Upload
doanhanh
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
RINGKASAN EKSEKUTIF
STRATEGI KEBIJAKAN INVESTASI PADA
ERA OTONOMI DAERAH DALAM
MENDUKUNG SEKTOR PERDAGANGAN
2018 Peneliti:
Edmira Rivani, Venti Eka Satya, Sony Hendra Permana, Ari Mulianta Ginting, and Rasbin
PUSAT PENELITIAN
BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
1
I. Pendahuluan
Dalam era otonomi saat ini, pemerintahaan daerah (Pemda) memegang peranan yang
sangat penting bagi pembangunan ekonomi daerah masing-masing. Dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahanan Daerah (UU Pemda) pasal 12, disebutkan
bahwa Pemda, baik pemerintahan provinsi maupun kabupaten/kota, memiliki kewenangan
dalam mengatur urusan pemerintahan, salah satunya urusan penanaman modal. Dalam UU
Pemda tersebut juga diatur mengenai pemberian insentif dan kemudahan investasi. Dengan
demikian sesungguhnya Pemda telah diberikan kewenangan yang lebih besar dalam
mengembangkan iklim penanaman modal di daerahnya masing-masing melalui undang-undang.
Kenyataannya, masih banyak daerah-daerah yang justru mengalami kesulitan dalam
menciptakan iklim investasi yang kondusif. Bahkan beberapa daerah justru membuat berbagai
Perda yang menghambat investasi. Hal ini tercermin dari 3.143 Perda atau Peraturan Kepala
Daerah (Perkada) yang di cabut atau direvisi oleh pemerintah pada bulan Juni 2016 lalu.
Mayoritas dari Perda tersebut adalah terkait dengan investasi, dimana sebanyak 1.765 adalah
Perda atau Perkada kabupaten/kota yang dicabut atau direvisi Mentari Dalam Negeri
(Mendagri), 111 peraturan atau putusan Mendagri yang dicabut atau revisi oleh Mendagri, dan
1.267 Perda atau Perkada kabupaten/kota yang dicabut atau direvisi Gubernur.1 Banyaknya
Perda yang menghambat investasi ini menjadikan daya tarik untuk berusaha di Indonesia
menjadi kurang baik.
Langkah pertama dan utama bagi pemerintah dalam usaha mempercepat pertumbuhan
sektor perdagangan adalah mewujudkan iklim investasi yang baik di sektor perdagangan
sehingga investor berminat menanamkan modalnya. Iklim investasi yang baik sangat
tergantung dari kebijakan pemerintah dalam merumuskan peraturan perundang-undangan
secara menyeluruh dan mengimplementasikannya secara konsisten dan konsekuen. Untuk
mewujudkan iklim investasi yang baik maka kemudahan yang diberikan oleh pemerintah
kepada dunia usaha khususnya investor yang bergerak di sektor perdagangan harus diberikan
pelayanan publik yang baik oleh birokrasi dalam meningkatkan arus investasi dalam negeri
maupun dari investor asing.
Pada era otonomi daerah, sesuai dengan peraturan perundangan ada dua hal yang
diperankan oleh pemerintah daerah dalam kaitannya dengan investasi. Pertama, pemerintah
daerah dapat menciptakan iklim kondusif yang dapat menarik invetasi dengan pemberian
insentif dan disinsentif finansial dalam kaitannya dengan investasi. Kedua adalah pemerintah
daerah dapat memberikan pelayanan prima yang memudahkan investor untuk melakukan
1 “Mendagri Publikasikan 3.143 Perda yang Dicabut dan Direvisi Pemerintah”, (online),
(http://news.detik.com/berita/3238417/mendagri-publikasikan-3143-perda-yang-dicabut-atau-direvisi-pemerintah, diakses 02 Februari 2018)
2
investasi di daerah tersebut. Kedua hal ini diharapkan akan memperbaiki jumlah dan struktur
investasi di daerah. Oleh karena itu, dengan dua peran ini sangat memungkinkan bagi daerah
untuk berperan dalam peningkatan investasi di daerahnya sesuai dengan tugas dan tanggung
jawabnya sebagai daerah otonomi.
Pemberian kewenangan dalam rangka mendukung iklim investasi di daerah tersebut
harus segera ditindaklanjuti oleh Pemda melalui penerbitan peraturan daerah (Perda) yang
sejalan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM).
