Upload
lynhu
View
229
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
STRATEGI DAKWAH USTADZ MUHAMMAD ARIFIN
ILHAM DI KALANGAN MASYARAKAT PERKOTAAN
Skripsi
DiajukanKepadaFakultasDakwah DanIlmuKomunikasi
UntukMemenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
SarjanaIlmuKomunikasi Islam(S.Kom.I)
Oleh:
MUHAMMAD YUSRA NURYAZMI
NIM : 1110051000179
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
i
ABSTRAK
NAMA : Muhammad Yusra Nuryazmi
NIM: 1110051000179
Judul : Strategi Dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di Kalangan
Masyarakat Perkotaan
Dalam kehidupan manusia yang sangat berkembang pada saat ini, dakwah
Islam memerlukan sebuah strategi dalam penyampaiannya. Seorang da’i berperan
sebagai subjek dakwah diharuskan memiliki strategi, pola pikir yang berkaitan
dengan sistem. Mengingat masyarakat kota yang masing-masing pribadinya
memiliki sifat individualistik dan akibat adanya sikap individualistik itu adalah
masyarakat kota tidak membutuhkan orang lain. Maka sebuah strategi dakwah
diperlukan seorang da’i agar mampu menyampaikan pesan dakwah secara
langsung kepada mad’u dan mampu menerima isi pesan dakwah dengan baik dan
tepat sasaran.
Merujuk dari latar belakang tersebut maka timbul sebuah rumusan
masalah dalam penelitian ini, yaitu: bagaimana strategi dakwah Ustadz
Muhammad Arifin Ilham di kalangan masyarakat perkotaan? Dari sini, peneliti
menggali berbagai upaya strategi dakwah yang dilakukan oleh Ustadz
Muhammad Arifin Ilham di kalangan masyarakat perkotaan.
Meskipun Ustadz Muhammad Arifin Ilham sudah memiliki jam terbang
yang tinggi dalam hal berdakwah, ia tetap memerlukan strategi agar aktivitas
dakwah yang dijalaninya sesuai dengan tujuan. Strategi dakwah yang beliau pakai
sesuai dengan metode dakwah yang berada di ayat suci al-Qur’an tepatnya pada
surah an-Nahl ayat 125. Dalam pengertiannya terdapat tiga metode, yaitu: bil-
Hikmah, mauidzah al-Hasanah, dan al-Mujadalah.
Teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori Fred R. David
dalam Manajemen Strategi Konsep yang menjelaskan bahwa dalam sebuah proses
strategi ada tahapan-tahapan yang harus ditempuh untuk mencapai sebuah tujuan
termasuk dijelaskannya harus melewati tahapan perumusan strategi, implementasi
strategi dan evaluasi strategi.
Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif
dengan tehnik analisis deskriptif. Kemudian sumber data diperoleh melalui
observasi di lapangan, melalui wawancara dengan Ustadz Muhammad Arifin
Ilham selaku da’i yang menjadi subjek dakwah dalam penelitian ini. Dokumentasi
dari aktivitas dakwah yang dilakukan oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
Strategi dakwah merupakan perpaduan dari perencanaan, metode dan
taktik untuk mencapai tujuan dakwah. Dalam mencapai tujuan tersebut
dibutuhkan pemikliran-pemikiran yang matang baik tehnik maupun taktik yang
harus dilakukan seorang da’i dalam mencapai tujuan dakwahnya.
keyword: Strategi, Dakwah, Ustadz Muhammad Arifin Ilham, da’i,
masyarakat.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syujur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
nikmat-Nya berupa hidayah, inayah, serta rahmat kepada semua makhluk-Nya.
Salah satu nikmat-Nya yaitu diberikan ide, kekuatan, dan kasih sayang-Nya,
sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini sesuai dengan penulis harapkan.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad
SAW, pembawa risalah agung, penebar rahmat bagi seluruh alam.
Pada akhirnya skripsi ini telah mampu penulis rampungkan dengan tidak
lepas dari segala pengorbanan waktu, tenaga, fikiran, serta materi. Perjuangan
keras penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari persan serta
beberapa pihak yang ikut berjuang didalamnya. Terima kasih yang teristimewa
penulis persembahkan pada semua pihak yang telah membantu kelancaran
penelitian skripsi ini, baik berupa dorongan moril maupun materil. Tanpa bantuan
dan dukungan tersebut, sulit rasanya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada
kesempatan kali ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan, M.A,
Suparto, M.Ed, Ph.D. selaku Wadek I bidang akademik, Drs. Jumroni,
M.Si, selaku Wadek II bidang administrasi umum, dan Dr. H. Sunandar,
M.Ag, selaku Wadek III bidang kemahasiswaan.
iii
3. Rachmat Baihaky, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam.Kemudian, Ibu Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Sekertaris Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam.
4. Rachmat Baihaky, MA selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini
yang senantiasa bersabar serta meluangkan waktunya untuk membimbing
segala kesulitan yang dihadapi peneliti.
5. Dra. Hj. Jundah, MA. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan arahan kepada penulis, Terima Kasih.
6. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama
menempuh pendidikandi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga
peneliti dapat mengamalkan ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan.
7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang
telah membantu peneliti dalam urusan administrasi selama perkuliahan
dan penelitian skripsi ini.
8. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku literatur
sebagai refrensi dalam penyusunan skripsi ini.
9. Ustadz Muhammad Arifin Ilham beserta keluarga besar yang telah
bersedia menjadi subjek penelitian dan telah meluangkan waktunya untuk
diwawancara oleh peneliti ditengah kesibukan jadwalnya yang padat.
10. Ibunda Hj. Norhaida dan Ayahanda H. Muhammad Sutari yang kasih dan
sayangnya tidak pernah berkurang kepada penulis dan ingin melihat
anaknya menjadi sarjana, terima kasih atas dukungan kepercayaannya,
iv
pengorbanannya, serta do’a selama ini. Semoga engkau tetap berada dalam
Ridho Allah SWT dan diperpanjang umurnya untuk selalu taat beribadah
kepada-Nya.
11. Kedua adik kandungku tersayang, Fahmi Aziz dan Tuva Amalina Nur’aida
yang telah membantu memotivasi dan mendoakan selama ini. Semoga
engkau tetap berada dalam Ridho Allah SWT.
12. Untuk Chairunisa Nur Riskiya yang terus menerus memotivasi dan
mendo’akan penulis selama ini, serta dengan sabar menanggapi keluh
kesah, suka dan duka peneliti selama penyelesaian skripsi ini. Semoga
Allah membalas kebaikan dan selalu dalam rahmat Allah SWT.
13. Rizza Maulana Bahrun, Mochammad Kahfi, dan Mohammad Fahmi
Almanshuri yang meluangkan waktunya untuk menemani peneliti ke
lokasi penelitian sejak dini hari, terima kasih banyak.
14. Teman seperjuangan peneliti di KPI F angkatan 2010, Sendy Darlis
Alditya, Rendy Aditya Warman, Aris Suyitno, Sonny Iskandar, Zia
Fitrahudin, Daniella Putri Islamy, Pambayun Menur Seta, Khairunisa, dan
semua teman-teman angkatan 2010 terima kasih semua.
15. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini, yang tidak
dapat disebutkan satu per satu. Tanpa mengurangi rasa hormat, peneliti
ucapkan terimakasih yang begitu besar. Semoga apa yang telah dilakukan
adalah hal yang terbaik dan hanya Allah yang dapat membalas segala
kebaikan dengan balasan terbaik-Nya. Amin.
v
Akhir kata, penelitian ini tentunya masih jauh dari sempurna, namun
diharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan segenap
keluarga besar civitas akademika Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, 8 Januari 2015
Muhammad Yusra Nuryazmi
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN .............................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................... 3
C. Tujuan Penelitian.......................................................... 4
D. Manfaat Penelitian........................................................ 4
E. Metodologi Penelitian .................................................. 5
F. Tinjauan Pustaka .......................................................... 9
G. Sistematika Penulisan ................................................... 10
BAB II TINJAUAN TEORITIS .................................................... 12
A. Strategi
1. Pengertian Strategi ............................................... 12
2. Tahapan-Tahapan Strategi .................................... 13
B. Dakwah
1. Pengertian Dakwah............................................... 15
2. Unsur-Unsur Dakwah ........................................... 17
3. Tujuan Dakwah .................................................... 26
4. Komunikasi Efektif .............................................. 28
C. Strategi Dakwah
1. Pengertian Strategi Dakwah ............................. 31
2. Prinsip-Prinsip Strategi Dakwah ...................... 33
3. Bentuk-Bentuk Pendekatan Strategi Dakwah .. 34
vii
D. Masyarakat Kota
Pengertian Masyarakat Kota ............................ 37
BAB III GAMBARAN UMUM ....................................................... 41
A. Sejarah Perkembangan Dakwah ................................... 41
B. Perkembangan Kajian Dakwah di Indonesia ............... 43
C. Profile Ustadz Muhammad Arifin Ilham .....................
44
BAB IV ANALISIS DAN HASIL TEMUAN ................................. 59
Strategi Dakwah yang digunakan Ustadz Muhammad
Arifin Ilham di Kalangan Masyarakat Perkotaan ............. 59
1. Perumusan Strategi Dakwah Ustadz Arifin Ilham . 60
2. Implementasi Strategi Dakwah Ustadz Arifin Ilham 62
3. Evaluasi Strategi Dakwah Ustadz Arifin Ilham ..... 67
4. Tujuan Dakwah Ustadz Arifin Ilham ..................... 71
BAB V PENUTUP .......................................................................... 73
A. Kesimpulan................................................................... 73
B. Saran ............................................................................. 75
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 77
LAMPIRAN...................................................................................................80
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Islam adalah agama dakwah yaitu agama yang mengajak dan memerintahkan
umatnya untuk selalu menyebar dan menyiarkan ajaran Islam kepada seluruh
umat manusia.1 Hal ini merupkan perintah langsung dari Allah SWT untuk
berdakwah dan menjadi suatu kewajiban setiap muslim untuk mendakwahkan
agama dengan cara tertentu. Bentuk dakwah sangat beragam sesuai kemampuan
masing-masing individu. Seperti yang tertuang dalam al-Qur‟an surah an-Nahl
ayat 125:
ربك هى أعلم بمن ضل عن ادع إلى سبيل ربك بالحكمة والمىعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن إن
سبيله وهى أعلم بالمهتدين
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Berbicara tentang dakwah adalah berbicara tentang komunikasi, karena
komunikasi merupakan kegiatan informatif, yakni agar orang lain mengerti dan
memahami kegiatan persuasif, menerima paham atau keyakinan, melakukan
paham atau keyakinan, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari paham atau
1 Abdul Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987) Hal.
1
2
keyakinan yang diperolehnya.2 Sehingga dapat dikatakan bahwa dakwah dan
komunikasi merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam kehidupan manusia yang sangat berkembang pada saat ini, dakwah
Islam memerlukan sebuah strategi dalam penyampaiannya. Seorang da‟i berperan
sebagai subjek dakwah diharuskan memiliki strategi, pola pikir yang berkaitan
dengan sistem. Dimana dakwah merupakan sebuah sistem, dan strategi
merupakan salah satu bagian yang sejajar dengan unsur-unsur dakwah seperti
tujuan dakwah, objek dakwah dan sumber dakwah.
Hal ini diperlukan agar seorang da‟i mampu menyampaikan pesan dakwah
secara langsung kepada mad‟u yang berperan sebagai objek dakwah dan mampu
menerima isi pesan dakwah dengan baik.Oleh karena itu strategi dakwah
mempunyai peranan penting untuk mempermudah da‟i dalam menyampaikan
pesan dakwah kepada mad‟u dengan tepat sasaran.
Ustadz Muhammad Arifin Ilham yang akrab dipanggil dengan nama Ustadz
Arifin Ilham adalah seorang da‟i kondang. Beliau dapat membuat mad‟u nya
menangis dalam dzikir yang diberikan pada setiap tausyiahnya. Da‟i yang selalu
tampil dengan busana putih-putih disetiap kesempatan ini mempunyai jama‟ah
dari berbagai kalangan, baik dari kalangan kelas bawah, menengah, bahkan
sampai kalangan atas.
Kalangan atas yang lebih dikenal dengan kalangan masyarakat kota, masing-
masing pribadinya memiliki sifat individualistik, ini cenderung menjadi ciri
2 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: Rosdakarya,
2002), hal. 9
3
khusus dan perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan masyarakat desa.3
Hal ini menjadi motif bahwa masyarakat kota condong melepaskan diri dari
kepentingan orang banyak dan akibat adanya sikap indvidualistik itu adalah
masyarakat kota tidak membutuhkan orang lain, yang penting bagi mereka adalah
kemajuan diri sendiri.
Hal ini membuat peneliti ingin menggali lebih dalam mengenai strategi
dakwah seperti apa yang digunakan da‟i untuk menghadapi mad‟u di kalangan
masyarakat kota. Sehingga penelitian ini berjudul “Bagaimana Strategi Dakwah
Ustadz Muhammad Arifin Ilham di Kalangan Masyarakat Perkotaan”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Berdasarkan uraian yang peneliti paparkan pada latar belakang. Peneliti
membatasi masalah penelitian ini pada strategi dakwah Ustadz Arifin Ilham di
kalangan masyarakat perkotaan dan tidak melakukan penelitian efek atau dampak
penelitian tersebut.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan diangkat dalam penilitan ini adalah
“Bagaimana Strategi Dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di kalangan
masyarakat perkotaan”.
3 Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Depok: Ghalia Indonesia, 2005) Cet. Ke-1, Hal. 63
4
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan batasan dan rumusan masalah penelitian maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi dakwah yang
diterapkan oleh Ustadz Arifin Ilham di kalangan masyarakat perkotaan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat akademis
Penelitian ini diharapkan berguna untuk wahana dalam mencurahkan ide dan
pemikiran bagi para akademisi yang membutuhkan rujukan, kemudian penelititan
ini juga diharapkan berguna untuk memperdalam tentang ilmu komunikasi
terhadap strategi dakwah bagi mahasiswa dan mahasiswi jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam (KPI) UIN Syarif Hidayatullah Ciputat.
2. Manfaat praktis
Diharapkan memberi masukan terhadap pihak-pihak yang terkait, demi
terwujudnya dakwah yang efektif dengan menggunakan strategi yang tepat. Serta
sebagai bahan dasar untuk studi-studi selanjutnya dikajian ilmu dakwah.
5
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian dengan metode
kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif ini menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari pelaku yang diteliti.4
Menurut Ruslan:
Penelitian dengan pendekatan kualitatif bertujuan untuk mendapatkan
pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif
partisipan. Pembahasan tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi
diperoleh setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi
fokus penelitian, dan kemudian ditarik suatu kesimpulan berupa pemahaman
umum tentang kenyataan-kenyataan tersebut.5
Berdasarkan pernyataan di atas, penulis memahami bahwa penelitan kualitatif
tujuannya untuk mendapatkan paham atau pengertian terhadap realita sosial yang
menjadi fokus penelitian. Paham atau pengertian yang didapat tidak semata-mata
berwujud ada, namun dianalisa terlebih dahulu terhadap realita sosial pada fokus
penelitian kemudian baru ditarik kesimpulan berupa realita sosial yang telah
diteliti.
Sedangkan desain penelitiannya menggunakan deskriptif kualitatif, bertujuan
untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau
berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat, yang menjadi objek
penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri,
4 Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1993), cet ke-10, h. 3 5 Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2004), hal.213
6
karakter, sifat, model, tanda atau gambaran fenomena tertentu.6 Sehingga
penelitian ini bersifat mendalam karena kedalaman data yang menjadi
pertimbangannya serta menusuk sasaran penelitian.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di kediaman Ustadz Arifin Ilham, tepatnya di komplek
perumahan az-Zikra Bukit Sentul Selatan Bogor. Waktu penelitian mulai
dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 di Masjid Az-Zikra Sentul Selatan.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah sang da‟i yaitu Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
Sedangkan yang menjadi objek dari penelitian ini adalah strategi dakwah yang
digunakan oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
4. Tahap Penelitian
a. Teknik pengumpulan data
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar penelitiannya lebih baik hasilnya dalam arti lebih
cermat, lengkap, dan sistematik sehingga mudah untuk diolah. Adapun yang
menjadi instrumen penelitian adalah:
6 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 68
7
1. Observasi
Observasi adalah cara penelitian untuk memperoleh data dalam bentuk
mengamati serta mengadakan pencatatan dari hasil observasi. Teknik
observasi yang penulis gunakan adalah sifatnya langsung mengamati
objek yang diteliti adalah strategi dakwah Ustadz Arifin Ilham.
2. Wawancara
Teknik yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu
penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang telah dipersiapkan,
kemudian langsung dijawab oleh informan dengan bebas terbuka untuk
memperoleh data yang dibutuhkan mengenai strategi dakwah Ustadz
Arifin Ilham di kalangan masyarakat kota.
3. Dokumentasi
Mengumpulkan dokumen berupa data tertulis yang mengandung
keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang
masih aktual.7 Dokumen yang dikumpulkan berupa data-data yang
sudah ada pada Ustadz Arifin Ilham dan diambil oleh peneliti untuk
melengkapi data yang sudah didapat sebelumnya yang diperoleh
melalui observasi dan wawancara. Dokumen yang dikumpulkan oleh
peneliti berupa biografi Ustadz Arifin Ilham, track records, dan data
lainnya yang dapat mendukung penelitian.
7 Nurul Hidayat, Metodologi Penelitian Dakwah Dengan Pendekatan Kualitatif, (Jakarta:
UIN Press 2006)
8
b. Teknik Pengolahan Data
Setelah data dan informasi yang dibutuhkan terkumpul, selanjutnya data-data
tersebut akan di olah. Untuk mendapatkan hasil penulisan yang valid,
pemeriksaan data juga diperlukan agar keabsahan data dapat meningkatkan derajat
kepercayaan dalam penelitian kualitatif.
c. Teknik Analisis Data
Berdasarkan dengan cara menganalisis data, dikenal beberapa jenis atau tipe
riset. Penulis memahami jenis atau tipe riset ini menjadi empat jenis atau tipe
riset. Pertama adalah jenis eksploratif, pada jenis atau tipe ini untuk menggali data
tanpa membutuhkan pengujian konsep terlebih dahulu pada kenyataan sosial yang
diteliti dan jenis riset ini menjadi jenis riset yang paling sederhana. Kemudian
yang kedua ada jenis deskriptif, jenis riset ini memiliki tujuan untuk
mendeskripsikan fakta-fakta, sifat-sifat dan objek tertentu secara terpercaya, jelas
dan sistematis. Biasanya pada jenis riset ini para penelitipun telah memiliki
kerangka konseptual agar penelitian lebih terarah. Selain itu yang ketiga adalah
jenis eksplanatif, jenis riset ini menghubungkan antara dua variabel atau lebih dari
konsep yang akan diteliti. Peneliti pada jenis ini harus memiliki definisi teori,
kerangka konseptual dan kerangka teoritis. Pada penelitian ini juga peneliti harus
melakukan uji coba terhadap teori untuk mendapatkan dugaan jawaban sementara
dan yang terakhir yaitu jenis evaluatif, pada jenis riset ini mengkaji efektivitas dan
keberhasilan suatu program, sehingga yang dimaksud jenis penelitian ini adalah
9
untuk melihat keberhasilan dari analisa yang diteliti dan juga dibutuhkan teori-
teori konseptual untuk pengukuran keberhasilan tersebut.8
Dari penjabaran di atas jika dikaitkan dengan masalah pokok penelitian, maka
penulis meenggunakan jenis atau tipe deskriptif, karena penulis ingin
menggambarkan atau mendeskripsikan sebuah fakta dan kenyataan sosial
mengenai strategi dakwah Ustadz Arifin Muhammad Arifin Ilham di kalangan
masyarakat kota.
