Upload
tri-juni-ardhi
View
173
Download
22
Embed Size (px)
Citation preview
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
TUBERKULOSIS PARU
1 Nama penyakit/diagnosis
Tuberkulosis paru No. ICD-10 : A15, A 16, B 90.9
Adalah penyakit infeksi di paru yang bersifat kronik dan menular, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
2 Kriteria diagnosis Gejala klinis yang dianggap (+):1. Gejala respiratorik Batuk ringan (dengan atau tanpa dahak) sampai berat
≥2-3 minggu Batuk darah Sesak nafas Nyeri dada
2. Gejala sistemik Demam terutama sore/malam hari Gejala sistemik lainnya: malaise, keringat malam,
anoreksia, berat badan menurun
Pemeriksaan jasmani : Bervariasi, tergantung luas kelainan struktur paru Pada awal penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan Dapat ditemukan :
o Suara nafas bronkial, amforik, atau suara nafas melemah
o Ronki basaho Kelainan diatas, terutama di lapangan atas paruo Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, trakea dan
mediastinum
Foto toraks dianggap relevan dengan TB paru bila meggambarkan kelainan terutama pada lapangan atas paru yang bersifat multiform yaitu:1. Bercak berawan (infiltrat)
Kaviti Bercak kapur (kalsifikasi) Garis fibrotik Kompleks Ranke2. Bayangan bercak milier3. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral
(jarang)4. Schwarte atau penebalan pleura5. Luluh paru (destoyed lung) adalah gambaran radiologi
yang memperlihatkan kerusakan paru yang luas, terdiri dari atelektasis, ektasis/multikaviti dan fibrosis parenkim paru
Pemeriksaan bakteriologi BTA langsung dari sputum pagi 3 x berturut atau
sputum sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) Biakan M. tuberculosis dan uji resistensi (bila
sarana tersedia)
Klasifikasi diagnosis Berdasarkan hasil pemeriksaan BTA TB paru BTA (+) TB paru BTA (-)
Berdasarkan tipe penderita
1
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
Kasus baru Kasus kambuh (relaps) Kasus putus berobat (defaulted/drop out) Kasus gagal pengobatan Kasus kronik Bekas TB
3 Diagnosis banding BronkopneumoniaBronkiektasisMikosis paru (infeksi jamur)Tumor paru
Penyakit ini perlu diwaspadai pada kasus yang termasuk resiko tinggi untuk kanker paru yakni umur > 40 tahun, laki-laki, perokok berat, BTA sputum (-), tidak menampakkan respon klinik yang memadai pada awal pengobatan.
4 Pemeriksaan penunjang4.1. Umum
4.2. Khusus
Foto toraks PA dan lateral (terutama bila lesi terlihat di lapangan tengah yang secara anatomis berasal dari puncak lobus bawah)
BTA langsung dari sputum pagi 3 x berturut atau sputum sewaktu-pagi-sewaktu (SPS)
Biakan M. tuberculosis dan uji resistensi (bila ada sarana)
Laboratorium darah rutino Jumlah leukosit mungkin normal atau sedikit
meningkato LED > 30 mm/ 1 jam Io Hitung jenis, biasanya didominasi limfosito HB rendah pada kasus yang sudah lama
Pada kasus-kasus yang masih meragukan : Bilasan bronkus untuk pemeriksaan kuman tuberkulosis
(sediaan langsung, biakan). Identifikasi kuman tuberkulosis cara cepat (bila ada
sarana) :o BACTECo PCR
Pemeriksaan serologi (bila ada sarana)o ELISAo Immunochhromatographic tuberculosis (ICT)o Mycodoto Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
5 Konsultasi Dokter Spesialis Paru
6 Perawatan rumah sakit
o Pada prinsipnya pasien TB paru dapat berobat jalano Indikasi rawat
1. Batuk darah masif2. Pneumotoraks3. Efusi pleura4. Keadaan umum lemah5. Sesak nafas6. TB milier7. TB paru dengan penyakit komorbit
7 Terapi7.1. Terapi non- Perbaiki gizi : nutrisi parenteral, kalau perlu
2
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
medikamentosa
7.2. Terapi medikamentosa
Pendidikan kesehatan
Obat yang dipakaiJenis obat utama (lini 1)
R = RifampisinH = INH (Isoniazid)E = EthambutolZ = PirazinamidS = Sterptomisin
Jenis obat tambahan (lini 2)KanamisinAmikasinKuinolonBeberapa obat berikut belum/tidak tersedia di Indonesiao Kapreomisino Sikloserino PAS (dulu tersedia)o Derivat rifampisin dan INHo Thiomides (ethionamide dan prothionamide)
Dosis OATObat Dosis
mg/KgBB/hr
Dosis dianjur
kan
BB (Kg) Rute< 40 40-60 >
60
RHZ
ES
8-124-6
20-30
15-2015-18
10525
1515
300200750
500Sesuai
BB
450300
1000-1250750750
600400150
0
1000
1000
p.op.op.o
p.oIM
Panduan OAT (Obat anti tuberkulosis)Kategori I
2 RHZE / 4 RH, alternatif 2 RHZE / 4H3R3 2 RHZE / 6 HEIdikasi : o Kasus baru, BTA (+)o Kasus baru, BTA (-), Rontgen luaso Kasus baru, TB ekstrapulmoner berat, seperti
meningitis, perikarditis, TB usus / peritonitis, pleuritis masif, spondilitis, TB saluran kemih, dll.
Kategori II2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHEalternatif 2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3 2 RHZES / 1 RHZE / 6 HEIndikasi : o Kasus kambuh (relaps)o Kasus putus berobat (default)o Kasus gagal pengobatan
Kategori III
3
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
7.3. Terapi khusus
2 RHZE / 4 RH, alternatif 2 RHZE / 4H3R3 2 RHZE / 6 HEIndikasi :o Kasus baru, BTA (-), Rontgen minimalo Kasus baru, TB ekstra pulmoner ringan
Kategori IV 2-3 obat lini I yang masih sensitif + minimal 2 obat second line (Ciprofloxacine 1000 – 1500 mg, Ofloxacine 600-800 mg, [dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari], Kanamycine, dll)
Indikasi : o Kasus kroniko MDR-TB
Hepatoprotektor, kalau perluo Curcuma, 3 x 1-2 tablet, oralo Kombinasi: lesitin, silimarin dan ekstrak
schizandra 3 x 1 tablet atau sirup 3 x 1 cth
Anti perdarahan bila ada hemaptoe:o Asam tranheksamin, 3 x 500 mg, IV atau oralo Vitamin K, 3 x 1 ampul IV, atau 3 x 1 tablet oralo Vitamin C, 3 x 1 ampul IV, atau 3 x 1 tablet oralo Ethamsilat (dycinone), 3 x 1 ampul IV, atau 3 x 1
tablet oralo Adrenokrom (Adonna) drip 1 ampul dalam
Dextrose 5%/laruitan salin fisiologis, 8 jam per kolf
Terapi bedahIndikasi mutlak, bila memenuhi syarat operasio Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat
tetapi dahak tetap positifo Batuk darah masif, tidak dapat diatasi dengan
cara konservatifo Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema
yang tidak dapat diatasi secara konservatif
Indikasi relatifo Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah
berulango Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhano Sisa kaviti yang menetap
Tindakan invasif selain bedahBronkoskopiPunksi pleuraPemasangan WSD
8 Standar rumah sakit Rumah sakit tipe D, tipe B bila diperlukan tindakan operasi
9 Penyulit / Komplikasikarena penyakit
Penyebaran milierTB ekstrapulmonerDestroyed lung / lobeBatuk darah masif / berulang PneumotoraksEfusi pleura
Empiema
Catatan
4
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
Pada pengobatan TB paru, pemantauan respons klinik pada awal penyakit amat penting. Usia ≥ 40 tahun, sputum BTA (-) perokok berat, sebaiknya dilakukan pemeriksaan diagnostik kearah kanker paru : Sitologi sputum Bronkoskopi CT Scan toraks dengan kontras TTB
Hal ini perlu diperhatikan , karena amat sering ditemukan kasus yang diduga TB, ternyata belakangan terbukti kanker paru, sehingga diagnosis terlambat.
