19
SDAconsultant | 1 STANDARISASI PENGAMATAN SINGAKAPAN BATUBARA Bambang Kuncoro Prasongko* dan Stev. Nalendra Jati** *Program Studi Teknik Geologi UPN “V” Yogyakarta, **Mahasiswa Pascasarjana Magister Teknik Geologi UPN “V” Yogyakarta 1.1 Dasar Teori Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-informasi geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta memuat informasi gejala-gejala struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola penyebaran batuan dan batubara pada daerah tersebut. Pemetaan geologi adalah kegiatan pemrosesan data survai sampai menyajikan menjadi geo-informasi yang terdiri dari peta geologi, penampang geologi, penampang stratigrafi, stratigrafi lokal, profil singkapan, kondisi roof-floor, dan kedudukan struktur geologi (Kuncoro, 2005). Tugas utama coal geologist adalah menghasilkan peta geologi (dan lain-lainnya) yang baik dan benar yang menggambarkan keadaan pada waktu dilaksanakan survai dan pemetaan geologi, sedangkan peta geologi adalah catatan fakta geologi yang didapat dari lapangan dan bukan dari teori. Oleh karena itu, peta geologi selama kegiatan eksplorasi selalu direvisi sesuai perolehan data yang selalu bertambah Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada informasi-informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala peta tersebut mewakili intensitas dan kerapatan data singkapan yang diperoleh yang diperoleh. Tingkat ketelitian peta geologi ini juga dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap eksplorasi awal, skala peta 1:25.000

STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Suatu tulisan terkait identifikasi pengamatan batubara di singkapan dengan metode kupasan (trench/parit uji)

Citation preview

Page 1: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 1

STANDARISASI PENGAMATAN SINGAKAPAN BATUBARA

Bambang Kuncoro Prasongko* dan Stev. Nalendra Jati** *Program Studi Teknik Geologi UPN “V” Yogyakarta,

**Mahasiswa Pascasarjana Magister Teknik Geologi UPN “V” Yogyakarta

1.1 Dasar Teori

Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-informasi

geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta geologi

yang dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran dan susunan batuan

(lapisan batuan), serta memuat informasi gejala-gejala struktur geologi yang

mungkin mempengaruhi pola penyebaran batuan dan batubara pada daerah

tersebut.

Pemetaan geologi adalah kegiatan pemrosesan data survai sampai menyajikan

menjadi geo-informasi yang terdiri dari peta geologi, penampang geologi,

penampang stratigrafi, stratigrafi lokal, profil singkapan, kondisi roof-floor, dan

kedudukan struktur geologi (Kuncoro, 2005).

Tugas utama coal geologist adalah menghasilkan peta geologi (dan lain-lainnya)

yang baik dan benar yang menggambarkan keadaan pada waktu dilaksanakan

survai dan pemetaan geologi, sedangkan peta geologi adalah catatan fakta

geologi yang didapat dari lapangan dan bukan dari teori. Oleh karena itu, peta

geologi selama kegiatan eksplorasi selalu direvisi sesuai perolehan data yang

selalu bertambah

Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada

informasi-informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala peta

tersebut mewakili intensitas dan kerapatan data singkapan yang diperoleh yang

diperoleh. Tingkat ketelitian peta geologi ini juga dipengaruhi oleh tahapan

eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap eksplorasi awal, skala peta 1:25.000

Page 2: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 2

mungkin sudah cukup memadai, namun pada tahap prospeksi sampai dengan

penemuan, skala peta geologi sebaiknya 1:10.000 s/d 1:2.500.

Pada tahapan eksplorasi awal, pengumpulan data (informasi singkapan) dapat

dilakukan dengan menggunakan palu dan kompas geologi, serta penentuan posisi

melalui orientasi lapangan atau dengan cara tali-kompas.

1.1 Singkapan

Informasi-informasi geologi permukaan tersebut pada umumnya diperoleh melalui

pengamatan (deskripsi) singkapan-singkapan batuan. Singkapan dapat

didefinisikan sebagai bagian dari tubuh batuan/urat/badan bijih yang tersingkap

(muncul) di permukaan akibat adanya erosi (pengikisan) lapisan tanah

penutupnya.

