Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SRATEGI COPING PADA ORANGTUA
YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Titut Esti Koeswardani
039114006
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SRATEGI COPING PADA ORANGTUA
YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Titut Esti Koeswardani
039114006
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSETUJUAI\T PtsN[BINf BING
STRATEGI COPING PADA ORANGTUA
YAI\IG MEMILIKI ANAK RDTARI}ASI MENTAL
SkriPsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Pembimbing
ML. Anantasari, S.Psi., M.Si. Yogyakarta, 22 Fsbruari 2008
ffi%# S " , % "ffiffiFu.*##%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“ Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau,
Janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu;
Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau;
Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang
membawa kemenangan...” (Yesaya 41:10)
Dalam hening mengepakkan sayap doa
Jiwaku membubung menuju takhta;
Dan kutemukan pengharapan kekuatanku
Saat hatiku berpadu dengan hati‐Mu...(anonymous)
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sebuah karya sederhana ini kupersembahkan kepada :
My Lord, Jesus Christ sumber pengharapanku
Mama dan Papa terkasih
My brother ‘n my sister in law
My big soul
All my big family
All my friends
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PER}IYATAAII PERSETUJUAI\
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : Titut Esti Koeswardani
No. Mahasiswa : 039114006
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : Strategi Coping
Pada Orangtua Yang Memiliki Anak Retardasi Mental beserta perangkat yang
diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dhamra hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk
media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara
terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan
akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian penryataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 28 Maret 2008
Yang Menyatakan
(Titut Esti Koeswardani)
vl
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah dituliskan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Maret 2008
Penulis
Titut Esti Koeswardani
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Titut Esti K. (2008). Strategi Coping Pada Orangtua Yang Memiliki Anak Retardasi Mental. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Jurusan Psikologi, Program Studi Psikologi, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan strategi coping yang digunakan oleh orangtua yang memiliki anak retardasi mental karena kehadiran anak retardasi mental dalam keluarga mengakibatkan munculnya perubahan dan keadaan baru yang menimbulkan situasi stres sehingga orangtua berusaha untuk beradaptasi dengan mengatasi dan mengurangi efek negatif dari situasi yang dialami tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan subjek penelitian yang berjumlah tiga pasang orangtua, yaitu ayah dan ibu dari anak yang menderita retardasi mental. Data diperoleh dengan melakukan wawancara dan observasi kepada subjek kemudian data dianalisis menurut isinya melalui pengorganisasian data secara sistematis, melakukan pengkodean dan interpretasi sehingga data yang diperoleh bisa dipahami secara lebih mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menghadapi anak retardasi mental, subjek menggunakan strategi problem-focused coping yang berupa active coping dengan menyekolahkan anak di sekolah khusus seperti SLB atau YPAC dan restraint coping dimana subjek menunda rencana yang dibuat seperti membuka usaha dagang untuk anak ataupun memeriksakan keadaan fisik anak hingga adanya waktu dan kesempatan yang tepat. Subjek juga menggunakan strategi emotion-focused coping yaitu berupa tindakan turning to religion dengan cara meningkatkan kepercayaan dan mendekatkan diri kepada Tuhan, positive reinterpretation and growth dimana subjek mengambil sisi positif atau hikmah dari situasi stres melalui belajar untuk lebih banyak bersyukur, acceptance yaitu pasrah menerima kenyataan yang telah terjadi dan menjalani keadaan secara ikhlas, mental disengagement yaitu dengan bersikap santai dan mengalihkan perhatian dengan melakukan kegiatan lain, dan behavioral disengagement misalnya dengan tidak melanjutkan lagi usaha pengobatan bagi anak. Strategi yang juga digunakan subjek adalah strategi seeking social support yang berupa tindakan seeking emotional social support, yaitu mencoba mendapatkan dukungan moral, pengertian dan simpati melalui sharing atau berbagi cerita dengan orang-orang terdekat. Subjek juga memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki untuk mengatasi stres, antara lain kondisi kesehatan yang baik, keyakinan dan sikap positif, kemampuan dan dukungan sosial yang dimiliki, serta tingkat pendidikan dan standar kehidupan yang tinggi.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Koeswardani, T. E. (2008). Parents’ Coping Strategy who Have Mental Retarded Children. Yogyakarta: Department of Psychology, Faculty of Psychology, Sanata Dharma University.
This research was purposed to describe the coping strategy which is used by the parents who have mental retarded children because their presence in the family cause a new situation that can affect stress. Therefore, the parents try to adapt it by exceed and minimize the negative effect of this situation.
This research was a qualitative descriptive research with the subjects were three parents who have mental retarded children. The data was collected by interviewing and observing the subjects, then the data was analized based on its content through data organizing sistematically, coding and interpreting so that the data more could be understood.
The result showed that handle mental retarded children, the subjects use problem-focused coping. There are active coping by sent them to special schools such as SLB or YPAC, and restraint coping which postpone their plans like opening a business for the children or checking the children’s physical condition until an appropriate time and opportunity. The subjects also use emotion-focused coping, such as turning to religion by increase their belief and turn to the God, then positive reinterpretation and growth by take the positive advantages from the stressful situation pass through learn to be more grateful, acceptance by accept the fact has occured with whole heart, mental disengagement by try to relax and distract the attention to do something else, and behavioral disengagement such as stop the children’s medical check up. The other strategy is seeking social support by seeking emotional social support, that is try to get moral support, attention and sympathy by share the stories with the closest person. Subjects also use the coping resources to handle their stress. Those are well health, faith and positive attitude, skill and social support, and also high education and standard of living.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus,
yang telah melimpahkan berkah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi di
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini takkan terwujud tanpa bantuan,
bimbingan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak yang sangat berarti bagi
penulis. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Jesus Christ, yang selalu melimpahkan berkat dan anugerah-Nya serta yang
tiap saat selalu memberikan pengharapan dan kekuatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi
yang telah membimbing dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melaksanakan penulisan ini.
3. Ibu Sylvia CMYM, S.Psi., M.Si. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi yang telah
membantu dan membimbing penulis secara akademik baik di dalam maupun
di luar kelas.
4. Ibu ML. Anantasari, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, masukan, kritik,
saran dan dukungan moral yang telah membuat penulis siap secara mental
selama mengerjakan skripsi ini.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik.
Terima kasih telah menjadi dosen pembimbing yang senantiasa membantu
penulis mengenai masalah akademik.
6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik penulis selama studi
di Fakultas Psikologi ini. Terima kasih atas bimbingan dan arahannya selama
ini.
7. Mbak Nanik, Mas Gandung, Mas Mudji, Mas Doni dan Pak Gie’ yang dengan
sabar membantu dan memberikan kemudahan bagi penulis selama proses studi
penulis di Fakultas Psikologi.
8. Mama dan papa tercinta yang selalu mendoakan, mensupport dan percaya
dengan segala keputusan yang penulis ambil di setiap langkah kehidupan ini
sehingga membuat penulis belajar untuk mandiri dan lebih dewasa menyikapi
sesuatu. Terima kasih atas setiap sarana dan kemudahan yang selalu
disediakan walaupun mama dan papa sedang dalam kesulitan. Thanks a lot to
my parents...
9. Mas Nanu, mas-ku satu-satunya.....thanks buat perhatian dan rasa sayangnya
yang gak pernah diungkapkan secara langsung.....I like the way you love
me......However you are, you are the best brother for me....
10. Mba Rina, my sister in law, thanks buat setiap masukan dan cerita-ceritanya...
Mba Dwi, makasi sudah jagain mama dan papa di Palembang....
11. All my big family....simbah, budhe-budhe, pakdhe-pakdhe, mas-mas, mbak-
mbak dan keponakan-keponakanku...makasi atas doa, dukungan, perhatian,
keakraban dan keceriaan yang diberikan ke aku...
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12. My big soul, the special one for me.....thanks sudah menjadi bagian dalam
hidupku...setiap proses yang sudah kita lalui selama ini menjadikan aku
sebagai wanita yang sangat berarti dan kaya akan rasa....Doa, kepercayaan dan
dukunganmu memberi kekuatan bagiku....maaf lo sering ngerepotin dirimu....
13. Semua “yang pernah hadir” dalam hidupku...thanks buat semua proses
pembelajaran yang sudah dilalui bersama....
14. Teman seperjuanganku, Grisna.....yang selalu mengingatkan dan
memperhatikanku selama di Yogya....thanks for all process ya Gris...
15. Teman-teman terbaikku, Oied, Prima-poke, Otics, Dee2, Nana,
Sari...dinamika akademik dan dinamika kehidupan mendewasakan pribadi kita
masing-masing....Perkenalan dan kedekatan dengan kalian memberikan warna
tersendiri dalam hidupku...
16. Teman-teman satu bimbingan Bu Ari....mba Dewi, Tanti “tante”, Bayu,
Suster, Bona dan teman-teman yang lain...terima kasih buat semua proses dan
dukungan yang memberi semangat dan kekuatan....
17. Teman-teman Kost Manunggal, Qnoy dan CingHe yang bersedia membantuku
untuk melengkapi skripsi ini secara teknis sekaligus temen paling asyik buat
keluar malem bersama Doddy ataupun cuma buat nongkrong di AJP atau
burjo bersama Yoki dan Ratna...Adi yang mensupportku dengan sindiran-
sindirannya...Happy yang sering membuatku takut dengan tatapan
kosongnya...Lina yang bisa diajak join masak...dan teman-teman lain yang
bersedia berbagi apapun di kos...Makasi atas perhatian, canda tawa dan
lelucon-lelucon kalian selama ini...
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18. Semua teman-teman angkatan 2003.....Makasi atas hubungan pertemanan
selama ini yang membuatku jadi belajar banyak karakter...
19. Keluarga Pak Ismed, Pak Ngatimin dan Pak Effendi, terima kasih atas
kesediaan dan keakraban yang diberikan sehingga sangat membantu
kelancaran penulis selama proses penyelesaian skripsi ini....
20. Angkringan “Agung”, McD dan burjo...keberadaan kalian membantuku dalam
menyelesaikan masalah kelaparan di tengah malam...
21. Semua pihak yang belum kusebutkan satu per satu di sini....terima kasih atas
dukungan dan perhatian kalian...
22. The last, thanks to the reader yang rela meluangkan waktu untuk membaca
karya tulis ini....
Penulis juga menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan adanya kritikan dan saran dari pembaca yang
bisa menjadi masukan bagi penulis untuk mengembangkan kemampuan penulis
menjadi lebih baik. Penulis berharap agar karya tulis ini dapat menjadi inspirasi
bagi pembaca...That’s all...
Penulis,
Titut Esti Koeswardani
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
HALAMAN PENGESAHAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. iii
HALAMAN MOTTO. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv
HALAMAN PERSEMBAHAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . v
Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Iilmiah Untuk Kepentingan
Akademis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ........ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..... . vi
Pernyataan Keaslian Karya. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . .. .. . . .. .. . . . . . . . vii
Abstrak. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . viii
Abstract. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . ix
Kata Pengantar. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . x
Daftar Isi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . xiv
Daftar Tabel. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. xviii
Daftar Gambar. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xix
Daftar Lampiran.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xx
BAB I. PENDAHULUAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 1
A. Latar Belakang Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 1
B. Rumusan Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
C. Tujuan Penelitian.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
D. Manfaat Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II. LANDASAN TEORI. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
A. Stres. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . .9
1. Pengertian Stres. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
2. Penyebab Stres (Stressor) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
B. Strategi Coping. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
1. Pengertian Strategi Coping.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
2. Bentuk-bentuk Strategi Coping. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
3. Sumberdaya Coping. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
C. Retardasi Mental. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
1. Pengertian Retardasi Mental. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
2. Jenis-jenis Retardasi Mental. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
D. Orangtua. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . 21
1. Definisi Orangtua. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
2. Peranan Orangtua dalam Keluarga. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .22
E. Strategi Coping pada Orangtua yang Memiliki Anak
Retardasi Mental. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
F. Pertanyaan Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30
A. Jenis Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30
B. Identifikasi Variabel. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Batasan Istilah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30
D. Subjek Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31
E. Metode Pengumpulan Data. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32
F. Analisis Data. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 35
G. Pemeriksaan Kesahihan dan Keabsahan Data. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
H. Prosedur Pengumpulan Data. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41
A. Tahap Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41
B. Subjek Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
C. Analisa Data Hasil Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 44
D. Pembahasan Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 53
1. Gambaran Dinamika Psikologis Strategi Coping
Masing-masing Subjek. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 54
a. Subjek 1 (Ayah) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 54
b. Subjek 1 (Ibu) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 62
c. Subjek 2 (Ayah) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 68
d. Subjek 2 (Ibu) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 73
e. Subjek 3 (Ayah) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 78
f. Subjek 3 (Ibu) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 83
2. Dinamika Psikologis Strategi Coping Tiap Pasangan
Subjek yang Memiliki Anak Retardasi Mental. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 88
a. Pasangan Subjek 1. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 88
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Pasangan Subjek 2. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 100
c. Pasangan Subjek 3. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 109
3. Gambaran Menyeluruh tentang Strategi Coping Orangtua
yang Memiliki Anak Retardasi Mental. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 120
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 130
A. Kesimpulan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . 130
B. Saran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . 132
DAFTAR PUSTAKA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . 133
LAMPIRAN
SURAT PERNYATAAN PENELITIAN
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Panduan Wawancara. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33
Tabel 2. Panduan Observasi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34
Tabel 3. Pelaksanaan Konfirmasi Data Kepada Subjek. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38
Tabel 4. Pelaksanaan Wawancara Dengan Subjek. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42
Tabel 5. Data Subjek Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
Tabel 6. Ringkasan Analisis Hasil Wawancara Subjek 1, Subjek 2 dan
Subjek 3. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . 45
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Jenis Strategi Coping. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . 16
Gambar 2. Strategi Coping Orangtua yang Memiliki Anak Retardasi Mental. . . 28
Gambar 3. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek I (Ayah). . . . . . . . . . . . . . . . . . 61
Gambar 4. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek I (Ibu). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 67
Gambar 5. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek II (Ayah). . . . . . . . . . . . . . . . . 72
Gambar 6. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek II (Ibu). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 77
Gambar 7. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek III (Ayah). . . . . . . . . . . . . . . .82
Gambar 8. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek III (Ibu). . . . . . .. . . . . . . .. . . 87
Gambar 9. Dinamika Psikologis Strategi Coping Pasangan Subjek I. . . .. . . . . . . . . . 99
Gambar 10.Dinamika Psikologis Strategi Coping Pasangan Subjek II. . . . . . . . . . . . 108
Gambar 11.Dinamika Psikologis Strategi Coping Pasangan Subjek III. . . . .. . . . .. 119
Gambar 12.Gambaran Menyeluruh Strategi Coping Orangtua yang Memiliki
Anak Retardasi Mental. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 129
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Wawancara Subjek 1 (Bapak). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 136
Lampiran 2. Koding Hasil Wawancara Subjek 1 (Bapak). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 160
Lampiran 3. Hasil Wawancara Subjek 1 (Ibu). . . . . .. .. . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 166
Lampiran 4. Koding Hasil Wawancara Subjek 1 (Ibu). . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 185
Lampiran 5. Hasil Wawancara Subjek 2 (Bapak). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . .. 189
Lampiran 6. Koding Hasil Wawancara Subjek 2 (Bapak). . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 199
Lampiran 7. Hasil Wawancara Subjek 2 (Ibu). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 202
Lampiran 8. Koding Hasil Wawancara Subjek 2 (Ibu). . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . 214
Lampiran 9. Hasil Wawancara Subjek 3 (Bapak). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . 227
Lampiran 11. Hasil Wawancara Subjek 3 (Ibu). . . .. . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . 230
Lampiran 12. Koding Hasil Wawancara Subjek 3 (Ibu). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 240
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sepasang suami istri yang memutuskan untuk menikah dan
membangun sebuah keluarga tentu mengharapkan kehadiran seorang anak
untuk dapat melengkapi kebahagiaan rumah tangga mereka. Kehadiran
seorang anak dalam keluarga adalah salah satu harapan terbesar orangtua dan
merupakan anugerah terindah yang diberikan Tuhan yang bisa mendatangkan
kebahagiaan tersendiri bagi mereka. Mereka tentunya juga berharap anak
mereka kelak dapat lahir dengan selamat tanpa adanya kekurangan baik secara
fisik maupun mental.
Suatu hal yang wajar ketika orangtua mengharapkan anak mereka
dapat tumbuh secara sehat dan normal seperti kebanyakan anak-anak lainnya.
Harapan tersebut tidak selamanya dapat terwujud karena ada anak yang
dilahirkan secara normal dan sehat dan ada pula anak yang dilahirkan dengan
memiliki keterbatasan pada fisik maupun mental. Hal ini memberi peluang
bahwa tidak setiap orangtua pada akhirnya bisa memiliki anak yang tumbuh
secara normal dan sempurna. Suatu kenyataan yang tidak diharapkan tersebut
akan menjadi mimpi buruk dalam kehidupan ketika anak mereka menderita
retardasi mental atau keterbelakangan mental yang akan mengalami hambatan
proses perkembangan dalam fase-fase kehidupannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Kehadiran anak retardasi mental ini akan menimbulkan berbagai reaksi
dari orangtua, yaitu dari menerima seluruhnya keterbelakangan mental
anaknya hingga melakukan penolakan terhadap kehadiran anak tersebut.
Semua bentuk kondisi dan situasi yang menghambat proses perkembangan
anak secara baik dan normal serta kenyataan yang harus diterima orangtua
bahwa anak mereka menderita retardasi mental akan menambah beban dan
menyebabkan stres pada mereka (Prasadio, 1978).
World Health Organization (dalam PPDGJ III, 1993) mendefinisikan
retardasi mental sebagai suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti
atau tidak lengkap yang terlihat selama masa perkembangan sehingga
berpengaruh pada semua tingkat intelegensia, yaitu kemampuan kognitif,
bahasa, motorik, dan sosial. Dalam retardasi mental, individu tidak mampu
mengembangkan aneka keterampilan sampai pada taraf yang cukup yang
dibutuhkan untuk menghadapi tuntutan-tuntutan lingkungan secara memadai
dan mandiri.
Retardasi mental bisa dikelompokkan dalam beberapa subtipe, yaitu
retardasi mental ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Dalam penelitian ini
dipilih orangtua yang memiliki anak yang menderita retardasi mental berat
karena penderita retardasi mental berat merupakan dependent retarded.
Penderita dengan retardasi mental berat akan sangat tergantung pada
pertolongan orang lain dalam kehidupannya karena penderita juga akan
mengalami gangguan perkembangan motor, pengindraan, dan gangguan
bicara sehingga para orangtua pun harus memberikan perhatian dan dukungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
yang lebih kepada penderita retardasi mental berat daripada anak-anak normal
lainnya (Supratiknya, 1995).
Prasadio (1978) menyebutkan bahwa pada umumnya orangtua akan
memiliki perasaan sedih dan kecewa, cemas, tidak mempunyai harapan,
merasa bersalah, bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika
memiliki anak yang menderita retardasi mental. Menurut Malony dan Holt
(dalam Prasadio, 1976), tiga reaksi inti orangtua ketika berhadapan dengan
anak yang menderita retardasi mental adalah depression, denial, dan
displacement. Keadaan depresi timbul karena orangtua merasa malu, kecewa,
kehilangan harga diri, dan perasaan negatif lainnya yang pada akhirnya akan
membawa mereka kepada suatu keadaan yang tertekan. Reaksi denial atau
tidak mau mengakui kenyataan menyebabkan orangtua mengharapkan adanya
suatu keajaiban penyembuhan dan hal ini mengakibatkan orangtua
mengabaikan saran-saran yang diberikan oleh orang lain kepadanya. Reaksi
displacement berarti orangtua cenderung menyalahkan dokter/psikiater yang
membuat diagnosa retardasi mental dan kemudian peka terhadap segala
bentuk kritik serta bersikap berlebihan terhadap anak.
Menurut Ingalls (1978), memiliki anak yang menderita retardasi
mental merupakan kenyataan yang sangat berbeda dengan harapan mereka
sehingga hal tersebut menjadi suatu peristiwa yang mengejutkan dan
menyedihkan dalam kehidupan mereka. Prasadio (1978) menguraikan bahwa
orangtua akan merasa cemas, frustrasi dan merasa berdosa ketika menghadapi
kenyataan bahwa anak mereka menderita retardasi mental sehingga hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
tersebut akan menambah beban dalam keluarga dan orangtua akan semakin
sulit menerima kenyataan dengan baik. Jika hal tersebut berlangsung secara
terus-menerus maka bisa membuat orangtua menjadi tertekan atau stres.
Orangtua harus belajar untuk menerima keadaan anak tersebut dengan baik
dan mengerti bagaimana menerima suatu kondisi dan perubahan-perubahan
yang ada karena mereka dipaksa untuk berhadapan dengan pengalaman yang
berbeda dengan para orangtua lainnya dalam merawat anak. Orangtua juga
dituntut untuk berlatih menjadi individu yang dewasa dan sabar untuk
melakukan berbagai penyesuaian diri dengan keadaan anak mereka seperti
memberikan perawatan, pendidikan, dukungan, dan perhatian ekstra tanpa
terlalu bersikap berlebihan atau overprotection kepada anak.
Selain itu, mereka akan mengalami kesulitan dalam bersosialisasi
karena persoalan retardasi mental tidak bisa dilepaskan dari sikap dan
kesadaran masyarakat terhadap arti dari retardasi mental itu sendiri. Soutter
(dalam Prasadio, 1976) mengemukakan, masyarakat dahulu beranggapan
bahwa retardasi mental memiliki hubungan dengan penyakit kutukan, moral
deficiency, kejahatan, dan keturunan sehingga anak retardasi mental biasanya
menjadi bahan tertawaan, dianggap sebagai individu yang aneh, konyol, dan
idiot. Oleh karena itu, masyarakat cenderung menghindari interaksi dengan
orangtua yang memiliki anak retardasi mental sehingga orangtua akan
mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan masyarakat karena adanya
stigma negatif yang tumbuh dalam masyarakat tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Kehadiran anak yang menderita retardasi mental ini membawa
berbagai perubahan dalam kehidupan orangtua dan membawa mereka pada
keadaan baru. Sarason & Sarason (1984) dan Moos & Schaefer (1986)
menyatakan bahwa transisi atau perubahan dalam kehidupan ini menimbulkan
keadaan yang menekan (stres) karena dalam kehidupan terdapat berbagai
kejadian-kejadian utama yang membawa seseorang dari suatu keadaan yang
nyaman ke keadaan baru yang menimbulkan berbagai perubahan-perubahan
yang penting dan menimbulkan tuntutan-tuntutan baru yang harus dipenuhi
dalam kehidupan (dalam Sarafino, 1990). Keadaan baru bagi orangtua yang
memiliki anak retardasi mental akan menimbulkan stres karena orangtua
mengalami perubahan-perubahan penting dalam hidup dan harus memenuhi
berbagai tuntutan baru, antara lain melakukan berbagai penyesuaian diri
dengan keadaan anak retardasi mental serta tuntutan dalam menghadapi dan
menerima stigma yang tumbuh dalam masyarakat tanpa harus mengisolasi diri
dari kehidupan sosial.
Lazarus (1990) mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi atau
perasaan yang dialami individu ketika individu merasa bahwa kebutuhan atau
tuntutannya melebihi sumberdaya individu dan sosial yang bisa digunakan
(dalam Huffman, Vernoy dan Vernoy, 1997). Menurut Zautra (2003), stres
bisa didefinisikan sebagai respon terhadap suatu peristiwa yang ditandai
dengan munculnya emosi-emosi negatif (dalam Passer dan Smith, 2004).
Sarafino (1990) menyebutkan bahwa ketika berhadapan dengan suatu
peristiwa yang menimbulkan stres, seseorang akan berusaha untuk melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
suatu tindakan untuk mengendalikan, bertoleransi, mengurangi ataupun
meminimalkan stres tersebut. Tindakan tersebut biasa dikenal dengan coping
stres yang menurut Lazarus dan Launier (1978) coping stres ini selanjutnya
akan diwujudkan dalam bentuk strategi coping yang mengarah pada usaha
kognitif dan perilaku yang dilakukan seseorang untuk mengatasi tuntutan
internal maupun eksternal dan konflik-konflik yang muncul dalam situasi stres
(Taylor, 1999).
Passer dan Smith (2004) mengemukakan tiga bentuk umum strategi
coping yaitu emotion-focused coping yang merupakan suatu usaha untuk
mengatur respon-respon emosional yang muncul akibat situasi yang
menimbulkan stres, problem-focused coping yaitu suatu usaha untuk
menghadapi dan mengatasi langsung tuntutan dari situasi stres tersebut atau
faktor-faktor yang menyebabkan stres, dan seeking social support berupa
usaha pengelolaan stres dengan berpaling pada orang lain untuk memperoleh
bantuan dan dukungan emosional pada situasi stres, yang dapat berupa
bimbingan, dukungan emosional, dukungan moril, atau bantuan materi seperti
uang.
Berdasarkan uraian di atas, maka penting dilakukan penelitian untuk
mengetahui dan memberikan gambaran mengenai bentuk-bentuk strategi
coping pada orangtua yang memiliki anak retardasi mental. Hal ini
dikarenakan mereka harus berhadapan dengan keadaan dan tuntutan baru yang
menimbulkan situasi stres sehingga orangtua harus memilih bentuk strategi
coping yang sesuai dengan diri mereka agar usaha tersebut dapat membantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
mengatasi, mengurangi dan menurunkan efek negatif dari situasi stres yang
dialami tersebut.
Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk memberikan gambaran
mengenai bentuk-bentuk strategi coping pada orangtua yang memiliki anak
retardasi mental dengan menggunakan desain penelitian kualitatif deskriptif
sehingga menghasilkan pemahaman mengenai strategi coping yaitu segala
upaya dan tindakan yang dilakukan oleh orangtua dalam mengatasi stres yang
dialami.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan penelitian ini adalah
bagaimana gambaran strategi coping pada orangtua yang memiliki anak
retardasi mental.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk menggambarkan strategi coping
yang digunakan oleh orangtua yang memiliki anak retardasi mental.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoretis :
Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan
yang berarti bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
klinis mengenai strategi coping yang digunakan oleh orangtua yang
memiliki anak retardasi mental.
2. Manfaat praktis :
a. Bagi orangtua
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan gambaran
yang lebih jelas mengenai strategi coping yang digunakan oleh
orangtua dalam mendampingi anak mereka yang menderita retardasi
mental sehingga bisa menjadi referensi bagi orangtua lain yang
mengalami kasus serupa.
b. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat
untuk menambah wacana dalam menyikapi kehadiran anak retardasi
mental.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Stres
1. Pengertian Stres
Stres menurut Selye adalah respon-respon non spesifik dari tubuh
terhadap beberapa tuntutan (dalam Huffman, Vernoy dan Vernoy, 1997).
Selye (1956) memandang bahwa stres bukanlah sesuatu yang tidak baik,
semua tergantung pada bagaimana seseorang memaknai peristiwa yang
menimbulkan stres tersebut.
Lazarus (1990) mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi atau
perasaan yang dialami individu ketika individu merasa bahwa kebutuhan
atau tuntutannya melebihi sumberdaya individu dan sosial yang bisa
digunakan (dalam Huffman, Vernoy dan Vernoy, 1997).
Stres menurut Zautra (dalam Passer dan Smith, 2004) bisa
didefinisikan sebagai respon terhadap suatu peristiwa yang ditandai
dengan munculnya emosi-emosi negatif.
Jadi, stres merupakan respon individu terhadap suatu peristiwa
yang ditandai dengan munculnya emosi-emosi negatif ketika individu
merasa bahwa tuntutan dari peristiwa tersebut melebihi sumberdaya yang
dimiliki dan semua tergantung pada persepsi individu terhadap situasi
tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
2. Penyebab Stres (Stressor)
Sarason & Sarason (1984) dan Moos & Schaefer (1986)
mengemukakan bahwa situasi stres dapat disebabkan oleh adanya transisi
atau perubahan hidup dari satu kondisi ke kondisi lain dalam kehidupan
individu sehingga menghasilkan perubahan yang penting dan
menimbulkan tuntutan baru yang harus dipenuhi (dalam Sarafino, 1990).
Dengan kata lain, stressor merupakan segala sesuatu yang menyebabkan
perubahan dalam hidup sehingga dapat menimbulkan stres.
Passer dan Smith (2004) mengemukakan bahwa penyebab stres
atau stressor merupakan suatu jenis stimulus tertentu, baik bersifat fisik
maupun psikologis, yang mengakibatkan suatu tuntutan yang mengancam
kesejahteraan dan menuntut seseorang untuk beradaptasi dengan cara
tertentu. Van Praag dan Zautra (dalam Passer dan Smith, 2004)
menguraikan stressor dapat dibedakan berdasarkan intensitasnya, yaitu :
a. Microstressor yang bisa berupa masalah-masalah yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Major negative events atau peristiwa-peristiwa negatif yang besar yaitu
masalah-masalah yang sangat membebani kita dan menuntut usaha
yang besar untuk mengatasi masalah tersebut.
c. Catastrophic events yaitu berupa peristiwa-peristiwa yang terjadi
secara tidak terduga dan berpengaruh terhadap sejumlah besar
masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Seperti yang telah diuraikan di atas, semua penyebab stres tersebut
berhubungan dengan perubahan yang menimbulkan stres sehingga muncul
kebutuhan untuk beradaptasi agar dapat mempertahankan keadaan yang
dirasakan nyaman. Penyebab stres sendiri dapat dibedakan menjadi
microstressor yaitu berupa masalah yang terjadi sehari-hari, major
negtaive events yaitu masalah yang sangat membebani dan menuntut
usaha untuk mengatasi masalah tersebut, dan catastrophic events yaitu
peristiwa yang terjadi secara tidak terduga dan berpengaruh terhadap
sejumlah besar masyarakat.