F. Tinjauan Pustaka
Revina Septhiani, dalam skripsi ini menganalisa terhadap strategi dakwah
Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) dalam
pembinaan akhlak muslimah di Masjid Istiqlal9.
Dera Desember, dalam skripsi ini menganalisa terhadap strategi apa yang
digunakan oleh Ustadz Umay Maryunani di pondok pesantren terpadu
Darul‟Amal Sukabumi10
.
Andri maulana, dalam skripsi ini menganalisa strategi dakwah Ustadz Ahmad
Rifky Umar Said dalam menyiarkan Islam di kelurahan Pondak Petir kecamatan
Bojongan kota Depok.11
8 Rachmat Krisyantono . Tehnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: kencana Pranada
Group, 2007), cet. ke-2, hal. 116 9 Revina septhiani, Strategi Dakwah Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita
Indonesia (BMOIWI) Dalam Pembinaan Akhlak Muslimah Di Masjid Istiqlal, skripsi, UIN syarif
Hidayatullah. 10
Dera Desember, Strategi Dakwah Ustadz Umay Maryunani Di Pondok Pesantren
Terpadu Darul’alam Sukabumi, skripsi, UIN Syarif Hidayatullah. 11
Andri Maulana, Strategi Dakwah Ustadz Ahmad Rifky Umar Said Dalam Menyiarkan
Islam Di Kelurahan Pondok Petir Kecamatan Bojongsari Kota Depok, skripsi, UIN syarif
Hidayatullah.
10
G. Sistematika Penulisan
Agar penelitian lebih terarah dan sistematis, maka peneliti akan membagi
pokok-pokok pembahsan ke dalam lima bab, yaitu sebagai berikut:
BAB I: Bab ini merupakan bab pendahuluan. Dalam bab ini akan
memaparkan mengenai latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, penjelasan mengenai metode penelitian, lokasi
penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik pengumpulan data yang berupa
observasi, wawancara, dokumentasi, teknik analisis data. Kemudian tertera juga
tinjauan dan sistematika penulisan.
BAB II: Pada bab ini akan diuraikan landasan-landasan teori yang akan
digunakan dalam penelitian ini, pertama konseptualisasi mengenai strategi;
(pengertian strategi dan tahapan-tahapan strategi). Selanjutnya konseptualisasi
mengenai dakwah; (pengertian dakwah, unsur-unsur dakwah, tujuan dakwah,
rukun dakwah). Ketiga konseptualisasi dari strategi dakwah. Terakhir
konseptualisasi mengenai masyarakat kota (pengertian masyarakat kota, ciri-ciri
masyarakat kota).
BAB III: Dalam bab ini penulis akan menjabarkan sejarah perkembangan
dakwah, perkembangan kajian dakwah di Indonesia, dan profil Ustadz
Muhammad Arifin Ilham
BAB IV: Pada bab ini penulis menguraikan hasil observasi yang telah
diperoleh, mulai dari data-data, kemudian hasil wawancara. Kemudian analisis
data dari sumber-sumber yang telah penulis peroleh dalam lokasi penelitian.
11
kemudian penulis mengaplikasikan teori yang ada dengan hasil yang didapatkan
selama penelitian.
BAB V: Bab terakhir dalam skripsi ini, disajikan kesimpulan-kesimpulan
serta saran-saran yang relevan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
12
BAB II
Tinjauan Teoritis
A. Strategi
1. Pengertian strategi
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia strategi adalah ilmu dan seni
menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijakan tertentu
dalam perang.11
Atau juga bisa diartikan sebagai rencana yang cerdas mengenai
kegiatan untuk mencapai sasaran tertentu. Rencana ini lebih ditekankan mengenai
hal-hal apa saja yang harus dipersiapkan dalam melaksanakan perang serta
bagaimana cara menghadapi ancaman-ancaman yang datang dari pihak musuh.
Menurut Ali Murtopo definisi strategi secara etimologi, strategi sebenarnya
berasal dari bahasa Yunani, yaitu stratos dan agein. Stratos memiliki arti pasukan
perang dan kata agein berarti mempimpin.12
Sehingga dapat dikatakan bahwa
strategi berarti memimpin pasukan perang dan ilmu strategi adalah ilmu
bagaimana cara memimpin pasukan.
Secara terminologi, menurut Stainer dan Minner strategi adalah “penetapan
misi perusahaan, penetapan sasaran organisasi dengan mengingat kekuatan
eksternal dan internal.”13
Dari pendapat tersebut penulis berpendapat untuk
11
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai pustaka, 2005) h. 1092 12
Ali Mutropo, Strategi Kebudayaan, (Jakarta: Center For Strategic And International
Studies CSIS, 1978) cet ke-1, hal. 40 13
George A. Steiner, Kebijakan dan Strategi Manajemen, (Jakarta: Pt Gelora Aksara
Pratama, 1997) cet ke-2 hal 18
13
mendapatkan tujuan yang sesuai dengan harapan, diperlukan rencana yang
matang.
Sedangkan menurut Onong Uchjana Effendy mengemukakan bahwa “strategi
pada hakikatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan.”14
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa rencana saja tidak bisa sampai ke tujuan
melainkan ada tahapan lainnya agar sesuai dengan harapan.
Dari beberapa pendapat di atas, penulis memahami bahwa strategi adalah
suatu rencana yang dilakukan baik individu maupun organisasi, dimana strategi
yang dilakukan tersusun secara sistematis dan memperhatikan semua aspek yang
ada dalam mencapai tujuan yang sesuai dengan harapan.
2. Tahapan-tahapan Strategi
Strategi tidak hanya sebatas merumuskan konsep hingga implementasi,
melainkan juga harus disertai evaluasi untuk mengukur sejauh mana strategi itu
tercapai. Hal ini serupa dengan teori strategi manajemen yang dimiliki oleh Fred
R. David, ia menjelaskan tiga tahapan strategi, yaitu:
a. Perumusan Strategi
Perumusan strategi merupakan tahapan pertama dalam strategi. Di tahap ini
para pencipta, perumus, pekonsep, dalam hal ini yaitu seorang da‟i harus berfikir
matang mengenai kesempatan dan ancaman dari pihak luar dan menetapkan
kekuatan dan kekurangan internal, serta menetukan sasaran yang tepat.
14
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007) cet ke-1, hal. 40
14
Menghasilkan strategi cadangan dan memilih strategi yang akan dilaksanakan.
Dalam perumusan strategi berusaha menemukan masalah-masalah yang akan
ditemui nantinya. Setelah itu dilakukan analisis tentang langkah-langkah yang
dapat diambil untuk keberhasilan menuju tujuan strategi tersebut.15
Dalam hal ini
penulis memahami sebagai tahap pertama untuk memformulasikan sebuah
perencanaan yang dimulai dengan melihat mad‟u yang akan dihadapinya, serta
menetapkan kelebihan dan kekurangan materi dakwahnya. Kemudian dihasilkan
strategi-strategi untuk menghadapi mad‟u.
b. Implementasi Strategi
Implementasi strategi, tahapan dimana setelah strategi dirumuskan yaitu
pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan.16
Strategi yang dimaksudkan adalah
strategi yang telah direncanakan pada tahap pertama yaitu perumusan strategi, lalu
dilaksanakan sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada tahap ini penulis
memahami merupakan tahap aksi yang membutuhkan tindakan yang mana dalam
pelaksanaannya perlu konsistensi yang tinggi dari masing-masing anggota yang
terlibat didalamnya. Komitmen serta kerjasama dari seluruh unit diperlukan untuk
mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
c. Evaluasi Strategi
Tahapan terakhir ini merupakan tahapan yang diperlukan karena dalam tahap
ini keberhasilan yang telah dicapai dapat diukur kembali untuk penetapan tujuan
15
Fred R. David, Manajemen Strategi dan Konsep, (Jakarta: Prenhalindo, 2002)hal.3 16
Fred R. David, Manajemen Strategi dan Konsep, (Jakarta: Prenhalindo, 2002) hal.3
15
berikutnya.17
Evaluasi menjadi tolak ukur berhasil atau tidak, sesuai atau tidak
strategi yang telah diterapkan.Maksudnya dalam tahap evaluasi dari strategi yang
telah diaksikan ini adalah tahap yang sangat diperlukan, sebab di tahap ini bisa
terlihat bagaimana strategi yang dijalankan telah benar atau masih butuh
perbaikan.Misalnya, dari strategi yang direncanakan awal belum tentu pada saat
penerapannya situasi serta kondisinya berjalan beriringan. Pasti akan ada suatu
halangan yang menghambat meskipun tidak banyak.
B. Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Dalam buku ensiklopedi Islam, kata dakwah adalah kata dasar atau masdar.
Kata kerjanya adalah da’a yang mempunyai arti memanggil, menyeru atau
mengajak.18
Penulis berpendapat bahwa dakwah merupakan gerakan yang
mengajak orang untuk beriman kepada Allah SWT sesuai dengan garis kaidah,
syariat, dan akhlak Islamiyah.
Menurut Farid Ma‟ruf Noor dalam dinamika dan akhlak dakwah, dakwah itu
menyeru atau mengajak kepada suatu perkara, yakni mengajak kepada jalan Allah
agar menerima dan menjadikan Dienul Islam sebagai dasar dan pedoman
hidupnya.19
Sehingga dapat disimpulkan dakwah ialah mengajak serta
meyakinkan orang lain untuk menyembah kepada Allah SWT.
17
Fred R. David, Manajemen Strategi dan Konsep, (Jakarta: Prenhalindo, 2002) hal.3 18
Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Can Hoeve, 1999) hal. 280 19
Farid Ma‟ruf Noor, Dinamika dan Akhlak Dakwah, (Surabaya: Pt. Bina Ilmu, 1981)
hal.28
16
Sedangkan menurut Ali Mahfud dalam bukunya Hidayatul Mursyidin
mengatakan dakwah adalah mendorong manusia untuk berbuat kebijakan dan
mengikuti petunjuk agama,20
yaitu menyeru mereka kepada kebaikan dan
mencegah mereka dari perbuatan kemungkaran agar memperoleh kebahagiaan
dunia dan akhirat.
Pendapat lain dikemukakan oleh Quraish Shihab yang mengatakan bahwa
dakwah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsafan, atau mengubah situasi yang
tidak baik menjadi yang lebih baik.21
Dengan kata lain dakwah merupakan proses
yang menjadikan pribadi seseorang ke arah yang lebih baik lagi dari sebelumnya.
Berdasarkan beberapa pengertian dakwah di atas mengenai pengertian dakwah
penulis menyimpulkan, dakwah ialah usaha seseorang atau da‟i dalam
menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur‟an dan al-
Hadits, yang dilakukan dengan cara mengajak, menyeru, membimbing manusia
agar kembali kejalan Allah SWT, serta menjalankan segala perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya.
20
Ali Mahfud, Hidayah Al-Mursyidin ila Thuruq al-Wa’ziwa al-Khitabah, (Beirut: Darul
Ma‟arif, tt,) hal. 17 21
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992), hal. 194.
17
2. Unsur-unsur Dakwah
Terlepas dari perbincangan dan analisis dari definisi dakwah yang sudah ada
dalam fokus pembahasan ilmu dakwah. Maka ada lima faktor atau komponen
dalam dakwah,22
diantaranya;
Subjek dakwah (Da‟i)adalah unsur pelaksana atau orang yang berdakwah,
yaitu da‟i. Sebagai subyek dakwah ia harus terlebih dahulu introspeksi perilaku
dirinya agar apa-apa yang akan dilakukannya bisa diikuti dan diteladani oleh
orang lain.23
Sebagai dai yang tidak mau memperbaiki dan mendidik diri maka
akan mendapatkan celaan dari orang lain dan murka Allah SWT. Sebagaimana
yang dijelaskan dalam surat ash-Shaff ayat 2-3:
● كبرمقتاعندااهلل ان تقىلىاماالتفعلىن●ياايهاالدين امنىلم تقىلىن ما التفعلىن
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu
yang tidak kamu kerjakan? (itu) sangatlah dibendi di sisi Allah jika kamu
mengatakan apa-apa yangtidak kamu kerjakan.”
Oleh karenanya dalam mengemban tugas amanah Allah SWT para pelaku da‟i
yang bertugas menyampaikan pesan ilahi dan mengajarkan ajaran agama Islam,
maka seorang da‟i harus memiliki bekal ilmu yang cukup, baik itu ilmu agama
maupun ilmu pengetahuan lainnya.
Anwar Masy‟ari dalam bukunya Butir-Butir Problematika Dawah Islamiyah
menyatakan syarat-syarat seorang da‟i harus memiliki keadaan khusus yang
22
Zaini Muhtaram, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta: Al-Amin Press Dan
IFKA, 1966) Ha.l 14 23
Nurul Fauzi, Dakwah-Dakwah Yang Paling Mudah, (Gresik: Putra Pelajar, 1999) Cet
Ke-2 Hal 35
18
merupakan syarat baginya agar dapat mencapai sasaran dan tujuan dakwah
dengan sebaik-baiknya. Syarat-syarat itu ialah:
Pertama, mempunyai pengetahuan agama secara mendalam, berkemampuan
untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan keterangan yang memuaskan.
Syarat kedua yaitu tampak pada diri da‟i keinginan atau kegemaran untuk
melaksanakan tugas-tugas dakwah dan penyuluhan semata-mata untuk
mendapatkan keridhaan Allah dan demi memperjuangkan di jalan yang diridhai-
Nya.
Syarat ketiga, harus mempelajari bahasa penduduk dari suatu negeri kepada
siapa dakwah itu akan dilancarkan. Sebabnya dakwah baru akan berhasil bilamana
da‟i memahami dan menguasai prinsip-prinsip ajaran Islam dan punya
kemampuan untuk menyampaikan dengan bahasa lain yang diperlukan sesuai
dengan kemampuannya tersebut.
Harus mempelajari jiwa penduduk dan alam lingkungan mereka, agar kita
dapat menggunakan susunan dan gaya bahasa yang dipahami oleh mereka, dan
dengan cara-cara yang berkenan di hati para pendengar. Sudah jelas bahwa setiap
situasi dan kondisi ada kata-kata dan ucapan sesuai untuk diucapkan; sebagaimana
untuk setiap kata-kata dan ucapan ada pula situasi kondisinya yang pantas untuk
tempat menggunakannya.
Syarat keempat, harus memiliki perilaku, tindak tanduk dan perbuatan
sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan suritauladan bagi orang lain.
19
Selain itu menurut Slamet Muhaimin Abda dalam bukunya Prinsip-Prinsip
Metode Dakwah mengatakan kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki da‟i
antara lain adalah:24
Pertama, kemampuan berkomunikasi. Dakwah merupakan suatu kegiatan
yang melibatkan lebih dari satu orang, yang berarti di sana ada proses komunikasi,
proses bagaimana agar suatu pesan da‟i sebagai komunikator dapat disampaikan
pada komunikan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh da‟i.
Kedua, kemampuan penguasaan diri. Seorang da‟i ibarat seorang pemandu
yang bertugas mengarahkan dan membimbing kliennya untuk mengenal dan
mengetahui serta memahami objek-objek yang belum diketahui dan perlu
diketahui. Oleh karena itu, sebagai pemandu seorang da‟i harus mampu
menguasai diri jangan sampai mengesankan sifat-sifat sombong, angkuh dan kaku
yang dapat menciptakan kerenggangan komunikasi dengan mad‟unya.
Ketiga, kemampuan pengetahuan psikologi. Da‟i sebagai komunikator agar
proses komunikasinya efektif dan sesuai dengan apa yang diharapkan maka ia
harus memiliki kemampuan membaca psikologi mad‟unya yang terdiri dari
beraneka ragam. Karena dengan memiliki kemampuan tersebut seorang da‟i dapat
mengetahui bagaimana cara yang dipakai untuk menghadapi mad‟u.
Kompetensi yang harus dimiliki da‟i selanjutnya adalah kemampuan
pengetahuan kependidikan. Sebagai pendidik sudah semestinya da‟i harus
mengerti dan memahami ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pendidikan baik dalam
24
Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-Prinsip Metode Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1994)
hal 69-77
20
bidang tekniknya, metode ataupun strateginya. Karena dengan memiliki
pengetauan tersebut tujuan dakwah dari seorang da‟i akan mudah dicapai.
Kelima, kemampan pengetahuan di bidang pengetahuan umum. Seorang da‟i
harus menyampaikan informasi tentang sesuatu lebih awal ketimbang orang lain,
karena da‟i yang hidup pada masyarakat sudah tentu harus dapat
mengimbangkannya dengan informasi-informasi yang up to date. Hal ini
dilakukan agar keberadaannya di tengah masyarakat tidak disepelekan.
Selanjutnya, kemampuan di bidang al-Qur‟an. Menguasai kitab suci al-Qur‟an
adalah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar bagi seorang da‟i. Penguasaan
terhadap al-Qur‟an ini baik dalam bidang membacanya, maupun penguasaan
dalam memahami dan mengintrepretasikan ayat-ayat al-Qur‟an.
Kompetensi yang ketujuh adalah kemampuan di bidang ilmu hadits. Da‟i
harus mempunyai kemapuan di bidang hadits agar ia tidak terkungkung dan
terperosok dengan hadits-hadits mardud. Ilmu hadits yang dimaksud dalah ilmu
musthalah hadits yang terbagi dalam dua kategori ilmu hadits, yaitu ilmu hadits
dirayat yang membahas hadits dari segi diterima atau tidaknya suatu hadits dan
ilmu hadits riwayat yang membahas hadits dari segi materi hadits itu sendiri.
Kompetensi yang terakhir adalah kemampuan di bidang ilmu agama secara
integral. Karena da‟i adalah subjek dakwah, maka dalam hal ini da‟i ibarat orang
yang serba tahu di bidang keagamaan tetapi da‟i bukan hanya sebagai orator
namun da‟i berperan juga sebagai pemuka yang mampu mempengaruhi
masyarakatnya untuk meningkatkan kulitas mukmin dan muslim seseorang.
21
Disamping itu sebagai bekal tambahan, sang da‟i harus berkomunikasi dengan
jama‟ah (khalayak) yang dihadapi. Karena komunikasi ini merupakan jalan untuk
menyebarluaskan pesan dalam bentuk seruan, anjuran, petunjuk dan nasehat yang
bersumber dari ajaran agama islam yang disajikan dan dikemas secara kotekstual.