Gambar 1 Contoh singkapan batubara.

Singkapan-singkapan tersebut dapat ditemukan (dicari) pada bagian permukaan

yang diperkirakan mempunyai tingkat erosi/pengikisan yang tinggi, seperti:

Pada puncak-puncak bukit, dimana pengikisan berlangsung intensif.

Page 3: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 3

Pada aliran sungai atau lembah-lembah alur liar, dimana arus mengikis

lapisan tanah penutup.

Pada dinding lembah, dimana tanah dapat dikikis oleh air limpasan.

Pada bukaan-bukaan akibat aktivitas manusia, seperti tebing jalan, sumur

penduduk, atau pada parit-parit jalan, tambang yang sudah ada.

Pengamatan-pengamatan yang dapat dilakukan pada suatu singkapan antara lain:

Pengukuran jurus dan kemiringan (strike & dip) lapisan yang tersingkap.

Pengukuran dan pengamatan struktur (minor atau major) yang ada.

Pengukuran tebal batubara.

Pemerian (deskripsi) singkapan yang diwujudkan dalam bentuk profil, meliputi

kenampakan megaskopis, sifat-sifat fisik, tekstur, mineral-mineral

utama/sedikit/aksesoris, fragmen-fragmen, serta dimensi endapan.

1.2 Parit uji (trench)

Dalam dunia tambang parit uji yang dikenal dengan istilah trench, pengertiannya

adalah parit memanjang yang digali secara manual atau dengan alat berat seperti

excavator yang biasanya dibuat untuk membuka lapisan-lapisan batubara untuk

memperoleh penampang, ketebalan, arah dan sifat fisik batubara serta lapisan-

lapisan batuan diatas dan dibawahnya pembuatan parit uji juga merupakan cara

pengambilan conto batubara dan batuan. Sehingga trenching adalah kegiatan

penggalian parit uji yang relatif dangkal untuk membuka lapisan batubara untuk

diamati dan pengambilan conto yang akan dianalisis di laboratorium.

Parit uji (trench) merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan atau

pemastian ketebalan serta kemenerusan lapisan batubara dalam arah vertikal.

Pembuatan parit uji ini dilakukan untuk membuka lapisan batubara untuk diamati

dan pengambilan conto yang akan dianalisis di laboratorium. Pada umumnya

Page 4: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 4

suatu deretan (seri) sumur uji dibuat searah jurus, sehingga pola endapan dapat

dikorelasikan dalam arah vertikal dan horisontal.

Dari segi keamanan, apabila tanah yang digali mudah longsor, maka harus

dilakukan pemagaran dengan papan/bambu/kayu dan dibuat secara berjenjang

/bertingkat. Apabila penggalian sudah cukup dalam, maka pembuangan tanah

dilakukan dengan keranjang tanah, tali, dan kerekan. Perlu diperhatikan, apabila

pembuatan sumur uji/parit uji telah dinggap selesai, maka harus segera dilakukan

identifikasi singkapan, pengamatan geologi, pengukuran, pencatatan, dan

pengambilan contoh. Bila ditunda, dikuatirkan akan segera tertutup longsoran atau

terendam air.

Metode parit uji diterapkan pada daerah dengan singkapan yang terbatas (sulit

ditemukan) atau singkapan tidak lengkap (utuh). Menurut Kuncoro (2005), tujuan

pembuatan parit uji adalah untuk:

Mendapatkan batubara yang segar sehingga mempermudah pengamatan

Mengamati detil fenomena yang ada pada batubara seperti cleat,

keterdapatan plaint remain, serta amber yang bisa mempengaruhi kualitas

batubara.

Mengetahui ketebalan endapan batubara, pelamparan sepanjang jurus,

kedudukan lapisan batuan, urutan stratigrafi (profil).

Pengambilan contoh untuk di analisa.

Mengetahui tingkat pelapukan dari singkapan yang digali.

