step 7

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bagus

Citation preview

1

1. Inflamasi merupakan reaksi pertahanan organisme dan jaringannya terhadap rangsangan yang merusak. Tujuannya adalah memperbaiki kerusakan atau paling tidak membatasinya serta menghilangkan penyebab kerusakan seperti, bakteri atau benda asing. Penyebab inflamasi dapat berupa :a. Mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, atau parasitb. Benda asing (protein asing, misalnya sebuk sari, Kristal abses atau silikatc. Kerusakan jaringan dengan pembentukan debris jaringan, misalnya akibat kerusakan mekanik seperti terpotong, gigitan, gesekan, atau benda asing, senyawa kimia asam atau basa, pengaruh fisisk seperti dingin, panas , radiasi (UV, sinar-X, radioaktif), serta penyebab endogen seperti sel tumor yang pecah, darah di ekstravaskular, reaksi autoimun, atau Kristal dari zat yang mengendap di dalam tubuh (asam urat, kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan kolesterol).

Sel-sel inflamasiSel-sel sistem imun nonspesifik seperti neutrofil, sel mast, basofil, eosinofil dan jaringan makrofag yang berperan dalam inflamasi. Sel-sel tersebut di produksi dan di simpan sebagai persediaan untuk sementara dalam sumsusm tulang,hisup tidak lama dan jumlahnya yang diperlukan di tempat inflamasi dipertahankan oleh influx sel-sel baru dari persediaan tersebut. Neutrofil merupakan sel utama pada inflamasi dini, bermigrasi ke jaringan dan puncaknya terjadi pada 6 jam pertama. Untuk memenuhi hal tersebut diperlukan peningkatan produksi neutrofil dalam sumsum tulang.1) Sel endotelDalam fungsinya, baik leukosit maupun sel-sel lainnya memerlukan kontak dengan sel lain atau matriks ekstraselular melalui molekul yng disebut molekul adhesi. Beberapa molekul adhesi juga diperlukan dalam aktivitas sel T, CD2, CD44, LFA-1. Protein V LA pada permukaan sel T membantu meyalurkan sinyak aktivasi melalui reseftor pada sel T. Sel endotel merupakan pembatas antara darah dan rongga ekstravaskular. Pda keadaan normal, SE merupakan permukaan ynag tidal lengket sehingga dapat mencegah koagulasi, adhesi sel dan kebocoran cairan rongga intravascular. SE juga berperan dalam pengaturan tonus vascular dan perfusi jaringan melalui penglepasan komponen vasodilator (prostasiklin atau PGI2, adenosine, dan EDRF) dan komponen vasokontriksi (endotelin). Bila sel endotel rusak, sifat antikoagulasi akan hilang dan membran basal terpajan, sehingga menimbulkan agregrasi trombosit dan leukosit.2) Molekul adhesi-migrasi leukositPada keadaan normal, leikosit hanya sedikit melekat pada SE, tetapi oleh rangsangan inflamasi, adhesi antara leukosit dan SE sangat di tingkatkan. Intereaksi adhesi di atur oleh ekspresi permukaan sel yaitu molekul adhesi serta ligan atau resptor-reseptornya. Penglepasan mediator inflamasi meningkatan molekul adhesi baik pada sel inflamasi (neutrofil, monosit) maupun pada SE. Hal tersubut meningkatkan adhesi, perubahan arus darah, marginasi dan migrasi sel-sel seperti neutrofil, monosit, dan eosinofil kepusat inflamasi. Migrasi sel-sel inflamasi tersebut juga diarahkan oleh factor-faktor kemotaktik yang diproduksi berbagai sel, mikroba, komplemen dan sel mast.Sel-sel yang masuk ketempat lesi akan melepas produknya yang meneruskan perjalanan proses inflamasi dan kanadang menimbulkan kerusakan jaringan akibat penglepasan oksigen reaktif. IL-1, juga endoksin meningkatkan ekspresi molekul adhesi ICAM-1 dan VCAM-1 pada permukaan SE yang berinteraksi dengan ligannya pada permukaan leukosit (ICM-1 mengikat FLA-1, VCAM-1 mengikat VLA-1). (Robbins, 2013)3) Ekstravasasi leukositSegera setelah timbul respons inflamasi, berbagai sitokin dan mediator inflamasi lainnya bekerja terhadap endotel pembuluh darah lokal berupa peningkatan ekspresi CAM. Neutrofil merupakan sel pertama yang berkaitan endotel pada inflamasi dan bergerak keluar vascular. Ditempat infeksi, makrofag yang menemukan mikroba melepas sitokin (TNF dan IL-1) yang mengaktifkan sel endotel sekitar venul untuk memproduksi selektin (ligan integrin dan kemokin). Selektin berperan dalam pengguliran neutrofil di endotel. Integrin berperan dalam adhesi neutrofil, kemokin mengaktifkan neutrofil dan merangsang migrasi melalui endotel ketempat infeksi. Monosit darah dan sel T yang diaktifkan menggunakan mekanisme yang sama untuk bermigrasi ketempat infeksi. (Robbins, 2013)

Gambar 1. Komponen respon tubuh terhadap jejas. (Robbin, Cotran & Mitchell, 2013)

