24
I. PENDAHULUAN Stress merupakan suatu respon fisiologis, psikologis dan perilaku dari manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan eksternal. Sedangkan stressor adalah kejadian, situasi , seseorang atau suatu obyek yang dilihat sebagai unsur yang menimbulkan stress dan menyebabkan reaksi stress sebagai hasilnya. Stressor sangat bervariasi bentuk dan macamnya, mulai dari sumber-sumber psikososial dan perilaku seperti frustrasi, cemas dan kelebihan sumber-sumber bioekologi dan fisik seperti bising, polusi, temperatur dan gizi. 1 Orang-orang modern dihadapkan pada paradoksikal dari stress tersebut, dimana di satu pihak stress merupakan bagian penting dari hidup kita untuk memberikan semangat untuk bekerja dan hidup, dan berkembang. Sebaliknya, stress juga merupakan akar dari sekian banyak problem-problem sosiologikal, medis dan ekonomi. 1 Stress diketahui merupakan faktor etiologi dari banyak penyakit. Salah satunya adalah menyebabkan gangguan pada menstruasi. Kebanyakan wanita mengalami sejumlah perubahan dalam pola menstruasi selama masa reproduksi. Tetapi, hubungan antara stress dan pola menstruasi ini sangatlah kompleks dan pemahaman kita mengenai hubungan ini masih sangat terbatas. Dalam pengaruhnya terhadap pola menstruasi, stress melibatkan sistem neuroendokrinologi sebagai sistem yang besar peranannya dalam reproduksi wanita. 1,2,3 Dr. Hans Seyle, seorang ilmuwan yang terkenal dan pelopor dalam bidang penelitian mengenai stress, merancang suatu konsep mengenai reaksi tubuh terhadap stress yang disebut dengan respon adaptasi umum terhadap stress. Konsep ini menggambarkan respon tubuh terhadap stress menjadi tiga tahapan dasar yaitu tanggapan terhadap bahaya (alarm reaction), tanggapan fisik atau tahap perlawanan (stage of resistance) dan tahap kelelahan (stage of exhaustion). Ketiga tahapan ini tidak selalu terjadi pada setiap manusia yang mengalami stress karena tergantung pada daya tahan mental setiap individu. 1,2

Stress & menstrual cyle

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Stress & menstrual cyle

I. PENDAHULUAN

Stress merupakan suatu respon fisiologis, psikologis dan perilaku dari manusia

yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan

eksternal. Sedangkan stressor adalah kejadian, situasi , seseorang atau suatu

obyek yang dilihat sebagai unsur yang menimbulkan stress dan menyebabkan

reaksi stress sebagai hasilnya. Stressor sangat bervariasi bentuk dan

macamnya, mulai dari sumber-sumber psikososial dan perilaku seperti

frustrasi, cemas dan kelebihan sumber-sumber bioekologi dan fisik seperti

bising, polusi, temperatur dan gizi.1

Orang-orang modern dihadapkan pada paradoksikal dari stress

tersebut, dimana di satu pihak stress merupakan bagian penting dari hidup kita

untuk memberikan semangat untuk bekerja dan hidup, dan berkembang.

Sebaliknya, stress juga merupakan akar dari sekian banyak problem-problem

sosiologikal, medis dan ekonomi.1

Stress diketahui merupakan faktor etiologi dari banyak penyakit. Salah

satunya adalah menyebabkan gangguan pada menstruasi. Kebanyakan wanita

mengalami sejumlah perubahan dalam pola menstruasi selama masa

reproduksi. Tetapi, hubungan antara stress dan pola menstruasi ini sangatlah

kompleks dan pemahaman kita mengenai hubungan ini masih sangat terbatas.

Dalam pengaruhnya terhadap pola menstruasi, stress melibatkan sistem

neuroendokrinologi sebagai sistem yang besar peranannya dalam reproduksi

wanita. 1,2,3

Dr. Hans Seyle, seorang ilmuwan yang terkenal dan pelopor dalam

bidang penelitian mengenai stress, merancang suatu konsep mengenai reaksi

tubuh terhadap stress yang disebut dengan respon adaptasi umum terhadap

stress. Konsep ini menggambarkan respon tubuh terhadap stress menjadi tiga

tahapan dasar yaitu tanggapan terhadap bahaya (alarm reaction), tanggapan

fisik atau tahap perlawanan (stage of resistance) dan tahap kelelahan (stage of

exhaustion). Ketiga tahapan ini tidak selalu terjadi pada setiap manusia yang

mengalami stress karena tergantung pada daya tahan mental setiap individu.1,2

Page 2: Stress & menstrual cyle

2

II. SIKLUS MENSTRUASI NORMAL

Sistem reproduksi wanita menjalani serangkaian perubahan siklik yang

teratur, yang disebut sebagai siklus menstruasi. Siklus ini ditandai dengan

perubahan-perubahan, dimana yang paling nyata terlihat adalah perdarahan

pervaginam secara berkala sebagai hasil dari pelepasan lapisan

endometrium uterus. Menstruasi normal secara fungsional merupakan hasil

interaksi antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium, dimana masing-

masing organ ini memainkan peranan penting dalam fungsi reproduksi

normal.