10 Inform concent Perlu bila ada indikasi
11 Standar tenaga Dokter umum, Dokter Spesialis Paru
12 Lama perawatan o Umumnya tidak perlu dirawato Hemoptisis tidak massif : 7 – 14 hari
13 Masa pemulihan Bila tanpa penyulit, dapat bekerja seperti biasa
14 Out-put o Sembuh o Komplikasio Meninggal
15 Patologi Anatomi Jika perlu
16 Autopsi/ risalah rapat
-
17 Bidang terkait o Radiologio Mikrobiologio Gizi o Bedah toraks
18 Fasilitas khusus Kamar bedah toraks, bila perlu tindakan bedah
ASMA BRONKIALE
1 Nama penyakit/ diagnosis Asma bronkial No. ICD-10 : J. 45
Adalah suatu penyakit kronis saluran nafas dimana yang berperan adalah sel-sel inflamasi seperti eusinofil, limfosit T, sel mast, dll. Inflamasi kronik ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan hipereaktiviti bronkus hingga terjadi epidsode berulang dari mengi, sesak nafas dan batuk, yang bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
5
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
2 Kriteria diagnosis
Klasifikasi diagnosis
Riwayat penyakit / gejala Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau
tanpa pengobatan Gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di
dada dan berdahak Gejala timbul / memburuk terutama malam hari/
dini hari Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu Respon terhadap pemberian bronkodilator
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit Riwayat keluarga (atopi) Riwayat alergi / atopi Penyakit lain yang memperberat Perkembangan penyakit dan pengobatan
Pemeriksaan fisik : bervariasi tergantung berat penyakit Ekspirasi memanjang Dengan atau tanpa wheezing Penggunaan otot bantu nafas Pada serangan sangat berat, mengi bisa tidak
terdengar (silent chest), tetapi biasanya diserta gejala lain misalnya gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu nafas
Derajat beratnya asma :Asma intermittenAsma persisten ringanAsma persisten sedangAsma persisten berat
Derajat beratnya serangan :1. Asma serangan akut ringan2. Asma serangan akut sedang3. asma serangan akut berat
3 Diagnosis Banding Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)Bronkitis kronikGagal jantung kongestifBatuk kronik akibat lain-lainDisfungsi laringsObstruksi mekanis (misalnya tumor)Emboli paru
4 Pemeriksaan penunjang4.1. Umum
4.2. Khusus
Laboratorium :o Darah rutino Kadar eusinofil totalo Kadar eusinofil saluran nafaso Kadar IgE
Foto toraks untuk menyingkirkan penyakit lain atau untuk melihat adanya infeksi sebagai faktor pencetus atau penyulit.
Arus puncak ekspirasi (APE)
6
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
Spirometri Uji bronkodilator Uji provokasi bronkus bila diperlukan (gejala tidak
khas) Uji kulit (alergi)
5 Konsultasi Dokter Spesialis Paru
6 Perawatan rumah sakit Rawat jalan bila asma diluar serangan / serangan akut ringan
Rawat inap bila serangan akut sedang – berat
7 Terapi7.1 Terapi jangka panjangA. Terapi Non-medikamentosa
B. Terapi medikamentosa
“avoidance” menghilangkan faktor pencetus Fisioterapi Senam asma Pendidikan dan penyuluhan kesehatan
1. Kontroler :Asma intermitten : tidak perluAsma persisten ringan :
glukokortikosteroid inhalasi (Budesonid, Flutikason) 200 – 400 µg dua kali sehari (BD/hari)
Asma persisten sedang-berat : glukokortikosteroid inhalasi (Budesonid, Flutikason) 400 - 800 µg BD/hari
Atau glukokortikosteroid oral (Metil prednisolon 1-2 x 4-8 mg/hari)
2. Reliever :Agonis β-2 kerja singkat inhalasi : salmeterol, folmeterol, kapan perlu, maksimal 6 puff/seranganAtau procaterol inhalasi 2 puff/serangan
Bronkodilator oral o Aminofilin 3 x 150 mgo Salbutamol 3 x 2 mgo Terbutalin 3 x 2,5 mgo Theophylin 2-3 x 130-260 mgo Euphylin retard 1-2 x 125-250 mgo Procaterol 2 x 25-50 µg
3. Atau kombinasi kontroler dan reliever (kombinasi bronkodilator – glukokortikosteroid inhalasi) pada asma persisten sedang-berat, misalnya:o Salmeterol/flutikason, 2 x 1 – 2 puffo Folmeterol/budesonid, 2 x 1 - 2 puff
4. Mukolitik, ekspektoran : o ambroksol, 3 x 1 tablet / sirup 3 x cth 1o bromheksin, 3 x 1 tablet / sirup 3 x cth 1o N-asetylcystein, 3 x 1 tablet / sirup 3 x cth 1o Erdostein 3 x 1 kapsul p.o, atau sirup 3 x cth 1
5. Antibiotika oral1. Awal terapi bersifat empirik
Ko-amoksiklav, 3 x 625 mgCiprofloksasin, 2 x 500 mg
7
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
7.2. Terapi pada serangan akutA. Terapi Non-
medikamentosa
B. Terapi medikamentosa
Levofloksasin, 1 x 500 mgAzitromisin, 1 x 500 mg hari I, dilanjutkan 1 x 250 mg hari berikutnyaEritromisin, 4 x 500 mgMetronidazol, 3 x 500 mg
2. Kalau perlu dikultur, setelah keluar hasil kultur, antibiotika diberikan sesuai kultur
OksigenTerapi cairan
1. Bronkodilatoro Agonis β-2 kerja singkat inhalasi (mis.
Salbutamol) 3x1 nebules (200 mcg) dengan interval 20 menit
o Atau Agonis β-2 kerja singkat injeksi (mis. Terbutalin injeksi) 3 x 0,3-0,5 cc SC dengan interval 20 menit
o Atau kombinasi Agonis β-2 kerja singkat + antikolinergik inhalasi (mis. Salbutamol + Ipratroprium bromide) 3 x 1 nebules dengan interval 20 menit
2. Glukokortikosteroido Metil prednisolon injeksi 62,5 – 125 mgo Atau Budesonide inhalasio Atau Fluticasone propionat inhalasi
Nilai ulang setelah observasi 1 jamRespon baik pulangkanRespon tidak sempurna rawat di rumah sakitRespon Buruk rawat di ICU
Terapi dirawat :1. Bronkodilator
o Agonis β-2 kerja singkat inhalasi (mis. Salbutamol nebules 200 mcg) 4 – 6 x sehariAtau Agonis β-2 kerja singkat injeksi (mis. Terbutalin injeksi) 4-6 x 0,3-0,5 cc SCAtau kombinasi Agonis β-2 kerja singkat + antikolinergik inhalasi (mis. Salbutamol + Ipratroprium bromide) 4-6 x 1 nebules
o Derivat xantinAminofilin bolus 5 – 6 mg/KgBB/kaliAminofilin drip 0,5 – 0,6 mg/KgBB/jam
2. Glukokortikosteroido Metil prednisolon injeksi 2-3 x 62,5 – 125 mg, IV
(dosis maksimum 500 mg/hari)o Atau Budesonide inhalasi 3-6 x 1 nebuleso Atau Fluticasone propionat inhalasi 2 -4 x 1
nebules
3. Antibiotika a. Awal terapi bersifat empirik
o Oral : Ko-amoksiklav, 3 x 625 mg
8
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
Ciprofloksasin, 2 x 500 mgLevofloksasin, 1 x 500 mgAzitromisin, 1 x 500 mg hari I, dilanjutkan 1 x 250 mg hari berikutnyaEritromisin, 4 x 500 mgMetronidazol, 3 x 500 mg
o Injeksi :Ko-amoksiklav, 3 x 625 mg IVCiprofloksasin, 2 x 200 – 400 mg IVLevofloksasin, 1 x 500 mg IVCeftriakson, 2 x 1 gr IVAmoksisilin, 3 x 500 mg IVMetronidazol, 3 x 500 mg IV
b. Setelah keluar hasil kultur, antibiotika diberikan sesuai kultur
4. Mukolitik / Ekspektoran :o Ambroksol 3 x1 tablet, p.o atau sirup 3 x
cth1 o Bromheksin 3 x 1 tablet , p.o atau sirup 3 x
cth 1 atau injeksi 3 x 1 ampulo N-asetilsistein 3 x 1 kapsul, p.o atau 3 x 1
sacheto Erdostein 3 x 1 kapsul, p.o atau sirup 3 x cth
1
8 Standar rumah sakit Tipe D atau Puskesmas dengan fasilitas perawatan
9 Penyulit / Komplikasi9.1. Karena penyakit
9.2. Karena tindakan
Sinusitis Emfisema subkutis Pneumotoraks Gagal nafas
InfeksiPneumomediastinum
10 Inform concent Perlu bila ada gagal nafas dan membutuhkan pemasangan mesin Bantu nafas (ventilator mekanik) atau tindakan pada penyulit lain.