Posisi air tanah dan struktur tanah.

Menurut Ward (1984) dalam Kuncoro (2007), parit uji pada singkapan batubara

dilakukan dengan menggali atau membuat paritan secara menerus dari kontak

roof sampai floor (Gambar 2). Kedalaman, panjang, dan lebar paritan konstan

sampai pada lapisan batubara segar.

Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan (lateritik atau residual),

pembuatan parit uji ditujukan untuk mendapatkan batas-batas zona lapisan (zona

Page 5: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 5

tanah, zona residual, zona lateritik), ketebalan masing-masing zona, variasi

vertikal masing-masing zona, serta pada deretan parit uji dapat dilakukan

pemodelan bentuk endapan. Pada umumnya, parit uji dibuat dengan besar lubang

bukaan 1-1,5 m (hingga menemui batubara yang segar) dengan kedalaman

bervariasi sesuai dengan tujuan pembuatan sumur uji.

Gambar 2 Model parit uji (Ward, 1984).

1.3 Tebal

Tebal adalah jarak terpendek antar bidang alas (bottom) dengan bidang atap (top)

harus bidang perlapisan. Seorang eksplorasi batubara di setiap singkapan

batubara harus dapat memastikan tebal dari lapisan batubara tersebut secara

langsung di lapangan. Untuk melakukan pengukuran tebal secara langsung

disingkapan batubara ada beberapa metode yang dilakukan. Jika pada singkapan

batubara yang terlihat secara utuh maka pengukuran langsung tebal batubara

menggunakan Jacob’s stuff (bantuan tongkat) yang ditegak luruskan dengan

kemiringan batubara. Kemudian jika singkapan tidak tersingkap secara utuh maka

harus dilakukan trenching dan test pit agar singkapan batubara dapat terlihat

secara utuh.

Page 6: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 6

Ketebalan lapisan batubara adalah unsur penting yang langsung berhubungan

dengan perhitungan cadangan, perencanaan produksi, sistem penambangan dan

umur tambang. Oleh karena itu perlu diketahui faktor pengendali terjadinya

kecenderungan arah perubahan ketebalan, penipisan, pembajian, splitting dan

kapan terjadinya perlu diketahui. Apakah terjadi selama proses pengendapan,

antara lain akibat perubahan kecepatan akumulasi batubara, perbedaan morfologi

dasar cekungan, hadirnya channel, sesar, dan proses karst atau terjadi setelah

pengendapan, antara lain karena sesar atau erosi permukaan. Pengertian tebal

lapisan batubara dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

gross coal thickness (GCT), dimana yang termasuk kategori ini adalah

ketebalan batubara yang didapat dari satu singkapan utuh termasuk

parting/band yang merupakan lapisan bukan batubara yang terdapat dalam

batubara.

net coal thickness (NCT), yaitu tebal lapisan batubara yang dihitung tidak

temasuk parting, atau tebal lapisan batubara dari suatu singkapan yang

dihitung hanya lapisan batubara saja.

mineable thickness adalah tebal lapisan batubara yang akan ditambang.

Mineable thickness umumnya lapisan batubara yang sangat tebal serta

prospek dan berpotensi untuk ditambang.

Gambar 4 Tebal batubara.

Page 7: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 7

Dengan metode parit uji maka tebal batubara dapat diukur langsung, serta dapat

memisahkan parting dan mengetahui GCT dan NCT secara pasti. Sehingga

ketebalan batubara sesungguhnya dapat di ukur langsung.

2 Identifikasi Singkapan Batubara

Kenyataan di alam, sebaran kualitas lapisan batubara dapat sangat bervariasi,

baik secara vertikal maupun lateral, bahkan pada jarak yang dekat (Kuncoro,

1998, 2009). Sehingga dalam tahap pemetaan permukaan geologi batubara

tingkat ketelitian sangat diperlukan, karena nilai dari suatu peta sangat tergantung

pada tingkat ketelitian dalam mengambil atau merekam informasi-informasi dari

pengamatan lapangan (data singkapan).