B. Strategi Coping
1. Pengertian Strategi Coping
Sarafino (1990) menyatakan bahwa ketika berhadapan dengan
situasi yang menimbulkan stres, individu akan mencoba melakukan usaha-
usaha tertentu untuk beradaptasi dengan situasi tersebut untuk mengatasi
stres. Adaptasi ini dilakukan dengan coping yang selanjutnya diwujudkan
dalam bentuk strategi coping, yaitu suatu usaha kognitif dan perilaku yang
dilakukan seseorang untuk mengatasi tuntutan internal maupun eksternal
dan konflik-konflik yang timbul dalam situasi stres, serta dinilai
mengganggu atau di luar batas kemampuan individu (Lazarus dan Launier,
1978; dalam Taylor, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Menurut Fleming et al. (1984), strategi coping adalah suatu usaha
atau strategi yang dipilih dan digunakan oleh seseorang untuk mengurangi
efek negatif dari stres (dalam Terry dan Gloria, 1998).
MacArthur dan John (1998) mengartikan strategi coping sebagai
suatu usaha yang spesifik, baik perilaku maupun psikologis, yang
digunakan seseorang untuk mengontrol, bertoleransi, mengurangi atau
menurunkan situasi stres.
Berdasarkan uraian tersebut disimpulkan bahwa strategi coping
merupakan suatu usaha yang spesifik berupa pikiran dan perilaku yang
digunakan individu dalam menghadapi situasi stres yang diharapkan dapat
membantu individu untuk mengatasi, bertoleransi, mengurangi atau
menurunkan efek negatif dari situasi stres yang dialami.
2. Bentuk-bentuk Strategi Coping
Untuk mengatasi stres tersebut, banyak cara yang dilakukan oleh
seseorang untuk mengatasi stres yang dialami, seperti membicarakan
permasalahan yang dialaminya kepada orang lain, mengambil tindakan
langsung dan meningkatkan berbagai aktivitas yang dapat membantu
mengatasi stres yang dialami. Menurut Passer dan Smith (2004), tiga
bentuk umum upaya mengelola stres adalah :
a. Problem-focused coping, yaitu strategi coping yang berusaha untuk
menghadapi dan mengatasi langsung tuntutan dari situasi stres tersebut
atau faktor-faktor yang menyebabkan stres. Tindakan yang termasuk di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
dalamnya adalah perencanaan, penanganan secara aktif dan pemecahan
masalah, mengurangi aktivitas yang bersifat persaingan dan melatih
cara menahan diri.
b. Emotion-focused coping, yaitu strategi coping yang berusaha untuk
mengatur respon-respon emosional yang muncul akibat situasi yang
menimbulkan stres dan tindakan yang bisa dilakukan adalah
melakukan interpretasi ulang terhadap suatu situasi secara positif,
penerimaan, penyangkalan, represi, melarikan diri-menghindar,
berkhayal (wishful thinking) dan mengontrol perasaan.
c. Seeking social support, yaitu suatu upaya coping dengan berpaling
pada orang lain untuk memperoleh bantuan dan dukungan emosional
pada situasi stres, antara lain dengan mencari bantuan dan bimbingan
dari orang lain, mencari dukungan emosional, dukungan moril dan
bantuan materi seperti uang.
Carver, Scheier, & Weintraub (1989) juga mengemukakan
limabelas jenis tindakan berdasarkan tiga bentuk umum strategi coping
yang diungkapkan oleh Passer dan Smith, yaitu (dalam MacArthur dan
John, 1998) :
a. Active coping (coping aktif); mengambil tindakan langsung (aktif) atau
melakukan usaha untuk menghilangkan atau menghindari stressor.
b. Planning (perencanaan); merencanakan tindakan-tindakan secara aktif
dengan cara memikirkan langkah-langkah yang harus diambil untuk
mengatasi stres.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
c. Suppression of competing activities (mengurangi aktivitas pesaing);
mengurangi perhatian atau mengesampingkan aktivitas lain agar lebih
berkonsentrasi dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
d. Restraint coping (pengekangan/menahan diri); melakukan coping
secara pasif dengan menunggu waktu dan kesempatan yang tepat
untuk bertindak melakukan coping dan individu juga
mempertimbangkan saran dari orang lain sebelum bertindak.
e. Turning to religion (agama); meningkatkan kepercayaan keagamaan
dan meningkatkan keterlibatan dalam tindakan-tindakan keagamaan
untuk mendapatkan kekuatan dan berpikir positif.
f. Positive reinterpretation and growth (melakukan interpretasi ulang
yang positif dan berkembang); mengambil sisi positif atau hikmah dari
situasi tersebut dan memandang secara positif situasi tersebut.
g. Acceptance/resignation (penerimaan); pasrah menerima kenyataan
bahwa kejadian penyebab stres memang telah terjadi dan nyata.
h. Focus on and venting of emotions (lebih fokus dan menyalurkan
emosi); meningkatkan kesadaran akan adanya tekanan emosional dan
melakukan usaha untuk menyalurkan atau melampiaskan perasaan-
perasaan tersebut (katarsis emosi).
i. Denial (penyangkalan); suatu usaha untuk meniadakan atau
menyangkal kenyataan dari masalah stres itu untuk membuat emosi
stabil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
j. Mental disengagement (pelepasan secara mental); pelepasan secara
psikologis terhadap masalah dengan melakukan kegiatan-kegiatan
yang tidak memikirkan masalah itu lagi seperti melamun, berkhayal,
tidur, atau pengalihan.
k. Behavioral disengagement (pelepasan dalam perilaku); menyerah
terhadap keadaan atau mengurangi dan menghentikan usaha untuk
menghadapi masalah.
l. Alcohol/drug use (penggunaan alkohol atau obat-obatan); beralih pada
penggunaan alkohol atau obat-obatan lain sebagai cara melepaskan diri
dari stressor.
m. Humor; membuat lelucon tentang stressor.
n. Seeking instrumental social support (mencari bantuan dukungan
sosial); perilaku yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
dukungan sosial seperti mendapatkan dukungan, nasehat, informasi
atau saran tentang hal yang harus dilakukan.
o. Seeking emotional social support (mencari dukungan emosional);
individu berusaha mendapatkan dukungan moral, pengertian dan
simpati dari orang lain (teman, keluarga dan lingkungan sekitarnya).
Kelimabelas jenis tindakan tersebut secara skematis
diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk umum strategi coping yang
diungkapkan oleh Passer dan Smith berikut ini :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Strategi Coping
Problem-focused
coping
1. coping aktif 2. perencanaan 3. mengurangi
aktivitas pesaing 4. pengekangan atau
menahan diri
Emotion-focused coping
1. meningkatkan keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan agama
2. melakukan interpretasi ulang yang positif dan berkembang
3. penerimaan 4. lebih fokus dan menyalurkan emosi (mengontrol
perasaan) 5. penyangkalan 6. pelepasan secara mental (berkhayal atau wishful
thinking) 7. pelepasan dalam perilaku 8. penggunaan alkohol atau obat-obatan 9. humor
Seeking social support
1. mencari bantuan dukungan sosial
2. mencari dukungan emosional
Gambar 1. Jenis Strategi Coping
3. Sumberdaya Coping
Selain strategi coping yang digunakan, kemampuan seseorang
untuk mengatasi stres secara efektif tergantung pada sifat stressor dan
sumberdaya yang dimiliki individu. Menurut Lazarus dan Folkman (dalam
Huffman, Vernoy dan Vernoy, 1997), sumberdaya yang dapat
dimanfaatkan dalam mengatasi stres secara efektif adalah :
a. Kesehatan dan energi; semakin individu sehat dan kuat, maka mereka
dapat mengatasi stres dengan baik dan bisa bertahan dalam tahap
resistensi tanpa memasuki tahap kelelahan.
b. Keyakinan yang positif; meliputi self-image yang positif dan sikap
yang positif. Kedua hal tersebut memungkinkan individu memiliki
strategi terbaik yang akan digunakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
c. Internal locus of control; individu yang memiliki internal locus of
control merasa bahwa mereka memiliki kontrol yang signifikan
terhadap segala sesuatu dalam hidup mereka.
d. Kemampuan sosial; memiliki kemampuan untuk mengetahui perilaku
yang sesuai dengan situasi tertentu dan mampu untuk mengekspresikan
diri secara baik.
e. Dukungan sosial; ketika individu dihadapkan pada situasi stres, orang-
orang terdekat seperti keluarga dan teman membantu dengan menjadi
pendengar yang baik, memastikan bahwa individu yang sedang
mengalami stres tetap menjaga kesehatannya, dan meyakinkan bahwa
individu tersebut sangat berarti.
f. Sumberdaya material; walaupun uang bukan segalanya, tetapi uang
bisa menjadi pilihan dan meningkatkan jumlah pilihan yang tersedia
untuk mengurangi pengaruh dari stres.
Selain itu, variabel yang ada dalam individu seperti umur, jenis
kelamin, temperamen, tingkat pendidikan, suku, kebudayaan, dan standar
kehidupan juga termasuk dalam sumberdaya yang bisa dimanfaatkan
untuk mengatasi stres (Smet, 1994 ; Cohen & Edward, 1989 dan Moos,
1995; dalam Taylor, 1999).
Berdasarkan uraian tersebut disimpulkan bahwa sumberdaya yang
dapat dimanfaatkan individu dalam mengatasi stres secara efektif adalah
kesehatan dan energi, keyakinan yang positif, internal locus of control,
sumberdaya material, kemampuan dan dukungan sosial serta beberapa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
variabel yang ada dalam individu seperti usia, tingkat pendidikan, dan
standar kehidupan.
C. Retardasi Mental
1. Pengertian Retardasi Mental
Prasadio (1978) menyatakan bahwa retardasi mental bukanlah
suatu penyakit, melainkan suatu keadaan dimana individu menunjukkan
gangguan fungsi intelektual yang dimulai sejak masa perkembangan dan
termanifestasi pada gangguan belajar dan gangguan penyesuaian dengan
lingkungannya.
Supratiknya (1995) mendefinisikan retardasi mental adalah suatu
keadaan taraf perkembangan yang ditandai dengan fungsi intelektual
umum di bawah rata-rata disertai dengan ketidakmampuan beradaptasi
terhadap tuntutan lingkungan yang muncul selama masa pertumbuhan dan
munculnya gangguan mental ini dibatasi hingga individu berusia tujuh
belas tahun. Dalam retardasi mental, individu tidak mampu
mengembangkan aneka keterampilan sampai ke taraf secukupnya yang
dibutuhkan untuk menghadapi tuntutan-tuntutan lingkungan secara
memadai dan mandiri.
Retardasi mental juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan
perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap dan terutama
terlihat selama masa perkembangan sehingga berpengaruh pada semua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
tingkat intelegensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan
sosial (Kompas, 22 Januari 2003).
World Health Organization (dalam PPDGJ III, 1993)
mendefinisikan retardasi mental sebagai suatu keadaan perkembangan
mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh
adanya hambatan keterampilan selama masa perkembangan, sehingga
berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif,
bahasa, motorik, dan sosial.
Jadi, retardasi mental adalah suatu keadaan taraf perkembangan
mental yang terhenti atau tidak lengkap yang muncul selama masa
perkembangan hingga individu berusia tujuh belas tahun dan ditandai
dengan adanya hambatan keterampilan sehingga berpengaruh pada semua
tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan
sosial.
2. Jenis-jenis Retardasi Mental
Menurut Supratiknya (1995), penggolongan tingkat retardasi
mental biasanya didasarkan pada hasil pengukuran intelegensi dan
mengandung penilaian tentang kemampuan beradaptasi dengan
lingkungan, khususnya menyangkut kemandirian dan tanggung jawab
sosial. Oleh karena itu, jenis retardasi mental dapat dikelompokkan dalam
beberapa subtipe (Supratiknya, 1995; Wenar & Kerig, 2000), yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
a. Retardasi mental ringan (mild mental retardation)
Penderita retardasi mental ringan memiliki IQ antara 55-70 dan
setelah dewasa IQ mereka setara dengan anak berusia 8-11 tahun.
Penderita retardasi mental biasanya mengalami keterlambatan dalam
mempelajari bahasa, tetapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan
berbicara untuk keperluan sehari-hari, mengadakan percakapan, dan
dapat diwawancarai. Penderita ini dapat dididik atau educabel
sehingga mampu menyesuaikan diri dalam pergaulan serta mampu
menguasai keterampilan akademik dan kerja sederhana secara mandiri
b. Retardasi mental sedang (moderate mental retardation)
Penderita retardasi mental sedang memiliki IQ 40-54. Setelah
dewasa IQ mereka setara dengan anak-anak usia 4-7 tahun. Penderita
dapat dilatih atau trainable sehingga mereka dapat cukup mandiri
dalam mengurus diri dan biasanya lambat dalam pengembangan
keterampilan merawat diri, keterampilan motorik, serta pemahaman
dan penggunaan bahasa.
c. Retardasi mental berat (severe mental retardation)
Penderita golongan ini memiliki IQ 25-39 dan mereka sering
disebut “dependent retarded” atau penderita lemah mental yang
tergantung. Penderita memiliki kemampuan yang terbatas dalam
kemampuan akademis, walaupun mereka dapat menggunakan bahasa-
bahasa yang sangat sederhana. Perkembangan motorik dan bicara
mereka sangat terbelakang, sering disertai gangguan pengindraan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
motor. Mereka dapat dilatih melakukan tugas-tugas sederhana tetapi
untuk hal-hal yang lebih kompleks mereka sangat tergantung pada
pertolongan orang lain.
d. Retardasi mental sangat berat (profound mental retardation)
Penderita memiliki IQ kurang dari 25 dan mereka sering
disebut golongan “life support retarded” yaitu golongan lemah mental
yang perlu disokong secara penuh agar dapat bertahan hidup.
Kemampuan adaptasi dan bicara mereka sangat terbatas. Sebagian
besar dari mereka juga sangat terbatas dalam gerakannya dan hanya
mampu mengadakan komunikasi nonverbal yang belum sempurna.
Jadi, jenis-jenis retardasi mental dapat dikelompokkan menjadi
retardasi mental ringan, sedang, berat dan sangat berat. Para penderita
retardasi mental ini biasanya ditangani dengan pemberian pendidikan dan
latihan khusus yang didapat dari sekolah luar biasa, pemeriksaan ke
psikiater, pemberian farmakoterapi, dan konseling keluarga untuk
mendukung keberhasilan pengobatan.
D. Orangtua
1. Definisi Orangtua
Menurut Utama (dalam Kartono, 1985), orangtua adalah seorang
pria dan wanita yang berjanji di hadapan Tuhan untuk hidup sebagai suami
istri, yang berarti juga bersedia memikul tanggung jawab sebagai ayah dan
ibu dari anak-anak yang akan dilahirkan. Hal ini berarti bahwa setiap pria
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
dan wanita yang terikat dalam sebuah perkawinan bersedia untuk menjadi
orangtua.
Jenkins (dalam Indra, 1980) menyebutkan bahwa dalam
membentuk sebuah keluarga yang bahagia, perasaan-perasaan setiap
anggota keluarga harus dijaga sehingga harus ada rasa cinta dan
penerimaan dari orangtua terhadap anak-anak mereka, baik laki-laki atau
perempuan, pandai atau lamban, dan sehat atau cacat. Orangtua harus
mengerti kebutuhan anak-anaknya dan menghargai setiap anak sebagai
individu.
Jadi, orangtua adalah pria dan wanita yang terikat dalam sebuah
perkawinan dan bersedia hidup sebagai suami istri yang memikul
tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak mereka.
2. Peranan Orangtua dalam Keluarga
Menurut Santrock (2002), peran menjadi orangtua telah
direncanakan dan diatur dengan baik bagi sebagian orang, namun bagi
yang lain, peran untuk menjadi orangtua adalah suatu kejutan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa calon orangtua mungkin memiliki emosi yang
bercampur aduk dan mengkhayalkan hal-hal yang menyenangkan tentang
memiliki anak. Oleh karena itu, menjadi orangtua menuntut beberapa
keterampilan interpersonal dan tuntutan emosional yang biasanya didapat
dari pengalaman dan pengetahuan mereka tentang orangtua mereka, serta
membawanya ke dalam kehidupan rumah tangga mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
a. Peranan ayah
Jenkins (dalam Indra, 1980) menyatakan bahwa peranan
seorang ayah dalam keluarga di masa lampau merupakan pemimpin
keluarga yang otoriter dimana istri dan anak-anaknya tidak pernah
berani menentangnya. Pada zaman sekarang ini, para ayah lebih
banyak berperanan di luar rumah karena memperoleh tanggung jawab
sebagai pencari nafkah.
Menurut McBride (dalam Santrock, 2002), ayah tidak hanya
bertanggung jawab menyediakan sumber ekonomi keluarga, namun
ayah kini dinilai dalam keaktifannya dan keterlibatan pengasuhan
anak-anaknya. Santrock (2002) menyebutkan bahwa keterlibatan
positif ayah dalam keluarga mengandung nilai penting dalam
perkembangan kompetensi sosial anak.
b. Peranan ibu
Matlin (dalam Santrock, 2002) mengasosiasikan sifat ibu
dengan citra positif, seperti hangat, tidak mementingkan diri sendiri,
tekun pada tugas, dan toleran. Menurut Santrock (2002), seorang ibu
akan cenderung disalahkan oleh masyarakat dengan adanya asosiasi
seperti ini. Jika anak-anak melakukan kesalahan dan tidak berhasil
memenuhi tuntutan masyarakat, ibu cenderung dijadikan penyebab
tunggal atas kesalahan yang dilakukan anak-anak.
Menurut Jenkins (dalam Indra, 1980), peranan ibu dalam
rumah tangga di masa lampau lebih beraneka ragam dan membutuhkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
kekuatan fisik, sedangkan pada masa sekarang lebih menuntut
hubungan kemanusiaan. Tugas-tugas ibu dalam keluarga pada zaman
sekarang ini tidak hanya memasak, membersihkan rumah, dan
mencuci, tetapi juga sebagai konselor yang baik dalam keluarganya.
Hal ini akan berpengaruh pada rasa aman dan kehangatan dalam
kehidupan keluarga yang bebas dari konflik.
E. Strategi Coping pada Orangtua yang Memiliki Anak Retardasi Mental
Orangtua yang menghadapi kenyataan bahwa anak mereka menderita
retardasi mental akan mengalami perubahan yang sangat berarti dalam
kehidupan karena mereka harus melakukan banyak penyesuaian diri dalam
kehidupan rumah tangga dan sosial, serta harus memenuhi berbagai tuntutan
baru ketika memiliki anak retardasi mental tersebut. Hal ini dilakukan
orangtua agar mereka bisa menerima kehadiran anak tersebut di dalam
keluarga.
Retardasi mental adalah suatu keadaan taraf perkembangan mental
yang terhenti atau tidak lengkap yang muncul selama masa perkembangan
hingga individu berusia tujuh belas tahun dan ditandai dengan adanya
hambatan keterampilan yang berpengaruh pada semua tingkat intelegensia
yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. Menurut Supratiknya
(1995), retardasi mental dapat dikelompokkan menjadi retardasi mental
ringan, sedang, berat dan sangat berat yang didasarkan pada hasil pengukuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
intelegensi dan mengandung penilaian tentang kemampuan yang menyangkut
kemandirian dan tanggung jawab sosial.
Dalam penelitian ini dipilih orangtua yang memiliki anak yang
menderita retardasi mental berat karena penderita retardasi mental berat
merupakan dependent retarded dan akan mengalami gangguan perkembangan
motor, pengindraan, dan gangguan bicara sehingga mereka akan sangat
tergantung pada pertolongan orang lain dalam kehidupannya sehingga para
orangtua pun harus memberikan perhatian dan dukungan yang lebih kepada
anak tersebut (Supratiknya, 1995).
Prasadio (1978) menyebutkan pada umumnya orangtua akan memiliki
perasaan sedih dan kecewa, cemas, tidak mempunyai harapan, merasa
bersalah, bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika memiliki
anak yang menderita retardasi mental. Orangtua yang dihadapkan pada
kenyataan seperti ini akan menghadapi suatu transisi atau perubahan dalam
kehidupan mereka. Menurut Zautra (dalam Passer dan Smith, 2004),
perubahan dalam kehidupan ini akan menimbulkan berbagai emosi negatif
yang menumpuk sehingga akan menambah beban dalam keluarga sehingga
orangtua akan semakin sulit menerima kenyataan dengan baik. Sarason &
Sarason (1984) dan Moos & Schaefer (1986) menyatakan bahwa transisi
dalam kehidupan ini menimbulkan keadaan yang menekan (stres) karena
adanya kejadian-kejadian utama yang membawa seseorang dari suatu keadaan
yang nyaman ke keadaan baru yang menimbulkan berbagai perubahan penting
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
dan menimbulkan tuntutan-tuntutan baru yang harus dipenuhi (dalam
Sarafino, 1990).
Tuntutan yang harus dilakukan oleh orangtua adalah melakukan
berbagai penyesuaian diri dengan keadaan anak mereka yang membutuhkan
perawatan, pendidikan, dukungan, dan perhatian ekstra. Orangtua juga harus
memikirkan kehidupan masa depan anak yang menderita retardasi mental.
Selain itu, orangtua akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian dengan
lingkungan sosial karena adanya stigma negatif dalam masyarakat mengenai
anak yang menderita retardasi mental (Prasadio, 1976).
Ketika berhadapan dengan situasi stres tersebut, individu akan
mencoba untuk beradaptasi dengan situasi tersebut untuk mengatasi stres yang
bisa dilakukan dengan coping dan selanjutnya akan diwujudkan dalam bentuk
strategi coping yang mengarah pada usaha kognitif dan perilaku yang
dilakukan seseorang untuk mengatasi tuntutan internal maupun eksternal dan
konflik-konflik yang muncul dalam situasi stres sehingga diharapkan dapat
membantu individu untuk mengatasi, mengurangi atau menurunkan efek
negatif dari situasi stres yang dialami.
Menurut Passer dan Smith (2004), upaya-upaya yang dilakukan untuk
mengatasi stres terbagi dalam tiga bentuk, yaitu problem-focused coping,
emotion-focused coping, dan seeking sosial support. Tindakan yang termasuk
dalam problem-focused coping antara lain coping aktif, perencanaan,
mengurangi aktivitas pesaing dan pengekangan / menahan diri. Tindakan yang
termasuk dalam emotion-focused coping adalah meningkatkan keterlibatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
dalam kegiatan-kegiatan agama, melakukan interpretasi ulang yang positif dan
berkembang, penerimaan, mengontrol perasaan, penyangkalan, pelepasan
secara mental (berkhayal atau wishful thinking), pelepasan dalam perilaku,
penggunaan alkohol atau obat-obatan dan humor. Tindakan yang termasuk
dalam seeking social support adalah mencari bantuan dukungan sosial dan
mencari dukungan emosional.
Dalam kasus ini, strategi coping yang dimaksud adalah semua usaha
yang dilakukan oleh orangtua dalam mengatasi stres yang dialami ketika
memiliki anak yang menderita retardasi mental. Orangtua yang mengalami
stres akan melakukan coping untuk mengatasinya dengan menggunakan
tindakan yang berbeda satu sama lain, baik dengan menggunakan problem-
focused coping, emotion-focused coping, maupun seeking social support.
Selain itu, orangtua juga menggunakan sumberdaya yang dimilikinya dalam
penggunaan strategi coping yang dipilih, antara lain kesehatan dan energi,
keyakinan yang positif, internal locus of control, sumberdaya material (status
ekonomi), kemampuan dan dukungan sosial serta beberapa variabel yang ada
dalam individu seperti usia, tingkat pendidikan, dan standar kehidupan. Pada
gambar di bawah ini akan ditunjukkan skema dinamika psikologis orangtua
yang memiliki anak retardasi mental.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor : 1. Penderita merupakan dependent retarded. 2. Penderita mengalami gangguan perkembangan motor, pengindraan dan
bicara. 3. Stigma negatif dari masyarakat terhadap anak retardasi mental berat.
Sumberdaya coping: 1. Kesehatan dan energi 2. Keyakinan yang positif 3. Internal locus of control 4. Kemampuan dan dukungan
sosial 5. Sumberdaya material 6. Usia 7. Tingkat pendidikan 8. Standar kehidupan
Stres yang dialami oleh orangtua: 1. Muncul emosi negatif yang menumpuk seperti merasa sedih dan
kecewa, cemas, tidak mempunyai harapan, merasa bersalah dan bingung.
2. Berbagai tuntutan, perhatian, dan dukungan ekstra yang harus dilakukan dan diberikan dalam merawat anak retardasi mental.
3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak 4. Kesulitan dalam penyesuaian diri orangtua dengan lingkungan
Strategi coping : 1. Problem-focused coping2. Emotion-focused coping3. Seeking social support
Gambar 2. Strategi Coping Orangtua yang Memiliki Anak Retardasi Mental
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
F. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian tersebut, maka pertanyaan dalam penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana gambaran keadaan anak retardasi mental berat dalam
keluarga?
2. Bagaimana gambaran keadaan stres yang dialami orangtua?
3. Bagaimana gambaran strategi coping orangtua yang memiliki anak
retardasi mental berat?
4. Sumberdaya coping apa yang dimiliki dan dimanfaatkan orangtua dalam
mengatasi stres?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Bogdan dan Taylor (1975) mendefinisikan pendekatan kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
(dalam Moleong, 2005). Suryabrata (1990) menjelaskan bahwa penelitian
deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat pencandraan atau
deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai situasi-situasi atau
kejadian-kejadian. Metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang
digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai
berbagai jenis strategi coping yang dilakukan oleh orangtua yang memiliki
anak retardasi mental.
B. Identifikasi Variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah strategi coping yang digunakan
oleh orangtua yang memiliki anak retardasi mental.
C. Batasan Istilah
Strategi coping yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala
usaha yang spesifik berupa pikiran dan perilaku yang digunakan oleh orangtua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
dalam menghadapi situasi stres ketika memiliki anak yang menderita retardasi
mental. Strategi coping dalam penelitian ini meliputi problem-focused coping
yaitu dengan menghadapi dan mengatasi langsung tuntutan dari situasi stres,
emotion-focused coping yaitu strategi yang berusaha untuk mengatur respon
emosional yang muncul akibat situasi stres dan seeking social support yaitu
strategi coping untuk memperoleh bantuan dan dukungan emosional pada
situasi stres.
D. Subjek Penelitian
Pengambilan subjek dalam penelitian kualitatif tidak menekankan
upaya generalisasi melalui perolehan sampel acak, melainkan berupaya
memahami sudut pandang dan konteks subjek penelitian secara mendalam
(Poerwandari, 2005). Dalam penelitian ini, subjek yang diteliti adalah tiga
pasang orangtua, yaitu ayah dan ibu dari anak yang menderita retardasi mental
berat.
Subjek dalam penelitian ini lebih dikhususkan pada orangtua, yaitu
ayah dan ibu yang memiliki anak retardasi mental berat karena ayah dan ibu
memiliki peran dan keterlibatan yang sama pentingnya dalam proses
pengasuhan dan perkembangan anak (Ross de Parke dalam Dagun, 1990).
Ayah berperan penting dalam perkembangan anak secara langsung maupun
secara tidak langsung melalui interaksi dengan istrinya. Menurut Frank
Pedersen, keintiman hubungan antara ayah dan ibu akan mempengaruhi dalam
hubungan antara orangtua dengan anak dalam keluarga (Dagun, 1990). Oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
karena itu, orangtua (ayah dan ibu) memegang peranan penting dalam
merawat dan mendidik anak.
Pemilihan subjek penelitian ini ditentukan berdasarkan kriteria yaitu
orangtua (ayah dan ibu) dari anak yang menderita retardasi mental berat
dengan IQ 25-39. Pemilihan ini didasarkan pada alasan bahwa penderita
retardasi mental berat akan mengalami banyak hambatan dalam kehidupan
dan akan sangat tergantung pada pertolongan orang lain sehingga
menimbulkan tekanan yang cukup kuat pada orangtua.
E. Metode Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan melalui
beberapa cara, yaitu :
1. Wawancara
Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka
semi terstruktur dimana peneliti tetap membuat panduan pertanyaan, tetapi
tidak harus mengikuti ketentuan secara ketat dan memungkinkan untuk
dapat mengajukan pertanyaan di luar pertanyaan formal guna mendukung
pengumpulan informasi (Basuki, 2006). Guba dan Lincoln (1981)
menyatakan bahwa dalam wawancara terbuka berarti subjek mengetahui
maksud dan tujuan wawancara serta menyadari bahwa mereka sedang
dalam proses wawancara (dalam Moleong, 2005).