11 Standar tenaga Dokter umum, Dokter Spesialis Paru
12 Lama perawatan ± 1 minggu
13IX Daftar Pustaka 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma:
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia, PDPI, Jakarta, 2004.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Cabang Jakarta. Standard Pelayanan Medik Paru. Jakarta: PDPI Cabang Jakarta: 1998.
9
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
KANKER PARUNo. ICD-10 : C. 34
I Batasan Dalam pengertian sehari-hari, kanker paru adalah tumor ganas primer yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkogenik)
II Patofisiologi -
III Gejala Klinik Faktor resiko Laki-laki Usia > 40 tahun Perokok Paparan industri tertentu dengan satu atau lebih
gejala : batuk darah, batuk kronik, sesak nafas, nyeri dada dan berat badan menurun
Gejala klinis Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih,
dapat pula purulen) Batuk darah Sesak nafas Suara serak Sakit dada
10
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
Klasifikasi diagnosis
Sulit / sakit menelan Benjolan di pangkal leher Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai
sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat Gejala dan keluhan tidak khas seperti :
o Berat badan menuruno Nafsu makan menuruno Demam hilang timbulo Sindroma paraneoplastik, seperti hypertrohic
pulmonary osteoartheopathy, trombosis vena perifer dan neuropati
1. Histopatologia. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK)b. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil
(KPKBSK) Karsinoma sel skuamosa (KSS) Adenokarsinoma Karsinoma sel besar (KSB)
2. Staginga. KPKSK limited & extensiveb. KPKBSK sistem TNM
3. Performan status menurut Indeks Karnoffsky
IV Pemerksaan dan Diagnosis
Pemeriksaan fisik : bervariasi tergantung berat penyakit1. Normal, tumor paru ukuran kecil dan di perifer2. Kelainan, tergantung ukuran dan akibat yang
ditimbulkan oleh masa tumor, misalnya atelektasis, efusi pleura atau penekanan vena cava superior
Foto toraks PA / Lateral, kelainan dapat dilihat bila masa tumor > 1 cm. Curiga kanker paru
Tepi ireguler Indentasi pleura Tumor satelit Invasi ke dinding dada Efusi pleura Efusi perikard Metastase intrapulmoner
Pemeriksaan penunjang
4.1. Umum Foto toraks PA dan Lateral (sesuai letak lesi) Sitologi sputum
4.2. Khusus Bronkoskopi Biopsi aspirasi jarum halus tumor
intrabronkial* Transbronchial needle aspirasi (TBNA)* Transbronchial lung biopsy (TBLB)* Transthorasic Needle Aspiration (TTNA)** Transthorasic Biopsy (TTB)** Aspirasi Jarum halus (AJH) Biopsi lain, seperti biopsi pleura, biopsi KGB
perifer (bila Tak berhasil dengan AJH) Torakoskopi / video assisted thoracoscopy
surgery (VATS)**Catatan * Bila sarana tersedia dan tumor tak mudah berdarah
11
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
** Bila sarana tersedia
V Diagnosis Banding TB ParuTumor mediastinumAbses paruTuberkulomaPneumonia
Karena keluhan & temuan amat mirip dengan TB paru atau pneumonia, diagnosis seringkali terlambat, setelah pengobatan untuk TB / pneumonia gagal. Hal ini amat sering terjadi pada orang tua dan BTA sputum (-)
VI Penyulit / Komplikasi6.1. Karena penyakit
6.2. Karena tindakan
Sindroma vena kava superior Gawat nafas (penekanan bronkus besar) Batuk darah Infeksi sekunder Nyeri akibat metastasis Hiperkalsemia Berbagai gangguan hormonal
Tergantung tindakan yang dilakukan
VII Penatalaksanaan Pilihan terapi tergantungJenis histopatologiStage klinikPerforman statusKemampuan ekonomia. Pembedahan
Indikasi : KPKBSK stage I dan IIBagian dari combined modality therapyKanker paru dengan kegawatan, misalnya dengan
SVCSSyarat : Faal paru :
- resiko ringan untuk pneumektomi : bila KVP paru kontralateral baik dan VEP1 > 60%
- resiko sedang untuk pneumektomi, bila KVP paru kontralateral ≥ 35% dan VEP1 > 60%
Bila tak memungkinkan, nilai dari analisa gas darah
b. RadiotrapiKuratif :
Kemoterapi neoadjuvant untuk KPKBSK stage III A
Paliatif :Sindroma vena cava superior (SVCS)Nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dadaMetastase tumor ke tulang dan otak
Syarat :Hb > 10 g%Trombosit > 100.000 / dlLeukosit > 3.000 / dl
c. Kemoterapi
12
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
Indikasi : semua kasus kanker paruSyarat :
Performan status ≥ 70 – 80. Bila < 70 atau usia lanjut, dapat diberikan obat anti kanker dengan regimen tertentu dan/atau jadwal tertentu
HB ≥ 10 gr%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski Hb < 10 g% tidak perlu tranfusi segera, cukup diberi terapi sesuai dengan penyebab anemi
Granulosit ≥ 1.500 / mm3
Trombosit ≥ 100.000 / mm3
Fungsi hati baikFungsi ginjal baik (creatini clearance > 70
ml/menit)
Regimen kemoterapi untuk KPKSK CAV ( Siklofosfamid, Adriamisin, Vinkristin ) EP ( Etoposit, Sisplatin ) CDE ( Siklofosfamid, Doksorubisin, Etoposit ) EC ( Etoposit, Karboplatin )
Regimen kemoterapi untuk KPKBSK ; CAP II (Sisplatin, Adriamisin, Siklofosfamid) PE (Sisplatin atau karboplatin, Etoposit) Paklitaksel + Sisplatin atau Karboplatin Gemsitabin + Sisplatin atau Karboplatin (bila
tersedia) Dosetaksel + Sisplatin atau Karboplatin (bila
tersedia) Gefinitib oral (digunakan sebagai terapi
adjuvant, bila tersedia)
c. Terapi paliatif, suportifAnalgetik : asam mefenamat, tramadol, ketotifen,
parasetamol+codein, MstRadioterapi pada SVCS dan metastase ke tulang,
bila tak mempan dengan analgetik Punksi cairan pleuraWSD pada efusi pleura masifPleurodesis pada efusi plura masif
d. Rehabilitasi medis
VIII Catatan Tambahan
Perhatian khusus
Pencegahan : Menghindari faktor-faktor seperti polusi udara, rokok, pekerjaan tertentu, infeksi
Untuk diagnosis yang lebih dini, setiap penderita dengan gejala-gejala respiratorik, umur ≥ 50 tahun, perokok berat, BTA sputum (-), dengan dugaan tuberkulosis atau pneumonia berulang, harus dicurigai menderita kanker paru, bila respon klinik pengobatan tidak memadai setelah 1-2 minggu. Pada kasus-kasus seperti ini, pemeriksaan yang menjurus ke arah kanker paru harus dilaksanakan.