Maka di setiap singkapan batubara perlu identifikasi (pengamatan) dengan baik

dan benar agar didapatkan hasil yang maksimal salah satunya dengan

menerapkan metode parit uji di singkapan batubara.

Informasi-informasi geologi batubara di permukaan pada umumnya diperoleh

melalui identifikasi singkapan-singkapan batuan. Tingkat ketelitian dalam

mengambil atau merekam informasi-informasi dari pengamatan lapangan sangat

penting di lakukan. Pada singkapan batubara langkah-langkah yang dilakukan

dilapangan adalah sebagai berikut:

a. Pengamatan dari jauh (telescoping),

b. Pembuatan parit uji (trenching) pada singkapan batubara.

c. Pengukuran kedudukan lapisan batuan maupun batubara.

d. Pengamatan: diskripsi detail termasuk roof dan floor, sampling

e. Pengukuran tebal,

f. Profil singkapan,

g. Bentuklahan (lereng): catat

h. Penggunaan lahan sekitar: jenis dan kondisi penggunaan lahan misal: kebun

sahang, kopi, padi, permukiman, belukar, hutan, rawa, jalan, dll.

Page 8: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 8

Status lahan dan pemilik saham.

2.1 Pengamatan telescoping

Setiap tiba disingkapan batubara langkah awal yang dilakukan adalah

pengamatan telescoping yaitu pengamatan singkapan secara long shoot (dari

jauh). Pengamatan meliputi bentang alam, keadaan sekitar singkapan,

penggunaan lahan sekitar singkapan dan kemudian melakukan orientasi arah

jurus dan kemiringan (strike/dip) seperti pada Gambar 5.

Gambar 5 Singkapan batubara yang berada di alur liar.

2.2 Pembuatan parit uji

Setelah pengamatan singkapan dari jauh, kemudian mendekat singkapan dan

mengecek apakah singkapan batubara yang tersingkap utuh atau tidak. Maksud

dari singkapan batubara yang utuh (Gambar 6) adalah sudah terlihat kontak top

dan bottomnya. Jika batubara tidak utuh maka langkah selanjutnya melakukan

perencanaan parit uji hingga batas kontak top dan bottom, yang memperhatikan

batubara

Page 9: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 9

beberapa aspek seperti orientasi kedudukan lapisan batuan dan keadaan

sekitarnya.

Pada pekerjaan lapangan ini, parit uji (Gambar 7) dilakukan dengan cara menggali

secara manual memanjang dan tegak lurus jurus lapisan (strike) hingga seluruh

lapisan batubara terlihat segar (fresh), kenampakan fisik batubara juga dapat

teramati secara megaskopis seperti pengotor (Gambar 8). Batasan seberapa

ukuran parit uji adalah hingga mendapatkan kontak top dan bottom lapisan

batubara.

Gambar 6 Singkapan batubara yang tersingkap tidak utuh.

Page 10: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 10

Gambar 7 Proses pembuatan parit uji untuk mendapatkan kontak top-bottom (foto diambil searah lapisan).

Gambar 8 Parit uji yang digali pada dataran ini untuk mengecek ada tidaknya pengotor pada batubara (seperti amber, plant remain).

Page 11: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 11

Gambar 9 Trenching yang dilakukan hingga kontak bottom, untuk mengidentifikasi litologi di floor yang terdiri dari

perulangan batulanau-batupasir.

Gambar 10 Pengotor amber yang dijumpai setelah dilakukan trenching, terdapat pada kontak roof dengan litologi coaly clay.

Page 12: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 12

2.3 Pengukuran lapisan kedudukan

Pada saat pekerjaan lapangan sulit dijumpai bidang kedudukan yang sangat ideal

untuk dilakukan pengukuran strike-dip. Tetapi dengan dilakukannya parit uji

(trenching) dapat mempermudah pengukuran kedudukan. Di singkapan batubara

pengukuran kedudukan perlu perhatian khusus, karena lapisan-lapisan pada

tubuh batubara umumnya meliuk sehingga dapat mempengaruhi arah kedudukan

lapisan batuan dan mengecoh pola sebaran batubara yang akan dibangun. Maka

dari itu pada pekerjaan lapangan ini penulis dalam melakukan pengukuran

kedudukan selalu berpanduan pada klasifikasi Kuncoro (2003), dengan membagi

tipe pengukuran, maka dapat memberi informasi pada orang lain dalam

membangun pola sebaran batubara dan permodelan.