Kewenangan Pemda dalam memberikan insentif bagi investor salah satunya dapat berupa
penyediaan sarana dan prasarana (seperti lahan, listrik, air minum dan lain-lain), penyediaan
dana stimulasi (penyertaan modal), pemberian modal usaha dan bantuan teknis bagi pelaku
usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), pembebasan atau keringanan pajak dan retribusi
daerah, dan percepatan pemberian ijin. Dengan pemberian insentif tersebut diharapkan dapat
mengundang investor-investor baik lokal maupun luar daerah untuk menanamkan modalnya
agar berusaha di daerah tersebut yang pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan
perekonomian daerah. Secara umum, pengembangan iklim investasi perlu difokuskan pada
upaya untuk mengurangi berbagai kendala yang menghambat kinerja perdagangan dan
investasi. Salah satu contoh adalah Provinsi Sulawesi Selatan (Provinsi Sulawesi Selatan)
yang dinobatkan sebagai provinsi terbaik di Indonesia untuk layanan investasi. Untuk
prestasi ini, Provinsi Sulawesi Selatan berhak meraih penghargaan dalam Investment
Award 2016 yang dihelat Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), merupakan
penghargaan atas daerah yang menerapkan sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) di
bidang penanaman modal. Sebanyak 526 pemerintahan daerah, terpilih ke dalam nominasi
provinsi, kabupaten, dan kota terbaik yang ramah investasi.
Rumusan Masalah
Dalam upaya meningkatkan kinerja perdagangan dan investasi, terdapat beberapa hal
yang bisa diperhatikan. Kajian Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)
menunjukkan, bahwa:2 cost of money yang relatif tinggi, tercermin dari suku bunga yang saat ini
sangat tinggi; administrasi perpajakan yang belum optimal; kandungan impor untuk produk
ekspor sangat tinggi. Nilai impor bahan baku, bahan antara (intermediate) dan komponen untuk
seluruh industri meningkat dari 28% pada tahun 2006 menjadi 30% pada tahun 2009;
lemahnya penguasaan dan penerapan teknologi. Nilai tambah industri nasional relatif rendah,
meskipun dalam komposisi ekspor mulai terjadi peningkatan produk ekspor berteknologi
menengah dan tinggi; kualitas SDM relatif rendah; iklim persaingan yang kurang sehat, di mana
2 Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Laporan Penelitian "Kerjasama Antar Daerah di
Bidang Perdagangan sebagai alternatif Kebijakan peningkatan Perekonomian Daerah”, 2013, Jakarta: KPPOD, USAID, dan SEADI.
3
banyak subsektor industri yang beroperasi dalam kondisi ”mendekati” monopoli; yang
ditunjukkan oleh tingginya Indeks Konsentrasi untuk dua perusahaan (CR2); struktur industri
masih lemah; peranan industri kecil dan menengah (termasuk industri rumah tangga) masih
minim; dan sebaran industri yang terpusat di Pulau Jawa. Adapun pertanyaan penelitiannya
adalah sebagai berikut:
1) Apa saja permasalahan yang dihadapi terkait kebijakan investasi di era otonomi daerah,
khususnya dalam mendukung sektor perdagangan.
2) Bagaimana bentuk dukungan pemerintah daerah terhadap sektor perdagangan melalui
investasi, serta koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan lembaga
lainnya terkait kebijakan investasi.
II. Metode Penelitian
Jika dilihat dari aspek tujuan, penelitian ini dapat dikategorikan dalam penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian
deskriptif menyajikan gambaran yang detail dari suatu situasi, fenomena sosial atau hubungan.
Hasil yang diharapkan dalam penelitian deskriptif adalah gambaran yang detail dari unit
analisis. Pendekatan Kualitatif dalam penelitian ini studi kasus pada suatu waktu tertentu dan
hanya mengambil satu bagian dari fenomena (gejala) sosial pada satu waktu tertentu (Neuman,
2014). Penelitian dilakukan pada bulan tertentu di tahun 2018 yang mengambil lokasi di
Provinsi Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Peneliti tidak melakukan penelitian lain di waktu
yang berbeda di tempat yang berbeda untuk diperbandingkan.
