161
TESIS STRATEGI RELASI MEDIA DALAM MANAJEMEN KRISIS DUALISME KEPEMIMPINAN PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN Oleh: Iskandar, S,Ag NIM: 2114050000004 PROGRAM MAGISTER KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

STRATEGI RELASI MEDIA DALAM MANAJEMEN KRISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37727/1/ISKANDAR S,AG - FDK.pdf · LEⅣIBAR PENGESAHAN Tesis yang bc」udul STRATEGI

  • Upload
    haanh

  • View
    230

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

TESIS

STRATEGI RELASI MEDIA DALAM MANAJEMEN

KRISIS DUALISME KEPEMIMPINAN PARTAI

PERSATUAN PEMBANGUNAN

Oleh:

Iskandar, S,Ag

NIM: 2114050000004

PROGRAM MAGISTER KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2017

LEIBAR PENGESAHAN

Tesis yang bc udul STRATEGI RELASI MEDIA DALA I IANAJEMEN

KRISIS DUALIS IE KEPEIIIPINAN PARTAI PERSATUAN

PEMBANGUNAN telah dittikan dalam sidang rnunaqasall Fakultas 1lmu

Dakwah dan 1lmu Komunikasi Universitas lslam Negeri Sya f Hidayatullah

Jakarta pada tanggal 10 JanuaH 2017.Tesis ini telah dite rna sbagai salah satu

syarat untuk memperolch gelar Magister Sosial(M.SoS)pada PrOgraln Studi

Magister Komunikasi dan Pen aran ISlaln(KPI)Fakultas IImu Dakwah dan 1lmu

Kolnullllkasl.

Jakalta,10 JanuaH 2017

Sidang Munaqasah

Penguji I

Pro ]Dro Iurodi,IANIP,19640705199203 1003

Pembimbing

Dr.Gun Gun IIewanto.MoSiNIP.19760812200501 1005

Ketua Sidang

Pengu l II

srullahNIP 1975031

NIP.19690221 1997031001

abudin N r,PIA

1)111f

f 1 r . i Bl_13. Si)l A(IIASl

/al

g bclla11(la t 11lgaln_li baval]ilni

Nama

NIM

Program StLrdi

Fakuitas

:Iskandar,S,g

:21140510000004

:/1agistcr I olllu1likasi dall Pcnyiarall lslam

i lllllu Daka1l dan 1llnu Konlunikasi

menyatakan bahwa naskah tesis yang be udul``STRATEGI RELASI IEDIA DALAI

71ANAJEIEN KRISIS DUALIS IE KEPEIIIv/1PINAN PARTAI PERSATUAN

PEIBANGUNAN''ini secara keselumhall benarbenar bebas dari plagiasi.Jika di keFnudian

han terbukti melakukan plagiasi maka saya siap ditindak sOsllni ketentuan hukum yang

bcnalal

Jakalta,4 anuari 2017

Saya yang men

Iskandar,S,Ag

21140510000004

ABSTRAK

Judul : Strategi Relasi Media dalam Manajemen Krisis Dualisme Kepemimpinan Partai

Persatuan Pembangunan

Konflik kepengurusan dalam pengesahan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) telah

terjadi sejak akhir tahun 2014. Konflik ini menempatkan kubu Romahurmuziy dan Djan

Faridz dalam manajemen krisis tidak hanya soal pengesahan siapa yang sah dalam struktur

kepemimpinan saja, melainkan juga terkait citra partai di mata khalayak maupun konstituen.

Di tengah konflik dualisme kepemimpinan tersebut kedua kubu juga melakukan strategi

relasi media untuk menjalankan agenda publik sehingga mendapatkan liputan media.

Dalam Penelitian ini difokuskan pada relasi media dalam manajemen krisis partai

Islam, yakni studi kasus dualisme kepemimpinan. Adapun masalah penelitian ini adalah 1)

Bagaimana strategi penguatan (reinforcement strategy) terkait relasi media dalam manajemen

krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan 2014? 2) Bagaimana strategi

rasionalisasi (rationalization strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme

kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan 2014? 3) Bagaimana strategi bujukan

(inducement strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan

Partai Persatuan Pembangunan 2014? Dan 4)Bagaimana strategi konfirmasi (comfirmation

strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai

Persatuan Pembangunan 2014?

Teori yang digunakan adalah Teori Agenda Setting yang menyatakan bahwa media

massa berlaku merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa

untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik dengan

mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh

media massa. Juga, teori strategi relasi media, setidaknya peneliti memakai konsep dalam

komunikasi politik lebih tepatnya dalam positioning sebuah partai politik yang dipopulerkan

oleh Newman dan Shet, yakni strategi penguatan (reinforcement strategy), strategi

rasionalisasi (rationalization strategy), strategi bujukan (inducement strategy), maupun

strategi konfirmasi (comfirmation strategy)

Penelitian ini menggunakan teknik atau jenis penelitian studi kasus yang merupakan

penelitian dengan teknik analisis data untuk melihat bagaimana sebuah kasus itu terjadi dan

juga kasus tersebut disarikan menjadi sebuah perspektif tersendiri menurut peneliti

Hasil penelitian menunjukkan strategi relasi media dalam manajemen krisis menjadi

sebuah upaya yang harus dimiliki partai politik dalam menyelesaikan setiap masalah. Strategi

tersebut terkait dengan bagaimana cara membangun pesan-pesan persuasif agar citra partai

yang diharapkan sampai kepada konstituen atau khalayak melalui media. Selain dari peforma

komunikasi terkait kinerja atau tokoh politik yang ada di dalam tubuh partai, penggunaan

relasi media juga menjadi penting tidak sekadar sebagai saluran media, melainkan juga

menjadi salah satu faktor untuk penyebaran informasi sampai pada propaganda kepada

khalayak yang lebih luas.

Kata Kunci : Relasi media, partai politik, peforma komunikasi, agenda setting

v

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahiim

Puja dan puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul, Strategi Relasi

Media dalam Manajemen Krisis Dualisme Kepemimpinan Partai Persatuan

Pembangunan. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga

dan sahabatnya. Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tak

terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan Tesis ini, baik

berupa dorongan moril maupun materiil. Karena penulis yakin tanpa bantuan dan

dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan Tesis

ini. Disamping itu, izinkan penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM) Bapak Dr.

Arief Subhan, MA, serta para pembantu Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi (FIDIKOM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua Prodi Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Bapak Dr.

Sihabudin Noor, MA dan Sekretaris Prodi Magister Komunikasi dan Penyiaran

Islam (KPI) Bapak Dr. Rulli Nasrullah, M.Si beserta seluruh staffnya.

3. Bapak Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si, yang telah meluangkan waktunya untuk

membimbing penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.

4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM)

yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, semoga Bapak dan Ibu dosen

selalu dalam rahmat dan lindungan Allah SWT. Sehingga ilmu yang telah

diajarkan dapat bermanfaat dikemudian hari.

5. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat spesial penulis haturkan

dengan rendah hati dan rasa hormat kepada kedua orang tua penulis yang

tercinta, Ayahanda H. Said Mansyur dan Ibunda Hj. Dahlia beserta kakak dan

vi

adik-adik penulis yang dengan segala pengorbanannya tak akan pernah penulis

lupakan atas jasa-jasa mereka. Doa restu, nasihat dan petunjuk dari mereka

kiranya merupakan dorongan moril yang paling efektif bagi kelanjutan studi

penulis hingga saat ini.

6. Isteri tercinta Hj. Rita Puspita, S.Pd dan ananda Najwa Nailah karimah puteriku

yang telah mendukung penyelesaian Tesis ini.

7. Bapak Drs. H.Irgan Chairul Mahfidz, M.Si dan Ibu Dra. E. Hafazhah, M.Si yang

telah berkenan dan meluangkan waktunya menjadi nara sumber dalam penelitian

ini.

8. Kawan-kawan Magister Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

(FIDIKOM), khususnya Jurusan KPI UIN Jakarta angkatan pertama; Agus, Aris,

Mumu, Fatoni, Keri, Indra, Azima, Dewi, Taqi, Aan, Edi, Priyan, yang selalu

memberikan support kepada penulis.

9. Rekan-rekan DPW PPP Provinsi Banten dan Rekan-rekan DPC PPP se-Banten

yang telah menyemangati penulis untuk dapat segera menyelesaikan Tesis ini.

10. Rekan-rekan Anggota Komisi 3 DPRD Provinsi Banten yang telah memberi

motivasi dan dukungan kepada penulis

11. Sahabat dan kerabat saya di Wilayah Kota Tangerang dan Provinsi Banten,

khususnya Laskar Ababil dan LODAYA (Kelompok Pemuda Swadaya) yang

selalu membantu penulis dan memberi semangat sehingga penulis termotivasi

untuk menyelesaikan Tesis ini..

Tangerang, 23 Desember 2016

v

DAFTAR ISI

PRAKATA v

DAFTAR ISI vii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ix

ABSTRAK x

BAB I PENDAHULUAN 1

A. LatarBelakang 1

B. Masalah Penelitian 6

C. Ruang Lingkup Penelitian 8

D.

E.

Studi Pustaka

Kerangka Konseptual

9

12

F. Metodologi Penelitian

13

BAB II KERANGKA TEORI 19

A. Agenda Publik Dalam Teori Agenda Setting 19

B.

C.

Performa Komunikasi (Communication Performance)

Relasi Media dan Strategi Manajemen Krisis

1. Relasi Media sebagai Public Relations dalam Komunikasi Politik

2. Strategi Manajemen Krisis

27

41

41

50

BAB III PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN DAN DUALISME

KEPEMIMPINAN

63

A. Deskripsi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

1. Partai Politik Islam di Indonesia

63

69

B. Konflik dan dualisme kepemimpinan di PPP

1. Konteks Konflik PPP

71

71

BAB IV ANALISIS RELASI MEDIA DALAM MANAJEMEN KRISIS

DI PARTAI ISLAM

102

A. Temuan Penelitian 102

vi

1. Strategi Relasi Media 2. Manajemen Krisis

102

122

BAB V PENUTUP 138

A. Kesimpulan 138

B. Saran 139

DAFTAR PUSTAKA 140

LAMPIRAN 144

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hubungan pers (pers relations atau media relations) merupakan suatu

kegiatan untuk mencapai publikasi atau penyiaran berita semaksimal mungkin

untuk menciptakan pengenalan dan pengertian.1 Relasi ini dalam komunikasi

politik dianggap penting karena kontestan, baik partai politik itu sendiri maupun

tokoh politik, bisa membentuk citra sesuai dengan agenda yang diinginkan. Kasus

dualisme kepemimpinan di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP)2 pada

dasarnya merupakan krisis komunikasi yang terjadi. Krisis ini selain melibatkan

hukum juga melibatkan kepercayaan khalayak karena citra yang muncul. Relasi

media dalam konteks penelitian ini menjadi penting untuk melihat bagaimana

dualisme kepemimpinan itu diselesaikan baik secara internal maupun bagaimana

citra itu dimunculkan secara eksternal oleh kalangan media.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dilanda konflik internal

berkepanjangan. Dua kubu di tubuh partai berlambang kakbah saling berseteru.

