Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
STRATEGI PENGEMBANGAN KLASTER USAHA KECIL
DAN MENENGAH KERIPIK TEMPE DENGAN METODE
K-MEANS CLUSTERING DAN FUZZY ANALYTICAL
HIERARCHY PROCESS (FAHP)
(Studi Kasus UKM Keripik Tempe Sanan, Kota Malang)
SKRIPSI
Oleh
KINANTI TRISNANINGTYAS
NIM 135100300111075
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pertanian
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 31
Juli 1994 dari ayah yang bernama Mastur
dan Ibu Sri Yuliani.
Penulis menempuh pendidikan Sekolah
Dasar di SDN Jabaran 1 Sidoarjo hingga
tahun 2004, kemudian melanjutkan di SDN
Sambiresik Kediri hingga tahun 2006,
melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di
SMPN 1 Ngasem Kediri dengan tahun
kelulusan 2010 dan menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di
SMAN 1 Kediri pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis
terdaftar sebagai mahasiswa S1 Jurusan Teknologi Industri
Pertanian Universitas Brawijaya melalui jalur SBMPTN.
Pada tahun 2017 penulis telah berhasil menyelesaikan
pendidikannya di Universitas Brawijaya di Jurusan Teknologi
Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian. Pada masa
pendidikannya penulis pernah mengikuti kegiatan kepanitiaan
sebagai divisi konsumsi pada Pekan Keakraban Mahasiswa
tahun 2014.
v
Alhamdulillah, Terimakasih ya Allah
Karya ini aku persembahkan kepada
Kedua orang tuaku, kakak dan adik tercinta
Orang spesial tercinta
Teman-temanku tersayang
vi
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama Mahasiswa : Kinanti Trisnaningtyas
NIM : 135100300111075
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Judul Tugas Akhir : Strategi Pengembangan Klaster Usaha
Kecil dan Menengah Keripik Tempe
dengan Metode K-Means Clustering dan
Fuzzy Analytical Hierarchy Process
(FAHP) (Studi Kasus UKM Keripik Tempe
Sanan, Kota Malang)
Menyatakan bahwa,
Tugas Akhir dengan judul di atas merupakan karya asli penulis
tersebut di atas. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini
tidak benar saya bersedia dituntut sesuai hukum yang berlaku.
Malang, 7 September 2017
Pembuat Pernyataan
Kinanti Trisnaningtyas
NIM 135100300111075
vii
KINANTI TRISNANINGTYAS. 135100300111075. Strategi
Pengembangan Klaster Usaha Kecil dan Menengah Keripik
Tempe dengan Metode K-Means Clustering dan Fuzzy
Analytical Hierarchy Process (FAHP) (Studi Kasus UKM
Keripik Tempe Sanan, Kota Malang). TA. PEMBIMBING: Dr.
Siti Asmaul Mustaniroh, STP, MP. dan Riska Septifani, STP,
MP.
RINGKASAN
Kota Malang adalah daerah padat karya yang didominasi
industri kecil dan menengah dengan sedikit industri manufaktur.
Keripik tempe merupakan produk pangan lokal yang menjadi
produk unggulan Kota Malang. Keripik tempe adalah makanan
yang terbuat dari tempe yang diiris tipis kemudian digoreng
dengan menggunakan tepung yang telah dibumbui. Saat ini di
Kota Malang terdapat organisasi Primer Koperasi Produsen
Tempe dan Tahu Indonesia (Primkopti) Bangkit Usaha Kota
Malang. Dulu para pemilik UKM keripik tempe di Kota Malang
bergabung dengan organisasi tersebut namun saat ini banyak
yang sudah tidak bergabung lagi karena dianggap kurang efektif
sehingga pemilik UKM keripik tempe dalam pengembangan
usahanya dilakukan secara individual. Selain itu terdapat
hambatan lain seperti permodalan pengetahuan bisnis dan
strategi pemasaran yang masih lemah. Oleh karena itu perlu
adanya pembentukan klaster industri pada UKM keripik tempe
untuk meningkatkan daya saing UKM keripik tempe di Kota
Malang dengan menggunakan metode k-means clustering dan
pemilihan strategi pengembangan klaster UKM yang terbentuk
menggunakan metode Fuzzy Analytical Hierarchy Process
(FAHP).
viii
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam K-means
Clustering yaitu teknik voluntary sejumlah 9 UKM, yaitu UKM
Purnama, Deny, Amangtiwi, Amel, Sri Bawon, Arin, Karina, Putra
Ridho dan Delima. Variabel yang digunakan dalam metode K-
means Clustering adalah kapasitas produksi perbulan, lama
usaha, rata-rata nilai penjualan perbulan, nilai investasi, jumlah
tenaga kerja. Berdasarkan hasil analisis k-means clustering
dibentuk 2 klaster UKM. Klaster 1 merupakan UKM keripik tempe
yang termasuk klasifikasi usaha mikro dengan beranggotakan
UKM Amangtiwi dan Delima. Klaster 2 merupakan UKM keripik
tempe yang termasuk klasifikasi usaha kecil dengan
beranggotakan UKM Purnama, Deny, Amel, Sri Bawon, Arin,
Karina dan Putra Ridho. Berdasarkan metode FAHP didapatkan
hasil strategi pengembangan klaster yang menjadi prioritas untuk
diterapkan pada klaster 1 adalah standarisasi produk serta
pelatihan dan pembinaan pemilik UKM mengenai
pengembangan bisnis. Strategi pengembangan klaster yang
menjadi prioritas untuk diterapkan pada klaster 2 yaitu
standarisasi produk serta promosi dan penjualan dengan media
yang lebih modern.
Kata Kunci: Keripik Tempe, Klaster Industri, Strategi
Pengembangan Klaster Industri.
ix
KINANTI TRISNANINGTYAS. 135100300111075. Small and
Medium Business Cluster Development Strategy of Tempe
Chips with K-Means Clustering Method and Fuzzy Analytical
Hierarchy Process (FAHP) (Case Study of SME Chips Tempe
Sanan, Malang). TA. Supervisor: Dr. Siti Asmaul Mustaniroh,
STP, MP. Co-Supervisor: Riska Septifani, STP, MP.
SUMMARY
Malang is a labor-intensive area dominated by small and medium-
sized industries with few manufacturing industries. Tempe chip is
a local food product that became a superior product of Malang.
Tempe chip made from thinly sliced tempe with flour that has
been seasoned then fried. Currently in the city of Malang there is
an organization Primer Koperasi Produsen Tempe dan Tahu
Indonesia (Primkopti) Bangkit Usaha Kota Malang. Previously the
owners of SMEs tempe chips in Malang joined the organization
but now many are no longer join because it is considered less
effective so that the owner of SMEs tempe chips in the
development of their business is done individually. In addition
there are other obstacles such as capital of business knowledge
and marketing strategies that are still weak. Therefore, it is
necessary to establish industrial clusters on SMEs tempe chips
to improve the competitiveness of SMEs tempe chips in Malang
by using k-means clustering method and selection of SME cluster
development strategy that is formed using Fuzzy Analytical
Hierarchy Process (FAHP) method.
The sampling technique used in K-means Clustering is
voluntary technique of 9 SMEs, namely Purnama, Deny,
Amangtiwi, Amel, Sri Bawon, Arin, Karina, Putra Ridho and
Delima. Variables used in the K-means Clustering method are
monthly production capacity, age of business, average monthly
x
sales value, investment value, number of labor. Based on the
result of k-means clustering analysis, 2 clusters of SMEs were
formed. Clusterr 1 is an SME chips tempe that belongs to the
classification of micro business, it members are Amangtiwi and
Delima. Cluster 2 is an SME of tempe chips that belong to the
classification of small businesses it members are Purnama, Deny,
Amel, Sri Bawon, Arin, Karina and Putra Ridho. Based on the
FAHP method, the result of cluster development strategy priority
to be applied to cluster 1 are product standardization and training
and development of SME owners on business development.
Cluster development strategy priority to be applied to cluster 2
that are standardization of product and promotion and sale with
more modern media.
Keywords: Tempe Chips, Industrial Cluster, Industrial Cluster
Development Strategy.
xi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Strategi Pengembangan Klaster Usaha Kecil
Dan Menengah Keripik Tempe Dengan Metode K-Means
Clustering Dan Fuzzy Analytical Hierarchy Process (FAHP)
(Studi Kasus UKM Keripik Tempe Sanan, Kota Malang)”
dengan baik. Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Siti Asmaul Mustaniroh, STP., MP. sebagai dosen
pembimbing pertama, Ibu Riska Septifani, STP., MP
sebagai dosen pembimbing kedua dan Bapak Dr. Ir, Imam
Santoso, MP sebagai dosen penguji yang telah meluangkan
waktu dan membimbing penulis sehingga dapat
menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Bapak Dr. Sucipto STP., MP., selaku ketua jurusan Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Brawijaya.
xii
3. Sentra UKM Keripik Tempe Sanan Kota Malang, Dinas Industri
Kota Malang, dan Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan penelitian tugas akhir.
4. Orang tua, teman-teman dan Michael yang memberikan
dukungan untuk menyelelesaikan tugas akhir ini
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan, referensi, dan
pengalaman dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu kritik
dan saran sangat dibutuhkan agar proposal ini lebih baik.
Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun
semua pihak yang membutuhkan.
Malang, 7 September 2017
Penulis,
Kinanti Trisnaningtyas
xiii
DAFTAR ISI
xiv
xv
xvi
xvii
xviii
xix
xx
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Malang merupakan salah satu kota yang berpotensi
dalam peningkatan pertumbuhan dan perdagangan di Jawa
Timur. Kota Malang sebagai salah satu kota di Jawa Timur yang
memiliki perkembangan jumlah unit usaha yang relatif sangat
baik. Kota Malang adalah daerah padat karya yang didominasi
industri kecil dan menengah dengan sedikit industri manufaktur.
Menurut Disperindag Kota Malang (2014), sentra industri yang
berpotensi untuk dikembangkan di Kota Malang yaitu sentra
saniter, sentra keramik, sentra rotan, sentra mebel, sentra
gerabah, sentra maning jagung, dan sentra keripik tempe.
Menurut Pemkot Malang Kota (2016), keripik tempe merupakan
produk pangan lokal yang menjadi produk unggulan Kota Malang.
Berdasarkan data Disperindag Kota Malang (2012), jumlah UKM
di sentra keripik tempe Sanan yang memproduksi keripik tempe
dan tempe 308 unit, sedangkan UKM yang hanya memproduksi
keripik tempe saja sebanyak 38 unit. Hasil survey pendahuluan
tahun 2017, UKM yang masih aktif memproduksi keripik tempe
berjumlah 18 unit dan UKM yang bersedia menjadi responden
sebanyak 9 unit.
Keripik tempe adalah makanan yang terbuat dari tempe yang
diiris tipis kemudian digoreng dengan menggunakan tepung yang
2
telah dibumbui. Lokasi sentra industri keripik tempe terletak di
Jalan Sanan, Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota
Malang. UKM keripik tempe di Kota Malang secara umum
menggunakan bahan baku tempe yang diproduksi sendiri
maupun kerjasama dengan UKM tempe lainnya. Keripik tempe
secara umum dijual sebagai oleh-oleh khas Kota Malang. Harga
jual keripik tempe rata-rata Rp3.000,00 perkemasan 100 gram.
Salah satu solusi untuk meningkatkan daya saing industri
daerah yang disebabkan oleh jumlah pelaku UKM keripik tempe
yang semakin banyak yaitu melalui pembentukan klaster industri.
Menurut Bappenas (2005), klaster industri adalah kelompok
usaha industri yang saling terkait. Menurut Lestari (2010),
pengembangan klaster industri dan jaringan bisnis diyakini akan
dapat meningkatkan kemampuan dan daya saing UKM.
Pembentukan klaster dan jaringan akan mengatasi keterbatasan
yang dialami UKM dalam menangkap peluang pasar yang
membutuhkan jumlah volume produksi yang besar, standar yang
homogen, serta produksi dan distribusi yang teratur. Klaster
mempunyai dua elemen kunci, yaitu perusahaan dalam klaster
harus saling berhubungan dan berlokasi di suatu tempat yang
saling berdekatan, yang mudah dikenali sebagai suatu kawasan
industri. Menurut Marshall (2000) dalam Kuncoro (2003),
pembentukan klaster industri dapat membantu industri kecil
untuk meningkatkan daya saing karena dengan adanya
aglomerasi perusahaan-perusahaan sejenis yang mempunyai
3
kesamaan maupun keterkaitan aktivitas sehingga akan
membatasi eksternalitas ekonomi yang dihasilkan dan akan
mengurangi atau menurunkan biaya produksi perusahaan yang
tergabung dalam klaster.
Saat ini di Kota Malang terdapat organisasi Primer Koperasi
Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (Primkopti) Bangkit Usaha
Kota Malang. Primkopti Bangkit Usaha Kota Malang berdiri pada
9 Januari 1981 di Jalan Sanan 46 Purwantoro, Kelurahan
Blimbing Kota Malang. Tujuan utama Primkopti Bangkit Usaha
Kota Malang adalah menyediakan wadah untuk menghimpun,
membina usaha dan kesejahteraan para pengrajin tempe dan
tahu. Dulu para pemilik UKM keripik tempe di Kota Malang
bergabung dengan organisasi tersebut namun saat ini banyak
yang sudah tidak bergabung lagi karena dianggap kurang efektif
sehingga pemilik UKM keripik tempe dalam pengembangan
usahanya dilakukan secara individual. Selain itu banyak pemilik
UKM keripik tempe di Kota Malang mengakui bahwa terdapat
hambatan permodalan karena minimnya modal yang dimiliki
serta sulitnya mendapatkan pinjaman modal dari koperasi
sehingga dapat menghambat kelancaran dalam
mengembangkan usahanya. Permasalahan lain yang terdapat
pada UKM keripik tempe di Kota Malang yaitu pengetahuan
bisnis dan strategi pemasaran yang masih lemah karena
kurangnya sosialisasi dari pemerintah maupun organisasi lain
tentang strategi pengembangan UKM. Oleh karena itu perlu
4
adanya pembentukan klaster industri pada UKM keripik tempe
untuk meningkatkan daya saing UKM keripik tempe di Kota
Malang dengan menggunakan metode k-means clustering dan
pemilihan strategi pengembangan klaster UKM menggunakan
metode Fuzzy Analytical Hierarchy Process (FAHP).
Tujuan analisis klaster adalah mengelompokkan obyek atas
dasar karakteristik yang dimiliki (Simamora, 2005). K-means
adalah suatu teknik pengklasteran yang mana keberadaannya
tiap titik data dalam suatu klaster ditentukan oleh derajat
keanggotaan (Bastilah, 2013). Metode k-means digunakan
karena memiliki kesesuaian dengan permasalahan yang terjadi
dan meringkas obyek dari jumlah besar sehingga lebih
memudahkan untuk mendeskripsikan sifat-sifat atau karakteristik
dari masing-masing kelompok. Menurut Irwansyah dan Faisal
(2015), Metode k-means merupakan metode clustering yang
paling sederhana dan umum karena mempunyai kemampuan
mengelompokkan data dalam jumlah yang cukup besar dengan
waktu komputasi yang cepat dan efisien. Pengambilan keputusan
strategi pengembangan klaster dilakukan dengan metode Fuzzy
Analytical Hierarchy Process (FAHP). Prinsip kerja AHP adalah
penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak
terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya
serta menata dalam suatu hirarki (Marimim, 2004). Fuzzy AHP
merupakan suatu metode analisis yang dikembangkan dari AHP
namun fuzzy AHP dianggap lebih baik dalam mendeskripsikan
5
keputusan yang samar-samar daripada AHP (Wahyuni dan
Hartati, 2012).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini didasarkan pada latar
belakang yaitu pemilik UKM keripik tempe mengembangkan
usahanya secara individual. Selain itu terdapat permasalahan
lain pada UKM keripik tempe di Kota Malang meliputi
permodalan, pemasaran dan pengetahuan pengembangan
bisnis yang masih lemah. Oleh karena itu, diperlukan
pembentukan klaster pada UKM keripik tempe untuk
meningkatkan daya saing dan menentukan strategi
pengembangan klaster UKM yang terbentuk.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menentukan model klaster pada UKM keripik tempe di Kota
Malang dengan metode k-means clustering.
2. Menentukan prioritas strategi pengembangan yang sesuai
untuk diterapkan pada tiap klaster UKM keripik tempe yang
terbentuk dengan metode Fuzzy Analytical Hierarchy Process
(FAHP) yang ditujukan kepada UKM dan Dinas terkait.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi UKM keripik tempe di Kota Malang yang bersangkutan
adalah untuk membentuk klaster UKM keripik tempe dan
6
memberikan informasi untuk UKM keripik tempe di Kota
Malang dan Dinas terkait agar dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan pengambilan keputusan.
2. Bagi bidang akademik dan keilmuan adalah untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai klaster dalam
manajemen agroindustri.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keripik Tempe
Keripik tempe adalah jenis makanan ringan hasil olahan
tempe yang diiris tipis dan dicampur dengan bahan tambahan lain
kemudian digoreng hingga kering. Kadar protein keripik tempe
cukup tinggi yaitu berkisar antara 23% - 25% (Margono et al,
2000). Menurut SNI 01-2602-1992, keripik tempe adalah
makanan yang dibuat dari tempe kedelai berbentuk
lempengan/irisan tipis yang digoreng dengan atau tanpa
penambahan tepung dan bumbu. Syarat mutu keripik tempe
dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Keripik tempe merupakan makanan khas tradisional yang
memiliki nilai strategis karena menjadi makanan ringan bergizi,
dimana industri keripik tempe menyerap tenaga kerja di sektor
informal dan menjadi sumber penghasilan masyarakat daerah
penghasil tempe dan keripik tempe (Masrukhi dan Arsil, 2008).
Menurut Yuyun (2010), pasar keripik tempe terbuka lebar karena
disukai sebagian besar masyarakat. Faktor lain yang mendukung
adalah kemudahan memperoleh bahan baku, peralatan yang
dibutuhkan sederhana, proses pengolahan yang mudah, serta
populer di masyarakat.
8
Tabel 2. 1 Tabel Syarat Mutu Keripik Tempe
No Kriteria uji mutu Satuan Persyaratan
1 Keadaan 1.1 Penampakan - kering 1.2 Ukuran - seragam 1.3 Bagian yang tidak
utuh (% b/b) - maks. 5
1.4 Tekstur - Renyah 1.5 Warna - Kuning sampai
kuning kecoklatan
1.6 Ganda rasa - Normal 2 Jamur - tidak ternyata 3 Air (% b/b) - maks. 3 4 Protein (% b/b) - min. 20 5 Asam lemak
bebas dihitung sebagai asam laurat (% b/b)
- maks. 1
6 Abu (% b/b) - maks. 3,0 7 Serat kasar (%
b/b) - maks. 3,0
8 Cemaran logam 8.1 Pb mg/kg maks. 0,5 8.2 Cu mg/kg maks. 5 8.3 Zn mg/kg maks. 40 8.4 Raksa (Hg) mg/kg maks. 0,01 8.5 Timah (Sn) (bila
dikemas dalam kaleng)
mg/kg maks. 150
9 Arsen mg/kg maks. 0,5 10 Cemaran logam 10.1 Total bakteri koloni/g maks. 105 10.2 E. coli koloni/g maks. 0
10.3 Kapang/khamir koloni/g maks.
Sumber: BSN (1992)
9
2.2 Klaster Industri
Klasterisasi adalah sebuah proses untuk mengelompokkan
data ke dalam beberapa klaster/kelompok sehingga data dalam
satu klaster memiliki tingkat kemiripan yang maksimum dan data
antar klaster memiliki kemiripan yang minimum. Klasterisasi
banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti bidang bisnis,
pengenalan pola citra, pencarian web, ilmu biologi dan sistem
keamanan (Irwansyah dan Faisal, 2015). Menurut Wang dan
Ching (2010), klaster industri adalah suatu sistem industri (yang
bisa disebut sebagai sistem pendek dalam industri), dimana
dalam klaster industri ini dapat terdiri dari beberapa industri.
Fungsi dari klaster industri adalah mengelompokkan suatu
industri yang didasarkan pada beberapa kriteria yang harus
diperhatikan. Menurut Porter (2000) dalam Papilo dan Bantacut
(2016), klaster industri merupakan sekumpulan perusahaan dan
lembaga-lembaga terkait di bidang tertentu yang berdekatan
secara geografis dan saling terkait.
Klaster industri direncanakan sebagai suatu bentuk
pengembangan jangka panjang yang dianggap sebagai suatu
pendekatan yang dipercaya dapat meningkatkan produktivitas
dan daya saing industri. Dengan adanya klaster maka kebutuhan
UKM dalam mengakses sumber daya efektif, seperti informasi,
teknologi, kapital, sumber daya manusia, atau sumber daya
lainnya dapat terkonsentrasi, sehingga mampu untuk
meminimalisir biaya (Agustina et al, 2011). Pada suatu klaster
10
industri mempertimbangkan kedekatan produk dimana
kedekatan produk dari perusahaan-perusahaan ini dapat
memacu kompetisi yang mendorong adanya spesialisasi,
peningkatan kualitas, serta mendorong inovasi dalam diferensiasi
pasar (Ayu et al, 2013).
Manfaat yang didapatkan dari pengembangan klaster industri
antara lain (Andriyanto et al, 2015):
1. Menciptakan manfaat ekonomi dan daya saing.
2. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas bagi perusahaan di
dalam klaster serta peningkatan kemampuan inovasi yang
melibatkan lembaga penelitian.