Unit analisis dalam penelitian ini merupakan pelaku yang selama ini merancang dan
menjalankan kegiatan-kegiatan atau program-program yang berkaitan dengan kebijakan
investasi dalam mendukung sektor perdagangan. Informan baik di Provinsi Jawa Barat maupun
Sulawesi Selatan yang akan dikunjungi seperti Bappeda, Disperindag, DPMPTSP. Studi
kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder yang dibutuhkan, wawancara dan
Focus Group Disscusion dilakukan untuk menggali informasi tentang kebijakan investasi. Setelah
seeluruh data dan informasi terkumpul dilakukan 1) reduksi data; (2) penyajian data; dan
terakhir (3) conclusion drawing yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi
III. Hasil dan Pembahasan
Pada era otonomi daerah, terdapat perubahan kebijakan investasi. Dimana sebelum
otonomi daerah semua kebijakan investasi menjadi wewenang pusat, sementara setelah
otonomi daerah ada pelimpahan kewenangan pemberian persetujuan, fasilitas dan perizinan
pelaksanaan investasi baik PMA maupun PMDN kepada Gubernur Kepala Daerah Provinsi yang
mana sebelumnya kewenangan persetujuan, pemberian fasilitas serta perizinan pelaksanaan
4
investasi hanya dapat dikeluarkan oleh BKPM sehingga terjadi perubahan prosedur dan tata
cara perizinan investasi; Perubahan prosedur dan tata cara penanaman modal dengan fasilitas
PMA/PMDN; serta daerah diaharapkan memegang peranan penting dalam pembangunan
daerah dan memenuhi kebutuhan daerah.
Dalam meningkatkan pertumbuhan investasi di Indonesia, pemerintah menghadapi
tantangan dan permasalah sebagai berikut:3
1. Besarnya peluang investasi dunia (rata-rata US$1.576 miliar tahun 2012-2016) yang perlu
dioptimalkan dalam momentum kebijakan deregulasi, perbaikan investment grade, dan EoDB
mengingat investment inflow ke Indonesia masih rata-rata US$15,8 miliar.
2. Realisasi PMDN menunjukkan trend peningkatan dan selalu di atas target namun ratio
realisasi PMDN masih relatif kecil, rata-rata (2012-2016) sebesar 32,7%, meskipun
pemerintah sudah melakukan:
a. Membuat kebijakan DNI (Perpres No. 44/2016), namun PMDN sudah banyak masuk ke
sektor tersier (padat teknologi).
b. Proyek Strategis Nasional (Perpres No. 58/2017) dengan jumlah proyek sebanyak 245
proyek + 2 program Pemerintah (listrik dan pesawat terbang) dengan total nilai investasi
sebesar Rp 4.417 Triliun
3. Penyebaran investasi antara Jawa dan Luar Jawa Belum Seimbang “padahal” sudah ada KEK,
FTZ, KI, dan KSPN.
4. Ratio penyerapan tenaga kerja yang terus menurun dalam 5 tahun terakhir (2012-2016)
dimana untuk investasi sebesar Rp1 Triliun dapat menyerap sebanyak 4 ribu TK menjadi
hanya dapat menyerap sebanyak 2 ribu TK saja.
5. Dari berbagai kasus investasi yang mengemuka diketahui bahwa permasalahan investasi
antara lain perizinan, ketidakpastian regulasi, lahan (RT/RW dan alih fungsi lahan),
penegakan hukum, dsb.
A. Provinsi Jawa Barat
Jawa Barat merupakan provinsi yang banyak diminati asing dalam berinvestasi pada
tahun 2017 (US$ 5,1 miliar), DKI Jakarta menempati posisi kedua (US$ 4,6 miliar), ketiga
Banten senilai US$ 3,04 miliar seperti terlihat pada Gambar 1 berikut.
3 Hasil FGD finalisasi Laporan Penelitian Kelompok dengan tema “Strategi Kebijakan Investasi Pada Era Otonomi
Daerah Dalam Mendukung Sektor Perdagangan” pada tanggal 20 September 2018, dengan nara sumber Dr. Ilwa Nuzul Rahma.
5
Gambar 1. 10 Provinsi dengan Aliran Investasi Asing Terbesar Tahun 2017
Investasi dalam sektor perdagangan di Provinsi Jawa Barat belum menjadi prioritas.