Kedudukan lapisan (tipe pengukuran berdasarkan Kuncoro, 2003):

1. A, bila diukur pada sisipan batupasir atau perlapisan batuan.

2. B, bila diuur pada roof, floor atau parting/band pada lapisan batubara.

3. C, bila ragu lapisan insitu atau telah longsor atau kondisi geologist tidak pada

posisi mantap saat mengukur atau kondisi mental sedang kurang baik.

4. Pengukuran dengan cara dip direction (Gambar 11).

Gambar 11 Pengukuran kedudukan dengan cara dip direction pada kontak floor.

Page 13: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 13

Gambar 12 Kontak floor tegas, ideal untuk pengukuran kedudukan.

2.4 Deskripsi detail (profil)

Setiap singkapan dibuat profil singkapan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam

pembuatan profil singkapan

Catat dimana lokasi singkapan.

Catat no singkpan atau kode singkapan.

Catat tanggal kerja.

Catat koordinat UTM singkpan yang diperoleh dari GPS.

Catat dengan skala berapa profil di buat.

Catat berapa ketebalan masing-masing litologi catat apakah itu tebal

sebenarnya atau apparent thickness. Dalam pemetan geologi barubara tebal

lapisan batubara merupakan hal yang sangat penting. Untuk medapatkan

tebal pasti dari lapisan barubara harus menemukan kontak top dan bottom

dari batubara. Apabila tidak menemukan kontak top dan bettom batubara

secara langsung maka singkapan batubara harus dilakukan pembuatan parit

uji/sumur uji untuk mendapatkan kontak top dan bottom batubara.

Diskripsikan litologi apa saja yang diketemukan.

Page 14: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 14

Catat kedudukan lapisan batubara dan dimana pengukuran dilakukan.

Catat bagaimana kontak lapisan batubara dengan roof dan floornya.

Kemudian untuk pendeskripsian sifat fisik batubara yang dapat diamati dilapangan

setelah dilakukan trenching.mengacu pada klasifikasi Kuncoro (2003), yaitu:

Batubara harus diamati dalam kondisi kering

Warna: Hitam pekat, hitam (Gambar 13), hitam kecoklatan, coklat kehitamaan,

coklat muda.

Kilap: bright, (cemerlang), dull (kusam), kusam dominan, setempat cemerlang,

terdapat vitrain band.

Kekerasan: mudah pecah (di pukul sekali pecah, bunyi crik-crik atu kres-kres)

agak keras, keras (beberapa kali pukul pecah, ujung palu menancap, bunyi dep-

dep).

Pecahan: kubus (cubical), lembaran, uneven (tidak beraturan), setelah di pukul

beberapa kali.

Berat: ringan, agak berat, berat.

Pengotor: pirit, amber, bps atau blp karb, menyebar, setempat atau terorientasi

(posisi diatas, tengah, bawah dan pada cm keberapa)

Pelapukan: segar, agak segar dan lapuk.

Cleat: bidang cleat, jarak antara cleat bukan cleat dan pengisi cleat. Cleat,

N10°E/80°, 1,0-6cm (>>2-4), 1cm, soil lempung dekat permukaan(5 cm) atau pirit

pada bidang cleat.

Page 15: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 15

Gambar 13 Batubara segar dengan warna hitam kecoklatan.

2.5 Pengukuran tebal langsung

Pada pekerjaan lapangan ini di setiap singkapan batubara harus dapat

memastikan tebal dari lapisan batubara tersebut secara langsung di lapangan.

Untuk melakukan pengukuran tebal secara langsung disingkapan batubara ada

beberapa metode yang dilakukan. Jika pada singkapan batubara yang terlihat

secara utuh maka pengukuran langsung tebal batubara menggunakan Jacob’s

stuff (bantuan tongkat) yang ditegak luruskan dengan kemiringan batubara.

