46
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah mengenai “Stres akibat Kerja” ini dengan waktu yang telah ditentukan. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.Ismiralda Siregar atas ketersediaan beliau sebgai pembimbing dalam penulisan makalah ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari kepaniteraan klinik Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penulis berharap, makalah ini dapat membantu mahasiswa untuk lebih memahami mengenai topik ini. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, baik dari segi materi ataupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima asih. Semoga makalah ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan. 1

Stres Kerja

Embed Size (px)

DESCRIPTION

stress

Citation preview

Page 1: Stres Kerja

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat

rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah

mengenai “Stres akibat Kerja” ini dengan waktu yang telah ditentukan.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada dr.Ismiralda Siregar atas ketersediaan beliau sebgai pembimbing

dalam penulisan makalah ini.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari kepaniteraan klinik

Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis berharap, makalah ini dapat membantu mahasiswa untuk lebih memahami

mengenai topik ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, baik

dari segi materi ataupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala

kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak

baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima asih. Semoga makalah

ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya di bidang kesehatan.

Medan, 15 Mei 2015

Penulis

1

Page 2: Stres Kerja

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan........................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stres dan Stres Kerja....................................................... 3

2.2 Jenis-Jenis Stres............................................................................. 6

2.3 Sumber Stres.................................................................................. 11

2.4 Gejala-Gejala dan Dampak Stres.................................................. 21

2.5 Manajemen Stres dan Teknik Pengurangan Stres......................... 26

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Studi Kasus.................................................................................... 33

3.2 Ulasan............................................................................................ 35

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan.................................................................................... 38

4.2 Saran.............................................................................................. 39

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 40

2

Page 3: Stres Kerja

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai orang yang mengalami

stres. Stres tersebut tidak hanya dalam kehidupan sosial-ekonominya saja tetapi

juga dalam bekerja. Pekerjaan yang terlalu sulit serta keadaan sekitar yang penat

juga akan dapat menyebabkan stres dalam bekerja.

Banyak orang yang tidak menyadari gejala timbulnya stres tersebut dalam

kehidupannya padahal apabila kita mengetahui lebih awal mengenai gejala stres

tersebut kita dapat mencegahnya. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan maksud

agar terjaminnya keamanan dan kenyamanaan dalam bekerja. Apabila seseorang

yang mengalami stres melakukan pekerjaan itu malah akan mengganggu

kestabilan dalam bekerja.

Untuk menjaga kestabilan kerja tersebut psikologi seseorang juga harus stabil

agar terjadi sinkronisasi yang harmonis antara faktor kejiwaan serta kondisi yang

terjadi. Jadi kita harus benar-benar memperhatikan secara lebih baik lingkungan

yang dapat mempengaruhi psikologi (kejiwaan) seseorang sehingga stres dapat

dicegah.

Namun tidak dapt dipungkiri bahwa stres dalam bekerja pasti akan terjadi

pada setiap karyawan/pekerja. Mereka mengalami stres karena pengaruh dari

pekerjaan itu sendiri maupun lingkungan tempat kerja. Seseorang yang

mengalami stres dalam bekerja tidak akan mampu menyelesaikan pekerjaannya

dengan baik. Disinilah muncul peran dari perusahaan untuk memperhatikan setiap

kondisi kejiwaan (stres) yang dialami oleh pekerjanya. Dalam hal ini perusahaan

dapat menentukan penanganan yang terbaik bagi pekerja tersebut serta tidak

mengurangi kinerja karyawan tersebut.

Melihat kejadian stres yang sering terjadi serta bagaimana penanganannya

yang baik akan dibahas dalam makalah ini agar kita bisa mengetahui bagaimana

stres dan penanggulangannya serta pencegahan stres itu terutama dalam bekerja.

3

Page 4: Stres Kerja

1.2 Tujuan Penulisan

Mahasiswa dapat mengerti dan menjelaskan tentang defenisi stres dan stres

kerja, jenis-jenis stres, sumber stres, gejala stres dan dampak yang

ditimbulkan oleh stres itu sendiri, dan bagaimana cara mencegah stres kerja.

1.3 Manfaat

Makalah ini dapat memberikan maanfaat kepada penulis dan pembaca

khusunya yag terlibat dalam bidang kesehatan dan masyarakat secara

umunya dapat menambah wawasan tentang managemen stres akibat kerja.

4

Page 5: Stres Kerja

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stres dan Stres Kerja

Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan

bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang,

misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara

obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan

atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.

Stres adalah satu abstraksi. Orang tidak dapat melihat pembangkit stres

(stressor). Yang dapat melihat ialah akibat dari pembangkit stres. Menurut Dr.

Hans Selye, guru besar dari Universitas Montrealdan penemu stres. Sebagai

seorang ahli faal, ia terutama tertarik pada bagaimana cara stres mempengaruhi

badan. Ia mengamati serangkaian perubahan biokimia dalam sejumlah organisme

yang beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan lingkungan. Rangkaian

perubahan ini ia namakan general adption syndrome, yang terdiri dari tiga tahap.

Tahap pertama, ia namakan tahap ’alarm’ (tanda bahaya). Organisme berorientasi

terhadap tuntutan yang diberikan oleh lingkungannya dan mulai menghayatinya

sebagai ancaman. Tahap ini tidak dapat tahan lama. Organisme memasuki tahap

kedua, tahap resistance (perlawanan). Organisme memobilisasi sumber-

sumbernya supaya mampu menghadapi tuntutan. Jika tuntutan berlangsung lebih

lama, maka sumber-sumber penyesuaian ini mulai habis dan organisme mencapai

tahap terakhir, yaitu tahap exhaustion (kehabisan tenaga).

Jika diterapkan pada orang, maka sindrom adaptasi umum dari Selye dapat

diuraikan secara singkat sebagai berikut: jika seseorang untuk pertama kali

mengalami situasi penuh stres, maka mekanisme pertahanan dalam badan

diaktifkan: kelenjar-kelenjar mengeluarkan/melepaskan adrenalin, cortisone dan

hormon-hormon lain dalam jumlah yang besar, dan perubahan-perubahan yang

terkoordinasi berlangsung dalam sistem saraf pusat (tahap alarm). Jika exposure

(paparan) terhadap pembangkit stres bersinambung dan badan mampu

menyesuaikan, maka terjadi perlawanan terhadap sakit. Reaksi badaniah yang

khas terjadi untuk menahan akibat-akibat dari pembangkit stres (tahap resistance).