Informasi yang ingin digali dilakukan dengan menggunakan
panduan pertanyaan, yaitu wawancara mengenai berbagai bentuk strategi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
coping yang digunakan subjek dalam menghadapi anak mereka yang
menderita retardasi mental, meliputi usaha yang digunakan baik untuk
menerima kenyataan akan kehadiran anak mereka maupun untuk
mengatasi dampak-dampak yang muncul setelah kehadiran anak tersebut.
Tabel 1. Panduan Wawancara
Latar Belakang Subjek :
1. Berapa usia subjek?
2. Tingkat pendidikan dan apa pekerjaan subjek?
3. Berapa jumlah anak?
Stressor, Strategi Coping, dan Sumberdaya Coping :
1. Bagaimana keadaan fisik anak Anda yang menderita retardasi mental?
2. Dapatkah Anda menjelaskan bagaimana anak Anda melakukan aktivitasnya sehari-
hari?
3. Bagaimana pengalaman subjek bersama anak yang menderita retardasi mental saat
ini?Masalah-masalah apa yang ditimbulkan berkaitan dengan kehadiran anak yang
menderita retardasi mental tersebut?
4. Usaha atau cara apa yang digunakan subjek saat ini untuk mengatasi masalah yang
ditimbulkan oleh pengalaman tersebut?
5. Perasaan apa saja yang muncul terhadap anak yang menderita retardasi mental
tersebut?
6. Bagaimana cara subjek untuk mengelola perasaan-perasaan tersebut?
7. Bagaimana kehidupan sosial subjek pada saat ini?
8. Bagaimana tanggapan masyarakat saat ini terhadap kehadiran anak subjek yang
menderita retaradsi mental?
9. Usaha atau cara apa yang digunakan subjek saat ini dalam menghadapi masalah
dalam kehidupan sosialnya yang berkaitan dengan keadaan anaknya yang retardasi
mental?
10. Bagaimana penyesuaian diri dan kehidupan sosial serta komunikasi subjek dengan
lingkungan sekitarnya (keluarga dan masyarakat) sekarang?
11. Sumberdaya apa saja yang subjek miliki dan manfaatkan untuk membantu mengatasi
stres yang dialami?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
2. Observasi
Banister et al. (1994) mengungkapkan bahwa istilah observasi
diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena
yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam
fenomena tersebut dengan tujuan untuk mendeskripsikan setting yang
dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, dan orang-orang yang
terlibat dalam aktivitas (dalam Poerwandari, 2005).
Observasi dalam penelitian kualitatif ini dilakukan pada latar
alamiah atau bersifat tidak terstruktur, yaitu observasi yang mengamati
perilaku dan keadaan subjek dalam kehidupan sehari-harinya di masa kini
dan peneliti mempersiapkan pencatatan secermat mungkin menyangkut
perilaku yang akan berlangsung tanpa mempradesain kategori khusus dari
perilaku (Basuki, 2006; Moleong, 2005).
Hasil observasi dalam penelitian ini akan dipakai sebagai data
pendukung penelitian. Hal-hal yang akan menjadi fokus observasi adalah
kondisi fisik lingkungan tempat tinggal, keadaan fisik dan hubungan
subjek dengan anak maupun dengan lingkungan sekitarnya. Panduan
observasinya adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Panduan Observasi
Observasi
1. Kondisi tempat tinggal subjek
2. Keadaan fisik subjek
3. Interaksi subjek dengan anak yang menderita retardasi mental sehari-hari
4. Interaksi subjek dengan masyarakat atau keluarga subjek yang lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif ini banyak berbentuk
data deskripsi tertulis yang didapat dari transkip wawancara sehingga data-
data tersebut akan dianalisis menurut isinya (Suryabrata, 1990). Menurut
Bogdan dan Biklen (1982), analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan sesuatu yang penting dan
memutuskan hasil yang dapat diceritakan kepada orang lain (dalam Moleong,
2005).
Poerwandari (2005) menyebutkan langkah-langkah dalam analisis data
kualitatif, yaitu :
1. Organisasi Data
Data-data yang sudah diperoleh dalam penelitian diorganisasikan
secara rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Highlen dan Finley (1996)
menyatakan bahwa organisasi data yang sistematis memungkinkan peneliti
untuk memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis
yang dilakukan, menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam
penyelesaian penelitian. Data-data yang akan diorganisasi dalam penelitian
ini antara lain :
a. Data mentah yaitu berupa catatan lapangan dan kaset hasil rekaman.
b. Data yang sudah diproses sebagian yaitu berupa transkip wawancara
dan catatan refleksi penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
c. Data yang sudah ditandai dengan kode-kode spesifik.
d. Penjabaran kode-kode dan kategori-kategori secara luas.
2. Pengkodean (Koding)
Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan
mensistematisasi data secara lengkap dan detail sehingga dapat
memunculkan gambaran mengenai topik yang dipelajari. Langkah-langkah
koding yang dapat dilakukan meliputi :
a. Menyusun transkip verbatim atau catatan lapangan.
b. Memberikan penomoran secara urut pada baris-baris transkip verbatim
dan catatan lapangan tersebut.
c. Memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu
yang dianggap paling tepat mewakili berkas tersebut.
3. Interpretasi
Interpretasi dilakukan setelah peneliti melakukan koding terhadap
hasil wawancara dan catatan lapangan. Kvale (1996) mengungkapkan
bahwa interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih
ekstensif dan mendalam.
G. Pemeriksaan Kesahihan dan Keabsahan Data
1. Kredibilitas
Kredibilitas studi kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai
maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses,
kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Deskripsi mendalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
yang menjelaskan kompleksitas aspek-aspek yang terkait dan interaksi dari
berbagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif
(Poerwandari, 2005). Stangl (1980) dan Sarantakos (1993) menyatakan
bahwa dalam penelitian kualitatif, kredibilitas dicoba dicapai melalui
orientasi dan upaya mendalami dunia empiris dengan menggunakan
metode yang paling cocok untuk pengambilan dan analisis data (dalam
Poerwandari, 2005). Dalam penelitian ini, kredibilitas yang dipakai adalah
kredibilitas komunikatif dimana data-data dan analisis yang diperoleh
dikonfirmasikan secara bertahap kepada subjek penelitian. Dalam
penelitian ini, kredibilitas juga dapat dicapai melalui (Moleong, 2005;
Creswell, 1998) :
a. Melakukan pengamatan secara tekun dan cermat dengan memahami
situasi pengamatan dan membangun kedekatan dengan subjek
penelitian agar peneliti dapat memahami situasi pengamatan secara
lebih mendalam.
b. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi
Teknik ini dilakukan dengan mendiskusikan hasil sementara atau hasil
akhir yang diperoleh dengan dosen pembimbing dan rekan-rekan
sejawat yang memiliki tema yang sama yaitu tentang coping.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mempertahankan keterbukaan dan
kejujuran yang berkaitan dengan hasil penelitian serta untuk
memeriksa apakah metode pengumpulan data dalam penelitian ini
sudah dilakukan dengan benar atau ada kekeliruan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
c. Pengecekan subjek
Pengecekan dengan subjek penelitian merupakan langkah yang penting
dalam pemeriksaan keabsahan data. Tahap ini dapat dilakukan baik
secara formal maupun informal dengan melakukan konfirmasi ulang
atas data-data dan analisis/deskripsi yang sudah terkumpul kepada
subjek. Dalam penelitian ini, konfirmasi dilakukan secara informal dan
dilakukan secara bertahap selama peneliti memproses dan menganalisa
data-data yang telah didapat. Pada awalnya peneliti
mengkonfirmasikan data yang berupa transkip verbatim terlebih
dahulu kepada subjek. Setelah subjek menyetujui hasil yang diberikan
tersebut telah sesuai, peneliti melanjutkan dengan mengkonfirmasikan
hasil analisis atau interpretasi data secara sederhana. Berikut data
pelaksanaan konfirmasi kepada subjek :
Tabel 3. Pelaksanaan Konfirmasi Data kepada Subjek
No. Subjek Waktu Konfirmasi Pertama Waktu Konfirmasi Kedua
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Orangtua 1 (Ibu)
Orangtua 1 (Ayah)
Orangtua 2 (Ibu)
Orangtua 2 (Ayah)
Orangtua 3 (Ibu)
Orangtua 3 (Ayah)
13 Agustus 2007
13 Agustus 2007
20 Agustus 2007
20 Agustus 2007
31 Agustus 2007
31 Agustus 2007
19 Oktober 2007
19 Oktober 2007
20 Oktober 2007
20 Oktober 2007
21 Oktober 2007
21 Oktober 2007
d. Triangulasi
Triangulasi mengacu pada upaya mengambil sumber-sumber data yang
berbeda dengan cara yang berbeda untuk memperoleh kejelasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
mengenai suatu hal tertentu. Data dari berbagai sumber berbeda dapat
digunakan untuk mengelaborasi dan memperkaya penelitian dan
dengan teknik pengumpulan yang berbeda, kita akan menguatkan
derajat manfaat studi (Marshall & Rossman, 1995; dalam Poerwandari,
2005). Dalam penelitian ini, jenis triangulasi yang digunakan adalah
triangulasi teknik yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada
sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Triangulasi teknik ini
akan dilakukan dengan cara wawancara dan didukung dengan hasil
observasi terhadap subjek penelitian..
2. Dependability
Melalui konstruk dependability, peneliti memperhitungkan
perubahan-perubahan yang mungkin terjadi menyangkut fenomena yang
diteliti, juga perubahan dalam desain sebagai hasil dari pemahaman yang
lebih mendalam tentang setting yang diteliti (Poerwandari, 2005).
Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
pencatatan secara rinci fenomena yang diteliti dan mengungkapkan secara
terbuka proses penelitian sehingga memungkinkan orang lain untuk
melakukan penilaian.
H. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan setelah
menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1. Membuat panduan pertanyaan sesuai dengan teori yang digunakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
2. Meminta subjek untuk bersedia menjadi subjek penelitian dan membuat
janji untuk melakukan wawancara.
3. Melakukan penelitian sesuai dengan waktu dan tempat yang telah
disepakati dengan subjek.
Dalam melakukan wawancara, peneliti menggunakan alat bantu berupa
tape recorder, alat tulis dan peralatan penting lainnya untuk mencatat hal-hal
yang penting sehingga mendukung kelancaran proses wawancara. Penggunaan
alat-alat bantu tersebut dengan sepengetahuan dan seijin subjek penelitian.
Setelah melakukan wawancara, hasil wawancara diketik dalam bentuk
transkip wawancara agar peneliti lebih mudah dalam melakukan pembahasan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Tahap Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian
Pemilihan subjek penelitian berdasarkan kriteria yang telah ditentukan
dan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu strategi coping pada orangtua yang
memiliki anak retardasi mental. Pada tahap persiapan ini, peneliti menjalin
raport dengan subjek. Selanjutnya, peneliti meminta kesediaan subjek untuk
berpartisipasi dalam penelitian dan membuat kesepakatan mengenai waktu
dan tanggal wawancara. Wawancara dilakukan di tempat tinggal subjek
supaya tidak merepotkan subjek dan tidak mengganggu aktivitas subjek
karena subjek merupakan orangtua yang memiliki kesibukan masing-masing
dalam bekerja ataupun mengurusi kebutuhan rumah tangga. Pada hari yang
telah ditentukan, peneliti datang ke tempat subjek dengan membawa tape
recorder, kaset kosong, buku catatan dan alat tulis untuk mencatat hal-hal
yang dirasa perlu selama wawancara. Wawancara dengan masing-masing
subjek dilakukan sebanyak dua kali sesuai dengan kesepakatan waktu dan
tempat yang telah disepakati bersama sebelumnya, yaitu :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Tabel 4. Pelaksanaan Wawancara dengan Subjek
Wawancara I Wawancara II
No. Subjek Tanggal
(2007)
Waktu
(WIB) Tempat
Tanggal
(2007)
Waktu
(WIB) Tempat
1.
2.
3.
4.
5.
6
Orangtua I (Ibu)
Orangtua I (Ayah)
Orangtua II (Ibu)
Orangtua II (Ayah)
Orangtua III (Ibu)
Orangtua III
(Ayah)
14 Juni
22 Juni
25 Juni
28 Juni
2 Juli
4 Juli
14.30
16.30
16.00
18.30
18.30
10.00
Rumah subjek
Rumah subjek
Rumah subjek
Rumah subjek
Rumah subjek
Rumah subjek
25 Juli
26 Juli
30 Juli
31 Juli
27 Juli
27 Juli
13.45
16.30
11.00
18.45
15.00
14.00
Rumah subjek
Rumah subjek
Rumah subjek
Rumah subjek
Rumah subjek
Rumah subjek
Data yang diperoleh dari hasil wawancara dianalisis secara terus-
menerus sejak pengambilan data sampai akhir penelitian. Analisis seperti ini
bertujuan agar diperoleh pemahaman yang baik terhadap data yang telah
diperoleh sehingga menghasilkan suatu deskripsi data. Langkah-langkah
analasis data yang telah dilakukan adalah :
1. Menyalin hasil rekaman dalam bentuk transkrip verbatim, kemudian
dibaca berulang-ulang untuk pengkodean dan memperoleh ide tentang
tema-tema yang berhubungan dengan strategi coping.
2. Setelah tema teridentifikasi, dimasukkan ke dalam kategori-kategori
dengan seksama.
3. Kemudian kategori-kategori dibaca-baca dan dicermati sehingga diperoleh
pola hubungan dan dinamika psikologis masing-masing subjek.
4. Melakukan pemeriksaan keabsahan data dengan prosedur yang telah
ditetapkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
5. Membuat interpretasi dan pembahasan sehingga diperoleh deskripsi data
penelitian.
B. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tiga pasang subjek yaitu tiga pasang
orangtua yang merupakan ayah dan ibu dari tiga anak yang menderita
retardasi mental. Identitas masing-masing subjek adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Data Subjek Penelitian
Identitas Subjek Penelitian Identitas Anak dari Subjek
Penelitian Subjek
Pekerjaan Pend. Lokasi Suku Agama JK Usia Urutan
kelahiran Informasi
Ibu Ibu rumah
tangga SMEA Palembang Palembang Islam Pasangan
Orangtua
I Ayah Wiraswasta STM Palembang Palembang Islam
L 10
tahun
Anak
ketiga dari
tiga
bersaudara
SLB kelas
3 SD
(IQ : 39)
Ibu Ibu rumah
tangga SMP Palembang Jawa Islam Pasangan
Orangtua
II Ayah Karyawan
Swasta SMEA Palembang Jawa Islam
P 14
tahun
Anak
kedua dari
tiga
bersaudara
Lulus
SDLB
(IQ : 36)
Ibu Ibu rumah
tangga/pedagang SMP Palembang Palembang Islam Pasangan
Orangtua
III Ayah Wiraswasta SMP Palembang Palembang Islam
L 20
tahun
Anak
ketiga dari
tiga
bersaudara
SLB kelas
1 SMA
(IQ : 34)
Keterangan : JK = Jenis Kelamin
P = Perempuan
L = Laki-laki
SDLB = Sekolah Dasar Luar Biasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
C. Analisa Data Hasil Penelitian
Analisa hasil data wawancara yang secara verbatim telah dilakukan
pengkodean untuk masing-masing subjek akan dibuat dalam satu tabel untuk
membantu dan mempermudah dalam melakukan pembahasan penelitian.
Analisis yang di dalam tabel ini berdasarkan pernyataan dari masing-masing
subjek yang berhubungan dengan strategi coping pada orangtua yang memiliki
anak retardasi mental.
Data strategi coping masing-masing subjek dapat dilihat pada tabel
berikut :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Tabel 6. Ringkasan Analisis Hasil Wawancara Subjek 1, Subjek 2, dan Subjek 3
Strategi Coping Subjek I (Ayah) Subjek I (Ibu) Subjek II (Ayah) Subjek II (Ibu) Subjek III (Ayah) Subjek III (Ibu) 1. Problem
Focused Coping a. Active coping
1. Memperhatikan dan mempersiapkan pendidikan anak untuk kehidupan masa depannya.
2. Menyekolahkan anak di YPAC karena anak membutuhkan pembinaan dan pendidikan secara khusus.
3. Mengajari dan membina anak secara intensif sehari-harinya di rumah.
1. Menyekolah-
kan anak di YPAC supaya pendidikannya tidak tertinggal dari yang lain.
2. Memperhatikan dan membimbing anak di rumah mengenai hal-hal yang baik dan buruk serta tidak membedakan perlakuan.
3. Membina secara intensif tentang pelajar-an sekolah, cara bicara dan bersosialisasi.
1. Mendidik
anak di rumah supaya bisa mela-kukan pe-kerjaan atau kegiatan ha-rian secara mandiri.
1. Menyekolahkan
anak di tempat yang keadaan siswanya sama dengan keadaan anaknya, tetapi tidak ada hasil.
2. Melatih dan mengajarkan tugas untuk ke-perluan sehari-hari supaya anak tidak terlalu tergantung dengan orang lain.
3. Berkonsentrasi pada usaha untuk perkembangan keadaan fisik dan gizi anak.
1. Membimbing
dan mendidik anak supaya mengerti yang baik dan yang buruk.
2. Menyekolahkan anak ke SLB untuk membuat perencanaan selanjutnya.
1. Berusaha
memenuhi keinginan anak untuk sekolah agar bisa mengurangi perasaan sedih.
2. Mendidik anak dengan menyekolah-kan di SLB supaya daya tangkap dan pengertiannya bertambah.
3. Rajin bekerja untuk bisa memenuhi keinginan anak.
b. Planning
1. Berencana supaya sebisa mungkin akan membina anak dengan cara apapun supaya
1. Mengikuti dan memperhatikan perkembangan anak di SMA-LB untuk membuat
1. Menyiapkan rencana untuk menitipkan anak retardasi mental tersebut kepada anak-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Strategi Coping Subjek I (Ayah) Subjek I (Ibu) Subjek II (Ayah) Subjek II (Ibu) Subjek III (Ayah) Subjek III (Ibu) jangan sampai
ketinggalan. rencana
selanjutnya dan mengatasi kekurangan anak.
2. anaknya yang lain.
3. Berencana melanjutkan pendidikan anak di SMA-LB.
4. Memfokuskan rencana untuk anak pada kegiatan olahraga.
5. Memiliki rencana untuk melakukan pengobatan.
c. Suppression of competing activities
1. Lebih memfokuskan pada perkembangan pendidikan anak.
1. Terbeban dan memfokuskan masalah pada nasib masa depan anak.
d. Restraint coping
1. Memiliki rencana akan membukakan usaha dagang kalau anak tersebut memang tidak memiliki kemampuan lain.
1. Berencana akan membukakan usaha warung untuk anak tersebut jika anak tersebut sudah bisa membaca dan menulis.
1. Memiliki rencana untuk membawa anak ke pengobatan alternatif lagi kalau ada informasi baru tentang adanya pengobatan
1. Memiliki rencana dan keinginan untuk memeriksa keadaan otak anak, namun belum terlaksana karena terbentur masalah biaya.
1. Meminta saran kepada guru di SMA-LB dan berencana memfokuskan ke kegiatan olahraga setelah anak lulus SMA-LB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Strategi Coping Subjek I (Ayah) Subjek I (Ibu) Subjek II (Ayah) Subjek II (Ibu) Subjek III (Ayah) Subjek III (Ibu) alternatif.
2. Akan membawa ke pengobatan medis untuk mengobati pernapasan anak kalau ada kesempatan.
2. Emotion Focused Coping a. Turning to
religion
1. Menyerahkan semua keadaan kepada Tuhan dan terus berdoa untuk masa depan anaknya.
2. Menyadari bahwa anak tersebut adalah pemberian dari Tuhan.
3. Merasakan adanya peningkatan dalam hal keimanannya selama ini.
1. Menerima
keadaan anak apa adanya sebagai pemberian dari Tuhan.
2. Berserah kepada Tuhan dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
3. Berpendapat Tuhan masih adil karena keadaan anaknya masih lebih baik dari anak lain yang lebih parah.
1. Menganggap
masalah ini adalah cobaan dari Tuhan yang harus dihadapi dalam hidup.
2. Merasa bersyukur dan berserah kepada Tuhan.
3. Tidak menyesali kehadiran anak tersebut karena anak adalah anugerah Tuhan.
1. Bersikap pasrah
dan selalu berdoa kepada Tuhan.
2. Memiliki keyakinan bahwa Tuhan memiliki rencana tersendiri untuk anak tersebut.
3. Menyerahkan keadaan ini kepada Tuhan dan selalu berdoa menunggu mukjizat dari Tuhan.
1. Menyadari bahwa keadaan ini adalah kodrat Tuhan dan berserah kepada Tuhan.
2. Bersikap pasrah menyerahkan keadaan anak kepada Tuhan dan menunggu mukjizat dari Tuhan.
3. Merasa bertambah kuat dalam hal iman.
1. Berserah dan
berdoa kepada Tuhan untuk mengurangi beban.
2. Pasrah dan berserah kepada Tuhan.
3. Menyadari bahwa keadaan ini adalah kodrat serta lebih banyak bersyukur kepada Tuhan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Strategi Coping Subjek I (Ayah) Subjek I (Ibu) Subjek II (Ayah) Subjek II (Ibu) Subjek III (Ayah) Subjek III (Ibu) b. Positive
reinterpreta-tion and growth
1. Yakin akan adanya kelebihan yang dimiliki oleh anak di balik kekurangan anaknya.
2. Memilih untuk lebih berpikir positif ketika sedang merasa kesal.
3. Merasa ada perubahan positif yang dialaminya.
4. Lebih dapat mensyukuri keadaan yang dihadapi dan bisa belajar banyak hal.
1. Lebih bersyukur kepada Tuhan masih diberi rejeki dan kemudahan dalam keadaan yang sulit.
1. Banyak mensyukuri setiap keadaan yang dihadapi.
2. Mengambil sisi positif dari keadaan anaknya bahwa anak tersebut masih mampu menjalankan aktivitas sehari-hari sendiri.
1. Bisa belajar lebih sabar dan belajar menjadi orang yang lebih baik.
2. Mengambil hikmah bahwa kehadiran anak tersebut membawa rejeki tersendiri bagi keluarganya.
1. Sisi positif yang bisa diambil adalah percaya adanya keajaiban dan kelebihan yang dimiliki anak.
1. Mengambil hikmah dari keadaan ini bahwa tidak pernah merasa kekurangan dan kesulitan.
c. Acceptance
1. Menerima kehadiran dan keadaan anak tersebut dalam keluarga serta tidak memiliki perasaan malu atau minder.
2. Tidak memiliki perasaan.
1. Hanya bisa menerima keadaan anak.
2. Memaklumi keadaan anaknya yang tidak normal.
3. Bersikap pasrah menerima
1. Menerima keadaan dengan ikhlas dan tidak mengeluh dengan kenyataan yang dihadapi.
2. Mencoba memaklumi
1. Menyadari dan menerima keadaan anak sehingga tidak memaksakan anak untuk bisa belajar dan memahami pelajaran.
2. Merasa tidak malu untuk mengakui
1. Menyadari dan menerima keadaan anak dan kenyataan yang terjadi.
2. Bersikap pasrah menerima keadaan anak.
3. Menerima anak apa adanya.
1. Tetap menerima keadaan anak apa adanya walaupun merasa kecewa.
2. Berusaha menerima keadaan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Strategi Coping Subjek I (Ayah) Subjek I (Ibu) Subjek II (Ayah) Subjek II (Ibu) Subjek III (Ayah) Subjek III (Ibu) tertekan dan
tetap bersyukur dalam menerima keadaan anak apa adanya.
3. Tidak menganggap masalah anak tersebut sebagai suatu kesulitan.
4. Berusaha menghadapi keadaan ini apa adanya sesuai dengan kemampuan dan tetap menerima keadaan anak tersebut apa adanya
keadaan anak sepenuhnya sebagai pemberian Tuhan.
4. Menjalani keadaan sekarang dengan pasrah.
keadaan anaknya yang kurang mampu dan menerima cobaan dalam keadaan apapun.
3. Bersikap pasrah dan menerima keadaan anak tersebut.
4. Menerima kenyataan yang memang harus dihadapi.
keadaan anak. 3. Tidak bisa
menolak keadaan anak yang menderita retardasi mental dan tidak menjadikan anak tersebut sebagai beban.
4. Menyadari bahwa hal terpenting adalah menerima dan menjalani keadaan apa adanya.
terjadi.
d. Focus on and venting of emotions
1. Bersikap mendiamkan atau mengerjakan tugas atau aktivitas lain.
2. Sering mencubit untuk melampiaskan emosi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Strategi Coping Subjek I (Ayah) Subjek I (Ibu) Subjek II (Ayah) Subjek II (Ibu) Subjek III (Ayah) Subjek III (Ibu) e. Denial
f. Mental disengage-ment
1. Kehadiran anak yang menderita retardasi mental bukan menjadi beban dalam keluarga.
2. Bersikap santai dalam menghadapinya dan tidak terlalu memikirkan masalah yang ditimbulkan.
3. Tidak terlalu fokus dalam menghadapi masalah yang muncul terkait dengan anak tersebut.
4. Tidak ada keluhan yang muncul, apalagi sampai menimbulkan penyakit.
1. Merasa kehadiran anak tersebut tidak menjadi beban dalam keluarga.
2. Memilih untuk mendiamkan atau tidur ketika sedang kesal.
1. Tidak terlalu merasakan dan tidak terbeban masalah ini.
2. Berusaha untuk bersikap santai.
1. Berdoa dan mengikuti pengajian untuk mengurangi beban atau perasaan sedih memiliki anak tersebut.
1. Merasa tidak ada keluhan dan tidak terbeban karena sudah memahami kondisi kejiwaan anak.
g. Behavioral disengage-ment
1. Tidak melakukan usaha untuk membawa anak melakukan terapi jalan lagi.
1. Sudah tidak melakukan pengobatan lagi untuk anak karena
1. Merasa putus asa dalam pendidikan anak sehingga tidak
1. Tidak mencari informasi lagi untuk meningkatkan perkembangan
1. Tidak membawa anak ke orang pintar lagi.
2. Menyerah pasrah karena
1. Tidak pernah ke dokter lagi setelah anak bisa jalan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Strategi Coping Subjek I (Ayah) Subjek I (Ibu) Subjek II (Ayah) Subjek II (Ibu) Subjek III (Ayah) Subjek III (Ibu) 2. Tidak pernah
membawa anak ke dokter lagi.
kesulitan biaya.
melanjutkan pendidikan anak untuk sekolah di SLB.
2. Menghentikan pengobatan medis untuk anak.
anak. 2. Tidak berusaha
menyekolahkan anak di SLB lagi karena merasa jenuh.
belum ada usaha pengobatan yang berhasil.
3. Tidak melanjutkan kegiatan pengobatan medis ataupun alternatif.
h. Alcohol/drug use
i. Humor 1. Senang mengganggu anak tersebut dengan menggunakan tingkah lakunya yang aneh dan lucu.
1. Sering menggunakan tingkah laku anak yang lucu-lucu untuk dijadikan humor dalam keluarga.
1. Sering menggunakan tingkah laku anak untuk dijadikan hiburan dalam keluarga.
1. Menggunakan ekspresi dan tingkah laku anak untuk dijadikan humor dan menghibur anggota keluarga.
3. Seeking Social Support a. Seeking
instrumental social support
1. Meminta saran
dari kepala sekolah untuk melihat perkembangan anak.
b. Seeking emotional social support
1. Memilih untuk berbagi cerita dengan istri mengenai
1. Sering cerita atau curhat dengan adik-adiknya dan
1. Berbagi cerita dengan keluarganya yang
1. Berbagi cerita dengan orangtua lain yang juga memiliki anak
1. Sering berbagi cerita dengan sahabat dekat atau anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Strategi Coping Subjek I (Ayah) Subjek I (Ibu) Subjek II (Ayah) Subjek II (Ibu) Subjek III (Ayah) Subjek III (Ibu) masalah yang
dihadapi berkaitan dengan anak yang menderita retardasi mental.
ibu-ibu di sekolah yang sedang mengantar anaknya untuk mengurangi beban.
mengetahui keadaan anak tersebut.
retardasi mental untuk mengurangi perasaan sedih.
untuk mengurangi beban dan merasa lebih puas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
D. Pembahasan Penelitian
Orangtua yang memiliki anak retardasi mental berat akan menghadapi
situasi stres karena adanya perubahan yang penting dalam hidup mereka dan
menimbulkan tuntutan baru yang harus dipenuhi. Peristiwa memiliki anak
yang menderita retardasi mental berat termasuk dalam major negative events
dimana stres yang dialami orangtua adalah peristiwa negatif yang sangat
membebani dan menuntut orangtua untuk mengatasi masalah tersebut (Van
Praag dan Zautra dalam Passer dan Smith, 2004). Oleh karena itu, orangtua
yang memiliki anak retardasi mental berat akan berusaha melakukan usaha-
usaha tertentu untuk beradaptasi dengan situasi tersebut. Hal ini disebut
dengan strategi coping yaitu segala usaha yang spesifik berupa pikiran dan
perilaku yang digunakan oleh orangtua dalam menghadapi situasi stres ketika
memiliki anak yang menderita retardasi mental berat. Strategi coping meliputi
problem-focused coping yaitu dengan menghadapi dan mengatasi langsung
tuntutan dari situasi stres, emotion-focused coping yaitu berusaha untuk
mengatur respon emosional yang muncul akibat situasi stres, dan seeking
social support yaitu berusaha memperoleh bantuan dan dukungan emosional
pada situasi stres.