Mediator inflamasiInflamasi akut disebabkan oleh penglepasan berbagai mediator yang berasal dari jaringan rusak, sel mast, leukosit dan komplemen. Peran yang belum banyak diketahui pada inflamasi akut ialah peran saraf yang berhubungan dengan SP yang berperan pada migrasi sel T. NGF merupakan degranulator poten sel mast dan nitrogen sel T dan NP-Y juga merupakan degranulator poten sel mastA. Produksi sel mastProduksi sel mast merupakan mediator penting dalam proses inflamasi. Beberapa diantaranya menimbulkan vasodilatasi dan edema serta meningkatkan adhesi neutrofil dan monosit ke endotel. Vasodilatasi meningkatkan persediaan darah untuk mengalirkan lebih banyak molekul dan sel yang diperlukan untuk memerangi antigen yang mencetuskan inflamasi. (Robbins, 2013)Sel mast juga melepas mediator atas pengaruh penglepasan NP-Y atau NGF. Jadi meskipun mediator inflamasi yang mengawali inflamasi akut berbeda, jalur proses inflamasi akan melibatkan aktivitas sel mast. Kerusakan jaringan yang yang langsung disebabkan cedera atau endotoksin asal mikroba melepas mediator seperti prostaglandin dan leukotrin yang meningkatkan permebilitas vascular. Sel mast dapat pula diaktifkan jaringan rusak dan mikroba melalui komplemen (jalur alternative atau klasik) dan kompleks IgE-alergen atau neuropeptida. Mediator inflamasi yang dilepas menimbulkan vasodilatasi. (Robbins, 2013)1. Mediator preformedPelepasan mediator preformed merupakan salah satu respons pertama jaringan terhadap cedera. Agregrasi trombosit yang segera terjadi yang menyertai kerusakan pembuluh darah berhubungan dengan penglepasan serotin, yang memacu vasokontriksi, selanjutnya agregrasi trombosit dan pembentukan sumbatan trombosit.Mediator preformed lainnya yang dilepas adalah histamine, heparin, enzim lisososm dan prostease, factor kemotaktik neutrofil dan eosinofil. Factor-faktotr tersebut menginduksi vasodilatasi arus darah ketempat cedera dan mengerahkan sel inflamasi spesifik ketempat lain.2. Mediator asal lipidOleh membran sel yang rusak, posfolipid yang ditemukan pada berbagai jenis sel (makrofag, monosit, neutrofil dan sel mast) dipecah menjadi asam arakidonat dan LysoPAF. Yang akhirnya dipecah menjadi PAF yang menimbulkan agregrasi trombosit dan berbagai inflamasi seperti kemotaksik, aktivitas dan degranulasi eosinofil serta aktivitas neutrofil. PAF adalah fosfilipid yang dibentuk oleh leukosit, makrofag, sel mast, dan sel endotel. Efeknya serupa dengan perubahan yang terjadi melalui IgE pada anafilaksi dan urtikaria dingin dan juga berperan dalam shock oleh endotoksin. (Robbins, 2013)1. Anafilatoksin produk komplemenAktivasi sistem komplemen baik lewat jalur klasik dan alternatif menghasilkan sejumlah produk komplemen yang merupakan mediator inflamasi penting. Ikatan anafilaktosin dan reseptornya pada membran sel mast menginduksi degranulasi dengan pelepasan histamin dan mediator aktif lainnya. 2. Mediator aktivasi kaskade reaksi larutKerusakan sel endotel vascular meningkatkan factor pembekuan plasma (faktor pembekuan XII, Hageman) yang mengaktifkan kaskade fibrin, fibrinolitik, dan kinin. Sistem kinin yang diaktifkan oleh cedera jaringan. Sistem kinin merupakan kaskade enzimatik yang dimulai bila plasma clotting factor (faktor Hageman-XII) disktifkan oleh cedera jaringan. Faktor Hageman tersebut mengaktifkan prekalikrein yang membentuk kalikrein yang mengikat kininogen membentuk bradikinin. Peptide yang poten ini meningkatkan permeabilitas vascular, menimbulkan vasodilatasi sakit dan memacu kontraksi otot polos. Kalikrein juga bekerja dengan mengikat komplemen C5 secara direk yang dijadikan C5a dan C5b. (Robbins, 2013)3. Sistem pembekuanSistem pembekuan yang menghasilkan fibrin memacu penglepasan mediator inflamasi. Kaskade enzimatik yang lain yang dipicu oleh kerusakan pembuluh darah menimbulkan sejumlah besar thrombin. Inisisasi respons inflamasi juga memacu didtem pembekuan melalui interaksi antara P-selektin dan PSGL-1 yang disertai dengan penglepasan faktor jaringan dari monosit yang diaktifkan.a) Sistem fibrinolitikPemindahan bekuan fibrin dari jaringan cedera dapat dilakukan melalui sitem fibrinolitik. Produk akhir dari jalur ini dalah enzim plasmin bentuk aktif dari plasminogen. Plasmin merupakan enzim proteolitik poten, dapat memecah bekuan fibrin menjadi produk yang terdegredasi, yang merupakan faktor kemotaktik untuk neutrofil. Plasmin juga berperan dalam respons inflamasin dalam mengaktifkan jalur klasik komplemen. (Robbins, 2013)b) SitokinSitokin diperlukan pada awal reaksi inflamasi dan untuk mempertahankan respons inflamasi kronis. Makrofag memproduksi berbagai sitokin. Endotoksin mikroba mengaktifkan makrofag untuk melepas IL-1 yang memecu vasodilatasi, melonggarkan hubungan sel-sel endotel, meningkatkan adhesi neutrofil dan migrasi sel-sel kejaringan sekitar untuk memakan mikroba. (Robbins, 2013)

