138
KEJAKSAAN AGUNG PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JAKARTA 2017 Optimalisasi Peran Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung Dalam Mendorong Satker Wilayah, Untuk Menyelesaikan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Disusun Oleh : Niniek Suparni, SH., MH 1. Sri Humana, S.Sos 2. Imas Sholihah, SH 3. Suryadi Agoes, SH 4.

STATUS SAKSI MAHKOTA Optimalisasi Peran Pusat Pemulihan ... filePERADILAN PIDANA Oleh : Drs. Nandan Iskandar Siti Utari, SH.,MH. Estiyarso, SH. Hening Hadi Condro, SH. SatriyoWibowo,

Embed Size (px)

Citation preview

i

KEJAKSAAN AGUNGPUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

JAKARTA 2017

Loqman, Loebby, Saksi Mahkota, Forum Keadilan, Nomor 11, 1995.

Mulyadi, Lilik, Implikasi Yuridis tentang ‘’Saksi Mahkota’’,diaksesdari http://www.balipost.co.id tanggal 9 Maret 2012.

Nauli, Musri, Issu “Anggie” dari Sudut Hukum Pidana, diakses darimusri-nauli.blogspot.com, tanggal 9 Maret 2012.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:42/PUU-VIII/2010 Tanggal 24September 2010.

Republik Indonesia, Dinas Sejarah Militer Angkatan Darat, SejarahTNI-AD, 1945-1973 : Perananan TNI-AD MenegakkanNegara Kesatuan RI, Volume 2, Jakarta : Dinas Sejarah Militer.

Setiyono,” Eksistensi Saksi Mahkota Sebagai Alat Bukti DalamPerkara Pidana”, Jurnal Hukum Lex Jurnalica, Vol 5, No. 1,Pusat Pengelola Jurnal Ilmiah Universitas Indonesia, Esa Unggul,Jakarta, Desember 2007.

Varia Peradilan No 120, September 1995.

——————, Nomor 62, Nopember, 1990.

Widodo Eddyono, Supriyadi, Catatan Kritis Terhadap Undang-Undang No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi danKorban, Jakarta: Elsam, September 2006, diaksesdarihttp://perlindungansaksi.files.wordpress.com, tanggal 7 Juni 2012.

106

STATUS SAKSI MAHKOTASTATUS SAKSI MAHKOTASTATUS SAKSI MAHKOTASTATUS SAKSI MAHKOTASTATUS SAKSI MAHKOTADALAM PROSESDALAM PROSESDALAM PROSESDALAM PROSESDALAM PROSES

PERADILAN PIDANAPERADILAN PIDANAPERADILAN PIDANAPERADILAN PIDANAPERADILAN PIDANA

Oleh :

Drs. Nandan IskandarSiti Utari, SH.,MH.

Estiyarso, SH.Hening Hadi Condro, SH.SatriyoWibowo, SH.,LLM.

Imas Sholihah, SH.

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIAPUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

JAKARTA 2012

Optimalisasi Peran Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung Dalam Mendorong Satker Wilayah, Untuk Menyelesaikan Benda Sitaan dan

Barang RampasanDisusun Oleh :

Niniek Suparni, SH., MH1. Sri Humana, S.Sos2. Imas Sholihah, SH3. Suryadi Agoes, SH4.

ii

Optimalisasi Peran Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung Dalam Mendorong Satker Wilayah, Untuk Menyelesaikan Benda

Sitaan dan Barang Rampasan

Disusun Oleh :

Niniek Suparni, SH., MHSri Humana, S.SosImas Sholihah, SHSuryadi Agoes, SH

x + 128 hlm. ; 21 cmISBN 978-602-6532-29-9

anggota IKAPI

Hak Cipta Dilindungi Undang-UndangDilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk dan dengan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronis termasuk foto copy, rekaman dan lain-lain tanpa ijin tertulis dari penerbit.

iii

ABSTRAK

Pusat Pemulihan Aset (PPA) sebagai satuan kerja Kejaksaan berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Per-006/A/JA/3/2014 tanggal 20 Maret 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-009/A/JA/01/2011 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia, bertanggung jawab memastikan terlaksanakannya pemulihan aset di Indonesia secara optimal dengan sistem pemulihan aset terpadu (Integrated Asset Recovery System) secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel serta dengan value (nilai-nilai) yang ditanamkan untuk dipedomani oleh SDM PPA. PPA mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pemulihan aset yang menjadi kewenangan Kejaksaan RI sesuai peraturan perundang-undangan serta koordinasi dengan jaringan kerjasama nasional maupun internasional dalam pemulihan aset. Namun dalam pelaksanaannya masih ditemui permasalahan dengan terbengkalainya benda sitaan dan barang rampasan, oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam rampasan negara yang transparan, akuntabel, efektif, efisien dan terpadu, faktor penghambat dan upaya penanggulangannya. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan tipe penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris, terhadap 212 (dua ratus dua belas) responden yang terdiri dari responden: Kejaksaan, Kementerian Hukum dan HAM (Rupbasan), Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), Kepolisian, Pengadilan Negeri, PPNS (Pajak, Bea Cukai dan KKP); yang berada di 5 (lima) wilayah Kejaksaan Tinggi dan 21 (dua puluh satu) wilayah hukum Kejaksaan Negeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agar mekanisme penanganan benda sitaan dan barang rampasan yang transparan, akuntabel, efektif, efisien dan terpadu maka terlebih dahulu harus dilakukan persiapan secara administratif dan koordinasi yang optimal dengan instansi terkait, serta anggaran yang memadai dalam perawatan dan pemeliharaan benda sitaan dan/atau barang rampasan. Faktor penghambat dalam penanganan benda sitaan dan barang rampasan adalah belum optimalnya penerapan

iv

Pasal 45 KUHAP terhadap penanganan benda sitaan dan/atau barang rampasan, pemenuhan sarana dan prasarana yang belum optimal terutama tempat penyimpanan benda sitaan dan barang rampasan, anggaran sangat terbatas untuk perawatan/pemeliharaan, informasi terhadap peran PPA dalam hal tugas dan fungsi belum banyak diketahui oleh instansi terkait, koordinasi dan konsolidasi dengan instansi terkait belum terjalin dengan optimal. Sedangkan upaya penanggulangan yang disarankan adalah perlu diterbitkan Surat Edaran Jaksa Agung terkait optimalisasi penerapan Pasal 45 KUHAP terhadap penanganan benda sitaan dan/atau barang rampasan yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan; Perlu peningkatan anggaran untuk penyimpanan, pemeliharaan, dan perawatan benda sitaan dan/atau barang rampasan serta untuk kebutuhan pemenuhan sarana dan prasarana terutama tempat penyimpanan benda sitaan dan barang rampasan; Perlu peningkatan sosialisasi dari Kejaksaan tentang tugas dan fungsi PPA Kejaksaan RI pada instansi terkait; Perlu Peningkatan koordinasi dan konsolidasi yang lebih solid antara Kejaksaan dengan instansi terkait.Kata Kunci : pusat pemulihan aset, satuan kerja (satker) wilayah, benda sitaan dan barang rampasan.

v

ABSTRACT

Asset Recovery Center (PPA) as a unit of the Public Prosecutor’s Office under the Attorney General’s Regulation Number: Per-006 / A / JA / 3/2014 dated March 20, 2014 Regarding Amendment to the Attorney General Regulation No. PER-009 / A / JA / 01/2011 On the Organization and Working Procedures of the Attorney General of the Republic of Indonesia, it is responsible for ensuring optimal asset recovery in Indonesia with an integrated, efficient, transparent and accountable integrated asset recovery system and with value, which is instilled to be guided by SDM PPA. PPA has the duty to carry out asset recovery activities under the authority of the Public Prosecution Service in accordance with legislation and coordination with national and international cooperation networks in the recovery of assets. However, in practice there are still problems with the abandonment of seized objects and confiscated goods, therefore the issues raised in the spoils of the state are transparent, accountable, effective, efficient and integrated, the inhibiting factors and the mitigation efforts. This research is descriptive with normative juridical and juridical empirical research type, to 212 (two hundred and twelve) respondents consisting of respondents: Attorney; Ministry of Law and Human Rights (Rupbasan); State Wealth Service Office and Auction (KPKNL); Police; District Court; PPNS (Tax, Customs and KKP) located in 5 (five) areas of the High Prosecutor’s Office and 21 (twenty-one) jurisdictions of the Public Prosecutor’s Office. The results of the research indicate that for the mechanism of handling of seized objects and spoils that are transparent, accountable, effective, efficient and integrated, the administrative preparation and coordination must be done optimally with the relevant agencies, as well as adequate budget in the maintenance and maintenance of confiscated and / or loot. The inhibiting factor in the handling of seized objects and booty is not yet optimal the application of Article 45 KUHAP to the handling of confiscated and / or booty objects, the fulfillment of facilities and

vi

infrastructure that has not been optimally, especially the storage of seized objects and booty, the budget is very limited for maintenance / information on the role of PPA in terms of duties and functions has not been widely known by relevant agencies, coordination and consolidation with related institutions have not been established optimally. While the recommended countermeasures efforts are required to issue a Circular Letter of the Attorney General related to the optimization of the application of Article 45 of the Criminal Procedure Code against the handling of seized objects and / or booty which can be quickly damaged or harmful; It is necessary to increase the budget for the storage, maintenance and maintenance of confiscated and / or booty objects and for the fulfillment of facilities and infrastructures, especially for storages of seized objects and booty; It is necessary to increase the socialization of the Attorney on the duties and functions of the PPA of the Attorney General of the Republic of Indonesia in the relevant institutions; Need to Improve coordination and solid consolidation between the Attorney with relevant agencies.Keywords: asset recovery center, regional work unit, seized objects and confiscated goods

iii

vii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kemudahan serta limpahan Rahmat dan

KaruniaNya, laporan hasil penelitian dengan judul : “Optimalisasi Peran Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung Dalam Mendorong Satker Wilayah, Untuk Menyelesaikan Benda Sitaan Dan Barang Rampasan,” dapat diselesaikan dengan baik sesuai waktu yang ditentukan.

Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran PPA Kejaksaan Republik Indonesia, dalam mengkoordinasikan dengan memastikan setiap tahap penanganan benda sitaan dan barang rampasan dapat terintegrasi dan berjalan dengan baik sehingga terwujud Good Governance dibidang pemulihan aset hasil kejahatan / tindak pidana, mengoptimalkan PNBP Kejaksaan RI serta peran PPA Satuan Kerja (satker) wilayah dalam melaksanakan penanganan benda sitaan dan rampasan negara, sesuai peraturan yang berlaku.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para Jaksa dan Pimpinan Kejaksaan dalam menyikapi problematika, menyusun dan/atau merumuskan kembali kebijakan yang berkaitan dengan penguatan peran PPA.

Pada kesempatan ini Tim Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Kejaksaan Agung RI mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kejaksaan Agung 1. selaku penanggung jawab dalam penelitian ini beserta staf dilingkungan Pusat Litbang

Kepala Kejaksaan Tinggi : Sumatera Selatan; Lampung; 2. Kalimantan Tengah; Sulawesi Tenggara; Jawa Tengah beserta jajaran Kejaksaan Negeri diwilayah hukum masing-masing

viii

Kejaksaan Tinggi yang menjadi lokasi pengambilan sampel penelitian

Para responden yang turut berpartisipasi dalam data baik 3. yang berasal dari internal Kejaksaan yaitu: Rupbasan; Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan lelang (KPKNL); Kepolisian dan Pengadilan Negeri

Kami menyadari hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu sangat diharapkan adanya masukan, kritik serta saran yang sifatnya membangun. Akhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Desember 2017

Tim Peneliti PPA

ix

DAFTAR ISI

.Abstrak ..................................................................................................Abstract ................................................................................................Kata Pengantar .................................................................................Daftar Isi ...............................................................................................

BAB I P E N D A H U L U A N ..................................................Latar Belakang A. ............................................................Permasalahan B. ...............................................................

C. Ruang Lingkup Penelitian .........................................D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................

Kerangka Pemikiran E. ...................................................F. Metodologi Penelitian ................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................Peran Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan A. Agung Terhadap Benda Sitaan dan Barang Rampasan ....................................................................Mekanisme Pengamanan dan Pemeliharaan Aset..B.

BAB III IMPLEMENTASI PERAN PUSAT PEMULIHAN ASET (PPA) KEJAKSAAN RI DALAM MENDORONG SATKER WILAYAH UNTUK M,ENYELESAIKAN BENDA SITAAN DAN BARANG RAMPASAN ................................................

Karakteristik Responden A. ...........................................B. Prosedur Dan Mekanisme Penyelesaian Barang

Sitaan dan Barang Rampasan ..................................Hambatan/Kendala Dalam Penyelesaian Barang C. Sitaan dan Barang Rampasan ..................................

iiivi

viiix

118889

14

19

1928

4343

44

79

x

Upaya/Solusi Penanggulangan Hambatan Dalam D. Penyelesaian Benda Sitaan dan Barang Rampasan

BAB IV PENGUATAN PERAN PUSAT PEMULIHAN ASET (PPA) KEJAKSAAN RI DALAM MENDORONG SATKER WILAYAH UNTUK MENYELESAIKAN BENDA SITAAN DAN BARANG RAMPASAN ................................................

Keberadaan Pusat Pemulihan Aset (PPA) A. Kejaksaan RI Dalam Mendorong Satker Wilayah Untuk Menyelesaikan Benda Sitaan Dan Barang Rampasan ....................................................................Dasar Hukum, Prosedur Dan Mekanisme B. Penyelesaian Benda Sitaan Dan Barang Rampasan...................................................................... Hambatan dan Upaya menyelesaian Benda Sitaan C. dan Barang Rampasan ...............................................

BAB V P E N U T U P ............................................................Kesimpulan A. ..................................................................Saran B. ............................................................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................

82

87

90

104

111

115115121

125

1

BAB IP E N D A H U L U A N

Latar Belakang A.

Indonesia berdasarkan amanat konstitusi Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 merupakan penganut negara hukum (rechtstaat). sehingga dalam upaya penegakan hukum berpegang pada prinsip-prinsip rule of law yang meliputi supremasi hukum, prinsip persamaan di depan hukum dan terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang dan putusan pengadilan. Dalam konteks ajaran “negara kesejahteraan” (welfare state) pemerintah Indonesia berkewajiban untuk mensinergikan upaya penegakan hukum yang berlandaskan pada nilai-nilai keadilan dengan upaya pencapaian tujuan nasional untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi masyarakat. Berdasarkan pemikiran seperti ini, penanganan tindak pidana dengan motif ekonomi harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berkeadilan bagi masyarakat melalui pengembalian hasil dan instrumen tindak pidana kepada negara untuk kepentingan masyarakat.1

Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum, secara universal merupakan lembaga sentral dalam sistem penegakan hukum pidana (centre of criminal justice system), yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mengkoordinir atau mengendalikan penyidikan, melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan/putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), serta mempunyai tanggung jawab dan kewenangan atas seluruh barang bukti yang disita baik dalam tahap penuntutan untuk kepentingan pembuktian perkara, maupun untuk kepentingan eksekusi.

1 Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional, Laporan Akhir Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Perampasan Aset Pidana, Badan Pembinaan Hukum Nnasional (BPHN), Kementerian Hukum dan HAM RI. 2012, hal. 2-3

2

Terkait dengan penanganan aset dalam konteks penegakan hukum, Kejaksaan yang memiliki wewenang pro justitia (untuk keadilan), eksekusi (atau wewenang eksekutorial) dan wewenang manajemen, dengan uraian sebagai berikut :

Wewenang pro justitia1. Penanganan barang bukti pada tahap penyidikan dan tahap

penuntutan (termasuk didalamnya pelimpahan wewenang barang bukti dan penguasaan atas asset selama persidangan).

Wewenang eksekutorial2. Wewenang eksekutorial ini meliputi pelaksanaan penetapan

hakim dan pelaksanaan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.

Wewenang manajemen3. Berdasarkan PP No. 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan

Barang Milik Negara/Daerah (Pasal 6) dan PMK No. 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang berasal dari Barang Rampasan Negara dan Gratifikasi (Pasal 8 dan Pasal 9), mengamanahkan bahwa Kejaksaan RI memiliki fungsi manajemen dan menyebutkan dengan tegas bahwa Jaksa Agung RI sebagai pengurus barang rampasan negara

Belum terselenggarakan kegiatan pemulihan aset secara baik oleh Kejaksaan, sehingga perlu dilakukan pembenahan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Maka berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Per-006/A/JA/3/2014 tanggal 20 Maret 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-009/A/JA/01/2011 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia telah dibentuk Pusat Pemulihan Aset (PPA) sebagai satuan kerja Kejaksaan yang bertanggung jawab memastikan terlaksananya pemulihan

3

aset di Indonesia secara optimal dengan pola sistem pemulihan aset terpadu (integrated asset recovery system) secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel serta dengan value (nilai-nilai) yang ditanamkan untuk dipedomani oleh SDM PPA yaitu passion (bekerja dengan semangat dan sepenuh hati), trust (kepercayaan/dapat dipercaya), integrity (memiliki dan menjaga integritas), dicipline (disiplin) dan globally (berfikir dan bekerja secara global. Berdasarkan Perja tersebut PPA mempunyai Kedudukan, Tugas, Wewenang dan Fungsi sebagai berikut:

Pasal 461A, yaitu:

(1) Pusat Pemulihan Aset berkedudukan sebagai unsur penunjang tugas dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia karena sifat, dan lingkup tugasnya tidak tercakup dalam satuan organisasi Kejaksaan lainnya yang meliputi antar lintas unit kerja dan lintas Negara, secara teknis bertanggungjawab langsung kepada Jaksa Agung Republik Indonesia dan secara administratif kepada Jaksa Agung Muda Pembinaan.

(2) Pusat Pemulihan Aset dipimpin oleh Kepala Pusat.

Pasal 461B, yaitu:Pusat Pemulihan Aset mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pemulihan aset yang menjadi kewenangan Kejaksaan Republik Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan, serta koordinasi dengan jaringan kerjasama nasional maupun internasional dalam pemulihan aset.

Pasal 461C, yaitu:Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 461B, Pusat Pemulihan Aset menyelenggarakan fungsi:a. penyusunan kebijakan teknis, rencana, program dan

strategi dibidang pemulihan aset sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

4

b. pendampingan pengurusan barang rampasan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

c. perencanaan dan pelaksanaan teknis kegiatan pemulihan aset secara komprehensif yang berstandar Internasional;

d. pengurusan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pemulihan aset yang menjadi kewenangan Kejaksaan Republik Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan;

e. pengkoordinasian dengan bidang teknis terkait di lingkungan internal dan eksternal; dan

f. evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan rencana dan program kerja.

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan RI dibidang pemulihan aset, kemudian diberlakukan Peraturan Jaksa Agung Nomor: PER-013/A/JA/6/2014 tanggal 13 Juni 2014 tentang Pemulihan Aset dan sebagai pelaksanaan Peraturan Jaksa Agung tersebut Jaksa Agung telah menerbitkan Perja Nomor: PER-027/A/JA/10/2014 tentang Pedoman Pemulihan Aset.

Disisi lain, masih terjadinya permasalahan dengan terbengkalainya benda/barang sitaan dan barang rampasan yang dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) cukup mengkhawatirkan walaupun permasalahan tersebut secara prinsip merupakan permasalahan yang asasi yaitu permasalahan hak kepemilikian dari benda yang disita tersebut, sehingga perlu diurut dari awal permasalahan apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana solusinya. Paling tidak ada 4 (empat) masalah teridentifikasi dalam penanganan benda sitaan dan barang rampasan oleh Kejaksaan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:

Penanganan benda sitaan dan barang rampasan negara tidak 1. dilakukan secara terintegrasi. Dalam setiap tahapan acara

5

pidana (penyidikan, penuntutan, dan eksekusi) ditangani oleh satuan-satuan teknis/operasional yang berbeda sehingga benda sitaan dan barang rampasan rawan hilang, rusak, berkurang, berpindah secara ilegal, kehilangan nilai ekonomis terutama pada saat transisi dari satu tahap ke tahap lain.

Satuan-satuan kerja teknis/operasional terlalu terbebani 2. dengan penanganan teknis yuridis serta administrasi perkara sehingga tidak memiliki cukup waktu dan tidak fokus dalam menangani aset-aset yang terkait dengan perkara ditambah lagi mereka tidak memiliki cukup kapasitas maupun kapabilitas untuk menangani aset-aset non konvensional seperti kapal, pesawat, benda-benda berharga atau aset-aset yang memerlukan keahlian atau penanganan khusus.

Mekanisme penanganan benda sitaan dan barang rampasan 3. negara yang kurang transparan dan akuntabel menimbulkan celah terjadinya double crime, misalnya penggelapan atau pencurian atas benda sitaan dan barang rampasan tersebut.

Pola penanganan benda sitaan dan barang rampasan negara 4. Kejaksaan saat ini masih problematik karena sering terjadi ketidak sesuaian antara data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan keadaan faktual dilapangan. Masalah ini terus berulang membuat masalah aset menjadi temuan BPK sehingga Laporan Keuangan Kejaksaan RI memperoleh opini disclaimer, khususnya terhadap Laporan Keuangan Kejaksaan RI sebelum tahun 2011.

Dengan ada temuan BPK-RI terkait banyaknya tunggakan penyelesaian barang rampasan dan benda/barang sitaan tersebut serta dikaitkan dengan minimnya PNBP kejaksaan yang berasal dari penyelesaian barang rampasan dan benda/barang sitaan hasil tindak pidana ataupun terkait dengan tindak pidana. Hal ini dapat dilihat dari data PNBP Kejaksaan Tahun 2012 s.d 2015 dibawah ini.

6

Tabel 1PNBP Kejaksaan RI Tahun 2012 - 2015

N0 Tahun PNBP Kejaksaan1 2012 Rp. 667.134.217.140,-

2 2013 Rp. 527.702.962.013,-

3 2014 Rp. 3.449.761.335.896,-

4 2015 Rp. 704.674.783.420,-

Sumber: Laporan Tahunan Kejaksaan RI 2012 – 2015

Dari data PNPB Kejaksaan RI tahun 2012 s.d 2015, terjadinya penurunan jumlah PNBP Kejaksaan dari tahun 2014 ke tahun 2015 tersebut tentunya menjadi pertanyaan. Terjadinya penurunan PNBP Kejaksaan disebabkan antara lain masih banyak benda/barang sitaan, barang rampasan, denda, dan uang pengganti yang belum diselesaikan Kejaksaan RI.

Kemudian, ditinjau dari data PNBP Kejaksaan RI yang berasal kegiatan pemulihan aset yang telah dilaksanakan oleh PPA dari tahun 2014 hingga 2016 (semester 1 dari Januari s.d Mei 2016) juga terjadinya penurunan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang cukup signifikan, sebagaimana data dalam tabel 2 berikut :

Tabel 2Kegiatan Pemulihan Aset yang telah dilaksanakan oleh PPA

NO

1

2

3

TAHUN

2014

2015

2016 Sem 1 Jan s.d

MeiJumlah

PENGALIHAN STATUS (Rp)

1.305.520.000,- 2.175.500.000,- 50.487.598.000,-

53.968.618.000,-

PENJUALAN LELANG(Rp)

15.982.000.000,-

19.399.107.085,09,-

35.381.107.085,09,-

SETORAN UANG TUNAI (Rp)

2.519.955.391.304,- 150.000.000,- 102.438.538.844,51,-

-

2.622..543.930.148,51,-

penyelesai-an admin

-

-

-

HASIL PENYELESAIAN (PNBP/ ASET) (Rp)

2.642.006.950.148,51,- 69.886.705.085,09,-

37.262.984.000,-

2.749.156.639.233,60,-

7

Sumber: Laporan Tahunan Kejaksaan RI 2014 – 2015 & Bahan Raker Komisi III DPR RI dengan Jaksa Agung RI

Dari dua tabel tersebut, terlihat adanya korelasi antara tabel 1 dan tabel 2 yaitu apabila ada kenaikan PNBP Kejaksaan dari pemulihan aset juga akan berdampak kepada kenaikan PNBP Kejaksaan RI secara keseluruhan.

Jika dibandingkan dengan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2015 (Tabel 3) yang mencatat Kejaksaan RI memiliki piutang PNBP sebesar Rp. 15.734.835.953.479, maka jumlah piutang PNBP tersebut berada di peringkat kedua setelah Kementerian ESDM dengan besaran yang cukup siginifikan. Besarnya nilai piutang PNBP yang ada di Kejaksaan seharusnya dapat menjadi pemasukan negara apabila Kejaksaan berhasil melakukan eksekusi dan menyelesaikan piutang-tunggakan eksekusi terhadap perkara-perkara korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan serta berhasil menyelesaikan tunggakan barang rampasan dan benda/barang sitaan hasil tindak pidana ataupun terkait dengan tindak pidana.

Tabel 3Piutang PNBP pada Kementerian /Lembaga

NO1234

KEMENTERIAN/LEMBAGAKementerian ESDMKejaksaan RIKementerian Lingkungan Hidup dan KehutananKementerian Komunikasi dan Informatika

PIUTANG PNBPRp. 26.465.584.068.086,-Rp. 15.734.835.953.479,-Rp. 2.979.136.350.489,-Rp. 2.946.352.645.936,-

Sumber: Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2015

Berdasarkan uraian di atas dan dalam rangka meningkatkan peran PPA Kejaksaan RI. Dalam mengkoordinasikan dan memastikan setiap tahap penanganan benda sitaan dan barang

8

rampasan negara dapat terintegrasi dan berjalan dengan baik sehingga terwujudnya Good Governance di bidang pemulihan aset kejahatan/tindak pidana dan untuk mengoptimalkan PNBP Kejaksaan RI, maka perlu dilakukan penelitian lebih dalam mengenai fungsi dan kewenangan PPA dan permasalahannya, sehingga peran Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan RI. menjadi lebih optimal.

