186
STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL TERHADAP PERUBAHAN EKOLOGIS (Studi Kasus Pulau Badi dan Pajenekang, Kabupaten Pangkep) ADAPTATION STRATEGY OF SMALL ISLANDS FISHERMAN TO ECOLOGICAL CHANGES (Case Study Badi and Pajenekang Islands, Pangkep Regency) HENDRI STENLI LEKATOMPESSY P0201211404 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

  • Upload
    others

  • View
    24

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

i

STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL

TERHADAP PERUBAHAN EKOLOGIS

(Studi Kasus Pulau Badi dan Pajenekang,

Kabupaten Pangkep)

ADAPTATION STRATEGY OF SMALL ISLANDS

FISHERMAN TO ECOLOGICAL CHANGES

(Case Study Badi and Pajenekang Islands,

Pangkep Regency)

HENDRI STENLI LEKATOMPESSY

P0201211404

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 2: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

ii

STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU

KECIL TERHADAP PERUBAHAN EKOLOGIS

(Studi Kasus Pulau Badi dan Pajenekang,

Kabupaten Pangkep)

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

Disusun dan diajukan oleh

HENDRI STENLI LEKATOMPESSY

P0201211404

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 3: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

iii

TESIS

STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL

TERHADAP PERUBAHAN EKOLOGIS

(Studi Kasus Pulau Badi dan Pajenekang,

Kabupaten Pangkep)

Disusun dan diajukan oleh

HENDRI STENLI LEKATOMPESSY Nomor Pokok P0201211404

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis pada tanggal 24 September 2013

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Menyetujui Komisi Penasehat,

Prof. Dr.Ir. M. Natsir Nessa, MS Dr. Andi Adri Arief, S.Pi, M.Si

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana Perencanaan Pengembangan Wilayah Universitas Hasanuddin,

Dr. Ir. Roland A. Barkey Prof. Dr. Ir. Mursalim

Page 4: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Hendri Stenli Lekatompessy

Nomor Mahasiswa : P0201211404

Program Studi : Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian

hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis

ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar,

Yang menyatakan

Hendri Stenli Lekatompessy

Page 5: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

v

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa

pemilik segala kesempurnaan yang telah memberikan kesehatan, berkat,

dan rahmat yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini dengan baik. Penelitian ini membahas mengenai strategi

adaptasi yang dilakukan oleh nelayan pulau-pulau kecil untuk menyiasati

berbagai dampak perubahan ekologis yang terjadi.

Ucapan terima kasih penulis persembahkan kepada istri tercinta

Abriyanti Christina Martha Pattiruhu,Amd.Kep, anak-anak tersayang Juan

Felix Lekatompesssy dan Joy Elizabeth Lekatompessy yang telah

memberikan dukungan dan perhatiannya selama penulis menyelesaikan

tesis ini serta segenap doa dan restunya yang senantiasa menemani

langkah penulis.

Tesis ini dapat terselesaikan dengan baik berkat arahan, dukungan

dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. M. Natsir Nessa, MS selaku Ketua Komisi Penasehat dan

Dr. Andi Adri Arief, S.Pi, M.Si selaku Anggota Komisi Penasehat yang

telah memberikan bimbingan dan arahan dalam pelaksanaan

penelitian dan penulisan tesis.

2. Prof. Dr. Ir. Ambo Tuwo, DEA, Dr. Rijal Idrus,M.Sc dan Dr. Munsi

Lampe, M.Si atas sarannya selama penyelesaian tesis.

Page 6: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

vi

3. Camat Liukang Tupabiring, Kepala desa Mattiro Deceng yang telah

memberikan ijin penelitian, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Pangkep, Kepala BPS Kabupaten Pangkep, Dg.Santa,

Raro dan Aldi yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data.

4. Seluruh dosen, staf dan karyawan Program Pascasarjana Universitas

Hasanuddin terima kasih atas segala bantuannya selama ini.

5. Teman-teman mahasiswa konsentrasi Manajemen Kelautan angkatan

2010, 2011 dan 2012 atas kebersamaan, bantuan dan masukannya

dalam penyelesaian tesis ini.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu tetapi tidak

dapat disebutkan satu persatu, dengan segala ketulusan hati yang paling

dalam penulis ucapkan terima kasih. Semoga tesis ini dapat bermanfaat

bagi seluruh pembaca dan Tuhan yang Maha Kuasa memberikan

anugerah dan berkat kepada kita semua. Amin

.

Penulis

Hendri Stenli Lekatompessy

Page 7: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

vii

ABSTRAK

Hendri Stenli Lekatompessy. Strategi Adaptasi Nelayan Pulau-Pulau Kecil Terhadap Perubahan Ekologis (Studi Kasus Pulau Badi dan Pajenekang, Kabupaten Pangkep)(dibimbing oleh M. Natsir Nessa dan Andi Adri Arief). Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi bentuk-bentuk perubahan ekologis Pulau Badi dan Pajenekang, (2) menganalisa dampak perubahan ekologis terhadap kegiatan nelayan (3) menganalisa strategi adaptasi nelayan Pulau Badi dan Pajenekang terhadap perubahan ekologis.

Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Badi dan Pajenekang, Kabupaten Pangkep sejak Mei-Juli 2013. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan penelitian adalah deskriptif dan strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus.

Hasil penelitian menemukan bahwa perubahan ekologis di lokasi penelitian diakibatkan oleh berbagai bentuk pemanfaatan sumberdaya laut yang cenderung eksploitatif dan perubahan iklim. Bentuk-bentuk perubahan ekologis di lokasi penelitian berupa kerusakan terumbu karang dan peningkatan intensitas gelombang dan badai.

Berbagai bentuk perubahan ekologis tersebut menimbulkan dampak bagi kehidupan nelayan. Dampak yang ditimbulkan perubahan ekologis tersebut berupa abrasi di pemukiman penduduk, sulitnya menentukan daerah penangkapan, menurunnya hasil tangkapan, daerah penangkapan semakin jauh dan meningkatnya resiko melaut.

Strategi adaptasi yang diterapkan oleh nelayan Pulau Badi dan Pajenekang yaitu, menganekaragamkan alat dan teknik penangkapan, menganekaragamkan sumber pendapatan, memperluas daerah penangkapan, memobilisasi anggota rumah tangga serta memanfaatkan hubungan sosial. Kata Kunci : Strategi adaptasi, Perubahan ekologis, Nelayan

Page 8: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

viii

ABSTRACT

Hendri Stenli Lekatompessy. Adaptation Strategy Of Small Islands

Fisherman To Ecological Changes (Case Study Badi and Pajenekang

Islands, Pangkep Regency)(supervised by M. Natsir Nessa and Andi

Adri Arief).

The aims of this research are (1) to identify forms of ecological change in Badi and Pajenekang Islands, (2) to analyze impact of ecological changes to fisherman activity (3) to analyze adaptation strategy of Badi and Pajenekang islands fisherman to ecological changes.

This research was conducted in Badi and Pajenekang islands, Pangkep Regency since Mei-Juli 2013. The research method used is quantitative and qualitative. Research is a descriptive approach and strategy used in this study is a case study.

The research result shows that there are ecological changes caused by The exploitative use of marine resources and climate change. Forms of ecological change at study sites are damage of coral reefs and increase in intensity wave and storm. The impact of ecological change are abrasion in residential areas, difficulty of determining fishing ground, declining catches, fishing ground further and increasing the risk of going to sea.

The Badi and Pajenekang islands fisherman adaptation strategies include diversification in fishing technique and equipment, diversification in economic source, expanding fishing ground, family members mobilization and social network utilization. Keywords : Adaptation strategy, Ecological change, Fisherman.

Page 9: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

ix

DAFTAR ISI

halaman

PRAKATA ........................................................................................ iii

ABSTRAK ......................................................................................... v

ABSTRACT ....................................................................................... vi

DAFTAR ISI ..................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................... viii

DAFTAR TABEL ............................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xiii

I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................ 5

C. Tujuan Penelitian .................................................................. 5

D. Kegunaan Penelitian ............................................................. 5

E. Ruang Lingkup ....................................................................... 6

II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7

A. Perubahan Ekologis ............................................................... 7

B. Bentuk-Bentuk Perubahan Ekologis ...................................... 9

C. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Ekologis ..................... 12

D. Dampak Ekologis Perubahan Iklim .............. ........................ 16

E. Dampak Sosial Ekonomi Perubahan Ekologis.................. .... 18

F. Karakteristik Masyarakat Nelayan ......................................... 20

G. Permasalahan-Permasalahan Yang Dihadapi

Nelayan ...... .......................................................................... 24

H. Konsep Adaptasi ............................................................... 28

I. Bentuk-Bentuk Strategi Adaptasi Nelayan ........................... 31

J. Kerangka Pikir Penelitian ..................................... ................. 43

Page 10: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

x

K. Defenisi Operasional .............................................................. 46

III METODE PENELITIAN .............................................................. 49

A. Lokasi dan Waktu .................................................................. 49

B. Jenis dan Pendekatan Penelitian ...................................... 50

C. Populasi dan Sampel ................................................... 51

D. Teknik Pengumpulan Data ................................................. 52

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ................................... 53

IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN ........................................ 55

A. Gambaran Umum Pulau Badi ................................................ 55

1. Letak Geografis dan Kondisi Alam .................................. 55

2. Penduduk dan Mata Pencaharian .................................... 57

3. Sarana dan Prasarana ..................................................... 58

4. Armada dan Peralatan Tangkap Nelayan ........................ 60

5. Wilayah Penagkapan........................................................ 64

B. Gambaran Umum Pulau Pajenekang ................................. 66

1. Letak Geografis dan Kondisi Alam .................................. 66

2. Penduduk dan Mata Pencaharian .................................... 67

3. Sarana dan Prasarana ..................................................... 68

4. Armada dan Peralatan Tangkap ...................................... 70

5. Wilayah Penagkapan........................................................ 74

C. Karakteristik Responden ..................................................... 76

1. Usia Responden .................................. ............................ 76

2. Pengalaman Responden Sebagai Nelayan ..................... 77

3. Lamanya Tinggal di Pulau ................................................ 78

4. Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden .................. 79

5. Jenis Armada Penangkapan ............................................ 81

V HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 83

A. Bentuk-Bentuk Perubahan Ekologis ................................... 83

1. Bentuk-Bentuk Perubahan Ekologis Pulau Badi .............. 84

Page 11: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

xi

2. Bentuk-Bentuk Perubahan Ekologis

Pulau Pajenekang .......................................................... 91

B. Dampak Perubahan Ekologis ............................................. 97

1. Dampak Perubahan Ekologis Pulau Badi ........................ 97

2. Dampak Perubahan Ekologis Pulau Pajenekang ............ 108

C. Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap

Perubahan Ekologis ............................................................... 116

1. Stratategi Adaptasi Nelayan Pulau Badi .......................... 116

2. Strategi Adaptasi Nelayan Pulau Pajenekang ................. 137

V PENUTUP .................................................................................. 152

A. Kesimpulan ............................................................................ 152

B. Saran ...................................................................................... 153

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 154

Page 12: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor halaman

1. Interaksi Manusia dan Alam .................................................... 8

2. Kerangka Pikir Penelitian ........................................................ 45

3. Peta Lokasi Penelitian .............................................................. 49

4. Jenis Armada Penangkapan Nelayan Pulau Badi.................... 61

5. Jenis Alat Tangkap Nelayan Pulau Badi .................................. 63

6. Jenis Alat Tangkap Nelayan Pulau Pajenekang ...................... 73

7. Sebaran Persentase Persepsi Nelayan Pulau Badi

Tentang Kondisi Tutupan Karang Hidup .................................. 85

8. Sebaran Persentase Persepsi Nelayan Pulau Badi

Tentang Intensitas Gelombang dan Badai ............................... 90

9. Sebaran Persentase Persepsi Nelayan Pulau

Pajenekang Tentang Kondisi Tutupan Karang

Hidup ........................................................................................ 92

10. Sebaran Persentase Persepsi Nelayan Pulau

Pajenekang Tentang Intensitas Gelombang dan

Badai ........................................................................................ 95

11. Wawancara Nelayan Pulau Badi dan Pajenekang ................. 165

12. Hasil Tangkapan Nelayan ........................................................ 166

13. Pemukiman Penduduk yang Terkena Abrasi ........................... 167

14. Sarana dan Prasarana Pulau Pajenekang ............................... 168

15. Sarana dan Prasarana PulauBadi ............................................ 169

Page 13: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor halaman

1. Rincian Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian ................. 52

2. Jumlah Penduduk Pulau Badi Berdasarkan Jenis

Kelamin .................................................................................. 57

3. Jenis Alat Tangkap dan Ikan Hasil Tangkapan

Nelayan Pulau Badi ................................................................ 64

4. Jumlah Penduduk Pulau Pajenekang

Berdasarkan Jenis Kelamin ................................................... 67

5. Jenis Alat Tangkap dan Ikan Hasil Tangkapan

Nelayan Pulau Pajenekang .................................................... 74

6. Jumlah dan Persentase Responden

Berdasarkan Usia ................................................................... 76

7. Jumlah dan Persentase Responden

Berdasarkan Pengalaman Sebagai Nelayan ......................... 77

8. Jumlah dan Persentase Responden

Berdasarkan Lamanya Tinggal di Pulau ................................ 78

9. Jumlah dan Persentase Responden

Berdasarkan Banyaknya Anggota Rumah

Tangga ................................................................................... 80

10. Jumlah dan Persentase Responden

Berdasarkan Jenis Armada Penangkapan ............................ 81

11. Persepsi Nelayan Pulau Badi Terhadap

Penyebab Kerusakan Terumbu Karang................................. 86

Page 14: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

xiv

12. Matriks Bentuk-Bentuk Perubahan Ekologis

Pulau Badi .............................................................................. 91

13. Persepsi Nelayan Pulau Pajenekang Terhadap

Penyebab Kerusakan Terumbu Karang................................. 93

14. Matriks Bentuk-Bentuk Perubahan Ekologis

Pulau Pajenekang .................................................................. 97

15. Rata-Rata Hasil Tangkapan Nelayan Pulau Badi

Per Trip (Sebelum dan Sesudah Perubahan

Ekologis) ................................................................................. 101

16. Produksi Perikanan Tangkap Per Kecamatan di

Kabupaten Pangkep ............................................................... 102

17. Matriks Daerah Tangkapan Nelayan Pulau Badi

Setelah Perubahan Ekologis .................................................. 104

18. Jumlah Rumah Penduduk Pulau Badi Yang

Rusak Akibat Abrasi ............................................................... 105

19. Matriks Dampak Perubahan Ekologis Terhadap

Nelayan Pulau Badi ................................................................ 108

20. Rata-Rata Hasil Tangkapan Nelayan Pulau

Pajenekang Per Trip (Sebelum dan Sesudah

Perubahan Ekologis) .............................................................. 110

21. Matriks Daerah Tangkapan Nelayan Pulau

Pajenekang Setelah Perubahan Ekologis ............................. 112

22. Jumlah Rumah Penduduk Pulau Pajenekang

Yang Rusak Akibat Abrasi ..................................................... 114

Page 15: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

xv

23. Matriks Dampak Perubahan Ekologis Terhadap

Nelayan Pulau Pajenekang .................................................... 116

24. Matriks Bentuk-Bentuk Penganekaragaman Alat

dan Teknik Penangkapan Nelayan Pulau Badi ..................... 120

25. Matriks Bentuk-Bentuk Perluasan Daerah

Penangkapan Nelayan Pulau Badi ........................................ 122

26. Matriks Bentuk-Bentuk Penganekaragaman

Sumber Pendapatan Nelayan Pulau Badi ............................. 126

27. Matriks Bentuk-Bentuk Mobilisasi Anggota

Rumah Tangga Nelayan Pulau Badi Dalam

Mencari Nafkah ...................................................................... 128

28. Matriks Bentuk-Bentuk Strategi Adaptasi

Nelayan Pulau Badi Terhadap Perubahan

Ekologis .................................................................................. 135

29. Matriks Bentuk-Bentuk Penganekaragaman Alat

dan Teknik Penangkapan Nelayan Pulau

Pajenekang ............................................................................ 138

30. Matriks Bentuk-Bentuk Perluasan Daerah

Penangkapan Nelayan Pulau Pajenekang ............................ 140

31. Matriks Bentuk-Bentuk Penganekaragaman

Sumber Pendapatan Nelayan Pulau Pajenekang ................. 144

32. Matriks Bentuk-Bentuk Mobilisasi Anggota

Rumah Tangga Nelayan Pulau Pajenekang

Dalam Mencari Nafkah ........................................................... 145

Page 16: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

xvi

33. Matriks Bentuk-Bentuk Strategi Adaptasi

Nelayan Pulau Pajenekang Terhadap

Perubahan Ekologis ............................................................... 150

Page 17: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor halaman

1. Kebutuhan,Metode, Jenis dan Sumber Data ........................... 159

2. Lembar Kuesioner Penelitian ................................................... 160

3. Pedoman Wawancara Mendalam ............................................ 164

4. Dokumentasi Penelitian ........................................................... 165

Page 18: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai bagian

integral dari pembangunan kelautan dan perikanan perlu mendapat

perhatian dengan skala prioritas yang tinggi dan menjadi bagian dari

orientasi kebijakan perencanaan pembangunan nasional. Mengingat

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim

sebagian penduduk (60% penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir),

juga memiliki potensi kekayaan sumberdaya alam yang besar karena

didukung oleh adanya sumberdaya hayati dan non hayati, sehingga

dalam melaksanakan program pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil

memerlukan pendekatan terpadu yaitu pendekatan ekologi, adminsitasi,

perencanaan, sosial, budaya dan hukum (Dahuri et al. 1996).

Kebutuhan manusia yang semakin meningkat, sementara daya

dukung alam bersifat terbatas menyebabkan potensi kerusakan

sumberdaya alam menjadi semakin besar. Hal ini memberikan dampak

yang cukup serius bagi kelangsungan hidup nelayan, terutama nelayan-

nelayan skala kecil. Kejadian ini merupakan konsekuensi logis dari

ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya pesisir dan laut

(Satria 2009).

Selain masalah degradasi lingkungan, nelayan juga dihadapkan

pada dampak perubahan iklim. Perubahan iklim dapat menyebabkan

Page 19: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

2

nelayan sulit menentukan musim penangkapan ikan karena cuaca yang

tidak menentu dan hal ini beresiko mengubah stabilitas ekosistem, sosial

ekonomi masyarakat dan merusak fungsi planet bumi sebagai penunjang

kehidupan (Kusnadi, 2009; Satria, 2009).

Kepulauan Spermonde memiliki tingkat keragaman karang yang

cukup tinggi karena terdapat 78 genera dan sub genera, dengan total

spesies 262, seperti yang pernah dicatat oleh Moll (1983). Dilihat dari

tingkat penyebaran karang, sekitar 80 - 87% terdapat di daerah terumbu

terluar. Namun demikian, Jompa (1996) mencatat adanya pengurangan

tingkat penutupan karang hidup dan keragaman jenis (diversity) sebanyak

20 % dalam kurun waktu 12 tahun dibandingkan dengan yang dicatat oleh

Moll (1983), untuk beberapa lokasi yang sama.

Dari data COREMAP 2010, dilaporkan kondisi terumbu karang di

Kabupaten Pangkep 74,26% dalam kondisi rusak dan hanya 25,74%

dalam kondisi baik dari total luas keseluruhan terumbu karang sebesar

27.027,71 ha. Kondisi ini sangat memprihatinkan, karena itu diperlukan

upaya maksimal dan secepat mungkin dalam mengatasi masalah

sehingga tidak akan kehilangan sumber keanekaragaman plasma nutfah,

ekosistem pendukung kehidupan dan penyangga sumberdaya pangan.

Dilihat dari perkembangan produksi perikanan tangkap Kabupaten

Pangkep, terjadi penurunan hasil yang signifikan dari tahun ke tahun

dengan besar laju penurunan produksi dalam kurun waktu lima tahun

(2007- 2011) sebesar tiga persen per tahun (BPS Kabupaten Pangkep,

Page 20: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

3

2012). Penurunan produksi ini sejalan dengan penurunan kualitas

terumbu karang di perairan Kabupaten Pangkep.

Kemiskinan masyarakat nelayan diduga sangat berkaitan erat

dengan menurunnya hasil tangkapannya. Menurunnya hasil tangkapan

nelayan di Kabupaten Pangkep, khususnya di Pulau Badi dan Pajenekang

diduga disebabkan oleh kerusakan terumbu karang sebagai akibat dari

penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan yakni bahan

peledak (bom), bahan beracun (bius) dan pukat harimau (trawl).

Penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan tersebut diduga

kuat telah merusak ekosistem terumbu karang dan organisme lain yang

bukan merupakan target penangkapan, sehingga hasil tangkapan

dirasakan menurun, baik dari ukuran ikan maupun jumlah tangkapan.

Komersialisasi jenis ikan tertentu dan meningkatnya permintaan terhadap

ikan telah mendorong berkembangnya usaha kenelayanan destruktif.

Disamping itu pula, terjadi kegiatan penambangan karang dan pasir

sebagai bahan bangunan menyebabkan rusaknya ekosistem terumbu

karang.

Perubahan iklim yang menyebabkan kenaikan suhu air laut dan

tingkat keasaman air laut, berdampak terhadap pemutihan terumbu

karang atau coral bleaching. Kondisi terumbu karang yang buruk ini

menyebabkan berkurangnya jumlah dan jenis ikan yang dulu berlimpah di

perairan kedua pulau tersebut. Di wilayah Pulau Badi dan Pajenekang

gejala perubahan ekologis di wilayah laut yang dirasakan secara langsung

Page 21: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

4

oleh para nelayan dan mempengaruhi aktivitas dan produksi perikanan

tangkap.

Menurunnya hasil tangkapan nelayan tersebut akan berdampak

terhadap berkurangnya penghasilan atau pendapatan nelayan, yang

diperkirakan akan menurunkan tingkat kesejahteraan keluarga.

Masyarakat nelayan Pulau Badi dan Pajenekang yang memiliki

kedekatan fisik, teritorial dan emosional terhadap sumberdaya laut diduga

melakukan strategi adaptasi menghadapi dampak perubahan ekologis

tersebut.

Strategi adaptasi nelayan dipandang sebagai hal yang terkait

dengan kemampuan respon masyarakat nelayan terhadap perubahan

ekologis sangat penting untuk dipelajari, karena strategi adaptasi yang

dilakukan oleh nelayan memungkinkan nelayan mengatur sumberdaya

terhadap persoalan-persoalan spesifik seperti ketidakpastian/fluktuasi

hasil tangkapan dan menurunnya sumberdaya perikanan. Strategi

adaptasi ini tentunya bukan hanya bermanfaat untuk menyelamatkan

perekonomian nelayan tetapi juga menjaga ekosistem laut dan pesisir

melalui suatu pola pemanfaatan yang lestari.

Page 22: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya,

maka dapat dirumuskan pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana bentuk-bentuk perubahan ekologis Pulau Badi dan

Pajenekang?

2. Bagaimana dampak perubahan ekologis terhadap kegiatan

nelayan?

3. Bagaimana strategi adaptasi nelayan Pulau Badi dan Pajenekang

terhadap perubahan ekologis?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengidentifikasi bentuk-bentuk perubahan ekologis Pulau Badi

dan Pajenekang.

2. Menganalisa dampak perubahan ekologis terhadap kegiatan

nelayan.

3. Menganalisa strategi adaptasi nelayan Pulau Badi dan

Pajenekang terhadap perubahan ekologis.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai

pihak, diantaranya:

1. Bagi akademisi, dapat memberikan tambahan pustaka mengenai

perubahan ekologis di pulau-pulau kecil, dampak perubahan

ekologis terhadap nelayan dan strategi adaptasi nelayan terhadap

perubahan tersebut.

Page 23: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

6

2. Bagi masyarakat luas, hasil dari penelitian ini dapat menjadi satu

model strategi adaptasi yang dapat bermanfaat bagi

pengembangan adaptasi perikanan tangkap di berbagai wilayah

pesisir dan pulau-pulau kecil di dunia serta persiapan/antisipasi

terhadap perubahan iklim.

3. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan informasi yang

diharapkan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan yang

menentukan kebijakan pembangunan, terutama pembangunan di

pesisir dan pulau-pulau kecil.

E. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini dititikberatkan terhadap analisis tentang

bentuk-bentuk perubahan ekologis (perubahan kondisi terumbu karang

dan perubahan intensitas gelombang dan badai, dampak perubahan

ekologis terhadap aktivitas nelayan perikanan tangkap serta strategi

adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi perubahan ekologis.

Page 24: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perubahan Ekologis

Pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki keunikan fisik yang terdiri

dari daratan dan perairan (payau dan asin) dengan segala dinamikanya,

yakni yang didalamnya mengandung sumberdaya alam hayati (ikan,

mangrove, terumbu karang, padang lamun) dan non hayati (migas,

tambang, dan lain-lain) serta jasa-jasa lainnya (transportasi laut,

pariwisata, batas negara, dan lain-lain). Seiring meningkatnya populasi

manusia serta kecanggihan teknologi membuat peluang terjadinya

perubahan sistem alamiah dari lautan semakin besar. Menurut Satria

(2009a), perubahan tersebut dapat mengakibatkan berbagai hal negatif,

baik pada sumberdaya yang terkandung maupun aspek fisik dari laut

tersebut.

Perubahan ekologis adalah dampak yang tidak dapat dielakkan dari

interaksi manusia dan alam yang berlangsung dalam konteks pertukaran

(exchange). Proses pertukaran itu sendiri melibatkan energi, materi dan

informasi yang saling diberikan oleh kedua belah pihak (kedua sistem

yang saling berinteraksi). Sistem alam dan sistem manusia saling

memberikan energi, materi dan informasi dalam jumlah dan bentuk yang

berbeda satu sama lain (Dharmawan, 2007). Ilustrasi dari interaksi

manusia dengan alam dapat dilihat pada gambar 1.

Page 25: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

8

Gambar 1. Interaksi Manusia dan Alam (Marten, 2001)

Hubungan tersebut sering menimbulkan berbagai kerugian.

Manusia meminta materi, energi dan informasi dari alam dalam rangka

pemenuhan kebutuhan hidupnya (pangan, sandang dan papan).

Sementara itu, alam lebih banyak mendapatkan materi, energi dan

informasi dari manusia dalam bentuk limbah yang lebih banyak

mendatangkan kerugian bagi kehidupan organisme lainnya yang ada di

bumi. Hal ini menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan yang

mengancam kelestarian sumberdaya pesisir dan lautan.

Pertukaran materi, energi dan informasi sebagaimana digambarkan

di atas dapat menghasilkan kearifan lokal. Namun, tidak selamanya

proses pertukaran energi dan materi antara sistem sosial dan ekologi

berlangsung dan menghasilkan pengetahuan dalam suasana kearifan.

Pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang terus meningkat

mengantarkan manusia pada suatu fase, dimana manusia terdorong

Page 26: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

9

untuk mengembangkan tindakan-tindakan manipulatif berbentuk complex

adaptive mechanism yang rumit.

B. Bentuk-Bentuk Perubahan Ekologis

Berbagai bentuk perubahan ekologis yang terjadi di kawasan

pesisir dan pulau-pulau kecil antara lain:

1. Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan sekumpulan biota karang hidup atau

mati sebagai tempat berlindung ikan dan daerah asuhan ikan. Total luas

terumbu karang di Indonesia mencapai 50.000 km2 yang merupakan

seperdelapan dari luas areal terumbu karang di dunia (Dahuri, 2003).

Terumbu karang mengalami banyak tekanan sebagai akibat dari pola

pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan.

Berdasarkan data Departemen Perikanan dan Kelautan, sekitar

70 % terumbu karang di laut Indonesia berada dalam kondisi rusak parah

dan hanya 30 % yang masih relatif bagus. Khusus di Sulawesi Selatan,

terumbu karang telah mengalami kerusakan yang lebih buruk, mencapai

sekitar 75 % yang umumnya disebabkan oleh kegiatan penangkapan ikan

menggunakan bahan peledak.

Nilai ekonomi ikan karang yang tinggi memicu masyarakat nelayan

untuk melakukan penangkapan ikan karang dalam jumlah besar dengan

menggunakan alat tangkap yang merusak ekosistem terumbu karang,

seperti pengeboman dan penggunaan racun sianida. Aktivitas

penangkapan ikan secara besar-besaran dapat menyebabkan

ketidakseimbangan jaring makanan pada ekosistem terumbu karang.

Page 27: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

10

Selain ancaman antropogenik, ekosistem terumbu karang juga

mendapat tekanan secara alami. Jenis gangguan alami berupa penyakit,

acanthaster, coral bleaching dan perubahan iklim global.

Pemutihan karang (coral bleaching) adalah suatu fenomena dimana

hewan karang yang umumnya nampak berwarna kecoklatan atau

kekuningan tiba-tiba kehilangan warna atau memutih. Sebenarnya warna

putih ini adalah warna tulang yang terbentuk dari kalsium karbonat

(CaCO3). Jaringan dari hewan karang itu sendiri adalah transparan

sehingga warna hewan karang berasal dari pigmen alga bersel satu

(zooxanthella) yang bersimbiosis dengan dalam jaringan epidermis

karang. Oeh karena itu, gejala pemutihan karang merupakan proses

keluarnya zooxanthella meninggalkan hewan karang yang diakibatkan

oleh berbagai faktor, terutama peningkatan suhu air laut, rata-rata di atas

2oC selama beberapa hari. Karena zooxanthella pada umumnya

mensuplai sampai 90 % sumber energi (dari hasil fotosintesa) kepada

hewan karang, maka implikasi dari gejala pemutihan ini adalah hewan

karang tersebut mengalami kelaparan (Nessa dkk, 2012). Banyak hewan

karang tidak dapat bertahan hidup jika tingkat intensitas pemutihannya

sangat serius. Jika hewan karang yang mengalami pertumbuhan tersebut

dapat bertahan hidup, maka lambat laun akan kembali membangun

simbiosenya. Potensi dampak ekologis dari pemutihan karang dapat

menjadi sangat serius jika terjadi dalam skala yang sangat luas, seperti

yang terjadi pada pertengahan tahun 2010 di beberapa wilayah perairan

Page 28: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

11

Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, NTT,

NTB, Bali, Sumatera,dll (Nessa dkk, 2012).

Perubahan iklim dapat berdampak buruk pada ekosistem karang.

Menurut Chen (2008), lima faktor kunci yang dapat mempengaruhi

terumbu karang selama periode perubahan iklim, yaitu naiknya

permukaan laut, peningkatan suhu air laut, perubahan kelarutan mineral

karbonat, bertambahnya radiasi ultra violet dan kemungkinan menguatnya

badai dan arus.

2. Kerusakan Ekosistem Lamun

Keberadaan ekosistem lamun tidak terlepas dari gangguan dan

ancaman, baik berupa ancaman alami maupun dampak dari aktivitas

manusia. Ancaman alamiah dapat berupa meletusnya gunung berapi

yang dapat menghasilkan debu dan sedimen yang berpengaruh terhadap

kecerahan perairan, siklon, tsunami yang dapat merusak dasar perairan,

kompetisi dengan jenis lain dan pemangsaan oleh organisme herbivora.

Bencana alam seperti tsunami dapat menimbulkan gelombang

dahsyat yang menghantam dan memporakporandakan lingkungan pesisir,

seperti yang terjadi dalam tsunami Aceh pada tahun 2004. Debu letusan

gunung berapi seperti letusan gunung Tambora tahun 1815 dan Krakatau

pada tahun 1883 menyebabkan terselimutinya perairan pesisir dan

sekitarnya dengan debu tebal, hingga melenyapkan padang lamun di

sekitarnya (Nontji, 2010).

Nontji (2010) menguraikan empat penyebab utama kerusakan

ekosistem lamun yang berasal dari aktivitas manusia, yaitu : (1) kerusakan

Page 29: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

12

fisik; (2) pencemaran; (3) penggunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah

lingkungan; (4) penangkapan secara berlebihan.

C. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Ekologis

Perubahan ekologis yang terjadi di kawasan pesisir dan pulau-

pulau kecil antara lain disebabkan oleh:

1) Pertumbuhan penduduk (WRI, 2002; Satria, 2009b)

Pertumbuhan penduduk yang mengalami peningkatan setiap

tahunnya dan sebagian hidup di wilayah pesisir dan pulau-pulau

kecil mengakibatkan meningkatnya aktivitas manusia terutama

dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan ekosistem pesisir dan

pulau-pulau kecil. Meledaknya populasi penduduk 50 tahun

terakhir ini mendorong munculnya tekanan-tekanan dan

peningkatan kebutuhan yang sangat tinggi akan sumberdaya yang

berasal dari darat maupun laut.

Pertumbuhan penduduk berdampak pada:

a. Meningkatnya kebutuhan terhadap konsumsi ikan

Dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi ikan menyebabkan

terjadinya peningkatan intensitas penangkapan ikan secara

signifikan (Satria, 2009a; WRI, 2002). Peningkatan intensitas

penangkapan ikan secara signifikan menyebabkan munculnya

praktek-praktek penangkapan ikan yang merusak yang berdampak

pada keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perikanan (WRI,

2002). Penangkapan ikan dengan menggunakan racun dan

pengeboman ikan merupakan praktek yang umum dilakukan, yang

Page 30: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

13

memberikan dampak sangat negatif bagi terumbu karang dan

ekosistem lainnya. Penangkapan ikan dengan racun akan

melepaskan racun sianida ke daerah terumbu karang, yang

kemudian akan membunuh atau membius ikan-ikan. Pengeboman

ikan dengan dinamit atau dengan racikan bom lainnya, akan dapat

menghancurkan struktur terumbu karang dan membunuh banyak

sekali ikan yang ada di sekelilingnya (WRI, 2002).

b. Penambahan Jumlah Areal Pemukiman (Marzuki, 2002)

Bertambahnya jumlah penduduk baik karena pertumbuhan alamiah

maupun karena migrasi telah mendorong meningkatnya permintaan

akan areal pemukiman (Marzuki, 2002).

c. Peningkatan volume pembuangan sampah cair/padat baik oleh

industri maupun rumah tangga (Dahuri et al., 1996) .