A. Karakteristik dari Siklus

Penelitian mengenai periodisitas dari siklus menstruasi manusia telah

memperlihatkan bahwa interval median antara periode-periode

menstruasi adalah 28 hari selama usia reproduksi aktif, dengan batas

normal antara 25 – 35 hari. Tetapi perlu dipahami bahwa panjang

siklus haid dipengaruhi oleh usia seseorang, dimana satu peningkatan

dari interval intermenstruasi timbul pada dua ujung dari kehidupan

reproduksi manusia. (Gambar 1). Interval menstruasi yang memanjang

ini berhubungan dengan siklus anovulatoir yang sering timbul selama

usia remaja dan pada masa transisi menopause. Pada masa ini, sekresi

aberan dari estradiol dan gonadotropin menghasilkan asikronisasi dari

berbagai elemen dari sistem dan bermanifestasi sebagai siklus yang

anovulatoir.3,4

Siklus menstruasi merupakan satu mekanisme ulangan dari

kerja sistem hipotalamus–hipofisis-ovarium, yang berhubungan dengan

perubahan struktur dan fungsi dari jaringan target –uterus, tuba fallopii,

endometrium dan vagina- dari organ reproduksi. Tiap siklus mencapai

puncaknya dalam bentuk perdarahan menstruasi, dan hari pertama

siklus diterima sebagai titik permulaan siklus menstruasi.3,4

Hormon gonadotropin (follicle stimulating hormone /FSH dan

luteineizing hormone/LH) membantu sebagai penghubung antara

Page 3: Stress & menstrual cyle

3

hipotalamus dan ovarium. Gambaran dari pola perubahan sekresi

gonadotropin pada wanita, sebelum, selama, dan setelah masa

reproduksi diperlihatkan pada gambar 2. Pada keadaan fungsi ovarium

tidak ada (seperti yang ditemukan pada fase prepubertas dan

perimenopause dari siklus kehidupan), kadar FSH dalam darah lebih

besar daripada LH. Penurunan yang bermakna dari rasio FSH/LH

merupakan ciri khas dari masa-masa reproduksi. Sekresi gonadotropin

yang rendah selama fase prepubertas, secara sebab akibat berhubungan

dengan insufisiensi dari stimulasi hormon (GnRH). Gambaran dari

penambahan sleep induced LH memberikan bayangan dari maturasi

dari sistem CNS-hipotalamus. Keadaan ini akan menghilang setelah

masa pubertas. Tingginya kadar gonadotropin berhubungan dengan

masa postmenopause dan terutama dipengaruhi oleh penurunan

mekanisme negative-feedback dari hormon steroid ovarium dan inhibin.

Gambar 1. Median lama siklus menstruasi sepanjang usia reproduksi

wanita mulai dari menarke sampai menopause. (dari Treloar, dkk. Int J

Fertil 12:77,1967)3

Page 4: Stress & menstrual cyle

4

Gambar 2. Pola perubahan dan rasio rasio dari LH terhadap FSH

sebelum, selama, dan setelah fase reproduksi dari siklus kehidupan

wanita.3

B. Pola hormonal selama siklus menstruasi 3,4

Siklus menstruasi manusia dapat dibagi menjadi empat fase fungsional

atas dasar struktural, morfologi, dan produksi steroid seks oleh

ovarium.

1. Fase folikuler (terbagi menjadi awal, pertengahan, dan akhir)

2. Fase ovulasi (transisi fase folikuler-luteal)

3. Fase menstruasi (terbagi menjadi awal, pertengahan, dan akhir)

4. Fase menstruasi (transisi luteal-folikuler)

Kadar gonadotropin, estrogen, androgen, progestin dan inhibin dalam

sirkulasi darah selama siklus ovulasi normal pada wanita menunjukkan

pola siklus yang teratur. Perjalanan dan perubahan relatif dalam kadar

hormon ini yang diukur dalam sehari digambarkan pada gambar 3.

1. Fase Folikuler

Pertengahan pertama dari siklus disebut sebagai fase folikuler dan

memiliki ciri khas adanya peningkatan yang progresif dari kadar

estradiol dan inhibin dalam sirkulasi yang dipengaruhi oleh

Page 5: Stress & menstrual cyle

5

perkembangan folikel de Graaf. Meskipun, folikulogenesis dimulai

pada fase luteal akhir dari permulaan siklus dan berlanjut selama

transisi luteal-folikuler. Pada saat ini, menghilangnya korpus luteum

dan hubungannya dengan penurunan yang cepat dari kadar inhibin,

sama baiknya dengan estradiol dan progesteron, menyebabkan

peningkatan sekresi FSH kira-kira 2 hari sebelum onset menstruasi

(gbr. 3B). Peningkatan kadar FSH, bersama-sama dengan kembalinya

frekuensi denyut LH dari lambat menjadi tinggi, mencetuskan

penambahan folikel selama 4 sampai 5 hari pertama fase folikuler.

Kejadian ini diikuti dengan seleksi terhadap satu folikel (hari ke 5- 7);

maturasi dari folikel dominan (hari 8-12); akhirnya, ovulasi (hari ke 13-

15) . Proses ini membentuk fase folikuler dari siklus, berlangsung

mencapai 13 hari, dan ditunjukkan kepada proses genesis dari satu

folikel preovulasi sementara folikel yang lain mengalami atresia.

Seleksi terhadap satu folikel yang diperlukan untuk ovulasi

dihubungkan dengan kapasitas yang tinggi dari biosintesis dan sekresi

androgen, estrogen, progestin dan inhibin. Integritas dari produksi

hormon-hormon ini tergantung kepada interaksi antara sel teka dan sel

granulosa. Aktivitas masing-masing sel ini dimodulasi oleh perubahan-

perubahan dalam ensim steroidogenik sitokrom P-450 dan melalui

berbagai faktor-faktor pertumbuhan yang bekerja langsung melalui

mekanisme parakrin dan otokrin. Sebagai hormon trofik, LH dan FSH

memiliki abilitas inheren untuk mengubah laju dari pertumbuhan dan

maturasi folikel dan berhubungan dengan lingkungan mikro dalam

folikel ovarium. Karena baik estradiol dan inhibin merupakan supresor

yang poten dari sekresi FSH, waktu perjalanan dari penurunan FSH

selama fase folikuler pertengahan ke akhir kemungkinan secara sebab

akibat berkaitan dengan supresi feedback sekuensial oleh estradiol dan

inhibin. Sedikit berbeda bahwa kadar LH dalam sirkulasi

memperlihatkan kecenderungan peningkatan yang progresif( gbr. 3A).

