18
STATISTIK PENCACAH RADIASI NUKLIR (Co-60, Cs-137, Ra-226) DENGAN MENGGUNAKAN DETEKTOR GEIGER MULLER Jovi Savitri Eka Putri I. Pendahuluan Atom merupakan struktur mikroskopik dari suatu materi. Atom sederhana tersusun atas inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Inti atom paling sederhana memiliki struktur pembentuk inti yaitu proton dan neutron (Murniati dkk, 2014:4). Inti atom terdapat inti yang stabil dan yang tidak stabil. Suatu unsur dinyatakan telah mencapai kestabilan inti ketika unsur tersebut mengalami kesesuaian perbandingan neutron terhadap proton, sedangkan inti atom yang tidak stabil terdiri atas sejumlah neutron yang tidak seimbang. Inti tidak stabil tersebut menjadi tegang dan mempunyai kelebihan energi, inti tersebut tidak dapat bertahan. Suatu saat inti tersebut akan melepaskan kelebihan energi dan mungkin melepaskan satu atau dua partikel radiasi sekaligus. Inti yang tidak stabil mengakibatkan inti atom menjadi zat radioaktif (Murniati dkk:2014:41). Radioaktivitas merupakan peristiwa peluruhan secara spontan inti atom tidak stabil menjadi inti atom stabil (Murniati dkk, 2014:42). Menurut (Susetyo dikutip Nugraheni dkk, 2012:32) radioaktivitas merupakan proses perubahan keadaan inti atom secara spontan yang disertai radiasi berupa zarah atau gelombang elektromagnetik. Inti 1 | Page

STATISTIK PENCACAH RADIASI NUKLIR (Co-60, Cs-137, Ra-226) DENGAN MENGGUNAKAN DETEKTOR GEIGER MULLER .doc

Embed Size (px)

Citation preview

STATISTIK PENCACAH RADIASI NUKLIR (Co-60, Cs-137, Ra-226) DENGAN

MENGGUNAKAN DETEKTOR GEIGER MULLER

Jovi Savitri Eka Putri

I. Pendahuluan

Atom merupakan struktur mikroskopik dari suatu materi. Atom sederhana

tersusun atas inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya.

Inti atom paling sederhana memiliki struktur pembentuk inti yaitu proton dan neutron

(Murniati dkk, 2014:4). Inti atom terdapat inti yang stabil dan yang tidak stabil. Suatu

unsur dinyatakan telah mencapai kestabilan inti ketika unsur tersebut mengalami

kesesuaian perbandingan neutron terhadap proton, sedangkan inti atom yang tidak

stabil terdiri atas sejumlah neutron yang tidak seimbang. Inti tidak stabil tersebut

menjadi tegang dan mempunyai kelebihan energi, inti tersebut tidak dapat bertahan.

Suatu saat inti tersebut akan melepaskan kelebihan energi dan mungkin melepaskan

satu atau dua partikel radiasi sekaligus. Inti yang tidak stabil mengakibatkan inti atom

menjadi zat radioaktif (Murniati dkk:2014:41).

Radioaktivitas merupakan peristiwa peluruhan secara spontan inti atom tidak

stabil menjadi inti atom stabil (Murniati dkk, 2014:42). Menurut (Susetyo dikutip

Nugraheni dkk, 2012:32) radioaktivitas merupakan proses perubahan keadaan inti

atom secara spontan yang disertai radiasi berupa zarah atau gelombang

elektromagnetik. Inti yang ringan dengan sedikit nukleon menjadi stabil setelah hanya

mengalami satu kali proses peluruhan, tetapi inti yang berat mengandung ratusan

nukleon akan mengalami beberapa kali peluruhan hingga mencapai kondisi yang

stabil.