Dalam penelitian ini akan menggambarkan mengenai usaha-usaha atau
tindakan yang mengarah ke dalam problem-focused coping, emotion-focused
coping atau seeking social support yang dilakukan subjek untuk menghadapi
situasi stres ketika memiliki anak retardasi mental berat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
1. Gambaran Dinamika Psikologis Strategi Coping Masing-masing
Subjek
Berikut ini adalah gambaran dinamika psikologis strategi coping
yang dilakukan oleh masing-masing subjek penelitian :
a. Subjek I (Ayah)
Subjek memiliki anak retardasi mental berat dengan IQ 39.
Anak subjek tersebut tidak mengalami masalah yang serius dengan
kesehatannya, namun dalam segi komunikasinya agak kurang dapat
dimengerti oleh orang lain. Selain itu, anak retardasi mental tersebut
juga belum mampu untuk mengurus kebutuhannya sehari-hari,
misalnya untuk memakai baju sendiri, anak tersebut belum bisa
melakukannya sendiri. Hal ini disebabkan karena kondisi tangan anak
tersebut agak lemah. Perkembangan pendidikan anak retardasi mental
tersebut juga sedikit lamban karena anak tersebut saat ini hanya
mampu menulis angka-angka sederhana. Peristiwa-peristiwa tersebut
membuat subjek merasa tertekan namun subjek terus berusaha untuk
menghadapi dan mengatasi kesulitan yang dihadapinya berkaitan
dengan memiliki anak retardasi mental tersebut.
Subjek menggunakan berbagai bentuk strategi coping yang
berbeda untuk menghadapi, mengatasi dan mengurangi stres yang
ditimbulkan dengan adanya anak retardasi mental. Dalam menghadapi
stres yang dialami, subjek melakukan strategi coping yang berfokus
pada masalah (problem-focused coping) antara lain active coping,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
planning, dan restraint coping. Dalam pelaksanaannya, subjek
melakukan active coping dengan menyekolahkan anaknya di sekolah
khusus yaitu di YPAC atau Yayasan Pendidikan Anak Cacat dan
membimbing serta mendidik anak secara terus-menerus untuk
melakukan aktivitas sehari-harinya di rumah supaya anak menjadi
tidak tergantung dengan orang lain.1 Subjek melakukan tindakan
secara aktif dengan menyekolahkan anak di YPAC karena menurut
subjek, anak yang menderita retardasi mental membutuhkan
pendidikan dan tenaga pengajar yang khusus.2 Subjek juga berharap
anak yang menderita retardasi mental tersebut nantinya mampu untuk
membaca dan menulis dengan sekolah di YPAC karena subjek ingin
mempersiapkan kehidupan masa depan anaknya dan tidak ingin anak
tersebut menjadi lebih tertinggal dari orang lain.3 Keinginan subjek ini
cenderung dipengaruhi dengan oleh tingkat pendidikan yang dimiliki
subjek cukup tinggi sehingga subjek berpendapat bahwa pendidikan
adalah suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan masa depan
anaknya. Usaha subjek menyekolahkan anaknya di YPAC didukung
dengan usaha planning yang subjek lakukan, yaitu berupa rencana
akan terus membina anak dengan segala cara supaya anak tersebut
tidak ketinggalan, antara lain memberitahu anak tentang yang baik dan
yang buruk, mengajari untuk melakukan hal-hal kecil, mendidik dalam
1 . Lamp. S1-bpk., w1 no. 1, 3b & 4 hal. 160 ; w2 no.1b & 2c hal. 164. 2 . Lamp. S1-bpk., w1 no. 1. hal 160. 3 . Lamp. S1-bpk., w1 no. 5c hal. 161; w2 no. 7b hal. 165.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
pergaulan dan sopan santun serta mengajari membaca dan menulis.4
Selain kedua usaha tersebut, subjek juga melakukan restraint coping
dengan berencana bahwa suatu saat nanti subjek akan membukakan
usaha dagang untuk anaknya jika memang anak tersebut tidak
memiliki kemampuan yang lain lagi.5
Dalam menghadapi stres yang dihadapi, subjek juga
menggunakan strategi coping yang berfokus pada respon emosional
(emotion-fosused coping) yaitu turning to religion, positive
reinterpretation and growth, acceptance, mental disengagement,
behavioral disengagement, dan humor. Subjek merasa khawatir
terhadap kehidupan masa depan anaknya, namun subjek berusaha
untuk bersikap pasrah dan menyerahkan semua keadaan tersebut
kepada Tuhan melalui doa.6 Kehadiran anak yang menderita retardasi
mental ini membawa perubahan dalam kehidupan iman subjek. Subjek
merasakan adanya peningkatan dalam hal keimanan dan
kepercayaannya kepada Tuhan sehingga subjek mampu menyadari
akan kehadiran dan keadaan anak retardasi mental yang merupakan
pemberian dari Tuhan yang harus ia terima.7
Hal tersebut mempengaruhi pola pikir subjek terhadap
keadaan memiliki anak retardasi mental yang dihadapinya. Subjek
memiliki keyakinan diri yang positif dimana ia tidak pernah
4 . Lamp. S1-bpk., w1 no. 3a hal. 160. 5 . Lamp. S1-bpk., w1 no. 11a hal. 162. 6 . Lamp. S1-bpk., w1 no. 5a hal. 160 & w1 no. 10a hal. 162. 7. Lamp. S1-bpk., w1 no. 8b hal. 161 & w1 no. 12a hal. 162.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
menganggap masalah yang ditimbulkan oleh anak retardasi mental
tersebut sebagai suatu kesulitan. Oleh karena itu, subjek mampu
mengambil hikmah atau sisi positif dari situasi tersebut dan merasakan
adanya perubahan positif yang dialami dengan memiliki anak retardasi
mental. Kehadiran anak yang menderita retardasi mental membuat
subjek untuk berpikir positif bahwa ada kelebihan yang dimiliki anak
tersebut di balik kekurangan anaknya.8 Selain itu, subjek juga mampu
mensyukuri setiap keadaan yang dialaminya karena subjek dapat
mempelajari banyak hal positif dalam hidupnya seperti belajar untuk
dapat lebih menghargai waktu dan belajar bersabar dalam menghadapi
setiap keadaan yang dialami.9 Usaha yang subjek lakukan ini disebut
dengan positive reinterpretation and growth.
Kemampuan subjek untuk dapat berpikir positif dan
mengambil hikmah dari setiap masalah ini membantu subjek dalam
menerima kehadiran anak yang menderita retardasi mental dalam
keluarganya. Subjek menyadari keadaan anaknya yang menderita
retardasi mental dan berusaha mengatasi semua masalah yang
ditimbulkan oleh keadaan ini sesuai dengan kemampuannya sehingga
subjek tidak merasa minder ataupun tertekan dengan kehadiran anak
tersebut.10 Hal ini didukung dengan hasil observasi dimana subjek
terlihat percaya diri dan tidak terbeban dengan kehadiran anak. Subjek
terlihat akrab dan tidak malu dengan keadaan anak. Tindakan subjek 8. Lamp. S1-bpk., w1 no. 5b hal. 161 & w1 no. 10b hal. 162. 9. Lamp. S1-bpk., w1 no. 8a hal. 161, w1 no. 12b & 13b hal. 162; w2 no. 7a hal. 165. 10. Lamp. S1-bpk., w1 no. 2 hal. 160, w1 no. 6, 7a & 9 hal. 161.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
ini merupakan suatu usaha penerimaan (acceptance) dan sikap pasrah
subjek terhadap keadaan dan kenyataan akan kehadiran anak retardasi
mental tersebut. Oleh karena itu, walaupun subjek merasa prihatin
terhadap keadaan anaknya, subjek mampu menerima kehadiran anak
tersebut apa adanya di dalam keluarga.11
Selain itu, subjek juga melakukan tindakan mental
disengagement dengan tidak menjadikan kehadiran anak retardasi
mental sebagai beban dalam keluarga. Subjek tidak memfokuskan diri
dan tidak terlalu memikirkan masalah-masalah yang terkait dengan
anak retardasi mental tersebut, namun subjek menghadapi dan
mengatasinya dengan bersikap santai.12 Hal ini menyebabkan subjek
menjadi merasa tidak terbeban dan tidak menjadikan kehadiran anak
tersebut sebagai suatu masalah sehingga subjek merasa tidak ada
keluhan yang muncul terkait dengan keadaan anak itu, apalagi sampai
menimbulkan penyakit serius kepada subjek.13 Hasil observasi
menunjukkan bahwa subjek terlihat sehat dan tidak memiliki keluhan
khusus terhadap kesehatan. Kondisi kesehatan subjek yang cukup baik
ini menjadi salah satu sumberdaya yang subjek manfaatkan untuk
mengatasi stres.
Selain melakukan tindakan mental disengagement subjek
juga melakukan tindakan behavioral disengagement, yaitu berhenti
atau menyerah untuk tidak melakukan usaha-usaha yang dapat 11. Lamp. S1-bpk., w2 no. 1a & 2b hal. 164. 12. Lamp. S1-bpk., w1 no. 17a hal. 163. 13. Lamp. S1-bpk., w2 no. 2a hal. 164.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
membantu perkembangan anaknya lebih lanjut lagi, yaitu menyerah
untuk membawa anak ke dokter ataupun untuk melakukan terapi jalan
lagi. Hal ini dilakukan karena subjek merasa anak tersebut sudah
mampu untuk berjalan sendiri dan juga tidak adanya keinginan dari
anak sendiri untuk menjalani terapi tersebut.14 Selain itu juga
dipengaruhi karena adanya kendala keuangan yang dialami subjek.
Berdasarkan hasil observasi, kondisi lingkungan fisik tempat tinggal
subjek cenderung menunjukkan bahwa subjek termasuk ke dalam
status ekonomi menengah ke bawah.
Tingkah laku anak yang sering mengikuti atau
memperagakan kelakuan orang lain terkesan lucu bagi keluarga subjek.
Oleh karena itu, tingkah laku-tingkah laku anak yang lucu dan aneh
tersebut sering digunakan subjek untuk menghibur keluarga atau
dijadikan humor dalam keluarga. Anak subjek sering memperagakan
cara seorang bayi yang nangis dengan tingkahnya yang lucu, sehingga
subjek sering menggunakan tingkah tersebut untuk mengganggu anak
dan membuat keluarga menjadi terhibur.15
Selain berfokus pada masalah dan respon emosi, subjek juga
melakukan usaha seeking social support dengan mencari atau meminta
dukungan sosial yang berupa dukungan emosional dari orang lain.
Ketika subjek sedang menghadapi suatu masalah yang berkaitan
dengan anak tersebut, subjek memilih untuk berbagi cerita atau
14. Lamp. S1-bpk., w2 no. 3 & 4 hal. 164. 15. Lamp. S1-bpk., w1 no. 16 hal. 163.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
sharing dengan sang istri.16 Hal ini dilakukan karena subjek
berpendapat bahwa masyarakat di sekitarnya kurang memiliki
pengetahuan mengenai anak yang menderita retardasi mental.17
Berikut ini adalah skema gambaran dinamika psikologis strategi
coping subjek :
16. Lamp. S1-bpk., w1 no. 14a hal. 163. 17. Lamp. S1-bpk., w1 no. 15 hal. 163.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor 1. IQ anak 39 2. Anak mengalami kesulitan membaca dan menulis 3. Anak mengalami gangguan perkembangan motorik yang menyebabkan kondisi
tangan dan kakinya lemah serta lamban dalam berjalan 4. Anak mengalami gangguan dalam komunikasi sehari-hari 5. Anak belum bisa mengurus kebutuhannya sendiri
Sumberdaya coping 1. Kesehatan dan energi yang kuat
untuk melakukan semua aktivitas dan tanggung jawabnya
2. Keyakinan dan sikap positif subjek dengan tidak menganggap masalah sebagai suatu kesulitan
3. Kemampuan yang cukup baik dalam mengekspresikan diri terhadap anak di masyarakat
4. Dukungan sosial, yaitu kehadiran istri yang selalu mendampinginya
5. Usia subjek yang masih tergolong usia produktif
6. Tingkat pendidikan STM yang dimiliki subjek
Stres yang dialami oleh orangtua 1. Muncul perasaan prihatin dan khawatir terhadap keadaan fisik dan mental anak2. Adanya tuntutan dan perhatian khusus dalam hal pendidikan anak 3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak
Strategi coping 1. Problem-focused coping
a. active coping (menyekolahkan anak di YPAC) b. planning (merencanakan pembinaan anak secara intensif) c. restraint coping (menunda untuk membukakan usaha warung)
2. Emotion-focused coping a. turning to religion (berdoa dan pasrah kepada Tuhan) b. positive reinterpretation and growth (yakin akan adanya kelebihan di balik kekurangan anak) c. acceptance (menghadapi dan menerima keadaan anak sesuai kemampuan dan tanpa perasaan minder) d. mental disengagement (bersikap santai, tidak terlalu fokus dan terbeban dengan masalah ini) e. behavioral disengagement (tidak membawa anak untuk melakukan terapi lagi kepada dokter) f. humor (menggunakan tingkah laku anak yang lucu sebagai hiburan)
3. Seeking social support a. seeking emotional social support (berbagi cerita dengan istri)
Gambar 3. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek I (Ayah)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
b. Subjek I (Ibu)
IQ anak retardasi mental berat yang dimiliki subjek adalah 39
dan anak tersebut mengalami keterlambatan perkembangan dalam
berjalan serta berkomunikasi. Selain itu, kondisi tangan anak tersebut
juga lemah sehingga anak tersebut tidak memiliki kemampuan dalam
mengurus diri sendiri. Dalam hal berkomunikasi, anak tersebut agak
cadel atau kurang jelas dan kurang tegas dalam berbicara sehingga
sulit untuk dimengerti oleh orang lain. Keadaan tersebut membuat
subjek terkadang merasa kesal, apalagi ketika mengikuti
perkembangan pendidikan anak subjek yang sangat lamban karena
anak tersebut sangat sulit diberi tahu tentang pelajaran, seperti menulis
dan membaca.
Dalam menghadapi stres yang dihadapinya tersebut, subjek
melakukan problem-focused coping yang berupa melakukan tindakan
secara aktif (active coping) dan restraint coping. Tindakan secara aktif
yang subjek lakukan adalah dengan berusaha menyekolahkan anak
yang menderita retardasi mental di YPAC supaya pendidikannya tidak
tertinggal dari anak-anaknya yang lain.18 Subjek berusaha untuk tidak
membedakan anak retardasi mental tersebut dengan anak-anaknya
yang lain sehingga subjek tetap berusaha menyekolahkan anak tersebut
seperti anak-anaknya yang lain. Subjek juga tidak hanya
memperhatikan perkembangan anaknya dalam bidang pendidikan,
18. Lamp. S1-ibu, w1 no. 8 & 9c hal. 186, w1 no. 14b hal. 187.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
tetapi juga berusaha untuk membina dan membimbing perkembangan
anak di rumah karena subjek banyak menghabiskan waktu bersama
anak tersebut sehari-harinya. Usaha yang subjek lakukan adalah berupa
usaha mengajarkan hal-hal yang baik dan tidak baik untuk dilakukan,
mengajarkan cara berbicara supaya bisa lebih jelas dan juga
mengajarkan cara bersosialisasi dengan orang lain.19 Selain tindakan
secara aktif, subjek juga melakukan restraint coping atau menunda
untuk melakukan coping sampai adanya waktu dan kesempatan yang
tepat. Dalam hal ini, subjek menunda untuk mewujudkan rencananya
membuka usaha warung kecil-kecilan untuk anaknya hingga sang anak
nantinya memiliki kemampuan untuk membaca dan menulis.20
Subjek juga menggunakan strategi coping yang berfokus
pada respon-respon emosional atau emotion-fosused coping, yaitu
berupa tindakan turning to religion, positive reinterpretation and
growth, acceptance, focus on and venting of emotions, mental
disengagement, behavioral disengagement, dan humor. Dalam
menghadapi keadaan anak yang menderita retardasi mental, subjek
hanya bisa berserah, pasrah dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan
ketika ia sedang merasa sedih atau kesal. Ia tidak pernah mencari
pelarian atau melakukan tindakan-tindakan yang negatif dalam
menghadapi situasi stres yang diakibatkan kehadiran anak tersebut.21
Hal ini juga didukung dengan keyakinan dan sikap positif subjek 19. Lamp. S1-ibu, w1 no. 14b hal. 187 ; w2 no. 4b & 5 hal. 188. 20. Lamp. S1-ibu, w1 no. 14a hal. 187 ; w2 no. 3 hal. 188. 21. Lamp. S1-ibu, w1 no. 4a hal. 185 & w1 no. 10 hal. 186 ; w2 no. 1 & 6 hal. 188.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
terhadap suatu masalah. Subjek berpendapat bahwa Tuhan masih adil
karena keadaan anaknya tersebut masih lebih baik daripada anak-anak
lain yang keadaannya lebih parah sehingga subjek bisa menerima
keadaan anak tersebut sebagai anugerah atau pemberian dari Tuhan.22
Selain meningkatkan keimanan kepada Tuhan, subjek berusaha untuk
bersikap positif dalam menghadapi masalah, terutama ketika
menghadapi kesulitan dalam keuangan. Hal ini mendukung subjek
untuk mampu mengambil hikmah atau sisi positif (positive
reinterpretation and growth) di balik masalah yang ditimbulkan anak
retardasi mental tersebut. Sisi positif yang bisa subjek dapatkan adalah
subjek merasa lebih bisa bersyukur kepada Tuhan atas situasi yang
dialaminya sekarang karena dengan kehadiran anak tersebut Tuhan
memberikan rejeki dan kemudahan-kemudahan kepadanya dalam
setiap kesulitan-kesulitan yang dihadapinya, khususnya kesulitan
keuangan.23 Berdasarkan hasil observasi, keadaan subjek menunjukkan
bahwa subjek termasuk dalam keluarga yang tidak cukup mampu
sehingga subjek harus bekerja keras untuk mengatur dan mengelola
urusan keuangan.
Kepercayaan kepada Tuhan dan kemampuan untuk berpikir
positif membantu subjek dalam proses penerimaan (acceptance)
terhadap kehadiran anak retardasi mental tersebut. Subjek berusaha
untuk tidak menjadikan kehadiran anak tersebut sebagai beban
22. Lamp. S1-ibu, w1 no. 1b & 6b hal. 185 & w1 no. 12b hal. 187. 23. Lamp. S1-ibu, w1 no. 6a hal. 185.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
sehingga subjek bersikap pasrah menerima keadaan anak pemberian
Tuhan sepenuhnya sesuai dengan keadaan dan kemampuan anak.24
Subjek berusaha untuk menerima dan memaklumi keadaan anaknya
yang tidak normal tersebut ketika anak sulit untuk mengikuti pelajaran
yang diberikan dan hanya mau memaksakan keinginannya sendiri.
Subjek mengerti dan memahami serta berusaha menjalani keadaan
sekarang dengan pasrah walaupun subjek masih sering merasa kesal
atau pusing.25
Ketika subjek mengalami situasi stres akibat kehadiran anak
retardasi mental tersebut, subjek juga sering bersikap diam atau
mengerjakan aktivitas lain atau bahkan mencubit anak tersebut untuk
melampiaskan emosi atau perasaan-perasaan negatifnya.26 Usaha
subjek ini disebut sebagai katarsis emosi atau focus on and venting of
emotions. Selain itu, subjek juga melakukan tindakan mental
disengagement dengan tidak pernah merasa terbeban dan memiliki
keluhan khusus yang membebani keluarga walaupun keadaan anak
tersebut sering menimbulkan perasaan-perasaan negatif. Hal tersebut
tidak menghambat usaha atau kegiatan subjek dalam bekerja untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Subjek juga lebih memilih untuk
melakukan pengalihan seperti tidur untuk mengurangi perasaan
kesalnya.27 Saat ini subjek juga melakukan behavioral disengagement
24. Lamp. S1-ibu, w1 no. 4b hal. 185, w1 no. 7, 9a & 11b hal. 186 & w1 no.12a hal. 187. 25. Lamp. S1-ibu, w1 no. 1a & 3 hal. 185, w1 no. 12c hal. 187. 26. Lamp. S1-ibu, w1 no. 2 hal. 185 & w1 no. 6c hal. 186 ; w2 no. 2b hal. 188. 27. Lamp. S1-ibu, w1 no. 9b & 11a hal. 186 ; w2 no. 2a & 6 hal. 188.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
atau menghentikan usaha-usaha untuk mengatasi situasi stres yang
dihadapi, yaitu dengan tidak melanjutkan pengobatan lagi bagi anak
retardasi mental tersebut. Hal ini disebabkan karena subjek merasa
kesulitan dalam hal biaya pengobatan.28 Selain tindakan-tindakan
tersebut di atas, subjek juga sering menggunakan tingkah laku-tingkah
laku anak yang lucu sebagai bahan hiburan dalam keluarga.29
Tindakan subjek yang seperti ini disebut sebagai humor dimana subjek
berusaha untuk membuat lelucon tentang stressor.
Dalam menghadapi situasi stres akibat anak retardasi mental
tersebut, subjek juga melakukan usaha seeking social support yang
berupa meminta dukungan emosional dari orang lain atau disebut
dengan seeking emotional social support. Subjek sering berbagi cerita
atau lebih dikenal dengan istilah curhat kepada adik-adik subjek atau
kepada ibu-ibu di sekolah (YPAC) yang sama-sama sedang mengantar
dan menunggui anak mereka di sekolah. Hal ini dilakukan subjek
semata-mata untuk mengurangi beban atau perasaan negatif yang
dialaminya.30 Berikut ini adalah skema gambaran dinamika psikologis
strategi coping subjek :
28. Lamp. S1-ibu, w2 no. 4a & 4c hal. 188. 29. Lamp. S1-ibu, w1 no. 13 hal. 187. 30. Lamp. S1-ibu, w1 no. 5 hal. 185.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor 1. IQ anak 39 2. Anak mengalami keterlambatan perkembangan motorik yaitu berjalan dan
kondisi serta koordinasi tangan anak tersebut lemah 3. Anak mengalami gangguan perkembangan dalam berbicara atau
berkomunikasi 4. Anak mengalami kesulitan dalam belajar, membaca, dan menulis 5. Anak belum bisa mandiri sepenuhnya dalam melakukan kegiatan sehari-hari
Sumberdaya coping 1. Kondisi fisik subjek yang sehat
dan kuat 2. Keyakinan dan sikap positif
subjek dalam menghadapi masalah keuangan
3. Kemampuan yang cukup baik dalam menempatkan diri di masyarakat
4. Dukungan sosial dari teman dan keluarga
Stres yang dialami oleh orangtua 1. Muncul emosi negatif, yaitu perasaan sedih dan kesal 2. Adanya tuntutan ekstra dalam hal perhatian dan pendidikan anak sehari-hari 3. Kekhawatiran terhadap pendidikan dan masa depan anak
Strategi coping 1. Problem-focused coping
a. active coping (menyekolahkan di YPAC) b. restraint coping (menunda untuk membuka usaha dagang, yaitu warung kecil-kecilan)
2. Emotion-focused coping a. turning to religion (berserah dan mendekatkan diri kepada Tuhan) b. positive reinterpretation and growth (mensyukuri keadaan, berkeyakinan akan adanya kemudahan
dalam keadaan yang sulit) c. acceptance (menerima dan memaklumi keadaan anak, menjalani keadaan dengan pasrah) d. focus on and venting of emotions (mencubit anak sebagai katarsis emosi) e. mental disengagemnet (melakukan pengalihan seperti tidur atau mendiamkan anak) f. behavioral disengagement (menghentikan pengobatan untuk anak) g. humor (memanfaatkan tingkah laku yang lucu sebagai bahan hiburan)
3. Seeking social support a. seeking emotional social support (berbagi cerita atau curhat dengan ibu-ibu di YPAC atau saudara)
Gambar 4. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek I (Ibu)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
c. Subjek II (Ayah)
Subjek memiliki anak yang menderita retardasi mental berat
dengan IQ 36 sehingga anak tersebut mengalami hambatan
perkembangan dalam pendidikannya sehingga ia hanya bisa meniru
tulisan dan tidak mampu membaca. Keadaan anak subjek yang
menderita retardasi mental tersebut cukup sehat dan normal, hanya saja
ada sedikit gangguan dalam sistem pernapasannya. Selain itu, anak
tersebut juga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi karena cara
bicara anak tersebut agak cadel dan sulit dimengerti oleh orang lain.
Hal-hal tersebut menyebabkan subjek terkadang merasa putus asa dan
ingin menyerah terhadap keadaan, namun subjek tetap berusaha untuk
mengatasi setiap masalah dan kesulitan yang dihadapinya.
Subjek menggunakan berbagai bentuk strategi coping yang
berbeda untuk menghadapi, mengatasi dan mengurangi stres yang
dialaminya. Strategi coping yang digunakan oleh subjek adalah
problem-focused coping, emotion-fosused coping dan seeking social
support. Active coping dan restraint coping merupakan usaha yang
dilakukan subjek yang berfokus pada masalah. Dalam emotion-fosused
coping, subjek melakukan tindakan turning to religion, positive
reinterpretation and growth, acceptance, mental disengagement,
behavioral disengagement dan humor, sedangkan usaha seeking social
support yang dilakukan subjek lebih berfokus pada usaha untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
mendapatkan dukungan sosial yang berupa dukungan emosional
(seeking emotional social support).
Dalam kenyataannya, subjek menggunakan active coping
dengan cara memilih untuk melanjutkan pendidikan anak retardasi
mental tersebut di rumah walaupun hal tersebut baru bisa dilakukannya
pada sore hari setelah ia pulang kerja. Hal ini dilakukan subjek karena
subjek merasa tidak adanya perubahan dan perkembangan dalam
pendidikan anaknya di sekolah luar biasa. Selain itu, subjek juga
berusaha untuk mendidik anak tersebut untuk melakukan pekerjaan-
pekerjaan rumah tangga supaya anak tersebut nantinya bisa melakukan
pekerjaan atau kegiatan hariannya sendiri.31 Tindakan restraint coping
yang digunakan subjek berupa menahan atau menunda rencana untuk
membawa anak ke pengobatan medis guna mengobati pernapasan
maupun menunda untuk membawa anak ke pengobatan alternatif
lainnya lagi. Subjek menahan untuk belum melaksanakan rencana
tersebut karena subjek masih menunggu adanya kesempatan yang tepat
untuk melakukannya hingga suatu saat nanti subjek mendapatkan
informasi yang cukup tentang adanya pengobatan alternatif lain.32
Selain itu, hal ini juga dikarenakan subjek sedang mengalami kesulitan
biaya pengobatan walaupun subjek terbilang cukup mampu.