Inflamasi akut dan kronikA. Inflamasi lokal (akut)Inflamasi lokal memberikan proteksi diri terhadap infeksi atau cedera jaringan. Inflamasi akut melibatkan baik respons lokal dan sistemik. Reaksi lokal terdiri atas tumor (pembengkakan), rubor (merah), kalor (panas), dolor (nyeri), dan functio laesa (gangguan fungsi). Bila darah keluar dari sirkulasi darah, kinin, sistem pembekuan, dan fibrinolitik diaktifkan. Banyak perubahan vaskular yang terjadi dini disebabkan oleh efek direk mediator enzim plasma seperti bradikinin dan fibrinopepetidayang menginduksi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular. Beberapa efek vaskular disebabkan oleh efek anafilatoksin(C3a dan C5a) yang menginduksi degranulasi sel mast yang melepas histamin. Histamin menimbulkan vasodilatasi dan kontraksi otot polos. PG juga berperan dalam vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vascular. (Baratawidjaja, 2014).Inflamasi akut merupakan respons segera dan dini terhadap jejas yang dirancang untuk mengirimkan leukosit ke tempat jejas. Sesampainya ditempat jejas, leukosit membersihkan setiap mikroba yang menginvasi dan memulai proses penguraian jaringan nekrotik. Proses ini memiliki dua komponen utama; perubahan vaskular dan berbagai kejadian yang terjadi pada sel, emigrasi leukosit dari mikrosirkulasi dan akumulasinya di fokus jejas. (Robbins, 2013)Perubahan vaskular ditandai dengan perubahan kaliber dan aliran pembuluh darah. Perubahan ini dimulai relatif lebih cepat setelah jejas terjadi, tetapi dapat berkembang dengan kecepatan yang beragam, bergantung pada sifat dan keparahan jejas asalnya. (Robbins, 2013)Setelah vasokontriksi sementara (beberapa detik), terjadi vasodilatasi arteriol, yang mengakibatkan peningkatan aliran darah dan penyumbatan lokal (hiperemia) pada aliran darah kapiler selanjutnya. Pelebaran pembuluh darah ini merupakan penyebab timbulnya warna merah (eritema) dan hangat yang secara khas terlihat pada inflamasi akut. (Robbins, 2013)Selanjutnya, mikrovaskulatur menjadi lebih permeabel, mengakibatkan masuknya cairan kaya protein ke dalam jaringan ekstravaskular. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi lebih terkonsentrasi dengan baik sehingga meningkatkan viskositas darah dan memperlambat sirkulasi. Secara mikroskopik perubahan ini digambarkan oleh dilatasi pada sejumlah pembuluh darah kecil yang dipadati oleh eritrosit. Proses tersebut dinamakan stasis. (Robbins, 2013)Saat terjadi stasis, leukosit (terutama neutrofil) mulai keluar dari aliran darah dan berakumulasi di sepanjang permukaan endotel pembuluh darah. Proses ini disebut dengan marginasi. Setelah melekat pada sel endotel, leukosit menyelip diantara sel endotel tersebut dan bermigrasi melewati dinding pembuluh darah menuju jaringan interstisial. (Robbins, 2013)Perubahan permeabilitas vaskular, pada tahap paling awal inflamasi, vasodilatasi arteriol dan aliran darah yang bertambah meningkatkan tekanan hidrostatik intravaskular dan pergerakan cairan dari kapiler. Cairan ini, yang dinamakan transudat, pada dasarnya merupakan ultrafiltrat plasma darah dan mengandung sedikit protein. Namun demikian, transudasi segera menghilang dengan meningkatnya permeabilitas vaskular yang memungkinkan pergerakan cairan kaya protein, bahkan sel ke dalam interstisium (disebut eksudat). Hilangnya cairan kaya protein ke dalam ruang perivaskular menurunkan tekanan osmotik intravaskular dan meningkatkan tekanan osmotik cairan interstisial. Hasilnya adalah mengalirnya air dan ion ke dalam jaringan ekstravaskular, akumulasi cairan ini dinamakan edema. (Robbins, 2013)Dalam beberapa jam setelahawitan perubahan vaskular, neutrofil menempel pada sel endotel dan bermigrasi keluar pembuluh darah ke rongga jaringan, memakan patogen dan melepas mediator yang berperan dalam respons inflamasi. Makrofag jaringan yang diaktifkan melepas sitokin ( IL-1, IL-6, dan TNF- ) yang menginduksi perubahan lokal dan sistemik. Ketiga sitokin tersebut menginduksi koagulasi dan IL-1 menginduksi ekspresi molekul adhesi pada sel endotel seperti TNF- yang meningkatkan ekspresi selektin-E, IL-1 menginduksi peningkatan ekskresi ICAM-1 dan VICAM-1. Neutrofil, monosit, dan limfosit mengenal molekul adhesi tersebut dan bergerak ke dinding pembuluh darah dan selanjutnya ke jaringan. (Robbins, 2013)IL-1 dan INF- juga memacu makrofag dan sel endotel untuk memproduksi kemokin yang berperan pada influks neutrofil melalui peningkatan ekspresi molekul adhesi. IFN- dan TNF- juga mengaktifkan makrofag dan neutrofil, meningkatkan fagositosis dan pelepasan enzim ke rongga jaringan. Lama dan intensitas inflamasi lokal akut perlu dikontrol agar tidak terjadi kerusakan jaringan. TGF- membatasi respons inflamasi dan memacu akumulasi dan proliferasi fibroblas dan endapan matriks ekstraselular yang diperlukan untuk perbaikan jaringan. Kegagalan dalam adhesi leukosit dapat menimbulkan penyakit seperti terlihat pada defisiensi molekul adhesi.Respons inflamasi lokaldisertai dengan respons fase akut sistemik. Respons tersebut ditandai oleh induksi demam, peningkatan sintesis hormon seperti ACTH dan hidrokortison, peningkatan produksi leukosit dan APP di hati. Peningkatan suhu (demam) mencegah pertumbuhan kuman patogen dan nampaknya meningkatkan respons imun terhadap patogen. CRP merupakan APP yang kadarnya dalam serum meningkat 1000 kali selama respons fase akut (Baratawidjaja, 2014).B. Inflamasi kronik Inflamasi kronik dapat dianggap sebagai inflamasi memanjang (berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun), dan terjadi inflamasi aktif, jejas jaringan, dan penyembuhan secara serentak. Berlawanan dengan inflamasi akut, yang dibedakan dengan perubahan vaskular, edema, dan infiltrat neutrofilik yang sangat banyak, inflamasi kronik ditandai dengan hal-hal berikut :a. Infiltrasi sel mononuklear (radang kronik), yang mencakup makrofag, limfosit, dan sel plasma.b. Destruksi jaringan, sebagian besar diatur oleh sel radang.c. Repair (perbaikan), melibatkan proliferasi pembuluh darah (angiogenesis) dan fibrosis.Inflamasi kronik dapat berkembang jadi inflamasi akut. Perubahan ini terjadi ketika respons akut tidak teratasi karena agen cedera yang menetap atau karena gangguan proses penyembuhan normal. (Baratawidjaja, 2014)Inflamsi kronik terjadi pada keadaan sebagai berikut:a. Infeksi virusInfeksi intrasel apa pun secara khusus memerlukan limfosit (dan makrofag) untuk mengidentifikasi dan mengeradikasi sel yang terinfeksi.b. Infeksi mikroba persistenSebagian besar ditandai dengan adanya serangkaian mikroorganisme terpilih, termasuk mikrobakterium (basilus tuberkel), dan fungus tertentu. Organisme ini memiliki patogenesis langsung yang lemah, tetapi secar khusus dapat menimbulkan respons imun yang disebut hipersensitivitas lambat, yang bisa berpuncak pada suatu reaksi granulomaltosa.c. Pajanan yang lama terhadap gen yang berpotensi toksik.d. Penyakit autoimunSeseorang mengalami respons imun terhadap anti gen dan jaringan tubuh sendiri. Karena anti gen yang bertanggung jawab sebagian besar diperbaharui secara konstan, dan terjadi reaksi imun terhadap dirinya sendiri yang berlangsung secara terus-menerus. (Robbins, 2013)