Investasi dengan jumlah proyek terbanyak adalah sektor Industri Logam Dasar, Barang logam,
Mesin dan Elektronik. Sementara untuk nilai investasi paling besar adalah sektor industri
Industri Kertas, Barang dari Kertas, dan Percetakan yang mencapai nilai investasi sekitar Rp43
triliun.
Provinsi Jawa Barat menemui beberapa permasalahan dan kendala salah satunya adalah
ketersediaan infrastruktur sebagai pendukung pembagunan, yang merupakan prasyarat utama
bagi kemajuan suatu daerah. Jawa Barat memiliki sarana jalan dan jaringan kereta api yang
merupakan penghubung antar kota-kota besar di Jawa. Sayangnya kondisi jalan dan jaringan
kereta api yang ada tidak menjadi semakin baik sejak era otonomi. Banyaknya jalan-jalan darat
yang rusak tidak segera ditanggapi dengan perbaikan tetapi menunggu waktu hingga kondisi
semakin parah. Kerusakan jalan tersebut biasanya diakibatkan oleh turunnya hujan dan
diperparah oleh kepadatan penggunaan lalu lintas pengguna jalan. Kendaraan dengan bobot
yang melampaui kapasitas jalan seringkali dibiarkan lewat tanpa adanya pengawasan dan
pengendalian dari aparat berwenang. 4
Disamping ketersediaan infrastruktur, masalah lain yang menghambat pembangunan dan
investasi masuk adalah kemacetan yang semakin buruk. Kemacetan sering terjadi seiring
peningkatan frekuensi dan intensitas kepadatan kendaraan. Kemacetan tersebut sering terjadi
di Provinsi Jawa Barat sudah melewati batas kewajaran intensitas dan frekeuensi kemacetan
tanpa mengenal batas waktu. Hal ini dapat terlihat jelas di daerah Kabupaten Bekasi, Kota
4 Hasil wawancara dengan Indera Sofyan, Kepala Bidang Ekonomi, BAPPEDA Provinsi Jawa Barat, tanggal 5 Maret
2018
6
Bekasi, Kabupaten Karawang, Kota Bandung, Kabupateomin Bandung dan hampir diseluruh
wilayah Provinsi Jawa Barat.
Permasalahan dan kendala lain yang dihadapi oleh calon investor terhadap Provinsi Jawa
Barat adalah masalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Tidak dapat dipungkuri
bahwa kualitas tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat masih relatif rendah. Keterampilan dan
kualitas yang rendah SDM di Provinsi Jawa Barat disebabkan tingkat pendidikan dan pelatihan
dari masyarakar di Provinsi Jawa Barat yang rendah. Lama usia sekolah penduduk Provinsi
Jawa Barat hanya 8,13 tahun, artinya rata-rata penduduk Provinsi Jawa Barat hanya dapat
menyelesaikan sampai tingkat Sekolah Mengengah Pertama (SMP). Hal ini yang menjadi sumber
penyebab rendahnya kualitas SDM di Provinsi Jawa Barat.
Permasalahan yang lain yang dihadapi oleh pelaku usaha dan calon investor di Provinsi
Jawa Barat adalah upah minimum Provinsi di Jawa Barat yang tinggi. Tidak dapat dipungkiri
bahwa tenaga kerja menjadi faktor utama bagi pelaku usaha untuk menentukan lokasi usaha.
Karena tenaga kerja merupakan cost atau beban usaha yang harus dipertimbangkan oleh pelaku
usaha dalam menghasilkan profit. Semakin tinggi upah buruh maka dapat berdampak terhadap
semakin rendah profit yang dihasilkan karena menjadi beban bagi perusahaan. Berdasarkan
Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat dan Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat Nomor
561/19/XI/Depeprov/2017 tanggal 20 November 2017, perihal rekomendasi upah minimum
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat upah minimum paling rendah adalah Kabupaten
Pangadaran sebesar Rp 1.558.793 sedangkan upah minimum paling tinggi adalah sebesar Rp
3.919.291 untuk Kabupaten Karawang.5
Proses perbaikan dari aspek regulasi dan kepastian hukum merupakan salah satu
masalah yang menjadi pekerjaan rumah bagi Provinsi Jawa Barat dalam menjaring investasi
yang akan masuk. Aspek regulasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat terkadang
bertentangan dengan regulasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah khususnya di Provinsi
Jawa Barat. Tahun 2016, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menyerukan kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota untuk penghapusan Peraturan Daerah (Perda) yagn masing-masing
bermasalah. Hasilnya adalah ada puluhan Perda yang bermasalah yang sudah terkumpul.