Dengan komunikasi itu pula da‟i akan mengetahui apa materi yang sesuai bagi
jama‟ah yang dihadapinya.
Unsur dakwah yang kedua yaitu, objek dakwah. Objek dakwah adalah setiap
orang atau sekelompok orang yang dituju atau menjadi sasaran suatu kegiatan
dakwah.25
Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap manusia tanpa
membedakan jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, warna kulit, dan lain
sebagainya adalah sebagai objek dakwah.
Obyek atau mad‟u adalah orang yang menjadi sasaran dakwah.Masyarakat
sebagai objek dakwah adalah salah satu unsur penting di dalam sistem dakwah
yang tidak kalah perannya.Oleh sebab itu, masalah masyarakat adalah masalah
yang harus di pelajari sebelum melangkah ke aktivitas dakwah selanjutnya.
Mad‟u atau obyek dakwah terdiri dari berbagai macam golongan manusia.
Oleh karenanya menggolongkan mad‟u sama dengan menggolongkan manusia itu
sendiri ke dalam profesi, ekonomi dan seterusnya.
Menurut Faizah dalam buku Psikologi Dakwah mad‟u dapat dilihat dari aspek
kelompok masyarakat yang terbagi menjadi:26
Pertama, sasaran kelompok
25
A. Karim Zaidan, Asas al-Dakwah, diterjemahkan. M. Asywadie Syukur dengan judul
Dasar-Dasar Ilmu (Jakarta: Media Dakwah, 1979) hal. 68 26
Faizah dan H. Lalu Muchsin Efendi, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006) hal. 70
22
masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota
besar, dan kecil serta masyarakat yang ada dikota. Kedua, sasaran kelompok
masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah
dan keluarga. Selanjutnya, sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi kultural
berupa golongan priyai, abangan dan santri. Klasifikasi ini terutama terdapat pada
masyarakat Jawa. Keempat, sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat
usia berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua. Berikutnya, sasaran
kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial ekonomi berupa
golongan kaya, menengah, dan miskin. Serta yang terakhir, sasaran kelompok
masyarakat dilihati dari segi okupasional (profesi dan pekerjaan) berupa golongan
petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri dan lain-lain.
Adapun unsur dakwah berikutnya yaitu, materi dakwah. Materi dakwah
adalah isi pesan yang disampaikan oleh da‟i kepada mad‟u, yakni ajaran agama
Islam sebagaimana tersebut di dalam al-Qur‟an dan al-Hadits. Yang mana ajaran
agama Islam adalah diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok, yaitu:
masalah akidah (keimanan), masalah syari’ah, masalah akhlak dan masalah
mu’amalah.27
Adapun pengertian lain menurut Moh Ali Azis mengatakan bahwa materi
dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan kepada mad‟u,
27
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta, 2006). hal
24-31
23
dalam hal ini ajaran Islam itu sendiri.28
Menurut Abu Zahrah, ada lima hal yang
perlu diperhatikan pada materi dakwah29
, yaitu;
Pertama, Aqidah Islamiyah yaitu mengesakan Allah.Kedua, percaya bahwa al-
Qur‟an itu diturunkan oleh Allah dan dapat dilumpuhkan bangas Arab untuk
membuat yang serupa.Ketiga, memiliki hadits-hadits yang membangkitkan
semangat taqwa ke dalam lubuk hati dan menyentuh jiwa, serta perjalanan hidup
Nabi Muhamad SAW.Keempat, mengesakan perjalanan hidup Nabi Muhammad
SAW. Kelima, menjelaskan tujuan Islam bagi individu dan masyarakat dengan
prinsip menghormati manusia, keadilan dalam bermasyarakat dan bernegara,
persamaan dan kemerdekaan, gotong royong dalam kebaikan dan taqwa, serta
melarang gotong royong berbuat dosa seperti mewujudkan diskriminasi dan saling
kenal antar sesama manusia.
Selanjutnya, media dakwah. Media dalam arti sempit adalah alat dakwah. Alat
dakwah berarti media dakwah yang memiliki peranan atau kedudukan sebagai
penunjang tercapainya tujuan.30
Media dakwah yang dimaksud adalah sarana
untuk merealisasikan materi dakwah terhadap mad’u. Hamzah Ya‟qub membagi
wasilah dakwah menjadi lima macam yaitu: Lisan, tulisan, lukisan, audiovisual,
akhlak.31 Media merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh
seorang da‟i saat berdakwah. Karena pemilihan media memiliki peranan penting
28
Moh Ali Azis, Ilmu Dakwah, (Jakarta: kencana, 2004) hal 62 29
Acep , Aripudin dan Syuksiadi Sambas, Dakwah Damai; Pengantar Dakwah Antar
Budaya, (Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 2007) hal. 159
30
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hal.
164
31
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta, 2006),
hal. 32
24
dalam menentukan bagaimana aktifitas dakwah yang dilakukan seseorang da‟i.
Media dakwah dapat memudahkan para juru dakwah untuk menyampaikan pesan
pada khalayak atau komunikannya dengan cepat dan pesan yang disampaikan
dapat tersebar dengan luas.32
Unsur dakwah yang kelima atau terakhir adalah metode dakwah. Dalam
bahasa Yunani metode berasal dari kata Methodos yang artinya jalan atau cara,
sedangkan dalam bahasa Arab disebut Thariq. Metode adalah cara tertentu yang
dilakukan oleh seorang da‟i kepada mad‟unya.33
Dalam bahasa Inggris, metode
berasal dari kata Method, yang mempunyai arti pelajaran atau cara yang ditempuh
untuk mencapai tujuan dengan hasil yang efektif.34
Metode dakwah berarti jalan
atau cara untuk teknik berkomunikasi yang digunakan oleh seorang da‟i dalam
menyampaikan risalah Islam kepada masyarakat (mad‟u) yang menjalani objek
dakwahnya. Seperti yang tertuang dalam al-qur‟an surah an-Nahl ayat 125:
ربك هى أعلم بمن ضل عن ادع إلى سبيل ربك بالحكمة والمىعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن إن
سبيله وهى أعلم بالمهتدين
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
32
M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikasi, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1997), Cet. Ke-
1 hal. 12 33
M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hal. 35 34
Masdar Helmi, Problem Dakwah Islamiyah dan Pedoman Mubaligh, (Semarang: CV.
Toba Putra, 1969), hal. 34
25
Ada beberapa kerangka mengenai metode yang terdapat pada al-Qur‟an surah
an-Nahl ayat 125, antara lain sebagai berikut:
1. Bil Hikmah
Menurut Ali Mustafa Ya‟kub hikmah adalah sebagai ucapan-ucapan yang
tepat dan benar atau argumen-argumen yang kuat dan meyakinkan.35
Sehingga
dapat dikatakan hikmah merupakan perkataan yang benar. Pendapat lain di
kemukakan oleh M. Munir bahwa bil hikmah yaitu kemampuan dan ketetapan
da‟i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi
objektif mad‟u.36
Bil hikmah merupakan kemampuan da‟i dalam menjelaskan doktrin-doktrin
Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang
komunikatif. Jadi dakwah dengan hikmah adalah dakwah yang dilakukan dengan
cara menyatukan sebuah sistem antara kemampuan da‟i secara praktis dengan
kemampuan teoritisnya.
2. Mauidzah al-Hasanah (dengan cara yang baik)
Memberikan nasihat kepada orang lain dengan cara yang baik, dengan bahasa
yang baik agar nasehat tersebut dapat diterima, berkenan dihati dan memberikan
kenyamanan pada orang lain.37
Penulis berpendapat bahwa metode ini jika
35
Ali Mustafa Ya‟kub, Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1997), hal. 121 36
M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hal. 10 37
Ibid. Hal 16
26
disampaikan kepada orang banyak maka akan lebih baik, tujuannya agar menjadi
lebih besar kuantitas manusia yang kembali kepada jalan Allah SWT.
3. Al-Mujadalah
Menurut M. Mansyur Amin, “berdebat dengan cara yang lebih baik artinya
adalah berdakwah dengan jalan mengadakan tukar pikiran yang sebaik-
baiknya.”38
Metode debat merupakan cara praktis yang ideal untuk mencapai cita-
cita mulia yang diharapkan, yaitu untuk menegakkan kebenaran.39
Maka dengan
cara demikian, kita dapat mengetahui letak keluasan ilmu Islam untuk diterangkan
kepada orang lain. Yang semula pendapat kita benar dan yang lain salah, dalam
metode ini kita dapat mengetahui kebenaran yang baik atau sesungguhnya dan
membetulkan aqidah yang bathil.
3. Tujuan Dakwah
Tujuan dakwah merupakan bagian dari seluruh aktifitas dakwah, tujuan
dakwah juga mempunyai peran penting seperti halnya unsur-unsur dakwah.
Tujuan jangka pendek adalah untuk memberikan pemahaman agama Islam kepada
masyarakat.
Menurut pendapat Rosyad Shaleh, tujuan dakwah dapat dirumuskan dalam
dua kerangka, yaitu tujuan untuk mencapai suatu nilai atau hasil terakhir yang
merupakan tujuan utama (major objective) dan tujuan untuk mencapai nilai atau
38
M. Mansyur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta: Al-Amin press,
1997), hal. 30 39
Muhammad Husain Fadhlullah, Metodologi Dakwah al-Qur’an, (Jakarta: Lentera, 1997),
cet ke-1, hal. 40
27
hasil dalam bidang-bidang khusus yang merupakan tujuan atau sasaran
departemential.
Tujuan utama dan tujuan departemential adalah dilihat dari segi hierarchinya.
Sedangkan bila dilihat dari segi proses pencapaiannya, tujuan utama adalah
merupakan ultimate goal atau tujuan akhir. Sedangkan tujuan departemential
merupakan intermediate goal atau tujuan perantara.
Pendapat lain dikemukakan oleh Abdul Kadir Munsyi, dalam Metode Diskusi
Dalam Dakwah,40
bahwa tujuan dakwah dapat dikelompokkan dalam tiga macam,
yaitu: mengajak manusia seluruhnya agar menyembah Allah dan tidak
mensekutukan-Nya, mengajak kaum muslimin agar mereka ikhlas beragama
karena Allah, dan mengajak manusia untuk menerapkan hukum Allah yang
mewujudkan kesejahteraan dan keselamatan bagi umat manusia seluruhnya.
Berdasarkan pendapat di atas penulis menarik kesimpulan bahwa tujuan
dakwah ialah untuk memberikan pengetahuan Agama Islam kepada masyarakat
serta mengajak umat manusia seluruhnya untuk menyembah Allah dan tidak
mempersetkutukannya dan yang paling terpenting agar seluruh manusia taat
kepada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya secara ikhlas karena Allah
SWT.
40
Drs. Abdul Kadir Munsyi, Metode Diskusi Dalam Dakwah, (Surabaya, Al-Ikhlas, 1987),
hal. 20-21
28
4. Komunikasi Efektif
Ketika berbicara mengenai proses komunikasi maka ada sebuah harapan untuk
mendapatkan tujuan yang sama atas apa yang diberikan oleh komunikator kepada
komunikan. Pada dasarnya komunikasi dipelajari karena kita sebagai pelaku
komunikasi ingin mengetahui seberapa besar pengaruh suatu komunikasi kepada
seseorang yang kita ajak berkomunikasi. Untuk menghasilkan komunikasi yang
efektif dimulai dari pelaku komunikasi yaitu komunikan dan komunikator.
Komunikasi yang efektif dapat diartikan sebagai penerimaan pesan oleh
komunikan sesuai dengan pesan yang dikirim oleh komunikator, kemudian
komunikan memberikan umpan balik yang positif sesuai dengan harapan. Untuk
membangun komunikasi yang efektif ada beberapa aspek yang terlibat serta hal-
hal yang harus diperhatikan ketika komunikasi efektif ingin terjalin. Seperti yang
tertulis dalam buku milik Kadar Nurjaman dan Khaerul Umam dengan judul
„Komunikasi dan Public Relation‟ ada lima aspek yang harus dipahami dalam
membangun komunikasi yang efektif, diantaranya clarity (kejelasan), informasi
serta bahasa yang digunakan harus jelas agar dapat dipahami pihak lain. 41
dalam
hal ini misalnya seperti penggunaan bahasa sehari-hari, kita sering mendengar
ucapan seperti, “yah, ininya belum bisa dipakai, nanti sore baru bisa diituin tuh.”
Apa maksud ininya atau diituin? Akan lebih mudah dipahami apabila ininya
diganti dengan oncom dan ituin-nya dapat diganti dengan dengan masak, jadi
kalimat itu menjadi, “yah, oncom nya belum bisa dipakai, nanti sore baru bisa
41
Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan
Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal.37-38.
29
dimasak tuh”. Kemudian accuracy (ketepatan), informasi serta bahasa yang
disampaikan ketika berkomunikasi harus akurat dan tepat.42
Ketepatan dalam
penggunaan bahasa untuk menyampaikan informasi secara benar. Benar di sini
penulis memahami artinya sesuai dengan yang ingin disampaikan, jadi apa yang
mau kita sampaikan benar-benar kita ketahui meskipun informasi itu belum
terbukti faktanya. Inilah yang penulis pahami mengenai keakuratan di sini.
Selanjutmya contex (konteks), kesesuaian antarabahasa dan informasi yang
disampaikan dengan keadaan, tempat, lingkungan di mana komunikasi itu
terjadi.43
Bisa saja, kita menggunakan bahasa yang tepat saat berkomunikasi
namun konteksnya tidak tepat, maka hasil yang diperoleh juga tidak sesuai.
Misalnya, sepulang sekolah seorang anak berkata pada ibu nya untuk meminta
makan, “ratuku, tolonglah pangeran tampanmu ini ambilkan sepiring nasi nan
legit, pangeran lapar sekali.” Dari bahasa memang tidak ada yang tidak tepat,
namun konteksnya tidak tepat, sehingga mungkin sang ibu tidak langsung
mengambilkan makanan tapi bertanya ada apa dengan buah hatinya itu. Selain itu
ada juga flow (alur), keruntutan atau urutan alur bahasa dan informasi sangat
berarti dalam menjalani komunikasi yang efektif.44
Misalnya ketika kita ingin
menyatakan cinta kepada seseorang, maka tidak mungkin kita langsung bilang
cinta terhadapnya, ini akan menjadikannya takut dan terkejut, melainkan harus
disertai alur di awal seperti latar belakangnya, ada tahap-tahapnya, dan yang
42
Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan
Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 45 43
Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan
Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 45-46 44
Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan
Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 45
30
terakhir culture (budaya), aspek ini tidak hanya menyangkut bahasa dan
informasi, tetapi juga tata krama atau etika.45
Budaya menjadi aspek yang
dianggap penting ketika berkomunikasi karena ragam budaya membuat kebiasaan
seseorangpun berbeda-beda. Misalnya, dalam adat Betawi makan dengan
mengadahkan piring serta kaki dinaikkan sebelah itu merupakan sesuatu yang
biasa, namun ketika kita berada di Solo, hal ini menjadi sesuatu yang dirasa
kurang pantas bahkan dinilai tidak sopan.
Dalam melakukan komunikasi tidak selalu berjalan dengan secara baik, itu
terjadi karena adanya hambatan-hambatan dalam menjalankan komunikasi yang
efektif. Bahkan beberapa ahli komunikasi menyatakan bahwa tidak mungkin
seseorang dapat melakukan komunikasi secara sebenar-benarnya efektif. Berikut
akan penulis jelaskan beberapa hal yang menjadi hambatan dan harus lebih
diperhatikan lagi oleh komunikan dan komunikator untuk menghasilkan
komunikasi yang efektif.
Gangguan menjadi hambatan yang pertama dalam melakukan komunikasi,
gangguan pun tidak hanya di definisikan sendiri namun terbagi lagi menjadi dua.
Di sini ada yang dinamakan sebagai gangguan yang berwujud fisik ini yang
mdisebabkan oleh saluran komunikasi atau kebisingan (gangguan mekanik),
kemudian ada juga gangguan semantik yaitu gangguan yang terjadi akibat kesalah
pahaman arti atau makna yang disampaikan pelaku komunikasi. Contohnya oada
gangguan mekanik ini seperti suara-suara ramai saat sedang di luar rumah atau
45
Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan
Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 45
31
jalan raya, atau bisa juga saluran komunikasi yang mengalami kerusakan.
Selanjutnyacontoh dari gangguan semantik seperti penggunaan bahasa yang sulit
dipahami, dan kesalah pahaman mengenai arti makna yang disampaikan oleh
komunikator.
C. Strategi Dakwah
1. Pengertian Strategi dakwah
Strategi dakwah sangat erat kaitannya dengan manajemen, karena orientasi
kedua term atau istilah tersebut sama-sama mengarah pada sebuah keberhasilan
planning yang sudah ditetapkan oleh individu maupun organisasi. Asmuni Syukir
dalam bukunya Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam mengatakan bahwa “strategi
dakwah sebagi metode, siasat, taktik yang dipergunakan dalam aktivitas kegitan
dakwah.”46
Jadi dapat dikatakan bahwa strategi dakwah merupakan bagaimana
cara agar dakwahnya berhasil.
Sedangkan menurut Abu Zahra yang dikutip oleh Acep Aripudin mengatakan
bahwa strategi dakwah Islam adalah perencanaan, penyerahan kegiatan dan
operasi dakwah Islam yang dibuat secara rasional untuk mencapai tujuan-tujuan
Islam yang meliputi seluruh dimensi kemanusiaan.47
Dengan kata lain segala
sesuatu yang diperlukan untuk berkdakwah dipikirkan secara matang agar sesuai
dengan tujuan dakwah.
46
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hal.
32 47
Acep Aripudin & Syukriadi Sambas, Dakwah Damai: Pengantar Dakwah Antar Budaya,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. Ke-1, hal. 138
32
Berdasarkan pengertian beberapa ahli diatas penulis berpendapat bahwa
strategi dakwah merupakan perpaduan dari perencanaan (planning), metode dan
taktik untuk mencapai tujuan dakwah. Dalam mencapai tujuan tersebut
dibutuhkan pemikiran-pemikiran yang matang baik teknik maupun taktik yang
harus dilakukan seorang da‟i dalam mencapai tujuan dakwahnya.
Dengan melihat pengertian diatas maka diperlukan suatu pengetahuan yang
tepat dan akurat terhadap realitas yang telah terjadi dan berlangsung dalam
kehidupan masyarakat. Mengingat realitas dalam masyarakat yang berbeda-beda
baik dari segi pendidikan, latar belakang pekerjaan, maupun tempat dari mana
berasal. Maka strategi dakwah harus dicermati secara terus-menerus, sehingga
suatu strategi dipakai tidak bersifat kaku. Disamping itu strategi merupakan suatu
perencanaan yang menyeluruh yang senantiasa mempertimbangkan situasi dan
kondisi masyarakatnya, yang disusun dan difungsikan guna pencapaian tujuan.