Page 6: Stress & menstrual cyle

6

2. Fase ovulasi

Karena puncak dari midsiklus LH surge tidak dapat secara tepat

ditentukan, onset LH surge dipakai untuk memberikan secara relatif

mengenai titik rujukan yang tepat bagi waktu hormonal dan dinamika

Gambar 3. A. Pola hormonal dalam siklus menstruasi manusia

B. Hubungan antara FSH, inhibin, dan steroid ovarium

selama regresi korpus luteum, onset menstruasi, dsan inisiasi

folikulogenesis untuk siklus berikutnya.

intrafolikuler pada midsiklus (Gbr 4). Selama 2 – 3 hari terakhir

sebelum onset dari surge midsiklus, peningkatan dalam kadar estradiol

dalam sirkulasi sebanding dengan kadar inhibin, progesteron, dan

Page 7: Stress & menstrual cyle

7

17α-hidroksiprogesteron (17-OHP). Peningkatan ini dalam konsentrasi

progestin memberikan gambaran proses luteinisasi dari sel granulosa

diikuti penggabungan dengan reseptor LH dan hasil dari kemampuan

LH untuk menginisiasi biosintesis 17-OHP dan progesteron.

LH dan FSH surge mulai secara tiba-tiba dan secara temporer

berhubungan dengan pencapaian kadar estradiol puncak dan inisiasi

dari pertambahan yang cepat dari progesteron 12 jam lebih awal.

Durasi rata-rata dari LH surge adalah 48 jam, secara cepat naik keatas

dan bertahan selama 14 jam, dan disertai oleh penurunan yang cepat

dalam estradiol sirkulasi dan konsentrasi 17-OHP tetapi pertambahan

yang tetap dari kadar serum inhibin (gbr. 3A). Kejadian ini diikuti oleh

satu plateu puncak dari kadar gonadotropin selama 14 jam dan kadar

konsentrasi progesteron yang transien. Pemanjangan penurunan ke

cabang (waktu paruh 9,6 jam), bertahan selama 20 jam, berhubungan

dengan pertambahan yang cepat sekunder dari progesteron dan

penurunan lebih lanjut dalam kadar 17-OHP, estradiol, dan inhibin

sirkulasi, yang dimulai 36 jam setelah onset surge, atau 12 jam sebelum

pengakhiran surge. Sekresi inhibin selama interval periovulasi tidak

digabungkan dengan baik estrogen atau progesteron. Perubahan kadar

inhibin pada saat ini mewakili sejumlah kontribusi inhibin melalui

folikel preovulasi dan timbulnya korpus luteum. Mekanisme seluler

sebagai respon terhadap pergantian akut dalam steroidogenesis untuk

menyokong produksi progesteron tampaknya merupakan pengaruh dari

peningkatan aktivitas P-450 17 α-hidroksilase pada folikel preovulasi.

Penyebab dari penambahan yang bersamaan dalam kadar inhibin dan

gonadotropin selama surge masih belum jelas.

Interval waktu yang tepat antara onset LH surge dan ovulasi

pada wanita tetap belum jelas, tetapi data yang ada menyatakan bahwa

ovulasi terjadi dalam 1–2 jam sebelum fase terakhir dari pertambahan

progesteron, atau 35 – 44 jam setelah onset LH surge.

Page 8: Stress & menstrual cyle

8

3. Fase Luteal

Tanda dari fase luteal dalam siklus menstruasi adalah pergantian dari

dominasi estrogen pada fase folikuler ke dominasi progesteron.

Luteinisasi sel teka-granulosa setelah ovulasi berhubungan dengan

berlimpahnya ensim steroidogenik P-450 dalam sel luteal dan

peningkatan kemampuan untuk mensintesis sejumlah besar progesteron

Gambar 4. Dinamika hormon pada pertengahan siklus

dan jumlah estradiol yang lebih sedikit. Konsentrasi puncak dari

progesteron dan estradiol dicapai pada fase midluteal dimana

endometrium fase sekresi mendukung terjadinya implantasi. Meskipun

inhibin juga mencapai kadar puncak pada saat ini, inhibin tidak bekerja

Page 9: Stress & menstrual cyle

9

dalam proses implantasi. Jika terjadi implantasi, terjadi luteolisis,

dengan penurunan yang linier cepat dari kadar progesteron, estradiol

dan inhibin sirkulasi selama 4 – 5 hari terakhir dari kehidupan

fungsional korpus luteum.

Aktivitas sekresi korpus luteum dan bentuk kehidupan

fungsional tergantung dukungan LH yang tersedia. Interupsi dari

pulsatilitas LH dengan arti pemberian antagonis GnRH selama tahapan

yang berbeda dari fase luteal menyebabkan pengurangan yang cepat

dari kadar progesteron, estradiol, dan inhibin, diikuti luteolisisis dan

onset menstruasi. Kadar FSH ditekan selama fase luteal mencapai

kadar terendah selama siklus. FSH tidak diperlukan untuk

mempertahankan korpus luteum. Kombinasi inhibin dengan estrogen

dan progesteron secara sinergis menekan sekresi FSH dan mencegah

inisiasi folikulogenesis.