2. Jenis-jenis jejas menurut kemampuan pemulihan sel yang terkena jejas A. Jejas reversibleJejas reversible adalah perubahan patologis pada sel yang dapat kembali normal.Perubahan ultrastruktur jejas reversible:a. Perubahan membrane plasma (pembengkakan, penumpukan mikrovili, longgarnya intra sel);b. Perubahan mitokondria (pembengkakan dan munculnya densitas amorf kaya fosfolipid);c. Dilatasi RE (kerusakan ribosom);d. Perubahan nuclear, dengan disagregasi unsur granular dan fibrilar.Dua pola perubahan morfologik yang bekaitan dengan jejas reversible dapat dikenali dengan mikroskop cahaya: pembengkakan sel dan degenerasi lemak (perlemakan). (Robbins, 2013)Contoh jejas reversible adalah degenerasi hidropik. Degenerasi ini menunjukkan adanya edema intraselular, yaitu adanya peningkatan kandungan air pada rongga-rongga sel selain peningkatan kandungan air pada mitokondria dan retikulum endoplasma. Pada mola hidatidosa telihat banyak sekali gross (gerombolan) mole yang berisi cairan. Mekanisme yang mendasari terjadinya generasi ini yaitu kekurangan oksigen, karena adanya toksik, dan karena pengaruh osmotik. (Robbins, 2013)

Gambar 2. Contoh jejas reversibel: mola hidatidosa. (Sander, 2007)B. Jejas irreversiblePerubahan patologis pada sel yang terjadi secara permanen (tidak dapat kembali normal).Sistem sel yang paling mudah terkena jejas:a. Integritas membran sel, yang penting bagi homeostatis ionik dan osmotik seluler;b. Pembentukan ATP, sebagian besar melalui respirasi aerobic mitokondria;c. Sintesis protein;d. Integritas apparatus genetic. (Robbins, 2013) Penanda jejas irreversible paling diniadalah kehilangan kontinu protein, koenzim esensial, asam ribonukleat dari membrane plasma hiperpermeabel, dengan sel yang kekurangan metabolik vital untuk membentuk kembali ATP dan mengosongkan fosfat berenergi tinggi intra sel. (Robbins, 2013)Terdapat dua jenis jejas irreversible (kematian sel) yaitu apotosis dan nekrosis.Apoptosis merupakan kematian sel yang terprogram.Sedangkan nekrosis merupakan kematian sel/jaringan pada tubuh yang hidup di luar dari kendali. Sel yang mati pada nekrosis akan membesar dan kemudian hancur dan lisis pada suatu daerah yang merupakan respons terhadap inflamasi. Jadi, perbedaan apoptosis dan nekrosis terletak pada terkendali atau tidaknya kematian sel tersebut. (Robbins, 2013)