Dalam bidang dakwah maka hal tersebut dikenal dengan analisis strategi
dakwah dimana penjabarannya tidak akan lepas dari analisa subjek dakwah,
analisa materi dakwah dan analisa objek dakwah, sehingga dalam pelaksananya
akan sangat mempengaruhi metode dakwah atau model penyampaian dakwah
yang digunakan.48
Metode penyampaian dakwah dapat berupa: Dakwah bil lisan,
dakwah bil qalb, atau bil hikmah, dakwah bil kalam, dakwah bil mauidoh
hasanah, dakwah bil uswatun hasanah dan juga bisa dakwah melalui metode
48
H. Asep Muhiddin, Metode Pengembangan Dakwah (Bandung: Pustaka Setia, 2002),
cet. ke-1, hal. 78.
33
berdebat.49
Maka sangat diperlukan dalam pelaksanaan strategi akan adanya
metode dakwah yang diterapkan.
2. Prinsip-Prinsip Strategi Dakwah
Berdasarkan pada makna dan urgensi dakwah, serta kenyataanya dakwah di
lapangan dan aspek-aspek normatif tentang dakwah yangterdapat dalam al-Qur‟an
dan sunnah, maka ditemukan prisip strategi dakwah yang dikemukakan oleh Dr.
Muhammad Idris dalam bukunya Ilmu dakwah, yaitu antara lain sebagai berikut:50
a. Memperjelas secara gamblang sasaran-sasaran ideal
Sebagai langkah awal dalam berdakwah, terlebih dahulu harus
diperjelas sasaran apa yang ingin dicapai, kondisi umat Islam bagaimana
yang diharapkan. Baik dalam wujudnya sebagai individu mapun wujudnya
sebagai suatu komunitas masyarakat.
b. Merumuskan masalah pokok umat Islam
Dakwah bertujuan untuk menyelamatkan umat dari kehancuran
dan untuk mewujudkan cita-cita ideal masyarakat. Rumuskanlah terlebih
dahulu masalah pokok yang dihadapi umat, kesenjangan antara sasaran
ideal dan kenyataan yang konkrit dari pribadi-pribadi muslim, serta
kondisi masyarakat dewasa ini. Jenjang masalah ini pun tidak sama antara
kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat lainnya.
Setiap kurun waktu tertentu harus ada kajian ulang terhadap masalah itu
seiring dengan pesatnya perubahan masyarakat tersebut.
49
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), hal. 11 50
Dr. Muhammad Idris, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2001), hal. 20-21.
34
c. Merumuskan isi dakwah
Jika kita sudah berhasil merumuskan sasaran dakwah beserta
masalah yang dihadapi masyarakat Islam, pada langkah selanjutnya adalah
menentukan isi dakwah itu sendiri. Isi dakwah harus sinkron dengan
masyarakat Islam sehingga tercapai sasaran yang telah ditetapkan. Ketidak
sinkronan dalam menentukan isi dakwah ini bisa menimbulkan dampak
negatif yang disebut dengan istilah “split personality” atau “double
morality” pribadi muslim. Misalnya seorang muslim yang beribadah,
tetapi pada waktu yang sama ia dapat menjadi pemeras, peninda, koruptor
dan perbuatan tercela lainnya. Jadi, untuk bisa menyusun isi dakwah
secara tepat, dibutuhkan penguasaan ilmu yang komprehensif atau dengan
menghimpun pemikiran-pemikiran beberapa pakar dari berbagai disiplin
ilmu.
3. Bentuk-bentuk Pendekatan Strategi Dakwah
Jika seorang da‟i mampu menjalankan strategi dakwah secara bijak, insya
Allah ia akan mudah mencapai keinginannya, yakni keberhasilan dakwahnya.
Nabi Muhammad SAW. sebagai imam para da‟i, telah menerapkan strategi
dakwah secara bijak, sehingga melalui beliau Allah SWT memberi manfaat
kepada hamba-Nya dan menyelamatkan mereka dari syirik menuju tauhid. Siasat
beliau tersebut bermanfaat besar dalam menyukseskan dakwahnya, membangun
negaranya, menguatkan kekuasaannya dan meninggikan kedudukannya.
35
Sepanjang sejarah politik umat manusia tidak pernah ada seorang pun
pembaharu yang mempunyai pengaruh besar seperti Nabi Muhammad SAW.
Terkumpul padanya jiwa seorang pemimpin, pendidik yang bijak, kecerdasan
akal, orisinalitas pendapat, semangat yang kuat serta kejujuran. Semua itu telah
terbukti pada diri beliau.
Adapun bentuk-bentuk dalam menentukan strategi dakwah menurut Sa‟id bin
Ali bin Wahif al-Qathani antara lain sebagai berikut:51
Pertama, memilih waktu kosong dan kegiatan terhadap kebutuhan penerima
dakwah (audience). Usahakan mereka tidak jenuh dan waktu mereka banyak terisi
dengan petunjuk, pengajaran yang bermanfaat dan nasehat yang baik. Nabi SAW
tidak selalu monoton dalam memberikan nasihat, sehingga orang yang dinasihati
tidak merasa bosan. Strategi dakwah yang dicontohkan Nabi SAW tersebut diikuti
oleh para sahabat. Sabda Nabi SAW yang artinya: “Permudahlah dan jangan
kamu persulit, berilah kabar gembira dan jangan berkata yang membuat mereka
lari jauh.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua, jangan memerintahkan sesuatu yang jika tidak dilakukan. Terkadang
seorang da‟i menjumpai suatu kaum yang sudah mempunyai tradisi mapan.
Tradisi tersebut tidak menentang syariat, tetapi jika dilakukan perombakan akan
mendatangkan kebaikan. Jika seorang da‟i menyadari bahwa apabila dilakukan
perombakan akan terjadi fitnah, maka hal itu tidak perlu dilakukan. NabiSAW
51
Sa‟id bin Ali bin Wahif al-Qathani, Dakwah Islam Dakwah Bijak, hal 84-92.
36
tidak membiarkan Ka‟bah direnofasi dari pondasi buatan Nabi Ibrahim karena
menghindari fitnah kaum yang baru menetas dari kehidupan jahiliyah.
Ketiga, menjinakkan hati. Dilakukan dengan memberi maaf ketika dihina,
berbuatbaik ketika disakiti, bersikap lembut ketika dikasari dan bersabar ketika
dizhalimi. Cemoohan dibalas dengan kesabaran, tergesa-gesa dibalas dengan
kehati-hatian. Itulah cara penting yang dapat menarik penerima dakwah
(audience) ke dalam Islam dan membuat iman mereka mantap. Dengan cara-cara
tersebut Nabi SAW mampu menyatukan hati para sahabat disekitarnya. Mereka
bukan saja sangat mencintai beliau tetapi juga ikut menjaga dan membela beliau
dalam dakwahnya.
Lalu berikutnya, pada saat memberi nasihat, jangan menunjuk langsung
kepada orangnya, tetapi berbicara pada sasaran umum. Misalnya apabila seorang
da‟i dihadapkan dengan mad‟u yang terdiri dari golongan atas dan ia ingin
memberikan ceramahnya tentang korupsi maka pandai-pandai lah seorang da‟i
dalam memilih contoh kasus yang akan disampaikannya.
Bentuk dalam menentukan strategi dakwah kelima, memberikan sarana yang
dapat mengantarkan seorang pada tujuannya. Keenam, seorang da‟i harus siap
menjawab berbagai pertanyaan, setiap pertanyaan sebaiknya dijawab secara rinci
dan jelas sehingga orang bertanya merasa puas.
37
D. Masyarakat Kota
1. Pengertian Masyarakat Kota
Beberapa ahli sosiologi mengatakan masyarakat memiliki banyak arti,
tergantung dari mana melihat sudut pandangnya52
. Ada yang memandang
masyarakat dari sudut kebudayaan dengan alasan bahwa unsur kebudayaan
merupakan unsur terpenting dari masyarakat, ada yang memandang masyarakat
sebagai kelompok-kelompok karena berkelompok adalah unsur yang menentukan
kehidupan masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi,53
masyarakat berasal dari kata Latin Socius yang berarti kawan. Istilah masyarakat
sendiri berasal dari akar kata bahasa Arab Syaraka, yang berarti ikut serta.
Selanjutnya ia mengatakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia
yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat
kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Masyarakat bisa disebut juga sebagai suatu perwujudan kehidupan bersama
manusia. Dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar
hubungan dan antar aksi. Di dalam masyarakat sebagai suatu lembaga kehidupan
manusia berlangsung pula keseluruhan proses perkembangan kehidupan.
Kota merupakan suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen,
dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. Kota bisa dibilang
52
Dr. Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi
Perspektif Islam, (Ciputat: Lembaga Sosiologi Agama, 2008) hal. 126 53
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta, Aksara Baru, 1989) hal. 146
38
sebagai tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih. Dari beberapa
pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang
sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas
tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan.
Berdasarkan penjelasan di atas penulis berpendapat bahwa masyarakat kota
adalah sekelompok orang yang mendiami suatu wilayah atau daerah yang cukup
besar, padat dan permanen serta sebagian besar individu mempunyai ciri-ciri
mendasar yang sama.
Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Pengertian masyarakat
kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri yang berbeda dengan
masyarakat perdesaan. Antara warga masyarakat pedesaaan dan masyarakat
perkotaan terdapat perbedaan dalam perhatian, khususnya terhadap keperluan
hidup. Di desa yang di utamakan adalah perhatian khusus terhadap keperluan
utama kehidupan, hubungan-hubungan untuk memperhatikan fungsi pakaian,
makanan, rumah, dan sebagainya. Lain dengan orang kota yang mempunyai
pandangan berbeda. Orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup,
sehubungan dengan pandangan masyarakat sekitarnya..Selain itu ada beberapa ciri
lagi yang menonjol pada masyarakat kota yang dikemukakan oleh Soerjono
Soekanto, antara lain:54
Pertama, kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan
kehidupan agama di desa. Penulis memahami bahwa kurangnya kehidupan
54
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2005), cet ke-38, hal. 129
39
keagamaan di masyarakat kota disebabkan karena pola pikir yang rasional dan
didasari pada perhitungan eksak yang berhubungan dengan realita masyarakat.
Memang di kota-kota, orang juga beragama, tapi pada umumnya hanya tampak
pada tempat-tempat ibadah saja. Di luar itu kehidupan masyarakat kota berada
dalam lingkungan ekonomi, perdagangan dan sebagainya sehingga terkesan hanya
ke arah keduniawian.
Kedua, Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus
bergantung pada orang lain, yang penting di sini adalah manusia perseorangan
atau individu. Berdasarkan pemahaman penulis, karena di kota kehidupan
keluarga sering sukar disatukan karena perbedaan kepentingan, politik, agama,
dan lain-lain. Meskipun kebebasan itu nyata diberikan kepada individu, namun
individu tersebut tidak dapat memberikan kebebasan yang sebenarnya kepada
yang bersangkutan. Hal ini terjadi karena kurang berani untuk seorang diri
menghadapi orang laing dengan latar belakang yang berbeda, pendidikan yang
berbeda serta kepentingan yang berbeda.
Selanjutnya, Pembagian kerja di antara warga kota juga lebih tegas dan punya
batas-batas nyata. Di kota tinggal orang-orang dengan aneka warna latar belakang
sosial dan pendidikan yang menyebabkan individu memperdalami suatu bidang
kehidupan khusus. Ini melahirkan suatu gejala bahwa warga kota tidak mungkin
hidup sendirian secara individualistis. Penulis menganggap dengan banyaknya
individu di kota yang terdiri dari berbagai macam latar belakang yang berbeda,
maka pasti akan dihadapi persoalan-persoalan hidup yang berada di luar
jangkauan kemampuan sendiri dan gejala demikian menimbulkan kelompok-
40
kelompok kecil yang diberdasarkan profesi, kedudukan sosial dan lain-lain. Yang
membentuk batasan-batasan di dalam pergaulan hidup.
Ciri-ciri masyarakat kota yang menonjol keempat adalah, kemungkinan-
kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan, juga lebih banyak diperoleh oleh
warga kota daripada warga desa, karena sistem pembagian kerja yang tegas
tersebut diatas. Penulis memahami peluang terbesar untuk mendapatkan pekerjaan
kemungkinan lebih banyak diperoleh masyarakat kota, hal itu terjadi karena
terbentuknya batasan-batasan pergaulan hidup yang disebutkan pada point
sebelumnya.
Lalu yang kelima, jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut
masyarakat perkotaan, menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih
didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
Berikutnya, jalan kehidupan yang cepat di kota, mengakibatkan pentingnya
faktor waktu, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat
mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
Ciri yang menonjol terakhir, perubahan-perubahan sosial tampak dengan
nyata di kota-kota, karena kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh luar.
Hal ini sering menimbulkan pertentangan antara golongan tua dengan golongan
muda, oleh karena golongan muda yang belum sepenuhnya terwujud
kepribadiannya, lebih senang mengikuti pola-pola baru dalam kehidupan.
41
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Perkembangan Dakwah
Menurut Faizah dalam bukunya Psikologi Dakwah sejarah dakwah merupakan
suatu proses yang mencakup segala aspek kehidupan umat lintas sosial, kultural,
dan geografis. Ia juga menyebutkan bahwa sejarah dakwah dibagi dalam empat
periode, yaitu:55
Pertama, Periode Sebelum Nabi Muhammad. Para ahli sejarah Islam sepakat
bahwa semenjak Nabi Nuh sampai Nabi Isa merupakan da‟i utusan Allah yang
mengajak kepada ketauhidan, memerangi kemusyrikan, menyuruh kepada
ketaatan, dan mencegah perbuatan maksiat.
Penulis memahami bahwa dakwah para nabi pada periode ini lebih bersifat
lokal, di mana para nabi diutus hanya kepada kaum tertentu sesuai dengan
kebutuhan dan kecenderungan masing-masing kaum. Dalam menjalankan
dakwah, para nabi dibekali dengan kemampuan luar biasa yang disebut dengan
mu’jizat sebagai legitimasi kebenaran yang mereka bawa.
Kedua, periode Nabi Muhammad dan Khulafa al-Rasyddin. Pada masa Nabi
Muhammad SAW terbagi dalam dua fase, yaitu; fase Mekkah dan fase Madinah.
Pada fase Mekah Nabi Muhammad berdakwah secara sembunyi-sembunyi.
Setelah tiga tahun lamanya, beliau mendapat perintah dari Allah untuk berdakwah
55
Faizah, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2006) cet ke-1, hal 19-27
42
secara terang-terangan. Di mekkah Nabi Muhammad melakukan beberapa
langkah penting untuk kelanjutan dakwah Islam seperti; konsentrasi terhadap
pendidikan, penerapan nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, dan
memperdalam arti solidaritas antar sesama muslim.
Penulis memahami pada fase Madinah ini dimulai ketika beliau mendapat
wahyu untuk hijrah ke Madinah karena beliau beserta para pengikutnya akan
dibunuh oleh orang-orang Quraisy. Di Madinah Rasulullah tetap berkonsentrasi
menyampaikan risalah Islam melalui ayat-ayat al-Qur‟an, mendirikan masjid,
mengajarkan makna-makna al-Qur‟an, menegakkan hukum-hukum syariat, dan
lain-lain.
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, dakwah diteruskan oleh Abu Bakar,
Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib atau yang lebih
dikenal dengan masa Khulafaurrasyddin. Penulis berpendapat bahwa pada masa
ini dakwah yang digencarkan semakin bergairah, baik berupa gerakan keilmuan
atau pendidikan dan pembelajaran, karena pada periode ini al-Qur‟an pertama kali
di kumpulkan yaitu tepatnya pada masa Abu Bakar.
Ketiga, periode Umayyah, Abasiyyah, dan Utsmani. Pada periode ini dakwah
Islam semakin luas dengan semakin banyaknya daerah yang dapat ditaklukkan
seperti Asia kecil, Romawi, Afrika Utara, Andalusia, dan lain-lain. Penulis
berpendapat bahwa kenapa pada masa ini sangat berkembang karena pada masa
ini para ulama-ulama ahli fiqh, tafsir, dan hadis dikirim ke daerah-daerah yang
43
telah ditaklukan untuk menyebarkan menjelaskan ajaran-ajaran agama Islam pada
kehidupan sehari-hari.
Periode yang terakhir yaitu, pada periode modern. Secara garis besar proses
dakwah pada periode ini baik yang berupa penyampaian (tabligh) dan penyebaran
Islam serta kegiatan belajar masih tetap berjalan walaupun proses dakwah masih
mendapatkan pertentangan. Pada masa ini penulis berpendapat bahwa pergerakan
dakwah yang dilakukan mengambil bentuk yang bermacam-macam, ada yang
berderak secara individu maupun ada pula yang secara berkelompok. Ada yang
berupa institusi formal maupun nonformal serta sarana dan prasarana yang
berbeda-beda.
B. Perkembangan kajian dakwah di Indonesia
Perkembangan dakwah Islam di Indonesia pada dasarnya sejalan dengan
masuknya Islam di Indonesia yaitu pada sekitar abad 7 Masehi atau abad pertama
Hijriah. Pekembangan dakwah di Indonesia banyak dilakukan oleh organisasi
keagamaan yang berorientasi kepada pengembangan agama Islam di berbagai
kalangan masyarakat. Adapun organisasi Islam di Indonesia yang bergerak di
bidang dakwah, pendidikan, dan sosial menurut Samsul Munir Amin, antara
lain:56
Jam‟iyatul Khair didirikan oleh Sayyid Syihab bin Syihab (1905),
Muhammadiyah oleh K.H. Ahmad Dahlan (1912), Al-Irsyad oleh Syaikh Ahmad
Syurkati (1913), Nahdlatul Ulama (NU) oleh K.H. Hasyim Asy‟ari (1926),
Persatuan Umat Islam (PUI) oleh K.H. Abdul Halim (1911), Persatuan Islam
56
Drs. Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2013) cet. ke-2, hal. 44
44
(Persis) oleh K.H. Zamzam (1923), Syarikat Islam (SI) oleh HOS Cokroaminoto
(1911), Persatuan Tarniyah Islamiyyah (PERTI) oleh Syaikh Sulaiman Ar-Rasuli
(1928), bahkan sekarang terdapat organisasi seperti Majelis Ulama Indonesia
(MUI), Majelis Dakwah Islamiyyah (MDI).
Berdasarkan pemahaman penulis, aktivitas dakwah di Indonesia tidak terlepas
dari adanya organisasi yang berorientasi Islam. Oraganisasi itu sendiri tumbuh
kembang di tengah masyarakat serta bergerak tidak hanya di bidang dakwah,
melainkan merangkap pada bidang sosial dan budaya. Bahkan pada belakangan
ini organisasi Islam yang berada di Indonesia mulai merambah masuk pada
kawasan politik.
Tidak hanya berdirinya organisasi yang berorientasikan Islam, secara
akademisi kajian mengenai ilmu dakwah di Indonesia dimulai sejak tahun 1950,
semenjak adanya Pergutuan Tinggi Agama Islam. Kemudian dibukanya Jurusan
Dakwah pada Fakultas Ushuluddin PTAIN (IAIN) pada tahun 1960. Pada sekitar
tahun 1960-an juga muncul suatu kelompak dakwah yang tergabung dalam
Perguruan Tinggi Dakwah Islam (PTDI).