Satu kubu dipimpin oleh Suryadharma Ali (SDA) dan satunya di bawah komando

Romahurmuziy (Romy). Keduanya merupakan Ketua Umum dan Sekretaris

Jenderal (Sekjen) partai hasil Muktamar VII tahun 2011. Pemimpin yang

dilahirkan dari forum tertinggi partai.3 Menjelang pemilihan legislatif, muncul

riak-riak perpecahan. Pemicunya, SDA hadir dalam kampanye Partai Gerindra

pada 23 Maret 2014. Sikap ini dinilai melanggar peraturan partai. Penilaian

terhadap pelanggaran tersebut karena belum ada keputusan resmi dari isntansi

1 Ruslan, Rosady. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi (Konsepsi dan

Aplikasi). (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014). Hal. 168. 2 PPP sebagai salah satu partai politik yang lahir dari fusi partai-partai politik Islam

peserta pemilu 1971 (Partai NU, Parmusi, PSII dan patai PERTI). Bersama-sama dengan para

pelaku politik dan masyarakat di Indonesia, para aktivis politik PPP selain turut menentukan

perkembangan pergerakan Islam, dan dinamika perjalanan sejarah partai politik di Indonesia, juga

mempunyai kontribusi di dalam mewujudkan pola-pola pandangan dunia (weltanschauung)

tertentu di dalam perkembangan kebudayaan Indonesia. Tujuan PPP lihat dalam Ketetapan-

ketetapan Muktamar V Partai Persatuan Pembangunan dan Surat Pimpinan Harian Pusat Partai

Persatuan Pembangunan, Jakarta: DPP PPP 2003, PPP dan Cita-cita Politik. (Jakarta: DPP PPP,

2003). 3 Republika. co.id. Jakarta, dalam tajuk partai politik

2

partai untuk mendukung atau menyatakan dukungan terhadap calon presiden

manapun. Pendapat tersebut dibantah oleh SDA pada kemudian hari. Manuver

politik SDA ini kemudian mendapat perlawanan dari kubu Romahurmuziy atau

Romy. Romy menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) dan

mengagendakan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) untuk mengevaluasi

kepemimpinan SDA. Aksi pecat-pecatan pun terjadi. Beruntung, konflik itu

bisa ditengahi oleh Ketua Majelis Syariah PPP KH. Maimoen Zubair (Mbah

Moen).

Namun, perbedaan terjadi lagi di antara keduanya. Mereka saling klaim

sebagai pihak yang paling benar. Konflik pun semakin runyam. Perseteruan

akhirnya menemui momentumnya. Kedua kubu menggelar Muktamar sesuai tafsir

masing-masing. Romi dkk. menggelar Muktamar di Surabaya yang kemudian

menjadikannya sebagai Ketua Umum. Sementara SDA menggelar Muktamar di

Jakarta yang diklaim telah sesuai aturan yang direstui Majelis Syariah dan

Mahkamah Partai. Pada Muktamar yang diadakan di Hotel Sahid tersebut, Djan

Faridz terpilih sebagai Ketua Umum.

Di sisi lain, konflik internal partai semakin meruncing dengan terbitnya

Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM RI. Surat bernomor M.

HH.AH.11.01 Tahun 2014 tanggal 28 Oktober 2014 itu mengesahkan perubahan

susunan kepengurusan DPP PPP sesuai hasil muktamar Surabaya yang

berlangsung 15-17 Oktober 2016. SDA pun mengajukan gugatan ke Pengadilan

Tata Usaha Negara (PTUN) atas SK Menkumham melalui kuasa hukumnya. Pada

tanggal 6 November, PTUN mengabulkan gugatan provisi SDA dengan Nomor

217/G/2014/PTUN-JKT dan babak baru konflik PPP pun dimulai. Dalam

penetapan tersebut butir ke-2 menyatakan, memerintahkan kepada tergugat

(Menkumham) untuk menunda pelaksanaan SK Menkumham RI Nomor M.

HH.AH.11.01 Tahun 2014 tanggal 28 Oktober 2014 tentang Pengesahan

Perubahan Susunan Kepengurusan DPP PPP selama proses pemeriksaan perkara

berlangsung sampai dengan putusan dalam perkara ini memperoleh kekuatan

hukum tetap.

Sementara pada butir ke-3 disebutkan, memerintahkan kepada tergugat

untuk tidak melakukan tindakan-tindakan Pejabat Tata Usaha Negara lainnya

3

yang berhubungan dengan keputusan Tata Usaha Negara (objek sengketa),

termasuk dalam hal ini penerbitan Surat-Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang

baru mengenai hal yang sama, sampai dengan adanya islah antara elite PPP yang

bersengketa.

Kedua kubu, baik kubu SDA maupun Romy memiliki interpretasi berbeda

mengenai SK di atas. Menurut Romy, SK Menhunkam tetap berlaku dan memiliki

kekuatan hokum yang mengikat. Sementara kubu lain, dalam hal ini Ahmad

Dimyati Natakusumah, yang ditunjuk sebagai sekjen oleh Djan Farid pada

muktamar Jakarta mengatakan, adanya penetapan PTUN berarti kembali ke

pengurus awal.

Krisis Manajemen yang terjadi di Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

berdampak luas, baik dari sisi internal maupun eksternal. Hal tersebut terlihat

jelas dengan merosotnya suara dalam Pileg (Pemilihan Legislatif) tahun 2014 lalu.

Konflik ini menjadikan PPP dengan basis Islamnya terpecah.

Konflik bermula dari sikap SDA yang menyatakan bahwa PPP berkoalisi

dengan partai Gerindra, sedangkan belum ada persetujuan dari seluruh anggota

partai yang biasanya dilakukan dalam bentuk muktamar. Pernyataan ini

mengundang konflik dan kisruh internal antar pimpinan serta elite partai politik.

Sekretaris Jendral DPP PPP, Ainur Rofiq menyatakan, kisruh dan konflik internal

PPP murni disebabkan tindakan dan sikap politik Ketum PPP, yakni SDA yang

dianggap oleh jajaran pimpinan elite PPP lainnya telah melanggar AD/ART PPP.4

Menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Partai Persatuan

Pembangunan menjadi berita yang sangat mengejutkan bagi para pengurus, kader,

simpatisan di beberapa daerah. Kekalahan partai berlambang kakbah pada Pemilu

2014 menjadi salah satu pemicu lahirnya konflik internal pengurus pusat (DPP).

Oleh karena itu, muncullah dua kubu yang sama-sama melahirkan konflik atas

dasar ketidakpuasan akan pemimpin yang selama ini menakhodai partai berbasis

Islam di Indonesia.

4http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/05/05/n53rme-mengapa-ppp-

dilandakonflik-internal-antar-elite diakses pada tanggal 30 September 2014.

http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/05/05/n53rme-mengapa-ppp-dilandakonflik-internal-antar-elitehttp://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/05/05/n53rme-mengapa-ppp-dilandakonflik-internal-antar-elite

4

PPP sudah mengikuti pemilu sebanyak sembilan kali sejak tahun 1977

sampai pemilu tahun 2014 dengan hasil yang fluktuatif, turun naik.5

No Tahun

Pemilu

Perolehan Suara Jumlah Kursi yang diperebutkan

1. 1977 18.745.565 99 kursi/27,12% dari 360 kursi

2. 1982 20.871.800 94 kursi/26,11% dari 364 kursi

3. 1987 13.701.428 61 kursi/15,25% dari 400 kursi

4. 1992 16.624.647 62 kursi/15,50% dari 400 kursi

5. 1997 25.340.018 89 kursi/20,94% dari 425 kursi

6. 1999 11.329.905 58 kursi/12,55% dari 462 kursi

7. 2004 9.248.764 58 kursi 10,54% dari 550 kursi

8. 2009 5.500.000 38 kursi 6,90 % dari 550 kursi.

9. 2014 8.157.488 39 kursi 6,53 % dari 560 kursi

PPP merupakan partai politik yang dilahirkan dari fusi empat partai politik

Islam peserta pemilu 1971 (partai NU, Parmusi, PSII, partai Islam PERTI).

Tujuan didirikannya partai ini ialah untuk menjaga kepentingan penyaluran

aspirasi politik konstituen Islam, yang kemudian berperan menjadi penghubung

bagi kepentingan politik konstituen Islam yang diwakilinya.

Politik merupakan arena untuk mencapai kekuasaan, sehingga diperlukan

alat kendaraan. Dalam hal ini, partai politik merupakan wasilah/perantara untuk

mencapai itu. Dalam praktiknya, kekuasaan merupakan ujung dari semua yang

dicita-citakan oleh partai apa pun dan di mana pun juga. Kehadiran Partai politik

merupakan bagian dari negara dalam mewujudkan bernegara yang demokratis.

Sejak lama para pemimpin Islam di Indonesia berusaha menemukan jalan

keluar dari persoalan yang membelit sebagian besar umatnya, yaitu kemiskinan

dan keterbelakangan. Setelah sekian lama terkungkung oleh kebijakan

diskriminatif penjajah, kemerdekaan memang memberi peluang umat Islam untuk

mengembangkan diri. Namun, hingga lebih dari enam puluh tahun sesudah

5 Posted by kompasiana: Admin Tanggal Posting : 16 Juli 2013 Kategori : | Dibaca

: 17954

http://ppp.or.id/page/ppp-dalam-lintasan-sejarah/index/##comments

5

proklamasi kemerdekaan, citra tentang kemiskinan dan keterbelakangan masih

juga belum terhapus. Sebagian besar umat Islam Indonesia jauh tertinggal dari

peradaban barat dalam berbagai hal: pendidikan yang rendah, bidang pekerjaan

yang secara materil kurang menguntungkan, skor kualitas hidup fisik yang

rendah, dan status sosial ekonomi yang juga rendah.

Sejak awal, para pemimpin dan aktivis Muslim sadar bahwa perbaikan

kondisi yang memprihatinkan itu memerlukan perjuangan politik, yaitu berurusan

dengan upaya memperoleh kekuasaan. Sebagai salah satu cara untuk

memengaruhi tindakan dan pikiran orang lain serta memengaruhi proses

pembuatan kebijakan publik, kekuasaan dinilai sangat penting. Apapun tujuan

akhir yang hendak diperjuangkan, setiap aktivis harus mencapai tujuan antara

memperoleh kemampuan memengaruhi orang dan proses kebijakan. Dengan kata

lain, harus memiliki otoritas dan legalitas. Cita-cita seperti mengurangi

kemiskinan rakyat pasti memerlukan kemampuan memengaruhi proses kebijakan

publik.