Diantara Perda Kabupaten/Kota adalah Perda retribusi tower telekomunikasi, Perda terkait
sumber daya air, Perizinan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yagn menurut sebagian pihak
perlu penyesuaian karena biaya masih tinggi. 6
5 “Bocoran Upah Minimum se-Jawa Barat: Karawang Paling Tinggi Rp 3,9 juta”, detik finance, Senin 27 November
2017. Diunduh tanggal 7 Maret 2018 dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3744569/bocoran-upah-minimum-se-jawa-barat-karawang-paling-tinggi-rp-39-juta.
6 Hasil wawancara dengan Robby Sakti Sulendrakusuma, Kepala Seksi Pengembang dan Kebijakan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu tanggal 6 Maret 2018.
7
Kondisi cuaca dan curah hujan yang tinggi dapat berdampak menghambat masuknya
investasi dan penanaman modal di Provinsi Jawa Barat. Proyek investasi dibidang infrastruktur
yang gencar dibangun di Provinsi Jawa Barat terhalang karena tingginya curah hujan dan cuara
yang tidak menentu di Jawa Barat. Hal yang sama untuk proses pembangunan di wilayah
Provinsi Jawa Barat Bagian Selatan yang memiliki tantangan geografis ditambah cuaca dan
curah hujan tinggi dapat menjadi faktor penghalang investasi dan penanaman modal di Provinsi
Jawa Barat.7
Adapun strategi yang dilakukan Provinsi Jawa Barat dalam upaya meningkatkan
kualitas iklim usaha dan investasi adalah sebagai berikut:8
1. Percepatan Proses Perizinan Usaha
2. Peningkatan Kerjasama Investasi
3. Peningkatan Jumlah Serapan Angkatan Kerja
4. Peningkatan Sertifikat Keahlian
Selain strategi tersebut, pemerintah Provinsi Jawa Barat juga memperkuat koordinasi antar
pemerintah Kabupaten/Kota dengan melaksanakan berbagai kegiatan di bidang investasi. Salah
satu kegiatannya adalah Forum Perangkat Daerah Bidang Investasi yang dilaksanakan
bersamaan dengan kegiatan penelitian lapangan ini, yakni pada tanggal 6-7 Maret 2018 di Hotel
Mason Pine, Kota Baru Parahyangan. Kegiatan tersebut melibatkan 27 pemerintahan
kabupaten/kota dan juga bekerjasama Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pemberdayaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).9
B. Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Sulawesi Selatan menjadi provinsi dengan daya tarik investasi terbaik di
Indonesia atau Rangking Doing Business Index 2016 berdasarkan laporan Asia Competitiveness
Institute (ACI). Pencapaian ini berkaitan langsung dengan kapasitas tata kelola pemerintahan
yang baik, melayani kepentingan masyarakat, menegakkan aturan secara adil, melindungi
kelompok masyarakat tanpa pandang bulu. Provinsi Sulawesi Selatan mencapai skor tertinggi
dengan nilai 1.857, mengungguli DKI Jakarta (1.618), Jawa Timur (1.542), Jawa Tengah (1.486)
dan Jawa Barat (1.249). Pencapaian ini, membuat Provinsi Sulawesi Selatan menjadi provinsi
yang paling kondusif dan ramah menerima investasi dari luar.
Realisasi investasi di Provinsi Sulawesi Selatan tahun lalu meningkat tajam sebesar
126,66% daripada tahun lalu sebesar Rp8,4 triliun. Dinas Penanaman Modal dan PTSP Provinsi
7 Bank Indonesia. (2017). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Barat Mei 2017. Bandung : Bank
Indonesia. Hlm 40. 8 Bappeda Provinsi Jawa Barat, “Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat
Tahun 2019”, disampaikan pada Forum Perangkat Daerah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), tanggal 6 Maret 2018.
9 Diskusi dengan Tatang, Kasubdit Investasi Bappeda Provinsi Jawa Barat tanggal 5 Maret 2018.
8
Sulawesi Selatan mencatat realisasi investasi di Sulsel selama 2017 sebesar Rp11,486 triliun,
melampaui target awal Rp9 triliun. Total realisasi itu terbagi atas penanaman modal dalam
negeri (PMDN) sebesar Rp1,969 triliun dan penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp9,515
triliun.