Pembuangan sampah rumah tangga dan pencemaran oleh limbah

pertanian menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut,

eutrofikasi, kekeruhan, dan matinya hewan-hewan air yang

berasosiasi dengan padang lamun. Selain itu, kemungkinan

terlapisinya pneumatofora dengan sampah akan mengakibatkan

kematian pohon-pohon mangrove. Pembuangan sampah padat

mengakibatkan perembesan bahan-bahan pencemar dalam

sampah padat larut dalam air ke perairan di sekitar pembuangan

sampah. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan

organisme lainnya.

Page 31: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

14

2) Perubahan iklim (Satria, 2009b; WRI, 2002; Bengen, 2004)

Perubahan iklim menyebabkan berbagai perubahan dalam

ekosistem laut antara lain disebabkan oleh perubahan temperatur

(suhu) dan keasaman akibat penyerapan CO2 oleh lautan.

Peningkatan suhu permukaan laut telah menyebabkan pemutihan

karang yang lebih parah dan lebih sering (WRI, 2002). Perubahan

iklim berdampak pada:

a. Peningkatan suhu permukaan laut telah mengakibatkan

lebih seringnya terjadi pemutihan karang (coral bleaching)

dengan tingkat kerusakan lebih besar (WRI, 2002);

b. Kenaikan permukaan air laut berdampak pada kondisi sosial

ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil (Satria,

2009b). Kenaikan air laut satu meter akan berdampak

pada 1,3 persen penduduk dunia dan merugikan senilai

1,3 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dunia, satu

persen wilayah kota dan 0,4 persen lahan pertanian

(Dasgupta et al., 2007 dalam Satria, 2009b);

c. Sulitnya menentukan musim penangkapan ikan karena

cuaca yang tidak menentu (Satria, 2009b).

3) Pengelolaan pembangunan pesisir dan pulau-pulau kecil (Dahuri

et al., 1996; WRI, 2002).

Pengelolaan kegiatan pemanfaatan kawasan pesisir dan pulau-

pulau kecil dilakukan secara sektoral dan berorientasi

Page 32: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

15

keuntungan jangka pendek secara maksimal. Selain itu, rendahnya

kualitas sumberdaya manusia dalam penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi juga ikut memperparah kerusakan

yang terjadi di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.

4) Pencemaran dari laut (WRI, 2002; Dahuri et al., 1996)

Pencemaran dari laut disebabkan oleh aktivitas manusia yang

terjadi di laut. Adapun aktivitas yang mengancam ekosistem pesisir

dan pulau-pulau kecil antara lain:

a. Pencemaran dari pelabuhan

b. Pencemaran minyak

Pencemaran minyak di laut dapat berasal dari beberapa

sumber (DKP, 2005), yang meliputi: (i) tumpahan minyak

karena operasional rutin kapal dan kecelakaan kapal,

(ii) pelimpasan minyak dari darat, (iii) terbawa asap, (iv)

eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai, (v) pipa transportasi

minyak, (vi) tank cleaning, dan (vii) perembesan alami.

c. Pembuangan bangkai kapal

d. Pembuangan sampah dari atas kapal

e. Pelemparan jangkar kapal

Pelemparan jangkar kapal akan menghancurkan batu-

batu karang. Hal ini mengakibatkan hilangnya daerah

penangkapan ikan (fishing ground).

Page 33: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

16

5) Bencana alam (Dahuri et al., 1996)

Bencana alam merupakan fenomena alami baik secara langsung

maupun tidak langsung yang mempengaruhi perubahan pada

lingkungan pesisir dan lautan.

D. Dampak Ekologis Perubahan Iklim

Perubahan ekologis adalah perubahan yang terjadi pada

keseluruhan komponen biotik dan abiotik yang terdapat pada laut dan

pesisir sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari aktivitas

manusia maupun karena proses perubahan iklim (UNEP, 2009; Chen,

2008). Dampak-dampak ekologis yang ditimbulkan antara lain :

1. Naiknya permukaan air laut akibat meningkatnya suhu atmosfer

dan mencairkan lapisan gletser dan es abadi di kutub utara

(Diposaptono, 2009; UNEP, 2009; IPCC, 2007; Chen, 2008; Tauli-

Corpuz, 2009; Satria, 2009). Kenaikan permukaan air laut ini

kemudian menyebabkan berbagai dampak sebagai berikut:

a. Kerusakan ekosistem mangrove akibat naiknya permukaan

air laut (Satria, 2009; Diposaptono, 2009; UNEP, 2009;

Tauli-Corpuz, 2009) yang kemudian menyebabkan

meningkatnya erosi pantai karena hilangnya peredam

ombak, arus serta penahan sedimen (Dipsaptono, 2009;

UNEP, 2009; Tauli-Corpuz, 2009).

b. Banjir, badai dan gelombang ekstrim (Diposaptono, 2009).

Page 34: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

17

c. Intrusi air laut ke daratan yang menyebabkan meningkatnya

salinitas air di sumber-sumber air tawar penduduk

(Diposaptono, 2009; UNEP, 2009; Tauli-Corpuz, 2009).

2. Kenaikan suhu permukaan air laut (UNEP, 2009; Diposaptono,

2009; Chen, 2008) yang kemudian menyebabkan:

a. Kerusakan terumbu karang melalui fenomena pemutihan

terumbu karang atau coral bleaching (Chen, 2008; UNEP,

2009; Satria, 2009; Tauli-Corpuz, 2009).

b. Perubahan upwelling, gerombolan ikan dan wilayah

tangkapan ikan (Chen, 2008; Diposaptono, 2009).

c. Perpindahan berbagai spesies hewan karena

ketidaksesuaian kondisi tempat hidup yang berubah akibat

meningkatnya suhu (Chen, 2008; UNEP, 2009; Tauli-

Corpuz, 2009).

3. Menurunnya salinitas air laut (Chen, 2008; Satria, 2009) yang

kemudian menyebabkan perpindahan berbagai spesies hewan

karena ketidaksesuaian kondisi tempat hidup yang berubah (Chen,

2008; UNEP, 2009; Tauli-Corpuz, 2009).

4. Perubahan curah hujan, pola hidrologi dan pola angin (Chen, 2008;

Diposaptono, 2009; UNEP, 2009; Tauli-Corpuz, 2009). Hal ini

kemudian menyebabkan meningkatnya frekuensi dan intensitas

badai di lautan (Chen, 2008; Diposaptono 2009).

5. Meningkatnya keasaman air laut (menurunnya pH lautan),

menyebabkan:

Page 35: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

18

a. Kerusakan terumbu karang melalui fenomena pemutihan

terumbu karang (Chen, 2008; UNEP, 2009; Satria, 2009; Tauli-

Corpuz, 2009) yang kemudian menyebabkan terganggunya

rantai makanan di lautan (Satria, 2009; Diposaptono, 2009;

Chen, 2008; Tauli-Corpuz, 2009).

b. Perpindahan berbagai spesies hewan karena ketidaksesuaian

kondisi tempat hidupnya yang berubah, baik akibat kerusakan

terumbu karang, perubahan suplai nutrisi, serta menurunnya pH

(Chen, 2008; UNEP, 2009; Tauli-Corpuz, 2009).

E. Dampak Sosial Ekonomi Perubahan Ekologis

Berbagai kerusakan ekosistem menandakan telah terjadi

perubahan ekologis. Perubahan tersebut menyebabkan terganggunya

aktivitas masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang menggantungkan

kehidupannya kepada sumberdaya laut, baik secara ekonomi maupun

sosial. Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan oleh perubahan ekologis

antara lain:

1. Pada kesehatan lingkungan dan pemukiman masyarakat,

perubahan ekologis menyebabkan:

a. Terancamnya persediaan air bersih penduduk akibat intrusi

air laut ke daratan dan perubahan curah hujan (IPCC, 2007;

Diposaptono, 2009: Tauli-Corpuz, 2009).

b. Meningkatnya penyebaran berbagai penyakit yang dibawa

oleh vektor dan air seperti kolera, hepatitis, malaria dan

demam berdarah (IPCC, 2007; Diposaptono, 2009).

Page 36: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

19

c. Terancamnya pemukiman yang berada di wilayah pesisir

akibat banjir (rob), gelombang ekstrim dan badai serta abrasi

(IPCC, 2007; Diposaptono, 2009). Dampak yang lebih buruk

akan dialami oleh masyarakat di pulau-pulau kecil.

2. Pada perikanan, perubahan ekologis berdampak terhadap :

a. Hilangnya/berkurangnya substrat yang menjadi sumber pakan,

rusaknya habitat terbaik, tempat mengasuh dan membesarkan

anak ikan serta rusaknya tempat perlindungan bagi biota laut

di kawasan tersebut dan sekitarnya (Purwoko, 2005);

b. Penurunan keragaman jenis tangkapan nelayan secara

signifikan (Purwoko, 2005);

c. Berkurangnya stok ikan karang yang kemudian akan

mempengaruhi kondisi ekonomi sekitar 30 juta nelayan di dunia

yang bergantung pada ketersediaan ikan-ikan karang (Bengen,

2004; Satria, 2009b);

d. Sulitnya menentukan wilayah tangkapan ikan sebagai akibat

dari perubahan pola migrasi ikan akibat perubahan suhu

permukaan laut, stratifikasi kolom air yang menyebabkan

perubahan proses upwelling dan kerusakan terumbu karang

(Diposaptono, 2009; Chen, 2008; Satria, 2009).

3. Pada kegiatan usaha nelayan, perubahan ekologis berdampak

pada:

a. Menurunnya hasil tangkapan para nelayan dan berkorelasi

dengan pendapatan nelayan (Marzuki, 2002; Purwoko, 2005);

Page 37: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

20

b. Hilangnya potensi wisata bahari (Dahuri et al.., 1996; Anwar

dan Gunawan, 2006);

c. Menurunnya kesempatan berusaha dan bekerja masyarakat

nelayan, yang disebabkan oleh berkurangnya bahan baku

industri pengolahan, berkurangnya bahan/komoditi

perdagangan, berkurangnya benih untuk budidaya dan

berkurangnya potensi tangkapan (Purwoko, 2005);

d. Terancamnya lokasi pemukiman dan tata guna lahan setempat

sebagai akibat dari kerusakan terumbu karang yang

menyebabkan erosi di pantai (Dahuri et al.., 1996);

e. Hilang/berkurangnya pasokan kayu bakar, kayu bangunan,

nipah, dan bahan baku obat-obatan (Anwar dan Gunawan,

2006).

F. Karakteristik Masyarakat Nelayan

Menurut Imron (2003) dalam Mulyadi (2007), nelayan adalah suatu

kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil

laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya.

Nelayan pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan

pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya.

Menurut Kusumastanto (2000) nelayan memiliki sifat unik yang

berkaitan dengan usaha perikanan tersebut. Hal ini dikarenakan usaha

perikanan sangat bergantung pada musim, harga dan pasar maka

Page 38: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

21

sebagian besar karakteristik nelayan tergantung pada faktor-faktor

dibawah ini:

a. Ketergantungan pada kondisi lingkungan

Salah satu sifat usaha yang ada di wilayah pesisir (seperti

perikanan tangkap dan budidaya) yang sangat menonjol adalah

bahwa keberlanjutan atau keberhasilan usaha tersebut sangat

tergantung pada kondisi lingkungan khususnya perairan dan sangat

rentan pada kerusakan khususnya pencemaran atau degradasi

kualitas lingkungan.

b. Ketergantungan pada musim

Ketergantungan pada musim ini akan semakin besar khususnya

pada nelayan kecil. Pada musim penangkapan nelayan sangat

sibuk, sementara pada musim paceklik nelayan mencari kegiatan

ekonomi lain atau menganggur.

c. Ketergantungan pada pasar

Karakteristik usaha nelayan adalah tergantung pada pasar. Hal ini

disebabkan komoditas yang dihasilkan harus segera dijual untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau membusuk sebelum

laku dijual. Karakteristik ini mempunyai implikasi yang sangat

penting yaitu masyarakat nelayan sangat peka terhadap fluktuasi

harga. Perubahan harga sekecil apapun sangat mempengaruhi

kondisi sosial masyarakat nelayan.

Page 39: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

22

Satria (2002) menguraikan secara singkat karakteristik masyarakat

pesisir sebagai representasi komunitas desa-pantai dan desa terisolasi,

dari berbagai aspek:

a. Sistem Pengetahuan

Pengetahuan tentang teknik penangkapan ikan umumnya diperoleh

secara turun temurun berdasarkan pengalaman empirik. Kuatnya

pengetahuan lokal ini menjadi salah satu faktor penyebab

terjaminnya kelangsungan hidup sebagai nelayan. Pengetahuan

lokal (indigenous knowledge) tersebut merupakan kekayaan

intelektual yang hingga kini terus dipertahankan.

b. Sistem Kepercayaan

Secara teologi, nelayan masih memiliki kepercayaan yang kuat

bahwa laut memiliki kekuatan khusus dalam melakukan aktivitas

penangkapan ikan agar keselamatan dan hasil tangkapan semakin

terjamin. Namun seiring berjalannya waktu, berbagai tradisi

dilangsungkan hanya sebagai salah satu instrumen stabilitas sosial

dalam komunitas nelayan.

c. Peran Wanita

Umumnya selain banyak bergelut dalam urusan domestik rumah

tangga, istri nelayan tetap menjalankan aktivitas ekonomi dalam

kegiatan penangkapan di perairan dangkal, pengolahan ikan,

maupun kegiatan jasa dan perdagangan. Istri nelayan juga

dominan dalam mengatur pengeluaran rumah tangga sehari-hari

sehingga sudah sepatutnya peranan istri-istri nelayan tersebut

Page 40: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

23

menjadi salah satu pertimbangan dalam setiap program

pemberdayaan.

d. Struktur Sosial

Struktur yang terbentuk dalam hubungan produksi (termasuk pasar)

pada usaha perikanan, perikanan tangkap maupun perikanan

budidaya, umumnya dicirikan dengan kuatnya ikatan patron-klien.

Kuatnya ikatan ini merupakan konsekuensi dari sifat kegiatan

penangkapan ikan yang penuh dengan resiko dan ketidakpastian.

Pada perikanan budidaya, patron meminjamkan modal kepada para

nelayan lokal untuk pembudidayaan ikan. Dengan konsekuensi,

hasilnya harus dijual kepada patron dengan harga yang lebih

murah. Ciri yang kedua adalah stratifikasi sosial. Bentuk stratifikasi

masyarakat pesisir Indonesia sangat beragam. Seiring moderninasi

akan terjadi diferensiasi sosial yang dilihat dari semakin

bertambahnya jumlah posisi sosial atau jenis pekerjaan sekaligus

terjadi pula perubahan stratifikasi karena sejumlah posisi sosial

tersebut tidaklah bersifat horisontal, melainkan vertikal dan

berjenjang berdasarkan ukuran ekonomi, prestise atau kekuasaan.

e. Posisi Sosial Nelayan

Di kebanyakan masyarakat, nelayan memiliki status yang relatif

rendah. Rendahnya posisi sosial nelayan ini merupakan akibat dari

keterasingan nelayan sehingga masyarakat bukan nelayan tidak

mengetahui lebih jauh cara hidup nelayan. Hal ini terjadi akibat

sedikitnya waktu dan kesempatan nelayan untuk berinteraksi

Page 41: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

24

dengan masyarakat lain karena alokasi waktu yang besar untuk

kegiatan penangkapan ikan dibanding untuk bersosialisasi dengan

masyarakat bukan nelayan yang memang secara geografis relatif

jauh dari pantai. Secara politis posisi nelayan kecil terus dalam

posisi dependen dan marjinal akibat dari faktor kapital yang

dimilikinya sangatlah terbatas.

G. Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Nelayan

Acheson (1981) menemukan bahwa meskipun laut menyediakan

sumber ekonomi yang potensial bagi keberlangsungan hidup manusia,

seperti ikan dan biotik laut lainnya yang mempunyai nilai ekonomi, namun

pekerjaan untuk memperolehnya berlangsung dalam suatu lingkungan

yang berbahaya dan tidak menentu. Bahaya dan ketidakmenentuan ini,

bukan hanya disebabkan oleh kondisi-kondisi alam dan biotik laut serta

terjadinya perubahan-perubahan lingkungan fisik tersebut, tetapi juga oleh

kondisi-kondisi sosial budaya yang dianggap ditimbulkan oleh kondisi-

kondisi lingkungan, diantaranya:

Pertama, laut penuh resiko bahaya dan ketidak-menentuan.

Acheson (cf. Smith, 1977:02) dalam Lampe (1989) menggambarkan laut

sebagai suatu lingkungan yang sulit dimasuki orang untuk bertahan hidup

(survival). Untuk memasuki laut dan memperoleh sumberdaya yang

terkandung di dalamnya, tidak hanya menggunakan perlengkapan seperti

kapal dan perahu serta peralatan penangkapan ikan. Ternyata menurut

Acheson (1981), bahwa memasuki laut dengan peralatan tangkap hanya

dapat dilakukan ketika kondisi cuaca di laut mengizinkan. Hilangnya jiwa

Page 42: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

25

manusia, perahu dan perlatan penangkapan merupakan resiko-resiko

aktual yang ditimbulkan oleh kondisi lingkungan fisik laut tersebut. Di

daerah-daerah perikanan laut dalam sekitar Massachusetts dan

Gloucester (Smith 1977: 08) telah tercatat beribu-ribu nelayan hilang di

laut, sedangkan di Noordzee korban jiwa nelayan Urk (Belanda) tidak

kurang dari 300 orang.

Kedua, adanya berbagai macam jenis dan pola kebiasaan ikan

dan biota lainnya. Laut dengan berbagai macam kadar air dan keadaan

dasarnya mengandung banyak jenis biota yang tidak tersedia secara

musiman karena mempunyai pola migrasi, tetapi juga tersedia populasi-

populasi ikan yang meningkat atau merosot secara tiba-tiba yang sulit

diramalkan oleh nelayan. Kondisi-kondisi sumber laut yang demikian

menyebabkan para nelayan sulit mengontrol binatang buruannya di laut

seperti halnya para pemburu di darat yang secara relatif dapat mengontrol

binatang-binatang buruannya karena diketahui dengan pasti kebiasaan-

kebiasaan dan atau kemana binatang-binatang buruannya tersebut

bergerak. Itulah sebabnya menurut Acheson (1981) dalam Lampe (1989)

mengatakan bahwa alat tangkap para nelayan haruslah sesuai dengan

kondisi-kondisi alam dan biota laut dan bukannya perlengkapan dan alat-

alat yang begitu saja diambil dari darat seperti yang digunakan para

pemburu binatang di darat.

Ketiga, lingkungan laut yang tampaknya homogen tetapi

sebenarnya bersifat mendua. Salah satu sifat yang mempersulit operasi

para nelayan adalah karena seluruh bagian permukaannya tampak sama,

Page 43: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

26

tetapi sebetulnya menurut Smith (1977) dalam Lampe (1989), lingkungan

laut mempunyai sifat mendua (ambiguity). Sifat mendua seperti ada air

laut yang kadar garamnya tinggi, tawar; ada yang bening dan ada yang

keruh; ada yang dasarnya rata dan berbatu-batu; ada yang dalam dan ada

yang dangkal; dan lain-lain. Sifat laut demikian membuat para nelayan

tidak dapat mengetahui keadaan meningkat atau merosotnya populasi-

populasi dari jenis-jenis ikan tertentu di suatu lokasi. Sifat laut demikian

juga menimbulkan resiko-resiko besar berupa hilang atau rusaknya alat

tangkap.

Keempat, sumber ikan dan biotik laut lainnya merupakan milik

bersama masyarakat nelayan di sekitarnya. Suatu gejala umum yang

menurut Acheson (1981) dalam Lampe (1989), menjadi suatu masalah

khusus dalam sektor ekonomi perikanan laut ialah; karena laut merupakan

suatu lingkungan terbuka dan sumber biotik yang dikandungnya

merupakan kekayaan bersama manusia (Gordon, 1954; Hardin, 1977:16-

156); McCay hlm. 398-399; Lofgren, 1982:87; Andersen dan Wadel,

1982:154-156; Christy, 1982). Sifat laut yang demikian menimbulkan

persaingan-persaingan dan pertentangan-pertentangan diantara para

kelompok nelayan dalam memperebutkan sumberdaya. Persaingan-

persaingan seperti ini mengarah kepada pengrusakan sumberdaya ikan

dan kerusakan ekologi di suatu perairan tertentu.

Kelima, hasil produksi ikan yang cepat membusuk. Masalah yang

timbul dari kondisi tangkapan ikan yang cepat membusuk juga umum

dihadapi oleh masyarakat nelayan yang belum menggunakan teknik

Page 44: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

27

pengawetan modern (McCay, 1978 dalam Lampe 1989). Kondisi

tangkapan ikan yang demikian menyebabkan kualitas komoditi ikan

seringkali menurun dan pemasarannya tidak dapat ditunda.

Keenam, harga ikan di pasaran yang biasanya mengalami

fluktuasi. Meskipun misalnya tangkapan nelayan secara berturut-turut

baik, tidak selamanya berarti bahwa pendapatan mereka juga demikian

keadaannya, melainkan justru bisa terjadi hal sebaliknya. Hal ini

disebabkan oleh faktor turun naiknya harga di pasaran dan karena para

nelayan tidak selamanya mengetahui informasi tentang pasar yang

dikuasai para pedagang dan tengkulak.

Ketujuh, ketidakmampuan nelayan menghadapi eksploitasi dari

para pedagang atau tengkulak dan pemilik kapal atau perahu. Menurut

Acheson (1981) dalam Lampe (1989), bahwa nelayan menghabiskan

sebagian besar waktunya di laut dan seringkali tidak melibatkan diri

dalam situasi-situasi yang bersifat politis. Hal ini menyebabkan nelayan

banyak bergantung kepada para pedagang dan pemilik kapal atau perahu

yang sering mengeksploitasi mereka. Mengenai kasus-kasus eksploitasi

para pedagang terhadap para nelayan banyak ditunjukkan, seperti yang

terjadi di Sri Lanka, Cat Harbour (New Found Land) yang dilaporkan oleh

Faris; Hong Kong dilaporkan oleh Ward; dan Swedia yang dilaporkan oleh

Lofgren (Acheson, 1981: 284); masyarakat nelayan suku Fanti-Gana dan

kasus-kasus di Indoensia yang banyak diketahui lewat media massa.

Kedelapan, masalah-masalah psikologis dan penyimpangan

budaya. Adalah suatu fakta bahwa pekerjaan menangkap ikan di laut

Page 45: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

28

menyebabkan kaum laki-laki (nelayan) terpisah secara fisik dari keluarga-

keluarga mereka. Keterpisahan dalam jangka waktu yang lama menurut

Acheson (1981), menimbulkan masalah-masalah psikologis dan

penyimpangan budaya diantara kedua belah pihak. Masalah psikologis

yang timbul berupa gejala kesepian atau perasaan kuatir akan nasib

masing-masing, sedangkan penyimpangan budaya menggejala berupa

penyimpangan dalam peranan. Para nelayan memusatkan kegiatannya

pada pengaturan kelompok-kelompok kerja mereka secara efektif dan

mempertahankan keleluasaan serta rahasia pribadi yang terbentuk dalam

kapal atau perahu, sedangkan para keluarga mereka harus mengambil

alih peranan-peranan pengasuhan keluarga dan rumah tangga yang

dalam struktur sosial menurut kebudayaan mereka boleh jadi tugas dan

tanggung jawab kaum laki-laki juga.

H. Konsep Adaptasi

Adaptasi dan perubahan adalah dua sisi mata uang yang tidak

terpisahkan bagi makhluk hidup. Adaptasi berlaku bagi setiap makhluk

hidup dalam menjalani hidup dalam kondisi lingkungan yang senantiasa

berubah. Terdapat beberapa pengertian yang berusaha menjelaskan

konsep adaptasi, diantaranya yaitu:

1) Adaptasi sebagai suatu konsep umum merujuk pada konsep proses

penyesuaian pada keadaan yang berubah (Hansen, 1979 dalam

Saharudin, 2007).

2) Adaptasi adalah kapasitas manusia untuk menjalankan tujuan-

tujuan individu (self-objectification), belajar dan mengantisipasi

Page 46: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

29

(Bennett, 1976 dalam Saharudin, 2007). Adaptasi bukan hanya

persoalan bagaimana mendapatkan makanan dari suatu kawasan

tertentu, tetapi juga mencakup persoalan transformasi sumberdaya

lokal dengan mengikuti model standar konsumsi manusia yang

umum, serta biaya dan harga atau mode-mode produksi di tingkat

nasional.

3) Adaptasi merupakan pilihan tindakan yang bersifat rasional dan

efektif sesuai dengan konteks lingkungan sosial, ekonomi, politik

dan ekologi, dimana penduduk miskin itu hidup (Barlet, 1993 dalam

Kusnadi, 2000). Pemilihan tindakan yang bersifat kontekstual

tersebut bertujuan untuk mengalokasikan sumberdaya yang

tersedia di lingkungannya guna mengatasi tekanan-tekanan sosial-

ekonomi.

Terdapat tiga konsep kunci mengenai adaptasi (Bennett, 1976

dalam Saharudin, 2007), yaitu:

1) Adaptasi perilaku (adaptive bahavior)

Konsep ini menunjuk pada cara-cara aktual masyarakat

menemukan/merencanakan untuk memperoleh sumberdaya untuk

mencapai tujuan dan memecahkan masalah. Adaptasi perilaku

(adaptive behavior) merupakan suatu pilihan tindakan dengan

mempertimbangkan biaya yang harus dikembangkan dan hasil

yang akan dicapai.

Page 47: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

30

2) Adaptasi proses (adaptive process)

Adaptasi proses (adaptive process) adalah perubahan-perubahan

yang ditunjukan melalui proses yang panjang dengan cara

menyesuaikan strategi yang dipilihnya.

3) Strategi adaptasi (adaptive strategies)

Strategi adaptasi (adaptive strategies) merupakan pola umum yang

terbentuk melalui banyak proses penyesuaian pemikiran

masyarakat secara terpisah. Dalam hal ini masyarakat merespon

permasalahan yang dihadapi dengan melakukan evaluasi terhadap

alternatif yang mungkin dan konsekuensinya serta berusaha

menempatkan permasalahan tersebut dalam suatu desain strategi

yang lebih luas untuk mengimbangi konflik kepentingan dari banyak

pihak.

Adaptasi merupakan salah satu bagian dari proses evolusi

kebudayaan, yakni proses yang mencakup rangkaian usaha-usaha

manusia untuk menyesuaikan diri atau memberi respon terhadap

perubahan lingkungan fisik maupun sosial yang terjadi secara temporal

(Mulyadi, 2007). Dalam merespon setiap perubahan yang terjadi Bogardus

(1983) dalam Marzuki (2002) mengemukakan urutan-urutan adaptasi pada

manusia adalah perubahan teknologi, pengisian waktu senggang,

pendidikan, kegiatan bermasyarakat, suasana dalam rumah tangga dan

terakhir adalah agama dan kepercayaan. Sementara itu, dalam kaitannya

dengan lingkungan, adaptasi dibentuk dari tindakan yang berulang-ulang

Page 48: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

31

sebagai proses penyesuaian terhadap lingkungan tersebut (Bennett, 1976

dalam Saharudin, 2007).

Dalam konteks ekonomi masyarakat nelayan, adaptasi dikatakan

sebagai tingkah laku strategis dalam memaksimalkan kesempatan hidup.

Adaptasi bagi suatu kelompok dapat memberikan kesempatan untuk

bertahan hidup, walaupun bagi kelompok lain kemungkinan akan dapat

menghancurkannya (Hansen, 1979 dalam Saharudin, 2007).

I. Bentuk-Bentuk Strategi Adaptasi Nelayan

Dalam menghadapi masalah-masalah yang ditimbulkan oleh

kondisi-kondisi lingkungannya, masyarakat nelayan menggunakan

berbagai macam respons yang dapat dipandang sebagai strategi adaptif.

Berikut ini dikemukakan delapan macam strategi adaptif, yang umum

digunakan oleh masyarakat nelayan di dunia (Acheson, 1981 dalam

Lampe, 1989). Kedelapan macam strategi adaptif itu adalah :

1. Kerjasama dan Pengerahan Tenaga Kerja

Menurut Smith (1977) dalam Lampe (1989), terdapat persepsi

budaya yang kuat bahwa pekerjaan sebagai nelayan penuh resiko yang

mengancam keselamatan jiwa manusia dan alat-alat yang digunakannya.

Dengan persepsi budaya seperti ini, pola kerja nelayan pada umumnya

dijalankan dengan kerjasama. Dalam pengerahan anggota kerjasama

tersebut, diadakan secara selektif menurut kondisi fisik. Demikianlah

sehingga timbul polarisasi kerjasama menurut jenis kelamin yang lebih

tajam pada masyarakat nelayan bila dibandingkan dengan yang ada pada

masyarakat tani atau industri, dimana kaum laki-laki (yang dianggap kuat

Page 49: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

32

fisiknya) ke laut, sedangkan pada umumnya kaum wanita (yang dianggap

lemah fisiknya) tinggal mengurus rumah tangga atau melakukan

pekerjaan-pekerjaan lainnya, misalnya memproses atau berdagang ikan

( Acheson,1981 : 296-299; Bailey, Cycon dan Moris, 1983:1271)

Kemudian seleksi dalam perekrutan diantara kaum laki-laki itu

sendiri berbeda-beda diantara kebudayaan. Terdapat kelompok-

kelompok kerjasama nelayan yang anggotanya terdiri dari orang

sekerabat, seperti antara lain ditemukan di Urk – Belanda (Langstraat,

1967; Lips, 1982; Lampe, 1985), Bua – Swedia bagian barat (Lofgren hlm.

93), St. Shotts – New Found Land (Nemec, 1982:25), Suku Fanti – Ghana

(Christensen, 1954;1957), desa-desa nelayan di Malaysia (Frederics dan

Lampe, 1979). Terdapat kelompok-kelompok kerjasama nelayan yang

anggota-anggotanya terdiri dari orang-orang yang berteman atau

sekampung (Acheson, 1981). Adapun kelompok-kelompok awak perahu-

perahu nelayan di pantai utara Sumenep – Madura (Indonesia) tidak

ditandai dengan hubungan-hubungan kekerabatan (Jordaan dan Niehof,

1980:82).

Menurut Noor dan Noor (1974) dalam Lampe (1989), bahwa

penyebab saling ketergantungan dalam kerja nelayan adalah kombinasi

dari kedua faktor ekologi dan sifat dari teknologi yang digunakan

(misalnya karena alat-alat penangkapan ikan yang digunakan berat dan

rumit). Sedangkan menurut Acheson (1981), bahwa kerjasama dan

seleksi anggota dikaitkan pada tujuan; untuk menyembuhkan tekanan-

tekanan psikologis para anggota di laut dan menemukan anggota-anggota

Page 50: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

33

yang bisa saling rukun, sehingga keselamatan dan efektivitas kerja dalam

sebuah perahu atau kapal dicapai dan dipertahankan.

2. Penekanan Sifat Egalitarian

Acheson (1981) dalam Lampe (1989) menemukan bahwa pada

umumnya hubungan-hubungan antara para anggota awak perahu atau

kapal nelayan menunjukkan sifat egalitarian (keselarasan) yang sangat

mencolok. Gejala ini menurutnya ditemukan mulai dari Eropa, Amerika

Latin hingga Asia. Sifat keselarasan terwujud dalam masa hubungan-

hubungan diantara para nelayan biasa dengan juru mudi atau pemilik,

alat-alat produksi yang juga ikut aktif, tidaklah menunjukkan status yang

tajam. Pendapat ini sesuai dengan dugaan Durk (1986:04), bahwa sangat

mungkin kebudayaan masyarakat nelayan merupakan kebudayaan yang

kurang kalau bukan sama sekali tidak berstratifikasi.

Tujuan dari penekanan sifat egalitarian adalah untuk mendapatkan

anggota-anggota kelompok yang bisa bekerja dengan terampil. Bilamana

keterampilan itu sudah meningkat menurutnya, maka juru mudi dan

anggota-anggota biasa menjadi relatif sama kedudukannya. Sedangkan

menurut Norr dan Norr (1974 : 221-223), bahwa sifat egalitarian langsung

dikaitkan dengan faktor resiko. Dalam hal ini, keperluan keselarasan

diantara para anggota kerjasama nelayan untuk menghindari bahaya-

bahaya dan meningkatkan efektivitas kerja dalam perikanan.