B. Permasalahan

Adapun pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana mekanisme penanganan benda/barang sitaan dan 1. barang rampasan negara yang transparan, akuntabel, efektif, efisien dan terpadu?Apa yang menjadi faktor penghambat dalam melaksanakan 2. penyelesaian benda sitaan dan barang rampasan negara?Bagaimana upaya penanggulangan hambatan tersebut?3.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Fokus utama dalam penelitian ini adalah terhadap optimalisasi peran Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan RI untuk memastikan Satuan Kerja (satker) wilayah melaksanakan penanganan benda sitaan dan barang rampasan negara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan1.

Untuk menginventarisir pendapat dari responden terhadap optimalisasi peran Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan RI; Untuk memastikan satker wilayah melaksanakan penyelesaian benda sitaan dan barang rampasan negara sesuai

9

dengan peraturan yang berlaku; serta optimalisasi pelaksanaan mekanisme penanganan benda sitaan dan barang rampasan negara yang transparan dan akuntabel.

Manfaat dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat menjadi 2. bahan masukan bagi Pimpinan untuk menyusun atau merumuskan kembali kebijakan yang berkaitan dengan penguatan peran PPA dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pengemban amanah kewenangan eksekutorial yang merupakan salah satu kewenangan dominus litis Kejaksaan RI.

Kerangka PemikiranE.

Kerangka Teori1.

Teori Keadilan Sosial dihubungkan dengan a. pengembalian aset

Kegiatan asset recovery erat kaitannya dengan upaya pengembalian aset. Dalam penelitian ini salah satu teori yang digunakan adalah teori keadilan sosial. Teori dimaksud digunakan dengan argumentasi bahwa upaya pengembalian aset adalah upaya memulihkan ketidakadilan sosial sebagai akbiat dari timbulnya tindak pidana. Lawrence R. Frence memberikan makna keadilan sosial sebagai komitmen struktural dan komitmen politik masyarakat untuk mengarahkan sumber daya peradaban modern yang memberikan manfaat bagi banyak orang, khususnya bagi mereka yang lemah secara ekonomi, sosial, politik, dan/atau secara budaya serba kekurangan. Jika dihubungkan dengan teori keadilan sosial, pengembalian aset pada hakikatnya adalah kewajiban moral yang merupakan salah satu kebajikan sosial untuk bertindak dalam rangka mencapai kepentingan kesejahteraan umum, baik dalam skala nasional maupun internasional;

10

mengatasi dan mencegah penderitaan masyarakat. Hakikat pengembalian aset sebagai salah satu kebajikan sosial, menurut teori keadilan sosial tidak ditujukan kepada kesejahteran individu, tetapi kesejahteraan masyarakat sebagai keseluruhan atau kebaikan kesejahteraan umum. Geoffery Mull secara lebih spesifik menyatakan bahwa keadilan sosial tidak didasarkan pada interaksi personal, tetapi pada hukum dan administrasi badan pemerintahan. Dalam pandangan Mull, tugas utama keadilan sosial adalah menciptkan lingkungan keadilan personal dapat tumbuh kembang, melindungi kemampuan individu-individu untuk bertindak adil, terutama melalui penegakan hukum dan tindakan-tindakan administratif pemerintahan.

Dalam rangka mewujudkan keadilan sosial pada tatanan kenegaraan, merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah berdasarkan amanat konstitusi yang memiliki peran penting. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan salah satu dasar dan falsafah bangsa indonesia yang terdapat dalam sila kelima Pancasila yang berakar dari tradisi bangsa Indonesia. Tugas dan tanggung jawab mewujudkan keadilan sosial tidak hanya sebatas pada perwujudan dalam lingkup nasional, namun juga pada ranah internasional meliputi keadilan sosial bagi seluruh masyarakat dunia sebagai salah satu upaya ikut melaksanakan ketertiban dunia. Menurut Maritain, memastikan keadilan dengan hukum merupakan fungsi utama negara, dan fungsi utama dari negara dunia yang memerlukan saluran lain seperti hukum, kebiasaan, sosial, moral, dan hal lainnya sehingga dengan begitu keadilan dipastikan eksistensinya dalam keberagaman bangsa-bangsa yang tidak terbatas.2

2 Gibson, Ivancevich, Donnelly, Organisasi, Perilaku, Struktur dan Proses, (Editor: Djarkasih), Jakarta: Erlangga, 1990, hal. 241

11

Teori Pemidanaan Dihubungkan Dengan Pengembalian b. Aset

Umumnya dikenal dua teori pemidanaan yang dapat menjelaskan justifikasi pengembalian aset diantaranya melalui mekanisme hukum penyitaan dan perampasan, yakni teori keadilan retributif dan utilitarianisme. Menurut Howard Zehr keadilan retributif dalam konteks tindak pidana adalah pelanggaran terhadap negara, hukum dan keadilan diterapkan dengan cara mermpersalahkan dasn memberikan rasa sakit, keadilan merupakan perseteruan anrata pelaku tindak pidana dengan negara. Sedangkan pada teori keadilan utilitarianisme menurut Anthony Duff, utilitarianisme menekankan pada manfaat atau kegunaan sebagai tujuan yang harus dicapai dalam pemidanaan. Selain dari dua teori dimaksud, juga terdapat dua teori yang relevan dengan pengembalian aset yaitu gabungan teori keadilan retributif dan keadilan utilitarianisme, serta teori keadilan restoratif. Teori gabungan dikemukakan oleh penganut retributivisme teologis. Menurut Muladi, tujuan pemidanaan menurut aliran ini bersifat plural karena menghubungkan prinsip-prinsip teologis, seperti utilitarianisme dalam satu kesatuan prinsip-prinsip retributivisme. Oleh karenanya aliran ini juga disebut sebagai aliran integratif. Penganut-penganut teori gabungan pada intinya mengatakan bahwa dasar pemidanaan adalah pembalasan, tetapi tujuan pemidanaan lainnya seperti mencegah, mempertahankan tata tertib kehidupan bersama, memperbaiki perilaku juga harus menjadi perhatian.

Pada teori keadilan restoratif, dapat dijabarkan berdasarkan pendapat Walgrave bahwa teori keadilan restoratif adalah setiap perbuatan yang berorientasi pada penegakan keadilan dengan memperbaiki kerugian yang

12

diakibatkan dari tindak pidana. Teori ini berpijak pada tradisi common law dan tort law yang mengharuskan semuanya bersalah untuk dihukum. Menurut teori ini pemidanaan meliputi pelayanan masyarakat, ganti rugi, dan bentuk lainnya selain pidana penjara yang membiarkan terpidana untuk tatap aktif dalam masyarakat.

Teori Pengembalian Asetc.

Teori Pengembalian aset merupakan teori hukum yang menjelaskan sistem hukum pengembalian aset berdasarkan prinsip-prinsip keadilan sosial yang memberikan kemampuan, tugas, dan tanggung jawab kepada institusi negara dan institusi hukum untuk memberikan perlindungan dan peluang kepada individu-individu dalam menjapai kesejahteraan masyarakat.3 Dalam hal ini prinsip keadilan sosial berhubungan dengan teori keadilan sosial yang memberikan landasan moral bagi justifikasi pengembalian aset, sejalan dengan pendapat Michael Levi,4 yakni :

Alasan Pencegahan, yaitu untuk mencegah pelaku 1) tindak pidana memliki kendali atas aset-aset yang diperoleh secara tidak sah utnuk melakukan tindak pidana lain dimasa mendatang;Alasan kepatutan, pelaku tindak pidana tidak memiliki 2) hak yang pantas atas aset-aset yang diperoleh secara tidak sah;Alasan prioritas/mendahului, tindak pidana memberi 3) prioritas kepada negara untuk menuntut asert yang diperoleh secara tidak sah daripada hak yang dimiliki oleh pelaku tindak pidana.

3 Purwaning M. Yanuar, “Pengembalian Aset Hasil Korupsi Berdasarkan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 Dalam Sistem Hukum Indonesia,” Bandung: Alumni, 2007, hal. 107

4 Michael Levi, Tracing And Recovering The Proceeds Of Crime, Wales UK Tbilisi Georgia,:Cardiff University, dalam Purwaning M. Yanuar, Ibid, hal. 101

13

Kerangka Konsep2.

Dalam rangka memudahkan dalam pemahaman topik penelitian, maka beberapa istilah yang perlu diuraikan yang relevan dengan topik penelitian adalah sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan a. Optimalisasi5 dalam penelitian ini adalah suatu proses, cara dan perbuatan untuk mengoptimalkan menjadikan paling baik, paling tinggi dan sebagainya. Peranb. 6 dalam dalam penelitian adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yg berkedudukan di masyarakat, dan dalam penelitian ini menyangkut tugas dan fungsi PPA.Pusat Pemulihan Aset (PPA)c. 7 dalam penelitian ini adalah satuan kerja (satker) di Kejaksaan RI yang memiliki tupoksi serta didesain untuk memastikan setiap tahap Pemulihan Aset dapat terintegrasi dan berjalan dengan baik sehingga terwujud Good Corporate Governance (GCG) di bidang pemulihan aset kejahatan/tindak pidana.Yang dimaksud dengan d. Benda/Barang Sitaan dalam penelitian ini merujuk pada Barang Sita Eksekusi yaitu Barang Rampasan Negara yang berasal dari hasil penyitaan dalam rangka melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Lampiran Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-027/A/JA/10/2014 Tentang Pedoman Pemulihan Aset, Pengertian Umum angka 6)Yang dimaksud dengan e. Barang Rampasan dalam

5 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal. 986

6 Ibid, hal. 10517 Pasal 461 Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor: PER-006/A/JA/3/2014 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-009/A/JA/01/2011 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.

14

penelitian ini merujuk pada Barang Rampasan Negara yaitu barang milik negara yang berasal dari barang bukti yang ditetapkan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, atau barang yang berdasarkan penetapan hakim dinyatakan dirampas untuk negara dan/atau barang lainnya yang digunakan untuk membayar denda atau uang pengganti dalam perkara pidana (Lampiran Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-027/A/JA/10/2014 Tentang Pedoman Pemulihan Aset, Pengertian Umum angka 7).

F. Metodologi Penelitian

1. Sifat dan Tipe Penelitian

Penelitian “Optimalisasi Peran Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung Dalam Mendorong Satker Wilayah Untuk Melaksanakan Pemulihan Aset,” bersifat deskriptif dengan tipe penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris. Yuridis normatif berarti penelitian dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang permasalahan-permasalahan yang diteliti. Yuridis empiris merujuk pada aplikasi peraturan perundanga-undangan di lapangan.

2. Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

a. Jenis DataData yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu data primer dan data sekunder.

b. Sumber Data. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan (field research), dan data sekunder diperoleh dari penelitian

15

kepustakaan (library research) berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku dan literatur lainnya yang berkaitan dengan Optimalisasi Peran Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung Dalam Mendorong Satker Wilayah Untuk Menyelesaikan Barang Sitaan Dan Barang Rampasan, sebagai bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

c. Teknik Pengumpulan DataData primer dikumpulkan melalui teknik wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide). Sementara data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran terhadap peraturan perundang-undangan serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan topik/masalah yang diteliti.

3. Tata Cara Pengambilan sampel

Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik non probability sampling jenis purposive sampling, yaitu sampel dipilih berdasarkan pertimbangan dan penilaian subyektif peneliti, kemudian peneliti sendiri yang menentukan responden mana yang dianggap dapat mewakili populasi.

4. Analisa Data

Data primer dan data sekunder yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian kepustakaan dan hasil penelitian lapangan akan dianalisa secara kualitatif.

5. Lokasi dan Responden Penelitian

Lokasi Penelitiana.

Lokasi penelitian meliputi 5 (enam) wilayah hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati), dan 21 (dua puluh satu) Kejaksaan Negeri (Kejari). Ke-5 Kejati tersebut ialah:

16

1. Kejati Sumatera Selatan 2. Kejati Lampung, 3. Kejati Kalimantan Tengah, 4. Kejati Sulawesi Tenggara, dan 5. Kejati Jawa Tengah. Sementara itu ke-21 Kejari tersebut ialah: Kejari Palembang, Kejari Prabumulih, Kejari Banyuasin, Kejari Kayu Agung; Kejari Bandar Lampung, Kejari Metro, Kejari Lampung Tengah (Gunung Sugih), Kejari Lampung Selatan (Kalianda); Kejari Palangkaraya, Kejari Pulang Pisau, Kejari Kuala Kapuas, Kejari Katingan (Muara Kasongan); Kejari Kota Semarang, Kejari Kudus, Kejari Demak, Kejari Purbalingga, Kabupaten Semarang (Ambarawa/Ungaran); Kejari Kendari, Kejari Konawe, Kejari Konawe Selatan, Kejari Kolaka.

Respondenb.

Responden dalam penelitian ini, meliputi 5 (lima) kelompok responden, yaitu sebagai berikut:

Kejaksaan;1) Departeman Keuangan, yaitu KPKNL2) Kepolisian/Penyidik;3) Hakim; 4) Rupbasan 5)

Analisa Data6.

Data hasil penelitian pustaka dan penelitian lapangan, diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif.

Tahap-tahap Penelitian7.

Penelitian ini dilaksanakan dalam kurun waktu 9 (sembilan) bulan, terhitung mulai bulan Maret 2017 sampai dengan bulan Nopember 2017 dengan tahapan sebagai berikut:

17

Tahap Persiapan : 2 bulana. Penyiapan a. Term of Reference 1 MingguPenyusunan Personalia 1 Minggub. Studi Kepustakaan 2 Mingguc. Pembuatan d. Research Design 2 MingguPembuatan Instrumen Penelitian 1 Minggue. Presentasi f. Research Design 1 HariPresentasi Instrumen Penelitian 1 Harig. Perbaikan h. Research Design

dan Instrumen Penelitian 1 Minggu

Tahap Pelaksanaan : 3 Bulanb. Pengurusan Ijin Penelitiana.

dan Pemberitahuan ke Daerah 2 MingguPengumpulan Data Lapangan 2 Bulanb. Pengumpulan Data Pustaka 2 Mingguc.

Tahap Penulisan Laporan (Penyusunan c. Laporan Sementara) 2 Bulan

Pengolahan Data 1,5 Bulana. Analisa Data 2 Minggu b.

Tahap Penyelesaian : 0,5 Buland. Pemaparan Hasil Penelitian a.

(Laporan sementara) 1 hariPenyempurnaan Hasil Penelitian 2 Minggub.

Tahap Penggandaan dan Distribusi 1,5 Bulane. Penggandaan Hasil penelitian 1 Bulana. Distribusi Hasil Penelitian 2 Minggub.

Jumlah Keseluruhan 9 Bulan

18

19

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Peran Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung A. Terhadap Benda Sitaan dan Barang Rampasan

Pelaksanaan kewenangan dominus litis pemulihan aset Kejaksaan sebelum dibentuk PPA belum terintegrasi dan masih dilakukan secara parsial oleh masing-masing satuan kerja sehingga dirasa belum optimal. PPA baru dibentuk kurang lebih tiga tahun lalu sebagai pelaksana amanat dari Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor: PER-006/A/JA/3/2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-009/A/JA/01/2011 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia. Kemudian pada perkembangannya terbit Peraturan Jaksa Agung (PERJA) No. PER-006/A/JA/07/2017 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia. Adapun kegiatan pemulihan aset yang telah dilaksanakan oleh Pusat Pemulihan Aset pada Tahun 2015, yaitu : Selama Tahun 2015 telah dilaksanakan sosialisasi Pusat Pemulihan Aset (PPA) dengan tema “Eksistensi Pusat Pemulihan Aset (PPA) dan Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka memperkenalkan Peraturan Jaksa Agung terkait Pemulihan Aset serta implementasi Penyelesaian Barang Bukti/Rampasan Negara yang disimpan di Rupbasan” bertempat di kantor Kejaksaan Tinggi dengan diikuti oleh seluruh Kepala Kejaksaan Negeri serta menghimpun data barang bukti/rampasan negara pada Kejaksaan Negeri dan Rupbasan terkait. Melaksanakan koordinasi dengan beberapa kementerian/lembaga yang dituangkan dalam bentuk Nota Kesepahaman (MoU-Memory of Understanding) dan Perjanjian Kerjasama dengan bidang pemulihan asset yaitu antara lain dengan Kementerian Keuangan (Dirjen Pajak), Bank Indonesia

20

dan PT. BRI Melaksanakan pendampingan dalam mengelola barang rampasan 9 (sembilan) Kejaksaan Negeri. Penyelesaian barang rampasan yang berasal dari beberapa Kejaksaan Negeri antara lain: Proses pengembalian (repatriasi) dengan rincian :

Sebanyak 4 (empat) bidang tanah dan atau bangunan berasal 1. dari pekara an. Terpidana Murdani Bin Muhammad Daud dengan total sebesar Rp. 11.061.000.000,-Sebanyak 4 (empat) bidang tanah dan atau bangunan 2. berasal dari perkara an. Terpidana Testiawati binti Kantawi dengan total sebesar Rp. 610.000.000,- 1 (satu) apartemen senilai Rp. 645.000.000,- dan 2 (dua) unit mobil senilai Rp. 216.300.000,- serta penarikan rekening tabungan, sertifikat deposito dan sertifikat sukuk dari 21 rekening berbagai Bank Rp. 5.863.977.085,09,-.1 (satu) unit mobil Toyota Fortuner Nopol B 1954 PJA berasal 3. dari perkara an. Terpidana Ir. Rachman Hakim dengan total sebesar Rp. 171.500.000,- Hibah barang rampasan Negara dengan rincian : 12 4. (dua belas) unit tanah berasal dari perkara an. Terpidana Dr. Ir. Arie Lastario Kusumadewa, Msc dengan nialai Rp. 21.679.564.000,- dihibahkan ke Pemkot Depok.Sebanyak 4 (empat) unit tanah dan bangunan berasal dari 5. perkara an. Terpidana Denny Kurniawan dkk dengan nilai Rp. 15.805.000.000 telah memperoleh ijin status pengguna sebagai asset Kejaksaan RI. 1 (satu) unit tanah dan bangunan berasal dari perkara an. 6. Terpidana David nusa Wijaya dengan nilai Rp. 2.811.600.000 telah memperoleh penetapan status pengguna SK Menkeu No. 34/KM.6/2015 tanggal 10 Februari 2015.

Dengan akumulasi capaian sebagai berikut : Pengalihan Status/Hibah Rp. 50.487.598.000,00 Penjualan Lelang

21

Rp. 19.399.107.085,09 Penyelesaian Administratif Total : Rp. 69.886.705.085,09.

Untuk mengoptimalkan penyelesaian barang rampasan negara dan benda /barang sitaan, Pusat Pemulihan Aset mengusulkan Draft dan telah ditetapkan dalam Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor : SE-010/A/JA/08/2015 tentang Kewajiban Jaksa untuk melelang benda/barang sitaan yang lekas rusak atau memerlukan biaya penyimpanan tinggi dan surat edaran Jaksa Agung RI Nomor : SE-011/A/JA/08/2015 tentang Barang Rampasan Negara yang akan digunakan untuk kepentingan Kejaksaan. Kedua Surat Edaran Jaksa Agung RI tersebut akan dievaluasi pelaksanaannya pada tahun 2016 sebagai salah satu Rencana Aksi Nasional PPK Tahun 2016.

Pusat Pemulihan Aset telah melaksanakan penelusuran asset (asset racing) untuk mendukung upaya eksekusi Pembayaran Uang Pengganti terkait putusan perkara Tindak Pidana Korupsi dan Piutang Negara lainnya yang pelaksanaannya berkoordinasi dengan satker terkait dan bidang teknis yaitu Bidang Tindak Pidana Khusus, Bidang Tindak Pidana Umum dan Bidang DATUN yaitu dalam perkara Tindak Pidana Korupsi atas nama terpidana Lee Darmawan, Hendra Rahardja, Adrian Herling Waworuntu, David Nusa Wijaya, Testiawati Binti Kantawi dan A. Lay alias Sartono serta adanya gugatan perdata perbuatan melawan hukum dalam perkara perdata Yayasan Supersemar.

Dalam kaitan dengan kerjasama internasional untuk mengembalikan aset terkait tindak pidana yang dilarikan ke luar negeri, PPA berpartisipasi dalam pertemuan kelompok ahli Interpol, yaitu Pertemuan Ketiga Kelompok Ahli Interpol mengenai Identifikasi, Lokasi, dan Penyitaan Aset (3rd Meeting of the Interpol Expert Group Meeting on the Identification, Location and Seizure of Assets) di Berlin, Jerman pada tanggal 11-12 Mei 2015. Pertemuan ini menghasilkan kesimpulan yang pada intinya

22

sepakat untuk memperkenalkan dan mengembangkan new notice (semacam red notice untuk mencari buronan yang lari ke luar negeri), yang bertujuan untuk melacak aset terkait hasil tindak pidana yang dilarikan ke luar negeri. Kegiatan PPA bidang lintas negara berikutnya adalah partisipasi pada Pertemuan Kesembilan Kelompok Kerja Antar Pemerintah dalam Pemulihan Aset (9th Intersessional Meeting of the Open-Ended Intergovermental Working Group on the Asset Recovery), di Wina, Austria, 3-4 September 2015. Dalam pertemuan tersebut hadir 91 Negara Pihak UNCAC, Jepang dan Selandia Baru selaku observer, dan organisasi internasional seperti Bank Dunia dan FATF. Jejaring informal pemulihan aset kawasan Asia Pasifik mengadakan pertemuan Steering Group Meeting (SGM) dan Annual General Meeting (AGM) Asset Recovery Inter-agency Network-Asia Pacific (ARIN-AP) 2015 tanggal 2-5 November 2015, bertempat di Australian Maritime National Museum, Sydney, Australia. Dalam pertemuan tersebut hadir perwakilan negara anggota ARIN-AP dan pengamat (observer) yang berasal dari 27 (dua puluh tujuh) negara. Indonesia yang merupakan salah satu anggota SG diwakili oleh Pusat Pemulihan Aset.8

Selain itu salah satu prestasi capaian kinerja PPA pada tahun lalu selama kurun waktu Januari-Mei 2016 nilai aset yang telah ditangani adalah sebesar Rp. 37.262.984.000,- (tiga puluh tujuh milyar dua ratus enam puluh dua juta sembilan ratus delapan puluh empat ribu rupiah).9 Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan RI., M. Rum dalam press releases capaian kinerja Kejaksaan, menjelaskan bahwa capaian kinerja Pusat Pemulihan Aset (centre of asset recovery) sejak tahun 2014-2016 mencapai Rp

8 Kejaksaan Republik Indonesia, Laporan Tahunan Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2015, hal. 39-40

9 DPR RI Bidang Hukum, Perundang-Undangan, Ham dan Keamanan, Komisi III : Raker Komisi III Dengan Kejaksaan Agung RI-DPR RI, Rancangan Laporan Singkat Rapat Kerja Komisi III DPR RI Dengan Jaksa Agung Republik Indonesia, diunduh dari http:// www.dpr. go.id/ dokakd/ dokumen/ K3-14-f71b40b6897 189a1b9c4567 20d9be06b.pdf, 13 Juni 2016, diakses tanggal 9 Februari 2017, hal. 4

23

116.712.339.925.10 Namun demikian PPA masih terus melakukan pembenahan dalam upaya optimalisasi kewenangan, tugas, dan fungsinya yang dalam penelitian ini terfokus pada kewenangan terkait optimalisasi penyelesaian permasalahan dalam tata kelola dan benda/barang sitaan dan barang rampasan.

Dalam ranah peraturan, terdapat 4 (empat) kategori benda yang dapat dikenakan penyitaan menurut KUHAP yakni :

Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruhnya 1. atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana (Pasal 39 ayat (1) huruf a KUHAP);

Paket atau surat atau benda yang pengangkutannya 2. atan pengirimannya dilakukan oleh Kantor Pos atau Telekomunikasi, Jawatan atau Perusahaan Komunikasi atau Pengangkutan sepanjang paket, surat atau benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau yang berasal dari padanya (Pasal 41 KUHAP);

Surat atan tulisan lain dari mereka yang berkewajiban 3. menurut undang-undang untuk merahasiakannya sepanjang tidak menyangkut rahasia negara (Pasal 43 KUHAP);

Benda terlarang seperti senjata api tanpa ijin, bahan peledak, 4. bahan kimia tertentu, narkoba, buku atau majalah dan film porno, uang palsu.11

Benda sitaan yang dalam ketentuan acara pidana juga disebut dengan benda sitaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Angka 4 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang

10 Zamzam, Kinerja Kejagung Tahun 2016 Meningkat, TP4 Bantu Penghematan Uang Negara, dalam press releases tanggal 4 Januari 2017, dipublish di Harian Terbit, diunduh dari http:// nasional.harianterbit.com /nasional /2017/ 01/04/75361// 25/Kinerja-Kejagung-Tahun-2016-Meningkat-TP4-Bantu-Penghematan-Uang-Negara, tanggal 4 Januari 2017, diakses tanggal 17 Februari 2017.