IX 1. Carney DN, Shepherd FA, In: Hansen HH ed. Textbook of lung cancer. Treatment of SCLC: Chemotherapy. London: Martin Dunitz Ltd; 2000. p.261 – 272
2. Levasseur P. Thymomas. Aisner J, Arriagada R,
13
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
Green MR, Martini N, Peny MC, Eds. Comprehensive Textbook of Thoracic Oncology. Baltimore Maryland: Williams and Wilkins; 1996. p.653 – 667
3. Jusuf A. Kontribusi Pengembangan Pelayanan, Penelitian dan Pendidikan di Bidang Onkologi Paru untuk Menghadapi Tantangan Kesehatan Respirasi di Masa Depan. Pidato pada pengukuhan sebagai guru tetap dalam bidang Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi pad Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 22 Mei 2004
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK): Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. PDPI. Jakarta: 2005
PNEUMONIA
No. ICD-10 : J 12 – 18I Batasan Adalah suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus dan parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk
II Patofisiologi -
III Gejala klinis Batuk-batuk (dari kering sampai berdahak) Perubahan karakteristik dahak / purulen Sesak nafas yang semakin memberat Kadang-kadang disertai nyeri dada dan batuk
darah Demam
IV Pemeriksaan dan diagnosis
Pemeriksaan fisik Suhu tubuh ≥ 380C (aksila) / riwayat demamPemeriksaan fisik paru : ditemukan tanda-tanda
konsolidasi, suara nafas bronkovesikuler/bronkial, ronki
Pemeriksaan penunjangUmum Foto toraks PA dan Lateral (sesuai letak lesi)
Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran bronkogenik dan interstiasial serta kadang-kadang gambaran kaviti dan efusi pleura
Laboraturium darah rutinLeukosit : ≥ 10.000/mm2, kadang-kadang mencapai 30.000/mm2
Hitung jenis : pergeseran ke kiriLED meningkat
Pemeriksaan bakteriologi sputum
4.2. Khusus Pemeriksaan mikroorganisme dan uji sensitiviti
14
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
Klasifikasi diagnosis
dari :SputumAspirasi trantrakeal*Aspirasi transtorakal*Bilasan bronkus
Analisa gas darah, pada stadium lanjutCatatan : * bila ada sarana
Berdasarkan klinis dan epidemiologisPneumonia komuniti (community-acquired pnemonia /
CAP)Pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia /
HAP)Pneumonia aspirasiPneumonia pada penderita immunocompromised
Berdasarkan penyebab Pneumonia bakterial / tipikalPneumonia atipikalPneumonia virusPneumonia jamur (dibicarakan tersendiri)
Berdasarkan predileksi infeksi1. Pneumonia lobaris2. Bronkopneumonia3. Pneumonia interstisial
V Diagnosis differensial TB ParuMikosis paruTumor paru
VI Penyulit / Komplikasi6.1. Karena penyakit
6.2. Karena tindakan
Abses paruEmpiemaAtelektasisSeptikemisGagal nafas
1. Perdarahan2. Empiema3. Septikemia
VII Penatalaksanaan7.1 Non-Farmakologi
7.2 Farmakologi
IstirahatO2
Hidrasi (terapi cairan)
Antibiotika Awal terapi bersifat empirik
Oral : Ko-amoksiklav, 3 x 625 mgCiprofloksasin, 2 x 500 mgLevofloksasin, 1 x 500 mgAzitromisin, 1 x 500 mg hari I, dilanjutkan 1 x 250 mg hari berikutnyaEritromisin, 4 x 500 mgMetronidazol, 3 x 500 mg
Injeksi :Ko-amoksiklav, 3 x 625 mg IVCiprofloksasin, 2 x 200 – 400 mg IVLevofloksasin, 1 x 500 mg IVCeftriakson, 2 x 1 gr IV
15
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
7.3 Terapi khusus
Amoksisilin, 3 x 500 mg IVMetronidazol, 3 x 500 mg IV
Setelah keluar hasil kultur, antibiotika diberikan sesuai kultur
Mukolitik / Ekspektoran :Ambroksol 3 x1 tablet, p.o atau sirup 3 x cth1 Bromheksin 3 x 1 tablet , p.o atau sirup 3 x cth 1
atau injeksi 3 x 1 ampulN-asetilsistein 3 x 1 kapsul, p.o atau 3 x 1 sachet
Pengisapan lendir bila perlu dengan bronkoskopiBronchial toilet bila terdapat :
- retensi sputum- atelektasis
Ventilator mekanik bila terjadi gagal nafas
VIII Catatan Tambahan Rawat inap bila :1. Skor PORT ≥ 702. Bila skor PORT 70 maka penderita tetap perlu
dirawat inap bila dijumpai salah satu kriteria dibawah ini :o Frekwensi nafas > 30 x / menito PaO2/FiO2 < 250 mmHgo Foto torak paru menunjukkan kelainan
bilateralo Foto torak paru melibatkan > 2 lobuso Tekanan darah sistolik < 90 mmHgo Tekanan darah diastolik < 60 mmHg
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA
IX Daftar Pustaka Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Cabang Jakarta. Standard Pelayanan Medik Paru. Jakarta: PDPI Cabang Jakarta: 1998
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Komuniti Di Indonesia. Jakarta; PDPI: 2003
Rabbat A, Huchon GJ. Bacterial Pneumonia. In: Albert RK, Spiro SG, Jett JR ed. Clinical Respiratory Medicine. 2and ed. Pennsylvania: Mosby, Inc; 2004. p.273-287
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)
No. ICD-10 : J. 44
I Batasan Adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang bercun / berbahaya.
II Patofisiologi
III Gejala Klinis Faktor resiko Laki-laki Usia > 40 tahun Riwayat pajanan : asap rokok, polusi udara, polusi
tempat kerja
16
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
Klasifikasi diagnosis
Gejala klinis Sesak nafas Batuk kronik, produksi sputum Keterbatasan aktiviti
PPOK StabilDerajat 0 : BeresikoDerajat 1 : PPOK RinganDerajat 2 : PPOK SedangDerajat 3 : PPOK Berat
PPOK eksaserbasi akut
IV Pemeriksaan dan Diagnosis
Pemeriksaan fisik : bervariasi tergantung berat penyakitNormalKelainan
Bentuk dada : barel chest Penggunaan otot bantu nafas Pelebaran sela iga Hipertropi otot bantu nafas Fremitus melemah, sela iga melebar Hipersonor Suara nafas vesikuler melemah atau normal Ekspirasi memanjang Mengi (wheezing)
Pemeriksaan penunjang4.1. Umum Laboratorium : Darah rutin Foto toraks PA dan Lateral untuk menyingkirkan
penyakit lain atau untuk melihat adanya infeksi sebagai faktor pencetus atau penyulitFoto toraks curiga PPOK1. Normal2. Kelainan
o Hiperinflasio Hiperluseno Diafragma mendataro Corakan bronkovaskuler meningkato Bullao Jantung pendulum
Analisa gas darah (AGDA)
4.2. Khusus Arus puncak ekspirasi (APE) Spirometri Uji bronkodilator* 1 anti tripsin* DLCO*Catatan : * bila ada sarana
V Diagnosis Banding Asma bronkialBronkiektasisTuberkulosisSindroma Obstruksi Pasca Tuberkulosis (SOPT)Gagal jantung kongestif
VI Penyulit / Komplikasi6.1. Karena penyakit Kor pulmonale
Pneumotoraks
17
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
6.2. Karena tindakan
Gagal nafas
Intoksikasi oksigen
VII PenatalaksanaanTerapi jangka panjang7.1. Non-Farmakologi
7.2. Farmakologi
Hindari faktor pencetus “Domiciliary oxygen therapy” dengan aliran rendah
± 15 jam/hari bila PaO2 < 55 mmHg Fisioterapi
o Latihan relaksasio Latihan bernafas
Rehabilitasi psikis Rehabilitasi pekerjaan Pendidikan kesehatan kepada keluarga
Sesuai derajat PPOK1. Derajat I : PPOK Ringan
Bronkodilator kerja singkat (Short Acting β-2Agonis/SABA, Antikolinergik kerja pendek) inhalasi kalau perlu o Ipratroprium bromide, MDI 20 mcg/semprot,
3-4 x 40 mcg/hari (Kombinasi dengan SABA)Antikolinergik kerja lama untuk pemeliharaano Tiotroprium, HandiHaler, 1 x sehari
2. Derajat II : PPOK SedangPengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilatoro Antikolinergik kerja lama sebagai
pemeliharaanTiotropium bromide, HandiHaler, 1 x sehari
o Long Acting β-2 Agonis (LABA)Salmeterol, MDI 25 mcg/semprot, 2 x 2-4 semprot/hariFormeterol, MDI 4,5; 9 mcg/semprot, 1-2 x 4,5-9 mcg
o Xantin : Aminofilin 3 x 150 – 200 mg, oral Aminofilin lepas lambat 2 x 225 mg, oral Terbutalin 3 - 4 x 1,5 - 2,5 mg, oral Teofilin 2-3 x 130-260 mg, oral Teofilin lepas lambat 2 x 125 – 300 mg, oral Eufilin retard 1-2 x 125-250 mg, oralSimptomatik : mukolitik, ekspektoran
Ambroksol 3 x1 tablet, p.o atau sirup 3 x cth1 Bromheksin 3 x 1 tablet , p.o atau sirup 3 x
cth 1 N-asetilsistein 3 x 1 kapsul, p.o atau 3 x 1
sachetRehabilitasi
3. Derajat III : PPOK BeratPengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilatoro Antikolinergik kerja lama sebagai
pemeliharaanTiotropium bromide, HandiHaler, 1 x sehari
o Long Acting β-2 Agonis (LABA)Salmeterol, MDI 25 mcg/semprot, 2 x 2-4
18
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
Terapi pada serangan akut
Non-Farmakologi
7.5. Farmakologi
semprot/hariFormeterol, MDI 4,5; 9 mcg/semprot, 1-2 x 4,5-9 mcg
o Xantin : Aminofilin 3 x 150 – 200 mg, oral Aminofilin lepas lambat 2 x 225 mg, oral Terbutalin 3 - 4 x 1,5 - 2,5 mg, oral Teofilin 2-3 x 130-260 mg, oral Teofilin lepas lambat 2 x 125 – 300 mg, oral Eufilin retard 1-2 x 125-250 mg, oralo Pengobatan komplikasi, misalnya infeksi
Antibiotika oralAwal terapi bersifat empirik
