Upload
trandieu
View
239
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS WARALABA
LEMBAGA PENDIDIKAN PRIMAGAMA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
DEWI IRMA FITRIANI NIM: 104046101578
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/ 2009 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 7 Juli 2009
Dewi Irma Fitriani
STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS WARALABA
LEMBAGA PENDIDIKAN PRIMAGAMA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
Dewi Irma Fitriani
NIM: 104046101578
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Hotnida Nasution, S. Ag., MA. Rosdiana, M.A.
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/ 2009 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS WARALABA
LEMBAGA PENDIDIKAN PRIMAGAMA telah diujikan dalam sidang
Munaqosyah Fakultas Syariah dan Hukuim Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 5 Agustus 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) pada Program
Studi Muamalat (Ekonomi Islam).
Ciputat, 5 Agustus 2009
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM.
NIP. 150 210 422
PANITIA UJIAN
Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag.
NIP. 150 289 264 ( ........................ )
Sekretaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag.
NIP. 150 318 308 ( ........................ )
Pembimbing I : Hotnida Nasution, S.Ag., M.A.
NIP. 150 282 631 ( ........................ )
Pembimbing II: Rosdiana, M.A.
NIP. 150 327 332 ( ........................ )
Penguji I : H. Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Lc. M.A.
NIP. 150 238 774 ( ........................ )
Penguji II : Dr. Euis Amalia, M.Ag.
NIP. 150 289 264 ( ........................ )
STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS WARALABA
LEMBAGA PENDIDIKAN PRIMAGAMA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
Dewi Irma Fitriani
NIM: 104046101578
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Hotnida Nasution, S. Ag., MA. Rosdiana, M.A.
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/ 2009 M
ABSTRAKSI
Konsep bisnis waralaba menjadi salah satu strategi alternatif bagi UKM untuk
memberdayakan dan mengembangkan perekonomian di masa mendatang. Melalui
proses kemitraan waralaba yang saling menguntungkan antara UKM (investor/
franchisee) dengan franchisor (pemilik waralaba) ataupun sebaliknya, diharapkan
akan membuat UKM menjadi lebih kuat dan mandiri.
Dengan keunikan yang dimilikinya, waralaba menawarkan berbagai keuntungan bagi
pihak-pihak yang terkait di dalamnya. Bagi franchisor, konsep waralaba dapat
menjadi alternatif untuk mempermudah expansi usaha yang dimilikinya. Sedangkan
bagi franchisee sendiri dengan adanya konsep waralaba ini, ia tidak lagi harus
memulai usaha dari nol, tapi hanya tinggal meneruskan setengah perjalanan yang
telah dimulai oleh franchisor sebelumnya. Dengan demikian, peluang kegagalan yang
akan diterimanya pun dapat ditekan seminimal mungkin.
Namun demikian, sebagaimana umumnya sebuah bisnis, usaha yang dijalankan
dengan sistem waralaba pun masih berpeluang menerima resiko kerugian. Di sinilah
pentingnya untuk merumuskan strategi yang cerdas dan jitu yang dapat dimanfaatkan
menjadi sebuah peluang yang memihak kepada pelaku usaha. Dalam hal ini, kita bisa
mempergunakan analisis SWOT untuk merumuskan rencana dan strategi usaha
dengan cara memanfaatkan setiap kekuatan dan peluang yang ada untuk digabungkan
dengan kelemahan dan tantangan yang dihadapi agar dapat diminimalisir sekecil
mungkin. Di sinilah penulis akan mencoba untuk merumuskan alternatif rencana dan
strategi bisnis yang disusun berdasarkan faktor-faktor internal (kekuatan dan
kelemahan) dan faktor-faktor eksternal (peluang dan tantangan) yang terdapat dalam
tubuh Primagama.
Di sisi lain, penulis juga melakukan tinjauan kesyari’ahan terhadap strategi
pengembangan bisnis waralaba Primagama. Secara garis besar, aspek kesyari’ahan
yang dapat dilihat dari konsep bisnis waralaba terdiri dari tiga hal pokok, yakni aspek
pemanfaatan hak cipta, aspek kemitraan usaha, dan aspek penyelesaian masalah yang
terjadi. Berdasarkan ketiga hal tersebut, dapat terlihat hal-hal yang akan
mengindikasikan tentang kesesuaian konsep bisnis waralaba yang dijalankan
Primagama dengan nilai-nilai dan aturan syari’ah.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke
hadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya tanpa
jemu. Sesungguhnya, hanya karena kemurahan hati-Nyalah sehingga akhirnya
penulis dapat juga menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW beserta seluruh keluarga, sahabat
dan juga ummatnya yang senantiasa setia berjuang menegakkan amar ma’ruf nahi
munkar.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari terdapat banyak kendala
yang menghambat langkah penulis untuk merampungkan skripsi ini dengan segera.
Namun, berkat bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai persyaratan mendapatkan gelar Sarjana
Ekonomi Islam (SEI) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. Selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Euis Amalia, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Muamalat dan H. Ah. Azharuddin
Lathif, M.Ag. selaku Sekretaris Jurusan Muamalat.
3. Dr. H. Muhammad Taufiki, M. Ag. Selaku Pembimbing Akademik penulis
4. Ibu Hotnida Nasution, S. Ag., MA. dan Ibu Rosdiana, MA. selaku Dosen
Pembimbing skripsi penulis yang telah memberikan arahan, saran, dan ilmunya
hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Bekasi,
5. Ir. H. Siyamto Hendro selaku Manajer Area Jabotabek Lembaga Pendidikan
Primagama yang telah bersedia meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk
membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
6. Pimpinan Perpustakaan yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi
perpustakaan di lingkungan perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum.
7. Orangtua tercinta yang selalu membimbing dan men-support penulis baik moril
maupun materiil tanpa pernah mengeluh dan berputus asa.
8. Saudari-saudari penulis; Jamila Dianasari, S.P., Rifda Kurnia Islami, S.pd., dan
Firda Aulia yang turut memberikan kontribusinya serta motivasi bagi penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. K.H. Bahruddin dan Umi serta teman-teman Ma’had Daar el-Hikam yang telah
memberikan banyak pelajaran berharga bagi penulis tentang kenikmatan dan
karunia Allah yang tak pernah terbatas ruang dan waktu.
10. Teman-teman mahasiswa jurusan Perbankan Syari’ah angkatan 2004 yang tidak
dapat disebutkan satu persatu namanya, semoga ilmu yang kita miliki dapat
bermanfaat di dunia dan akhirat.
11. Rekan-rekan tutor dan staff Bimbingan Belajar Gama ’88 yang sudah sangat
pengertian dan toleransi untuk memberikan keluangan waktu bagi penulis agar
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
Kiranya skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun kritik dan saran dari
para pembaca sangat diharapkan untuk kesempurnaannya, besar harapan penulis agar
skripsi ini bisa bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi penulis dan masyarakat
seluruhnya.
14 Sya’ban 1430 H
5 Agustus 2009 M
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. iii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………….. v
DAFTAR DIAGRAM …………………………………………………………… vi
DAFTAR GRAFIK ……………………………………………………………… vii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………………….. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………… 7
D. Metode Penelitian ………………………………………………… 8
BAB II: KONSEP WARALABA DAN PENDEKATAN ANALISIS SWOT
A. Konsep Waralaba …………………………………………………. 14
B. Konsep Analisis SWOT sebagai Formulasi Strategi ……………… 31
BAB III: PROFIL LEMBAGA PENDIDIKAN & WARALABA PRIMAGAMA
A. Company Profile Primagama ……………………………………… 38
B. Mekanisme Pengelolaan dan Pengembangan Waralaba Primagama. 47
BAB IV: ANALISIS SWOT DAN ANALISIS KESYARIAHAN TERHADAP
WARALABA PRIMAGAMA
A. Pendekatan Analisis SWOT terhadap Strategi Pengembangan
Bisnis Waralaba Primagama ………………….................................. 62
B. Analisis Kesyariahan terhadap Strategi Pengembangan
Bisnis Waralaba Primagama ……………………………………….. 75
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………........... 90
B. Saran ……………………………………………………………….. 92
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 93
LAMPIRAN ……………………………………………………………………….. 95
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Jumlah Perusahaan Franchise di Indonesia Berdasarkan 8
Asalnya ........................................................................................ 3
2. Tabel 2 Review Kajian Terdahulu tentang Waralaba .............................. 10
3. Tabel 3 Objek Kajian Penelitian Skripsi yang Dilaksanakan ................... 11
4. Tabel 4 Kebaikan Usaha Waralaba bagi Franchisor dan Franchisee ..... 24
5. Tabel 5 Keburukan Usaha Waralaba bagi Franchisor dan Franchisee .... 25
6. Tabel 6 Matriks SWOT Faktor-faktor IFAS dan EFAS ........................... 36
7. Tabel 7 Ketentuan Penjualan Franchise Tahun Ajaran 2008/ 2009 ......... 53
8. Tabel 8 Matriks SWOT Waralaba Primagama .......................................... 73
DAFTAR DIAGRAM
1. Diagram 1 Hubungan Kemitraan Pewaralaba dan Terwaralaba ...................... 19
2. Diagram 2 Hak dan Kewajiban antara Franchisor dan Franchisee secara
Umum ............................................................................................. 20
3. Diagram 3 Unsur-unsur dalam Waralaba .......................................................... 22
4. Diagram 4 Kuadran Analisis SWOT ................................................................ 35
5. Diagram 5 Struktur Kepengurusan Unit Usaha Lembaga Pendidikan
Primagama .................................................................................... 43
6. Diagram 6 Struktur Organisasi Kantor Pusat Operasional Primagama ............ 44
7. Diagram 7 Flow Chart Proses Penjualan Waralaba Primagama ....................... 55
DAFTAR GRAFIK
1. Grafik 1 Grafik Pertumbuhan Jumlah Siswa Bimbingan Belajar
Primagama ............................................................................... 61
2. Grafik 2 Grafik Pertumbuhan Cabang Bimbingan Belajar Primagama .. 61
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Jumlah Perusahaan Franchise di Indonesia Berdasarkan
Asalnya ........................................................................................ 3
2. Tabel 2 Review Kajian Terdahulu tentang Waralaba .............................. 10
3. Tabel 3 Objek Kajian Penelitian Skripsi yang Dilaksanakan ................... 11
4. Tabel 4 Kebaikan Usaha Waralaba bagi Franchisor dan Franchisee ..... 24
5. Tabel 5 Keburukan Usaha Waralaba bagi Franchisor dan Franchisee .... 25
6. Tabel 6 Matriks SWOT Faktor-faktor IFAS dan EFAS ........................... 36
7. Tabel 7 Ketentuan Penjualan Franchise Tahun Ajaran 2008/ 2009 ......... 53
8. Tabel 8 Matriks SWOT Waralaba Primagama .......................................... 73
DAFTAR DIAGRAM
1. Diagram 1 Hubungan Kemitraan Pewaralaba dan Terwaralaba ...................... 19
2. Diagram 2 Hak dan Kewajiban antara Franchisor dan Franchisee secara
Umum ............................................................................................. 20
3. Diagram 3 Unsur-unsur dalam Waralaba .......................................................... 22
4. Diagram 4 Kuadran Analisis SWOT ................................................................ 35
5. Diagram 5 Struktur Kepengurusan Unit Usaha Lembaga Pendidikan
Primagama .................................................................................... 43
6. Diagram 6 Struktur Organisasi Kantor Pusat Operasional Primagama ............ 44
7. Diagram 7 Flow Chart Proses Penjualan Waralaba Primagama ....................... 55
DAFTAR GRAFIK
1. Grafik 1 Grafik Pertumbuhan Jumlah Siswa Bimbingan Belajar
Primagama ............................................................................... 61
2. Grafik 2 Grafik Pertumbuhan Cabang Bimbingan Belajar Primagama .. 61
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendekatan bisnis melalui sistem waralaba/ franchising merupakan salah
satu strategi alternatif bagi pemberdayaan UKM untuk mengembangkan ekonomi
dan UKM di masa mendatang. UKM harus mampu membesarkan dirinya secara
bersinergi dengan pengusaha besar terutama yang berkelas dunia serta bervisi
global. Sekurang-kurangnya pada tahap awal perkembangannya. Melalui proses
kemitraan waralaba yang saling menguntungkan antara UKM (selaku penerima
waralaba) dengan pemberi waralaba (franchisor yang umumnya adalah
pengusaha besar), diharapkan dapat membuat UKM menjadi lebih kuat dan
mandiri.1
Waralaba (franchise) sendiri sebenarnya adalah salah satu bentuk usaha
untuk memudahkan wirausahawan/ sektor UKM (terutama yang baru terjun ke
dunia bisnis) dalam mengembangkan usahanya. Melalui sistem waralaba, seorang
wirausahawan tidak perlu bekerja keras untuk merintis usaha dari nol, namun
tinggal menggunakan sistem paten yang telah terlebih dahulu diuji coba dan
dikembangkan oleh pemilik waralaba tersebut.
Pada dasarnya franchise adalah sebuah perjanjian mengenai metode
pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen. Franchisor (pewaralaba)
1 Herustiati dan Victoria Simanungkalit, “Waralaba: Bisnis Prospektif bagi UKM,”
artikel diakses pada 29 Agustus 2008 dari http://www.google.co.id.
dalam jangka waktu tertentu memberikan lisensi kepada franchisee (terwaralaba)
untuk melakukan usaha pendistribusian barang dan jasa di bawah nama identitas
franchisor dalam wilayah tertentu. Usaha tersebut harus dijalankan sesuai dengan
prosedur dan cara yang ditetapkan franchisor. Franchisor memberikan bantuan
(assistance) terhadap franchisee. Sebagai imbalannya franchisee membayar
sejumlah uang berupa innitial fee dan royalty.2
Eksistensi pola bisnis waralaba dapat menjadi titik balik bagi
perkembangan dunia usaha di Indonesia. Berbagai macam kemudahan dapat
dijumpai melalui sistem bisnis waralaba sehingga membuat wirausahawan pun
lebih bergairah untuk menjalankan usahanya. Keunikan dan kemudahan yang
ditawarkan melalui sistem ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelaku
usaha, baik untuk pelaku usaha yang ingin melebarkan usahanya maupun bagi
usahawan yang baru saja merintis usaha dengan sistem ini.
Sebagaimana dikutip oleh Dharmawan Budi Suseno, berdasarkan hasil
penelitian konsultan waralaba di Indonesia, yaitu AK & Partners: waralaba dapat
dikatakan mulai berkembang pesat sejak tahun 1990-an. Tepatnya pada tahun
1991 – 1996, pengguna pola waralaba mencatat lompatan yang cukup signifikan.
Jika pada tahun 1991 jumlah bisnis yang diwaralabakan baru 27 unit usaha, pada
tahun 1995 meningkat menjadi 139 (asing maupun lokal), peningkatan luar biasa
2 Gemala Dewi. dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta, Kencana Prenada
Media Group, 2006, h. 187.
terjadi pada waralaba asing, meningkat 1.783, 33% (dari 6 unit usaha menjadi
113) (Dit.JenDagri). Bahkan, menurut majalah SWA edisi 29 Januari 1997,
pewaralaba asing sampai Maret 1996 saja sudah mencapai 199 perusahaan.3
Sedangkan berdasarkan Data Deperindag seperti yang dilansir oleh
Bambang N. Rahmadi sebagaimana dikutip oleh Rambat Lupiyoadi, Herustiati
dan Victoria Simanungkalit bahwa selama periode 1992 – 2004 perkembangan
franchise lokal lebih menonjol dalam perkembangan industri waralaba di
Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1
Jumlah Perusahaan Franchise di Indonesia Berdasarkan Asalnya
Periode 1992 – 1997 4 & 2000 – 2004
5
Franchise Asing Franchise Lokal Tahun
Jml Pertumbuhan Jml Pertumbuhan
1992 29 6
1995 117 303% 15 150%
1996 210 79,5% 20 33,3%
1997 235 11,9% 30 50%
2000 212 -9,8% 39 30%
2001 230 8% 42 8%
2002 255 11% 45 7%
2003 239 -16% 49 8, 8 %
2004 270 12, 9% 62 26, 5 %
Sebagaimana dikutip oleh Tri Raharjo, dikatakan bahwa Perhimpunan
Waralaba dan Lisensi Indonesia (Wali) sendiri memperkirakan ada 700 waralaba
lokal di tahun 2008, adapun Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) mendesirkan
3Ibid., h. 13.
4 Herustiati dan Victoria Simanungkalit, “Waralaba: Bisnis Prospektif bagi UKM,”
artikel diakses pada 29 Agustus 2008 dari http://www.google.co.id. 5 Rambat Lupiyoadi, Entrepreneurship, h. 179.
jumlah yang sama banyak, yaitu lebih dari 500 merk waralaba.6 Perkembangan
dan pertumbuhan franchise selama 4 tahun terakhir memang sangat
menggembirakan. Hasil survey juga menemukan, market size bisnis franchise
sangat besar. Omzet secara keseluruhan dari seluruh pemain di bisnis ini untuk
2008 diperkirakan mencapai Rp. 81, 03 T.7
Satu hal yang menarik adalah keunggulan waralaba lokal dibandingkan
waralaba asing dalam hal daya tahan menghadapi krisis moneter. Bahkan
waralaba lokal tetap tumbuh selama krisis moneter di Indonesia. Di saat
pertumbuhan ekonomi nasional di bawah 3 % pada periode 1996-1997, usaha
waralaba lokal justru mampu tumbuh sebesar 12, 5 %. Mengapa? Selisih kurs
yang demikian besar antara rupiah dengan dollar mengakibatkan waralaba lokal
memiliki keunggulan kompetitif dibanding waralaba asing yang mengalami
tekanan kurs.8
Pangsa pasar Indonesia yang berpenduduk lebih dari 200 juta orang
menjadi potensi tersendiri bagi pemilik waralaba (franchisor) untuk melakukan
expansi usahanya di Indonesia. Penerima waralaba pun dapat mengambil
keuntungan dari sistem waralaba ini. Karena bagi terwaralaba/ franchisee, dengan
sistem waralaba ini ia tidak harus memulai usaha dari nol, tapi hanya tinggal
6 “Data Perkembangan Waralaba,” artikel diakses pada 04 September 2008 dari
http://web.bisnis.com. 7 Tri Raharjo, “Franchise Tumbuh Subur dengan Catatan,” artikel diakses pada 21
Februari 2009 dari http://salamfranchise.com 8 Sri Bimo Ariotejo, “Franchise Sesuai Kocek Kantong Cekak,” Modal, Edisi 29 (Juni
2005): h. 10.
meneruskan setengah perjalanan yang telah dimulai oleh franchisor sebelumnya.