C. Profile Ustadz Muhammad Arifin Ilham
Ustadz Muhammad Arifin Ilham atau yang lebih dikenal dengan nama ustadz
Arifin Ilham merupakan anak ke-2 dari pasangan Bapak H. Ilham Marzuki dan
Ibu Hj. Nurhayati. Da‟i yang lahir di Banjarmasin 8 Juni 1969 ini merupakan
satu-satunya anak lelaki di antara ke-empat saudarinya. Pada saat berumur dua
tahun Arifin hampir meninggal karena terseret arus sungai yang deras dan dalam.
45
Arifin berkata “saat itu saya sedang menemani ibu mencuci pakaian di sungai,
saya bermain bersama kakak perempuan yang bernama mursidah, lalu tiba-tiba
saya tergelincir dan terseret arus sungai yang deras dan dalam, setelah itu saya
tidak sadar lagi apa yang terjadi”. Tanpa pikir panjang sang ibu langsung
berenang dan mengejar anaknya yang terseret arus sungai. Setelah berenang
sejauh empat meter alhamdulillah Arifin berhasil diselamatkan.
Ketika berusia lima tahun Arifin dimasukkan oleh ibunya di TK Aisyah, lalu
berlanjut di SD Muhammadiyah dekat rumahnya di Banjarmasin. Pada saat SD
Arifin terkenal sangat bodoh, nakal dan pemalas. Buktinya dia baru bisa membaca
huruf latin pada kelas tiga. Meskipun memiliki sifat buruk seperti itu tetapi nilai
sosial kebersamaan yang dimiliki sangatlah tinggi, hal ini terbukti ketika ia tidak
suka melihat temannya yang berbadan kecil diganggu oleh temannya yang
berbadan besar serta jago karate, seketika itu pula Arifin menantang berkelahi
temannya yang berbadan besar tersebut, namun Arifin kalah, wajahnya memar,
dan bibirnya pun robek. Ujar Arifin yang menyebutkan dirinya dengan panggilan
namanya sendiri. Agar tidak berkelahi lagi pada kemudian hari, maka Arifin
dipindahkan ke SD Rajawali.
Kenakalan Arifin pun masih berlanjut meskipun telah pindah di SD Rajawali.
Mungkin karena pengaruh hidup di kota, ia sering berjudi dengan teman-
temannya. Bukan berjudi dengan uang melaikan dengan kelereng, yang menang
mendapat 10 kelereng. Selain itu Arifin sering mencuri uang Abah (panggilan
akrab untuk ayah Arifin) yang terdapat di lemari pakaian untuk membeli kelereng,
46
tidak banyak hanya seribu rupiah namun sering dilakukan karena ia selalu kalah
dalam berjudi kelereng.
Karena Arifin anak lelaki satu-satuya, Abah yang merasa kurang
memperhatikan dan mengawasi tumbuh kembang anaknya maka Abah lebih
sering mempercayakan neneknya untuk mendidik Arifin. Selain itu Abah sangat
berkeinginan sekali anaknya agar pandai mengaji maka dari itu Abah memanggil
guru ngaji untuk mengajar di rumahnya. Kenakalan Arifin pun berlanjut dengan
menggembosi ban sepeda guru ngajinya, serta menyembunyikan sendalnya
setelah mengajar.
Puncak kenakalan Arifin terjadi ketika ia duduk di bangku kelas enam. Pada
saat itu ia mengancam untuk membakar rumah apabila tidak dibelikan motor.
Meskipun telah menyiapkan korek dan minyak tanah, orang tua Arifin tidak
memperdulikan ancaman tersebut. “Maklum motor yang dibeli tidak sesuai
dengan keinginan, mintanya motor trail yang dibeli malah motor vespa, biarpun
lebih murah tapi tetap trendi” kata Arifin dengan nada jengkel. Karena terlalu
kesal dengan Abah maka ia ikut bergabung dengan teman-teman di lapangan
badminton di sebelah rumahnya. Ia tahu Abah sedang di sana juga, dan ia tahu
kalau Abah tidak suka merokok, begitu pula dengan Arifin, namun karena ingin
memancing kekesalan Abah maka Arifin mulai membakar rokok. Sampai pada
hisapan ketiga Abah menghampiri Arifin dan menampar di depan teman-
temannya.
47
Tamparan itu tidak hanya mempermalukannya, tapi membuatnya sakit lahir
batin. Maklum, sewaktu muda ayahnya sering berlatih karate sehingga
pukulannya terasa mantap. Saat itu juga Arifin kabur dan tidak mau pulang ke
rumah. Keadaan semakin larut akhirnya Arifin menginap di rumah temannya yang
bernama Ahmad. Arifin meminta kepada keluarga Ahmad agar diam-diam dan
tidak memberi tahu ibunya kalau dia sedang berada di rumah Ahmad. Namun
dengan sembunyi-sembunyi ibu Ahmad memberitahukan ibunya Arifin kalau
anaknya sedang ada dirumahnya. Lalu ibu Arifin menitipkan sejumlah uang untuk
membelikan makan serta keperluan Arifin di sana.
Sampai pada hari kelima ibunda Arifin Hj. Nurhayati sengaja bertemu Arifin
dan memberi tahu kalau ayahnya sakit keras gara-gara memikirkan Arifin. Ia
meminta agar Arifin segera pulang. Pada saat itu Arifin langsung terenyuh dan
bersedia untuk pulang. Sesampainya di rumah Arifin meminta maaf sambil
memeluk Abah. “kita langsung nangis dan berpelukan, sudah seperti sinetron saja
ceritanya” canda Arifin.
Meskipun nakal, Arifin berhasil lulus SD dengan baik, nilai agamanya biasa-
biasa saja, nilai pengetahuan umumnya cukup bagus sehingga ia bisa masuk SMP
Negeri 1 Banjarmasin, sekolah favorit di ibu kota kalimantan selatan itu. Arifin
berkata “kalau Arifin serius dan bersemangat dalam belajar, Arifin pasti mampu.
Ketika Arifin kelas 6 Arifin bersemangat belajar sehingga mampu masuk SMP
favorit”. Bukan berarti Arifin tidak nakal lagi. Ia tetap bermain bersama yang
lebih tua serta masih berjudi kelereng. Pada tahun 1982 kedua orang tuanya pergi
ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Di depan ka‟bah orang tua
48
Arifin berdo‟a kepada Allah SWT agar Arifin di beri petunjuk serta hidayah oleh-
Nya.
Sementara itu Arifin yang di tinggal bersama ke-empat saudarinya, masih asik
bermain judi kelereng. Bekal yang di tinggalkan orang tuanya habis untuk
dibelikan kelereng. Suatu hari ketika Arifin sedang asik bermain judi kelereng
salah satu teman judinya bernama Denny berkata “Fin orang tua lu pergi haji,
malah main judi”. Saat itu juga Arifin pulang ke rumah dengan pikiran yang tidak
tenang. Meskipun Denny seorang pemabuk dan pemain judi, entah kenapa
celetukannya kali ini masuk ke nalar Arifin, membuatnya terenyak serta seakan
menohok kalbu Arifin.
Sepanjang perjalanan pulang Arifin teringat kedua orang tuanya, ia merasa
dihantui rasa bersalah atas apa yang diperbuatnya. Bayang-bayang kenakalan
selama ini seolah muncul kembali dihadapannya, membuat ia semakin bersalah
dan tidak bisa tidur. Setiap kali terbangun Arifin teringat kedua orang tuanya,
membuat batinnya tercabik hingga menangis di kamar sendirian. “Hidayah tidak
selalu datang melalui kiyai atau ulama, bisa saja dari mereka yang berlumur dosa”
kata Arifin.
Arifin merasa yakin, mata hatinya terbuka bukan hanya semata-mata
celetukan Denny, melainkan dikabulkannya oleh Allah SWT do‟a Abah dan Ibu
yang tidak hanya pergi haji, namun meminta anaknya untuk diberikan petunjuk
serta hidayah-Nya agar tidak nakal lagi. Saat itu Arifin berjanji pada diri sendiri
49
untuk tidak berjudi serta melakukan tindakan tercela. Ia berjanji pula untuk shalat
lima waktu, mengingat selama ini ia hanya sholat maghrib dan itu juga tidak rutin.
Ketika kedua orang tuanya pulang dari tanah suci, sang ayah terkejut dengan
perubahan sikap Arifin. “kok Arifin belakangan ini sikapnya agak berubah ya?”
Tanya Abah dalam hati. Belakangan diketahui bahwa Arifin yang berada di kelas
1 SMP ingin masuk pesantren. Mejelang pembagian rapor semester akhir Arifin
meminta kepada Abah untuk di masukkan ke pesantren. Kedua orang tuanya
mengantarkan Arifin ke pesantren al-Fallah di KM 24, Banjarmasin. Namun
Arifin menolak masuk pesantren itu. Arifin mau masuk pesantren tetapi pesantren
yang berdasi dan bercelana panjang, bukan yang menggunakan kain sarung.
Setahu Abah pesantren seperti itu tidak ada di Banjarmasin atau di Kalimantan,
bahkan pesantren yang dipimpin oleh kakeknya tidak seperti itu. Pesantren yang
di maksud Arifin adalah pesantren modern yang ada di pulau Jawa.
Setelah pembagian rapor kenaikan kelas 2 SMP tepatnya pada tahun 1983.
Arifin beserta adiknya, Siti Hajar di terbangkan menuju Jakarta bersama Ibunya.
Mereka dimasukkan ke pesantren Darunnajah Ulujami, Kebayoran Lama, Jakarta
Selatan. Meskipun masuk pesantren merupakan keinginan sendiri, pada mulanya
Arifin merasa tidak betah berada di pesantren karena jarak yang sangat jauh
dengan kedua orang tuanya, padahal ia tinggal bersama adiknya.
Saat masuk pesantren Arifin berada di tingkat Tsanawiyah, Arifin merasa
sangat berat untuk mengikuti pelajaran agama. Hal ini dikarenakan ia berasal dari
SD umum yang minim akan pelajaran agama dan pengetahuannya pun sangat
50
tipis. Membaca dan menulis arab saja Arifin belum lancar, padahal itu merupakan
materi utama di tingkat Tsanawiyah. Tentu saja ini membuat nilai Arifin sangat
anjlok dan membuat rapornya mejadi lautan merah, dari 40 mata pelajaran lebih
dari 30 nilai mata pelajaran Arifin merah semua. Pada saat itu ia merasa sangat
terpukul dan sedih tapi ia tidak mau menyerah karena bagaimanapun masuk
pesantren merupakan kemauannya sendiri, ia tidak mau mengecewakan kedua
orang tuanya. Masuk semester dua, Arifin memacu semangat belajarnya, kalau
orang lain bisa maka ia harus bisa, begitu tekadnya. Usahanya tidak sia-sia, ia
berhasil naik ke kelas II, hasilnya fantastis bukan hanya naik namun belakangan
diketahui ia masuk dalam peringkat sepuluh besar.
Memasuki tahun berikutnya, nilai Arifin tidak hanya bagus. Ia menjadi
bintang pada pelajaran olahraga dan seni. Tidak hanya lari dan badminton, Arifin
juga menjuarai dalam lomba puisi. Namun dalam pidato ia merasa tidak percaya
diri. Setiap kali latihan berpidato Arifin selalu keringat dingin dan merasa gugup
ketika berjalan ke atas mimbar. Tetapi bukan Arifin namanya kalau ia langsung
menyerah, pikirannya langsung jauh menerawang kebelakang ketika ia tinggal
berasama orang tuanya di Banjarmasin. Setiap sore setelah shalat maghrib, Arifin
selalu di ajak ke Masjid Sabilal-Muqtadin yang berjarak 200 meter dari rumahnya.
Sambil menunggu shalat isya, Arifin mendengarkan ceramah dari K.H. Rafi
Hamdan yang merupakan Ustadz kenamaan pada saat itu di daerahnya. Arifin
berkata “enak juga ya menjadi Ustad seperti beliau yang selalu ceramah panjang
lebar di depan umum” Arifin terkesan dengan cara penyampaian yang diberikan
oleh ustadz idolanya ini. Lalu Arifin berfikir “bagaimana bisa seperti beliau kalau
51
naik mimbar saja gemetaran dan keringat dingin?” Arifin selalu merenung
bagaimana caranya agar tidak gugup ketika naik mimbar, maka ia selalu
menghadiri lomba pidato yang di selanggarakan oleh pesantrennya untuk
mengamati bagaimana caranya agar terlihat tenang.
Ketika Akhirnya salah satu temannya menang mengikuti lomba pidato
tersebut, pengamatan ia teralihkan kepada temannya. Ia selau mengamati pola
hidup keseharian temannya itu. Lalu ia berfikir ternyata pola hidup yang
dilakukan temannya biasa-biasa saja, sama seperti apa yang ia lakukan setiap hari.
Arifin mengungkapkan kalau temannya bisa kenapa ia tidak. Maka pada saat itu ia
’kesetanan’berpidato. Pada saat teman-temannya tidur, ia bangun dan berdiri di
atas tempat tidur lalu mulai berbicara seakan-akan berpidato di atas mimbar. Cara
‘gila’ belajar dan berpidato seperti itu ternyata tidak percuma, ia tidak lagi
keringat dingin dan gemetar ketika menaiki mimbar di hadapan teman-temannya.
Lalu ia mulai merapihkan tutur kata demi kata dan melatih kepercayaan dirinya
sehingga ia berani memberikan cerama di luar pesantrennya.
Setiap pulang ke Banjarmasin ia selalu diminta untuk mengisi ceramah di
daerahnya. Meski sudah sering berpidato di pesantrennya, Arifin merasa tegang
ketika ia mulai ceramah pertama kalinya. Arifin merasa tegang dan keringat
dingin ketika menjelang tidurnya, lalu ia bangkit dan mengambil buku untuk
sekedar membaca dan menambah materi pada ceramah yang diberikan esok
harinya. Namun bukannya menambah ngantuk, ia malah semakin terpikirkan dan
tidak bisa tidur.
52
Tapi hanya sekali itu saja Arifin merasa nervous, sehingga ceramahnya pun
dirasa tidak karuan dan banyak kalimat-kalimat salah. Sampai di rumah ia
merenung dan berfikir “ternyata Arifin dibutuhkan umat, Arifin ditunggu oleh
umat. Jadi, Arifin harus lebih bersungguh-sungguh lagi.” Hari-hari selanjutnya
pun ketegangan dirasa berkurang dan ia semakin tampil dengan percaya diri.
Rupanya banyak jama‟ah yang menyukai gaya ceramah Arifin. Maka ia diminta
untuk mengisi ceramah di tempat-tempat lain. Tidak heran di usianya yang masih
remaja ia selalu disibukkan dengan jadwal-jadwal ceramah setiap kali ia pulang ke
Banjarmasin.
Perjalanan menuju sukses ternyata memang tidak mudah. Di mana pun ada
saja orang-orang yang iri dan dengki melihat orang lain sukses, begitu yang
dirasakan Arifin. Selain merasa sulit bergaul, ia sering merasa diperlakukan tidak
adil oleh guru maupun pengurus pesantren. Maklum, santri-santri yang masuk
pesantren itu terdiri dari berbagai macam suku-suku di tanah air. Sehingga tingkah
laku dan budaya mereka pun bermacam-macam. Sejak kecil Arifin selalu merasa
tidak senang apabila diperlakukan tidak adil, maka ia lebih memilih berkelahi
apabila melihat ketidakadilan itu.
Arifin merasa tidak nyaman di pesantren Darunnajah atas perlakuan
ketidakadilannya itu. Meskipun baru menduduki kelas dua Aliyah, Arifin
memutuskan pindah ke pesantren Assyafi‟ah di daerah Bali Matraman, Tebet,
Jakarta Selatan. Di tempat ini ia tidak mondok di pesantren sehingga ia lebih
merasa bebas mengekspresikan kemampuannya berpidato. Awalnya, ia hanya
diminta menggantikan Ustadz Ahmad yang berhalangan hadir karena beliau harus
53
berangkat ke luar negeri. Ia di jemput dengan mengendarai motor Vespa dan
pulangnya dibelikan nasi goreng.
Undangan ceramah kedua datang untuk peringatan Maulid Nabi Muhammad
SAW. Tapi porsinya juga hanya sebagai pengisi waktu karena Ustadz Manarul
Hidayat, Ustadz kenamaan saat itu yang seharusnya mengisi acara tersebut datang
agak terlambat. Namun, dua kali pemunculan tanpa sengaja justru membawa
hikmah, ia mulai dikenal banyak orang. Dan sejak itulah undangan berceramah
dilingkungan pesantren itu mulai berdatangan.
Lebih setahun kemudian ia berhasil lulus Aliyah dan berhasil menda-
pat ranking ketiga. Menurut rencana, ia akan melanjutkan kuliah ke sebuah
universitas di Mekah, tapi beberapa guru menasihatinya agar kuliah di perguruan
tinggi umum di Indonesia saja. Arifin akhirnya mendaftarkan diri di Jurusan
Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Politik Universitas Nasional di
Jakarta.Sambil kuliah, Arifin terus berceramah di masjid atau majelis taklim. Kian
lama langkahnya kian jauh. Dari seputar Bali Matraman, merambah ke seluruh
wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi.
Tahun 1994 Arifin lulus dari Universitas Nasional sebagai sarjana ilmu
hubungan internasional. Sambil menjadi dosen di Universitas Borobudur, Arifin
makin memantapkan diri sebagai da‟i.Arifin mengatakan, “Arifin ingin
membuktikan kepada semua orang bahwa kalau kita bersunggung-sungguh, maka
kita akan berprestasi. Di mana pun, kita akan bisa berprestasi!”.
54
Selama menjadi dosen di Universitas Borobudur Arifin tinggal di daerah
perumahan Mampang Indah II depok. Hingga pada suatu hari ia diundang untuk
mengisi ceramah di kediaman keluarga H. Yusuf di Depok, tepatnya pada
September 1997. Pada saat itu juga Arifin pertama kali bertemu dengan
Wahyuniati Al-waly yang merupakan istri pertamanya sekarang. Wanita yang
akrab dipanggil Yuni ini adalah putri keriga dari enam bersaudara. Yuni adalah
anak dari mantan anggota DPR, Drs. Teuku Djamaris.
Saat itu Arifin tengah duduk menunggu antrean makan, begitu juga Yuni.
Jarak di antara mereka sekita tiga-empat meter. Tiba-tiba di antara keduanya
saling beradu pandang dan keduanya pun saling tersenyum. Hanya beberapa detik
saja adu pandang itu berlangsung dan setelah itu mereka pun pulang. Setelah itu,
mereka pun tidak pernah saling bertemu, apalagi saling berbicara.