Radiasi merupakan salah satu cara perambatan energi dari suatu sumber energi

ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan penghantar tertentu. Salah

satu bentuk energi yang dipancarkan secara radiasi adalah energi nuklir. Radiasi ini

memiliki sifat yang khas, yaitu tidak dapat dirasakan secara langsung oleh panca indra

manusia dan beberapa jenis radiasi dapat menembus berbagai jenis bahan.

Berdasarkan sifat khas tersebut maka untuk menentukan ada atau tidaknya radiasi

diperlukan suatu alat, yaitu pegukur radiasi yang merupakan suatu susunan peralatan

untuk mendeteksi dan mengukur radiasi baik kuantitas, energi atau dosisnya

(www.batan.go.id,----:3).

1 | P a g e

Alat pengukur radiasi dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu untuk

kegiatan proteksi radiasi dan untuk kegiatan aplikasi/penelitian radiasi. Alat ukur

radiasi yang digunakan untuk proteksi radiasi harus dapat menunjukkan nilai dosis

radiasi yang mengenai alat tersebut, sedangkan alat ukur radiasi yang digunakan untuk

bidang aplikasi radiasi dan penelitian biasanya ditekankan untuk dapat menampilkan

nilai kuantitas radiasi atau spektrum energi radiasi yang memasukinya. Setiap alat

ukur radiasi terdiri atas dua bagian utama yaitu detektor dan peralatan penunjang.

Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang jadi bila dikenai

radiasi akan menghasilkan suatu tanggapan (response) tertentu yang lebih mudah

diamati, sedangkan peralatan penunjang biasanya merupakan peralatan elektronik

yang berfungsi untuk mengubah tanggapan detektor menjadi suatu informasi yang

dapat diamati oleh pana indra manusia (www.batan.go.id,----:4).

Eksperimen mengenai statistik pencacah radiasi dengan menggunakan

berbagai macam detektor telah banyak dilakukan diantaranya, menggunakan detektor

sintilasi, detektor proporsional dan detektor Geiger Muller telah banyak dilakukan

untuk mengetahui karakteristik detektor geiger muller dan menghitung laju cacahan

radiasi dan resolving time suatu bahan seperti didalam jurnal Kholimatussa’diah dkk,

mendapatkan hasil resolving time detektor Geiger Muller adalah 607,9 mikrodetik dan

laju cacahan untuk Co-60 adalah 13,917 sedangkan Cs-137 adalah 146,002.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, tampak bahwa percobaan

statistik pencacah radiasi nuklir dengan menggunakan detektor geiger nuklir dapat

dilakukan dengan memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: konstruksi alat

sederhana, biaya murah dan operasionalnya mudah. Detektor ini hanya bisa mengukur

radiasi alpha dan beta, namun pada kondisi tertentu dapat digunakan mengukur radiasi

gamma dengan tingkat reliabilitas yang kurang dan juga detektor ini tidak bisa

digunakan untuk mendeteksi neutron (Kholimatussa’diah dkk, 2012:6). Pada

penelitian ini digunakan lebih dari dua zarah radiasi yang masuk ke dalam detektor

berurutan dalam waktu yang berdekatan maka hal tersebut menyebabkan peristiwa

avalanche ion dari zarah radiasi pertama melumpuhkan detektor. Selama beberapa

saat detektor tidak dapat mencatat adanya zarah radiasi yang datang kemudian. Suatu

saat avalanche ion akan mulai lagi hal tersebut membutuhkan waktu yang disebut

waktu mati, kemudian detektor baru bisa digunakan untuk mencacah radiasi kembali.

Dalam keadaan tersebut detektor dapat dikatakan telah pulih kembali dari keadaan

mati. Selang waktu antara akhir waktu mati dengan pulih disebut recovery time, dan

2 | P a g e

penjumlahan waktu mati (dead time) dengan recovery time disebut resolving time.

Resolving time perlu untuk dihitung guna mengoreksi laju cacahan yang terbaca pada

laju cacahan yang cukup tinggi. Resolving time merupakan ciri dari sistem

pencacahan, semakin kecil resolving time sistem pencacah semakin baik untuk

mencacah pada laju cacahan yang tinggi (Utami dkk, 2014:13).