Untuk mengatasi stres yang berfokus pada respon emosional,
subjek menggunakan usaha turning to religion dengan menganggap
31. Lamp. S2-bpk., w1 no. 6a & 6c hal. 199-200. 32. Lamp. S2-bpk., w1 no. 7b hal. 200 ; w2 no. 4 hal. 201.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
bahwa keadaan yang dialaminya sekarang tersebut merupakan cobaan
dari Tuhan yang harus dihadapinya.33 Subjek mempercayai bahwa
anak retardasi mental tersebut adalah anugerah Tuhan yang harus
disyukurinya sehingga subjek tidak menyesali kehadiran anak retardasi
mental tersebut dan hanya berserah kepada Tuhan.34 Dalam hal ini,
subjek memanfaatkan keyakinan positif yang dimilikinya terhadap
setiap keadaan anak retardasi mental tersebut sehingga subjek mampu
mengambil hikmah dengan lebih banyak mensyukuri setiap keadaan
yang dihadapinya sekarang.35 Subjek mengambil sisi positif dari
keadaan anaknya bahwa anak tersebut masih memiliki kemampuan
untuk menjalankan aktivitas sehari-hari sendiri dibandingkan anak-
anak lain yang keadaannya lebih parah.36 Usaha subjek ini termasuk
positive reinterpretation and growth. Dalam proses menghadapi dan
mengatasi situasi stres, subjek menggunakan usaha acceptance yaitu
dengan menerima keadaan dengan ikhlas dan tidak mengeluh terhadap
kenyataan yang dihadapinya karena memang sudah merupakan
takdir.37 Subjek berusaha untuk memaklumi keadaan anaknya yang
kurang mampu dan menerima cobaan yang diberi dalam keadaan
apapun sehingga subjek mampu untuk bersikap pasrah dalam
menerima kenyataan yang memang harus dihadapinya.38
33. Lamp. S2-bpk., w1 no. 2b hal. 199. 34. Lamp. S2-bpk., w1 no. 8a hal. 200 ; w2 no. 3c hal. 201. 35. Lamp. S2-bpk., w1 no. 3a hal 199. 36. Lamp. S2-bpk., w1 no. 8b hal. 200. 37. Lamp. S2-bpk., w1 no. 2a & 3b hal. 199. 38. Lamp. S2-bpk., w1 no. 2c & 5b hal. 199, w1 no. 7a hal. 200 ; w2 no. 3b hal. 201.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Subjek juga berusaha untuk bersikap santai dalam
menghadapi keadaan anak retardasi mental tersebut dengan tidak
terlalu merasakan dan tidak merasa terbeban dengan masalah ini.39
Oleh karena itu, subjek tidak mengalami adanya keluhan yang serius
terhadap kesehatannya. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil
observasi dimana kondisi fisik subjek cukup sehat walaupun subjek
terlihat lebih tua daripada usianya . Sikap subjek ini merupakan wujud
dari tindakan mental disengagement yang dilakukannya. Dalam
melakukan usaha behavioral disengagement, subjek tidak lagi
melanjutkan pendidikan anak di SLB walaupun pada awalnya subjek
menyekolahkan anak di SLB. Hal ini dikarenakan subjek merasa putus
asa terhadap keadaan pendidikan anaknya karena tidak ada
perkembangan yang berarti.40 Selain itu, subjek juga menghentikan
pengobatan anak dengan tidak membawa ke dokter karena tidak ada
perkembangan dan perubahan yang berarti dalam kesehatannya.41
Usaha emotion-fosused coping yang terakhir adalah humor. Subjek
sering menggunakan tingkah laku-tingkah laku anak retardasi mental
tersebut untuk dijadikan hiburan dalam keluarga karena subjek merasa
senang melihat ekspresi yang ditunjukkan anak tersebut.42
Subjek menggunakan usaha seeking emotional social support
dengan meminta dukungan emosional dari orang lain dengan berbagi
39. Lamp. S2-bpk., w2 no. 1 & 3a hal. 201. 40. Lamp. S2-bpk., w1 no. 1 & 6b hal. 199 & 200. 41. Lamp. S2-bpk., w1 no. 5a & 7c hal. 199 & 200. 42. Lamp. S2-bpk., w2 no. 2 hal. 201.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
cerita mengenai keadaan anaknya yang menderita retardasi mental
kepada keluarganya yang sudah mengetahui keadaan anak tersebut
sebagai salah satu wujud usaha seeking social support yang
digunakannya.43 Berikut ini adalah skema gambaran dinamika
psikologis strategi coping subjek :
Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor 1. IQ anak 36 2. Anak mengalami hambatan perkembangan dalam pendidikan (hanya mampu meniru dan tidak bisa membaca) 3. Anak mengalami gangguan perkembangan kesehatan pernapasan 4. Anak mengalami kesulitan berkomunikasi
Sumberdaya coping 1. Kesehatan dan energi yang kuat 2. Keyakinan yang positif dengan
mensyukuri keadaan yang dihadapi 3. Dukungan sosial, yaitu kehadiran
keluarga dekat yang mengetahui dengan pasti keadaan anak tersebut
Stres yang dialami oleh orangtua 1. Merasa putus asa dan menyerah terhadap keadaan perkembangan pendidikan anak 2. Tuntutan untuk memberikan perhatian dan pembinaan ekstra kepada anak agar dapat melakukan aktivitasnya
secara mandiri
Strategi coping 1. Problem-focused coping
a. active coping (mendidik anak di rumah untuk melakukan pekerjaan sehari-hari) b. restraint coping (menunda melakukan pengobatan untuk pernapasan anak)
2. Emotion-focused coping a. turning to religion (menganggap keadaan ini sebagai cobaan dari Tuhan, berserah kepada Tuhan) b. positive reinterpretation and growth (lebih banyak bersyukur atas keadaan anak) c. acceptance (pasrah menerima keadaan dengan ikhlas, memaklumi keadaan anak) d. mental disengagement (bersikap santai dan tidak fokus dalam memikirkan masalah ini) e. behavioral disengagement (tidak melanjutkan pendidikan anak di SLB) f. humor (tingkah laku anak yang lucu digunakan sebagai bahan hiburan keluarga)
3. Seeking social support a. seeking emotional social support (berbagi cerita dengan keluarga dekat yang mengetahui keadaan anak)
Gambar 5. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek II (Ayah) 43. Lamp. S2-bpk., w1 no. 4 hal. 199.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
d. Subjek II (Ibu)
IQ anak retardasi mental berat yang dimiliki subjek adalah 36
sehingga anak subjek tersebut mengalami kesulitan dalam pendidikan.
Anak tersebut tidak memiliki kemampuan membaca dan menulis,
namun bisa melakukan kegiatan sehari-harinya secara mandiri. Anak
juga mengalami keterlambatan dalam perkembangan motoriknya
dimana anak retardasi mental tersebut mengalami keterlambatan
perkembangan berjalan dan berbicara. Oleh karena itu, komunikasi
yang dilakukan oleh anak tersebut kurang jelas dan sulit dimengerti.
Keadaan anak retardasi mental yang mengalami hambatan
perkembangan dan kesulitan berkomunikasi ini menyebabkan subjek
terkadang merasa sedih dan terbeban akan keadaan anak. Hal tersebut
lebih dikarenakan subjek merasa khawatir dengan nasib masa depan
anak tersebut.
Untuk mengatasi dan mengurangi stres yang ditimbulkan
dengan adanya anak retardasi mental tersebut, subjek menggunakan
berbagai bentuk strategi coping yang berbeda, yaitu strategi coping
yang berfokus pada masalah (problem-focused coping), mengatur
respon-respon emosional yang muncul (emotion-focused coping) dan
mencari bantuan atau dukungan emosional dari orang lain (seeking
social support). Usaha problem-focused coping yang digunakan subjek
antara lain active coping dan restraint coping. Active coping yang
dilakukan subjek berupa usaha untuk menyekolahkan anak di sekolah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
khusus yaitu di Sekolah Luar Biasa (SLB) dimana keadaan siswa-
siswa sekolah tersebut sama dengan keadaan anaknya sehingga anak
tidak merasa minder dan bisa mengerti pelajaran yang diajarkan.
Namun, usaha active coping yang dilakukan subjek ini tidak
membuahkan hasil yang berarti.44 Oleh karena itu, subjek lebih
berkonsentrasi pada perkembangan fisik dan gizi anak retardasi mental
tersebut serta membimbing dan melatih anak mengerjakan kegiatan
untuk keperluan sehari-hari supaya anak tidak terlalu tergantung
kepada orang lain.45 Subjek juga sebenarnya memiliki rencana yang
belum dilakukannya, yaitu keinginan untuk memeriksakan keadaan
otak anak. Subjek menunggu adanya kesempatan yang tepat untuk bisa
melakukan rencananya tersebut karena saat ini terbentur dengan
adanya masalah biaya.46 Walaupun hasil observasi menunjukkan
subjek termasuk cukup mampu, namun saat ini subjek mengalami
kesulitan keuangan karena anak pertama subjek juga membutuhkan
biaya untuk kuliah. Tindakan subjek ini disebut dengan restraint
coping.
Usaha-usaha emotion-fosused coping yang digunakan subjek
adalah turning to religion, positive reinterpretation and growth,
acceptance, mental disengagement, behavioral disengagement dan
humor. Subjek bersikap pasrah dan selalu berdoa kepada Tuhan untuk
44. Lamp. S2-ibu, w1 no. 1 & 2b hal. 214. 45. Lamp. S2-ibu, w1 no. 5 & 9b. hal 215 ; w2 no. 1 hal. 216. 46. Lamp. S2-ibu, w2 no. 2 hal. 216.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
meningkatkan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak retardasi
mental tersebut dilindungi oleh Tuhan serta menunggu adanya
mukjizat atau keajaiban dari Tuhan.47 Usaha yang subjek lakukan ini
adalah wujud dari tindakan turning to religion. Selain itu, subjek juga
berkeyakinan bahwa Tuhan memiliki rencana tersendiri untuk anak
retardasi mental tersebut sehingga ketika subjek sedang merasa sedih,
subjek hanya bisa menyerahkan kembali keadaan ini kepada Tuhan.48
Subjek berusaha untuk bersikap positif dan mengambil hikmah dari
keadaan yang dialaminya sekarang sebagai bentuk dari tindakan
positive reinterpretation and growth. Hikmah yang dapat diambil
subjek dengan kehadiran anak retardasi mental ini adalah kehadiran
anak tersebut membawa rejeki tersendiri bagi keluarganya dan subjek
bisa belajar untuk lebih sabar dalam menghadapi kehidupan sehingga
subjek bisa menjadi orang yang lebih baik lagi.49 Sikap subjek ini
disebabkan karena subjek memiliki keyakinan dan sikap positif
terhadap kehadiran anak yang terlihat dalam hubungannya yang baik
dengan anak. Hubungan baik yang terjalin ini juga ditunjukkan subjek
dalam sikap terhadap anak di tengah masyarakat dimana subjek
mampu mengekspresikan diri dengan baik di masyarakat tanpa merasa
malu dengan keadaan anak.
Subjek juga menggunakan usaha acceptance dengan cara
menyadari dan menerima sepenuhnya keadaan anak sehingga subjek 47. Lamp. S2-ibu, w1 no. 3a hal. 214 & w1. no 6 hal. 215. 48. Lamp. S2-ibu, w1 no. 7d hal. 215 ; w2 no. 3 & 6b hal. 216. 49. Lamp. S2-ibu, w1 no. 3b hal 214, w1 no. 7b & 7e hal. 215.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
tidak mau memaksakan anak untuk bisa memahami pelajaran dengan
baik.50 Hal terpenting baginya adalah menerima dan menjalani
kehidupan apa adanya sehingga subjek tidak merasa malu untuk
mengakui keadaan anak dan tidak menjadikan kehadiran anak tersebut
sebagai beban.51 Tindakan mental disengagement yang dilakukan
subjek adalah melakukan kegiatan lain untuk tidak memikirkan
masalah, yaitu dengan mengikuti pengajian yang diadakan oleh ibu-ibu
di sekitar rumah subjek. Kegiatan ini dilakukan subjek semata-mata
untuk mengurangi beban atau perasaan sedih memiliki anak retardasi
mental.52 Selain itu, subjek juga menggunakan tindakan behavioral
disengagement dengan menghentikan usaha untuk mencari informasi-
informasi yang berkaitan dengan perkembangan anak dan subjek tidak
berusaha untuk menyekolahkan anak retardasi mental tersebut di SLB
lagi karena subjek sudah merasa jenuh terhadap keadaan dan rutinitas
yang telah dilakukannya selama bertahun-tahun.53 Subjek juga
berusaha untuk membuat lelucon tentang stressor dengan
menggunakan ekspresi dan tingkah laku anak retardasi mental tersebut
untuk dijadikan humor sehingga dapat menghibur anggota keluarga.54
Subjek menggunakan usaha seeking social support yang lebih
berkonsentrasi pada usaha untuk mendapatkan dukungan emosional
dari orang lain atau seeking emotional social support. Dalam hal ini,
50. Lamp. S2-ibu, w1 no. 2a & 4 hal. 214. 51. Lamp. S2-ibu, w1 no. 2c hal. 214, w1 no. 7c, 8 & 10b hal. 215 ; w2 no. 6a hal. 216. 52. Lamp. S2-ibu, w2 no. 4 hal. 216. 53. Lamp. S2-ibu, w1 no. 9a & 10a hal. 215. 54. Lamp. S2-ibu, w2 no. 5 hal. 216.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
subjek berbagi cerita atau sharing dengan orangtua lain yang juga
memiliki anak retardasi mental untuk mengurangi perasaan sedih yang
dialaminya.55 Berikut ini adalah skema gambaran dinamika psikologis
strategi coping subjek :
Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor 1. IQ anak 36 2. Anak mengalami gangguan perkembangan motorik, yaitu mengalami keterlambatan berjalan dan berbicara 3. Anak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi 4. Mengalami kesulitan dalam pendidikan (tidak mampu membaca dan hanya bisa meniru)
Sumberdaya coping 1. Keadaan kesehatan dan energi yang kuat2. Keyakinan akan kemudahan rejeki dan
sikap yang positif terhadap kehadiran anak
3. Memiliki kemampuan sosial yang cukup baik
4. Dukungan sosial, yaitu adanya orangtua lain yang memiliki nasib yang sama
Stres yang dialami oleh orangtua 1. Muncul perasaan jenuh, sedih dan terbeban dengan keadaan anak 2. Berbagai tuntutan, perhatian, dan dukungan ekstra yang harus dilakukan dan diberikan dalam merawat anak
retardasi mental 3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak
Strategi coping 2. Problem-focused coping
a. active coping (mendidik anak di rumah, fokus pada perkembangan gizi anak) b. restraint coping (menunda untuk memeriksakan keadaan otak anak karena terbentur biaya)
3. Emotion-focused coping b. turning to religion (pasrah dan berdoa kepada Tuhan) c. positive reinterpretation and growth (belajar menjadi lebih sabar dan lebih baik) d. acceptance (tidak malu mengakui keadaan anak, menyadari dan menerima keadaan anak apa adanya) e. mental disengagement (mengikuti pengajian untuk mengalihkan perhatian dari masalah tersebut) f. behavioral disengagement (menghentikan pendidikan anak di SLB, menghentikan mengumpulkan berbagai
informasi) g. humor (ekspresi anak yang lucu dijadikan humor dalam keluarga)
4. Seeking social support a. seeking emotional social support (sharing dengan orangtua lain yang memiliki nasib yang sama)
Gambar 6. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek II (Ibu)
55. Lamp. S2-ibu, w1 no. 7a hal. 215.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
e. Subjek III (Ayah)
Subjek memiliki anak yang menderita retardasi mental
dengan IQ 34, namun anak tersebut memiliki kemampuan mengurus
diri sendiri. Kondisi fisik dan kesehatan anak tersebut cukup baik
walaupun anak tersebut mengalami keterlambatan perkembangan
motorik, yaitu berjalan dan berbicara. Saat ini, anak retardasi menal
tersebut hanya mengalami kesulitan dalam berkomunikasi karena agak
cadel dan kata-kata yang diucapkan kurang dapat dimengerti dengan
baik oleh orang lain. Dalam hal pendidikannya, anak tersebut memang
sudah duduk di bangku SMA-LB, namun anak tetap mengalami
kekurangan dalam pelajarannya. Anak tersebut tidak bisa membaca
dan menulis tanpa ada contoh atau dengan kata lain, anak tersebut
hanya mampu meniru. Keadaan anak yang kurang normal ini
menimbulkan perasaan sedih dan putus asa dalam diri subjek, namun
subjek tetap berusaha mengatasi kekurangan yang dimiliki anaknya.
Oleh karena itu, subjek menggunakan berbagai bentuk
strategi coping yang berbeda untuk menghadapi, mengatasi dan
mengurangi stres yang ditimbulkan dengan adanya anak retardasi
mental. Dalam menghadapi stres yang dialami, subjek melakukan
strategi coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping)
antara lain active coping, planning, dan suppression of competing
activities. Active coping yang dilakukan subjek adalah menyekolahkan
anak ke Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk membuat perencanaan masa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
depan anak selanjutnya dan membimbing serta mendidik anak sehari-
hari di rumah.56 Hal tersebut dilakukan subjek supaya anak bisa
mengerti mengenai hal-hal yang baik untuk dilakukan dan hal-hal
buruk yang tidak boleh dilakukan. Usaha subjek untuk mendidik anak
di SLB ini juga berkaitan dengan keinginannya untuk membuat
rencana (planning) bagi masa depan anak sehingga subjek selalu
berusaha mengikuti dan memperhatikan perkembangan anak retardasi
mental tersebut di SMA-LB. Berdasarkan perkembangan anak di SLB
ini nantinya akan dipakai subjek sebagai pertimbangan untuk membuat
perencanaan yang tepat untuk anak tersebut sehingga subjek bisa
mengetahui kira-kira kegiatan-kegiatan yang bisa dikerjakan oleh
anaknya tersebut.57 Usaha yang dilakukan subjek ini dipengaruhi oleh
standar subjek terhadap kehidupan dimana subjek berharap suatu saat
nanti standar kehidupan anaknya akan meningkat, walaupun anak
tersebut menderita retardasi mental. Selain kedua usaha tersebut,
subjek juga melakukan usaha suppression of competing activities
karena subjek lebih memfokuskan usahanya pada perkembangan
pendidikan anak, namun subjek tetap berusaha menjalankan tugasnya
sebagai kepala keluarga dengan tetap bekerja untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya.58 Hal ini tidak berarti subjek merasa terbeban
dengan kehadiran anak tersebut. Subjek mampu menjalankan tanggung
56. Lamp. S3-bpk., w1 no. 1 & 5a hal. 227. 57. Lamp. S3-bpk., w1 no. 5b hal. 227; w2 no. 3 hal. 228. 58. Lamp. S3-bpk., w2 no. 6 hal. 229.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
jawabnya ini karena didukung dengan kondisi fisik subjek yang masih
terlihat gagah dan sehat di usianya yang hampir mencapai 60 tahun ini.
Selain menggunakan problem-focused coping, subjek juga
menggunakan strategi coping yang berfokus pada respon emosional
(emotion-fosused coping) yaitu turning to religion, positive
reinterpretation and growth, acceptance, mental disengagement dan
behavioral disengagement. Keadaan yang dialami subjek saat ini
disadarinya sebagai kodrat Tuhan yang harus dijalani sehingga subjek
hanya bersikap pasrah menyerahkan keadaan anak retardasi mental
tersebut kepada Tuhan dan menunggu mukjizat dari Tuhan.59 Ketika
subjek merasa sedih, subjek berdoa dan berserah diri kepada Tuhan
karena subjek percaya Tuhan lah yang menentukan semuanya. Oleh
karena itu, subjek merasa bahwa dirinya saat ini bertambah kuat dalam
hal keimanannya.60 Kepercayaan subjek ini merupakan wujud dari
tindakan turning to religion. Selain kepercayaan kepada Tuhan, subjek
mengambil sisi positif dari keadaan yang dialaminya dengan percaya
bahwa akan adanya keajaiban dan kelebihan di balik semua
kekurangan yang dimiliki anaknya yang menderita retardasi mental.61
Oleh karena itu, subjek selalu bersikap positif dan membangun
gambaran diri yang positif terhadap kehadiran anak retardasi mental
tersebut.
59. Lamp. S3-bpk., w1 no. 2a, 3, 4a, 6b & 7a hal. 227. 60. Lamp. S3-bpk., w2 no. 1 & 4b hal. 228, w2 no. 7 hal 229. 61. Lamp. S3-bpk., w1 no. 6a hal. 227.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Dalam usaha acceptance yang dilakukannya, subjek memiliki
keinginan agar anak tersebut bisa sama seperti anak yang lain, tetapi
subjek berusaha untuk menyadari dan menerima keadaan anak apa
adanya. Oleh karena mengingat keadaan anaknya tersebut maka subjek
hanya bersikap pasrah menerima kenyataan yang terjadi dalam
hidupnya apa adanya.62 Kehadiran anak retardasi mental dalam
keluarga juga bukan merupakan beban dalam keluarganya karena
subjek tidak merasa adanya keluhan terkait dengan keadaan anak.
Subjek sudah memahami kondisi kejiwaan anak sehingga subjek tidak
terlalu memikirkan masalah ini lagi.63 Subjek hanya sedikit lebih
berusaha dalam perkembangan pendidikan anaknya. Tindakan subjek
ini termasuk dalam mental disengagement. Selain usaha tersebut,
subjek juga menggunakan behavioral disengagement dengan tidak
membawa anak ke dokter ataupun orang pintar lagi. Hal tersebut
dilakukan subjek karena menurutnya usaha-usaha pengobatan yang
dilakukannya tidak menghasilkan perubahan bagi perkembangan anak
sehingga subjek memilih untuk tidak melanjutkan lagi kegiatan
pengobatan medis maupun alternatif.64 Berikut ini adalah skema
gambaran dinamika psikologis strategi coping subjek :
62. Lamp. S3-bpk., w1 no. 2b & 4b hal. 227, w1 no. 8 hal. 228 ; w2 no. 8 hal. 229. 63. Lamp. S3-bpk., w2 no. 2 hal. 228. 64. Lamp. S3-bpk., w1 no. 7b hal. 227; w2 no. 4a & 5 hal. 228.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Sumberdaya coping 1. Kondisi fisik dan kesehatan
baik 2. Keyakinan yang positif akan
adanya keajaiban 3. Standar kehidupan yang tinggi
Stres yang dialami oleh orangtua 1. Muncul perasaan sedih dan putus asa terhadap keadaan anak 2. Adanya tuntutan, perhatian, dan dukungan ekstra yang harus diberikan kepada
anak, terutama dalam hal pendidikan, khususnya kegiatan olahraga anak
Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor 1. IQ anak 34 2. Anak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi 3. Anak hanya memiliki kemampuan meniru pelajaran
Strategi coping 2. Problem-focused coping
a. active coping (menyekolahkan anak di SLB) b. planning (mengikuti perkembangan olahraga anak di SLB untuk menentukan langkah
selanjutnya) c. suppression of competing activities (memfokuskan diri pada perkembangan pendidikan anak)
3. Emotion-focused coping a. turning to religion (pasrah menerima kodrat Tuhan, meningkatkan kepercayaan akan adanya
mukjizat) b. positive reinterpretation and growth (berpikir positif akan adanya keajaiban dan kelebihan
lain yang dimiliki anak) c. acceptance (menerima kenyataan yang sudah terjadi) d. mental disengagement (tidak adanya beban dan tidak memfokuskan usaha untuk mengatasi
kondisi anak) e. behavioral disengagement (menghentikan pengobatan secara medis maupun alternatif)
Gambar 7. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek III (Ayah)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
f. Subjek III (Ibu)
Anak retardasi mental yang dimiliki subjek memiliki IQ 34,
namun anak tersebut memiliki kemampuan dalam mengurus diri
sendiri sehingga tidak tergantung dengan orang lain. Subjek hanya
merasa bahwa anak retardasi mental tersebut mengalami kesulitan
dalam berkomunikasi dan kurang mampu menangkap dan memahami
sesuatu. Oleh karena itu, anak tersebut juga mengalami hambatan
dalam perkembangan pendidikannya, terutama dalam hal membaca
dan menulis. Namun, anak tersebut memiliki kemampuan dalam
bidang olahraga. Selain itu, subjek juga merasa cemas terhadap masa
depan anaknya kelak sehingga hal tersebut menimbulkan situasi stres
pada diri subjek.
Dalam menghadapi dan mengatasi stres yang dialaminya
tersebut, subjek menggunakan problem-fosuced coping yang berupa
melakukan tindakan secara aktif (active coping), planning, suppression
of competing activities dan restraint coping. Active coping yang
dilakukan subjek berupa usaha dalam pemenuhan keinginan anak
retardasi mental untuk sekolah. Subjek memilih untuk menyekolahkan
dan mendidik anak di SLB walaupun subjek termasuk dalam keluarga
dengan status ekonomi menengah ke bawah.65 Hal ini dilakukan
subjek karena subjek merasa kasihan dengan anak dan juga sebagai
usaha untuk menambah daya tangkap anak. Selain itu, usaha subjek ini
65. Lamp. S3-ibu, w1 no. 1 & 2a hal. 240, w1 no. 8 hal. 241.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
juga didukung dengan kerajinan dan kegigihan subjek dalam bekerja
untuk bisa memenuhi keinginan anak dan mengurangi perasaan sedih
serta minder yang dirasakannya.66 Tentunya tindakan subjek ini
didukung dengan kondisi fisik subjek yang sehat. Hal ini didukung
dengan hasl observasi dimana subjek terlihat sehat dan kuat. Usaha
planning yang dilakukan subjek berupa rencana-rencana yang
dipersiapkan subjek untuk kehidupan masa depan anak, yaitu dengan
menyiapkan rencana untuk menitipkan anak retardasi mental tersebut
kepada anak-anaknya yang lain.67 Tindakan ini dilakukan subjek
semata-mata untuk mengatasi masalah kekhawatirannya terhadap masa
depan anak retardasi mental tersebut. Subjek juga memiliki rencana
untuk tetap melanjutkan pendidikan anak setelah anak lulus dari SMA-
LB dengan memfokuskan kemampuan anak pada kegiatan olahraga
dan berniat akan membawa anak melakukan pengobatan lagi untuk
perkembangan kesehatannya.68 Selain itu, subjek juga lebih
berkonsentrasi pada usaha-usaha untuk mengatasi masalah anak
tersebut karena masalah kehidupan masa depan anak menjadi beban
subjek.69 Tindakan yang dilakukan subjek ini disebut suppression of
competing activities. Tindakan restraint coping yang digunakan subjek
berupa rencana untuk memfokuskan anak ke kegiatan olahraga.
66. Lamp. S3-ibu, w2 no. 2 & 3b hal. 242. 67. Lamp. S3-ibu, w1 no. 5b hal. 240. 68. Lamp. S3-ibu, w1 no. 9 & 11 hal. 241 ; w2 no. 6b hal. 242. 69. Lamp. S3-ibu, w1 no. 4 hal. 240.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Namun, tindakan ini bisa dilakukan setelah anak lulus dari SMA-LB
sehingga subjek selalu meminta saran kepada guru-guru di SMA-LB.70
Subjek juga menggunakan emotion-focused coping dalam
usaha untuk mengatasi dan mengurangi stres yang dialaminya. Usaha-
usaha tersebut antara lain turning to religion, positive reinterpretation
and growth, acceptance dan behavioral disengagement. Subjek hanya
pasrah dan berserah kepada Tuhan untuk mengurangi beban dan
menyadari bahwa keadaan yang dialaminya sekarang ini adalah
kodrat.71 Usaha subjek ini didukung dengan meningkatkan keimanan
subjek melalui doa dan lebih banyak mensyukuri keadaan yang
dialaminya.72 Subjek juga melakukan usaha positive reinterpretation
and growth dengan mengambil hikmah dari keadaan ini, yaitu subjek
tidak pernah merasa kekurangan dan kesulitan dengan memiliki anak
retardasi mental ini.73 Dalam usaha acceptance, walaupun subjek
merasa sedih dan kecewa melihat keadaan anak retardasi mental
tersebut, subjek tetap berusaha menerima keadaan yang terjadi.74
Subjek memanfaatkan keyakinan dan sikap positif yang dimilikinya
untuk dapat menerima keadaan. Selain usaha-usaha tersebut, subjek
juga melakukan usaha behavioral disengagement dengan
menghentikan usaha untuk menghadapi masalah yang berkaitan
dengan anak retardasi mental tersebut. Usaha yang tidak dilakukan
70. Lamp. S3-ibu, w2 no. 5 hal. 242. 71. Lamp. S3-ibu, w1 no. 2b & 5a hal. 240; w2 no. 3a & 4b hal. 242. 72. Lamp. S3-ibu, w1 no. 6b hal. 240; w2 no. 7 hal. 243. 73. Lamp. S3-ibu, w1 no. 7 hal. 241. 74. Lamp. S3-ibu, w1 no. 3 & 6a hal. 240 ; w2 no. 1 & 4a hal. 242.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
subjek lagi adalah tidak pernah membawa anak ke dokter lagi untuk
melakukan pengobatan sejak anak sudah mampu berjalan.75
Selain usaha yang berfokus pada masalah dan usaha untuk
mengatur respon-respon emosional, subjek juga melakukan usaha
dengan berpaling pada orang lain untuk memperoleh bantuan dan
dukungan emosional (seeking social support). Usaha yang dilakukan
subjek tersebut adalah seeking instrumental social support dengan
selalu meminta saran dari kepala sekolah di SLB untuk melihat dan
mengikuti perkembangan anak selama di sekolah.76 Selain itu, subjek
juga menggunakan usaha seeking emotional social support yang
berupa usaha yang dilakukan subjek dengan cara berbagi cerita atau
curhat dengan sahabat dekat ataupun anaknya yang lain. Hal ini
dilakukan subjek untuk mengurangi beban yang dialaminya sehingga
subjek bisa merasa lebih puas.77 Berikut ini adalah skema gambaran
dinamika psikologis strategi coping subjek :
75. Lamp. S3-ibu, w1 no. 14 hal. 242 ; w2 no. 6a hal. 242. 76. Lamp. S3-ibu, w1 no.10 hal. 241 77. Lamp. S3-ibu, w1 no. 12 & 13 hal. 241.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Sumberdaya coping 2. Kesehatan yang baik dan energi
yang kuat 3. Keyakinan dan sikap yang
positif dalam menerima keadaan.
4. Dukungan sosial yang berasal dari sahabat ataupun anak
Stres yang dialami oleh orangtua 1. Muncul emosi negatif yang menumpuk, yaitu merasa sedih, minder, kecewa,
cemas, dan kasihan kepada anak 2. Tuntutan akan perhatian, pembinan, dan dukungan yang diberikan kepada anak3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak
Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor 2. IQ anak 34 3. Anak mengalami kesulitan berkomunikasi 4. Kurangnya kemampuan daya tangkap dan pemahaman anak
Strategi coping 1. Problem-focused coping
a. active coping (menyekolahkan anak di SLB) b. planning (berencana akan tetap melanjutkan pendidikan anak) c. suppression of competing activities (fokus pada masalah masa depan anak) d. restraint coping (menunda rencana untuk memfokuskan kegiatan anak dalam bidang
olahraga) 2. Emotion-focused coping
a. turning to religion (pasrah menerima kodrat dan terus berdoa) b. positive reinterpretation and growth (tidak pernah mengalami kesulitan dan kekurangan) c. acceptance (menerima keadaan dan kenyataan yang terjadi) d. behavioral disengagement (tidak pernah membawa anak ke dokter lagi)
3. Seeking social support a. seeking instrumental social support (meminta saran dari kepala sekolah) b. seeking emotional social support (berbagi cerita dengan sahabat ataupun anak yang lain)
Gambar 8. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek III (Ibu)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
2. Dinamika Psikologis Strategi Coping Tiap Pasangan Subjek yang
Memiliki Anak Retardasi Mental
Kehadiran anak retardasi mental berat dalam keluarga merupakan
penyebab stres pada orangtua karena dengan adanya anak tersebut
orangtua akan mengalami perubahan yang penting dan menimbulkan
tuntutan yang mengancam kesejahteraan sehingga menuntut seseorang
untuk beradaptasi dengan cara tertentu (Passer dan Smith, 2004). Orangtua
yang memiliki anak retardasi mental akan berusaha mengurangi dan
mengatasi stres yang dialami dengan menggunakan suatu usaha tertentu.