3. Mengurangi biaya transportasi dan transaksi, meningkatkan
efisiensi, menciptakan asset secara kolektif dan
memungkinkan terciptanya inovasi yang pada akhirnya akan
meningkatkan daya saing.
4. Memiliki keunggulan dalam memanfaatkan asset
sumberdaya secara kolektif untuk mendorong diversifikasi
produk dan meningkatkan terciptanya inovasi.
5. Mendorong terjadinya spesialisasi produksi sesuai dengan
kompetensi inti dan mendorong transformasi keunggulan
komperatif menjadi suatu keunggulan yang kompetitif.
Menurut Scorsone (2002) dalam Nugroho (2011), keuntungan
UKM dengan adanya klaster adalah sebagai berikut:
1. Lokalisasi ekonomi. Melalui klaster, dengan memanfaatkan
kedekatan lokasi, UKM yang menggunakan input (informasi,
11
teknologi atau layanan jasa) yang sama dapat menekan biaya
perolehan dalam penggunaan jasa tersebut.
2. Pemusatan tenaga kerja. Klaster akan menarik tenaga kerja
dengan berbagai keahlian yang dibutuhkan klaster tersebut
sehingga memudahkan UKM untuk memenuhi kebutuhan
tenaga kerja dan mengurangu biaya pencarian tenaga kerja.
3. Akses pada pertukaran informasi dan patokan kinerja. UKM
yang tergabung dalam klaster dapat memonitor dan bertukar
informasi mengenai kinerja pemasok dan nasabah potensial
dengan mudah. Doraongan untuk inovasi dan teknologi akan
berdampak pada peningkatan produktivitas dan perbaikan
produk.
4. Produk komplemen. Kedekatan lokasi menyebabkan produk
dari satu pelaku klaster dapat memiliki dampak penting bagi
aktivitas UKM lainnya. Disamping itu kegiatan yang saling
melengkapi ini dapat bergabung dalam pemasaran yang
sama.
2.3 Pengelompokan Usaha Kecil dan Menegah (UKM)
Menurut Sa’adah et al (2015), usaha mikro mempunyai peran
yang penting dalam pembangunan ekonomi, karena intensitas
tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dan investasi yang lebih kecil,
sehingga usaha mikro lebih fleksibel dalam menghadapi dan
beradaptasi dengan perubahan pasar. UKM adalah pelaku
ekonomi yang secara nyata berperan strategis dalam ekonomi
yang karena itu harus dikelola dan dikembangkan secara proakif
12
mengikuti perubahan-perubahan dalam tata ekonomi global.
Secara umum karakter usaha kecil dan menengah (UKM) dapat
dikenali sebagai unit usaha yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut
(Taufiq, 2004) dalam (Indrawati dan Laut ,2006):
1. Skala usaha kecil, mengacu pada argumentasi bahwa salah
satu sumber keunggulan adalah melalui economies of scale,
maka akan sulit untuk bersaing dengan usaha berskala besar
dalam suatu aktivitas bisnis yang sama
2. Padat karya, kegiatan produksi yang melibatkan banyak
tenaga kerja sebagai konsekuensi dari aktivitas yang
menghasilkan produk yang berciri handmade
3. Berbasis sumber daya lokal dan sumber daya alam, orientasi
UKM pada umumnya lebih kepada upaya melakukan aktivitas
apa yang bisa dilakukan dengan sumberdaya yang ada
4. Pelaku banyak , karena hampir tidak ada barrier to entry pada
aktivitas UKM sehingga banyak persaingan UKM
5. Menyebar, aktivitas bisnis UKM dapat dijumpai hampir
seluruh pelosok tanah air dan di berbagai sektor.
Pelaku UKM dalam melakukan usahanya terdapat beberapa
permasalahan yang dihadapi. Permasalahan umum yang
dihadapi oleh UKM adalah (1) Kurang permodalan, (2) Kesulitan
dalam pemasaran, (3) Persaingan usaha ketat, (4) Kesulitan
bahan baku, (5) Kurang teknis produksi dan keahlian, (6)
Keterampilan manajerial kurang, (7) Kurang pengetahuan
manajemen keuangan, dan (8) Iklim usaha yang kurang kondusif
13
(perijinan,aturan/perundangan) (Sukesti dan Nurhayati, 2015).
Dalam perspektif perkembangannya, UKM dapat diklasifikasikan
menjadi 4 (empat) kelompok yaitu (Meliala et al, 2014):
1. Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan
sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih
umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah
pedagang kaki lima
2. Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat
pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan
3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah
memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima
pekerjaan subkontrak dan ekspor
4. Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki
jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi
menjadi Usaha Besar (UB).
2.4 Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah
(UKM)
UKM berperan penting dalam menyokong perekonomian di
masa datang, sehingga dibutuhkan strategi-strategi
pengembangan potensi usaha dalam mengembangkan sektor
usaha kecil dan menengah (Evelina dan Soegiharta, 2013). Salah
satu strategi pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
yang sangat baik untuk diterapkan di negara berkembang adalah
dengan pengelompokan/clustering. Kerjasama dan persaingan
antar UKM di sektor yang sama di dalam suatu kelompok akan
14
meningkatkan efisiensi bersama dalam proses produksi,
spesialisasi yang fleksibel dan pertumbuhan yang tinggi
(Tambunan,2002) dalam (Setiawan, 2004).
Strategi pengembangan usaha adalah suatu rencana yang
digunakan untuk mencapai sasaran dan tujuan dari suatu usaha.
Strategi pengembangan usaha diperlukan agar target-target dan
sasaran-sasaran usaha dapat dikembangkan dengan lebih
spesifik dan bias tercapai (Ambadar et al, 2006). Menurut Hamid
dan Susilo (2011), kebijakan dan strategi dalam pengembangan
UKM antara lain:
1. Berbagai pelatihan dalam pengembangan produk yang lebih
variatif dan beorientasi kualitas dengan berbasis sumber
daya lokal
2. Dukungan pemerintah pada pengembangan proses produksi
dengan revitalisasi mesin dan peralatan yang lebih modern
3. Pengembangan produk yang berdaya saing tinggi dengan
muatan ciri khas lokal
4. Kebijakan kredit oleh perbankan dengan bunga lebih murah
dan proses lebih sederhana sehingga akan mendukung
percepatan proses revitalisasi proses produksi
5. Peningkatan kualitas infrastruktur fisik maupun nonfisik untuk
menurunkan biaya distribusi sehingga produk UKM akan
memiliki daya saing lebih tinggi
15
6. Dukungan kebijakan pengembangan promosi ke pasar
ekspor maupun domestik dengan berbagai media yang lebih
modern dan bervariatif.
2.5 Metode K-means Clustering
Analisis klaster dibagi dalam dua metode yaitu metode hierarki
metode non-hierarki. Metode hierarki adalah metode dalam
analisis klaster dimana pengelompokkan dimulai dengan dua
atau lebih objek yang mempunyai kesamaan paling dekat.
Kemudian diteruskan ke objek lain yang mempunyai kedekatan
kedua. Demikian seterusnya sehingga klaster akan membentuk
semacam pohon di mana ada hierarki (tingkatan) yang jelas antar
objek, dari yang mirip sampai paling tidak mirip (Santoso, 2010).
Metode non hierarki adalah metode clustering yang dimulai
dengan menentukan terlebih dahulu jumlah klaster yang
diinginkan (dua klaster, tiga klaster atau yang lain). Setelah
jumlah klaster diketahui, baru proses klaster dilakukan tanpa
mengikuti proses hierarki (Santoso, 2007).
Metode K-means merupakan metode clustering yang paling
sederhana dan umum. Hal ini dikarenakan k-means mempunyai
kemampuan mengelompokkan data dalam jumlah yang cukup
besar dengan waktu komputasi yang cepat dan efisien
(Irwansyah dan Faisal, 2015). K-means adalah metode clustering
berbasis jarak yang membagi data ke dalam sejumlah klaster dan
algoritma ini hanya dapat bekerja pada atribut numerik. Algoritma
k-means sangat terkenal karena kemudahan dan
16
kemampuannya untuk mengklaster data sangat besar dan data
outlier dengan sangat cepat. Dalam algoritma k-means setiap
data harus termasuk ke dalam klaster tertentu dan dimungkinkan
bagi setiap data yang termasuk pada klaster tertentu pada suatu
tahapan proses, pada tahapan berikutnya berpindah pada klaster
lainnya (Matisen et al, 2015).
2.6 Variabel K-means Clustering
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu
yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut yang
terkait dengan penelitian kemudian ditarik kesimpulannya
(Lusiana et al, 2015). Variabel yang bisa dianalisis dengan Non-
Hierarchy Cluster adalah kuantitatif (interval,rasio) (Hidayat dan
Istiadah, 2011). Pada penelitian ini variabel kuantitatif yang
digunakan adalah kapasitas produksi perbulan, lama usaha, rata-
rata nilai penjualan perbulan, nilai investasi, jumlah tenaga kerja.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada
variabel-variabel yang digunakan untuk mengklasifikasikan suatu
industri oleh beberapa sumber seperti BPS, Bank Indonesia
mengenai batasan atau kriteria yang mengklasifikasikan suatu
industri (Hermayudi, 2004).
Kapasitas adalah tingkat output maksimum dari suatu proses.
Karakteristik ini diukur dalam unit output per unit waktu
(Gaspersz, 1998). Kapasitas produksi adalah hasil produksi,
volume pemrosesan atau jumlah unit yang dapat diproduksi oleh
17
sebuah fasilitas dalam periode waktu tertentu. Kapasitas
produksi ditentukan oleh kapasitas sumber-sumber yang dimiliki
oleh suatu industri seperti kapasitas mesin, kapasitas tenaga
kerja, kapasitas bahan baku, dan kapasitas modal (Putra et al,
2015).
Lama usaha merupakan lama waktu suatu usaha beroperasi
diukur dengan menggunakan skala ordinal (Kristiningsih, 2014).
Lama usaha merupakan lamanya pedagang berkarya pada
usaha perdagangan yang sedang di jalani saat ini (Asmie, 2008)
dalam (Wardani et al, 2015). Lamanya suatu usaha dapat
menimbulkan pengalaman berusaha, dimana pengalaman dapat
mempengaruhi pengamatan seseorang dalam bertingkah laku
(Sukirno, 1994) dalam (Wardani et al, 2015).
Nilai penjualan adalah penjualan atau pendapatan yang
diperoleh suatu organisasi dalam periode tertentu dan dinyatakan
dalam mata uang. Rata-rata penjualan adalah jumlah produk
yang dapat terjual pada suatu periode tertentu. Rata-rata
penjualan menentukan laba dari suatu usaha (Soemohadiwidjojo,
2015).
Nilai investasi adalah sesuatu yang dikeluarkan di awal untuk
memulai usaha dan membeli barang pokok yang akan digunakan
(Lestari, 2009). Menurut Sukirmo (2004) dalam Wardani et al
(2015), investasi adalah pengeluaran atau pengeluaran para
investor atau penanam modal perusahaan untuk membeli
barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi
18
untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan
jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Investasi dalam
sebuah perusahaan biasanya terkait erat dengan pengembangan
kapasitas produksi yang antara lain dengan melakukan
pembelian mesin-mesin baru (Tambunan, 2008).
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat
(Agusmidah, 2010). Menurut Mulyadi (2003) dalam Jati (2013),
tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15 - 64
tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang
dapat memproduksi barang dan jasa. Jika ada permintaan
terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi
dalam aktivitas tersebut.
2.7 Metode Fuzzy Analitycal Hierarchy Process (FAHP)
Fuzzy AHP merupakan suatu metode analisis yang
dikembangkan dari AHP. Walaupun AHP biasa digunakan dalam
menangani kriteria kualitatif dan kuantitatif namun fuzzy AHP
dianggap lebih baik dalam mendeskripsikan keputusan yang
samar-samar daripada AHP (Wahyuni dan Hartati, 2012). Model
fuzzy AHP mampu menerjemahkan suatu besaran yang
diekspresikan menggunakan bahasa verbal ke dalam nilai
numerik (Astuti dan Retantyo, 2014).
Kelemahan metode FAHP dengan metode AHP yaitu proses
pembobotan kriteria atau sub kriteria dengan metode FAHP
19
membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dibanding proses
pada metode AHP, akan tetapi metode FAHP memiliki
keunggulan lebih cepat pada saat proses pembobotan alternatif.
Metode FAHP memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi yaitu
sebesar 84,62% daripada metode AHP yang hanya sebesar
23,08% dalam hal ketepatan hasil sistem dengan rekomendasi
pakar (Faisol et al, 2014). Fuzzy Analytic Hierarchy Process
adalah metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang
dikembangkan dengan teori logika fuzzy, khususnya triangular
fuzzy. Langkah penyelesaian masalah dengan metode Fuzzy
AHP hampir sama dengan metode AHP. Hanya saja metode
Fuzzy AHP mengubah skala AHP ke dalam skala triangular fuzzy
untuk memperoleh prioritas. Selanjutnya data yang telah diubah
tersebut diproses lebih lanjut dengan extent analysis (Andyana et
al, 2016).
2.8 Kriteria dan Alternatif pada Struktur Hierarki FAHP
Menurut Saaty (1994), hirarki adalah gambaran yang
kompleks dalam struktur dimana tingkat paling atas adalah tujuan
dan diikuti oleh tingkat kriteria, subkriteria sampai tingkat
terbawah adalah alternatif. Pembuatan struktur hierarki diawali
dengan penetapan tujuan umum dari pembuatan hierarki.
Kemudian dilanjutkan dengan kriteria-kriteria, subkriteria dan
alternatif-alternatif. Permasalahan yang akan diselesaikan
dengan AHP diuraikan menjadi unsur-unsur yaitu kriteria dan
alternatif kemudian disusun menjadi struktur hierarki. Kemudian
20
kriteria dan alternatif tersebut dinilai melalui perbandingan
berpasangan (Marimim, 2004).
Struktur hierarki yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dilihat pada gambar 3.3 dan gambar 3.4. Faktor yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu klaster industri, pemerintah dan industri
pendukung. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah
peningkatan teknologi produksi, pengembangan sumber daya
manusia, meningkatkan produksi dan meningkatkan penjualan.
Alternatif yang digunakan adalah peningkatan kualitas produk,
pelatihan dan pembinaan pemilik dan karyawan UKM, akses
permodalan dan peningkatan kemitraan. Alternatif tersebut
disesuaikan dengan hasil wawancara dengan pemilik UKM.
Kualitas produk adalah tingkat atau kesesuaian produk
dengan standar yang telah dipakai (Darsono, 2013). Kualitas
adalah kesesuaian antara produk (barang maupun jasa) dengan
spesifikasi kebutuhan pelanggan. Jika perusahaan melakukan
suatu hal yang tidak sesuai dengan harapan pelanggan berarti
perusahaan tersebut tidak memberikan kualitas yang baik.
Perbaikan dan pengukuran kualitas secara terus-menerus,
karyawan diberdayakan untuk memecahkan masalah (dengan
catatan manajemen menyediakan alat-alat yang cocok), maka
kualitas dapat disempurnakan (Hartini, 2012). Salah satu cara
untuk meningkatkan kualitas adalah dengan melakukan
standarisasi produk. Standarisasi adalah suatu ukuran tingkat
mutu suatu produk dengan menggunakan standar warna, ukuran
21
atau volume, bentuk, susunan, ukuran jumlah dan jenis unsur-
unsur kandungan, kekuatan atau ketahanan, kadar air, rasa,
tingkat kematangan, dan berbagai kriteria lainnya yang dapat
juga dijadikan standar dasar mutu produk (Faqih, 2010).
Standarisasi produk akan membuat produk-produk yang
dihasilkan semakin berkualitas sehingga mampu bersaing
dengan produk dengan merk-merk ternama kemudian akses
pasar akan memberikan keuntungan bagi usaha kecil dalam
memasarkan produknya secara luas (Frisdiantara dan Mukhklis,
2016).
Pelatihan adalah prosedur yang direncanakan dan dirancang
untuk meningkatkan efektivitas pekerja di tempat kerja (Pardey,
2007). Menurut Suprihanto (2001), pelatihan adalah kegiatan
untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara
meningkatkan pengetahuan dari keterampilan operasional dalam
menjalankan suatu pekerjaan. Menurut Rasyid et al (2002) dalam
Alhempi dan Harianto (2013), pembinaan adalah suatu proses
atau pengembangan yang mencakup urutan-urutan pengertian,
diawali dengan mendirikan, menumbuhkan, memelihara
pertumbuhan tersebut yang disertai usaha-usaha perbaikan,
menyempurnakan, dan mengembangkannya. Peningkatan
pelatihan dan pembinaan, secara bersama-sama berdampak
terhadap peningkatan perkembangan usaha kecil dan sebaliknya
penurunan pelatihan dan pembinaan berdampak pula terhadap
penurunan perkembangan usaha kecil (Alhempi dan Harianto,
22
2013). Pemberian pelatihan dapat diselenggarakan oleh pihak
pemerintah, hal ini dilakukan untuk mengembangkan inovasi
produk, pemanfaatan teknologi, serta bidang pemasaran.
Modal adalah segala sumber daya hasil produksi yang tahan
lama, yang dapat digunakan sebagai input produktif dalam
proses produksi berikutnya. Modal merupakan salah satu faktor
dalam proses produksi (Alam, 2006). Pentingnya peran modal
kerja dalam sebuah UKM digunakan untuk membiayai kegiatan
operasionalnya dan mengembangkan bisnis adalah solusi
mengenai permasalahan umum yang dihadapi UKM (Sukesti dan
Nurhayati, 2015).
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang
digunakan individu, rumah tangga maupun organisasi untuk
memperoleh kebutuhan dan keinginannya dengan cara
menukarkan produk dan nilai dengan pihak lain (Simamora,
2003). Pemasaran merupakan suatu perpaduan dari aktivitas-
aktivitas yang saling berhubungan untuk mengetahui kebutuhan
konsumen melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran
produk dan jasa yang bernilai serta mengembangkan promosi,
distribusi, pelayanan dan harga agar kebutuhan konsumen dapat
terpuaskan dengan baik pada tingkat keuntungan tertentu.
Pemasaran memiliki fungsi-fungsi yaitu (Oentoro, 2012):
1. Fungsi Pertukaran. Pembeli dapat membeli produk dari
produsen baik dengan menukar uang dengan produk maupun
barter.
23
2. Fungsi Distribusi Fisik. Distribusi fisik suatu produk dilakukan
dengan cara mengangkut serta menyimpan produk.
3. Fungsi Perantara Penyampaian produk dari tangan produsen
ke konsumen dilakukan melalui perantara pemasaran yang
menghubungkan aktivitas pertukaran dengan distribusi fisik.
Promosi adalah bagian dari bauran pemasaran yang besar
peranannya. Promosi merupakan kegiatan-kegiatan yang secara
aktif dilakukan perusahaan untuk mendorong konsumen membli
produk yang ditawarkan. Kegiatan dalam promosi ini pada
umumnya adalah periklanan, personal selling, promosi
penjualan, pemasaran langsung, serta hubungan masyarakat
dan publisitas (Fuad et al, 2000). Tujuan diadakannya promosi
adalah membuat orang mengetahui adanya suatu usaha yang
berikutnya diusahakan agar mereka membeli barang atau
menggunakan jasa kita. Oleh karena begitu pentingnya, promosi
menjadi bagian yang menentukan hidup matinya perusahaan
(Sarosa, 2003).
Kemitraan adalah kerja sama antara usaha kecil termasuk
koperasi dengan usaha menengah atau usaha besar disertai
pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau
usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling
menguntungkan, saling memerlukan dan saling memperkuat
(Tohar, 2007). Kemitraan adalah sebuah kegiatan kerjasama
antara usaha kecil dan menengah dengan usaha besar dimana
sesuai Peraturan Pemerintah nomor 44 tahun 1997 bentuk dari
24
kemitraan yang ideal adalah saling memperkuat, saling
menguntungkan, dan saling menghidupi. Jadi kemitraan
bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan
usaha, jaminan suplai jumlah, kualitas produk, meningkatkan
kualitas kelompok mitra, dan peningkatan usaha dalam rangka
menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan kelompok usaha
yang mandiri (Sumardjo et al, 2004).
2.9 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini juga menggunakan hasil penelitian terdahulu
sebagai bahan studi literatur. Hasil penelitian terdahulu dapat
dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu
No Nama Jurnal Hasil
1. Papilo, P dan Banta-cut, T
Jurnal Teknik Industri, Volume XI, Nomor 2, Mei 2016, Hala-man 87-96
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang dampak dari pelaksanaan program klaster industri terhadap peningkatan daya saing industri bioenergi berbasis kelapa sawit nasional. Program klaster industri telah memberikan pengaruh yang positif. Namun, diperlukan berbagai langkah nyata dengan melibatkan berbagai peran kelembagaan yang berkepentingan. Namun, untuk meningkatkan daya saing, diperlukan pula berbagai langkah nyata dengan melibatkan berbagai peran kelembagaan yang berkepentingan. Evaluasi dan perbaikan berkelanjutan terhadap berbagai aspek, menjadi tonggak utama dalam upaya peningkatan daya saing agroindustri nasional secara berkelanjutan.
