dimaksud dengan bencana alam

adalah bencana yang terjadi murni sebagai dampak dari peristiwa alam, misalnya

gempa bumi dan gunung meletus. Sedangkan yang dimaksud dengan bencana

lingkungan hidup adalah “sebagian atau seluruh peristiwa yang disebabkan oleh

Page 3: Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen

Respon Agama Kristen terhadap Kerusakan Lingkungan

65

krisis lingkungan hidup, yaitu kehancuran, kerusakan dan pencemaran lingkungan

hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia” (Keraf, 2010: 26). Definisi

yang diberikan oleh Keraf ini jika dilihat secara sepintas akan bermakna

kontradiktif dengan definisi lingkungan hidup yang dipaparkan sebelumnya dalam

tulisan ini. Jika lingkungan hidup mencakup di dalamnya alam (biotik dan abiotik)

maka bencana alam harus dikategorikan sebagai bencana lingkungan hidup. Oleh

karena itu, dalam menggunakan kategori yang diusung oleh Keraf, sebagaimana

yang hendak dilakukan dalam tulisan ini, maka perlu dipahami bahwa istilah

bencana lingkungan hidup digunakan semata-mata dengan tujuan untuk

membedakan antara krisis dan bencana yang disebabkan tidak terutama oleh

alam melainkan oleh manusia.

Ada lima macam krisis dan bencana lingkungan hidup yang terjadi di

sekitar kita saat ini yaitu pencemaran, kerusakan, kepunahan, kekacauan iklim

global, dan masalah sosial ikutan yang berhubungan dengan krisis dan bencana

lingkungan hidup tersebut (Keraf, 2010: 27). Yang pertama pencemaran

lingkungan hidup yang terdiri atas polusi udara, air, tanah, laut dan sampah. Yang

kedua kerusakan lingkungan hidup yang terdiri atas kerusakan hutan, lapisan

tanah, terumbu karang dan lapisan ozon. Yang ketiga kepunahan sumber daya

alam yang terdiri atas punahnya keanekaragaman hayati, punahnya sumber daya

alam, dan sumber mata air. Yang keempat kekacauan iklim global yang

merupakan fenomena perubahan iklim dan kekacauan cuaca dengan segala

gejalanya. Yang terakhir masalah sosial yang terkait dengan dampak kerusakan

lingkungan hidup seperti kesehatan dan pemiskinan. Kelima macam krisis

lingkungan ini mencakup beberapa permasalahan utama lingkungan hidup yang

ada di Indonesia yaitu “akumulasi bahan beracun, efek rumah kaca, perusakan

lapisan ozon, hujan asam, deforentasi dan penggurunan, serta kematian bentu-

bentuk kehidupan” (Simanjuntak, 2014: 22). Berbagai jenis bencana lingkungan

hidup diatas adalah panggilan bagi kita semua untuk berubah, baik merubah gaya

berpikir maupun cara bertindak yang dapat meminimalisir bencana lingkungan

hidup.

Page 4: Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen

Kerusakan Lingkungan Ditinjau dari Perspektif Ekologi dan Respon Agama-Agama

66

III. RESPON IMAN KRISTEN TERHADAP BENCANA LINGKUNGAN HIDUP

Respon iman Kristen terhadap bencana lingkungan hidup dibangun atas

dasar Alkitab dan ajaran yang diakui oleh gereja. Di sepanjang sejarah pemikiran

teologi, telah ada berbagai respon umat Kristen terhadap bencana lingkungan

hidup. Berbagai respon ini dapat dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu

manusia sebagai penguasa kebun Allah dan manusia sebagai penjaga kebun Allah.