Ko-amoksiklav, 3 x 625 mgCiprofloksasin, 2 x 500 mgLevofloksasin, 1 x 500 mgAzitromisin, 1 x 500 mg hari I, dilanjutkan 1 x 250 mg hari berikutnyaEritromisin, 4 x 500 mgMetronidazol, 3 x 500 mg
Setelah keluar hasil kultur, antibiotika diberikan sesuai kultur
o Kortikosteroid inhalasi/sistemik bila memberi respon klinis atau eksaserbasi berulang
Budesonid, MDI, 100 – 800 mcg/hariMetil prednisolon oral, 2 x 4 – 8 mg/hari
o Simptomatik : mukolitik, ekspektoranAmbroksol 3 x1 tablet, p.o atau sirup 3 x
cth1 Bromheksin 3 x 1 tablet , p.o atau sirup 3 x
cth 1 N-asetilsistein 3 x 1 kapsul, p.o atau 3 x 1
sachetRehabilitasiTerapi oksigen jangka panjang bila gagal nafas
Terapi OksigenTerapi cairanTerapi nutrisiRehabilitasi fisik dan respirasiEvaluasi progresifiti penyakitEdukasi
Optimalisasi penggunaan obat-oabtanBronkodilator
o Kombinasi Agonis β-2 kerja singkat + antikolinergik inhalasi (mis. Salbutamol + Ipratroprium bromide) 4-6 x 1 nebules / hari
o Xantin intravenaAminofilin bolus 5-6 mg/KgBB/kaliAminofilin drip 0,5-0,6 mg/KgBB/jam
o Agonis β-2 kerja singkat inhalasi (mis. Salbutamol nebules 200 mcg) 4 – 6 x sehariAtau Agonis β-2 kerja singkat injeksi (mis. Terbutalin injeksi) 4-6 x 0,3-0,5 cc SC
Kortikosteroid sistemiko Metil prednisolon injeksi 2 x 62,5 – 125 mg
19
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
o Atau Budesonide inhalasi 2-4 x 1 nebuleso Atau Fluticasone propionat inhalasi 2-4 x 1
nebules
3. Antibiotika Awal terapi bersifat empirik
Oral : Ko-amoksiklav, 3 x 625 mgCiprofloksasin, 2 x 500 mgLevofloksasin, 1 x 500 mgAzitromisin, 1 x 500 mg hari I, dilanjutkan 1 x 250 mg hari berikutnyaEritromisin, 4 x 500 mgMetronidazol, 3 x 500 mg
Injeksi :Ko-amoksiklav, 3 x 625 mg IVCiprofloksasin, 2 x 200 – 400 mg IVLevofloksasin, 1 x 500 mg IVCeftriakson, 2 x 1 gr IVAmoksisilin, 3 x 500 mg IVMetronidazol, 3 x 500 mg IV
Setelah keluar hasil kultur, antibiotika diberikan sesuai kultur
Mukolitik / Ekspektoran :Ambroksol 3 x1 tablet, p.o atau sirup 3 x cth1 Bromheksin 3 x 1 tablet , p.o atau sirup 3 x cth 1
atau injeksi 3 x 1 ampulN-asetilsistein 3 x 1 kapsul, p.o atau 3 x 1 sachet
Rawat ICU bila terjadi gagal nafas
VIII Catatan Tambahan Pencegahan Menghindari faktor-faktor seperti polusi udara,
rokok, pekerjaan tertentu, infeksi Menegakkan diagnosis sedini mungkin terutama
menentukan ada tidaknya obstruksi saluran nafas agar dapat diberikan pengobatan maksimal dan mengembalikan/memelihara fungsi paru normal
IX Daftar Pustaka Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Cabang Jakarta. Standard Pelayanan Medik Paru. Jakarta: PDPI Cabang Jakarta: 1998
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik): Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. PDPI. Jakarta: 2003
20
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
EFUSI PLEURA
No. ICD-10 : A 15.0, A 16.0, J 90-91
I Batasan Adalah terdapatnya cairan dalam rongga pleura yang terjadi akibat proses radang, keganasan, gangguan nutrisi maupun pemyakit jantung. Di Indonesia efusi pleura sering terjadi akibat tuberkulosis dan pada orang tua akibat keganasan.
II Patofisiologi Terdapatnya cairan dalam rongga pleura yang dapat disebabkan oleh : Tuberkulosis Infeksi non tuberkulosis Keganasan primer / metastasis Reaksi radang ikutan proses lain
III Gejala Klinis Gejala klinis yang sering dijumpai adalah : Sesak nafas Batuk-batuk
IV Pemeriksaan dan Diagnosis
Pemeriksaan fisik, pada sisi yang sakit Dada sisi yang sakit lebih cembung dan
pergerakan tertinggal pada pernafasan Fremitus melemah Perkusi pekak Suara nafas menghilang
Pemeriksaan penunjang4.1. Umum Foto toraks PA dan lateral (sesuai letak cairan) Analisa cairan pleura : kimia, hitung jenis sel Mikrobiologi Sitologi
4.2. KhususPunksi cairan pleura dan biopsi pleuraTorakoskopi atas indikasi, bila ada saranaBila dicurigai keganasan, dilakukan pemeriksaan yang
sesuai
V Diagnosis Banding PleuropneumoniaSchwarte (penebalan pleura)Atelektasis
VI Penyulit / Komplikasi6.1. Karena penyakit Empiema
Penekanan paru dan organ-organ mediastinum Schwarte (penebalan pleura)
21
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
6.2. Karena tindakan PneumotoraksPerdarahan
VII PenatalaksanaanNon-Farmakologi
Farmakologi
Terapi khusus
-
Sesuai dengan penyebab efusi pleura. Bila penyebabnya belum diketahui, dapat dipertimbangkan pengobatan anti tuberkulosis, terutama pada usia muda.
Punksi cairan pleura Bila cairan cukup banyak dilakukan pemasangan
WSD Pada efusi pleura ganas dan masif, dapat
dipertimbangkan pleurodesis Analetik kalau perlu :
asam mefenamat 3 x 500 mg/hari, oraltramadol 2 x 1 tablet/hari, oral atau suppositoriaketotifen suppositoria
VIII Catatan Tambahan -
IX Daftar Pustaka 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Cabang Jakarta. Standard Pelayanan Medik Paru. Jakarta: PDPI Cabang Jakarta: 1998
2. Light RW. Pneumothoraks. In: Pleural dissease. Third ed. Baltimore: Williams & Wilkins: 1995. p.242-277
PNEUMOTORAKS
No. ICD-10 : A 15.0, A 16.0, J 93
I Batasan Adalah adanya udara bebas di dalam rongga pleura antara dinding dada dan paru yang disebabkan oleh trauma dada, penyakit paru, atau yang terjadi secara spontan. Kadang-kadang terjadi pada wanita akibat endometriosis ( yang terjadi bersamaan saat haid )
II Patofisiologi
22
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
III Gejala Klinis
Klasifikasi diagnosis
Sesak nafas dan atau nyeri dada yang terjadi mendadak dan semakin berat
Pada pneumotoraks ventil, sesak nafas semakin lama semakin hebat, nadi lebih cepat, gelisah, keringat dingin dan sianosis
Pneumotoraks katamenial terjadi bersamaan dengan menstruasi
Berdasarkan penyebabnyaPneumotoraks spontan
Pneumotoraks spontan primerPneumotoraks spontan sekunder
Pneumotoraks traumatikPneumotoraks artifisialPneumotoraks iatrogenik
Berdasarkan jenis fistel Pneumotoraks terbukaPneumotoraks tertutupPneumotoraks ventil
Berdasarkan luas pneumotoraks1. Pneumotoraks parsial2. Pneumotoraks total
IV Pemeriksaan dan Diagnosis
Pemeriksaan fisik, pada sisi yang sakit Dada sisi yang sakit lebih cembung dan
pergerakan tertinggal pada pernafasan Fremitus melemah Perkusi hipersonor Suara nafas menghilang
Pemeriksaan penunjang4.1. Umum Foto toraks PA
Udara dalam rongga dada dan kollaps paru yang dibatasi oleh bayangan pleura viseralKadang-kadang diperlukan foto dalam ekspirasi maksimal bila dicurigai pneumotoraks ringan atau foto lateral bila diduga disertai efusi pleura
Khusus Bronkoskopi
V Diagnosis Banding EmfisemaAsma bronkialIMA (Infark Miokard Akut)Emboli paru
VI Penyulit / Komplikasi6.1. Karena penyakit
6.2. Karena tindakan
Emfisema subkutis Efusi pleura Empiema Pada pneumotoraks ventil dapat terjadi torsi
jantung dan pembuluh darah besar Gagal nafas
Emfisema subkuitsEdem paruPerdarahanEmpiema
VII PenatalaksanaanNon-Farmakologi Pemasangan “mini WSD” / pungksi aspirasi
23
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
Farmakologi
Terapi khusus
emergensi O2
Fisioterapi
Tergantung penyakit dasar. Jika disebabkanoleh TB paru diperlukan obat-obat anti tuberkulosis (OAT)
Pemasangan WSD, dengan Nellaton Catheter no 20 atau Thorax tube no 28
Pleurodesis bila pneumotoraks berulang, dengano Tetrasiklin 35 mg/KgBBo Doksisiklino Talc slurry 4 gram, bila adao Bleomycine HCl 60 mg
Analetik kalau perlu :asam mefenamat 3 x 500 mg/hari, oraltramadol 2 x 1 tablet/hari, oral atau suppositoriaketotifen suppositoria
Terapi hormonal bila pneumotoraks katamenial (konsul kebagian Obstetri & Ginekologi)
Torakoskopi untuk pemasangan klep (bila ada sarana)
Pembedahan pada pneumotoraks dengan fistel menetap (bila mungkin)
VIII Catatan Tambahan
IX Daftar Pustaka Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Cabang Jakarta. Standard Pelayanan Medik Paru. Jakarta: PDPI Cabang Jakarta: 1998
Vanderschueren R. Pneumotoraks. In: Albert RK, Spiro SG, Jett JR ed. Clinical Respiratory Medicine. 2and ed. Pennsylvania: Mosby, Inc; 2004. p.719 – 722
24
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
EMPIEMA
No. ICD-10 : J 86
I Batasan Yaitu adanya cairan purulen / pus di dalam rongga pleura akibat infeksi paru atau pleuraMenurut Vianna, definisi empiema adalah bila pada cairan pleura ditemukan kultur kuman positif atau jumlah leukosit > 15.000/mm3 dan kadar protein > 3,0 g/dl
II Patofisiologi
III Gejala Klinis Didapat cairan purulen / seropurulen pada punksi pleura
Gejala yang sering didapat adalah : demam, sesak nafas, batuk-batuk.