3. Penerapan Aturan Bagi Hasil

Dalam perusahaan perikanan laut menurut Acheson (1981) dalam

Lampe (1992), jarang sekali ditemukan pengupahan atau penggajian tetap

Page 51: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

34

terhadap para anggota perusahaan. Yang dimaksudkan dengan aturan

pengupahan tetap dalam perikanan ialah; bahwa setiap anggota

memperoleh sejumlah bagian pendapatan (berupa uang) yang sudah

ditetapkan sebelumnya untuk setiap kali per hari, per minggu atau

per bulannya. Besar upah bagi setiap anggota adalah tetap, tidak

dipengaruhi oleh keadaan fluktuasi jumlah tangkapan dan harga-harga di

pasar. Istilah yang umum yang ditujukan kepada para pekerja biasanya

bukan para anggota, melainkan buruh nelayan. Penerapan aturan

pengupahan tetap dalam perikanan laut memiliki korelasi dengan

perbedaan status dan pendapatan yang tajam antara para buruh nelayan

dan pemilik alat-alat produksi.

Sebaliknya dalam perikanan laut, aturan bagi hasil merupakan

aturan yang umum, yang ditemukan baik dalam perikanan-perikanan

tradisional berskala kecil, maupun di dalam perikanan modern. Secara

umum aturan bagi hasil menetapkan aturan bahwa setiap anggota

memperoleh satu bagian pendapatan dari jumlah keseluruhan pendapatan

per hari, per minggu dan per bulannya. Dalam perikanan-perikanan yang

sudah modern, pada umumnya pembagian pendapatan diadakan setelah

dikeluarkan biaya-biaya untuk perbaikan alat-alat penangkapan yang

rusak, bahan bakar, oli, perawatan mesin dan makanan. Jumlah bagian

setiap anggota tidak tetap, melainkan berfluktuasi menurut keadaan

penangkapan dan harga-harga ikan di pasar. Setiap anggota

mendapatkan bagian yang relatif sama.

Page 52: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

35

Salah satu ciri umum yang ditemukan oleh para ahli antropologi

dalam perikanan laut dalam aturan bagi hasil ialah; bahwa setiap bagian

pendapatan menunjukkan suatu fungsi kerja. Hal yang umum terjadi

bahwa, pemilik juga mendapatkan suatu bagian yang sama dengan

bagian-bagian nelayan biasa, tetapi itu bukan bagiannya sebagai pemilik

melainkan sebagai anggota karena ikut aktif di laut. Aturan bagi hasil

dengan istilah-istilah bagian yang fungsional itu, menunjukkan secara

logis bahwa semua anggota awak merupakan orang-orang yang

bekerjasama, yang berhak mendapatkan hasil atau nilai kerjanya masing-

masing; bahwa keadaan pendapat setiap anggota yang berfluktuasi juga

adalah logis, karena pendapatan yang dibagikan merupakan hasil atau

nilai langsung kerja mereka yang keadaannya memang berfluktuasi.

Kemudian aturan bagi hasil yang menetapkan kebersamaan relatif

mengaburkan adanya perbedaan-perbedaan status diantara para anggota

kerjasama.

Breton (1977) dalam Lampe (1989) yang pernah mengadakan

penelitian pada masyarakat di pantai Venezuela, menemukan bahwa

aturan bagi hasil sangat umum berlaku dalam perikanan-perikanan

tradisional berskala kecil, sedang aturan pengupahan tetap terdapat

dalam perikanan modern berskala besar yang kapitalistis.

Aturan bagi hasil dalam perikanan laut tidaklah semata dianggap

sebagai yang membawa kepuasan konsumtif bagi kaum nelayan, tetapi

juga merupakan satu strategi adaptif nelayan dalam menghadapi resiko

dan mencapai aktivitas kerja dalam proses-proses produksi.

Page 53: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

36

4. Pengaturan Hak-hak Pemilikan Atas Daerah-daerah Perikanan Laut

Menurut Gordon (1954:124) dalam Lampe (1989), bahwa

sumberdaya laut mempunyai sifat dan kedudukan sebagai kekayaan milik

bersama umat manusia. Laut sebagai suatu daerah terbuka, artinya

bahwa para nelayan dari daerah manapun bebas mencari ikan di laut,

karena tidak ada satu pihak yang memiliki daerah-daerah atau lokasi-

lokasi perikanan tertentu. Sifat kedudukan laut yang demikian

menimbulkan konsekuensi-konsekuensi negatif berupa; pengerusakan

sumber-sumber biotik laut, pemborosan secara ekonomi, menyebabkan

skala pendapatan nelayan di negara-negara sedang berkembang tetap

tidak meningkat dan terjadinya konflik.

Berdasarkan pada hasil penelitian dari para ahlir antropologi,

ternyata bahwa masyarakat nelayan di berbagai tempat di dunia telah

merubah kedudukan laut sebagai daerah terbuka menjadi daerah-daerah

yang dimiliki secara komunal kelompok dan bahkan secara individual

(Forman, 1967:417-426; Gordel, 1978:02-03; Acheson,1981:280-281,

Bavinck, 1984:04). Pengaturan pemilikan atas daerah-daerah perikanan di

laut seperti ini bertujuan menghindari konsekuensi-konsekuensi negatif

dari kedudukan laut sebagai daerah terbuka.

5. Penggunaan Berbagai Macam Alat dan Teknik Penangkapan

Strategi adaptif yang menjadi sangat umum digunakan oleh

masyarakat nelayan, ialah penggunaan berbagai macam alat dan teknik

penangkapan. Strategi yang sangat umum ini disusun berdasarkan

pengetahuan nelayan mengenai berbagai jenis dan pola kebiasaan ikan

Page 54: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

37

dan kondisi-kondisi dasar laut. Pengetahuan yang diperoleh melalui

pengalaman dan proses pembelajaran yang lama (Barness,

1976:181;Fredericks dan Lampe,1976:12; Acheson, 1981:276).

6. Strategi-strategi Yang Digunakan Secara Perorangan

Acheson (1981) menemukan empat strategi yang dianggapnya

sebagai strategi-strategi perorangan. Keempat macam strategi yang

sifatnya situasional, kombinasi beberapa macam pekerjaan, pengelolaan

modal dan penemuan atau perubahan teknik.

a. Strategi Yang Sifatnya Situasional.

Terdapat empat macam strategi nelayan yang digunakan

berdasarkan pengetahuannya mengenai situasi-situasi tertentu. Pertama,

strategi dalam menempatkan alat-alat penangkapan pada konsentrasi-

konsentrasi ikan di suatu lokasi yang diketahui sebelumnya. Strategi

semacam ini dapat dimiliki oleh setiap nelayan yang mempunyai

pengetahuan dan peka melihat kelompok-kelompok ikan di suatu lokasi.

Kedua, strategi menghindari bahaya rusak atau hilangnya alat-alat

penangkapan. Strategi ini disusun berdasarkan pengetahuan nelayan

tentang dalamnya laut, keadaan arus, landaian dan tipe-tipe dasar laut.

Ketiga, para nelayan dapat menyusun strategi tentang penentuan dimana

dan kapan penangkapan dilakukan serta jenis alat tangkap yang cocok

digunakan. Strategi seperti ini dapat disusun bilamana nelayan

mempunyai pengetahuan mendetail tentang jenis-jenis ikan yang

dicarinya, seperti pola kebiasaan, siklus perkembangbiakan, musuh-

musuh atau makanan ikan, pola-pola migrasi dan tempat tinggal ikan.

Page 55: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

38

Keempat, strategi-strategi pengelolaan informasi tentang lokasi-lokasi dan

lain-lain, sehingga nelayan bisa membuat keputusan.

Pengetahuan mendetail tentang lingkungan fisik dan biotik laut

yang dimiliki oleh nelayan dalam rangka menyusun strategi-strategi yang

sifatnya situasional di atas, diperoleh nelayan melalui pengalaman, proses

belajar dan informasi budaya.

b. Kombinasi Beberapa Macam Pekerjaan

Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sebagian besar

masyarakat dunia yang mengandalkan lebih dari satu macam sumber

pendapatan. Khusus bagi masyarakat nelayan, kombinasi beberapa

macam pekerjaan menurut hasil penelitian oleh para ahli antropologi

merupakan suatu strategi yang umum digunakan. Misalnya seseorang

disamping sebagai nelayan, selama waktu-waktu tertentu dia juga aktif

sebagai petani atau dalam sektor perdagangan laut. Bagi nelayan, sektor-

sektor ekonomi non perikanan menjadi demikian penting bilamana musim

angin dan gelombang sedang berlangsung yang tidak memungkinkan

sama sekali aktivitas perikanan dijalankan. Dalam sektor perikanan itu

sendiri, menjalankan lebih satu bentuk pekerjaan tidak memungkinkan

digunakan karena cuaca buruk, atau karena terjadi perubahan

musim,serta kemunculan jenis-jenis ikan yang menjadi tangkapan pokok.

Strategi berupa penggabungan pekerjaan seperti di atas, antara

lain dilaporkan oleh Leap (1977:253-259) dalam hasil penelitian

komparatifnya mengenai sebanyak 24 masyarakat nelayan non-industri

dan 34 masyarakat nelayan di dunia industri (Andersen dan Wadel

Page 56: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

39

1982:02-03); mengenai masyarakat nelayan Manta – Equador;

Koentjaraningrat (1981:34-36) mengenai desa-desa nelayan di Asia

tenggara pada umumnya dan Indonesia pada khususnya; Mubyarto,

Loekman Soetrisno dan Dove (1984) dua desa nelayan pantai utara Jawa

tengah; Jordaan dan Niehof (1980) mengenai sebuah desa nelayan pantai

utara Sumenep (Madura); dan Nirbito (1980) dalam Lampe (1989)

mengenai masyarakat nelayan Kabupaten Bangkalan – Madura.

c. Pengelolaan Modal

Kesuksesan perikanan laut sangat ditentukan oleh kemampuan

pemilik mengelola modal perusahaannya. Terutama untuk perikanan laut

dalam, modal menjadi salah satu syarat mutlak bagi nelayan untuk

mempunyai akses ke laut. Dengan kondisi lingkungan laut yang keras,

modal perusahaan nelayan yang kebanyakan dalam bentuk perusahaan

itu sendiri (kapal atau perahu dan alat-alat penangkapan) menanggung

resiko besar.

Pengelolaan modal perusahaan perikanan laut menurut

McCay (1978), dikelola pemiliknya dengan „diversifikasi‟ dan „intensifikasi.‟

Diversifikasi diacukan pada penggunaan berbagai macam bentuk

perikanan atau juga ke sektor usaha di luar perikanan (model tradisional).

Mengenai model diversifikasi yang mencirikan usaha dan aktivitas

penduduk nelayan dan pulau-pulau di Indonesia, terdapat dua strategi

utama, yakni strategi diversifikasi usaha yang difokuskan ke laut dan

strategi diversifikasi yang difokuskan di darat. Strategi diversifikasi

pertama berupa saling mempergantikan beberapa sub sektor perikanan

Page 57: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

40

(dengan pemilikan beberapa jenis teknologi tangkap) atau bahkan

sewaktu-waktu nelayan bergeser ke usaha transportasi laut, kemudian

dalam situasi dan kondisi tertentu kembali lagi ke usaha penangkapan

ikan. Dimungkinkan pertimbangan kemudahan penguasaan keterampilan

dan perolehan modal seadanya serta sulitnya memperoleh akses pada

alternatif pekerjaan di darat, maka strategi pertama inilah yang umumnya

diterapkan oleh penduduk pesisir dan pulau-pulau (Lampe, 1989)

Strategi diversifikasi kedua berupa kombinasi beberapa jenis

pekerjaan sekaligus kalau bukan saling mempergantikan diantara

pekerjaan kenelayanan, perhubungan dan kegiatan-kegiatan yang

diperluas di sektor-sektor perdagangan (misalnya, membangun kios,

menjual bahan kebutuhan pokok di pulau), pertanian , tambak, beternak

unggas, menjadi kuli bangunan dan sebagainya. Dikarenakan semakin

berkurangnya sumberdaya dan sulitnya peluang-peluang kerja alternatif di

darat, mempengaruhi semakin berkurangnya penduduk nelayan pesisir

dan pulau-pulau kecil yang dapat melakukan strategi diversifikasi usaha

kedua tersebut. Diperkirakan bahwa, strategi semacam ini tidak akan

menghabiskan banyak biaya.

Sebagai kebalikan dari model diversifikasi usaha perikanan yakni

model intensifikasi, berupa strategi pemusatan faktor-faktor modal,

pengetahuan dan keterampilan, tenaga kerja dan proses-proses kerja

pada satu jenis usaha tunggal secara intensif. Misalnya, perikanan

tongkol, usaha bagang rambo, usaha gae, usaha teripang, usaha ikan dan

Page 58: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

41

lobster hidup yang dikelola masyarakat nelayan Sulawesi Selatan

(Lampe, 1989).

Kedua model ini sesuai dengan teori ekonomi fleksibiliti. Terdapat

banyak perusahaan perikanan pengelolaan modalnya dapat diusahakan

dengan baik oleh para pemiliknya dengan membangun dan

mempertahankan jaringan sosial ke luar. Strategi ini dilaporkan oleh

Acheson (1981 : 293).

d. Penemuan dan Perubahan Teknik

Menurut Acheson (1981) dalam Lampe (1989), salah satu strategi

yang dianggap efektif bagi nelayan untuk dapat bersaing dengan yang

lainnya dan untuk menemukan lokasi-lokasi perikanan yang baru, yang

lebih unggul yang muncul melalui inovasi atau difusi. Suatu alasan

prinsipil dari para nelayan untuk menerima dan menggunakan suatu unsur

teknologi baru, yaitu bilamana unsur tersebut secara ekonomi dapat

menguntungkan.

7. Penggunaan Agama, Magis dan Ritual

Bagi banyak masyarakat nelayan di dunia, agama dan magis yang

dapat terwujud dalam ritual, dipandang sebagai suatu elemen dalam

sistem ekonominya. Suatu elemen yang fungsinya lebih banyak terkait

pada usaha-usaha nelayan untuk memperoleh keselamatan dan

keberuntungan serta menghindari malapetaka dalam proses produksi.

Pelaksanaan ritual dengan fungsinya yang demikian banyak dilaporkan

oleh para ahli antropologi antara lain; Johnson mengenai masyarakat

nelayan Portugis; Prins dan Watanabe mengenai masyarakat nelayan

Page 59: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

42

Kenya dan Ainu; Poggie dan Gersuny mengenai masyarakat nelayan New

England dalam (Acheson, 1981:287-288); Christensen (1977:90)

mengenai masyarakat nelayan Fanti – Ghana; dan Firth (1966: 122-125)

mengenai masyarakat nelayan Kelantan dan Trengganu – Malaysia.

Kaum nelayan dari desa-desa pantai Sulawesi Selatan juga

menggunakan upacara-upacara keselamatan dan magis ini, bersumber

dari ajaran agama Islam dan kepercayaan-kepercayaan lama yang dianut

.Ritual-ritual dan magis ini menurut kepercayaan nelayan berfungsi untuk

memperoleh keselamatan dan keberuntungan serta menghindari

malapetaka dalam proses produksi. (Ujianto, 1984:38-40).

8. Menjalin Hubungan Kuat dan Lama Dengan Pihak Lain

Suatu gejala umum yang ditemukan oleh para ahli anrtropologi

yang meneliti tentang sistem ekonomi nelayan khususnya yang berkaitan

dengan usaha-usaha perolehan modal dan pemasaran ikan, ialah adanya

suatu hubungan yang kuat dan lama dengan pihak luar , yang terpenting

adalah para pedagang atau pemilik modal. Acheson (1981:281-283)

menemukan dua alasan pokok hubungan seperti itu terbentuk yaitu untuk

memperoleh pinjaman modal dan pemasaran hasil tangkapan yang cepat

membusuk.

Disamping terhadap para pedagang atau pemilik modal, sebagian

besar nelayan pemilik juga menemukan sumber bantuan permodalan dan

pemasaran melalui bantuan pemerintah setempat (seperti di Indonesia),

yang disalurkan lewat pendirian koperasi seperti; KUD, BUUD, kredit

melalui bank, dan sebagainya. Menurut laporan penelitian para ahli

Page 60: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

43

antropologi, bahwa bentuk perolehan modal atau pemasaran belum

mampu meningkatkan pendapatan nelayan secara merata, dan karena itu

belum mampu menggeser sepenuhnya kedudukan para pedagang dan

para tengkulak (Lampe, 1989).

J. Kerangka Pikir Penelitian

Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang cenderung

eksploitatif ditambah tekanan akibat perubahan iklim sangat

mempengaruhi terjadinya perubahan ekologis berupa kerusakan

ekosistem terumbu karang dan meningkatnya intensitas gelombang dan

badai di laut.

Secara teoritis, berbagai perubahan yang terjadi pada ekosistem

laut dan pesisir ini dapat mempengaruhi berbagai aktivitas nelayan dalam

mencari ikan dengan dampak yang sangat mungkin terjadi adalah

penurunan produksi perikanan tangkap.

Pulau Badi dan Pajenekang merupakan pulau kecil yang memiliki

kompleksitas permasalahan di dalamnya. Pulau-pulau ini juga sangat

rentan terhadap dampak negatif dari pemanfaatan sumberdaya laut yang

dilakukan oleh manusia. Di wilayah Pulau Badi dan Pajenekang gejala

perubahan ekologis di wilayah laut berdampak secara langsung terhadap

nelayan dan mempengaruhi aktivitas dan produksi perikanan tangkap.

Dampak dari perubahan ekologis dapat dibagi menjadi dampak

ekologis dan terhadap kegiatan ekonomi. Dampak ekologis adalah akibat

yang ditimbulkan dari perubahan ekologis terhadap lingkungan pesisir

dan pulau-pulau kecil yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas

Page 61: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

44

sumberdaya laut. Sedangkan dampak ekonomi berkaitan dengan akibat

yang ditimbulkan perubahan ekologis terhadap mata pencaharian

masyarakat nelayan yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya

laut.

Dampak dari perubahan ekosistem tersebut tidak ditanggapi

secara negatif oleh nelayan. Nelayan di Pulau Badi dan Pajenekang

diduga melakukan strategi adaptasi melalui beragam kegiatan dalam

menghadapi dampak perubahan ekologis tersebut.

Hal ini perlu dilakukan mengingat nelayan merupakan bagian

masyarakat yang paling rentan terhadap dampak buruk perubahan

ekologis karena kehidupan ekonominya sebagian besar ditunjang dari

produksi perikanan tangkap. Alur kerangka pemikiran ini digambarkan

pada gambar 2.

Page 62: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

45

Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian

PEMANFAATAN SUMBERDAYA

LAUT SECARA EKSPLOITATIF,

FAKTOR ALAMIAH DAN

PERUBAHAN IKLIM

PERUBAHAN EKOLOGIS

DAMPAK EKOLOGI DAMPAK EKONOMI

KARAKTERISTIK

NELAYAN :

- Usia

- Pengalaman

Sebagai Nelayan

- Jumlah Anggota

Rumah Tangga

- Jenis Armada

Tangkap

- Lama Tinggal

AKTIVITAS MATA PENCAHARIAN DAN KONDISI EKONOMI

NELAYAN MENURUN

STRATEGI ADAPTASI

Page 63: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

46

K. Definisi Operasional

Guna menghindari terjadinya kesalahan pemahaman tentang

beberapa hal dalam penelitian ini, maka penulis membuat batasan

pengertian dalam defenisi operasional, berikut ini:

1. Perubahan ekologis adalah perubahan yang terjadi pada

keseluruhan komponen biotik dan abiotik sebagai akibat langsung

maupun tidak langsung dari aktivitas manusia maupun proses

alamiah, khususnya perubahan ekosistem terumbu karang dan

lamun maupun kondisi perairan.

2. Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya

tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan

penangkapan ataupun budidaya.

3. Dampak ekologis adalah akibat yang ditimbulkan dari perubahan

ekologis terhadap lingkungan pesisir dan laut yang mempengaruhi

kualitas dan kuantitas sumberdaya alam.

4. Dampak ekonomi adalah akibat yang ditimbulkan perubahan

ekologis terhadap mata pencaharian masyarakat yang

menggantungkan hidupnya pada sumberdaya laut.

5. Strategi adaptasi merupakan tindakan yang dilakukan nelayan

dalam menyiasati dampak negatif perubahan ekologis.

6. Karakteristik individu adalah ciri-ciri yang melekat pada individu

(Havighurst dan Acherman dalam Sugiah, 2008) meliputi :

Page 64: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

47

a. Usia adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga

tahun pada saat dilaksanakan penelitian. membagi usia menjadi

tiga kategori:

i) Muda (22-30 tahun)

ii) Dewasa (31-40 tahun)

iii) Tua (> 40 tahun)

b. Pengalaman sebagai nelayan adalah lama responden menjadi

nelayan yang dihitung dalam satuan waktu (tahun), sejak

pertama kali menjadi nelayan sampai dengan penelitian ini

dilakukan yang dinyatakan dalam kategori :

i) Rendah (10-15 tahun)

ii) Sedang (16-21 tahun)

iii) Tinggi (lebih dari 21 tahun)

c. Lamanya tinggal adalah jumlah waktu yang telah dilalui oleh

responden menempati tempat tinggalnya, dinyatakan dalam

kategori :

i) Rendah (22-30 tahun)

ii) Sedang (31-40 tahun)

iii) Tinggi (> 40 tahun)

Page 65: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

48

d. Jumlah anggota rumah tangga adalah banyaknya orang yang

menetap dalam satu rumah dimana nelayan itu tinggal. Jumlah

anggota rumah tangga dibedakan menjadi:

i) Kecil (jika anggota rumah tangga berjumlah 1-3 orang)

ii) Menengah (jika anggota rumah tangga berjumlah 4-6

orang)

iii) Besar (jika anggota rumah tangga berjumlah lebih dari 6

orang).

e. Tingkat teknologi penangkapan adalah ukuran lokal mengenai

jenis armada yang digunakan nelayan dalam kegiatan

penangkapan, yang meliputi:

i) Tradisional (jika armada yang digunakan jenis lepa-lepa)

ii) Semi modern (jika armada yang digunakan berupa jolloro)

iii) Modern (jika armada yang digunakan berupa kapal gae)

Page 66: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

49

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2013 di

Pulau Badi dan Pajenekang, Desa Mattiro Deceng, Kecamatan Liukang

Tupabiring, Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan (Gambar 3).

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja),

dengan pertimbangan bahwa lokasi penelitian merupakan desa nelayan

yang sebagian besar adalah nelayan tradisional, sementara tantangan

yang dihadapi cukup besar mengingat kondisi ekosistem kedua pulau ini

sangat rentan terhadap perubahan ekologis serta sebagai representasi

dari pulau-pulau kecil di wilayah Kabupaten Pangkep.

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian

Page 67: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

50

B. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif.

Metode kuantitatif yang digunakan adalah metode survei dengan

instrumen kuesioner untuk mengetahui karakteristik rumah tangga nelayan

dan karakteristik usaha nelayan. (usia, pengalaman sebagai nelayan,

lama tinggal, jumlah anggota rumah tangga) dan karakteristik usaha

nelayan yakni jenis armada tangkap serta bentuk strategi adaptasi .

Teknik survei perlu diperluas dengan pengamatan (observation)

wawancara mendalam (indepth interview) dan studi literatur.

Pengamatan (observation) dilakukan untuk memahami keadan

lingkungan pulau dan perairannya. Lingkungan pulau meliputi flora dan

faunanya, pemukimannya, infrastruktur dan fasilitas publik yang ada

serta kegiatan-kegiatan yang berdampak langsung terhadap lingkungan.

Observasi terhadap perairan dilakukan dengan ikut perahu nelayan,

melihat kondisi terumbu karang dan hasil tangkapan ikan, walaupun

memang observasi ini sangat terbatas.

Wawancara mendalam (indepth interview) dengan menggunakan

pedoman wawancara diterapkan untuk menggali informasi mengenai

lingkungan dan bentuk-bentuk perubahan ekologis dari waktu ke waktu,

baik menyangkut kondisi lingkungan pulau, kondisi perairannya dan juga

kondisi perairan yang menjadi daerah tangkapan (fishing ground), dampak

perubahan ekologis terhadap hasil tangkapan nelayan serta bentuk-

bentuk strategi adaptasi yang dilakukan menghadapi dampak yang

ditimbulkan oleh perubahan ekologis.

Page 68: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

51

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif.

Penelitian deskriptif berguna untuk membuat penjelasan secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi

atau daerah tertentu. Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah suatu strategi penelitian

multi-metode, lazimnya memadukan teknik pengamatan, wawancara dan

analisis dokumen (Sitorus, 1998). Menurut Stake (2009) studi kasus dapat

berciri kualitatif, kuantitatif atau kombinasi keduanya.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dari kegiatan penelitian adalah Kepala Keluarga (KK)

nelayan pancing, nelayan jaring/pukat dan nelayan gae (purse seine)

yang telah bekerja sebagai nelayan minimal 10 tahun. Menurut Arikunto

(2000) bahwa jika subyek penelitian kurang dari 100, lebih baik

mengambil semua populasi sehingga penelitiannya merupakan penelitian

populasi. Selanjutnya jika jumlah subyeknya besar, dapat diambil antara

5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% atau lebih sebagai sampel penelitian.

Jumlah sampel penelitian sebanyak 10 persen dari jumlah populasi

Kepala Keluarga (KK) nelayan. Populasi diambil berdasarkan informasi

yang diperoleh dari kantor desa tentang jumlah penduduk tiap Rukun

Tetangga (RT). Berdasarkan data yang ada, jumlah populasi nelayan

pancing, pukat/jaring dan nelayan gae (purse seine) di Pulau Badi

sebanyak 442 orang sedangkan di Pulau Pajenekang sebanyak 253

orang. Jumlah responden untuk Pulau Badi sebanyak 44 nelayan dan di

Pulau Pajenekang sebanyak 25 nelayan. Nelayan yang menjadi

Page 69: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

52

responden adalah mereka tergolong nelayan tetap yaitu nelayan yang

melakukan kegiatan penangkapan di daerah terumbu karang dan

sekitarnya. Rincian jumlah populasi dan sampel penelitian dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Rincian Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian

No.

Jenis Populasi

Nelayan Jumlah Populasi (Orang)

Jumlah Sampel

(Orang)

1 2 3 4

Pulau Badi

1 Nelayan pancing 310 31

2 Nelayan jaring/pukat 81 8

3 Nelayan purse

seine/gae 51 5

Jumlah 442 44

Pulau Pajenekang

1 Nelayan pancing 142 14

2 Nelayan jaring/pukat 71 7

3 Nelayan purse

seine/gae 40 4

Jumlah 253 25

Sumber : Data Sekunder Setelah Diolah, 2013

Jumlah informan dalam penelitian ini tidak dibatasi, dengan tujuan

untuk memperkaya informasi dengan menggunakan teknik bola salju

yang memungkinkan perolehan data dari satu informan ke informan

lainnya.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.

Data primer yang diperoleh dari responden dilakukan melalui teknik survei

dengan alat bantu kuesioner yang telah dipersiapkan. Sedangkan

pengumpulan data dari informan (nelayan, tokoh masyarakat dan aparat

Page 70: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

53

desa) dilakukan dengan wawancara mendalam menggunakan pedoman

wawancara.

Selain data primer, pengumpulan data dalam penelitian ini juga

menggunakan data sekunder. Sumber data sekunder dapat diperoleh dari

Kantor Desa Matiro Deceng, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten

Pangkep, Biro Pusat Statistik Kabupaten Pangkep, buku, internet, jurnal-

jurnal penelitian, skripsi, tesis dan laporan penelitian yang berkaitan

dengan penelitian ini.

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data kuantitatif dilakukan melalui proses pemeriksaan data

yang terkumpul (editing). Kemudian pengkodean (coding) dengan tujuan

untuk menyeragamkan data. Setelah pengkodean, tahap selanjutnya

adalah perhitungan persentase jawaban responden yang dibuat dalam

bentuk tabulasi deskriptif. Penyimpulan hasil penelitian dilakukan dengan

cara mengambil hasil analisis antar variabel yang konsisten serta

informasi-informasi yang penting lainnya yang datang dari responden

maupun informan.

Sedangkan teknik analisis data kualitatif dilakukan sejak awal

pengumpulan data. Dimana hasil wawancara mendalam dan pengamatan

disajikan dalam bentuk catatan harian yang dianalisis sejak pertama kali

datang ke lapangan dan berlangsung terus menerus. Analisis data

kualitatif dilakukan secara terus menerus yang terdiri dari pengumpulan

data, analisis data, reduksi data, penyajian data dan penarikan

kesimpulan. Analisis data primer dan sekunder mengacu pada pendapat

Page 71: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

54

Miles dan Huberman (1992) dalam Sitorus (1998), dimana data diolah

dengan melakukan tiga tahapan kegiatan dan dilakukan secara

bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan

melalui verifikasi data. Analisis data kualitatif dipadukan dengan hasil

interpretasi data kuantitatif.

Page 72: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

55

BAB IV

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Pulau Badi

1. Letak Geografis dan Kondisi Alam

Pulau Badi merupakan sebuah pulau kecil dari gugusan kepulauan

Spermonde. Secara administratif Pulau Badi masuk ke dalam desa

Mattiro Deceng, kecamatan Liukang Tupabiring. Pulau ini memiliki luas

daratan 7,41 ha. Secara geografis Pulau Badi terletak antara 0457‟11.7”

LS dan 11916‟55.8” BT dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Pulau Sarappo

Sebelah Selatan : Pulau Bonetambung

Sebelah Timur : Pulau Pajenekang

Sebelah Barat : Pulau Lumu-Lumu

Untuk mencapai Pulau Badi dapat melalui kanal Paotere kota

Makassar dan dermaga Maccini Baji kota Pangkajene (ibukota kabupaten

Pangkep). Waktu tempuh dari kota Makassar kurang lebih 1 jam 10

menit, waktu tempuh dari ibukota kabupaten Pangkep (Pangkajene)

kurang lebih 2 jam 30 menit, sedangkan waktu tempuh dari ibukota

kecamatan (Ballang Lompo) kurang lebih 25 menit menggunakan perahu

Jolloro, mesin berkekuatan 35 PK.

Kondisi tutupan lahan Pulau Badi hanya ditumbuhi sedikit

pepohonan, jenis pohon sukun, pohon waru dan pohon kelor.

Pepohonan yang agak padat terdapat di bagian barat pulau, dimana

Page 73: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

56

terdapat lapangan kecil. Jalan setapak di Pulau Badi terbuat dari paving

block menyusuri sepanjang pantai dan tengah pulau. Pemukiman

penduduk terlihat cukup padat. Paparan terumbu karang yang cukup

luas mengelilingi Pulau Badi, melebar ke arah barat. Paparan ini juga

berlanjut ke beberapa gusung dan taka di sekitarnya. Kumpulan karang

yang luas yang berada di sisi barat Pulau Badi, terdapat daerah terumbu

yang sangat potensial dijadikan obyek wisata penyelaman karena

topografinya yang berbentuk seperti gobah. Daerah ini disebut pula

dengan istilah Gusung Batua, dengan posisi geografis 04o56'74.2" LS dan

119o15'11.0". Di lokasi ini terdapat penandaan berupa patok sebagai

peringatan adanya taka yang luas dan terlalu dangkal bagi kapal-kapal

yang melintas (PPTK Unhas, 2006).

Pulau Badi terbagi dalam dua buah dusun. Keunikannya terletak

pada warga penghuni dusun, yaitu dusun utara rata-rata dihuni oleh

nelayan yang menggunakan purse seine (gae) sebagai alat tangkap.

Nelayan gae ini melakukan penangkapan disekitar Pulau Langkai,

perairan Jeneponto, Kendari hingga ke Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pengoperasian alat tangkap gae dilakukan secara berkelompok dengan

jumlah anggota 8 sampai 14 orang. Dilain pihak, dusun selatan lebih

banyak dihuni oleh nelayan pemancing ikan sunu. Untuk menangkap ikan

sunu, jenis pancing yang digunakan nelayan Pulau Badi yaitu pancing

kedo-kedo dan pancing tomba/tomba-tomba.

Berdasarkan keadaaan angin dan gelombang laut, Pulau Badi

memiliki dua musim yaitu musim barat dan musim timur. Kedua musim ini

Page 74: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

57

sangat mempengaruhi kehidupan dan aktivitas penduduk di pulau ini.

Musim angin barat antara bulan November sampai Februari. Adapun

antara bulan Maret sampai April merupakan transisi ke musim angin

timur. Sementara itu musim angin timur sekitar bulan Juni, Juli dan

Agustus. Periode transisi ke angin barat adalah bulan September dan

Oktober. Musim angin barat menjadi kendala bagi nelayan dan musim

angin timur adalah saat yang tepat untuk melakukan aktivitas

penangkapan ikan.

2. Penduduk dan Mata Pencaharian

Pulau Badi termasuk pulau yang padat penduduknya dengan 518

Kepala Keluarga. Jumlah penduduk Pulau Badi sebanyak 1944 jiwa.

Jumlah penduduk laki-laki sebesar 964 jiwa atau sekitar 49 persen.

Sedangkan penduduk perempuan sebesar 977 jiwa atau sekitar

51 persen dari jumlah total penduduk Pulau Badi. Jumlah penduduk

berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut :

Tabel 2. Jumlah Penduduk Pulau Badi Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah

Jiwa Persen (%)

Laki-laki 964 49

Perempuan 977 51

Jumlah 1944 100 Sumber : Data Sekunder Monografi Desa Mattiro Deceng, 2012

Dengan jumlah penduduk 1944 jiwa, Pulau Badi dihuni lebih

banyak oleh kaum wanita daripada penduduk pria, meskipun selisih

jumlah diantara kedua jenis kelamin ini tidak terlalu jauh.

Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah sebagai

nelayan, sementara penduduk lainnya berprofesi sebagai pedagang hasil

Page 75: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

58

laut, pedagang bahan pokok, tukang dan pegawai negeri. Penduduk

yang berprofesi sebagai nelayan, memanfaatkan sumberdaya laut dengan

melakukan penangkapan jenis biota bernilai ekonomi. Penduduk yang

berprofesi sebagai pedagang laut mendistribusikan hasil tangkapan

nelayan ke berbagai konsumer, serta menjadikan laut sebagai sarana

transportasi. Umumnya sektor perdagangan hasil laut ini dilakukan oleh

pedagang pengumpul (pabalolang). Selain itu, aktivitas penjualan karang

dan perahu juga dapat dimasukkan ke dalam kategori pedagang.

Aktifitas perdagangan di Pulau Badi, tidak terbatas pada

perdagangan hasil laut berupa ikan, namun juga penjualan karang untuk

bahan pondasi rumah. Penambangan karang sebagai bahan bangunan

dilakukan secara terang-terangan sesuai pesanan dan dijual dengan

harga Rp. 200.000,-/jolloro atau ditukar dengan mesin bekas. Aktivitas

penambangan karang dilakukan di kawasan gusung batua karena sejak

lima tahun terakhir aktivitas penambangan karang di sekitar pulau telah

dilarang oleh pemerintah karena berdampak pada daratan pulau yang

setiap tahun terkena abrasi.

3. Sarana dan Prasarana

Sebagai pusat pemerintahan desa, Pulau Badi memiliki beberapa

sarana umum mencakup bidang keagamaan, pendidikan kesehatan dan

transportasi. Di bidang keagaman, dengan jumlah penduduk mayoritas

beragama Islam, maka sarana keagamaan yang ada hanyalah sarana

yang berhubungan dengan agama Islam, yakni Masjid. Secara umum,

masjid merupakan tempat anggota masyarakat mengadakan kegiatan

Page 76: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

59

keagamaan seperti: sholat, pengajian, upacara keagamaan dan

merupakan tempat penyebaran informasi (penyebaran berita kematian

dan undangan untuk berkumpul).

Di bidang pendidikan, Pulau Badi memiliki dua SD (Sekolah Dasar)

yaitu SD Negeri 27 di RT 03 dan SD Negeri 12 di RT 08 serta sebuah

SMP (Sekolah Menengah Pertama) terbuka. Fungsi SD ini sangat penting

untuk memberikan pendidikan dasar bagi masyarakat Pulau Badi, seperti

pemahaman membaca dan menulis, kemampuan berhitung dan

pengetahuan-pengetahuan dasar lainnya. Selain di bidang pendidikan,

terdapat juga sarana di bidang kesehatan berupa 1 unit puskesmas

pembantu dan 1 unit posyandu. Sedangkan untuk sarana olahraga,

Pulau Badi memiliki sebuah lapangan sepak bola, sebuah lapangan volly

dan sebuah lapangan bulutangkis.

Sarana lainnya yang terdapat di Pulau Badi adalah instalasi listrik

milik PT. PLN. Sarana penerangan ini digerakkan oleh generator yang

beroperasi selama 6 jam, mulai jam 18.00 hingga jam 24.00. Sarana

penerangan ini dapat diakses oleh sebagian besar penduduk Pulau Badi.

Untuk keperluan mandi dan mencuci, masyarakat Pulau Badi

memanfaatkan beberapa sumur umum yang terdapat di beberapa lokasi

di tengah pulau.

Sarana transportasi bagi masyarakat Pulau Badi berupa kapal

penumpang reguler yang melayani rute Makassar-Badi setiap harinya

sebanyak 3 unit. Fungsi kapal angkutan ini sangat vital karena

merupakan sarana efektif bagi penyaluran hasil tangkapan dan suplai

Page 77: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

60

bahan kebutuhan pokok dari dan keluar pulau, terutama ke kota

Makassar. Terdapat dua dermaga Pulau Badi yang terletak di sebelah

timur dan utara pulau. Kedua dermaga ini lebih banyak dimanfaatkan oleh

kapal penumpang untuk bongkar muat barang dan penumpang.

4. Armada dan Peralatan Tangkap Nelayan

Sebagian besar armada yang digunakan oleh nelayan Pulau Badi

untuk penangkapan ikan hingga saat ini berupa kecil bercadik (lepa-lepa)

dengan ukuran panjang sekitar tujuh meter dan lebar sekitar

60 sentimenter. Sebagai sumber tenaga digunakan mesin ketinting

berkekuatan 6,5 PK dengan bahan bakar bensin. Jenis armada yang

berikut berupa perahu jolloro/kapal motor ukuran panjang 10 meter dan

lebar 1 meter, berkapasitas 3 - 7 ton dengan kekuatan mesin 10 - 15 PK.

Sedangkan jenis armada lainnya berukuran lebih besar yaitu kapal gae

yang digunakan oleh nelayan gae (purse seine). Jenis aemada

penangkapan dapat dilihat pada Gambar 4.

Page 78: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

61

a) Lepa-lepa b) Jolloro

c) Kapal gae

Gambar 4. Jenis Armada Penangkapan Nelayan Pulau Badi

Pemanfaatan sumberdaya laut oleh nelayan Pulau Badi dilakukan

dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap. Setiap nelayan paling

tidak memiliki 2 sampai 3 jenis alat tangkap yang penggunaannya

disesuaikan dengan kondisi tangkapan dan musim. Penggunaan alat-alat

tangkap tersebut dilakukan baik secara berkelompok maupun perorangan.

Jenis alat tangkap yang dominan digunakan adalah jenis jaring dan

pancing.

Dusun utara rata-rata dihuni oleh nelayan yang menggunakan

purse seine (gae), pukat udang dan pukat kepiting sebagai alat tangkap.

Page 79: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

62

Nelayan gae ini melakukan penangkapan disekitar Pulau Langkai,

perairan Jeneponto, Kendari bahkan hingga ke NTT. Pengoperasian alat

tangkap gae dilakukan secara berkelompok dengan jumlah anggota 8

sampai 14 orang.

Dusun selatan lebih banyak dihuni oleh nelayan pemancing. Jenis

pancing yang digunakan nelayan Pulau Badi ada yaitu pancing kedo-

kedo, pancing tomba/tomba-tomba untuk menangkap ikan sunu. Dalam

pengoperasiannya pancing tomba sangat berbeda dengan pancing kedo-

kedo atau jenis pancing pada umumnya karena setelah pancing dipasang

pada suatu daerah yang diduga oleh nelayan terdapat ikan sunu, maka

pancing itu ditinggalkan dan akan diperiksa kembali satu jam kemudian.

Biasanya nelayan memasang 20 sampai 30 pancing sekaligus agar lebih

besar peluang untuk mendapatkan ikan. Jumlah pancing tomba yang

dipasang tergantung pada banyaknya umpan (jenis ikan seppa) yang

didapatkan. Umpan tersebut juga didapatkan dengan cara dipancing.

Disamping kedo-kedo dan pancing tomba, nelayan Pulau Badi

menggunakan pancing rawe untuk menangkap ikan katamba,

bambangan, sunu, kakap merah, sibula, cepa dan banyara. Alat pancing

lainnya adalah pancing cumi-cumi (doang-doang) yang digunakan untuk

menangkap cumi-cumi. Pancing jenis ini dioperasikan pada malam hari

pada saat terang bulan. Selain itu, nelayan Pulau Badi juga menggunakan

pancing gurita untuk memancing gurita. Penangkapan gurita biasanya

dilakukan saat musim angin barat di sekitar Pulau Bonetambung (Batu

Page 80: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

63

Labua) dan taka-taka di sekitar Pulau Lumu-Lumu. Gambar jenis alat

tangkap nelayan Pulau Badi dapat dilihat pada Gambar 5.

a. Doang-doang c. Pancing tomba

b. Rawe d. Pancing gurita

Gambar 5. Jenis Alat Tangkap Nelayan Pulau Badi

Page 81: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

64

Jenis alat tangkap dan hasil tangkapan nelayan Pulau Badi dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis Alat Tangkap dan Ikan Hasil Tangkapan Nelayan Pulau Badi

Jenis Alat Tangkap Jenis Ikan Hasil Tangkapan

Pancing rawe Ikan bambangan (Lutjanus rivulatus), ikan kakap merah (Lutjanus capprchanus) dan ikan banyara (Rastrelliger kanagurta)

Pancing kedo-kedo Ikan sunu (Plectrocopomus leopardus)

Pancing gurita Gurita (Octopus sp)

Pancing cumi-cumi Cumi-cumi (Loligo pealii)

Pukat udang Udang lobster (Panulirus penicillatus)

Pukat kepiting Kepiting karang (Portunus pelagicus)

Pancing tomba Ikan sunu (Plectrocopomus leopardus)

Purse seine (jaring gae) Ikan banyara (Rastrelliger kanagurta), ikan layang (Decapterus sp), ikan tembang (Sardinella gibosa)

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

5. Wilayah Penangkapan

Komunitas nelayan yang menempati satu lokasi pada suatu daerah

umumnya memiliki wilayah penangkapan ikan (fishing ground) tertentu.

Wilayah penangkapan ini merupakan daerah jelajah atau area tetap bagi

nelayan dalam usahanya mencari ikan. Di Pulau Badi sendiri terdapat

wilayah penangkapan yang telah dijelajahi nelayan selama bertahun-

tahun. Hal ini terjadi sebagai suatu proses adaptasi yang dilakukan

nelayan dalam menghadapi kondisi ekologi wilayah perairan tersebut.

Selain banyaknya tangkapan yang dapat dihasilkan, penentuan wilayah

tangkapan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain diantaranya yaitu

gelombang dan arah angin yang sangat mempengaruhi keamanan

nelayan dalam aktivitas penangkapan ikan.

Page 82: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

65

Nelayan Pulau Badi masih menggunakan cara-cara tradisional

dalam menentukan wilayah penangkapan, seperti melihat kumpulan ikan-

ikan kecil di permukaan air untuk memperkirakan banyaknya ikan-ikan

besar yang ada di bawahnya. Penggunaan teknik-teknik yang lebih

modern, seperti memanfaatkan informasi dari satelit oseanografi sama

sekali belum dilakukan oleh nelayan.

Wilayah penangkapan ikan nelayan gae di sekitar Pulau Langkai

dan perairan Jeneponto di saat musim timur, sedangkan di saat musim

barat lokasi penangkapan nelayan gae di wilayah Kendari (Sulawesi

Tenggara), Banjarmasin (Kalimantan) dan Flores (NTT).

Nelayan pancing ikan sunu yang menggunakan alat tangkap kedo-

kedo dan tomba di saat musim timur mempunyai daerah penangkapan di

sekitar Pulau Lanyukang dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam, Pulau

Jangangjangang, Pulau Tombakulu dan Pulau Gondongbali dengan waktu

tempuh sekitar 2,5 jam dari Pulau Badi.

Selain lokasi tersebut, pada musim barat nelayan Pulau Badi

berangkat ke perairan Kabaena, Kolaka dan Kendari (Sulawesi

Tenggara) yang juga merupakan daerah yang memiliki banyak ikan sunu.

Untuk dapat berangkat ke daerah-daerah itu, punggawa akan menyewa

lambo untuk mengangkut perahu nelayan (jenis lepa-lepa) ke daerah

tujuan dengan membayar Rp. 200.000,-/perahu (lepa-lepa) hingga tiba di

tempat tujuan. Selain itu, punggawa juga mengeluarkan ongkos

transportasi bagi para nelayannya. Penangkapan gurita biasanya

Page 83: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

66

dilakukan saat musim angin barat di sekitar Pulau Bonetambung (Batu

Labua) dan taka-taka di sekitar Pulau Lumu-Lumu.

Nelayan pancing Pulau Badi yang menggunakan pancing rawe

mempunyai daerah penangkapan di sekitar taka-taka perairan pulau

Lanyukang dan sekitar taka gussea, dengan hasil tangkapan berupa ikan

katamba, bambangan, sunu, kakap merah, sibula, cepa dan banyara.

Sedangkan pemancing cumi-cumi, yang menggunakan alat tangkap

doang-doang serta nelayan pengguna pukat udang dan kepiting memiliki

wilayah tangkapan di sekitar perairan Pulau Bonetambung dan Pulau

Lumu-lumu.

B. Gambaran Umum Pulau Pajenekang

1. Letak Geografis dan Kondisi Alam Pulau Pajenekang

Pulau Pajenekang termasuk dalam wilayah administratif kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), terletak di desa Mattiro Deceng,

kecamatan Liukang Tuppabiring. Secara geografis, Pulau Pajenekang

terletak pada titik 119o19‟30”BB - 119o20‟00”BT dan 04o58‟30”LU -

04o58‟00” LS, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Pulau Bontosua dan Pulau Sanane

Sebelah Selatan : Pulau Ballang Lompo

Sebelah Timur : Pulau Barrang Lompo

Sebelah Barat : Pulau Badi

Untuk mencapai Pulau Pajenekang dapat ditempuh melalui kanal

Paotere kota Makassar dan dermaga Maccini Baji kota Pangkajene.

Waktu tempuh dari kota Makassar kurang lebih 1 jam, waktu tempuh dari

Page 84: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

67

ibukota kabupaten Pangkep (Pangkajene) kurang lebih 2 jam 20 menit,

sedangkan waktu tempuh dari ibukota kecamatan (Ballang Lompo) kurang

lebih 20 menit menggunakan perahu Jolloro, mesin berkekuatan 35 PK.

Seperti halnya degan nelayan Pulau Badi, aktivitas nelayan Pulau

Pajenekang dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim barat dan musim

timur. Musim angin barat antara bulan November sampai Februari.

Adapun antara bulan Maret sampai April merupakan transisi ke musim

angin timur. Sementara itu musim angin timur sekitar bulan Juni, Juli dan

Agustus. Periode transisi ke angin barat adalah bulan September dan

Oktober. Musim angin barat menjadi kendala bagi nelayan dan musim

angin timur adalah saat yang dimanfaatkan nelayan untuk melakukan

aktivitas penangkapan ikan.

2. Penduduk dan Mata Pencaharian

Jumlah penduduk Pulau Pajenekang sebanyak 1530 jiwa dengan

jumlah KK (Kepala Keluarga) sebanyak 315. Jumlah penduduk laki-laki

sebesar 714 jiwa atau sekitar 47 persen. Sedangkan penduduk

perempuan sebesar 816 jiwa atau sekitar 53 persen dari jumlah total

penduduk Pulau Pajenekang. Jumlah penduduk berdasarkan jenis

kelamin dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut :

Tabel 4. Jumlah Penduduk Pulau Pajenekang Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah

Jiwa Persen (%)

Laki-laki 714 47

Perempuan 816 53

Jumlah 1530 100 Sumber : Data Sekunder Monografi Desa Mattiro Deceng, 2012

Page 85: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

68

Penduduk Pulau Pajenekang dihuni lebih banyak oleh kaum wanita

daripada penduduk pria, meskipun selisih jumlah diantara kedua jenis

kelamin ini tidak terlalu jauh.

Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah sebagai

nelayan, sementara penduduk lain berprofesi sebagai pedagang hasil

laut, pedagang bahan pokok, tukang kayu (pembuat perahu), guru

mengaji dan pegawai negeri. Penduduk yang berprofesi sebagai nelayan,

memanfaatkan sumberdaya laut dengan melakukan penangkapan jenis

biota bernilai ekonomi. Penduduk yang berprofesi sebagai pedagang laut

mendistribusikan hasil tangkapan nelayan ke berbagai konsumen.

Umumnya sektor perdagangan hasil laut ini dilakukan oleh pedagang

pengumpul (pabalolang).

Aktivitas pemanfaatan sumberdaya laut di pulau ini memiliki

kemiripan dengan jenis usaha yang dikelola oleh penduduk Pulau Badi,

yaitu sektor kenelayanan dan pedagang. Nelayan terdiri dari kelompok

pengguna gae dan pancing. Dari segi teknologi yang digunakan pada

usaha gae dan pabalolang di pulau ini tidak jauh berbeda dengan usaha

sejenis di pulau lainnya.

3. Sarana dan Prasarana

Pulau Pajenekang memiliki beberapa sarana dan prasarana umum

mencakup bidang keagamaan, pendidikan, kesehatan dan transportasi.

Di bidang keagamaan, dengan jumlah penduduk mayoritas beragama

Islam Pulau Pajenekang memiliki sebuah masjid yang digunakan sebagai

sarana beribadah seperti sholat, pengajian, upacara keagamaan dan

Page 86: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

69

merupakan tempat penyebaran informasi (penyebaran berita kematian

dan undangan untuk berkumpul).

Di bidang pendidikan, Pulau Pajenekang memiliki sebuah SD

(Sekolah Dasar) yaitu SD Negeri 16 Pajenekang serta sebuah SMP

(Sekolah Menengah Pertama) Negeri 3 satu atap. Fungsi Sekolah Dasar

ini sangat penting untuk memberikan pendidikan dasar bagi masyarakat

Pulau Pajenekang. Belum tersedia Sekolah Menengah Atas (SMA) di

Pulau ini, sehingga masyarakat yang ingin melanjutkan sekolah ke

Sekolah Menengah Atas (SMA) harus pergi ke Pulau Ballang Lompo

(ibukota kecamatan), kota Pangkajene (ibukota kabupaten Pangkep) atau

ke kota Makassar.

Selain di bidang pendidikan, terdapat juga sarana di bidang

kesehatan berupa 1 unit puskesmas desa (puskesdes) dan 1 unit

posyandu. Sedangkan untuk sarana olahraga, Pulau Pajenekang

memiliki sebuah lapangan sepak bola. Sarana lainnya yang terdapat di

Pulau Pajenekang adalah sarana penerangan Pembangkit Listrik Tenaga

Surya (PLTS) yang beroperasi selama 6 jam, mulai jam 18.00 hingga jam

24.00. Sarana penerangan ini telah dapat diakses oleh sebagian besar

penduduk Pulau ini. Namun menurut informasi dari penduduk setempat,

sudah sejak setahun yang lalu instalasi listrik ini mengalami kerusakan

dan belum diperbaiki sehingga kebutuhan listrik penduduk pulau ini

diperoleh dari generator pribadi milik setiap keluarga.

Sarana transportasi bagi masyarakat Pulau Pajenekang berupa

kapal penumpang reguler yang melayani rute Makassar-Pajenekang

Page 87: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

70

setiap harinya sebanyak 2 unit. Kapal angkutan ini sangat membantu

penduduk Pulau Pangkajene karena merupakan sarana efektif bagi

penyaluran hasil tangkapan dan suplai bahan kebutuhan pokok dari dan

keluar pulau, terutama ke kota Makassar. Terdapat sebuah dermaga di

Pulau Pajenekang yang terletak di sebelah timur Pulau. Dermaga ini lebih

banyak dimanfaatkan oleh kapal penumpang untuk bongkar muat barang

dan penumpang.

4. Armada dan Peralatan Tangkap

Aktivitas pemanfaatan sumberdaya laut di pulau ini memiliki

kemiripan dengan jenis usaha yang dikelola oleh penduduk Pulau Badi,

yaitu sektor kenelayanan dan pedagang. Nelayan terdiri dari kelompok

pengguna gae dan pancing.

Armada yang digunakan oleh nelayan Pulau Pajenekang untuk

penangkapan ikan hingga saat ini didominasi oleh perahu kecil bercadik

(lepa-lepa) dengan ukuran panjang sekitar tujuh meter dan lebar sekitar

60 sentimenter. Sebagai sumber tenaga digunakan mesin ketinting

berkekuatan 6,5 PK dengan bahan bakar bensin. Jenis armada yang

berikut berupa perahu jolloro/kapal motor ukuran panjang 10 meter dan

lebar 1 meter, berkapasitas 3 - 7 ton dengan kekuatan mesin 10 - 15 PK,

yang biasanya digunakan untuk kegiatan penangkapan ikan

menggunakan pancing rawe atau digunakan oleh pedagang pengumpul

(pabalolang). Sedangkan jenis armada lainnya berukuran lebih besar

yaitu kapal gae yang digunakan oleh nelayan gae (purse seine).

Page 88: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

71

Dalam melakukan aktivitas penangkapannya, nelayan pancing

Pulau ini menggunakan pancing rawe untuk menangkap ikan katamba,

bambangan, sunu dan kakap merah. Wilayah operasi penangkapan

mereka meliputi taka diang-diangang dan perairan sekitar Pulau

Kapoposang.

Jenis pancing rawe diakui oleh nelayan sebagai jenis pancing yang

menghabiskan banyak biaya karena membutuhkan bahan (berupa mata

pancing dan tasi) yang banyak. Biasanya nelayan membutuhkan 120

sampai 170 buah mata pancing serta tasi dari dua ukuran yang masing-

masing dibutuhkan masing-masing 3 - 4 gulung untuk membuat satu set

pancing rawe. Dalam aktifitas penangkapannya, biasanya nelayan

membawa dua pancing rawe yang dioperasikan secara bersamaan agar

lebih besar peluang untuk menangkap ikan.

Menurut nelayan Pulau Pajenekang, penangkapan ikan dengan

pancing rawe dilakukan hanya jika harga ikan relatif stabil, karena jika

harga ikan turun (saat tangkapan nelayan melimpah), nelayan merugi

karena hasil penjualan tangkapan tidak sebanding dengan biaya

operasianal. Saat keadaan seperti itu, nelayan memilih mengubah usaha

mereka dari penangkap ikan menjadi pembeli ikan (pabalolang) dengan

memanfaatkan jolloro yang dimiliki. Nelayan akan membeli ikan dari

nelayan pengguna pukat dan pancing yang melakukan penangkapan di

wilayah perairan Makassar. Kegiatan usaha seperti ini dikenal oleh

penduduk lokal sebagai “pabalolang patula”.

Page 89: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

72

Jenis alat tangkap lainnya yang digunakan oleh nelayan Pulau

Pajenekang yaitu pancing tinumbu. Nelayan pemancing tinumbu

menggunakan dua alat tangkap dalam sekali melaut yaitu: pancing rinta

dan pancing tinumbu. Pancing rinta digunakan untuk menangkap ikan

umpan seperti: ikan tembang dan ikan ruma-ruma. Ikan-ikan tersebut

dibiarkan hidup agar dapat digunakan sebagai umpan. Sedangkan

pancing tinumbu yang digunakan adalah kail No. 02 (dulu No. 8) dengan

tasi berwarna (pambo) No. 80/90. Karena gigi ikan tinumbu sangat tajam,

maka mata kail diikat dengan menggunakan kawat perak dan

disambungkan dengan ujung tasi. Waktu penangkapan ikan tinumbu

berkisar antara bulan April sampai Agustus dengan puncak penangkapan

biasanya pada bulan Juli sampai Agustus.

Alat tangkap lainnya adalah doang-doang yang digunakan untuk

menangkap cumi-cumi. Pancing jenis ini dioperasikan pada malam hari

pada saat terang bulan. Selain itu ditemukan nelayan menggunakan

pukat untuk menangkap ikan mairo, dengan daerah penangkapan sekitar

taka-taka pulau Lanyukang. Nelayan Pulau Pajenekang juga

menggunakan alat pancing berupa kedo-kedo dan tomba untuk

menangkap jenis ikan sunu.

Selain itu sebagian kecil nelayan Pulau Pajenekang menggunakan

purse seine (gae) sebagai alat tangkap. Pengoperasian alat tangkap gae

dilakukan secara berkelompok dengan jumlah anggota 8 sampai 14

orang. Terdapat 4 orang punggawa atau pengusaha perikanan tangkap

menggunakan alat tangkap gae di pulau ini.

Page 90: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

73

Jenis alat tangkap yang digunakan nelayan Pulau Pajenekang

diperlihatkan pada Gambar 6.

a. Pancing tinumbu c. Pukat kepiting

b. Rinta d. Jaring gae

Gambar 6. Jenis Alat Tangkap Nelayan Pulau Pajenekang

Page 91: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

74

Sedangkan jenis alat tangkap dan jenis ikan hasil tangkapan dapat dilihat

pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis Alat Tangkap dan Ikan Hasil Tangkapan Nelayan Pulau Pajenekang

Jenis Alat Tangkap Jenis Ikan Hasil Tangkapan

Pancing rawe Ikan layang (Decapterus sp), ikan bambangan (Lutjanus rivulatus) dan ikan kakap merah (Lutjanus capprchanus)

Pancing rinta Ikan tembang (Sardinella gibbosa) dan ikan banyara (Rastrelliger kanagurta).

Pancing tinumbu Ikan tinumbu (Acanthocybium solandri)

Pancing kedo-kedo Ikan sunu (Plectrocopomus leopardus)

Pancing gurita Gurita (Octopus sp)

Pancing cumi-cumi Cumi-cumi (Loligo pealii)

Pukat/jaring udang Udang lobster (Panulirus penicillatus)

Pukat/jaring kepiting Kepiting karang (Portunus pelagicus)

Pukat mairo Ikan mairo (Stolephorus sp)

Pancing tomba Ikan sunu (Plectrocopomus leopardus)

Purse seine (jaring gae) Ikan banyara (Rastrelliger kanagurta), ikan layang (Decapterus sp) dan ikan tembang (Sardinella gibbosa),

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

5. Wilayah Penangkapan

Wilayah tangkap nelayan Pulau Pajenekang terbatas pada perairan

Kabupaten Pangkep dan Kota Makassar. Wilayah penangkapan ikan

tergantung dari target tangkapan dan musim serta alat tangkap yang

digunakan. Nelayan yang menggunakan pancing rawe untuk menangkap

ikan katamba, bambangan, sunu dan kakap merah memiliki wilayah

operasi penangkapan meliputi taka diang-diangang dan perairan sekitar

Pulau Kapoposang. Lokasi-lokasi di mana nelayan pemancing tinumbu

beroperasi adalah di sekitar perairan Pulau Langkai dan Pulau Lanjukang.

Page 92: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

75

Lokasi-lokasi tersebut merupakan daerah karang yang oleh nelayan

disebut dengan taka.

Pada musim barat, ketika gelombang dan angin kencang, hasil

tangkapan nelayan Pulau Pajenekang adalah cumi-cumi dan kepiting. Hal

ini disebabkan nelayan tidak berani melaut terlalu jauh dari pulau. Selain

itu, nelayan pancing ikan sunu yang menggunakan alat tangkap kedo-

kedo dan tomba di saat musim timur mempunyai daerah penangkapan di

sekitar Pulau Lanyukang dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam, Pulau

Jangangjangang, Pulau Samatelu, Pulau Salemo dan Pulau Gondongbali

dengan waktu tempuh sekitar 2 - 2,5 jam dari Pulau Pajenekang.

Nelayan yang menggunakan alat tangkap doang-doang yang

digunakan untuk menangkap cumi-cumi memiliki wilayah penangkapan di

sekitar perairan Pulau Bonetambung dan Pulau Lumu-Lumu. Selain itu

ditemukan nelayan menggunakan pukat untuk menangkap ikan mairo,

dengan daerah penangkapan sekitar taka-taka pulau Lanyukang.

Wilayah/daerah penangkapan ikan nelayan Pulau Pajenekang

yang menggunakan alat tangkap purse seine (gae) meliputi perairan

sekitar Pulau Langkai dan perairan Jeneponto. Di saat musim barat,

nelayan purse seine (gae) memperluas daerah tangkapan ke wilayah

perairan Kendari (Sulawesi Tenggara) dan Flores (NTT).

Page 93: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

76

C. Karakteristik Responden

1. Usia Responden

Usia adalah lama hidup responden dari sejak lahir sampai dengan

saat dilakukannya penelitian. Jumlah dan persentase usia responden

berdasarkan survei dapat dilihat dalam Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia

No. Golongan Usia (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

1 2 3 4

Pulau Badi

1 Muda ( 22 -30 ) 2 4,6

2 Dewasa ( 31 – 40 ) 36 81,8

3 Tua ( > 40 ) 6 13,6

Jumlah 44 100

Pulau Pajenekang

1 Muda ( 22 -30 ) 1 4

2 Dewasa ( 31 – 40 ) 19 76

3 Tua ( > 40 ) 5 20

Jumlah 25 100

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Usia responden dibagi kedalam tiga kategori, yakni usia muda

(22-30 tahun), dewasa (31-40 tahun) dan tua (lebih dari 40 tahun).

Dengan demikian, usia responden Pulau Badi yang tergolong usia muda

sebanyak 2 orang (4,6 %), golongan dewasa sebanyak 36 orang (81,8 %),

dan golongan tua sebanyak 6 orang (13,6 %). Sedangkan usia responden

Pulau Pajenekang yang tergolong usia muda sebanyak 1 orang (4 %),

dewasa sebanyak 19 orang (76 %), dan golongan tua sebanyak 5 orang

(20 %).

Page 94: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

77

2. Pengalaman Responden Sebagai Nelayan

Pengalaman nelayan adalah lamanya responden bekerja sebagai

nelayan. Semakin lama seseorang bekerja sebagai nelayan diduga

mempengaruhi pengetahuannya mengenai kondisi ekosistem laut serta

perubahannya yang mempengaruhi aktivitas pencarian hasil tangkapan.

Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalamannya sebagai

nelayan dapat dilihat dalam Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pengalaman Sebagai Nelayan

No. Pengalaman (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

1 2 3 4

Pulau Badi

1 Rendah ( 10 – 15) 3 6,8

2 Sedang ( 16 – 21 ) 31 70,5

3 Tinggi ( > 21) 10 22,7

Jumlah 44 100

Pulau Pajenekang

1 Rendah ( 10 – 15) 1 4

2 Sedang ( 16 – 21 ) 17 68

3 Tinggi ( > 21) 7 28

Jumlah 25 100

Sumber : Data Primer setelah Diolah, 2013

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap 44 responden

Pulau Badi, diperoleh sebanyak 10 orang atau 22,7 persen responden

bekerja sebagai nelayan selama lebih dari 21 tahun. Sebanyak 31 orang

atau 70,5 persen responden bekerja sebagai nelayan selama 16 – 20

tahun. Sedangkan sisanya sebanyak 3 orang nelayan atau 6,8 persen

responden bekerja sebagai nelayan selama 10 - 15 tahun. Sedangkan

hasil survei yang dilakukan terhadap 25 orang nelayan Pulau Pajenekang,

diperoleh sebanyak 7 orang atau 28 persen responden bekerja sebagai

Page 95: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

78

nelayan selama lebih dari 21 tahun. Sebanyak 17 orang atau 68 persen

responden bekerja sebagai nelayan selama 16 - 21 tahun. Sedangkan

sisanya sebanyak 1 orang nelayan atau 4 persen responden bekerja

sebagai nelayan selama 10 – 15 tahun.

Hal ini menunjukkan pengalaman nelayan cukup untuk mengetahui

kondisi ekosistem serta perubahan ekologis yang terjadi di wilayah

perairan yang merupakan daerah penangkapan ikan nelayan.

3. Lamanya Tinggal di Pulau

Lama tinggal di Pulau adalah jumlah waktu yang telah dilalui oleh

responden menempati tempat tinggalnya. Seberapa jauh seseorang

mengetahui kondisi wilayah tempat tinggal serta perubahan-perubahan

yang terjadi di dalamnya dipengaruhi oleh lamanya waktu tinggal yang

telah dilaluinya di wilayah tersebut. Jumlah dan persentase responden

berdasarkan lamanya waktu tinggal dapat dilihat dalam Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Lamanya Tinggal di Pulau

No.

Lama Tinggal

(Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

1 2 3 4

Pulau Badi

1 Rendah ( 22 – 30) 4 9,1

2 Sedang ( 31 – 40 ) 34 77,3

3 Tinggi ( > 40) 6 13,6

Jumlah 44 100

Pulau Pajenekang

1 Rendah ( 22 – 30) 2 8

2 Sedang ( 31 – 40 ) 18 72

3 Tinggi ( > 40) 5 20

Jumlah 25 100

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Page 96: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

79

Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 44 orang nelayan

Pulau Badi, diketahui 4 orang nelayan atau 9,1 persen responden tinggal

di wilayah Pulau Badi antara 22 – 30 tahun, sebanyak 34 orang nelayan

atau 77,3 persen tinggal antara 31 – 40 tahun dan sisanya sebanyak 6

orang atau 13,6 persen tinggal lebih dari 40 tahun. Sedangkan hasil survei

untuk Pulau Pajenekang terhadap 25 orang nelayan diperoleh 2 orang

nelayan atau 8 persen responden tinggal di wilayah Pulau Pajenekang

antara 22 – 30 tahun, sebanyak 18 orang nelayan atau 72 persen tinggal

antara 31 – 40 tahun dan sisanya sebanyak 5 orang atau 20 persen

tinggal lebih dari 40 tahun. Hal ini sekaligus merepresentasikan

masyarakat nelayan Pulau Badi dan Pajenekang yang sebagian besar

merupakan penduduk asli setempat.

4. Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden

Jumlah anggota rumah tangga adalah banyaknya orang yang

menetap dalam satu rumah tangga dimana nelayan itu tinggal. Jumlah

anggota rumah tangga nelayan ini diduga mempengaruhi pilihan-pilihan

adaptasinya terhadap perubahan ekologis. Jumlah dan persentase

responden berdasarkan banyaknya anggota rumah tangga nelayan dapat

dilihat dalam Tabel 9.

Page 97: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

80

Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Banyaknya Anggota Rumah Tangga

No.