Untuk realisasi investasi sepanjang 2017 memang lebih dominan dari sektor PMA.
Beberapa negara yang memiliki investasi besar di antaranya Inggris, British Virgin Island, Hong
Kong, dan Singapura. Investasi itu di antaranya ditanam dalam proyek kereta api, Makassar New
Portugal (MNP), dan bandara. Jika berdasarkan sektor ekonomi, realisasi investasi didominasi
sektor listrik, gas, dan air sebesar 38%. Kemudian disusul sektor industri makanan, sektor
pertambangan, dan sektor perumahan masing-masing sebesar 29%, 11%, dan 9%. Sementara,
investasi pada sektor perdagangan di Provinsi Sulawesi Selatan belum menjadi prioritas,
dimana hanya mencapai 1%.
Terdapat beberapa kendala dan permasalahan dalam investasi dan penanaman modal di
Provinsi Sulawesi Selatan. Permasalahan dan kendala tersebut adalah :10
1. BKPM menyebutkan bahwa untuk Provinsi Sulawesi Selatan diperlukan pembaharuan. Peta
Investasi yang menyeluruh terhadap industri potensial di Provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini
termasuk data dan fakta terkait potensi investasi, lokasi eksisting dan lokasi
pengembangan industri.
2. Lebih lanjut BKPM menjelaskan bahwa masih rendahnya promosi bagi calon investor
khusus kepada industri potensial dari Provinsi Sulawesi Selatan.
3. Terkait dengan industri ternak, masih rendahnya infrasatruktur khususnya diperlukannya
pelabuhan khusus ternak di sentra produksi ternak di seluruh Provinsi Sulawesi Selatan.
4. Masih kurangnya pengembangan Bandara perintis di Sulawesi Selatan khususnya daerah-
daerah ujung seperti Bandara Baru Buntu Kunik, Tanatoraja untuk mempercepat
pembangunan investasi sector Pariwisata di Tana Toraja.
5. Kondisi infrastruktur jalan di Provinsi Sulawesi Selatan yang masih perlu ditingkatkan
terutama akses-akses di Kabupaten dan Kota di seluruh Provinsi Sulawesi Selatan guna
mempercepat transportasi dan pengangkutan orang, barang dan jasa.
6. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan yang tinggi per tahun akibat tingginya
aktivitas perekonomian. Tingginya tingkat aktivitas perekonomian maka mendorong
peningkatan demand akan ketenagalistrikan. Kondisi saat ini diperlukan tambahan
percepatan pembangunan pembangkit-pembangkit tenaga listrik dan peningkatan
infrastruktur jaringan kelistrikan di seluruh Provinsi Sulawesi Selatan guna mengantisipasi
peningkatan permintaan akan tenaga listrik.
10 Badan Koordinasi Penanaman Modal. (2015). Rencana Strategis Badan Koordinasi Penanaman Modal Tahun 2015-2019. Jakarta: BKPM.
9
7. Sentra-sentra produksi dan industri di Kabupaten/Kota di seluruh Provinsi Sulawesi
Selatan menghadapi kendala kurangnya fasilitas dermaga dan pelabuhan khususnya untuk
kabupaten di Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan.
8. Provinsi Sulawesi Selatan sebagai sentra produksi bahan pangan khususnya beras, masih
dihadapkan kendala terhadap pengairan untuk sawah. Untuk itu diperlukan percepatan
pembangunan bendungan yang ada khususnya di Daerah Torere, Bontosungu,
Passellorang, Kelara Karalloe.
9. Aksesibilitas masyarakat untuk perpindahan antar Kabupaten dan kota masih kurang.
Untuk itu pembangunan jalur kereta api yang ada saat ini perlu dipercepat guna
mempercepat perpindahan orang dan barang melewati jalur kereta api, hal ini dikarenakan
kapasitas jalan yang terbatas.