5

Page 6: Stres Kerja

Tetapi jika paparan terhadap stres berlanjut, maka mekanisme pertahanan badan

secara perlahan-lahan menurun sampai menjadi tidak sesuai, dan satu dari organ-

organ gagal untuk berfungsi sepatutnya. Proses pemunduran ini dapat mengarah

ke penyakit dari hampir semua bagian dari badan (tahap exhaustion).

Smith (1981) mengemukakan bahwa konsep stres kerja dapat ditinjau dari

beberapa sudut, yaitu: pertama, stres kerja merupakan hasil dari keadaan tempat

kerja. Contoh: keadaan tempat bising dan ventilasi udara yang kurang baik. Hal

ini akan mengurangi motivasi karyawan. Kedua, stres kerja merupakan hasil dari

dua faktor organisasi yaitu keterlibatan dalam tugas dan dukungan organisasi.

Ketiga, stres terjadi karena faktor “workload” juga faktor kemampuan melakukan

tugas. Keempat, akibat dari waktu kerja yang berlebihan. Kelima, adalah faktor

tanggung jawab kerja. Keenam, tantangan yang muncul dari tugas. Kesimpulan

stres kerja merupakan hasil yang disebabkan oleh faktor-faktor di atas.

Heilriegel & Slocum (1986) mengatakan bahwa stres kerja dapat disebabkan

oleh empat faktor utama, yaitu konflik, ketidakpastian, tekanan dari tugas serta

hubungan dengan pihak manajemen. Jadi stres kerja merupakan umpan balik atas

diri karyawan secara fisiologis maupun psikologis terhadap keinginan atau

permintaan organisasi. Kemudian dikatakan pula bahwa stres kerja merupakan

faktor-faktor yang dapat member tekanan terhadap produktivitas dan lingkungan

kerja serta dapat mengganggu individu tersebut. Stres kerja yang meningkatkan

motivasi karyawan dianggap sebagai stres yang positif (eustres). Sebaliknya

“Stresor” yang dapat mengakibatkan hancurnya produktivitas kerja karyawan

dapat disebut sebagai stres negative (distres).

Kemudian stres kerja dapat disimpulkan sebagi suatu kondisi dari hasil

penghayatan subjektif individu yang dapat berupa interaksi antara individu dan

lingkungan kerja yang dapat mengancam dan member tekanan secara psikologis,

fisiologis, dan sikap individu.

6

Page 7: Stres Kerja

2.2 Jenis-Jenis Stres

Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:

1) Eustres, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan

konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan

individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan,

fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.

2) Distres, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif,

dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu

dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran

(absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit,

penurunan, dan kematian.

2.3 Sumber Stres

Sumber stres (stresor) adalah suatu kondisi, situasi atau peristiwa yang dapat

menyebabkan stres. Dalam hal ini Newstrom dan Davis (1993, hlm.459)

mengatakan bahwa “conditions that tend to cause stres are called stresors”.

Ada berbagai sumber stres yang dapat menyebabkan stres di perusahaan

diantaranya adalah faktor pekerjaan itu sendiri dan diluar pekerjaan itu. Pendapat

ini sejalan dengan Tosi (1971) yang menyebutkan bahwa ada lima macam faktor

yang menyebabkan stres dan berhubungan dengan pekerjaan individu, tekanan

peran, kesempatan perlibatan diri dalam tugas, tanggung jawab individu, dan

faktor organisasi.

Pada dasarnya, sumber stres merupakan hasil interaksi dan transaksi antara

seseorang individu dengan lingkungannya. Dalam pembahasan ini lingkungan

individu tersebut dapat digolongkan menjadi dua faktor sebagai sumber dari stres,

yaitu faktor-faktor pekerjaan dan faktor-faktor diluar pekerjaan itu sendiri.

1. Faktor-Faktor PekerjaanCooper (dalam Munandar, 2001) secara perinci menemukan bahwa ada 5

macam faktor pekerjaan yang menyebabkan stres, yaitu 1) faktor-faktor

intrinsic dalam pekerjaan (tuntutan fisik dan tugas); 2) pengembangan karier

(kepastian pekerjaan dan ketimpangan status); 3) hubungan dalam pekerjaan

7

Page 8: Stres Kerja

(hubungan antar tenaga kerja) ; 4) struktur ; dan 5) iklim organisasi.

Sementara itu, secara jelas pernyataan Cooper dan Payne (dalam Robins,

2001) telah menyebutkan bahwa ada 3 macam faktor yang menyebabkan stres,

yaitu 1) faktor lingkungan (ketidakpastian ekonomi, politis, dan teknologi); 2)

faktor organisasi (tuntutan tugas, peran, antar pribadi, struktur organisasi,

kepemimpinan, dan tahap kehidupan organisasi itu); dan 3) faktor individual

(masalah keluarga, masalah ekonomi, dan kepribadian).

Sejalan dengan hasil penelitian diatas, maka Soewondo menemukan

bahwa sumber stres adalah 1) tempat kerja (ruangan kerja yang terlalu panas

atau terlalu dingin, ruangan sempit, berisik, penerangan kurang); 2) isi

pekerjaan (batas waktu, beban kerja, tekanan waktu, kekompleksitasan

pekerjaan, pekerjaan yang terlalu banyak sehingga tak terselesaikan, pekerjaan

baru yang belum dikenal merupakan sumber stres); 3) syarat-syarat pekerjaan

(karier tidak jelas, kenaikan pangkat tertahan, tidak dipromosikan, status

kepegawaian yang tidak jelas, masalah penghargaan stresor di tempat kerja

mereka); dan 4) hubungan interpersonal dalam bekerja (atasan yang terlalu

banyak tuntutan, atasan yang menyebalkan, kurang apresiasi dari pimpinan,

keputusan atasan yang berubah-ubah, sikap kolega yang tidak enak,tidak

cocok dengan teman sekerja, kurang terbuka antara atasan dan bawahan,

bawahan yang memerlukan petunjuk setiap saat dalam menyelesaikan

pekerjaan rutin).