Jumlah Anggota

Rumah Tangga

(Orang)

Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

1 2 3 4

Pulau Badi

1 Sedikit ( 1 – 3 ) 11 25

2 Sedang ( 4 – 6 ) 31 70,5

3 Banyak ( > 6 ) 2 4,5

Jumlah 44 100

Pulau Pajenekang

1 Sedikit ( 1 – 3 ) 8 32

2 Sedang ( 4 – 6 ) 14 56

3 Banyak ( > 6 ) 3 12

Jumlah 25 100

Sumber : Data Primer setelah Diolah, 2013

Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 44 orang nelayan

Pulau Badi, diketahui sebanyak 31 orang nelayan atau 70,5 persen

responden memiliki anggota rumah tangga 4-6 orang. Sebanyak 11 orang

nelayan atau 25 persen responden memiliki anggota rumah tangga 1-3

orang dan sebanyak 2 orang nelayan atau 4,5 persen responden memiliki

anggota rumah tangga lebih dari 6 orang. Rata-rata anggota rumah

tangga nelayan yang ada di Pulau Badi adalah 4 orang. Artinya, jumlah

anggota rumah tangga nelayan di Pulau Badi tergolong kedalam rumah

tangga dengan jumlah anggota rumah tangga sedang.

Sedangkan Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 25 orang

nelayan Pulau Pajenekang, diketahui sebanyak 14 orang nelayan atau

56 persen responden memiliki anggota rumah tangga 4-6 orang.

Sebanyak 8 orang nelayan atau 32 persen responden memiliki anggota

rumah tangga 1-3 orang dan sebanyak 3 orang nelayan atau 12 persen

Page 98: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

81

responden memiliki anggota rumah tangga lebih dari 6 orang. Rata-rata

anggota rumah tangga nelayan yang ada di Pulau Pajenekang adalah 4

orang. Artinya, jumlah anggota rumah tangga nelayan di Pulau

Pajenekang juga tergolong rumah tangga dengan jumlah anggota rumah

tangga sedang.

5. Jenis Armada Penangkapan

Armada penangkapan adalah jenis perahu yang digunakan nelayan

dalam kegiatan penangkapan. Adapun jenis-jenis perahu yang ada di

Pulau Badi dan Pajenekang, diantaranya: Lepa-lepa, Jolloro dan Kapal

Gae. Adapun jumlah dan persentase responden berdasarkan armada

penangkapannya dapat dilihat dalam Tabel 10.

Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Armada Penangkapan

No.

Jenis Armada

Penangkapan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

1 2 3 4

Pulau Badi

1 Tradisional (Lepa-

lepa) 31 70,5

2 Semi modern (Jolloro) 8 18,1

3 Modern ( Kapal Gae) 5 11,4

Jumlah 44 100

Pulau Pajenekang

1 Tradisional (Lepa-

lepa) 16 64

2 Semi modern (Jolloro) 7 28

3 Modern ( Kapal Gae) 2 8

Jumlah 25 100

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Terlihat pada tabel 10, nelayan Pulau Badi lebih didominasi oleh

armada tangkap jenis lepa-lepa. Sebanyak 31 responden atau

Page 99: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

82

70,5 persen menggunakan lepa-lepa. Sedangkan sisanya sebanyak

8 responden atau 18,1 persen menggunakan armada jolloro dan

sebanyak 5 responden atau 11,4 persen menggunakan armada tangkap

jenis kapal gae. Sedangkan berdasarkan hasil survei untuk Pulau

Pajenekang, diperoleh sebanyak 16 responden atau 64 persen

menggunakan armada lepa-lepa, 7 responden atau 28 persen responden

menggunakan armada jolloro dan sebanyak 2 orang responden atau

8 persen menggunakan armada tangkap jenis kapal gae.

Ukuran dan kekuatan armada tangkap yang ada, serta tingkat

efektivitas dan kualitas alat tangkap yang dimiliki oleh nelayan Pulau Badi

dan Pulau Pajenekang diduga mempengaruhi usaha penangkapan ikan di

kawasan tersebut. Kapasitas armada tangkap yang digunakan nelayan

sangat menentukan daya jangkau nelayan ke daerah penangkapan.

Semakin besar kapasitas armada penangkapan, semakin jauh atau

semakin luas daerah tangkapan.

Page 100: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

83

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Bentuk-Bentuk Perubahan Ekologis

Perubahan ekologis merupakan perubahan yang terjadi pada

keseluruhan komponen biotik dan abiotik yang terdapat pada laut dan

pesisir sebagai akibat dari aktivitas manusia maupun proses perubahan

iklim. Perubahan ekologis merupakan dampak yang tidak dapat dihindari

dari interaksi manusia dan alam yang berlangsung dalam konteks

pertukaran (exchange). Sistem alam dan sistem manusia saling

memberikan energi, materi dan informasi dalam jumlah dan bentuk yang

berbeda satu sama lain (Dharmawan, 2007). Manusia meminta materi,

energi dan informasi dari alam dalam rangka pemenuhan kebutuhan

hidupnya. Sementara itu, alam lebih banyak mendapatkan materi, energi

dan informasi dari manusia dalam bentuk limbah dan polutan yang lebih

banyak mendatangkan kerugian bagi kehidupan organisme lainnya.

Pertambahan penduduk yang pesat dan kegiatan kenelayanan

serta kegiatan-kegiatan pendukungnya sangat mempengaruhi terjadinya

perubahan ekologis. Pertambahan penduduk membutuhkan perumahan

yang berpengaruh pada penebangan pohon-pohon dan penambangan

terumbu karang sebagai bahan bangunan. Pertambahan penduduk juga

mendorong berkembangnya usaha kenelayanan destruktif, karena

perlunya pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Komersialisasi jenis ikan

Page 101: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

84

tertentu dan meningkatnya permintaan terhadap ikan telah mendorong

berkembangnya usaha kenelayanan destruktif.

Di wilayah Pulau Badi gejala perubahan ekologis di wilayah laut

yang dirasakan secara langsung oleh para nelayan dan mempengaruhi

aktivitas dan produksi perikanan tangkap.

1. Bentuk-Bentuk Perubahan Ekologis Pulau Badi

Berdasarkan persepsi nelayan Pulau Badi, perubahan ekologis

yang terjadi meliputi :

a. Kerusakan Terumbu Karang

Keberadaan terumbu karang diakui oleh para nelayan sangat

penting untuk menjamin ketersediaan sumberdaya ikan. Keberadaan

karang-karang tersebut dimanfaatkan oleh para nelayan untuk

menentukan daerah penangkapan, khususnya oleh para nelayan dengan

alat tangkap berupa pancing. Sebelum memancing, para nelayan

tersebut mencari karang terlebih dahulu agar usahanya dalam mencari

ikan tidak sia-sia.

Kondisi terumbu karang di kawasan Pulau Badi saat ini menurut

persepsi nelayan sudah jauh berbeda dengan beberapa tahun

belakangan. Berdasarkan hasil survei terhadap 44 responden tentang

persepsi nelayan mengenai kondisi tutupan karang hidup yang berada di

wilayah Pulau Badi saat ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,

sebanyak 36 responden (81,8%) mengatakan menurun, 5 responden

(11,4 %) mengatakan tetap/tidak berubah dan hanya 3 responden (6,8 %)

Page 102: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

85

mengatakan kondisi tutupan karang semakin meningkat. Adapun persepsi

nelayan tersebut dapat dilihat dalam Gambar 7.

Gambar 7. Sebaran Persentase Persepsi Nelayan Pulau Badi Tentang Kondisi Tutupan Karang Hidup Penyebab kerusakan terumbu karang di Pulau Badi umumnya

masih didominasi oleh aktivitas manusia, terutama oleh nelayan yang

menggunakan alat tangkap yang merusak (destructive fishing), terutama

penggunaan bahan peledak dan bius. Berdasarkan hasil survei terhadap

44 responden tentang penyebab kerusakan terumbu karang di Pulau Badi,

sebanyak 27 responden (61.4 %) mengatakan destructive fishing sebagai

penyebab kerusakan terumbu karang, 9 responden (20.4 %) mengatakan

disebabkan oleh aktivitas penambangan karang, 5 responden (11.4 %)

mengatakan karena aktivitas penangkapan abalone/mata tujuh dan

sebanyak 3 responden (6.8 %) mengatakan bahwa pembuangan jangkar

kapal menjadi penyebab kerusakan terumbu karang. Secara kuantifikasi

persepsi nelayan tersebut dapat dilihat dalam Tabel 11.

81.8%

11.4% 6.8%

Menurun Tetap Meningkat

Page 103: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

86

Tabel 11. Persepsi Nelayan Pulau Badi Terhadap Penyebab Kerusakan Terumbu Karang

No.

Penyebab

Frekuensi Responden

( Orang)

Persentase (%)

1. Penangkapan ikan menggunakan bom dan bius

27 61.4

2. Penambangan karang dan pasir untuk pembangunan rumah

9 20.4

3. Penangkapan abalone/ mata tujuh

5 11.4

4. Pembuangan jangkar kapal atau perahu.

3 6.8

Jumlah 44 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa

informan, diperoleh informasi bahwa ekosistem terumbu karang di Pulau

Badi mengalami kerusakan karena teknik dan penggunaan alat tangkap

yang tidak ramah lingkungan di masa lalu yakni bahan peledak (bom) dan

bahan beracun (bius). Penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan

tersebut diduga kuat telah merusak ekosistem terumbu karang dan

organisme lain yang bukan merupakan target penangkapan, sehingga

hasil tangkapan dirasakan menurun, baik dari ukuran ikan maupun jumlah

tangkapan.

Hal tersebut diatas sejalan dengan hasil penelitian PPTK Unhas

(2006) yang menunjukkan bahwa tekanan fisik terhadap kondisi terumbu

karang berupa kegiatan penangkapan yang tidak ramah lingkungan

Page 104: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

87

seperti penggunaan bom, bius (sianida) dan cara-cara merusak lainnya.

Nilai ekonomi ikan karang yang tinggi memicu masyarakat untuk

melakukan penangkapan ikan karang dalam jumlah besar dengan

menggunakan alat tangkap yang merusak ekosistem karang, seperti

pengeboman dan penggunaan racun sianida.

Hasil yang melimpah jika menggunakan bahan peledak ataupun

potasium lebih menggoda ketimbang menangkap ikan dengan memancing

ataupun jaring, membuat pelaku tetap melakukannya, umumnya pelaku

menggunakan kapal-kapal motor dengan kerja berkelompok. Satu buah

botol bahan peledak diperkirakan memiliki daya ledak radius sekitar 7-10

meter. Jika ingin mendapatkan hasil yang banyak, diledakkan di sekitar

karang yang merupakan tempat berlindungan ikan-ikan mulai dari yang

kecil hingga ikan dewasa.

Disamping itu, terjadi kegiatan penambangan karang sebagai

bahan bangunan. Aktivitas penambangan karang dilakukan di kawasan

gusung batua karena sejak lima tahun terakhir aktivitas penambangan

karang di sekitar pulau telah dilarang oleh pemerintah karena berdampak

pada daratan pulau yang setiap tahun terkena abrasi.

Menurut penelitian PPTK Unhas (2007) kerusakan fisik terumbu

karang di Pulau Badi juga disebabkan oleh penangkapan abalone/mata

tujuh. Cara penangkapan abalone/mata tujuh adalah dengan cara

membongkar terumbu karang. Pembuangan jangkar kapal/perahu juga

menjadi salah satu penyebab terjadinya kerusakan terumbu karang

(PPTK, 2006).

Page 105: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

88

Monitoring pada tahun 2010 yang merupakan kelanjutan dari

transek permanen dari tahun 2007, 2008 dan 2009 yang dipasang oleh

PPTK dan CRITC-LIPI menunjukkan bahwa selama tiga tahun terakhir ini

terjadi peningkatan tutupan karang hidup terutama pada komponen non

Acropora, namun khusus kelompok Acropora cenderung menurun tahun

2007- 2010 (PPTK Unhas, 2010).

Pada kedalaman 3 meter, tutupan karang hidup tahun 2007-2009

mengalami perkembangan, yaitu 33 % pada tahun 2007, tahun 2008

mengalami peningkatan persentase tutupan menjadi 45 %, pada tahun

2009 mengalami penurunan sebesar 2% menjadi 43 % dan pada tahun

2010 kembali mengalami penurunan persentase tutupan menjadi 42 %.

Sedangkan pada kedalaman 10 meter persentase tutupan karang hidup

mengalami peningkatan persentase tutupan dari tahun 2007 sampai tahun

2009 yaitu 26 % pada tahun 2007, 36 % pada tahun 2009 dan meningkat

menjadi 47 % pada tahun 2009 tapi tahun 2010 kembali mengalami

persentase tutupan sebesar 13 % menjadi 34 % (PPTK Unhas, 2010).

Jika dibandingkan dengan hasil survei PPTK-Unhas (2006), kondisi

terumbu di Pulau Badi mengalami peningkatan penutupan karang hidup

hingga tahun 2009, walaupun kondisi terumbu karangnya masih tergolong

“sedang”. Namun demikian, peristiwa alam pemanasan suhu permukaan

air menyebabkan bleaching karang yang berakhir dengan kematian pada

karang umumnya Acropora (Coremap, 2010).

Dominansi kerusakan lebih banyak disebabkan oleh kegiatan atau

aktivitas manusia seperti pemboman dan pembiusan, sehingga dikuatirkan

Page 106: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

89

pada periode tertentu dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah

jika tidak dilakukan upaya pengelolaan melalui keterlibatan semua pihak.

Kerusakan akibat sianida dapat ditandai oleh adanya karang yang mati

secara utuh di beberapa titik secara meluas. Hal ini terjadi di Kepulauan

Spermonde dan perlu menjadi perhatian bagi masyarakat dan pemerintah

serta swasta untuk mencegah terjadinya kerusakan terumbu karang yang

lebih parah.

Selain ancaman antropogenik, ekosistem terumbu karang juga

mendapat tekanan secara alamiah. Jenis gangguan alamiah adalah

penyakit, acanthaster (pemakan polip karang) dan pemutihan karang

(coral bleaching).

b. Peningkatan Intensitas Gelombang dan Badai

Salah satu dampak dari perubahan iklim berupa perubahan pola

angin, menyebabkan terjadinya kekacauan angin sehingga di beberapa

kasus, angin barat berhembus di periode seharusnya berhembus angin

timur menyebabkan meningkatnya intensitas dan frekuensi gelombang

badai di lautan dan pesisir (Rahmasari, 2011). Hal ini merupakan kendala

bagi nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan karena resiko

melaut akan semakin besar yang tentunya berpengaruh terhadap jumlah

hasil tangkapan.

Berdasarkan hasil survei terhadap 44 responden tentang

persepsinya terhadap intensitas gelombang dan badai saat ini

dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sebanyak 32 responden ( 72.7 %)

mengatakan intensitas gelombang dan badai semakin meningkat,

Page 107: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

90

7 responden (15.9 %) mengatakan tidak berubah/tetap dan sebanyak

5 responden (11.4 %) mengatakan intensitas gelombang dan badai

semakin menurun. Adapun persentase sebaran persepsi nelayan tentang

intensitas badai dan gelombang dapat dilihat dalam Gambar 8.

Gambar 8. Sebaran Persentase Persepsi Nelayan Pulau Badi Tentang Intensitas Gelombang dan Badai Kondisi perubahan iklim yang mengganggu ekosistem laut

tentunya dapat memperburuk kehidupan ekonomi para nelayan Pulau

Badi yang menggantungkan kehidupan terhadap kegiatan penangkapan

ikan di laut. Kebutuhan manusia yang semakin meningkat, sementara

daya dukung alam bersifat terbatas menyebabkan potensi kerusakan

sumberdaya alam menjadi semakin besar.

Selama sepuluh tahun terakhir tampak terjadi peningkatan

intensitas gelombang dan arus yang berdampak pada meningkatnya

proses abrasi dan jumlah angkutan sedimen dari tahun ke tahun di Pulau

Badi dan Pajenekang (Sirajuddin dkk, 2008). Matriks bentuk-bentuk

perubahan ekologis Pulau Badi dapat dilihat pada Tabel 12.

11.4%

15.9%

72.7%

Menurun Tetap Meningkat

Page 108: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

91

Tabel 12. Matriks Bentuk-Bentuk Perubahan Ekologis Pulau Badi

No. Perubahan Ekologis

Penyebab

Keterangan

1. Kerusakan terumbu karang

Penangkapan ikan menggunakan bom dan bius

Aktivitas penambangan karang

Penangkapan abalone/ mata tujuh

Pembuangan jangkar kapal atau perahu.

Pemutihan karang

Penyakit karang.

Acanthaster (pemakan polip karang)

Degradasi karang dapat disebabkan oleh gangguan antropogenik(aktivitas manusia) maupun gangguan alamiah.

2. Meningkatnya intensitas gelombang dan badai

Perubahan iklim yang menyebabkan perubahan pola angin

Frekuensi melaut nelayan berkurang karena resiko melaut semakin meningkat

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

2. Bentuk-Bentuk Perubahan Ekologis Pulau Pajenekang

Seperti halnya dengan Pulau Badi, di wilayah Pulau Pajenekang

gejala perubahan ekologis di wilayah laut juga dirasakan secara

langsung oleh para nelayan dan mempengaruhi aktivitas dan produksi

perikanan tangkap. Berdasarkan persepsi nelayan Pulau Pajenekang

perubahan ekologis yang terjadi meliputi :

a. Kerusakan Terumbu Karang

Walaupun secara alamiah, ekosistem terumbu karang memiliki

tingkat ketahanan yang tinggi, ternyata ekosistem ini tidak mampu

Page 109: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

92

menerima tekanan dari berbagai aktivitas manusia yang berpotensi

merusak keberadaan terumbu karang (Dahuri, 2003).

Berdasarkan hasil survei di Pulau Pajenekang terhadap

25 responden mengenai persepsi nelayan terhadap kondisi tutupan

karang hidup yang berada di wilayahnya saat ini dibandingkan tahun-

tahun sebelumnya, sebanyak 20 responden (80 %) mengatakan

menurun, 3 responden (12 %) mengatakan tetap/tidak berubah dan

hanya 2 responden (8 %) mengatakan kondisi tutupan karang semakin

meningkat. Sebaran persepsi nelayan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Sebaran Persentase Persepsi Nelayan Pulau Pajenekang Tentang Kondisi Tutupan Karang Hidup

Penyebab kerusakan terumbu karang di Pulau Pajenekang masih

didominasi oleh aktivitas nelayan yang menggunakan alat tangkap yang

merusak (destructive fishing), terutama penggunaan bius untuk

menangkap ikan hidup. Penangkapan ikan hidup ini mulai marak setelah

permintaan ikan kerapu hidup dan ikan hias laut yang berasal dari

terumbu karang semakin meningkat. Berdasarkan hasil survei terhadap

80%

12% 8%

Menurun Tetap Meningkat

Page 110: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

93

25 responden tentang penyebab kerusakan terumbu karang di Pulau

Pajenekang, sebanyak 17 responden (68 %) mengatakan destructive

fishing sebagai penyebab kerusakan terumbu karang, 5 responden

(20 %) mengatakan disebabkan oleh aktivitas penambangan karang dan

sebanyak 3 responden (12 %) mengatakan bahwa pembuangan jangkar

kapal menjadi penyebab kerusakan terumbu karang. Secara kuantifikasi,

persepsi nelayan dapat dilihat dalam Tabel 13.

Tabel 13. Persepsi Nelayan Pulau Pajenekang Terhadap Penyebab Kerusakan Terumbu Karang

No.

Penyebab

Frekuensi Responden

( Orang)

Persentase (%)

1. Penangkapan ikan menggunakan bom dan bius

17 68

2. Penambangan karang dan pasir untuk pembangunan rumah

5 20

3. Pembuangan jangkar kapal atau perahu.

3 12

Jumlah 25 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Ancaman terhadap terumbu karang dibagi menjadi dua kategori

yaitu ancaman alamiah dan ancaman yang ditimbulkan oleh manusia

(antropogenik). Ancaman yang ditimbulkan oleh alam termasuk

kerusakan akibat badai dan perubahan suhu. Sedangkan ancaman yag

disebabkan oleh aktivitas manusia adalah praktek penangkapan dengan

racun, dengan peledak, sedimentasi , polusi dan sampah.

Page 111: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

94

Berdasarkan hasil penelitian PPTK Unhas (2010), kondisi terumbu

karang digolongkan baik pada kedalaman 3 m karena tutupan karang

hidup yang tercatat sebagai AC ( Acropora) dan NA (Non Acropora) lebih

dari 50 %. Sementara tutupan komponen abiotik seperti S (Sand), DCA

(Dead Coral Algae) dan DC (Dead Coral) lebih dari 40 %.

Pada kedalaman 10 m lebih didominasi oleh pecahan karang mati

(Rubble). Artinya terumbu karang di Pulau Pajenekang pernah mengalami

degradasi yang luar biasa akibat ulah manusia. Dampak dari semua ini

ketika karang sangat sulit untuk recovery secara alami karena substrat

rubble kurang stabil. Salah satu indikator kerusakan terumbu karang

adalah keberadaan karang jamur (Coral mushroom).

Menurut penelitian PPTK Unhas (2006) kerusakan fisik terumbu

karang di Pulau Pajenekang disebabkan oleh penangkapan ikan dengan

menggunakan bom dan bius, aktivitas penambangan karang untuk

pembangunan rumah dan pembuangan jangkar kapal.

Selanjutnya Supriharyono (2000) dalam Rahmawaty (2004)

menyatakan, sebenarnya akar permasalahan kerusakan terumbu karang

meliputi empat hal, yaitu kemiskinan masyarakat dan ketiadaan mata

pencaharian alternatif, ketidaktahuan dan ketidaksadaran masyarakat

dan pengguna, lemahnya penegakan hukum serta kebijakan pemerintah

yang belum menunjukkan perhatian yang optimal dalam mengelola sistem

alami dan kualitas lingkungan kawasan pesisir dan lautan khususnya

terumbu karang.

Page 112: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

95

b. Peningkatan Intensitas Gelombang dan Badai

Berdasarkan hasil survei terhadap 25 responden tentang

persepsinya terhadap intensitas gelombang dan badai saat ini

dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sebanyak 16 responden ( 64 %)

mengatakan intensitas gelombang dan badai semakin meningkat,

6 responden (24 %) mengatakan tidak berubah/tetap dan sebanyak

3 responden (12 %) mengatakan intensitas gelombang dan badai semakin

menurun. Adapun persentase sebaran persepsi nelayan tentang

intensitas badai dan gelombang dapat dilihat dalam Gambar 10.

Gambar 10. Sebaran Persentase Persepsi Nelayan Pulau Pajenekang Tentang Intensitas Gelombang dan Badai Perubahan iklim menyebabkan terjadinya perubahan pola angin

sehingga meningkatkan intensitas dan frekuensi gelombang serta badai

di lautan dan pesisir (Rahmasari, 2011). Hal ini tentunya menyebabkan

terganggunya aktivitas melaut para nelayan karena resiko melaut akan

semakin besar yang akan berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan.

12%

24%

64%

Menurun Tetap Meningkat

Page 113: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

96

Perubahan insensitas gelombang dan arus telah diteliti oleh Rasyid

(2011) yang menyimpulkan bahwa di Pulau Badi dan Pajenekang pada

musim barat yang jatuh pada bulan Desember hingga Februari, pola arus

pada saat pasang dan surut menggambarkan pola arus yang sama dari

barat ke timur, ini disebabkan oleh faktor angin yang dominan dan

ditambah dengan kecepatan angin yang cukup besar dengan kecepatan

maksimum 12,24 m/s (24 knot) mengarah ke barat.

Sementara itu menurut hasil penelitian Sirajuddin, dkk (2008),

selama sepuluh tahun terakhir tampak terjadi peningkatan aktifitas

gelombang dan arus yang berdampak pada meningkatnya proses abrasi

dan jumlah angkutan sedimen dari tahun ke tahun di Pulau Badi dan

Pajenekang.

Perubahan intensitas gelombang dan badai yang semakin besar

akan mengganggu ekosistem laut, tentunya dapat memperburuk

kehidupan ekonomi para nelayan Pulau Pajenekang yang

menggantungkan kehidupan terhadap kegiatan penangkapan ikan di laut.

Kebutuhan manusia yang semakin meningkat, sementara daya dukung

alam bersifat terbatas menyebabkan potensi kerusakan sumberdaya alam

menjadi semakin besar. Matriks bentuk-bentuk perubahan ekologis di

Pulau Pajenekang dapat dilhat pada Tabel 14.

Page 114: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

97

Tabel 14. Matriks Bentuk Perubahan Ekologis Pulau Pajenekang

No. Perubahan Ekologis

Penyebab

Keterangan

1 Kerusakan terumbu karang

Penangkapan ikan menggunakan bom dan bius

Aktivitas penambangan karang

Pembuangan jamgkar kapal

Pemutihan karang

Penyakit karang.

Acanthaster (pemakan polip karang)

Meningkatnya permintaan pasar terhadap ikan karang bernilai ekonomi tinggi menyebabkan potensi kerusakan terumbu karang menjadi semakin besar.

2 Meningkatnya intensitas gelombang dan badai

Perubahan iklim yang menyebabkan perubahan pola angin

Frekuensi melaut nelayan berkurang karena resiko melaut semakin meningkat

B. Dampak Perubahan Ekologis

1. Dampak Perubahan Ekologis Pulau Badi

Berbagai bentuk perubahan ekologis yang terjadi di kawasan Pulau

Badi seperti yang telah sebelumnya, tentu akan mempengaruhi kehidupan

nelayan. Hal ini dikarenakan nelayan merupakan bagian dari masyarakat

pesisir dan pulau-pulau kecil yang menggantungkan hidupnya pada

ekosistem pesisir dan laut. Pengaruh perubahan ekologis tersebut

semakin besar karena nelayan Pulau Badi merupakan nelayan dengan

pola penangkapan ikan tradisional yang melakukan kegiatan pencarian

ikan dengan alat tangkap sederhana.

Page 115: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

98

Berbagai tekanan ekonomi yang terus menerus terjadi serta

dampak dari pertumbuhan jumlah penduduk menyebabkan terjadinya

degradasi dan kerusakan terumbu karang di wilayah Pulau Badi.

Terganggu atau rusaknya ekosistem tersebut jelas akan mempengaruhi

kegiatan melaut nelayan yang bermuara pada jumlah dan variasi hasil

tangkapannya.

Dampak yang ditimbulkan dari berbagai bentuk perubahan tersebut

tidak hanya mempengaruhi kondisi ekologis namun juga berdampak

terhadap kondisi ekonomi nelayan.

1) Dampak Kerusakan Terumbu Karang

a. Sulitnya menentukan daerah penangkapan ikan.

Kerusakan atau degradasi terumbu karang menyebabkan hilangnya

substrat yang menjadi sumber pakan ikan, hilangnya tempat mengasuh

dan membesarkan ikan serta rusaknya tempat perlindungan bagi biota

laut di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Hal ini berakibat terhadap

berkurangnya stok ikan yang kemudian mempengaruhi kehidupan

ekonomi nelayan.

Nelayan Pulau Badi telah memiliki wilayah penangkapan tertentu

yang menjadi area mencari ikan selama bertahun-tahun. Keberadaan

terumbu karang diakui oleh para nelayan memiliki peran yang sangat

penting untuk menjamin ketersediaan sumberdaya ikan. Keberadaan

terumbu karang dimanfaatkan oleh nelayan untuk menentukan daerah

penangkapan, khususnya oleh nelayan pancing. Sebelum memancing,

Page 116: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

99

nelayan mencari karang terlebih dahulu agar usaha dalam mencari ikan

tidak sia-sia.

Perubahan ekologis juga menyebabkan perubahan pola migrasi

ikan. Hal ini kemudian menimbulkan kendala di kalangan nelayan

tradisional yang masih mengandalkan pengetahuan lokal dan pengalaman

dalam mencari ikan. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Dg.S (54 tahun) :

“ ..biasanya kita mancing di taka (karang) yang menjadi rumah ikan di

sekitar pulau saja. Banyak ikan di situ ji. Sekarang rumahnya dihancurkan

oleh pabom dan pabius. Akhirnya sekarang semakin susah tentukan

daerah menangkap karena taka-taka yang jadi petunjuk banyaknya ikan

sudah hancur dan hilang kodong..” (Wawancara, 2 Juni 2013).

Maraknya kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bom

dan bius serta kegiatan penambangan karang menyebabkan kerusakan

dan kamatian karang sehingga nelayan menjadi sulit untuk menentukan

wilayah penangkapan ikan yang berdampak terhadap menurunnya jumlah

hasil tangkapan.

Kegiatan penangkapan ikan secara destructive dilakukan karena

nelayan pelaku tidak menyadari bahwa etika kepada makhluk hidup

maupun alam sangat perlu diperhatikan. Bagi mereka yang penting

adalah kebutuhannya terpenuhi, tidak peduli dengan dampak yang

merusak terumbu karang dan sumberdaya ikan lainnya. Fenomena

destructive fishing tidak semata persoalan etika, tetapi juga ekonomi

politik. Nelayan umumnya terikat dengan elit pemodal lokal. Ada nelayan

yang secara etika sudah sadar, namun tidak dapat berbuat apa-apa

Page 117: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

100

karena terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar. Selain itu, rantai

jaringan pemilik modal dengan pihak di luar komunitas juga cukup kuat.

Secara mikro, langkah-langkah seperti pendidikan lingkungan,

pengembangan mata pencaharian alternatif dan penguatan modal melalui

lembaga ekonomi lokal sangat diperlukan. Langkah tersebut sekaligus

untuk mengatasi relasi patron-klien yang destuctive tersebut. Disamping

itu, diperlukan langkah makro untuk mengatasi persoalan tidak

berdayanya instrumen hukum. Desain makro diperlukan untuk

memayungi fenomena ini dengan mengharmonisasi antara hukum positif

dan hukum adat. Pembentukan Undang-Undang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sudah menjawab sebagian persoalan

desain tersebut.

b. Menurunnya jumlah hasil tangkapan nelayan

Kerusakan atau degradasi terumbu karang menyebabkan

hilangnya substrat yang menjadi sumber pakan ikan, rusaknya habitat

terbiak, hilangnya tempat mengasuh dan membesarkan ikan serta

rusaknya tempat perlindungan bagi biota laut di kawasan pesisir dan

pulau-pulau kecil (Purwoko, 2005). Hal ini berakibat pada berkurangnya

stok ikan yang kemudian mempengaruhi kehidupan ekonomi nelayan.

Berdasarkan hasil survei terhadap 44 responden mengenai jumlah

hasil tangkapan, sebanyak 38 responden (86.4 %) mengatakan jumlah

hasil tangkapan menurun, 6 responden (13.6 %) mengatakan tidak

berubah/tetap dan tidak ada responden (0 %) yang mengatakan hasil

Page 118: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

101

tangkapan meningkat. Data perbandingan hasil tangkapan sebelum dan

sesudah terjadi perubahan ekologis dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Rata-rata Hasil Tangkapan Nelayan Pulau Badi Per Trip (Sebelum dan Sesudah Perubahan Ekologis)

Jenis Alat Tangkap

Jenis Ikan

Jumlah Hasil Tangkapan Per Trip (Kg)

Sebelum Sesudah

Pancing rawe Ikan katamba, bambangan, kakap merah, sibula, cepa dan banyara.

60 - 90 15 - 30

Pancing kedo-kedo dan pancing tomba

Ikan sunu 5 -10 1- 4

Pancing gurita Gurita 4 - 15 3 - 8

Pancing cumi-cumi/doang-doang

Cumi-cumi 5 - 12 3 - 5

Pukat udang Udang lobster 5 - 8 2 - 3

Pukat kepiting Kepiting 6-12 3-5

Purse seine (jaring gae)

Ikan banyara, ikan katamba,ikan putih, ikan tembang.

225-300 90-150

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Menurut informasi yang diperoleh melalui wawancara terhadap

beberapa informan, penyebab utama menurunnya hasil tangkapan adalah

kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh kegiatan penangkapan

tidak ramah lingkungan menggunakan bahan peledak (bom) dan bius

serta kondisi cuaca dan gelombang yang semakin ekstrim yang

menyebabkan resiko melaut semakin besar.

Penurunan hasil tangkapan nelayan di Pulau Badi yang berada di

wilayah kecamatan Liukang Tupabiring, Kabupaten Pangkep juga

ditunjukkan lewat data hasil survei Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Pangkep yang ditunjukkan pada Tabel 16.

Page 119: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

102

Tabel 16. Produksi Perikanan Tangkap Per Kecamatan di Kabupaten

Pangkep

No Nama Kecamatan

Tahun Produksi (Dalam satuan ton)

2006 2007 2008 2009 2010 2011 1 Minasa tene 40,2 28,5 28,8 28,9 29,1 28.0

2 Pangkajene 281,1 197,0 199,8 200,0 201.2 189.3

3 Bungoro 743,0 587,8 295,0 595,6 596.5 560.0

4 Labakkang 602,4 429,7 452,6 453,4 454.6 434.6

5 Ma'rang 903,7 641,0 640,1 641,1 610 525.7

6 Segeri 833,4 591,2 590,0 590,6 580 518.7

7 Mandalle 933,8 602,4 610,0 610,8 603 511.7

8 Liukang Tupabbiring

2.158,7 1.642 1.553,0 1.532,0 1.551,20 1.022.3

9 Liukang Tupabbiring Utara

- - - - - 1.019.9

10 Liukang Tangaya

1.777,2 1.260,0 1.275,7 1.276,4 1.279.10 1.106.8

11 Liukang kalmas

1.767,2 1.252,8 1.268,5 1.270,0 1,273,2 1.092.8

Jumlah 10.040,7 7.268,7 7.219,8 7.211,7 7.122,4 7.009.8

Sumber : Data Sekunder Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkep, 2011

Data pada tabel tersebut menunjukkan bahwa produksi perikanan

tangkap Kabupaten Pangkep mengalami penurunan dari tahun ke tahun.