Penguasa Kebun Allah

Di dalam Kitab Kejadian 1 dan 2 dijelaskan tentang bagaimana dunia

diciptakan oleh Allah. Gereja berdasarkan kesaksian Alkitab mengakui bahwa

dunia adalah hasil ciptaan Allah yang terpisah dariNya. Allah diimani sebagai

creatio ex nihilo, sang Pencipta yang mampu menciptakan dari yang tidak ada

menjadi ada. Manusia adalah salah satu ciptaan Allah yang dibuat dari tidak ada

menjadi ada. Ciptaan dan Pencipta terpisah satu dengan yang lain, karena Allahlah

yang membuat ciptaan ada. Posisi Allah sebagai Pencipta yang terpisah dari

ciptaanNya inilah yang dipandang oleh beberapa teolog sebagai akar dari krisis

ekologi. Beberapa teolog yang dimaksud adalah Emil Brunner, Lynn White dan

Harvey Cox. White dan Cox adalah pemikir besar dalam dunia eko-teologi, ilmu

yang dikembangkan untuk melihat hubungan antara lingkungan hidup dan teologi,

yang memandang pemisahan antara Pencipta dan ciptaanNya sebagai akar krisis

ekologi.

Emil Brunner adalah seorang teolog Kristen yang terkenal dengan

pernyataannya “Allah minus dunia sama dengan Allah” (Harun, 2008: 32). Brunner

menaruh landasan bagi pemikiran Kristen yang meyakini bahwa Allah dan dunia

adalah subjek dan objek yang terpisah. Keterpisahan antara Allah dan dunia

ciptaanNya berdampak pada kecenderungan manusia untuk mengutamakan

penyembahannya kepada Allah tapi melupakan perannya bagi lingkungan hidup.

Seolah-olah manusia dapat mengasihi Allah tanpa mengasihi lingkungan hidupnya.

Hasilnya adalah manusia yang mengeksploitasi alam sekaligus mengaku

menyembah Allah yang menciptakannya.

Lynn White, di dalam bukunya The Historical Roots of Our Ecological Crisis,

menjelaskan bahwa krisis lingkungan hidup yang disebabkan oleh perkembangan

Page 5: Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen

Respon Agama Kristen terhadap Kerusakan Lingkungan

67

ilmu pengetahuan dan teknologi modern terjadi karena ajaran Alkitab khususnya

Perjanjian Lama tentang penciptaan (Harun, 2008: 29). White meyakini bahwa

karena Allah yang dijelaskan di dalam Perjanjian Lama adalah Allah yang terpisah

dari ciptaanNya maka alam dipahami sebagai yang terpisah dari Allah, demikian

pula manusia terpisah dari alam. Keterpisahan ini disebut juga sebagai dualisme

Allah dan dunia yang mengakibatkan sikap kesewenang-wenangan manusia dalam

mengeksploitasi alam yang terpisah dari Allah. Selanjutnya di dalam Perjanjian

Baru terkhususnya kitab Wahyu dijelaskan tentang bumi baru yang akan datang

bersamaan dengan peristiwa kedatangan Allah yang kedua kalinya. Kisah ini juga

menegaskan keterpisahan Allah dan alam yang ada di dunia ini dan rencana Allah

untuk menggantikan alam di bumi dengan alam lain yang lebih sempurna. Konsep

keterpisahan antara Allah dan alam yang ditemukan baik dalam Perjanjian Lama

maupun Perjanjian Baru inilah yang melahirkan sikap tidak peduli kepada

kelestarian lingkungan hidup di kalangan umat Kristen.

Harvey Cox, di dalam bukunya Secular City, mengangkat ide yang sama

dengan White, yaitu bahwa kisah penciptaan mengakibatkan lahirnya pemikiran

yang memisahkan alam dari Allah dan manusia dari alam. Akibatnya “alam yang

dilepaskan dari pesona ilahinya hanya dipandang sebagai objek biasa” (Harun,

2008: 30). Pesona Allah yang dihilangkan dari alam akibat pemisahan tersebut

mengakibatkan manusia memanfaatkan alam bagi perkembangan ilmu

pengetahuannya. Cox, berbeda dari White, tidak memandang pemisahan antara

ciptaan dan Pencipta sebagai sesuatu yang secara utuh negatif. Pemisahan antara

ciptaan dan Pencipta dilakukan oleh Pencipta untuk menunjukkan bahwa Ciptaan

memiliki eksistensinya sendiri, ciptaan dipercaya untuk mengembangkan diri dan

kehidupannya dengan memanfaatkan lingkungan hidup disekitarnya.