Mengikuti Tosi et al. (1990, 348-69) yang mengatakan bahwa ada lima

faktor yang dapat menjadi sumber stres dalam organisasi, yaitu:

a. Faktor-Faktor Yang Berkaitan dengan Pekerjaan Seseorang IndividuAda beberapa tugas yang cenderung menunjukkan lebih banyak

berhubungan dengan stres daripada tugas-tugas lain. Hal ini terbukti dari

beberapa contoh hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli, yaitu:

Karyawan-karyawan yang berkolaret biru lebih memungkinkan

menghadapi resiko pekerjaan yang mengancam kesehatan, tugas-tugas

yang dilakukan berhubungan dengan bahan-bahan yang beracun (Shostak,

1980). Peneliti-peneliti yang lain menunjukkan bahwa orang yang bekerja

pada pekerjaan rutin mengalami tingkat keengganan, kebosanan

8

Page 9: Stres Kerja

(Kornhauser, 1965) dan bekerja dengan kecepatan gerakan mempunyai

hubungan signifikan dengan ketegangan, kecemasan, kemarahan, dan

tugas yang ada dalam pekerjaan tersebut (Hurrel, 1985).

Hasil penelitian Karasek dkk. (1981) mendukung bahwa sebab-sebab

dari setiap tingkat stres yang tinggi ada dalam beberapa tugas dan bukan

tugas-tugas lainnya. Mereka memperlihatkan bahwa beberapa tugas yang

mempunyai nilai lebih tinggi dalam menghasilkan resiko munculnya

penyakit jantung koroner dibandingkan dengan yang lain. Sementara itu,

tingkat resiko munculnya penyakit jantung koroner adalah sebuah fungsi

dari dua faktor tugas yaitu tingkat dari tekanan psikologis dan tingkat dari

pengendalian kerja yang berlebih. Mereka menemukan resiko mengalami

penyakit jantung koroner yang tinggi berhubungan dengan tugas-tugas dari

seorang pelayan perempuan, juru masak, dan karyawan yang bekerja di

sebuah pabrik produksi pakaian. Sebaliknya, tugas-tugas yang beresiko

mengalami penyakit jantung koroner yang rendah adalah pengawas hutan,

ilmuwan, dan pedagang kelililng.

Tekanan-tekanan psikologis yang tinggi menyebabkan tugas-tugas

menjadi beresiko tinggi dalam melakukan pengendalian terhadap

keputusan. Individu yang melakukan tugas-tugas yang beresiko tinggi

mengalami penyakit jantung koroner bisa juga tidak mengalami perubahan

perilaku apabila ia mendapat tekanan psikologis dari orang lain. Hal ini

disebabkan individu member respons terhadap tekanan psiokologis

tersebut dengan satu cara yang dikehendaki oleh orang lain dan bukan

seperti cara yang dikehendakinya.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa seseorang manajer puncak

mempunyai tingkat kematian lebih rendah karena penyakit jantung

koroner dari populasi lelaki yang menjadi manajer madya pada umumnya

(Goldberg, 1979). Hasil penelitian tersebut tampaknya tidak berubah

sesuai dengan stereotip tradisional yang menunjukkan bahwa tekanan

psikologis terhadap manajer puncak mempunyai pengendalian yang lebih

tinggi terhadap pekerjaan mereka daripada orang yang mempunyai jabatan

yang lebih rendah. Situasi ini juga lebih memungkinkan manajer puncak

9

Page 10: Stres Kerja

mempunyai pribadi lebih tahan dalam menghadapi tekanan-tekanan

psikologis yang dapat menimbulkan penyakit jantung koroner karena

adanya situasi-situasi yang penuh dengan stres tersebut dari pada manajer

madya yang sering mendapat tekanan dari atasan, bawahannya sehingga

dapat membuat dirinya mengalami stres kerja yang tinggi dan

menimbulkan potensi munculnya penyakit jantung koroner.

b. Stres PeranDalam kesempatan, Kahn dkk. (1964) telah melakukan penelitian

tentang konflik peran dan ketidakjelasan peran dalam suatu organisasi.

Tujuan mereka melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan tingkat ketegangan peran dan penyesuain diri. Penelitian ini

didasarkan pada premis bahwa individu-individu lebih efektif dalam

memainkan perannya ketika ia memahami tentang peran yang

dimainkannya, sehingga mereka tidak mengalami stres/tekanan-tekanan

peran yang menimbulkan konflik peran yang tinggi.

Contoh yang dapat menggambarkan konflik peran adalah seorang

manajer mengharapkan dukungan dari bawahannya untuk meningkatkan

produktivitas kerjanya. Namun, mereka tidak diberi tambahan sumber-

sumber agar lebih produktif. Sering kali manajer dalam mencapai

tujuannya memerlukan dukungan dari bawahannya tetapi sebaliknya ia

harus membuat perencanaan agar dapat mengendalikan program secara

efektif dan efisien. Tipe yang lain dari ketegangan peran adalah

ketidakpastian terhadap hasil pengalaman yang diperoleh individu tentang

pengharapan-pengharapan yang lain, yang tampak dalam tipe 1 dan tipe 2.

Tipe 1, ketidakjelasan peran yang dikerjakan individu dapat

menyebabkan ketidakpastian tentang persyaratan kerja mereka sendiri

karena hal ini bersifat umum. Contoh, ketika individu mendapat posisi

baru, maka individu tersebut mencoba mempelajari bagaimana cara

mengerjakan tugas, karena tugas tersebut menunjukkan ketidakjelasan

tanggung jawabnya. Selain itu, deskripsinya samar-samar dan instruksi-

instruksinya juga tidak jelas. Tipe 2, merupakan tipe yang berhubungan

10

Page 11: Stres Kerja

dengan ketidakjelasan emosi dan sosial, ketidakpastian tentang bagaimana

prestasi kerja individu dinilai oleh orang lain. Situasi ini muncul ketika

ukuran kerja untuk melaksanakan penilaian prestasi tidak jelas dan

pertimbangan penilaiannya subjektif. Situasi tersebut dapat menyebabkan

timbulnya masalah apabila orang yang dapat dinilai prestasi kerjanya

merasa tidak puas dan menerima kenyataan tersebut.

c. Peluang PartisipasiAda beberapa manajer dilaporkan bahwa apabila tingkat partisipasi

mereka dalam mengambil keputusan dirasakan lebih banyak akan

mengalami stres yang lebih rendah. Sebaliknya, tingkat kecemasan

terhadap tugas dan ancaman terhadap tugas dirasakan rendah oleh manajer

yang partisipasinya terhadap tugasnya rendah (Tosi, 1971). Partisipasi

adalah penting untuk dua alas an, yaitu: (1) partisipasi dihubungkan

dengan konflik peran yang rendah dan ketidakjelasan peran yang rendah

(Kahn et al., 1964, Tosi, 1971); (2) partisipasi yang tinggi (keputusan-

keputusannya lebih berpengaruh) dapat membuat seseorang merasa dapat

mengendalikan lingkungan sekitarnya.