11 Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) BPK, Pengelolaan Barang Sitaan, Temuan dan Rampasan, diunduh dari http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2011/03/PengelolaanBarangSitaan.pdf, diakses tanggal 9 Februari 2017, hal. 5

24

Undang Hukum Acara Pidana, merupakan “benda yang disita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan.”12

Barang rampasan/barang rampasan negara dalam pengertian menurut Peraturan Menteri Kehakiman RI No. M.05.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan (Rupbasan) adalah barang bukti yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dirampas untuk Negara yang selanjutnya dieksekusi dengan cara: dimusnahkan, dilelang untuk negara, diserahkan kepada instansi yang ditetapkan untuk dimanfaatkan, dan diserahkan di Rupbasan untuk barang bukti dalam perkara lain.13 Mengenai barang bukti, KUHAP tidak menjelaskan secara rinci baik definisi maupun kriterianya, namun hanya tersirat dalam beberapa pasal yang mengandung istilah barang bukti diantaranya14: Pasal 5 ayat (1) huruf a butir 2, Pasal 8 ayat (3) huruf b, Pasal 18 ayat (2), Pasal 21 ayat (1), Pasal 181 ayat (1), Pasal 181 ayat (2), Pasal 194 ayat (1), dan Pasal 203 ayat (2). Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan (PERKA Polri No. 14 Tahun 2012) merumuskan definisi lebih detail terhadap barang bukti, yaitu barang-barang baik yang berwujud bergerak atau tidak bergerak yang dapat dijadikan alat bukti dan fungsinya untuk diperlihatkan kepada terdakwa ataupun saksi dipersidangan guna mempertebal keyakinan Hakim dalam menentukan kesalahan terdakwa (Pasal 1 angka 20).

Peran PPA dalam pemulihan Aset ini dilaksanakan dalam 5 (lima) bentuk kegiatan yaitu : penelusuran, pengamanan, pemeliharaan, perampasan dan pengembalian aset, yang meliputi 7 (tujuh) ruang lingkup:

12 Ibid, hal. 313 Ibid, hal. 414 Ferlianus Gulo, Barang Bukti dan Alat Bukti Berdasarkan KUHAP, artikel, diunduh dari

http:// www.ferlianusgulo.web.id/ 2016/04/ barang-bukti-alat-bukti-berdasarkan.html, diakses tanggal 9 Februari 2017.

25

Aset yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung 1. dari tindak pidana (kejahatan/pelanggaran), termasuk yang telah dihibahkan atau dikonversikan menjadi harta kekayaan pribadi, orang lain atau korporasi, baik berupa modal, pendapatan maupun keuntungan ekonomi lainnya yang diperoleh dari kekayaan tersebut;Aset yang digunakan/telah digunakan untuk melakukan tindak 2. pidana atau terkait dengan tindak pidana dan berdasarkan penetapan/putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dirampas untuk negara;Aset milik terpidana/keluarga terpidana/pihak lainnya sebagai 3. kompensasi pembayaran kerugian negara/denda/ganti kerugian/kompensasi lainnya kepada korban/yang berhak;Barang temuan;4. Aset negara/kementerian/lembaga/BUMN yang dikuasai 5. pihak yang tidak berhak;Aset yang berdasarkan permintaan negara lain, harus 6. dipulihkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;Aset-aset lain sesuai ketentuan peraturan perundangan-7. undangan termasuk yang pada hakekatnya merupakan kompensasi kepada korban dan/atau kepada yang berhak. Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah yang berkaitan dengan pelaksanaan peran PPA terhadap pengamanan dan pemeliharaan aset yang dalam hal ini berupa benda sitaan dan barang rampasan.

Mengacu pada Lampiran Peraturan Jaksa Agung RI. Nomor PER-027/A/JA/10/2014 tentang Pedoman Pemulihan Aset, dalam Bab III angka 4 bahwa Barang sitaan satuan kerja kejaksaan pidsus dan/atau barang sitaan yang diterima oleh satuan kerja kejaksaan dari penyidik Polri/PPNS/ TNI AL, disimpan di gudang barang sitaan/rampasan kejaksaan atau di Rupbasan. Kewenangan

26

Rubpasan merupakan amanat dari Pasal 44 KUHAP (Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara). sedangkan terhadap barang sitaan yang tidak memungkinkan untuk disimpan di gudang barang sitaan/rampasan kejaksaan atau di Rupbasan, dengan persetujuan Kepala Pusat Pemulihan Aset, dapat disimpan ditempat lain atau dititipkan kepada instansi yang berwenang, dengan pembiayaan dari DIPA Pusat Pemulihan Aset atau sistem pembiayaan lainnya.

Pengaturan pemeliharaan aset mengacu pada Bab IV angka 7 bahwa barang sitaan yang dititipkan di Rupbasan, pemeliharaannya ada dibawah tanggung jawab Rupbasan. Kasubag pembinaan selaku pengurus barang sitaan, wajib secara berkala sekurang-kurangnya 1(satu) bulan sekali, bersama sama dengan satuan kerja teknis, melakukan pengecekan terhadap kondisi barang sitaan yang dititipkan Rupbasan, dan membuat berita acara hasil pengecekan/penelitian atas kondisi barang sitaan tersebut yang ditanda tangani oleh kasubag pembinaan dan kasi teknis. Bab IV angka 8 mengatur pula bahwa barang sitaan yang karena sifatnya memerlukan perawatan khusus seperti kapal, pesawat udara dan alat-alat berat, dilakukan perawatan oleh instansi/lembaga yang kompeten, yang ditunjuk oleh Kepala PPA.

Terhadap barang sitaan dan barang rampasan yang memerlukan biaya perawatan tinggi, maka mengacu pada Bab IV angka 9, yang diatur pula dalam Pasal 45 KUHAP terhadap barang sitaan tertentu yang berdasarkan ketentuan Undang-Undang harus dirampas untuk negara, namun memerlukan biaya perawatan tinggi sedangkan nilai jualnya semakin lama semakin turun, untuk kepentingan pemulihan aset, atas persetujuan Kepala PPA, dapat dilakukan penjualan secara lelang sesuai ketentuan yang berlaku. Uang hasil penjualan lelang barang sitaan tersebut digunakan sebagai barang bukti di pengadilan. Berdasarkan pengaturan Bab III dan Bab IV tersebut DIPA untuk operasional PPA idealnya harus memadai karena berkaitan dengan pemeliharaan dan pengamanan

27

aset yang juga melibatkan lintas instansi dan lintas negara.

Barang sitaan dan barang rampasan juga berkaitan dengan hasil tindak pidana korupsi. Kejaksaan melalui PPA merupakan salah satu penanggung jawab bersama-sama dengan beberapa institusi lainnya yaitu, Kepolisian, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN).15 Institusi lainnya yang terkait tata kelola barang sitaan dan barang rampasan adalah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),16 juga Kementerian Keuangan terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari penerimaan hasil penjualan barang sitaan dan barang rampasan berdasar Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1997 tanggal 7 Juli 1997 tentang Jenis Dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak, kemudian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). PPA juga terkoneksi pula dengan lembaga atau instansi terkait lain dalam pelaksanaan penghimpunan dan pengelolaan data base diantaranya Kementerian BUMN dan PPATK sesuai dengan kebutuhannya.

Adapun kriteria keberhasilan kinerja dalam tata kelola barang sitaan dan barang rampasan meliputi 3 (tiga) faktor yaitu : (1) Mengurangi beban biaya pemeliharaan barang sitaan dan rampasan hasil tindak pidana korupsi; (2) Mengefektifkan pelaksanaan eksekusi uang pengganti; (3) Meningkatnya transparansi pengelolaan barang sitaan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung. Sedangkan keberhasilan dalam tata kelola barang sitaan dan barang rampasan baik dari hasil tindak pidana korupsi maupun barang sitaan dan barang rampasan

15 Komisi Pemberantasan Korupsi, Materi Rapat Koordinasi Tata Laksana Benda Sitaan dan Barang Rampasan, 21 November 2016, Kantor Staf Presiden, diunduh dari https:// acch.kpk.go.id/images/ ragam/ makalah/ pdf/labuksi/ Rapat-Koordinasi-Tata-Laksana-Benda-Sitaan-dan-Barang-Rampasan-Kantor-Staf-Presiden.pdf, diakses tanggal 9 Februari 2017, hal. 8

16 Ibid.

28

umumnya, terhadap institusi penanggung jawab dapat diukur dalam 5 (lima) indikator yaitu :

Terselesaikannya rekomendasi hasil audit BPKP atas 1. pengelolaan benda sitaan negara dan barang rampasan negara (Kepolisian, Kejaksaan, Kemenkumham);Terlelangnya semua barang sitaan/rampasan yang sudah lama 2. tersimpan di Rupbasan (Kejaksaan);Penyerahan daftar terpidana korupsi yang belum melunasi 3. uang pengganti kepada Instansi terkait guna dilakukan penelusuran aset terpidana (Kejaksaan dan Kementerian ATR/BPN); Terlaksananya eksekusi uang pengganti berdasarkan data dan 4. informasi dari instansi terkait (Kejaksaan), danLaporan dan publikasi pelaksanaan penelusuran aset 5. masing-masing unit penyelamatan aset yang telah terbentuk (Kejaksaan).17

Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama-sama dengan Kementerian Keuangan memiliki peran yang sangat penting dalam pengelolaan Barang Milik Negara (BMN), termasuk yang berasal dari sitaan/rampasan hasil tindak pidana dan/atau terkait tindak pidana korupsi.

Mekanisme Pengamanan dan Pemeliharaan AsetB.

Pada umumnya tahapan proses pengembalian aset meliputi: pelacakan, pembekuan, penyitaan, perampasan, pemeliharaan atau pengelolaan (negara aset berada), pengembalian aset yang dicuri kepada korban kejahatan (negara untuk perkara korupsi), dan pemeliharaan aset di negara dimana aset tersebut berasal.18

17 Ibid.18 Paku Utama, Memahami Asset Recovery dan Gatekeeper, Cet I, Jakarta: Indonesian

Legal Roundtable, 2013, hal. 54

29

Dalam hal pemeliharaan aset, berpedoman pada Lampiran Peraturan Jaksa Agung RI. Nomor PER-027/A/JA/10/2014 tentang Pedoman Pemulihan Aset, Bab III dan Bab IV, terdapat mekanisme pengamanan dan pemeliharaan aset yang dapat dirinci sebagai berikut :

Pengamanan Aset 1.

Terdapat 21 (dua puluh satu) mekanisme dalam pengamanan aset meliputi :

Pengamanan terhadap aset terkait tindak pidana dan/atau a. aset lainnya yang akan dipulihkan, dilakukan sejak aset tersebut secara fisik berada dalam penguasaan kejaksaan (sejak disita dan/atau diserahkan tanggung jawabnya oleh penyidik kepada kejaksaan).Kepala kejaksaan negeri dengan surat perintah menunjuk b. pegawai tata usaha pada satuan kerja teknis pidum/pidsus, menjadi petugas barang sitaan/barang bukti yang mempunyai tugas dan kewajiban untuk melakukan kegiatan administrasi dan pengamanan yuridis terhadap barang sitaan dan melakukan kegiatan pengurusan barang sitaan tersebut selama dipergunakan untuk kepentingan peradilan.Pada saat satker pidsus melakukan penyitaan barang c. bukti, atau pidum menerima penyerahan barang bukti dari penyidik, petugas barang sitaan/barang bukti satuan kerja teknis pidsus/pidum melakukan pengecekan terhadap fisik barang bukti dengan dicocokan dengan berita acara penyitaan dan daftar barang bukti.Barang sitaan satuan kerja Kejaksaan Pidsus dan/atau d. barang sitaan yang diterima oleh satuan kerja Kejaksaan dari penyidik Polri/PPNS/TNI AL, disimpan di gudang barang sitaan/rampasan Kejaksaan atau di Rupbasan.

30

Barang sitaan yang tidak memungkinkan untuk disimpan di gudang barang sitaan/rampasan kejaksaan atau di Rupbasan, dengan persetujuan Kepala Pusat Pemulihan Aset, dapat disimpan ditempat lain atau dititipkan kepada instansi yang berwenang, dengan pembiayaan dari DIPA Pusat Pemulihan Aset atau sistem pembiayaan lainnya.Gudang barang sitaan/rampasan kejaksaan diurus oleh e. petugas gudang barang sitaan/rampasan yang diangkat oleh kepala kejaksaan negeri dengan surat perintah dan secara administratif berada dibawah kepala sub bagian pembinaan kejaksaan negeri yang secara ex-officio menjabat sebagai kepala gudang.Petugas gudang barang sitaan/rampasan kejaksaan f. bertanggung jawab atas kerapihan gudang dan keamanan barang sitaan/rampasan yang disimpan di gudang barang sitaan/rampasan, dan berkewajiban untuk membuat register barang sitaan/rampasan, mengisi papan kontrol daftar barang sitaan, menyusun dan memberikan label barang sitaan yang dilaminating/dimasukan dalam plastik transparan untuk mencegah kerusakan, dengan ketentuan : label barang sitaan berwarna merah untuk barang sitaan yang masih dalam proses penyidikan/penuntutan, dan label barang sitaan berwarna kuning untuk barang sitaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.Label barang sitaan berisi identitas tersangka/terdakwa/g. terpidana, nomor register perkara, pasal yang dilanggar, jenis barang sitaan, jumlah, tahap penanganan perkara dan jaksa yang menangani perkaranya.Dalam hal barang sitaan diperlukan untuk kepentingan h. penyidikan atau dihadirkan didepan persidangan atas permintaan jaksa penyidik/penuntut umum, dibuatkan berita acara serah terima barang sitaan dari petugas gudang

31

barang sitaan/rampasan kejaksaan kepada petugas barang sitaan satuan kerja teknis, dengan diketahui oleh kepala sub bagian pembinaan, selaku kepala gudang barang sitaan kejaksaan/ atasan langsung petugas gudang barang sitaan kejaksaan.Petugas barang sitaan satuan kerja teknis yang ditunjuk i. oleh kepala kejaksaan negeri dengan surat perintah, bertanggung jawab terhadap barang sitaan yang sedang digunakan dalam proses peradilan dan berada diluar gudang barang sitaan.Seluruh kegiatan keluar masuk barang sitaan dari gudang j. barang sitaan dilakukan atas permintaan jaksa penyidik/penuntut umum yang dituangkan dalam bentuk berita acara yang ditanda tangani oleh petugas gudang barang sitaan dan petugas barang sitaan satuan kerja teknis dengan diketahui kepala sub bagian pembinaan.Barang sitaan berupa dokumen kepemilikan, surat surat k. berharga, uang dan dokumen penting lainnya disimpan di brandkas/lemari besi gudang barang sitaan atau dititipkan dibrandkas/lemari besi bendaharawan kejaksaan dengan dibuatkan berita acara penitipan yang ditanda tangani petugas gudang barang sitaan, petugas barang sitaan, bendahara dan diketahui kepala sub bagian pembinaan.Dalam hal brandkas/lemari besi gudang barang sitaan/ l. bendahara kejaksaan tidak memungkinkan untuk menerima titipan, barang sitaan tersebut dapat dititipkan di bank pemerintah atas dasar surat perintah kepala kejaksaan negeri dengan dibuatkan berita acara yang ditanda tangani petugas barang sitaan dengan diketahui kepala sub bagian pembinaan. Barang sitaan berupa tanah dan bangunan diamankan m. dengan cara dibuatkan papan penyitaan dan dimintakan

32

pemblokiran ke kantor Badan Pertanahan setempat, atau pihak berwenang lainnya untuk mencegah barang sitaan tersebut berpindah tangan, serta meminta bantuan pemerintahan desa/kelurahan/aparat keamanan setempat untuk menjaga agar barang sitaan tersebut tidak berpindah tangan.Barang sitaan yang berada diluar wilayah hukum kejaksaan n. negeri, pengamanannya dilakukan dengan meminta bantuan kejaksaan negeri setempat secara tertulis.Barang sitaan yang tidak memungkinkan disimpan di o. gudang barang sitaan dengan persetujuan kepala sub bagian pembinaan, dapat disimpan di Rupbasan, dengan diberi label oleh petugas gudang barang sitaan kejaksaan.Proses dan prosedur keluar masuk barang sitaan yang p. disimpan di Rupbasan dilakukan oleh petugas barang sitaan atas permintaan jaksa penuntut umum, dengan sepengetahuan petugas gudang barang sitaan kejaksaan.Terhadap barang sitaan yang merupakan barang bukti q. yang digunakan untuk melakukan tindak pidana dan berdasarkan peraturan harus dirampas untuk negara (misalnya dalam perkara kehutanan, pertambangan, pencemaran lingkungan hidup, perikanan, dll), tidak boleh dipinjam pakaikan kepada pihak manapun, sebelum perkaranya memperoleh putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.Barang sitaan yang merupakan hasil kejahatan dalam r. perkara pidana umum, dan dalam tuntutan pidana akan dikembalikan kepada pemiliknya, setelah barang tersebut diperlihatkan didepan persidangan, dapat dititipkan atau dipinjampakaikan kepada pemiliknya oleh jaksa penuntut umum, dengan persetujuan kepala kejaksaan negeri. Barang sitaan yang telah memperoleh kekuatan hukum s.

33

tetap, dalam waktu selambat lambatnya 3 (tiga) hari setelah putusan diterima, dengan surat perintah kepala kejaksaan negeri, harus sudah dieksekusi oleh Jaksa yang ditunjuk.Barang sitaan yang diputus dirampas untuk negara dalam t. waktu selambat lambatnya 3 (tiga) hari setelah putusan diterima, dengan surat perintah kepala kejaksaan negeri, diserah terimakan tanggung jawab penyelesaiannya oleh kepala seksi teknis kepada kepala sub bagian pembinaan sesuai ketentuan yang berlaku, yang dituangkan dalam bentuk berita acara serah terima barang rampasan bersama sama dengan seluruh kelengkapan dokumen terkait barang rampasan.Kepala sub bagian pembinaan yang secara ex-officio u. bertindak sebagai kepala gudang barang sitaan/rampasan bertanggung jawab atas barang sitaan/rampasan yang ada dalam gudang barang sitaan/ rampasan. Sedangkan tanggung jawab yuridis serta tanggung jawab terhadap barang sitaan yang sedang digunakan dalam proses peradilan dan berada diluar gudang barang sitaan merupakan tanggung jawab petugas barang sitaan satuan kerja teknis yang ditunjuk oleh kepala kejaksaan negeri.

Pemeliharaan 2. Aset

Dalam pemeliharaan aset, terdapat 13 (tiga belas) mekanisme, yakni :

Pemeliharaan aset dilakukan sejak tahap penyitaan a. kejaksaan atau sejak aset barang sitaan diserah terimakan tanggung jawabnya oleh penyidik kepada kejaksaan (penyerahan tahap kedua)

Pemeliharaan aset barang sitaan dilakukan sesuai dengan b. karateristik dan jenis barangnya, hal ini untuk menjaga

34

barang tidak rusak/hancur/musnah dan tidak berubah baik jumlah/volume, jenis, bentuk, dan sifatnya.

Pemeliharaan aset barang sitaan/barang rampasan negara c. yang dikuasai oleh kejaksaan negeri menjadi tanggung jawab kepala sub bagian pembinaan dan di cabang kejaksaan negeri menjadi tanggung jawab kepala urusan pembinaan.

Pada saat satuan kerja teknis melakukan penyitaan atau d. menerima penyerahan tanggung jawab barang bukti dari penyidik, satuan kerja kejaksaan memberitahukan hal tersebut kepada kasubag pembinaan selaku pengurus barang rampasan.

Kasubbag pembinaan selanjutnya melaporkan hal tersebut e. kepada Pusat Pemulihan Aset melalui sarana elektronik ARSSYS, atau melalui faximile / email, serta membuat perencanaan pemeliharaan barang sitaan.

Barang sitaan yang dapat disimpan di gudang barang f. sitaan kejaksaan di rawat dan dilakukan pemeliharaan oleh petugas gudang barang sitaan.

Barang sitaan yang dititipkan di Rupbasan, g. pemeliharaannya ada dibawah tanggung jawab Rupbasan. Kasubag pembinaan selaku pengurus barang sitaan, wajib secara berkala sekurang-kurangnya 1(satu) bulan sekali, bersama sama dengan satuan kerja teknis, melakukan pengecekan terhadap kondisi barang sitaan yang dititipkan Rupbasan, dan membuat berita acara hasil pengecekan/penelitian atas kondisi barang sitaan tersebut yang ditanda tangani oleh kasubag pembinaan dan kasi teknis.

Barang sitaan yang karena sifatnya memerlukan h. perawatan khusus seperti kapal, pesawat udara dan alat-alat berat, dilakukan perawatan oleh instansi/lembaga yang kompeten, yang ditunjuk oleh Kepala PPA, dengan

35

pembiayaan yang berasal dari DIPA PPA atau sistem pembiayaan lainnya.

Terhadap barang sitaan tertentu yang berdasarkan i. ketentuan Undang-Undang harus dirampas untuk negara, namun memerlukan biaya perawatan tinggi sedangkan nilai jualnya semakin lama semakin turun, untuk kepentingan pemulihan aset, atas persetujuan Kepala PPA, dapat dilakukan penjualan secara lelang sesuai ketentuan yang berlaku. Uang hasil penjualan lelang barang sitaan tersebut digunakan sebagai barang bukti dipengadilan.

Untuk kepentingan pemulihan aset dan mencegah j. penurunan harga yang akan merugikan negara/korban, Kepala PPA menerbitkan rekomendasi barang-barang sitaan yang harus dijual lelang oleh kejaksaan pada tahap penyidikan/ penuntutan. Pelelangan barang sitaan dilakukan sesuai ketentuan peraturan Jaksa Agung ini.

Perawatan terhadap barang sitaan yang disimpan di k. gudang barang sitaan dilakukan oleh petugas gudang barang sitaan, dan dalam hal tertentu dapat meminta bantuan petugas khusus dengan biaya yang dianggarkan terlebih dahulu.

Kepala kejaksaan negeri berkewajiban untuk melakukan l. pemeliharaan barang sitaan.

Pengaturan lebih lanjut tentang pemeliharaan barang m. sitaan diatur lebih lanjut dalam surat Kepala PPA.

Selain merujuk pada Peraturan Jaksa Agung RI. Nomor PER-027/A/JA/10/2014 tentang Pedoman Pemulihan Aset, mekanisme pengamanan dan pemeliharaan aset juga berpedoman pada Surat Edaran Jaksa Agung No. SE-010/A/JA/08/2015 tentang Kewajiban Jaksa untuk Melelang Barang Sitaan yang Lekas Rusak atau Memerlukan Biaya

36

Penyimpanan Tinggi; Surat Edaran Jaksa Agung No. SE-011/A/JA/08/2015 tentang Barang Rampasan Negara yang Akan Digunakan untuk Kepentingan Kejaksaan, dan Surat Jaksa Agung No. B-079/A/U.1/05/2016 perihal Tertib Administrasi Penyelesaian Benda Sitaan dan Barang Rampasan yang Dititipkan di Rupbasan.