IV Pemeriksaan dan Diagnosis
Pemeriksaan fisik, pada sisi yang sakit Dada sisi yang sakit lebih cembung dan
pergerakan tertinggal pada pernafasan Fremitus melemah Perkusi pekak Suara nafas menghilang
Pemeriksaan penunjang4.1. Umum Foto toraks PA dan Lateral (sesuai letak lesi) Laboratorium
Darah rutin : leukosit PMN meningkatAnalisis cairan pleura
Pemeriksaan bakteriologi o Sediaan apus cairan pleura dengan pulasan
gram dan bakteriologi BTAo Biakan kuman dan uji sensitiviti untuk kuman
non TB dan uji resistensi untuk kuman TBo Bila diduga kuman anaerob sebagai
penyebab gunakan medium transport BHI (Brain Heart Infusion) bila ada sarana.
Pemeriksaan parasitologi amuba
4.2. Khusus Punksi pleura Torakoskopi atas indikasi (bla ada sarana)
V Diagnosis Banding Pleuritis eksudativa TB
25
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
PleuropneumoniaAbses paru
VI Penyulit / Komplikasi6.1. Karena penyakit
6.2. Karena tindakan
Septikemia Fistula
PerdarahanPiopneumotoraks
VII Penatalaksanaan7.1 Non-Farmakologi
7.2 Farmakologi
7.3 Terapi khusus
Istirahat
Antibiotika Awal terapi bersifat empirik
Oral : Ko-amoksiklav, 3 x 625 mgCiprofloksasin, 2 x 500 mgLevofloksasin, 1 x 500 mgAzitromisin, 1 x 500 mg hari I, dilanjutkan 1 x 250 mg hari berikutnyaEritromisin, 4 x 500 mgMetronidazol, 3 x 500 mg
Injeksi :Ko-amoksiklav, 3 x 625 mg IVCiprofloksasin, 2 x 200 – 400 mg IVLevofloksasin, 1 x 500 mg IVCeftriakson, 2 x 1 gr IVAmoksisilin, 3 x 500 mg IVMetronidazol, 3 x 500 mg IV
Setelah keluar hasil kultur, antibiotika diberikan sesuai kultur
1. WSD, dengan Nellaton Catheter no 20 atau Thorax tube no 28.
2. Analetik kalau perlu :asam mefenamat 3 x 500 mg/hari, oraltramadol 2 x 1 tablet/hari, oral atau suppositoriaketotifen suppositoria
3. Bedah bila konservatif gagal
VIII Catatan Tambahan
IX Daftar Pustaka Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Cabang Jakarta. Standard Pelayanan Medik Paru. Jakarta: PDPI Cabang Jakarta: 1998
Light RW. Parapneumonic effusion and empyema. In: Pleural dissease. Third ed. Baltimore: Williams & Wilkins: 1995. p.129-153
26
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
BRONKITIS AKUT
No. ICD-10 : J 20
1 Batasan Adalah proses radang akut pada saluran nafas bawah. Tidak dijumpai kelainan radiologi. Penyebab tersering adalah virus. Bila berlangsung lebih dari 5 – 7 hari dan terjadi perubahan warna sputum perlu dipikirkan infeksi bakteri.
2 Patofisiologi
3 Gejala Klinis Demam Batuk-batuk (dari batuk kering sampai berdahak)
27
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
Kadang-kadang disertai sesak nafas Kadang-kadang nyeri dada
4 Pemeriksaan dan Diagnosis
Pemeriksaan penunjang4.1. Umum Foto toraks PA dan Lateral Laboraturium darah rutin
Hitung leukosit mungkin meningkatHitung jenis, terdapat dominasi sel leukosit PMN
Pemeriksaan bakteriologi sputum atas indikasi
4.2. KhususSesuai komplikasi
5 Diagnosis Banding Infeksi saluran nafas bagian atasBronkopneumoniaTB paru
6 Penyulit / Komplikasi6.1. Karena penyakit
6.2. Karena tindakan
Pneumonia Abses paru Empiema Septikemis
-7 Penatalaksnaan
7.4 Non-Farmasi
7.5 Farmasi
7.6 khusus
Istirahat O2
Hidrasi (terapi cairan)
1. Mukolitik / Ekspektoran :Ambroksol 3 x1 tablet, p.o atau sirup 3 x cth1 Bromheksin 3 x 1 tablet , p.o atau sirup 3 x cth 1 atau injeksi 3 x 1 ampulN-asetilsistein 3 x 1 kapsul, p.o atau 3 x 1 sache
2. Antitusif bila perlu3. Antibiotika
Awal terapi bersifat empirikOral :
Ko-amoksiklav, 3 x 625 mgCiprofloksasin, 2 x 500 mgLevofloksasin, 1 x 500 mgAzitromisin, 1 x 500 mg hari I, dilanjutkan 1 x 250 mg hari berikutnyaEritromisin, 4 x 500 mgMetronidazol, 3 x 500 mg
Injeksi :Ko-amoksiklav, 3 x 625 mg IVCiprofloksasin, 2 x 200 – 400 mg IVLevofloksasin, 1 x 500 mg IVCeftriakson, 2 x 1 gr IVAmoksisilin, 3 x 500 mg IVMetronidazol, 3 x 500 mg IV
Setelah keluar hasil kultur, antibiotika diberikan sesuai kultur
4. Terapi inhalasi bila perlu5. Sesuai komplikasi
VIII Catatan Tambahan
28
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
IX Daftar Pustaka 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Cabang Jakarta. Standard Pelayanan Medik Paru. Jakarta: PDPI Cabang Jakarta: 1998
2. Vanderschueren R. Pneumotoraks. In: Albert RK, Spiro SG, Jett JR ed. Clinical Respiratory Medicine. 2and ed. Pennsylvania: Mosby, Inc; 2004. p.719 – 722
ABSES PARU
No. ICD-10 : J 85
1 Batasan Yaitu lesi nekrotik parenkim paru yang mengandung pus yang biasanya membentuk gambaran “air-fluid level” pada rontgentoraks
2 Patofisiologi Sering berhubungan dengan: Keadaan gigi yang jelek atau penyakit peiodontal Alkoholisme kronik Penggunaan obat-obat intravena Kanker kepala dan leher Pneumonia aspirasi
Biasanya bersifat polimikrobial
3 Gejala Klinis Demam tinggi, menggigil Bauk-batuk. Mula-mula jumlah dahak sedikit, bila
rongga abses berhubungan dengan bronkus yang agak besar maka isi abses dibatukkan keluar dalam jumlah banyak, berupa pus
Kadang-kadang disertai hemaptoe Sering dahak berbau busuk atau bercampur darah Berat badan menurun Nyeri dada
4 Pemeriksaan dan Diagnosis
Pemeriksaan penunjang4.1. Umum Foto toraks PA dan Lateral (sesuai letak lesi)
Rongga berisi udara dan cairan dalam jaringan paru dengan “air fluid level”
Laboratorium darah : leukosit, LED meningkat Sediaan hapus sputum dengan pulasan gram,
biakan dan uji sensitiviti terhadap kuman mikroorganisme
4.2. Khusus Bronkoskopi Tomografi, bila ada sarana CT scan toraks
29
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
5 Diagnosis Banding EmpiemaBula terinfeksiKanker paru
6 Penyulit / Komplikasi6.1. Karena penyakit
6.2. Karena tindakan
Batuk darah masif Sepsis Infeksi jamur Pembentukan fungus ball
Tergantung tindakan
7 Penatalaksanaan
7.1 Non-Farmasi
7.2 Terapi medikamentosa
7.3 Terapi khusus
IstirahatFisioterapi bila sputum banyak
Antibiotika Awal terapi o Ampisilin 4 x 500 mg IV
Khloramfenikol 4 x 500 mg IVSampai rongga abses menutup (± 2 minggu)
o Co-amoksiklav 3 x 500 mg IV3 – 5 hari, dilanjutkan 3 x 500 mg oral
o Ciprofloksasin injeksi 2 x 200 mg IV 3-5 hari, dilanjutkan oral 2 x 500 mg