Dengan demikian peluang kegagalannya pun dapat ditekan seminim mungkin.
Namun demikian, sebagaimana umumnya bisnis, waralaba juga tetap
memiliki resiko kerugian. Di sinilah pentingnya untuk “meneliti terlebih dahulu
sebelum membeli”. Analisa kelayakan usaha sangat diperlukan untuk meraih
kesuksesan dalam bisnis waralaba ini. Untuk mencapai suatu keberhasilan
diperlukan perencanaan yang matang dan cara berpikir strategis. Karena di setiap
masalah yang nantinya akan kita hadapi selalu tersedia ruang kosong untuk
sebuah peluang. Di sinilah pentingnya strategi yang cerdas dan jitu, dan itu semua
tergantung dari kemampuan kita untuk memilah dan memanfaatkannya menjadi
peluang yang memihak kepada kita.9
Setiap pengelolaan dan pengembangan usaha memerlukan suatu
perencanaan strategis, yaitu suatu pola atau struktur yang akan mendukung
menuju ke arah tujuan akhir yang ingin dicapai. Untuk dapat memilih dan
menetapkan strategi yang akan dipakai dapat dilakukan melalui pendekatan
dengan analisis SWOT.
Konsep dasar pendekatan SWOT ini tampaknya sederhana sekali yaitu
sebagaimana dikutip oleh Freddy Rangkuti dari Sun Tzu, bahwa: “Apabila kita
telah mengenal kekuatan dan kelemahan diri sendiri dan mengetahui kekuatan
dan kelemahan lawan, sudah dapat dipastikan bahwa kita akan dapat
9 Nindya Fatikhnansa, Bisnis Menguntungkan Dengan Modal 100.000-an, Jakarta, Hi-
Fest Publishing, 2008, h. 8.
memenangkan pertempuran.” Dalam perkembangannya saat ini, SWOT tidak
hanya dipakai untuk menyusun strategi di medan pertempuran, melainkan banyak
dipakai juga dalam penyusunan perencanaan strategi bisnis yang bertujuan untuk
menyusun strategi-strategi jangka panjang sehingga arah dan tujuan perusahaan
dapat dicapai dengan jelas dan dapat segera diambil keputusan, berikut semua
perubahannya dalam menghadapi pesaing.10
Demikian pula halnya dalam pengembangan bisnis franchise, walaupun
telah memiliki sistem paten yang sudah teruji dengan baik, namun tetap saja
diperlukan suatu perencanaan bisnis yang akurat. Bagi pewaralaba rencana bisnis
tersebut amat diperlukan mengingat semakin menjamurnya usaha franchise asing
maupun lokal, sehingga apabila tidak dikelola dengan serius secara efektif dan
efisien, bukan tidak mungkin apabila kelak waralaba yang telah dibangunnya
akan gagal di tengah jalan. Sedangkan bagi franchisee sendiri sangat penting
untuk meneliti terlebih dahulu sebelum membeli produk franchise yang diincar.
Sekalipun iklannya ‘wah’ dan promosinya gencar, namun hal itu belum cukup
untuk memberikan indikasi bahwa waralaba itu akan menguntungkan di
kemudian hari. Jangan sampai investasi yang telah ditanamkan menjadi sia-sia
hanya karena kesalahan kita dalam memilih usaha waralaba yang akan dijalani.
Di sinilah arti penting dari analisis SWOT sebagai alat ukur untuk
mempermudah wirausahawan dalam menyusun strategi bisnis yang akan
10 Freddy Rangkuti, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, cet.xiv, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. x.
disusunnya dengan harapan bila semakin matang rencana dan strategi bisnis yang
disusunnya maka resiko kerugian yang akan diterima juga akan semakin minim.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang di atas,
penulis merasa perlu untuk membatasi permasalahan yang ada dan
memfokuskan penelitian dalam penggunaan analisis SWOT sebagai sebuah
strategi dalam pengembangan bisnis Franchise pada waralaba Primagama
disertai dengan tinjauan kesyariahan terhadap strategi pengembangan bisnis
waralaba Primagama.
2. Dari pembatasan masalah tersebut, rumusan masalah yang akan dikaji
adalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah bentuk strategi bisnis yang selama ini dilakukan Primagama
dalam pengembangan usahanya?
b. Bagaimanakah alternatif rencana dan strategi bisnis yang tepat untuk
diaplikasikan pada Lembaga Pendidikan Primagama melalui pendekatan
analisis SWOT?
c. Bagaimanakah tinjauan kesyariahan terhadap strategi pengembangan
bisnis waralaba Primagama?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui strategi bisnis yang dijalankan pada Primagama
b. Untuk mengetahui alternatif rencana dan strategi bisnis yang tepat untuk
diaplikasikan pada Primagama melalui pendekatan SWOT
c. Untuk mengetahui tentang tinjauan kesyariahan terhadap waralaba
Primagama
2. Manfaat Penelitian
a. Secara akademis adalah untuk menambah khazanah keilmuan dalam
penyusunan strategi pengembangan bisnis Franchise dan keilmuan
tentang tinjauan kesyariahan terhadap strategi pengembangan bisnis
waralaba, khususnya pada waralaba Primagama
b. Secara praktis agar dapat digunakan sebagai informasi dan rujukan dalam
penerapan strategi bisnis franchise melalui pendekatan analisis SWOT
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini akan digunakan jenis penelitian kualitatif di mana data
dinyatakan dalam bentuk tertulis berupa kata, kalimat, atau gambar dan bagan
yang tersusun secara sistematis dan tidak dinyatakan dalam bentuk angka.
2. Objek Penelitian
Penulis mengambil objek penelitian pada Lembaga Pendidikan Primagama
yang menggunakan sistem waralaba dalam pengembangan bisnisnya. Sebagai
suatu entitas usaha yang berupaya melebarkan sayapnya melalui konsep
waralaba, Primagama memegang rekor sebagai lembaga pendidikan dengan
franchise terbanyak, mencapai lebih dari 688 cabang pada tahun ajaran 2008/
2009. Atas kesuksesannya tersebut, Primagama mendapatkan banyak
penghargaan dari berbagai institusi, diantaranya rekor MURI sebagai bimbel
terbesar di Indonesia dan Five Top Franchise Award 2008 versi majalah Info
Franchise Indonesia.
Berdasarkan kesuksesan yang telah diraih oleh waralaba Primagama tersebut
penulis merasa tertarik untuk mengkaji strategi pengembangan bisnis yang
selama ini dilakukan dalam pengelolaan waralaba Primagama melalui
pendekatan analisis SWOT serta menganalisa lebih jauh tentang aspek
kesyariahan waralaba Primagama.
3. Jenis dan Sumber Data
Adapun data yang didapatkan bersumber dari:
a. Data Primer, melalui dokumen resmi dari sumber terkait dan juga melalui
interview (wawancara) sebagai suatu bentuk komunikasi untuk
memperoleh informasi yang dilakukan secara terstruktur. Dalam hal ini
wawancara dilakukan dengan pihak yang terkait dan berwenang.
b. Data Sekunder, melalui literatur kepustakaan atau referensi lain yang
berkaitan dengan masalah yang akan dikaji.
3. Teknik Analisis Data
Analisis dan pengolahan data dilakukan melalui metode dekskriptif, di
mana data-data yang diperoleh dipaparkan dan disajikan secara sistematis
untuk kemudian dianalisis. Pada tahap ini, data dikerjakan dan dimanfaatkan
sedemikian rupa sampai berhasil menginterpretasikan dan merumuskan hasil
penelitian berdasarkan fenomena yang dihadapi pada saat penelitian
berlangsung.
E. Review Kajian Terdahulu
Kajian tentang waralaba sebenarnya sudah cukup banyak dikaji dalam
penelitian sebelumnya baik yang berupa skripsi, artikel maupun buku bacaan.
Berikut ini beberapa objek kajian penelitian yang membahas tentang waralaba:
Tabel 2
Review Kajian Terdahulu tentang Waralaba
No Nama Peneliti Judul Ket./ Hasil Penelitian
1
Arwinto Nugroho,
dkk. Hasil Riset &
Kajian Ilmiah
Mahasiswa
Program Pasca
Sarjana Magister
Management IPMI
Business School,
Jakarta, 2007
Membedah Peta
Persaingan Bisnis
Bakmi (Studi
Kasus:
Segmentation,
Targetting dan
Positioning
Waralaba Bakmi
Tebet)
Penerapan strategi STP
(Segmentation, Targetting dan
Positioning) dalam pengelolaan
waralaba Bakmi Tebet melalui
penilaian terhadap merk, harga,
lokasi, kualitas produk, pelayanan,
inovasi bisnis dan profil konsumen.
2
Darmawan Budi
Suseno. Penerbit Cakrawala
Publishing, 2008
Waralaba Syariah
Dekskriptif tentang Pola Bisnis
Waralaba dan Kaitannya dengan
hukum Islam. Tinjauan bisnis
waralaba dari sisi hak cipta,
Syirkah, dan manfaatnya dalam
pengembangan ladang bisnis umat.
3
Sisca Nofianti.
Skripsi S1
Muamalat
Perbankan Syariah
UIN Jkt, 2005
Bisnis Franchising
dalam Kajian
Hukum Ekonomi
Islam (Studi Kasus
pada Franchise
Papa Ron’s Pizza)
Tinjauan Konsep Bisnis Waralaba
dalam kajian hukum ekonomi
Islam. Mulai dari prinsip usaha,
jenis, produk, perjanjian dan
elemen lain yang terkait di mana
kesemua elemen tersebut tidak
bertentangan dengan syariat Islam
sehingga diperbolehkan untuk
mengaplikasikannya.
4
Siti Musrofah.
Skripsi S1
Muamalat
Perbankan Syariah
UIN Jkt, 2008.
Konsep Maslahah
Mursalah dalam
Dunia Bisnis
dengan Sistem
Waralaba
Fokus permasalahan terletak pada
maslahat yang didapat melalui
bisnis franchising. Maslahat yang
didapat antara lain berupa
kemudahan dalam perumusan
konsep bisnis, mekanisme
operasional usaha, akuntabilitas
keuangan, promosi dan
pengembangan bisnis yang
berlandaskan konsep ’copy and
develop’ dari perusahaan induknya
serta peran waralaba dalam
pengentasan pengangguran dan
peningkatan kesejahteraan umat.
5
Syarah Septiana.
Skripsi S1
Muamalat
Perbankan Syariah
UIN Jkt, 2008.
Konsep dan
Aplikasi Franchise
dalam Perspektif
Hukum Ekonomi
Islam (Studi pada
LKS Berkah
Madani)
Mekanisme aplikasi waralaba pada
LKS Berkah Madani ditinjau dari
hukum Islam terkait dengan aspek-
aspek yang terkandung di
dalamnya, seperti Hak Cipta,
Kemitraan Usaha, dan Royalty Fee
yang harus diberikan Franchisee
kepada Franchisor.
Adapun topik kajian yang penulis teliti adalah sebagai berikut:
Tabel 3
Objek Kajian Penelitian Skripsi yang Dilaksanakan
Nama Peneliti Judul Penelitian Objek Kajian Penelitian
Dewi Irma
Fitriani
Strategi
Pengembangan
Bisnis Waralaba
Lembaga Pendidikan
Aplikasi mekanisme waralaba dan
perjanjian kerjasamanya, manfaat dan
prospek bisnis yang diharapkan.
Tinjauan kesyariahan waralaba
Primagama Primagama dari sisi penerapan prinsip
bisnis Islami, manajemen usaha,
kemitraan waralaba, pemanfaatan hak
cipta, pembagian keuntungan serta tata
cara penyelesaian masalah. Penerapan
lebih jauh tentang rencana dan strategi
pengembangan bisnis melalui
pendekatan SWOT agar mampu menjadi
yang terdepan di antara lainnya.
F. Teknik Penulisan
Penulisan skripsi ini mengacu pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi yang
diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2007.
G. Sistematika Penulisan
Untuk menyederhanakan penulisan dekskripsi hasil penelitian, isi
penelitian ini dibagi ke dalam empat bab dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I (pertama) membahas tentang Pendahuluan yang berisi Latar
Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Metode Penelitian, Review Studi Terdahulu, Teknik Penulisan dan
Sistematika Penulisan.
Bab II (kedua) membahas tentang Kerangka Konsep Penelitian yang
memaparkan tentang Konsep Waralaba, Pengertian Waralaba, Jenis-jenis
Waralaba, Mekanisme Kerja dan Bisnis Waralaba, Tata Cara Penyelesaian
Masalah dalam Bisnis Waralaba dan Kajian Waralaba dalam Pandangan Hukum
Ekonomi Islam, serta pembahasan tentang Konsep Analisis SWOT, Pengertian
Analisis SWOT, Fungsi Analisis SWOT, Cara Membuat Analisis SWOT dan
Penggunaan Matriks Analisis SWOT.
Bab III (ketiga) merupakan dekskripsi hasil penelitian memaparkan
tentang Company Profile Primagama yang terdiri dari Gambaran Umum Lembaga
Pendidikan Primagama, Latar Belakang dan Sejarah Pendirian Lembaga, Visi dan
Misi Lembaga, Corporate Culture Lembaga, Struktur Kepengurusan, Mitra
Kerja, Unit Usaha di Luar Bimbingan Belajar, Prestasi yang Diraih, selain itu
juga pemaparan tentang Mekanisme Pengelolaan dan Pengembangan Waralaba
Primagama yang terdiri dari Gambaran Umum Waralaba Primagama, Manfaat
Bisnis dan Prospek Usaha, Ketentuan dan syarat Franchisee Primagama,
Ketentuan Model Pengambilan Outlet Franchise Primagama, Ketentuan
Penjualan Franchise tahun 2008/ 2009, Flow Chart Proses Penjualan Franchise,
Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Franchise serta Pertumbuhan Cabang
Waralaba Primagama.
Bab IV (keempat) berisi tentang Analisis terhadap hasil penelitian yang
telah didapat, antara lain tentang Analisis SWOT terhadap Pengembangan
Waralaba Primagama, serta Analisis kesyariahan terhadap Waralaba Primagama
ditinjau dari Aspek Pemanfaatan Hak Cipta, Aspek Kemitraan Waralaba dan
Pembagian Keuntungan Waralaba, Aspek tentang Tata Cara Penyelesaian
Masalah, serta aplikasi Prinsip Bisnis Islami di dalamnya.
Bab V (kelima) adalah penutup yang berisi kesimpulan yang merupakan
jawaban dari permasalahan yang ada serta saran atau rekomendasi penelitian.
BAB II
KONSEP WARALABA DAN PENDEKATAN ANALISIS SWOT
A. Konsep Waralaba
1. Pengertian Waralaba
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, waralaba diartikan sebagai:
1). Bentuk kerjasama dalam bidang usaha dengan bagi hasil sesuai
kesepakatan; 2). Hak mengelola atau hak pemasaran.11
Sedangkan menurut Karamoy, sebagaimana dikutip oleh Darmawan
Budi Suseno, kata waralaba pertama kali diperkenalkan oleh Lembaga
Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM), sebagai padanan dari
kata franchise.12
Franchise diterjemahkan sebagai “waralaba,” gabungan dari kata
“wara” yang berarti istimewa dan “laba” yang berarti keuntungan sehingga
dapat diartikan sebagai usaha yang dapat memberikan keuntungan secara
istimewa. Selanjutnya berkembang katafranchising sebagai pewaralabaan
dari suatu jenis usaha, franchisor berarti pemilik waralaba atau pemberi
waralaba dan franchisee sebagai pihak penerima waralaba.13
11 DepDikNas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Pusat Bahasa, 2008, ed. xiv,
h. 1556. 12 Darmawan Budi Suseno, Waralaba Syariah, Yogyakarta, Cakrawala Publishing,
2008, h. 43. 13 Deden Setiawan, Franchise Guide Series, Jakarta, Dian Rakyat, 2007, h. 3.
Waralaba adalah terjemahan bebas dari kata franchise di mana
menurut Peraturan Pemerintah RI No.16 tahun 1997 tgl. 18 Juni 1997,
sebagaimana dikutip oleh Pietra Sarosa, pengertian waralaba adalah suatu
bentuk kerja sama di mana pemberi waralaba (franchisor) memberikan izin
kepada penerima waralaba (franchisee) untuk menggunakan hak
intelektualnya, seperti nama, merk dagang produk dan jasa, dan sistem operasi
usahanya. Sebagai timbal baliknya, penerima waralaba membayar suatu
jumlah seperti franchisee fee dan royalty fee. 14
Sedangkan menurut Gunawan Widjaya, pada dasarnya waralaba
merupakan salah satu bentuk pemberian lisensi, hanya saja agak berbeda
dengan pengertian lisensi pada umumnya, waralaba menekankan pada
kewajiban untuk mempergunakan sistem, metode, tata cara, sistem pemasaran
dan penjualan maupun hal-hal lain yang telah ditentukan oleh pemberi
waralaba secara eksklusif, serta tidak dilanggar maupun diabaikan oleh
penerima lisensi.15
Dapat disimpulkan bahwa waralaba adalah bentuk kerja sama di mana
pemberi waralaba (franchisor) memberikan manfaat kepada penerima
waralaba (franchisee) berupa nama, merk dagang, SOP, manajemen, dan
unsur lainnya yang terkait, selama jangka waktu tertentu. Dan atas pemberian
manfaat tersebut pihak franchisee dikenakan sejumlah biaya tertentu serta
14 Pietra Sarosa, Mewaralabakan Usaha Anda, Jakarta, Elex Media Computindo,
2006, cet.II, h. 2. 15 Gunawan Widjaya, Waralaba, Jakarta, Rajawali Pers, 2001, h. 12.
kewajiban-kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang telah disepakati dengan
pihak franchisor.