Penegakan Hukum dan 3. Good Governance

Pelaksanaan tugas, pokok, dan fungsi PPA merupakan bagian dari penegakan hukum dalam mewujudkan Good Corporate Governance/GCG (Tata Laku Pemerintahan yang bersih) dibidang pemulihan aset kejahatan/tindak pidana di Indonesia. Adapun ruang lingkup teori yang relevan dengan penelitian ini adalah yang berkaitan dengan konsep tujuan hukum, penegakan hukum dan konsep tata pememerintahan yang baik atau Good Governance/Good Corporate Governance. Dalam pandangan Gustav Radbruch tujuan hukum meliputi 3 (tiga) komponen yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian. Keadilan menunjuk pada kesamaan hak di depan hukum, kemanfaatan ditujukan untuk memajukan kebaikan dalam hidup manusia dan kepastian menunjuk pada jaminan bahwa hukum benar-benar berfungsi sebagai peraturan yang ditaati.19 Hukum berfungsi sebagai sarana untuk menciptakan ketertiban, keadilan dan kedamaian sehingga untuk mewujudkan fungsi hukum tersebut penegakan hukum sangat diperlukan. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah, pandangan-pandangan yang mantap dan diwujudkan, diaksanakan, dimanifestasikan dalam sikap, tindak, sebagai serangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan kedamaian pergaulan hidup.20

19 Bernard L. Tanya, et.al., Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Yogyakarta : Genta Publishing, 2010, hal. 130

20 Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam KerangkaPembangunan Di Indonesia, Jakarta : UI-Press, 1983, hal. 3

37

Penegakan hukum menurut Mardjono Reksodipuro,21 diartikan dalam kerangka tiga konsep, yaitu sebagai berikut: (a) Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada di belakang norma hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali; (b) Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan sebagainya demi perlindungan kepentingan individual; (c) Konsep penegakan hukum actual (actual enforcement concept) yang muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena keterbatasan-keterbatasan, baik yang berkaitan dengan sarana prasarana, kualitas sumber daya manusianya, kualitas perundang-undangannya dan kurangnya partisipasi masyarakat. Penegakan hukum ditujukan guna meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat. Hal ini dilakukan antara lain dengan menertibkan fungsi, tugas dan wewenang lembaga-lembaga yang bertugas menegakkan hukum menurut proporsi ruang lingkup masing-masing, serta didasarkan atas sistem kerjasama yang baik dan mendukung tujuan yang hendak dicapai.22

Penegakan hukum hanya dapat terlaksana apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga harmonisasi (keselarasan, keseimbangan dan keserasian) antara moralitas sosial, moralitas kelembagaan dan moralitas sipil warga negara yang didasarkan pada nilai-nilai aktual di dalam masyarakat. Dengan demikian kebersamaan sangat dibutuhkan tidak hanya untuk membuat rambu-rambu pergaulan nasional, melainkan juga penegakannya.23 Penegakan hukum dapat pula dilihat

21Mardjono Reksodipuro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana Kumpulan Karangan Buku Kedua, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, Jakarta, 1997, hal. 10

22 Sanyoto, “Penegakan Hukum Di Indonesia,” Artikel dalam JURNAL DINAMIKA Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Vol. 8 No. 3 Tahun 2008, hal. 1

23 Kusnu Goesniadhie S., “Perspektif Moral Penegakan Hukum yang Baik,” Artikel dalam

38

sebagai institusi, badan atau organisasi dengan kualitas birokrasinya masing-masing. Dalam kaitan ini melihat penegakan hukum dari kacamata kelembagaan. Perspektif ini perlu dipahami secara komprehensif dengan melihat pula keterkaitannya satu sama lain serta keterkaitannya dengan berbagai faktor dan elemen yang terkait dengan hukum itu sendiri sebagai suatu sistem. Perspektif ini meniscayakan dilakukannya harmonisasi hukum dan harmonisasi penegakan hukum secara komprehensif, terintegrasi, konsisten dan taat asas.24

Menurut Hikmahanto Juwono, beberapa permasalahan dalam penegakan hukum dapat berupa :

Permasalahan pembuatan peraturan perundang-a. undangan;Masyarakat pencari kemenangan bukan keadilan;b. Uang mewarnai penegakan hukum; c. Penegakan hukum sebagai komoditas politik, penegakan d. hukum yang diskriminatif dan ewuh pekewuh;Lemahnya sumberdaya manusia;e. Advokat tahu hukum versus advokat tahu koneksi; f. Keterbatasan anggaran (8) Penegakan hukum yang dipicu g. oleh media masa.25

Permasalahan tersebut di atas memerlukan pemecahan atau solusi, dan negara yang dalam hal ini diwakili pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang bertujuan memperbaiki kinerja institusi hukum, aparat penegak hukum dengan

JURNAL HUKUM IUS QUIA IUSTUM Universitas Islam Indonesia, Vol. 17 No. 2 Tahun 2010, Jakarta, 2010, hal. 196

24 Ibid., hal. 21025 Hikmahanto Juwono, “Penegakan hukum dalam kajian Law and development :Problem

dan fundamen bagi Solusi di Indonesia, “Artikel dalam VARIA PERADILAN No. 244, akarta, 2006, hal. 13

39

anggaran yang cukup memadai sedang outputnya terhadap perlindungan warganegara diharapkan dapat meningkatkan kepuasan dan sedapat mungkin mampu menjamin ketentraman dan kesejahteraan sosial bagi seluruh anggota masyarakat.26

Sedangkan dalam ranah hukum pidana, Joseph Goldstein27 membedakan penegakan hukum pidana menjadi 3 (tiga) bagian yaitu: Pertama, Total enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif (subtantive law of crime). Penegakan hukum pidana secara total ini tidak mungkin dilakukan sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana yang antara lain mencakup aturan-aturan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan pendahuluan. Disamping itu mungkin terjadi hukum pidana substantif sendiri memberikan batasan-batasan. Misalnya dibutuhkan aduan terlebih dahulu sebagai syarat penuntutan pada delik-delik aduan (klacht delicten). Ruang lingkup yang dibatasi ini disebut sebagai area of no enforcement. Kedua, Full enforcement, setelah ruang lingkup penegakan hukum pidana yang bersifat total tersebut dikurangi area of no enforcement dalam penegakan hukum ini para penegak hukum diharapkan penegakan hukum secara maksimal. Ketiga, Actual enforcement, menurut Joseph Goldstein full enforcement ini dianggap not a realistic expectation, sebab adanya keterbatasanketerbatasan dalam bentuk waktu, personil, alat-alat investigasi, dana dan sebagainya, yang kesemuanya mengakibatkan keharusan dilakukannya discretion dan sisanya inilah yang disebut dengan actual enforcement.

26 Bagir Manan, “Persepsi masyarakat mengenai Pengadilan dan Peradilan yang baik,” Artikel dalam VARIA PERADILAN No. 258 Mei, akarta, 2007, hal. 5, dalam Sanyoto, ibid, hal. 1

27 Sugeng Tiyarto, “Kebijakan Penegakan Hukum Pidana Dalam Rangka Penanggulangan Perjudian,” TESIS, Semarang : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, 2006, hal. 17

40

Berkaitan dengan konsep penegakan hukum dihubungkan dengan pelaksanaannya dalam kegiatan kelembagaan, maka konsep penegakan hukum erat kaitannya dengan konsep good governance. Menurut Sedarmayanti, 28 good dalam good governance mengandung dua pengertian yaitu: Pertama, nilai yang menjun jung tinggi keinginan atau kehendak rakyat dan nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional), kemandirian, pemban gunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, as pek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut.

Good governance merupakan sesuatu yang baru bagi masyarakat Indonesia, dimana aplikasi daripada konsep ini seringkali tergantung pada kerjasama pemerintah dan masyarakat untuk mencapai dua tujuan yaitu pemerintah yang bersih dan demokratis. Dijelaskan pula bahwa terjadinya krisis disebabkan banyaknya penyimpangan dan penyalahguanaan kekuasaan yang telah merusak sendi-sendi penyelenggaraan Negara dan berbagai sendi kehidupan nasional. Inti good governance adalah seni pemerintah yang berpijak pada rule of law dengan elemen transparansi, akuntanbilitas, fairness, dan responsibility. Menurut Happy Bone Zulkarnain yang dikutip oleh Shinta Tomuka,29 elemen-elemen tersebut menyadarkan bahwa good governance adalah seperangkat tindakan yang memberikan pagar yang lebih jelas dari proses pemerintahan dengan fungsi dan wewenangnya.

UNDP (United Nations Development Program) mengemukakan bahwa prinsip yang harus dianut dan

28 Sedarmayanti, Pemerintahan Yang Efek tif dan Efisien, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal. 6

29 Shinta Tomuka, ”Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Pelayanan Publik Di Kecamatan Girian Kota Bitung (Studi Tentang Pelayanan Akte Jual Beli),”Artikel dalam JURNAL POLITICO (Jurnal Ilmu Politik) Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu politik Universitas Sam Ratulangi, Vol. 1 No. 3 Tahun 2013, hal. 4

41

dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance), meliputi: partisipasi (participation), penegakan hukum (rule of law), transparansi (transparency), orientasi konsensus (consensus orientation), keadilan (equity), efektivitas dan efisiensi (effectiveness and efficiency), akuntabilitas (accountability), visi strategis (strategic vision).30 Sedangkan dalam Pasal 3 Undang-undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme, mengatur 7 (tujuh) asas umum penyelenggaraan negara (tata pemerintahan) meliputi: (1) Asas Kepastian Hukum; (2) Asas Tertib Penyelenggaraan Negara; (3) Asas Kepentingan Umum; (4) Asas Keterbukaan; (5) Asas Proporsionalitas; (6) Asas Profesionalitas; dan (7) Asas Akuntabilitas.

30 Dede Rosyada, et.al, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: Prenada Media, 2003, hal. 183

42

43

BAB IIIIMPLEMENTASI PERAN PUSAT PEMULIHAN

ASET (PPA) KEJAKSAAN RI DALAM MENDORONG SATKER WILAYAH UNTUK

MENYELESAIKAN BENDA SITAAN DAN BARANG RAMPASAN

Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan pengumpulan data terhadap 212 responden yang terdiri dari 5 institusi terkait yang tersebar di lima wilayah hukum Kejaksaan tinggi yang dijadikan sampel penelitian (Wilayah Hukum Kejati Sulawesi Tenggara, Wilayah Hukum Kejati Lampung, Wilayah Hukum Kejati Kalimantan Tengah, Wilayah Hukum Kejati Jawa Tengah dan Wilayah Hukum Kejati Sumatera Selatan), dengan komposisi responden terdiri dari dua kelompok yaitu internal Kejaksaan sebanyak 121 responden dan kalangan eksternal Kejaksaan sebanyak 91 responden yang terdiri dari Hakim (Pengadilan), Penyidik Kepolisian, KPKNL dan Rupbasan.

Sampel diambil secara probability sampling dan gambaran umum jawaban responden terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan adalah sebagai berikut :

Karakteristik RespondenA.

1. Jenis Kelamin Responden

Tabel 1Jenis Kelamin Responden

No1234

RespondenKepolisianHakim/PengadilanKPKNLRupbasan

Laki-Laki 32 (15.09%) 19 (8.96%) 11 (5.19%) 12 (5.66%)

Perempuan-

3 (1.42%) 10 (4.72%) 4 (1.89%)

Jumlah 32 (15.09%) 22 (10.38%) 21 (9.91%) 16 (7.55%)

44

5 KejaksaanJumlah

101 (47.64%) 175 (82.55%)

20 (9.43%) 37 (17.45%)

121 (57.07%) 212 (100%)

N=212

2. Pendidikan Responden

Tabel 2 Pendidikan Responden

1 Kepolisian 14 (6.60%) - 16 (7.55%) 2 (0.94) - 32 (15.09%)2 Hakim/Pengadilan 1 (0,47) - 13 (6.13%) 8 (3.78%) - 22 (10.38%)3 KPKNL - - 19 (8.96%) 2 (0.94%) - 21 (9.90%)4 Rupbasan 5 (2.36%) - 5 (2.36%) 6 (2.83%) - 16 (7.55%)5 Kejaksaan 7 (3.30%) - 68 (32.08%) 45 (21.23%) 1 (0.47%) 121 (57.08%) Jumlah 27 (12.73%) 121 (57.08%) 63 (29.72%) 1 (0.47%) 212 (100%)

NoPendidikan Terakhir

Profesi SMA D3 S1 S2 S3 Jumlah

N=212

B. Prosedur Dan Mekanisme Penyelesaian Barang Sitaan dan Barang Rampasan

Kepolisian1. Pengetahuan petugas Kepolisian Terhadap Tugas Dan a. Fungsi PPA Kejaksaan RI

Tabel 3Pendapat Responden Terhadap Pengetahuan Petugas Kepolisian

Terhadap Tugas dan Fungsi PPA Kejaksaan RI.

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Mengetahui 18 (56.25%)

2 Tidak mengetahui 14 (43.75%)

3 Tidak Menjawab -

Jumlah 32 (100%)

N=32

45

Pengetahuan dan informasi responden Kepolisian terhadap tugas dan fungsi Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan RI., dalam melaksanakan kegiatan pemulihan aset tindak pidana khususnya dalam menyelesaikan benda/barang sitaan/barang rampasan, dari 32 responden, 18 responden menjawab mengetahui tugas dan fungsi PPA tersebut dan hanya 14 responden yang menjawab tidak mengetahui.

Penyitaan dan/atau Perampasan Barang Hasil Tindak b. Pidana.

Tabel 4Pendapat Responden Terhadap Kegiatan Penyitaan dan/atau Perampasan Barang Hasil Tindak Pidana

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Pernah 31 (96.88%)

2 Tidak Pernah 1 (3.12%)

3 Tidak menjawab -

Jumlah 32 (100%)

N=32

Prosedur Penyitaan dan/atau Perampasan Barang 1) Hasil Tindak Pidana

31 responden Kepolisian pernah melakukan penyitaan dan atau perampasan barang hasil kejahatan/tindak pidana, dengan penjelasan responden sebagai berikut:

Persiapan untuk melakukan penyitaan dan/atau - perampasan dengan pembagian tugas personil yang melaksanakan penyitaan barang bukti dikaitkan dengan permasalahan dan situasi daerah

46

dan secara administrasi adalah dengan adanya Surat Tugas, Surat Perintah Penyitaan, Surat perintah penggeledahan badan atau orang maupun rumah atau tempat tertutup lainnya;Alur proses penyitaan dan/atau perampasan barang - meliputi pendataan barang yang akan disita, terbit laporan polisi, berita acara pemeriksaan saksi, berita acara pemeriksaan tersangka, surat perintah tugas, surat perintah penggeledahan, surat perintah penyitaan, berita acara penyitaan, membuat surat tanda penerimaan (STP) dan permintaan penetapan ke pengadilan negeri.Prosedur penyitaan dan/atau perampasan yang - dilakukan penyidik meliputi menghubungi pihak pengadilan apabila mendesak, melakukan pendataan barang yang akan disita, surat perintah tugas, surat perintah penggeledahan, surat perintah penyitaan, berita acara penyitaan, surat tanda penerimaan (STP), laporan polisi, surat penetapan sita (TAP Sita) ke pengadilan negeri, dan melakukan pembungkusan barang sitaan.Proses penyitaan dan/atau perampasan adalah - dengan memperlihat Surat Perintah Penyitaan kemudian mengambil barang yang akan disita, dicek kesesuaian dengan laporan polisi yang ada, dibuatkan berita acara penyitaan, berita acara pembungkusan dan penyegelan barang bukti dan dibuatkan surat penetapan ijin persetujuan penyitaan barang bukti ke pengadilan kemudian dibawa serta disimpan di ruang penyimpanan (ruang barang bukti) yang ada di Satuan Tahanan dan Barang Bukti (Sat Tahti) dan dimasukkan dalam register barang bukti terhadap benda/barang tersebut

47

Penyimpanan Benda Sitaan dan/atau Barang 2) Rampasan

Penjelasan responden penyidik terhadap tanggung jawab pemeliharaan benda sitaan/barang rampasan/barang bukti adalah sebagai berikut:

Barang hasil sitaan dan/atau rampasan disimpan di - Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Dit. Tahti) pada tingkat Polda dan satuan tahanan dan barang bukti (Sat. Tahti) di tingkat Polres (untuk barang yang berukuran kecil seperti Laptop, handphone) dengan tata cara pemeliharaan: setiap hari diadakan pemeriksaan fisik terhadap barang bukti yang disimpan. Sedangkan barang sitaan berupa mobil, kayu, BBM dan barang yang berukuran besar atau berjumlah banyak dititipkan di Rupbasan dengan disertakan berita acara penitipan barang bukti.

Barang yang memiliki nilai ekonomis tinggi selain - dirawat oleh petugas barang bukti, pemilik barang sitaan diperbolehkan melakukan perawatan oleh petugas barang bukti sebelum ada keputusan tetap (in kracht).

Tanggung Jawab Pemeliharaan Benda Sitaan dan/atau c. Barang Rampasan Hasil Tindak Pidana

Tanggung jawab pemeliharaan benda sitaan dan/atau barang rampasan hasil tindak pidana, responden penyidik menjelaskan bahwa barang yang dititipkan di Rupbasan menjadi tanggung jawab pihak Rupbasan dengan tatacara pemeliharaan benda sitaan dan/atau barang rampasan sesuai prosedur yang berlaku di Rupbasan. Benda sitaan dan/atau rampasan yang disimpan di Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Dit. Tahti) pada tingkat Polda dan satuan tahanan dan

48

barang bukti (Sat Tahti) di tingkat Polres dengan tatacara pemeliharaan setiap hari diadakan pemeliharaan fisik terhadap barang bukti yang disimpan. Penanganan untuk barang yang memiliki nilai ekonomis tinggi, tetap dilakukan pemeriksaan fisik secara rutin setiap hari dan bisa dilakukan pelelangan baik ditingkat penyidikan maupun pada saat penuntutan.

Kualitas dan Kuantitas Penyelesaian Aset yang berasal d. dari barang sitaan dan/atau barang rampasan terkait dengan tindak pidana

Kualitas penyelesaian Aset yang berasal dari barang 1) sitaan dan/atau barang rampasan terkait dengan tindak pidana

Tabel 5Pendapat Responden Terhadap Kualitas penyelesaian Aset yang berasal dari benda sitaan dan/atau barang

rampasan terkait dengan tindak pidana

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Sangat Baik 4 (12.5%)

2 Baik 16 (50%)

3 Biasa saja 8 (25%)

4 Kurang Baik 4 (12.5%)

5 Tidak Baik -

6 Tidak Menjawab -

Jumlah 32 (100%)

N=32

Terhadap kualitas penyelesaian aset yang berasal dari dan/atau terkait tindak pidana yang dilaksanakan oleh Satker Kejaksaan Negeri setempat dan/atau Pusat

49

Pemulihan Aset Kejaksaan RI. dalam memenuhi koreksi dokumen penyelesaian aset-aset yang akan dilelang, dari 21 responden, 16 responden menjawab baik dengan penjelasan sudah terjalin koordinasi secara baik, 8 responden menyatakan kualitasnya biasa saja dan 2 responden masing-masing menjawab sangat baik dan kurang baik kualitas penyelesaian aset yang berasal dari benda sitaan dan/atau barang rampasan terkait dengan tindak pidana.

Kuantitas 2) Penyelesaian Aset yang Berasal dari Barang Sitaan dan/atau Barang Rampasan Terkait dengan Tindak Pidana.

Tabel 6Pendapat Responden Terhadap Kuantitas Penyelesaian Aset Yang Berasal Dari Benda Sitaan dan/atau Barang

Rampasan Terkait Dengan Tindak Pidana

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Sangat Banyak -

2 Banyak 20 (62.5%)

3 Biasa saja 8 (25%)

4 Kurang Banyak 4 (12.5%)

5 Tidak Banyak -

6 Tidak Menjawab -

Jumlah 32 (100%)

N=32

Terhadap kuantitas proses penyelesaian aset yang berasal dari dan/atau terkait dengan tindak pidana yang dilaksanakan oleh Satker Kejaksaan Negeri setempat dan/atau Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan RI., dari 32

50

responden, 20 responden berpendapat kuantitasnya banyak sedangkan 8 responden lain berpendapat kuantitasnya biasa saja dan hanya 4 responden berpendapat kuantitasnya kurang banyak.

Koordinasi Kepolisian dengan Kejaksaan dalam e. penyelesaian asset yang berasal dari dan/atau terkait dengan tindak pidana

Tabel 7Pendapat Responden Terhadap

Koordinasi Kepolisian dengan Kejaksaan

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Sangat Baik 12 (37.50%)

2 Baik 10 (31.25%)

3 Biasa saja 8 (25%)

4 Kurang Baik 2 (6.25%)

5 Tidak Baik -

6 Tidak Menjawab -

Jumlah 32 (100%)

N=32

Terhadap koordinasi dengan Kejaksaan terkait proses penyelesaian aset yang berasal dari dan/atau kejahatan/tindak pidana, 12 responden menjawab berjalan dengan sangat baik, 10 responden menjawab koordinasi berjalan dengan baik, 8 responden menjawab koordinasi berjalan biasa saja dan 2 responden menjawab koordinasinya kurang baik.

51

Hakim/Pengadilan2.

Pengetahuan Hakim Terhadap Tugas Dan Fungsi PPA a. Kejaksaan RI.

Tabel 8Pendapat Responden Terhadap Pengetahuan Hakim

Terhadap Tugas dan Fungsi PPA Kejaksaan RI.No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Mengetahui 15 (68.18%)

2 Tidak mengetahui 7 (31.82%)

3 Tidak Menjawab -

Jumlah 22 (100%)

N=22

Pengetahuan dan informasi responden Hakim terhadap tugas dan fungsi Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan RI., dalam melaksanakan kegiatan pemulihan aset tindak pidana khususnya dalam menyelesaikan benda/barang sitaan/barang rampasan, dari 22 responden, 15 responden menjawab mengetahui tugas dan fungsi PPA tersebut dan hanya 7 responden yang menjawab tidak mengetahui.

Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan b. Perkara yang menjadi Kewenangan Pengadilan menyangkut benda sitaan dan/atau barang rampasan

Tabel 9Pendapat Responden Terhadap

Penerapan Standard Operating Procedure (SOP)No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Sudah diterapkan 20 (90.91%)

2 Belum diterapkan -

3 Tidak Menjawab 2 (9.09%)

Jumlah 22 (100%)

N=22

52

Terhadap setiap tahapan penanganan perkara yang menjadi kewenangan pengadilan terutama yang menyangkut benda sitaan dan/barang rampasan 20 responden hakim menyatakan sudah menerapkan SOP dengan penjelasan sebagai berikut:

Setiap tahapan penanganan perkara yang menjadi - kewenangan pengadilan terutama menyangkut benda sitaan dan/atau barang rampasan telah dilaksanakan sesuai SOP dan menurut ketentuan SEMA No. 01 Tahun 2011, salinan putusan sudah harus diserahkan kepada terdakwa/penasehat hukum, penyidik dan jaksa penuntut umum setelah 14 hari pembacaan putusan dilaksanakan.

Setiap tahapan penanganan perkara, hakim menerapkan - sesuai SOP yang ada dengan ketentuan selambat-lambatnya paling lama 7 hari setelah putusan telah inkracht dan jika mengalami keterlambatan maka akan diproses sesuai dengan Pasal 45 ayat (1) huruf b KUHAP yaitu benda sitaan dan/atau barang rampasan tersebut dapat dimusnahkan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas ijin hakim yang menyidangkan.

Terhadap setiap tahapan penanganan perkara yang - menjadi kewenangan pengadilan terutama yang menyangkut benda sitaan dan/atau barang rampasan sudah menerapkan sesuai SOP sedangkan terhadap jangka waktu putusan yang telah inkracht diserahkan kepada terdakwa atau jaksa penuntut umum sesuai SOP.

53

Jangka waktu penyerahan putusan yang telah c. inkracht (mempunyai kekuatan hukum tetap) kepada terdakwa atau JPU.

Untuk jangka waktu putusan yang telah inkracht diserahkan kepada terdakwa atau JPU sesuai SOP jawaban responden hakim bervariasi yaitu, pertama, paling lambat 7 hari setelah penerimaan putusan. Kedua, maksimal 14 hari setelah putusan, diserahkan sebelum perkara tersebut inkracht dan untuk petikan putusan pengadilan bisa diambil 1 hari (one day service) dan bisa dilihat secara online di website SIP Pengadilan

Kualitas dan Kuantitas Penyelesaian Aset yang berasal d. dari barang sitaan dan/atau barang rampasan terkait dengan tindak pidana

Kualitas penyelesaian Aset yang berasal dari 1) barang sitaan dan/atau barang rampasan terkait dengan tindak pidana

Tabel 10Pendapat Responden Terhadap Kualitas penyelesaian Aset yang berasal dari barang sitaan dan/atau barang

rampasan terkait dengan tindak pidana

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Sangat Baik -

2 Baik 6 (27.27%)

3 Biasa saja 12 (54.55%)

4 Kurang Baik 4 (18.18%)

5 Tidak Baik -

6 Tidak Menjawab -

Jumlah 22 (100%)N=22

54

Terhadap kualitas penyelesaian aset yang berasal dari dan/atau terkait dengan tindak pidana yang dilaksanakan oleh Satker Kejaksaan Negeri setempat dan/atau Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan RI. dalam memenuhi koreksi dokumen penyelesaian aset-aset yang akan dilelang, dari 22 responden, 12 responden menjawab kualitasnya biasa saja, 6 responden menyatakan kualitasnya bauk dan 4 responden menjawab kurang baik kualita penyelesaian aset yang berasal dari barang sitaan dan/atau barang rampasan terkait dengan tindak pidana.

Kuantitas penyelesaian Aset yang berasal dari 2) barang sitaan dan/atau barang rampasan terkait dengan tindak pidana

Tabel 11Pendapat Responden Terhadap Kuantitas Penyelesaian

Aset Yang Berasal Dari Benda Sitaan bdan/atau Barang Rampasan Terkait Dengan Tindak Pidana

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Sangat Banyak -

2 Banyak 8 (36.36%)

3 Biasa saja 10 (45.46%)

4 Kurang Banyak 4 (18.18%)

5 Tidak Banyak -

6 Tidak Menjawab -

Jumlah 22 (100%)

N=22

55

Terhadap kuantitas proses penyelesaian aset yang berasal dari dan/atau terkait dengan tindak pidana yang dilaksanakan oleh Satker Kejaksaan Negeri setempat dan/atau Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan RI., dari 22 responden, 10 responden berpendapat kuantitasnya biasa saja sedangkan 8 responden lain berpendapat kuantitasnya banyak dan hanya 4 responden berpendapat kuantitasnya kurang banyak.

Koordinasi Pengadilan/hakim dengan Kejaksaan e. dalam penyelesaian asset yang berasal dari dan/atau terkait dengan tindak pidana

Tabel 12Pendapat Responden Terhadap Koordinasi Kepolisian

dengan Kejaksaan

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Sangat Baik -

2 Baik 3 (13.64%)

3 Biasa saja 4 (18.18%)

4 Kurang Baik 15 (68.18%)

5 Tidak Baik -

6 Tidak Menjawab -

Jumlah 22 (100%)

N=22

Terhadap koordinasi dengan Kejaksaan terkait proses penyelesaian aset yang berasal dari dan/atau kejahatan/tindak pidana, dari 22 responden, 15 responden menjawab berjalan dengan kurang baik, 4 responden menjawab koordinasi berjalan dengan biasa saja, 3 responden menjawab koordinasi berjalan baik.