25
Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Nama Jurnal Hasil
2. Setya-ningsih, S
Elsiver Proce-dia Econo-mics and Finance Vol. 4, 2012 Page 286-298
Hasil penelitian menunjukkan jumlah klaster UKM dengan kinerja yang sukses terdapat empat klaster yang memiliki karakteristik berbeda. Klaster 1 lebih berorientasi pada dinamika perusahaan, klaster 2 berorientasi pada dinamika perusahaan dan manajemen kinerja, klaster 3 berorientasi pada keberhasilan UKM yang dilihat dari lama berdirinya dan penjagaan kelancaran bisnis, sedangkan klaster 4 lebih berorientasi pada manajemen kinerja.
3. Prian-to, F
Jurnal JEAM Vol. 10 No. 1 2011 Hal. 48 – 71
Hasil penelitian dengan menggunakan metode K-means Menunjukkan hasil bahwa terbentuk 4 klaster. Klaster 1 menunjukkan kelompok perusahaan dengan skala usaha besar, wilayah pemasaran regional dan menggunakan bahan baku lokal. Klaster 2 menunjukkan kelompok perusahaan dengan skala kecil, jumlah tenaga kerja kecil dan menggunakan bahan baku lokal. Klaster 3 menunjukkan perusahaan dengan skala kecil, jumlah tenaga kerja kecil serta menggunakan bahan baku lokal dan internasional. Klaster 4 menunjukkan, bahan baku regional dan pemasaran hingga internasional.
26
Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Nama Jurnal Hasil
4. Sugiar-to, D., Ma’arif, M. S., Sailah, I., Sukardi dan Hong-goku-sumo, H.
Jurnal Tekno-logi Industri Pertanian, Volume 20, Nomor 2, Hala-man 89-100
Penelitian ini menyajikan model pemilihan strategi pengembangan klaster dan pemilihan strategi manajemen pengetahuan dengan studi kasus pada klaster agroindustri barang celup lateks skala kecil dan menengah di Propinsi Jawa Barat dan Banten. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah fuzzy analytical hierarchy process. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi inovasi dan teknologi adalah strategi terpenting untuk mengembangkan klaster dengan aktor utama adalah lembaga pendukung. Strategi manajemen pengetahuan yang paling penting untuk mendukung strategi inovasi dan teknologi adalah strategi kombinasi antara kodifikasi dan personalisasi.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan di sentra UKM Keripik Tempe
Sanan Kota Malang. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium
Manajemen Agroindustri, Jurusan Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Penelitian
dan pengolahan data dilakukan mulai bulan April 2017 sampai
Agustus 2017.
3.2 Batasan Masalah
Batasan masalah dilakukan untuk menyederhanakan ruang
lingkup masalah penelitian. Batasan masalah pada penelitian ini
adalah:
1. Variabel yang diambil untuk pengelompokkan UKM keripik
tempe adalah kapasitas produksi perbulan (kg), lama UKM
berdiri (tahun), rata-rata pendapatan perbulan (Rp) , nilai
investasi (Rp) dan jumlah tenaga kerja (orang).
2. Faktor yang digunakan dalam penyusunan strategi
pengembangan industri meliputi klaster industri, pemerintah,
serta industri terkait dan pendukung.
3. Penelitian ini hanya sampai pada penentuan prioritas strategi
pengembangan yang tepat bagi klaster UKM keripik tempe
28
Kota Malang, serta tidak membahas tahap implementasi dan
evaluasi strategi pengembangan.
3.3 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan urutan dari pengerjaan
penelitian yang terdiri dari tahap-tahap pelaksanaan yang saling
berkaitan. Penelitian ini dimulai dengan survey pendahuluan,
perumusan masalah dan penetapan tujuan, studi literatur,
identifikasi variabel, penentuan sampel, pengumpulan data.
Prosedur penelitian ini dilakukan berdasarkan tahapan penelitian
yang digambarkan pada Gambar 3.1.
3.3.1 Survey Pendahuluan
Survey pendahuluan dilakukan dengan kunjungan ke seluruh
UKM keripik tempe Sanan Kota Malang yang terdaftar pada
Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang, dan Dinas Industri Kota
Malang. Survey pendahuluan dilakukan untuk mengetahui
kondisi nyata dari objek penelitian sehingga dapat mengetahui
permasalahan yang ada.
29
Mulai
Survey pendahuluan
Perumusan masalah
Penetapan tujuan
Studi literatur
Identifikasi variabel
Penentuan responden
Pembuatan kuisioner
Analisis pengolahan data K-means dan
Fuzzy Analytical Hierarchy Process
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Valid
Pengisian kuisioner
Tidak
Ya
Pengumpulan data
Face validity
Gambar 3. 1 Diagram Alir Prosedur Penelitian
30
3.3.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini didasarkan pada latar
belakang yaitu pemilik UKM keripik tempe dalam
mengembangkan usahanya secara individual. Selain itu terdapat
permasalahan lain pada UKM keripik tempe di Kota Malang
meliputi permodalan, pemasaran dan pengetahuan
pengembangan bisnis yang masih lemah. Oleh karena itu,
diperlukan pembentukan klaster pada UKM keripik tempe untuk
meningkatkan daya saing dan menentukan strategi
pengembangan klaster UKM yang terbentuk.
3.3.3 Penetapan Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
menentukan model klaster pada UKM keripik tempe di Kota
Malang dengan metode k-means clustering dan menentukan
strategi pengembangan yang sesuai untuk diterapkan pada tiap
klaster UKM keripik tempe yang terbentuk dengan metode Fuzzy
Analytical Hierarchy Process (FAHP).
3.3.4 Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan cara mengumpulkan dan
mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan materi
penelitian. Studi literatur bertujuan untuk menunjang materi-
materi yang diperlukan dalam penelitian. Literatur yang dapat
digunakan dalam menunjang penelitian ini dapat berupa buku-
buku mengenai analisis klaster dan strategi pengembangan
31
usaha, jurnal serta artikel mengenai analisis klaster dan strategi
pengembangan usaha, e-book, artikel-artikel di internet, data-
data dinas terkait.
3.3.5 Identifikasi Variabel
UKM Keripik Tempe Sanan Kota Malang yang menjadi objek
penelitian akan dikelompokkan menggunakan beberapa kriteria
yang dianggap penting untuk diketahui dan dijadikan sebagai
variabel penelitian. Variabel penelitian adalah objek penelitian
yang dapat diukur. Variabel-variabel penelitian yang digunakan
dalam pengelompokan UKM keripik tempe dapat dilihat pada
tabel 3.1.
Tabel 3. 1 Variabel Pengelompokan UKM Keripik Tempe
Simbol Variabel Definisi Operasional
X1 Kapasitas produksi perbulan
Jumlah produk yang dihasilkan UKM perbulan dalam satuan kilogram
X2 Lama UKM berdiri
Lama waktu UKM berdiri hingga saat ini masih berproduksi dalam satuan tahun
X3 Rata-rata nilai penjualan perbulan
Jumlah pendapatan perbulan dari produk yang dapat terjual dalam satuan rupiah
X4 Nilai investasi
Biaya awal usaha yang dikeluarkan untuk mendirikan UKM dalam satuan rupiah
X5 Jumlah tenaga kerja
Banyaknya tenaga kerja yang dimiliki UKM dalam satuan orang
32
3.3.6 Metode Pengambilan Sampel
Populasi dari penelitian pengelompokan UKM Keripik Tempe
Sanan Kota Malang ini adalah seluruh UKM keripik tempe yang
masih aktif dan tidak memproduksi bahan baku tempe sendiri di
Sanan Kota Malang yang berjumlah 18 UKM. Data tersebut hasil
survey pendahuluan ke lokasi UKM. Teknik sampling yang
digunakan yaitu teknik non-probability sampling. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan yaitu teknik voluntary
sejumlah 9 UKM, yaitu UKM Purnama, Deny, Amangtiwi, Amel,
Sri Bawon, Arin, Karina, Putra Ridho dan Delima. Teknik
voluntary adalah teknik yang dilakukan jika satuan sampling
dikumpulkan atas dasar sukarela.
Responden yang digunakan untuk mengisi kuisioner
pengelompokan UKM Keripik Tempe Sanan Kota Malang yaitu
masing-masing pemilik UKM keripik tempe yang dijadikan sampel
pada penelitian ini. Hal ini dikarenakan pemilik UKM dianggap
mengetahui kondisi nyata dan permasalahan yang dimiliki UKM
Keripik Tempe Sanan Kota Malang. Responden yang digunakan
untuk mengisi kuisioner strategi pengembangan UKM Keripik
Tempe Sanan Kota Malang yaitu 1 orang karyawan Seksi
Pembinaan & Pengembangan Industri Makanan Minuman Dinas
Industri Kota Malang, 1 orang karyawan Bidang Usaha Kecil dan
Menengah Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang, serta
salahsatu pemilik UKM. Responden tersebut dipilih berdasarkan
pengalaman kerja dan dianggap mengetahui strategi
33
pengembangan UKM Keripik Tempe Sanan Kota Malang yang
akan diberikan.
3.3.7 Pembuatan Kuisioner
Kuisioner pengelompokkan UKM bertujuan untuk mengetahui
profil UKM serta variabel-variabel yang akan digunakan untuk
analisis k-means clustering. Kuisioner tersebut berupa kuisioner
dengan pertanyaan terbuka dan ditujukan untuk pemilik UKM.
Kuisioner yang digunakan untuk strategi pengembangan UKM
berupa kuisioner perbandingan berpasangan. Sebelum kuisioner
tersebut diberikan untuk diisi, maka dilakukan face validity
terhadap kuisioner karena untuk mengetahui apakah kuisioner
yang disusun mudah dipahami oleh responden.
3.3.8 Pengumpulan Data
a. Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah beberapa
data yang hanya diketahui oleh pihak internal perusahaan.
Pengumpulan data dilakukan untuk menunjang analisis data.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer
Data primer yang digunakan adalah data yang diperoleh
dari melakukan pengamatan langsung di lapangan dan
hasil data dari responden. Pada metode K-means data
primer diperoleh dari hasil kuisioner yang telah diisi oleh
pemilik UKM Keripik Tempe Sanan Malang. Pada metode
34
Fuzzy Analytichal Hierarchy Process, data primer didapat
dari hasil kuisioner yang telah diisi oleh responden yang
kompeten dalam kriteria dan karakteristik pemilihan
strategi pengembangan UKM Keripik Tempe Sanan
Malang yaitu 1 orang karyawan Seksi Pembinaan dan
Pengembangan Industri Makanan Minuman Dinas Industri
Kota Malang, dan 1 orang karyawan Bidang Usaha Kecil
dan Menengah Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan diperoleh melalui informasi
dan data dari Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang, dan
Dinas Industri Kota Malang berupa jumlah UKM keripik
tempe yang terdaftar dalam dinas tersebut. Data sekunder
juga diperoleh dari skripsi, jurnal, buku-buku, dan internet.
b. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini antara lain:
1. Observasi
Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung
terhadap objek yang dikaji untuk memperoleh data yang
sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Observasi
dilakukan untuk mengetahui kondisi dan situasi pada sentra
UKM Keripik Tempe Sanan Kota Malang.
35
2. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan cara berkomunikasi secara
langsung kepada pihak-pihak yang terkait dengan
penelitian. Wawancara dilakukan kepada para pemilik UKM
Keripik Tempe Sanan Malang yang berupa wawancara
terstruktur dengan pertanyaan yang terbuka dan terbatas
tentang kondisi UKM.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data
sekunder maupun tambahan informasi yang relevan
dengan permasalahan penelitian. Data-data sekunder yang
mendukung penelitian dipelajari, dicatat atau
didokumentasikan.
3.3.9 Analisis Pengolahan Data K-Means Clustering
Analisis pada penelitian ini yaitu analisis data kriteria dari
internal yang berpengaruh terhadap pengelompokkan UKM
keripik tempe Sanan Malang. Metode analisis data yang
digunakan yaitu K-means Clustering dan diproses menggunakan
SPSS 17. Diagram alir dalam analisis klaster metode K-means
denngan SPSS 17 dapat dilihat pada Gambar 3.2.
36
Mulai
Buka File Data
Tentukan banyaknya cluster k
Normalisasi data input
Penentuan centroid
Perhitungan jarak objek dengan
centroid
Alokasi objek
Selesai
Posisi centroid sama
Interpretasi dan profiling
Tidak
Ya
Gambar 3. 2 Diagram Alir K-Means Clustering dengan SPSS 17
(Septioko, 2012)
Pada penelitian ini penetapan jumlah klaster dilakukan
dengan cara trial and error, yaitu mencoba terlebih dahulu
37
mengelompokkan responden ke dalam klaster untuk kemudian
dianalisis jumlah klaster yang tepat dalam penelitian.
1. Normalisasi Data
Normalisasi data dilakukan pada hasil kuisioner, dengan
tujuan untuk menyesuaikan range dalam pembuatan matrik. Nilai
kuadrat input harus berada pada range 0 sampai 1, sehingga
range input yang memenuhi syarat akan berada pada nilai
tersebut. Rumus yang digunakan untuk mentransformasi data
pada nilai interval tersebut adalah:
𝑋1=
( 𝑋−𝑎)
( 𝑏−𝑎 )........................................................................................(1)
Keterangan:
𝑋1 : Data yang sudah dinormalisasi
𝑋 : Data hasil jawaban responden
𝑎 : Data minimum
𝑏 : Data maksimum
2. Penentuan Centroid
Penentuan nilai centroid pada tahap awal dilakukan secara
random, sedangkan pada tahap iterasi digunakan rumus seperti
berikut:
𝑣𝑖𝑗= ∑ 𝑋𝑘,𝑗
𝑁𝑖𝑘=1
𝑁𝑖 ….......................................................................(2)
Keterangan:
𝑣𝑖𝑗 : centroid cluster ke- i
𝑁𝑖 : jumlah data yang menjadi anggota klaster i
38
𝑥𝑘𝑗 : Data baris ke-k kolom ke-j
3. Perhitungan Jarak Objek dengan Centroid
Perhitungan jarak centroid dengan data point dapat
digunakan rumus Ecludian Distance. Ecludian Distance dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:
𝐷(𝑖,𝑗) = √(𝑋1𝑖 − 𝑋1𝑗)2 + (𝑋2𝑖 − 𝑋2𝑗)2 + ⋯ + (𝑋𝑘𝑖 − 𝑋𝑘𝑗)2.....(3)
Keterangan:
𝐷(𝑖,𝑗) : Jarak data ke-i ke pusat cluster j
𝑋𝑘𝑖 : Data ke-i pada atribut data ke-k
𝑋𝑘𝑗 : Titik Pusat ke-j pada atribut ke-k
4. Mengalokasikan Objek
Setelah jarak objek dengan centroid diketahui maka masing-
masing objek dialokasikan pada centroid yang memiliki jarak
paling dekat. Objek-objek yang memiliki jarak terdekat dengan
centroid akan menjadi satu klaster begitupula dengan objek-
objek yang jauh dari centroid.
5. Ketetapan Posisi Centroid
Jika pada perhitungan jarak diketahui posisi centroid masih
berubah-ubah, maka harus kembali pada langkah 3. Hal tersebut
akan dilakukan jika posisi centroid baru tidak sama.
6. Interpretasi dan Profiling
Interpretasi dan pembuatan profil klaster merupakan tahapan
dimana hasil klaster yang terbentuk dideskripsikan sesuai
dengan karakteristiknya. Output dari analisis data menggunakan
39
metode K-means Clustering adalah jumlah data dan data mana
saja yang masuk pada klaster yang sama.
3.3.10 Analisis Data Fuzzy Analytical Hierarchy Process
Berdasarkan data yang telah diperoleh dari hasil kuisioner
perbandingan berpasangan, kemudian dilakukan rumus fuzzy
perhitungan manual dan pembobotan menggunakan Analytical
Hierarchy Proses. Langkah-langkah penyelesaian penelitian
menggunakan Fuzzy Analytical Hierarchy Process adalah
sebagai berikut:
1. Membuat struktur hirarki.
Tujuan yang ditetapkan dari penggunaan metode Fuzzy –
AHP ini adalah untuk mendapatkan strategi pengembangan yang
tepat untuk diterapkan pada tiap-tiap klaster yang terbentuk pada
UKM Keripik Tempe Sanan Kota Malang. Penyusunan struktur
hirarki untuk klaster 1 yang terbentuk dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 3.3 dan struktur hirarki untuk klaster 2 yang
terbentuk dapat dilihat pada Gambar 3.4.
40
Strategi Pengembangan UKM Keripik
Tempe Malang
Strategi Pengembangan UKM Keripik
Tempe Malang
Klaster Industri PemerintahIndustri Terkait dan
Pendukung
Meningkatan
Kualitas Produk
Pengembangan
Sumber Daya
Manusia
Meningkatkan
Penjualan Produk
Peningkatan
Kemudahan Akses
Pinjaman Modal
Pelatihan dan
Pembinaan Pemilik
UKM mengenai
pengembangan
bisnis
Peningkatan
Kemitraandengan
retailer untuk
Pemasaran Produk
Standarisasi produk
Tujuan
Faktor
Kriteria
Alternatif
Gambar 3. 3 Hirarki Strategi Pengembangan Klaster 1 UKM Keripik
Tempe Sanan Kota Malang
41
Strategi Pengembangan UKM Keripik
Tempe Malang
Strategi Pengembangan UKM Keripik
Tempe Malang
Klaster Industri PemerintahIndustri Terkait dan
Pendukung
Meningkatan
Kualitas Produk
Pengembangan
SDM
Meningkatkan
Penjualan Produk
Menjalin Kemitraan
dengan Pemasok
Bahan Baku
Promosi dan
Penjualan dengan
Media yang Lebih
Modern
Pelatihan dan
Pembinaan Pemilik
UKM mengenai
pengembangan
bisnis
Standarisasi produk
Tujuan
Faktor
Kriteria
Alternatif
Gambar 3. 4 Hirarki Strategi Pengembangan Klaster 2 UKM Keripik
Tempe Sanan Kota Malang
Penyusunan hirarki pada masing-masing klaster yang dibuat
berbeda karena karakteristik klaster 1 dan 2 berbeda sehingga
strategi yang akan diberikan juga akan berbeda. Struktur hirarki
pada Gambar 3.3 merupakan strategi yang ditujukan kepada
klaster 1 yaitu usaha mikro. Struktur hirarki pada Gambar 3.4
ditujukan kepada klaster 2 yaitu usaha kecil.
2. Matriks perbandingan berpasangan
Langkah awal untuk menentukan susunan prioritas elemen
adalah menyusun perbandingan berpasangan. Misalnya kriteria
42
C memiliki beberapa elemen di bawahnya, yaitu A1, A2,.., An.
Elemen C adalah kriteria yang digunakan sebagai dasar
perbandingan. A1, A2,.., An adalah elemen-elemen pada satu
tingkat dibawah C. Elemen kolom sebelah kiri selalu
dibandingkan dengan elemen baris kanan atas. Nilai kebalikan
diberikan kepada elemen baris ketika tampil sebagai elemen
kolom dan elemen kolom tampil sebagai elemen baris. Matriks ini
terdapat perbandingan elemen itu sendiri maka akan bernilai 1.
Skala perbandingan tingkat kepentingan dapat dilihat pada Tabel
3.2 dan contoh matriks perbandingan berpasangan dapat dilihat
pada Tabel 3.3
Tabel 3. 2 Skala Perbandingan Tingkat Kepentingan
Tingkat Kepentingan
Definisi Keterangan
1 Sama penting Kedua elemen memiliki pengaruh sama besar
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen
5 Elemen yang satu lebih penting dari elemen lainnya
Pengalaman dan penilaian dengan kuat mendukung satu elemen
7 Sangat penting Satu elemen yang kuat disokong dan dominan
9 Paling penting Bukti yang mendukung elemen satu dengan elemen lain memiliki tingkat penegasan tinggi
Sumber: Saaty (2008)
43
Tabel 3. 3 Matriks Perbandingan Berpasangan
C A1 A2 ...... An
A1
A2
.....
An
3. Menghitung vektor prioritas untuk kriteria utama
a. Nilai yang terdapat dalam satu kolom dijumlahkan dan
diberi nama total kolom.
b. Setiap entri matriks dibagi dengan total kolomnya.
c. Rata-rata dari entri-entri matriks yang terdapat dalam satu
baris dihitung dan dinyatakan hasilnya sebagai vektor
prioritas.
4. Menghitung rasio konsistensi (CR)
a. Matriks perbandingan berpasangan dilakukan dengan
vektor prioritas. Vektor baru tersebut dinyatakan sebagai
vektor jumlah.
b. Entri dari vektor jumlah bobot dibagi dengan entri yang
berpasangan dari vektor prioritas dan dinyatakan hasilnya
sebagai bobot prioritas.
c. Menghitung rata-rata dari nilai bobot prioritas dan hasilnya
dinotasikan dengan 𝜆𝑚𝑎𝑥. Rumus perhitungan 𝜆𝑚𝑎𝑥 atau
nilai eigen adalah sebagai berikut:
44
𝜆 maks = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑟𝑖𝑜𝑟𝑖𝑡𝑎𝑠
𝑛....................................................(4)
Keterangan:
𝑛: jumlah krtieria
d. Menghitung Consistensy Index (CI). Rumus CI adalah
sebagai berikut:
CI = 𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠−𝑛
𝑛−1...................................................................(5)
Keterangan:
𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 : Rata-rata nilai bobot prioritas atau nilai Eigen
𝑛 : jumlah kriteria
e. Menghitung Consistency Ratio (CR). Suatu matriks
perbandingan berpasangan dinyatakan konsisten apabila
nilai CR ≤ 10%. Rumus perhitungan CR adalah sebagai
berikut:
CR = 𝐶𝐼
𝑅𝐼
........................................................................................ (6)
Keterangan:
CI : Consistensy Index
RI : Random Index, nilai RI dapat dilihat pada tabel 3.4.