Konsep franchise mengalami perkembangan yang sangat pesat di
Amerika, oleh perusahaan mesin jahit Singer sekitar tahun 1850-an. Kala itu,
Singer membangun jaringan distribusi hampir di seluruh daratan Amerika
untuk menjual produknya. Disamping menjual mesin jahit, para distributor
tersebut juga memberikan pelayanan purna jual dan suku cadang . Jadi para
distributor tidak semata-mata menjual mesin jahit, akan tetapi juga
memberikan layanan perbaikan dan perawatan kepada konsumen.16
Di Indonesia sendiri sistem waralaba mulai dikenal sejak tahun 1950-
an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian
lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan
dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar
menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya.17
Adalah pengusaha Es Teller 77 yang pertama-tama mempopulerkan model
waralaba di Indonesia.18
Kurang lebih sejak tahun 90-an dunia bisnis Indonesia mulai marak
dengan pola waralaba ini, baik dari perusahaan asing maupun perusahaan
16 Deden Setiawan, Franchise Guide Series, h. 13. 17“Sejarah Waralaba,” artikel diakses pada 21 Februari 2009 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/waralaba 18 Darmawan Budi Suseno, Waralaba Syariah, h. 12.
lokal.19
Sektor bisnis yang diwaralabakan meliputi minimarket/ retail,
makanan, restoran, salon, pendidikan, kerajinan, bisnis center, garment,
jewelry, laundry, hiburan, dsb. Fenomena ini bisa jadi sangat menarik, sebab
sejak Indonesia memasuki masa krisis di tahun 1997-an, ekonomi Indonesia
digambarkan dalam kondisi yang sangat terpuruk. Akan tetapi, dari penelitian
yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sistem waralaba mampu bertahan
bahkan dapat berkembang dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa
sesungguhnya di tingkat lapangan, ekonomi Indonesia lebih bergairah
daripada yang digambarkan orang selama ini.20
Secara khusus pengaturan mengenai waralaba di Indonesia dapat kita
temukan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 16 th. 1997 tentang waralaba,
hak dan kewajiban antara franchisor dengan franchisee serta kewajiban
franchisee untuk mendaftarkan perjanjian waralabanya di DepPerinDag.
Peraturan mengenai waralaba juga tercantum dalam Keputusan MenPerinDag
RI No. 259/ MPP/ Kep/ 7/ 1997 tgl. 30 Juli 1997 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba,21
serta Permendag No. 12
thn. 2006 tentang Ketentuan dan Tata cara Penerbitan Surat Tanda
Pendaftaran Usaha Waralaba. Pemerintah juga mengeluarkan PP No. 42/ 2007
tentang waralaba yang menggantikan PP No. 16/ 1997 karena dianggap terlalu
memihak kepada pewaralaba. Dalam PP. No. 42/ 2007 ini sanksi akan
19 Ibid., h. 1. 20 Ibid.,h. 2. 21 Gunawan Widjaya, h. 75-76.
dikenakan kepada kedua pihak yang tidak menaati ketentuan, di mana
franchisor berkewajiban untuk menentukan prospektus usaha waralabanya
dan franchisee berkewajiban untuk mendaftarkan perjanjian waralaba. Sanksi
tersebut secara tegas disebutkan dalam Permendag No. 31/ 2008 yang
diterbitkan pada 21 Agustus 2008.22
2. Jenis-jenis waralaba
Dilihat dari kegiatan yang dilakukannya, waralaba dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu:
1) Waralaba Produk dan Merk Dagang
Pemberi waralaba memberikan hak kepada penerima waralaba
untuk menjual produk yang dikembangkan oleh pemberi waralaba yang
disertai dengan pemberian izin untuk menggunakan merk dagang milik
pemberi waralaba dalam rangka penjualan produk yang diwaralabakan
tersebut. Atas pemberian izin penggunaan merk dagang tersebut biasanya
pemberi waralaba memperoleh keuntungan (royalty berjalan) melalui
penjualan produk yang diwaralabakan kepada penerima waralaba.
Biasanya berbentuk keagenan, distributor atau lisensi penjualan.23
2) Waralaba Format Bisnis (menurut Martin Mandelson sebagaimana dikutip
oleh Gunawan Widjaya)
22 Linda T. Silitonga, “Tak Ada (lagi) Waralaba yang Luput dari Sanksi Denda,”
artikel diakses pada 21 Februari 2009 dari http://web.bisnis.com. 23 Gunawan Widjaya, Waralaba, h. 13.
Pemberian sebuah lisensi oleh seseorang (pemberi waralaba)
kepada pihak lain (penerima waralaba), lisensi tersebut memberi hak
kepada penerima waralaba untuk berusaha dengan menggunakan merk
dagang pemberi waralaba, dan untuk menggunakan keseluruhan paket,
yang terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat
seseorang yang sebelumnya belum terlatih dalam bisnis dan untuk
menjalankannya dengan bantuan yang terus-menerus atas dasar-dasar
yang telah ditentukan sebelumnya.24
3. Mekanisme Kerja dan Bisnis Waralaba
Mekanisme kerja dalam waralaba berdasarkan prinsip kesetaraan dan
saling menguntungkan.25
Dalam sistem ini terdapat pelaku bisnis yang sukses
dan kemudian menyebarluaskan kesuksesannya kepada pihak lain.26
Kemitraan antara pewaralaba & terwaralaba digambarkan sebagai
berikut:
Diagram 2
Hubungan Kemitraan Pewaralaba dan Terwaralaba
24 Ibid. 25 Darmawan, Waralaba Syariah, h. 49. 26 Ibid., h. 48.
PEWARALABA
Direktur Staf Staf
Staf
Kantor Pusat
TERWARALABA
Manajer Pegawai Pegawai
Pegawai
“Cabang”
Pewaralaba dalam hal ini memberikan bantuan manajemen, teknis, dan
pemasaran kepada terwaralaba selama keduanya terikat dalam kontrak.
Terwaralaba membayar fee atas izin penggunaan merk dagang dan sistem
bisnis. Sedangkan pembayaran royalti digunakan sebagai imbal jasa atas
bantuan manajemen, teknik, dan promosi yang diberikan oleh pewaralaba
secara kontinu.
Berikut ini digambarkan beberapa hak dan kewajiban yang diberikan
pihak franchisor kepada franchisee ataupun sebaliknya, yaitu sebagai
berikut:
Diagram 3
Hak & Kewajiban antara Franchisor dan Franchisee secara umum
KONTRAK
DEAL
Berdasarkan diagram di atas diketahui beberapa unsur yang lazim ada
dalam waralaba. Sebagaimana dikutip oleh Gunawan Widjaya, Martin
PEWARALABA/
FRANCHISOR
Pemberian izin merk dagang,
Sistem Bisnis
(SOP),
Bantuan
Manajemen,
Teknis,
Promosi.
Mendapat beberapa
macam Fee dari
Franchisee
TERWARALABA/
FRANCHISEE
Franchisee Fee,
Royalty fee,
Kewajiban
menjalankan
ketentuan yang telah
disepakati bersama.
Mendapatkan izin
pemanfaatan merk
dagang dan sistem
bisnis, bantuan
teknis, dll.
Mandelson dalam bukunya franchising: Petunjuk Praktis bagi Franchisor
dan Franchisee disebutkan bahwa waralaba format bisnis terdiri atas:27
a. Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba
b. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek penglolaan
bisnis, termasuk di dalamnya pelatihan untuk menggunakan peralatan,
metode pemasaran, penyiapan produk, dan penerapan proses
c. Proses bantuan dan bimbingan yang terus-menerus dari pihak pemberi
waralaba selama masa perjanjian masih berlangsung
Sedangkan menurut penulis sendiri, unsur-unsur yang lazim terdapat
pada waralaba dapat disimpulkan di antaranya sebagai berikut:
a. Payung perlindungan hukum bagi keberadaan bisnis waralaba tersebut
b. Kedua pihak yang terkait, yakni franchisor dan franchisee yang terikat
kontrak
c. Adanya merk dan produk yang unik dan ‘menjual’
d. Adanya SOP, manajemen usaha serta pelatihan dan bimbingan yang
diberikan secara berkala oleh franchisor kepada franchisee sebagai
bagian dari ketentuan perjanjian
e. Adanya fee (innitial fee dan royalty fee) yang diberikan oleh franchisee
kepada franchisor sebagai bentuk timbal balik atas pelatihan, bimbingan,
27 Ibid., h. 14.
dan keseluruhan pengelolaan usaha yang telah ditransfer dari franchisor
kepada franchisee.
Unsur-unsur yang diperlukan dalam pola bisnis waralaba dapat
digambarkan sebagai berikut:
Diagram 1
Unsur-unsur dalam Waralaba
Sedangkan aspek keuangan yang terdapat dalam bisnis waralaba
secara garis besar dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Biaya waralaba awal (up-Front Fee/ Initial Franchise Fee atau lazim
disebut fee saja)
Menurut Mendelson, sebagaimana dikutip oleh Darmawan Budi
Suseno dalam Waralaba Syariah, Franchise Fee ini dibebankan kepada
terwaralaba untuk semua jasa yang disediakan, termasuk biaya rekruitmen
Unsur-unsur Waralaba
Produk & Merk:
Logo, motto, visi misi
Fee (Innitial &
Royalty) SOP, manaj. usaha,
bimbingan, training
Perlindungan Hukum
Franchisee
Franchisor
sebesar biaya pendirian yang dikeluarkan oleh pewaralaba untuk
kepentingan terwaralaba.28
Sedangkan menurut IPPM, sebagaimana dikutip oleh Darmawan,
jumlah dan jangka waktu pembayaran awal dicantumkan di dalam
perjanjian. Pembayaran yang telah diserahkan sepenuhnya menjadi milik
pewaralaba dan tidak dapat dikembalikan kecuali disebutkan di dalam
perjanjian.29
Fee awal diperlukan oleh pewaralaba untuk membantu
terwaralaba, dan terdiri dari:
1). Bantuan pra operasi dan awal operasi bisnis terwaralaba
2). Pembuatan manual operasi untuk digunakan terwaralaba
3). Penyelenggaraan pelatihan awal (initial training) dan biaya konsultasi,
khususnya pada operasi bisnis waralaba
4). Biaya promosi atau periklanan, khususnya untuk promosi menjelang
pembukaan perusahaan (grand opening terwaralaba)
5). Survei pemilihan atau seleksi lokasi (Karamoy, sebagaimana dikutip
oleh Darmawan Budi Suseno)30
b. Royalty
Royalty sering juga disebut uang waralaba terus-menerus. Uang
tersebut merupakan pembayaran atas jasa terus-menerus yang diberikan
28 Ibid., h. 55. 29 Ibid., h. 56. 30 Ibid.
pewaralaba secara periodik. Dalam prakteknya, uang tersebut dihitung
dalam bentuk prosentase dari pendapatan kotor terwaralaba.
Biaya royalty yang ditarik oleh pewaralaba secara rutin diperlukan
untuk membiayai pemberian bantuan teknik, manajemen, atau promosi
kepada terwaralaba secara berkelanjutan, selama kedua belah pihak terikat
dalam perjanjian.
Pada kenyataannya tidak semua waralaba menetapkan fee atau
royalty atas franchiseenya. Setiap waralaba memiliki kebijakan tersendiri
dalam menentukan jenis fee atau royalty sesuai dengan kontribusi yang
diberikan kepada franchisee.
Secara garis besar kebaikan dari waralaba dapat disimpulkan sebagai
berikut:31
Tabel 4
Kebaikan Usaha Waralaba bagi Franchisor dan Franchisee
No Kebaikan bagi Franchisor Kebaikan bagi Franchisee
1
Pengembangan usaha dengan biaya
yang relatif murah dan tingkat laba
yang lebih tinggi
Menghemat waktu, tenaga, dan
dana untuk proses trial and
error.
2
Potensi passive income yang besar
dengan potensi kegagalan yang
minimum
Memperkecil resiko kerugian
usaha karena konsep usaha telah
matang dan tinggal dijalankan
3
Efek bola salju dalam hal Brand
Awareness (sadar merk) dan Brand
Equity (nilai merk) usaha yang
makin meningkat
Penggunaan Brand Name (nama
merk) yang sudah lebih dikenal
masyarakat.
4 Terhindar dari UU Antimonopoli Memberi kemudahan dalam
31 Pietra Sarosa, Mewaralabakan Usaha Anda, h. 21.
operasional usaha dan
pemasarannya
Sedangkan keburukan dari waralaba dapat disimpulkan sebagai berikut:
Tabel 5
Keburukan Usaha Waralaba bagi Franchisor dan Franchisee
No Keburukan bagi Franchisor Keburukan bagi Franchisee
1
Adanya peluang bagi franchisee
untuk bermain ‘nakal’ di belakang
franchisor
Biaya paten (Royalty fee) yang
harus dibayarkan franchisee
secara terus-menerus disertai
biaya-biaya lain yang ditentukan
2
Sulit mencari franchisee yang
memenuhi syarat dan satu visi.
Franchisee lebih memperhatikan
profit, bukan pengelolaan usaha
Tidak semua franchisor
memberikan kepedulian,
pembinaan dan pelatihan yang
baik secara berkala
3
Sulitnya melakukan pengelolaan
bisnis yang tepat seiring dengan
semakin bertumbuhnya jumlah
outlet yang ada
Cukup sulit untuk lepas dari
pengaruh franchisor karena
keterikatan dengan perjanjian
dan aturan main yang ada
4. Tata Cara Penyelesaian Masalah dalam Usaha Waralaba
Sebelum dipaparkan tentang metode-metode yang dapat digunakan
dalam mengatasi masalah antara franchisor dengan franchisee, terlebih
dahulu kita cermati tentang beberapa potensi masalah yang perlu diwaspadai.
Menurut Pietra Sarosa dalam bukunya: Mewaralabakan Usaha Anda, potensi
masalah yang mungkin terjadi, antara lain:32
a. Adanya franchisee yang tidak memenuhi ketentuan dalam SOP
b. Adanya konflik mengenai fee waralaba
c. Adanya diskriminasi terhadap franchisee
32 Pietra Sarosa, Mewaralabakan Usaha Anda, h. 200.
d. Adanya kelalaian dari pihak franchisor untuk memenuhi kewajibannya
kepada franchisee
e. Adanya outlet milik franchisee yang tidak mencapai target yang
diharapkan
f. Tidak adanya i’tikad baik dari salah satu atau bahkan kedua belah pihak
Sedangkan secara garis besar menurut Pietra Sarosa, ada dua metode
yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah antara franchisor
dengan franchisee, yakni:33
a. Metode pencegahan masalah (preventif)
Metode preventif ini memiliki tujuan utama untuk mengkondisikan semua
keadaan sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya masalah
antara franchisor dengan franchisee. Beberapa point yang perlu
diperhatikan dalam melakukan metode preventif ini antara lain:
1). Seleksi yang ketat bagi para calon franchisee
2). Buat perjanjian kontrak yang mudah dipahami
3). Meminimalkan celah-celah (loophole) yang dapat digunakan oleh
kedua pihak yang tidak memiliki i’tikad baik.
4). Mekanisme kontrol yang ketat
b. Metode penyelesaian masalah (kuratif)
33 Ibid., h. 201-202.
Jika masalah telah terjadi dan tidak dapat dihindari, maka dapat dilakukan
upaya penyelesaian masalah secara kuratif yang dapat diwujudkan melalui
langkah-langkah sebagai berikut:
1). Mencari akar penyebab terjadinya masalah
2). Mencari solusi untuk masalah dengan semangat win-win solution
3). Utamakan penyelesaian dengan cara damai melalui mediasi
4). Penyelesaian dengan jalur hukum melalui pengadilan
5. Islam dan Waralaba (Waralaba dalam Pandangan Hukum Ekonomi
Islam)
Pola waralaba dalam pelaksanaannya lebih menekankan kepada dua
masalah pokok, yaitu hak cipta dan kemitraan usaha.
Hak cipta dalam Islam diakui sebagai haqqul ibtikar yang pada
akhirnya dikategorikan sebagai manfaat dan atas penggunaannya tersebut
dapat dikenakan sewa (ujroh) yang dalam sistem waralaba biasa disebut
dengan franchisee fee. Sedangkan dari segi kemitraan, waralaba merupakan
contoh aplikatif dari bentuk syirkah yang telah diaplikasikan di zaman
Rasulullah, bahkan juga di zaman Jahiliyah dahulu di mana pembagian
keuntungan dalam waralaba menggunakan sistem bagi hasil yang juga biasa
digunakan dalam bentuk syirkah.34
a. Tinjauan dari Aspek Hak Cipta
34 Darmawan Budi Suseno, Waralaba Syariah, h. 48.
Hak cipta dalam sistem waralaba ini meliputi logo, merk, buku
petunjuk pengoperasian bisnis, brosur atau pamflet serta arsitektur tertentu
yang berciri khas dari usahanya. Imbalan dari penggunaan hak cipta ini
adalah pembayaran fee awal dari pihak terwaralaba kepada pihak
pewaralaba.
Dikarenakan bahwa hasil karya cipta adalah pekerjaan akal dan
merupakan karya, maka ia adalah juga disebut harta. (Al-Daraini,
sebagaimana dikutip oleh Darmawan).35
Sesuatu yang asalnya belum
merupakan harta, apabila di kemudian hari tampak manfaatnya, ia akan
menjadi harta selama memberikan manfaat bagi manusia secara umum.
Oleh karena itu, sebagaimana sebuah harta, maka setiap
pemanfaatan hak cipta pun dapat diukur nilainya dengan materi. Dalam
hal ini akad yang paling tepat untuk digunakan adalah ijaroh (menyewa
hak cipta sebuah usaha waralaba selama seberapa periode disertai dengan
timbal balik berupa materi).
b. Tinjauan dari Aspek Kemitraan Usaha
Persekutuan dalam Islam dikenal dengan istilah syirkah
(musyarokah). Musyarokah adalah akad kerjasama atau percampuran
antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang
halal dan produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan
35 Ibid., h. 87.
dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan resiko yang ditanggung
sesuai porsi kerjasama.36
Dalam suatu persekutuan yang paling utama adalah adanya
distribusi hak yang diperoleh masing-masing sekutu. Hak tersebut akan
diperoleh manakala kewajiban yang merupakan ketentuan yang harus
dilakukan oleh masing-masing pihak tersebut telah dilaksanakan. Hak dan
kewajiban di sini sifatnya dinamis dan relatif tergantung pada kemampuan
seseorang untuk melakukan kuantitas dan kualitas.37
Unsur-unsur yang lazim ada dalam persekutuan bentuk waralaba
adalah:38
1. Kesepakatan (Perjanjian Waralaba), dalam hukum Islam biasa
diistilahkan dengan ijab dan qabul.
2. Pelaku (Pewaralaba dan Terwaralaba)
Dalam hal ini, pewaralaba bertindak sebagai pihak yang memasukkan
tenaganya dan ide yang berupa hak cipta ke dalam persekutuan.