Berdasarkan latar belakang masalah diatas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dibidang eksperimen dengan judul “Statistik Pencacah Radiasi Nuklir

(Co-60, Cs-137, Ra-226) dengan Menggunakan Detektor Geiger Muller” yang

bertujuan untuk menentukan statistik cacahan radiasi dan resolving time dengan

menggunakan detektor Geiger Muller.

II. Tinjauan Pustaka

II.1 Detektor Geiger Muller

Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang bila dikenai

radiasi akan menghasilkan tanggapan tertentu yang lebih mudah diamati. Suatu bahan

yang sensitif terhadap suatu jenis radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis radiasi

yang lain, seperti halnya detektor Geiger Muller yang hanya dapat mendeteksi radiasi

alpha dan beta, namun pada kondisi tertentu dapat digunakan mengukur radiasi

gamma dengan tingkat reliabilitas yang kurang dan juga detektor ini tidak bisa

digunakan untuk mendeteksi neutron (Kholimatussa’diah dkk, 2012:6).

Detektor ini berbentuk tabung dari gelas yang bagian dalamnya dilapisi logam.

Lapisan ini berfungsi sebagai katoda. Sepanjang sumbu tabung ini diberi kawat logam

yang berfungsi sebagai anoda. Antara anoda dan katoda dipasang tegangan tinggi.

Tabung ini berisi gas mulia Argon dan gas poliatomik (Halogen). Jika ada radiasi

pengion masuk kedalam tabung maka akan terbentuk sejumlah pasangan ion positif

dan elektron akibat proses eksitasi ataupun ionisasi primer atom gas. Pulsa timbul

akibat elektron lebih cepat sampai ke anoda aripada ion positif ke katoda dan juga

menentukan tinggi pulsa (Utami, 2014:12).

Proses ionisasi berantai (avalance) merupakan regenerasi pasangan ion akibat

kelebihan tenaga setelah bertumbukan dengan atom-atom gas dalam tabung. Ada

kalanya avalance terjadi karena radiasi dari luar sehingga diperlukan sejumlah gas

yang dapat meredam radiasi luar ini sehingga digunakanlah halogen. Sifat penting alat

ini adalah bahwa pulsa keluarnya cukup besar akibat pulsa–pulsa avalance yang

3 | P a g e

mencapai jenuh, meskipun berakibat tidak dapat membedakan tenaga radiasi yang

masuk.

Banyaknya pasangan eleklron-ion yang terjadi pada deteklor Geiger-Muller

tidak sebanding dengan tenaga zarah radiasi yang datang. Hasil ionisasi ini disebut

elektron primer, karena antara anode dan katode diberikan beda tegangan maka akan

timbul medan listrik di antara kedua elekltrode tersebut. Ion positif akan bergerak ke

arah dinding tabung (katoda) dengan kecepatan yang relative lebih lambat bila

dibandingkan dengan elektron-elektron yang bergerak ke arah anoda (+) dengan

cepat. Kecepatan geraknya tergantung pada besarnya tegangan V. Sedangkan

besarnya tenaga yang diperlukan untuk membentuk elektron dan ion tergantung pada

macam gas yang digunakan. Dengan tenaga yang relatif tinggi maka elektron akan

mampu mengionisasi atom-atom sekitarnya, sehingga menimbulkan pasangan

elektron ion sekunder. Pasangan elektron-ion sekunder ini pun masih dapat

menimbulkan pasangan elektron-ion tersier dan seterusnya, sehingga akan terjadi

lucutan yang terus-menerus (avalence).