Tabel 3. 4 Tabel Random Index (RI)
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49
Sumber : Saaty (1994)
5. Matriks perbandingan berpasangan Fuzzy. Skala AHP diubah
menjadi bilangan TFN. Bilangan TFN dapat dilihat pada tabel
3.5.
45
Tabel 3. 5 Skala TFN
Skala AHP Skala Linguistik Skala TFN
(l,m,u)
1 Sama Penting (1; 1; 3)
3 Sedikit Lebih Penting (1; 3; 5) 5 Lebih Penting (3; 5; 7) 7 Sangat Lebih Penting (5; 7; 9) 9 Mutlak Lebih Penting (7; 9; 9)
Sumber: Faisol et al, 2013
6. Menghitung nilai ∑ 𝑀𝑔𝑖1 = ∑ 𝑙𝑗𝑚
𝑗=1𝑚𝑗=𝑖 , ∑ 𝑚𝑗𝑚
𝑗=1 , ∑ 𝑢𝑗𝑚𝑗=1
dengan operasi penjumlahan pada tiap-tiap triangular fuzzy
number dalam setiap baris.
Keterangan:
𝑀 : bilangan triangular fuzzy number
𝑚 : jumlah kriteria
𝑗 : kolom
𝑖 : baris
𝑔 : parameter ( l, m, u)
7. Nilai Fuzzy synthetic extent. Menurut Chang (1996) dalam
Kulak dan Kahraman (2005), rumus dalam menghitung nilai
fuzzy synthetic extent yaitu:
𝑆𝑖 = ∑ 𝑀𝑖𝑗 𝑥
1
∑ ∑ 𝑀𝑖𝑗𝑚
𝑗=1𝑛𝑖=1
𝑚𝑗=1
∑ 𝑀𝑗𝑖𝑚
= ∑ 𝑙𝑗 , ∑ 𝑚𝑗
, ∑ 𝑢𝑗 𝑚
𝑚
𝑚
1
∑ ∑ 𝑀𝑖𝑗𝑚
𝑗=1𝑛𝑖=1
= 1
∑ 𝑢𝑖,∑ 𝑚𝑖, ∑ 𝑙𝑖𝑛𝑖=1
𝑚𝑗=1
𝑛𝑖=1
......................................(8)
Keterangan:
𝑀 : bilangan triangular fuzzy number
𝑗 : kolom
46
𝑖 : baris
𝑙 : nilai lower
𝑚 : nilai medium
𝑢 : nilai upper
8. Menentukan nilai vektor (V) dan nilai ordinat defuzzyfikasi
(𝑑′).
Jika hasil yang diperoleh pada setiap matriks fuzzy, 𝑀2 ≥
𝑀1 (𝑀2 = 𝑙2, 𝑚2, 𝑢2) dan (𝑀1 = 𝑙1, 𝑚1, 𝑢1) maka nilai vektor
dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝑉(𝑀2 ≥ 𝑀1) =
sup[min 𝑢𝑀1(𝑥) , min 𝑢 𝑀2(𝑦)]...........................................(9)
Tingkat kemungkinan untuk bilangan fuzzy dapat diperoleh
dengan persamaan berikut:
𝑉(𝑀2 ≥ 𝑀1) =
{
1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑚2 ≥ 𝑚1,
0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑙1 ≥ 𝑢2𝑙1−𝑢2
(𝑚2− 𝑢2)−(𝑚1− 𝑙1 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎
......................(10)
Jika hasil nilai fuzzy lebih besar dari 𝑘 , 𝑀𝑖(𝑖 = 1,2, … , 𝑘) maka
nilai vektor dapat dhitung sebagai berikut:
𝑉(𝑀 ≥ 𝑀1,𝑀2, … , 𝑀𝑘)
= 𝑉 (𝑀 ≥ 𝑀1); 𝑉 (𝑀 ≥ 𝑀2) 𝑑𝑎𝑛 𝑉 (𝑀 ≥ 𝑀𝑘)
= 𝑉 (𝑀 ≥ 𝑀𝑖), .............................(11)
Maka : 𝑑′(𝐴𝑖) = min 𝑉 (𝑆𝑖 ≥ 𝑆𝑘) ..........................................(12)
47
Untuk 𝑘 = 1, 2, … , 𝑛; 𝑘 ≠ 𝑖 , maka diperoleh nilai bobot vektor
sebagai berikut:
𝑊′ = (𝑑′(𝐴1), 𝑑′(𝐴2), … , 𝑑′(𝐴𝑎𝑛))𝑇 ...................................(13)
Keterangan:
𝐴𝑖 = 1, 2, ..., 𝑛 adalah 𝑛 elemen
𝑛′(𝐴𝑖) = nilai yang menggambarkan pilihan relatif masing-
masing atribut keputusan.
9. Normalisasi nilai bobot vektor fuzzy (W).
Jika vektor bobot tersebut dinormalisasikan maka akan
diperoleh vektor bobot sebagai berikut:
𝑊′ = (𝑑′(𝐴1), 𝑑′(𝐴2), … , 𝑑′(𝐴𝑛))𝑇
Maka rumus normalisasi adalah:
𝑑(𝐴𝑛) = 𝑑′(𝐴𝑛)
∑ 𝑑′(𝐴𝑛)𝑛𝑖=1
.........................................................(14)
3.3.11 Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan merupakan bagian terakhir yang digunakan untuk
menjawab rumusan masalah penelitian yang telah ditetapkan
terkait dengan strategi pengembangan klaster UKM Keripik
Tempe Sanan Kota Malang. Penulisan kesimpulan didasarkan
hasil-hasil penelitian yang diperoleh serta teori yang mendukung.
Saran pada penelitian ini diharapkan menjadi pertimbangan
dalam strategi pengembangan UKM Keripik Tempe Sanan
Malang, dinas terkait dan penelitian selanjutnya.
48
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Sentra UKM Keripik Tempe Sanan Kota Malang
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, perkotaan
adalah wilayah dengan batas-batas tertentu dimana
masyarakatnya mempunyai kegiatan utama di bidang industri
dan jasa. Daerah perkotaan mempunyai ciri-ciri yaitu
penduduknya cenderung berpola hubungan rasional, ekonomis
dan individualistis, jumlah penduduk relatif banyak, sektor agraria
sedikit atau bahkan tidak ada serta memiliki kemudahan dalam
akses baik akses informasi maupun transportasi. Kota Malang
merupakan salahsatu kota di Provinsi Jawa Timur. Kota Malang
yang terletak pada ketinggian antara 440 – 667 meter diatas
permukaan air laut, merupakan salah satu kota tujuan wisata di
Jawa Timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Menurut
Permendagri No.66 Tahun 2011, luas wilayah Kota Malang
adalah 145,28 km² yang terbagi menjadi 5 kecamatan dan 57
kelurahan. Batas-batas wilayah Kota Malang sebelah utara
adalah Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karangploso
Kabupaten Malang, sebelah timur dibatasi oleh Kecamatan Pakis
dan Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang, sebelah selatan
dibatasi oleh Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji
Kabupaten Malang dan sebelah barat dibatasi oleh Kecamatan
Wagir dan Kecamatan Dau Kabupaten Malang. Kota Malang
sebagai salah satu kota di Jawa Timur yang memiliki
49
perkembangan jumlah unit usaha yang relatif sangat baik. Kota
Malang adalah daerah padat karya yang didominasi industri kecil
dan menengah dengan sedikit industri manufaktur (Pemkot
Malang, 2017).
Salah satu lokasi sentra industri keripik tempe di Kota Malang
adalah di Jalan Sanan Kelurahan Purwantoro Kecamatan
Blimbing Kota Malang. Di daerah tersebut hampir seluruh
penduduknya memiliki usaha untuk memproduksi keripik tempe,
tempe maupun keduanya. Menurut Undang-Undang yang
mengatur tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Nomor 20
Tahun 2008, sebuah perusahaan yang digolongkan sebagai
UKM adalah perusahaan kecil yang dimiliki dan dikelola oleh
seseorang atau dimiliki oleh sekelompok kecil orang dengan
jumlah kekayaan dan pendapatan tertentu. UKM keripik tempe
yang berada di Jalan Sanan memiliki skala usaha mikro dan kecil.
UKM dilakukan oleh perorangan dan berlokasi di sekitar rumah
pemilik UKM. UKM keripik tempe di Jalan Sanan memiliki
keterkaitan dengan beberapa pihak yang mendukung dalam
kelancaran kegiatan industri. Keterkaitan UKM dengan beberapa
pihak digambarkan pada profil klaster industri keripik tempe di
Jalan Sanan Kota Malang pada Gambar 4.1.
50
Gambar 4. 1 Profil Klaster Industri Keripik Tempe Sanan Kota Malang
Tabel 4. 1 Peran Industri dan Institusi Terkait terhadap Pengembangan
Klaster Industri Keripik Tempe Sanan
No Jenis Industri/Institusi
Anggota Kelompok
Fungsi
1 Industri Inti Industri olahan
keripik tempe
Industri yang melakukan kegiatan produksi pada olahan kedelai yaitu berupa tempe yang diolah lagi menjadi keripik tempe
2 Industri terkait Pemasok kedelai,
pemasok tempe
Industri yang terdiri dari beberapa pemasok kedelai dari petani, pedagang dan pengepul, pemasok tempe, yang mendistribusikan kedelai atau tempe ke UKM keripik tempe di Kota Malang
51
Tabel 4. 1 Peran Industri dan Institusi Terkait terhadap Pengembangan
Klaster Industri Keripik Tempe Sanan (Lanjutan)
No Jenis Industri/Institusi
Anggota Kelompok
Fungsi
3 Industri pendukung
Pemasok bahan
tambahan, kemasan, distributor
Industri yang menyediakan dan memasok bahan pendukung untuk produksi keripik tempe seperti kemasan, bahan tambahan, bahan pembantu, bahan tambahan pangan, dan jasa distribusi.
4 Institusi pendukung
Dinas Industri,
Diskop dan UKM
Dinas Industri berfungsi untuk memberikan pelatihan, membina sekaligus memfasilitasi pengembangan klaster UKM. Dinas Koperasi dan UKM berfungsi untuk memberikan fasilitas pengembangan UKM, perijinan UKM, serta memberikan akses permodalan untuk UKM
Sumber: Data Primer (2017)
Berdasarkan Gambar 4.1 dapat diketahui hubungan antara
industri inti (olahan keripik tempe), industri terkait (pemasok
kedelai dan tempe), industri pendukung (bahan tambahan,
kemasan dan distributor) serta institusi pendukung (Dinas
Industri, Dinas Koperasi dan UKM). Suatu industri pasti memiliki
hubungan keterkaitan dengan industri lain dan institusi
pendukung dalam melaksanakan kegiatannya. Hubungan
keterkaitan ini akan berpengaruh terhadap kelancaran dan
52
kesuksesan suatu industri. Peran industri dan institusi terkait
dapat dilihat pada Tabel 4.1. Industri dan institusi terkait memiliki
peran masing-masing untuk mendukung kegiatan UKM. Peran
pemerintah adalah sebagai fasilitator dan regulator. Pemerintah
sebagai fasilitator memiliki tanggung jawab menyediakan sarana
publik yang memadai seperti akses transportasi, listrik, dan air,
sedangkan pemerintah sebagai regulator memainkan peran
dalam mendukung berjalannya sistem dalam klaster dalam
bentuk kebijakan (Bank Indonesia, 2017). Klaster industri
berkonsentrasi geografis perusahaan yang saling berhubungan,
pemasok, penyedia jasa, perusahaan-perusahaan di industri
terkait, dan lembaga-lembaga terkait (misalnya universitas,
lembaga standar, dan asosiasi perdagangan) di bidang-bidang
tertentu yang bersaing tetapi juga bekerja sama (Porter, 1998).
Industri inti yang digunakan dalam penelitian ini adalah 9 UKM
keripik tempe yang berada di Jalan Sanan, Kelurahan
Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Masing-masing
UKM tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. UKM
yang dijadikan objek penelitian yaitu UKM Purnama, Deny,
Amangtiwi, Amel, Sri Bawon, Arin, Karina, Putra Ridho, dan
Delima. Profil masing-masing UKM dilihat pada Tabel 4.2
53
Tabel 4. 2 Profil UKM Keripik Tempe di Sanan Kota Malang
Sumber: Data Primer (2017)
1. Purnama
UKM Purnama berlokasi di Jalan Sanan Nomor 44 , Kelu
rahan Purwantoro Kecamatan Blimbing Kota Malang. Nama
pemilik UKM ini adalah Bapak Priyo. Jumlah tenaga kerja yang
dimiliki UKM ini adalah 6 orang dengan sistem kerja borongan
sehingga jam kerja pada UKM ini tergantung jumlah tempe yang
diproduksi. Tenaga kerja tersebut dibagi menjadi tiga bagian
deskripsi kerja yaitu bagian pengirisan tempe sebanyak 2 orang,
bagian menggoreng keripik tempe sebanyak 2 orang dan bagian
pengemasan sebanyak 2 orang.
UKM Purnama memproduksi keripik tempe dengan variasi
rasa seperti barbeque, original, bawang, balado, pedas manis,
jagung dan pizza. Kemasan yang digunakan yaitu kemasan
plastik dengan ukuran 1,8 ons. Harga jual produk tersebut yaitu
Nama UKM
Kapasitas Produksi Perbulan
(kg)
Lama Berdiri
(th)
Rata-rata Penjualan Perbulan
(Rp)
Investasi Awal (Rp)
Jumlah Tenaga Kerja
(orang)
Purnama 3.500 28 45.000.000 10.000.000 6
Deny 2.700 19 86.400.000 4.500.000 9
Amangtiwi 1.000 11 3.000.000 5.000.000 3
Amel 3.000 13 90.000.000 3.000.000 11
Sri Bawon 2.500 32 80.000.000 7.000.000 6
Arin 3.000 6 45.000.000 2.500.000 7
Karina 3.000 20 40.000.000 2.000.000 5
Putra Ridho 3.900 17 80.000.000 5.000.000 12
Delima 900 17 2.700.000 5.000.000 4
54
Rp 5.500,00 perkemasan 1,8 ons. Area pemasaran keripik tempe
yaitu Kota Malang dan sekitarnya, Batu, Lamongan, Blitar, Kediri,
Tulungagung, Jakarta. Penjualan keripik tempe melalui
distributor dan penjualan langsung oleh pemilik di toko yang
dimiliki. Selain itu Pemilik menjalin kerjasama dengan beberapa
toko oleh-oleh di daerah wisata Kota Batu.
2. Deny
UKM Deny berlokasi di Jalan Sanan Gang III Nomor 219,
Kelurahan Purwantoro Kecamatan Blimbing Kota Malang. Nama
pemilik UKM Deny adalah Bapak Sentot Bachtiar. Jumlah tenaga
kerja yang dimiliki UKM ini adalah 9 orang dengan jam kerja 8
sampai 10 jam. Tenaga kerja tersebut dibagi menjadi tiga bagian
deskripsi kerja yaitu bagian mengiris tempe sebanyak 2 orang,
bagian menggoreng sebanyak 3 orang dan bagian pengemasan
sebanyak 4 orang. Teknologi yang digunakan pada proses
produksi keripik tempe yaitu secara manual.
UKM Deny memproduksi keripik tempe dengan variasi rasa
seperti barbeque, original, bawang, balado, pedas manis, jagung.
Kemasan yang digunakan yaitu kemasan plastik dengan ukuran
1 ons, 1,5 ons dan 2 ons. Harga jual produk tersebut yaitu
bervariasi mulai Rp 4.000,00, Rp 5.500,00 dan Rp 7.000,00
sesuai ukurannya. Area pemasaran keripik tempe yaitu Kota
Malang dan sekitarnya. Penjualan keripik tempe melalui
distributor dan penjualan langsung oleh pemilik.
55
3. Amangtiwi
UKM Amangtiwi berlokasi di Jalan Sanan VB Nomor 31,
Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. UKM
ini didirikan oleh Bapak Karsi pada tahun 2006. Jumlah tenaga
kerja UKM Amangtiwi adalah 3 orang. Tenaga kerja tersebut
bekerja pada bagian pengirisan, penggorengan dan
pengemasan. Jam kerja pada tenaga kerja tersebut dimulai pukul
07.00 sampai 14.00. Teknologi yang digunakan untuk
memproduksi keripik tempe yaitu teknologi secara manual.
Amangtiwi memproduksi keripik tempe dengan variasi rasa
original, pedas dan balado. Keripik tempe tersebut dikemas
dengan kemasan plastik berukuran 1 ons dan 1,5 ons. Harga jual
keripik tempe tersebut yaitu Rp 3.500,00 untuk kemasan 1 ons
dan Rp 5.000,00 untuk kemasan 1,5 ons. Pemilik memasarkan
produknya masih dengan cara konvensional yaitu hanya
menunggu pembeli datang ke rumah saja. Sehingga area
pemasarannya masih area Kota Malang saja.
4. Amel
UKM Amel berlokasi di Jalan Sanan 7 Nomor 44 , Kelurahan
Purwantoro Kecamatan Blimbing Kota Malang. Nama pemilik
UKM Amel adalah Bapak Solehudin. Jumlah tenaga kerja yang
dimiliki UKM ini adalah 11 orang dengan sistem kerja borongan.
Tenaga kerja tersebut dibagi menjadi tiga bagian deskripsi kerja
yaitu bagian pengirisan tempe sebanyak 4 orang, bagian
menggoreng keripik tempe sebanyak 4 orang dan bagian
56
pengemasan sebanyak 3 orang. Tenaga kerja tersebut memulai
pekerjaannya pada pada pukul 05.00 sampai selesai. Teknologi
yang digunakan dalam UKM ini adalah teknologi manual.
UKM Amel memproduksi keripik tempe dengan variasi rasa
seperti barbeque, original, bawang, balado, pedas manis, jagung
dan lainnya. Kemasan yang digunakan yaitu kemasan plastik
dengan ukuran 1 ons dan 2 ons. Keripik tempe tersebut dijual
dengan harga Rp 3.000,00 untuk kemasan 1 ons dan Rp
6.000,00 untuk kemasan 2 ons. Pemilik UKM Amel memasarkan
produknya dengan cara menitipkan keripik tersebut di toko oleh-
oleh di toko “Rohani” serta menerima pesanan dari toko oleh-oleh
lain dan retailer lainnya. Area pemasaran UKM Amel yaitu Kota
Madiun, Malang, Bali, Surabaya hingga pernah menerima
pesanan dari Autralia.
5. Sri Bawon
UKM Sri Bawon berlokasi di Jalan Sanan Bawah Nomor 6,
Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
Nama pemilik UKM ini adalah Sri Bawon pada tahun 1985.
Jumlah tenaga kerja pada UKM Sri Bawon sebanyak 6 orang.
Tenaga kerja tersebut dibagi menjadi beberapa deskripsi kerja
yaitu bagian pengirisan sebanyak 2 orang, bagian penggorengan
sebanyak 2 orang dan bagian pengemasan sebanyak 2 orang.
Tenaga kerja tersebut bekerja mulai pukul 08.00 sampai 16.00.
UKM Sri Bawon memproduksi keripik tempe dengan berbagai
rasa seperti barbeque, original, bawang, balado, pedas manis,
57
jagung dan lainnya. Keripik tempe tersebut dikemas dengan
kemasan plastik dengan ukuran 1 ons dan 2 ons. Keripik tempe
tersebut dijual dengan harga Rp 4.000,00 perkemasan 1 ons dan
Rp 8,000,00 perkemasan 2 ons. Pemasaran keripik tempe
dilakukan dengan cara penjualan langsung, kerjasama dengan
beberapa toko oleh-oleh dan melalui internet atau e-business.
Area pemasaran keripik tempe tersebut adalah Malang, Batu,
Pasuruan, Surabaya, Kediri, Jakarta, dan Belanda.
6. Arin
UKM Arin berlokasi di Jalan Sanan No 5 A Kelurahan
Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Nama pemilik
UKM Arin adalah Bapak. Jumlah tenaga kerja yang dimiliki UKM
ini adalah sebanyak 7 orang. Tenaga kerja tersebut dibagi
menjadi beberapa deksripsi kerja yaitu bagian penggorengan
sebanyak 2 orang, bagian pengirisan sebanyak 3 orang dan
bagian pengemasan sebanyak 2 orang. Pekerja tersebut bekerja
mulai pukul 07.00 sampai 14.00.
Keripik tempe yang diproduksi oleh UKM Arin memiliki rasa
original. Keripik tempe tersebut dikemas dengan kemasan plastik
dengan ukuran 2 ons. Harga jual keripik tempe tersebut Rp
5.000,00 perkemasan. Pemasaran tersebut dilakukan dengan
beberapa cara seperti melalui distributor, pembelian langsung,
pemesanan serta dititipkan pada toko oleh-oleh “Lancar Jaya” di
Kota Malang. Area pemasaran keripik tempe yaitu Kota Malang
dan Kota Batu.