Yuni yang pada malam itu memang berniat menginap di rumah sahabatnya,
Fitrah, di Depok, maka ia tidak pulang kerumah orang tuanya di kompleks DPR di
Kalibata. Semula ia tidak berniat mengikuti pengajian itu, karena pada awalnya
memang hanya ingin kangen-kangenan saja ke rumah sahabatnya yang sama-sama
berasal dari Padang. Karena itu ia pun pergi kepengajian itu dengan pakaian
seadanya, yaitu celana jins, baju berwarna biru, dan kerudung putih. Tapi ia tidak
merasa rugi mendatangi pengajian itu, karena ia berkata “ustadznya masih muda,
cakep, dan materi ceramahnya pun lumayan menarik.”
Meski yakin penglihatannya tidak salah saat melihat kecantikan gadis itu,
Arifin tidak mau mengumbar perasaannya. Ia tak berusaha mencari tahu siapa dan
55
dari mana gadis itu. Ia biarkan kehidupannya mengalir sesuai kehendak-Nya.
Sebagai makhluk yang berusaha menyerahkan seluruh kehidupannya hanya untuk
Allah, dalam urusan jodoh pun ia pasrahkan seutuhnya kepada Sang Mahakuasa.
Setiap malam dia bangun kemudian shalat tahajud dan berserah diri kepada-Nya.
Sejak masih kuliah di Universitas Nasional, kemudian lulus kuliah, dan
selanjutnya menjadi dosen di Universitas Borobudur, sudah beberapa kali ia
berteman dengan wanita. Tapi, sejauh itu selalu saja gagal sampai ke
pelaminan.Hari-hari pun berjalan, ternyata Tuhan belum pula menunjukkan tanda-
tanda akan hadirnya seorang pujaan hati. Seesuai dengan pepatah orang tua dulu,
ternyata kalau memang jodoh tidak akan kemana. Suatu hari, ada salah seorang
temannya, Hasan Sandi, yang menawarinya berkenalan dengan seorang gadis.
Katanya, “Ustadz Arifin mau tidak kalau saya kenalkan dengan seorang gadis.
Dia seorang putri ulama.”“Mau, anaknya tinggal di mana?” Arifin balik bertanya.
“Di Kalibata. Tapi, lebih baik kita ketemu di tempat lain saja, deh.”
Suatu hari di bulan Februari 1998 Hasan menghubungi Arifin lagi. Ia
mengundang Arifin untuk memberikan ceramah dalam acara syukuran menempati
rumah baru. “Nanti saya kenalkan sekalian dengan gadis itu,” kata Hasan. Saat
memasuki rumah itu, Arifin kaget ketika melihat salah satu foto yang terpampang
di kamar tamu, yang rupanya pernah dia kenal. “Ini, lho, foto gadis itu,” kata
Hasan sambil menunjuk foto itu.Bertepatan dengan tangan Hasan menunjuk foto
gadis itu, seperti disihir, gadis itu keluar bersama kedua orang tuanya. Hanya
beberapa detik, karena setelah itu gadis yang mengenakan celana biru, baju biru,
dan kerudung putih itu langsung masuk ke dalam lagi. Saat itu Arifin baru ingat
56
bahwa ia pernah bertemu dengan gadis itu sekitar enam bulan yang lalu, saat ia
berceramah di Depok.
Kali ini Arifin benar-benar jatuh cinta. Sejak kedua kalinya bertemu gadis itu,
ada perasaan yang aneh di hatinya. Bayang-bayang gadis kerudung putih itu terus
mengusik kesendiriannya. Tapi, berbeda dengan kebanyakan muda-mudi lain, ia
menyampaikan perasaan hatinya kepada Sang Maha Pencipta. Setiap kali bangun
malam, ia langsung bersujud dan bersimpuh di hadapan-Nya. Sambil berdoa ia
menangis dan memohon petunjuk agar diberikan pendamping hidup yang terbaik
untuknya.
Selama ini, ia memang selalu memanfaatkan sepertiga malam yang terakhir
untuk-Nya. Hanya, kini kualitas dan kuantitas penghambaannya kepada Allah itu
kian ditingkatkan. Setiap malam ia shalat malam delapan rakaat ditambah witir
tiga rakaat. Memasuki hari kesebelas, ia tiba-tiba mengalami kelelahan yang luar
biasa hingga ia pun tertidur.Di tengah kelelapan tidurnya, ia bermimpi seolah
menjalankan ibadah umroh bersama gadis itu tepat tanggal 1 Muharam. Arifin
percaya, mimpinya kali ini bukan sekadar kembang tidur. “Ini adalah petunjuk
Allah yang Arifin terjemahkan untuk menikah tanggal 1 Muharam,” tegasnya.
Pagi-pagi, usai shalat subuh, ia langsung menelepon gadis itu. “Aku
Muhammad Arifin Ilham,” katanya memulai pembicaraan. “Aku ingin
mengatakan sesuatu kepada kamu. Pertama, aku ingin menikah dengan kamu
tanggal 1 Muharam. Kedua, niatku ini karena Allah. Ketiga, karena sunah Rasul.
Keempat, aku ingin terbang ke langit. Cuma sayang, sayapku cuma satu.
57
Bagaimana kalau salah satu sayap itu adalah kamu? Kelima, aku butuhkan
jawabanmu besok pukul 5 pagi.”Gadis itu terduduk lunglai. Berbagai perasaan
menyelimuti kalbunya. Di satu sisi ia merasa tersanjung dan bahagia, tapi di sisi
lain ia juga merasa sedih dan khawatir. Bagaimanapun, ia belum mengenal lelaki
itu, walaupun ia seorang ustad. Sebagai gadis, selama ini ia belum pernah pacaran
atau pergi berduaan dengan lelaki.
Selain tidak suka pergi-pergi iseng, pendidikan ayahnya pun sangat ketat.
Sudah beberapa kali ia dilamar, tapi selalu ditolak oleh kedua orang tuanya.
Karena itu, awalnya ia gamang saat ingin menyampaikan lamaran Arifin itu.Apa
boleh buat, lamaran „mengagetkan‟ dari ustadz muda itu harus segera dia
sampaikan kepada kedua orang tuanya, karena esok subuh sudah ditunggu
jawabannya. Untunglah kedua orang tuanya menyetujuinya. Saat esok harinya,
pukul 5 pagi, Arifin telepon dan yang menerima Yuni sendiri, ia yakin
lamarannya bakal diterima.
Satu bulan kemudian, tepat tanggal 1 Muharam (28 April 1998), Arifin dan
Yuni menikah di Masjid Baiturrahman di Kompleks DPR Kalibata. Dua sejoli ini
ternyata banyak kesamaannya. Antara lain, Arifin maupun Yuni adalah alumni
Pesantren Darunnajah dan Universitas Nasional. Hanya tenggang waktu mereka
yang berbeda. Kedua kakek mereka sama-sama memiliki pesantren, yang
namanya juga sama, Darussalam.Kini, pasangan ini dikaruniai dua
putra, Muhammad Alvin Faiz (4 Februari 1999) dan Muhammad Amer
Adzikro (21 Desember 2000). Yuni yang sehari-hari dipanggil „Sayang‟ oleh
Arifin berkata “saya sangat bahagia, do‟a saya dikabulkan oleh Allah” karena
58
sejak sekolah SMP sampai kemudian mengakhiri masa gadisnya, setiap kali usai
shalat wajib ia selalu berdoa. Tanpa ada yang menyuruh dan tak ada yang
mengajarinya, Yuni selalu memohon kepada Tuhan agar mendapatkan jodoh pria
dengan 10 kriteria.Antara lain, pria yang saleh, beriman, ganteng, berkecukupan,
terkenal, berakhlak mulia, disayang semua umat, bertanggung jawab, dan pintar.
Dan Alhamdulillah semua yang Yuni mau terdapat di dalam diri Arifin
59
BAB IV
ANALISIS DAN HASIL TEMUAN
A. Strategi Dakwah yang digunakan Ustadz Muhammad Arifin Ilham di
Kalangan Masyarakat Perkotaan
Meskipun Ustadz Arifin ilham sudah memiliki jam terbang yang tinggi, ia
tetap memiliki strategi dalam berceramah agar tepat sasaran dan sesuai dengan
tujuannya. Khususnya ketika berhadapan dengan mad‟u yang berlatar belakang
masyarakat kota. Mengingat kehidupan keagamaan masyarakat kota yang lebih
berkurang dibanding dengan masyarakat desa dan seperti yang telah penulis
ungkapkan pada bab tinjauan teori mengenai masyarakat kota sebelumnya,
kehidupan keagamaan masyarakat kota umumnya hanya tampak pada tempat
ibadah saja karena di luar itu kehidupan masyarakat kota berada dalam
lingkuingan ekonomi, perdagangan dan sebagainya yang terkesan hanya ke arah
keduniawian.
Untuk mengetahui tahapan strategi Ustadz Arifin Ilham dalam berdakwah di
kalangan masyarakat perkotaan, maka peneliti memilih konsep yang di ungkapkan
oleh Fred R. David yaitu di mana terdapat perumusan, implementasi, dan evaluasi
dalam menentukan strategi yang dipilihnya. Seperti yang di ungkapkan Asmuni
Sukir dalam bab sebelumnya bahwa strategi dakwah sebagai metode, siasat, taktik
yang dipergunakan dalam aktivitas kegiatan dakwah. Maka sebuah strategi
dibutuhkan seorang da‟i untuk mencapai tujuan yang diinginkan, terlebih lagi da‟i
yang memiliki mad‟u yang berlatar belakang pendidikan tinggi.
60
Ketiga tahap tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa mad‟u dapat
mengerti pesan yang diterima dan sesuai dengan tujuan da‟i. Maka peneliti akan
mencoba menjabarkan tiga tahapan strategi tersebut.
1. Perumusan Strategi Ustadz Arifin Ilham
Dalam perumusan strategi yang dilakukan Ustadz Arifin Ilham sebelum
memulai ceramahnya, berdasarkan hasil pengamatan penulis, ketika Ustadz Arifin
ilham ingin memulai ceramahnya, ia harus mendapatkan informasi siapa yang
mad‟u yang akan mengikuti ceramahnya, maka setelah mengetahui mad‟unya
siapa atau berasal dari golongan apa, maka ia dapat menentukan materi apa yang
sesuai untuk mad‟u nya pada saat itu.
“Jelas materi disiapkan, sebelumnya dapat informasi dulu yang didakwahi
siapa? Jadi materi itu melihat siapa yang didakwahi. Mad‟u, jadi ada mad‟u,
ada mada, ada dakwah ada da‟i. Itu penting itu. Jadi bahan, bahan itu
ditentukan oleh siapa yang kita ceramahi.Kemudian yang ketiga,
penampilan. yang keempat hati yang bersih. Nah kalau di garis lurus cara
mengajar lebih penting daripada bahan, biar bahan bagus kalau cara
nyampeinnya ga bagus. Nah kemudian hati dan akhlak dari seorang guru
lebih penting dari pada cara penampilannya. Jadi keikhlasan keistiqamahan
tannabiyal hikam minallisanihi minajliikhlasih waistiqamatihi. Keluarlah
hikmah-hikmah dari lisannya karena keihklasan dan keistiqamahannya.
Malah ulama-ulama dulu sebelum ceramah, istigfar dulu sebelum ceramah,
sholawat dulu sekian puluh kali sebelum ceramahnya. Tidak seperti Kiyai
anu afafafa(sambil bergaya merokok) kiyai anu fafafafafa (sambil gaya
merokok) jadi ngamen itu. Dulu bener-bener dakwah itu membawa
kesadaran, membawa orang taubat, membawa orang
menangis.Sekarangbanyak ngecap, banyol jadi Quran Hadits itu
dimuntahkan lagi karena guyonan-guyonan yang tidak perlu.”57
Berdasarkan pengamatan penulis, selain dari mencari informasi tentang siapa
mad‟u yang akan di dakwahi, beliau mengatakan penampilan serta hati yang
57
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober
2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
61
bersih merupakan hal penting sebelum dilaksanakannya ceramah. Selain itu cara
menyampaikan materi yang baik juga patut untuk diperhatikan karena percuma
saja apabila materi yang disiapkan sudah bagus namun cara menyampaikannya
belum baik, maka akan sia-sia apa yang telah dilakukan. Tidak tertutup
kemungkinan akan membuat mad‟u menjadi bingung atas ceramah yang
diberikannya.
Namun dari semua yang telah disebutkan diatas, akhlak dari seorang da‟i
merupakan unsur terpenting yang harus diperhatikan dibanding penampilannya.
Karena sebaik-baiknya da‟i, ia akan ber-Istigfar dan bershalawat terlebih dahulu
sebelum memberikan ceramah kepada mad‟unya.
Penulis juga memahami ketika menghadapi mad‟u yang berasal dari golongan
masyarakat kota, Ustadz Arifin Ilham tidak hanya memilih materi dakwah yang
bagus tetapi lebih menekankan bagaimana bahasa yang disampaikan dapat
dimengerti oleh mad‟u yang mayoritasnya berpendidikan tinggi. Karena belum
tentu antara mad‟u satu dengan mad‟u lain yang latar belakang tingkat
pendidikannya berbeda dapat memahami ceramah sang da‟i meskipun materi yang
diberikan itu sama.
Akan tetapi meskipun materi ceramah yang diberikan sudah bagus, cara
penyampainnya sudah baik, penampilannya sudah rupawan, makna dari dakwah
yang diberikan itu sendiri tidak akan sampai apabila kurangnya akhlak dari
kelakuan sang da‟i. Karena masyarakat kota biasanya lebih melihat tindakan nyata
yang dilakukan dibandingkan dengan tausiyah-tausiyah yang diberikan oleh sang
62
da‟i, maka tidak heran kalau Ustadz Arifin Ilham selalu ber-Istigfar terlebih
dahulu sebelum memulai dakwahnya.
2. Implementasi strategi Ustadz Arifin Ilham
Berbicara mengenai penampilan, Ustadz Arifin Ilham kerap menggunakan
pakaian berwarna putih dan biasanya menggunakan sarung berwarna putih juga.
Beliau mengatakan:
“Pertama kesukaan Nabi, kata Aisyah Nisfanjammal (separuh keindahan).
Kemudian energi putih itu kan energi ibadah, energi dakwah, energi
taat.Dan abang tidak selalu putih sih kadang-kadang ganti-ganti dan putih
itu nyaman jadi ga ketauan ganti-gantinya gitu padahal itu-itu aja gitu
pakaiannya yaaa sederhana yakan? kemudian ga repot, coba pakaiannya
warna-warni..Arifin Ilham juru dakwah yaangg aduuh kaya artis pakai ini
pakai jubah ini nanti acara ini ganti lagi pakai make up lagi beeh cape itu.
Udah begini aje sederhana sarung yang pentingkan bininya 2 ehehehe.”58
Penulis memahami bahwa kenapa beliau memilih pakaian putih-putih di setiap
penampilan karena ia ingin terlihat sederhana dan nyaman. Terlepas dari terlihat
nyaman dan sederhana, ia juga beranggapan bahwa pakaian putih itu pakaian
kesukaan Nabi. Selain itu, energi yang di pancarkan dari pakaian putih merupakan
energi ibadah, energi dakwah, dan energi taat.
Dampak dari seringnya ia memakai pakaian putih-putih terlihat pada seluruh
mad‟u nya meskipun tanpa himbauan sekalipun. Baik mad‟u nya yang berada di
dalam kota maupun yang berada di luar kota. Karena mereka lebih melihat kepada
keteladanan yang dilakukan oleh Ustadz Arifin Ilham dan setiap kesempatan ia
mengisi jadwal ceramah di suatu daerah pasti sebagian mad‟u nya menggunakan
58
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober
2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
63
pakaian putih-putih juga. Seperti yang diungkapkan Ustadz Arifin Ilham dalam
wawancara yang dilakukan oleh penulis.
“Mereka lebih melihat kepada keteladanan. Kalo abang selalu putih
konsisten, yaa ngikutt ini sekarang tanpa disuruh, ini ceramah di Pasar
Rebo, Abang ga bilang pakaian putih tapi mereka berpakaian putih. Ke
Aceh ga bilang heey masyarakat Aceh besok Ustadz Arifin ceramah pakai
pakaian putih.....ngga ada begitu. Ustadz Arifin ceramah udah langsung
pakaian putih mereka.”59
Pada sisi lain penulis juga memahami kehidupan masyarakat kota yang
biasanya terlihat lebih “hedon” dengan memakai baju berwarna-warni dan
menonjolkan perhiasan sebanyak-banyaknya namun tidak tercermin dalam pribadi
Ustadz Arifin Ilham, meskipun beliau berceramah di depan mad‟u bergolongan
masyarakat kota ia tetap menggunakan pakaian atasan dan bawahan berwarna
putih. Hal tersebut beliau lakukan agar terlihat sederhana, namun tidak hanya
semata-mata terlihat sederhana, apabila ditela‟ah lebih dalam ternyata kata
sederhana di sini lebih menjurus ke arah kesamaan derajat manusia di mata Allah
SWT karena yang membedakan manusia satu dengan manusia yang lainnya bukan
terlihat dari lebih bagus pakaian siapa melainkan akhlak dan taqwanya seseorang
kepada Allah SWT.
Konsistennya Ustadz Arifin Ilham dalam menggunakan busana putih-putih
pada tiap kesempatannya berdakwah ternyata merupakan salah satu cara
berdakwah beliau melalui tindakan perbuatan atau dakwah bil-Haal. Tidak hanya
pada beberapa golongan mad‟u saja namun semua golongan termasuk golongan
59
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober
2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
64
masyarakat kota, apabila mengetahui Ustadz Arifin Ilham akan mengadakan zikir
akbar maka mereka sudah paham pakaian seperti apa yang akan digunakan.
Meskipun jadwal beliau yang begitu padat, Ustadz Arifin Ilham selalu
membuka pengajian yang berada di Masjid Az-Zikra tepatnya ba‟da shalat Subuh
tetapi terkadang beliau tidak mengisi ceramah pada setiap harinya. Tidak hanya
itu, pengajian rutin beliau juga di adakan pada setiap awal hari Minggu di tiap
bulannya. Pengajian itu sudah dilaksanakannya sejak lama tepatnya sejak beliau
sendiri dan rumahnya masih berada di kawasan Depok.
Aktivitas dakwah yang dilakukan Ustadz Arifin Ilham tidak hanya menunggu
mad‟u yang datang, terlepas dari dakwah beliau yang mengisi ceramah di
beberapa tempat, ia juga terkadang melakukan dakwahnya secara personal dengan
mendatangi dan bertemu langsung dengan salah satu mad‟unya. Beberapa contoh
tindakannya diungkapkannya dalam wawancara bersama peneliti.