Sedangkan terwaralaba sebagai pihak yang bersekutu dengan
memasukkan modal dalam persekutuan dan dapat juga turut serta
dalam pengelolaan waralabanya.39
36 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Perbankan Syariah, Jakarta, Zikrul Hakim,
2004, h. 51. 37 Darmawan, Waralaba Syariah, h. 90. 38 Ibid., h. 96. 39 Ibid., h. 98 – 99.
3. Peralatan (alat/ sarana yang digunakan dalam operasional bisnis
waralaba yang bisa disebut modal)
4. Keuntungan (bagi-hasil), didasarkan atas kesepakatan bersama
berdasarkan prosentase kewajiban yang diberikan oleh masing-masing
pihak.
Secara garis besar konsep waralaba tidak bertentangan dengan hukum
Islam. Hal-hal sebagai berikut dapat dijadikan tolak ukur untuk menilai suatu
waralaba yang tidak bertentangan dengan syariat Islam:
1. Menanamkan kejujuran dan kehalalan dalam berbisnis40
2. Mengusahakan tercapainya manfaat bagi seluruh pihak dan
mengutamakan maslahat umum di atas kepentingan pribadi41
3. Adanya kebebasan ijab-qabul dalam melaksanakan perjanjian42
4. Tidak mengandung unsur maghrib (maysir, ghoror, dan riba), jenis-jenis
transaksi yang dilarang dalam Islam43
5. Menjauhkan diri dari perselisihan dan melakukan upaya-upaya yang
membawa kepada perdamaian44
Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan
bahwa pada dasarnya konsep pengembangan bisnis melalui sistem waralaba
40 Syarifuddin R. A., Bisnis Halal Bisnis Haram, Jombang, Lintas Media, 2007, h.
13. 41 Ibid., h. 15. 42 Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta, Gema Insani Press,
1997, h. 203. 43 Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Jakarta, Rajawali Pers, 2006, h. 29. 44 Syarifuddin, Bisnis Halal Bisnis Haram, h. 164.
tidak bertentangan dengan syariat Islam (baik dalam hal pemanfaatan hak
cipta ataupun mekanisme operasional kemitraan usahanya), dengan catatan
bahwa produk yang diwaralabakan halal dan tetap mengacu pada ketentuan-
ketentuan yang telah dijabarkan di atas.
Namun, walaupun bisnis waralaba sangat menjanjikan, akan tetapi
setiap usaha bisnis yang dijalankan pasti tidaklah luput dari resiko kerugian
sekecil apapun itu, oleh karena itu pengelolaan bisnis secara profesional
merupakan tuntutan persyaratan yang mutlak untuk mencapai sebuah
keberhasilan. Untuk itu, diperlukan suatu pemikiran yang cermat apabila
pengusaha telah mengambil keputusan untuk terjun dalam bisnis waralaba ini.
Dengan kata lain sebelum memutuskan untuk memasuki sebuah bisnis
waralaba harus terlebih dahulu dilakukan analisa usaha untuk meminimalisir
resiko kerugian yang akan terjadi nantinya. Dalam hal ini penulis akan
mencoba melakukan analisis SWOT untuk menganalisis objek waralaba yang
akan dikaji.
B. KONSEP ANALISIS SWOT SEBAGAI FORMULASI STRATEGI
1. Pengertian Strategi
Menurut Kenneth Andrew sebagaimana dikutip oleh James C. Craig
dan Robert M. Grant, strategi adalah pola sasaran, maksud atau tujuan dan
kebijakan serta rencana penting untuk mencapai tujuan, yang dinyatakan
dengan cara seperti menetapkan bisnis yang dianut atau yang akan dianut oleh
perusahaan, dan jenis atau akan menjadi jenis apa perusahaan ini.45
Sedangkan menurut Alfred Chandler sebagaimana dikutip oleh James
C. Craig dan Robert M. Grant, strategi adalah penetapan sasaran dan tujuan
jangka panjang sebuah perusahaan, dan arah tindakan serta alokasi sumber
daya yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan itu.46
Perumusan strategi yang baik perlu dilakukan agar seluruh
perencanaan yang telah disusun dapat berjalan dan diantisipasi dengan sebaik-
baiknya. Berbagai pendekatan untuk merumuskan strategi perusahaan bisa
dilakukan antara lain melalui pendekatan analisis SWOT yang memang lazim
dipergunakan dalam perumusan strategi perusahaan karena dipandang lebih
mudah dan sederhana penyusunannya.
2. Pengertian Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika
yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities),
namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan
ancaman (treathment). Proses pengambilan keputusan strategis selalu
berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan
perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus
45 James C. Craig dan Robert M. Grant, Strategic Management, Jakarta, Elex Media
Computindo, 2002, h. 5. 46 Ibid., h. 4.
menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan
Analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah
analisis SWOT.47
3. Fungsi Analisis SWOT
Secara umum analisis SWOT sudah dikenal oleh sebagian besar tim
teknis penyusun corporate plan. Sebagian dari pekerjaan perencanaan strategi
terfokus kepada apakah perusahaan mempunyai sumber daya dan kapabilitas
yang memadai untuk menjalankan misinya dan mewujudkan visinya.
Pengenalan akan kekuatan yang dimiliki akan membantu perusahaan
untuk tetap memperhatikan dan melihat peluang-peluang baru, sedangkan
penilaian yang jujur terhadap kelemahan-kelemahan yang ada akan
memberikan bobot realisme pada rencana yang akan dibuat perusahaan, jadi
analisis SWOT berfungsi untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki perusahaan serta peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan
yang dilakukan melalui telaah terhadap kondisi external perusahaan.
4. Cara Membuat Analisis SWOT
Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan
oleh kombinasi faktor internal dan external. Kedua faktor tersebut harus
dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT sendiri adalah singkatan dari
47 Freddy Rangkuti, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, cet.xiv,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006) h. 18 -19.
lingkungan internal Strengths dan Weakness serta lingkungan external
Oppurtunities dan Threaths yang dihadapi dunia bisnis.
Di bawah ini disampaikan upaya-upaya sistematis untuk dapat
dipergunakan sebagai bahan untuk mendekskripsikan kondisi yang dihadapi.
a. Strenghts (Kekuatan)
Sesuatu yang selama ini menjadi kekuatan utama (internal-sesuatu yang
dapat dipengaruhi secara langsung) dari dahulu sampai sekarang.
b. Weakness (Kelemahan)
Segala sesuatu yang menjadi kelemahan utama (internal) dari dahulu
sampai dengan sekarang.
c. Opportunities (Peluang)
Berbagai potensial yang dapat diexplorasi untuk mempengaruhi
pencapaian sasaran yang diharapkan.
d. Threats (Ancaman)
Segala sesuatu yang dapat membatasi atau menggagalkan
pencapaian (external) sasaran yang ditetapkan tetap belum pernah terjadi
dan tidak dapat dipengaruhi secara langsung.
Berikut ini akan digambarkan kuadran analisis SWOT untuk
memperlihatkan di mana saja posisi dari lingkungan internal dan external
yang telah disebutkan di atas.
Diagram 4
Kuadran Analisis SWOT
3. Mendukung strategi 1. Mendukung
Turn-around Strategi Agresif
4 Mendukung strategi 2. Mendukung
Defensif Strategi Diversifikasi
Keterangan :
Kuadran I: Strategi yang diterapkan dalam kondisi ini adalah
mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth
Oriented Strategy)
Kuadran II: Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan
kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan
cara strategi diversifikasi (produk/ pasar)
Kuadran III: Fokus strategi yang diterapkan adalah dengan
meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga
dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
Kuadran IV: Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, di
mana perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan
kelemahan internal.48
48 Ibid., h. 19 - 20.
Berbagai Peluang
Kekuatan Internal Kelemahan Internal
Berbagai Ancaman
5. Penggunaan Matriks Analisis SWOT
Sebelum menyusun dan menggunakan matriks SWOT secara tepat,
terlebih dahulu kita mengumpulkan semua informasi yang berkaitan dengan
factor-faktor yang berada dalam lingkungan internal dan eksternal yang dapat
mempengaruhi pasang surut perusahaan.
Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang
dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan
kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan 4
set kemungkinan alternative strategis.
Tabel 6
Matriks SWOT Faktor-faktor IFAS* dan EFAS**
IFAS
EFAS
Strengths (S)
Menentukan factor-faktor
kekuatan internal
Weaknes (W)
Menentukan factor-faktor
kelemahan internal
Opportunities (O)
Menentukan factor-faktor
peluang eksternal
Strategi SO
Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Strategi WO
Menciptakan strategi yang maminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
Threaths (T)
Menentukan factor-faktor
ancaman eksternal
Strategi ST
Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Strategi WT
Menciptakan strategi yang maminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
* IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary): Rumusan factor-faktor strategis
internal.
** EFAS (External Strategic Analysis Summary): Rumusan factor-faktor strategis external
perusahaan.
Ket:
a. Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan
memanfaatkan kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang
ada.
b. Strategi ST
Strategi ini digunakan dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki
perusahaan untuk mengatasi ancaman.
c. Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan
cara meminimalkan kelemahan yang ada.
d. Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha
meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.49
49 Ibid., h. 31 – 32.
BAB III
PROFIL LEMBAGA PENDIDIKAN DAN WARALABA PRIMAGAMA
A. Company Profile Primagama
1. Gambaran Umum Lembaga Pendidikan Primagama
Primagama adalah usaha jasa pendidikan luar sekolah yang bergerak
di bidang bimbingan belajar, didirikan pada tahun 1982, merk terdaftar.
Berkantor pusat di Jl. Diponegoro 89 Jogjakarta. Program Bimbingan Belajar
Primagama memiliki pasar sangat luas (siswa SD, SLTP, dan SMU) dengan
target pendidikannya adalah meningkatkan prestasi akademik di sekolah,
UAS, UAN, EBTA dan Sukses Ujian Masuk Perguruan Tinggi (bagi SMU/
SMK). Saat ini Primagama telah hadir di 688 outlet di 33 Provinsi serta
mencakup lebih dari 200.000 siswa di tahun ajaran 2008/ 2009. Primagama
dikenal melalui inovasi produknya yang selalu mengikuti kebutuhan pasar
seperti melalui metode belajar Smart Solution dan Life Skill Education yang
dimilikinya.50
2. Latar Belakang dan Sejarah Pendirian Lembaga Pendidikan Primagama
50 Lembaga Pendidikan Primagama, “Gambaran Umum Primagama,” artikel diakses
pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id.
Pendirian Lembaga Pendidikan Primagama bermula dari sebuah
i’tikad baik untuk membimbing pelajar kelas 3 SMTA di Yogyakarta yang
ingin memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi yakni ke Perguruan
Tinggi Negeri (PTN) selain juga karena faktor ingin sekedar mendapatkan
uang lelah, sehingga mendorong pendirinya, yakni Purdi E. Chandra untuk
mendirikan lembaga bimbingan belajar pada tanggal 10 Maret 1982. Niatan
itu belakangan menjadi sebuah peluang yang potensial untuk dikembangkan,
terkait dengan Provinsi Yogyakarta yang berstatus sebagai kota pelajar.
Pertumbuhan primagama mulai menunjukkan perkembangan yang
menggairahkan, sampai kemudian catatan bilangan ternyata menunjuk pada
angka 32.000-an siswa yang bergabung dengan Primagama setiap tahunnya,
ini membuktikan pemikiran sederhana Purdi tidak meleset. Pasar memang
membutuhkan Primagama.51
Guna memberikan dasar hukum yang kuat bagi Primagama untuk
berkiprah di dunia pendidikan luar sekolah, maka pada tahun ke-4 setelah
berdiri dibentuklah Yayasan Primagama dengan akte notaris Daliso Rudianto,
SH nomor 123 tahun 1985. Kemudian aspek hukum keberadaan Lembaga
Pendidikan Primagama kian berakar kuat setelah mendapat ijin dari
Depdikbud dengan SK No : 054/I 13/MS/Kpts/1999.52
51 Lembaga Pendidikan Primagama, “Latar Belakang dan Sejarah Pendirian
Primagama,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id. 52 Ibid.
Lembaga Pendidikan Primagama adalah pemegang Hak Cipta dari
Bimbingan Belajar "Lembaga Pendidikan Primagama" berdasarkan UU No. 6
tahun 1982 tentang Hak Cipta jo. UU No. 7 tahun 1987 tentang Perubahan
Atas UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta pada tanggal 3 Juli 1995 dan
telah terdaftar di Direktorat Hak Cipta, Paten dan Merk dengan Nomor
Pendaftaran 014127.53
Dengan status yang jelas, maka Primagama sejak 1987 terus
dikembangkan di kota-kota lain. Selama kurun waktu 1993 sampai tahun
1997 jumlah cabang telah bertambah menjadi 132 kantor cabang. Bila dirata-
rata, pertahunnya ada penambahan 5-6 kantor cabang baru.
Kemudian pada tahun 2001/2002 ada penambahan secara spektakuler yakni
penambahan sebanyak 56 kantor cabang. Total sampai Juli 2002 Primagama
memiliki 168 kantor cabang mandiri dan cabang franchise yang tersebar di 83
kota di 27 provinsi.54
Pertumbuhan omset Primagama rata-rata tiap tahun tidak pernah
kurang dari 35% dibanding tahun sebelumnya. Sedang penguasaan pangsa
pasar bimbingan belajar Primagama yang ada di 105 kota tersebut lebih dari
40% dari pasar riil, bahkan hampir di semua kota, posisi Primagama adalah
sebagai pemimpin pasar atau market leader.55
3. Visi dan Misi Lembaga Pendidikan Primagama
53 Ibid. 54 Ibid. 55 Ibid.
Perkembangan Lembaga Pendidikan Primagama yang cukup pesat ini
seiring dengan visi dan misi yang telah ditetapkan pihak manajemen. Visi
perusahaan yaitu menjadi “Lembaga Pendidikan yang Terdepan dalam
Prestasi.” Adapun misi perusahaan yang pada umumnya merupakan
penjabaran dari perwujudan kepentingan stake holder di Primagama disusun
sebagai berikut:56
a. Menjadi Lembaga Bimbingan Belajar berskala nasional yang terdepan
dalam prestasi
b. Menjadi tempat karyawan untuk membangun kesejahteraan bersama dan
bersama-sama membangun kesejahteraan
c. Menjadi perusahaan yang sanggup dijadikan mitra usaha yang handal dan
terpercaya (memenuhi kepentingan organisasi dan mitra usaha)
d. Menjadi tempat bagi setiap insan untuk berkreasi, berkarya, dan
mengembangkan diri
e. Menjadi aset pendidikan nasional dan kebanggan masyarakat
4. Corporate Culture Lembaga Pendidikan Primagama
Tiap lembaga bimbingan belajar memerlukan ide dan cara baru
untuk dapat menemukan peluang atau dapat memenangkan persaingan.
Primagama sebagai salah satu bimbingan belajar yang bertekad menjadi
56 Lembaga Pendidikan Primagama, “Visi dan Misi Primagama,” artikel diakses
pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id.
"Terdepan dalam Prestasi" merasa harus tetap arif dan kreatif menghadapi
persaingan yang makin ketat tersebut. Manajemen Primagama selalu berusaha
untuk memberikan yang terbaik kepada para siswa sehingga lahirlah tradisi-
tradisi sebagai berikut :57
a. Tenaga pengajar adalah tenaga profesional yang direkrut dan dilatih
dengan sistem yang baku, serta telah memiliki pengalaman.
b. Metode pengajaran menggunakan pendekatan remedial (perbaikan),
enrichment (pengayaan), dan consulting (konsultasi).
c. Panduan/modul belajar lengkap dan sistematis dengan berdasar pada
GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran)
d. Evaluasi belajar siswa secara rutin
e. Diberikan metode-metode smart solution dalam pemahaman materi
pelajaran beserta kiat-kiat menyelesaikan soal secara efektif.
f. Setiap evaluasi belajar, lembar jawaban dikoreksi dengan menggunakan
komputer sehingga siswa terlatih dan terjamin akurasi hasilnya.
g. Diberikan konsultasi belajar siswa (Konsis) untuk membantu setiap
kesulitan belajar siswa dan konsultasi pemilihan sekolah lanjutan.
h. Sistem pengajaran yang terkoordinir secara terpadu, dan terpusat yang
dipantau oleh Tim Pengendali Mutu Akademik di Kantor Pusat.
57 Lembaga Pendidikan Primagama, “Corporate Culture Primagama,” artikel
diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id.
i. Primagama telah mengembangkan teknologi jaringan internet yang akan
terkoneksikan antar kantor cabang dan dapat diakses oleh user, baik siswa,
orang tua siswa, sekolah, dan masyarakat umum.
5. Struktur Kepengurusan Lembaga Pendidikan Primagama
Berikut ini adalah diagram mengenai Struktur Kepengurusan Unit Usaha
Lembaga Pendidikan Primagama:
Diagram 5
Struktur Kepengurusan Unit Usaha Lembaga Pendidikan Primagama58
58 Lembaga Pendidikan Primagama, “Struktur Kepengurusan Unit Usaha
Primagama,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id.
Diagram 6
Struktur Organisasi Kantor Pusat Operasional
6. Mitra Kerja Lembaga Pendidikan Primagama
Sebagai suatu entitas usaha, Primagama selalu berupaya untuk
menebarkan jaringan dan melebarkan sayapnya di Indonesia, terbukti dengan
banyaknya link yang telah digandeng Primagama, antara lain:59
a. PT. Newmont, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa di lingkungan PT.
Newmont Sumbawa
b. PT. Freeport, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa di lingkungan PT.
Freeport, Papua
c. PT. Badak, Lng. & Co, Bontang, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa
dan seleksi akademik calon operator
d. PT. Chevron, seleksi akademik calon penerima beasiswa PT. Chevron
e. PT. Pupuk Kaltim, Bontang, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa
f. PT. Arun, NAD, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa
g. Pemda Fakfak, Papua Barat, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa di
Kab. Fakfak dan Pelatihan Guru Bidang Studi
h. Pemda Kutai Barat, Kalimantan Timur, BimBel intensif untuk siswa
i. Pemda Takengon, NAD, Bimbingan Belajar intensif untuk siswa
59 Lembaga Pendidikan Primagama, “Mitra Kerja Primagama,” artikel diambil dari
booklet Primagama tahun ajaran 2008/ 2009.
j. Wahana Visi Indonesia, Alor Area Development Program, Program Try
Out dan Pembahasan Ujian Nasional untuk Tingkat SMA/K dan Prediksi
SPMB 2008.