Partai politik merupakan cerminan negara yang demokratis yang diyakini

sebagai prasyarat bagi kehidupan negara modern. Tanpa menunjuk kepentingan

yang mana dan oleh siapa, jelas bahwa partai politik merupakan lembaga penyalur

kepentingan, yang menyalurkan kepentingan rakyat dan kepentingan penguasa.

Sebagai lembaga penyalur kepentingan, partai politik dijadikan komunikasi yang

berfungsi dua arah, yaitu dari atas ke bawah dan juga dari bawah ke atas. Jika hal

itu dapat terlaksana dengan baik, maka fungsi partai politik sebagai sosialisasi

politik, partisipasi politik, komunikasi politik, artikulasi kepentingan, agregasi

kepentingan, serta pembuatan kebijakan dapat berjalan dengan baik sehingga

pembangunan politik yang diharapkan dapat terwujud.

Setiap organisasi memungkinkan mengalami sebuah krisis dalam

operasional sehari-hari tidak terlepas pada partai politik. Krisis tersebut harus

dikelola dengan baik jika organisasi berkeinginan untuk dapat bertahan dalam

pertarungan yang ketat pada era globalisasi saat ini. Setiap krisis mempunyai

potensi memengaruhi citra organisasi, khususnya jika krisis tersebut berkembang

menjadi bencana yang mempunyai dampak luas bagi masyarakat. Dalam hal ini,

reputasi organisasi/parpol dapat menurun drastis dan membuat organisasi/parpol

6

menjadi objek kritikan dan cemoohan masyarakat. Akibatnya, organisasi/parpol

tersebut akan mengalami kerugian besar, seperti menurunnya tingkat kepercayaan

masyarakat, keuntungan, bahkan memengaruhi psikologi dari semua yang berada

dalam organisasi/parpol tersebut.6

Pemilihan peneliti terkait dengan relasi media karena melihat pentingnya

menggunakan media dalam perkembangan kehidupan saat ini dalam mewujudkan

cita-cita dan keinginan dalam hal ini lebih spesifik adalah kekuasaan dalam

berpolitik. Tujuan pokok diadakannya hubungan pers adalah menciptakan

pengetahuan dan pemahaman, bukan semata-mata untuk menyebarkan suatu

pesan sesuai dengan keinginan perusahaan induk atau klien demi mendapatkan

suatu citra semata. Relasi media juga akan menjadi dokumentasi atau bisa

disebut bukti bagaimana konteks performa komunikasi itu ada di dalam tubuh

partai politik. Konteks relasi media ini, juga sejalan dengan manajemen krisis,

khususnya di dalam partai Islam (Partai Persatuan Pembangunan) disebabkan

pemberitaan media yang masif dan sistematis terkait konflik di tubuh partai

berlambang Kakbah. Tentu saja, sebagai Partai yang telah mengalami banyak

permasalahan/konflik internal maupun eksternal memiliki upaya untuk meredam

setiap permasalahan yang ada. sehingga Peneliti berupaya untuk memadankan

kedua topik ini dalam rangka mencari benang merah atau satu kesimpulan dari

penelitian.

Adapun objek penelitian yang dikaji adalah bagaimana strategi dalam

relasi media Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam manajemen krisis.

Krisis yang dimaksud di sini adalah dualisme kepemimpinan.

Dari penjabaran latar belakang di atas, Peneliti ingin meneliti tentang

penelitian yang berjudul Strategi Relasi Media dalam Manajemen Krisis

Dualisme Kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan.

B. Masalah Penelitian

1. Batasan Masalah

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan partai yang sejak berdiri

sering mengalami konflik, baik konflik internal maupun eksternal. Adapun

6 Rachmat Kriyantono. Public Relation & Crisis Management, pendekatan critical public

relations, etnografi kritis dan kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada, 2012) hal. 171

7

perbedaan yang mendasar dari konflik yang ada di tubuh Partai Persatuan

Pembangunan pada tahun 2014 dengan konfilk-konflik terdahulu adalah masing-

masing kubu memanfaatkan media sebagai relasinya dalam upaya memberikan

informasinya kepada publik dalam rangka mengatasi

krisis guna memperbaiki citra dan kepercayaan masyarakat.

Setiap partai/organisasi tidak akan lepas dari krisis, baik yang berdampak

luas maupun krisis yang hanya dirasakan oleh elite partai/organisasi. Hal tersebut

membuat partai/organisasi harus mempunyai Standar Operasional Prosedural

(SOP) mengantisipasi krisis. Strategi relasi media dalam penanganan manajemen

krisis harus dimiliki dan menjadi sebuah upaya tambahan selain penyelesaian

internal partai. Sehingga apabila terjadi konflik, maka konstituen mendapatkan

informasi yang berimbang dan citra yang dimunculkan juga tidak merugikan

partai politik yang bersangkutan. Krisis yang menjadi sorotan Peneliti adalah

terkait dualisme kepemimpinan di Partai Persatuan Pembangunan. Dualisme ini

terjadi karena adanya dua kubu saling mengklaim dirinya lebih berhak menjadi

nakhoda partai sehingga timbullah persaingan dan membuat kegaduhan di

kalangan elit dan di bawahnya. Dalam Penelitian ini difokuskan pada relasi media

dalam manajemen krisis partai Islam, yakni studi kasus dualisme kepemimpinan

Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Juga, selain melakukan wawancara dengan

kedua belah pihak, meneliti dokumen berupa foto maupun media digital, peneliti

juga menggunakan Harian Kompas untuk menunjukkan bagaimana liputan media

sebagai agenda media yang memuat agenda publik dalam hal ini agenda partai

politik.

2. Masalah

Adapun masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi relasi

media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan

Pembangunan?

3. Rumusan Masalah

a. Bagaimana strategi penguatan (reinforcement strategy) terkait relasi media

dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan

Pembangunan 2014?

8

b. Bagaimana strategi rasionalisasi (rationalization strategy) terkait relasi

media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan

Pembangunan 2014?

c. Bagaimana strategi bujukan (inducement strategy) terkait relasi media

dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan

Pembangunan 2014?

d. Bagaimana strategi konfirmasi (comfirmation strategy) terkait relasi media

dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan Partai Persatuan

Pembangunan 2014?

C. Ruang Lingkup Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana strategi penguatan (reinforcement strategy)

terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan

Partai Persatuan Pembangunan 2014.

b. Untuk mengetahui bagaimana strategi rasionalisasi (rationalization

strategy) terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme

kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan 2014.

c. Untuk mengetahui bagaimana strategi bujukan (inducement strategy)

terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan

Partai Persatuan Pembangunan 2014.

d. Untuk mengetahui bagaimana strategi konfirmasi (comfirmation strategy)

terkait relasi media dalam manajemen krisis dualisme kepemimpinan

Partai Persatuan Pembangunan 2014.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada kajian

komunikasi politik dan kajian media sehingga menjadi referensi penelitian terkait

relasi media dalam manajemen krisis terutama pada kaitan dengan partai Islam.

Juga, sebagai salah satu referensi untuk melihat bagaimana strategi penguatan

(reinforcement strategy), strategi rasionalisasi (rationalization strategy), strategi

rujukan (inducement strategy), maupun strategi konfirmasi (comfirmation

9

strategy) dalam relasi media terkait manajemen krisis dualisme kepemimpinan

Partai Persatuan Pembangunan 2014.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi organisasi atau

partai dalam menghadapi krisis internal maupun eksternal agar dapat mengambil

langkah-langkah strategis dalam membuat manajemen krisis. Dan memberikan

pencerahan kepada semua yang memerlukan penelitian ini.

D. Studi Pustaka

Beberapa penelitian telah mengangkat PPP dari berbagai objek penelitian.

Salah satunya adalah disertasi Dr. Sihabudin Noor, MA di Sekolah Pascasarjana

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2007. Penelitian ini

mencoba untuk mencari tinjauan pustaka yang sejenis atau mirip dengan

penelitian yang peneliti ambil. Oleh karena itu, ada beberapa penelitian yang

serupa namun berbeda dari sisi penjelasan secara detail yang diteliti. Penelitian

yang berjudul Politik Islam, Studi Tentang Artikulasi Politik PPP 1973

2004 ini menjabarkan profil dan artikulasi politik Islam PPP kurun waktu 1973-

2004. Metode yang digunakan adalah pendekatan sejarah politik sehingga kajian

tentang pola-pola distribusi kekuasaan, hakikat dan tujuan sistem politik,

hubungan struktural, pola-pola dari perilaku individu dan kelompok,

perkembangan hukum dan kebijakan-kebijakan sosial-politik menjadi bagian dari

pendekatannya. Dalam menganalisa data menggunakan analisa isi (content

analysis), dengan menganalisis makna yang terkandung di dalam seluruh

gagasan/artikulasi politik PPP berdasarkan konsep-konsep dalam ilmu politik,

sosiologi politik, maupun sejarah politik. Sementara corak penelitian ini adalah

studi pustaka (library research) yang bersumber dari kertas kerja dan dokumen

PPP, kliping koran dan majalah, jurnal politik dan bahan-bahan lain yang tidak

diterbitkan, kecuali untuk konfirmasi, maka dilakukan cross check data kepada

beberapa narasumber. Data-data itu kemudian dianalisa sesuai dengan urutan

peristiwa untuk kemudian diuji keterkaitannya dengan tema penelitian.

Umumnya studi tentang PPP hanya dilihat dari sisi hubungan antara Islam

dan negara pada masa Orde Baru. Beberapa penelitian dan tulisan berkaitan

dengan ini antara lain dilakukan oleh Syamsuddin Haris yang memfokuskan

10

kajiannya tentang sistem kepartaian pada masa Orde Baru dengan mengambil

kasus hubungan PPP dan Politik Orde baru.7 Namun, salah satu poin penting di

dalam penelitian ini menyangkut kajian tentang ketidakpopuleran PPP di kalangan

massa Islam, dan berakibat menurunnya dukungan dan partispasi politiknya yang

disebabkan tiga hal. Pertama, adanya perubahan persepsi pemilih Islam sebagai

akibat berlakunya asas tunggal Pancasila di dalam sistem kepartaian PPP. Kedua,

berpalingnya sebagai pemilih tradisional PPP yang berasal dari NU ke Golkar dan

PDI. Hal ini berkaitan dengan adanya upaya penggembosan PPP dari para

tokoh NU yang kecewa akibat kurang diperhatikannya aspirasi politik mereka di

PPP. Ketiga, adanya konflik di dalam tubuh PPP akibat perebutan kursi kekuasaan

di tingkat elite PPP yang kemudian menyebabkan berkurangnya dukungan

pemilih di perkotaan.

Kemudian, penelitian lain berjudul The Partai Persatuan

Pembangunan: The Political Journey of Islam Under Indonesias New Order

(1973-1987)8 yang melihat bahwa untuk mencapai stabilitas politik, Orde Baru

mengeliminasi berbagai kekuatan politik, sejak awal pemerintahnya lewat upaya

restrukrisasi politik yang secara sistematik, dan upaya de-ideologisasi lewat asas

tunggal Pancasila. Sebagai salah satu korbannya adalah partai-partai Islam yang

berfusi ke dalam PPP, maupun PPP sendiri kemudian terkena kebijakan de-

ideologisasi, dan berakibat dijauhkannya PPP dari konstituennya tradisionalnya,

pemilih Islam.