58
7. Karina
UKM Karina berlokasi di Jalan Sanan VA Nomor 7 Kelurahan
Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Nama pemilik
UKM Karina adalah Bapak Tasmuin. Jumlah tenaga kerja yang
dimiliki UKM ini sebanyak 5 orang dengan deskripsi kerja
pengirisan sebanyak 2 orang, penggorengan sebanyak 2 orang
dan pengemasan sebanyak 1 orang. Pekerja tersebut bekerja
mulai pukul 07.00 sampai 17.00.
UKM Karina memproduksi keripik tempe dengan berbagai
variasi rasa seperti original, barbeque, jagung, pizza, keju,
balado. Keripik tempe tersebut dikemas dengan kemasan plastik
ukuran 1 ons, 1,5 ons dan 2 ons. Harga jual keripik tempe
tersebut adalah Rp 3.500,00 untuk kemasan 1 ons, Rp 5.000,00
untuk 1,5 ons dan Rp 6.000,00 untuk 2 ons. Pemilik melakukan
pemasaran produknya dengan cara pemasaran langsung dan
melalui distributor. Selain itu pemilik juga memiliki toko oleh-oleh
sendiri yaitu toko “Karina”. Area pemasaran keripik tempe
tersebut adalah daerah Malang, Bali dan Balikpapan.
8. Putra Ridho
UKM Putra Ridho berlokasi di Jalan Sanan Nomor 46,
Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
Nama pemilik UKM Putra Ridho adalah Bapak Khosim. Jumlah
tenaga kerja yang dimiliki UKM ini sebanyak 12 orang. Pekerja
tersebut dibagi menjadi beberapa deskripsi kerja yaitu pengirisan
59
sebanyak 4 orang, penggorengan sebanyak 4 orang dan
pengemasan sebanyak 4 orang. Pekerja tersebut bekerja mulai
pukul 06.00 sampai selesai.
UKM Putra Ridho memproduksi keripik tempe dengan variasi
rasa original, keju, balado, spageti, barbeque, pedas manis,
jagung bakar dan sapi panggang. Keripik tempe tersebut dikemas
dengan kemasan plastik ukuran 1 ons dan 1,8 ons. Harga jual
keripik tempe tersebut adalah Rp 3.500,00 perkemasan 1 ons
dan Rp 6.000 perkemasan 1,8 ons. Keripik tempe tersebut dijual
melalui 2 distributor, pemesanan langsung serta melalui toko
yang dimiliki UKM Putra Ridho. Area pemasaran keripik tempe
tersebut yaitu Malang, Batu, Pandaan, Jakarta, Indonesia serta
beberapa negara di luar negeri.
9. Delima
UKM Delima berlokasi di Jalan Sanan V B Nomor 32,
Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
Nama pemilik UKM Delima adalah Bapak Marjito. Tenaga kerja
yang dimiliki UKM ini sebanyak 4 orang. Pekerja tersebut dibagi
menjadi beberapa deskripsi kerja yaitu bagian pengirisan
sebanyak 1 orang, bagian penggorengan sebanyak 2 orang dan
bagian pengemasan sebanyak 1 orang. Mereka bekerja mulai
pukul 07.00 sampai 17.00.
Keripik tempe yang diproduksi UKM Delima adalah keripik
tempe yang memiliki rasa original. Keripik tempe tersebut
dikemas dengan kemasan plastik ukuran 1 ons. Harga jual keripik
60
tempe tersebut adalah Rp 5.000,00 perkemasan. Keripik tempe
tersebut dijual secara langsung atau dengan beberapa pesanan
pembeli. UKM ini belum bekerjasama dengan distributor atau
toko oleh-oleh lainnya. Area pemasaran keripik tempe ini meliputi
area Kota Malang.
4.2 Karakteristik UKM Keripik Tempe
Responden yang digunakan dalam pengelompokan UKM
keripik tempe di Kota Malang terdiri dari pemilik UKM. Pemilihan
responden tersebut karena pemilik UKM dianggap lebih
mengetahui keadaan UKM keripik tempe. Karakteristik UKM
dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Rata-rata kapasitas produksi pada UKM keripik tempe dalam
penelitian ini yaitu mencapai 2.611,11 kg perbulan. Produksi
keripik tempe pada UKM tersebut menyesuaikan kemampuan
masing-masing UKM dalam memproduksi keripik tempe dan
menyesuaikan banyaknya permintaan produk oleh konsumen,
sehingga kapasitas produksi masing-masing UKM berbeda.
Teknologi yang digunakan oleh seluruh UKM untuk memproduksi
keripik tempe adalah teknologi manual. Kapasitas produksi
adalah salah satu tolak ukur yang penting dari suatu perusahaan.
Kapasitas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya dapat
diproduksi oleh perusahaan untuk mencapai keuntungan
maksimal. Penentuan kapasitas produksi dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti jam kerja, jumlah pekerja, dan lainnya
(Putri, 2015).
61
Tabel 4. 3 Karakteristik Responden UKM Keripik Tempe Kota Malang
No Variabel Rata-Rata Nilai Minimal
Nilai Maksimal
1 Kapasitas produksi perbulan (kg)
2.611,11 900 3.900
2 Lama Berdiri (tahun)
18,11 6 32
3 Penjualan perbulan (Rp)
52.455.555,56 2.700.000 90.000.000
4 Investasi Awal (Rp)
4.888.888,89 2.000.000 10.000.000
5 Jumlah tenaga kerja (orang)
7 3 12
Sumber: Data primer diolah (2017)
Rata-rata kapasitas produksi pada UKM keripik tempe dalam
penelitian ini yaitu mencapai 2.611,11 kg perbulan. Produksi
keripik tempe pada UKM tersebut menyesuaikan kemampuan
masing-masing UKM dalam memproduksi keripik tempe dan
menyesuaikan banyaknya permintaan produk oleh konsumen,
sehingga kapasitas produksi masing-masing UKM berbeda.
Teknologi yang digunakan untuk memproduksi keripik tempe
adalah teknologi manual. Kapasitas produksi adalah salah satu
tolak ukur yang penting dari suatu perusahaan. Kapasitas
produksi adalah jumlah produk yang seharusnya dapat
diproduksi oleh perusahaan untuk mencapai keuntungan
maksimal. Penentuan kapasitas produksi dipengaruhi oleh
62
beberapa faktor seperti jam kerja, jumlah pekerja, dan lainnya
(Putri, 2015).
Rata-rata lama berdirinya UKM 18,11 tahun. Lamanya suatu
merupakan salah satu variabel yang dapat mempengaruhi suatu
produksi. Hal ini terkait dengan aspek pengalaman dalam
kegiatan produksi. Semakin lama suatu usaha didirikan, maka
keterampilan yang dimiliki oleh masing-masing tenaga kerja
dapat dikatakan sama rata. Lamanya usaha dapat digunakan
untuk mengetahui sejauh mana tingkat keloyalan industri untuk
menghasilkan produksinya (Farhani,2013).
Nilai penjualan perbulan dari 9 UKM keripik tempe di Kota
Malang dalam penelitian ini didapat dari data Dinas Industri serta
hasil pengisian kuisioner oleh pemilik UKM. Rata-rata penjualan
perbulan sebesar Rp 52.455.555,56. Nilai penjualan pada
masing-masing UKM berbeda karena kemampuan UKM dalam
memproduksi keripik tempe dan memasarkan produknya
berbeda-beda. UKM yang memiliki kapasitas produksi tinggi
cenderung nilai penjualannya juga tinggi. Menurut Laksana dan
Fitanto (2013), yang dapat mempengaruhi penjualan pengusaha
keripik tempe adalah modal, jumlah tenaga kerja, jaringan usaha
dan koperasi. Perbedaan nilai minimal dan maksimal yang cukup
jauh menunjukkan perbedaan kemampuan perusahaan dalam
melakukan penjualan. Semakin tinggi penjualan suatu usaha
maka akan semakin tinggi prestasi perusahaan tersebut
(Hadiyanto, 2006).
63
Nilai investasi sangat penting untuk pendirian suatu usaha,
nilai investasi rata-rata UKM keripik tempe di Kota Malang
sebesar Rp 3.494.444,44. Pemilik UKM keripik tempe di Kota
Malang menggunakan sumber dana pribadi untuk investasi. Nilai
investasi merupakan jenis modal yang harus dikeluarkan pada
awal memulai usaha, dan biasanya digunakan untuk jangka
panjang. Nilai investasi di dalam sebuah usaha biasanya terkait
erat dengan pengembangan kapasitas produksi yang antara lain
dengan melakukan pembelian mesin-mesin baru (Tambunan,
2008).
Tenaga kerja yang dimiliki UKM keripik tempe di Kota Malang
sebagian besar dibagi menjadi 3 bagian deskripsi kerja yaitu
pengirisan, penggorengan keripik dan pengemasan. Rata-rata
jumlah tenaga kerja UKM keripik tempe di Kota Malang sejumlah
7 orang. Perbedaan jumlah tenaga kerja memiliki rentang yang
sangat jauh karena setiap UKM memiliki kemampuan dan
kebutuhan tenaga kerja yang berbeda. Tenaga kerja erat
kaitannya dengan proses produksi karena semua produksi
membutuhkan tenaga kerja untuk memperoleh suatu barang atau
jasa. Tenaga kerja merupakan permintaan tidak langsung,
tenaga kerja dipekerjakan oleh perusahaan dengan tujuan untuk
digunakan dalam menghasilkan barang-barang yang mereka jual
(Sukirno dalam Amri, 2013).
64
4.3 Analisis Klaster
Metode yang dipilih untuk pengelompokkan UKM keripik
tempe di Kota Malang adalah metode K-means clustering.
Metode ini merupakan metode yang apabila data-datanya telah
didapatkan maka dapat dikelompokkan ke dalam beberapa
klaster berdasarkan kemiripan data tersebut. Proses ini dimulai
dengan penentuan jumlah klaster terdahulu, misal ditentukan
akan ada 2 klaster atau 3 klaster atau angka lainnya (Santoso,
2004). Jumlah klaster pada penelitian ini ditetapkan sebanyak 2
klaster agar mempersempit kemiripan sehingga didapatkan
anggota klaster yang mirip dalam satu klaster dan berbeda nyata
dengan anggota klaster yang lain.
Proses k-means clustering yaitu dengan menentukan jumlah
yang ditentukan kemudian menentukan nilai rata-rata dari data
kemudian digunakan sebagai pusat klaster untuk selanjutnya
pusat klaster itu diperbaiki secara iteratif dengan memperbaiki
jarak tiap-tiap data terhadap pusat klaster (Cardie et al, 2001).
Hasil analisis menunjukkan bahwa k-means clustering mencapai
optimal pada iterasi ke-3 dengan jarak minimum antara pusat
klaster bernilai 4,708 dimana tidak ada lagi titik pusat tidak lagi
berubah dan tidak ada data yang berpindah antar klaster. Profil
responden pada masing-masing klaster yang terbentuk dapat
dilihat pada Tabel 4.4. Hasil olah data metode k-means
clustering dapat dilihat pada Lampiran 3.
65
Tabel 4. 4 Profil Responden Masing-Masing Klaster
Variabel
Klaster 1 (Amangtiwi dan Delima)
Klaster 2 (Purnama, Deny, Amel,
Sri Bawon, Arin, Karina dan Putra Ridho)
Pusat Klaster
Minimal Maksimal Pusat Klaster
Minimal Maksimal
Kapa-sitas produksi perbulan (kg)
950 900 1.000 3.085,71 2.500 3.900
Lama berdiri (thn)
14 11 17 19,28 6 32
Rata-rata penjualan perbulan (Rp)
2.850.000 2.700.000 3.000.000 66.628.571,43 40.000.000 90.000.000
Investasi (Rp)
5.000.000 5.000.000 5.000.000 6.000.000 2.000.000 10.000.000
Jumlah tenaga kerja
3,5 3 4 8 5 12
66
4.3.1 Karakteristik Klaster 1
Berdasarkan data primer dan hasil analisis, pembeda
karakteristik utama pada klaster 1 dan 2 adalah kapasitas
produksi perbulan, rata-rata penjualan perbulan dan jumlah
tenaga kerja. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil anailis data
menggunakan k-means pada Lampiran 3, dari tabel anova nilai
F yang jauh lebih besar dibanding nilai sig menunjukan variabel
pembanding utama antar klaster. UKM keripik tempe anggota
klaster 1 digolongkan sebagai usaha mikro. Hal tersebut
didukung oleh beberapa literatur yang mengklasifikasikan usaha
mikro berdasarkan nilai penjualan dan jumlah tenaga kerja.
Klaster 1 memiliki 2 anggota yaitu UKM Amangtiwi dan Delima.
Kapasitas produksi perbulan pada klaster satu memiliki rata-rata
sebanyak 950 kg. Rata-rata kapasitas produksi klaster 1 jauh
lebih kecil dari klaster 2. Kapasitas produksi dari klaster 1 masih
terkendala oleh terbatasnya modal yang dimiliki, sehingga tidak
dapat menaikkan kapasitas produksi. Selain itu, permintaan
pasar pada klaster 1 tidak banyak, sehingga pemilik memutuskan
untuk tidak menambah kapasitas produksinya. Apabila kapasitas
produksi tinggi maka biaya tetap yang dikeluarkan juga besar,
apabila pemanfaatannya sedikit, maka biaya produksi akan
mahal sehingga untuk menentukan kapasitas produksi harus
dilakukan perencanaan dan penelitian terlebih dahulu
(Mahendra, 2013).
67
Rata-rata lama berdirinya UKM pada klaster 1 yaitu 14 tahun.
Lama berdiri UKM pada klaster 1 lebih kecil dibanding klaster 2,
sehingga kapasitas produksinya juga lebih kecil. Hal tersebut
karena klaster 2 lebih memiliki pengalaman dalam usaha dan
menyebabkan permintaan produk lebih tinggi sehingga rata-rata
penjualan dan kapasitas produksi juga tinggi. Lamanya
perusahaan dalam beroperasi akan mendorong perusahaan
untuk lebih maju. Lama usaha atau sering disebut umur usaha
merupakan banyaknya waktu yang ditempuh oleh usaha dalam
menjalankan usahanya dan menunjukkan kemampuan
bersaingnya (Kusnia, 2013).
Rata-rata penjualan perbulan pada klaster 1 sebanyak Rp
2.850.000,00. Pada Tabel 4.3, klaster 1 memiliki rata-rata
penjualan yang jauh lebih kecil dari klaster 2. Hal ini disebabkan
klaster 1 memiliki kapasitas produksi yang kecil pula. Selain itu,
permintaan pasar untuk klaster 1 juga masih sedikit dan hanya
menjual secara langsung tanpa adanya distributor atau kemitraan
dengan pengecer lain. Klaster 1 digolongkan sebagai usaha
mikro. Menurut Bank Indonesia, usaha mikro adalah usaha yang
memiliki hasil penjualan tahunan kurang dari Rp 300.000.000,00
(LPPI et al, 2015).
Rata-rata nilai investasi awal pada klaster 1 sebanyak Rp
5.000.000,00. Investasi yang digunakan oleh anggota klaster 1
adalah uang pribadi. Jika dibandingkan dengan klaster 2, nilai
investasi klaster 1 juga lebih besar. Keterbatasan investasi atau
68
modal menjadi salah satu kendala UKM untuk mengembangkan
bisnisnya. Investasi awal atau modal merupakan faktor yang
mutlak harus disediakan oleh pelaku usaha karena permodalan
akan berdampak langsung pada industri kecil, terutama dalam
pengadaan bahan baku (Rachmawati, 2008).
Rata-rata tenaga kerja pada klaster 1 sebanyak 3,5 orang.
Rata-rata tenaga kerja pada klaster 1 jauh lebih kecil
dibandingkan dengan klaster 2. Berdasarkan jumlah tenaga kerja
yang dimiliki, klaster 1 merupakan industri mikro. Hal ini sesuai
dengan pengklasifikasian industri menurut BPS, dimana industri
mikro adalah industri yang memiliki tenaga kerja 1-4 orang
(Dongoran et al, 2016).
4.3.2 Karakteristik Klaster 2
Berdasarkan hasil analisis dan data primer, klaster 2
merupakan termasuk kategori usaha kecil. Hal tersebut didukung
oleh beberapa sumber seperti BPS, Bank Indonesia dan Meneg
Koperasi dan PKM. Klaster 2 memiliki 7 anggota yaitu UKM
Purnama, Deny, Amel, Sri Bawon, Arin, Karina dan Putra Ridho.
Klaster 2 memiliki kapasitas produksi keripik tempe perbulan rata-
rata sebanyak 3.085,71 kg. Klaster 2 memiliki kapasitas produksi
keripik tempe yang lebih besar dibanding dengan klaster 1. Hal
ini disebabkan sebagian besar anggota klaster 2 memiliki jumlah
permintaan yang lebih banyak dibanding klaster 1. Selain itu,
sebagian besar anggota klaster 2 memiliki toko sendiri ataupun
69
sudah memiliki kerja sama dengan retailer dan beberapa toko
oleh-oleh yang berada di Kota Malang dan sekitarnya.
Rata-rata lama berdirinya UKM klaster 2 yaitu 19,28 tahun.
Rata-rata lama berdiri UKM klaster 2 cenderung lebih besar atau
lebih lama dari klaster 1. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata
anggota klaster 2 lebih berpengalaman dalam usaha dibanding
klaster 1. Lamanya suatu usaha dapat menimbulkan pengalaman
berusaha. Lama pembukaan usaha dapat mempengaruhi tingkat
pendapatan, lama seorang pelaku bisnis menekuni bidang
usahanya akan mempengaruhi produktivitasnya sehingga dapat
menambah efisiensi dan mampu menekan biaya produksi lebih
kecil daripada hasil penjualan. Semakin lama menekuni bidang
usaha perdagangan akan semakin meningkatkan pengetahuan
tentang selera atau perilaku konsumen (Rosetyadi dalam
Butarbutar et al, 2017).
Rata-rata penjualan perbulan klaster 2 sebesar Rp
66.628.571,43 atau dalam setahun sebesar Rp 799.542.857,2.
Rata-rata nilai penjualan perbulan klaster 2 cenderung jauh lebih
besar dibanding dengan klaster 1. Sebagian besar anggota
klaster 2 juga sudah memiliki toko sendiri, kerjasama dengan
distributor dan retailer serta beberapa toko oleh-oleh yang ada di
daerah Kota Malang. Berdasarkan dari rata-rata penjualan,
klaster 2 termasuk dalam usaha kecil. Hal ini sesuai dengan
pengelompokan usaha menurut Bank Indonesia, dimana usaha
kecil adalah suatu usaha yang memiliki omset atau penjualan
70
pertahun sebanyak Rp 300.000.000,00 sampai Rp
2.500.000.000,00 (Rp 2,5 milyar) (LPPI et al, 2015). Selain itu
didukung oleh menurut BPS serta Meneg Koperasi dan PKM
yang mengelompokkan usaha kecil adalah usaha yang memiliki
penjualan pertahun kurang dari Rp 1.000.000.000,00. Menurut
undang-undang nomor 20 tahun 2008, usaha kecil memiliki
kriteria penjualan sebesar lebih dari Rp50.000.000,00 hingga Rp
500.000.000,00 (Darwanto, 2013).
Klaster 2 memiliki rata-rata nilai investasi sebesar Rp
4.888.888,89. Investasi yang digunakan oleh klaster 2 yaitu
menggunakan dana pribadi. Jika dibandingkan dengan klaster 1,
rata-rata nilai investasi klaster 2 lebih kecil. Investasi awal yang
dikeluarkan klaster 2 lebih kecil karena klaster 2 memiliki umur
usaha lebih lama dibanding klaster 1, sehingga meskipun
investasi awal yang dimiliki kecil namun klaster 2 sudah mampu
menjual produknya lebih banyak. Investasi awal adalah salah
satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap usaha, baik
skala kecil, menengah maupun besar. (Tambunan, 2002).
Rata-rata jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh klaster 2
sebanyak 8 orang. Rata-rata jumlah tenaga kerja klaster 2 lebih
besar jika dibanding dengan rata-rata jumlah tenaga kerja klaster
1. Hal ini dapat disebabkan kebutuhan tenaga kerja klaster 2 lebih
banyak karena kapasitas produksi yang dihasilkan juga
cenderung lebih banyak dibanding dengan klaster 1.
Berdasarkan jumlah tenaga kerjanya, klaster 2 digolongkan
71
sebagai usaha kecil. Menurut BPS, suatu usaha yang memiliki
tenaga kerja sebanyak 5 sampai 19 orang adalah termasuk
usaha kecil (Dongoran et al, 2016). Jumlah tenaga kerja juga
berpengaruh signifikan dan positif terhadap pendapatan usaha.
Semakin banyak jumlah tenaga kerja yang aktif, maka akan
semakin mapan kegiatan usaha tersebut (Evelyn, 2007).
4.4 Strategi Pengembangan Klaster UKM
Penentuan prioritas strategi pengembangan klaster UKM
keripik tempe Kota Malang menggunakan metode Fuzzy
Analytical Hierarchy Process (FAHP). Struktur hirarki strategi
pengembangan industri klaster 1 dan klaster 2 berbeda karena
menyesuaikan perbedaan kemampuan masing-masing klaster
dalam mengembangkan usahanya. Struktur hirarki penentuan
strategi pengembangan industri terdiri dari 4 tingkatan yaitu
tujuan, faktor, kriteria dan alternatif strategi. Kuisioner yang
tersedia diisi oleh masing-masing pakar berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Hasil jawaban dari
pengisian kuisioner kemudian diolah untuk mendapatkan hasil
yang akan digunakan dalam penelitian ini. Jawaban tersebut
diolah dengan menggunakan perhitungan Analytical Hierarchy
Process (AHP) kemudian dikonversikan ke dalam perhitungan
Fuzzy Synthetic Extent untuk mendapatkan prioritas strategi
yang sesuai bagi masing-masing klaster UKM yang terbentuk.