Baik pandangan Brunner, White maupun Cox, sama-sama memberi

penekanan pada pemisahan antara Pencipta dan Ciptaan yang diakui dalam ajaran

gereja berdampak pada krisis ekologi. Walaupun Cox tidak sepenuhnya

menyalahkan pemisahan ciptaan dan Pencipta di dalam kitab Kejadian sebagai

dasar kerusakan lingkungan, tetapi ia mengakui bahwa penafsiran terhadap kisah

tersebut telah melahirkan sikap yang berbeda bagi manusia dalam menjalankan

kehidupannya di sekitar lingkungannya. Pemisahan antara Pencipta dan ciptaan

Page 6: Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen

Kerusakan Lingkungan Ditinjau dari Perspektif Ekologi dan Respon Agama-Agama

68

melahirkan ruang berkreasi bagi manusia di dalam dunia yang seringkali tidak

dimanfaatkan dengan bijaksana. Di sini manusia menjadi penguasa atas ciptaan

Allah yang lain.

Penjaga Kebun Allah

Untuk menjawab model penafsiran Brunner, White, dan Cox terhadap

kisah penciptaan dalam Kejadian 1 dan 2, berkembang berbagai model tafsiran

eko-teologi yang lain. Beberapa model eko-teologi yang akan dibahas di sini

adalah model imago dei, model organis, panenteisme, teologi kenosis, dan teologi

Roh Kudus. Kelima model ini berisi usaha untuk menjelaskan bahwa Alkitab dan

ajaran gereja sesungguhnya memuat pesan penting bagi manusia untuk

melindungi lingkungan hidup. Kelima model ini dipilih karena mewakili pergerakan

pemikiran eko-teologi dari yang terbuka terhadap perlindungan lingkungan hidup

walaupun masih bersifat antroposentris (berpusat pada manusia) sampai kepada

pandangan eko-teologi yang berpusat pada inkarnasi Allah dan peran Roh Kudus.

John Stott, seorang eko-teolog, menjelaskan bahwa keberadaan manusia

yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah atau imago dei adalah dasar

sikap perlindungan manusia terhadap lingkungan hidup. Diciptakan menurut

gambar Allah memiliki tiga makna yaitu hubungan, komunitas, dan tugas khusus

(Pasang, 2011: 96). Yang pertama, manusia yang diciptakan menurut gambar dan

rupa Allah harus memiliki hubungan yang intim dengan Allah yang berdampak

pada sikap membawa damai kepada ciptaan Allah yang lain. Yang kedua, Allah

sejak penciptaan memandang seluruh ciptaanNya sebagai bagian dari sebuah

komunitas yang saling menopang. Manusia diciptakan untuk menopang ciptaan

yang lain sebagaimana ciptaan yang lain menopang keberlangsungan hidup

manusia. Yang ketiga, manusia sebagai gambar dan rupa Allah diberikan kuasa

untuk ‘menaklukkan’ (Ibrani: Kabbas) dan ‘berkuasa’ (Ibrani: Raddah) yang

ditafsirkan oleh Stott sebagai tangggung jawab untuk “mengolah/mengusahakan,

menjaga/merawat taman Allah, dan memberi nama kepada ciptaan Allah yang

lain” (Pasang, 2011: 98). Model imago dei yang dikembangkan oleh Stott ini jelas

menekankan pada manusia sebagai yang lebih istimewa dibandingkan dengan

Page 7: Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen

Respon Agama Kristen terhadap Kerusakan Lingkungan

69

ciptaan Allah yang lain walaupun juga menaruh perhatian kepada tanggung jawab

manusia untuk memelihara ciptaan Allah yang non-human.

Model yang kedua adalah model organis. Model organis adalah model

yang dikembangkan oleh John Macquarrie, yang menolak pemisahan antara

Pencipta dan ciptaan sebagaimana disampaikan oleh White dan Cox. Macquarrie

menjelaskan bahwa ada banyak bagian Alkitab, selain Kejadian 1 dan 2, yang

menegaskan hubungan yang tidak terpisah antara Allah sebagai Pencipta dengan

dunia dan isinya sebagai ciptaan, misalnya kejadian 9:10, Mazmur 19: 1; 29

(Harun, 2008: 31). Di dalam model organis, Allah tidak dilihat sebagai Allah yang di

atas manusia tetapi sebaliknya Allah dilihat sebagai bagian dari kehidupan ciptaan.