Pembahasan berikut ini akan menggambarkan strategi coping yang
digunakan oleh masing-masing pasangan orangtua.
a. Pasangan Subjek 1
Pasangan subjek 1 memiliki anak yang menderita retardasi
mental berat dengan IQ 39. Subjek 1 (ibu) mengatakan bahwa anak
tersebut mengalami keterlambatan dalam berjalan dan berkomunikasi.
Oleh karena itu, menurut pasangan orangtua ini anak tersebut agak
cadel dan kurang jelas dalam berkomunikasi sehingga sulit untuk
dimengerti oleh orang lain. Selain itu, kondisi dan koordinasi tangan
anak tersebut agak lemah yang menyebabkan anak tersebut belum
mampu mengurus kebutuhannya sehari-hari secara mandiri. Pasangan
subjek juga mengungkapkan bahwa perkembangan pendidikan anak
juga sedikit lamban sehingga anak tersebut belum mampu membaca
dan menulis. Keadaan ini membuat pasangan orangtua ini merasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
tertekan, namun mereka berusaha untuk mengatasi dan menghadapi
masalah anak retardasi mental ini dengan menggunakan usaha tertentu.
Dalam menghadapi stres yang dihadapi, pasangan ini
melakukan usaha atau tindakan secara aktif untuk menghilangkan atau
mengurangi stressor. Active coping yang dilakukan oleh pasangan ini
mengarah pada masalah pendidikan anak supaya anak tidak tertinggal
nantinya. Active coping yang dilakukan oleh ayah didukung dengan
usaha planning. Menurut ayah (1), pendidikan adalah hal yang penting
bagi kehidupan masa depan anaknya sehingga anak tersebut
membutuhkan pendidikan dan pembinaan secara khusus. Pendapat
subjek ini cenderung dipengaruhi karena tingkat pendidikan subjek
yang cukup tinggi. Oleh karena itu, subjek berusaha untuk tetap terus
menyekolahkan anak tersebut di YPAC (Yayasan Pendidikan Anak
Cacat). Berikut pernyataannya:
“....untuk saat ini kan dia sekolah di YPAC...dia ini dibina secara khusus..dan gurunya juga guru khusus..memang orang kayak gini kan guru yang biasa itu kan kurang bisa ya...jadi orang itu kan harus pendidikan khusus untuk orang kayak gini kan...” (Lamp. S1-bpk., w1 no. 1 hal. 160)
Usaha yang dilakukan subjek ini semata-mata untuk
kehidupan masa depan anak dan ia bertekad supaya anaknya tersebut
minimal memiliki kemampuan membaca dan menulis. Usaha ini
tentunya didukung dengan kondisi kesehatan subjek yang cukup baik.
Berdasarkan hasil observasi, kondisi fisik subjek terlihat gagah dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
sehat serta tidak mengalami masalah kesehatan khusus. Berikut
pernyataannya:
“....tekad aku itu tadi selagi aku masih hidup...selagi aku masih kuat...dia harus sekolah...jadi minimal walaupun dia gak pinter sama kayak orang...dia sudah bisa syukur-syukur baca nulis itu...” (Lamp. S1-bpk., w1 no. 7b hal. 161)
Harapan dan tekad yang dimiliki oleh ayah (1) ini
membuatnya untuk tetap optimis melakukan usaha apapun untuk
mendukung tindakan aktifnya, yaitu dengan melakukan perencanaan
untuk kehidupan masa depannya, yaitu membina anak dengan segala
cara supaya anak tidak ketinggalan dalam hal pendidikan, antara lain
memberitahu anak tentang yang baik dan buruk, mengajari melakukan
hal-hal kecil, mendidik dalam pergaulan dan sopan santun serta
mengajari membaca dan menulis. Berikut pernyataannya:
“.....kita selaku orangtua..selaku orangtua..kita sebisa mungkin...merencanakan untuk menghadapi masa depan dia..kita bina dia sebaik mungkin...jangan sampai dia tertinggal...ngasih tau di tentang yang baik sama yang gak baik...ngajari dia melakukan hal-hal sepele...didik dia gimana caranya bergaul...sopan santun...ngajari baca..nulis...ya pokoknya apa aja lah.... kalau bisa jangan ketinggalan..” (Lamp. S1-bpk, w1 no. 3a hal. 160)
Tindakan secara aktif yang dilakukan oleh ibu (1) adalah
dengan memperhatikan pendidikan anak tersebut supaya tidak
tertinggal dari anak-anak lain. Selain itu, subjek juga berusaha untuk
tidak membedakan perlakuannya dengan anak-anaknya yang lain dan
terus mengajarkan tentang hal-hal yang baik dan buruk dengan harapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
agar suatu saat nanti anak tersebut bisa mengerti. Berikut
pernyataannya:
“...kami sekarang masih tetep berusaha untuk dia...ya dengan sekolahnya jangan sampai ketinggalan...jadi jangan sampai kita masa bodoh dengan dia....gak merhatiin dia karena keadaannya yang kayak ini...kita kasih tau terus aja mana yang benar, yang gak benar..kan lama-lama nanti dia ngerti...itu dulu aja yang sekarang kami lakukan...” (Lamp. S1-ibu, w1 no. 14b hal. 187)
Pasangan ini juga melakukan restraint coping yaitu dengan
menunggu waktu dan kesempatan yang tepat untuk bertindak
melakukan coping (Carver, Scheier, & Weintraub dalam MacArthur
dan John, 1998). Pasangan ini memiliki keinginan yang sama dimana
mereka berencana suatu saat nanti akan membukakan usaha dagang
bagi anak. Namun, usaha tersebut baru dilakukan jika anak retardasi
mental tersebut tidak memiliki keahlian apapun dan anak juga sudah
sedikit mampu untuk membaca dan menulis. Berikut ungkapan ayah
(1) :
“....itu tergantung nanti lah...artinya ya....kalau memang dia nanti dikasih kesempatan untuk bekerja...ya saya bersyukur....mungkin yang sesuai dengan kemampuannya...tapi kalo dia umpamanya memang gak punya kemampuan lain...ya ada persiapan lain...ya mungkin dagang....” (Lamp. S1-bpk., w1 no. 11a hal.162)
Ibu (1) menyatakan:
“Kalau rencana...aku baru ada rencana untuk masa depan dia ini...kalau dia nanti sudah bisa baca...nulis...kita ada rejeki...ya mau kubukakan usaha aja dia ini...bukain warung...” (Lamp. S1-ibu, w2 no. 3 hal.188)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Pasangan ini juga menggunakan emotion-focused coping,
yaitu strategi coping yang berusaha untuk mengatur respon-respon
emosional yang muncul (Passer dan Smith, 2004). Pasangan subjek ini
merasa sedih dan khawatir dengan kehidupan masa depan anaknya,
namun mereka tetap berusaha untuk bersikap pasrah dan lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan. Berikut pernyataan mereka :
“..pasti was-was..khawatir...karena mengingat jaman yang semakin lama semakin sulit...dan istilahnya orang itu semakin berlomba-lomba untuk maju kan...nah sedangkan dia kan keadaannya begini ya...namun saya tetep yakin..dan saya tetep berdoa bahwa Tuhan lah yang akan menentukan nanti...” (Lamp. S1-bpk., w1 no. 5a hal. 160)
“...ya aku sekarang ini lebih sering doa...sholat...ya berdoa untuk dia ini lah kan...berdoa kalau bisa itu kan untuk gimana masa depan dia ini..” (Lamp. S1-ibu, w1 no. 10 hal. 186)
Tindakan turning to religion yang dilakukan oleh pasangan
ini didukung dengan keyakinan dan sikap positif mereka terhadap
setiap masalah yang dihadapi. Mereka berusaha untuk tidak mencari
pelarian ke hal-hal yang negatif dalam menghadapi situasi stres.
Pasangan orangtua ini mengambil hikmah bahwa adanya kelebihan di
balik kekurangan anak sehingga pasangan ini mencoba untuk
mensyukuri setiap keadaan yang dialami. Ayah (1) bisa belajar untuk
lebih sabar, sedangkan ibu (1) lebih berkeyakinan akan adanya
kemudahan di setiap keadaan yang sulit. Berikut pernyataan pasangan
subjek 1 :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
“ ...tapi aku terima kasih...aku bisa belajar sabar juga ya..terima kasih lah bisa belajar sabar dengan adanya dia...” (Lamp. S1-bpk., w2 no. 7a hal. 165)
“Bersyukur sama Tuhan...terima kasih sama DIA...ya dengan ada Edy ini kan, katakanlah rejeki kita ada di Edy...sesusah-susahnya kita..masih ada aja jalan keluar....” (Lamp. S1-ibu, w1 no. 6a hal. 185)
Kemampuan dan keyakinan positif pasangan ini membantu
dalam proses penerimaan terhadap kehadiran anak retardasi mental,
walaupun mereka terkadang masih merasa sedih dan kecewa dengan
keadaan anak mereka. Pasangan ini menyadari sepenuhnya keadaan
anak yang menderita retardasi mental sehingga mereka berusaha untuk
memaklumi keadaan anak dan menjalaninya dengan pasrah tanpa
adanya perasaan minder. Oleh karena itu, mereka tidak malu untuk
membawa anak ke kegiatan masyarakat karena masyarakat bisa
menerima kehadiran anak tersebut dengan baik dan anak juga bisa
bersikap sopan di tengah-tengah masyarakat. Berikut pernyataannya :
“..saya harus bersyukur...biarpun bagaimana dia tetep anak saya..saya tetep bersyukur.....terima kasih saya..sudah dikasih ya...jadi saya gak sama sekali..minder sedikit pun...apalagi perasaan gak menerima kan...saya gak punya perasaan itu..” (Lamp. S1-bpk., w1 no. 6 hal. 161)
Pernyataan ibu (1):
“...kami jalani aja yang sekarang...dia sekolah...kita gak malu sama dia...katakanlah tenang sekarang kalau ngajak dia kemana-mana...kami sekarang sudah mengerti keadaan dia...” (Lamp. S1-ibu, w1 no. 12c hal.187)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Selain itu, ibu (1) juga menggunakan usaha focus on and
venting emotions, yaitu melakukan usaha untuk menyalurkan dan
melampiaskan perasaan-perasaan negatif atau katarsis emosi (Carver,
Scheier, & Weintraub dalam MacArthur dan John, 1998). Subjek
sering merasa sedih atau kesal ketika melihat perkembangan
intelektual anaknya yang menyebabkan anak tersebut sulit untuk
mengerti hal-hal yang diajarkan sehingga subjek sering mencubit atau
bersikap cuek kepada anak dengan mengerjakan aktivitas lain terlebih
dahulu. Namun, sikap subjek yang sering mencubit anaknya tersebut
tidak mengganggu hubungannya dengan anak karena anak tersebut
sangat dekat dengan subjek. Ibu (1) menyatakan :
“...cuma kita ini mikirin IQnya dia ini kan...rendah dia ini..keselnya ada...kalau kita ngajari dia gak masuk-masuk....kalau sudah gak masuk-masuk kayak itu...berhenti aku ngajari dia ini...daripada dia nanti susah kan...kita walaupun sabar-sabar ya tapi ya kan ada batasnya ya, kita masih gak sabar...suka kucubit dia ini....” (Lamp. S1-ibu, w1 no. 6c hal. 186)
Usaha yang juga digunakan pasangan subjek ini adalah
mental disengagement dimana subjek melakukan pelepasan secara
psikologis terhadap masalah dengan tidak memikirkan masalah itu lagi
(Carver, Scheier, & Weintraub dalam MacArthur dan John, 1998).
Pasangan subjek ini menganggap bahwa kehadiran anak retardasi
mental tersebut bukan merupakan suatu beban dalam keluarga
sehingga mereka tidak lagi memfokuskan usaha mereka hanya kepada
anak retardasi mental tersebut. Saat ini mereka hanya berusaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
semampunya dan tidak memaksakan keinginan kepada anak atau
menyikapi keadaan anak mereka dengan santai dan terkadang
melakukan pengalihan emosi ketika sedang merasa kesal, seperti tidur.
Sikap mereka yang seperti ini juga tidak membuat anak terbeban dan
tetap bisa melakukan keinginannya sendiri. Pasangan subjek ini
menyatakan :
“Edy itu memang gak jadi beban kami...pokoknya kami menghadapi dia tuh...ya santai...apa adanya....tidak terlalu kami pikirkan....” (Lamp. S1-bpk., w1 no. 17a hal. 163)
“Ya kalau lagi kesel banget sama dia...didiemin aja...suka kutinggal tidur...dia ini kan suka semau dia sendiri..” (Lamp. S1-ibu, w2 no. 2a hal. 188)
Walaupun pasangan subjek ini bisa menerima keadaan anak
dan tidak terbeban dengan kehadirannya, pasangan ini terkadang juga
merasa putus asa dan menyerah terhadap keadaan sehingga mereka
memilih untuk menghentikan usaha untuk mengatasi masalah yang
berkaitan dengan anak retardasi mental tersebut. Tindakan behavioral
disengagement yang dilakukan pasangan ini adalah tidak membawa
anak tersebut untuk melakukan terapi jalan lagi karena tidak adanya
keinginan dari anak sendiri untuk melanjutkan terapi itu dan juga
subjek merasa anak tersebut sudah mengalami kemajuan dalam cara
berjalannya. Selain itu, pasangan subjek ini merasa kesulitan dalam
biaya pengobatan karena status ekonomi keluarga subjek termasuk
dalam status ekonomi menengah ke bawah. Berikut pernyataannya :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
“...nah dari situ kami gak pernah lagi sampai sekarang bawa dia ke sana lagi...ke tempat terapi....ya kan gak ada hasilnya...sama aja...dibawa ke sana...dia gak mau diterapi...” (Lamp. S1-bpk., w2 no. 3 hal. 164)
“..tapi kalau berobat gak lagi...bukannya apa...kita ini mikirin uangnya ya..” (Lamp. S1-ibu, w2 no. 4c hal. 188)
Strategi emotion-focused coping yang terkahir adalah humor
yaitu dengan membuat lelucon tentang stressor (Carver, Scheier, &
Weintraub dalam MacArthur dan John, 1998). Anak retardasi mental
tersebut sering melakukan tindakan-tindakan yang menurut mereka
lucu dan aneh karena anak tersebut sering menirukan tingkah laku
orang lain dengan lucu. Tingkah laku tersebut sering digunakan oleh
pasangan ini untuk mengganggu anak tersebut ketika sedang merasa
sedih dan dijadikan humor dalam keluarga sehingga baik anak maupun
anggota keluarga yang lain menjadi terhibur. Berikut pernyataannya :
“...kalau lihat adek nangis....nah itu suka ngikutin dia...diperagainnya...tapi kalau dia nangis...hahaha....gak sadar dia...gimana dia itu...hahaha.....suka kugangguin dia...kalau dia nangis...aku suka gangguin dia...meragain cara nangis adek yang suka diikutinnya...gak jadi nangis dia....hahaha....lucu lah pokoknya dia ini..” (Lamp. S1-bpk., w1 no. 16 hal. 163)
“...terus misalnya dia ini sudah diem aja...aku atau kakaknya suka becandain...suka maini dia ini...Dy, Dy...gimana Dy cara adek nangis...terus kakaknya langsung mraktekkin...ya terus Edy ikut mraktekkinnya juga....lucu kan jadinya liat tingkah anak dua itu...” (Lamp. S1-ibu, w1 no. 13 hal. 187)
Selain kedua strategi di atas, pasangan subjek ini juga
melakukan strategi seeking social support yang berupa usaha untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
mendapatkan dukungan moral, pengertian dan simpati dari orang lain
atau disebut dengan seeking emotional social support (Carver, Scheier,
& Weintraub dalam MacArthur dan John, 1998). Ayah (1) lebih
nyaman untuk berbagi cerita kepada sang istri mengenai masalah dan
perkembangan yang dialami oleh anak mereka, sedangkan ibu (1)
selain berbagi cerita dengan suami, ia juga sering curhat dengan ibu-
ibu lain di YPAC yang sedang mengantar anak mereka sekolah
ataupun kepada saudara-saudara terdekat. Pasangan ini memilih untuk
tidak bercerita dengan masyarakat di sekitar rumah mereka karena
mereka berpendapat bahwa masyarakat kurang memiliki pengetahuan
mengenai penderita retardasi mental. Pasangan subjek ini menyatakan:
“....palingan ya kalau sekarang ini kadang cerita sama ibunya kalau ada masalah sama Edy... ...bukan berarti kita sombong sama masyarakat sini...ya kita sama-sama tau kalau masyarakat sini juga kurang pendidikan..kurang pergaulan juga...” (Lamp. S1-bpk., w1 no. 15 hal. 163)
“Kalau untuk sekarang ini cuma kadang-kadang aja...suka cerita sama adik-adik.. ...ya juga sekarang itu palingan suka cerita sama ibu-ibu yang di sekolah Edy itu..yang sama-sama waktu nganter anaknya sekolah...” (Lamp. S1-ibu, w1 no. 5 hal. 185)
Berdasarkan uraian tersebut disimpulkan bahwa pasangan ini
mengalami stres ketika memiliki anak retardasi mental karena anak
mengalami hambatan perkembangan motorik, komunikasi dan kognitif
serta tidak dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara mandiri.
Hal ini menuntut mereka untuk dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan anak sehingga mereka berusaha mengatasi masalah tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
secara langsung, mengatasi respon emosional yang muncul dan
mencoba mencari dukungan moral dari orang lain. Dalam
menggunakan strategi coping tertentu, pasangan ini memanfaatkan
sumberdaya yang mereka miliki seperti kondisi kesehatan yang baik,
kemampuan dan sikap possitif terhadap masalah, dukungan dan
kemampuan sosial yang cukup baik, tingkat pendidikan yang cukup
tinggi, dan status ekonomi. Tiap usaha yang dilakukan oleh orangtua
ini bertujuan agar mereka dapat menerima kehadiran anak retardasi
mental sehingga tetap terjaga hubungan yang baik di tengah keluarga
maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Berikut skema dinamika
psikologis strategi coping pasangan subjek 1:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor Ayah : Ibu : 1. IQ anak 39 1. IQ anak 39 2. Anak mengalami kesulitan membaca dan menulis 2. Anak mengalami keterlambatan perkembangan motorik 3. Anak mengalami gangguan perkembangan motorik 3. Anak mengalami gangguan perkembangan komunikasi 4. Anak mengalami gangguan dalam komunikasi sehari-hari 4. Anak mengalami kesulitan membaca dan menulis 5. Anak belum bisa mengurus kebutuhannya sendiri 5. Anak belum bisa mandiri sepenuhnya
Sumberdaya coping Ayah : 1. Kesehatan dan energi yang kuat untuk melakukan semua aktivitas dan
tanggung jawabnya 2. Keyakinan dan sikap positif subjek dengan tidak menganggap masalah
sebagai suatu kesulitan 3. Kemampuan yang cukup baik dalam mengekspresikan diri terhadap
anak di masyarakat 4. Dukungan sosial, yaitu kehadiran istri yang selalu mendampinginya 5. Tingkat pendidikan STM 6. Usia yang tergolong usia produktif Ibu: 1. Kondisi fisik subjek yang sehat dan kuat 2. Keyakinan dan sikap positif subjek dalam menghadapi masalah
keuangan 3. Kemampuan yang cukup baik dalam menempatkan diri di masyarakat 4. Dukungan sosial dari teman dan keluarga
Stres yang dialami oleh orangtua Ayah : Ibu : 1. Muncul perasaan prihatin dan khawatir 1. Muncul emosi negatif yaitu, perasaan sedih dan kesal 2. Adanya tuntutan dan perhatian khusus dalam pendidikan anak 2. Adanya tuntutan dan perhatian ekstra dalam pendidikan3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak 3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak
Strategi coping Ayah : 1. Problem-focused coping
a. active coping (menyekolahkan anak di YPAC) b. planning (merencanakan pembinaan anak secara intensif) c. restraint coping (menunda untuk membukakan usaha warung)
2. Emotion-focused coping a. turning to religion (berdoa dan pasrah kepada Tuhan) b. positive reinterpretation and growth (yakin akan adanya kelebihan di balik kekurangan anak) c. acceptance (menghadapi, menerima keadaan anak sesuai kemampuan dan tanpa perasaan minder) d. mental disengagement (bersikap santai, tidak terlalu fokus dan terbeban dengan masalah ini) e. behavioral disengagement (tidak membawa anak untuk melakukan terapi lagi kepada dokter) f. humor (menggunakan tingkah laku anak yang lucu sebagai hiburan)
3. Seeking social support a. seeking emotional social support (berbagi cerita dengan istri)
Ibu : 1. Problem-focused coping
a. active coping (menyekolahkan di YPAC) b. restraint coping (menunda untuk membuka usaha dagang, yaitu warung kecil-kecilan)
2. Emotion-focused coping a. turning to religion (berserah dan mendekatkan diri kepada Tuhan) b. positive reinterpretation and growth (mensyukuri keadaan, berkeyakinan akan adanya kemudahan) c. acceptance (menerima dan memaklumi keadaan anak, menjalani keadaan dengan pasrah) d. focus on and venting of emotions (mencubit anak sebagai katarsis emosi) e. mental disengagemnet (melakukan pengalihan seperti tidur atau mendiamkan anak) f. behavioral disengagement (menghentikan pengobatan untuk anak) g. humor (memanfaatkan tingkah laku yang lucu sebagai bahan hiburan)
3. Seeking social support a. seeking emotional social support (berbagi cerita atau curhat dengan ibu-ibu di YPAC atau saudara)
Gambar 9. Dinamika Psikologis Strategi Coping Pasangan Subjek 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
b. Pasangan Subjek 2
Pasangan ini memiliki anak retardasi mental berat dengan IQ
36. Ibu (2) mengungkapkan bahwa anak tersebut mengalami gangguan
perkembangan motorik, yaitu mengalami keterlambatan dalam
berjalan, sedangkan ayah (2) mengatakan bahwa anak tersebut juga
mengalami gangguan kesehatan dalam pernapasannya. Selain itu,
pasangan ini juga mengatakan bahwa anak mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi sehingga sulit dimengerti orang lain. Anak ini juga
mengalami kesulitan dalam perkembangan pendidikannya karena anak
hanya mampu meniru dan tidak bisa membaca setelah ia lulus dari
sekolah dasar luar biasa sehingga membuat orangtua merasa jenuh,
putus asa dan terbeban dengan keadaan anak. Selain itu, anak retardasi
mental ini juga membutuhkan tuntutan dan perhatian ekstra agar
nantinya bisa melakukan aktivitasnya secara mandiri dan ibu (2) juga
memiliki kekhawatiran dengan nasib masa depan anak retardasi mental
tersebut.
Situasi stres yang dialami orangtua ini mendorong mereka
untuk dapat beradaptasi dengan situasi tersebut dengan menggunakan
suatu usaha tertentu yang didukung dengaan adanya sumberdaya yang
dimiliki orangtua. Pasangan subjek ini sama-sama memilih active
coping dan restraint coping untuk mengatasi langsung tuntutan dari
situasi stres yang dialami. Active coping yang dilakukan oleh pasangan
orangtua ini pada awalnya adalah dengan menyekolahkan anak di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
sekolah luar biasa. Namun, usaha tersebut tidak membuahkan hasil
yang berarti sehingga mereka lebih memilih mendidik anak tersebut di
rumah agar mampu melakukan pekerjaan sehari-hari dan tidak
tergantung dengan pertolongan orang lain. Berikut pernyataan
pasangan orangtua 2 :
“...Kami tetap didik dia untuk mengerjakan tugas rumah tangga..kayak nyapu...nyuci piring...baju...walaupun itu cuma...ee...baru untuk dirinya sendiri. ..tapi sejak dia lulus kelas enam ya...kami istirahat dulu...gak kami lanjutin lagi...biar kami didik di rumah dulu...” (Lamp. S2-bpk., w1 no. 6a & 6c hal. 199-200)
“Ya paling-paling sekarang itu cuma ngelatih dia supaya dia bisa ngelakuin kebutuhannya sendiri...kayak mandi...makan...pakai baju....cuci baju...membina dia lah supaya dia bisa sendiri...” (Lamp. S2-ibu, w2 no. 1 hal. 216)
Walaupun pasangan orangtua ini tidak memfokuskan usaha
pada masalah pendidikan formal, namun mereka tetap memperhatikan
masalah perkembangan fisik dan kesehatan anak. Hal ini dikarenakan
anak tersebut mengalami gangguan dalam sistem pernapasannya
sehingga ayah (2) memiliki rencana untuk melakukan pengobatan
untuk anak tersebut, sedangkan ibu (2) lebih ingin memeriksakan
keadaan otak anaknya tersebut. Mereka menunda rencana tersebut
hingga adanya waktu dan kesempatan karena terbentur dengan
masalah biaya, walaupun sebenarnya mereka termasuk keluarga yang
cukup mampu. Berdasarkan hasil observasi, pasangan ini juga
mendapatkan pemasukan keuangan dari usaha kos yang mereka miliki.
Penundaan rencana ini dikarenakan mereka juga sedang membutuhkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
biaya kuliah untuk anak pertama mereka Tindakan ini disebut dengan
restraint coping. Berikut permyataan subjek :
“Dia ini kan di pernapasannya itu agak tersumbat...jadi suka bunyi-bunyi krek...krek..gitu...kalau tenggorokannya dipegang...enggak...tapi dia bilang sakit...nah...itu nanti rencana kami bawa ke THT...pengobatan medis... tapi itu nanti...tunggu ada biayanya...” (Lamp. S2-bpk., w2 no. 4 hal.201)
“....terus mau rekam otak juga...mau lihat otaknya gimana...apa ada penyempitan...atau ada apa...tapi belum kami lakukan...ya nanti lah kami usahain lagi...kalau sekarang masih mau mikir biaya kuliah kakaknya dulu...nanti kalau urusan kakaknya sudah selesai...baru mikir dia lagi...” (Lamp. S2-ibu., w2 no. 2 hal. 216)
Selain mengatasi langsung tuntutan dari situasi stres tersebut,
pasangan orangtua ini juga berusaha untuk mengatur respon-respon
emosional yang muncul akibat situasi stres. Secara umum, baik ayah
maupun ibu melakukan tindakan-tindakan yang sama dalam emotion-
focused coping ini. Keduanya sama-sama menyadari bahwa kehadiran
anak retardasi mental dalam keluarga merupakan cobaan dari Tuhan
sehingga mereka hanya bisa pasrah dan menyerahkan keadaan anak
kepada Tuhan serta tetap menunggu adanya kejaiban atau mukjizat
dari Tuhan. Usaha ini disebut dengan turning to religion dimana
pasangan ini meningkatkan kepercayaan keagamaan kepada Tuhan
untuk mendapatkan kekuatan dan mampu berpikir positif. Pernyataan
subjek 2 :
“...kami sebagai orangtua...wajib berdoa...memohon kepada Allah supaya dia diberi kemudahan-kemudahan...syukur-syukur kalau dia seperti anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
lain..beriman....bertakwa....ya...kami kembali lagi kepada Tuhan...kalau dia ini memang anugerah Tuhan...sudah suratan...takdir..” (Lamp. S2-bpk., w1 no. 8a hal. 200)
“...ah udah...sudahlah...bisa lah Tuhan...itu milik Dia...mungkin kan dia dilindungi Allah....dilindungi Tuhan...karena itu milik Dia....” (Lamp. S2-ibu, w1 no. 3a hal. 214)
Kekuatan dan kemampuan untuk berpikir positif merupakan
sumberdaya yang dimiliki oleh pasangan ini untuk melakukan usaha
coping yang lain, yaitu positive reinterpretation and growth. Dalam
tindakan ini, pasangan orangtua mencoba berpikir positif dengan lebih
mensyukuri setiap keadaan yang dihadapinya sekarang karena ia masih
merasa beruntung bahwa anak tersebut masih mampu belajar untuk
mandiri dibandingkan dengan anak-anak lain yang keadaannya lebih
parah. Selain itu, mereka juga bisa belajar untuk menjadi orangtua
yang lebih sabar sehingga bisa menjadi orang yang lebih baik lagi.
