8
Stratigrafi Jawabarat (Cekungan Bogor) 1. Formasi Ciletuh Penyelidikan terdahulu, seperti Anonymous (1939), van Bemmelen (1949), Soekamto (1975) serta Tayib dkk. (1977) beranggapan bahwa kedudukan Formasi Ciletuh terhadap satuan melange dibawahnya sebagai kedudukan tidak selaras. Pendapat ini pada hakekatnya dilandasi oleh anggapan bahwa endapan mélange yang kompak sebagai endapan Pra- Tersier, sehingga adanya rombakan endapan melange ini pada bagian bawah Formasi Ciletuh dianggap sebagai tanda ketidak

Stratigrafi Dan Evolusi Cekungan Jawa Barat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Stratigrafi Jawa Barat

Citation preview

Page 1: Stratigrafi Dan Evolusi Cekungan Jawa Barat

Stratigrafi Jawabarat (Cekungan Bogor)

1. Formasi Ciletuh

Penyelidikan terdahulu, seperti Anonymous (1939), van Bemmelen (1949), Soekamto (1975) serta Tayib dkk. (1977) beranggapan bahwa kedudukan Formasi Ciletuh terhadap satuan melange dibawahnya sebagai kedudukan tidak selaras. Pendapat ini pada hakekatnya dilandasi oleh anggapan bahwa endapan mélange yang kompak sebagai endapan Pra- Tersier, sehingga adanya rombakan endapan melange ini pada bagian bawah Formasi Ciletuh dianggap sebagai tanda ketidak selarasan. Soejono, Suparka, Hadiwisastra (1978) berkesimpulan bahwa kedudukan ini adalah selaras. Hal ini mengingat kisaran waktu antara kedua batuan tersebut adalah sama. Dari urutan ciri litologi maupun struktur dan ciri fosilnya Formasi Ciletuh adalah menyamai ciri litologi, struktur dan

Page 2: Stratigrafi Dan Evolusi Cekungan Jawa Barat

fosil dari endapan prisma akresi atau “pond deposits” (Karig, 1975), sehingga berdasar model prisma akresi dari Karig dan Sharman (1975), kejadian kedua satuan tersebut dapat dikatakan tidak terputus.

Lingkungan Pengendapan Mulajadi dari Formasi Ciletuh telah dibahas secara mendalam oleh Soejono, Suparka, Hadiwisastra (1978). Dalam tulisannya bagian bawah dari formasi ini telah ditafsirkan sebagai “pond deposits” atau endapan lereng atas dari suatu sistem akresi pada umur Eosen Awal. Lingkungan pengendapan dari satuan ini, dari laut dalam pada bagian bawah, berubah secara berangsur ke lingkungan laut dangkal di bagian atasnya.

2. Formasi Bayah

Ciri batuan Formasi Bayah, dimulai oleh pasir dari lingkungan laut transisi (sand bar) sebagaimana terlihat di tepi pantai Bayah- Malingping. Ke arah atas berubah menjadi pasir konglomeratan, sisipan lempung umumnya sangat sedikit dengan struktur silang siur cekung dan planar. Bagian teratas sebagaimana terlihat pula di G. Walat

Page 3: Stratigrafi Dan Evolusi Cekungan Jawa Barat

dan di Bayah, umumnya didominer oleh pasir konglomeratan dengan selingan lempung dan batubara. Ciri sedimen di bagian atas ini menunjukkan ciri lingkungan sungai meander, Formasi Bayah merupakan puncak pendangkalan dari sistem akresi di Pulau Jawa ini. Sebagian daerah, atau mungkin seluruh daerah Jawa bahkan dapat pula sebagian besar daerah paparan Sunda, merupakan daratan pada waktu itu.

Dari penyelidikan petrografi dan mineralogi,disimpulkan bahwa sumber batuan dari Fm. Bayah adalah bersifat granitan dan metamorf. Pada Fm. Bayah tidak pernah ditemukan fragmen batuan asal gunungapi. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Fm. Jatibarang (termasuk andesit Cikotok) sudah bukan merupakan sumber batuan lagi. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pada waktu Formasi Bayah diendapkan, tidak ada aktifitas volkanisme pada sistem busur Pulau Jawa ini. Polaritas sistem penunjaman pada waktu ini tetap, sebagaimana waktu sebelumnya, yakni lautan terbuka di Selatan - Tenggara dan daratan di belahan utara. Hal ini dapat dibuktikan dari arah-arah arus purba pada Formasi Bayah ini.