Kata organis menunjuk kepada ciri khas organisme yang saling terhubung,

membutuhkan, dan menopang satu dengan yang lain. Sebagaimana organisme,

demikian pula hubungan antara Allah selaku Pencipta dengan ciptaanNya

bukanlah hubungan atas-bawah tetapi hubungan bergantung yang saling memberi

makna.

Model eko-teologi yang ketiga dikembangkan oleh Jay B McDaniel yang ia

akui sebagai pendekatan panenteisme. Istilah panenteisme seringkali dipasangkan

dengan istilah panteisme, keduanya berbeda definisi. Panteisme adalah keyakinan

bahwa Allah ada dalam semua ciptaanNya sedangkan panenteisme adalah

keyakinan bahwa semua ciptaan adalah bagian dari Allah. Dalam panteisme Allah

tidak dibedakan dari ciptaan, sedangkan dalam penenteisme Allah berbeda

dengan ciptaan walaupun tetap memiliki hubungan dekat dengan ciptaanNya

(Tucker & Grim, 2003: 83). McDaniel memahami kisah penciptaan sebagai sebuah

“simfoni yang tak pernah selesai: yang dimainkan oleh orkes dengan banyak

pemain yang kreatif yang dikoordinasikan oleh Allah sebagai dirigen yang terus

menerus merayu mereka kepada kreativitas yang baru dan menghasilkan suatu

kerukunan di dalam perbedaan-perbedaan” (Harun, 2008: 33-34). Model ini

mengakui bahwa ciptaan mewakili keindahan Penciptanya dan seluruh ciptaan

dipanggil untuk hidup harmonis bersama dengan Penciptanya.

Sallie McFague, satu-satunya teolog perempuan yang berbicara tentang

pentingnya membangun teologi Kristen yang ramah kepada alam, mengusung

model yang keempat yaitu teologi kenosis. Teologi kenosis adalah teologi yang

Page 8: Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen

Kerusakan Lingkungan Ditinjau dari Perspektif Ekologi dan Respon Agama-Agama

70

difokuskan pada kisah inkarnasi Yesus Kristus ke dalam dunia. Teologi yang

dikembangkan oleh McFague ini tidak memandang Allah sebagai Pencipta yang

terpisah dari dunia dan ciptaanNya (McFague, 2013: 173 Kindle Edition). Allah

telah berinkarnasi dan menjadi bagian dari dunia di dalam diri Yesus Kristus, Allah

menyatu dengan dunia. Oleh karena itu, Allah dan dunia adalah kesatuan

(McFague, 2013: 171-2 Kindle Edition). Akibatnya adalah ciptaan harus melihat

dunia sebagai bagian dari “tubuh Allah,” walaupun Allah tidak bisa dibatasi hanya

dalam dunia saja tetapi Allah dapat diidentifikasi lewat ciptaanNya.

Model yang terakhir adalah pandangan eko-teologi yang dikembangkan

oleh Denis Edwards dengan penekanan pada peran dari Roh Kudus di dalam

dunia. Edwards, melihat peristiwa penciptaan sebagai proses yang masih terus

menerus berlangsung dengan pengawalan dari Roh Allah sendiri (Harun, 2008:

37). Roh Kudus berfungsi di dalam dunia sebagai yang menyertai ciptaan dan

merangkul ciptaan menuju sebuah kesinambungan. Roh Kudus menderita

bersama ciptaan yang menderita dan memberi kekuatan kepada ciptaan. Menurut

Edwards, Roh Kudus memainkan peran penting karena “di dalam roh, segala

makhluk adalah bagian dari kita, dan kita bagian dari mereka, bersama-sama

dihidupkan oleh satu Roh yang merangkum semua” (Harun, 2008: 40). Roh

menyatukan ciptaan dengan penciptaNya dalam persekutuan yang saling

memelihara.