56

Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang 3. (KPKNL)

Program dan tahap proses penyelesaian aset yang a. berawal dari dan atau terkait kejahatan tindak pidana

Penjelasan responden KPKNL terhadap program dan tahap proses penyelesaian aset yang berawal dari dan atau terkait kejahatan tindak pidana adalah:

Program KPKNL terhadap pengelolaan aset yang - berasal dari dan/atau kejahatan/tindak pidana meliputi melakukan pelelangan secepatnya agar kualitas barang tidak menurun.Program KPKNL dalam mengelola aset belum - berjalan maksimal karena KPKNL fungsinya hanya menentukan harga dan proses lelang sesuai dengan peraturan menteri keuangan.Proses penyelesaian aset yang berasal dari dan atau - terkait tindak pidana sudah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Peraturan dari Menteri Keuangan).Proses penyelesaian aset yang diajukan oleh kejaksaan - negeri sangat tergantung dari putusan pengadilan. Jenis penyelesaian yang dapat ditempuh dalam penyelesaian aset yang berasal dari dan atau terkait tindak pidana yaitu: pertama, pelepasan (lelang, hibah dan penyertaan modal pemerintah). Kedua, pemanfaatan untuk Negara guna mendukung Tupoksi K/L melalui PSP. Ketiga, pemusnahan terhadap aset yang tidak mempunyai nilai ekonomis.KPKNL dengan pihak Kejaksaan selalu berkoordinasi - dalam pengecekan benda sitaan atau hasil rampasan,

57

menentukan harga (taksasi) untuk dilelang serta permohonan lelang penetapan status penggunaan maupun pemusnahan terutama terhadap barang-barang yang sudah inkracht. Setiap kekurangan dokumen terkait penyelesaian aset selalu ditindaklanjuti dengan baik oleh kejaksaan negeri sehingga tidak memperlambat proses penyelesaian aset. Terhadap aset yang berasal dari dan atau terkait - tindak pidana, kejaksaan negeri juga mempunyai kewenangan untuk menentukan nilai taksasi.

Koordinasi KPKNL Dengan Satker/PPA/Instansi b. Terkait

Pengetahuan petugas KPKNL Terhadap Tugas 1) Dan Fungsi PPA Kejaksaan RI

Tabel 13Pendapat Responden Terhadap Pengetahuan Petugas KPKNL

Terhadap Tugas dan Fungsi PPA Kejaksaan RI.

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Mengetahui 3 (14.29%)

2 Tidak mengetahui 18 (85.71%)

3 Tidak Menjawab -

Jumlah 21 (100%)

N=21

Pengetahuan dan informasi responden KPKNL terhadap tugas dan fungsi Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan RI., dalam melaksanakan kegiatan pemulihan aset tindak pidana khususnya dalam menyelesaikan benda sitaan/barang rampasan, dari 21 responden, 18 responden menjawab tidak

58

mengetahui tugas dan fungsi PPA tersebut dan hanya 3 responden yang menjawab mengetahui dengan penjelasan tugas dan fungsi PPA Kejaksaan RI adalah untuk mempercepat proses penyelesaian barang bukti rampasan.

Koordinasi KPKNL dengan Satuan Kerja Kejaksaan 2) Negeri terkait dengan proses penyelesaian aset yang berasal dari dan/atau terkait kejahatan/tindak pidana

Tabel 14Pendapat Responden Terhadap Koordinasi KPKNL

Dengan Satuan Kerja Kejaksaan Negeri

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Sangat Baik 5 ((23.81%)

2 Baik 10 (47.62%)

3 Biasa saja 4 (19.05%)

4 Kurang Baik 2 (9.52%)

5 Tidak Baik -

6 Tidak Menjawab -

Jumlah 21 (100%)

N=21

Terhadap kualitas koordinasi dengan satker kejaksaan negeri setempat terkait proses penyelesaian aset yang berasal dari dan/atau terkait kejahatan/tindak pidana, 10 responden menjawab berjalan dengan baik, dengan penjelasan bahwa proses penyelesaian aset yang berasal dari dan/atau terkait kejahatan atau tindak pidana dengan penyelesaian sangat cepat memadai, responsif dan satker dari kejari sangat

59

kooperatif; dan hanya 2 responden menjawab berjalan kurang baik dengan penjelasan bahwa belum ada sosialisasi dari pihak kejaksaan terkait hal tersebut. Selain itu permasalahannya adalah terhadap kondisi keberadaan KPKNL yang belum tersedia secara merata di beberapa kota atau kabupaten di Indonesia, sehingga terdapat beberapa KPKNL yang harus memberikan pelayanan kepada beberapa kota atau kabupaten dimana terdapat satker kejaksaan negeri, maka solusi yang dapat ditempuh guna percepatan penyelesaian aset yang berasal dari dan atau terkait tindak pidana dimaksud adalah dengan meningkatkan koordinasi secara aktif terhadap instansi kejaksaan.

Koordinasi KPKNL Dengan PPA terkait dengan 3) proses penyelesaian aset yang berasal dari dan/atau terkait kejahatan/tindak pidana

Tabel 15Pendapat Responden Terhadap Koordinasi KPKNL Dengan PPA

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Sangat Baik -

2 Baik 7 (33.33%)

3 Biasa saja 4 (19.05%)

4 Kurang Baik 2 (9.52%)

5 Tidak Baik 8 (38.10%)

6 Tidak Menjawab -

Jumlah 21 (100%)

N=21

60

Terhadap kualitas koordinasi dengan PPA terkait proses penyelesaian aset yang berasal dari dan/atau kejahatan/tindak pidana, 8 responden menjawab berjalan dengan tidak baik, 7 responden menjawab berjalan dengan baik.

Kualitas dan Kuantitas Penyelesaian Aset yang berasal c. dari benda sitaan dan/atau barang rampasan terkait dengan tindak pidana.

Kualitas satker kejari/PPA Kejaksaan RI. Dalam 1) memenuhi koreksi dokumen penyelesaian aset-aset yang akan dilelang

Tabel 16Pendapat Responden Terhadap Kualitas

Satker Kejari/PPA Kejaksaan RI.

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Sangat Baik 2 (9.52%)

2 Baik 16 (76.19%)

3 Biasa saja 3 (14.29%)

4 Kurang Baik -

5 Tidak Baik -

6 Tidak Menjawab -

Jumlah 21 (100%)

N=21

Terhadap kualitas penyelesaian aset yang berasal dari dan/atau terkait dengan tindak pidana yang dilaksanakan oleh Satker Kejaksaan Negeri setempat dan/atau Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan RI. dalam memenuhi koreksi dokumen penyelesaian aset-aset yang akan dilelang, dari 21 responden, 16 responden

61

menjawab baik dengan penjelasan sudah terjalin koordinasi secara baik dengan KPKNL dengan dokumen selalu lengkap.

Kuantitas penyelesaian aset yang berasal dari 2) benda sitaan dan/atau barang rampasan terkait dengan tindak pidana

Tabel 17Pendapat Responden Terhadap

Kuantitas Satker Kejari/PPA Kejaksaan RI.

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Sangat Banyak -

2 Banyak 9 (42.86%)

3 Biasa saja 12 (57.14%)

4 Kurang Banyak -

5 Tidak Banyak -

6 Tidak Menjawab -

Jumlah 21 (100%)

N=21

Terhadap kuantitas proses penyelesaian aset yang berasal dari dan/atau terkait dengan tindak pidana yang dilaksanakan oleh Satker Kejaksaan Negeri setempat dan/atau Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan RI., dari 21 responden, 12 responden berpendapat biasa saja dengan penjelasan proses penyelesaian aset berjalan dengan lancar sedangkan 9 responden lain berpendapat kuantitasnya banyak dengan penjelasan proses penyelesaian aset berjalan dengan baik dan lancar.

62

Rupbasan4.

Pengetahuan dan Informasi petugas Rupbasan a. terhadap Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan RI.

Tabel 18Pendapat Responden Terhadap Pengetahuan

dan Informasi Terhadap Tugas dan Fungsi PPA.

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Mengetahui 10 (62.5%)

2 Tidak mengetahui 6 (3.75%)

3 Tidak Menjawab -

Jumlah 16 (100%)

N=16

Terkait pengetahuan dan informasi responden Rupbasan terhadap tugas dan fungsi PPA Kejaksaan RI. yang bertugas melaksanakan kegiatan pemulihan aset kejahatan /tindak pidana, khususnya menyelesaikan benda sitaan dan/atau barang rampasan, dari 16 responden, 10 responden menjawab mengetahui tugas dan fungsi PPA Kejaksaan RI. Sedangkan 6 responden menjawab tidak mengetahui tugas dan fungsi PPA.

Instansi yang menitipkan aset/benda sitaan/barang b. rampasan/barang bukti

Pengetahuan responden terhadap instansi yang berhak menitipkan aset/benda sitaan/barang rampasan/barang bukti, maka jawaban responden adalah seluruh instansi penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, KPK) dan instansi terkait (seperti BPOM, bea cukai, kehutanan).

63

Mekanisme Penitipan aset/barang sitaan/barang c. rampasan/barang bukti pada Rupbasan

Terhadap mekanisme penitipan aset/benda sitaan/barang rampasan/barang bukti pada Rupbasan, maka responden menjawab bahwa:

Rupbasan menerima barang bukti disertai dokumen - yang sah kemudian dilakukan penelitian oleh petugas Rupbasan, membuat Berita Acara penitipan barang bukti (BA 17) kemudian ditembuskan ke instansi yang akan dititipkan barang bukti/barang rampasan, selanjutnya barang bukti didaftarkan dan disimpan di Rupbasan.

Penitipan disertai dengan dokumen sesuai dengan - juklak dan juknis (instansi penitip membuat surat pengantar, data basan yang dititipkan, dengan melampirkan surat ijin penyitaan, barang penyitaan, surat perintah penyitaan dari penuntut umum, dan surat pelimpahan serta menandatangani berita acara penerimaan barang bukti/barang rampasan).

Mekanisme penitipan aset/benda sitaan/barang - rampasan/barang bukti perkara yang sudah inkracht (mempunyai kekuatan hukum tetap), pada prinsipnya sama seperti penitipan barang bukti yang belum inkracht, cukup ditambahkan dengan salinan putusan pengadilan. Penitipan oleh penyidik adalah RBS I atau langsung dari penuntut umum (Kejaksaan) adalah RBS II. Selama proses peradilan barang bukti/barang rampasan dapat dimutasi sesuai tembusan dari kejaksaan dan pengadilan (RBS III). Apabila ada kasasi dan PK register dimutasi ke RBS IV.

64

Jangka waktu penitipan aset/barang sitaan/barang d. rampasan/barang bukti

Terhadap ada atau tidaknya jangka waktu penitipan aset/benda sitaan/barang rampasan/barang bukti, maka jawaban responden ada yang menjawab tidak ada jangka waktu penitipan aset/benda sitaan/barang rampasan/barang bukti sedangkan untuk responden yang menjawab ada jangka waktu penitipan dengan penjelasan selama proses peradilan sampai inkracht setelah itu barang rampasan/benda sitaan/barang bukti harus dikeluarkan dari Rupbasan sesuai putusan/surat ketetapan dari pengadilan dan surat perintah eksekusi dari kejaksaan, apakah dikembalikan, dimusnahkan atau dilelang.

Biaya penitipan aset/benda sitaan/barang rampasan/e. barang bukti pada Rupbasan

Terhadap biaya penitipan aset/benda sitaan/barang rampasan/barang bukti pada Rupbasan, maka responden menjawab tidak ada biaya penitipan.

Tanggung jawab terhadap aset/benda sitaan/barang f. rampasan/barang bukti pada Rupbasan

Tanggung jawab terhadap aset/benda sitaan/1) barang rampasan/barang bukti yang dipinjam pakai oleh pihak ketiga.

Terhadap aset/benda sitaan/barang rampasan/barang bukti apakah bisa dilakukan pinjam pakai oleh pihak ketiga dan jika bisa bagaimana prosedurnya, maka responden menyatakan bisa dengan penjelasan:

Pihak penitip mengajukan surat permintaan - pinjam pakai disertai dengan dokumen yang sah.

65

Dengan membuat berita acara pengeluaran barang - bukti dengan melampirkan permohonan pinjam pakai, harus ada ijin dengan kejaksaan dan harus ada putusan dari pengadilan dan surat perintah pinjam pakai dari kejaksaan.

Tanggung jawab terhadap aset/benda sitaan/2) barang rampasan/barang bukti yang dititipkan hilang atau rusak ketika masih dalam proses persidangan

Bentuk pertanggungjawaban terhadap aset/benda sitaan/barang rampasan/barang bukti yang dititipkan hilang atau rusak ketika masih dalam proses persidangan, menurut pendapat responden adalah:

Belum ada mekanisme pertanggung jawaban - terhadap aset/benda sitaan/barang rampasan/barang bukti yang dititipkan hilang atau rusak ketika masih dalam proses persidangan.

Dengan cara membuat berita acara kehilangan - atau kerusakan dan melaporkan secara yuridis ke atasan, pihak penitip dan kepolisian.

Akan dilakukan penelitian dan penyidikan dengan - bantuan pihak terkait. Jika rusak akan diteliti penyebab kerusakannya, apakah oleh alam atau orang serta berkoordinasi dengan pihak yang menitipkannya.

66

Kualitas dan Kuantitas Penyelesaian Aset yang berasal g. dari benda sitaan dan/atau barang rampasan terkait dengan tindak pidana

Kualitas penyelesaian aset yang berasal dari 1) dan/atau terkait dengan tindak pidana yang dilaksanakan oleh Satker Kejaksaan Negeri /PPA

Tabel 19Pendapat Responden Terhadap

Kualitas Penyelesaian Aset oleh Satker Kejaksaan Negeri/PPA

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Sangat Baik -

2 Baik 10 (62.5%)

3 Biasa saja 4 (25%)

4 Kurang Baik 2 (12.5%)

5 Tidak Baik -

6 Tidak Menjawab -

Jumlah 16 (100%)

N=16

Terhadap kualitas proses penyelesaian aset yang berasal dari dan atau terkait dengan tindak pidana, yang dilaksanakan oleh satker kejaksaan negeri setempat dan atau PPA, dari 16 responden, 10 responden berpendapat kualitasnya baik dengan penjelasan bahwa pihak kejaksaan selalu berkoordinasi dengan pihak Rupbasan, sudah sesuai prosedur dan kelengkapan administrasi sudah lengkap. Empat rersponden menyatakan biasa saja dan hanya 2 responden menyatakan kurang baik dengan penjelasan masih ada benda sitaan/barang rampasan yang sudah inkracht belum diambil atau dieksekusi,

67

belum jelas status hukumnya sehingga benda sitaan/barang rampasan tersebut banyak yang menurun nilai ekonomisnya, belum jelas perkembangan status hukumnya dan sering terlambat diterimanya tembusan perkembangan perkara oleh Rupbasan.

Kuantitas penyelesaian asset yang berasal dari 2) dan/atau terkait dengan tindak pidana yang dilaksanakan oleh Satker Kejaksaan Negeri /PPA

Tabel 20Pendapat Responden Terhadap Kuantitas Penyelesaian

Aset oleh Satker Kejaksaan Negeri/PPA

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Sangat Banyak -

2 Banyak 2 (12.5%)

3 Biasa saja 12 (75%)

4 Kurang Banyak 2 (12.5%)

5 Tidak Banyak -

6 Tidak Menjawab -

Jumlah 16 (100%)

N=16

Terhadap kuantitas proses penyelesaian aset yang berasal dari dan atau terkait dengan tindak pidana yang dilaksanakan oleh satker kejaksaan daerah dan atau PPA, maka jawaban dari 16 responden, 12 responden menjawab biasa saja dengan penjelasan bahwa barang bukti yang dititipkan pada Rupbasan sangat sedikit disebabkan jarak antara kejaksaan dengan Rupbasan memerlukan jarak tempuh. Dua responden menyatakan kurang banyak dengan penjelasan

68

bahwa masih banyak barang bukti yang tidak bisa diselesaikan karena berbagai kendala. Sedangkan 2 responden menjawab sudah banyak penyelesaian aset yang dilaksanakan oleh satker kejaksaan daerah atau PPA.

Koordinasi Rupbasan dengan Kejaksaanh.

Tabel 21Pendapat Responden Terhadap

Koordinasi Rupbasan dengan Kejaksaan

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Sangat Baik 3 (18.75%)

2 Baik 8 (50%)

3 Biasa saja 5 (31.25%)

4 Kurang Baik -

5 Tidak Baik -

6 Tidak Menjawab -

Jumlah 16 (100%)

N=16

Terkait koordinasi pihak rupbasan dengan pihak kejaksaan sebagai pihak yang melakukan eksekusi, dari 16 responden, 8 responden berpendapat koordinasi berjalan secara baik dengan penjelasan bahwa pihak Rupbasan selalu menanyakan status hukum barang bukti kepada pihak kejaksaan dan walaupun terkadang dokumen/berkas kelengkapan kurang lengkap (misalnya belum distempel atau belum diberi nomor surat), untuk mengatasinya pihak rupbasan sudah sangat kooperatif dengan menyurati dan mengadakan pertemuan dengan pihak kejaksaan.

69

Kejaksaan5.

Pengetahuan responden terhadap benda sitaan dan/a. atau barang rampasan

Pengertian barang sitaan 1)

Terhadap pengertian mengenai benda sitaan dan/atau barang rampasan, responden menjawab sebagai berikut:

Benda yang ada hubungan dengan tindak pidana - dan proses pembuktian satu perkara, baik sebagai alat maupun hasil kejahatan, memiliki nilai ekonomi, baik pada tahap penyidikan, penuntutan maupun eksekusi.Semua benda yang terkait dengan permasalahan - hukum tindak pidana yang asal dari perkara-perkara tindak pidana sudah memiliki kekuatan hukum tetap/inkrachtSerangkaian tindakan penyidik untuk - mengambil alih dan atau menyimpan dibawah pengawasannya, baik benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan penuntutan dan proses di peradilan. Benda yang disita penyidik dan ditetapkan oleh pengadilan kemudian dimusnahkan atau dilelang untuk Negara.

Barang rampasan2)

Benda milik negara yang sudah dinyatakan - dirampas oleh pengadilanBenda yang sudah memiliki kekuatan hukum - tetap/inkracht dan dirampas untuk Negara.

70

Benda sitaan yang kemudian menjadi barang - rampasan setelah diputuskan pengadilan, benda tersebut dirampas untuk Negara dan telah berkekuatan hukum tetap.

Peran dan tugas Kejaksaan dalam menangani benda b. sitaan dan/atau barang rampasan

Terhadap peran dan tugas Kejaksaan dalam menangani benda sitaan dan/atau barang rampasan responden menjawab sebagai berikut:

Bidang pembinaan1) ,

Jawaban responden bidang pembinaan terhadap peran dan tugas Kejaksaan dalam menangani barang sitaan dan/atau barang rampasan adalah sebagai berikut:

Memonitor dan melaporkan barang rampasan, - baik yang sudah dilelang maupun dalam proses lelang ke Jaksa Agung Muda Pembinaan Cq. PPA.Menerima, mengevaluasi dan meneruskan laporan - mengenai benda sitaan dan/atau barang rampasan yang sudah inkracht, serta ikut menyelesaikan bila terdapat hambatan atau kendala dalam menyelesaikan mengenai benda/barang sitaan dan/atau barang rampasan.Melakukan koordinasi dengan pihak terkait, - khususnya penyidik.Peran kasubbagbin dalam menangani benda - sitaan dan/atau barang rampasan adalah merawat barang rampasan, melelang barang rampasan dan menyetorkan hasil lelang kepada Negara. Selain itu, kasubbagbin juga melakukan penatausahaan

71

terhadap barang sitaan dan barang rampasan, menyerahkan kepada Kontor Pelayanan Kekayaan Negara (KPKNL) untuk melakukan penjualan secara lelang dan melakukan pengamanan terhadap benda sitaan/barang rampasan.Melelang barang rampasan yang bernilai ekonomis - yang sebelumnya dilimpahkan dari bidang tindak pidana umum maupun bidang tindak pidana khusus dalam rangka penambahan keuangan Negara.Tugas dan fungsi terkait izin pemanfaatan dan - izin pemusnahan.

Bidang Pidana Umum 2)

Jawaban responden bidang pidana umum terhadap peran dan tugas Kejaksaan dalam menangani benda sitaan dan/atau barang rampasan sebagai berikut:

Mencatat/meregister benda sitaan dan atau - barang rampasan, kemudian disimpan diruang penyimpanan barang bukti atau di Rupbasan. Dalam hal pengurusan denda maka langsung disetor ke kas Negara melalui bendahara berdasarkan ketegori pemasukan atau uang rampasan, melaksanakan eksekusi sesuai dengan petikan putusan yang diterima.Dalam menangani benda sitaan yaitu dengan - menerima penyerahan benda/barang sitaan dari penyidik,menyimpan dan menjaga benda sitaan tersebut agar tidak mengalami penyusutan nilai ekonominya dan apabila benda sitaan/benda rampasan termasuk benda yang cepat rusak/membahayakan maka terhadap barang tersebut segera dijual atau dilelang setelah mendapatkan

72

rekomendasi dari penanggungjawab dan hasilnya dapat digunakan sebagai barang bukti.Dalam menangani barang rampasan dengan - melaksanakan putusan pengadilan dan atau penetapan hakim serta melakukan penyelesaian sesuai perintah pengadilan, contohnya melakukan penjualan lelang barang rampasan melalui kantor lelang Negara; atau barang rampasan dipergunakan untuk kepentingan negara atau kepentingan sosial; barang rampasan dimusnahkan/dirusak sampai tidak dapat dipergunakan lagi.Peran dan tugas sebagaimana diatur dalam Pasal - 30 UU No. 16 Tahun 2014 tentang Kejaksaan RI dan terhadap benda sitaan/barang rampasan yang guna untuk melakukan pembuktian.Menerima barang bukti dari penyidik, - menempatkan barang bukti tersebut ke ruangan barang bukti, melimpahkan barang bukti ke pengadilan, melaksanakan putusan/penetapan hakim yang berkaitan dengan status barang bukti tersebut (dikembalikan/dimusnahkan/dirampas), menyerahkan barang bukti ke bidang pembinaan untuk dilakukan pelelangan (untuk barang bukti yang dirampas untuk Negara), menyetorkan barang bukti dalam bentuk uang ke bendahara untuk disetorkan ke kas negara.Meneliti apakah suatu benda/barang telah - memenuhi syarat untuk dilakukan penyitaan sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan melakukan kontrol apakah barang sitaan/rampasan telah sesuai dengan penetapan hakim.Mengkoordinir agar eksekusi benda sitaan/-

73

barang rampasan dapat dieksekusi sampai tuntas, bertanggungjawab terhadap keamanan benda sitaan/barang rampasan, melakukan pengecekan kondisi benda sitaan/barang rampasan dan menyerahkan dengan segera barang rampasan yang akan dilelang.Melakukan inventarisasi terhadap barang - yang telah disita dan melakukan upaya untuk menindaklanjuti barang yang disita tersebut apabila dititipkan di Rupbasan atau di Bank BRI pada rekening titipan.Melakukan permohonan persetujuan sita kepada - Ketua PN setempat atas benda/barang yang telah disita serta melakukan eksekusi barang rampasan yang telah in kracht dengan cara menyerahkan ke bidang pembinaan disertai berita acara.

Bidang Pidana Khusus 3)

Jawaban responden bidang pidana khusus terhadap peran dan tugas Kejaksaan dalam menangani benda sitaan dan/atau barang rampasan sebagai berikut:

Menerima laporan tentang benda sitaan/rampasan - dari kejari-kejari, kasi penyidikan pada tingkat penyidikan dan melaporkan ke Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Cq. PPA, bertugas selaku eksekutor/pelaksana putusan terhadap benda sitaan dan atau rampasan, membantu menyediakan ruang barang bukti, menjaga dan merawat terutama terhadap benda/barang yang memiliki nilai ekonomi tinggi, untuk kemudian dilimpahkan di persidangan, benda sitaan yang perkaranya di tahap II di Kejari

74

menjadi tanggung jawab kejari, peran penuntut umum terhadap benda sitaan digunakan sebagai pembuktian dalam persidangan sedangkan terhadap barang rampasan peran penuntut umum adalah sebagai eksekutor, sebagai pengendali dalam pelaksanaan pemusnahan atau pelelangan benda sitaan dan/atau barang rampasan.

Penyimpanan terhadap benda sitaan dan /atau barang c. rampasan

Terhadap penyimpanan terhadap benda sitaan dan/atau barang rampasan, responden menjawab sebagai berikut:

Penyimpanan tidak dilakukan di wilayah Kejaksaan - Tinggi namun tersebar di kejari-kejari, ditempatkan di Rupbasan, diruang barang bukti atau halaman kantor kejari/kacabjari, sebagian dititipkan di instansi lain (seperti barang bukti di kejari berupa kayu maupun barang bergerak dititipkan di workshop milik kantor PU, sebagian lainnya dititipkan pada penyidik atau bahkan kepada pemilik benda sitaan dan/atau barang rampasan).Penyimpanan di rumah penyimpanan benda sitaan - Negara (rupbasan) dengan berita acara.

Anggaran/Biaya untuk pemeliharaan/penyimpanan d. benda sitaan dan /atau barang rampasan

Terkait dengan anggaran /biaya untuk pemeliharaan benda sitaan dan/atau barang rampasan, penjelasan responden adalah sebagai berikut:

Tidak tersedianya atau tidak ada dana dari anggaran - untuk pemeliharaan/penyimpanan benda sitaan dan atau barang rampasan kalaupun ada sangat terbatas.