“Yaa banyak itu, malah ada salah satu yang masuk Islam gara-gara
dikunjungi salah satunya Pak Fred, Joni AO (arsitektur rumah Ustadz
Arifin) salah satunya karya beliau ini (menunjuk ke sekeliling rumahnya)
Abang datengin lagi mabok itu. sekarang jadi hamba Allah, coba kalo yang
datengin model radikal langsung di hajar kali itu, orang mabok ini gimana
bertaubatnya dia. Makin benci dia dengan Islam lan fadlu min hauli
fa’fuanhu Kalau kau keras hati, keras kepala, keras tangan, liat mereka
meladeni kamu, maafkan mereka, ajak dengan cara yang baik bil hikmah
akhirnyaa jadi sahabat kita, taubat dia. Baaaanyak yang bertaubat melalui
didatengi itu nah jangan malas jadi juru dakwah itu makanya sebaik-baiknya
juru dakwah itu .....mendatangi dan didatangi. Ada juru dakwah centong itu
mendatangiii jemaah tabligh tuh. Ada lagi juru dakwah gentong, orang
mendatanginya karena minta air minta nasihat. Nah sebaik baik itu gentong
dan centong, dia mendatangi dia juga di datangi. Tanda dakwahnya berhasil
65
orang datang ke dia, kangen sama dia, karena itu sebaik baiknya juru
dakwah.”60
Berdasarkan perkataan yang diungkapkan Ustadz Arifin Ilham, penulis
memahami, sebaik-baiknya aktivitas dakwah yang dilakukan seorang da‟i tidak
hanya menunggu untuk didatangi. Karena pada beberapa waktu terdapat
kesempatan untuk berkunjung, sekedar bercengkrama dan bersilaturahmi dengan
mad‟u nya secera langsung.
Penulis memahami pula bahwa yang dilakukan Ustadz Arifin Ilham seperti
salah satu metode dakwah yang terdapat pada ayat suci al-Qur‟an tepatnya surat
an-Nahl ayat 125, yaitu Bil-Hikmah. Karena Ustadz Arifin Ilham mendatangi
arsitektur rumahnya itu dalam keadaan mabuk lalu beliau melakukan dengan cara
perlahan, dengan cara mendoktrin ajaran-ajaran Islam, dengan bahasa yang
komunikatif, serta menyelaraskannya dengan kondisi objektif mad‟u, maka pada
akhirnya Pak Joni pindah agama dari agama sebelunya yaitu Kristen.
Mengacu pada ciri masyarakat kota yang jalan kehidupannya lebih cepat
sehingga mengakibatkan pentingnya faktor waktu dalam mobilitas sosial, tidak
membuat Ustadz Arifin Ilham hanya menunggu mad‟unya datang kepadanya
untuk mendapatkan siraman rohani, namun sesekali Ustadz Arifin Ilham
bergantian yang mengunjungi beberapa mad‟unya, seperti yang telah di sebutkan
penulis sebelumnya, beliau mengunjungi Pak Joni sang arsitek rumahnya beliau
dapat dikatakan sebagai mad‟u yang bergolongan masyarakat kota. Meskipun ia
tidak langsung menjadi muslim namun Ustadz Arifin Ilham secara perlahan tapi
60
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober
2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
66
pasti dengan bil-hikmah, dengan nasihat-nasihat yang baik serta keteladanan yang
Ustadz Arifin Ilham berikan, sehingga pada akhirnya ia mantap untuk memeluk
agama Islam.
Mengingat Ustadz Arifin mempunyai mad‟u dari berbagai macam golongan,
serta berlatar belakang budaya, pendidikan yang berbeda. Ia mempunyai
perbedaan materi dakwah yang diberikannya, tergantung dari bagaimana latar
belakang mad‟u itu sendiri.
”Untuk materi dakwah jelas beda dong, sangat. Tapi intinya touch sentuhan
harus selalu, abang tuh menggunakan dalil quran, dalil hadits, dalil aqli
emapat dalil aml. Orang sering tidak membahas dalil aml ini, dalil aml ini
fakta. Qur‟an hadits aqli dalil aml, aml itu faktual. Jadi setiap membahsas
ceramah itu dalemnya selalu isinya menyentuh,touch. Coba antum tiap
ceramah abang pasti ujungnya menyentuh karena Allugho Azzauqoh bahasa
itu rasa nah itu yang bisa menggait orang itu untuk bertaubat, gimana orang
mau bertobat kalo engga disentuh.”61
Penulis memahami, meskipun materi yang diberikan kepada mad‟u berbeda
karena latar belakang mad‟u yang berbeda, namun inti dari semua materi dakwah
atau ceramah yang diberikan adalah sentuhan (touch) bagaimana ceramah yang
diberikan itu pada akhirnya menyentuh para mad‟u nya dengan menggunakan
bahasa-bahasa yang dapat membuat orang berfikir untuk taubat. Namun tidak
hanya semata-mata bertaubat saja, bahasa dalam menyampaikan pesan dakwah
yang digunakan Ustadz Arifin Ilham mampu membuat mad‟u merasa rindu dan
haus rohaninya atas siraman-siraman rohani yang diberikan.
61
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober
2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
67
Hal ini terbukti dengan zikir akbar yang dilakukannya pada minggu pertama
awal bulan selalu dipenuhi dengan berbagai macam golongan mad‟u, golongan
masyarakat kota tentunya dalam porsi yang lebih banyak. Ustadz Arifin Ilham
mengungkapkan terdapat sekitar 70% masyarakat kota yang rutin datang tiap
bulannya. Angka tersebut bukan hanya semata-mata keluar dari mulut Ustadz
Arifin Ilham, namun penulis telah mengadakan observasi dan ternyata benar
bahwa ketika zikir akbar yang rutin tiap bulan di masjid Az-Zikra ini selalu
dijejali dengan orang-orang yang rindu akan siraman rohani Ustadz Arifin Ilham.
Selanjutnya, selain dari penggunaan bahasa, Ustadz Arifin Ilham selalu
menggunakan dalil Aml yang berbeda dengan kebanyakan da‟i lain yang hanya
menggunakan dalil Qur‟an, dalil Hadits, dalil Aqli. Berdasarkan ciri masyarakat
kota yang menganut jalan pikir rasional, penggunaan dalil Aml ini sangat cocok
untuk mad‟u kalangan masyarakat perkotaan karena dalil Aml itu faktual yang
cocok dengan pola pikir rasional. Maka dari itu setiap ceramah yang diberikan
Ustadz Arifin Ilham selalu menyentuh hati mad‟unya. Serta penggunaan bahasa
yang bisa mengajak orang lain untuk bertaubat, untuk selalu merendah diri di
hadapan Allah SWT, tidak heran pengajian zikir akbar awal ahad yang dilakukan
rutin tiap bulannya di masjid Az-Zikra selalu dipenuhi oleh berbagai macam
golongan, termasuk masyarakat kota.
3. Evaluasi Strategi Ustadz Arifin Ilham
Evaluasi yang dilakukan Ustadz Arifin Ilham tidak hanya dilakukan pada
setiap ia selesai memberikan ceramah saja. Namun evaluasi itu sudah menjadi
68
lima program tugas hidup beliau, adapun lima program tugas hidup menurut
Ustadz Arifin Ilham adalah; ibadah, amal Shaleh, akhlak mulia, dakwah, dan
muhasabah diri. Seperti yang beliau sampaikan kepada peneliti:
“Ya evaluasi itu setiap saat karena itu program tugas hidup, lima; ibadah,
amal shaleh, akhlak mulia,dakwah, muhasabah diri. Jadi semua hal harus
masuk dalam lima point ini.”62
Berkaca dengan ciri masyarakat kota yang disampaikan penulis pada bab
bahasan sebelumnya, mengenai orang kota pada umumnya dapat mengurus
dirinya sendiri. Ustadz Arifin Ilham memberikan contoh yang sudah menjadi
program tugas hidup beliau, diharapkan bagi masyarakat kota itu sendiri mampu
menjalankan amalan beliau tersebut, karena antara satu program dengan program
lainnya saling berkaitan. Bagaimana ibadah dilakukan sehingga menjadi amal
shaleh. Amal shaleh bila dilakukan secara rutin menjadikan pribadi yang
berakhlak mulia. Apabila sudah mulianya akhlak dari seseorang itu maka haruslah
berbagi kebaikan dengan mengajarkan ke sesama hamba-Nya. Semua yang telah
dilakukan itu janganlah lupa untuk selalu mengkoreksi diri atas apa yang telah
dijalankannya.
Adapun yang menjadi tolak ukur atau bagaimana ceramah yang diberikan
dapat diterima dengan baik oleh mad‟u terlihat dari perkataan Ustadz Arifin Ilham
yang disampaikan kepada penulis.
“Selesai ceramah udah hijrah. Beliau mendengar dakwah berubah
(menunjuk ke orang yang disebelahnya), beliau mendengar dakwah berubah
(menunjuk ke orang yang disebelahnya) keliatan besoknya. Makanya abang
62
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober
2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
69
senang kalau acara malam besoknya ada acara lagi subuh di masjid.
Controling langsung kan, tadinya masjid hanya 2 saf begitu subuh sudah
ramai di daerah-daerah itu kan. Kaya kemarin di Aceh malamnya Tabligh
Akbar di Masjid Raya nya besok subuuuuh kita sholat di lapangan anu, udah
besok subuhnya lapangan isinya 50ribu jamaah, liatkan di fb.”63
Berdasarkan perkataan beliau penulis memahami, Ustadz Arifin Ilham lebih
senang apabila ada acara pada waktu subuh namun sebelumnya sudah
dilaksanakannya tabligh akbar pada suatu daerah. Karena yang biasanya pada
suatu masjid itu hanya sedikit juma‟ahnya namun setelah beliau mengadakan
pengajian bersama-sama keesokan harinya masjid tersebut akan dipenuhi oleh
para jama‟ah.
Selain dari pada itu contoh nyata bahwa dakwah beliau diterima dengan baik
adalah melunaknya sikap seseorang sehingga ia menjadi orang kepercayaan
Ustadz Arifin. Penulis memahami apa yang diceritakan Ustadz Arifin mengenai
orang kepercayaannya ini. Jadi pada saat beliau baru menempati kawasan
komplek Az-Zikra ada salah satu warga asli yang menentang setiap kali di
adakannya zikir akbar tiap bulannya, namanya bang Amir. Ia merupakan orang
yang cukup disegani pada saat itu. Ia selalu marah dan mencaci Ustadz Arifin
Ilham apabila mengadakan zikir akbar yang dilakukan rutin tiap bulannya. Namun
dengan kesabaran dan keikhlasan beliau dalam menghadapi pertentangan itu maka
batin bang Amir sedikit terbuka, perasaannya melunak dengan sikap-sikap yang
ditunjukkan oleh Ustadz Arifin Ilham, bahkan hingga sekarang bang Amir ini
menjadi pengikut tetap Ustadz Arifin Ilham kemana saja beliau pergi.
63
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober
2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
70
Menurut penelitian yang dilakukan penulis, karena jam terbang Ustadz Arifin
yang sangat tinggi, hampir jarang ditemui permasalahan-permasalahan yang
berarti bagi beliau. Terutama dari segi materi ceramah, cotohnya saja hanya
dengan melihat mad‟u seperti apa ia bisa tau materi dakwah apa yang sesuai
dengan mad‟u nya. Hal itu tidak heran karena beliau sudah memiliki banyak judul
ceramah dan juga ia banyak menulis buku. Seperti yang diungkapkan beliau
kepada penulis.
“Kalo kendaraan apa ga ada, semua nyaman. Bahan itu kan sudah
dipersiapkan dari awal, abang menulis buku kan banyak, judul ceramah
udah seribu lebih, liat aja di facebook tuh jadi kalo sekarang udah ga
menyiapkan lagi. Sudah ngeliat mukanya udah tau nih oooh ini kematian
giiitu orang tua semua jama‟ah nya judulnya alam kubur. Kalo ngeliat kaya
antum itu lain lagi judulnya yaaa generasi Qur‟anniyah.”64
Adapun kesulitan-kesulitas yang ditemui Ustadz Arifin biasanya hanya
kesulitan yang berhubungan dengan teknis saja, Ustadz Arifin mengungkapkan:
“Kesulitan itu biasanya teknis. Misalnya suatu daerah itu sambutannya 10
orang gitu di kampung, namanya RT sambutan, RW sambutan, lurah
sambutan, camat sambutan jadi acara sambutannya banyak banget. Pegel itu
nungguin gitu itu. Kemudian MC yang kadang-kadang kaya penceramah.
Mc itu ya mc dia hanya membuka jalan tapi dia yang kaya penceramahnya,
panjang bener, pake puisi-puisi, pake ceramah lagi, sekalian aja berceramah
dia. Kemudian terlambat waktu, mulai jam 9 ternyata kita sudah datang eh
jam 11 baru mulai. Itu teknis sekali bagi abang kesulitan itu.”65
Menurut pengamatan penulis, kesulitan yang banyak ditemui Ustadz Arifin
adalah hal teknis saja seperti telatnya dimulai acara meskipun beliau sudah datang
tepat waktu. Dan hal yang biasanya ia temui di suatu daerah yaitu banyaknya
tokoh-tokoh masyarakat di suatu daerah yang memberi sambutan, seperti ketua
64
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober
2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham. 65
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober
2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
71
RT, ketua RW, dan sebagainya. Hal itu dilakukan karena para tokoh-tokoh yang
memberi sambutan seakan terlihat “gila” hormat, atau butuh apresiasi yang tinggi
karena telah mendatangkan da‟i kondang di daerahnya.
Selain para tokoh masyarakat tersebut, hambatan juga ditemui pada diri
Master Ceremony (MC), biasnya MC lupa dengan tugas sebenarnya yang hanya
membuka jalan, dan mengarahkan acara. Tapi terkadang beberapa MC tampak
seperti penceramah sebenarnya, dengan bersikap bercerita panjang seperti
ceramah, dengan menggunakan puisi-puisi dan sebagainya.
4. Tujuan dakwah
Seperti pembahasan pada bab sebelumnya bahwa strategi dakwah merupakan
perpaduan dari perencanaan (planning), metode dan taktik untuk mencapai tujuan
dakwah. Dan berdasarkan pengamatan penulis dari hasil wawancara Ustadz Arifin
Ilham bahwa tujuan dakwah beliau tidak hanya untuk membuat orang bertaubat
melainkan agar orang yang mendengar ceramahnya menjadi juru dakwah lagi.
Beliau mengungkapkan:
“Bagaimana juru dakwah itu mengolah orang yang di dakwahi-nya bukan
hanya bertobat tapi menjadi juru dakwah lagi. Annajih Mamunannajih orang
itu disebut sukses bila bisa membuat orang lain sukses karena Allah
makanya tidak hanya anfi dalam medan dakwah, selesai itu masih berlanjut
do‟aaa karena itu pendekatan yang luar biasa makanya tadi dengarkan selalu
mendoakan jemaah zikir padahal kita bersama disitu. Dalam sholat malam
mendoakan jemaah zikir, dalam makan keluarga doakan jemaah zikir
mendoakan mujahidin subuh-subuh (liat kan tadi bagaimana) mana ada cari
masjid doa‟in mujahidin. Itu dari tahun 94 Allah manshur mujahidin di Iraq
Allah menjadikan mujahidin”66
66
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober
2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
72
Jadi penulis memahami bahwa tujuan dakwah dari seorang da‟i dapat
dibilang sukses atau berhasil apabila dapat membuat orang lain yang mendengar
ceramahnya sukses juga karena Allah. Sukses yang dimaksud Ustadz Arifin Ilham
disini bukan hanya sukses karena bertaubat saja melainkan dapat menjadi juru
dakwah lagi bagi orang lain.
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penilitian yang penulis lakukan tentang Strategi Dakwah Ustadz
Muhammad Arifin Ilham di Kalangan Masyarakat Kota, penulis dapat
menghasilkan kesimpulan akhir dari penulisan karya ilmiah ini yaitu sebagai
berikut:
Bebicara tentang dakwah adalah berbicara tentang komunikasi, karena
komunikasi merupakan kegiatan informatif, yakni agar orang lain mengerti dan
memahami kegiatan persuasif, menerima paham atau keyakinan, melakukan
paham atau keyakinan, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari
itu dalam menjalankan kegiatan yang bersifat mengajak diperlukan sebuah
strategi.
Strategi dakwah merupakan perpaduan dari rencana (planning), metode dan
taktik untuk mencapai tujuan dakwah. Dalam mencapai tujuan tersebut
dibutuhkan pemikiran-pemikiran yang matang baik teknik maupun taktik yang
harus dilakukan seorang da‟i dalam mencapai tujuan dakwahnya.
74
Sesuai dengan metode dakwah yang ada di dalam ayat suci al-Qur‟an tepatnya
di surah an-Nahl ayat125 yang berbunyi:
ربك هى أعلم بمن ضل عن ادع إلى سبيل ربك بالحكمة والمىعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن إن
سبيله وهى أعلم بالمهتدين
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Penulis memahami metode dakwah yang terdapat dalam al-Qur‟an terbagi
menjadi tiga; Bil-Hikmah, mau‟idzah al-Hasanah, dan al-Mujadalah. Namun
Ustadz Arifin Ilham dalam menjalankan aktivitas dakwahnya di kalangan
masyarakat kota lebih menekan pada penggunaan metode Bil-Hikmah dan
mau’idzah al-Hasanah. Karena ucapan-ucapan yang beliau sampaikan tepat dan
benar sehingga dapat menyelaraskan dengan kondisi objektif mad‟u, dan beliau
mampu memberikan nasihat kepada orang lain dengan cara yang baik, dengan
bahasa yang baik, yang dapat menyentuh hati, yang berkenan di hati serta
memberikan kenyamanan kepada orang lain tanpa membuat mad‟unya merasa
tersinggung. Mengingat ciri masyarakat kota yang cara berfikir rasional, maka
Ustadz Arifin Ilham mampu menggunakan bahasa yang cocok untuk dipahami
serta menggunakan dalil aml yang jarang digunakan oleh da‟i lain pada tiap
ceramahnya.
Selain itu pentingnya faktor waktu yang berjalan begitu cepat untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan bagi masyarakat kota. Tidak hanya membuat
75
Ustadz Arifin menunggu untuk didatangi oleh mad‟unya, namun sesekali ia yang
menggunjungi mad‟unya. Dan tidak hanya itu contoh-contoh keteladanaan selalu
ia tunjukkan dengan menggunakan pakaian atasan dan bawahan berwarna putih
hal ini dilakukan semata-mata agar terlihat sederhana, karena seperti yang
diketahui biasanya masyarakat kota hidup dengan kondisi yang berlebih, ingin
terlihat kaya, ingin terlihat lebih modis dengan pakaian yang berwarna-warni,
namun beliau tetap konsisten dengan pakaian putih-putihnya. Hal ini ia lakukan
karena pakaian putih merupakan kesukaan nabi, selain itu energi pakaian putih
merupakan energi ibadah, energi dakwah, dan tentunya kesederhanaan di mata
Allah SWT karena Allah SWT melihat seseorang bukan hanya dari pakaiannya
yang bagus yang berwarna-warni namun dari amal shaleh dan taqwanya seseorang
kepada-Nya.