4. Fase menstruasi

Inisiasi pertumbuhan folikuler dari siklus berikut tergantung pada

regresi dari korpus luteum sebelumnya. Kejadian kuncinya adalah

hubungan sebaliknya antara penurunan kadar inhibin dan peningkatan

kadar FSH yang terjadi 2 hari sebelum onset menstruasi, karena itu

terjadi penambahan inisiasi folikuler untuk siklus tersebut (gbr. 3B).

Jadi, transisi luteal-folikuler mewakili satu deretan perubahan dinamis

yang melibatkan pengakhiran fungsi luteal dan reaktivasi dari sistem

gonadotropin-GnRH. Perubahan ini merupakan hasil dari kemunduran

pengaruh inhibisi oleh hormon steroid korpus luteum dan inhibin.

III. REGULASI NEUROENDOKRIN

Daerah yang terpenting dalam sintesis GnRH di hipotalamus adalah

nukleus arkuata, yang berada di bagian basal organ ini. Akson-akson

meluas dari nukleus ini ke bagian tengah. Selanjutnya ini disebut traktus

tuberoinfundibular. Pada saat ini, kelihatannya pelepasan GnRH

dipengaruhi oleh senyawa amine biogenik (seperti dopamin, norepinefrin,

Page 10: Stress & menstrual cyle

10

epinefrin) yang disintesis di daerah yang lebih tinggi di otak, yang

mungkin juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti stress atau emosi.

Sebagian besar badan-badan sel saraf mensintesis amine biogenik di

daerah dalam brainstem. Akson-akson dikirim melalui forebrain medial

dan menghilang di berbagai daerah dari otak, termasuk di hipotalamus.

Bukti-bukti baru-baru ini mendukung ide bahwa norepinefrin

memiliki pengaruh pada pelepasan GnRH dan bahwa peptid opiat (seperti

ß-endorfin) bersifat menghambat. Dalam keadaan berbeda, ada

pemahaman yang tidak lengkap dari dinamika dalam interaksi dopamin

dan sekresi GnRH. Pada beberapa situasi penelitian, dopamin kelihatan

sebagai stimulator dan pada situasi lain bersifat sebagai inhibitor terhadap

pelepasan GnRH.

A. Sekresi pulsatil dari gonadotropin

Satu rancangan yang penting dalam kontrol gonadotropik terhadap

fungsi ovarium adalah pulsatil alamiah dari pelepasan LH dan FSH

oleh hipofisis. Frekuensi denyut dan amplitudo dari pelepasan

gonadotropin secara mendalam diatur oleh hormon steroid ovarium.

Tidak adanya mekanisme feedback gonadal, seperti pada wanita

postmenonopause atau ovariektomi, peningkatan kadar gonadotropin

dipertahankan oleh peningkatan amplitudo dan frekuensi dari

pelepasan pulsatil.

Ada variabilitas individual dalam pola yang benar dari

pelepasan pulsatil dari GnRH. Pada satu fase dari siklus menstruasi

wanita, ketika estrogen dari ovarium berada pada kadar terendah (fase

folikuler awal), frekuensi denyut mencapai 90 menit tiap denyutnya.

Kemudian, sebagaimana peningkatan estrogen, frekuensi denyut

meningkat menjadi setiap 60 menit. Setelah ovulasi, ada penurunan

yang bermakna dan pogresif dalam frekuensi denyut menjadi satu

denyut tiap 360 menit. Perlambatan dari frekuensi denyut

Page 11: Stress & menstrual cyle

11

berhubungan dengan durasi paparan terhadap progesteron, yang

disekresikan setelah ovulasi.

Pada kera rhesus maupun pada manusia denyut intermitten

GnRH tiap 60 – 90 menit merangsang pelepasan LH dan FSH tanpa

batas. Pada kera rhesus, perubahan dalam frekuensi denyut GnRH

dapat secara selektif meningkatkan atau menurunkan kadar serum

baik FSH maupun LH.

B. Interaksi fungsional dari aksis H-P-O

Kerja dari sistem neuroendokrin yang mengontrol siklus menstruasi

manusia dapat diformulasikan. Perubahan dalam ilmu pengetahuan

baru-baru ini akan menyempurnakan tanpa keraguan atau membentuk

pemahaman baru terhadap pengaturan siklus menstruasi.

Pulsatil alamiah dari sekresi gonadotropin oleh hipofisis

merupakan hasil langsung pelepasan episodik GnRH dari terminal saraf

pada bagian yang menonjol dari arkuata bagian tengah ke gonadotrof

melalui pembuluh-pembuluh portal hipotalamus-hipofisis. Pelepasan

intermiten GnRH tampaknya menjadi konsekuensi dari osilator yang

memicu sekresi periodik oleh saraf-saraf sintetase GnRH. Pelepasan

pulsatil GnRH tampaknya secara tonik dihambat oleh saraf-saraf

opiodergik sebelahnya dan derajatnya adalah ovarium steroid-

dependent: Disosiasi dari sistem interaktif terjadi ketika kadar steroid

ovarium rendah. Jadi, sepertinya penghambat opiat dari GnRH dan

konsekuensi dari frekuensi rendah dari denyut LH tampak selama fase

luteal menjadi tidak sesuai dengan perdarahan ovarium yang

mengikutinya selama luteolisis; hasilnya adalah peningkatan frekuensi

denyut gonadotropin-GnRH. Inhibisi dan disinhibisi modulasi

opioidergik dari akivitas neuronal GnRH mungkin jugs terlibat dalam

penurunan frekuensi denyut LH selama fase folikuler awal dari siklus

dan inisiasi surge gonadotropin midsiklus.