75

Untuk menjaga/menyimpan/merawat benda sitaan dan/atau barang rampasan, maka upaya yang dilakukan diantaranya memaksimalkan koordinasi dengan penyidik dalam menjaga/menyimpan/merawat benda sitaan dan/atau barang rampasan, dititipkan pada penyidik atau pemilik benda sitaan dan/atau barang rampasan, apabila memiliki nilai ekonomis tinggi segera dilakukan proses lelang, mengusulkan izin pemanfaatan dan mengusulkan izin penghapusan.

Tindakan yang dilakukan kejaksaan apabila tidak ada anggaran untuk menjaga/menyimpan/merawat benda sitaan dan/atau barang rampasan, dari penjelasan responden adalah sebagai berikut:

Memaksimalkan koordinasi dengan penyidik dalam - menjaga/menyimpan/merawat benda sitaan dan/atau barang rampasan; Dititipkan pada penyidik atau pemilik benda sitaan - dan/atau barang rampasan; apabila memiliki nilai ekonomi tinggi segera dilakukan proses lelang; Mengusulkan ijin pemanfaatan dan mengusulkan ijin - penghapusan.Swakelola dan melaksanakan percepatan proses - lelang setelah ada pelimpahan dari bidang Pidum untuk menimalisir/efisiensi biaya perawatan yang kurang memadai/mencukupi.Menyimpan dan merawat barang rampasan tersebut - agar tidak rusak atau tidak mengurangi nilai ekonomis dengan biaya atau sarana prosedur yang ada secara maksimal sehingga barang rampasan tersebut tetap terjaga dengan baik.

76

Kualitas Dan Kuantitas Penyelesaian Aset Yang e. Berasal Dari Benda Sitaan Dan/Atau Barang Rampasan Terkait Dengan Tindak Pidana

Kualitas penyelesaian aset yang berasal dari 1) dan/atau terkait dengan tindak pidana yang dilaksanakan oleh Satker Kejaksaan Negeri /PPA

Tabel 22Pendapat Responden Terhadap Kualitas Penyelesaian

Aset oleh Satker Kejaksaan Negeri/PPA

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Sangat Baik 22 (18.18%)

2 Baik 76 (62.81%)

3 Biasa saja 14 (11.57%)

4 Kurang Baik 7 (5.78%)

5 Tidak Baik 1 (0.83%)

6 Tidak Menjawab 1 (0.83%)

Jumlah 121 (100%)

N=121

Terhadap kualitas proses penyelesaian aset yang berasal dari dan/atau terkait dengan kejahatan/tindak pidana yang dilaksanakan oleh satker wilayah/PPA, jawaban responden adalah sebagai berikut:

76 responden menjawab kualitas baik, dengan penjelasan sebagai berikut:

Penanganan penyelesaian benda sitaan dan/- atau barang rampasan berjalan baik, sesuai prosedur/SOP dan hasilnya disetor ke kas Negara.

77

Pelaksanaan eksekusi benda sitaan dan/atau - rampasan sesegera mungkin setelah keluar putusan pengadilan.Dapat meningkatkan PNBP Kejaksaan yang - berasal dari penanganan perkara.

22 responden menjawab kualitas sangat baik dengan penjelasan penanganan penyelesaian benda sitaan dan/atau barang rampasan berjalan dengan baik sesuai prosedur/SOP dan hasilnya disetorkan ke kas Negara.

14 responden menjawab kualitasnya biasa saja dengan penjelasan setelah inkracht segera dilakukan pelelangan dan proses perampasan menjadi barang milik Negara.

7 responden menjawab kualitasnya kurang baik dengan penjelasan, tempat penyimpanan benda sitaan dan/atau barang rampasan kurang memadai perawatan sehingga perawatan menjadi tidak maksimal dan bahkan tidak ada SDM yang bertugas melakukan perawatan sehingga berpengaruh terhadap kualitas benda/barang sitaan dan/atau barang rampasan.

1 responden menjawab kualitasnya tidak baik dengan penjelasan tata kelola aset yang berasal dari tindak pidana atau kejahatan tidak sesuai SOP dan aturan Pasal 45 KUHAP, Perja, Juklak dan Juknis yang berlaku.

78

Kuantitas penyelesaian asset yang berasal dari 2) dan/atau terkait dengan tindak pidana yang dilaksanakan oleh Satker Kejaksaan Negeri /PPA

Tabel 23Pendapat Responden Terhadap Kuantitas

Penyelesaian Aset oleh Satker Kejaksaan Negeri/PPA

No Jawaban Responden Jumlah Responden

1 Sangat Banyak 14 (11.57%)

2 Banyak 61 (50.41%)

3 Biasa saja 38 (31.40%)

4 Kurang Banyak 6 (4.96%)

5 Tidak Banyak 1 (0.83%)

6 Tidak Menjawab 1 (0.83%)

Jumlah 121 (100%)

N=121

Berkaitan dengan kuantitas proses penyelesaian aset yang berasal dari dan/atau terkait dengan kejahatan/tindak pidana yang dilaksanakan oleh satker Kejaksaan daerah dan/atau PPA, maka jawaban responden adalah:

61 responden menjawab kualitasnya banyak dengan penjelasan jumlah benda sitaan dan/atau rampasan yang ditangani banyak sesuai kelas daerah/satker, segera melaksanakan eksekusi setelah memperoleh putusan inkracht dan terdapat beberapa benda sitaan dan/atau rampasan yang sulit dilakukan eksekusi karena ketidaklengkapan dokumen, maupun penyusutan nilai ekonomi benda/barang sitaan dan/atau barang rampasan.

79

38 responden menjawab kualitasnya biasa saja dengan penjelasan bahwa tindak pidana tidak begitu banyak berkisar antara tujuh sampai dengan delapan perkara dalam satu bulan dan segera melakukan eksekusi dan pelelangan terutama terhadap benda sitaan dan atau barang rampasan yang mudah rusak dan memiliki nilai ekonomi tinggi.14 responden menjawab kualitasnya sangat banyak dengan penjelasan bahwa hampir setiap penanganan perkara terdapat benda sitaan dan/atau barang rampasan sehingga ruang penyimpanannya sudah tidak memadai.6 responden menjawab kualitasnya kurang banyak dan 1 responden lainnya menjawab tidak banyak.

Hambatan/Kendala Dalam Penyelesaian Barang Sitaan C. dan Barang Rampasan

Berkaitan dengan hambatan/kendala dalam penyelesaian benda sitaan dan atau barang rampasan, jawaban responden adalah :

Kepolisian,1.

Benda sitaan terlalu banyak dengan kapasitas ruang - penyimpanan dan anggaran yang terbatas untuk perawatan, sehingga pemeliharaan tidak efektif dan maksimal.

Hakim/Pengadilan2.

Terhadap penyampaian putusan yang terlambat diserahkan - ke Kejaksaan terlebih jika terdakwa atau terpidana tidak dilakukan penahanan, kendala yang dihadapi adalah pada proses administrasi perkara dan ketersediaan SDM yang

80

terbatas. Salah satu cara mengatasinya terhadap petikan putusan penghadilan dapat diambil satu hari/one day service dengan mengecek secara online pada website sip.

Keterlambatan penerimaan putusan pengadilan (- inkracht) berdampak pada terlambatnya proses penyelesaian lelang barang sitaan dan/atau barang rampasan sehingga berpengaruh pada nilai ekonomi barang tersebut. Upaya yang dilakukan pihak pengadilan adalah memberitahu ke bagian pidana atau hakim yang bersangkutan atau mengirim pemberitahuan pada ketua pengadilan namun terkadang kendala datang dari pihak kejaksaan bahwa pihak kejaksaan lambat mengambil barang bukti di pengadilan, padahal putusan inkracht sudah lama. Upaya mengatasinya adalah melakukan koordinasi dengan kejaksaan dan kepolisian untuk melakukan pelelangan terutama terhadap barang sitaan dan/atau barang rampasan yang memiliki nilai ekonomi tinggi atau terhadap barang yang mudah rusak.

KPKNL3.

Menyampaikan berkas administrasi yang kurang lengkap - lengkap dan data barang sitaan dan/atau rampasan yang tidak up todate/ terbaru.Terlambatnya pelelangan untuk barang sitaan dan/atau - rampasan yang mudah rusak sehingga mengurangi nilai ekonomis barang tersebut.

Rupbasan4.

Tidak ada dasar hukum aturan yang kuat untuk - menyelesaikan barang bukti pada pihak RupbasanKetidaklengkapan administrasi dan informasi penanganan - perkara yang menyangkut barang bukti dan/atau barang rampasan tersebut

81

Kejaksaan5.

Penyusutan/penurunan nilai ekonomi benda sitaan dan/- atau barang rampasan menyulitkan pada saat pelelangan karena tidak ada peminat.Tidak tersedianya anggaran untuk menyelesaikan - benda sitaan dan/atau barang rampasan, baik perawatan maupun pelelangan (salah satu contoh dana yang tersedia untuk satu kali lelang Rp. 5.000.000,- sedangkan untuk pemasangan iklan/pengumuman di media massa seperti surat kabar mencapai Rp. 20.000.000.,-bahkan lelang, tergantung jumlah paket yang lelang)Terbatasnya tempat/ruang/halaman kantor, penyimpanan - benda sitaan dan/atau barang rampasan dengan kualitas yang banyak sehingga dititipkan di instansi lain karena belum tersedianya Rupbasan. Terkendala proses administrasi dari Kejaksaan Agung ke - daerah.

Benda sitaan dan/atau barang rampasan yang terkait - kepemilikan hak pihak ketiga seperti kendaraan bermotor.Lama proses penyelesaian barang bukti yang dirampas - untuk negara melalui pelelangan.Pihak yang berhak atas barang sitaan sudah tidak berada - ditempat/tidak sesuai dengan berkas/tidak diketahui keberadaannya atau diketahui keberadaannnya namun letak lokasi dan kendala geografis menyulitkan pada saat penyerahan benda/barang sitaan.Proses peradilan yang cukup panjang berpengaruh pula - terhadap benda sitaan dan/atau rampasan yang memiliki nilai ekonomi tinggi atau yang mudah rusak.Benda sitaan yang berupa dokumen-dokumen setelah -

82

putusan inkracht dan telah dilakukan beberapa kali pemanggilan belum diambil juga oleh pemilik.Belum ada brangkas khusus untuk penyimpanan benda - sitaan dan//atau rampasan yang berupa uang.Kurangnya koordinasi dengan instansi terkait dalam - proses penaksiran dan lamanya proses izin lelang.Administrasi yang belum tertata dengan baik terhadap - keluar masuk barang/benda sitaan dan/atau rampasan dan belum semuanya dilengkapi dengan berita acara, hal ini penting agar memepermudah proses penemuan/pelacakan benda sitaan dan/atau rampasan.

Upaya/Solusi Penanggulangan Hambatan Dalam D. Penyelesaian Benda Sitaan dan Barang Rampasan

Kepolisian1.

Perlu koordinasi yang lebih baik antara kepolisian dan - kejaksaan dalam menangani barang sitaan dan/atau barang rampasan baik lelang maupun tidak lelang, karena kondisi anggaran yang terbatas.Tersedianya gudang barang bukti yang memenuhi standar - gudang sehingga dapat menyimpan barang yang mudah rusak dan dapat menyimpan barang sitaan.Diperlukan SDM khusus yang melakukan pemeliharaan - terhadap barang sitaan di gudang barang bukti.Gudang barang bukti harus memenuhi standar gudang - yang dapat menyimpan barang yang mudah rusak dan mencukupi untuk menyimpan barang sitaan. Selanjutnya diperlukan SDM khusus yang melakukan pemeliharaan terhadap barang sitaan di gudang barang bukti. Kemudian, diperlukan koordinasi yang lebih baik antara kepolisian dan kejaksaan dalam menangani benda sitaan dan/ barang

83

rampasan baik lelang maupun tidak, mengingat kondisi anggaran yang terbatas.

Hakim/Pengadilan2.

Agar penanganan barang rampasan dan/atau benda sitaan - yang dilakukan oleh satker kejaksaan daapt terlaksana secara transparan, akuntabel, efektif, efisien, dan terpadu maka dapat ditempuh langkah-langkah sebagai berikut: pengadilan negeri dapat diberikan tembusan laporan dan dokumen barang bukti yang telah dieksekusi; sebisa mungkin untuk barang bukti yang telah dititipkan kembali ke kejaksaan setelah penyerahan barang bukti ke pengadilan, dapat diperlihatkan kembali ke pengadilan untuk pembuktian di persidangan; dalam hal keperluan pelelangan dapat diumumkan melalui media massa.

KPKNL3.

Kejaksaan meningkatkan koordinasi dengan baik dengan - KPKNLMenyampaikan berkas yang lengkap dan selalu - memperbaharui data benda sitaan dan/atau rampasanUntuk benda sitaan dan/atau rampasan yang mudah rusak - dapat segera dilakukan pelelangan.Agar benda sitaan dan atau barang rampasan dapat - ditangani secara baik dan benar maka upaya yang dapat ditempuh diantaranya : kejaksaan dapat terus meningkatkan koordinasi dengan baik terhadap KPKNL; penyampaian berkas yang lengkap dan selalu perbarui data; untuk benda sitaan dan/rampasan yang mudah rusak dapat segera dilakukan pelelangan

Rupbasan4.

Mempermudah mekanisme penanganan barang bukti dan -

84

peraturan diperkuat dasar hukum pada pihak RupbasanAgar benda sitaan dan atau barang rampasan dapat - ditangani secara baik dan benar, maka dapat dilakukan dengan cara mempermudah mekanisme penanganan barang bukti dan pada sisi peraturan diperkuat dasar hukum pada pihak Rupbasan.

Kejaksaan5.

Secara umum terhadap permasalahan benda sitaan dan/- barang rampasan bertumpu pada pelaksanaan reformasi birokrasi yang tetap harus konsisten dilaksanakan secara menyeluruh. Tahapan awal yang dapat dilakukan adalah dengan membentuk tim yang profesional, proporsional dan mengetahui benar permasalahan yang ada terutama dari bidang teknis, (dikelola oleh satker/unit khusus menangani benda sitaan dan/barang rampasan) dan memberikan limit atau batas waktu bagi jaksa dalam menyampaikan data kepada pejabat yang berwenang.Dalam pembentukan PPA tidak disiapkan secara matang - mengenai struktur, tugas dan fungsi secara keseluruhan sampai ke unit-unit di daerah, dan persiapan anggaran serta SDM yang memadai.Perlu dibuat aturan baru salah satunya melalui Keputusan - Jaksa Agung RI mengenai barang bukti benda sitaan dan/atau barang rampasan serta tahanan dalam satu struktur, seperti halnya di instansi kepolisian dipegang oleh kepala biro tersendiri, sedangkan di kejaksaan hanya dipengang oleh tenaga tata usaha.Setiap jaksa yang mengalami mutasi harus membuat - rincian perkara yang ditangani secara berkesinambungan, sehingga apabila ada benda sitaan dan/atau barang rampasan yang inkracht dapat diketahui dengan mudah untuk melaksanakan penyelesaiannya

85

Perlu disediakan tambahan Rupbasan diwilayah Kejaksaan - Negeri, atau karena penanganan di Rupbasan juga tidak didukung dengan dana operasional, agar disediakan dana untuk membangun ruangan gudang atau tempat khusus penyimpanan dan perawatan benda sitaan dan/atau barang rampasan, agar penanganan dan perawatan lebih maksimal, kualitas benda/barang terjaga dan keamanan terjamin.Perlu anggaran dana untuk perawatan dan pemeliharaan - benda sitaan dan/ataubarang rampasan, serta untuk dana lelang sesuai kebutuha riil daerah. Selain itu juga diperlukan sosialisasi bagi tenaga TU dan juga jaksa terhadap penanganan benda sitaan dan/atau barang rampasan terutama yang sudah ada putusan inkracht.Eksekusi secepatnya setelah putusan - inkracht terutama terhadap benda sitaan dan/atau barang rampasan yang bernilai ekonomi tinggi atau yang mudah rusak; Penegasan pada penerapan Pasal 45 KUHAP, khususnya barang yang mudah rusak dan berbahaya. Atau bahkan bisa pula sebaiknya pada tingkat penyidikan segera dilakukan pelelangan untuk penyelamatan aset, mengingat recovery asset yang masih kurang tata kelola.Terhadap perubahan status barang rampasan negara - menjadi barang rampasan yang dimusnahkan/dihapus karena kerusakan/penurunan nilai ekonomis, agar berpedoman pada angka 6 Surat Edaran Jaksa Agung Muda Pembinaan Nomor B-87/C/U.1/02/2017, tanggal 3 Maret 2017.Administasi yang lebih tertata terhadap pendataan dan - perbaruan benda sitaan dan/atau barang rampasan yang masuk dan yang keluar, yang sudah inkracht dan yang belum, serta pendataan yang lebih detail lainnya yang diperlukan. Kemudian perlu adanya pengaturan sanksi

86

yang tegas bagi Kajari yang melanggar SOP penanganan barang rampasan.Peningkatan profesionalitas SDM juga penambahan SDM - yang mendukung dan membantu penyelesaian benda sitaan dan/atau barang rampasan seperti salah satunya petugas barang bukti, yang bisa diambil dari pegawai TU yang khusus menangani barang sitaan sejak tahap II hingga eksekusi.Apabila barang bukti berupa kayu, untuk mempersingkat - proses birokrasi tim JPU atau panitia yang dibentuk untuk pelaksanaan sitaan bisa langsung melaksanakan eksekusi dengan cara dijual atau cara lainnya tanpa mengikuti prosedur yang dikeluarkan oleh dinas kehutanan, mengingat kualitas barang yang mudah rusak.Peningkatan koordinasi dan konsolidasi terhadap semua - pihak atau instansi terkait terutama dengan pihak penyidik dalam berbagai hal yang menyangkut benda/barang sitaan dan/barang rampasan termasuk alamat pemilik atau keberadaan benda/barangnya untuk mempermudah proses penyelesaian benda/barang sitaan dan/barang rampasan (tertib administrasi dan register dengan dibuat database umtuk mempermudah pengecekan).

87

BAB IVPENGUATAN PERAN PUSAT PEMULIHAN

ASET (PPA) KEJAKSAAN RI DALAM MENDORONG SATKER WILAYAH UNTUK

MENYELESAIKAN BENDA SITAAN DAN BARANG RAMPASAN

Landasan hukum keberadaan Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan RI., berdasarkan ketentuan Peraturan Jaksa Agung No.006/A/JA/3/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Jaksa Agung RI No. PER 009/A/JA/01/2011t entang Organisasi dan tata Kerja Kejaksaan RI yang kemudian pada perkembangannya terbit Peraturan Jaksa Agung (PERJA) No. PER-006/A/JA/07/2017 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia, dan dilandasi oleh Perja No Per-013/A/JA/06/2014 tentang Pemulihan Aset beserta Perja No. Per-027/A/JA/2014 tentang Pedoman Pemulihan Aset. Pusat Pemulihan Aset bertujuan untuk mengoptimalkan pemulihan aset terkait hasil kejahatan atau aset lainnya secara efektif, efisien, transparan, akuntabel, secara terintegrasi dengan pola sistem pemulihan aset terpadu,; kedua, melakukan pendampingan terhadap satuan kerja di Kejaksaan maupun kementerian/lembaga lain,; ketiga, mengembangkan sistem database pemulihan aset yang secured dan terintegrasi.

Kedudukan, Tugas, Wewenang dan Fungsi Pusat Pemulihan Aset (PPA) sebagai berikut:

Pasal 461A, yaitu:

(1) Pusat Pemulihan Aset berkedudukan sebagai unsur penunjang tugas dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia karena sifat, dan lingkup tugasnya tidak tercakup dalam satuan organisasi Kejaksaan lainnya yang meliputi antar lintas unit kerja dan lintas Negara, secara teknis bertanggungjawab langsung kepada Jaksa

88

Agung Republik Indonesia dan secara administratif kepada Jaksa Agung Muda Pembinaan.

(2) Pusat Pemulihan Aset dipimpin oleh Kepala Pusat.

Pasal 461B, yaitu:

Pusat Pemulihan Aset mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pemulihan aset yang menjadi kewenangan Kejaksaan Republik Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan, serta koordinasi dengan jaringan kerjasama nasional maupun internasional dalam pemulihan aset.

Pasal 461C, yaitu:

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 461B, Pusat Pemulihan Aset menyelenggarakan fungsi:a. penyusunan kebijakan teknis, rencana, program dan

strategi dibidang pemulihan aset sesuai dengan peraturan perundangundangan;

b. pendampingan pengurusan barang rampasan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

c. perencanaan dan pelaksanaan teknis kegiatan pemulihan aset secara komprehensif yang berstandar Internasional;

d. pengurusan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pemulihan aset yang menjadi kewenangan Kejaksaan Republik Indonesia sesuai peraturan ormasi perundang-undangan;

e. pengkoordinasian dengan bidang teknis terkait di lingkungan internal dan eksternal; dan

f. evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan rencana dan program kerja.

Keberadaan Peran Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan sebagai Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan RI yang berperan melaksanakan kegiatan pemulihan aset, melakukan pendampingan

89

serta mengkoordinasikan dan memastikan setiap tahap pemulihan aset dapat terintegrasi dan berjalan baik guna terwujudnya good governance. Pusat Pemulihan Aset tidak hanya melakukan pemulihan aset di lingkup Kejaksaan Republik Indonesia saja, namun dapat menerima dan melaksanakan pemulihan aset dari Kementerian/Lembaga lain dengan persetujuan Jaksa Agung RI. Ruang lingkupnya meliputi aset yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak pidana termasuk yang telah dihibahkan atau dikonversikan menjadi kekayaan pribadi, orang lain maupun korporasi, barang temuan, aset negara yang dikuasai pihak yang tidak berhak dan aset-aset lain yang berdasarkan undang-undang merupakan kompensasi bagi korban atau kepada yang berhak.

Dari data dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapat responden terhadap pengetahuan dan informasi responden mengenai tugas dan fungsi PPA Kejaksaan RI., kualitas dan kuantitas Penyelesaian Aset yang berasal dari barang sitaan dan/atau barang rampasan terkait dengan tindak pidana, koordinasi Kejaksaan dengan instansi terkait seperti kepolisian, Hakim/Pengadilan, KPKLN dan Rupbasan dan dikaitkan dengan prosedur dan mekanisme penyelesaian benda sitaan dan/atau barang rampasan, memberikan gambaran selama ini bahwa tugas dan fungsi PPA dalam melakukan pendampingan terhadap satuan kerja wilayah untuk menyelesaikan benda sitaan dan/atau barang rampasan sudah sesuai ketentuan yang berlaku, namun dalam pelaksanaannya belum maksimal. Kondisi tersebut dapat dilihat pada kesimpulan data berikut:

90

Keberadaan Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan RI A. Dalam Mendorong Satker Wilayah Untuk Menyelesaikan Benda Sitaan Dan Barang Rampasan

Informasi dan Pengetahuan responden terhadap tugas 1. dan fungsi Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan RI.

Tabel 24Pendapat Responden Terhadap Informasi dan Pengetahuan

Responden Terhadap Tugas Dan Fungsi PPA

No. Responden Mengetahui Tidak Mengetahui Jumlah

1 Kepolisian 18 (19.78%) 14 (15.39%) 32 (35.17%) 2 Hakim 15 (16.48%) 7 ( 7.69%) 22 (24.17%) 3 KPKNL 3 ( 3.30%) 18 (19.78%) 21 (23.08%) 4 Rupbasan 10 (10.99%) 6 ( 6.59%) 16 (17.58%)

Jumlah 46 (50.55%) 45 (49.45%) 91 (100.00%)

Informasi dan pengetahuan responden terhadap keberadaan, tugas dan fungsi Pusat Pemulihan Aset (PPA) dalam melaksanakan kegiatan pemulihan aset tindak pidana khususnya dalam menyelesaikan benda sitaan dan/atau barang rampasan dari 91 responden yang berasal dari eksternal Kejaksaan RI., 46 (50.55 %) responden pada dasarnya sudah mengetahui keberadaan PPA yang melaksanakan kegiatan pemulihan aset tindak pidana khususnya dalam menyelesaikan benda sitaan dan/atau barang rampasan, dan 45 (49.45%) responden tidak mengetahui tugas dan fungsi PPA Kejaksaan RI.

Dari komposisi presentase data tersebut memberikan petunjuk adanya tingkat pengetahuan dan informasi responden yang cukup baik, walaupun masih ada ketidaktahuan tentang

91

tugas dan fungsi PPA dalam melaksanakan kegiatan pemulihan aset tindak pidana khususnya dalam menyelesaikan benda sitaan dan/atau barang rampasan. Adapun ketidaktahuan tugas dan fungsi PPA Kejaksaan tersebut bisa disebabkan belum adanya sosialisasi dari Kejaksaan tentang tugas dan fungsi PPA Kejaksaan RI. dengan instansi terkait serta kurang adanya koordinasi langsung antara PPA dengan Kepolisian, hakim, KPKNL dan Rupbasan ditingkat satuan kerja wilayah di daerah.