1. Jejas ringan-sedang, subletalReversiblePerubahan paling awal yang berkaitan dengan berbagai bentuk cedera adalah berkurang pembentukan ATP, hilangnya integritas membran sel, gangguan sintesa protein, kerusakan sitoskeleton dan DNA. Pada batas tertentu, sel dapat mengkompensasi berbagai kerusakan akan kembali normal.2. Jejas hebat, letalIrreversibleCedera yang menetap atau berlebihan melampaui ombang akan menyebabkan irreversible dan nekrosis. Dua fenomena yang menandai suatu sel irreversible:a. Ketidakmampuan untuk memulihkan, disfungsi mitokondria, tidak adanya fosforilasi oksidatif dan pembentukan ATP bahkan terjadinya penyebab cedera mereda.b. Terjadinya gangguan fungsi membrane yang signifikan, lisosom bocor ke stiplasma hidrolase asam mengalami aktivasi oleh penurunan PH intrasel dari sel yang mengalami iskemia dan hal ini menyebabkan penguraian komponen sitoplasma dan nukleus.

Gambar 3.Perbedaan jejas reversibel dan jejas ireversibel. (Robbin, Cotran & Mitchell, 2013)

1. Respons Subselular terhadap Cedera Sel sebagaisuatu kesatuan.Namun, keadaan-keadaan tertentu dilaporkan berkaitan dengan perubahan tersendiri di organel sel atau sitoskeleton. Sebagian perubahan ini terjadi bersamaan dengan perubahan yang terjadi pada cedera letal akut; sebagian lainnya mencerininkan bentuk-bentuk cedera sel yang kronik; sementara yang lain lagi merupakan respons adaptif yang berfungsi untuk mempertahankan homeostasis. Berikut reaksi yang umum dijumpai: A. Katabolisme lisosomLisosom primer adalah organel intrasel terbungkus membran yang mengandung beragam enzim hidrolitik, termasuk fosfatase asam, glukuronidase, sulfatase, ribonnklease, dan kolagenase.Enzim-enzim ini disintesis di retikulum endoplasma kasar dan kemudian dikemas menjadi vesikel-vesikel di aparatus Golgi. Lisosom primer berfusi dengan vakuol terbungkus-membran yang mengandung bahan yang akan dicerna, membentuk lisosom sekunder atau fagolisosom. Lisosom berperan pada pemecahan bahan yang difagosit melalui satu dari dua cara, yaitu heterofagi dan autofagi. (Robbins, 2013)Heterofagi adalah proses pencernaan bahan yang ditelan dan Iingkungan ekstrasel diiisosom. Bahan ekstrasel diserap oleh sel melalui proses umum endositosis. Penyerapan bahan berbentuk partikel dikenal sebagai fagositosis; penyerapan makromolekul yang lebih kecil dan.larut disebut pinositosis. Bahan ekstrasel akan diendositosis ke dalam vakuol (endosom atau fagosom), yang akhirnya berfusi dengan lisosom untuk membentuk fagolisosom. Di tempat inilah bahan yang ditelan tersehut kemudian dicerna. Heterofagi sering dijumpai pada fagosit profesional, seperti neutrofil dan makrofag, meskipun proses ini juga dapat terjadi di sel lain. Contoh heterofagositosis antara lain adalah penyerapan dan pencemaan bakteri oleh neutrofil serta pembersihan sel apoptotik oleh makrofag. (Robbins, 2013) Autofagi merujuk pada pencernaan komponen sel itu sendiri di lisosom. Pada proses ini, organel intrasel dan sebagian dan sitosol mula-mula dipisahkan dan sitoplasma di sebuah vakuol autofagik yang terbentuk dan regio-regio bebas-ribosom di retikulum endoplasma kasar. Vakuola menyatu dengan lisosom atau elemen Golgi untuk membentuk auto fagolisosom.Autofagi adalah fenomena umum yang berperan pada pembersihan organel yang rusak selama cedera sel dan remodeling sel saat diferensiasi, dan terutama mencolok pada sel-sel yang mengalaini atrofi akibat kekurangan nutrien atau involusi hormonal. (Robbins, 2013)