o Ceftriakson 2 x 1 gr IVo Levofloksasin 1 x 500 mg IV 3 hari dilanjutkan
oralo Metronidazol 3 x 500 mg IV dilanjutkan oral, bila
dahak berbau busuk (infeksi kuman anaerob)Setelah keluar hasil kultur dan sensitiviti kuman banal, antibiotika diberikan sesuai kultur
4. Mukolitik / Ekspektoran :Ambroksol 3 x1 tablet, p.o atau sirup 3 x cth1 Bromheksin 3 x 1 tablet , p.o atau sirup 3 x cth 1
atau injeksi 3 x 1 ampulN-asetilsistein 3 x 1 kapsul, p.o atau 3 x 1 sache
6. Antipiretik, kalau perlu
1. Terapi penyebabMisalnya, abses hepar : Kloroquin
2. Terapi penyulitMisalnya, empiema : pasang WSD
3. Bila ada “fungus ball” diserta batuk darah biasanya perlu pembedahan (reseksi paru)
8 Catatan Tambahan
9 Daftar Pustaka Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Cabang Jakarta. Standard Pelayanan Medik Paru. Jakarta: PDPI Cabang Jakarta: 1998
Goetz MB, Rhew DC, Torres A, Pyogenic Bacterial Pneumonia, Lung Abses, and Empyema. In : Murray and Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine. Fourth Edition. Volume one. Philadelphia: Elsevier; 2005. p.920-978
30
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
BRONKIEKTASIS
No. ICD-10 : J 47
I Batasan Adalah penyakit paru yang ditandai oleh dilatasi yang disertai destruksi dinding bronkus yang kronis danmenetap. Keadaan dapat terjadi akibat kelainan kongenital, infeksi menahun dan berulang, faktor mekanik, maupun gangguan saraf perifer otot-otot bronkus
II Patofisiologi
III Gejala Klinis Bisa tidak ditemukan, atau
31
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
Batuk produktif, kadang-kadang sputum sangat banyak
Batuk pada perubahan posisi Batuk darah berulang Pada keadaan berat dapat ditemukan sesak nafas
kronik dan hilang timbul
IV Pemeriksaan dan Diagnosis
Pemeriksaan fisik Auskultasi paru : ronki basah terutama di basal
paru Clubbing finger Sputum 24 jam : sputum 3 lapis
Pemeriksaan penunjang4.1. Umum Foto toraks PA dan lateral (sesuai letak lesi) Laboraturium darah rutin : hitung leukosit
meningkat Kultur dan sensitiviti kuman banal sputum
4.2. KhususBronkografi, bila ada saranaCT scan toraksKultur dan resistensi kuman banal dari aspirasi torakal,
bronkoskopi (atas indikasi)
V Diagnosis Banding Fibrosis kistikTB paruBronkitis kronik
VI Penyulit6.1. Karena penyakit Sepsis
Hemaptoe masif Gagal nafas)
VII Penatalaksanaan7.1 Non-Farmasi
7.2 Terapi medikamentosa
Oksigen Fisioterapi, bila memungkinkan
“Postural drainage” bila dahak banyak
“Breathing excercises” “Coughing excercises”
Antibiotika Awal terapi bersifat empirik
Oral : Ko-amoksiklav, 3 x 625 mgCiprofloksasin, 2 x 500 mgLevofloksasin, 1 x 500 mgAzitromisin, 1 x 500 mg hari I, Eritromisin, 4 x 500 mgMetronidazol, 3 x 500 mg
Injeksi :Ko-amoksiklav, 3 x 625 mg IVCiprofloksasin, 2 x 200 – 400 mg IVLevofloksasin, 1 x 500 mg IVCeftriakson, 2 x 1 gr IVAmoksisilin, 3 x 500 mg IVMetronidazol, 3 x 500 mg IV
Setelah keluar hasil kultur, antibiotika
32
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
7.3 Terapi khusus
diberikan sesuai kulturMukolitik / Ekspektoran :
Ambroksol 3 x1 tablet, p.o atau sirup 3 x cth1 Bromheksin 3 x 1 tablet , p.o atau sirup 3 x cth 1
atau injeksi 3 x 1 ampulN-asetilsistein 3 x 1 kapsul, p.o atau 3 x 1 sache
Bronkodilator bila ada obstruksiDrip aminofilin 0,5 – 0,6 mg/KgBB/jamSalbutamol nebules 200 mcg, 4 – 6 x sehariTerbutalin respul 5 mg/2ml, 3-4 kali sehari
Anti perdarahan bila ada hemaptoeo Asam tranheksamin, 3 x 500 mg IV/oralo Vitamin K, 3 x 1 ampul IV, atau 3 x 1 tablet
oralo Vitamin C, 3 x 1 ampul IV, atau 3 x 1 tablet
oralo Ethamsilat (dicynone), 3 x 1 ampul IV, atau 3
x 1 tablet oralo Adrenokrom (Adonna) drip 1 ampul dalam
Dextrose 5% 8 jam perkolf
Pembedahan : lobektomi atau pneumektomi bila kelainan unilateral disertai keluhan infeksi berulang atau batuk darah masif
VIII Catatan Tambahan
IX Daftar Pustaka Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Cabang Jakarta. Standard Pelayanan Medik Paru. Jakarta: PDPI Cabang Jakarta: 1998
Barker AF. Bronchiectasis. In : Albert RK, Spiro SG, Jett JR ed. Clinical respiratory medicine. 2and ed. Pennsylvania: Mosby, inc; 2004. p.351 - 357
33
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
MIKOSIS PARU
No. ICD-10 : J 12.2
I Batasan Yaitu infeksi paru yang disebabkan oleh jamur, baik infeksi primer maupun sekunder
Jamur yang dapat menginfeksi paru :Jamur patogen
EndemikHistoplasmosisBlastomikosisKoksidiomikosisParakoksidiomikosisSporotrikosis
Non endemikKriptokokosis
Jamur oportunistiko Aspergilosis*o Mukormikosis*o Kandidosis*
*Terbanyak
II Patofisiologi Faktor predisposisi Penderita diabetes melitus Penderita yang mendapat antibiotika atau steroid
untuk jangka lama Penderita yang mendapat sitostatik Penderita dengan defisiensi imunologis
III Gejala Klinis Tidak ada gejala yang khas, gejala dapat berupa:Batuk-batukBatuk darah berulangDemamMungkin timbul sesak nafas
IV Pemerikasaan dan Diagnosis
Pemeriksaan penunjang4.1. Umum Foto toraks PA dan Lateral (sesuai letak lesi) Mikroskopis dan biakan jamur dari sputum Serologi jamur, bila ada sarana
34
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
4.2. Khusus Bronkoskopi : bilasan bronkus (bila perlu) Tomografi, bila ada sarana CT scan toraks
V Diagnosis Banding Pneumonia karena penyakit lainTuberkulosis paruTumor paru
VI PenyulitKarena penyakit
6.2. Karena tindakan
Batuk darah Sepsis
-
VII Penatalaksanaan7.4 Non-Farmakologi
7.5 Farmakologi
7.6 Terapi khusus
IstirahatFisioterapi atas indikasi
Tergantung jenis jamur, umumnya dipakai obat-obat golongan ketokonazol, itrakonazol dan flukonazol. Kadang-kadang perlu amfoterisisn B
Bila ada “fungus ball” diserta batuk darah biasanya perlu pembedahan (reseksi paru)
VIII Catatan Khusus
IX Daftar Pustaka 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Cabang Jakarta. Standard Pelayanan Medik Paru. Jakarta: PDPI Cabang Jakarta: 1998
2. Perhimpunan Mikologi Kedokteran Manusia dan Hewan Indonesia. Konsensus FKUI-PMKI Tentang Tatalaksana Mikosis Sistemik. Jakarta; Balai Penerbit FKUI: 2001