Kualitas dan Kuantitas Penyelesaian Aset yang berasal 2. dari benda sitaan dan/atau barang rampasan terkait dengan tindak pidana

Tabel 25Pendapat Responden Terhadap Kualitas Dalam Penyelesaian Aset dari Benda Sitaan dan Barang Rampasan Terkait Tindak Pidana

Jumlah

32(15.09%)

22(10.38%)

21(9.90%)

16(7.55%)

121(57.08%)

212(100%)

Kurang Baik

4(1.89%)

4(1.89%)

-

2(0.94%)

7(3.30%)

17(8.02%)

Tidak menjwb

-

-

-

-

1(0.47%)

1(0.47%)

Biasa saja

8(3.77%)

12(5.66%)

3(1.42%)

4(1.89%)

14(6.60%)

41(19.34%)

Tidak Baik

-

-

-

-

1(0.47%)

1(0.47%)

Baik

16(7.54%)

6(2.83%)

16(7.54%)

10(4.72%)

76(35.85%)

124(58.49%)

Sangat baik

4(1.89%)

-

2(0.94%)

-

22(10.38%)

28(13.21%)

Kepolisian

Hakim

KPKNL

Rupbasan

Kejaksaan

Jumlah

No

1

2

3

4

5

N=212

92

Tabel 26Pendapat Responden Terhadap Kuantitas Dalam Penyelesaian Aset dari Benda Sitaan dan Barang Rampasan Terkait Tindak

Pidana

Jumlah

32(15.09%)

22(10.38%)

21(9.90%)

16(7.55%)

121(57.08%)

212(100%)

Kurang Banyakk

4(1.89%)

4(1,89%)

-

2(0.94%)

6(2.83%)

16(7.55%)

Tidak menjwb

-

-

-

-

1(0.47%)

1(0.47%)

Biasa saja

8(3.77%)

10(4.72%)

12(5.66%)

12(5.66%)

38(17.92%)

80(37.73%)

Tidak Banyak

-

-

-

-

1(0.47%)

1(0.47%)

Banyak

20(9.43%)

8(3.77%)

9(4.25%)

2(0.94%)

61(28.77%)

100(47.16%)

Sangat banyak

-

-

-

-

14(6.60%)

14(6.60%)

Kepolisian

Hakim

KPKNL

Rupbasan

Kejaksaan

Jumlah

No

1

2

3

4

5

N=212

Tabel 24 menunjukkan dari 212 responden, 124 responden (58.49%) menyatakan baik. 41 responden (19.34%) menyatakan biasa saja, 28 responden (13.21%) menyatakan sangat baik, 17 responden (8.02%) menyatakan kurang baik kualitas dalam menyelesaikan aset dari benda sitaan dan/atau barang rampasan terkait tindak pidana dan hanya 1 responden (0.47%) menyatakan tidak baik dan tidak menjawab. Sedang data dari tabel 17 menunjukkan kuantitas proses penyelesaian aset dari benda sitaan dan/atau barang rampasan terkait tindak pidana dari 212 responden, 100 responden menyatakan banyak, 80 responden menyatakan biasa saja, 16 responden menyatakan kurang banyak dan hanya 14 responden yang menyatakan sangat banyak.

Dari data tersebut diatas diperoleh gambaran bahwa kualitas penyelesaian aset yang berasal dari dan/atau terkait

93

dengan tindak pidana sudah dilaksanakan sesuai prosedur (SOP) dan peraturan yang berlaku. Dan terhadap banyaknya kuantitas yang telah dilaksanakan dalam proses penyelesaian aset yang berasal dari dan/atau terkait tindak pidana dengan penjelasan proses penyelesaian aset berjalan dengan baik dan lancar.

Namun demikian masalah kualitas dan kuntitas penyelesaian aset yang berasal dari dan/atau terkait tindak pidana bermula dari pengelolaan benda sitaan dan/atau barang rampasan berawal dari dilakukannya upaya paksa berupa penyitaan oleh Penyidik sampai dengan lahirnya putusan pengadilan.

Untuk melihat sejauh mana pengelolaan benda sitaan dan/atau barang rampasan menimbulkan masalah hukum, perlu ditinjau pengelolaan benda sitaan dan/atau barang rampasan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.

Penyitaan

Benda sitaan dan barang rampasan adalah dua objek yang berbeda di dalam sistem hukum acara pidana Indonesia meski sebetulnya merupakan objek kebendaan yang sama. Benda sitaan adalah benda-benda yang disita untuk kepentingan pembuktian di penyidikan, penuntutan, atau peradilan berdasarkan Pasal 39 KUHAP. Sedangkan barang rampasan adalah benda-benda yang oleh putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan alasan-alasan berdasarkan Pasal 46 ayat (2) KUHAP.

Sebagaimana disebutkan oleh Pasal 1 angka 16 KUHAP bahwa penyitaan adalah Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk

94

kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan. KUHAP mengatur kewenangan Penyitaan pada Bab V Bagian Keempat Pasal 38- 46. Berdasarkan Pasal 36-48, beberapa prinsip utama penyitaan adalah:

Penyitaan harus dengan ijin Ketua Pengadilan, kecuali a. dalam keadaan sangat perlu dan mendesak, keadaan mana penyitaan hanya dapat dilakukan atas benda bergerak (Pasal 38).Objek penyitaan diatur secara limitatif dalam Pasal b. 39, meski bunyi pasal tersebut masih menimbulkan perdebatan dan pertanyaan dalam praktek.Penyitaan juga dapat dilakukan dalam hal tertangkap c. tangan (Pasal 40).Dalam hal tertangkap tangan, Penyidik berwenang d. menyita paket atau surat atau benda yang ditujukan atau berasal dari Tersangka (Pasal 41).Penyidik berwenang memerintahkan orang yang e. menguasai benda untuk menyerahkan benda yang di bawah kekuasaannya itu (Pasal 42).Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan f. benda sitaan negara dan tanggungjawabnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan (Pasal 44).Benda sitaan yang mudah rusak dan membahayakan, g. sejauh mungkin dengan persetujuan Tersangka dapat dijual lelang atau diamankan dan (uang) hasil lelang itu dapat dijadikan barang bukti, dengan sedapat mungkin sebagian kecil dari benda itu disisihkan guna kepentingan pembuktian (Pasal 44 ayat (1)).Benda sitaan yang bersifat terlarang dirampas bagi h. kepentingan negara atau dimusnahkan.

95

Dari pengertian yang diatur Pasal 1 angka 16 tersebut, penyitaan memiliki dua bentuk perbuatan yaitu mengambil alih dan menyimpan di bawah penguasaan. Perbuatan mengambil alih harus dimaknai berbeda dengan perbuatan menyimpan di bawah penguasaan semata-mata karena undang-undang menyatakan demikian. Apabila perbuatan menyimpan di bawah penguasaan termaktub dalam makna perbuatan mengambil alih, semestinya pembuat undang-undang tidak akan mencantumkan perbuatan di bawah penguasaan secara tersendiri.

Perbuatan mengambil alih harus dimaknai sebagai suatu perbuatan hukum sedangkan perbuatan menyimpan di bawah penguasaan harus dimaknai sebagai sebuah perbuatan materil/fisik. Perbuatan mengambil alih juga harus dimaknai sebagai mengambil alih dari pemilik benda, sedangkan perbuatan menyimpan di bawah penguasaan harus dimaknai sebagai perbuatan merampas dari pemilik maupun bukan pemilik benda melainkan juga orang yang menguasai benda tersebut. hal ini sejalan dengan prinsip penyitaan yang tidak harus menyita dari seorang pemilik benda tapi juga dari seorang penguasa benda yang bukan pemilik Dengan pemaknaan ini, mengambil alih dapat diterjemahkan sebagai perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan pemilik benda yang disita kehilangan kekuasaan hukum atas benda yang dimilikinya, sedangkan mengambil alih tidak harus disertai dengan merampas benda tersebut.

Perbuatan menyimpan di bawah penguasaannya harus dimaknai sebagai perbuatan merampas benda tersebut dari tangan pemilik atau orang yang menguasainya. Perbuatan menyimpan di bawah penguasaan mengakibatkan orang yang menguasai benda itu kehilangan kekuasaan fisik atas benda itu.

96

Berdasarkan pemaknaan atas perbuatan mengambil alih dan perbuatan menyimpan di bawah penguasaan, dapat disimpulkan bahwa penyitaan berupa perbuatan mengambil alih tidak harus diikuti dengan penguasaan fisik/merampas benda, dan penyitaan berupa perbuatan menyimpan di bawah penguasaan pun tidak harus diikuti pengambil alihan benda tersebut. Sebagai contoh, penyitaan berupa mengambil alih benda yang (dapat) tidak diikuti dengan penguasaan (fisik)nya adalah terhadap benda berupa saham dan kapal. Penyitaan berupa penyimpanan barang dalam penguasaan yang tidak (perlu) diikuti pengambilalihan adalah benda yang bukan milik pelaku kejahatan seperti kendaraan bermotor roda dua.

Sehubungan untuk kepentingan pembuktian yang menjadi tujuan penyitaan, Penyidik juga harus memahami konsep kepemilikan sebuah benda. Ada benda-benda yang kepemilikannya ditandai dengan surat atau bukti administrasi tertentu sehingga Penyidik harus mengambil alih bukti kepemilikan tersebut, dan ada benda-benda yang kepemilikannya ditandai dengan penguasaan fisik benda tersebut. Lebih dari itu, Penyidik juga harus mempertimbangkan bahwa sehubungan dengan kepentingan pembuktian apakah bukti administrasi kepemilikan suatu benda termasuk yang harus disita sementara pemilik benda tidak ada hubungan dengan kejahatan yang akan dibuktikan.

Dari 32 responden penyidik yang pernah melakukan penyitaan (lihat tabel 16) telah melakukan proses penyitaan dan/atau perampasan dengan memperlihat surat perintah penyitaan kemudian mengambil barang yang akan disita, melakukan pengecekan kesesuaian dengan laporan polisi, dibuatkan berita acara pembungkusan dan penyegelan barang bukti dan dibuatkan surat penetapan ijin persetujuan

97

penyitaan barang bukti ke pengadilan kemudian dibawa serta untuk disimpan di ruangan penyimpanan (ruang barang bukti) yang ada di Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Dit. Tahti) ditingkat Polda dan Satuan Tahanan dan Barang Bukti (Sat Tahti) ditingkat Polres serta dilakukan pencatatan register dalam register barang bukti.

Dalam hal pemilik suatu benda terkait dengan tindak pidana yang akan dibuktikan, bukti administrasi kepemilikan suatu benda harus dirampas di bawah penguasaannya dan diambil alih kekuasaan hukumnya sehingga pemilik tidak dapat memindahkan kepemilikannya. Hal yang erakhir ini erat kaitannya dengan objek penyitaan sebagaimana diatur Pasal 39 ayat (1) KUHAP:

Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:(1)

Benda atau tagihan Tersangka atau Terdakwa yang a. seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana aau sebagai hasil dari tindak pidana;Benda yang telah dipergunakan secara langsung b. untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;Benda yang dipergunakan untuk menghalang-c. halangi penyidikan tindak pidana;Benda-benda yang khusus dibuat atau d. diperuntukkan melakukan tindak pidana;Benda lain yang mempunyai hubungan langsung e. dengan indak pidana yang dilakukan.

Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan menurut KUHAP

Sebagaimana telah disampaikan pada Bab sebelumnya, benda sitaan dan barang rampasan adalah objek dua

98

perbuatan hukum yang berbeda. Objeknya sama namun berasal dari perbuatan hukum yang berbeda. Benda sitaan adalah benda-benda yang diambil alih kekuasaan hukumnya atau dirampas penguasaan fisiknya, sedangkan barang rampasan adalah benda-benda yang oleh putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara maupun untuk kepentingan pembuktian perkara lain.

Pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan telah diatur secara tegas dan jelas di Pasal 44 dan 45 serta 46 KUHAP. Ketentuan Pasal 44 dan 45 mengatur secara khusus benda sitaan sejak disita sampai dengan lahirnya putusan pengadilan, sedangkan Pasal 46 mengatur secara khusus benda sitaan pasca lahirnya putusan pengadilan baik yang berstatus dirampas maupun berstatus lain.

Pasal 44 KUHAP menyatakan:

Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan (1) benda sitaan negara.

Penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan (2) sebaik-baiknya dan tanggungjawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga.

Penjelasan Pasal 44 menyatakan:

Selama belum ada rumah penyimpanan benda sitaan (1) negara di tempat yang bersangkutan, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan di kantor kepolisian negara Republik Indonesia, di kantor kejaksaan negeri, di kanor pengadilan negeri, di gedung bank pemerintah dan dalam keadaan memaksa di tempa penyyimpanan lain atau tetap di tempat

99

semula benda itu disita.

Dari Pasal 44 ayat (1) jelas terdapat norma bahwa benda sitaan harus disimpan di rumah penyimpanan benda sitaan negara atau yang menurut PP Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana saat ini dikenal sebagai Rumah Penyimpanan Benda Sitaan (RUPBASAN). Sebagai undang-undang yang mengatur hukum acara pidana, norma yang terdapat di dalamnya adalah norma pengaturan yang mengikat dan karenanya harus diikuti. Apa yang diatur dalam suatu hukum acara adalah tatacara yang diakui. Sebaliknya, hal-hal yang tidak diatur dalam hukum acara bukanlah hal yang diakui/diperbolehkan. Norma harus diatur dalam batang tubuh suatu undang-undang dan tidak boleh diatur dalam bagian penjelasan. Sebagaimana kedudukannya, bagian penjelasan haruslah merupakan penjabaran dari batang tubuh undang-undang. Bagian penjelasan juga tidak boleh memuat norma.

Meski benda sitaan disimpan di RUPBASAN, Pejabat yang bertanggungjawab secara hukum atas benda sitaan adalah pejabat sesuai tingka pemeriksaan perkara. Hal ini sama halnya dengan penahanan dimana seorang Tersangka pelaku kejahatan yang ditahan diserahkan (fisiknya) ke rumah tahanan sedangkan tanggungjawab hukumnya tetap ada pada pejabat yang menahannya berdasarkan tingkatan proses hukum yang sedang berjalan.

Penjelasan Pasal 44 ayat (1) yang menyatakan bahwa dalam hal belum ada RUPBASAN di tempat yang bersangkutan penyimpanan benda sitaan dapat dilakukan di... dst adalah berdasarkan kenyataan bahwa pada saat diberlakukannya KUHAP belum terdapat RUPBASAN di banyak tempat hal mana sampai dengan

100

saat ini pun masih demikian adanya. Oleh karena itu pembentuk undang-undang memberikan catatan dalam penjelasan bahwa dalam hal belum terdapat RUPBASAN penyimpanan benda sitaan dapat dilakukan di tempatselain RUPBASAN. Kata dapat disitu pun bukan merupakan norma karena tidak bersifat mengikat sebagaimana sebuah norma. Dengan kata lain, KUHAP mengamanatkan agar dibentuk/didirikan RUPBASAN di tempat-tempat mana seharusnya ada.

Berdasarkan catatan pembentukan undang-undang, ditemukan fakta bahwa terdapat alasan tertentu dicantumkannya tempat penyimpanan benda sitaan selain RUPBASAN adalah berdasarkan alasan bahwa tempat-tempat tersebut (kantor polisi, kejaksaan, pengadilan negeri, bank pemerintah) adalah tempat-tempat yang relatif telah ada dan tersebar di wilayah Indonesia. Bahkan dalam keadaan tertentu, benda yang disita dapat dibiarkan saja tetap berada di tempat benda itu berada saat disita. Dengan kata lain, berdasarkan alasan tertentu benda yang disita tidak selalu harus diikuti dengan penguasaan atas fisik benda tersebut.

Dalam rangka efektifitas pengelolaan dan penyelesaian barang rampasan yang bernilai ekonomis dalam KUHAP telah diatur prinsip pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan di Pasal 45 dan 46. Pasal 45 menyatakan:

(1) Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh

101

mungkin dengan persetujuan Tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut:

Apabila perkara masih ada di tangan penyidik atau a. penuntut umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umuum, dengan disaksikan oleh Tersangka atau kuasanya;Apabila perkara sudah di tangan pengadilan, b. maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas ijin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh Terdakwa atau kuasanya;

Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang (2) berupa uang dipakai sebagai barang bukti;

Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin (3) disisihkan sebagian kecil dari beda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);

Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang (4) untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan.

Penjelasan Pasal 45 menyatakan:

Yang dimaksud dengan benda yang dapat diamankan 1. antara lain ialah benda benda yang mudah terbakar, mudah meledak, yang untuk itu harus dijaga serta diberi anda khusus atau benda yang dapa membahayakan kesehatan orang dan lingkungan. Pelaksanaan lelang dilakukan oleh kantor lelang negara setelah diadakan konsultasi dengan pihak penyidik atau penuntut umum setempat atau hakim yang bersangkutan sesuai

102

dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan lembaga yang ahli dalam menentukan sifat benda yang mudah rusak dan

Benda untuk pembuktian yang menurut sifatnya lekas 2. rusak dapat dijual lelang dan uang hasil pelelangan dipakai sebagai ganti untuk diajukan di sidang pengadilan sedangkan sebagian kecil dari benda itu disisihkan untuk dijadikan barang bukti.

Yang dimaksud dengan benda yang dirampas untuk 3. negara ialah benda yang harus diserahkan kepada departemen yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 45 ayat (1), ada 3 jenis benda yang dapat dilelang demi efektifitas pengelolaannya:

Benda yang dapat lekas rusak.1. Benda yang membahayakan.2. Benda yang biaya penyimpanannya terlalu tinggi.3.

Penjelasan Pasal 45 memperjelas kriteria benda yang lekas rusak dan membahayakan namun tidak memberikan ukuran biaya penyimpanan yang terlalu tinggi, maka dalam konteks ini harus dikaitkan dengan kemampuan anggaran yang ada pada Rupbasan sebagai institusi yang diamanatkan menyimpan benda sitaan. Mengenai barang rampasan, Pasal 46 ayat (2) menyatakan:

Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang (2) dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau

103

untuk dirusakkan sampai idak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.

Koordinasi Responden Terkait dengan Proses Penyelesaian 3. Aset yang Berasal dari dan/atau Terkait Kejahatan/Tindak Pidana

Tabel 27Pendapat Responden Terhadap Koordinasi Dalam Proses

Penyelesaian Aset yang Berasal dari dan/atau Terkait Kejahatan/Tindak Pidana

Kepolisian

Hakim

KPKNL

Rupbasan

Jumlah

Jumlah

32(15.09%)

22(10.38%)

21(9.90%)

16(7.55%)

212(100%)

Tidak Baik

-

-

-

-

-

Biasa saja

8(8.79%)

4(4.39%)

4(4.40%)

5(5.49%)

21(23.07%)

Kurang Baik

2(2.20%)

15(16.48%)

2(2.20%)

-

19(20.88%)

Baik

10(10.99%)

3(3.30%)

10(10.99%)

8(8.79%)

31(34.07%)

Sangat baik12

(13.19%)-

5(5.49%)

3(3.30%)

20(21.98%)

No

1

2

3

4

N=91

Dari komposisi presentase data tersebut menujukkan dari 91 responden (responden eksternal kejaksaan), 31 responden menyatakan koordinasi dengan kejaksaan berjalan baik, 21 responden menyatakan koordinasinya biasa saja, 20 responden menyatakan sangat baik dan hanya 19 responden yang menyatakan koordinasinya kurang baik.

Dari data tersebut diatas diperoleh gambaran bahwa koordinasi antara instansi terkait (Kepolisian, Hakim, KPKNL dan Rupbasan) sudah berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.

104

Namun demikian, kurang terjadinya koordinasi antara KPKNL dan Rupbasan dengan Satker wilayah/kejaksaan sering terjadi lebih kepada kelengkapan dokumen/berkas benda sitaan dan/atau barang rampasan dan kondisi keberadaan KPKNL yang belum tersedia merata di beberapa kota atau kabupaten di Indonesia sehingga terdapat beberapa KPKNL yang harus memberikan pelayanan kepada beberapa kota atau kabupaten dimana terdapat satker kejaksaan negeri.

Visi dan missi dari Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan dalam mendorong satker wilayah untuk menyelesaikan barang sitaan dan barang rampasan akan dicapai dengan efektif, jika dijalankan dengan melakukan koordinasi dengan instansi terkait, karena dalam hal ini koordinasi merupakan faktor penting yang dapat mendukung upaya menciptakan efektifivitas organisasi secara menyeluruh sehingga pelaksanaan koordinasi dimungkinkan dapat mewujudkan tujuan dari Pusat Pemulihan Aset (PPA) yaitu:

Mengoptimalkan pemulihan aset terkait hasil kejahatan atau aset lainnya secara efektif, efisien, transparan, akuntabel, secara terintegrasi dengan pola sistem pemulihan aset terpadu.

Melakukan pendampingan terhadap satuan kerja di kejaksaan RI maupun kementerian/lembaga lain.

Mengembangkan system database pemulihan aset yang secured dan terintegrasi.

Dasar Hukum, Prosedur Dan Mekanisme Penyelesaian B. Benda Sitaan Dan Barang Rampasan

Dalam praktek dan perkembangannya penegakan hukum, institusi penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan membuat aturan sendiri dengan alasan efisiensi dan efektifitas tindakan dan

105

pengelolaannya. Sepanjang aturan tersebut tidak bertentangan dengan KUHAP dan peraturan perudang-undangan terkait lainnya tentu tidak menjadi masalah. Namun demikian, secara normatif dan praktis lahirnya peraturan-peraturan tersendiri itu ternyata belum mampu menyelesaikan masalah pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan.

Adapun aturan yang dibuat tersendiri oleh institusi penegak hukum dalam pengelolaan benda siataan dan barang rampasan adalah:

Polri:1.

Dasar hukum prosedur dan mekanisme pengelolaan barang bukti di lingkungan Kepolisian bedasarkan pada:

Peraturan Kapolri Nomor 10 tahun 2010 tentang a. Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Polri.Peraturan Kapolri Nomor. 14 Tahun 2012 tentang b. Manajemen Penyidikan

Prosedur dan mekanisme pengelolaan barang bukti dimulai dari persiapan untuk melakukan penyitaan dan/atau perampasan, penerimaan dan penyimpanan, pengamanan dan perawatan, pengeluaran dan pemusnahan, prosedur pinjam pakai barang bukti oleh pemilik, serta pengawasan pengelolaan barang bukti berdasarkan Perkapolri No. 10 Tahun 2010

2. Kejaksaan:

Dasar hukum prosedur dan mekanisme pengelolaan barang sitaan dan/atau barang rampasan di lingkungan Kejaksaan berdasarkan pada :

SEJA No. SE-010/A/JA/08/2015 tentang Kewajiban a. Jaksa untuk Melelang Barang Sitaan yang Lekas Rusak atau Memerlukan Biaya Penyimpanan Tinggi.SEJA No. SE-011/A/JA/08/2015 tentang Barang b.

106

Rampasan Negara yang Akan Digunakan untuk Kepentingan KejaksaanSurat JA No. B-079/A/U.1/05/2016 perihal Tertib c. Administrasi Penyelesaian Benda Sitaan dan Barang Rampasan yang Dititipkan di Rupbasan.Berpedoman pada Lampiran Peraturan Jaksa Agung d. RI. Nomor PER-027/A/JA/10/2014 tentang Pedoman Pemulihan Aset, Bab III dan Bab IV, terdapat mekanisme pengamanan dan pemeliharaan aset sebagai berikut:

Pengamanan Aset•Pemeliharaan Aset•Penegakan Hukum dan • Good Governance

3. Hakim

Ketentuan atau batas waktu penyampaian salinan dan petikan putusan berdasarkan pada ketentuan SEMA No. 01 Tahun 2011 tentang Perubahan Surat Edaran Mahkamah Agung No.2 Tahun 2010 tentang Penyampaian Salinan dan Petikan Putusan adalah:

Pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara - perdata sudah harus menyediakan salinan putusan untuk para pihak dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan diucapkan. Karena salinan putusan dalam perkara perdata dikenakan biaya PNBP, maka penyampaian salinan putusan tersebut harus ada permintaan pihak yang bersangkutan;Untuk perkara pidana pengadilan wajib menyampaikan - salinan putusan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan diucapkan kepada terdakwa atau penasehat huku, penyidik dan penuntut umum kecuali untuk perkara cepat diselesaikan sesuai dengan ketentuan KUHAP;

107

Petikan putusan perkara pidana diberikan kepada terdakwa, - penuntut umum, dan rumah tahanan Negara atau lembaga pemasyarakatna segera setelah putusan diucapkan.Apabila pengadilan tidak melaksanakan ketentuan - tersebut di atas, maka Ketua Pengadilan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Rupbasan4.

Dasar hukum prosedur dan mekanisme pengelolaan benda sitaan dan/atau barang rampasan di Rupbasan adalah:

Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum a. Acara Pidana (HAP), Pasal 44 Ayat (1) Benda sitaan disimpan dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara.Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang b. Hak Asasi Manusia, Pasal 29 Negara berkewajiban memberikan perlindungan terhadap Individu, Keluarga dan Harta Benda.Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu c. Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 270 Ayat (2) Benda Sitaan Disimpan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang d. Pelaksanaan Hukum Acara Pidana.

Pasal 27 Ayat 1, 2, 3, dan 4.-

(1) Didalam Rupbasan ditempatkan benda sitaan yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan tingkat Penyidikan, Penuntutan dan Pengadilan termasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan Putusan

108

Hakim.(2) Dalam hal benda sitaan sebagimana yang dimaksud

dalam Ayat (1) tidak mungkin dapat disimpan dalam Rupbasan, maka cara penyimpanan benda sitaan tersebut diserahkan kepada Kepala Rupbasan.

(3) Benda Sitaan disimpan ditempat Rupbasan untuk menjamin keselematan dan keamanannya.

(4) Kepala Rupbasan tidak boleh menerima benda sitaan yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan jika tidak disertai surat penyerahan yang sah yang dikeluarkanoleh Pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas benda sitaan tersebut.