Apa bila tegangan V dinaikkan lebih tinggi lagi maka peristiwa pelucutan

elektron sekunder atau avalanche makin besar dan elektron sekunder yang terbentuk

makin banyak. Akibatnya, anoda diselubungi serta dilindungi oleh muatan negatif

elektron, sehingga peristiwa ionisasi akan terhenti. Karena gerak ion positif ke

dinding tabung (katoda) lambat, maka ion-ion ini dapat membentuk semacam lapisan

pelindung positif pada permukaan dinding tabung. Keadaan yang demikian tersebut

dinamakan efek muatan ruang atau space charge effect. Tegangan yang menimbulkan

efek muatan ruang adalah tegangan maksimum yang membatasi berkumpulnya

elektron-elektron pada anoda. Dalam keadaan seperti ini detektor tidak peka lagi

terhadap datangnya zarah radiasi. Oleh karena itu efek muatan ruang harus dihindari

dengan menambah tegangan V. Penambahan tegangan V dimaksudkan supaya terjadi

pelepasan muatan pada anoda sehingga detektor dapat bekerja normal kembali.

Pelepasan muatan dapat terjadi karena elektron mendapat tambahan tenaga kinetik

akibat penambahan tegangan V. Apabila tegangan dinaikkan terus menerus, pelucutan

alektron yang terjadi semakin banyak. Pada suatu tegangan tertentu peristiwa

avalanche elektron sekunder tidak bergantung lagi oleh jenis radiasi maupun energi

(tenaga) radiasi yang datang. Maka dari itu pulsa yang dihasilkan mempunyai tinggi

yang sama sehingga detektor Geiger muller tidak bisa digunakan untuk mengitung

energi dari zarah radiasi yang datang. Kalau tegangan V tersebut dinaikkan lebih

4 | P a g e

tinggi lagi dari tegangan kerja Geiger Muller, maka detektor tersebut akan rusak,

karena sususan molekul gas atau campuran gas tidak pada perbandingan semula atau

terjadi peristiwa pelucutan terus-menerus yang disebut continuous discharge.

Hubungan antara besar tegangan yang dipakai dan banyaknya ion yang dapat

dikumpulkan dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 1. Hubungan antara besar tegangan yang dipakai dan banyaknya ion

Pembagian daerah tegangan kerja tersebut berdasarkan jumlah ion yang terbentuk

akibat kenaikan tegangan yang diberikan kepada detektor isian gas. Adapun

pembagian tegangan tersebut dimulai dari tegangan terendah adalah sebagai berikut:

I. = daerah rekombinasi

II. = daerah ionisasi

III. = daerah proporsional

IV. = daerah proporsioanl terbatas

V. = daerah Geiger Muller

Kurva yang atas adalah ionisasi Alpha, sedangkan kurva bawah adalah ionisasi oleh

Beta. Kedua kurva menunjukkan bahwa pada daerah tegangan kerja tersebut, detektor

ionisasi dan detektor proporsional masih dapat membedakan jenis radiasi dan energi

radiasi yang datang. Dengan demikian, detektor ionisasi dan detektor proporsional

dapat digunaknan pada analisis spectrum energi. Sedangkan detektor Geiger Muller

tidak dapat membedakan jenis radiasi dan energi radiasi (Kholimatussa’diah dkk,

2012:4—6).

Besarnya sudut datang dari sumber radiasi tidak mempengaruhi banyaknya

cacah yang terukur karena prinsip dari detektor Geiger Muller adalah mencacah zarah

5 | P a g e

radiasi selama radiasi tersebut masih bisa diukur. Berbeda dengan detektor lain

misalnya detektor sintilasi dimana besarnya sudut datang dari sumber radiasi akan

mempengaruhi banyaknya pulsa yang dihasilkan.