Page 12: Stress & menstrual cyle

12

Penurunan yang cepat dari kadar inhibin ovarium menjadi

tanda kunci dari peningkatan dari pelepasan FSH hipofisis yang terjadi

2 hari sebelum onset menstruasi, karena itu menginisiasi

folikulogenesis. Frekuensi dan amplitudo dari denyut GnRH adalah

krusial untuk mendeterminasi sintesis dan sekresi hormon gonadotropin

oleh hipofisis. Respon ditentukan oleh positif otoregulasi dari reseptor

GnRH dan melalui pengaturan konsentrasi estradiol, yang menambah

gonadotrof GnRH-receptive dalam hubungan dengan peningkatan yang

bermakna dalam total keduanya dan gonadotrof multihormonal. Dalam

kombinasi, mereka membuat satu peningkatan yang bermakna dalam

kapasitas hipofisis dalam sinkronisasi dengan peningkatan dalam aksi

feedback estradiol. Ketika kadar estradiol melampaui ambang batas

selama masa 2 – 3 hari, satu perubahan dalam kapasitas fungsional

gonadotrof terjadi, sebagaimana dimanifestasikan oleh peningkatan

yang bermakna dalam sensitivitas terhadap denyut kecil GnRH eksogen

dan oleh pergantian yang cepat dari gonadotropin dari pool-reserve

yang besar ke pool yang dapat dilepaskan, dimana dari sini surge

midsiklus mungkin diinisiasi. Meskipun, estradiol memicu onset surge,

peningkatan sekresi progesteron oleh folikel preovulasi tampaknya

memperlama durasi surge.

Meskipun tempat dari aksi feedback secara prinsip terjadi pada

tingkat hipofisis, ada bukti meyakinkan di satu tempat hipotalamik

mengenai aksi estradiol pada sistem neuronal yang menghubungkan

dengan neuron GnRH daripada pada neuron GnRH langsung.

Progesteron menampakkan pengaruh mekanisme feedback pada

jaringan saraf yang mengurangi fekuensi denyut sekresi GnRH akut

dalam menginduksi surge gonadotropin midsiklus secara jelas tampak

pada tikus dan domba, keperluan ini pada manusia dan hewan primata

masih belum jelas. Onset LH surge dan ovulasi terjadi dalam respon

terhadap pengeluaran intermiten dari sejumlah besar GnRH eksogen

pada monyet dengan lesi pada nukleus arkuata dan pada wanita dengan

Page 13: Stress & menstrual cyle

13

defisiensi GnRH endogen; hal ini memberikan bukti yang tidak

disangka bahwa peningkatan pelepasan GnRH pada manusia dan hewan

primata tidak diperlukan. Contoh eksperimental ini tidak dapat secara

lengkap mengeluarkan adanya kemungkinan atau keterlibatan peptid

hipotalamik lain yang dapat memicu pelepasan gonadotrof, seperti

endothelin, yaitu suatu peptid hipotalamik yang memiliki aksi stimulasi

bermakna pada pelepasan gonadotropin.

IV. Stress

A. Tanda dan gejala stress1,2,6

Proses terjadinya stress merupakan hal yang kompleks dan

melibatkan hubungan antara perasaan dan tubuh manusia. Informasi

dari lingkungan diproses melalui dua mekanisme dasar, yaitu:

1. Mekanisme subkonsius (autonomic nervous system)

Mekanisme ini merupakan refleks fisik dan emosional yang

bekerja untuk mempersiapkan tubuh terhadap segala aksi

potensial yang mungkin diperlukan. Persiapan tubuh ini berdiri

sendiri atau terpisah dari aksi akhir.

2. Mekanisme konsius

Mekanisme volunter berupa persepsi, evaluasi, dan pembuatan

keputusan. Mekanisme ini memiliki peran untuk menentukan

apakah stressor yang timbul diperlukan dan berguna atau tidak

dan menimbulkan sesuatu yang buruk atau tidak. Aksi atau

respon itu sendiri adalah konsius dan dapat timbul hanya apabila

kita dapat melihat dan mengevaluasi situasi.

Respon terhadap stress berupa tekanan fisik selanjutnya dapat

ditimbulkan oleh konsius, aksi volunter atau subkonsius, aktivasi

involunter yang menjaga tubuh dalam keadaan tetap siaga.

Stress bersifat subyektif dan individual. Keadaan ini bermula

ketika kita mengamati satu situasi, seseorang, satu kejadian atau

bahkan satu obyek yang kita sebut sebagai stressor. Hal ini berarti

Page 14: Stress & menstrual cyle

14

bahwa otak tidak memberikan respon secara buta tetapi respon yang

terjadi merupakan hasil dari satu derajat latihan terhadap interpretasi

subyektif.

Bagaimana kita melihat suatu kejadian secara luas tergantung

kepada konsep terhadap diri pribadi, kekuatan ego, sistem nilai dan

bahkan hereditas. Peristiwa-peristiwa menyenangkan seperti

menikah, memenangkan undian atau bertemu dengan seseorang yang

dicintai setelah lama tidak bertemu, juga menimbulkan stress,

meskipun kebanyakan stress berawal dengan peristiwa-peristiwa

negatif, menyakitkan dan tidak diharapkan dalam kehidupan kita.

Situasi yang sama dapat dilihat, secara keseluruhan, secara

berbeda oleh dua individu. Yang satu dapat memandang situasi yang

ada sebagai tantangan yang menarik sementara individu yang lain

memandang situasi tersebut sebagai ancaman terhadap kehidupannya.

Satu lampu merah diinterpretasikan oleh yang satu sebagai obyek

yang berguna untuk mengatur suatu usaha dan oleh yang lain

merupakan sumber yang menyakitkan. Lebih jauh, kita memandang

dan bereaksi terhadap suatu peristiwa yang sama secara berbeda pada

saat yang berbeda, tergantung pada keadaan perasaan dan fisik kita

saat tersebut.