Karena di pekerjaan lapangan ini tidak di jumpai singkapan batubara yang

tersingkap secara utuh maka harus dilakukan sumur uji (trenching) terlebih dahulu

agar singkapan batubara dapat terlihat secara utuh.

Setelah sumur uji selesai dan kedudukan lapisan telah diukur maka pengukuran

langsung tebal batubara dilakukan menggunakan konsep jacob’s stuff dengan

bantuan alat meteran, kompas geologi, clipboard, dan dua patok sebagai

pengganti tongkat Jacob (Gambar 14).

Page 16: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 16

t1, t2, dan t3 = Tebal hasil pengukuran dg Tongkat Jacob.

Gambar 14 Pengukuran tebal batubara secara langsung di lapangan, dengan bantuan clipboard agar tegak lurus.

Gambar 15 Pengukuran tebal batubara secara langsung di lapangan, yang ditarik dari kontak top-bottom

Page 17: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 17

Selain itu dalam pengukuran tebal dengan menerapkan metode parit uji maka

dapat memisahkan parting dan mengetahui GCT dan NCT secara pasti. Sehingga

ketebalan batubara sesungguhnya (NCT) dapat di ketahui langsung (Gambar 16).

Gambar 16 Melalui parit uji dapat menentukan tebal pasti dengan memperhatikan dan memahami kehadiran parting.

2.6 Pemercontohan batubara

Dalam pekerjaan lapangan ini penulis menerapkan metode pemercontohan

dengan cara parit uji atau yang dikenal dengan istilah channel sampling. Upaya

pengumpulan contoh secara terkendali dan konsisten yang mewakili lapisan

batubara secara fisik dan kimia (representatif). Secara teknis, metode

pemercontohan harus mudah, cepat, tepat, murah, contoh terlindung dari

pencemaran dan perubahan kimiawi.

paritan

Batubara

Roof

Parting

Parting

Floor

Batubara segar

Conto batubara

Page 18: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 18

Channel sampling merupakan salah satu metode konvensional pemercontohan

batubara secara handling. Cara ini tergolong cermat dan banyak dipergunakan

mulai tahap eksplorasi sampai penambangan (McKinstry, 1948; Thomas, 2005).

Cara channel sampling pada singkapan dilakukan dengan menggali atau

membuat paritan secara menerus dari kontak roof sampai floor. Kedalaman,

panjang, dan lebar paritan konstan sampai pada lapisan batubara segar (Ward,

1984). Pecahan batubara hasil penggalian dikumpulkan pada lembaran plastik

bersih di bagian dasar.

Sedangkan channel sampling menurut Thomas (2005) adalah:

1. Luas potongan melintang minimal 100 cm2.

2. Batubara yang diambil sekitar 15 kg untuk setiap meter tebal lapisan batubara.

3. Lebar dan kedalaman harus ditentukan sebelumnya untuk mengurangi

terjadinya kesalahan atau kekurangan berat contoh.

Beberapa catatan terhadap cara Thomas (2005), yaitu:

1. Volume dan berat contoh yang besar dan berat, bertujuan menjaga

keseimbangan data dan ketelitian yang diinginkan. Permasalahan: contoh

yang terlalu banyak dan berat, memerlukan waktu, tenaga, dan biaya

pengangkutan yang berlebihan.

2. Pada contoh yang terbatas dapat menimbulkan kesalahan terhadap hasil.

Pengurangan jumlah contoh dapat menimbulkan fraksi kaya pirit dengan

mudah terpisahkan.

3. Meskipun masalah berat atau volume contoh dapat diatasi secara statistik,

tetapi cara ini menuntut jumlah contoh yang sangat banyak.

Page 19: STANDARISASI PENGAMATAN SINGKAPAN BATUBARA

SDAconsultant | 19

Gambar 18 Parit uji yang dilakukan untuk channel sampling.

Gambar 19 Pemercontohan batubara.

Paritan

Paritan

Paritan