72
4.4.1 Strategi Pengembangan Klaster 1
Penentuan prioritas strategi pengembanganan klaster UKM
keripik tempe Kota Malang menggunakan struktur hirarki yang
berbeda namun diberikan kepada responden pakar yang sama.
Struktur hirarki tersebut dibedakan karena masing-masing klaster
yang terbentuk memiliki karakter yang berbeda sehingga
alternatif strategi yang diberikan kemungkinan juga akan
berbeda. Struktur hirarki strategi pengembangan klaster 1 dapat
dilihat pada Gambar 3.3.
4.4.1.1 Hasil Perhitungan Klaster 1 dengan Metode
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Hasil kuisioner yang telah diisi oleh para responden pakar
akan dilakukan perhitungan rasio konsistesi atau CR. Rasio
konsistensi atau CR merupakan nilai yang digunakan untuk
mengetahui tingkat konsistensi responden pakar dalam
melakukan penilaian dalam setiap kriteria kuisioner
perbandingan berpasangan. Rasio konsistensi memiliki peran
yang penting untuk mengetahui apakah hasil dari kuisioner dapat
dilanjutkan pada langkah perhitungan selanjutnya. Rasio
konsistensi pada setiap level untuk klaster 1 dapat dilihat pada
Lampiran 4. Pada struktur hirarki yang digunakan dalam
penelitian ini terbagi menjadi 3 level dengan tujuan strategi
pengembangan UKM keripik tempe Kota Malang. Level 1
merupakan faktor yang berperan dalam pengembangan UKM
keripik tempe Kota Malang terdiri dari klaster industri, pemerintah,
73
dan industri terkait dan pendukung. Level 2 merupakan kriteria
yang digunakan dalam pengembangan UKM keripik tempe Kota
Malang terdiri dari meningkatkan kualitas produk,
pengembangan sumberdaya manusia dan meningkatkan
penjualan produk. Level 3 merupakan alternatif dalam mencapai
tujuan yaitu terdiri dari standarisasi produk, pelatihan dan
pembinaan pemilik UKM mengenai pengembangan bisnis,
peningkatan kemudahan akses pinjaman modal dan peningkatan
kemitraan dengan retailer untuk pemasaran produk. Berdasarkan
hasil perhitungan data kuisioner didapatkan nilai CR masing-
masing level memiliki nilai ≤ 0,1 atau ≤ 10%, maka hasil kuisioner
tersebut dinyatakan konsisten. Nilai CR dinyatakan konsisten
apabila ≤ 10%. Jika nilai CR yang didapatkan dari hasil
perhitungan kuisioner dinyatakan konsisten maka tidak perlu
dilakukan pengisian kuisioner ulang dan dapat dilanjutkan pada
perhitungan selanjutnya (Darmanto et al, 2014).
4.4.1.2 Analisis Strategi Pengembangan Klaster 1 Tiap
Komponen Struktur Hirarki
Analisis strategi pengembangan UKM klaster 1 dilakukan
pada hasil kuisioner yang diisi oleh masing-masing pakar
terhadap masing-masing faktor, kriteria dan alternatif strategi.
Analisis dilakukan untuk mengetahui faktor, kriteria dan alternatif
yang akan dijadikan prioritas strategi pengembangan. Prioritas
dipilih dengan cara memilih bobot tertinggi pada hasil perhitungan
kuisioner terhadap masing-masing komponen setiap level. UKM
74
keripik tempe Kota Malang klaster 1 merupakan klaster usaha
mikro. Hirarki strategi pengembangan klaster 1 dan nilai bobotnya
dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Strategi Pengembangan UKM Keripik
Tempe Malang
Strategi Pengembangan UKM Keripik
Tempe Malang
Klaster Industri
(0,637)
Pemerintah
(0,358)
Industri Terkait dan
Pendukung
(0,005)
Meningkatan
Kualitas Produk
(0,406)
Pengembangan
Sumber Daya
Manusia
(0,281)
Meningkatkan
Penjualan Produk
(0,550)
Peningkatan
Kemudahan Akses
Pinjaman Modal
(0,121)
Pelatihan dan
Pembinaan Pemilik
UKM mengenai
pengembangan bisnis
(0,301)
Peningkatan
Kemitraan untuk
Pemasaran Produk
(0,128)
Standarisasi produk
(0,449)
Tujuan
Faktor
Kriteria
Alternatif
Gambar 4. 2 Struktur Hirarki dan Pembobotan Strategi Pengembangan
UKM Keripik Tempe Kota Malang Klaster 1
Berdasarkan Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa faktor yang
dapat mempengaruhi pengembangan UKM keripik tempe klaster
1 yang menjadi prioritas pertama adalah klaster industri dengan
bobot 0,637, sedangkan kriteria pengembangan UKM keripik
tempe klaster 1 yang menjadi prioritas utama adalah
meningkatkan penjualan dengan bobot 0,550, dan alternatif
strategi yang menjadi prioritas utama adalah standarisasi produk
75
dengan bobot 0,449. Hasil perangkingan dari perhitungan antar
faktor dengan menggunakan FAHP dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4. 5 Hasil Perangkingan Perbandingan Faktor Prioritas Klaster 1
Faktor Pakar
1 Pakar
2 Pakar
3 Nilai
Agregat Rangking
Klaster Industri 0,412 0,595 0,905 0,637 1
Pemerintah 0,578 0,401 0,095 0,358 2
Industri Terkait dan Pendukung
0,010 0,004 0,000 0,005 3
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan FAHP, pada
Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa faktor yang memiliki rangking
tertinggi adalah klaster industri dengan bobot 0,637. Klaster
industri menjadi faktor yang memiliki prioritas tertinggi dapat
dikarenakan klaster industri tersebut merupakan pihak yang akan
melakukan pengembangan usahanya. Peran manajemen pemilik
usaha merupakan faktor terbesar (dominan) yang mempengaruhi
pencapaian kapasitas inovasi pengembangan usaha
(Kurniati,2014). Fungsi dari klaster industri adalah
mengelompokkan suatu industri yang didasarkan pada beberapa
kriteria yang harus diperhatikan (Yingmin, 2010). Klaster industri
dapat memiliki pengembangan yang sukses apabila terjadi aliran
formal dan informal dari pengetahuan yang didapatkan dari
hubungan antar usaha yaitu industri terkait dan pendukung serta
pemerintah (Sugiarto et al, 2010).
Peran pemerintah dalam rangka UKM memang sangat
diperlukan. Hal tersebut karena UKM merupakan salah satu
76
usaha yang potensial untuk meningkatkan perekonomian serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga perlu adanya
pemberdayaan dari segi sumber daya manusia sampai pada
pengadaan sarana dan prasarana. Pemerintah yang berperan
dalam pengembangan UKM keripik tempe Kota Malang yaitu
Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang , dan Dinas Industri Kota
Malang. Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang melakukan
berbagai upaya dalam pemberdayaan UKM antara lain
pembinaan sumber daya manusia, pembinaan dilakukan dengan
memberikan bimbingan kewirausahaan berupa pelatihan-
pelatihan terhadap UKM. Selain itu, Dinas Koperasi dan UKM
Kota Malang berperan dalam pemberian akses permodalan,
mengembangkan jaringan kerjasama bagi UKM, serta
mengadakan pengenalan produk-produk UKM melalui pameran
dan promosi (Anggraeni et al, 2013). Dinas Industri Kota Malang
bekerja sama dengan beberapa pihak dalam usaha
mengembangkan UKM keripik tempe Kota Malang. Dinas Industri
Kota Malang memberikan bantuan narasumber pada pelatihan-
pelatihan yang diadakan oleh Dinas Koperasi dan UKM Kota
Malang (Pertiwi et al,2013).
Industri terkait dan pendukung yang berperan dalam
pengembangan UKM keripik tempe Kota Malang adalah
pemasok tempe, pemasok bahan tambahan, industri kemasan,
pemasok mesin, distributor dan retailer. Pada anggota UKM
klaster 1 belum memiliki distributor dan retailer. Hal ini karena
77
UKM klaster 1 menjual produknya sendiri. Industri terkait dan
pendukung merupakan mitra usaha yang menentukan tingkat
keberhasilan dari suatu usaha (Jauhari,2010). Industri terkait dan
pendukung merupakan pihak-pihak yang bekerjasama dengan
suatu usaha serta memiliki tujuan usaha yang sama (Komarudin,
2012).
Hirarki pada level 2 yaitu kriteria strategi pengembangan UKM
keripik tempe Kota Malang juga dilakukan perhitungan dengan
metode FAHP. Kriteria-kriteria yang digunakan yaitu
meningkatkan kualitas produk, pengembangan sumber daya
manusai dan meningkatkan penjualan. Hasil perangkingan
kriteria-kriteria dengan menggunakan metode FAHP dapat dilihat
pada Tabel 4.6.
Tabel 4. 6 Hasil Perangkingan Perbandingan Kriteria-Kriteria Pengembangan UKM Keripik Tempe Kota Malang Klaster 1
Kriteria Pakar
1 Pakar
2 Pakar
3 Nilai
Agregat Rangking
Meningkatkan kualitas produk
0,349 0,489 0,379 0,406 2
Pengembangan SDM
0,209 0,386 0,249 0,281 3
Meningkatkan penjualan produk
0,442 0,835 0,372 0,550 1
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan FAHP, pada
Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa kriteria yang memiliki rangking
tertinggi adalah meningkatkan penjualan produk dengan bobot
0,550. Kriteria meningkatkan penjualan produk menjadi prioritas
utama karena pada anggota klaster 1 memiliki nilai penjualan
78
yang masih kecil jika dibanding klaster 2, oleh karena itu klaster
1 diharapkan dapat meningkatkan penjualan produk. Penjualan
adalah suatu usaha yang terpadu untuk mengembangkan
rencana-rencana strategis yang diarahkan pada usaha
pemuasan kebutuhan dan keinginan pembeli, guna
mendapatkan penjualan yang menghasilkan laba. Penjualan
merupakan sumber hidup suatu perusahaan, karena dari
penjualan dapat diperoleh laba serta suatu usaha memikat
konsumen yang diusahakan untuk mengetahui daya tarik mereka
sehingga dapat mengetahui hasil produk yang dihasikan (Putra
dan Widyawati, 2014). Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu
perusahaan adalah memperoleh laba atau keuntungan yang
maksimal. Penjualan dapat mempengaruhi profitabilitas
perusahaan, semakin tingginya penjualan bersih yang dilakukan
oleh perusahaan dapat mendorong semakin tingginya laba kotor
yang mampu diperoleh, sehingga dapat mendorong semakin
tingginya profitabilitas perusahaan (Andayani et al, 2016).
Nilai bobot kriteria meningkatkan kualitas produk tidak terlalu
jauh dengan prioritas pertama. Peningkatan kualitas produk
penting untuk pengembangan suatu usaha karena kualitas
produk mempengaruhi jumlah permintaan konsumen terhadap
produk. Strategi meningkatkan kualitas produk yang diterapkan
oleh klaster 1 masih terbatas. Anggota klaster 1 memproduksi
keripik tempe dengan kualitas yang tidak pasti. Hal ini karena
tergantung kualitas bahan baku dan proses yang digunakan.
79
Kualitas produk adalah tingkat atau kesesuaian produk dengan
standar yang telah dipakai (Darsono, 2013). Kualitas adalah
kesesuaian antara produk (barang maupun jasa) dengan
spesifikasi kebutuhan pelanggan. Jika perusahaan melakukan
suatu hal yang tidak sesuai dengan harapan pelanggan berarti
perusahaan tersebut tidak memberikan kualitas yang baik
(Hartini, 2012).
Kriteria pengembangan sumber daya manusia merupakan
kriteria yang memilki bobot terendah diantara lainnya.
Pengembangan sumber daya manusia merupakan kriteria yang
penting dalam pengembangan usaha. Anggota UKM klaster 1
secara tradisional dalam menjalankan usahanya. Tenaga kerja
yang digunakan tidak memiliki spesifikasi tertentu hanya
diperoleh dari hubungan keluarga atau tetangga sekitar pemilik
UKM. Kemampuan sumber daya manusia sangat berpengaruh
terhadap usaha. Pengembangan adalah suatu usaha untuk
meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral
karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan
melalui pendidikan dan latihan (Hasibuan, 2004).
Pengembangan UKM harus disertai dengan pengembangan
sumber daya manusia dalam berbagai aspek. Pengembangan
SDM harus dilakukan tidak hanya kepada UKM sebagai pemilik
usaha, tetapi juga para pekerjanya (Ardiana et al, 2010).
Perhitungan bobot prioritas dengan menggunakan FAHP juga
dilakukan pada struktur hirarki level 3. Level 3 tersebut
80
merupakan alternatif-alternatif yang dapat dilakukan untuk
mencapai kriteria pada level 2. Alternatif-alternatif yang
digunakan yaitu standarisasi produk, pelatihan dan pembinaan
pemilik UKM mengenai pengembangan bisnis, peningkatan
kemudahan akses pinjaman modal, dan peningkatan kemitraan
dengan retailer untuk pemasaran produk. Hasil perangkingan
alternatif-alternatif dengan menggunakan metode FAHP dapat
dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4. 7 Hasil Perangkingan Perbandingan Alternatif-Alternatif
Pengembangan UKM Keripik Tempe Kota Malang Klaster 1
Alternatif Pakar
1 Pakar 2 Pakar 3
Nilai Agregat
Rangking
Standarisasi produk 0.306 0.589 0.453 0.449 1.000
Pelatihan dan pembinaan pemilik UKM mengenai pengembangan bisnis
0.323 0.304 0.277 0.301 2.000
Peningkatan kemudahan akses pinjaman modal
0.114 0.107 0.142 0.121 4.000
Peningkatan kemitraan dengan retailer untuk pemasaran produk
0.257 0.000 0.128 0.128 3.000
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
Berdasarkan perhitungan FAHP pada Tabel 4.7, dapat dilihat
bahwa alternatif yang memiliki bobot tertinggi dan menjadi
rangking pertama adalah alternatif standarisasi produk dengan
bobot 0,447. Standarisasi produk merupakan alternatif yang
sangat penting untuk klaster 1. Berdasarkan PP No 102 Tahun
2000 Tentang Standardisasi Nasional, standardisasi adalah
81
proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi
standar yang dilaksanakan secara tertib dengan melibatkan
semua pihak. Standar merupakan acuan mutu dan keamanan
produk yang dapat dideskripsikan untuk pemenuhan keinginan
konsumen dan dapat memberikan jaminan bagi konsumen akan
keamanan produk pangan tersebut (BPOMRI, 2015). Harga jual
produk dalam pemasaran dapat mencerminkan kualitas produk
yang dipasarkan, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa
kualitas produk yang baik dapat menambah nilai jual produk dan
lebih diterima oleh konsumen. Konsumen tentu menginginkan
kualitas produk yang baik dengan harapan dapat puas terhadap
produk tersebut. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai
dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Standar kualitas
tersebut meliputi kualitas bahan baku, proses produksi dan
barang jadi (Resmi, 2011).
Pelatihan dan pembinaan pemilik UKM mengenai
pengembangan bisnis dibutuhkan bagi UKM klaster 1. Hal ini
agar pemilik UKM mengetahui bagaimana cara untuk
mengembangkan bisnisnya agar lebih baik lagi. Keterbatasan
sumberdaya manusia pengusaha keripik tempe klaster 1 dari segi
pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya
sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan
usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang
dengan optimal. Disamping itu, minimnya pengetahuan
mengenai teknologi akan menyulitkan mereka dalam
82
meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan. Oleh karena
itu betapa pentingnya program pembinaan dan pelatihan yang
dilakukan oleh pemerintah Kota Malang ini yang berguna untuk
memberikan bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam
mengembangkan usaha yang dijalankannya. Selama ini,
pelatihan dan pembinaan diberikan oleh pemerintah melalui
Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang dilakukan dengan
memberikan bimbingan kewirausahaan berupa pelatihan-
pelatihan terhadap UKM seperti pelatihan peningkatan fasilitasi
Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Pelatihan tersebut tentang
prosedur kepengurusan hak paten, hak merk, legalitas usaha,
desain produk, kewirausahaan dan manajemen. Selain itu Dinas
Industri Kota Malang selama ini juga memberikan pelatihan dan
pembinaan tentang desain kemasan, kompetensi karyawan,
pemilihan bahan baku dan bahan tambahan yang aman, dan
lainnya. Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki
performan pekerja pada pekerjaan
tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau satu
pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Pelatihan
lebih berkaitan dengan peningkatan keterampilan seseorang
yang sudah menduduki suatu pekerjaan. Pelatihan merupakan
cara terpadu yang diorientasikan pada tuntutan kerja aktual,
dengan penekanan pada pengembangan skill, knowledge, dan
ability (Alhempi dan Harianto, 2013). Pembinaan adalah suatu
proses atau pengembangan yang mencakup urutan-urutan
83
pengertian, diawali dengan mendirikan, menumbuhkan,
memelihara pertumbuhan tersebut yang disertai usaha-usaha
perbaikan, menyempurnakan, dan mengembangkannya.
Pembinaan yang dilakukan terus menerus diharapkan
pengusaha dan pengrajin akan menjadi lebih baik dan lebih
sesuai dengan budaya yang digunakan dalam organisasi, seperti
bekerja keras, bekerja dengan baik, mempunyai semangat yang
tinggi, memiliki mental yang kuat, mempunyai rasa kepedulian
yang tinggi terhadap prestasi (Hendriani dan Nurhaqim, 2008).
Peningkatan kemitraan dengan retailer untuk pemasaran
produk dibutuhkan oleh UKM Keripik Tempe klaster 1. Hal ini
dikarenakan klaster 1 masih menjual produknya sendiri sehingga
klaster 1 tidak menjadi pemasok bagi retailer. Berbeda dengan
klaster 2 yang sudah bekerja sama dengan retailer sehingga
penjualannya lebih luas dan lebih banyak. Kemitraan adalah
suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih
dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama
dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.
Kemitraan merupakan strategi bisnis maka keberhasilan
kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara
yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis (Hafsah, 2000).
Retailer adalah perusahaan bisnis yang menjual barang atau jasa
langsung kepada konsumen akhir. Bisnis ritel memiliki fungsi dan
peran penting dalam saluran pemasaran untuk menyalurkan
produk dari produsen kepada konsumen akhir. Bisnis ritel selain
84
mempunyai fungsi sebagai perantara dalam saluran pemasaran
juga mempunyai fungsi-fungsi dalam hal informasi, promosi,
negosiasi, pemesanan, pembiayaan, pengambilan risiko,
pemilikan fisik, pembayaran dan hak milik. Peran bisnis ritel
dalam saluran pemasaran bagi produsen mencakup pada
produk, pendanaan, iklan dan promosi, konsumen, dan pesaing
(Utomo, 2009).
Peningkatan kemudahan akses pinjaman modal merupakan
alternatif yang menjadi memiliki bobot terendah. Modal awal yang
digunakan oleh anggota klaster 1 adalah modal pribadi.
Permodalan adalah salah satu kendala yang terjadi di dalam
internal UKM. Menurut Budiwati (2009) dalam Alhusain (2009)
menyebutkan bahwa dalam memulai suatu usaha, modal
merupakan salah satu faktor penting disamping faktor lainnya
sehingga suatu usaha bisa terhambat aoabila tidak tersedia
modal. Hal ini menggambarkan bahwa modal dibutuhkan untuk
memulai suatu usaha. Dalam peningkatan akses permodalan,
Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang berperan dalam
pemberian akses permodalan. Dinas Koperasi dan UKM Kota
Malang memberikan bantuan informasi bagaimana mendapatkan
modal pada pihak ke tiga yaitu perbankan dan memberikan
informasi bagaimana menyusun proposal yang baik dalam
mengajukan permodalan. Selain itu juga Dinas Koperasi dan
UKM Kota Malang juga memfasilitasi antara UKM dengan Dinas
85
Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Timur dan Kementerian
Koperasi dan UKM RI untuk mendapatkan dana hibah
maupun bergulir (Pertiwi et al, 2013).
4.4.2 Strategi Pengembangan Klaster 2
Penentuan prioritas strategi pengembanganan klaster UKM
keripik tempe Kota Malang menggunakan struktur hirarki yang
berbeda namun diberikan kepada responden pakar yang sama.
Struktur hirarki tersebut dibedakan karena masing-masing klaster
yang terbentuk memiliki karakter yang berbeda sehingga
alternatif strategi yang diberikan kemungkinan juga akan
berbeda. Struktur hirarki strategi pengembangan klaster 1 dapat
dilihat pada Gambar 3.4.