II.2 Resolving Time (Waktu Pisah)

Resolving time merupakan selisih waktu minimum yang diperlukan untuk dapat

meperlihatkan hasil cacahan radiasi sumber radioaktif, atau selang waktu minimum

antara satu cacahan hingga cacahan berikutnya. Keadaan dimana detektor tidak dapat

mendeteksi radiasi yang masuk disebut keadaan mati (dead time). Ketika ion positif

sudah terkumpul pada katoda, kuat medan listrik telah pulih kembali seperti semula

dan tinggi pulsa kembali. Selang waktu antara akhir waktu mati (dead time) sampai

dengan pulihnya kembali disebut waktu pemulihan (recovery-time). Waktu pisah

(resolving time) dengan simbol τ yaitu selisih waktu minimum yang diperlukan oleh

radiasi yang berurutan agar radiasi dapat tercacah.

Akibat adanya dead time dan recovery time, maka partikel-partikel radiasi yang

masuk kedalam tabung Geiger Muller, selama dead time dan recovery time tidak akan

tercatat sehingga menimbulkan hilangnya cacahan. Untuk mendapatkan laju cacahan

seharusnya perlu ditentuakn terlebih dahulu resolving time kemudian digunakan untuk

mengoreksi laju cacahan yang terbaca. Koreksi ini menjadi penting terutama pada laju

cacahan yang cukup tinggi. Resolving time merupakan karateristik dari sistem

pencacahan, karena makin kecil resolving time sistem pencacah makin baik untuk

mencacah pada laju cacahan yang tinggi.

Cacahan sebenarnya dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :

Sedangkan rumus yang digunakan untuk menentukan resolving time adalah :

II.3 Distribusi Pancaran Radiasi

Radiasi merupakan salah satu cara perambatan energi dari suatu sumber energi

ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan penghantar tertentu.

Radiasi yang timbul gejalanya bersifat random. Tidak semua inti meluruh pada saat

yang sama, dan tidak ada yang dapat menentukan inti mana yang akan meluruh pada

6 | P a g e

.....................................(1)

..........................(2)

saat tertentu. Suatu bahan radioaktif memancarkan partikel radiasi yang keluar dari

inti belum tentu dapat masuk ke tabung Geiger Muller dan tentu saja belum tentu

dapat tercatat dalam pencacah. Kalau diadakan beberapa kali pengamatan (k kali)

jumlah atau harga cacahan pada selang waktu tertentu, jarak tertentu, kondisi

pencacah tertentu, maka akan dihasilkan harga cacahan yang berbeda. Hasil ini

dikelompokkan hingga diperoleh cacahan pengamatan N(m) kali pengamatan untuk

hasil cacah m. Bila cacah pengamatan N(m) dibagi dengan k pengamatan akan

diperoleh probabilitas nilai m atau :

Grafik probabilitas nilai m yang diperoleh P(m) dengan m menunjukkan distribusi

statistik suatu cacahan. Adapun harga cacahan rata-ratanya dapat diperoleh dari

persamaan :

atau

Jika diambil harga k yang besar (tak berhingga), maka harga N rata- rata akan

mendekati harga N yang sebenarnya. Karena tidak mungkin mengambil harga m tak

berhingga, maka m diambil harga yang memadai (Utami, 2014:4).

III. Metode Penelitian

III.1 Alat dan Bahan

1. Tabung detektor Geiger Muller

2. Sangkup pelindung detektor

3. Penyedia tegangan

4. Stopwatch

5. Bahan radiasi

6. Digit counter

7 | P a g e

..............................(3)

................................................(4)

.......................................(5)

III.2 Desain Alat

Gambar 2. Susunan alat percobaan cacahan radiasi menggunakan detektor Geiger

Muller.

III.3 Langkah Percobaan

A. Penentuan Distribusi Statistik Latar dan Sumber

1. Susunlah rangkaian percobaan seperti pada gambar dibawah ini:

Gambar 1. Bagan Percobaan Tabung GM.