Pasangan orangtua ini menyatakan :
“Kalau hikmahnya....kita ini...yah...harus banyak-banyak bersyukur ya....yang bisa saya jalankan...dengan adanya anak kami yang kurang sempurna ini...jadi kami harus banyak bersyukur...” (Lamp. S2-bpk., w1 no. 3a hal. 199)
“...mungkin juga Dia nitip yang kayak gini karena aku sabar...kalau aku gak sabar mungkin sudah dari dulu kubunuh dia...jadi memang butuh ekstra....kesabaran buat ngurusinnya...Tuhan memang mau nitipin dia banget...rejeki kami juga meningkat juga...” (Lamp. S2-ibu, w1 no. 3b hal. 214)
Kedua usaha yang dilakukan pasangan ini dapat membantu
mereka untuk lebih mudah menerima keadaan anak seutuhnya. Usaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
yang digunakan adalah acceptance, yaitu suatu usaha untuk dapat
menerima kenyataan dan keadaan yang dialami saat ini memang telah
terjadi dan nyata (Carver, Scheier, & Weintraub dalam MacArthur dan
John, 1998). Pasangan ini mencoba untuk memaklumi keadaan
anaknya yang memang kurang mampu sehingga mereka tidak
memaksakan keinginan mereka kepada anak tersebut. Oleh karena itu,
pasangan ini mampu menerima keadaan dan kenyataan dengan ikhlas
tanpa adanya perasaan malu karena hal ini memang sudah merupakan
takdir. Pasangan subjek 2 mengungkapkan:
“...kami terima aja...namanya anak...cobaan ya...itu anugerah Tuhan...walaupun yang bagaimanapun itu harus kita rawat...kita bina..namanya anak ya...kecewa juga gak...yang jelas sekarang ini kami terima....” (Lamp. S2-bpk., w1 no. 5b hal. 199)
“....karena kami tuh sudah bisa menerima...sudah banyak nasihat dari orang-orang tua yang bisa kami ambil sisi positifnya...jadi gak terbeban lagi....walaupun digimanain aja kan tetep aja anak...kalau mau dibuang juga...dia masih anak kami...gak bisa...pokoknya gak bisa disingkirkan...memang harus kita hadapi ya...gak bisa dijadikan beban...” (Lamp. S2-ibu, w1 no. 8 hal. 215) Pasangan orangtua ini juga melakukan tindakan mental
disengagement dan behavioral disengagement. Dalam mental
disengagement, pasangan ini berusaha tidak memikirkan masalah anak
retardasi mental itu lagi. Ayah (2) lebih memilih untuk bersikap santai
dan tidak terlalu merasakan atau terbeban dengan keadaan anak,
sedangkan ibu (2) lebih memilih untuk melakukan kegiatan lain untuk
mengalihkan perasaan negatifnya, antara lain dengan mengikuti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
pengajian bersama ibu-ibu lain di sekitar rumahnya. Kemampuan
sosial yang dimiliki pasangan ini cukup baik sehingga membantu
subjek untuk bisa bersosialisasi dengan masyarakat tanpa harus merasa
malu dengan keadaan anak. Ayah (2) menyatakan :
“...istilahnya gak begitu kami pikirin bener-bener...jadi...bisa dikatakan gak dirasakan....ibarat sakit itu gak dirasakan...dibawa enjoy gitu...” (Lamp. S2-bpk., w2 no. 1 hal. 201)
Ibu (2) mengungkapkan :
“Ya pelarianku sekarang ya sholat...pergi ngaji...itulah pelarianku...jangan sampai suntuk aja ya...” (Lamp. S2-ibu, w2 no. 4 hal. 216)
Behavioral disengagement adalah tindakan coping yang
menyerah dengan keadaannya sehingga menghentikan usaha untuk
menghadapi masalah (Carver, Scheier, & Weintraub dalam MacArthur
dan John, 1998). Pasangan ini sama-sama memilih untuk tidak
melanjutkan pendidikan anak di sekolah luar biasa (SLB) sebagai
bentuk dari behavioral disengagement. Mereka melakukan tindakan ini
karena mereka merasa menyerah dan putus asa dengan perkembangan
pendidikan anak mereka selama di SLB. Selain itu, ibu (2) juga merasa
jenuh dengan keadaan dan rutinitas yang sudah dilakukannya selama
bertahun-tahun. Berikut pernyataan subjek :
“...tapi sejak dia lulus kelas enam ya...kami istirahat dulu...gak kami lanjutin lagi...” (Lamp. S2-bpk., w1 no. 6b hal. 200)
“Kalau sekarang...sudah gak lagi...sudah capek...istirahat dulu...sekarang aku sudah pasrah...sudah gak aku apa-apain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
lagi dulu...istirahat dulu...ya mau gimana lagi...sudah dari umur satu tahun sampai sekarang sudah kuusahain semua...tapi gak ada perkembangan apa-apa....” (Lamp. S2-ibu, w1 no. 9a hal. 215)
Usaha yang dilakukan subjek berikutnya adalah humor.
Usaha yang dilakukan subjek ini bertujuan untuk mengurangi stres
yang dialami dengan membuat lelucon tentang stressor. Pasangan ini
sering menggunakan ekspresi dan tingkah laku anak yang lucu untuk
dijadikan bahan hiburan dalam keluarga agar anggota keluarga tidak
merasa tertekan dan bisa menikmati keadaan yang dialami dengan
baik. Berikut pernyataan subjek :
“Kalau itu biasa...memang sering kami ajak ngobrol...sering dimain-mainin..itu biasa.... ekspresi marahnya itu lucu...jadi sering digangguin...dipake buat ngehibur dia...saya...ibunya...” (Lamp. S2-bpk., w2 no. 2 hal. 201)
“Kalau itu banyak yang gangguin dia....jadiin itu kayak hiburan...biar dia terhibur juga kan...ketawa...dari omongan dia...tingkah laku dia kalau marah pas digangguin jadi bikin lucu...jadi aku juga sering gangguin dia....biar dia sedikit marah gitu kan...ekspresinya itu lucu...gak kayak anak normal lain...jadi seneng aja gangguin dia kayak gitu...” (Lamp. S2-ibu, w2 no. 5 hal. 216)
Strategi ketiga yang digunakan subjek adalah seeking social
support, yaitu dengan berusaha mendapatkan dukungan moral dan
pengertian dari orang lain. Ayah (2) lebih memilih berbagi cerita
kepada keluarga-keluarga dekat yang sebelumnya sudah mengetahui
keadaan anak terlebih dahulu, sedangkan ibu (2) memilih untuk
sharing dengan orangtua lain yang memiliki nasib yang sama dengan
dirinya. Berikut pernyataan ayah (2) :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
“...ya palingan kalau sekarang-sekarang ini sering ceritanya sama saudara....karena mereka kan tahu keadaan Sari...” (Lamp. S2-bpk., w1 no. 4 hal. 199)
Ibu (2) menyatakan:
“Paling-paling curhat...cerita...sama orang-orang yang sama-sama punya anak yang seperti itu...punya nasib yang sama...senasib sepenanggungan...” (Lamp. S2-ibu, w1 no. 7a hal. 215)
Berdasarkan uraian, digambarkan bahwa orangtua mengalami
stres ketika memiliki anak yang menderita retardasi mental berat
dengan IQ 36. Anak mengalami hambatan perkembangan komunikasi
dan kognitifnya sehingga ia mengalami kesulitan dalam pendidikan.
Oleh karena itu, orangtua merasa putus asa dan menyerah terhadap
keadaan anak karena mengkhawatirkan kehidupan masa depannya
kelak. Untuk mengatasi masalah yang dihadapi tersebut, orangtua
berusaha beradaptasi dengan mengatasi langsung permasalahan yang
dihadapi, mengatur respon-respon emosi yang mucul dan juga mencari
dukungan emosional dari orang lain. Semua usaha yang dilakukan ini
juga dipengaruhi oleh sumberdaya yang dimiliki, antara lain kondisi
kesehatan yang baik, keyakinan positif, kemampuan sosial yang baik,
dukungan sosial dari orang lain, dan status ekonomi menengah ke atas.
Usaha coping yang dilakukan oleh orangtua ini membantu supaya
mereka dapat menerima kehadiran anak tersebut di dalam keluarga dan
terciptanya hubungan yang baik antara orangtua, anak dan masyarakat.
Berikut skema dinamika psikologis strategi coping pasangan subjek 2 :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor Ayah : Ibu : 1. IQ anak 36 1. IQ anak 36 2. Anak mengalami hambatan perkembangan dalam 2. Anak mengalami kesulitan dalam pendidikan pendidikan 3. Anak mengalami kesulitan berkomunikasi 3. Anak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi 4. Anak mengalami gangguan perkembangan kesehatan pernapasan 4. Anak mengalami keterlambatan berjalan dan berbicara
Sumberdaya coping Ayah : 1. Kesehatan dan energi yang kuat 2. Keyakinan yang positif dengan mensyukuri keadaan yang
dihadapi 3. Dukungan sosial, yaitu kehadiran keluarga dekat yang
mengetahui pasti keadaan anak Ibu: 1. Keadaan kesehatan dan energi yang kuat 2. Keyakinan akan kemudahan rejeki dan sikap yang positif
terhadap kehadiran anak 3. Memiliki kemampuan sosial yang cukup baik 4. Dukungan sosial, yaitu adanya orangtua lain yang bernasib
sama
Stres yang dialami oleh orangtua Ayah : Ibu : 1. Merasa putus asa dengan pendidikan anak 1. Muncul perasaan jenuh, sedih dan terbeban 2. Perhatian ekstra untuk membina anak agar dapat melakukan 2. Tuntutan, perhatian dan dukungan ekstra untuk
aktivitas secara mandiri anak 3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak
Strategi coping
Ayah : 1. Problem-focused coping
a. active coping (mendidik anak di rumah untuk melakukan pekerjaan sehari-hari) b. restraint coping (menunda melakukan pengobatan untuk pernapasan anak)
2. Emotion-focused coping a. turning to religion (menganggap keadaan ini sebagai cobaan dari Tuhan, berserah kepada Tuhan) b. positive reinterpretation and growth (lebih banyak bersyukur atas keadaan anak) c. acceptance (pasrah menerima keadaan dengan ikhlas, memaklumi keadaan anak) d. mental disengagement (bersikap santai dan tidak fokus dalam memikirkan masalah ini) e. behavioral disengagement (tidak melanjutkan pendidikan anak di SLB) f. humor (tingkah laku anak yang lucu digunakan sebagai bahan hiburan keluarga)
3. Seeking social support a. seeking emotional social support (berbagi cerita dengan keluarga dekat yang mengetahui keadaan anak)
Ibu : 1. Problem-focused coping
a. active coping (mendidik anak di rumah, fokus pada perkembangan gizi anak) b. restraint coping (menunda untuk memeriksakan keadaan otak anak karena terbentur biaya)
2. Emotion-focused coping a. turning to religion (pasrah dan berdoa kepada Tuhan) b. positive reinterpretation and growth (belajar menjadi lebih sabar dan lebih baik) c. acceptance (tidak malu mengakui keadaan anak, menyadari dan menerima keadaan anak apa adanya) d. mental disengagement (mengikuti pengajian untuk mengalihkan perhatian dari masalah tersebut) e. behavioral disengagement (menghentikan pendidikan anak di SLB, menghentikan mengumpulkan berbagai f. informasi) g. humor (ekspresi anak yang lucu dijadikan humor dalam keluarga)
3. Seeking social support a. seeking emotional social support (sharing dengan orangtua lain yang memiliki nasib yang sama)
Gambar 10. Dinamika Psikologis Strategi Coping Pasangan Subjek 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
c. Pasangan Subjek 3
Anak retardasi mental yang dimiliki pasangan ini memiliki
IQ 34 dan sekarang sedang menempuh pendidikan di sekolah
menengah luar biasa (SMA-LB). Anak retardasi mental tersebut
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi sehari-hari yang sulit untuk
dimengerti orang lain. Selain itu, ibu (3) juga mengungkapkan bahwa
kemampuan anak untuk memahami sesuatu sangat rendah. Walaupun
anak sekolah, anak masih megalami hambatan dalam pendidikannya.
Anak tersebut belum mampu membaca dan menulis tanpa adanya
contoh. Hal ini membuat mereka mengalami perasaan sedih, minder,
kecewa dan cemas dengan keadaan anak yang sangat berbeda dengan
keadaan anak normal lainnya. Oleh karena itu, mereka juga berusaha
untuk mengatasi perasaan yang dialami supaya mereka mampu
menerima keadaan anak dan meningkatkan kemampuan anak retardasi
mental tersebut di bidang yang disukai anak tersebut.
Pasangan orangtua ini melihat bahwa anak mereka memiliki
kekurangan dalam kemampuan kognitifnya sehingga sampai saat ini
mereka tetap menyekolahkan anak di sekolah luar biasa. Usaha
pasangan ini disebut dengan active coping dimana mereka berusaha
untuk mengatasi masalah pendidikan anak secara langsung, baik
melalui pendidikan formal maupun pendidikan informal di rumah yang
berupa usaha mengajarkan dan membimbing mengenai hal-hal yang
baik dan buruk. Usaha mereka untuk memberikan pendidikan formal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
bagi anak juga merupakan suatu usaha untuk menyenangkan hati anak
karena anak tersebut sebenarnya juga memiliki keinginan yang sangat
besar untuk sekolah. Hal tersebut dilakukan oleh pasangan ini semata-
mata untuk mengurangi perasaan sedih yang mereka alami. Selain itu
juga, ayah (3) menganggap bahwa melalui sekolah standar kehidupan
anaknya akan meningkat nantinya. Berikut pernyataan subjek :
“Ya...itu...untuk sekarang ini nyekolahin dia ke SLB ya...tapi sampai sekarang saya masih mau lihat perkembangannya nanti sampai SMA nanti di SLB nanti...apa kegiatan yang bisa dikerjakan oleh Bambang....” (Lamp. S3-bpk., w1 no. 5a & 5b hal. 227)
“....karena ibu kan merasa iba sama dia....jadi semampu-mampu ibu...pokoknya ibu usahain supaya jiwanya itu gak kecewa...ada yang bilang untuk apa dia disekolahkan...kan ngabisin biaya....bakal gak...jadi orang juga enggak...tapi ibu enggak...tetap ibu sekolahkan dia sampai sekarang...karena dia inginnya itu sekolah...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 1 hal. 240)
Pernyataan ibu (3) untuk mengatasi masalah pendidikan dan
daya tangkap anak yang rendah juga didukung oleh pernyataannya
berikut :
“...ibu selalu usaha terus siang malam..untuk menghidupi Bambang...ibu lakukan untuk Bambang..untuk menambah daya tangkapnya...ibu masukkan dia ke SLB sampai sekarang ini...itu termasuk usaha ibu...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 8 hal. 241)
Usah active coping yang mereka lakukan ini didukung
dengan adanya kondisi fisik yang sehat. Hasil observasi menunjukkan
bahwa walaupun ayah (3) sudah berusia 60 tahun, ia tetap terlihat sehat
dan gagah. Kemudian Active coping yang dilakukan oleh pasangan ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
mendorong mereka untuk melakukan perencanaan lebih lanjut demi
perkembangan anak. Mereka memiliki keinginan dan perencanaan
yang sama terhadap perkembangan pendidikan anak agar mereka dapat
menetapkan usaha selanjutnya. Mereka selalu memperhatikan dan
mengikuti perkembangan pendidikan anak di SMA-LB sehingga
mereka memutuskan langkah atau tindakan untuk memfokuskan anak
pada bidang olahraga. Mereka mengambil langkah tersebut karena
mereka melihat bahwa selama mengikuti pendidikan di SLB, anak
tersebut mengalami perkembangan yang cukup baik di bidang
olahraga. Berikut pernyataan subjek :
“...jadi saya selalu mengikuti jejak dari sekolahan...apa yang ditentukan sekolahan...apakah mau di olahraga atau mau jadi pertukangan...atau mau jadi apa...itu kan di sekolahannya kan yang tentukan....” (Lamp. S3-bpk., w2 no 3 hal. 228) “...jadi kalau umpama Bambang ini habis dari SMA...yang sekolah SLB ini kata beliau ada lagi yang penyambungnya....apa di olahraga...apa di mana kan...karena Bambang ini ibu lihat...terfokusnya di olahraga... jadi mungkin rencananya lebih akan difokuskan ke olahraga...” (Lamp. S3-ibu, w1 no 11 hal. 241).
Selain itu, subjek 3 (ibu) juga memiliki rencana untuk
menitipkan anak retardasi mental tersebut kepada anak-anaknya yang
lain. Hal tersebut dilakukannya untuk mengantisipasi kekhawatirannya
terhadap kehidupan masa depan anak. Subjek 3 (ibu) mengungkapkan :
“...anak ibu yang lain kan juga sudah dewasa...jadi sudah dibilangin kalau umpama nanti ibu gak ada....adek kamu ini pelihara...jadi ibu sudah titipin ke kakak-kakaknya...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 5b hal. 240)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Tindakan problem-focused coping lainnya yang juga
termasuk dalam salah satu usaha yang dilakukan subjek adalah
suppression of competing activities dimana subjek mengurangi
perhatian atau mengesampingkan aktivitas lain agar lebih
berkonsentrasi pada usaha untuk memecahkan masalah yang dihadapi
(Carver, Scheier, & Weintraub dalam MacArthur dan John, 1998).
Pasangan subjek ini merasa bahwa memiliki anak retardasi mental
masih merupakan beban karena pasangan tersebut memikirkan nasib
masa depan anaknya kelak. Ayah (3) cenderung memfokuskan usaha
pada perkembangan pendidikan anak untuk mengurangi beban dan
mengatasi masalah yang dialaminya tersebut, sedangkan ibu (3) saat
ini cenderung masih merasa terbeban dengan memikirkan masalah
anak retardasi mental tersebut. Ibu (3) lebih memikirkan kehidupan
masa depan anaknya kelak sehingga usaha atau kegiatan yang
dilakukannya saat ini hanya untuk mempersiapkan kehidupan masa
depan anaknya tersebut. Ayah (3) mengungkapkan:
“Iya...ke sekolahannya...Karya Ibu...karena saya perhatikan di sana tuh kalau dia sudah menginjak SMA ini sudah ada kegiatan-kegiatan yang untuk di sekolahan...jadi saya perhatikan dulu sampai dimana....apa kegiatan yang dapat dipahaminya ini...” (Lamp. S3-bpk., w2 no. 6 hal. 229)
Ibu (3) menyatakan :
“...iya...sudah menjadi beban...maksudnya itu....ibu kepikiran bagaimana dia kalau ibu tinggal meninggal nanti...gitu...jadi bebannya itu lebih ke mikir bagaimana masa depannya dia... jadi beban ibu...jadi ibu sekarang berusaha apa yang ibu kerjakan itu cuma untuk Bambang...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 4 hal. 240)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Selain itu, ibu (3) juga melakukan restraint coping, yaitu
coping secara pasif dengan menunggu waktu dan kesempatan yang
tepat (Carver, Scheier, & Weintraub dalam MacArthur dan John,
1998). Ibu (3) melakukan restraint coping dengan menunggu waktu
yang tepat dimana ia memiliki rencana untuk memfokuskan kegiatan
anak retardasi mental tersebut dalam bidang olahraga. Subjek
menunggu waktu hingga anaknya tersebut lulus dari SMA-LB terlebih
dahulu. Setelah anak tersebut lulus, rencana tersebut baru bisa
dilaksanakannya sehingga subjek terus memantau perkembangannya
dengan selalu meminta saran dari pihak sekolah. Berikut pernyataan
subjek:
“...karena Bambang belum lulus kan..nanti dimusyawarahkan lagi ibu gurunya pada saya...karena Bambang ini fokusnya olahraga...jadi nunggu setelah dia lulus SMA dulu baru rencana itu dilakukan...” (Lamp. S2-ibu, w2 no. 5 hal. 242)
Pasangan orangtua ini juga berusaha mengatasi stres mereka
dengan mengatur respon-respon emosional yang muncul. Pasangan ini
sama-sama melakukan usaha turning to religion, positve
reinterpretation and growth, acceptance dan behavioral
disengagement. Pasangan ini hanya pasrah dan berserah kepada Tuhan
untuk mengurangi beban dan menyadari bahwa keadaan yang dialami
sekarang merupakan kodrat dari Tuhan sehingga mereka berusaha
terus meningkatkan keimanan mereka melalui doa dan banyak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
mensyukuri keadaan yang dialami. Pasangan subjek ini
mengungkapkan :
“...kalau sedih itu pasti ya sampai sekarang...cuma itu saya kembalikan lagi ke Yang Maha Kuasa...karena setiap kejadian di muka bumi ini, khususnya kepada hambaNya itu..tergantung dengan Yang Maha Kuasa...jadi saya..untuk menyadarkan diri saya...kembalinya kepada Yang Maha Kuasa....ya sudahlah...saya pasrahkan kepada Yang Maha Kuasa apa yang mau terjadi...biarlah Dia yang menentukan...” (Lamp. S3-bpk., w2 no. 1 hal. 228)
“..jadi sekarang ibu selalu berdoa kepada Tuhan...supaya Bambang ini ada perubahan... ibu sering sembahyang...berdoa...supaya Bambang itu....ya walaupun kayak gitu...dia bisa mengerti lah...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 6b hal. 240)
Selain merasakan peningkatan dalam hal keimanan, pasangan
orangtua ini juga bisa mengambil sisi positif atau hikmah dari situasi
stres yang dialami. Mereka mencoba untuk melakukan interpretasi
ulang dan memandang situasi stres yang ditimbulkan oleh anak yang
menderita retardasi mental tersebut secara positif. Ayah (3) mencoba
mengambil hikmah dengan percaya bahwa akan adanya keajaiban dan
kelebihan lain yang dimiliki oleh anak, sedangkan ibu (3) berpikir
positif bahwa anak tersebut mendatangkan rejeki tersendiri sehingga ia
tidak pernah mengalami kekurangan atau kesulitan. Ayah (3)
menyatakan :
“...Bambang ini ada suatu keajaiban....dia memang ada kelebihan..” (Lamp. S3-bpk., w1 no. 6a hal. 227)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Ibu (3) mengungkapkan :
“...karena kehadiran Bambang ini ya..walaupun hidup saya susah...tapi gak susah...jadi hikmahnya dengan adanya Bambang ini ya....saya merasa hidup saya ini gak pernah kurang....jadi walaupun Bambang ini bodoh...walaupun Bambang ini dibilang orang gak ngerti...tapi kehidupan ibu itu cukup...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 7 hal. 241)
Keyakinan positif dalam menghadapi masalah yang dimiliki
pasangan ini membantu mereka dalam proses penerimaan terhadap
kehadiran anak selanjutnya. Walaupun pasangan ini merasa sedih dan
kecewa serta memiliki keinginan agar anak tersebut bisa sama seperti
anak lain, mereka tetap berusaha menyadari dan menerima keadaan
anak apa adanya karena kenyataan yang mereka hadapi saat ini
memang sudah terjadi dan nyata. Pasangan ini menyatakan :
“....karena saya sudah menerima dia apa adanya ya...sudah mengerti keadaan dia....” (Lamp. S3-bpk., w2 no. 8 hal. 229)
“...namanya anak kan...gak bisa buang...biarpun jelek kata orang....bagus kata ibu...ya sekarang apa adanya ibu terima...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 3 hal. 240)
Tindakan behavioral disengagement yang dilakukan oleh
pasangan orangtua ini adalah dengan menghentikan usaha pengobatan,
baik pengobatan medis maupun alternatif untuk anak retardasi mental
tesebut. Hal tersebut dilakukan subjek karena mereka merasa bahwa
usaha tersebut tidak menghasilkan perubahan yang berarti bagi
perkembangan anak. Selain itu juga, hal ini dipengaruhi oleh adanya
kendala keuangan karena mereka termasuk keluarga dengan status
ekonomi menengah ke bawah. Keadaan ini didukung oleh hasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
observasi terhadap tempat tinggal subjek dimana subjek tinggal di
kawasan yang terbilang agak kumuh dengan status ekonomi sebagian
besar penduduknya adalah menengah ke bawah. Berikut peryataan
subjek :
“Iya..iya...sementara waktu ini semua usaha...kegiatan...itu diputuskan dulu....dihentikan dulu...baik kegiatan secara medis maupun secara ini apa...nasihat melalui paranormal....karena pertimbangan saya...selain dia ini sudah dewasa ya...terus saya perhatikan dari kecil...dari SD...sudah bapak usahakan itu...gak ada keberhasilan ya kan...” (Lamp. S3-bpk., w2 no. 5 hal. 228)
“...ibu sudah gak ke dokter lagi... karena ibu gak tau..dokter apa yang khusus untuk Bambang ini...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 14 hal. 242)
Seiring perjalanan waktu, ayah (3) juga melakukan mental
disengagement dengan tidak terbeban dan tidak merasakan adanya
keluhan yang cukup serius berkaitan dengan kehadiran anak retardasi
mental tersebut. Hal ini disebabkan karena subjek sudah memahami
kondisi kejiwaan anak sehingga usaha yang subjek lakukan sekarang
hanya berfokus pada kegiatan yang disukai anak. Berikut
pernyataannya:
“Kalau untuk sekarang gak ada...karena saya sudah sangat mengerti kan dari segi kejiwaannya...dari segi tingkah lakunya....jadi gak ada masalah yang serius buat saya......dan gak jadi beban..” (Lamp. S3-bpk., w2 no. 2 hal. 228)
Selain problem-focused coping dan emotion-focused coping,
subjek 3 (ibu) juga melakukan strategi seeking social support,
sedangkan subjek 3 (ayah) tidak menggunakan strategi ini. Subjek 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
(ibu) berusaha untuk meminta saran dan informasi dari kepala sekolah
di SLB untuk melihat dan mengikuti perkembangan anak. Usaha ini
disebut dengan seeking instrumental social support. Berikut
pernyataan subjek:
“ ...ibu sekarang selalu minta saran dari kepala sekolah SLB...karena beliau lah yang tau jurusan untuk Bambang ini selanjutnya...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 10 hal. 241)
Ibu (3) juga memanfaatkan kehadiran teman-temannya
sebagai tempat berbagi cerita sehingga ibu (3) melakukan seeking
emotional social support. Ibu (3) sering curhat atau berbagi cerita
kepada sahabat dekat atau anaknya yang lain untuk mengurangi beban
dan subjek merasa lebih puas. Berikut pernyataannya:
“ ...kalau gak diungkapin kayaknya ngerasainnya berat..jadi komunikasi dengan teman...mengenai tanggapan teman...jadi bisa meringankan...apa.... mengurangi beban...kayaknya kalau gak dibilang itu..rasanya di dalam itu dongkol...jadi diungkapkan dengan teman...kadang-kadang juga dengan anak saya...jadi puas rasanya kalau sudah diungkapin...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 13 hal. 241)
Berdasarkan gambaran tersebut disimpulkan bahwa pasangan
subjek ini juga mengalami situasi stres ketika memiliki anak retardasi
mental karena anak mereka memiliki IQ 34 dan mengalami kesulitan
dalam berkomunikasi. Selain itu, anak tersebut juga mengalami
kekurangan dalam hal pemahaman dan daya tangkapnya terhadap
sesuatu. Oleh karena itu, mereka merasa sedih, kecewa, minder dan
putus asa terhadap keadaan anak serta harus menghadapi berbagai
tuntutan baru dalam hidup, namun mereka berusaha untuk beradaptasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
dan mengatasi semua masalah yang berkaitan dengan anak retardasi
mental tersebut. Adaptasi itu mereka lakukan dengan menggunakan
problem-focused coping, emotion-focused coping dan khusus bagi ibu
(3), ia juga menggunakan seeking social support sehingga pasangan
orangtua 3 ini mampu menjalani kehidupan mereka seperti semula dan
tidak mengalami masalah dalam hubungannya dengan anak maupun
dengan masyarakat sekitar. Pasangan ini juga memanfaatkan
sumberdaya yang dimiliki seperti kesehatan yang baik, keyakinan dan
sikap yang positif, standar kehidupan yang tinggi, dan dukungan sosial
dari orang lain. Berikut skema dinamika psikologis strategi coping
pasangan subjek 3 :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor Ayah : Ibu : 1. IQ anak 34 1. IQ anak 34 2. Anak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi 2. Anak mengalami kesulitan berkomunikasi 3. Kurangnya kemampuan pemahaman dan daya tangkap anak
Sumberdaya coping Ayah : 1. Kondisi fisik dan kesehatan baik 2. Keyakinan yang positif akan adanya keajaiban 3. Standar kehidupan yang tinggi Ibu: 1. Kesehatan yang baik dan energi yang kuat 2. Keyakinan dan sikap yang positif dalam menerima keadaan 3. Dukungan sosial yang berasal dari sahabat ataupun anak
Stres yang dialami oleh orangtua Ayah : Ibu : 1. Muncul perasaan sedih dan putus asa 1. Muncul perasaan sedih, minder, kecewa, cemas dan
kasihan kepada anak 2. Tuntutan, perhatian dan dukungan ekstra dalam pendidikan, 2. Perhatian dan pembinaan ekstra dalam merawat anak
khusunya di bidang olahraga 3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak
Strategi coping Ayah : 1. Problem-focused coping
a. active coping (menyekolahkan anak di SLB) b. planning (mengikuti perkembangan olahraga anak di SLB untuk menentukan langkah selanjutnya) c. suppression of competing activities (memfokuskan diri pada perkembangan pendidikan anak)
2. Emotion-focused coping a. turning to religion (pasrah menerima kodrat Tuhan, meningkatkan kepercayaan akan adanya
mukjizat) b. positive reinterpretation and growth (berpikir positif akan adanya keajaiban dan kelebihan lain yang
dimiliki anak) c. acceptance (menerima kenyataan yang sudah terjadi) d. mental disengagement (tidak adanya beban dan tidak memfokuskan usaha untuk mengatasi kondisi
anak) e. behavioral disengagement (menghentikan pengobatan secara medis maupun alternatif)
Ibu : 1. Problem-focused coping
a. active coping (menyekolahkan anak di SLB) b. planning (berencana akan tetap melanjutkan pendidikan anak) c. suppression of competing activities (fokus pada masalah masa depan anak) d. restraint coping (menunda rencana untuk memfokuskan kegiatan anak dalam bidang olahraga)
2. Emotion-focused coping a. turning to religion (pasrah menerima kodrat dan terus berdoa) b. positive reinterpretation and growth (tidak pernah mengalami kesulitan dan kekurangan) c. acceptance (menerima keadaan dan kenyataan yang terjadi) d. behavioral disengagement (tidak pernah membawa anak ke dokter lagi)
3. Seeking social support a. seeking instrumental social support (meminta saran dari kepala sekolah) b. seeking emotional social support (berbagi cerita dengan sahabat ataupun anak yang lain)
Gambar 11. Dinamika Psikologis Strategi Coping Pasangan Subjek 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
3. Gambaran Menyeluruh tentang Strategi Coping Orangtua yang
Memiliki Anak Retardasi Mental
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian di atas dapat
digambarkan bahwa subjek yaitu para orangtua yang memiliki anak
retardasi mental berat secara umum mengalami situasi stres karena
kehadiran anak retardasi mental berat. Menurut Supratiknya (1995) dan
Wenar & Kerig (2000), penderita retardasi mental berat memiliki IQ 25-39
dan sering disebut “dependent retarded” atau penderita lemah mental yang
tergantung, namun dapat dilatih melakukan tugas-tugas sederhana. Untuk
hal-hal yang lebih kompleks mereka sangat tergantung pada pertolongan
orang lain. Penderita memiliki kemampuan yang terbatas dalam
kemampuan akademis, walaupun mereka dapat menggunakan bahasa-
bahasa yang sangat sederhana serta perkembangan motorik dan bicara
mereka masih sangat terbelakang.