Stress yang datang dari peristiwa-peristiwa dan kondisi

kehidupan yang tidak menyenangkan dapat mengganggu perasaan

dan tubuh kita. Stress menyebabkan kesedihan dan menghalangi

untuk melakukan pekerjaan yang bermanfaat. Sangatlah penting

untuk mengenali seseorang yang menderita stress yang berat.

Stress dapat mempengaruhi semua bagian dari kehidupan

seseorang, menyebabkan stress mental, keluhan-keluhan fisik,

perubahan perilaku, dan masalah-masalah dalam interaksi dengan

orang lain. Seseorang yang menderita stress seringkali tidak

mengeluh tentang stress secara langsung. Sebagai gantinya, mereka

mengeluhkan banyak keluhan fisik dan mental yang berbeda. Mereka

Page 15: Stress & menstrual cyle

15

dapat saja menderita sakit yang serius sehingga memerlukan

perawatan medis

Seseorang yang berada dalam keadaan stress dapat memiliki

berbagai gejala yang bervariasi. Gejala-gejala tersebut dapat

bermanifestasi pada perasaan, tubuh kita, pada perilaku dan terhadap

pergaulan dengan orang lain. Pada perasaan kita gejala-gejala

tersebut dapat berupa:

- Rasa cemas atau mudah marah

- Rasa sedih, menangis atau rasa tidak diperhatikan

- Perubahan mood yang cepat

- Konsentrasi yang jelek, memerlukan penjelasan beberapa

kali baru bisa memahami dan mengingatnya

- Berpikir tentang satu hal yang sama berulang-ulang

Orang-orang sulit untuk mengenali dan menggambarkan gejala

yang mereka derita. Sedangkan pada tubuh gejala-gejala stress

yang timbul dapat berupa:

- Kelelahan

- Sakit kepala

- Ketegangan otot

- Berdebar-debar atau denyut jantung tidak teratur

- Perasaan tidak dapat bernapas/sesak

- Mual-mual (merasa sakit) atau nyeri di perut

- Nafsu makan kurang

- Nyeri yang tidak jelas, misalnya pada lengan, tungkai, atau

dada

- Gangguan siklus menstruasi

Orang dapat memiliki beberapa gejala yang berbeda yang dapat

hilang dan timbul. Gejala—gejala ini apabila tidak diatasi

dengan segera akan menjadi kronis dan menimbulkan penyakit

yang lebih berat, sebagai contoh stress yang kronik dapat

Page 16: Stress & menstrual cyle

16

menyebabkan ulkus pada lambung. Dalam perilaku stress

menimbulkan gejala-gejala sebagai berikut:

- Berkurangnya aktivitas, tidak bertenaga

- Aktivitas berlebihan atau ketidakmampuan untuk

beristirahat

- Memakai alkohol atau obat-obatan seperti kanabis atau

opium untuk mengurangi ketegangan

- Kesulitan untuk berkonsentrasi pada satu pekerjaan

- Gangguan tidur

Sementara itu stress dapat pula menyebabkan gangguan

terhadap kemampuan dalam pergaulan dengan orang lain.

Gejala-gejala yang timbul sebagai berikut:

- Tidak memiliki emosi

- Terlalu tergantung pada orang lain dalam mengambil

keputusan dan dukungan

- Suka berdebat dan melakukan penolakan

Sangatlah penting untuk berbicara dengan anggota keluarga

yang lain atau orang lain yang mengetahui dengan baik mengenai

seseorang yang mengalami stress. Pertama-tama yang harus

diketahui adalah apakah perilaku saat ini dari orang yang mengalami

stress adalah normal. Kemudian perlu diketahui bagaimana

terjadinya perubahan menjadi tidak normal.

B. Sumber stress1,2,6

Setiap waktu kita dihadapkan dengan perubahan, apakah kejadian

tersebut kita inginkan atau tidak, homeostasis akan terganggu dan kita

akan menderita stress selama masa adaptasi terhadap kejadian

tersebut. Proses pemulihan homeostasis tersebut disebut ‘adaptasi’.

Derajat tertentu dari perubahan tersebut diinginkan dan bahkan

diperlukan. Perubahan dapat menjadi faktor positif untuk

perkembangan atau dapat menjadi kekuatan negatif yang akan

Page 17: Stress & menstrual cyle

17

membawa ke arah deteriorasi pada mental dan atau fisik. Terlalu

banyaknya kejadian dan situasi baru yang dihadapi pada satu waktu

menimbulkan keadaan stress yang berlebihan. Ketika derajat dan

jumlah perubahan tersebut melampaui kemampuan adaptasi kita, kita

akan akan mendapatkan diri kita dalam fase stress yang negatif, yaitu

suatu keadaan dimana keseimbangan mental dan fisik terganggu.

Besarnya stress yang dialami tergantung pada dua faktor yaitu:

1. Intesitas dan frekuensi perubahan

2. Kemampuan kita untuk beradaptasi.

C. Biokimia stress1,2,6

Stress fisik atau emosional mengaktivasi amygdala yang merupakan

bagian dari sistem limbik yang berhubungan dengan komponen

emosional dari otak. Respon emosional yang timbul ditahan oleh input

dari pusat yang lebih tinggi di forebrain. Respon neurologis dari

amygdala ditransmisikan dan menstimulasi respon hormonal dari

hipotalamus. Hipotalamus akan melepaskan hormon CRF

(corticotropin- releasing factor) yang menstimulasi hipofisis untuk

melepaskan hormon lain yaitu ACTH (adrenocorticotropic hormone)

ke dalam darah. ACTH sebagai gantinya menstimulasi kelenjar

adrenal, suatu kelenjar kecil yang berada di atas ginjal.