Penurunan produksi ini sejalan dengan berkurangnya variasi ikan yang

ditangkap. Berkurangnya produksi dan jenis tangkapan merupakan akibat

dari penggunaan alat tangkap yang tidak ramah dengan

perkembangbiakan ikan dan biota laut lainnya. Penurunan kuantitas dan

jenis ikan sangat dirasakan oleh nelayan sehingga untuk dapat

meningkatkan kuantitas dan jenis ikan nelayan harus memperluas wilayah

tangkapannya. Perluasan wilayah tangkapan tentu saja akan berkaitan

erat dengan biaya operasional yang semakin meningkat.

c. Daerah penangkapan semakin jauh.

Nelayan tradisional Pulau Badi merupakan nelayan tradisional

dengan akses teknologi dan informasi yang relatif terbatas. Perubahan

Page 120: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

103

ekologis yang telah terjadi di kawasan tersebut, seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya, menyebabkan hilangnya tempat atau daerah

penangkapan ikan (fishing ground).

Berdasarkan hasil survei terhadap responden dan wawancara

dengan beberapa informan, menunjukkan bahwa nelayan Pulau Badi

saat ini harus menangkap ikan ke lokasi yang semakin jauh dari pulau.

Sebelum terjadi perubahan ekologis, nelayan Pulau Badi menangkap ikan

hanya di sekitar pulau dan pulau-pulau terdekat.

Nelayan pancing dan nelayan pukat/jaring mempunyai daerah

penangkapan terjauh di sekitar Pulau Langkai dan Lanyukang dengan

waktu tempuh sekitar 1,5 jam. Setelah terjadi degradasi ekosistem

terumbu karang, nelayan harus menangkap ke lokasi yang lebih jauh

(Pulau Gondongbali, Pulau Tambakulu, Pulau Papandangan, Pulau

Jangangjangan dan Pulau Kapoposang) dengan waktu tempuh sekitar

2,5 jam sampai 3 jam. Selain lokasi tersebut, pada musim barat nelayan

Pulau Badi berangkat ke perairan Kabaena, Kolaka dan Kendari

(Sulawesi Tenggara).

Wilayah penangkapan ikan nelayan purse seine (gae) di sekitar

Pulau Langkai dan perairan Jeneponto di saat musim timur, sedangkan di

saat musim barat lokasi penangkapan nelayan gae di wilayah Kendari

(Sulawesi Tenggara), Banjarmasin (Kalimantan) dan Flores (NTT). Data

wilayah tangkapan dan waktu tempuh nelayan Pulau Badi setelah terjadi

perubahan ekologis dapat dilihat pada Tabel 17.

Page 121: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

104

Tabel 17. Matriks Daerah Tangkapan Nelayan Pulau Badi Setelah Perubahan Ekologis

Daerah

Penangkapan

Waktu tempuh berdasarkan jenis armada yang digunakan (jam)

Lepa-lepa Jolloro Kapal Gae

Pulau Gondongbali 2,5 2 2

Pulau Jangangjangan 2,5 2 2

Pulau Papandangan 2,5 2 2

Pulau Tambakulu 2,5 2 2

Pulau Kapoposang 3,5 2,5 2

Perairan Sulawesi Tenggara (Kabaena, Kolaka dan Kendari

-

20 24

Perairan Kalimantan (Banjarmasin)

-

28 24

Perairan NTT (Flores) - 36 30 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Waktu melaut yang digunakan nelayan juga semakin bertambah.

Sebelumnya hanya membutuhkan waktu 4 – 5 jam, sekarang nelayan

harus menghabiskan waktu sekitar 9 – 12 jam untuk melakukan aktivitas

melaut dalam satu trip.

Kondisi lingkungan perairan yang mengalami perubahan ekologis

serta iklim yang makin ekstrim menggeser area penangkapan ikan (fishing

ground) ke daerah yang lebih jauh. Hal ini akan menyebabkan waktu

melaut dan biaya produksi akan bertambah yang pada akhirnya akan

berdampak pada kehidupan ekonomi nelayan (Rahmasari, 2011).

2) Dampak meningkatnya intensitas gelombang dan badai

a. Terjadi erosi pantai/abrasi di kawasan pemukiman penduduk.

Perubahan iklim global diperkirakan akan mempengaruhi

masyarakat pesisir di berbagai belahan dunia (IPCC, 2001; Dolan &

Walker, 2004). Salah satu hal yang akan berubah adalah akselerasi

terhadap kenaikan muka laut yang akan menimbulkan dampak lanjutan

Page 122: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

105

seperti perendaman daratan pulau- pulau kecil, peningkatan banjir, erosi

pantai, intrusi air laut dan perubahan proses-proses ekologi di wilayah

pesisir dan pulau-pulau kecil. Perubahan yang terjadi pada aspek biologi-

fisik ini juga akan berdampak terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat

di wilayah pesisir dan pulau-pulau seperti hilangnya infrastruktur,

penurunan nilai-nilai ekologi dan nilai ekonomi sumberdaya pesisir dan

laut (Klein & Nicholls, 1999). Selain itu, perkembangan daerah

pemukiman dan pertumbuhan penduduk yang cepat di wilayah pesisir

dan pulau-pulau juga merupakan salah satu hal yang akan mengalami

perubahan secara fundamental karena perubahan iklim (Nicholls, 1995).

Hasil observasi dan informasi yang diperoleh dari kantor desa

Mattiro Deceng, menunjukkan bahwa meningkatnya intensitas gelombang

dan badai menyebabkan terjadinya abrasi/erosi pantai yang merusak

pemukiman penduduk Pulau Badi. Data jumlah penduduk Pulau Badi

yang rusak akibat abrasi dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Jumlah Rumah Penduduk Pulau Badi Yang Rusak Akibat Abrasi

Tipe Kerusakan Jumlah Per Tahun Total

2007 2008 2009 2010 2011

Rusak ringan (masih dapat ditempati)

2 3 7 2 2 16

Rusak berat (tidak dapat ditempati)

1 2 4 5 3 15

Sumber : Data Sekunder Desa Mattiro Deceng, 2012

Berdasarkan tabel diatas , tercatat sebanyak 31 rumah yang rusak

akibat terkena erosi pantai/abrasi di Pulau Badi sejak tahun 2007 sampai

tahun 2011, dimana sebanyak 16 rumah mengalami kerusakan ringan dan

Page 123: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

106

sebanyak 15 rumah mengalami kerusakan berat sehingga rumahnya tidak

dapat ditempati. Erosi pantai/ abrasi terjadi di sebelah barat dan selatan

dari Pulau Badi.

Hal tersebut di atas disebabkan oleh manusia. Masyarakat di

Pulau Badi membangun rumah dengan menggunakan material dari laut

sehingga melakukan penambangan batu karang dan pasir laut untuk

pondasi rumah serta penggunaan alat tangkap yang tidak ramah

lingkungan. Kegiatan tersebut menyebabkan terganggunya

keseimbangan transport sedimen sejajar pantai, rusaknya ekosistem

terumbu karang sehingga tidak ada lagi peredam energi gelombang yang

pada gilirannya akan mengakibatkan erosi pantai. Terumbu karang,

khususnya terumbu karang tepi dan penghalang, berperan penting

sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat yang

berasal dari laut (Bengen, 2002).

Apabila mundurnya garis pantai akibat kenaikan paras muka air laut

bersuperposisi dengan kecenderungan erosi pantai akibat ulah manusia

maka intensitas erosi pantai akan semakin meningkat (Diposaptono 2009).

Sangat tidak ekonomis untuk menghilangkan atau mengurangi dampak

yang ditimbulkan akibat abrasi melalui teknologi tertentu seperti

pembuatan tembok penahan ombak, juga tidak mungkin memindahkan

seluruh penduduk dan bangunannya dari daerah yang berbahaya.

Diperlukan program-program jangka panjang seperti konservasi

sumberdaya laut dan menciptakan pekerjaan-pekerjaan alternatif

(budidaya rumput laut) bagi nelayan.

Page 124: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

107

b. Meningkatnya Resiko Melaut

Salah satu dampak perubahan ekologis akibat perubahan iklim

yang mengancam kondisi ekonomi nelayan diungkapkan oleh

Diposaptono (2009) berupa resiko melaut yang semakin tinggi akibat

ancaman meningkatnya intensitas badai dan gelombang ekstrim. Pada

wilayah perairan Kepulauan Spermonde, gelombang ekstrim serta badai

merupakan ancaman yang kerap kali datang ketika tiba musim angin barat

serta musim penghujan. Sementara perahu dan sarana penangkapan ikan

nelayan Pulau Badi masih tradisional dan belum dalam kapasitas

menghadapi badai ataupun gelombang besar.

Apabila datang musim dimana resiko melaut berada dalam kondisi

yang tinggi, kebanyakan nelayan lebih memilih untuk tidak melaut. Hal ini

dilakukan untuk mencegah kemungkinan buruk yang dapat terjadi apabila

nelayan memaksakan untuk tetap melaut. Namun salah satu dampak dari

perubahan iklim berupa perubahan pola angin, di wilayah Kepulauan

Spermonde menyebabkan terjadinya kekacauan angin sehingga di

beberapa kasus, angin barat berhembus di periode seharusnya

berhembus angin timur. Hal ini merupakan kendala yang beresiko cukup

besar bagi nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan.

Perubahan ekologis menimbulkan dampak ekologis dan ekonomi

bagi nelayan. Hal ini sejalan dengan pendapat Bedjeck et al. (2010) yang

mengungkapkan bahwa perubahan ekologis yang terjadi di laut dapat

menyebabkan perubahan terhadap ketersediaan produk perikanan

sebagai modal utama nelayan. Selain itu juga dapat mempengaruhi

Page 125: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

108

pendapatan nelayan dan berujung pada peningkatkan biaya dalam

mengakses sumberdaya. Matriks dampak perubahan ekologis terhadap

nelayan Pulau Badi dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Matriks Dampak Perubahan Ekologis Terhadap Nelayan Pulau Badi

No Bentuk Perubahan

Ekologis Dampak Perubahan

Ekologis Keterangan

1. Kerusakan terumbu karang

Hilangnya daerah penangkapan ikan

Daerah penangkapan ikan semakin jauh.

Hasil tangkapan nelayan menurun

Berkurangnya stok ikan

Sulit dijangkau oleh jenis armada tradisional

Kondisi ekonomi nelayan semakin sulit

2. Meningkatnya intensitas badai dan gelombang

Abrasi/erosi pantai di pemukiman penduduk (bagian barat dan selatan pulau).

Meningkatnya resiko melaut

Pemukiman penduduk semakin terancam

Frekuensi melaut semakin berkurang

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

2. Dampak Perubahan Ekologis Pulau Pajenekang.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di Pulau Pajenekang

tentang dampak perubahan ekologis, menunjukkan bahwa dampak yang

ditimbulkan dari berbagai bentuk perubahan tersebut tidak hanya

Page 126: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

109

mempengaruhi kondisi ekologis namun juga berdampak terhadap kondisi

sosial ekonomi nelayan.

1) Dampak Kerusakan Terumbu Karang

a. Menurunnya jumlah hasil tangkapan nelayan

Berdasarkan hasil survei terhadap 25 responden mengenai jumlah

hasil tangkapan, sebanyak 20 responden (80 %) mengatakan jumlah

hasil tangkapan menurun, 5 responden (20 %) mengatakan tidak

berubah/tetap dan tidak ada responden (0 %) yang mengatakan hasil

tangkapan meningkat.

Penyebab utama menurunnya hasil tangkapan adalah kerusakan

terumbu karang yang disebabkan oleh kegiatan penangkapan tidak ramah

lingkungan (destructive fishing) serta kondisi cuaca dan gelombang yang

semakin ekstrim yang menyebabkan resiko melaut semakin besar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil

tangkapan sebelum dan sesudah perubahan ekologis, dimana setelah

terjadi perubahan ekologis, hasil tangkapan nelayan cenderung menurun.

Data perbandingan hasil tangkapan sebelum dan sesudah terjadi

perubahan ekologis dapat dilihat pada Tabel 20.

Page 127: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

110

Tabel 20. Rata-rata Hasil Tangkapan Nelayan P. Pajenekang Per Trip (Sebelum dan Sesudah Perubahan Ekologis)

Jenis Alat Tangkap Target

Tangkapan Jumlah Hasil Tangkapan

Per Trip (Kg)

Sebelum Sesudah

Pancing rawe Ikan katamba, bambangan, ikan tembang dan kakap merah

45 - 60 15 - 30

Pancing rinta Ikan tembang dan ikan ruma-ruma

15 - 45 10 - 20

Pancing tinumbu Ikan tinumbu 4 - 9 1 - 4

Pancing kedo-kedo Ikan sunu 5 - 8 2 - 4

Pancing gurita Gurita 5 - 15 2 - 6

Pancing cumi-cumi/doang-doang

Cumi-cumi 5 - 15 3 - 6

Pukat/jaring udang Udang lobster 3 - 5 1 - 3

Pukat/jaring kepiting Kepiting 4 - 8 2- 4

Pukat mairo Ikan mairo 60 - 90 15 - 30

Pancing tomba Ikan sunu 4 - 8 2 - 3

Purse seine (jaring gae)

Ikan banyara, ikan katamba,ikan putih, ikan tembang.

240 - 270 75 - 120

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang yang sangat

lambat dan sensitifitas terhadap lingkungan yang sangat tinggi membuat

terumbu karang mudah mengalami kerusakan atau kepunahan.

Keberadaan terumbu karang juga merupakan jaminan keberadaan ikan-

ikan karang baik ikan hias maupun ikan konsumsi dengan nilai ekonomi

tinggi.

Menurunnya keberadaan terumbu karang secara otomatis akan

mengurangi keberadaan ikan-ikan karang tersebut. Berkurangnya jumlah

ikan pada terumbu karang yang rusak akan mengurangi pendapatan para

nelayan, karena kerusakan tersebut mengakibatkan ikan-ikan akan

Page 128: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

111

meninggalkan terumbu karang tersebut dan sebagian lagi akan mati

apabila daya tahan tubuh mereka tidak mampu mengatasi perubahan

ekosistem tempat tinggal mereka. Perkiraan produksi perikanan

tergantung pada kondisi terumbu karang. Terumbu karang dalam kondisi

yang sangat baik mampu menghasilkan sekitar 18 ton ikan per km2 per

tahun, terumbu karang dalam kondisi baik mampu menghasilkan 13 ton

ikan per km2 per tahun dan terumbu karang dalam kondisi yang cukup

baik mampu menghasilkan 8 ton ikan per km2 per tahun (Suharsono,

1996).

b. Daerah penangkapan ikan semakin jauh.

Nelayan Pulau Pajenekang merupakan nelayan tradisional dengan

armada penangkapan dan akses teknologi informasi yang relatif terbatas.

Perubahan ekologis yang telah terjadi di kawasan tersebut, seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya, menyebabkan hilangnya tempat atau daerah

penangkapan ikan (fishing ground) sehingga nelayan harus memperluas

daerah penangkapan.

Hasil survei terhadap responden dan wawancara dengan beberapa

informan, menunjukkan bahwa nelayan Pulau Pajenekang saat ini harus

menangkap ikan ke lokasi yang semakin jauh dari pulau. Sebelum terjadi

perubahan ekologis, nelayan Pulau Pajenekang menangkap ikan hanya di

sekitar pulau. Lokasi penangkapan terjauh di Pulau Sanane dengan

waktu tempuh sekitar 30 menit atau Pulau Lanyukang dan Langkai

dengan waktu tempuh sekitar 1 - 1,5 jam. Setelah terjadi degradasi

ekosistem terumbu karang, nelayan harus menangkap ke lokasi yang

Page 129: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

112

lebih jauh (Pulau Gondongbali, Pulau Samatelu, Pulau Papandangan,

Pulau Jangangjangan, Pulau Salemo dan Pulau Kapoposang) dengan

waktu tempuh sekitar 2,5 jam sampai 3 jam. Di saat musim barat nelayan

Pulau Pajenekang memperluas daerah penangkapan sampai ke perairan

Kendari (Sulawesi Tenggara) dan Flores (NTT). Data daerah tangkapan

nelayan Pulau Pajenekang setelah perubahan ekologis ditunjukkan pada

Tabel 21.

Tabel 21. Matriks Daerah Tangkapan Nelayan Pulau Pajenekang Setelah Perubahan Ekologis

Daerah

Penangkapan

Waktu tempuh berdasarkan jenis armada (jam)

Lepa-lepa Jolloro Kapal Gae

Pulau Gondongbali 2,5 2 2

Pulau Samatelu 2 1,5 1,5

Pulau Papandangan 2,5 2 2

Pulau Salemo 2,5 2 2

Pulau Kapoposang 3 2,5 2

Pulau Jangangjangan 3 2,5 2

Perairan Kendari (Sulawesi Tenggara)

-

28 24

Perairan Flores (NTT) - 36 30 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Disamping daerah tangkapan yang semakin jauh, waktu yang

digunakan nelayan untuk melaut juga semakin bertambah. Jika

sebelumnya hanya membutuhkan waktu 3 – 4 jam, sekarang nelayan

harus menghabiskan waktu sekitar 7 – 12 jam untuk melakukan aktivitas

melaut.

Dengan demikian nelayan yang biasanya hanya membutuhkan

waktu yang singkat untuk memperoleh hasil tangkapan yang banyak akan

menjadi lebih sulit karena terumbu karang yang berada di daerah yang

dekat dengan tempat tinggal mereka telah rusak sehingga mereka

Page 130: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

113

membutuhkan waktu yang lama untuk menuju ke daerah penangkapan

(fishing ground). Dengan kondisi yang demikian biaya operasional yang

dibutuhkan juga bertambah sehingga pendapatan yang biasa terima akan

berkurang serta kondisi sosial dan ekonomi nelayan semakin sulit.

2) Dampak meningkatnya intensitas gelombang dan badai

a. Terjadi erosi pantai/abrasi di kawasan pemukiman penduduk.

Perubahan yang terjadi pada aspek ekologi akan berdampak

terhadap aspek ekonomi masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau

seperti hilangnya infrastruktur, penurunan nilai-nilai ekologi dan nilai

ekonomi sumberdaya pesisir dan laut (Klein & Nicholls, 1999). Selain itu,

perkembangan daerah pemukiman dan pertumbuhan penduduk yang

cepat di wilayah pesisir dan pulau-pulau juga merupakan salah satu hal

yang akan mengalami perubahan secara fundamental karena perubahan

iklim (Nicholls, 1995).

Data yang diperoleh dari kantor desa Matiro Deceng, di Pulau

Pajenekang menunjukkan bahwa meningkatnya intensitas gelombang dan

badai berdampak terhadap kerusakan rumah penduduk. Sejak tahun

2007 sampai 2011 tercatat jumlah rumah penduduk yang mengalami

kerusakan akibat abrasi sebanyak 21 rumah dengan rincian sebanyak

9 rumah mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 12 rumah

mengalami kerusakan berat sehingga tidak dapat ditempati. Data rumah

penduduk Pulau Pajenekang yang rusak akibat abrasi dapat dilihat pada

Tabel 22.

Page 131: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

114

Tabel 22. Jumlah Rumah Penduduk Pulau Pajenekang Yang Rusak Akibat Abrasi

Tipe Kerusakan Jumlah Per Tahun Total

2007 2008 2009 2010 2011

Rusak Ringan (Masih dapat

ditempati

1 2 3 1 2 9

Rusak Berat (Tidak dapat

ditempati)

1 3 4 3 1 12

Sumber : Data Sekunder Desa Mattiro Deceng, 2012

Sedangkan berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan

beberapa informan, menunjukkan bahwa abrasi/erosi pantai yang terjadi

di Pulau Pajenekang tersebut disebabkan oleh manusia. Masyarakat di

Pulau Pajenekang membangun rumah dengan menggunakan material

dari laut sehingga melakukan penambangan batu karang dan pasir laut

untuk pondasi rumah serta penggunaan alat tangkap yang tidak ramah

lingkungan. Kegiatan tersebut menyebabkan terganggunya

keseimbangan transport sedimen sejajar pantai, rusaknya ekosistem

terumbu karang sehingga tidak ada lagi peredam energi gelombang yang

pada gilirannya akan mengakibatkan erosi pantai.

Apabila kondisi terumbu karang telah rusak, maka kemampuan

terumbu karang untuk menahan gelombang akan berkurang dan bahkan

tidak dapat berfungsi lagi untuk menahan gelombang yang akhirnya dapat

mengakibatkan abrasi pantai. Terumbu karang, khususnya terumbu

karang tepi dan penghalang, berperan penting sebagai pelindung pantai

dari hempasan ombak dan arus kuat yang berasal dari laut

(Bengen, 2002).

Page 132: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

115

b. Meningkatnya Resiko Melaut

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan di Pulau

Pajenekang, menunjukkan bahwa wilayah perairan Kepulauan

Spermonde yang menjadi wilayah tangkapan utama nelayan Pulau

Pajenekang mengalami ancaman berupa gelombang ekstrim serta badai

yang seringkali datang ketika tiba musim angin barat serta musim

penghujan. Sementara armada dan sarana penangkapan ikan nelayan

Pulau Pajenekang masih tradisional sulit menghadapi badai ataupun

gelombang besar. Hal ini merupakan kendala yang beresiko cukup besar

bagi nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan.

Apabila datang musim dimana resiko melaut berada dalam kondisi

yang tinggi, kebanyakan nelayan lebih memilih untuk tidak melaut. Hal ini

dilakukan untuk mencegah kemungkinan buruk yang dapat terjadi apabila

nelayan memaksakan untuk tetap melaut. Namun salah satu dampak dari

perubahan iklim berupa perubahan pola angin, di wilayah Kepulauan

Spermonde menyebabkan terjadinya kekacauan angin sehingga di

beberapa kasus, angin barat berhembus di periode seharusnya

berhembus angin timur. Hal ini merupakan kendala yang beresiko cukup

besar bagi nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan.

Perubahan iklim merupakan fenomena yang tidak hanya

berdimensi lingkungan namun juga ekonomi. Di sektor perikanan,

kerugian dari perubahan ini berupa menurunnya hasil tangkapan ikan dan

kerusakan ekosistem laut. Dampak perubahan iklim yang dirasakan oleh

nelayan tengkap berupa berubahnya pola melaut dan tingginya intensitas

Page 133: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

116

badai dan ketidakpastian cuaca (Diposaptono, 2009). Matriks dampak

perubahan ekologis terhadap nelayan Pulau Pajenekang dapat dilihat

pada Tabel 23.

Tabel 23. Matriks Dampak Perubahan Ekologis Terhadap Nelayan Pulau Pajenekang

No Bentuk Perubahan

Ekologis Dampak Perubahan

Ekologis Keterangan

1 Kerusakan terumbu karang

Daerah penangkapan ikan semakin jauh.

Hasil tangkapan nelayan menurun

Biaya operasional meningkat

Kondisi ekonomi nelayan semakin sulit

2 Meningkatnya intensitas badai dan gelombang

Abrasi/erosi pantai di pemukiman penduduk (bagian barat pulau).

Meningkatnya resiko melaut

Pemukiman penduduk semakin terancam

Frekuensi melaut semakin berkurang

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

C. Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Ekologis

1. Strategi Adaptasi Nelayan Pulau Badi

Perubahan ekologis yang terjadi di kawasan Pulau Badi telah

menimbulkan dampak yang cukup besar bagi kegiatan nelayan. Hal ini

mengharuskan nelayan untuk beradaptasi agar dapat bertahan hidup di

kawasan tersebut. Strategi adaptasi yang dimaksud dalam bahasan ini

adalah bagaimana nelayan di Pulau Badi melakukan tindakan-tindakan

Page 134: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

117

dalam merespon berbagai bentuk perubahan ekologis yang terjadi di

wilayahnya.

Berdasarkan hasil observasi, survei dan wawancara dengan

nelayan, baik responden maupun beberapa informan yang

merepresentasikan keberadaan nelayan di Pulau Badi, diperoleh bahwa

terdapat beberapa bentuk strategi adaptasi yang dilakukan nelayan di

dalam merespon perubahan ekologis yang berdampak terhadap kegiatan

nelayan. Adapun bentuk-bentuk strategi adaptasi yang dilakukan,

diantaranya :

1) Strategi adaptasi terhadap kerusakan terumbu karang

a. Menganekaragaman alat dan teknik penangkapan

Sebelum terjadinya perubahan ekologis di kawasan ini, idealnya

nelayan hanya memiliki satu alat tangkap. Saat ini nelayan harus

menambah menjadi dua sampai tiga jenis alat tangkap agar bisa

bersahabat dengan kondisi lingkungan perairan yang sudah mengalami

perubahan, ditambah lagi dengan kondisi cuaca yang tidak menentu. Hal

ini diungkapkan oleh Bapak HT (53 tahun):

“...Kalau dulu kita pake rinta atau pukat mami (red. saja) sudah dapat

ikan mih. Sekarang, tidak bisa pake satu jenis alat tangkap ji. Kita harus

pake yang lain, seperti rawe, kedo-kedo, tomba dan doang-doang. Itupun

kalau punya uang untuk membelinya...”(Wawancara, 28 Mei 2013).

Strategi adaptasi yang menjadi sangat umum digunakan oleh

masyarakat nelayan, ialah penggunaan berbagai macam alat dan teknik

penangkapan. Strategi yang sangat umum ini disusun berdasarkan

pengetahuan nelayan mengenai berbagai jenis dan pola kebiasaan ikan

Page 135: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

118

dan kondisi-kondisi dasar laut. Pengetahuan yang diperoleh melalui

pengalaman dan proses pembelajaran yang lama ( Lampe, 1986).

Berdasarkan hasil survei terhadap 44 responden di Pulau Badi,

diketahui strategi penganekaragaman alat tangkap dilakukan oleh

72,7 persen responden atau 32 orang nelayan.

Penganekaragaman alat tangkap ini dilakukan karena beberapa

jenis ikan sudah sulit untuk ditangkap, sehingga nelayan memutuskan

untuk menangkap jenis lain dan tidak hanya terpaku pada satu jenis ikan

saja. Dengan begitu maka otomatis penggunaan alat tangkap nelayan

juga bertambah. Nelayan harus mencari alternatif sendiri jenis alat

tangkap yang paling efektif digunakan disaat ketidakpastian sumberdaya

ikan yang ditangkapnya.

Strategi adaptasi yang dilakukan oleh nelayan di Pulau Badi dalam

menghadapi perubahan musim dengan cara mengganti jenis alat tangkap

berdasarkan jenis hasil tangkap sesuai musim dan memiliki lebih dari satu

jenis alat tangkap untuk masing-masing musim.

Berdasarkan hasil survei terhadap 32 responden yang memilih

strategi adaptasi pengeanekaragaman alat tangkap dan teknik

penangkapan, sebanyak 10 responden (31,3 %) melakukan adaptasi

dengan cara menambah jenis alat tangkap. Bentuk adaptasi ini dilakukan

karena beberapa jenis ikan sudah sulit untuk ditangkap, sehingga nelayan

memutuskan untuk menangkap jenis lain dan tidak hanya terpaku pada

satu jenis ikan saja. Dengan demikian maka penggunaan alat tangkap

Page 136: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

119

nelayan juga bertambah. Saat melaut, nelayan membawa dua sampai

tiga jenis alat tangkap sekaligus.

Strategi kedua yang dilakukan yaitu merubah jenis alat tangkap

sesuai musim. Berdasarkan hasil survei terhadap 32 responden,

sebanyak 7 responden (21,8 %) melakukan adaptasi dengan cara

merubah jenis alat tangkap sesuai musim. Di saat musim timur nelayan

pancing menggunakan rawe, rinta, kedo-kedo dan tomba, sedangkan

musim barat nelayan menggunakan pancing gurita dan jaring/pukat

kepiting. Hal ini dilakukan karena di saat musim barat nelayan tidak dapat

melaut jauh dari pulau. Nelayan hanya melakukan penangkapan di pulau-

pulau terdekat untuk menangkap gurita dan kepiting. Nelayan mengakui

bahwa di saat musim barat, saat kerasnya gelombang banyak gurita

maupun kepiting keluar dari rumahnya, sehingga mudah untuk ditangkap.

Strategi ketiga yang dilakukan yaitu merubah alat tangkap karena

target tangkapan berubah. Berdasarkan hasil survei terhadap

32 responden yang memilih strategi adaptasi pengeanekaragaman alat

tangkap dan teknik penangkapan, sebanyak 15 responden (46,9 %)

melakukan adaptasi dengan cara merubah alat tangkap karena target

tangkapan berubah. Nelayan merubah target tangkapan dari jenis ikan

lelong (ikan yang dijual untuk konsumsi rumah tangga/lokal) ke jenis ikan

bernilai ekonomi tinggi dan jenis-jenis ikan yang diekspor (ikan sunu dan

ikan tinumbu). Matriks bentuk-bentuk penganekaragaman alat dan teknik

penangkapan nelayan Pulau Badi dapat dilihat pada Tabel 24.

Page 137: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

120

Tabel 24. Matriks Bentuk-Bentuk Penganekaragaman Alat dan Teknik Penangkapan Nelayan Pulau Badi

No

Bentuk Penganekaragaman

Alat dan Teknik Penangkapan

Frekuensi Responden

(Orang)

Persentase (%)

1. Menambah jenis alat tangkap.

10 31.3

2. Merubah jenis alat tangkap sesuai musim.

7 21.8

3. Merubah alat tangkap karena target tangkapan berubah.

15 46.9

Jumlah 32 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Beragamnya jenis alat penangkapan dan ukurannnya akan

menyebabkan bervariasi pula teknik operasi yang digunakan untuk

menangkap ikan. Minimnya teknologi penangkapan dan akses informasi

mengenai jenis alat tangkap yang ideal digunakan pada saat-saat tertentu

menyebabkan nelayan biasanya mengganti alat tangkapnya hanya

berdasarkan informasi dari sesama nelayan (yang belum tentu benar).

Konsekuensi yang harus diterima apabila nelayan merubah alat tangkap

yaitu sumber modal, keterampilan dan waktu.

Kemampuan untuk meningkatkan peralatan tangkap sangat

dipengaruhi oleh kondisi ekonomi nelayan. Sesuai dengan kondisi

ekonominya, peralatan yang mampu dibeli adalah peralatan yang

sederhana, atau bahkan tidak mampu membeli peralatan tangkap sama

sekali sehingga menempatkan kedudukannya tetap sebagai buruh

nelayan. Oleh karena itu, untuk mengembangkan variasi alat dan teknik

penangkapan bukan hal yang mudah dilakukan. Akibatnya, kemampuan

Page 138: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

121

untuk meningkatkan hasil tangkapan menjadi sangat terbatas. Kondisi ini

mengakibatkan nelayan mengalami kesulitan untuk dapat melepaskan diri

dari kemiskinan.

Menurut Badjeck et al. (2010), kapasitas untuk cepat beradaptasi

terhadap perubahan ekologis melalui penggunaan teknik tangkap dan

alat-alat baru ini merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap

mata pencaharian nelayan.

b. Memperluas daerah penangkapan

Nelayan tradisional Pulau Badi merupakan nelayan tradisional

dengan akses teknologi dan informasi yang relatif terbatas. Perubahan

ekologis yang telah terjadi di kawasan tersebut, seperti yang telah

dijelaskan pada bab sebelumnya, menyebabkan hilangnya tempat atau

daerah penangkapan ikan (fishing ground). Kondisi ekologis yang

mengalami perubahan serta iklim yang makin ekstrim bisa menggeser

area penangkapan ikan (fishing ground) ke daerah yang lebih jauh. Hal ini

akan menyebabkan biaya produksi untuk mencari ikan yang dilakukan

nelayan akan naik yang pada akhirnya akan berdampak pada kehidupan

ekonomi nelayan.

Berdasarkan hasil survei di Pulau Badi terhadap 44 responden,

sebanyak 20 responden atau sebanyak 45,5 persen melakukan adaptasi

dengan memperluas daerah penangkapan. Diantara 20 responden yang

melakukan strategi adaptasi memperluas daerah penangkapan, sebanyak

10 responden (50 %) memperluas wilayah tangkapan ke pulau lain yang

masih berada di perairan Pangkep, 6 responden (30 %) memperluas

Page 139: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

122

wilayah tangkapan ke pulau-pulau lain di luar wilayah perairan Pangkep

dan 4 responden (20 %) memperluas wilayah penangkapan di luar

perairan Sulawesi Selatan (Tabel 25).

Tabel 25. Matriks Bentuk-Bentuk Perluasan Daerah Penangkapan Nelayan Pulau Badi

No Daerah Penangkapan

Frekuensi Responden

(Orang)

Persentase (%)

1. Pulau-pulau lain di wilayah perairan Pangkep

10 50

2. Pulau-pulau lain di luar perairan Pangkep(Masih di Kepulauan Spermonde)

6 30

3. Pulau-pulau di luar perairan Sulawesi Selatan

4 20

Jumlah 20 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Strategi adaptasi memperluas daerah penangkapan merupakan

kegiatan mengubah lokasi penangkapan ikan sesudah terjadinya

perubahan ekologis. Adaptasi dengan mengubah daerah penangkapan

ikan dilakukan oleh para nelayan hanya mengandalkan naluri dan

pengalaman mendeteksi area yang diperkirakan banyak ikan. Para

nelayan yang melakukan tindakan tersebut tidak memiliki kemampuan

yang lebih sistematis dan terencana untuk mendeteksi ikan. Dengan

demikian, adaptasi seperti ini menyebabkan inefisiensi energi (bahan

bakar dan tenaga), pemborosan waktu dan hasil tangkapan yang relatif

rendah.