Pasal 30 Ayat 2 dan Ayat 3-

(2) Tanggung Jawab Yuridis atas benda sitaan ada pada Pejabat sesuai tingkat Pemeriksaan (Penyidikan, Penuntutan dan Pengadilan).

(3) Tanggung Jawab secara Fisik atas benda sitaan ada para Kepala Rupbasan.

Pasal 32 Ayat 1 -

Disamping tanggung jawab secara Fisik atas (1) Benda Sitaan, Kepala Rupbasan bertanggung jawab atas Administrasi Benda Sitaan.

e. Peraturan Menteri Hukum Dan HAM RI Nomor 16 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengelolaan Benda Sitaan Dan Barang Rampasan Negara Di Rupbasan

Prosedur Dan Mekanisme Penyelesaian Benda Sitaan Dan Barang Rampasan pada Rupbasan

109

Prosedur dan Mekanisme Pengeluaran Basan Sebelum a. Putusan Pengadilan (Pra-Ajudication)

Petugas pengeluaran melakukan penelitian terhadap keabsahan surat-surat

Perkara dihentikan karena tidak cukup bukti, 1) kelengkapannya :

Surat permintaan dari instansi yang berwenang- Surat Pengantar- Surat Perintah- Berita Acara Pelaksanaan- Berita Acara Pengeluaran Basan-

Perkara belum merupakan tindak pidana, 2) kelengkapannya :

Surat permintaan dari instansi penyidik dan atau - instansi penuntut umumSurat Penetapan Pengadilan- Membuat Berita Acara Penyerahan Basan-

Perkara dihentikan untuk kepentingan umum, 3) kelengkapannya :

Surat perintah/ permintaan dari Kejaksaan Agung- Berita Acara Penyerahan-

Tindakan jual lelang, kelengkapannya :4) Pelaksaan lelang atas persetujuan terdakwa dan - kuasannyaBerita Acara Pelaksanaan Lelang- Hasil lelang berupa uang dan sebagian kecil dari - Basan disimpan di RupbasanMembuat berita acara penyerahan-

110

Pinjam pakai oleh pemegang kekuasaan yuridis, 5) kelengkapannya :

Surat permintaan dari instansi yang berwenang - Surat penetapan pengadilan- Berita Acara pelaksanaan- Surat Perintah Penyitaan- Berita Acara Penyitaan- Surat Izin Penyitaan- Membuat Berita Acara Penyerahan Basan yang - ditanda tangani oleh dua orang petugas Rupbasan

Prosedur dan Mekanisme Pengeluaran benda sitaan b. dan/atau barang rampasan Setelah Adanya Putusan Pengadilan(Post-Ajudication)

Benda sitaan dan/atau barang rampasan dikembalikan - kepada yang berhak, kelengkapannya :Surat permintaan dari instansi yang berwenang- Surat penetapan/ putusan pengadilan- Berita Acara Pelaksanaan- Berita Acara Pengeluaran- Mencoret Buku Register dan ditandatangani oleh - Kepala Rupbasan

KPKLN5.

Dasar hukum prosedur dan mekanisme pengelolaan barang sitaan dan/atau barang rampasan di KPKLN adalah:

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 a. Tentang Perbendaharaan Negara;Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 b. Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal

111

Dari Barang Rampasan Negara Dan Barang Gratifikasi;Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 c. Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 d. Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah.

Hambatan dan Upaya menyelesaian Benda Sitaan dan C. Barang Rampasan

Hambatan-hambatan PPA dalam mendorong atau mendampingi satker wilayah dalam menyelesaikan benda sitaan dan/atau barang rampasan memberi implikasi yang sangat besar kepada proses penegakan hukum terutama dalam kaitan dengan jaminan pemulihan kerugian (keuangan) negara.

Hambatan1.

Administrasi Benda Sitaan dan Barang Rampasana. Terlambat diterimanya Putusan pengadilan terhadap - benda sitaan hasil tindak pidana Kepastian hukum terhadap batas waktu benda - sitaan dan barang rampasan negara belum konsisten karena mengikuti batas waktu proses pemeriksaan perkara oleh para pihak mengakibatkan terjadinya penumpukan benda sitaan dan/atau barang rampasan di Rupbasan.Pelaksanaan Eksekusi yang tidak tepat waktu yang - berakibat menyusutnya secara dratis nilai ekonomi benda sitaan dan/atau barang rampasan di Rupbasan.Pihak yang berhak atas benda sitaan sudah tidak - berada ditempat/tidak sesuai alamatnya dengan

112

berkas/tidak diketahui keberadaannya atau diketahui keberadaannnya namun letak lokasi dan kendala geografis menyulitkan pada saat penyerahan benda sitaan.Administrasi dan data base benda sitaan dan/atau - barang rampasan yang belum tertata/terkelola dengan baik sehingga keluar masuk benda sitaan dan/atau rampasan belum semuanya dilengkapi dengan berita acara. hal ini penting untuk mempermudah proses penemuan/pelacakan benda sitaan dan/atau rampasan

Sarana b.

- Terbatasnya tempat/ruang/halaman kantor untuk penyimpanan benda sitaan dan/atau barang rampasan dengan jumlah yang banyak.

- Terbatasnya anggaran dana untuk perawatan dan pemeliharaan benda sitaan dan barang rampasan serta untuk dana lelang sesuai kebutuhan daerah.Perlu penambahan ruang penyimpanan benda sitaan - dan barang rampasan diwilayah Kejaksaan Negeri.

Upaya/Solusi Penanggulangan Hambatan2.

Administrasi Barang Bukti dan Barang Rampasana.

Perlu meningkatkan koordinasi dan konsolidasi - terhadap semua pihak atau instansi terkait dalam berbagai hal yang menyangkut benda sitaan dan/ atau barang rampasan untuk mempermudah proses penyelesaiannya (tertib administrasi dan register benda sitaan dan barang rampasan dengan dibuatkan data basenya).Perlu penegasan melalui Surat Edaran Jaksa Agung - agar penerapan Pasal 45 KUHAP, khususnya terhadap

113

barang yang bernilai ekonomi tinggi, mudah rusak dan membahayakan, menjadi bagian dari checklist (syarat formil) dalam penelitian berkas perkara.Terhadap perubahan status barang rampasan negara - menjadi barang rampasan yang dimusnahkan/dihapus karena kerusakan/penurunan nilai ekonomis, agar berpedoman pada angka 6 Surat Edaran Jaksa Agung Muda Pembinaan Nomor B-87/C/U.1/02/2017, tanggal 3 Maret 2017.

Sarana b.

- Perlu tersedianya gudang barang bukti yang memenuhi standar gudang sehingga dapat menyimpanan benda sitaan dan/atau barang rampasan dengan jumlah yang banyak.

- Tersedianya anggaran dana untuk perawatan dan pemeliharaan benda sitaan dan barang rampasan serta untuk dana lelang sesuai kebutuhan daerah.

- Perlu penambahan ruang penyimpanan benda sitaan dan barang rampasan diwilayah Kejaksaan Negeri.

114

115

BAB VP E N U T U P

KesimpulanA.

Berdasarkan uraian pada Bab-Bab sebelumnya, dan dalam rangka penyempurnaan atas jawaban tiga permasalahan penelitian terkait mekanisme, hambatan, dan upaya penanganan benda sitaan dan barang rampasan negara yang transparan, akuntabel, efektif, efisien dan terpadu, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Mekanisme penanganan benda sitaan dan barang rampasan negara yang transparan, akuntabel, efektif, efisien dan terpadu, adalah:

Secara umum terhadap permasalahan benda sitaan dan/a. barang rampasan bertumpu pada pelaksanaan reformasi birokrasi yang tetap harus konsisten dilaksanakan secara menyeluruh. Tahapan awal yang dapat dilakukan adalah dengan membentuk tim yang profesional, proporsional dan mengetahui benar permasalahan yang ada terutama dari bidang teknis, (dikelola oleh satker/unit khusus menangani benda sitaan dan/barang rampasan) dan memberikan limit atau batas waktu bagi jaksa dalam menyampaikan data kepada pejabat yang berwenang.

Terkait regulasi : b. Dibuat aturan baru salah satunya melalui Keputusan Jaksa Agung RI mengenai barang bukti benda sitaan dan/atau barang rampasan serta tahanan dalam satu struktur, seperti halnya di instansi kepolisian dipegang oleh kepala biro tersendiri, sedangkan di kejaksaan hanya dipengang oleh tenaga tata usaha.

116

Permasalahan terkait perubahan status barang rampasan negara menjadi barang rampasan yang dimusnahkan/dihapus karena kerusakan/penurunan nilai ekonomis.Dibuat aturan baru agar setiap jaksa yang mengalami mutasi harus membuat rincian perkara benda sitaan dan/atau barang rampasan yang ditangani secara berkesinambungan, sehingga apabila ada benda sitaan dan/atau barang rampasan yang inkracht dapat diketahui dengan mudah untuk melaksanakan penyelesaiannya.

Penataan administrasi terhadap pendataan dan c. pembaharuan data benda sitaan dan/atau barang rampasan yang masuk dan yang keluar, yang sudah inkracht dan yang belum, serta pendataan yang lebih detail lainnya yang diperlukan. Kemudian perlu adanya pengaturan sanksi yang tegas bagi Kajari yang melanggar SOP penanganan barang rampasan.Penambahan dan Peningkatan profesionalitas SDM yang d. mendukung dan membantu penyelesaian benda sitaan dan/atau barang rampasan.Anggaran yang memadai dalam perawatan dan e. pemeliharaan benda sitaan dan/atau barang rampasan, serta untuk dana lelang sesuai kebutuha riil daerah. Selain itu diperlukan sosialisasi bagi tenaga tata usaha dan jaksa terhadap penanganan benda sitaan dan/atau barang rampasan terutama yang sudah ada putusan inkracht.Eksekusi secepatnya setelah putusan f. inkracht terutama terhadap benda sitaan dan/atau barang rampasan yang bernilai ekonomi tinggi atau yang mudah rusak.Pemenuhan sarana dan prasarana terutama tempat g. penyimpanan benda sitaan dan barang rampasan.

117

Koordinasi dan konsolidasi yang solid antara Kejaksaan h. dengan :

Kepolisian dalam menangani barang sitaan dan/atau barang rampasan baik lelang maupun tidak lelang, karena kondisi anggaran yang terbatas.Hakim/Pengadilan : Memberikan informasi berupa tembusan laporan dan dokumen barang bukti yang telah dieksekusi kepada Pengadilan Negeri; terkait barang bukti yang telah dititipkan kembali ke kejaksaan setelah penyerahan barang bukti ke pengadilan, diupayakan agar dapat diperlihatkan kembali ke pengadilan untuk pembuktian di persidangan; KPKNL : Memperbaharui data benda sitaan dan/atau rampasan, dan dalam proses penaksiran serta lamanya proses izin lelang.Rupbasan : Kelengkapan administrasi dan informasi penanganan perkara yang menyangkut barang bukti dan/atau barang rampasan.

Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan bahwa 4. pendapat responden terhadap pengetahuan dan informasi mengenai tugas dan fungsi PPA Kejaksaan RI., meliputi kualitas dan kuantitas Penyelesaian Aset yang berasal dari barang sitaan dan/atau barang rampasan terkait dengan tindak pidana; koordinasi Kejaksaan dengan instansi terkait seperti kepolisian, Hakim/Pengadilan, KPKLN dan Rupbasan dan dikaitkan dengan prosedur dan mekanisme penyelesaian benda sitaan dan/atau barang rampasan, memberikan gambaran selama ini bahwa tugas dan fungsi PPA dalam melakukan pendampingan terhadap satuan kerja wilayah untuk menyelesaikan benda sitaan dan/atau barang rampasan sudah sesuai ketentuan yang berlaku, namun dalam pelaksanaannya belum maksimal. Adapun faktor penghambat

118

dalam melaksanakan penyelesaian benda sitaan dan barang rampasan negara, adalah:

Terkait regulasi :a.

Belum optimalnya penerapan Pasal 45 KUHAP, khususnya terhadap barang mudah rusak yang berpengaruh pada penyusutan/penurunan nilai ekonomis benda sitaan dan barang rampasan, sehingga sewaktu dilelang tidak ada peminat; Permasalahan terkait perubahan status barang rampasan negara menjadi barang rampasan yang dimusnahkan/dihapus karena kerusakan/penurunan nilai ekonomis.Penyelesaian penanganan benda sitaan dan barang rampasan negara melibatkan lintas instansi dengan peraturan yang beragam dibuat oleh masing-masing instansi terkait demi efisiensi dan efektifitas tindakan dan pengelolaannya. Mengingat kondisi tersebut, koordinasi dan konsolidasi sangat penting dalam optimalisasi penyelesaian penanganan benda sitaan dan barang rampasan. Namun sayangnya, Koordinasi dan konsolidasi belum terbangun dengan maksimal antara Kejaksaan dengan instansi terkait meliputi Kepolisian, Pengadilan/hakim, KPKNL, daan Rupbasan terutama dalam hal perbaruan data/update data data benda sitaan dan/atau rampasan, dan dalam proses penaksiran serta lamanya proses izin lelang; kurangnya informasi yang diberikan kepada Pengadilan Negeri terkait laporan dan dokumen barang bukti yang telah dieksekusi; serta, kelengkapan administrasi dan informasi penanganan perkara yang menyangkut barang bukti dan/atau barang rampasan.

119

Informasi dan pengetahuan responden terhadap b. keberadaan, tugas dan fungsi PPA dalam melaksanakan kegiatan pemulihan aset tindak pidana, khususnya dalam menyelesaikan benda sitaan dan/atau barang rampasan belum maksimal. Hal ini dapat diketahui berdasarkan hasil pengolahan data terhadap 91 responden yang berasal dari eksternal Kejaksaan RI., sebesar 45 (49.45%) responden tidak mengetahui tugas dan fungsi PPA Kejaksaan RI. Sedangkan sebesar 46 (50.55 %) responden pada dasarnya sudah mengetahui tugas dan fungsi PPA Kejaksaan. Perpautan angka yamg sangat tipis antara responden yang mengetahui dan yang tidak mengetahui dan fungsi PPA Kejaksaan RI perlu mendapat perhatian dengan peningkatan sosialisasi dari Kejaksaan tentang tugas dan fungsi PPA Kejaksaan RI.

Tidak tersedianya anggaran untuk menyelesaikan benda c. sitaan dan/atau barang rampasan, termasuk perawatan maupun pelelangan;

Kapasitas ruang penyimpanan yang terbatas dengan d. kuantitas benda sitaan dan barang rampasan yang terlalu banyak;

Dalam rangka mengatasi hambatan terhadap pelaksanaan 5. penyelesaian benda sitaan dan barang rampasan negara, upaya yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut:

Terkait regulasi : Perlu diterbitkan Surat Edaran Jaksa a. Agung terkait optimalisasi penerapan Pasal 45 KUHAP terhadap penanganan benda sitaan dan/atau barang rampasan yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, agar dimasukan dalam checklist penelitian berkas perkara, sehingga hasil lelang oleh penyidik/jaksa dapat diselamatkan secara optimal.

120

Terhadap perubahan status barang rampasan negara b. menjadi barang rampasan yang dimusnahkan/dihapus karena kerusakan/penurunan nilai ekonomis agar berpedoman pada angka 6 Surat Edaran Jaksa Agung Muda Pembinaan Nomor B-87/C/U.1/02/2017, tanggal 3 Maret 2017Terkait kerjasama dengan instansi terkait : Peningkatan c. koordinasi dan konsolidasi yang lebih solid antara Kejaksaan dengan instansi terkait meliputi Kepolisian, Pengadilan/hakim, KPKNL, daan Rupbasan terutama dalam hal perbaruan data/update data data benda sitaan dan/atau rampasan, dalam proses penaksiran serta lamanya proses izin lelang; Memberikan informasi berupa tembusan laporan dan dokumen barang bukti yang telah dieksekusi kepada Pengadilan Negeri; serta, kelengkapan administrasi dan informasi penanganan perkara yang menyangkut barang bukti dan/atau barang rampasan.Terkait keberadaan, tugas dan fungsi PPA dalam d. melaksanakan kegiatan pemulihan aset tindak pidana khususnya dalam menyelesaikan benda sitaan dan/atau barang rampasan : Peningkatan pelaksanaan sosialisasi dari Kejaksaan tentang tugas dan fungsi PPA Kejaksaan RI.Terkait administrasi, anggaran, SDM, sarana dan prasarana e. terutama tempat penyimpanan benda sitaan dan barang rampasan, penataan administrasi terhadap pendataan dan perbaruan benda sitaan dan/atau barang rampasan, penyediaan anggaran yang memadai dalam perawatan dan pemeliharaan benda sitaan dan/atau barang rampasan, peningkatan kuantitas dan kualitas SDM sesuai kebutuhan instansi Kejaksaan, pemenuhan sarana dan prasarana tempat penyimpanan benda sitaan dan barang rampasan baik di lingkungan kejaksaan dan Rupbasan.

121

Saran B.

Terkait SDM, administrasi, anggaran, sarana dan prasarana:1.

Perlu membentuk tim yang profesional, proporsional a. dan mengetahui benar permasalahan yang ada terutama dari bidang teknis, (dikelola oleh satker/unit khusus yang menangani benda sitaan dan/barang rampasan) dan memberikan limit atau batas waktu bagi jaksa dalam menyampaikan data kepada pejabat yang berwenang; selain itu diperlukan pengayaan serta peningkatan kuantitas dan kualitas SDM sesuai kebutuhan instansi Kejaksaan.Penataan administrasi terhadap pendataan dan b. pembaharuan benda sitaan dan/atau barang rampasan yang masuk dan yang keluar, yang sudah inkracht dan yang belum, serta pendataan yang lebih detail lainnya yang diperlukan. Kemudian perlu adanya pengaturan sanksi yang tegas bagi Kajari yang melanggar SOP penanganan barang rampasan.Diperlukan anggaran/dana yang memadai untuk perawatan c. dan pemeliharaan benda sitaan dan/ataubarang rampasan, serta untuk dana lelang sesuai kebutuha riil daerah.Perlunya pemenuhan sarana dan prasarana tempat d. penyimpanan benda sitaan dan barang rampasan baik di lingkungan kejaksaan dan Rupbasan, dalam bentuk tersedianya gudang barang bukti yang memenuhi standar gudang sehingga dapat menyimpanan benda/barang sitaan dan/atau barang rampasan dengan jumlah yang banyak; serta penambahan Rupbasan di setiap kabupaten/kota agar penanganan dan perawatan benda/barang sitaan dan/atau barang rampasan lebih maksimal dan kualitas benda/barang terjaga serta keamanannya terjamin.

122

Terkait regulasi : 2.

Perlu dibuat aturan baru, diantaranya melalui Keputusan a. Jaksa Agung RI mengenai barang bukti benda sitaan dan/atau barang rampasan serta tahanan dalam satu struktur, seperti halnya di instansi kepolisian yang dipegang oleh kepala biro tersendiri, sedangkan di kejaksaan hanya dipegang oleh tenaga tata usaha. Serta peraturan baru terkait kewajiban bagi jaksa yang mengalami mutasi untuk membuat rincian perkara yang harus ditangani secara berkesinambungan, sehingga apabila ada benda sitaan dan/atau barang rampasan yang inkracht dapat diketahui dengan mudah untuk melaksanakan penyelesaiannya.Perlu diterbitkan Surat Edaran Jaksa Agung terkait b. optimalisasi penerapan Pasal 45 KUHAP terhadap penanganan benda sitaan dan/atau barang rampasan yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, agar dimasukan dalam checklist penelitian berkas perkara, sehingga hasil lelang oleh penyidik/jaksa dapat diselamatkan secara optimal.Terhadap perubahan status barang rampasan negara c. menjadi barang rampasan yang dimusnahkan/dihapus karena kerusakan/penurunan nilai ekonomis, agar berpedoman pada angka 6 Surat Edaran Jaksa Agung Muda Pembinaan Nomor B-87/C/U.1/02/2017, tanggal 3 Maret 2017.

Terkait keberadaan, tugas dan fungsi PPA, serta kerjasama 3. dengan instansi terkait:

Perlu peningkatan sosialisasi dari Kejaksaan tentang tugas a. dan fungsi PPA Kejaksaan RI.Perlu Peningkatan koordinasi dan konsolidasi yang lebih b. solid antara Kejaksaan dengan instansi terkait meliputi

123

Kepolisian, Pengadilan/hakim, KPKNL, daan Rupbasan terutama dalam hal perbaruan data/update data data benda sitaan dan/atau rampasan, dalam proses penaksiran serta lamanya proses izin lelang; Memberikan informasi berupa tembusan laporan dan dokumen barang bukti yang telah dieksekusi kepada Pengadilan Negeri; serta, kelengkapan administrasi dan informasi penanganan perkara yang menyangkut barang bukti dan/atau barang rampasan.

124

125

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Bagir Manan, Persepsi masyarakat mengenai Pengadilan dan Peradilan yang baik, Jakarta : Varia Peradilan No. 258 Mei, 2007.

Bernard L. Tanya, et.al., Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Yogyakarta : Genta Publishing, 2010.

Dede Rosyada, et.al, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: Prenada Media, 2003.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Gibson, Ivancevich, Donnelly, Organisasi, Perilaku, Struktur dan Proses, (Editor: Djarkasih), Jakarta: Erlangga, 1990.

Kejaksaan Republik Indonesia, Laporan Tahunan Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2015.

Kusnu Goesniadhie S., “Perspektif Moral Penegakan Hukum yang Baik,” DALAM JURNAL HUKUM IUS QUIA IUSTUM Universitas Islam Indonesia, Vol. 17 No. 2 Tahun 2010, Jakarta, 2010.

Mardjono Reksodipuro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana Kumpulan Karangan Buku Kedua, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, Jakarta, 1997.

Paku Utama, Memahami Asset Recovery dan Gatekeeper, Cet I, Jakarta: Indonesian Legal Roundtable, 2013.

126

Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor: PER-006/A/JA/3/2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-009/A/JA/01/2011 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.

Purwaning M. Yanuar, “Pengembalian Aset Hasil Korupsi Berdasarkan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 Dalam Sistem Hukum Indonesia,” Bandung: Alumni, 2007.

Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional, Laporan Akhir Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Perampasan Aset Pidana, Badan Pembinaan Hukum Nnasional (BPHN), Kementerian Hukum dan HAM RI. 2012.

Sedarmayanti, Pemerintahan Yang Efek tif dan Efisien, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam KerangkaPembangunan Di Indonesia, Jakarta : UI-Press, 1983.

ARTIKEL di MAJALAH :

Bagir Manan, Persepsi masyarakat mengenai Pengadilan dan Peradilan yang baik, Jakarta : VARIA PERADILAN No. 258 Mei, 2007.

Hikmahanto Juwono, “Penegakan hukum dalam kajian Law and development : Problem dan fundamen bagi Solusi di Indonesia, “ Jakarta : dalam VARIA PERADILAN No. 244, 2006.

Sanyoto, “Penegakan Hukum Di Indonesia,” dalam JURNAL DINAMIKA Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Vol. 8 No. 3 Tahun 2008.

Shinta Tomuka, ”Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Pelayanan Publik Di Kecamatan Girian Kota Bitung (Studi Tentang Pelayanan Akte Jual Beli),”Artikel dalam JURNAL POLITICO (Jurnal Ilmu Politik) Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu politik Universitas Sam Ratulangi, Vol. 1 No. 3 Tahun 2013.

127

Sugeng Tiyarto, “Kebijakan Penegakan Hukum Pidana Dalam Rangka Penanggulangan Perjudian,” TESIS, Semarang : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, 2006.

INTERNET :

DPR RI Bidang Hukum, Perundang-Undangan, Ham dan Keamanan, Komisi III : Raker Komisi III Dengan Kejaksaan Agung RI-DPR RI, Rancangan Laporan Singkat Rapat Kerja Komisi III DPR RI Dengan Jaksa Agung Republik Indonesia, diunduh dari http:// www.dpr. go.id/ dokakd/ dokumen/ K3-14-f71b40b6897 189a1b9c4567 20d9be06b.pdf, 13 Juni 2016, diakses tanggal 9 Februari 2017.

Ferlianus Gulo, Barang Bukti dan Alat Bukti Berdasarkan KUHAP, artikel, diunduh dari http:// www.ferlianusgulo.web.id/ 2016/04/ barang-bukti-alat-bukti-berdasarkan.html, diakses tanggal 9 Februari 2017.

Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) BPK, Pengelolaan Barang Sitaan, Temuan dan Rampasan, diunduh dari http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2011/03/PengelolaanBarangSitaan.pdf, diakses tanggal 9 Februari 2017.

Komisi Pemberantasan Korupsi, Materi Rapat Koordinasi Tata Laksana Benda Sitaan dan Barang Rampasan, 21 November 2016, Kantor Staf Presiden, diunduh dari https:// acch.kpk.go.id/images/ragam/ makalah/pdf/labuksi/Rapat-Koordinasi-Tata-Laksana-Benda-Sitaan-dan-Barang-Rampasan-Kantor-Staf Presiden.pdf, diakses tanggal 9 Februari 2017.

Zamzam, Kinerja Kejagung Tahun 2016 Meningkat, TP4 Bantu Penghematan Uang Negara, dalam press releases tanggal 4 Januari 2017, dipublish di Harian Terbit, diunduh dari http:// nasional.harianterbit.com /nasional /2017/ 01/04/75361// 25/Kinerja-Kejagung-Tahun-2016-Meningkat-TP4-Bantu-

128

Penghematan-Uang-Negara, tanggal 4 Januari 2017, diakses tanggal 17 Februari 2017.