Anak retardasi mental berat yang dimiliki oleh para orangtua
tersebut secara umum memiliki kemampuan yang terbatas dalam
kemampuan kognitifnya. Dalam hal ini, anak tersebut belum mampu untuk
membaca dan menulis. Selain itu, mereka juga mengalami hambatan
dalam perkembangan motoriknya, terutama perkembangan dalam berjalan
dan berkomunikasi. Hal tersebut mengakibatkan anak belum mampu untuk
melakukan aktivitasnya sendiri dan juga mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dengan orang lain. Keadaan anak dengan keterbatasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
seperti tersebut di atas menuntut orangtua untuk memberikan pendidikan
dan perawatan ekstra yang berbeda dengan anak yang normal lainnya.
Peristiwa ini membuat orangtua merasa tertekan dan terbeban
dengan kehadiran mereka sehingga muncul emosi-emosi negatif, seperti
perasaan sedih, kecewa, kesal, prihatin, minder dan cemas. Hal ini seperti
yang diungkapkan Zautra (dalam Passer dan Smith, 2004) yang
mendefinisikan stres sebagai respon terhadap suatu peristiwa yang ditandai
dengan munculnya emosi-emosi negatif. Selain itu, para orangtua juga
harus memberikan tuntutan dan perhatian ekstra terhadap keadaan
perkembangan anak, terutama perkembangan pendidikannya dan
kehidupan masa depan anak kelak. Hal ini dikarenakan anak retardasi
mental tersebut sangat terbatas dalam perkembangan kognitifnya dan juga
untuk melakukan aktivitas harian mereka bergantung pada pertolongan
orang lain. Sebagai contoh kecil, anak retardasi mental tersebut harus
diingatkan dan diawasi terus-menerus dalam melakukan aktivitasnya.
Berbagai situasi baru yang harus dihadapi para orangtua ini menyebabkan
stres pada mereka sehingga mereka berusaha untuk beradaptasi dengan
keadaan itu agar dapat mengurangi berbagai masalah dan perasaan negatif
untuk dapat mencapai keadaan yang nyaman lagi dan mereka dapat
melanjutkan kehidupan normal mereka dengan menerima sepenuhnya
kehadiran anak retardasi mental tersebut.
Usaha yang dilakukan oleh orangtua tersebut disebut dengan
strategi coping yaitu suatu usaha yang spesifik, baik perilaku maupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
psikologis, yang digunakan seseorang untuk mengontrol, bertoleransi,
mengurangi atau menurunkan situasi stres (MacArthur dan John, 1998).
Para orangtua tersebut menggunakan berbagai macam tindakan strategi
coping untuk mengatasi dan menghadapi situasi stres yang dialami. Pada
umumnya, semua subjek menggunakan usaha problem-focused coping
yang berupa usaha untuk menghadapi dan mengatasi langsung tuntutan
dari situasi stres tersebut atau faktor-faktor yang menyebabkan stres
(Passer dan Smith, 2004). Keterbatasan dalam pendidikan dan
kekhawatiran terhadap masa depan anak ini merupakan hal-hal yang
menjadi tuntutan utama bagi orangtua. Oleh karena itu, seluruh subjek
menggunakan problem-focused coping dengan melakukan tindakan secara
aktif (active coping). Active coping yang dilakukan subjek ini lebih
mengarah pada usaha dalam perkembangan pendidikan anak retardasi
mental sehingga subjek memilih SLB dan YPAC sebagai salah satu sarana
yang dapat membantu perkembangan anak. Walaupun subjek berasal dari
keluarga yang kurang mampu, tetapi mereka tetap giat dalam bekerja
untuk memenuhi tuntutan biaya pendidikan. Hal ini tentunya didukung
dengan kondisi fisik subjek yang sehat dan tidak ada keluhan sakit yang
serius. Hasil observasi terhadap masing-masing subjek menunjukkan
bahwa kesehatan fisik mereka tergolong dalam keadaan yang sehat.
Selain itu, subjek juga mendidik dan membina anak di rumah
supaya bisa melakukan tugas sehari-harinya secara mandiri serta mampu
mengetahui mengenai hal-hal yang baik dan buruk. Tindakan aktif ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
didukung dengan adanya perencanaan lebih lanjut oleh ayah (1), dan
pasangan orangtua 3. Perencanaan yang dibuat oleh masing-masing subjek
berupa langkah-langkah yang akan diambil untuk mengatasi stres mereka.
Perencanaan tersebut antara lain berupa usaha-usaha yang akan dilakukan
agar anak tidak tertinggal dalam hal pendidikan, seperti usaha dalam
memberitahu anak tentang hal-hal yang baik dan buruk, mengajari anak
untuk melakukan hal-hal sederhana, mendidik dalam pergaulan dan sopan
santun serta mengajari membaca dan menulis. Selain itu, subjek juga terus
mengikuti perkembangan anak di sekolah secara bertahap. Hal tersebut
dijadikan patokan subjek untuk menentukan langkah yang akan dilakukan
selanjutnya, yaitu memfokuskan aktivitas anak pada suatu bidang yang
spesifik. Untuk melakukan usaha ini, subjek memanfaatkan tingkat
pendidikan dan standar kehidupan yang cukup tinggi karena mereka
berpendapat bahwa dengan memberikan pendidikan khusus bagi anak
tersebut maka dapat membantu anak untuk mempersiapkan kehidupan
yang sedikit layak untuk masa depannya.
Masalah anak retardasi mental ini pada awalnya menimbulkan
beban yang cukup berat pada pasangan orangtua 3 sehingga subjek lebih
memfokuskan usaha pada masalah perkembangan pendidikan dan nasib
masa depan anak. Oleh karena itu, usaha atau kegiatan yang dilakukan
subjek saat ini hanya untuk mempersiapkan kehidupan masa depan anak
retardasi mental tersebut. Namun, pada akhirnya ayah (3) menjadi tidak
terlalu terbeban karena ia telah memahami kondisi kejiwaan anak. Hal ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
menyebabkan subjek tidak terlalu memikirkan masalah anak ini lagi dan ia
hanya melanjutkan usaha pada perkembangan pendidikan anak. Tindakan
problem-focused coping lainnya yang dilakukan hampir semua orangtua
adalah restraint coping. Secara umum, subjek menahan diri untuk
melakukan usaha atau rencana yang dimiliki hingga adanya waktu dan
kesempatan yang tepat. Pasangan subjek 1 masih menunggu waktu untuk
membuka usaha warung kecil-kecilan untuk anak mereka tersebut hingga
anak sudah mampu membaca dan menulis. Pasangan subjek 2 cenderung
merencanakan ingin melakukan pengobatan bagi anak untuk
memeriksakan bagian pernapasan dan keadaan otak anak. Rencana yang
dimiliki subjek ini masih tertunda atau belum terlaksana karena terbentur
dengan kesulitan biaya pengobatan. Ibu (3) masih menunggu anak untuk
lulus SMA-LB agar rencana memfokuskan anak dalam bidang olahraga
bisa terlaksana suatu saat nanti.
Selain problem-focused coping, subjek juga menggunakan usaha
emotion-focused coping dalam mengatasi dan mengatur respon-respon
emosional yang muncul akibat situasi yang menimbulkan stres (Passer dan
Smith, 2004). Secara keseluruhan, ketiga pasang subjek menggunakan
usaha turning to religion dengan meningkatkan kepercayaan mereka
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bersikap pasrah serta menyerahkan
semua keadaan yang dialami kepada Tuhan. Ketiga pasang subjek juga
menyikapi masalah yang mereka hadapi dengan berusaha untuk berpikir
positif dan mengambil hikmah dari kejadian yang dialami. Oleh karena itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
semua subjek cenderung memilih untuk berpikir positif, mensyukuri setiap
keadaan yang dialami, dan belajar menjadi orangtua yang lebih sabar dan
lebih baik lagi. Subjek juga merasa bahwa dengan kehadiran anak retardasi
mental tersebut, subjek tidak merasa kesulitan ekonomi secara berlebihan
sehingga subjek menganggap bahwa kehadiran anak memberikan rejeki
tersendiri dalam keluarga. Subjek juga yakin bahwa di balik semua
kekurangan anak retardasi mental tersebut, pasti akan ada kelebihan dan
keajaiban lain yang dialami anak. Dalam hal ini, subjek memanfaatkan
keyakinan dan sikap positif yang mereka miliki dalam menghadapi suatu
masalah.
Kesadaran dan pemikiran yang positif ini juga mendukung subjek
untuk dapat menerima kehadiran dan keadaan anak retardasi mental apa
adanya walaupun terkadang mereka masih merasa sedih atau kecewa.
Penerimaan terhadap keadaan yang telah terjadi secara nyata ini berupa
sikap menyadari, menerima, dan memaklumi keadaan anak sehingga
orangtua tidak bisa memaksakan keinginannya kepada anak tersebut dan
mampu bersikap pasrah dalam proses penerimaan selanjutnya.
Keseluruhan subjek juga menggunakan tindakan behavioral
disengagement setelah selama ini mereka melakukan berbagai usaha demi
perkembangan anak tersebut. Behavioral disengagement adalah suatu
sikap menyerah terhadap keadaan dengan mengurangi atau menghentikan
usaha untuk menghadapi masalah. Pada umumnya, ketiga pasang subjek
cenderung tidak melanjutkan usaha pengobatan medis maupun alternatif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
untuk perkembangan anak. Namun, pasangan subjek 2 juga tidak
melanjutkan pendidikan anak di sekolah. Ketiga pasang subjek tersebut
menghentikan usaha-usaha mereka karena para subjek merasa putus asa
karena tidak ada perubahan atau perkembangan yang dialami oleh anak
retardasi mental tersebut.
Selain usaha behavioral disengagement, pasangan orangtua 1
dan 2 serta ayah (3) memilih tindakan mental disengagement dimana
subjek berusaha untuk tidak memikirkan masalah anak retardasi mental
tersebut secara mendalam. Masing-masing subjek merasa bahwa kehadiran
anak retardasi mental dalam keluarga bukan sesuatu yang sangat
membebani sehingga subjek tidak merasakan adanya keluhan yang muncul
dan berusaha untuk bersikap santai dalam menjalani keadaan yang
dihadapi. Selain itu, ibu (1) dan (2) memilih untuk mendiamkan atau tidur
dan melakukan kegiatan lain seperti pengajian supaya perasaan kesal atau
beban yang dialami dapat sedikit berkurang.
Pasangan subjek 1 dan 2 juga mengambil tindakan humor untuk
mengatasi situasi stres tersebut. Secara umum, masing-masing subjek
menggunakan tindakan tersebut karena subjek merasa senang melihat
tingkah laku-tingkah laku yang lucu dari anak tersebut. Tingkah laku anak
yang lucu tersebut pada akhirnya sering dijadikan subjek sebagai bahan
untuk bercanda dalam keluarga.
Selain tindakan-tindakan tersebut, ibu (2) juga memilih focus on
and venting of emotions. Tindakan tersebut dilakukan subjek dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
bersikap mendiamkan atau mencubit anaknya yang retardasi mental
sebagai bentuk dari pelampiasan emosinya ketika merasa kesal atau sedih.
Usaha seeking social support juga digunakan oleh para subjek
untuk mencari bantuan dan dukungan emosional kepada orang lain dalam
situasi stres (Passer dan Smith, 2004). Ibu (3) menggunakan usaha seeking
instrumental social support dengan selalu meminta saran dan informasi
dari kepala sekolah di SLB untuk mengikuti perkembangan anak tersebut
nantinya. Seeking emotional social support digunakan oleh pasangan
subjek 1, pasangan subjek 2, dan ibu (3). Usaha ini berupa usaha untuk
mendapatkan dukungan moral, pengertian, dan simpati dari orang lain.
Secara umum, masing-masing subjek tersebut cenderung untuk berbagi
cerita atau curhat dengan teman-teman dan keluarganya. Mereka memilih
untuk menggunakan usaha ini karena mereka menyadari akan pentingnya
kehadiran orang lain yang sangat berguna untuk membantu mengurangi
beban dan perasaan sedih yang dialami.
Ketiga pasang subjek memilih menggunakan strategi coping
tertentu karena didukung dengan sumberdaya yang dimiliki masing-
masing orangtua. Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Huffman, Vernoy
dan Vernoy, 1997), sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dalam
mengatasi stres secara efektif antara lain kesehatan dan energi, keyakinan
yang positif, internal locus of control, kemampuan dan dukungan sosial,
sumberdaya material. Selain itu beberapa variabel yang ada dalam
individu seperti usia, tingkat pendidikan, dan standar kehidupan juga dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
dimanfaatkan sebagai sumberdaya dalam mengatasi stres (Smet, 1994 ;
Cohen & Edward, 1989 dan Moos, 1995; dalam Taylor, 1999) .
Dalam penelitian ini, ketiga pasang orangtua secara umum
memanfaatkan kondisi kesehatan mereka yang cukup baik, keyakinan dan
sikap positif dalam menerima dan menghadapi masalah, dukungan sosial
dari keluarga dan orang-orang terdekat serta kemampuan sosial yang
cukup baik yang dimiliki oleh pasangan subjek 1 dan 2 dalam
menempatkan diri di masyarakat untuk mengatasi stres yang dialami
secara efektif. Usia produktif dan tingkat pendidikan yang dimiliki ayah
(1) merupakan salah satu sumberdaya yang dimanfaatkannya untuk
mengatasi stres serta strategi coping yang dipilih ayah (3) juga dipengaruhi
oleh standar kehidupannya yang tinggi terhadap kehidupan. Berikut skema
gambaran menyeluruh strategi coping orangtua yang memiliki anak
retardasi mental :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 12. Gambaran Menyeluruh Strategi Coping Orangtua yang Memiliki Anak Retardasi Mental
129
Keterangan : * = keadaan anak retardasi mental yang menjadi stressor● = strategi coping yang hanya dilakukan ayah
■ = strategi coping yang hanya dilakukann ibu
Sumberdaya Coping
Orangtua 1:1. Kesehatan dan energi yang kuat2. Keyakinan dan sikap positif dalam menghadapi masalah keuangan yang sulit3. Kemampuan yang cukup baik dalam menempatkan diri di masyarakat4. Dukungan sosial dari teman dan orang terdekat5. Usia produktif dan tingkat pendidikan ayah yang tinggi
Orangtua 2:1. Kondisi kesehatan dan energi yang kuat2. Keyakinan yang positif dalam menyikapi masalah keadaan anak3. Ibu memiliki kemampuan sosial yang cukup baik4. Dukungan sosial dari keluarga dan orangtua lain yang memiliki nasib sama
Orangtua 3:1. Kondisi fisik dan kesehatan kuat2. Keyakinan dan sikap positif dalam menerima keadaan3. Ibu mendapatkan dukungan sosial dari sahabat dan anak4. Standar kehidupan yang dimiliki ayah cukup tinggi
Stres yang dialami OrangtuaOrangtua 1:
1. Muncul emosi negatif, seperti perasaan sedih, kesal, prihatin dan khawatir2. Tuntutan dan perhatian ekstra dalam pendidikan anak3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak
Orangtua 2:
1. Munculnya perasaan jenuh, sedih dan terbeban2. Merasa putus asa dan menyerah dengan pendidikan anak3. Tuntutan dan perhatian ekstra dalam merawat anak agar bisa mandiri4. Kekhawatiran terhadap masa depan anak
Orangtua 3:
1. Muncul perasaan sedih, kecewa, minder, cemas, dan putus asa dengan keadaan anak2. Tuntutan dan perhatian ekstra dalam pendidikan anak3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak
Keadaan Anak Retardasi Mental BeratOrangtua 1:
1. IQ anak 39 *2. Anak mengalami kesulitan membaca dan menulis *3. Anak mengalami gangguan perkembangan motorik *4. Anak mengalami hambatan dalam berkomunikasi *5. Masih bergantung pada pertolongan oranglain untuk mengurus kebutuhan sehari-harinya *6. Tidak adanya gangguan kesehatan secara khusus
Orangtua 2:
1. IQ anak 36 *2. Anak mengalami hambatan dalam pendidikan, belum bisa membaca dan menulis *3. Anak mengalami keterlambatan berjalan dan berbicara *4. Anak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi*5. Sudah bisa mengurus kebutuhannya sendiri, tidak sepenuhnya bergantung pada pertolongan orang lain6. Anak mengalami gangguan kesehatan pernapasan *
Orangtua 3:
1. IQ anak 34 *2. Kurangnnya pemahaman dan daya tangkap anak, anak hanya bisa meniru (tidak bisa membaca dan menulis tanpa contoh) *3. Anak mengalami keterlambatan berjalan dan berbicara *4. Anak mengalami kesulitan berkomunikasi *5. Anak sudah bisa mengurus kebutuhannya sendiri6. Tidak ada keluhan yang serius terhadap kesehatan
Strategi CopingOrangtua 1:
1. Problem-focused Coping a. Active coping (menyekolahkan anak di YPAC) b. Planning (merencanakan pembinaan bagi anak secara intensif) ● c. Restraint coping (menunda untuk membukakan usaha dagang)2. Emotion-focused Coping a. Turning to religion (berdoa, pasrah, dan mendekatkan diri pada Tuhan) b. Positive reinterpretation and growth (mensyukuri keadaan, yakin akan adanya kemudahan dan kelebihan lain) c. Acceptance (menerima dan memaklumi keadaan anak, menjalani keadaan dengan pasrah dan sesuai kemampuan tanpa merasa minder) d. Mental disengagement (bersikap santai, mengalihkan perasaan) e. Behavioral disengagement (menghentikan pengobatan dan terapi untuk anak) f. Focus on and venting of emotions (katarsis emosi dengan mencubit anak) ■ g. Humor (memanfaatkan tingkah laku anak sebagai bahan hiburan)3. Seeking Social Support a. Seeking emotional social support (berbagi cerita pada istri, saudara atau ibu-ibu lain di YPAC)
Orangtua 2:
1. Problem-focused Coping a. Active coping (mendidik anak di rumah untuk melakukan pekerjaan sehari-hari) b. Restraint coping (menunda untuk melakukan pengobatan pernapasan dan keadaan otak anak)2. Emotion-focused Coping a. Turning to religion (pasrah dan berdoa kepada Tuhan) b. Positive reinterpretation and growth (lebih banyak bersyukur, belajar menjadi lebih sabar) c. Acceptance (pasrah menerima keadaan dengan ikhlas, memaklumi dan menerima keadaan anak) d. Mental disengagement (bersikap santai, mengalihkan perhatian dengan mengikuti pengajian) e. Behavioral disengagement (tidak melanjutkan pendidikan anak di SLB) f. Humor (ekspresi dan tingkah laku anak dijadikan hiburan dalam keluarga)3. Seeking Social Support a. Seeking emotional social support (berbagi cerita kepada keluarga yang mengetahui keadaan anak dan kepada orangtua lain yang senasib)
Orangtua 3:
1. Problem-focused Coping a. Active coping (menyekolahkan anak di SLB) b. Planning (berencana mengikuti perkembangan olahraga, ingin tetap melanjutkan pendidikan anak) c. Suppression of competing activities ( pada awalnya fokus pada perkembangan pendidikan dan masalah masa depan anak) d. Restraint coping (menunda rencana untuk memfokuskan kegiatan anak dalam bidang olahraga) ■2. Emotion-focused Coping a. Turning to religion (pasrah menerima kodrat Tuhan dan terus berdoa) b. Positive reinterpretation and growth (berpikir positif akan adanya keajaiban meyakini tidak pernah merasa kekurangan) c. Acceptance (menerima keadaan dan kenyataan yang telah terjadi) d. Mental disengagement (tidak merasa terbeban dan tidak fokus pada suatu usaha/masalah anak retardasi mental saja) ● e. Behavioral disengagement (menghentikan pengobatan medis maupun alternatif)3. Seeking Social Support a. Seeking emotional social support (berbagi cerita kepada sahabat atau anaknya yang lain) ■ b. Seeking instrumental social support (meminta saran dari kepala sekolah) ■
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa dalam
menghadapi dan menerima kehadiran anak retardasi mental dalam keluarga,
para subjek menggunakan strategi problem-focused coping, emotion-focused
coping dan seeking social support. Strategi problem-focused coping yang
digunakan oleh ketiga pasang subjek adalah active coping yang berupa
tindakan aktif yang dilakukan subjek untuk mengatasi stressor dan restraint
coping dengan melakukan coping secara pasif dengan menunggu waktu dan
kesempatan yang tepat. Active coping yang dilakukan subjek antara lain
memilih untuk menyekolahkan anak di sekolah khusus seperti SLB atau
YPAC, sedangkan restraint coping yang dilakukan subjek antara lain adalah
menunda rencana yang dibuat seperti membuka usaha dagang untuk anak
ataupun memeriksakan keadaan fisik anak hingga adanya waktu dan
kesempatan yang tepat. Selain itu, subjek 1 menggunakan tindakan planning
untuk mendukung usahanya yang lain dan subjek 3 juga melakukan tindakan
planning dan suppression of competing activities untuk membantu mengatasi
stres yang dialami.
Keseluruhan subjek juga menggunakan strategi emotion-focused
coping yang berupa tindakan turning to religion dengan meningkatkan
kepercayaan keagamaan kepada Tuhan, yaitu bersikap pasrah menerima
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
keadaan, berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Subjek juga melakukan
usah positive reinterpretation and growth dengan mengambil sisi positif atau
hikmah dari situasi stres melalui belajar untuk lebih banyak bersyukur dan
belajar menjadi orang yang lebih baik, acceptance yaitu pasrah menerima
kenyataan yang telah terjadi dengan menerima dan memaklumi keadaan
dengan ikhlas, mental disengagement yang berupa pelepasan secara psikologis
terhadap masalah dengan tidak memikirkan masalah itu lagi dengan bersikap
santai dan mengalihkan perhatian dengan melakukan kegiatan lain. Usaha
yang juga dilakukan oleh semua subjek adalah behavioral disengagement
yaitu dengan menyerah terhadap keadaan dan menghentikan usaha untuk
menghadapi masalah, seperti tidak melanjutkan pengobatan bagi anak.
Tindakan lain yang juga digunakan oleh subjek 1 dan 2 adalah humor,
sedangkan dan focus on and venting emotions hanya dilakukan oleh subjek 1.
Strategi terakhir yang digunakan oleh seluruh subjek adalah seeking
social support yang berupa seeking emotional social support yaitu mencoba
mendapatkan dukungan moral, pengertian dan simpati melalui sharing atau
berbagi cerita dengan orang-orang terdekat, sedangkan seeking instrumental
social support hanya digunakan oleh subjek 3.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing subjek dalam
memilih menggunakan strategi coping tertentu juga memanfaatkan
sumberdaya yang dimiliki untuk mengatasi stres yang dialami secara efektif,
antara lain kondisi kesehatan yang baik, keyakinan dan sikap positif terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
masalah, dukungan sosial yang didapat dari orang lain, dan kemampuan sosial
yang cukup baik di tengah masyarakat.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, dapat
dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :
a. Bagi subjek penelitian, hasil penelitian ini diharapkan lebih dapat
membantu subjek untuk memilih dan menggunakan strategi coping yang
sesuai dengan memanfaatkan dan mengelola sumberdaya-sumberdaya
yang dimiliki untuk menghadapi dan menerima kehadiran anak retardasi
mental di dalam keluarga.
b. Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan wacana
dalam menyikapi dan mendukung orangtua yang memiliki anak retardasi
mental dengan memberikan dukungan moral berupa saran, nasihat,
informasi, pengertian atau simpati kepada mereka.
c. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian yang masih terdapat kekurangan
dalam pengumpulan data ini agar dilengkapi dengan menggunakan metode
pengumpulan data yang lain, seperti observasi yang lebih terstruktur atau
melakukan wawancara dengan orang-orang dekat subjek yang signifikan
untuk menambah kelengkapan informasi dan sebagai sumber untuk
melakukan keabsahan data sehingga hasilnya bisa lebih sempurna.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, S. (2006). Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra. Creswell, John W. (1997). Qualitative Inquiry And Research Design:Choosing
Among Five Traditions. California: SAGE Publications, Inc. Dagun, Save M. (1990). Psikologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta. Hartoko, V. D. & Handayani, Christina S. (2003). Pedoman Penulisan Skripsi.
Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Huffman, K.; Vernoy, M. & Vernoy, J. (1997). Psychology In Action (4th
edition). New York: John Wiley & Sons, Inc. Indra. (1980). Faktor-faktor Penting Dalam Kehidupan Keluarga Bahagia.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. Ingalls, Robert P. (1978). Mental Retardation: The Changing Outlook. Canada:
John Wiley & Sons, Inc. Kartono, Kartini. (1985). Peranan Keluarga Memandu Anak. Jakarta: Rajawali. Moleong, L. J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya. Passer M. W. & Smith R. W. (2004). Psychology In Mind and Behavior. New
York: McGraw-Hill Companies. Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia.
Prasadio, Triman. (1976). Gangguan Psikiatrik Pada Anak-anak Dengan
Retardasi Mental. Surabaya: Universitas Airlangga. Prasadio, Triman (1978). Anak-anak Yang Terlupakan: Liku-liku Anak
Terbelakang. Surabaya: Airlangga University Press. Sarafino, E. P. (1990). Health Psychology. Canada: John Willey & Sons, Inc. Santrock, John W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup
(Edisi kelima). Jakarta : Erlangga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Supratiknya, A. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius. Suryabrata, S. (1990). Metodologi Penelitian. Jakarta: CV. Rajawali. Taylor, S.E. (1999). Health Psychology (Fourth edition). Singapura: McGraw-Hill
Companies. Wenar, C. & Kerig, P. (2000). Developmental Psychopathology From Infancy
Through Adolescence (Fourth Edition). New York: McGraw-Hill Companies.
World Health Organization. (1993). Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis
Gangguan Jiwa Di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan. Sumber Jurnal : Terry, D.J. & Gloria, H.J. (1998). Adjustment to a Low-Control Situation:
Reexamining the Role of Coping Responses. Journal of Personality and Social Psychology Vol. 74, No. 4, 1078-1092.
Carver, C.S., Weintraub, J.K. & Scheier, M. F. Assessing Coping Strategies: A
Theoretically Based Approach. Journal of Personality and Social Psychology Vol. 56, No. 2, 267-283
Sumber Website : MacArthur, C.T. & John D. (1998). Coping Strategies. http://www.macses.ucsf.edu/research/psychosocial/notebook/coping.html
Resna, L. & Sundjaya, A.G. _____. Tuna Grahita. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0902/14/hikmah/lain04.htm
http://www.clevelandclinic.org/health/healthinfo/docs/0000/0069.asp?index=4606
http://www.coping.org/growth/stress.htm
http://www.kompas.com /kesehatan/news/0406/16/083831.htm
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0301/22/iptek/92747.htm
http://www.mindtools.com/stress/UnderstandStress/StressDefinition.htm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
http://www.mindtools.com/stress/UnderstandStress/StressMechanisms.htm
http://republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=2&id=157549&kat_id=105
&kat_id1=150&kat_id2=190
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI