12
Perspektif Vol. 13 No.2 /Desember 2014. Hlm 99 - 110 ISSN: 1412-8004 Status Pemuliaan Tanaman Kelapa dalam Penyediaan Benih Unggul di Indonesia (BUDI SANTOSA) 99 STATUS PEMULIAAN TANAMAN KELAPA DALAM PENYEDIAAN BENIH UNGGUL DI INDONESIA The Status of Coconut Plant Breeding to Support Providing of Superior Seed in Indonesia BUDI SANTOSA Balai Penelitian Tanaman Palma Indonesian Palm Crops Research Institute Jalan Raya Mapanget, Manado 95001. Telp. Telp. (0431) 812430. Faks. (0431) 812017 E-mail: [email protected] Diterima: 31 Januari 2014 ; Direvisi: 24 November 2014; Disetujui: 5 Desember 2014 ABSTRAK Tanaman kelapa merupakan tanaman yang sangat bermanfaat bagi manusia dan tersebar di seluruh propinsi di Indonesia dengan banyak aksesi sehingga keragaman genetik tinggi. Hal tersebut menyebabkan produktivitas kelapa secara nasional masih rendah yaitu sekitar 1 ton kopra/ha/tahun. Pemerintah melalui Balitka yang sekarang telah berganti nama menjadi Balit Palma telah melakukan penelitian dan mendapatkan varietas kelapa unggul yang potensi produktivitas berkisar 2,5 – 3,5 ton kopra/ha/tahun. Varietas Kelapa Unggul yang telah dilepas adalah Kelapa Dalam, Kelapa Genjah, Kelapa Hibrida, dan Kelapa Kopyor. Varietas Kelapa Unggul sebagian besar merupakan hasil seleksi dari eksplorasi aksesi-aksesi kelapa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang telah ditanam di dalam kebun percobaan maupun areal Blok Penghasil Tinggi (BPT). Pengadaan benih kelapa unggul yang diperlukan oleh para petani atau perusahaan perkebunan kelapa dapat diambil dari kebun percobaan maupun area BPT. Pengadaan benih kelapa kopyor telah dilakukan dengan memanfaatkan teknik bioteknologi yaitu kultur jaringan, karena bibit kelapa kopyor sangat sulit bahkan tidak mungkin diusahakan dengan cara konvensional. Teknik kultur jaringan dengan menggunakan metode penyelamatan embrio pada kelapa kopyor telah berhasil menghasilkan tanaman kelapa kopyor. Pada saat ini tanaman kelapa kopyor yang berasal dari kultur jaringan telah ditanam di kebun percobaan Balit Palma dan telah menghasilkan buah kelapa kopyor sekitar 90 persen per tandan. Kata kunci: pemuliaan, kelapa, benih unggul, kultur jaringan ABSTRACT Coconut is an estate crop that give many advantages to human being and distributed in all of provinces in Indonesia with a lot of accessions that have high genetic diversity. These causes coconut national productivity is still low that is 1 ton of copra/ha /year. The Government through Indonesian Coconut and Other Palmae Research Institute present has renamed to Indonesian Palmae Research Institute (IPRI) has conducted research and obtain some superior coconut varieties that potential productivity around 2.5 - 3.5 tons of copra/ha/year. Superior coconut varieties that have been released are tall Coconut Dwarf, Coconut, Hybrid Coconut, and Kopyor Coconut. Coconut varieties of superior largely are result of selection of the exploration coconut accessions derived from various regions in Indonesia, which has been planted in the experimental garden or high yield block (HYB) area. The procurement of superior coconut seedlings needed by farmers or coconut plantation companies can be taken from an experimental garden or HYB areas. The procurement of Kopyor coconut seed has been doing by biotechnology techniques such as tissue culture, due to kopyor coconut seedlings could not be cultivated by conventional technique. Tissue culture techniques by using the embryo rescue method on kopyor coconut has managed to generate kopyor coconut plants. Recently the kopyor coconut obtained through tissue culture have planted in IPRI experimental garden and fruit is kopyor coconuts reach to 90 % /bunches. Keywords: breeding, coconut, superior seeds, tissue culture.

STATUS PEMULIAAN TANAMAN KELAPA DALAM …perkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2015/05/N-4... · Tanaman kelapa merupakan tanaman yang sangat ... pariwisata dengan

Embed Size (px)

Citation preview

Perspektif Vol. 13 No.2 /Desember 2014. Hlm 99 - 110

ISSN: 1412-8004

Status Pemuliaan Tanaman Kelapa dalam Penyediaan Benih Unggul di Indonesia (BUDI SANTOSA) 99

STATUS PEMULIAAN TANAMAN KELAPA DALAM PENYEDIAAN

BENIH UNGGUL DI INDONESIA The Status of Coconut Plant Breeding to Support Providing of Superior Seed in

Indonesia

BUDI SANTOSA

Balai Penelitian Tanaman Palma

Indonesian Palm Crops Research Institute

Jalan Raya Mapanget, Manado 95001. Telp. Telp. (0431) 812430. Faks. (0431) 812017

E-mail: [email protected]

Diterima: 31 Januari 2014 ; Direvisi: 24 November 2014; Disetujui: 5 Desember 2014

ABSTRAK

Tanaman kelapa merupakan tanaman yang sangat

bermanfaat bagi manusia dan tersebar di seluruh

propinsi di Indonesia dengan banyak aksesi sehingga

keragaman genetik tinggi. Hal tersebut menyebabkan

produktivitas kelapa secara nasional masih rendah

yaitu sekitar 1 ton kopra/ha/tahun. Pemerintah melalui

Balitka yang sekarang telah berganti nama menjadi

Balit Palma telah melakukan penelitian dan

mendapatkan varietas kelapa unggul yang potensi

produktivitas berkisar 2,5 – 3,5 ton kopra/ha/tahun.

Varietas Kelapa Unggul yang telah dilepas adalah

Kelapa Dalam, Kelapa Genjah, Kelapa Hibrida, dan

Kelapa Kopyor. Varietas Kelapa Unggul sebagian besar

merupakan hasil seleksi dari eksplorasi aksesi-aksesi

kelapa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia

yang telah ditanam di dalam kebun percobaan

maupun areal Blok Penghasil Tinggi (BPT). Pengadaan

benih kelapa unggul yang diperlukan oleh para petani

atau perusahaan perkebunan kelapa dapat diambil

dari kebun percobaan maupun area BPT. Pengadaan

benih kelapa kopyor telah dilakukan dengan

memanfaatkan teknik bioteknologi yaitu kultur

jaringan, karena bibit kelapa kopyor sangat sulit

bahkan tidak mungkin diusahakan dengan cara

konvensional. Teknik kultur jaringan dengan

menggunakan metode penyelamatan embrio pada

kelapa kopyor telah berhasil menghasilkan tanaman

kelapa kopyor. Pada saat ini tanaman kelapa kopyor

yang berasal dari kultur jaringan telah ditanam di

kebun percobaan Balit Palma dan telah menghasilkan

buah kelapa kopyor sekitar 90 persen per tandan.

Kata kunci: pemuliaan, kelapa, benih unggul, kultur

jaringan

ABSTRACT

Coconut is an estate crop that give many advantages to

human being and distributed in all of provinces in

Indonesia with a lot of accessions that have high

genetic diversity. These causes coconut national

productivity is still low that is 1 ton of copra/ha /year.

The Government through Indonesian Coconut and

Other Palmae Research Institute present has renamed

to Indonesian Palmae Research Institute (IPRI) has

conducted research and obtain some superior coconut

varieties that potential productivity around 2.5 - 3.5

tons of copra/ha/year. Superior coconut varieties that

have been released are tall Coconut Dwarf, Coconut,

Hybrid Coconut, and Kopyor Coconut. Coconut

varieties of superior largely are result of selection of

the exploration coconut accessions derived from

various regions in Indonesia, which has been planted

in the experimental garden or high yield block (HYB)

area. The procurement of superior coconut seedlings

needed by farmers or coconut plantation companies

can be taken from an experimental garden or HYB

areas. The procurement of Kopyor coconut seed has

been doing by biotechnology techniques such as tissue

culture, due to kopyor coconut seedlings could not be

cultivated by conventional technique. Tissue culture

techniques by using the embryo rescue method on

kopyor coconut has managed to generate kopyor

coconut plants. Recently the kopyor coconut obtained

through tissue culture have planted in IPRI

experimental garden and fruit is kopyor coconuts

reach to 90 % /bunches.

Keywords: breeding, coconut, superior seeds, tissue

culture.

100 Volume 13 Nomor 2, Juni 2014 : 99 - 110

PENDAHULUAN

Kelapa merupakan tanaman perkebunan

yang berbatang lurus dari famili Palmae, dan

sebagian besar merupakan perkebunan rakyat

yang diusahakan secara turun-temurun.

Tanaman tersebut berada di seluruh propinsi di

Indonsia dengan sebaran : Sumatera dengan

sebaran terbanyak mencapai 34,5%, Jawa 23,2%,

Sulawesi 19,6%, Bali, NTB dan NTT 8,0%,

Kalimantan 7,2%, Maluku dan Papua 7,5%

(Allorerung et al., 2006). Jika dilihat menurut

propinsi, kebun kelapa terluas berada di propinsi

Riau (15,28%), disusul Jawa Tengah (7,68%), Jawa

Timur (7,67%), Sulawesi Utara (7,27%), Sulawesi

Tengah (4,78%), dan Jawa Barat (4,60%), serta

beberapa daerah lainnya (Dewan Kelapa

Indonesia, 2014). Tanaman kelapa merupakan

komoditas penting yang mempunyai nilai

ekonomi tinggi bagi masyarakat Indonesia,

karena hampir seluruh bagian dari tanaman

dapat dipergunakan untuk kebutuhan kehidupan

manusia. Selain hal tersebut kelapa juga memberi

kontribusi pada bidang-bidang antara lain:

pangan, kesehatan, energi, lingkungan,

konstruksi, pariwisata dengan adanya kerajinan

yang berasal dari bagian tanaman kelapa.

Indonesia memiliki lahan perkebunan

kelapa terluas di dunia, dengan luas areal

mencapai 3,86 juta ha atau 31,2% dari total areal

dunia sekitar 12 juta ha. Sebagian besar (98%)

dari total luas perkebunan kelapa di Indonesia

merupakan perkebunan rakyat, dan sisanya

berupa perkebunan negara dan perkebunan

swasta (Dewan Kelapa Indonesia, 2014).

Produktivitas kelapa di Indonesia rata-rata 1,0

ton kopra/ha/tahun atau 4.500 butir/ha/tahun

(Allorerung et al., 2006). Hal tersebut mungkin

disebabkan: 1.) tanaman kelapa yang diusahakan

oleh petani varietasnya masih campuran,

sehingga produktifitas rata-rata rendah dan

tingkat keragaman genetik tinggi dalam satu

areal pertanaman 2.) Pada umumnya usaha tani

kelapa tidak atau belum menerapkan teknik

budidaya yang baik seperti pemakaian benih

atau bibit unggul, jarak tanam dan pemeliharaan

tanaman di lapang.

Untuk meningkatkan produktivitas tanaman

kelapa, pemerintah Indonesia melalui Balai

Penelitian Tanaman Kelapa yang sekarang telah

berganti nama menjadi Balai Penelitian Tanaman

Palma (Balit Palma), telah melepas varietas

Kelapa Unggul dengan potensi produksi berkisar

2,5 – 3,5 ton kopra/ha/tahun untuk varietas

Kelapa Dalam. Varietas Kelapa yang dihasilkan

merupakan hasil seleksi dari tanaman kelapa

disuatu daerah tertentu, varietas tersebut seperti

Kelapa Dalam Mapanget/DMT, dalam Palu/DPU,

Dalam Bali/DBI. Usaha untuk menghasilkan

varietas baru dengan cara persilangan, dan telah

dilepas dengan nama Kelapa Hibrida yang

mempunyai potensi produksi berkisar 3,0 – 5,0

ton kopra/ha/tahun (Balitbangtan, 2013). Selain

menghasilkan Varietas Kelapa Dalam Unggul, Di

Balitka juga telah menghasilkan Varietas Kelapa

Kopyor yang potensi produksinya 3 – 4 buah/

tandan seperti Kelapa Genjah Hijau kopyor,

Genjah Kuning Kopyor (Balitbangtan, 2013).

Secara umum kelapa kopyor yang ditanam oleh

masyarakat petani kelapa menghasilkan 1 – 2

butir/tandan yang ditanam diantara tanaman

kelapa normal dan ada yang berupa populasi

(Mashud et al., 2006).

Pada buah kelapa sekitar 30% berupa daging

buah yang mengandung protein, karbohidrat,

lemak, vitamin yang larut dalam lemak (vitamin

A, D, E, dan K), dan pro-vitamin A yang sangat

penting untuk metabolisme tubuh. Sekitar 90%

asam lemak dalam daging buah adalah asam

lemak jenuh yang berantai karbon sedang (C6-

C12) yang lebih mudah dicerna dan diserap

tubuh (Karouw dan Tenda, 2007). Daging buah

kelapa mengandung asam lemak jenuh dan asam

lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh terdiri atas:

asam kaprilat (C-8), kaprat (C-10), laurat (C-12),

miristat (C-14), palmitat (C-16), dan stearat (C-

18); sedangkan asam lemak tak jenuh terdiri atas

oleat (C18-1) dan linoleat (C18-2). Pada kelapa

sawit tidak mengandung asam kaprilat, kaprat,

dan laurat. Kandungan asam lemak tak jenuh

pada daging buah/minyak kelapa (oleat 6,0%

dan linoleat 2,0%) adalah yang paling rendah

dibanding minyak nabati lainnya seperti: inti

sawit, kelapa sawit, bunga matahari, dan kedelai.

(Foale, 2003). Asam laurat dan kaprat

mempunyai efek terhadap kesehatan yang

hampir sama dengan ASI yaitu dapat

meningkatkan sistem kekebalan tubuh pada bayi

Status Pemuliaan Tanaman Kelapa dalam Penyediaan Benih Unggul di Indonesia (BUDI SANTOSA) 101

dari infeksi virus, bakteri dan protozoa. Daging

buah selain sebagai bahan baku untuk minyak

kelapa kasar (Crude Coconut oil) dan industri

dessicated coconut, juga telah dimanfaatkan untuk

berbagai produk seperti: santan kelapa, tart

kelapa, coconut chip, virgin coconut oil (VCO),

permen kelapa, selai kelapa, es kelapa, sabun,

minyak rambut (Karouw dan Tenda, 2007). Pada

buah kelapa mengandung asam-asam amino

yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Kelapa

Genjah (GKN/Genjah Kuning Nias, GRA/Gendah

Raja, dan GKB/Genjah Kuning Bali), dan Kelapa

Dalam (DTE/Dalam Takome, DTA/Dalam Tenga

dan DTM/Dalam Mapanget mengandung 10 jenis

asam amino essensial yang terdiri dari: histidin,

threonin, arginin, metionin, valin, fenilalanin,

tirosin, ileusin, leusin, dan lisin (Tenda et al.,

1997). Minyak kelapa dapat diproses lebih lanjut

menjadi biodiesel yang dapat langsung

digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel.

Biodiesel yang berasal dari minyak kelapa murni

memiliki viskositas yang paling rendah (2,5 CSt –

3,7CSt) dibandingkan dengan ester metal yang

berasal dari minyak nabati lainnya (Prakoso et al.

2007). Tehnologi pengelolahan biodiesel minyak

kelapa dengan teknik metanolisis berskala 50 L/

periode proses, dan teknologi ini dapat

diaplikasikan pada industri oleokimia skala kecil

menengah atau kelompok tani (Karouw et al.,

2007). Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku

industri yang berbasisi kelapa yang semakin

meningkat, adanya alih fungsi lahan perkebunan

kelapa seperti menjadi tempat tinggal, industri,

serta produktivitas kelapa secara nasional yang

masih rendah karena masih banyak tanaman

kelapa yang belum diremajakan. Oleh karena itu

masih banyak benih kelapa yang dibutuhkan

untuk peremajaan kelapa guna memenuhi

permintaan bahan baku untuk industri. Pada

tulisan ini akan disampaikan status pemuliaan

tanaman kelapa dalam menyediakan benih

unggul.

PEMULIAAN KELAPA

Pemuliaan tanaman secara umum bertujuan

untuk menghasilkan varietas unggul baru suatu

tanaman yang lebih baik dan mempunyai nilai

ekonomi serta bermanfaat bagi umat manusia

dan lingkungan hidup. Demikian pula dengan

pemuliaan tanaman kelapa bertujuan untuk

menghasilkan varietas kelapa unggul baru

seperti: produksi kopra yang tinggi, kadar

minyak, ketahanan terhadap hama dan penyakit.

Indonesia sebagai negara kepulauan yang

memiliki keragaman genetik kelapa yang cukup

besar dan tersebar diseluruh propinsi di

Indonesia. Pemuliaan tanaman kelapa dapat

dilakukan dengan secara konvensional dan non-

konvensional melalui bioteknologi. Secara umum

tahap pemuliaan tanaman meliputi seleksi pohon

induk yang memiliki karakter sesuai yang

diinginkan, melakukan persilangan, dan

menyeleksi hasil persilangan untuk

menghasilkan varietas unggul. Salah satu cara

untuk menghasilkan varietas unggul kelapa

adalah melakukan eksplorasi kelapa ke daerah-

daerah yang terdapat banyak tanaman kelapa

untuk diidentifikasi, diseleksi, dan selanjutnya

tanaman yang terpilih dikoleksi pada kebun

percobaan atau ditanam pada blok pertanaman

potensial di daerah tersebut, dan dapat dilepas

sebagai varietas unggul. Untuk mendapatkan

varietas kelapa unggul yang diinginkan, secara

umum observasi tanaman dilakukan pada

karakter vegetatif dan generatif berdasarkan

Standard Techniques in Coconut Breeding (Santos et

al., 1997) yaitu sebagai berikut:

Karakter Vegetatif

Pengamatan terhadap karakter vegetatif

tanaman kelapa dilakukan pada bagian

morfologi batang dan daun.

1. Morfologi batang meliputi: a. Lingkar batang

bawah (diukur pada 20 cm di atas permukaan

tanah), b. Lingkar batang atas (diukur pada

1,5 m di atas permukaan tanah, dan c.

Panjang batang 11 bekas daun (diukur pada

panjang batang pada daerah 11 bekas daun,

dmulai pada ketinggian 1,5 m di atas

permukaan tanah).

2. Morfologi daun meliputi : a. Panjang tangkai

daun, b. Lebar tangkai daun, c.Tebal tangkai

daun, d. Warna tangkai daun, e. Panjang

rachis, f. Bentuk mahkota daun, g. Jumlah

anak daun, dan h. Panjang dan lebar anak

daun.

102 Volume 13 Nomor 2, Juni 2014 : 99 - 110

Karakter Generatif

Pengamatan terhadap karakter generatif

tanaman kelapa dilakukan pada morfologi bunga

dan buah.

1. Morfologi bunga meliputi: a. Panjang tangkai

tandan, b. Lebar dan tebal tangkai tandan, c.

Diameter tangkai tandan, d. Panjang

rangkaian bunga, e. Jumlah tangkai bunga,

dan f. Jumlah bunga betina.

2. Morfologi buah meliputi: a. Produksi buah,

dan b. Komponen buah.

PEMULIAAN KELAPA SECARA

KONVENSIONAL

Eksplorasi dan Koleksi

Eksplorasi, koleksi dan karakterisasi kelapa

lokal telah lama dilakukan oleh para peneliti

misal Mangindaan et al. (2002) di daerah

Minahasa Utara telah dihasilkan kelapa dalam

Mamuaya sebagai kelapa unggul lokal asal

Wasian yang merupakan hasil seleksi lapang.

Jenis kelapa ini memiliki berat daging buah

cukup tinggi yaitu 1.514 g/butir dan jauh lebih

tinggi terhadap beberapa kelapa dalam unggul

koleksi di kebun Mapanget. kelapa dalam

Mamuaya ini dapat dimanfaat sebagai tetua

jantan untuk menghasilkan kelapa hibrida.

Miftahorrachman dan Maskromo (2006) telah

melakukan eksplorasi kelapa di daerah pulau

Derawan, kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

Hasil dari diidentifikasi kelapa dari daerah

tersebut berupa tiga genotipe kelapa dalam

yaitu: kelapa Kacang, Tembisan (nama lokal), dan

Sabut merah. Lengkey dan Hengky (2006) telah

berhasil mendapatkan satu genotipe Kelapa

Dalam Australia yang merupakan hasil

eksplorasi di Pulau Babi Kabupaten Kepulauan

Aru, Propinsi Maluku.

Untuk mendapatkan varietas unggul kelapa

selain eksplorasi lapang ditanaman rakyat juga

dapat dilakukan di areal plasma nutfah kelapa

yaitu mengidentifikasi plasma nutfah kelapa

untuk daerah lahan kering dengan bulan kering

sampai 6 bulan dan curah hujan 1000-1900

mm/tahun di daerah Kecamatan Nita Kabupaten

Sikka-NTT. Hasil dari evaluasi tersebut yaitu

telah dihasilkan Kelapa Dalam Sikka dengan

potensi produksi 2,5 ton kopra/ha/tahun yang

cocok untuk diusahakan di daerah Kering

(Tenda et al., 2006). Varietas unggul kelapa hasil

eksplorasi secara umum ada dua, yaitu Kelapa

Dalam dan Kelapa Genjah. Varietas Kelapa

Dalam pada saat ini masih banyak diusahakan

oleh para petani karena Kelapa Dalam umumnya

memiliki batang tinggi, bila nantinya ditebang

dapat digunakan sebagai bahan bangunan dan

lambat berbuah (umur panen 5-6 tahun). Varietas

Kelapa Genjah cepat berbuah (umur panen 3-4

tahun), lebih cepat berproduksi dibandingkan

Kelapa Dalam.

Keragaman Genetik

Keragaman genetik plasma nutfah kelapa di

daerah areal pertanaman yang berasal dari

eksplorasi pada suatu daerah, masih perlu

dilakukan untuk mengelompokan aksesi kelapa,

sehingga memudahkan para peneliti untuk

mendapatkan aksesi kelapa yang dapat

digunakan sebagai tetua persilangan, atau

digunakan sebagai sumber benih atau bibit

kelapa unggul. Seperti evaluasi keragaman

genetik terhadap 6 asesi Kelapa Dalam asal

Propinsi Gorontalo yang dilakukan oleh

Miftahorrachman et al., 2007) menunjukkan

bahwa terdapat tiga kelompok dimana hanya 3

karakter yang berpengaruh terhadap keragaman

genetik, karakter tebal tangkai daun memberikan

sumbangan paling besar yaitu 60%, berat buah

(26,67%), dan lingkar batang pada 20 cm dari

permukaan tanah (13,33%). Evaluasi untuk

pengadaan benih kelapa Dalam Bali di Blok

Penghasil Tinggi (BPT) Kabupaten Karangasem

(Kec. Abang), Buleleng (Kec. Gerokgak), dan

Jembrana (Kec. Pekutatan dan Mendoyo),

propinsi Bali mempunyai karakter fenotip untuk

komponen buah dengan nilai koefisien

keragaman genetik yang rendah (<20%) dan

produksi kopra/ha/tahun 3,25-3,65 ton, sehingga

kelapa Dalam Bali di keempat lokasi BPT tersebut

dapat digunakan sebagai pohon produksi

benih/bibit (Maskromo. 2007). Karakterisasi

kelapa dalam di Jawa Timur yang dilakukan di

tiga kabupaten yaitu Kabupaten Pacitan (Desa

Sidomulyo dan Adiwarno), Kabupaten

Tulungagung (desa Sukorejo dan Belimbing), dan

Kabupaten Lumajang (Desa Tegalrejo) oleh

Status Pemuliaan Tanaman Kelapa dalam Penyediaan Benih Unggul di Indonesia (BUDI SANTOSA) 103

Tenda dan Kumaunang (2007) menunjukkan

bahwa popupasi kelapa Dalam di daerah tersebut

memiliki nilai keragaman genetik yang sedang,

yaitu panjang tangkai daun, jumlah tangkai

bunga, jumlah bunga betina, dan berat air,

sedangkan karakter lainnya termasuk rendah.

Karakterisasi fisiologi 18 kultivar kelapa dalam

yang meliputi kadar air, jumlah stomata, kadar

klorofil, kadar lilin dan lemak yang dilakukan

oleh Manaroinsong dan Kumaunang (2005)

menunjukkan bahwa setiap kultivar kelapa

dalam yang diteliti memiliki karakter fisiologi

yang berbeda.

Evaluasi tanaman selain berdasarkan

karakter fenotip juga dapat dilakukan pada

tingkat genetik yang hasilnya lebih baik, karena

pada tingkat gen tidak dipengaruhi oleh

lingkungan. Evaluasi tanaman tingkat gen dapat

dilakukan dengan memakaian penanda/ marka

molekuler. Hasil-hasil penelitian berdasarkan

marka molekuler untuk mengevaluasi populasi

tanaman kelapa dalam lokal seperti yang

dilakukan oleh Pandin (2009a) dengan

menggunakan 10 primer RAPD untuk

menganalisis kutivar kelapa dalam Mapanget

(DMT) dengan Dalam Tenga (DTA). Hasil

analisis menunjukkan bahwa 10 primer RAPD

tersebut dapat memisahkan dalam masing-

masing kelompok dan hubungan kekerabatan

antara kelapa DMT dan DTA sebesar 52%. Hasil

analisis terhadap Kelapa Dalam Bali (DBI) dan

Dalam Sawarna (DSA) masing-masing 10

individu tanaman menggunakan 10 primer

RAPD hasil penelitian Pandin (2009c)

menunjukkan bahwa koefisien keragaman antar

individu Kelapa DBI rata-rata 21,7% dan kelapa

DSA rata-rata 12,7%, sedangkan keragaman

genetik antara kelapa DBI dan DSA sebesar 46%.

Hasil penelitian Kamaunang dan Maskromo

(2007) menggunakan tiga primer SSRs terhadap

terhadap 12 asesi Kelapa dalam yang ditanam di

Kebun Percobaan Mapanget menunjukkan

bahwa tingkat keragaman genetiknya sekitar

50%. Analisis molekuler dengan menggunakan

15 primer SSR untuk mengetahui tingkat depresi

silang dalam pada tanaman kelapa DMT-32

generasi 2 sampai 4 yang menyerbuk sendiri

memperlihatkan kecenderungan semakin

meningkat depresi silang dalamnya pada setiap

generasi. Beberapa lokus SSR yang digunakan

sudah tidak lagi mengikuti hukum Hardy-

Weinberg berarti beberapa lokus SSR sudah tidak

lagi diwariskan secara bebas. Kelapa DMT-32

generasi 4 sudah menunjukkan tanaman yang

homogen sehingga dapat digunakan sebagai

tetua untuk materi persilangan (Pandin 2009b).

Pemanfaatan marka molekuler pada tanaman

kelapa yang dilakukan oleh Manimekalai dan

Nagarajan (2006) menggunakan 19 primer ISSR

terhadap 33 asesi kelapa yang berasal

plasmanutfah Internasional di India. Hasil

analisisnya menunjukkan bahwa 33 asesi kelapa

berdasarkan asalnya dapat dikelompokan

menjadi tiga yaitu Asia Tenggara, Asia Selatan

dan Pasifik Selatan. Analisis menggunakan 14

primer SSR terhadap 102 asesi kelapa yang

berasal dari 10 lokasi yang dilakukan oleh Rajesh

et al. (2008) menghasilkan 90 alel dengan rata-rata

6,42 alel per lokus dan 0,61 alel polimorfi.

Tanaman kelapa dalam dengan heterosigot

tertinggi berasal dari daerah Pallikara, sedangkan

tanaman kelapa pendek dengan heretosigot

rendah dari Valayar. Hasil analisis mikrosatelit

pada 9 populasi kelapa dengan menggunakan

delapan primer menghasilkan 37 alel

memperlihatkan, bahwa dua populasi kelapa

Laccadive Micro Tall (LMT02 dan LMT 03) dan

Laccadive Small Tall (LCT02) memiliki

heterosigot tinggi (<0,5), serta Laccadive Micro

Tall (LMT01) heterosigotnya rendah (0,24)

(Devakumara et al., 2010).

Pemuliaan Kelapa dengan Persilangan

Pemuliaan tanaman kelapa yang telah

dilakukan adalah mengadakan persilangan

diantata tetua yang telah terseleksi, berdasarkan

Tabel 3. (Balitbangtan, 2013) telah dilepas varietas

kelapa unggul baru yaitu Khina 4 dan Khina 5

pada tahun 2006. Varietas Khina 4 merupakan

persilangan antata Kelapa Genjah Raja (GRA) x

Dalam Mapanget (DMT). Varietas Khina 5

merupakan hasil persilangan antara Kelapa

Genjah Bali x Dalam Mapanget. Kelapa varietas

Khina 4 dan 5 dikenal dengan naman Varietas

Hibrida yang berdasarkan diskripsi untuk umur

panen masih lebih lambat dari salah satu

tetuanya, sedangkan kadar minyak masih lebih

rendah dari kedua tetuanya. Hal tersebut

104 Volume 13 Nomor 2, Juni 2014 : 99 - 110

disebabkan daya gabung dari tetua persilangan

yang berbeda, seperti hasil penelitian Novarianto

(2011) menunjukkan bahwa Kelapa Genjah Raja

mempunyai daya gabung umum yang paling

baik dibandingan kelapa Genjah Bali dan Genjah

Salak.

Evaluasi terhadap empat aksesi kelapa

dalam komposit hibrida (DMT x DPU, DTA x

DSA, DPU x DRL, DBI x DRL) dari 15 aksesi hasil

persilangan enam kultivar Kelapa Dalam Unggul

(DTA, DMT, DPU, DBI, DSA, dan DRL) yang

dilakukan oleh Kamaunang dan Faozi (2007)

memperlihatkan penampilan terbaik pada

karakter jumlah daun, lingkar batang semu dan

tinggi tanaman. Variabilitas genetik karakter

empat aksesi hasil persilangan yang diuji

termasuk luas, hal ini disebabkan nilai

keragaman genetik cukup tinggi.

Varietas Kelapa Unggul

Kelapa Unggul Lokal merupakan kelapa

yang berasal dari hasil eksplorasi atau koleksi

yang dilakukan karakterisasi dan seleksi,

sehingga mendapatkan tanaman kelapa unggul

lokal yang akhirnya dilepas varietas Kelapa

unggul baik kelapa dalam maupun genjah.

Varietas Kelapa Dalam yang sudah dilepas

seperti yang terdapat pada Tabel 1, 2, dan 4 yaitu

Dalam Mapanget, Dalam Tenga, dan Dalam Bali

pada tahun 2004; Dalam Takome (2006); Dalam

Sawarna, Dalam Kima Atas, Dalam Banyuwangi,

Dalam Lubuk Pakam, Dalam Rennel, dan Dalam

Bojong Bulat pada tahun 2008; Dalam Kramat

dan Dalam Molowahu (2009); Dalam Adonara

(2012); Dalam Panua pada tahun 2013; Genjah

Kuning Nias, Genjang Kuning Bali, dan Genjah

Salak pada tahun 2006; Genjah Hijau Kopyor,

Genjah Coklat Kopyor, dan Genjah Kuning

Kopyor pada tahun 2010 (Balitbangtan,

2013). Secara umum kelapa dibagi dalam 3

kelompok, yaitu kelapa Dalam, kelapa Genjah,

dan Kelapa Salak (Gambar 1).

Tabel 1. Diskripsi beberapa karakter Kelapa Dalam

Varietas Umur mulai

berbuah

(tahun)

Umur

panen

(tahun)

Jumlah

tandan

buah/tahun

Jumlah

buah/tandan

(butir)

Jumlah

buah/pohon

(butir)

Kadar

minyak

(%)

Kopra/ha

/thn (ton)

Dalam Mapanget (DMT) 5 6 12-14 7 90 62,95

3,3

Dalam Tenga (DTA) 5 6 12-14 7 90 69,31 3

Dalam Palu (DPU) 5 6 12-14 6 75 69,28 2,8

Dalam Bali (DBI) 5 6 12-14 6 75 65,52 3

Dalam Sawarna (DSA) 4 5 12-14 7-8 70-80 66,65 3,58

Dalam Takome (DTE) 5 6 12-14 60-80 700-800 60,50 2,14

Dalam Kima Atas (DTA) 5 6 14-17 8-12 80-110 61,82 3,17

Dalam Banyuwangi (DBG) 4-5 5-6 12-15 7-8 60-90 62,96 2,62

Dalam Lubuk Pakam

(DLP)

5 6 13-16 7-10 60-90 59,96 2,67

Dalam Adonara 5 6 12-15 12-14 80-105 66,83

Dalam Panua 4 5 13,9 10,06 148,76 66,28

Dalam Kramat 4-5 5-6 13 8 100-104 65,00

Dalam Molowahu 4-5 5-6 13 9 100-126 67,00

Dalam Rennel (DRL) 5 6 14-16 8-18 100-110 67,60 3,4

Dalam Bojong Bulat (DBB) 4-6 5-6 12 8 88-107 68-69 2,5

Gambar 1. Tiga varietas Kelapa yaitu: Kelapa

Dalam, Kelapa Hibrida, dan Kelapa

Genjah.

Status Pemuliaan Tanaman Kelapa dalam Penyediaan Benih Unggul di Indonesia (BUDI SANTOSA) 105

Penyediaan Benih Kelapa Unggul

Penyediaan benih Kelapa Unggul sangat

diperlukan guna meningkatkan produktifitas

kelapa secara nasional. Hal ini disebabkan

sebagian besar tanaman kelapa yang ada saat ini

sudah berumur tua, secara teoritis tanaman

kelapa yang berumur lebih dari 60 tahun yaitu

tanaman kelapa yang ditanam pada tahun 1946

(Allorerung, 2006). Oleh karena itu untuk

peremajaan perlu disediakan benih unggul,

sehingga diharapkan perkebunan kelapa baik

milik pemerintah/swasta dan rakyat sudah

ditanami jenis kelapa yang unggul semua dan

Tabel 2. Diskripsi beberapa karakter Kelapa Genjah

Varietas Umur

mulai

berbuah

(bulan)

Umur panen

(bulan)

Jumlah

tandan

buah/tahun

Jumlah

buah/tandan

(butir)

Jumlah

buah/pohon

(butir)

Kadar

minyak

(%)

Genjah Kuning Nias

(GKN)

40 48 12-14 8-10 60-120 62,76

Genjang Kuning Bali

(KGB)

36 48 12-14 9-12 60-110 61,80

Genjah Raja (GRA) 40 48 12-14 8-10 70-120 66,41

Genjah Salak (GSK) 24 36 12-14 9-11 80-120 64,84

Sumber : Balitbangtan, 2013.

Tabel 3. Diskripsi beberapa karakter Kelapa Hibrida Indonesia

Varietas Umur

mulai

berbuah

(bulan)

Umur

panen

(bulan)

Jumlah

tandan

buah/tahun

Jumlah

buah/tandan

(butir)

Jumlah

buah/pohon

(butir)

Kadar

minyak

(%)

Kopra/ha/thn

(ton)

Khina1 48 13 80 60,00 5,01

Khina2 48 15 84 60,61 4,39

Khina3 48 15 84 62,64 4,38

Khina4 44 58 13 8 104 60,00 3.5

Khina5 45 58 14 7 98 60,08 3,0

Sumber : Balitbangtan, 2013.

Tabel 4. Diskripsi beberapa karakter Kelapa Genjah Kopyor

Varietas Umur

mulai

berbuah

(bulan)

Umur

panen

(bulan)

Jumlah

buah/tandan

(butir)

Jumlah

buah/pohon

(butir)

Jumlah buah

kopyor/tandan

(butir)

Kadar

minyak (%)

Genjah Hijau

Kopyor

42 48 11,42 120-140 3,89 8,16-8,42

Genjah Coklat

Kopyor

42 48 11,40 80-150 4,00 7,88-8,02

Genjah

Kuning

Kopyor2010

42 48 8,40 100-120 3,16 9,15-9,23

Sumber : Balitbangtan, 2013.

106 Volume 13 Nomor 2, Juni 2014 : 99 - 110

produktivitas kelapa secara nasional bisa

meningkat. Penyediaan benih kelapa unggul

dapat dilakukan dengan cara pembuatan kebun

bibit secara monokultur (satu blok kebun bibit

ditanam satu jenis varietas kelapa), atau

komposit (satu blok kebun bibit ditanami lebih

dari satu varietas kelapa) yang nantinya dapat

berfungsi sebagai sumber benih unggul.

Evaluasi untuk memdapatkan bibit kelapa

unggul lokal yang akan digunakan sebagai bahan

untuk membuat kebun induk kelapa dalam

komposit di propinsi Jawa Tengah. Evaluasi

dilakukan di Blok Penghasil Tinggi (BPT) di Desa

Kaligesing (kab. Purworejo), Desa Karanggedang

(Kab.Banyumas), dan Desa Petanahan (Kab.

Kebumen) memperlihatkan bahwa keragaman

genetik di tiga lokasi adalah < 20% termasuk

rendah dengan rata-rata produktivitas berturut-

turut 2.63, 2,74, dan 2.44 ton kopra/ha/tahun.

Ketiga BPT masih layak digunakan sebagai

sumber kebun induk kelapa Dalam komposit

(Kumaunang, 2008). Evaluasi empat aksesi

plasma nutfah kelapa Dalam di Gorontalo yaitu

Dalam orange Pontolo (DOP), Dalam Coklat

Pontolo (DCP), Dalam Hijau Pontolo (DHP), dan

Dalam Pontolo (DPO) yang dilakukan Oleh

Miftahorrachman (2008) hasilnya menunjukkan

bahwa empat aksesi kelapa Dalam tersebut

memiliki keragaman karakter yang besar (98,0

persen). Kelapa Dalam Coklat Pontolo dan Dalam

Pontolo memiliki potensi produksi kopra tinggi

(4,1 – 4,7 ton kopra/ha/tahun) yang dapat

digunakan sebagai tetua persilangan maupun

benih kelapa.

Selain pengadaan benih kelapa Dalam

unggul dengan evaluasi pada BPT juga dilakulan

usaha untuk menghasilkan kelapa kopyor.

Usaha untuk meningkat produksi kelapa kopyor

per tandan buah telah dilakukan penelitian oleh

Novarianto dan Lolong (2012) menunjukkan

bahwa pola kerodong dengan penyerbukan

sendiri (tanpa bantuan manusia) dapat

meningkatkan produksi kelapa kopyor sampai

45,71%, sedangkan secara umumnya produksi

kelapa kopyor masih rendah yaitu 15,75% per

tandan. Usaha pengembangan kelapa kopyor

dalam rangka pengadaan bibit dapat dilakukan

dengan cara transplantasi embrio yang berasal

dari varietas yang sama (Mashud dan Matana,

2006).

Pengendalian terhadap Hama dan Penyakit

Tanaman

Beberapa sentral kelapa kopyor di Indonesia

terdapat di Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah,

Jawa Barat, Lampung, dan Sulawesi Utara. Salah

satu usaha untuk menjaga produksi kelapa tetap

tinggi yaitu dengan cara menggunakan musuh

alami. Produksi kelapa kopyor bisa menurun

akibat serangan hama kumbang Oryctes

rhinoceros. Untuk mengatasi atau mengendalikan

hama tersebut dapat dilakukan dengan

menggunakan musuh alami seperti hasil

penelitian yang dilakukan oleh Salim dan

Hosang (2013) menunjukkan bahwa musuh alami

M. anisopline menyebabkan mortalitas 100% pada

larva O. rhinoceros instar 1 ((L1), larva instar 2

(L2) dan larva instar 3 (L3) pada skala

laboratorium.

PEMULIAAN KELAPA SECARA NON-

KONVENSIONAL

Pemuliaan tanaman secara non-

konvensional yang disebut juga secara

bioteknologi, baru digunakan apabila masalah

tersebut tidak dapat dikerjakan/diselesaikan

dengan cara konvensional seperti: penyelamatan

embrio (embryo rescue), rekayasa genetik, marka

molekuler. Teknik bioteknologi yang digunakan

untuk pemuliaan tanaman adalah penyelamatan

embrio dengan teknik kultur jaringan.

Keberhasilkan kultur jaringan antara lain

dipengaruhi oleh tahap dalam proses sterilisasi

bahan tanaman/eksplan.

Pada kultur jaringan tahapan sterilisasi

eksplan merupakan tahapan yang penting dalam

kultur jaringan agar tidak terjadi kontaminasi

eksplan yang diakibatkan oleh jamur. Metode

sterilisasi menggunakan pemutih (sun klin)

untuk eksplan silinder endosperm dan embrio

menunjukkan tingkat kontaminasi rendah yaitu

18,67% (Mashud et al., 2005).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Mashud dan Tulalo (1999) menggunakan embrio

kelapa Dalam Mapanget (DMT) yang berumur 9

Status Pemuliaan Tanaman Kelapa dalam Penyediaan Benih Unggul di Indonesia (BUDI SANTOSA) 107

bulan yang dikulturkan pada media Y3 + 60 ppm

GA3, memperlihatkan bahwa kecepatan

berkecambah menjadi lebih cepat (23,33 hari)

dibandingan Media kontrol (33,00 hari), daya

kecambah hasilnya lebih tinggi = 76,66%

dibandingkan media kontrol = 50% (Mashud dan

Tulalo 1999). Media Y3 + 200 µM/l IBA memberi

respon yang baik terhadap plantlet kelapa genjah

kuning Nias yang berasal dari embrio kelapa

terhadap jumlah akar, jumlah daun dan tinggi

tanaman (Mashud, 2008). Hal yang sama juga

terjadi pada eksplan zaitun yang diperbanyak

secara in-vitro yang dilakukan oleh Peixe et al.

(2007), peremdaman eksplan zaitun dalam

larutan 3g/l IBA selama 10 detik dapat

meningkatkan pembentukan akar zaitu sebanyak

85%. Penambahan 100µM NAA pada media

tumbuh Y3 dapat meningkatkan jumlah akar

lateral yang paling banyak pada Plantlet GKN

berumur 8 bulan yang ditumbuhkan pada media

Y3 cair (Mashud, 2008). Sedangkan

menggunakan 10% air kelapa pada media Y3

dapat meningkatkan kecepatan berkecambah

embrio kelapa Dalam Mapanget secara in vitro

(Mashud, 2009).

Usaha pengadaan bibit dengan kultur

jaringan sangat cocok untuk kelapa kopyor,

dimana Kelapa kopyor merupakan kelapa

dengan daging buah yang tidak normal dan

sebagian besar daging buah tidak melekat pada

tempurung, tetapi memiliki embrio yang normal.

Oleh karena itu kelapa kopyor tidak dapat

dikembangbiakkan secara konvensional dengan

biji, seperti kelapa normal dan tanaman kelapa

kopyor hanya dapat ditanam menggunakan

teknik kultur embrio. Seperti hasil penelitian

yang dilakikan oleh Mashud (2013), yaitu

menambahan zat pengatur tumbuh 1,5 mg/l BAP

pada media Y3 untuk pertumbuhan kecambah

Kelapa Genjah Kopyor yang dibelah dapat

menghasilkan persentase planlet normal tertinggi

secara in vitro. Pada ekspan zaitun yang

diperbanyak menggunakan media OM + 50 ml/l

air kelapa + 8,87 µM BAP dapat meningkatkan

pembentukan eksplan baru rata-rata 3,4 kali

setiap 30 hari (Peixe et al., 2007). Sampai saat ini

usaha untuk menghasilkan bibit kelapa kopyor

masih terus dilakukan, berdasarkan hasil

penelitian di Balit Palma, bibit kelapa kopyor

sudah dapat dihasilkan melalui teknik kultur

jaringan, dan telah ditanam di kebun percobaan.

Tanaman kelapa kopyor tersebut sudah

berproduksi menghasilkan kelapa kopyor sekitar

90% per tandan.

Kelapa kopyor yang terdapat di Indonesia

ada dua jenis yaitu tipe Dalam dan Genjah. Bibit

kelapa kopyor tipe Dalam bersifat menyerbuk

silang sehingga harus ditanam pada areal yang

terisolasi secara ketat dari tanaman kelapa

normal agar tidak terjadi penyerbukan silang,

sedangkan bibit kelapa kopyor Genjah yang

berasal dari kultur jaringan (kultur embrio)

diperkirakan dapat dikembangkan pada areal

yang relatif lebih sempit dengan isolasi tidak

terlalu ketat karena sifat tanaman kelapa kopyor

tipe Genjah adalah tanaman menyerbuk sendiri

(Mashud dan Manaroinsong, 2007).

KESIMPULAN DAN SARAN

Tanaman kelapa tersebar diseluruh propinsi

di Indonesia dengan banyak aksesi dan sebagian

besar merupakan perkebunan rakyat, sehingga

produktifitas kelapa masih rendah. Pemerintah

melalui Balitka yang sekarang menjadi Balit

Palma, Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian, Kementerian Pertanian telah lama

melakukan penelitian untuk menghasilkan

varietas kelapa unggul. Tanaman kelapa

merupakan tanaman tahunan sehingga untuk

mendapat varietas unggul memerlukan waktu

yang lama, karena tanaman kelapa umur

panennya 4 – 6 tahun. Saat ini Balit Palma telah

melepas Varietas Unggul baik yang berupa hasil

eksplorasi maupun persilangan berupa varietas

kelapa normal maupun kopyor, seperti : Kelapa

Dalam Mapanget, Dalam Kima Atas, Dalam Bali,

Genjah Kuning Bali, Genjah Salak, Khina, Genjah

Hijau Kopyor. Pemuliaan kelapa yang telah

dilakukan di Balit Palma telah dilakukan baik

secara konvensional maupun nonkonvensional

atau bioteknologi. Pemuliaan tanaman kelapa

secara bioteknologi yang telah dilakukan adalah

menggunakan marka molekuler dan teknik

kultur jaringan untuk penyelamatan embrio

kelapa kopyor agar dapat menghasilkan bibit

tanaman kelapa kopyor. Buah kelapa sangat

bermanfaat untuk kesehatan karena mengandung

108 Volume 13 Nomor 2, Juni 2014 : 99 - 110

10 jenis asam amino essensial, dan asam lemak

jenuh yang berantai karbon sedang (C6-C12)

yang lebih mudah dicerna dan diserap tubuh.

Buah kelapa juga dapat dimanfaatkan untuk

berbagai produk seperti: tart kelapa, coconut

chip, virgin coconut oil (VCO), permen kelapa,

selai kelapa, es kelapa, sabun cair. Minyak kelapa

dapat diproses lebih lanjut menjadi biodiesel

yang dapat langsung digunakan sebagai bahan

bakar mesin diesel.

Kelapa mempunyai masa depan yang cerah

untuk diolah dan dikembangkan secara bersama-

sama untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Pengembangan kelapa ke depan, perlu dilakukan

peremajaan terhadap tanaman kelapa yang

sudah tua dan kurang produktif serta dilakukan

penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan

tanaman kelapa yang pendek walaupun sudah

berumur lebih dari 30 tahun. Hal tersebut

berhubungan dengan biaya petik buah kelapa

yang semakin hari semakin mahal karena

semakin berkurangnya jumlah tenaga kerja.

Dalam bidang kultur jaringan kelapa masih perlu

dikembangkan metode penyelamatan embrio

kelapa kopyor yang dapat mempercepat

penyediaan benihnya.

DAFTAR PUSTAKA

Allorerung, D., Z. Mahmud, dan B. Prastowo.

2006. Peluang Kelapa untuk

Pengembangan Produk Kesehatan dan

Biodisel. Buku1, Prosiding : Konperensi

Nasional Kelapa VI. Gorontalo, 16-18 Mei

2006. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Pusat

Penelitian dan Pengembangan

Perkebunan. 12-31.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

(Balitbangtan). 2013. Varietas Unggul

Kelapa, Pinang, dan Aren di Indonesia.

Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. 58 hlm.

Devakumara, D., V. Nirala, B.A. Jerarda, C.

Jayabosea, R. Chandramohanana, dan

P.M. Jacobb. 2010. Microsatellite analysis

of distinct coconut accessions from Agatti

and Kavaratti Islands, Lakshadweep,

India. Scientia Horticulturae (125): 309–

315.

Dewan Kelapa Indonesia (Dekindo). 2014.

Bermusyawarah dan berkoordinasi bagi

pembangunan perkelapaan Nasional

tahun 2009. Dewan Kelapa Indonesia.

www.dekindo.com/acara/seminar.

diunduh tanggal 23 Juni 2014.

Foale. 2003. Coconut in the human diet-an

excellent component. Coco info

International 10(2):17-19.

Karouw, S. dan E.T. Tenda. 2007. Daging Buah

Kelapa: Sumber Asam Lemak dan Asam

Amino Essensial. Prosiding; Konperensi

Nasoinal Kelapa VI. Buku 2. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perkebunan. 220-226.

Karouw, S., N. Hengky, A. Lay, dan R. Berlina.

2007. Biodiesel Minyak Kelapa: Bahan

Bakar Cair Masa Depan. Prosiding;

Konperensi Nasoinal Kelapa VI. Buku 2.

Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perkebunan. 227-232.

Kumaunang, J. 2008. Identifikasi Kelapa Dalam

Unggul Lokal Untuk Materi Kebun

Induk Kelapa Dalam Komposit di

Propinsi Jawa Tengah. Buletin Palma.

35:26-33.

______________ dan I. Faozi. 2007. Keragaan

Awal Kelapa Dalam Komposit Hibrida

Intervarietas di Banyuwangi. Buletin

Palma (32):37-44.

______________ dan I. Maskromo. 2007.

Keragaman Genetik Plasma Nutfah

Kelapa Dalam (Cocos nucifera L) di Kebun

Percobaan Mapanget Berdasarkan

Penanda DNA SSRs. Buletin Palma

(33):18-27.

Lengkey, H. G., dan N. Hengky. 2006. Kelapa

Dalam Australia Asal Pulau Babi

Kabupaten Kepulauan Aru, Propinsi

Maluku, Buletin Palma (30):9-16.

Manaroinsong, E, dan J. Kumaunang. 2005.

Karakter fisiologi beberapa kultivar

kelapa Dalam. Buletin Palma. (29):14-22.

Mangindaan, H.F., H.G. Lengkey, dan H.

Novarianto. 2002. Karakterisasi kelapa

Status Pemuliaan Tanaman Kelapa dalam Penyediaan Benih Unggul di Indonesia (BUDI SANTOSA) 109

dalam Mamuaya asal Wasian, Sulawesi

Utara. Buletin Palma (28):27-31.

Manimekalai. R, dan P. Nagarajan. 2006.

Assessing genetic relationships among

coconut (Cocos nucifera L.) accessions

using inter simple sequence repeat

markers. Scientia Horticulturae (108):49-

54

Mashud, N. 2008. Pengaruh Zat Pengatur

Tumbuh IBA Terhadap Pertumbuhan

Plantlet Kelapa Genjah Kuning Nias

(GKN). Buletin Palma (35):9-15.

____________. 2009. Pertumbuhan Embrio Kelapa

Dalam Mapanget pada Media Y3 yang

disubstitusi dengan Air Kelapa. Buletin

Palma (37):138-144.

____________. 2013. Efek Zat Pengatur Tumbuh

BAP Terhadap Pertumbuhan Planlet

Kelapa Genjah Kopyor dari Kecambah

yang Dibelah. Buletin Palma 14(2):82-87.

____________ dan E. Manaroinsong. 2007.

Teknologi Kultur Embrio untuk

Pengembangan Kelapa Kopyor. Buletin

Palma. (33): 37-44.

____________ dan M. A. Tulalo. 1999. Pengaruh

GA3 Terhadap Perkecambahan Embrio

Kelapa DMT umur 9 bulan. Buletin

Palma. (25):69-73.

____________ dan Y.R. Matana. 2006.

Transplantasi Embrio Kelapa. Buletin

Palma. No. 31:19-27.

____________, I. Maskromo, R. T.P. Hutapea, dan

H. Novarianto. 2006. Potensi dan Peluang

Pengembangan Kelapa Kopyor di

Indonesia. Prosiding: Koperensi

Nasional Kelapa VI. Gorontalo 16-18 Mei

2006. 112-122.

____________, N. Hengky, V. K. Masing, dan E.

Manaroinsong. 2005. Pengaruh Metode

Sterilisasi Silinder Endosperm dan

Embrio Pada Pertumbuhan In Vitro

Plantlet Kelapa Genjah Kuning Nias.

Buletin Palma (29):8-13.

____________, V. K. Masing, E. Manaroinsong,

dan Y. Matana. 2006. Pengaruh NAA

Terhadap Pertumbuhan Plantlet Kelapa

Genjah Kuning Nias. Buletin Plasma

(30):17-23.

Maskromo, I. 2007. Identifikasi Blok Penghasil

Tinggi dan Potensi Benih Kelapa Dalam

di Propinsi Bali. Buletin Palma (32):29-36.

____________ dan N. Hengky. 2006.

Pengembangan Kelapa Kopyor di

Indonesia. Buletin Palma (30):28-36.

Miftahorrachman, dan I. Maskromo. 2006.

Identifikasi Plasma Nutfah Kelapa Unik

di Kabupaten Terau, Kalimantan Timur.

Buletin Palma (30):1-8.

____________, M. Tulalo, dan E. S. Tenda. 2007.

Kekerabatan Antar Enam Aksesi Plasma

Nutfah Kelapa Asal Propinsi Gorontalo.

Buletin Palma (33):28-36.

____________. 2008. Evaluasi Keragaman Plasma

Nutfah Kelapa Dalam di Gorontato.

Buletin Palma (34):42-50.

Novarianto, H. 2011. Penampilan Bibit Kelapa

Genjah x Genjah. Buletin Palma. 12(1):18-

26.

____________ dan A.A. Lolong. 2012.

Peningkatan Persentase Buah Kelapa

Kopyor melalui Penyerbukan Sendiri.

Buletin Palma, vol. 13(1):7-16.

Pandin, D.S. 2009a. Keragaman Genetik Kultivar

Kelapa Dalam Mapanget (DMT) dan

Dalam Tenga (DTA) berdasarkan

penanda Random Amplified Polymorphic

DNA (RAPD). Biletin Palma. 36:17-29.

___________. 2009b. Depresi Silang dalam Kelapa

Dalam Mapanget Berdasarkan Penanda

Mikrosatelit (SSR). Buletin Palma 37:127-

137.

___________. 2009c. Keragaman genetik Kelapa

Dalam Bali (DBI) dan Dalam Sawarna

(DSA) Berdasarkan Penanda Random

Amplified Polimorphic DNA (RADP).

Buletin Palma. 37:152-165.

Peixe, A., A. Raposo, R. Lourenc¸o, H. Cardoso,

dan E. Macedo. 2007. Coconut water and

BAP successfully replaced zeatin in olive

(Olea europaea L.) micropropagation.

Scientia Horticulturae 113: 1–7.

Prakoso, T., T.H. Soerawidjaja, P.M. Pasang, R.

Berlina, S. Karouw, dan N. Hengky. 2007.

Teknologi Proses Produksi Biodiesel

Berbasis Minyak Kelapa. Prosiding;

Konperensi Nasoinal Kelapa VI. Buku 2.

Badan Penelitian dan Pengembangan

110 Volume 13 Nomor 2, Juni 2014 : 99 - 110

Pertanian. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perkebunan. 242-248.

Rajesh, M.K., V. Arunachalam, P. Nagarajan, P.

Lebrun, K. Samsudeen, dan C. Thamban.

2008. Genetic survey of 10 Indian coconut

landraces by simple sequence repeats

(SSRs). Scientia Horticulturae (118):282-

287.

Salim, dan M. L. A. Hosang. 2013. Serangan

Oryctes rhinoceros pada Kelapa Kopyor di

Beberapa sentral Produksi dan Potensi

Metarhizium anisopliae Sebagai Musuh

Alami. Buletin Palma 14(1):47-53.

Santos, G. A., P. A. Batagul, A. Othman, L.

Boudoin, and J. P. Laboisse. 1997. Manual

Standardized research tehcniques in

coconut breeding. IPGRI-COGENT.

Malaysia.

Tenda, E. S., J. Mawikere, dan N. Hengky. 2006.

Kelapa Dalam Sikka untuk Materi

Pengembangan di Lahan Kering Iklim

Kering. Buletin Palma. (31):1-9.

____________ dan J. Kamaunang. 2007.

Keragaman Fenotipik Kelapa Dalam di

Kabupaten Pacitan, Tulungagung, dan

Lumajang, Jawa Timur. Buletin Palma

(32):22-28.

____________, T., H.G. Lengkey, J. Kamaunang.

1997. Produksi buah tiga cultivar kelapa

Genjah dan tiga kultivar Kelapa dalam. J.

Penelitian Tanaman Industri 3(2).