Gambar 4.Skematis heterofagi dan autofagi (Robbins, 2013).Enzim-enzim lisosom mampu menguraikan sebagian besar protein dan karbohidrat, tetapi sebagian lemak tidak tercerna.Lisosom yang mengandung debris tidak tercerna dapat menetap dalam sel sebagai badan residu atau mungkin dikeluarkan.Granula pigmen 1ipofuksin mencerininkan bahan tidak-tercerna yang berasal dan peroksidasi lemak intrasel.Pigmen tidak tercerna tertentu, seperti partikel karbon yang terhirup dan udara atau pigmen yang ditanam pada pembuatan tato, dapat menetap dalam fagolisosom makrofag selama berpuluh-puluh tahun. (Robbins, 2013)Lisosom merupakan gudang tempat sel meinisahkan zat-zat abnormal yang tidak dapat dimetabolisme dengan sempurna.Gangguan penimbunan lisosom (lysosomal storage disorders) herediter, yang disebabkan oleh defisiensi enzim-enzim yang memecah berbagai makromolekul, menyebabkan penimbunan berlebihan senyawa-senyawa ini di lisosom sel di seluruh tubuh, terutama neuron, dan menyebabkan kelainan yang berat.Beberapa obat dapat mengganggu fungsi lisosom dan menyebabkan penyakit lisosom didapat atau diinduksi-obat (iatrogenik).Obat-obat dalarn kelompok ini antara lain adalah klorokuin, yakni obat antimalaria yang meningkatkan pH internal lisosom sehingga enzim-enzim lisosom menjadi inaktif. Dengan menghambat enzim lisosom, klorokuin mengurangi kerusakan jaringan pada reaksi peradangan, yang sebagian diperantarai enzim-enzim yang dikeluarkan dan leukosit; efek ini merupakan dasar pemakaian obat ini pada penyakit autoimun seperti artritis reumatoid.Namun, inhibisi enzini tersebut dapat menyebabkan akumulasi abnormal glikogen dan fosfolipid dalam lisosom, yang menyebabkan iniopati toksik. (Robbins, 2013)B. Induksi (hipertrofi) retikulum endoplasma halusRE halus berperan pada metabolisme beragam zat kimia.Sel yang terpajan oleh bahan-bahan kiinia tersebut memperlihatkan hipertrofi RE sebagai respons adaptif yang dapat meiniliki konsekuensi fungsional penting.pemakaian barbiturat yang berkepanjangan menyebabkan toleransi, disertai penurunan efek obat dan perlunya peningkatan dosis. Pasien dikatakan telah beradaptasi terhadap obatnya.Adaptasi ini disebabkan oleh peningkatan volume (hipertrofi) RE halus di hepatosit, yang memetabolisme obat. (Robbins, 2013)Barbiturat dimodifikasi di hati melalui demetilasi oksidatif, yang melibatkan sistem oksidase P450 yang terdapat di RE halus.Peran modifikasi enzim ini untuk meningkatkan kelarutan berbagai senyawa (inisal alkohol, steroid, eikosanoid, dan karsinogen serta insektisida dan berbagai polutan lingkungan lainnya) sehingga mempermudah sekresi zat-zat tersebut37.Banyak senyawa malah menjadi lebih toksik akibat modifikasi P450 ini meskipun hal ini sering dianggap sebagai detoksifikasi. Di samping itu, produk-produk yang terbentuk melalui metabolisme oksidatif ini mencakup spesies oksigen reaktif, yang dapat mencederai sel. Pada pemakaian jangka panjang, barbiturat (dan banyak bahan lain) merangsang sintesis lebih banyak enzim, dan lebih banyak RE halus. Dengan cara ini, sel lebih mampu memodifikasi obat dan beradaptasi terhadap lingkungannya yang telah berubah. Sel-sel yang beradaptasi terhadap satu obat meiniliki kapasitas lebih besar untuk memetabolisme senyawa lain yang ditangani oleh sistem oksidase tersebut. Oleh karena itu, jika pasien yang mendapat fenobarbital untuk epilepsi meningkatkan asupan alkoholnya, kadar obat anti kejang dapat berkurang (subterapetik) akibat induksi RE halus sebagai respons terhadap alkohol. (Robbins, 2013)C. Perubahan MitokondriaDisfungsi mitokondria berperan penting pada cedera sel dan apoptosis.Selain itu, perubahan jumlah ukuran, dan bentuk initokondria terjadi pada sebagian keadaan patologis.Contohnya, pada hipertrofi dan atrofi sel, masing-masing terjadi peningkatan dan penurunan jumlah initokondria di sel. Initokondria mungkin menjadi sangat besar dan berbentuk abnormal (megainitokondria), seperti yang terlihat di hati pada penyakit hati alkoholik dan pada defisiensi zat nutrisi tertentu.Kelainan initokondna sekarang diketahui menjadi dasar pada banyak penyakit genetik. Pada penyakit-penyakit metabolik otot rangka herediter tertentu, yaitu iniopati initokondria, terjadi defek metabolisme initokondria disertai peningkatan jumlah initokondria yang sering berukuran sangat besar, meiniliki krista abnormal, dan mengandung kristaloid. Diamping itu, tumor jinak tertentu yang terdapat di kelenjar liur, tiroid, paratiroid, dan ginjal terdiri atas sel-sel yang mengandung banyak initokondria besar sehingga sel tampak sangat eosinofilik. (Robbins, 2013)D. Kelainan SitoskleletonKelainan sitoskeleton mendasari beragam keadaan patologis.Sitoskeleton terdiri atas mikrotubulus (garis tengal 20-25 nm), filamen aktin halus (6-8 nm), filamen iniosin tebal (15 nm), dan berbagai kelas filamen intermediat (10 nm) Juga terdapat beberapa bentuk protein kontraktil yang tidak mengalaini polimerisasi dan tidak berbentuk filamen. Kelainan sitoskeleton dapat menyebabkan: (1) kelainan fungsi sel, inisalnya pergerakan sel dan pergerakaran organel intrasel, dan pada beberapa kasus, (2) akumulasi bahan fibrilar intrasel.Filamen tipis.Filamen tipis terdiri atas aktin, iniosin, dan protein-protein regulatorik terkait.Filamen tipis penting pada berbagai tahap pergerakan