7. Unit Usaha di luar Bimbingan Belajar
Selain unit Bimbingan Belajar, Primagama juga melakukan inovasi lain dalam
hal bisnis, yakni mengembangkan unit usaha yang juga tidak terlepas dengan
dunia kependidikan, antara lain:60
a. Dermatoglyphic Multiple Intelligent (DMI)
Pendekatan baru untuk melihat potensi bakat seseorang melalui analisis
yang cermat terhadap 10 jari tangan dan telapaknya
b. Primagama English
Membekali siswa dengan kemampuan berbahasa Inggris agar dapat
bersaing di era globalisasi.
c. Manajemen Matematika Dahsyat
Penerbitan produk-produk suplemen untuk mendukung optimalisasi hasil
belajar siswa.
8. Prestasi yang telah diraih Lembaga Pendidikan Primagama
Ada beberapa prestasi penting yang dapat dicatat sebagai bukti tentang
keberhasilan Primagama dalam mengelola usahanya, antara lain:61
60 Lembaga Pendidikan Primagama, “Unit Usaha di Luar Bimbingan Balajar
Primagama,” artikel diambil dari booklet Primagama tahun ajaran 2008/ 2009.
a. Rekor MURI tahun 1999 sebagai lembaga bimbingan belajar terbesar di
Indonesia
b. Rangking 6 dari 50 enterprise Usahawan terbaik 2001, dari Anderson
Consulting dengan majalah SWA Jakarta
c. Solo Customer Satisfaction Awards tahun 2002, sebagai bukti bahwa
pelayanan Primagama mampu memuaskan konsumen
d. Superbrand tahun 2005 sebagai salah satu dari sekian merk terbaik, yang
memiliki nilai tinggi di masyarakat
e. Prospective Franchise & Business Consept 2006, sebagai salah satu merk
paling prospektif di kalangan dunia bisnis Indonesia
f. Penghargaan sebagai Franchise terbaik kategori Pendidikan 2007, Versi
Majalah Pengusaha
g. Penghargaan dari Prof. Yohanes Surya Ph. D, Ketua Tim Olimpiade
Fisika Indonesia, sebagai Penyelenggara Olimpiade Sains Kuark 2007
h. Penghargaan Rank 5 Top Franchise Award 2008, Versi Majalah Info
Franchise Indonesia
i. Indonesia Franchisee Satisfaction Survey 2008, termasuk dalam 10 besar
(Best Top Ten Franchise), sebagai franchisor yang memberikan kepuasan
layanan kepada mitranya (franchisee)
61 Lembaga Pendidikan Primagama, “Prestasi yang Telah Diraih Primagama,”
artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id.
1. Mekanisme Pengelolaan dan Pengembangan Waralaba Primagama
1. Gambaran Umum Waralaba Primagama
Lembaga Bimbingan Belajar yang didirikan oleh Purdi E. Chandra
pada tahun 1982 ini mulai diwaralabakan pada tahun 2000. Perkembangan
Primagama yang begitu pesat membuat pemilik kerepotan untuk mengelola
ratusan cabang yang ada sebelum difranchisekan. Oleh karena itu sejak tahun
2000 diterapkanlah sistem waralaba yang dinilai baik bagi pertumbuhan dan
perkembangan Primagama.62
Bagi pemilik, ia bisa mendapatkan keuntungan
dengan menerima fee yang dibayarkan oleh franchisee. Di lain pihak,
franchisee pun menanggung resiko yang lebih kecil sebab nama besar
Primagama cukup membantu dalam pengelolaan usaha.
Primagama menentukan sendiri standardisasi yang diperlukan dalam
pengelolaan usahanya. Seperti dengan mendirikan sebuah lembaga pelatihan
untuk mendidik para stafnya untuk dijadikan kepala cabang juga
dipergunakan untuk pelatihan tutor dan staf lainnya. Selain itu, Primagama
juga menerapkan standardisasi gaji bagi sumber daya manusianya dengan cara
ditetapkan dari pusat, sehingga tidak ada ketimpangan. Dengan demikian,
melalui hal-hal tersebut Primagama tetap bisa terus mempertahankan kualitas
usahanya.
62 Lembaga Pendidikan Primagama, “Primagama Masa Lalu,” artikel diakses pada 9
April 2009 dari www.primagama.co.id
2. Manfaat Bisnis dan Prospek Usaha Waralaba Primagama
Banyak cara menjadi Business Owner. Salah satunya mengambil
bisnis yang sudah memiliki track record dan system yang baik.63
Primagama
memegang rekor sebagai perusahaan dengan jumlah franchise Pendidikan
terbanyak. Perlahan tapi pasti masyarakat mulai menyadari bahwa berbisnis
dalam dunia pendidikan tidak saja mulia namun juga dapat memberikan
keuntungan yang menggiurkan. Hal ini seiring dengan berkembangnya stigma
masyarakat yang semakin mengedepankan pendidikan dari apapun juga.
Kebutuhan masyarakat akan pendidikan menjadikan usaha bimbingan
belajar ini memiliki prospek usaha yang sangat cerah ditambah dengan
segmen pasarnya yang sangat luas mulai dari tingkat SD sampai SMA. Dalam
hal ini Primagama memiliki kelebihan sebagai bimbingan belajar yang
terdepan dan terbesar di Indonesia, dengan pengalaman yang sudah mencapai
25 tahun lebih serta manajemennya yang solid dan inovatif, menjadikannya
sabagai sebuah waralaba yang relative mudah pengelolaannya dan perkiraan
investasi yang cepat kembali
3. Ketentuan dan Syarat Franchisee Primagama
63 Lembaga Pendidikan Primagama, “Info Franchise Primagama,” artikel diambil
dari Brosur Franchise Primagama tahun ajaran 2008/ 2009.
Pengembangan Primagama menawarkan program kemitraan dengan
system kerjasama waralaba atau franchise dengan ketentuan sebagai
berikut:64
a. Sistem franchise Primagama adalah sistem pengembangan cabang dengan
kemitraan secara mandiri dengan menggunakan hak intelektual (merek
dan produk) Primagama dengan membayar franchise fee untuk jangka
waktu lima tahun dan membayar royalty fee setiap bulan. Dalam hal
pelayanan kepada siswa seperti modul, paket soal latihan dan lembar
jawab komputer, pihak investor (franchisee) diwajibkan membeli di
Kantor Pusat Primagama.
b. Franchise fee Primagama untuk satu outlet adalah sebesar Rp.
150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) untuk lima tahun, dibayar
saat penandatanganan perjanjian kontrak franchise (MoU). Royalty fee
sebesar 10,70% dari gross (cash-in brutto) setiap bulan .
c. Membayar biaya survey sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk
pulau Jawa dan Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) untuk luar pulau Jawa.
d. Franchisee sanggup menyediakan tempat representatif di lokasi strategis
dengan memiliki minimal 6 ruang kelas (ukuran @ 20 m2) dan beberapa
ruang pendukung operasional lainnya seperti front office, ruang
administrasi, ruang pengajar dll.
64 Lembaga Pendidikan Primagama, “Ketentuan dan Syarat Franchisee Primagama,”
artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id
e. Franchisee sanggup menyediakan dana modal kerja yang cukup untuk
biaya pengoperasian outlet dimaksud minimal untuk 6 bulan pertama.
f. Pengoperasian Primagama outlet franchise diserahkan sepenuhnya
kepada franchisee, tetapi dengan standard pelayanan Primagama.
Primagama akan memberikan SOP (Standar Operating Procedure)
sebagai pedoman operasionalisasi. Untuk satu tahun pertama (atas
permintaan) Primagama dapat men-support seorang Pimpinan Cabang
atas biaya franchisee.
g. Pembelian sarana siswa (modul belajar, dll) dapat dilakukan secara
bertahap.
h. Rekruitmen dan training SDM (karyawan dan tentor) dilakukan oleh
franchisee dengan dibantu dari Primagama atas biaya franchisee.
i. Primagama mendukung pemasaran secara periodik melalui above the line
media (iklan dan acara televisi, surat kabar, majalah dan tabloid nasional)
serta perencanaan kegiatan pemasaran lokal dengan event dan media lokal.
j. Jarak antar outlet untuk area Jakarta minimal 4 km tentu bila potensi pasar
(sekolah) bisa dipetakan pembagiannya. Untuk luar Jakarta 5 km.
k. Franchisee mendapat prioritas pertama untuk perpanjangan masa
franchise lima tahun kedua pada outlet yang sama. Rencana perpanjangan
harus sudah dikomunikasikan minimal 6 bulan sebelum masa perjanjian
berakhir. Tentu kinerja franchisee selama masa kontrak akan menjadi
pertimbangan.
4. Ketentuan Model Pengambilan Outlet Franchise Primagama
Ada dua model pengambilan franchise Primagama, yaitu Pengambilan
Franchise New Outlet dan Existing Outlet:65
a. Ketentuan Franchise New Outlet
1) Franchise fee Primagama untuk satu outlet adalah sebesar antara Rp.
75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) – Rp. 150.000.000 (seratus
lima puluh juta rupiah) untuk lima tahun. Sesuai wilayah pembuka
cabang (sesuai ketentuan penjualan franchise).
2) Membayar biaya survey sebesar Rp.2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk
pulau Jawa dan minimal Rp.3.500.000,- (tiga juta rupiah) atau
sejumlah harga tiket dan akomodasi untuk 2 hari, untuk wilayah luar
Jawa.
3) Franchisee sanggup menyediakan tempat yang representative di lokasi
strategis yang bisa di set-up menjadi 6 ruang kelas (luas per kelas
minimal 20 m²) dan beberapa ruang pendukung operasional lainnya
seperti front office, ruang administrator, ruang pengajar dll.
4) Ada pembekalan bagi franchisee/investor dan Kepala Cabang yang
direkrut oleh pihak franchisee.
65 Lembaga Pendidikan Primagama, “Ketentuan Model Pengambilan Outlet Franchise
Primagama,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id
5) Franchisee dapat meminta bantuan Kepala Cabang dari franchisor
(Primagama) untuk memulai usahanya dengan minimal evaluasi 1
(satu) tahun apabila tidak merekrut kepala cabang sendiri.
6) Rekruitmen dan training SDM profesional (karyawan dan pengajar /
tentor) dilakukan oleh franchisee dan akan dibantu Manajemen
Primagama atas biaya franchisee
7) Diberikan starter kit berupa program kerja, SOP, sarana/prasarana
akademik dan pemasaran standar awal.
b. Ketentuan Franchise Existing
1) Franchise fee Primagama untuk satu outlet existing minimal sebesar
Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) tergantung besar
kecilnya potensi outlet tersebut, dibayar lunas saat penandatanganan
perjanjian kontrak franchise di hadapan notaris.
2) Prospektus kelayakan bisnis outlet existing akan disampaikan setelah
ditetapkan outlet yang diminati (daftar outlet bisa menghubungi Divisi
Franchise).
3) Seluruh SDM (karyawan dan tenaga pengajar) diikutsertakan didalam
proses take over Franchise dan dapat dievaluasi minimal dalam waktu 2
(dua) tahun.
4) Diberikan starterkit berupa program kerja dan SOP Primagama.
5. Ketentuan Penjualan Franchise tahun 2008/ 2009
Tabel 9
Ketentuan Penjualan Franchise Tahun 2008/ 200966
NO KETERANGAN KETENTUAN
1 Jarak Minimal radius 4 km (jarak dengan kantor cabang yang sudah
ada)
2 Harga New Outlet dan perpanjangan
• Wil Jabotabek = 150 - 175 juta
• Ibukota propinsi = 120 - 150 juta
• Kabupaten/kotamadya = 90 - 120 juta
• Kota kecamatan = 75 - 90 juta
Take Over existing Outlet
Harga sesuai dengan hitungan evaluasi kelayakan bisnis,
keuntungan, aktiva dan hutang piutang outlet yang ada.
3 Sistem
Pembayaran
New Outlet
• DP Minimal 20% dari harga goodwill yang telah disepakati
• Selambat-lambatnya 3 bulan setelah pembayaran DP tidak ada
follow up, maka DP hangus dan batal (franchisor berhak
menjual pada investor lain)
• MoU bisa dilakukan setelah pembayaran mencapai minimal
50% dari total harga Goodwill yang disepakati.
• Pelunasan pembayaran Goodwill paling lambat 3 bulan
terhitung sejak MoU
Take Over Existing Outlet
66 Lembaga Pendidikan Primagama, “Ketentuan Penjualan Franchise Tahun 2008/
2009,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id
• Pembayaran lunas sebelum MoU
• Serah terima cabang dilakukan setelah pembayaran lunas
Rek Pembayaran
• PT. Primagama Bimbingan Belajar BNI Yk. No. Rek
010.422.7979.
4 Seleksi Investor • Investor bisa perorangan atau Badan Hukum (mempunyai
NPWP)
• Sepakat dengan MoU, peraturan perusahaan dan SOP
5 MoU • Tempat MoU di Notaris Jakarta dan Yogyakarta yang di tunjuk
oleh Primagama.
• MoU mempunyai standar yang sama dan sudah mencakup isi
aturan perusahaan dan SOP lembaga.
6 Lain-lain • Membayar Royalti 10,7% dari penghaslan kotor tiap bulan
• Membayar uang jaminan sebesar 20% dari biaya franchise fee
6. Flow Chart Proses Penjualan Waralaba Primagama
Proses penjualan Franchise Primagama dari franchisor kepada
investor (franchisee) digambarkan sebagai berikut:67
Diagram 7
Flow Chart Proses Penjualan Waralaba Primagama
67 Lembaga Pendidikan Primagama, “Flow Chart Proses Penjualan Waralaba
Primagama,” artikel diambil dari Brosur Franchise Primagama Tahun Ajaran 2008/ 2009.
Calon Investor
1. Penyusunan RAPB
2. Penetapan harga Franchise &
cara pembayaran
3. Penyampaian draft akta
perjanjian
PRIMAGAMA
BATAL
Survey
Investor
(Franchisee)
7. Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Waralaba Primagama
Ada beberapa strategi yang selama ini digunakan sebagai upaya
pengembangan dan pengelolaan waralaba Primagama, di antaranya adalah
sebagai berikut:68
a. Product (Produk)
1). Inovatif, selalu mengupayakan pembaruan dan mengadakan inovasi-
inovasi baru dalam dunia pendidikan, menjadi pioneer dalam dunia
bimbel khususnya dengan inovasi-inovasi yang senantiasa
diciptakannya.
2). Adanya tim perumus soal dan Lit. Bang (Penelitian dan
Pengembangan), yang senantiasa mengontrol kualitas dalam
pembuatan modul-modul standar dan suplemen, manajemen
kelembagaan Bimbel serta mengikuti perkembangan yang terjadi di
68 Wawancara Pribadi dengan Siyamto Hendro. Jakarta, 27 April 2009.
dunia pendidikan dan menghimpun aspirasi dari masing-masing
cabang.
b. Price (Harga)
1). Kebijakan penetapan harga minimum yang ditentukan dari pusat untuk
menghindari terjadinya persaingan harga antara sesama Primagama
sendiri.
2). Penetapan harga juga tergantung pada paket program dan kelas yang
diambil oleh siswa.
3). Diferensiasi harga (franchisee fee) berdasarkan lokasi outlet.
c. Promotion (Promosi)
1). Promosi Pusat (General Promotion), terkait dengan brand image
Lembaga Pendidikan Primagama itu sendiri
Bentuk promosi yang dilakukan antara lain melalui iklan di media
cetak, TV, penayangan program life Primagama pada 27 Juni 2009
nanti selama 1 jam, penggunaan figur tokoh masyarakat Rano Karno
dan Tantowi Yahya sebagai ikon dari Primagama serta pemberian
spanduk dan design produk yang sama untuk setiap media promosi di
tingkatan cabang.
2). Promosi Cabang (Internal Outlet Promotion), terkait dengan
pemasaran secara langsung pihak cabang di lingkungannya sendiri
Antara lain dilakukan dalam bentuk Pencetakan dan penyebaran
brosur, map dan penyebaran informasi ke sekolah-sekolah yang
kesemuanya didanai berdasarkan budget cabang sendiri disesuaikan
dengan kebutuhan promosinya.
d. Place (Tempat)
Sebelum ditentukan tempat pembukaan cabang baru, terlebih dahulu
diajukan uji kelayakan antara investor dengan pihak Primagama
1). Lokasi harus strategis dan mudah dijangkau dengan transportasi serta
dekat dengan pusat pendidikan (sekolah) ataupun perumahan
penduduk.
2). Lingkungan yang nyaman dan kondusif untuk kegiatan belajar siswa
e. People (Karyawan)
1). Tutor yang cerdas dan berwawasan luas, friendly (ramah dan
bersahabat), serta respek terhadap kebutuhan dan perkembangan
akademis maupun psikologis siswa.
2). Staf dan Kepala Cabang yang profesional. Semua tutor, staf dan
Kepala Cabang senantiasa dikontrol dan mendapatkan pelatihan secara
berkala dan sistematis dari Primagama
f. Physical (Penampilan Fisik Outlet Waralaba)
1). Ruangan kelas dan bimbel yang nyaman, memenuhi kualitas standar
yang diinginkan, mulai dari kursi yang digunakan, AC, ataupun
fasilitas lain yang dibutuhkan.
2). Kebersihan ruangan yang selalu dikontrol melalui keberadaan Office
Boy.
g. Process (Operasioal Kegiatan Usaha)
1). Seleksi Investor (franchisee)
Dilakukan untuk mencari investor yang mau mematuhi SOP dan
bersepakat dengan MoU, termasuk di antaranya antara lain, sepakat
dengan visi dan misi Lembaga, sistem penggajian karyawan,
pemberian hak test standar bagi siswa secara berkala serta pemenuhan
fasilitas standar lainnya yang telah dikemukakan dalam perjanjian.
2). Operasional Usaha tidak sepenuhnya diserahkan kepada franchisee
namun kerjasama antara franchisee dengan franchisor
Dalam hal ini franchisee bertindak sebagai pembeli sistem, sedangkan
yang menjalankan sistem adalah pihak Primagama sendiri yang
bertindak sebagai Kepala Cabangnya. Atau franchisee juga dapat
mengajukan sendiri calon Kepala Cabangnya namun calon tersebut
harus terlebih dahulu mengikuti pelatihan dari Primagama Pusat serta
magang di kantor cabang yang akan ditempati selama kurang lebih 1
tahun sebagai Wakil Kepala Cabang, bagian Marketing, atupun bagian
Akademik untuk mengetahui dan menyesuaikan diri dengan
mekanisme dan kesibukan yang terjadi di cabang tersebut. Hal ini
bertujuan untuk mengontrol kualitas, operasional usaha, serta
kelangsungan sistem yang dijalankan agar tetap sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan oleh pihak manajemen.