B. Saran
Selaku penulis yang melakukan penelitian berkaitan dengan strategi dakwah
seorang da‟i di kalangan masyarakat kota, ada beberapa catatan dalam kesimpulan
yang telah penulis ungkapkan sebelumnya. Tujuannya agar bisa menjadi catatan
dan evaluasi bagi Ustadz Arifin Ilham. Meskipun tidak selalu menggunakan dua
dari tiga metode dakwah yang ada, sebaiknya di setiap kesempatan da‟i
berceramah di depan umum tidak ada salahnya menggunakan metode al-
Mujadalah atau cara berdiskusi yang baik karena dengan perdebatan-perdebatan
yang dilakukan dengan berdasarkan dalil-dalil Qur‟an hadits tentunya dapat
membuat mad‟u leih terbuka pikirannya, lebihyakin memahami tentang ajaran-
ajaran agama Islam yang disampaikan da‟i di tiap ceramahnya.
76
Selanjutnya untuk penyelenggara zikir akbar yang tiap bulan rutin dilakukan
di masjid Az-Zikra, sebaiknya lebih memperhatikan mad‟u yang berada di area
belakang dan lantai dasar masjid. Karena banyak mad‟u yang merasa tidak
melihat secara langsung da‟inya berceramah banyak mad‟u yang duduk di masjid
sambil makan, tentu hal ini mengganggu mad‟u lain serta membuat tidak kondusif
bahkan membuat area masjid menjadi kotor.
Saran berikutnya adalah kepada peneliti selanjutnya yang ingin menjadikan
penelitian ini sebagai refrensi bahan penelitiannya, maka diharapkan untuk leih
kritis terhadap permasalahan yang diteliti. Serta mengembangkan materi yang
sudah ada dalam skripsi ini. Sebab penelitian ini masih jauh dari sempurna,
tentunya ada kesalahan dan kekurangan didalamnya.
77
DAFTAR PUSTAKA
Abda, Slamet Muhaimin. Prinsip-Prinsip Metode Dakwah. Surabaya: Al-Ikhlas,
1994.
Amin, Samsul Munir. Ilmu Dakwah. Jakarta: AMZAH, 2009.
Amin, M. Mansyur. Dakwah Islam dan Pesan Moral. Yogyakarta: Al-Amin
Press, 1997.
Aripudin, Acep dan Syuksiadi Sambas. Dakwah Damai; Pengantar Dakwah
Antar Budaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007.
Azis, Moh Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2004.
Basrowi. Pengantar Sosiologi, Depok: Ghalia Indonesia, 2005, Cet. ke-1.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
David, Fred R.. Manajemen Strategi dan Konsep. Jakarta: Prenhalindo, 2002.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung:
Rosdakarya, 2002.
Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Can Hoeve, 1999.
Fadhlullah, Muhammad Husain. Metodologi Dakwah al-Qur’an. Jakarta: Lentera,
1997, Cet ke-1.
Faizah dan H. Lalu Muchsin Efendi. Psikologi Dakwah. Jakarta: Kencana, 2006.
Fauzi, Nurul. Dakwah-Dakwah Yang Paling Mudah. Gresik: Putra Pelajar, 1999,
Cet ke-2.
Ghazali, M. Bahri. Dakwah Komunikasi. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997, Cet.
ke-1.
Hidayat, Nurul. Metodologi Penelitian Dakwah Dengan Pendekatan Kualitatif.
Jakarta: UIN Press, 2006.
Helmi, Masdar. Problem Dakwah Islamiyah dan Pedoman Mubaligh. Semarang:
CV. Toba Putra, 1969.
78
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta, Aksara Baru, 1989.
Krisyantono, Rachmat. Tehnik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
Pranada Group, 2007, Cet. ke-2.
Mahfud, Ali. Hidayah Al-Mursyidin ila Thuruq al-Wa’ziwa al-Khitabah. Beirut:
Darul Ma‟arif, tt.
Munsyi, Drs. Abdul Kadir. Metode Diskusi Dalam Dakwah. Surabaya, Al-Ikhlas,
1987.
Moelong, Lexy J.. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1993, Cet ke-10.
Murtopo, Ali. Strategi Kebudayaan. Jakarta: Center for Strategic and International
Studies CSIS, 1978, Cet ke-1.
Muhiddin, H. Asep. Metode Pengembangan Dakwah. Bandung: Pustaka Setia,
2002, Cet ke-1.
Muhtaram, Zaini. Dasar-Dasar Manajemen Dakwah. Yogyakarta: Al-Amin Press
Dan IFKA, 1966.
Munir, M.. Metode Dakwah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998.
Munir, M. dan Wahyu Ilahi. Manajemen Dakwah. Jakarta: Rahmat Semesta,
2006.
Nurjaman, Kadar, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi
dan Public Relation. Bandung: Pustaka Setia. 2012.
Nasuhi, Hamid. Dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. CeQDA, 2007
Noor, Farid Ma‟ruf. Dinamika dan Akhlak Dakwah. Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1981.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta, Balai Pustaka, 2005.
Razak, Dr. Yusron. Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi
Perspektif Islam. Ciputat: Lembaga Sosiologi Agama, 2008.
Ruslan. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2004.
79
Sa‟id bin Ali bin Wahif al-Qathani. Dakwah Islam Dakwah Bijak.
Shaleh, Abdul Rosyad. 1987.Manajemen Dakwah Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Shihab, Quraish.1992.Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2005, Cet ke-38.
Steiner, George A.. Kebijakan dan Strategi Manajemen, Jakarta: Gelora Aksara
Pratama, 1997, Cet ke-2.
Syukir, Asmuni. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1983.
Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, Bogor, 22 Oktober
2014.
Ya‟kub, Ali Mustafa. Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi. Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1997.
Zaidan, Karim. Asas al-Dakwah, diterjemahkan. M. Asywadie Syukur dengan
judul Dasar-Dasar Ilmu. Jakarta: Media Dakwah, 1979
80
80
Transkrip Wawancara
Narasumber : Ustadz Muhammad Arifin Ilham
Tempat : Rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham
Komplek Perumahan Muslim Bukit Az-Zikra Sentul
Desa Cipambuan, Babakan Madang, Sentul Selatan
Tanggal dan Waktu : Rabu, 22 Oktober 2014, pukul 07.00 - 09.00 WIB
1. Bagaimana persiapan pak Ustad Arifin Ilham sebelum berdakwah? Apakah menyiapkan
materi dakwah terlebih dahulu atau tidak?
Jawab:
Jelas materi disiapkan, sebelumnya dapat informasi dulu yang didakwahi siapa? Jadi
materi itu melihat siapa yang didakwahi. Mad’u, jadi ada mad’u, ada mada, ada dakwah
ada da’i. Itu penting itu. Jadi bahan, bahan itu ditentukan oleh siapa yang kita ceramahi.
Kemudian yang ketiga, penampilan. yang keempat hati yang bersih. Nah kalau di garis
lurus cara mengajar lebih penting daripada bahan, biar bahan bagus kalau cara
nyampeinnya ga bagus. Nah kemudian hati dan akhlak dari seorang guru lebih penting
dari pada cara penampilannya. Jadi keikhlasan keistiqamahan tanNabiyal hikam
minallisanihi minajliikhlasih waistiqamatihi. Keluarlah hikmah-hikmah dari lisannya
karena keihklasan dan keistiqamahannya. Malah ulama-ulama dulu sebelum ceramah,
istigfar dulu sebelum ceramah, sholawat dulu sekian puluh kalisebelum
ceramahnya.Tidak seperti Kiyai anu afafafa(sambil bergaya merokok) kiyai anu
fafafafafa (sambil gaya merokok) jadi ngamen itu. Dulu bener-bener dakwah itu
membawa kesadaran, membawa orang taubat, membawa orang
menangis.Sekarangbanyak ngecap, banyol jadi Quran Hadits itu dimuntahkan lagi karena
guyonan-guyonan yang tidak perlu.
2. Apakah ada pendekatan-pendekatan khusus yang dilakukan pak Ustadz sebelum
memberikan tausiyahnya? Kalau ada, bagaimana pendekatannya?
Jawab:
Ya, ya salah satunya mengenal dulu medan dakwah. Apa yang disampaikan itu........Jadi
esensi dakwah itu kan........bagaimana juru dakwah itu mengolah orang yang di dakwahi-
nyabukan hanya bertobat tapi menjadi juru dakwah lagi.Annajih Mamunannajih orang itu
disebut sukses bila bisa membuatorang lain sukses karena Allah makanya tidak hanya
anfi dalam medan dakwah selesai itu masih berlanjut do’aaa karena itu pendekatan yang
luar biasa makanya tadi dengarkan selalu mendoakan jemaah zikir padahal kita bersama
disitu. Dalam sholat malam mendoakan jemaah zikir, dalam makan keluarga doakan
jemaah zikir mendoakan mujahidin subuh-subuh (liat kan tadi bagaimana) mana ada cari
masjid doa’in mujahidin. Itu dari tahun 94 Allah manshur mujahidin di IraqAllah
menjadikan mujahidin
3. Adakah perbedaan materi dakwah yang diberikan terhadap mad’u yang berpendidikan
tinggi maupun berpendidikan rendah?
Jawab:
Jelas beda dong, sangat. Tapi intinya touch sentuhan harus selalu, abang tuh
menggunakan dalil quran, dalil hadits, dalil aqli emapat dalil aml. Orang sering tidak
membahas dalil aml ini, dalil aml ini fakta. Qur’an hadits aqli dalil aml, aml itu faktual.
Jadi setiap membahsas ceramah itu dalemnya selalu isinya menyentuh,touch. Coba antum
tiap ceramah abang pasti ujungnya menyentuh karena Allugho Azzauqoh bahasa itu rasa
nah itu yang bisa menggait orang itu untuk bertaubat, gimana orang mau bertobat kalo
engga disentuh.
4. Apa yang menjadi tolak ukur pak Ustadz bahwa tausiyah yang diberikan dapat diterima
dengan baik oleh mad’u?
Jawab:
Gampang, selesai itu udah hijrah. Beliau mendengar dakwah berubah (menunjuk ke orang
yang disebelahnya), beliau mendengar dakwah berubah (menunjuk ke orang yang
disebelahnya) keliatan besoknya. Makanya abang senang kalau acara malam besoknya
ada acara lagi subuh di masjid. Controling langsung kan, tadinya masjid hanya 2 saf
begitu subuh sudah ramai di daerah-daerah itu kan. Kaya kemarin di Aceh malamnya
Tabligh Akbar di Masjid Raya nya besok subuuuuh kita sholat di lapangan anu, udah
besok subuhnya lapangan isinya 50ribu jamaah, liatkan di fb.
5. Apakah ada evaluasi terhadap isi materi dakwah setelah memberikan tausiyah kepada
mad’u?
Jawab:
Ya evaluasi itu setiap saat karena itu program tugas hidup, lima; ibadah, amal shaleh,
akhlak mulia,dakwah, muhasabah diri. Jadi semua hal harus masuk dalam lima point ini.
Apapun rumah tangga ibadah, amal shaleh kemudian jadi akhlak. Rumah tangga jadi
dakwah. Bayangkan abang terang terangan loh nikah itu, yakan? Poligami terang
terangan. Masuk televisi, facebook, nih bini dua, begitu. Abang ga sependapat dengan
nikah sirih tuh, nikah sembunyi-sembunyi, melawan hadits Nabi. Nikah itu syiar. Jadi
orang nikah sembunyi-sembunyi itu ga benar. Yang benar bahasanya doang, nikah
dibawah tangan, jangan disebut nikah siri.
6. Adakah kesulitan-keslitan yang ditemukan selama memberikan tausiyah? Kalau ada,
bagaimana pak Ustadz menyikapinya?
Jawab:
Kesulitan itu biasanya teknis. Misalnya suatu daerah itu sambutannya 10 orang gitu di
kampung, namanya RT sambutan, RW sambutan, lurah sambutan, camat sambutan jadi
acara sambutannya banyak banget. Pegel itu nungguin gitu itu. Kemudian MC yang
kadang-kadang kaya penceramah. Mc itu ya mc dia hanya membuka jalan tapi dia yang
kaya penceramahnya, panjang bener, pake puisi-puisi, pake ceramah lagi, sekalian aja
berceramah dia. Kemudian terlambat waktu, mulai jam 9 ternyata kita sudah datang eh
jam 11 baru mulai. Itu teknis sekali bagi abang kesulitan itu. Kalo kendaraan apa ga ada,
semua nyaman. Bahan itu kan sudah dipersiapkan dari awal, abang menulis buku kan
banyak, judul ceramah udah seribu lebih, liat aja di facebook tuh jadi kalo sekarang udah
ga menyiapkan lagi. Sudah ngeliat mukanya udah tau nih oooh ini kematian giiitu orang
tua semua jama’ah nya judulnya alam kubur. Kalo ngeliat kaya antum itu lain lagi
judulnya yaaa generasi Qur’anniyah. Abang selesai dulu sih baru nikah, mestinya abang
semester 3 udah nikah Cuma orang tua ga setuju dengan calon yang bukan karena
kuliahnya. Sudah 3kali mau nikah tapi orang tua ga setuju akhirnyaselesai kuliahbaru
nikah, tapi abang nikah sudah ada rumah, ada mobil, udah haji, udah mapan, baru nikah.
Jadi orang dilamar juga ga nolak ibaratnya sudah ada sangkarnya, burungnya juga udah
ada temennya, yang ga ada........(membahas anak pembantunya yang masuk
Islam).....................jadi bagaimana omongan kita itu jadi tajam, sekali ngomong orang
langsung plok begitu jadi bukan karenakita pintar tetapi karena kita di Ridhai oleh Allah
menjadi wasilahnya, makanya kuncinya mendekatkan diri kepada Allah sungguh-
sungguh Waqadfaazal Muttaqun Hattadakwah menanglah orang bertaqwa, dalam semua
urusan. Kenapa kiyai-kiyai ga bikin orang sadar? Nah kiyainya aja ga sadar, ngajar kalo
ga ada amplopnya ga ngajar. Kenapa kiyai ko ga ngisi isroq di kampung masing-masing?
Kaga ada yang perhatiin gue beegiitu jawabannya. Padahal masjid, masjid beliau
mestinya beliau dengan ikkhlas mengajar di kampung itu, ceramah ada yang diterima, ada
yang di tolak...amplopnya..terima manfaatkan kan banyak anak yatim banyak pesantren.
7. Kenapa disetiap kesempatan pak Ustadz lebih sering tampil menggunakan atasan dan
bawahan warna putih? Apakah ada filosofis tersendiri?
Jawab:
Yaaa jelas dong, dulu kan pertama kesukaan Nabi kata Aisyah Nisfanjammal (separuh
keindahan) orang kalo jelek pake putih tetep jelek sih hehe tapi lama-lama cakep.
Kemudian energi putih itu kan energii ibadah, energi dakwah, energi taat, ihram ajakan
putih, kenapa ga pakaian hitam gitu ihram, kenapa putih? Dan Nabi paling suka dengan
pakaian-pakaian putih meskipun Nabi menggunakan pakaian yang lain. Dan abang tidak
selalu putih sih kadang-kadang ganti-ganti dan putih itu nyaman eee jadi ga ketauan
ganti-gantinya gitu padahal itu-itu aja gitu pakaiannya yaaa sederhana yakan? kemudian
ga repot, coba pakaiannya warna-warni..Arifin Ilham juru dakwah yaangg aduuh kaya
artis pakai ini pakai jubah ini nanti acara ini ganti lagi pakai make up lagii beeh cape itu.
Udah begini aje sederhana sarung yang pentingkan bininya 2 ehehehe
8. Adakah himbauan bagi mad’u untuk mengenakan pakaian putih-putih? Atau mereka
hanya spontanitas saja?
Jawab:
Ada himbauan tapi mereka lebih melihat kepada keteladanan. Kalo abang selalu putih
konsisten, yaa ngikutt ini sekarang tanpa disuruh, ini ceramah di Pasar Rebo, Abang ga
bilang pakaian putih tapi mereka berpakaian putih. Ke Aceh ga bilang heey masyarakat
Aceh besok Ustadz Arifin ceramah pakai pakaian putih.....ngga ada begitu. Ustadz Arifin
ceramah udah langsung pakaian putih mereka.
9. Selama pak ustadz berdakwah, apakah pak Ustadz pernah mengunjungi salah satu
mad’unya untuk sekedar bersilaturahmi atau ngelayat kepada keluarga mad’u yang
sedang terkena musibah?
Jawab:
Yaa banyak itu, malah ada salah satu yang masuk Islam gara-gara dikunjungi salah
satunya Pak Fred, Joni AO (arsitektur rumah Ustadz Arifin) salah satunya karya beliau ini
(menunjuk ke sekeliling rumahnya) Abang datengin lagi mabok itu. sekarang jadi hamba
Allah, coba kalo yang datengin model radikal langsung di hajar kali itu, orang mabok ini
gimana bertaubatnya dia. Makin benci dia dengan Islamlan fadlu min hauli
fa’fuanhuKalau kau keras hati, keras kepala, keras tangan, liat mereka meladeni kamu,
maafkan mereka, ajak dengan cara yang baik bil hikmah akhirnyaa jadi sahabat kita,
taubat dia. Baaaanyak yang bertaubat melalui didatengi itu nah jangan malas jadi juru
dakwah itu makanya sebaik-baiknya juru dakwah itu .....mendatangi dan didatangi. Ada
juru dakwah centong itu mendatangiii jemaah tabligh tuh. Ada lagi juru dakwah gentong,
orang mendatanginya karena minta air minta nasihat. Nah sebaik baik itu gentong dan
centong, dia mendatangi dia juga di datangi. Tanda dakwahnya berhasil orang datang ke
dia, kangen sama dia, karena itu sebaik baiknya juru dakwah.
Peneliti
Muhammad Yusra Nuryazmi
Narasumber
Ustadz Muhammad Arifin Ilham
Foto Peneliti bersana Narasumber saat melakukan Wawancara di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Foto Peneliti bersana Narasumber saat melakukan Wawancara di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Foto Peneliti bersana Narasumber saat melakukan Wawancara di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Foto Peneliti bersana Narasumber saat melakukan Wawancara di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Foto Peneliti bersana Narasumber saat melakukan Wawancara di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Foto Peneliti bersana Narasumber saat melakukan Wawancara di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Beliau ditemani oleh Istrinya.
Foto Peneliti bersana Narasumber di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Foto Peneliti bersana Narasumber saat melakukan Wawancara di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Foto Peneliti bersana Narasumber saat melakukan Wawancara di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Foto Peneliti dan rekan nya bersana Narasumber di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Foto Suasana Dzikir Akbar 4 Januari 2015 di Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor.
=
Foto Suasana Dzikir Akbar 4 Januari 2015 di Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor.
Foto Suasana Dzikir Akbar 4 Januari di Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor.
Foto Suasana Tempat Parkir di Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor.
Foto Suasana Tempat Parkir di Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor.
Foto Suasana Tempat Parkir di Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor.
Foto Suasana di dalam Masjid Az-Zikra. Ustadz Arifin Ilham bersama Tokoh Agama lainnya.
Foto Suasana di dalam Masjid Az-Zikra. Ustadz Arifin Ilham bersama Tokoh Agama lainnya.
Foto Suasana di dalam Masjid Az-Zikra setelah melakukan Tapping Program Cahaya Hati.