4.4.2.1 Hasil Perhitungan Klaster 1 dengan Metode
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Hasil kuisioner yang telah diisi oleh para responden pakar
akan dilakukan perhitungan rasio konsistesi atau CR. Rasio
konsistensi atau CR merupakan nilai yang digunakan untuk
mengetahui tingkat konsistensi responden pakar dalam
melakukan penilaian dalam setiap kriteria kuisioner
perbandingan berpasangan. Rasio konsistensi memiliki peran
yang penting untuk mengetahui apakah hasil dari kuisioner dapat
dilanjutkan pada langkah perhitungan selanjutnya. Rasio
konsistensi pada setiap level untuk klaster 2 dapat dilihat pada
Lampiran. Pada struktur hirarki yang digunakan dalam penelitian
86
ini terbagi menjadi 3 level dengan tujuan strategi pengembangan
UKM keripik tempe Kota Malang. Level 1 merupakan faktor yang
berperan dalam pengembangan UKM keripik tempe Kota Malang
terdiri dari klaster industri, pemerintah, dan industri terkait dan
pendukung. Level 2 merupakan kriteria yang digunakan dalam
pengembangan UKM keripik tempe Kota Malang terdiri dari
meningkatkan kualitas produk, pengembangan sumberdaya
manusia dan meningkatkan penjualan produk. Level 3
merupakan alternatif dalam mencapai tujuan yaitu terdiri dari
standarisasi produk, pelatihan dan pembinaan pemilik UKM
mengenai pengembangan bisnis, menjalin kemitraan dengan
pemasok bahan baku serta promosi dan penjualan dengan media
yang lebih modern. Berdasarkan hasil perhitungan data kuisioner
didapatkan nilai CR masing-masing level memiliki nilai ≤ 0,1 atau
≤ 10%, maka hasil kuisioner tersebut dinyatakan konsisten. Nilai
CR dinyatakan konsisten apabila ≤ 10%. Jika nilai CR yang
didapatkan dari hasil perhitungan kuisioner dinyatakan konsisten
maka tidak perlu dilakukan pengisian kuisioner ulang dan dapat
dilanjutkan pada perhitungan selanjutnya (Darmanto et al, 2014).
4.4.2.2 Analisis Strategi Pengembangan Klaster 2 Tiap
Komponen Struktur Hirarki
Analisis strategi pengembangan UKM klaster 2 dilakukan pada
hasil kuisioner yang diisi oleh masing-masing pakar terhadap
masing-masing faktor, kriteria dan alternatif strategi. Analisis
dilakukan untuk mengetahui faktor, kriteria dan alternatif yang
87
akan dijadikan prioritas strategi pengembangan. Prioritas dipilih
dengan cara memilih bobot tertinggi pada hasil perhitungan
kuisioner terhadap masing-masing komponen setiap level. UKM
keripik tempe Kota Malang klaster 2 merupakan klaster usaha
kecil. Hirarki strategi pengembangan klaster 2 dan nilai bobotnya
dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Strategi Pengembangan UKM Keripik
Tempe Malang
Strategi Pengembangan UKM Keripik
Tempe Malang
Klaster Industri
(0.663)Pemerintah
(0.369)
Industri Terkait dan
Pendukung
(0.044)
Meningkatan
Kualitas Produk
(0.630)
Pengembangan
SDM
(0.238)
Meningkatkan
Penjualan Produk
(0.154)
Menjalin Kemitraan
dengan Pemasok
Bahan Baku
(0.084)
Promosi dan
Penjualan dengan
Media yang Lebih
Modern
(0.277)
Pelatihan dan
Pembinaan Pemilik
UKM mengenai
pengembangan
bisnis
(0.051)
Standarisasi produk
(0.580)
Tujuan
Faktor
Kriteria
Alternatif
Gambar 4. 3 Struktur Hirarki dan Pembobotan Strategi Pengembangan
UKM Keripik Tempe Kota Malang Klaster 2
Berdasarkan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa faktor yang
dapat mempengaruhi pengembangan UKM keripik tempe klaster
2 yang menjadi prioritas pertama adalah klaster industri dengan
bobot 0,663, sedangkan kriteria pengembangan UKM keripik
88
tempe klaster 2 yang menjadi prioritas utama adalah
meningkatkan kualitas produk dengan bobot 0,630, dan alternatif
strategi yang menjadi prioritas utama adalah standarisasi produk
dengan bobot 0,580. Hasil perangkingan dari perhitungan antar
faktor dengan menggunakan FAHP dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4. 8 Hasil Perangkingan Perbandingan Faktor Prioritas Klaster 2
Faktor Pakar
1 Pakar
2 Pakar
3 Nilai
Agregat Rangking
Klaster Industri 0.603 0.792 0.594 0.663 1
Pemerintah 0.264 0.436 0.406 0.369 2
Industri Terkait dan Pendukung
0.133 0.000 0.000 0.044 3
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan FAHP, pada
Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa faktor yang memiliki rangking
tertinggi adalah klaster industri dengan bobot 0,663.
Pengembangan UKM klaster 2 yang disesuaikan dengan faktor
klaster industri akan memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan pengembangan UKM yang dilakukan tanpa
pengklasterkan. Hal ini dikarenakan dengan klaster industri ,
pengembangan UKM yang dilakukan akan tepat sasaran dan
sesuai dengan kondisi UKM tersebut. Pengelompokkan UKM
yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing UKM
dapat membantu pemerintah dalam menentukan strategi
pengembangan UKM yang tepat. Pemerintah memiliki peran
penting dalam mengatur hubungan antara UKM dengan industri
terkait dan pendukung. Tujuan utama dari pihak pemerintah
89
adalah memajukan seluruh usaha yang ada pada wilayah
pemerintahanannya. Aturan yang ditetapkan pemerintah akan
membuat seluruh usaha memiliki kualitas dan standarisasi yang
sama. Klaster industri dapat membantu pemerintah dalam
memberikan dukungan teknis yang sesuai untuk pengembangan
usaha. Klaster mencangkup rangkaian industri yang saling terkait
dan memiliki skala usaha yang hampir sama (Sutopo, 2015).
Klaster industri direncanakan sebagai suatu bentuk
pengembangan jangka panjang yang dianggap sebagai suatu
pendekatan yang dipercaya dapat meningkatkan produktivitas
dab daya saing industri (Agustina et al, 2011).
Pemerintah dapat melakukan pengembangan UKM tepat
sasaran bagi klaster 2 dimana klaster 2 merupakan klaster
dengan anggota UKM skala usaha kecil. Pemerintah memiliki
peran yang besar untuk melakukan reorientasi ekonomi nasional
dengan mendorong terwujudnya iklim usaha yang akomodatif
bagi usaha (Ariani et al, 2013). Keberadaan UMKM di Indonesia
berperan penting dalam meningkatkan perekonomian bangsa
dan membantu program pemerintah karena UKMK merupaka
usaha padat karya yang membutuhkan banyak tenaga kerja
(Desiyanti, 2014).
Industri terkait dan pendukung memiliki kinerja yang baik akan
bisa mendukung pengembangan UKM keripik tempe di Sanan
Kota Malang. Pemilik UKM anggota klaster 2 harus bisa memilih
mitra usaha yang mampu memasok bahan serta peralatan yang
90
memiliki kualitas baik dan mendukung kegiatan industri yang
dilakukan, karena sasaran pasar yang dicapai oleh UKM klaster
2 merupakan pangsa pasar yang luas. Kegiatan yang dilakukan
oleh suatu usaha pasti didukung oleh pihak-pihak lain seperti
industri terkait dan pendukung. Industri terkait dan pendukung
yang memiliki kualitas baik akan mempengaruhi kemajuan usaha
(Jauhari, 2010). Pengembangan hubungan kemitraan suatu
usaha dengan industri terkait dan pendukung merupakan salah
satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan skala
suatu usaha (Kristiningsih, 2014).
Hirarki pada level 2 yaitu kriteria strategi pengembangan UKM
keripik tempe Kota Malang juga dilakukan perhitungan dengan
metode FAHP. Kriteria-kriteria yang digunakan yaitu
meningkatkan kualitas produk, pengembangan sumber daya
manusai dan meningkatkan penjualan. Hasil perangkingan
kriteria-kriteria dengan menggunakan metode FAHP dapat dilihat
pada Tabel 4.9
Tabel 4. 9 Hasil Perangkingan Perbandingan Kriteria-Kriteria
Pengembangan UKM Keripik Tempe Kota Malang Klaster 2
Kriteria Pakar
1 Pakar
2 Pakar
3 Nilai
Agregat Ranking
Meningkatkan Kualitas Produk
0,629 0,629 0,631 0,630 1
Pengembangan SDM 0,228 0,258 0,228 0,238 2
Meningkatkan Penjualan
0,143 0,179 0,141 0,154 3
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
91
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan FAHP, pada
Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa kriteria yang memiliki rangking
tertinggi adalah meningkatkan kualitas produk dengan bobot
0,630. Meningkatkan kualitas produk dibutuhkan oleh klaster 2
karena setiap pemilik usaha menginginkan hal tersebut untuk
menhasilkan produk yang lebih baik lagi sehingga memiliki nilai
jual yang tinggi dan diminati banyak pembeli. Peningkatan
kualitas produk juga memungkinkan pengusaha keripik tempe
Sanan Kota Malang untuk mengembangkan produknya. Kualitas
yang lebih tinggi memungkinkan perusahaan untuk
meningkatkan kepuasan pelanggan, membuat produk laku
terjual, dapat bersaing dengan pesaing, meningkatkan pangsa
pasar dan jumlah penjualan serta dapat dijual dengan harga yang
lebih tinggi. Suatu produk berkualitas tinggi apabila di dalam
produk tidak terdapat kelemahan, tidak ada cacat sedikitpun
(Resmi, 2011).
Pengembangan sumber daya manusia merupakan kriteria
yang memiki rangking kedua. Sumber daya manusia memiliki
peran penting dalam mencapai keberhasilan, karena fasilitas
yang canggih dan lengkap belum merupakan jaminan akan
berhasilnya suatu organisasi tanpa diimbangi oleh kualitas
sumber daya manusia yang akan memanfaatkan fasilitas
tersebut. Oleh karena itu, individu-individu yang terlibat dalam
suatu usaha dapat mempengaruhi keberhasilan dari usaha
tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan Ardianan et al (2010)
92
menjelaskan bahwa kualitas sumber daya manusia yang ada di
UKM akan berpengaruh terhadap kinerja UKM. Pengembangan
sumber daya manusia merupakan kegiatan yang harus
dilaksanakan oleh organisasi, agar pengetahuan, kemampuan,
dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan tuntutan pekerjaan
yang dilakukan (Saydam, 2000). Pengembangan sumber daya
manusia harus dilakukan secara terus menerus dan disesuaikan
dengan perkembangan lingkungan organisasi baik secara
eksternal maupun lingkungan internal organisasi. Selain itu,
kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar setiap waktu
mengalami perubahan sehingga sumber daya manusia harus
ditingkatkan.
Meningkatkan penjualan produk merupakan kriteria yang
memiliki rangking ketiga. Pada klaster 2 ini beranggotakan UKM
keripik tempe yang memiliki karakteristik penjualan yang sudah
baik dibandingkan dengan klaster 1. Hal ini karena anggota
klaster 2 sudah memiliki kerjasama dengan retailer atau toko
oleh-oleh yang berada di Kota Malang dan sekitarnya. Selain itu,
anggota klaster 2 sudah mampu mendistribusikan produknya di
berbagai kota di Indonesia bahkan ada yang mampu mengekspor
produknya. Namun kerjasama tersebut harus dijaga dengan baik
dan dikembangkan lagi agar penjualan produk terus meningkat
dan tidak menurun. Upaya meningkatkan penjualan dapat
memanfaatkan perantara yang dapat membantu dalam
pencarian konsumen, kegiatan promosi dan penyedia informasi.
93
Semakin banyak jumlah pedagang akan mampu meningkatkan
jumlah penjualan, karena semakin banyak pedagang maka
tingkat hubungan dengan konsumen semakin tinggi, promosi
produk dan penyedia informasi juga semakin banyak (Swastha.
1998).
Perhitungan bobot prioritas dengan menggunakan FAHP juga
dilakukan pada struktur hirarki level 3. Level 3 tersebut
merupakan alternatif-alternatif yang dapat dilakukan untuk
mencapai kriteria pada level 2. Hasil perangkingan alternatif-
alternatif dengan menggunakan metode FAHP dapat dilihat pada
Tabel 4.10.
Tabel 4. 10 Hasil Perangkingan Perbandingan Alternatif-Alternatif
Pengembangan UKM Keripik Tempe Kota Malang Klaster
2
Alternatif Pakar
1 Pakar
2 Pakar
3 Nilai
Agregat Rangking
Standarisasi produk 0.482 0.640 0.618 0.580 1
Pelatihan dan pembinaan pemilik UKM mengenai pengembangan bisnis
0.043 0.021 0.087 0.051 4
Menjalin kemitraan dengan pemasok bahan baku
0.034 0.057 0.160 0.084 3
Promosi dan penjualan dengan media yang lebih modern
0.415 0.281 0.135 0.277 2
Sumber: Data Primer Diolah (2017)
94
Berdasarkan perhitungan FAHP pada Tabel 4.10, dapat
dilihat bahwa alternatif yang memiliki bobot tertinggi dan menjadi
rangking pertama adalah alternatif standarisasi produk dengan
bobot 0,580. Keanekaragaman produk pangan yang sangat
banyak dan ditambah dengan masuknya produk pangan impor
ke dalam wilayah Indonesia menjadi pesaing produk keripik
tempe klaster 2. Salah satu solusi untuk memenangkan
persaingan tersebut, tantangan yang paling dominan bagi UKM
klaster 2 adalah kemampuan untuk memberikan jaminan kepada
konsumen bahwa produk pangan yang akan mereka konsumsi
bermutu dan aman, serta pada tingkat harga yang terjangkau.
Sebagai konsekuensinya, UKM klaster 2 harus mampu
menerapkan sistem jaminan mutu dan jaminan keamanan
pangan sebagai fokus kegiatan utama. Standarisasi produk
keripik tempe pada klaster 2 dibutuhkan agar produk keripik
tempe mampu bersaing dengan produk lain sehingga produk
keripik tempe dapat masuk ke pasar modern bahkan pasar
ekspor. Standardisasi makanan merupakan dasar yang dapat
dijadikan landasan bagi pengembangan produk pangan
unggulan yang berdaya saing tinggi, karena standar merupakan
acuan mutu dan keamanan produk yang dapat dideskripsikan
untuk pemenuhan keinginan konsumen dan dapat memberikan
jaminan bagi konsumen akan keamanan produk pangan
tersebut. Produk pangan unggulan yang berdaya saing tinggi
diperlukan dalam menghadapi persaingan global. Standardisasi
95
makanan dapat digunakan sebagai salah satu alat kebijakan
pemerintah dalam menata struktur ekonomi secara lebih baik dan
memberikan perlindungan kepada masyarakat (BPOMRI, 2015).
Promosi dan penjualan dengan media yang lebih modern
merupakan alternatif yang menjadi rangking kedua. Promosi dan
penjualan dengan media yang lebih modern diharapkan dapat
dijadikan solusi untuk memasarkan produk dengan pasar yang
lebih luas. Promosi dan penjualan dengan media yang lebih
modern untuk UKM keripik tempe Kota Malang klaster 2 dalam
hal ini adalah dengan menggunakan media periklanan melalui
akses internet. Promosi merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk mengkomunikasikan keunggulan produk, membujuk dan
mengingatkan konsumen untuk membeli produk. Persaingan
antar produk di pasar, mendorong produsen melakukan promosi
untuk menarik perhatian konsumen. Promosi melalui media
periklanan sangat efisien karena menggunakan biaya rendah dan
mempunyai daya bujuk (persuasif) yang kuat. Selain itu, promosi
melalui media periklanan sangat efektif karena dapat
memberikan informasi yang jelas terhadap produk pada segmen
tertentu. Iklan mengarahkan konsumen dalam menyuguhkan
produk sehingga dapat diyakini untuk memenuhi kebutuhan
pembeli (Pujiyanto, 2003).
Menjalin kemitraan dengan pemasok bahan baku dibutuhkan
oleh klaster 2 karena hal tersebut merupakan salah satu cara
untuk mempermudah anggota klaster 2 dalam mendapatkan
96
bahan baku ketika permintaan tinggi. Persaingan pengusaha
keripik tempe sangat ketat ditambah dengan pesaing lain yang
membutuhkan bahan baku yang sama seperti kering tempe,
coklat tempe, maupun tempe tanpa olahan. Hal tersebut
menyebabkan semakin tinggi persaingan dalam mendapatkan
bahan baku tempe yang berkualitas. Permintaan keripik tempe
pada klaster 2 umumnya mengalami kenaikan yang sangat tinggi
ketika musim hari raya dan tahun baru, sehingga kebutuhan
bahan baku tempe juga semakin banyak. Oleh karena itu
dibutuhkan kemitraan dengan pemasok bahan baku tempe agar
anggota klaster 2 tetap berproduksi dan dapat memenuhi
kenaikan permintaan konsumen tersebut. Pemanfaatan jaringan
pemasok bahan baku dibutuhkan untuk menciptakan
kelangsungan pasokan bahan baku yang terjamin. Strategi
membangun kemitraan strategik (strategic partnership), terutama
dengan pemasok bahan baku dalam ikatan kerjasama dapat
saling menguntungkan kedua belah pihak. Dalam hal ini,
perusahaan diuntungkan dengan kelancaran pasokan bahan
baku, sehingga akan menjamin proses produksi (Suhendar et al,
2010).
Pelatihan dan pembinaan pemilik UKM mengenai
pengembangan bisnis dibutuhkan bagi UKM klaster 2. Hal ini
agar pemilik UKM mengetahui bagaimana cara untuk
mengembangkan bisnisnya agar lebih baik lagi. Sasaran dari
pelatihan pembinaan usaha kecil adalah untuk mengembangkan
97
usaha kecil menjadi usaha besar. Pelatihan dan pembinaan
terhadap UKM penting untuk dilakukan karena UKM merupakan
potensi pembangunan ekonomi yang mampu menghidupi
masyarakat dan mengurangi angka pengangguran yang harus
dilestarikan. Program pembinaan diharapkan mendukung UKM
untuk berkembang, berinovasi dan mampu bersaing dengan
pasar. Pembinaan yang dilakukan terus menerus diharapkan
pengusaha dan pengrajin akan menjadi lebih baik dan lebih
sesuai dengan budaya yang digunakan dalam organisasi, seperti
bekerja keras, bekerja dengan baik, mempunyai semangat yang
tinggi, memiliki mental yang kuat, mempunyai rasa kepedulian
yang tinggi terhadap prestasi (Hendriani dan Nurhaqim, 2008).
4.5 Perbedaan Strategi Pengembangan UKM Klaster 1 dan 2
Berdasarkan hasil penelitian terbentuk 2 klaster UKM keripik
tempe di Sanan Kota Malang. Masing-masing klaster yang
terbentuk memiliki strategi pengembangan yang berbeda karena
karakteristik klaster tersebut berbeda. Klaster 1 merupakan UKM
dengan skala usaha mikro, hal tersebut diketahui dari
pendapatan kurang dari Rp 200.000.000,00 dan tenaga kerja 1-
4 orang. Selain itu kapasitas produksi klaster 1 lebih rendah
dibanding klaster 2. Klaster 2 merupakan UKM dengan skala
usaha kecil, hal tersebut dapat diketahui dari pendapatan antara
Rp 200.000.000,00 sampai Rp 1.000.000.000,00 dan tenaga
kerja 5-19 orang. Kapasitas produksi klaster 2 lebih tinggi
98
dibanding klaster 1. Perbedaan strategi pengembangan klaster
dapat dilihat pada Tabel 4.11
Tabel 4. 11 Perbedaan Strategi Pengembangan UKM Klaster 1 dan
Klaster 2
No Klaster 1 Klaster 2
1 Klaster 1 merupakan anggota UKM dengan pengalaman usaha yang masih kurang dibanding klaster 2, sehingga penjualan produk juga lebih rendah. Kriteria pengembangan UKM difokuskan pada peningkatan penjualan agar kapasitas produksi dan pendapatan meningkat, jika pendapatan meningkat maka keuntungan juga akan meningkat sehingga dapat mengembangkan usahanya menjadi usaha dengan skala yang lebih besar.
Klaster 2 merupakan anggota UKM dengan pengalaman usaha yang lebih baik dan penjualan produk yang sudah jauh lebih besar dibanding klaster 1. Kriteria pengembangan UKM difokuskan pada peningkatkan kualitas produk agar kepercayaan konsumen terhadap produk tidak turun sehingga penjualan akan tetap baik, selain itu dengan kualitas produk yang semakin lebih baik lagi maka akan meningkatkan eksistensi dan daya saing.
2 Standarisasi produk pada klaster 1 ditingkatkan dengan cara pemilihan bahan baku yang berkualitas, proses produksi yang lebih baik, menggunakan bahan tambahan pangan yang aman, mencantumkan pelabelan kemasan serta mengemas produk dengan berat yang konstan. Perubahan jenis kemasan produk pada klaster 1 belum perlu ditingkatkan karena area pemasaran klaster 1 masih pada area Malang serta pendapatan yang masih rendah, sehingga perubahan pengemasan akan
Standarisasi produk pada klaster 2 ditingkatkan dengan cara pemilihan bahan baku yang berkualitas, proses produksi yang lebih baik, menggunakan bahan tambahan pangan yang aman, label kemasan, mengemas produk dengan berat yang konstan. Perubahan teknik kemasan perlu ditingkatkan untuk melindungi produk dari benturan agar produk tidak mudah remuk. Hal tersebut dibutuhkan karena area pemasaran klaster 2 sudah luas dan beberapa ada yang
99
Tabel 4. 11 Perbedaan Strategi Pengembangan UKM Klaster 1 dan
Klaster 2 (lanjutan)
No Klaster 1 Klaster 2
menyebabkan pengeluaran tambahan dan menghambat produksi jika terjadi kekurangan modal.
mampu mengekspor produknya.