Sementara ulasan lain terkait dengan problema dan prospek PPP dilakukan

oleh Muhammad Rodja, PPP Problema dan Prospek.9 Karya ini memaparkan

berbagai problem PPP, di pentas politik nasional. Pemikiran yang terpenting dari

karya ini selain dari rumusan evaluasi bagi konsepsi PPP ke depan adalah

pemaham yuridis terhadap makna yang dikandung slogan NU pada dekade 1990-

an Kembali ke Khittah 1926 sebagai counter terhadap upaya penggembosan

kalangan elite NU terhadap perolehan suara PPP ketika itu. Karya ini tidak lepas

7 Syamsuddin Haris. PPP dan Politik Orde baru. (Jakarta: Gramedia, 1991) dalam

disertasi Dr, Sihabudin Noor, MA 8 Sudarnoto Abdul Hakim. Te Political Journey of Islam under Indoenesias New Order

(1973-1987), Montreal, Institute of islamic Studies Mc Gill University Montreak, 1993 (lihat

disertasi Dr. Sihabudin Noor, MA 9 Muhammad Rodja. PPP Problem dan Prospek. (Jakarta: Lembaga Pengembangan

Produktivitas, 1994)

11

dari subyektivitas Penelitinya, yang juga sekaligus merupakan kekuatannya,

mengingat Peneliti merupakan salah seorang aktivis PPP.Selain itu karya Agus

Miftach, Di Balik Gejolak Politik PPP, Persaingan NU dan MI: Refleksi

Menjelang Suksesi10, Karya ini berupaya untuk mengungkapkan latar belakang

sejumlah peristiwa politik yang penting di dalam PPP sampai kurun waktu 1994.

Di samping beberapa karya tersebut, beberapa tulisan yang merupakan

hasil pengamatan tentang PPP antara lain adalah kumpulan tulisan yang disunting

oleh Burhan Magenda, Sikap Politik Tiga Kontestan pemilu pada zaman Orde

Baru, PPP, Golkar dan PDI11. Kumpulan tulisan ini tidak secara khusus mengkaji

PPP, namun berkisar pada isu-isu pembangunan politik, persiapan pemilu di

kalangan partai politik dan Golkar, kampanye politik, sampai pada isu-isu di

sekitar pembentukan kabinet baru.

Karya lain yang berkaitan dengan PPP dilakukam oleh Nasir Tamara

Sejarah Politik Islam Orde Baru.12 Tamara ini tidak secara tidak khusus

membahas mengenai PPP, namun berupa pengamatan mengenai kompleksitas

peranan Islam di dalam pendewasaan Orde Baru. Mengingat Islam di Indonesia,

termasuk di dalamnya PPP sebagai representasi partai Islam, sedang dalam proses

pencarian jati dirinya.

Kajian tentang PPP juga terdapat dalam kumpulan tulisan yanng dilakukan

oleh Musa Kazhim dan Alfan Hamzah, 5 Partai dalam Timbangan. Dan Sahar

L. Hassan Memilih Partai Islam.13 Kumpulan tulisan ini hanya berkisar pada

prediksi akan adanya lima besar partai politik, termasuk PPP di dalamnya, yang

mendapat suara terbanyak sesudah fase liberalisasi politik akibat meledaknya

partisipasi politik masyarakat sesudah runtuhnya rezim Orde Baru 1998. Selain itu

adalah tulisan sahar.L Hasssan tidak secara khusus membahas tentang PPP, tetapi

hanya merupakan buku panduan untuk memilih partai-partai Islam pada pemilu

Mei 1999.

10

Agus Miftach. Di Balik Gejolah Politik PPP, Persaingan NU dan MI: Refleksi

Mejelang Suksesi. (Jakarta: Forum Kajian Masalah Sosial Politik, 1994) 11

Burhan Megenda. Sikap Politik Tiga Kontestan. (Jakarta: Penerbit Sinar Harapann,

1992) 12

Nasir Tamara. Sejarah Politik Islam Orde Baru (Prisma, NO. 5, 1988) 13

Musa Kazhim dan alfan Hamzah. 5 Partai dalam Timbanga (Bandung: Pustaka

Hidayah, 1999). Sahar.L.Hassan

12

Pengamatan yang secara khusus berbicara tentang PPP adalah suntingan

Moch. Lukman Fathullah Rais, Menuju Masa Depan: Pemikiran dan Gagasan

tentang PPP. Karya ini merupakan kumpulan tulisan tentang PPP dari berbagai

kalangan pengamat dan praktisi politik. Karya lainnya adalah berbagai kumpulan

pidato maupun profil Islmail Hasan Metareum sebagai Ketua Umum DPP PPP

1989-1998, Mendayung di Sela-sela Karang (Pokok-pokok Pikiran Ketua Umum

DPP PPP H. Ismail Hasan Metareum, SH), dan Akhlakul Karimah dalam

Berpolitik, Rasyif Ridla Soleiman, Catatan Kecil Jejak Putera Pesantren (Profil

Ismail Hasan Metareum, SH, Ketua Umum DPP PPP) dan Wall Paragoan,

Tumbangnya Jago Rembang, Paparan Informatif seputar Muktamar III PPP.14

Juga ada penelitian yang berjudul Partai Politik dan Pembangunan

Politik oleh Ellya Rosana Jurnal TAPIs Vol.8 No.1 Januari-Juni 2012. Penelitian

ini menjelaskan mengenai partai politik di Indonesia dan strategi untuk

membangun politik yang demokratis. Metode yang digunakan adalah library

research studi kepustakaan dengan mengambil referensi buku yang berkaitan

dengan penelitian tersebut. Adapun perbedaan yang mendasar dari penelitian

sebelumnya dengan penelitian yang akan diteliti oleh Peneliti adalah sisi

penjelasan dari manajemen krisis dan relasi media partai Islam (dualisme yang

terjadi di Partai Islam yakni Partai Persatuan Pembangunan).

E. Kerangka Konseptual

Dalam melakukan penelitian ini kerangka konseptual yang digunakan

sebagai berikut:

14

Ismail Hasan Metareum. Mendayaung di Sela-sela Karang. (Jakarta: DPP PPP, 1994).

Ismail Hasan Metareum, Akhlakul Karima dalam berpolitik, Jakarta, Panjimas, 1995, Rasyif Ridla

Soleiman, Catatan Kecil Jejak Putera Pesantren (Profil Ismail Hasan Metareum, SH, Ketua

Umum DPP PPP) dan Wall Paragoan, Tumbangnya Jago Rembang, Paparan Informastif seputar

Muktamar III PPP

http://derrymayendra.blogspot.com/2013/10/manajemen-krisis-konflik-dan-risiko.html

13

Gambar 1 Peta KonsepPenelitian

Secara sederhana peta konsep ini menjelaskan bahwa realitas subyektif

yang muncul adalah adanya dua kubu dalam kepengurusan PPP. Kubu versi

Romahurmuzy maupun versi DjanFarid dalam (kasus) praktiknya tidak hanya

sekadar melakukan upaya hukum untuk menegaskan pengesahan kepengurusan di

tingkat pusat semata. Kedua kubu juga pada dasarnya memerlukan dukungan

media untuk meraih agenda publik dan tentu dalam konteks komunikasi politik

menjadi kekuatan dalam melakukan kampanye baik dalam pemilihan kepala

daerah maupun menjelang Pemilihan Umum tahun 2019.

Untuk mendapatkan dukungan agenda media, kedua kubu dilihat melalui

peforma komunikasi yang menunjukkan bagaimana proses simbolik dari

pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi. Performa

komunikasi ini kemudian dilihat melalui strategi relasi media dalam konteks

komunikasi politik, yakni melalui strategi penguatan, strategi rasionalisasi,

strategi bujukan, dan strategi konfirmasi.

F. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Paradigma dalam penelitian ini adalah paradigma positivisme. Positivisme

adalah salah satu aliran filsafat modern. Secara umum boleh dikatakan bahwa akar

sejarah pemikiran positivisme dapat dikembalikan kepada masa Hume (1711-

1776) dan Kant (1724-1804). Hume berpendapat bahwa permasalahan-

permasalahan ilmiah haruslah diuji melalui percobaan (aliran Empirisme).

14

Sementara Kant adalah orang yang melaksanakan pendapat Hume dengan

menyusun Critique of pure reason (Kritik terhadap pikiran murni / aliran

Kritisisme). Selain itu, Kant juga membuat batasan-batasan wilayah pengetahuan

manusia dan aturan-aturan untuk menghukumi pengetahuan tersebut dengan

menjadikan pengalaman sebagai porosnya. Paradigma positivisme dicetuskan

oleh Henry Sain Simon sebagai penggagas dan murid utama Auguste Comte.

Selain penggagas ia juga salah satu pemikir dari Prancis yang meneruskan dan

mengembangkan gagasannya15

.

Positivisme merupakan paradigma ilmu pengetahuan yang muncul paling

awal dalam dunia ilmu pengetahuan. Keyakinan dasar yang menjadi akar

pemahaman tersebut, yaitu realitas ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan

sesuai hukum alam (natural laws) yang mengakar pada paham ontologi realisme.

Dengan paham tersebut, dapat disebutkan bahwa positivisme merupakan suatu

aliran filsafat yang selalu didasarkan pada data empiris dan menolak aktifitas yang

berkenaan dengan metafisik. Dalam bukunya yang berjudul The Course of

Positive Philosophy (1830-1842), August Comte mengembangkan positivisme

menjadi tiga, yaitu positivisme sosial, positivisme evolusioner, dan positivisme

kritis. Dalam hal ini, positivisme sosial menjadi penjabaran utama dari kebutuhan

masyarakat dan sejarah. Positivisme sosial yang dikembangkan oleh Comte

meyakini kehidupan sosial hanya dapat dicapai melalui penarapan ilmu-ilmu

positif.

Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif. Jenis ini merupakan metode

untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang-oleh sejumlah individu atau

sekelompok orang- dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses

penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan

pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik

dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang

khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan makna data. Laporan akhir untuk

15

Positivisme menurut Gunter (2000:4-5) pendekatan positivisme ini didasarkan pada

abad ke-19 dari pemikiran Auguste Comte yang kemudian dikembangkan oleh Emile Durkheim.

Positivisme bisa didefinisikan sebagai ilmu sosial sebagai metode terorganisir untuk

menggabungkan logika deduktif dengan pengamatan empiris yang tepat dari perilaku individu

dalam rangka untuk menemukan dan mengkonfirmasi serangkaian hukum kausal probabilistik

yang dapat digunakan untuk memprediksi pola umum kegiatan manusia lihat Gunter, Barrie.

(2000). Media Research Methods. Thousand Oaks, CA: SAGE Publications.