3). Pengadaan Pelatihan dari Pusat
a) Pelatihan manajemen standar yang diadakan secara rutin 1 kali
dalam setahun, misalnya: pelatihan staf dan tutor bidang study.
Biaya yang dikeluarkan untuk pelatihan ini sudah termasuk dalam
franchisee fee.
b). Pelatihan non standar yang diberikan atas permintaan investor
sendiri. Karena itu, biaya yang dikeluarkan juga akan menjadi
tanggungan dari cabang sendiri.
4). Adanya Tim Lit. Bang yang selalu mengontrol standar kualitas
pelayanan yang diberikan. Primagama senantiasa menggali masukan
dari bawah atau cabang melalui musyawarah yang dilakukan untuk
menyusun kebijakan perusahaan
5). Adanya Tim Pendampingan atau Pemberdayaan Cabang yang
berfungsi untuk membantu dan menanggulangi permasalahan yang
terjadi di setiap cabang dan tidak dapat ditangani oleh cabang itu
sendiri.
6). Keberadaan Tim Auditing, apabila ada indikasi terjadinya
pelanggaran yang bersifat finansial di suatu cabang.
7). Pembagian wilayah cabang Primagama ka dalam beberapa bagian
untuk mempermudah pengelolaan usahanya, yakni dibagi menjadi
Pusat, Regional, Area dan Sektor.
Pusat Regional Area Sektor
8. Pertumbuhan Cabang Waralaba Primagama
Dalam sepuluh tahun terakhir perkembangan Primagama, baik dalam
jumlah siswa maupun jumlah outlet atau kantor cabang Primagama tumbuh
secara signifikan. Kondisi ini menandakan bahwa kehadiran Primagama
semakin dibutuhkan masyarakat.
Grafik 1
Grafik Pertumbuhan Jumlah Siswa Bimbingan Belajar Primagama69
DATA PERTUMBUHAN JUMLAH CABANG
Grafik 2
Grafik Pertumbuhan Cabang Bimbingan Belajar Primagama70
69Lembaga Pendidikan Primagama, “Grafik Pertumbuhan Jumlah Siswa Bimbingan
Belajar Primagama,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id 70Lembaga Pendidikan Primagama, “Grafik Pertumbuhan Cabang Bimbingan
Belajar Primagama,” artikel diakses pada 9 April 2009 dari www.primagama.co.id
Dilihat dari data di atas dapat kita simpulkan, bahwa secara bisnis
prospek Primagama sangatlah luar biasa. Ini belum termasuk produk-produk
pendukungnya seperti percetakan, asesoris, kantin cabang, jaringan, dsb.
BAB IV
ANALISIS TERHADAP WARALABA PRIMAGAMA
A. Pendekatan Analisis SWOT terhadap Strategi Pengembangan Bisnis Waralaba
Primagama
Analisis strategi pengembangan waralaba Primagama secara umum dapat
ditinjau berdasarkan kekuatan dan peluang yang dimiliki perusahaan yang
kemudian dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mengurangi kelemahan dan
ancaman yang dihadapi oleh Primagama. Di antara Kekuatan, Kelemahan,
Peluang dan Ancaman yang dimiliki Primagama adalah sebagai berikut:
1. Kekuatan (Strength) Lembaga Pendidikan Primagama
a. Produk yang inovatif dan berkualitas
Di antara Lembaga Bimbel lainnya Primagama bisa dikatakan jauh
lebih unggul dalam hal inovasi produk dan mengkreasikan terobosan-
terobosan baru yang awalnya belum terpikirkan oleh Bimbel lainnya. Hal
ini menjadi bukti bahwa Primagama senantiasa berusaha untuk
meningkatkan kualitas pendidikan bangsa melalui terobosan-terobosan
yang dikeluarkannya.
Inovasi produk yang diciptakannya antara lain berupa
pengembangan test DMI (Dermathoglyphic Multiple Intelligent) untuk
melihat potensi bakat siswa, penciptaan metode smart solution untuk
mempermudah menjawab soal bagi siswa, juga dengan penggunaan
Opscan 3 dan Opscan 5 NCS untuk akurasi test standar dengan (OMR)
Optikal Mark Reader.
Inovasi lain yang dikembangkan Primagama, khususnya dari segi
waralabanya adalah formula baru waralaba Primagama dalam bentuk unit
penyertaan yang dihargai Rp. 5.000.000,00/ unit untuk memudahkan
kepemilikan waralaba Primagama bagi investor kecil.
Inovasi lain yang diciptakan Primagama adalah melalui
pengembangan unit bisnis lain di luar bimbingan belajar, seperti
Primagama English Course dan penerbitan produk suplemen Manajemen
Matematika Dahsyat.
b. Manajemen yang profesional
Pengelolaan manajemen secara profesional dalam lingkungan
Primagama menjadi salah satu faktor penunjang untuk kesuksesan
Primagama. Diferensiasi job telah dilakukan untuk menempatkan masing-
masing SDM sesuai dengan peranannya. Di antaranya dengan
dibentuknya Tim Perumus Soal, Tim Lit.Bang, Tim Pendampingan dan
Pemberdayaan Cabang serta Tim Auditing yang kesemuanya secara
berkesinambungan menunjukkan keprofesionalitasan Primagama dalam
mengelola bisnis Bimbel selama +/- 27 tahun dengan jumlah outlet yang
telah mencapai 688 outlet pada tahun ajaran 2008/ 2009. Di sisi lain
Primagama juga menerapkan pengawasan/ kontrol secara berjenjang untuk
cabang-cabang waralabanya melalui pembagian wilayah berdasarkan
regional, sektor, dan area masing-masing outlet/ cabang.
c. Promosi yang berkesinambungan dan gencar
Primagama melakukan promosi antara lain melalui media massa
(iklan koran dan majalah), elektronik (TV dan radio), dan internet (dengan
pembuatan website Primagama dan aktif dengan berbagai link lain
khususnya yang terkait dengan kewaralabaan). Promosi juga dilakukan
melalui seminar dan talkshow serta keikutsertaan dalam event-event
tertentu yang dibuat oleh link Primagama.
Metode promosi direct selling juga dilakukan Primagama melalui
penyebaran spanduk, pamflet, brosur serta melalui penyelenggaraan try
out akbar yang dilakukan secara berkala.
d. Financial yang kuat
Pertumbuhan Waralaba Primagama yang relatif pesat dan sudah
mencapai 688 cabang pada periode tahun 2008/ 2009 menjadikan
Primagama sebagai Bimbel yang memiliki potensi passive income
terbesar di antara bimbel lainnya. Apabila dirata-ratakan satu cabang
memberikan fee sebanyak Rp. 100.000.000,00/ 5 tahun, maka total
passive income yang didapat adalah sebesar Rp. 68.8 M/ 5 tahun atau
setara dengan Rp. 13,16 M/ thn. Dengan potensi sedemikian besar maka
tidak ada permasalahan berarti yang akan ditemui Primagama dalam hal
keuangan.
e. SOP (Standar Operating Procedur) yang matang dan lengkap
SOP yang matang dan lengkap mempermudah Primagama dalam
mengoperasikan sistem waralabanya. SOP ini juga menjadi acuan bagi
franchisee untuk bertindak sesuai dengan hal-hal yang telah disepakati
bersama dalam MoU.
f. Pertumbuhan outlet lebih cepat dibandingkan pesaingnya
Primagama menjadi pioneer di antara waralaba lembaga
pendidikan lainnya terbukti dari banyaknya jumlah outlet yang tersebar di
seluruh Indonesia +/ - 688 cabang dengan pertumbuhan rata-rata yang
tidak kurang dari 35% setiap tahunnya.
2. Kelemahan (Weakness) Lembaga Pendidikan Primagama
a. Banyaknya cabang membuat pihak manajemen lebih sulit untuk
mengontrol
Jumlah cabang yang mencapai 688 buah membuat Primagama
sedikit kesulitan untuk terus mengawasi dan melakukan komunikasi yang
intens dengan setiap cabang yang ada.
b. Kesulitan dalam pencarian tutor dan staf ahli untuk mengisi posisi di
cabang-cabang yang ada.
Banyaknya cabang yang ada memberi konsekuensi bagi
Primagama untuk menyediakan staf dan tutor yang handal secara cepat
dan tepat untuk menempati cabang-cabang yang ada, baik yang dilakukan
oleh cabang sendiri ataupun yang dibantu dengan pusat. Kesulitan yang
terkadang dihadapi adalah persebaran sumber daya manusia yang tidak
merata karena menumpuk di beberapa wilayah.
c. Harga yang masih relatif mahal untuk kalangan pengusaha kecil
Franchisee Fee yang besarnya antara 75 juta – 175 juta dirasakan
masih relatif mahal untuk dibayar oleh pengusaha kecil, belum lagi
dengan biaya-biaya lain yang harus dibayarkan termasuk untuk fasilitas
yang dipersiapkan per outletnya. Biaya yang mahal ini memberi implikasi
bagi franchisee/ investor untuk mematok harga yang cukup tinggi di
kalangan konsumen bawah (siswa) yang pada akhirnya akan mengurangi
daya saing Primagama dengan bimbingan belajar lain yang lebih
kompetitif dalam harga.
d. Adanya keluhan mengenai kurang diperhatikannya kesejahteraan tutor
Pemberian honor dengan hitungan per jam menimbulkan keluhan
bagi sebagian tutor perihal kesejahteraannya, terutama jika jumlah jam
kerjanya hanya sedikit. Dengan demikian akan lebih sulit mengharapkan
loyalitas dari tutor untuk Primagama padahal aset terbesar dalam sebuah
bimbingan belajar adalah tutor/ instruktur smart itu sendiri.
3. Peluang (Opportunity) Lembaga Pendidikan Primagama
a. Paradigma masyarakat yang semakin memprioritaskan pendidikan bagi
masa depan anaknya
Seiring dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas
manusia Indonesia, masyarakat juga semakin memahami arti penting dari
pendidikan. Karena sejatinya warisan terbaik yang diberikan orangtua
kepada anaknya bukan terletak pada harta kekayaan yang berlimpah
melainkan dari luasnya ilmu dan ketinggian akal budi yang dimilikinya.
b. Persaingan SPMB, UN dan US yang semakin ketat
Ada satu fenomena masyarakat yang tergambar akhir-akhir ini,
yakni semakin banyak orangtua yang memasukkan anaknya ke tempat les,
bimbel, atau apapun namanya untuk membantu kesulitan belajar anak
yang tidak bisa tertangani di rumah, terutama dalam menghadapi ujian
akhir sekolah, UN, dan SPMB.
c. Menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat akan dunia pendidikan
formal (sekolah)
Agaknya masyarakat sudah mulai menganggap bahwa pendidikan
yang berkualitas dan efektif tidak selalu bisa didapatkan di bangku
sekolah. Untuk itu perlu ada upaya lain untuk membantu pembelajaran
anak di luar sekolah, misalnya dengan mamasukkan anak-anak ke
Lembaga Bimbel.
d. Kebijakan pemerintah untuk menggratiskan biaya sekolah negeri dan
pemberian BOS melalui sekolah
Kebijakan pemerintah untuk menggratiskan biaya sekolah negri
bagi siswanya dan pemberian dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah)
menyebabkan pendapatan masyarakat yang harus dialokasikan untuk dana
pendidikan menjadi semakin rendah. Dengan kata lain, masyarakat
memiliki kelebihan dana yang belum tersalurkan. Dalam hal ini, sebagian
besar masyarakat berinisiatif untuk mengalihkan dana pendidikan tersebut
dengan memasukkan anak-anaknya ke dalam Bimbingan Belajar ataupun
Lembaga Kursus yang dapat menambah wawasan anaknya.
e. Tawaran pinjaman dari lembaga keuangan bagi investor yang ingin
bekerjasama dengan Primagama
Melihat prospek Primagama yang cukup menggiurkan untuk
pengembangan waralabanya maka tak heran jika beberapa Lembaga
Keuangan mulai melirik untuk memberikan pinjaman bagi investor yang
kekurangan dana untuk membeli waralaba Primagama.
f. Segmen pasar yang sangat luas, mulai dari SD-SMP-SMU
Besarnya pangsa pasar yang masih belum terjamah menjadi
peluang tersendiri bagi Primagama untuk melebarkan sayapnya dan
menampung segmen pasar yang ada melalui berbagai promosi yang
dilakukannya.
g. Dukungan pemerintah untuk perkembangan waralaba
Dengan dukungan penuh dari pemerintah untuk regulasi waralaba
di Indonesia, maka langkah Primagama juga akan semakin kokoh untuk
mengembangkan bisnis melalui sistem waralaba.
4. Ancaman (Threatment) Lembaga Pendidikan Primagama
a. Semakin menjamurnya perkembangan Bimbel yang ada
Banyaknya jumlah Bimbel yang terus berkembang saat ini menjadi
tantangan tersendiri bagi Primagama untuk terus mengasah sisi
kompetitifnya dengan terus mengkreasikan produk-produk dan pelayanan
yang berkualitas bagi pelanggannya, bukan hanya dengan mengusung
konsep bimbingan belajar yang murah meriah namun kualitasnya
meragukan.
b. Adanya sebagian Bimbel yang melakukan persaingan tidak sehat
Persaingan tidak sehat yang dilakukan beberapa Bimbel lainnya
(seperti pembelian soal, kunci jawaban ataupun joki SPMB) justru
semakin memotivasi Primagama untuk dapat memberikan pendidikan
dengan kualitas terbaik bagi generasi muda Indonesia tanpa harus
melakukan tindakan yang hanya akan ‘melecehkan’ dan ‘mencederai’
pendidikan tanah air .
c. Inovasi produk yang seringkali dicontek oleh pesaing
Keberadaan pesaing menjadi tantangan tersendiri bagi Primagama
untuk terus melaju dalam bisnis Bimbel ini dan menjadi pioneer di antara
Bimbel lainnya, untuk selalu menjadi yang terdepan dalam prestasi.
Produk-produk yang dicontek oleh pesaing memberi bukti bahwa produk
yang dihasilkan memang berkualitas dan bermanfaat serta memacu
Primagama untuk terus melakukan inovasi tiada henti dalam penciptaan
produknya
d. Adanya Franchisee yang lebih menitikberatkan pada unsur profit tanpa
memperhatikan kepentingan usaha dan visi-misi perusahaan sendiri
Tidak sedikit Franchisee yang lebih mengedepankan profit dalam
pengembangan bisnisnya sehingga melupakan hal-hal mendasar yang
diperlukan untuk membangun sebuah Bimbel yang berkualitas dan dapat
menghantarkan siswa-siswinya menuju kesuksesan. Antara lain franchisee
yang berusaha memanipulasi biaya-biaya urgent yang harus dikeluarkan,
namun ternyata tidak dikeluarkan sesuai ketentuan yang disyaratkan. Dan
alhasil, hal demikian dapat mengurangi kualitas dan standar pelayanan
Primagama sendiri terhadap pelanggannya.
Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis
perusahaan adalah dengan penggunaan matriks SWOT yang
menggambarkan bagaimana peluang dan kekuatan yang dimiliki
Primagama dapat dimanfaatkan untuk mengurangi kelemahan yang
dimiliki serta ancaman yang dihadapi Primagama dari external
perusahaannya.
Berikut ini hasil identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal
waralaba Primagama:
a. Analisis Faktor Internal
Keterangan Bobot Rating Skor
Kekuatan
Produk yang inovatif dan berkualitas
0.15
4
0.60
Manajemen yang profesional
Promosi yang berkesinambungan dan
gencar
SOP yang matang dan kuat Financial yang kuat
Pertumbuhan outlet lebih cepat
dibandingkan pesaingnya
Kelemahan
Banyaknya cabang menimbulkan
kesulitan dalam controlling
Kesulitan dalam pencarian tutor dan staff ahli untuk disebarkan secara merata
di seluruh cabang yang ada
Franchisee fee yang masih tergolong mahal untuk pelaku usaha kecil
Adanya keluhan tentang kesejahteraan
tutor yang kurang diperhatikan
0.15
0.10
0.10 0.10
0.15
0.05
0.10
0.05
0.05
4
3
3 4
4
1
2
2
2
0.60
0.30
0.30 0.40
0.60
0.05
0.20
0.10
0.10
Total 1.00 3.25
b. Analisis Faktor Eksternal
Keterangan Bobot Rating Skor
Peluang
Paradigma masyarakat yang semakin
memprioritaskan pendidikan bagi masa depan anaknya
Persaingan SPMB, UN dan US yang
semakin ketat
Menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat akan dunia pendidikan
formal (sekolah)
Kebijakan sekolah gratis dan pemberian BOS oleh negara
Tawaran pinjaman dari lembaga keuangan
bagi investor yang ingin bekerjasama dengan Primagama
Segmen pasar yang sangat luas, mulai
dari SD-SMP-SMU
Dukungan pemerintah untuk perkembangan waralaba
Ancaman
0.05
0.15
0.05
0.10
0.15
0.15
0.05
2
4
2
3
3
4
3
0.10
0.60
0.10
0.30
0.45
0.60
0.15
Total Skor
Faktor
Eksternal
Semakin menjamurnya perkembangan
Bimbel yang ada
Adanya sebagian Bimbel yang melakukan
persaingan tidak sehat Inovasi produk yang seringkali dicontek
oleh pesaing
Adanya Franchisee yang lebih menitikberatkan pada unsur profit
tanpa memperhatikan kepentingan
usaha dan visi-misi perusahaan
0.10
0.05
0.05
0.10
1
2
2
1
0.10
0.10
0.10
0.10
Total 1.00 2.70
c. Analisis dengan menggunakan Matriks General Elektric
Total Skor Faktor Internal
4,0 KUAT 3,0 RATA2 2,0 LEMAH 1,0
BESAR
3,0
RATA2
2,0
RENDAH
1,0
Melalui Matriks General Elektrik di atas dapat dilihat posisi
waralaba Primagama berada pada wilayah Stabilitas dengan total skor
faktor internal 3, 25 dan skor faktor eksternal 2, 70.
d. Analisis dengan menggunakan Matriks SWOT
Pertumbuhan
melalui Integrasi Vertikal
Pertumbuhan
melalui Integrasi Horizontal
Penciutan melalui
‘Turn Around”
Stabilitas
Pertumbuhan melalui Integrasi
Horizontal
Stabilitas
Divestasi
Pertumbuhan melalui
Difersifikasi
Konsentrik
Pertumbuhan melalui
Diversifikasi
Konglomerat
Likuidasi
Tabel 8
Matriks SWOT Waralaba Primagama
Kekuatan (Strength) Kelemahan
(Weakness)
IFAS
EFAS
1. Produk yang inovatif dan
berkualitas
2. Manajemen yang
profesional
3. Promosi yang kuat dan berkesinambungan
4.Financial yang kuat
5.SOP yang matang dan
lengkap
6.Pertumbuhan outlet lebih
cepat dibandingkan
pesaingnya
1. Banyaknya cabang
membuat pihak
manajemen lebih sulit
untuk mengontrol
2. Kesulitan dalam pencarian tutor dan staf ahli untuk
mengisi posisi di cabang-
cabang yang ada.