3. Formasi Jatibarang4. Formasi Batuasih5. Formasi Rajamandala6. Formasi Jampang7. Formasi Citarum8. Formasi Saguling9. Formasi Bantargadung10. Formasi Cimandiri11. Formasi Bojonglopang12. Formasi Cigadung13. Formasi Cantayan14. Formasi Cinambo15. Formasi Cibulakan16. Formasi Parigi17. Formasi Bojongmanik18. Formasi Subang19. Formasi Kaliwangu20. Formasi Citalang21. Formasi Tambakan

Sintesa Evolusi Cekungan Jawabarat dan Proses Regresi – Transgresi

Kala Kapur (?) - Awal EosenBatuan tertua di Cekungan Bogor dan juga di Jawa Barat berumur Eosen Awal didapatkan di Teluk

Ciletuh, Pelabuhan Ratu. Sebelum kala ini di Ciletuh diendapkan Kompleks Melange Ciletuh, yang berupa batuan “campur aduk” (melange) dengan struktur rancu.

Page 4: Stratigrafi Dan Evolusi Cekungan Jawa Barat

Kala Eosen Tengah

Page 5: Stratigrafi Dan Evolusi Cekungan Jawa Barat

Pada Kala Eosen Tengah, di daerah Jawa Barat, pola struktur maupun tektoniknya masih mengikuti pola sebelumnya (gambar 100). Disini mulai terlihat aktifnya gerak turun sepanjang Sesar Cimandiri yang berupa sesar di belakang busur luar. Pada kala ini pula Cekungan Bogor mulai terbentuk. Pengendapan di Proto Cekungan Bogor ini umumnya berupa endapan darat sampai laut transisi, dimana diendapkan Formasi Bayah. Arah pengendapan dapat dilihat dari arah lapisan silang siur pada formasi ini, yakni relatif dari arah utara. Kemungkinan besar suatu sistem delta berkembang di daerah ini.

Formasi Bayah umumnya terdiri dari kwarsa, dan tidak didapatkan fragmen batuan asal gunungapi. Dari diagram ZGT (lihat Formasi Bayah) ditafsirkan bahwa batuan asalnya adalah berupa batuan granit dan sedikit batuan metmorf. Kesirnpulan yang dapat ditarik adalah, bahwa pada Kala Eosen Tengah tidak ada aktifitas gunungapi di utara Jawa Barat ini. Formasi Jatibarang kemungkinan sebagian besar telah tertutup oleh endapan lain.Kala Oligo-Miosen (N3 - N4)

Page 6: Stratigrafi Dan Evolusi Cekungan Jawa Barat

Pada akhir Kala Oligosen, di Jawa Barat dan juga di lepas pantai terjadi peristiwa yang penting. Pengangkatan yang aktif di utara mulai berkurang dan kemudian diikuti oleh penurunan. Penurunan ini telah membentuk Cekungan

Bogor berkembang lebih nyata. Daerah yang mula-mula digenangi laut adalah daerah paling selatan dari Cekungan Depan Busur Magmatik di sepanjang Sesar Cimandiri. Daerah ini sekarang terletak di sekitar Sukabumi menerus ke Purwakarta, mengikuti pola sesar yang ada. Di daerah ini diendapkan Formasi Cijengkol (di Bayah) dan Formasi Batuasih yang bersifat laut transisi. Sementara itu di daerah Ciletuh dan Jampang, masih tetap merupakan daratan. Penurunan di utara Sesar Cimandiri menerus, sehingga pada akhir Oligosen, lingkungan di daerah ini sudah menjadi lautan. Kondisi lautan ini telah memungkinkan pertumbuhan terumbu pada pinggir selatan cekungan, dari mulai Sukabumi - Rajamandala dan G. Kromong.

Sementara itu di utara dari jajaran terumbu ini lautan makin dalam. Ke arah utara, transgresi dimulai dari selatan dan timur. Pada umur N4 (Blow, 1969) daerah Purwakarta sebelah utara sudah mulai digenangi laut (PWK No.1). Pada kala ini pola paleogeografi di Jawa Barat adalah sama dengan Kala Oligosen Awal, hanya kondisi lautan dan daratan lebih nyata.

Pada Oligo-Miosen ini daerah lautan terletak di utara Sesar Cimandiri dengan bagian terdalam diperkirakan di sekitar Purwakarta. Sebelah selatan Sesar Cimandiri pada akhir Oligo-Miosen diperkirakan masih pada keadaan darat. Hal ini dibuktikan dengan adanya ketidak selarasan antara Oligosen dan Miosen di lepas pantai Cilacap (Bolliger dan Ruiter, 1975).

Morfologi Cekungan di Jawa Barat pada akhir Kala Oligosen atau Oligo-Miosen, adalah sebagai berikut (gambar 100) : di lepas pantai utara Jawa berupa daratan, makin ke selatan berubah ke laut dangkal, seterusnya ke laut dalam di poros Cekungan Bogor.Kala Miosen Awal (N5 - N8) Kala Awal Miosen Tengah (N9 - N13) Kala Akhir Miosen Tengah (N12 - N15) Kala Miosen Akhir (N15 - N18) Kala Pliosen Kala Plistosen - Resen