Kelenjar adrenal berisi dua daerah yang berbeda, bagian dalam

atau medulla yang mensekresi adrenalin (epinefrin) dan noradrenalin

(norepinefrin) dan lapisan luar atau korteks yang mensekresi

kortikosteroid mineral (aldosteron) dan glukokortikoid (kortisol).

Secara simultan, hipotalamus bekerja secara langsung pada sistem

otonom untuk merangsang respon yang segera terhadap stress. Sistem

otonom sendiri diperlukan dalam menjaga keseimbangan tubuh. Sistem

otonom terbagi dua yaitu sistem simpatis dan parasimpatis. Sistem

simpatis bertanggung jawab terhadap adanya

Page 18: Stress & menstrual cyle

18

STRESS

AKTIVASI AMYGDALA

RESPON NEUROLOGIS

HIPOTALAMUS

RESPON HORMONAL

CRF

STIMULASI SARAF RESPON HORMONAL

SENSORIK

ACTH

HIPOFISIS

SISTEM OTONOM

STIMULASI KEL ADRENAL

RESPON STRESS

Gambar 5. Kaskade stress

Page 19: Stress & menstrual cyle

19

stimulasi atau stress. Reaksi yang timbul berupa peningkatan denyut

jantung, napas yang cepat, penurunan aktivitas gastrointestinal.

Sementara sistem parasimpatis membuat tubuh kembali ke keadaan

istirahat melalui penurunan denyut jantung, perlambatan pernapasan,

meningkatkan aktivitas gastrointestinal. Perangsangan yang

berkelanjutan terhadap sistem simpatis menimbulkan respon stress yang

berulang-ulang dan menempatkan sistem otonom pada

ketidakseimbangan. Keseimbangan antara kedua sistem ini sangat

penting bagi kesehatan tubuh.

Dengan demikian tubuh dipersiapkan untuk melawan atau

reaksi menghindar melalui satu mekanisme rangkap: satu respon saraf,

jangka pendek, dan satu respon hormonal yang bersifat lebih lama.

V. PENGARUH STRESS PADA SIKLUS MENSTRUASI1,2,3,4,7

Berbagai macam perubahan emosi akibat suatu stressor telah dihubungkan

dengan adanya fluktuasi hormonal selama siklus menstruasi. Beberapa

penelitian menunjukkan stressor seperti meninggalkan keluarga, masuk kuliah,

bergabung dengan militer, atau memulai kerja baru mungkin berhubungan

dengan tidak datangnya menstruasi. Stressor yang membuat satu tuntutan baru

bagi suatu pekerjaan, meningkatkan panjang siklus menstruasi, jadi menunda

periode setiap bulannya. Sebagai tambahan mengenai meninggalkan keluarga

atau memulai satu pekerjaan baru, beberapa penelitian menunjukkan satu

hubungan baru meningkatkan kemungkinan untuk mendapatkan siklus yang

lebih panjang (Insel & Roth, 1998)1

Gangguan pada pola menstruasi ini melibatkan mekanisme regulasi

intergratif yang mempengaruhi proses biokimia dan seluler seluruh tubuh

termasuk otak dan psikologis. Pengaruh otak dalam reaksi hormonal terjadi

melalui jalur hipotalamus-hipofisis-ovarium yang meliputi multiefek dan

mekanisme kontrol umpan balik. Pada keadaan stress terjadi aktivasi pada

amygdala pada sistem limbik. Sistem ini akan menstimulasi pelepasan hormon

Page 20: Stress & menstrual cyle

20

STRESS

CRH

Endorfin ACTH

Cortisol

Somato statin

TRH

T4

TSH GnRH

T3

Gambar 6. Pengaruh stress terhadap sistem neuroendokrinologi4

Page 21: Stress & menstrual cyle

21

dari hipotalamus yaitu corticotropic releasing hormone (CRH). Hormon ini

secara langsung akan menghambat sekresi GnRH hipotalamus dari tempat

produksinya di nukleus arkuata. Proses ini kemungkinan terjadi melalui

penambahan sekresi opioid endogen. Peningkatan CRH akan menstimulasi

pelepasan endorfin dan adrenocorticotropic hormone (ACTH) ke dalam darah.

Endorfin sendiri diketahui merupakan opiat endogen yang peranannya terbukti

dapat mengurangi rasa nyeri. Sedangkan ACTH dirangsang oleh CRH secara

bergelombang dengan ritme diurnal. Peningkatan kadar ACTH akan

menyebabkan peningkatan pada kadar kortisol darah. Pada wanita dengan

gejala amenore hipotalamik menunjukkan keadaan hiperkortisolisme yang

disebabkan adanya peningkatan CRH dan ACTH. Hormon-hormon tersebut

secara langsung dan tidak langsung menyebabkan penurunan kadar GnRH,

dimana melalui jalan ini maka stress menyebabkan gangguan menstruasi.

Gejala klinis yang tampak terutama adalah amenore, selain itu dapat juga

berupa anovulasi, atau fase luteal yang inadekuat. Gejala klinis yang timbul ini

tergantung pada derajat penekanan pada GnRH. Gejala-gejala ini umumnya

bersifat sementara dan biasanya akan kembali normal apabila stress yang ada

bisa diatasi.

VI. MENGHADAPI STRESS DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI1,2

Studi epidemiologi baru-baru ini yang mengamati gangguan yang berhubungan

dengan stress menemukan bahwa masalah ini menjadi dilema bagi para dokter.

Lebih dari semua profesi lain, tenaga medis memiliki konsekuensi untuk

mengalami peningkatan ketegangan dan tekanan dalam populasi umumnya.