15

penelitian ini memiliki struktur atau kerangka yang fleksibel. Siapa pun yang

terlibat dalam bentuk penelitian ini harus menerapkan cara pandang penelitian

yang bergaya induktif, berfokus terhadap makna individual, dan menerjemahkan

kompleksitas suatu persoalan.16

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan adalah studi kasus eksternal dan

Intrinsik. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan antar variabel,

tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.17

Peneliti menemukan adanya manfaat untuk mengenali tiga jenis studi

kasus. Peneliti menyebut sebuah penelitian dengan studi kasus intrinsik apabila

penelitiannya dilakukan karena, yang pertama dan terutama kita ingin memahami

kasus partikuler tersebut dengan lebih baik. Penelitian pada prinsipnya tidak

dilakukan karena kasusnya mewakili kasus-kasus lain atau karena kasus tersebut

menjelaskan ciri atau permasalahan tertentu, namun justru karena dengan segenap

kekhususan dan kelazimannya, kasus itu sendiri memang menarik minat. Peneliti

sekurang-kurangnya untuk sementara mengesampingkan keingintahuan lainnya

sehingga kisah orang-orang yang menjalani kasusnya bisa dipetik. Tujuannya

bukanlah untuk memahami konstruk abstrak atau fenomena umum tertentu,

semisal literasi atau penggunaan obat-obatan remaja atau perbuatan yang

dilakukan oleh seseorang meskipun pada waktu-waktu lain sang peneliti mungkin

melakukan hal tersebut. Studi kasus dilakukan karena minat intrinsik, misalnya

pada anak, klinik, koferensi, atau kurikulum khusus ini.18

3. Objek Penelitian

Objek penelitian dalam tesis ini adalah strategi relasi media dalam

manajemen krisis di partai Islam yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

4. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini terbagi atas data primer. Data primer

merupakan data utama untuk melihat bagaimana strategi relasi media dalam

16

Creswell, Research Design. Pendekatan Kualtitaif, Kuantitatf dan Mixed. (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2009). 17

Jalaluddin Rakhmat. Metode Penelitian Komunikasi dilengkapi contoh analisis

statistik. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002). 18

Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln. The Sage Handbook of Qualitative

Research. 1 edisi ketiga. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011). hal, 481

16

manajemen krisis di PPP. Data ini diperoleh dengan mengoleksi dokumen-

dokumen terkait pelaksanaan strategi relasi media, hasil wawancara dengan

informan penelitian yang terlibat langsung dalam pelaksanaan relasi media di

setiap kubu yang berseberangan, dan juga catatan-catatan atau dokumentasi.

Informan dalam hal ini adalah Drs. H. Irgan Chairul Mahfidz, M.Si. selaku Ketua

DPP PPP Bidang Politik, Pemerintah, dan Otonomi Daerah PPP Romahurmuziy,

dan Dra. E. Hafazhah, M.Si. selaku Sekretaris Mahkamah Partai DPP PPP kubu

Djan Faridz.

Kemudian ada data sekunder, yakni data-data yang diperoleh dari literatur

atau pustaka yang berhubungan dengan penelitian ini, seperti buku-buku

pengetahuan, dokumen-dokumen dan sebagainya. Data sekunder ini terutama

sangat penting untuk membangun kerangka pembahasan bagaimana sejarah PPP

sampai pada krisis organisasi dengan dualisme kepemimpinan yang terjadi.

5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik atau jenis penelitian studi kasus. Dalam

pandangan Robert E. Stake studi kasus merupakan penelitian dengan teknik

analisis data untuk melihat bagaimana sebuah kasus itu terjadi dan juga kasus

tersebut disarikan menjadi sebuah perspektif tersendiri menurut peneliti.19

. Studi

kasus yang dalam konteks ini adalah studi kasus instrumental pada dasarnya tidak

menempatkan kasus sebagai satu-satunya fokus melainkan menjadikan kasus

sebagai perantara untuk melihat isu atau fenomena yang unik20

.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka yang menjadi fokus pada penelitian

ini bukan pada manajemen krisis yang terjadi di tubuh PPP semata melainkan

menjadikan dualisme kepemimpinan tersebut sebagai perantara untuk melihat

19

Denzin dan Lincoln. The Sage Handbook of Qualitative Research 1 edisi ketiga.

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011). hal.301-313 20

Studi kasus merupakan satu cara lazim untuk melakukan penelitian kualitatif.

Penelitian studi kasus bukanlah barang baru, dan pada dasarnya juga tidak berciri kualitatif. Studi

kasus bukanlah sebuah pilihan metodologis, namun pilihan subjek yang akan dipelajari atau

diteliti. Jikalau penelitian studi kasus lebih manusiawi atau ditilik dari beberapa segi berciri

transendental, maka hal ini karena penelitinya, bukan metodenya. Apa pun metodenya, kita

memilih untuk mempelajari kasus. Kita bisa mempelajari kasus tersebut secara analitis atau

holistik, sepenuhnya dengan pengukuran yang berulang-ulang atau secara hermeneutis secara

organis atau kultural dan dengan metode campurannamun kita memusatkan kajian, sekurang-

kurangnya untuk sementara waktu, pada kasusnya. Lihat Denzindan Lincoln, The Sage Handbook,

hal,479lihatjugaAbdul Aziz, S.R, Memahami Fenomena Sosial Melalui Studi Kasus, dalam

Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke

Arah Penguasaan Model Aplikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003). cet. II hal. 20

17

bagaimana strategirelasi media yang digunakan. Lewat penelitian dalam studi

kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran komprehensif, intens, rinci dan

mendalam dalam menelaah fenomena yang bersifat kontemporer yakni berupa

strategi relasi media dalam manajemen krisis di tubuhpartai.21

Dalam penelitian ini, prosedur studi kasus yang digunakan sebagai

prosedur pengumpulan data sampai pada analisis data adalah:

1) Peneliti membangun kerangka kerja konseptual untuk mengkaji kasus

awal atau terhadap objek penelitian. Dalam konteks penelitian ini,

konsep relasi media melalui strategi penguatan, strategi rasionalisasi,

strategi bujukan, dan strategi konfirmasi

2) Berbagai gejala dari kasus tersebut dikelompokkan berdasarkan prinsip

fenomenologis untuk mendapatkan komponen penting atau isu-isu yang

sesuai dengan masalah penelitian dan dikelompokkan berdasarkan

jenisstrategidalamrelasi media yang peneliti gunakan. Untuk tahap ini,

peneliti melihat konten apa (what) saja yang diproduksi oleh pengurus

PPP dari kedua belah pihak dalam rangka relasi media.

3) Melakukan pelacakan pola-pola data untuk memperkaya isu-isu

pemanfaatan media oleh pengurus PPP di kedua belah pihak. Pola ini

pada dasarnya sudah tertera dalam strategi relasi media hanya saja

pelacakan terhadap aspek bagaimana (how).

4) Menggunakan teknik triangulasi untuk mempertegas data penelitian dan

landasan interpretasi. Hasil data yang diperoleh kemudian dikonfirmasi

dan dikuatkan dengan wawancara atau catatan observasi untuk

memberikan penguatan (validitas) terhadap data yang diperoleh.

5) Membangun beberapa alternatif penafsiran untuk merumuskan

jawaban-jawaban sesuai dengan masalah dalam penelitian ini. Sebelum

sampai kepada simpulan akhir, peneliti terlebih dahulu akan

membangun beberapa konsep dari strategi relasi media setiap

kepengurusan PPP dari kedua belah pihak. Kemudian konsep-konsep

21

Abdul Aziz, S.R. Memahami Fenomena Sosial Melalui Studi Kasus, dalam Burhan

Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah

Penguasaan Model Aplikasi. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003). cet. II hal. 20

18

ini akan disaring kembali untuk memberikan simpulan akhir terhadap

realitas yang sedang diteliti guna menjawab pertanyaan penelitian.

19

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Agenda Publik dalam Teori Agenda Setting

Menurut Bernard Cohen adalah bahwa Pers mungkin tidak selalu berhasil

dalam mendorong orang untuk memikirkan sesuatu, tetapi sangat berhasil sekali

dalam mendorong orang untuk menentukan apa yang perlu dipikirkan, pernyataan

Cohen didasarkan pada ide awal Walter Lippmann (1920) tentang dunia luar

dan gambar kepala kita. Diktum Cohen menyatakan bahwa media memiliki

efek tidak langsung bersama dengan, dalam kasus tertentu efek langsung.1

Teori Agenda Setting diperkenalkan oleh Maxwell McCombs dan Donald

L. Shaw dalam tulisan mereka yang berjudul The Agenda Setting Function of

Mass Media yang telah diterbitkan dalam Public Opinion Quarterly pada tahun

1972. Menurut kedua pakar ini jika media memberikan tekanan pada suatu

peristiwa, maka media itu akan memengaruhi khalayak untuk menganggap

penting.2

Teori Penentuan Agenda (Agenda Setting Theory) adalah teori yang

menyatakan bahwa media massa berlaku merupakan pusat penentuan kebenaran

dengan kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran

dan informasi ke dalam agenda publik dengan mengarahkan kesadaran publik

serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa.3

Teori Agenda Setting pertama dikemukakan oleh Walter Lippman (1965)

pada konsep The World Outside and the Picture in our head, penelitian empiris

teori ini dilakukan Mc Combs dan Shaw ketika mereka meneliti pemilihan

presiden tahun 1972. Mereka mengatakan antara lain walaupun para ilmuwan

yang meneliti perilaku manusia belum menemukan kekuatan media seperti yang

disinyalir oleh pandangan masyarakat yang konvensional, belakangan ini mereka

menemukan cukup bukti bahwa para penyunting dan penyiar memainkan peranan

1 Bernard Cohen (1963) sebagaimana dikutip Lynda Lee Kid, Handbook Penelitian

Komunikasi Politik, (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2015), hal. 12 2 Gun Hun Heryanto, Komunikasi Politik Di Era Industri Citra, (Jakarta: Lasswell, 2010).

Hal. 19 3 Little John, Foss, Teori Komunikasi, edisi ke-9. (Jakarta: Salemba Humanika, 2009)

20

yang penting dalam membentuk realitas sosial, ketika mereka melaksanakan tugas

keseharian mereka dalam menyampaikan berita.

Agenda Setting menggambarkan pengaruh yang kuat dari media, terutama

kemampuannya untuk mengatakan isu apa yang penting dan tidak. McComb dan

Shaw menyelidiki kampanye presiden pada tahun 1968, 1972 dan 1976. Dalam

risetnya tahun 1968, mereka fokus pada dua elemen pokok yakni: kesadaran dan

informasi. Dalam riset empiris di sebuah wilayah di Chapel Hill North Caroline.

Saat itu riset mensurvey 100 orang pemilih yang belum memutuskan pilihan

tentang apa yang mereka pikirkan di tengah berita aktual yang dipublikasikan

media. Studi tersebut menemukan bukti bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat,

(0,975) antara urutan prioritas pentingnya 5 isu yang dilansir oleh media di

Chapel Hill dengan urutan prioritas pada responden.