d. Tanggung JawabTanggung jawab yang lain mungkin dapat mempengaruhi stres yang

sedang bekerja (Cooper dan Marshall, 1976). Sebagai seorang manajer

keefektifannya tergantung pada siapa yang bekerja untuknya, seandainya

manajer mempunyai alasan bahwa dirinya tidak mempunyai kepercayaan

terhadap mereka, atau kemampuannya kurang dapat mengendalikan

mereka, maka manajer aka mengalami stres karena diriya tidak dapat

mengendalikan situasi tersebut.

e. Faktor-Faktor OrganisasiOrganisasi itu sendiri dapat menyebabkan stres. Contohnya, banyak

yang percaya bahwa birokrasi (atau mekanis) merupakan bentuk

organisasi yang mengarah dan tidak memaksimalkan potensi individu,

sedangkan struktur organisasi lebih memungkinkan untuk mewujudkan

11

Page 12: Stres Kerja

potensi dan produktivitasnya individu (Argyris, 1964; Presthus, 1978). Di

bawah ini ada empat cirri-ciri organisasi yang dapat menyebabkan stres

yaitu:

1. Tingkat organisasi2. Keadaan yang sulit dalam organisasi3. Taraf perubahan organisasi4. Batas peran

2. Faktor-Faktor di Luar Pekerjaan Ada beberapa faktor di luar pekerjaan yang dapat menjadi sumber stres,

terutama yang berhubungan dengan faktor-faktor lingkungan di luar

pekerjaan.

a. Perubahan-Perubahan Struktur KehidupanPenyesuaian pribadi merupakan cara untuk melihat hubungan antara

pengembangan diri dan perbedaan pandangan dari kehidupan pribadi yang

dapat digambarkan melalui perubahan-perubahan kehidupan. Ada tiga

dimensi struktur kehidupan yang dapat menyebabkan stres, yaitu:

1. Dimensi budaya sosial yang dilakukan bersama keluarga, religious, keturunan, struktur pekerjaan, dan faktor-faktor sosial yang luas lainnya.

2. Hubungan dengan orang-orang lain dalam dunia budaya sosial, seperti seorang pribadi berperan sebagai suami/isteri, rekan kerja, orang tua, rakyat sebuah Negara, dan sebagainya.

3. Aspek dari individu sendiri. Individu mempunyai kecenderungan ciri-ciri yang tidak tahan terhadap tekanan, ancaman, mudah dan cemas.Struktur kehidupan seseorang mungkin berubah-ubah dari satu masa

ke masa kehidupan yang lainnya, dan perubahan tersebut karena adanya

stres yang dialami. Beberapa pendapat mengatakan bahwa dalam

kehidupan setiap orang akan dipengaruhi oleh stres.

b. Dukungan SosialKehilangan suatu pekerjaan akan menyebabkan individu mengalami

stres sehingga menunjukkan kecenderungan munculnya gejala-gejala

seperti radang sendi, kenaikan kadar kolesterol, dan kepala terasa nyeri.

Walaupun demikian, situasi seperti ini perlu dinetralisir melalui salah satu

12

Page 13: Stres Kerja

yaitu menggunakan system dukungan sosial. Dukungan sosial merupakan

salah satu cara komunikasi yang positif karena berisi tentang perasaan

suka, keyakinan, penghargaan, penerimaan diri dan kepercayaan diri

seseorang terhadap kepentingan orang lain (Katz & Kahn, 1978).

c. Locus of ControlBeberapa individu mempunyai keyakinan bahwa mereka dapat

memengaruhi lingkungan kerja sekitar melalui apa yang mereka lakukan

dan bagaimana mereka melakukannya. Bagaimana mereka memperoleh

atau menetapkannya karena mereka mempunyai locus of control terhadap

lingkungan kerja sekitarnya. Mereka menganggap bahwa peristiwa-

peristiwa yang tejadi di lingkungan sekitarnya merupakan hal yang

relative kecil. Walaupun peritiwa-peristiwa tersebut berkaitan dengan

nasib, namun tidak begitu tampak perubahan dalam kehidupan mereka

karena individu mempunyai kepribadian yang bercirikan locus of control

internal sehingga individu dapat mengatasi stres kerja (Rotter, 1966).

Ketika individu yang ber-locus of control internal menghadapi stres

potensial, mereka sebelumnya akam mempelajari terlebih dahulu

peristiwa-peristiwa yang dianggap mengancam dirinya, kemudian ia

bersikap tertentu secara rasional dalam menghadapi stres kerja tersebut.

Sebaliknya, individu yang ber-locus of control eksternal menganggap

bahwa segala peristiwa yang ada dalam lingkungan kerja disekitarnya

amat memengaruhi dirinya. Dengan kata lain, sikap hidupnya amat

dikendalikan oleh faktor lingkungan. Individu yang mempunyai perasaan

cemas, mudah stres, depresi, neurosis, pekerjaan dan hidupnya selalu

ditentukan oleh nasib yang mengendalikan dirinya. (Parkes, 1984).

d. Kepribadian Secara umum, kepribadian individu digolongkan kedalam dua sifat,

yaitu: (1) introvert dan (2) ekstrovert. Individu yang mempunyai sifat

introvert akan cenderung mengalami stres bila dihadapkan pada persoalan-

persoalan yang membuat dirinya terancam atau tertekan dalam kaitannya

13

Page 14: Stres Kerja

dengan hubungan anatar manusia dibandingkan dengan individu yang

mempunyai cirri-ciri kepribadian ekstrovert.

e. Harga DiriHarga diri merupakan cara penerimaan seseorang dan usaha untuk

melakukan evaluasi terhadap diri sendiri atau disebut sebagai konsep diri.

Jika seseorang mempunyai konsep diri positif, maka ia mempunyai harga

diri yang tinggi sehingga ia dapat mengembangkan diri dalam menghadapi

kondisi, situasi atau peristiwa yang mengganggu, menekan atau

mengancam dirinya, akibatnya ia akan mengalami stres kerja yang rendah.

Sebaliknya, jika ia mempunyai harga diri yang rendah dalam menghadapi

kondisi, situasi atau peristiwa yang mengganggu, menekan atau

mengancam dalam pekerjaannya, maka ia akan mengalami stres kerja

yang tinggi karena rasa percaya dirinya rendah (Tosi,et al. 1986).