Kelima model eko-teologi yang dipaparkan diatas memiliki dua ciri yang

relatif sama yaitu: pertama, manusia bukan pusat dari ciptaan. Manusia bukanlah

satu-satunya ciptaan yang penting bagi Allah. Ajaran Alkitab yang menyatakan

bahwa manusia diciptakan menurut gambar Allah tidak membuat manusia

diistimewakan oleh Allah dihadapan ciptaan non-human lainnya. Sebaliknya

manusia yang setara kedudukannya dengan ciptaan Allah yang lain, diingatkan

untuk menjalankan peran memuliakan Allah lewat hidup yang harmonis dengan

ciptaan lain sebagai satu keutuhan ciptaan. Manusia adalah penjaga kebun Allah

yang bertanggungjawab kepada Allah dalam memelihara ciptaanNya. Kedua,

keutuhan antara Pencipta dan ciptaan. Baik dengan menelusuri ayat-ayat Alkitab

selain Kejadian 1 dan 2, menafsir ulang kisah inkarnasi Yesus Kristus ke dalam

dunia, maupun dengan mengutamakan peran Roh Kudus, model-model di atas

Page 9: Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen

Respon Agama Kristen terhadap Kerusakan Lingkungan

71

meyakini bahwa Allah sebagai Pencipta tidak terpisah dari ciptaanNya. Allah hadir

di tengah-tengah ciptaanNya lewat inkarnasi Yesus dan menyatu dengan

ciptaanNya. Allah menuntun ciptaanNya lewat Roh Kudus dan bergumul bersama

dengan mereka. Allah menderita bersama ciptaanNya dan menguatkan seluruh

ciptaanNya untuk menuju kepada pemulihan.

Di antara kelima model eko-teologi di atas, model favorit saya adalah

teologi kenosis. Teologi ini memiliki beberapa karakteristik yang mengungguli

model-model yang lain yaitu: pertama, teologi kenosis memusatkan perhatian

pada peristiwa utama dalam ajaran gereja yaitu pengosongan diri (kenosis) Allah

dalam proses inkarnasi menjadi manusia yang hidup di dalam dunia. Sang

Pencipta yang mengasihi ciptaanNya bukan sekedar Pencipta yang ‘berada’ di luar

ciptaanNya. Ia adalah sang Pencipta yang ambil bagian secara langsung dan aktif

dalam kehidupan ciptaanNya. Kedua, teologi kenosis mampu mematahkan ajaran

tradisional gereja yang memisahkan Allah dari ciptaanNya dengan mengusung

pendekatan feminis bahwa dunia adalah tubuh Allah. Analogi tubuh adalah

analogi yang seringkali digunakan dalam teologi feminis. Ketiga, teologi kenosis

menyadari batasan antara panteisme dan panenteism. Teologi ini menerima

ciptaan sebagai bagian dari karya Allah tanpa membatasi karya Allah hanya di

dalam ciptaanNya saja. Allah lebih besar dari ciptaanNya, tetapi lewat ciptaanNya

kita dapat melihat gambar Allah.

IV. SPIRITUALITAS LINGKUNGAN HIDUP

Spiritualitas lingkungan hidup adalah spiritualitas yang dibangun oleh para

penjaga kebun Allah. Spiritualitas lingkungan hidup adalah respon para penjaga

kebun Allah dalam membangun hidup bersama dengan ciptaan non-human.

Spiritualitas lingkungan hidup adalah kebutuhan yang harus dipenuhi dalam

menghadapi krisis ekologi. Kebutuhan ini mungkin bukan kebutuhan yang

terbesar, akan tetapi ia adalah kebutuhan yang nyata. Benar bahwa untuk

mengatasi krisis ekologi, dibutuhkan lebih dari sekedar spiritualitas yang peduli

pada lingkungan hidup; untuk mengatasi krisis ekologi dibutuhkan perubahan

radikal dalam gaya hidup masyarakat modern yang konsumtif, pengambilan

keputusan politik yang berpihak pada keselamatan lingkungan, penemuan-

Page 10: Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen

Kerusakan Lingkungan Ditinjau dari Perspektif Ekologi dan Respon Agama-Agama

72

penemuan baru yang bisa memulihkan lingkungan, dan lain sebagainya.

Spiritualitas Kristen yang peka pada krisis ekologi bukan satu-satunya jawaban.