Penurunan kuantitas dan jenis ikan sangat dirasakan oleh nelayan

sehingga untuk dapat meningkatkan kuantitas dan jenis ikan nelayan

harus memperluas wilayah tangkapannya. Wilayah tangkapan yang

Page 140: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

123

dulunya hanya berada di sekitar pulau, sekarang menjangkau wilayah

pulau lain yang masih berada di wilayah perairan Pangkep, wilayah pulau

lain di luar perairan Pangkep namun masih di wilayah Kepulauan

Spermonde dan wilayah tangkapan di luar perairan Sulawesi Selatan.

Hal ini senada dengan apa yang ditemukan oleh Ledee et al.

(2012), bahwa perubahan daerah tangkapan dapat mengindikasikan

beberapa hal diantaranya, penurunan pendapatan, penurunan

keuntungan dalam bisnis perikanan, penurunan akses terhadap area

tangkap yang produktif dan penurunan jumlah tangkapan produk

perikanan.

Strategi adaptasi seperti ini sebenarnya akan efektif jika disertai

oleh adaptasi yang lebih sistematis, yakni dengan penerapan teknologi

dalam memprediksi ikan. Namun demikian, masyarakat nelayan terutama

nelayan-nelayan tradisional di Pulau Badi banyak yang tidak memiliki

pengetahuan geografi ataupun perikanan, dan biasanya hanya

mengandalkan pengalaman untuk mencari atau menentukan daerah-

daerah penangkapan ikan. Terkadang nelayan juga hanya mengandalkan

tanda-tanda dari alam seperti keberadaan burung disekitar laut, atau

bahkan hanya mengandalkan peruntungan yang belum pasti terjadi.

Menurut Bennett (1976) sebagaimana dikutip Wahyono et al.

(2001), adaptasi terhadap lingkungan dibentuk dari tindakan yang diulang-

ulang dan merupakan bentuk penyesuaian terhadap lingkungan. Tindakan

yang diulang-ulang tersebut akan membentuk dua kemungkinan, yaitu

tindakan penyesuaian yang berhasil sebagaimana diharapkan, atau

Page 141: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

124

sebaliknya tindakan yang tidak memenuhi harapan. Gagalnya suatu

tindakan akan menyebabkan frustrasi yang berlanjutan, yang berpengaruh

terhadap respon atau tanggapan individu terhadap lingkungan.

Adaptasi nelayan dengan mengubah daerah penangkapan ikan

dapat dikatakan sebagai tindakan penyesuaian (adaptasi) yang gagal jika

tidak diimbangi oleh kemampuan dalam memperkirakan keberadaan ikan,

pola migrasi ikan, dan peralatan teknologi yang memadai untuk

menangkap ikan tersebut. Hal ini dapat berpotensi memunculkan

kerawanan sosial di masyarakat nelayan, ketika kondisi sumberdaya laut

sudah tidak bisa lagi diandalkan dan adaptasi yang dilakukan nelayan

dengan mengubah daerah tangkapan ternyata gagal.

2) Strategi adaptasi terhadap meningkatnya intensitas gelombang dan

badai

a. Menganekaragaman sumber pendapatan

Bagi masyarakat nelayan, kombinasi/penganekaragaman beberapa

macam pekerjaan menurut hasil penelitian oleh para ahli antropologi

merupakan suatu strategi yang umum digunakan. Misalnya seseorang

disamping sebagai nelayan, selama waktu-waktu tertentu juga aktif

sebagai petani atau dalam sektor perdagangan laut. Bagi nelayan, sektor-

sektor ekonomi non perikanan menjadi demikian penting bilamana

musim angin dan gelombang sedang berlangsung yang tidak

memungkinkan sama sekali aktivitas perikanan dijalankan. Dalam sektor

perikanan itu sendiri, menjalankan lebih satu bentuk pekerjaan tidak

memungkinkan digunakan karena cuaca buruk, atau karena terjadi

Page 142: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

125

perubahan musim, kemunculan jenis-jenis ikan yang menjadi tangkapan

pokok (Lampe, 1986).

Berdasarkan hasil survei terhadap 44 responden di Pulau Badi,

menunjukkan bahwa jumlah responden yang melakukan strategi adaptasi

dengan menganekaragamkan sumber pendapatan sebanyak 34,1 persen

atau sebanyak 15 responden.

Menurut Kusnadi (2000), dalam situasi eksploitasi secara

berlebihan dan ketimpangan pemasaran hasil tangkapan, rasionalisasi

ekonomi akan mendorong nelayan-nelayan menganekaragamkan sumber

pekerjaan daripada hanya bertumpu sepenuhnya pada pekerjaan mencari

ikan. Penganekaragaman sumber pekerjaan tersebut merupakan salah

satu bentuk strategi nafkah ganda yang dikembangkan nelayan. Dalam

kaitannya dengan pengembangan strategi nafkah ganda, lebih lanjut

Satria (2009b) menjelaskan bahwa terdapat dua macam strategi nafkah

ganda, yakni di bidang perikanan dan non-perikanan.

Berdasarkan hasil survei terhadap 15 responden yang melakukan

strategi adaptasi penganekaragaman sumber pendapatan, sebanyak

10 responden (66,7 %) melakukan kegiatan nafkah ganda di bidang

perikanan dengan membudidayakan karang hias, sedangkan 5 responden

(33,3 %) melakukan starategi nafkah ganda di bidang non perikanan

dengan memelihara unggas dan kambing (Tabel 26).

Page 143: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

126

Tabel 26. Matriks Bentuk-Bentuk Penganekaragaman Sumber Pendapatan Nelayan Pulau Badi

No

Bentuk Penganekaragaman

Sumber Pendapatan

Frekuensi Responden

(Orang)

Persentase (%)

1. Membudidayakan karang hias

10 66.7

2. Memelihara unggas dan kambing

5 33.3

Jumlah 15 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Menurut Ellis (1998) pengenekaragaman mata pencaharian

merupakan atribut yang penting bagi masyarakat pedesaan di negara-

negara berkembang. Lebih lanjut, Allison dan Ellis (2001)

mengemukakan bahwa penganekaragaman sumber pendapatan

(diversifikasi) merupakan pilihan yang rasional ditengah tingginya resiko

nelayan dalam menghadapi fluktuasi musim ikan dan cuaca yang tidak

menentu.

Hasil wawancara dengan beberapa informan menunjukkan,

kegiatan pembudidayaan karang hias menggunakan transplantasi karang

saat ini merupakan pekerjaan alternatif dan menjadi primadona bagi para

nelayan Pulau Badi. Beberapa jenis karang hias yang dibudidayakan di

Pulau Badi antara lain Montipora dan Acropora. Karang hias tersebut

dijual kepada pedagang pengumpul dan selanjutnya akan diekspor ke luar

negeri.

Kegiatan di bidang non-perikanan yang dilakukan nelayan Pulau

Badi dalam kaitannya untuk menambah pendapatan adalah dengan

memelihara ternak kambing, itik dan ayam. Hasil dari kegiatan

Page 144: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

127

peternakan ini ini biasanya dipasarkan ke pulau tetangga (Pulau Sanane,

Lumu-lumu dan Bontosua) atau ke Makassar.

Pengembangan strategi nafkah ganda ini bertujuan agar nelayan

tidak bergantung pada hasil penangkapan saja. Hal ini perlu dilakukan

terutama pada nelayan lapisan bawah dimana keterbatasan sarana yang

dimiliki menyebabkan nelayan tidak selalu dapat melaut sepanjang tahun.

Namun hal ini tidak berlaku untuk semua keluarga nelayan yang menjadi

responden penelitian, hanya sebagian kecil keluarga nelayan yang

menjadi responden yang memiliki pekerjaan sampingan, sisanya hanya

bergantung dari hasil tangkapan dalam melaut. Keterbatasan modal

menjadi faktor penghambat dalam upya pengembangan strategi nafkah

ganda.

b. Memobilisasi anggota rumah tangga

Hasil survei di Pulau Badi terhadap 44 responden, sebanyak

12 responden atau 27,3 persen melakukan strategi adaptasi dengan cara

memobilisasi anggota keluarga. Bentuk-bentuk mobilisasi anggota rumah

tangga yang dilakukan oleh 12 responden yang melakukan strategi

adaptasi mobilisasi anggota rumah tangga ditunjukkan pada Tabel 27.

Page 145: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

128

Tabel 27. Matriks Bentuk-Bentuk Mobilisasi Anggota Rumah Tangga Nelayan Pulau Badi Dalam Mencari Nafkah

No Bentuk Mobilisasi

Anggota Rumah Tangga

Frekuensi Responden

(Orang)

Persentase (%)

1. Istri nelayan bekerja sebagai pedagang sayur keliling

2 16.7

2. Istri nelayan bekerja sebagai pedagang bakso

1 8.3

3. Istri nelayan bekerja sebagai pedagang sembako dan jajanan anak-anak.

6 50

4. Anak-anak dilibatkan dalam kegiatan penangkapan ikan

3 25

Jumlah 12 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Istri-istri nelayan di Pulau Badi tidak hanya melakukan kegiatan-

kegiatan domestik, akan tetapi juga melakukan pekerjaan-pekerjaan

sampingan yang dapat menambah penghasilan rumah tangga. Beberapa

istri nelayan mendirikan warung kecil-kecilan yang menyediakan

kebutuhan-kebutuhan rumah tangga, seperti sembako dan jajanan anak-

anak, menjadi penjual bakso maupun penjual sayur keliling di pulau.

Selain itu, istri-istri nelayan juga kreatif menciptakan pranata-

pranata tradisional, seperti pembentukan kelompok arisan. Masyarakat di

Pulau Badi telah memanfaatkan pranata-pranata tersebut untuk berbagai

aktivitas sehingga bisa berfungsi ganda, yakni mempererat hubungan

sosial budaya serta membatu mengatasi ketidakpastian penghasilan

ekonomi.

Selain istri, anak-anak nelayan juga terlibat dalam beberapa

pekerjaan untuk memperoleh penghasilan. Anak laki-laki akan mengikuti

orang tuanya atau kerabatnya untuk mencari ikan ke tengah laut atau

Page 146: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

129

membersihkan perahu yang baru tiba melaut atau membenarkan jaring-

jaring yang rusak.

Kusnadi (2000) mengungkapkan, bahwa salah satu strategi

adaptasi yang ditempuh oleh rumah tangga nelayan untuk mengatasi

kesulitan-kesulitan ekonomi adalah mendorong para istri mereka untuk

ikut mencari nafkah. Kontribusi ekonomi perempuan yang bekerja sangat

signifikan bagi para nelayan. Perempuan-perempuan yang terlibat dalam

aktivitas mencari nafkah merupakan pelaku aktif perubahan sosial-

ekonomi masyarakat nelayan (Upton dan Susilowati, 1992 dalam Kusnadi

2000).

Kegiatan-kegiatan ekonomi tambahan yang dilakukan oleh anggota

rumah tangga nelayan (istri dan anak) merupakan salah satu dari strategi

adaptasi yang harus ditempuh untuk menjaga kelangsunghan hidupnya

ditengah ketidakpastian sumberdaya perikanan yang ada di kawasan

Pulau Badi. Perubahan ekologis yang terjadi di kawasan pesisir Pulau

Badi, memaksa anak-anak nelayan ini untuk membantu kedua orang

tuanya untuk menambah penghasilan.

c. Memanfaatkan hubungan sosial dengan pihak lain

Keterikatan individu nelayan dalam hubungan sosial merupakan

pencerminan diri sebagai makhluk sosial. Dalam kehidupan

bermasyarakat, hubungan sosial yang dilakukan rumah tangga nelayan

merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan keberadaanya.

Hubungan tersebut bukan hanya melibatkan dua individu, melainkan juga

banyak individu. Hubungan antar individu tersebut akan membentuk

Page 147: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

130

jaringan sosial yang sekaligus merefleksikan terjadinya pengelompokan

sosial dalam kehidupan bermasyarakat (Kusnadi, 2000).

Strategi memanfaatkan hubungan sosial merupakan salah satu

strategi adaptasi masyarakat nelayan Pulau Badi. Hasil survei terhadap

44 responden di Pulau Badi, sebanyak 30 responden atau 68,2 persen

melakukan strategi adaptasi dengan memanfaatkan hubungan sosial.

Jaringan sosial merupakan seperangkat hubungan khusus atau

spesifik yang terbentuk diantara sekelompok orang. Karakteristik

hubungan tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk menginterpretasi

motif-motif perilaku sosial dari orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Strategi jaringan sosial (bentuk dan corak) yang umum dikembangkan

pada komunitas nelayan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan di bidang

kenelayanan (misalnya penguasaan sumberdaya, permodalan,

memperoleh keterampilan, pemasaran hasil, maupun untuk pemenuhan

kebutuhan pokok) (Wahyono et al., 2001).

Berdasarkan status sosial ekonomi rumah tangga nelayan yang

terlibat dalam suatu jaringan, terdapat dua jenis hubungan sosial, yaitu

hubungan sosial yang bersifat horizontal dan vertikal (Kusnadi, 2000).

Hubungan sosial yang bersifat horizontal terjadi jika individu yang terlibat

didalamnya memiliki status sosial ekonomi yang relatif sama. Sebaliknya,

dalam hubungan sosial yang bersifat vertikal, individu-individu yang

terlibat di dalamnya tidak memiliki status sosial ekonomi yang sepadan,

baik kewajiban maupun sumberdaya yang dipertukarkan. Hubungan

Page 148: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

131

sosial yang bersifat vertikal, sebagiannya terwujud dalam bentuk

hubungan punggawa-sawi.

Punggawa diperankan oleh para pemilik modal dan pengepul

hasil-hasil tangkapan nelayan, sedangkan sawi diperankan oleh nelayan

itu sendiri. Hasil penelitian menemukan bahwa hubungan punggawa-sawi

yang dijalankan nelayan Pulau Badi dibentuk oleh adanya jaringan

kepentingan, yakni hubungan yang bermuara pada tujuan tertentu atau

tujuan khusus. Tujuan kedua belah pihak menjalani hubungan pungawa-

sawi adalah untuk mendapatkan keuntungan berupa barang dan jasa,

atau sumberdaya lain yang tidak dapat diperoleh melalui cara lain atas

pengorbanan yang telah diberikannya. Punggawa memiliki kepentingan

untuk mendapatkan hasil tangkapan nelayan dengan harga murah dan

memberikan kredit atau pinjaman dengan bunga tinggi. Sedangkan sawi

atau nelayan-nelayan Pulau Badi berkepentingan untuk mendapatkan

jaminan sosial ekonomi, berupa pinjaman uang disaat situasi sulit,

bantuan barang-barang atau keperluan alat tangkap. Jika ada nelayan

yang terbukti tidak menjual hasil tangkapan ke punggawa tersebut maka

suatu saat ketika nelayan (sawi) membutuhkan bantuan tidak akan

dilayani lagi.

Hubungan punggawa-sawi ini telah berlangsung lama. Awalnya

hubungan punggawa-sawi yang dijalankan intensitas kejadiannya sangat

jarang. Artinya, nelayan-nelayan Pulau Badi membutuhkan bantuan-

bantuan dari punggawa hanya pada saat-saat tertentu dan kegiatan

kegiatan insidental saja. Akan tetapi, sejak terjadinya perubahan ekologis

Page 149: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

132

dimana menyebabkan menurunnya hasil tangkapan nelayan, maka jalinan

punggawa-sawi tersebut semakin sering dimanfaatkan nelayan untuk

menjamin kelangsungan hidupnya.

Nelayan secara umum menunjukkan kecenderungan untuk memilih

opsi hubungan patronase dalam menghadapi ketidakpastian pendapatan.

Resiko pekerjaan dan ketidakpastian pendapatan yang tinggi diduga telah

mendorong nelayan untuk mengutamakan hubungan patronase antara

nelayan buruh dengan pemilik modal. Pihak pemilik modal sebagai patron

memberikan modal untuk usaha penangkapan kepada nelayan buruh

sebagai client dengan kompensasi berupa penyerahan hasil tangkapan.

Meskipun sering “dirugikan”, hubungan patronase menjadi pilihan untuk

beradaptasi menangani krisis ekonomi (karena kenaikan harga kebutuhan

pokok seiring kenaikan harga BBM atau pada masa paceklik) karena

sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Institusi formal

seperti bank dan koperasi tidak menjadi alternatif pilihan, karena

hambatan birokrasi atau besarnya resiko yang harus ditanggung lembaga

formal tersebut (Mulyadi, 2007).

Permasalahan yang terkait dengan produksi merupakan

permasalahan utama yang dihadapi nelayan, selain masalah pemasaran.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, nelayan berusaha melakukan

terobosan untuk meningkatkan pendapatan dengan cara mengandalkan

tengkulak untuk memasarkan hasil tangkapan dan meminjam uang

kepada pemilik modal untuk pengadaan alat tangkap. Berbagai upaya

yang dilakukan nelayan untuk meningkatkan kesejahteraan telah

Page 150: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

133

menjebak mereka dalam ketergantungan dengan pihak lain, sekaligus

menempatkan pada posisi yang lemah.

Hubungan patronase di dalam komunitas masyarakat nelayan

diharapkan dapat menanggulangi kesulitan yang dihadapi nelayan

terutama saat paceklik (musim angin barat/tidak melaut). Hal ini

disebabkan lembaga ekonomi formal seperti bank dan koperasi tidak

terjangkau oleh nelayan pulau-pulau kecil. Gagalnya peranan lembaga ini

disebabkan oleh adanya hambatan-hambatan struktural dan kondisi sosial

budaya masyarakat nelayan. Disamping itu, sistem yang berjalan ternyata

lebih banyak menguntungkan golongan yang telah mempunyai modal

besar.

Untuk mengatasi kesulitan modal, masyarakat nelayan dapat

mengembangkan suatu mekanisme tersendiri, yaitu sistem modal

bersama. Sistem ini memungkinkan terjadinya kerjasama diantara

nelayan dalam pengadaan modal, juga menunjukkan terjadinya

pemerataan resiko karena kerugian besar yang dapat terjadi setiap saat

seperti hilangnya perahu dan alat tangkap dapat ditanggung bersama.

Pemerataan resiko juga akan terjadi melalui pemberian upah dengan cara

bagi hasil. Hal ini memungkinkan kelompok nelayan dapat menikmati

keuntungan atau kerugian secara bersama-sama. Pada masyarakat

nelayan yang mengembangkan pola pemilikan individu, sistem bagi hasil

dapat mendorong terjadinya akumulasi modal hanya pada kelompok kecil

tertentu. Sebaliknya, masyarakat nelayan yang mengembangkan pola

pemilikan kolektif, memungkinkan lebih besarnya perolehan pendapatan.

Page 151: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

134

Meskipun demikian, pola pembagian resiko akan tetap tumbuh dan

berkembang dalam organisasi kenelayanan, terutama ketika pendapatan

nelayan masih mengalami fluktuasi.

Matriks bentuk-bentuk strategi adaptasi yang dilakukan nelayan Pulau

Badi terhadap dampak perubahan ekologis dapat dilihat pada Tabel 28.

Page 152: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

135

Tabel 28. Matriks Bentuk-Bentuk Strategi Adaptasi Nelayan Pulau Badi Terhadap Perubahan Ekologis.

Strategi Adaptasi

Karakteristik

Responden

Keterangan n %

Menganekaragaman alat dan teknik penangkapan.

Dilakukan karena beberapa jenis ikan sudah sulit untuk ditangkap, akhirnya nelayan memutuskan untuk menangkap jenis lain dan tidak hanya terpaku pada satu jenis ikan saja.

Nelayan merubah alat dan teknik penangkapan sesuai dengan musim.

Nelayan merubah alat tangkap disebabkan target penangkapan berubah.

32 72.7 Cukup efektif untuk meningkatkan jumlah dan jenis tangkapan. Konsekuensi yang harus diterima bila nelayan merubah alat tangkap yaitu sumber modal, keterampilan dan waktu.

Memperluas daerah penangkapan.

Adaptasi ini dilakukan hanya dengan mengandalkan naluri dan pengalaman mendeteksi area yang diperkirakan banyak ikan. Hal ini menyebabkan inefisiensi energi, pemborosan waktu dan hasil tangkapan yang rendah.

Memperluas wilayah tangkapan dengan memanfaatkan informasi dari nelayan di berbagai tempat mengenai musim ikan di wilayah lain.

20 45.5 Kurang efektif, dapat efektif jika didukung dengan teknologi informasi dan armada penangkapan yang memadai.

Menganekaragaman sumber pendapatan

Nelayan mengombinasikan mata pencahariannya untuk menambah pendapatan rumah tangganya.

Ragam mata pencaharian yang dimasuki oleh para nelayan baik di bidang perikanan maupun non perikanan.

15 34.1 Cukup efektif untuk menambah pendapatan keluarga ditengah tingginya resiko nelayan dalam menghadapi fluktuasi musim ikan dan cuaca yang tidak menentu.

Page 153: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

136

Strategi Adaptasi

Karakteristik

Responden

Keterangan n %

Memobilisasi anggota rumah tangga.

Mendorong para istri dan anak-anak nelayan untuk ikut mencari nafkah.

Ragam pekerjaan yang bisa dimasuki oleh para istri diantaranya adalah pedangang sembako, penjual sayur keliling dan penjual bakso.

Peran anak-anak nelayan selain membantu memperbaiki jaring atau membersihkan perahu, juga ikut melaut bersama orang tua.

12 27.3 Cukup efektif untuk meningkatkan kesejahteraan. Kendala ketersediaan modal menjadi hambatan untuk mengembangkan usaha.

Memanfaatkan hubungan sosial dengan pihak lain.

Hubungan sosial yang bersifat kekerabatan (keluarga luas). Hubungan tersebut bukan hanya melibatkan dua individu, melainkan juga banyak individu yang kemudian akan membentuk jaringan sosial.

Dua jenis jaringan sosial, yakni jaringan sosial horizontal dan vertikal. Jaringan sosial vertikal terwujud dalam bentuk ikatan punggawa-sawi

30 68.2 Cukup efektif untuk mendapatkan jaminan sosial ekonomi, berupa modal usaha, pinjaman uang disaat situasi sulit dan bantuan barang-barang atau keperluan alat tangkap. Konsekuensi bagi nelayan yaitu hasil tangkapan nelayan dijual dengan harga murah dan mendapatkan kredit atau pinjaman dengan bunga tinggi.

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Page 154: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

137

2. Strategi Adaptasi Nelayan Pulau Pajenekang

Berdasarkan hasil observasi, survei dan wawancara dengan

nelayan, baik responden maupun beberapa informan yang

merepresentasikan keberadaan nelayan di Pulau Pajenekang, diperoleh

bahwa terdapat beberapa bentuk strategi adaptasi yang dilakukan nelayan

dalam merespon perubahan ekologis yang berdampak terhadap kegiatan

nelayan. Adapun bentuk-bentuk strategi adaptasi yang dilakukan,

diantaranya :

1) Strategi adaptasi terhadap kerusakan terumbu karang

a. Menganekaragaman alat dan teknik penangkapan

Berdasarkan hasil survei terhadap 25 responden di Pulau

Pajenekang, menunjukkan bahwa sebanyak 16 orang nelayan atau

64 persen melakukan strategi menganekaragamkan alat dan teknik

penangkapan.

Strategi adaptasi penggunaaan berbagai macam alat dan teknik

penangkapan sangat umum digunakan oleh masyarakat nelayan. Strategi

yang sangat umum ini dilakukan berdasarkan pengetahuan nelayan

mengenai berbagai jenis dan pola kebiasaan ikan dan kondisi-kondisi

dasar laut. Pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman dan proses

pembelajaran yang lama ( Lampe, 1986).

Strategi adaptasi dengan cara menganekaragamkan alat dan teknik

penangkapan yang dilakukan nelayan Pulau Pajenekang dalam bentuk

menambah jenis alat tangkap, merubah jenis alat tangkap karena

merubah target tangkapan dan merubah alat tangkap berdasarkan musim

Page 155: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

138

angin. Adapun bentuk-bentuk penganekaragaman alat dan teknik

penangkapan nelayan Pulau Pajenekang dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29. Matriks Bentuk-Bentuk Penganekaragaman Alat dan Teknik Penangkapan Nelayan Pulau Pajenekang.

No

Bentuk Penganekaragaman

Alat dan Teknik Penangkapan

Jumlah Responden

(Orang)

Persentase (%)

1. Menambah jenis alat tangkap.

4 25

2. Merubah alat tangkap karena target tangkapan berubah

7 43.8

3. Merubah jenis alat tangkap sesuai musim.

5 31.2

Jumlah 16 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Berdasarkan hasil survei terhadap 16 responden yang memilih

strategi adaptasi pengeanekaragaman alat tangkap dan teknik

penangkapan, sebanyak 4 responden (25 %) melakukan adaptasi dengan

cara menambah jenis alat tangkap. Bentuk adaptasi ini dilakukan karena

beberapa jenis ikan sudah sulit untuk ditangkap, sehingga nelayan

memutuskan untuk menangkap jenis lain dan tidak hanya terpaku pada

satu jenis ikan saja. Dengan demikian maka penggunaan alat tangkap

nelayan juga bertambah. Saat melaut, nelayan membawa dua sampai

tiga jenis alat tangkap sekaligus.

Strategi kedua yang dilakukan yaitu merubah alat tangkap karena

target tangkapan berubah. Berdasarkan hasil survei terhadap

16 responden yang memilih strategi adaptasi pengeanekaragaman alat

tangkap dan teknik penangkapan, sebanyak 7 responden (43,8 %)

Page 156: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

139

melakukan adaptasi dengan cara merubah alat tangkap karena target

tangkapan berubah. Nelayan merubah target tangkapan dari jenis ikan

lelong (ikan yang dijual untuk konsumsi rumah tangga/lokal) ke jenis ikan

bernilai ekonomi tinggi dan jenis-jenis ikan yang diekspor (ikan sunu dan

ikan tinumbu). Nelayan melakukan strategi ini karena semakin meningkat

permintaan ikan-ikan yang bernilai ekonomi tinggi tersebut.

Strategi ketiga yang dilakukan yaitu merubah jenis alat tangkap

sesuai musim. Berdasarkan hasil survei terhadap 16 responden,

sebanyak 5 responden (31,2 %) melakukan adaptasi dengan cara

merubah jenis alat tangkap sesuai musim. Di saat musim timur nelayan

pancing menggunakan, rinta, kedo-kedo, pancing tinumbu dan pukat

mairo, sedangkan musim barat nelayan menggunakan pancing gurita dan

jaring/pukat kepiting. Hal ini dilakukan karena di saat musim barat

nelayan tidak dapat melaut jauh dari pulau. Nelayan hanya melakukan

penangkapan di pulau-pulau terdekat untuk menangkap gurita dan

kepiting. Nelayan mengakui bahwa di saat musim barat, saat kerasnya

gelombang banyak gurita maupun kepiting keluar dari rumahnya,

sehingga mudah untuk ditangkap.

Beragamnya jenis alat penangkapan dan ukurannnya akan

menyebabkan bervariasi pula teknik operasi yang digunakan untuk

menangkap ikan. Menurut Badjeck et al. (2010), kapasitas untuk cepat

beradaptasi terhadap perubahan ekologis melalui penggunaan teknik

penangkapan dan alat-alat baru merupakan faktor yang sangat

berpengaruh terhadap mata pencaharian nelayan.

Page 157: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

140

b. Memperluas daerah penangkapan

Perubahan ekologis serta iklim yang makin ekstrim dapat

menggeser area penangkapan ikan (fishing ground) ke daerah yang lebih

jauh. Hal ini akan menyebabkan biaya produksi untuk mencari ikan yang

dilakukan nelayan akan naik yang pada akhirnya akan berdampak pada

kehidupan ekonomi nelayan. Berdasarkan hasil survei di Pulau

Pajenekang terhadap 25 responden, sebanyak 11 responden atau

44 persen melakukan adaptasi dengan memperluas daerah penangkapan.

Bentuk-bentuk perluasan daerah penangkapan nelayan Pulau Pajenekang

dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30. Matriks Bentuk-Bentuk Perluasan Daerah Penangkapan Nelayan Pulau Pajenekang

No Daerah Penangkapan

Frekuensi Responden

(Orang)

Persentase (%)

1. Pulau-pulau lain di wilayah perairan Pangkep

5 45.4

2. Pulau-pulau lain di luar perairan Pangkep (Masih di Kepulauan Spermonde)

4 36.4

3. Pulau-pulau di luar perairan Sulawesi Selatan

2 18.2

Jumlah 11 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Tabel 29 menunjukkan bahwa, dari 11 responden yang melakukan

strategi adaptasi dengan memperluas daerah penangkapan, sebanyak

5 responden ( 45,4 %) memperluas wilayah tangkapan ke pulau lain yang

masih berada di perairan Pangkep, 4 responden (36,4 %) memperluas

wilayah tangkapan ke pulau-pulau lain di luar wilayah perairan Pangkep

Page 158: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

141

dan 2 responden (18,2 %) memperluas wilayah penangkapan di luar

perairan Sulawesi Selatan.

Penurunan kuantitas dan jenis ikan sebagai dampak perubahan

ekologis sangat dirasakan oleh nelayan, sehingga untuk dapat

meningkatkan kuantitas dan jenis ikan nelayan harus memperluas wilayah

tangkapannya. Wilayah tangkapan yang dulunya hanya berada di sekitar

pulau, sekarang menjangkau wilayah pulau lain bahkan sampai pulau

yang berada di luar perairan Sulawesi Selatan.

Hal tersebut di atas sejalan hasil penelitian Ledee et al. (2012),

bahwa perubahan daerah tangkapan dapat mengindikasikan beberapa hal

diantaranya, penurunan pendapatan, penurunan keuntungan dalam bisnis

perikanan, penurunan akses terhadap area tangkap yang produktif dan

penurunan jumlah tangkapan produk perikanan.

Strategi adaptasi seperti ini sebenarnya akan lebih optimal jika

disertai adaptasi yang lebih sistematis berupa penerapan teknologi dalam

memprediksi lokasi ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

telah menyediakan Peta Daerah Penangkapan Ikan (PDPI) yang dapat

diakses dengan mudah melalui situs resmi KKP. Peta ini dikeluarkan

langsung oleh Balai Riset dan Observasi Kelautan, Puslitbang

Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang Kelautan dan Perikanan,

Kementerian Kelautan dan Perikanan dan merupakan hasil dari analisis

data satelit oseanografi berupa kesuburan, suhu, tinggi dan arus

permukaan laut, serta data angin dan gelombang yang dikeluarkan oleh

BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika). Peta ini

Page 159: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

142

dikeluarkan dengan tujuan membantu nelayan memprediksikan wilayah-

wilayah penangkapan ikan yang potensial di masa-masa tertentu. Namun

pada kenyataannya, hanya nelayan modern saja yang memanfaatkan

informasi ini. Sementara nelayan tradisional masih memanfaatkan

pengetahuan lokal mereka yang terkadang sudah tidak relevan lagi untuk

diterapkan dalam keadaan iklim yang berubah-ubah secara ekstrim seperi

saat ini (Wahyono et al., 2001).

Menurut Bennett (1976) dalam Wahyono et al. (2001), adaptasi

terhadap lingkungan dibentuk dari tindakan yang diulang-ulang dan

merupakan bentuk penyesuaian terhadap lingkungan. Tindakan yang

diulang-ulang tersebut akan membentuk dua kemungkinan, yaitu tindakan

penyesuaian yang berhasil sebagaimana diharapkan, atau sebaliknya

tindakan yang tidak memenuhi harapan. Gagalnya suatu tindakan akan

menyebabkan frustasi yang berlanjut, yang berpengaruh pada respon

atau tanggapan individu terhadap lingkungan.

2) Strategi adaptasi terhadap meningkatnya intensitas gelombang

dan badai

a. Penganekaragaman sumber pendapatan

Hasil survei terhadap 25 responden di Pulau Pajenekang

menunjukkan sebanyak 9 responden atau 36 persen memilih melakukan

strategi penganekaragaman sumber pendapatan/mengkombinasi

beberapa macam pekerjaan di bidang perikanan maupun non perikanan.

Di bidang perikanan, nelayan Pulau Pajenekang memiliki pekerjaan

alternatif sebagai pembudidaya ikan hias. Ikan hias tersebut dijual kepada

Page 160: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

143

pedagang pengumpul dan selanjutnya dijual di dalam negeri atau diekspor

ke luar negeri. Disamping itu, nelayan Pulau Pajenekang memiliki

pekerjaan alternatif sebagai pembeli ikan (pabalolang) dengan

memanfaatkan jolloro yang dimiliki. Hal ini biasanya dilakukan karena jika

harga ikan turun (saat tangkapan nelayan melimpah), nelayan merugi

karena hasil penjualan tangkapan tidak sebanding dengan biaya

operasianal. Pabalolang membeli ikan dari nelayan pengguna pukat dan

pancing yang melakukan penangkapan di wilayah perairan Makassar.

Kegiatan usaha seperti ini dikenal oleh penduduk lokal sebagai

“pabalolang patula”.