3.Harga yang masih relatif
mahal untuk kalangan
pengusaha kecil
4.Adanya keluhan tentang
kesejahteraan tutor yang
kurang diperhatikan
Peluang (Opportunity) Strategi SO Strategi WO
1. Paradigma masyarakat
yang semakin
memprioritaskan
pendidikan bagi masa
depan anaknya 2. Persaingan SPMB, UN
dan US yang semakin
ketat
3. Menurunnya tingkat
kepercayaan masyarakat
akan dunia pendidikan
formal (sekolah)
4. Kebijakan sekolah gratis
dan pemberian BOS oleh
negara
5. Tawaran pinjaman dari lembaga keuangan bagi
investor yang ingin
bekerjasama dengan
Primagama
6. Segmen pasar yang sangat
luas, mulai dari SD-SMP-
SMU
7. Dukungan pemerintah
untuk perkembangan
waralaba
1. Promosi yang gencar dari
pusat ataupun cabang
masing-masing untuk
menarik simpati masyarakat
2. Memanfaatkan pinjaman dari lembaga keuangan
untuk pengembangan usaha
dan bantuan permodalan
bagi investor
3. Menjaga dan meningkatkan
kualitas produk sesuai
dengan standar kurikulum
pendidikan yang berlaku
4. Meningkatkan pelayanan
terhadap pelanggan
5. Mempertahankan dan melebarkan jaringan kerja
yang sudah ada, baik
dengan masyarakat,
pemerintah, ataupun swasta
6. Bekerjasama dengan pihak
sekolah untuk mengadakan
bimbingan sesuai jadwal
sekolah ataupun mengikuti
event-event yang terkait.
7. Expansi pasar baru dekat
pemukiman
1.Memanfaatkan kebutuhan
masyarakat akan dunia
Bimbel melalui cabang-
cabang Primagama yang
tersebar luas di Indonesia 2.Memanfaatkan dana yang
ada untuk mendirikan
tempat pelatihan untuk
mencetak staff ahli/ tutor
baik untuk keperluan
internal atau eksternal
3.Kerjasama antara pusat
dan cabang untuk
perekrutan staf dan tutor
secara besar-besaran
5. Memanfaatkan dana yang ada untuk pengembangan
karyawan dan operasional
manajemen
6.Penjualan saham
kepemilikan outlet
Primagama dengan harga/
tawaran khusus kepada
karyawan
Ancaman
(Threatment) Strategi ST Strategi WT
1. Semakin menjamurnya
perkembangan Bimbel
yang ada
2. Adanya sebagian Bimbel
yang melakukan persaingan tidak sehat
3. Inovasi produk yang
seringkali dicontek oleh
pesaing
4. Adanya Franchisee yang
lebih menitikberatkan
pada unsur profit tanpa
memperhatikan
kepentingan usaha dan
visi-misi perusahaan
sendiri
1. Selalu melakukan inovasi
secara berkala untuk
menjaga kualitas dan
menghindari persaingan
yang tidak sehat 2. Mempertahankan citra
Primagama sebagai
Lembaga Pendidikan yang
terdepan dalam prestasi
melalui peningkatan
kualitas pelayanan dan
produknya
3. Menjalin komunikasi
yang intensif dengan pihak
franchisee (investor) untuk
menjaga keharmonisan usaha
4.Memanfaatkan potensi dana
yang ada untuk kepentingan
bersama, misal pemberian
kemudahan atau fasilitas
tertentu bagi investor dan
karyawan yang loyal atau
mengadakan acara bersama
sebagai forum musyawarah
dan silaturrahim dengan
sesama investor ataupun
karyawan juga untuk pemanfaatan dana CSR.
5.Melakukan kontrol secara
intensif dan berkala atas
setiap cabang yang ada dan
selalu mengupayakan
tercapainya keuntungan
bagi masing-masing pihak.
1.Diferensiasi wilayah dan
diferensiasi job di sisi
internal menejemen
2.Menetapkan pola karir
bagi karyawan dan tutor 3.Evaluasi secara berkala
terhadap produk yang
dihasilkan agar tetap
kompetitif di antara
pesaing yang ada
4.Perkuat lembaga
Research and
Development
5.Pengadaan pelatihan
secara berkala bagi tutor
dan staf Primagama dan mengadakan perekrutan
SDM secara global
untuk ditempatkan pada
cabang yang ada secara
merata dan tidak hanya
ditempatkan pada satu
outlet namun juga pada
outlet lain yang
berdekatan
6.Membuat model unit
penyertaan waralaba
yang nominalnya terjangkau masyarakat
B. Analisis kesyariahan terhadap Strategi Pengembangan Bisnis Waralaba
Primagama
Secara garis besar, tinjauan keislaman terhadap strategi pengembangan
bisnis waralaba Primagama dalam pelaksanannya lebih menitikberatkan pada dua
masalah pokok, yakni dari sisi pemanfaatan hak cipta dan sisi kemitraan usaha.
1. Aspek Pemanfaatan Hak Cipta
Apabila kita amati lebih lanjut, unsur yang terpenting yang menjadi
sebab timbulnya konsep bisnis waralaba adalah masalah hak cipta. Hak cipta
dalam sistem waralaba meliputi logo, merk, buku petunjuk pengoperasian
bisnis, brosur atau pamflet serta arsitektur tertentu yang berciri khas dari
usahanya. Adapun imbalan dari penggunaan hak cipta ini adalah pembayaran
fee awal dari pihak terwaralaba (franchisee) kepada pihak pewaralaba
(franchisor).
Seorang ahli hukum Islam, Fathi Daroini menyebut hak cipta ini
sebagai haqqul ibtikar, sebagaimana dikutip oleh Darmawan, yakni Haqqul
Ibtikar adalah sebagai karya cipta yang bersumber dari hasil pemikiran
manusia dan merupakan jalan bagi perkembangan dan kemajuan kebudayaan,
hasil pemikiran tersebut jika dilihat dari kacamata fikih dapat dikategorikan
sebagai manfaat.71
Dikarenakan bahwa hasil karya cipta adalah pekerjaan akal dan
merupakan karya, maka ia adalah juga disebut harta. (Al-Daraini,
71 Darmawan Budi Suseno, Waralaba Syariah, Yogyakarta, Cakrawala Publishing,
2008, h. 84.
sebagaimana dikutip oleh Darmawan).72
Sesuatu yang asalnya belum
merupakan harta, apabila di kemudian hari tampak manfaatnya, ia akan
menjadi harta selama memberikan manfaat bagi manusia secara umum.
Oleh karena itu, sebagaimana sebuah harta, maka setiap pemanfaatan
hak cipta pun dapat diukur nilainya dengan materi. Dalam hal ini akad yang
paling tepat untuk digunakan adalah ijaroh (menyewa hak cipta sebuah usaha
waralaba selama seberapa periode disertai dengan timbal balik berupa materi).
Dalam hal penggunaan manfaat hak cipta tersebut, maka bagi pihak
pewaralaba berhak atas balas jasa yang berupa fee atau franchisee fee yang
merupakan bagian dari pemanfaatan hak cipta tersebut. Dan apabila fee atau
franchisee fee itu tidak dibayarkan sesuai dengan kesepakatan dalam
perjanjian, maka bisa disebut dengan pelanggaran atas hak orang lain, yang
hal ini tentunya bertentangan dengan syariat Islam.73
Perjanjian waralaba yang disepakati oleh kedua belah pihak dalam
penggunaan hak cipta, tidak bertentangan dengan hukum Islam, karena isi
perjanjian maupun pelaksanaannya sudah melalui kesepakatan kedua pihak
dan selanjutnya kedua pihak tersebut diminta untuk saling menjaga kesetiaan
dan kejujuran selama masa perjanjian tersebut. Dan dalam hal ini pemanfaatan
hak cipta tersebut sama halnya dengan transaksi ijaroh (sewa-menyewa) yang
ada dalam syariat Islam. Dalam transaksi ijaroh, setiap persewaan yang
72 Ibid., h. 87. 73 Ibid., h. 110.
dilakukan akan mendapatkan kompensasi atas manfaat yang diberikan. Seperti
disebutkan dalam hadits Rasulullah sebagai berikut:
��ل ر��ل ا� ��� : و�� ا�� ه���ة ر�� ا� ��ل�� ��م : ا� ���� و�������ل ا� �& و%$ "#"! ا � �
ور%$ ��ع 0�ا /�آ$ , ر%$ ا�,� �� "� +*ر: ال)��م!�2�ور%$ ا��4%� ا%��ا /���4/� م�2 ول� �3,� , "
)74روا5 م��7(ا%�5 Artinya :“Dari Abu Hurairoh r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Tiga orang yang Aku menjadi
musuhnya pada hari Kiamat adalah: Orang yang memberi
perjanjian dengan nama-Ku kemudian berkhianat, orang yang
menjual orang merdeka lalu memakan harganya, dan orang yang
mempekerjakan seorang pekerja, lalu ia bekerja dengan baik,
namun orang itu tidak memberi upahnya.” (H.R. Muslim)
Ada beberapa persyaratan yang diperlukan dalam transaksi sewa-
menyewa berdasarkan fatwa DSN,75
yang dalam hal ini dapat diaplikasikan
dalam pola bisnis waralaba sehubungan dengan penentuan franchisee fee pada
waralaba Primagama, antara lain:
a. Pernyataan ijab qabul, dilihat dari penandatanganan MoU
b. Pihak-pihak yang berakad, terdiri atas pihak yang menyewakan
(franchisor) dan penyewa (franchisee)
c. Objek kontrak, berupa pembayaran sewa (franchisee fee) dan manfaat dari
penggunaan asset (merk, logo, konsep bisnis, SOP, dll.)
74 Ibnu Hajar Atsqolaani, Bulughul Maroom, (Al-Haromain, T.tp., 1957), Bab Ijaroh,
Hadits no. 6. 75 DSN MUI, Himpunan Fatwa DSN untuk LKS, Jakarta, DSN MUI BI, 2001.
d. Ada kejelasan waktu (masa) dalam penyewaan (5 tahun/ kontrak)
Dalam hal ini Primagama juga menetapkan fee tersendiri bagi
franchiseenya yang akan memanfaatkan merk dan operasional waralaba
Primagama untuk cabang yang dimilikinya.
Adapun franchisee fee yang ditentukan oleh Primagama berdasarkan
perjanjian yang telah disepakati adalah sebesar Rp. 75.000.000 – Rp.
175.000.000 untuk jangka waktu 5 tahun tiap 1 outlet yang harus dibayarkan
pada saat penandatanganan perjanjian kontrak franchise (MoU).
Franchisee fee tersebut sudah mencakup pemanfaatan merk dan SOP
Bimbingan Belajar Primagama selama 5 tahun, juga termasuk di dalamnya
pembekalan dan pelatihan manajerial untuk tutor dan staf di awal perjalanan
usaha sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati bersama dalam MoU.
2. Aspek Kemitraan Usaha
Secara garis besar konsep waralaba tidak bertentangan dengan hukum
Islam. Karena pada dasarnya pola kemitraan yang digunakan sama dengan
syirkah yang biasa dilakukan di zaman Rasulullah, hanya saja mekanisme
operasional pada waralaba lebih kompleks dan terinci. Aplikasi tentang
bentuk persekutuan (syirkah) ini telah diterangkan oleh Allah SWT dalam
Q.S. Sod (38): 24 berikut:
��ل ل)* ?��> �7<ال 3=4> ال� �3%�9 وان آ:�9�ا م�9 �� ��A9993� �999 ا@ ال999*�� ام�9992ا B9993� �999CD�999ء ل�,�Fال
�99924/ �999�و����اال999��HI و���999$ م�999ه� و?�999 داود ا )24: 38/ ص (/��KC4� ر�� و�� راآ�3 وا �ب
Artinya: “Daud berkata, “Sesungguhnya dia telah berbuat zhalim kepadamu
dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada
kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebagian mereka berbuat zholim kepada sebagian
yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.” Dan Daud
mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun
kepada Tuhan-Nya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.”
Unsur-unsur yang lazim ada dalam persekutuan bentuk waralaba
yang juga diaplikasikan dalam Lembaga Pendidikan Primagama adalah:
6. Kesepakatan (Perjanjian Waralaba), yang dalam hukum Islam biasa
diistilahkan dengan ijab dan qabul
Dalam hal ini kesepakatan antara franchisor dengan franchisee
tertuang dalam bentuk penandatanganan MoU yang di dalamnya
tercantum ketentuan-ketentuan mengenai kewaralabaan Primagama
sendiri, mulai dari penentuan franchisee fee, royalty fee, lama perjanjian,
hak dan kewajiban kedua pihak secara umum sampai dengan prosedur
penyelesaian masalah yang terjadi..
7. Pelaku (Pewaralaba dan Terwaralaba)
Kedua pihak, baik pewaralaba maupun terwaralaba mendapatkan
bagian dari modal yang dimasukkannya dengan bagian tertentu sesuai
dengan konsekuensi kerugian yang diterima, baik moral maupun materiil.
Dalam hal ini, Primagama (sebagai pewaralaba) bertindak sebagai
pihak yang menanamkan ide, merk, dan konsep usahanya yang berupa hak
cipta ke dalam persekutuan. Sedangkan investor (terwaralaba) sebagai
pihak yang bersekutu dengan memasukkan modal dalam persekutuan
secara pasif atau aktif.
8. Peralatan (alat/ sarana yang digunakan dalam operasional bisnis waralaba
yang bisa disebut modal)
Adapun peralatan yang biasa digunakan dalam waralaba
Primagama antara lain berupa sarana dan prasarana akademik yang
meliputi modul, paket soal latihan, pemasaran standar awal dan juga
fasilitas lain yang dibutuhkan dalam operasional bisnis, seperti ruangan,
AC, dan papan tulis. Penyediaan sarana dan prasarana tersebut diatur
ketentuannya dalam MoU yang telah ditandatangani bersama.
9. Keuntungan (Bagi-hasil), didasarkan atas kesepakatan bersama
berdasarkan prosentase kewajiban yang diberikan oleh masing-masing
pihak.
Keadilan merupakan norma yang sangat diutamakan dalam Islam.
Dan di antara tanda keadilan adalah haramnya bermuamalah dengan riba
karena riba tidak hanya akan menghancurkan kehidupan individu saja
melainkan juga dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Dan dalam hal ini konsep bisnis waralaba yang dilakukan Primagama
tidak menggunakan unsur ribawi dalam pembagian keuntungan usahanya
melainkan dengan menggunakan sistem bagi hasil seperti yang biasa
diterapkan dalam syirkah.
Tentang besarnya ketentuan bagi hasil antara Primagama dengan
investor akan diwujudkan dalam bentuk bagian royalty yang diberikan
investor kepada Primagama yaitu sebesar 10, 7 % dari gross (cash-in
brutto) setiap bulannya, hal tersebut merupakan kesepakatan antara kedua
belah pihak yang telah tertuang dalam perjanjian waralaba (MoU).
Selain dari tinjauan terhadap aspek hak cipta dan kemitraan usaha
waralaba, kita juga dapat menganalisa aspek tentang tata cara
penyelesaian masalah yang terdapat dalam waralaba Primagama, seperti
akan dipaparkan dalam uraian berikut ini:
3. Aspek tentang Tata Cara Penyelesaian Masalah
Permasalahan ataupun persengketaan dalam urusan muamalah
adalah sangat mungkin terjadi, baik itu yang dilakukan dengan
kesengajaan ataupun tidak. Berkaitan dengan hal tersebut, maka
dimungkinkan sekali dalam bisnis waralaba pun terjadi persengketaan.
Dalam istilah fikih upaya untuk mendamaikan pihak yang bertikai
atau bersengketa disebut Shuluh. Tindakan ini sangat dianjurkan karena
mengandung kemaslahatan yang amat besar, yaitu untuk menghindari
pertikaian sekaligus untuk memperbaiki hubungan silaturrahim.76
Seperti
disebutkan dalam Q.S. Al-Hujurot (49): 10 berikut:
ا �� ال�<م�2ن ا��ة /����Iا ��� ا����S وات)�ا ا� )1: .49/ الI=�ات (ل�S�3 ت�0��ن
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada
Allah supaya kamu mendapat rahmat.”
Bila terjadi persengketaan, jalan yang ditempuh pertama adalah
melalui musyawarah secara kekeluargaan, bisa juga dilakukan di depan
notaris yang menjadi saksi perjanjian. Jika tahap musyawarah ini tidak
menyelesaikan masalah, maka diselesaikan lewat arbitrase ataupun
pengadilan negri. Dalam musyawarah ini, juga harus mengacu pada
aturan-aturan yang telah disepakati bersama dalam perjanjian waralaba.
Primagama sendiri selalu mengupayakan jalan damai terlebih
dahulu untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi. Untuk
masalah internal usaha, manajemen selalu mengadakan musyawarah
secara berkala mulai dari tingkat cabang sendiri, sektor, area ataupun
regional yang disesuaikan dengan tingkat kesulitan dan urgensi
permasalahan yang dihadapi. Apabila permasalahan tersebut tidak bisa
diselesaikan juga melalui musyawarah regional, maka manajemen pusat
akan turun tangan menyelesaikan permasalahan tersebut.
76 Syarifuddin, Bisnis Halal Bisnis Haram, Jombang, Lintas Media, 2007, h.
164.