Lebih kurang 50 – 75% semua kunjungan ke dokter secara langsung atau tak

langsung berhubungan dengan stress. Meskipun pengobatan konvensional

memainkan peranan penting dalam penatalaksanaan kelainan yang

berhubungan dengan stress, tidak selalu sesuai dengan situasi saat itu, sebagai

tambahan memerlukan pendekatan edukasional dan preventif.

Dengan kewajiban terhadap koreksi patologi dan kurangnya penekanan

pada tehnik pencegahan, pengobatan konvensional memainkan peranan

Page 22: Stress & menstrual cyle

22

paliatif. Lebih jauh lagi, memerlukan waktu untuk mendiagnosis masalah-

masalah gangguan yang berhubungan dengan stress dan tambahan waktu untuk

mengatasi masalah ini dengan konseling. Para dokter tampaknya telah

kelebihan pekerjaan dan kekurangan waktu untuk masalah ini. Apabila terapi

obat dan nasehat-nasehat medis digabungkan dengan sistem suportif lainnya,

kita bukan hanya akan menyingkirkan gejala dengan segera tetapi akan

melangkah lebih jauh untuk mengatasi stress yang mendasarinya. Dalam

masalah ini, dukungan terhadap individu itu sendiri juga merupakan hal yang

penting. Sesungguhnya, ada beberapa kondisi medis dimana tanggungjawab

pencegahan dan pengobatan adalah sangat tergantung pada individu tersebut.

Pengetahuan merupakan hal mendasar untuk mengefektifkan

penanganan stress pada individu. Dengan bantuan dan dukungan pada sisi

pencegahan dan edukasional, usaha dan kerja yang dilakukan dokter untuk

menahan kondisi-kondisi yang berhubungan dengan stress akan lebih efektif

dan dihargai.

Orang yang berada dalam keadaan stress menemukan kesulitan untuk

relax dan seharusnya dipikirkan untuk dilakukan latihan relaksasi khusus.

Latihan relaksasi merupakan aspek paling penting dalam menangani seseorang

dengan stress. Ada banyak cara relaksasi seperti membaca, menyanyi,

mendengarkan musik, atau hanya beristirahat saja. Bagi orang yang merasa

tidak diperhatikan sebaiknya diberi semangat untuk melakukan beberapa

pekerjaan yang berguna, meskipun terbatas. Mereka juga sebaiknya berbicara

dengan orang yang lebih percaya diri dan optimis dalam lingkungannya. Cara-

cara ini merupakan cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi stress. Secara

umum orang yang mengalami stress memerlukan dukungan untuk mengubah

perilaku mereka dengan tujuan untuk:

- mengembalikan pola tidur yang normal di malam hari, dan

mengusahakan aktivitas yang berguna dan menyenangkan setiap hari

- menemukan cara yang positif untuk mengatasi stress

- menghentikan hal yang tidak menyenangkan

Page 23: Stress & menstrual cyle

23

Secara garis besar solusi dalam menghadapi stress dapat dilakukan dengan

beberapa pilihan sebagai berikut:

1. Diagnosis personal dari stress

2. Pengetahuan tentang stress

3. Berpikir positif dan sikap yang positif

4. Manajemen perencanaan, organisasi dan waktu

5. Aktivitas fisik dan nutrisi

6. Program relaksasi

7. Aktivitas otak kiri dan kanan yang seimbang

8. Toleransi/fleksibilitas/adaptaabilitas

9. Enthusiasm

10. Rasa humor

11. Kebijaksanaan

12. Siraman rohani.

VII. RINGKASAN

Stress merupakan keadaan yang tidak dihindarkan, setiap orang akan dan

pernah mengalaminya. Respon yang timbul akibat stress sangat tergantung

pada kemampuan adaptasi seseorang dan besarnya stressor. Stress akan

berpengaruh negatif apabila kemampuan adaptasinya kurang atau stressor yang

ada terlalu besar atau melampaui batas kemampuan adaptasinya.

Pengaruh stress pada siklus menstruasi melibatkan sistem

neuroendokrinologi terutama melalui aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium.

Akibat pengaruh stress, pada akhirnya akan menyebabkan penurunan pada

kadar GnRH dalam darah. Melalui jalan inilah terjadi gangguan pada pola

menstruasi. Gangguan yang sering ditemukan adalah amenore, dimana pada

wanita dengan amenore ditemukan adanya hiperkortisol dalam darah.

Penanganan stress sampai saat ini masih bersifat konvensional dimana

peranan obat-obatan masih sangat besar. Dimasa mendatang, penanganan

stress hendaknya juga dilakukan melalui pendekatan bio-psiko-sosial.

Page 24: Stress & menstrual cyle

24

VIII. RUJUKAN 1. Michal M. Stress. Editiones Roche 1991.

2. Suyono B. Stress sebagai Salah satu Sebab Gangguan Menstruasi. Dalam: Seminar

kelainan menstruasi. Bag/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNDIP/RSUP Dr.

Kariadi; 11 Mei 2002; Semarang 2002.

3. Yen SSC. The human menstrual cycle: Neuroendocrine regulation. In: Yen SSC,

Jaffe RB, Reproductive endocrinology. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders; 1991. p.

273-301

4. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Cinical gynecologic endocrinology and infertility.

6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 1999.

5. Greenspan FS, Baxter JD. Basic & clinical endocrinology. 4th ed. Philadelphia: WB

Saunders; 1992.

6. Lubis DB. Pengantar Psikiatri Klinik. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya; 1989.

7. Beck LE, Gervitz R, Mortola J. Psychosicial stress and symptom severity in

premenstrual synd. Psychosom Med 1990; 52: 536.