Kegiatan di bidang non-perikanan yang dilakukan nelayan Pulau

Pajenekang dalam kaitannya untuk menambah pendapatan adalah

dengan memelihara ternak kambing, itik dan ayam. Hasil dari kegiatan

peternakan ini ini biasanya dipasarkan ke pulau tetangga (Pulau Sanane,

Bontusua dan Ballang Lompo) atau ke Pangkep maupun Makassar.

Berdasarkan hasil survei terhadap 9 responden yang melakukan

strategi adaptasi penganekaragaman sumber pendapatan, sebanyak

4 responden ( 44,4 %) melakukan pekerjaan alternatif sebagai pabalolang

(pedagang pengumpul), 3 responden ( 33,3 %) melakukan pekerjaan

alternatif sebagai peternak unggas dan kambing serta 2 responden

(22,3 %) melakukan pekerjaan alternatif sebagai pembudidaya ikan hias.

Matriks bentuk-bentuk penganekaragaman sumber pendapatan nelayan

Pulau Pajenekang diperlihatkan pada Tabel 31.

Page 161: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

144

Tabel 31. Matriks Bentuk-Bentuk Penganekaragaman Sumber Pendapatan Nelayan Pulau Pajenekang

No

Bentuk Penganekaragaman

Sumber Pendapatan

Frekuensi Responden

(Orang)

Persentase (%)

1. Menjadi pabalolang (pedagang pengumpul)

4 44.4

2. Memelihara unggas dan kambing

3 33.3

3. Membudidayakan ikan hias

2 22.3

Jumlah 9 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Dalam situasi eksploitasi secara berlebihan dan ketimpangan

pemasaran hasil tangkapan, rasionalisasi ekonomi akan mendorong

nelayan-nelayan menganekaragamkan sumber pekerjaan daripada hanya

bertumpu sepenuhnya pada pekerjaan mencari ikan. Penganekaragaman

sumber pekerjaan tersebut merupakan salah satu bentuk strategi nafkah

ganda yang dikembangkan nelayan (Kusnadi, 2000).

Strategi penganekaragaman sumber pendapatan dilakukan kaum

nelayan di berbagai lapisan dengan tujuan yang berbeda. Lapisan atas

umumnya mengembangkan strategi ini untuk akumulasi kapital,

sedangkan nelayan lapisan bawah umumnya melakukan strategi ini untuk

mempertahankan hidup saja. Strategi adaptasi nafkah ganda ini dapat

dikembangkan dalam bidang perikanan maupun non perikanan. Kegiatan

alternatif perikanan berupa usaha budidaya, pengolahan ikan tradisional

dan bakul ikan. Dalam kegiatan ini istri nelayan memiliki peran yang

sangat besar, khususnya pengolahan ikan gradisional dan bakul ikan.

Hanya saja, merubah nelayan menjadi pembudidaya ikan bukan hal yang

Page 162: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

145

mudah. Kebijakan pemberian modal untuk nelayan dapat diarahkan untuk

startegi nafkah ganda tersebut.

b. Memobilisasi anggota rumah tangga

Kegiatan-kegiatan ekonomi tambahan yang dilakukan oleh anggota

rumah tangga nelayan (istri dan anak) merupakan salah satu dari strategi

adaptasi yang harus ditempuh untuk menjaga kelangsunghan hidupnya

ditengah ketidakpastian sumberdaya perikanan. Perubahan ekologis

yang berdampak terhadap menurunnya hasil tangkapan dan pendapatan

nelayan Pulau Pajenekang mendorong istri dan anak-anak nelayan

melakukan usaha untuk membantu menambah pendapatan keluarga.

Hasil survei terhadap 25 responden di Pulau Pajenekang, diperoleh

sebanyak 8 responden atau 32 persen melakukan strategi dengan cara

memobilisasi anggota keluarganya untuk menambah penghasilan

keluarganya. Matriks bentuk mobilisasi anggota rumah tangga dalam

menambah penghasilan keluarga dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32. Matriks Bentuk-Bentuk Mobilisasi Anggota Rumah Tangga Nelayan Pulau Pajenekang Dalam Mencari Nafkah

No Bentuk Mobilisasi

Anggota Rumah Tangga

Frekuensi Responden

(Orang)

Persentase (%)

1. Istri nelayan bekerja sebagai pedagang kue keliling

3 37.5

2. Istri nelayan bekerja sebagai pedagang bakso

1 12.5

3. Istri nelayan bekerja sebagai pedagang sembako dan mainan anak-anak.

2 25

4. Anak-anak dilibatkan dalam kegiatan penangkapan ikan

2 25

Jumlah 8 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Page 163: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

146

Istri-istri nelayan di Pulau Pajenekang tidak hanya melakukan

kegiatan-kegiatan rutin dalam rumah tangga (memasak dan mencuci) ,

akan tetapi juga melakukan pekerjaan-pekerjaan sampingan yang dapat

menambah penghasilan rumah tangganya. Beberapa istri nelayan

mendirikan warung kecil-kecilan yang menyediakan kebutuhan-kebutuhan

rumah tangga, seperti sembako dan mainan anak-anak, menjadi penjual

bakso maupun penjual kue keliling di pulau.

Selain istri, anak-anak nelayan juga terlibat dalam beberapa

pekerjaan untuk memperoleh penghasilan. Anak laki-laki akan mengikuti

orang tuanya atau kerabatnya untuk mencari ikan ke tengah laut atau

membersihkan perahu yang baru tiba melaut atau membenarkan jaring-

jaring yang rusak.

Andriati (1992) mengungkapkan, bahwa salah satu strategi

adaptasi yang ditempuh oleh rumah tangga nelayan untuk mengatasi

kesulitan-kesulitan ekonomi adalah mendorong para istri mereka untuk

ikut mencari nafkah. Kontribusi ekonomi perempuan yang bekerja sangat

signifikan bagi para nelayan. Perempuan-perempuan yang terlibat dalam

aktivitas mencari nafkah merupakan pelaku aktif perubahan sosial-

ekonomi masyarakat nelayan (Upton dan Susilowati, 1992 dalam Kusnadi

2000).

Dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar kehidupan, isu

substansial yang selalu dihadapi oleh keluarga atau rumah tangga adalah

bagaimana individu-individu yang ada di dalamnya harus berusaha

maksimal dan bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga

Page 164: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

147

sehingga kelangsungan hidupnya terpelihara (Nye, 1982 dalam Kusnadi,

2000).

c. Memanfaatkan hubungan sosial dengan pihak lain

Strategi memanfaatkan hubungan sosial dengan pihak lain

merupakan salah satu strategi adaptasi masyarakat nelayan Pulau

Pajenekang. Berdasarkan hasil survei di Pulau Pajenekang terhadap

25 responden, sebanyak 13 responden atau 52 persen melakukan strategi

adaptasi dengan memanfaatkan hubungan sosial dengan pihak lain.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan sosial yang dimiliki

rumah tangga nelayan dengan rumah tangga lain di lokasi penelitian

merupakan hubungan sosial yang basisnya adalah hubungan keluarga

(genealogis). Namun, terdapat basis lain yaitu kekerabatan (keluarga

luas) dan pertetanggaan yang disebabkan oleh letak tempat tinggal para

nelayan dengan saudara-saudaranya yang saling berdekatan.

Keterikatan individu nelayan dalam hubungan sosial merupakan

pencerminan diri sebagai makhluk sosial. Dalam kehidupan

bermasyarakat, hubungan sosial yang dilakukan rumah tangga nelayan

merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan keberadaanya.

Hubungan tersebut bukan hanya melibatkan dua individu, melainkan juga

banyak individu. Hubungan antarindividu tersebut akan membentuk

jaringan sosial yang sekaligus merefleksikan terjadinya pengelompokan

sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

(Wahyono et al., 2001), mengatakan jaringan sosial merupakan

seperangkat hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk di antara

Page 165: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

148

sekelompok orang. Karakteristik hubungan tersebut dapat digunakan

sebagai alat untuk menginterpretasi motif-motif perilaku sosial dari orang-

orang yang terlibat di dalamnya. Strategi jaringan sosial (bentuk dan

corak) yang umum dikembangkan pada komunitas nelayan ditujukan

untuk memenuhi kebutuhan di bidang kenelayanan (misalnya penguasaan

sumberdaya, permodalan, memperoleh keterampilan, pemasaran hasil,

maupun untuk pemenuhan kebutuhan pokok).

Berdasarkan status sosial ekonomi rumah tangga nelayan yang

terlibat dalam suatu jaringan, terdapat dua jenis hubungan sosial, yaitu

hubungan sosial yang bersifat horizontal dan vertikal (Kusnadi, 2000).

Hubungan sosial yang bersifat horizontal terjadi jika individu yang terlibat

didalamnya memiliki status sosial ekonomi yang relatif sama. Sebaliknya,

di dalam hubungan sosial yang bersifat vertikal, individu-individu yang

terlibat di dalamnya tidak memiliki status sosial ekonomi yang sepadan,

baik kewajiban maupun sumberdaya yang dipertukarkan. Hubungan

sosial yang bersifat vertikal nelayan Pulau Pajenekang terwujud dalam

bentuk hubungan punggawa-sawi.

Punggawa diperankan oleh para pemilik modal dan pengepul

hasil-hasil tangkapan nelayan. Punggawa memiliki kepentingan untuk

mendapatkan hasil tangkapan nelayan dengan harga murah dan

memberikan kredit atau pinjaman dengan bunga tinggi. Sedangkan sawi

diperankan oleh nelayan itu sendiri, berkepentingan untuk mendapatkan

jaminan sosial ekonomi, berupa pinjaman uang di saat situasi sulit,

bantuan barang-barang atau keperluan alat tangkap. Tujuan kedua belah

Page 166: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

149

pihak menjalani hubungan pungawa-sawi adalah untuk mendapatkan

keuntungan berupa barang dan jasa, atau sumberdaya lain yang tidak

dapat diperoleh melalui cara lain atas pengorbanan yang telah

diberikannya.

Meskipun sering “dirugikan”, hubungan patronase menjadi pilihan

untuk beradaptasi menangani krisis ekonomi (karena kenaikan harga

kebutuhan pokok seiring kenaikan harga BBM atau pada masa paceklik)

karena sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Institusi

formal seperti bank dan koperasi tidak menjadi alternatif pilihan, karena

hambatan birokrasi atau besarnya resiko yang harus ditanggung lembaga

formal tersebut (Mulyadi, 2007). Menurut laporan penelitian para ahli

antropologi, bahwa bentuk perolehan modal atau pemasaran belum

mampu meningkatkan pendapatan nelayan secara merata dan karena itu

belum mampu menggeser sepenuhnya kedudukan para pedagang dan

para tengkulak (Lampe, 1989). Matriks bentuk-bentuk strategi adaptasi

nelayan Pulau Pajenekang terhadap perubahan ekologis dapat dilihat

pada Tabel 33.

Page 167: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

150

Tabel 33. Matriks Bentuk-Bentuk Strategi Adaptasi Nelayan Pulau Pajenekang Terhadap Perubahan Ekologis.

Strategi Adaptasi

Karakteristik

Responden

Keterangan n %

Menganekaragaman alat dan teknik penangkapan.

Dilakukan karena beberapa jenis ikan sudah sulit untuk ditangkap, akhirnya nelayan memutuskan untuk menangkap jenis lain dan tidak hanya terpaku pada satu jenis ikan saja.

Nelayan merubah alat dan teknik penangkapan sesuai dengan musim.

Nelayan merubah alat tangkap disebabkan perubahan target tangkapan karena permintaan pasar.

16 64 Cukup efektif untuk meningkatkan jumlah dan jenis tangkapan. Konsekuensi yang harus diterima bila nelayan merubah alat tangkap yaitu sumber modal, keterampilan dan waktu.

Menganekaragaman sumber pendapatan

Nelayan mengombinasikan mata pencahariannya untuk menambah pendapatan rumah tangganya.

Ragam mata pencaharian yang dimasuki oleh para nelayan baik di bidang perikanan maupun non perikanan.

9 36 Cukup efektif untuk menambah pendapatan keluarga ditengah tingginya resiko nelayan dalam menghadapi fluktuasi musim ikan dan cuaca yang tidak menentu.

Memperluas daerah penangkapan.

Adaptasi ini dilakukan hanya dengan mengandalkan naluri dan pengalaman mendeteksi area yang diperkirakan banyak ikan. Hal ini menyebabkan inefisiensi energi, pemborosan waktu dan hasil tangkapan yang rendah.

Memperluas wilayah tangkapan dengan memanfaatkan informasi dari nelayan di berbagai tempat mengenai musim ikan di wilayah lain.

11 44 Kurang efektif, dapat efektif jika didukung dengan teknologi informasi yang memadai.

Page 168: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

151

Strategi Adaptasi

Karakteristik

Responden

Keterangan n %

Memobilisasi anggota rumah tangga.

Mendorong para istri dan anak-anak nelayan untuk ikut mencari nafkah.

Ragam pekerjaan yang bisa dimasuki oleh para istri diantaranya adalah pedangang sembako, penjual kue keliling dan penjual bakso.

Peran anak-anak nelayan selain membantu memperbaiki jaring atau membersihkan perahu, juga ikut melaut bersama orang tua.

8 32 Cukup efektif untuk meningkatkan kesejahteraan. Kendala ketersediaan modal menjadi hambatan untuk mengembangkan usaha.

Memanfaatkan hubungan sosial dengan pihak lain.

Hubungan sosial yang bersifat kekerabatan (keluarga luas). Hubungan tersebut bukan hanya melibatkan dua individu, melainkan juga banyak individu yang kemudian akan membentuk jaringan sosial.

Dua jenis jaringan sosial, yakni jaringan sosial horizontal dan vertikal. Jaringan sosial vertikal terwujud dalam bentuk ikatan punggawa-sawi

13 52 Cukup efektif untuk mendapatkan jaminan sosial ekonomi, berupa modal usaha, pinjaman uang disaat situasi sulit dan bantuan barang-barang atau keperluan alat tangkap. Konsekuensi bagi nelayan yaitu hasil tangkapan nelayan dijual dengan harga murah dan mendapatkan kredit atau pinjaman dengan bunga tinggi.

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013

Page 169: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

152

BAB VI

PENUTUP

F. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dari tujuan penelitian ini dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Bentuk perubahan ekologis yang dirasakan oleh nelayan di lokasi

penelitian meliputi kerusakan terumbu karang dan peningkatan

intensitas gelombang dan badai.

2. Perubahan ekologis di kawasan pesisir Pulau Badi dan Pajenekang

berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat nelayan. Dampak

ekologis dan ekonomi yang dirasakan oleh nelayan Pulau Badi dan

Pajenekang adalah sebagai berikut:

a. Abrasi/erosi pantai di pemukiman penduduk.

b. Sulitnya menentukan daerah penangkapan.

c. Menurunnya jumlah hasil tangkapan nelayan

d. Meningkatnya resiko melaut.

e. Daerah penangkapan ikan semakin jauh.

3. Strategi adaptasi yang dilakukan nelayan Pulau Badi dan

Pajenekang terhadap perubahan ekologis meliputi :

a. Menganekaragaman alat dan teknik penangkapan.

b. Memperluas daerah tangkapan.

c. Menganekaragaman sumber pendapatan.

d. Mobilisasi anggota rumah tangga.

e. Memanfaatkan hubungan sosial dengan pihak lain.

Page 170: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

153

G. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka saran yang

dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan sistem informasi penting untuk dilakukan

mengingat strategi adaptasi yang sifatnya lebih antisipatif masih

belum dapat dilakukan oleh masyarakat akibat keterbatasan

informasi yang mereka peroleh. Hal ini juga sangat mendukung

strategi adaptasi memperluas daerah tangkapan agar usaha yang

dilakukan oleh nelayan dapat memberikan hasil yang optimal.

2. Kebijakan permodalan diperlukan untuk mendukung strategi

adaptasi pola nafkah ganda/penganekaragaman sumber

pendapatan, agar nelayan tidak hanya menggantungkan

pendapatan dari hasil penangkapan ikan saja.

3. Penelitian lintas disiplin ilmu dibutuhkan agar pengelolaan

sumberdaya alam ini dapat berjalan maksimal tanpa menimbulkan

kerusakan-kerusakan baru akibat pola ekstraksi yang tidak lestari.

Page 171: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

154

DAFTAR PUSTAKA

Acheson, J.M. 1981. Anthropology of Fishing. Annual Review Anthropology Inc. No. 10: 275-316.

Allison, E.H., Ellis, F. (2001). The livelihoods approach and management of small-scale fishers. Marine policy, 25, 377-388. Anwar C, Gunawan H. 2006. Peranan Ekologis dan Sosial Ekonomis

Hutan Mngrove dalam Mendukung Pembangunan Wilayah Pesisir. Prosiding Hasil-hasil Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan.[internet]. [diunduh pada 24 Januari 2013]. Padang [ID]: Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Hal 23-34.

Arikunto, Suharsami. 2000. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek. Penerbit Rineka Cipta. Yogyakarta. Badjeck, M.C., et al. (2010). Impacts of climate variability and change on fishery-based livelihood. Journal of Marine Policy, 34, 375-383. Bengen DG. 2004. Menuju Pembangunan Pesisir dan Laut Berkelanjutan

berbasis Eko-Sosiosistem. Jakarta [ID]: Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut.

Bengen, G. D dan Retraubun, S. W. A. 2006. Menguak Realitas dan

Urgensi Pengelolaan Berbasis Eko-Sosio Sistem Pulau-pulau Kecil. Jakarta.

Cesar, H. 2000. Collected Essay on the Economics of Coral Reefs. Cordio Departemen Biology and Environmental Science,Kalmar University. Sweden. Chen, CTA. 2008. “Effects of Climate Change on Marine Ecosystem,” Fisheries for Global Welfare and Environment: 5th World Fisheries Congress (K.Tsukamoto, T. Kawamura, T. Takeuchi, T. D. Beard, Jr. and M. J. Kaiser, Eds.). Tokyo: TERRAPUB. Coremap II. 2010. Status Data Base Terumbu Karang Sulawesi Selatan.

Regional Cordination Unit (RCU), Coral reef rehabilitation and

management program II dan CV Wahana Bahari.

Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumber Daya

Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. Jakarta [ID]: PT. Pradnya Paramitha.

Page 172: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

155

Dahuri R. 2003. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk Kesejahteraan Rakyat (Kumpulan Pemikiran Rokhmin Dahuri). Jakarta [ID]: Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia (LIPSI).

Dharmawan AH. 2007. Antropologi Budaya, Sosiologi Lingkungan dan

Ekologi Politik. Adiwibowo S (ed.) 2007. Ekologi Manusia. Bogor [ID]: Fakultas Ekologi Manusia IPB.

Diposaptono, Subandono, Budiman, Firdaus Agung. 2009. Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Bogor: PT. Sarana Komunikasi Utama. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Pencemaran Minyak

dan Valuasi Nilai Ganti Rugi Akibat Pencemaran. Jakarta [ID]: DKP ______. 2009. Kelautan dan Perikanan dalam Angka Tahun 2009.Jakarta

[ID]: DKP. Ellis, F. (1998). Household Strategies and Rural Livelihood Diversification. Journal of Developmen Studies, 35, 1-38. Foman, S. 1967. Cognition and Catch: The Location of Fishing Spots in a

Coastal Brazilian Village. Ethnology, Vol. 06, No. 04: 417-426. Gordon, H. Scott. 1954. The Economic Theory of a Common-Property

Recourse: The Fishery. Journal Political Economy, 62:124-142. Hak, Durk. 1984. Dr. A.H.J Prins as a Maritime Anthropologist. Watching

The Seaside: Essays on Maritime Anthropology. Durk Hak, Ybetje Kreos, Hans Schneymann (eds.). Feschrift for Dr. A.H.J. Prins. Groningen.

Hardin, Garrett. 1977. The Tragedy of The Commons. Dalam Managing

Commons, Garrett Hardin dan John Baden (eds.). San Francisco: W.H. Freeman and Company.

IPCC. 2007. Summary for Policymakers. In: Climate Change 2007: The

Physical Science Basis. Contribution of Working Group 1 to the Fourth Assesment Report of the Intergovermental Panel on Climate Change [Solomon, S.,D. Qin, M. Manning, Z. Chen, M. Marquis, K.B. Averyt, M. Tignor and H.L Miller (eds.)]. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, USA.

Jompa, J., 1996. Monitoring and Assessment of Coral Reefs On

Spermonde Archipelago, South Sulawesi. Thesis. MC Master – Canada.

Page 173: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

156

[KLH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2002. Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia. Jakarta.

______. 2009. Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia. Jakarta. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Buku Statistik

Perikanan tahun 2008. Jakarta [ID]: Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

Koentjaraningrat. 1981. Beberapa Pokok Antropologi. Cetakan Kelima.

Jakarta. Dian Rakyat Kusnadi. 2000. Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung

[ID]: Humaniora Utama Press. ______. 2009. Keberdayaan Nelayan & Dinamika Ekonomi Pesisir.

Jogjakarta [ID]: Lembaga Penelitian Universitas Jember dan Ar-Ruzz Media

Kusumastanto T. 2000. Sistem Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Pesisir. Makalah disampaikan dalam Diseminasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Jawa Barat. Bandung. Lampe, Munsi. 1985. De Role Van Het Verwantschap in de Economische

en Familieleven van de Urker Vissergemeenschap. Hasil latihan penelitian untuk program studi S-2. UI – Universitas Leiden.

.1986. Produktie-Wijze in de Kano-Visseij van Fantivisers

Ghana. Hasil penelitian untuk studi antropologi ekonomi.

.1989 Strategi-strategi Adaptif Nelayan. Suatu Studi

Tentang Antropologi Perikanan. Disajikan dalam Forum Informasi

Ilmiah Kontemporer Fisipol-Unhas tanggal 14 Juni 1989.

Leap, William L. 1977. Maritime Subsistance in Anthropological Perspective : A Statement of Priorities. Dalam Those Who Live From The Sea; A Study in Maritime Anthropology. M. Estellie Smith (ed.). monograph 62, St. Paul, New York, Boston, Los Angeles, San Francisco; West Publishing CO

Ledee E.J.I, et al. (2012). Responses and adaptation strategies of commercial and charter fishers to zoning changes in the Great Barrier Reeef Marine Park. Journal of Marine Policy, 36, 226-234. McCay, B.M. 1978. System Ecology, People Ecology and The

Anthropology of Fishing Communitites. Human Ecology Vol. 06, No. 04:397-442.

Page 174: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

157

Marzuki M. 2002. Perubahan Pola Adaptasi Etnik Kaili dalam Pengelolaan Mangrove (Studi Kasus: Etnik Kaili Unde di Banawa Selatan, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah). [tesis]. Depok [ID]: Universitas Indonesia. Moll, H, 1983. Zonation and Diversity of Scleractina On Reffs Off South Sulawesi Indonesia. Thesis. Leiden University, Netherland. Mulyadi. 2007. Ekonomi Kelautan. Jakarta [ID]: PT. Raja Grafindo

Persada. Nessa, N.,Jompa J, Hamzah H, 2012. Valuasi Ekonomi Ekosistem

Terumbu Karang. Penerbit Al-Zikra. Makassar. Nontji, A. 2010. Pengelolaan dan Rehabilitasi Lamun. Program Trismades.

xa.yimg.com. PPTK Unhas. 2006. Monitoring Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di

Kepulauan Spermonde. . 2007. Monitoring Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di

Kepulauan Spermonde. . 2010. Monitoring Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di

Kepulauan Spermonde. Purwoko A. 2005. Dampak Kerusakan Ekosistem Hutan Bakau

(Mangrove) terhadap Pendapatan Masyarakat Pantai di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. [tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.

Rahmasari,L. 2011. Strategi Adaptasi Perubahan Iklim Bagi Masyarakat Pesisir. Jurnal Sains dan Teknologi MARITIM (ISSN : 1412-6828). Volume X, Nomor 1 September 2011 (Halaman 1-11). Rahmawaty. 2004. Penanggulangan Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Melalui Pemberdayaan ekonomi Masyarakat Pesisir dan Kelautan.USU,Medan. Rasyid, A.J. 2011. Dinamika Massa Air Terkait Dengan Lokasi Penangkapan Ikan Pelagis Kecil Di Perairan Spermonde. Disertasi. Universitas Hasanuddin. Makassar. (Tidak dipublikasikan). Saharuddin. 2007. Antropologi Ekologi. Adiwibowo S (ed.) 2007. Ekologi

Manusia. Bogor [ID]: Fakultas Ekologi Manusia IPB.

Page 175: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

158

Satria A, Umbari A, Fauzi A, Purbayanto A, Sutarto E, Muchsin I, Muflikhati I, Karim M, Saad S, Oktariza W, Imran Z. 2002. Menuju Desentralisasi Kelautan. Jakarta [ID]: Cidesindo.

Satria A. 2007. Ekologi Politik. Adiwibowo S (ed.) 2007. Ekologi Manusia.

Bogor [ID]: Fakultas Ekologi Manusia IPB. Satria A. 2009a. Globalisasi Perikanan: Reposisi Indonesia. Bogor [ID]:

IPB Press. ______. 2009b. Pesisir dan Laut untuk Rakyat. Bogor [ID]: IPB Press. Sitorus MTF. 1998. Penelitian Kualitatif. Bogor [ID]: Kelompok

Dokumentasi Ilmu-ilmu Sosial Fakultas Pertanian IPB. Smith, M. Estellie. 1977. Those Who Live From The Sea: A Study in

Maritime Anthropology. Monograph 62. St. Paul, New York, Boston, Los Angeles, San Francisco: West Publishing CO.

Stake, Robert E. 2009. “Studi Kasus,” Handbook of Qualitative Research (Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, Eds.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Tauli-Corpuz, V., E. Baldo-Soriano, H. Magata, C. Golocan, M.V. Bugtong, R. de Chaves, L. Enkiwe-Abayao, J. Cariño. 2008. Panduan Tentang Perubahan Iklim dan Masyarakat Adat. Philippines: Tebtebba Foundation. Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut : Pendekatan

Ekologi, Sosial-Ekonomi, Kelembagaan dan Sarana Wilayah. Brilian Internasional. Sidoarjo, Jawa Timur.

Ujianto. 1984. Ekonomi Masyarakat Pulau: Studi Tentang Pola Kegiatan

Ekonomi di Pulau Barrang Lompo, Kecamatan Ujung Tanah, Kotamadya Ujung Pandang. PLPIIS – UNHAS. Ujung Pandang.

UNEP. 2009. Climate Change Science Compendium. Catherine P. McMullen, Jason Jabbour, Eds. Wahyono A, Antariksa IGP, Masyhuri I, Indrawasih R, Sudiyono. 2001.

Pemberdayaan Masyarakat Nelayan. Yogyakarta [ID]: Media Pressindo.

Page 176: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

159

Lampiran 1. Kebutuhan, Metode, Jenis dan Sumber Data

No Kebutuhan Data Metode Jenis Data Sumber Data

1. Kondisi Umum Lokasi

Studi literatur, wawancara

dan observasi.

Primer, sekunder

Pemerintah desa, tokoh

masyarakat, nelayan dan

literatur

2. Penggolongan karakteristik rumah

tangga dan karakteristik usaha

nelayan

Observasi dan survei

Primer Nelayan

3. Bentuk-bentuk Perubahan

Ekologis

Studi literatur, wawancara, pengamatan

berperan serta, survei

Primer, sekunder

Nelayan, Pemerintah

Desa, Literatur

4. Dampak Perubahan

Ekologis Terhadap

Aktivitas Nelayan

Wawancara, pengamatan

berperan serta, survei

Primer, sekunder

Nelayan, Pemerintah

Desa, Literatur

5. Strategi Adaptasi Nelayan

Terhadap Perubahan

Ekologis

Wawancara, pengamatan

berperan serta, survei

Primer, sekunder

Nelayan, Pemerintah Desa, Tokoh Masyarakat,

Literatur

Page 177: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

160

Lampiran 2. Lembar Kuesioner Penelitian

DAFTAR PERTANYAAN

STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL TERHADAP

PERUBAHAN EKOLOGIS

(Studi Kasus Pulau Badi dan Pajenekang, Kabupaten Pangkep)

Oleh :

Hendri Stenli Lekatompessy (P0201211404)

Manajemen Kelautan

Program Studi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

Pascasarjana Universitas Hasanuddin

Nomor Kuesioner : ......................................

Tanggal Wawancara : ......................................

Waktu : ......................................

Nama Pulau : ......................................

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN

1. Nama : ................................................

2. Umur : ................................................

3. Lamanya tinggal di Pulau ini : ...............................................

4. Pengalaman sebagai : .................................................

Nelayan (tahun)

5. Jumlah anggota rumah : a. Istri ..................

tangga b. Anak kandung .................

c. Anak angkat ..................

d. Lainnya ..................

6. Jenis Armada Penangkapan : a. Lepa-lepa

b. Jolloro

c. Kapal gae

Page 178: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

161

II. PERSEPSI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN EKOLOGIS

1. Bagaimana penilaian Anda terhadap persentasi tutupan karang

hidup saat ini, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya?

Menurun Tetap/tidak berubah Meningkat

Jika menurun, apa saja yang menjadi penyebab?

..............................................................................................................

..............................................................................................................

2. Bagaimana penilaian Anda terhadap intensitas gelombang dan badai

saat ini, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya?

Menurun Tetap/tidak berubah Meningkat

3. Apakah perubahan yang terjadi di lingkungan perairan berdampak

terhadap aktivitas penangkapan ikan?

Ya Tidak

Jika Ya, dalam hal apa?

1........................................

2.........................................

3.........................................

III. AKTIVITAS PENANGKAPAN DAN ALAT TANGKAP

4. Di mana lokasi penangkapan Anda saat ini?

a. Musim barat : .............................................

b. Musim timur : .............................................

5. Jenis alat tangkap apa yang Anda gunakan?

a........................................................................

b........................................................................

c........................................................................

6. Jenis-jenis ikan apa saja yang menjadi target tangkapan Anda?

a........................................................................

b........................................................................

c........................................................................

Page 179: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

162

7. Dibandingkan 10 atau 20 tahun lalu, bagaimana jumlah hasil

tangkapan saat ini?

............................................................................................................

......................

8. Berapa rata-rata hasil tangkapan Anda per trip, sebelum dan

sesudah terjadi perubahan ekologis?

Jenis Alat Tangkap

Jenis Ikan

Jumlah Hasil Tangkapan Per Trip (Kg)

Sebelum Sesudah

9. Jika hasil tangkapan Anda menurun, apa strategi/upaya yang Anda

lakukan?

............................................................................................................

............................................................................................................

...................................................................................................

10. Selama menjadi nelayan, apakah Anda pernah merubah alat

tangkap?

Ya Tidak

Jika Ya, mengapa Anda melakukan hal tersebut?

............................................................................................................

11. Selama menjadi nelayan, apakah Anda pernah merubah target

tangkapan?

............................................................................................................

..................................................................................................

12. Apakah Anda pernah memindahkan lokasi penangkapan?

Ya Tidak

Apabila Ya, dimana lokasinya?

Apabila Ya, kenapa Anda melakukan itu?

Page 180: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

163

13. Apakah kegiatan yang Anda lakukan di saat musim paceklik atau

saat kondisi cuaca buruk?

............................................................................................................

..................................................................................................

14. Jika hasil tangkapan Anda menurun, apakah Anda melibatkan istri

dan anak untuk menambah penghasilan keluarga?

............................................................................................................

..................................................................................................

Page 181: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

164

Lampiran 3. Pedoman Wawancara Mendalam

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

KEPADA INFORMAN

Hari/Tanggal Wawancara : .........................................................................

Lokasi Wawancara : .........................................................................

Nama Informan : .........................................................................

Usia Informan : .........................................................................

Pertanyaan-Pertanyaan Mengenai Dampak Perubahan Ekologis dan

Strategi Adaptasi.

1. Menurut Anda, bagaimana kondisi lingkungan perairan wilayah

pulau ini dibandingkan dengan tahun-tahun yang lalu?

2. Perubahan apa saja yang terjadi?

3. Bagaimana perubahan tersebut mempengaruhi kondisi

pemukiman?

4. Bagaimana perubahan tersebut mempengaruhi aktivitas Anda

dalam melaut?

5. Apakah terjadi penurunan produksi perikanan akibat perubahan

tersebut?

6. Jika hasil tangkapan menurun, apa tindakan yang Anda lakukan?

7. Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap kegiatan Anda dalam

mencari ikan di laut?

8. Apa saja kendala yang mempengaruhi kegiatan Anda dalam

mencari ikan di laut?

9. Kegiatan apa yang Anda lakukan ketika tidak dapat pergi melaut

karena cuaca buruk atau saat musim kurang ikan/paceklik?

10. Apakah Anda pernah memindahkan lokasi penangkapan?

11. Dimana lokasi penangkapan Anda sebelumnya?

12. Dimana lokasi penangkapan Anda sekarang?

13. Kenapa Anda pindah lokasi?

14. Apakah terdapat metode/cara tradisional nelayan dalam

memperkirakan cuaca (kapan kira-kira akan terjadi badai,dsb)?

15. Apakah terdapat pengetahuan tradisional dalam menentukan

daerah tangkapan?

Page 182: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

165

Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian

Gambar 11. Wawancara Masyarakat Nelayan Pulau Badi dan

Pajenekang

Page 183: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

166

Gambar 12. Hasil Tangkapan Nelayan

Page 184: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

167

Gambar 13. Pemukiman Penduduk Yang Terkena Abrasi

Page 185: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

168

Gambar 14. Sarana dan Prasarana Pulau Pajenekang

Page 186: STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tempat bermukim sebagian penduduk

169

Gambar 15. Sarana dan Prasarana Pulau Badi