Spiritualitas Kristen yang peka pada bencana lingkungan hidup hanyalah

merupakan salah satu jalan di antara banyak jalan yang harus ditempuh untuk

menjaga bumi.

Bagaimana spiritualitas lingkungan hidup dapat dikembangkan dalam

persekutuan umat percaya? Spiritualitas lingkungan hidup dibangun lewat doa

dan berbuah dalam tindakan. Doa adalah tindakan para penjaga kebun Allah. Doa

adalah bukti persekutuan ciptaan dengan Allah. Di dalam doa, kita mengakui

bahwa Allah adalah bagian dari dunia ciptaanNya, Allah bekerja aktif di dalam

kehidupan ciptaanNya. Doa adalah cara untuk mengamini tanggung jawab yang

Allah berikan di Taman Eden, yaitu menjadi penjaga dan pemelihara kebun Allah.

Doa juga adalah bagian penting dari kehidupan gereja. Ketika gereja berdoa,

gereja menyatakan imannya kepada Allah yang berinkarnasi ke dunia melalui

Yesus Kristus dan yang terus bersama ciptaanNya lewat Roh Kudus. Doa yang

sungguh-sungguh harus melahirkan tindakan: tindakan yang menolak untuk hidup

dalam budaya konsumerisme yang merusak keutuhan ciptaan; tindakan yang

mendukung keputusan-keputusan politis yang melindungi lingkungan hidup dan

yang berani bersuara menolak keputusan yang sebaliknya. Mereka yang berdoa,

hidup dalam hubungan yang damai tidak hanya Allah tetapi juga dengan dunia.

Sebagaimana kutipan dari Marthin Luther di awal tulisan ini menyebutkan bahwa

Allah tidak hanya menulis FirmanNya di dalam Alkitab, tetapi juga di pohon,

bunga, awan dan bintang, maka spiritualitas lingkungan hidup adalah jawaban

untuk mengamininya.

DAFTAR PUSTAKA

Banawiratma J. B., dkk. Iman, Ekonomi, Ekologi. Yogyakarta: Kanisius. 1996.

Deane-Drummond, Celia. Teologi dan Ekologi: Pegangan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2001.

Keraf, Sonny A. Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global. Yogyakarta: Kanisius. 2010.

Page 11: Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen

Respon Agama Kristen terhadap Kerusakan Lingkungan

73

Mangunjaya, Fachruddin M. Hidup Harmonis Dengan Alam. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2006.

McFague, Sallie. Life Abundant: Rethinking Theology and Economy For A Planet in Peril. Minneapolis: Fortress Press. 2001.

------------ Blessed are the Consumers: Climate Change and the Practice of Restraint. Fortress Press. Kindle Edition. 2013.

Pasang, Haskarlianus. Mengasihi Lingkungan. Jakarta: Perkantas. 2011.

Pratney, Winkie. Memulihkan Negeri. Yogyakarta: Penerbit Andi. 2003.

Rasmussen, Larry L. Komunitas Bumi: Etika Bumi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010.

Sudarminta J. & Tjahjadi S.P Lili. Dunia, Manusia, dan Tuhan: Antologi Pencerahan Filsafat dan Teologi. Yogyakarta: Kanisius. 2008.

Sunarko A. dan Kristiyanto Eddy A. Bumi Menyembah Hyang Ilahi. Yogyakarta: Kanisius. 2008.

Tucker, Evelyn Mary and Grim A. John. Agama, Filsafat, & Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Kanisius. 2003.

Page 12: Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen

Kerusakan Lingkungan Ditinjau dari Perspektif Ekologi dan Respon Agama-Agama

74

MATERI PRESENTASI

SPIRITUALITAS LINGKUNGAN HIDUP Respon Iman Kristen

Terhadap Krisis Ekologi

Irene Ludji

Page 13: Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen

Respon Agama Kristen terhadap Kerusakan Lingkungan

75

Page 14: Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen

Kerusakan Lingkungan Ditinjau dari Perspektif Ekologi dan Respon Agama-Agama

76

Page 15: Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen

Respon Agama Kristen terhadap Kerusakan Lingkungan

77

Page 16: Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen

Kerusakan Lingkungan Ditinjau dari Perspektif Ekologi dan Respon Agama-Agama

78