2. Hidupkan Peralatan dan biarkan dalam jangka waktu 5 menit.

3. Atur tegangan hingga digit counter menunjukkan respon.

4. Cacah radiasi latar dengan interval waktu 10 detik sebanyak 24 kali.

5. Gunakan Cs-137 sebagai sumber radiasi, lakukan pencacahan sebanyak

24 kali dengan interval waktu masing-masing 10 detik.

6. Buat grafik antara probabilitas nilai m yang diperolah P(m) dengan m

adalah jumlah cacahan pada langkah 4 dan 5.

B. Penentuan Resolving Time Detektor

1. Cacah radiasi latar dengan interval waktu 10 detik sebanyak 20 kali

pengulangan.

2. Sumber radiasi pertama Co-60 diletakkan pada tempatnya, lalu dicacah

dengan interval waktu 10 detik sebanyak 20 kali pengulangan (g1).

8 | P a g e

Sumber Radiasi

Tabung GM

Digit Counter

3. Sumber kedua Ra-266 diletakkan di sebelah sumber pertama, dan

keduanya dicacah dengan interval waktu 10 detik sebanyak 20 kali

pengulangan dan catat hasilnya (g12).

4. Sumber pertama diambil, sumber kedua dibiarkan tetap pada tempatnya,

kemudian sumber kedua saja yang dicacah dengan interval waktu 10 detik

sebanyak 20 kali pengulangan dan catat hasilnya (g2).

5. Resolving time dan laju cacah sesungguhnya (n1, n2, n3) dapat dihitung.

III.4 Data Hasil Pengamatan

A. Penentuan Distribusi Statistik Latar dan Sumber

No

N(cacahan) No

N (cacahan)No

N (cacahan)

Latar Cs-137 Latar Cs-137 Latar Cs-137

1 9 17

2 10 18

3 11 19

4 12 20

5 13 21

6 14 22

7 15 23

8 16 24

Dengan memasukkan nilai:

m : jumlah cacahan

N(m) : frekuensi jumlah cacahan

k : jumlah perulangan pengukuran (24)

dengan

Latar

9 | P a g e

m N(m) P(m) Poisson (m.N(m) m! P(m)

Sumber Cs-137

m N(m) P(m) Poisson (m.N(m) m! P(m)

B. Penentuan Resolving Time Detektor

NoJumlah Cacahan

(b)2 (g1)2 (g2)2 (g12)2Latar(b)

Co-60(g1)

Co-60 dan Ra-266 (g12)

Ra-266(g2)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 | P a g e

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

Rerata

Keterangan :

b : laju cacahan pada latar atau background

g1 : laju cacahan pada sumber pertama (Co-60)

g12 : laju cacahan pada kedua sumber (Co-60 dan Ra-266)

g2 : laju cacahan pada sumber kedua (Ra-266)

Rumus: , ,

Rumus: , ,

Rumus: , ,

Rumus: , ,

11 | P a g e

Penentuan resolving time ( )

Penentuan laju cacah sesungguhnya

III.5 Pembahasan

IV. Daftar Pustaka

Kholimatussa’diah, Septia., Andiana, Mirza., Badriyah, Lailatul. 2012. Eksperimen

Detektor Geiger Muller. Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Airlangga.

Murniati., Wiyono, Ketang. 2014. Bahan Ajar Pendahuluan Fisika Inti. Progam

Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sriwijaya.

Nugraheni, A., Dwijananti, P., Sayono. 2012. Penentuan Aktivitas Unsur Radioaktif

Thorium Yang Terkandung Dalam Prototipe Sumber Radiasi Kaos Lampu

Petromaks. Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Negeri Semarang.

Utami, Budi, Mei., Maghfirol, Imroatul., Lutvia, Hanu., Sari, Karmila, Dewi.,

Mahardika, Patria. 2012. Penentuan watak statistik dari pencacah radiasi

nuklir dan Resolving-time Geiger Muller. Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Airlangga.

12 | P a g e

Www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/pengukuran_radiasi/_private/ diakses 9 Februari

2015 Pukul 19.00 WIB.

13 | P a g e