Hasil yang hampir identik dan cocok dengan hipotesis mereka bahwa

media massa memosisikan agenda opini publik dengan penekanan topik-topik

tertentu yang khusus. Alexis S. Tan menyimpulkan bahwa dalam Teori Agenda

Setting, meningkatnya nilai penting suatu topik pada media massa menyebabkan

meningkatnya nilai penting topik tersebut pada khalayak (S.Tan Alexis,

1981:277) yang diberikan media kepada suatu persoalan dengan perhatian yang

diberikan khalayak kepada persoalan itu. Singkatnya, apa yang dianggap penting

oleh media, akan dianggap penting pula oleh masyarakat. Begitu juga sebaliknya

apa yang dilupakan media, akan luput juga dari perhatian masyarakat.4

Sementara Menhein sebagaimana dikutip oleh Effendy mengatakan bahwa

terdapat konseptualisasi agenda yang potensial untuk memahami proses agenda

setting yakni agenda media, agenda khalayak dan agenda kebijakan. Masing-

masing agenda tersebut mencakup dimensi-dimensi sebagai berikut (Effendy,

Onong Uchjana, 2003: 288-289)5. Pertama, untuk agenda media dimensi-

dimensinya:

a. Visibility ( Visibilitas) yakni jumlah dan tingkat perioritas penampakan

berita.

b. Audience salience (tingkat penampakan berita bagi khalayak) yakni

relevansi isi berita dengan kebutuhan khalayak.

4 Little John, Teori Komunikasi

5 Gun Gun, Komunikasi Politik, hal. 20

21

c. Valence (Valensi) yakni menyenangkan atau tidak menyenangkan cara

pemberitaan bagi suatu peritiwa.

Kedua, agenda khalayak, adapun dimensi-dimensi yang biasanya ada dalam

agenda khalayak adalah:

a. Familiarity (keakraban) yakni derajat kesadaran khalayak akan topik

tertentu.

b. Personal Salience (penonjolan pribadi) yakni relevensi kepentingan

dengan ciri pribadi.

c. Favorability (Kesenangan) yakni pertimbangan senang atau tidak senang

akan topik berita.

Ketiga, agenda kebijakan, adapun dimensi-dimensi yang biasanya ada dalam

agenda kebijakan adalah:

a. Support (dukungan) yakni kegiatan menyenangkan bagi yang suatu berita

tertentu.

b. Likelihood of action (kemungkinan kegiatan) kemungkinan pemerintah

melaksanakan apa yang diibaratkan.

c. Freedom of action (kebebasan bertindak) yakni nilai kegiatan yang

mungkin dilakukan pemerintah.

Marketing politik di media massa tentunya tidak lepas dari pembicaraan

soal efek, karena ini merupakan entry point bahasan agenda setting. Komunikator

politik yang hendak menggunakan media massa sebagai medium penyampaian

pesan politik sudah seharusnya memahami masalah efek ini. Efek terdiri dari efek

langsung dan efek lanjutan (subsequent effects). Efek langsung ini berkaitan

dengan isu, apakah isu itu ada atau tidak ada dalam agenda khalayak

(pengenalan): dari semua isu, mana yang dianggap paling penting menurut

khalayak (salience): bagaimana isu itu dirangking oleh responden dan apakah

rangkingan itu sesuai dengan rangking media.

Efek lanjutan berupa persepsi (pengetahuan tentang peristiwa tertentu)

atau tindakan (seperti memilih kontestan atau kandidat dalam Pemilu). Pada

kenyataannya menurut perspektif teori agenda setting, media massa menyaring

artikel, berita atau acara yang disiarkannya. Secara selektif, gatekeepers seperti

22

penyunting, redaksi bahkan wartawan sendiri menentukan mana yang pantas

diberitakan dan mana yang harus disembunyikan.6

Khalayak bukan saja belajar tentang isu-isu masyarakat dan hal-hal lain

melalui media, meraka juga belajar sejauh mana pentingnya suatu isu atau topik

dari penegasan yang diberikan oleh media massa. Misalnya, dalam merenungkan

apa yang diucapkan kandidat selama kampanye, media massa tampaknya

menentukan isu-isu yang penting. Dengan kata lain, media menentukan acara

(agenda) kampanye. Dampak media massa, kemampuan untuk menimbulkan

perubahan kognitif di antara individu-individu, telah dijuluki sebagai fungsi

agenda setting dari komunikasi massa. Disinilah terletak efek komunikasi massa

yang terpenting, kemampuan media untuk menstruktur dunia. Tapi yang jelas

agenda setting telah membangkitkan kembali minat peneliti pada efek komunikasi

massa.

Audience tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya

melalui media massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting

diberikan kepada suatu isu atau topik dari cara media massa memberikan

penekanan terhadap topik tersebut. Misalnya, dalam merefleksikan apa yang

dikatakan para kandidat dalam suatu kempanye pemilu, media massa terlihat

menentukan mana topik yang penting. Dengan kata lain, media massa menetapkan

'agenda' kampanye tersebut. Kemampuan untuk memengaruhi perubahan kognitif

individu ini merupakan aspek terpenting dari kekuatan komunikasi massa. Dalam

hal kampanye, teori ini mengasumsikan bahwa jika para calon pemilih dapat

diyakinkan akan pentingnya suatu isu maka mereka akan memilih kandidat atau

partai yang diproyeksikan paling berkompeten dalam menangani isu tersebut.

McCombs dan Shaw pertama-tama melihat agenda media. Agenda media

dapat terlihat dari aspek apa saja yang coba ditonjolkan oleh pemberitaan media

terebut. Mereka melihat posisi pemberitaan dan panjangnya berita sebagai faktor

yang ditonjolkan oleh redaksi. Untuk surat kabar, headline pada halaman depan,

tiga kolom pada berita halaman dalam, serta editorial, dilihat sebagai bukti yang

cukup kuat bahwa hal tersebut menjadi fokus utama surat kabar tersebut. Dalam

majalah, fokus utama terlihat dari bahasan utama majalah tersebut. Sementara

6 Gun Gun, Komunikasi Politik, hal. 21

23

dalam berita televisi dapat dilihat dari tayangan spot berita pertama hingga berita

ketiga, dan biasanya disertai dengan sesi tanya jawab atau dialog setelah sesi

pemberitaan.

Sedangkan dalam mengukur agenda publik, McCombs dan Shaw melihat

dari isu apa yang didapatkan dari kampanye tersebut. Temuannya adalah, ternyata

ada kesamaan antara isu yang dibicarakan atau dianggap penting oleh publik atau

pemilih tadi, dengan isu yang ditonjolkan oleh pemberitaan media massa.

McCombs dan Shaw percaya bahwa fungsi agenda-setting media massa

bertanggung jawab terhadap hampir semua apa-apa yang dianggap penting oleh

publik. Karena apa-apa yang dianggap prioritas oleh media menjadi prioritas juga

bagi publik atau masyarakat.

Akan tetapi, kritik juga dapat dilontarkan kepada teori ini, bahwa korelasi

belum tentu juga kausalitas. Mungkin saja pemberitaan media massa hanyalah

sebagai cerminan terhadap apa-apa yang memang sudah dianggap penting oleh

masyarakat. Meskipun demikian, kritikan ini dapat dipatahkan dengan asumsi

bahwa pekerja media biasanya memang lebih dahulu mengetahui suatu isu

dibandingkan dengan masyarakat umum. Berita tidak bisa memilih dirinya sendiri

untuk menjadi berita. Artinya ada pihak pihak tertentu yang menentukan mana

yang menjadi berita dan mana yang bukan berita.

Setelah tahun 1990-an, banyak penelitian yang menggunakan teori

agenda-setting semakin menegaskan kekuatan media massa dalam memengaruhi

benak khalayaknya. Media massa mampu membuat beberapa isu menjadi lebih

penting dari yang lainnya. Media mampu memengaruhi tentang apa saja yang

perlu dipikirkan. Lebih dari itu, kini media massa juga dipercaya mampu

memengaruhi bagaimana cara berpikir. Para ilmuwan menyebutnya sebagai

framing. McCombs dan Shaw kembali menegaskan kembali tentang teori agenda

setting, bahwa the media may not only tell us what to think about, they also may

tell us how and what to think about it, and perhaps even what to do about it. 7

Teori agenda setting yang dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan

Donald Shaw dalam Public Opinion Quarterly. Teori Agenda Setting (Agenda

7McCombs , M. dan Shaw, The Agenda setting Fungsi Massa Media, Public Opinion

Quarterly 1972.

24

Setting Theory) adalah teori yang menyatakan bahwa media massa berlaku

merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa untuk

mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik

dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang

dianggap penting oleh media massa. Dua asumsi dasar yang paling mendasari

penelitian tentang penentuan agenda adalah:

1. masyarakat pers dan media massa tidak mencerminkan kenyataan;

mereka menyaring dan membentuk isu.

2. konsentrasi media massa hanya pada beberapa masalah masyarakat

untuk ditayangkan sebagai isu-isu yang lebih penting daripada isu-isu

lain.

Salah satu aspek yang paling penting dalam konsep penentuan agenda adalah

peran fenomena komunikasi massa, berbagai media massa memiliki penentuan

agenda yang potensial berbeda termasuk intervensi dari pemodal.

Media massa berfungsi menyusun agenda untuk diskusi, kebutuhan-

kebutuhan dan kehidupan orang-orang. penting atau tidaknya diskusi tersebut

ditentukan dan diperluas oleh media massa. Menurut teori ini media massa

mempunyai fungsi yang berbeda sesuai dengan jenis mediannya.

Misalnya, televisi mempunyai agenda settingnya berlaku dalam waktu pendek

yang memprioritaskan pada agenda setting sebagai lampu sorot. Adapun pada

surat kabar sangat memperhatikan agenda setting tentang masalah publik, politik,

atau masalah-masalah yang sedang aktual di masyarakat.

Teori Agenda Setting dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa

menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya. Secara selektif,

seperti penyunting, redaksi, bahkan wartawan sendiri menentukan mana yang

pantas diberitkan dan mana yang harus disembunyikan. Setiap kejadian atau isu

diberi bobot tertentu dengan panjang penyajian (ruang dalam surat kabar, waktu

pada televisi dan radio) dan cara penonjolan (ukuran judul, letak pada suratkabar,

frekuensi penayangan, posisi dalam suratkabar, posisi dalam jam tayang). Karena

pembaca, pemirsa, dan pendengar memperoleh kebanyakan informasi melalui

media massa, maka agenda media tentu berkaitan dengan agenda masyarakat

(public agenda). Agenda masyarakat diketahui dengan menanyakan kepada

25

anggota-anggota masyarakat apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka

bicarakan dengan orang lain.