Ieukosit atau kemampuan sel ini dalam melakukan fagositosis secara adekuat.Beberapa obat dan toksin menyerang filamen aktin sehingga memengaruhi proses-proses tersebut.Contohnya, sitokalasin B rnenghanibat polimerisasi filamen aktin, dan phalloidin, suatu toksin jamur Amanita phalloides, juga mengikat filamen aktin.Mikrotubulus defek pada susunan mikrotubulus dapat menghambat motilitas sperma, menyebabkan sterilitas pada pria, dan dapat menyebabkan imobilisasi silia epitel pernapasan.yang mengganggu kemampuan epitel ini untuk membersihkan bakteri sehingga terjadi bronkiektasis (sindrom Kartagener, atau sindroni silia imotil). Mikrotubulus, Seperti inikrofilamen, diperlukan untuk inigrasi dan fagositosis leukosit.Obat-obatan, seperti kolkisin mengikat tubulin dan menghambat pembentukan mikrotubulus. Obat ini digunakan pada serangan akut gout untuk mencegah inigrasi dan fagositosis leukosit sebagai respons terhadap pengendapan kristal urat. Mikrotubulus merupakan komponen esensial gelendong initosis, yang diperlukan untuk pembetahan sel. Obat-obatan yang menghambat mikrotubulus (inisalnya alkaloid vinka) dapat bersifat antiproliteratif sehingga digunakan sebagai obat anti-tumor.Filatnen intermediat.Komponen ini membentuk kerangka intrasel fleksibel yang menyusun sitoplasma dan menahan gaya-gaya yang menimpa sel. Filamen intermediat dibagi menjadi lima kelas, termasuk di dalanmnya adalah filamen keratin (khas untuk sel epitel), neurofilamen (neuron), filamen desmin (sel otot), fliamen vimentin (sel jaringan ikat), dan filamen glia (astrosit). Penimbunan filamen keratin dan neurofllamen dilaporkan berkaitan dengan jenis tertentu cedera sel. Contohnya, badan Mallory, atau alkoholic hyalin, merupakan suatu badan inklusi eosinofilik intrasitoplasma di sel hati dan khas pada penyakit hati akibat alkohol meskipun badan mi juga dapat ditemukan pada penvakit lain. Badan inklusi sernacam mi terutama terdiri atas filamen intermediat keratin.Di susunan saraf, neurofilamen terdapat di akson dan menjadi struktur penunjang.Neuroflbrillari, tangle yang terdapat di otak penderita penyakit Alzheimer mengandung protein-protein terkait mikrotubulus dan neurofilamen, yang mencerminkan gangguan sitoskeleton neuron.Mutasi pada gen-gen filamen intermediat menimbulkan beragam penyakit, termasuk miopati, penyakit neurologis, dan penyakit kulit. (Robbins, 2013)Selama ini, fungsi sitoskeleton banyak dikaitkan dengan peran mekanisnya, dalam mempertahankan arsitektur sel serta dalam perlekatan dan pergerakan sel. Akan tetapi, akhir-akkiir ini disadari bahwa protein sitoskeieton berhubungan dengan banyak reseptor sel, misalnya reseptor limfosit untuk antigen, yang merupakan peserta aktif pada transduksi sinyal oleh reseptor-reseptor ini. Oleh karena itu, defek pada hubungan antara reseptor dan protein sitoskeleton dapat memengaruhi banyak respons sel. Sindrorn Wiskott-Aldrich adalah suatu penvakit herediter ditandai oleh eksim, kelainan trombosit, dan defisiensi imun. Protein yang mengalami mutasi pada penyakit ini terlibat dalam penyambungan reseptor antigen limfosit (dan mungkin juga reseptor lain) ke sitoskeleton, dan gangguan pada protein ini mengganggu berbagai respons sel. (Robbins, 2013)2. Pertahanan tubuh terhadap jejasInflamasi merupakan reaksi pertahanan organisme dan jaringannya terhadap rangsangan yang merusak.Tujuannya adalah memperbaiki kerusakan atau paling tidak membatasinya serta menghilangkan penyebab kerusakan seperti, bakteri atau benda asing.Penyebab inflamasi dapat berupa :d. Mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, atau parasite. Benda asing (protein asing, misalnya sebuk sari, Kristal abses atau silikatf. Kerusakan jaringan dengan pembentukan debris jaringan, misalnya akibat kerusakan mekanik seperti terpotong, gigitan, gesekan, atau benda asing, senyawa kimia asam atau basa, pengaruh fisisk seperti dingin, panas , radiasi (UV, sinar-X, radioaktif), serta penyebab endogen seperti sel tumor yang pecah, darah di ekstravaskular, reaksi autoimun, atau Kristal dari zat yang mengendap di dalam tubuh (asam urat, kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan kolesterol).3. Tinjauan Pemulihan JaringanHal kritis pada ketahanan hidup suatu organisme ialah kemampuannya untuk dapat memperbaiki kerusakan akibat pengaruh toksik dan radang. Respons radang terhadap mikroba dan jaringan yang rusak tidak hanya untuk mengeliminasi bahaya ini, tetapi juga memulai proses pemulihan. Pemulihan, disebut juga penyembuhan, merupakan upaya restorasi arsitektur jaringan dan fungsi setelah suatu jejas. Terjadi melalui dua jenis reaksi: regenerasi jaringan yang cedera dan pembentukan jaringan parut melalui pengendapan jaringan ikat.a. RegenerasiBeberapa jaringan mampu mengganti sel yang rusak dan kembali menjadi normal, proses ini disebut regenerasi. Regenerasi terjadi melalui proliferasi sel residu (tidak kena jejas) yang tetap mempunyai kapasitas untuk membelah, dan pergantian melalui sel punca. Hal ini merupakan respons khas terhadap jejas pada epitel yang membelah dengan cepat di kulit dan usus, dan beberapa organ parenkim, yaitu hati.b. Pembentukan jaringan parutApabila jaringan cedera tidak mampu melakukan regenerasi, atau jaringan penunjang mengalami kerusakan berat, pemulihan jaringan terjadi dengan pengendapan jaringan ikat (fibrotik), suatu proses yang menghasilkan jaringan parut. Walaupun jaringan parut tidak dapat melakukan fungsi sel parenkim yang telah hilang, tetapi dapat memberikan stabilitas struktur semula. (Robbins, 2007)Penyembuhan luka merupakan suatu proses penggantian jaringan yang mati/rusak dengan jaringan baru dan sehat oleh tubuh dengan jalan regenerasi. Luka dikatakan sembuh apabila permukaannya dapat bersatu kembali dan didapatkan kekuatan jaringan yang mencapai normal.Penyembuhan luka dapat terjadi secara:1. Per Primam yaitu penyembuhan yang terjadi setelah segera diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan.2. Per Sekundem yaitu luka yang tidak mengalamipenyembuhan per primam. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka. Biasanya dijumpai pada luka-luka dengan kehilangan jaringan, terkontaminasi/terinfeksi. Penyembuhan dimulai dari lapisan dalam dengan pembentukan jaringan granulasi.3. Per Tertiam atau Per Primam tertunda yaitu lukayang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridemen setelah diyakini bersih, tetapi luka dipertautkan (4-7 hari). (Robbins, 2013)Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya. Proses penyembuhan tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor endogen (seperti: umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, kondisi metabolik).Pada dasarnya proses penyembuhan ditandai dengan terjadinya proses pemecahan atau katabolik dan proses pembentukan atau anabolik.Setiap proses penyembuhan luka akan terjadi melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik, tahapan penyembuhan luka terdiri dari:A. Fase InflamasiFase inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalahmenghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriksi yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah.Komponen hemostasis ini akan melepaskan dan mengaktifkan sitokin yang meliputiEpidermal Growth Factor(EGF),Insulin-like Growth Factor(IGF), Plateled-derived Growth Factor(PDGF) danTransforming Growth Factor beta(TGF-) yang berperan untuk terjadinya kemotaksis netrofil, makrofag, mast sel, sel endotelial dan fibroblas. Pada fase ini kemudian terjadi vasodilatasi dan akumulasi lekositPolymorphonuclear(PMN). Agregat trombosit akan mengeluarkan mediator inflamasiTransforming Growth Factor beta 1(TGF1) yang juga dikeluarkan oleh makrofag. Adanya TGF1 akan mengaktivasi fibroblas untuk mensintesis kolagen. (Guyton, 2014)Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler stimulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending), local reflex action, dan adanya substansi vasodilator: histamin, serotonin dan sitokins. Histamin kecuali menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis. (Guyton, 2014)Eksudasi ini jugamengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan luka.Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah:a.Sintesa kolagenb. Pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan fibroblasc.Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasid. Pembentukan pembuluh kapiler baru atau angiogenesisDengan berhasilnya dicapai luka yang bersih, tidak terdapat infeksi atau kuman serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya: eritema, hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4. (Guyton, 2014)B.Fase ProliferasiProses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan. (Guyton, 2014)Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjaid luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan profeoglycans) yang berperan dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru. (Guyton, 2014)Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membnetuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. (Guyton, 2014)Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi fibroblas dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroblasia. (Guyton, 2014)Respons yang dilakukan fibroblas terhadap proses fibroplasia adalah:a.Proliferasib.Migrasic.Deposit jaringan matriksd.Kontraksi lukaAngiogenesis suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proleferaswi proses penyembuhan luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (grwth factors). (Guyton, 2014)Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal. (Guyton, 2014)Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet. (Guyton, 2014)C. Fase MaturasiFase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari ajringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda (gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang lebih baik (proses re-modelling). (Guyton, 2014)Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. (Guyton, 2014)Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan ajringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, disertai dengan penyakit sistemik (diabetes melitus). (Guyton, 2014)

DAFTAR PUSTAKABaratawidjaja, Karnen G. 2014. Imunologi Dasar Edisi ke-11. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Guyton, Arthur C dan Hall John. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2013. Buku Ajar Patologi Edisi ke-7 Volume 1. Jakarta. EGC.Scanlon Valerie C, Sanders Tina, 2007. Buku Ajar Anatomi Dan Fisiologi (Essentials of Anatomy and Physiology) Edisi III cetakan pertama. Jakarta. EGC.