Harga diri menunjukkan bahwa bagaimana seseorang dalam menjawab

tekanan-tekanan dari lingkungannya. Dalam suatu penelitian dilaporkan

bahwa individu yang mempunyai harga diri rendah akan mempunyai

kepercayaan diri rendah pula dalam mengerjakan tugas-tugas yang baru

sehingga ia cenderung mengalami stres yang tinggi (Tosi, et al., 1986).

Individu yang mempunyai kepercayaan diri rendah cenderung mempunyai

reaksi yang hebat terhadap stres dibandingkan dengan individu yang

mempunyai kepercayaan diri tinggi (Kahn et al., 1964). Sementar itu,

Kobasa (1979) dalam penelitiannya terhadap tekanan-tekanan hidup

menemukan bahwa konsep diri individu berbeda dalam menghadapi

tekanan-tekanan hidup. Seorang pemimpin mempunyai serangkaian

peristiwa yang rumit karena adanya ciri-ciri kepribadian yang dimiliki

olehnya. Ia mempunyai konsep diri kuat dalam menghadapi situasi yang

baru disamping mempunyai daya logika yang baik, memiliki nilai-nilai

pribadi, tujuan yang jelas dalam mengatsi stres kerja karena adanya

perubahan-perubahan tugas yang harus dikerjakannya.

f. Fleksibilitas/KakuOrang yang mempunyai kecenderungan yang fleksibel adalah orang

yang dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan atau tekanan-tekanan

14

Page 15: Stres Kerja

karena lebih baik dalam melakukan kerja sama dengan orang lain

dibandingkan dengan orang yang kaku (Kahn et al., 1964). Orang yang

mudah menyesuaikan diri secara fleksibel terhadap tuntutan-tuntutan

dalam situasi tertentu dan menunjukkan prestasi yang baik, maka ia dapat

mengurangi tekanan-tekanan karena dirinya dapat menyelesaikan tugas

sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Sebaliknya, orang yang kaku adalah orang yang menunjukkan sikap

tertutup, berorientasi pada dogma-dogma yang sifatnya umum, cenderung

ingin kelihatan rapi, tidak toleran dan senang mengkritik orang lain dan

mudah mengalami tekanan-tekanan atau stres dalam pekerjaannya.

g. KemampuannyaKemampuannya merupakan salah satu aspek yang dapat memengaruhi

respons-respons individu terhadap kondisi, situasi, atau peristiwa yang

menimbulkan stres. Individu yang mempunyai kemampuan tinggi

cenderung mempunyai pengendalian lebih terhadap kondisi, situasi,

peristiwa yang menimbulkan stres daripada individu yang mempunyai

kemampuan rendah dalam menghadapi stres (Beer & Newman, 1978).

2.4 Gejala-Gejala dan Dampak Stres

Gejala-Gejala Stres

Terry Beehr dan John Newman (dalam Rice, 1999) mengkaji ulang

beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada

individu, yaitu:

1) Gejala psikologis

Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil

penelitian mengenai stres pekerjaan:

Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung

Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)

Sensitif dan hyperreactivity

Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi

Komunikasi yang tidak efektif

15

Page 16: Stres Kerja

Perasaan terkucil dan terasing

Kebosanan dan ketidakpuasan kerja

Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan

konsentrasi

Kehilangan spontanitas dan kreativitas

Menurunnya rasa percaya diri

2) Gejala fisiologis

Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah:

Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan

mengalami penyakit kardiovaskular

Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan

noradrenalin)

Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)

Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan

Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan

yang kronis (chronic fatigue syndrome)

Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada

Gangguan pada kulit

Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot

Gangguan tidur

Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan

terkena kanker

3) Gejala perilaku

Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah:

Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan

Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas

Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan

Perilaku sabotase dalam pekerjaan

Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan,

mengarah ke obesitas

16

Page 17: Stres Kerja

Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk

penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba,

kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi

Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti

menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi

Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas

Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan

teman

Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri

Adapun gejala-gejala stres di tempat kerja yang sering terjadi, yaitu

meliputi:

Kepuasan kerja rendah

Kinerja yang menurun

Semangat dan energi menjadi hilang

Komunikasi tidak lancar

Pengambilan keputusan jelek

Kreatifitas dan inovasi kurang

Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.

Semua yang disebutkan di atas perlu dilihat dalam hubungannya

dengan kualitas kerja dan interaksi normal individu sebelumnya.

Dampak Stres

Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan

maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa

menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya

(Rice, 1999). Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan

dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar

pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang,

kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.

Sedangkan Arnold (1986) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi

yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu

17

Page 18: Stres Kerja

terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta

mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan.

Penelitian yang dilakukan Halim (1986) di Jakarta dengan

menggunakan 76 sampel manager dan mandor di perusahaan swasta

menunjukkan bahwa efek stres yang mereka rasakan ada dua. Dua hal

tersebut adalah:

Efek pada fisiologis mereka, seperti: jantung berdegup kencang, denyut

jantung meningkat, bibir kering, berkeringat, mual.

Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang, cemas, tidak

bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin meninggalkan

situasi stres.

Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung

adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan

secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan

teralienasi, hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick,

1984; Robbins, 1993).

Dampak stres bagi karyawan yaitu:

1. Absen karena sakit

Penyebab utama absen karena sakit adalah masalah urat dan otot.

Banyak diantaranya disebabkan oleh stres. Jika stres diabaikan, efeknya

akan semakin memburuk dan panjangnya absen karena sakit juga

meningkat. Absen karena sakit adalah suatu gambaran barometer tingkat

kesehatan yang baik bagi suatu perusahaan.

2. Mengurangi efektivitas

Banyak pekerja yang tidak memperhatikan atau mencoba untuk

menyembunyikannya pengaruh stres pada kesehatan dan fungsi mereka.

Ini berarti mereka hadir ditempat kerja dan mencoba melakukan peran

mereka, dan mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka berfungsi 100

persen sesuai dengan kapasitasnya.

Dengan menemukan pengaruh stres pada tingkatan awal yang paling

memungkinkan akan mengurangi dampak timbulnya ketidakefektifan.

Namun sementara tak seorang pun berkehendak meningkatkan absensi

18

Page 19: Stres Kerja

karena sakit dalam organisasi mereka, kadang-kadang pekerja bisa

mengurangi biaya dan mengurangi kerusakan dengan mengambil cuti sakit

sementara masalahnya sedang diatasi. Seorang pekerja yang mengalami

disfungsi tidak dapat diabaikan.