Asumsi dasar dari teori ini mengatakan bahwa agenda media merupakan

pengejawantahan dari agenda publik itu sendiri. Meski dalam pandangan kritis

ada yang menganggap bahwa agenda publik sebenarnya dibentuk oleh media

melalui konten yang dipublikasikan, namun pada konteks penelitian ini konsepsi

publik diletakkan tidak sebagai khalayak pasif semata.

Lalu, pertanyaannya adalah apa itu khalayak?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) khalayak adalah: Segala

yang diciptakan oleh Tuhan (makhluk) atau kelompok tertentu dalam masyarakat

yang menjadi sasaran komunikasi masyarakat ramai, publik, masyarakat banyak,

umum. Khalayak dalam ilmu komunikasi biasa disebut dengan istilah penerima,

sasaran, pembicara, pendengar, pemirsa, audience, decoder atau komunikan.

Ketika mendengarkan pidato, menonton drama, berpartisipasi dalam sebuah

percakapan, atau mengonsumsi media, penonton merupakan anggota dari

khalayak. Khalayak adalah publik yang secara berkesinambungan bertindak

sebagai pengirim maupun penerima pesan.

Khalayak sebagai sekelompok orang yang memiliki motivasi, keputusan,

dan pilihan. Tipe khalayak dibedakan menjadi dua, yaitu: khalayak aktif dan

khalayak pasif. Meski beberapa ahli ilmu komunikasi membagi khalayak atas

khalayak pasif dan aktif, akan tetapi yang dimaksud khalayak aktif adalah

khalayak yang tetap berstatus sebagai konsumen dan tidak sebagai produsen isi

media atau berita. Dalam pembagian posisi khalayak pasif, Biocca menegaskan

bahwa media berkuasa penuh dan memberikan pengaruh yang diterima apa

adanya oleh khalayak8. Kajian yang dilakukan oleh Frank Biocca dalam artikel

Opposing conceptions of the audience. Menyimpulkan beberapa tipologi dari

khalayak aktif di antaranya:

1. audience activity as selectivity. Khalayak aktif dianggap selektif dalam

proses konsumsi media yang mereka pilih untuk digunakan. Mereka tidak

asal-asalan dalam mengkonsumsi media, namun didasari alasan dan

tujuan tertentu.

8 Rulli Nasrullah, Komunikasi Budaya di Era Budaya Siber, (Jakarta: Prenada, 2012).

26

2. audience activity as utuilitarianism. Khalayak aktif dikatakan

mengkonsumsi media dalam rangka suatu kepentingan untuk memenuhi

kebutuhan dan tujuan tertentu yang mereka miliki.

3. audience activity as involvement. Penggunaan secara sengaja dari isi

media.

4. audience activity as imperviousness to influence. Khalayak secara

akktif berfikir mengenai alasan mereka dalam mengkonsumsi media.

berkenaan dengan pelapisan khalayak komunikasi politik, membedakan

politik sebagai berikut:

a) publik umum (general public)

b) publik yang penuh perhatian (the attentive public)

c) elit opini dan kebijakan (The Leadership Public)

Elit opini dan kebijakan merupakan kalangan yang paling aktif minatnya

dalam masalah kepemerintahan dan seringkali sebagai pelaku politik. Sedangkan

publik attentive merupakan khalayak yang menaruh perhatian terhadap diskusi-

diskusi antar elit politik dan seringkali termobilisasi untuk bertindak dalam kaitan

suatu permasalahan politik. Publik umum terdiri dari hampir separuh penduduk,

dalam kenyataannya jarang berkomunikasi dengan para pembuat kebijakan.

Publik attentive merupakan khalayak utama (key audience) dalam

komunikasi politik, karena lapisan publik inilah yang berperan sebagai saluran

komunikasi antar pribadi dalam arus pesan timbal balik antara pemimpin politik

dengan publik umum. Para politisi biasanya memersepsikan gelombang arus opini

di kalangan publik attentive sebagai representasi dari apa yang diyakini, dinilai,

dan diharapkan oleh publik umum (yang kurang berperhatian kepada politik

semasa periode di antara dua pemilu). Dengan kata lain, khalayak yang

mempunyai perhatian itu merupakan lapisan masyarakat yang berkemauan untuk

mengikuti dalam perkembangan politik yang berlangsung. Khalayak yang

memiliki perhatian terhadap perkembangan yang berlangsung yang menyangkut

kepemerintahan dan politik, merupakan suatu faktor yang amat diperlukan bagi

terlaksananya sistem politik yang sehat.9

9Fitri. (2013, September). seberkas catatan fitri. makalah khalayak komunikasi politik ,

hal 3.

27

Khalayak dalam hal ini juga memiliki agenda tersendiri; yang dalam fokus

penelitian ini adalah partai politik PPP dari dua kubu sebenarnya juga sedang

bertarung dalam memilih dan mengkonstruksi agenda publik. Tentu harapan

selanjutnya adalah agenda publik yang dibentuk menjadi perhatian dan

selanjutnya menjadi agenda media.

B. Peforma Komunikasi (Communication Performance)

Salah satu teori yang bisa mendekati agenda khalayak atau publik dalam

komunikasi politik adalah performa komunikasi dari pelaku-pelaku itu sendiri.

Menurut Pacanowsky dan ODonnel Trujillo (1982) performa komunikasi

(Communication Performance) adalah metafora yang menggambarkan proses

simbolik dari pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi.

Performa organisasi sering kali memiliki unsur teatrikal, baik supervisor maupun

karyawan memilih untuk mengambil peranan atau bagian tertentu dalam

organisasi mereka.10

Walaupun sistem kategori tidak selamanya eksklusif, publik akan

mendapatkan gambaran sejauh mana organisasi bervariasi dalam hal bagaimana

perilaku manusia dapat dipahami. Para teoretikus menjabarkan ilmu performa

sebagai: pertama, semua performa komunikasi yang terjadi secara teratur dan

berulang disebut performa ritual (ritual performance). Ritual terdiri dari ata empat

jenis personal, tugas, sosial dan organisasi. Ritual personal (personal ritual)

mencakup semua hal yang anda lakukan secara rutin, ditempat kerja. Misalnya,

banyak anggota organisasi secara teratur megecek pesen suara atau email mereka

ketika mereka bekerja tiap hari. Ritual tugas (task ritual) adalah perilaku rutin

yang dikaitkan dengan pekerjaan seseorang. Ritual tugas membantu

menyelesaikan pekerjaan. Misalnya, ritual tugas seorang karyawan di Departemen

Kendaraan Bermotor termasuk mengeluarkan ujian mata atau tertulis, mengambil

foto dari calon pengemudi, melaksanakan ujian mengemudi, memverifikasi

asuransi mobil dan menerima pembayaran. Ritual sosial (social ritual) adalah

rutinitas verbal dan nonverbal yang biasanya mempertimbangkan interkasi dengan

orang lain. Misalnya beberapa anggota organisasi berkumpul bersama untuk

10

Richard West & Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analsisi dan Aplikasi

(Jakarta: Salemba Humanika, 2008) hal. 325

28

menghabiskan waktu bersama di sebuah tempat pada akhir pekan untuk

merayakan akhir pekan. Ritual sosial juga dapat mencakup perilaku nonverbal di

dalam organisasi di dalam organisasi termasuk Jumat kasual dan penghargaan

karyawan terbaik bulan ini. Yang terakhir, yaitu ritual organisasi (organizational

ritual) adalah kegiatan perusahaan yang sering dilakukan seperti rapat divisi, rapat

fakultas dan piknik perusahaan seperti yang diikuti oleh Fran Callahan.

Kedua, performa sosial (social performance) merupakan perpanjangan

sikap santun dan kesopanan untuk mendorong kerja sama antara anggota

organisasi. Pepatah mengatakan: hal kecil memulai hal yang besar berhubungan

langsung dengan performa ini baik dengan senyum atau sapaan selamat pagi,

menciptakan suatu rasa kekeluargaan sering kali merupakan bagian dari budaya

organisasi. Akan tetapi, sering kali sangat sulit untuk bersikap sopan, ketika

suasana sedang tegang, sungguh merupakan hal yang sulit dan terkadang menjadi

tidak tulus untuk tersenyum dan mengucapkan selamat pagi pada orang lain.

Kebanyakan organisasi menginginkan untuk mempertahankan perilaku yang

profesional, bahkan pada masa sulit dan performa sosial membantu tercapainya

hal itu.11

Ketiga, performa politis yakni ketika budaya organisasi

mengkomunikasikan performa politis (political performance), budaya ini sedang

menjalankan kekusasaan atau kontrol. Mendapatkan dan mempertahankan

kekusasan dan kontrol merupakan ciri dari kehidupan korporat di Amerika

Serikat. Walaupun demikian, karena banyak organisasi bersifat hierarki, harus ada

seseorang dengan kekuasaan untuk mencapai segala sesuatu dan memiliki cukup

kontrol untuk mempertahankan dasar-dasar yang ada. Ketika anggota organisasi

terlibat dalam performa politik, mereka mengkomunikasikan keinginan untuk

memengaruhi orang lain. Hal ini bukanlah selalu merupakan hal yang buruk.

Misalanya, pengalaman sekelompok perawat di Rumah Sakit Spring Valley,

selama bertahun-tahun para perawat cukup puas dengan status kelas dua mereka

bila dibandingkan dengan para dokter. Baru-baru ini, para perawat memutuskan

untuk menyalurkan perlakuan ini. Mereka berbicara pada para dokter, kepala staff

11

Richard West & Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analsisi dan Aplikasi

(Jakarta: Salemba Humanika, 2008) hal. 325

29

medis lainnya dan kepada pasien. Dalam hal ini, mereka sedang menjalankan

lebih banyak kekuasaan terhadap pekerjaan mereka. Performa politis budaya

mereka berpusat pada pengakuan akan kompetensi mereka sebagai tenaga medis

profesional dan untuk komitmen mereka terhadap misi dari rumah sakit tersebut.

Tujuan mereka adalah untuk dilegitimasi di rumah sakit oleh para dokter, rekan

kerja dan para pasien. Performa mereka tak diragukanlagi sangat penting dalam

membangun budaya organisasi yang berbeda.

Keempat, performa enkultrasi (enculturation performance) merujuk pada

bagaimana anggota mendapatkan pengetahuan dan keahlian untuk dapat menjadi

anggota organisasi yang mampu berkontribusi. Performa-performa ini dapat

berupa sesuatu yang perannya mendemonstrasikan kompetisi seseorang anggota

dalam sebuah organisasi. Misalnya, beberapa performance akan dilakukan untuk

mengenkulturasi Fran ke dalam posisinya yang baru. Ia akan mengamati dan

mendengarkan kolega-koleganya, menampilkan pemikiran dan perasaan mereka

terhadap beberapa isu, di antaranya jam kerja, diskon karyawan dan newsletter

perusahaan. Fran saja memulai untuk mengetahui budaya organisasi tersebut.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, performa-performa ini dapat

saling tumpang tindih. Mungkin karenanya, untuk menganggap performa sosial

sebagai performa ritual. Tindakan kesopanan dianggap personal (dan bahkan

tugas) ritual. Oleh karenanya, performa tersebut dapat menjadi sosial maupun

ritual. Selain itu, performa dapat muncul dari keputusan yang dibuat secara sadar

untuk melakukan apa yang dipikirkan atau dirasakan mengenai suatu isu, seperti

dalam contoh mengenai para perawat di Rumah Sakit Spring Valley atau

performa ini dapat menjadi lebih intuitif, seperti dalam contoh ini mengenai Frans

Callahn. Jelas bahwa Pacanowsky dan ODonnell Trujillo yakin bahwa performa

komunikatif sangat penting bagi budaya secara organisasi.