4.6 Implikasi Manajerial
Berdasarkan hasil penelitian terbentuk 2 klaster UKM keripik
tempe di Kota Malang. masing-masing klaster yang terbentuk
memiliki strategi yang berbeda, maka dapat diberikan implikasi
manajerial kepada UKM keripik tempe di Kota Malang diharapkan
dapat membantu pengembangan UKM sebagai berikut:
1. Standarisasi produk pada klaster 1 ditingkatkan dengan cara
pemilihan bahan baku yang berkualitas, proses produksi
yang lebih baik, menggunakan bahan tambahan pangan
yang aman, mencantumkan pelabelan kemasan seperti merk
produk, komposisi, PIRT, tanggal kadaluarsa dan tanggal
produksi, alamat UKM, serta mengemas produk dengan berat
bersih yang lebih konstan, selain itu membeli bahan baku
dengan memilih pemasok yang baik dan tidak berubah-ubah
juga dibutuhkan agar bahan baku yang dipakai kualitasnya
sama baik. Perubahan jenis kemasan produk pada klaster 1
belum perlu ditingkatkan karena area pemasaran klaster 1
masih pada area Malang serta pendapatan yang masih
rendah, sehingga perubahan pengemasan akan
100
menyebabkan pengeluaran tambahan dan menghambat
produksi jika terjadi kekurangan modal. Jika standarisasi
produk diterapkan dan ditingkatkan maka diharapkan dapat
meningkatkan penjualan produk.
2. Pelatihan dan pembinaan juga dibutuhkan klaster 1 untuk
mengembangkan UKM karena klaster 1 masih memiliki
pengalaman usaha yang masih kurang, sehingga hal tersebut
dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan pemilik maupun
karyawan dalam melakukan standarisasi produk maupun
strategi untuk meningkatkan penjualan produk. Pelatihan dan
pembinaan difokuskan pada pelatihan dalam hal standarisasi
produk dan strategi pemasaran. Pihak Dinas Koperasi dan
UKM Kota Malang serta Dinas Industri Kota Malang
diharapkan lebih meningkatkan fasilitas dan pemantauan
dalam pengadaan pelatihan dan pembinaan bagi UKM klaster
1.
3. Standarisasi produk pada klaster 2 ditingkatkan dengan cara
pemilihan bahan baku yang berkualitas, proses produksi yang
lebih baik, menggunakan bahan tambahan pangan yang
aman, label kemasan, berat bersih produk, BPOM, halal,
mengemas produk dengan berat yang konstan dengan
menggunakan timbangan. Perubahan teknik kemasan perlu
ditingkatkan untuk melindungi produk dari benturan agar
produk tidak mudah remuk. Kemasan yang dipakai saat ini
dapat dilihat pada Gambar 4.4 , kemasan tersebut memiliki
101
resiko keremukan produk sangan tinggi, kemasan dapat
diganti dengan teknik pengemasan sealing with gas filling
dapat dilihat contoh kemasan pada Gambar 4.5. Kelebihan
kemasan sealling with gas filling tersebut yaitu untuk
mengurangi resiko keremukan produk saat pendistribusian
karena area pemasaran klaster 2 sudah luas dan beberapa
ada yang mampu mengekspor produknya. Kekurangan
menggunakan kemasan tersebut antara lain dibutuhkan biaya
untuk membeli alat pengemas baru dan biaya listrik serta jika
menggunakan plastik yang tidak tembus pandang pembeli
tidak dapat melihat isi produk secara langsung, namun
kemasan sebaiknya diberi gambar contoh isi produk atau
plastik yang tembus pandang. Perbaikan kemasan yang
memiliki desain yang lebih menarik lagi serta memberikan
ikon atau kalimat yang menarik dan menjadi ciri khas merk
tersebut juga dibutuhkan. Jika strategi tersebut diterapkan
maka diharapkan dapat mencapai strategi peningkatan
kualitas produk, jika kualitas produk terus meningkat maka
dapat meningkatkan daya saing.
102
Gambar 4. 4 Kemasan Keripik Tempe Sanan Kota Malang
Gambar 4. 5 Contoh Saran Perbaikan Kemasan Menggunakan
Kemasan Sealing With Gas Filling
4. Promosi dan penjualan dengan media yang lebih modern
dibutuhkan klaster 2. Strategi tersebut dilakukan dengan cara
periklanan dan penjualan melalui akses internet seperti media
103
sosial dan e-commerce serta penjualan melalui pasar
modern. Hal tersebut dapat mempermudah dalam
mengenalkan produk dan dapat menjangkau area pemasaran
yang lebih luas, namun kekurangannya adalah dibutuhkan
sumberdaya manusia yang mampu untuk mengoperasikan
internet dan dibutuhkan alat elektronik pendukung seperti
gadget. Strategi ini diharapkan dapat memicu UKM untuk
terus meningkatkan kualitas produk karena teknik promosi
dan penjualan seperti ini tentu harus memiliki produk yang
berkualitas baik juga.
105
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pengelompokan 9 UKM keripik tempe di Sanan Kota Malang
menggunakan metode k-means clustering dibentuk 2 klaster
UKM berdasarkan variabel kapasitas produksi, lama berdirinya
UKM, rata-rata penjualan, investasi awal dan jumlah tenaga
kerja. Klaster 1 merupakan UKM keripik tempe yang termasuk
klasifikasi usaha mikro dengan beranggotakan UKM Amangtiwi
dan Delima. Klaster 2 merupakan UKM keripik tempe yang
termasuk klasifikasi usaha kecil dengan beranggotakan UKM
Purnama, Deny, Amel, Sri Bawon, Arin, Karina dan Putra Ridho.
Berdasarkan metode Fuzzy Analytical Hierarchy Process
(FAHP) didapatkan strategi pengembangan klaster yang menjadi
prioritas untuk diterapkan pada klaster 1 adalah standarisasi
produk serta pelatihan dan pembinaan pemilik UKM mengenai
pengembangan bisnis. Strategi pengembangan klaster yang
menjadi prioritas untuk diterapkan pada klaster 2 yaitu
standarisasi produk serta promosi dan penjualan dengan media
yang lebih modern.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka hal-
hal yang dapat disarankan yaitu sebagai berikut:
106
1. Bagi UKM keripik tempe Kota Malang, diharapkan dapat
meningkatkan kerjasama agar membantu UKM untuk
mengembangkan usahanya dengan melakukan perbaikan-
perbaikan pada faktor yang kurang mendukung.
2. Bagi Dinas Koperasi dan UKM, dan Dinas Industri Kota
Malang, diharapkan semakin meningkatkan bantuan dan
fasilitasi untuk UKM dalam pengembangan bisnisnya.
106
DAFTAR PUSTAKA
Agusmidah. 2010. Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. USU Press. Medan.
Agustina, S, Budisantoso W dan Sri G. 2011. Analisis Kebijakan
dalam Usaha Meningkatkan Pangsa Pasar Global
Suku Cadang Otomotif dengan Pendekatan
Dinamika Sistem (Studi Kasus: Klaster Industri
Logam di Ngingas, Jawa Timur). Jurnal Teknik
Industri. 1(1): 1-15.
Alam, S. 2006. Ekonomi Jilid 1. Esis. Jakarta. Alhempi, R. R dan Harianto, W. 2013. Pengaruh Pelatihan
Pembinaan terhadap Pengembangan Usaha Kecil
pada Program Kemitraan Bina Lingkungan. Jurnal
Media Riset Bisnis dan Manajemen. 13 (1): 20-38
Ambadar, J, Miranty A dan Yanty I. 2006. Mengelola Usaha dengan Tepat. Yayasan Bina Karsa Mandiri. Jakarta.
Andayani, L. Fridayana Y., dan Wayan C. 2016. Pengaruh Penjualan dan Likuiditas terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Perdagangan, Jasa dan Investasi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014 . e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen. 4 (6): 35-39.
Andriyanto, I dan Nurjanah. 2015. Strategi Klaster Industri
Menghadapi Pasar Global. Jurnal Bisnis dan
Manajemen Islam. 3(1): 85-114.
Andyana, T., G. K. Gandhiadi dan Desak P. 2016. Penerapan Metode Fuzzy AHP dalam Penentuan Sektor yang Berpengaruh terhadap Perekonomian Provinsi Bali. E-Jurnal Matematika. 5(2) : 59-66.
Anggraeni, Imam H., dan Ainul H. 2013. Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (Umkm) Melalui Fasilitasi Pihak Eksternal Dan Potensi Internal (Studi Kasus Pada Kelompok Usaha “Emping Jagung” Di Kelurahan Pandanwangi Kecamatan
107
Blimbing, Kota Malang). Jurnal Administrasi Publik. 1 (6): 1286-1295.
Ardiana, I.A. Brahmayanti, dan Subaedi . 2010. Kompetensi SDM UKM dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja UKM di Surabaya . Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. 12 (1): 42-55.
Ardianan I, Brahmayanti I, dan Subaedi. 2010. Kompetensi SDM UKM dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja UKM di Surabaya. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. 12(1):43-55.
Astuti, P dan Retantyo W. 2014. Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Pemenang Tender Pekerjaan Konstruksi dengan Metode Fuzzy AHP. Jurnal IJCCS. 8(1): 1-12.
Ayu, B, Hanung I dan Achdiansyah S. 2013. Analisis Nilai
Tambah pada Klaster Industri Pengolahan Ikan Teri
Kering di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung.
Jurnal Agribisnis. 1(3): 246-253.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1992. Syarat Mutu Keripik Tempe (SNI 01-2602-1992). BSN. Jakarta.
Bappenas. 2005. Panduan Pembangunan Klaster Industri;
Untuk Pengembangan Ekonomi Daerah Berdaya
Saing Tinggi. Direktorat Pengembangan Kawasan
Khusus dan Tertinggal Bappenas.
Bastilah. 20013. Sistem Pendukung Keputusan untuk
Menentukan Pembelian Rumah dengan
Menggunakan Metode Fuzzy C-means (FCM)
Clustering. Pelita Informatika Budi Darma.5 (1).
BPOMRI. 2015. Rencana Strategis 2015 – 2019 Direktorat
Standardisasi Produk Pangan. Deputi Bidang
Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia. Jakarta.
108
Darsono. 2013. Analisis Pengendalian Kualitas Produksi
Dalam Upaya Mengendalikan Tingkat Kerusakan
Produk. JURNAL EKONOMI. 20 (35): 1-17.
Disperindag Kota Malang. 2014. Sentra Industri Marning
Jagung. Disperindag Kota Malang. Malang.
Dongoran F., Khairul N., Marni S., Lusita D. P. et al. Analisis Jumlah Pengangguran Dan Ketenagakerjaan Terhadap Keberadaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Di Kota Medan Jurnal EduTech.2 (2): 38-45.
Evelina, T.Yn dan Soegiharta, I. 2013. Strategi Peningkatan
Ukm Unggulan Kota Malang Dalam Rangka
Pengembangan Potensi Usaha & Kinerja
Pemasaran. Media Mahardhika 12 (1) : 175-186.
Faisol, A., Muslim, A. M., dan Suyono, H. 2014. Komparasi
Fuzzy AHP dengan AHP pada Sistem Pendukung
Keputusan Investasi Properti. Jurnal EECCIS 8 (2):
123-128.
Faqih, A. 2010. Manajemen Agribisnis. Deepublish.
Yogyakarta.
Frisdiantara, C., dan Mukhklis, I. 2016. Ekonomi Pembangunan
: Sebuah Kajian Teoritis dan Empiris. Lembaga
Penerbitan Universitas Kanjuruhan Malang. Malang.
Fuad, M., Christin, H., Nurlela, Sugiarto, dan Paulus. 2000.
Pengantar Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gaspersz, V. 1998. Ekonomi Manajerial Pembuatan Keputusan Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hafsah dan Mohammad J. 2000. Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Hamid, E. S., dan Susilo, Y. S. 2011. Strategi Pengembangan
Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. 12 (1) : 45-55.
109
Hartini, S. 2012. Peran Inovasi: Pengembangan Kualitas
Produk dan Kinerja Bisnis . Jurnal Manajemen Dan
Kewirausahaan. 14 (1): 82−88.
Hasibuan, M. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.
Hermayudi. 2004. Pengelompkkan Industri Tempe Berdasarkan Klasifikasi Industri dengan Cluster Analisis (Studi Kasus di Sentra Industri Tempe Kota Malang). Jurnal Teknologi Pertanian. 5 (2): 76-86.
Hidayat, t dan Istiadah, N. 2011. Panduan Lengkap Menguasai SPSS 19 untuk Mengolah Data Statistik Penelitian. Media Kita. Jakarta Selatan.
Indrawati. L. C., dan Laut. L. T. 2006. Strategi Klaster dalam
Pengembangan UKM. 23 (2): 297-307.
Irwansyah, E. dan Faisal, M. 2015. Advanced Clustering Teori
dan Aplikasi. Deepublis. Yogyakarta.
Jati, A. 2013. Hubungan Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Produksi Industri Kerajinan Sepatu Di Kecamatan Denpasar Barat. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan. 2 (2).
Kristiningsih. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha Kecil Menengah (Studi Kasus pada UKM di Wilayah Surabaya). Jurnal Business Architecture. 2 (1) : 141-154.
Kuncoro, M. 2003. Analisis Formasi Keterkaitan, Pola Klaster
dan Orientasi Pasar: Studi Kasus Sentra Industri
Keramik di Kasongan, Kabupaten Bantuk, D.I.
Yogyakarta. Jurnal Emperika. 16 (1).
Kurniati, E.D . 2014. Pengaruh Karakteristik Manajer-Pemilik Usaha, Karakteristik Organisasi Dan Lingkungan Eksternal Terhadap Kapasitas Inovasi Dan Kinerja Usaha. Jurnal Organisasi dan Manajemen. 10 (2): 124-135.
Kusnia, G. 2013. Pengaruh Umur Perusahaan, Ukuran
Perusahaan, dan Leverage terhadap Intellectual
110
capital disciosure (Studi pada Perusahaan
Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2009-2012). Skripsi. Universitas Pasundan.
Bandung.
Lestari, E. 2010. Penguatan Ekonomi Industri Kecil dan
Menengah melalui Platform Klaster Industri. Jurnal
organisasi dan Manajemen. 6 (2): 146-157.
Lestari, I. 2009. Untung Berlipat Modal 1 Juta. Indonesia Cerdas. Yogyakarta.
LPPI, KAN dan Bank Indonesia. 2015. Profil Bisnis Usaha
Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM). LPPI, KAN dan
Bank Indonesia. Jakarta
Lusiana, N, Rika A dan Miratu M. 2015. Buku Ajar Metodologi
Penelitian Kebidanan. CV Budi Utama. Yogyakarta.
Margono, T., Suryati, D., dan Hartinah, S. 2000. Buku Panduan
Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita dalam
Pembangunan PDII-LIPI. Jakarta.
Marimim. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan
Kriteria Majemuk. Grafindo. Jakarta.
Masrukhi Dan Arsil, P. 2008. Kajian Mutu Keripik Tempe Di
Kabupaten Banyumas. Seminar On Application And
Resarch In Industrial Technology. 27 Agustus 2008,
Yogyakarta.
Matisen, B dan Herlina L. 2015. Analisis Clustering Menggunakan Metode K-Means dalam Pengelompokkan Penjualan Produk pada Swalayan Fadhila. Jurnal Media Infotama. 11(2): 110-118.
Meliala, A, Nazaruddin M dan Rahmi M. 2014. Strategi peningkatan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Berbasis Kaizen. Jurnal Optimasi dan Sistem Industri. 13(2): 641-664.
Nugroho, B. P., 2011. Panduan Pengembangan Klaster
Industri. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Press. Jakarta.
111
Oentoro, D. 2012. Manajemen Pemasaran Modern. LaksBang
PRESSindo. Yogyakarta.
Papilo, P., dan Bantacut, T. 2016. Klaster Industri Sebagai
Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri
Bioenergi Berbasis Kelapa Sawit. Jurnal Teknik
Industri. 9 (2): 87-96.
Pardey, D. 2007. Superseries Coaching and Training Your
Work Team. Institute of Leadership & Management.
Boston.
Pemkot Malang Kota. 2016. Keripik Tempe.
http://malangkota.go.id/page/2/?s=keripik+tempe.
Diakses pada 6 November 2016.
Pertiwi , Abdul J. A. G., dan Said A. 2013 . Peranan Dinas Koperasi Dan Ukm Dalam Pemberdayaan Usahakecil Menengah Kota Malang (Studi Pada Dinas Koperasi Dan UKM Kota Malang). Jurnal Administrasi Publik . 1 (2) : 213-220.
Prianto, F. 2011. Pola Pengembangan Agroindustri yang Berdaya Saing (Studi Kasus Kabupaten Malang). Jurnal JEAM. 10(1): 48 - 71.
Putra L.G.A, dan Widyawati , N. 2014. Pengaruh Penjualan dan Perputaran Piutang terhadap Laba Bersih Perusahaan Farmasi . Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen. 3 (1): 75-89.
Putra, T dan Chairul F. 2015. Analisis Kapasitas Produksi Unit Ammonia dan Urea Pabrik 1A (Studi Kapasitas Produksi pada Industri Pupuk). Jurnal Aplikasi Manajemen (JAM). 13 (3): 410-422.
Putri, K. S. 2015. Peningkatan Kapasitas Produksi pada PT.
Adicitra Bhirawa. Jurnal Titra. 3 (1): 69-76.
Rachmawati, I.K. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia.
ANDI. Yogyakarta.
Sa’adah, M., Santoso, I., dan Mustaniroh, S. A. 2015. Analisis
Efektivitas Kinerja Dalam Klaster Agroindustri
112
Makanan Ringan Di Kota Malang. Jurnal Habitat. 26
(3): 144-157.
Saaty, T.L. 1994. Fundamentals of Decision Making and
Priority Theory with the Analytic Hierarchy Process.
RWS Publication. New York.
Saaty, T.L. 2008. Decision Making With The Analytic
Hierarchy Process. University of Pittsburgh. USA.
Santoso, S. 2007. Menggunakan SPSS untuk Statistik Multivariat Seri Solusi Bisnis Berbasis IT. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Santoso, S. 2010. Statistik Multivariat Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sarosa, P. 2003. Kiat Praktis Membuka Usaha Langkah Awal
Menjadi Entrepeneur Sukses. Elex Media
Komputindo. Jakarta.
Saydam G. 2000. Sumber Daya Manusia dan Kinerja (Human Resources Management). PT. Gunung Agung. Jakarta.
Setiawan, A. 2004. Fleksibilitas Strategi Pengembangan
Usaha Kecil dan Menengah. Dinamika
Pembanagunan 1 (2).
Setyaningsih, S. 2012. Using Cluster Analysis Study to Exemine the Successful Performance Entrepreneur In Indonesia. ELSIVER Procedia Economics and Finance Vol. 4 Page 286-298.
Simamora, B. 2003. Memenangkan Pasar dengan Pemasaran
Efektif dan Profitabel. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Simamora, B. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Soemohadiwidjojo, A. 2015. Panduan Praktis Menyusun KPI. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sugiarto, D, Syamsul M, Illah S, Suharto, dan Suharto H. 2010. Pemilihan Strategi Pengembangan Klaster Industri dan Strategi Manajemen Pengetahuan pada Klaster
113
Industri Barang Celup Lateks. Jurnal Teknologi Pertanian. 20(1): 89-100.
Suhendar, U., Soewarno T., Soekarto dan Nurheni S. P. 2010. Kajian Strategi Pemasaran Ikan Asap (Smoked Fish) di UKM Petikan Cita Halus Citayam - Bogor. Manajemen IKM. 5 (2): 145-156.
Sukesti, F dan Nurhayati. 2015. Strategi Pengembangan Ukm
Melalui Peningkatan Modal Kerja Dengan Variabel
Intervening Pengembangan Bisnis Pada UKM
Makanan Kecil Di Kota Semarang. University
Research Coloquium, Univesitas Muhammadiyah
Semarang, pp. 207-2016.
Suprihanto, J. 2001. Penilaiaan Kinerja dan Pengembangan
Karyawan. BPFE. Yogyakarta.
Tambunan, T. 2008. Ukuran Daya Saing Koperasi dan UKM : Pusat Studi Industri dan UKM. Universitas Trisakti. Jakarta.
Utomo, T.,J . 2009. Fungsi Dan Peran Bisnis Ritel Dalam Saluran Pemasaran. Fokus Ekonomi. 4 (1): 44 – 55.
Wahyuni, S., dan Hartati, S. 2012. Sistem Pendukung
Keputusan Model Fuzzy AHP dalam Pemilihan
Kualitas Perdagangan Batu Mulia. IJCCS. 6 (1): 43-
54.
Wang, Y. M, dan Ching, K. S. 2010. Fuzzy Analytic Hierarchy Process: A Logarithmic Fuzzy Preference Programming Methodology. International Journal of Approximate Reasoning. 52 (1): 541 – 553.
Wardani, S. T., Hamzah, A. B., dan Nasir, M. 2015. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Usaha Kecil Di Kabupaten Aceh Jaya. Jurnal Ilmu Ekonomi. 3 (3): 43-55.
Yuyun, A. 2010. 38 Inspirasi Usaha Makanan Minuman Untuk
Home Industry Modal Di Bawah 5 Juta. Agromedia
Pustaka. Jakarta.