10. Lebih lanjut BKMD Provinsi Sulawesi Selatan menambahkan kendala yang dihadapi bagi
peningkatan penanaman modal adalah investor kerap kali mengalami kendala saat ingin
menanamkan modalnya di Provinsi Sulawesi Selatan. Kesulitan tersebut berasal dari
kesulitan administratif dan regulasi yang ada di daerah. Sehingga seolah-olah pemerintah
daerah Kabupaten dan Kota memperlambat gerak dari investor untuk menanamkan
modalnya di Provinsi Sulasewesi Selatan. 11
11. Tingkat kenaikan upah yang pada saat ini cukup tinggi di Provinsi Sulawesi Selatan menjadi
isu yang wajib menjadi perhatian. Hal ini dikarenakan kenaikan upah buruh yang tinggi
mendorong peningkatan biaya dan dapat menurunkan minat investor untuk investasi di
Provinsi Sulawesi Selatan.12
Untuk mendorong pertumbuhan investasi daerah, pemerintah provinsi Sulsel selalu
berusaha menjaga stabilitas ekonomi dan keamanan. upaya mengendalikan stabilitas ekonomi
terutama dilakukan dengan menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok, terutama pada
kelompok bahan makanan untuk menekan pergerakan inflasi inti dan elastisitas garis
kemiskinan. Elastisitas garis kemiskinan terutama dipengaruhi oleh kelompok tertentu yang
berada di pedesaan. Terkait regulasi di bidang investasi secara umum, Pemerintah Provinsi
Sumsel akan melakukan beberapa tindakan, diantaranya:13
1. menyusun suatu regulasi yang meningkatkan kenyamanan berinvestasi;
2. percepatan fasilitasi investasi yang bermasalah dengan lingkungan dan regulasi yang
berjalan; serta
11 “Realisasi Investasi Turun di Sulawesi Selatan”, Online, Liputan 6, 23 Maret 2014. Diunduh dari https://www.liputan6.com/bisnis/read/2026793/realisasi-investasi-turun-di-sulawesi-selatan, tanggal 21 September 2018. 12 Paparan BKPM dengan Judul Penguatan Iklim Investasi Daerah Dalam Mendorong Investasi dan Daya Saing Daerah, tahun 2014. 13 Ini Strategi Pemprov Sulsel Tingkatkan Perekonomian 2018 Mendatang, https://arsip2.kabar.news/ini-strategi-pemprov-sulsel-tingkatkan-perekonomian-2018-mendatang, diakses 20 September 2018.
10
3. peningkatan kelayakan hak-hak bagi tenaga kerja dan fasilitasi penyelesaian konflik
masalah ketenagakerjaan.
4. Terkait infrastruktur,dilakukan persiapan lahan yang bebas sengketa dengan tetap
mempertimbangkan analisis dampak lingkungan;
5. perluasan kesempatan kerja yang layak, mendorong pengembangan KUKM dan
pengendalian harga untuk menekan inflasi, terutama pada kelompok bahan makanan
pokok.
6. pengembangan sistem pemberian subsidi bagi masyarakat miskin untuk meningkatkan
keakurasian data dan ketepatan sasaran penerima bantuan, hal ini dilakukan untuk
menekan beban pengeluaran masyarakat miskin terutama untuk kebutuhan dasar agar
dapat diarahkan pada pengembangan usaha rumah tangga atau kebutuhan rumah tangga
lainnya.
IV. Penutup
Selain perubahan prosedur dan tata cara penanaman modal, hal tidak kalah penting
dalam mempengaruhi laju investasi di suatu daerah adalah kualitas kepala daerah. Seorang
kepala daerah harus mampu membenahi permasalahan serta kendala yang menghambat laju
investasi. Pada daerah penelitian kalo ini yaitu Provinsi Jawa Barat dan Sulawesi Selatan
memiliki beberapa kendala yang dihadapi seperti kurangnya ketersediaan infrastruktur sebagai
pendukung pembagunan, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada, upah minimum di
daerah, serta proses perbaikan dari aspek regulasi dan kepastian hukum.
Tindakan untuk mengatasai permasalahan dan kendala tersebut seperti menyusun suatu
regulasi yang meningkatkan kenyamanan berinvestasi, percepatan fasilitasi investasi yang
bermasalah dengan lingkungan dan regulasi yang berjalan, peningkatan kelayakan hak-hak bagi
tenaga kerja dan fasilitasi penyelesaian konflik masalah ketenagakerjaan, persiapan lahan yang
bebas sengketa dengan tetap mempertimbangkan analisis dampak lingkungan, perluasan
kesempatan kerja yang layak, pengendalian harga untuk menekan inflasi terus diusahakan
pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat dan Sulawesi Selatan agar investasi terus bertumbuh.
Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk meingkatkan pertumbuhan investasi
di Indonesia dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Strategi kebijakan jangka pendek
yang dapat dilakukan antara lain menentukan skala prioritas dalam investasi nasional,
mendorong investasi pada bidang usaha yang mengutamakan sumber daya domestik, investasi
yang berskala ekspor, pengembangan industri padat karya, pemberian layanan administrasi dan
layanan bisnis yang efisien, program pengembangan sumber daya manusia difokuskan pada
peningkatan kualitas SDM dan peningkatan koordinasi lintas sektoral dan fasilitator bagi
investor dalam kegiatan investasi.
11
Sementara, untuk strategi jangka menengah yang dapat dilakukan antara lain penetapan
tahapan prioritas investasi berdasarkan kondisi daerah, dan institusi, dan mengurangi
ketergantungan terhadap bahan baku impor. Selanjutnya untuk strategi kebijakan jangka
panjang, yang perlu dolakukan agar investasi selalu berkembang adalah membuat kebijakan
investasi dengan pengembangan industri berbasis teknologi dan pengetahuan secara bertahap.
Jika strategi jangka pendek, menengah, dan panjang ini dapat dilaksanakan, diharapkan iklim
investasi di Indonesia dapat diperbaiki, pertumbuhan investasi meningkat, dan dapat
mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
12
DAFTAR PUSTAKA
Neuman (2014). Social Research Methods:Qualitative and Quantitative Approaches. London: Pearson.
Haddad, M., dan Harrison, A. (1993). Are There positive spillovers from direct foreign investment? Journal of Development Economics. Vol.42 (1), hlm. 51-74.
Hoftman, B.,Kai, K. dan Gunther, G.S. (2003). Corruption and Decentralization. International Conference on Decentralization and its Impact on Local Government and Society. May 15-17.
Jhingan, M.L. (2013). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Translated by D. Guritno. Jakarta: Rajawali Pers.
KPPOD. (2002). Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia: Persepsi Dunia Usaha. Jakarta: KPPOD.
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). 2013. Laporan Penelitian "Kerjasama Antar Daerah di Bidang Perdagangan sebagai alternatif Kebijakan peningkatan Perekonomian Daerah”. Jakarta: KPPOD, USAID, and SEADI.
Kuncoro, Mudrajat. Ekonomika Indonesia: Dinamika Lingkungan Bisnis di Tengah Krisis Global. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Yogyakarta.
Kuncoro, Mudrajat., Subarkah, J., Djatmiko, BA., Kusumo, P., Wardani, EM., Djani, RW., Supomo, IA. (2004). Domestic Regulatory Constrains to Labour Intensive Manufacturing Export, report for GIAT-USAID. Jakarta: Pusat Studi Asia Pasific UGM.
Nailu, Z., N. (2010). Impact of Foreign Direct Investment on Trade of African Countries. International Journal of Economic and Finance. Vol.2(3).
Pramudita, R.S. (2012). Analisis Pengaruh Keterbukaan Perdagangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Penanaman Modal Asing, dan Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang dengan Pendekatan Vector Autoregressive. Skripsi. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.
Priyarsono, D.S. (2011). Dari Pertanian Ke Industri: Analisis Pembangunan dalam Perspektif Ekonomi Regional. Bogor: IPB Press.
Ray, S. (2002). Notes on Domestic Trade and Decentralization. Unpublished paper. Jakarta : Partnership for Economic Growth.
SMERU. (2001). Regional Autonomy and the Business Climate : Three Kabupaten Case Studies from North Sumatrans. Jakarta : SMERU.
Salvatore, D. (2007). International Economics. New Jersey : Prentice Hall.
Satfitriani, Suci. (2014). Perdagangan Internasional dan Foreign Direct Investment di Indonesia. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan. Vol. 8(1). 2014. Page 93-116.
World Bank. (2018). Doing Business 2018 : Equal Opportunity for All. Washington: World Bank.
“Minister of Home Affairs Publishes 3,143 Regional Regulations Revoked and Revised by the Government”, (online), (http://news.detik.com/berita/3238417/mendagri-publikasikan-3143-perda-yang-dicabut-atau-direvisi-pemerintah, diakses 02 Februari 2018).