3. Waktu manajemen

Jika seorang pekerja absen dari kerjanya, seorang manajer harus

memenuhi kebutuhan organisasi dengan memastikan bahwa peran pekerja

itu terisi dengan cara tertentu.

Namun, jika seorang pekerja yang mengalami stres tetap bekerja dan

berfungsi dibawah kapasitas, sering kali hal tersebut tidak diketahui

dengan cepat, mungkin sampai timbul kesalahan besar atau timbul

kekacauan. Pada tingkatan ini, lebih banyak lagi waktu manajemen yang

terpakai bukan hanya karena harus memungut pecahan-pecahan bukan

hanya ditempat kerja sendiri dan pada pekerja yang terpengaruh namun

juga karena pekerja yang akan membutuhkan banyak dukungan dan

perhatian agar dapat menjadi efektif kembali.

4. Pengaruh pada pekerja lainnya

Baik absennya pekerja atau ketidakefektifan mereka biasanya

membebani pekerjaan lebih banyak pada rekan kerjanya. Lebih banyak

kerja tak bisa dipungkiri berarti lebih banyak tekanan, dan itu bisa

mengakibatkan lembur, banyak pekerjaan tertundda atau penjadwalan

ulang pekerjaan yang lebih menghasilkan. Terlalu banyak tekanan akan

membawa pada lebih banyak stres.

Banyak pekerja yang mengalami stres ditempat kerja akan mendapati

bahwa hal tersebut mempengaruhi hubungan mereka dengan yang lain,

mereka mungkin menjadi tertutup, kurang bergairah, atau agresif.

Pengaruhnya bersifat kumulatif ddan negative. Pekerja akan merasa

kurang puas dengan pekerjaannya dan mungkin akan mencari pekerjaan

lain sebagai solusi dari rasa tidak puas itu.

5. Pengunduran diri dan perekrutan

Para pekerja yang mengalami stres dan tidak melihat jalan lain untuk

memecahkan suatu masalah ditempat kerja, mungkin akan mencari

19

Page 20: Stres Kerja

pekerjaan yang baru. Namun para pekerja adalah sumber daya yang dapat

dinilai dalam suatu organisasi. Pelatihan dan pengembangan pekerja

memang membebani, namun itu adalah suatu investasi pada sumber daya

organisasi yang paling mahal. Karena hal itu memberikan keuntungan baik

bagi pekerja maupun si pemberi kerja. Biaya rekruitmen dan program

pelatihan kembali jauh lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan jika

memberikan dukungan pada seorang pekerja untuk sembuh kembali dari

penyakit stresnya. Tidak ada jalan lain yang lebih murah dalam

mengurangi dampak stres ditempat kerja daripada mengambil tindakan

segera.

6. Kecelakaan dan kesalahan

Saat seseorang berada dalam tekanan yang berat, mereka kehilangan

kemampuan berkonsentrasi. Pada beberapa bidang kerja, hal ini akan

meningkatkan kesalahan dan kecelakaan. Kesalahan yang paling sering

adalah pada manusianya dan mungkin akan menyebabkan sedikit tersedak,

tidak lebih.

Setiap kecelakaan ditempat kerja seharusnya dihindari, namun suatu

kecelakaan yang disebabkan oleh pengemudi yang stres atau seorang

operator mesin, contohnya, bisa mengakibatkan tuntutan kompensasi yang

mahal dan dakwaan dan yang paling buruk, kematian.

2.5 Manajemen Stres dan Teknik Pengurangan Stres

Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa

memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar

mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir

sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang

harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan,

sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini

bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk

memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum

masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stresor tertentu, harus

diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan

20

Page 21: Stres Kerja

penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang

mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait

dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya

dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat, berjajar dari

ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena

kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya

ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai

seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76).

Suprihanto dkk (2003:63-64) mengatakan bahwa dari sudut pandang

organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami

stres yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres lertentu akan memberikan

akibat positif, karena hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih

baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan

akan membuat menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan

memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal

tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan

berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stres ringan bagi karyawan

untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan

sebagai tekanan oleh si pekerja. Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam

mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan

organisasi.

1. Pendekatan Pribadi dalam Mengelola Stres

Pada dasarnya stres perlu dikelola dan diatasi, paling tidak dalam pikiran

orang pernah berusaha untuk membiarkan atau menghindari kondisi, situasi dan

peristiwa yang penuh dengan tekanan. Tetapi juga ada orang yang berusaha untuk

mengubah, mengelola atau mengatasinya secara tepat dan efektif. Untuk

pendekatan pribadi ini dapat menggunakan dua strategi (Tosi, 1990) yaitu:

1) Strategi PsikologisStrategi psikologis ini menitikberatkan pada usaha mengelola stres kerja

untuk tujuan perubahan perilaku melalui:

a. Peningkatan Kesadaran Diri

21

Page 22: Stres Kerja

Memahami gejala-gejala munculnya ketegangan secara lebih dini dengan

sikap yang wajar dalam bekerja merupakan salah satu cara yang efektif

untuk meningkatkan kesadaran diri dalam memahami stres kerja.

Kesadaran diri bertujuan untuk membantu menjernihkan pikiran seseorang

agar dapat mengendalikan emosi dan menghindari beban psikis dan stres

kerja yang bersumber dari kondisi, situasi, atau peristiwa dalam

pekerjaannya.

b. Pengurangan KeteganganStrategi yang digunakan dalam pengurangan ketegangan dalam stres kerja

ini adalah mencari tempat yang tenang untuk melakukan “meditasi”,

menempatkan posisi tubuh dengan nyaman dan rileks, memejamkan mata

dan melepaskan ketegangan otot-otot dengan mendengarkan pernapasan

kita secara teratur selama lebih kurang 15 hingga 20 menit. Tujuannya

adalah agar kita dapat menghilangkan perasaan-perasaan yang

menegangkan yang ditimbulkan oleh sekumpulan otot-otot yang

mengalami ketegangan yang meliputi otot-otot tangan, bagian tangan dari

siku ke pergelangan tangan, bagian belakang, leher, wajah, kaki, dan

pergelangan kaki.

c. Konseling atau PsikoterapiUsaha yang dilakukan dalam konseling dan psikoterapi ini adalah

menemukan masalah dan sumber-sumber ketegangan yang dapat

menimbulkan stres kerja, menolong mengubah pandangan seseorang

terhadap kondisi, situasi, atau peristiwa yang menimbulkan stres kerja, dan

mengembangkan berbagai alternatif untuk menentukan strategi yang

paling tepat dalam menghadapi stres kerja, menentukan tindakan, dan

menilai hasil serta melakukan tindak lanjut.