Terkait dengan performa komunikasi, perlu kiranya untuk melihat dampak

dari proses komunikasi politik itu sendiri. Komunikasi politik adalah komunikasi

yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik atau berkaitan dengan

kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintahan. Atau komunikasi yang

terjadi antara pemegang kekuasaan (pemerintah/partai pemerintah) dengan

masyarakat/rakyat/yang diperintah.

30

Komunikasi politik tentu saja berdampak pada khalayaknya. Bagaimana

khalayak merespon atau menerima pesan yang disampaikan oleh komunikator

politik. Dampak komunikasi politik ada 3 (tiga) yakni:

Pertama, dampak komunikasi politik yang pertama adalah dampak

kognitif. Dampak kognitif berhubungan dengan perubahana perilaku berkaitan

dengan pengetahuan khalayak terhadap pesan yang di sampaikan. Dampak ini

dapat merubah atau memengaruhi pengetahuan khalayak terhadap informasi atau

pesan politik yang disampaikan oleh komunikator politik. Dampak yang timbul

adalah memecahkan ambiguitas dalam pikiran orang, menyajikan bahan mentah

bagi interpretasi personal, memperluas realitas sosial dan politik, menyusun

agenda dan media juga bermain di atas sistem kepercayaan orang. Paragraf

tersebut memiliki arti, komunikasi politik misalkan yang dilakukan oleh media-

media elektronik, contohnya antv dan tvone yang gencar-gencarnya mengiklankan

partai Golkar dan Aburizal Bakrie. Dengan berbagai iklan pencitraan yang dibuat

oleh Bakrie dengan tagline-tagline yang menarik seperti misalnya ARB

presidenku, Golkar sahabat petani. Dengan retorika-retorika semacam itu

otomatis telah tertanam dalam pikiran masyarakat bahwa partai golkar adalah

sahabat para rakyat, partai ini benar-benar memperhatikan rakyat, rakyat adalah

hal yang paling diutamakan oleh partai ini. Kemudian, dengan berbagai macam

iklan yang menyentuh jiwa sosial, anak muda, dan lain-lain, maka komunikasi

yang dilakukan oleh partai golkar dan ARB berusaha untuk menanamkan pikiran

dalam masyarakat bahwa Golkar pantas untuk dipilih saat pemilu nanti.

Dampak kedua dari komunikasi politik adalah dampak afektif. Dampak ini

berhubungan dengan perubahan sikap. Perubahan sikap yang dimaksud adalah

bagaimana khalayak menyikapi atau mengambil sikap dari retorika-retorika yang

disampaikan oleh para aktor politik (komunikator politik). Apakah mereka akan

mengikuti setiap yang disampaikan ataukah mereka memiliki pemikiran sendiri

untuk menentukan. Perubahan afektif ini efeknya adalah pemahaman khalayak

terhadap pesan yang disampaikan. Dampak tersebut antara lain:

a. Seseorang dapat menjernihkan/mengkristalkan nilai politik melalui

komunikasi politik.

b. Komunikasi bisa memperkuat komunikasi politik.

31

c. Komunikasi politik bisa memperkecil nilai yang dianut.

Dampak yang ketiga adalah dampak konatif. Dampak konatif

berhubungan dengan perubahan perilaku. Perilaku yang dimaksud adalah perilaku

dalam melaksanakan pesan komunikasi politik yang diterima dari komunikator

politik. Dampak konatif ini contohnya antara lain: 1) Partisipasi politik: nyata

memberikan suara dalam pemilu. Maksudnya, saat kampanye, seluruh aktor

politik mengkomunikasikan pesannya yang bertujuan untuk mengajak atau

mempersuaisi memilih partai politiknya. Atau 2) Bersedia melaksanakan

kebijakan serta keputusan politik yang dikomunikasikan oleh komunikator politik.

Performa komunikasi juga memunculkan apa yang disebut dengan citra.

Citra merupakan salah satu aset terpenting dalam suatu perusahaan atau

organisasi. Menurut Bill Canton dalam Sukatendel (1990) mengatakan bahwa

citra adalah kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan; kesan

yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi).

Sukatendel menambahkan citra itu dengan sengaja perlu diciptakan agar bernilai

positif.12

Citra adalah cara bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan,

seseorang, suatu komite, atau suatu aktivitas. Frank Jefkins, dalam bukunya

Public Relations Technique, menyimpulkan bahwa secara umum, citra diartikan

sebagai kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil

dari pengetahuan dan pengalamannya. Dalam buku Essential of public Relation,

Jefkins menyebut bahwa citra adalah kesan yang diperoleh berdasarkan

pengetahuan dan pengertian seseorang tentang fakta-fakta atau kenyataan.

Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya, Psikologi Komunikasi menyebutkan bahwa

citra adalah penggambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas,

citra adalah dunia menurut persepsi.13

Prosese konstruksi citra melalui media, dilihat dari perspektif kerangka

teori Berger dan Luckman (1990), berlangsung melalui suatu interaksi sosial.

Proses dialektis yang menampilkan tiga bentuk realitas yakni subjective reality,

12

Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto. Dasar-Dasar Public Relation. (Bandung,

Remaja Rosdakarya). 2012. cet. Ke-VIII. h. 112 13

Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto. Dasar-Dasar Public Relation. (Bandung:

Simbiosa Rekatama Media, 2012), hal. 114

32

symbolic reality, objective reality. Ketika seorang tokoh tampil sebagai fakta yang

berada di luar diri publik, dan tampil seperti apa adanya itulah objective reality.

Sementara itu, semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati sebagai objective

reality termasuk di dalamnya isi medi (media content), dikategorikan sebagai

simbolic reality. Pada realitas simbolik inilah sebenarnya terletak kekuatan media.

Karena secara nyata, konstruksi definisi tentang realitas yang dimiliki individu-

individu (subjective reality) ini sangat dipengaruhi oleh ekspresi simbolik yang

diberikan media. Realitas simbolik di televisi, majalah, koran, radio dan lain-

lainnya inilah yang kemudian memengaruhi opini warga masyarakat.14

Dari beberapa pengertian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa

bahwa, citra adalah upaya untuk memengaruhi persepsi orang lain agar

menimbulkan kesan positif maupun upaya untuk mencapai popularitas. Dalam

politik, semakin dapat menampilkan citra yang baik, semakin besar peluangnya

untuk berkuasa.

Citra adalah kesan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengetahuan

dan pengertiannya tentang fakta-fakta atau kenyataan. Untuk mengetahui citra

seseorang terhadap suatu obyek dapat diketahui dari sikapnya terhadap obyek

tersebut. Solomon, seperti dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat menyatakan, semua

sikap bersumber pada organisasi kognitif pada informasi dan pengetahuan yang

dimiliki. Tidak akan ada teori sikap atau aksi sosial yang tidak didasarkan pada

penyelidikan tentang dasar-dasar kognitif. Efek kognitif dari komunikasi sangat

memengaruhi proses pembentukan citra seseorang. Citra terbentuk berdasarkan

pengetahuan dan informasi-informasi yang diterima seseorang. Komunikasi tidak

secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung memengaruhi

cara kita tentang lingkungan.15

Proses pembentukan citra dalam struktur kognitif yang sesuai dengan

pengertian sistem komunikasi dijelaskan oleh John S. Nimpoeno, dalam laporan

penelitian tentang tingkah laku konsumen, seperti yang dikutip Danasaputra,

sebagai berikut:

Public Relations digambarkan sebagai input-output, proses intern dalam

model ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang

14

Gun Gun. Komunikasi Politik, hal. 91 15

Soemirat dan Ardianto. Dasar-Dasar Public Relation, hal 114

33

diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Citra itu sendiri

digambarkan melalui persepsi-kognisi-motivasi-sikap. Keempat komponen itu

diartikan sebagai mental representation (citra) dari stimulus.

Model pembentukan citra ini menunjukkan bagaimana stimulus yang

berasal dari luar diorganisasikan dan memengaruhi respons. Stimulus (rangsang)

yang diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Jika rangsang ditolak

proses selanjutnya tidak akan berjalan, hal ini menunjukkan bahwa rangsang

tersebut tidak efektif dalam memengaruhi individu karena tidak ada perhatian dari

individu tersebut. Sebaliknya, jika rangsang itu diterima oleh individu, berarti

terdapat komunikasi dan terdapat perhatian dari organisme, dengan demikian

proses selanjutnya dapat berjalan.16

Empat komponen persepsi-kognisi-motivasi-sikap diartikan sebagai citra

individu terhadap rangsang. Ini disebut sebagai picture in our head oleh Walter

Lipman. Jika stimulus mendapat perhatian, individu akan berusaha untuk

mengerti tentang rangsang tersebut. Persepsi diartikan sebagai hasil pengamatan

terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan.

Dengan kata lain, individu akan memberikan makna terhadap rangsang

berdasarkan pengalamannnya mengenai rangsang. Kemampuan mempersepsi

itulah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra. Persepsi atau pandangan

individu akan positif apabila informasi yang diberikan oleh rangsang dapat

memenuhi kognisi individu.

Kognisi, yaitu suatu keyakinan diri dari individu terhadap stimulus.

Keyakinan ini akan timbul apabila individu telah mengerti rangsang tersebut,

sehingga individu harus diberikan informasi-informasi yang cukup yang dapat

memengaruhi pembagian kognisinya.

Motivasi dan sikap yang ada akan menggerakkan respons seperti yang

diinginkan oleh pemberi rangsang. Motif adalah keadaan dalam pribadi seseorang

yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu

guna mencapai suatu tujuan. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi,

berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan

perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara

16

Soemirat dan Ardianto. Dasar-Dasar Public Relation, hal 115

34

tertentu. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap menentukan

apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang

disukai, diharapkan dan diinginkan. Sikap mengandung aspek evaluatif, artinya

mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sikap ini juga dapat

diperteguh atau diubah.

Proses pembentukan citra pada akhirnya akan menghasilkan sikap,

pendapat, tanggapan atau perilaku tertentu.17

Untuk mengetahui bagaimana citra

suatu perusahaan atau lembaga di benak publiknya dibutuhkan adanya suatu

penelitian. Melalui penelitian, perusahaan dapat mengetahui secara pasti sikap

publik terhadap lembaganya, me