Begitu pun halnya ketika terjadi permasalahan dengan investor
(franchisee). Terlebih dahulu akan diupayakan jalan damai melalui
musyawarah. Franchisee yang bertindak ‘nakal’ dan melanggar MoU yang
telah disepakati bersama akan ditegur dan diberikan Surat Peringatan 1 (SP 1).
Namun, apabila Surat Peringatan 1 tersebut belum cukup, maka pihak
manajemen akan mengeluarkan Surat Peringatan 2 (SP 2) dan Surat
Peringatan 3 (SP 3) yang berarti pemutusan hubungan kerja antara pihak
Primagama dengan investor karena dirasa sudah tidak terdapat kecocokan lagi
antara keduanya sehingga tidak dimungkinkan bila harus tetap seiring sejalan.
Bagaimanapun juga manajemen Primagama terlebih dahulu akan
selalu mengupayakan solusi damai yang dapat menguntungkan semua pihak
dalam setiap penyelesaian permasalahan yang dihadapinya, sehingga sampai
saat ini belum ada satu pun permasalahan yang harus dibawa ke jalur hukum.
Solusi damai tersebut perlu diupayakan karena lebih efektif,
mempersingkat waktu, tidak menghabiskan banyak biaya dan juga cenderung
tidak akan merusak reputasi Primagama sendiri sebagai Bimbingan Belajar
yang telah dipercaya oleh masyarakat.
Melalui uraian di atas dapat kita analisa bahwa pada dasarnya strategi
waralaba yang dijalankan Primagama tidak bertentangan dengan hukum
Islam. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat melalui indikator-indikator prinsip
bisnis yang islami, yakni sebagai berikut:
1. Mengutamakan kejujuran dan kehalalan dalam berbisnis77
Setiap pelaku bisnis pasti menghendaki tercapainya profit yang
tinggi dalam usahanya. Banyak pelaku bisnis yang menghendaki profit
saja serta melakukan segala macam cara untuk memuluskan tujuan
pribadinya tanpa memandang halal atau haramnya cara yang
dipergunakan.
Sama halnya dengan dunia Bimbel, tidak sedikit Lembaga Bimbel
yang menghalalkan berbagai macam cara untuk mensukseskan siswanya
dalam menghadapi ujian nasional ataupun SPMB. Sementara Primagama
lebih memilih upaya-upaya lain untuk membantu siswanya, di antaranya
dengan meningkatkan kualitas pelayanan dan produk kepada siswa secara
terus-menerus disertai evaluasi yang tiada henti, mulai dari pembuatan
modul dan paket soal latihan (suplemen), tutor yang handal sampai
dengan faktor penunjang lainnya yang dikreasikan oleh Tim Lit.Bang
Primagama, seperti perumusan metode ‘smart solution,’ paket test
psychology (test DMI), dll.
Manajemen Primagama percaya bahwa kesuksesan yang
dihasilkan dari cara-cara yang tidak sehat hanya akan menghasilkan
kesuksesan jangka pendek dan jauh dari mengedepankan sisi kompetitif
yang harus ada pada diri setiap perusahaan. Tanpa keunggulan yang
77 Ibid., h. 13.
kompetitif tersebut, suatu perusahaan akan lebih cepat collaps karena
tidak mampu bersaing dengan sesamanya.
Upaya Primagama untuk menjaga agar dunia bisnisnya tetap bersih
dan hanya dipenuhi oleh prestasi dan kualitas, merupakan suatu bukti
bahwa Primagama tetap memperhatikan norma-norma dan etika yang
berlaku dalam bisnis.
Konsep ekonomi Islam sendiri menanamkan agar setiap pelaku
usahanya selalu bertindak jujur ketika berbisnis. Kejujuran dalam
berbisnis merupakan modal utama untuk menciptakan perdagangan yang
sehat, tidak diwarnai kecurangan dan penipuan dan selalu memperhatikan
segi moral dalam berbisnis.78
2. Mengusahakan tercapainya manfaat bagi semua pihak dan mengutamakan
tercapainya maslahat umum di atas kepentingan pribadi79
Di sisi lain, Primagama menganalogikan bahwa entitas usahanya
diibaratkan seperti sebuah koin mata uang yang memiliki dua sisi, di mana
sisi yang pertama merupakan sisi bisnis Primagama yang bertujuan
menghasilkan profit bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya,
sedangkan sisi yang sebelahnya adalah bagian dari upaya Primagama
untuk memberikan kualitas pendidikan yang terbaik bagi generasi muda
Indonesia.
78 Syarifuddin, Bisnis Halal Bisnis Haram, Jombang, Lintas Media, 2007, h. 13. 79 Ibid., h. 15.
Di samping itu Islam juga menekankan agar kemaslahatan umat
(kepentingan umum) harus diprioritaskan di atas kepentingan pribadi.
Dalam hal ini segala upaya yang dilakukan hanya untuk mencari materi
tanpa mempertimbangkan moralitas dan norma-norma yang berlaku amat
sangat ditentang oleh Islam.
3. Adanya kebebasan dalam melaksanakan ijab qabul dalam akad80
Kebebasan dalam melakukan perjanjian bagi pihak-pihak yang
terkait dalam proses bisnis waralaba Primagama terlihat dari Flow Chart
proses penjualan Franchise Primagama yang menggambarkan alur dan
prosedur penjualan outlet franchise dari tangan Franchisor sampai
menjadi milik franchisee. Kebebasan tersebut sudah terlihat sejak awal
sebelum tercapainya kesepakatan. Dalam hal ini investor (franchisee)
berhak menentukan rencana lokasi gedung outletnya sendiri dan juga para
staffnya, atau pemilihan hal-hal tersebut juga bisa dilakukan oleh
Primagama secara langsung. Jika telah dilakukan survey atas lokasi yang
ada dan telah dianggap layak oleh pihak manajemen, maka disusunlah
RAPB, penetapan harga dan cara pembayarannya serta klausul-klausul
lain yang terkait. Dan dalam hal ini investor (franchisee) bebas untuk
melanjutkan perjanjian atau membatalkannya. Jadi sama sekali tidak ada
paksaan, tekanan ataupun cara-cara yang tidak etis lainnya dari
80 Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta, Gema Insani
Press, 1997, h. 203.
manajemen Primagama untuk mengikat mitra bisnisnya dalam sebuah
kontrak kerja. Karena awal mula perjanjian yang dilaksanakan dengan
baik akan menjadi jalan untuk mencapai kerjasama yang sukses dan
langgeng.
4. Tidak mengandung unsur Maghrib (Maysir, Ghoror, dan Riba)81
Transaksi yang terjadi dalam pola bisnis waralaba Primagama
tidak mengandung unsur maysir (perjudian) dan ghoror (ketidakpastian).
Di dalam kontrak perjanjian Primagama telah dirinci syarat-syarat dan
ketentuan yang harus disepakati oleh kedua belah pihak (franchisor dan
franchisee) secara transparan, termasuk di dalamnya mengenai aspek
pembiayaan, jangka waktu perjanjian, pengaturan wilayah, jangka waktu
Break Even Point, dll. Dengan adanya transparansi dalam prosedur
waralaba Primagama, diharapkan tidak ada lagi unsur ketidakpastian dan
keragu-raguan yang mewarnai perjalanan usaha di antara kedua pihak
tersebut.
Ketiadaan riba dapat dilihat dari pola bagi-hasil yang tercermin
melalui pembayaran royalty yang dibayarkan franchisee (investor) kepada
franchisor. Dalam hal ini bisa diberlakukan akad musyarokah, yaitu
syirkah al’uqud dan syirkah al-‘inan. Syirkah al-‘uqud yaitu akad yang
disepakati oleh dua orang atau lebih untuk mengikatkan diri dalam
81 Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Jakarta, Rajawali Pers, 2006, h. 29.
perserikatan modal dan keuntungannya.82
Begitu pula halnya dengan
Primagama dan investornya yang secara bersama-sama menyepakati dan
mengikatkan diri dalam perserikatan waralaba disertai dengan ketentuan-
ketentuan yang ada di dalamnya, termasuk dalam hal pembayaran royalty
yang dilakukan sebagai bentuk pembagian keuntungan untuk pemegang
waralaba (franchisor). Sedangkan syirkah al’inan yaitu di mana kedua
pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang
disepakati di antara mereka sesuai dengang porsi kerja, keahlian atau dana
masing-masing.83
Dalam hal ini Primagama bertindak sebagai pihak yang
memberikan keahliannya berupa bimbingan, pengarahan dan bantuan
manajemen operasional, sedangkan investor/ franchisee dapat bertindak
sebagai pemilik dana sekaligus sebagai pihak yang menjalankan usahanya
sendiri dengan bantuan dan arahan dari franchisor. Sehingga wajarlah bila
atas porsi kerja, keahlian ataupun bantuan yang telah diberikan franchisor
maka investor memberikan bagi-hasil berupa royalty fee kepada
Primagama sebesar 10, 7 % dari total omset setiap bulannya. Di sisi lain,
apabila terjadi kerugian maka yang akan menanggung kerugian bukan
hanya investor. Di samping kerugian yang diterima investor sebagai
pemilik dana, Primagama juga dapat mengalami kerugian berupa
82 M. Nadratuzzaman Hosen dan Sunarwin Kartika, Cara Mudah Memahami
Akad-akad Syariah, Jakarta, 2007, h. 44. 83
Ibid., h. 45.
kerusakan nama baik (reputasi) yang telah dibangunnya dan akan
memberikan implikasi terhadap kelangsungan bisnis Primagama secara
tidak langsung.
5. Menjauhkan diri dari perselisihan dan melakukan upaya-upaya yang
membawa kepada perdamaian84
Sebagaimana yang telah penulis paparkan pada halaman-halaman
sebelumnya tentang tata cara penyelesaian masalah yang dilakukan
manajemen Primagama, terlihat upaya Primagama untuk melakukan
upaya damai terlebih dahulu untuk menyelesaikan segala macam
perselisihan yang terjadi, mulai dari jalan musyawarah ataupun pemberian
surat teguran SP1, 2, dan 3 yang berarti pemutusan hubungan kerja antara
Primagama dengan investor. Dalam hal ini Primagama selalu
mengupayakan hasil yang sifatnya win-win solution bagi semua pihak.
Kebijakan yang diambil Primagama dalam hal penyelesaian sengketa
secara damai ini sejalan dengan visi Islam yang selalu mengupayakan
terwujudnya perdamaian, ketentraman, dan keadilan di antara ummatnya.
84 Syarifuddin, Bisnis Halal Bisnis Haram, h. 164.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengelolaan kelembagaan waralaba Primagama secara umum disusun
berdasarkan konsep strategi 7P yang terfokus pada point-point sebagai
berikut:
a. Product (Inovatif, Up to date, Trend maker dan Berkualitas)
b. People (Smart, Respect, Friendly, Profesional)
c. Physical (Good looking, Comfortable, Clean)
d. Process (SOP yang matang & lengkap)
e. Place (Strategis dan Kondusif )
f. Price (Diferensiasi harga)
g. Promotion (Direct Selling dan media link)
2. Alternatif rencana dan strategi baru yang dapat diaplikasikan, di antaranya:
a. Memaksimalkan strategi yang telah dijalankan agar lebih optimal
b. Mengoptimalkan dan mengembangkan link dengan rekanan bisnis yang
telah ada ataupun yang baru.
c. Memaksimalkan setiap kekuatan dan peluang yang ada di tengah beragam
kelemahan dan tantangan yang dihadapi melalui strategi SO, WO, ST dan
WT.
3. Analisis kesyariahan terhadap strategi pengembangan bisnis waralaba
Primagama ditinjau dari aspek-aspek berikut ini adalah:
a. Aspek pemanfaatan hak cipta, di mana pengenaan franchisee fee oleh
Primagama kepada investor (franchisee) serupa dengan bentuk ijaroh
(sewa-menyewa), dengan objek akad adalah hak cipta, merk, logo, sistem
bisnis, SOP, dsb. Dan atas dasar persewaan itulah maka Primagama
berhak atas franchisee fee sebesar 75 juta – 175 juta rupiah untuk waktu 5
tahun.
b. Aspek kemitraan usaha yang dijalankan, bentuk operasionalnya serupa
dengan bentuk syirkah. Dalam hal ini Primagama memberikan kontribusi
berupa keahlian yang dimiliki dan hal lain sesuai kesepakatan. Di sisi lain,
kontribusi investor berupa kucuran dana dan keaktifan (langsung ataupun
tidak) untuk menjalankan usaha bersama-sama dengan Primagama.
Dalam hal ini bagi hasil diberlakukan sebagai kompensasi atas kontribusi
yang telah disumbangkan masing-masing pihak. Bentuk bagi hasil yang
diterima Primagama berupa royalty fee sebesar 10, 7 % dari total
pendapatan outlet franchise setiap bulannya.
c. Aspek tentang tata cara penyelesaian masalah
Komitmen Primagama untuk menyeimbangkan kedua sisi yang berbeda
dalam landasan bisnisnya (yakni sisi pendidikan dan sisi bisnis usahanya),
menjadikan Primagama selalu berupaya untuk menciptakan keadaan yang
sifatnya win-win solution bagi semua pihak yang terkait di dalamnya.
Termasuk dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan mitra
bisnis secara damai dan jauh dari perselisihan dengan mengutamakan
musyawarah untuk mufakat di atas kepentingan pribadi masing-masing
pihak.
B. Saran
1. Evaluasi dan perbaikan secara berkala dan menyeluruh dengan
mempertimbangkan masukan dan komunikasi dari seluruh pihak yang terkait
dengan Primagama
2. Mengoptimalkan seluruh kekuatan dan peluang yang dimiliki dan menjadikan
setiap kelemahan dan tantangan yang ada sebagai suplemen untuk semakin
meningkatkan potensi yang dimiliki.
3. Akad Ijaroh (sewa-menyewa) dapat digunakan untuk menyewakan hak cipta
yang dimiliki Primagama dengan kompensasi berupa franchisee fee.
Akad Musyarokah dapat digunakan dalam bentuk kemitraan waralaba dengan
timbal balik berupa pemberian royalty fee dari investor kepada franchisor.
Yang lebih utama adalah Primagama harus terus berupaya menciptakan
kondisi bisnis yang sehat dan Islami berdasarkan pertimbangan akal pikiran
yang jernih dan hati nurani yang murni.
DAFTAR PUSTAKA
Ariotejo, Sri Bimo. “Peluang Usaha Murah Meriah.” Modal, 29 Juni 2005.
Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya. Bandung: CV. Diponegoro,
2003, cet. IV.
Dewi, Gemala. dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2006.
Fatikhnansa, Nindya. Bisnis Menguntungkan Dengan Modal 100.000-an. Jakarta: Hi-
Fest Publishing, 2008.
Lupiyoadi, Rambat. ENTREPRENEURSHIP from Mindset to Strategy. Jakarta:
Lembaga Penerbit FE UI, 2007, cet. III.
Mancuso, Joseph dan Boroian, Donald. Peluang Sukses Bisnis Waralaba. Penerjemah
Besongo Dharmaputra. Jogjakarta: Dolphin Books, 2006.
Nugroho, Arwinto P., dkk., Membedah Peta Persaingan Bisnis Bakmi. Studi Kasus:
Segmentation, Targeting dan Positioning Waralaba Bakmi Tebet. Jakarta:
Enno Media, 2008.
Nugroho, Arwinto P., dkk., Jurus Jitu Mengelola dan Mengembangkan Restoran
Bakmi. Jakarta: Enno Media, 2008.
Pramono, Peni R. Cara Memilih Waralaba yang Menjanjikan Profit. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo, 2007.
Qordhowi, Yusuf. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Penerjemah Zainal Arifin dan
Dahlia Husin. Jakarta: Gema Insani Press, 2001, cet. IV.
Rangkuti, Freddy. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2006, cet.XIV.
Sarosa, Pietra. Mewaralabakan Usaha Anda. Jakarta: Elex Media Computindo, 2006,
cet.II.
Shabri, Abul Futuh. Sukses Bisnis Berkat Wasiat Nabi. Penerjemah Misbakhlil Khaer.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007.
SM, Junaedi B. Islam dan Entrepreneurialisme (Suatu studi Fiqh Ekonomi Bisnis
Modern). Jakarta: Kalam Mulia, 1991, cet. I.
Suruji, Andi. “Wahyu dan Virus Wirausaha.” Kompas, 12 September 2005.
Suseno, Darmawan Budi. Waralaba Syariah. Yogyakarta: Cakrawala Publishing,
2008.
http://franchisefranchisor.blogspot.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Waralaba
http://salamfranchise.com
http//www.depdag.go.id
http://www.google.co.id
http://web.bisnis.com
www.lfip.org
www.pkesinteraktif.com
www.primagama.co.id
www.vibiznews.com
Hal: Permohonan Izin Wawancara & Permohonan Data
Kepada
Yth. Ka. Div. Waralaba Lembaga Bimbel PRIMAGAMA
Di Jakarta
Assalamu’alaikum wr. wb.
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : DEWI IRMA FITRIANI
NIM : 104046101578
Semester : X (sepuluh)
Fakultas/ Jurusan : Syariah dan Hukum/ Muamalat (Ekonomi Islam)
Universitas : Univ. Islam Negri Syarif Hidayatullah jakarta
Alamat : BJI Mekar Sari Blok D 18 No. 15 Bekasi 17112
Telp./ HP : 882 5129/ 0813 1141 1041
Sehubungan dengan tugas akhir yang sedang saya kerjakan dengan judul
“Strategi Pengembangan Bisnis Waralaba,” dengan ini saya meminta izin untuk dapat
melakukan penelitian dan wawancara pada Lembaga Pendidikan PRIMAGAMA.
Bersama dengan surat ini saya juga bermaksud mengajukan permohonan data
tertulis yang terkait dengan objek penelitian yang saya kaji. Adapun data-data
tersebut di antaranya adalah:
a. Contoh surat perjanjian kerjasama/ kontrak waralaba antara Primagama
(franchisor) dengan mitra bisnisnya (franchisee)
b. Contoh prospektus usaha waralaba Primagama
c. Laporan tahunan waralaba Primagama
Demikian surat ini saya ajukan guna memperoleh sumber data untuk
penelitian yang saya jalankan. Mohon kiranya agar Bapak/ Ibu berkenan memberikan
data tersebut. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik bagi saya
pribadi, pihak Primagama, dan juga masyarakat lain secara umum.
Atas perhatian dan kerjasama Bapak/ Ibu saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Bekasi, 21 April 2009
Hormat saya,
Dewi Irma Fitriani