2) Strategi FisiologisStrategi fisiologis ini menitikberatkan pada usaha mengelola stres kerja

untuk tujuan melatih kesehatan fisik. Ilmu-ilmu medis telah menunjukkan

bahwa perubahan fisiologis dan biokimia yang dihasilkan melalui

fisik/olahraga berperan positif untuk mengurangi pengaruh-pengaruh stres

kerja dengan mengadakan latihan fisik, emosi, dan pikiran yang

22

Page 23: Stres Kerja

menggelisahkan, mencemaskan, mudah marah, dan depresi. Beberapa jenis

latihan fisik diantaranya mengatur makan secara bijaksana, berhenti merokok

ataupun olahraga seperti renang, senam kebugaran jasmani, badminton,

basket, lari atau jalan pagi dan bersepeda.

2. Pendekatan Organisasi dalam Mengelola Stres Kerja

Dalam setiap menghadapi stres kerja, individu diharapkan dapat lebih efektif

dalam mengatasi atau mengelolanya. Dengan demikian, dapat mengurangi adanya

pemborosan, mengurangi absensi kerja, dan prestasi kerja diharapkan dapat lebih

meningkat dalam organisasi.

Untuk dapat mengatasi atau mengelola stres kerja dengan cara yang efektif,

individu diharapkan mempunyai program-program pengelolaan stres kerja.

Pernyataan ini sperti yang dikatakan oleh para ahli bahwa dari 500 firmayang

sangat besar mempunyai lebih dari 90% yang terdiri dari program-program

khusus untuk menolong para karyawan dalam mengatasi stres kerja mereka (yang

diungkapkan dalam Business Week, 1988). Selanjutnya para peneliti juga

menunjukkan bahwa program-program pengelolaan stres kerja dalam suatu

organisasi dapat menjadi efektif untuk mengurangi stres kerja mereka (Rose &

Veiga, 1984).

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengelola stres dalam organisasi,

yaitu:

1) Meningkatkan komunikasiSalah satu cara yang efektif untuk mengurangi ketidakjelasan peran dan

konflik peran adalah meningkatkan komunikasi yang efektif di antara menajer dan karyawan, sehingga akan tampak garis-garis tugas dan tanggung jawab yang jelas diantara keduanya. Situasi semacam ini dapat mengurangi timbulnya stres kerja dalam organisasi.

2) Sistem Penilaian dan Ganjaran yang EfektifSistem penilaian prestasi dan ganjaran yang efektif perlu diberikan oleh

manajer kepada karyawan mereka. Situasi semacam ini dapat mengurangi

ketidakjelasan peran dan konflik peran. Ketika ganjaran diberikan kepada

karyawan, karyawan teleh menyadari bahwa ganjaran tersebut berhubungan

dengan prestasi kerjanya. Ia menyadari juga bahwa ia bertanggungjawab atas

23

Page 24: Stres Kerja

pekerjaan yang diberikan kepadanya (mengurangi konflik peran), ia berada

dalam sesuatu keadaan (mengurangi ketidakjelasan tugas). Situasi ini terjadi

bila hubungan diantara atasan dan bawahan berada dalam suasana kerja dan

sistem penilaian prestasi kerja efektif.

3) Meningkatkan PartisipasiUntuk dapat mengurangi ketidakjelasan peran dan konflik peran,

pengelola perlu meningkatkan partisipasi terhadap proses pengambilan

keputusan, sehingga setiap karyawan yang ada dalam organisasi mempunyai

tanggung jawab bagi peningkatan prestasi kerja karyawan. Dengan demikian,

kesempatan partisipasi yang diberikan oleh manajer kepada karyawan-

karyawannya dalam menyumbangkan pikiran atau gagasan-gagasannya,

memungkinkan karyawan dapt meningkatkan prestasi dan kepuasan kerjanya

dan mengurangi stres kerjanya.

4) Memperkaya TugasSetiap manajer perlu memberikan dan memperkaya tugas kepada

karyawan agar mereka dapat lebih bertanggungjawab, lebih mempunyai

makna tugas yang dikerjakan, dan lebih baik dalam melaksanakan

pengendalian serta umpan balik terhadap produktivitas kerja karyawan baik

secara kuantitas maupun kualitas. Situasi semacam ini dapat meningkatkan

motivasi kerja dan memenuhi kebutuhan karyawan sehingga dapat

mengurangi stres yang ada dalam diri mereka.

5) Mengembangkan Keterampilan, Kepribadian, dan PekerjaanMengembangkan keterampilan, kepribadian dan pekerjaan merupakan

salah satu cara untuk mengelola stres kerja didalam organisasi.

Pengembangan keterampilan dapat diperoleh melalui latihan-latihan yang

sesuai dengan kebutuhan karyawan dan organisasi atau pengembangan

kepribadian yang dapat mendukung usaha pengembangan pekerjaan baik

secara kuantitas maupun kualitas.

24

Page 25: Stres Kerja

Dalam mengatasi stres terdapat banyak teknik yang dapat dipergunakan

untuk pengurangan stres yang terjadi. Empat pendekatan yang paling sering

digunakan adalah relaksasi otot, biofeedback, meditasi dan restrukturisasi kognitif

yang semuanya membantu para karyawan mengatasi stres yang berkaitan dengan

pekerjaan.

1. Relaksasi Otot

Sebutan persamaan yang umum dari berbagai teknik relaksasi otot adalah

pernafasan yang lambat dan dalam suatu usaha yang sadar untuk memulihkan

ketegangan otot. Diantara berbagai teknik yang tersedia, relaksasi progresif

kontinjensi adalah yang paling sering digunakan. Tehnik ini terdiri atas

menenangkan dan mengendurkan otot secara berulang-ulang yang diawali dari

kaki dan terus meningkat ke muka. Relaksasi dicapai dengan berkonsentrasi

pada kehangatan dan ketenangan yang berkaitan dengan otot yang

dirileksasikan.