NODUL PARU SOLITER
35
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
No. ICD-10 : C. 34
1 Nama penyakit / diagnosis
Nodul paru soliter Adalah resi radiologik berbentuk bulat soliter dikelilingi olh jaringan paru normal
2 Kriteria diagnosis Gambaran radiologik Dapat dengan atau tanpagejala klinik seperti
batuk-batuk, batuk berdarah
3 Diagnosis diffrensial Tumor paru ( jinak maupun ganas)Tuberkuloma Pneumonia eusinofilikSindroma loefflerHemangiomaMikosis paru
4 Pemeriksaan penunjang
7.1 umum
4.2. Khusus
Laboratorium rutin,o Darah rutin: Hb, lekosit, LED, hitung jenis,
eusinofil totalo Feces: rutin + telur cacingo Serologi : jamur
Foto toraks PA dan Lateral (sesuai letak lesi) Uji mantoux
CT scan toraks Bronkoskopi Biopsy transbronkial (TBLB) Biopsi transthorakal (TTB) dengan tuntunan CT
scan atau USG Thorakostomi bila diagnosis pasti belum bisa
ditegakan
5 Konsultasi Dokter spesialis paru 6 Perawatan rumah sakit Rawat jalan
Catatan :bila rawat inap diagnostic lebih cepat7 Terapi
Umum7.1 Terapi non medikamentosa7.2 Terapi
medikamentosa7.3 Terapi khusus
-
1. simtomatik2. terapi sesuai penyakit
sesuai indikasi
8 Standar rumah sakit Rumah Sakit tipe B dan C
9 Penyulit9.1. Karena penyakit
9.2. Karena tindakan
Batuk darah kanker, penyakit memburuk mikosis, infeksi sistemik
Batuk darah, pneumothorak
10 Informed consent Perlu karena banyak dilakukan tindakan invasif
11 Standar tenaga Dokter spesialis paru
36
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
12 Lama perawatan Lama pembedahan 10-14 hariDengan pembedahan 20 hari
13 Masa pemulihan Dengan pembedahan 7 hari
14 Out put Bukan kanker : sembuhKanker : kekambuhan, penyebaran penyakit
15 PA Diperlukan untuk diagnosis pasti
16 Autopsi/ risalah rapat dianjurkan17 Bidang terkait Anestesi
Bedah thorak Patologi klinik Mikrobiologi
18 Fasilitas khusus Kamar bedah thoraks, bila dilakukan tindakan bedah
19 Pencegahan Untuk penemuan kasus yang lebih dini, setiap penderita dengan gejala-gejala respiratorik, terutama laki-laki, umur 40 tahun, perokok berat, sputum BTA (-), dengan dugaan tuberkulosis atau pneumonia berulang, harus dicurigai menderita kanker paru, bila respon klinik pada awal pengobatan tidak memadai.pada kasus-kasus seperti ini, pemeriksaan yang menjurus kepada kanker paru harus dilaksanakan
20 Catatan Tambahan -
21 Daftar Pustaka Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Cabang Jakarta. Standard Pelayanan Medik Paru. Jakarta: PDPI Cabang Jakarta: 1998
Levasseur P. Thymomas. Aisner J, Arriagada R, Green MR, Martini N, Peny MC, Eds. Comprehensive Textbook of Thoracic Oncology. Baltimore Maryland: Williams and Wilkins; 1996. p.653 – 667
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tumor mediastinum (Tumor mediastinum nonlimfoma): Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. PDPI. Jakarta: 2003
37
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
ACUTE RESPIRTORY DISTRESS SYNDROME
No. ICD-10 : J. 80
1 Nama penyakit / diagnosis
Adalah gagal nafas akut yang ditandai dengan hipoksemia berat dan edema paru non kardiogenik, akibat inflamasi akut, peningkatan permeabilitas kapiler dan mengurangnya compliance paru
2 Kriteria diagnosis Gejala klinis Demam Batuk-batuk (dari batuk kering sampai berdahak) Sesak nafas Kadang-kadang nyeri dada
3 Diagnosis diffrensial Infeksi saluran nafas bagian atasBronkopneumoniTB paru
4 Pemeriksaan penunjang
7.2 umum
4.2. Khusus
Foto toraks PA dan Lateral Laboratorium rutin,
o Hitung lekosit mungkin meningkato Hitung jenis, terdapat dominasi sel lekosit PMN
Analisa gas darah (AGDA) Pemeriksaan bakteriologi sputum atas indikasi Sesuai komplikasi
5 Konsultasi Dokter spesialis paru
6 Perawatan rumah sakit Rawat jalanCatatan :bila rawat inap diagnostic lebih cepat
7 Terapi
38
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
Umum7.1 Terapi non
medikamentosa
7.2 Terapi medikamentosa
7.3 Terapi khusus
1. Istirahat 2. O23. Hidrasi (terapi cairan)
1. mukolitik / ekspektoran (salah satu)o Ambroksol 3 x 1 tablet, po atau sirup 3 x cth1o Bromheksin 3 x 1 tablet, p.o atau sirup 3x
cth1 atau injeksi 3 x 1 ampulo N-asetilsistein 3 x 1 kapsul, p.o atau sirup 3 x 1
sache atau injeksi
o Erdostein 3 x 1 kapsul p.o atau sirup 3 x cth1
2. Antitusif bila perlu3. Antibiotik
Awal terapi bersifat empiriko Oral :Ko-amoksiklav, 3 x 625 mgCiprofloxasin, 2 x 500 mgLevofloxasin, 1 x 500 mgAzitromisin, 1 x 500 mgEritromisin, 4 x 500 mgMetronidazol, 3 x 500 mg
o Injeksi Ko-amoksiklav, 3 x 625 mg IV Ciprofloksasin 2 x 200 mg IV Levofloxasin 1 x 500 – 750 mg IV Cefritriakson, 2 x 1-2 gr IV Cefotaksim, 2 x 1-2 gr IV Meropenem, 2 x 1 gr IV Azitromisin injeksi 1 x 500 mg IV Metronidazol, 3 x 500 mg IV
Setelah keluar hasil kultur, antibiotika diberikan sesuai kultur
4. kortikosteroid Metil prednisolon injeksi 2 x 62,5–125 mg Atau Budesonide inhalasi 4-6 x 1 Atau fluticasone propionat inhalasi 2- 4 x 1 respues
1. Terapi inhalasi2. Ventilator3. Sesuai komplikasi
8 Standar rumah sakit Rumah Sakit tipe B dan C dengan saran ICU
9 Penyulit9.1 Karena penyakit
9.2 Karena tindakan
Pneumonia Abses paru Empiema septikemis
-
10 Informed consent Perlu , bila memerlukan ventilator
11 Standar tenaga Dokter spesialis paru, dokter spesialis anestesi/konsultan Intensif Care
39
Standar Pelayanan Medis SMF Paru-RSUP Dr M Djamil Padang
12 Lama perawatan Tergantung kondisi13 Masa pemulihan Kurang-lebih 1 minggu14 Out put Sembuh total
KomplikasiMeninggal
15 PA -
16 Autopsi/ risalah rapat -
17 Bidang terkait Radiologi Mikrobiologi
18 Fasilitas khusus ICU
19 Daftar Pustaka Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Cabang Jakarta. Standard Pelayanan Medik Paru. Jakarta: PDPI Cabang Jakarta: 1998
Levasseur P. Thymomas. Aisner J, Arriagada R, Green MR, Martini N, Peny MC, Eds. Comprehensive Textbook of Thoracic Oncology. Baltimore Maryland: Williams and Wilkins; 1996. p.653 – 667
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tumor mediastinum (Tumor mediastinum nonlimfoma): Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. PDPI. Jakarta: 2003
40