2. Biofeedback

Dalam biofeedback, perubahan kecil yang muncul dalam tubuh atau otak

di deteksi, di perkuat dan di tunjukkan kepada orang tersebut. Peran potensial

dari biofeedback sebagai teknik manajemen stres individu dapat di lihat dari

fungsi tubuh hingga tekanan tertentu yang di kendalikan secara sukarela atau

sadar. Potensi biofeedback adalah kemampuannya untuk membantu relaksasi

dan mempertahankan fungsi tubuh pada keadaan nonstres. Salah satu

keunggulan tehnik biofeedback di bandingkan dengan tehnik nonbiofeedback

adalah bahwa tehnik ini memberikan data yang tepat mengenai fungsi tubuh.

Pelatihan biofeedback telah bermanfaat dalam mengurangi kegelisahan,

menurunkan keasaman lambung, mengendalikan tekanan dan migren, dan

secara umum mengurangi manifestasi fisiologis negative dari stres.

3. Meditasi

Meditasi mengaktifkan suatu respons relaksasi dengan mengarahkan ulang

pemikiran seseorang jauh dari dirinya sendiri. Respon relaksasi adalah

kebalikan fisiologis dan psikologis dari respons stres berperang atau lari.

25

Page 26: Stres Kerja

Herbert benson menganalisis banyak program meditasi dan mendapatkan

suatu respons relaksasi empat langkah. Keempat langkah tersebut adalah :

Menemukan suatu lingkungan yang tenang.

Menggunakan suatu perangkat mental seperti suatu kata tang penuh

dengan kesan yang menyenangkan untuk mengubah fikiran dari pikiran

yang berorientasi secara eksternal.

Mengabaikan pemikiran yang mengganggu dengan bersandar pada suatu

sikap yang pasif.

Mengasumsikan suatu posisi yang nyaman

Maharishi Mahes Yogi mendefinisikan meditasi transcendental sebagai

mengalihkan perhatian ke tingkat pemikiran yang lebih dalam hingga masuk

ke tingkat pemikiran yang paling dalam dan mencapai sumber dari pemikiran.

Tidak semua orang yang bermeditasi mengalami hasil yang positif, akan tetapi

sejumlah besar orang melaporkan meditasi sebagai hal yang efektif dalam

mengelola stres.

4. Restrukturisasi kognitif

Alasan yang mendasari beberapa pendekatan individual dalam

manajemen stres di kenal sebagai restrukturisasi kognitif, adalah respons

seseorang terhadap stresor menggunakan sarana proses kognitif, atau

pemikiran. Asumsi dasar dari teknik ini adalah bahwa pikiran orang dalam

bentuk ekspektasi, keyakinan dan asumsi merupakan label yang mereka

terapkan pada situasi, dan label ini menimbulkan respons emosional terhadap

situasi. Teknik kognitif dari manajemen stres berfokus pada mengubah label

atau kognisi sehingga orang tersebut menilai situasi secara berbeda. Semua

teknik kognitif memiliki tujuan yang serupa yaitu untuk membantu orang

memperoleh lebuh banyak kendali atas reaksi mereka terhadap stresor dengan

memodifikasi rasionalisasi mereka.

26

Page 27: Stres Kerja

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Dalam setiap organisasi harus dapat memahami adanya berbagai gejala

yang dapat menyebabkan timbulnya stres kerja.

2. Stres kerja timbul karena adanya hubungan interaksi dan komunikasi

antara individu dan lingkungannya. Selain itu, stres muncul karena

adanya jawaban individu yang berwujud emosi, fisiologis, dan pikiran

terhadap kondisi, situasi, atau peritiwa yang meminta tuntutan tertentu

terhadap diri individu dalam pekerjaannya.

3. Berbagai gejala stres dapat dilihat dari adanya berbagai perubahan dalam

fisiologis, psikologis ataupun sikap tertentu yang semua itu dapat menjadi

faktor penyebab timbulnya sumber stres. Faktor-faktor yang dapat

menjadi sumber stres adalah faktor yang berhubungan dengan pekerjaan

dan di luar pekerjaan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan

adalah faktor yang berkenaan dengan pekerjaan karyawan, stres peran

yang berhubungan dengan ketidakjelasan peran, konflik peran, dan beban

peran, kesempatan partisipasi, tanggungjawab, dan faktor-faktor

organisasi.

4. Faktor-faktor di luar pekerjaan seperti perubahan struktur kehidupan,

dukungan sosial, locus of control internal dan eksternal, kepribadian,

harga diri, fleksibilitas/kaku, kemampuan (Tosi, 1990: 355-65).

Kemudian muncul pula adanya pengaruh-pengaruh stres yang meliputi

pengaruh subjektif, pengaruh terhadap tingkah laku, pengaruh fisiologis,

dan pengaruh organisasi dengan adanya stres yang dapat memengaruhi

organisasi seperti dalam pembahasan di atas, maka diperlukan adanya

berbagai pendekatan baik pribadi maupun pendekatan organisasi.

27

Page 28: Stres Kerja

5. Pendekatan pribadi untuk pengelolaan stres menggunakan dua strategi,

yaitu: (1) psikologis dan (2) latihan fisiologis. Strategi psikologis

dilakukan melalui peningkatan kesadaran diri, pengurangan ketegangan,

dan konseling atau psikoterapi. Sementara itu, strategi latihan fisiologis

melalui mengatur makan secara bijaksana, berhenti merokok, dan

berolahraga. Berikutnya, pendekatan organisasi untuk pengelolaan stres

di dalam organisasi memakai pendekatan peningkatan komunikasi,

system penilaian prestasi dan ganjaran yang efektif, meningkatkan

partisipasi, memperkaya tugas dan mengembangkan keterampilan, dan

kepribadian atau pekerjaan.

28

Page 29: Stres Kerja

DAFTAR PUSTAKA

Invancevich, John M, Robert Konopaske, dan Michael T. Matteson. 2007.

Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi ke 7 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Kreitner, Robert dan Angelo Kinichi. 2005. Perilaku Organisasi Edisi ke 5 Jilid 2.

Jakarta: Salemba Empat.

Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI

Press

Sigit, Soehardi. 2003. Esensi Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Penerbit

BPFE UST.

Towner, Lesley, 2002. Managing Employee Stres Mengelola Stres Pekerja. Alih

Bahasa Andre I. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Wijono, Sutarto. 2010. Psikologi Industri dan Organisasi: Dalam Suatu Bidang

Gerak Psikologi Sumber Daya Manusia Edisi ke 1 Cetakan 1. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

http://erabaru.net/era-baru/29114

29